Kajian Kebutuhan Sistem Pembayaran untuk transaksi multi-currency dan cross-broder
2
DAFTAR ISI
BAB I 3 PENDAHULUAN ___________________________________________________ 3
I. Latar Belakang _______________________________________________ 3
II. Tujuan Kajian ________________________________________________ 4
III. Ruang Lingkup & Metode Kajian________________________________ 5
IV. Sistimatika Pembahasan. _______________________________________ 6
BAB II_____________________________________________________________ 7 SISTEM PEMBAYARAN DALAM PRESPECTIVE PVP _________________ 7
I. Konsep-konsep penting dalam analisa risiko-risiko yang terkait dengan keberadaan dan potensi pengembangan sistem pembayaran dan setelmen bank sentral. _________________________________________________ 7
II. Keberadaan dan Hambatan Sistem Pembayaran dan Setelment saat ini terkait dengan Payment vs Payment. ____________________________ 10
III. Kepentingan nasional, Bank Indonesia, Perbankan dan Pelaku Usaha terhadap sistem pembayaran dan setelmen payment vs payment. ____ 13
IV. Potensi Pengembangan Sistem Pembayaran dan Setelment Payment vs Payment.____________________________________________________ 15
BAB III___________________________________________________________ 20 IDENTIFIKASI KEBUTUHAN SISTEM PEMBAYARAN UNTUK TRANSAKSI PEMBAYARAN MULTI-CURRENCY DAN CROSS BORDER20
I. Identifikasi kebutuhan ditinjau dari sisi Nasabah sebagai pelaku usaha 20
II. Identifikasi kebutuhan ditinjau dari sisi perbankan ________________ 28
III. Identifikasi alternatif pengembangan sistem pembayaran untuk transaksi payment vs. payment. _________________________________________ 31
BAB IV ___________________________________________________________ 33 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI _______________________________ 33
I. Kesimpulan _________________________________________________ 33
II. Rekomendasi ________________________________________________ 34 DAFTAR REFERENSI 34
Kajian Kebutuhan Sistem Pembayaran untuk transaksi multi-currency dan cross-broder
3
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Perkembangan jenis transaksi yang dilakukan oleh dunia usaha saat ini
mengalami kemajuan yang sangat pesat. Transaksi dilakukan tidak hanya dilakukan
dengan menggunakan media konvensional seperti halnya pembayaran tunai namun
terus berkembang dengan menggunakan media pembayaran elektronis. Demikian pula
halnya dengan daerah jangkauan yang tidak terbatas hanya daerah regional, domestik
namun telah merambah ke pasar internasional. Perkembangan cara-cara pembayaran
ini didukung pula dengan teknologi modern yang tersedia saat ini.
Bank Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang (UU) No. 23
tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana yang telah diubah dengan UU No. 3
tahun 2004 terkait erat dengan pengembangan sistem pembayaran yang dapat
mendukung penyelesaian transaksi-transaksi pembayaran sebagaimana diilustrasikan
di atas termasuk pula penyelesaian transaksi pembayaran dengan menggunakan valuta
asing (multi-currency) baik untuk jangkauan domestik maupun internasional (cross-
border).
Sistem Kliring (multilateral netting system) dan Real Time Gross Settlement
(RTGS) yang telah tersedia saat ini belum dapat mengakomodir kebutuhan
penyelesaian transaksi-transaksi pembayaran dengan jangkauan internasional (cross-
border transactions) atau pembayaran dengan menggunakan mata uang lain selain
rupiah (multi-currency). Namun demikian, sistem yang tersedia saat ini (kliring dan
RTGS) secara tidak langsung telah dapat mengakomodir transaksi pembayaran yang
bersifat cross-border maupun multi-currency khususnya dari sisi penyelesaian mata
uang lawan valuta asing dalam rupiah. Sedangkan untuk penyelesaian mata uang
valuta asing melalui koresponden bilateral antara bank di dalam negeri dengan bank
koresponden di luar negeri.
Berkenaan dengan hal tersebut di atas dan sebagai langkah awal dari rencana
pengembangan sistem pembayaran ke depan khususnya yang dapat mendukung
penyelesaian transaksi pembayaran yang bersifat cross-border maupun multi-
Kajian Kebutuhan Sistem Pembayaran untuk transaksi multi-currency dan cross-broder
4
currency dipandang perlu untuk melakukan kajian yang dapat mengungkapkan
kebutuhan terhadap jasa sistem pembayaran dimaksud baik dari kalangan pelaku
usaha maupun perbankan sebagai pelaku atau mediator pelaksana pembayarannya.
II. Tujuan Kajian
Tujuan kajian adalah mengetahui apakah terdapat kebutuhan dari kalangan
pelaku usaha dan perbankan akan adanya jasa sistem pembayaran yang dapat
mengakomodir penyelesaian transaksi-transaksi pembayaran yang bersifat cross-
border dan multi-currency. Hasil kajian selanjutnya dapat menjadi acuan bagi Bank
Indonesia dalam pengembangan sistem pembayaran nasional ke depan yang sudah
barang tentu sesuai dengan kebutuhan dari pengguna jasa sistem pembayaran
dimaksud.
Sebaliknya, apabila tidak pernah dilakukan kajian yang serupa maka kebutuhan
yang pada kenyataannya memang ada tidak pernah terungkap sehingga
mengakibatkan sasaran pengembangan sistem pembayaran nasional yang dapat
mengakomodir transaksi pembayaran yang bersifat cross-border dan multi-currency
tidak pernah terealisasi. Hal ini sudah barang tentu berdampak terganggunya
keamanan, kepastian dan kelancaran sistem pembayaran nasional yang sangat
diperlukan untuk mendukung stabilitas perekonomian nasional.
Dengan tidak terealisasinya sistem pembayaran nasional untuk transaksi
pembayaran yang bersifat cross-border dan multi-currency maka risiko-risiko yang
mungkin timbul akan sangat sulit diantisipasi dan dimanage. Sementara itu,
penyelesaian transaksi pembayaran tersebut saat ini sebagaimana diungkapkan oleh
Sheppard1memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Penyelesaian pembayaran dilakukan dengan hubungan koresponden bilateral
antara pelaku usaha atau perbankan dari masing-masing negara.
2. Bank Pengirim diharuskan menggunakan mata uang lokal dari bank penerima.
3. Penyelesaian pembayaran hanya dapat dilakukan melalui lokal sistem
pembayaran bank penerima sebelum diterima oleh penerima (ultimate
beneficiary). 1 Sheppard, David, 1996, Payment System – Handbook in Central Banks No. 8, Bank of Englahd, London EC2R 8 AH.
Kajian Kebutuhan Sistem Pembayaran untuk transaksi multi-currency dan cross-broder
5
Ciri-ciri sebagaimana tersebut pada akhirnya akan menyulitkan Bank Indonesia dalam
mengantisipasi dan memanage risiko-risiko yang mungkin timbul, khususnya
terhadap kemungkinan terjadi risiko systemic.
Dari sisi pelaku usaha dan bank sebagai pelaku maupun intermediasi
pembayaran, juga dihadapi dengan risiko-risiko terhadap penyelesaian transaksi
pembayaran yang bersifat cross-border dan multi-currency sebagaimana ciri-ciri yang
diilustrasikan di atas, terutama risiko likuiditas dan kredit. Demikian pula ditinjau
dari efisiensi terhadap alur pembayaran yang panjang karena harus melibatkan
beberapa bank koresponden dan melalui sistem pembayaran di luar negeri untuk
penyelesaian mata uang asing.
III. Ruang Lingkup & Metode Kajian
Transaksi pembayaran yang bersifat cross-border dan multi-currency ditinjau
dari pihak yang memberi perintah (sender), intermediasi pembayaran (sending and
receiving bank) dan penerima pembayaran (ultimate beneficiary) memiliki cakupan
yang sangat luas untuk dijadikan obyek pengkajian. Dalam kajian ini dibatasi untuk
penyelesaian transaksi pembayaran dimaksud yang di-inisiate dan diterima di dalam
negeri. Dengan kata lain, fokus obyek pengkajian untuk identifikasi kebutuhan sistem
pembayaran untuk transaksi pembayaran yang dilakukan antar residence (penduduk)
di dalam lingkup nasional. Kajian juga mencakup antar residence di dalam negeri
dengan residence atau non residence di luar negeri dalam rangka mengetahui alur dan
waktu penyelesaian pembayaran serta beban biaya yang harus ditanggung.
Kajian dilakukan dalam bentuk literature study terhadap beberapa referensi
pengembangan sistem pembayaran untuk transaksi pembayaran yang bersifat multi-
currency dan cross-border serta beberapa ketentuan yang ada dan terkait dengan
transaksi dan setelemen dalam valuta asing. Penekanan dalam literature study adalah
mengekpoitasi pola-pola pembayaran saat ini dan risiko-risiko serta batasan-batasan
yang tertuang dalam ketentuan/peraturan.
Sedangkan untuk mengungkapkan/mengidentifikasikan kebutuhan perbankan
dan kalangan usaha dilakukan dengan menyebarkan pertanyaan survey kepada 57
bank devisa di Indonesia yang menjadi member dari SWIFT. Dengan perpaduan
pertanyaan survey dimaksud kepada perbankan diharapkan dapat juga
Kajian Kebutuhan Sistem Pembayaran untuk transaksi multi-currency dan cross-broder
6
mengidentifikasikan kebutuhan dari kalangan usaha mengingat penyelesaian
pembayaran yang dilakukan oleh mereka menggunakan lembaga intermediasi yang
dalam hal ini perbankan.
IV. Sistimatika Pembahasan.
Pembahasan hasil kajian ini dimulai dari Bab Pendahuluan yang mengulas latar
belakang, tujuan, ruang lingkup dan metode kajian yang selanjutnya disusul dengan
Bab berikutnya mengenai sistem pembayaran dalam prespective payment vs payment.
Sementara itu, hasil survey disajikan dalam bab tersendiri dengan mengungkapkan
analisa kebutuhan sistem pembayaran yang ditinjau dari sisi sender, intermediasi
perbankan dan alternatif penyediaan sistem pembayaran. Akhir hasil kajian ini
ditutup dengan kesimpulan dan rekomendasi/usulan alternatif kebijakan
penyelenggaraan PVP.
Kajian Kebutuhan Sistem Pembayaran untuk transaksi multi-currency dan cross-broder
7
BAB II
SISTEM PEMBAYARAN DALAM PRESPECTIVE PVP
I. Konsep-konsep penting dalam analisa risiko-risiko yang terkait dengan keberadaan dan potensi pengembangan sistem pembayaran dan setelmen bank sentral.
Konsep terpenting ditinjau dari sudut analisa risiko kredit, likuiditas dan
systemic dalam sistem pembayaran adalah finality2. Dalam glossary dari Delivery
versus Payment (DVP) report, finality atau a final transfer adalah suatu konsep yang
mendefinisikan kapan pembayaran, penyelesaian akhir/setelment (settlement) dan
segala sesuatu yang berhubungan dengan kewajiban dapat diselesaikan. Finality
mensyaratkan suatu transfer dana bersifat an irrevocable and unconditional transfer
(tidak dapat dibatalkan sepihak dan tanpa syarat). Dalam konsep yang lebih luas
dikenal an intraday final transfer capability yang didefinisikan sebagai kemampuan
untuk menyelesaikan proses transfer dana yang dimulai dari perintah pengiriman
dana, penerimaan konfirmasi secara tepat waktu serta pemindahbukuan antar rekening
giro yang tercatat di bank sentral dalam periode waktu yang sangat pendek.
Terjadinya finality ditandai dengan penyelesaian kewajiban antarbank yang
dihasilkan dalam proses pembayaran antarbank, kliring dan penyelesaian
akhir/setelmen. Oleh karenanya dengan terjadinya finality maka risiko kredit,
likuiditas dan systemic yang mungkin timbul dalam proses tersebut secara tidak
langsung telah dapat dihindari. Dengan kata lain, finality menjadi konsep yang
terpenting karena merupakan momentum terjadinya penyelesaian proses transfer dana
atau setelmen.
Konsep terpenting lainnya adalah berkaitan dengan dana yang digunakan untuk
membuat transfer antarbank dan penyelesaian akhir kewajiban antarbank. Konsep
yang dikenal dalam hal ini adalah dengan istilah central bank money yang tidak lain
merupakan saldo kredit yang dipelihara lembaga keuangan/bank umum di rekening
2 The Committee on Payment and Settlement Systems of the central banks of the Group of Ten countries, 1993, Central Bank Payment and Settlement Services with respect to Cross-Border and Multi-Currency Transactions, Bank for International Settlements.
Kajian Kebutuhan Sistem Pembayaran untuk transaksi multi-currency dan cross-broder
8
giro pada bank sentral. Secara tidak langsung, dalam konsep ini mengarahkan agar
penyelesaian akhir/setelmen dalam proses transfer dana dapat terjadi di bank sentral.
Hal ini karena penggunaan “central bank money” dalam penyelesaian akhir/setelmen
di bank sentral memiliki risiko yang sangat kecil.
Selain di bank sentral, penyelesaian akhir/setelment dapat juga dilakukan oleh
bank umum yang dalam hal ini bertindak sebagai agen settlement. Hal ini umum
dilakukan oleh bank koresponden. Namun demikian, penyelesaian akhir dengan
menggunakan bank koresponden tidak dapat dikatakan bebas dari risiko sebagaimana
menggunakan penyelesaian akhir di bank sentral.
Berkenaan dengan setelmen, terdapat risiko yang sering disebut dengan risiko
penyelesaian akhir (settlement risk) yang merupakan kombinasi dari risiko kredit dan
likuiditas. Risiko ini muncul dalam interval waktu antara masuknya transaksi
keuangan yang melibatkan kewajiban untuk membayar sejumlah uang dengan
pelepasan/penyelesaian kewajiban untuk membayar melalui final transfer sejumlah
uang dimaksud. Systemic risks juga dapat muncul menyertai situasi seperti ini,
khususnya jika lembaga keuangan/bank-bank yang terlibat dalam proses transfer dana
beranggapan bahwa jumlah pembayaran yang sangat besar akan mengarah kepada
final transfer. Namun ternyata anggapan tersebut salah maka realokasi aset moneter
atau lainnya secara tidak terduga terjadi diantara bank-bank tersebut dengan potensi
serius yang berdampak terhadap likuiditas dan bahkan solvabilitas dari bank-bank
tersebut. Sementara itu, kewajiban pembayaran yang semestinya dapat diselesaikan
oleh bank-bank yang memiliki kewajiban mungkin pada kenyataannya tidak dapat
diselesaikan secara keseluruhan.
Dalam kasus pembayaran multi-currency, situasi sebagaimana tersebut di atas
semakin lebih rumit. Bank-bank besar dan perusahaan modern lainnya dalam kondisi
usaha yang normal masuk ke dalam beberapa transaksi keuangan penting yang saling
terkait dalam dua atau lebih mata uang yang harus diselesaikan pada tanggal tertentu.
Dalam kasus seperti ini, final transfer dana yang dibutuhkan untuk penyelesaian akhir
transaksi akan didominasi dengan berbagai mata uang. Lebih lanjut, untuk
penyelesaian mata uang lawan yang dalam hal ini adalah mata uang asing maka akan
melibatkan dua atau lebih sistem pembayaran dan sistem perbankan negara lain yang
terkait dengan mata uang asing lawan tersebut. Dalam kondisi seperti ini, risiko-risiko
likuiditas, kredit dan systemic menjadi sulit untuk dimanage secara tepat.
Kajian Kebutuhan Sistem Pembayaran untuk transaksi multi-currency dan cross-broder
9
Dalam issue cross-border, risiko-risiko yang terdapat dalam transaksi lebih jauh
rumit karena potensial konflik dan masalah-masalah lainnya akan muncul yang
melibatkan penerapan hukum berbagai negara untuk berbagai aspek pembayaran dan
penyelesaian akhir. Lebih lanjut, lebih dari satu hukum negara yang mungkin berlaku
untuk bank-bank yang melakukan pembayaran dan penyelesaian akhir suatu transaksi.
Hal ini khususnya sangat mungkin terjadi untuk cabang-cabang bank di luar negeri
atau cabang bank asing di dalam negeri.
Beberapa issue dalam cross-border memiliki hubungan yang erat dengan
beberapa issue pada multi-currency. Sebagai contoh, berbagai sistem pembayaran dari
berbagai negara yang dilalui dalam transaksi pembayaran yang bersifat multi-
currency juga terdapat dalam issue di cross-border. Permasalahan yang timbul dalam
pembayaran antar pihak yang berada pada berbagai time zone secara umum
merupakan issue dalam cross-border.
Dalam industri perbankan saat ini, penyelesaian akhir yang berurutan
(sequential settlement) untuk berbagai pembayaran dalam transaksi yang bersifat
foreign exchange merupakan hal yang normal. Instruksi pembayaran dan bahkan
penyelesaian akhir pembayaran salah satu currency dilakukan sebelum instruksi
pembayaran dan penyelesaian akhir pembayaran mata uang lawannya dilakukan.
Dalam hal instruksi pembayaran dan penyelesaian akhir pembayaran mata uang lawan
tidak terjadi sesuai jadwal maka kerugian risiko pokok nilai satu atau lebih
pembayaran yang berurutan akan muncul. Risiko ini disebut juga Herstatt risk3.
Aspek lain dalam sequential settlement adalah potensial resiko likuiditas yang
dihasilkan dalam kondisi keuangan dan pasar yang tidak pasti dalam hal pihak lawan
menolak untuk menggunakan metode sequential settlement yang umum karena
ketakutan atas kerugian principal yang cukup besar yang dapat terjadi. Pembayaran
mungkin dapat ditunda atau waktu dan urutan dapat berubah. Dalam situasi seperti
ini, antisipasi distribusi likuiditas dalam sektor keuangan baik dalam satu hari maupun
akhir hari akan terganggu dengan serius potensi yang berdampak kepada pasar dan
kliring sistem.
Dari konsep tersebut di atas dapat ditarik suatu kesimpulan berkaitan dengan
issue pembayaran multi-currency dan cross-border dapat menggunakan metode 3 The Committee on Payment and Settlement Systems of the central bank of the Group of Ten Countries, 1996, Settlement Risk in Foreign Exchange Transactions, Bank for International Settlement.
Kajian Kebutuhan Sistem Pembayaran untuk transaksi multi-currency dan cross-broder
10
payment-versus-payment (PVP). Dengan menggunakan metode PVP dalam multi-
currency dan cross-border maka kemungkinan risiko herstatt terjadi dapat
diminimalkan atau bahkan dihilangkan miskipun risiko lain mungkin masih ada. Hal
ini dikarenakan dalam konsep PVP dikenal penyelesaian akhir salah satu mata uang
hanya dapat dilakukan bersamaan dengan penyelesaian akhir mata uang lawannya.
II. Keberadaan dan Hambatan Sistem Pembayaran dan Setelment saat ini terkait dengan Payment vs Payment.
Ditinjau dari sisi risiko kredit dan risiko likuiditas secara keseluruhan dalam
perintah pembayaran dan penerimaan yang bersifat cross-border dan multi-currency,
sistem pembayaran nasional saat ini untuk transaksi-transaksi bernilai besar (large-
value transfer) memiliki dua karateristik yang mungkin dapat menghambat
meminimalkan risiko. Batasan pertama dalam beberapa sistem pembayaran nasional
ada pada kapan dimulai siklus operasional sistem pembayaran dan pada kapan
berakhirnya. Batasan kedua adalah waktu beroperasinya sistem pembayaran itu
sendiri, yang pada gilirannya mencerminkan batasan waktu kapan final transfer
dimulai dan diselesaikan.
Di Indonesia terdapat dua sistem yang dapat mengakomodir transaksi bernilai
besar dengan berbeda karateristik yang terkait dengan waktu penyelesaian akhir.
Sistem pertama dikenal dengan nama Bank Indonesia Real Time Gross Settlement
(BI-RTGS) yang memproses satu per satu transaksi pembayaran secara real time
dalam suatu sistem dan penyelesaian akhirnya langsung berdampak terhadap
rekening-rekening giro peserta yang bertransaksi dan berada di Bank Indonesia.
Peserta dalam menggunakan sistem ini dibutuhkan manejemen likuiditas yang cukup
baik dan ketat mengingat kelancaran pembayaran peserta melalui sistem ini
memerlukan saldo yang cukup setiap saat untuk pembayaran transaksi-transaksinya.
Fasilitas likuiditas intrahari (intraday liquidity) juga disediakan oleh Bank Indonesia
dalam rangka menjamin kelancaran sistem pembayaran nasional untuk sistem ini.
Dalam hal saldo bank di Bank Indonesia tidak mencukupi untuk penyelesaian
akhir suatu transaksi maka terhadap transaksi tersebut akan ditempatkan dalam sistem
antrian yang pada akhir hari apabila dananya masih tidak mencukupi akan ditolak
oleh sistem. Oleh karenanya, dalam kondisi sebagaimana tersebut di atas dapat
membatasi bank untuk membuat transaksi pembayarannya dapat selesai sesuai dengan
Kajian Kebutuhan Sistem Pembayaran untuk transaksi multi-currency dan cross-broder
11
waktu yang telah ditentukannya karena hal ini sangat tergantung dengan posisi saldo
dan fasilitas likuiditas intrahari yang tersedia selama waktu operasional sistem.
Sistem kedua dikenal dengan multilateral netting systems yang saat ini
digunakan baik dalam Sistem Kliring Elektronik Jakarta, Sistem Otomasi maupun
semi outomasi dalam kliring yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia. Berbeda
dengan sistem BI-RTGS, batasan pada waktu penyelesaian akhir dalam sistem kliring
telah melekat di dalamnya. Penyelesaian akhir yang mempengaruhi saldo peserta di
Bank Indonesia terjadi pada waktu tertentu yang pada umumnya pada akhir akhir.
Dengan batasan pada waktu penyelesaian akhir dan struktur dalam netting
arrangement dengan penyelesaian akhir secara periodic maka untuk membuat suatu
transaksi pembayaran menjadi pasti akan sulit, khususnya kaitannya dengan konsep
irrevocable dan unconditional dalam pelepasan kewajiban untuk transfer uang selama
operasional atau lebih tepatnya diantara periode penyelesaian akhir. Berbagai netting
arrangement menerapkan lebih kurang manejemen risiko yang intensif dan
pengaturan loss-sharing yang dibuat untuk menjamin periode penyelesaian akhir yang
berdampak langsung terhadap rekening peserta di bank sentral dapat terjadi.
Kedua sistem tersebut di atas juga dapat digunakan untuk penerusan incoming
maupun outgoing transfer dalam valuta asing dengan menggunakan mata uang rupiah,
sedangkan penyelesaian akhir valuta asingnya menggunakan sarana SWIFT dan bank
koresponden. Dalam hal transaksi dengan menggunakan multi-currency yang
dilakukan oleh penduduk di Indonesia maka penyelesaian mata uang asing dilakukan
secara cross-border dengan bank koresponden suatu negara yang terkait dengan mata
uang asing dimaksud. Hal ini sudah barang tentu sebagaimana yang telah dijelaskan
di muka risiko-risiko yang terkandung dalam transaksi pembayaran dimaksud akan
sulit untuk dimanage dan jalur penyelesaian akhir mata uang asing menjadi panjang
dan tidak efisien.
Kajian Kebutuhan Sistem Pembayaran untuk transaksi multi-currency dan cross-broder
12
Ilustrasi di atas menggambarkan penyelesaian transaksi pembayaran dalam
valuta asing yang dilakukan oleh antar penduduk di dalam negeri dengan
menggunakan alur penyelesaian transaksi pembayaran melalui masing-masing bank
koresponden, mengingat tidak tersedianya penyelesaian transaksi pembayaran dalam
valuta asing di dalam negeri. Dalam kondisi ini terdapat gap antara pengiriman barang
dan waktu pembayaran, dan secara langsung dapat menimbulkan risiko kredit dan
likuiditas baik bagi pelaku usaha maupun bank-bank yang dilalui oleh kiriman
pembayaran dimaksud.
Ilustrasi berikut di atas mencerminkan transaksi foreign exchange yang
dilakukan antar penduduk di dalam negeri, dimana untuk penyelesaian akhir mata
uang domestik diselesaikan dalam sistem pembayaran di dalam negeri sedangkan
mata uang lawan asingnya diselesaikan melalui bank koresponden dan sistem
pembayaran di luar negeri. Serupa dengan ilustrasi sebelumnya, kondisi ini
mencerimkan terdapat beda waktu antara penyelesaian akhir dengan menggunakan
mata uang domestik dengan penyelesaian akhir dengan menggunakan mata uang
lawan asing, yang pada akhirnya dapat menimbulkan risiko-risiko sebagaimana
digambarkan di bab sebelumnya “Herstatt risk”, yang di dalamnya terkandung
settlement risk.
Kajian Kebutuhan Sistem Pembayaran untuk transaksi multi-currency dan cross-broder
13
III. Kepentingan nasional, Bank Indonesia, Perbankan dan Pelaku Usaha terhadap sistem pembayaran dan setelmen payment vs payment.
Dasar pertimbangan untuk menentukan penting tidaknya suatu sistem
pembayaran nasional yang dapat mengakomodir transaksi yang bersifat multi-
currency dan cross-border dengan basis payment vs. payment (PVP) dapat ditinjau
dari sisi risiko yang mungkin terjadi dalam alur transaksi pembayaran dari mulai
perintah pembayaran, kliring mata uang domestik maupun mata uang asing sampai
dengan penyelesaian akhir kewajiban/setelemen dari masing-masing peserta yang
terlibat dalam transaksi pembayaran dimaksud. Hal lain yang dapat menjadi
pertimbangan juga adalah terkait dengan efisiensi alur penyelesaian kewajiban dalam
transaksi yang bersifat multi-currency dan cross-border tersebut khususnya bila
pihak-pihak yang melakukan transaksi merupakan dalam lingkup domestik (antar
penduduk).
Dari sisi makro nasional yang menjadi perhatian adalah stabilitas perekonomian
nasional yang sangat bergantung terhadap stabilitas sistem keuangan nasional.
Sementara itu, stabilitas sistem keuangan nasional bergantung terhadap keamanan dan
kelancaran sistem pembayaran nasional mengingat semua transaksi-transaksi
pembayaran yang dilakukan oleh dunia usaha, lembaga-lembaga keuangan bank dan
non bank melalui dan diselesaikan dalam sistem pembayaran nasional baik melalui
sistem kliring maupun sistem RTGS yang telah ada saat ini.
Bank Indonesia sebagai bank sentral di Indonesia lebih memerhatikan risiko
systemic yang dapat menyertai terjadinya risiko setelmen dalam sistm pembayaran
nasional. Hal ini dikarenakan, risiko systemic merupakan hal yang sangat berdampak
terhadap stabilitas sistem keuangan nasional, mengingat kegagalan pembayaran salah
satu institusi keuangan nasional dapat mengakibatkan penundaan pembayaran
kewajiban institusi keuangan nasional lainnya yang selanjutnya memiliki efek domino
dan dapat berdampak terhadap kemacetan sistem pembayaran nasional sehingga
pada akhirnya mengakibatkan hilangnya terhadap kepercayaan terhadap sistem
keuangan nasional.
Dalam transaksi pembayaran yang bersifat multi-currency dan cross-border,
pengendalian risiko dalam transaksi-transaksi pembayaran menjadi semakin sulit
karena melibatkan mata uang lawan asing, hukum negara mata uang asing tersebut
Kajian Kebutuhan Sistem Pembayaran untuk transaksi multi-currency dan cross-broder
14
dikeluarkan, sistem pembayaran dan lembaga keuangan negara-negara yang dilalui
dalam rangka penyelesaian akhir kewajiban dengan menggunakan mata uang asing
dimaksud. Ketergantungan sistem pembayaran nasional dengan sistem pembayaran
negara lainnya dan juga bank-bank di luar negeri tersebut menyulikan Bank Indonesia
sebagai authoritas yang menjaga keamanan dan kelancaran sistem pembayaran
nasional dalam mengidentifikasi sumber masalah yang dapat menimbulkan risiko
systemic dan pada akhir menyulitkan pula untuk bagaimana
mengurangi/mengantisipasi terhadap risiko systemic itu sendiri.
Ditinjau dari sisi efisiensi dalam kasus penyelesaian transaksi yang dilakukan
antar penduduk domestik yang penyelesaian mata uang asing harus menggunakan
sistem pembayaran dan bank di luar negeri sudah barang tentu sangat tidak efisien
khususnya menyangkut biaya yang harus dikeluarkan berkaitan dengan penerusan dan
penyelesaian transaksi imaksud. Hal ini samakin tampak bila mata rantai penyelesaian
transaksi pembayaran melibatkan beberapa sistem pembayaran dan bank di luar
negeri.
Dampak biaya yang harus dikeluarkan tersebut akan sangat dirasakan oleh
pelaku usaha karena bank sebagai intermediasi penyelesaian transaksi pembayaran
pada akhirnya akan melimpahkan beban biaya yang harus dikeluarkan kepada
nasabah/pelaku usaha tersebut. Hal ini sudah dapat diduga dampak lanjutan dalam
bentuk biaya produksi yang tinggi yang harus dipikul oleh pelaku usaha. Lebih jauh
bila dikaitkan dengan ketidakpastian dalam penerimaan pembayaran dari partner
usahanya dan bank di luar negeri yang tidak lain berdampak terhadap kesulitan untuk
mengendalikan risiko-risiko yang mungkin timbul dalam penerimaan pembayarannya.
Sebagai langkah antisipasi terhadap sulitnya mengendalikan risiko-risiko yang
harus dipikul terutama risiko likuiditas dan kredit membuat para pelaku usaha akan
menetapkan margin keuntungan yang tinggi dan akan berdampak langsung terhadap
penggunan produk/jasa dari para pelaku usaha tersebut. Dalam lingkup makro
nasional, hal seperti ini membuat kegiatan perekonomian nasional semakin mahal dan
tidak efisien.
Secara teori tampak jelas bahwa kebutuhan sistem pembayaran untuk
penyelesaian transaksi pembayaran yang bersifat multi-currency dan cross-border
dengan berbasis kepada PVP memang diperlukan sebagai upaya untuk mengendalikan
Kajian Kebutuhan Sistem Pembayaran untuk transaksi multi-currency dan cross-broder
15
risiko-risiko yang mungkin timbul dan berdampak terhadap stabilitas sistem keuangan
yang pada akhirnya berdampak pula terhadap stabilitas perekonomian nasional.
IV. Potensi Pengembangan Sistem Pembayaran dan Setelment Payment vs Payment.
Berdasarkan report dari Committee on Payment and Settlement Systems of the
central banks of the Group of Ten Countries berkaitan dengan Central Bank Payment
and Settlement Services with respect to cross-border and multi-currency transactions,
terdapat 4 (empat) pilihan pengembangan sistem pembayaran untuk penyelesaian
transaksi PVP yang meliputi:
1. Melakukan modifikasi atau membuat tersedianya sistem pembayaran dan
setelmen untuk mata uang domestik (home-currency payment and settlement
services);
2. Memperpanjang jam operasional sistem transfer dana untuk nilai besar mata
uang domestik (operating hours of home-currency payment systems);
3. Membangun jaringan operasional cross-border antar sistem pembayaran (cross-
border links between payment systems);
4. Membangun sistem pembayaran dan setelment untuk pembayaran dalam
berbagai mata uang (multi-currency payment and settlement services).
Home-currency payment and settlement services
Sistem pembayaran dan setelmen untuk mata uang domestik yang ada saat ini
dapat dimodifikasi atau dibuat untuk mendukung setelmen internasional. Dalam hal
sistem pembayaran dan setelmen sebagaimana dimaksud belum tersedia saat ini,
keberadaan rekening setelmen dan kemampuan “intraday final transfer” (kemampuan
untuk melakukan transfer/pemindahbukuan rekening yang berada di bank sentral
dalam waktu yang relatif singkat) dapat membantu setelmen untuk kewajiban mata
uang domestik yang terkait dengan transaksi multi-currency dan cross-border.
Dasar pertimbangan untuk merealisasikan sistem pembayaran dan setelmen
untuk kewajiban mata uang domestik yang terkait dengan transaksi multi-currency
dan cross-border adalah untuk membantu mengurangi risiko kredit dan likuiditas yang
Kajian Kebutuhan Sistem Pembayaran untuk transaksi multi-currency dan cross-broder
16
timbul dalam proses setelmen kewajiban dalam berbagai mata uang. Namun
demikian, tersedia sistem pembayaran dan setelment ini tidak cukup untuk dapat
terjadinya setelmen kewajiban yang berkesinambungan dalam berbagai mata uang.
Oleh karena itu, sistem pembayaran dan setelmen untuk kewajiban dalam mata uang
domestik ini tidak dapat menghilangkan secara total risiko kredit dan likuiditas yang
terdapat dalam transaksi pembayaran yang bersifat multi-currency dan cross-border.
Miskipun sistem pembayaran dan setelmen ini tidak dapat menghilangkan
risiko-risiko yang terdapat dengan tidak tersedianya sistem pembayaran yang berbasis
PVP, namun demikian dapat memperbaiki kemampuan peserta pasar dalam
mengendalikan dan memantau risiko-risiko setelmen baik secara bilateral maupun
multilateral. Sebagai contoh, tanpa “intraday final transfer” sangat memungkinkan
perintah pembayaran melalui sistem pembayaran dan setelmen untuk mata uang
domestik dibatalkan atau dicabut dan pada akhirnya berdampak terhadap
ketidakpastian setelmen akhir kewajiban dalam mata uang domestik tersebut.
Ketidakpastian ini berdampak juga terhadap setelmen kewajiban mata uang asing
lawannya. Dengan latar belakang ketidakpastian ini yang merupakan ciri dalam
setelmen multi-currency saat ini, tersedianya informasi yang akurat mengenai kapan
setiap mata uang dapat diselesaikan menjadi penting untuk membantu lembaga
keuangan/bank dalam mengukur lebih tepat dan efisien besarnya kerugian yang dapat
terjadi dalam proses setelmen transaksi baik secara gross maupun netted dalam
berbagai mata uang. Jika kerugian dalam hal ini seperti risiko kerugian pokok dapat
diukur secara lebih akurat maka sektor swasta akan lebih jelas dalam
mengimplementasikan prosedur bilateral dan sistem multilateral yang dapat
memantau dan mengawasi kemungkinan kerugian yang sesuai dengan standard
Lamfalussy.
Dalam standar Lamfalussy untuk pengendalian risiko kredit dan likuiditas
dibutuhkan minimal skim netting yang dapat menjamin penyelesaian setelmen harian
secara tepat waktu miskipun terdapat salah satu peserta yang tidak mampu untuk
menyelesaikan kewajibannya yang memiliki posisi net-debet dalam jumlah terbesar.
Dikarenakan setelmen kewajiban masih belum terselesaikan sampai dengan
pembayaran yang patut terjadi secara irrevocable dan unconditional maka suatu
sistem setelmen akan membutuhkan suatu sumber yang cukup dalam suatu bentuk
atau bentuk lainnya untuk mengantisipasi kerugian kredit dan likuiditas yang mungkin
Kajian Kebutuhan Sistem Pembayaran untuk transaksi multi-currency dan cross-broder
17
terjadi sampai dengan benar-benar segala kewajiban dapat diselesaikan. Dalam
kondisi ini, penerapan “final transfer” dalam proses setelmen akan dapat mengurangi
jumlah dan periode kerugian setelmen dan juga pada akhirnya dapat menurunkan
biaya yang diperlukan dalam rangka antisipasi risiko-risiko.
Sumber risiko lainnya dapat terjadi dalam proses setelment. Sebagai contoh, jika
suatu bank perantara menyediakan jasa setelment yang menerapkan metode
mengumpulkan dan menyebarkan setelmen pembayaran dengan sistem multilateral
netting, lembaga kliring dan peserta pasar yang menggunakan jasa tersebut dapat
memiliki kerugian terhadap lembaga perantara tersebut untuk total jumlah aliran
setelmen. Sebaliknya, dengan setelmen menggunakan rekening giro di bank sentral,
sistem multilateral dapat memperoleh jasa setelment sebagaimana yang
diselenggarakan oleh bank perantara tanpa memiliki kerugian thd lembaga perantara
swasta.
Secara umum, tersedianya “intraday final transfer”, rekening setelment dan
penyelesaian akhir untuk mata uang domestik akan menfasilitaskan pengembangan
pengaturan setelmen yang sehat oleh sektor swasta
Operating hours of home-currency payment systems.
Alternatif lainnya untuk pengembangan sistem pembayaran yang dapat
mengakomodir transaksi pembayaran yang bersifat cross-border dan multi-currency
adalah dengan memperpanjang jam operasional sistem transfer nasional untuk
transaksi pembayaran nilai besar khususnya melalui sistem gross real-time transfer
system (RTGS). Dengan perpanjangan jam operasional sistem RTGS yang
diupayakan dapat overlapping dengan beberapa sistem pembayaran negara lain yang
memiliki hubungan transaksi pembayaran secara tidak langsung akan terjadi
overlapping operasional terhadap transaksi-transaksi pembayaran berbagai mata uang.
Jika konsep “intraday final transfer” telah tersedia dalam sistem RTGS tersebut maka
overlapping tersebut dapat meminimalkan risiko-risiko yang mungkin timbul dengan
ketidakhadiran sistem pembayaran yang berbasis PVP melalui pengembangan
kemampuan teknis untuk melakukan pembayaran yang secara simultan antara mata
uang yang saling terkait.
Kajian Kebutuhan Sistem Pembayaran untuk transaksi multi-currency dan cross-broder
18
Simultan pembayaran antara mata uang yang saling terkait akan meminimalkan
terjadinya risiko setelmen termasuk di dalamnya risiko kredit dan likuiditasa. Dengan
terbentuknya jam operasional RTGS yang overlapping dengan RTGS negara-negara
lain maka pelaku usaha maupun perbankan lebih dapat memprediksi kapan
pembayaran akan diterima demikian pula halnya dengan pihak lawan di luar negeri
akan mendapatkan kepastian dalam penerimaan pembayaran dalam mata uang negara
mereka berada.
Namun demikian, overlapping jam operasional tersebut masih memerlukan
suatu prosedur standard (best current practices) yang dibuat baik berdasarkan
hubungan bilateral antar negara maupun unilateral mengingat dalam alternatif ini
belum terciptanya sistem pembayaran yang terkoneksi secara on-line satu dengan
yang lainnya.
Cross-border links between payment systems
Sejalan dengan alternatif perpanjangan jam operasional sistem pembayaran
untuk nilai besar khususnya sistem RTGS guna mendukung setelment yang bersifat
internasional (cross-border and multi-currency), kemungkinan alternatif lanjutan
adalah membangun koneksitas antara sistem pembayaran (sistem RTGS) antar negara.
Lebih detailnya, koneksitas operasional dan informasi secara langsung dapat
diciptakan yang akan memberikan kemampuan bersama bank sentral peserta untuk
memonitor, mengawasi dan melaksanakan “final transfer” secara berkesinambungan
atas sistem pembayarannya.
Sebagaimana dijelaskan di muka, perpanjangan jam operasional sistem RTGS
tidak cukup untuk membuat setelmen yang bersifat PVP. Pelaku usaha dan bank
peserta masih memerlukan pengaturan (semacam Bye-Laws) guna menyakinkan
pembayaran dalam satu mata uang hanya dapat dilaksanakan jika pembayaran dalam
mata uang lawannya terjadi juga. Dengan alternatif membangun koneksitas antar
sistem pembayaran yang terhubung secara on-line serta overlapping jam operasional
maka keyakinan tersebut dapat diperoleh langsung dari masing-masing bank sentral.
Namun, demikian membangun dan menjalankan koneksitas antar sistem
pembayaran operasional maupun informasi membutuhkan suatu hubungan bilateral
atau multilateral koordinasi dan kerjasama antar bank sentral yang sangat tinggi.
Kajian Kebutuhan Sistem Pembayaran untuk transaksi multi-currency dan cross-broder
19
Standarisasi kebijakan dan juga sistem komputer, perangkat lunas serta fasilitas
komunikasi sangat dibutuhkan untuk dapat terciptanya setelmen yang bersifat PVP.
Multi-currency payment and settlement services
Dalam alternatif ini bank sentral menyediakan jasa pembayaran dan setelment
dalam berbagai mata uang yang dominan di pasar. Bank peserta memelihara saldo
tertentu dalam masing-masing rekening valuta asing yang dominan di bank sentral
dan setelmen terjadi dalam lingkup bank sentral dimaksud. Alternatif ini
diperuntukkan hanya untuk transaksi pembayaran yang bersifat multi-currency dalam
ruang lingkup domestik
Dalam lingkup yang bersifat cross-border membutuhkan koordinasi dan
kerjasama antar bank sentral yang cukup baik serta membutuhkan intergrasi
kebijaksanaan dan hubungan operasional dalam rangka membangun dan menjalankan
suatu institusi/lembaga yang bertindak selaku agen setelmen untuk beberapa bank
yang sentral yang menjadi anggotanya.
Kajian Kebutuhan Sistem Pembayaran untuk transaksi multi-currency dan cross-broder
20
BAB III
IDENTIFIKASI KEBUTUHAN SISTEM PEMBAYARAN UNTUK
TRANSAKSI PEMBAYARAN MULTI-CURRENCY DAN CROSS BORDER
I. Identifikasi kebutuhan ditinjau dari sisi Nasabah sebagai pelaku usaha
Sebagaimana telah diungkapkan pada bab pendahuluan, untuk mengidentifikasi
kebutuhan ditinjau dari sisi nasabah sebagai pelaku usaha dilakukan melalui
pengajuan perpaduan pertanyaan dalam kuisioner kepada bank sebagai responden
khususnya dari pertanyaan yang berkaitan dengan simpanan pihak ketiga dalam
valuta, pinjaman yang diberikan dalam valuta asing serta pelaksanaan incoming dan
outgoing transfer dalam valuta asing yang dilaksanakan atas untung/perintah nasabah.
Dari pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan hal-hal tersebut di atas dapat
diungkapkan kebutuhan ditinjau dari sisi nasabah terutama berkaitan dengan
preference nasabah dalam memegang jenis valuta asing, dasar untuk memelihara
salah satu jenis valuta asing, dari dan kepada siapa transaksi pembayaran dalam valuta
asing sering dilakukan termasuk lokasi asal/tujuan berada. Pertanyaan diajukan dalam
bentuk rangking prioritas dari berbagai alternatif pilihan.
Simpanan pihak ketiga dalam valuta asing
Jenis Valuta
Jenis valuta\rangking 1 2 3 4 5
USD 46 - - - -
Poundsterling - 1 3 5 6
Euro - 13 11 2 -
Yen - 6 7 4 3
Others - 12 3 4 2
Pemberian rangking 1 s.d. 5 dalam pertanyaan berkaitan dengan jenis valuta
asing dalam simpanan pihak ketiga mencerminkan urutan portfolio terbesar hingga
yang terkecil. Rangking 1 dan 2 digolongkan sebagai portfolio terbesar, 3 sebagai
median sedang dan rangking 4 dan 5 digolongkan sebagai portfolio terkecil. Dari
Kajian Kebutuhan Sistem Pembayaran untuk transaksi multi-currency dan cross-broder
21
pertanyaan ini diketahui, portfolio terbesar pertama adalah USD yaitu sebanyak 46
bank, kemudian portfolio terbesar kedua untuk jenis valuta EURO sebanyak 13 bank
dan ketiga untuk jenis valuta lainnya yang dalam hal ini didominasi oleh SGD dan
AUD sebanyak 12 bank dan terakhir jenis valuta GBP hanya l bank. Dalam portfolio
sedang, pertama adalah EURO sebanyak 11 bank, kemudian yang kedua adalah Yen
sebanyak 7 bank dan terakhir masing-masing GBP dan lainnya masing-masing
sebanyak 3 bank. Sementara itu, portfolio terendah pertama adalah jenis valuta GBP
sebanyak 11 bank, kemudian yang kedua untuk jenis valuta Yen dan lainnya masing-
masing sebanyak 7 dan 6 bank serta yang terakhir adalah Euro sebanyak 2 bank.
Dari pertanyaan berkaitan dengan jenis valuta asing dalam simpanan pihak
ketiga dapat disimpulkan bahwa portfolio terbesar adalah USD sedangkan portfolio
terendah adalah GBP.
Share USD thd valas lainnya (baki debet)Juni 2004
17%
83%
USD
OTHERS
Share USD thd valas lainnya (rekening)Juni 2004
1%
99%
USD
OTHERS
Sources: LBBU
Dari data yang diperoleh dari laporan bulanan bank umum (LBBU) khususnya
bank-bank responden diketahui bahwa portfolio terbesar adalah jenis valuta USD,
namun ditinjau dari jumlah rekening untuk posisi Juni 2004 hanya 1% dari total
jumlah rekening dalam valuta asing.
Kajian Kebutuhan Sistem Pembayaran untuk transaksi multi-currency dan cross-broder
22
Serupa dengan pertanyaan berkaitan dengan jenis valuta dalam simpanan pihak
ketiga, pertanyaan berkaitan dengan jenis simpanan diberi rangking 1 s.d. 3 yang
mencerminkan urutan portfolio dalam jenis simpanan.
Jenis Simpanan Pihak Ketiga
Jenis Simpanan\rangking 1 2 3 Jumlah Rekening
GIRO 27 16 2 277.843
TABUNGAN 3 1 5 104.225
DEPOSITO 19 24 2 163.771
OTHERS/REKSADANA - - - 2254
Dari pertanyaan ini diketahui bahwa 27 bank menyatakan memiliki simpanan
dalam bentuk giro dengan portfolio terbesar dan hanya 2 bank yang menempatkan
simpanan dalam bentuk giro dengan portfolio terkecil dalam simpanan pihak ketiga.
Dalam bentuk tabungan, miskipun masih berlakunya ketentuan mengenai larangan
tabungan dalam valuta hasing ternyata terdapat 3 bank yang menyatakan memiliki
tabungan dengan portfolio terbesar dan 5 bank yang menyatakan memiliki tabungan
dengan portfolio terkecil. Sedangkan dalam bentuk deposito, 19 bank menyatakan
simpanan dalam bentuk deposito memiliki portfolio terbesar dan hanya 2 bank yang
memiliki simpanan dalam bentuk deposito dengan portfolio terkecil.
Komposisi Jenis Simpanan (baki debet)Juni 2004
26%
30%
44%
GIR O
T A B U N GA N
D EPOSITO
Sources LBBU
Berbeda dengan hasil survey, data dari LBBU untuk bank-bank responden
diketahui bahwa portfolio terbesar adalah deposito 44%, kemudian tabungan 30% dan
terakhir adalah giro sebesar 26%. Namun bila dilihat dari jumlah rekening, komposisi
terbesar adalah tabungan sebesar 95% sedangkan deposito dan giro masing-masing
hanya 3 dan 2% sebagaimana digambarkan dalam diagram berikut ini.
Kajian Kebutuhan Sistem Pembayaran untuk transaksi multi-currency dan cross-broder
23
Komposisi Jenis Simpanan (rekening)Juni 2004
2%
95%
3%GIRO
TABUNGAN
DEPOSITO
Sources: LBBU
Berbeda dengan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan simpanan pihak
ketiga dalam valuta asing, rangking 1 s.d. 7 dalam pertanyaan berkaitan dengan cara
penyetoran maupun penarikan simpanan pihak ketiga dalam valas mencerminkan
frekuensi dari sering hingga jarang yang dilakukan oleh nasabah. Dengan
penggolongan, ranking 1 s.d 3 digolongkan sering, 4 sebagai median sedang dan
rangking 5 s.d. 7 digolongkan jarang.
Cara Penyetoran Simpanan Dalam Valas
Cara Penyetoran\rangking 1 2 3 4 5 6 7
Setoran Tunai dlm rupiah 6 2 4 7 12 8 -
Setoran Tunai dlm valas yg sama 4 5 7 8 4 8 -
Incoming Transfer dlm rupiah 3 2 4 9 8 8 -
Incoming Transfer dlm valas DN 14 16 4 2 6 2 -
Incoming Transfer dlm valas LN 16 10 6 5 2 2 1
Pemindahbukuan dari rek. Rupiah 5 10 16 5 3 1 -
Lainnya - - - - - - -
Dari pertanyaan-pertanyaan ini diketahui 12 bank menyatakan sering, 7 bank
menyatakan sedang dan 20 bank menyatakan jarang terjadi untuk cara penyetoran
dengan tunai dalam rupiah. Sementara itu, 16 bank menyatakan sering, 8 bank
menyatakan sedang dan 12 bank menyatakan jarang untuk cara penyetoran tunai
dalam valas yang sama. Dalam hal penyetoran dengan cara transfer masuk (incoming
transfer) dari bank lain diketahui 9 bank menyatakan sering, 9 bank menyatakan
sedang dan 16 bank menyatakan jarang untuk cara penyetoran dengan incoming
transfer dalam rupiah. Selanjutnya, penyetoran dengan incoming transfer dalam
Kajian Kebutuhan Sistem Pembayaran untuk transaksi multi-currency dan cross-broder
24
valas dari bank di dalam negeri, 34 bank menyatakan sering terjadi, 2 bank
menyatakan sedang dan hanya 8 bank yang menyatakan jarang, sedangkan incoming
transfer dalam valas dari bank di luar negeri, 32 bank menyatakan sering dan
masing-masing 5 bank menyatakan sedang dan jarang terjadi. Cara lain yaitu melalui
pemindahbukuan dari rekening rupiah, 31 bank menyatakan sering, 5 bank
menyatakan sedang dan 4 bank menyatakan jarang.
Secara umum, cara penyetoran yang paling sering dilakukan adalah dalam
bentuk incoming transfer valas dari bank di dalam negeri yang selanjutnya disusul
dengan incoming transfer valas dari bank di luar negeri.
Cara Penarikan Simpanan dalam Valas
Cara Penyetoran\rangking 1 2 3 4 5 6 7
Penarikan tunai dlm rupiah 5 5 1 2 10 12 1
Penarikan tunai dlm valas yang sama 4 5 5 9 7 6 -
Outgoing Transfer dlm rupiah 1 4 8 11 7 3 -
Outgoing Transfer dlm valas DN 19 10 6 5 2 - -
Outgoing Transfer dlm valas LN 12 13 9 0 5 1 1
Pemindahbukuan ke rek. Rupiah 5 9 13 8 1 5 -
Lainnya - - - - - 2 2
Tabel di atas adalah hasil kompilasi dari pertanyaan berkaitan dengan cara
penarikan simpanan pihak ketiga dalam valuta asing. Dari hasil diketahui, untuk cara
penarikan tunai dalam rupiah, 11 bank menyatakan sering, 2 bank menyatakan
sedang dan 23 bank menyatakan jarang sedangkan penarikan tunai dalam valas yang
sama, 24 bank menyatakan sering, 9 bank sedang dan 13 bank menyatakan jarang.
Dalam hal menggunakan jasa transfer, untuk outgoing transfer dalam rupiah 13 bank
menyatakan sering, 11 bank menyatakan sedang dan 10 bank menyatakan jarang.
Sementara itu, outgoing transfer dalam valas dengan tujuan bank di dalam negeri, 35
bank menyatakan sering, 5 bank menyatakan sedang dan 2 bank menyatakan jarang.
Untuk outgoing transfer dalam valas dengan tujuan bank di luar negeri, 34 bank
menyatakan sering dan 7 bank menyatakan jarang. Penarikan dengan pemindabukuan
ke rekening rupiah, 27 bank menyatakan sering, 8 bank menyatakan sedang dan 6
bank menyatakan jarang.
Kajian Kebutuhan Sistem Pembayaran untuk transaksi multi-currency dan cross-broder
25
Secara umum, cara penarikan yang sering dilakukan adalah dengan outgoing
transfer dalam valas dengan tujuan bank di dalam negeri yang selanjutnya dengan
outgoing transfer dalam valas dengan tujuan bank di luar negeri.
Pinjaman yang diberikan dalam valuta asing
Jenis valuta asing pinjaman
Jenis valuta\rangking 1 2 3 4 5
USD 44 - - - -
Poundsterling - - 2 2 4
Euro - 9 7 1 -
Yen - 11 4 2 -
Others - 5 3 6 3
Menyerupai jenis valuta dalam simpanan pihak ketiga dalam valas, pertanyaan
berkaitan dengan jenis valuta asing pinjaman yang diberikan dirangking 1 s.d. 5 yang
mencerminkan urutan portfolio dari terbesar hingga terkecil. Penggolongan ranking 1
dan 2 adalah terbesar, 3 sebagai median sedang dan 4 serta 5 digolongkan terkeci.
Dari hasil diketahui bahwa untuk jenis valuta asing pinjaman yang diberikan
didominasi oleh jenis valuta USD dengan 44 bank yang menyatakan portfolio terbesar
pertama dalam USD dan tidak satupun menyatakan USD dalam portfolio terkecil.
Demikian untuk jenis valuta lainnya, tidak satupun bank menyatakan jenis valuta
selain USD dalam portfolio terbesar pertama. Jenis valuta yang masih dapat
digolongkan masuk dalam portfolio terbesar dan sedang adalah untuk jenis valuta Yen
dan Euro.
Jenis Pinjaman valuta asing
Jenis Pinjaman\rangking 1 2 3 4 5 6 7
Modal Kerja 29 8 3 2 - - -
Investasi 10 14 3 6 1 - -
Konsumsi - 1 2 2 2 3 -
Credit Card - - - - - - 1
Line L/C 3 9 15 5 - - -
Line Bank Garansi 1 7 10 10 4 - -
Lainnya 3 1 2 - 3 - -
Kajian Kebutuhan Sistem Pembayaran untuk transaksi multi-currency dan cross-broder
26
Penggolongan rangking hasil tabulasi sebagaimana table di atas adalah untuk
rangking 1 s.d. 3 digolongkan terbesar, 4 sebagai median sedang dan rangking 5 s.d. 7
sebagai terkecil.
Adapun dari hasil survey diketahui bahwa sebagian besar bank responden
sebanyak 40 bank menyatakan pinjaman valas dalam bentuk modal kerja merupakan
portfolio terbesar, 2 menyatakan dalam porfolio sedang dan tidak ada yang
menyatakan dengan portfolio terkecil. Dalam bentuk investasi, 27 bank menyatakan
dengan portfolio terbesar, 6 bank menyatakan sedang dan hanya 1 bank menyatakan
dengan portfolio terkecil. Dalam bentuk commitmen non-fund, portfolio terbesar
adalah dalam bentuk line letter of credit (27 bank), sedangkan line bank garansi
sebanyak 18 bank.
Pelaksanaan Incoming & Outgoing Transfer dalam Valas
Preference nasabah atau bank dalam memegang jenis valuta asing dapat dilihat
juga melalui aktivitas pelaksanaan transfer masuk maupun keluar (incoming dan
outgoing) dalam valuta asing. Pertanyaan berkaitan dengan jenis valuta dalam
pelaksanaan transfer masuk dan keluar tersebut dirangking 1 s.d. 5 dengan
penggolongan rangking 1 dan 2 digolongkan sebagai portfolio terbesar, 3 sebagai
median sedang serta 4 dan 5 sebagai portfolio terkeci.
Jenis valuta asing Incoming Transfer
Jenis valuta\rangking 1 2 3 4 5
USD 47 - - - -
Poundsterling - 2 3 7 8
Euro - 18 15 2 -
Yen - 7 10 11 4
Others - 14 9 9 6
Dalam pelaksanaan incoming transfer, sebagian besar bank (47 bank)
menyatakan jenis valuta USD dengan portfolio terbesar dan tidak satupun
menjalankan dengan portfolio terkecil. Jenis valuta lainnya dengan portfolio terbesar
kedua adalah Euro dimana 18 bank menyatakan dalam rangking 2. Valuta lainnya
yang dapat digolongkan dalam portfolio terbesar adalah lainnya yang dalam hal ini
didominasi oleh jenis valuta SGD, AUD, HKD dan Bath dimana 14 bank menyatakan
Kajian Kebutuhan Sistem Pembayaran untuk transaksi multi-currency dan cross-broder
27
dengan rangking 2. Untuk jenis valuta GBP dan Yen, masing-masing 15 bank
menyatakan dengan portfolio terkecil (rangking 4 dan 5).
Jenis valuta asing Outgoing Transfer
Jenis valuta\rangking 1 2 3 4 5
USD 43 - - - -
Poundsterling - 1 3 3 9
Euro - 14 14 6 0
Yen - 6 10 9 3
Others - 16 7 5 3
Dalam pelaksanaan outgoing transfer memiliki pola yang sama dengan
pelaksanaan incoming transfer. Sebagian besar bank (43) menyatakan pula untuk
jenis valuta USD dengan portfolio terbesar dan tidak satupun menjalankan dengan
portfolio terkecil. Valuta lainnya yang dapat digolongkan portfolio terbesar adalah
lainnya yang dalam hal ini didominasi oleh jenis valuta SGD, AUD, HKD dan bath
dimana 16 bank menyatakan dalam rangking 2 yang disusul dengan jenis valuta Euro
sebanyak 14 bank. Jenis valuta GBP dan Yen, masing-masing 11 bank menyatakan
dalam portfolio terkecil (rangking 4 dan 5).
Selain jenis valuta, pertanyaan dalam kuisioner juga mengupayakan mengetahui
underlying transaction pelaksanaan incoming maupun outgoing transfer. Rangking
dalam pertanyaan ini diberlakukan pula yang mencerminkan urutan terbanyak hingga
terkecil. Rangking 1 s.d. 3 digolongkan sebagai yang terbanyak sedangkan 4 s.d. 6
digolongkan yang terkecil.
Underlying Transaksi dlm Incoming & Outgoing Transfer
Underlying Transaction\rangking 1 2 3 4 5 6
Untuk untung/atas perintah nasabah 32 4 9 1 - -
Placement & borrowing antar bank 6 6 16 5 1 -
FX trading antar bank 6 22 12 3 - -
Global Capital Market - - 3 11 4 -
Penyelesaian commitment off balance sheet 1 3 7 14 9 -
Lainnya 1 - - - 1 2
Underlying transaksi dalam pelaksanaan incoming dan outgoing transfer yang
terbanyak adalah untuk untung/atas perintah nasabah yaitu sebanyak 45 bank, disusul
Kajian Kebutuhan Sistem Pembayaran untuk transaksi multi-currency dan cross-broder
28
dengan FX trading antar bank sebanyak 40 bank dan kemudian placement and
borrowing antar bank sebanyak 28 bank. Sedangkan underlying transaksi terkecil
yaitu untuk penyelesaian commitment off balance sheet sebanyak 23 bank dan untuk
global capital market sebanyak 15 bank.
Hasil survey juga mengidentifikasi dalam pelaksanaan incoming dan outgoing
transfer untuk untung/atas perintah nasabah bahwa 38 bank menyatakan pemberi
perintah pembayaran maupun penerima pembayaran sebagaian besar dilakukan antar
residence adalah yang terbanyak. Dari 38 bank tersebut, 34 bank menyatakan untuk
residence yang berada di dalam negeri. Adapun media yang digunakan untuk
pelaksanaan incoming dan outgoing transfer tersebut dengan underlying transaksi
untuk untung/atas perintah nasabah adalah dengan menggunakan SWIFT dengan
pertimbangan faktor keamanan, kecepatan dan kemudahan yang menjadikan
dasarnya.
II. Identifikasi kebutuhan ditinjau dari sisi perbankan
FX Trading Sebagaimana diungkapkan di muka underlying transaksi terbesar dalam
pelaksanaan incoming dan outgoing transfer selain untuk untung/atas perintah
nasabah adalah untuk penyelesaian kewajiban pembayaran yang timbul dari
perdagangan foreign exchange. Hasil survey mengidentifikasi bahwa pelaksanaan FX
trading tersebut, 40 bank menyatakan melakukan perdagangan dengan bank di dalam
negeri dan hanya 5 bank yang menyatakan melakukan perdagangan dengan bank di
luar negeri.
Dalam hal pembayaran dan setelment, sebagian besar bank (38 bank)
menyatakan menggunakan media SWIFT dan hanya 5 bank menyatakan
menggunakan media lainnya dalam bentuk telex, electronic banking dll dalam
penyelesaian kewajibannya dalam valuta asing. Sedangkan penyelesaian kewajiban
dalam valuta lawan dengan rupiah, seluruh responden menyatakan menggunakan
Sistem BI-RTGS.
Kajian Kebutuhan Sistem Pembayaran untuk transaksi multi-currency dan cross-broder
29
Placement and borrowing dalam valas
Placement & Borrowing dalam valas
Placement & Borrowing DN Negara Tujuan
LN Negara asal Media Pertimbangan
Placement 18 Singapore, Netherlands, Hongkong, Ingrris, Korea, Malaysia and USA
23 - SWIFT Keamanan & Kecepatan
Borrowing 26 - 12 Singapore, Jepan, Hongkong, Korea, Netherlands, USA.
SWIFT Keamanan & Kecepatan
Sebagaimana diutarakan di muka, underlying transaksi terbesar ketiga dalam
pelaksanaan incoming dan outgoing transfer adalah placement dan borrowing antar
bank dalam valas. Dalam hal placement, 23 bank menyatakan placement ke bank di
luar negeri dengan negara tujuan Singapore, Netherlands, Hongkong, Inggris, Korea,
Malaysia dan USA dan 18 bank menyatakan placement ke bank di dalam negeri.
Sedangkan dalam hal borrowing, 26 bank menyatakan meminjam dari bank di dalam
negeri dan 12 bank menyatakan meminjam dari luar negeri dengan negara asal
Singapore, Jepan, Hongkong, Korea, Netherlands dan USA. Adapun media yang
digunakan untuk penyelesaian kewajiban baik placement maupun borrowing hampir
seluruh bank menyatakan menggunakan media SWIFT dengan pertimbangan faktor
keamanan dan kecepatan.
Global Capital Market
Berkaitan dengan underlying transaksi global capital market, dari 49 responden
bank yang telah menyerahkan kembali kuisioner 10 bank menyatakan memiliki /
memperdagangkan surat berharga dalam valas yang berasal dari dalam negeri dan
hanya 1 bank yang membeli/menjual surat berharga dalam valas dari Singapore dan
Eropa. Hampir seluruh bank menyatakan penyelesaian transaksi terkait dengan
perdagangan transaksi surat berharga dalam valas tersebut adalah dengan
menggunakan media SWIFT. Faktor keamanan dan kecepatan dijadikan dasar
pertimbangan menggunakan SWIFT.
Kajian Kebutuhan Sistem Pembayaran untuk transaksi multi-currency dan cross-broder
30
Biaya-biaya dan waktu setelmen
Biaya-biaya
KETERANGAN BIAYA (Rp)
Penyetoran tunai valas, incoming transfer dalam valas dari bank di dalam dan luar negeri
50.0000 – 250.000
Penarikan tunai valas, outgoing transfer dalam valas untuk untuk bank di dalam dan luar
50.000 – 250.000
Biaya Transfer atas Incoming 100.000 – 200.000
Biaya Transfer atas Outgoing 100.000 – 200.000
Sebagian besar bank responden (33 bank) menyatakan biaya untuk penyetoran
tunai dalam valas atau incoming transfer dari bank di dalam maupun di luar negeri
untuk untung rekening valas nasabah dikenakan rata-rata sebesar Rp 50.000,- – Rp
250.000,-. Demikian pula halnya dengan penarikan tunai atau outgoing transfer dalam
valas untuk bank di dalam maupun di luar negeri. Adapun beban biaya yang harus
ditanggung oleh bank sendiri untuk pelaksanaan incoming maupun outgoing transfer
rata-rata adalah sebesar Rp 100.000,- - Rp 200.000,-
Berkaitan dengan waktu settlement, hampir sebagian besar bank responden
menyatakan memerlukan waktu 2 –3 hari dengan account statement dari bank
koresponden sebagai dasar penentuan realisasi settlement.
Benua Bank Koresponden
Jenis valuta\rangking 1 2 3 4 5 6
Amerika 24 5 6 3 1 -
Eropa 2 14 9 5 3 1
Jepan 1 6 7 10 4 1
Asia 14 13 7 1 2 -
Australia - - 6 8 9 2
United Kingdom - 1 1 - 3 14
Ditinjau dari benua tempat bank koresponden yang sering dijadikan media
penyelesaian transaksi pembayaran baik untuk incoming maupun outgoing transfer,
35 menyatakan dengan benua Amerika, 34 bank dengan benua Asia, 25 bank dengan
benua Eropa dan 14 bank dengan Jepang. Sementara benua tempat bank koresponden
yang jarang dijadikan media penyelesaian untuk incoming maupun outgoing transfer,
Kajian Kebutuhan Sistem Pembayaran untuk transaksi multi-currency dan cross-broder
31
19 bank menyatakan jarang dengan Australia, 17 bank menyatakan jarang dengan
United Kingdom dan 15 bank menyatakan jarang dengan Jepan.
III. Identifikasi alternatif pengembangan sistem pembayaran untuk transaksi payment vs. payment.
Alternatif Pengembangan Sistem Pembayaran PVP & Penyelenggara
KETERANGAN JML RESPONDEN
Alternatif SP untuk PVP
Home-currency payment and settlement services (existing) 7
Operating hours of home-currency payment systems (overlapping) 2
Cross-border links between payment systems (new system) 2
Multi-currency payment and settlement services (domestic) 37
Penyelenggara
Bank Indonesia 29
Konsorsium bank 11
Private 1
Dalam survey, potensi pengembangan sistem pembayaran dalam rangka
mendukung transaksi pembayaran yang bersifat cross-border dan multi-currency
sebagaimana hasil kajian oleh the Committee on Payment and Settlement Systems of
the central banks of the Group of Ten countries dijadikan dasar pilihan untuk
pengembangan sistem pembayaran nasional dengan beberapa modifikasi dalam
bentuk pertanyaan survey kepada bank responden.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa 37 bank memilih untuk adanya jasa
sistem pembayaran nasional (domestik) yang dapat mendukung transaksi pembayaran
yang bersifat multi-currency. Dalam konsep, jasa seperti ini dijalankan oleh agent
settlement yang diawasi langsung oleh bank sentral dengan cakupan cross-border.
Khusus untuk alternatif pengembangan, alternatif ini hanya diperuntukkan untuk
sistem pembayaran domestik yang bersifat multi-currency yang tujuannya adalah
mengakomodir transaksi-transaksi pembayaran dalam valuta asing yang dilakukan
antar penduduk di Indonesia. Untuk alternatif lain, 7 bank memilih untuk
memanfaatkan jasa pembayaran dan setelmen yang ada saat ini, yang dalam hal ini
sistem BI-RTGS yang dapat digunakan penerusan dan penyelesaian kewajiban dalam
mata uang Rupiah sebagai lawan valas.
Kajian Kebutuhan Sistem Pembayaran untuk transaksi multi-currency dan cross-broder
32
Sebagai penyelenggara, sebagian besar responden yaitu 29 bank memilih untuk
diselenggarakan oleh Bank Indonesia, 11 bank memilih diselenggarakan oleh
konsorsium bank-bank devisa dan 1 bank memilih diselenggarakan oleh perusahaan
swasta.
Dari keempat konsep pengembangan sistem pembayaran untuk mendukung
transaksi pembayaran yang bersifat multi-currency dan cross-border serta dari hasil
survey tampak bahwa alternatif pengembangan dalam bentuk membangung sistem
pembayaran domestik yang dapat menampung transaksi pembayaran yang bersifat
multi-currency. Secara konsep, alternatif dimaksud yang cukup ideal untuk
dikembangkan lebih lanjut karena dapat meminimalkan risiko-risiko dalam sistem
pembayaran yang bersifat multi-currency yang dilakukan antar penduduk di Indonesia
serta dapat menyederhanakan jalur pembayaran dan setelmen untuk valuta asing.
Pengembangan alternatif dimaksud juga dapat mengakomodir kebutuhan yang
memang ada dari hasil survey ini, khususnya ditinjau dari pemenuhan penyelesaian
pembayaran secara payment vs payment.
Namun demikian, kajian ini menganggap terlalu dini untuk menentukan
alternatif yang paling ideal untuk mengakomodir kebutuhan sistem pembayaran yang
bersifat multi-currency maupun cross-border. Pembahasan lebih lanjut dengan bank-
bank serta kajian yang lebih mendalam mengenai “cost & benefit” dianggap lebih
penting dalam menentukan jenis sistem pembayaran yang sesuai dengan kondisi di
Indonesia.
Kajian Kebutuhan Sistem Pembayaran untuk transaksi multi-currency dan cross-broder
33
BAB IV
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
I. Kesimpulan
1. Sistem pembayaran nasional untuk mengakomodir transaksi pembayaran yang
bersifat multi-currency dan cross-border secara teori memang diperlukan untuk
mengendalikan risiko-risiko yang dapat timbul dalam pelaksanaan pembayaran
dimaksud. Risiko-risiko tersebut meliputi risiko kredit, likuiditas, setelmen
hingga risiko systemic yang secara langsung dapat berdampak terhadap
stabilitas sistem keuangan yang pada akhirnya berdampak pula terhadap
stabilitas perekenomian nasional.
2. Kasus-kasus sistem pembayaran internasional dalam penyelesaian transaksi
pembayaran yang bersifat multi-currency dan cross-border seperti Herstatt,
Bearing dijadikan pertimbangan lainnya guna lebih mendukung terciptanya
sistem pembayaran nasional yang dapat mengakomodir transaksi pembayaran
yang bersifat multi-currency dan cross-border tersebut.
3. Metode yang umum digunakan untuk dapat mengakomodir transaksi
pembayaran yang bersifat multi-currency dan cross border adalah dengan
menciptakan sistem pembayaran yang memiliki kemampuan Payment vs
payment (PVP). Penyelesaian pembayaran dan setelmen salah satu valuta
dilakukan secara bersamaan (simulataneous) dengan valuta lawannya.
4. Dari hasil survey diketahui bahwa kebutuhan sistem pembayaran nasional untuk
mengakomodir transaksi-transaksi pembayaran yang bersifat multi-currency dan
cross-border memang ada. Hal ini terungkap dengan adanya transaksi-transaksi
pembayaran dalam valuta asing yang dilakukan antar penduduk serta antar bank
di dalam negeri.
5. Cara-cara penyetoran atau penarikan rekening nasabah dalam valuta asing
didominasi dengan cara melakukan incoming atau outgoing transfer dalam
valuta asing dari atau ke bank yang berkedudukan di dalam negeri.
Kajian Kebutuhan Sistem Pembayaran untuk transaksi multi-currency dan cross-broder
34
6. Demikian pula halnya dengan transaksi-transaksi antar bank dalam valuta asing
yang sebagian besar dilakukan antar bank di dalam negeri sebagaimana
tercermin dalam transaksi perbankan yang meliputi transaksi placement &
borrowing, FX Trading serta pembelian atau penjualan surat berharga dalam
valuta asing.
7. Penyelesaian kewajiban pembayaran dalam valuta asing yang timbul karena
transaksi-transaksi pembayaran yang dilakukan antar penduduk atau bank di
dalam negeri dilakukan melalui hubungan bilateral dengan bank koresponden
dengan media SWIFT. Ditinjau dari risiko-risiko yang dapat timbul dan efisiensi
nasional pelaksanaan penyelesaian kewajiban pembayaran dalam valuta asing
seperti ini dapat menyulitkan perbankan itu sendiri serta Bank Indonesia sebagai
authoritas sistem pembayaran nasional.
8. Alternatif yang ideal untuk pengembangan sistem pembayaran lebih lanjut dan
berdasarkan survey untuk mengakomodir transaksi pembayaran yang bersifat
multi-currency maupun cross-border ini khususnya yang timbul dalam lingkup
domestik adalah mengembangkan sistem pembayaran nasional yang dapat
mengakomodir transaksi pembayaran yang bersifat multi-currency dalam
lingkup domestik, khususnya untuk penyelesaian kewajiban pembayaran dalam
jenis valuta asing US Dollar.
II. Rekomendasi
1. Pengembangan sistem pembayaran nasional yang dapat mengakomodir transaksi
pembayaran yang bersifat multi-currency dan cross-border perlu dimulai oleh
Bank Indonesia selaku authoritas dalam sistem pembayaran nasional.
2. Jenis dan bentuk sistem pembayaran yang sesuai untuk dikembangkan lebih
lanjut perlu dibahas dengan perbankan di Indonesia dan perlu dilakukan kajian
lanjutan yang membahas lebih dalam mengenai cost and benefit dari beberapa
alternatif pengembangan sistem pembayaran yang dapat mengakomodir
transaksi pembayaran yang bersifat multi-currency dan cross-border.
Kajian Kebutuhan Sistem Pembayaran untuk transaksi multi-currency dan cross-broder
35
Daftar Referensi
1. Sheppard, David, 1996, Payment System – Handbook in Central Banks No. 8,
Bank of England, London EC2R 8 AH.
2. The Committee on Payment and Settlement Systems of the central banks of
the Group of Ten countries, 1993, Central Bank Payment and Settlement
Services with respect to Cross-Border and Multi-Currency Transactions, Bank
for International Settlements.
3. The Committee on Payment and Settlement Systems of the central bank of the
Group of Ten countries, 1996, Settlement Risk in Foreign Exchange
Transactions, Bank for International Settlements.
4. The Committee on Payment and Settlement Systems of the central bank of the
Group of Ten countries, 1995, Cross-Border Securities Settlement, Bank for
International Settlements.
Top Related