3
TINJAUAN PUSTAKA
Kuda Generasi dan Kuda Pacu Indonesia
Kuda pacu Indonesia (KPI) merupakan kuda Indonesia hasil grading up
dari kuda betina Indonesia dengan pejantan Thoroughbred sampai generasi ketiga
(G3) dan generasi keempat (G4) atau hasil perkawinan diantaranya yang memiliki
sertifikat kuda pacu Indonesia yang terdaftar pada biro registrasi kuda.
Perkembangan perkudaan di Indonesia mengikuti arah persilangan terhadap darah
Thoroughbred dengan sistem persilangan grading up sesuai keputusan Pordasi
tahun 1975. Grading up adalah usaha persilangan untuk membentuk ras baru
yang memanifestasikan karakter tertentu dengan cara menyilangkan betina lokal
dengan pejantan ras lain yang diinginkan. Komposisi darah kuda pacu Indonesia
hasil grading up adalah 87,5% darah kuda Thoroughbred dan 12,5% darah kuda
lokal untuk G3, 93,75% darah kuda Thoroughbred dan 6,25 % darah kuda lokal
untuk G4, dan 90,625% darah kuda Thoroughbred dan 9,375% darah kuda lokal
untuk perkawinan G4 x G4. Jumlah kuda pacu Indonesia sampai tahun 2010
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Jumlah kuda yang terdaftar di Biro Registrasi Kuda Indonesia tahun 2009 - 2010 (Widyananta 2011).
Jenis Kuda Jumlah Total Kuda di tahun 2009 (ekor)
Penambahan tahun 2010 (ekor)
G1 1986 9 G2 2289 30 G3 1806 85 G4 795 87 KPI 120 24 G5 101 23 G6 11 2
Jumlah Total 7108 260
Sistem Reproduksi Kuda Betina
Pemahaman mengenai anatomi normal saluran reproduksi kuda betina
sangat penting untuk membedakan antara kondisi normal dan kelainan reproduksi.
Tampilan morfologi bagian caudal saluran reproduksi dan kondisi normal
perineum sangat penting untuk menjaga fertilitas kuda. Distorsi umum dari
anatomi normal dapat menyebabkan adanya udara di dalam vagina sehingga
memungkinkan bakteri dapat mencapai bagian cranial saluran reproduksi
4
(England 2005). Saluran reproduksi kuda betina berbentuk tubular seperti huruf
“Y”. Perineum, vulva, vagina dan serviks membentuk serangkaian pelindung bagi
struktur yang lebih halus di bagian lebih dalam (uterus, tuba fallopi dan ovarium)
yang berfungsi untuk memproduksi gamet, fertilisasi dan perkembangan embrio
(Morel 2005). Ilustrasi saluran reproduksi kuda betina terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Gambaran lateral dari saluran reproduksi kuda betina. Sumber: Morel (2005).
Tipe uterus kuda menurut Morel (2005) disebut uterus simpleks bipartitus
karena ukuran corpus uteri lebih besar dari kornua uteri dengan perbandingan 60 :
40. Posisi uterus dapat berubah-ubah akibat tingkat pengisian vesika urinaria atau
usus. Corpus uteri terletak di cranial pelvis bagian ventral dan caudal abdomen.
Uterus yang normal terletak di dorsal, dorso-lateral atau lateral vesika urinaria.
Corpus uteri memiliki panjang sekitar 20-25 cm dan diameter 8-12 cm. Bagian
cornua memiliki diameter yang semakin mengecil pada bagian ujungnya.
Ketebalan dinding uterus dan tonus miometrium sangat bervariasi tergantung
status reproduksi dan umur. Kebuntingan menyebabkan distorsi yang mencolok
dari bentuk uterus (England 2005).
Ovarium kuda umumnya terletak di bagian paling anterior dari saluran
reproduksi pada kuda yang tidak bunting. Ukuran ovarium berkisar antara 6
sampai 8 cm panjangnya dan 3 sampai 4 cm lebarnya dengan rata-rata berat 70
sampai 80 gram. Ovarium kanan berciri khas lebih anterior sekitar 2 sampai 3 cm
5
daripada ovarium kiri. Ovarium memiliki dua fungsi yaitu sebagai kelenjar
eksokrin yang menghasilkan gamet dan kelenjar endokrin yang memproduksi
hormon (Blanchard et al. 2003).
Panjang siklus estrus pada kuda berlangsung selama 22 hari dengan panjang
fase estrus 5-7 hari (Aurich 2011). Sedangkan kuda bangsa Caspian memiliki
siklus estrus, lama estrus, dan diestrus sepanjang 22.1±0.40, 8.3±0.86 dan 13.8±
0.59 hari secara berturut-turut (Shirazi et al. 2005). Panjang siklus estrus juga
dipengaruhi oleh tahap reproduksi, 21,2 ± 1,8 hari dalam keadaan menyusui dan
22,8 ± 1,4 hari pada-kuda yang tidak menyusui (Heidler et al. 2004). Durasi
estrus bergantung pada jenis spesies dan bervariasi satu sama lain dalam spesies
yang sama, dan terkait dengan waktu pencapaian ovulasi, pada kuda adalah 4-6
hari setelah mulainya estrus atau 1-2 hari sebelum akhir estrus. Panjang siklus
estrus dan waktu ovulasi bervariasi dalam hubungannya dengan faktor-faktor
eksternal maupun internal (Hafez 1993). Namun, kuda tua memiliki interval
siklus estrus dapat lebih lama daripada kuda muda dan usia pertengahan karena
tingkat pertumbuhan folikel dominan lebih lambat (Ginther et al. 2008).
Ovarium kuda betina memiliki struktur yang unik ditandai dengan ukuran
yang sangat besar (35-120 cm3) dan berat (40-80 g) jika dibandingkan dengan
spesies hewan domestik lainnya (Kimura et al. 2005), adanya fosa ovulasi dan
lokasi yang terbalik antara korteks dengan medula. Selama satu siklus estrus
terdapat satu sampai dua gelombang folikel berbeda yang berkembang. Sebuah
gelombang folikular pertama bisa terjadi pada awal fase luteal. Folikel dominan
pada gelombang awal mungkin tidak ovulasi dan mengalami regresi, tetapi
peningkatan konsentrasi progesteron dapat menyebabkan terjadinya ovulasi.
Kuda poni biasanya mengembangkan satu gelombang folikel, sementara dua
gelombang folikel adalah khas dari kuda Thoroughbred dan Warmblood (Ginther
2000).
Munculnya setiap gelombang folikel secara temporal dikaitkan dengan
lonjakan FSH. FSH mencapai puncaknya ketika folikel terbesar mencapai ukuran
sekitar diameter 13 mm (Gastal et al. 1997). Selanjutnya, FSH menurun dengan
konsentrasi yang tidak mendukung pertumbuhan folikel skunder lebih lanjut tetapi
cukup untuk melanjutkan pertumbuhan folikel dominan (Ginther 2000).
6
Perkembangan folikel praovulasi dan ovulasi kuda berbeda dari spesies hewan
ternak lainnya. Folikel praovulasi jauh lebih besar dan pecah di bagian fosa
ovulasi. Setelah folikel skunder deviasi, folikel praovulasi tumbuh pada tingkat
rata-rata 3 mm per hari sampai sekitar 35 mm pada empat hari sebelum ovulasi.
Pertumbuhan terus terjadi hingga 2 hari sebelum ovulasi ketika ukuran folikel
mencapai sekitar 40 mm (Ginther et al. 2008). Namun, folikel praovulasi dapat
tumbuh sampai dengan ukuran 55 mm atau lebih, dengan diameter praovulasi
yang konsisten serupa dalam siklus berturut-turut (Cuervo-Arango dan
Newcombe 2008).
Korpus luteum (CL) kuda membesar ke bagian internal dari ovarium dan
tidak menonjol ke permukaan ovarium luar seperti pada spesies lain. CL kuda
memiliki bentuk pearlike dan terdiri dari kompartemen kecil dengan tekstur
permukaan yang kasar (Kimura et al. 2005). Struktur CL kuda dibentuk oleh sel-
sel luteal dan non-luteal. Sel luteal dari kuda ini tidak berasal dari teka, tetapi
berasal eksklusif dari sel granulosa dari folikel praovulasi. Saat ovulasi, sel teka
berada pada berbagai tahap degenerasi dan kemudian diganti oleh fibroblas
hipertrofi (van Niekerk et al. 1975).
Gambar 2 Siklus estrus kuda. Siklus estrus berkisar antara 21-22 hari dengan 4-7 hari fase
folikular dan 14-15 hari fase luteal (Blanchard et al. 2003).
Pada kuda, konsentrasi progesteron segera meningkat pada saat ovulasi
terlihat pada Gambar 2. Konsentrasi progesteron maksimal dicapai pada hari ke-8
setelah ovulasi dan kemudian perlahan-lahan menurun sampai timbulnya luteolisis
yang dimulai pada sekitar hari ke-14. Pemeriksaan USG menunjukkan penurunan
7
paralel dan progresif dalam luas penampang rata-rata CL dari hari ke-4 hingga
hari ke-19 siklus (Ginther et al. 2007). Seperti spesies lain, fungsi CL kuda
berada di bawah kendali estrogen dan progesteron melalui mekanisme umpan
balik negatif terhadap LH.
Luteolisis dalam kuda ditandai oleh penurunan konsentrasi progesteron
darah di sekitar hari 15-17 dari siklus (Ginther et al. 2005). Sinyal awal untuk
luteolisis adalah sekresi PGF2α oleh endometrium selama fase luteal akhir yang
dirangsang oleh oksitosin dari endometrium dan hipotalamus. PGF2α disekresikan
ke dalam sirkulasi perifer dan tidak ada sistem arus lokal counter (yaitu antara
vena uterus dan arteri ovarium) (Aurich 2011).
Ultrasonografi
Peralatan instrumentasi ultrasonografi (USG) modern telah tersedia dalam
berbagai varian, dan memungkinkan bagi sebagian besar manusia untuk
mengoperasikannya dengan mudah, namun demikian, harus disertai dengan
pemahaman yang baik terhadap sifat fisika ultrasonografi dan interaksi fungsi
peralatan dengan jaringan untuk memperoleh hasil yang baik. Kualitas gambar
yang dihasilkan juga akan sangat dipengaruhi oleh keterampilan seorang
sonographer. Diagnostik ultrasonografi menggunakan prinsip pulse-echo yang
dapat menghasilkan gambar pada tayangan scanner yang berhubungan dengan
accoustis impedance atau resistensi jaringan yang dijumpai ultrasound
(gelombang suara frekuensi tinggi). Ultrasound tidak dapat berpindah melalui
udara (acoustic barrier). Medium terbaik untuk penghantaran ultrasound adalah
cairan dan dihantarkan melalui kompresi atau penghalusan gelombang-gelombang
(Goddard 1995).
Menurut Barr (1988) terdapat tiga jenis echo yang digunakan sebagai
prinsip dasar dalam mendeskripsikan gambar pada sonogram, yaitu;
1. Hyperechoic; echogenic artinya echogenitas terang, menampakkan warna
putih pada sonogram atau memperlihatkan echogenitas yang lebih tinggi
dibandingkan sekelilingnya, contohnya tulang, udara, kolagen dan lemak.
2. Hypoechoic; echopoor menampilkan warna abu-abu gelap pada
sonogram atau memperlihatkan area dengan echogenitas lebih rendah dari pada
sekelilingnya, contohnya jaringan lunak.
8
3. Anechoic yang menunjukkan tidak adanya echo, menampilkan warna
hitam pada sonogram dan memperlihatkan transmisi penuh dari gelombang
contohnya cairan.
Pemerikasaan menggunakan USG memiliki potensi penting untuk
pemeriksaan pada saluran reproduksi kuda, seperti penggunaan x-ray untuk
pemeriksaan kaki. Prinsip-prinsip USG didasarkan pada kemampuan dari
berbagai jaringan dan berisi cairan yang mampu mencerminkan atau menyebarkan
gelombang suara frekuensi tinggi. Sebuah sinar suara dipancarkan dari sebuah
transduser, dilakukan secara perektal. Proporsi sinar yang dipantulkan (bergema)
diterima oleh transduser, dikonversi menjadi impuls listrik, dan ditampilkan pada
layar sebagai gambar bergerak. Struktur yang berisi cairan tidak mencerminkan
gelombang suara dan tampak hitam di layar. Pada ekstrem yang lain, jaringan
padat mencerminkan banyak balok dan tampak putih. Jaringan lain terlihat dalam
berbagai warna dari skala abu-abu, tergantung pada echogenisitasnya
(kemampuan untuk mencerminkan gelombang suara). Formasi jaringan tertentu
dapat menyebabkan gelombang suara untuk menekuk (membiaskan), dipantulkan
kembali dan bergaung, atau menjadi lemah (dilemahkan) atau seluruhnya diblokir.
Oleh karena itu artefak dapat muncul pada layar dan harus diinterpretasikan oleh
ultrasonographer tersebut. Kemampuan alat USG untuk menghasilkan gambar
yang baik tergantung pada frekuensi gelombang suara yang diukur dalam satuan
megahertz (MHz). Sebuah transduser 5 MHz lebih cocok untuk memeriksa
saluran reproduksi kuda daripada transduser 3 atau 3,5 MHz yang tersedia secara
umum (Ginther dan Pierson 1984).
Pemerikasaan saluran reproduksi kuda dengan USG menggunakan
gambaran B-mode. Gambaran B-mode merupakan pencitraan gelombang suara
jamak. Echo yang direfleksikan akan memberikan gambaran berupa titik atau dot
pada layar monitor. Posisi yang terlihat pada layar merupakan posisi dari refleksi
struktur organ. Kekuatan dari echo ditunjukkan oleh keterangan berupa titik pada
layar sehingga gambaran dua dimensi menunjukkan potongan organ yang
ditampilkan pada layar. Gambaran B-mode hanya menampilkan echo yang kuat.
Hal ini berarti tepi dari struktur organ yang diperiksa dapat dilihat tetapi hanya
9
seperti gambaran yang tidak begitu jelas (Mannion 2006). Gambaran hasil
pencitraan B-mode dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Salah satu pencitraan ultrasonografi perektal B-mode. Kiri: folikel praovulatori.
Kanan: udema uterus pada kuda masa estrus atau birahi (Aurich 2011).
Gambar 4 Skema representasi uterus kuda yang tidak bunting, menunjukkan posisi tranduser
USG pada cornua uteri (a) dan corpus uteri (b).
Persiapan untuk pemeriksaan USG secara perektal mirip dengan persiapan
untuk pemeriksaan perektal, tetapi ada pertimbangan lain, seperti perlindungan
peralatan dan manajemen pencahayaan eksternal. Sebuah transduser jenis linier-
array digenggam dan umumnya berorientasi pada bidang sagital sehubungan
dengan tubuh kuda itu. Gambaran dari serviks dan corpus uteri berorientasi
longitudinal, dan corpus uteri adalah cross-sectional. Saat penggunaan USG,
berkas suara umumnya bergerak melintang sehubungan dengan tubuh kuda dan
gambar dari serviks dan corpus uteri adalah cross-sectional dan gambar cornua
adalah longitudinal atau miring. Ilustrasi teknik pemeriksaan USG pada saluran
reproduksi kuda betina ditunjukkan pada Gambar 4. Ketersediaan instrumen
pemeriksaan USG pada saluran reproduksi harus memberikan nilai lebih bagi
10
dokter hewan untuk meningkatkan pengetahuan tentang anatomi dan patologi
reproduksi (Ginther dan Pierson 1984).
Masalah yang terjadi akibat turunnya fertilitas dan gangguan selama
kebuntingan dapat mempengaruhi performa reproduksi kuda. Gangguan yang
terjadi selama kebuntingan kuda yang umum terjadi yaitu kebuntingan kembar,
kematian embrio dini dan abortus. Baberapa masalah yang dapat menurunkan
fertilitas pada kuda antara lain silent heat, hipofungsi ovari dan infeksi saluran
reproduksi yang mengakibatkan endometritis maupun pyometra (England 2005).
Kebuntingan Kembar
Asal terbentuknya kebuntingan kembar umumnya adalah dizigotik.
Zigositas mengacu pada asal kembar. Kembar dizigotik berasal dari dua buah
oosit yang dibuahi secara terpisah oleh dua spermatozoa. Sedangkan monozigotik
mengacu pada kembar identik yang berasal dari pembuahan satu oosit. Tiga hal
umum yang telah dikenal mengenai kebuntingan kembar, yaitu kembar berulang
pada indukan yang sama, tingkat kebuntingan kembar bervariasi berdasarkan
jenis, dan pejantan yang sangat fertil. Secara historis kebuntingan kembar
menyebabkan kerugian ekonomi karena akan terjadi aborsi, kematian fetus atau
embrio, atau kelahiran anak kuda kerdil. Kuda yang mengalami aborsi
menyebabkan terjadinya kerusakan pada saluran reproduksi dan sulit untuk
dikembangbiakan lagi (McKinnon et al. 2011).
Ovulasi ganda dapat terjadi pada kuda. Tingkat ovulasi ganda dipengaruhi
oleh berbagai faktor seperti ras, status reproduksi, usia dan manipulasi
farmakologis dari siklus estrus. Kejadian spontan ovulasi ganda bervariasi antara
sekitar 2% pada poni dan 25% pada thoroughbred. Ketika dua folikel dominan
(dua folikel> 28mm) berkembang dalam gelombang folikel yang sama, ovulasi
ganda terjadi pada sekitar 40% dari kuda (Ginther et al. 2008). Ini dapat terjadi
serentak (dalam waktu 12 jam), namun interval sampai dua hari dan lebih telah
dilaporkan antara ovulasi dan dapat menyebabkan pembentukan kebuntingan
kembar. Pada 2,5 hari sebelum ovulasi, tingkat pertumbuhan folikel dominan
dalam kuda berovulasi ganda lebih rendah daripada kuda berovulasi tunggal
mengakibatkan diameter folikel praovulasi lebih kecil pada kuda berovulasi
kembar. Rendahnya pertumbuhan folikel terkait dengan konsentrasi FSH lebih
11
rendah, kemungkinan besar karena konsentrasi estradiol yang lebih tinggi dari dua
folikel preovulatori (Ginther et al. 2008).
Kematian Embrio Dini
Kematian embrio dini umumnya didefinisikan sebagai kegagalan
kebuntingan yang terjadi hingga hari 40 dari kebuntingan, sesuai dengan masa
transisi dari tahap embrio ke tahap fetus dari perkembangan kebuntingan.
Diagnosis kematian embrio dini dan faktor yang berkontribusi telah ditingkatkan
secara luas menggunakan pemerikasaan ultrasonografi transrektal untuk diagnosis
awal kebuntingan. Kondisi di lapangan secara umum, pemeriksaan USG rutin
digunakan untuk diagnosis kebuntingan pada hari 12-14 setelah ovulasi,
sedangkan untuk penelitian digunakan pada hari 10-11. Pemeriksaan USG
memungkinkan secara langsung untuk menilai konseptus selama sekitar fase tiga
perempat kebuntingan ketika terjadi kematian embrio dini. Penggunaan
ultrasonografi untuk pemeriksaan kebuntingan kuda pada hari 10 sampai 14
setelah ovulasi memungkinkan untuk evaluasi insidensi kematian embrio pada
hari 14 sampai 40. Studi yang dilakukan menunjukkan bahwa peningkatan umur
kuda menurunkan tingkat kebuntingan dan meningkatkan angka kematian embrio
dini. Insidensi kematian embrio dini akhir-akhir ini mencapai sekitar 7,7%.
Sebelum hari 10, pemeriksaan USG tidak dapat mendeteksi konseptus awal secara
akurat. Embrio kuda memasuki uterus pada hari 6 sampai 7, sehingga penurunan
jumlah dan kelangsungan viabilitas blastosis terkait dengan abnormalitas uterus,
oviduk atau perlekatan embrio. Beberapa penelitian telah mempelajari karakter
awal embrio kuda selama perjalanan di oviduk pada berbagai usia dan fertilitas.
Perkiraan kematian embrio dini antara fertilisasi sampai hari 10 adalah 10% pada
kuda muda dan 80-90% pada kuda tua. Meskipun tingkat kebuntingan serupa
pada hari 2 antara kuda muda dan tua, tetapi setelah 4 hari fertilisasi reduksi
kebuntingan sangat signifikan terjadi pada kuda tua. Temuan ini menyarankan
bahwa periode kritis dalam kegagalan kebuntingan terjadi pada hari 2 sampai 4
(McKinnon et al. 2011).
12
Abortus
Aborsi berarti pengeluaran isi kandungan sebelum waktu kelahiran normal.
Abortus dapat terjadi pada kuda di paddock dan tidak akan teramati karena kuda
biasanya tidak menunjukkan adanya efek setelah abortus dan fetus yang keluar
dimakan oleh predator. Aborsi dapat terjadi akibat ketiadaan atau hilangnya
korpus luteum. Lama kebuntingan kuda biasanya tidak terprediksikan, oleh
karena itu perbandingan kelahiran normal dengan kelahiran dini sulit
didefinisikan. Deskripsi selanjutnya melihat kemampuan anak kuda untuk
mampu bertahan hidup (England 2005).
Tingkat aborsi sebesar 10% setelah 60 hari kebuntingan biasanya terjadi
pada kuda. Aborsi kuda dapat dibagi menjadi non-infeksi (70%), infeksi (15%)
dan tidak diketahui (15%). Dalam prakteknya, penting untuk membedakan
penyebab aborsi menular dari non-menular. Pengeluaran cairan dari vagina,
laktasi dini dan kolik pada kuda bunting dapat mengindikasikan akan terjadi
aborsi. Ketika aborsi terjadi, kuda betina itu harus diisolasi, sejarah dicatat dan
fetus dikirim ke laboratorium untuk nekropsi. Pemeriksaan post-mortem
dilakukan pada hati, paru-paru, timus, limpa dan chorioallantois harus dikirimkan
dalam larutan salin untuk pemeriksaan histologis. Selain itu, sampel beku hati
segar dan paru-paru fetus harus disimpan dalam deep freeze pada -20 ° C untuk
investigasi isolasi virus jika dibutuhkan pada tahap berikutnya. Sampel serum
dari kuda pasien dan sekelompok juga harus diambil untuk investigasi serologis.
Swab dari jantung atau hati dan chorion fetus digunakan untuk screening infeksi
bakteri. Fetus dan selaput fetus (amnion, chorioallantois dan tali umbilikus) harus
diperiksa hati-hati untuk adanya kelainan dan perubahan warna (McKinnon et al.
2011).
Pyometra
adalah akumulasi eksudat inflamasi dalam jumlah besar di dalam uterus
yang menyebabkan distensi. Distensi tersebut harus dibedakan dari akumulasi
cairan yang dapat dideteksi oleh ultrasonografi pada endometritis akut. Pyometra
terjadi karena interferensi dengan drainase alami cairan dari uterus yang mungkin
karena adesi, abnormalitas atau cervix tidak teratur. Pada beberapa kasus, cairan
terakumulasi karena adanya gangguan kemampuan untuk menghilangkan eksudat
13
tersebut. Faktor predisposisi adalah infeksi kronis P. aeruginosa atau fungi.
Ketika endometrium rusak parah, ada kehilangan luas permukaan epitel,
endometrium fibrosis dan atrofi kelenjar menyebabkan fase luteal
berkepanjangan, mungkin karena gangguan pada sintesis atau pelepasan PGF2α.
Hal ini kontras dengan endometritis ringan dengan koleksi sejumlah kecil cairan
intraluminal uterus yang lebih mungkin menyebabkan pelepasan dini PGF2α dan
luteolisis (Noakes et al. 2008).
Beberapa dokter membatasi istilah pyometra, selain akumulasi eksudat
dalam lumen uterus, korpus luteum berlangsung di luar rentang masa normal.
Beberapa kuda dengan pyometra telah normal dan aktivitas siklus ovarium
kembali teratur. Persistensi korpus luteum mungkin karena kegagalan sintesis dan
atau pelepasan prostaglandin dari uterus. Kuda induk yang memiliki aktivitas
luteal berkepanjangan memiliki kerusakan endometrium terbesar. Kuda betina
dengan pyometra jarang menunjukkan tanda-tanda penyakit sistemik bahkan
ketika ada hingga 60 liter eksudat dalam lumen uterus. Jarang ada penurunan
berat badan, depresi dan anoreksia. Pyometra telah diklasifikasikan ke dalam dua
kategori pada kuda, yaitu terbuka dan tertutup. Dalam kasus pyometra tertutup,
cairan terakumulasi karena cervix tertutup. Dalam pyometra terbuka, cervix tetap
terbuka, tetapi bahan purulen terakumulasi karena pembersihan uterus terganggu.
Discharge atau kotoran pada vulva sering diamati dalam pyometra terbuka,
terutama pada saat birahi, yang mungkin bervariasi konsistensinya dari encer
sampai seperti krim. Meskipun pembiakan swab endometrium kadang-kadang
dapat mengakibatkan pertumbuhan berbagai macam organisme atau kadang-
kadang tidak ada pertumbuhan bakteri sama sekali, dalam kebanyakan kasus
organisme terisolasi adalah S. Zooepidemicus (Noakes et al. 2008).
Diagnosis pyometra adalah berdasarkan palpasi perektal, pemeriksaan USG
dari uterus yang membesar berisi cairan dan analisis cairan uterus. Karena tidak
munculnya tanda penyakit sistemik, kasus pyometra sering menjadi kronis
sebelum pengobatan dilakukan. Dalam beberapa kasus memiliki prognosis buruk
karena kerusakan endometrium yang parah, yang tidak mungkin untuk dapat
mempertahankan kehamilan normal (Noakes et al. 2008).
14
Endometritis
Endometritis adalah masalah utama dalam memaksimalkan tingkat konsepsi
dan tingkat kelahiran. Beberapa penelitian terbaru tentang endometritis telah
meningkatkan pemahaman tentang patogenesis dan menghasilkan metode yang
lebih efektif untuk meminimalkan pengaruhnya terhadap kesuburan. Kegagalan
pengeluaran secara mekanik terhadap cairan, kotoran dan sel-sel radang dari
lumen uterus diakui sebagai faktor predisposisi utama yang terkait dengan
perkembangan penularan endometritis (Reed et al. 2004). Endometritis
dilaporkan sebagai penyakit ketiga paling umum terjadi pada kuda (Card 2005).
Endometritis meliputi perubahan endometrium yang terkait dengan
peradangan akut atau kronis. Perubahan ini dimodulasi oleh sistem kekebalan
lokal dan dipengaruhi sistem hormonal. Endometritis yang terjadi pada kuda
setelah kawin alami maupun buatan merupakan reaksi peradangan sebagai respon
terhadap keberadaan sperma dalam uterus, tetapi endometritis akut ini tampaknya
merupakan peradangan normal dan akan hilang setelah 2-3 hari. Deteksi cairan
uterus dengan ultrasonografi perektal 24 jam setelah kawin menunjukkan
tertundanya proses pembersihan (clearance). Endometritis akut yang diinduksi
melalui proses perkawinan merupakan kejadian klinis yang diakui sebagai
penyebab utama infertilitas (Reed et al. 2004), disebut juga sebagai persistent
mating-induced endometritis/post-coital endometritis/the susceptible mare.
Endometritis akut merupakan konsekuensi alami dari infeksi mikrobiologi
oportunistik pada uterus, umumnya terjadi pada saat partus atau kawin (Zerbe et
al. 2003). Endometritis akut mirip proses peradangan akut yang terjadi pada
jaringan lain pada kuda dan respon yang signifikan terjadi 30 menit setelah infeksi
eksperimental yang ditandai peningkatan neutrofil (Pycock dan Allen 1990).
Pengamatan pada kuda betina yang resisten terhadap endometritis menunjukkan
bahwa neutrofil yang terdapat pada saat estrus lebih aktif dibandingkan dengan
neutrofil yang dikoleksi pada saat fase luteal (Asbury dan Hansen 1987).
Konsentrasi PGF intra uteri dipengaruhi oleh tahapan siklus dan dapat
menginduksi endometritis akut yang dapat menggangu fungsi normal ovarium.
Kuda induk dengan endometritis persisten memiliki konsentrasi PGF, protein total
dan persentase neutrofil dan PMN yang sangat tinggi dibandingkan dengan kuda
15
induk normal. Penelitian Watson et al. (1987) mengemukakan bahwa sel darah
putih yang diambil dari kuda endometritis mampu menghasilkan PGF dan PGE2
secara invitro. PGE2 yang terdeteksi setelah infeksi merupakan proses
imunoreaktif (Pycock dan Allen 1990).
Endometritis persisten dianggap sebagai penyakit multifaktorial yang
berkaitan dengan buruknya anatomi saluran reproduksi, gangguan kontraktilitas
miometrium, gangguan sistem kekebalan, produksi lendir yang berlebih dan
drainase limfatik yang tidak memadai. Peradangan uterus merupakan sebuah
mekanisme pertahanan akibat gangguan kontraktilitas miometrium dan akumulasi
produk radang di dalam lumen uterus rentan menyebabkan endometritis.
Akumulasi cairan di dalam lumen uterus mempengaruhi fertilitas dengan
menurunkan motilitas dan viabilitas sperma atau menyebabkan kegagalan
implantasi embrio jika endometritis berlangsung pada hari ke-5 dan ke-6 setelah
ovulasi (saat embrio berpindah dari oviduk ke lumen uterus) (Rohrbach et al
2007). Tingkat IgA, IgG dan IgG(T) secara umum lebih tinggi dihasilkan dari
kuda endometritis daripada kuda normal (Asbury et al. 1980).
Hipofungsi Ovari
Hipofungsi ovari merupakan kegagalan folikel mengalami perkembangan
dalam kurang lebih 21 hari atau satu siklus normal kuda. Hipofungsi ovari
menurunkan efisiensi reproduksi dan menyebabkan kerugian ekonomi peternak.
Faktor penyebab hipofungsi ovari dapat dihubungkan dengan ketidakcukupan
nutrisi, umur yang sudah tua dan terapi iatrogenik. Kondisi tubuh yang buruk
dapat mempengaruhi performa reproduksi kuda, termasuk memperpanjang onset
ovulasi pertama pada musim kawin, menurunkan tingkat kebuntingan dan
meningkatkan kematian embrio dini. sedangkan kuda dengan kondisi tubuh yang
bagus akan cenderung menunjukkan siklus estrus yang normal selama musim
kawin (McKinnon et al. 2011).
Kuda tua (umur >20 tahun) mengalami penurunan performa reproduksi
yang berhubungan dengan perubahan fungsi ovari, kesehatan kandungan,
konformasi perineal dan faktor lainnya. Kuda tua memiliki masa interval
interovulatori yang lebih panjang dibandingkan dengan kuda yang lebih muda,
sehingga menyebabkan fase folikular yang lebih panjang. Folikel primordial pada
16
kuda tua juga semakin berkurang sehingga kesempatan untuk berkembangnya
folikel dan ovulasi semakin sedikit. Pemberian anabolik steroid, glukokortikoid,
dan gonadal steroid dapat menghambat perkembangan folikel. Pemberian
anabolik steroid pada dosis rendah menyebabkan kuda lebih agresif atau
menunjukkan sifat kejantanan, ketika digunakan pada dosis tinggi akan
menghambat aktifitas ovari dan menghasilkan kegagalan perkembangan folikel
dan ovulasi (McKinnon et al. 2011).