KEBIJAKAN PENCEGAHAN & PENGENDALIAN
PENYAKIT TULAR VEKTOR DAN ZOONOTIK
Disampaikan oleh :
dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid
Direktur P2PTVZ, Ditjen P2P, Kemenkes
PENDAHULUAN
2
Pendahuluan
INDONESIA - Salah satu HOTSPOT untuk EMERGING INFECTIOUS DISEASES
PENYAKIT TULAR VEKTOR DAN
ZOONOTIK
1. Penyakit berpotensi wabah : Malaria, DBD, Rabies,
Antraks, Pes, Chikungunya,JE, Leptospirosis
2. Emerging Infectious Diseases (EID) : Flu burung,
MERSCoV, penyakit zoonosa baru lainnya
3. Neglected Tropical Diseases (NTD) : Filariasis,
Schistosomiasis, Kecacingan
4
5
MR Campaign
2017-2018
1. Eliminasi Rubela
2. Eliminasi Filariasis
3. Eliminasi Schistomiasis
4. Eliminasi Rabies
5. Eradikasi Frambusia
6. Eliminasi campak
7. Eliminasi- Penularan
HIV dari Ibu ke Anak
2020 1. Eliminasi Kusta
2. Pengendalian PTM
3. Bebas ODGJ/Pasung
2024/2025
1. Eliminasi Malaria 2. Getting To Three Zero HIV-AIDS 3. Eliminasi Hep- C
2030
2017
2020
2030
2024/
2025
2050
Indonesia Bebas TB
2050
TARGET NASIONAL
PENCEGAHAN DAN
PENGENDALIAN PENYAKIT
SESUAI DEGAN
KESEPAKATAN
REGIONAL DAN GLOBAL
TAHUN 2017 - 2050
PRIORITAS NASIONAL DAN
PRIORITAS BIDANG
PrioritasNasional
PengendalianMalaria
PengendalianFilariasisdanSchistosomiasis
PengendalianArbovirosis
PengendalianZoonosis
PengendalianVektor
Prioritas Bidang
1. Penguatan surveilans vektor dan kasus berbasis laboratorium
2. Mengedepankan pencegahan dan promotif
3. Penemuan kasus dini dan penguatan tata laksana diseluruh fasyankes
4. Pengendalian faktor risiko secara terpadu
5. Peningkatan sistem kewaspadaan dini dan respon cepat penanggulangan KLB
6. Peningkatan kualitas dan kuantitas SDM P2PTVZ
7. Perencanaan logistik sesuai kebutuhan
8. Peningkatan komitmen, koordinasi, kolaborasi, kontribusi dan sinergi multisektor
9. Penguatan partisipasi masyarakat (kampanye kelambu massal, Belkaga, G1R1J, penanaman tanaman anti nyamuk dan manajemen lingkungan,pendekatan One Health)
10. Dukungan Regulasi
KEBIJAKAN DAN STRATEGI PROGRAM P2PTVZ
LINGKUP PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT TULAR VEKTOR DAN ZOONOTIK
• ↙angka kesakitan
• ↙risikopenularan Penanganan di HULU
padasumber,vektor&faktorrisiko
• ↗akses pelayanan
• ↙angkakesakitan
• ↙ angka kematian
• Pelayanan yang efisien & efektif
Penangananpadahost/manusia)
Reduksi atau Eliminasi
Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik
Peningk kasus/outbreak
pada hewan Transmisi antar spesies
Kesehatan Hewan Surveilans/Respon
WAKTU
Pergeseran dari Surveilans Kasus pada Surveilans Vektor dan Reservoir Penyakit
Kasus manusia
KAS US
Kesehatan Masyarakat Surveilans/Respon
Satwa liar outbreak
transmisi antar spesies
Transmisi antar spesies
Satwa liar outbreak
Kesehatan Satwa Liar Surveilans/Respon
Satwa liar outbreak
Peningk kasus /oubreak Hewan
Kesehatan Hewan Surveilans/Respon
Transmisi antar spesies
WAKTU
Keuntungan pada Kesehatan Masyarakat dengan adanya Deteksi Dini
KASUS
Satwa liaroutbreak
Kesehatan Satwa liar Surveilans/Respon
Transimisi antar
spesies KASUS
MANUSIA
Kesehatan Masyarakat Surveiland/Respon
Satwa liar outbreak
Satwa liar outbreak
Satwa liar outbreak
SURVEILANS
11
1.Pengumpulan Data
2.PengolahanData
3.AnalisaData
4.TindakLanjut DETECT
1. ORANG – TEMPAT – WAKTU • Pelaksanaan Deteksi Dini Kasus melibatkan Masyarakat dan Mitra • Penemuan Kasus di Masyarakat dan RS oleh Petugas Surveilans • Pelaksanaan Verifikasi Rumor Kasus Potensial KLB dan KLB • Penyelidikan Epidemiologi • Pengambilan dan Pengiriman Spesimen Kasus
2. ORANG – TEMPAT – WAKTU • Pelaksanaan Verifikasi dan Validasi Data • Pelaksanan Tabulasi dan Pemetaan Data PD3I di tingkat Desa, Kecamatan,
Kab/Kota • Pencatatan dan pelaporan
3. ORANG – TEMPAT – WAKTU • Pelaksanaan Analisis dan Intrepetasi Data/ Informasi • Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) • Pemetaan Risiko Wilayah terhadap PD3I (Risk Assessment)
4. ORANG – TEMPAT – WAKTU • Pelaksanaan Umpan Balik LP/LS • Pengendalian KLB • Perencanaan dan Pemanfaatan Hasil Analisis Data untuk Program Pelaksanan
Advokasi dan Kerjasama LP/LS
–
SITUASI PENYAKIT TULAR VEKTOR DAN ZOONOTIK
12
TARGET & CAPAIAN INDIKATOR
NO INDIKATOR RPJMN
TARGET
SATUAN 2015
Capaian 2015
2016 Capaian
2016 2017 Capaian 2017 2018 2019
1 Jumlah kab/kota dg eliminasi malaria
225 235 245 247 265 266 285 300 Kab/Kota
2 Jumlah kab/kota dengan eliminasi filariasis
9 17 12 22 15 29 24 35 Kab/Kota
NO INDIKATOR RENSTRA
TARGET
SATUAN 2015
Capaian 2015
2016 Capaian
2016 2017 Capain 2017 2018 2019
1 Persentase Kabupaten/ Kota yang melakukan
pengendalian vektor terpadu 40 41,2 50 50 60 60 70 80 Persen
2 Jumlah Kabupaten/Kota dengan API <1 per 1.000
penduduk 340 379 360 400 375 438 390 400 Kab/Kota
3 Jumlah Kabupaten/Kota endemis Filaria berhasil
menurunkan angka Mikrofilaria Menjadi 1% 35 51 45 46 55 60 65 75 Kab/Kota
4 Persentase Kabupaten/ Kota dengan IR DBD <
49 per 100.000 penduduk 60 76,07 62 53,31 64 84,24 66 68 Persen
5 Persentase Kabupaten/ Kota yang eliminasi
Rabies pada manusia 25 73,48 40 40,15 55 55 70 85 Persen
RPJMN
RENSTRA
SKEMA PENTAHAPAN ELIMINASI MALARIA
Positif rate pemeriksaan lab dari malaria kllinis
< 5%
Kasus Indigenous nol
API< 1 kasus/1000 penduduk berisiko
Pemberantasan Pra Eliminasi Eliminasi
3 Tahun
Sertifikasi WHO Eliminasi Nasional
thn 2030
Pemeliharaan
Reorientasi program menuju
eliminasi
Reorientasi program menuju
pemeliharaan
(Akselerasi) (intensifikasi)
(pembebasan)
Di Indonesia sasaran eliminasi dimulai dari kab/kota provinsi Nasional
2025
2027
247 kab/kota mencapai eliminasi
266 kab/kota mencapai eliminasi
300 kab/kota mencapai eliminasi
Semua kab/kota mencapai eliminasi
Semua provinsi mencapai eliminasi
Indonesia mencapai eliminasi
Milestone Eliminasi Malaria di Indonesia
2019
2018
2017
2016
2020 : tidak ada lagi kab/kota endemis tinggi
Perlu strategi percepatan penurunan
endemis tinggi
Smp tahun 2018 masih
ada 39 kab/kota dgn endemsitas
tinggi
Kasus indigenous terakhir thn 2021
2030
285 kab/kota
mencapai
eliminasi
15
PETA ENDEMISITAS MALARIA INDONESIA -TAHUN 2013-2018
2016
2017
2013
2018
No Category Population District/Municipal
# % # %
1 Malaria Free 198.829.268 75 % 285 55 %
2 Low Endemic (API < 1 per 1000) 58.775.398 22 % 175 34 %
3 Moderate Endemic (API 1-5 per 1000) 4.550.506 2 % 29 6 %
4 High Endemic (API > 5 per 1000) 3.074.719 1 % 25 5 %
Total 265.229.891 100.0 % 514 100.0 %
Perbandingan Kasus Positif Malaria Nasional Tahun 2017 – 2018
1926
48
3045
1
1370
6
1573
4297
4019
2442
1201
765
1135
596
904
911
900
107
760
1031
512
957
357
147
543
328
299
152
187
111
211
95
46
42
86
33
65
1118
23
1805
1
7252
2214
1893
1279
1194
1110
1069
756
746
732
643
609
520
471
316
310
254
238
215
186
151
127
123
117
116
60
58
58
53
28
21
11
0
50000
100000
150000
200000
250000
Positif 2017 Positif 2018
Secara Nasional Kasus Malaria cenderung menurun dari 261.167 kasus (Tahun 2017) menjadi 152.804 kasus (Tahun 2018)
Trend Kasus Malaria Indonesia Tahun 2010 – 2018*
0
0.5
1
1.5
2
2.5
0
500000
1000000
1500000
2000000
2500000
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Suspect Lab Examination Positive Cases Treatment With ACT API
* Data per-14 Februari 2019
Tahapan Program Untuk Mencapai Eliminasi Filariasis
Verifikasi Pemetaan POMPF SurveilansPascaPOMPF
Pemetaan
Mf atau
Ag≥1% TAS
Surveilans
Baseline
POMPF
Follow-up
[Eligibilitas]
Mid-term (optional
)
Ya
M&E
Lulus
Gagal
Tahapan Monitoring dan Evaluasi Program Filariasis
Pencapaian Target Nasional sampai November 2018
2015 2016 2017 2018 2019
Target 9 12 15 24 35
Capaian 17 22 28 29
0
5
10
15
20
25
30
35
40K
abu
pat
en/K
ota
Jumlah Kabupaten/Kota Eliminasi Filariasis sampai November 2018
2015 2016 2017 2018 2019
Target 35 45 55 65 75
Capaian 36 46 76 98
0
20
40
60
80
100
120
Kab
up
aten
/Ko
ta
Jumlah Kabupaten/Kota Endemis Filariasis Berhasil Menurunkan Angka Mikrofilaria < 1%
sampai November 2018
2015 2016 2017 2018 2019
Target 140 170 140 125 105
Capaian 144 180 152 131
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
Kab
up
aten
/Ko
ta
Jumlah Kabupaten/Kota Endemis Filariasis Yang Melakukan Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) Filariasis
sampai November 2018
Capaian tahun 2018 mengikuti jumlah kabupaten/kota yang direncanakan melaksanakan POPMFil 2018
Situasi Filariasis di Indonesia Tahun 2017
Situasi Filariasis sampai dengan November 2018
514 Kab/Kota
236 Kab/Kota Endemis Filariasis
278 Kab/Kota Non Endemis Filariasis
131 Kab/Kota Melaksanakan POPM Filariasis
105 Kab/Kota Selesai POPM
Filariasis 5 Tahun
83 Kab/Kota Tahap PreTAS/TAS/
Surveilans Pasca POPMFil
22 Kab/Kota Telah Menerima Sertifikat
Eliminasi Filariasis
Target
Strategi
Sasaran
• Indonesia reduksi cacingan tahun 2019
• Penurunan prevalensi cacingan sampai dengan dibawah 10% disetiapkab/kota
• Komitmen Pemerintah Pusat dan Daerah
• KoordinasiLP/LS &PeranSertaMasyarakat
• Integrasi Kegiatan dengan program kesehatan lainnya
• Koordinasi dengan Kementerian yang bertanggung jawab dengan penyediaan sarana airbersih
• Sosialisasi PHBS
• Pembinaan dan evaluasi penanggulangan cacingan didaerah
• Anak usia1–12tahun
STRATEGI REDUKSI CACINGAN
ONE HEALTH
ONE HEALTH ADALAH PENDEKATAN DALAM PELAYANAN KESEHATAN YANG DILAKSANAKAN SECARA TERPADU LINTAS SEKTOR BERSAMA MASYARAKAT
PENDEKATAN ONE HEALTH TERUTAMA DITERAPKAN DALAM PENANGGULANGAN PENYAKIT ZOONOTIK DAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING
PENERAPAN ONE HEALTH DI TINGKAT NASIONAL MELIBATKAN SEKTOR TERKAIT : KEMENKES, KEMENTAN, KEMEN-LHK, KEMENDAGRI, KEMENKO PMK, BNPB
PENERAPAN ONE HEALTH DI TINGKAT GLOBAL MELIBATKAN ORGANISASI INTERNASIONAL TERKAIT :WHO, FAO, OIE
25
Konsep Optimalisasi Pengendalian Rabies
Sasaran:
menurunkan
Kematian akibat
rabies
Kegiatan:
1. Koordinasi LS
(One Health)
2. Surveilans
terpadu
3. Sinergi
sumberdaya LS
4. Tatalaksana
kasus GHPR
5. Pemenuhan
logistik &
operasional
6. Public
awereness
7. Pemberdayaan
masy
Tim terpadu
Penguatan kapasitas
Penyuluhan
• Tipe media (TV lokal,
Radio , SMS gateway
dll)
• Rutin
• Sasaran : seluruh gol
masy
• Pembentukan
tim terpadu
• Pelatihan
vaksinasi HPR
• Pelatihan
tatalaksana
KGHPR
Masyarakat
Seluruh OPD
• Cuci luka
• Kemauan utk berobat
• Informasi fasyankes yg
mampu memberikan
tatalaksana kasus GHPR
E L I
M I N A S I
R A B I E S
Situasi Rabies di Indonesia Tahun 2011 – 2018
Rabies tersebar di
25 prov.
Ada 9 provinsi
bebas: Babel, Kep.
Riau, DKI Jakarta ,
Jateng, Jatim, DI
Yogya, NTB,Papua
dan Papua Barat.
GHPR: gigitan hewan penular rabies
Di VAR/PET : Post Exposure Treatment
Lyssa : Kematian karena Rabies
Rabies Pada Manusia 2017 - 2018
28
Prov dengan kasus Rabies tertinggi tahun 2017 adalah: 1. Sulsel dan Kalbar masing-
masing 22 orang 2. Sulawesi Utara 15 orang, 3. Sumatera Utara 11 orang 4. NTT 10 orang
Indikator Pencegahan & Pengendalian DBD
Renstra Kementerian Kesehatan tahun 2015 – 2019:
RencanaKinerjaPemerintah(RKP)2017:
Indikator Program:
• Persentase Kab/Kota dengan IR DBD < 49/100.000 penduduk
• Persentase Kab/Kota yang melaksanakan Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik(Target 2017: 40%)
• Persentase Puskesmas Rawat Inap yang melaksanakan Diagnosis Dini DBD(Target 2017: 40%)
• Incidence Rate (IR)< 49/ 100.000 penduduk
• Case Fatality Rate (CFR)< 1%
• Angka Bebas Jentik (ABJ)> 95%
INDIKATOR & CAPAIAN PROGRAM PENGENDALIAN DBD TAHUN 2015-2019
PERSENTASE KAB/KOTA DENGAN IR ≤ 49 PER 100.000 PENDUDUK
Target = 60% ;Realisasi: 76,07
Target 62%
Realisasi: 53,31% Target: 64%
Realisasi: 82,24%
Target = 66% Realisasis/Okt= 88,72% (456Kab/Kota)
Target = 68%
2016
2015
2017
2018 2019
PENGENDALIAN VEKTOR TERPADU
Indikator pengendalian vektor adalah persentase Kab/ Kota yang melaksanakan pengendalian vektor terpadu (PVT)
PVT merupakan pendekatan yang menggunakan kombinasi beberapa metode yang dilakukan berdasarkan azas keamanan, rasionalitas, dan efektifitas, serta dengan mempertimbangkan kelestarian keberhasilannya.
50%
60%
70%
50%
60,7%
69,7%
0
10
20
30
40
50
60
70
80
2015 2016 2017 2018 (PerOktober)
Target Realisasi
PENGEMBANGAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA LARVITRAP
• Larvitrap merupakan Teknologi Tepat Guna (TTG) yang mudah direplikasi dan digunakan oleh masyarakat
• Menyediakan tempat nyamuk untuk bertelur, namun saat jentik berkembang menjadi larva dan nyamuk akan mati karena tidak bisa keluar.
PEMANFAATAN RISKHUS VEKTORA
33
Peran Riskhus Vektora untuk P2PTVZ
• Terpetakannya vektor dan reservoir penyakit sehingga intervensi program lebih
fokus pada faktor risiko suatu penyakit.
• Intensifikasi pengendalian penyakit tular vektor dan zoonotikMemperluas
cakupan surveilans
Memperkuat SKD KLB
Meningkatkan penemuan kasus
Meningkatkan kesadaran masyarakat
Memperkuat koordinasi dan kerja sama lintas sektor
• Memetakan kesenjangan antara keberadaan Vektor dan reservoir dengan
penyakit pada masyarakat.
• Mengembangkan IVM sesuai dengan kearifan lokal
• Mempertimbangkan syarat eliminasi suatu penyakit dengan melihat
keberadaan vektor dan reservoir penyakit
•
34
Kesimpulan
1. Pengendalian Vektor dan reservoir merupakan hulu dari pengendalian
penyakit TVZ
2. Integrasi program dan kegiatan merupakan strategi pencapaian target yang
efektif dan efisien
3. Pengendian vektor dan reservoir harus dilakukan secara serentak dan
berkelanjutan oleh seluruh jajaran lintas sektor dan masyarakat.
4. Riskhus Vektora bermanfaat untuk memperkuat pengendalian penyakit tular
vektor dan zoonotik.
5. Penguatan pengendalian penyakit tular vektor dan zoonotik diarahkan pada
perluasan surveilans dan peguatan SKD KLB, perluasan cakupan penemuan
kasus, peningkatan kesadaran masyarakat dan peningkatan kerja sama lintas
sektor.
35
HARAPAN TERHADAP RISKHUS VEKTORA
Hasil dari riskhus vektora dapat digunakan dalam :
1. Peningkatan surveilans dan penguatan SKD KLB, perluasan cakupan
penemuan kasus, peningkatan kesadaran masyarakat, peningkatan kerja
sama lintas sektor.
2. Penguatan metode pengendalian pemutusan rantai penularan dari vektor-
reservoir penyakit kepada host/manusia
3. Kajian terhadap jenis vektor dan reservoir yang baru ditemukan terhadap
potensi penularan penyakit
4. Memperluas jenis reservoir penyakit sesuai dengan situasi kondisi saat ini
(mis: monyet ekor panjang)
5. Identifikasi terhadap penyakit TVZ lainnya (mis: zika virus, rickettsia,
hantavirus dll)
TERIMA KASIH
SEHAT DIMULAI DARI SAYA
ANUNG untuk BAPPEDA JATIM 2018 37