M A K A L A H
D
I
S
U
S
U
N
O l e h :
FIRMAN. S
KELAS XI IPS. 1
TAHUN 2009
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, sehingga
makalah Sosiologi ini dapat diselesaikan, makalah ini saya susun berdasarkan
pembelajaran yang saya ikuti di sekolah saat ini.
Walaupun dalam penyusunannya masih jauh dari kata cukup namun
saya berharap bisa memberi nilai tambah bagi saya. Mudahan-mudahan di
masa yang datang saya lebih baik dari saat ini.
Demikianlah makalah ini saya susun berdasarkan kemampuan saya
semoga dapat memberikan manfaat bagi saya dan teman-teman yang
membacanya.
Wassalam
Maros, Juni 2009
Penyusun
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar........................................................................................ i
Daftar Isi ................................................................................................. ii
KELOMPOK SOSIAL DALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL
PEMBAGIAN KELOMPOK SOSIAL................................................... 1
A. Konsep Dasar Kelompok Sosial........................................................ 2
1. Pengertian Kelompok Sosial........................................................ 2
2. Tipe-Tipe Kelompok Sosial ........................................................ 4
B. Konsep Dasar Masyarakat Multikultural........................................... 20
1. Pengertian Masyarakat Multikultural .......................................... 20
2. Multikultural di Indonesia ........................................................... 22
C. Aneka Ragam Kebudayaan Sosial dan Kebudayaan di Indonesia... . 28
1. Tipe Masyarakat Pertama............................................................. 28
2. Tipe Masyarakat Kedua............................................................... 29
3. Tipe Masyarakat Ketiga............................................................... 29
4. Tipe Masyarakat Keempat........................................................... 30
5. Tipe Masyarakat Kelima.............................................................. 30
6. Tipe Masyarakat Keenam............................................................. 31
D. Dinamika Kelompok Sosial dalam Masyarakat Majemuk................ 31
PERKEMBANGAN KELOMPOK SOSIAL DALAM
MASYARAKAT MULTIKULTURAL................................................. 35
A. Terjadinya Dinamika Kelompok....................................................... 36
B. Proses Dinamika Kelompok.............................................................. 37
C. Dimensi Hubungan Antar kelompok................................................. 41
ii
D. Analisa Perkembangan Kelompok Sosial ......................................... 44
E. Pengaruh Perkembangan Kelompok Sosial dalam Masyarakat
Multikultural...................................................................................... 45
KERAGAMAN KELOMPOK SOSIAL DALAM MASYARAKAT
MULTIKULTURAL............................................................................... 46
A. Identifikasi Keragaman Kelompok Sosial dalam Masyarakat
Multikultural...................................................................................... 47
B. Berbagai Alternatif Pemecahan Masalah........................................... 51
C. Sikap Kritis terhadap Hubungan Keragaman dan Perubahan Budaya 54
Daftar Pustaka ........................................................................................ 56
iii
KELOMPOK SOSIAL DALAM
MASYARAKAT MULTIKULTURAL
KELOMPOK SOSIAL DALAM
MASYARAKAT
Konsep DasarKelompok Sosial
Konsep DasarMasyarakat
Multikultural
Aneka Ragam Kelompok Sosial dan Kebudayaan
di Indonesia
Dinamika Kelompok Sosial dalam Masyarakat
Majemuk
Pengertian Kelompok Sosial (Social Group)
Tipe-tipe Kelompok Sosial
Pengertian Masyarakat Multikultural
Multikultural di Indonesia
Tipe Masyarakat Pertama.
Tipe Masyarakat Kedua.
Tipe Masyarakat Ketiga.
Tipe Masyarakat Keempat.
Tipe Masyarakat Kelima.
Tipe masyarakat Keenam.
Pem
baha
san
Terd
iri a
tas
Terd
iri a
tas
Terd
iri a
tas
1
A. Konsep Dasar Kelompok Sosial
1. Pengertian Kelompok Sosial (Social Group)
Kelompok sosial (social group) merupakan suatu kelompok yang
anggotanya mempunyai kesadaran sebagai bagian dari kelompok serta
saling berhubungan satu dengan yang lain dan sebagai faktor pengikat
untuk menambah eratnya hubungan antara anggota, berstruktur,
berkaidah dan mempunyai pola perilaku tertentu.
Multikultural dalam masyarakat terjadi karena banyaknya
perbedaan yang ada di masyarakat itu sendiri. Perbedaan-perbedaan
tersebut menyebabkan kemajemukan dalam masyarakat.
Untuk menghadapi dan menyesuaikan diri dengan kedua
keinginan tersebut, manusia menggunakan pikiran, perasaan dan
kehendaknya. Agar dapat diterima manusia lain disekelilingnya,
manusia berusaha menyesuaikan diri dengan adat istiadat dan kebiasaan
masyarakat dimanapun ia berada. Sementara itu, dalam menghadapi
alam sekitarnya manusia juga harus makan agar badannya tetap sehat.
Untuk itu, manusia dapat mengambil makanan sebagai hasil dari alam
sekitarnya dengan menggunakan akalnya. Semua itu menimbulkan
kelompok sosial (social group) di dalam kehidupan manusia karena
manusia tidak mungkin hidup sendiri. Kelompok sosial merupakan
2
himpunan atau kesatuan manusia yang hidup bersama karena adanya
hubungan dengan yang lain, baik berupa hubungan timbal balik yang
saling mempengaruhi maupun kesadaran untuk saling tolong-menolong.
Oleh sebab itu, muncullah pertanyaan, apakah setiap himpunan
manusia dapat dinamakan kelompok sosial ? Jawabannya belum tentu
semuanya disebut kelompok sosial karena ada beberapa syarat tertentu
suatu himpunan manusia dapat disebut sebagai kelompok sosial. Syarat-
syarat tersebut adalah sebagai berikut :
a. Setiap anggota kelompok harus ada kesadaran sebagai bagian dari
kelompok yang bersangkutan.
b. Adanya hubungan timbal balik antara anggota dalam kelompok
tersebut.
c. Ada faktor yang dimiliki bersama oleh anggota kelompok sehingga
hubungan diantara mereka bertambah erat. Faktor milik bersama
itulah yang dapat membentuk adanya persamaan nasib, tujuan, dan
ideologi politik yang sama. Selain itu, faktor musuh bersama,
misalnya juga dapat menjadi faktor pengikat atau pemersatu
masyarakat dalam kelompok tersebut, serta
d. Berstruktur, berkaidah dan berperilaku.
3
2. Tipe-Tipe Kelompok Sosial
Beberapa tokoh mengklasifikasikan tipe kelompok sosial atas
dasar berbagai kriteria dan ukuran, antara lain sebagai berikut :
a. George Simmel (seorang sosiologi Jerman) mengkaji kelompok
sosial berdasarkan ukuran besar kecilnya jumlah anggota kelompok
mulai dengan bentuk terkecil yang terdiri atas satu orang sebagai
fokus hubungan sosial yang dinamakan monad, yang kemudian
dikembangkan dengan meneliti kelompok yang terdiri atas dua atau
tiga orang, yaitu dyad dan triad serta kelompok kecil lainnya.
b. Leopold von Wiese dan Howard Becker mengkaji ukuran kelompok
sosial berdasarkan derajat interaksi sosial dalam kelompok sosial
tersebut.
c. F. Stuart Chapin merupakan tipe kelompok sosial dilihat dari tinggi
rendahnya derajat eratnya hubungan antara anggota kelompok sosial.
Beberapa sosiolog memperhatikan pembagian atas dasar yang antara
anggotanya saling mengenal (face-to-face groupings), seperti
keluarga, rukun tetangga dan desa dengan kelompok sosial, seperti
kota, korporasi, dan negara yang anggotanya tidak mempunyai
hubungan yang erat.
4
d. Suatu ukuran lainnya adalah ukuran kepentingan dan wilayah. Suatu
community (masyarakat setempat), misalnya, merupakan kelompok
atau kesatuan atas dasar wilayah yang tidak mempunyai kepentingan
khusus atau tertentu. Suatu asosiasi sebagai suatu perbandingan
justru dibentuk untuk memenuhi kepentingan tertentu. Sudah tentu
anggota masyarakat dan asosiasi sedikitnya sadar akan adanya
kepentingan bersama walaupun hal itu tidak dikhususkan secara
terperinci atau dijabarkan lebih lanjut.
e. Menurut Soerjono Soekanto, berlangsungnya suatu kepentingan
merupakan ukuran lain bagi klasifikasi tipe sosial. Suatu kerumunan,
misalnya, merupakan kelompok yang berlangsung atau terbentuk
dalam kurun waktu singkat karena kepentingannya tidak
berlangsung lama. Lain halnya dengan kelas atau community yang
kepentingannya secara relatif bersifat tetap (permanen). Selanjutya,
atas dasar ukuran derajat organisasi, kelompok sosial terdiri atas :
1) Kelompok yang terorganisasi dengan baik sekali, seperti negara;
2) Kelompok yang hampir tak terorganisasi, seperti suatu
kerumunan.
Dasar yang akan diambil sebagai salah satu alternatif untuk
mengadakan klasifikasi tipe kelompok sosial tersebut adalah ukuran
5
jumlah atau derajat interaksi sosial atau kepentingan kelompok, atau
organisasinya dan kombinasi dari ukuran tersebut.
Berdasarkan uraian tersebut disimpulkan bahwa untuk
membedakan kelompok sosial, dapat dilihat dari beberapa faktor, yaitu
sebagai berikut :
a. Kesadaran akan jenis yang sama
b. Adanya hubungan sosial
c. Orientasi pada tujuan yang sudah ditentukan.
Soerjono Soekanto membagi kelompok sosial dalam masyarakat
sebagai berikut :
a. Kelompok Sosial Dilihat dari Sudut Individu
Seorang warga masyarakat yang masih sederhana susunannya
secara relatif juga menjadi anggota dari kelompok kecil secara terbatas.
Kelompok sosial yang dimaksud biasanya atas dasar kekerabatan, usia,
jenis kelamin, dan kadang-kadang atas dasar perbedaan pekerjaan atau
kedudukan. Keanggotaan setiap kelompok sosial tersebut memberikan
kedudukan atau prestise tertentu yang sesuai dengan adat istiadat dan
lembaga kemasyarakatan di dalam masyarakat.
6
b. Dalam Kelompok (In Group) dan Luar Kelompok (Out Group)
Dalam proses sosialisasi, orang mendapatkan pengetahuan antara
kami dengan mereka dan bahwa kepentingan suatu kelompok sosial
serta sikap yang mendukungnya terwujud dalam perbedaan kelompok
sosial tersebut yang dibuat oleh individu. Jadi, individu
mengidentifikasikan dirinya merupakan in group-nya. Apabila suatu
kelompok sosial merupakan in group atau tidak bagi individu bersifat
relatif dan bergantung pada situasi sosial yang tertentu. Out group
diartikan sebagai kelompok yang menjadi lawan in group-nya yang
sering dihubungkan dengan istilah kami atau kita dan mereka.
Sikap in group didasarkan pada faktor simpati dan selalu
mempunyai perasaan dekat dengan anggota kelompok. Sikap terhadap
out group selalu ditandai dengan suatu kelainan yang berwujud suatu
antagonisme atau antipati. Perasaan in group dan out group atau
perasaan dalam serta luar kelompok dapat merupakan dasar suatu sikap
yang dinamakan etnosentrisme.
7
c. Kelompok Primer (Primary Group) dan Kelompok Sekunder
(Secondary Group)
Di dalam klasifikasi kelompok sosial, perbedaan yang luas dan
fundamental adalah perbedaan antara kelompok kecil yang hubungan
antara anggotanya rapat sekali di satu pihak dengan kelompok yang
lebih besar di pihak lain. Sejalan dengan perbedaan tersebut, Charles
Horton Cooley mengemukakan perbedaan antara primary group dengan
secondary group yang ditulisnya dalam karyanya yang berjudul Social
Organization pada tahun 1909. Primary group dan secondary group
mungkin dapat diterjemahkan dengan istilah kelompok utama dan
kelompok sekunder.
1) Kelompok Primer (Primary Group)
Menurut Charles Horton Cooley, primary group adalah kelompok
yang ditandai dengan ciri-ciri saling mengenal antara anggotanya
serta kerjasama erat yang bersifat pribadi. Salah satu hasil hubungan
yang erat dan bersifat pribadi tersebut adalah pelebaran individu
dalam satu kelompok sehingga tujuan individu menjadi tujuan
kelompoknya.
8
a) Kondisi fisik dari primary group
Hubungan saling mengenal belum cukup untuk menerangkan
persyaratan yang penting bagi adanya suatu primary group.
Syarat-syarat yang sangat penting adalah sebagai berikut :
(1) Anggota kelompok tersebut secara fisik berdekatan satu
dengan lainnya.
(2) Kelompok tersebut kecil
(3) Adanya suatu kelanggengan dalam hubungan antara anggota
kelompok yang bersangkutan.
b) Sifat hubungan primer
Sifat utama hubungan primer adalah kesamaan tujuan dari
individu yang tergabung di dalam kelompok tersebut. Satu
diantara tujuan bersama itu adalah hubungan antar individu. Jadi,
hubungan itu bukan merupakan alat untuk mencapai tujuan,
melainkan merupakan salah satu tujuan utama. Hal ini berarti
bahwa hubungan tersebut terlepas dari unsur kontrak, ekonomi,
politik, maupun hubungan kerja. Hubungan tersebut bersifat
pribadi, spontan, sentimental dan inklusif.
Persamaan tujuan dapat mempunyai dua arti, yaitu pertama
bahwa individu yang bersangkutan mempunyai keinginan dan
9
sikap yang sama sehingga mereka berusaha untuk mencapai
tujuan yang sama pula. Misalnya, dua orang sahabat yang
merupakan dua orang sarjana yang mengkhususkan dirinya pada
ilmu yang sama dan salah satu pihak bersedia untuk berkorban
demi kepentingan pihak lain. Contoh lain, seorang ibu berkorban
untuk kepentingan dan kebahagiaan anaknya dan merasakan suka
duka anaknya.
c) Kelompok yang konkrit dan hubungan primer
Keluarga batih merupakan salah satu kelompok konkrit yang ada
dalam masyarakat. Kehidupan keluarga batih dianggap sebagai
primary group yang utama, masyarakat meletakkan kewajiban
yang dapat dipaksakan. Misalnya, orang tua harus membesarkan
anak-anaknya. Anak-anak menjadi ahli waris orang tuanya dan
suami yang bertindak sebagai kepala keluarga.
2) Kelompok Sekunder (secondary group)
Menurut Soerjono Soekanto, hubungan antar bangsa dianggap
sebagai secondary group karena antara anggotanya kurang ada
hubungan yang akrab. Namun, hubungan yang akrab tersebut dapat
kita jumpai pada keluarga batih dan rukun tetangga yang merupakan
10
unsur dari bangsa tersebut. Mungkin antara individu yang menjadi
bangsa tadi terjadi hubungan primer. Namun, apabila pimpinan
bangsa itu berhubungan dengan rakyatnya, tidak mungkin terjadi
hubungan primer yang bersifat pribadi. Hubungan sekunder itulah
yang menjadi ciri utama bagi secondary group.
d. Paguyuban (Gemeinshaft) dan Patembayan (Gesellschaft)
Berawal dari pemikiran Charles Horton Cooley tentang primary
group, pemikiran Ferdinand Tonnis tentang gemeinschaft dan
gesellschaft cukup menarik untuk dibahas.
1) Sifat hubungan positif di antara manusia menurut Ferdinand Tonnis
Hubungan positif antar manusia selalu bersifat paguyuban
(gemerinschaftlich) atau patembayan (gesellschaftlich).
a) Gemeinschaft merupakan kehidupan bersama yang setiap
anggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni, bersifat
alamiah, dan kekal. Dasar hubungan tersebut adalah rasa cinta
dan kesatuan batin yang memang telah dikodratkan. Kehidupan
itu bersifat nyata dan organis, sebagaimana diumpamakan
dengan organ tubuh manusia atau hewan. Bentuk gemeinschaft
11
dapat dijumpai di dalam keluarga, kelompok kekerabatan, dan
rukun tetangga.
b) Gesellschaft merupakan ikatan lahir yang bersifat pokok untuk
jangka waktu yang pendek, bersifat sebagai suatu bentuk dalam
pikiran belaka (imaginary), serta strukturnya bersifat mekanis
sebagaimana dapat diumpamakan dengan sebuah mesin. Bentuk
gesellschaft terdapat di dalam hubungan perjanjian yang
berdasarkan ikatan timbal balik, misalnya ikatan antara
pedagang, organisasi dalam suatu pabrik atau industri, panitia
sebuah acara, dan sebagainya.
2) Dua bentuk kemauan asasi dari manusia
Ferdinand Tonnis menyesuaikan kedua bentuk kehidupan
bersama manusia yang pokok tersebut dengan dua bentuk kemauan
asal dari manusia, yaitu yang dinamakan wesenwille dan kurwille.
a) Wesenwille merupakan bentuk kemauan yang dikodratkan yang
timbul dari keseluruhan kehidupan alami. Pada wesenwille,
perasaan dan akal merupakan kesatuan dan keduanya terikat pada
kesatuan hidup yang alamiah dan organis. Contohnya, kehidupan
beragama.
12
b) Kurwille merupakan bentuk kemauan yang dipimpin oleh cara
berpikir yang didasarkan pada akal. Kurwille juga merupakan
kemauan yang ditujukan pada tujuan tertentu dan bersifat
rasional. Tujuan dan unsur kehidupan lainnya hanya berfungsi
sebagai alat belaka. Contohnya, kebutuhan makanan sehari-hari.
Ferdinand Tonnis mengatakan bahwa gemeinshaft
mempunyai beberapa ciri pokok, sebagai berikut :
a) Intimate, artinya hubungan menyeluruh yang mesra sekali
b) Private, artinya hubungan bersifat pribadi, khusus untuk
beberapa orang saja.
c) Exclusive, artinya bahwa hubungan tersebut hanyalah untuk kita
saja dan tidak untuk lain di luar kita.
Menurut Ferdinand Tonnis, di dalam setiap masyarakat selalu
dijumpai salah satu diantara tiga tipe gemeinshaft, yaitu sebagai
berikut :
a) Gemeinshcaft by blood, yaitu gemeinschaft yang ikatannya
didasarkan pada ikatan darah atau keturunan, misalnya keluarga
dan kelompok kekerabatan.
b) Gemeinshcaft of place, yaitu Gemeinshcaft yang terdiri dari
orang yang berdekatan tempat tinggalnya sehingga dapat saling
13
tolong menolong, misalnya : rukun tetangga, rukun warga, dan
arisan.
c) Gemeinshcaft of mind, yaitu Gemeinshcaft yang walaupun tidak
mempunyai hubungan darah ataupun tempat tinggalnya tidak
berdekatan, tetapi mereka mempunyai jiwa dan pikiran yang
sama karena ideologi yang sama. Gemeinshcaft yang semacam
ini biasanya ikatannya tidaklah sekuat Gemeinshcaft by blood.
e. Kelompok Formal (Formal Group) dan kelompok Informal (informal
Group)
Ada juga kelompok sosial yang disebut kelompok formal dan
kelompok informal. Perbedaan keduanya akan dijelaskan sebagai
berikut :
1) Formal group
Formal group merupakan kelompok yang mempunyai peraturan
yang tegas dan dengan sengaja diciptakan oleh anggotanya untuk
mengatur hubungan antara anggotanya. Misalnya peraturan untuk
memilih seorang ketua dan pemungutan uang iuran. Anggotanya
mempunyai kedudukan tertentu sebagaimana telah diatur dan
sekaligus berarti suatu pembatasan tugas dan wewenang baginya.
Formal group demikian disebut association. Misalnya,
14
perkumpulan pelajar, himpunan wanita suatu instansi
pemerintah, dan persatuan sarjana dari suatu perguruan tinggi
tertentu.
2) Informal group
Informal group tidak mempunyai struktur dan organisasi yang
tertentu atau yang pasti. Kelompok tersebut biasanya terbentuk
karena pertemuan berulang kali menjadi dasar bagi bertemunya
kepentingan dan pengalaman yang sama. Contoh lain adalah
clique yang merupakan suatu kelompok kecil tanpa struktur
formal yang sering timbul dalam kelompok besar. Clique
ditandai dengan adanya pertemuan timbal balik antar anggotanya
dan biasanya hanya bersifat antara kita saja.
f. Kelompok Anggota (Membership Group) dan Kelompok Acuan
(Reference Group)
Robert K Merton membedakan antara membership group dan
reference group, yaitu sebagai berikut :
1) Kelompok anggota (membership group)
Kelompok anggota merupakan kelompok yang setiap orang
secara fisik menjadi anggota kelompok tersebut. Batas yang
15
dipakai untuk menentukan keanggotaan seseorang pada
kelompok secara fisik tidak dapat dilakukan secara mutlak. Hal
tersebut karena perubahan keadaan akan dapat mempengaruhi
derajat interaksi dalam kelompok itu sehingga ada kalanya
seorang anggota tidak begitu sering berkumpul dengan
kelompoknya walaupun secara resmi ia belum keluar dari
kelompok itu.
2) Kelompok acuan (reference group)
Kelompok acuan merupakan kelompok sosial yang menjadi
ukuran bagi seseorang (bukan anggota kelompok tersebut)
membentuk pribadi dan perilakunya. Seseorang bukan anggota
kelompok sosial yang bersangkutan mengidentifikasikan dirinya
dengan kelompok tersebut.
Robert K. Merton membagi tipe umum kelompok acuan sebagai
berikut :
a) Tipe normatif
Tipe normatif (normative type) menentukan dasar
kepribadian seseorang yang berfungsi sebagai sumber nilai
bagi individu, baik anggota maupun bukan anggota kelompok
tersebut.
16
b) Tipe perbandingan
Tipe perbandingan (comparison type) merupakan suatu
pegangan bagi individu di dalam menilai kepribadiannya.
Tipe tersebut lebih dipakai sebagai perbandingan untuk
memberi kedudukan seseorang.
g. Kelompok Sosial yang Tidak Teratur
1. Kerumunan (Crowd)
Suatu ukuran utama adanya kerumunan adalah kehadiran orang
secara fisik. Sedikit banyaknya batas kerumunan adalah selama
mata dapat melihatnya dan telinga dapat mendengarkannya.
Kerumunan tersebut akan segera mati setelah orang-orangnya
bubar. Oleh karena itu, kerumunan merupakan suatu kelompok
sosial yang bersifat sementara (temporer).
Dapat dibedakan antara kerumunan yang berguna bagi organisasi
sosial masyarakat dan timbul dengan sendirinya tanpa diduga
sebelumnya serta pembedaan antara kerumunan yang
dikendalikan oleh keinginan pribadi. Atas dasar pembedaan
tersebut, didapati bentuk umum kerumunan adalah sebagai
berikut :
17
a) Kerumunan yang berartikulasi dengan struktur sosial
(1) Penonton atau pendengar yang formal (formal audiences)
merupakan kerumunan yang mempunyai pusat perhatian
dan persamaan tujuan, tetapi sifatnya pasif.
(2) Kelompok ekspresif yang telah direncanakan (planned
expressive group) merupakan kerumunan yang pusat
perhatiannya tidak begitu penting, tetapi mempunyai
persamaan tujuan yang tersimpul dalam aktivitas
kerumunan tersebut serta kepuasan yang dihasilkannya.
Fungsinya adalah sebagai penyalur keterangan yang
dialami orang karena pekerjaannya sehari-hari.
b) Kelompok ekspresif yang telah direncanakan
(1) Kumpulan yang kurang menyenangkan (inconvenient
aggregations) merupakan sekumpulan orang yang antri
karcis dan sekumpulan orang yang menunggu bis.
(2) Kerumunan orang yang sedang dalam keadaan panik
(panic crowds), yaitu orang yang bersama-sama berusaha
menyelamatkan diri dari suatu bahaya. Dorongan dalam
diri individu dalam kerumunan tersebut mempunyai
kecenderungan untuk mempertinggi rasa panik.
18
(3) Kerumunan penonton (spectator crowds) merupakan
sekumpulan orang yang ingin melihat kejadian tertentu.
Kerumunan semacam ini hampir sama dengan penonton,
bedanya kerumunan penonton tidak direncanakan dan
kegiatannya pada umumnya pun tidak terkendalikan.
c) Kerumunan yang berlawanan dengan norma hukum (lawless
crowds)
(1) Kerumunan yang bertindak emosional (acting crowds).
Kerumunan semacam itu bertujuan untuk mencapai
tujuan tertentu dengan menggunakan kekuatan fisik yang
berlawanan dengan norma yang berlaku dalam
masyarakat. Biasanya kumpulan orang tersebut bergerak
karena merasakan bahwa hak mereka diinjak-injak atau
karena ketidakadilan.
(2) Kerumunan yang bersifat immoral (immoral crowds)
hampir sama dengan kelompok ekspresi. Bedanya adalah
kerumunan yang bersifat immoral bertentangan dengan
norma masyarakat.
19
2. Publik
Publik merupakan kelompok yang bukan merupakan
kesatuan. Interaksi yang terjadi dinamakan khalayak umum atau
khalayak ramai dan secara tidak langsung melalui alat
komunikasi, misalnya pembicaraan secara pribadi yang berantai,
melalui desas-desus, surat kabar, radio, televisi, dan film. Alat
penghubung tersebut lebih memungkinkan publik untuk
mempunyai pengikut yang lebih luas dan lebih besar jumlahnya.
Setiap aksi publik diprakarsai oleh keinginan individual.
B. Konsep Dasar Masyarakat Multikultural
1. Pengertian Masyarakat Multikultural
Multikulturalisme merupakan sebuah ideologi yang
mengagungkan perbedaan budaya atau sebuah keyakinan yang
mengakui dan mendorong terwujudnya pluralisme (keberagaman)
budaya sebagai suatu corak kehidupan masyarakat. Multikulturalisme
mengagungkan dan berusaha melindungi keanekaragaman budaya
termasuk kebudayaan dari mereka yang tergolong minoritas.
Pengertian Multikulturalisme sebuah masyarakat bangsa dilihat
sebagai sebuah kebudayaan bangsa yang merupakan mainstream seperti
20
sebuah mozaik dan di dalam kebudayaan bangsa tersebut terdapat
berbagai perbedaan corak budaya.
Multikulturalisme merupakan pengikat dan jembatan yang
mengakomodasi berbagai perbedaan, termasuk perbedaan
Kesukubangsaan dan suku bangsa dalam masyarakat yang multicultural.
Perbedaan tersebut terlihat di tempat-tempat umum seperti tempat kerja
dan pasar.
Istilah masyarakat multikultural sering disamakan dengan istilah
lain bagi masyarakat majemuk walaupun pada prinsipnya kedua istilah
tersebut memiliki makna yang berbeda. Salah satu negara yang
memiliki masyarakat yang majemuk adalah Indonesia. Negara lain yang
memiliki masyarakat multikultural adalah Swiss, Australia, dan
Amerika Serikat.
Istilah masyarakat majemuk bagi masyarakat Indonesia
diperkenalkan oleh J.S. Furnivall untuk menggambarkan masyarakat
Indonesia pada masa Hindia Belanda karena masyarakat Indonesia
memiliki ciri adanya perbedaan suku bangsa, agama, adat dan
kedaerahan. Menurut J.S. Furnivall, masyarakat Indonesia pada masa
Hindia Belanda merupakan suatu masyarakat majemuk, yaitu suatu
masyarakat yang terdiri atas dua atau lebih elemen yang hidup sendiri-
21
sendiri tanpa ada pembauran satu sama lain di dalam suatu kesatuan
politik. Sebagai masyarakat majemuk, masyarakat Indonesia disebut
sebagai suatu tipe masyarakat daerah tropis tempat mereka yang
berkuasa dan mereka yang dikuasai memiliki perbedaan ras.
Pada zaman penjajahan, orang Belanda sebagai golongan
minoritas adalah penguasa yang memerintah sebagian besar orang
Indonesia yang menjadi warga kelas tiga di negerinya sendiri. Orang
Tionghoa menempati kedudukan menengah di antara kedua golongan
tersebut.
Pola produksi pun dibagi berdasarkan ras, yaitu setiap ras
memiliki fungsi produksi sendiri-sendiri. Orang Belanda bekerja di
bidang perkebunan, orang Indonesia di bidang pertanian, dan orang
Tionghoa di bidang pemasaran serta menjadi perantara.
Kesimpulan dari konsep J.S. Furnivall adalah bahwa masyarakat
majemuk merupakan masyarakat tempat sistem nilai yang dianut
berbagai kesatuan sosial yang menjadi bagiannya sehingga anggota
masyarakat kurang memiliki loyalitas terhadap masyarakat secara
keseluruhan, kurang memiliki homogenitas kebudayaan, atau bahkan
kurang memiliki dasar untuk saling memahami satu sama lain.
22
2. Multikultural di Indonesia
Model Multikulturalisme sebenarnya telah digunakan sebagai
acuan oleh para pendiri bangsa Indonesia dalam mendesain apa yang
dinamakan sebagai kebudayaan bangsa sebagaimana yang terungkap
dalam Pasal 32 UUD 1945, yang berbunyi “kebudayaan bangsa
(Indonesia) adalah puncak kebudayaan daerah”.
Walaupun Multikulturalisme itu telah digunakan oleh pendri
bangsa Indonesia untuk mendesain kebudayaan bangsa Indonesia, pada
umumnya orang Indonesia masa kini memandang Multikulturalisme
sebagai sebuah konsep asing. Konsep Multikulturalisme tidak dapat
disamakan dengan konsep keanekaragaman suku bangsa atau
kebudayaan suku bangsa yang menjadi ciri masyarakat majemuk karena
Multikulturalisme menekankan keanekaragaman kebudayaan dalam
derajat yang sama. Alasan Multikulturalisme setidaknya juga harus
mengulas berbagai permasalahan yang mendukung ideologi ini, yaitu
politik dan demokrasi, keadilan dan penegakan hukum, kesempatan
kerja dan berusaha, HAM, hak budaya komunitas dan golongan
minoritas, prinsip etika dan moral, dan tingkat serta mutu produktivitas.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kemajemukan
masyarakat Indonesia, antara lain sebagai berikut :
23
a. Keadaan Geografis dan Pluralitas Kesukuan
Meningkatnya mobilitas geografis penduduk Indonesia
menyebabkan kontak antar individu dengan latar belakang sosial
budaya yang berlainan berlangsung semakin intensif. Selain ada
dampak positif, gejala ini juga menimbulkan dampak negatif.
Adanya mobilitas geografis menyebabkan peta heterogenitas
atau kemajemukan budaya yang ada mulai mengalami perubahan.
Jika dahulu kemajemukan budaya itu adalah kemajemukan seperti
potongan kain atau lempengan kaca dengan warna yang berlainan
dan disatukan membentuk sebuah mozaik budaya yang disebut
budaya Indonesia, kini kemajemukan itu berubah menjadi sebuah
permadani yang terdiri dari benang budaya yang beraneka warna
yang sedang dalam proses penyulaman menjadi sebuah permadani
budaya.
b. Topografi dan Pluralitas Regional
Iklim, curah hujan, struktur dan kesuburan tanah yang
berbeda di Indonesia merupakan faktor yang menciptakan pluralitas
regional atau kemajemukan daerah. Pluralitas regional dalam
masyarakat Indonesia terwujud dalam dua macam lingkungan
ekologis yang berbeda, yaitu daerah pertanian sawah yang banyak
24
terdapat di Pulau Jawa dan Bali dan daerah pertanian ladang yang
banyak terdapat di luar Pulau Jawa.
Integrasi suku bangsa dalam kesatuan nasional menjadi
bangsa Indonesia dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) paling tidak dipacu oleh empat peristiwa penting
berikut :
(1) Kerajaan Sriwijaya (abad VII) dan Majapahit (abad XIII) telah
mempersatukan suku bangsa Indonesia dalam kesatuan politis,
ekonomi, dan sosial.
(2) Kekuasaan kolonial Belanda selama hampir tiga setengah abad
telah menyatukan suku bangsa di Indonesia yang
dilatarbelakangi oleh persamaan nasib dan cita-cita untuk
memperoleh kemerdekaan.
(3) Selama periode pergerakan nasional, para pemuda Indonesia
telah menolak menonjolkan isu Kesukubangsaan dan
melahirkan Sumpah Pemuda pada Tahun 1928. Bahkan, bahasa
milik suku minoritas Melayu Riau telah ditetapkan sebagai
bahasa nasional (bukan bahasa mayoritas Jawa).
25
(4) Proklamasi Kemerdekaan RI pada tanggal 17 Agustus 1945
mendapat dukungan dari semua suku bangsa di Indonesia yang
mengalami nasib yang sama di bawah penjajahan Belanda.
Walaupun integritas secara nasional dan politis telah
terbentuk, tetapi dalam kenyataan di sepanjang sejarahnya bangsa
Indonesia selalu mengalami konflik secara internal. Hal itu menurut
Pierre L Van den Berg karena adanya kenyataan bahwa masyarakat
majemuk Indonesia memiliki beberapa karakteristik sebagai
berikut :
(1) Terjadi segmentasi ke dalam bentuk kelompok yang seringkali
memiliki sub kebudayaan yang berbeda satu dengan yang lain.
(2) Struktur sosial yang terbagi ke dalam lembaga yang bersifat non
komplementer.
(3) Kurang dikembangkan konsensus di antara para anggotanya
terhadap nilai yang bersifat dasar.
(4) Sering terjadi konflik di antara kelompok yang satu dan
kelompok yang lain.
(5) Integrasi sosial tumbuh di atas paksaan dan saling
ketergantungan di dalam bidang ekonomi.
26
(6) Ada dominasi politik oleh suatu kelompok atas kelompok
lainnya. Selain itu, masyarakat majemuk Indonesia juga
mempunyai potensi yang dapat dimanipulasi secara sosial politik
untuk dapat dipecah belah dikarenakan hal-hal berikut :
(a) Masyarakat majemuk menghasilkan batas suku bangsa yang
didasari oleh stereotype dan prasangka yang menghasilkan
penjenjangan sosial secara primodial yang subjektif dan jika
berkembang lebih lanjut dapat menghasilkan stigma (cap
negatif) sosial yang dilakukan oleh suatu suku bangsa yang
ditunjukkan kepada suku bangsa lainnya.
(b) Setiap kelompok suku bangsa menempati sebuah wilayah
tempatnya hidup sebagai hak ulayat. Konsep hak ulayat itu
secara politik dapat berkembang menjadi diskriminasi antara
warga suku bangsa asli setempat dengan warga suku bangsa
pendatang.
(c) Berbagai konflik antar suku bangsa yang terjadi di tanah air
disebabkan oleh permasalahan hubungan antar suku bangsa
asli dengan pendatang. Suku bangsa asli menuntut pengakuan
tentang keunggulan budaya mereka dan memaksakan sistem
adat setempat untuk diikuti oleh suku bangsa pendatang
27
dengan ungkapan “dimana bumi dipijak di situ langit
dijunjung”.
(d) Upaya penyeragaman kebudayaan yang dilakukan oleh
pemerintah Orde Baru melalui penataan pedoman
penghayatan dan pengamalan Pancasila (P-4) sama dengan
upaya mereduksi keanekaragaman kebudayaan di Indonesia.
Kini, upaya yang dilakukan ke arah pembentukan budaya
bangsa (nation building) dan pendidikan kemasyarakatan
(civil education).
C. Aneka Ragam Kebudayaan Sosial dan Kebudayaan di Indonesia
Menurut Soerjono Soekanto, di Indonesia terdapat beraneka ragam
masyarakat dan kebudayaan yang terdiri atas enam tipe, antara lain sebagai
berikut :
1. Tipe Masyarakat Pertama
Tipe masyarakat ini berdasarkan sistem berkebun yang amat
sederhana, dengan keladi dan ubi jalar sebagai tanaman pokoknya
dalam kombinasi dengan berburu dan meramu; penanaman padi tidak
dibiasakan; sistem dasar kemasyarakatannya berupa desa terpencil tanpa
direferensiasi dan stratifikasi yang berarti. Gelombang pengaruh
28
kebudayaan tidak dialami pada masa menanam padi, kebudayaan
perunguu, kebudayaan Hindu, dan agama Islam. Isolasi, dibuka oleh
Zending atau Missie. Contohnya masyarakat di wilayah pegunungan di
luar jawa.
2. Tipe Masyarakat Kedua
Tipe masyarakat ini berada di daerah pedesaan berdasarkan
bercocok tanam di ladang atau di sawah dengan padi sebagai tanaman
pokok. Sistem dasar kemasyarakatannya berupa komunitas petani
dengan adanya diferensiasi dan stratifikasi sosial. Masyarakat kota yang
menjadi arah orientasinya, mewujudkan peradaban kepegawaian yang
dibawa oleh sistem pemerintah kolonial beserta Zending dan Missie,
atau pemerintah Republik Indonesia yang merdeka. Gelombang
pengaruh tidak dialami pada kebudayaan Hindu dan Islam.
3. Tipe Masyarakat Ketiga
Tipe masyarakat pedesaan ini berdasarkan bercocok tanam di
ladang atau di sawah dengan padi sebagai tanaman pokoknya. Sistem
dasar kemasyarakatannya berupa desa komunitas petani dengan
diferensiasi dan stratifikasi sosial yang sedang. Masyarakat kota yang
menjadi arah orientasinya mewujudkan peradaban bekas kerajaan
29
berdagang dengan pengaruh yang kuat dari Islam bercampur dengan
peradaban kepegawaian yang dibawa pemerintahan kolonial.
Gelombang pengaruh kebudayaan Hindu tidak dialami atau hanya
sedemikian kecilnya sehingga terhapus oleh pengaruh Islam.
Contohnya, masyarakat Minangkabau, Makassar, dan Aceh.
4. Tipe Masyarakat Keempat
Tipe masyarakat pedesaan ini berdasarkan bercocok tanam di
sawah dengan padi sebagai tanaman pokoknya. Sistem dasar
kemasyarakatannya berupa komunitas petani dengan diferensiasi dan
stratifikasi sosial yang agak kompleks. Masyarakat kota yang menjadi
arah orientasinya mewujudkan peradaban bekas kerajaan pertanian
dengan peradaban kepegawaian yang dibawa oleh sistem pemerintahan
kolonial. Semua gelombang pengaruh kebudayaan asing dialami.
Contohnya, kebudayaan Bali, gelombang pengaruh Islam hanya
setengah abad terakhir ini.
5. Tipe Masyarakat Kelima
Tipe masyarakat ini berada di daerah pertokoan yang memiliki
ciri-ciri pusat pemerintahan dengan sektor perdagangan dan industri
yang lemah. Contohnya, sebagian kota kabupaten di luar Jawa.
30
6. Tipe Masyarakat Keenam
Tipe ini merupakan masyarakat metropolitan yang mulai
mengembangkan sektor perdagangan dan industri yang agak berat,
namun masih didominasi aktivitas kehidupan pemerintah dengan sektor
kepegawaian yang luas dan kesibukan politik di tingkat daerah maupun
nasional. Contohnya, di DKI Jakarta, Bandung dan Semarang.
D. Dinamika Kelompok Sosial dalam Masyarakat Majemuk
Berubahnya struktur kelompok sosial dapat terjadi karena sebab-
sebab dari luar, yaitu sebagai berikut :
1. Perubahan yang disebabkan oleh suatu situasi tertentu
Situasi yang dimaksudkan adalah keadaan tempat kelompok itu hidup.
Perubahan pada situasi yang bersangkutan dapat pula mengubah
struktur kelompok sosial tadi. Ancaman dari luar, misalnya, seringkali
merupakan faktor yang mendorong terjadinya perubahan struktur
kelompok sosial. Situasi yang membahayakan yang berasal dari luar
memperkuat rasa persatuan dan mengurangi keinginan untuk
mementingkan diri sendiri dari anggota kelompok sosial yang
bersangkutan.
31
2. Karena pergantian anggota kelompok
Pergantian anggota suatu kelompok sosial tidak selalu membawa
perubahan struktur kelompok tersebut, misalnya personalia pasukan.
Angkatan bersenjata ada yang sering mengalami pergantian yang tidak
selalu mengakibatkan perubahan strukturnya secara keseluruhan.
Namun ada pula kelompok sosial yang mengalami kegoncangan apabila
ditinggalkan salah seorang anggotanya, apalagi kalau ia mempunyai
kedudukan penting, misalnya dalam suatu keluarga.
3. Perubahan yang terjadi dalam situasi sosial dan ekonomi
Dalam keadaan depresi, misalnya, suatu keluarga akan bersatu untuk
menghadapinya walaupun anggota keluarga tersebut mempunyai agama
maupun pandangan politik yang berbeda satu dengan lainnya.
Pada dinamika kelompok mungkin terjadi antagonisme antar
kelompok. Apabila terjadi peristiwa tersebut, secara hipotetis prosesnya
adalah sebagai berikut :
1. Bila dua kelompok bersaing, timbul strereotipe
2. Kontak antara kedua kelompok yang bermusuhan tidak akan
mengurangi sikap bermusuhan.
3. Tujuan yang harus dicapai dengan kerjasama akan dapat
menetralisasikan sikap bermusuhan.
32
4. Di dalam kerjasama mencapai tujuan, stereotype yang semula negatif
menjadi positif.
Masalah dinamika kelompok juga menyangkut gerak atau perilaku
kolektif. Gejala tersebut merupakan cara berpikir, merasa dan bereaksi serta
tidak berstruktur. Sebab-sebab kolektif menjadi agresif antara lain :
1. Frustasi selama jangka waktu yang lama
2. Tersinggung
3. Dirugikan
4. Ada ancaman dari luar
5. Diperlakukan tidak adil dan
6. Terkena pada bidang kehidupan yang sangat sensitif.
Di sisi lain, di tengah terjadinya berbagai kemelut konflik, banyak
orang yang kemudian menginginkan terjadinya integrasi dalam masyarakat.
Ada dua dimensi utama dalam konsep integrasi, yaitu sebagai berikut :
1. Integrasi vertikal atau sering disebut integrasi politik yang meliputi
masalah yang timbul dalam hubungan negara dan masyarakat.
2. Integrasi horizontal lebih bersifat kultural yang meliputi kesatuan ikatan
kelompok sosial kultural dan masyarakat yang heterogen atau
multikultural.
33
Sementara itu, Myron Weiner tidak setuju pada pembedaan secara
tajam antara integrasi vertikal dan horizontal saja. Ia justru memandang
penting semua aspek integrasi yang meliputi lima persoalan sekaligus, yaitu
sebagai berikut :
a. Integrasi bangsa
b. Integrasi wilayah
c. Integrasi elite massa
d. Integrasi nilai dan
e. Perilaku integratif
34
PERKEMBANGAN KELOMPOK SOSIAL
DALAM MASYARAKAT MULTIKULTURAL
PERKEMBANGAN KELOMPOK SOSIAL
DALAM MASYARAKAT
MULTIKULTURAL
Proses Dinamika Kelompok
Pengaruh Perkembangan
Kelompok Sosial dalam Masyarakat
Multikultural
Kelompok Mayoritas dan Minoritas.
Rasisme dan Rasialisme.
EtnosentrismeSeksismeAgeisme
Dimensi SejarahDimensi DemografiDimensi Hubungan
Antar Kelompok.Pola Hubungan antar
Kelompok.
Pem
baha
san
Terd
iri a
tas
Terd
iri a
tas
Terjadinya Dinamika Kelompok
Dimensi Hubungan Antar
Kelompok
Analisa Perkembangan
Kelompok Sosial
35
A. Terjadinya Dinamika Kelompok
Kelompok sosial adalah suatu kategori yang sifatnya horizontal.
Kelompok sosial bukan merupakan suatu yang statis. Setiap kelompok
sosial pasti mengalami perkembangan serta perubahan. Beberapa kelompok
sosial mempunyai perkembangan yang stabil atau relatif statistik
dibandingkan dengan kelompok yang lain atau sebaliknya. Mengkaji
perkembangan kelompok berarti melihat perubahan struktur sosial yang
terjadi di dalam kelompok dan dalam skala sistem sosial (makro). Dalam
perkembangan yang besar dan cepat, struktur kelompok atau struktur sosial
yang terjadi di dalam kelompok dan dalam skala sistem sosial (makro).
Dalam perkembangan yang besar dan cepat, struktur kelompok atau
struktur sosial dapat mengalami perubahan yang mencolok.
Penyebab perubahan struktur sosial dari luar, yaitu pertama adalah
karena perubahan situasi. Situasi yang dimaksud adalah keadaan kelompok
yang hidup atau yang dikenal dengan lingkungan. Perubahan situasi itu
dapat mengubah struktur melalui ancaman dari luar, atau berubahnya
sistem ekonomi dalam skala global, yaitu adanya kebijakan yang
dikeluarkan oleh pemerintah setempat.
Kedua, karena pergantian anggota kelompok. Pergantian anggota
kelompok tidak selalu menimbulkan perubahan struktur, seperti pergantian
36
anggota dalam sebuah kesatuan tempur atau pasukan. Namun, ada pula
kelompok sosial yang mengalami kegoncangan apabila ditinggalkan salah
seorang anggotanya dan biasanya, anggota itu yang menduduki posisi yang
penting itu diganti atau hilang. Misalnya, pergantian pemimpin negara atau
meninggalnya kepala keluarga.
B. Proses Dinamika Kelompok
Kontak antara kelompok merupakan kegiatan yang berlangsung
seumur hidup. Namun, ada juga kelompok tertentu yang sengaja menutup
diri dan tidak melakukan kontak dengan kelompok lain. Biasanya
masyarakat yang menutup diri cenderung memiliki perkembangan yang
lambat dan hidup dengan cara yang bersahaja (sederhana atau tradisional).
Dapat disimpulkan bahwa pergaulan atau hubungan dengan orang lain atau
kelompok lain merupakan kebutuhan alami manusia. Artinya, pergaulan
atau kontak diperlukan untuk pertumbuhan manusia itu sendiri. Jika
kebutuhan akan pergaulan tidak terpenuhi akan menimbulkan
kecenderungan negatif pada manusia seperti keterbelakangan mental,
timbulnya sikap asosiasi, kurang menyukai tantangan, dan terlalu mencintai
dirinya atau kelompoknya (cauvinis).
37
Berikut ini akan diuraikan beberapa paham atau aliran pemikiran
yang membenarkan adanya hubungan yang tidak sederajat, antara sebagai
berikut :
1. Kelompok Mayoritas dan Minoritas
Salah satu bentuk hubungan yang banyak disorot dalam kajian
hubungan antar kelompok adalah hubungan mayoritas minoritas.
Konsep hubungan mayoritas minoritas didefinisikan secara berbeda
oleh beberapa ahli. Konloch mendefinisikan bahwa mayoritas sebagai
kelompok kekuasaan. Kelompok tersebut menganggap dirinya normal,
sedangkan kelompok lain (kelompok minoritas) dianggap tidak normal
serta lebih rendah karena dinilai mempunyai ciri tertentu. Atas dasar
anggapan tersebut, kelompok lain itu mengalami eksplorasi dan
diskriminasi. Ciri tertentu yang dimaksud ialah ciri fisik, ekonomi,
budaya, dan perilaku.
2. Rasisme dan Rasialisme
Sanderson mendefinisikan ras sebagai kelompok atau kategori
orang yang mengidentifikasikan diri mereka sendiri dan
diidentifikasikan orang lain sebagai perbedaan sosial yang ditandai ciri
fisik atau biologis. Rasisme merupakan ideologi yang didasarkan pada
38
keyakinan bahwa ciri tertentu yang dibawa sejak lahir menandakan
bahwa pemilik ciri itu lebih rendah sehingga mereka didiskriminasi.
Realisme tidak berbicara mengenai ideologi tetapi mengenai
praktik diskriminasi terhadap kelompok lain. Praktik berupa penolakan
menjual atau menyewakan rumah atau kamar kepada anggota kelompok
ras atau etnis tertentu, tidak mau menikah dengan orang yang berbeda
ras, dan hanya mau bekerja atau memperkerjakan karyawan dari etnis
tertentu merupakan contoh praktik rasialis.
3. Etnosentrisme
Berbeda dengan ras yang didasarkan pada persamaan ciri fisik,
konsep kelompok etnis didasarkan pada persamaan kebudayaan.
Kelompok etnis merupakan sejenis komunitas yang menampilkan
persamaan bahasa, adat istiadat, wilayah, sejarah, sikap, dan sistem
politik. Menurut Koentjaraningrat, konsep etnis sama maknanya dengan
konsep suku yang dipakai di Indonesia. Etnosentrisme adalah ideologi
yang meyakini bahwa etnis tertentu mempunyai kelebihan atau
keistimewaan dan memandang rendah etnis yang lain. Etnosentrisme
yang juga kita kenal dengan fanatisme, merupakan sikap menilai
39
kebudayaan masyarakat lain dengan menggunakan ukuran yang berlaku
di masyarakatnya.
4. Seksisme
Di samping kedua ideologi tersebut, ada juga ideologi yang
berusaha membenarkan diskriminasi terhadap kelompok lain atas dasar
anggapan bahwa perbedaan jenis kelamin berhubungan dengan
ketidaksamaan status. Penganut ideologi ini percaya bahwa dalam hal
kecerdasan dan kekuatan, fisik laki-laki melebihi perempuan dan
perempuan lebih emosional daripada laki-laki. Atas dasar ideologi itu
dilakukan diskriminasi terhadap perempuan. Kita sering mendapati di
dalam kehidupan sehari-hari bahwa anak laki-laki mendapat prioritas
pendidikan formal daripada perempuan, perempuan lebih sulit
menduduki posisi tertentu dalam pekerjaan, jabatan publik, dan politik
serta perempuan sering mendapat perlakuan yang tidak baik dalam
pekerjaan maupun dalam rumah tangga.
5. Ageisme
Satu lagi ideologi yang dikaitkan dengan ciri yang dibawa sejak
lahir ialah ideologi bahwa orang pada usia tertentu layak
didiskriminasikan karena mereka kurang mampu dibandingkan dengan
40
orang dalam kelompok usia lain. Diskriminasi itu dapat terjadi di dalam
pekerjaan, pendapatan, pengambilan keputusan, dan bidang lainnya.
Dalam hal itu, orang tua dan anak-anak akan memperoleh penghasilan
yang berbeda dibandingkan dengan kelompok usia dewasa.
C. Dimensi Hubungan Antar kelompok
Hubungan antar kelompok mempunyai berbagai dimensi. Kinloch
(dalam Sunarto, 2000:146) mengemukakan bahwa faktor yang
mempengaruhi hubungan kelompok menjadi tidak sederajat dapat dikaji
dengan mengemukakan enam dimensi yang berlainan, yaitu dimensi
sejarah, demografi, sikap, institusi, gerakan sosial, dan hubungan
antarkelompok. Berikut ini kita hanya akan membahas tuga dimensi, yaitu
dimensi sejarah, dimensi demografi, dan dimensi hubungan antarkelompok.
1. Dimensi Sejarah
Kajian dari dimensi sejarah diarahkan pada masalah tumbuh dan
berkembangnya hubungan antar kelompok. Misalnya, kapan dan
dimana kotak pertama bangsa Indonesia dengan bangsa kulit putih serta
bagaimana kontak tersebut, kemudian berkembang menjadi hubungan
dominasi yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya penjajahan.
Masalah yang terus menyita perhatian setelah Perang Dunia II sampai
41
sekarang adalah hubungan antara negara Israel (bangsa Yunani) dan
negara, khususnya negara Palestina. Untuk memahami permasalahan
ini, kita dapat mengkaji dari dimensi sejarah bangsa Yahudi yang telah
ada lebih kurang 3.000 tahun yang lalu.
2. Dimensi Demografi
Dimensi demografi melihat hubungan pengelompokan
masyarakat berdasarkan perkembangan penduduk yang disebabkan oleh
kelahiran, kematian, dan keimigrasian. Ketiga variabel tersebut ikut
menentukan dinamika kelompok.
3. Dimensi Hubungan Antar Kelompok
Hubungan antar kelompok sebagai suatu hal yang wajar dapat
terjadi secara alami dan dengan desain. Dari sisi tujuan, hubungan antar
kelompok terjadi dengan tujuan kerjasama, persaingan, dan konflik.
Dari hasil hubungan tersebut para ilmuwan sosial mengidentifikasi
berbagai pola hubungan. Banton mengemukakan bahwa kontak di
antara dua kelompok ras dapat diikuti proses akulturasi, dominasi,
peternalisme, pluralisme atau integrasi.
4. Pola Hubungan Antar Kelompok
J.S. Furnivall, Noel mengidentifikasi beberapa pola hubungan
antar kelompok sebagai berikut :
42
a. Akulturasi
Pola hubungan itu terjadi manakala kedua kelompok yang
bertemu mulai berbaur dan berpadu.
b. Dominasi
Dominasi, terjadi jika suatu kelompok menguasai kelompok
lain. Hubungan dominasi dapat kita jumpai dalam hubungan antar
ras, antar kelompok etnis, laki-laki mendominasi perempuan, orang
kaya mendominasi orang miskin.
c. Paternalisme
Peternalisme merupakan bentuk dominasi kelompok ras
pendatang atas kelompok ras pribumi. Banton mengemukakan
bahwa pola itu muncul saat kelompok pendatang secara politik lebih
kuat dengan mendirikan koloni di daerah jajahan. Dalam hal itu,
Banton membedakan tiga macam masyarakat, yaitu masyarakat
pribumi yang dijajah. Dalam pola itu penduduk pribumi tetap berada
di bawah kekuasaan penguasa pribumi, tetapi penguasa pribumi
mengakui kedaulatan penguasa asing atas wilayah mereka.
d. Integrasi
Menurut Banton integrasi merupakan suatu pola hubungan
yang mengakui adanya perbedaan ras dalam masyarakat, tetapi tidak
43
memberikan makna penting pada perbedaan ras tersebut. Hak dan
kewajiban yang terkait dengan ras seseorang hanya terbatas pada
bidang tertentu dan tidak ada sangkut pautnya dengan bidang
pekerjaan atau status yang diraih dengan usaha. Misalnya, dua orang
karyawan dari suku yang berbeda tetap mendapatkan bagian
pekerjaan yang sama.
e. Pluralisme
Pluralisme merupakan pola hubungan yang mengenal
pengakuan persamaan hak politik dan hak perdata semua warga
masyarakat, tetapi memberikan arti penting lebih besar pada
kemajemukan kelompok ras lebih besar.
D. Analisa Perkembangan Kelompok Sosial
Hubungan yang terjadi dalam masyarakat yang multietnis, seperti
Indonesia, akan diikuti oleh proses akulturasi, dominasi, peternalisme,
pluralisme, atau integrasi. Namun, dalam masyarakat yang kompleks setiap
individu memiliki tidak hanya satu peran, melainkan beberapa peran
sekaligus.
Dalam teori fungsional, struktural masyarakat kompleks atau
masyarakat modern dapat diciptakan dengan diferensiasi struktural atau
44
lebih sederhananya dengan pembagian kerja yang spesifik. Pembagian
kerja akan menciptakan saling ketergantungan antar sesama dan akan
menjadi perekat masyarakat.
E. Pengaruh Perkembangan Kelompok Sosial dalam Masyarakat
Multikultural
Van de Berghe membagi karakteristik masyarakat majemuk sebagai
berikut :
1. Terjadi segmentasi ke dalam kelompok yang mempunyai kebudayaan,
tepatnya subkebudayaan yang berbeda-beda satu sama lain.
2. Struktur sosial terbagi ke dalam lembaga yang bersifat non
komplementer
3. Diantara para anggota masyarakat kurang mengembangkan konsensus
mengenai nilai-nilai sosial yang bersifat dasar.
4. Secara relatif sering terjadi konflik antar kelompok
5. Secara relatif, integrasi sosial tumbuh di atas paksaan (coercion) dan
ketergantungan ekonomi.
6. Ada dominasi politik oleh suatu kelompok terhadap kelompok yang
lain.
45
KERAGAMAN KELOMPOK SOSIAL DALAM
MASYARAKAT MULTIKULTURAL
KERAGAMAN KELOMPOK SOSIAL
DALAM MASYARAKAT
MULTIKULTURAL
Identifikasi Keragaman
Kelompok sosial dalam Masyarakat
Multikultural
Berbagai Alternatif Pemecahan Masalah
Sikap Kritis terhadap Hubungan
Keragaman dan Perubahan Budaya
Pem
baha
san
46
A. Identifikasi Keragaman Kelompok Sosial dalam Masyarakat
Multikultural
Keragaman kelompok sosial di dalam masyarakat multikultural
tanpa kita sadari sebenarnya sudah ada di sekitar lingkungan kita, mulai
dari keragaman adat istiadat, suku bangsa, pola perilaku, keyakinan, tata
cara berpakaian, tata pergaulan, dan sebagainya. Namun, keragaman
tersebut seringkali menimbulkan ketegangan dari mulai yang terkecil
hingga konflik massa. Sikap kritis dalam menyikapi masyarakat yang
beragam adalah memahami keragaman itu sebagai kekuatan integrasi
masyarakat dan bagaimana upaya dapat dilakukan untuk menerapkan sikap
toleran secara arif dan bijaksana dalam kehidupan.
Pembahasan mengenai identifikasi hubungan antar identitas suku
bangsa dan nasional telah dilakukan secara ilmiah. Pendekatan lain
berdasarkan gagasan tentang situasi mengenai perjuangan tetap dalam
pikiran individu antara loyalitas etnis dan nasional yang mendominasi
kehidupan pribadi dan bidang kehidupan umum sehingga kedua loyalitas
itu saling melengkapi daripada saling bersaing atau terlibat konflik.
Integrasi masyarakat sangat bergantung pada kematangan politik dan
demokrasi sehingga masalah Kesukubangsaan negara multietnis akan
hilang dengan sendirinya.
47
Keragaman masyarakat yang multietnis tidak terlepas dari faktor
perkembangan sejarah bangsa, letak geografi, distribusi penduduk,
perbedaan bahasa (linguistik), agama, ras, dan suku bangsa.
Beberapa negara multietnis di antaranya adalah Singapura.
Singapura merupakan negara kota multietnis yang tetap stabil sejak
memproklamasikan kemerdekaannya pada tahun 1960-an dengan
memperkuat ideologi nasional, kemajuan ekonomi, dan kemakmuran dalam
kurun waktu kurang dari 25 tahun.
Indonesia dikenal sebagai negara yang multikultural dan memiliki
luas wilayah yang besar dengan sejumlah etnik kultural di dalamnya (suku
bangsa dan etnik linguistik). Kemajemukan masyarakat Indonesia yang
menggambarkan kekayaan budayanya ternyata juga menimbulkan beragam
masalah yang harus dihadapi oleh masyarakat Indonesia.
Berdasarkan penelitian Van Vollenhoven, Kepulauan Nusantara
memiliki 19 lingkungan adat dan menurut Ter Haar terdapat 24 lingkungan
adat. Kemajemukan masyarakat Indonesia pun dapat dilihat dari keragaman
suku bangsa dan bahasa. Menurut Muliono (1987 : 107), bahasa daerah di
Indonesia tercatat 577 bahasa yang tersebar di seluruh Indonesia.
Menurut Nasikun, timbulnya permasalahan akibat keragaman
masyarakat di Indonesia disebabkan adanya perbedaan lingkungan ekologis
48
antara Jawa dan luar Jawa yang menimbulkan kontradiktif dalam tiga
bidang, yaitu sebagai berikut :
1. Kependudukan
Kesuburan tanah dan pemusatan pemerintahan atau birokrasi
mendorong pemusatan prasarana sosial, ekonomi dan budaya, seperti
sekolah, jalan raya, dan rumah sakit jiwa. Akibatnya, di Pulau Jawa dan
Madura yang hanya memiliki luas 7 persen dari seluruh wilayah
Indonesia dipadati penduduk yang meliputi 65-70 persen dari jumlah
penduduk Indonesia.
2. Ekonomi
Jumlah penduduk yang padat membuat kepemilikan tanah
sedemikian sempit sehingga setiap petani di Pulau Jawa rata-rata hanya
memiliki tanah kurang dari setengah hektar. Luas tanah tersebut sulit
memenuhi kebutuhan yang paling dasar. Akibatnya, kebanyakan petani
di Pulau Jawa hanya mampu mengolah tanahnya untuk memenuhi
kebutuhan sendiri. Sementara itu, petani di luar Pulau Jawa mampu
memasarkan produksi pertaniannya. Akan tetapi, untuk barang
konsumsi lainnya, daerah di luar Pulau Jawa sangat bergantung pada
Pula Jawa karena di Pulau Jawa terdapat banyak industri yang
memproduksi kebutuhan masyarakat.
49
3. Sosial Budaya
Kesuburan tanah dan sistem pertanian yang intesif di Pulau Jawa
telah menjadi landasan bagi pentingnya peranan daerah itu pada masa
silam. Sistem pertanian seperti itu membutuhkan kerja sama
memelihara sistem irigasi menjadi unit kemasyarakatan yang lebih besar
untuk mengintegrasikan berbagai desa. Di Pulau Jawa berkembang
kerajaan yang didukung sejumlah besar desa sebagai pembayar pajak,
sementara kerajaan memberikan pelayanan birokrasi dan perlindungan
pada masyarakat.
Kerajaan, raja, dan para bangsawan yang ada merupakan pusat
pemerintahan dan kebudayaan. Dalam sejarahnya, pengaruh buddhisme
dan hinduisme membuat sistem aristokrasi menjadi semakin kuat
dengan konsep kerajaan yang bersifat suci dan mengandung magis
sebagai landasannya. Sebagai akibat dari terdesaknya pengaruh
perdagangan laut oleh masuknya orang kulit putih di perairan Indonesia,
sejak abad ke-17 M kebudayaan Jawa berpaling dari dunia luar ke dunia
dalam dengan mempertinggi dan memperluas kehidupan kraton. Tata
kemasyarakatan semakin mendasarkan diri atas kekuasaan di daratan
agraris.
50
Berbeda sekali dengan pola perkembangan tersebut, sistem
pertanian ladang di luar Pulau Jawa telah mendorong tumbuhnya suatu
tatanan atau sistem kemasyarakatan yang mendasarkan diri atas
kekuasaan di lautan. Kekuasaan itu diusahakan melalui keunggulan di
dalam perdagangan laut internasional.
B. Berbagai Alternatif Pemecahan Masalah
Masyarakat multikultural tidak terlepas dari permasalahan yang
disebabkan kondisi yang dihadapi masyarakat heterogen dan perubahan
kebudayaannya. Permasalahan tersebut memerlukan alternatif pemecahan.
Hal penting untuk dapat mempertahankan keberadaan masyarakat
multikultural dan multietnis adalah adanya konsensus bersama.
Menurut William Liddle, konsensus nasional diperlukan untuk
membentuk integrasi nasional yang tangguh. Integrasi nasional hanya dapat
berkembang apabila :
1. Sebagian besar anggota suatu masyarakat sepakat tentang batas teritorial
dari negara sebagai suatu kehidupan politik. Syarat itu merupakan
kesadaran dari sejumlah orang bahwa mereka sama-sama merupakan
warga dari suatu bangsa. Suatu kesadaran nasional membedakan apakah
seseorang termasuk sebagai warga dari suatu bangsa atau tidak.
51
2. Sebagian besar anggota masyarakat sepakat mengenai struktur
pemerintahan dan aturan serta proses politik dan sosial yang berlaku
bagi seluruh masyarakat di seluruh wilayah negara. Syarat itu
merupakan konsensus nasional mengenai bagaimana suatu kehidupan
bersama sebagai bangsa harus diwujudkan dan diselenggarakan.
Konsensus nasional mengenai bagaimana kehidupan bangsa
Indonesia harus diselenggarakan dapat ditemukan dalam Pancasila. Karena
Pancasila merupakan perwujudan dari nasionalisme atau jika diperinci
Pancasila merupakan :
1. Pernyataan anti kolonialisme
2. Pernyataan bersama dari berbagai komponen masyarakat Indonesia
untuk menumbuhkan toleransi dan akomodasi timbal balik yang
bersumber pada pengakuan akan kebhinnekaan masyarakat Indonesia.
3. Perumusan tekad bersama bangsa Indonesia untuk menyelenggarakan
kehidupan bersama bangsa Indonesia di atas dasar cita-cita Ketuhanan
Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan
Indonesia, Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan
Dalam Permusyawaratan / Perwakilan, dan Keadilan Sosial Bagi
Seluruh Rakyat Indonesia.
52
Prinsip Pancasila tersebut kemudian dijabarkan dalam bentuk norma
hukum berupa Undang-Undang Dasar 1945 dan berbagai peraturan
perundang-undangan. Pancasila telah menjadi faktor yang
mengintegrasikan masyarakat Indonesia.
Namun, karena Indonesia belum terlalu lama berdiri sebagai satu
kesatuan, Pancasila belum mampu sepenuhnya mempengaruhi perilaku dari
seluruh warga Indonesia untuk bertingkah laku sesuai Pancasila dalam
kehidupan sehari-hari sehingga masih sering ditemukan adanya konflik
dalam masyarakat.
Untuk mengarungi konflik diperlukan adanya coercion dalam proses
integrasi Indonesia, yaitu mekanisme perwasitan untuk menyelesaikan
permasalahan yang ada. Coercion juga dapat berupa governmental
sanction, yaitu suatu tindakan yang diambil oleh penguasa untuk
menetralisir, menindak, atau meniadakan suatu ancaman terhadap
keamanan pemerintah, rezim yang berkuasa, atau negara. Governmental
sanction dapat berupa hal berikut :
a. Penyensoran, yang meliputi tindakan pemerintah untuk membatasi,
mengekang, atau mengancam media massa, seperti surat kabar, majalah,
buku, radio, dan televisi.
53
b. Pembatasan partisipasi, yang meliputi tindakan khusus terhadap
perseorangan, partai politik, atau organisasi politik lain, yang dianggap
melakukan kegiatan yang mengancam keamanan negara.
c. Pengawasan, yang meliputi tindakan pemerintah tempat seorang atau
sejumlah orang ditahan dengan tuduhan kegiatan mata-mata, sabotase
atau campur tangan di dalam masalah politik dalam negeri yang
mengancam keamanan negara.
C. Sikap Kritis terhadap Hubungan Keragaman dan Perubahan Budaya
Sebagai bagian dari masyarakat multikultural, setiap individu dan
kelompok sosial tentu seringkali dihadapkan pada berbagai permasalahan.
Hal itu berkaitan dengan perubahan dan keragaman unsur budaya dan etnik
kultural sehingga dampak yang muncul dapat berupa konflik atau
disintegrasi sosial di masyarakat multikultura.
Konflik yang dijumpai setelah kemerdekaan Indonesia harus
disadari bukanlah sebagai konflik di antara golongan yang bersifat
eksklusif seperti pada masa penjajahan Belanda, melainkan di antara
golongan yang bersifat silang menyilang.
Konflik agama, ras, dan etnis di suatu wilayah perlu disikapi secara
bijak dan kejernihan berpikir dalam menentukan alternatif pemecahan
54
masalahnya. Upaya membangun masyarakat multikultural hanya mungkin
dapat terwujud apabila :
1. Konsep multikulturalisme menyebar luas dan dipahami secara utuh oleh
masyarakat, serta adanya keinginan masyarakat yang multikultural
untuk mengadopsi dan menjadi pedoman hidupnya.
2. Kesamaan pemahaman di antara para ahli mengenai makna
multikulturalisme dan bangunan konsep yang mendukungnya.
3. Pengembangan upaya yang dapat dilakukan untuk mewujudkan cita-
cita.
55
DAFTAR PUSTAKA
Buku IPS Sosiologi Kelas 2 SMA. Penerbit : Bumi Karsa
56
Top Related