KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.
Dengan memanjatkan Puji Syukur
Kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan Rahmat, Taufik dan Hidayah-
Nya, sehingga Laporan Kinerja Instansi
Pemerintah (LKjIP) Provinsi Jawa Timur
Tahun 2018 dapat diselesaikan dengan baik
dan tepat waktu.
Sebagaimana telah kita ketahui
bersama bahwa dengan bergulirnya era
reformasi membawa reformasi membawa
konsekuensi bagi penyelenggaraan seluruh fungsi pemerintahan di
segala lini untuk berubah menjadi lebih baik dengan mengakomodasi
praktek-praktek kepemerintahan yang baik atau lazim disebut “good
governance” dan mewadahi aspirasi dan partisipasi masyarakat di
segala bidang pemerintahan. Dengan mengimplementasikan prinsip-
prinsip yang sangat mengutamakan peran serta masyarakat dalam
penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan,
tegaknya suprimasi hukum, transparansi, dan berorientasi pada hasil,
serta bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Upaya untuk
menyelenggarakan pemerintahan yang demikian diatur dalam
Peraturan Pemerintah No.8 tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan
dan Kinerja Instansi Pemerintah serta Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 29 Tahun 2014, tentang Sistem Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) , didalam Peraturan Presiden
tersebut mewajibkan setiap Instansi Pemerintah pusat dan daerah
sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Negara untuk
mempertanggungjawabkan keberhasilan / kegagalan pelaksanaan
program dan kegiatan yang telah diamanatkan para pemangku
kepentingan dalam rangka mencapai misi organisasi secara terukur
dengan sasaran/target kinerja yang telah ditetapkan melalui laporan
kinerja instansi pemerintah yang disusun secara periodik.
Mengacu pada keempat aturan tersebut, Laporan Kinerja
Instansi Pemerintah (LKjIP) Provinsi Jawa Timur Tahun 2018 disusun
sebagai media untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan atau
kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan
sasaran yang telah ditetapkan dalam dokumen RPJMD Perubahan
Tahun 2014-2019 dan Perjanjian Kinerja Provinsi Jawa Timur tahun
2018.
Penyajian Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKjIP) Provinsi
Jawa Timur Tahun 2018 ini didasarkan pada Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53
Tahun 2014 tentang Petunjuk Tehnis Perjanjian Kinerja, Pelaporan
Kinerja dan Tata Cara Reviu atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah
yang di dalamnya memuat pernyataan visi, misi, tujuan, sasaran,
kebijakan serta program kegiatan. Selanjutnya dilakukan analisis
akuntabilitas kinerja yang menggambarkan pencapaian kinerja
indikator sasaran dan tujuan dalam mendukung tercapainya Visi dan
Misi Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKjIP) Provinsi Jawa Timur
Tahun 2018 ini diharapkan dapat menjadi panduan bagi Perangkat
Daerah dilingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur, untuk
meningkatkan kinerja organisasinya sesuai dengan visi, misi, tujuan,
sasaran, progam dan kebijakan yang telah ditetapkan didalam
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur No. 1 tahun 2017 tentang
Perubahan atas Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur No. 3 tahun
2014 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
Provinsi Jawa Timur Tahun 2014-2019.
Semoga Allah SWT tetap melimpahkan kurnia-Nya kepada kita
semua, Amin.
Wassalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.
Surabaya, 11 Februari 2019
GUBERNUR JAWA TIMUR
Dr. H. SOEKARWO
DAFTAR ISI
HALAMAN
KATA PENGANTAR ................................................................................................... I
DAFTAR ISI .............................................................................................................. IV
IKHTISAR EKSEKUTIF.............................................................................................. VI
B A B 1 . P E N D A H U L U A N ........................................................... 8
1.1. LATAR BELAKANG............................................................................... 8
1.2. MAKSUD DAN TUJUAN ..................................................................... 9
1.3. GAMBARAN UMUM PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR .. 10
1.3.1 Kondisi Geografis ...................................................................... 10
1.3.2. Kondisi Demografis .................................................................. 27
1.3.2. Kondisi Kesejahteraan Masyarakat ........................................ 29
1.3.3. Kondisi Pemerintahan .............................................................. 43
1.3.4. Kondisi Sosial Politik ................................................................. 45
1.4. KEDUDUKAN, TUGAS POKOK, FUNGSI DAN KEWENANGAN . 46
1.5. ISU-ISU STRATEGIS ........................................................................... 49
1.5.1. Isu Internasional ........................................................................ 49
1.5.2. Isu Nasional ............................................................................... 56
1.5.3. Isu Strategis Pembangunan Jawa Timur 2014-2019 ............. 65
B A B 2 . P E R E N C A N A A N ......................................................... 68
2.1. RPJMD TAHUN 2014 - 2019 ............................................................ 68
2.1.1. V i s i ........................................................................................... 69
2.1.2. M i s i .......................................................................................... 70
2.1.3. Tujuan ........................................................................................ 70
2.1.4. Sasaran ...................................................................................... 72
2.1.5. Strategi dan Arah Kebijakan .................................................... 81
2.2. RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) ........................................... 82
2.3. PERJANJIAN KINERJA ...................................................................... 83
B A B 3 . A K U N T A B I L I T A S .................................................... 85
3.1. PENGUKURAN CAPAIAN KINERJA ................................................ 85
3.2. EVALUASI DAN ANALISIS CAPAIAN KINERJA ............................ 93
3.3. ANALISIS PENGGUNAAN SUMBER DAYA ANGGARAN .......... 162
3.3.1. SUMBER PENDANAAN APBD ................................................ 162
3.3.2. SUMBER PENDANAAN NON-APBD ...................................... 162
3.4. PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH ........................................ 164
3.4.1. Kinerja Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) TA 2018. ........................................................ 168
3.4.2. Kinerja Pendapatan Daerah ................................................... 172
3.4.3. Kinerja Belanja Daerah........................................................... 176
3.4.4. Analisis Rasio Keuangan Kaitannya dengan Pencapaian
Kinerja ...................................................................................... 184
B A B 4 . P E N U T U P .......................................................................... 198
4.1. KESIMPULAN ................................................................................... 198
4.2. RENCANA TINDAK LANJUT .......................................................... 199
IKHTISAR EKSEKUTIF
Pemerintah Provinsi Jawa Timur sebagai penyelenggara
Pemerintahan ditingkat Provinsi menyusun Laporan Kinerja Instansi
Pemerintah (LKjIP) Tahun 2018 sebagai bentuk pertanggungjawaban
atas keberhasilan atau kegagalan dalam menjalankan fungsi dan
urusan yang menjadi kewenangannya.
Laporan Kinerja Instansi Pemerintah ini disusun sesuai Peraturan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis
Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu atas Laporan
Kinerja.Tahun 2017 merupakan pelaksanaan tahun ke-1 (satu) dari
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi
Jawa Timur Tahun 2014-2019 berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi
Jawa Timur No.1 tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan
Daerah Provinsi Jawa Timur No. 3 tahun 2014 yang menjabarkan visi
dan misi Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih kedalam bentuk tujuan
dan sasaran pembangunan, program dan kegiatan pembangunan.
Oleh karenanya seberapa jauh keberhasilan yang telah dicapai pada
tahun 2018 perlu evaluasi guna mengetahui dan menilai capaian yang
telah dihasilkan. Evaluasi berguna untuk menyusun perencanaan pada
tahun-tahun berikutnya sebagai bahan pertimbangan dan bahan
masukan. Strategi umum pembangunan Jawa Timur 2014-2019 juga
secara lebih tegas menyatakan keberpihakannya (affirmative) kepada
rakyat miskin melalui strategi pertumbuhan ekonomi yang berpihak
kepada rakyat miskin, atau disebut pro-poor growth (Dollar and Kraay,
2000), yang dilandasi pemikiran bahwa pertumbuhan dan pemerataan
harus berjalan serempak, dan bukan pilihan prioritas (trade-off) satu
terhadap lainnya. Penegasan keberpihakan ini sejalan dengan label
misi “Makin Mandiri dan Sejahtera bersama Wong Cilik” dimana wong
cilik atau rakyat miskin tidak boleh tertinggal atau ditinggalkan dalam
memperoleh manfaat dari pertumbuhan ekonomi.
Dalam pelaksanaan pembangunan harus dapat diukur
realisasinya, oleh karenanya Pemerintah Jawa Timur telah menetapkan
Indikator Kinerja. Secara umum, capaian Indikator Kinerja Utama (IKU)
Pemerintah Provinsi Jawa Timur Tahun 2018, masih terdapat beberapa
IKU yang belum bisa memenuhi target, antara lain:
1. Indeks Gini
2. Indeks Pemerataan Pendapatan versi Bank Dunia
3. Indeks Pembangunan Gender (berdasarkan angka sementara)
Selebihnya, IKU Pemerintah Provinsi Jawa Timur telah melampaui
target pembangunan Tahun 2018. Adapun IKU tersebut sebagai
berikut:
1. Pertumbuhan PDRB / Laju Pertumbuhan Ekonomi
2. Tingkat Pengangguran Terbuka
3. Indeks Pembangunan Manusia
4. Persentase Penduduk Miskin
5. Indeks Kepuasan Masyarakat
6. Indeks Kesalehan Sosial.
7. Indeks Kualitas Lingkungan Hidup.
Secara umum, Pemerintah Provinsi Jawa Timur telah berhasil
mengatasi permasalahan pengangguran terbuka dan penduduk
miskin, akan tetapi perbedaan (gap) antara masyarakat kelas atas dan
bawah masih cukup besar.
1.1. LATAR BELAKANG
Terselenggaranya Kepemerintahan yang baik, bersih dan
berwibawa (Good Governance and Clean Government) merupakan
prasyarat bagi setiap Pemerintahan untuk mewujudkan aspirasi
masyarakat dalam mencapai tujuan serta cita-cita berbangsa dan
bernegara sehingga diperlukan pengembangan dan penerapan sistem
pertanggungjawaban yang tepat, jelas dan legitimasi agar
penyelenggaraan Pemerintahan dan pembangunan dapat
berlangsung secara berdaya guna, berhasil guna, bersih dan
bertanggung jawab, serta bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.
Tersusunnya Laporan Kinerja Provinsi Jawa Timur Tahun 2017
dilaksanakan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014
dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis
Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu Atas Laporan
Kinerja Instansi Pemerintah. Hal ini merupakan bagian dari
Implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instasi Pemerintah guna
mendorong terwujudnya sebuah Kepemerintahan yang baik bersih
dan berwibawa (Good Governance and Clean Government) di
Indonesia. Tersusunnya Laporan Kinerja Pemerintah Provinsi Jawa
Timur tentu saja bukan hanya pemenuhan terhadap Peraturan
tersebut, melainkan sebai upaya pertanggungjawaban atas segala
kinerja Pemerintah, baik kinerja yang melebihi target, sesuai dengan
target maupun kegagalan memenuhi target yang telah ditentukan. Hal
tersebut sebagai upaya Pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam rangka
B A B 1 .
P E N D A H U L U A N
transparansi kepada masyarakat atas penggunaan APBD yang
merupakan uang rakyat.
1.2. MAKSUD DAN TUJUAN
Penyusunan Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKjIP) Provinsi
Jawa Timur tahun 2017 dimaksudkan untuk mengkomunikasikan
capaian kinerja organisasi Pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam satu
tahun anggaran yang dikaitkan dengan proses pencapaian indikator
sasaran yang telah ditetapkan. Tujuan penyusunan Laporan Kinerja
Instansi Pemerintah (LKjIP) Provinsi Jawa Timur adalah sebagai sarana
bagi Pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam menyampaikan
pertanggungjawaban kinerja kepada seluruh stakeholder (Presiden,
DPRD dan Masyarakat) atas pelaksanaan tugas, fungsi dan
kewenangan pengelolaan sumber daya yang telah dipercayakan
kepada Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Selain sebagai bahan evaluasi
akuntabilitas kinerja, Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKjIP)
diharapkan dapat bermanfaat dalam rangka:
1. Mendorong Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk dapat
melaksanakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan
secara baik dan benar yang berdasar pada peraturan perundang-
undangan yang berlaku, kebijakan yang transparan dan dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat Jawa Timur;
2. Menjadikan Pemerintah Provinsi Jawa Timur yang akuntabel,
sehingga dapat berperan secara efektif, efisien dan ekonomis
serta responsif terhadap aspirasi masyarakat dan lingkungan
yang tentram, tertib, dan kondusif;
3. Menjadikan masukan dan umpan balik dari pihak-pihak yang
berkepentingan dalam rangka meningkatkan kinerja Pemerintah
Provinsi Jawa Timur guna membantu pelayanan kepada
masyarakat yang lebih baik;
4. Terpeliharanya kepercayaan masyarakat di Jawa Timur terhadap
penyelenggara Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
1.3. GAMBARAN UMUM PEMERINTAH PROVINSI JAWA
TIMUR
1.3.1 Kondisi Geografis
1.3.1.1. Luas dan Batas Wilayah Administrasi
Provinsi Jawa Timur mempunyai luas wilayah 47.995 km²,
merupakan Provinsi yang memiliki wilayah terluas di pulau Jawa. Batas
wilayah Provinsi Jawa Timur meliputi :
Sebelah Utara berbatasan dengan Pulau Kalimantan atau
tepatnya dengan Provinsi Kalimantan Selatan;
Sebelah Timur berbatasan dengan Pulau Bali;
Sebelah Selatan berbatasan dengan perairan terbuka, yaitu
Samudra Hindia; dan
Sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah.
Provinsi Jawa Timur terbagi menjadi 2 (dua) bagian utama, yaitu
Jawa Timur daratan dan Kepulauan Madura. Luas wilayah Jawa Timur
daratan sebesar 90 persen, sementara luas Kepulauan Madura sekitar
10 persen. Secara Administratif berdasarkan Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 56 Tahun 2015 tentang Kode dan Data Wilayah
Administrasi Pemerintahan, Jwa Timur teridiri atas 38 Kabupaten/Kota
( 29 Kabupaten dan 9 Kota) yang mempunyai 664 Kecamatan dengan
777 Kelurahan dan 7.724 Desa.
1.3.1.2. Letak dan Kondisi Geografis
1.3.1.2.1. Posisi Astronomi
Jawa Timur merupakan salah satu Provinsi yang terletak di
Pualau Jawa (selain DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah dan
Daerah Istimewa Yogyakarta). Provinsi Jawa Timur secara astromoni
terletak antara 111º0’ - 114º4’ Bujur Timur dan 7º12’ - 8º48’ Lintang
Selatan.
Panjang bentangan barat-timur sekitar 400 kilometer. Lebar
bentangan utara-selatan di bagian barat sekitar 200 kilometer,
sedangkan di bagian timur lebih sempit, hanya sekitar 60 kilometer.
Madura adalah pulau terbesar di Jawa Timur, dipisahkan dengan
daratan Jawa oleh Selat Madura. Pulau Bawean berada sekitar 150
kilometer sebelah utara Jawa. Di sebelah timur Madura terdapat
gugusan pulau, paling timur adalah Kepulauan Kangean, dan paling
utara adalah Kepulauan Masalembu. Di bagian selatan terdapat dua
pulau kecil, Nusa Barung dan Pulau Sempu. (Sumber : Departemen
Dalam Negeri Republik Indonesia 2004). Pulau Madura adalah pulau
terbesar di Jawa Timur, disebelah timur Pulau Madura terdapat
gugusan pulau, paling timur adalah kepulauan Kangean, dan paling
utara adalah Kepulauan Masalembu. Pulau Bawean berada sekitar 150
kilometer sebelah utara pulau Jawa, sedangkan bagian selatan
meliputi pulau Nusa Barung, Sempu, Sekel dan Panehan.
1.3.1.2.2. Kondisi Kawasan
1.3.1.2.2.1. Kondisi Daerah Tertinggal
Daerah Tertinggal adalah Daerah Kabupaten yang masyarakat
serta wilayahnya relatif kurang berkembang dibanding daerah lain
dalam skala nasional. Penentuan daerah tertinggal menggunakan 6
(enam) kriteria dasar, yaitu: perekonomian masyarakat, sumberdaya
manusia, infrastruktur, kemampuan keuangan lokal, aksesibilitas, dan
karakteristik daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2014
tentang Percepatan Pembangunan Daerah tertinggal mengamanatkan
bahwa daerah tertinggal ditetapkan setiap lima tahun secara nasional
dengan Peraturan Presiden berdasarkan usulan Menteri dengan
melibatkan Kementerian/Lembaga terkait dan Pemerintah Daerah.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 131 Tahun 2015 tentang
Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2015-2019, terdapat Empat
Kabupaten di Provinsi Jawa Timur yaitu : Kabupaten Sampang,
Bangkalan, Situbondo dan Bondowoso merupakan bagian dari 122
Kabupaten diindentifikasi mengalami ketertinggalan dibanding
dengan wilayah lainnya secara nasional. Daerah Tertinggal rata-rata
mempunyai keterbatasan infrastruktur & komunikasi, rendahnya
tingkat pendidikan dan kesehatan, serta banyaknya sumberdaya yang
belum dikelola secara optimal.
1.3.1.2.2.2. Kondisi Kawasan Pesisir
Berdasarkan kondisi geografis, wilayah pesisir dan laut Jawa
Timur ke arah daratan sebagian besar merupakan pegunungan dan
perbukitan sehingga kemiringan wilayah pesisirnya relatif
tinggi.Kemiringan rendah dijumpai pada sebagian kecil wilayah teluk
dan lembah.Ke arah laut wilayah pesisir tersusun oleh pasir, tanah
padas, batu dan karang dengan kemiringan yang relatif tajam.
Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 6 tahun 2012 tentang
Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi Jawa
Timur Tahun 2012-2032 dimanatkan untuk wilayah pesisir bagian laut
menjadi Kawasan Pemanfaatan Umum (KPU), Kawasan Konservasi, dan
Kawasan Strategis Nasional Tertentu (KSNT). Sedangkan untuk wilayah
pesisir bagian darat arahan pemanfaatan ruang disesuaikan dengan
RTRW Kab/Kota yang berlaku.
1.3.1.2.2.3. Kondisi Kawasan Pegunungan
Secara umum wilayah Provinsi Jawa Timur merupakan kawasan
subur dengan berbagai jenis tanah seperti Halosen, Pleistosen, Pliosen,
Miosen, dan Kwarter yang dipengaruhi adanya gunung berapi dan
salah satunya adalah gunung tertinggi di Pulau Jawa yaitu Gunung
Semeru. Jajaran pegunungan di Provinsi Jawa Timur tersebar mulai
dari perbatasan di timur dengan adanya Gunung Lawu, Gunung Kelud,
Gunung Welirang, Gunung Arjuno, Gunung Semeru, Gunung
Lamongan, Gunung Bromo, Gunung Argopuro, Gunung Pendil,
Gunung Suket, Gunung Ijen, Gunung Merapi, Gunung Raung.
1.3.1.2.2.4. Kondisi Kawasan Kepulauan
Pulau-pulau kecil di Jawa Timur sebanyak 445 buah pulau
berada dalam wilayah administrative, dan tersebar di Kabupaten
Pacitan (31 pulau), Kabupaten Tulungagung (19 pulau), Kabupaten
Blitar (28 pulau), Kabupaten Malang (100 pulau), Kabupaten Situbondo
(5 pulau), Kabupaten Sumenep (121 pulau), Kabupaten Gresik (13
pulau), Kabupaten Sampang (1 pulau), Kabupaten Trenggalek (57
pulau), Kabupaten Sidoarjo (4 pulau), Kabupaten Banyuwangi (15
pulau), Kabupaten Jember (50 pulau), dan Kabupaten Probolinggo (1
pulau). Dari beberapa wilayah tersebut kawasan yang memiliki pulau
terbanyak adalah Kabupaten Sumenep.
1.3.1.2.3. Topografi
Sebagian besar wilayah Jawa Timur mempunyai karakteristik
topografi daratan relatif datar dengan kemiringan lereng 0-15 % yang
berada hampir di seluruh wilayah Provinsi Jawa Timur khususnya di
bagian Utara, sedangkan untuk kemiringan lereng 15-40% berada
pada daerah perbukitan dan pegunungan, kemiringan lereng >40%
berada pada daerah pegunungan yang sebagian besar berada pada
kawasan Jawa Timur Bagian Selatan.
Secara topografi wilayah daratan Jawa Timur dibedakan
menjadi beberapa wilayah ketinggian, yaitu:
- Ketinggian 0 – 100 meter dari permukaan laut : meliputi 41,39
% dari seluruh luas wilayah dengan topografi relatif datar dan
bergelombang.
- Ketinggian 100 – 500 meter dari permukaan laut : meliputi
36,58 % dari luas wilayah dengan topografi bergelombang
dan bergunung.
- Ketinggian 500 - 1000 meter dari permukaan laut : meliputi
9,49 % dari luas wilayah dengan kondisi berbukit.
- Ketinggian lebih dari 1.000 meter dari permukaan laut :
meliputi 12,55 % dari seluruh luas wilayah dengan topografi
bergunung dan terjal.
1.3.1.2.4. Geologi
Kondisi geologi Jawa Timur yang cukup kaya potensi
sumberdaya mineral, memiliki sekitar 20 jenis bahan galian yang
mendukung sektor industri maupun konstruksi, yang secara umum
dapat dikelompokkan menjadi empat lajur, yaitu :
- Lajur Rembang terbentuk oleh batu lempung napalan dan batu
gamping merupakan cekungan tempat terakumulasinya minyak
dan gas bumi;
- Lajur Kendeng terbentuk batu lempung dan batupasir, potensi
lempung, bentonit, gamping;
- Lajur Gunung Api Tengah terbentuk oleh endapan material
gunung api kuarter, potensi bahan galian konstruksi berupa batu
pecah, krakal, krikil, pasir, tuf; dan
- Lajur Pegunungan Selatan terbentuk oleh batu gamping dengan
intrusi batuan beku dan aliran lava yang mengalami tekanan,
potensi mineral logam, marmer, onyx, batu gamping, bentonit,
pospat.
1.3.1.2.5. Hidrologi
Provinsi Jawa Timur dialiri oleh dua daerah aliran sungai
terpenting yaitu Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas dan DAS
Bengawan Solo. DAS Brantas merupakan sebuah sungai terbesar di
Jawa Timur dengan panjang ± 320 km yang mengalir secara melingkar
dan di tengah-tengahnya terdapat gunung berapi yang masih aktif
yaitu Gunung Kelud. Sungai Brantas yang bersumber pada lereng
Gunung Arjuno, mula-mula mengalir ke arah timur melalui kota
Malang, lalu membelok ke arah selatan. Di kota Kepanjen Kali Brantas
membelok ke arah barat dan di sini Kali Lesti yang bersumber dari
Gunung Semeru bersatu dengan Kali Brantas. Setelah itu bersatu
dengan Kali Ngrowo di Tulungagung, Kali Brantas berbelok ke utara
melalui kota Kediri. Di kota Kertosono, Kali Brantas bertemu dengan
Kali Widas, kemudian ke Timur mengalir ke kota Mojokerto. Di kota ini
Kali Brantas bercabang dua, ke arah Surabaya dan ke Porong yang
selanjutnya bermuara di Selat Madura. Secara hidrologi wilayah
Provinsi Jawa Timur terdiri dari air permukaan dan air tanah. Air
permukaan meliputi Wilayah Sungai (WS), dan Waduk, sedangkan air
tanah berupa mata air. Pembagian WS di Jawa Timur meliputi tujuh
WS yaitu WS Bengawan Solo, WS Brantas, WS Welang – Rejoso, WS
Pekalen – Sampean, WS Baru – Bajulmati, WS Bondoyudo – Bedadung,
dan WS Madura.
1.3.1.2.6. Klimatologi
Rata-rata kecepatan angin di Jawa Timur berkisar 6,6–9 knot
dan bulan Juli–Maret kecepatan angin di atas 7 knot. Sedangkan di
bulan April–Juni di bawah 7 knot. Kecepatan angin tertinggi terjadi
bulan Oktober.Rata–rata lama penyinaran matahari terendah di bulan
Desember–Maret di bawah 70 persen. Sedangkan bulan lainnya di atas
85 persen. Penyinaran matahari terbanyak bulan September dan
Oktober atau sebesar 99 persen. Sedangkan terendah di bulan Januari
hanya sebesar 54 persen.Rata–rata curah hujan tertinggi selama tahun
2015 terjadi di bulan Januari–Mei. Tertinggi di Maret atau sebesar
479,8 mm, Terendah di bulan Juni–September.
Rata–rata jumlah hari hujan di bulan Januari–April lebih dari 20
hari. Terbanyak di bulan Pebruari 25 hari. Curah hujan pada bulan Mei
sebesar 181,6 mm, tetapi jumlah hari hujan hanya 12 hari. Kondisi ini
juga terjadi di bulan Desember, curah hujan 129,9 mm, tetapi hari
hujan hanya 17 hari. Kemarau terasa di bulan Juni hingga Nopemver
2015. Selama periode itu curah hujan sangat mudah di bawah 20 mm,
dan jumlah hari hujan sangat sedikit di bawah 5 hari per bulannya.
1.3.1.2.7. Penggunaan Lahan
1.3.1.2.7.1. Kawasan Budidaya
Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan
fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi
sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.
penggunaan lahan budidaya adalah seluas kurang lebih 4.201.403,70
Ha atau 87,90% dari luas wilayah provinsi Jawa Timur. Gambaran
perubahan proporsi penggunaan lahan di Jawa Timur menunjukkan
kecenderungan menurunnya luas wilayah pertanian. Pertanian lahan
basah memiliki luas kurang lebih 911.863 Ha atau 19,08% dari luas
wilayah Provinsi Jawa Timur. Penggunaan lahan kawasan terbangun
dikendalikan agar tidak mengkonversi luas pertanian lahan basah,
terutama sawah irigasi teknis.
Tabel 1.1
Penggunaan Lahan Eksisting Provinsi Jawa Timur
No Pengunaan Lahan Eksisting (Ha) Prosentase
A Kawasan Lindung 578.571,30 12,11
1 Hutan Lindung 344.742,00 7,21
2 Kawasan Suaka Alam,
Pelestarian Alam
233.829,30 4,9
a. Suaka Margasatwa 18.009,00 0,38
b. Cagar Alam 10.958,00 0,23
Sumber : RTRW Provinsi Jawa Timur Tahun 2011-2031
1.3.1.2.7.2. Kawasan Lindung
Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan
fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang
mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. Kawasan
lindung memiliki luas kurang lebih 578.374 Ha atau sekitar 12,10% dari
luas wilayah Provinsi Jawa Timur, termasuk di dalamnya kawasan
lindung mutlak di mana terdapat cagar alam seluas kurang lebih
10.958 Ha, suaka margasatwa seluas kurang lebih 18.009 Ha, taman
nasional seluas kurang lebih 176.696 Ha, taman hutan raya seluas
kurang lebih 27.868,3 Ha serta taman wisata alam seluas ± 298 Ha (SK
Menteri Kehutanan Nomor 395/Menhut-II/2011).
c. Taman Nasional 176.696,00 3,7
d. Taman Hutan Raya 27.868,30 0,58
e. Taman Wisata Alam 298 0,01
B Kawasan Budidaya 4.201.403,70 87,89
1 Kawasan Hutan Produksi 782.772,00 16,38
2 Kawasan Hutan Rakyat 361.570,30 7,56
3 Kawasan Pertanian 2.020.490,71 42,27
a. Pertanian Lahan Basah 911.863,00 19,08
b. Pertanian Lahan
Kering/Tegalan/ Kebun
canpu
1.108.627,71 23,19
4 Kawasan Perkebunan 359.481,00 7,52
5 Kawasan Industri 7.403,80 0,15
6 Kawasan Pemukiman 595.255,00 12,45
7 Lainnya 74.430,89 1,56
Total 4.779.975,00 100
1.3.1.3. Potensi Pengembangan Wilayah
1.3.1.3.1. Potensi Pertanian
Potensi Pertanian Berdasarkan Perda Jawa Timur No 5 Tahun
2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Luas eksisting
kawasan pertanian sebesar 2.020.491,71 ha dengan rincian pertanian
lahan basah sebesar 911.863 ha dan pertanian lahan
kering/tegalan/kebun campur sebesar 1.108.627,71 ha. Berdasarkan
hasil identifikasi Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota dan
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 5 Tahun 2012 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Tahun 2011-2031, luasan lahan
pertanian di Jawa Timur sebesar 1.438.588,11 ha.
Rencana penggunaan lahan untuk pertanian lahan basah
berupa sawah beririgasi teknis dengan luas sekurang-kurangnya
957.239 Ha atau 20,03% dari luas Jawa Timur dengan peningkatan
jaringan irigasi semi teknis dan sederhana menjadi irigasi teknis
tersebar di masing-masing wilayah sungai.
Rencana pengembangan pertanian lahan kering di wilayah
Provinsi Jawa Timur ditetapkan dengan luas sekurang-kurangnya
849.033 Ha atau 17,76% dari luas Jawa Timur yang diarahkan pada
daerah-daerah yang belum terlayani oleh jaringan irigasi.Untuk
mencukupi kebutuhan pangan nasional dan kebutuhan pangan Jawa
Timur, perlu dilakukan perlindungan terhadap lahan pertanian pangan
sehingga dapat menjamin ketersediaan pangan. Berdasarkan hal
tersebut Provinsi Jawa Timur menetapkan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan (LP2B) seluas kurang lebih 1.017.549,72 Ha dengan
rincian lahan basah seluas 802.357,9 Ha dan lahan kering seluas
215,191.83 Ha.
1.3.1.3.2. Potensi Perkebunan
Kawasan perkebunan di Jawa Timur dikembangkan
berdasarkan fungsi kawasan dan potensi yang ada pada daerah
masing-masing berdasarkan prospek ekonomi yang dimiliki.
Pengembangan kawasan perkebunan diarahkan untuk meningkatkan
peran serta, efisiensi, produktivitas dan keberlanjutan. Berdasarkan
komoditasnya, pengembangan perkebunan dapat dibagi dalam 2
(dua) kelompok yakni perkebunan tanaman tahunan seperti: tebu,
tembakau, kapas, serat karung dan wijen dan perkebunan tanaman
semusim antara lain berupa: kelapa, kopi, kakao, cengkeh, jambu
mete, cabe jamu, kapok randu, teh, kenanga, panili, lada, kemiri, jarak
kepyar, jarak pagar, siwalan, serat nanas, pinang, kayu manis, asam
jawa, aren, mendong, janggelan, nilam, pandan, nipah, pala, melinjo,
karet, dsb.
1.3.1.3.3. Potensi Kehutanan
Kawasan hutan budidaya dibedakan menjadi hutan produksi
dan hutan rakyat. Hutan produksi dimaksudkan untuk menyediakan
komoditas hasil hutan untuk memenuhi kebutuhan untuk keperluan
industri, sekaligus untuk melindungi kawasan hutan yang ditetapkan
sebagai hutan lindung dan hutan konservasi dari kerusakan akibat
pengambilan hasil hutan yang tidak terkendali. Hutan produksi
merupakan kawasan hutan yang secara ruang digunakan untuk budi
daya hutan alam dan hutan tanaman. Sedangkan hutan rakyat
dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan iklim makro, memenuhi
kebutuhan akan hasil hutan dan berada pada lahan-lahan masyarakat
dan dikelola oleh masyarakat.
1.3.1.3.4. Potensi Perikanan
Potensi Perikanan di Jawa Timur pada dasarnya adalah
pengembangan perikanan tangkap, perikanan budidaya, dan
pengelolaan serta pemasaran hasil perikanan yang dikemas dalam
sebuah sistem minapolitan.Pengembangan kawasan perikanan
tangkap memiliki prospek yang bagus, didukung oleh pengembangan
pelabuhan perikanan Brondong yang terletak di Pantai Utara,
pengembangan pelabuhan perikanan Muncar di Kabupaten
Banyuwangi, dan Prigi di Kabupaten Trenggalek.
Pengembangan kawasan peruntukan perikanan budidaya
terdiri dari perikanan budidaya air payau, perikanan budidaya air
tawar, dan perikanan budidaya air laut.Sektor perikanan budidaya air
payau berada pada kawasan Ujung Pangkah dan Panceng di
Kabupaten Gresik, serta Sedati di Kabupaten Sidoarjo dengan
komoditas ikan bandeng dan garam. Sedangkan potensi garam yang
merupakan salah satu potensi budidaya air payau berada pada
Kabupaten Bangkalan, Gresik, Lamongan, Pamekasan, Pasuruan,
Probolinggo, Sampang, Sumenep, Tuban, serta Kota Pasuruan, dan
Surabaya.
Perikanan budidaya air tawar berada pada Kabupaten
Bojonegoro, Lamongan, Magetan, Malang, Blitar, Trenggalek,
Tulungagung, Jember, dan Banyuwangi.Perikanan budidaya air laut
tersebar pada wilayah pesisir seperti adanya sentra pengembangan
ikan laut di bagian pantai utara Jawa Timur.
1.3.1.3.5. Potensi Pertambangan
Kawasan peruntukan pertambangan di wilayah Provinsi Jawa
Timur dibagi menjadi kawasan pertambangan mineral, pertambangan
minyak dan gas bumi dan kawasan potensi daerah panas bumi.
Pertambangan mineral di Provinsi Jawa Timur dibagi menjadi kawasan
pertambangan mineral logam, mineral non logam dan batuan,
diantaranya :
- Kawasan pertambangan mineral logam berada di wilayah
Kabupaten Banyuwangi, Blitar, Jember, Lumajang, Malang,
Pacitan, Trenggalek, Tulungagung. Adapun potensi
pertambangan mineral logam yang ada di Jawa Timur,
diantaranya adalah Pasir Besi, Emas dan Mineral Pengikutnya, dan
Mangan. Beberapa di antaranya sudah teridentifikasi, seperti di
Kabupaten Pacitan diketahui terdapat potensi Pasir Besi sebesar
kurang lebih 24.948.189 ton yang berada di Kecamatan Ngadirejo
- Kawasan pertambangan mineral bukan logam tersebar di seluruh
wilayah kabupaten di Jawa Timur. Potensi pertambangan mineral
bukan logam yang sejauh ini dianggap potensial meliputi:
Bentonite, Phiropilit, Feldspar, Zeolit, Feldspar, Kaolin, Phiropilit,
Toseki, Pasir/Sirtu, dan Pasir Kwarsa yang tersebar di berbagai
kabupaten di Jawa Timur.
- Kawasan pertambangan batuan tersebar di seluruh wilayah
kabupaten di Jawa Timur, terutama pada wilayah sekitar gunung
api. yaitu batuan gamping, andesit, trass, marmer, tanah liat,
tanah urug, opal, kalsedon, diorit, pasir, sirtu, onyx, toseki, breksi,
jasper dan tuff. Sedangkan untuk potensi Potensi batubara
tersebar di tiga kabupaten yaitu Trenggalek, Pacitan dan
Tulungagung.
Sumber energi yang relatif ramah lingkungan karena berasal
dari panas dalam bumi. Pemanfaatan energi panas bumi diyakini
menjadi salah satu sumber energi alternatif.. Potensi panas bumi di
Wilayah Provinsi Jawa Timur berada pada lokasi yang berdekatan
dengan gunung api aktif.
1.3.1.3.6. Potensi Industri
Pengembangan kawasan industri didasarkan pada
kecenderungan perkembangan lokasi kawasan industri di Jawa Timur
saat ini dan potensi kawasan. Pengembangan kawasan industri skala
besar yang berdampak penting terhadap perkembangan wilayah
dalam arti berhubungan dengan pangsa pasar eksport saat ini
dikonsentrasikan di sekitar pantai utara Jawa, mulai dari Surabaya,
Mojokerto, Gresik, Sidoarjo pada kawasan Gerbangkertosusila. Industri
kimia dasar berdampak penting terhadap pembangunan dan
perkembangan wilayah, seperti industri semen, farmasi, bahan
makanan, serta petro kimia dapat dikonsentrasikan di Surabaya,
Gresik, Mojokerto, Pasuruan, Tuban, dan Lamongan.
Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor
5 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Tahun
2011-2031, kawasan Industri direncanakan seluas 12.448,026 Ha.
Kawasan industri besar diarahkan di sepanjang jalan arteri primer dan
kolektor primer di Provinsi Jawa Timur. Sampai dengan saat ini,
Kawasan Industri yang sudah terbangun dan beroperasi berada di
Kabupaten Gresik (PT. Maspion Industrial Estate, PT. Kawasan Industri
Gresik, PT. Java Integrated Industrial Ports Estate/JIIPE), Kota Surabaya
(PT. Surabaya Industrial Estate Rungkut), Kabupaten Sidoarjo (PT.
Sidoarjo Industrial Estate Berbek), Kabupaten Mojokerto (PT. Ngoro
Industrial Park) dan Kabupaten Pasuruan (PT. Pasuruan Industrial
Estate Rembang).
Pembangunan Kawasan Industri masih akan terus
berkembang, hal ini ditandai dengan adanya usulan pembanguan
Kawasan Industri di beberapa Kabupaten/Kota ke Dinas Perindustrian
dan Perdagangan Provinsi Jawa Timur diantaranya Kawasan Industri
Agroindustri Gresik Utara dan Kawasan Industri Salt Lake di Kabupaten
Gresik, Kawasan Industrial Ploso di Kabupaten jombang,
Pengembangan PT. Kawasan Industri Gresik di Kabupaten Tuban,
Kawasan Industri Malang di Kota Malang, Kawasan Industri Maritim di
Kabupaten Lamongan, Kawasan Industri Wongsorejo, Kampe Industrial
Estate, Kawasan Industri Sidomulyo, Kawasan Industri Wangkal, dan
Kawasan Industri Secang di Kabupaten Banyuwangi, Kawasan Industri
Mojokerto di Kabupaten Mojokerto, Madura Industrial Seaport City di
Kabupaten Bangkalan, serta Kawasan Industri Mejayan di Kabupaten
Madiun.
Potensi pengembangan kawasan industri baru di Jawa
Timur sangat besar terutama di wilayah pantura serta sekitar Surabaya.
Meskipun demikian beberapa wilayah lain juga potensial untuk
mengembangkan kawasan industri terutama wilayah yang memiliki
aksesibilitas laut dan udara besar. Berbagai industri pengolah hasil
alam lebih cenderung kewilayah utara Jawa Timur, diantaranya
pengembangan kawasan industri Tuban, diarahkan pengembangan di
wilayah utara dan selatan sebagai pengembangan industri semen, dan
petrochemical dengan ditunjang oleh adanya pelabuhan,
pengembangan kawasan industri Lamongan, diarahkan
pengembangan di wilayah utara sebagai pengembangan industri
manufaktur, pengalengan ikan, kawasan penunjang kegiatan dilepas
pantai (Shorebase), pengembangan kawasan industri Banyuwangi,
diarahkan pengembangan diwilayahtimur selatan, sebagai
pengembangan industri perikanan, pengembangan kawasan industri
wilayah selatan, diarahkan di wilayah Kabupaten Jember tepatnya di
Puger dan diwilayah Kabupaten Trenggalek tepatnya di Prigi sebagai
pengembangan kawasan industri perikanan, pengembangan kawasan
industri Madiun, diarahkan sebagai pengembangan industri
perkeretaapian dengan melibatkan masyarakat pengrajin,
pergudangan, pengembangan kawasan industri Bangkalan, diarahkan
sebagai kawasan industri pengolahan, pergudangan.
1.3.1.3.7. Potensi Pariwisata
Potensi Pariwisata berdasarkan Perda Jawa Timur No 5
Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, kawasan
peruntukan pariwisata di Provinsi Jawa Timur meliputi daya tarik
wisata alam, daya tarik wisata budaya, dan daya tarik wisata hasil
buatan manusia. Daya Tarik Wisata Alam, meliputi :
1. Air Terjun Dlundung di Kabupaten Mojokerto;
2. Air Terjun Sedudo dan Pemandian Sumber Karya di Kabupaten
Nganjuk;
3. Air Terjun Madakaripura, Bromo-Ngadisari, dan Pantai Bentar di
Kabupaten Probolinggo;
4. Air Terjun Watu Ondo di perbatasan Kabupaten Mojokerto, Kota
Batu;
5. Api Abadi di Kabupaten Pamekasan;
6. Arak-Arak di Kabupaten Bondowoso;
7. Banyuanget, Gua Gong, Gua Tabuhan, Pantai Teleng Ria di
Kabupaten Pacitan;
8. Bukit Bededung dan Pantai Pasir Putih di Kabupaten Situbondo;
9. Coban Glotak, Pantai Balekambang, Pantai Ngliyep di Kabupaten
Malang;
10. Danau Kastoba dan Pantai Labuhan di Pulau Bawean Kabupaten
Gresik;
11. Grajagan, Pantai Plengkung, Pantai Sukamade, Kawah Ijen di Kab.
Banyuwangi;
12. Gua Lowo, Pantai Karanggongso, Pantai Prigi, dan Tirta Jualita di
Kab.Trenggalek;
13. Gua Maharani dan Pantai Tanjung Kodok di Kabupaten
Lamongan;
14. Gunung Kelud di Kabupaten Blitar dan Kabupaten Kediri;
15. Gunung Wilis di Kabupaten Kediri, Kabupaten Madiun, Kabupaten
Nganjuk, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Trenggalek, dan
Kabupaten Tulungagung;
16. Hutan Bambu, Pantai Watu Godeg, Ranu Bedali, Ranu Klakah, dan
Ranu Pane di Kabupaten Lumajang;
17. Hutan Surya, Pemandian Talun, dan Waduk Pondok di Kab Ngawi;
18. Kakek Bodo di Kabupaten Pasuruan;
19. Kayangan di Kabupaten Bojonegoro;
20. Kawah Ijen di Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten
Bondowoso;
21. Pantai Lombang dan Pantai Slopeng di Kabupaten Sumenep;
22. Pantai Popoh di Kabupaten Tulungagung;
23. Pantai Rongkang di Kabupaten Bangkalan;
24. Pantai Watu Ulo di Kabupaten Jember;
25. Pemandian Air Panas Cangar Tahura R. Soerjo di Kota Batu;
26. Tahura R. Soeryo di Kabupaten Jombang, Kabupaten Malang;
27. Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Pasuruan, dan Kota Batu;
28. Taman Nasional Bromo – Tengger – Semeru (BTS) di Kabupaten
Lumajang, Malang, Pasuruan, dan Probolinggo;
29. Telaga Ngebel dan Tirto Manggolo di Kabupaten Ponorogo; dan
Telaga Sarangan di Kabupaten Magetan.
Daya Tarik Wisata Budaya, meliputi:
1. Asta Yusuf, Asta Tinggi, Keraton, Masjid Agung, dan
Museum di Kabupaten Sumenep;
2. Candi Jabung di Kabupaten Malang;
3. Candi Jabung Tirto di Kabupaten Probolinggo;
4. Candi Penampihan di Kabupaten Tulungagung;
5. Candi Penataran di Kabupaten Blitar;
6. Gereja Poh Sarang dan Petilasan Jayabaya di Kabupaten Kediri;
7. Gua Akbar, Makam Bekti Harjo, Makam Ibrahim
Asmorokondi, dan Makam Sunan Bonang di Kabupaten Tuban;
8. Kompleks Makam K.H. Hasyim Asy’ari, K.H. Wachid Hasyim, Gus
Dur, dan Sayid Sulaiman di Kabupaten Jombang;
9. Makam Aer Mata Ebu di Kabupaten Bangkalan;
10. Makam Batoro Katong di Kabupaten Ponorogo;
11. Makam Proklamator Bung Karno di Kota Blitar;
12. Makam Ratu Ebu di Kabupaten Sampang;
13. Makam Sunan Ampel dan Mbah Bungkul di Kota Surabaya;
14. Makam Sunan Drajat di Kabupaten Lamongan;
15. Makam Sunan Giri, Makam Maulana Malik Ibrahim, dan Fatimah
Binti Maemun di Kabupaten Gresik;
16. Makam Troloyo di Kabupaten Mojokerto;
17. Pura Mandara Giri Semeru Agung di Kabupaten Lumajang; dan
Situs Peninggalan Budaya Majapahit di Kabupaten Mojokerto.
18. Daya Tarik Wisata Hasil Buatan Manusia
19. Daya tarik wisata hasil buatan manusia di wilayah Jawa Timur
meliputi:
20. Bendungan Widas dan Taman Umbul Kab Madiun;
21. Kawasan Kaki Jembatan Suramadu (KKJS) di Kabupaten
Bangkalan dan Kota Surabaya;
22. Kebun Binatang Surabaya di Kota Surabaya;
23. Kebun Raya Purwodadi dan Pemandian Banyubiru di Kab
Pasuruan;
24. Kolam Renang Ubalan di Kabupaten Mojokerto;
25. Pemandian Blambangan, Pemandian Kebon Agung, dan
Pemandian Petemon di Kabupaten Jember;
26. Pemandian Talun & Waduk Pondok Kabupaten Ngawi;
27. Sumber Boto dan Tirta Wisata di Kabupaten Jombang;
28. Taman Kosala Tirta, Taman Manunggal,& Tirtosari di Kab
Magetan;
29. Taman Safari di Kabupaten Pasuruan;
30. Taman Sengkaling dan Waduk Selorejo Kab Malang;
31. Taman Suruh di Kabupaten Banyuwangi;
32. Ubalan Kalasan di Kabupaten Kediri;
33. Waduk Gondang dan Wisata Bahari Lamongan Kabupaten
Lamongan; dan
34. Waduk Wonorejo di Kabupaten Tulungagung.
1.3.2. Kondisi Demografis
1.3.1.1. Jumlah Penduduk
Selama kurun waktu lima tahun terakhir ( 2013–2017) jumlah
penduduk Jawa Timur selalu mengalami kenaikan. Akan tetapi laju
pertumbuhan penduduk selalu menurun, dari 0,67 tahun 2013 menjadi
0,56 pada tahun 2017. Ini mengindikasikan bahwa program Keluarga
Berencana/KB di Jawa Timur cukup terkendali. Jumlah penduduk Jawa
Timur pada tahun 2017 sebesar 39.293 juta jiwa, terdiri dari 19,4 juta
laki-laki dan 19,9 juta jiwa perempuan. Sex ratio penduduk sebesar
97,50, artinya setiap per 100 orang perempuan terdapat laki-laki
sebanyak 97,50 orang.
Rata-rata kepadatan penduduk Jawa Timur tahun 2017
meningkat 4 poin dibanding tahun 2016 mencapai 819 jiwa per km2.
Sekitar 7,3 persen penduduk Jawa Timur tinggal di Kota Surabaya. Hal
ini mengingat Kota Surabaya memiliki ketersediaan lapangan kerja
yang cukup menjanjikan. Kota Surabaya merupakan wilayah terpadat,
dengan kepadatan 8.600 jiwa per km2. Sedangkan terendah tercatat di
Banyuwangi dengan kepadatan 277 jiwa per km2. Umumnya daerah
perkotaan mempunyai kepadatan lebih tinggi dibanding perdesaan.
Tabel 1.2
Indikator Kependudukan di Provinsi Jawa Timur
N
o Uraian
Tahun
2013 2014 2015 2016 2017
1 Jumlah Penduduk (000 Jiwa)
38.36
3
38.61
0
38.84
7
39.07
5
39.29
3
2 Pertumbuhan Penduduk (%) 0,67 0,64 0,61 0,59 0,56
3 Kepadatan Penduduk
(Jiwa/Km2) 800 805 810 815 819
4 Sex Ratio (L/P) (%) 97,43 97,40 97,44 97,48 97,50
5 Jumlah Rumah Tanggal (000
ruta)
10.65
6
10.77
5
10.67
6
10.80
1 -
6 Rata-Rata ART (jiwa/ruta) 3,6 3,6 3,62 3,62 -
Menurut Kelompok Umur
7 0 - 14 thn (%) 23,75 23,47 23,19 22,91 22,64
8 15 – 64 thn (%) 69,04 69,20 69,34 69,46 69,54
9 Di atas 65 thn (%) 7,21 7,33 7,47 7,63 7,82
Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur
Tahun 2017 distribusi penduduk usia muda tercatat sebesar
22,64 persen, usia produktif sebesar 69,54 persen dan usia tua sebesar
7,82 persen. Selama periode 2012 hingga tahun 2017 angka
ketergantungan penduduk menunjukkan penurunan. Pada tahun 2012
angka ketergantungan tercatat 45,26 dan menurun menjadi 43,79 di
tahun 2017. Capaian tahun 2017 menunjukkan bahwa setiap 100
orang berusia produktif menanggung sebanyak 43-44 orang usia tidak
produktif. Keberhasilan Program KB di Jawa Timur merupakan salah
satu penyebab menurunnya angka ketergantungan penduduk.
1.3.1.2. Ketenagakerjaan
Sumber daya manusia (SDM) dalam bentuk tenaga kerja
merupakan salah satu modal dasar dalam pembangunan. Tenaga kerja
merupakan lokomotif penggerak perekonomian bangsa.
Perkembangan tenaga kerja baik jumlah dan komposisinya terutama
angkatan kerja tidak terlepas dari perubahan demografi. Berdasarkan
data Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) BPS Agustus 2018,
Jumlah penduduk usia kerja Jawa Timur sebanyak 30,70 juta jiwa.
Jumlah ini mengalami kenaikan sebesar 0,86 persen atau 0,26 juta
dibandingkan dengan Agustus 2017 dimana jumlah penduduk usia
kerja Jawa Timur sebesar 30,44 juta.
Sedangkan jumlah angkatan kerja Provinsi Jawa Timur Agustus
2018 sebanyak 21,30 juta jiwa, naik 1,73 persen atau 0,36 juta jiwa
dibandingkan dengan Agustus 2017. Dari jumlah angkatan kerja
tersebut, 20,45 juta jiwa bekerja dan 0,85 juta penganggur. Jumlah
angkatan kerja yang bekerja menunjukkan tenaga kerja yang terserap
di pasar kerja. Pada Agustus 2018 terdapat peningkatan penyerapan
tenaga kerja sebanyak 0,35 juta jiwa dibanding dengan Agustus 2017.
Sejalan dengan naiknya jumlah angkatan kerja, Tingkat Partisipasi
Angkatan Kerja (TPAK) di Jawa Timur juga meningkat. TPAK pada
Agustus 2018 tercatat sebesar 69,37 persen, meningkat 0,59 poin
dibanding setahun yang lalu. Kenaikan TPAK memberikan indikasi
adanya kenaikan potensi ekonomi dari sisi pasokan tenaga kerja.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) adalah indikator yang dapat
digunakan untuk mengukur tingkat penawaran tenaga kerja yang
tidak digunakan atau tidak terserap oleh pasar kerja. TPT Jawa Timur
pada Agustus 2018 sebesar 3,99 persen, mengalami penurunan 0,01
poin dibanding TPT Agustus 2017 sebesar 4,00 persen.
1.3.2. Kondisi Kesejahteraan Masyarakat
1.3.2.1.1. Pertumbuhan PDRB
Pembangunan ekonomi merupakan serangkaian usaha yang
bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mengurangi
pengangguran, dan meminimalkan ketimpangan pendapatan di
masyarakat. Pembangunan ekonomi berjalan efektif dan efisien
manakala berpijak pada perencanaan pembangunan yang tepat
sasaran. Ketersediaan indikator pembangunan ekonomi menjadi hal
yang tidak bisa dihindari dalam perencanaan pembangunan, guna
mewujudkan kebijakan yang tepat sasaran. PDRB menjadi salah satu
indikator yang digunakan untuk mengukur kegiata ekonomi di suatu
wilayah.
Pembangunan ekonomi Jawa Timur semakin meningkat
seiring dengan dinamika pembangunan itu sendiri. Hal ini dapat
dilihat dari meningkatnya besaran angka Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB), baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga
konstan. Apabila dihitung Atas Dasar Harga Berlaku, total nilai PDRB
Jawa Timur tahun 2012 sebesar Rp. 1.248,77 triliun, kemudian terus
meningkat hingga tahun 2016 menjadi Rp. 1.855,04 triliun. Pada tahun
2017 PDRB ADHB sebesar Rp. 2.019,20 triliun.
Apabila dihitung Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2010, total
nilai PDRB Jawa Timur tahun 2012 Rp. 1.124,46 triliun, selanjutnya
terus meningkat pada tahun 2013-2015 yaitu masing-masing Rp.
1.192,79 triliun (2013), Rp. 1.262,70 triliun (2014), Rp. 1.331,39 triliun
(2015), Rp. 1.405,23 triliun (2016), dan pada tahun 2017 menjadi Rp.
1.482,15 triliun.
Untuk melihat pertumbuhan ekonomi Jawa Timur dapat
dilihat dari besaran nilai PDRB atas dasar harga konstan, karena
pertumbuhan ekonomi ini benar-benar diakibatkan oleh perubahan
jumlah barang dan jasa yang sudah bebas dari pengaruh harga
(pertumbuhan riil). Pada tahun 2012 perekonomian Jawa Timur
tumbuh 6,64 persen, kemudian tiga tahun berikutnya terus melambat,
masing-masing tumbuh 6,08 persen (2013), 5,86 persen (2014), dan
5,44 persen (2015). Pada tahun 2016 mengalami sedikit peningkatan
menjadi 5,55 persen dan pada tahun 2017 menjadi 5,45 persen.
Ekonomi Jawa Timur Tahun 2015 bila dibanding Tahun 2014
tumbuh sebesar 5,44 persen, sedikit melambat dibandingkan periode
yang sama tahun sebelumnya sebesar 5,86 persen. Perlambatan ini
lebih dikarenakan faktor esternal (ekonomi global) seperti
menguatnya dolar, ketidakstabilan harga minyak mentah dunia,
naiknya harga pangan dunia, dan krisis utang Yunani yang berimbas
pada Uni Eropa hingga Amerika dan akhirnya berdampak pada seluruh
dunia, termasuk Indonesia. Di samping itu adanya perubahan asumsi
makro ekonomi dan sosial berdampak pula terhadap perekonomian
nasional dan Jawa Timur sehingga berpengaruh terhadap capaian
target kinerja pembangunan daerah. Terjadinya perubahan
metodologi penghitungan PDRB menggunakan tahun dasar 2010
yang memakai SNA (System National Account) 2008, maka cakupan
sektor/katagori semakin luas, terbagi menjadi 19 sektor lapangan
usaha, dan dampak dari perubahan ini capaian angka petumbuhan
ekonomi menjadi lebih rendah.
Peningkatan pada besaran angka PDRB Jawa Timur tahun
2016 sebesar 5,55 persen mencerminkan bahwa perekonomian daerah
Jawa Timur tumbuh positif walaupun ditengah lesunya perekonomian
global dan nasional sekaligus menunjukkan bahwa struktur ekonomi
daerah Jawa Timur memiliki kekuatan dan semakin kokoh.
Perekonomian Jawa Timur tahun 2017 tumbuh sebesar 5,45
persen. Pertumbuhan positif terjadi pada seluruh lapangan usaha.
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum mengalami pertumbuhan
tertinggi sebesar 7,91 persen; diikuti Pertambangan dan Penggalian
sebesar 7,47 persen; dan Informasi dan Komunikasi sebesar 6,92
persen. Struktur perekonomian Jawa Timur menurut lapangan usaha
tahun 2017 didominasi oleh tiga lapangan usaha utama yaitu Industri
Pengolahan dengan kontribusi sebesar 29,03 persen; Pertanian,
Kehutanan dan Perikanan sebesar 12,80 persen; dan Perdagangan
Besar-Eceran dan Reparasi Mobil-Sepeda Motor sebesar 18,18 persen.
1.3.2.1.2. Indeks Gini
Salah satu ukuran dalam melihat peningkatan kesejahteraan
penduduk dalam konteks ekonomi adalah manakala pendapatan
penduduk suatu wilayah meningkat. Peningkatan ini juga akan sejalan
dengan semakin meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Namun
tentunya meningkatnya pendapatan penduduk ini seharusnya merata
dan dirasakan semua tingkat sosial mayarakat. Ini menandakan bahwa
aspek pemerataan pendapatan merupakan hal yang penting untuk
menjadi perhatian, karena pemerataan pendapatan merupakan ukuran
keberhasilan hasil pembangunan Indonesia. Ketimpangan dalam
menikmati hasil pembangunan di antara kelompok-kelompok
penduduk dikhawatirkan akan menimbulkan masalah sosial.
Dalam mengukur tingkat pemerataan pendapatan salah
satunya dapat menggunakan Indeks Gini Rasio. Koefisien gini
merupakan suatu ukuran kemerataan yang angkanya berkisar antara
nol (pemerataan sempurna) hingga satu (ketimpangan sempurna).
Karena sulitnya mendapatkan informasi terkait jumlah pendapatan
penduduk, maka BPS menggunakan dengan pendekatan pengeluaran,
dengan asumsi pengeluaran yang besar tentunya pendapatannya
besar pula.
Dalam mengukur tingkat pemerataan pendapatan salah
satunya dapat menggunakan Indeks Gini Rasio. Koefisien gini
merupakan suatu ukuran kemerataan yang angkanya berkisar antara
nol (pemerataan sempurna) hingga satu (ketimpangan sempurna).
Karena sulitnya mendapatkan informasi terkait jumlah pendapatan
penduduk, maka BPS menggunakan dengan pendekatan pengeluaran,
dengan asumsi pengeluaran yang besar tentunya pendapatannya
besar pula.
Bila mengacu pada nilai gini rasio, tingkat ketimpangan rata-
rata konsumsi per kapita di Jawa Timur 2012-2018 masih masuk dalam
kategori sedang (antara 0,3 – 0,5). Pada tahun 2012 gini rasio Jawa
Timur mencapai 0,362 dan pada tahun 2013-14 gini rasio Jawa Timur
menunjukkan peningkatan, yaitu masing-masing 0,368 (2013); 0,403
(2014); sedangkan pada tahun 2015 tidak mengalami perubahan yaitu
0,403; dan pada tahun 2016 kembali turun menjadi 0,402.
Pada tahun 2017, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk
Jawa Timur yang diukur oleh Gini Ratio tercatat sebesar 0,415. Angka
ini meningkat sebesar 0,013 poin jika dibandingkan dengan tahun
2016 yaitu sebesar 0,402. Namun pada tahun 2018 tingkat
ketimpangan di Provinsi Jawa Timur kembali turun, hal ini terlihat dari
Gini Ratio yang turun 0,044 poin menjadi 0,371.
Berdasarkan daerah tempat tinggal, dapat dijelaskan bahwa
Angka gini rasio daerah perkotaan selalu menunjukkan lebih tinggi
dibanding daerah perdesaan. Kondisi ini memberikan gambaran
bahwa di daerah perkotaan ketimpangan kesejahteraan antar
penduduk lebih terasa dibanding daerah perdesaan.
1.3.2.1.3. Pemerataan Pendapatan Versi Bank Dunia
Seperti halnya gini ratio, pemerataan pendapat versi bank
dunia juga dapat digunakan untuk mengukur tingkat pemerataan
masyarakat guna mengetahui ketimpangan pendapatan yang terjadi
di masyarakat. Bank Dunia mengukur pendistribusian kue ekonomi
atau mengukur pemerataan pendapatan dalam masyarakat dengan
pendekatan persentase distribusi pengeluaran penduduk suatu
wilayah berdasarkan kategori pendapatan 40 persen terbawah, 40
persen menengah dan 20 persen teratas.
Ketimpangan menurut Bank Dunia diukur dengan menghitung
persentase jumlah pendapatan penduduk dari kelompok yang
berpendapatan 40% terendah dibandingkan total pendapatan seluruh
penduduk. Pengelompokkannya adalah sebagai berikut :
1. Jika proporsi jumlah pendapatan dari penduduk yang masuk
kategori 40 persen terendah terhadap total pendapatan seluruh
penduduk kurang dari 12 persen dikategorikan ketimpangan
pendapatan tinggi.
2. Jika proporsi jumlah pendapatan dari penduduk yang masuk
kategori 40 persen terendah terhadap total pendapatan seluruh
penduduk antara 12-17 persen dikategorikan ketimpangan
pendapatan sedang/ menengah.
3. Jika proporsi jumlah pendapatan dari penduduk yang masuk
kategori 40 persen terendah terhadap total pendapatan seluruh
penduduk lebih dari 17 persen dikategorikan ketimpangan
pendapatan rendah.
Selama tahun 2013-2018 penduduk yang masuk dalam
kelompok 40 persen bawah persentase menunjukkan penurunan, yaitu
20,15 persen (2012); 19,82 persen (2013); 18,63 persen (2014); dan
16,61 persen (2015). Sedangkan pada tahun 2016 mengalami sedikit
kenaikan menjadi 17,03 persen dan pada tahun 2017 turun kembali
menjadi 16,49 persen. Sedangkan pada tahun 2018 proporsi jumlah
pendapatan dari penduduk yang masuk kategori 40 persen terbawah
mengalami peningkatan sebesar 0,19 poin persen menjadi 17,93
persen. Berdasarkan pengelompokkan distribusi bank dunia, pada
tahun 2018 Jawa Timur masuk dalam kategori ketimpangan rendah,
karena jumlah pendapatan dari penduduk pada kategori 40 persen
terbawah terhadap total pendapatan seluruh penduduk di atas 17
persen.
1.3.2.1.4. Persentase Penduduk Miskin
Kemiskinan adalah keadaan di mana terjadi ketidakmampuan
untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat
berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan
oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya
akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan
masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif
dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral
dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah
yang telah mapan, dll.
Angka kemiskinan di Jawa Timur selama tujuh tahun terakhir
(2012-2018) menunjukkan trend penurunan. Pada tahun 2012 angka
kemiskinan sebesar 13,08 persen dengan jumlah penduduk miskin
4.992,75 ribu jiwa, kemudian terus menurun hingga tahun 2018
menjadi 10,85 persen dengan jumlah penduduk miskin sebesar
4.292,15 ribu jiwa. Berbagai upaya yang ditempuh pemerintah daerah
mengurangi penduduk miskin diantaranya meningkatkan taraf
kesejahteraan penduduknya baik dari segi kinerja perekonomiannya
maupun penciptaan pemerataan kue pembangunan serta
meningkatkan ketajaman sasaran program pengentasan kemiskinan.
Hal ini selaras dengan Strategi penangangan kemiskinan Jawa Timur
yang antara lain Meningkatkan pendapatan masyarakat miskin,
Mengurangi pengeluaran masyarakat miskin, dan Mensinergikan
kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan. Namun demikian
angka kemiskinan Jawa Timur memang masih berada di atas rata-rata
nasional sebesar 9,66 persen.
Selama periode Maret-September 2018, jumlah penduduk
miskin di Jawa Timur mengalami penurunan sebesar 40,44 ribu jiwa
atau 0,13 poin persen dari 4.332,59 ribu jiwa (10,98 persen) pada
Maret 2018 menjadi 4.292,15 ribu jiwa (10,85 persen) pada September
2018.
Perkembangan persentase penduduk miskin menurut
Kabupaten/Kota di Jawa Timur pada tahun 2018 (Maret) dapat
dijelaskan sebagai berikut : daerah yang memiliki persentase
penduduk miskin paling sedikit rata-rata perkotaan yaitu Kota Batu
sebesar 3,89 persen, Kota Malang sebesar 4,10 persen. Sedangkan
Kabupaten dengan tingkat kemiskinan tertinggi sebagian besar
Kabupaten yang ada di Madura dan beberapa daerah tapal Kuda yaitu
Kabupaten Sampang sebesar 21,21 persen, Kabupaten Sumenep
sebesar 20,16 persen, Kabupaten Bangkalan sebesar 19,59 persen, dan
Kabupaten Probolinggo sebesar 18,71 persen.
1.3.2.1.5. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Pada hakekatnya pembangunan ditujukan untuk
mensejahterakan masyarakat. Pembangunan yang hakiki tidak hanya
dinikmati oleh segelintir kelompok tetapi secara holistik dapat
dinikmati seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan dimaksud tidak
hanya terfokus pada pembangunan gedung sarana dan prasarana,
tetapi berimplikasi pada perubahan kualitas manusia. Bisa
dianalogkan, pembangunan yang pro kepada kualitas manusia itu
bercirikan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Dalam
mewujudkan pembangunan yang hakiki, baik Pemerintah Pusat
maupun Daerah telah melakukan berbagai kebijakan dan program
untuk meningkatkan kualitas manusia. Pemerintah Provinsi Jawa Timur
juga melakukan upaya serius dengan program peningkatan kualitas
manusia baik dari sisi kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan
ekonomi. Masyarakat merasa sejahtera, jika pembangunan
memberikan implikasi tercapainya umur panjang dan sehat,
masyarakat semakin berpengetahuan dan dapat hidup layak secara
ekonomi. Potret implikasi pembangunan terhadap kualitas manusia
dapat dilihat dari hasil capaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
Berdasarkan ketentuan United Nation Development
Programe (UNDP), penghitungan IPM untuk seluruh negara
menggunakan metode baru. Hal ini dikarenakan IPM metode lama
mempunyai kelemahan dan perlu diperbaharui. Pada metode baru ini,
angka melek huruf sudah tidak dipakai lagi digantikan angka harapan
sekolah dan penghitungan kompositnya menggunakan geometric
mean. Dampak dari perubahan penghitungan ini, menyebabkan terjadi
perubahaan angka IPM menjadi lebih rendah dibanding metode lama.
Tetapi perlu diingat bahwa hasil penghitungan metode baru tidak bisa
dibandingkan lagi dengan metode lama, karena sudah berbeda
metodologi.
Selama enam tahun terakhir, pembangunan manusia di Jawa
Timur yang ditunjukkan melalui Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
selalu mengalami peningkatan. Kondisi itu ditunjukkan oleh angka IPM
pada tahun 2012 sebesar 66,74; kemudian terus meningkat pada
tahun 2013-2017 yaitu masing-masing sebesar 67,55 (2013); 68,14
(2014); 68,95 (2015); 69,74 (2016); dan 70,27 (2017). Ini menunjukkan
upaya pemerintah Jawa Timur dalam meningkatkan pembangunan
manusia cukup berhasil. Prestasi itu ditunjukkan dari meningkatkan
predikat IPM Jawa Timur pada tahun 2017 menjadi IPM berkategori
“tinggi” untuk pertama kalinya. Sebelumnya, dari tahun 2010 hingga
tahun 2016 Jawa Timur masih berkategori “sedang”.
1.3.2.1.6. Indeks Pembangunan Gender (IPG)
Salah satu pengembangan dari penghitungan IPM adalah
Indeks Pembangunan Gender. Baik metodologi maupun konsep
definisi yang dipakai dalam penghitungan Indeks Pembangunan
Gender sama dengan penghitungan IPM. Perbedaannya,
penghitungan ini dibedakan menurut gender. Tujuan penghitungan
IPG adalah untuk mengetahui seberapa jauh pembangunan yang telah
dilaksanakan oleh Pemerintah, berimplikasi kepada pembangunan
perempuan. Peran perempuan dalam perekonomian suatu daerah dari
waktu ke waktu semakin tinggi. Sayangnya, masih dirasakan adanya
diskriminasi perlakuan terhadap perempuan dalam kancah sosial
ekonomi. Upah kerja perempuan masih lebih rendah dibanding laki-
laki. Selain itu, masih berlaku budaya menempatkan perempuan pada
ususan dapur rumah tangga. Sehingga kesempatan pendidikan
perempuan relatif rendah dan berpengaruh pada rendahnya daya
saing di masyarakat. Dengan melihat angka IPG, diharapkan ada
perhatian dari berbagai pihak khususnya Pemerintah Daerah, untuk
memajukan perempuan di masa mendatang. Evaluasi untuk
meningkatkan pembangunan perempuan diperlukan agar posisi
perempuan semakin sejajar setara dengan laki-laki. Sehingga peran
perempuan dalam memberikan nilai tambah di masyarakat akan
semakin nyata.
Penghitungan IPG ini juga memakai metodologi yang dipakai
pada penghitungan IPM metode baru. Sehingga angka yang sekarang
digunakan menggantikan angka IPG yang pernah dipublish. Dengan
berlakunya IPG menggunakan metode baru, maka angka yang
disajikan tidak bisa dibandingkan dengan angka-angka sebelumnya.
Membandingkannya harus sesuai metode yang digunakan atau apple
to apple. Hasil penghitungan IPG metode baru, tercatat bahwa IPG
Jawa Timur mengikuti tren naik.
Pada tahun 2014, IPG mencapai 90,83 lebih baik dibanding
2013 yang mencapai 90,22 atau naik 0,68 persen. Kondisi ini semakin
membaik pada tahun 2015 menjadi 91,07, kemudian mengalami
penurunan menjadi 90,72 pada tahun 2016 dan meningkat kembali
pada tahun 2017 (Angka Sangat Sementara) menjadi 92,39. Naiknya
angka IPG Jawa Timur, mengindikasikan program pemberdayaan
perempuan oleh Pemerintah Daerah cukup berhasil. Kenaikan IPG ini
didukung meningkatnya AHH perempuan, angka harapan lama
sekolah perempuan, angka rata-rata lama sekolah perempuan dan
pengeluaran per kapita per tahun perempuan. Dengan demikian, SDM
perempuan di Jawa Timur dari tahun ke tahun menunjukkan
perbaikan. Daerah yang maju dan madani, selain ditopang dari peran
SDM penduduk laki- lakinya, juga ditopang oleh peran perempuan.
Pemerintah Jawa Timur sendiri berupaya terus agar peran perempuan
semakin banyak muncul dalam kancah pembangunan sosial ekonomi.
Sehingga disparitas SDM antar laki-laki dan perempuan dari waktu ke
waktu semakin menyempit. Pada akhirnya, kinerja pembangunan Jawa
Timur di segala bidang bisa dinikmati siapa saja baik penduduk laki-
laki maupun perempuan.
1.3.2.1.7. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
Salah satu ukuran keberhasilan kinerja suatu daerah dalam hal
penanganan pengangguran bila diamati dari sisi ketenagakerjaan
adalah dengan melihat tinggi rendahnya Tingkat Pengangguran
Terbuka ( TPT ). Pengangguran terbuka adalah mereka yang tidak mau
bekerja karena mengharapkan pekerjaan yang lebih baik (penganggur
sukarela) maupun secara terpaksa mereka yang mau bekerja tetapi
tidak memperoleh pekerjaan.
Berdasarkan hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas)
yang diakukan oleh BPS Provinsi Jawa Timur, tingkat pengangguran
terbuka (TPT) pada tahun 2012 sebesar 4,12 persen, kemudian
meningkat pada tahun 2013 menjadi 4,33 persen dan pada tahun
2014 mengalami perbaikan menjadi 4,19 persen. Pada tahun 2015,
pengagguran terbuka di Jawa Timur sedikit mengalami peningkatan
menjadi 4,47 persen, selanjutnya pada tahun 2016-2017 kondisi
ketenagakerjaan menunjukan keadaan yang lebih baik sehingga terus
mengalami penurunan yaitu 4,21 (2016) dan 4,00 (2017). Dan pada
Agustus 2018 tren penurunan ini terus berlangsung, dimana TPT Jawa
Timur sebesar 3,99 persen, mengalami penurunan 0,01 poin dibanding
TPT Agustus 2017 sebesar 4,00 persen. Jumlah angkatan kerja Provinsi
Jawa Timur Agustus 2018 sebanyak 21,30 juta jiwa, naik 1,73 persen
atau 0,36 juta jiwa dibandingkan dengan Agustus 2017. Sejalan
dengan naiknya jumlah angkatan kerja, Tingkat Partisipasi Angkatan
Kerja (TPAK) di Jawa Timur juga meningkat. TPAK pada Agustus 2018
tercatat sebesar 69,37 persen, meningkat 0,59 poin dibanding setahun
yang lalu
Dalam upaya mengatasi ketenagakerjaan, Pemerintah Provinsi
Jawa Timur menetapkan landasan kebijakan pembangunan
ketenagakerjaan melalui 5 kebijakan program yaitu, Peningkatan
Kualitas dan Produktivitas Tenaga Kerja, Penempatan dan Perluasan
Kesempatan Kerja, Pengembangan Hubungan Industrial dan Jaminan
Sosial, Pengawasan Ketenagakerjaan dan Perlindungan Tenaga Kerja,
serta Program Ketransmigrasian.
1.3.2.1.8. Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLHD)
Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Daerah (IKLHD) merupakan
suatu bentuk penilaian yang mencerminkan kondisi kualitas air, udara
dan lahan. Penetapan IKLHD sebagai Indikator Kinerja Utama (IKU)
Pemerintah Provinsi Jawa Timur berfungsi untuk memberikan
informasi kepada para pengambil keputusan Provinsi Jawa Timur
tentang kondisi lingkungan di Jawa Timur sebagai bahan untuk
evaluasi terhadap kebijakan pembangunan berkelanjutan dan bentuk
pertanggungjawaban tentang pencapaian target program-program
Pemerintah Provinsi Jawa Timur di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.
Perhitungan IKLH meliputi Indeks Kualitas Air (IKA) dengan
bobot 30%, Indeks Kualitas Udara (IKU) dengan bobot 30% dan Indeks
Tutupan Lahan (ITL) dengan bobot sebesar 40%. Klasifikasi IKLH
adalah sebagai berikut:
1. Unggul : >90
2. Sangat baik : 82 – 90
3. Baik : 74 - 82
4. Cukup : 66 – 74
5. Kurang : 58 - 66
6. Sangat Kurang : 50 – 58
7. Waspada : <50
Perkembangan IKLH Provinsi Jawa Timur terus menunjukkan
tiap tahunnya, yaitu dari 61,70 (Kategori Kurang) pada tahun 2015
menjadi 66,29 (Kategori Cukup) pada tahun 2017. Kedepannya,
Pemerintah Provinsi Jawa Timur akan terus meningkatan pencapaian
target program-program di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup dalam rangka memperbaiki kualitas lingkungan
hidup di Jawa Timur dan mencapai target IKLHD Provinsi Tahun 2019
sebesar 67,00-68,52 atau dengan kategori cukup.
1.3.2.1.9. Indeks Kepuasan Masyarakat
Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) adalah data dan informasi
tentang tingkat kepuasan masyarakat yang diperoleh dari hasil
pengukuran secara kuantitatif dan kualitatif atas pendapat masyarakat
dalam memperoleh pelayanan dari aparatur penyelenggara pelayanan
publik dengan membandingkan antara harapan dan kebutuhannya.
Sehubungan dengan hal tersebut maka Indeks Kepuasan Masyarakat
(IKM) dimasukkan sebagai indikator baru dalam penyelenggaraan
pembangunan daerah Jawa Timur.
Perkembangan indeks kepuasan masyarakat di Jawa Timur pada
tahun 2014-2017 terus menunjukkan peningkatan, yaitu sebesar 79
(Thn. 2014); 80 (Thn. 2015); 81 (Thn. 2016); dan 81,33 (Thn. 2017).
Kondisi ini mencerminkan kepuasan terhadap pelayanan masyarakat di
Jawa Timur lebih baik, efisien, dan efektif berbasis dari kebutuhan
masyarakat. Suatu pelayanan dinilai memuaskan bila pelayanan
tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan harapan pengguna layanan.
Kepuasan masyarakat dapat juga dijadikan acuan bagi berhasil atau
tidaknya pelaksanaan program yang dilaksanakan pada suatu lembaga
layanan publik.
1.3.2.1.10. Indeks Reformasi Birokrasi
Reformasi birokrasi merupakan salah satu upaya pemerintah
untuk mencapai good governance dan melakukan pembaharuan dan
perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan
terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan (organisasi),
ketatalaksanaan dan sumber daya manusia aparatur. Melalui reformasi
birokrasi, dilakukan penataan terhadap sistem penyelangggaraan
pemerintah dimana uang tidak hanya efektif & efisien, tetapi juga
reformasi birokrasi menjadi tulang punggung dalam perubahan
kehidupan berbangsa dan bernegara. Sehubungan dengan hal
tersebut maka Indeks Reformasi Birokrasi dimasukkan sebagai
indikator baru dalam penyelenggaraan pembangunan daerah Jawa
Timur.
Indeks reformasi birokrasi di Jawa Timur pada tahun 2015
sebesar 63,00, kemudian meningkat pada tahun 2016 menjadi 65,00
dan tahun 2017 meningkat kembali menjadi 69,54. Peningkatan ini
mencerminkan birokrasi pemerintah Jawa Timur semakin profesional
dengan berkarakter, berintegrasi, berkinerja tinggi, bebas dan bersih
KKN, mampu melayani publik, netral, sejahtera, berdedikasi, dan
memegang teguh nilai-nilai dasar dan kode etik aparatur negara.
1.3.2.1.11. Indeks Kesalehan Sosial
Secara konseptual, Kesalehan sosial adalah sikap seseorang
yang memiliki unsur kebaikan (salih) atau manfaat dalam kerangka
hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sikap kesalehan
sosial tersebut meliputi:
1. Solidaritas social (al-takaful alijtima’ï);
2. Toleransi (al-tasamuh);
3. Mutualitas/Kerjasama (al-ta’awun);
4. Tengah-tengah (al-I’tidal); dan
5. Stabilitas (al-stabat);
Sedangkan secara operasional, Kesalehan sosial adalah skor
yang diperoleh dari sikap seseorang/responden yang memiliki unsur
kebaikan (salih) atau manfaat dalam kerangka hidup bermasyarakat
yang diukur dengan :
1. Solidaritas sosial;
2. Kerjasama/mutualitas;
3. Toleransi;
4. Adil; dan
5. Menjaga ketertiban umum.
Indeks Kesalehan Sosial merupakan indikator baru dalam
penyelenggaraan pembangunan daerah Jawa Timur, pada tahun 2017
(angka sangat sementara) capaiannya 62,34. Kedepannya Pemerintah
Provinsi Jawa Timur berupaya agar Indeks Kesalehan Sosial terus
meningkat tiap tahunnya. Pemerintah perlu bersinergi dengan
stakeholder lain untuk melakukan berbagai langkah strategis dalam
peningkatan kesalehan sosial, agar nilai-nilai agama dapat memberi
kontribusi positif bagi pembangunan sesuai yang diharapkan.
1.3.3. Kondisi Pemerintahan
Untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemerintahan
dan pembangunan, serta meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat, berdasarkan Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah; Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun
2016 tentang Organisasi Perangkat Daerah, maka telah dilakukan
penataan kembali organisasi perangkat daerah Provinsi Jawa Timur
sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 11 tahun 2016 tentang
Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah.
Jumlah Dinas di Pemerintah Provinsi Jawa Timur sebanyak 24
(Dua Puluh Empat), terdiri dari : 1. Dinas Kesehatan; 2. Dinas Sosial; 3.
Dinas Pendidikan; 4. Dinas Perhubungan; 5. Dinas Komunikasi dan
Informatika; 6. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi; 7. Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata; 8. Dinas Koperasi dan Usaha Kecil,
Menengah (UKM); 9. Dinas Kepemudaan dan Olahraga; 10. Dinas
Pekerjaan Umum Bina Marga; 11. Dinas Pekerjaan Umum Sumber
daya Air; 12. Dinas Pekerjaan Perumahan Rakyat, 13. Kawasan
Pemukiman dan Cipta Karya; 14. Dinas Pertanian dan Ketahanan
Pangan; 15. Dinas Perkebunan; 16.Dinas Peternakan; 17. Dinas
Kelautan dan Perikanan; 18. Dinas Kehutanan; Dinas Perindustrian dan
Perdagangan; 19. Dinas Energi dan Sumberdaya Mineral; 20. Dinas
Pemberdayaan Masyarakat dan Desa ; 21. Dinas Pemberdayaan
Perempuan, Perlindungan Anak dan Kependudukan; 22. Dinas
Lingkungan Hidup; 23. Dinas Perpustakaan dan Kearsipan; dan 24.
Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu.
Sedangkan Jumlah Badan yang ada di lingkungan
Pemerintah Provinsi Jawa Timur sebanyak 22 (Dua Puluh Dua), terdiri
dari : 1. Inspektorat: 2. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
(Bappeda); 3. Badan Pendapatan Daerah (BAPENDA); 4. Badan
Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol); 5. Badan Penelitan dan
Pengembangan (Balitbang); 6. Badan Pendidikan dan Pelatihan; 7.
Badan Kepegawaian Daerah; 8. Badan Pengelola Keuangan dan Aset
Daerah; 9. Badan Pendidikan dan Pelatihan; 10. Badan Penghubung
Daerah Provinsi; 11. Badan Penanggulangan Bencana Daerah; 12.
RSUD. Dr Soetomo Surabaya; 13. RS Jiwa Menur Surabaya; 14. RSUD.
Haji Surabaya; 15. RSUD. Dr Saiful Anwar Malang; 16. RSUD Dr.
Soedono Madiun; 17.Badan Perwakilian Wilayah Bojonegoro; 18.
Badan Perwakilan Wilayah Madiun; 19. Badan Perwaklian Wilayah
Malang; 20. Badan Perwakilan Wilayah Jember; 21. Badan Perwakilan
Wilayah Pamekasan dan; 22. Satuan Polisi Pamong Praja.
Sementara itu, Sekretariat Daerah terdiri 3 (tiga) Asisten (
Asisten Bidang Pemerintahan dan Kesra ; Asisnten Bidang Ekonomi
dan Pembangunan serta Asisten Administrasi Umum ) dengan 9 (
sembilan) Biro, terdiri dari : 1.Biro Administrasi Pemerintahan Umum
dan Otonomi Daerah; 2. Biro Administrasi Kesejahteraan Sosial; 3. Biro
Hukum; 4.Biro Administrasi Perekonomian; 5. Biro Administrasi
Pembangunan; 6. Biro Administrasi Sumber Daya Alam; 7. Biro
Organisasi; 8. Biro Humas Protokol dan; 9. Biro Umum.
1.3.4. Kondisi Sosial Politik
Pemilihan Umum 2014 menghasilkan komposisi perolehan
kursi partai politik di DPRD Provinsi Jawa Timur 2015-2019 sebagai
berikut: Partai Kebangkitan Bangsa (20 kursi); Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan (19 kursi); Fraksi Gerindra (13 kursi); Fraksi
Demokrat (13 kursi); Partai Golkar (11 kursi); Partai Amanat Nasional (7
kursi); Partai Keadilan Sejahtera (6 kursi); Partai Persatuan
Pembangunan (5 kursi); dan Fraksi Nasdem Hanura (6 kursi). (Sumber :
KPU Jatim Tahun 2014).
Kehidupan sosial politik masyarakat Provinsi Jawa Timur
sangat dinamis, namun relatif terkendali dan aman. Hal ini terbukti
dari pelaksanaan Pemilihan Gubernur Jawa Timur pada 2014 yang
berlangsung sampai dua kali putaran, kemudian melahirkan sengketa
Pilkada ke Mahkamah Konstitusi. Meski suhu politik Jawa Timur
selama berlangsungnya Pemilihan Gubernur sempat memanas, namun
tidak sampai menimbulkan gangguan terhadap keamanan dan
ketertiban masyarakat secara keseluruhan.Jumlah organisasi
masyarakat yang tercatat pada Badan Kesatuan Bangsa sampai 2013
sebanyak 873 buah.
1.4. KEDUDUKAN, TUGAS POKOK, FUNGSI DAN KEWENANGAN
Pemerintah Provinsi Jawa Timur dibentuk berdasarkan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi
Jawa Timur Juncto Nomor 18 Tahun 1950 Peraturan tentang
Mengadakan Perubahan dalam Undang-Undang Tahun 1950 Nomor 2
dari hal Pembentukan Propinsi Jawa Timur (Lembaran Negara Tahun
1950 Nomor 32). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah, bahwa Pemerintah Provinsi
berdasarkan kewenangan yang dimiliki merupakan Daerah Otonom
yang seluas-luasnya. Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom
yang luas menjalankan kewenangan wajib dan kewenangan pilihan.
Kewenangan wajib yang dijalankan oleh Pemerintah Provinsi
meliputi: perencanaan dan pengendalian pembangunan, perencanaan
pemanfatan dan pengawasan tata ruang, penyelenggaraan ketertiban
umum dan ketentraman masyarakat, penyediaan sarana prasarana
umum, penanganan bidang kesehatan, penyelenggaraan pendidikan,
penanggulangan masalah sosial, pelayanan bidang ketenagakerjaan,
fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah,
pengendalian lingkungan hidup pelayanan pertanahan, pelayanan
administrasi umum pemerintahan, pelayanan perizinan administrasi
penanaman modal, penyelenggaraan pelayanan dasar dan lainnya,
serta urusan wajib yang diamanatkan oleh peraturan perundang-
undangan. Sedangkan kewenangan yang bersifat pilihan meliputi
urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi,
kekhasan Daerah dan potensi yang menjadi unggulan di Provinsi Jawa
Timur.
Penyelenggara Pemerintah Provinsi Jawa Timur dipimpin
oleh seorang Gubernur yang dibantu oleh seorang Wakil Gubernur.
Dalam menyelenggarakan pemerintahan berpedoman pada azas
umum penyelenggaraan Negara yang terdiri atas : azas kepastian
hukum, azas tertib penyelenggaraan negara, azas kepentingan umum,
azas keterbukaan, azas proporsionalitas, azas profesionalitas, azas
akuntabilitas, azas kompetensi, azas efisiensi dan azas efektifitas.
Tugas Gubernur sebagai wakil Pemerintah adalah sebagai
berikut :
1. Gubernur yang dikarenakan Jabatannya berkedudukan juga
sebagaiWakil Pemerintah di Wilayah Provinsi Jawa Timur;
2. Dalam kedudukannya sebagai wakil Pemerintah, Gubernur
Bertanggungjawab kepada Presiden Republik Indonesia.
Dalam kedudukannya sebagai wakil Pemerintah, Gubernur
mempunyai tugas dan wewenang:
1. Pembinaan & pengawasan penyelenggaraan pemerintahan
daerah Kabupaten/Kota se-Jawa Timur;
2. Koordinasi penyelenggaraan urusan Pemerintahan di Daerah
Provinsi dan Kabupaten/Kota se-Jawa Timur;
3. Koordinasi pembinaan dan pengawasan penyelenggaran tugas
pembantuan di Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota se Jawa
Timur.
Tugas dan Wewenang Gubernur sebagai Kepala Daerah :
1. Memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Daerah berdasarkan
kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD;
2. Mengajukan Rancangan Peraturan Daerah;
3. Menetapkan Peraturan Daerah yang telah mendapatkan
persetujuan bersama DPRD;
4. Menyusun dan mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang
APBD kepada DPRD untuk dibahas dan ditetapkan bersama;
5. Mengupayakan terlaksananya kewajiban Daerah;
6. Mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat
menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan;
7. Melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Kewajiban Gubernur sebagai Kepala Daerah adalah:
1. Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia;
2. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
3. Memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat;
4. Melaksanakan kehidupan demokrasi;
5. Mentaati dan menegakkan seluruh peraturan perundang-
undangan;
6. Menjaga etika dan norma dalam penyelenggaran pemerintahan
daerah;
7. Memajukan dan mengembangkan daya saing Daerah;
8. Melaksanakan prinsip tata kepemerintahan yang bersih dan baik;
9. Melaksanakan dan mempertanggungjawabkan penge-lolaan
keuangan Daerah;
10. Menjalin hubungan kerja dengan seluruh instansi vertikal di
Daerah dan semua perangkat Daerah;
11. Menyampaikan rencana strategis penyelenggaraan pemerintahan
daerah di hadapan Rapat Paripurna DPRD.
1.5. ISU-ISU STRATEGIS
1.5.1. Isu Internasional
1.5.1.1. Gejolak Perekonomian Global
Kondisi perekonomian global hingga permulaanTahun 2014
masih diwarnai dengan ekses gejolak krisis global yang diawali dari
Krisis Utang Yunani yang mengimbas pada Uni Eropa hingga Amerika
dan akhirnya berdampak pada seluruh dunia. Krisis ekonomi global
tersebut memunculkan isu strategis internasional yang antara lain
meliputi :
● Pertama adalah ketidakpastian mengenai kecepatan pemulihan
global. Perkembangan hingga akhir tahun 2013 menunjukkan
pemulihan ekonomi global yang tidak sesuai harapan, bahkan
melambat. Situasi menjadi tidak pasti karena bergesernya lanskap
ekonomi global.
● Isu kedua, terkait ketidakpastian yang meluas seiring
ketidaktegasan kebijakan di Amerika Serikat, baik terkait penarikan
stimulus kebijakan moneter maupun penyelesaian batas anggaran
dan penghentian belanja pemerintah. Situasi yang berlarut ini
memicu penilaian ulang risiko oleh investor dan menimbulkan
reaksi berlebih, akhirnya menimbulkan gejolak di pasar keuangan
global, termasuk Republik IndonesiaI.
● Ketiga adalah berkaitan dengan ketidakpastian perkembangan
harga komoditas. Sejalan dengan ekonomi global yang lambat dan
pasar keuangan global yang bergejolak, harga komoditas masih
melanjutkan tren penurunannya sehingga mempertegas era siklus
panjang harga komoditas.
Berkembangnya ketiga isu global tersebut tentu tak terhindar
akan menurunkan kinerja ekonomi Nasional Indonesia. Di tengah
kuatnya pertumbuhan ekonomi domestik, kuatnya tekanan global
mengakibatkan neraca transaksi berjalan juga akan mengalami
tekanan. Terkait pengurangan stimulus fiskal(tapering off quantitattive
easing) oleh The Fed juga berpengaruh ke seluruh dunia. Hal ini akan
membuat ekonomi nasional ditandai derasnya aliran modal asing yang
keluar dan membuat nilai tukar rupiah tertekan tajam.
Di tengah ekspektasi perbaikan pertumbuhan ekonomi global
pada tahun 2017, terdapat beberapa faktor risiko yang menambah
ketidakpastian kondisi perekonomian terkinisehingga berpotensi
menahan laju perbaikan, yaitu :
Kebijakan pemerintah baru AS
Kebijakan Presiden AS terpilih akan fokus pada upaya mendorong
ekonomi domestik serta menerapkan proteksionisme.
Kenaikan FFR
Laju normalisasi kebijakan moneter AS diperkirakan lebih cepat;
The Fed diperkirakan akan menaikkan FFR sebanyak 3 kali pada tahun
2017.
Brexit dan populisme di Eropa.
Hasil referendum Inggrismenambah ketidakpastian masa depan
ekonomi EU; gerakan populisme cenderung menguat di Eropa.
Data inflasi dan ketenagakerjaan AS menunjukkan perkembangan
positif pada 2016.
Sesuai ekspektasi, FOMC MeetingDesember 2016 memutuskan
kenaikan FFR sebesar 25 bps. The Fed diprediksi akan menaikkan
FFR sebanyak 3 kali di tahun 2017.
Di satu sisi, ekspektasi perbaikan ekonomi AS akan mendongkrak
pertumbuhan global. Di sisi lain, laju normalisasi kebijakanmoneter
yang relatif cepat berpotensi mendorong outflow dari EM ke AS
dan safe haven countries.
1.5.1.2. Lingkungan Hidup
Isu Internasional lingkungan hidup adalah perubahan iklim dan
pemanasan global sebagai akibat dari peningkatan emisi gas rumah
kaca yang berdampak pada keanekaragaman hayati, desertifikasi
(degradasi lahan, lahan kering semakin gersang, kehilangan badan air,
vegetasi, dan kehidupan liar), kenaikan temperatur serta terjadi
pergesaran musim. Untuk membatasi peningkatan suhu global perlu
dilakukan penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) oleh semua pihak,
dengan catatan pelaksanaan di negara berkembang harus sesuai
dengan usaha pembangunan ekonomi, sosial dan pengentasan
kemiskinan.
1.5.1.3. Millenium Development Goals (MDG's)
Isu global dari lahirnya deklarasi millenium atau Millenium
Development Goal’s (MDG’s) yang diungkapkan dalam KTT Millenium
di New York bulan September 2000 adalah masih tingginya angka
kemiskinan di dunia dimana hampir separuh penduduk dunia hidup
dengan pendapatan kurang dari 2 dolar, sekitar 800 juta orang dalam
kondisi kelaparan, derajat kesehatan yang masih rendah dimana setiap
tahun hampir 11 juta anak meninggal sebelum mencapai usia balita,
setiap tahun lebih dari 18 juta orang meninggal akibat hal-hal yang
berhubungan dengan kemiskinan, umumnya mereka adalah
perempuan dan anak-anak. Adanya kesenjangan akses pada
pendidikan antara anak lelaki maupun perempuan, ketidak pedulian
manusia akan lingkungan dan solidaritas internasional juga menjadi
latar belakang dicetuskannya MDG’s.
Sampai pada tahun 2015 diyakini bahwa MDG’s belum tercapai
secara tuntas, oleh karena itu perlu rencana pembangunan pasca
MDG’s 2015 atau yang dikenal dengan Sustainable Development
Goals (SDGs). SDGs memiliki 5 pondasi yaitu manusia, planet,
kesejahteraan, perdamaian, dan kemitraan yang ingin mencapai tiga
tujuan mulia di tahun 2030 berupa mengakhiri kemiskinan, mencapai
kesetaraan, dan mengatasi perubahan iklim. Untuk mencapai tiga
tujuan mulia tersebut, disusun 17 Tujuan Global berikut : 1) Tanpa
Kemiskinan; 2)Tanpa Kelaparan; 3) Kesehatan yang Baik dan
Kesejahteraan; 4) Pendidikan Berkualitas; 5) Kesetaraan Gender; 6) Air
Bersih dan Sanitasi; 7) Energi Bersih dan Terjangkau; 8) Pertumbuhan
Ekonomi dan Pekerjaan yang Layak; 9) Industri, Inovasi dan
Infrastruktur; 10) Mengurangi Kesenjangan; 11) Keberlanjutan Kota
dan Komunitas; 12) Konsumsi dan Produksi Bertanggung Jawab; 13)
Aksi Terhadap Iklim; 14) Kehidupan Bawah Laut; 15) Kehidupan di
Darat; 16) Institusi Peradilan yang Kuat dan Kedamaian; 17) Kemitraan
untuk Mencapai Tujuan. Dari 17 Tujuan tersebut terdiri dari 169 target
dan 241 indikator yang pelaksanaannya dikelompokkan menjadi 4
pilar yaitu Pilar Pembangunan Sosial, Ekonomi, Lingkungan, serta
Pembangunan Inklusif dan Cara Pelaksanaan.
Dalam rangka mencapai keberhasilan SDGS yang ditargetkan
sampai tahun 2030, ada tiga prinsip pelaksanaan SDGs yaitu :
a) Universality, yaitu SDGs dilaksanakan oleh negara maju
maupun negara berkembang;
b) Integration, yaitu SDGs dilaksanakan secara terintegrasi
dan saling terkait pada semua dimensi sosial, ekonomi, dan
lingkungan;
c) No one Left Behind, yaitu harus memberi manfaat bagi
semua terutama yang rentan, dan pelaksanaan melibatkan
semua pemangku kepentingan.
Meski demikian komitmen pelaksanaan SDG’s ini hingga
tahun 2016 belum diatur/ditetapkan dalam ranah aturan perundangan
yang berlaku di Indonesia.
1.5.1.4. Ancaman Global Terhadap Krisis Pangan
Pertumbuhan penduduk dunia yang semakin pesat yang
diikuti oleh semakin besarnya alih fungsi lahan pertanian ke non
pertanian telah berdampak pada semakin terbatasnya ketersediaan
pangan dunia, sehingga perlu upaya-upaya yang berkekanjutan untuk
memperbaiki struktur produksi pangan yang diikuti dengan menekan
laju pertumbuhan penduduk Situasi produksi pangan di dunia
diperkirakan relatif membaik tahun 2014. Total produksi cerealia di
dunia akan meningkat 8,4% di periode 2013/2014 dibanding
2012/2013. Peningkatan terjadi 2, 6% di negara berkembang dan
17,4% di negara maju (FAO Crop Prospects and Food Situation,
Desember 2013). Stok cerealia di dunia pada akhir musim 2014
diperkirakan meningkat 13,4% lebih tinggi dibandingkan tahun
sebelumnya. Dengan demikian, harga cerealia dunia terutama
gandum, beras dan jagung akan menurun di tahun 2014. Harga
kedelai internasional serta minyak nabati akan menurun juga (FAO
Food Price Index, 9/1/2014).
1.5.1.5. Energi
Isu internasional energy dan sumberdaya mineral adalah
keterbatasan energy dan pengembangan energy baru terbarukan,
pertambangan illegal dan pertambangan berkelanjutan. Minyak
merupakan salah satu energi yang masih tetap dipertahankan dan
dibutuhkan, namun saat ini dunia dihadapkan pada produksi minyak
yang terus menurun dan sebaliknya kebutuhan akan konsumsi minyak
terus meningkat sebanding dengan jumlah populasi penduduk.
Berangkat dari peningkatan tajam harga minyak dunia yang pernah
terjadi waktu lalu, telah memunculkan adanya isu keamanan energi
kini telah menjadi salah satu isu terhangat dalam agenda keamanan
global dan hubungan internasional.
Salah satu upaya untuk mengatasi isu dimaksud tahun 2012
ditetapkan sebagai tahun energi terbarukan internasional oleh PBB
dalam rangka meraih tiga target besar yaitu: menjamin akses yang
setara atas energi modern, melipatgandakan efisiensi energi dan
melipatgandakan kontribusi energi terbarukan dalam struktur energi
global sebelum 2030. Di level regional (APEC) juga mengagendakan
isu energi dan ketahanan pangan disamping isu-isu perekonomian.
1.5.1.6. Air
Isu internasional terkait dengan Air diantaranya adalah: a)
Pencapaian target MDG’s 2015untuk sektor Air Minum dan Sanitasi di
perkotaan dan pedesaan. Sesuai dengan tujuan pembangunan
millenium (MDG’s) bahwa Program Pengelolaan Sumber Daya Air
harus mendukung untuk memberantas kemiskinan dan kelaparan
ekstrem serta untuk memastikan kelestarian lingkungan Penetapan
agenda baru dalam pembangunan berkelanjutan (SDGs) yang
merupakan akselerasi setelah tahun 2015 (MDGs) dengan isu yang
terkait air diantaranya adalah :
a) Meningkatnya polusi, maraknya dumping dan pelepasan
bahan kimia berbahaya serta material lainnya yang mengakibatkan
penurunan kualitas air. Dimana kualitas air akan berpengaruh pada
masalah kesehatan, ketahanan pangan, kemiskinan, dan tantangan
lingkungan. Sehingga diperlukan adanya upaya untuk mengurangi
polusi terhadap air tawar melalui penampungan dan pengolahan
air limbah.
b) Efisiensi penggunaan air di semua sektor dan menjamin
pemanfaatan serta pasokan air tawar untuk mengatasi kelangkaan
air yang berkelanjutan. Pengambilan air yang berlebihan
menyebabkan permasalahan terhadap sumber daya air terhadap
manusia dan ekosistem,yang mengakibatkan biaya lingkungan
yang tinggi. Oleh karena itu, dalam rangka mengurangi
pengambilan air secara berlebihan guna menjamin keberlanjutan
sumber daya air, perlu untuk mengadopsi beberapa teknik
penghematan pemanfaatan air di semua sektor, seperti: pertanian
(misalnya irigasi tetes/dripirrigation) dan industri (misalnya teknik
penggunaan kembali air limbah).
c) Perlindungan dan pemulihan terhadap ekosistem yang
berhubungan dengan sumber daya air.
Ekosistem seperti lahan basah, hutan, sungai dan danau
merupakan ekosistem yang sangat penting dalam kaitannya
dengan menjaga kualitas dan kuantitas air. Apabila ekosistem
tersebut menjadi rusak, maka akan kehilangan ketahanan yang
dapat berakibat pada penurunan kualitas dan ketersediaan air.
Perlu adanya perlindungan dan pemulihan terhadap ekosistem
akibat adanya aktivitas manusia, misalnya urbanisasi, praktek-
praktek pertanian yang tidak tepat serta polusi).
1.5.1.7. Transportasi
Tantangan global transportasi adalah keterkaitan antara
pembangunan infrastrukur transportasi dengan lingkungan. Di
berbagai negara menunjukkan bahwa pembangunan infrastruktur
transportasi yang dibutuhkan tidak selalu menjadi solusi yang terbaik.
Sedangkan tantangan lainnya meliputi :
a) Pembangunan infrastruktur transportasi menimbulkan dampak
lingkungan akibat keberadaan dan pengoperasian infrastruktur
transportasi, sementara wilayah memiliki batas kapasitas
lingkungan tertentu untuk menerima dampak yang muncul.
b) Faktor–faktor yang terkait dengan pengoperasian moda-moda
transportasi bersifat sangat dinamis karena tingkat gangguannya
tergantung dari volume penggunaan, jenis moda, dan teknologi
yang digunakan. Dampak lingkungan yang dirasakan akibat
pengoperasian transportasi ini yang umumnya menjadi isu-isu
yang berkepanjangan karena terus berkembang seiring dengan
perkembangan aktivitas manusia.
1.5.2. Isu Nasional
1.5.2.1. Semakin Besarnya Subsidi dan Instabilitas Harga
Komoditi
Tiga isu strategis yang mewarnai perekonomian nasional
Indonesia terakhir ini antara lain :
● Pertama terkait beban subsidi yang mempengaruhi ketahanan fiskal
pemerintah. Jumlah subsidi akan terus membesar jika tidak ada
upaya untuk menguranginya. Beban subsidi ini akan berdampak
negatif terhadap ekonomi ke depan.
● Kontraksi perekonomian global yang berakibat pada defisit neraca
transaksi berjalan ( current account).
● Kontraksi terhadap Nilai Tukar Rupiah terhadap dollar AS yang
mengakibatkan kemungkikan berbagai dampak diantaranya
cadangan devisa.
Prediksi Dana Moneter Internasional (IMF) tentang bakal
ambrolnya harga minyak mentah sebesar $ 5-15 per barel di tahun
2016, mengagetkan banyak kalangan. Dan ternyata prediksi tersebut
menjadi kenyataan, terutama pada Semester I – 2016 harga minyak
mentah dunia memang merosot hingga mencapai titik terendah (limit)
pada tingkat keekonomian produksinya.
Sebelum Presiden Joko Widodo mereformasi anggaran
subsidi BBM, merosotnya harga minyak memang membawa berkah
bagi Indonesia. Karena, sepanjang tahun 2012-2014 pemerintah harus
menanggung beban subsidi hingga Rp 300 triliun per tahun, karena
harga minyak rata-rata berada di atas level $ 100 per barel. Namun,
dalam APBN 2016 anggaran untuk subsidi BBM tinggal "hanya" Rp
63,7 triliun yang terdiri dari dana subsidi LPG tabung 3 kg, minyak
tanah, dan solar. Hal ini mengindikasikan bahwa dengan ambrolnya
harga minyak dunia ternyata tidak terlalu berpengaruh di sisi
pengeluaran. Sebaliknya, dampaknya justru terasa di sisi pendapatan.
Target APBN 2016 untuk perolehan penerimaan dari sektor minyak
dan gas dipatok sebesar Rp 120 triliun, terdiri dari Penerimaan Negara
Bukan Pajak (PNBP) migas Rp 78,6 triliun dan PPh Migas Rp 41,4
triliun. APBN 2016 tersebut ditetapkan di atas asumsi harga minyak
US$ 50 per barel sedangkan target produksi atau lifting minyak adalah
sebesar 830 ribu barel per hari. Alhasil, apabila harga minyak anjlok
hingga US $ 20 per barel, maka potensi hilangnya penerimaan negara
dapat mencapai Rp 42,8 triliun.
Berkurangnya penerimaan negara dari PNBP migas sendiri
terhitung bisa mencapai nilai yang rata-rata menyumbang 73 persen
terhadap total PNBP migas. Target PNBP migas ditetapkan Rp 78,6
triliun. Dengan demikian PNBP minyak bumi yang diterima adalah
sekitar Rp 57 triliun. Jika harga minyak merosot hingga 60 persen
menjadi $20 per barel, maka dapat menyusutkan PNBP minyak bumi
menjadi Rp 23 triliun. Dengan kata lain, pendapatan dari pos ini akan
berkurang sekitar Rp 34 triliun. Kondisi ini belum ditambah potensi
tergerusnya penerimaan negara yang berasal dari PPh Migas.
Pendapatan PPh dari minyak bumi rata-rata menyumbang 35 persen
dari total pendapatan PPh migas atau sebesar Rp 14,7 triliun dari
target APBN 2016. Anjloknya harga minyak mentah itu, dapat
mengikis penerimaan negara hingga Rp 8,8 triliun.
Artinya, dari kedua analisa tersebut, Pemerintah pada tahun
2016 bisa kehilangan potensi penerimaan negara dengan total senilai
Rp 42,8 triliun atau 2 persen dari target penerimaan negara dalam
APBN 2016. Hal inilah yang menyebabkan pada tahun anggaran 2016
Pemerintah perlu melakukan kebijakan pengurangan/efisiensi
anggaran baik APBN maupun APBD hingga mencapai 3 kali, dan hal
ini tentu akan berpengaruh signifikan terkait kinerja
pembangunannya.
1.5.2.2. Situasi Pangan Nasional
Situasi pangan di Indonesia pada 2014 tidak lebih baik
dibandingkan 2013. Hal ini ditandai dengan meningkatnya impor lima
komoditas pangan utama. Hal inidisebabkan sistem pangan nasional
terintegrasi dengan sistem pangan global yang menyebabkan
Indonesia masuk dalam “jebakan impor pangan”. Pembelajaran selama
beberapa tahun terakhir ini menunjukkan hal tersebut. Hanya dalam
tempo yang relatif singkat terjadi peningkatan impor serelia yang luar
biasa. Impor serelia meningkat 60,45% hanya dalam kurun waktu
empat tahun (nilai rata-rata impor serelia periode 2011-2013
dibandingkan dengan periode 2007-2009). Di tahun 2014 diperkirakan
impor beras akan kembali naik di atas 1,5 juta ton, kedelai di atas 1,6
juta ton, dan jagung mendekati 3 juta ton. Impor gandum juga akan
meningkat menjadi sekitar 6,5 juta ton, sedangkan impor gula relatif
stabil di angka sekitar 3 juta ton. Hal tersebut sebagian disebabkan
harga yang cenderung menurun di pasar global yang akan berdampak
pada kemungkinan-kemungkinan terjadinya distorsi impor pangan
karena memanfaatkan kecenderungan penurunan harga pangan di
pasar global (Kompas, 21 Januari 2014).
Dalam perkembangannya, pada tahun 2016 kinerja industri
pangan indonesia terlihat sudah semakin produktif dan mengalami
pertumbuhan. Baru baru ini The Economist Intelligence Unit merilis
data ketahanan pangan internasional yang di beri nama Global Food
Security Index (GFSI), dari hasik tersebut, tercatat posisi ketahanan
pangan indonesia saat ini berada pada posisi ke 71 dari total 113
negara yang telah di obesrvasi sepanjang tahun 2016 ini. hasil tersebut
terlihat ketahanan pangan nasional mengalami pertumbuhan
walaupun masih di peringkat terendah.
Peringkat tersebut bisa di bilang masih rendah, namun jika di
bandingkan tahun sebelumnya indonesia masih berada di peringkat
76-80. Secara keseluruhan, ketahanan pangan nasional mengalami
kenaikan poin sekitar 50.6. tahun 2015 lalu hanya 47.9 poin.
meningkatnya nilai ketahanan pangan nasional di lihat berdasarkan 3
jangkauan utama seperti, Ketersediaan, Keterjangkauan serta kualitas
dan keamanan. Dari segi keterjangkauan, indonesia mendapatkan nilai
50.3 poin dari tahun sebelumnya yang hanya mendapat 46.8 poin.
Untuk ketersediaan indonesia mendapat sekitar 54.1 poin dari
sebelumnya sekitar 51.2 poin dan kualitas dan keamanan naik tipis ke
42 dari sebelumnya 41,9.
1.5.2.3. Infrastruktur
Untuk mengatasi permasalahan infrastruktur serta dalam
rangka mendukung pencapaian target infrastruktur Middle Income
Country maka, percepatan pembangunan bidang infrastruktur
menekankan lima prioritas Utama yaitu :
a) Percepatan Pembangunan Perumahan;
b) Pembangunan Infrastruktur/Prasarana Dasar Kawasan
Permukiman serta Energi dan Ketenagalistrikan ;
c) Menjamin ketahanan air untuk mendukung ketahanan nasional;
d) PenguatanKonektivitas Nasional untuk Mencapai Keseimbangan
Pembangunan;
e) Pembangunan Transportasi Massal Perkotaan;
f) Peningkatan Efektifitas dan Efisiensi dalam Pembiayaan
g) Infrastruktur.
1.5.2.4. Penerapan SPM
Target pencapaian SPM tertuang dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010 –
2014, yang merupakan salah satu bagian dari prioritas pertama dari 11
prioritas nasional, yaitu reformasi birokrasi dan tata kelola. Prioritas
reformasi birokrasi dan tata kelola menginginkan terjadinya
pemantapan tata kelola pemerintahan yang lebih baik melalui
terobosan kinerja secara terpadu, penuh integritas, akuntabel, taat
kepada hukum yang berwibawa, dan transparan. Hal itu kemudian
didukung dengan peningkatan kualitas pelayanan publik yang
ditopang oleh efisiensi struktur pemerintah di pusat dan di daerah,
kapasitas pegawai pemerintah yang memadai dan data kependudukan
yang baik.
Kebijakan terkait dengan pelaksanaan SPM di daerah tertuang
dalam Pasal 10 ayat (1) UU Nomor 32/2004 tentang pemerintah.
Dalam pasal ini disebutkan bahwa Pemerintahan Daerah
menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangannya. Kemudian Pasal 11 ayat (3) menyebutkan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah
berdasarkan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas
urusan wajib dan urusan pilihan. Luasnya cakupan pelayanan dasar,
sebagaimana urusan wajib yang menjadi kewenangan daerah.
Sehingga perlu adanya pengaturan standar pelayanan, paling tidak
dalam kategori minimal dengan berpedoman pada standar yang
ditetapkan. Tujuannya adalah untuk mengukur tingkat kualitas
pelayanan jasa, pelayanan barang dan/atau pelayanan usaha yang
diberikan pemerintah dan/atau pemerintah daerah dalam
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. SPM merupakan tolok ukur
untuk menilai kinerja penyelenggaraan pelayanan dasar kepada
masyarakat di bidang pemerintahan umum, pendidikan, kesehatan,
fasilitas umum dan layanan publik lainnya.
Penerapan SPM di Provinsi dan Kabupaten / Kota di Jawa Timur,
belum semua dituangkan dalam bentuk aturan (Peraturan Daerah /
Peraturan Kepala Daerah / Instruksi) kebanyakan masih dalam bentuk
surat Kepala Daerah tentang pelaksanaan dan pelaporan SPM di
Daerah. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005
tentang Pedoman Penetapan dan Penerapan Standar Pelayanan
Minimal, memang tidak dinyatakan bahwa penetapan dan
pelaksanaan SPM harus ditetapkan dalam Peraturan Kepala Daerah.
Untuk SPM Provinsi secara prinsip telah masuk dalam RPJMD Provinsi
Jawa Timur Tahun 2009-2014 sebagaimana termuat dalam Peraturan
Gubernur Jawa Timur Nomor 38 Tahun 2009, tetapi tidak secara
eksplisit memuat masing-masing indikator sebagaimana SPM yang
telah ditetapkan oleh Pemerintah / Kementerian yang
bersangkutan.SPM Provinsi secara koordinatif telah dilakukan
pembahasan dalam rapat koordinasi yang memuat 9 bidang tetapi
dalam perkembangannya 1 (satu) bidang SPM telah ditetapkan
tersendiri dalam Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 44 Tahun
2013 tentang Penerapan dan Rencana Program Pencapaian Standar
Pelayanan Minimal Bidang Sosial, sedangka 8 bidang lainnya masih
dalam proses.
1.5.2.5. Gender
Isu gender dan anak merupakan masalah utama dalam
pembangunan, khususnya pembangunan sumberdaya manusia.
Walaupun sudah banyak upaya yang dilakukan pemerintah untuk
meningkatkan kualitas hidup perempuan dan anak serta penguatan
kapasitas kelembagaan pengarusutamaan gender dan anak, namun
realita menunjukkan masih adanya kesenjangan dalam hal akses,
partisipasi, manfaat serta penguasaan terhadap sumberdaya seperti
pada bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi dan bidang strategis
lainnya. Perlindungan bagi perempuan dan anak dari berbagai
tindakan eksploitasi, diskriminasi dan kekerasan juga masihbelum
optimal, sehingga pelayanan dan penanganan kepada perempuan dan
anak sebagai kelompok rentan dan “korban terbesar” akibat kekerasan
juga masih relatif rendah. Dampak dari pelaksanaan pembangunan
yang belum mempertimbangkan kesetaraan, pemberdayaan
perempuan dan perlindungan anak, akan memperlambat proses
pembangunan suatu bangsa. Diperlukan suatu sistem yang terpadu
dan komitmen yang kuat dari semua pemangku kepentingan untuk
dapat mengatasi isu gender dan anak salah satunya adalah terkait
dengan Integrasi Pengarusutamaan Gender. Integrasi
Pengarusutamaan Gender kedalam siklus perencanaan dan
penganggaran baik di Tingkat Pusat maupun Daerah diharapkan
dapat mendorong pengalokasian sumber daya pembangunan menjadi
lebih efektif, dapat dipertanggungjawabkan dan adil dalam
memberikan manfaat pembangunan bagi seluruh penduduk Indonesia
baik laki-laki maupun perempuan, anak laki-laki maupun anak
perempuan. Terkait dengan hal tersebut, Isu strategis gender yang
perlu memperoleh perhatian adalah :
1) Pelaksanaan Kelembagaan Pengarusutamaan Gender belum
optimal;
2) Masih banyaknya SKPD yang belum membentuk focal point;
3) Masih kurang lengkapnya penyusunan data terpilah di
masing-masing SKPD;
4) Belum optimalnya penyusunan Anggaran Responsif Gender
kedalam Perencanaan Penganggaran yang Responsif Gender (PPRG);
Isu Strategis Gender ini nantinya akan berdampak pada peningkatan
kapasitas SDM penggerak PPRG di daerah. Dengan meningkatnya
kapasitas SDM penggerak PPRG daerah diharapkan dapat mengawal
pelaksanaan PPRG di masing-masing SKPD sehingga program dan
kegiatan yang dilakukan SKPD benar-benar dapat mengintegrasikan
isu kesenjangan gender sehingga dapat menjawab permasalahan
pembangunan dimasing-masing sektor.
1.5.2.6. Lingkungan Hidup
Isu lingkungan hidup secara nasional meliputi
perusakan/kebakaran hutan, banjir/longsor, kemarau panjang,
perburuan/perdagangan hewan dilindungi; penghancuran terumbu
karang, polusi air dari limbah industry, polusi udara, limbah B3,
pembuangan sampah tanpa pengolahan, serta Rencana Aksi Nasional
penurunan emisi Gas Rumah Kaca (RAN GRK) sebagai upaya adaptasi
dan mitigasi terhadap perubahan iklim.
RAN GRK merupakan komitmen Indonesia dalam menghadapi
permasalahan perubahan iklim, untuk menurunkan emisi gas rumah
kaca sebesar 26% dengan usaha sendiri dan mencapai 41% jika
mendapat dukungan internasional pada tahun 2020.
1.5.2.7. Energi
Isu energi dan sumber daya mineral nasional adalah ketahanan
energy, diversifikasi energy, konservasi energy, dukungan terhadap
MP3EI, subsidi energy, energy untuk daerah perbatasan dan tertinggal,
pengelolaan sumber daya mineral dan pertambangan, peningkatan
nilai tambah mineral, dan isu terkait lingkungan hidup. Adapun rasio
elektrifikasi nasional tahun 2012 adalah sebesar 76,56%, yang berarti
bahwa masih terdapat sekitar 23,44% belum terpenuhi. Jika dilihat
rasio elektrifikasi di ASEAN, Indonesia relatif tertinggal apabila
dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya seperti Vietnam,
Malaysia, dan Thailand. Sedangkan Indonesia, lebih tinggi dibanding
dengan Filipina. Jika estimasi satu keluarga terdiri dari empat orang,
maka +28 juta penduduk Indonesia belum bisa menikmati listrik,
karena hingga pertengahan 2016 rasio elektrifikasi Indonesia baru
mencapai 89,5%.
1.5.2.8. Isu Wilayah Perbatasan
Perbedaan karakteristik dan potensi wilayah diantara dua
wilayah yang saling berbataasan, hingga saat ini masih berpotensi
memicu gejolak antar masyarakat. Di sisi lain perbedaan dalam aturan
dan penerapannya juga memungkinkan munculnya permasalahan
yang memungkinkan terjadinya gejolak antar wilayah. Isu strategis dari
permasalahan yang terjadi di wilayah perbatasan antar Provinsi
(Provinsi Jawa Timur dengan Jawa Tengah, maupun Provinsi Jawa
Timur dengan Provinsi Bali) maupun Kabupaten/Kota di Jawa Timur
antara lain :
- Disharmoni aturan, kebijakan serta penerapannya; Fenomena
ini muncul seperti adanya perbedaan penerapan aturan pada
sektor Pendidikan (misalnya perbedaan aturan Sekolah di dua
wilayah perbatasan), Kesehatan (misalnya dalam kebersamaan
Pemberantasan Wabah Penyakit), Sosial (misalnya dalam
kebersamaan penanganan PMKS), Perikanan & Kelautan
(misalnya kesamaan dalam penerapan aturan pemakaian
Jaring di Laut);
- Kesenjangan Sosial/ekonomi; Kesenjangan karakteristik Sosial
Ekonomi kemasyarakatan seperti pada dua wilayah yang
berbeda akan semakin memperlebar disparitas antar wilayah;
- Disorientasi Prioritas Pembangunan; Perbedaan orirntasi
pembangunan yang akan diprioritaskan berpotensi
memunculkan masalah di wilayah perbatasan seperti
perbedaaan waktu penanganan Infrastruktur jalan yang saling
berhubungan pada dua wilayah yang saling berbatasan;
- Eksploitasi Pemanfaatan Sumber Daya Alam Kerjasama
pengelolaan pemanfaatan sumber daya alam perlu
dipertimbangkan dampaknya pada wilayah lain di luar wilayah
administrasinya sendiri. Fenomena pemakaian Air Bersih dari
Provinsi lain dengan perlunya juga mempertimbangkan
konservasi hutan serta daya dukung lingkungan.
1.5.3. Isu Strategis Pembangunan Jawa Timur 2014-2019
Isu strategis pembangunan Jawa Timur pada periode 2014-2019
dirumuskan dari (1) permasalahan-permasalahan pembangunan per
urusan dalam pemerintahan Jawa Timur periode sebelumnya
(2009-2014); dan (2) isu-isu strategis internasional, regional (Asia),
nasional, maupun kebijakan pembangunan yang tertuang dalam
dokumen perencanaan Jawa Timur yang menjadi acuan penyusunan
RPJMD Provinsi Jawa Timur 2014-2019.Berdasarkan informs yang
dijelaskan pada sub-sub bab sebelumnya, maka isu strategis
pembangunan Jawa Timur pada periode 2014-2019 dapat dirangkum
sebagai berikut :
1. Isu strategis yang terkait dengan upaya peningkatan kesejahteraan
masyarakat yang merata di seluruh wilayah Jawa Timur. Sejumlah
permasalahan/isu strategis dimaksud antara lain :
a) Disparitas wilayah di Jawa Timur yang masih relative tinggi;
b) Permasalahan pengangguran, kondisi ketenagakerjaan serta
hubungan industrial yang rentan (terbatasnya perlindungan
tenaga kerja);
c) Terbatasnya kualitas sumberdaya manusia, baik dari sisi tingkat
pendidikan, derajat kesehatan maupun daya belinya.
Masyarakat rentan terhadap instabilitas harga komoditas serta
ketergantungan tinggi terhadap subsidi pemerintah;
d) Disparitas gender yang masih jelas terlihat ;
e) Relatif tingginya angka kemiskinan; dan
f) Kejadian bencana alam yang tidak terduga yang sangat
mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat.
2. Isu strategis terkait upaya peningkatan perekonomian
wilayah berbasis potensi ekonomi lokal Jawa Timur (agrobisnis,
agroindustry dan industrialisasi) sehingga diharapkan dapat
bersaing dalam perekonomian global, namun tetap
memperhatikan kesejahteraan masyarakat banyak, khususnya
“wong cilik”. Beberapa isu strategis yang dimaksud antara lain :
a) Isu pertumbuhan ekonomi yang inklusif ;
b) Isu ketahanan pangan & ancaman global terhadap krisis pangan;
c) Keterbatasan infrastruktur dan pemerataannya;
d) Peningkatan produkstifitas sektor-sektor unggulan Jawa Timur;
f) Gejolak perekonomian global dan globalisasi ekonomi Asia dan
dunia.
3. Isu srategis terkait upaya penciptaan pembangunan berkelanjutan,
di mana ada keseimbangan antara tujuan pembangunan ekonomi,
sosial-budaya dan lingkungan. Beberapa isu strategis yang
dimaksud adalah :
a) Berbagai permasalahan lingkungan hidup;
b) Kecukupan dan keberlanjutan daya dukung air, energi maupun
sumberdaya alam lainnya;
c) Isu perencanaan dan pemanfaatan tata ruang ;
d) Permasalahan kuantitas dan kualitas sarana-parasarana
transportasi.
4. Isu strategis terkait tata kelola pemeritahan daerah, antara lain :
a) Implementasi Undang-Undang Desa;
b) Perubahan kewenangan pemerintah pusat-propinsi-kabupaten
/kota;
c) Isu kerjasama daerah
d) Keterbatasan kualitas pelayanan publik, termasuk terbatasnya
pemanfaatn teknologi dan informasi dalam pelayanan public yang
dapat menjamin tata kelola yang baik;
e) Keterbatasan kualtas sumberdaya aparatur negara.
5. Isu strategis terkait kehidupan beragama dan ber-masyarakat serta
berpolitik masyarakat Jawa Timur, meliputi :
a) Isu konflik berbasis agama ataupun konflik sosial lainnya,
khususnya saat menjalankan demokrasi;
b) Isu konflik terkait wilayah perbatasan.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
merupakan suatu proses perencanaan yang berorientasi pada hasil
yang ingin dicapai selama kurun waktu tertentu berisi visi, misi, tujuan,
sasaran, dan strategi yang dilaksanakan melalui kebijakan dan
program Kepala Daerah.
Penyusunan RPJMD Pemerintah Provinsi Jawa Timur tahun
2014-2019 berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004
tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 164, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421) dan ketentuan
Pasal 15 Ayat (6) Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang
Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan
Rencana Pembangunan Daerah. Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD) Pemerintah Provinsi Jawa Timur
merupakan perencanaan jangka menengah dan bersifat global yang
perlu dijabarkan dalam perencanaan yang lebih mikro, operasional,
dan berjangka pendek dalam satu tahunan berupa Rencana Kerja
Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Timur.
2.1. RPJMD TAHUN 2014 - 2019
RPJMD Pemerintah Provinsi Jawa Timur ditetapkan melalui
Peraturan Daerah Provinsi Timur nomor 1 Tahun 2017 tentang
Perubahan Atas Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur nomor 3 Tahun
2014 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
B A B 2 .
P E R E N C A N A A N
(RPJMD) Provinsi Jawa Timur Tahun 2014–2019. Salah satu alas an
diubahnya RPJMD Provinsi Jawa Timur adalah terbitnya Undang-
Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,
Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 2016 tentang Perangkat
Daerah dan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 11 tahun
2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah. Selain itu
Perubahan RPJMD dilakukan karena adanya perubahan mendasar
terhadap pola perencanaan Pemerintah Provinsi Jawa Timur terutama
pada perubahan-perubahan Ukuran Kinerja Kepala Daerah yang
kemudian akan dilaksanakan pada Tahun 2018 dan 2019.
2.1.1. V i s i
Visi Pemerintah Provinsi Jawa Timur Tahun 2014–2019 adalah
sebagai berikut: “Jawa Timur Lebih Sejahtera, Berkeadilan,
Mandiri, Berdaya Saing dan Berakhlak”, bahwa pembangunan Jawa
Timur adalah pembangunan untuk semua tanpa terkecuali, yang
secara implisit didalamnya mengandung makna pembangunan yang
berkeadilan dan merata. Strategi umum pembangunan Jawa Timur
2014-2019 juga secara lebih tegas menyatakan keberpihakannya
(affirmative) kepada rakyat miskin melalui strategi pertumbuhan
ekonomi yang berpihak kepada rakyat miskin, atau disebut pro-poor
growth, yang dilandasi pemikiran bahwa pertumbuhan dan
pemerataan harus berjalan serempak, dan bukan pilihan prioritas
(trade-off) satu terhadap lainnya.
2.1.2. M i s i
Misi adalah sesuatu yang harus diemban atau dilaksanakan
yang merupakan penjabaran dari Visi yang telah ditetapkan. Misi
Pemerintah Provinsi Jawa Timur Tahun 2014–2019 sebagai berikut :
“Makin Mandiri dan Sejahtera bersama Wong Cilik“, maka
dirumuskan fokus-fokus program pembangunan yang dikelompokkan
kedalam 5 (lima) Misi Utama, yaitu :
1. Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan;
2. Meningkatkan Pembangunan Ekonomi yang Inklusif, Mandiri, dan
Berdaya Saing, Berbasis Agrobisnis / Agroindustri, dan
Industrialisasi;
3. Meningkatkan Pembangunan yang Berkelanjutan dan Penataan
Ruang;
4. Meningkatkan Reformasi Birokrasi, dan Pelayanan Publik;
5. Meningkatkan Kualitas Kesalehan Sosial dan Harmoni Sosial.
2.1.3. Tujuan
Tujuan adalah sesuatu yang akan dicapai atau dihasilkan
dalam jangka waktu 1 (satu) sampai dengan 5 (lima) tahun. Tujuan
ditetapkan dengan mengacu kepada pernyataan visi dan misi serta
didasarkan pada isu-isu dan analisis strategis. Tujuan Pembangunan
terdapat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) Provinsi Jawa Timur Tahun 2014-2019, adalah untuk
meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat Jawa Timur, bukan untuk
segelintir orang tertentu. Kemakmuran Jawa Timur yang ingin
diwujudkan adalah kemakmuran bersama, terutama wong cilik. Wong
cilik atau rakyat kecil merupakan subjek pembangunan, dan tidak
boleh tertinggal, apalagi ditinggalkan, dari proses dan hasil
pembangunan, dapat dilihat pada tebel berikut :
Tabel : 2.1
Matriks Hubungan antara Misi dan Tujuan
MISI TUJUAN INDIKATOR
1
Meningkatkan
kesejahteraan rakyat
yang berkeadilan.
1 Meningkatkan pemerataan dan
perluasan akses pendidikan,
kesehatan dan perluasan
lapangan kerja serta
mempercepat dan perluasan
penanggulangan kemiskinan.
1
2
3
4
5
Penurunan
Tingkat
Pengangguran
Terbuka (TPT).
Persentase
Indeks
Pembangunan
Manusia (IPM).
Persentase
penduduk
miskin .
Indeks Gini.
Indeks
Pembangunan
Gender (IPG).
2 Meningkatkan
Pembangunan
ekonomi yang
inklusif, mandiri, dan
berdaya saing,
berbasis
agroindustri dan
industrialisasi.
2 Meningkatkan kemandirian dan
daya saing ekonomi dengan
mengembangkan sektor-sektor
unggulan.
6
7
Pertumbuhan
PDRB
(Laju
Pertumbuhan
Ekonomi).
Indeks
Pemerataan
Pendapatan
versi Bank
Dunia.
3
Meningkatkan
pembangunan yang
berkelanjutan dan
penataan ruang.
3
Meningkatkan kualitas dan
pelestarian lingkungan hidup
serta penataan ruang wilayah
provinsi yang berkelanjutan.
8
Indeks Kualitas
Lingkungan
Hidup (IKLH).
4
Meningkatkan
reformasi birokrasi
dan pelayanan
publik
4
Meningkatkan tata kelola
pemerintahan yang baik (good
governance) dan bersih (clean
government) serta menjunjung
tinggi profesionalisme dalam
melaksanakan pelayanan publik
9
10
Indeks
Kepuasan
Masyarakat
(IKM).
Indeks
Reformasi
Birokrasi.
MISI TUJUAN INDIKATOR
5
Meningkatkan
kualitas kesalehan
sosial dan harmoni
sosial
5
Menjamin terciptanya iklim
demokrasi yang kondusif
11
Indeks
Kesalehan
Sosial.
2.1.4. Sasaran
Sasaran yang hendak dicapai atau dihasilkan oleh
Pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam kurun waktu 1 (satu) tahun
yaitu tahun 2017 , dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel : 2.2
Matriks Hubungan antara Tujuan, dan Sasaran
TUJUAN
SASARAN
URAIAN INDIKATOR URAIAN INDIKATOR
1
Meningkatkan
pemerataan dan
perluasan akses
pendidikan,
kesehatan dan
perluasan lapangan
kerja serta
mempercepat dan
perluasan
penanggulangan
kemiskinan.
1. Penurunan Tingkat
PengangguraTerbuk
a (TPT).
2. Persentase Indeks
Pembangunan
Manusia (IPM).
3. Persentase
penduduk miskin.
4. Indeks Gini.
5. Indeks
Pembangunan
Gender (IPG).
1
Meningkatnya
partisipasi
angkatan
kerja dan
penyerapan
tenaga kerja
1. Tingkat
Partisipasi
Angkatan Kerja
(TPAK).
2. Persentase
Pencari Kerja
yang
ditempatkan.
2 Meningkatnya
hubungan
industrial
yang
harmonis
1. Persentase
peningkatan
pendapatan
pekerja di Jatim.
3 Meningkatnya
akses
pendidikan
menengah
1. Indeks
Pendidikan.
TUJUAN
SASARAN
URAIAN INDIKATOR URAIAN INDIKATOR
yang
berkualitas
4 Meningkatnya
gemar dan
budaya baca
masyarakat
jatim
1. Indeks Minat
Baca.
5 Meningkatnya
mutu
pendidik dan
tenaga
kependidikan
1. Persentase Guru
jenjang SMA,
SKM & PKLK
berkualifikasi
minimal S1/D4.
6 Menurunnya
angka
kematian bayi
dan angka
kematian ibu
melahirkan
1. Angka Kematian
Ibu (AKI).
2. Angka Kematian
Bayi (AKB).
3. Persentase
Stunting
7 Meningkatnya
pelayanan
kesehatan
sesuai dengan
standart
pelayanan
minimal
1. Angka Harapan
Hidup.
2. Persentase
Rumah sakit
Terakreditasi.
3. Persentase
penderita HIV
yang
mendapatkan
ARV
4. Persentase
keberhasilan
pengobatan TB.
8 Meningkatnya
Infrastruktur
dasar
perumahan
dan
permukiman
1. Persentase
capaian
Infrastruktur
dasar
perumahan dan
permukiman
TUJUAN
SASARAN
URAIAN INDIKATOR URAIAN INDIKATOR
9 Meningkatnya
peran
pemuda dan
prestasi olah
raga
1. Persentase
pemuda yang
berprestasi dan
berperan aktif
dalam
pembangunan.
2. Jumlah atlet
yang
berprestasi.
10 Menurun-nya
Penduduk
Miskin
1. Persentase
lembaga
kemasyarakatan
desa/ kelurahan
yang aktif.
2. Persentase
pertumbuhan
usaha ekonomi
masyarakat
desa/ kelurahan.
3. Persentase
transmigran
yang berhasil
meningkatkan
taraf
ekonomi dan
sosialnya (KK).
11 Meningkatnya
Kesejahteraan
Penyandang
Masalah
Kesejahteraan
Sosial (PMKS).
1. Persentase
penurunan
penyandang
masalah
kesejahteraan
sosial (PMKS)
12 Meningkatnya
pengarusuta
maan gender
dalam
pembanguna
n
1. Indeks
Pemberdayaan
Gender (IDG).
2. Persentase
penurunan
kasus
tindak
kekerasan dan
trafficking.
3. Persentase laju
TUJUAN
SASARAN
URAIAN INDIKATOR URAIAN INDIKATOR
pertumbuhan
Penduduk.
4. Persentase
Cakupan KB
aktif
2 Meningkatkan
kemandirian dan
daya saing ekonomi
dengan
mengembangkan
sektor-sektor
unggulan.
6. Pertumbuhan PDRB
(Laju Pertumbuhan
Ekonomi)
7. Indeks Pemerataan
Pendapatan versi
Bank
Dunia
1 Meningkatnya
Katahanan
pangan
1. Skor pola
pangan harapan
(PPH).
2. Ketersediaan
pangan (ton)
- Beras
- Jagung
- Kedelai
2
Meningkatnya
kontribusi
sektor-sektor
unggulan
dalam
mendukung
pertumbuhan
ekonomi
1. Nilai Ijin Prinsip
Investasi (PMA
dan PMDN).
2. Persentase
pertumbuhan
Omzet
Koperasi dan
UKM.
3. Nilai Realisasi
Investasi (PMA
dan PMDN).
4. Persentase
Pertumbuhan sub
kategori
Perikanan terhadap
PDRB.
5. Persentase
Pertumbuhan sub
kategori
Tanaman Pangan
terhadap PDRB.
6. Persentase
Pertumbuhan sub
kategori
Perkebunan
terhadap
PDRB.
7. Persentase
Pertumbuhan
sub kategori
Peternakan
terhadap
PDRB.
TUJUAN
SASARAN
URAIAN INDIKATOR URAIAN INDIKATOR
8. Persentase
Pertumbuhan sub
kategori
Kehutanan dan
penebangan
Kayu terhadap
PDRB.
9. Persentase
Share Net Ekspor
pada PDRB
menurut
penggunaan.
10.Persentase
pertumbuhan
Industri
Pengolahan.
11.Persentase
pertumbuhan
sektor
Pariwisata
terhadap PDRB.
3 Meningkatnya
Ketersediaan
dan Kualitas
Layanan
Infrastruktur
Strategis
1. Persentase jalan
Provinsi dalam
kondisi
mantap.
2. Rasio
Elektrifikasi.
3. Persentase
Pelayanan Air
untuk Irigasi.
4. IKM pelayanan
perhubungan.
5. Persentase
pertumbuhan
Sektor
Transportasi
terhadap
PDRB.
TUJUAN
SASARAN
URAIAN INDIKATOR URAIAN INDIKATOR
3
Meningkatkan
kualitas dan
pelestarian
lingkungan hidup
serta penataan ruang
wilayah provinsi yang
berkelanjutan.
8. Indeks Kualitas
Lingkungan Hidup
(IKLH)
1
Meningkatnya
Kualitas
Lingkungan
Hidup, serta
Melestarikan
Ketersediaan
Sumber Daya
Alam dan
Fungsi
Lingkungan
Hidup
1. Indeks Kualitas
Air.
2. Indeks Kualitas
Udara.
3. Indeks Tutupan
Lahan.
2 Terwujudnya
Kepastian
Penyelenggar
aan Penataan
Ruang
Persentase luas
kawasan yang
peruntukannya
sesuai dengan
RTRW.
4 Meningkatkan tata
kelola pemerintahan
yang baik (good
governance) dan
bersih (clean
government) serta
menjunjung tinggi
profesionalisme
dalam melaksanakan
pelayanan publik
9. Indeks Kepuasan
Masyarakat (IKM).
1 Meningkatnya
Pemanfaatan
TIK dan
Layanan
Informasi
Publik
Nilai Hasil evaluasi
terhadap
implementasi
keterbukaan
informasi publik.
2 Meningkatnya
Ketersediaan
Dokumen
Statistik Yang
terpecaya dan
Berkualitas
Persentase release
data statistik
akurat yang tepat
waktu.
3 Meningkatnya
Pemanfaatan
TIK Dalam
Pengamanan
Informasi
Persentase
informasi
persandian yang
diamankan.
4 Meningkatnya
Pengelolaan
Arsip
Pemerintah
Daerah Yang
Tertib, Rapi
dan Handal
Persentase
Organisasi
perangkat daerah
yang
melaksanakan
tertib arsip.
TUJUAN
SASARAN
URAIAN INDIKATOR URAIAN INDIKATOR
10.Indeks Reformasi
Birokrasi.
5
Meingkatnya
Kualitas
perencanaan,
penganggara
n dan
pengendalian
program serta
kegiatan
pembanguna
n
1. Persentase
program di RKPD
yang sesuai
dengan RPJMD.
2. Persentase usulan
Musrembang
yang
diakomodasi
dalam
dokumen
perencanaan.
3. Persentase hasil
penelitian
dan
pengembangan
yang
dimanfaatkan.
4. Persentase OPD
Provinsi dan
Kab/Kota yang
mendukung
Sistem Inovasi
Daerah
TUJUAN
SASARAN
URAIAN INDIKATOR URAIAN INDIKATOR
6 Meningkatnya
Transparansi,
Akuntabilitas
Penyelenggar
aan
Pemerintahan
Daerah,
Kualitas
Pengelolaan
Keuangan
Pemerintah
Provinsi dan
Kab/Kota di
Jatim
1. Jumlah
pendapatan Asli
Daerah.
2. Nilai Opini BPK.
3. Persentase OPD
Prov dan
Kab/Kota di
Jatim
yang taat
terhadap
perundang-
udangan Daerah.
4. Nilai SAKIP.
5. Predikat hasil
evaluasi LPPD.
6. Persentase
produk hukum
yang tidak
bertentangan
dengan
peraturan, undang-
undang yang
lebih tinggi,
kesusilaan dan
kepentingan
umum.
7. Persentase
rekomendasi hasil
koordinasi
penyelenggaraan
pemerrintahan
dan
pembangunan
yang
ditindaklanjuti.
8. Persentase
Pelayanan
Keprotokolan
9. Persentase
penduduk ber
KTP.
TUJUAN
SASARAN
URAIAN INDIKATOR URAIAN INDIKATOR
7 Meningkatnya
Kompetensi
dan Kualitas
SDM Aparatur
Pemerintah
1. Persentase
penataan pegawai
ASN sesuai
dengan formasi
kebutuhan dan
kompetensi.
2. Indeks
Profesionalitas
Pegawai (IPP).
3. Persentase
peserta diklat
yang
memperoleh
sertifikat
kompetensi
dengan kualifikasi
kelulusan
minimal
memuaskan
(skor 80,1 – 90).
8 Mewujudkan
sistem
penanggulan
gan bencana
untuk
meningkatkan
ketangguhan
masyarakat
dalam
menghadapi
bencana
1. Persentase
korban terdampak
bencana yang
ditangani.
2. Jumlah Desa
tangguh
bencana.
5 Menjamin
terciptanya iklim
demokrasi yang
kondusif
1. Indeks Kesalehan
Sosial
1 Meningkatnya
pertisipasi
masyarakat
dalam
menyalurkan
hak politik
dan
penanganan
konflik sosial
1. Persentase
kejadian terkait
poleksosbud di
Jatim yang
diselesaikan.
2. Indeks
Domokrasi
Indonesia.
TUJUAN
SASARAN
URAIAN INDIKATOR URAIAN INDIKATOR
2 Meningkatnya
kehidupan
bermasyaraka
t yang taat
hukum
1. Persentase
penanganan
kasus
pelanggaran
Ketertiban
Umum dan
Ketentraman yang
diselesaikan.
2. Persentase
penegakan
supremasi
Hukum dan
HAM di Jawa
Timur.
3 Meningkatnya
pelestarian
seni budaya
1. Jumlah karya
Seni Budaya
yang
mendapatkan
penghargaan
Nasional.
2. Persentase
Cagar Budaya
(benda,
struktur,
situs,kawasan)
yang
dipelihara/
dilestarikan.
2.1.5. Strategi dan Arah Kebijakan
Untuk mewujudkan visi dan menjalankan misi pembangunan
daerah Jawa Timur 2014 -2019 tersebut dilakukan melalui tiga strategi
pokok pembangunan :
a. Pembangunan berkelanjutan berpusat pada rakyat (people
centered development), yang inklusif dan mengedepankan
partisipasi rakyat (participatory based development).
b. Pertumbuhan ekonomi yang berpihak kepada masyarakat miskin
(pro-poor growth ), yang didalamnya secara implisit termasuk
strategi pro-poor, pro-job, pro-growth dan pro-environment.
c. Pengarusutamaan gender ( pro-gender ).
Ketiga strategi umum tersebut merupakan landasan
Pembangunan Jawa Timur 2014-2019, sebagai kelanjutan dari
pembangunan periode 2009-2014, dengan penegasan mengenai
inklusivitas pembangunan yang berpusat pada rakyat(people centered
development), bahwa pembangunan Jawa Timur adalah pembangunn
untuk semua, tanpa kecuali yang secara implisit didalamnya
mengandung makna pembangunan yang berkeadilan dan merata.
Strategi pembangunan Jawa Timur 2014-2019 juga secara
lebih tegas menyatakan keberpihakannya (affirmative) kepada rakyat
miskin melalui strategi pertumbuhan ekonomi yang berpihak kepada
rakyat miskin, atau disebut pro-poor growth (Dollar and Kraay, 2000)
yang dilandasi pemikiran bahwa pertumbuhan dan pemerataan harus
berjalan serempak, dan bukan pilihan prioritas (trade-off) satu
terhadap lainnya. Penegasan keberpihakan ini sejalan dengan label
misi ”Makin Mandiri dan Sejahtera bersama Wong Cilik”, dimana wong
cilik atau rakyat miskin tidak boleh tertinggal atau ditinggalkan dalam
memperoleh manfaat dari pertumbuhan ekonomi.
2.2. RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT)
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) berisikan
perencanaan yang global dengan penjabaran hanya sampai kepada
Program hingga perlu dioperasionalisasikan dengan perencanaan
yang lebih mikro sampai penjabaran terakhir pada kegiatan-kegiatan
namun masih dalam satu rangkuman dari seluruh perencanaan
pembangunan baik untuk Kementerian/ Lembaga di Pusat dan
Perangkat Daerah (PD), perencanaan yang lebih mikro tadi disebut
dengan Rencana Kerja Perangkat (RKP) di Pusat dan RKPD di Daerah.
Sehingga pada akhirnya RKPD yang diamanatkan oleh
Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang sistem perencanaan
pembangunan Nasional, Undang-Undang nomor 23 tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Presiden nomor 45 tahun
2016 tentang Rencana Kerja Pemerintah tahun 2017, Peraturan
Menteri dalam negeri nomor 18 tahun 2016 tentang Pedoman
Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Rencana Kerja Pembangunan
Daerah tahun 2017, maka di Jawa Timur telah ditetapkan dengan
Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 119 tahun 2016 tentang
Perubahan atas Peraturan Gubernur Jawa Timur nomor 31 tahun 2016
tentang Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Provinsi Jawa
Timur Tahun 2017.
2.3. PERJANJIAN KINERJA
Rencana Kinerja Tahunan Pemerintah Provinsi Jawa Timur
Tahun 2018 yang telah dibuat untuk melaksanakan kegiatan, program
dan sasaran di Tahun 2017 menjadi tumpuan bagi Pemerintah Provinsi
Jawa Timur untuk mewujudkan kinerja output ataupun outcome yang
ditetapkan dalam Perjanjian Kinerja Pemerintah Provinsi Jawa Timur
Tahun 2017 berdasarkan pada Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004
tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi yang ditindaklanjuti
dengan surat edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor SE/31/M.PAN/12/2004 tentang Penetapan
Kinerja.
Pada Tanggal 21 April 2014 terbit Peraturan Presiden No. 29
Tahun 2014 Tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
sebagai gantinya Instruksi Presiden No. 7 Tahun 1999 serta
ditindaklanjuti oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negera dan
Reformasi Birokrasi dengan menerbitkan Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53
Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja,Pelaporan
Kinerja dan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah
pada tanggal 20 Nopember 2014, yang menjadikan Perjanjian Kinerja
sebagai Komitmen Kinerja Gubernur Jawa Timur sebagaimana dapat
dilihat pada lampiran IV (Perjanjian Kinerja Pemerintah Provinsi Jawa
Timur Tahun 2018).
Perjanjian Kinerja Pemerintah Provinsi Jawa Timur Tahun
2018 dijadikan acuan untuk mengukur Kinerja Pemerintah Provinsi
Jawa Timur Tahun 2018 dan melaporkannnya dalam Laporan Kinerja
Instansi Pemerintah (LKj IP).
3.1. PENGUKURAN CAPAIAN KINERJA
Adapun pengukuran Kinerja dilakukan dengan cara
membandingkan target setiap IndIkator Kinerja Sasaran dengan
realisasinya. Setelah dilakukan penghitungan akan diketahui selisih
atau celah kinerja (peformance gap). Selanjutnya berdasarkan selisih
kinerja tersebut dilakukan evaluasi guna mendapatkan strategi yang
tepat untuk peningkatan kinerja di masa yang akan datang
(performance improvement). Adapun dalam memberikan penilaian
tingkat Realisasi kinerja setiap sasaran, menggunakan rumus sebagai
berikut:
a. Tingkat Capaian Positif
b. Tingkat Capain Negatif
Berdasarkan pencapaian kinerja sasaran tersebut bisa diketahui
ada beberapa Indikator Kinerja yang tercapai maupun yang tidak
tercapai, selanjutnya disajikan pula data peningkatan atau penurunan
Target – (Realisasi-Target) Capaian = x 100% Target
Realisasi Capaian = x 100%
Target
B A B 3 .
A K U N TA B I L I TA S
realisasi kinerja Tahun 2017 dibanding dengan Tahun 2016 dengan
rumusan sebagai berikut:
a. Indikator Positif
b. Indikator Negatif
Realisasi Th. n – (n-1) X = x 100%
Realisasi Th. (n-1)
Realisasi Th. (n-1) – n X = x 100%
Realisasi Th. (n-1)
Tabel 3.1
Pengukuran Realisasi IKU s.d Tahun 2018
N
O
KINERJA
UTAMA
INDIKATOR
KINERJA
UTAMA
TARGE
T REALISASI CAPAIA
N 2018
(%)
REALISA
SI
NASION
AL 2018 201
5
201
6
201
7 2018
(1
)
(2) (3) (4) (6) (7) (8) (9) (10) (12)
1. Meningkatka
n
pemerataan
dan
perluasan
akses
pendidikan,
kesehatan,
dan
perluasan
lapangan
kerja serta
mempercepa
t dan
memperluas
penang-
gulangan
kemiskinan
Tingkat
Penganggur
an Terbuka
(TPT)
3,99 4,4
7
4,2
1
4,0
0
3.99 100
Indeks
Pembangun
an
Manusia
(IPM)
69,75-
70,00
68,
95
69,
74
70,
27
70,2
7*
103
,24
Persentase
Penduduk
Miskin
11,50-
11,20
12,
28
11,
85
11,
20
10,8
5
103
,12
Indeks Gini 0,385-
0,400
0,4
0
0,3
9
0,4
1
0,37
1
92,
75
Indeks
Pemerataan
Pendapatan
Versi Bank
Dunia
18,20-
18,40
16,
61
17,
03
16,
49
17,
93
97,
44
Indeks
Pembangun
an
Gender (IPG)
92,91-
93,50
91,
07
90,
72
90,
76
90,7
6*
97,
68
90,96
2. Meningkatka
n
kemandirian
dan daya
saing
ekonomi
dengan
mengemban
Pertumbuha
n PDRB/LPE
5,61-5,96 5,4
4
5,5
5
5,4
5
5,45
*
97,
14
N
O
KINERJA
UTAMA
INDIKATOR
KINERJA
UTAMA
TARGE
T REALISASI CAPAIA
N 2018
(%)
REALISA
SI
NASION
AL 2018 201
5
201
6
201
7 2018
(1
)
(2) (3) (4) (6) (7) (8) (9) (10) (12)
gkan sektor-
sektor
unggulan
3. Meningkatka
n kualitas
dan
kelestarian
lingkungan
hidup serta
penataan
ruang
wilayah
provinsi yang
berkelanjuta
n
Indikator
Kualitas
Lingkungan
Hidup
(IKLHD)
65,49-
67,00
68,
69
66,
81
65,
54
66,
36
101
,33
101,3
1
4. Meningkatka
n tata kelola
pemerintaha
n
yang baik
(good
governance)
dan bersih
(clean
government)
serta
menjunjung
tinggi
profesionalis
me dalam
pelaksanaan
pelayanan
publik
Indeks
Kepuasan
Masyarakat
83,00-
84,00
80 81 81,
35
83,2
4
100
,28
Indeks
Reformasi
Birokrasi
69,00-
71,00
61,
28
69,
54
71,
11
n/a*
*
n/a -
N
O
KINERJA
UTAMA
INDIKATOR
KINERJA
UTAMA
TARGE
T REALISASI CAPAIA
N 2018
(%)
REALISA
SI
NASION
AL 2018 201
5
201
6
201
7 2018
(1
)
(2) (3) (4) (6) (7) (8) (9) (10) (12)
5. Menjamin
terciptanya
iklim
demokrasi
yang
kondusif
Indeks
Kesalehan
Sosial
>60 - - 62,34 62,5
2
104
,2
-
*) merupakan angka realisasi Tahun lalu
**) angka tidak tersedia karena belum dikeluarkan oleh Kementerian
PAN dan RB
Tabel 3.2
Pengukuran Realisasi Kinerja dan Anggaran
Sasaran s.d Tahun 2018
** data belum di realease oleh BPS
3.2. EVALUASI DAN ANALISIS CAPAIAN KINERJA
3.2.1. ANALISIS PENYEBAB KEBERHASILAN/ KEGAGALAN DAN
RENCANA TINDAK LANJUT
3.2.1.1. INDIKATOR KINERJA UTAMA
3.2.1.1.1. Tingkat Pengangguran Terbuka
Salah satu ukuran keberhasilan kinerja suatu daerah dalam hal
penanganan pengangguran bila dilihat dari sisi ketenagakerjaan
adalah dengan melihat tinggi rendahnya Tingkat Pengangguran
Terbuka (TPT). Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) adalah Indikator
yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat penawaran tenaga
kerja yang tidak digunakan atau tidak terserap oleh pasar kerja.
Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja
tidak sebanding dengan jumlah lapangan pekerjaan yang mampu
menyerapnya. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Jawa Timur pada
Agustus 2018 sebesar 3,99 persen, mengalami penurunan 0,01 poin
jika dibandingkan TPT Agustus 2017 sebesar 4,00 persen. Capaian
kinerja dari indikator ketenagakerjaan telah menunjukkan hasil dengan
tren yang positif, khususnya Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
yang merupakan indikator utama masalah ketenagakerjaan
(pengangguran), namun penurunan tersebut masih belum sebanding
dengan bertambahnya pencari kerja. Dengan kata lain pertumbuhan
angkatan kerja lebih besar dibandingkan dengan pertambahan
lapangan kerja. Pemerintah Provinsi Jawa Timur melalui Disnakertrans
Prov. Jawa Timur dalam usaha penciptaan lapangan pekerjaan adalah
dengan menciptakan kondisi yang lebih baik dan progresif melalui
kebijakan ketenagakerjaan. Pemerintah Provinsi Jawa Timur juga terus
melakukan upaya-upaya yang semakin membuka lapangan kerja,
antara lain menetapkan landasan kebijakan pembangunan
ketenagakerjaan melalui 4 kebijakan program yaitu Program
Penempatan dan Perluasan Kesempatan Kerja, Program Peningkatan
Kualitas dan Produktivitas Tenaga Kerja, Program Pengembangan
Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial serta Pengawasan
Ketenagakerjaan dan K3.
Pemerintah Provinsi Jawa Timur juga terus melakukan upaya-upaya
yang semakin membuka lapangan kerja, antara lain :
a) Memperkecil mismatch antara dunia pendidikan dengan dunia
kerja melalui berbagai intervensi di sektor pendidikan untuk
lebih mensinkronkan lulusan pendidikan dengan kebutuhan
dunia kerja. Dengan demikian angkatan kerja muda terdidik
berpeluang lebih besar untuk mengisi kesempatan kerja yang
ada. Sedangkan di sektor ketenagakerjaan, kesenjangan
antara kualifikasi tenaga kerja dengan kebutuhan dunia kerja
diatasi melalui program-program pelatihan, terutama
Pelatihan Berbasis Kompetensi (Competency Based
Training/CBT) maupun Pelatihan Berbasis Pengguna yang
dilaksanakan oleh 16 UPT Pelatihan Kerja (BLK), sehingga
angkatan kerja lulusan dunia pendidikan mendapatkan skill
atau kompetensi tambahan yang mendekati kebutuhan dunia
kerja, didukung sertifikat kompetensi yang berlaku di dunia
kerja. Dengan demikian, mereka memiliki peluang lebih tinggi
untuk masuk ke pasar kerja.
b) Magang kerja (dalam negeri dan luar negeri), sebagai bagian
dari sistem pelatihan kerja dengan cara bekerja secara
langsung dalam proses produksi barang dan/atau jasa di
perusahaan di bawah bimbingan dan pengawasan
Instruktur/pekerja,guna menguasai keterampilan/keahlian
tertentu. Magang kerja bertujuan meningkatkan kualitas SDM
agar menjadi terampil, kompeten dan produktif, dan di saat
yang bersamaan juga meningkatkan peran serta dunia usaha.
c) Peningkatan kualitas angkatan kerja khususnya yang berusia
muda sehingga memberikan kontribusi menggeser struktur
penduduk kelompok berpendidikan rendah ke pendidikan
yang lebih tinggi.
d) Memperluas jejaring informasi pasar kerja serta optimalisasi
“Pusat Layanan Karir Terpadu” (PLKT) sebagai pusat layanan
penempatan kerja yang memfasilitasi dan mempertemukan
pencari kerja dengan pemberi kerja atau kalangan dunia
usaha (antara lain melalui job fair), terutama bagi angkatan
kerja muda terdidik yang mencari pekerjaan di sektor formal.
Layanan PLKT dilakukan secara langsung maupun online
melalui situs www.infokerja-jatim.com.
e) Optimalisasi fungsi Kios 3in1 (Three in One) yang
menggunakan pola “pelatihan – sertifikasi – penempatan“ di
16 UPT Pelatihan Kerja (BLK) sehingga siswa lulusan UPT
Pelatihan Kerja yang telah mendapatkan keahlian dan
keterampilan dapat diserap di pasar kerja secara lebih optimal.
f) Bagi SDM dengan latar belakang pendidikan yang relatif
rendah sehingga sulit memasuki pasar kerja formal, diadakan
pelatihan berbasis masyarakat serta pelatihan kewirausahaan
untuk mendorong kemandirian usaha di sektor informal
sehingga lebih produktif.
g) Pemberdayaan tenaga kerja sarjana sebagai pendamping dan
penggerak kelompok usaha produktif dan pengembangan
embrio ekonomi masyarakat.
h) Kegiatan desa produktif, sebagai upaya penciptaan lapangan
kerja bagi masyarakat setengah penganggur di daerah
kantong-kantong kemiskinan dan pengangguran, diarahkan
menjadi daerah supply kebutuhan perkotaan dan mampu
menggerakkan ekonomi sebagai embrio sentra-sentra usaha
produktif serta menahan laju migrasi
3.2.1.1.2. Indeks Pembangunan Manusia
Pada hakekatnya pembangunan ditujukan untuk
mensejahterakan masyarakat. Pembangunan yang hakiki tidak hanya
dinikmati oleh segelintir kelompok tetapi secara holistik dapat
dinikmati seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan dimaksud tidak
hanya terfokus pada pembangunan gedung sarana dan prasarana,
tetapi berimplikasi pada perubahan kualitas manusia. Bisa
dianalogkan, pembangunan yang pro kepada kualitas manusia itu
bercirikan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Dalam
mewujudkan pembangunan yang hakiki, baik Pemerintah Pusat
maupun Daerah telah melakukan berbagai kebijakan dan program
untuk meningkatkan kualitas manusia. Pemerintah Provinsi Jawa Timur
juga melakukan upaya serius dengan program peningkatan kualitas
manusia baik dari sisi kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan
ekonomi. Masyarakat merasa sejahtera, jika pembangunan
memberikan implikasi tercapainya umur panjang dan sehat,
masyarakat semakin berpengetahuan dan dapat hidup layak secara
ekonomi. Potret implikasi pembangunan terhadap kualitas manusia
dapat dilihat dari hasil capaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
Berdasarkan ketentuan United Nation Development
Programe (UNDP), penghitungan IPM untuk seluruh negara
menggunakan metode baru. Hal ini dikarenakan IPM metode lama
mempunyai kelemahan dan perlu diperbaharui. Pada metode baru ini,
angka melek huruf sudah tidak dipakai lagi digantikan angka harapan
sekolah dan penghitungan kompositnya menggunakan geometric
mean. Dampak dari perubahan penghitungan ini, menyebabkan terjadi
perubahaan angka IPM menjadi lebih rendah dibanding metode lama.
Tetapi perlu diingat bahwa hasil penghitungan metode baru tidak bisa
dibandingkan lagi dengan metode lama, karena sudah berbeda
metodologi.
Selama enam tahun terakhir, pembangunan manusia di Jawa
Timur yang ditunjukkan melalui Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
selalu mengalami peningkatan. Kondisi itu ditunjukkan oleh angka IPM
pada tahun 2012 sebesar 66,74; kemudian terus meningkat pada
tahun 2013-2017 yaitu masing-masing sebesar 67,55 (2013); 68,14
(2014); 68,95 (2015); 69,74 (2016); dan 70,27 (2017). Ini menunjukkan
upaya pemerintah Jawa Timur dalam meningkatkan pembangunan
manusia cukup berhasil. Prestasi itu ditunjukkan dari meningkatkan
predikat IPM Jawa Timur pada tahun 2017 menjadi IPM berkategori
“tinggi” untuk pertama kalinya. Sebelumnya, dari tahun 2010 hingga
tahun 2016 Jawa Timur masih berkategori “sedang”.
3.2.1.1.3. Persentase Penduduk Miskin
Kemiskinan adalah keadaan di mana terjadi ketidakmampuan
untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat
berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan
oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya
akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan
masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif
dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral
dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah
yang telah mapan, dll.
Angka kemiskinan di Jawa Timur selama tujuh tahun terakhir
(2012-2018) menunjukkan trend penurunan. Pada tahun 2012 angka
kemiskinan sebesar 13,08 persen dengan jumlah penduduk miskin
4.992,75 ribu jiwa, kemudian terus menurun hingga tahun 2018
menjadi 10,85 persen dengan jumlah penduduk miskin sebesar
4.292,15 ribu jiwa. Berbagai upaya yang ditempuh pemerintah daerah
mengurangi penduduk miskin diantaranya meningkatkan taraf
kesejahteraan penduduknya baik dari segi kinerja perekonomiannya
maupun penciptaan pemerataan kue pembangunan serta
meningkatkan ketajaman sasaran program pengentasan kemiskinan.
Hal ini selaras dengan Strategi penangangan kemiskinan Jawa Timur
yang antara lain Meningkatkan pendapatan masyarakat miskin,
Mengurangi pengeluaran masyarakat miskin, dan Mensinergikan
kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan. Namun demikian
angka kemiskinan Jawa Timur memang masih berada di atas rata-rata
nasional sebesar 9,66 persen.
Selama periode Maret-September 2018, jumlah penduduk
miskin di Jawa Timur mengalami penurunan sebesar 40,44 ribu jiwa
atau 0,13 poin persen dari 4.332,59 ribu jiwa (10,98 persen) pada
Maret 2018 menjadi 4.292,15 ribu jiwa (10,85 persen) pada September
2018.
Jumlah penduduk miskin Provinsi Jawa Timur terus menurun,
walaupun masih dibawah angka nasional, tetapi Jawa Timur
merupakan salah satu provinsi yang memberikan kontribusi
penurunan penduduk miskin terbesar ketiga sebesar 211.740 atau
sebesar 16,85 % dari penurunan jumlah penduduk miskin secara
nasional. Meskipun laju penurunan jumlah penduduk miskin Jawa
Timur cenderung melambat, penurunan jumlah penduduk miskin sulit
dihindari pada saat persentase penduduk miskin mulai mendekati
angka 10%. Kondisi permasalahan dan kemiskinan yang dihadapi tidak
hanya di sektor ekonomi, tetapi juga problematika psikologis, sosial,
dan budaya. kebutuhan untuk mendapatkan jalan keluar dari
perangkap kemiskinan tidak cukup melalui fasilitasi akses ekonomi
tetapi memerlukan dukungan interaksi secara intensif dari “figur” yang
secara keseharian sudah dikenal, dinilai mampu memberikan
perlindungan, berkelanjutan, serta memiliki legitimasi social, sehingga
akan memupuk harapan serta semangat untuk berjuang bersama-
sama dalam upaya keluar dari kemiskinan sesuai dengan kemampuan
yang dimiliki. Dalam rangka penurunan penduduk miskin di Jawa
Timur, sebagai langkah peningkatan capaian kinerja pada tahun yang
akan datang, Pemerintah Provinsi telah melakukan berbagai upaya
program/kegiatan yang diarahkan pada kelompok tersebut dan
memastikan bahwa mereka inklusif dalam setiap proses pembangunan
yang dilakukan, menjamin bahwa rumah tangga miskin menjadi
bagian dari pelaksana pembangunan.
Rencana Tindak Lanjut, rancangan Program Penanggulangan
Kemiskinan Tahun 2018 dilakukan secara integral dengan melibatkan
OPD terkait, Program Jalin Matra tidak hanya memberikan bantuan
uang untuk modal usaha kepada rumah tangga miskin tetapi juga
memberikan pelatihan-pelatihan pasca program agar rumah tangga
miskin dapat mengembangkan usaha. Hal ini dilakukan melalui
kerjasama dengan beberapa OPD seperti Dinas Koperasi dan UKM,
Dinas Perindustrian dan Perdagangan serta beberapa Perguruan
Tinggi seperti Universitas Brawijaya, Universitas Airlangga dan
Universitas Negeri Malang.
3.2.1.1.4. Indeks Gini
Salah satu ukuran dalam melihat peningkatan kesejahteraan
penduduk dalam konteks ekonomi adalah manakala pendapatan
penduduk suatu wilayah meningkat. Peningkatan ini juga akan sejalan
dengan semakin meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Namun
tentunya meningkatnya pendapatan penduduk ini seharusnya merata
dan dirasakan semua tingkat sosial mayarakat. Ini menandakan bahwa
aspek pemerataan pendapatan merupakan hal yang penting untuk
menjadi perhatian, karena pemerataan pendapatan merupakan ukuran
keberhasilan hasil pembangunan Indonesia. Ketimpangan dalam
menikmati hasil pembangunan di antara kelompok-kelompok
penduduk dikhawatirkan akan menimbulkan masalah sosial.
Dalam mengukur tingkat pemerataan pendapatan salah
satunya dapat menggunakan Indeks Gini Rasio. Koefisien gini
merupakan suatu ukuran kemerataan yang angkanya berkisar antara
nol (pemerataan sempurna) hingga satu (ketimpangan sempurna).
Karena sulitnya mendapatkan informasi terkait jumlah pendapatan
penduduk, maka BPS menggunakan dengan pendekatan pengeluaran,
dengan asumsi pengeluaran yang besar tentunya pendapatannya
besar pula.
Dalam mengukur tingkat pemerataan pendapatan salah
satunya dapat menggunakan Indeks Gini Rasio. Koefisien gini
merupakan suatu ukuran kemerataan yang angkanya berkisar antara
nol (pemerataan sempurna) hingga satu (ketimpangan sempurna).
Karena sulitnya mendapatkan informasi terkait jumlah pendapatan
penduduk, maka BPS menggunakan dengan pendekatan pengeluaran,
dengan asumsi pengeluaran yang besar tentunya pendapatannya
besar pula.
Bila mengacu pada nilai gini rasio, tingkat ketimpangan rata-
rata konsumsi per kapita di Jawa Timur 2012-2018 masih masuk dalam
kategori sedang (antara 0,3 – 0,5). Pada tahun 2012 gini rasio Jawa
Timur mencapai 0,362 dan pada tahun 2013-14 gini rasio Jawa Timur
menunjukkan peningkatan, yaitu masing-masing 0,368 (2013); 0,403
(2014); sedangkan pada tahun 2015 tidak mengalami perubahan yaitu
0,403; dan pada tahun 2016 kembali turun menjadi 0,402.
Pada tahun 2017, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk
Jawa Timur yang diukur oleh Gini Ratio tercatat sebesar 0,415. Angka
ini meningkat sebesar 0,013 poin jika dibandingkan dengan tahun
2016 yaitu sebesar 0,402. Namun pada tahun 2018 tingkat
ketimpangan di Provinsi Jawa Timur kembali turun, hal ini terlihat dari
Gini Ratio yang turun 0,044 poin menjadi 0,371.
Berdasarkan daerah tempat tinggal, dapat dijelaskan bahwa
Angka gini rasio daerah perkotaan selalu menunjukkan lebih tinggi
dibanding daerah perdesaan. Kondisi ini memberikan gambaran
bahwa di daerah perkotaan ketimpangan kesejahteraan antar
penduduk lebih terasa dibanding daerah perdesaan.
3.2.1.1.5. Indeks Pemerataan Pendapatan versi Bank Dunia
Seperti halnya gini ratio, pemerataan pendapat versi bank
dunia juga dapat digunakan untuk mengukur tingkat pemerataan
masyarakat guna mengetahui ketimpangan pendapatan yang terjadi
di masyarakat. Bank Dunia mengukur pendistribusian kue ekonomi
atau mengukur pemerataan pendapatan dalam masyarakat dengan
pendekatan persentase distribusi pengeluaran penduduk suatu
wilayah berdasarkan kategori pendapatan 40 persen terbawah, 40
persen menengah dan 20 persen teratas.
Ketimpangan menurut Bank Dunia diukur dengan menghitung
persentase jumlah pendapatan penduduk dari kelompok yang
berpendapatan 40% terendah dibandingkan total pendapatan seluruh
penduduk. Pengelompokkannya adalah sebagai berikut :
1. Jika proporsi jumlah pendapatan dari penduduk yang masuk
kategori 40 persen terendah terhadap total pendapatan seluruh
penduduk kurang dari 12 persen dikategorikan ketimpangan
pendapatan tinggi.
2. Jika proporsi jumlah pendapatan dari penduduk yang masuk
kategori 40 persen terendah terhadap total pendapatan seluruh
penduduk antara 12-17 persen dikategorikan ketimpangan
pendapatan sedang/ menengah.
3. Jika proporsi jumlah pendapatan dari penduduk yang masuk
kategori 40 persen terendah terhadap total pendapatan seluruh
penduduk lebih dari 17 persen dikategorikan ketimpangan
pendapatan rendah.
Selama tahun 2013-2018 penduduk yang masuk dalam
kelompok 40 persen bawah persentase menunjukkan penurunan, yaitu
20,15 persen (2012); 19,82 persen (2013); 18,63 persen (2014); dan
16,61 persen (2015). Sedangkan pada tahun 2016 mengalami sedikit
kenaikan menjadi 17,03 persen dan pada tahun 2017 turun kembali
menjadi 16,49 persen. Sedangkan pada tahun 2018 proporsi jumlah
pendapatan dari penduduk yang masuk kategori 40 persen terbawah
mengalami peningkatan sebesar 0,19 poin persen menjadi 17,93
persen. Berdasarkan pengelompokkan distribusi bank dunia, pada
tahun 2018 Jawa Timur masuk dalam kategori ketimpangan rendah,
karena jumlah pendapatan dari penduduk pada kategori 40 persen
terbawah terhadap total pendapatan seluruh penduduk di atas 17
persen.
3.2.1.1.6. Indeks Pembangunan Gender
Capaian Indikator Indeks Pembangunan Gender (IPG) pada
tahun 2017 ditargetkan sebesar 92,39 dan realisasi tahun 2017 sebesar
90,72*, tingkat capaian sebesar 98,19%. Data realisasi tahun 2017
masih menggunakan data IPG tahun 2016 yang bersumber dari BPS,
dikarenakan data tahun 2017 dari BPS masih dalam tahap
pengumpulan data akan dipublikasikan pada akhir tahun 2018. IPG
merupakan indeks komposit yang dibangun dari beberapa variable
untuk mengukur pencapaian pembangunan manusia dengan
memperhatikan disparitas gender, pada dasarnya hampir sama
dengan IPM tetapi disesuaikan dengan memasukkan disparitas tingkat
pencapaian antara perempuan dan laki-laki. Angka IPG dengan
metode yang baru merupakan rasio dari angka IPM perempuan
terhadap angka IPM laki-laki. Komponen pendukung IPG sama
dengan komponen pendukung IPM, yaitu dimensi kesehatan yang
didambarkan melalui Angka Harapan Hidup, pengetahuan yang
digambarkan dari harapan lama sekolah dan rata-rata lama sekolah,
serta dimensi ekonomi yang digambarkan oleh pengeluaran perkapita.
IPG tahun 2016 sebesar 90,72 lebih rendah 0,35 poin dari tahun 2015
sebesar 91,07. Penurunan capaian tersebut dipengaruhi oleh
peningkatan jarak antara IPM laki-laki sebesar 74,23 dan IPM
perempuan sebesar 67,34 pada tahun 2016. Selisih angka IPM pada
tahun 2016 sebesar 6,89, dan selisih angka IPM pada tahun 2015
sebesar 6,54. Dari ketiga penyusun indicator peranan perempuan
dalam perekonomian masih tertinggal jauh disbanding laki-laki,
sehingga masih diperlukan usaha yang lebih keras dalam
meningkatkan rata-rata penghasilan perempuan.
3.2.1.1.7. Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLHD)
Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Daerah (IKLHD) merupakan
suatu bentuk penilaian yang mencerminkan kondisi kualitas air, udara
dan lahan. Penetapan IKLHD sebagai Indikator Kinerja Utama (IKU)
Pemerintah Provinsi Jawa Timur berfungsi untuk memberikan
informasi kepada para pengambil keputusan Provinsi Jawa Timur
tentang kondisi lingkungan di Jawa Timur sebagai bahan untuk
evaluasi terhadap kebijakan pembangunan berkelanjutan dan bentuk
pertanggungjawaban tentang pencapaian target program-program
Pemerintah Provinsi Jawa Timur di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.
Perhitungan IKLH meliputi Indeks Kualitas Air (IKA) dengan
bobot 30%, Indeks Kualitas Udara (IKU) dengan bobot 30% dan Indeks
Tutupan Lahan (ITL) dengan bobot sebesar 40%. Klasifikasi IKLH
adalah sebagai berikut:
1. Unggul : >90
2. Sangat baik : 82 – 90
3. Baik : 74 - 82
4. Cukup : 66 – 74
5. Kurang : 58 - 66
6. Sangat Kurang : 50 – 58
7. Waspada : <50
Perkembangan IKLH Provinsi Jawa Timur terus menunjukkan
tiap tahunnya, yaitu dari 61,70 (Kategori Kurang) pada tahun 2015
menjadi 66,29 (Kategori Cukup) pada tahun 2017. Kedepannya,
Pemerintah Provinsi Jawa Timur akan terus meningkatan pencapaian
target program-program di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup dalam rangka memperbaiki kualitas lingkungan
hidup di Jawa Timur dan mencapai target IKLHD Provinsi Tahun 2019
sebesar 67,00-68,52 atau dengan kategori cukup.
3.2.1.1.8. Indeks Kepuasan Masyarakat
Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) adalah data dan informasi
tentang tingkat kepuasan masyarakat yang diperoleh dari hasil
pengukuran secara kuantitatif dan kualitatif atas pendapat masyarakat
dalam memperoleh pelayanan dari aparatur penyelenggara pelayanan
publik dengan membandingkan antara harapan dan kebutuhannya.
Sehubungan dengan hal tersebut maka Indeks Kepuasan Masyarakat
(IKM) dimasukkan sebagai indikator baru dalam penyelenggaraan
pembangunan daerah Jawa Timur.
Perkembangan indeks kepuasan masyarakat di Jawa Timur pada
tahun 2014-2017 terus menunjukkan peningkatan, yaitu sebesar 79
(Thn. 2014); 80 (Thn. 2015); 81 (Thn. 2016); dan 81,33 (Thn. 2017).
Kondisi ini mencerminkan kepuasan terhadap pelayanan masyarakat di
Jawa Timur lebih baik, efisien, dan efektif berbasis dari kebutuhan
masyarakat. Suatu pelayanan dinilai memuaskan bila pelayanan
tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan harapan pengguna layanan.
Kepuasan masyarakat dapat juga dijadikan acuan bagi berhasil atau
tidaknya pelaksanaan program yang dilaksanakan pada suatu lembaga
layanan publik.
3.2.1.1.9. Indeks Reformasi Birokrasi
Reformasi birokrasi merupakan salah satu upaya pemerintah
untuk mencapai good governance dan melakukan pembaharuan dan
perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan
terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan (organisasi),
ketatalaksanaan dan sumber daya manusia aparatur. Melalui reformasi
birokrasi, dilakukan penataan terhadap sistem penyelangggaraan
pemerintah dimana uang tidak hanya efektif & efisien, tetapi juga
reformasi birokrasi menjadi tulang punggung dalam perubahan
kehidupan berbangsa dan bernegara. Sehubungan dengan hal
tersebut maka Indeks Reformasi Birokrasi dimasukkan sebagai
indikator baru dalam penyelenggaraan pembangunan daerah Jawa
Timur.
Indeks reformasi birokrasi di Jawa Timur pada tahun 2015
sebesar 63,00, kemudian meningkat pada tahun 2016 menjadi 65,00
dan tahun 2017 meningkat kembali menjadi 69,54. Peningkatan ini
mencerminkan birokrasi pemerintah Jawa Timur semakin profesional
dengan berkarakter, berintegrasi, berkinerja tinggi, bebas dan bersih
KKN, mampu melayani publik, netral, sejahtera, berdedikasi, dan
memegang teguh nilai-nilai dasar dan kode etik aparatur negara.
3.2.1.1.10. Indeks Kesalehan Sosial
Secara konseptual, Kesalehan sosial adalah sikap seseorang
yang memiliki unsur kebaikan (salih) atau manfaat dalam kerangka
hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sikap kesalehan
sosial tersebut meliputi:
1. Solidaritas social (al-takaful alijtima’ï);
2. Toleransi (al-tasamuh);
3. Mutualitas/Kerjasama (al-ta’awun);
4. Tengah-tengah (al-I’tidal); dan
5. Stabilitas (al-stabat);
Sedangkan secara operasional, Kesalehan sosial adalah skor
yang diperoleh dari sikap seseorang/responden yang memiliki unsur
kebaikan (salih) atau manfaat dalam kerangka hidup bermasyarakat
yang diukur dengan :
1. Solidaritas sosial;
2. Kerjasama/mutualitas;
3. Toleransi;
4. Adil; dan
5. Menjaga ketertiban umum.
Indeks kesalehan sosial merupakan gabungan indeks kepedulian
sosial dan indeks kepedulian lingkungan. Indeks ini merupakan
manifestasi akan kesalehan sosial masyarakat berupa kepedulian akan
lingkungan sosial dan lingkungan alam. Dimana kepedulian sosial
terbentuk dari 5 sub dimensi, yaitu: sikap percaya, toleransi, kelompok
dan jejaring, resiprositas, dan partisipasi dalam aksi bersama.
Sedangkan dimensi kepedulian lingkungan terbentuk dari 5 sub
dimensi, yaitu : penghematan energi, pengelolaan sampah,
penghematan air, pengurangan polusi udara (transportasi pribadi),
dan penjagaan lingkungan.
Rata-rata Indeks Kesalehan Sosial Jawa Timur pada tahun 2018
adalah sebesar 62,52 dari skala 0-100 yang terbagi dalam nilai
Indikator Kepedulian Sosial sebesar 72,51 dan Kepedulian Lingkungan
sebesar 52,53. Kedepannya Pemerintah provinsi Jawa Timur berupaya
agar Indeks Kesalehan Sosial terus meningkat tiap tahunnya.
Pemerintah perlu bersinergi dengan stakeholder lain untuk melakukan
berbagai langkah strategis dalam peningkatan kesalehan sosial, agar
nilai-nilai agama dapat memberi kontribusi positif bagi pembangunan
sesuai yang diharapkan.
3.2.1.2. SASARAN STRATEGIS DAN INDIKATOR SASARAN
STRATEGIS
MISI I “Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan”
3.2.1.2.1. Meningkatnya Partisipasi Angkatan Kerja dan
Penyerapan Tenaga Kerja
Upaya perluasan kesempatan kerja juga dilakukan melalui
Program Tenaga Kerja Sarjana (TKS). Tugas pokoknya sebagai
pendamping kelompok usaha masyarakat dalam kegiatan padat karya,
terapan teknologi tepat guna, kegiatan kewirausahaan atau kegiatan
produktif lainnya. Program TKS memberdayakan sarjana yang memiliki
potensi/kemampuan untuk membantu pendampingan dibidang
perluasan kerja dan penempatan tenaga kerja. Melalui program TKS,
angkatan kerja muda terutama lulusan sarjana diarahkan tidak hanya
sebagai motivator, tetapi dalam jangka panjang sebagai tenaga
pencipta perluasan kerja (job creator) terutama untuk membantu
mengoptimalkan potensi SDA/SDM guna menciptakan lapangan kerja
dan kesempatan kerja seluas-luasnya.
3.2.1.2.2. Meningkatnya Hubungan Industrial yang Harmonis
Kesejahteraan merupakan suatu bentuk usaha yang digunakan
oleh perusahaan dalam rangka meningkatkan semangat pada pekerja.
Pelayanan kesejahteraan merupakan rangkaian pemberian tunjangan
dan fasilitas-fasilitas dalam bentuk tertentu kepada karyawan diluar
gaji, biasanya berupa transportasi, uang lembur, cuti, kantin, asuransi,
jamsostek dan sebagainya. Persentase Peningkatan Kesejahteraan
Pekerja Di Jawa Timur pada tahun 2017 sebesar 8,25 persen,
selanjutnya mengalami kenaikan pada tahun 2018 menjadi 8,71
persen. Dengan semakin tingginya kesejahteraan pekerja maka
menggambarkan kondisi ketenagakerjaan yang bagus di Jawa Timur
karena akan menciptakan ketenangan, semangat kerja, dedikasi,
disiplin, dan sikap loyal pekerja terhadap perusahaan.
3.2.1.2.3. Meningkatnya akses pendidikan menengah yang
berkualitas
Salah satu penyebab utama meningkatnya Indeks Pendidikan
adalah adanya peningkatan dan pengembangan penyediaan
tambahan fasilitas dan program antara (bridging program) bagi lulusan
sekolah kejuruan untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi,
Peningkatan pendidikan non-formal berbasis komunitas dan
peningkatan pemberian BKSM (Bantuan Khusus Siswa Miskin) karena
program inilah yang berhasil mengurangi Angka Putus Sekolah secara
signifikan serta meningkatkan Angka Partisipasi Kasar/Murni di setiap
jenjang pendidikan. Rencana tindak lanjut untuk Tahun 2018 adalah
dengan optimalisasi pelaksanaan SMK Mini di Pondok Pesantren dan
SMA double track karena selain bisa meningkatkan Indeks Pendidikan,
juga sebagai bentuk persiapan menjadi tenaga kerja siap pakai. Selain
itu juga tetap meningkatkan persebaran guru dan tenaga
kependidikan secara merata.
3.2.1.2.4. Meningkatnya gemar dan budaya baca masyarakat
Upaya yang paling berpengaruh terhadap pencapaian Indeks
Minat Baca yang tinggi adalah dengan semakin banyaknya bahan
perpustakaan yang bermutu, termasuk dalam bentuk e-book yang
dimiliki oleh semua jenis perpustakaan baik perpustakaan umum,
perpustakaan sekolah, perpustakaan khusus/instansi, perpustakaan
rumah ibadah dan sebagainya. Selanjutnya adanya gencarnya promosi
perpustakaan, meningkatnya penyuluhan gemar membaca dan mudah
serta cepatnya pelayanan perpustakaan yang ditopang oleh pelayanan
mobil perpustakaan keliling (MPK) sejumlah 75 titik dan mobil
dongeng keliling (Darling) kesejumlah ke ±60 titik lokasi di seluruh
Jawa Timur. Rencana tindak lanjut untuk tahun 2019 adalah terus
meningkatkan mutu pelayanan perpustakaan sampai ke pelosok desa,
meningkatkan sosialisasi, penyuluhan tentang gemar membaca di
masyarakat, serta terus menambah titik lokasi kunjungan MPK dan
Darling dan menambah simpul layanan dan kerjasama LTPD (Layanan
Terpadu Perpustakaan Desa) dan LTPS (Layanan Terpadu Perpustakaan
Sekolah).
3.2.1.2.5. Meningkatnya mutu pendidikan dan tenaga
kependidikan
Pada sasaran tersebut ukuran yang digunakan adalah
Persentase guru jenjang SMA, SMK dan PKLK berkualifikasi min. S1/D4,
dimana hal tersebut merupakan salah satu parameter yang paling
mendekati dengan kualitas yang diharapkan. Upaya pemerataan dan
peningkatan mutu tenaga kependidikan dilakukan secara terus
menerus, salah satunya dengan pemberian beasiswa bagi Guru, baik
yang bersumber dari APBD Provinsi Jawa Timur maupun dari
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
3.2.1.2.6. Menurunnya angka kematian bayi dan angka
kematian ibu melahirkan
Penurunan Angka Kematian Ibu paling signifikan selama tiga
tahun terakhir terjadi pada tahun 2015. Pada tahun tersebut terdapat
capaian Angka Kematian Ibu sebesar 89,6 dari target yang ditentukan
sebesar 97,3. Sedangkan pada tahun 2016 Angka Kematian Ibu
mengalami peningkatan sebesar 1,4. Namun capaian Angka Kematian
Ibu pada tahun 2016 masih di atas target yaitu sebesar 91 dari target
yang telah ditentukan sebesar 97,25. Angka ini juga mengalami
kenaikan pada tahun 2017 sebesar 92,24. Berdasarkan angka absolut
jumlah kematian ibu pada dasarnya mengalami penurunan, namun
jumlah kelahiran hidup mengalami penurunan sebagai pembanding
mengalami penurunan.
Terjadinya penurunan AKB merupakan dampak positif dari
naiknya angka persalinan dengan bantuan tenaga medis dan
meningkatnya proporsi tingkat pendidikan perempuan secara umum,
khususnya para ibu dengan pendidikan yang lebih tinggi. Selain itu
juga peningkatan pelayanan dan penyediaan fasilitas kesehatan yang
telah dilakukan oleh pemerintah, keberhasilan program KB, serta
semakin baiknya pengetahuan masyarakat tentang kesehatan. Secara
perlahan namun pasti AKB mengalami penurunan, artinya kesehatan
bayi menjadi prioritas dalam pembangunan bidang kesehatan.
Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan
oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat
pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi.
Stunting terjadi mulai janin masih dalam kandungan dan baru nampak
saat anak berusia dua tahun. Kekurangan gizi pada usia dini
meningkatkan angka kematian bayi dan anak, menyebabkan
penderitanya mudah sakit dan memiliki postur tubuh tak maksimal
saat dewasa. Kemampuan kognitif para penderita juga berkurang,
sehingga mengakibatkan kerugian ekonomi jangka panjang bagi
Indonesia. Prevalensi balita stunting mengalami penurunan tiap tahun,
yaitu dari 29,2 persen pada tahun 2013 menjadi 26,0 persen di tahun
2016. Pada tahun 2017 terdapat kenaikan menjadi sebesar 26,9. Data
prevalensi stunting secara nasional tahun 2016 sebesar 27,5%, hal ini
menunjukkan bahwa prevalensi stunting di Provinsi Jawa Timur masih
lebih rendah dibandingkan nasional. Sebagai bentuk rencana tindak
lanjut yang akan dilakukan adalah dengan upaya mengintensifkan
pemberdayaan masyarakat dengan pendampingan ibu hamil dan
taman posyandu serta optimalisasi pelayanan 1.000 hari pertama
kehidupan (HPK).
3.2.1.2.7. Meningkatnya pelayanan kesehatan sesuai dengan
standar pelayanan minimal
Akreditasi rumah sakit merupakan salah satu persyaratan
supaya rumah sakit bisa bekerjasama dengan BPJS. Rumah Sakit yang
telah terakreditasi akan mendapatkan pengakuan dari Pemerintah
karena telah memenuhi standar pelayanan dan manajemen yang
ditetapkan. Peningkatan ini merupakan keseriusan Pemerintah
Provinsi Jawa Timur untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
terhadap masyarakat.
Indikator Kinerja RFT Rate Kusta dicapai menggunakan Multi
Drug Therapy (MDT) sudah digunakan secara global sejak tahun 1985
sampai sekarang dan telah menyembuhkan > 140.000 penderita
kusta yang ada di Jawa Timur. Faktor yang memegang peranan dalam
keberhasilan pengobatan adalah stigma yang ada dimasyarakat dan
motivasi yang kuat dari penderita untuk menyelesaikan pengobatan
kusta karena MDT harus diminum setiap hari selama 6 atau 12 bulan
tergantung dari tipe kustanya. Selain itu MDT juga mempunyai efek
samping kulit jadi hitam. Hal tersebut diatas yang menyebabkan
keberhasilan pengobatan MDT tidak bisa maksimal atau terjadinya
putus pengobatan.
Sedangkan Indikator Kinerja Penderita HIV yang mendapatkan
ARV mengalami peningkatan kinerja dibandingkan dengan tahun
sebelumnya. Adapun ARV sendiri berguna untuk mengurangi risiko
penularan HIV, menghambat perburukan infeksi oportunistik,
meningkatkan kualitas hidup penderita HIV, dan menurunkan jumlah
virus (viral load) dalam darah sampai tidak terdeteksi. Persentase
penderita HIV yang mendapatkan ARV di Jawa Timur pada tahun 2013
sebesar 72 persen dan meningkat pada tahun 2017 menjadi 81 persen.
Meskipun belum mampu menyembuhkan HIV secara menyeluruh, tapi
sejauh ini terapi ARV dipercaya bisa menurunkan angka kematian dan
rasa sakit serta meningkatkan kualitas hidup ODHA dan meningkatkan
harapan masyarakat.
Indikator kinerja selanjutnya adalah Persentase Keberhasilan
Pengobatan Tuberkulosis (TB). Program Penanggulangan TBC selain
melakukan kegiatan promosi aktif dan pencegahan, juga melakukan
kegiatan deteksi dini dimana dilakukan penemuan penderita TBC
secara intensif, aktif dan masif berbasis keluarga dan masyarakat serta
pemberian pengobatan sampai sembuh. Gerakan 115 merupakan
inovasi dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam menemukan
penderita TBC sedini mungkin dan mendapatkan pengobatan secepat
mungkin, dimana 1 (satu) penderita TBC akan dicatat dan dicari 15
(lima belas) kontak erat penderita TBC tersebut baik oleh petugas,
kader maupun tokoh masyarakat serta dipastikan status TBC nya.
Program penanggulangan TBC juga harus mendapat dukungan
komitmen dari Para Stakeholder.
3.2.1.2.8. Meningkatnya capaian infrastruktur dasar perumahan
dan permukiman
Permasalahan perumahan dan permukiman merupakan
sebuah permasalahan yang berlanjut dan bahkan akan terus
meningkat, seirama dengan pertumbuhan penduduk, dinamika
kependudukan dan tuntutan-tuntutan sosial ekonomi yang semakin
berkembang. Kinerja peningkatan capaian infrastruktur dasar
perumahan dan permukiman di Provinsi Jawa Timur tahun 2018 belum
dapat tercapai sesuai target yang ditetapkan. Pelaksanaan pemenuhan
akses air minum layak, akses sanitasi layak serta upaya penataan
permukiman kumuh perkotaan yang dikalukan masih belum
sebanding dengan besarnya pertumbuhan penduduk serta urbanisasi
yang terjadi. Rencana tindak lanjut yang akan dilakukan dengan
adanya kondisi tersebut adalah upaya mengoptimalkan peran seluruh
stakeholder termasuk swasta serta peran swadaya masyarakat dalam
pemenuhan infrastruktur dasar perumahan dan permukiman yang
memadai. Upaya alternatif sumber pembiayaan lain juga dapat
dioptimalkan melalui peran pemerintah kabupaten/kota, CSR swasta,
sistem KPBU, maupun swadaya masyarakat.
3.2.1.2.9. Meningkatnya kualitas peran pemuda dan prestasi
olahraga
Pencapaian kinerja kepemudaan dan keolahragaan menurun
dibandingkan Tahun 2016, dikarenakan terbatasnya pemuda yg
bergerak di bidang kewirausahaan, Partisipasi Pemuda dalam
Organisasi Kepemudaan masih rendah, banyak OKP belum patuh
terhadap Undang-Undang Kepemudaan, ilmu pengetahuan dan
tekhnologi olahraga belum sepenuhnya diimplementasikan dalam
bina prestasi olahraga serta belum optimalnya peran sentra
keolahragaan (PPLPD) dalam pembinaan dan pengembangan olahraga
prestasi. Rencana tindak lanjut untuk Tahun 2018 melaksanakan
pengembangan kebijakan dan manajemen olahraga dalam upaya
mewujudkan penataan sistem pembinaan dan pengembangan
olahraga secara terpadu dan berkelanjutan, peningkatan upaya
pembibitan dan pengembangan prestasi olahraga secara sistematik,
berjenjang, dan berkelanjutan serta pengembangan sentra
keolahragaan untuk pembibitan olahragawan.
3.2.1.2.10. Menurunnya persentase penduduk miskin
Pemerintah Provinsi Jawa Timur tetap memprioritaskan
Program Pemberdayaan Masyarakat di Perdesaan seperti Program
Jalin Matra dimana selama Tahun 2014 s/d 2017 mampu
menumbuhkan usaha baru bagi 53.585 Kepala Rumah Tangga
Perempuan (KRTP), 31.843 Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) yang
bergerak dibidang peternakan, perikanan, perdagangan, pertanian,
ketrampilan dan jasa.
3.2.1.2.11. Meningkatnya kesejahteraan penyandang masalah
kesejahteraan sosial (PMKS)
Penurunan jumlah Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial
tahun 2018 sebesar 1,41 % yaitu dari 650.245 orang pada tahun 2017
turun menjadi sebanyak 634.409 orang pada tahun 2018. Hal ini
terjadi karena berbagai factor yang mempengaruhi antara lain Pada
tahun 2018 Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur mendapatkan program
ad-hoc dari Bapak Gubernur Jawa Timur melalui program percepatan
dan perluasan penanganan kemiskinan di Jawa Timur dengan
memberikan bantuan beras bersubsidi yang menjangkau 1.265.559
Keluarga Penerima Manfa’at dengan realisasi sebesar 1.250.321 atau
29,13 % dari jumlah penduduk miskin di Jawa Timur tahun 2018
sebesar 4.292.150 jiwa.
3.2.1.2.12. Meningkatnya pengarusutamaan gender dalam
pembangunan
Capaian Indikator Indeks Pemberdayaan Gender belum
mencapai target dikarenakan terdapat tiga komponen yang digunakan
dalam penghitungan Indeks Pemberdayaan Gender, yaitu kesamaan
peranan antara perempuan dan laki-laki dalam proses pengambilan
keputusan politik (sebagai anggota parlemen) di suatu wilayah,
kesamaan kontribusi secara ekonomi (pendapatan), dan kesamaan
peranan dalam kehidupan sosial (peran sebagai manajer, tenaga
profesional, administrasi dan teknisi). Jumlah perempuan sebagai
anggota legislative atau eksekutif sangat mempengaruhi Status IDG.
Pengurangan jumlah perempuan dalam fungsi tersebut akan
menurunkan indikator IDG. Karena semua wanita juga mempunyak
hak AKSES (ikut) , PARTISIPASI (mempunyai suara), KONTROL (ikut
mengambil keputusan) dan MANFAAT ( menerima manfaatnya) atau
disingkat APKM di semua bentuk pembangunan. Apabila jumlahnya
perempuan sedikit maka APKM dianggap tidak terpenuhi. Namun nilai
IDG tahun 2017 meningkat 0,59 poin dari Tahun 2016 yaitu sebesar
68,78. Peningkatan capaian tersebut dipengaruhi oleh meningkatnya
kontribusi ekonomi/pendapatan bagi perempuan. Capaian Indikator
Persentase penurunan kasus tindak kekerasan dan trafiking di
Jawa Timur tahun 2018 belum mencapai target dikarenakan jumlah
kasus yang ditangani pada tahun 2018 sebanyak 392 kasus, meningkat
sebanyak 53 kasus atau jika dibandingkan jumlah kasus yang ditangani
pada tahun 2017 sebanyak 339 kasus. Hal ini disebabkan karena
tingkat kesadaran masyarakat meningkat setelah dilaksanakan
Sosialisasi tentang Undang-undang/Peraturan tentang Perlindungan
terhadap perempuan dan anak dari kekerasan, sehingga korban atau
keluarga korban berani melaporkan kasus kekerasan yang dialami.
Capaian Indikator Laju Pertumbuhan Penduduk di Jawa Timur tahun
2018 disebabkan karena jumlah penduduk tahun 2017 sebanyak
39.293.000 jiwa mengalami penurunan sebesar 218.000 jiwa jika
dibandingkan jumlah penduduk tahun 2016 sebesar 39.075.000 jiwa.
Capaian Indikator Cakupan KB Aktif/CPR mencapai target, hal ini
disebabkan ada beberapa upaya yang telah dilakukan dalam
meningkatkan Cakupan Peserta KB Aktif, antara lain melalui
Pembinaan Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (Kespro),
Penguatan Pengendalian Penduduk, Advokasi dan Informasi, serta
Penguatan Ketahanan dan Kesejahteraan Keluarga.
MISI II “Meningkatkan Pembangunan Ekonomi yang Inklusif,
Mandiri, dan Berdaya Saing, Berbasis Agroindustri dan
Industrialisasi”
3.2.1.2.13. Meningkatnya Ketahanan Pangan
Terdapat beberapa Indikator Kinerja yang mengalami
keberhasilan ataupun kegagalan. Adapun hal-hal utama yang menjadi
penyebab permasalahan di sektor ketahanan pangan antara lain:
a. Permasalahan pangan berkembang sangat cepat dan komplek
saat ini, diantaranya perkembangan lingkungan yang global,
seperti global climate change, meningkatnya harga minyak dunia,
telah mendorong kompetisi penggunaan hasil pertanian untuk
pangan (food), bahan energy (fuel) dan pakan ternak (feed) yang
semakin tajam, disamping itu terjadi pengabaian terhadap good
agricultural practices dan sumber pangan lokal (biodiversitif)
dikhawatirkan akan mengancam ketahanan pangan regional
maupun nasional. Sehingga salah satu mengurangi
ketergantungan terhadap pangan impor dapat dilakukan dengan
pengembangan sumber karbohidrat non beras dan non terigu
yaitu dengan memanfaatkan umbi-umbian
b. Tingkat konsumsi dan kualitas pangan ditunjukkan oleh
keragaman konsumsi pangan penduduk yang dianalisis melalui
pendekatan perhitungan Pola Pangan Harapan (Beragam Bergizi
Seimbang dan Aman) yang dicerminkan dengan nilai skor PPH
ideal 100 yang diproyeksikan akan tercapai pada tahun 2025.
Skor PPH Jawa Timur mencapai 89,7 atau 103,57 persen dari
target 2018 sebesar 86,6. Dengan pencapaian skor PPH ini
menunjukkan bahwa masyarakat semakin memahami dan
mempunyai kesadaran akan pentingnya kualitas konsumsi
pangan untuk hidup sehat, namun demikian perlu untuk lebih
mengoptimalkan gerakan percepatan penganekaragaman
konsumsi pangan melalui upaya meningkatkan pola konsumsi
pangan yang Beragam, Bergizi, Seimbang dan Aman (B2SA),
sehingga perlu didorong melalui sosialisasi, promosi dan kegiatan
yang dapat memberi wawasan dan pengetahuan untuk
percepatan pencapaian PPH
c. Kebutuhan pangan di Jawa Timur memang hampir dapat
dipenuhi semua dari potensi domestik, kecuali untuk komoditas
kedelai yang masih mengalami defisit. Sedangkan untuk beras,
jagung, kacang, maupun ubi mengalami surplus.
d. Surplus pangan di Jawa Timur selain didukung sumberdaya alam
yang sesuai, juga potensi sumberdaya manusia dan adanya
dukungan infrastruktur ekonomi yang lebih baik.
e. Selain itu tantangan utama dalam masalah ketersediaan pangan
yang memerlukan perhatian yang serius antara lain Meningkatkan
akses ekonomi atau akses keuangan untuk mendapatkan pangan,
termasuk investasi pada infrastruktur yang berkelanjutan;
Akselerasi intervensi untuk pencegahan dan penurunan angka
kekurangan gizi; dan Mengatasi kerentanan terhadap resiko
perubahan iklim yang semakin meningkat.
f. Berdasarkan Angka Kerangka Sampling Area (KSA) BPS, realisasi
Ketersediaan Beras Jawa Timur Tahun 2018 mencapai 6.002.140
ton dari sasaran 8.970.000 ton atau 66,91 persen. Kecenderungan
turunnya angka ketersediaan padi dari tahun 2017 ke 2018,
disebabkan adanya perbedaan metode perhitungan produksi
padi, dimana sekarang menggunakan Kerangka Sampling Area.
g. Berdasarkan Angka Ramalan I (ARAM I) Ketersediaan Jagung
mencapai 5.798.473 ton dari sasaran 6.500.000 atau 89,21 persen,
untuk kedelai ketersediaan mencapai 225.987 ton dari sasaran
340.000 ton atau 66,47 persen.
3.2.1.2.14. Meningkatnya kontribusi sector-sektor unggulan
dalam mendukung pertumbuhan ekonomi
Terdapat beberapa Indikator Kinerja yang mengalami
keberhasilan ataupun kegagalan. Adapun hal-hal utama yang menjadi
penyebab permasalahan antara lain
1. Pertumbuhan omzet koperasi dan UKM berhasil karena
komitmen Pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam
memberdayakan Koperasi dan UKM di Jawa Timur. Bentuk
pembinaan dan pemberdayaan yang dilakukan antara lain melalui
kegiatan Peningkatan kompetensi pengelola koperasi dan
kualitas Kelembagaan; Penguatan usaha koperasi sektor riil;
Peningkatan akses permodalan melalui pemupukan modal
sendiri, dana perbankan dan nonperbankan; serta Perluasan
akses produk dan akses pemasaran yang diperuntukkan bagi
koperasi aktif. Sedangkan bagi koperasi tidak aktif namun masih
dalam proses aktif kembali dibina melalui kegiatan Restrukturisasi
kelembagaan dan usaha serta Pengawasan koperasi melalui
bedah koperasi. Pemerintah Provinsi Jawa Timur berkomitmen
dalam mengembangkan koperasi dan UKM di berbagai sektor
usaha melalui Jatimnomics yang diterjemahkan menjadi tiga
strategi utama, yaitu aspek produksi, aspek pembiayaan, dan
aspek pasar. Dari aspek produksi, strategi yang ditempuh adalah
pengembangan Business Development Centre (BDC), Penguatan
manajemen produk melalui penguatan bahan baku lokal dan
kualitas kemasan produk dan standarisasi produk. Dari aspek
pembiayaan, strategi yang ditempuh adalah dengan skema
pembiayaan linkage program model “loan agreement” dan
Kemitraan dengan nonperbankan (BUMN, BUMD, swasta,
Koperasi). Kemudian dari aspek pasar, strategi yang ditempuh
antara lain melalui fasilitasi pemasaran melalui Cooperative
Trading House (CTH) yang bertujuan meningkatkan akses pasar
baik dalam negeri maupun pasar ekspor dan meningkatkan
jaringan usaha produk koperasi dan UMKM anggotanya yang
berbasis agro industri serta penguatan akses pasar melalui
Gedung Galeri Batik dan Cinderamata; Paviliun Jawa Timur di
Gedung SME Tower; kegiatan misi dagang; pameran dalam dan
luar negeri; kemitraan (business to business); serta optimalisasi
peran Asosiasi Koperasi Ritel Indonesia (Akrindo) dan Kantor
Perwakilan Dagang (KPD) di 26 (dua puluh enam) provinsi, serta
pada tahun 2018 Pemerintah Provinsi Jawa Timur telah menjalin
kerjasama dengan Bukalapak, Shopee, dan Blibli.com dalam
mengembangkan e-commerce bagi pemasaran produk KUKM
Jawa Timur. Rencana Tindak Lanjut Bidang Koperasi dan UKM
akan dilakukan Program Prioritas Pemberdayaan Koperasi dan
UKM Jawa Timur. Tujuan dari adanya program prioritas ini adalah
dalam rangka Peningkatan Kualitas dan Penguatan KUMKM
Berbasis Syariah dan Digitalisasi. Program tersebut terbagi
menjadi 5 (lima) aspek, yaitu Kelembagaan, SDM, Produksi,
Permodalan, dan Pasar yang dijabarkan sebagaimana berikut:
1) Aspek Kelembagaan, akan dilaksanakan pengawasan
koperasi yang dilakukan melalui e-Penkes (Penilaian
Kesehatan secara Elektronik), lalu kemudian bagi koperasi
yang tidak menjalankan usahanya sesuai dengan aturan
perundang – undangan akan dilakukan Bedah Koperasi.
Selain itu, untuk aspek Kelembagaan akan diadakan kegiatan
peningkatan kapasitas Dewan Pengawas Syariah (DPS) guna
mengoptimalkan kinerja koperasi yang berpola syariah;
2) Aspek SDM, akan dilaksanakan peningkatan kualitas SDM
pengelola KUMKM yang salah satunya dilakukan melalui
inovasi e-Learning (pembelajaran secara elektronik) dengan
tujuan agar pelatihan KUMKM semakin mudah diakses dari
manapun;
3) Aspek Produksi, akan dilakukan pengembangan Business
Development Centre (BDC), Penguatan manajemen produk,
dan standarisasi produk (Halal, ISO, dan SNI);
4) Aspek Permodalan, akan dilakukan pengembangan bagi
koperasi syariah, koperasi wanita, dan fungsional melalui
Linkage Program dengan perbankan, jaringan antar koperasi
syariah, serta melalui pengelolaan dana wakaf;
5) Aspek Pemasaran, akan dilakukan Peningkatan Akses
Pemasaran baik offline maupun online melalui CTH, lalu
kegiatan Business to Business dengan pelaku usaha di luar
Jawa Timur, optimalisasi e-commerce serta kemitraan dengan
marketplace yang sudah ada seperti Shopee, Bukalapak, dan
Blibli.com.
2. Nilai realisasi investasi (PMA dan PMDN) belum tercapai
karena 1) Terhambatnya pembebasan lahan (land clearing) pada
beberapa mega proyek investasi di Jawa Timur seperti yang
dialami PT. Pertamina Rosneft; 2) Masih tingginya UMK/UMSK di
ring 1 Jawa Timur, yang mana dalam penentuan ini juga masih
perlu ditambahkan upah sektoral sebesar 5%-7% sehingga
menjadi tinggi dan kurang dapat bersaing. Selain itu, di
Kabupaten tertentu juga ada penambahan 5% sebagaimana
diatur dalam PERDA Kabupaten setempat; 3) Sering berubahnya
regulasi yang mengatur masalah investasi oleh pemerintah. Salah
satunya dalam waktu 3 (tiga) tahun pemerintah gencar
melakukan perubahan aplikasi, yang semula aplikasi dilakukan
secara manual dirubah menjadi online salah satu contohnya
adalah Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) sehingga
berdampak terhadap hasil laporan LKPM. Terkait dengan adanya
perubahan regulasi ini (aplikasi pengisian LKPM) dibutuhkan
waktu untuk sosialisasi, karena tidak semua investor bisa
memahami pengisian aplikasi LKPM ini sehingga jumlah LKPM
yang masuk tidak sebanyak tahun-tahun sebelumnya; 4) Alat ukur
yang digunakan oleh BKPM RI untuk mengukur nilai realisasi
investasi didasarkan pada LKPM (Laporan Kegiatan Penanaman
Modal), yang merupakan kewajiban bagi setiap investor, yang
disusun secara triwulan. Disisi yang lain masih banyak investor
yang belum menyusun LKPM karena kesulitan dalam
pengisiannya. 5) Selain itu, masih banyak proyek investasi yang
belum tercatat sebagai realisasi investasi, diantaranya
pembangunan pembangunan yang dilaksanakan oleh BUMN
seperti peningkatan jaringan listrik oleh PLN, pembangunan dan
pengembangan pelabuhan oleh PT. Pelindo, pembangunan pipa
air oleh PDAM, hotel, jalan tol, dan bandara oleh Angkasa Pura. 6)
Pengurusan izin-izin lanjutan di daerah yang terhambat oleh
kebijakan yang ada di masing-masing Kabupaten/ Kota di Jawa
Timur yang berbeda-beda. 7) Diberlakukannya Online Single
Submission sejak 9 Juli 2018, yang sampai saat ini masih terdapat
kendala dalam implementasinya rencana tindak lanjutnya
dengan 1) dibentuknya Satgas Kemudahan Berusaha yang
bertugas mengidentifikasi seluruh perizinan kegiatan sektor dan
mengawal serta menyelesaikan hambatan perizinan dan 2)
penerapan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik
melalui sistem OSS (Online Single Submission) yang bertujuan
memudahkan para calon investor untuk mendapatkan NIB
(Nomor Induk Berusaha) dan yang lebih penting adalah tetap
meningkatkan kualitas pelayanan perizinan dan nonperizinan
kepada masyarakat, 3) dilakukan sosialisasi dan pendampingan
pengisian Lapaoran Kegiatan Penanaman Modal secara free, 4)
meningkatkan koordinasi dengan Kabupaten/Kota, dan
melakukan koordinasi dengan lembaga terkait seperti PLN,
Pelindo III, Angkasa Pura, PDAM, dan lain-lain.
3. Melambatnya pertumbuhan PDRB Sub Kategori Perikanan
tersebut diantaranya disebabkan oleh perlambatan peningkatan
produksi kelautan dan perikanan tahun 2018 yakni sebesar,
1.643.681,13 ton Beberapa upaya yang telah dilakukan dalam
rangka meningkatkan pertumbuhan PDRB sub kategori perikanan
Jawa Timur antara lain meningkatkan kapasitas SDM pelaku
usaha kelautan dan perikanan melalui pelatihan/bimtek,
Pemberian bantuan sarana alat penangkapan ikan (API) dan Alat
bantu penangkapan ikan (ABPI) yang ramah lingkungan dan
sesuai peraturan perundangan yang berlaku dan tidak hanya
berorientasi terhadap peningkatan kuantitas namun juga
terhadap peningkatan mutu/kualitas hasil tangkapan agar
mendapatkan nilai jual yang tinggi di pasaran kepada nelayan,
Pemulihan sumber daya ikan di laut dengan underwater
restocking dan penebaran benih ikan di perairan umum daratan
(PUD), Perbaikan sumberdaya habitat ikan di laut melalui
pembangunan rumah ikan (fish apartement) guna mendukung
peningkatan ketersediaan sumber daya ikan sehingga dapat
meningkatkan potensi sumber daya ikan di laut, Pemberian
bantuan pelayanan pengurusan dokumen kapal penangkapan
ikan agar nelayan dapat beroperasional secara maksimal terkait
sarana yang digunakan layak secara teknis dan lengkap
administrasinya sehingga dapat mengurangi tindak illegal fishing,
Penerapan sistim rantai dingin (Cold Chain System/CCS), yaitu
melengkapi palka yang berinsulasi di kapal nelayan dan
penggunaan es batu pada hasil tangkapan serta pembangunan
cold storage di pelabuan-pelabuhan perikanan. Pertemuan,
pembinaan dan sosialisasi terkait upaya peningkatan produksi
perikanan tangkap kepada para pelaku usaha perikanan tangkap
di Jawa Timur. Intensifikasi produksi perikanan budidaya yakni
pengembangan kawasan budidaya dengan pemberian paket
saprodi budidaya perikanan, Pengembangan klaster komoditas
perikanan unggulan berpotensi ekspor yakni pengembangan
komoditas unggulan berpotensi ekspor di kawasan budidaya
yang berpotensi, Fasilitasi program anti kemiskinan dengan
pemberian paket-paket bantuan berupa sarana budidaya
perikanan bagi rumah tangga miskin, Pengembangan induk dan
benih unggul yang dilakukan oleh Unit Pelaksana Teknis
Perikanan Budidaya guna penyediaan induk dan benih unggul
bagi pembudidaya ikan di Jawa Timur, Fasilitasi program pakan
mandiri dengan memberikan paket hibah berupa alat pengolah
pakan ikan beserta bahan baku pakan ikan, Pengendalian hama
penyakit ikan dan lingkungan budidaya melalui monitoring hama
penyakit ikan dan pemakaian obat ikan, monitoring lingkungan
budidaya, pemberian paket hibah berupa alat pengukur kualitas
air, Pertemuan, pembinaan dan sosialisasi terkait upaya
peningkatan produksi perikanan budidaya kepada para pelaku
usaha perikanan budidaya di Jawa Timur, Pemberdayaan
masyarakat pesisir, Rehabilitasi mangrove dan terumbu karang
pada kawasan pesisir pantai di Jawa Timur, Penyusunan dokumen
kadaster di ruang Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Inisiasi
pembentukan zonasi kawasan konservasi perairan di Provinsi
Jawa Timur, Pembuatan dan pemasangan tugu pasti (pasang
surut tertinggi) dan patok laut di ruang batas kewenangan
pengelolaan antara Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Kendala utama yang menjadi faktor penghambat dalam upaya
meningkatkan pertumbuhan PDRB Sub Kategori Perikanan yaitu :
Ketersediaan stok sumber daya ikan (SDI) yang terbatas;
Belum optimalnya sarana dan prasarana pelabuhan
perikanan dalam mendukung usaha perikanan tangkap.
Biaya pakan yang tinggi masih menjadi kendala bagi
pembudidaya, pemberian paket hibah berupa mesin pelet
masih belum menjangkau ke semua pembudidaya ikan air
tawar.
Sebagian besar pembudidaya masih menerapkan teknologi
konvensional dan belum menerapkan inovasi teknologi pada
unit usaha budidayanya.
Keterbatasan bahan baku ikan untuk mencukupi kebutuhan
industri pengolahan ikan di Jawa Timur.
Produktivitas garam belum optimal.
Rencana Tindak Lanjut yang akan dilakukan ke depan adalah
sebagai berikut : (1) Melakukan perbaikan sumberdaya habitat
dan stok sumberdaya ikan melalui pembangunan rumah ikan
serta pengkayaan ikan di laut dan perairan umum darat (PUD)
yang telah padat tangkap. Kinerja perikanan tangkap masih
sangat mungkin untuk ditingkatkan dengan memaksimalkan
potensi Pantai Selatan Jawa Timur yang masih relatif rendah
tingkat eksploitasinya; (2) Pemberian bantuan/hibah sarana
penangkapan ikan berupa alat tangkap jaring dan pancing serta
alat bantu penangkapan ikan berupa GPS untuk mempermudah
mencari lokasi penangkapan (fishing ground), penyediaan modal
usaha melalui pembangunan sarana dan prasarana pelabuhan; (3)
Intensifikasi produksi perikanan budidaya melalui kegiatan
pemberian paket hibah perikanan budidaya, pakan mandiri dan
obat ikan; pelatihan teknis perbenihan dan budidaya ikan;
apresiasi kepada kelompok pembudidaya ikan (pokdakan);
perbaikan mutu induk dan benih, alih teknologi (adopsi teknologi
hasil penelitian); Intensifikasi, pemanfaatan lahan terbatas
budidaya ikan dengan memanfaatkan lahan di pekarangan,
sekolah pondok pesantren/panti asuhan, Lembaga
Pemasyarakatan, Sistem Bioflok, pemanfaatan tambak porous
dengan pemlastikan HDPE; (4) Sosialisasi dan alih teknologi baru
kepada pembudidaya ikan yang dilakukan oleh UPT maupun
instalasi budidaya lingkup Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi
Jawa Timur dan juga dengan pemberian paket hibah untuk
teknologi baru yang akan diterapkan sebagai contoh budidaya
lele sistem bioflok; (5) Mendorong peningkatan usaha kelautan
dan perikanan kecil dan menengah (6) Selain melaksanakan
kegiatan rehabilitasi juga dilakukan upaya konservasi dengan
melibatkan masyarakat melalui kegiatan bimtek dan sosialisasi
konservasi mangrove dan terumbu karang berkelanjutan.
4. Sektor Pertanian masih tingginya tingkat kehilangan hasil
pertanian karena keterbatasan sarana prasarana, daya saing
produk pertanian relatif masih rendah karena kualitas sumber
daya manusia yang juga relatif masih rendah dan teknologi
pertanian yang masih terbatas, Harga beberapa komoditas
pertanian yang berfluktuatif yang relatif tidak stabil yang salah
satunya disebabkan oleh kebijakan import oleh Pemerintah.
5. Indikator Persentase kontribusi sub kategori kehutanan dan
penebangan kayu terhadap PDRB. Tingkat produksi kayu di
Jawa Timur yang berasal dari hutan negara (hutan produksi)
maupun hutan rakyat memberikan andil bagi kontribusi sub
kategori kehutanan dan penebangan kayu terhadap PDRB. Salah
satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan produksi kayu
melalui pengambangan hutan rakyat dengan jenis tanaman
berdaur pendek yang disesuaikan dengan karakteristik wilayah
dan bernilai komersial (sengon, jabon, jati).
6. Permasalahan pada bidang industri dan perdagangan,antara
lain Masih rendahnya daya saing, produktifitas, efisiensi, kualitas
dan jaringan pemasaran industri di Jawa Timur, Masih tingginya
ketergantungan impor bahan baku penolong, biaya logistik antar
daerah lebih mahal dibandingkan biaya logistik ke Luar Negeri
khususnya ke Singapura, ada permasalahan di konektivitas antar
daerah, Diera digital seperti saat ini masih banyak IKM Jawa Timur
yang menjalankan bisnis/usahanya secara konvensional. Berikut
adalah beberapa rencana tindak lanjutnya:
a. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan daya saing
industri, produktifitas, efisiensi, kualitas dan jaringan
pemasaran industri di Jawa Timur, Disperindag telah
melakukan strategi pembinaan IKM secara Paripurna yaitu
pembinaan secara menyeluruh mulai dari sisi produksi
sampai dengan barang jadi dan pemasarannya. Dari sisi
Produksi pembinaan dilakukan oleh bidang Industri, UPT
Industri antara lain dengan peningkatan kualitas SDM IKM
melalui berbagai pembinaan pelatihan, mendorong
tumbuhnya wirausaha IKM baru, penguatan kelembagaan
IKM dalam menghadapi persaingan global, peningkatan
skala IKM, penjaminan pembiayaan usaha yang kompetitif,
Pengembangan kemitraan dengan industri menengah dan
besar, pengembangan & penataan sentra IKM unggulan,
kemudian setelah produk jadi pembinaan bergeser kepada
UPT PMPI antara lain dengan melakukan berbagai fasilitasi
standardisasi dan Kekayaan Intelektual, antara lain SNI, Merk,
Barcode, uji nutrisi, uji produk, fasilitasi desain produk dan
kemasan, kemudian setelah produk jadi siap dan layak
dipasarkan pembinaan bergeser ke bidang perdagangan dan
UPT Perdagangan antara lain dengan pelatihan pemasaran
baik ekspor maupun lokal, pelatihan tata niaga ekspor,
peningkatan pemasaran dengan tekhnologi informasi
(marketing online), fasilitasi uji pasar, fasilitasi pameran,
optimalisasi misi dagang, temu bisnis melalui optimalisasi
pemanfaatan KPD Jawa Timur yang ada di 26 provinsi mitra.
b. Untuk mengatasi permasalahan tingginya ketergantungan
impor bahan baku penolong, upaya yang dilakukan adalah
dengan menerapkan system online dashboard PEPI
(Peningkatan Ekspor Pengendalian Impor), diharapkan
mampu mengeliminasi asimetri informasi ketersediaan
bahan baku dalam negeri (e-raw material).
c. Untuk meningkatkan Neraca Perdagangan Jawa Timur
khususnya perdagangan antar provinsi/daerah upaya yang
dilakukan antara lain penguatan Kantor Perwakilan Dagang
(KPD), optimalisasi misi dagang, temu bisnis dan promosi
antar provinsi;
d. Untuk dapat mentransformasi dari IKM konvensional
menjadi IKM digital, upaya yang dilakukan oleh Dinas
Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Timur, antara
lain menginisiasi MOU antara Pemprov Jatim dengan PT.
Bukalapak, yang telah ditandatangani oleh Gubernur Jawa
Timur dengan perwakilan PT. Bukalapak, pada tanggal 5
November 2018 di gedung Negara Grahadi.
e. Adapun isi MOU tersebut antara lain kerjasama
pengembangan dan promosi Produk Unggulan Jawa Timur
yaitu bridging IKM dengan marketplace (kolaborasi pelatihan
bagi calon pelapak dengan pilot project sebanyak 1.294
IKM), kerjasama dalam rangka penguatan UKM ritel dengan
sasaran toko kelontong melalui “Buka Warung Bapok”
7. Sektor Pariwisata, Pembangunan Kepariwisataan di Provinsi Jawa
Timur telah mengacu pada dokumen Rencana Induk
Pembangunan Kepariwisataan Provinsi yang selanjutnya di sebut
RIPPARPROV untuk periode 15 (lim belas) tahun sejak tahun
2017 sampai dengan tahun 2032. Dokumen RIPPARPROV telah di
syahkan dan mendapatkan persetujuan bersama Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Timur dan Gubernur
kedalam Peraturan Daerah Nomor : 6 Tahun 2017 tentang
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Jawa Timur
Tahun 2017-2032. Pembangunan Kepariwisataan berdasarkan
sokumen Ripparprov diselenggarakan secara terpadu oleh
pemerintah, pemerintah daerah, dunia usaha, dan masyarakat.
Pelaksanaan dalam tiga (3) tahap sebagai berikut:
a. Tahap I, Tahun 2017-2019;
b. Tahap II, Tahun 2020-2025;
c. Tahap III, Tahun 2026-2032;
Dalam Perda Riparprov terdapat di dalamnya sebagai pedoman
dalam pembangunan kepariwisataan provinsi meliputi : Pembangunan
DPP, Pembangunan Pemasaran Pariwisata Provinsi, Pembangunan
Industri Pariwisata Provinsi dan Pembangunan Kelembagaan
Kepariwisataan Provinsi. Penjabaran dari Pembangunan DPP meliputi :
Perwilayahan Destinasi Pariwisata, Pembangunan DTWP,
Pembangunan Aksesibilitas Pariwisata, Pembangunan prasarana
umum, kualitas umum dan fasilitas pariwisata, Pemberdayaan
masyarakat melalui kepariwisataan dan Pengembangan investasi
dibidang pariwisata.
Pembangunan Destinasi Pariwisata Provinsi (DPP) meliputi :
perwilayahan Destinasi Pariwisata, Pembangunan DTWP
Pembangunan Aksesibilitas Pariwisatam Pembangunan Prasarana
Umum, Fasilitas Umum dan Fasilitas Pariwisata, Pemberdayaan
Masyarakat melalui Kepariwisataan dan Pengembangan Investasi
dibidang Pariwisata. Perwilayahan Destinasi Pariwisata meliputi 5 (lima)
DPP yang tersebar di 38 (tiga puluh delapan) kabupaten/kota dan
terdiri dari 19 (sembilan belas) KSPP yang tersebar di 5 (lima) DPP.
Pembangunan DPP dan KSPP senantiasa memperhatikan aspek
budaya, sosial dan agama masyarakat setempat.
(1) Perwilayahan 5 (lima) DPP terdiri dari :
a. DPP Surabaya - Ziarah Waliullah– Trowulan dan sekitarnya;
b. DPP Malang Raya – Bromo dan Sekitarnya;
c. DPP Karst Pacitan – Lawu – Kelud- Wilis dan sekitarnya;
d. DPP Ijen Baluran – Meru Betiri – Alas Purwo dan
Sekitarnya;dan
e. DPP Madura dan Sekitarnya.
(2) Perwilayahan 19 (sembilan belas) KSPP sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) huruf b terdiri dari :
a. KSPP Tuban – Lamongan – Gresik dan Sekitarnya;
b. KSPP Surabaya Kota dan Sekitarnya;
c. KSPP Trowulan - Jombang dan Sekitarnya;
d. KSPP Bawean Kepulauan dan Sekitarnya;
e. KSPP Batu dan Sekitarnya;
f. KSPP Bromo – Tengger – Semeru dan Sekitarnya;
g. KSPP Pantai Malang Selatan dan Sekitarnya;
h. KSPP Tahura R. Soerjo dan Sekitarnya;
i. KSPP Singosari dan Sekitarnya;
j. KSPP Kelud dan Sekitarnya;
k. KSPP Selingkar Wilis dan Sekitarnya;
l. KSPP Karst Pacitan dan Sekitarnya;
m. KSPP Sarangan - Lawu dan Sekitarnya;
n. KSPP Ijen – Baluran dan Sekitarnya;
o. KSPP Meru Betiri dan Sekitarnya;
p. KSPP Banyuwangi dan Sekitarnya;
q. KSPP G Land – Alas Purwo dan Sekitarnya;
r. KSPP Bangkalan – Sampang - Pamekasan dan Sekitarnya; dan
s. KSPP Sumenep dan Sekitarnya.
Daya Tarik Wisata Provinsi dalam 4 kategori:
a. “Perintisan” adalah upaya pengembangan yang dilakukan
dengan membuka dan membangun Daya Tarik Wisata
Provinsi baru di Destinasi Pariwisata Provinsi, dalam rangka
mengembangkan peluang pasar yang ada
b. “Pembangunan” adalah upaya pengembangan yang
dilakukan dengan meningkatkan kualitas Daya Tarik Wisata
yang sudah ada dalam upaya meningkatkan minat, dan
loyalitas segmen pasar yang sudah ada serta memperluas
cakupan wilayah Daya Tarik Wisata yang sudah ada atau
pengembangan ke lokasi baru berdasar pada inti (nucleus)
yang sama.
c. “Pemantapan” adalah upaya pengembangan yang
dilakukan dengan menciptakan Daya Tarik Wisata baru yang
memiliki jenis berbeda dalam upaya menangkap peluang
pasar baru.
d. “Revitalisasi” adalah upaya pengembangan yang dilakukan
dengan perbaikan kondisi dan kualitas Daya Tarik Wisata
yang ada yang mengalami degradasi dalam upaya menjaga
keberlanjutan dan meningkatkan kualitas serta daya saing
produk untuk menarik pangsa pasar yang sudah ada
maupun peluang pasar wisata baru.
8. Sektor Perternakan Meningkatnya pertumbuhan PDRB Sub
Kategori Peternakan tersebut dipengaruhi antara lain oleh
peningkatan populasi ternak sebagai dampak naiknya angka
kelahiran ternak, peningkatan produksi telur, dan peningkatan
produksi susu. Hal ini tidak terlepas dari upaya yang dilakukan
Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dalam penyelenggaraan
peningkatan produksi dan produktivitas peternakan antara lain
melakukan pembinaan dan pemberian fasilitas dalam upaya
meningkatkan kualitas bibit, permodalan, diversifikasi produk dan
pemasaran hasil peternakan sehingga diharapkan adanya
perubahan pola pikir dan gairah masyarakat untuk menjadi petani
ternak yang berdaya saing; melakukan penanganan gangguan
reproduksi dan pembinaan kepada peternak tentang pencegahan
gangguan reproduksi pada ternak betina produktif, melakukan
penguatan di kawasan check point melalui kerjasama dan
koordinasi dengan dinas kabupaten/kota dan kepolisian untuk
meningkatkan pengawasan terhadap keluar masuknya ternak
melalui jalur-jalur ilegal.
9. Sektor Perkebunan penyebab keberhasilan capaian Kinerja
untuk kegiatan intensifikasi tanaman semusim dan tanaman
tahunan perkebunan, didukung oleh keadaan iklim pada tahun
2018 yang menunjukkan kondisi yang stabil, sehingga sangat
mendukung bagi capaian kinerja tanaman perkebunan pada
sektor peningkatan produksi. Penyaluran bantuan hibah pupuk
bagi calon kelompok tani penerima manfaat yang telah sesuai
dengan permintaan calon kelompok tani penerima manfaat
melalui proposal yang diajukan, turut mendukung kinerja
peningkatan produksi tanaman perkebunan, meskipun sempat
ditemukan sedikit kendala akibat dari tertundanya distribusi
bantuan hibah bagi calon kelompok tani penerima manfaat.
Kendala yang dihadapi ialah kesiapan kelompok tani calon
penerima manfaat, khususnya pada kesiapan lahan. Hal ini
dikarenakan ketika diadakan verifikasi lapang, lahan kelompok
tani yang bersangkutan telah beralih ke komoditi lain, namun
kendala tersebut tidak lebih dari 1 persen dari target kinerja.
Kendala tersebut disebabkan oleh pelaksanaan kegiatan yang
mengalami penundaan karena terbitnya Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 222 Tahun 2017 tentang Penggunaan,
Pemantauan, dan Evaluasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau
yang mengharuskan bagi setiap kegiatan yang anggarannya
bersumber dari DBHCHT untuk melakukan penyesuaian
nomenklatur berdasarkan Peraturan tersebut. Rencana tindak
lanjut dari kendala yang dihadapi di tahun 2018 sebagimana yang
telah dijelaskan di atas ialah dengan menyusun perencanaan
sistematis dan terukur bagi setiap kegiatan, agar bantuan hibah
yang diperuntukkan bagi calon kelompok tani penerima manfaat,
tersalurkan tepat pada waktunya.
3.2.1.2.15. Meningkatnya ketersediaan dan kualitas layanan
infrastruktur strategis
Hal-hal utama yang menjadi penyebab permasalahan antara lain :
a. Terhadap kinerja Infrastruktur Jalan (Persentase Jalan dalam
Kondisi Mantap). Upaya yang telah dilakukan adalah
pemeliharaan rutin jalan dengan menambal setiap ada lubang
dengan segera agar tidak memperparah kerusakan sepanjang
1.421 km. Pemeliharaan berkala jalan diseluruh ruas jalan provinsi
terutama jalan strategis untuk kepentingan mobilitas barang dan
jasa serta masyarakat sepanjang 142,40 km serta peningkatan
jalan sepanjang 62,70 km. Rencana tindak lanjut dengan
meningkatkan peran Satuan Tugas (Satgas) UPT Bina Marga
sebagai ujung tombak penanganan pemeliharaan jalan,
meningkatkan ketersediaan jumlah dan kualitas peralatan
kontruksi dan penunjang serta peningkatan kualitas SDM tenaga
yang berkompeten melalui penidikan dan pelatihan pembekalan
pengamat jalan dan juru jalan, pembakalan pengawas jalan dan
jembatan. Inovasi Pelayanan Jalan Provinsi Jawa Timur melalui
Mobil Lab Keliling dan penggunaan cold milling di 11 UPT.
b. Untuk peningkatan capaian kinerja Rasio Elektrifikasi di Jawa
Timur dibutuhkan koordinasi yang baik dengan PLN Distribusi
Jawa Timur mulai dari tahap inventarisasi rumah tangga belum
berlistrik sampai dengan distribusi listrik kepada masyarakat
dengan menambah cadangan infrastruktur ketenagalistrikan
sehingga bantuan untuk masyarakat miskin berupa hibah IR/SR
dapat meningkatkan RE di Jawa Timur. Untuk tahun 2018
sebanyak 229 Sambungan Rumah menyumbang kontribusi
peningkatan RE Jawa Timur sebesar 2,29% dari RE tahun 2017
sebesar 91,58% menjadi 93,87% di tahun 2018. Belum
terealisasinya Rasio Elektrifikasi 100 % di Jawa Timur disebabkan
oleh beberapa faktor diantaranya adalah kondisi geografi wilayah
di Jawa Timur sangat variatif, terutama di kepulauan madura yang
RE kabupaten masih sangat rendah dikarenakan kondisi
geografisnya banyak terdiri dari kepulauan yang mana belum ada
sarana infrastruktur yang menunjang. Adapun sebagai rencana
tindak lanjut untuk memenuhi kebutuhan listrik bagi 918.651
Rumah Tangga di Jawa Timur yang belum berlistrik dibutuhkan
langkah langkah sebagai berikut :
1. Meningkatkan kegiatan hibah bantuan Sambungan Listrik dan
Instalasi Listrik bagi masyarakat miskin yang sudah ada
infrastruktur dari PLN ;
2. Meningkatkan kegiatan pembangunan Pembangkit Listrik
Tenaga Surya dan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro di
daerah-daerah yang tidak terjangkau oleh jaringan distribusi
listrik PLN yang memanfaatkan sumber daya local, utamanya
di daerah pegunungan yang bersumber dari pendanaan
daerah dan Pusat..
3. Berkoordinasi dengan PT PLN Wilayah Jawa Timur terkait
kesiapan infrastruktur ketenagalistrikan di daerah
pedesaan/terpencil dan kepulauan khususnya di Kabupaten
Madura.
c. Faktor penyebab kegagalan pencapaian Indikator Kinerja
Persentase Pelayanan Air untuk Irigasi adalah terkendala oleh
waduk-waduk kewenangan pusat masih dalam tahap
penyelesaian. Layanan air untuk irigasi, upaya lainnya yang
dilakukan adalah melaksanakan operasi dan pemeliharaan
jaringan irigasi, rehabilitasi jaringan irigasi, desain peningkatan
areal irigasi teknis, pembangunan embung-embung kecil, desain
pemanfaatan exsungai (kali mati) sebagai tampungan, normalisasi
rutin waduk, normalisasi sungai dengan alat berat, LSRIP (Lower
Solo River Improvment Project) di bengawan solo berupa
pembangunan tanggul, sudetan dan bangunan air lainnya.
Rencana tindak lanjut atas kegagalan layanan air untuk irigasi
adalah melakukan koordinasi dengan BBWS Brantas dan BBWS
Bengawan Solo untuk melaukan percepatan pembangunan
infrastruktur yang mendukung pelayanan air untuk irigasi.
d. Layanan Perhubungan, Layanan Perhubungan, terhadap rencana
tindak lanjut untuk meningkatkan layanan perhubungan strategi
yang akan dilakukan adalah :
1. Mengoptimalkan kinerja Terminal Tipe B dengan melengkapi
prasarana dan fasilitas terminal penumpang angkutan jalan di
26 terminal se-Jawa Timur (ruang tunggu penumpang, jalur
masuk dan keluar Bus Angkutan AKDP, Ruang Istirahat
Pengemudi, Area Parkir Kendaraan Bus dan Area untuk
rampcheck Kendaraan)
2. melakukan pemeliharaan prasarana dan fasilitas terminal
sehingga dapat berfungsi optimal
3. membangun manajemen sistem informasi terminal
penumpang angkutan jalan (Pengembangan sistem informasi
di 26 terminal se-Jawa Timur yang terhubung dengan Jawa
Timur Transportation Control Centre dan mengembangkan E-
Ticketing Pelayanan Angkutan AKDP di Jawa Timur;)
4. melakukan standarisasi ISO 9001 terhadap pelayanan terminal
5. pembinaan teknis petugas terminal
6. melakukan survey load factor dan melakukan evaluasi
kebutuhan pelayanan armada AKDP di Jawa Timur.
Kinerja Persentase Sub Sektor Transportasi terhadap PDRB
didukung dengan pembangunan sarana prasarana pelabuhan laut
khususnya pada wilayah kepulauan (Pembangunan dermaga,
breakwater, lapangan penumpukan) sehingga mampu
mengoptimalkan kegiatan bongkar muat barang dan membuka
keterisoliran wilayah
MISI III “Meningkatkan Pembangunan yang Berkelanjutan dan
Penataan Ruang”
3.2.1.2.16. Meningkatnya kualitas lingkungan hidup, serta
melestarikan ketersediaan sumber daya alam dan
fungsi lingkungan hidup
Indikator Kinerja Indeks Tutupan Hutan. Tutupan hutan di Jawa
Timur menunjukkan tren peningkatan setiap tahunnya. Kondisi
tersebut tidak terlepas dari upaya yang telah dilakukan oleh
masyarakat dan pengelola kawasan hutan. Salah satu upaya yang
dilakukan oleh masyarakat adalah pembangunan hutan rakyat di lahan
milik dengan jenis tanaman yang disesuaikan dengan karakteristik
wilayah dan memiliki nilai komersial. Dampak positif dari
pembangunan hutan rakyat yang umumnya dilakukan di lahan-lahan
marginal/kritis adalah meningkatnya fungsi lahan dan peranannya
sebagai sistem penyangga kehidupan (mencegah banjir dan mengatur
tata air) selain nilai ekonomi yang diperoleh masyarakat. Adapun
kawasan hutan di Jawa Timur yang dikelola oleh negara dalam hal ini
Perhutani Divre Jawa Timur, UPT Kementerian LHK di Jawa Timur, dan
Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur dipertahankan keberadaannya
sesuai dengan fungsinya sebagai hutan produksi, hutan lindung, dan
hutan konservasi. Mengingat peranan hutan sebagai sistem
penyangga kehidupan, kegiatan reboisasi terus dilakukan terutama
pada areal-areal bekas kebakaran dan tebangan agar fungsi lahan
hutan kembali seperti semula. Rencana tindak lanjut adalah
pemberdayaan masyarakat melalui hutan rakyat sebagai upaya
rehabilitasi di luar kawasan hutan dan pemberdayaan masyarakat
melalui pola kemitraan dengan melibatkan masyarakat dalam
rehabilitasi di dalam kawasan hutan sesuai ketentuan yang berlaku
.
3.2.1.2.17. Terwujudnya kepastian penyelenggaraan penataan
ruang
Ketaatan terhadap rencana tata ruang wilayah juga
menghadapi permasalahan akan tingginya tinggkat pertumbuhan
penduduk serta tingkat urbanisasi perkotaan yang semakin meningkat.
Penggunaan lahan pertanian yang semakin sempit karena
perkembangan permukiman penduduk serta penggunaan lahan
sebagai permukiman ilegal masih menjadi permasalahan yang
membuat capaian indikator luas kawasan yang peruntukannya sesuai
dengan RTRW belum tercapai. Rencana tindak lanjut terhadap
permasalahan tersebut adalah upaya penguatan regulasi tata ruang,
kerjasama urusan tata ruang lintas kabupaten/kota, dilakukannya
pelatihan dan bimbingan teknis terhadap aparat kabupaten/kota,
dilakukannya pemantauan dan evaluasi pemanfaatan ruang serta
mengoptimalkan fungsi RTRW sebagai acuan pembangunan di
daerah.
MISI IV “Meningkatkan Reformasi Birokrasi dan Pelayanan
Publik”
3.2.1.2.18. Meningkatnya pemanfaatan TIK dan layanan
informasi publik
Hasil Pemeringkatan tingkat nasional keterbukaan informasi
Badan Publik tahun 2018 masuk katagori dengan predikat “Cukup
Informatif” dan menduduki peringkat ke-10, dikarenakan
ketertinggalan Pemprov. Jatim dalam menerapkan sistem innovasi
dalam PPID dan pengelolaan tata kelola pemerintahan yang baik dan
bersih belum menjai bagian dari budaya kinerja sehingga berpengaruh
pada penilaian kinerja PPID Provinsi Jawa Timur. Rencana tindak
lanjut kedepannya PPID Provinsi Jawa Timur berupaya untuk
memperbaiki sistem PPID (aplikasi dan konten informasi) dalam
mengimplementasikan keterbukaan informasi publik sesuai dengan
amanat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik.
3.2.1.2.19. Meningkatnya ketersediaan dokumen statistik yang
terpercaya dan berkualitas
Ketersediaan dokumen statistik pada capaian tahun 2018
masih belum optimal dikarenakan urusan statistik merupakan
rumpunan baru yang mulai dilaksanakan pada tahun awal tahun 2018
seiring dengan perubahan RPJMD. Perkembangan urusan statistik saat
ini adalah masih dalam tahap penyusunan regulasi tentang data
statistik. Selanjutnya pada tahun 2019 ketersediaan dokumen statistik
baru mulai dilaksanakan pada triwulan I. Ketersediaan dokumen
statistik dalam rangka mendukung Jawa Timur Smart Province yaitu
Smart Economy, Smart Environment, dan Smart Goverment.
3.2.1.2.20. Meningkatnya pemanfaatan TIK dalam pengamanan
informasi
Sebagai usaha dalam hal pengamanan informasi Pemerintah
Provinsi melakukan pengamanan berkelanjutan atas segala informasi
baik yang keluar maupun yang masuk. Upaya pengamanan informasi
yang paling utama adalah terkait dengan pengamanan aplikasi. Hal ini
dilakukan sebagai bentuk tindak lanjut menjaga kerahasiaan informasi
yang ada. Dinas Kominfo telah melakukan sosialisasi Indeks KAMI
(Keamanan Informasi) untuk mendapatkan gambaran kondisi kesiapan
kerangka kerja keamanan informasi baik di lingkungan Pemerintah
Provinsi Jawa Timur dan Kab/Kota mulai dari SDM, Tata Kelola,
Regulasi, Legal Software.
3.2.1.2.21. Meningkatnya pengelolaan arsip pemerintah daerah
yang tertib, rapi dan handal
Metode yang digunakan dalam mencapai kinerja ini adalah
dengan dilakukannya pengawasan internal pada OPD dilingkungan
Pemerintah Provinsi Jawa Timur meliputi pengisian formulir,
wawancara dan pengamatan langsung terhadap pengelolaan arsip
dinamis, aspek SDM Kearsipan, aspek prasarana dan sarana kearsipan.
Hasil yang didapat memang belum sesuai dengan yang diharapkan
dari 47 OPD yang dinyatakan baik atau yang telah melaksanakan
tertib arsip baru 19 OPD. Rencana tindak lanjut memacu
penyelenggaraan tertib arsip di setiap OPD sampai desa/kelurahan
sebagai penyelenggara pemerintahan terkecil, dengan melakukan
pembinaan intensif dan pendampingan, meningkatkan sarana dan
prasarana kearsipan, meningkatkan kualitas dan kuantitas SDM
pengelola Kearsipan, sehingga mampu menyelenggarakan
pengelolaan kearsipan sesuai standar minimal yang ditentukan.
3.2.1.2.22. Meningkatnya kualitas perencanaan, penganggaran,
dan pengendalian program serta kegiatan
pembangunan
Upaya pencapaian kinerja ini diarahkan pada 2 (unsur) yakni
perencanaan serta pengendalian dan evaluasi. Di unsur perencanaan
terdapat faktor-faktor yang menjadi bagian dari proses pencapaian
kinerja ini yaitu penyelarasan sasaran-sasaran RPJMN dengan RPJMD
Provinsi Jawa Timur serta mensinergiskan prioritas-prioritas
pembangunan sesuai dengan RKP yang dituangkan dalam RKPD.
Sinergitas prioritas ini merangkum proses-proses perencanaan baik
vertikal dan horisontal dengan pendekatan bertahap dari Pusat –
Provinsi – Kabupaten/Kota melalui Rapat Koordinasi Teknis serta
Musrenbang melalui filterisasi usulan yang didiskusikan bersama
dengan pedoman Prioritas Pembangunan. Hal yang menjadi faktor
keberhasilan dalam proses ini adalah ketepatan dalam
mengidentifikasi permasalahan dan mengkomunikasikannya secara
vertikal dan horisontal sehingga dapat menjadi bahan perumusan
kebijakan pembangunan tahunan sehingga usulan yang diakomodir
lebih terarah dan sesuai dengan kebijakan/prioritas di tahun tersebut
dan sesuai dengan kewenangan masing-masing. Rencana tindak lanjut
yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatan kualitas identifikasi
permasalahan dan sinergitas dalam perumusan kebijakan khususnya
sebagai bahan perumusan Prioritas.
Berikutnya dalam ranah pengendalian dan evaluasi salah
satunya dipengaruhi oleh fungsi Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah dalam mengawal penyusunan dokumen perencanaan
pembangunan. Rencana tindak lanjut dalam mendukung hal tersebut
dilakukan dengan meningkatkan disiplin penyusunan dokumen
perencanaan pembangunan sesuai dengan prosedur penyusunan
yang diamanatkan dalam Peraturan Kementerian Dalam Negeri
Nomor 86 Tahun 2017 yang diharapkan dapat mempertajam kualitas
dokumen dan efektifitas program kegiatan. Selanjutnya untuk
meminimalisir ketidakselarasan dokumen, maka dilakukan perbaikan
Sistem Informasi (e-planning) yang bersifat Single Sign On sehingga
memudahkan Perangkat Daerah serta Kabupaten/Kota dalam
mengentry usulan dalam satu kali entry baik jangka menengah
maupun tahunan sehingga dapat terjaga konsistensi antara dokumen
perencanaan daerah dengan dokumen perencanaan perangkat
daerah. Peningkatan kualitas sistem juga didukung dengan integrasi
e-planning dan e-budgetting sebagai integrasi antara perencanaan
dengan penganggaran sehingga pagu anggaran yang tercantum
dalam dokumen perencanaan dapat menyajikan rincian sesuai
kebutuhan. Kedepannya, integrasi ini diharapkan dapat dikembangkan
dan terintegrasi dengan sistem evaluasi baik kinerja dan anggaran.
Selain itu dalam upaya menyempurnakan perencanaan
pembangunan juga didukung dengan penelitian dan pengembangan.
Peningkatan hasil penelitian dan pengembangan yang
dimanfaatkan disebabkan oleh meningkatnya koordinasi Balitbang
dengan Perangkat Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota sehingga
kegiatan kelitbangan yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan
daerah. Dalam hal peningkatan persentase Perangkat Daerah
Provinsi dan Kabupaten/Kota yang memiliki kegiatan mendukung
Sistem Inovasi Daerah Jawa Timur sudah memiliki capaian kinerja
yang cukup baik karena seluruh PD Provinsi dan Kab./ Kota sudah
menyadari akan pentingnya SIDa.
3.2.1.2.23. Meningkatnya transparansi, akuntabililitas
penyelenggaraan pemerintahan daerah, kualitas
pengelolaan keuangan Pemerintah Provinsi Jawa
Timur dan Kabupaten/Kota di Jawa Timur
Penyebab kondisi keberhasilan dan kegagalan dijelaskan sebagai
berikut:
1. Kinerja Jumlah Pendapatan Asli Daerah. Meningkatnya posisi
PAD Provinsi Jawa Timur tentunya tidak lepas dari berbagai usaha
yang dilakukan oleh Pemprov Jatim. Pendapatan Asli Daerah
(PAD) merupakan semua penerimaan yang diperoleh daerah dari
sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut
berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Pada tahun 2011,
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Jawa Timur sebesar Rp.
8,898 trilyun, dan meningkat pada tahun 2017 menjadi Rp. 17,324
trilyun. Sementara itu pada tahun 2018, Pendapatan Asli Daerah
(PAD) Provinsi Jawa Timur sebesar Rp. 18,549 trilyun. Semakin
meningkatnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) mencerminkan
kemampuan suatu daerah dalam membiayai kegiatan pemerintah
dan pembangunan daerah.
2. Kinerja Nilai Opini BPK yang dicapai di tahun 2018 atas laporan
keuangan Pemerintah Daerah TA. 2017 terdapat beberapa
kendala yang dihadapi yaitu adanya kelemahan sistem
pengendalian intern dalam penyusunan laporan keuangan, antara
lain hasil serah terima Aset Tetap Pemerintah Kabupaten/Kota
kepada Pemerintah Provinsi Jawa Timur belum dicatat secara
akurat dan belum didukung dengan serah terima Bukti
Kepemilikan dan penyimpanan serta pelaporan dana BOS pada
Sekolah Menengah Negeri masih belum memadai.
Ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-
undangan dalam pengelolaan keuangan daerah antara lain,
realisasi belanja hibah untuk modal usaha simpan pinjam yang
tidak sesuai dengan pertanggungjawabannya dan paket
pekerjaan belanja modal yang tidak sesuai dengan kontraknya.
Rencana tindak lanjut yang dilakukan yakni melakukan
rekonsiliasi dan koordinasi dengan Pemerintah Kabupaten/Kota
atas nilai aset tetap dan penyerahan bukti kepemilikan atas aset
tetap yang telah diserahkan, penyampaian laporan penggunaan
dana BOS secara tertib dan akurat sesuai dengan bukti-bukti
transaksi yang lengkap dan sah. Untuk meningkatan kualitas
mutu pengelolaan keuangan daerah yang handal maka perlu
diterapkan implementasi System Development Life Cycle
(Pengembangan Sistem Aplikasi Berkelanjutan) yang merupakan
sistem aplikasi yang saling terintegrasi dalam pengelolaan
teknologi informasi dan didukung regulasi pengelolaan keuangan
yang sesuai peraturan perundang undangan yang berlaku.
3. Kinerja Persentase Ketaatan terhadap Perundangan.
Beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam penetapan
peraturan perundangan adalah sebagai berikut:
a. Dianggap dapat menghambat investasi di daerah;
b. Tidak merupakan kewenangan Kabupaten/ Kota;
c. Merupakan kewenangan absolut dari Pemerintah Pusat;
d. Perintah aturan yang lebih tinggi cukup dengan Perkada
tetapi diatur dengan Perda;
e. Materinya merupakancopy paste dari peraturan perundang-
undanganyang lebih tinggi.
Target Kinerja Persentase Ketaatan terhadap Perundangan
dengan Target pada Tahun 2018 sebesar 80 OPD/ Kab/ Kota dan
telah tercapai seluruhnya 100%. Nilai target sebesar 80
merupakan gabungan dari jumlah Kab/ Kota sebanyak 38 Kab/
Kota dan 42 OPD di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur
yang ditetapkan sebagai target kinerja. Penilaian Ketaatan
terhadap peraturan perundangan dapat diketahui dari nilai
prestasi LPPD Kab/ Kota dan untuk 38 Kab/ kota di wilayah
Provinsi Jawa Timur yang mendapat prestasi nilai Sangat Tinggi
(ST) sebanyak 35 Kab/ Kota dan 3 Kab/ Kota mendapat prestasi
Tinggi (T). Sedangkan untuk ketaatan terhadap perundangan
dari 42 Target OPD Pemerintah Provinsi Jawa Timur sendiri
seluruhnya dapat dinilai dengan prestasi baik. Hal ini disebabkan,
Pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam aspek Pengelolaan
keuangan terhadap mendapat opini WTP dari BPK RI. Dari aspek
SAKIP telah mendapat nilai A dari Kementerian Pemberdayaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Sedangkan dari aspek
Penyelenggaraan Pemerintah Daerah menjadi peringkat pertama
7 kali berturut-turut LPPD.
Prestasi ini dapat dicapai dari sinergisitas OPD-OPD yang
melaksanakan / bertanggungjawab terhadap Kinerja Persentase
Ketaatan terhadap Peraturan Perundangan.Untuk Inspektorat
didalam melaksanakan pemeriksaan / pengawasan terhadap
aspek ketaatan terhadap peraturan perundangan telah dilakukan
secara komprehensif/ menyeluruh utamanya untuk aspek
ketaatan terhadap peraturan perundangan dalam pengelolaan
keuangan dan barang milik daerah serta tugas pokok dan
fungsi/ kinerja dari masing-masing OPD yang menjadi Obyek
Pemeriksaan.
4. Kinerja terhadap Nilai SAKIP dalam penerapan SAKIP di
Pemerintah Provinsi Jawa Timur melalui beberapa langkah guna
mewujudkan Akuntabilitas Kinerja Intansi Pemerintah adalah
melakukan diseminasi SAKIP, yaitu menyebarluaskan segala
informasi tentang SAKIP kepada seluruh (PD) Perangkat Daerah di
lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur, help desk bagi setiap
PD (Perangkat Daerah) penyusunan Indikator Kinerja Individu serta
Perjanjian Kinerja sampai dengan staf (jabatan pelaksana), melakukan
pendampingan penyusunan Laporan Kinerja Instansi Pemerintah
(LKjIP) kepada PD (Perangkat Daerah) dari Pejabat yang tertinggi
(Eselon II sampai dengan Jabatan Pelaksana/Staf) secara intensif,
melaksanakan pra evaluasi dan evaluasi SAKIP rutin setiap tahun
kepada seluruh PD (Perangkat Daerah) di lingkungan Pemerintah
Provinsi Jawa Timur oleh Tim Evaluasi yang terdiri dari Inspektorat,
Bappeda dan Biro Organisasi yang dibentuk dengan Keputusan
Gubernur, memberikan Reward and Punishment berdasarkan hasil
evaluasi SAKIP untuk ASN. Instrumen penilaian kinerja individu telah
menjadi parameter pemberian tunjangan pegawai. Dimana persentase
antara kinerja dan kehadiran menjadi 30 dibanding 70 persen.
Rencana tindak lanjut penyempurnaan penilaian kinerja individu
menjadi lebih baik dan persentase penilaian kinerja bisa
lebihmeningkat. Berupaya secara terus menerus untuk
mengintegrasikan dari sisi kelembagaan, perencanaan dan SDM
Aparatur yang ditempatkan sesuai kompetensinya, serta monitoring
dan pemantauan kinerja yang harus ditingkatkan melalui online,
kualitas pelaporan kinerja dan keandalan data serta validitas data
kinerja.
5. Predikat hasil evaluasi LPPD
Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 mengamanatkan bahwa
kepala daerah wajib menyusun laporan penyelenggaraan
pemerintahan daerah (LPPD) setiap tahunnya berdasarkan kinerja
di tahun sebelumnya untuk mengukur hasil penyelenggaran
pemerintah daerah di setiap urusan pemerintahan baik 24 (dua
puluh empat) urusan wajib dan 8 (delapan) urusan pilihan.
Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah ini kemudian,
dijadikan bahan evaluasi oleh pemerintah pusat setiap tahun
untuk menentukan peringkat dan status kinerja yang ditetapkan
dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri. Bagi pemerintah daerah
yang berhasil selama 3 (tiga) tahun berturut-turut menempati
posisi teratas di tingkat nasional, maka pemerintah daerah
tersebut akan mendapatkan tanda kehormatan yakni “Samkarya
Nugraha Parasamya Purnakarya Nugraha”.
Negara telah menganugerahkan tanda kehormatan “Samkarya
Nugraha Parasamya Purnakarya Nugraha” kepada Pemerintah
Provinsi Jawa Timur karena mampu melaksanakan program
pembangunan sesuai garis rencana kebijakan pembangunan lima
tahunan atau yang biasa dikenal REPELITA pada saat orde baru.
Setelah itu, pada Tahun 2014 dan 2017, Provinsi Jawa Timur
kembali mendapatkan tanda kehormatan tersebut atas
prestasinya dalam penyelenggaraan otonomi daerah selama 3
(tiga) tahun berturut-turut dengan nilai “sangat tinggi”. Prestasi
tersebut menjadi bukti sejarah bahwa Provinsi Jawa Timur, bisa
memperoleh hasil karya tertinggi di antara daerah-daerah lain di
Indonesia dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan.
Provinsi Jawa Timur telah 3 kali mendapatkan Parasamya
Purnakarya Nugraha sehingga layak disebut sebagai Provinsi
Parasamya. Prestasi ini bukan saja menjadi prestasi pemimpin
daerah, namun prestasi ini merupakan indikator keberhasilan
kinerja urusan yang ditangani Perangkat Daerah di Provinsi
maupun Kabupaten/Kota se Jawa Timur.
Kinerja yang terbaik bukan ditetapkan berdasarkan standard,
melainkan melalui proses perbandingan antara Pemerintah
Daerah, jadi bisa saja terjadi yang terbaik diantara yang terjelek
dalam pengisian realisasi capaian masing-masing. Terdapat data
Indikator Kinerja Kunci (IKK) sebanyak 792 IKK yang
diperbandingkan yaitu :
1. 38 (tiga puluh delapan) IKK pada tataran pengambil
kebijakan;
2. 672 (enam ratus tujuh puluh dua) IKK pelaksana kebijakan
pada seluruh organisasi perangkat daerah;
3. 77 (tujuh puluh tujuh) IKK pada 24 urusan wajib dan 6 urusan
pilihan, yang menjadi data agregasi Kabupaten/ Kota se Jawa
Timur.
Selama tujuh tahun terakhir (2011-2017), nilai LPPD Provinsi
Jawa Timur adalah Sangat Tinggi dan peringkat Pertama Nasional
berturut – turut yang berarti bahwa pembangunan di Jawa Timur
benar-benar dirasakan oleh masyarakat. Sedangkan untuk
capaian tahun 2018 masih menunggu rilis dari pemerintah pusat
pada April 2019.
6. Produk Hukum yang tidak bertentangan dengan peraturan
Perundang-undangan yang lebih tinggi
Indikator Persentase Produk Hukum yang tidak bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi,
kesusilaan dan kepentingan umum di dukung oleh 2 (dua) data
yakni Program Pembentukan Produk Hukum Provinsi dan
Program Pembinaan dan Pengawasan Produk Hukum Kabupaten
/ Kota dengan realisasi sebagai berikut :
a. Program Pembentukan Produk Hukum Provinsi Tahun 2018
yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi, kesusilaan dan kepentingan
umum yakni sebagai berikut Jumlah Produk Hukum
Provinsi yang disusun sebanyak 946 Produk hukum yang
terdiri dari 13 Perda, 141 Pergub dan 792 Kepgub. Dari semua
yang telah tersusun, tidak ada satu pun yang dibatalkan oleh
MahkamahAgung (MA) sehingga mencapai realisasi 100 %.
Dari realisasi tersebut didapat capaian kinerja sebesar : 117,64
%
b. Program Pembinaan dan Pengawasan Produk Hukum
Kabupaten / Kota Tahun 2018 yang tidak bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi,
kesusilaan dan kepentingan umum yakni sebagai berikut
Jumlah Produk Hukum Kabupaten/Kota yang masuk untuk
mendapatkan evaluasi/klarifikasi/fasilitasi sebanyak 476
produk hukum dan semua usulan sudah
terevaluasi/klarifikasi/fasilitasi. Sehingga realisasi kinerjanya
sebesar 100 %. Dari realisasi tersebut didapat capaian kinerja
sebesar : 117,64 %.
Dari kedua pengukuran diatas dapat diambil kesimpulan
bahwa Indikator Persentase Produk Hukum yang tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi, kesusilaan dan kepentingan umum yang merupakan
Indikator Kinerja Utama Eselon II (Kepala Biro Hukum) atau
merupakan Indikator Kinerja Daerah Kepala Daerah (Gubernur)
realisasinya sebesar 100%. Dan capaian kinerjanya sebesar
138,4%.
7. Persentase Rekomendasi Hasil Koordinasi Penyelenggaraan
Pemerintahan dan Pembangunan yang ditindaklanjuti
Kinerja Bakorwil Jawa Timur dengan Indikator Kinerja “Persentase
Rekomendasi Hasil Koordinasi Penyelenggaraan Pemerintahan dan
Pembangunan yang ditindaklanjuti” di hasilkan dari perumusan
Rekomendasi hasil Pelaksanaan Kegiatan Koordinasi Pembinaan,
Pengawasan, Supervisi, Monitoring dan Evaluasi di Kabupaten/Kota
di Jawa Timur. Rekomendasi merupakan saran, masukan dan
kesepakatan dari hasil koordinasi. Rekomendasi tersebut
selanjutnya akan ditindaklanjuti oleh Pemerintah Provinsi Jawa
Timur maupunPemerintah Kabupaten/Kota. Rekomendasi yang
ditindaklanjuti tersebut adalah ukuran Capaian Kinerja Bakorwil
Jawa Timur. Realisasi Kinerja Bakorwil Jawa Timur Tahun 2018
sebesar 95,70% dari Target Kinerja 90% sehingga Capaian Kinerja
Sebesar 106,34%. Capain Kinerja tersebut dapat tercapai dengan
menginsentifkan koordinasi agar menindaklanjuti hasil
rekomendasi yang telah disepakati bersama.
8. Persentase Pelayanan Keprotokolan
Program dukungan layanan Badan Penghubung Daerah
tertuang dalam Perubahan RPJMD Provinsi Jawa Timur Tahun
2015-2019. Program ini ada dalam RENSTRA, Renja dan DPA Badan
Penghubung DaerahProvinsi Jawa Timur. Program dukungan
layanan Badan Penghubung Daerah dimaksudkan untuk
meningkatkan pelayanan kepada unsur pemerintahan yaitu melalui
peningkatan pelayanan keprotokolan kepada unsur pemerintah
eksekutif/ legislatif dan koordinasi dengan Pemerintah Pusat dan
Provinsi yang terdiri dari sub kegiatan yaitu pelayanan
keprotokolan (Program Dukungan Layanan Badan Penghubung
Daerah).
Program dan kegiatan tersebut dapat terlaksana dengan baik dan
terealisasi sesuai target yang telah direncanakan dengan tingkat
keberhasilan capaian kinerja di akhir tahun 2018 tercapai100%.
9. Persentase Penduduk ber KTP
Komitmen Regional : Indonesia dan Asia Pasifik sudah
menghasilkan Regional Action Framework and Regional Strategy
Plan dengan VISI : di Tahun 2024 setiap individu di Asia dan Pasifik
bisa memperoleh manfaat dari sistem yang Umum dan Responsif (
diwujudkan dengan kepemilikan dokumen kependudukan yang
juga dapat memfasilitasi hak masyarakat serta mendukung tata
kelola pemerintah, kesehatan dan pembangunan. Komitmen Global
: Data Kepemilikan dokumen kependudukan sangat penting dalam
pelaporan capaian tujuan yaitu sebagai dasar data populasi dan
denominator dalam pengukuran target dan indikator tujuan
pembangunan berkelanjutan serta target kepemilikan dokumen
kependudukan tercantumspesifikyaitu semua negara sudah
memberikan identitas hukum bagi seluruh warga, termasuk dalam
bentuk pencatatan kelahiran, Capaian Indikator Penataan
Administrasi Kependudukan belum mencapai target terdapat 4 (
Empat ) Komponen yang digunakan dalam penghitungan indeks
Penataan Administrasi Kependudukan yaitu 1. Target Cakupan
Perekaman dan Pencetakan KTPEl, 2. Target Cakupan Akta
Kelahiran, 3. Cakupan Penerbitan Akta Kematian dan 4. Target
Cakupan Kartu Identitas Anak ( KIA ). Sejauh ini dikarenakan
masyarakat / penduduk masih rendah kesadaranya memahami
tentang pentingnya administrasi kependudukan, dan beberapa
permasalahan target tidak terpenuhi : Penduduk belum melakukan
perekaman dilihat dari laporan reguler dan Data Kependudukan
Bersih ( DKB ) Desember tahun 2018 Jumlah penduduk Provinsi
Jawa Timur 40.479.023 Jiwa: - Wajib KTP-El : 32.435.290 yang sudah
melakukan perekaman sejumlah 30.635.529 Jiwa ( 94,45 % ) yang
belum melakukan perekaman sebesar 1.799.761 Jiwa ( 5,55 % ). -
Jumlah Usia Anak 0-18 tahun : 10.969.503 anak, yang memiliki Akta
Kelahiran : 9.511.294 anak ( 86,71 % ) dan belum memiliki Akta
kelahiran : 1.458.209 anak ( 23,29 % ). Permasalahan lainnya : •
Pada saat pemutakhiran data kependudukan pada tahun 2010, saat
entry database pengisian data belum lengkap. • Dalam data base
masih ada data orang yang sudah meninggal masih tercatat.
Penghapusan data harus ada surat Akta Kematian. • Akta kelahiran
anak tidak dicantumkan sehingga Dianggap belum memiliki. • Data
penduduk ganda / duplikat, seperti penduduk memiliki isteri atau
suami lebih dari satu dengan menjadi Kepala dalam Kartu Keluarga
dengan alamat yang berbeda. • Mobilitas Penduduk yang tinggi
seperti TKI, Urbanisasi dan anak kuliah di luar kota. • Penduduk
yang memiliki KTP non el berlaku seumur hidup kadang enggan
melakukan perekaman khususnya di daerah pelosok atau terpencil.
• Masih banyak anak-anak terlantar yang di tampung panti asuhan
yang belum resmi yayasannya atau masyarakat secara pribadi
karena kerterbatasan dan kesadaran enggan mengurus
dokumennya. • Mayoritas penduduk di pelosok atau terpencil
enggan mengurus selain kurangnya informasi juga jauh tempat
pengurusannya. Beberapa Hal Upaya yang sudah di lakukan Bidang
kependudukan Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan
Anak dan Kependudukan Provinsi Jawa Timur yakni melakukan
pembinaan, memfasilitasi, advokasi, mendorong dan memacu pada
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota se Jawa
Timur untuk melakukan 14 LANGKAH BESAR DUKCAPIL : 1.
Pelayanan 3 in 1, 4 in 1, 6 in 1 adalah layanan 1 paket ( KTP, KK,
Akta Kematian, Akta Perkawinan, Akta Kelahiran dan KIA ) 2.
Pembuatan KTP el tanpa pengantar RT, RW, Desa/Kelurahan cukup
membawa Fotocopy Kartu Keluarga ( KK ). 3. Perekaman dan
pembuatan KTP el yang tidak merubah elemen data boleh di buat
diluar domisili. 4. Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (
SPTJM ) untuk percepatan cakupan Akta Kelahiran. 5. Bangun
Ekosistim : Data dan Dokumen Kependudukan digunakan untuk
semua keperluan. 6. Akta kelahiran on line. 7. Pemanfaatan data
kependudukan untuk semua keperluan ( sudah 1.128 lembaga yg
kerja sama untuk akses data ) 8. Pindah penduduk tidak perlu lagi
pengantar RT, RW, Desa Kecamatan cukup datang ke Dinas
kependudukan dan Pencatatan Sipil dengan membawa fotocopy
Kartu Keluarga. 9. Penyajian Data Penduduk sampai tingkat desa
berbasis kewilayahan ( Geographic Information System ( GIS ) ). 10.
Face Recognition dengan foto KTP el untuk penegakan hukum. 11.
DUKCAPIL GO DIGITAL yaitu semua dokumen di tanda tangani
secara elektronik. 12. Pendirian Program Diploma 4 Dukcapil kerja
sama dengan Fakutas UNS untuk menciptakan SDM dukcapil yang
profesional. 13. Tindakan Afirmatif / kemudahan ( Pelayanan untuk
pemilihan Pemula, Suku Baduy, Papua, Lapas, Orang Sakit ). 14.
Pemberian identitas untuk semua usia : KTP el dan KIA.
10. Meningkatnya kompetensi dan kualitas SDM aparatur
pemerintah
Indikator kinerja penataan pegawai ASN sesuai formasi
kebutuhan dan kompetensi di Jawa Timur Tahun 2018
menargetkan sebanyak 49.188 pegawai atau 98% dari total seluruh
pegawai di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur yaitu
berjumlah 50.127 pegawai (data e-master per 31 desember 2018)
dan realisasinya sebesar 98 % atau berjumlah 49.188 pegawai
terdiri dari Jabatan Struktural (Jabatan Tinggi, Administrator dan
Pengawas ,fungsional dan pelaksana). Hal ini sebagai bentuk
implementasi dari penataan pegawai sesuai dengan kebutuhan dan
kompetensi dengan diterbitkannya Peraturan Gubernur Jawa Timur
Nomor 129 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan
Gubernur Jawa Timur Nomor 82 Tahun 2017 tentang Jabatan
Pelaksana dan Jabatan Fungsional di Lingkungan Pemerintah
Provinsi Jawa Timur.
Selanjutnya Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Jawa
Timur akan melakukan upaya – upaya dalam rangka
pengembangan dan peningkatan kompetensi melalui kegiatan
Assesment (Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama, Administrator,
Pengawas dan Jabatan Pelaksana), Ujian Dinas, dan Penyesuaian
Ijazah (PI), impassing jabatan pelaksana ke fungsional serta
pendistribusian pegawai sesuai syarat jabatan dan kompetensi
sehingga terciptanya Right Man In The Right Place.
Pengukuran Indeks Profesionalitas Pegawai (IPP) adalah
suatu pengukuran untuk mengukur profesionalitas ASN di
lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur dengan indikator
pengukurannya meliputi kualifikasi (tingkat pendidikan mulai SMA
s.d S3), Kompetensi (Diklatpim, Teknis dan Fungsional, seminar,
workshop, konferensi), disiplin (diukur dari ada tidaknya
penjatuhan hukuman disiplin) dan kinerja (Nilai SKP). Pada Tahun
2018 Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Jawa Timur menargetkan
IPP sebesar 85,00 dan terealisasi sebesar 88,05 artinya ada
peningkatan yang signifikan terkait dengan Profesionalitas Pegawai
di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Peningkatan angka
IPP cukup signifikan tersebut berasal dari berkurangnya
pelanggaran disiplin dikarenakan digunakannya instrumen
kehadiran pada perhitungan Tunjangan Prestasi.
Rencana tindak lanjut Badan Kepegawaian Daerah Provinsi
Jawa Timur akan melakukan upaya-upaya :
1. Peningkatan disiplin pegawai ASN di lingkungan Pemerintah
Provinsi Jawa Timur dengan pelaksanaan kegiatan sidak dan
pengawasan secara berkala.
2. Sistem rekruitmen pegawai yang komprehensif, obyektif dan
transparan berdasarkan kualifikasi, kompetensi dan kemampuan
atau keahlian yang dimiliki. Pemerintah Provinsi Jawa Timur
telah melaksanakan seleksi rekruitmen Tahun 2018 dengan
jumlah usulan formasi sebanyak 2.065 formasi dengan
kualifikasi (Tenaga Pendidik,Tenaga Kesehatan dan
TenagaTeknis lainnya) dan jumlah formasi yang terisi berjumlah
1.971 formasi sehingga ada 94 formasi yang tidak terisi
diantaranya 8 formasi guru dan 86 formasi tenaga kesehatan;
3. Pemerintah Provinsi Jawa Timur pada Tahun 2019 akan
melaksanakan Remunerasi berdasarkan disiplin dan kinerja,
sehingga penerapan Reward and Punishment akan terlaksana
dengan baik sesuai dengan Peraturan Gubernur Nomor 126
Tahun 2018 tentang Manajemen Kinerja di Lingkungan
Pemerintah Provinsi Jawa Timur;
4. Pemberian Pengembangan Kompetensi kepada ASN di
lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur sesuai dengan hasil
penilaian kinerja (diklat teknis dan diklat fungsional lainnya);
Indikator Kinerja Persentase peserta diklat yang
memperoleh sertifikat kompetensi (certificate of competence)
terdapat peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa dalam
penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan (diklat) dapat
dipengaruhi oleh faktor-faktor diantaranya yaitu struktur materi
diklat yang telah dirancang untuk memenuhi kebutuhan peserta,
sehingga dapat memberikan dampak pada peningkatan kinerja
ketika kembali menjalankan tugas fungsi di instansi masing-
masing, selain itu peningkatan hasil belajar peserta diklat yang
mengalami kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun dan
penerapan metode pembelajaran yang dinamis dan joyfull learning
dapat menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan
sehingga peserta dapat menyerap materi dengan maksimal.
Dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan
capaian kinerja maka upaya-upaya yang akan dilakukan adalah :
1. Menyempurnakan, mengembangkan dan meningkatkan kualitas
sistem dan program, dengan melakukan inovasi terhadap
pengembangan kompetensi aparatur, jenis-jenis diklat baru,
kurikulum yang berkualitas disesuaikan dengan kebutuhan
pengembangan kompetensi serta mampu menjawab tuntutan
perubahan khususnya dalam menghadapi era revolusi Industri
4.0 sehingga mampu mendukung terwujudnya ASN berkelas
dunia
2. Mengintensifkan konsultasi, koordinasi dengan pengelola
kediklatan baik dengan instansi pembina (pusat), provinsi
maupun kabupaten/kota
3. Meningkatkan kualitas sarana prasarana penunjang pelaksanaan
kegiatan diklat
3.2.1.2.24. Mewujudkan sistem penanggulangan bencana untuk
meningkatkan ketangguhan masyarakat dalam
menghadapi bencana
Persentase Korban Terdampak Bencana yang Ditangani Tahun
2018 sebesar 100% (seratus persen) dengan total 47.167 jiwa yang
ditangani dari 11 kejadian bencana (kategori tinggi) di 9 Kabupaten di
Jawa Timur. Untuk penanganan korban terdampak bencana tersebut
dilakukan antara lain dengan penyediaan mobil dapur umum, truk
serba guna, truk tangki air untuk air bersih, truk water treatment untuk
air minum, mobil rescue, penyediaan tempat pengungsian, pelayanan
kesehatan, pemberian sembako (makanan siap saji) dan pemantauan
rutin di desa-desa terdampak. Rincian korban terdampak bencana
yang ditangani sebagai berikut:
No Tanggal Kejadian Kabupaten /
Kota
Korban
Terdampak
(Jiwa)
1
07-Jan-18 Banjir
Kabupaten
Pasuruan
3.896
2
17-Jan-18
Putting Beliung &
Hujan Es Jombang
340
3 02-Feb-18 Banjir Jombang 462
4 22-Feb-18 Banjir Bandang Bojonegoro 14.416
5 22-Feb-18 Banjir Jombang 11.227
6 23-Feb-18 Bajir Tuban 10.244
7 22-Jun-18 Banjir Bandang Banyuwangi 1.300
8 11-Okt-18 Gempa Bumi Sumenep 1.844
9 19-Nov-18 Angin Kencang Sidoarjo 1.828
10 28-Nov-18 Banjir Lumajang 1.374
11
07-Des-18
Banjir & Tanah
Longsor Pacitan
236
TOTAL 47.167
Penyebab utama keberhasilan adalah meningkatnya
koordinasi antar stakeholder (Pemerintah Provinsi, Pemerintah
Kabupaten/Kota, Lembaga Terkait, Dunia Usaha dan Masyarakat)
dalam kegiatan penanggulangan bencana di Jawa Timur,
meningkatnya kesadaran, pemberdayaan dan dukungan masyarakat
dalam proses pengurangan risiko bencana (PRB) dan meningkatnya
kapasitas tenaga kebencanaan yang handal (dengan sertifikasi
kompetensi di bidang kebencanaan dan pembentukan sekolah/
madrasah aman bencana) sebagai pendukung sumber daya manusia
bagi pelaksanaan penanggulangan bencana di Jawa Timur. Rencana
tindaklanjut diadakan desiminasi pembentukan / pengembangan
desa tangguh bencana dalam rangka Pengurangan Risiko Bencana
(PRB), Koordinasi lintas sektoral diintensifkan antara BPBD, SAR, TNI /
POLRI dan lembaga teknis lain untuk penanganan bencana,
meningkatkan kompetensi dan responsibilitas aparatur, relawan
melalui pendidikan dan pelatihan Penanggulangan Bencana, sehingga
diharapkan segala permasalahan kebencanaan yang timbul dapat
direspon secara cepat dan akurat.
3.2.1.2.25. Meningkatnya peran Sekretariat DPRD sesuai
fungsinya
Indikator kinerja IKM DPRD terhadap pelayanan Sekretariat
DPRD, metode pengambilan datadilakukan dengan survey dan
wawancara terhadap 100 anggota dewan terhadap layanan umum,
layananpersidangan, layananan keuangan, layanan bagian
perundang – undangan. Angka indeks 80,69 mengandung
interpretasi bahwa pelayanan Sekretariat DPRD Provinsi Jawa Timur
kepada anggota DPRDsudah baik tetapi masih perlu ditingkatkan
kualitas pelayanannya tetapi masih ada rekomendasi dari anggota
DPRD terkait layanan keamanan di gedung DPRD dianggap belum
maksimal oleh anggota DPRD disebabkan Kurangnya jumlah
anggota/personil keamanan yang ditugaskan, Perolehan angka indeks
inididapat dari kegiatan survey dan wawancara yang dilakukan oleh
pihak akademisi terhadap pimpinan dananggota DPRD. Capaian 80,69
di tahun 2018 telah melebihi target IKM di akhir RPJMD sebesar
78,5.Namun demikian Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain
unsur playanan pengumpulan bahan dandokumentasi kegiatan
DPRD untuk media cetak dan elektronik dipengaruhi oleh
pembatasan tenagapeliput di setiap kegiatan DPRD sehingga
dokumentasi data dan informasi kepada para wartawan mediamassa
baik cetak dan elektronik kurang dapat dilaksanakan secara maksimal,
pelayanan koleksi bukuperpustakaan, tempat perpustakaan yang
kurang memadai dan Kurangnya informasi terkait koleksi
bukuperpustakaan. Rencana tindak lanjut pada layanan keamanan
Akan dilakukan kegiatan kesamaptaanoleh TNI dan POLRI secara terus
menerus guna meningkatkan kualitas kinerja keamanan di
lingkungangedung DPRD dan menambah sarana prasarana
keamanan di lingkungan gedung DPRD, layananpengumpulan
bahan dan dokumentasi kegiatan DPRD melibatkan staf
dokumentasi, informasi danpublikasi dalam setiap kegiatan DPRD
agar dapat mengakomodir data secara maksimal sebagai
bahankegiatan publikasi, layanan perpustakaan menyediakan E-
Library dan melakukan scanning terhadapkoleksi buku-buku
perpustakaan sehingga anggota DPRD dapat langsung mengakses
koleksi buku-bukuperpustakaan secara elektronik, melakukan
peningkatan SDM pengelola perpustakaan melalui pembinaandan
diklat pengelolaan perpustakaan
MISI V Meningkatkan Kualitas Kesalehan Sosial dan Harmoni
Sosial
3.2.1.2.26. Meningkatnya tingkat partisipasi masyarakat dalam
menyalurkan hak politik dan penanganan konflik
sosial.
Indikator kinerja persentase kejadian terkait poleksosbud di
Jawa Timur yang diselesaikan berhasil karena adanya upaya
peningkatan sinergitas aparat Pemerintah Provinsi Jawa Timur dengan
Kabupaten/Kota serta jajaran instansi terkait yang secara intensif
dalam melakukan pemantauan perkembangan situasi dan kondisi
kamtibmas di wilayah Jawa Timursebagai upaya kewaspadaan dari
ancaman dan upaya pencegahan konflik sosial di daerah, kesiap
siagaan aparat pemerintah dan seluruh elemen masyarakat di Jawa
Timur dalam menjaga dan memelihara keamanan, ketentraman dan
ketertiban masyarakat. Rencana Tindak lanjut adalah dengan
sosialisasi kepada masyarakat didaerah rawan konflik, pembinaan
kepada lembaga masyarakat.
Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) adalah indikator komposit
yang menunjukkan tingkat perkembangan demokrasi di Indonesia.
Tingkat perkembangan demokrasi tersebut diukur berdasarkan
pelaksanaan dan perkembangan sejumlah aspek demokrasi. IDI
merupakan indikator yang tidak hanya melihat gambaran demokrasi
yang berasal dari sisi kinerja pemerintah/birokrasi saja. Namun, juga
melihat perkembangan demokrasi dari aspek peran masyarakat,
lembaga legislatif (DPRD), partai politik, lembaga peradilan dan
penegak hukum. Nilai IDI Jawa Timur tahun 2018 belum tersedia
dikarenakan belum dirilis oleh BPS, baik tingkat Provinsi maupun
Nasional. Nilai IDI tahun 2017 mengalami penurunan dibandingkan
2016 dikarenakan masih adanya persekusi dan demonstrasi yang sulit
diprediksi menggangu ketertiban umum. Namun demikian nilai IDI
tersebut masih termasuk dalam kategori sedang (tidak rendah).
Rencana Tindak lanjut adalah melakukan sosialisasi dengan tujuan
meningkatkan pemahaman masyarakat dan stakeholder tentang IDI
serta meningkatkan koordinasi dengan tim pokja IDI dan instansi
terkait tentang penilaian IDI Jawa Timur.
3.2.1.2.27. Meningkatnya kehidupan bermasyarakat yang taat
hukum
Indikator Kinerja Persentase penanganan kasus
pelanggaran ketertiban umum dan ketentraman yang
diselesaikan mengalami keberhasilan karena adanya komunikasi yang
baik diantara masyarakat dengan Satuan Polisi Pamong Praja serta
instansi terkait yang mendukung pelaksanaan penyelesaian
pelanggaran perda. Kwalitas dan kuantitas SDM Satpol PP kurang
optimal, Ruang lingkup operasional yang begitu luas sehingga
kurangnya sarana prasarana transportasi dalam melakukan kegiatan
patroli. Pencapaian target sasaran dilakukan melalui sosialisasi,
penyuluhan, pembinaan, simulasi dan patroli terpadu. Rencana tindak
lanjut Meningkatnya kehidupan bermasyarakat yang taat hukum
rencana tindaklanjut, memantau hasil pengaduan masyarakat
terhadap pelanggaran Perda serta menindaklanjuti hasil penyelidikan
dan penyidikan yang telah dilakukan sebelumnya, meningkatkan
koordinasi, intregrasi, sinkronisasi, simplikasi dengan aparat penegak
hukum lainnya.
Indikator Persentase Penegakan Supremasi Hukum dan
HAM di Jawa Timur pada tahun 2018 di dukung oleh beberapa
kegiatan yaitu:
a. Pemberian Saran / Pertimbangan Hukum untuk mengatasi
Permasalahan Hukum dengan target 97 Pemberian Saran /
Pertimbangan Hukum telah tercapai dengan memberikan Saran /
Pertimbangan Hukum sebanyak 111 Saran / Pertimbangan
sehingga capaian kinerjanya sebesar 114,4 % ;
b. Pemberian Dana Bantuan Hukum untuk Masyarakat Miskin hanya
bisa menyalurkan ke 36 perkara dari target yang dicanangkan
sebanyak 60 perkara sehingga capaian kinerjanya sebesar 60 %
hal ini dikarenakan berkas yang memenuhi criteria hanya 36
perkara sampai waktu yang telah ditentukan ;
c. Penanganan perkara di Pengadilan sebanyak 51 perkara dari
target yang dicanangkan sebesar 30 perkara sehingga capaian
kinerja sebesar 170 % hal ini dikarenakan Pengadilan tidak bisa
menolak mengadili perkara berdasarkan Pasal 16 ayat (1)
Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan
Kehakiman ;
d. Pelaporan Aksi HAM di Kabupaten/ Kota Se Jawa Timur dan
Provinsi yang telah dilakukan kedalam system dengan alamat
https://serambi.ksp.go.id dari target seluruh Kabupaten / Kota
dan Provins imelaporkan Aksi HAM nya sebanyak 156 Laporan
hanya 1 Kab/ Kota yang tidak bisa melaporkan yakni pada
Laporan B12. Sehingga capaian kinerja sebesar 99,4 %.
3.2.1.2.28. Meningkatnya pelestarian seni budaya
Indikator Kinerja Jumlah Karya Seni Budaya yang mendapat
penghargaan nasional. Upaya optimalisasi kinerja dengan
diadakannya sistem seleksi yang lebih selektif sehingga diperoleh
karya seni/budaya yang dapat dibanggakan menjadi seni tradisi di
tingkat nasional.
Indikator Kinerja Persentase Cagar Budaya (benda, Struktur,
Situs, Kawasan) yang dipelihara. Cagar Budaya (benda, Struktur,
Situs, Kawasan) optimal dalam pencapaian kinerjanya. Salah satunya
adalah melalui upaya peringkatan cagar budaya.
Rencana tindak lanjut Meningkatkan koordinasi dengan
dewan kesenian Kab/Kota dan Instansi terkait dalam
pendokumentasian dan pedataan seni tradisi dan budaya local,
meningkatkan fasilitasi terhadap aktualisasi kesenian tradisional dan
budaya lokal dengan menjalin kerja sama dengan pelaku/usaha
pariwisata, peningkatan upaya perlindungan dan pelestarian warisan
budaya yang melibat masyarakat sekitar dan generasi muda secara
berkesinambungan.
3.3. ANALISIS PENGGUNAAN SUMBER DAYA ANGGARAN
3.3.1. SUMBER PENDANAAN APBD
Dalam rangka mewujudkan akuntabilitas keuangan, maka
diperlukan juga perbandingan antara capaian kinerja dengan
penganggarannya. Pada dasarnya pembagian alokasi anggaran pada
suatu Pemerintah Daerah disesuaikan dengan prioritas pembangunan.
Akan tetapi belum bisa diambil kesimpulan secara langsung, karena
masing-masing kinerja utama dan indikator kinerja utama merupakan
hasil dari multiplier effect yang diakibatkan oleh penganggaran untuk
kinerja lainnya. Pada penganggaran Pemerintah Provinsi Jawa Timur
Tahun 2017 menyesuaikan dengan Tematik Pembangunan Tahun
2017, yaitu memacu pembangunan infrastruktur dalam rangka
meningkatkan industri, perdagangan, efektifitas dan efisiensi
pembiayaan pembangunan di Jawa Timur, dengan 9 (sembilan)
program icon yang terfokus dan didesain dengan pendekatan holistik,
tematik dan terintegrasi antar PD serta keselarasannya antar tingkatan
pemerintahan, antara lain:
1. Pendidikan;
2. Kesehatan;
3. Perumahan dan permukiman;
4. Pengembangan dunia usaha dan pariwisata;
5. Ketahanan pangan;
6. Penanggulangan kemiskinan;
7. Infrastruktur, konektivitas, dan kemaritiman;
8. Pembangunan wilayah;
9. Politik dan kebangsaan.
3.3.2. SUMBER PENDANAAN NON-APBD
Hasil kinerja Pemerintah Provinsi Jawa Timur selain menggunakan
sumber pendanaan APBD, tentunya juga menggunakan sumber
pendanaan lainnya termasuk bantuan yang diberikan oleh BUMD,
BUMN dan Swasta berupa Corporate Social Responsibility (CSR) serta
sumber pendanaan APBN. CSR merupakan kinerja sinergi antara
perusahaan dan pemerintahan untuk mencapai kinerja keseluruhan
Pemerintahan. Pemerintah Provinsi Jawa Timur memberikan
kesempatan seluas-luasnya kepada perusahaan apabila akan
memberikan CSR. Dukungan yang diberikan antara lain terkait
penerima CSR dan kebutuhan masyarakat pada wilayah tertentu.
Selain sumber pendanaan dari APBD, pembangunan Provinsi
Jawa Timur tentunya juga tidak lepas dari peran Pemerintah Pusat
melalui Kementerian masing-masing, adapun rinciannya sebagai
berikut :
Tabel 3.5
Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan
Provinsi Jawa Timur Tahun 2018
PERANGKAT DAERAH PAGU REALISASI
Rp %
Dana Dekonsentrasi
Dinas Lingkungan Hidup 1,344,509,000 1,228,533,500 91.37
Dinas Pemberdayaan
Masyarakat dan Desa
203.891.468.000 189.409.832.047 92,90
Dinas Penanaman Modal
dan PTSP
639.011.000 365.466.322 57,19
Badan Pendidikan dan
Pelatihan
467.374.000 441.831.179 94,53
Dinas Perpustakaan dan
Kearsipan
1.778.765.000 1.749.369.275 98,35
Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah
674.785.000 556.833.050 82,52
Dinas Kehutanan 2.172.727.000 1.883.276.400 86,68
Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata
2.665.531.000 2.499.101.274 93,76
Dinas Kelautan dan
Perikanan
7.603.157.000 6.685.220.493 87,93
PERANGKAT DAERAH PAGU REALISASI
Rp %
Dinas Kesehatan 67.604.535.000 50.799.367.780 75,14
Dinas Koperasi dan UKM 6.844.915.000 6.568.057.947 95,96
Dinas Pemuda dan Olah
Raga
4.944.552.000 4.806.595.425 97,21
Dinas Pendidikan 33.377.399.000 32.210.283.971 96,50
Dinas Perindustrian,
Perdagangan dan Koperasi
7.066.754.000 5.813.025.266 82,26
Dinas Perkebunan 2.069.100.000 1.859.936.599 89,89
Dinas Pertanian dan
Ketahanan Pangan
112.536.125.000 109.035.817.664 96,19
Dinas Sosial 38.498.797.000 37.813.349.920 98,22
Dinas Tenaga Kerja dan
Transmigrasi
10.962.351.000 10.541.955.012 96,17
Dinas Pemberdayaan
Perempuan Perlindungan
Anak dan Kependudukan
2.880.000.000 2.850.501.208 98,98
Dinas Perumahan Rakyat
Kawasan Permukiman dan
Cipta Karya
1.695.712.000 1.359.139.261 80,15
Sekretariat Daerah 381.268.000 0 0,00
Tugas Pembantuan
Dinas PU Bina Marga 115,479,997,000 112.852.532.976 97,72
Dinas Perkebunan 34.516.446.000 19.799.543.729 69,43
Dinas Pertanian dan
Ketahanan Pangan
381.048.122.000 342.059.227.214 87,79
Dinas Peternakan 160.934.950.000 157.921.805.727 98,13
Dinas PU SDA 91,908,647,000 83,271,570,000 90,60
TOTAL 1.293.986.997.000 1.184.299.881.223 91,52
3.4. PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
Dalam rangka pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah
sebagaimana amanah Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah
beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015
tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, berdampak positif
terhadap hak dan kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan uang
sehingga perlu dikelola dalam suatu sistem pengelolaan keuangan
daerah. Pengelolaan keuangan daerah dimaksud merupakan
subsistem dari sistem pengelolaan keuangan negara dan merupakan
elemen penting dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Selain kedua UU tersebut, juga terdapat beberapa peraturan
perundang-undangan yang menjadi dasar dan acuan dalam
melakukan pengelolaan keuangan daerah yang diterbitkan lebih
dahulu, yaitu :
a. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara ;
b. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara ;
c. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2004
tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab
Keuangan Negara ;
d. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004
tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
Dalam paket peraturan perundang-undangan keuangan negara
nampak bahwa terdapat perubahan fundamental dengan
memasukkan kerangka ilmu manajemen kinerja dan ilmu akuntansi
keuangan. Dengan perubahan tersebut maka entitas pemerintahan
melakukan pengelolaan keuangannya harus berdasarkan pada
perencanaan kinerja (performance planning) yang sudah disusun
dengan sebaik-baiknya, anggaran kinerja (performance budget) yang
merupakan penjabaran dari perencanaan kinerja dan disetiap periode
entitas pemerintahan harus menyajikan laporan kinerja (performance
report) dan laporan keuangan (financial statement). Anggaran kinerja
sangat memperhatian time value of money, yang mengandung arti
bahwa sumberdaya keuangan harus dikelola secara ekonomis, efisien
dan efektif. Dalam penyusunan anggaran berbasis kinerja penetapan
target kinerja dari setiap aktifitas pengelolaan sumber daya keuangan
merupakan suatu keharusan, yang terdiri dari input, output dan out
comes.
Untuk mendukung pelaksanaan desentralisasi dan otonomi
tersebut, sesuai Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah
beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015
tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah, Kepala Daerah sebagai
pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah diberikan
wewenang untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili
pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang
dipisahkan. Berdasarkan ketentuan tersebut, untuk menunjang
penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada
masyarakat, diperlukan adanya sumber daya dan dana yang cukup
berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang
dijabarkan dalam bentuk program dan kegiatan Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa
Timur secara transparan dan akuntabel, maka pengelolaan keuangan
daerah mulai perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan dan laporan
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD harus mengacu dan
memperhatikan beberapa undang-undang dan peraturan
pelaksanaan yang komprehensif dan terpadu (omnibus regulation) dari
berbagai Undang-undang tersebut, dalam bentuk Peraturan
Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah yang memiliki tujuan mempermudah dalam pelaksanaan dan
tidak menimbulkan multi tafsir dalam implementasinya.
Berdasarkan Pasal 155 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun
2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, untuk menjelaskan
teknis dan guide line pengelolaan keuangan daerah Pemerintah
melalui Kementerian Dalam Negeri menerbitkan Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah kedua kalinya dengan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011. Untuk
mensinkronkan dengan kebijakan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi dengan karakter dan kebutuhan daerah Pemerintah
Provinsi Jawa Timur menerbitkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa
Timur Nomor 2 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
Provinsi Jawa Timur (Lembaran Daerah Tahun 2007 Nomor 1 Seri E)
serta Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 59 Tahun 2017 tentang
Sistem dan Prosedur Pengelolaan Keuangan Daerah Tahun Anggaran
2018 yang mengatur, antara lain Sistem dan Prosedur Penyusunan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Kode Rekening Aset,
Kewajiban, Ekuitas Dana, Pendapatan, Belanja dan Pembiayaan, Sistem
dan Prosedur Penyusunan Perubahan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah, Sistem dan Prosedur Pelaksanaan dan Penatausahaan
APBD, Sistem dan Prosedur Akuntansi dan Pelaporan Pemerintah
Daerah.
3.4.1. Kinerja Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) TA 2018.
Gambaran umum Tren realisasi APBD Provinsi Jawa Timur dari
tahun ke tahun seperti yang terlihat pada grafik di bawah yang
menunjukkan tren realisasi APBD. Tren realisasi pendapatan daerah
selalu berada di atas 100% artinya secara keseluruhan selama 5 (lima)
tahun terakhir realisasi pendapatan selalu melebihi target anggaran
pendapatan itu sendiri. Bahkan terdapat tren fluktuatif jumlah nominal
pelampauan realisasi pendapatan dari tahun ke tahun, yaitu
penurunan pada tahun 2015 sehingga realisasinyanya dibawah target
namun pada tahun 2017 dan 2018 mengalami kenaikan. Sedangkan
tren realisasi belanja daerah berkebalikan dari realisasi pendapatan
daerah. Belanja APBD Provinsi Jawa Timur terhadap anggarannya
cenderung pada level yang sama selama selama 5 (lima) tahun
berjalan dan pada tahun 2018 mengalami penurunan dibandingkan
tahun 2017. Demikian juga dengan realisasi pembiayaan daerah, dari
tahun ke tahun realisasi pembiayaan Provinsi Jawa Timur mengalami
hampir sama, tahun 2018 meskipun jumlah nominal target dan
realisasi pembiayaan daerahnya lebih besar namun secara prosentase
mengalami penurunan dibandingkan dengan realisasi tahun 2017
0
50
100
150
20132015
2017
Pro
sen
tase
2013 2014 2015 2016 2017 2018*
Pendapatan Daerah 105.94 106.07 99.92 104.32 101.76 106.67
Belanja Daerah 95.04 93.44 94.19 96.93 93.34 92.28
Pembiayaan Daerah 100 100 104.73 109.89 112 100.05
Grafik 3.1 Tren Capaian Realisasi APBD Provinsi Jawa Timur
Sumber: Data diolah dari Perda ttg Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD TA. 2013-
2017 dan Laporan Realisasi Anggaran s/d TW. 4 TA. 2018 (*)
Sedangkan pada Tahun Anggaran 2018, berdasarkan Peraturan
Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 6 Tahun 2018 tentang Perubahan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun
Anggaran 2018, struktur dan komposisi APBD Provinsi Jawa Timur
Tahun, dapat dirinci sebagai berikut (*data s/d Triwulan 4) :
a. Pendapatan Daerah, sebesar 29 trilyun 959 milyar 091 juta 907
ribu 455 rupiah 47 sen, terdiri dari :
1. Pendapatan Asli Daerah, sebesar 16 trilyun 575 milyar 987 juta
295 ribu 655 rupiah 47 sen ;
2. Dana Perimbangan, sebesar 13 trilyun 270 milyar 911 juta 941
ribu 800 rupiah ;
3. Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah, sebesar 112 milyar
192 juta 670 ribu rupiah ;
Dari target yang telah ditetapkan sebesar 29 trilyun 959 milyar
091 juta 907 ribu 455 rupiah 47 sen, dalam pelaksanaannya
terealisasi sebesar 31 trilyun 957 milyar 807 juta 958 ribu 599
rupiah 93 sen atau 106,67 persen, terdapat pelampauan
pendapatan daerah sebesar 1 trilyun 998 milyar 716 juta 51 ribu
144 rupiah 46 sen atau lebih 6,67 persen berasal dari :
a) Pendapatan Asli Daerah, terealisasi sebesar 18 trilyun 549
milyar 682 juta 600 ribu 980 rupiah 72 sen atau 111,91
persen dari target sebesar 16 trilyun 575 milyar 987 juta
295 ribu 655 rupiah 47 sen, atau secara kumulatif
terdapat pelampauan sebesar 1 trilyun 973 milyar 695
juta 305 ribu 325 rupiah 25 sen. Pendapatan Asli Daerah
berasal dari :
- Pajak Daerah, terealisasi sebesar 15 trilyun 60 milyar
713 juta 325 ribu 40 rupiah ;
- Retribusi Daerah, terealisasi sebesar 89 milyar 881 juta
270 ribu 362 rupiah 22 sen ;
- Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan,
terealisasi sebesar 384 milyar 285 juta 224 ribu 116
rupiah 80 sen;
- Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah, sebesar 3
trilyun 14 milyar 802 juta 781 ribu 461 rupiah 70 sen ;
b) Dana Perimbangan, terealisasi sebesar 13 trilyun 295
milyar 784 juta 849 ribu 272 rupiah 21 sen atau 100,19
persen dari target sebesar 13 trilyun 270 milyar 911 juta
941 ribu 800 rupiah atau secara kumulatif lebih dari
target sebesar 24 milyar 872 juta 907 ribu 472 rupiah 21
sen, berasal dari :
- Dana Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak, sebesar
2 trilyun 624 milyar 231 juta 240 ribu 508 rupiah ;
- Dana Alokasi Umum, sebesar 3 trilyun 813 milyar 411
juta 928 ribu rupiah ;
- Dana Alokasi Khusus, sebesar 6 trilyun 858 milyar 141
juta 680 ribu 764 rupiah 21 sen.
c) Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah sebesar 112
milyar 340 juta 508 ribu 347 rupiah atau 100,13 persen
dari target sebesar 112 milyar 192 juta 670 ribu rupiah
atau secara kumulatif melebihi target sebesar 147 juta
838 ribu 347 rupiah, berasal dari :
- Pendapatan hibah, sebesar 28 milyar 705 juta 988 ribu
347 rupiah;
- Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus, sebesar 77
milyar 500 juta rupiah;
b. Belanja Daerah, sebesar 33 trilyun 245 milyar 888 juta 781 ribu
196 rupiah 70 sen, terdiri dari :
a) Belanja Tidak Langsung, sebesar 22 trilyun 271 milyar 253
juta 624 ribu 882 rupiah 63 sen;
b) Belanja Langsung, sebesar 10 trilyun 974 milyar 635 juta
156 ribu 314 rupiah 7 sen, APBD Provinsi Jawa Timur
tersebut bersumber dari Pendapatan Daerah.
Dari target yang telah ditetapkan sebesar 33 trilyun 245
milyar 888 juta 781 ribu 196 rupiah 70 sen, terealiasi
sebesar 30 trilyun 680 milyar 747 juta 709 ribu 706 rupiah
81 sen atau 92,28 persen,dengan rincian :
1) Belanja Tidak Langsung, sebesar 21 trilyun 96 milyar
956 juta 460 ribu 227 rupiah 77 sen atau 94,73 persen
dari alokasi belanja sebesar 22 trilyun 271 milyar 253
juta 624 ribu 882 rupiah 63 sen;
2) Belanja Langsung, sebesar 9 trilyun 583 milyar 791 juta
249 ribu 479 rupiah 4 sen atau 87,33 persen dari
alokasi belanja sebesar 10 trilyun 974 milyar 635 juta
156 ribu 314 rupiah 7 sen.
3.4.2. Kinerja Pendapatan Daerah
Pendapatan daerah, meliputi semua penerimaan uang melalui
rekening kas umum daerah, yang menambah ekuitas dana, merupakan
hak daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak perlu dibayar
kembali oleh daerah. Pendapatan Daerah, adalah hak Pemerintah
Daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih.
Pendapatan daerah tersebut merupakan perkiraan yang terukur secara
rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan.
Aspek kinerja pendapatan daerah Provinsi Jawa Timur Tahun
Anggaran 2018 yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD),
Dana Perimbangan dan Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah,
mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya sebesar Rp 2,09
trilyun. Pendapatan Daerah pada tahun 2018 ini mengalami
pelampauan dibandingkan pendapatan pada tahun 2017, sehingga
secara kumulatif realisasinya lebih dari target yang telah ditetapkan
atau terdapat pelampauan sebesar 1 trilyun 998 milyar 716 juta 51 ribu
144 rupiah 46 sen atau 6,67 persen. Secara rinci dapat dilihat pada
tabel 3.65 :
Tabel : 3.6
Realisasi Anggaran Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2018*
Sumber: Data diolah dari Laporan Realisasi Anggaran s/d TW. 4 TA. 2018 (*)
Komposisi realisasi pendapatan daerah Provinsi Jawa Timur
Tahun Anggaran 2013-2018 seperti tampak dalam grafik di bawah,
menunjukkan bahwa Pendapatan Asli Daerah masih merupakan
pendapatan yang berkontribusi paling besar rata-rata 58,04%. Kondisi
ini menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Timur tidak hanya bergantung
pada transfer dari Pemerintah Pusat. Posisi urutan kedua adalah Dana
Perimbangan rata-rata 41,60 % dan yang ketiga Lain-Lain Pendapatan
Daerah Yang Sah 0,35%.
Berdasarkan data perkembangan beberapa tahun terakhir
proporsi Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap APBD Provinsi Jawa
Nomor Urut
Jumlah (Rp) Bertambah /(Berkurang)
Uraian Anggaran Setelah Perubahan
Realisasi ( Rp ) %
1 2 3 4 5(=4-3) 6
1 PENDAPATAN DAERAH 29.959.091.907.455,47 31.957.807.958.599,93 1.998.716.051.144,46 6,67
1.1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 16.575.987.295.655,47 18.549.682.600.980,72 1.973.695.305.325,25 11,91
1.1.1 PAJAK DAERAH 13.498.000.000.000,00 15.060.713.325.040,00 1.562.713.325.040,00 11,58
1.1.2 RETRIBUSI DAERAH 74.270.418.200,00 89.881.270.362,22 15.610.852.162,22 21,02
1.1.3 HASIL PENGELOLAAN KEKAYAAN DAERAH YANG DIPISAHKAN
384.285.332.240,19 384.285.224.116,80 -108.123,39 -0,00
1.1.4 LAIN-LAIN PENDAPATAN ASLI DAERAH YANG SAH
2.619.431.545.215,28 3.014.802.781.461,70 395.371.236.246,42 15,09
1.2 DANA PERIMBANGAN 13.270.911.941.800,00 13.295.784.849.272,21 24.872.907.472,21 0,19
1.2.1 DANA BAGI HASIL PAJAK/BAGI HASIL BUKAN PAJAK
2.306.650.360.800,00 2.624.231.240.508,00 317.580.879.708,00 13,77
1.2.2 DANA ALOKASI UMUM 3.813.411.928.000,00 3.813.411.928.000,00 0,00 0,00
1.2.3 DANA ALOKASI KHUSUS 7.150.849.653.000,00 6.858.141.680.764,21 -292.707.972.235,79 -4,09
1.3 LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH
112.192.670.000,00 112.340.508.347,00 147.838.347,00 0,13
1.3.1 PENDAPATAN HIBAH 28.558.150.000,00 28.705.988.347,00 147.838.347,00 0,52
1.3.4 DANA PENYESUAIAN DAN OTONOMI KHUSUS
77.500.000.000,00 77.500.000.000,00 0,00 0,00
1.3.5 BANTUAN KEUANGAN DARI PROVINSI ATAU PEMERINTAH DAERAH LAINNYA
6.134.520.000,00 6.134.520.000,00 0,00 0,00
JUMLAH PENDAPATAN DAERAH 29.959.091.907.455,47 31.957.807.958.599,93 1.998.716.051.144,46 6,67
66.65 69.53 69.29 63.37
58.01 58.04
17.80 16.78 14.02
36.21 41.84 41.60
15.54 13.70 16.69
0.42 0.15 0.35 0.00
20.00
40.00
60.00
80.00
2013 2014 2015 2016 2017 2018*
Pro
sen
tase
PAD Dana Perimbangan Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah
Timur masih memberikan kontribusi dan memiliki peran besar untuk
menunjang kemampuan belanja daerah dalam rangka mendukung
tercapainya penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan
pelayanan kepada masyarakat yang diwujudkan dalam program
kegiatan SKPD di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Grafik 3.2 Komposisi Realisasi Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Timur
Sumber: Data diolah dari Perda ttg Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD TA. 2013-
2017 dan Laporan Realisasi Anggaran s/d TW. 4 TA. 2018 (*)
Berikut ini disampaikan rekapitulasi proporsi dan kontribusi PAD
terhadap kekuatan APBD sebagaimana tabel berikut.
Tabel : 3.7
Proporsi PAD Terhadap Total Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Timur
Tahun 2013 - 2018
NO TAHUN PAD
Pendapatan Daerah
Proporsi
PAD thd
Pendapatan
Daerah (%)
1 2 3 4 5
1 2013 11.579.340.719.022,00 17.372.768.543.850,90 66,65
2 2014 14.442.216.534.958,94 20.772.483.892.730,94 69,53
3 2015 15.402.647.674.502,60 22.228.450.227.974,40 69,29
4 2016 15.817.795.024.797,00 24.962.122.477.069,50 63,37
5 2017 17.324.177.664.424,22 29.864.031.011.506,22 58,01
6 2018* 18.549.682.600.980,72 31.957.807.958.599,93 58,04
Sumber: Data diolah dari Perda ttg Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD TA. 2013-
2017 dan Laporan Realisasi Anggaran s/d TW.4 TA. 2018 (*)
Khusus terkait dengan target dan realisasi penerimaan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Jawa Timur dalam kurun waktu
2013-2018 diprediksi mengalami peningkatan rata-rata sebesar 2 %
per tahun dan tahun 2018 mengalami kenaikan. Sedangkan, untuk
pajak daerah mengalami kenaikan secara bertahap rata-rata sebesar
1% per tahun dengan asumsi bahwa kondisi sosial, politik dan
perekonomian baik internasional, nasional maupun regional stabil dan
tidak adanya perubahan peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi yang mengatur tentang pengelolaan pendapatan pajak dan
retribusi daerah yang sebagian diserahkan kepada Kabupaten/Kota,
antara lain Pajak Air Bawah Tanah, Retribusi Tempat Pelelangan Ikan
(TPI) dan Retribusi Ijin Pengambilan Air bawah Tanah. Kontribusi Pajak
Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun
2013 - 2018, dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel : 3.8
Realisasi/Prediksi PAD dan Pajak Daerah Provinsi Jawa Timur
Tahun 2013 -2018
Sumber: Data diolah dari Perda ttg Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD TA. 2013-
2017 dan Laporan Realisasi Anggaran s/d TW. 4 TA. 2018 (*)
3.4.3. Kinerja Belanja Daerah
Selanjutnya, dari sisi Belanja Daerah tahun 2018 terdiri dari
Belanja Tidak Langsung dari alokasi sebesar 22 trilyun 271 milyar 253
juta 624 ribu 882 rupiah 63 sen terealisasi sebesar 21 trilyun 96 milyar
956 juta 460 ribu 227 rupiah 77 sen atau 94,73 persen dan Belanja
Langsung dari alokasi sebesar 10 trilyun 974 milyar 635 juta 156 ribu
314 rupiah 7 sen terealisasi sebesar 9 trilyun 583 milyar 791 juta 249
ribu 479 rupiah 4 sen atau 87,33 persen.
NO TAHUN PAD
PAJAK DAERAH
Kontribusi
Pajak Daerah
Terhadap PAD
(%)
1 2 3 4 5
1 2013 11.579.340.719.022,00 9.404.933.622.356,69 81,22
2 2014 14.442.216.534.958,94 11.517.684.926.168,60 79,75
3 2015 15.402.647.674.502,60 12.497.148.704.551,00 81,14
4 2016 15.817.795.024.796,96 12.772.227.117.584,86 80,75
5 2017 17.324.177.664.424,22 14.350.601.626.318,68 82,83
6 2018* 18.549.682.600.980,72 15.060.713.325.040,00 81,19
Grafik 3.3 Struktur Belanja Daerah Provinsi Jawa Timur
Sumber: Data diolah dari Perda ttg Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD TA. 2013-
2017 dan Laporan Realisasi Anggaran s/d TW. 4 TA. 2018 (*)
Grafik di atas menggambarkan bahwa struktur belanja daerah
Provinsi Jawa Timur sebagian besar realisasinya adalah belanja tidak
langsung jika dibandingkan dengan belanja langsungnya. Adapun
komposisi belanja daerah Provinsi Jawa Timur didominasi oleh Belanja
Lain-lain yaitu rata-rata selama tahun 2013-2018 sebesar 63.65%.
Selanjutnya diikuti oleh Belanja Barang dan Jasa rata-rata sebesar
25,74% lalu Belanja Pegawai yaitu rata-rata sebesar 19,78% dan
ditutup oleh Belanja Modal yaitu rata-rata sebesar 10,83%,
sebagaimana terlihat dalam grafik berikut:
-
5,000,000,000,000.00
10,000,000,000,000.00
15,000,000,000,000.00
20,000,000,000,000.00
25,000,000,000,000.00
30,000,000,000,000.00
35,000,000,000,000.00
2013 2014 2015 2016 2017 2018*BELANJA LANGSUNG
Grafik 3.4
Komposisi Realisasi Belanja Daerah Provinsi Jawa Timur
Sumber: Data diolah dari Perda ttg Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD TA. 2013-
2017 dan Laporan Realisasi Anggaran s/d TW. 4 TA. 2018 (*)
Persentase realisasi belanja provinsi yang terbesar adalah untuk
Belanja Lainnya, yaitu berupa transfer Bagi Hasil dan Bantuan
Keuangan Kepada Kabupaten dan Kota. Hal ini wajar mengingat
pelampauan pendapatan yang tertinggi untuk Provinsi Jawa Timur
adalah dari pajak daerah, sehingga memang harus ada yang
dibagihasilkan. Selain itu pada Belanja Lainnya di APBD Provinsi juga
terdapat pos Belanja Hibah dan Belanja Bantuan Sosial. Persentase
realisasi Belanja Barang dan Jasa serta Belanja Modal memiliki tren
meningkat sedangkan realisasi Belanja Pegawai memiliki tren
meningkat salah satunya di tahun 2017 dengan adanya pengalihan
kewenangan dari kabupaten dan kota ke Pemerintah Provinsi untuk
SMA/SMK dan cenderung menurun di tahun 2018 disebabkan
semakin banyaknya ASN yang memasuki masa purna tugas.
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
2013 2014 2015 2016 2017 2018*
21.23
11.40 10.76 12.11
21.72 21.6727.12
20.76 21.58 19.97 18.65 18.18
9.286.04
9.84 9.01 10.70 9.26
42.37
61.8157.83 58.90
48.93 50.89
Pro
sen
tase
Belanja Pegawai Belanja Barang&Jasa
Realisasi belanja daerah merupakan realisasi penyerapan
belanja daerah yang dilakukan oleh pemerintah daerah untuk
mendanai seluruh program/ kegiatan yang berdampak langsung
maupun tidak langsung terhadap pelayanan publik. Pengelolaan
belanja daerah untuk mendukung capaian target kinerja utama
sebagaimana ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Timur Tahun 2014 – 2019
dengan menganut sistem prinsip akuntabilitas, efektif dan efisien
dalam rangka mendukung penerapan anggaran berbasis kinerja.
Belanja daerah diprioritaskan dalam rangka pelaksanaan urusan
pemerintahan Provinsi Jawa Timur yang terdiri dari urusan wajib dan
urusan pilihan sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan perundang-
undangan. Anggaran dan realisasi belanja daerah seperti yang dapat
dilihat pada tabel berikut :
Tabel 3.9
Realisasi Anggaran Belanja Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2018
Kode
Urusan Pemerintahan Daerah
Belanja
Anggaran Setelah Perubahan
Realisasi ( Rp ) Sisa Realisasi
Rp %
1 2 3 4 5 6
101 Pendidikan 5.405.395.817.940,00 5.084.073.395.656,15 -321.322.422.283,85 -5,94
0100 Dinas Pendidikan Prov. Jatim 5.386.227.761.000,00 5.073.398.456.399,25 -312.829.304.600,75 -5,81
0101 SMK Negeri 1 Surabaya 2.196.677.500,00 1.305.549.651,00 -891.127.849,00 -40,57
0102 SMK Negeri 5 Surabaya 1.919.024.000,00 1.902.210.600,00 -16.813.400,00 -0,88
0103 SMK Negeri 6 Surabaya 891.629.533,00 864.576.269,00 -27.053.264,00 -3,03
0104 SMK Negeri 1 Buduran Sidoarjo 1.091.496.840,00 757.091.303,90 -334.405.536,10 -30,64
0105 SMK Negeri 3 Buduran Sidoarjo 954.525.000,00 662.287.420,00 -292.237.580,00 -30,62
0106 SMK Negeri 2 Malang 1.363.064.000,00 910.009.506,00 -453.054.494,00 -33,24
0107 SMK Negeri 4 Malang 1.315.780.000,00 686.252.796,00 -629.527.204,00 -47,84
0108 SMK Negeri 11 Malang 542.959.000,00 384.034.559,00 -158.924.441,00 -29,27
0109 SMK Negeri 1 Singosari Malang 1.276.269.700,00 25.408.241,00 -1.250.861.459,00 -98,01
0110 SMK Negeri 1 Panji Situbondo 787.125.000,00 373.766.500,00 -413.358.500,00 -52,51
0111 SMK Negeri 1 Kalipuro Banyuwangi 382.021.929,00 81.101.442,00 -300.920.487,00 -78,77
0112 SMK Negeri 2 Bondowoso 260.059.500,00 121.979.600,00 -138.079.900,00 -53,10
0113 SMK Negeri 5 Jember 1.107.713.500,00 705.281.200,00 -402.432.300,00 -36,33
0114 SMK Negeri 3 Madiun 753.861.250,00 568.506.931,00 -185.354.319,00 -24,59
0115 SMK Negeri 1 Pacitan 641.663.688,00 285.163.468,00 -356.500.220,00 -55,56
0116 SMK Negeri 2 Pasuruan 1.155.014.000,00 176.154.000,00 -978.860.000,00 -84,75
0117 SMK Negeri 3 Boyolangu Tulungagung 1.272.530.000,00 506.379.557,00 -766.150.443,00 -60,21
0118 SMK Negeri 1 Glagah Banyuwangi 614.372.500,00 36.000.000,00 -578.372.500,00 -94,14
0119 SMK Negeri 1 Tegalampel Bondowoso 291.620.000,00 76.745.933,00 -214.874.067,00 -73,68
0120 SMK Negeri 1 Jenangan Ponorogo 350.650.000,00 246.440.280,00 -104.209.720,00 -29,72
102 Kesehatan 4.250.582.472.184,07 3.549.124.122.409,07 -701.458.349.775,00 -16,50
0101 Dinas Kesehatan Prov. Jatim 415.877.787.561,00 131.950.391.331,00 -283.927.396.230,00 -68,27
0102 Rumah Sakit Umum Karsa Husada Batu Prov. Jatim
223.573.733.294,06 200.015.443.087,00 -23.558.290.207,06 -10,54
0103 Rumah Sakit Paru Jember Prov. Jatim 57.408.012.038,51 48.670.506.937,00 -8.737.505.101,51 -15,22
0104 Rumah Sakit Paru Dungus Madiun Prov. Jatim
30.092.740.171,21 27.981.826.749,00 -2.110.913.422,21 -7,01
0105 Rumah Sakit Kusta Kediri Prov. Jatim 23.375.897.197,48 21.048.478.002,00 -2.327.419.195,48 -9,96
0106 Rumah Sakit Kusta Sumberglagah Mojokerto Prov. Jatim
62.706.987.740,12 51.525.598.470,00 -11.181.389.270,12 -17,83
0107 Rumah Sakit Mata Masyarakat Jawa Timur
85.755.345.916,16 77.715.361.304,00 -8.039.984.612,16 -9,38
0108 Rumah Sakit Paru Surabaya Prov. Jatim 47.444.379.656,92 43.236.887.166,00 -4.207.492.490,92 -8,87
0109 Rumah Sakit Umum Mohammad Noer Pamekasan Prov. Jatim
37.595.044.722,45 35.566.453.544,00 -2.028.591.178,45 -5,40
0110 Rumah Sakit Paru Manguharjo Madiun Prov. Jatim
27.359.192.023,85 23.941.484.979,00 -3.417.707.044,85 -12,49
0111 Akademi Keperawatan Madiun 12.863.413.937,29 11.013.280.585,00 -1.850.133.352,29 -14,38
0112 Akademi Gizi Surabaya 12.813.451.241,50 11.744.939.449,00 -1.068.511.792,50 -8,34
0113 UPT- Pelatihan Kesehatan Masyarakat Murnajati Lawang
22.860.063.866,38 23.843.497.415,00 983.433.548,62 4,30
0200 Rumah Sakit Umum Dr. Soetomo Surabaya Prov. Jatim
1.717.006.768.420,37 1.423.040.835.867,16 -293.965.932.553,21 -17,12
0300 Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang Prov. Jatim
789.496.211.654,82 781.512.862.711,91 -7.983.348.942,91 -1,01
0400 Rumah Sakit Umum Dr. Soedono Madiun Prov. Jatim
306.779.644.829,51 285.275.123.384,00 -21.504.521.445,51 -7,01
0500 Rumah Sakit Haji Surabaya Prov. Jatim 285.071.629.484,20 263.810.633.555,00 -21.260.995.929,20 -7,46
0600 Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya Prov. Jatim
92.502.168.428,24 87.230.517.873,00 -5.271.650.555,24 -5,70
103 Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang
1.596.849.191.290,00 1.416.036.590.651,70 -180.812.600.638,30 -11,32
0100 Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Prov. Jatim
1.153.327.170.300,00 1.016.277.091.451,60 -137.050.078.848,40 -11,88
0200 Dinas Pekerjaan Umum Sumberdaya Air Prov. Jatim
200.206.473.000,00 187.180.510.256,10 -13.025.962.743,90 -6,51
0300 Dinas Perumahan Rakyat, kawasan permukiman dan Cipta Karya Prov. Jatim
243.315.547.990,00 212.578.988.944,00 -30.736.559.046,00 -12,63
105 Ketenteraman dan Ketertiban Umum serta Perlindungan Masyarakat
39.269.367.000,00 37.528.220.237,00 -1.741.146.763,00 -4,43
0100 Satuan Polisi Pamong Praja 39.269.367.000,00 37.528.220.237,00 -1.741.146.763,00 -4,43
106 Sosial 233.176.066.986,00 223.468.282.973,00 -9.707.784.013,00 -4,16
0100 Dinas Sosial 233.176.066.986,00 223.468.282.973,00 -9.707.784.013,00 -4,16
107 Tenaga Kerja 279.277.340.572,00 270.411.022.094,00 -8.866.318.478,00 -3,17
0100 Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi 279.277.340.572,00 270.411.022.094,00 -8.866.318.478,00 -3,17
108 Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
27.874.278.000,00 26.365.583.022,00 -1.508.694.978,00 -5,41
0100 Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Kependudukan Prov. Jatim
27.874.278.000,00 26.365.583.022,00 -1.508.694.978,00 -5,41
109 Pangan 291.900.219.834,00 260.508.263.669,00 -31.391.956.165,00 -10,75
0100 Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Prov. Jatim
229.533.501.634,00 213.488.258.887,00 -16.045.242.747,00 -6,99
0101 UPT Pengembangan Benih Padi 36.969.382.000,00 24.539.200.705,00 -12.430.181.295,00 -33,62
0102 UPT Pengembangan Benih Palawija 8.448.257.200,00 7.470.116.310,00 -978.140.890,00 -11,58
111 Lingkungan Hidup 42.360.557.000,00 35.598.485.109,00 -6.762.071.891,00 -15,96
0100 Dinas Lingkungan Hidup Prov. Jatim 42.360.557.000,00 35.598.485.109,00 -6.762.071.891,00 -15,96
113 Pemberdayaan Masyarakat dan Desa 82.190.653.000,00 76.995.531.603,00 -5.195.121.397,00 -6,32
0100 Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Prov. Jatim
82.190.653.000,00 76.995.531.603,00 -5.195.121.397,00 -6,32
115 Perhubungan 908.043.464.291,00 862.681.754.672,00 -45.361.709.619,00 -5,00
0100 Dinas Perhubungan Prov. Jatim 908.043.464.291,00 862.681.754.672,00 -45.361.709.619,00 -5,00
116 Komunikasi dan Informatika 75.008.146.000,00 70.927.844.342,00 -4.080.301.658,00 -5,44
0100 Dinas Komunikasi dan Informatika Prov. Jatim
75.008.146.000,00 70.927.844.342,00 -4.080.301.658,00 -5,44
117 Koperasi, Usaha Kecil, dan Menengah 84.859.553.618,00 82.153.297.184,00 -2.706.256.434,00 -3,19
0100 Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah Prov. Jatim
84.859.553.618,00 82.153.297.184,00 -2.706.256.434,00 -3,19
118 Penanaman Modal 61.493.671.000,00 56.336.342.737,97 -5.157.328.262,03 -8,39
0100 Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Prov. Jatim
61.493.671.000,00 56.336.342.737,97 -5.157.328.262,03 -8,39
119 Kepemudaan dan Olah Raga 48.592.687.000,00 45.561.490.642,00 -3.031.196.358,00 -6,24
0100 Dinas Kepemudaan dan Olahraga Prov. Jatim
48.592.687.000,00 45.561.490.642,00 -3.031.196.358,00 -6,24
122 Kebudayaan 170.778.816.350,00 166.478.095.825,00 -4.300.720.525,00 -2,52
0100 Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Prov. Jatim
170.778.816.350,00 166.478.095.825,00 -4.300.720.525,00 -2,52
123 Perpustakaan 48.083.453.000,00 46.882.586.533,00 -1.200.866.467,00 -2,50
0100 Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Prov. Jatim
48.083.453.000,00 46.882.586.533,00 -1.200.866.467,00 -2,50
201 Kelautan dan Perikanan 728.378.376.582,00 700.164.182.880,27 -28.214.193.701,73 -3,87
0100 Dinas Kelautan dan Perikanan Prov. Jatim
702.726.127.619,00 675.839.381.559,27 -26.886.746.059,73 -3,83
0101 UPT Pelabuhan dan Pengelolaan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Mayangan
11.860.007.373,00 11.470.114.345,00 -389.893.028,00 -3,29
0102 UPT Pelabuhan dan Pengelolaan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Tamperan
6.789.429.900,00 6.313.542.305,00 -475.887.595,00 -7,01
0103 UPT Pelabuhan dan Pengelolaan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Pondokdadap
7.002.811.690,00 6.541.144.671,00 -461.667.019,00 -6,59
203 Pertanian 178.365.284.377,00 162.160.478.408,50 -16.204.805.968,50 -9,09
0100 Dinas Perkebunan Prov. Jatim 83.192.064.802,00 74.417.383.777,00 -8.774.681.025,00 -10,55
0200 Dinas Peternakan Prov. Jatim 95.173.219.575,00 87.743.094.631,50 -7.430.124.943,50 -7,81
204 Kehutanan 160.046.408.000,00 151.502.046.206,00 -8.544.361.794,00 -5,34
0100 Dinas Kehutanan Prov. Jatim 160.046.408.000,00 151.502.046.206,00 -8.544.361.794,00 -5,34
205 Energi dan Sumber Daya Mineral 29.960.494.400,00 28.205.873.469,00 -1.754.620.931,00 -5,86
0100 Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Prov. Jatim
29.960.494.400,00 28.205.873.469,00 -1.754.620.931,00 -5,86
207 Perindustrian 188.633.200.206,00 172.256.737.350,19 -16.376.462.855,81 -8,68
0100 Dinas Perindustrian dan Perdagangan Prov. Jatim
188.633.200.206,00 172.256.737.350,19 -16.376.462.855,81 -8,68
301 Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
25.110.524.944,00 25.025.566.645,00 -84.958.299,00 -0,34
0100 Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Prov. Jatim
25.110.524.944,00 25.025.566.645,00 -84.958.299,00 -0,34
302 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 98.970.899.000,00 94.826.770.565,00 -4.144.128.435,00 -4,19
0100 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Prov. Jatim
98.970.899.000,00 94.826.770.565,00 -4.144.128.435,00 -4,19
303 Kesekretariatan Daerah 403.899.058.141,00 370.761.012.323,00 -33.138.045.818,00 -8,20
0101 Biro Administrasi Pemerintahan dan Otonomi Daerah Setda Prov. Jatim
23.533.347.000,00 21.069.977.691,00 -2.463.369.309,00 -10,47
0102 Biro Administrasi Kesejahteraan Sosial Setda Prov. Jatim
54.065.591.000,00 49.725.220.136,00 -4.340.370.864,00 -8,03
0103 Biro Hukum Setda Prov. Jatim 13.207.348.000,00 12.289.705.515,00 -917.642.485,00 -6,95
0104 Biro Administrasi Perekonomian Setda Prov. Jatim
58.375.485.141,00 54.253.609.954,00 -4.121.875.187,00 -7,06
0105 Biro Administrasi Sumber Daya Alam Setda Prov. Jatim
10.467.880.000,00 9.788.611.681,00 -679.268.319,00 -6,49
0106 Biro Administrasi Pembangunan Setda Prov. Jatim
25.464.713.000,00 24.214.350.936,00 -1.250.362.064,00 -4,91
0107 Biro Organisasi Setda Prov. Jatim 13.617.488.000,00 12.324.864.219,00 -1.292.623.781,00 -9,49
0108 Biro Umum Setda Prov. Jatim 171.604.122.000,00 155.215.307.924,00 -16.388.814.076,00 -9,55
0109 Biro Hubungan Masyarakat dan Protokol Setda Prov. Jatim
33.563.084.000,00 31.879.364.267,00 -1.683.719.733,00 -5,02
304 Kesekretariatan DPRD 244.439.945.000,00 181.034.105.338,00 -63.405.839.662,00 -25,94
0100 Sekretariat DPRD Prov. Jatim 244.439.945.000,00 181.034.105.338,00 -63.405.839.662,00 -25,94
305 Pengawasan 51.254.970.000,00 49.610.491.530,00 -1.644.478.470,00 -3,21
0100 Inspektorat Prov. Jatim 51.254.970.000,00 49.610.491.530,00 -1.644.478.470,00 -3,21
306 Perencanaan 113.420.261.000,00 107.595.458.259,00 -5.824.802.741,00 -5,14
0100 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Prov. Jatim
113.420.261.000,00 107.595.458.259,00 -5.824.802.741,00 -5,14
307 Keuangan 16.954.745.135.235,60 15.937.671.480.418,00 -1.017.073.654.817,67 -6,00
0100 Badan Pendapatan Daerah Prov. Jatim 557.688.076.900,00 472.014.662.816,96 -85.673.414.083,04 -15,36
0200 Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (SKPD) Prov. Jatim
216.658.919.000,00 200.879.851.560,00 -15.779.067.440,00 -7,28
0300 Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (PPKD) Prov. Jatim
16.180.398.139.335,60 15.264.776.966.041,00 -915.621.173.294,63 -5,66
308 Kepegawaian 50.202.231.086,00 46.655.692.471,00 -3.546.538.615,00 -7,06
0100 Badan Kepegawaian Daerah Prov. Jatim 50.202.231.086,00 46.655.692.471,00 -3.546.538.615,00 -7,06
309 Pendidikan dan Pelatihan 166.565.848.000,00 148.094.305.099,00 -18.471.542.901,00 -11,09
0100 Badan Pendidikan dan Pelatihan Prov. Jatim
166.565.848.000,00 148.094.305.099,00 -18.471.542.901,00 -11,09
310 Penelitian dan Pengembangan 36.154.746.000,00 34.247.914.313,00 -1.906.831.687,00 -5,27
0100 Badan Penelitian dan Pengembangan Prov. Jatim
36.154.746.000,00 34.247.914.313,00 -1.906.831.687,00 -5,27
311 Koordinasi Pelaksanaan Urusan 53.785.962.000,00 49.780.930.672,00 -4.005.031.328,00 -7,45
0100 Badan Penghubung Daerah Provinsi Prov. Jatim
53.785.962.000,00 49.780.930.672,00 -4.005.031.328,00 -7,45
312 Wawasan Bangsa 31.430.098.000,00 29.621.135.202,00 -1.808.962.798,00 -5,76
0100 Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Prov. Jatim
31.430.098.000,00 29.621.135.202,00 -1.808.962.798,00 -5,76
313 Penanggulangan Bencana 25.867.514.300,00 24.995.631.152,00 -871.883.148,00 -3,37
0100 Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Prov. Jatim
25.867.514.300,00 24.995.631.152,00 -871.883.148,00 -3,37
314 Koordinasi Wilayah 58.922.069.860,00 55.406.988.046,00 -3.515.081.814,00 -5,97
0100 Badan Koordinasi Wilayah Pemerintahan dan Pembangunan Provinsi Jatim I Madiun
12.689.232.000,00 12.237.072.392,00 -452.159.608,00 -3,56
0200 Badan Koordinasi Wilayah Pemerintahan dan Pembangunan Provinsi Jatim II Bojonegoro
12.216.679.000,00 11.259.199.986,00 -957.479.014,00 -7,84
Sumber: Data diolah dari Laporan Realisasi Anggaran s/d TW. 4 TA. 2018 (*)
3.4.4. Analisis Rasio Keuangan Kaitannya dengan Pencapaian
Kinerja
Dalam suatu sistem pengelolaan keuangan daerah di era
otonomi daerah yaitu terkait dengan pengelolaan APBD perlu
ditetapkan standar atau acuan kapan suatu daerah dikatakan
mandiri, efektif dan efisien serta akuntabel. Untuk itu diperlukan
suatu pengukuran kinerja keuangan pemerintah daerah sebagai
tolak ukur dalam penetapan kebijakan keuangan pada tahun
anggaran selanjutnya. Pengukuran kinerja sangat penting untuk
menilai akuntabilitas pemerintah daerah dalam melakukan
pengelolaan keuangan daerah. Akuntabilitas bukan sekedar
kemampuan menunjukan bagaimana uang publik dibelanjakan, akan
tetapi meliputi kemampuan yang menunjukan bahwa uang publik
tersebut telah dibelanjakan secara ekonomis, efektif dan efisien.
Pengukuran kinerja keuangan daerah secara umum mencakup
3 (tiga) bidang yang saling terkait antara satu dengan yang lainnya,
meliputi :
1) Analisis penerimaan, yaitu analisis mengenai kemampuan
pemerintah daerah dalam menggali potensi sumber-sumber
pendapatan ;
0300 Badan Koordinasi Wilayah Pemerintahan dan Pembangunan Provinsi Jatim III Malang
11.578.197.000,00 10.756.249.416,00 -821.947.584,00 -7,10
0400 Badan Koordinasi Wilayah Pemerintahan dan Pembangunan Provinsi Jatim IV Pamekasan
11.961.970.000,00 11.083.457.311,00 -878.512.689,00 -7,34
0500 Badan Koordinasi Wilayah Pemerintahan dan Pembangunan Provinsi Jatim V Jember
10.475.991.860,00 10.071.008.941,00 -404.982.919,00 -3,87
TOTAL 33.245.888.781.196,70 30.680.747.709.706,81 2.565.141.071.489,89 7,72
2) Analisis pengeluaran, yaitu analisis mengenai seberapa besar
biaya-biaya dari suatu pelayanan kepada masyarakat dan faktor-
faktor yang menyebabkan biaya-biaya tersebut meningkat ;
3) Analisis anggaran, yaitu analisis mengenai hubungan antara
pendapatan, belanja dan proyeksi tahun mendatang.
Salah satu alat untuk menganalisis kinerja pemerintah
daerah dalam mengelola keuangan daerahnya adalah dengan
melakukan analisis rasio terhadap APBD yang telah dilaksanakan.
Analisis rasio terhadap APBD dilakukan untuk meningkatkan kualitas
pengelolaan keuangan daerah de.gan membandingkan hasil yang
dicapai suatu periode dibandingkan periode sebelumnya sehingga
dapat diketahui kecenderungannya. Beberapa analisis rasio yang
digunakan dalam laporan ini adalah sebagai berikut:
1. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah
Kemandirian keuangan daerah (otonomi fiskal)
mengindikasikan kemampuan Pemerintah Daerah dalam membiayai
sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan
masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai
sumber pendapatan daerah. Kemandirian daerah ditunjukkan oleh
besar kecilnya Rasio Kemandirian yang menggambarkan
ketergantungan daerah terhadap sumber dana eksternal. Rasio ini
ditunjukan oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD)
dibandingkan dengan pendapatan daerah yang berasal dari
sumber lainnya misalnya bantuan pemerintah pusat (transfer pusat)
maupun dari pinjaman. Semakin tinggi rasio kemandirian daerah,
tingkat ketergantungan terhadap bantuan pihak eksternal semakin
rendah, dan sebaliknya.
Untuk menilai tinggi rendahnya rasio kemandirian
pemerintah daerah, bisa mengacu pada Kepmendagri No.690.900.327
tahun 1996, sebagai berikut :
Tabel 3.10
Kriteria Tingkat Kemandirian dan Kemampuan Keuangan Daerah
Kemampuan
Keuangan Kemandirian (%)
Pola
Hubungan
Rendah Sekali
Rendah
Sedang
Tinggi
0 – 25
> 25 – 50
> 50 – 75
> 75
Instruktif
Konsultatif
Partisipatif
Delegatif
Sumber : Kepmendagri No. 690.900.327 /1996
Tabel 3.11
Perhitungan Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Provinsi Jawa Timur
Tahun Anggaran 2013-2018
Tahun PAD Dana Perimbangan Pinjaman
Ratio
Kemandiria
n (%)
2013 11.579.340.719.021,90 3.092.884.299.095,00 0.00 374,39
2014 14.442.216.534.958,90 3.485.336.767.166,00 0.00 414,37
Rasio Kemandirian Daerah = Pendapatan Asli Daerah
x 100
(Dana Perimbangan + Pinjaman
Daerah)
2015 15.402.647.674.502,60 3.115.619.118.152,00 0.00 494,37
2016 15.817.795.024.796,96 9.039.003.358.881,00 0.00 174,99
2017 17.324.177.664.424,22 12.494.048.645.633,00 0.00 138,66
2018* 18.549.682.600.980,72 13.295.784.849.272,21 0.00 139,52
Jumlah 93.115.860.218.685,30 44.522.677.038.199,20 0,00 209,14
Rata-
Rata 15.519.310.036.447,50 7.420.446.173.033,20 0,00 209,14
Sumber: Data diolah dari Perda ttg Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD TA. 2013-
2017 dan Laporan Realisasi Anggaran s/d TW. 4 TA. 2018 (*)
Berdasarkan tabel diatas, nampak bahwa Pemerintah
Provinsi Jawa Timur tingkat kemandiriannya mengalami peningkatan
dari tahun ke tahun yang menggambarkan tingkat kemandirian
keuangan Provinsi Jawa Timur tinggi sekali terhadap bantuan transfer
dana perimbangan dan pinjaman atau dengan kata lain
ketergantungan terhadap pihak eksternal rendah. Hal ini bisa di lihat
dari rasio yang melebihi 100 % tiap tahunnya. Hasil rasio
kemandirian dibandingkan dengan pedoman tingkat kemandirian
dan kemampuan keuangan dari Kepmendagri tahun 1996, maka
Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk tahun 2013 sampai 2018 tingkat
kemampuan keuangannya tinggi sekali dengan pola hubungan
delegatif yaitu peranan kemampuan keuangan asli daerah lebih
dominan daripada peran pemerintah pusat. Pola ini dari sisi finansial
menunjukkan tidak adanya ketergantungan dari dana perimbangan
sehingga peran pemerintah Provinsi Jawa Timur hanya delegasi dari
pemerintah pusat.
2. Rasio Efektifitas Pendapatan Asli Daerah
Rasio ini menggambarkan kemampuan pemerintah daerah
dalam merealisasikan pendapatan asli daerah yang direncanakan
dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi
riil daerah. Pemerintah daerah dikatakan mampu menjalankan
tugasnya bila rasio yang dicapai minimal sebesar 1 atau 100 persen.
tetapi semakin tinggi rasio efektivitas berarti kemampuan daerah
semakin baik. Pemerintah telah menyusun pedoman penilaian
tingkat efektivitas keuangan daerah, melalui Kepmendagri
No.690.900.327 tahun 1996 berikut ini.
Tabel 3.12
Kriteria Efektivitas Keuangan Daerah
Kriteria Efektivitas Persentase Efektifitas (%)
Sangat Efektif
Efektif
Cukup Efektif
Kurang Efektif
Tidak Efektif
>100
>90 – 100
>80 – 90
>60 – 80
≤60
Sumber :Kepmendagri No.690.900.327 tahun 1996
Rasio Efektivitas = Realisasi Penerimaan PAD
X 100
Target Penerimaan PAD yang ditetapkan
berdasarkan potensi Riil Daerah
Tabel 3.13
Perhitungan Rasio Efektifitas Pendapatan Asli Daerah Prov Jatim
Tahun Anggaran 2013 – 2018
Tahun Target PAD PAD Rasio Efektifitas
(%)
2013 10.382.698.220.551,00 11.579.340.719.021,90 111.53
2014 13.091.500.947.341,00 14.442.216.534.958,90 110.32
2015 14.900.073.456.574,00 15.402.647.674.502,60 103,37
2016 14.624.118.008.516,00 15.817.795.024.796,96 108,16
2017 15.850.715.963.543,19 17.324.177.664.424,22 109,30
2018* 16.575.987.295.655,47 18.549.682.600.980,72 111,91
Rata-Rata 14.237.515.648.696,70 15.519.310.036.447,50 109,00
Sumber: Data diolah dari Perda ttg Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD
TA. 2013-2017 dan Laporan Realisasi Anggaran s/d TW. 4 TA. 2018 (*)
Berdasarkan tabel nampak bahwa rasio efektifitas
Pemerintah Provinsi Jawa Timur cukup fluktuatif selama 5 tahun
kebelakang dengan puncak kenaikan tertinggi pada tahun 2013,
namun kondisi tahun 2015 telah terjadi penurunan yang cukup
signifikan dikarenakan terjadinya pelampauan yang relative kecil dari
pajak daerah. Meskipun demikian berdasarkan kriteria efektifitas
Pemerintah Provinsi Jawa Timur masih selalu diatas 100% tiap
tahunnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Pemerintah
Provinsi Jawa Timur pada tahun 2013-2018 telah sangat efektif dalam
mengelola Pendapatan Asli Daerahnya.
3. Rasio Aktivitas (Keserasian)
Rasio keserasian merupakan rasio yang mendeskripsikan
aktivitas Pemerintah Daerah dalam memprioritaskan alokasi
dananya pada belanja rutin dan belanja pembangunan secara
optimal. Semakin tinggi persentase dana yang dialokasikan untuk
belanja rutin berarti persentase belanja investasi yang dipakai
untuk menyediakan sarana prasarana ekonomi masyarakat semakin
kecil (Abdul Halim, 2012). Sampai saat ini belum ada pedoman
yang ideal tentang besarnya rasio belanja rutin maupun rasio
belanja modal, karena sangat dipengaruhi dinamika pembangunan
dan kebutuhan investasi yang diperlukan untuk mencapai
pertumbuhan yang ditargetkan.
Nama akun belanja rutin adalah sama dengan belanja operasi
sedangkan belanja pembangunan sendiri adalah belanja modal. Hal ini
sesuai dengan yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71
Tahun 2010.
Selanjutnya rasio keserasian dapat di formulasikan sebagai
berikut :
a. Rasio aktivitas belanja rutin/operasi = Belanja rutin/operasi X 100
Total APBD
b. Rasio aktivitas belanja modal = Belanja Pembangunan/ Modal X 100
Total APBD
Tabel 3.14
Perhitungan Rasio Aktifitas (Keserasian) Belanja Operasi dan Belanja Modal
Pemerintah Provinsi Jawa Timur
Tahun Anggaran 2013-2018
Tahu
n
Belanja Total
Pendapatan
Rasio
Aktivitas
Belanja (%)
Operasi Modal Opera
si
Mod
al
2013 11.434.703.038.40
3,80
1.175.751.046.13
4,00
17.372.768.543.85
0,90 65,82 6,77
2014 11.408.153.823.45
4,10
1.207.456.633.37
3,80
20.772.483.892.73
0,90 54,92 5,81
2015 12.842.601.930.37
6,80
2.258.320.071.66
1,60
22.228.450.227.97
4,40 57,78 10,16
2016 14.886.622.532.94
6,00
2.150.594.111.04
3,00
24.962.122.477.06
9,50 59,64 8,62
2017 18.507.200.635.00
0,40
3.090.055.683.75
3,90
29.864.031.011.50
6,20 61,97 10,35
2018
*
20.761.304.037.33
5,75
2.840.374.100.90
9,06
31.957.807.958.59
9,90 64,96 8,89
Rata-rata 60,85 8,43
Sumber: Data diolah dari Perda ttg Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD TA. 2013-
2017 dan Laporan Realisasi Anggaran s/d TW.4 TA. 2018 (*)
Dari perhitungan rasio keserasian di atas nampak bahwa
sebagian besar dana yang dimiliki Pemerintah Provinsi Jawa Timur
masih digunakan untuk kebutuhan belanja operasi walaupun terjadi
penurunan rasio aktivitas belanja Provinsi Jawa Timur, rata-rata
rasio aktivitas belanja operasi (belanja rutin) sebesar 60,03%
sedangkan rasio aktivitas belanja modal (belanja pembangunan)
sebesar 8,34%. Namun pada tahun 2017 terjadi peningkatan rasio
cukup signifikan atau hampir dua kali lipat dari tahun sebelumnya
dikarenakan adanya penambahan realisasi belanja pembangunan atau
modal. Rasio aktivitas belanja operasi Provinsi Jawa Timur sangat
tinggi dibandingkan dengan rasio aktivitas belanja modal. Dengan
demikian dapat kita simpulkan bahwa pemerintah Provinsi Jawa
Timur lebih memperioritaskan belanjanya pada belanja operasi
daripada belanja modal (pembangunan). Semakin tinggi presentase
dana yang dialokasikan untuk belanja rutin berarti presentase
belanja investasi (belanja pembangunan) yang digunakan untuk
menyediakan sarana prasarana ekonomi masyarakat cenderung
semakin kecil. Pemerintah daerah Provinsi Jawa Timur perlu
menekan belanja operasi seperti belanja pegawai dan belanja
barang yang terlalu besar guna dialokasikan untuk belanja modal.
Hal ini dianggap perlu untuk diperhatikan oleh Pemerintah
Provinsi Jawa Timur walaupun patokan untuk besarnya belanja
operasi dan belanja modal terhadap APBD belum ada. Namun
sebagai daerah yang berada di negara berkembang pemerintah
daerah seharusnya meningakatkan belanja modal (pembangunan)
dalam menyediakan sarana prasarana yang mendukung untuk
peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pelayanan publik. Hal ini
telah dilaksanakan dengan meningkatkan proporsi belanja
pembangunan atau modal sehinggal diharapkan dapat memberikan
efek multiplier yang berkepanjangan.
4. Rasio Pengelolaan Belanja
Rasio ini menggambarkan kegiatan belanja yang dilakukan oleh
pemerintah daerah memiliki ekuitas antara periode yang positif, yaitu
belanja daerah yang direncanakan idealnya tidak lebih besar dari
pendapatan daerah yang diterima pemerintah daerah. Rasio ini
menunjukan adanya surplus atau defisit anggaran, yaitu selisih
lebih/kurang antara pendapatan dan belanja selama satu periode
laporan. Penghitungan secara pasti besaran surplus atau defisit
anggaran pada suatu pemerintah daerah sulit untuk ditentukan karena
sangat dipengaruhi beberapa faktor, antara lain :
a. Keterlambatan penetapan besaran alokasi anggaran Dana
Perimbangan;
b. Adanya program kegiatan yang dibiayai dari APBN pada SKPD yang
memerlukan dana pendamping dari APBD dan penyusunannya
tidak melibatkan pemerintah daerah;
c. Penerimaan pendapatan daerah tidak sebanding dengan belanja
daerah.
Rasio pengelolaan belanja = Total Pendapatan Daerah X 100
Total Belanja Daerah
Tabel : 3.15
Surplus/Defisit Anggaran dan Perhitungan Rasio Pengelolaan Belanja
Provinsi Jawa Timur
Tahun Anggaran 2013-2018
Tahu
n
Pendapatan
Daerah Belanja Daerah Surplus/Defisit
Rasio
Pengelola
an Belanja
(%)
2013 17.372.768.543.850
,90
16.738.657.227.158
,80
634.111.316.692,1
0 103,79
2014 20.772.483.892.730
,90
20.006.881.302.740
,90
765.602.589.990,0
0 103,83
2015 22.228.450.227.974
,40
22.946.307.569.745
,80
-
717.857.341.771,4
0
96,87
2016 24.962.122.477.069
,50
23.859.953.926.118
,10
1.102.168.550.951,
44 104,62
2017 29.864.031.011.506
,22
28.878.134.635.610
,34
985.896.375.895,9
0 103,41
2018* 31.957.807.958.599
,93
30.680.747.709.706
,81
1.277.060.248.893,
10 104,16
Rata-Rata 102,78
Sumber: Data diolah dari Perda ttg Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD
TA. 2013-2018 dan Laporan Realisasi Anggaran s/d TW. 4 TA. 2018
(*)
Rasio pengelolaan belanja Pemerintah Provinsi Jawa Timur
pada tabel diatas dapat dilihat bahwa rata-rata rasio pengelolaan
belanja sebesar 102,78 %. Pada tahun 2015 sebesar 96,87 %
mengalami defisit anggaran. Hal ini disebabkan karena penurunan
realisasi pendapatan daerah Provinsi Jawa Timur pada tahun tersebut.
Dapat dilihat pula bahwa kinerja pengelolaan belanja yang paling baik
terjadi pada tahun 2018 yang menunjukkan adanya surplus sebesar
Rp.1.277.060.248.893,12 dimana Pemerintah Provinsi Jawa Timur
mengalami peningkatan rasio pengelolaan belanja melebihi 100%
yaitu 104,16 %. Dengan demikian kinerja pengelolaan keuangan
daerah Provinsi Jawa Timur baik jika dilihat berdasarkan rasio
pengelolaan belanja.
5. Rasio Pertumbuhan
Rasio Pertumbuhan mengukur seberapa besar kemampuan
pemerintah daerah dalam mempertahankan dan meningkatkan
keberhasilannya yang telah dicapai dari periode ke periode berikutnya.
Pertumbuhan untuk masing-masing komponen sumber pendapatan
dan pengeluaran, dapat dijadikan dasar untuk melakukan evaluasi
terhadap potensi-potensi penerimaan dan prioritas belanja pada
tahun-tahun mendatang, dalam arti lain mengukur kemampuan
Pemerintah Daerah dalam mempertahankan dan meningkatkan
keberhasilan yang telah dicapai selama beberapa periode. Jika
pertumbuhan untuk masing-masing komponen sumber pendapatan
dan pengeluaran sudah diketahui, maka dapat digunakan untuk
menilai potensi mana yang perlu mendapat perhatian.
Rasio Pertumbuhan :
a. Realisasi Penerimaan PAD =
b. Rasio Pertumbuhan Σ Pendapatan =
c. Rasio Pertumbuhan Belanja Operasi =
Realisasi Pengeluaran ∑ Belanja Operasi Xn − Xn-1
X 100
Pengeluaran ∑ Belanja Operasi Xn-1
d. Rasio Pertumbuhan Belanja Modal
Realisasi Pengeluaran ∑ Belanja Modal Xn − Xn-1 X 100
Pengeluaran ∑ Belanja Modal Xn-1
Tabel: 3.16
Perhitungan Rasio Pertumbuhan Provinsi Jawa Timur
Tahun Anggaran 2013-2018
Sumber: Data diolah dari Perda ttg Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD TA. 2013-
2017 dan Laporan Realisasi Anggaran s/d TW. 4 TA. 2018 (*)
Rasio pertumbuhan PAD dan pertumbuhan pendapatan
Pemerintah Provinsi Jawa Timur dari tahun 2013-2018 menunjukkan
pertumbuhan yang positif. Rata-rata rasio pertumbuhan PAD dan
pendapatan selama 6 tahun sebesar 11,92% dan 13,05% menunjukkan
pertumbuhan yang sangat tinggi yang menunjukkan kinerja
pengelolaan keuangan Pemerintah Provinsi Jawa Timur yang baik,
karena setidaknya Pemerintah Provinsi Jawa Timur mampu
mempertahankan penerimaan PAD dan pendapatan tetap mengalami
pertumbuhan setiap tahunnya. Berdasarkan tabel di atas dapat
diketahui bahwa pada tahun 2018 PAD Pemerintah Provinsi Jawa
Timur mengalami kenaikan pertumbuhan cukup tinggi yakni sebesar
7,07 % jika dibanding dengan pertumbuhan tahun sebelumnya .
Pertumbuhan belanja Pemerintah Provinsi Jawa Timur yaitu
belanja operasi mengalami pertumbuhan yang positif dengan rata-
rata selama 6 tahun sebesar 12,10% dan pertumbuhan belanja operasi
pada tahun 2018 telah bergerak positif yang berarti terjadi kenaikan
yang menandakan adanya pertumbuhan positif yang disebabkan
adanya terealisasinya beberapa belanja terutama belanja jasa dikaitkan
dengan naiknya inflasi daerah, sedangkan rasio pertumbuhan belanja
modal positif dengan rata-rata 6 tahun sebesar 19,42%. Pada tahun
2018 mengalami penurunan yang cukup signifikan jika dibanding
dengan tahun 2017. Hal ini diakibatkan adanya penurunan realisasi
pembangunan fisik. Berdasarkan rata-rata rasio pertumbuhan belanja
operasi sebesar 12,10% dan belanja modal sebesar 19,42%, terlihat
bahwa pertumbuhan rata-rata rasio belanja operasi lebih kecil
dibandingkan dengan belanja modal berkebalikan dengan tahun
sebelumnya sehingga menunjukkan pengelolaan keuangan yang lebih
berorientasi pada belanja yang manfaatnya jangka panjang dalam
rangka pengeluaran investasi yang manfaatnya dapat dirasakan untuk
beberapa tahun sepanjang masa manfaat atas belanja modal tetap
terjaga dan memberikan multiplier effect yang dapat mendukung
perekonomian.
4.1. KESIMPULAN
Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKjIP) disusun sebagai
bentuk pertanggungjawaban Pemerintah Provinsi Jawa Timur
berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan pada Tahun 2018
sebagai bahan pengambilan keputusan dalam perencanaan tahun
berikutnya. Secara umum, capaian Indikator Kinerja Utama (IKU)
Pemerintah Provinsi Jawa Timur Tahun 2018, masih terdapat beberapa
IKU yang belum bisa memenuhi target, antara lain:
1. Indeks Gini
2. Indeks Pemerataan Pendapatan versi Bank Dunia
3. Indeks Pembangunan Gender (berdasarkan angka sementara)
4. Pertumbuhan PDRB / Laju Pertumbuhan Ekonomi (angka
sementara)
Selebihnya, IKU Pemerintah Provinsi Jawa Timur telah melampaui
target pembangunan Tahun 2018. Adapun IKU tersebut sebagai
berikut:
1. Tingkat Pengangguran Terbuka
2. Indeks Pembangunan Manusia
3. Persentase Penduduk Miskin
4. Indeks Kualitas Lingkungan Hidup.
5. Indeks Kepuasan Masyarakat
6. Indeks Kesalehan Sosial.
B A B 4 .
P E N U T U P
Secara umum, Pemerintah Provinsi Jawa Timur telah berhasil
mengatasi permasalahan pengangguran terbuka dan penduduk
miskin, begitu juga dengan perbedaan (gap) antara masyarakat kelas
atas dan bawah yang sudah relatif berkurang.
4.2. RENCANA TINDAK LANJUT
4.2.1. Tingkat Pengangguran Terbuka
Sebagai bentuk rencana tindak lanjut, berikut adalah upaya
penurunan TPT, yaitu:
1. Memperkecil mismatch antara dunia pendidikan dengan dunia
kerja melalui berbagai intervensi di sektor pendidikan untuk lebih
mensinkronkan lulusan pendidikan dengan kebutuhan dunia
kerja.
2. Magang kerja (dalam negeri dan luar negeri), sebagai bagian dari
sistem pelatihan kerja dengan cara bekerja secara langsung
dalam proses produksi barang dan/atau jasa di perusahaan di
bawah bimbingan dan pengawasan Instruktur/pekerja,guna
menguasai keterampilan/keahlian tertentu.
3. Peningkatan kualitas angkatan kerja khususnya yang berusia
muda sehingga memberikan kontribusi menggeser struktur
penduduk kelompok berpendidikan rendah ke pendidikan yang
lebih tinggi.
4. Memperluas jejaring informasi pasar kerja serta optimalisasi
“Pusat Layanan Karir Terpadu” (PLKT) sebagai pusat layanan
penempatan kerja yang memfasilitasi dan mempertemukan
pencari kerja dengan pemberi kerja atau kalangan dunia usaha
(antara lain melalui job fair), terutama bagi angkatan kerja muda
terdidik yang mencari pekerjaan di sektor formal. Layanan PLKT
dilakukan secara langsung maupun online melalui situs
www.infokerja-jatim.com.
5. Optimalisasi fungsi Kios 3in1 (Three in One) yang menggunakan
pola “pelatihan – sertifikasi – penempatan“ di 16 UPT Pelatihan
Kerja (BLK) sehingga siswa lulusan UPT Pelatihan Kerja yang telah
mendapatkan keahlian dan keterampilan dapat diserap di pasar
kerja secara lebih optimal.
6. Bagi SDM dengan latar belakang pendidikan yang relatif rendah
sehingga sulit memasuki pasar kerja formal, diadakan pelatihan
berbasis masyarakat serta pelatihan kewirausahaan untuk
mendorong kemandirian usaha di sektor informal sehingga lebih
produktif.
7. Pemberdayaan tenaga kerja sarjana sebagai pendamping dan
penggerak kelompok usaha produktif dan pengembangan
embrio ekonomi masyarakat.
8. Kegiatan desa produktif, sebagai upaya penciptaan lapangan
kerja bagi masyarakat setengah penganggur di daerah kantong-
kantong kemiskinan dan pengangguran, diarahkan menjadi
daerah supply kebutuhan perkotaan dan mampu menggerakkan
ekonomi sebagai embrio sentra-sentra usaha produktif serta
menahan laju migrasi.
4.2.2. Indeks Pembangunan Manusia
Selama enam tahun terakhir, pembangunan manusia di Jawa
Timur yang ditunjukkan melalui Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
selalu mengalami peningkatan. Kondisi itu ditunjukkan oleh angka IPM
pada tahun 2012 sebesar 66,74; kemudian terus meningkat pada
tahun 2013-2017 yaitu masing-masing sebesar 67,55 (2013); 68,14
(2014); 68,95 (2015); 69,74 (2016); dan 70,27 (2017). Ini menunjukkan
upaya pemerintah Jawa Timur dalam meningkatkan pembangunan
manusia cukup berhasil. Prestasi itu ditunjukkan dari meningkatkan
predikat IPM Jawa Timur pada tahun 2017 menjadi IPM berkategori
“tinggi” untuk pertama kalinya. Sebelumnya, dari tahun 2010 hingga
tahun 2016 Jawa Timur masih berkategori “sedang”.
4.2.3. Persentase Penduduk Miskin
Jumlah penduduk miskin Provinsi Jawa Timur terus menurun,
walaupun masih di bawah angka nasional, tetapi Jawa Timur
merupakan salah satu provinsi yang memberikan kontribusi
penurunan penduduk miskin terbesar ketiga sebesar 211.740 atau
sebesar 16,85 % dari penurunan jumlah penduduk miskin secara
nasional.
Rencana Tindak Lanjut, rancangan Program Penanggulangan
Kemiskinan Tahun 2018 dilakukan secara integral dengan melibatkan
OPD terkait, Program Jalin Matra tidak hanya memberikan bantuan
uang untuk modal usaha kepada rumah tangga miskin tetapi juga
memberikan pelatihan-pelatihan pasca program agar rumah tangga
miskin dapat mengembangkan usaha. Hal ini dilakukan melalui
kerjasama dengan beberapa OPD seperti Dinas Koperasi dan UKM,
Dinas Perindustrian dan Perdagangan serta beberapa Perguruan
Tinggi seperti Universitas Brawijaya, Universitas Airlangga dan
Universitas Negeri Malang.
4.2.4. Indeks Gini
Pada tahun 2017, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk
Jawa Timur yang diukur oleh Gini Ratio tercatat sebesar 0,41.
Sebenarnya dengan meningkatnya gini ratio ini kelompok ekonomi
rendah juga mengalami peningkatan pendapatan, namun
peningkatannya masih terlalu jauh jika dibandingkan dengan
peningkatan pendapatan dari kelompok ekonomi menengah ke atas.
Berdasarkan daerah tempat tinggal, dapat dijelaskan bahwa Angka
gini rasio daerah perkotaan selalu menunjukkan lebih tinggi dibanding
daerah perdesaan. Kondisi ini memberikan gambaran bahwa di daerah
perkotaan ketimpangan kesejahteraan antar penduduk lebih terasa
dibanding daerah perdesaan. Perkembangan Indeks Gini menurut
Kabupaten/Kota di Jawa Timur, Pada tahun 2015, gini rasio tertinggi
adalah Kota Surabaya sebesar 0,42 dan yang terendah adalah
Kabupaten Sumenep sebesar 0,26. Sebagai bentuk rencana tindak
lanjut permasalahan tersebut Pemerintah berusaha meningkatkan
ketersediaan infrastruktur.
4.2.5. Indeks Pemerataan Pendapatan versi Bank Dunia
Seperti halnya gini ratio, pemerataan pendapat versi bank dunia
juga dapat digunakan untuk mengukur tingkat pemerataan
masyarakat guna mengetahui ketimpangan pendapatan yang terjadi
di masyarakat. Pada tahun 2017 Indeks Pemerataan berada pada
posisi 16,49 persen. Berdasarkan pengelompokkan distribusi bank
dunia, pada tahun 2017 Jawa Timur masuk dalam kategori
ketimpangan sedang karena jumlah pendapatan dari penduduk pada
kategori 40 persen terbawah terhadap total pendapatan seluruh
penduduk di antara 12-17 persen.
4.2.6. Indeks Pembangunan Gender
Realisasi Indikator Indeks Pembangunan Gender (IPG) sebesar
90,72*. Data realisasi tahun 2017 masih menggunakan data IPG tahun
2016 yang bersumber dari BPS, dikarenakan data tahun 2017 dari BPS
masih dalam tahap pengumpulan data akan dipublikasikan pada akhir
tahun 2018. IPG tahun 2016 sebesar 90,72 lebih rendah 0,35 poin dari
tahun 2015 sebesar 91,07. Penurunan capaian tersebut dipengaruhi
oleh peningkatan jarak antara IPM laki-laki sebesar 74,23 dan IPM
perempuan sebesar 67,34 pada tahun 2016. Selisih angka IPM pada
tahun 2016 sebesar 6,89, dan selisih angka IPM pada tahun 2015
sebesar 6,54. Dari ketiga penyusun indicator peranan perempuan
dalam perekonomian masih tertinggal jauh dibanding laki-laki,
sehingga masih diperlukan usaha yang lebih keras dalam
meningkatkan rata-rata penghasilan perempuan.
4.2.7. Pertumbuhan PDRB/ Laju Pertumbuhan Ekonomi
Perekonomian Jawa Timur sampai dengan triwulan III-2017 (c-
to-c) tumbuh 5,21 persen. Dari sisi produksi, pertumbuhan didorong
oleh semua lapangan usaha, dengan pertumbuhan tertinggi terjadi
pada Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian yang tumbuh
sebesar 8,43 persen. Sementara dari sisi pengeluaran terutama
didorong oleh Komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto yang
tumbuh sebesar 5,66 persen.
4.2.8. Indikator Kualitas Lingkungan Hidup
Perkembangan IKLHD Provinsi Jawa Timur dari tahun 2015
hingga tahun 2017 semakin meningkat namun masih termasuk dalam
kategori kurang, yaitu 65,54. Pada Tahun 2019, Pemerintah Provinsi
Jawa Timur harus terus meningkatan pencapaian target program-
program di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
dalam rangka memperbaiki kualitas lingkungan hidup di Jawa Timur
dan mencapai target IKLHD Provinsi Tahun 2019 sebesar 67,00-68,52
atau dengan kategori cukup.
4.2.9. Indeks Kepuasan Masyarakat
Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) dimasukkan sebagai
indikator baru dalam penyelenggaraan pembangunan daerah Jawa
Timur. Kondisi ini mencerminkan kepuasan terhadap pelayanan
masyarakat di Jawa Timur lebih baik, efisien, dan efektif berbasis dari
kebutuhan masyarakat. Suatu pelayanan dinilai memuaskan bila
pelayanan tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan harapan
pengguna layanan. Kepuasan masyarakat dapat juga dijadikan acuan
bagi berhasil atau tidaknya pelaksanaan program yang dilaksanakan
pada suatu lembaga layanan publik.
4.2.10. Indeks Reformasi Birokrasi
Reformasi birokrasi tahun 2017 meningkat menjadi 69,54.
Peningkatan ini mencerminkan birokrasi pemerintah Jawa Timur
semakin profesional dengan berkarakter, berintegrasi, berkinerja
tinggi, bebas dan bersih KKN, mampu melayani publik, netral,
sejahtera, berdedikasi, dan memegang teguh nilai-nilai dasar dan kode
etik aparatur negara.
4.2.11. Indeks Kesalehan Sosial
Indeks Kesalehan Sosial merupakan indikator baru dalam
penyelenggaraan pembangunan daerah Jawa Timur, pada tahun 2017
(angka sangat sementara) capaiannya 62,34. Kedepannya Pemerintah
Provinsi Jawa Timur berupaya agar Indeks Kesalehan Sosial terus
meningkat tiap tahunnya. Pemerintah perlu bersinergi dengan
stakeholder lain untuk melakukan berbagai langkah strategis dalam
peningkatan kesalehan sosial, agar nilai-nilai agama dapat memberi
kontribusi positif bagi pembangunan sesuai yang diharapkan.
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR
INSPEKTORAT Jl. Raya Juanda No. 8 Telp. (031) 8540616 Ps. 106, 107, 201 Fax. (031) 8548153
S I D O A R J O
PERNYATAAN TELAH DIREVIU ATAS LAPORAN KINERJA INSTANSI
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR
TAHUN ANGGARAN 2018
Kami telah mereviu Laporan Kinerja Instansi Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk
Tahun Anggaran 2018 sesuai Pedoman Reviu atas Laporan Kinerja. Substansi
informasi yang dimuat dalam Laporan Kinerja menjadi tanggung jawab manajemen
Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Reviu bertujuan untuk memberikan keyakinan terbatas laporan kinerja telah disajikan
secara akurat, andal, dan valid.
Berdasarkan reviu kami, tidak terdapat kondisi atau hal-hal yang menimbulkan
perbedaan dalam meyakini keandalan informasi yang disajikan di dalam laporan kinerja
ini.
L A M P I R A N 1 .
P E R N Y A T A A N R E V I U
PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2018
PROVINSI JAWA TIMUR
Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan,
akuntabel serta berorientasi pada hasil, yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Dr. H. SOEKARWO
Jabatan : GUBERNUR JAWA TIMUR
Berjanji akan mewujudkan target kinerja yang seharusnya sesuai lampiran perjanjian ini,
dalam rangka mencapai target kinerja jangka menengah seperti yang telah ditetapkan
dalam dokumen perencanaan.
Keberhasilan dan kegagalan pencapaian target kinerja tersebut menjadi tanggung jawab
kami.
Surabaya, 15 Januari 2018
Menyetujui
GUBERNUR JAWA TIMUR
Dr. H SOEKARWO
L A M P I R A N 2 .
P E R J A N J I A N K I N E R J A T A H U N 2 0 1 8
PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2018
PROVINSI JAWA TIMUR
NO
KINERJA UTAMA
INDIKATOR KINERJA
UTAMA TARGET
(1) (2) (3) (4)
1 Meningkatkan
pemerataan dan
perluasan akses
pendidikan,
kesehatan, dan
perluasan lapangan
kerja serta
mempercepat dan
memperluas
penanggulang-an
kemiskinan
Tingkat Pengangguran
Terbuka (TPT)
4.08 – 3.99
Indeks Pembangunan
Manusia (IPM)
69,75-
70,00
Persentase Penduduk
Miskin
11,50-
11,20
Indeks Gini 0,385-
0,400
Indeks Pembangunan
Gender (IPG)
92,91-
93,50
2 Meningkatkan
kemandirian dan
daya saing ekonomi
dengan
mengembangkan
sektor-sektor
unggulan
Pertumbuhan PDRB/LPE 5,61-5,96
INdeks Pemerataan
Pendapatan versi Bank
Dunia (<40%)
18,20-
18,40
3 Meningkatkan
kualitas dan
kelestarian
lingkungan hidup
serta penataan ruang
wilayah provinsi yang
berkelanjutan
Indikator Kualitas
Lingkungan Hidup
(IKLHD)
65,49-
67,00
4 Meningkatkan tata Indeks Kepuasan 82,00-
NO
KINERJA UTAMA
INDIKATOR KINERJA
UTAMA TARGET
(1) (2) (3) (4)
kelola pemerintahan
yang baik (good
governance) dan
bersih (clean
government) serta
menjunjung tinggi
profesionalisme
dalam pelaksanaan
pelayanan publik
Masyarakat 83,00
Indeks Reformasi
Birokrasi
67,00-
69,00
5 Menjamin
terciptanya iklim
demokrasi yang
kondusif
Indeks Kesalehan Sosial >60
Urusan/ Program Anggaran
(Rupiah)
URUSAN WAJIB 7.867.533.342.969,00
1. Pendidikan 1.724.263.891.00
2. Kesehatan 3.183.367.490.882,00
3. Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang 1.327.089.868.500,00
4. Ketenteraman dan Ketertiban Umum serta
Perlindungan Masyarakat
17.280.898.000,00
5. Sosial 100.860.517.087,00
6. Tenaga Kerja 125.863.485.500,00
7. Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak
15.946.726.000,00
8. Pangan 151.350.317.000,00
9. Lingkungan Hidup 24.597.992.000,00
10. Pemberdayaan Masyarakat dan Desa 70.367.361.000,00
11. Perhubungan 779.135.573.000,00
12. Komunikasi dan Informatika 52.649.704.000,00
13. Koperasi, Usaha Kecil, dan Menengah 67.732.736.000,00
14. Penanaman Modal 43.473.051.000,00
15. Kepemudaan dan Olah Raga 22.817.649.000,00
16. Kebudayaan 135.398.169.000,00
17. Perpustakaan 25.337.914.000,00
URUSAN PILIHAN 963.204.389.000,00
1. Kelautan dan Perikanan 650.611.393.000,00
2. Pertanian 126.023.378.000,00
3. Kehutanan 45.702.555.000,00
4. Energi dan Sumber Daya Mineral 12.817.683.000,00
5. Perindustrian 128.049.380.000,00
ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DAN FUNGSI
PENUNJANG PEMERINTAHAN
1.183.507.007.200,00
1. Kesekretariatan Daerah 275.686.391.000,00
2. Kesekretariatan DPRD 218.144.738.000,00
3. Pengawasan 28.480.000.000,00
4. Perencanaan 86.800.000.000,00
5. Keuangan 307.769.899.900,00
6. Kepegawaian 24.689.610.000,00
Surabaya, 15 Januari 2018
Menyetujui,
GUBERNUR JAWA TIMUR
Dr. H SOEKARWO
7. Pendidikan dan Pelatihan 110.535.673.000,00
8. Penelitian dan Pengembangan 23.514.435.000,00
9. Koordinasi Pelaksanaan Urusan 46.860.205.000,00
10. Wawasan Bangsa 18.798.196.000,00
11. Penanggulangan Bencana 14.818.075.300,00
12. Koordinasi Wilayah 27.409.784.000,00
Jumlah 10.014.244.739.169,00
Top Related