Salam bahari!
Akhirnya setelah hampir tiga minggu berkutat dengan laptop, buku digital “Kelana
Laut Wallacea” ini selesai jua. Ya, sepulangnya berlayar kami langsung disibukkan oleh
persiapan sidang skripsi yang melelahkan sehingga ide ini terbengkalai cukup lama. Rasa
malas juga menjadi alasan utama untuk kami tidak menulis atau memilah bergiga foto,
tetapi adanya dukungan (lebih tepatnya pertanyaan bertubi) dari teman-teman terdekat
membuat semangat kami terpompa kembali.
Kami memasukkan nama Wallacea, karena perjalanan ini mengingatkan kami akan
ekspedisi yang dilakukan oleh Alfred R. Wallace 1,5 abad yang lalu. Memang, pulau yang
kami singgahi tidak sebanyak Wallace, pun kami melakukan interaksi dengan masyarakat
lokal dalam jumlah yang sangat minim. Anggap saja ini sebagai sebuah awalan untuk
pelayaran-pelayaran selanjutnya di lautan kita yang sungguh kaya.
Inilah dia, rangkuman kisah pelayaran kami selama satu bulan mengarungi Indonesia
Timur bersama ratusan pemuda lain dari seantero nusantara. Buku ini tentu saja masih
jauh dari kata sempurna. Mungkin pula terlalu banyak kisah personal dengan bumbu
kritikan di sana-sini. Namun, besar harapan kami para pembaca dapat ikut merasakan
petualangan–yang nampaknya tidak akan kami dapatkan lagi–dan melihat langsung
ironisme yang jamak terjadi di pelosok negeri. Indonesia bukan hanya Jakarta atau Jawa,
Bung!
Selamat membaca!
dari penulis
Foto Cover
Dokumentasi LNRPB - KPN Sail Morotai 2012
Tulisan
Rifian Ernando | Maharsi Wahyu | Hikmah Cut
Foto
Rifian Ernando | Maharsi Wahyu | Retno Nuraini | Hikmah Cut | Fajar | Agus
Layout dan Gambar Peta
Maharsi Wahyu
Saran dan Kritik
Seeing is TravelingSebuah prolog oleh Rifian Ernando
Sore itu suara nyaring gaung KRI Surabaya 591
yang menandakan kapal akan segera bertolak
meninggalkan dermaga Tanjung Priok menyadar-
kan saya dari sebuah lamunan. Satu lagi lompatan kecil
dalam kehidupan akan saya jalani. Meninggalkan segala
bentuk kenyamanan yang didapatkan dari rutinitas berulang
dan terkadang mampu memabukkan serta menjadi candu
bagi siapa saja yang tak ingin mengenal keras kehidupan.
Tepat setahun yang lalu saya meninggalkan kenyamanan
Jogja dan bergabung dengan Tim Kuliah Kerja Nyata (KKN)
UGM Unit 43 yang melaksanakan program di Distrik Waibu,
Sentani Kabupaten Jayapura. Selang waktu berjalan, kali ini
saya kembali melakukan aksi serupa dengan mengikuti
program Kapal Pemuda Nusantara yang bersama-sama
dengan program lain akan berpartisipasi dalam rangkaian
acara Sail Morotai 2012. Selama satu bulan kami yang
tergabung dalam Satuan Tugas Lintas Nusantara Remaja dan
Pemuda Bahari (LNRPB)/Kapal Pemuda Nusantara (KPN)
akan mengarungi ganasnya perairan Indonesia Timur dengan
mengambil rute Jakarta-Ambon-Sorong-Raja Ampat-Morotai-
Ternate-Makassar.
Dalam suatu kehidupan, perpisahan adalah sebuah
keniscayaan.
Sedih karena akan berpisah dengan keluarga, sahabat,
dan segala bentuk kenyamanan lain cukup terasa, sekalipun
perjalanan ini tak akan memakan waktu lebih dari sebulan.
Masih terbayang bagaimana Ibu melepas kepergian dengan
mata berkaca-kaca, sahabat yang melambaikan tangan di
Stasiun Tugu Jogja, hingga pesan-pesan singkat dari orang-
orang terkasih yang tak turut mengantar kepergian.
Keputusan untuk mengikuti kegiatan ini diambil tidak
dalam kondisi yang serba mudah. Banyak hal yang
sebelumnya kerap menyurutkan niatan untuk melakukan
perjalanan panjang menyusuri perairan Indonesia Timur.
Pertimbangan urusan akademis hingga perasaan dalam kapal perang, merasakan kerasnya kehidupan
skeptis terhadap program-program yang digagas di laut, hingga bagian terbaik dari perjalanan ini,
pemerintah kerap datang dan meracuni pikiran. yaitu menyinggahi dan menikmati tempat-tempat
Sampai akhirnya saya putuskan: sekarang atau tidak terbaik yang bumi Indonesia tawarkan.
sama sekali. Bagi segelintir manusia, perjalanan yang keras
Begitu besar harapan yang saya titipkan pada dan menantang adalah sebuah kebutuhan.
kegiatan Sail Morotai 2012 ini. Berbagai persiapan Nyamannya kehidupan serta rutinitas yang berjalan
pun dilakukan. Membaca berita, memperkaya terlalu konstan terkadang membuat manusia lupa
pengetahuan tentang kemaritiman, hingga akan hakikat dan realitas kehidupan yang Tuhan
persiapan-persiapan teknis sebelum berlayar pun anugerahkan. Realitas maya yang kerap muncul
tak luput dari perhatian. Ada sebuah keinginan memerlukan konfirmasi nyata dengan pergi dan
sederhana yang muncul sebagai bentuk 'hutang melihat langsung fenomena yang terjadi di seputar
moral' atas semua fasilitas yang diberikan negara kehidupan manusia. Bepergian dari satu tempat ke
dalam rangka mendukung kegiatan pelayaran Sail tempat lain memiliki makna lebih dari sekedar
Morotai 2012. Keinginan untuk mengabadikan berekreasi atau menyegarkan pikiran, melainkan
sekaligus menceritakan pengalaman dalam sebuah menjadi cara terbaik untuk mengenal bumi pertiwi
tulisan menjadi penting mengingat tak semua orang tempat kita lahir dan dibesarkan secara lebih dekat
memiliki kesempatan ini. Menjalani hari-hari di dan nyata. Seeing is traveling.
Multifungsi | Kapal LCU yang biasa digunakan untuk pendaratan pasukan di tepi pantai menjadi alat
pengangkut utama peserta saat kapal lego jangkar atau tidak dapat merapat di pelabuhan. Saat tidak
digunakan, LCU berubah fungsi menjadi tempat menjemur pakaian.
SELAMAT tinggalJAKARTA!
Oleh: Maharsi Wahyu
Tepat di belakang KRI Surabaya, kapal
rumah sakit KRI Dr Soeharso 990 pun mela-
kukan hal yang sama. Peluit dari kedua kapal
memekik saling bergantian memenuhi
udara. Kapal Dr Soeharso ini akan melak-
sanakan misi pengobatan gratis di daerah
terpencil di Indonesia Timur bertajuk Operasi Bhakti
Surya Baskara Jaya. Nantinya kami akan bertemu lagi
dan berkumpul bersama puluhan kapal perang RI dan
negara-negara lain di Morotai dalam perhelatan Sail
Morotai 2012.
Asap keabuan nan pekat menyeruak liar dari
sebuah cerobong utama yang terhubung dengan
ruang mesin di geladak bawah. Mesin kapal menderu
keras dan perlahan kapal
bergerak menjauhi dermaga.
Kami mulai bersorak sorai dari
tiap dek tanpa menghiraukan
sinar matahari membakar pipi.
Sebuah kapal tunda oranye
bergerak perlahan bersisian
dengan KRI Surabaya, sesekali berputar atau
memimpin di depan memandu kapal keluar dari
pelabuhan. Akhirnya, tumpukan ribuan container di
pelabuhan terlihat makin mengecil seperti blok-blok
lego yang serupa. Warna air laut Teluk Jakarta yang
tadinya keruh mulai membiru seiring tingginya
ombak menghantam badan kapal. Kira-kira sepuluh
menit kemudian, kami tiba di laut lepas.
“Lima hari lagi kita akan tiba di Ambon. Ini waktu
Jakarta International Container Center, 28
Agustus 2012
Larik-larik cahaya sore menembus railing
helideck yang ramai oleh ratusan manusia berbaju
putih-merah. Udara panas membabi buta membuat
helideck yang begitu luas pun terasa sesak. Hari ini
Jakarta berbaik hati menampakkan langit birunya
sehingga perairan di sekitar kami pun memantulkan
warna yang cemerlang, tidak lagi berwarna keabuan
seperti kemarin. Tak ada pula awan
mendung atau kabut asap yang
menganggu pemandangan. Ah,
Jakarta seakan siap memberikan
salam perpisahan.
Menjel
peran muka belakang. Kami berlarian
menuju pos masing-masing, berjejeran di
tepi pagar helideck, di cardeck, dan di
anjungan kapal bergabung dengan ABK yang
telah siap lebih dahulu. Kapal ini benar-
benar akan berangkat!
ang pukul tiga sore,
suasana di dalam kapal menjadi
gaduh. Suara peluit yang ditiup dari anjungan tak
henti bersahutan dengan pengumuman preyen,
“Peran Muka Belakang! Peran Muka Belakang!” Pintu
samping tankdeck yang digunakan sebagai pintu
masuk utama sudah tertutup rapat. Sejenak terdengar
suara berdebam dari haluan kapal, rupanya jangkar
kapal telah selesai ditarik dan kini KRI Surabaya
mengapung bebas. Mayor Mahmud memerintahkan
kami segera menempati pos untuk melaksanakan
bebas, jangan lupa apel malam jam delapan!” suara kapal dan mati bosan. Di hari pertama, kami masih
tegas Mayor Mahmud membuyarkan lamunan saya kesulitan mengikuti ritme hidup ala TNI AL yang
yang asyik bersandar di pagar anjungan. Aroma laut serba disiplin. Ada apel dua kali sehari untuk menge-
yang harum asin segera menyergap hidung dan cek jumlah seluruh penghuni kapal. Pukul setengah
seketika perasaan aneh menyelimuti diri. Kami akan enam kami sudah harus bangun dan melakukan olah
tiba dengan selamat di Ambon kan? Bagaimana jika raga pagi di helideck yang berangin kencang. Saat
nanti kami melewati perairan Masalembo? mandi pertama kali, kami masih malu-malu untuk
Akan tetapi, melihat kapal seberat 7.300 ton ini membilas tubuh bersama di sebuah ruangan pengap
melenggang angkuh tanpa terganggu oleh hantaman berukuran 5x5 meter tanpa sekat dengan lima shower
gelombang sedikitpun, seketika hati saya menjadi bodong. Tapi lama-lama terbiasa juga, bahkan cende-
begitu tenang. Mari ucap salam perpisahan, selamat rung tidak tahu malu. Pagi hingga malam pun diisi
tinggal Jakarta! materi atau dinamika kelompok yang seakan dibuat
untuk membunuh hari-hari panjang di atas kapal.
Kepulauan Selayar, 31 Agustus 2012 Keributan akan selalu terjadi tiap waktu makan
Tiga hari berada di tengah samudera nampaknya datang. Beberapa hari pertama, tempat makan
sudah cukup bagi kami untuk memahami rutinitas peserta pria dan wanita disatukan di lounge room
pasukan. Ramainya bukan main dan banyak yang gemunung menghijau dan air laut sebening kaca yang
tidak kebagian tempat duduk. Antrian mengular ke beriak tenang. Beberapa teman bahkan berseloroh
lorong dan kami harus selalu siap berebutan piring ingin langsung menceburkan diri dengan melompat
ompreng basah yang dibawa penanting dari dapur. dari atas geladak. Sayang, hanya orang-orang tertentu
Nasi boleh ambil sebanyak mungkin, tapi untuk lauk? yang dapat menyeberang dan berpesiar di Selayar.
Tunggu dulu. Setiap anak hanya berhak atas satu Esoknya, kapal sudah angkat jangkar dan kembali
potong lauk dengan jenis yang sama tiap harinya: pagi berlayar. Ambon masih dua hari jauhnya. Kapal
telur, siang ayam, dan malam ikan. Sayur kuahnya perang pengangkut pasukan ini hanya berlayar
mungkin lebih tepat disebut kuah bersayur, saking dengan kecepatan 14 knot. Duh, tak terperi kebosan-
tidak ada isi di dalamnya. Menciduk sampai tangan an saya menghadapi rutinitas ketat pun berulang.
pegal pun tidak menghasilkan tumpukan sayur di atas Hiburan terbaik adalah pertunjukan musik oleh band
piring, yang ada justru kita kena omelan dari Armada Barat yang berisi para ABK. Saya tidak habis
belakang. pikir bagaimana para tentara kita mampu bertahan
Kemarin siang KRI Surabaya berlayar melewati berbulan-bulan berlayar di atas kapal dalam kondisi
Pulau Bawean. Dua hari tidak mendapatkan sinyal serba terbatas seperti ini, menghadapi lautan luas
sudah cukup menjadi alasan kami berlarian keluar setiap hari, tidak ada sinyal, makan dan mandi pun
kamar ketika terdengar pengumuman preyen bahwa harus antri.
sinyal handphone on di sekitaran pulau. Sayangnya Untungnya, hampir tiap hari kami dimanjakan
lima belas menit kemudian sinyal langsung hilang dengan pemandangan matahari terbenam langsung di
karena kapal terus bergerak mengarungi lautan. laut, seakan dimakan bulat-bulat oleh penguasa
Saat acara makan siang ini, saya tidak mendengar samudera. Terkadang rombongan lumba-lumba
raungan mesin kapal seperti biasa. Rupanya kami menyambut kami dengan berlompatan di sisi haluan
telah tiba di perairan Kepulauan Selayar dan kapal kapal.
lego jangkar agar tidak terlalu cepat tiba di Ambon. Ya, selalu ada ucapan syukur terselip di setiap
Duh, tak saya sangka bisa mengapung di tengah keterbatasan. Tetapi tetap tak sabar kaki ini ingin
destinasi impian ini. Saya tidak henti berdecak kagum kembali menjejakkan tanah keras bukannya benda
melihat lanskap Kepulauan Selayar dengan lekuk besi berongga macam begini. Ambon, katong datang!
di geladak heli
Sepatu-sepatu yang tengah
dijemur setelah dicuci.
Karena tiap hari digunakan,
sepatu yang lembab sering
menimbulkan masalah: bau kaki
menyeruak di sepanjang lorong.
s o r o n g
Sejurus kemudian kami semua tersadar prosesi
mandi khatulistiwa tengah dilaksanakan. Prosesi
pembaptisan para pelaut pemula yang dianggap jiwanya
masih kotor dan belum diterima sebagai warga laut ini
dilakukan saat kapal berlayar melintasi garis lintang 0̊.
Tiap kapal punya cara untuk melakukan mandi khatulis-
tiwa, ada yang tidak menggunakan prosesi khusus saat
melewati khatulistiwa, tetapi ada pula yang menerapkan
prosesi berat nan unik sebelum seorang awak diterima
sebagai warga laut. Salah satu prosesi mandi khatulistiwa
terberat dimiliki oleh KRI Dewaruci sehingga apabila
seorang pelaut telah ‘dimandikan’ di Dewaruci, ia tidak
perlu mengikuti prosesi di kapal lainnya.
KRI Surabaya 591 sebagai salah satu armada perang
yang dimiliki oleh TNI-AL juga memiliki tradisi khas
berkaitan dengan prosesi mandi khatulistiwa. Setelah
semalaman tidur kami tidak nyenyak akibat preyen yang
meraung-raung tanpa henti. lepas waktu subuh teror dari
pasukan Dewa Neptunus berlanjut. Kami yang sedari
malam sulit memejamkan mata kembali dikagetkan
dengan gedoran pintu dan teriakan yang memerintahkan
kami untuk segera menuju ke helideck. Dalam posisi gelap
gulita dan tingkat kesadaran yang belum sempurna, kami
semua dipaksa berlari melewati anak tangga kapal.
Sesampainya di helideck saya terkejut karena sudah
banyak peserta yang di sana ditemani dengan beberapa
punggawa berbusana khas Jawa kuno dan seorang kapten
bajak laut lengkap dengan dan tangan berkait besi. Para
punggawa tersebut berteriak-teriak memerintah kami
berjalan jongkok dan bergabung dengan peserta lain.
Sesaat setelah seluruh calon warga laut terkumpul di
helideck, selang-selang besar pun dikeluarkan oleh awak
kapal. Tanpa komando, selang-selang besar tersebut
kemudian mulai menyemprotkan air ke arah peserta yang
Teks oleh: Rifian Ernando | Foto oleh: Agus & Dok. LNRPB-KPN
BAPTIS PELAUT KOTOR di lintang nol
saat itu kebanyakan masih menggunakan sang ratu laut. Sekilas terlihat aneh memang, tujuh samudera, kami diperintahkan untuk
pakaian tidur seadanya. Bisa dibayangkan mengingat Neptunus dan Amphitrite melakukan ritual cium kaki Dewa Neptunus
bagaimana rasanya berada di dek terbuka, merupakan tokoh mitologi Yunani, namun dan Dewi Amphitrite. Sadar dengan
dengan angin laut yang berhembus kencang, saat muncul dalam prosesi mandi kecurangan peserta yang hanya menempel-
suhu udara pagi yang masih cukup dingin, khatulistiwa justru berpakaian khas raja dan kan dahi pada kaki kedua penguasa laut
ditambah dengan semprotan air yang sangat ratu Jawa. Bahkan setelah saya amati, orang tersebut, awak kapal kemudian memegangi
kencang. Setelah dirasakan air yang yang berperan sebagai Dewi Amphitrite kepala setiap orang yang akan mencium kaki
disemprotkan tersebut ternyata bukan ternyata juga seorang laki-laki lengkap Dewa Neptunus dan Dewi Amphitrite hingga
sembarang air. Jika diperhatikan secara dengan bulu kakinya yang panjang. mau tidak mau harus mencium kedua kaki
seksama, dari aroma dan warna air tersebut Setelah pasangan penguasa laut mereka. Beruntung saya sanggup menahan
kemungkinan besar merupakan campuran tersebut duduk di singgasana, seluruh nafas hingga beberapa detik sehingga tidak
antara air laut, oli, dan sisa-sisa kuah sayur peserta diminta berbaris dan meminum air perlu merasakan bau tidak sedap dari kaus
yang entah sudah disimpan berapa hari. tujuh samudera yang telah dipersiapkan. kaki Sang Dewa.
Semua lari kalang kabut Peserta diminta Akhirnya berakhir sudah rangkaian
berusaha menghindar maju satu persatu prosesi penuh penderitaan yang dijalani
namun tetap saja sia-sia dan dipaksa minum calon warga laut. Komandan KRI Surabaya
karena air disemprotkan air tujuh samudera yang dikisahkan menjadi sandera pasukan
dari segala penjuru. Bau sambil diawasi awak Dewa Neptunus akhirnya keluar. Tepuk
amis dan busuk yang kapal. Saat air tangan serta riuh sorak peserta terdengar
menyeruak segera berwarna cokelat membahana manakala komandan KRI
membuat kami mual. susu tersebut menyatakan bahwa kami semua telah resmi
Setelah para awak menyentuh lidah menjadi warga laut yang jiwanya telah
kapal merasa cukup saya, seketika mulut disucikan melalui mandi khatulistiwa.
dengan sesi awal, prosesi mandi khatulistiwa ini berontak tidak mau menerima dan Matahari terbit dan kami diperintahkan
pun berlanjut. Diiringi suara-suara aneh langsung memuntahkannya. Rasa ramuan ini untuk melihat gugusan kepulauan di
yang berasal dari preyen, serombongan sangat aneh. Jika boleh mendefinisikan, saya sekeliling KRI. Ternyata prosesi mandi
orang muncul dari bagian dalam kapal. rasa ramuan tersebut merupakan campuran khatulistiwa ini dilakukan di Kepulauan
Rombongan itu dipimpin oleh sepasang pria air laut serta beberapa jenis rempah dan dan Wayag, Raja Ampat! Gugusan pulau yang
dan wanita dengan pakaian khas jawa, kuah sayur basi. Menjijikkan. Bahkan ada menyembul membentuk perbukitan serta air
ditemani dengan pengawalnya yang beberapa peserta yang tidak makan seharian laut yang jernih menjadi saksi bagi kami
berpakaian mirip pemain reog. Ternyata setelah dilaksanakannya prosesi mandi semua. Saksi hidup bagaimana sulitnya
mereka adalah Dewa Neptunus sang khatulistiwa karena lidahnya masih trauma. untuk menjadi seorang pelaut tangguh yang
penguasa lautan beserta Dewi Amphitrite Selesai dengan prosesi meminum air siap mengarungi luasnya samudera.
RAJA ampat“Selamat datang di Karimun Jawa!” seorang lama tidak snorkeling sehingga saya hanya berputar-
teman berseloroh sarkas karena melihat situasi di putar di sekitar karang yang rusak.
Saonek Besar, Waigeo ini. Tadinya saya pikir kami Beberapa puluh meter dari bibir pantai
hanya transit sebentar sebelum melanjutkan ke terdapat perkampungan penduduk yang siang itu
Wayag, the real Raja Ampat. Tapi rupanya memang di terlihat sepi. Tak nampak aktivitas warga sehingga
sinilah kami akan berhenti dan dipersilakan bermain saya tidak tahu bagaimana kegiatan ekonomi
hingga sore hari sebelum LCU menjemput kembali. berjalan di pulau ini. Sedihnya, keindahan Saonek
Saya tidak habis pikir bahwa ternyata di Raja Ampat Besar tercemar oleh tumpukan sampah berserakan
ada pulau yang kondisi pesisirnya sudah cukup di bawah pohon, di pantai, dan di rerumputan. Selain
memprihatinkan seperti ini. sampah yang dihasilkan oleh
Terasa begitu ironis dibanding- pulau ini, banyak sampah dari
kan berita tentang kecantikan tempat lain yang terbawa arus
Raja Ampat yang digembor- laut hingga menumpuk di sini.
gemborkan di berbagai media. Ketika melihat aktivitas
“Kalo gini mah Pulau Menjangan di Karimun teman-teman di laut, seketika saya bersyukur kami
Jawa masih lebih bagus kali,” ungkapan kekecewaan tidak ke Wayag. Rupanya banyak peserta yang
lain segera menyeruak dari para peserta karena snorkeling atau diving tanpa memperhatikan kelesta-
gagal melihat pemandangan eksotis Wayag pun rian terumbu karang. Beberapa orang sengaja
Misool yang tersohor tersebut. menjadikan karang sebagai tempat berpijak, ada
“Kalau mau ke Wayag kalian pergi sendiri, kalau pula yang menyelam dan kaki kataknya menyambar
ke sana waktunya tujuh jam dan sewa boat delapan terumbu karang sekenanya. Ada lagi yang tak tahu
juta,” ujar Kapten Wendy dingin. Akhirnya daripada diri membawa bintang laut biru untuk dijadikan
tidak melakukan apapun, kami memilih untuk tetap kenang-kenangan. Duh, perilakunya sama sekali
snorkeling di tengah gelombang yang cukup tinggi tidak memperlihatkan responsibility sebagai pejalan
siang itu. Saya sendiri agak kesulitan untuk yang menghargai aturan. Seharusnya kita datang
mencapai tempat yang lebih dalam karena sudah bersih, pulang pun bersih. Saya berjengit memba
“I, ini Raja Ampat?”
Mata saya membelalak seolah tak percaya
ketika turun dari kapal LCU yang mengantar
kami ke sebuah pulau, siang itu. Saya berdiri
diam sementara teman-teman saya pun hanya
terduduk di tepi dermaga memandangi perair-
an di bawahnya. Pulau ini... kotor.jangan injak karangnya!
Dalam rangkaian kegiatan Sail Morotai 2012, para peserta KPN/LNRPB diberi kesempatan
untuk menikmati keindahan Raja Ampat dengan mengunjungi Pulau Saonek Besar di Waigeo. Para
peserta yang memiliki lisensi selam diperbolehkan menyelam di tempat ini secara bergantian dengan
diawasi oleh beberapa anggota TNI AL.
Sedikit kekecewaan ketika kami tiba di pulau ini. Kondisi perairan yang kami lihat tidak seindah yang kami bayangkan ketika kami mendengar sebutan Raja
Ampat. Memang pada saat itu kami tidak berada di Kepulauan Wayag yang menjadi primadona Raja Ampat ataupun
di tempat diving terindah, Misool.
Hamparan pasir putih masih dapat ditemukan di tempat ini, tetapi masih banyaknya sampah yang ditemukan
di pesisir pantai membuat pemandangan terganggu. Masih banyaknya patahan karang (rubble) yang ditemukan
pada bibir pantai hingga mendekati tubir mengindikasikan bahwa terjadi kerusakan terumbu karang di wilayah ini.
Berdasarkan perbincangan dengan warga sekitar, kerusakan karang ini disebabkan oleh penggunaan bom
oleh para nelayan untuk menangkap ikan. Akan tetapi, penggunaan bahan peledak tersebut mulai berkurang sejak
lima tahun belakangan karena para nelayan mulai merasakan kerugian dari rusaknya ekosistem terumbu karang.
Kerusakan terumbu karang tidak hanya menyebabkan berkurangnya hasil tangkapan ikan, melainkan dapat
merusak tatanan kehidupan biota laut yang ada di dalamnya karena ekosistem mereka menjadi hilang.
Tipe dasar perairan yang landai (flat) dari pulau ini mengharuskan kita untuk berenang sekitar 100 meter
untuk mencapai daerah tubir. Sebelum mencapai tubir, perairan di dominasi oleh rubble, karang lunak dan karang
keras dengan tipe pertumbuhan bercabang. Penyelaman yang dilakukan oleh para peserta KPN/LNRPB dilakukan
pada kedalaman 7 meter, dekat dengan tubir. Pada lokasi penyelaman banyak ditemukannya jenis soft coral serta
hard coral dengan tipe petumbuhan massive dan submassive. Selain itu, berbagai jenis ikan baik yang soliter
maupun schooling dapat ditemukan di tempat ini.
RusaknyaKarang SaonekTeks dan Foto | Hikmah Cut Ramadhana
rubble
soft coral
schooling
diver’snote
yangkan jika 500 orang ini datang dan menyelam secara
bersamaan di Wayag, akan jadi apa tempat tersebut?
Komandan KRI Surabaya, Letkol Laut (P) Joni Sudiyanto
nampaknya paham akan kekecewaan kami. Memang, bebera-
pa anak masih nampak belum menerima keputusan satgas.
Malam harinya, beliau memberi kami penjelasan.
“Kita bisa saja ke Wayag, tapi kapal perang sebesar ini
gak mungkin masuk ke perairan yang dangkal penuh karang.
Kalau nekat kita bisa diprotes pecinta lingkungan sedunia.
Mau lego jangkar harus jauh-jauh dari Wayag, kemudian kita
harus bolak-balik mengantar kalian semua dengan LCU.
Butuh berapa jam? Tolong dipahami,” ujar Pak Joni. Tetiba
saya merasa bahwa kami ini begitu egois. Demi sebuah
pengalaman menginjakkan kaki di Wayag Raja Ampat, kami
mengabaikan kondisi dan memaksa satgas untuk tetap
sandar di sana.
Saya mengangkat topi untuk Komandan KRI. Rupanya
keesokan harinya KRI menuju Wayag demi memuaskan
hasrat ingin tahu para peserta. Akhirnya KRI Surabaya
berlayar di titik terdekat Wayag yang memungkinkan tanpa
merusak dan berputar-putar agar kami dapat melihat
kepulauan eksotis tersebut dengan jelas. Wayag, next time...
cacing laut
Perairan Ternate, 11 September 2012
“Ruangan-ruangan, selesai waktu istirahat malam…”
Bunyi preyen KRI yang merupakan 'alarm' bagi
seluruh penumpang tersebut sudah sangat lazim
terdengar. Perintah untuk mengakhiri waktu istirahat
malam selalu dibunyikan tepat pukul 05.30 waktu
kapal–waktu di kapal senantiasa berubah seiring dengan
perubahan lokasi terakhir kapal. Biasanya beberapa
penumpang sudah bangun lebih awal, terutama bagi
penumpang yang beragama muslim karena harus
melaksanakan sholat subuh. Pagi itu seperti biasa, setelah
melaksanakan ibadah sholat subuh saya pun bergegas
menuju kamar mandi untuk mandi dan melaksanakan
ritual pagi. Saya menggunakan fasilitas kamar mandi
sepagi mungkin agar tidak terjebak antrian mengingat
hanya ada empat kloset dan empat shower untuk 60 orang.
Selesai dengan rutinitas tersebut, saya pun bergegas
menuju cardeck karena berdasarkan jadwal perjalanan
seharusnya hari ini kapal bersandar di pelabuhan Ternate.
Sesampainya di cardeck saya terkesima memandang
hamparan pulau yang berjajar di sekeliling perairan
Ternate. Pulau berbukit-bukit raksasa (atau yang lebih
tepatnya disebut gunung) berjajar indah di sekeliling KRI
Surabaya. Saya berinisiatif menemui seorang ABK dan
menanyakan di mana letak Pulau Ternate diantara gugusan
kepulauan itu. “Itu Pulau Ternate, yang ada gunung besar,”
ujar sang ABK kepada saya. Seketika saya pun terkagum-
kagum pada Pulau Ternate. Bagi saya, Ternate lebih tepat
dikatakan sebagai gunung daripada sebuah pulau. Secara
kasat mata pulau ini memang memiliki kontur yang
berbentuk gunung dan hanya menyisakan sedikit dataran
landai yang sepenuhnya menjadi kawasan pemukiman.
Gunung Gamalama terlihat begitu gagah dengan kontur
punggungan yang kokoh.
“Peran pemanduan, peran pemanduan…”
Preyen KRI sekali lagi berbunyi menandakan
menempuh perjalanan panjang, ditambah hawa panas
dari Kota Ternate yang semakin memperparah keadaan,
akhirnya beberapa peserta pun berinisiatif mengambil bahwa kapal akan segera memasuki kawasan pelabuhan
makanan yang sebelumnya sudah disediakan di dan bersandar. Kami semua bergegas bersiap
belakang barisan, sekalipun panitia setempat belum melaksanakan peran muka belakang sebagai bentuk
mempersilakan. “Ah biar saja dianggap tidak sopan, penghormatan kepada warga masyarakat serta pejabat
daripada pingsan,” pikir saya yang juga ikut-ikutan daerah setempat yang sudah menanti dan akan
meringsek mundur untuk mengambil makanan.menyambut kehadiran rombongan KPN-LNRPB Sail
Selesai mengambil makanan saya pun bergegas Morotai 2012. Selang beberapa menit, akhirnya kapal
mencari tempat duduk di bagian belakang restoran yang bersandar di Pelabuhan Ahmad Yani Ternate.
terbuka. Dan tebak pemandangan apa yang saya Selamat datang di Ternate, tanah yang begitu
dapatkan? Luar biasa indah! Sebuah wilayah perairan Berjaya di masa lalu. Kota penghasil rempah sekaligus
tenang dengan corak biru tosca yang begitu jernih serta pusat peradaban Islam di kawasan Indonesia Timur.
sebuah pulau nampak gagah berdiri. Sungguh
pemandangan tersebut menjadi 'penyembuh' bagi otak Berkeliling Ternate
yang hari itu rasanya hampir mendidih. Menginjakkan kaki di Pelabuhan Ahmad Yani,
Saat asik menyantap makan siang sambil menik-jadwal padat pun sudah menanti rombongan peserta
mati pemandangan tiba-tiba seorang peserta berujar, KPN-LNRPB Sail Morotai 2012. Terjadwal bahwa kami
“Eh itu kan pulau yang ada di duit seribuan.” Dan benar akan melakukan audiensi dengan Gubernur Maluku
saja, saat membalikkan badan ternyata di belakang saya Utara dan beberapa veteran Perang Dunia II yang
ada sebuah pigura cukup besar yang memajang replika sengaja diundang untuk memeriahkan acara Sail
pecahan uang seribu dalam ukuran lebih besar dan Morotai 2012.
memperlihatkan gambar pulau yang memang terdapat Kegiatan audiensi dilakukan di sebuah restoran
pada uang tersebut. Itulah Pulau Maitara, pulau pada yang berada di salah satu sudut Kota Ternante.
Sejujurnya tidak ada yang menarik dari kegiatan ini.
Padahal sejak awal saya sudah cukup tertarik begitu
mengetahui akan ada veteran Perang Dunia II yang
hadir, namun seketika saja hal tersebut sirna
manakala acara berjalan terlambat, ditambah dengan
kondisi psikis yang sudah lelah dan ketidakjelasan
materi acara yang justru diisi dengan pentas-pentas
budaya yang sejujurnya sedikit konyol.
Ketidakjelasan tersebut semakin diperparah
dengan keterlambatan panitia setempat untuk
menyuguhkan makan siang kepada peserta. Dengan
kondisi psikis yang sudah cukup lelah setelah
uang seribu yang melegenda dan menjadi salah satu
landmark keindahan panorama kepulauan Moloku Kie
Raha.
Sekitar pukul 14.00 WIT rombongan pun berge-
gas meninggalkan restoran untuk melaksanakan
kegiatan berikutnya. Matahari masih bersinar terik,
berada di dalam bus yang penuh sasak pun menjadi
hal yang sangat menyiksa. Tak lama setelah seluruh
peserta naik, bus pun segera meluncur. Destinasi yang
akan kami kunjungi berikutnya adalah situs sejarah
bernama Benteng Kalamata. Suasana hati yang sudah
buruk akhirnya membuat saya dan beberapa peserta
urung mengunjungi benteng. Sesampainya di komplek
Benteng Kalamata kami malah berjalan menuju
sebuah warung untuk sekedar membeli minuman
dingin. Mendengar saya dan beberapa teman
berbincang menggunakan bahasa jawa, ibu pemilik
warung pun menanyakan darimana kami berasal.
Serempak kami menjawab dari Jawa. Secara kebetulan
ternyata sang ibu berasal dari Temanggung, Jawa
Tengah. Ah, bertemu saudara se-daerah asal di daerah
perantauan yang jaraknya ribuan kilometer dari
Tanah Jawa selalu menyenangkan.
Perjalanan kembali dilanjutkan menuju keraton
Kesultanan Ternate. Alih-alih mengikuti rombongan
yang masuk ke dalam komplek keraton Kesultanan
Ternate, saya dan beberapa peserta lain justru
berkeliling untuk melihat suasana Kota Ternate
sembari mencari mushola untuk melaksanakan
ibadah sholat Ashar. Melihat tata kota dan suasana
Ternate, pikiran saya langsung tertuju pada kota
Temanggung. Tata kota yang rapi, suasana asri, dan
jalanan yang tidak terlalu ramai merupakan segelintir
gambaran mengenai kondisi kota ini. Panorama alam
Gemunung Hijau | Pemandangan a la postcard: perbukitan menghijau dan lautan biru adalah bentang alam khas Maluku Utara. Ternate, Tidore, Jailolo, dan Maitara adalah empat gunung besar di pulau-pulau yang tersebar di perairan ini.
Foto oleh: Dokumentasi LNRPB-KPN
yang mempesona pun tersaji manakala di antara
gedung-gedung yang berdiri megah, terlihat Gunung
Gamalama yang selama ini terkenal cukup galak.
Secara geografis, Kota Ternate memang terletak
mengitari kaki Gunung Gamalama. Dengan kondisi
demikian, mengitari Pulau Ternate dari satu titik
hingga ke kembali ke titik tersebut bukanlah suatu
hal yang sulit untuk dilakukan. Seorang warga yang
saya temui berseloroh bahwa mengelilingi Pulau
Ternate tidak akan menghabiskan waktu lebih dari
dua jam. Menarik bukan? Sayang, keterbatasan
waktu dan padatnya jadwal kegiatan membuat saya
tidak dapat merasakan pengalaman tersebut. Namun, seketika bayangan tersebut sirna manakala
bus yang kami tumpangi berhenti di sebuah di sebuah
Kampung Tafure, Ternate daerah yang cukup jauh dari kawasan pesisir. Alih-alih
Lelah mengelilingi (sebagian kecil) Kota ditempatkan di rumah-rumah keluarga nelayan, kami
Ternate, sesuai jadwal sore ini kami akan ditempatkan justru diinapkan di sebuah kawasan padat penduduk
pada homestay yang merupakan salah satu rangkaian yang berada di pinggiran Kota Ternate. Kecewa? Pasti.
kegiatan kami selama di Ternate. Kegiatan homestay Namun, pertunjukkan harus tetap berlanjut, bukan?
dilaksanakan di empat kecamatan, kebetulan saya Saya bersama seorang teman akhirnya
ditempatkan di Kecamatan Tafure. Bayangan akan ditempatkan pada sebuah keluarga besar yang sangat
lokasi homestay yang berada di kawasan pesisir pantai ramah dan baik. Walaupun kegiatan homestay hanya
dengan keluarga angkat yang berprofesi sebagai dilakukan selama satu hari satu malam, begitu banyak
nelayan sudah terbayang indah dalam angan –pada pelajaran berharga yang bisa saya dapatkan disini.
kegiatan sail sebelumnya, kegiatan homestay memang Saya belajar banyak tentang budaya, kebiasaan, dan
dilakukan di kawasan perkampungan nelayan. sifat dasar orang Ternate. Ada beberapa hal menarik
Sepanjang perjalanan menuju lokasi homestay yang saya temukan selama menjalani kegiatan
bayangan akan kehidupan keluarga nelayan benar- homestay di rumah keluarga angkat. Soal kemanan
benar mampu membuat saya senyum-senyum sendiri. misalnya. Bayangkan saja, rumah keluarga angkat saya
Tinggal d rumah panggung dengan halaman belakang berada di pinggir jalan besar dengan intensitas
berupa wilayah perairan, ikut pergi melaut, dan kendaraan yang lalu lalang cukup tinggi, tetapi
kegembiraan berenang bersama anak-anak dari kendaraan milik mereka tidak pernah sekalipun
keluarga angkat sudah terbayang indah dalam pikiran. dimasukkan ke dalam rumah. Kendaraan-kendaraan
Baju untuk renang dan peralatan snorkeling pun sudah tersebut dibiarkan berada di luar saat malam hari.
saya siapkan dalam ransel yang dibawa dari KRI. Padahal rumah kami tidak memiliki pintu gerbang
ataupun pagar yang mampu mencegah orang yang
berniat jahat untuk mengambil kendaraan-kendaraan
tersebut. Saat bertanya kepada salah seorang kakak
angkat ia justru mengatakan, “Di Ternate cuma orang
malas yang mencuri. Semua hal bisa dikerjakan
suasana kota yang asri, Ternate juga terkenal dengan
kekayaan kulinernya. Ada beberapa kuliner khas yang
sempat kami cicipi selama tinggal bersama keluarga
angkat. Kebetulan mama dan beberapa kakak perem-
di puan kami memang jago dalam urusan masak. Papeda,
Ternate, dari potong rumput sampai angkut pasir, ikan kuah kuning, gohu, ikan fufu, pisang sambal dabu-
semua bisa dikerjakan. Orang-orang pun tidak akan dabu dan air guraka adalah segelintir jenis kuliner
tega melihat orang lain yang tidak punya pekerjaan.” yang sempat saya rasakan kelezatan dan kenikmatan-
Saya takjub mendengar perkataan kakak angkat saya nya. Tak lupa sirih dan pinang juga disuguhkan
tersebut, bisa dibayangkan apa yang terjadi pada sebagai dessert khas Ternate.
kendaraan-kendaraan tersebut apabila kita tinggal di Selalu ada hal baru yang dapat ditemukan
Jawa misalnya. Di Jawa, kendaraan yang sudah dalam setiap perjalanan. Perkenalan dengan budaya,
dimasukkan ke dalam rumah saja bisa diambil apalagi kebiasaan, orang-orang baru, hingga kuliner khas
yang hanya dibiarkan di luar. Siapa yang menyangka adalah sesuatu yang tidak akan pernah didapatkan
pemberitaan media soal keamanan di kawasan hanya dengan diam dan tinggal di satu daerah. Sekali
Indonesia Timur yang rawan ternyata sama sekali lagi saya katakan bahwa bepergian dari satu tempat ke
tidak berlaku di Ternate. tempat lain memiliki makna lebih dari sekedar
Selain menawarkan keramahan penduduk dan berplesir atau melancong. Seeing is traveling.
Om Rob, bagaimana awalnya sampai Om memutuskan
berlayar dari California ke Bali?
Kapal seperti apa yang Om gunakan untuk berlayar?
Katanya, motivasi Om Rob berlayar ke Indonesia
karena rindu dengan Ibu? Seberapa dekat hubungan
dengan Ibu?
Indonesia, sempat tinggal di Jakarta lalu ke Medan.
Saya ingat ketika nenek meninggal waktu umur
Saya sudah lama hidup dan bekerja di San saya sembilan tahun. Sebelum dia meninggal ingin
Fransisco selama dua puluh tahun. Ada rasa bosan, bertemu anak-anaknya tetapi nggak bisa karena
jadi ibarat hidup ya seperti itu saja. Monoton sekali. semuanya di Eropa. Cuma saya yang ada di sini.
Bekerja, pulang, nyimpen duit. Kemudian tahun 2003 Padahal nenek sudah sudah support dan bantu segala
saya membaca buku tentang seorang perempuan yang macam buat anaknya tapi mereka nggak bisa datang,
umurnya baru 18 tahun sudah berlayar keliling dunia nenek sedih sekali.
sendirian. Saya pikir, wah ini menarik juga. Masa' saya Saya jadi kepikiran Ibu dan ingin minta maaf.
nggak bisa? Tapi baru pada tahun 2005, saya Saya dulu bandel, hidup pindah-pindah dan terakhir
memutuskan beli kapal ke Amerika Serikat lalu saya
layar. Lalu kebetulan lihat ganti nama jadi Rama Rambini.
di internet ada orang yang Tapi orang-orang tidak bisa
mau ngajarin. Kemudian sebut Rama, selalu Rob,
saya ambil kelas basic akhirnya nama saya jadi Rob
bulan Agustus sampai Rama Rambini. Waktu itu saya
Oktober dengan harga sudah hilang kontak dengan
USD 350. Selain itu, saya keluarga di Indonesia.
juga belajar dengan kapal Akhirnya bulan Agustus 2009
orang lain. Saya butuh saya kirim postcard ke
lima tahun untuk Indonesia, bilang kalau
mengatasi masalah mungkin saya akan pulang.
semangat dan nyali. Tapi kapannya itu nggak tahu
Sebenarnya ada rencana dan saya nggak bilang akan ke
berangkat tahun 2009, tapi Indonesia naik kapal layar,
saya undur karena ada rasa takut sehingga akhirnya hahaha.
benar-benar berangkat tahun 2010.
Saya pakai kapal fiber dan saya beri nama Kona.
Sebelum beli sudah riset dulu yang harganya nggak
mahal dan bisa jalan jauh. Harganya murah, sekitar
Iya, saya ke Bali karena mau ketemu Ibu saya. USD 10 ribu. Kapal ini dibuat tahun 1966, sudah lama
Saya nggak pernah bertemu ibu selama 25 tahun, dulu sekali tetapi saya pilih karena model baru nggak
bertengkar terus kemudian nggak ada komunikasi sekuat ini. Fiber glass zaman dulu lebih tebal (sambil
sama sekali. Saya lahir di Italia karena orangtua saya menunjukkan gambar Kona miliknya). Kapalnya
bekerja di kedutaan. Waktu kecil saya dibawa ke dibentuk dengan desain keamanan tapi untuk simpan
Rob Rama Rambini:
Seorang solo voyager peraih rekor Muri rupanya turut serta dalam pelayaran dari Ternate ke Morotai. Rob Rama adalah orang Indonesia pertama yang berlayar sendirian dari
California ke Bali pada Agustus 2010-Mei 2011 lalu. Perawakannya tegap dan wajahnya nampak segar, tak ada yang menyangka bahwa pria bernama asli Mahindra Wondowisastro
ini telah berusia 54 tahun. Dengan senang hati ia berbagi kisahnya kepada kami.
“Saya Berlayar Sendirian
Karena Rindu Ibu”“Saya Berlayar Sendirian
Karena Rindu Ibu”
barang tidak bisa. Kapal ini cuma 16 PK kekuatannya,
jadi saya benar-benar pakai layar. Saya nyalakan
mesin hanya untuk isi baterai, selebihnya dia mati.
Hanya pas waktu masuk ke Papua saya pakai mesin
karena tidak ada angin. Di kapal tidak ada GPS
canggih, untuk alat navigasi saya pakai laptop yang
terhubung dengan satelit.
Perizinannya nggak susah. Kalau pelaut, kita
bisa mendarat di mana saja. Tinggal bilang keadaan
darurat bisa berhenti.Kehabisan makanan juga
termasuk keadaan darurat kan, hahaha. Jadi kita
nggak perlu visa. Tapi perjalanan memang saya
lewatkan ke tempat yang tidak memerlukan surat-
surat.
Wah, kalau itu beda lagi, hahaha.. banget. Semua barang campur aduk di bawah, entah
makanan, pakaian, buku-buku, jatuh semuanya. Saya
coba masak kopi, ceretnya saya isi air eh dia terbang
gara-gara ombak dan airnya malah numpahin baju
Kalau pengalaman, semuanya berkesan. Tapi bersih yang mau saya pakai, hahaha. Layar saya juga
layar saya pernah sobek dan rusak waktu baru robek tiga-tiganya.
berlayar 100 mil dari San Fransisco. Waktu itu
pilihannya kembali ke darat atau lanjutkan
perjalanan. Saya lihat stok makanan masih cukup Di kapal, kerjaan saya membaca buku atau
sampai tiga bulan, akhirnya saya lanjutkan ke Hawaii. betulkan baut-baut kapal. Itu sudah bikin saya sibuk
Dua bulan berlayar sampai Hawaii, di sana saya beli lho. Kalau tidak saya menjahit layar. Teman saya cuma
tiga layar bekas dapat bonus satu layar. lumba-lumba dan burung camar, sekeliling saya
Saya juga pernah terkena ombak tinggi 12 meter semuanya laut. Saya tidur hanya empat jam sehari.
selama dua hari. Badai memang bisa terjadi di mana
saja kapan saja, tidak ada garansi. Waktu itu saya
pikir, ini mau ngapain? Mau keluar anginnya kencang Tidak pernah. Kadang hanya sakit kepala karena
Perjalanan ini kan lintas negara, bagaimana mengurus
perizinannya?
Perompak Indonesia berseragam ya Om?
Apa pengalaman paling berkesan saat berlayar
selama sebelas bulan itu?
Nggak bosen Om di kapal?
Selama 11 bulan itu pernah sakit?
optimis akan tiba di Bali.
Semuanya dari dana pribadi dan pelayaran ini
saya urus sendiri. Waktu itu saya memang tutup buku,
semua pekerjaan saya tinggalkan. Kalau mau jalan ya
jalan, nggak ada beban. Kan saya nggak ada istri dan
anak, jadi nggak ada tanggung jawab. Barang-barang
dijual saja buat biaya. Saya juga dibantu orang-orang
di pinggir jalan, waktu itu tidak ada hubungan sama
pemerintah Indonesia. Saya pernah ke konsulat di San
Fransisco, mereka beri makanan untuk dua bulan dan
vitamin untuk satu tahun. Tapi sebenarnya saya yakin
kalau mereka bisa bantu lebih banyak, hahaha.
Tentu saya mau keliling dunia, tapi dananya
serius juga. Sebenarnya bisa pakai dana minim, tapi
tujuannya harus jelas. Saya pikir-pikir, pemerintah
sendiri aja nggak mau bantu. Saya sudah bertemu terlalu banyak tidur, hahaha.
kementrian macam-macam, ngomongnya sih iya iya
tapi besoknya sudah lupa, hahaha.
Saya merasa putus asa kalau lagi nggak ada
angin. Kita di tengah laut kadang-kadang begitu
panas, tidak ada angin, makanannya pas-pasan, dan
Semua negara ada berkesan dan ada kita kayak duduk di atas kolam nggak bisa kemana-
kekhasannya sendiri-sendiri. Tapi waktu itu saya mana. Mau mancing, ikan cuma ngetawain dari
berhenti paling lama di Port Moresby (Papua Nugini, bawah, hahaha. Saya keluarin pancingnya, ikan sudah
red.) Biasanya hanya satu minggu berhenti, nanti tahu maksudnya apa ya mereka kabur aja. Tapi
jalan lagi. Selain isi bahan bakar dan makanan ya saya biasanya cuma dua hari nggak ada angin, teman saya
nikmatin negara tersebut. Saya juga sempat berhenti pernah cerita kalau biasanya sampai dua bulan.
di Solomon, bahkan diminta tinggal di sana. Di Bayangin aja dua bulan, makan apa kita?
Solomon lautnya jernih. Tujuh puluh meter ke bawah,
kita masih bisa lihat dasarnya dan ikan-ikan di
dalamnya. Bersih sekali.Tidak. Waktu saya berangkat, saya sudah
Lalu, darimana pembiayaan pelayaran ini?
Tidak terpikir untuk berlayar keliling dunia seperti
perempuan yang bikin Om terinspirasi?
Selama berlayar, pernahkah ada kondisi di mana Om
merasa sudah putus asa?
Dari negara-negara yang disinggahi, mana yang paling
berkesan?
Pernah ada pikiran siap mati?
“Teman saya hanya lumba-lumba dan ikan.”
Itu rutenya kemana aja di Indonesia
Timur?
Oh iya, Kona sekarang di mana? Nggak dibawa ke
Morotai aja?
Pertanyaan terakhir nih, apa makna ‘rumah’ dan Kalau Ekspedisi Kembara Bahari tujuannya apa Om?
‘pulang’ untuk seorang Rama Rambini?
Perjalanan ini saya mulai di Bali
dan selesai di Bali rencananya
selama lima bulan. Sekarang saya
sudah punya supporting team di
Jakarta dan sudah ada sponsor
(sambil menunjukkan logo sponsor
di bagian belakang kausnya). Tapi
saya tetap sendirian berlayar,
setelah dari Alor ke Wetar, mungkin
akan naik Maluku juga ke Morotai
lagi. Lanjut ke Bitung, Bawean,
kembali ke Bali. Nanti saya juga akan mengadakan
pertemuan dengan masyarakat lokal di sana. Sampai
sekarang, menurut saya laut Indonesia itu paling sulit Kona sekarang ada di Alor. Bulan depan (Oktober,
dan ganas dilewati. Di Indonesia kan banyak pulau, red.) saya sudah harus kembali ke Alor untuk
jadi arusnya di antara selat lumayan kencang. melanjutkan ekspedisi kembara bahari.
Saya punya misi khusus, menelusuri kembali
Rumah, dimana saya menggantung jaket saya. jalur pelayaran tradisional Indonesia Timur zaman
Dan pulang, dimana hati saya. Pulang juga bisa dulu. Indonesia kan negara maritim. Sekarang
kemana saja. Nothing fix.memang orang sudah kenal motor, tapi di Indonesia
Timur kapal masih jadi transportasi utama dan untuk
cari sumber penghidupan. Tapi saya lihat fakta,
meskipun hidup dari kelautan mereka tidak menjaga
tempat yang menjadi sumber di mana mereka hidup.
Jadi sedih, kita rusak makanan kita sendiri. Nanti
cucu-cucu kita makannya gimana? Harusnya mereka
tahu juga, dulu cuma beberapa meter dari darat sudah
dapat ikan sekarang makin jauh, makin ke tengah
nanti ketemu kapal Taiwan, hahaha.
Ingin mengikuti perkembangan Ekspedisi
Kembara Bahari Indonesia Timur? Anda dapat
mengakses tautan berikut:
http://www.facebook.com/KembaraBahari
Twitter http://www.twitter.com/KembaraBahari
http://www.twitter.com/solovoyager
Tetap Ingat | Meski berada di tengah lautan, ibadah tidak
boleh ditinggalkan. Imam favorit kami adalah Mayor
Mahmud, yang saat apel senantiasa berteriak menggelegar
tapi menjadi pelantun ayat-ayat suci yang menenangkan
saat sembahyang.
Foto oleh: Retno Nuraini
h i n g a r b i n g a r s e s a atd i t e p i p a s i f i k
Catatan Kritis Sail Morotai 2012
Teks: Rifian Ernando | Foto: Dokumentasi LNRPB-KPN
Apa yang kira-kira akan muncul di benak Melihat pada fakta bahwa acara ini disokong
seseorang kala mendengar kata-kata Sail Morotai dengan dukungan biaya yang sangat besar, tentu
2012? Acara kelautan bertaraf internasional? Promosi ekspekstasi masyarakat dan saya pribadi seketika
wisata bahari Indonesia? Atau acara yang banyak melangit. Bagi saya bukan soal seberapa meriah acara
menghabiskan anggaran negara? Secara obyektif puncak atau seberapa banyak pejabat dan tamu
mungkin dapat dikatakan negara yang ikut menghadiri
ketiganya mewakili apa yang acara tersebut. Namun, sejauh apa
menjadi persepsi awal seseorang kegiatan ini mampu memberi
ketika mendengar kata Sail manfaat pada masyarakat lokal
Morotai. Saya yang dan pengembangan kawasan
berkesempatan berkunjung dan Morotai secara lebih luas. Dengan
melihat langsung prosesi acara dana sebesar itu rasanya terlalu
puncak Sail Morotai 2012 cukup naïf jika hanya mengaharapkan
dibuat terkagum-kagum sekaligus perubahan-perubahan kecil
prihatin dengan kemeriahan acara terjadi di Morotai. Sekedar
tersebut. sebagai pembanding, APBD
Acara tersebut memang provinsi Maluku Utara pada tahun
bukan sembarang acara. 2009 saja sudah mencapai 720
Gelontoran dana ratusan miliar Miliar. Sudah sepantasnya kita
mengalir dari kas negara demi semua mengharapkan
suksesnya acara yang rutin pembangunan dan perubahan
dilaksanakan setahun sekali ini. besar-besaran dapat terlaksana di
Berdasarkan catatatan, setidak- Morotai dengan gelontoran dana
nya ada dana sebesar 500 miliar yang sudah disebutkan di atas.
rupiah yang mengalir dari APBN dan 70 miliar dari Menginjakkan kaki pertama kali di Pelabuhan
APBD Provinsi Maluku Utara. Dana ratusan miliar Daruba, kesan kurang baik sudah mulai saya rasakan.
tersebut diperuntukan bagi pelaksanaan acara Pelabuhan Daruba yang sejatinya merupakan
sekaligus pembangunan infrastruktur penunjang yang pelabuhan utama di Morotai sekaligus lokasi yang
akan digunakan selama kegiatan Sail Morotai 2012 akan digunakan dalam acara puncak Sail Morotai
berlangsung. 2012 ternyata kondisinya tidak sesuai yang
“Menuju Era Baru Ekonomi Regional Pasifik” adalah tagline yang digadang-gadang oleh
pemerintah dalam perhelatan Sail Indonesia di Morotai tahun 2012 ini. Namun, melihat realita
saat di lapangan nampaknya semua itu masih terlalu muluk. Rifian Ernando menuliskan sebuah
opini untuk kita renungkan bersama.
dibayangkan. Sekalipun berdasarkan informasi Miangas banyak yang terbengkalai, sekalipun awalnya
panjang dermaga sudah ditambah dari yang semula pembangunan tersebut dimaksudkan untuk
hanya 50 meter menjadi 98 meter, namun bagi saya memajukan serta menyejahterakan daerah-daerah
tetap saja kondisinya tidak sesuai dengan tajuk terluar. Demikian pula dengan tema “Menuju Era Baru
perhelatan acara yang bertaraf internasional. Ekonomi Regional Pasifik” pada acara Sail Indonesia
Pembangunan infrastruktur memang secara kali ini. Kita patut optimis pada misi serta visi yang
siginifikan dilakukan. Berdasarkan beberapa catatan dicanangkan oleh pemerintah, namun kita juga tidak
setidaknya terdapat beberapa pembangunan yang boleh menutup mata atas kondisi riil sosial, ekonomi,
sifatnya cukup progresif seperti: perpanjangan dan pendidikan di Morotai. Sudah siapkah masyarakat
dermaga, pembangunan beberapa fasilitas publik, Morotai menghadapai ganasnya persaingan ekonomi
pelebaran dan perbaikan jalan raya, instalasi listrik global? Lantas apa jadinya jika Morotai tetap
yang menyala 24 jam, hingga perluasan bandara. dipaksakan sebagai kawasan ekonomi regional Pasifik
Semua itu dapat dilaksanakan karena besarnya padahal secara empiris masyarakat dan fasilitasnya
kucuran dana dari pemerintah pusat. Namun sekali belum mampu menunjang?
lagi kita patut bertanya, akankah semua itu dapat Kita patut berbangga hati dan memberikan
membawa kemanfaatan secara berkelanjutan bagi apresiasi setinggi-tingginya apabila pemerintah benar-
masyarakat baik dari segi ekonomi, sosial, dan benar serius menggarap potensi Morotai, dan Maluku
budaya? Ataukah sekedar hingar bingar sesaat yang Utara pada umumnya melalui acara Sail kali ini.
kemudian lenyap? Namun kita juga patut berduka dan bersikap kritis
Pembangunan infrastruktur dan promosi besar- manakala kegiatan Sail Morotai 2012 hanya dijadikan
besaran kawasan Morotai memang sebuah proyek prestisius yang semata-mata hanya bertujuan
keniscayaan bagi kemajuan serta perkembangan mengejar prosesi seremonial tanpa mengindahkan
masyarakat setempat. Tetapi kita perlu lebih kritis esensi dan tujuan diselenggarakanya acara ini.
dalam memahami isu ini. Masih segar dalam ingatan Terlebih jika kegiatan ini justru dijadikan sarana
bagaimana Presiden mencanangkan Maluku sebagai pemborosan keuangan negara serta ladang korupsi
lumbung ikan nusantara pada kegiatan Sail Banda dua bagi pihak-pihak terkait yang berkepentingan di
tahun silam, namun kini semakin redup gaungnya. dalamnya, sungguh tak ada yang perlu dibanggakan
Atau bagaimana misalnya infrastrukutr publik di dari perhelatan akbar bernama Sail Morotai 2012.
Parade kapal perang RI dan negara-negara undangan di Laut Morotai
Pertunjukan tari-tarian kolosal pada acara pembukaan Sail Morotai 2012. Para performer
harus berjibaku dengan terik matahari di Morotai yang memang sungguh menyengat.
d e s e r s i l o m p at k ata kSeperti Jenderal MacArthur yang menerapkan strategi lompat katak untuk mengalahkan Jepang pada masa
Perang Dunia II, pelarian kami kali ini pun hampir sama. Berpindah dari satu pulau ke pulau lain agar tetap
dapat menikmati panorama Kabupaten Morotai dalam waktu sangat singkat.
Teks dan Foto Oleh Maharsi Wahyu
“Hoi! Mau kemana?!” teriakan dari Marinir membuat kami
langsung lari berpencar dan
bersembunyi di kebun kosong. Ini
adalah pelarian kami, dalam arti
sebenarnya.
Ketidakjelasan agenda membuat kami
memilih berkejaran dengan marinir,
berkumpul kembali di Pasar Daruba,
kemudian menyewa sebuah speedboat
untuk kabur ke Pulau Dodola.
Biru. Dimana-mana biru. Pulau Dodola sebenarnya terdiri dari dua buah pulau yang dihubungkan oleh gosong
pasir panjang. Pulau Dodola Besar memiliki sebuah dermaga kecil dan beberapa pondok
untuk beristirahat. Sementara Pulau Dodola Kecil tidak begitu luas dan dipenuhi
rimbunnya pepohonan. Jika datang pada siang hari, panasnya pasir Dodola terasa begitu
menyengat kaki. Karena itu, jangan pernah tinggalkan sandal anda di speedboat!
Demi foto wisuda.Isti Fadatul (Geografi UGM 07) terpaksa tidak
mengikuti wisuda universitas karena
bertepatan dengan pelayaran. Meski hanya
seremoni, wisuda S1 adalah momen sekali
seumur hidup. Beruntung, dia mendapatkan
momen yang lebih cantik dari sekedar foto
studio.
MacArthur IslandSaat kami datang, Pulau Zumzum tengah berbenah. Meskipun esok harinya adalah
puncak perhelatan Sail Morotai 2012, siang itu patung Jenderal Mac Arthur nampak
belum selesai dibuat. Tangga monumen dan jalan berkonbloknya masih terlihat basah.
Padahal, pulau ini adalah salah satu tujuan utama wisatawan yang ingin mengetahui
sejarah panjang Pulau Morotai pada zaman Perang Dunia II.
diver’snotejernihnyaperairan dodolaTeks dan Foto | Hikmah Cut Ramadhana
Salah satu keindahan alam yang dapat pulau, kita dapat menemukan hamparan karang
dinikmati di Morotai adalah Pulau Dodola. Pulau yang begitu indah dan rapat dari kedalaman tiga
ini berjarak 5 mil dari Daruba, ibukota meter hingga sepuluh meter ke bawah. Hal ini
kabupaten Morotai. Dari pelabuhan Daruba membuktikan bahwa perairan Pulau Dodola
perjalanan menuju Pulau Dodola dapat masih terjaga dan jauh dari aktivitas yang dapat
dilakukan dengan menggunakan speedboat merusak lingkungan perairan tersebut.
dengan waktu tempuh sekitar 20 menit Karang dengan tipe pertumbuhan becabang
perjalanan. (branching), meja (tabulate), massive serta
Pulau Dodola dikelilingi oleh hamparan submassive dapat ditemukan di sini. Selain
pantai berpasir putih yang sangat luas serta karang, di perairan ini kita dapat menemukan
lautan biru yang menawan. Apabila kondisi berbagai jenis ikan terumbu yang berwarna-
perairan sedang surut (pukul 10.30-19.00 WIT), warni, bintang laut, anemon, softcoral, kima
kita dapat melihat dan melewati hamparan pasir (Tridacna sp.), serta biota lainnya yang tak kalah
yang seolah seperti jembatan penghubung indahnya.
antara Pulau Dodola Besar dengan Pulau Dodola Kondisi perairan yang jernih sangat
Kecil. mendukung para wisatawan yang ingin
Tidak hanya pantai dengan pasir putihnya, berkunjung ke pulau ini. Tidak hanya menikmati
akan tetapi kita akan menemukan pula diving ataupun snorkeling, sekedar untuk
keindahan bawah laut yang luar biasa di berenang saja, kita akan merasakan keindahan
perairan Pulau Dodola. Tidak jauh dari Pulau bawah laut Pulau Dodola.
Dodola, sekitar 500 meter dari bagian belakang
365 HARIMOROTAI
Inilah perbandingan keadaan di Pulau Morotai
sebelum dan saat dilaksanakan perhelatan akbar Sail
Morotai 2012. Apakah sebuah tempat harus menjadi
lokasi Sail Indonesia dulu agar pembangunan
infrastrukturnya diperhatikan pemerintah?
20112012
Peserta tengah berlatih flag cheers. Sayangnya, ketidakjelasan rundown membuat flag cheers ini gagal ditampilkan tiap kapal sandar.
“Allahuakbar Allahuakbar…..” Adzan subuh bergema saya selalu menyempatkan berolahraga walau sebentar.
melalui preyen KRI Surabaya. Di anjungan kapal, seorang Kehidupan di kapal yang serba teratur dan terjadwal terka-
muadzin yang merangkap sebagai awak kapal menguman- dang memang membuat tubuh menjadi kurang bergerak dan
dangkan adzan setiap harinya. Seperti biasa, hawa sejuk kabin olahraga menjadi satu-satunya cara untuk menggerakkan
pasukan yang berasal dari pendingin ruangan mampu tubuh secara aktif selama pelayaran.
membius dan membuat kami terlena untuk bangun dan Selesai berolahraga kami segera kembali ke barak
bergegas melaksanakan sholat berjamaah. masing-masing. Kegiatan kemudian dilanjutkan dengan acara
Preyen kembali berbunyi. Kali ini seluruh peserta 'mandi masal' dimana hanya tersedia empat shower dan
pelayaran diperintahkan untuk segera menuju helideck. Ya, empat kloset untuk dua barak pasukan yang jumlah penghuni-
kami semua selalu mengawali hari dengan olahraga. Kalau nya sekitar 60 orang. Tidak ada kata malas atau anda akan
ingat pesan Mayor Mahmud, “Orang yang sakit di kapal, pasti terlambat ikut kegiatan. Selesai mandi pagi dan sarapan,
nggak pernah ikut olaharaga pagi!”, itulah motivasi mengapa saatnya pertunjukan dimulai!
Sebagian besar kegiatan di atas kapal dilaksanakan di helideck. Angin laut yang terus menerpa membuat kami mudah flu.
Olahraga pagi di tengah lautan luas adalah pengalaman unik tak terlupakan. Tapi anginnya nggak nguatin bro...
Hari-Hari Si Manusia LautBersantai di haluan sambil menikmati semilir angin laut. Sayang tempat ini justru kerap dijadikan smoking area.
Di atas kapal raksasa ini, tali persaudaraan baru terjalin.
Para peserta dan pemuda-pemudi Ternate berlomba tarik tambang di tengah kegiatan homestay.
Barak dengan bunk bed sempit bertingkat dan jumlah penghuni yang terlalu banyak justru membuat kami lebih akrab.
Make-up, demi kesempurnaan penampilan dalam pentas seni yang ditampilkan hampir setiap malam. Kapal Pemuda (Budaya) Nusantara?
Apel dua kali sehari untuk mengecek jumlah peserta: tidak boleh lebih apalagi kurang.
“Sinyal on!” Menelpon orang terkasih sembari duduk menikmati pemandangan di cardeck adalah salah satu moment terbaik saat berlayar.
Persahabatan yang terjalin di atas kapal membuat hari ulang tahun terasa istimewa meski dirayakan secara sederhana.
Anjungan kapal menjadi lokasi foto favorit untuk kenang-kenangan.
Peserta pesiar di Saonek Besar dengan latar belakang KRI Surabaya 591.
Chasing Sunset.Seorang peserta tengah mengabadikan suasana senja di Raja Ampat. Pemandangan matahari terbit dan terbenam akan selalu menemani pelayaran kami.
Tanda mata paling terkenal dari Morotai adalah
kerajinan besi putih. Bahan baku kerajinan ini
diperoleh dari bangkai kapal dan pesawat perang
peninggalan Sekutu yang tersebar di seluruh penjuru
pulau. Bahkan saya pernah ditawari sebuah kalung
tentara AS asli yang diambil langsung dari
tengkoraknya di dasar laut.
Harga besi putih sangat bervariasi, dari lima ribu
hingga ratusan ribu rupiah pun tersedia. Besi putih
bisa diperoleh di Morotai, Tobelo, dan Ternate.
Selamat makan!Lauk seadanya. Mungkin ini alasan kami selalu lapar.
Mengantri hingga lorong, berebutan ompreng, dan merayu penanting agar mendapatkan dua lauk, jamak terjadi saat acara makan tiba.
B o n V o ya g e !Pelabuhan adalah tempat pertemuan dan perpisahan. Sambutan dari masyarakat yang berbeda di tiap kota
mengingatkan kami betapa menyenangkannya perjumpaan. Dan tiap kapal bertolak dari pelabuhan, ada
sebagian kecil hati kami yang tertinggal beserta janji untuk mengunjunginya kembali. Sorong adalah kota yang
memberikan kami sambutan dan salam perpisahan terhangat dari semua kota singgah. Dengan penuh
semangat mereka menampilkan tari-tarian Papua dan mendendangkan lagu Saputangan Biru yang sukses
membuat saya menangis haru saat kapal berlayar menjauh.
Dok. LNRPB-KPN
Dok. LNRPB-KPN
Maharsi Wahyu
Ada perasaan aneh ketika membalas pengalaman yang menguji idealisme kami sebagai Bugis. Si Kristen senantiasa berbagi cerita dengan si
lambaian tangan ratusan ABK yang berjajar rapi di generasi muda. Buddhis. Ah, tentu saja kami mengabaikan seluruh
tepian dek KRI Surabaya 591 pada siang yang terik Saya dan Edo bersepakat bahwa pelayaran ini atribut tersebut dan menyatu dalam semangat
itu. Sedih tapi bahagia. Kapal perang yang menjadi mungkin kurang cocok bagi para pejalan yang tenggang rasa di bawah bendera Indonesia. Bertemu
rumah kami selama sebulan penuh itu telah selesai mencari sebenar-benarnya petualangan. Bergelut ratusan pemuda ini, kecintaan saya pada Indonesia
mengantarkan kami ke Kolinlamil dan berlayar dengan ketidakpastian. Berbaur dengan masyarakat bertambah berkali-kali lipat.
kembali menuju Surabaya. lokal. Di sini kami tidak mendapatkannya. Inilah kali Akhirnya, tibalah kita pada bait perpisahan.
Di atas kapal dan mengarungi lautan lepas pertama saya menjadi bagian dari program pemerin- Tapi, bukankah perpisahan adalah awal dari perte-
membuat kami melihat sendiri betapa luasnya tah di mana kami telah kenyang oleh berbagai sele- Untungnya, saya mendapatkan kesempatan muan yang lain? Biarlah KRI Surabaya berlayar
negeri ini. Beribu pulau, beratus ribu kilometer, brasi penyambutan dan birokrasi ala tentara. Hidup bertemu dengan ratusan teman baru dari seluruh menjauh, tapi ada bagian kecil dari hati yang
menemui berbagai macam suku dan beragam di kapal penuh dengan peraturan. Atur atur atur. Indonesia. Teman-teman saya ini berasal dari tertinggal di antara dek besinya yang menanti kami
budaya yang rasanya tak akan habis dipelajari. Kami Lalu saya tertawa sendiri mengingat bisa-bisanya seluruh pelosok dan masing-masing punya kekhasan kembali.
juga banyak belajar mengenai angkatan laut saya bertahan dalam keteraturan tersebut. masing-masing. Pulau Weh hingga Merauke. Jakarta Sampai jumpa di pelayaran selanjutnya! Bon
Republik Indonesia serta merasakan banyaknya hingga Raja Ampat. Si Jawa berteman baik dengan si Voyage KRI Surabaya!
plung di laut? Nampaknya hidup dihabiskan di atas
kapal. Saya pun mempertanyakan hal yang sama.
Pada mulanya saya berpikir akan benar-benar
ditempa menjadi pemuda cinta laut yang handal
tentang kemaritiman. Ada banyak kritik yang perlu
diberikan demi perkembangan program kedepannya.
Tetapi satu yang saya pelajari: pentingnya membuka
mata dan melihat Indonesia dari dekat.
Mungkin ada yang bertanya, kok jarang nyem-
Sebuah epilog oleh Maharsi Wahyu
BA ITperp isahan
di balik layar
Top Related