Kajian tentang Sekolah Menengah Kejuruan dalam Konteks Globalisasi, Kapitalisme, Pekerja Anak, dan Hukum Ketenagakerjaan Indonesia
Feri Sahputra, Tien Handayani Nafi, Lidwina Inge Nurtjahyo
Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Abstrak
Pendidikan adalah hak bagi setiap anak. Anak yang tidak mendapatkan akses pendidikan cenderung menjadi pekerja anak. Hal itu yang mendasari mengapa banyak pemerintah banyak negara di dunia membuka akses yang seluasnya kepada anak untuk bisa bersekolah. Namun pada kenyataannya, sistem pendidikan juga tidak menjamin anak bebas dari bentuk ekploitasi ekonomi. Pengaruh globalisasi dan kapitalisme pada sistem pendidikan menyebabkan anak yang bersekolah menjadi pekerja anak. Selama ini, banyak penelitian kerap memisahan antara pekerja anak dengan anak yang bersekolah, padahal pada kenyataannya anak yang bersekolah juga bagian dari pekerja anak. Oleh karena itu, diperlukan sebuah penelitian yang komprehensif mengenai pengaruh globalisasi dan kapitalisme terhadap pelajar yang terjaring menjadi pekerja anak melalui program magang yang dibuat oleh sekolah.
Kata Kunci : Pekerja Anak; Kapitalisme; Globalisasi; Sistem Pendidikan; Kerja Magang.
Abstract
Every children has right to education. Child who do not get access to education tends to become child labor. That is the reason why many government in the world open the wide access for the child to take their rights to education in the school. In fact, education system in Indonesia does not guarantee every children who attend the school be free from economic exploitation. Educational system in Indonesia is contaminated by bad effect of globalization and capitalism. As a victim, student become a child labor. Previous researchers has been taken out children who attend school from category of child labor, when in the fact children who attending school are also part of the child labor. Therefore, It needs a comprehensive study on the effects of globalization and capitalism on student who being child labor due to internship which provided by the school. Keywords: Child Labor; Capitalism; Globalization; Education System; Internship Program.
Kajian tentang..., Feri Sahputra, FH UI, 2013
Pendahuluan Dalam dunia industri dan perdagangan, efisiensi modal menjadi pertimbangan utama pengusaha
ketika menjalankan kegiatannya. Hal tersebut dilakukan pengusaha supaya dapat memperoleh
keuntungan yang memadai dengan pengeluaran yang seminimal mungkin, sesuai dengan salah
satu prinsip dasar hukum ekonomi. Salah satu cara untuk meminimalisir pengeluaran yang besar
adalah dengan memberikan upah kerja yang murah kepada pekerja.
Di Negara maju, pemberian upah kerja murah sulit dilakukan karena adanya aturan hukum dan
pengawasan yang ketat dari pemerintah, tidak mengherankan jika di Denmark dan Amerika
Serikat, upah bagi para pekerja sangat tinggi. Berbeda halnya dengan situasi di negara
berkembang seperti Indonesia, Vietnam ataupun China1.
Pada negara-negara berkembang tersebut, upah tenaga kerja cenderung lebih murah karena biaya
hidup yang rendah. Selain itu juga, pengaturan hukum di beberapa Negara terkait dengan
masalah pengupahan dan kesejahteraan tenaga kerja sangat longgar. Hal ini dipandang sebagai
peluang oleh perusahaan yang ruang geraknya bersifat global. Biaya produksi akan menjadi lebih
murah.
Terkait dengan upaya menekan biaya produksi seminimal mungkin, perusahaan juga tidak
berkeberatan untuk menggunakan tenaga kerja anak. Di beberapa Negara tertentu, bahkan tidak
ada peraturan mengenai tenaga kerja anak ataupun jika ada, pengawasannya amat longgar.
Tenaga anak dianggap lebih murah dari tenaga pekerja dewasa. Bachmann (2000) menyebutkan
bahwa pekerja anak memang lebih diminati oleh pengusaha karena mereka lebih murah. Gajinya
dibayar lebih rendah dari pekerja dewasa dan tidak ada uang asuransi, semisal asuransi kesehatan
dan uang pensiun. Pekerja anak juga diasumsikan lebih menoleransi kondisi pekerjaan yang
buruk dan mereka tidak bisa melawan kondisi buruk yang mereka rasakan itu.
1 Direktur Jendral ILO, Guy Ryder dalam Laporan Upah Global Tahunan yang dikeluarkan Organisasi
Perburuhan Internasional (ILO) pada tahun 2012, menyatakan bahwa upah pekerja pabrik negara-negara
berkembang seperti Filipina, India, dan China berkisar diantara 2 Dollar ,sedangkan dengan negara maju seperti
Amerika upah terendah untuk buruh yang bekerja di pabrik adalah 23 dollar dan 35 dollar di Denmark.
Kajian tentang..., Feri Sahputra, FH UI, 2013
Pekerja anak berbeda dengan Anak yang bekerja. Istilah ‘Anak yang bekerja’ lahir karena
adanya tuntutan sosial yang mengharuskan seorang anak harus bekerja. Undang –undang Nomor
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sudah mengatur mengenai kriteria anak yang bekerja.
antara lain kriteria umur, lama bekerja, dan lingkungan tempat anak bekerja dan yang lainnya.
Anak boleh bekerja direntang umur 13 (tiga belas) tahun sampai dengan 15 (lima belas tahun)2.
Lama bekerja tidak lebih dari 3 (tiga) jam dan tidak mengganggu waktu sekolah. Jika seorang
anak melakukan kerja diluar kondisi itu barulah disebut dengan Pekerja Anak atau dalam Bahasa
Inggris disebut Child Labour.
Definisi pekerja anak menurut Edmonds dan Pavcnik (2005) sangat menjelaskan perbedaan
antara anak yang bekerja dan pekerja anak. Menurut mereka, pekerja anak adalah anak yang
bekerja penuh waktu, dimana pekerjaan yang dilakukan berpotensi memberikan rasa stress
mental dan fisik, menghambat anak mendapatkan akses pendidikan, dan berpotensi merusak
perkembangan psikologis dan sosial anak.
Seorang anak yang mendapat akses pendidikan dianggap sebagai anak yang berada dalam
lingkungan yang aman dan terhindar dari eksploitasi ekonomi dalam bentuk apapun. Namun, apa
yang terjadi pada tenaga kerja anak yang direkrut melalui program praktek kerja magang dari
penelitian ini, membuktikan bahwa pekerja anak tidak hanya ada di jalanan, di pasar, atau di
pelabuhan, tapi ternyata juga mereka yang berada dibangku-bangku sekolah, masih berstatus
anak sekolah, merupakan tenaga kerja anak. Sekolah, justru menjadi pintu bagi anak untuk
menjadi seorang pekerja dengan realitas yang disembunyikan, dalam bentuk pemberian upah di
bawah UMR, ketiadaan perjanjian kerja dan sebagainya.
Globalisasi sendiri sebenarnya merupakan sebuah kesempatan manakala kita telah siap
menghadapinya, tetapi di sisi lain Globalisasi merupakan tantangan dalam persaingan yang
sangat ketat. Kapitalisme telah merusak tatanan ekonomi masyarakat Indonesia, sumberdaya
menjadi sasaran untuk dieksploitasi baik sumberdaya alam maupun manusia. Pemanfaatan
tenaga anak sebagai sumberdaya adalah salah satu cara untuk tetap bersaing dalam ketatnya
2 Aturan ini terdapat pada pasal 69 UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan yang merupakan pengecualian
dari pasal sebelumnya. Mengenai aturan umur ini, terdapat sedikit keanehan. Dalam undang-undang ini disebutkan bahwa anak adalah mereka yang belum berumur 18 tahun, kemudian yang diperbolehkan bekerja adalah anak yang berumur 13-15 tahun saja. Lantas, anak yang berumur 16-17 tahun berdasarkan ketentuan ini harusnya tidak diperbolehkan bekerja.
Kajian tentang..., Feri Sahputra, FH UI, 2013
persaingan ekonomi tersebut. Mempekerjakan anak adalah pilihan paling ekonomis. Djunaedi
(2006) menyebutkan bahwa pekerja anak mudah direkrut dan tidak sulit dipecat, karena sifat
bergantung dan tidak berdaya mereka. Anak cenderung untuk patuh, sehingga dapat dipaksa
dengan cara “ditakut-takuti” untuk mengerjakan pekerjaan yang tidak mau dilakukan oleh orang
dewasa. Hal ini disadari dan dimanfaatkan betul oleh perusahaan besar yang beroperasi pada
level global sehingga mereka kemudian mempekerjakan anak.
Masalah dan Pertanyaan Penelitian
Pertama, Kebanyakan peneliti terdahulu memisahkan antara pekerja anak dengan anak yang
mendapat akses pendidikan formal. Anak yang bersekolah dikeluarkan dalam hitungan pekerja
anak. Pada kenyataannya tidak sedikit anak yang pergi ke sekolah juga harus pergi bekerja
dengan tujuan dan motif yang beragam. Dengan demikian telah terjadi pengabaian terhadap
keadaan pelajar SMK karena mereka dianggap berada di zona yang aman dari bentuk ekploitasi
ekonomi.
Kedua, Sistem pendidikan SMK harus dipertanyaankan. Tujuan didirikannya sekolah kejuruan
adalah untuk menyiapkan siswa agar siap dengan dunia kerja. Tapi anak-anak tetaplah anak-
anak, proses mereka menjadi dewasa harus dilakukan dengan baik agar kelak bisa menjalankan
fungsinya sebagai manusia dengan baik. Jika sistem pendidikan SMK menjadi sangat permisif
dengan hal-hal yang mengarahkan anak menjadi korban eksploitasi ekonomi oleh pelaku bisnis,
berarti harus ada yang diluruskan dalam sistem tersebut.
Ketiga, secara global jumlah pekerja anak memang mengalami penurunan, tapi penurunan
tersebut tidak terjadi di negara-negara berkembang.3 Swaminathan (1998) menyatakan bahwa
tingginya Foreign Direct Investment (FDI/Penanaman Modal Asing) dapat menciptakan kondisi
Perdagangan, Perdagangan bebas menciptakan efek berupa meningkatnya pertumbuhan
ekonomi. Akan tetapi meningkatnya pertumbuhan ekonomi turut dibarengi oleh meningkatnya
permintaan terhadap pekerja anak, apalagi jika pemerintah abai untuk mengintervensi hal ini.
Tujuan Penelitian
3 Saya menemukan penjelasan Basu dalam laporan penelitian berjudul The effects of globalization on child
labor in developing countries (2010). Penelitian ini dilakukan oleh Ozcan Dagdemir dan Hakan Acaroglu dari
Department of Economics Eskisehir Osmangazi University.
Kajian tentang..., Feri Sahputra, FH UI, 2013
Secara umum, tujuan dari penelitian ini untuk menjawab dua pertanyaan penelitian yang telah
peneliti kemukakan diatas. Disamping itu, penelitian ini diharapkan bisa menjadi alarm atau
tanda bahaya kepada semua pihak bahwa ada golongan anak dengan jumlah yang tidak sedikit
yang saat ini sedang bergelut dengan pengaruh buruk globalisasi dan pasar bebas.
Metode Penelitian
Penelitian ini bersifat kualitatif, artinya peneliti harus memberdayakan diri sendiri untuk
berkomunikasi secara langsung dengan subjek penelitian.
Subyek Penelitian
Singkatnya, ada tiga klasifikasi subyek penelitian ini, Pertama adalah pelajar Sekolah Menengah
Ilmu Pariwisata yang juga menjadi pekerja di perusahaan yang menjalin kerjasama dengan pihak
sekola, Kedua adalah mereka yang sudah menamatkan pendidikan SMK dan pernah menjadi
pekerja magang saat menjadi pelajar di SMK. ketiga adalah pihak lain yang terkait dengan
penelitian ini, antara lain adalah pihak sekolah, orang tua pelajar SMIP, Kementerian
Pendidikan, dan Perwakilan dari Institusi pasangan yang mengurusi masalah perekrutan pekerja
magang.
Setting Penelitian
Penentuan setting dalam penelitian ini berdasarkan pada subyek penelitian yang akan saya temui.
Ketiga golongan subyek penelitian yang saya temui secara acak berasal dari wilayah Jakarta
Timur dan Depok.
Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama 2 periode. Yang pertama dimulai pada pertengahan April 2012
sampai dengan akhir Juni 2012. Dua minggu pertama, peneliti habiskan untuk mencari data-data
sekunder yang terkait dengan penelitian ini. Disamping itu, Peneliti juga memanfaatkan
kedekatan Hari dan Nana dengan pihak sekolah untuk mencari tahu siapa saja mana saja yang
bisa jadikan informan dan narasumber yang tepat. Rekomendasi dari mereka sama sekali tidak
bisa diabaikan.
Kajian tentang..., Feri Sahputra, FH UI, 2013
Dua minggu setelahnya, peneliti berkunjung ke beberapa SMIP dan mulai menentukan pelajar
SMIP mana yang akan saya jadikan informan. Setelah menetapkan informan dan narasumber,
peneliti mulai melakukan pendekatan kepada mereka. Tidak jarang peneliti harus beberapa kali
mengunjungi tempat tinggal informan karena mereka tidak bisa ditemui di sekolah atau di tempat
kerja.
Periode kedua dilakukan sepanjang bulan Desember 2012. Peneliti berhasil menemui informan
tambahan, perwakilan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, dan perwakilan AGE yang
merupakan perusahaan yang kerap memperkerjakan pelajar SMK pada saat musim tinggi
konsumen.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara yang mendalam, terutama
kepada informan kelompok pertama dan kedua. Peneliti ingin mendapatkan pengalaman mereka,
melihat langsung aktivitas mereka, dan merasakan atmosfer yang mereka alami sebagai pelajar
SMK. Beberapa kali peneliti menyempatkan diri mengunjungi beberapa SMK, duduk di kantin
sekolah, berkenalan dan mengobrol dengan pelajar SMK di sekolah tersebut. Bagi peneliti,
meleburkan diri dalam aktivitas tersebut, posisi peneliti menjadi lebih mudah diterima sehingga
memudahkan dalam proses pengumpulan data.
Untuk narasumber yang ditemui oleh peneliti, wawancara dilakukan di kantor yang
bersangkutan. Selama ini tidak ada masalah yang berarti dalam menemui narasumber yang
dibutuhkan. Dalam penelitian ini, Peneliti berhasil menemui Kepala Sub Direktorat
Pembelajaran, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan di Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan. Sementara itu, perwakilan institusi pasangan yang berhasil ditemui oleh
peneliti adalah Recruitment and Selection Officer PT. Makanan Cepat Saji Indonesia atau AGE
(bukan nama perusahaan sebenarnya) yang selama ini rutin menawarkan kerja magang kepada
pelajar SMIP.
Kajian tentang..., Feri Sahputra, FH UI, 2013
Hasil penelitian ini akan berbentuk laporan yang bersifat deskriptif. Penulis akan memaparkan
fakta-fakta yang diperoleh untuk kemudian memberikan suatu kesimpulan terkait isu pekerja
anak dalam Sistem Pendidikan Sekolah Menengah Ilmu Pariwisata.
Hasil Penelitian
Nazara dan Wicaksono (2008) menyebutkan bahwa pelajar lulusan SMP masih menganggap
SMA lebih superior karena fleksibilitas dalam bidang pekerjaan serta kemungkinan yang lebih
besar untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Sementara lulusan SMK dianggap lebih
dipersiapkan untuk langsung bekerja, bukan untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.
Kurang populernya SMK dibanding dengan SMA suatu saat ditanggapi bahkan oleh mantan
Menteri Pendidikan Bambang Sudibyo dengan cara tampil untuk menjadi bintang iklan yang
mengajak masyarakat untuk memilih SMK.
Beberapa informan yang peneliti temui, misalnya Hari, lebih memilih SMK dengan alasan ia
ingin segera bekerja agar bisa membantu keluarganya. Tidak terlintas dibenaknya untuk kuliah
karena Hari yakin keluarganya tidak akan mampu untuk membiayai pendidikan di perguruan
tinggi. Menurut Hari, motivasi serupa juga didengarnya dari teman-teman sekolah di SMK.
Mereka lebih memilih SMK karena ada materi pengajaran keterampilan diberikan di SMK.
Materi tersebut tidak akan didapat di SMA. Keterampilan yang didapat selama bersekolah di
SMK diharapkan mampu menjadi amunisi yang ampuh untuk menembus dunia kerja. Selain itu,
kesempatan untuk menjadi pekerja magang juga semakin besar karena sekolah menyediakan
akses untuk itu. Motivasi yang sama juga peneliti dengar dari Kadir dan Nana.
Dilihat dari sejarah berdirinya, SMK memang dibuat untuk menciptakan pelajar terampil yang
siap terjun ke dunia kerja. Supriadi (2002) menuebutkan bahwa Ambachts School van Soerabaia
(Sekolah Pertukangan Surabaya) yang didirikan pada tahun 1853 oleh pemerintah kolonial
Belanda diakui sebagai sekolah kejuruan pertama di Indonesia. Sekolah pertukangan yang
diperuntukan bagi anak-anak Indo dan Belanda ini memang disiapkan untuk menciptkan tenaga
pertukangan yang sangat terbatas pada masa itu. Sampai detik ini, semangat yang dibawa oleh
Ambachts School van Soerabaia masih mengalir deras dalam sistem pendidikan SMK, dan
motivasi yang dimiliki oleh Kadir dan teman-teman SMK-nya memang pada tempatnya.
Kajian tentang..., Feri Sahputra, FH UI, 2013
Kerja magang: simbiosis mulualisme?
Bagi Hari, Nana dan Kadir, bekerja magang tidak hanya tentang gaji. Bagi pelajar SMK seperti
mereka, bekerja magang adalah sebuah proses belajar. Sebuah bekal yang harus dimiliki dan
diharapkan bisa berguna ketika mereka tamat nanti. Untuk pengusaha, program kerja magang
berarti ketersediaan tenaga kerja murah tapi profesional. Pihak sekolah juga diuntungkan karena
tidak direpotkan lagi untuk menyediakan sumber daya yang akan melakukan pelatihan kerja
kepada siswanya. Keadaan ini dianggap sebagai simbiosis mutualisme bagi para pihak, dan
akhirnya sekolah dan pengusaha melakukan dorongan kepada pelajar dengan berbagai cara untuk
mengikuti program kerja magang.
Hal ini tentunya menciptakan sebuah gelombang besar yang mendorong perubahan besar pada
sistem pendidikan SMK di Indonesia. Pemerintah melalui peraturan-peraturan memberi akses
yang luas kepada sekolah dan pengusaha untuk menyelenggarakan pendidikan berbasis kerja
magang ini. Salah satunya lewat program Praktik Kerja Industri (Prakerin) yang ditelurkan
melalui Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 323/U/1997 tentang
Penyelenggaraan Pendidikan Sistem Ganda di SMK.
Wayong (2010) menyebutkan kerja magang merupakan suatu hubungan yang saling
menguntungkan bagi pelajar, sekolah, maupun pelaku usaha. Untuk pelajar SMK, program kerja
magang yang tepat dan baik akan membantu mereka memahami dunia kerja. Pendidikan yang
dilakukan melalui proses bekerja di dunia kerja akan memberikan pengetahuan keterampilan dan
nilai-nilai dunia kerja yang tidak mungkin atau sulit didapat di sekolah. Misalnya, pembentukan
wawasan mutu, wawasan keunggulan, wawasan pasar, wawasan nilai tambah, dan pembentukan
etos kerja, sehingga pelajar SMK mempunyai kemampuan yang bisa diandalkan ketika masuk
kedalam pasar kerja atau memiliki pemahaman yang baik tentang bidangnya apabila siswa ingin
melakukan kegiatan wirausaha. Selain itu, kerja magang memberi pengakuan dan penghargaan
terhadap pengalaman kerja sebagai bagian dari proses belajar melalui sertifikat yang akan
diberikan ketika pelajar menyelesaikan kerja magang tersebut.
Untuk sekolah sendiri, program kerja magang akan meringankan beban sekolah dalam
memfasilitasi praktik kerja lapangan bagi siswanya. Tugas fasilitasi tersebut diambil alih oleh
perusahaan yang bermitra dengan sekolah.
Kajian tentang..., Feri Sahputra, FH UI, 2013
Untuk pengusaha, program ini akan menjadi alternatif dalam mencari tenaga murah namun
berkualitas. Siswa SMK yang yang melakukan magang akan dinilai oleh sekolah maupun
pengusaha, sehingga hasil kerja yang dihasilkan tidak kalah dengan pekerja biasa. Akibat status
‘magang’, pengusaha boleh memberi upah yang minim kepada siswa pekerja magang. Atau
bahkan siswa pekerja magang tidak digaji. Honor atau gaji diganti dengan uang saku atau uang
makan siang yang nilainya relatif kecil dan tidak memberatkan perusahaan.
Dalam perspektif Pemerintah, kesuksesan program magang akan membantu pemerintah dalam
rangka mengurangi pengangguran. Pelajar SMK yang tamat telah memiliki kemampuan dan
pengetahuan yang siap dipakai di dunia kerja atau siap menciptakan lapangan kerja baru.
Untuk pelajar SMK, manfaat yang didapat tidak sebanding dengan kewajiban yang telah mereka
lakukan. Hari, Nana dan Kadir adalah buktinya. Tenaga mereka dipakai seperti pekerja biasa
akan tetapi tidak ada pengetahuan yang mampir ke kepala mereka ataupun ketrampilan yang
berguna untuk dikembangkan di dunia kerja. Dengan demikian permasalahan bekerja magang
menjadi meluas, selain faktanya sistem bekerja magang telah tidak adil dan mencurangi pelajar
SMK, hal ini juga bersinggungan dengan permasalahan pekerja anak. Sebagai pelajar SMK,
mereka dicurangi, Sebagai anak Indonesia, mereka dieksploitasi.
Bentuk kerja Magang di Sekolah Menengah Ilmu Pariwisata
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan dan guru SMIP, peneliti menyimpulkan ada 3
jenis bentuk kerja magang. Antara lain,
1. Praktek Kerja Industri (Prakerin)
Berdasarkan hasil wawancara yang saya dapatkan, apa yang dilakukan di prakerin tidak berbeda
dengan bekerja. Yanto, yang melakukan prakerin di hotel bercerita bahwa selama dia prakerin,
yang dia lakukan adalah merapikan kamar hotel, me-laundry pakaian. Pekerjaannya monoton
dan terus menerus. Penelitian yang dilakukan Bukit (1997) mengenai pekerjaan yang dilakukan
pelajar ketika Prakerin sangat monoton dan tidak mengembangkan kemampuan siswa masih
terjadi hingga saat ini. Muliati (2007) menyatakan bahwa PSG dan prakerin belum pernah
dievaluasi apakah misi dan misnya sudah tercapai atau belum. Selain itu, pekerjaan yang
Kajian tentang..., Feri Sahputra, FH UI, 2013
mengulang dan monoton dilakukan oleh pelajar karena pihak industri tidak ingin mengambil
risiko terkait dengan kualitas produk atau jasa yang mereka hasilkan.4
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan Lia dan kadir yang kebetulan sedang melakukan
Prakerin, pekerjaan Prakerin memang monoton. Posisi kerja ditentukan oleh pihak Hotel dan
biasanya disesuaikan dengan kebutuhan hotel atau industri pendamping.5
Praktik Kerja Industri yang terintegrasi dengan PSG sangat tidak adil untuk pelajar SMK. Tidak
banyak ilmu yang didapat dari pekerjaan yang monoton tersebut. sedangkan bagi pihak
pengusaha, Prakerin sangat menguntungkan karena bisa mendapatkan tenaga kerja murah yang
terampil.
2. Kerja Magang Waktu Tertentu
Apa yang dilakukan oleh Yanto, Kadir, Lia, dan Ina selama satu bulan di AGE, peneliti
klasifikasikan sebagai bentuk kerja magang waktu tertentu. Alasan penyebutan ini karena mereka
disodorkan kontrak kerja dalam waktu tertentu6. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan
yang pernah melakukan magang jenis ini, upah berbeda di setiap gerainya. Kebijakan juga
berbeda disetiap gerainya. Semua tergantung keputusan Store Manager. Upah paling rendah
yang peneliti ketahui adalah Rp. 40.000, ini dengan lama bekerja tujuh jam, enam kali dalam
seminggu7. Pihak AGE tidak menganggap angka Rp 40.000 tersebut sebagai upah, tetapi uang
pengganti transportasi, karena pelajar SMK tidak bekerja di AGE, tapi belajar dan berlatih agar
4 Catatan lapangan tanggal 27 Desember2012, pukul 14.15 WIB. Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan, Gedung E. lantai 13, ruang Kerja Bapak Agung Budi Santoso
5 Di Kampus peneliti ada pelajar SMK jurusan Perbankan yang melakukan Prakerin di bagian Biro
Pendidikan, selama di Biro Pendidikan, tugas yang dilakukannya berhubungan dengan administrasi, tidak sesuai dengan apa yang menjadi jurusannya, yaitu perbankan. Menurutnya, Pihak sekolah tidak mempermasalahkan posisi atau institusi pendamping yang dipilih oleh pelajar SMK. Hal ini dikarenakan sulitnya mencari institusi pendamping yang sesuai dengan jurusan pelajar yang bersangkutan.
6 AGE membuka kesempatan magang bagi pelajar SMK pada waktu kunjungan konsumen sedang tinggi. Biasanya terjadi pada bulan Ramadhan sampai Lebaran, meenjelang Natal sampai dengan tahun baru, dan pada saat musim liburan sekolah.
7 Angka ini didapatkan oleh peneliti dari hasil wawancara peneliti dengan salah satu Recruitmen and Selection Officer AGE
Kajian tentang..., Feri Sahputra, FH UI, 2013
siap menghadapi dunia kerja.8. setiap gerai memiliki aturannya sendiri, Kadir bercerita jika gerai
tempat di magang tidak memberi kesempatan kepada pekerja laki-laki muslim untuk melakukan
sholat jumat. Hal itu dikarenakan sholat jumat menyita waktu yang lama, sedangkan pada jam
tersebut, pengunjung yang datang untuk makan siang cukup banyak jumlahnya.
Gaji diberikan setelah masa magang selesai. Peserta magang bisa menerima sekitar satu juta
rupiah. Akan tetapi, berdasarkan keterangan dari semua informan yang saya temui, ada potongan
sebesar Rp 100.000,-. Uang sebesar itu diperuntukan bagi guru yang menjadi pengubung antara
AGE dan pihak sekolah.
Sekolah memang diberi kewenangan yang luas untuk melakukan hubungan kerjasama dengan
institusi pendamping dalam rangka menyelenggarakan Sistem Pendidikan Ganda. Sekolah
tempat Manis, Kadir, Ina, Lia, dan Yanto sudah melakukan kerjasama dengan AGE.
3. Daily Working/ Bekerja Harian
Daily working atau lebih populer dengan sebutan DW, adalah bekerja secara harian pada suatu
acara tertentu. Hotel adalah pihak yang sering menawarkan DW kepada pelajar SMK.
DW biasa dilakukan pada hari akhir pekan. Dari 2 (dua) sekolah yang peneliti datangi, pihak
sekolah tidak melarang pelajar untuk bekerja mengikuti program DW atau meninggakan sekolah
lebih cepat karena DW. Akan tetapi pelajar tetap harus datang ke sekolah keesokan harinya.
Pihak sekolah memberikan toleransi kepada pelajar yang mengantuk dan tidur di kelas sepulang
dari DW.9 Akan tetapi pihak sekolah tetap mengharuskan pelajar masuk sekolah sekalipun
malamnya melaksanakan DW. Kegiatan DW memang kerap membuat pelajar mengantuk karena
DW diilaksanakan lebih banyak pada malam hari. Pelaksanaan DW biasa dilakukan misalnya
saat acara pernikahan yang atau pesta tutup tahun.
Pembahasan
8 Catatan lapangan tanggal 4 Januari 2013, pukul 11.00 WIB. Di Recruitment and Selection office, AGE
di Ciracas. Disalah satu ruangan khusus untuk wawancara calon pekerja.
9 Keterangan ini didapatkan peneliti dari hasil wawancara dengan bapak Agus dan dikonfirmasi kebenarannya oleh peneiti kepada Yanto, Manis, Kadir, Ina dan Lia. Jawabannya yang diterima oleh peneliti mengenai hal ini seragam.
Kajian tentang..., Feri Sahputra, FH UI, 2013
Globalisasi dan Kapitalisme dalam Sistem Pendidikan SMK
Mulyanto (2012) menjelaskan mengenai teori Kelas Sosial yang dipopulerkan oleh Karl Marx.
Marx menyebutkan bahwa kapitalisme menciptakan kelas-kelas dalam masyarakat. Salah kelas
yang tercipta dari pengaruh kapitalisme adalah kelas pekerja. Orang berada pada kelas pekerja
karena ia tidak memiliki modal atau kapital kecuali tenaga dan isi dikepalanya. Akibatnya modal
mereka yang dapat menunjang kelangsungan hidupnya hanyalah tenaga dan pikiran – yang
menjadi alat kelas majikan pemilik kapital (dalam konteks modal finansial). Arah hidup mereka
ditentukan oleh kapital.10
Bagi kelas pekerja, pendidikan bukan tentang bagaimana cara untuk berkembang dengan baik
atau tumbuh seperti yang diinginkan, akan tetapi pendidikan adalah cara untuk mendapatkan
pekerjaan yang baik, cara untuk mencapai spesifikasi individu yang diharapkan oleh pemilik
kapital. Pendidikan adalah proses untuk ‘mencapai kehidupan yang lebih baik’. Pendidikan tidak
lagi sesuai dengan minat dan bakat anak, tapi disesuaikan dengan apa yang sedang kebutuhan
pemilik kapital untuk memperbesar kapitalnya, karena jika tidak mengikuti apa yang dihendaki
oleh kapital, seorang anak tidak akan mempunyai nilai dalam mayarakat ketika ia dewasa nanti.
Pendidikan kemudian menjadi memiliki nilai yang ekonomis, dan hal ini jelas memperlebar jarak
antara pemilik modal dengan kelas pekerja. Pendidikan yang bisa memberi peluang untuk hidup
lebih baik hanya mampu diakses oleh pemilik modal, bukan kelas pekerja. Kelas pekerja
semakin terpuruk, tidak ada kesempatan untuk membuat diri mereka menjadi lebih baik atau
setidaknya setara dengan pemilik kapital. Mereka yang hidup tanpa pendidikan yang telah
terpengaruh dengan kapital tidak akan bisa keluar dari kemiskinan.
10 Jelasnya menurut Marx, kelas pemilik kapital (sarana produksi) dan kelas tanpa sarana produksi, selain
terpilah berdasarkan hubungannya dengan hak atas kapitalnya, tiap-tiap orang didalam masyarakat kapitalis juga diisolasi sebagai individu oleh pranata kepemilikan pribadi yang sifatnya absolut karena dijaga oleh hukum formal. Tidak seorang pun di dalam masyarakat bisa mengambil manfaat dari sarana produksi yang menurut hukum formal telah disahkan sebagai milik pribadi seorang tanpa ijin. Dengan sistem kapitalis, untuk bisa mendapatkan manfaat dari sarana produksi guna memenuhi kebutuhan hidupnya, golongan tanpa kapital harus menjual satu-satunya yang masih tersisa dari kehidupan mereka, yakni tenaga kerja. Tenaga kerja tersebut tentu saja dijual kepada golongan pemilik kapital yang memerlukan tenaga kerja orang lain untuk mengoperasikan sarana produksi miliknya dalam rangka memperbanyak akumulasi kapital milinya sendiri. Dengan menjual tenaga kerjanya, golongan tanpa kapital mendapatkan upah. Upah adalah sejumlah tertentu uang yang nilai besarannya dipengaruhi permintaan dan penawaran. Dengan upah inilah kemudian mereka membeli sejumlah tertentu barang dan jasa yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.Semua nilai barang yang dihasilkan dari hasil kerja golongan pekerja ini diambil dan menjadi milik pribadi golongan pemilik kapital.
Kajian tentang..., Feri Sahputra, FH UI, 2013
Carnevale dan Porro (1994) menyebutkan bahwa pendidikan memang memiliki misi ekonomi
yang terikat dan tidak terpisahkan dari peran budaya dan politik. di era percepatan pertumbuhan
ekonomi dan teknologi, pendidikan menjadi hal penting dalam mempersiapkan kaum muda
untuk bekerja, dan Sekolah Menengah Kejuruan di Indonesia memang dibentuk untuk alasan itu.
Anak dipersiapkan untuk masuk dunia kerja karena adanya kebutuhan dari pemilik kapital.
Sekolah Menengah Kejuruan Dalam Konteks Globalisasi
Sampai dengan sekarang, nilai dari ekonomi masih dinomorsatukan dalam setiap kebijakan yang
dibuat untuk SMK. Salah satu kebijakan yang dibuat adalah Pendidikan Sistem Ganda.
konsep PSG yang disebutkan diatas terdengar baik-baik saja, saling menguntungkan dan seolah
memberi kesempatan kepada siswa untuk ‘mencuri start’ berkompetisi dalam dunia kerja,
supaya dapat lebih siap ketika terjun kedalam lingkungan kerja. Kenyataannya, dalam
pelaksanaan PSG tersebut, industri dan pemerintahlah yang paling diuntungkan. Pelajar SMK,
sebagai anak tidak mendapatkan manfaat yang maksimal dan proses PSG itu. Dengan kebijakan
tersebut, nilai dari pendidikan yang dicita-citakan oleh Ki Hajar Dewantara sudah tidak terlihat
lagi. PSG yang dalam prakteknya sering disebut Praktik Kerja Industri (Prakerin) pada
prakteknya lebih berhasil memaksimalkan tenaga pelajar untuk keperluan Industri Pendamping
dibandingkan memberi ketrampilan bagi pelajar itu sendiri untuk siap bertarung di dunia kerja
setelah mereka menyelesaikan pendidikan.
Misalnya saja, pelajar SMK pariwisata yang melakukan prakerin di Hotel. Setiap hari ia akan
melakukan kegiatan prakerin selama 7-8 jam selama 6 bulan. Kegiatan yang dilakukan sama
dengan pekerja biasa yang sudah masuk dalam usia dewasa, dan tidak ada upah yang didapatkan
dari proses bekerja belajar ini. Salah satu alasan yang dikemukakan mengenai panjangnya waktu
Prakerin itu demi adalah melatih softskill dari anak.11
Tujuan industri dan Pemerintah dalam kesuksesan pembangunan ekonomi tidak memang tidak
selaras dengan pemenuhan hak-hak anak. Khususnya anak-anak yang terlibat langsung dalam
11 Kesimpulan ini saya ambil dari hasil wawancara dengan Kepala Sub Direktorat Pembelajaran,
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Kajian tentang..., Feri Sahputra, FH UI, 2013
proses pembangunan ekonomi itu. Misalnya saja ketentuan bekerja maksimal bagi anak hanya 3
jam diterapkan dalam PSG, tentu saja industri pendamping akan merugi.
Anak dianggap sebagai sarana ekonomi yang produktif karena mampu melakukan produksi
dengan sedikit tuntutan. Djunaedi (2006) menyatakan bahwa anak-anak cenderung tidak banyak
menuntut dan tidak terlindungi. Jika pekerja dewasa memiliki serikat buruh sebagai naungan
untuk berlindung, pekerja anak tidak memiliki itu. Pekerja anak juga tidak harus mendapatkan
upah yang setara dengan pekerja dewasa, bukan hanya karena fisiknya tidak sekuat orang
dewasa, tetapi juga karena pekerja anak tidak dianggap sebagai pendukung utama perekonomian
rumah tangga, fungsi mereka dianggap sebagai membantu orang tuanya.
Terkait dengan PSG, kerja yang dilakukan oleh pelajar tidak hanya soal uang. Akan tetapi
ternyata soal nilai yang kewenangannya dipegang penuh oleh industri pendamping. Akibat pihak
industri yang memberi nilai, tidak ada jalan lain untuk mendapat nilai baik selain melakukan
kerja-kerja di PSG dengan sebaik-baiknya dan sekuat tenaga.
Supriadi (2010) mengkhawatirkan PSG bisa saja menghilangkan jati diri SMK sebagai lembaga
pendidikan12. Walaupun pendidikan (education) dan pelatihan (training) mempunyai misi yang
hampir sama, menururtnya tetap ada nuansa-nuansa perbedaan yang harus dijaga. Pendidikan
secara seimbang mengemban misi intrinsik yang meliputi pembinaan kepribadian, pembinaan
watak, dan penghalusan budi, dan juga sekaligus misi instrumental yang meliputi penguasaan
ilmu pengetahuan, terampil, dan memiliki daya cipta yang baik. Di pihak lain, dalam pengertian
dasarnya, pelatihan lebih menekankan misi instrumental yang berjangka pendek. Padahal, dalam
mendidik anak bangsa bukan hanya untuk kebutuhan saat ini saja, akan tetapi untuk masa depan
yang jauh.
Pengaruh Globalisasi terhadap Pekerja Anak
Banyak sekali penelitian yang mengaitkan Globalisasi dengan pekerja anak. Salah satu yang
sering menjadi rujukan adalah hasil penelitian dari Basu dan Van (1998) yang menyatakan
12 Prof. Dr. Dedi Supriadi adalah pengamat pendidikan dan Guru besar Fakultas Ilmu Pendidikan UPI
Bandung, Kekwatiran beliau diungkapkan dalam sebuah pendahuluan buku yang berjudul Sejarah Pendidikan Teknik dan Kejuruan di Indonesia. Padahal, jika saja Sistem Pendidikan Ganda dievaluasi, maka kekwatiran beliau sudah banyak terjadi.
Kajian tentang..., Feri Sahputra, FH UI, 2013
bahwa pekerja anak selalu terkait dengan keputusan orang tua untuk menyuruh anak bekerja atau
memberi kesempatan kepada anak untuk sekolah. Hal ini dikaitkan lagi dengan kemampuan
orang tua untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga atau tidak.
Salah satu indikator yang digunakan oleh Basu dan Van dalam penelitian mereka, untuk
menentukan turunnya angka pekerja anak adalah angka anak yang bersekolah. Indikator tersebut
didasarkan asumsi bahwa apabila anak bersekolah, maka jumlah pekerja anak akan menurun
karena anak berada di dalam institusi sekolah dan melaksanakan kegiatan belajar.
Basu (1999) berpendapat bahwa Globalisasi memberikan peningkatan pendapatan bagi rumah
tangga. Hal ini meningkatkan kemungkinan bagi orang tua untuk mengirim anaknya ke sekolah
dan menghindarkan mereka dari bekerja. dengan kata lain, Jika pendapatan rumah tangga dari
upah orang tua melampaui ambang batas kebutuhan mereka, keluarga akan menarik anak-anak
dari pasar tenaga kerja.
Tapi satu hal yang terlewat dari penelitian Basu (1999) adalah anak yang pergi ke sekolah juga
berpeluang untuk bekerja dan tetap menjadi pekerja anak. Golongan pertama anak yang memiliki
peran ganda muncul ketika anak memiliki kesempatan untuk bekerja sekaligus bekerja. hal ini
bisa dilakukan untuk memenuhi biaya pendidikannya atau juga untuk menghidupi keluarganya.
Anak bisa saja melakukan kerjanya setelah atau sebelum dia berangkat ke sekolah.
Golongan kedua muncul jika pengertian dari frase ‘aktivitas ekonomi’ diperluas. Edmond dan
College (2002) menyebutkan bahwa banyak ekonom telah menyadari bahwa kegiatan rumah
tangga adalah sebuah aktivitas ekonomi. Jika orang tua meninggalkan rumah untuk bekerja di
perusahaan lokal selama 8 jam, anak akan mengambil alih pekerjaan rumah tangga selama 8 jam
juga. Waktu anak untuk menjadi anak akan tersita 8 jam dari 24 jam yang dia miliki setiap
harinya karena Ia telah mengambil alih pekerjaan sebagai orang dewasa di rumah.
Golongan ketiga adalah anak yang menjadi subyek dalam penelitian ini, anak yang pergi sekolah
yang telah terintegrasi dengan kegiatan bekerja. Kurikulum SMK mewajibkan anak mengenal
industri dengan cara bekerja pada industi tersebut. Sekolah yang telah terintegrasi dengan dunia
kerja memang menarik perhatian orang tua dan siswa ditengah sulitnya mencari pekerjaan.
Dengan adanya golongan ini, Perdebatan antar banyak peneliti tentang keputusan orang tua
Kajian tentang..., Feri Sahputra, FH UI, 2013
untuk mengirim anak ke sekolah atau tidak, tidak berlaku disini. Status pelajar tidak memberi
jaminan bagi anak untuk tidak menjadi pekerja anak.
Meskipun menurut Kucera (2002), pekerja anak tidak menjadi patokan utama investor asing
dalam memasukan investasinya. Namun kombinasi antara kebijakan pemerintah, standar tenaga
kerja, dan kondisi pasarlah yang mengundang investor masuk. Tapi menurut Edmonds dan
Pavcnik (2006) investor asing pasti paham dan mengetahui dengan jeli bahwa bahwa negara-
negara berkembang memiliki standar perburuhan yang longgar, upah rendah dan pasokan
berlimpah tenaga kerja tidak terampil, terutama pekerja anak. Kondisi tersebut dianggap sebagai
sebuah keunggulan dari sebuah negara berkembang untuk dijadikan tempat berinvestasi. Jika
kombinasi tersebut dimanfaatkan dan disadari oleh investor asing, Pertumbuhan perdagangan
bebas dan penetrasi Foreign Direct Investment atau biasa disebut dengan Penanaman Modal
Asing (PMA) meningkatkan permintaan tenaga kerja anak tidak dapat terelakan.
Pekerja anak tidak hadir karena satu alasan saja, bukan hanya karena kemiskinan belaka. Akan
tetapi ada suatu sistem yang membayangi fenomena pekerja anak, dimana sistem tersebut
dikontrol sepenuhnya oleh kapitalis dan Globalisasi juga turut memberi pengaruhnya. Faktor di
belakang pekerja anak dengan demikian sangatlah kompleks.
Di bawah ini terdapat bagan yang akan menjelaskan bagaimana Globalisasi dan kapitalisme
memberi pengaruhnya kepada pekerja anak disuatu negara, terutama di negara berkembang.
Kajian tentang..., Feri Sahputra, FH UI, 2013
Dalam bagan, pekerja anak berada tepat ditengah-tengah. Hal itu terjadi karena karena pekerja
anak berada pada sisi permintaan dan sisi penawaran secara bersamaan. Sisi penawaran
maksudnya adalah pekerja anak dianggap sebagai individu yang membutuhkan pekerjaan karena
adanya desakan dari beberapa faktor.
Dalam bagan, faktor pertama yang mempengaruhi penawaran terhadap pekerja anak adalah
keputusan dari rumah tangga, keputusan ini disebut microeffect. Keputusan ini biasa dtentukan
oleh orang tua. Menurut Prastyowati (2003) Orang tua mengirimkan anaknya ke dunia kerja
karena anak diharapkan untuk bisa membantu mencari nafkah untuk orangtuanya. Alasan
ekonomi selalu dikaitkan dalam hubungan bantuan antara orangtua dengan anak sehingga anak
harus selalu membantu orangtua sebagai imbalan atas jasa yang telah diberikan. Selain itu, bagi
orangtua, bekerjanya anak-anak dipandang sebagai sesuatu yang positif karena dengan bekerja
anak akan belajar mengenal dunia kerja.
Kajian tentang..., Feri Sahputra, FH UI, 2013
Faktor kedua yang mempengaruhi pekerja anak dari sisi penawaran adalah kebijakan yang dibuat
pemerintah, faktor ini disebut Macroeffect. Macroeffect terkait dengan semua kebijakan dan
kegagalan pemerintah dalam menjamin anak untuk tidak menjadi pekerja. Berdasarkan hasil dari
Survei Pekerja Anak (SPA) tahun 2009 yang dilakukan oleh ILO menyatakan bahwa dari jumlah
anak usia 5-17 di Indonesia, yaitu sekitar 58,8 juta, 4,05 juta atau 6,9 persen dianggap sebagai
anak-anak yang bekerja. Dari total anak yang bekerja, 1,76 juta atau 43,3 persen adalah pekerja
anak.
Kebijakan yang terdapat pada sistem Pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan juga merupakan
Microeffect penyebab munculnya pekerja anak dari sisi penawaran. Alasannya, berdasarkan
kurikulum yang disusun oleh Pemerintah dan di Sekolah Menengah Kejuruan, Anak diwajibkan
untuk bekerja magang sebagai suatu syarat kelulusan bagi mereka.
Faktor ketiga dari sisi penawaran adalah kemiskinan (poverty). Hal ini terkait dengan teori
Survival Family Strategy. ILO dalam sebuah modul yang berjudul Children Belong in School : A
self-learning guide for junior high school teachers committed to keeping children in school and
out of child labour (2011) menyatakan bahwa pekerja anak adalah salah satu strategi yang sering
digunakan oleh rumah tangga untuk bertahan dan memenuhi kebutuhan dasar mereka.
Sisi kedua kedua adalah sisi permintaan terdiri dari faktor-faktor yang mempengaruhi
permintaan atas pekerja anak dan mengembangkannya sesuai dengan dinamika pertumbuhan
ekonomi yang terintegrasi dengan ekonomi global. Foreign Direct Investment atau Penanaman
Modal Asing dan Perdagangan terbuka (openness trade) mewakili kapitalisme dan globalisasi.
Keduanya bersinergi menjadi Per Capita Gross Domestic Product (PCGDP) atau dalam bahasa
Indonesia disebut Produk Domestik Bruto Per Kapita. PCGDP memuat modal penghasilan
modal asing karena menghitung total produksi dari suatu negara tanpa memperhitungkan apakah
produksi itu dilakukan dengan memakai faktor produksi dalam negeri atau tidak. Semakin tinggi
PCGDP, dapat dimungkinkan bahwa tingkat investasi asing juga tinggi. Selain investasi asing,
yang menjadi perhitungan lainnya adalah konsumsi rumah tangga, investasi dari dalam negeri,
pengeluaran Pemerintah, dan juga nilai ekspor yang dikurangi oleh nilai impor.13
13
http://www.economywatch.com/foreign-direct-investment/definition.html diakses pada 2 januari 2013 pukul 20.45 WIB.
Kajian tentang..., Feri Sahputra, FH UI, 2013
Modal atau kapital dipandang satu sisi oleh pemerintah, keuntungan ekonomi. Hal itu terefleksi
dari promosi yang dilakukan oleh BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) yang bertajuk
Invest in Remarkable Indonesia, sebagaimana dikutip oleh Economic Intelligence Unit,
mencantumkan upah buruh Indonesia hanya 0.6 dolar AS per jam sebagai keuntungan yang bisa
didapat oleh para investor jika mau berinvestasi di Indonesia ketimbang di China dan India.
Terkait dengan penelitian ini, Globalisasi dan Kapitalisme masuk dan berpengaruh pada
kebijakan Pemerintah terkait dengan kerja magang. Peningkatan kuantitas kerja magang terjadi
pada masa Orde Baru mengikuti arus kuatnya investasi asing ke Indonesia. Hal tersebut terjadi
karena sebagaimana dijelaskan oleh Haryono (2006). Dalam tulisannya, Haryono menyebutkan
bahwa proses transisi kekuasaan dari Demokrasi terpimpin ke Orde Baru memberi pengaruh
yang signifikan terhadap orientasi pembangunan ekonomi Indonesia. Perekonomian Indonesia
berada pada kondisi yang memprihatikan. Untuk itu Pemerintah Indonesia membuka pintu yang
lebar kepada invetasi asing untuk masuk, tujuannya untuk mempercepat stabilisasi ekonomi
secara nasional. Banyak pabrik yang dibangun di Indonesia, banyak tenaga terlatih yang
dibutuhkan, banyak buruh murah yang diciptakan.
Disaat yang bersamaan, Supriadi (2010) menyebutkan bahwa pada Pelita I pemerintah Indonesia
melakukan investasi besar-besaran untuk meningkatkan kualitas Sekolah Menengah Kejuruan
dan berlanjut hingga Pelita VI, Sekolah Menengah Kejuruan mendapat prioritas dalam setiap
kebijakan yang dibuat oleh Depdikbud. Pada puncaknya, Pemerintah membuat kebijakan
Pendidikan Sistem Ganda (PSG) di SMK.14 Dengan menerapkan PSG, SMK menjelma menjadi
potensi yang besar untuk menunjang pertumbuhan ekonomi. Pemerintah melibatkan sektor
swasta dalam pelaksanaan PSG dan memberikan wewenang besar kepada industri-industri dan
SMK untuk menentukan hubungan kerja yang dianggap pas dan bernilai ekonomi tinggi bagi
masing-masing pihak.
Apakah Para Informan adalah Pekerja Anak?
14 Selain dukungan dari APBN, sumber pendanaan untuk membangun pendidikan kejuruan juga diperoleh
melalui kerjasama luar negeri secara multilateral termasuk dengan lembaga-lembaga keuangan internasional seperti Bank Dunia, ADB dan IDB, serta bilateral.
Kajian tentang..., Feri Sahputra, FH UI, 2013
Apakah Hari, Kadir, Manis dan lainnya hanya anak yang bekerja atau pekerja anak? Untuk
menjawab pertanyaan ini, harus ditentukan kretia menurut hukum hal apa saja yang
membedakan antara anak yang bekerja dan pekerja anak. Anak yang bekerja adalah anak yang
berada pada lingkungan kerja, Ia melakukan pekerjaan ringan yang tidak mengganggu
perkembangan dan kesehatan fisik, mental, dan sosial. Pekerja anak, menurut hemat saya adalah
anak yang bekerja dengan kondisi yang mengancam kesehatan fisik, mental, dan sosial.
Dalam Pasal 69 ayat 2 dan pasal 76 Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan. Disebutkan pada pasal tersebut beberapa syarat ketentuan pekerjaan yang
diperbolehkan untuk anak. Persyaratannya antara lain ;
1. Izin tertulis dari orang tua atau wali.
Dari hasil wawancara yang peneliti lakukan terhadap tujuh informan, dalam melakukan kerja,
informan tidak pernah mendapat izin secara tertulis dari orang tua atau lisan. Izin yang didapat
dari orang tua atau wali dalam bentuk lisan. Hakekatnya, sebagian besar orangtua siswa yang
diwawancarai dalam penelitian ini tidak punya pilihan lain selain menyetujui anaknya bekerja
sambil sekolah demi kelangsungan hidup keluarga.
2. Perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali
Perjanjian kerja dalam bentuk kontrak tidak ditandatangi oleh orang tua atau wali dari informan.
Akan tetapi ditandatangi sendiri oleh informan. Dengan begitu, kontrak yang dilakukan tidak
berlaku dihadapan hukum. Menurut KUH Perdata, kontrak seyogyanya dibuat antara para pihak
yang cakap bertindak di dalam hukum baik dari aspek kesehatan mental, usia yang cukup, dan
tanpa paksaan. Dalam hal ini berarti kontrak yang disebutkan ada oleh para informan bukanlah
kontrak dalam pengertian yang sah/legal. Ketidaktahuan informan akan posisinya dalam
menandatangani kontrak membawa akibat posisi informan yang lemah dalam ikatan kontrak
tersebut. akibatnya apabila pihak perusahaan melanggar kewajiban sebagaimana diatur dalam
kontrak maka innforman yang dalam hal ini adalah siswa peserta praktik magang tidak
sepenuhnya terlindungi hak-haknya.
3. Waktu kerja maksimum 3 (tiga) jam perhari.
Kajian tentang..., Feri Sahputra, FH UI, 2013
Dari ketiga jenis kerja magang yang disebutkan diatas, terungkap dari wawancara kepada
informan bahwa mereka lama bekerja selama sehari paling singkat adalah tujuh jam. Artinya
lama kerja tersebut lebih dari dua kali lipat yang dtentukan oleh Undang-Undang untuk anak
yang bekerja. Dalam durasi kerja per hari saja sudah terjadi pelanggaran atas peraturan
ketenagakerjaan.
Yanto yang melakukan Prakerin di hotel menjelaskan bahwa pekerjaannya adalah merapikan
kamar-kamar hotel. Jika sendirian, satu kamar termasuk kamar mandi dapat dirapaikan dalam
waktu 45 menit sampai 1 jam. Namun jika berdua, hanya dibutuhkan 30 menit saja. Dalam sehari
dia harus membersihkan dan merapikan sembilan sampai dengan belasan kamar.
4. Kerja magang seharusnya dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu waktu
sekolah
Magang waktu tertentu dan Daily working biasa dilakukan sampai malam hari. Seperti cerita
Manis dan Yanto, tidak jarang pelajar yang melakukan DW baru sampai dirumah pada dini hari
dengan kondisi tubuh yang lelah, dan tidak nyaman untuk belajar. Perbedaan antara aturan
dengan pelaksanaannya yang merugikan pelajar peserta magang terjadi karena waktu kerja
sangat tergantung pada kebutuhan perusahaan tempat magang. Hal itu tidak dapat ditawar-tawar
oleh pelajar peserta magang. Kebutuhan pelajar sebagai anak yang perlu banyak istirahat, tidak
diperhatikan dalam hal ini.
5. Dalam hal anak dipekerjakan bersama-sama dengan pekerja/buruh dewasa, maka
tempat kerja anak harus dipisahkan dari tempat kerja pekerja/buruh dewasa.
Ketentuan ini tidak dipenuhi oleh tiga bentuk kerja magang yang disebutkan diatas. ketika
prakerin, informan menjelaskan bahwa tempat kerja mereka tidak dipisahkan oleh dewasa, hal
ini dilakukan karena pekerja dewasa dituntut untuk membimbing dan mengajari mereka. Ketika
bekerja magang dengan waktu tertentu di AGE, pekerja magang yang hampir semuanya adalah
anak-anak tidak dipisahkan tempat kerjanya. Mereka berbaur dengan pekerja dewasa karena
AGE memang tidak pernah membeda-bedakan tempat kerja berdasarkan umur pekerjanya.
Untuk daily working, anak magang juga tidak dipisahkan pekerjaannya dengan pekerja dewasa.
Kajian tentang..., Feri Sahputra, FH UI, 2013
6. Pekerja/buruh perempuan yang berumur kurang dari 18 (delapan belas) tahun dilarang
dipekerjakan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00.
Di kota-kota besar, malam hari dianggap sebagai waktu yang berbahaya bagi penduduknya,
terutama bagi perempuan. Malam menjadi sangat berbahaya bagi perempuan karena banyaknya
penjahat yang lebih mengincar perempuan daripada laki-laki. Selain itu, pada malam hari,
beberapa angkutan umum sudah tidak beroperasi lagi, sulit bagi pekerja untuk kembali
kerumahnya dan berisitirahat.
Kehajatan yang disering menimpa pekerja perempuan pada malam hari adalah perkosaan dan
perampokan. Dengan kondisi tersebut, sudah sewajibnya perusahaan menjamin bahwa para
pekerjanya pulang ke rumah dengan selamat.
Kesimpulan
Sekolah Menengah Kejuruan memang bukan pilihan utama bagi pelajar, motivasi pelajar
memilih SMK tidak didasari pada minat dan keinginan mereka sendiri , akan tetapi dorongan
dari orang tua atau kesadaran dari pelajar untuk segera membantu perekonomian keluarga yang
sedang tidak baik. Dengan motivasi itu, pelajar SMK didominasi oleh anak-anak yang berasal
dari kelas ekonomi menengah kebawah karena SMK diaggap bisa memberi peluang yang lebih
besar bagi pelajar SMK untuk bekerja.
Tujuan pelajar SMK untuk bekerja dengan cepat mendapat sambutan dari keebijakan-kebijakan
yang ditetapkan oleh pemerintah melalui Pendidikan Sistem Ganda. Dari kebijakan tersebut,
SMK dilatih untuk menjadi pekerja bukan didororng untuk menjadi pengusaha. Akan tetapi
pada praktiknya, PSG tidak memberi pelatihan yang memadai kepada pelajar SMK. Institusi
Pendamping yang diberi kekuasaan penuh melalui aturan mengenai Sistem Pendidikan Ganda
menggunakan tenaga pelajar SMK untuk memenuhi kebutuhan mereka. Kerjasama yang
dilakukan dengan SMK semata-mata tidak dipandang sebagai cara untuk mencari keuntungan,
tidak salah memang karena institusi pendamping yang sebagian besar adalahu perusahaan
komersial memang didirikan untuk mencari keuntungan. Yang patut dipertanyakan adalah jika
dalam usaha mencari keuntungan tersebut, anak menjadi korbannya dari sistem yang tidak
pernah dievalusi oleh Pemeritah tersebut.
Kajian tentang..., Feri Sahputra, FH UI, 2013
Selain melalui PSG, pintu masuk bagi pelajar SMK untuk menjadi pekerja anak adalah melalui
bentuk magang yang muncul akibat dari kerjasama antara pihak sekolah dengan perusahaan.
Kesuksesan SMK sebagai suatu sistem pendidikan dipandang dari segi ekonomi saja, yaitu
seberapa banyak anak SMK yang terserap ke pasar kerja. Tidak pernah dievaluasi bagaimana
proses mereka mendapat pekerjaan tersebut. Dan sekali lagi, Pemerintah abai dalam mengawasi
hubungan kerja sama antara pihak sekolah dan insitusi pendamping yang jelas-jelas hanya
mencari keuntungan.
Terkait dengan sistem pemagangan di Indonesia, ternyata PSG dan bentuk kerja magang yang
ada di SMK bukan bagian dari sistem pemagangan yang diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi Nomor per.22/MEN/IX/2009 tentang Penyelenggaraan Pemagangan di
Dalam Negeri. Atauran magang dalam SMK diatur dalam oleh pihak sekolah dan institusi
pendamping. Sekolah diberi kewenagan yang besar untuk melakukan hubungan kerja sama
dengan pihak manapun.
Saran
Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melakukan evaluasi terhadap
Pendidikan Sistem Ganda pada SMK yang diwujudkan dalam bentuk Praktik Kerja Industri
(Prakerin) . Apakah prakerin sudah memberi dampak yang baik bagi pelajar SMK dan apakah
Prakerin yang dilaksanakan olah pelajar SMK sudah berperspektif hak anak.
Institusi pendamping yang sebagian besar adalah perusahaan pencari keuntungan harus didesak
untuk menjadi institusi pendamping yang menghargai hak anak. Sulit memang untuk bagi
mereka, untuk itu pemerintah harus memberikan insentif berupa pengurangan pajak terhadap
institusi pendamping yang telah membuat program kerja magang yang berprespektif hak anak,
benar-benar memberi pelatihan terhadap anak dan tidak menjadikan pelajar sebagai pekerja anak.
Kepustakaan
Buku Carnevale, A.P. dan Porro, J.D. (1994). Quality Education: School Reform for The New
American Economy. Washington D.C : US Department of Education, 1994.
Kajian tentang..., Feri Sahputra, FH UI, 2013
Marx, Karl. Wage, Labour, and Capital, dalam Karl Marx and Selected Frederick Engels Selectd Works, Volume I, Moscow: foreign Languages Publishing House, 1962
Mulyanto, Dede. Genealogi Kapitalisme : Antropologi dan Ekonomi Politik Pranata Ekploitasi. Yogyakarta: Resist Book, 2012.
Nazara dan Wicaksono . Skills Development Strategy: The Indonesian Case Study on the Pre-Employment Vocational Education and Training. Jakarta: 2008
Supriadi, Dedi, et al., ed Sejarah Pendidikan Teknik dan Kejuruan di Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2002.
Supriadi, Dedi. Pengantar Pendidikan: Sejarah Pendidikan Indonesia. Jakarta: Universitas Terbuka,1999
Artikel, Jurnal, Makalah, dan Essai
Bachmann, S.L.“A New Economic of child Labor: Searching for Answer Behind The Headlines,”
Journal of International Affairs , (Volume 53, 2000, hlm. 545-572)
Badan Pusat Statistik dan ILO, Pekerja Anak di Indonesia 2009, 2009
Basu, K.. “Child Labor: Cause, Consequence, and Cure, with Remarks on International Labor Standards,” Journal of Economic Literature, (Volume 37, Nomor 3, 1999, hlm.1083-119)
Dagdemir, O dan Acaroglu, H. “The Effects of Globalization on Child Labor in Developing
Countries” Business and Economic Horizons (Volume 2, Issue 2, Juli 2010, hlm.37-47)
Djunaedi, Endi “Penelusuran Pekerja Dibawah Umur di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta,” Jurnal Reformasi Hukum (Volume 9, Nomor. 1, Januari-Juni 2006, hlm 55)
Edmonds, E. “Globalization and the Economics of Child Labor,” Neue Zürcher Zeitung.
(Volume 23/24 Pebruari 2002, hlm. 29) Edmonds, E., Pavcnik, N. “Does Globalization Increase Child Labor?,” Evidence From
Vietnam. Working Paper 8760. Tersedia pada : http://www.nber.org/papers/w8760. Edmonds, E., Pavcnik, N. “International Trade and child labor: Cross-country evidence,”
Journal of International Economics ( Volume 68, 2006 hlm.115-40) Haryono. “Kebijakan Ekonomi di Awal Orde Baru: Membuka Pintu Lebar-lebar bagi Modal
Asing.” Jurnal Eksekutif (Volume 3 No.3 Desember 2006).
Kucera, D., 2002. “Core Labour Standards and Foreign Direct Investment,” International Labour Review (Volume 141 Nomor 1/2, Hlm 31-69. 2002)
Kajian tentang..., Feri Sahputra, FH UI, 2013
Swaminathan, Madhura. “Economic Growth and the Persistence of Child Labor: Evidence from an Indian City,” World Development, (Volume 26, Nomor 8. 1998)
Wayong, Aaltje. “Relevansi Pendidikan Sistem Ganda (PSG) pada Sekolah Kejuruan dengan
Kebutuhan Dunia Kerja” Makalah di Presentasikan pada Seminar Internasional, ISSN 1907-2066 tentang Peran LPTK Dalam Pengembangan Pendidikan Vokasi di Indonesia, Yogyakarta, April 2010
Sumber Internet dan Lain-lain
http://www.economywatch.com/foreign-direct-investment/definition.html diakses pada 2 januari 2013 pukul 20.45 WIB.
Peraturan Perundang-undangan
Indonesia. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor per.22/MEN/IX/2009.
Indonesia. Undang- Undang Tentang Perlindungan Anak nomor 23 Tahun 2003.
Indonesia. Undang-Undang Ketenagakerjaan. UU No. 13 Tahun 2003.
Indonesia. Undang- Undang Tentang Sistem Pendidikan Nasional Anak nomor 20 Tahun 2003.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan, 2008.
Kajian tentang..., Feri Sahputra, FH UI, 2013
Top Related