ii
KONSTRUKSI SOSIAL KAWASAN TANPA ROKOK DI
KAMPUNG WARNA WARNI PENAS TANGGUL
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Lukman Setiawan
NIM. 1112111000016
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
i
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul ”Konstruksi Sosial Kawasan Tanpa Rokok di Kampung Warna
Warni Penas Tanggul” bertujuan untuk mendeskripsikan proses pembentukan
identitas sosial baru terjadi di Kampung Penas Tanggul. Skripsi ini menggunakan
pendekatan kualitatif. Subjek penelitian dalam skripsi ini adalah warga dari Kampung
Penas Tanggul RT 15/02 Cipinang Besar Selatan. Teknik pengumpulan data dalam
skripsi ini menggunakan wawancara dan observasi. Kerangka teori yang digunakan
dalam skripsi ini adalah teori konstruksi sosial Peter L Berger dan Thomas
Luckmann, dengan berfokus pada tiga tahapan di dalamnya yaitu proses
eksternalisasi, objektivikasi, dan internalisasi.
Temuan dari penelitian ini adalah proses pembentukan identitas sosial baru di
Kampung Penas Tanggul menjadi kawasan tanpa rokok Kampung warna warni
adalah bukan semata-mata terjadi atas kesadaran kolektif, melainkan juga
dipengaruhi oleh beberapa faktor eksternal, seperti isu penggusuran, dan stigma
tentang pemukiman kumuh. Faktor pendorong itulah yang kemudian dijadikan acuan
Kampung Penas Tanggul dalam melakukan pembentukan identitas sosial baru
melalui konstruksi sosial.
Proses konstruksi sosial di sini dilakukan dalam tiga tahapan antara lain
eksternalisasi, objektivikasi, dan internalisasi. Pertama-tama dalam proses
eksternalisasi warga kampung Penas Tanggul mulai membiasakan diri secara
bertahap mensterilkan rumah masing-masing dari asap rokok, dan jika ada waktu
senggang mereka mulai mendekor ulang pemukimannya dengan cat warna warni.
Kemudian pada tapah objektivikasi, mereka mulai mendeklarasikan identitas sosial
baru dari pemukiman mereka yaitu kawasan tanpa rokok Kampung warna warni. Dan
pada tahap terakhir yaitu internalisasi, warga Penas Tanggul mulai menanamkan nilai
kembali tentang apa yang telah mereka bisa raih untuk membentuk identitas sosial
baru, yang dilakukan dengan proses sosialisasi.
Kata kunci: Konstruksi Sosial, Identitas Sosial, Penas Tanggul
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan
kemudahan kepada penulis, sehingga penulisan skripsi yang berjudul Konstruksi
Sosial Kawasan Tanpa Rokok di Kampung Warna Warni Penas Tanggul ini dapat
diselesaikan walaupun dengan banyak kekurangannya. Salawat dan salam semoga
selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya yang telah
memberikan cahaya Islam kepada penulis.
Terselesaikannya skripsi ini tentu tidak terlepas dari kontribusi banyak pihak
di dalamnya, baik itu memberikan bantuan secara moril dan materil. Untuk itu pada
kesempatan ini penulis ingi menyampaikan ucapan terima kasih kepada
Bapak/Ibu/Saudara/i antara lain.
1. Bapak Dr. Ali Munhanif, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik (FISIP), UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Dr. Cucu Nurhayati, M.Si, selaku Ketua Program Studi Sosiologi FISIP,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Dr. Juharotul Jamilah, M.Si, selaku Sekretari Program Studi Sosiologi
FISIP, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
iii
4. Bapak Husnul Khitam, M.Si, selaku dosen pembimbing saya yang telah
menyempatkan waktu memberikan bimbingan untuk penyelesaian skripsi
saya.
5. Segenap Bapak dan Ibu Dosen engajar Sosiologi di FISIP UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan banyak wawasan dan ilmu
selama proses masa perkuliahan.
6. Para staff pengurus bidang akademik dan administrasi, FISIP, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, yang telah membantu dalam kepengurusan berkas dan
administrasi dalam proses penulisan skripsi ini.
7. Segenap warga Kampung Penas Tanggul dan para informan yang telah
memberikan banyak informasi yang dibutuhkan dalam penulisan skripsi ini.
8. Teman-teman Tojampan, Dea, Epenk, Guntur, Oyen, dan Sadan, yang selalu
ada baik ketika susah maupun senang.
9. Teman-teman Kontri Doraemon, Doyok, Rusydan, Ojay, Alby, Suki, Galih,
Tegar, Faizal, dan Reza, yang telah banyak berbagi wawasan selama masa
kuliah.
10. Dan teman-teman Sosiologi 2012, Ayobos, Aul, Rahmi, Ara, Ayufit, Hartadi,
Gopay, dan lain-lainnya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Terima
kasih telah menjadi teman saya selama masa kuliah.
iv
11. Dan semua pihak yang terlibat dalam penilisan skripsi saya baik itu langsung
maupun tidak langsung, saya ucapka terima kasih semuanya.
12. Teman-Teman dari KKN Fireworks Annisa, Ihya, Alby, Anhar, Egi, Bepe,
Feby, Yana, Evi, Eva, Shem, Inge, Siti dan Nadila. Yang mana mereka juga
pernah jadi bagian dari kehidupan perkuliahan saya.
Terakhir ucapan terima kasih tentu saja saya ucapkan kepada Keluarga saya
tercinta, orang tua saya Bapak Andy Ranreng dan Ibu Rusmiyati, serta adik saya Lutfi
Rivaldi. Tanpa do‟a dan dukungan mereka penulisan skripsi ini tidak akan bisa
terselesaikan. Demikian ucapan terima kasih ini penulis sampaikan, semoga skripsi
ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Jakarta, 03 Mei 2019
Lukman Setiawan
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................v
DAFTAR GAMBAR............................................................................................viii
DAFTAR TABEL..................................................................................................ix
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
A. Pernyataan Masalah.....................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................5
C. Tujuan Penelitian.........................................................................................5
D. Manfaat Penelitian.......................................................................................6
E. Tinjauan Pustaka.........................................................................................6
F. Kerangka Teori..........................................................................................18
1. Konstruksi Sosial...........................................................................18
G. Metodologi Penelitian................................................................................20
1. Pendekatan.....................................................................................20
2. Tempat dan Waktu.........................................................................21
3. Pemilihan Informan.......................................................................21
4. Jenis dan Sumber Data..................................................................22
5. Teknik Pengumpulan Data............................................................23
1) Wawancara........................................................................23
vi
2) Observasi...........................................................................27
6. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data.......................................28
7. Sistematika Penulisan....................................................................30
BAB II GAMBARAN UMUM............................................................................31
A. Geografis Kelurahan Cipinang Besar Selatan..........................................31
B. Demografis Kelurahan Cipinang Besar Selatan.......................................34
C. Profil Kampung Penas Tanggul...............................................................35
1. Sejarah Singkat Kampung Penas Tanggul...................................35
2. Keadaan Penduduk di Kampung Penas Tanggul........................36
3. Struktur Kepengurusan................................................................39
4. Sarana dan Prasarana Umum ......................................................40
5. Isu Sosial.....................................................................................41
BAB III TEMUAN DAN ANALISIS DATA..................................................45
A. Proses Konstruksi Sosial Kawasan Tanpa Rokok di Kampung Warna Warni
Penas Tanggul........................................................................................45
1. Eksternalisasi.............................................................................47
2. Objektivikasi..............................................................................53
3. Internalisasi................................................................................61
B. Realitas Kehidupan di Penas Tanggul Pasca Kontruksi Sosial.............65
BAB IV PENUTUP..........................................................................................68
A. Kesimpulan............................................................................................68
vii
B. Saran......................................................................................................70
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................71
LAMPIRAN.....................................................................................................xiii
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.II.A Peta Lokasi Kampung warna warni Penas Tanggul......................31
Gambar 2.II.A Jalan Pancawarga 30.....................................................................32
Gambar 3.II.A Kampung Penas Tanggul..............................................................32
Gambar 4.II.C Pemukiman Penas Tahun 2008.....................................................36
Gambar 5.II.C Struktur Kepengurusan RT 15/02 Cipinang Besar Selatan...........39
Gambar 1.III.A Skema Pembentukan Identitas Sosial Baru di Kampung Penas Tanggul
................................................................................................................................45
Gambar 2.III.A Sticker Kawasan Tanpa Rokok....................................................50
Gambar 3.III.A Sticker Kawasan Tanpa Rokok....................................................50
Gambar 4.III.A Foto Rumah Yang dicat Warna Warni.........................................52
Gambar 5.III.A Lembar Pendeklarasian Kampung Warna Warni Tanpa Rokok di
Penas Tanggul........................................................................................................55
Gambar 6.III.A Kampung warna warni RT 14/02................................................56
Gambar 7.III.A Mural di Penas Tanggul...............................................................57
Gambar 8.III.A Mural di Penas Tanggul...............................................................58
Gambar 9.III.A Skema Pembentukan Identitas Sosial Baru di Kampung Penas
Tanggul..................................................................................................................65
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1.I.E Tinjauan Pustaka.................................................................................12
Tabel 2.I.G Daftar Informan..................................................................................22
Tabel 3.I.G Data Wawancara.................................................................................23
Tabel 4.I.G Data Observasi....................................................................................27
Tabel 2.II.A Luas Wilayah Kelurahan di Kecamatan Jatinegara...........................33
Tabel 3.II.B Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin..................................34
Tabel 4.II.C Jumlah Penduduk Berdasarkan Identitas..........................................37
Tabel 5.II.C Jumlah Penduduk Berdasarkan Rentan Usia.....................................37
Tabel 6.II.C Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin..................................38
Tabel 7.II.C Sarana dan Prasarana di Kampung Penas Tanggul............................40
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
Penelitian ini membahas tentang pemberlakuan kawasan tanpa rokok
(KTR) yang sudah diterapkan sebagai suatu kebijakan pemerintah tata ruang pada
tahun 2012. Fokus penelitian ini terletak pada bagaimana proses kontruksi sosial
yang terjadi di Kampung warna warni Penas Tanggul sampai akhirnya
masyarakat sekitar dapat mendeklarasikan kawasan tanpa rokok di lingkungan
tempat tinggalnya. Adapun untuk dapat diterima masyarakat,dalam konsep
konstruksi sosial ini ada beberapa tahapan yang harus dilalui terlebih dahulu
antara lain melalui eksternalisasi, objektifikasi, dan internalisasi.
Pemberlakuan kawasan tanpa rokok ini sejatinya ditujukan untuk
melindungi hak-hak masyarakat khususnya yang bukan perokok agar terhindar
dari asap rokok dan menjadi perokok pasif, serta sebagai langkah preventif
pemerintah dalam mencegah perokok usia dini. Adapun wilayah-wilayah yang
termasuk kawasan tanpa rokok jika merujuk pada aturan yang berlaku yaitu Pasal
49 Peraturan Pemerintah No.109 tahun 2012 meliputi fasilitas pelayanan
kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat bermain anak, tempat ibadah,
angkutan umum, tempat kerja tempat umum, dan tempat lain yang ditetapkan.
2
(https://www.hukumonline.com/pusatdata//lt50ed2cbec30b2/node/lt50ed2c07e64
8a, diakses pada 6/1/2019 ).
Hingga pertengahan 2018 kurang lebih sudah banyak Provinsi dan
Kabupaten-Kota di Indonesia yang menerapkan peraturan daerah terkait kawasan
tanpa rokok di sejumlah wilayahnya. Melalui penerapan kawasan tanpa rokok ini,
Menkes Nila mengatakan bahwa orang tak bisa lagi sembarangan mengisap asap
rokok yang dapat membahayakan non perokok, terutama kelompok rentan seperti
anak, remaja, dan ibu hamil.
(https://www.suara.com/news/2018/05/31/151146/11-provinsi-berhasil-terapkan-
kawasan-tanpa-rokok diakses pada 6/1/2019 ).
Namun dalam penerapan kawasan tanpa rokok ini tidak serta merta
berjalan dengan semestinya, justru cenderung menimbulkan polemik di
masyarakat. Doktor sosiologi Universitas Padjadjaran (Unpad), Budi Rajab
melihat bahwa peraturan tentang kawasan tanpa rokok yang diterapkan di
beberapa daerah di Indonesia dalam bentuk peraturan daerah (perda) cenderung
bersifat tidak jelas, mutlak, dan tertutup atau ekslusif. Itu berarti aturan mengenai
kawasan tanpa rokok ini kurang memperhatikan aspek sosial dan kondisi
masyarakat sekitar. Bahkan yang menonjol dalam perda lebih berupa larangan
yang kemudian memicu polemik. Beliau juga berpendapat bahwa penerapan
peraturan penting dilakukan secara bertahap, sebab aplikasi di lapangan tidak
semudah membalikan telapak tangan.
3
(https://kumparan.com/bandungkiwari/polemik-dalam-aturan-kawasan-tanpa-
rokok-27431110790557867 diakses pada 6/1/2019).
Selain itu kebijakan mengenai kawasan tanpa rokok ini juga memiliki
kekurangan dari segi penjatuhan sanksi. Contohnya saja di DKI Jakarta sudah ada
sanksi yang menyebutkan bahwa setiap orang yang merokok di kawasan dilarang
merokok diancam dengan pidana sesuai peraturan daerah Pasal 41 ayat (2) jo
Pasal 13 ayat (1) Perda 2/2005. Namun yang menjadi masalah adalah tidak
dijelaskan secara spesifik siapa yang mengeksekusi atau pihak yang memberi
sanksi, mengingat terbatasnya jumlah aparat yang terkait untuk mengawasi
keberlangsungan kebijakan ini. (https://www.hukumonline.com
/klinik/detail/lt4f5972d3e471d/sanksi-pidana-bagi-pelanggar-kawasan-dilarang-
merokok/ diakses pada 6/1/2019). Regulasi yang kuat serta pemberian sanksi
bukan menjadi jaminan peraturan akan berjalan dengan baik. Yang perlu
ditumbuhkan sebenarnya adalah kesadaran dari masyarakat itu sendiri.
Kawasan tanpa rokok di Indonesia sebenarnya sudah ada sejak tahun 2000
silam berdasarkan konsensus masyarakat di Desa Bone Bone Sulawesi Selatan.
Kawasan tanpa rokok sendiri memang sudah jadi program tata ruang yang
bertujuan untuk mengurangi tingkat pencemaran lingkungan melalui polusi udara.
Sedangkan untuk wilayah pedesaan, desa Bone-Bone inilah yang pertama
menerapkannya. (https://www.hipwee.com/travel/desa-tanpa-rokok-pertama-di-
dunia-ada-diindonesia-berani-ngerokok-di-sana-siap-siap-kena-sanksinya/ diakses
4
pada 16/1/2019). Selain Desa Bone Bone di Jakarta sendiri kawasan tanpa rokok
serupa yang tercipta atas konsensus dari masyarakat salah satunya adalah
kawasan tanpa rokok Kampung warna warni Penas Tanggul yang terletak di
Jakarta Timur.
Wilayahnya yang terletak di bantaran kali, seringkali menjadikan
pemukiman padat penduduk ini mendapatkan stigma kampung kumuh serta
penyebab banjir. Berangkat dari hal tersebut, warga bantaran Kali Cipinang di
Jalan Pancawarga tersebut berinisiatif untuk mengubah pola pikir masyarakat
yang menganggap pemukiman di bantaran kali sebagai kawasan kumuh dengan
menciptakan kawasan tanpa rokok dan menjadikan pemukimannya menjadi
warna warni sebagai ciri khas nya. (http://www.fakta.or.id/kampung-penas-
deklarasi-kampung-warna-warni/, diakses pada 6/1/2019).
Keberhasilan warga Kampung Warna Warni Penas Tanggul dalam
menjadikan pemukiman tersebut menjadi kawasan yang bebas rokok, tidak
terlepas dari pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan yang lebih persuasif
yaitu melibatkan masyarakat dalam mewujudkannya. Dengan cara ini memang
terwujudnya kawasan tanpa rokok tidak bisa dilakukan dengan cepat, melainkan
harus melalui berbagai proses agar muncul kesadaran akan lingkungan yang sehat
dan ramah anak. Terwujudnya kawasan tanpa rokok di kampung warna warni
Penas Tanggul ini merupakan salah satu contoh bentuk kepedulian masyarakat
5
terhadap lingkungan yang bersih dan sehat serta diwujudkan berdasarkan proses
yang panjang.
Dari gambaran permasalahan tersebut terlihat bahwa Kampung Warna
Warni Penas Tanggul ini berusaha membentuk suatu kultur baru yang dilakukan
dengan proses konstruksi sosial yang tidak instan namun mempunyai dampak
yang besar bagi masyarakat. Cara-cara seperti inilah yang menjadi pembeda
dengan pemberlakuan kawasan tanpa rokok pada umumnya. Dari situ penulis
menjadi tertarik untuk melihat bagaimana proses kontruksi sosial dapat terbentuk
di Kampung Warna Warni Penas Tanggul hingga menjadi kawasan tanpa rokok.
B. Rumusan Masalah
Dari penjelasan di atas penulis membatasi rumusan masalah yang
akan diteliti yaitu hanya berfokus pada bagaimana proses konstruksi sosial
kawasan tanpa rokok di Kampung warna warni Penas Tanggul?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dilakukaknnya penelitian yang penlulis buat ini
berdasarkan rumusan masalah di atas adalah untuk mendeskripsikan proses
konstruksi sosial kawasan tanpa rokok di Kampung warna warni Penas
Tanggul.
6
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah dapat menjadi rujukan bagi peneliti
selanjutnya yang akan meneliti menggunakan teori konstruksi sosial Peter L.
Berger dan lebih khusus lagi dapat menjadi literatur mengenai pembahasan
kawasan tanpa rokok dalam studi sosiologi khususnya sosiologi lingkungan.
2. Manfaat praktis dari penelitian ini adalah memberi kontribusi positif pada
masyarakat sebagai literatur mengenai penerapan kawasan tanpa rokok agar
masyarakat mempunyai kesadaran akan lingkungan tempat tinggalnya.
E. Tinjauan Pustaka
Penelitian ini mengambil beberapa referensi dari penelitian-penelitian
terdahulu untuk dijadikan acuan dalam menulis. Beberapa penelitian terdahulu itu
antara lain sebagai berikut:
Pertama, penelitian yang ditulis oleh M. Nur Budi Prasojo dalam jurnal
analisis sosial dari program studi magister sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan
Politik Universitas Sebelas Maret pada tahun 2015 yang berjudul konstruksi
Sosial Masyarakat terhadap Alam Gunung Merapi: Studi Kualitatif tentang
Kearifan Lokal yang Berkembang di Desa Tlogolele Kecamatan Selo Kabupaten
Boyolali. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode
etnografi di mana peneliti mengeksplor dan melihat langsung suatu fenomena
melalui perspektif yang sama dengan subjek penelitian dangan cara mengikuti
7
kehidupan sehari-hari subjek peneliti. Penelitian ini menggunakan teori konstruksi
sosial Peter L. Berger dan Thomas Luckmann. Hasil dari penelitian ini ditemukan
bahwa mereka mengkonstruksi pengetahuan dan tradisi sebagai sebuah kearifan
lokal. Di mana dalam kearifan lokal agama, pengetahuan, dan tradisi mempunyai
makna penting bagi kehidupan sehari-hari masyarakat Tlogolele. Kearifan lokal
itu berasal dari kultur masyarakat Jawa yang berbunyi “memayu hayuning
bawana”, yang jika diartikan berarti slametan.
Kedua, penelitian yang ditulis oleh Sabmafit Kazaena dalam jurnal
sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret pada tahun
2016 yang berjudul Konstruksi Sosial Gaya Hidup Vegetarian: Studi
Fenomenologi Tentang Konstruksi Sosial Gaya Hidup Vegetarian di Kecamatan
Jebres, Surakarta. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan
pendekatan fenomenologi. Pengambilan data dilakukan dengan cara wawancara
mendalam dengan menggunakan teknik purposive sampling. Penelitian ini
menggunakan teori konstruksi sosial Peter L. Berger dan Thomas Luckmann.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konstruksi sosial gaya hidup vegetarian
pada proses eksternalisasi menghasilkan pengetahuan gaya hidup vegetarian
adalah pola makan nabati. Proses obyektivasi menghasilkan sikap masyarakat
vegetarian dilakukan untuk kesehatan, keyakinan, dan ekonomi karena sehat dan
murah sedangkan sikap masyarakat non vegetarian dilakukan karena kesehatan,
alergi, diet, keyakinan yang sebagian dianggap sehat dan tidak sehat dengan biaya
8
yang murah dan mahal. Proses internalisasi menghasilkan tindakan masyarakat
vegetarian yang merasa damai, tenang, dan sabar menjalankan gaya hidup
vegetarian dan merasa sakit ketika tidak menjalankannya sedangkan tindakan
masyarakat non vegetarian sebagian tertarik menjalankan vegetarian yang
dianggap baik dan sebagian tidak tertarik menjalankannya karena dianggap tidak
baik.
Ketiga, penelitian yang ditulis oleh Fithri Muta‟afi dan Pambudi
Handayono dari program studi sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Negeri Surabaya tahun 2015 yang berjudul Konstruksi Sosial
Masyarakat Terhadap Penderita Kusta. Penelitian ini menggunakan metode
kualitatif dengan pendekatan konstruksi sosial Berger. Hasil penelitian ini
menunjukkan adanya konstruksi yang berbeda dari setiap individu sesuai dengan
tingkatan informasi dan pengalaman yang dimiliki. Pertama, masyarakat
mengkonstruksi penderita kusta sebagai seorang yang terkena kutukan. Kedua,
penderita kusta sebagai penderita penyakit keturunan. Ketiga, penderita kusta
sebagai penderita penyakit menular yang sangat berbahaya. Keempat, masyarakat
mengkonstruksi penderita kusta sebagai penderita penyakit menular yang dapat
disembuhkan.
Keempat, penelitian yang ditulis oleh Qotimah Esti Rukmana,
Suryaningsih, dan Marisa Elsera dari Program studi Sosiologi, Fakultas Ilmu
Sosial dan Politik, Universitas Maritim Raja Ali Haji pada tahun 2018 yang
9
berjudul Konstruksi Sosial Budaya Populer Korea pada Anggota Komunitas
Korean Pop (K-Pop) Batam. Penelitian ini menggunakan metode penelitian
deskriptif kualitatif dengan pemilihan informan melalui teknik purposive
sampling. Peneliti menggunakan teori konstruksi sosial oleh Peter L. Berger yakni
adanya proses dialektika yang terjadi melalui tiga tahap pertama eksternalisasi,
kedua obyetivasi, dan yang ketiga internalisasi. Hasil dari penelitian ini adalah
bahwa budaya pop Korea mengkonstruksi anggota Komunitas Korean Pop (K-
Pop) Batam ialah pertama, yakni eksternalisasi dimana remaja anggota komunitas
pertama mengenal budaya pop Korea dari keluarga, lingkungan sosial dan media.
Kedua, obyektivasi dimana setelah remaja anggota komunitas mengenal budaya
pop Korea melalui interaksi dan sosialisasi dari keluarga, lingkungan sosial dan
media mulai adanya anggapan bahwa adanya keunikan, kerja keras dan
kesopanan pada budaya pop Korea. ketiga, internalisasi remaja anggota
komunitas mulai memutuskan untuk meninternalisasi serta mengikuti dan
berperilaku seperti budaya pop Korea karena adanya potensi diri dan pendirian
yang kuat pada budaya popular Korea.
Kelima, penelitian yang ditulis oleh Dewi Ratna Sari dan Kuncoro Bayu
Prasetyo dalam JSW: Jurnal Sosiologi Walisongo Universitas Negeri Semarang
pada tahun 2017 yang berjudul Konstruksi Sosial Masyarakat terhadap Pemandu
Karaoke: Studi Kasus di Desa Botorejo Kecamatan Wonosalam Kabupaten
Demak. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi
10
kasus. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori konstruksi sosial
dari Berger dan Luckmann. Hasil penelitian menemukan bahwa konstruksi sosial
masyarakat terhadap pemandu karaoke di Desa Botorejo memiliki image “bukan
wanita baikbaik,” latar belakang terbentuknya konstruksi sosial masyarakat
tersebut disebabkan karena melihat kebiasaan sehari-hari pemandu karaoke dan
karena referensi dari media mengenai keberadaan pemandu karaoke. Dampak
konstruksi sosial terhadap relasi sosial antara masyarakat dengan pemandu
karaoke yaitu sering terjadi konflik laten, tidak ada kepedulian sosial, dan
munculnya sikap apriori.
Keenam, penelitian yang ditulis oleh Gede Kamajaya, Wahyu Budi
Nugroho, dan Imron Hadi Tamim dalam JSW: Jurnal Sosiologi Walisongo
Universitas Udayana, Denpasar pada tahun 2017 yang berjudul Harapan dan
Kenyataan Penerapan “Kawasan Tanpa Rokok (KTR)” di Lingkungan Kampus
Universitas Udayana Denpasar. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif
dengan metode fenomenologi. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teori fenomenologi Max Webber dan Alfred Schutz. Hasil dari penelitian ini
terdapat beberapa masalah yang menyebabkan kurang efektifnya pemberlakukan
KTR di lingkungan kampus Universitas Udayana, Denpasar. Pertama, ketiadaan
sanksi yang jelas bagi para perokok. Kedua, dosen dan pegawai yang belum bisa
menjadi contoh pemberlakuan KTR. Ketiga, masih tersedianya komoditas rokok
11
di waserda universitas, dan keempat, ketiadaan area merokok di lingkungan
kampus Universitas Udayana, Denpasar.
Ketujuh, penelitian yang ditulis oleh Gunawan dalam jurnal Sosiologi
Reflektif dari Program studi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora, UIN
Sunan Kalijaga tahun 2016 yang berjudul Efektifitas Peraturan Kampung Bebas
Asap Rokok di RW 11 Mendungan, Giwangan, Umbulharjo, Yogyakarta.
Penelitian ini menggunakan salah satu teori dalam sosiologi hukum, yaitu teori
behaviorisme sosial. Behaviorisme sosial yaitu posisi teoritis dalam ilmu
sosiologi hukum yang menganggap bahwa dasar dari analisis sosiologi adalah
pada faktor individu dan interaksinya dengan individu lain. Hasil dari penelitian
ini menunjukkan bahwa kampung bebas asap rokok dibentuk untuk menjaga
kesehatan, dan juga menghargai hak-hak masyarakat yang tidak mengkonsumsi
rokok. Langkah-langkah yang dilakukan untuk merealisasikan peraturan kampung
bebas asap rokok tersebut, yaitu dengan melakukan sosialisasi-sosialisasi kepada
masyarakat, memasang berbagai tulisan tentang larangan mengkonsumsi rokok di
tempat- tempat tertentu, serta memberikan sangsi berupa teguran kepada
masyarakat yang melanggar, dan peraturan ini juga cukup efektif untuk
mengontrol konsumsi rokok di masyarakat. Terkait dengan hukuman bagi
pelanggar, kedepannya akan ada sangsi berupa denda uang bagi yang melanggar,
di mana uang tersebut nantinya akan menjadi kas RW untuk kegiatan-kegiatan di
RW 11 Mendungan.
12
Tabel 1.I.E Tinjauan Pustaka
No.
Judul
penelitian/Jenis
penelitian
Temuan penelitian Metode
penelitian Teori
1 Konstruksi Sosial
Masyarakat
terhadap Alam
Gunung Merapi:
Studi Kualitatif
tentang Kearifan
Lokal yang
Berkembang di
Desa Tlogolele
Kecamatan Selo
Kabupaten
Boyolali/ Jurnal
ilmiah
Kearifan lokal agama,
pengetahuan, dan tradisi
mempunyai makna penting bagi
kehidupan sehari-hari
masyarakat Tlogolele. Kearifan
lokal itu berasal dari kultur
masyarakat Jawa yang berbunyi
“memayu hayuning bawana”,
yang jika diartikan berarti
slametan.
Kualitatif Konstruksi
sosial Peter L.
Berger
2 Konstruksi Sosial
Gaya Hidup
Vegetarian: Studi
Fenomenologi
Tentang
Konstruksi Sosial
Gaya Hidup
Vegetarian di
Kecamatan
Jebres, Surakarta/
Jurnal ilmiah
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa konstruksi sosial gaya
hidup vegetarian pada proses
eksternalisasi menghasilkan
pengetahuan gaya hidup
vegetarian adalah pola makan
nabati.
Kualitatif Konstruksi
sosial Peter L.
Berger
13
3 Konstruksi Sosial
Masyarakat
Terhadap
Penderita Kusta/
Jurnal ilmiah
Hasil penelitian ini
menunjukkan adanya konstruksi
yang berbeda dari setiap
individu sesuai dengan tingkatan
informasi dan pengalaman yang
dimiliki. Pertama, masyarakat
mengkonstruksi penderita kusta
sebagai seorang yang terkena
kutukan. Kedua, penderita kusta
sebagai penderita penyakit
keturunan. Ketiga, penderita
kusta sebagai penderita penyakit
menular yang sangat berbahaya.
Keempat, masyarakat
mengkonstruksi penderita kusta
sebagai penderita penyakit
menular yang dapat
disembuhkan.
Kualitatif Konstruksi
sosial Peter L.
Berger
4 Konstruksi Sosial
Budaya Populer
Korea pada
Anggota
Komunitas
Korean Pop (K-
Pop) Batam/
Jurnal ilmiah
Hasil dari penelitian ini adalah
bahwa budaya pop Korea
mengkonstruksi anggota
Komunitas Korean Pop (K-Pop)
Batam ialah pertama, yakni
eksternalisasi dimana remaja
anggota komunitas pertama
mengenal budaya pop Korea
dari keluarga, lingkungan sosial
dan media. Kedua, obyektivasi
dimana setelah remaja anggota
komunitas mengenal budaya
Kualitatif Konstruksi
sosial Peter L.
Berger
14
pop Korea melalui interaksi dan
sosialisasi dari keluarga,
lingkungan sosial dan media
mulai adanya anggapan bahwa
adanya keunikan, kerja keras
dan kesopanan pada budaya pop
Korea. ketiga, internalisasi
remaja anggota komunitas mulai
memutuskan untuk
meninternalisasi serta mengikuti
dan berperilaku seperti budaya
pop Korea karena adanya
potensi diri dan pendirian yang
kuat pada budaya popular
Korea.
5 Konstruksi Sosial
Masyarakat
terhadap
Pemandu
Karaoke: Studi
Kasus di Desa
Botorejo
Kecamatan
Wonosalam
Kabupaten
Demak/ Jurnal
ilmiah
Hasil penelitian menemukan
bahwa konstruksi sosial
masyarakat terhadap pemandu
karaoke di Desa Botorejo
memiliki image “bukan wanita
baikbaik,” latar belakang
terbentuknya konstruksi sosial
masyarakat tersebut disebabkan
karena melihat kebiasaan sehari-
hari pemandu karaoke dan
karena referensi dari media
mengenai keberadaan pemandu
karaoke. Dampak konstruksi
sosial terhadap relasi sosial
Kualitatif Konstruksi
sosial Peter L.
Berger
15
antara masyarakat dengan
pemandu karaoke yaitu sering
terjadi konflik laten, tidak ada
kepedulian sosial, dan
munculnya sikap apriori.
6 Harapan dan
Kenyataan
Penerapan
“Kawasan Tanpa
Rokok (KTR)” di
Lingkungan
Kampus
Universitas
Udayana
Denpasar/ Jurnal
ilmiah
Hasil dari penelitian ini terdapat
beberapa masalah yang
menyebabkan kurang efektifnya
pemberlakukan KTR di
lingkungan kampus Universitas
Udayana, Denpasar. Pertama,
ketiadaan sanksi yang jelas bagi
para perokok. Kedua, dosen dan
pegawai yang belum bisa
menjadi contoh pemberlakuan
KTR. Ketiga, masih tersedianya
komoditas rokok di waserda
universitas, dan keempat,
ketiadaan area merokok di
lingkungan kampus Universitas
Udayana, Denpasar.
Kualitatif Teori
Fenomenologi
Max Webber
dan Alfred
Schutz
7 Efektifitas
Peraturan
Kampung Bebas
Asap Rokok di
RW 11
Mendungan,
Giwangan,
Hasil dari penelitian ini
menunjukkan bahwa kampung
bebas asap rokok dibentuk
untuk menjaga kesehatan, dan
juga menghargai hak-hak
masyarakat yang tidak
mengkonsumsi rokok. Langkah-
kualitatif Teori
Behaviorisme
Sosial Herbert
Mead
16
Umbulharjo,
Yogyakarta/
Jurnal ilmiah.
langkah yang dilakukan untuk
merealisasikan peraturan
kampung bebas asap rokok
tersebut, yaitu dengan
melakukan sosialisasi-sosialisasi
kepada masyarakat, memasang
berbagai tulisan tentang
larangan mengkonsumsi rokok
di tempat- tempat tertentu, serta
memberikan sangsi berupa
teguran kepada masyarakat yang
melanggar, dan peraturan ini
juga cukup efektif untuk
mengontrol konsumsi rokok di
masyarakat. Terkait dengan
hukuman bagi pelanggar,
kedepannya akan ada sangsi
berupa denda uang bagi yang
melanggar, di mana uang
tersebut nantinya akan menjadi
kas RW untuk kegiatan-kegiatan
di RW 11 Mendungan.
Secara umum penelitian yang penulis lakukan memiliki kesamaan dengan
penelitian yang dilakukan sebelumnya yaitu oleh M. Nur Budi Prasojo (2015),
Sabmafit Kazaena (2016), Fithri Muta‟afi dan Pambudi Handayono (2015),
Qotimah Esti Rukmana, Suryaningsih, dan Marisa Elsera (2018), Dewi Ratna Sari
dan Kuncoro Bayu Prasetyo (2017) dari segi teori yang digunakan yaitu teori
17
konstruksi sosial Peter L. Berger dan Thomas Luckmann. Sedangkan
perbedaannya terletak pada fokus penelitian dan lokasi penelitiannya.
Sedangkan penlitian terdahulu yang dilakukan oleh Gede Kamajaya,
Wahyu Budi Nugroho, dan Imron Hadi Tamim (2017) dan Gunawan (2016)
memiliki pembahasan yang sama dengan penulis yaitu sama-sama membahas
tentang kawasan tanpa rokok (KTR). Namun yang membedakan dengan penelitian
yang dilakukan penulis adalah dari segi teori yang digunakan dan juga fokus
penelitiannya. Penelitian Wahyu Budi Nugroho, dan Imron Hadi Tamim (2017)
tersebut menggunakan teori fenomenologi Max Weber dan Alfred Schutz
sedangkan penulis menggunakan teori konstruksi sosial Peter L. Berger dan
Thomas Luckmann. Dan penelitian ini cenderung fokus pada efektifitas
pemberlakuan kawasan tanpa rokok di lingkungan kampus Universitas Udayana,
sedangkan penelitian yang dilakukan penulis berfokus pada proses terwujudnya
kawasan tanpa rokok tersebut. Dan penelitian Gunawan (2016) menggunakan teori
behaviorisme sosial yang fokus penelitiannya terletak pada efektifitas
pemberlakuan kawasan bebas asap rokok di RW 11 Mendungan, Umbulharjo,
Giwangan, Yogyakarta.
18
F. Kerangka Teori
Konstruksi Sosial
Teori konstruksi sosial Berger dan Lukmann merupakan teori sosiologi
kontemporer yang berdasar pada sosiologi pengetahuan. Dalam teori ini
terkandung pemahaman bahwa realitas dibangun dengan proses sosial, serta
realitas dan pengetahuan merupakan istilah penting untuk memahaminya. Realitas
adalah suatu kualitas yang terdapat dalam fenomena-fenomena yang diakui
memiliki keberadaan (being)-nya sendiri sehingga tidak tergantung kepada
kehendak manusia; sedangkan pengetahuan adalah kepastian bahwa fenomen-
fenomen itu nyata (real) dan memiliki karakteristik yang spesifik (Berger, 1990:
1).
Sosiologi pengetahuan, yang dikembangkan Berger dan Luckmann,
mendasarkan pengetahuannya dalam dunia kehidupan sehari-hari masyarakat
sebagai suatu kenyataan. Bagi mereka (Berger, 1990: 31–32), kenyataan
kehidupan sehari-hari dianggap menampilkan diri sebagai kenyataan par
excellence sehingga disebutnya sebagai kenyataan utama (paramount). Berger
dan Luckmann (1990: 28) menyatakan dunia kehidupan sehari hari menampilkan
diri sebagai kenyataan yang ditafsirkan oleh manusia. Maka itu, apa yang menurut
manusia nyata ditemukan dalam dunia kehidupan sehari-hari merupakan suatu
kenyataan seperti yang dialaminya. Berger juga mengemukakan bahwa tiap
19
tindakan manusia merupakan proses dialektis antara diri dengan dunia
kenyataannya (sosio kultural) (Wirawan, 2012: 146).
Dunia kehidupan sehari-hari merupakan suatu yang berasal dari pikiran
dan tindakan manusia, dan dipelihara sebagai yang nyata dalam pikiran dan
tindakan. Atas dasar itulah kemudian Berger dan Luckmann (1990: 29)
menyatakan bahwa dasar-dasar pengetahuan dalam kehidupan sehari hari adalah
objektivasi (pengobjektivan) dari proses proses (dan makna-makna) subjektif
dengan mana dunia akal-sehat intersubjektif dibentuk. Dalam hal ini Berger juga
menyebutkan bahwa konstruksi sosial terjadi atas tiga tahap yaitu eksternalisasi,
objektivikasi dan internalisasi.
Eksternalisasi adalah proses dimana manusia melakukan penyesuaian diri
dengan dunia sosio-kultural sebagai produk manusia. Dalam hal ini, eksternalisasi
merupakan proses pencurahan kedirian manusia secara terus menerus kedalam
dunia, baik dalam aktivitas fisik maupun mentalnya. Sudah merupakan suatu
keharusan antropologis, manusia selalu mencurahkan diri ketempat dimana ia
berada (Berger, 1990: 71).
Objektivasi adalah proses dimana manusia mulai menyesuaikan diri dan
memanifestasikan dirinya dalam produk-produk kegiatan manusia yang tersedia,
dimana aktivitas yang dilakukan membentuk pola dan kemudian dilembagakan.
Objektivasi merupakan hasil dari eksternalisasi yang kemudian memperoleh sifat
20
objektif, dimana kenyataan hidup sehari-hari itu melalui proses pembiasaan dan
pelembagaan kemudian dipahami sebagai realitas objektif. Pada tahap ini Berger
menyatakan bahwa masarakat adalah suatu realitas objektif (Berger, 1990: 83).
Internalisasi adalah proses penyerapan kembali realitas yang telah
diobjektivasi ke dalam kesadaran individu sehingga subjektif individu
dipengaruhi oleh struktur dunia sosialnya. Pada tahap ini individu
mengidentifikasikan diri dengan lembaga, organisasi atau institusi sosial dimana
ia menjadi bagian atau anggota di dalamnya. Pada tahap ini Berger menyatakan
bahwa masyarakat merupakan suatu realitas subjektif (Berger, 1990: 83).
G. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan
Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif.
Penelitian merupakan metode-metode untuk mengeksplorasi dan memahami
makna yang oleh sejumlah individu dan kelompok orang dianggap berasal dari
masalah sosial atau kemanusiaan. Siapa pun yang terlibat dalam bentuk penelitian
ini harus menerapkan cara pandang penelitian yang bergaya induktif, yang
berfokus pada makna individual, dan menjelaskan kompleksitas dari suatu
persoalan (Creswell, 2010:4). Secara khusus penelitian ini menggunakan
penelitian kualitatif deskriptif. Studi kasus merupakan metode untuk melihat
secara mendalam fenomena atau peristiwa yang ada pada tingkat perorangan,
21
lembaga ataupun komunitas (Rahardjo, 2017: 3). Dalam menggunakan studi
kasus ini penulis dapat lebih menjelaskan secara lebih spesifik mengenai
bagaimana proses terbentuknya konstruksi sosial kawasan tanpa rokok di
kampung warna warni Penas Tanggul.
2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kampung warna warni Penas Tanggul di jl.
Pancawarga 30 RT 15/02 Cipinang Besar Selatan, Jatinegara, Jakarta Timur.
Lokasi penelitian secara spesifik terletak di di bantaran kali Cipinang. Lokasi
penelitian juga berbatasan langsung dengan Kelurahan Cipinang Cempedak di
sebelah Timur yang dibatasi oleh Jalan DI. Panjaitan dan Jalan Tol Ir. Wiyono
Wiyoto.Sedangkan waktu penelitian akan dilakukan pada bulan Januari sampai
dengan April 2019.
3. Pemilihan Informan
Informan atau narasumber dalam penelitian ini adalah ketua karang taruna
RT 15/02 Cipinang Besar Selatan sebagai penggagas kawasan tanpa rokok di
kampung warna warni Penas Tanggul. Selain itu ketua RT dan warga sebagai
pelaksana sekaligus orang-orang yang terlibat di dalamnya juga akan penulis
jadikan informan penelitian. Pemiliham informan bertujuan untuk memberikan
informasi yang dibutuhkan antara lain untuk mendapatkan data kasus yang
spesifik, menyeleksi anggota populasi subjek penelitian agar mendapatkan data
22
yang akurat, dan mendapatkan beragam informasi dengan cara investigasi yang
mendalam (Neuman, 2013: 143). Berikut adalah informan yang dipilih oleh
penulis.
Tabel 2.I.G Daftar Informan
Nama Jenis kelamin Status
Nobby Laki-laki Karang Taruna
Fathudin Laki-laki Ketua RT 15/02 (Penas Tanggul)
Rosidi Laki-laki Humas RT 15/02 (Penas Tanggul)
Erna Perempuan Warga
Sumiati Perempuan Warga
Wiwin Perempuan Warga
Imron Laki-laki Warga
Raffly Laki-laki Warga
Endah Perempuan Warga
Hidayat Laki-laki Warga
4. Jenis dan Sumber Data
Jenis dan sumber data dalam penelitian ini terbagi atas dua macam, yang
pertama adalah data primer. Data primer bisa didapat peneliti melalui proses
wawancara dengan informan dan juga dari proses observasi di lapangan (Silalahi,
2009:289). Sedangkan yang kedua adalah data sekunder. Berbeda dengan data
primer, data sekunder diperoleh penulis dari tidak langsung dari informan
23
melainkan dari dokumen tertulis adaupun data yang didapatkan secara online
(Silalahi, 2009:289).
5. Teknik Pengumpulan Data
1) Wawancara
Proses wawancara dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan,
mendengarkan, serta merekam setiap percakapan yang dilakukan. Teknik
pengumpulan data melalui proses wawancara diharapkan dapat membantu penulis
untuk mendapatkan data yang berkualitas dari informan. (Neuman, 2013:493).
Dalam melakukan proses wawancara dengan informan, diperlukan pedoman
wawancara demi memudahkan penulis dalam memberikan batasan pada
penelitian serta mengklasifikasikan subjek penelitian berdasarkan pertanyaan
wawancara yang diajukan. Untuk itu penulis telah membuat klasifikasi data yang
akan diambil sebagai berikut.
Tabel 3.I.G Data Wawancara
Subjek Data yang diambil
A) Ketua Karang Taruna RT
15/02
A.1) Proses terbentuknya kawasan tanpa rokok
A.2) Tujuan dibentuknya kawasan tanpa rokok
A.3) Kendala terwujudnya kawasan tanpa
rokok
24
A.4) Kegiatan di Kampung Penas Tanggul
A.5) Pemeliharaan kawasan tanpa rokok
B) Ketua RT 15/02 B.1) Proses terbentuknya kawasan tanpa rokok
B.2) Kondisi lingkungan Kampung Penas
Tanggul
B.3) Kondisi Sosial masyarakat Kampung
Penas Tanggul
B.4) Kegiatan di Kampung Penas Tanggul
B.5) Pemeliharaan kawasan tanpa rokok
C) Warga Kampung Penas
Tanggul
C.1) Terbentuknya kawasan tanpa rokok
C.2) Kondisi lingkungan Kampung Penas
Tanggul
C.3) Kondisi Sosial masyarakat Kampung
Penas Tanggul
C.4) Kegiatan di Kampung Penas Tanggul
C.5) Peran masyarakat dalam pemeliharaan
kawasan tanpa rokok
25
Berdasarkan pemaparan di atas, ada tiga subjek penelitian yang memiliki
peran masing-masing dalam mensukseskan gagasan kawasan tanpa rokok di
Kampung Penas Tanggul. Ketiga subjek penelitian tersebut antara lain Ketua
Karang Taruna RT 15/02, Ketua RT 15/02, dan warga Kampung Penas Tanggul.
Tiap subjek penelitian mempunyai berbagai pertanyaan yang hendak diajukan oleh
penulis yang dikasifikasikan berdasarkan kapasitasnya sebagai pihak yang terlibat
dalam terciptanya kawasan tanpa rokok di Kampung Penas Tanggul ini.
Adapun jika dikaitkan dengan teori yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu konstruksi sosial. Berdasarkan prosesnya ketiga subjek penelitian tersebut
dapat memiliki peran-peran tersendiri. Pada tahap awal pembentukan kawasan
tanpa rokok diinisiasikan oleh Ketua Karang Taruna RT 15/02 yang sebelumnya
telah melihat kawasan tanpa rokok di Umbulharjo, Yogyakarta sebagai role model
nya. Pada tahap ini beliau terlebih dahulu melakukan penyesuaian diri dengan
produk-produk sosial yang telah dikenalkan kepadanya, proses penyesuaian diri
tersebut dapat dapat disebut dengan istilah eksternalisasi.
Setelah melalui proses penyesuasian diri proses selanjutnya adalah Ketua
Karang Taruna RT 15/02 merefleksikan atau mengkonsepkan kembali segala hal
yang telah dilaluinya pada proses sebelumnya yaitu eksternalisasi. Pada tahap ini
gagasan mengenai kawasan tanpa rokok mulai disosialisasikan kepada masyarakat.
26
Ketua RT 15/02 mempunyai peran dalam memfasilitasi gagasan tersebut,
sedangkan subjek penelitian lain yaitu warga Kampung Penas Tanggul
mempunyai peran dalam berjalan dengan baik atau tidaknya gagasan mengenai
kawasan tanpa rokok ini. Pada tahap objektifikasi ini juga puncaknya adalah
pendeklarasian Kampung Penas Tanggul sebagai kawasan tanpa rokok.
Dan pada tahap terakhir setelah melalui proses objektifikasi yang berujung
pada pendeklarasian kawasan tanpa rokok, proses selanjutnya adalah internalisasi.
Titik awal dari proses internalisasi adalah pemahaman atau penafsiran yang
langsung dari suatu peristiwa obyektif sebagai pengungkapan suatu makna;
artinya, sebagai suatu manifestasi dari proses-proses subyektif orang lain yang
dengan demikian menjadi bermakna secara subyektif bagi saya (Berger 2013:177).
Dalam hal ini perlu adanya penanaman nilai mengenai makna dan tujuannya
didirikan kawasan tanpa rokok di Kampung Penas Tanggul. Dalam hal ini
pemeliharaan kawasan tanpa rokok dilakukan secara umum oleh warga Kampung
Penas Tanggul. Itu dikarenakan dalam melakukan penanaman nilai dapat
dilakukan melaui sosialisasi primer maupun sekunder.
Maka dari pemaparan sebelumnya sudah jelas bahwa dalam proses
konstruksi sosial kawasan tanpa rokok ini ketiga subjek penelitain mempunyai
peran masing-masing. Ketua Karang Taruna mempunyai peran sebagai inisiator
gagasan untuk kemudian dibagikan ke warga, kemudian Ketua RT memiliki peran
sebagai fasilitator dari gagasan kawasan tanpa rokok, dan yang terakhir adalah
27
warga Kampung Penas Tanggul secara umum mempunyai peran penanaman nilai
serta memelihara kawasan tanpa rokok yang telah berdiri atas konsensus bersama.
2) Observasi
Observasi dilakukan dengan cara turun langsung ke lokasi penelitian dan
mengamati perilaku individu-individu yang ada di sana. Creswell, (2010:267).
Penggunaan teknik observasi dalam pengumpulan data dilakukan oleh penulis
dengan cara mengamati langsung kegiatan yang terjadi kawasan tanpa rokok
kampung warna warni Penas Tanggul. Untuk itu penulis telah membuat
klasifikasi data yang diambil dalam proses observasi sebagai berikut.
Tabel 4.I.G Data Observasi
Subjek Data yang diambil Observasi
Ketua Karang Taruna RT
15/02
Ketua RT 15/02
Warga Kampung Penas
Tanggul
A) Kondisi lokasi
penelitian
B) Akses ke lokasi
penelitian
C) Interaksi masyarakat di
lokasi penelitian
A.1) Mengamati kondisi
lingkungan sekitar lokasi
penelitian
A.2) Mengamati kondisi
fasilitas yang ada di lokasi
penelitian
B.1) Mengamati
keterjangkauan akses
lokasi penelitian ke
fasilitas/ruang publik
28
B.2) Mengamati
keterhubungan antara
lokasi penelitian dengan
lingkungan luar
C.1) Mengamati kegiatan
subjek penelitian di lokasi
penelitian
C.2) Mengamati perilaku
masyarakat di lokasi
penelitian
Berdasarkan pemaparan data observasi di atas, penulis hendak melakukan
observasi yang telah diklasifikasikan berdasarkan tiga poin yang telah penulis
buat antara lain kondisi lokasi penelitian, akses ke lokasi penelitian, dan interaksi
masyarakat. Adapun yang didapatkan dari hasil observasi nantinya akan
digunakan sebagai data bagi penulis untuk mendeskripsikan secara lebih jelas
kawasan tanpa rokok Kampung Penas tanggul.
6. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data
Dalam mengolah dan menganalis data kualitatif yang dapat dilakukan
adalah dengan cara mengumpulkan segala macam data yang telah didapat oleh
penulis baik itu data primer ataupun sekunder. Lalu data tersebut diklasifikasikan
ke dalam sub-sub bab tertentu yang berkaitan dengan rumusan masalah. Dari sana
29
lah data yang telah diklasifikasikan tersebut dapat dianalisis untuk kemudian
ditarik kesimpulan oleh penulis.
Adapun hal-hal yang dilakukan pada tahap analisa data meliputi
pemeriksaan, pemilahan, penggolongan, evaluasi, perbandingan, sintesis, dan
perenungan data yang dikodekan serta mengkaji data mentah dan data yang
direkam” (Neuman, 2013: 570). Pada penelitian ini pengolahan dan analisa data
dibagi kedalam beberapa proses antara lain:
Pertama, reduksi data yaitu proses pemilahan data dari hasil pengumpulan
data yang telah dilakukan, setelah itu data kemudian disusun secara sistematis
untuk mendapatkan gambaran lebih jelas tentang data yang penulis dapatkan.
Kedua, penyajian data yaitu proses di mana setelah data diklasifikasikan,
barulah data dapat disajikan oleh penulis. Data yang disajikan dapat berupa tabel,
gambar, skema, matriks, dan data-data dalam bentuk lainnya.
Ketiga, proses terakhir ini adalah proses penarikan kesimpulan, pada tahap
ini juga merupakan proses akhir dari rangkaian analisis data yang telah dilakukan
oleh penulis, dan setelah itu penulis baru akan dapat menarik sebuah kesimpulan
dari penelitian yang telah dilakukan.
30
H. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyusun tulisan berdasarkan beberapa
bagian sesuai dengan sistematika penulisan sebagai berikut.
Bab I Pendahuluan, pada bab pertama ini penulis menguraikan beberapa hal
antara lain pernyataan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II Gambaran Umum, pada bab kedua ini penulis memberikan gambaran
umum di lokasi penelitian yang mencakup kondisi geografis, kondisi demografis,
profil Kampung Penas Tanggul yang meliputi sejarah singkat, tujuan kawasan
tanpa rokok dan kondisi sosial masyarakat di Kampung Penas Tanggul.
Bab III Analisis, pada bab ini berisi tentang pembahasan permasalahan penelitian
yang telah penulis buat pada bab I, lebih spesifik lagi penulis membahas tentang
proses konstruksi sosial kawasan tanpa rokok di Kampung Penas Tanggul. Pada
bab ini juga berisi tentang hasil temuan data di lapangan, baik itu hasil observasi
ataupun wawancara dengan informan.
Bab IV Kesimpulan dan saran, pada bab terakhir ini penulis memuat tentang
kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan, dan juga berisi tentang saran
yang berguna bagi penelitian selanjutnya.
31
BAB II
GAMBARAN UMUM
A. Geografis Kelurahan Cipinang Besar Selatan
Lokasi penelitian ini terletak di kampung warna warni Penas Tanggul jl.
Pancawarga 30 gang Penas RT 15/02 Cipinang Besar Selatan, Jatinegara, Jakarta
Timur yang bertempat di bantaran kali Cipinang. Lokasinya berbatasan langsung
dengan Kelurahan Cipinang Cempedak di sebelah Timur yang dibatasi oleh Jalan
DI. Panjaitan dan Jalan Tol Ir. Wiyono Wiyoto. Berikut adalah gambaran lokasi
penelitian jika dilihat dari peta.
Gambar 1.II.A Peta Lokasi Kampung warna warni Penas Tanggul
32
Gambar 2.II.A Jalan Pancawarga 30
(Sumber: observasi 10 April 2019)
Pada gambar 2.II.A inilah pintu masuk menuju lokasi penelitian RT 15/02
Kampung Penas Tanggul Cipinang Besar Selatan. Adapun jalan Pancawarga 30
bisa diakses melalui gang Penas yang letaknya berada di jalan Ir. Wiyono Wiyoto
Jakarta Timur.
Gambar 3.II.A Kampung Penas Tanggul
(Sumber: observasi 10 April 2019)
33
Pada gambar 3.II.A itu merupakan kondisi lokasi penelitian di Kampung Penas
Tanggul. Di Kampung tersebut terbentang spanduk yang bertuliskan „Penas
Tanggul Kampung Tanpa Rokok‟ sebagai wujud komitmen warga setempat
terhadap aturan yang mereka sepakati sendiri.
Di Kecamatan Jatinegara sendiri terdapat 8 Kelurahan antara lain
Kelurahan Bidara Cina, Kelurahan Cipinang Cempedak, Kelurahan Cipinang
Besar Selatan, Kelurahan Cipinang Muara, Kelurahan Cipinang Besar Utara,
Kelurahan Rawa Bunga, Kelurahan Balimester, dan Kelurahan Kampung Melayu.
Kelurahan Cipinang Besar Selatan juga merupakan wilayah terbesar kedua setelah
Kelurahan Cipinang Muara dengan luas wilayah 1,63 km2 (BPS Kec. Jatinegara,
2018: 25).
Tabel 2.II.A Luas Wilayah Kelurahan di Kecamatan Jatinegara
No. Kelurahan Luas Wilayah
(Km2)
%
1 Bidara Cina 1,26 12,29
2 Cipinang Cempedak 1,29 12,59
3 Cipinang Besar Selatan 1,63 15,90
4 Cipinang Muara 2,89 28,20
5 Cipinang Besar Utara 1,15 11,22
6 Rawa Bunga 0,88 8,59
7 Balimester 0,67 6,54
8 Kampung Melayu 0,48 4,68
Jumlah 10,25 100,00
(Sumber: BPS Kec. Jatinegara, 2018)
34
B. Demografis Kelurahan Cipinang Besar Selatan
Sedangkan secara demografis Kelurahan Cipinang Besar Selatan ini
terdapat 12.555 KK dan memiliki 128 RT serta 10 RW pada tahun 2017 (BPS
Kec. Jatinegara, 2018: 18). Sedangkan jumlah penduduk Kelurahan Cipinang
Besar Selatan pada tahun 2017 menurut Badan Pusat Statistik Kecamatan
Jatinegara berjumlah 40.949 penduduk, dengan perbadingan jumlah 20.585
penduduk laki-laki dan 19.882 penduduk perempuan (BPS Kec. Jatinegara, 2018:
29).
Tabel 3.II.B Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
No. Kelurahan Laki-laki Perempuan Jumlah
Rasio
Jenis
Kelamin
1 Bidara Cina 21.698 21.737 43.435 100
2 Cipinang Cempedak 18.893 19.158 38.051 99
3 Cipinang Besar
Selatan 20.585 19.882 40.467 104
4 Cipinang Muara 32.406 31.751 64.157 102
5 Cipinang Besar
Utara 29.295 27.738 57.033 106
6 Rawa Bunga 12.823 12.499 25.322 103
7 Balimester 5.669 5.621 11.290 101
8 Kampung Melayu 15.797 14.942 30.739 106
Jumlah 157.166 153.328 310.494 103
(Sumber: BPS Kec. Jatinegara, 2018)
35
C. Profil Kampung Penas Tanggul
1. Sejarah Singkat Kampung Penas Tanggul
Pada tahun 1960 Kampung Penas masih berbentuk rawa-rawa dan
ditumbuhi berbagai tanaman di sepanjang kali Cipinang. Lalu pada dekade 70an
daerah penas tanggul sempat menjadi kawasan Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
bagi sampah-sampah DKI. Posisinya sebagai tanggul kali Cipinang, membuat
tempat tersebut dinamai dengan ”Tanggul”, sampai sekarang disebut ”Penas
Tanggul”. Pada tahun 1975 wilayah Penas mulai ditempati para pendatang dari
berbagai daerah mayoritas berasal dari Jawa Tengah (Tegal, Banjarnegara), Jawa
Timur (Surabaya, Majakerta), Jawa Barat (Subang, Garut), Jakarta, Bekasi, Bogor
Tangerang, Medan, Lampung, Padang, dan Palopo. (www.fakta.or.id/wp-
content/uploads/2013/06/Profile-Penas-RT-15-Tahun-2009.pdf diakses pada
8/1/2019).
Sampai dengan tahun 90an akhir, pemukiman Penas Tanggul belum
diakui secara administratif, hal itu menyebabkan daerah mereka rawan akan
ancaman penggusuran, sampai akhirnya pada tahun 2000 pemukiman Penas
Tanggul akhirnya diakui secara administratif. Masyarakat Penas Tanggul
akhirnya diakui sebagai penduduk tetap Kelurahan Cipinang Besar Selatan lebih
tepatnya di wilayah RT 15/02. Pihak Kelurahan pun akhirnya membuka akses
seluas luasnya bagi penduduk RT 15/02 untuk mengurus keperluan administrasi
kependudukan seperti KTP dan KK. Semua itu dilakukan agar mempermudah
36
pencatatan penduduk nantinya. Berikut adalah gambar pemukiman Penas Tanggul
pada tahun 2008, jauh sebelum ide tentang kawasan tanpa rokok dan Kampung
warna warni itu muncul
Gambar 4.II.C Pemukiman Penas Tahun 2008
(Sumber: www.fakta.or.id/wp-content/uploads/2013/06/Profile-Penas-
RT-15-Tahun-2009)
2. Keadaan Penduduk di Kampung Penas Tanggul
Penduduk Penas Tanggul terdiri dari berbagai macam latar belakang, ada
yang penduduk asli maupun pendatang. Di RT 15 sendiri yang merupakan
wilayah administratif asli Kampung Penas Tanggul terdapat Kampung lain yang
bertempat di sana yaitu Kampung Ujung, selain itu ada juga penduduk domisili,
yang dalam hal ini penduduk yang mempunyai usaha yang mengharuskannya
menetap di suatu tempat. Berikut adalah perbandingan penduduk RT 15
berdasarkan identitas kependudukannya.
37
Tabel 4.II.C Jumlah Penduduk Berdasarkan Identitas
No Identitas Penduduk Jumlah
1 Kampung Penas Tanggul 261
2 Kampung Ujung 129
3 Domisili 97
Total 487
(Sumber :Data RT 15/02 Cipinang Besar Selatan)
Berdasarkan tabel 4.II.C di atas, di RT 15/02 masih didominasi oleh
penduduk Kampung Penas Tanggul yang memang penduduk asli sana, dari total
487 penduduk, 261 di antaranya adalah penduduk Kampung Penas Tanggul, 129
penduduk Kampung Ujung, dan 97 domisili. Khusus penduduk domisili kenapa
berjumlah banyak adalah karena wilayah RT 15 ini relatif luas, dan mencakup
bangunan-bangunan usaha yang berada tepat di pinggir jalan raya D.I. Panjaitan
yang pekerjanya lumayan banyak
Selain itu di RT 15/02 Kampung Penas Tanggul terdapat tiga klasifikasi
pendudukan berdasarkan usia, mulai dari rentan usia balita <5 tahun, usia 6
sampai 16 tahun, dan 17 tahun ke atas. Klasifikasi ini dilakukan untuk
mempermudah urusan kependudukan. Berikut adalah perbandingan jumlah
penduduk RT 15/02 Kampung Penas Tanggul berdasarkan rentan usia.
Tabel 5.II.C Jumlah Penduduk Berdasarkan Rentan Usia
No Rentan Usia Jumlah
1 <5 tahun 64
2 6 -16 tahun 32
3 17> 165
Total 261
(Sumber :Data RT 15/02 Cipinang Besar Selatan)
38
Berdasarkan tabel 5.II.C di atas. Dapat dilihat bahwa di RT 15/02
Kampung Penas Tanggul didominasi dengan penduduk berusia 17>, dari total 261
penduduk Penas Tanggul, 165 diantaranya merupakan usia 17>, 32 diantaranya
berusia 6-16, dan 64 sisanya berusia <5 tahun. Itu menunjukkan bahwa penduduk
Penas Tanggul didominasi oleh penduduk dengan usia produktif
Dan terakhir ada juga pengklasifikasian jumlah penduduk berdasarkan
jenis kelamin. Berikut adalah klasifikasi jumlah penduduk RT 15/02 Kampung
Penas Tanggul berdasarkan jenis kelamin.
Tabel 6.II.C Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin Jumlah
1 Laki-laki 152
2 Perempuan 109
Total 261
(Sumber :Data RT 15/02 Cipinang Besar Selatan)
Sedangkan pada tabel 6.II.C ini dapat kita lihat bahwa perbandingan
jumlah penduduk di RT 15/02 Kampung Penas Tanggul berdasarkan jenis
kelamin didominasi oleh laki-laki, dari total 261 penduduk 152 di antaranya
adalah laki-laki, dan 109 sisanya perempuan.
39
3. Struktur Kepengurusan
Dalam menjalankan kepengurusannya sebagai sebuah wilayah
administratif setingkat RT, RT 15 membuat struktur kepengurusan sesuai dengan
kebutuhannya. RT 15/02 ini menangani wilayah administratif dari dua Kampung
sekaligus yaitu Kampung Penas Tanggul dan Kampung Ujung.
Oleh karena itu dibentuklah tiga humas dalam struktur kepengurusan RT
15 ini, karena untuk memudahkan komunikasi antar kepengurusan RT dan antar
Kampung yang ada. Berikut adalah struktrur kepengurusan RT 15/02 Cipinang
Besar Selatan. Berikut adalah struktur keengurusan di RT 15/02 Cipinang Besar
Selatan.
Gambar 5.II.C Struktur Kepengurusan RT 15/02 Cipinang Besar Selatan
Ketua RT
Fathudin
40
4. Sarana dan Prasarana Umum di Kampung Penas Tanggul
Sarana dan prasarana merupakan komponen penting yang harus
dimiliki oleh tiap-tiap daerah demi memudahkan keberlangsungan hidup
masyarakat setempat. Walaupun Kampung Penas Tanggul sejatinya secara
wilayah admisustratif hanya setingkat RT, namun keberada sarana dan
prasarana umum sebagai penunjang masih sangat diperlukan untuk paling
tidak dimanfaatkan oleh masyarakat setempat. Berikut adalah sarana dan
prasarana penunjang yang ada di Kampung Penas Tanggul
Tabel 7.II.C Sarana dan Prasarana di Kampung Penas Tanggul
No Sarana Jumlah
1 Musholla 1
2 Aula 1
3 Toilet umum 1
Total 3
Mushola
Di Kampung Penas Tanggul terdapat satu musholla yang terletak
di paling ujung Penas Tanggul. Keberadaan sarana ibadah berupa
musholla ini diharapkan dapat mempermudah warga setempat dalam
beribadah sehari hari, mengingat mayoritas penduduk Penas Tanggul
adalah muslim.
41
Aula
Aula yang terdapat di Kampung Penas Tanggul dapat dibilang
sebagai ruang serbaguna, jika sedang ada perkumpulan warga yang
membutuhkan cukup ruang, aula ini dapat dimanfaatkan. Aula ini juga
menyimpan alat-alat penunjang kegiatan warga, seperti kursi plastik yang
sewaktu-waktu dapat digunakan oleh warga jika ada acara.
Toilet umum
Untuk menunjang kegiatan MCK, di Kampung Penas Tanggul
terdapat sebuah toilet umum yang bisa digunakan oleh warga setempat
untuk keperluan sehari-hari. Keberadaan toilet umum ini juga merupakan
suatu bentuk kemajuan, di mana dulu jauh sebelum ada toilet umum di
Kampung Penas Tanggul hanya ada wc tradisional yang kita kenla sebagai
wc helikopter/jamban.
5. Isu Sosial
Dalam perkembangannya, Kampung Penas Tanggul juga tidak bisa
dilepaskan dari isu-isu sosial yang sering datang menerpanya. Isu-isu sosial
tersebut biasanya berkembang dari luar dan kemudian lama-kelamaan
mempengaruhi kehidupan di dalam Kampung Penas Tanggul. Isu-isu sosial
yang kerap menerpa Kampung Penas Tanggul tersebut antara lain adalah isu
penggusuran dan stigma tentang pemukiman kumuh. Berikut adalah
penjelasannya mengenai isu-isu tersebut.
42
a. Penggusuran
Wacana mengenai penggusuran di Kampung Penas Tanggul
sebenarnya telah memang telah lama dibicarakan. Mengingat pemukiman
tersebut sejak dulu memang dianggap bermasalah terkait keberadaan
wilayahnya, serta eksistensi wargannya yang secara administratif tidak
tercatat dalam data kependudukan wilayah setempat. Meskipun pada
akhirnya pada tahun 2000 Kampung Penas Tanggul sudah diresmikan
sebagai sebuah pemukiman yang tercatat di wilayah RT 15/02 Cipinang
Besar Selatan. Isu penggusuran di pemukiman ini tidak serta merta hilang
begitu saja. Berikut adalah kutipan wawancara dengan informan terkait isu
penggusuran di Kampung Penas Tanggul.
“Dulu waktu tahun 90an Kampung Penas Tanggul ini sempat mau
digusur, karena memang Kampung ini istilahnya numpang-numpang
ke RT lain demi tercatat secara administratif. Kemudian kami minta
bantuan-bantuan dari LSM agar Kampung ini tetap bertahan, dan
akhirnya masih bisa bertahan bahkan sampai diakui oleh pemerintah
setempat dengan cara diresmikannya RT 15/02 ini oleh pemerintah
setempat. Namun setelah itu tahun 2000 sampai 2017 kemarin
ancaman penggusuran itu masih tetap ada. Alasannya mulai dari
normalisasi kali Cipinang karena dianggap penyebab banjir sampai
pembebasan lahan untuk proyek tol Bekasi-Cawang-Kp Melayu
yang di depan itu” (wawancara Sumiati 14 April 2019).
Penjelasan informan di atas cukup memberikan gambaran bahwa
Kampuang Penas Tanggul memang sudah lama diterpa tentang isu
penggusuran. Datangnya isu penggusuran tersebut juga diiringi dengan
alasan yang berbeda-beda. Mulai dari pemukiman liar, normalisasi sungai
43
ciliwung, hingga pembebasan lahan untuk keperluan pembangunan jalan
tol Bekasi-Cawang-Kp Melayu.
b. Pemukiman Kumuh
Selain isu penggusuran, Kampung Penas Tanggul juga sering
dikaitkan dengan stigma pemukiman kumuh. Walaupun pada akhirnya
mereka berhasil berevolusi menjadi Kampung warna warni yang bebas
asap rokok. Namun mereka telah lebih dulu selama berpuluh-puluh tahun
distigmakan sebagai pemukiman yang kumuh. Berikut adalah kutipan
wawancara dengan informan terkait tentang stigma pemukiman kumuh.
“Dulu seingat saya Penas Tanggul ini kita bisa bilang kumuh, rumah-
rumah belum tertata kaya sekarang, makanya dulu sering banjir,
sekarang-sekarang ini sih udah ngga” (wawancara Raffly 18 April
2019).
Dari pemaparan informan di atas, dapat dipahami jika kondisi
Kampung tersebut memang memprihatinkan. Apalagi istilah tersebut juga
datang dari luar Kampung Penas Tanggul. Bahkan dari kutipan
wawancara tersebut juga dijelaskan bahwa Kampung Penas Tanggul juga
sering diterpa bencana banjir, baik itu banjir dari curah hujan yang tinggi,
maupun banjir kiriman.
“...udah gitu kita kan tempatnya di bawah bang ya, jadi kalo ada hujan deres,
air-air dari RT 11 sama 12 yang di atas sana ngalirnya ke sini bang, belum
lagi luapan air kiriman, wah itu udah pasti banjir sih bang kalo udah ujan
deres, terus banyak sampah nyangkut di ujung sono” (wawancara Imron 18
April 2019).
44
Kutipan wawancara juga menjelaskan bahwa memang sejarahnya
pemukiman Penas Tanggul memang daerah rawan banjir. Dari penjelasan-
penjelasan di atas pada akhirnya semakin mengkuatkan stigma
pemukiman kumuh tentang tentang Kampung Penas Tanggul.
45
BAB III
TEMUAN DAN ANALISA DATA
A. Proses Konstruksi Sosial Kawasan Tanpa Rokok di Kampung Warna
Warni Penas Tanggul
Pada bab III ini penulis akan menjabarkan temuan selama proses di
lapangan, dalam hal ini peneliti mencoba melihat bagaimana proses konstruksi
sosial di Kampung Penas Tanggul hingga akhirnya terbentuk identitas sosial baru
menjadi kawasan tanpa rokok Kampung warna warni. Oleh karena itu penulis
membuat sebuah skema terkait pembentukan identitas baru di Kampung Penas
Tanggul menggunakan teori konstruksi sosial Peter L Berger dan Thomas
Luckmann. Berikut adalah skema pembentukan identitas baru di Kampung Penas
Tanggul.
Gambar 1.III.A Skema Pembentukan Identitas Sosial Baru di Kampung Penas Tanggul
Identitas: Kampung
Penas Tanggul masa
lampau
Identitas: Kampung
Penas Tanggul masa
kini
Eksternalisasi,
objektifikasi, dan
internalisasi
46
Pada gambar 1.III.A mengenai pembentukan identitas baru di Kampung
Penas Tanggul, penulis berusaha sedikit menjelaskan proses pembentukan
identitas baru memerlukan tahapan-tahapan tertentu untuk sampai pada fase akhir
yaitu terbentuknya identitas sosial baru yaitu kawasan tanpa rokok Kampung
warna warni. Sedangkan teori konstruksi sosial dipilih penulis karena dianggap
mampu menjelaskan fenomena yang diteliti oleh penulis ini, karena poin penting
dari teori konstruksi sosial adalah dalam teori ini terkandung pemahaman bahwa
realitas dibangun dengan proses sosial, serta realitas dan pengetahuan merupakan
istilah penting untuk memahaminya. (Berger, 1990: 1).
Poin lain dari teori konstruksi sosial Peter L Berger ini adalah Dunia
kehidupan sehari-hari merupakan suatu yang berasal dari pikiran dan tindakan
manusia, dan dipelihara sebagai yang nyata dalam pikiran dan tindakan. Atas
dasar itulah kemudian Berger dan Luckmann juga menyatakan bahwa dasar-dasar
pengetahuan dalam kehidupan sehari hari adalah objektivasi (pengobjektivan)
dari proses proses (dan makna-makna) subjektif dengan mana dunia akal-sehat
intersubjektif dibentuk. Dalam hal ini Berger juga menyebutkan bahwa konstruksi
sosial terjadi atas tiga tahap yaitu eksternalisasi, objektivikasi dan internalisasi
(Berger, 1990: 29).
47
1. Eksternalisasi
Eksternalisasi adalah proses dimana manusia melakukan penyesuaian
diri dengan dunia sosio-kultural sebagai produk manusia. Dalam hal ini,
eksternalisasi merupakan proses pencurahan kedirian manusia secara terus
menerus kedalam dunia, baik dalam aktivitas fisik maupun mentalnya. Sudah
merupakan suatu keharusan antropologis, manusia selalu mencurahkan diri
ketempat dimana ia berada (Berger, 1990: 71). Dalam kasus Kampung Penas
Tanggul ini proses eksternalisasi yang terjadi merupakan sebuah bentuk usaha
untuk menjadikan pemukiman Penas Tanggul ini lebih baik dari sebelumnya,
dan dalam menyongsong perubahan tersebut, tentu saja tidak selalu disambut
baik oleh warga. Adapun sedikit penggambaran Kampung Penas Tanggul
sebelum menjadi kawasan tanpa rokok Kampung warna warni cukup
memprihatinkan, berikut pemaparan dari informan Fathudin.
“Kalo kita bisa sedikit memaparkan ya, kondisi Kampung ini pada saat
sebelum melaksanakan program kampung warna warni ini dulu kumuh ya,
pagar pun Cuma dari bambu, tapi setelah ada program ini menjadi momen
buat kita membangun, yang tadinya pagar bambu di punggir kali kita buat
jadi pagar permanen. Dan kebetulan kami ini di sini mulai diakui oleh
pemerintah sekitar tahun 2000 an awal. Jadi kita mulai diakui pemerintah
DKI Jakarta tahun segitu. Jadi sebelum itu kita ini numpang-numpang lah,
ada yang ke RT 09 ada juga yang ke RT 11, pokoknya yang terdekat lah.
Barulah pada tahun 2000 RT 15 ini diresmikan sebagai wilayah administratif
dari RW 02 Kelurahan Cipinang Besar Selatan”. (wawancara Fathudin 10
April 2019)
Proses konstruksi sosial yang terjadi di Penas Tanggul diawali ketua
karang taruna Penas Tanggul yaitu Nobby dan kawan kawan mendapat suatu
48
undangan dari suatu LSM untuk pergi ke Jogjakarta dengan tujuan studi
banding ke beberapa tempat. Berikut penjelasan dari informan Nobby.
“Awalnya itu saya dan teman-teman diundang oleh FAKTA ke Jogja, kita di sana
belajar mengenai analisa sosial, advokasi, dan juga tobacco control. Itu tiga poin
yang kita pelajari selama di Jogja, nah setelah itu kita juga langsung pergi studi
bandi kedua tempat, yang pertama ada Desa Umbulharjo sebagai kawasan tanpa
rokok, dan yang kedua itu ke kali Code sebagai kampung warna warni yang saya
bilang tadi itu. Lalu kita pulang tanggal 7 Maret dan tanggal 12 barulah kita share
apa yang kita dapet selama di Jogja, di sanalah tercetus ide kenapa kampung kita
ga dibuat seperti itu? Kita jadikan kampung warna warni, kalo perlu kampung
warna warni yang tanpa rokok”. (wawancara Nobby 10 April 2019).
Pemaparan Nobby tersebut menjadi langkah awal terjadinya
komunikasi awal dengan warga Penas Tanggul mengenai gagasannya untuk
menjadikan kawasan tanpa rokok Kampung warna warni. Ide Kampung warna
warni terinspirasi dari kali Code sedangkan kawasan tanpa rokok dari Desa
Umbulharjo. Namun dalam proses komunikasi tersebut sulit ditemukannya
jalan tengah karena ada sebagian warga yang kurang setuju dengan gagasan
tersebut. Mereka yang kurang sejutu beranggapan bahwa untuk menciptakan
kawasan tanpa rokok bukanlah hal yang mudah, itu dikarenakan sulitnya
melepaskan diri dari kebiasaan merokok apalagi jika sudah menjadi pecandu.
Kendati demikian hal tersebut tidak menjadi permasalahan yang serius
dikarenakan mayoritas warga Penas Tanggul setuju dengan gagasan tersebut.
Namun hal-hal yang menjadi kendala dari terwujudnya kawasan tanpa rokok
ini telah ditemukan jalan tengahnya agar semua pihak dapat diberlakukan
secara adil. Berikut kutipan wawancara dengan informan Nobby terkait
kendala merealisasikan kawasan tanpa rokok Kampung warna warni.
49
“Iya memang agak susah sih untuk merealisasikannya, tapi memang untuk
kawasan tanpa rokok ini kita buat berproses, kita kasih opsi ini ke masyarakat
agar mereka mau menerima. Untuk tahap pertama, kita coba untuk ajak warga
mau mensterilkan rumah mereka dari asap rokok, apabila rumah telah steril, kita
tempel sticker bebas rokok sebagai simbolis, kemudian kita buat beberapa
smoking area di beberapa tempat, lalu kita secara bertahap mengurangi smoking
area tersebut, sampai pada akhirnya kampung ini bebas dari asap rokok.
Sedangkan untuk kampung warna warni kita juga berjalan beriringan aja.
Biasanya tiap Minggu kita lakukan kerja bakti, di situlah waktu yang tepat untuk
mengajak warga berpartisipasi mengecat warna warni rumah-rumah mereka”
(wawancara Nobby 10 April 2019).
Dari pemaparan wawancara di atas, informan Nobby sebagai ketua
karang taruna dan juga sebagai penggagas ide mempunyai strategi untuk
ditawarkan kepada warga Penas Tanggul khususnya warga yang tadinya
menolak gagasan kawasan tanpa rokok ini. Cara-cara yang dilakukan adalah
dua macam dan dilakukan secara bertahap. Pertama adalah mensterilkan tiap-
tiap rumah dari paparan asap rokok, apabila tahap pertama ini sudah berhasil
maka rumah yang telah sterlil dari asap rokok akan ditempeli stiker sebagai
simbolis. Berikut adalah contoh-contoh sticker simbolis sebagai penanda
rumah itu steril dari asap rokok atau keberhasilan tahap pertama.
50
Gambar 2.III.A Sticker Kawasan Tanpa Rokok
(Sumber: observasi 10 April 2019)
Gambar 3.III.A Sticker Kawasan Tanpa Rokok
(Sumber: observasi 10 April 2019)
Setelah tahapan pertama terpenuhi yaitu dengan mensterilkan rumah-
rumah dari asap rokok, tahapan selanjutnya adalah mengurangi smoking area
yang ada di Kampung Penas Tanggul. Pada awalnya terdapat tiga smoking
area sebagai bentuk penawaran dan negosiasi dari informan Nobby terhadap
warga Penas Tanggul yang menolak khususnya para perokok. Dan sesuai
51
kesepakatan, smoking area tersebut nantinya akan dikurangi satu-persatu
sampai akhirnya tidak ada sama sekali demi mewujudkan kawasan tanpa
rokok.
Sedangkan untuk ide kampung warna warni ini berjalan paralel dengan
kawasan tanpa rokok. Proses pengecatan Kampung warna warni juga tidak
bisa dilakukan secara instan, karena alat cat tidak selalu tersedia setiap saat,
dan warga pun biasanya hanya memiliki waktu luang pada hari Minggu.
Berikut adalah wawancara terkait proses pengecatan Kampung warna warni.
“untuk catnya itu masih swadaya masyarakat aja sih, patungan 20 ribu, ada juga
yang nyumbang cat, ada juga yang patungan sukarela. Dari situlah kita
kumpulkan, lalu untuk nantinya kita lakukan pengecatan tiap minggunya”
(wawancara Nobby 10 April 2019).
Adapun tempat-tempat yang dicat warna warni di Kampung Penas Tanggul
ini adalah meliputi hampir seluruh tempat di RT 15/02 Kampung Penas
Tanggul yang meliputi gapura Kampung Penas Tanggul, tembok di sepanjang
bantaran kali di Penas Tanggul, serta rumah-rumah yang ada di Kampung
Penas Tanggul. Berikut adalah contoh foto pemukiman Kampung Penas
Taggul yang dicat warna warni.
52
Gambar 4.III.A Foto Rumah Yang dicat Warna Warni
(Sumber: observasi 10 April 2019)
Setelah proses pengecatan selesai dan diiringi dengan dikuranginya
smoking area sampai akhirnya benar-benar tidak ada lagi itu membutuhkan
waktu sekitar 3 sampai 4 bulan, mulai dari pertengahan Maret sampai bulan
Juni. Maka terealisasilah kawasan tanpa rokok Kampung warna warni yang
awalnya hanya sekedar ide belaka. Adapun terwujudnya kawasan tanpa rokok
Kampung warna warni ini mempunyai tujuan, berikut tujuan dari kawasan
tanpa rokok Kampung warna warni yang penulis kutip dari wawancara.
“Yang menjadi fokus kami di sini adalah bahwa kita punya tujuan untuk
menjadikan kampung kita ini kampung yang ramah lingkungan, antara lain
ramah anak dan ibu-ibu salah satu yang bisa kita perbuat adalah membuat
kampung yang bebas asap rokok ini”(wawancara Nobby 10 April 2019).
Dari pemaparan-pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa proses
eksternalisasi yang terjadi di Kampung Penas Tanggul adalah sebuah
53
penyesuaian diri dengan nilai-nilai yang baru dan didasarkan oleh perubahan
pola tindakan. Dan dalam kasus ini perubahan yang tidak selalu mendapatkan
respon yang baik, namun semua itu butuh proses untuk dapat menerima nilai-
nilai baru. Adapun perubahan yang paling mencolok dari proses eksternalisasi
kawasan tanpa rokok Kampung warna warni ini adalah perubahan gaya hidup
secara menyeluruh dari warga Penas Tanggul yang membuktikan bahwa
mereka telah meyesuaikan diri dengan dunia sosio-kultural secara umum. Dan
diharapkan nantinya nilai-nilai yang telah disesuaikan kemudian
dimanifestasikan ke dalam kegiatan sehari-hari untuk nantinya dijadikan
sebagai ralitas objektif.
2. Objektivikasi
Objektivasi adalah bisa dibilang sebagai sebuah proses dimana
manusia yang telah mulai menyesuaikan diri dan memanifestasikan dirinya
dalam produk-produk kegiatan manusia yang tersedia, dimana aktivitas yang
dilakukan membentuk pola dan kemudian dilembagakan. Objektivasi
merupakan hasil dari eksternalisasi yang kemudian memperoleh sifat objektif,
dimana kenyataan hidup sehari-hari itu melalui proses pembiasaan dan
pelembagaan kemudian dipahami sebagai realitas objektif. Pada tahap ini
Berger menyatakan bahwa masarakat adalah suatu realitas objektif (Berger,
1990: 83). Dalam kasus Kampung Penas Tanggul ini, proses objektivikasi
54
terjadi karena setelah mengalami penyesuaian diri, lalu nilai-nilai yang telah
disesuaikan akan dianggap sebagai realitas objektif.
Setelah melewati proses penyesuaian diri kurang lebih 3 bulan,
masyarakat penas tanggul mulai berani mendeklarasikan kawasan tanpa rokok
Kampung warna warni di Penas Tanggul. Berita mengenai pendeklarasian ini
tak luput dari perhatian banyak pihak, berikut kutipan wawancara terkait
pendeklarasian kawasan tanpa rokok Kampung warna warni di Penas
Tanggul.
“Ya banyak, ada kita sebagai pengurus RT, warga, ada juga beberapa LSM
yang ikut membantu kita juga” “.... kita punya lembar deklarasinya yang
turut ditandatangani oleh banyak pihak, itu adanya di aula, nanti saya kasih
liat”(wawancara Fathudin 10 April 2019)
Berdasarkan pemaparan wawancara dengan informan Fathudin
sebagai ketua RT di atas, ada banyak pihak yang terlibat dalam
pendeklarasian kawasan tanpa rokok kampung warna warni ini, dan berikut
adalah lembar pendeklarasian yang dimaksud dalam wawancara informan
Fathudin di atas.
55
Gambar 5.III.A Lembar Pendeklarasian Kampung Warna Warni
Tanpa Rokok di Penas Tanggul
(Sumber: Observasi 10 April 2019)
Dalam lembar deklarasi tersebut terdapat lima poin yang intinya
tentang larangan merokok. Selain itu disampaikan juga dalam lembar tersebut
maksud dan tujuan dideklarasikannya kawasan tanpa rokok Kampung warna
warni di Penas Tanggul. Selain itu dalam lembar deklarasi tersebut turut
bertanda tangan berbagai macam pihak seperti pejabat setingkat RT dan RW
setempat, LSM FAKTA, dan juga ada dari direktorat P2PTM Kemenkes.
Pendeklarasian yang turut serta ditandatangani oleh direktorat P2PTM
Kemenkes ini menunjukkan legitimasi kepada kawasan tanpa rokok Kampung
warna warni di Penas Tanggul. Berger menyebutkan “fungsi legitimasi adalah
56
untuk membuat obyektivasi “tingkat pertama” yang sudah dilembagakan
menjadi tersedia secara obyektif dan masuk akal secara subyektif” (Berger
dan Luckmann, 2013:126).
Peresmian kawasan tanpa rokok ini juga menjadi inspirasi bagi para
warga di luar Penas Tanggul untuk meniru apa yang telah dilakukan oleh
Kampung Penas Tanggul dengan Kampung warna warni tanpa rokoknya.
Berikut adalah foto RT 14/02 yang mulai meniru konsep Kampung warna
warni yang terlebih dahulu diterapkan di Penas Tanggul.
Gambar 6.III.A Kampung warna warni RT 14/02
(observasi 10 April 2019)
RT 14 yang letaknya bersebelahan dengan Kampung Penas Tanggul
ini mulai meniru konsep Kampung warna warni Penas Tanggul sejak mereka
diresmikan, tapi hanya Kampung warna warninya saja, tidak dengan kawasan
tanpa rokoknya, selain itu ada RT 05/02 yang juga meniru konsep Kampung
warna warni ini. Itu membuktikan bahwa dari proses peresmian kawasan
57
tanpa rokok Kampung warna warni ini dapat membuka jalan bagi pihak-pihak
luar yang ingin belajar dan meniru hal-hal positif yang bisa diambil dari
Kampung Penas Tanggul
Selain itu setelah peresmian kawasan tanpa rokok Kampung warna
warni ini, Kampung Penas Tanggul ini menjadi perhatian beberapa pihak luar,
termasuk seniman yang tertarik memberikan sumbangsih terhadap Kampung
Penas Tanggul. Berikut adalah beberapa contohnya karya mural dari beberapa
seniman street art.
Gambar 7.III.A Mural di Penas Tanggul
(Sumber: Observasi 10 April 2019)
58
Gambar 8.III.A Mural di Penas Tanggul
(Sumber: Observasi 10 April 2019)
Selain dari seniman street art, Kampung Penas Tanggul juga mendapat
perhatian dari pejabat setempat untuk keperluan evaluasi khususnya yang
berkaitan dengan penataan lingkungan. Berikut adalah kutipan
wawancaranya.
“Kalo dari pemerintah setempat responnya sih cukup positif, kita
pernah kedatangan kepala dinas kebersihan DKI Jakarta, Camat
Jatinegara juga pernah datang ke sini untuk evaluasi, dan selain itu
juga sudah ada beberapa perwakilan dari kampung-kampung di luar
sana untuk datang ke sini studi banding. Ya kita sih cukup terbuka
untuk urusan itu”(wawancara Nobby 10 April 2019).
Namun peresmian kawasan tanpa rokok ini juga tidak selalu
mendapatkan respon positif, ada juga pihak-pihak yang merasa keberatan atas
peresmian kawasan tanpa rokok ini seperti beberapa kutipan wawancara
berikut.
59
“Ya saya dulu termasuk yang kurang setuju sih bang, yang namanya kita
candu rokok masa kita tiba-tiba disuruh berhenti, kan susah jadinya, Cuma
kita kan di sana kalah suara, lebih banyak warga yang setuju akhirnya, terus
kita juga ga tiba-tiba disuruh berhenti katanya, yaudah akhirnya kita sih ikut
aja”.(wawancara Imron 18 April 2019)
Penjelasan dari informan Imron menunjukkan bahwa dengan
diresmikannya kawasan tanpa rokok ini menjadi permasalahan baru bagi para
perokok di Penas Tanggul yang belum berhasil berhenti ataupun sedang
dalam tahap mencoba berhenti, karena kebiasaan merokok tidak mudah juga
untuk dihilangkan. Selain itu dalam wawancara lain ada juga warga yang
pergi ke tempat lain di luar Penas Tanggul cuma untuk merokok. Berikut
adalah kutipan wawancaranya.
“...tapi yang melanggar juga ada, tapi ada juga yang mereka demi menghindari
sanksi berupa denda itu mereka pergi ke gapura depan itu, di jembatan mereka
merokok kan di sana itungannya udah bukan wilayah RT 15 lagi”. (Wawancara
Rosidi 10 April 2019)
Kutipan wawancara di atas menjelaskan bahwa demi menghindari
sanksi, masih ada warga yang jika ingin merokok mereka hanya perlu ke luar
sedikit dari Penas Tanggul karena wilayah yang disepakati sebagai kawasan
tanpa rokok hanya di sana saja. Menurut aturan yang mereka sepakati bersama
pula, yang mereka lakukan untuk menghidari sanksi itu sah-sah saja, karena
yang disepakati adalah kawasan tanpa rokok sebagai suatu komitmen, bukan
komitmen warga untuk berhenti merokok. Selain itu ada juga kutipan
wawancara terkait sanksi dan komitmen untuk tidak merokok di kawasan
tanpa rokok. Berikut adalah kutipan wawancaranya.
60
“kita memberlakukan sanksi di sini apabila ada yang merokok kita suruh denda
sesuai dengan harga sebungkus rokoknya, rata-rata biasanya 20 ribu. Yang susah
itu bapak-bapak yang tua-tua, kita udah coba komunikasi tapi mereka susah
ngedengerinnya”. (wawancara Nobby 10 April 2019).
Pada kutipan wawancara ini menunjukkan bahwa masih ada warga
yang acuh terhadap komitmen mereka untuk tidak merokok di kawasan tanpa
rokok padahal sudah ada sanksi yang diberlakukan. Dan dari ketiga kutipan di
atas terkait respon masyarakat terhadap peresmian kawasan tanpa rokok dan
komitmen warga, dapat dijelaskan bahwa komunikasi menjadi hal yang
penting dalam keberlangsungan kawasan tanpa rokok tersebut. Karena jika
tidak kawasan tanpa rokok Kampung warna warni hanya akan menjadi
predikat simbolis semata.
Pada fase obyektivasi masyarakat merupakan produk dari kebiasaan
yang tercipta dari proses eksternalisasi itu sendiri. Warga Kampung Penas
Tanggul yang telah dikonstruksikan kawasan tanpa rokok Kampung warna
warni mulai menunjukkan kebiasaan yang mencirikan mereka telah mengikuti
ide yang dikembangkan oleh kawasan tanpa rokok. Pasalnya dalam proses
obyektivikasi untuk menjadi sebuah pelembagaan menurut Berger
“pelembagaan terjadi apabila ada suatu tipikasi yang timbal-balik dari
tindakan-tindakan yang sudah terbiasa bagi berbagai tipe pelaku” (Berger dan
Luckmann, 2013:74).
Warga di luar Penas Tanggul belum terbiasa untuk melakukan
kegiatan dari kawasan tanpa rokok, maka dari itu Kampung Penas Tanggul
61
sangat terbuka bagi siapapun yang asing dengan konsep kawasan tanpa rokok
ataupun kampung warna warni, atau bahkan yang lebih umum lagi tentang
penataan lingkungan di bantaran kali untuk saling bertukar pikiran .
3. Internalisasi
Fase Internalisasi ini merupakan proses penyerapan kembali nilai-nilai
yang telah diobjektivikasikan. Pada tahap ini individu mengidentifikasikan
diri dengan lembaga, organisasi atau institusi sosial dimana ia menjadi bagian
atau anggota di dalamnya. Pada tahap ini Berger menyatakan bahwa
masyarakat merupakan suatu realitas subjektif (Berger, 1990: 83). Dalam
kasus kawasan tanpa rokok kampung warna warni di Penas Tanggul ini,
proses internalisasi dapat juga diartikan sebagai proses penanaman nilai
kembali dari kebiasaan-kebiasaan yang telah ditanamkan sejak fase
eksternalisasi.
Proses internalisasi juga berarti juga meliputi proses sosialisasi,
sosialisasi ini juga merupakan upaya untuk mengenalkan kembali dan juga
mempertahankan nilai-nilai yang sudah ada. Berikut adalah kutipan
wawancara terkait dengan proses internalisasi.
“Perubahannya paling mereka-mereka ini lebih bisa menjaga lingkungannya
sih, kan kita di sini membangun sama-sama, jadi kita di sini lebih merasa
bangga aja, apalagi sering juga orang-orang dari luar datang ke sini juga buat
dimasukin ke berita juga”(wawancara Rosidi 10 April 2019).
62
Dari contoh kutipan wawancara di atas terlihat bahwa setelah melalui
proses eksternalisasi dan objektivikasi, pada proses internalisasi ini
masyarakat hanya tinggal mempertahankan nilai-nilai ataupun kebiasaan yang
sudah ada dan diterapkan pada proses-proses sebelumnya. Sederhananya
adalah ide tentang kawasan tanpa rokok mulai diperkenalkan kepada
masyarakat, dibiasakan, dan diterapkan melalui proses eksternalisasi, setelah
itu masuk ke proses objektivikasi yang berarti setelah menjadi kebiasaan
kawasan tanpa rokok ini bisa mulai dideklarasikan pada proses objektivikasi
ini, dan terakhir pada proses internasisasi hanya tinggal penanaman nilai
kembali, sosialisasi, dan pemeliharaannya saja.
Dalam proses internalisasi sosialisasi bisa dilakukan dengan cara
primer ataupun sekunder, sosialisasi primer berarti sosialisasi yang dilakukan
sejak awal, dalam hal ini oleh keluarga, sedangkan sosialiasasi sekunder
adalah sosialisasi yang dilakukan setelah individu ke luar terjun ke
masyarakat dari berikut adalah kutipan wawancara terkait sosialisasi
“Kita ajak warga berkomunikasi, biasanya waktu yang enak itu pas kerja
bakti, karena para warga berkumpul pas kerja bakti, kita juga sosialisasikan
agar senantiasa kita bisa menjaga lingkungan yang udah kita bangun
ini”(wawancara Fathudin 10 April 2019).
Dari kutipan wawancara di atas, jenis sosialisasi yang digunakan
adalah sosialisasi sekunder dengan pendekatan yang lebih kekeluargaan.
63
Maksudnya adalah komunikasi mengenai pemeliharaan kawasan tanpa rokok
kampung warna warni dilakukan dalam suasana erat akan kebersamaannya.
Masyarakat juga mempunyai peran penting dalam proses sosialisasi
kawasan tanpa rokok dalam proses internalisasi ini, masyarakat Penas
Tanggul dalam hal ini setelah menerima nilai-nilai baru dalam proses
eksternalisasi, mereka bahkan yang mempunyai peranan terbesar dalam
rangkaian proses konstruksi sosial ini, karena kawasan tanpa rokok ini
dasarnya didirikan atas komitmen masyarakat. Jadi berhasil atau tidaknya
tergantung bagaimana masyarakat dapat mempertahankan nilai-nilai yang
telah ditanamkan sejak proses eksternalisasi. Berikut adalah kutipan
wawancara terkait peran masyarakat dalam proses internalisasi
“Masyarakat ini perannya paling penting ya kalo menurut saya, karena
terwujudnya kampung bebas rokok ini juga atas dasar komitmen mereka
sendiri, berjalan dengan baik atau tidaknya program ini kita-kita semua
sebagai masyarakat yang menentukan nantinya”(wawancara Sumiati 14
April 2019).
Sosialisasi yang berlangsung dalam proses internalisasi kawasan tanpa
rokok Kampung warna warni secara umum berfokus pada sosialisasi
sekunder, yang artinya peran keluarga dalam sosialisasi primer di kasus ini
dapat diwakili oleh peran masyarakat, sebagai gantinya masyarakat
mempunyai peran besar dalam menjaga lingkungan bebas asap rokok, karena
memang salah satu tujuan dari kawasan tanpa rokok Kampung warna warni
ini bukan semata-mata mengajak perokok lama untuk berhenti, tetapi juga
64
mencegah munculnya perokok usia dini, mulai dari lingkungan tempat
tinggalnya, dengan begitu peran keluarga jadi sedikit diringankan, karena
Kampung Penas Tanggul ini menggunakan pendekatan kultural,
memunculkan budaya baru, identitas sosial baru yaitu kawasan tanpa rokok.
Selain itu sosialisasi juga dilakukan pada pihak-pihak luar kampung
Penas Tanggul dalam rangka penguatan identitas baru ini. Keterbukaan akses
ke Penas Tanggul ini juga pada akhirnya memudahkan mereka mengenalkan
Kampung Penas Tanggul pada dunia luar, baik itu untuk keperluan ekspose ke
media, penelitian, ataupun studi banding tentang penataan kawasan di
bantaran kali.
Jadi dari tiga tahapan konstruksi sosial yang terjadi di Kampung penas
Tanggul telah memunculkan identitas sosial baru terhadap kampung tersebut.
Identitas yang didapat melalui proses yang tidak sebentar. Mulai dari
eksternalisasi, objektivikasi, dan internalisasi. Berikut adalah skema
terbentuknya identitas sosial baru di Kampung Penas Tanggul berdasarkan
proses dari teori konstruksi sosial Peter L Berger.
65
Gambar 9.III.A Skema Pembentukan Identitas Sosial Baru di Kampung Penas
Tanggul
B. Realitas Kehidupan di Penas Tanggul Pasca Konstruksi Sosial
Jika dilihat dari prosesnya, Kampung Penas Tanggul telah mengalami
banyak hal untuk bisa berubah dan mempunyai identitas sosial baru sebagai
kawasan tanpa rokok Kampung warna warni. Namun jika dilihat dari sejarahnya
memang perubahan-perubahan yang telah dialami oleh Kampung Penas Tanggul
sudah berlangsung dari berpuluh-puluh tahun lalu, bahkan ketika pemukiman ini
muncul. Dan apa yang pemukiman mereka lakukan juga tidak semata-mata
berasal dari inisiatif sendiri, melainkan ada faktor-faktor pendorong yang pada
akhirnya memaksa Kampung Penas Tanggul untuk terus berkembang.
Identitas sosial lama:
Penas Tanggul
Daerah kumuh
Penyebab banjir
Identitas sosial baru:
Penas Tanggul
Kawasan
tanpa rokok
Kampung
warna warni
Eksternalisasi,
objektivikasi,
internalisasi
66
Penggusuran, stigma tentang pemukiman kumuh, dan penyebab banjir
adalah ketiga faktor pendorong paling kuat yang mempengaruhi pemukiman
Penas Tanggul untuk berubah menjadi pemukiman yang lebih baik.
Penggambaran tentang pemukiman kumuh memang telah diidentikan sejak
puluhan tahun lalu terhadap Kampung Penas Tanggul, dan seolah dijadikan acuan
awal juga bagi Kampung Penas untuk berubah. Berikut adalah kutipan wawancara
dengan informan terkait dengan faktor pendorong pembentukan identitas baru di
Kampung Penas Tanggul.
“Karena ya itu tadi, Kampung kita sudah dapat stigma seperti itu,
mulai dari penggusuran sampai dibilang penyebab banjir, mungkin
dengan adanya ajakan untuk mendirikan kawasan tanpa rokok ini
menjadi jawaban bahwa kampung kita bisa melakukan sesuatu, ya
walaupun tidak semua sependapat pada saat itu” (wawancara Sumiati
14 April 2019).
Dari wawancara tersebut bisa dilihat bahwa stigma masyarakat luar lah
yang justru menjadi pendorong atas dimulainya konstruksi sosial kawasan tanpa
rokok Kampung warna warni ini. Dan berikut adalah kutipan wawancara lainnya
terkait Kampung Penas Tanggul dan stigma yang melekat.
“Kalo harapan sih semoga Kampung ini tidak digusur ya, tapi sebelum
itu kita tunjukkan dulu apa yang bisa kita tawarkan. Walaupun kita
hidup di bantaran kali yang sering dianggap sebagai penyebab banjir,
kita juga harusnya bisa melawan itu semua, kita bisa menunjukkan
bahwa pemukiman bantaran kali juga bisa menjadi pemukiman yang
layak huni. Itu sih kalo harapan utama dari saya” (wawancara Fathudin
10 April 2019)
67
Dari wawancara tersebut dapat dilihat bahwa pembentukan identitas baru
kawasan tanpa rokok Kampung warna warni ini sebagai sebuah bentuk perlawanan
terhadap stigma yang melekat terhadap mereka berpuluh-puluh tahun lalu. Mereka
berusaha menunjukkan bahwa pemukiman kumuh jika ditata dan kelola dengan
baik dapat berubah menjadi pemukiman yang layak huni.
Adapun realitas kehidupan di Penas Tanggul pasca konstruksi sosial adalah
adanya perubahan atau pembentukan identitas baru yang sangat signifikan.
Perubahan identitas itupun juga juga diiringi dengan perubahan cara pandang
masyarakat luar mengenai kondisi Kampung Penas Tanggul dari yang dulu dengan
yang sekarang, serta juga mendapatkan perhatian dari pemerintah daerah setempat,
bahkan menjadi juga menjadi percontohan bagi RT setempat dalam mengelola
pemukiman di bantaran kali.
68
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian yang telah dijelaskan oleh penulis pada analisis data
berdasarkan temuan lapangan. Ditemukan bahwa adanya proses yang panjang
dalam perjalanan sejarah Kampung Penas Tanggul hingga sekarang. Perjalanan
panjang itulah yang kemudian dapat dikaitkan dengan proses konstruksi sosial
kawasan tanpa rokok di Kampung warna warni Penas Tanggul yang pada
akhirnya membentuk sebuah identitas sosial baru di Kampung Penas Tanggul.
Dan untuk menjelaskannya penulis menguraikannya berdasarkan rumusan
masalah yang sebelumnya telah dibuat. Berikut adalah penjelasannya berdasarkan
rumusan masalah.
1) Konstruksi sosial kawasan tanpa rokok di Kampung warna warni Penas
Tanggul
Penulis menggunakan teori dari Peter L Berger dan Thomas
Luckmann untuk menjelaskan bagaimana pembentukan identitas baru di
Kampung Penas Tanggul dapat terjadi. Untuk dapat menjelaskan tahapan-
tahapannya, penulis menggunakan tiga proses dalam teori konstuksi sosial
Peter L Berger yang terdiri dari proses eksternalisasi, objektivikasi, dan
internalisasi.
69
Pada tahap awal eksternalisasi, penulis melihat bagaimana ide awal
dari kawasan tanpa rokok di Kampung warna warni Penas Tanggul. Proses
awalnya adalah dari studi banding yang dilakukan oleh informan Nobby
sebagai ketua karang taruna Penas Tanggul di Jogjakarta, dan kemudian
mendapat ide untuk mengaplikasikan dua konsep pemukiman di Jogjakarta
yaitu kawasan tanpa rokok di Desa Umbulharjo dan Kampung warna warni di
bantaran kali Code. Ide tersebut akhirnya diterapkan di Kampung Penas
Tanggul dan membutuhkan waktu tiga bulan untuk terbiasa dengan konsep
kawasan tanpa rokok Kampung warna warni tersebut.
Setelah lewat tiga bulan dan masyarakat telah terbiasa, mereka lalu
melakukan pendeklarasian kawasan tanpa rokok Kampung warna warni yang
turut diresmikan oleh banyak pihak yang ikut mendukung. Pada proses inilah
kebiasaan-kebiasaan yang terjadi pada proses eksternalisasi diobjektifkan
menjadi sebuah realitas objektif, inilah yang disebut proses objektivikasi.
Yang terakhir adalah proses internalisasi yang artinya penanaman
nilai, dalam hal ini penanaman nilai dilakukan oleh proses sosialisasi,
sosialisasi terus dilakukan dalam berbagai kesempatan demi menjaga apa
yang sudah dicapai selama beberapa bulan, yaitu mewujudkan kawasan tanpa
rokok Kampung warna warni di Penas Tanggul. Setelah melewati ketiga
proses tersebut, maka terciptalah identitas sosial baru di Kampung Penas
Tanggul.
70
2) Realitas Kehidupan di Penas Tanggul Pasca Konstruksi Sosial
Di sini penulis melihat bagaimana pembentukan identitas baru di
Kampung Penas Tanggul ini juga dipengaruhi oleh beberapa faktor pendorong
antara lain isu penggusuran, stigma tentang pemukiman kumuh, dan penyebab
banjir. Adapun setelah proses kontruksi sosial itu terjadi dan terbentuk
identitas sosial baru di Kampung Penas Tanggul, terjadi perubahan cara
pandang dari Penas Tanggul yang dulu dengan yang sekarang. Dan bisa
dimaknai juga jika pembentukan identitas baru kawasan tanpa rokok
Kampung warna warni di Penas Tanggul merupakan upaya yang dilakukan
warga Kampung Penas Tanggul dalam melawan stigma kampung kumuh yang
telah melekat selama berpuluh-puluh tahun yang lalu.
B. Saran
Pada penelitian ini penulis ingin memberikan saran-saran kepada beberapa pihak.
Kepada pemerintah setempat, penulis ingin memberikan saran agar memberi
perhatian kepada Kampung Penas Tanggul yang telah berusaha menunjukkan
usahanya dalam menata pemukiman di bantaran kali. Untuk warga Kampung
Penas Tanggul saran penulis adalah untuk terus saling menjaga lingkungan lewat
komunikasi yang aktif dan sosialisasi. Dan sedangkan saran penulis untuk
penelitian serupa selanjutnya adalah agar lebih fokus kepada topik strategi
bertahan warga di Kampung Penas Tanggul karena banyak hal yang dapat
dieksplor dari topik tersebut.
71
Daftar Pustaka
Buku
Berger, Peter L dan Thomas Luckmann. 1990. Tafsir Sosial Atas Kenyataan: Risalah tentang
Sosiologi Pengetahuan. Terj. Jakarta: LP3ES.
Berger, Peter L dan Thomas Luckmann. 2013. Tafsir Sosial Atas Kenyataan: Risalah tentang
Sosiologi Pengetahuan. Terj. Jakarta: LP3ES.
Creswell, John W. 2010. Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Method
Approaches. (terj.). Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Lawrence, Neuman W. 2013. Metode Penelitan Sosial: Pendekatan Kualitatif dan
Kuantitatif. Jakarta: PT Indeks.
Rahardjo, Mudjia. 2017. Studi Kasus dalam Penelitian Kualitatif: Konsep dan Prosedurnya.
Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim.
Silalahi, Ulber. 2009. Metode Penelitian Sosial. Bandung: Refika Aditama
Wirawan, Ida Bagus. 2012. Teori-Teori Sosial Dalam Tiga Paradigma. Jakarta: Kencana.
Jurnal ilmiah
Gunawan. 2016. Efektifitas Peraturan Kampung Bebas Asap Rokok di RW 11 Mendungan,
Giwangan, Umbulharjo, Yogyakarta. dalam jurnal Sosiologi Reflektif dari Program
studi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora, UIN Sunan Kalijaga.
Kamajaya, Gede, Wahyu Budi Nugroho, dan Imron Hadi Tamim. 2017. Harapan dan
Kenyataan Penerapan “Kawasan Tanpa Rokok (KTR)” di Lingkungan Kampus
Universitas Udayana Denpasar. JSW: Jurnal Sosiologi Walisongo Universitas
Udayana, Denpasar.
Kazaena,Sabmafit. 2016. Konstruksi Sosial Gaya Hidup Vegetarian: Studi Fenomenologi
Tentang Konstruksi Sosial Gaya Hidup Vegetarian di Kecamatan Jebres, Surakarta.
Jurnal sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret,
Muta‟afi, Fithri dan Pambudi. 2015. Handayono Konstruksi Sosial Masyarakat Terhadap
Penderita Kusta. Jurnal sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Negeri Surabaya.
Prasojo, M. Nur Budi. 2015. Konstruksi Sosial Masyarakat terhadap Alam Gunung Merapi:
Studi Kualitatif tentang Kearifan Lokal yang Berkembang di Desa Tlogolele
Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali. jurnal analisis sosial dari program studi
magister sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret.
72
Rukmana, Qotimah Esti, Suryaningsih, dan Marisa Elsera. 2018. Konstruksi Sosial Budaya
Populer Korea pada Anggota Komunitas Korean Pop (K-Pop) Batam. Jurnal
Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Maritim Raja Ali Haji.
Sari, Dewi Ratna dan Kuncoro Bayu Prasetyo. 2017. Konstruksi Sosial Masyarakat terhadap
Pemandu Karaoke: Studi Kasus di Desa Botorejo Kecamatan Wonosalam Kabupaten
Demak. JSW: Jurnal Sosiologi Walisongo Universitas Negeri Semarang.
Internet
http://www.fakta.or.id/kampung-penas-deklarasi-kampung-warna-warni/
https://www.hipwee.com/travel/desa-tanpa-rokok-pertama-di-dunia-ada-di-indonesia-berani-
ngerokok-di-sana-siap-siap-kena-sanksinya/
https://www.hukumonline.com/pusatdata/ /lt50ed2cbec30b2/node/lt50ed2c07e648a
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4f5972d3e471d/sanksi-pidana-bagi-pelanggar-
kawasan-dilarang-merokok/
https://kumparan.com/bandungkiwari/polemik-dalam-aturan-kawasan-tanpa-rokok-
27431110790557867
https://www.suara.com/news/2018/05/31/151146/11-provinsi-berhasil-terapkan-kawasan-
tanpa-rokok diakses pada 6/1/2019
Wawancara
Wawancara pribadi dengan Nobby 10 April 2019
Wawancara pribadi dengan Fathudin 10 April 2019
Wawancara pribadi dengan Rosidi 10 April 2019
Wawancara pribadi dengan Erna 14 April 2019
Wawancara pribadi dengan Sumiati 14 April 2019
Wawancara pribadi dengan Wiwin 14 April 2019
Wawancara pribadi dengan Imron 18 April 2019
Wawancara pribadi dengan Raffly 18 April 2019
Wawancara pribadi dengan Endah 21 April 2019
Wawancara pribadi dengan Hidayat 21 April 2019
xiii
1. Lampiran Matriks Pertanyaan Penelitian
Nama :
Status :
No.
Premis Pertanyaan
Teori Konstruksi
Sosial Peter L
Berger & Thomas
Luckmann
Pertanyaan Jawaban
1 Eksternalisasi
1) Bagaimana gambaran
Kampung Penas Tanggul
dulu?
2)Bagaimana latar belakang
masyarakat Kampung Penas
Tanggul?
3) Bagaimana munculnya
gagasan menciptakan
kawasan tanpa rokok?
4) Apa tujuan dibentuknya
kawasan tanpa rokok di
Kampung Penas Tanggul?
2 Objektifikasi
1) Apa yang menjadi kendala
terwujudnya kawasan tanpa
rokok?
2)Bagaimana cara agar
masyarakat menerima
gagasan tentang kawasan
tanpa rokok?
3)Bagaimana menghadapi
masyarakat yang kurang
setuju dengan gagasan
tentang kawasan tanpa rokok?
4) Siapa sajakah pihak yang
ikut terlibat dalam
xiv
merealisasikan kawasan tanpa
rokok?
5) Siapa sajakah pihak yang
ikut terlibat dalam
mengesahkan deklarasi
kawasan tanpa rokok di
Kampung Penas Tanggul?
6) Adakah sanksi yang
diberlakukan jika melanggar
kesepakatan?
3 Internalisasi
1) Bagaimana perubahan
perilaku masyarakat pasca
terwujudnya kawasan tanpa
rokok di Kampung Penas
Tanggul?
2) Bagaimana pihak luar
memandang Kampung Penas
Tanggul yang sekarang?
3) Bagaimana peran
masyarakat dalam
memelihara kawasan tanpa
rokok?
4)Kegiatan apa yang
dilakukan oleh masyarakat
Kampung Penas Tanggul
pasca terwujudnya kawasan
tanpa rokok?
xv
2. Pedoman Wawancara
Ketua Karang Taruna/ inisiator
No. Pertanyaan
1 Bagaimana gambaran Kampung Penas Tanggul dulu?
2 Bagaimana munculnya gagasan menciptakan kawasan tanpa rokok?
3 Bagaimana cara merealisasikan gagasan tentang kawasan tanpa rokok?
4 Apa tujuan dibentuknya kawasan tanpa rokok?
5 Apa yang menjadi kendala terwujudnya kawasan tanpa rokok?
6 Bagaimana cara agar masyarakat menerima gagasan tentang kawasan
tanpa rokok?
7 Bagaimana menghadapi warga yang kurang setuju dengan gagasan
kawasan tanpa rokok?
8 Bagaimana peran pemerintah setempat?
9 Siapa sajakah pihak yang ikut terlibat dalam merealisasikan kawasan
tanpa rokok?
10 Siapa sajakah pihak yang ikut terlibat dalam mengesahkan deklarasi
kawasan tanpa rokok di Kampung Penas Tanggul?
11 Bagaimana perubahan perilaku masyarakat pasca terwujudnya kawasan
tanpa rokok di Kampung Penas Tanggul?
12 Bagaimana cara pemeliharaan kawasan tanpa rokok?
13 Apa kegiatan masyarakat pasca terwujudnya kawasan tanpa rokok?
14 Adakah sanksi yang diberlakukan di kawasan tanpa rokok Penas
Tanggul?
15 Bagaimana peran masyarakat dalam memelihara kawasan tanpa rokok?
xvi
16 Apa harapan kedepannya untuk kawasan tanpa rokok di Kampung
Penas Tanggul?
Ketua RT 15/02 (Penas Tanggul)
No. Pertanyaan
1 Bagaimana gambaran Kampung Penas Tanggul dulu?
2 Bagaimana cara merealisasikan gagasan tentang kawasan tanpa rokok?
3 Siapa sajakah pihak yang ikut terlibat dalam merealisasikan kawasan
tanpa rokok?
4 Siapa sajakah pihak yang ikut terlibat dalam mengesahkan deklarasi
kawasan tanpa rokok di Kampung Penas Tanggul?
5 Bagaimana latar belakang masyarakat Kampung Penas Tanggul?
6 Bagaimana cara pemeliharaan kawasan tanpa rokok?
7 Adakah sanksi yang diberlakukan di kawasan tanpa rokok Penas
Tanggul?
8 Bagaimana perubahan perilaku masyarakat pasca terwujudnya kawasan
tanpa rokok di Kampung Penas Tanggul?
9 Bagaimana peran masyarakat dalam memelihara kawasan tanpa rokok?
10 Apa harapan kedepannya untuk kawasan tanpa rokok di Kampung
Penas Tanggul?
Warga RT 15/02 (Penas Tanggul)
No. Pertanyaan
xvii
1 Bagaimana gambaran Kampung Penas Tanggul dulu?
2 Bagaimana respon masyarakat terhadap gagasan tentang kawasan tanpa
rokok?
3 Adakah penolakan dari masyarakat?
4 Bagaimana latar belakang masyarakat Kampung Penas Tanggul?
5 Bagaimana perubahan perilaku masyarakat pasca terwujudnya kawasan
tanpa rokok di Kampung Penas Tanggul?
6 Adakah sanksi yang diberlakukan di kawasan tanpa rokok Penas
Tanggul?
7 Bagaimana peran masyarakat dalam memelihara kawasan tanpa rokok?
8 Apa harapan kedepannya untuk kawasan tanpa rokok di Kampung
Penas Tanggul?
3. Pedoman Observasi
No. Fokus Observasi
1 Mengamati kondisi lingkungan sekitar lokasi penelitian
2 Mengamati kondisi fasilitas yang ada di lokasi penelitian
3 Mengamati keterjangkauan akses lokasi penelitian ke fasilitas/ruang
publik
4 Mengamati keterhubungan antara lokasi penelitian dengan lingkungan
luar
5 Mengamati kegiatan subjek penelitian di lokasi penelitian
6 Mengamati perilaku masyarakat di lokasi penelitian