KAJIAN EFISIENSI SISTEM PENGOLAHAN AIR LIMBAH PT. UNITEX SERTA DAMPAKNYA TERHADAP PERAIRAN
NOVITA SURYANI
SKRIPSI
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2010
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:
Kajian Efisiensi Sistem Pengolahan Air Limbah PT. UNITEX Serta Dampaknya
Terhadap Perairan
adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Desember 2009
Novita Suryani C24052245
RINGKASAN
Novita Suryani. C24052245. Kajian Efisiensi Sistem Pengolahan Air Limbah PT. UNITEX Serta Dampaknya Terhadap Perairan. Dibawah bimbingan I Nyoman N. Suryadiputra dan Gunawan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji : (a) tingkat efisiensi masing-masing unit pengolahan air limbah PT. UNITEX (b) kualitas air limbah olahannya dikaitkan dengan baku mutu air limbah olahan industri tekstil yang ditetapkan Pemerintah RI (c) volume dan cara penanganan by product (berupa lumpur kimia dan biologi) dari hasil pengolahan air limbah PT. UNITEX (d) besarnya kontribusi bahan pencemar (berasal dari air limbah terolah PT. UNITEX) terhadap badan air penerima.
Penelitian ini dilakukan di IPAL PT. UNITEX Jln. Raya Tajur No. 1 Bogor, pada April – Juli 2009. Pengambilan air contoh dilakukan di tiga titik IPAL PT. UNITEX yaitu pada inlet, aerasi dan outlet sebanyak enam kali pengamatan, serta tiga titik Sungai Cibudig yaitu 20 m sebelum saluran akhir air limbah olahan PT. UNITEX , 20 m dan 200 m setelah saluran akhir air limbah olahan PT. UNITEX Pengukuran kualitas air berupa parameter fisika (suhu dan TSS), parameter kimia (pH, DO, BOD dan COD) dan parameter biologi (Jenis mikroorganisme, F/M Ratio da SVI).
Efisiensi IPAL PT. UNITEX secara keseluruhan (inlet-outlet) cukup tinggi (69,11% untuk BOD, 78,97% untuk COD, dan 83,73% untuk TSS), sehingga secara umum konsentrasi bahan pencemar (28,97 mg/l untuk BOD, 142,71 untuk COD, 40 untuk TSS, suhu 33,60C, pH 7 dan DO 3,6 mg/l) dari air limbah olahan yang dibuang ke Sungai Cibudig telah memenuhi baku mutu limbah cair industri tekstil yang ditetapkan pemerintah (SK. Gub. Jawa Barat No. 6 Tahun 1999 tentang Baku Mutu Limbah Cair Industri di Jawa Barat).
Proses pengolahan limbah PT. UNITEX menghasilkan produk sampingan (by product) berupa lumpur (sludge), yang berasal dari unit pengolahan kimia yaitu lumpur kimia serta berasal dari unit pengolahan biologi berupa lumpur biologi. Jumlah lumpur kimia yang dihasilkan setiap harinya sebanyak 20 m3/hari, sedangkan lumpur biologi dikembalikan ke dalam tangki aerasi (Return Activated Sludge) sebanyak 90 m3/jam. Lumpur biologi ini akan dipadatkan apabila ketinggian lumpur yang mengendap pada tangki aerasi memiliki nilai MLSS (mixed liquor suspended solid) melebihi 3000 mg/l. Proses pengolahan lumpur dilakukan dengan menggunakan mesin belt filter press, yang menghasilkan lumpur padat kurang lebih sebanyak 20 ton/bulan, dan dibawa ke PPLI (Prasadha Pemusnah Limbah Industri) untuk pengolahan selanjutnya.
Kontribusi air limbah terolah PT. UNITEX ke Sungai Cibudig cukup besar dengan debit rata-rata sebesar 1517,3 m3/hari, yaitu sebesar 43,96 kg/hari, beban COD sebesar 216,54 kg/hari dan beban TSS sebesar 60,69 kg/hari, sehingga beban tersebut dapat menurunkan kualitas air sungai. Selain dari air limbah olahan PT. UNITEX kontribusi beban pencemar Sungai Cibudig berasal dari kegiatan penduduk di sekitar sungai yang turut menambah pencemaran Sungai Cibudig.
KAJIAN EFISIENSI SISTEM PENGOLAHAN AIR LIMBAH PT. UNITEX SERTA DAMPAKNYA TERHADAP PERAIRAN
NOVITA SURYANI
C24052245
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2010
PENGESAHAN SKRIPSI
Judul : Kajian Efisiensi Sistem Pengolahan Air Limbah
PT. UNITEX Serta Dampaknya Terhadap Perairan
Nama Mahasiswa : Novita Suryani
NRP : C24052245
Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Ir. I Nyoman N. Suryadiputra Ir. Gunawan NIP 19561121 198111 1 001 NIP 1300
Mengetahui,
Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan
Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc NIP 19660728 199103 1 002
Tanggal Lulus : 28 Desember 2009
i
i
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul
“Kajian Efisiensi Sistem Pengolahan Air Limbah PT. UNITEX Serta Dampaknya
Terhadap Perairan”. Skripsi ini disusun sebagai hasil penelitian yang dilaksanakan
pada bulan Juni 2009 dan merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari adanya ketidaksempurnaan dalam penulisan skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangsih bagi ilmu pengetahuan serta
bagi upaya pengelolaan lingkungan perairan dan perikanan.
Bogor, Desember 2009
Penulis
ii
ii
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ir. I. Nyoman Ngurah Suryadiputra selaku dosen pembimbing I yang telah
banyak memberikan bimbingan, masukan, dan saran selama pelaksanaan
penelitian dan penyusunan skripsi ini.
2. Ir. Gunawan dari pihak PT. UNITEX selaku pembimbing II yang telah banyak
memberikan bimbingannya baik selama di lokasi penelitian dan dalam
penulisan skripsi ini.
3. Dr. Ir. Yunizar Ernawati, M.S. selaku penguji dari komisi pendidikan dan Dr.
Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc selaku penguji tamu.
4. Bapak Sukoco, Ibu Dedeh, Bapak Maman serta seluruh staf Seksi Air Limbah
PT. UNITEX yang tidak dapat disebutkan satu-persatu atas informasi dan
bantuannya selama penelitian.
5. Dr. Ir. Unggul Aktani, M.Sc (Alm) dan Dr. Ir. Achmad Fahrudin, MS selaku
pembimbing akademik yang telah memberikan banyak masukan selama masa
perkuliahan.
6. Keluarga tercinta; papa, mama, kak Rina, adik-adik ku tersayang (Devia dan
Adit) dan Mas Teddy atas kasih sayang, doa, pengorbanan, serta dukungan
semangatnya.
7. Seluruh staff Tata Usaha, staf Laboratorium Produktivitas Lingkungan dan
Perairan, civitas Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan serta teman-
teman MSP 42 yang tidak bisa disebutkan satu-persatu atas semua bantuan
dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan
tugas akhir ini.
iii
iii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Garut, pada tanggal 29 November 1988,
merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan
Bapak Cecep Suryana dan Ibu Sri Darmayanti. Pendidikan
formal pertama diawali dari TK Purnama (1993), SDN Bangka 3
(1999), SMPN 4 Bogor (2002), dan SMAN 6 Bogor (2005).
Pada tahun 2005 penulis diterima di IPB melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB
(USMI). Setelah setahun melewati tahap Tingkat Persiapan Bersama, penulis
diterima di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Selama mengikuti perkuliahan penulis berkesempatan mengikuti kerja
magang di BRPBAT (Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar), Laboratorium
Produktivitas dan Lingkungan IPB serta PT. UNITEX Penulis juga aktif dalam
organisasi seperti anggota ASC (Aquatic Study Club) HIMASPER (Himpunan
Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan) periode 2007/2008. Penulis juga
aktif mengikuti seminar dan berpartisipasi dalam kepanitiaan di lingkungan
kampus IPB.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, penulis menyusun skripsi
dengan judul “Kajian Efisiensi Sistem Pengolahan Air Limbah PT. UNITEX
Serta Dampaknya Terhadap Perairan”.
iv
iv
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... viii
1. PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ....................................................................................... 1 1.2. Perumusan Masalah ............................................................................. 2 1.3. Tujuan ..................................................................................................... 3 1.4. Manfaat .................................................................................................. 3
2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 4 2.1. Karakteristik Air Limbah Secara Umum ........................................... 4 2.2. Karakteristik Air Limbah Tekstil ......................................................... 4
2.3. Sumber Pencemar Air Limbah Pada Industri Tekstil ...................... 5 2.5. Proses Pengolahan Air Limbah Industri Tekstil ............................... 6
2.5.1. Pengolahan pendahuluan (Pre Treatment) ............................... 8 2.5.2. Pengolahan pertama (Primary Treatment) ................................ 8 2.5.3. Pengolahan kedua (Secondary Treatment) ................................ 10 2.5.4. Pengolahan ketiga (Tertiary Treatment) .................................... 13
2.6. Efisiensi Sistem Pengolahan Air Limbah ............................................ 13 2.7. Standar Mutu Air Limbah Industri Tekstil ....................................... 17
2.7.1. Parameter fisika .......................................................................... 17 2.7.2. Parameter kimia ........................................................................... 18
3. METODOLOGI ............................................................................................. 21 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian .............................................................. 21 3.2. Alat dan Bahan ...................................................................................... 21 3.3. Metode Kerja .......................................................................................... 22
3.3.1. Pengamatan langsung ................................................................ 22 3.3.2. Pengumpulan data primer dan sekunder ............................... 23 3.3.3. Wawancara .................................................................................. 23
3.4. Analisis Data .......................................................................................... 23 3.4.1. Analisis beban pencemaran ....................................................... 23 3.4.2. Analisis efisiensi .......................................................................... 24 3.4.3. Konsep keseimbangan massa .................................................... 24 3.4.4. Analisis pengolahan biologi ...................................................... 25
v
v
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Keadaan Umum PT. UNITEX ............................................................. 27 4.1.1. Sejarah berdirinya PT. UNITEX ................................................ 27 4.1.2. Lokasi dan tata letak .................................................................. 27 4.1.3. Struktur organisasi PT. UNITEX .............................................. 28 4.1.4. Ketenagakerjaan dan kesejahteraan karyawan ...................... 28 4.1.5. Proses produksi tekstil PT. UNITEX ........................................ 28
a. Pemintalan (Spinning) ........................................................... 29 b. Penenunan (Weaving) ............................................................ 29 c. Pencelupan (Dyeing) ............................................................. 29 4.1.6. Utilitas produksi .......................................................................... 30 4.2. Kualitas Fisika Kimia Air Limbah sebelum Pengolahan ................. 31 4.3. Kualitas Fisika Kimia Air Limbah Olahan PT. UNITEX ................. 32 4.3.1. Parameter fisika air limbah ........................................................ 32 4.3.2. Parameter kimia air limbah ....................................................... 34 4.4. Nutrisi atau Unsur Hara ...................................................................... 39 4.5. Analisa Pengolahan Biologi dengan Lumpur Aktif ......................... 39 4.5.1. Nilai MLSS, SVI dan F/M Ratio ................................................ 39 4.5.2. Jenis mikroorganisme ................................................................. 40 4.6. Efisiensi Sistem Pengolahan Air Limbah ........................................... 42 4.6.1. Efisiensi untuk Nilai BOD .......................................................... 43 4.6.2. Efisiensi untuk Nilai COD ......................................................... 43 4.6.3. Efisiensi untuk Nilai TSS ............................................................ 45 4.7. Volume dan Cara Penanganan Lumpur Hasil Pengolahan Air Limbah ............................................................................................. 47 4.8. Analisis Kualitas Air Sungai Cibudig ................................................ 49 4.9. Analisis Beban Pencemaran Limbah PT. UNITEX terhadap Sungai Cibudig ..................................................................................... 51 4.10.Konsep Keseimbangan Massa ............................................................. 53 4.11.Tangki Ekualisasi (Dimensi Fisik dan Kenyataan di Lapang) ........ 55
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ............................................................................................ 64 5.2. Saran ....................................................................................................... 64
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 65
LAMPIRAN ........................................................................................................ 67
vi
vi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Komposisi air limbah industri tekstil jenis katun (Jorgensen, 1979) ...................................................................................... 5
2. Dimensi unit – unit pengolahan air limbah PT. UNITEX ................. 10
3. Baku mutu limbah cair untuk industri tekstil ..................................... 17
4. Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian ........................... 22
5. Kualitas fisika-kimia air limbah PT. UNITEX
sebelum diolah ........................................................................................ 30
6. Hasil pengujian parameter biologi pada lumpur aktif PT. UNITEX ............................................................................................. 39
7. Jenis dan kelimpahan mikroorganisme pada tangki aerasi .............. 41
8. Perbandingan nilai efisiensi unit pengolahan air limbah
PT. UNITEX ............................................................................................. 46
9. Hasil analisis kualitas air Sungai Cibudig ........................................... 50
10. Beban pencemaran air limbah PT. UNITEX ....................................... 51
11. Keseimbangan massa di Sungai Cibudig ............................................ 57
12. Analisa data tangki ekualisasi saat produksi air limbah maksimum (Februari 2008) .................................................................... 56
13. Perhitungan faktor pengaman tangki ekualisasi bulan Februari .......................................................................................... 57
14. Analisa data tangki ekualisasi saat produksi air limbah Minimum (Desember 2008) ................................................................... 58
15. Perhitungan faktor pengaman tangki ekualisasi bulan Desember ....................................................................................... 59
16. Analisa data waktu tinggal (Retention time) tangki ekualisasi selama tahun 2008 .................................................................................... 61
vii
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Skema rumusan masalah efisiensi pengolahan limbah industri tektil dan kontribusi terhadap perairan ................................................. 2
2. Skema pengelompokkan zat-zat yang terdapat dalam air limbah (Sugiharto, 1987) ........................................................................................ 4
3. Bagan alir pengolahan air limbah PT. UNITEX ................................... 9
4. Mekanisme penghilangan BOD dalam air limbah (CRS Group Engineers, 1978) .................................................................. 11
5. Grafik Hubungan MLSS, SVI dan Return Sludge Ratio (Joint Committee of the Water Pollution Control Federation and the American Society of Civil Enggineers in Suryadiputra, 1995) ............ 15
6. Skema pengolahan air limbah konvensional yang memperlihatkan adanya WAS dan RAS (Metcalf dan Eddy 2003) .................................. 16
7. Lokasi penelitian dan keadaan sekitar pabrik ...................................... 21
8. Konsep keseimbangan massa (Tebbutt, 1990) ..................................... 25
9. Proses SVI (http://water.me.vccs.edu/courses) ................................. 26
10. Grafik nilai suhu air limbah PT. UNITEX selama penelitian ............ 32
11. Grafik nilai TSS air limbah PT. UNITEX selama penelitian .............. 34
12. Grafik nilai pH air limbah PT. UNITEX selama penelitian ............... 35
13. Grafik nilai DO air limbah PT. UNITEX selama penelitian ............... 36
14. Grafik nilai BOD air limbah PT. UNITEX selama penelitian ............ 37
15. Grafik nilai COD air limbah PT. UNITEX selama penelitian ............ 38
16. Grafik efisiensi pengolahan limbah untuk nilai BOD ........................ 42
17. Grafik efisiensi seluruh pengolahan limbah untuk nilai BOD .......... 43
18. Grafik efisiensi pengolahan air limbah untuk nilai COD .................. 44
19. Grafik efisiensi seluruh pengolahan limbah untuk nilai COD ......... 44
20. Grafik efisiensi pengolahan air limbah untuk nilai TSS ..................... 45
21. Grafik efisiensi seluruh pengolahan limbah untuk nilai TSS ............ 46
22. Grafik perbandingan faktor pengaman ................................................ 60
viii
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Struktur organisasi PT. UNITEX ................................................................. 68
2. Diagram alir proses produksi tekstil PT. UNITEX .................................... 69
3. Baku mutu limbah cair industri tekstil menurut SK. Gub. Jawa Barat No. 6 Tahun 1999 ........................................................................ 70
4. Baku mutu limbah cair (SK. Gub. Jawa Barat No. 6 Tahun 1999) ..................................................................................................... 71
5. Kriteria baku mutu air berdasarkan PP RI No. 82 Tahun 2001 ................ 72
6. Hasil pengujian kualitas air limbah PT. UNITEX ...................................... 73
7. Hasil pengujian kualitas air Sungai Cibudig .............................................. 73
8. Nilai efisiensi dari setiap unit pengolahan limbah PT. UNITEX ............ 74
9. Keseimbangan massa di Sungai Cibudig ..................................................... 75
10. Prosedur pengukuran parameter fisika kimia air limbah .......................... 76
11. Lokasi penelitian ........................................................................................... 80
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dewasa ini kebutuhan air semakin meningkat, diantaranya penggunaan air
pada proses - proses industri. Industri tekstil merupakan jenis industri yang
memanfaatkan air dalam setiap unit proses produksinya. Air yang masuk dalam
proses produksi akan dikeluarkan dalam bentuk air limbah yang mengandung zat-
zat atau materi baik dalam bentuk terlarut, koloid maupun tersuspensi, dan
akhirnya akan menurunkan kualitas perairan alami jika langsung dilepaskan ke
alam tanpa melalui proses pengolahan terlebih dahulu.
Upaya pengendalian kualitas air limbah buangan terus dilakukan agar
tidak menimbulkan dampak negatif terhadap sumberdaya alam dan
lingkungannya. Terkait dengan hal ini pemerintah mengeluarkan PP RI No.20
tahun 1990 mengenai pengendalian pencemaran yang menjelaskan bahwa agar air
dapat bermanfaat secara berkelanjutan dengan tingkat mutu yang diinginkan,
maka pengendalian pencemaran menjadi sangat penting dan merupakan salah satu
segi upaya pengelolaan lingkungan hidup.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah melalui pengolahan limbah cair.
Dalam proses industri, pengolahan limbah cair bertujuan untuk menghilangkan
atau meminimumkan kadar bahan pencemar yang terkandung, sehingga
memenuhi syarat untuk dibuang. PT. UNITEX merupakan salah satu industri
tekstil di Indonesia yang telah melakukan pengolahan air limbahnya sebelum
dilepaskan ke perairan, yaitu melalui Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
dengan metoda fisik, kimia dan biologi.
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efisiensi dari unit-
unit pengolahan air limbah PT. UNITEX serta mutu air olahannya yang dibuang ke
perairan Sungai Cibudig terkait dengan nilai baku mutu air limbah yang
dikeluarkan oleh pemerintah.
2
2
Tangki pengolahan air limbah, diolah secara fisika, kimia dan biologi
1.2. Rumusan Masalah
Air limbah yang dihasilkan oleh industri tekstil mengandung berbagai
kontaminan terlarut maupun tersuspensi yang berasal dari proses produksi tekstil.
Untuk mengurangi kadar bahan kontaminan dari air limbah sebelum dibuang ke
perairan alam, dibutuhkan suatu pengolahan. Air limbah industri tekstil dapat
diolah secara kimia, biologi atau gabungan dari keduanya. Namun hasil olahan ini,
meskipun dapat menjadikan mutu air limbah olahan menjadi lebih baik, akan
menimbulkan produk sampingan (by product) berupa lumpur kimia dan lumpur
biologi (lihat diagram Gambar 1). Banyak tidaknya lumpur yang dihasilkan dan
baik buruknya hasil olahan air limbah ini akan sangat tergantung dari kinerja
(performance) masing-masing unit pengolahan yang digunakan oleh industri tekstil
yang bersangkutan. Kinerja yang buruk dari suatu instalasi pengolahan air limbah
(IPAL) tidak hanya merugikan pihak industri (menimbulkan citra buruk dan
pengeluaran biaya yang sia-sia) tapi juga berpengaruh terhadap lingkungan
perairan di sekitarnya yang menerima limbah.
Gambar 1. Skema rumusan masalah efisiensi pengolahan limbah industri tekstil dan kontribusi terhadap perairan
Air limbah industri tekstil
Air limbah hasil olahan
Tidak memenuhi baku mutu
Memenuhi baku mutu
Lumpur biologi
Badan air penerima
Lumpur kimia
PPLI
3
3
Untuk memperbaiki kinerja IPAL tersebut, maka kajian terhadap efisiensi
IPAL perlu dilakukan, yaitu melalui analisis terhadap hasil olahan air limbah dari
unit pengolahannya, hingga mutu air olahan yang dibuang ke sekitarnya. Kualitas
air olahan yang buruk (akibat kurang baiknya kinerja IPAL), jika dibuang ke
perairan alami, akan menimbulkan pencemaran dan rusaknya ekosistem perairan
umum di sekitarnya. Hal demikian bisa dicirikan dengan adanya kematian ikan
dan hewan air lainnya serta menimbulkan bau air yang busuk dan sebagainya.
1.3. Tujuan
Terkait dengan uraian diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengkaji efisiensi unit pengolahan air limbah PT. UNITEX dan kualitas air
limbah buangannya dikaitkan dengan baku mutu air limbah olahan industri
tekstil yang ditetapkan Pemerintah RI
2. Mengkaji volume dan cara penanganan by product (berupa lumpur kimia
dan biologi) dari hasil pengolahan air limbah PT. UNITEX
3. Mengkaji besarnya kontribusi bahan pencemar (berasal dari air limbah
terolah PT. UNITEX) terhadap badan air penerima
1.4. Manfaat
Manfaat penelitian ini adalah untuk:
1. Memberikan informasi kepada PT. UNITEX mengenai efisiensi unit-unit
pengolahan air limbah, sehingga kinerja IPAL PT. UNITEX dapat lebih
ditingkatkan
2. Memberikan informasi mengenai beban bahan pencemar yang berasal dari
air limbah olahan PT. UNITEX yang terbuang ke Sungai Cibudig, sehingga
dapat memantau dampak suatu kegiatan industri terhadap lingkungan
sekitarnya
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Karakteristik Air Limbah Secara Umum
Air limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan dan terutama terdiri
dari air yang telah dipergunakan dan sekitar 0,1 % dari padanya berupa benda-
benda padat yang terdiri dari zat organik dan bukan organik. Kotoran-kotoran itu
merupakan campuran dari zat-zat mineral dan organik dalam banyak bentuk,
seperti partikel-partikel besar dan kecil benda padat, sisa-sisa bahan larutan dalam
keadaan terapung, koloid dan setengah koloid (Mahida, 1981).
Menurut Sugiharto (1987), zat-zat yang terdapat dalam air limbah secara
garis besar dapat dikelompokkan seperti pada Gambar 2.
Protein (65 %) Butiran
Karbohidrat ( 25 %) Garam
Lemak (10 %) Metal
Gambar 2. Skema pengelompokan zat-zat yang terdapat dalam air limbah (Sugiharto, 1987)
2.2. Karakteristik Air limbah tekstil
Widyanto dan Soerjani (1983) in Rachmawati (1994), menyatakan bahwa
bahan-bahan yang mungkin mengkontaminasi air limbah industri tekstil melalui
proses dyeing/finishing, antara lain adalah NaOH, Na2CO3, deterjen, coloring,
substances, starch, wax, pectines, alkohol dan acids.
Air limbah industri tekstil (rayon) mungkin akan mengandung bahan-
bahan pembantu yang digunakan sebagai bahan koagulasi (Na2SO4, ZnSO4, H2SO4),
Air
(99,9 %)
Anorganik Organik
Bahan padat
(0,1 %)
Air limbah
5
5
bahan yang dipakai dalam proses dulling, finishing, bleaching, water treatment, effluent
treatment dan zat untuk pembebas sulfur. Sedangkan limbah padat terdiri dari
bahan pengotor (debu, pasir, dan lain sebagainya), bahan dari pulp yang tidak
larut, selulosa dan serat rayon yang lolos (Suratmo,1991).
Air limbah dari proses pemerseran mengandung soda kaustik sebanyak
lebih kurang 5%. Air limbah ini bersifat alkali, mengandung banyak zat padat
terlarut (TDS) dengan nilai BOD tinggi. Secara umum air limbah yang dihasilkan
dari proses basah mempunyai sifat basa, BOD tinggi, berwarna, berbusa, berbau
dan memiliki suhu tinggi (BAPEDAL, 1994)
Menurut Jorgensen (1979) in Rachmawati (1994), pencemaran akibat limbah
industri tekstil sangatlah bervariasi dan tergantung pada jenis tekstil yang
diproduksi. Komposisi air limbah tekstil jenis katun pada umumnya seperti
tercantum dalam Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi air limbah industri tekstil jenis katun (Jorgensen, 1979)
Parameter Satuan Nilai
pH - 6 – 10 Total dissolved matter mg/l 500 – 3000 Volatile dissolved matter mg/l 300 – 2500 Permanganate value mg/l 100 – 2000 BOD mg/l 300 – 1200 Chloride mg/l 100 – 300 Organic Nitrogen mg/l 10 – 30 Ammonium Nitrogen mg/l Hanya sedikit *) Warna - Kuning muda
Kecoklatan * tidak ada keterangan lebih lanjut
2.3. Sumber Pencemar Air Limbah Pada Industri Tekstil
Secara umum proses produksi industri tekstil terdiri dari proses
pemintalan, penenunan, perajutan, penyempurnaan, dan konveksi. Pemintalan,
penenunan, perajutan dan konveksi hanya memerlukan sedikit air, sedangkan
penyempurnaan untuk proses basah memerlukan air dalam jumlah besar dan
menghasilkan air limbah yang besar pula.
Menurut BPPI (1986) in Rachmawati (1994), kebutuhan air pada proses
penyempurnaan tergantung dari proses basah yang dilakukan. Untuk setiap
6
6
kilogram bahan tekstil yang diproses, air yang dibutuhkan dapat mencapai 300-400
liter. Sedangkan bahan pewarna, zat kimia dan bahan pembantu penyempurnaan
diperlukan 5 % dari berat tekstil yang diproses. Bahan-bahan ini sebagian kecil
terserap oleh bahan tekstil dan tetap berada dalam bahan tekstil sampai proses
selesai, sedangkan sisanya akan terbuang sebagai air limbah.
Sumber pencemar air limbah pada industri tekstil dibagi menjadi 2, yaitu
yang berasal dari proses produksi dan limbah domestik. Proses produksi tekstil
yang menghasilkan air limbah adalah proses penghilangan kanji (desizing),
pemerseran (mercerizing), pengelantangan (bleaching), pencelupan (dyeing),
pencapan (printing) dan penyempurnaan (finishing). Dari semua proses ini,
pencelupan (dyeing) dan pembilasan kanji (desizing) memerlukan air dalam jumlah
besar, sehingga jumlah limbah cair yang dihasilkan relatif tinggi. Semakin besar
kapasitas produksi, maka akan semakin besar pula limbah yang akan dihasilkan.
Banyaknya limbah tersebut seringkali menyebabkan peningkatan debit air limbah
yang masuk ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) (Andalusia, 2006).
Sumber bahan pencemar air limbah yang lain adalah limbah domestik.
Limbah domestik berasal dari toilet dan air limbah kantin. Limbah dari toilet akan
dikumpulkan dalam septic tank, kemudian dipisahkan limbah padat dan cair.
Limbah padat akan diendapkan dalam septic tank, sedangkan limbah cair akan
dialirkan menuju Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).
2.4. Proses Pengolahan Air Limbah Industri Tekstil
Menurut Sugiharto (1987), tujuan pengolahan air limbah adalah untuk
mengurangi BOD, partikel tersuspensi, serta membunuh organisme patogen. Selain
itu, pengolahan bertujuan pula untuk menghilangkan bahan nutrisi, komponen
beracun, serta bahan yang tidak dapat didegradasikan agar konsentrasi yang ada
menjadi rendah.
Pada umumnya terdapat empat tahapan perlakuan dalam pengolahan
limbah konvensional yaitu : pengolahan pendahuluan atau pretreatment,
pengolahan pertama yaitu pengolahan fisik (sedimentasi) atau primary treatment,
pengolahan kedua yaitu pengolahan biologi (filtrasi biologi atau lumpur aktif) atau
secondary treatment dan pengolahan lumpur atau sludge treatment (pelapukan
7
7
anaerobik dari lumpur yang dihasilkan pengolahan pertama dan pengolahan
kedua) (Mara 1976 in Rachmawati 1994).
Odum (1971) menyebutkan bahwa ada tiga tahap pengolahan air limbah
yang umum dilakukan yaitu : pengolahan pertama (primary treatment), pengolahan
kedua (secondary treatment) dan pengolahan ketiga (tertiary treatment). Pengolahan
pertama akan memisahkan benda-benda yang mengapung atau yang akan
mengendap dari air limbah. Semua proses untuk mengurangi kadar polutan
dikerjakan secara fisika yang sering disebut sebagai tahap pengolahan mekanik
yang meliputi pengambilan pasir (grit removal), penyaringan (screening),
penyortiran (sorting) benda kasar (griding) dan pengendapan (sedimentation). Dalam
hal ini Odum (1971) menggabungkan antara pre-treatment dan primary treatment
sebagai pengolahan pertama. Pengolahan kedua mencakup proses oksidasi biologi
dengan tujuan utama untuk menghilangkan BOD. Terdapat tiga metode yang
sering dipakai, yaitu : penggunaan lumpur aktif (activated sludge), penyaringan
dengan tetesan (tricking filter) atau kolam oksidasi (oxidation ponds). Pengolahan
ketiga yang sering disebut pengolahan lanjutan (advanced treatment) adalah
pengolahan secara kimiawi meliputi koagulasi dan flokulasi.
Dari berbagai litelatur dan kenyataan di lapang, urutan-urutan pengolahan
limbah dapat saja berbeda. Misalnya pengolahan kimia (koagulasi dan flokulasi)
ditempatkan pada urutan pertama (sebagai primary treatment), yaitu setelah
penyaringan, pengambilan pasir dan pemisahan minyak (pretreatment), selanjutnya
diikuti oleh tahap pengolahan kedua atau secondary treatment (misalnya dengan
metode biologi). Bagan alir pengolahan air limbah PT. UNITEX secara lengkap
dapat dilihat pada Gambar 3.
Pengolahan air limbah PT. UNITEX dilakukan dalam rangka
mengendalikan atau membatasi terbuangnya bahan-bahan pencemar ke
lingkungan perairan di sekitarnya. Meskipun bahan-bahan pencemar ini tidak
sepenuhnya dapat dihilangkan dari air limbah, namun diharapkan dapat
memenuhi ambang baku mutu air buangan yang ditetapkan pemerintah. Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang terdapat di PT. UNITEX melakukan
penanganan air limbah secara berkesinambungan selama 24 jam dengan kapasitas
pengolahan maksimum sebesar 3000 m3 per hari. Proses penanganan air limbah
PT. UNITEX dilakukan dengan cara fisika, kimia dan biologi (Irawan, 2006).
8
8
2.4.1 Pengolahan pendahuluan (Pre Treatment)
Pengolahan pendahuluan yang dilakukan berupa penyaringan air limbah,
baik menggunakan saringan kasar maupun halus. Saringan kasar berupa rangka
berjeruji (iron bars) dengan jarak antar jeruji 50 mm, 20 mm dan 10 mm.
Penyaringan ini bertujuan untuk menyaring sisa-sisa benang atau kain yang
terbawa dalam air limbah pada saat proses, sedangkan saringan halus berfungsi
untuk menyaring padatan tersuspensi lainnya (Jamhari, 2006).
Pada awal berdirinya IPAL PT. UNITEX tahun 1988, PT. UNITEX
memisahkan air limbah berwarna dengan air umum (tidak berwarna), namun sejak
Maret 2001 kedua macam air tersebut dicampurkan menjadi satu tangki melalui
pipa yang saling berhubungan. Hal ini dilakukan untuk menghomogenkan
karakteristik air limbah (mengencerkan bahan pencemar yang terdapat pada salah
satu air limbah tersebut) sehingga lebih mudah dalam proses pengolahan
selanjutnya.
2.4.2. Pengolahan pertama (Primary Treatment)
Proses pengolahan pertama air limbah PT. UNITEX adalah proses kimia,
yaitu : koagulasi, flokulasi dan sedimentasi, bertujuan agar zat padat terlarut
maupun tersuspensi dapat dihilangkan. Menurut (Irawan, 2006) air limbah yang
terdapat pada tangki ekualisasi dialirkan ke tangki koagulasi 1 (volume 14,2 m3)
untuk penambahan bahan kimia SPT atau ferro sulfat sebagai bahan koagulan untuk
mengikat zat warna terlarut maupun yang tersuspensi. Koagulan ini hanya bisa
bekerja pada pH diatas 8, sehingga penambahan pH increase dibutuhkan pada saat
pH inlet air limbah kurang dari 8, serta penambahan flokulan (polymer) untuk
memperbesar pembentukan gumpalan/flok sehingga mudah untuk diendapkan.
Air limbah dengan gumpalan-gumpalan/flok kemudian dialirkan ke tangki
sedimentasi pertama (primary clarifier, volume 407 m3) untuk diendapkan. Endapan
ini lalu dialirkan menuju belt filter press (pengepresan lumpur) untuk dipisahkan
airnya. Lumpur hasil pengepresan selanjutnya ditangani sebagai limbah padat,
10
sedangkan airnya dikembalikan ke dalam tangki ekualisasi. Air (supernatant) yang
terpisahkan dari tangki sedimentasi di atas lalu dialirkan ke tangki aerasi untuk
selanjutnya mengalami pengolahan tahap kedua secara biologi (disebut juga
Secondary Treatment). Dimensi masing-masing unit pengolahan air limbah PT.
UNITEX dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Dimensi unit-unit pengolahan air limbah PT. UNITEX
Unit Pengolahan Jumlah Volume
(m3)
Total
volume
(m3)
Debit Air *
(m3/hari)
Waktu
Retensi
Pengolahan pertama (Primary Treatment)
Tangki air limbah 2 650+100 750 2160 8,3 jam
Tangki Ekualisasi 1 2000 2000 2160 22,2 jam
Tangki Koagulasi 1
Tangki Sedimentasi 1
1
1
14,2
407
14,2
407
2160
2160
9,4 menit
4,5 jam
Tangki Intermediet 2 3,6+57 60,6 2160 40,4menit
Pengolahan Kedua (Secondary Treatment)
Tangki Aerasi 3 1250+925 2175 2160 24,2 jam
Tangki Sedimentasi 2 1 407 407 2160 4,5 jam
Pengolahan Ketiga (Tertiary Treatment)
Tangki Koagulasi 2 1 12 12 2160 8 menit
Tangki Sedimentasi 3 1 207 207 2160 2,3 jam
Kolam Ikan 1 15 15 2160 10 menit
* Debit air limbah maksimum PT. UNITEX
2.4.3. Pengolahan kedua (Secondary Treatment)
Pengolahan kedua adalah pengolahan biologi dengan metode lumpur aktif,
yang memanfaatkan aktivitas metabolisme organisme dalam menguraikan bahan
organik dan mengurangi padatan tersuspensi. Proses lumpur aktif merupakan
teknik penanganan limbah dengan cara mencampurkan lumpur biologis
(mikroorganisme) pada limbah cair yang diaerasi dan diaduk secara teratur
(Metcalf & Eddy 2003).
11
Menurut CRS Group Engineers (1978) mekanisme penghilangan (Removal)
bahan organik dalam air limbah (Gambar 4) dengan menggunakan metode lumpur
aktif dapat dijelaskan melalui tiga tahapan penting, yaitu :
1. Transfer
Bahan organik terlarut secara langsung akan masuk atau terserap ke dalam
sel bakteri melalui dinding sel atau membran bakteri. Langkah transfer ini
sebagai suatu usaha bakteri untuk mengubah bahan organik karbon dalam
air limbah menjadi karbondioksida, air, amonia, dan energi (katabolisme).
Mekanisme transfer dalam instalasi pengolahan air limbah secara biologi
berlangsung pada tangki aerasi dan untuk menciptakan kondisi aerobik,
oksigen dapat ditambahkan melalui aerator.
2. Konversi
Merupakan suatu perubahan dari kesediaan bahan makanan (BOD) dalam
air limbah menjadi sel – sel bakteri baru dengan menggunakan energi yang
diperoleh sebelumnya (anabolisme).
3. Flokulasi
Langkah yang menggambarkan, apabila bakteri sudah kenyang dan
aktivitasnya menurun maka mereka akan tenggelam atau mengendap di
dasar pada kondisi air yang tenang. Pada instalasi pengolahan limbah
secara biologi konvensional yang menggunakan lumpur aktif, peristiwa
pengendapan bakteri berlangsung pada tangki sedimentasi (clarifier).
Gambar 4. Mekanisme penghilangan BOD dalam air limbah (CRS Group Engineers, 1978)
12
Sistem lumpur aktif PT. UNITEX merupakan sistem aerobik yang terdiri
atas: tangki aerasi, tangki penjernih (tangki sedimentasi 2 atau secondary clarifier
dengan volume 407 m3), sistem pemompaan untuk mengembalikan lumpur (Return
Activated Sludge) yang terendapkan dalam tangki sedimentasi 2 dan untuk
membuang kelebihan lumpur (Wasting Sludge) ke belt filter press serta sistem
pemompaan udara (aerasi). PT. UNITEX memiliki 3 tangki aerasi yang saling
berhubungan dengan total kapasitas 2175 m3, 7 buah pengaduk (surface aerator)
dengan kecepatan pengadukan 1440 rpm dan blower yang berfungsi sebagai alat
pemasok udara ke dalam air. Pengaduk dan blower juga berfungsi untuk
mencegah timbulnya gumpalan, serta penggerak laju aliran limbah (Jamhari, 2006).
Proses pengolahan biologi air limbah berlangsung pada tangki aerasi 1
(tangki berbentuk oval), tangki aerasi 2 dan 3 (berbentuk empat persegi panjang).
Dalam tangki aerasi, air limbah bercampur dengan massa mikroorganisme (lumpur
aktif) dan terjadi penguraian bahan organik serta pembentukan sel-sel
mikroorganisme baru. Pada proses penguraian bahan organik oleh lumpur aktif
diperlukan suplai oksigen yang memadai. Konsentrasi oksigen tidak boleh terlalu
tinggi ataupun rendah, berkisar antara 1-2 mg/l. Jika konsentrasi oksigen terlalu
tinggi serta debit air yang masuk besar maka flok-flok di tangki sedimentasi 2 akan
sulit diendapkan, kondisi seperti ini menimbulkan adanya lumpur mumbul (rising
sludge) yang disebut carry over. Untuk mengatasi hal ini dilakukan penanganan
dengan cara mengurangi jumlah kerja pengaduk (surface aerator) pada tangki aerasi
agar lumpur yang terbawa ke tangki sedimentasi 2 lebih kecil, memperbesar
konsentrasi koagulan (polymer) agar flok-flok yang terbentuk lebih cepat
diendapkan serta penambahan Alum (Al2(SO4)3) yang membantu dalam proses
penjernihan dan mampu menurunkan kekeruhan air, karena jika terjadi carry over
kekeruhan air akan meningkat tinggi.
Proses selanjutnya berlangsung dalam tangki sedimentasi 2, disini terjadi
pemisahan antara air yang telah ’bersih’ (berkurang nilai BOD nya) dengan lumpur
aktif dari tangki aerasi. Lumpur dalam tangki sedimentasi 2 sebagian (atau sekitar
90 m3/jam) dikembalikan (sebagai return activated suldge) ke tangki aerasi 1 untuk
regenerasi mikroorganisme serta untuk menjaga keseimbangan sistem biologi,
sedangkan sebagian lagi akan dialirkan ke dalam belt filter press sebagai lumpur
buangan (wasting activated sludge).
13
2.5.4. Pengolahan Ketiga (Tertiary Treatment)
Pengolahan ketiga merupakan pengolahan lanjutan setelah pengolahan
biologi dengan lumpur aktif dalam tangki aerasi (pengolahan kedua), bertujuan
untuk mengikat partikel tersuspensi (partikel mikroorganisme dan koloid) yang
masih lolos dari pengolahan sebelumnya, meliputi proses koagulasi, flokulasi dan
sedimentasi (Rachmawati, 1994).
Air limbah hasil pengolahan biologi pada tangki aerasi akan mengalir
menuju tangki sedimentasi 2 untuk dilakukan pengendapan. Kemudian air limbah
yang telah diendapkan tersebut akan mengalir menuju tangki koagulasi 2, untuk
proses penghilangan padatan tersuspensi dan penjernihan air dengan
menggunakan Al2(SO4)3 dan polymer. Selanjutnya, air limbah akan dialirkan ke
tangki sedimentasi 3 (volume 207 m3) dan ditambahkan antifoam untuk
menghilangkan busa yang timbul pada effluent. Tangki sedimentasi 3 merupakan
tahapan akhir dari proses pengolahan air limbah PT. UNITEX Air limbah pada
tangki sedimentasi 3 telah melalui tahapan proses penjernihan dan telah melalui
pengukuran uji seperti pH, temperatur, dan warna. Kualitas air limbah pada tangki
sedimentasi 3 telah sesuai dengan baku mutu lingkungan sebelum dibuang ke
badan air. Sebelum dialirkan ke saluran akhir, sebagian air limbah olahan dialirkan
ke kolam ikan, untuk menguji apakah air tersebut sudah layak untuk dibuang ke
badan air serta tidak berbahaya bagi makhluk hidup di lingkungan sekitar.
2.6. Efisiensi Sistem Pengolahan Air Limbah
Menurut Clark et al. (1977), pengolahan biologi dengan lumpur aktif
menunjukkan efisiensi terbaik (sekitar 91 %) dalam menghilangkan BOD.
Sedangkan tricking filter memiliki efisiensi terbaik sekitar 83 % dan pengolahan
pertama sekitar 40 %. Pada pengolahan biologi, efisiensi penghilangan BOD akan
menurun bila pH bergeser keluar dari kisaran 6-9. Pada proses sedimentasi,
efisiensi penghilangan padatan tersuspensi adalah 60 % dan penghilangan BOD
sekitar 40 % (Imhoff, 1940 in Rachmawati 1994).
Efisiensi proses pengolahan biologi dipengaruhi oleh beberapa parameter
yaitu :
14
Rasio F/M (Food to microorganism)
F/M (satuan per hari) adalah rasio keseimbangan antara ketersediaan
bahan organik (BOD5, COD, TOC) sebagai bahan makanan (F=Food) dengan massa
organime (M atau MLVSS= mixed liquor volatile suspended solid) dalam tangki aerasi
(Clark, 1977). Menurut CRS Group Engineers (1978), nilai rasio F/M antara 0,2 – 0,4
per hari menunjukkan lumpur aktif yang bekerja pada kondisi terbaik dimana
tergantung pada sifat limbah dan berbagai faktor lain. Nilai F/M ini dikontrol oleh
kegiatan wasting, yaitu kegiatan pembuangan bagian lumpur biologi dari tangki
aerasi atau dari tangki pengendap kedua. Jika laju wasting-nya tinggi maka nilai
F/M akan meningkat, yang akan mengakibatkan mikroorganisme jenuh dengan
makanan, hasilnya berupa efisiensi pengolahan rendah. Sebaliknya, jika laju
wasting-nya rendah maka nilai F/M rendah dan mikroorganismenya menjadi
kelaparan, yang mengakibatkan efisiensi pengolahannya juga menurun. Oleh
karenanya nilai F/M diupayakan berada dalam kisaran yang optimum, yaitu 0,2 –
0,4 /hari (Suryadiputra, 1995).
SVI (Sludge Volume Index)
SVI adalah tes pengendapan untuk mengetahui kondisi lumpur aktif atau
rasio antara sludge volume dan mixed liquor suspended solids. SVI berguna sebagai
ukuran yang digunakan untuk mengendalikan sludge return ke dalam reaktor
kolam aerasi. Oleh karena itu SVI akan mempengaruhi laju pengembalian lumpur
aktif dan nilai konsentrasi MLSS di dalam kolam aerasi. Nilai khas untuk SVI
dengan MLSS antara 2000 – 3500 mg/l adalah sekitar 80 – 150 ml/g (Suryadiputra,
1995). Menurut CRS Group Engineers (1978) SVI dengan kisaran antara 80 – 120
ml/g menunjukkan kondisi lumpur yang baik. Nilai SVI 200 ml/g menunjukkan
kondisi lumpur yang jelek dengan sifat lumpur sulit mengendap atau karena
terdapatnya mikroorganisme berbentuk filament, sehingga sistem tidak berjalan
efisien (Siregar, 2005). Sedangkan untuk nilai MLSS yang dirancang tidak perlu
melampaui jumlah yang diinginkan, karena pada nilai MLSS yang tinggi akan
menyebabkan efektifitas kerja dari tangki pengendap (Secondary Clarifier) menjadi
kritis. Konsentrasi MLSS merupakan fungsi dari SVI dan rasio lumpur balik (V)
(lihat Gambar 5).
15
Gambar 5. Grafik Hubungan MLSS, SVI dan Return Sludge Ratio (Joint Committee of the Water Pollution Control Federation and the American Society of Civil Enggineers in Suryadiputra,1995)
CRT (Cell Retention Time)
CRT adalah waktu yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk
melakukan metabolisme makanan (BOD). Nilai BOD pada air hasil olahan (effluent)
yang masih tinggi berarti CRT terlalu pendek sehingga tidak cukup waktu bagi
mikroorganisme untuk melakukan metabolisme bahan organik di air limbah (Clark
et al., 1977).
RAS (Return Activated Sludge)
RAS adalah konsentrasi lumpur aktif yang dikembalikan ke tangki aerasi
guna mencukupi kebutuhan lumpur aktif (lihat Gambar 6). RAS dipengaruhi oleh
CRT dan konsentrasi MLSS (CRS Group Engineers, 1978).
WAS (Wasting Activated Sludge)
WAS adalah konsentrasi lumpur yang harus dibuang dari clarifier (lihat
Gambar 6). Pembuangan lumpur dapat dilakukan bila terdapat kelebihan lumpur
aktif dalam tangki aerasi selama peningkatan beban bahan organik. Menurut
16
Suryadiputra (1995), apabila jumlah lumpur aktif yang dibuang (WAS) terlalu
banyak maka nilai MLSS (Mixed Liquor Suspended Solid) di dalam tangki aerasi akan
berkurang, selanjutnya turunnya nilai MLSS akan meningkatkan nilai F/M rasio
dan menurunkan nilai CRT. Jadi untuk mempertahankan nilai F/M rasio dan CRT
yang memadai maka pelaksanaan WAS harus tepat.
Influent Effluent
RAS WAS
Tangki Aerasi Tangki
Pengendapan
Gambar 6. Skema pengolahan air limbah konvensional yang memperlihatkan adanya WAS dan RAS (MetCalf dan Eddy, 2003)
Populasi protozoa
Dengan mengetahui populasi protozoa yang terdapat dalam lumpur aktif,
maka kita dapat mengetahui kondisi dalam proses lumpur aktif. Aktifitas
operasional dari lumpur aktif tergantung pada mikroorganisme yang terkandung
di dalamnya, seperti bakteri, alga dan protozoa. Protozoa adalah hewan
multisellular yang terdiri dari 3 kelompok utama yaitu amuba, ciliata dan
flagellate. Dari ketiga kelompok ini, yang terpenting dalam pengolahan air limbah
adalah kelompok ciliata. Ciliata tertentu mampu mengkonsumsi sejumlah besar
bakteri. Jumlah ciliata yang terdapat dalam pengolahan air limbah berkisar 103
sampai 104 per ml (Mara 1976 in Rachmawati 1994). Kehadiran sejumlah besar
flagellata menunjukkan kondisi kekurangan oksigen dan usia lumpur aktif yang
masih muda. Jika gumpalan berukuran kecil dan terdapat sejumlah besar rotifer,
menunjukkan bahwa gumpalan lumpur aktif berusia tua. Kehadiran dari bebagai
jenis dan jumlah mikroorganisme, seperti protozoa menunjukkan suatu proses
yang seimbang (CRS Group Engineers, 1978). Dengan demikian, keberadaan
protozoa dari jenis-jenis tertentu dapat dijadikan indikator akan sehat tidaknya
kondisi lumpur aktif dan indikator akan keberadaan bakteri di dalam lumpur aktif.
17
2.7. Standar Mutu Air Limbah Industri Tekstil
Pencemaran air merupakan gejala pengotoran atau perubahan kualitas dari
air oleh zat-zat lain sehingga mencapai tingkat yang menggangu pemanfaatan atau
kelayakan peruntukan dan kelestarian lingkungan perairan tersebut. Pencemaran
air dapat berupa pencemaran fisika, kimia dan biologi. Besarnya beban
pencemaran yang ditampung oleh suatu perairan dapat diperhitungkan
berdasarkan jumlah polutan yang berasal dari berbagai sumber aktifitas yang
meliputi air limbah dari berbagai proses (Sutamihardja, 1978).
Menurut Sugiharto (1987), parameter yang perlu diperhatikan dalam air
limbah industri tekstil adalah : BOD5, COD, pH, Total Padatan Tersuspensi, suhu,
Total Padatan Terlarut, minyak dan lemak, warna, bahan beracun, fenol, sulfida.
Tabel 3. Baku mutu air limbah cair untuk industri tekstil
Parameter Baku Mutu
KepMen LH No. 51 Tahun 1995
SK.Gub. Jabar No.6 Tahun 1999
BOD-5 (mg/L) 60 60 COD (mg/L) 150 150 TSS (mg/L) 50 50 Fenol Total (mg/L) 0,5 0,5 Krom Total (Cr) (mg/L) 1,0 1,0 Amonia Total (NH3-N) (mg/L) 8,0 8,0 Sulfida (mg/L) 0,3 0,3 Minyak dan Lemak (mg/L) 3 3 pH Debit limbah maksimum (m3/ton produk)
6 – 9 150
6 – 9 100
Sumber : KepMen LH No.51 Tahun 1995 tentang baku mutu limbah cair kegiatan industri dan SK.Gub. Jabar No.6 tahun 1999 tentang baku mutu limbah cair kegiatan industri di Jawa Barat
2.7.1. Parameter fisika
Suhu
Suhu air merupakan pengatur utama proses alami dalam lingkungan
perairan. Suhu air mempengaruhi kecepatan reaksi kimia dan biokimia yang terjadi
dalam air dan organime hidup di dalamnya. Suhu merupakan parameter kualitas
air yang kritis, karena langsung mempengaruhi jumlah oksigen terlarut (DO) di
18
dalam air, dimana oksigen ini dibutuhkan oleh mikroorganisme yang hidup dalam
air (Siregar, 2005).
Clark et al. (1977) menegaskan bahwa suhu air limbah yang tinggi akan
meningkatkan aktifitas biologi dari mikroorganisme, sedangkan pada suhu yang
rendah akan menyebabkan turunnya efisiensi pengambilan (removal) BOD dari air
limbah.
Suhu air limbah tekstil berkisar antara 30o – 70o C, suhu tinggi diperoleh
dari proses pencucian kain setelah dicetak dan proses pencelupan (dyeing) pada
bagian heat setting (Rachmawati, 1994).
Padatan Tersuspensi Total
Padatan tersuspensi total (Total Suspended Solid) adalah bahan-bahan
tersuspensi yang tertahan pada saringan millipore dengan diameter pori 0,45µm
(Effendi, 2003). Pengendapan dan pembusukan air limbah yang mengandung
padatan tersuspensi tinggi dapat menggangu organisme air. Menurut Clark (1977),
padatan tersuspensi setara dengan MLSS (Mixed Liquor Suspended Solid) yang
terdapat dalam pengolahan biologi.
2.7.2 . Parameter kimia
pH
Pengolahan air limbah dengan sistem lumpur aktif mensyaratkan pH
optimum berkisar antara 6 – 8 (Mahida, 1992). Oleh karena itu pengaturan pH
sangat penting pada air limbah sebelum masuk sistem pengolahan.
Air limbah industri tekstil pada umumnya bersifat alkali, karena dalam
proses pengolahannya banyak menggunakan senyawa alkali. Air limbah bersifat
alkalis apabila konsentrasi ion hidroksil lebih besar daripada ion hidrogen dengan
satuan pH lebih besar dari 7 sampai 14 (BPPI, 1986 in Rachmawati 1994).
Oksigen Terlarut
Oksigen yang terlarut atau Dissolved Oxygen (DO) adalah jumlah oksigen
terlarut di dalam air yang diukur dalam satuan milligram per liter (mg/l).
19
Komponen ini merupakan parameter yang sangat penting bagi berbagai organisme
yang ada di dalam air, seperti ikan. Besarnya oksigen yang terlarut dalam suatu
cairan dipengaruhi oleh suhu air. Semakin tinggi suhu air akan semakin rendah
kelarutannya di dalam air dan demikian pula sebaliknya
Ketersediaan oksigen terlarut merupakan informasi penting dalam reaksi
secara biologi dan biokimia di perairan. Konsentrasi oksigen yang tersedia
berpengaruh secara langsung pada kehidupan akuatik khususnya dalam respirasi
aerobik, pertumbuhan dan reproduksi. Konsentrasi oksigen terlarut di perairan
juga menentukan kapasitas perairan untuk menerima beban bahan organik tanpa
menyebabkan gangguan atau mematikan organisme hidup di dalamnya (Umaly
and Cuvin, 1988 in Effendi, 2003).
BOD (Biochemical Oxygen Demand)
BOD adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme
dalam proses dekomposisi bahan organik (termasuk proses respirasi) pada
keadaan aerob. Pada umumnya, lebih tinggi jumlah material organik ditemukan di
air maka semakin besar oksigen yang digunakan untuk oksidasi aerobik (Siregar,
2004).
Nilai BOD digunakan untuk menduga jumlah bahan organik di dalam air
limbah yang dapat dioksidasi dan nantinya akan diuraikan oleh mikroorganisme
melalui proses biologi (Sugiharto, 1987). Semakin banyak kandungan bahan
organik maka akan semakin tinggi nilai BOD yang diperoleh.
COD (Chemical Oxygen Demand)
Penentuan nilai COD diperlukan untuk mengukur kadar bahan organik
yang terkandung dalam limbah industri yang berisi komponen-komponen yang
bersifat racun bagi kehidupan biologis. Karena materi yang dapat dioksidasi secara
kimia lebih banyak daripada yang dapat dioksidasi secara biologis maka nilai COD
secara umum akan lebih besar daripada nilai BOD5 (Metclaft dan Eddy, 2003).
Menurut Gaudy dan Gaudy (1980), delta COD (∆ COD) yang merupakan
selisih antara nilai COD air limbah sebelum masuk ke dalam sistem pengolah
20
limbah dan nilai COD pada saat air limbah sudah diolah merupakan suatu
pendekatan pengukuran yang baik tentang jumlah bahan organik yang terambil
(remove) .
Unsur Hara
Unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah yang cukup untuk
pertumbuhan organisme adalah nitrogen dan fosfat. Dalam sistem pengolahan
biologi, N dan P merupakan unsur hara terbesar yang dibutuhkan sebagai elemen
dasar pembentukan protein, enzim dan nucleid acids. Perbandingan antara BOD
dengan unsur N dan P dalam pengolahan air limbah dengan metode biologi adalah
BOD : N : P = 100 : 5 : 1. Dalam sistem aerobik, N terdapat dalam bentuk amonia,
nitrat dan nitrit. Sedangkan P terlarut dalam berbagai bentuk dapat dimanfaatkan
dalam sistem aerobik (Azad, 1978).
21
3. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga Juli 2009, berlangsung di
bagian Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) PT. UNITEX, Jl. Raya Tajur No. 1
Ciawi Bogor serta di Sungai Cibudig (Gambar 7). Analisis contoh air limbah
dilakukan di Laboratorium Produktivitas Lingkungan dan Perairan, Departemen
Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.
3.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan saat penelitian meliputi alat untuk pengambilan air
contoh dan analisis kualitas air. Bahan yang digunakan antara lain contoh air
limbah PT. UNITEX serta bahan-bahan kimia untuk analisis kualitas air. Alat dan
bahan yang digunakan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.
Gambar 7. Lokasi penelitian dan keadaan di sekitar pabrik PT. UNITEX
22
Tabel 4. Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian
Kegiatan Alat/Metode Bahan
Pengambilan air sampel Ember, Vandorn Water Sampler -
Analisis Kualitas Air Fisika : Pengukuran Suhu Pengukuran TSS Kimia : Pengukuran pH Pengukuran DO Pengukuran BOD Pengukuran COD Pengukuran Total N Pengukuran Total P Biologi Jenis Mikroorganisme F/M Ratio SVI
Termometer Vaccum pump, oven, dessikator pH meter dan pH stick DO meter BOD inkubator, botol BOD, gelas piala, plastik hitam, aerator Buret, Erlenmeyer, pipet mohr Kjeldahl Spektrofotometer Mikroskop, object glass, pipet Titrimetri Gelas ukur 1 liter dan timer
pengukur waktu
-
Kertas saring 0,45µm, aquades
- -
Sulfamic acid, MnSO4, NaOH-KI, H2SO4 pekat, Amylum, aquades, nutrient H2SO4 pekat, K2Cr2O7 0,025 N, FAS 0,025 N, feroin, akuades CuSO4, H2SO4, NaOH 25%, HCl 0,01 N, indicator metal red, aquades Indicator phenolphthalein, H2SO4 30%, K2S2O8, NaOH 6 N, mix reagen
Contoh air tangki aerasi Contoh air tangki aerasi Contoh air tangki aerasi
3.3. Metode Kerja
Metode kerja yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian, meliputi
metode pengamatan langsung, pengumpulan data primer dan sekunder, serta
wawancara.
3.3.1. Pengamatan langsung
Pengamatan langsung terhadap proses produksi tekstil yang menghasilkan
air limbah, proses pengolahan air limbah serta pengamatan terhadap Sungai
Cibudig sebelum dan setelah melewati saluran buangan air limbah terolah PT.
UNITEX.
23
3.3.2. Pengumpulan data primer dan sekunder
Data primer diperoleh melalui pengambilan langsung contoh air beserta
analisisnya selama penelitian berlangsung. Pengambilan contoh air dilakukan
sebanyak enam kali, dengan tujuan untuk memperoleh data yang lebih mewakili.
Lokasi pengambilan contoh air dibagi menjadi dua bagian, yaitu lokasi di IPAL PT.
UNITEX meliputi inlet, aerasi dan outlet serta lokasi di Sungai Cibudig yang terdiri
dari 20 m sebelum saluran akhir air limbah olahan PT. UNITEX, 20 m dan 200 m
setelah saluran akhir air limbah olahan PT. UNITEX , untuk lebih jelas dapat dilihat
pada Gambar 3.
Data sekunder yang diperlukan adalah data-data yang berhubungan
dengan kegiatan produksi tekstil, kegiatan unit pengolah air limbah PT. UNITEX
dan kegiatan pengolahan lumpur (sludge) hasil sampingan pengolahan air limbah.
3.3.3. Wawancara
Wawancara dilakukan terhadap staf PT. UNITEX bagian personalia, bagian
utility, dan seksi air limbah. Wawancara juga dilakukan terhadap penduduk yang
tinggal di sekitar lokasi pengambilan air contoh di Sungai Cibudig.
3.4. Analisis Data
3.4.1. Analisis beban pencemaran
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui besarnya beban bahan pencemar
(BOD, COD, atau TSS) yang terdapat dalam air limbah olahan PT. UNITEX, dengan
rumus (MetCalf and Eddy, 2003) :
L = C x Q
keterangan :
C = Konsertasi BOD, COD atau TSS (mg/l) Q = Debit air limbah (m3/hari) L = Beban bahan pencemar (BOD, COD, TSS), (kg/hari) Hasil analisis digunakan untuk menetukan kontribusi beban bahan pencemar
(BOD, COD, TSS) terhadap perairan.
24
3.4.2. Analisis efisiensi
Analisis ini digunakan untuk mengetahui tingkat efisiensi setiap tahap
pengolahan limbah dan efisiensi secara keseluruhan pengolahan. Dengan
diketahuinya efisiensi pengolah limbah maka dapat ditentukan apakah setiap
tahap atau unit pengolahan air limbah berfungsi seperti yang diharapkan atau
tidak.
Analisis efisiensi dengan menggunakan rumus :
Efisiensi = %100)(
xA
BA −
keterangan:
A = Nilai konsentrasi BOD, COD dan TSS di air limbah sebelum diolah atau pada influent (catatan : A ≠ 0)
B = Nilai konsentrasi BOD, COD dan TSS di air limbah setelah diolah atau pada effluent Apabila nilai efisiensi negatif (-) berarti terjadi peningkatan konsentrasi bahan
pencemar ke dalam unit pengolahan tersebut. Jika nilai positif berarti sebaliknya
yaitu terjadi penurunan konsentasi bahan pencemar.
3.4.3. Konsep Keseimbangan Massa
Analisis konsep keseimbangan massa (Tebbut, 1990) digunakan untuk
menentukan kontribusi bahan pencemar yang memasuki Sungai Cibudig. Konsep
keseimbangan massa dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut :
Q3C3 = [Q1C1 + Q2C2]
keterangan:
Q1 = Debit air sungai sebelum saluran air limbah tekstil PT. UNITEX (m3/hari) Q2 = Debit air limbah tekstil PT. UNITEX (m3/hari) Q3 = Debit air sungai setelah saluran air limbah tekstil PT. UNITEX (m3/hari) C1 = Konsentrasi BOD, COD dan TSS pada Sungai Cibudig, ± 20 m sebelum menerima air limbah tekstil PT. UNITEX (mg/l)
25
C2 = Konsentrasi BOD, COD dan TSS air limbah tekstil PT. UNITEX pada saluran akhir pembuangan (mg/l)
C3 = Konsentrasi BOD, COD dan TSS pada Sungai Cibudig, ± 20 m setelah menerima air limbah tekstil PT. UNITEX (mg/l)
Gambar 8. Konsep keseimbangan massa (Tebbutt, 1990)
3.4.4. Analisis pengolahan biologi
a. F/M (Food to Microorganism Ratio)
Merupakan parameter yang umum dipakai dalam proses lumpur aktif,
dimana F adalah ketersediaan bahan makanan (F=BOD) dengan jumlah
mikroorganisme (M=MLVSS) pada lumpur aktif dalam kolam aerasi, dinyatakan
sebagai berikut :
=
Kriteria :
< 0,1 = Gumpalan lumpur menyebar dan keluar bersama effluent (Azad, 1978)
26
0,2 – 0,4 = Kondisi terbaik dalam lumpur aktif (CRS Group Engineers, 1978) Asumsi : MLVSS = 0,7 x MLSS MLSS = Mixed Liquor Suspended Solid (mg/l) MLVSS = Mixed Liquor Volatile Suspended Solid (mg/l)
b. SVI (Sludge Volume Index)
SVI merupakan tes pengendapan untuk mengetahui kondisi lumpur aktif
atau rasio antara sludge volume dan mixed liquor suspended solids. Proses penentuan
sludge volume (SV30) diawali dengan mengambil lumpur aktif pada tangki aerasi
lalu dimasukkan kedalam gelas ukur 1 liter dan diendapkan selama 30 menit
untuk dihitung berapa volume lumpur yang mengendap. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada Gambar 9.
SVI (ml/g) = X 1000 (mg/g)
Keterangan : SV30 = Endapan lumpur aktif dalam gelas ukur 1 liter setelah
diendapakan selama 30 menit (ml/l) MLSS = Mixed Liquor Suspended Solid (mg/l)
Kriteria : 80 – 120 = Menunjukkan kondisi lumpur yang baik (CRS Group Engineers,1978) > 200 = Menunjukkan lumpur yang miskin dan mempunyai
kecenderungan terjadnya bulking ( Siregar, 2005)
Keterangan : Warna coklat merupakan lumpur aktif tangki aerasi
Gambar 9. Proses SVI (http://water.me.vccs.edu/courses)
27
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Keadaan Umum PT. UNITEX
PT. UNITEX adalah sebuah perusahaan gabungan Indonesia – Jepang yang
bergerak dalam bidang tekstil terpadu (Fully Iintegrated Textile Manufacture).
Keadaan umum PT. UNITEX secara detail, dapat dilihat pada penjelasan dibawah
ini, meliputi : sejarah berdirinya, lokasi dan tata letak, struktur organisasi,
ketenagakerjaan dan kesejahteraan karyawan, proses produksi, hingga utilitas
produksi.
4.1.1 Sejarah berdirinya PT. UNITEX
PT. UNITEX didirikan pada tanggal 14 Mei 1971 berdasarkan: (a) Undang-
Undang Penanaman Modal Asing No.1/1967, (b) akta notaris Eliza Pondang, SH
No.25, dan (c) kerjasama dengan PT. UNITIKA (Jepang) yang merupakan suatu
industri yang bergerak di bidang tekstil terpadu (Fully Iintegrated Textile
Manufacture). Akta pendirian ini telah disahkan oleh Menteri Kehakiman dengan
Surat Keputusan No. JA. 5/128/14 tanggal 30 Juli 1971. PT. UNITEX mulai
berproduksi secara komersil pada tanggal 22 September 1972 dengan total pegawai
saat ini berjumlah 1.245 orang.
4.1.2 Lokasi dan tata letak
Pabrik PT. UNITEX berlokasi di Jalan Raya Tajur No. 1, Desa Sindangrasa,
Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor. Lokasi pabrik dipilih berdasarkan
pertimbangan mudahnya memperoleh tenaga kerja dan pengangkutan bahan baku
maupun hasil produksi. Lokasi pabrik juga berdekatan dengan Sungai Cibalok
sehingga air yang diperlukan untuk produksi mudah tersedia. Perusahaan berdiri
di atas lahan seluas 150.700 m2, luas bangunan 53.800 m2 dengan enam bangunan
utama yaitu bagian administrasi, pemintalan, penenunan, pencelupan, utility, unit
pengolahan air (water treatment), dan instalasi pengolahan air limbah (wastewater
treatment). Selain itu dibangun juga fasilitas untuk karyawan seperti klinik, mesjid,
kantin, tempat istirahat serta sarana olahraga.
28
4.1.3 Struktur organisasi PT. UNITEX
PT. UNITEX dipimpin oleh seorang presiden direktur yang merupakan
pemegang kekuasaan tertinggi, bertugas memimpin perusahaan secara
keseluruhan dan bertanggung jawab terhadap maju mundurnya perusahaan.
Presiden direktur membawahi 3 orang direktur yaitu direktur marketing, direktur
administrasi dan direktur pabrik. Masing-masing direktur membawahi beberapa
bagian dan dari bagian dibagi lagi menjadi beberapa seksi. Untuk penanganan air
limbah, maka dibentuk Seksi Air Limbah yang termasuk dalam Bagian Utility
(Lampiran 1).
4.1.4 Ketenagakerjaan dan kesejahteraan karyawan
Berdasarkan data tahun 2008, PT. UNITEX memperkerjakan 1245 orang
karyawan. Jenjang pendidikan dasar tenaga kerja berkisar pada tingkat sekolah
dasar sampai sarjana. Khusus yang berpendidikan sarjana diusahakan untuk
diberikan kesempatan oleh perusahaan untuk mengikuti pelatihan lokal ke luar
negeri (Jepang) dalam rangka peningkatan kemampuan dan keterampilan kerja.
Hal ini dilakukan secara intensif dan berkesinambungan bagi karyawan yang
terpilih oleh pihak perusahaan.
Dalam menjalankan kegiatannya PT. UNITEX tetap menjaga kesejahteraan
karyawannya. Fasilitas kesejahteraan yang diberikan kepada karyawan antara lain
mess atau perumahan, klinik dan mobil ambulance, mesjid, sarana olahraga, gedung
serikat pekerja, kendaraan antar jemput, koperasi, kantin, barber shop dan tempat
istirahat. Perusahan juga memberikan fasilitas-fasilitas tunjangan seperti tunjangan
jabatan, tunjangan insentif, tunjangan hari raya, dan lain-lain serta JAMSOSTEK
bagi seluruh karyawan demi kesejahteraan karyawannya.
4.1.5 Proses produksi tekstil PT. UNITEX
PT. UNITEX adalah sebuah industri tekstil terpadu (Integrated Textile
Industry) yang menyediakan bahan baku sendiri dan mengolahnya sampai menjadi
hasil akhir berupa kain dengan produksi utamanya adalah cotton dan tetoron.
Cotton merupakan kain yang 100% bahan bakunya berasal dari kapas, sedangkan
29
tetoron merupakan kain yang bahan bakunya berasal dari campuran kapas dan
polyester dengan perbandingan 35 : 65. Bahan baku selain diperoleh dari dalam
negeri, juga diimpor dari berbagai negara seperti Cina, Amerika dan Australia.
Disamping bahan baku tersebut, digunakan pula beberapa bahan pembantu
diantaranya adalah zat untuk pemasakan seperti NaOH, zat pemutih H2O2, zat
warna serta zat-zat kimia penyempurna agar tahan air, tahan api dan anti jamur.
Proses produksi tekstil PT. UNITEX meliputi proses pemintalan (Spinning),
penenunan (Weaving), dan pencelupan (Dyeing). Sedangkan produk yang
dihasilkan berupa benang yang dicelup (yarn died) dan kain yang dicelup (piece
yard) serta sistem produksi didasarkan atas pemesanan.
a. Pemintalan (Spinning)
Proses pemintalan terdiri dari beberapa tahap, yaitu : blowing
(penghembusan dan pembersihan serat), carding (penyisiran), combing (pemilihan
panjang serat), drawing (penyatuan serat), rooving (penghalusan serat), ring spinning
(pemintalan benang). Setelah benang dipintal, proses selanjutnya adalah winding
(penggulungan benang), lalu reeling (benang digulung dalam gulungan besar yang
selanjutnya dicelup) dan menghasilkan yarn dyed (benang yang telah dicelup).
b. Penenunan (Weaving)
Setelah proses pemintalan selesai, proses produksi tekstil dilanjutkan
dengan proses penenunan yang meliputi proses warping spool winding
(penyimpanan penggulungan spool), weaving (penenunan) dan inspecting
(pemeriksaan hasil penenunan). Kain-kain yang lolos dalam proses pemeriksaan,
selanjutnya akan diolah dalam proses basah yaitu pencelupan.
c. Pencelupan (Dyeing)
Bagian pencelupan dibagi ke dalam beberpa seksi, yaitu persiapan,
pencelupan dan rezin-finish. Proses pencelupan dimuai dengan preparing
(persiapan) seperti penyambungan dan penentuan pencelupan warna. Proses
kemudian dilanjutkan dengan proses scouring dan bleaching (pembersihan dan
30
pemutihan), mercerizing (proses pengolahan tekstil dengan menggunakan larutan
soda kaustik (NaOH) agar kain lebih mudah dicelup dan memberikan kilauan yang
baik), heat setting (pemanasan), dyeing (pencelupan dengan pewarna sintetik), resin
finishing straching (penyelesaian dengan damar atau kanji), sanforizing
(pengurangan pengerutan kain), inspecting (pemeriksaan akhir), making up
(pemotongan sesuai pesanan dan pengepakan) dan yang terakhir produk (hasil
akhir di ekspor ke luar negeri, seperti Amerika, Australia dan Eropa).
4.1.6 Utilitas produksi
Utilitas produksi merupakan sarana penunjang dalam proses produksi.
Sarana penunjang produksi yang berperan penting dalam proses produksi tekstil
meliputi :
1. Listrik
Kebutuhan akan energi listrik dalam industri sangat diperlukan sekali
dalam menunjang berjalannya proses produksi. Sumber energi listrik PT.
UNITEX diperoleh dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) dengan kapasitas
4330 kVA dan 5 unit diesel generator dengan kapsitas 1100kVA, serta 1 unit
yang berkapasitas 1750 kVA.
2. Uap (steam)
Uap (steam) dihasilkan oleh dua buah boiler yang ditempatkan pada power
station dengan kapasitas 15 ton uap/hari. Boiler berfungsi untuk merubah
potensi air menjadi uap panas dengan memanfaatkan panas pembakaran.
Seluruh uap panas yang dihasilkan, terlebih dahulu dipusatkan dalam
sebuah tabung sebelum didistribusikan ke masing-masing bagian. Hal ini
berguna untuk mengatur kestabilan suplai uap panas (steam).
3. Air
Kebutuhan air bersih PT. UNITEX diperoleh dari instalasi pengolahan air
baku yang mampu menghasilkan air bersih dengan kapasitas 300 m3/jam.
Sumber air yang digunakan sebagai bahan baku air bersih berasal dari
aliran Sungai Cibalok yang berlokasi di depan pabrik.
31
4. Air conditioner (AC)
Air conditioner (AC) dipasang pada tiap bagian pabrik, terutama ruang
kantor. Udara dingin dialirkan untuk menjaga suhu udara dalam pabrik
agar tetap normal dan nyaman.
4.2. Kualitas Fisika Kimia Air Limbah PT. UNITEX Sebelum Pengolahan
Air limbah industri tekstil umumnya memiliki karakteristik seperti pH dan
suhu tinggi, warna pekat, serta kandungan bahan organik dan padatan tersuspensi
dalam jumlah tinggi. Nilai kualitas fisika kimia air limbah tekstil PT. UNITEX
sebelum diolah menunjukkan beberapa parameter melebihi baku muku yang
ditetapkan pemerintah (Tabel 5).
Tabel 5. Kualitas fisika kimia air limbah PT. UNITEX sebelum diolah
Parameter Unit
Mutu Air Limbah
Inlet Baku mutu*
Suhu 0C 39,35 38
TSS mg/l 136,67 50
pH - 10,23 6 – 9
BOD mg/l 174,37 60
COD mg/l 747,54 150 Keterangan:
* Berdasarkan SK Gub Jawa Barat No.6 Tahun 1999 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri di Jawa Barat
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa hasil analisis kualitas fisika – kimia
air limbah PT. UNITEX sebelum diolah memiliki nilai parameter (Suhu, TSS, pH,
DO, BOD, COD) yang melebihi baku mutu yang ditetapkan pemerintah. Nilai pH
dan suhu air limbah yang tinggi berturut-turut dihasilkan dari proses produksi
yang menggunakan bahan kimia bersifat basa (seperti NaOH) serta adanya
penaikan suhu sampai 80oC pada saat proses pencelupan. Tingginya nilai TSS,
BOD dan COD yang terkandung dalam air limbah menunjukkan banyaknya bahan
tersuspensi dan bahan organik yang terkandung dalam air limbah. Air limbah ini
akan berbahaya jika langsung dibuang ke perairan karena akan menimbulkan
pencemaran lingkungan, oleh sebab itu diperlukan pengolahan terlebih dahulu.
32
4.3. Kualitas fisika – kimia air limbah olahan PT. UNITEX
Hasil pengukuran parameter kualitas air di Instalasi Pengolahan Air
Limbah PT. UNITEX pada beberapa titik pengamatan (Gambar 3) mulai dari inlet
sampai dengan outlet, serta kualitas air Sungai Cibudig baik sebelum dan setelah
menerima air limbah olahan PT. UNITEX dapat dilihat pada lampiran 6 dan 7.
4.3.1. Parameter fisika air limbah
4.3.1.1.Suhu
Berdasarkan pengukuran, suhu air limbah (sebelum diolah) yang dihasilkan
PT. UNITEX berkisar antara 37 – 410C, dengan rata-rata sebesar 39,350C. Air limbah
tekstil mempunyai suhu yang tinggi, disebabkan karena adanya proses pencelupan
(dyeing) yang memerlukan suhu yang panas serta mendidih.
Gambar 10. Grafik nilai suhu air limbah PT. UNITEX selama penelitian
Suhu air limbah yang tinggi, akan mengakibatkan aktifitas biologi dari
mikroorganisme meningkat tetapi konsentrasi oksigen menurun sehingga
menyebabkan kondisi anaerob dan dapat menimbulkan bau busuk. Pengukuran
33
suhu pada tangki aerasi berkisar antara 33 – 340C dengan rata-rata suhu
sebesar 33,500C. Dari hasil tersebut diketahui adanya penurunan suhu, hal ini
menunjukkan besarnya peranan cooling tower dan tangki ekualisasi serta adanya
proses agitasi (pengadukan) air limbah pada tiap unit pengolahan selama
mengalami proses flokulasi, koagulasi serta aerasi. Kisaran suhu pada tangki aerasi
menunjukkan bahwa proses pengolahan air limbah PT. UNITEX dengan metode
lumpur aktif berada dalam batas-batas operasional yang layak. Hal ini didukung
oleh Clark et al. (1977) yang menyatakan bahwa sebagaian besar sistem pengolahan
biologi dioperasikan pada kisaran suhu 20 – 400C dan pada kisaran suhu ini
bakteri mesofilik memiliki pertumbuhan terbaik (Gambar 10).
Sedangkan suhu air limbah pada outlet atau air limbah olahan yang akan
dibuang ke sungai berkisar antara 31 – 330C, dengan rata-rata sebesar 32,870C. Nilai
ini sudah berada di bawah baku mutu menurut SK. Gub. Jawa Barat No.6 Tahun
1999 yaitu 380C. Penurunan suhu dari setiap unit pengolahan menunjukkan adanya
efisiensi pengolahan, maka dapat dikatakan bahwa pengolahan air limbah PT.
UNITEX berfungsi dengan baik.
4.3.1.2.TSS (Total Suspended Solid)
Nilai TSS dari hasil pengukuran air limbah industri PT. UNITEX sebelum
diolah (inlet) adalah berkisar 92 – 242 mg/l, dengan rata-rata sebesar 139,67 mg/l.
Sedangkan pada tangki aerasi nilai TSS berkisar 56 – 128 mg/l, dengan rata-rata
82,33 mg/l. Penurunan diduga terjadi karena adanya proses koagulasi dan
flokulasi yang berjalan dengan baik, serta proses pengendapan pada tangki
sedimentasi 1, sehingga dapat mengurangi padatan tersuspensi yang terdapat
dalam air limbah (Gambar 11).
Sedangkan nilai TSS yang diukur setelah melewati unit pengolahan (outlet)
nilainya berkisar antara 12 – 40 mg/l dengan nilai rata-rata 19 mg/l. Nilai kisaran
ini sudah berada di bawah baku mutu limbah industri tekstil yaitu 50 mg/l (SK.
Gub. Jawa Barat No.6 Tahun 1999).
34
Gambar 11. Grafik nilai TSS air limbah PT. UNITEX selama penelitian
4.3.2. Parameter kimia air limbah
4.3.2.1.pH
Air limbah PT. UNITEX umumnya bersifat basa dengan pH cukup tinggi
berkisar antara 10 – 11. Sifat basa ini disebabkan adanya pemakaian NaOH pada
proses pencelupan (dyeing). Keadaan pH air limbah yang cukup tinggi pada bagian
inlet dapat mempermudah dalam proses pengolahan secara kimia, karena proses
flokulasi dan koagulasi akan berjalan maksimum apabila nilai pH air limbah
berkisar 10 – 11.
Nilai pH pada proses lumpur aktif atau tangki aerasi PT. UNITEX berada
pada kisaran 7 – 8. Menurut MetCalf dan Eddy (2004) kisaran pH yang baik untuk
pertumbuhan mikroorganisme dalam pengolahan biologi yaitu berkisar 6,5 – 8,5,
sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai pH pada tangki aerasi sudah sesuai untuk
pertumbuhan mikroorganisme. Dilihat dari grafik, kisaran pH yang diperoleh dari
hasil pengukuran pada outlet atau air limbah olahan PT. UNITEX telah memenuhi
baku mutu yang ditetapkan dalam SK. Gub. Jawa Barat No.6 Tahun 1999 yaitu
berkisar antara 6 – 9.
35
Gambar 12. Grafik nilai pH air limbah PT. UNITEX selama penelitian
4.3.2.2.Oksigen Terlarut
Kandungan oksigen terlarut air limbah sebelum diolah (inlet) berkisar
antara 0,86 – 4,37 mg/l, dengan rata-rata sebesar 2,62 mg/l. Kandungan oksigen
terlarut ini relatif rendah, diduga karena air limbah tekstil umumnya memiliki
kandungan bahan organik cukup tinggi dan suhu yang tinggi. Menurut Effendi
(2001), semakin tinggi suhu maka kelarutan oksigen akan semakin berkurang.
Pada tangki aerasi kandungan oksigen terlarut berkisar antara 0,49 – 0,83
mg/l (Gambar 13) dengan rata-rata sebesar 0,66 mg/l. Menurut CRS Group
Engineers (1978) kisaran oksigen terlarut ini cukup untuk memenuhi kebutuhan
mikroorganisme selama melakukan aktivitas metabolisme pada tangki aerasi,
begitu juga saat pengembalian lumpur aktif ke dalam tangki aerasi. Di dalam
proses lumpur aktif kecukupan oksigen terlarut sangatlah penting, untuk mencapai
proses pengolahan limbah secara aerobik. Tingginya kebutuhan kandungan
oksigen terlarut di dalam tangki aerasi diperlukan adanya pasokan oksigen dari
aerator dan akhirnya akan berdampak terhadap biaya pengolahan. Oleh karenanya
kadar oksigen di dalam tangki aerasi diharapkan memenuhi atau layak untuk
berlangsungnya proses dekomposisi secara aerobik, yaitu minimal 0,5 – 2 mg/l.
36
Gambar 13. Grafik nilai DO air limbah PT. UNITEX selama penelitian
Konsentrasi oksigen terlarut dalam air limbah terolah di saluran outlet
berkisar antara 3,20 – 4,80 mg/l dengan rata-rata 3,73 mg/l. Nilai ini
memperlihatkan adanya peningkatan oksigen bila dibandingkan dengan nilai
oksigen padai inlet dan tangki aerasi. Peningkatan ini diduga karena adanya input
oksigen melalui proses agitasi sejak air limbah keluar dari tangki aerasi hingga ke
tangki sedimentasi 3 yang melalui saluran terbuka. Jika dibandingkan dengan
baku mutu Golongan III menurut PPRI No. 82 Tahun 2001 tentang pengelolaan
kualitas air dan pengendalian pencemaran air, secara umum kandungan oksigen
terlarut air limbah olahan PT. UNITEX masih berada pada kisaran aman bagi
kegiatan perikanan.
4.3.2.3.BOD
BOD menunjukkan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme
untuk menguraikan bahan-bahan organik yang terdapat dalam air limbah secara
biologi. Semakin tinggi nilai BOD maka semakin banyak tingkat pencemaran bahan
organik dalam perairan, sehingga semakin banyak jumlah oksigen yang
dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk mendegradasi bahan organik dan semakin
37
sedikit jumlah oksigen yang tersedia/tersisa untuk kehidupan organisme di
perairan.
Gambar 14. Grafik nilai BOD air limbah PT. UNITEX selama penelitian
Nilai BOD pada inlet PT. UNITEX berkisar antara 22,36 – 285,96 mg/l
dengan rata-rata sebesar 174,34 mg/l. BOD limbah industri tekstil berasal bahan
baku yang sebagian besar merupakan bahan organik. Pada pengamatan di tangki
aerasi diperoleh nilai BOD berkisar antara 20,55 – 164,06 mg/l dengan rata-rata
sebesar 106,19 mg/l. Penurunan nilai BOD terjadi karena proses biologis yang
dilakukan oleh mikroorganisme dalam lumpur aktif telah mampu memanfaatkan
bahan organik yang terdapat dalam air limbah. Sedangkan nilai BOD yang
diperoleh setelah dilakukan pengolahan (outlet) nilainya berkisar antara 8,78 –
124,12 mg/l dengan rarta-rata sebesar 41,81 mg/l, pada jam pengamatan pukul
24.00 tingginya nilai BOD diduga penghilangan bahan organik pada proses
pengolahan belum optimal. Berdasarkan baku mutu menurut SK. Gub. Jawa Barat
No. 6 Tahun 1999, nilai BOD ini tidak melampaui baku mutu yang ditetapkan yaitu
sebesar 60 mg/l.
38
4.3.2.4.COD
Hasil pengukuran COD pada inlet yang dihasilkan PT. UNITEX, berkisar
antara 432,85 – 1123,64 mg/l dengan rata-rata 747,54 mg/l. Pengukuran COD
dalam air limbah menunjukkan jumlah bahan organik, baik yang mudah
didegradasi secara biologi (biodegradable) maupun yang sulit didegradasi
(nonbiodegradable).
Gambar 15. Grafik nilai COD air limbah PT. UNITEX selama penelitian
Pada tangki aerasi diperoleh konsentrsi COD berkisar antara 240,96 – 732,19
dengan rata-rata 569,73 mg/l. Setelah melewati seluruh pengolahan (outlet)
diperoleh nilai COD berkisar antara 64,92 – 173,42 mg/l dengan rata-rata 144,84
mg/l. Berdasarkan penjelasan diatas terlihat adanya penurunan nilai COD dari tiap
unit pengolahan air limbah. Hal ini menunjukkan bahwa efisiensi dari unit-unit
pengolahan sudah berjalan dengan baik dan nilai COD pada outlet telah memenuhi
baku mutu menurut SK. Gub. Jawa Barat No. 6 Tahun 1999 sebesar 150 mg/l.
Sehingga dapat diduga bahwa limbah terolah PT. UNITEX sudah layak untuk
dibuang ke perairan.
39
4.4. Nutrisi atau Unsur Hara
Pengukuran total N dan total P dilakukan satu kali di effluent tangki
sedimentasi I. Hasil pengukuran total N didapat nilai sebesar 1,175 mg/l, dan nilai
total P sebesar 0,1690 mg/l. Dilihat dari nilai total N dan P serta nilai BOD yang
memasuki tangki aerasi I sebesar 284,91 mg/l, maka dapat dinyatakan
perbandingan nilai BOD, total N dan P (BOD : N : P) sebesar 284,91 : 1,175 : 0,1690
atau 100 : 0,41 : 0,06.
Apabila perbandingan tersebut dibandingkan dengan kondisi optimal yang
diperlukan bagi suatu pengolahan biologis yaitu BOD : N : P = 100 : 5 : 1 (Mara,
1976 in Rachmawati 1994), maka proses pengolahan air limbah secara biologi PT.
UNITEX masih kekurangan unsur N dan P sehingga untuk mengatasinya perlu
ditambahkan pupuk urea dan TSP ke dalam unit pengolahan secara biologi.
4.5. Analisa Pengolahan Air Limbah Biologi dengan Lumpur Aktif
MLSS, SVI dan F/M Ratio serta keberadaan jenis-jenis mikroorganisme
dalam lumpur aktif merupakan parameter yang dapat digunakan untuk
menggambarkan kondisi lumpur aktif dalam menentukan keberhasilan unit
pengolahan air limbah biologi.
4.5.1. Nilai MLSS, SVI dan F/M ratio
Tabel 6 memperlihatkan hasil pengukuran MLSS, SVI dan F/M ratio pada
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) PT. UNITEX yang diolah secara biologi
dengan menggunakan lumpur aktif.
Tabel 6. Hasil pengujian parameter biologi pada lumpur aktif PT. UNITEX
MLSS (mg/l)
SVI (ml/g)
F/M Ratio ( /hari) Sumber
2500 26,18 - Laporan
PT.UNITEX
2400 29,17 0,310 Penulis
40
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa nilai MLSS pada tangki aerasi
sebesar 2400 mg/l. Nilai tersebut tidak jauh berbeda dengan laporan PT. UNITEX
dan menunjukkan bahwa jumlah biomassa mikroorganisme yang terdapat pada
tangki aerasi tersebut cukup banyak. Menurut Suryadiputra (1995), kisaran nilai
MLSS yang memadai bagi proses pengolahan air limbah dengan proses lumpur
aktif adalah sebesar 2.000 – 3.500 mg/l. Jika dilihat dari nilai MLSS, maka proses
lumpur aktif pada tangki aerasi dapat berjalan dengan baik. Nilai SVI yang
terdapat dari hasil pengukuran pada tangki aerasi PT. UNITEX adalah sebesar
29,17 ml/g sedangkan laporan PT. UNITEX sebesar 26,18 ml/g. Nilai SVI seperti
ini (kurang dari 80 ml/g) menunjukkan kondisi lumpur aktif yang kurang baik
dalam hal pengendapan dan jumlahnya. Besarnya nilai SVI sangat dipengaruhi
oleh kualitas dan nilai konsentrasi MLSS di dalam tangki aerasi. Secara teoritis,
nilai SVI yang rendah terjadi akibat adanya konsentrasi MLSS yang terlalu tinggi,
kurangnya jumlah lumpur buangan (wasting sludge), komunitas mikroorganisme
penyusun lumpur aktif yang belum terbentuk dengan sempurna, dan komposisi
bakteri yang terdapat dalam lumpur aktif berumur muda dan/atau berbentuk
filament sehingga sulit mengendap, kondisi demikian disebut dengan istilah
lumpur mumbul (bulky).
Dari hasil pengukuran F/M Ratio pada tangki aerasi diperoleh nilai sebesar
0,310 per hari. Menurut Suryadiputra (1995) nilai ini menunjukkan bahwa
ketersediaan bahan organik sebagai bahan makanan (F=BOD) dengan jumlah
mikroorganisme (M=MLSS) pada lumpur aktif dalam tangki aerasi cukup
seimbang, karena berkisar antara 0,1 – 1,0 per hari.
4.5.2. Jenis mikroorganisme
Menurut Suryadiputra (1995), mikroorganisme berperan dalam pengolahan
limbah secara biologi yaitu sebagai penstabil bahan organik. Mikroorganisme ini
digunakan untuk mengubah bahan organik karbon baik yang terlarut maupun
koloid menjadi berbagai jenis gas dan jaringan sel. Mikroorganisme yang berperan
pada proses lumpur aktif adalah bakteri, flagellata dan ciliata.
Proses lumpur aktif yang terdapat pada pengolahan limbah merupakan
proses penguraian bahan organik oleh mikroorganisme, sehingga menghasilkan
41
karbon dan energi, selanjutunya karbon dan energi ini dalam air limbah diubah
menjadi massa mikroorganisme atau biomass dan pembentukan sel-sel baru.
Tabel 7. Jenis dan kelimpahan mikroorganisme pada tangki aerasi
Jenis
Kelimpahan Mikroorganisme
Protozoa:
Polytema ##
Paramecium #
Rotifer:
Keratella ##
Dicranophorus ####
Chromagaster ##
Euchlanis #
Testudinella #
Chloropycheae:
Spirogyra ###
Ankistrodesmus #
Scenedesmus #
Protococcus #
Zygnema #
Phormidium #
Oedogonium # Ket : semakin banyak jumlah tanda # maka semakin
berlimpah mikroorganisme yang ditemukan
Tabel 7 diatas menunjukkan bahwa jenis Dicranophorus merupakan
mikroorganisme yang paling banyak ditemukan pada lumpur aktif tangki aerasi.
Bila dihubungkan dengan rantai makanan bakteri- ciliata, dapat diketahui bahwa
adanya mikroorganisme-mikroorganisme indikator pemakan bakteri seperti
Paramaecium dan Polytema yang tergolong dalam kelompok ciliata, menunjukkan
bahwa bakteri telah memanfaatkan bahan organik yang terkandung dalam air
limbah, hal ini terlihat dari penurunan nilai BOD dan COD setelah melewati
pengolahan limbah pada tangki aerasi. Keberadaan ciliata dan flagellata yang
jumlahnya kurang memadai, diduga karena konsumsi bakteri oleh rotifera cukup
tinggi.
42
4.6. Efisiensi Sistem Pengolahan Air Limbah
Perhitungan efisiensi sistem pengolahan air limbah PT. UNITEX dilakukan
terhadap tangki aerasi, outlet (akhir pengolahan air limbah) dan efisiensi seluruh
pengolahan air limbah (inlet-outlet). Dengan diketahui nilai efisiensi pengolahan
air limbah maka dapat ditentukan apakah unit pengolahan air limbah berfungsi
seperti yang diharapkan atau tidak serta mununjukkan apakah air limbah olahan
PT. UNITEX sudah memenuhi baku mutu yang ditetapkan pemerintah.
4.6.1. Efisiensi untuk Nilai BOD
Nilai efisiensi dari unit pengolahan air limbah dalam menurunkan nilai
BOD dapat dilihat pada Gambar 16.
Gambar 16. Grafik efisiensi pengolahan limbah untuk nilai BOD
Dari grafik terlihat adanya fluktuasi nilai efisiensi dari setiap unit
pengolahan limbah. Efisiensi untuk nilai BOD pada tangki aerasi berkisar antara
8,09 – 56,63%, dengan rata-rata 32,28%. Nilai efisiensi tersebut menunjukkan
adanya penurunan nilai BOD setelah dilakukan proses pengolahan air limbah.
Penurunan nilai BOD dapat berjalan dengan baik karena adanya mikroorganisme
dalam lumpur aktif yang mampu mendegradasi kandungan polutan organik pada
air limbah serta adanya proses pengadukan pada tangki aerasi sehingga oksigen
43
yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk mendekomposisi bahan organik
dalam air limbah tersedia cukup.
Nilai efisiensi BOD pada outlet mengalami peningkatan dibandingkan
dengan tangki aerasi, yaitu sekitar 13,45 – 89,46%. Hal ini diduga terjadi karena air
limbah mengalami proses pengendapan pada tangki sedimentasi 2 dan 3, sehingga
menyebabkan penurunan nilai BOD air limbah pada akhir pengolahan (outlet).
Gambar 17. Grafik efisiensi seluruh pengolahan limbah untuk nilai BOD
Sedangkan nilai efisiensi dari keseluruhan pengolahan air limbah PT.
UNITEX untuk BOD dari inlet sampai outlet sebesar 24,51 – 92,96% dengan rata-
rata 69,11% (Gambar 17). Nilai ini menunjukkan bahwa proses pengolahan air
limbah PT. UNITEX sudah berjalan dengan baik dalam hal penurunan nilai BOD.
4.6.2. Efisiensi untuk Nilai COD
Nilai efisiensi dari unit pengolahan air limbah dalam menurunkan nilai
COD air limbah PT. UNITEX dapat dilihat pada Gambar 18. Penuruan nilai COD
pada tangki aerasi dan outlet menunjukkan bahwa pengolahan air limbah PT.
UNITEX telah berjalan cukup efisien dalam menurunkan kandungan bahan
organik yang terdapat dalam air limbah.
44
Gambar 18.Grafik efisiensi pengolahan air limbah untuk nilai COD
Dari grafik tersebut terlihat besarnya kisaran efisiensi pada tangki aerasi
dalam menurunkan nilai COD berkisar antara 6,94 – 44,33%, dengan rata-rata
23,01%. Sedangkan efisiensi untuk outlet sebesar 33,76 – 87,07%, rata-rata 70,70%.
Nilai tersebut menunjukkan adanya peningkatan efisiensi pada pengolahan air
limbah PT. UNITEX Peningkatan efisiensi ini diduga karena adanya aerasi yang
membantu proses penguraian bahan organik.
Gambar 19. Grafik efisiensi seluruh pengolahan limbah untuk nilai COD
Nilai efisiensi untuk keseluruhan proses pengolahan (inlet-outlet) PT.
UNITEX dalam menurunkan nilai COD dimulai dari inlet sampai pada outlet
adalah sebesar 63,13 – 88,63%, dengan rata-rata 78,97%. Nilai ini menunjukkan
45
bahwa proses pengolahan air limbah PT. UNITEX dalam penurunan konsentrasi
COD sudah berjalan dengan baik (Gambar 19).
4.6.3. Efisiensi untuk nilai TSS
Nilai efisiensi dari unit pengolahan air limbah dalam menurunkan nilai
COD PT. UNITEX dapat dilihat pada Gambar 20. Kisaran efisiensi untuk
konsentrasi TSS pada tangki aerasi adalah sebesar 17,95 – 66,12%, dengan rata-rata
37,71%. Nilai ini menunjukkan efisiensi relatif kecil, karena pada tangki aerasi tidak
terjadi pengendapan seperti yang terjadi pada tangki sedimentasi.
Gambar 20.Grafik efisiensi pengolahan air limbah untuk nilai TSS
Setelah air limbah memasuki tangki aerasi maka akan melalui tangki
sedimentasi 2 dan 3, maka air limbah akan mengalami proses pengendapan
sehingga konsentrasi TSS akan menurun. Hal ini terlihat dari peningkatan efisiensi
yang terjadi pada outlet sebesar 33,33 – 87,80% dengan rata-rata sebesar 73,43%.
Menurut Imhoff (1940) in Rachmawati (1994), menyatakan bahwa efisiensi
penghilangan padatan tersuspensi pada proses sedimentasi kurang lebih sebesar
60%.
46
Gambar 21. Grafik efisiensi seluruh pengolahan limbah untuk nilai TSS
Efisiensi penurunan nilai TSS untuk keseluruhan proses pengolahan air
limbah PT. UNITEX, berkisar antara 56,52 – 92,56%, dengan rata-rata sebesar
83,73% (Gambar 21). Nilai tersebut menggambarkan bahwa proses pengolahan air
limbah PT. UNITEX sudah berjalan dengan baik dalam hal penurunan konsentrasi
TSS.
Tabel 8. Perbandingan nilai efisiensi unit pengolahan air limbah PT. UNITEX
Efisiensi (%) Sumber
BOD COD TSS
-28,39 -15,91 46,05 Rachmawati (1994)
68,75 68,26 75,86 PT. UNITEX (Januari, 2007)
68,16 67,82 71,77 PT. UNITEX (Januari, 2008)
69,11
78,97 83,73 Penulis
Tabel diatas menunjukkan nilai efisiensi yang berbeda dari hasil penelitian-
penelitian terdahulu. Pada penelitian Rachmawati (1994) terlihat sistem
pengolahan air limbah PT. UNITEX belum berhasil menghilangkan beban
pencemar BOD dan COD, sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh penulis
dan data sekunder menunjukkan bahwa air limbah PT. UNITEX telah mampu
menghilangkan beban pencemar BOD, COD dan TSS dan memiliki efisiensi sebesar
69,11% untuk BOD, 78,97% untuk COD dan 83,73% untuk TSS. Hal ini diduga
karena adanya perbaikan kinerja IPAL PT. UNITEX seperti pengurangan
47
penggunaan bahan kimia dalam pengolahan air limbah dan peningkatan teknik
operasional IPAL sehingga memungkinkan adanya peningkatan efisiensi unit
pengolahan air limbah. Maka dapat diduga bahwa seluruh tahap pengolahan air
limbah PT. UNITEX memiliki nilai efisiensi yang cukup baik dalam menurunkan
kadar BOD, COD dan TSS.
4.7. Volume dan Cara Penanganan Lumpur Hasil Pengolahan Air Limbah
Pengolahan air limbah PT. UNITEX menghasilkan produk sampingan
berupa lumpur atau sludge. Lumpur yang dihasilkan dari sistem pengolahan air
limbah PT. UNITEX, dibedakan menjadi dua, yaitu lumpur kimia dan lumpur
biologi. Lumpur kimia berasal dari pemisahan hasil perlakuan proses kimia,
sedangkan lumpur biologi berasal dari perlakuan proses biologi. Umumnya
lumpur yang dihasilkan masih memiliki kandungan air cukup tinggi, oleh karena
itu perlu adanya perlakuan terhadap lumpur berupa dewatering (pengambilan air
dari padatan lumpur) yang merupakan bagian dari penanganan air limbah. Tujuan
utama pengolahan lumpur adalah mengurangi volume lumpur dengan cara
memisahkan air dari dalam lumpur (dewatering) sebelum dibuang agar
mempermudah dalam pengangkutan.
Pentingnya pengelolaan lumpur yang dihasilkan dari pengolahan limbah,
dikarenakan lumpur yang terdapat dalam limbah tekstil termasuk jenis limbah B3,
sehingga perlu dilakukan pengolahan lumpur untuk mencegah timbulnya
pencemaran serta tidak menimbulkan dampak negatif terhadap manusia dan
makhluk hidup lainnya. Untuk dapat mengelola lumpur secara efektif dan tepat,
perlu diketahui karakteristik lumpur tersebut. Karakteristik lumpur dipengaruhi
oleh beberapa faktor, antara lain : sumber lumpur, jenis industri penghasil air
limbah, proses dalam Instalasi Pengolahan Air Limbah, sifat fisik, komposisi kimia
serta teknik pengolahan yang ditentukan.
Lumpur yang dihasilkan PT. UNITEX berasal dari tangki sedimentasi I,
sedimentasi II dan sedimentasi III. Jenis lumpur yang dihasilkan dari tangki
sedimentasi I dan III merupakan lumpur kimia, dengan jumlah yang dihasilkan
kurang lebih sebanyak 20 m3/hari. . Sedangkan tangki sedimentasi II menghasilkan
lumpur biologi yang sebagian dikembalikan ke tangki aerasi dan lebih dikenal
48
dengan Return Activated Sludge (RAS) sebanyak 90 m3/jam, sedangkan untuk
lumpur buangan Wasting Activated Sludge (WAS) jumlahnya tidak diketahui,
karena lumpur biologi hanya dibuang apabila ketinggian lumpur yang mengendap
pada tangki aerasi memiliki nilai MLSS (mixed liquor suspended solid) melebihi 3000
mg/l.
Pengolahan lumpur PT. UNITEX diawali dengan proses pengurangan air
(dewatering) menggunakan mesin belt filter press. Belt filter press terdiri atas tiga
tahapan operasi, yaitu : pengkondisian lumpur secara kimia (conditioning),
penirisan (gravity draining) dan pengepresan. Pada proses pengkondisian lumpur
secara kimia (conditioning), lumpur yang berasal dari tangki sedimentasi I dan
tangki sedimentasi III dialirkan melalui pipa menuju tangki penampungan lumpur
dengan bantuan pompa, kemudian lumpur diendapkan agar terpisah dengan
airnya, sehingga diperoleh lumpur dengan konsentrasi tinggi. Bagian air akan
dialirkan kembali menuju tangki penampungan air limbah sedangkan lumpur akan
dialirkan ke dalam suatu wadah/tangki ukur, dimana pada wadah ini
ditambahkan larutan polymer jenis kation, lumpur kemudian diaduk dalam mixing
tank yang dilengkapi dengan alat pengaduk berkecepatan 50 rpm dalam 1 – 2
menit, sampai lumpur tercampur sempurna dengan polymer (catatan: di sini
terjadi pengikatan padatan tersuspensi dan koloid oleh polymer di dalamnya dan
akhirnya membentuk partikel flok). Setelah tercampur sempurna, lumpur akan
dialirkan untuk proses penirisan (gravity draining) dan pengepresan. Proses
penirisan (gravity draining) dan pengepresan lumpur dapat dilakukan melalui dua
tahapan, yaitu :
1. Daerah pengeluaran air (Draining zone), pada daerah ini lumpur mengalir dan
tersebar di atas lembaran belt, pengeluaran air dilakukan tanpa tekanan hanya
mengandalkan gravitasi hingga mencapai kadar padatan tertentu, selanjutnya
lumpur akan memasuki daerah pengeringan bertekanan
2. Daerah pengeringan bertekanan (Pressing zone), air akan keluar dari lumpur
dengan cara dijepit diantara dua lembaran (belt) sambil ditekan oleh rol secara
bertahap di daerah pressing zone, dengan tekanan meningkat seiring
mengecilnya rol. Pada saat dijepit, air diperas keluar sampai akhir daerah
bertekanan.
49
Lumpur yang jatuh dan sisa air perasan akan dialirkan kembali menuju bak
berkapasitas 2 m3 untuk diendapkan kembali. Bagian lumpur akan dialirkan
menuju tangki penampungan lumpur untuk diolah kembali dengan menggunkan
belt filter press sedangkan airnya akan dialirkan menuju tangki penampungan air
limbah (tangki air limbah) untuk dilakukam proses pengolahan kembali. Hasil
lumpur yang telah dipadatkan akan diangkut dengan kendaraan menuju tempat
penampungan sementara (TPS) dan disimpan dalam karung berkapasitas kurang
lebih 1 ton selama satu minggu atau lebih. Jumlah lumpur padat yang dihasilkan
PT. UNITEX kurang lebih sebanyak 20 ton/bulan. Selanjutnya lumpur akan
dibawa ke PPLI (Prasadha Pemusnah Limbah Industri) untuk dilakukan
penanganan limbah B3.
4.8. Analisis Kualitas Air Sungai Cibudig
Sungai Cibudig merupakan salah satu anak Sungai Ciliwung yang terdapat
di Desa Tajur, Kecamatan Ciawi, Bogor. Sungai ini dimanfaatkan oleh penduduk
sekitar untuk berbagai keperluan dan aktifitas, seperti mencuci, keperluan rumah
tangga, penunjang kegiatan perikanan, pertanian, dll. Selain itu, sungai ini
dimanfaatkan oleh pihak PT. UNITEX sebagai tempat pembuangan air limbah
terolahnya. Karakteristik Sungai Cibudig dicirikan dengan lebar sungai kurang
lebih 2 - 3 m, kedalaman bervariasi antara 20 – 80 cm dan tipe substrat berlumpur
campur pasir, kerikil dan berbatu.
Air limbah olahan yang dikeluarkan oleh PT. UNITEX akan sangat
mempengaruhi kualitas perairan Sungai Cibudig sebagai badan air penerima air
limbah olahan, oleh karena itu dilakukan pengukuran kualitas air Sungai Cibudig
yang bertujuan untuk melihat konstribusi air limbah olahan PT. UNITEX terhadap
perairan, sehingga dapat diketahui apakah terjadi perubahan kualitas air sungai
akibat adanya masukan air limbah olahan PT. UNITEX Pengukuran kualitas air
dilakukan pada 3 lokasi yaitu 20 m sebelum saluran air limbah, 20 dan 200 m
setelah saluran air limbah. Hasil analisa contoh air dapat dilihat pada Tabel 9.
Secara umum terjadi perubahan konsentrasi dari berbagai parameter, baik
parameter fisika maupun kimia, pada badan air Sungai Cibudig setelah menerima
air limbah olahan PT. UNITEX.
50
Tabel 9. Hasil anallisis kualitas air Sungai Cibudig
Parameter Satuan
Lokasi
Mutu air limbah PT. UNITEX
20 m sebelum
20 m sesudah
200 m sesudah
Suhu 0C 33,6 26,8 28,8 28,2
pH - 7 6,98 6,85 6,86
DO mg/l 3,6 4,9 5,7 4,9
BOD mg/l 28,97 20,84 15,00 16,68
COD mg/l 142,71 27,58 56,75 62,89
TSS mg/l 40 20 20 40
Suhu air Sungai Cibudig mengalami peningkatan sebesar 20C pada 20 m
setelah menerima air limbah olahan PT. UNITEX, jika dibandingkan dengan
sebelum menerima air limbah olahan PT. UNITEX Peningkatan suhu tersebut
diduga merupakan pengaruh langsung dari adanya masukan air limbah olahan PT.
UNITEX yang masih hangat ke dalam perairan Sungai Cibudig.
Nilai pH di sungai pada lokasi 20 m setelah saluran mengalami penurunan
sebesar 0,13 satuan yaitu dari 6,98 menjadi 6,85. Penurunan yang sangat kecil ini
(diduga bukan oleh akibat buangan PT. UNITEX) tidak berpengaruh nyata
terhadap kualitas air dan keberadaaan biotanya, karena nilai pH ini masih
memenuhi kriteria berdasarkan PPRI No. 82 Tahun 2001 untuk Golongan III.
Konsentrasi oksigen terlarut tampak mengalami peningkatan setelah
melewati saluran air limbah. Konsentrasi oksigen terlarut pada 20 m sebelum
saluran air limbah sebesar 4,9 mg/l. Setelah 20 m melewati saluran air limbah
sebesar 5,7 mg/l. Hal ini diduga karena masuknya air limbah terolah yang
memiliki konsentrasi oksigen terlarut cukup tinggi sebesar 3,6 mg/l serta adanya
agitasi (pengadukan) antara air limbah olahan PT. UNITEX dengan air Sungai
Cibudig dan kontak dengan udara. Konsentrasi oksigen terlarut pada lokasi 200 m
setelah saluran air limbah kembali pada nilai semula yaitu 4,9 mg/l. Hal ini diduga
karena adanya pemanfaatan oksigen oleh mikroorganisme yang terdapat pada
perairan Sungai Cibudig. Menurut Kriteria Baku Mutu Air Golongan III
berdasarkan PPRI No. 82 Tahun 2001, kondisi oksigen terlarut masih memenuhi
syarat untuk kegiatan perikanan.
Nilai BOD pada lokasi 20 m sebelum saluran air limbah sebesar 20,84 mg/l,
setelah 20 m saluran air limbah terjadi penurunan nilai BOD sebesar 15,00 mg/l.
51
Penurunan diduga karena terjadi proses pencampuran yang cukup baik antara air
limbah olahan PT. UNITEX dengan air Sungai Cibudig dan adanya dekomposisi
bahan organik oleh bakteri serta pengendapan di dalam badan air Sungai Cibudig.
Sedangkan pada lokasi 200 m setelah saluran air limbah, terjadi kenaikan nilai BOD
sebesar 1,68 mg/l, hal ini diduga karena adanya kegiatan penduduk yang ikut
menambah konsentrasi bahan organik di Sungai Cibudig.
Nilai COD pada lokasi 20 m sebelum saluran air limbah sebesar 27,58 mg/l,
setelah 20 m saluran air limbah terjadi perubahan nilai COD menjadi 56,75 mg/l.
Hal ini diduga karena masuknya air limbah olahan PT. UNITEX memiliki nilai
COD relatif besar yaitu 142,71 mg/l. Nilai COD pada lokasi 200 m setelah saluran
air limbah sebesar 62,89 mg/l, adanya peningkatan ini diduga terjadi karena
adanya masukan air limbah kegiatan penduduk sekitar yang ikut menambah nilai
COD di Sungai Cibudig.
Konsentrasi TSS pada lokasi 20 m sebelum saluran dan 20 m setelah saluran
bernilai sama, yaitu sebesar 20 mg/l. Hal ini terjadi diduga karena konsentrasi TSS
air limbah terolah PT. UNITEX yang masuk ke perairan Sungai Cibudig tidak
begitu besar, yaitu sebesar 40 mg/l. Menurut Alabaster dan Lloyd (1982) in Effendi
(2003), nilai konsetrasi TSS 25 – 80 mg/l memberi sedikit pengaruh terhadap
kepentingan perikanan. Sedangkan pada lokasi 200 m setelah saluran air limbah,
konsentrasi TSS meningkat menjadi 40 mg/l. Peningkatan konsentrasi TSS diduga
akibat masuknya air limbah buangan penduduk sekitar ke dalam Sungai Cibudig.
Dari uraian di atas terlihat bahwa input atau masukan air limbah olahan PT.
UNITEX terhadap air sungai Cibudig ternyata tidak banyak merubah mutu air
badan penerima limbah, namun dalam jangka panjang harus diantisipasi karena
akumulasi beban pencemar akan menggangu habitat bagi biota akuatik pada
perairan.
4.9. Analisis Beban Pencemaran Limbah PT. UNITEX terhadap Sungai
Cibudig
Analisa beban bahan pencemaran merupakan suatu analisis untuk
mengetahui beban pencemar yang boleh dikeluarkan oleh suatu industri
52
berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah (SK. Gub. Jawa Barat No.
6 Tahun 1999).
PT. UNITEX pada bulan Juni 2009 menghasilkan 1.074.000 meter kain setara
dengan 168,3 ton kain dan benang sebanyak 133,1 ton, sehingga nilai total produksi
adalah 301,4 ton/bulan (10,05 ton/hari). Hasil produksi tersebut menghasilkan air
limbah yang harus diolah oleh IPAL PT. UNITEX Jika debit air limbah PT. UNITEX
sebesar 1517,3 m3/hari, maka jumlah air limbah yang dihasilkan dari proses
produksi adalah 151 m3/ton produksi.
Besarnya beban pencemaran air limbah olahan PT. UNITEX yang masuk ke
Sungai Cibudig dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Beban pencemaran air limbah PT. UNITEX
Parameter
Beban Pencemaran Air Limbah Olahan
PT. UNITEX
Baku Mutu Beban Pencemaran Maksimum
SK. Gub Jawa Barat * Kep Men LH No.51/1995**
(Kg/hari) (Kg/ton
produksi) (Kg/hari) (Kg/ton
produksi) (Kg/hari) (Kg/ton
produksi)
BOD 43,96 4,37 90 6 191,125 12,75
COD 216,54 21,55 225 15 562,5 37,5
TSS 60,69 6,04 75 5 135 9
Debit air limbah 1517,3(m3/hari) Debit
Maksimum (m3/ton produk) 151 100 150
Produksi kain dan benang 10,05 ton/hari
* SK Gub. Jawa Barat No. 6 Tahun 1999 tentang baku mutu limbah cair industri tekstil di Jawa Barat ** Kep Men LH No. 51 Tahun 1995 tentang baku mutu limbah cair industri Sumber : Laporan PT. UNITEX bulan Juni 2009
Dari tabel tersebut terlihat bahwa Sungai Cibudig menerima beban
pencemar air limbah PT. UNITEX setiap harinya sebesar 43,96 kg BOD/hari; 216,54
kg COD/hari dan 60,69 kg TSS/hari untuk debit air limbah air olahan sebesar
1517,13 m3/hari. Nilai beban pencemar BOD, COD dan TSS dalam kg/hari sudah
memenuhi standar baku muku limbah cair industri tekstil yang ditetapkan oleh
53
pemerintah (SK. Gub. Jawa Barat No. 6 Tahun 1999 dan Kep Men LH No. 51 Tahun
1995).
Dilihat dari sisi konsentrasi, air limbah olahan PT. UNITEX telah memenuhi
baku mutu limbah industri tekstil, namun beban pencemaran yang tinggi akibat
besarnya debit air akan memberatkan bagi badan air penerima, dan akan sangat
berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistem Sungai Cibudig. Sehingga dalam
jangka panjang penurunan kualitas air sungai akibat adanya beban pencemaran
yang tinggi dari PT. UNITEX perlu diantisipasi.
Sedangkan besarnya beban bahan pencemar air limbah olahan PT. UNITEX
dalam kg/ton produksi untuk nilai BOD sebesar 4,37 kg/ton produksi; COD 21,55
kg/ton produksi dan TSS 6,04 kg/ton produksi. Nilai BOD telah memenuhi baku
mutu namun untuk parameter COD dan TSS, nilainya sedikit melebihi baku mutu
yang ditetapkan oleh pemerintah dalam SK. Gub. Jawa Barat No 6 Tahun 1999,
sedangkan menurut Kep Men LH No. 51 Tahun 1995 nilai beban pencemaran air
limbah olahan PT. UNITEX dalam kg/ton produksi untuk semua parameter telah
memenuhi baku mutu. Tingginya nilai beban pencemaran dalam kg/ton diduga
karena debit air limbah/ton produksi tekstil PT. UNITEX telah melebihi batas yaitu
sebesar 151 m3/ton, sedangkan debit limbah cair maksimum menurut SK. Gub.
Jawa Barat No. 6 Tahun 1999 yaitu sebesar 100 m3/ton (Lampiran 3). Peningkatan
jumlah produksi diduga mempengaruhi jumlah air bersih yang dibutuhkan dan
jumlah air limbah yang dihasilkan, dimana debit air limbah sangat besar
pengaruhnya terhadap beban (load).
Untuk mengatasi hal tersebut maka perlu dilakukan optimalisasi
penggunaan air baku dalam proses produksi dan peningkatan kinerja IPAL PT.
UNITEX sehingga air buangan limbah yang dihasilkan menjadi minimum dan
mutunya tidak berdampak buruk terhadap kualitas badan air penerimanya
4.10. Konsep Keseimbangan Massa
Konsep keseimbangan massa dihitung untuk mengetahui seberapa besar
input atau kontribusi buangan air limbah olahan PT. UNITEX dan kontribusi beban
pencemar lain (kg beban limbah/hari) terhadap perairan Sungai Cibudig serta
54
untuk mengetahui apakah terjadi kenaikan atau penurunan beban pencemaran.
Hasil perhitungan konsep keseimbangan massa dapat dilihat dalam Tabel 11.
Tabel 11. Keseimbangan massa di Sungai Cibudig
Beban Pencemaran
Parameter (kg/hari)
BOD COD TSS
Q1C1 (a) 504,05 667,25 483,84
Q2C2 (b) 43,96 216,54 60,69
Q3C3 (c) 518,40 1961,23 691,20
(c ) - [(a) + (b)] -29,11 +1077,43 +146,67 Keterangan : (a) =Lokasi ± 20 m sebelum saluran akhir PT. UNITEX
(b) = Lokasi saluran akhir PT.UNITEX
(c) = Lokasi ± 20 m setelah saluran akhir PT. UNITEX
(-) = Penurunan nilai beban pencemar
(+) = Penambahan nilai beban pencemar
Dari data tersebut terlihat bahwa beban pencemar pada lokasi 20 m setelah
saluran akhir pembuangan air limbah olahan PT. UNITEX memiliki nilai yang jauh
lebih besar jika dibandingkan dengan 20 m sebelum saluran akhir pembuangan air
limbah olahan PT. UNITEX Dapat diduga bahwa sumber beban pencemar Sungai
Cibudig tidak hanya berasal dari air limbah olahan PT. UNITEX, karena
PT.UNITEX memberikan kontribusi nilai BOD sebesar 43,96 kg/hari; COD 216,54
kg/hari dan TSS 60,69 kg/hari. Sebagian besar beban pencemar di Sungai Cibudig
diperoleh dari sumber lain yang jumlahnya relatif tinggi, yaitu sebesar 1077,43 kg
COD/hari dan 146,67 kg TSS/hari. Sumber beban pencemar lain yang
berkontribusi terhadap Sungai Cibudig adalah limbah rumah tangga serta adanya
kegiatan perikanan dari penduduk setempat. Sedangkan untuk nilai BOD terjadi
penurunan nilai beban pencemaran sebesar 29,61 kg BOD/hari, hal ini diduga
terjadi karena adanya pengadukan (agitasi) yang cukup tinggi dan dekomposisi
bahan organik oleh bakteri yang terdapat dalam badan air.
55
4.11. Tangki Ekualisasi (dimensi fisik dan kenyataan di lapang)
Ekualisasi adalah suatu cara atau teknik untuk menyeragamkan berbagai
parameter air limbah sebelum air limbah tersebut diolah. Instalasi Pengolahan Air
Limbah PT. UNITEX memiliki tangki ekualisasi berbentuk oval dengan ukuran
diameter 1 dan 2 sebesar 32,6 m dan 14 m, tinggi 4 m dan kapasitas 2000 m3 serta
letaknya berada sebelum pengolahan biologis. Ekualisasi digunakan untuk
mengatasi masalah yang timbul dalam operasional akibat perubahan aliran dan
memperbaiki hasil pada proses berikutnya. Fungsi dari tangki ekualisasi yaitu : (a)
menyeragamkan mutu air limbah yang akan diolah, (b) meminimasi kebutuhan
bahan kimia, (c) memberi pasokan air limbah secara kontinu kepada unit
pengolahan selanjutnya, (d) mengurangi konsentrasi bahan beracun yang tinggi
pada pengolahan air limbah secara biologis.
Berdasarkan hasil pengolahan data sekunder PT. UNITEX, diperoleh
produksi air limbah maksimum terjadi pada enam bulan pertama yaitu Januari
sampai Juni, hal ini terlihat dari volume dan debit air limbah yang cenderung
tinggi jika dibandingkan dengan enam bulan berikutnya. Debit air limbah tertinggi
terjadi pada bulan Februari, hal ini diduga adanya produksi maksimum, kondisi ini
didukung dengan adanya data hasil olahan pada tangki ekualisasi (Tabel 12).
Dari data tersebut dapat dilihat pola aliran limbah pada bulan Februari
adalah konstan, dengan puncak debit air limbah berada pada pukul 10.00 sebesar
200,52 m3/jam. Untuk perhitungan volume tangki ekualisasi secara teoritis (seperti
tersebut pada Tabel 12) diperoleh hasil sebesar 86,04 m3. Namun dengan volume
tangki sebesar ini, maka pada jam 01.00 s/d 9.00 tangki ekualisasi akan kosong
(tidak berair). Kondisi semacam ini sangat tidak baik bagi suatu instalasi
pengolahan air limbah. Untuk menanggulangi kosongnya tangki tersebut, berikut
ini adalah beberapa contoh simulasi (dengan memperbesar ukuran tangki) dengan
menggunakan faktor pengaman (safety faktor) yaitu 50%, 100% dan 500% (lihat
Tabel 13).
56
Tabel 12. Analisa data tangki ekualisasi saat produksi air limbah maksimum (Februari 2008)
Jam pengukuran debit limbah
(m3/jam)
debit kumulatif
(m3)
Debit kumulatif rata-rata (m3)
debit kumulatif -
debit kumulatif rata-rata (m3)
vol ekualisasi setelah
ditambah 50% safety
vol ekualisasi setelah
ditambah 100% safety
vol ekualisasi setelah
ditambah 500% safety
1.00 110.17 110.17 114.48 -4.30 38.72 81.74 425.91
2.00 110.17 220.34 228.95 -8.61 34.41 77.43 421.60
3.00 110.00 330.34 343.43 -13.08 29.94 72.96 417.13
4.00 109.31 439.66 457.90 -18.25 24.77 67.79 411.96
5.00 109.31 548.97 572.38 -23.41 19.61 62.63 406.80
6.00 111.38 660.34 686.85 -26.51 16.51 59.53 403.70
7.00 110.69 771.03 801.33 -30.29 12.73 55.75 399.92
8.00 109.31 880.34 915.80 -35.46 7.56 50.58 394.75
9.00 107.59 987.93 1030.28 -42.35 0.67 43.69 387.86
10.00 200.52 1188.45 1144.76 43.69 86.71 129.73 473.90
11.00 108.10 1296.55 1259.23 37.32 80.34 123.36 467.53
12.00 110.00 1406.55 1373.71 32.84 75.86 118.88 463.05
13.00 111.55 1518.10 1488.18 29.92 72.94 115.96 460.13
14.00 113.45 1631.55 1602.66 28.89 71.91 114.93 459.10
15.00 113.79 1745.34 1717.13 28.21 71.23 114.25 458.42
16.00 114.31 1859.66 1831.61 28.05 71.07 114.09 458.26
17.00 113.97 1973.62 1946.09 27.54 70.56 113.58 457.75
18.00 113.10 2086.72 2060.56 26.16 69.18 112.20 456.37
19.00 112.41 2199.14 2175.04 24.10 67.12 110.14 454.31
20.00 111.72 2310.86 2289.51 21.35 64.37 107.39 451.56
21.00 111.21 2422.07 2403.99 18.08 61.10 104.12 448.29
22.00 107.93 2530.00 2518.46 11.54 54.56 97.58 441.75
23.00 108.28 2638.28 2632.94 5.34 48.36 91.38 435.55
24.00 109.14 2747.41 2747.41 0.00 43.02 86.04 430.21
jumlah total 2,747.41
Rataan 114.48
Max 200.52 43.69 86.71 129.73 473.90
Min 107.59 -42.35 0.67 43.69 387.86
peak faktor 1.75
volume tank, VT (m3) 86.04
Nilai safety faktor 50% dari VT 43.02
Nilai safety faktor 100% dari VT 86.04
Nilai safety faktor 500% dari VT 430.21
VT Ekualisasi Max + SF 50% 86.71
VT Ekualisasi Min + SF 50% 0.67
VT Ekualisasi Max + SF 100% 129.73
VT Ekualisasi Min + SF 100% 43.69
VT Ekualisasi Max + SF 500% 473.90
VT Ekualisasi Min + SF 500% 387.86
kedalaman 4 m
Luas bak pada VTE max + SF50% 21.68
Luas bak pada VTE max + SF100% 32.43
Luas bak pada VTE max + SF500% 118.48
ketinggian air saat volume tanki ekualisasi minimum dengan SF 50% 0.03
ketinggian air saat volume tanki ekualisasi maximum dengan SF 50% 4.00
ketinggian air saat volume tanki ekualisasi minimum dengan SF 100% 1.35
ketinggian air saat volume tanki ekualisasi maximum dengan SF 100% 4.00
ketinggian air saat volume tanki ekualisasi minimum dengan SF 500% 3.27
ketinggian air saat volume tanki ekualisasi maximum dengan SF 500% 4.00
57
Tabel 13. Perhitungan faktor pengaman tangki ekualisai bulan Februari
Ukuran Volume Tangki
Faktor Pengaman
0% 50% 100% 500% 1100%
Ukuran tangki ekualisasi yang dihasilkan (m3)
86,04 87,38 173,43 861,76 1930,22
Volume air minimum&maksimum (m3)
-42,35 – 43,69
0,67 – 86,71 43,69 – 129,73
387,86 – 473,90
922,09 – 1008,13
Retensi saat volume minimum&maksimum (jam)
-0,40 – 0,22 0,0062-0,43 0,40 – 0,65 2,3 – 3,60 5,02 – 8,57
Kejadian minimum-maksimum
Pukul 09.00 pagi (min) & pukul 10pagi (maks)
Pukul 09.00 pagi (min) & pukul 10pagi (maks)
Pukul 09.00 pagi (min) & pukul 10pagi (maks)
Pukul 09.00 pagi (min) & pukul 10pagi (maks)
Pukul 09.00 pagi (min) & pukul 10pagi (maks)
Ukuran volume tangki ekualisasi yang ada di PT. UNITEX (m3)
2000 2000 2000 2000 2000
Ketinggian air tangki ekualisasi saat volume minimum&maksimum (m)
-3,9 – 4 0,03 – 4 1,35 – 4 3,27 – 4 3,66 – 4
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa dari ketiga faktor
pengaman tersebut dapat disarankan bahwa faktor pengaman 100% merupakan
kondisi yang optimal untuk tangki ekualisasi jika dibandingkan dengan faktor
pengaman 50% dan 500%. Faktor pengaman 100% menghasilkan ukuran tangki
ekualisasi sebesar 173,43 m3 dan retensi waktu air limbah sebesar 0,40 – 0,45 jam,
kondisi ini diduga dapat melakukan pengolahan air limbah dengan baik dan dapat
menampung air limbah pada saat kondisi maksimum dan minimum. Pada saat
faktor pengaman 50% volume tangki ekualisasi hanya 0,67 m3 dengan ketinggian
air 0,03 m; dan waktu retensi 0,0062 jam (saat kondisi minimum), kondisi ini
menyebabkan kesulitan dalam hal pengadukan dan pengolahan karena air limbah
hanya akan lewat begitu saja tanpa mengalami pengolahan terlebih dulu, untuk
faktor pengaman 500% dinilai kurang tepat karena efisiensi pengolahan berkurang
jika dilihat dari segi waktu, tenaga serta biaya yang dibutuhkan.
58
Tabel 14. Analisa data tangki ekualisasi saat produksi air limbah minimum (Desember 2008)
Jam pengukuran debit limbah
(m3/jam)
debit kumulatif
(m3)
debit kumulatif rata-rata (m3)
debit kumulatif - debit kumulatif rata-rata
(m3)
vol ekualisasi setelah
ditambah 50% safety
vol ekualisasi setelah
ditambah 100% safety
vol ekualisasi setelah
ditambah 500% safety
1.00 104.35 104.35 10.50 93.86 141.46 189.05 569.81
2.00 5.16 109.52 20.99 88.52 136.12 183.71 564.47
3.00 11.29 120.81 31.49 89.31 136.91 184.50 565.26
4.00 7.58 128.39 41.99 86.40 134.00 181.59 562.35
5.00 5.81 134.19 52.49 81.71 129.31 176.90 557.66
6.00 0.00 134.19 62.98 71.21 118.81 166.40 547.16
7.00 0.00 134.19 73.48 60.71 108.31 155.90 536.66
8.00 0.00 134.19 83.98 50.22 97.82 145.41 526.17
9.00 0.00 134.19 94.48 39.72 87.32 134.91 515.67
10.00 0.00 134.19 104.97 29.22 76.82 124.41 505.17
11.00 0.00 134.19 115.47 18.72 66.32 113.91 494.67
12.00 0.00 134.19 125.97 8.23 55.83 103.42 484.18
13.00 2.42 136.61 136.46 0.15 47.75 95.34 476.10
14.00 9.35 145.97 146.96 -0.99 46.61 94.20 474.96
15.00 10.16 156.13 157.46 -1.33 46.27 93.86 474.62
16.00 14.68 170.81 167.96 2.85 50.45 98.04 478.80
17.00 16.29 187.10 178.45 8.64 56.24 103.83 484.59
18.00 18.06 205.16 188.95 16.21 63.81 111.40 492.16
19.00 17.74 222.90 199.45 23.45 71.05 118.64 499.40
20.00 18.71 241.61 209.95 31.67 79.27 126.86 507.62
21.00 17.90 259.52 220.44 39.07 86.67 134.26 515.02
22.00 15.81 275.32 230.94 44.38 91.98 139.57 520.33
23.00 15.16 290.48 241.44 49.05 96.65 144.24 525.00
24.00 13.39 303.87 251.94 51.94 99.54 147.13 527.89
jumlah total 303.87
Jumlah pengamatan 24.00
Rataan 12.66
Max 104.35 93.86
Min 0.00 -1.33
peak faktor 8.24
volume tank, VT (m3) 95.19
Nilai safety faktor 50% dari VT 47.59
Nilai safety faktor 100% dari VT 95.19
Nilai safety faktor 500% dari VT 475.94
VT Ekualisasi Max + SF 50% 141.45
VT Ekualisasi Min + SF 50% 46.26
VT Ekualisasi Max + SF 100% 189.05
VT Ekualisasi Min + SF 100% 93.86
VT Ekualisasi Max + SF 500% 569.80
VT Ekualisasi Min + SF 500% 474.61
kedalaman 4 m
Luas bak pada VTE max + SF50% 35.36
Luas bak pada VTE max + SF100% 47.26
Luas bak pada VTE max + SF500% 142.45
ketinggian air saat volume tanki ekualisasi minimum dengan SF 50% 1.31
ketinggian air saat volume tanki ekualisasi maximum dengan SF 50% 4.00
ketinggian air saat volume tanki ekualisasi minimum dengan SF 100% 1.99
ketinggian air saat volume tanki ekualisasi maximum dengan SF 100% 4.00
ketinggian air saat volume tanki ekualisasi minimum dengan SF 500% 3.33
ketinggian air saat volume tanki ekualisasi maximum dengan SF 500% 4
59
Produksi air limbah minimum PT. UNITEX terjadi pada bulan Juli –
Desember, terlihat dari volume dan debit air limbah yang cendrung lebih rendah
dibandingkan dengan enam bulan sebelumnya, produksi paling minimum terjadi
pada bulan Desember. Berikut hasil pengolahan data sekunder PT. UNITEX, dapat
dilihat pada Tabel 14.
Berdasarkan data diatas terlihat pola aliran limbah pada bulan Desember
sangat fluktuatif. Puncak debit air limbah terjadi pada pukul 01.00 sebesar 104, 35
m3/jam, diduga hal ini terjadi karena adanya pencucian mesin – mesin produksi
yang menyebabkan debit air limbah tinggi. Sedangkan pada pukul 06.00 – 10.00,
tidak terdapat air limbah yang masuk ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL),
diduga PT. UNITEX tidak melakukan proses produksi, sehingga pengolahan air
limbah dihentikan. Dari pengolahan data secara teoritis diperoleh volume tangki
ekualisasi sebesar 95,19 m3. Namun dengan volume tersebut, pada jam 14.00 dan
15.00 tangki ekualisasi akan kosong (tidak berair), sehingga dibuat beberapa contoh
faktor pengaman (safety faktor) yaitu 50%, 100% dan 500% (Tabel 15).
Tabel 15. Perhitungan faktor pengaman tangki ekualisai bulan Desember Ukuran Volume Tangki
Faktor Pengaman
0% 50% 100% 500% 1000%
Ukuran tangki ekualisasi yang dihasilkan (m3)
95,19 187,71 282,91 1044,41 1996,35
Volume air minimum&maksimum (m3)
-1,33 – 93,88
46,26 – 141,45
93,86 – 189,05
474,61 – 569,80
950,59 – 1045,76
Retensi saat volume maksimum (jam)
0,9 1,35 1,81 5,46 10,02
Kejadian minimum-maksimum
Pukul 06.00 – 12.00(min) & pukul 01.00 pagi (maks)
Pukul 06.00 – 12.00(min) & pukul 01.00 pagi (maks)
Pukul 06.00 – 12.00(min) & pukul 01.00 pagi (maks)
Pukul 06.00 – 12.00(min) & pukul 01.00 pagi (maks)
Pukul 06.00 – 12.00(min) & pukul 01.00 pagi (maks)
Ukuran volume tangki ekualisasi yang ada di PT. UNITEX (m3)
2000 2000 2000 2000 2000
Ketinggian air tangki ekualisasi saat volume minimum&maksimum (m)
-0,05&4 1,31&4 1,99&4 3,33&4 3,64&4
60
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa ukuran tangki ekualisasi
yang dihasilkan secara teoritis adalah 95,19 m3. Dari ketiga pilihan untuk faktor
pengaman dapat disarankan bahwa faktor pengaman 100 % merupakan kondisi
yang sesuai jika dibandingkan dengan faktor pengaman 50% dan 500%, karena
ukuran tangki ekualisasi yang dihasilkan pada faktor pengaman 100% sudah dapat
menampung air limbah pada saat kondisi minimum dan maksimum dan memiliki
waktu retensi yang cukup untuk pengolahan air limbah.
Dari kedua penjelasan diatas dapat diketahui bahwa ukuran tangki
ekualisasi yang diperoleh secara teoritis jika dibandingkan dengan kondisi di
lapangan sangat jauh berbeda, hal ini diduga PT. UNITEX menerapkan faktor
pengaman yang sangat tinggi yaitu sekitar 1100 % untuk meredam lonjakan debit
limbah yang mencapai 114,48 m3/jam saat produksi maksimum pada bulan
Februari, disamping itu air limbah diharapkan memiliki waktu retensi yang lebih
lama (8,57 jam), diduga semakin lama waktu retensi dalam tangki ekualisasi dapat
menyebabkan terjadinya dekomposisi aerobik sehingga mempermudah
pengolahan selanjutnya dan karakteristik air limbah akan semakin homogen.
Besarnya volume tangki ekualisasi yang diterapkan PT. UNITEX ini, terjadi karena
pada awalnya tangki tersebut merupakan tangki aerasi, namun untuk
meningkatkan kapasitas dan efisiensi pengolahan maka tangki aerasi tersebut
digantikan menjadi tangki ekualisasi.
Gambar 22. Grafik perbandingan faktor pengaman
61
Gambar 22 diatas menunjukkan perbandingan pengunaan faktor pengaman
50%, 100% dan 500% pada tangki ekualisasi. Berdasarkan penjelasan di atas, maka
dapat disarankan bahwa tangki ekualisasi dengan faktor pengaman 100% adalah
paling optimal dalam pengolahan air limbah PT. UNITEX, karena sudah memadai
atau sudah sesuai dengan persyaratan yang dibutuhkan untuk tangki ekualisasi,
dengan mengacu pada persyaratan bahwa tangki tersebut telah mampu
mengantisipasi kondisi air limbah saat minimum dan maksimum serta
menghasilkan aliran yang konstan untuk proses pengolahan limbah selanjutnya.
Untuk mengetahui tangki ekualisasi bekerja secara optimum, selain volume
tangki ekualisasi dan faktor pengaman, perlu diketahui juga waktu tinggal
(Retention time) dari air limbah, yang merupakan waktu inap dari air limbah pada
sistem pengolahan, dimana semakin lama limbah menginap, maka proses
pengolahan akan lebih baik, tetapi bila terlampau cepat, maka praktis air limbah
hanya lewat saja, sehingga tidak terjadi proses pengolahan. Berdasarkan hasil
pengolahan data sekunder PT. UNITEX diperoleh hasil perhitungan waktu tinggal
(Retention time) sebagai berikut, dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Analisa data waktu tinggal (Retention time) tangki ekualisasi selama Tahun 2008
Waktu
Debit limbah rata-rata (m3/jam)
Perhitungan teoritis Kondisi di lapangan
Volume tangki
ekualisasi Waktu Retensi
Volume tangki
ekualisasi Waktu Retensi
(m3) (jam) (m3) (jam)
Januari 112.82 24.58 0.218 2000 17.727
Februari 114.48 86.04 0.752 2000 17.470
Maret 108.18 34.32 0.317 2000 18.488
April 66 80.32 1.217 2000 30.303
Mei 76.29 75.32 0.987 2000 26.216
Juni 73.51 37.71 0.513 2000 27.207
Juli 51.48 77.39 1.503 2000 38.850
Agustus 64.94 99.94 1.539 2000 30.798
September 35.15 84.83 2.413 2000 56.899
Oktober 32.79 64.27 1.960 2000 60.994
November 14.67 97 6.612 2000 136.333
Desember 12.66 95.19 7.519 2000 157.978
62
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa berdasarkan perhitungan teoritis
diperoleh waktu retensi (Retention time) air limbah dalam tangki ekualisasi pada
bulan Januari sangat kecil jika dibandingkan dengan bulan – bulan lainnya pada
tahun 2008, yaitu sebesar 0,218 jam atau sekitar 13 menit, hal ini terjadi karena debit
air limbah yang cukup tinggi dan volume air limbah tangki ekualisasi cukup
rendah, sehingga dapat diduga pengolahan air limbah tidak berjalan dengan
optimum, karena air limbah hanya lewat begitu saja dan belum terjadi pengolahan.
Sedangkan waktu tinggal (Retention time) maksimum terjadi pada bulan Desember,
sebesar 7,519 jam. Waktu retensi yang diperoleh secara teoritis, jika dibandingkan
dengan kondisi di lapangan sangat jauh berbeda. Tingginya waktu retensi (kondisi
di lapangan) disebabkan karena volume tangki yang cukup besar dan rendahnya
debit air limbah yang masuk, kondisi seperti ini dapat menyebabkan proses
dekomposisi dalam tangki ekualisasi, sehingga pengolahan limbah secara biologi
sebenarnya telah terjadi di dalam tangki ekualisasi. Akan tetapi waktu tinggal
(Retention time) yang terlalu tinggi tidak baik juga untuk pengolahan air limbah,
karena akan menimbulkan pengendapan serta menghasilkan bau busuk. Waktu
retensi yang optimum untuk pengolahan air limbah pada bak ekualisasi kurang
lebih sekitar 8 jam, sehingga dapat diduga bahwa pengolahan air limbah yang
optimum terjadi pada bulan Desember 2008 (berdasarkan perhitungan secara
teoritis).
63
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Efisiensi IPAL PT. UNITEX secara keseluruhan cukup tinggi (69,11% untuk
BOD; 78,97% untuk COD dan 83,73% untuk TSS), sehingga secara umum
konsentrasi bahan pencemar (28,97 mg/l untuk BOD; 142,71 untuk COD; 40 untuk
TSS; suhu 33,60C; pH 7 dan DO 3,6 mg/l) dari air limbah olahan yang dibuang ke
Sungai Cibudig telah memenuhi baku mutu limbah cair industri tekstil yang
ditetapkan pemerintah (SK. Gub. Jawa Barat No. 6 Tahun 1999).
Jumlah lumpur kimia dan biologi (sludge) yang dihasilkan dari pengolahan
air limbah PT. UNITEX sebesar 20 ton per bulannya. Lumpur (sludge) biologi
(jumlahnya tidak dilketahui persis) dapat dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman
sedangkan lumpur (sludge) kimia (jumlahnya juga tidak dilketahui persis) dibawa
ke PPLI (Prasadha Pemusnah Limbah Industri) untuk pengolahan selanjutnya.
Beban pencemaran PT. UNITEX yang dibuang ke Sungai Cibudig yaitu
sebesar 4,37 kg BOD/ton; 21,55 kg COD/ton dan 6,04 kg TSS/ton. Nilai BOD telah
memenuhi baku mutu namun untuk nilai COD dan TSS,nilainya sedikit melebihi
baku mutu yang ditetapkan pemerintah daerah (SK.Gub Jawa Barat No. 6 Tahun
1999) namun menurut Kep MEN LH No. 51 Tahun 1995, nilainya sudah memenuhi
baku mutu.
Kontribusi air limbah olahan PT. UNITEX ke Sungai Cibudig cukup tinggi
dengan debit rata-rata sebesar 1517,3 m3/hari, berisikan 43,96 kg BOD/hari; 216,54
kg COD/hari dan 60,69 kg TSS/hari, sehingga dalam jangka panjang beban
tersebut diduga dapat menurunkan kualitas air Sungai Cibudig.
5.2. Saran
Perlunya pengendalian penggunaan air dalam setiap proses produksi
(internal control) agar air limbah yang dihasilkan minimum.
Untuk meningkatkan kinerja IPAL PT. UNITEX, perlu dilakukan
pemantauan terhadap: (a) unsur N dan P yang disesuaikan dengan removal BOD
yang diinginkan, (b) kelimpahan dan jenis-jenis mikroorganisme (khususnya
64
micro-invertebrate) yang terdapat dalam lumpur aktif, (c) mengoptimalkan
pengembalian lumpur balik ke dalam bak aerasi dan pembuangan lumpur dimana
keduanya diusahakan setimbang, (d) memonitor setiap hari parameter biologi
seperti rasio F/M (Food to Microorganism), MLSS (Mixed Liquid Suspended Solid), dan
SVI (Sludge Volume Index) agar nilainya optimum sehingga efisiensi pengolahan
dapat ditingkatkan.
Serta perlunya pemantauan terhadap kualitas air di sepanjang saluran
penerima air limbah olahan PT. UNITEX (yaitu di Sungai Cibudig) untuk
mengetahui pengaruh buangan air limbah olahan agar tidak merugikan berbagai
pihak.
65
DAFTAR PUSTAKA
Alerts and Santika. 1984. Metoda Penelitian Air. Usaha Nasional. Surabaya. 308 hlm.
Andalusia, 2006. Mempelajari Pengolahan Air Bersih (Water Treatment) dan
Pengolahan Pengolahan Air Limbah (Wastewater Treatment) PT. UNITEX, Bogor. [Skripsi]. Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara : Medan.
Azad, H. S. 1978. Industrial Wastewater Management Handbook. McGraw Hill
Book Company. New York. BAPEDAL (Badan Pengendalian Dampak Lingkungan). 1994. Pedoman
Pengendalian Pencemaran Oleh Industri Tekstil. Bandung. 174 hlm. Boyd, C. E. 1979. Water Quality Ponds for Aquaculture. Alabama Agricultural
Experiment Station. Auburn University. Alabama. 52 p. Clark, J. W., W. Viessman and M. J. Hammer. 1977. Water Supply and Pollution
Control. Harper and Row Publishers. New York. CRS Group Engineers Inc. 1978. Operator’s Pocket Guide to Activated Sludge.
Houston Texas. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan
Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta. 258 hlm. Gaudy, A. F. and E. T. Gaudy. 1980. Microbiology for Environmental Scientist and
Engineers. McGraw Hill Book Company. New York Hermanawati, Irma. 2001. Kajian terhadap Pengolahan Air Limbah Secara Biologi
PT. Kertas Bekasi Teguh, Bekasi, Jawa Barat. [Skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor: Bogor. 85 hlm.
http://water.me.vccs.edu/courses [2 September 2009 14.35 WIB] Irawan, Iwan. 2006. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) PT. UNITEX [Skripsi].
Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor: Bogor. 40 hlm.
Jamhari. 2006. Mempelajari Penerapan Teknologi dan Penanganan Limbah Industri
Tekstil di PT. UNITEX, Ciawi – Bogor, Jawa Barat. [Skripsi]. Departemen Teknologi dan Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor: Bogor.
66
Mahida, U. N 1981. Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri. Alih Bahasa : G.A Ticoalu. C.V. Rajawali. Jakarta.
MetCalf and Eddy. 2004. Wastewater Engineering Treatment and Use. 4th edition.
McGraw-Hill Companies, Inc : NewYork. 1542 hlm. Odum, E. P. 1971. Fundamentals of Ecology. Third Edition. W. B Saunders
Company. Philadelphia, USA. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air Rachmawati, T. S. 1994. Efisiensi Sistem Pengolahan Air Limbah PT. UNITEX dan
Kontribusi Air Limbah Terolah Terhadap Perairan. [Skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor: Bogor. 143 hlm.
Siregar, A. S. 2005. Instalasi Pengolahan Air Limbah. Kanisius. Yogyakarta. 112
hlm. Siregar, M. R. T. 2004. Roadmap Teknologi : Pemantauan Daerah Aliran Sungai
(DAS) dan Pengolahan Limbah. LIPI Press. Jakarta. Sugiharto, 1987.Dasar-dasar Pengolahan Air Limbah. Universitas Indonesia Press.
Jakarta. 190 hlm. Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat No. 6 Tahun 1999 tentang Baku Mutu
Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri di Jawa Barat. Suratmo, G. G. 1991. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta. Sutamihardja, R. T. M. 1978. Akibat Pencemaran Air terhadap Pertanian, Perikanan
dan Kehidupan Akuatis dalam Seminar Pengairan. Pengendalian Pencemaran Air. Direktur Jendral Pengairan. Jakarta : Departemen Pekerjaan Umum.
Suryadiputra, I. N. N. 1995. Teknologi Pengolahan Air Limbah. Fakultas Perikanan
: Institut Pertanian Bogor. Tebbutt, T.H.Y. 1977. Principle of Water Quality Control. 2nd edition. Pergamon
Press. --------------------. 1990. BASIC, Water and Wastewater Treatment. Butterworth and
Co. Publisher Ltd. London.
13
67
LAMPIRAN
68
Lampiran 1. Struktur organisasi PT. UNITEX
Marketing Director
Factory Director N. Ozawa
Weaving Y. Taniuchi, S.
Sapta
Technical Production Ahmad Saputra
Yarn Dyeing & Finishing N. Ozawa, Tri Ajmojo
Marketing Dept.
S. Matsuei, S.Kawagoe
Administrasi Director Sugi HP
Spinning K.Okubo, Syahrul
President Director Yoshinori Endo
Guarantee of Quality N. Ozawa, Tri Ajmojo
Utilyty Sugi HP, Maman
Accounting Heru Yulianto
GA & Personal Sugi HP
69
Lampiran 2. Diagram alir proses produksi tekstil PT. UNITEX a. Spinning (Pemintalan)
b. Weaving (Penenunan)
c. Dyeing (Pencelupan)
Blowing (Hembusan pembersihan)
Carding (sisir)
Combing (Pemilihan panjang serat)
Drawing (Menyatukan serat)
Rooving (Menghaluskan serat)
Ring spinning (pemintalan benang)
Winding (Penggulungan benang)
Reeling Yarn Dyed
(Celup benang) Benang
Benang
Warping Spool Winding (Penyimpanan penggulungan spool)
Weaving (Penenunan)
Inspecting (Pemeriksaan)
Kain
Preparing (Persiapan)
Scouring and Bleaching (Pembersihan dan pemutihan)
Mercerizing (Penyisihan
untuk pencelupan)
Heat setting (Pemanasan)
Dyeing (Pencelupan)
Resin Finishing Straching (Penyelesaian dengan damar dan kanji)
Making up
(Proses terakhir)
Inspecting (Pemeriksaan)
Sanforizing (Calendering)
Produk akhir
70
Lampiran 3.Baku mutu limbah cair industri tekstil menurut SK. Gub. Jawa Barat No 6. Tahun 1999
71
Lampiran 4. Baku mutu limbah cair (SK.Gub. Jawa Barat No. 6 Tahu1999)
72
Lampiran 5. Kriteria baku mutu air berdasarkan PP RI No. 82 Tahun 2001
73
Lampiran 6. Hasil pengujian kualitas air limbah PT. UNITEX
LOKASI PARAMETER
pH SUHU (0C) DO (mg/l)
1 2 3 4 5 6 rata-rata 1 2 3 4 5 6
rata-rata 1 2 3 4 5 6 rata-rata
Inlet 10 10.80 10.30 10 11 9.25 10.23 37.90 40.40 40.10 39.20 40.90 37.60 39.35 3.43 4.37 2.86 2.54 0.86 1.65 2.62
Aerasi 7 8 7 7.50 8 7 7.38 33.30 34.00 33.00 33.90 33.80 33.00 33.50 0.83 0.76 0.49 0.58 0.58 0.71 0.66
Outlet 7 7 7 7 7 7 7 33.40 33.60 33.40 31.80 32.40 32.60 32.87 3.20 3.60 3.60 4.80 3.60 3.60 3.73
LOKASI
BOD (mg/l) COD (mg/l) TSS (mg/l)
1 2 3 4 5 6 rata-rata 1 2 3 4 5 6
rata-rata 1 2 3 4 5 6 rata-rata
Inlet 286 285.6 183.7 22.36 164.4 104 174.34 432.9 1124 908.7 663.1 785.9 571 747.54 156 92 242 94 138 116 139.67
Aerasi 164.1 123.9 123.9 20.55 143.4 61.31 106.19 241 655.4 670.8 617.1 732.2 501.9 569.73 128 60 82 56 86 82 82.33
Outlet 32.89 28.97 12.94 8.78 124.1 43.57 41.88 159.6 142.7 156.5 171.9 173.4 64.92 144.84 16 40 18 18 12 10 19.00
Lampiran 7. Hasil pengujian kualitas air Sungai Cibudig
Parameter Satuan
Lokasi
20 m sebelum 20 m sesudah 200 m sesudah
Suhu 0C 26.8 28.8 28.2
pH - 6.98 6.85 6.86
DO mg/l 4.9 5.7 4.9
BOD mg/l 20.84 15.00 16.68
COD mg/l 27.58 56.75 62.89
TSS mg/l 20 20 40
74
Lampiran 8. Nilai Efisiensi dari setiap unit pengolahan limbah PT. UNITEX Efisiensi Inlet - Aerasi
Parameter
Efisiensi (%)
E1 E2 E3 E4 E5 E6
BOD 42.63 56.63 32.55 8.09 12.77 41.03
COD 44.33 41.67 26.18 6.94 6.84 12.10
TSS 17.95 34.78 66.12 40.43 37.68 29.31
Efisiensi Aerasi - Outlet
Parameter
Efisiensi (%)
E1 E2 E3 E4 E5 E6
BOD 79.95 76.61 89.56 57.27 13.45 28.93
COD 33.76 78.23 76.66 72.15 76.31 87.07
TSS 87.50 33.33 78.05 67.86 86.05 87.80
Efisiensi Inlet - Outlet (Seluruh Pengolahan)
Parameter
Efisiensi (%)
E1 E2 E3 E4 E5 E6
BOD 88.50 89.86 92.96 60.73 24.51 58.09
COD 63.13 87.30 82.77 74.08 77.93 88.63
TSS 89.74 56.52 92.56 80.85 91.30 91.38
75
Lampiran 9. Keseimbangan Massa di Sungai Cibudig
Beban Pencemaran (kg/hari)
Parameter
BOD COD TSS
Q1C1 (a) 504.05 667.25 483.84
Q2C2 (b) 43.96 216.54 21.55
Q3C3 (c ) 518.40 1961.23 691.20
(c ) - [(a) + (b)] -29.61 1077.43 146.67
Lokasi Debit (m3/hari)
20 m sebelum 24.192
Effluent 1517.3
20 m setelah 34.560
200 m setelah 37.152
Keterangan : (a) : beban bahan pencemar (kg/hari) di Sungai Cibudig sebelum menerima buangan air limbah olahan PT. UNITEX
(b) : beban bahan pencemar (kg/hari) air limbah olahan PT. UNITEX
(c) : beban bahan pencemar (kg/hari) di Sungai Cibudig setelah menerima buangan air limbah olahan PT. UNITEX
(c) – [(a)+(b)] : beban bahan pencemar yang masuk ke Sungai Cibudig (Nilai negatif berarti terjadi penurunan nilai beban pencemaran, sedangkan nilai positif berarti terjadi penambahan nilai beban pencemaran di Sungai Cibudig)
76
Lampiran 10. Prosedur pengukuran parameter fisika-kimia air limbah
A. Prosedur penentuan TSS (Total Suspended Solid)
1. Siapkan filter (Milliopore dengan porositas 0,45µm) dan vaccum pump.
Saring 6 x 10 ml aquades
2. Keringkan kertas saring dalam oven selama satu jam pada suhu 103 -
1050C. Dinginkan dalam dessikator lalu timbang (B mg)
3. Ambil 50 ml air contoh, kemudian saring dengan kertas saring yang sudah
ditimbang
4. Keringkan filter dan residu dalam oven selama satu jam pada suhu 103 -
1050C. Dinginkan dalam dessikator lalu timbang (A mg)
Rumus :
TSS = (A – B) x (1000/ml contoh)
B. Prosedur penentuan pH
1. Siapkan pH-meter digital, lalu kalibrasi alat tersebut
2. Tekan power, mode, 2nd, nilainya sesuaikan dengan larutan buffer yang
dipakai untuk kalibrasi
3. Setelah sesuai nilainya, bilas elektroda dengan aquades, bersihkan
kemudian masukkan ke dalam air contoh
4. Tunggu sampai tanda ready muncul. Catat nilai pH-nya
5. Bilas pH-meter setalah digunakan dan sebelum digunakan untuk
mengukur air contoh yang lain
C. Prosedur penentuan DO (Dissolved Oxygen)
1. Siapkan DO meter. Pilih mode untuk mengukur DO
2. Bilas probe dengan aquades, keringkan dengan tissue
3. Masukkan ke dalam air contoh
4. Catat nilai DO yang diperoleh
5. Bilas DO meter setelah digunakan dan sebelum digunakan untuk
mengukur air contoh yang lain
77
D. Prosedur penentuan BOD5
1. Ambil air contoh secukupnya, lalu encerkan air contoh dengan
menggunakan aquades.
2. Aerasi air contoh yang telah diencerkan selama kurang lebih 15 menit
3. Masukkan air contoh yang telah melalui prosedur 1 dan 2 kedalam botol
BOD terang dan gelap sampai penuh. Air dalam botol BOD terang segera
dianalisis kadar oksigen terlarutnya (DO0). Air dalam botol BOD gelap
diinkubasi dalam inkubator pada suhu 20 0C. Setelah 5 hari, tentukan kadar
oksigen terlarutnya (DO5). Penentuan DO ini bisa dilakukan dengan cara
titrimetrik atau dengan menggunakan DO meter.
4. Buat blanko dengan perlakuan seperti air contoh
Rumus :
BOD (mg/l) = (DO0 - DO5) x faktor pengenceran
Keterangan :
DO0 = Kandungan O2 pada saat awal (mg/l)
DO5 = Kandungan O2 setelah hari ke-5 (mg/l)
E. Prosedur penentuan COD (titrimetri)
1. Pipet 10 ml air contoh, masukkan ke dalam erlenmeyer
2. Tambahkan 5 ml K2Cr2O7 0,025 N, aduk
3. Masukkan H2SO4 (15 ml)
4. Tutup erlenmeyer dengan kaca arloji untuk mencegah masuknay material
asing, diamkan selam 30 menit
5. Setelah selesai buka tutupnya lalu dinginkan
6. Encerkan larutan contoh dengan 7,5 ml aquades
7. Tambahkan 2 – 3 tetes indikator feroin, kemudian titrasi kelebihan K2Cr2O7
menggunakan FAS 0,025 N (Ferrous Amonium Sulfat) sampai berubah
warna dari kuning – oranye atau biru – kehijauan menjadi merah –
kecoklatan. Catat ml titran (A ml)
8. Larutan blanko (10 ml aquades + prosedur 2 – 7 di atas), catat ml titran (B
ml)
78
Rumus :
COD (mg/l) =
Keterangan :
A = ml FAS yang terpakai untuk blanko
B = ml FAS yang terpakai untuk air contoh
M = Molaritas FAS (0,025 N)
8000 = miliekuivalen bobot oksigen x 1000 (ml/l)
Untuk mendapatkan nilai COD yang mendekati hasil cara penentuan
standar, nilai COD dari hasil perhitungan disubsitusikan kedalam
persamaan regresi : Y = 3,02 + 1,505 X
Y = nilai COD dengan metode standar
X = nilai COD yang diperoleh dengan titrimetri
F. Prosedur penentuan Total Nitrogen
1. Masukkan 50 ml air contoh ke dalam labu Kjeldahl, tambahkan CuSO4 0,5
gram dan H2SO4 10 ml, lalu kocok hingga homogen dan panaskan sampai
cairan jernih
2. Biarkan dingin, kemudian cairan dipindah ke labu didih untuk didestilasi.
Dibasakan dengan menambah NaOH 25% sampai suasana basa, kemudian
tambahkan aquades hingga volume 350 ml
3. Didestilasi dan tetesan ditampung dalam tabung erlenmeyer yang berisi 10
ml HCl 0,01 N dan indikator metil red.
4. Hasil dititrasi dengan NaOH 0,01 N
5. Dengan cara yang sama, tentukan blanko
Rumus :
X (mg/l) =
79
Keterangan :
X (mg/l) = Total nitrogen
V (l) = volume air contoh
A = Jumlah ml titrasi air contoh
B = Jumlah ml titrasi blanko
G. Prosedur penentuan Total Phospor
1. Pipet 25 ml air contoh (tanpa disaring)
2. Tambahkan 1 ml H2SO4 30%
3. Tambahkan K2S2O8 0,5 gram, panaskan sampai volume kurang lebih 30 –
40 ml, dinginkan
4. Tambahkan indikator phenolpthalein 1 – 2 tetes, atur pH sampai 8,2 – 9,8
dengan menambahkan NaOH 6 N
5. Masukkan ke labu takar 50 ml, ambil 25 ml air contoh
6. Tambahkan mix regen (H2SO4 5N, antimonil tatrat, amonium molybdate,
ascorbic acid) sebanyak 4 ml
7. Spektrofotometer dengan panjang gelombang 880 nm
8. Buat larutan blanko dengan menhggunakan 50 ml akuades, kemudian
tambahkan pereaksi – pereaksi seperti prosedur 1 – 7 .
Rumus :
Total phosfat = (abs – 0,0169)/0,5383
80
Lampiran 11. Lokasi penelitian
Saluran Inlet IPAL PT. UNITEX Tangki Air Limbah
Bar Screen Cooling tower
Kolam Ekualisasi Tangki Koagulasi
81
Tangki Sedimentasi Tangki Intermediet
Kolam Aerasi Kolam Ikan
Saluran Akhir Air Limbah Belt filter press
82
Saluran Pembuangan Air Limbah 20 m sebelum saluran akhir air imbah
20 m setelah saluran akhir air limbah 200 m setelah saluran akhir air limbah
Top Related