i
Kajian Pengembangan Alternatif
Lembaga Keuanganyang Memiliki Fungsi
Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Area Kegiatan
Migas
ii
Halaman ini sengaja dikosongkan
iii
Kata Pengantar
KataPengantar
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan
hidayah Nya kepada kita, sehingga kajian “Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang
Memiliki Fungsi Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Area Kegiatan Migas” untuk tahun 2014
dapat diselesaikan dengan baik.
Bank Indonesia melakukan kajian ini dalam rangka mengungkap potensi ekonomi masyarakat kurang
mampu dan alternatif pemberdayaannya dalam hal terdapat dana bantuan pada kelompok masyarakat
tersebut. Kajian mengambil studi kasus pada masyarakat di sekitar area migas Blok Cepu, Bojonegoro, Jawa
Timur yang terkena dampak pengalihan lahan. Dari pengalihan lahan ini, perusahaan migas memberikan
dana pengganti yang berpotensi kontraproduktif bila tidak disertai pemberdayaan masyarakat. Untuk itu,
diperlukan kajian pemanfaatan dan pengelolaan dana bantuan untuk menciptakan dan meningkatkan
usaha yang produktif dan berkelanjutan bagi masyarakat sekitar.
Hasil kajian menunjukkan bahwa perlu adanya alternatif lembaga keuangan yang dapat mengakomodir
kebutuhan masyarakat kecil dalam memperoleh pembiayaan dan juga memiliki fungsi pemberdayaan
masyarakat antara lain membantu masyarakat dalam melakukan pemetaan potensi dan pengembangan
usaha. Berdasarkan hasil kajian, lembaga keuangan yang direkomendasikan adalah lembaga keuangan
yang berbentuk koperasi sekunder yang merupakan gabungan dari beberapa koperasi primer, dan memiliki
fungsi pemberdayaan masyarakat.
Ke depan, hasil kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Kementerian Teknis, Pemerintah Daerah
(Pemda) khususnya Pemda Jawa Timur, perusahaan yang memiliki program pemberdayaan masyarakat,
koperasi, akademisi, serta Lembaga Swadaya Masyarakat sebagai referensi bentuk pengembangan lembaga
keuangan yang memiliki fungsi pemberdayaan. Dengan adanya referensi kajian ini diharapkan dapat
meningkatkan akses masyarakat terhadap sumber pembiayaan formal sekaligus meningkatkan kegiatan
usaha masyarakat.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Bojonegoro dan Dewan Koperasi
Indonesia Kabupaten Bojonegoro, serta berbagai pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu, yang
telah memberikan berbagai informasi untuk kelancaran penyusunan kajian ini.
Akhir kata, semoga Allah SWT memberkati semua niat baik kita dan memberikan jalan yang terbaik bagi
kita semua.
Jakarta, April 2015
Halim Alamsyah
Deputi Gubernur Bank Indonesia
iv
Halaman ini sengaja dikosongkan
v
Kata Pengantar Menuju Bank Sosial Islam
Kira-kira tiga tahun yang lalu, Deputi Gubernur Bank Indonesia, Dr. Halim Alamsyah memberikan
paparan di depan forum terbatas di lingkungan akademisi ekonomi di Yogyakarta, tentang masalah
“financial inclusion” di sektor industri perbankan di Indonesia. Topik diskusi tersebut sesungguhnya
bukan merupakan issue baru di kalangan masyarakat maupun lembaga keuangan, namun baru disadari
pentingnya ketika dikaitkan dengan masalah kemiskinan dan kesenjangan tingkat pendapatan masyarakat.
Dalam rangka mengatasi masalah kemiskinan, Bank Dunia mengembangkan pemikiran bahwa lembaga
keuangan perbankan merupakan lembaga yang paling efektif dalam pemberantasan kemiskinan antara
lain melalui program kredit lunak. Ragnar Nurkse (1907-1959), yang merupakan Ekonom Swedia sekaligus
penerima Nobel di bidang ekonomi juga menyatakan bahwa ketersediaan modal finansial berperan penting
bagi negara-negara miskin.
“Financial inclusion” dapat didefinisikan sebagai akses masyarakat, terutama masyarakat miskin terhadap
lembaga keuangan khususnya perbankan, serta keterjangkauan pelayanan perbankan terhadap masyarakat,
baik dalam bentuk pinjaman maupun mobilisasi dana. Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan
bahwa masyarakat miskin umumnya masih mengalami hambatan dalam memperoleh akses perbankan.
Masyarakat miskin tidak terbiasa untuk menyimpan uang maupun aset lainnya seperti tanah, bangunan,
emas atau perak, yang dapat digunakan sebagai jaminan pinjaman di bank. Keterbatasan simpanan
maupun aset tetap tersebut menyebabkan kredibilitas masyarakat miskin sebagai peminjam menjadi sangat
terbatas, sehingga masyarakat miskin sulit memperoleh kredit perbankan.
Di sisi lain, bank juga memiliki keterbatasan dalam menjangkau masyarakat agar dapat memanfaatkan
jasa keuangan perbankan khususnya pembiayaan/kredit. Bank pada dasarnya melakukan seleksi terhadap
calon debiturnya dengan penerapan prinsip 5C (Character, Capacity, Capital, Condition, Collateral), 5P
(Personality, Purpose, Prospect, Payment, Party), atau 3R (Return, Repayment, Risk Bearing Activity).
Prinsip kehati-hatian tersebut tidak boleh dilanggar, baik berdasarkan kepentingan investor pemilik dana
yang disimpan di bank, maupun atas ketentuan otoritas finansial yang melindungi industri perbankan. Hal
ini menyebabkan masyarakat miskin sulit mengakses kredit perbankan.
Menanggapi rendahnya akses masyarakat miskin terhadap lembaga keuangan tersebut, maka Energy
Center UP’45 memiliki gagasan untuk membentuk “Bank Sosial Islam”. Karakteristik “Bank Sosial Islam”
yaitu pertama, mengubah lembaga dari perusahaan yang berorientasi pada investor (investor oriented firm)
menjadi perusahaan yang berorientasi pada pengguna (user oriented firm) sebagaimana tampak dalam
lembaga keuangan koperasi; kedua, lembaga keuangan yang inklusif harus bertujuan untuk menciptakan
dampak sosial dan lingkungan hidup (social and environmental impact); serta ketiga, sumber dananya
harus bersifat sosial, seperti tabungan simpanan koperasi, Corporate Sosial Responsibility (CSR), anggaran
kesejahteraan sosial pemerintah, atau Zakat, Infaq, Sodaqah dan Wakaf Tunai (Cash Waqf).
Kata Pengantar Menuju Bank Sosial Islam
vi
Untuk dapat melihat dampak atau kebutuhan terhadap Bank Sosial Islam lebih jauh maka perlu dilakukan
kajian di suatu daerah/kabupaten. Berdasarkan hal tersebut, Bank Indonesia bekerja sama dengan Energy
Center UP’45 melakukan kajian yang bertujuan untuk menganalisis bentuk lembaga keuangan yang
diperlukan oleh masyarakat desa, yang mampu menciptakan usaha atau pengusaha baru, sekaligus mampu
membantu pemberantasan kemiskinan sebagai dampak sosial yang harus bisa diciptakan oleh lembaga
keuangan. Lokasi kajian yang dipilih yaitu daerah di sekitar area pengelolaan migas wilayah Blok Cepu,
Bojonegoro, Jawa Timur di mana terdapat masyarakat yang lahan pertaniannya akan diambil alih untuk
kegiatan migas dengan memperoleh dana pengganti. Berdasarkan hasil kajian tersebut, disimpulkan bahwa
lembaga keuangan yang tepat yaitu lembaga keuangan yang berbentuk koperasi sekunder. Koperasi
sekunder merupakan koperasi yang terdiri dari minimal 3 koperasi primer yang dapat berbentuk Koperasi
Simpan Pinjam (KSP), Koperasi Jasa, Koperasi Produsen, Koperasi Konsumen, maupun Koperasi Pemasaran.
Jakarta, April 2015
Prof. Dr. M. Dawam Rahardjo
Rektor UP45 Yogyakarta
Kata Pengantar Menuju Bank Sosial Islam
vii
Ringkasan Eksekutif
Penelitian tentang Kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang Memiliki Fungsi Pemberdayaan
Masyarakat di Sekitar Area Kegiatan Migas Blok Cepu, Kab. Bojonegoro, Provinsi Jawa Timur, dilaksanakan
pada bulan Juli sampai dengan Oktober 2014 meliputi 14 Desa di 5 Kecamatan di Kabupaten Bojonegoro
di sekitar Proyek Migas Blok Cepu. Tujuan penelitian ini adalah (1) Menyiapkan konsep pemberdayaan
masyarakat agar memiliki usaha produktif dan layak dibiayai oleh lembaga keuangan; (2) Menyiapkan
konsep pembentukan lembaga keuangan alternatif yang tepat untuk masyarakat disekitar area migas
yang juga memiliki fungsi pemberdayaan masyarakat (community development); (3) Konsep pemberdayaan
masyarakat dan konsep pembentukan lembaga keuangan alternatif sebagaimana disebutkan pada butir 1
dan 2 di atas nantinya diharapkan dapat menjadi pegangan dalam melakukan pemberdayaan masyarakat
dan pembentukan lembaga keuangan alternatif di daerah-daerah yang memiliki permasalahan yang
sejenis dengan daerah yang diteliti.
Pengambilan data dilakukan dengan kuesioner, wawancara, observasi dan dokumentasi. Berdasarkan hasil
analisis yang dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Masyarakat terdampak sekitar area industri migas Blok Cepu di Kabupaten Bojonegoro secara ekonomi
belum ikut menikmati manfaat dari kekayaan yang ada di wilayahnya.
2. Masyarakat terdampak sekitar area industri migas Blok Cepu di Kabupaten Bojonegoro umumnya
masih kurang produktif dan mandiri, namun secara berkelompok mereka telah memiliki koperasi-
koperasi primer walaupun belum tumbuh sebagaimana yang diharapkan dengan alasan keterbatasan
permodalan.
3. Guna mendukung permodalan maka perlu dibentuk Lembaga Keuangan Mikro berupa Koperasi
Simpan Pinjam (KSP) Sekunder yang mewadahi koperasi-koperasi primer yang sudah ada dalam rangka
memfasilitasi penambahan modal melalui kerja sama dengan perusahaan-perusahaan terutama yang
memiliki kegiatan produksi di Kabupaten Bojonegoro dengan program CSR-nya.
4. Lembaga keuangan yang terbentuk nantinya, selain mengelola simpan pinjam juga melakuan kegiatan
pemberdayaan bagi anggotanya. Adapun pola pemberdayaannya secara teknis dikerjasamakan
dengan stakeholders dan pole expert sesuai dengan kapabilitas masing-masing. Sebagai contoh dalam
pemberdayaan bidang peternakan, dapat bekerja sama dengan kelompok peternak kambing Griyo
Rojo Koyo. Pemberdayaan bidang pertanian dengan Kelompok Tani Toga Sido Makmur dan lain-lain.
Pemberdayaan bidang Usaha dan Koperasi dengan Dinas Koperasi, Dekopin, LDP (Lembaga Diklat
Profesi) Koperasi, Perguruan Tinggi dan LSM sesuai kompetensinya.
Ringkasan Eksekutif
viii
Ringkasan Eksekutif
Halaman ini sengaja dikosongkan
Daftar Isi
ix
Daftar Isi
Kata Pengantar ....................................................................................................................................... iii
Kata Pengantar Menuju Bank Sosial Islam ................................................................................................. v
Ringkasan Eksekutif ................................................................................................................................ vii
Daftar Isi ................................................................................................................................................. ix
Daftar Tabel ............................................................................................................................................ xi
Daftar Gambar ...................................................................................................................................... xiii
Bab I Pendahuluan ................................................................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ...................................................................................................................... 1
1.2. Tujuan Penelitian .................................................................................................................. 2
1.3. Ruang Lingkup Penelitian ...................................................................................................... 2
1.4. Metodologi Penelitian ........................................................................................................... 5
BAB II Potensi Ekonomi Wilayah Blok Cepu, Bojonegoro .......................................................................... 7
2.1. Potensi UMKM Non Pertanian ............................................................................................... 9
2.2. Sentra-Sentra Ekonomi ....................................................................................................... 11
2.3. Potensi Sumber Daya Alam ................................................................................................. 14
2.4. Aspek Sosial dan Budaya Masyarakat Setempat ................................................................... 19
BAB III Konsep Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Area Migas ............................................................ 23
3.1. Konsep Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat ....................................................................... 23
3.2. Modul Pelatihan untuk Penyiapan Individu atau Kelompok .................................................. 32
BAB IV Konsep Pembentukan Lembaga Keuangan Alternatif .................................................................. 33
4.1. Kriteria Lembaga Keuangan yang Sesuai dengan Kondisi Masyarakat di Sekitar Area
Migas ................................................................................................................................. 33
4.2. Rekomendasi Langkah-Langkah Pembentukan Lembaga Keuangan .................................... 39
4.3. Modul Pelatihan untuk SDM Lembaga Keuangan ................................................................ 41
4.4. Petunjuk Teknis (Juknis) Pengelolaan Koperasi Simpan Pinjam Sekunder .............................. 43
BAB V Kendala dan Permasalahan ......................................................................................................... 45
5.1. Kendala terhadap Implementasi dengan Model PRA ............................................................ 45
5.2. Kendala Lembaga Keuangan ............................................................................................... 45
BAB VI Kesimpulan dan Saran ................................................................................................................ 47
6.1. Kesimpulan ........................................................................................................................ 47
6.2. Saran ................................................................................................................................. 47
Daftar Pustaka ....................................................................................................................................... 49
Daftar Website ...................................................................................................................................... 51
x
Daftar Isi
Halaman ini sengaja dikosongkan
Daftar Tabel
xi
Daftar Tabel
Tabel 1.1. Wilayah Penelitian .................................................................................................................... 3
Tabel 2.1. Jumlah Penduduk berdasar Jenis Kelamin ................................................................................. 7
Tabel 2.2. Jumlah Penduduk berdasar Kelompok Umur ............................................................................. 7
Tabel 2.3. Jumlah Penduduk berdasar Lapangan Usaha ............................................................................ 8
Tabel 2.4. PDRB Sektor (Migas dan Non Migas) ......................................................................................... 8
Tabel 2.5. Jumlah UMKM Non Pertanian Kabupaten Bojonegoro ............................................................. 9
Tabel 2.6. Jumlah UMKM Non Pertanian di Empat Kecamatan Terpilih ................................................... 10
Tabel 2.7. Usaha Sektor Perdagangan .................................................................................................... 10
Tabel 2.8. Jumlah Industri Berdasarkan Klasifikasi Industri ....................................................................... 11
Tabel 2.9. Jumlah Tenaga Kerja berdasarkan Klasifikasi Industri ............................................................... 12
Tabel 2.10. Sentra Industri Berdasarkan Kecamatan ................................................................................ 12
Tabel 2.11. Potensi Unggulan Sektor Non Pertanian ................................................................................ 13
Tabel 2.12. Jumlah Izin Usaha Perdagangan ............................................................................................ 14
Tabel 2.13. Penggunaan Tanah di Bojonegoro 2011-2013 ...................................................................... 15
Tabel 2.14. Jenis Lahan Pertanian ........................................................................................................... 15
Tabel 2.15. Potensi Unggulan Sektor Pertanian ....................................................................................... 16
Tabel 2.16. Luasan Panen Komoditas Pertanian Tanaman Pangan (ha) .................................................... 16
Tabel 2.17. Produksi Panen Komoditas Pertanian Tanaman Pangan (ton) ................................................. 17
Tabel 2.18. Jumlah Ternak ..................................................................................................................... 17
Tabel 2.19. Populasi Ternak .................................................................................................................... 18
Tabel 2.20. Jumlah Produksi Ikan (ton) .................................................................................................... 18
Tabel 2.21. Penguasaan Hutan ............................................................................................................... 19
Tabel 2.22. Jumlah Tempat Ibadah ......................................................................................................... 19
Tabel 2.23. Jumlah Organisasi Karangtaruna .......................................................................................... 20
Tabel 2.24 Jenis Lahan yang Dibebaskan ................................................................................................ 21
Tabel 2.25. Manfaat yang Diterima Masyarakat ..................................................................................... 21
Tabel 2.26. Penggunaan Uang Ganti Rugi .............................................................................................. 21
Tabel 4.1. Jumlah Koperasi di Blok Cepu ................................................................................................. 35
xii
Daftar Tabel
Halaman ini sengaja dikosongkan
Daftar Gambar
xiii
Daftar Gambar
Gambar 1.1. Peta Lokasi Penelitian ........................................................................................................... 3
Gambar 2.1. Peranan Sektor Migas pada PDRB ......................................................................................... 9
Gambar 2.2. Proses Pengeringan Tembakau ........................................................................................... 11
Gambar 2.3. Penggunaan Tanah Bojonegoro 2013 ................................................................................ 15
Gambar 3.1. Skema Proses Pemberdayaan ............................................................................................. 29
Gambar 3.2. Fase Proses Pemberdayaan ................................................................................................. 32
Gambar 4.1. Sumber Pembiayaan Ekonomi Masyarakat .......................................................................... 36
Gambar 4.2. Kriteria Lembaga Keuangan yang Diharapkan Masyarakat .................................................. 36
Gambar 4.3. Skema Posisi Koperasi Sekunder ......................................................................................... 37
Gambar 4.4. Langkah Pembentukan KSP Sekunder ................................................................................ 39
Gambar 4.5. Koperasi Sekunder ............................................................................................................. 40
Gambar 4.6. Prosedur Pembentukan KSP Sekunder ................................................................................ 40
xiv
Daftar Gambar
Halaman ini sengaja dikosongkan
Pendahuluan
1
Bab IPendahuluan
1.1. Latar Belakang
Kemudahan memperoleh akses keuangan merupakan salah satu persyaratan yang dapat membantu
pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dalam mengembangkan usahanya. Namun, fakta
di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak pelaku UMKM yang kesulitan dalam memperoleh
akses keuangan terutama kepada lembaga keuangan perbankan. Kesulitan memperoleh akses
keuangan disebabkan oleh 2 (dua) hal yaitu (1) dari sisi lembaga keuangan baik perbankan maupun
non bank dan (2) dari sisi individu masyarakat (pelaku UMKM) yang akan memanfaatkan jasa
lembaga keuangan terutama dalam bentuk pinjaman usaha.
Dari sisi lembaga keuangan, pelaku UMKM kesulitan memperoleh akses keuangan karena
lembaga keuangan umumnya menerapkan persyaratan yang ketat dalam memberikan pinjaman.
Persyaratan tersebut mencakup:
- Persyaratan kapasitas, ditunjukkan dengan catatan usaha yang sudah berjalan selama durasi
tertentu;
- Persyaratan jaminan, baik jaminan pokok, dan khususnya jaminan tambahan;
- Persyaratan penyertaan modal sendiri.
Lembaga keuangan, khususnya perbankan, menerapkan persyaratan yang ketat dan berhati-hati
mengingat dana yang disalurkan untuk kredit adalah dana yang berasal dari pihak ketiga
(deposan). Salah satu bentuk kehati-hatian bank dalam penyaluran kredit adalah penggunaan
kriteria 5C yaitu character, capacity, capital, collateral, dan condition dalam proses pengambilan
keputusan pemberian kredit.
Dari sisi individu masyarakat (pelaku UMKM), kesulitan dalam memperoleh akses keuangan karena
pelaku UMKM pada umumnya kesulitan untuk memenuhi persyaratan yang diberikan oleh lembaga
keuangan (bank) antara lain belum memiliki usaha yang berkesinambungan, belum memiliki
laporan keuangan yang standar, serta tidak memiliki agunan yang mencukupi.
Salah satu contoh kelompok masyarakat yang berpotensi mengalami kesulitan dalam memperoleh
akses keuangan adalah masyarakat di sekitar area pengelolaan industri strategis antara lain industri
minyak dan gas bumi (migas). Masyarakat di sekitar area pengelolaan migas tersebut merupakan
masyarakat yang diperkirakan akan terkena dampak negatif karena lahan mereka diambil alih
oleh perusahaan migas.
Industri migas merupakan usaha padat modal dan teknologi, sehingga penempatan SDM di industri
tersebut berbasis kompetensi. Harapan bahwa usaha tersebut menyerap tenaga kerja lokal sulit
dipenuhi karena kompetensi SDM lokal yang ada. Sehingga masyarakat yang tergusur oleh proyek
2
Pendahuluan
Migas tersebut harus mencari alternatif lain untuk mendapatkan penghasilan (nafkah).
Walaupun pengambilalihan lahan dimaksud disertai dengan pemberian dana pengganti, namun
karena profesi masyarakat tersebut pada umumnya adalah petani, maka jika tidak dilakukan
pendampingan secara intensif diperkirakan tidak akan dapat memanfaatkan dana pengganti
lahan yang diperoleh untuk kegiatan produktif di luar sektor pertanian. Karena sudah tidak
memiliki lahan pertanian sebagai sumber penghasilan, maka masyarakat tersebut berpotensi akan
menghabiskan dana pengganti lahan untuk memenuhi kegiatan sehari-hari dan untuk membeli
barang konsumtif. Kondisi ini dikhawatirkan akan menciptakan masyarakat miskin baru di sekitar
area usaha migas.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai penyiapan
masyarakat agar mampu memiliki usaha produktif yang dapat dibiayai oleh lembaga keuangan dan
penelitian mengenai lembaga keuangan yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat
yang lahannya diambil alih untuk keperluan industri strategis, khususnya industri migas.
1.2. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah sebagai berikut:
1. Menyiapkan konsep pemberdayaan masyarakat agar memiliki usaha produktif dan layak dibiayai
oleh lembaga keuangan.
2. Menyiapkan konsep pembentukan Lembaga Keuangan alternatif yang tepat untuk
masyarakat disekitar area migas yang juga memiliki fungsi pemberdayaan masyarakat (community
development). Lembaga keuangan tersebut dapat berupa pembentukan Lembaga Keuangan
baru atau pemberdayaan lembaga keuangan yang sudah ada (Koperasi, BMT, maupun kelompok).
3. Konsep pemberdayaan masyarakat dan konsep pembentukan lembaga keuangan alternatif
sebagaimana disebutkan pada butir 1 dan 2 di atas nantinya diharapkan dapat menjadi pegangan
dalam melakukan pemberdayaan masyarakat dan pembentukan lembaga keuangan alternatif di
daerah-daerah yang memiliki permasalahan yang sejenis dengan daerah yang diteliti.
1.3. Ruang Lingkup Penelitian
1.3.1. Responden Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada masyarakat pedesaan yang berada di 14 desa di 5 kecamatan yang ada
di sekitar area pengelolaan migas wilayah Blok Cepu, Bojonegoro, Jawa Timur. Penelitian difokuskan
kepada masyarakat yang lahan pertaniannya akan diambil alih untuk kegiatan migas dengan
memperoleh dana pengganti. Alasan pemilihan wilayah studi di Bojonegoro, mempertimbangkan
bahwa Blok Cepu merupakan salah satu blok migas terbesar saat ini, yang tentunya mempengaruhi
kondisi sosial ekonomi dalam skala yang signifikan. Studi ini juga bisa dianggap sebagai tindak
lanjut dari studi dan pemetaan sosial ekonomi yang sebelumnya telah dilaksanakan oleh Universitas
Proklamasi 45 di wilayah tersebut, dengan salah satu aspek pentingnya untuk didalami yaitu aspek
finansial dan integrasinya dengan kegiatan-kegiatan pemberdayaan masyarakat.
Sedangkan yang menjadi responden penelitian adalah:
Pendahuluan
3
a. Masyarakat pedesaan yang mewakili masing-masing sektor, strata ekonomi di sekitar
area kegiatan migas Blok Cepu, di Bojonegoro, Jawa Timur.
Unsur masyarakat yang menjadi reponden tersebar di 5 kecamatan dan 14 desa sebagai
berikut:
Tabel 1.1. Wilayah Penelitian
No Kecamatan Desa
1 Gayam Ringin TunggalKaturBonorejoMojodelik
2 Kalitidu Sumengko
3 Ngasem Bandungrejo
4 Purwosari PurwosariGaplukKaliomboKuniran
5 Tambakrejo TambakrejoKalisumberDologedeMalingmati
Jumlah 5 14
Peta lokasi penelitian tersaji dalam peta berikut ini:
Gambar 1.1. Peta Lokasi Penelitian
b. Perusahaan migas yang ada di Blok Cepu, Bojonegoro, Jawa Timur yang menggunakan lahan
tempat tinggal masyarakat pedesaan disekitarnya untuk kegiatan produksi, yaitu MCL, Exxon
Mobile, dan Pertamina;
c. Pemerintah daerah/dinas setempat (tingkat kabupaten, kecamatan, kelurahan) yang
membawahi daerah yang terkena dampak kegiatan migas;
d. Perhutani, asosiasi pengusaha dan petani umbi-umbian yang dinilai memiliki prospek
usaha yang cocok bagi masyarakat pedesaan dan kondisi wilayah Blok Cepu, Bojonegoro,
Jawa Timur;
e. Perbankan/lembaga keuangan di sekitar area migas.
4
Pendahuluan
1.3.2. Tahapan Penelitian
Tahapan pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut:
1. Menyiapkan konsep pemberdayaan masyarakat agar memiliki usaha produktif dan layak
dibiayai oleh lembaga keuangan.
Tahapan:
1) Mengidentifikasi potensi ekonomi wilayah setempat yang meliputi:
potensi UMKM (potensi usaha, tabungan, keuangan)
sentra-sentra ekonomi (pasar, pertanian, perikanan, industri rumah tangga, dan lain-
lain)
potensi sumber daya alam (lahan, hutan, dan lain-lain)
2) Mengidentifikasi aspek sosial budaya masyarakat di sekitar area migas.
3) Menyiapkan konsep pemberdayaan masyarakat di sekitar area migas mencakup:
Konsep pendampingan antara lain pendekatan/persiapan sosial, pembentukan dan
penguatan kelompok, pendampingan kelompok (anggota dan kelembagaan);
Konsep pengembangan usaha masyarakat di sekitar area migas beserta rantai nilai
(value chain) mulai dari produksi, pengolahan, distribusi/ pemasaran, dan keuangan;
Modul pelatihan untuk penyiapan individu atau kelompok masyarakat di sekitar area
migas agar layak memperoleh pembiayaan dari lembaga keuangan (aspek motivasi,
pengelolaan keuangan rumah tangga, manajemen usaha, laporan keuangan, legalitas,
dan lain-lain);
2. Menyiapkan konsep pembentukan lembaga keuangan alternatif yang tepat untuk masyarakat
di sekitar area migas yang juga memiliki fungsi pemberdayaan masyarakat (community
development). Lembaga keuangan tersebut dapat berupa pembentukan lembaga keuangan
baru atau pemberdayaan lembaga keuangan yang sudah ada (koperasi, BMT, maupun
kelompok).
Tahapan:
1) Identifikasi persyaratan ataupun kriteria lembaga keuangan yang sesuai dengan kondisi
masyarakat di sekitar area migas (contoh: tidak mewajibkan agunan, persyaratan
administratif yang mudah, suku bunga rendah, proses permohonan kredit cepat, dan
lain-lain);
2) Penyusunan konsep lembaga keuangan yang sesuai dengan kondisi masyarakat di sekitar
area migas, termasuk sistem interaksi berbagai stakeholders terkait seperti Pemda,
perusahaan pelaksana kegiatan migas, lembaga keuangan lain, asuransi, calon sumber
dana dan penerima pembiayaan. (contoh: konsep pembiayaan oleh bank, koperasi,
BMT, dan LKM beserta pro/kons);
3) Pemilihan alternatif model lembaga keuangan yang sesuai dengan kondisi masyarakat
di sekitar area migas (seperti bank, koperasi, unit perantara layanan keuangan/UPLK,
dan lain-lain);
Pendahuluan
5
4) Identifikasi tugas dan tanggung jawab masing-masing stakeholders (Pemda, perusahaan
pelaksana kegiatan migas, lembaga keuangan, asuransi, calon sumber dana, dan
penerima keuangan) sehingga model lembaga keuangan yang dipilih dapat berjalan
dengan baik;
5) Rekomendasi langkah-langkah pembentukan lembaga keuangan yang juga memiliki
fungsi pemberdayaan masyarakat (community development), (struktur organisasi,
legalitas, dan lain-lain);
6) Penyusunan modul pelatihan untuk SDM lembaga keuangan (untuk memastikan bahwa
dana dapat diperoleh dan dikelola/ disalurkan secara profesional, meliputi pencairan,
penagihan, pengawasan, pembinaan, dan sebagainya);
7) Penyusunan petunjuk teknis (juknis) yang akan digunakan oleh lembaga keuangan
untuk penyiapan calon debitur dan pengelolaan/pendampingan debitur (pendekatan
budaya dan tradisi, konsep pelatihan dan penyuluhan, dan sebagainya).
1.3.3. Manfaat Penelitian
Hal yang penting dalam penelitian ini yaitu komitmen Pemerintah Daerah Kabupaten Bojonegoro
dalam upaya memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat dengan kehadiran operasi
migas di daerahnya. Dengan adanya studi ini, diharapkan hubungan kerja antara pemerintah, pelaku
operasi migas, dan masyarakat Bojonegoro dapat berlangsung semakin efektif untuk mengelola
sumber daya lokal dengan dukungan finansial yang berasal dari operasi migas. Dengan adanya
studi ini, dana yang dialokasikan untuk kegiatan pengembangan ekonomi masyarakat lokal dapat
berlangsung baik dan lestari (sustainable), dari tahun ke tahun akan semakin bertambah nilainya, dan
semakin mampu mendanai kegiatan ekonomi masyarakat yang juga semakin berkembang. Dengan
diperkuat oleh latar belakang beberapa studi sebelumnya, dan utamanya komitmen dan dorongan kuat
dari Pemerintah Daerah Kabupaten Bojonegoro untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya,
diharapkan outcome dari studi ini dapat didorong sampai tingkat pelaksanaan (implementable). Jika
di kemudian hari terbukti berhasil, akan lebih mudah untuk direplikasi di wilayah-wilayah operasi
migas lainnya. Manfaatnya secara nasional, tentunya menambah pendapatan rakyat, dan secara
tidak langsung mengamankan target produksi minyak nasional. Ini dapat terwujud dengan situasi
kondusif yang tercipta dari dukungan masyarakat sekitar, jika mereka benar-benar dapat merasakan
manfaat kehadiran operasi migas.
1.4. Metodologi Penelitian
1.4.1 Pengumpulan Data
1. Data Primer
Data primer diperoleh dari lapangan melalui kegiatan survei langsung kepada responden yang
ditetapkan, dengan instrumen kuesioner tertutup, kuesioner terbuka, wawancara dan FGD
(Focus Group Discussion).
2. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil penelitian sebelumnya yang relevan dengan
penelitian ini, dan data dokumentasi baik dari pemerintah, perusahaan, maupun lembaga
keuangan yang ada di lokasi penelitian.
6
Pendahuluan
1.4.2 Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi analisis deskriptif, kuantitatif dan kualitatif
antara lain analisis komparatif dan optimasi.
7
Potensi Ekonomi Wilayah Blok Cepu, Bojonegoro
Bab IIPotensi Ekonomi Wilayah Blok Cepu,
Bojonegoro
Kabupaten Bojonegoro secara administratif adalah bagian dari Provinsi Jawa Timur yang berbatasan dengan
Provinsi Jawa Tengah di sebelah barat. Kabupaten Bojonegoro memiliki luas sejumlah 230.706 ha, dengan
jumlah penduduk sebesar 1.176.386 jiwa merupakan bagian dari wilayah Provinsi Jawa Timur dengan jarak
± 110 km dari ibukota Provinsi Jawa Timur dan terletak pada posisi 6°59’ sampai dengan 7°37’ Lintang
Selatan dan 111°25’ sampai dengan 112°09’ Bujur Timur.
Pemerintahan Kabupaten Bojonegoro memiliki 28 kecamatan dan 430 desa. Wilayah administratif di
sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Tuban, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten
Lamongan, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Madiun, Nganjuk dan Jombang, serta sebelah
barat berbatasan dengan Kabupaten Ngawi dan Blora (Jawa Tengah).
Tabel 2.1. Jumlah Penduduk berdasar Jenis Kelamin
Tahun Laki-laki Perempuan Jumlah
2000 582.118 583.283 1.165.401
2010 1.165.401 598.365 1.763.766
2013 729.989 720.900 1.450.889
Sumber: Bojonegoro dalam Angka 2014, diolah
Perkembangan penduduk Bojonegoro mengalami peningkatan 33,9% dalam kurun waktu 10 tahun. Ini
menunjukkan bahwa penduduk Bojonegoro mengalami pertumbuhan yang sangat pesat.
Tabel 2.2. Jumlah Penduduk berdasar Kelompok Umur
No Kelompok Umur Jumlah Persentase
1 0 -16 th 324.447 22%
3 16 - 55 th 1.030.172 71%
3 > 55 th 96.270 7%
Jumlah 1.450.889 100%
Sumber: Bojonegoro dalam Angka 2014
Data tersebut menunjukkan bahwa mayoritas penduduk Bojonegoro (71%) berada dalam usia produktif,
yaitu pada rentang usia 16 – 55 tahun.
Potensi Ekonomi Wilayah Blok Cepu, Bojonegoro
8
Tabel 2.3. Jumlah Penduduk berdasar Lapangan Usaha
No Lapangan Usaha 2011 2012 2013
1 Pertanian 332.505 318.648 319.875
2 Pertambangan 15.180 19.090 19.425
3 Industri 46.252 55.337 58.421
4 Listrik 9.830 6.365 6.412
5 Bangunan 56.510 46.390 52.610
6 Perdagangan 132.576 124.216 129.415
7 Perhubungan 13.738 12.533 13.224
8 Keuangan 9.721 11.725 12.560
9 Jasa lainnya 115.880 137.589 139.883
Jumlah 732.192 731.893 751.825
Sumber: Bojonegoro dalam angka 2014
Berdasarkan tabel 2.3. jumlah penduduk berdasarkan lapangan usaha industri, pertambangan dan
jasa mengalami peningkatan dari tahun 2011 sampai tahun 2013. Pertanian dan perdagangan sempat
mengalami penurunan pada tahun 2012 dan kembali meningkat tahun 2013. Data tersebut menunjukkan
bahwa masyarakat Bojonegoro mayoritas berusaha di bidang pertanian.
Tabel 2.4. PDRB Sektor (Migas dan Non Migas)
Sektor 2009 2010 2011 2012 2013
Primer (Agriculture)
1. Pertanian 6,98 5,61 3,05 4,52 2,94
2. Pertambangan dan Penggalian 24,63 28,14 15,59 1,61 0,98
Sekunder (Manufactur)
3. Industri Pengolahan 5,55 10,53 10,5 8,77 7,72
4. Listrik, Gas dan Air Bersih 5,85 4,72 6,73 6,09 7,01
5. Bangunan 8,3 10,76 11,36 9,38 11,76
Tersier (Service)
6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 5,32 7,64 10,09 11,22 10,84
7. Pengangkutan dan Komunikasi 6,96 4,17 6,48 8,98 9,61
8. Keuangan, persewaaan dan Jasa Perusahaan 4,81 5,41 9,13 8,98 9,48
9. Jasa-Jasa 4,3 3,87 4,94 5,59 6,48
PDRB dengan Migas 10,1 11,84 9,19 5,68 5,3
PDRB tanpa Migas 6,01 6,45 6,6 7,4 7,02
Sumber: Statistik Daerah Kab. Bojonegoro 2014
Sektor migas dan pertanian menempati posisi sebagai sektor primer yang merupakan penyumbang PDRB
terbesar di Bojonegoro. Sektor primer adalah sektor utama yang dominan memberi kontribusi pada PDRB.
Mengenai peranan sektor migas pada PDRB dapat digambarkan dalam grafik sebagai berikut:
9
Potensi Ekonomi Wilayah Blok Cepu, Bojonegoro
Gambar 2.1. Peranan Sektor Migas pada PDRB
Peranan sektor migas pada PDRB cukup besar pada kurun 2009 sampai 2011 dan mengalami penurunan
pada 2012 dan 2013, ketika sektor lain di luar sektor migas mengalami pertumbuhan. Hal ini menunjukkan
bahwa sektor migas ternyata mampu mendorong pertumbuhan sektor lain di luar migas. Oleh karena itu
penelitian ini memilih Blok Cepu sebagai wilayah penelitian.
2.1. Potensi UMKM Non Pertanian
Data UMKM tahun 2013 Kabupaten Bojonegoro digambarkan dalam tabel berikut ini:
Tabel 2.5. Jumlah UMKM Non Pertanian Kabupaten Bojonegoro
Sektor Jumlah (unit)
Pertambangan dan Penggalian 838
Industri Pengolahan 9.852
Konstruksi 525
Perdagangan, Hotel dan Restoran 50.293
Transportasi 3.655
Keuangan 303
Jasa-jasa 9.262
Jumlah 74.728
Sumber: Bojonegoro dalam Angka Tahun 2013
Potensi UMKM non pertanian Kabupaten Bojonegoro cukup besar, secara keseluruhan terdapat 74.728
unit UMKM non pertanian. Sektor terbesar adalah perdangangan, hotel, dan restoran yang mencapai
50.293 unit UMKM. Diikuti oleh UMKM industri pengolahan dengan jumlah 9.825 unit dan UMKM
sektor jasa dengan jumlah 9.262 unit UMKM. Sedangkan yang paling kecil adalah UMKM pada sektor
keuangan dengan jumlah 303 unit UMKM.
UMKM non pertanian di lokasi penelitian ditunjukkan dalam tabel berikut ini:
Potensi Ekonomi Wilayah Blok Cepu, Bojonegoro
10
Tabel 2.6. Jumlah UMKM Non Pertanian di Empat Kecamatan Terpilih
SektorKecamatan
Tambakrejo Ngasem Kalitidu Purwosari
Pertambangan dan Penggalian 222 14 47 2
Industri Pengolahan 521 279 633 154
Konstruksi 13 31 17 1
Perdagangan, Hotel dan Restoran 2.691 1.670 2.845 1.105
Transportasi 112 99 218 81
Keuangan 21 8 17 7
Jasa-jasa 368 287 545 158
Jumlah 3.876 2.388 4.322 1.508
Sumber: Bojonegoro dalam Angka Tahun 2013
Kecamatan Kalitidu adalah kecamatan dengan jumlah UMKM non pertanian terbesar dengan jumlah
4.322 unit UMKM, diikuti oleh Kecamatan Tambakrejo dengan jumlah 3.876 unit UMKM, kemudian
Kecamatan Ngasem dengan jumlah 2.388 unit UMKM dan terakhir adalah Kecamatan Purwosari
dengan jumlah 1.508 unit UMKM.
Sama halnya di tingkat kabupaten, sektor UMKM yang mendominasi di tingkat kecamatan wilayah
penelitian adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Di Kecamatan Kalitidu tiga UMKM terbesar
adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan jumlah 2.845 unit UMKM, kemudian sektor
industri pengolahan dengan jumlah 633, dan sektor jasa dengan jumlah 545 unit UMKM. Potensi
yang sama juga ditemukan di Kecamatan Tambakrejo, yaitu dengan tiga UMKM terbesar adalah
sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan jumlah 2.691 unit UMKM, kemudian sektor industri
pengolahan dengan jumlah 521 unit, dan sektor jasa dengan jumlah 368 unit UMKM.
Untuk Kecamatan Ngasem jumlah UMKM terbesar adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran
dengan jumlah 1.670 unit UMKM, kemudian sektor jasa dengan jumlah 287 unit UMKM dan sektor
industri pengolahan dengan jumlah 279 unit. Hal yang sama juga ditemui di Kecamatan Purwosari,
di mana sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan jumlah memiliki jumlah terbesar 1.105 unit
UMKM, kemudian sektor jasa dengan jumlah 158 unit UMKM dan sektor industri pengolahan dengan
jumlah 154 unit UMKM.
Potensi sektor perdagangan di lokasi penelitian ditunjukkan dalam tabel berikut ini:
Tabel 2.7. Usaha Sektor Perdagangan
No Kecamatan 2011 2012 2013
1 Tambakrejo 77 99 113
2 Ngasem 161 192 206
3 Kalitidu 469 508 544
4 Purwosari 105 122 140
5 Gayam - 15 57
Sumber: Bojonegoro dalam Angka Tahun 2014
11
Potensi Ekonomi Wilayah Blok Cepu, Bojonegoro
Data tersebut menunjukkan bahwa di sekitar area Migas Blok Cepu, sektor perdagangan mengalami
pertumbuhan. Paling tinggi adalah di Kecamatan Kalitidu yang berada pada jalur lintas tengah,
sedangkan Kecamatan Tambakrejo yang paling kecil, karena masih didominasi sektor pertanian.
2.2. Sentra-Sentra Ekonomi
Sentra-sentra ekonomi Kabupaten Bojonegoro tersebar di hampir seluruh kecamatan yang ada.
Klasifikasi industri tersebut didominasi oleh industri mamin tembakau dengan jumlah 12.188 industri
di tahun 2012. Meskipun industri ini mendominasi, tetapi secara keseluruhan porsinya mengalami
penurunan jika dilihat perkembangannya dari tahun 2010. Industri selanjutnya yang memiliki porsi
besar adalah industri barang lainnya dengan jumlah 6.984 industri. Diikuti oleh industri barang dari
kayu dan hasil hutan dengan jumlah 1.461 industri di tahun 2012. Kedua industri terakhir mengalami
peningkatan dari sisi jumlah jika dibandingkan dengan jumlah dari tahun 2010 hingga 2012.
Tabel 2.8. Jumlah Industri Berdasarkan Klasifikasi Industri
Industri 2010 2011 2012
Mamin Tembakau 13.189 12.368 12.188
Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki 779 1.080 1.198
Barang dari Kayu dan Hasil Hutan 955 1.268 1.461
Kertas dan barang Cetakan 7 13 14
Pupuk Kimia, dan Barang dari Karet 72 72 74
Semen dan Barang Galian Bukan Logam 1.284 1.391 1.428
Alat Angkutan, Mesin, dan Logam Elektro 624 688 708
Barang Lainnya 6.417 6.823 6.984
Sumber: Bojonegoro dalam Angka Tahun 2013
Gambar 2.2. Proses Pengeringan Tembakau
Sumber: Bojonegoro.go.id
Banyaknya jumlah industri berdasarkan klasifikasi di atas berdampak pada besaran jumlah tenaga kerja
yang berhasil diserap.
Potensi Ekonomi Wilayah Blok Cepu, Bojonegoro
12
Tabel 2.9. Jumlah Tenaga Kerja berdasarkan Klasifikasi Industri
Industri 2010 2011 2012
Mamin Tembakau 51.688 50.017 50.425
Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki 1.713 2.205 2.292
Barang dari Kayu dan Hasil Hutan 3.374 3.516 3.924
Kertas dan Barang Cetakan 22 35 41
Pupuk Kimia, dan Barang dari Karet 151 152 152
Semen dan Barang Galian Bukan Logam 4.422 4.957 5.089
Alat Angkutan, Mesin, dan Logam Elektro 1.159 1.232 1.262
Barang Lainnya 7.203 8.413 8.611
Sumber: Bojonegoro dalam Angka Tahun 2013
Adapun urutan terbesar adalah industri mamin tembakau dengan 50.425 orang tenaga kerja. Industri
barang lainnya dengan jumlah tenaga kerja 8.611 orang dan selanjutnya adalah industri semen dan
galian bukan logam dengan jumlah tenaga kerja 5.089 orang. Ketiga sektor tersebut memiliki porsi
yang besar, mengingat industri-industri tersebut bersifat padat karya. Industri mamin tembakau
memang menyerap tenaga kerja terbesar meskipun jumlahnya berkurang jika dibandingkan tahun
2010, hal tersebut berbanding lurus dengan penurunan jumlah industrinya di tahun yang sama.
Sedangan untuk lokasi sentra industri berdasarkan kecamatan dapat dilihat pada Tabel 2.10. di bawah
ini. Sentra tersebut merupakan 3 kecamatan terbesar untuk masing-masing klasifikasi industri.
Tabel 2.10. Sentra Industri Berdasarkan Kecamatan
Industri Kecamatan
Mamin Tembakau Sugihwaras, Sumberejo, Sukosewu
Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Ngraho, Baureno, Kanor
Barang dari Kayu dan Hasil Hutan Kasiman, Bojonegoro, Margomulyo
Kertas dan Barang Cetakan Bojonegoro, Kapas
Pupuk Kimia, dan Barang dari Karet Bojonegoro, Balen, Sumberejo
Semen dan Barang Galian Bukan Logam Kalitidu, Malo, Padangan
Alat Angkutan, Mesin, dan Logam Elektro Kapas, Sumberejo, Baureno
Barang Lainnya Baureno, Kedungadem, Kanor
Sumber: Bojonegoro dalam Angka Tahun 2013
Sentra industri yang ada cukup beragam dan tersebar di seluruh wilayah Bojonegoro. Sedangkan
potensi unggulan di sektor non pertanian adalah sebagai berikut:
13
Potensi Ekonomi Wilayah Blok Cepu, Bojonegoro
Tabel 2.11. Potensi Unggulan Sektor Non Pertanian
Sektor Gayam Kalitidu Ngasem Purwosari Tambakrejo
Pertambangan dan Penggalian Pasir
Sirtu
Pasir
Industri Pengolahan Kerupuk
Penggilingan padi Penggilingan padiPengeringan dan pengolahan tembakau
Tikar pandan
Induatri batu bata Kerupuk Penggilingan padiAnyaman rotan dan bambu
Pengolahan sari buah Roti dan kue Roti dan kue
Industri pakaian Kerupuk
Kerupuk
Perdagangan
Padi dan Palawija
Perdagangan beras besar
Eceran padi dan palawija
Eceran beras Toko Kelontong
Eceran sayuran
Perdagangan pasar Ederan beras Eceran buahEceran padi dan palawija
Eceran beras Eceran buah Eceran sayuran Eceran sayuran Eceran pupuk
PKL pakaian Padi dan palawija Eceran buah
PKL sepatu Dept. store
Angkutan Ojek motor
Ojek motor Angkutan sewa Ojek motor Ojek motor
Angkutan sewa Ojek motorAngkutan penumbang tidak bermotor
Angkutan penumpang tidak bermotor
Angkutan umum penumbang
Angkutan sewa
Jasa
Warung makan
Warung makan Warung makan Reog Warung makan
Makanan keliling
Kedai makan Kedai makan Kedeai makan Reog
MI Swasta Hotel bintang satu Kesehatan tradisional MTS swasta
MTs Swasta MI swasta MI swasta
Dokter umum
Sumber: Hasil Kajian KPJU Unggulan Sektoral, Bank Indonesia, 2014
Unggulan sektor pertambangan dan penggalian pasir ada di Kecamatan Kalitidu dan Kecamatan
Tambakrejo. Sedangkan sirtu (pasir batu) ada di Kecamatan Tambakrejo. Industri pengolahan yang ada
di Kecamatan Gayam adalah industri kerupuk. Di Kecamatan Kalitidu industri pengolahan unggulan
adalah penggilingan padi, industri batu bata, pengolahan sari buah, industri pakaian dan kerupuk.
Kecamatan Ngasem memiliki industri unggulan penggilingan padi dan kerupuk. Kecamatan Purwosari
dengan industri unggulan cukup beragam, antara lain pengeringan dan pengolahan tembakau,
penggilingan padi, roti dan kue, dan kerupuk. Sedangkan Kecamatan Tambakrejo memiliki industri
unggulan tikar pandan, anyaman rotan dan bambu, serta industri roti dan kue.
Unggulan sektor perdagangan di Kecamatan Gayam antara lain perdagangan padi dan palawija,
eceran sayuran, eceran beras, PKL pakaian dan PKL sepatu. Kecamatan Kalitidu dengan unggulan
perdagangan beras besar, perdagangan pasar, eceran buah, padi dan palawija, serta dept. store.
Kecamatan Ngasem dengan unggulan perdagangan eceran padi dan palawija, eceran beras, eceran
sayuran, dan eceran buah. Kecamatan Purwosari dengan unggulan perdagangan eceran beras, eceran
sayuran, dan eceran buah. Sedangkan Kecamatan Tambakrejo dengan unggulan perdagangan toko
kelontong, eceran padi dan palawija, dan eceran pupuk.
Potensi Ekonomi Wilayah Blok Cepu, Bojonegoro
14
Pertumbuhan usaha perdagangan berdasarkan data izin usaha perdagangan adalah sebagai berikut:
Tabel 2.12. Jumlah Izin Usaha Perdagangan
No Kecamatan 2011 2012 2013
1 Tambakrejo 77 99 113
2 Ngasem 161 192 206
3 Kalitidu 469 508 544
4 Purwosari 105 122 140
5 Gayam - 15 57
Jumlah 2.823 2.948 3.073
Sumber: Bojonegoro dalam angka 2014
Usaha perdagangan di sekitar area Blok Cepu mengalami perkembangan dari tahun ke tahun di semua
kecamatan yang ada. Dari 2.823 unit pada tahun 2011 meningkat menjadi 2.948 unit pada tahun
2012 dan 3.073 unit pada tahun 2013.
Unggulan pada sektor angkutan di Kecamatan Gayam adalah ojek motor. Kecamatan Kalitidu dengan
ojek motor dan angkutan sewa. Kecamatan Ngasem dengan angkutan sewa, ojek motor dan angkutan
umum penumpang. Kecamatan Purwosari dengan unggulan ojek motor dan angkutan penumpang
tidak bermotor. Kecamatan Tambakrejo dengan unggulan angkutan ojek motor, angkutan penumpang
tidak bermotor dan angkutan sewa.
Usaha jasa yang menjadi unggulan antara lain warung makan di semua kecamatan, kedai makan, dan
sekolah swasta. Sementara di Kecamatan Kalitudu berkembang sektor unggulan jasa hotel, karena
Kecamatan Kalitudu berada di jalan poros tengah sebagai jalur utama lintas Bojonegoro menuju Cepu
dan Ngawi.
2.3. Potensi Sumber Daya Alam
Tujuan pengelolaan sumber daya alam adalah kesejahteraan masyarakat (social welfare) yang
memiliki fungsi sebagai sumber devisa, pemenuhan kebutuhan manusia, pelestarian lingkungan,
pembangunan daerah atau masyarakat dan pemerataan (Reksohadiprodjo, 1998). Sumber daya alam
dan energi merupakan kekayaan alam yang memiliki fungsi sosial dan digunakan sebesar-besarnya
untuk kemakmuran rakyat (Daldjoeni, N. 1998). Potensi sumber daya alam di sekitar area Migas Cepu
meliputi pertanian, peternakan dan perikanan, akan diuraikan sebagai berikut:
a. Pertanian
Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menggerakkan perekonomian Kabupaten
Bojonegoro. Dilihat dari luas tanah Kabupaten Bojonegoro sebanyak 230.706 ha, perincian
penggunaannya adalah sebagai berikut:
15
Potensi Ekonomi Wilayah Blok Cepu, Bojonegoro
Tabel 2.13. Penggunaan Tanah di Bojonegoro 2011-2013
No PenggunaanTahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013
Luas (Ha) % Luas (Ha) % Luas (Ha) %
1 Tanah sawah 82.085 35,58 82.085 35,58 76.848 33,31
2 Tanah kering 44.803 19,42 44.803 19,42 44.803 19,42
3 Hutan negara 92.628 40,15 92.628 40,15 92.628 40,15
4 Perkebunan 600 0,26 600 0,26 600 0,26
5 Lain-lain 10.589 4,59 10.589 4,59 15.826 6,86
Jumlah 230.706 100 230.706 4,59 230.706 6,86
Sumber: Bojonegoro dalam angka 2014
Gambar 2.3. Penggunaan Tanah Bojonegoro 2013
Berdasarkan data tersebut, diketahui bahwa mayoritas tanah yang ada di Bojonegoro merupakan
hutan negara yang dikelola oleh Perhutani. Sedangkan perubahan penggunaan tanah terjadi pada
tanah sawah pada tahun 2013 yang beralih fungsi menjadi pemukiman ataupun penggunaan lainnya
non pertanian.
Luas tanah yang digunakan untuk sektor pertanian tergambar dalam tabel berikut ini:
Tabel 2.14. Jenis Lahan Pertanian
No Kecamatan Luas sawah (ha) Luas ladang (ha)
1 Tambakrejo 3.305 4.405
2 Ngasem 4.6 5.284
3 Kalitidu 5.221 1.342
4 Purwosari 2.255 1.115
Jumlah 10.781 12.146
Sumber: Bojonegoro dalam angka 2014
Sawah paling luas di Kecamatan Kalitidu disusul Kecamatan Tambakrejo dan Kecamatan Purwosari.
Sedangkan ladang paling luas di Kecamatan Ngasem dan Kecamatan Tambakrejo.
Mengenai potensi unggulan di sektor pertanian masing-masing kecamatan di sekitar area Migas tersaji
pada tabel berikut ini:
Potensi Ekonomi Wilayah Blok Cepu, Bojonegoro
16
Tabel 2.15. Potensi Unggulan Sektor Pertanian
SektorKecamatan
Gayam Kalitidu Ngasem Purwosari Tambakrejo
Tanaman Pangan
Tanaman padi Tanaman padi Tanaman padi Tanaman padi Tanaman jagung
Tanaman jagung Belimbing Tanaman jagung Tanaman jagung Tanam umbi-umbian
Kacang hijau Jambu bijiTanaman kacang hijau
Tanaman kacang hijau
Tanaman padi
Tanaman kedelai Tanaman jagungTanaman kacang tanah
Tanaman kedalai
Tanaman kacang tanah
Semangka
Perkebunan Tebu
Tembakau Buah-buahan tropis Buah-buahan tropis
Cabe Tebu Tebu
Tembakau Tembakau
Peternakan
Ayam buras Sapi potong Ayam buras Sapi potong Sapi potong
Sapi potong Ayam buras Sapi potong Ayam buras Ayam buras
Ayam Ras pedaging Kambing potong Kambing potong
Domba
Kambing potong
Perikanan Budidaya ikan air tawar di kolam
Budidaya ikan air tawar di kolam
Kehutanan Hutan jatiHutan jati Hutan jati
Bambu Mahoni
Sumber: Hasil Kajian KPJU Unggulan Sektoral, Bank Indonesia, 2014
Jenis komoditas tanaman pangan unggulan di semua kecamatan antara lain padi, jagung, kedelai,
kacang tanah, kacang kedelai, dan umbi-umbian. Ini juga sesuai dengan lapangan usaha masyarakat
yang mayoritas bergerak di sektor pertanian.
Dari sisi komoditas, padi adalah komoditas terbesar yang dihasilkan pertanian tanaman pangan.
Tabel 2.16. Luasan Panen Komoditas Pertanian Tanaman Pangan (ha)
No KomoditasKecamatan
Tambakrejo Ngasem Kalitidu Purwosari
1 Padi 4.082 5.993 11.792 2.494
2 Jagung 4.376 1.037 514 2.028
3 Ubi kayu 770 447 35 10
4 Uji jalar 9 - - -
5 Kedelai 1.356 110 105 200
6 Kacang tanah 95 74 - 12
7 Kacang hijau - 590 131 241
Sumber: Bojonegoro dalam Angka Tahun 2013
Dari data tersebut, padi masih mendominasi luasan panen komoditas pertanian tanaman pangan,
diikuti jagung dan kedelai.
17
Potensi Ekonomi Wilayah Blok Cepu, Bojonegoro
Tabel 2.17. Produksi Panen Komoditas Pertanian Tanaman Pangan (ton)
No KomoditasKecamatan
Tambakrejo Ngasem Kalitidu Purwosari
1 Padi 21.982,56 25.070,84 58.462,09 13.551,32
2 Jagung 22.707,67 4.343,61 1.655,06 6.791,82
3 Ubi kayu 9.625,00 8.359,00 1.068,00 112,00
4 Uji jalar 81,00 - - -
5 Kedelai 2.042,15 157,30 99,27 283,16
6 Kacang tanah 95,00 33,44 - 15,22
7 Kacang hijau - 477,90 98,25 195,21
Sumber: Bojonegoro dalam Angka Tahun 2013
Dari data tersebut, padi masih mendominasi produksi panen komoditas pertanian tanaman pangan,
diikuti jagung, ubi kayu dan kedelai.
b. Perkebunan
Jenis tanaman perkebunan sebagai unggulan yang berkembang di sekitar Blok Cepu adalah: tebu,
tembakau, dan buah tropis. Buah tropis yang paling potensial adalah pisang, mangga, jeruk, belimbing
dan sawo.
c. Peternakan
Berdasarkan jumlah jenis ternak, hanya babi yang paling sedikit terdapat di Kabupaten Bojonegoro.
Sedangkan untuk jenis ternak lainnya relatif mengalami fluktuasi dalam hal jumlah. Kerbau adalah
jenis ternak yang paling banyak diusahakan oleh masyarakat Bojonegoro, diikuti oleh sapi dan domba
diurutan selanjutnya.
Tabel 2.18. Jumlah Ternak
Jenis TernakTahun
2010 2011 2012
Sapi Perah 156 193 145
Sapi 512 975 578
Kerbau 1.208 966 1.191
Kuda 173 182 190
Kambing 105 115 120
Domba 752 812 444
Babi 7 - -
Sumber: Bojonegoro dalam Angka Tahun 2013
Sektor peternakan sapi dan ayam buras merata di semua kecamatan, sedangkan domba dan kambing
potong ada di Kecamatan Kalitidu, Kecamatan Purwosari dan Kecamatan Tambakrejo. Populasi ternak
tahun 2013 berdasarkan data adalah sebagai berikut:
Potensi Ekonomi Wilayah Blok Cepu, Bojonegoro
18
Tabel 2.19. Populasi Ternak
No KecamatanJenis Ternak
Sapi Kerbau Kambing Domba
1 Tambakrejo 14.784 51 10.036 10.269
2 Ngasem 10.926 50 3.101 3.980
3 Kalitidu 7.171 - 1.674 3.125
4 Purwosari 6.218 55 1.345 5.561
Sumber: Bojonegoro dalam angka 2014
Dari data tersebut terlihat bahwa sapi, kambing dan domba masih mendominasi jenis ternak yang
menjadi lapangan usaha masyarakat.
d. Perikanan
Potensi sumber daya perikanan memang tidak terlalu menonjol di Kabupaten Bojonegoro. Tetapi
secara keseluruhan memiliki peningkatan hasil produksi dari tahun 2010 hingga tahun 2012. Sumber
produksi ikan dari budidaya kolam adalah yang paling banyak, diikuti dengan sumber penangkapan
perairan umum dan sawah tambak, dan yang menarik adalah mulai difungsikannya sawah padi sebagai
tempat budidaya ikan melalui metode mina padi.
Tabel 2.20. Jumlah Produksi Ikan (ton)
SumberTahun
2010 2011 2012
Penangkapan Perairan Umum 706,8 740,6 781,5
Kolam 638,5 1.053,6 1.607,7
Sawah Tambak 327,2 328,6 334,1
Mina Padi - 2 2,5
Sumber: Bojonegoro dalam Angka Tahun 2013
Budidaya ikan air tawar terdapat di Kecamatan Kalitidu dan Kecamatan Purwosari. Jenis ikan yang
dibudidayakan antara lain nila, lele, patin dan gurami. Kendala umum yang ada adalah masalah
ketersediaan air yang tidak konstan sepanjang tahun, terutama pada musim kemarau.
e. Kehutanan
Sektor kehutanan dengan jenis tanaman jati merupakan unggulan di Kecamatan Ngasem, Kecamatan
Tambakrejo dan Kecamatan Purwosari. Sedangkan jenis mahoni merupakan unggulan di Kecamatan
Tambakrejo. Jenis lain adalah bambu yang ada di Kecamatan Purwosari. Mengenai luasan hutan yang
ada di lokasi sekitar area Migas, tersaji dalam tabel berikut ini:
19
Potensi Ekonomi Wilayah Blok Cepu, Bojonegoro
Tabel 2.21. Penguasaan Hutan
No Kecamatan Hutan rakyat (ha) Hutan negara (ha)
1 Tambakrejo 1.243 11.462
2 Ngasem 2.626 6.552
3 Kalitidu 1.150 210
4 Purwosari 1.083 -
Jumlah 6.102 18.224
Persentase 25,1% 74,9%
Sumber: Bojonegoro dalam Angka Tahun 2014
Data tersebut menunjukkan bahwa 74,9% hutan yang ada merupakan hutan negara yang dikelola
oleh Perhutani, sedangkan sebanyak 25,1% merupakan hutan rakyat. Kecamatan Tambakrejo
dan Kecamatan Ngasem merupakan dua kecamatan yang memiliki jumlah hutan yang cukup luas
dibandingkan dengan Kecamatan Kalitidu dan Kecamatan Purwosari.
2.4. Aspek Sosial dan Budaya Masyarakat Setempat
Aspek sosial budaya menyangkut pola kehidupan masyarakat dan perubahannya yang mempunyai arti
yang luas, yang dapat diartikan sebagai perubahan dalam arti positif maupun negatif sebagai dampak
dari adanya industri Migas. Arti perubahan sosial adalah proses di mana terjadi perubahan struktur
masyarakat yang selalu berjalan sejajar dengan perubahan kebudayaan dan fungsi suatu sistem
sosial. Hal ini dinamakan perubahan sosial hubungan fungsional, karena tiap-tiap struktur mendapat
dukungan dari nilai-nilai dan norma-norma kebudayaan (Jacobus Ranjabar, 2010).
Masyarakat sekitar Blok Cepu adalah masyarakat agraris, sehingga perkembangan tradisi sosial budaya
juga merupakan tradisi masyarakat agraris. Adat dan tradisi yang berkembang dipengaruhi oleh sistem
religi (kepercayaan) dan sistem ekonomi (mata pencaharian) yang merupakan unsur universal dari
kebudayaan (Koentjaraningrat, 1974).
Berdasarkan data yang ada, masyarakat sekitar Blok Cepu mayoritas beragama Islam. Berikut ini
disajikan jumlah masjid dan mushola yang ada di sekitar Blok Cepu adalah sebagai berikut:
Tabel 2.22. Jumlah Tempat Ibadah
No Kecamatan Mesjid Mushola
1 Tambakrejo 51 215
2 Ngasem 60 378
3 Kalitidu 67 384
4 Purwosari 22 144
Jumlah 200 1.121
Sumber: Bojonegoro dalam Angka Tahun 2014
Hasil survei dan wawancara dari berbagai sumber di lapangan, diperoleh informasi bahwa masyarakat
di sekitar Blok Cepu masih memiliki tradisi kehidupan sosial budaya antara lain: sedekah bumi sebagai
wujud rasa syukur masyarakat kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang dilakukan dengan mengumpulkan
hasil bumi dan disedekahkan. Tradisi lain adalah gotong royong, kerja bakti, dan rewang dalam
kegiatan hajatan, kematian dan kelahiran bayi (Wawancara, 2014). Selain itu, masyarakat sekitar Blok
Potensi Ekonomi Wilayah Blok Cepu, Bojonegoro
20
Cepu juga banyak memiliki kegiatan bersama yang terorganisasi, antara lain kegiatan PKK, Posyandu,
Dasawisma, arisan, pengajian, dan lain-lain yang banyak dilakukan oleh ibu-ibu dan remaja putri.
Selain itu juga berkembang kegiatan organisasi kemasyarakatan baik dalam bentuk pranata sosial
maupun organisasi yang berbadan hukum ataupun organisasi yang berafiliasi pada struktur organisasi
yang lebih tinggi, seperti kelompok kesenian, organisasi masyarakat, organisasi keagamaan, organisasi
pemuda (Karang Taruna), organisasi wanita, kelompok tani, kelompok ternak dan sebagainya.
Berdasarkan data yang ada, jumlah organisasi Karang Taruna disekitar Blok Cepu adalah sebagai
berikut:
Tabel 2.23. Jumlah Organisasi Karangtaruna
No Kecamatan Jumlah organisasi Jumlah anggota
1 Tambakrejo 18 1.165
2 Ngasem 17 919
3 Kalitidu 18 1.128
4 Purwosari 12 753
5 Gayam 12 698
Jumlah 77 4.663
Sumber: Bojonegoro dalam Angka Tahun 2014
Data tersebut mengisyaratkan adanya potensi dari para pemuda yang ada di sekiar Blok Cepu yang
terorganisir. Fakta tersebut menunjukkan bahwa masyarakat di sekitar Blok Cepu memiliki modal sosial
untuk bekerja sama, bergotong royong dan berorganisasi. Dengan adanya proyek Migas, ternyata
tradisi gotong royong dan berorganisasi tidak berubah.
Namun berkaitan dengan adanya ganti rugi yang diterima masyarakat, maka ada perubahan perilaku
konsumtif masyarakat, dan konflik karena kecemburuan antara masyarakat yang menerima ganti
rugi dengan tetangganya yang tidak mendapat ganti rugi. Selain itu keinginan masyarakat untuk
bekerja di perusahaan Migas yang tidak kesampaian, menyebabkan adanya potensi konflik antara
masyarakat dengan perusahaan Migas. Bantuan dari perusahaan dalam bentuk bantuan langsung
kepada masyarakat menyebabkan terjadinya ketergantungan masyarakat terhadap perusahaan Migas.
Namun bantuan dari perusahaan Migas dalam bentuk pembangunan fasilitas umum (jalan, sekolah,
lapangan olah raga dan tempat ibadah) dan kegiatan pengembangan SDM (pelatihan siswa, bidan,
guru, dan pemuda) tidak menyebabkan ketergantungan pada masyarakat.
Di lokasi penelitian memang belum semua masyarakat yang terkena dampak Blok Cepu mendapat
ganti rugi. Masyarakat yang berada di Ring I (lokasi pengeboran) yaitu masyarakat yang ada di Banyu
Urip , Kecamatan Gayam, Sumur A, Sumur B, dan Sumur C di Kecamatan Tambakrejo telah mendapat
ganti rugi. Sedangkan yang ada di Ring II dan Ring III, masih dalam proses sosialisasi.
Kehadiran proyek Migas di Blok Cepu memberikan dampak langsung dan tidak langsung kepada
kehidupan sosial dan budaya masyarakat setempat. Hal ini terkait dengan pembebasan lahan yang
dilakukan oleh perusahaan. Jenis lahan milik masyarakat yang dibebaskan terdiri dari:
21
Potensi Ekonomi Wilayah Blok Cepu, Bojonegoro
Tabel 2.24 Jenis Lahan yang Dibebaskan
No Jenis lahan Frekuensi Persentase
1 Pekarangan 12 31,6%
2 Sawah/kebun 23 60,5%
3 Lainnya 3 7,9%
Jumlah 38 100%
Sumber: Data primer Penelitian tahun 2014, diolah (N=38)
Jenis lahan yang dibebaskan 60,5 % adalah jenis sawah/kebun yang merupakan sumber mata
pencaharian utama masyarakat. Sehingga kehadiran proyek Migas Blok Cepu memberikan dampak
langsung pada mata pencaharian masyarakat yang kehilangan kepemilikan lahan garapan. Dalam
praktiknya walaupun telah dibebaskan, sepanjang belum digunakan oleh perusahaan, masyarakat
dapat memanfaatkan lahan tersebut.
Mengenai tanggapan masyarakat akan kehadiran proyek Migas, secara umum ditanggapi positif oleh
masyarakat. Sedangkan mengenai manfaat yang dirasakan masyarakat adalah:
Tabel 2.25. Manfaat yang Diterima Masyarakat
No Manfaat yang diterima masyarakat Frekuensi Persentase
1 Bekerja di perusahaan 2 5,26%
2 Uang ganti rugi 24 63,16%
3 Dapat memanfaatkan lahan 6 15,79%
4 Bantuan bagi masyarakat 4 10,53%
Jumlah 38 100%
Sumber: Data primer Penelitian tahun 2014, diolah (N=38)
Pada survei yang dilakukan terhadap 38 responden penelitian, 14 orang (36,8%) telah mendapat ganti
rugi dan 24 orang (63,2%) belum mendapat ganti rugi. Pemanfaatan uang ganti rugi oleh warga
masyarakat yang telah menerima dan akan menerima ganti rugi adalah sebagai berikut:
Tabel 2.26. Penggunaan Uang Ganti Rugi
No Penggunaan uang ganti rugi Frekuensi Persentase
1 Ditabung 6 15,79%
2 Konsumsi 1 2,63%
3 Modal usaha 3 7,89%
4 Beli lahan 5 13,16%
5 Beli lahan + ditabung 18 47,37%
6 Beli lahan + konsumsi 5 13,16%
Jumlah 38 100%
Sumber: Data primer Penelitian tahun 2014, diolah (N=38)
Masyarakat di Kecamatan Tambakrejo yang telah menerima ganti rugi dan yang belum menerima
ganti rugi nampaknya belajar dari kesalahan sebagian masyarakat Kecamatan Gayam (yang terlebih
dahulu menerima ganti rugi) dalam menggunakan uang ganti rugi. Mereka yang hanya menggunakan
uang ganti rugi untuk konsumtif, ternyata dalam waktu singkat (beberapa bulan) kemudian menjadi
Potensi Ekonomi Wilayah Blok Cepu, Bojonegoro
22
“orang miskin baru”. Sehingga masyarakat yang belakangan mendapat ganti rugi ternyata lebih bijak
menggunakan uang ganti ruginya untuk beli lahan dan ditabung.
Berdasarkan kondisi tersebut, maka ada potensi positif dari masyarakat sekitar Blok Cepu untuk
mengembangkan potensi sosial yang ada menjadi potensi ekonomi. Tradisi gotong royong dalam
kegiatan sosial dapat ditingkatkan menjadi tradisi gotong royong dalam kegiatan ekonomi.
Data potensi tersebut di atas menunjukkan bahwa daerah di sekitar wilayah penelitian (area Migas
Blok Cepu di Kabupaten Bojonegoro) memiliki potensi yang cukup baik bagi masyarakat untuk
mengembangkan usaha. Adapun jenis usaha yang dinilai memiliki potensi untuk dikembangkan di
wilayah penelitian tersebut yaitu budidaya kambing dan sapi. Budidaya kambing dan sapi memiliki
peluang dan potensi pasar yang baik karena: (1) Permintaan akan daging kambing dan sapi (lokal,
domestik, ekspor) saat ini masih sangat tinggi khususnya karena cita rasa daging kambing dan sapi
sangat spesifik; (2) Ketersediaan pakan sangat memadai yang dapat diperoleh dari hasil pertanian
seperti jagung dan pelepah daun pisang.
Adapun potensi pengembangan yang lain adalah budidaya jahe sebagai alternatif tanaman selain padi,
karena jahe merupakan tanaman empon-empon sebagai tanaman tumpang sari pada lahan tegakan
(dibawah pepohonan) maupun pada lahan produktif. Berdasarkan data lapangan, daerah disekitar
area Migas Blok Cepu di Kabupaten Bojonegoro memiliki 2 (dua) bentuk lahan pertanian, yakni lahan
produktif yang selama ini ditanami padi atau jagung dan lahan tumpang sari pada lahan tegakan (di
bawah pepohonan) dalam hal ini pohon jati. Kedua-duanya dapat dijadikan lahan untuk budidaya
jahe, bahkan jahe juga dapat ditanam dengan media polybag atau karung. Selain itu, permintaan
untuk tanaman jahe juga cukup tinggi, terutama untuk tanaman jahe yang akan diolah dalam bentuk
obat-obatan kemasan.
23
Konsep Pemberdayaan Masyarakatdi Sekitar Area Migas
Bab IIIKonsep Pemberdayaan Masyarakat
di Sekitar Area Migas
3.1. Konsep Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat
Pembangunan masyarakat adalah gerakan untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik bagi seluruh
masyarakat dengan partisipasi aktif dan apabila mungkin didasarkan atas inisiatif masyarakat. Akan
tetapi apabila inisiatif ini tidak datang maka diperlukan teknik-teknik untuk menumbuhkan dan
mendorongnya (Hatta, 1997).
Ahli sosiologi, Todaro mendefinisikan pembangunan sebagai proses multidimensi yang mencakup
perubahan-perubahan penting dalam struktur sosial, sikap masyarakat dan lembaga-lembaga nasional
dan akselerasi pertumbuhan ekonomi, pengurangan kesenjangan dan penanggulangan kemiskinan.
Pengertian pembangunan masyarakat selama ini dipahami sebagai usaha untuk memajukan
kehidupan masyarakat dan warganya. Pembangunan masyarakat yang dilaksanakan akhir-akhir ini
melahirkan kesadaran baru yang lebih kuat dalam bentuk perhatian terhadap aspirasi masyarakat
dalam pembangunan (Arif Budiman, 2000).
Lebih lanjut Nasikun menekankan akan arti pembangunan yang berbasis pada masyarakat dengan istilah
people centered development yang kemudian dikenal dengan PBR (Pendekatan Berpusat pada Rakyat)
atau kemudian dikenal dengan istilah pemberdayaan masyarakat (Nasikun, 2001). Rakyat semestinya
menjadi fokus pemberdayaan dalam proses pembangunan (Nani Sudarsono, 2002). Pemberdayaan
masyarakat akan menempatkan masyarakat sebagai subyek. Paradigma ini mencerminkan konsep baru
pembangunan yaitu: “people centered, participatory, empowering and sustainable” (Kartasasmita,
1996). Sementara orientasi dari pemberdayaan tersebut bermuara pada kemandirian masyarakat
(Gunawan, 1999). Implementasinya juga harus memperhatikan kendala yang menjadi penghambat
aktualisasi pemberdayaan tersebut (Pranarka, 1996).
Dari beberapa pendapat tersebut dapat dipahami bahwa fokus pembangunan adalah masyarakat
melalui proses pemberdayaan. Implementasinya juga harus memperhatikan kendala yang menjadi
penghambat aktualisasi pemberdayaan. Dengan demikian maka dalam proses pemberdayaan,
identifikasi kendala menjadi keharusan sebelum pemberdayaan dilakukan.
Partisipasi aktif menjadi keharusan dalam proses pemberdayaan tersebut. Akan tetapi apabila inisiatif ini
tidak datang maka diperlukan teknik-teknik untuk menumbuhkan dan mendorongnya. Pengembangan
masyarakat kawasan industri Migas oleh BUMN/S bersifat wajib sesuai ketentuan dalam Bab VIII
Pasal 40 Ayat 3, 4, 5 dan 6, dari Undang-Undang Migas No.22/2001 di mana ditegaskan bahwa:
Badan Usaha dan Bentuk Usaha Tetap yang melaksanakan kegiatan usaha minyak dan gas bumi ikut
bertanggung jawab dalam mengembangkan lingkungan dan masyarakat setempat. Sejalan dengan
otonomi daerah, disadari betul bahwa operasionalisasi tambang Migas dan termasuk pula tambang
24
Konsep Pemberdayaan Masyarakatdi Sekitar Area Migas
mineral lainnya tidak bisa dipisahkan dari lingkungan dan masyarakat sekitar lokasi tambang. Hal ini
menunjukkan bahwa Industri Migas memiliki tanggung jawab untuk mengembangkan masyarakat
setempat.
Terkait dengan pemberdayaan masyarakat (Community Develompment/CD), BPMIGAS mengeluarkan
Pedoman Tata Kerja No: 017/PTK/III/2005 tentang Pengembangan Masyarakat. Pedoman tersebut
ditujukan kepada Kontraktor Kontrak Kerja Sama (Kontraktor KKS) dalam melaksanakan program CD
guna memperlancar kegiatan operasi di lapangan. Bidang program CD meliputi: Bidang Ekonomi,
Bidang Pendidikan dan Kebudayaan, Bidang Kesehatan, Bidang Fasilitas Sosial dan Fasilitas Umum,
dan Bidang Lingkungan. Pola pelaksanaan program dapat dilakukan oleh sendiri oleh Kontraktor
KKS melalui fungsi organisasi yang ada atau bermitra dengan pihak lain, seperti pemerintah daerah
setempat, perguruan tinggi, lembaga penelitian, kelompok swadaya masyarakat dan/atau institusi
lainnya.
Berdasarkan ketentuan tersebut, perusahaan migas memiliki landasan untuk aktif melakukan kegiatan
pemberdayaan masyarakat. Berkaitan dengan pengembangan LKM yang memiliki fungsi pemberdayaan,
Perusahaan Migas memiliki dasar hukum yang kuat, karena pemberdayaan yang diatur oleh BP MIGAS
juga mencakup pemberdayaan sektor ekonomi. Model pemberdayaan yang banyak diimplementasikan
untuk meningkatkan partisipasi masyarakat adalah model Participatory Rural Appraisal atau PRA, yaitu
pendekatan dan metode yang memungkinkan masyarakat secara bersama-sama menganalisis masalah
kehidupan dalam rangka merumuskan perencanaan dan kebijakan secara nyata.
Tujuan kegiatan PRA yang utama ialah untuk menghasilkan rancangan program yang memihak hasrat
dan keadaan masyarakat. Terlebih daripada itu, tujuan pendidikannya adalah untuk mengembangkan
kemampuan masyarakat dalam menganalisa keadaan mereka sendiri dan melakukan perencanaan
melalui kegiatan aksi. Beberapa hal prinsip yang ditekankan dalam PRA ialah:
1) Saling belajar dari kesalahan dan berbagi pengalaman dengan masyarakat
Prinsip dasar PRA bahwa PRA adalah dari, oleh, dan untuk masyarakat. Ini berarti bahwa PRA
dibangun dari pengakuan serta kepercayaan masyarakat yang meliputi pengetahuan tradisional
dan kemampuan masyarakat untuk memecahkan persoalannya sendiri. Prinsip ini merupakan
pembalikan dari metode pembelajaran konvensional yang bersifat mengajari masyarakat. Kenyataan
membuktikan bahwa dalam perkembangannya pengalaman dan pengetahuan tradisional
masyarakat tidak sempat mengejar perubahan yang terjadi, sementara itu pengetahuan modern
yang diperkenalkan orang luar tidak juga selalu memecahkan masalah. Oleh karenanya diperlukan
ajang dialog antara keduanya untuk melahirkan sesuatu program yang lebih baik. PRA bukanlah
suatu perangkat teknik tunggal yang telah selesai, sempurna, dan pasti benar. Akan tetapi,
metode ini selalu harus dikembangkan dan disesuaikan dengan kebutuhan setempat. Kesalahan
yang dianggap tidak wajar, bisa saja menjadi wajar dalam proses pengembangan PRA. Bukan
kesempurnaan penerapan yang ingin dicapai, namun penerapan sebaik-baiknya sesuai dengan
kemampuan yang ada dan mempelajari kekurangan yang terjadi agar berikutnya menjadi lebih
baik. Meski demikian, PRA bukan kegiatan coba-coba (trial and error) yang tanpa perhitungan kritis
untuk meminimalkan kesalahan.
25
Konsep Pemberdayaan Masyarakatdi Sekitar Area Migas
2) Keterlibatan semua anggota kelompok, menghargai perbedaan, dan informal
Masyarakat bukan kumpulan orang yang homogen, namun terdiri dari berbagai individu yang
mempunyai masalah dan kepentingan sendiri. Oleh karenanya keterlibatan semua golongan
masyarakat adalah sangat penting. Golongan yang paling diperhatikan justru yang paling sedikit
memiliki akses dalam kehidupan sosial komunitasnya (miskin, perempuan, anak-anak, dan lain lain).
Masyarakat heterogen memiliki pandangan pribadi dan golongan yang berbeda. Oleh karenanya
semangat untuk saling menghargai perbedaan tersebut adalah penting artinya. Yang terpenting
adalah pengorganisasian masalah dan penyusunan prioritas masalah yang akan diputuskan sendiri
oleh masyarakat sebagai pemiliknya. Kegiatan PRA dilaksanakan dalam suasana yang luwes, terbuka,
tidak memaksa, dan informal. Situasi santai tersebut akan mendorong tumbuhnya hubungan
akrab, karena orang luar akan berproses masuk sebagai anggota bukan sebagai tamu asing yang
harus disambut secara protokoler. Dengan demikian suasana kekeluargaan akan dapat mendorong
kegiatan PRA berjalan dengan baik.
3) Orang luar sebagai fasilitator dan masyarakat sebagai pelaku
Konsekuensi dari prinsip pertama, peran orang luar hanya sebagai fasilitator, bukan sebagai pelaku,
guru, penyuluh, instruktur, dan lain-lain. Perlu bersikap rendah hati untuk belajar dari masyarakat dan
menempatkan masyarakat sebagai narasumber utama. Bahkan dalam penerapannya, masyarakat
dibiarkan mendominasi kegiatan. Secara ideal sebaiknya penentuan dan penggunaan teknik dan
materi hendaknya dikaji bersama, dan seharusnya banyak ditentukan oleh masyarakat.
4) Konsep triangulasi
Untuk bisa mendapatkan informasi yang kedalamannya dapat diandalkan, dapat digunakan konsep
triangulasi yang merupakan bentuk pemeriksaan dan pemeriksaan ulang (check and recheck).
Triangulasi dilakukan melalui penganekaragaman keanggotaan tim (disiplin ilmu), sumber informasi
(latar belakang golongan masyarakat dan tempat), dan variasi teknik.
a) Penggunaan variasi dan kombinasi berbagai teknik PRA, yaitu bersama masyarakat bisa
diputuskan variasi dan kombinasi teknik PRA yang paling tepat sesuai dengan proses belajar
yang diinginkan dan cakupan informasi yang dibutuhkan dalam pengembangan program.
b) Menggali berbagai jenis dan sumber informasi, dengan mengusahakan kebenaran data dan
informasi (terutama data sekunder) yang harus dikaji ulang dan diperiksa sumbernya dengan
menggunakan teknik lain.
c) Tim PRA yang multidisipliner, dengan maksud sudut pandang yang berbeda dari anggota
tim akan memberi gambaran yang lebih menyeluruh terhadap penggalian informasi dan
memberi pengamatan mendalam dari berbagai sisi.
5) Optimalisasi hasil
Pelaksanaan PRA memerlukan waktu, tenaga narasumber, pelaksana yang terampil, dan partisipasi
masyarakat yang semuanya terkait dengan dana. Untuk itu optimalisasi hasil dengan pilihan yang
menguntungkan mutlak harus dipertimbangkan. Oleh karenanya kuantitas dan akurasi informasi
26
Konsep Pemberdayaan Masyarakatdi Sekitar Area Migas
sangat diperlukan agar jangan sampai kegiatan berskala besar namun biaya yang tersedia tidak
mencukupi.
6) Berorientasi praktis
Orientasi PRA adalah pemecahan masalah dan pengembangan program. Dengan demikian
dibutuhkan penggalian informasi yang tepat dan benar agar perkiraan yang tepat akan lebih baik
daripada kesimpulan yang pasti tetapi salah.
7) Keberlanjutan program
Masalah dan kepentingan masyarakat selalu berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat
itu sendiri. Karenanya, pengenalan masyarakat bukan usaha yang sekali kemudian selesai, namun
merupakan usaha yang berlanjut. Bagaimanapun juga program yang mereka kembangkan dapat
dipenuhi dari prinsip dasar PRA yang digerakkan dari potensi masyarakat.
8) Mengutamakan yang terabaikan
Prinsip ini dimaksudkan agar masyarakat yang terabaikan dapat memperoleh kesempatan untuk
berperan dan mendapat manfaat dalam kegiatan program pembangunan. Keberpihakan pada
pihak atau golongan masyarakat yang terabaikan bukan berarti bahwa golongan masyarakat lainnya
(elite masyarakat) perlu mendapat giliran untuk diabaikan atau tidak diikutsertakan. Keberpihakan
ini lebih pada upaya untuk mencapai keseimbangan perlakuan terhadap berbagai golongan dan
lapisan yang ada di masyarakat, dengan mengutamakan golongan paling miskin agar kehidupannya
dapat meningkat.
9) Pemberdayaan (penguatan) masyarakat
Kemampuan masyarakat ditingkatkan melalui proses pengkajian keadaan, pengambilan keputusan,
penentuan kebijakan, penilaian dan koreksi terhadap kegiatan yang dilakukan. Dengan demikian
masyarakat memiliki akses (peluang dan kesempatan) serta memiliki kemampuan memberikan
keputusan dan memilih berbagai keadaan yang terjadi. Dengan demikian mereka dapat mengurangi
ketergantungan terhadap bantuan ‘orang luar’.
10) Santai dan informal
Penyelenggaraan kegiatan PRA bersifat luwes, tidak memaksa, dan informal sehingga antara orang
luar dan masyarakat setempat terjalin hubungan yang akrab, orang luar akan berproses masuk
sebagai anggota masyarakat. Dengan demikian kedatangan orang luar tidak perlu disambut atau
dijamu secara adat oleh masyarakat dan tokohnya maupun oleh pemerintah setempat. Orang luar
yang masuk harus memperhatikan jadwal atau waktu kegiatan masyarakat, sehingga penerapan
PRA tidak mengganggu kegiatan rutin masyarakat.
11) Keterbukaan
PRA sebagai metode dan perangkat teknik pendekatan kepada masyarakat masih belum sempurna,
dan belum selesai. Berbagai teknik penerapannya di dalam praktik masih terus dikembangkan
dan disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan masyarakat setempat. Oleh karena itu berbagai
27
Konsep Pemberdayaan Masyarakatdi Sekitar Area Migas
pengalaman penerapan tersebut diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran untuk
memperbaiki konsep dan pemikiran serta dalam merancang teknik-teknik baru sehingga sangat
berguna dalam memperkaya metode ini.
Prinsip dasar dari pemberdayaan masyarakat yang akan dikembangkan adalah mengharuskan adanya
partisipasi, nilai tambah dan kemandirian. Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat secara penuh
sejak perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan sumber daya, evaluasi monitoring, pelaporan dan
keberlangsungan program. Nilai tambah dalam arti bahwa masyarakat yang terlibat dalam program
akan memiliki nilai tambah secara ekonomi, berupa peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.
Kemandirian dalam arti bahwa program yang dilaksanakan berorientasi pada kemandirian kelompok
maupun individu. Mentalitas (pola pikir) masyarakat diarahkan pada mental mandiri, artinya tidak
tergantung selamanya pada bantuan pihak lain.
Berdasarkan hasil riset, di sekitar Blok Cepu ternyata telah banyak program kegiatan pemberdayaan
yang telah dilakukan, antara lain:
1) Program Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH).
LMDH merupakan implementasi dari Sistem Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM)
yang dicanangkan oleh Perum Perhutani pada tahun 2001, dengan membuka kesempatan bagi
masyarakat desa hutan untuk terlibat aktif dalam pengelolaan hutan. Keterlibatan aktif ini dimulai
dari terjalinnya kerja sama pengelolaan hutan antara Perhutani dengan Lembaga Masyarakat
Desa Hutan (LMDH). Dalam sistem PHBM ini dilakukan proses pemberdayaan kepada masyarakat
desa hutan yang bertujuan untuk mencapai pengelolaan sumber daya hutan yang lestari dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat desa hutan. Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan
hutan ini dapat dimaknai sebagai proses untuk berbagi peran, berbagi ruang dan waktu, serta
berbagi hasil. Dengan melibatkan masyarakat desa hutan dalam setiap tahapan pengelolaan hutan
mulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi akan memberi makna yang dalam
bagi mereka. Motivasi dan tanggung jawab bersama dalam pengelolaan hutan akan muncul dari
proses-proses yang dilalui dalam pemberdayaan masyarakat.
Salah satu contoh LMDH yang berhasil adalah LMDH “Jati Bersemi” Desa Kalisumber, Kecamatan
Tambakrejo. Selain mendapat manfaat dari pengelolaan hutan bersama perhutani, kelompok ini
juga telah berhasil membentuk Koperasi Simpan Pinjam (KSP) berbadan hukum. KSP ini memberikan
pinjaman modal usaha bagi anggotanya untuk meningkatkan ekonomi.
2) Bantuan Penguatan modal koperasi dan pelatihan oleh Exxon Mobile
Bentuk program pemberdayaan masyarakat dari Exxon Mobile kepada masyarakat dilakukan secara
tidak langsung, yaitu melalui penyaluran bantuan modal kepada Koperasi Jasa Keuangan Syariah
Dompet Dhuafa (KJKS DD) dan penyaluran dana untuk pendampingan masyarakat khususnya
pembentukan koperasi pemuda melalui LSM Mercy Corp. Modal yang diberikan oleh Exxon Mobile
kepada KJKS DD sebesar Rp 900 juta rupiah. Menurut pengurus KJKS DD, pemberian penguatan
modal ini sangat bermanfaat bagi pengembangan ekonomi anggota koperasi. Penyalurannya
dilakukan pada anggota yang memiliki kegiatan ekonomi produktif. KJKS DD juga memberikan
bantuan pendampingan bagi anggota yang memerlukan dalam menjalankan usahanya.
28
Konsep Pemberdayaan Masyarakatdi Sekitar Area Migas
Di samping itu, kegiatan yang dilakukan oleh LSM Mercy Corp. adalah melakukan pelatihan dan
pendampingan bagi para pemuda untuk melakukan kegiatan ekonomi produktif melalui wadah
koperasi. Saat ini LSM Mercy Corp. sedang merintis pembentukan 10 koperasi pemuda.
3) Bantuan modal koperasi dari Provinsi Jatim kepada Koperasi Wanita
Pemerintah Provinsi Jawa Timur secara rutin memberikan bantuan penguatan modal bagi Koperasi
Wanita di setiap desa yang ada di Jawa Timur, termasuk Koperasi Wanita yang ada di sekitar Blok
Cepu. Besarnya dana yang diberikan sebanyak Rp 25 juta tiap tahun.
4) Pembinaan, bantuan modal dan penguatan SDM (pelatihan) oleh Dinas Koperasi
Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Bojonegoro secara rutin memberikan pelatihan penguatan
SDM dan manajemen koperasi. Memang pelatihan ini tidak dikhususkan kepada koperasi di sekitar
Blok Cepu, tetapi ditujukan kepada seluruh koperasi di Bojonegoro. Salah satu koperasi yang telah
menerima pelatihan yaitu KSP “Jati Bersemi”. Pemerintah Kabupaten Bojonegoro juga secara rutin
memberikan bantuan modal lunak kepada koperasi yang operasionalnya ditangani Dinas Koperasi
dan UKM. Modal ini ditujukan kepada Koperasi dan UKM yang membutuhkan penguatan modal
dengan persyaratan tertentu.
5) Pembinaan oleh Dekopin Bojonegoro
Kegiatan pemberdayaan lain yang telah dilakukan adalah pemberdayaan koperasi oleh Dekopin
Bojonegoro. Selain melakukan pelatihan, pembinaan, dan pengawasan, Dekopin juga secara rutin
melakukan penilaian kesehatan koperasi dan pemeringkatan koperasi. Kedua kegiatan ini sangat
bermanfaat bagi perkembangan koperasi.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa proses pemberdayaan masyarakat
yang telah berlangsung belum menunjukkan adanya kegiatan yang terintegrasi dan berkesinambungan.
Berbagai stakeholders yang melakukan pemberdayaan belum memiliki visi bersama mengenai
bagaimana masyaralat Blok Cepu akan diberdayakan. Oleh karena itu maka perlu dilakukan integrasi
pola pemberdayaan dari berbagai stakeholders yang ada tersebut, dengan pendekatan PRA.
Pada proses integrasi ini, yang terpenting perlu dirumuskan adalah mengenai goal (tujuan) akhir dari
proses pemberdayaan. Pemberdayaan juga mensyaratkan adanya keberlangsungan program dalam
jangka waku yang lama. Jangan sampai program yang dilakukan hanya secara parsial dan temporal,
tetapi harus simultan dan longitudinal.
Dalam proses pemberdayaan masyarakat juga perlu melibatkan masyarakat secara aktif dan adanya
keterlibatan stakeholders (pemangku kepentingan). Masing-masing pihak dapat mengambil peran
sesuai dengan potensi dan orientasi dari lembaga masing-masing. Seperti pemerintah dapat mengambil
peran sebagai regulator, pembina, pengawas, dan pemberian modal stimulan. Perusahaan juga dapat
memberikan bantuan modal stimulan, biaya pelatihan dan pendampingan serta modal kerja.
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dapat mengambil peran sebagai pendamping dalam proses
pemberdayaan, maupun sebagai fasilitator dalam pelatihan-pelatihan yang dilakukan. LSM juga dapat
29
Konsep Pemberdayaan Masyarakatdi Sekitar Area Migas
mengambil peran sebagai konsultan yang setiap saat dapat menjadi teman diskusi bagi masyarakat
dan kelompok masyarakat yang ada.
Konsep model pemberdayaan yang ditawarkan mensyaratkan adanya: orientasi yang jelas yaitu
peningkatan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi, partisipasi aktif masyarakat, keterlibatan
stakeholders, dan proses yang berkelanjutan. Kosep pemberdayaan yang ditawarkan menggunakan
model pendekatan PRA (Participatory Rural Appraisal) dengan langkah sebagai berikut:
Langkah-1Seleksi masyarakat
Langkah-2Pengenalan Participatory Rural
Apparsial
Langkah-3Membangun visi bersama
Langkah-6Perumusan Aturan Main
(AD/ART)
Langkah-7Penataan administrasi lembaga (Badan Hukum, SOM dan SOP)
Langkah-4Identifikasi potensi dan penggunaan
sumber daya
Langkah-8Seleksi dan Pelatihan Pengelola
(Diklat, Studi Banding dan Magang)
Langkah-9Operasionalisasi Lembaga
Langkah-5Merumuskan Program Kegiatan
Ekonomi Produktif
Gambar 3.1. Skema Proses Pemberdayaan
Pada fase awal, proses pemberdayaan dilakukan dengan langkah sebagai berikut:
Langkah-1 Seleksi Masyarakat
Kegiatan ini bertujuan untuk menyeleksi masyarakat sebagai perintis. Seleksi dilakukan secara
informal oleh fasilitator yang ditugaskan untuk itu. Kegiatan dilakukan dengan pendekatan,
dialog dan seleksi secara sosiologis. Jumlah warga masyarakat yang terpilih sekitar 10 sampai
20 orang yang nanti akan berperan sebagai perintis, pendiri lembaga, dan pengelola lembaga.
Kriteria yang digunakan adalah mau dan bersedia memberikan waktunya untuk terlibat dalam
kegiatan.
30
Konsep Pemberdayaan Masyarakatdi Sekitar Area Migas
Waktu: sekitar 2 minggu sampai 1 bulan.
Stakeholder yang terlibat: perguruan tinggi dan LSM sebagai fasilitator, perusahaan sebagai
penyedia dana, pemerintah sebagai motivator.
Langkah-2 Pengenalan Participatory Rural Apparsial (PRA)
Kegiatan ditujukan pada masyarakat terpilih.
Kegiatan ini bertujuan untuk mengenalkan metode PRA agar menjadi model yang akan
digunakan dalam kegiatan pemberdayaan selanjutnya.
Bentuk kegiatan adalah pelatihan dengan pendekatan andragogy (pendidikan untuk orang
dewasa dan bersifat informal).
Waktu: sekitar 1 sampai 3 hari, tergantung kondisi dan ketersediaan waktu masyarakat.
Stakeholder yang terlibat: perguruan tinggi dan LSM sebagai fasilitator, perusahaan sebagai
penyedia dana, pemerintah sebagai motivator.
Langkah-3 Membangun Visi Bersama
Kegiatan ditujukan pada masyarakat terpilih.
Kegiatan ini bertujuan untuk merumuskan apa yang menjadi impian mereka sampai
merumuskannya dalam bentuk visi bersama.
Bentuk kegiatan adalah pelatihan dengan pendekatan andragogi, diselingi dengan outbound.
Waktu: sekitar 1 sampai 2 hari, tergantung kondisi dan ketersediaan waktu masyarakat.
Stakeholder yang terlibat: perguruan tinggi dan LSM sebagai fasilitator, perusahaan sebagai
penyedia dana, pemerintah sebagai motivator.
Langkah-4 Identifikasi Potensi dan Penggunaan Sumber Daya
Kegiatan ditujukan pada masyarakat terpilih.
Kegiatan ini bertujuan untuk mengidentifikasi semua potensi yang ada yang dapat dimanfaatkan
untuk mewujudkan visi.
Bentuk kegiatan adalah pelatihan dengan pendekatan andragogi, case study, dan praktik
langsung.
Waktu: sekitar 1 sampai 3 hari, tergantung kondisi dan ketersediaan waktu masyarakat.
Stakeholder yang terlibat: perguruan tinggi dan LSM sebagai fasilitator, perusahaan sebagai
penyedia dana, pemerintah sebagai motivator.
Langkah-5 Merumuskan Program Kegiatan Ekonomi Produktif
Kegiatan ditujukan pada masyarakat terpilih.
Kegiatan ini bertujuan merumuskan kegiatan ekonomi berdasarkan visi dan potensi yang telah
diidentifikasi.
Bentuk kegiatan adalah pelatihan dengan pendekatan andragogi, analysis learning, dan case
study.
Waktu: sekitar 1 sampai 2 hari, tergantung kondisi dan ketersediaan waktu masyarakat.
Stakeholder yang terlibat: perguruan tinggi dan LSM sebagai fasilitator, perusahaan sebagai
penyedia dana, pemerintah sebagai motivator.
31
Konsep Pemberdayaan Masyarakatdi Sekitar Area Migas
Langkah-6 Merumuskan Aturan Main
Kegiatan ditujukan pada masyarakat terpilih.
Kegiatan ini bertujuan merumuskan aturan main yang akan digunakan dalam mengelola
lembaga dalam bentuk Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) lembaga.
Aturan main yang dibuat sebagai acuan pengaturan tata kerja lembaga.
Bentuk kegiatan adalah pelatihan dengan pendekatan andragogi, diselingi dengan outbound.
Waktu: sekitar 1 sampai 2 hari, tergantung kondisi dan ketersediaan waktu masyarakat.
Stakeholder yang terlibat: perguruan tinggi dan LSM sebagai fasilitator, perusahaan sebagai
penyedia dana, pemerintah sebagai motivator dan katalisator.
Langkah-7 Penataan Administrasi Lembaga
Kegiatan ditujukan pada masyarakat terpilih.
Kegiatan ini bertujuan untuk mengoperasionalkan secara teknis aturan main yang ada dalam
bentuk SOP (Standar Operasional Prosedur) dan SOM (Standar Operasional Manajemen).
Bentuk kegiatan adalah perumusan oleh team work.
Waktu: sekitar 1 bulan.
Stakeholder yang terlibat: perguruan tinggi dan LSM sebagai fasilitator dan konseptor,
perusahaan sebagai penyedia dana, pemerintah sebagai motivator.
Langkah-8 Seleksi dan Pelatihan Pengelola
Kegiatan ditujukan pada masyarakat terpilih.
Kegiatan ini bertujuan menyeleksi calon pengelola lembaga yang memiliki kapabilitas dan
integritas untuk mengelola lembaga.
Bentuk kegiatan adalah seleksi personal oleh team work, diklat, studi banding, dan magang.
Setelah personalia terpilih, dilakukan diklat (3 hari), studi banding (2 hari) dan magang (1
bulan).
Waktu: 5 minggu.
Stakeholder yang terlibat: perguruan tinggi dan LSM sebagai fasilitator dan evaluator,
perusahaan sebagai penyedia dana, pemerintah sebagai motivator.
Langkah-9 Operasionalisasi Lembaga
Kegiatan oleh pengelola lembaga.
Kegiatan ini bertujuan melaksanakan kegiatan lembaga sesuai dengan visi dan menggunakan
aturan main serta SOM dan SOP yang telah dibuat.
32
Konsep Pemberdayaan Masyarakatdi Sekitar Area Migas
Gambar 3.2. Fase Proses Pemberdayaan
Berkaitan dengan kesiapan masyarakat dan kesinambungan program, maka fase yang harus
dilewati meliputi: (1) fase awal; (2) fase paralihan; dan (3) Fase kemandirian.
1) Fase awal, merupakan fase pertama dengan uraian penjelasan seperti pada langkah-1 sampai
langkah-9, tersebut di atas. Fase ini merupakan kegiatan awal dalam proses pemberdayaan
ekonomi masyarakat. Kegiatan ini berlangsung 1 sampai 2 tahun, dengan orientasi menyiapkan
masyarakat untuk melakukan kegiatan ekonomi produktif secara bersama-sama. Pada fase ini,
pendampingan dilakukan secara penuh oleh fasilitator.
2) Fase peralihan, merupakan fase transisi antara fase awal dengan fase kemandirian. Fase ini
berlangsung sekitar 1 sampai 2 tahun setelah melalui fase awal. Keterlibatan fasilitator dalam
pendampingan mulai dikurangi, dan partisipasi masyarakat makin ditingkatkan dan dikuatkan.
3) Fase kemandirian, merupakan fase akhir sesuai dengan tujuan pemberdayaan, yaitu kemandirian
ekonomi masyarakat. Fase ini berlangsung sekitar 1 sampai 2 tahun setelah melalui fase
peralihan. Keterlibatan fasilitator dalam pendampingan makin dikurangi, dan lebih sebagai
mitra konsultasi. Partisipasi masyarakat makin ditingkatkan dan dikuatkan.
3.2. Modul Pelatihan untuk Penyiapan Individu atau Kelompok
Guna keperluan pelaksanaan pemberdayaan, maka dibuat modul-modul pelatihan untuk individu
maupun kelompok. Modul ini sebagai acuan dalam pelaksanaan pelatihan yang diselengarakan dalam
rangka proses pemberdayaan masyarakat. Modul pelatihan dimaksud terlampir.
Fase Awal(1 – 2 tahun)
Fase Peralihan(1 – 2 tahun)
Fase Kemandirian(1 – 2 tahun)
33
Konsep Pembentukan Lembaga Keuangan Alternatif
Bab IVKonsep Pembentukan
Lembaga Keuangan Alternatif
4.1. Kriteria Lembaga Keuangan yang Sesuai dengan Kondisi Masyarakat di Sekitar Area
Migas
Kriteria lembaga keuangan yang dipilih, disesuaikan dengan konsep dan kondisi lapangan. Lembaga
keuangan sebagai instrumen ekonomi kerakyatan, menempatkan masyarakat sebagai subyek.
Sebagaimana dikemukakan oleh Dawam Rahardjo, bahwa ekonomi kerakyatan sebagai suatu
konsep strategi pembangunan dalam konteks Indonesia, intinya adalah pembangunan pedesaan
dan industrialisasi pedesaan dalam arti luas, yang mencakup mekanisasi pertanian dalam rangka
pemberantasan kemiskinan, melalui penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan pendapatan rakyat
kecil dalam pengertian petit people atau wong cilik. Namun rakyat kecil ini bukan hanya sasaran atau
pelengkap penderita dalam pembangunan, melainkan juga pelaku ekonomi aktif.
Selain itu, menurut Kartasasmita (1996), konsep pembangunan ekonomi harus merepresentasikan dan
merangkum nilai-nilai sosial. Ini juga sejalan dengan konsepsi ekonomi dari Moh. Hatta dan prinsip dan
falsafah Lembaga Keuangan Mikro Grameen Bank yang diimplementasikan oleh Koperasi Abdi Kerta
Raharja Tangerang. Berkaitan dengan pilihan lembaga keuangan, tiga karakteristik dasar yang harus
dimiliki adalah:
1) Partisipasi
2) Ada nilai tambah
3) Kemandirian
Lembaga keuangan yang dibentuk harus memberikan akses yang luas bagi masyarakat untuk
berpartisipasi. Partisipasi dalam konteks ini melibatkan masyarakat sejak dini sejak dari ide pembentukan
lembaga, penyusunan tujuan dan visi lembaga dan pilihan bentuk lembaga. Masyarakat juga aktif
sejak proses pembentukan, pengelolaan, pemanfaatan dan pengawasan.
Sedangkan aspek adanya nilai tambah dalam arti, masyarakat yang memanfaatkan lembaga keuangan
tersebut harus mendapatkan nilai tambah secara ekonomi, khususnya peningkatan pendapatan.
Dalam hal ini, selain lembaga memberikan akses pada permodalan, juga membantu pendampingan
dalam proses produksi, akses pasar, dan pengembangan SDM dan manajemen. Lembaga tidak hanya
memberikan pinjaman modal, tetapi juga memberikan pendampingan. Sehingga masyarakat dapat
melakukan usaha dengan lebih produktif yang goal akhirnya adalah peningkatan pendapatan. Dengan
meningkatnya pendapatan maka masyarakat akan meningkat kesejahteraannya dan masyarakat akan
memiliki kemampuan untuk melakukan saving pada lembaga keuangan sebagai upaya penguatan
modal.
34
Konsep Pembentukan Lembaga Keuangan Alternatif
Aspek kemandirian secara individu mengandung arti bahwa proses pemberian modal dan
pendampingan diorientasikan pada kemandirian masyarakat. Pemberian bantuan yang lebih bersifat
sebagai “hadiah” menimbulkan ketergantungan. Hal ini menjadikan masyarakat selalu berharap dan
kurang termotivasi untuk mengembangkan usaha produktif menuju kemandirian.
Berkaitan dengan potensi yang ada di sekitar Blok Cepu, di mana telah berdiri banyak koperasi, maka
Lembaga Keuangan Mikro (LKM) merupakan pilihan bentuk lembaga keuangan yang akan didirikan.
Menurut Pasal 3, UU No 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro, LKM memiliki tujuan:
a) Meningkatkan akses pendanaan skala mikro bagi masyarakat;
b) Membantu peningkatan pemberdayaan ekonomi dan produktivitas masyarakat; dan
c) Membantu peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat, terutama masyarakat
miskin dan/atau berpenghasilan rendah.
Beberapa keunggulan LKM sangat penting dalam pengembangan usaha kecil di antaranya adalah:
1) Tumbuh dan berkembang di masyarakat serta melayani usaha mikro dan kecil (UKM);
2) Diterima sebagai sumber pembiayaan anggotanya (UKM);
3) Mandiri dan mengakar di masyarakat;
4) Jumlah cukup banyak dan penyebarannya meluas;
5) Berada dekat dengan masyarakat, dapat menjangkau (melayani) anggota dan masyarakat;
6) Memiliki prosedur dan persyaratan peminjaman dana yang dapat dipenuhi anggotanya (tanpa
agunan);
7) Membantu memecahkan masalah kebutuhan dana yang selama ini tidak bisa dijangkau oleh
kelompok miskin;
8) Mengurangi berkembangnya pelepas uang (money lenders);
9) Membantu menggerakkan usaha produktif masyarakat dan;
10) LKM dimiliki sendiri oleh masyarakat sehingga setiap surplus yang dihasilkan oleh LKM bukan
bank dapat kembali dinikmati oleh para nasabah sebagai pemilik.
Beberapa nilai dasar sebagai misi yang digunakan dalam mewujudkan lembaga keuangan mikro antara
lain:
1) Koperasi memiliki tujuan menyejahterakan anggota pada khususnya dan masyarakat pada
umumnya yang mampu menggerakkan ekonomi kerakyatan dengan berlandaskan pada azas
kekeluargaan (UU Koperasi No. 25 Th. 1992 Pasal 1 dan 3).
2) Prinsip dan falsafah Lembaga Keuangan Mikro Grameen Bank yang diimplementasikan oleh
Koperasi Abdi Kerta Raharja Tangerang membuktikan bahwa semakin miskin masyarakat,
semakin bankable (layak mendapat kredit), maksudnya bahwa teori yang selama ini ada
menyatakan bahwa yang bankable adalah mereka yang memiliki kemampuan secara finansial
dan memiliki agunan, sehingga hipotesis yang dikembangkan oleh Koperasi Abdi Kerta Raharja
Tangerang melawan arus teori yang selama ini dipakai oleh dunia perbankan pada khususnya
dan lembaga keuangan pada umumnya.
3) Teori saja tidak cukup untuk mengentaskan kemiskinan tanpa tindakan yang nyata dan
berkelanjutan, artinya bahwa selama ini orang kecenderungannya hanya mampu berteori saja,
35
Konsep Pembentukan Lembaga Keuangan Alternatif
namun pada kenyataannya kurang mampu melakukan tindakan nyata, sehingga yang digulirkan
selalu wacana bukan tindakan dan pada akhirnya kemiskinan tidak semakin terkurangi tetapi
justru semakin bertambah.
4) Pemberian bantuan pada orang miskin yang didasari pada belas kasihan dan juga cuma-cuma,
tidak akan membantu orang miskin tersebut untuk lepas dari kemiskinannya. Sebaliknya justru
akan menjerumuskan mereka ke dalam jurang kemiskinan.
5) Setiap pemberian bantuan pinjaman kepada orang miskin harus didasarkan pada keikhlasan
dan juga pendampingan yang terus menerus.
6) Kredit hanya sebagai entry point saja dari serangkaian kegiatan yang ditujukan untuk penguatan
kepada orang miskin.
7) Kredit tanpa penerapan disiplin kredit bukan apa-apa tetapi sumbangan, dan bila sumbangan
dengan mengatasnamakan kredit tidak akan membantu orang miskin tetapi akan
menghancurkan mereka.
8) Pembiayaan permodalan merupakan salah satu alat perubahan sosial yang murah, cepat
dan efisien yang memberikan kesempatan kepada masyarakat miskin mengembangkan
usahanya sendiri untuk meningkatkan kesejahteraannya, memberi kesempatan mengasah
kewirusahaannya dan keterampilan ke arah peningkatan pendapatan dan taraf hidup, memberi
kesempatan menikmati segala hak asasi lain. Karena dengan kemampuan permodalan harus
memiliki keyakinan bahwa modal sendiri akan menjamin peningkatan pendapatannya, sehingga
dalam sistem ini, modal sebagai hak asasi terpenting bagi masyarakat miskin/mikro.
9) Disiplin harus dibangun sejak awal kegiatan dimulai.
10) Disiplin hanya bisa ditumbuhkan dengan proses yang panjang (tidak mendadak).
11) Dengan disiplin maka kegiatan sukses, dan sebagai bukti kinerja Koperasi didapatkan teori
baru: bahwa “ORANG MISKIN ADALAH PEMINJAM TERBAIK”.
Pengalaman dari Dompet Dhuafa dan Mercy Corp. dalam mengelola dana CSR Exxon Mobile yang
diberikan dalam bentuk penguatan modal, pelatihan dan pendampingan, membuktikan bahwa
ternyata masyarakat Blok Cepu dapat diberdayakan melalui penguatan modal ekonomi produktif
dalam wadah koperasi.
Berdasarkan hasil riset, jumlah koperasi yang ada di sekitar Blok Cepu adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1. Jumlah Koperasi di Blok Cepu
No Kecamatan Koperasi Primer Anggota Pengurus Rata-rata Volume usaha (Juta rupiah)
1 Tambakrejo 36 4.768 142 132.317
2 Ngasem 27 3.334 107 20.125
3 Kalitidu 43 5.589 120 36.452
4 Purwosari 23 3.975 96 43.501
5 Gayam 27 3.334 107 20.125
Jumlah 156 21.000 572 252.520
Sumber: Bojonegoro dalam Angka 2014
Data tersebut menunjukkan bahwa di sekitar Blok Cepu telah berdiri banyak koperasi dengan jumlah
anggota yang cukup besar, yang telah menjalankan usahanya. Potensi ini dapat dimanfaatkan sebagai
instrumen pemberdayaan ekonomi masyarakat.
36
Konsep Pembentukan Lembaga Keuangan Alternatif
Mengenai perilaku masyarakat berkaitan dengan sumber pembiayaan kegiatan ekonominya,
berdasarkan hasil riset diperoleh fakta bahwa masyarakat menggunakan beberapa sumber pembiayaan,
sebagaimana digambarkan dalam grafik berikut ini:
Gambar 4.1. Sumber Pembiayaan Ekonomi Masyarakat
Sumber: Data Primer Penelitian tahun 2014, diolah (N=38)
Data tersebut menunjukkan bahwa dalam hal pembiayaan ekonomi, masyarakat masih belum optimal
memanfaatkan lembaga keuangan yang ada (19% koperasi dan 21% bank). Dari 47% responden
yang menjawab lainnya, sebagian besar masih memanfaatkan jasa rentenir.
Mengenai karakteristik lembaga keuangan yang diinginkan masyarakat, berdasarkan hasil riset adalah
sebagai berikut:
Gambar 4.2. Kriteria Lembaga Keuangan yang Diharapkan Masyarakat
Sumber: Data Primer Penelitian tahun 2014, diolah (N=38)
Masyarakat sekitar area Blok Cepu, menginginkan lembaga keuangan yang memberikan pelayanan:
(1) Tanpa agunan; (2) Syarat ringan; (3) Bunga/bagi hasil rendah; (4) Jemput bola; (5) Lokasi dekat;
dan (6) Prosedur mudah. Berkait dengan lembaga keuangan yang ada, 42,1% berpendapat bahwa
lembaga keuangan tersebut masih kurang memadai.
Berkaitan dengan potensi yang ada di sekitar Blok Cepu, di mana telah berdiri banyak koperasi
primer, baik koperasi simpan pinjam maupun koperasi lainnya, maka Lembaga Keuangan Mikro (LKM)
Sekunder merupakan pilihan bentuk lembaga keuangan yang akan didirikan. Mengenai bentuk badan
hukum yang tepat sesuai dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat dan karakteristik lembaga adalah
Koperasi Simpan Pinjam Sekunder.
37
Konsep Pembentukan Lembaga Keuangan Alternatif
Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Sekunder ini dapat dibentuk oleh minimal 3 koperasi primer. KSP
Sekunder ini memenuhi syarat sebagai lembaga keuangan yang memberikan kesempatan seluas-
luasnya bagi masyarakat untuk berpartisipasi, sesuai dengan nilai dasar koperasi yaitu gotong royong
dan kekeluargaan.
KSP Sekunder ini merupakan koperasi simpan pinjam yang akan memberikan penguatan modal bagi
koperasi primer (anggota koperasi sekunder) yang ada di sekitar Blok Cepu. Koperasi primer dapat
berasal dari berbagai bentuk koperasi primer yang berbeda, seperti Koperasi Simpan Pinjam, Koperasi
Produksi, Koperasi Konsumsi, Koperasi Jasa dan Koparasi Pemasaran.
KSP Sekunder ini dalam praktik nantinya akan menyalurkan dana pihak ketiga (CSR dan lainnya) kepada
koperasi-koperasi primer yang menjadi anggotanya. Persyaratan keanggotaan koperasi sekunder ini
menggunakan parameter tertentu, antara lain:
1) Penilaian kesehatan minimal kategori sehat;
2) Pemeringkatan minimal berkualitas; dan
3) SDM pengelola telah memenuhi syarat kompetensi sesuai dengan SKKNI (Standar Kompetensi
Kerja Nasional Indonesia) minimal dengan skor 75.
Sedangkan mengenai bentuk izin usaha masih ada dua pilihan sebagai alernatif, yaitu Izin Usaha
Simpan Pinjam atau Izin Usaha Jasa Keuangan. Jika bentuk izin usahanya adalah Simpan Pinjam, maka
proses perizinan, pengawasan dan pembinaan akan dilakukan oleh Kementerian Koperasi melalui Dinas
Koperasi. Sedangkan jika bentuk izin usahanya adalah Jasa Keuangan maka perizinan, pengawasan
dan pembinaan akan dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
KSP Sekunder yang dibentuk juga diorientasikan memiliki fungsi pemberdayaan masyarakat. Skema
posisi lembaga koperasi sekunder tersebut adalah sebagai berikut:
KOPERASI SEKUNDER
KOPERASI PRIMER (SP, Jasa, Produsen,
Konsumen, Pemasaran)
PERUSAHAAN MIGAS (Exxon, Pertamina, dll)
Anggota Anggota Anggota
KOPERASI PRIMER (SP, Jasa, Produsen,
Konsumen, Pemasaran)
Anggota Anggota Anggota
KOPERASI PRIMER (SP, Jasa, Produsen,
Konsumen, Pemasaran)
Anggota Anggota Anggota
EXPERT POOL(LSM, PT, LDP, Poktan,
Poknak)
STAKEHOLDER(Pemerintah, Dekopin, dan
Stakeholder lain)
Kerjasama
Gambar 4.3. Skema Posisi Koperasi Sekunder
38
Konsep Pembentukan Lembaga Keuangan Alternatif
Berdasarkan Skema 4.3. tersebut, maka dapat dijelaskan sebagai berikut:
Anggota KSP Sekunder adalah koperasi-koperasi primer dengan persyaratan tertentu yaitu: (1)
Penilaian kesehatan minimal kategori sehat; (2) Pemeringkatan minimal berkualitas; dan (3) SDM
pengelola telah memenuhi syarat kompetensi sesuai dengan SKKNI (Standar Kompetensi Kerja
Nasional Indonesia) minimal dengan skor 75.
KSP Sekunder dibentuk oleh paling sedikit 3 koperasi primer.
Jenis koperasi primer yang membentuk KSP Sekunder, dapat dalam bentuk Koperasi Simpan
Pinjam (KSP), Koperasi Jasa, Koperasi Produsen, Koperasi Konsumen, maupun Koperasi Pemasaran.
Agar KSP Sekunder yang dibentuk kuat, tangguh, dan kredibel, maka koperasi primer yang
akan menjadi anggotanya perlu dilakukan pemeringkatan dari sisi kelembagaannya, penilaian
kesehatan dari sisi keuangannya, dan penilaian kopetensi dari sisi SDM pengelolanya. Proses
penilaian kesehatan, pemeringkatan dan penilaian kompetensi SDM tersebut dilakukan oleh
Dinas Koperasi bekerja sama dengan Dekopinda, dengan biaya berkisar Rp5 juta sampai Rp10
juta tiap koperasi. Pembiayaan dapat diambilkan dari dana CSR Perusahaan Migas.
Modal awal KSP Sekunder berasal dari Simpanan Pokok dan Simpanan Wajib anggota. Selain
modal awal, Koperasi dapat menghimpun modal lain seperti modal pinjaman baik dari perbankan
maupun lembaga keuangan lainnya seperti Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB). Koperasi
juga dapat membangun kerja sama dengan perusahaan-perusahaan yang ada di Bojonegoro
seperti perusahaan migas dalam kaitan pemupukan modal berupa kerja sama modal penyertaan,
yang dananya dapat diambilkan dari dana Corporate Social Responsibility (CSR). Dalam kaitan ini
karena CSR memiliki aturan khusus, sehingga penempatannya berupa modal penyertaan, yakni
modal yang pemiliknya punya hak untuk senantiasa terlibat dalam pengelolaannya, yakni berupa
pengawasan.
Masing-masing stakeholders memiliki tugas dan tanggung jawab dalam proses perintisan,
pembentukan dan operasionalisasi KSP Sekunder yang dibentuk. Tugas masing-masing
stakeholders tersebut adalah sebagai berikut:
1) Pemerintah
Melakukan inisiasi pembentukan Koperasi Simpan Pinjam Sekunder, melakukan seleksi awal
koperasi primer dengan melakukan penilaian kesehatan, pemeringkatan, dan penilaian
kompetensi SDM pengelola, memberikan motivasi, asistensi pengawasan dan pembinaan
dalam proses pembentukan dan berjalannya lembaga.
2) Perusahaan Migas
Memberikan bantuan pembiayaan dalam proses seleksi awal koperasi primer yang akan
mendirikan koperasi sekunder. Setelah KSP Sekunder terbentuk, Perusahaan Migas juga
memberikan bantuan modal penyertaan bagi KSP Sekunder dan memberikan bantuan
pendanaan bagi kegiatan pemberdayaan masyarakat.
3) Dekopin (Dewan Koperasi Indonesia)
Membantu Dinas Koperasi dalam proses seleksi koperasi primer, memberikan asistensi,
motivator, dan pendampingan dalam proses dan operasionalisasi koperasi sekunder.
4) Perguruan Tinggi
Sebagai salah satu komponen expert pool, memberikan bantuan tim perumus dan asistensi
serta fasilitator dalam proses pemberdayaan masyarakat.
39
Konsep Pembentukan Lembaga Keuangan Alternatif
5) LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat)
Sebagai salah satu komponen expert pool, memberikan bantuan tim asistensi serta fasilitator
dalam proses pemberdayaan masyarakat.
6) Lembaga Diklat Profesi (LDP) dan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP)
Sebagai salah satu komponen expert pool, memberikan bantuan tim fasilitator dalam proses
pelatihan pengelola dan proses pemberdayaan masyarakat.
Tugas expert pool adalah membantu Pengurus KSP Sekunder dalam pemberdayaan koperasi
primer secara kelembagaan maupun pemberdayaan anggota koperasi primer secara perorangan.
4.2. Rekomendasi Langkah-Langkah Pembentukan Lembaga Keuangan
Langkah pembentukan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Sekunder yang memiliki fungsi pemberdayaan di
Kabupaten Bojonegoro, adalah sebagai berikut:
Langkah-1Menyeleksi Koperasi Primer
Langkah-2Melakukan Penilaian Kesehatan dan
Pemeringkatan Koperasi terpilih
Langkah-3Koperasi Primer terpilih Melakukan
Pertemuan Pembentukan
Langkah-4Mengurus Legalitas dan Menyusun
Aturan Main
Gambar 4.4. Langkah Pembentukan KSP Sekunder
Langkah-1 Menyeleksi Koperasi Primer
• Tujuannya adalah mendapatkan koperasi primer yang sehat dan memiliki reputasi baik. Cara yang
dilakukan dengan mengambil sampel Koperasi Primer di 5 (lima) kecamatan terdampak kegiatan
industri migas Blok Cepu, masing-masing 3 (tiga) Koperasi Primer sehingga sampel seluruhnya
15 (lima belas) Koperasi Primer. Prosesnya melibatkan Dinas Koperasi, Dekopin dan expert pool
(perguruan tinggi dan LSM).
Langkah-2 Melakukan Penilaian Kesehatan dan Pemeringkatan Koperasi Terpilih
• Melakukan penilaian kesehatan, pemeringkatan, dan penilaian terhadap SDM pengelolanya
terhadap 15 (lima belas) Koperasi Primer tersebut. Penilaian dilakukan oleh Tim Seleksi dari Dinas
Koperasi dan Dekopinda. Lama waktu untuk melakukan ketiga kegiatan tersebut diperkirakan
45 hari kerja dengan asumsi setiap koperasi membutuhkan 3 hari kerja, dengan biaya dari
40
Konsep Pembentukan Lembaga Keuangan Alternatif
Perusahaan Migas. Biaya yang dibutuhkan sekitar Rp5 juta sampai Rp10 juta per koperasi, untuk
proses penilaian kesehatan koperasi, pemeringkatan koperasi, dan penilaian kompetensi SDM
pengelola koperasi.
• Koperasi primer yang terpilih adalah koperasi primer yang memenuhi persyaratan: (1) penilaian
kesehatan minimal kategori sehat, (2) pemeringkatan minimal berkualitas dan (3) SDM pengelola
telah memenuhi syarat kompetensi sesuai dengan SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional
Indonesia) minimal dengan skor 75.
Langkah-3 Koperasi Terpilih Melakukan Pertemuan Pembentukan
• Dari 15 (lima belas) koperasi primer tersebut yang hasilnya dinyatakan sehat, dengan peringkat
baik, serta SDM pengelolanya memiliki standar kompetensi, selanjutnya diarahkan untuk menjadi
pendiri Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Sekunder.
Gambar 4.5. Koperasi Sekunder
Langkah-4 Mengurus Legalitas dan Menyusun Aturan Main
• Legalitas sebagai koperasi sekunder diurus, dengan prosedur sebagai berikut:
Gambar 4.6. Prosedur Pembentukan KSP Sekunder
41
Konsep Pembentukan Lembaga Keuangan Alternatif
• Selain itu juga disusun AD/ART, SOM, SOP dan perangkat organisasi yang lain. Selanjutnya
setiap koperasi primer yang akan masuk menjadi anggota maka senantiasa dilakukan penilaian
kesehatan koperasi, pemeringkatan koperasi, dan penilaian SDM pengelolanya.
4.3. Modul Pelatihan untuk SDM Lembaga Keuangan
Untuk mendukung pembentukan Lembaga Keuangan dalam bentuk KSP Sekunder, telah disusun
beberapa modul yang lengkap, yaitu: (1) Modul Prinsip-Prinsip Organisasi dan Manajemen Koperasi
Jasa Keuangan/Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJK/KJKS), (2) Modul Perencanaan Strategis Koperasi
Jasa Keuangan/Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJK/KJKS), (3) Modul Menganalisis Program Kerja dan
Rencana Anggaran Pendapatan dan Biaya Koperasi Jasa Keuangan/Koperasi Jasa Keuangan Syariah
(KJK/KJKS), (4) Modul Melakukan Kontrak Pinjaman/Pembiayaan dan Pengikatan Agunan Koperasi Jasa
Keuangan/Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJK/KJKS). Ringkasan isi masing-masing modul tersebut
sebagai berikut:
a. Modul Prinsip-Prinsip Organisasi dan Manajemen Koperasi Jasa Keuangan/Koperasi Jasa
Keuangan Syariah (KJK/KJKS)
Prinsip-prinsip Manajemen merupakan faktor fundamental sebagai pedoman dalam mengelola
manajemen KJK/KJKS karena keberhasilan pengelolaan manajemen KJK/KJKS cermin bahwa KJK/
KJKS telah menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan organisasi dengan benar dan sesuai dengan
nilai yang terkandung dalam prinsip-prinsip manajemen. Karena pengelolaan organisasi yang baik
harus selalu berpedoman pada kaidah prinsip-prinsip manajemen, salah satu tolok ukur keberhasilan
organisasi KJK/KJKS bisa dilihat dari penerapan prinsip-prinsip manajemen yang benar. Karena KJK/
KJKS merupakan lembaga keuangan yang mempunyai karakteristik yang berbeda dengan Lembaga
Keuangan lainnya maka dibutuhkan pengelola yang memahami prinsip organisasi perkoperasian
yang handal agar dalam pengelolaan usahanya tidak menyimpang dari kaidah dan prinsip koperasi,
sehingga jangan sampai pengelolaan usaha koperasi keluar dari nilai yang terkandung dalam
pasal 33 UUD 1945, yang menegaskan kedudukan koperasi sebagai bentuk asli badan usaha yang
dianggap paling sesuai dengan karakteristik bangsa Indonesia.
Dalam pelaksanaannya telah terdapat berbagai peraturan yang mengatur dan mengembangkan KJK/
KJKS, dimulai dengan Undang-undang (UU) No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, Peraturan
Pemerintah PP (PP) No. 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh
Koperasi, kemudian disusul dengan Kepmen Koperasi dan PKM No.194/KEP/M/IX/1998 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Penilaian Kesehatan Koperasi Jasa Keuangan dan Permen Koperasi dan UKM
No.19/Per/M.KUKM/XI/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh
Koperasi (diperbaiki dengan PermenKop dan UKM No.15 Tahun 2009) dan PP No. 33 Tahun 1998
tentang Modal Penyertaan.
Pengelolaan KJK/KJKS tidak hanya berpegang pada regulasi yang telah ada tetapi perlu dilengkapi
dengan Peraturan Khusus sebagai penunjang dalam mengelola KJK/KJKS agar dapat berjalan dengan
baik, karena KJK/KJKS merupakan badan usaha, tentunya tidak berbeda dengan badan usaha lainnya,
khususnya lembaga keuangan mikro, sama-sama mengelola aset likuid dan produknya bersifat
maya. Namun dari segi kepemilikan dan semangat kebersamaan dalam koperasi, maka penting
42
Konsep Pembentukan Lembaga Keuangan Alternatif
bagi pengelola KJK/KJKS dalam melakukan pengelolaan usahanya senantiasa memperhatikan
prinsip-prinsip dasar koperasi. Karakteristik lembaga keuangan koperasi hanya sebatas melayani
anggota, calon anggota dan anggota koperasi lainnya.
b. Modul Perencanaan Strategis Koperasi Jasa Keuangan/Koperasi Jasa Keuangan Syariah
(KJK/KJKS)
Perencanaan Strategis KJK/KJKS sangat diperlukan oleh lembaga keuangan baik perbankan
maupun non bank khususnya KJK/KJKS sebagai lembaga keuangan mikro. Perencanaan Strategis
berfungsi sebagai alat untuk mengukur keberhasilan dalam menjalankan visi dan misi yang sudah
dibuat dalam rangka mencapai tujuan KJK/KJKS dalam menilai kinerja lembaga yang berfungsi
sebagai lembaga intermediasi, yaitu dalam melaksanakan tugas pokoknya menghimpun, mengelola
dan menyalurkan dana dari, oleh dan untuk anggota dan calon anggota (masyarakat). Karena
keberhasilan dalam pengelolaan KJK/KJKS sangat tergantung pada cermat dan tepatnya dalam
menyusun perencanaan strategis sebagai cermin melihat kondisi keuangan minimal 5 (lima) tahun
ke depan.
Perencanaan Strategis KJK/KJKS harus mampu menjawab tantangan terutama dalam era bisnis
pascakrisis moneter yang terjadi di Indonesia di penghujung era 90-an yang telah terjadi perubahan
yang mendasar dalam usaha di bidang keuangan, yang meneguhkan pentingnya perubahan.
Kondisi saat itu dan dampaknya masih terasa hingga kini secara jelas mencerminkan perekonomian
Indonesia yang belum bangkit sepenuhnya, dan menggambarkan bahwa tak pelak lagi menyikapi
perubahan harus dengan langkah antisipatif. Kunci menghadapi masa depan yang pasti harus
dengan perencanaan yang strategis.
c. Modul Menganalisis Program Kerja dan Rencana Anggaran Pendapatan dan Biaya Koperasi
Jasa Keuangan/Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJK/KJKS)
Program Kerja (PK) dan Rencana Anggaran Pendapatan dan Biaya (RAPB) merupakan suatu rencana
yang disusun secara teliti dan sekaligus merupakan alat pengendalian dari pelaksanaan tersebut.
Rencana dan sasaran suatu Koperasi Jasa Keuangan (KJK/KJKS) telah tercermin secara formal dan
sistematis dalam PK dan RAPB. Jadi PK dan RAPB merupakan suatu pedoman dan standar yang
ditetapkan oleh KJK/KJKS untuk melaksanakan kegiatan usahanya dalam rangka mencapai tujuan
KJK/KJKS.
Menganalisis PK dan RAPB sangat penting dalam rangka memahami penerapan PK dan RAPB yang
dilakukan oleh KJK/KJKS dengan tujuan agar dapat mengetahui tingkat efisiensi dan efektivitas
KJK/KJKS dalam menjalankan program dan rencana yang telah ditetapkan dalam Rapat Anggota
sekaligus mengetahui apakah program sudah dilaksanakan sesuai rencananya dalam mengelola
usaha koperasi. Lebih jauh lagi, analisis PK dan RAPB merupakan upaya untuk mencegah terjadinya
kerugian/loss yang sangat besar di kemudian hari, karena dalam situasi dunia usaha yang penuh
dengan persaingan dibutuhkan PK dan RAPB yang cermat sebagai tolok ukur KJK/KJKS dalam
mencapai tujuan usahanya yang antara lain adalah bagaimana KJK/KJKS tetap memperoleh sisa
hasil usaha yang optimal untuk dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya. Materi dalam
43
Konsep Pembentukan Lembaga Keuangan Alternatif
modul ini disusun dengan maksud membantu para manager KJK/KJKS agar mampu menganalisis
PK dan RAPB sebagai alat melakukan evaluasi dan monitoring dalam mengelola usaha.
d. Modul Melakukan Kontrak Pinjaman/Pembiayaan dan Pengikatan Agunan Koperasi Jasa
Keuangan/Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJK/KJKS)
Setiap yang berhubungan dengan pinjam-meminjam harus dibuktikan secara otentik berupa surat
perjanjian kredit/pinjaman antara para pihak sehingga tahu hak dan kewajiban masing-masing
yang perlu diatur dalam Perjanjian Kontrak Pinjaman yang merupakan pemenuhan aspek yuridis
yang harus dipatuhi oleh para pihak sehingga apabila salah satu pihak tidak menepati kesepakatan
diperlukan adanya perjanjian kontrak pinjaman dan pengikatan agunan.
Karena aset KJK/KJKS sebagian besar tertanam dalam bentuk pinjaman atau outstanding kredit yang
pada hakikatnya mengandung risiko, maka untuk menjaga kehati-hatian KJK dalam menyalurkan
pinjamannya dari hal-hal yang tidak diinginkan, KJK/KJKS perlu melakukan perjanjian (kontrak)
pinjaman/pembiayaan dan pengikatan agunan. Dalam kaitan ini Sumber Daya Manusia (SDM)
pengelola KJK/KJKS dituntut untuk mampu dan kompeten serta memahami aspek hukumnya
dalam melakukan kontrak pinjaman/pembiayaan dan pengikatan agunan, agar pinjaman yang
telah disalurkan dapat ditarik kembali sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam perjanjian kredit
dan pengikatan agunan. Dengan demikian, apabila pihak peminjam wanprestasi dapat dibuktikan
secara yuridis yang telah dituangkan dalam perjanjian kontrak pinjaman dan pengikatan agunan
dalam rangka menjaga dan mengembangkan agar KJK/KJKS dapat dipercaya oleh masyarakat.
Perjanjian pinjaman sangat penting dalam pengelolaan pinjaman, karena perjanjian pinjaman
memiliki fungsi-fungsi antara lain:
a) Perjanjian pinjaman memiliki fungsi sebagai perjanjian pokok yang merupakan sesuatu yang
menentukan batal atau tidak batalnya perjanjian lain yang mengikutinya (accessoir) seperti
perjanjian pengikatan agunan.
b) Perjanjian pinjaman memiliki fungsi sebagai alat bukti mengenai batasan-batasan hak dan
kewajiban di antara KJK/KJKS dan peminjam.
c) Perjanjian pinjaman memiliki fungsi sebagai alat melakukan monitoring, pembinaan dan
pengawasan pinjaman.
Dengan mempelajari modul ini peserta diharapkan mampu meningkatkan dan menguasai
pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam melakukan kontrak pinjaman/pembiayaan dan
pengikatan agunan; sebagai salah satu pemenuhan aspek yuridisnya di sisi lain peserta harus
menguasai hukum acara perdata maupun pidana dalam rangka mengembangkan kompetensi kerja
individu antara lain khususnya melakukan kontrak pinjaman/pembiayaan dan pengikatan agunan.
4.4. Petunjuk Teknis (Juknis) Pengelolaan Koperasi Simpan Pinjam Sekunder
Petunjuk teknis operasionalisasi lembaga adalah SOP dan SOM lembaga koperasi sekunder. Undang-
undang No.25 tahun 1992 tentang Perkoperasian disusun untuk mempertegas jati diri, kedudukan,
permodalan, dan pembinaan koperasi sehingga dapat lebih menjamin kehidupan koperasi sebagaimana
diamanatkan oleh pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945. Dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah
44
Konsep Pembentukan Lembaga Keuangan Alternatif
No.9 tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi, maka semakin
jelas bahwa untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan koperasi, kegiatan Usaha Simpan
Pinjam perlu ditumbuhkembangkan agar Koperasi Simpan Pinjam dan atau Unit Simpan Pinjam (USP)
pada koperasi dapat melaksanakan fungsinya untuk menghimpun Simpanan Koperasi dan Simpanan
Berjangka Koperasi, dan memberikan pinjaman kepada anggota, calon anggotanya serta koperasi lain
dan/atau anggotanya.
Persyaratan penting yang perlu dimiliki oleh KSP/USP Koperasi sebagai lembaga keuangan ialah harus
menjaga kredibilitas atau kepercayaan dari anggota pada khususnya dan/atau masyarakat luas pada
umumnya. Namun demikian untuk melaksanakan perannya sebagai lembaga keuangan, KSP dan Unit
Usaha Simpan Pinjam Koperasi masih dihadapkan pada berbagai kendala yang disebabkan oleh hal-hal
sebagai berikut:
1. Belum adanya kesamaan sistem dan prosedur dalam operasional manajemen kelembagaan,
manajemen usaha dan manajemen keuangan.
2. Belum adanya standar sistem dan prosedur dalam operasional manajemen kelembagaan,
manajemen usaha dan manajemen keuangan.
Berdasarkan latar belakang tersebut, KSP/USP Koperasi perlu memiliki Pedoman Standar Operasional
Manajemen Usaha Simpan Pinjam. Diharapkan Pedoman Standar Operasional Manajemen tersebut
dapat digunakan sebagai salah satu acuan dalam pengelolaan usaha simpan pinjam oleh koperasi,
sehingga usaha simpan pinjam pada KSP/USP Koperasi dapat ditangani secara profesional.
Pedoman Standar Operasional Manajemen ini bertujuan untuk memberikan panduan bagi pengelola
KSP/USP Koperasi dalam menjalankan kegiatan operasional usaha simpan pinjam. Sasaran dari
penyusunan Pedoman Standar Operasional Manajemen ini adalah sebagai berikut:
1) Terwujudnya pengelolaan KSP/USP Koperasi yang sehat dan mantap melalui sistem pengelolaan
yang profesional sesuai dengan kewajiban usaha simpan pinjam.
2) Terwujudnya pengelolaan KSP/USP Koperasi yang efektif dan efisien.
3) Terciptanya pelayanan yang prima kepada anggota, calon anggota, koperasi lain dan atau
anggotanya.
Adapun ruang lingkup dari penyusunan modul Standar Operasional Manajemen adalah sebagai berikut:
1. Standar Operasional Manajemen ini merupakan panduan untuk mengoperasionalkan berbagai
kebijakan dan peraturan yang terkait dengan pengelolaan usaha simpan pinjam oleh KSP/USP
Koperasi, sedangkan standar prosedur pengelolaan operasional akan dituangkan dalam Standar
Operasional Prosedur (SOP).
2. Standar Operasional Manajemen ini secara garis besar dibagi menjadi 3 (tiga) bagian yang terdiri
dari:
a. Standar Operasional Manajemen Kelembagaan KSP/USP Koperasi.
b. Standar Operasional Manajemen Usaha KSP/USP Koperasi.
c. Standar Operasional Manajemen Keuangan KSP/USP Koperasi.
45
Kendala dan Permasalahan
Bab VKendala dan
Permasalahan
5.1. Kendala Terhadap Implementasi Model PRA
a. Sosiologis
Secara sosiologis masyarakat wilayah yang terkena dampak langsung area migas di Kabupaten
Bojonegoro secara umum tidak berbeda jauh dengan masyarakat di daerah lain, pemikiran-
pemikirannya masih sederhana, dan kecenderungannya masih memiliki sifat konsumtif, serta
kurang memiliki jiwa mandiri dan kemampuan wirausahanya juga masih rendah. Demikian juga
pada generasi mudanya. Menurut hasil wawancara dengan beberapa tokoh masyarakat termasuk
Camat Gayam, diketahui bahwa pemikiran para pemudanya sangat sederhana. Setamat SMA
mereka banyak yang tidak berminat melanjutkan kuliah, tapi hanya berharap dapat diterima kerja di
perusahaan minyak walau hanya sebagai security, office boy, atau cleaning service. Untuk itu perlu
dilakukan pembinaan terutama motivasi agar memiliki kemampuan dan semangat berwirausaha.
b. Pendampingan
PRA (Participatory Rural Appraisal) sebagai model harus diterapkan dengan tepat oleh fasilitator yang
memiliki kemampuan untuk itu. Penerapan yang keliru justru akan menyebabkan ketergantungan
masyarakat pada fasilitator yang mendampingi.
5.2. Kendala Lembaga Keuangan
a. Bentuk Program CSR
Bentuk CSR yang sekarang berjalan masih bersifat insidental tidak berkelanjutan atau bergulir,
sehingga kecenderungan masyarakat menganggap CSR hanya sebagai hadiah atau hibah dan
menjadi tidak produktif dan berkembang, sehingga kurang mendukung perekonomian masyarakat
juga cenderung stagnan dan tidak tumbuh. CSR yang dapat dikelola relatif baik adalah yang
dilakukan oleh Perhutani Padangan, itu pun karena dikelola langsung oleh Perhutani Padangan
yang sudah mencapai 1,5 miliar rupiah dengan sistem dana bergulir pada masyarakat binaan melalui
Lembaga Masyarakat Daerah Hutan (LMDH) di 36 Desa dengan model pinjaman. Ke depan model
ini akan menjadi tidak baik karena Perhutani bukan lembaga keuangan yang dapat memberikan
pinjaman kepada masyarakat. Untuk itu lembaga keuangan tetap perlu didirikan dalam rangka
memfasilitasi antara lembaga pemberi CSR dengan masyarakat binaan.
b. Regulasi
Aturan secara khusus tentang pengelolaan CSR belum lengkap, sehingga pengelolaan CSR
kecenderungannya berbeda-beda antar lembaga pemberi CSR. Bila pilot project pengelolaan CSR
46
Kendala dan Permasalahan
di Kabupatan Bojonegoro akan dilakukan melalui Lembaga Keuangan Mikro ataupun Koperasi
Simpan Pinjam Sekunder, juga belum berarti sangat baik karena regulasi terhadap kedua lembaga
tersebut pun belum lengkap antara lain karena belum ada Lembaga Penjamin Simpanan bagi kedua
lembaga tersebut, sehingga masih rawan penyimpangan.
c. SDM
Dari hasil survei lapangan, terlihat bahwa masyarakat terdampak area migas rata-rata telah memiliki
koperasi primer terutama Koperasi Wanita (Kopwan), koperasi pemuda, dan koperasi lain, namun
pengelolaannya masih sederhana dan tradisional. SDM pengelola belum banyak yang profesional
dan kompeten, sehingga perlu pendampingan dan pembinaan yang intensif. Demikian juga
masyarakat tani dan peternak, juga masih sangat tradisional dan belum efisien dalam mengelola
usahanya, sehingga masih perlu pendampingan agar usaha yang dikelolanya lebih produktif, efisien
dan lebih berdayaguna (bernilai).
d. Permodalan
Koperasi-koperasi primer yang berjalan pada umumnya kurang tumbuh dengan cepat, dengan
alasan klasik yakni minimnya modal, sehingga perlu penambahan modal usaha guna meningkatkan
pertumbuhan usaha koperasi. Modal usaha yang ada saat ini umumya masih dari anggota melalui
simpanan pokok dan simpanan wajib. Modal dari luar umumnya bantuan dari pemerintah yang
jumlahnya masih sangat terbatas.
e. Pemberdayaan dan Pendampingan
Pengelolaan pinjaman pada masyarakat atau anggota koperasi umumnya tidak disertai dengan
pendampingan dan pembinaan, sehingga penggunaan dana pinjaman kurang terpantau dengan
baik, padahal kekuatan Lembaga Keuangan Mikro seperti Koperasi Simpan Pinjam adalah pada
pendampingan terhadap para anggotanya. Bila hal ini tidak dijalankan dengan baik maka LKM
menjadi tidak berbeda dengan bank umum.
47
Kesimpulan dan Saran
Bab VIKesimpulan dan Saran
6.1. Kesimpulan
Berdasar hasil penelitian tentang Kajian Pengembangan Alternatif Lembaga Keuangan yang Memiliki
Fungsi Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Area Kegiatan Migas Blok Cepu, Kab. Bojonegoro, Provinsi
Jawa Timur, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Masyarakat terdampak sekitar area industri migas Blok Cepu di Kabupaten Bojonegoro secara
ekonomi belum ikut menikmati manfaat dari kekayaan yang ada di wilayahnya.
2. Masyarakat terdampak sekitar area industri migas Blok Cepu di Kabupaten Bojonegoro umumnya
masih kurang produktif dan mandiri, namun secara berkelompok mereka telah memiliki koperasi-
koperasi primer walaupun belum tumbuh sebagaimana yang diharapkan dengan alasan keterbatasan
permodalan.
3. Guna mendukung permodalan maka perlu dibentuk Lembaga Keuangan Mikro berupa Koperasi
Simpan Pinjam (KSP) Sekunder yang mewadahi koperasi-koperasi primer yang sudah ada dalam
rangka memfasilitasi penambahan modal melalui kerja sama dengan perusahaan-perusahaan
terutama yang memiliki kegiatan produksi di Kabupaten Bojonegoro dengan program CSR-nya.
4. Lembaga keuangan yang terbentuk nantinya, selain mengelola simpan pinjam juga melakukan
kegiatan pemberdayaan bagi anggotanya. Adapun pola pemberdayaannya secara teknis
dikerjasamakan dengan stakeholders dan expert pool sesuai dengan kapabilitas masing-masing.
Sebagai contoh dalam pemberdayaan bidang peternakan, dapat bekerja sama dengan kelompok
peternak kambing Griyo Rojo Koyo. Pemberdayaan bidang pertanian dengan Kelompok Tani Toga
Sido Makmur dan lain-lain. Pemberdayaan bidang Usaha dan Koperasi dengan Dinas Koperasi,
Dekopin, LDP (Lembaga Diklat Profesi) Koperasi, Perguruan Tinggi dan LSM sesuai kompetensinya.
6.2. Saran
Berdasar hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diberikan saran-saran sebagai berikut:
1. Pemerintah Daerah melalui Dinas Koperasi perlu mengambil inisiatif untuk mengumpulkan
stakeholders, guna membicarakan masalah tindak lanjut pembentukan Koperasi Simpan Pinjam
(KSP) Sekunder. Stakeholder yang dilibatkan antara lain; Dekopin, Perguruan Tinggi, LSM,
Perusahaan Migas, Perhutani, dan lainnya yang terkait dengan pemberdayaan.
2. Perusahaan Migas di Blok Cepu, perlu memberikan bantuan dana dari CSR yang rutin dilakukan
untuk menginisiasi proses pembentukan KSP Sekunder. Dana awal ini akan digunakan untuk
melakukan seleksi terhadap 15 koperasi primer melalui (1) Pemeriksaan kesehatan koperasi; (2)
Pemeringkatan koperasi; dan (3) Penilaian kompetensi SDM pengelola, dengan budget sekitar Rp5
juta sampai Rp10 juta tiap koperasi. Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan tersebut
adalah 1,5 bulan (45 hari).
48
Kesimpulan dan Saran
Halaman ini sengaja dikosongkan
49
Daftar Pustaka
Abdul Halim dan Farida, 2012, Dampak Sosial Ekonomi pertambangan Minyak dan gas Banyu Urip Kabupaten
Bojonegoro (Studi pada Masyarakat Desa Gayam Kecamatan Gayam Kabupaten Bojonegoro). Malang:
Jurusan Administrasi Publik Unibraw.
Arief Budiman, 2000, Aktor Demokrasi: Catatan tentang Gerakan Perlawanan di Indonesia. Jakarta: Yayasan
Obor.
Dawam Rahardjo, Ekonomi Kerakyatan, dari http://majalah.tempointeraktif.com, dinduh 11 Agustus 2014.
Herry Yulistyono dan Selamet Tri Wayono, Implementasi Program Gerdu Taskin terhadap Pemberdayaan
Lembaga Keuangan Mikro di Jawa Timur, Media Trend Vol. 7 No. 1 Maret 2012.
Jacobus Ranjabar, 2010, Perubahan Sosial Dalam Teori Makro, Pendekatan Realitas Sosial, Bandung: Alfabeta.
Koentjaraningrat, 1974, Kebudayaan Pembangunan dan Mentalitas, Jakarta: Gramedia.
Mohammad Nasiruddin, 2012, Gaya Hidup Konsumtif Masyarakat Desa di Lingkungan Industrialisasi (Studi
Kasus Perubahan Sosial dari Masyarakat Tradisional Menjadi Masyarakat Modern di Desa Bonorejo,
Kecamatan Ngasem, Kabupaten Bojonegoro), Surabaya: IAIN Sunan Ampel.
Pranarka, A. M. W. & Moeljarto, V. 1996. Pemberdayaan (Empowerment). Jakarta: Centre for Strategic and
International Studies.
Nasikun. 2001. Isu dan Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan. Diktat Kuliah. Yogyakarta: Fakultas Ekonomi
UGM.
Reksohadiprodjo, Soekanto dan Pradono. 1998. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Energi – Edisi Kedua.
Yogyakarta: BPFE.
San Afri Awang, 2008, Panduan Pemberdayaan LMDH, Yogyakarta: UGM
Sastramihardja, Hatta. 1987. Materi Pokok Sosiologi Pedesaan. Jakarta: Penerbit Karunika.
Sudarsono, Nani. 2002. Pembangunan Berbasis Rakyat. Jakarta: Yayasan Melati Bhaki Pertiwi.
Suryadi. 1989. Pembangunan Masyarakat Desa Bandung: Penerbit Mandar Maju
Suryana, 2000, Ekonomi Pembanguanan Problematika dan Pendekatan, Jakarta: Salemba Empat.
Todaro, 1989, Economic Development, English: Longman Publishing Group.
UU No 1 Tahun 1013 tentang Lembaga Keuangan Mikro.
UU No 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian
Daftar Pustaka
50
Daftar Pustaka
Halaman ini sengaja dikosongkan
51
Daftar Website
https://www.academia.edu/4803282/DAMPAK_SOSIAL_EKONOMI_PERTAMBANGAN_MINYAK_
DAN_GAS_BANYU_URIP_KABUPATEN_BOJONEGORO_Studi_Pada_Masyarakat_Desa_Gayam
Kecamatan_Gayam_Kabupaten_Bojonegoro_
http://www.bumn.go.id/perhutani/
http://pembangunandaerah.wordpress.com/2009/02/25/pengembangan-masyarakat-di-kawasan-
industri-migas/
Daftar Website
52
Kesimpulan dan Saran
Halaman ini sengaja dikosongkan
Top Related