KEDUDUKAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI
DAN KORBAN DI INDONESIA
(KAJIAN HUKUM ISLAM)
Skripsi
Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh
Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)
Oleh :
HUSNI MUBAROK
NIM : 104045101550
KONSENTRASI KEPIDANAAN ISLAM
PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429H/2008M
KEDUDUKAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI
DAN KORBAN DI INDONESIA
(KAJIAN HUKUM ISLAM)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)
Oleh :
HUSNI MUBAROK
NIM : 104045101550
Di Bawah Bimbingan:
Pembimbing I Pembimbing II
Asmawi, M.Ag Dedy Nursamsi, SH. M.Hum
NIP : 150 282 394 NIP : 150 264 001
KONSENTRASI KEPIDANAAN ISLAM
PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429H/2008M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul KEDUDUKAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN
KORBAN DI INDONESIA (KAJIAN HUKUM ISLAM) telah diujikan dalam
sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta pada . Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) pada Program Studi Jinayah Siyasah
(Kepidanaan Islam).
Jakarta, 11 Januari 2009
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Prof. DR. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM NIP : 150 210 422
PANITIA UJIAN
1. Ketua : Asmawi MAg (…………………………….)
NIP : 150 282 394
2. Sekretaris : Sri Hidayati MAg (…………………………….)
NIP : 150 282 403
3. Pembimbing I : Asmawi M.Ag (…………………………….)
NIP : 150 282 394
4. Pembimbing II : Dedi Nursamsi, SH, MHum (…………………………….)
NIP : 150 264 001
5. Penguji I : Prof. Dr. Abduh Malik (…………………………….)
NIP : 150 094 391
6. Penguji II : Abu Tamrin SH, MHum (…………………………….)
NIP : 150 274 761
PERNYATAAN PENULIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Jakarta, 15 Desember 2008
Husni Mubarok
SINGGASANA TUHAN
“Menuju Jalan Keadilan”
“Sesungguhnya Allah menyuruh kalian
menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya,
dan (menyuruh kalian) apabila menetapkan hukum diantara manusia
supaya kalian menetapkan dengan adil.
Sesungguhnya Allah memberi pangajaran yang sebaik-baiknya kepada kalian.
Sesungguhnya Allah adalah maha mendengar lagi maha melihat.
Hai orang-orang yang beriman,
taatilah Allah dan Rasulnya dan Ulil Amri di antara kalian.
Kemudian jika kalian berbeda pendapat tentang sesuatu,
maka kembalikanlah kepada al-Quran dan as-Sunnah,
Jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian.
Yang demikian itu lebih utama (bagi kalian) dan lebih baik akibatnya.
Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman
kepada apa yang telah diturunkan kepadamu
dan kepada apa yang telah diturunkan sebelum kamu?
Mereka hendak berhakim kepada thaghut,
padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu.
Dan syetan bermaksud menyesatkan mereka
(dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya.
Apabila dikatakan kepada mereka: ‘marilah kalian (tunduk) kepada hukum Allah yang telah
diturunkan kepada hukum Rasul’
niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia)
dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu”
(An-Nisa : 58-61)
KATA PENGANTAR
�ا���ا�����ا ���
Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin, Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Ilahi
Rabbi yang senantiasa memberikan petunjuk dan hidayah serta selalu melimpahkan
kasih sayang kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
Shalawt serta salam semoga tercurahkan atas junjungan kita sang pembawa
Rahmat yakni Baginda Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan
kita sebagai pengikutnya.
Maksud penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi dan menambah
khazanah keilmuan serta melengkapi syarat yang menjadi ketetapan dalam
menyelenggarakan studi program S1 (Strata Satu) pada Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi ini berjudul
“KEDUDUKAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DI
INDONESIA (KAJIAN HUKUM ISLAM)”
Sebagai manusia biasa, penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini
masih banyak kekurangan dan kelemahan yang dimiliki oleh penulis. Tanpa bantuan
dan dorongan dari semua pihak, skripsi ini tidak akan selesai pada kesempatan ini,
maka penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada yang terhormat:
1. Prof. Dr. H. Komaruddin Hidayat, MA., Rektor Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM, Dekan Fakultas Syariah
dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Asmawi, MAg., Ketua Jinayah Syiasah serta Ibu Sri Hidayati. MAg,
Sekretaris Jinayah Syiasah, yang telah memberikan dorongan dan
Administrasi kepada penulis.
4. Asmawi, MAg dan Dedy Nursamsi SH, MHum, dosen pembimbing, yang
telah meluangkan waktu, memberikan arahan, dorongan dan membantu
penulis dalam menyelesikan skripsi ini.
5. Pimpinan perpustakaan UIN beserta seluruh staf, yang telah membantu
meminjamkan buku-buku yang diperlukan oleh penulis.
6. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN syarif Hidayatullah
Jakarta, yang telah memberikan ilmunya kepada penulis.
7. Yang tercinta Ayahanda KH. Zaenuddin H.S dan Ibunda Hj. Fathonah Al-
Izzi beserta keluarga besar yang tidak henti-hentinya memberikan kasih
sayang serta dorongannya dalam bentuk materi dengan tulus ikhlas dan selalu
mendoakan penulis.
8. Keluarga besar Pidana Islam angkatan 2004 (Zaelani, Rivai, Vito, Tomson,
Devison, Nandes, Hilmi) yang telah bersama-sama berjuang dalam suka dan
duka. Tidak lupa juga penulis ucapkan terima kasih kepada Sdri. Dede
Nhovia yang selalu setia memberikan motivasi hingga tersusunnya karya
ilmiah ini.
Semoga bantuan mereka dinilai sebagai amal shaleh dan mendapat balasan
yang setimpal dari Allah SWT. Doa yang tulus dan ikhlas penulis memohonkan
kepada Ayahanda serta Ibunda yang telah menanamkan semangat dan memberi
motivasi untuk meraih kesuksesan ini. Dengan harapan Doa semoga Allah yang maha
arif dan bijak juga maha pengasih dan maha penyayang yang telah memberi limpahan
ampunan, rahmat dan karunianya kepada kita bersama.
Akhirnya skripsi ini penulis persembahkan kepada almamater dan masyarakat
akademik demi perkembangan ilmu pengetahuan. Penulis berharap semoga skripsi ini
bermanfaat bagi pembaca khususnya penulis. Amien.
Jakarta, November 2008
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu alat bukti yang sah dalam proses peradilan pidana adalah
keterangan saksi yang mendengar, melihat, atau mengalami sendiri terjadinya
suatu tindak pidana (korban yang kemudian menjadi saksi). Keberadaan saksi dan
korban sangat penting mengingat sering kali aparat penegak hukum mengalami
kesulitan dalam mencari dan menemukan kejelasan tentang tindak pidana yang
dilakukan oleh pelaku tindak pidana yang disebabkan tidak dapat menghadirkan
saksi. Ketidakhadiran saksi dan korban memenuhi panggilan atau permintaan
aparat penegak hukum ini sering kali disebabkan adanya ancaman., baik fisik
maupun psikis dari pihak tertentu yang ditujukan kepada saksi dan korban.1
Kedudukan saksi dan korban dalam Sistem Peradilan Pidana saat ini
belum ditempatkan secara adil bahkan cenderung terlupakan. Kondisi ini
berimplikasi pada dua hal yang fundamental, yaitu tiadanya perlindungan hukum
bagi saksi dan korban dan tiadanya putusan hakim yang memenuhi rasa keadilan
bagi korban, pelaku maupun masyarakat luas.
Lembaga perlindungan saksi dan korban merupakan satu wacana yang
belakangan marak digulirkan karena pasal 50 sampai 68 Undang-Undang Nomor
1 Wahyu Wagiman, dkk, Naskah Akademis dan Rancangan Peraturan Pemerintah Tentang
Pemberian Konpensasi dan Restitusi serta Bantuan Bagi Korban (Jakrta: ICW, 2007), h. 9.
8 Tentang Hukum Acara Pidana hanya mengatur perlindungan terhadap tersangka
atau terdakwa untuk mendapatkan perlindungan dari berbagai kemungkinan
pelanggaran Hak Asasi Manusia.
Keberpihakan hukum terhadap saksi dan korban yang sangat timpang
terlihat dari beberapa peraturan yang lebih banyak memberikan hak-hak istimewa
kepada tersangka maupun terdakwa. KUHAP sebagai landasan untuk beracara
dalam perkara pidana ternyata cenderung lebih banyak memberikan porsi
perlindungan kepada terdakwa dan tersangka dari pada kepada saksi. Dengan
kondisi ini, KUHAP sendiri menjadi tameng hukum yang efektif bagi
dinikmatinya hak-hak terdakwa dan tersangka sedangkan posisi yang sebaliknya
justru dialami oleh para korban dan saksi. Mereka tidak mendapatkan hak-hak
yang seharusnya mereka terima sebagai seorang yang ikut berperan dalam
penegakan hukum. Saksi dan Korban sangat jarang bahkan tidak pernah
mendapatkan hak-hak pemulihan bagi dirinya maupun keluarganya.2 Logika
sederhana kenapa kemudian penting untuk melindungi para saksi dan korban.
Keberadaan lembaga perlindungan saksi dan korban menjadi sedemikian
pentingnya di Indonesia pada saat ini mengingat lembaga penegak hukum seperti
kepolisian dan kejaasaan membutuhkan instrumen hukum untuk melakukan
pekerjaan perlindungan saksi dan korban berstandarkan prinsip Internasional.
2 Supriyadi Widodo Eddyono, dkk, Perlindungan Saksi dan Korban Pelanggaran HAM Bera,
(Jakrta: ELSAM, 2005), h. 1.
Undang-undang perlindungan saksi dan korban adalah jalan utama untuk
memperbaiki konsep lembaga perlindungan saksi dan korban di Indonesia.
Proses peradilan pidana yang muaranya berupa putusan hakim di
pengadilan sebagaimana terjadi saat ini, tampak cenderung melupakan dan
meninggalkan saksi dan korban. Para pihak terkait antara lain jaksa penuntut
umum, penasihat hukum tersangka/terdakwa, saksi dan korban serta hakim
dengan didukung alat bukti yang ada, cenderung berpumpun (focus) pada
pembuktian atas tuduhan jaksa penuntut umum terhadap tersangka/terdakwa.
Proses peradilan lebih berkutat pada perbuatan tersangka/terdakwa memenuhi
rumusan pasal hukum pidana yang dilanggar atau tidak. Dalam proses seperti itu
tampak hukum acara pidana sebagai landasan beracara dengan tujuan untuk
mencari kebenaran materiil (substantial truth) sebagai kebenaran yang selengkap-
lengkapnya dan perlindungan hak asasi manusia (protection of human right) tidak
seluruhnya tercapai.3
Dilupakannya unsur saksi dan korban dalam proses peradilan cenderung
menjauhkan putusan hakim yang memenuhi rasa keadilan bagi pelaku maupun
masyarakat. Dalam beberapa kasus, saksi dan korban dapat berperan dengan
berbagai derajat kesalahan dari yang tidak bersalah sama sekali hingga derajat
lebih salah daripada pelaku.
3 Angkasa, dkk, “ Kedudukan Korban Tindak Pidana Dalam Sistem Peradilan Pidana
“(Kajian Tentang Model Perlindungan Hukum Bagi Korban Serta Pengembangan Model Pemidanaan
Dengan Mempertimbangkan Peranan Korban), Penelitian Hukum "Supremasi Hukum" Vol. 12 No. 2
Agustus 2007, FH UNIB Bengkulu, hal. 119-128.
Ketika terjadi suatu tindak pidana biasanya yang paling dirugikan adalah
korban. Bukan hanya ketika korban menjadi Victim, tetapi saat pemeriksaaan di
kepolisian, kemudian stigmatisasi negatif dari masyarakat –untuk kejahatan
kekerasan seksual-, pergantian kerugian memakan waktu yang lama –kalaupun
ada- berminggu-minggu, serta bentuk perlindungan dari negara yang tidak jelas.
Secara psikologis korban lebih “tersiksa” dari pada saksi ketika harus berhadapan
dengan masyarakat.
Pasal 3,4 dan 5 DUHAM pada dasarnya menegasakan hak hidup dan
mendapatkan perlindungan pada diri setiap orang, tanpa membeda-bedakan suku
warna kulit dan agama yang dianutya.4
Sehubungan dengan hal tersebut al-Qur’an surat al-Isra` ayat 31 dan 33:
���� ����� ��� ������������ ��������
� �! "#� � $% &'( ��$)*,�-&. �/��012#���
3 45#� ��$)!6�* &5*�7 089� )٣١: ١٧/��اء �ٲ( �⌧<#-=>� �;:
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu Karena takut
kemiskinan. kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga
kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang
besar”. (Q.S. 17 : 31)
���� ���6 ��� @A B4<�0� CDEF�0� &GA-�H 'I0� J�#�
4 Ahmad Kosasih, HAM Dalam Perspektif Islam, Menyingkap Persamaan dan Perbedaan
Antara Islam dan Barat, (Jakarta, Salemba Diniyah, 2003), h. 68
KL �� �00#/ M ............ )١٧/ ��اء �ٲ : ٣٣(
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar……… “.
(Q.S. 17 : 33)
Surat al-Balad ayat 12-16:
I0&"�� �NO�PQ�� 0&" �&N��� �0� ، RN�S T�&>�*�P
، ��� UV���#� R#X YZ��&2 [\] N�&N&_&" ، 0`☺Q\b&2 ��] T�&/&- �&" ، ���
0c<Q;M_\" ��] N�&/�= d&" )١٦-١٢ : ٩٠/ ا���� (
“Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu?.
(yaitu) melepaskan budak dari perbudakan. Atau memberi makan pada
hari kelaparan. (kepada) anak yatim yang ada hubungan kerabat. Atau
kepada orang miskin yang sangat fakir”. (Q.S. 90 : 12-16)
Jadi, perlindungan tidak hanya diberikan kepada orang yang sedang
teraniaya (korban) melainkan kepada orang yang menganiaya (pelaku) itu sendiri
yaitu dengan jalan melepaskan tangannya dari perbuatan aniaya (zalim) tersebut.
Dalam konteks persidangan hakim membutuhkan sesuatu yang otentik dan
orisinil yang kemudian dapat dijadikan pegangan yang kuat untuk mengambil
suatu putusan. Saksi dan korban merupakan bagian dari persidangan yang
keterangannya sangat dibutuhkan untuk mendapatkan kebenaran materil.
Menurut Hukum Islam ada beberapa tindak pidana yang ancaman
sanksinya sangat berat sampai hukuman mati. Seperti pada perkara pembunuhan,
murtad (keluar dari agama), dan bughat (pemberontakan). Sedangkan hukuman
mati adalah bagian dari hukuman yang sifatnya irreversible, yaitu hukuman yang
seketika dijatuhkan dan dilaksanakan maka tak ada kesempatan bagi hakim untuk
memperbaiki.
Untuk hukuman seperti ini Hakim harus mendapatkan keterangan yang
orisinil dan se-faktual mungkin dari para saksi dan korban. Dari para korban
yang kemudian menjadi saksi korban, hakim juga perlu menggali keterangan yang
terkait dengan perkara yang sedang ditanganinya. Bukan hanya karena ancaman
hukuman yang dijatuhkan berat, tetapi lebih kepada untuk menghargai hak
tersangka untuk tidak dipidana, baik secara sosial maupun legal formal sebelum
adanya putusan hukum (in kraht van gewijscd).
Keberadaan saksi dan korban sebagai bagian dari alat bukti merupakan
sesuatu yang wajib. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
diterangkan bahwa alat bukti yang sah ada lima, yaitu; 1. keterangan saksi; 2.
keterangan ahli; 3. surat; 4. petunjuk; 5. keterangan terdakwa. 5
Dalam hukum acara pidana keberadaan saksi dan korban merupakan
faktor yang sangat penting. Keterangan korban juga merupakan dari keterangan
saksi. Hukum Islam juga mengatur eksistensi keterangan saksi, korban yang juga
menjadi saksi. Al-Qur’an al-Baqarah ayat 282 menjelaskan
���$�#e��&6f0���
KX g���i�1 %\"
5 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana pasal 184
��j>\�*�%eP � 5#k�S ��F�
0&.��M&2 KXl!m�P nom&-�S
K50�����p�q0��� %r☺\"
&5��st�-�� �%\"
\�I����iRu�0� 5�� 4o;U��
0�☺$)O��!#� &-;v7⌧�6�S
0�☺$)O��!#� M[&-�wx0� 3 ���� �TSy&2 z�I����iRu�0�
��]#� 0&" ���$Q ……. ) ١٢ : ا����ة-
١٦(
Artinya: “Dan hendaklah kamu mengadakan dua orang saksi
lelaki dari kalangan kamu. kemudian kalau tidak ada saksi dua orang
lelaki, maka bolehlah, seorang lelaki dan dua orang perempuan dari
orang-orang yang kamu setujui menjadi saksi, supaya jika yang seorang
lupa dari saksi-saksi perempuan yang berdua itu maka dapat diingatkan
oleh Yang seorang lagi. dan jangan saksi-saksi itu enggan apabila mereka
dipanggil…………”(Q.S; 2 : 282).
Padahal keberadaan saksi dan korban merupakan unsur yang sangat
menentukan dalam proses peradilan pidana. Keberadaan saksi dan korban dalam
proses peradilan pidana selama ini kurang mendapat perhatian masyarakat dan
penegak hukum. Kasus-kasus yang tidak terungkap dan tidak terselesaikan
banyak disebabkan oleh saksi dan korban takut memberikan kesaksian pada
penegak hukum karena mendapat ancaman tertentu. Padahal saksi adalah kunci
untuk memperoleh kebenaran materil.
Berdasarkan asas kesamaan di depan hukum atau Equality Before The
Law yang menjadi salah satu ciri negara hukum seperti Indonesia. Maka saksi
dan korban harus dijamin haknya dan diberi perlindungan hukum lewat payung
hukum formal yang jelas.
Ada beberapa kasus di Indonesia yang sangat sensitif dan cukup besar
hingga menyita perhatian masyarakat. Salah satunya yang agak pelik adalah kasus
kejahatan di Timor Leste. Fakta riel menunjukkan sangat pincangnya proses
peradilan atas kasus-kasus kejahatan HAM di Timor Leste yang saat ini sedang
berlangsung di Pengadilan HAM akibat tidak adanya mekanisme perlindungan
saksi dan korban.
Sejak bulan Februari 2002, Pengadilan HAM mulai beroperasi mengadili
kasus-kasus kejahatan kemanusiaan di Timor Leste. Bulan Mei 2002, persidangan
kasus-kasus ini sampai pada tahap pembuktian, yakni tahap mendengarkan
keterangan saksi dan memeriksa alat bukti lainnya. Berdasarkan pengamatan,
pengadilan sangat timpang akibat tidak mampu memberikan jaminan
perlindungan saksi dan korban selama persidangan berlangsung.
Di sisi lain, keterbatasan saksi untuk berbicara dalam bahasa Indonesia
juga tidak disikapi oleh Majelis Hakim dengan baik. Majelis Hakim yang diketuai
oleh Cicut Sutiarso dalam perkara dengan terdakwa Herman Sedyono, dkk,
misalnya, menolak penterjemah bahasa Tetun yang disediakan untuk membantu
saksi Dominggas Dos Santos Mauzinho hanya karena alasan sepele tidak ada
surat pengantar dan sertifikat penterjemah.6
6 Supriyadi Widodo Eddyino, Saksi dalam ancaman: Dokumentasi Kasus, (Jakarta: ELSAM,
2005), h. 29
Contoh kasus di Timor Leste ini adalah contoh yang nyata bahwa ada
semacam tindakan diskriminatif bagi para saksi dan korban yang kemudian juga
dibiarkan oleh majelis hakim. Ini hanya satu contoh yang terungkap di media.
Belum pada kasus kecil yang kemudian tenggelam dan berimplikasi pada
gagalnya menghadirkan persidangan yang jujur dan obyektif di Indonesia.
Berangkat dari hal seperti ini dalam konsep lembaga perlindungan saksi
dan korbanlah, penulis berniat untuk mengangkat tema ini sebagai bahan
penelitian. Penulis penting untuk mnggali apa-apa saja dasar hukum perlindungan
saksi dan korban baik ditinjau dari hukum pidana maupun Hukum Islam.
Penulis mencoba untuk menyusun satu karya ilmiah dengan judul :
“KEDUDUKAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DI
INDONESIA (KAJIAN HUKUM ISLAM)”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Penelitian ini akan menjelaskan sejauh mana urgensi perlindungan saksi
dan korban serta bagaimana konsep lembaga perlindungan saksi dan korban yang
dicerminkan pada Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2006
Tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Dari pokok masalah tersebut disusun pertanyaan penelitian sebagai
berikut:
1. Bagaimanakah tingkat urgensi perlindungan saksi dan korban di Indonesia?
2. Bagaimanakah wewenang, tugas dan tanggung jawab lembaga perlidungan
saksi dan korban di Indonesia?
3. Bagaimanakah pandangan hukum pidana Islam terhadap kedudukan lembaga
perlindungan saksi dan korban di Indonesia?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Penelitian ini bertujuan untuk :
a. Menjelaskan tingkat urgensi perlindungan saksi dan korban di Indonesia.
b. Menjelaskan wewenang, tugas dan tanggung jawab lembaga perlidungan
saksi dan korban di Indonesia.
c. Menjelaskan pandangan hukum pidana Islam terhadap kedudukan
lembaga perlindungan saksi dan korban di Indonesia.
2. Manfaat Penalitian
Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi pengembangan ilmu
pengetahuan di bidang Hukum Pidana yang berwawasan keislaman. Selain itu,
diharapkan pula dapat memberikan informasi tentang kedudukan lembaga
perlindungan saksi dan korban kepada masyarakat luas. Lebih dari itu, hasil
penelitian dapat dijadikan sebagai masukan kepada kalangan Hakim yang
berwenang dalam memutuskan perkara yang tidak mengabaikan keberadaan
saksi dan korban, sehingga dapat dilaksanakan perbaikan yang diperlukan untuk
dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dalam bidang Hukum, khususnya
mengenai perlindungan saksi dan korban.
D. Review Studi Terdahulu
Dalam menghimpun bahan yang dijadikan materi penulisan skripsi ini,
penulis menggunakan metode library research yaitu penelitian kepustakaan dan
literatur yang ada relevansinya dengan judul skripsi ini. Buku-buku yang
dijadikan sumber materi, terutama buku-buku fiqh, Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Peraturan Pemerintah
Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Tata Cara Perlindungan Terhadap saksi dan korban
Pelanggaran HAM Berat, Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2002 Tentang
Kompensasi, Restitusi dan Rehabilitasi Korban pelanggaran HAM Berat.
Disamping itu penulis mengambil bahan-bahan dari buku-buku, tulisan-tulisan
ilmiah yang membahas tentang perlindungan saksi dan korban yang dijadikan
sebagai sumber pokok pembahasan skripsi ini.
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan kualitatif. Sebenarnya
banyak yang mendefinisikan apa itu penelitian kualitatif. Tapi Moleong
mensintesiskan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang
bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek
penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain.,
secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa,
pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai
metode alamiah.7 Penelitian ini terdiri dari penelitian hukum normatif
(penelitian hukum kepustakaan) yang mengkaji asas-asas dan norma-norma
suatu sistem hukum. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang
dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka.8
Penelitian ini juga menuturkan dan menafsirkan data yang berkenaan dengan
satu variabel, dengan menyajikannya apa adanya.
2. Teknik Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan teknik studi
dokumentasi, yakni mengkaji : Bahan Hukum, terdiri dari bahan hukum
primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan
hukum yang mengikat. Dalam kaitan ini peraturan perundang-undangan yaitu
Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara
7 Lexi J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung, Remaja Rosda Karya,2005)
cet ke- 21, h.6
8 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta, PT Raja
Grafindo Persada, 2004), cet. ke 8, h. 13
Pidana serta Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2006
Tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Sedangkan bahan hukum sekundernya adalah buku-buku hukum serta
catatan dan tulisan-tulisan lain yang mendukung dan memperjelas bahan
hukum primer serta bahan hukum lain yang penulis dapatkan baik melalui
penelusuran buku-buku yang berkaitan, surfing internet, artikel-artikel, jurnal-
jurnal, ataupun dari sumber lainnya.
3. Teknik Analisa Data
Dalam menganalisis data, diterapkan teknik analisis isi secara kualitatif.
Jadi, dengan teknik ini penulis berusaha untuk mengkualifikasikan data-data
yang telah diperoleh dan disusun, kemudian melakukan interpretasi dan
formulasi.
Untuk mencapai sasaran seperti yang diharapkan maka sistematika
pembahasan ini dibagi menjadi lima bab. Teknik Penulisan yang digunakan
dalam skripsi ini mengacu kepada buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2007.
F. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika pembahasan sebagai berikut:
BAB I Merupakan bagian pendahuluan atau berisikan pengantar, yang memuat
latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan
penelitian, review studi terdahulu, metode penelitian dan sistematika
pembahasan. Dimaksudkan dengan pendahuluan, agar para pembaca
sudah dapat mengetahui garis besar penelitian. Bab pertama ini adalah
sebagai pengantar.
BAB II Terdiri dari dua sub bab yang membahas membahas tentang,
Pertama; Perlindungan Saksi Dalam Hukum Pidana Islam, Kedua;
Perlindungan Korban Dalam Hukum Pidana Islam.
BAB III Terdiri dari tiga sub bab yang membahas tentang, Pertama; Urgensi
Perlindungan Saksi dan Korban, Kedua; Kedudukan Lembaga
Perlindungan Saksi dan Korban, Ketiga; Wewenang, Tugas dan
Tanggung Jawab Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban.
BAB IV Merupakan Analisis Hukum Pidana Islam terhadap Lembaga
Perlindungan Saksi dan Korban di Indonesia. Bab ini terbagi dalam
tiga sub bab. Pertama ; Makna Perlindungan Saksi dan Korban
dalam Hukum Pidana Islam, Kedua ; Kedudukan Lembaga
Perlindungan Saksi dan Korban Menurut Hukum Pidana Islam,
Ketiga Wewenang, Tugas dan Tanggung Jawab Lembaga
Perlindungan Saksi dan Korban Menurut Hukum Pidana Islam.
BAB V Adalah Penutup, terdiri dari kesimpulan dan saran-saran. Bab V
sebagai kesimpulan adalah konsekuensi dari metodologi.
Pengambilan kesimpulan ini harus dilakukan untuk menemukan
jawaban yang diajukan pada penelitian ini.
BAB II
TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DALAM
HUKUM ISLAM
A. Perlindungan Saksi Dalam Hukum Pidana Islam
Istilah saksi sudah dikenal mulai dari adanya perbuatan pidana dan pelaku
tindak pidana. Bisa dikatakan bahwa, tidak akan ada tindak pidana tanpa adanya
korban dan pelaku tindak pidana serta tidak akan pernah efektif jalannya
persidangan jika tidak ada saksi.
Kata ���تادا� adalah bentuk jama’ dari ���دةا� yaitu
memberitahukan. Sedangkan saksi menurut syara’ adalah pemberitahuan oleh
seseorang menggunakan lafadz tertentu mengenai adanya hak yang berada pada
tanggungan orang lain.9
Dalam hukum pidana Islam, kesaksian disebut dengan Syahadah yang
dapat didefinisikan sebagai berikut:
�� ا�+*�ب�-, ا�+*�(�) رب%$ #���� إ!أ� دة ا�
Artinya: “bahwasanya kesaksian itu adalah memberitahukan dengan
sebenarnya hak seseorang terhadap orang lain dengan lafadz aku
bersaksi”.10
9 Aliy As’ad, Terjemah Fathul Mu’in, (Kudus: Menara Kudus, 1979), Jilid 3, h. 459.
10 Jalaluddin Muhammad Bin Ahmad Mahali, Hasyiyatan, (Beirut: Daar al-Fiqri, 2006), Jilid
4, h. 319.
BAB III
LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DI INDONESIA
A. Urgensi Perlindungan Saksi dan Korban
Sampai saat ini, posisi saksi dan korban cenderung diperlakukan hanya
bagian dari salah satu alat bukti. Saksi selalu saja didorong untuk bersuara di
depan pengadilan (dalam pemeriksaan) sedangkan korban yang biasanya
dijadikan sebagai seorang saksi korban hanya ”ditunjukkan” di depan pengadilan
untuk mendukung argumentasi jaksa penuntut umum. Setelah itu tidak ada upaya
untuk menjamin adanya upaya perlindungan kepada saksi yang memberikan
keterangan di pengadilan, demikian juga bagi korban tidak ada upaya pemulihan
yang memadai untuk mengembalikan posisi korban seperti semula.11
Keberpihakan hukum terhadap saksi dan korban yang sangat timpang
terlihat dari beberapa peraturan yang lebih banyak memberikan hak-hak istimewa
kepada tersangka maupun terdakwa. KUHAP sendiri menjadi tameng hukum
yang efektif bagi dinikmatinya hak-hak terdakwa dan tersangka sedangkan
posisi yang sebaliknya justru dialami oleh para korban dan saksi.
11 Supriyadi Widodo Eddyono, Perlindungan Saksi dan Korban Pelanggaran HAM Berat,
Seri Kampanye RUU Perlindungan Saksi dan Korban Nomor 2 Tahun 2005, (Jakarta: Elsam, 2005), h.
1.
BAB IV
ANALISA HUKUM ISLAM TERHADAP LEMBAGA PERLINDUNGAN
SAKSI DAN KORBAN DI INDONESIA
A. Makna Perlindungan Saksi dan Korban dalam Hukum Islam
Hukum Islam bersumber pada al-Qur’an, al-Hadits dan Ijma’ para sahabat
dan tabi’in. Al-Qur’an dan al-Hadits melengkapi sebagian besar dari hukum-
hukum Ilam, kemudian para sahabat dan tabi’in menambahkan atas hukum-
hukum itu. Aneka hukum yang diperlukan untuk menyelesaikan kemusykilan-
kemusykilan tang terjadi dalam masyarakat. Karenanya dapat dikatakan bahwa
Syariat (hukum) Islam, adalah hukum-hukum yang bersifat umum yang dapat
diterapkan dalam perkembangan hukum Islam menurut kondisi dan situasi
masyarakat. Hukum Islam mempunyai gerak yang tetap dan perkembangan yang
terus menerus karenanya hukum Islam senantiasa berkembang dan perkembangan
itu merupakan tabi’at hukum Islam yang terus hidup.12
Tidak ada satupun agama seperti Islam yang menyadari hak orang-orang
yang didzalimi (korban) dan berbuat untuk melindungi mereka dari kesewenang-
wenangan pelaku tindak pidana, tanpa bisa menuntut apapun
12 Hasbi Ash-Shiddiqi, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), h. 44.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah melakukan penelitian, akhirnya rumusan masalah dalam penelitian
mendapatkan jawabannya.
Penulis mengabil kesimpulan pentingnya peran lembaga dalam perlindungan
saksi dan korban sebagai berikut:
a. Keberadaan saksi dan korban sangat penting mengingat sering kali
aparat penegak hukum mengalami kesulitan dalam mencari dan
menemukan kejelasan tentang tindak pidana yang dilakukan oleh
pelaku tindak pidana yang disebabkan tidak dapat menghadirkan saksi
dan korban.
b. Dalam pemeriksaan terhadap perkara pidana untuk mengungkap
kebenaran dan memberi keadilan berkaitan erat dengan alat bukti.
Saksi dan korban memiliki kedudukan yang sangat signifikan dalam
pengungkapan kebenaran materiil. Pada posisi itulah saksi dan korban
melekat potensi ancaman. Ketidakhadiran saksi dan korban memenuhi
panggilan atau permintaan aparat penegak hukum ini sering kali
disebabkan adanya ancaman., baik fisik maupun psikis dari pihak
tertentu yang ditujukan kepada saksi dan korban.
DAFTAR PUSTAKA
Abi Zakaria Yahya Bin Syarif an-Nawawi, Syeh al-Islamyi, Riyadussalihin,
(Pekalongan: Raja Murah,tth).
Al-Kattani, Abdul Hayyie, dan Kamaluddin Nurdin, Hukum Tata Negara dan
Kepemimpinan dalam Takaran Hukum Islam, (Jakarta: Gema Insani, 2000),
Cet. Ke-1.
Al-Maududi, Abul A’la, Maulana, Hak Asasi Manusia Dalma Islam, Terjemahan
Ahmad Nashir Budiman, (Bandung, Pustaka, 1995,).
Al-‘Audah, Abdul al-Qodir, al-Tasyri’ al-Jina’iy al-Islamiy, (Beirut: Dar al-Fikr,
t.th), Juz ke-1.
Al-‘Audah, Abdul al-Qadir, al-Tasyri’ al-Jina’iy al-Islamiy, (Beirut: al-Muassasah
al-Risalah, t.th.), Juz ke-2.
Al-‘Awwa, Muhammad Salim, al-Fiqh al-Islamiy Fi Tariq al-Tajdid, (Beirut: al-
Maktab al-Islamiy, 1998).
Amin Suma, Muhammad, Pidana Islam di Indonesia “Peluang, Prospek dan
Tantangan”, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001), Cet. Ke-1.
Asshiddiqie, Jimly, Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia : Studi Tentang Bentuk-
bentuk Pidana Dalam tradisi Fiqih Dan Relevansinya Bagi Usaha
Pembaharuan KUHP Nasional, (Bandung: Penerbit Angkasa, 1996).
Ash-Shiddiqi, Hasbi, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975).
As’ad, Aliy, Terjemah Fathul Mu’in, (Kudus: Menara Kudus, 1979), Jilid 3.
Djaelani, Abdul Qadir, Sekitar Pemikiran Politik Islam, (Jakarta: Media Dakwah,
t.th).
Earley, Pete, dan Gerarld Shur, WITSEC: Pengalaman Program Perlindungan Saksi
Federal AS, (Jakarta; ELSAM, 2005).
Top Related