TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ASURANSI PENGANGKUTAN LAUT
(Studi Lapangan pada PT. Asuransi Purna Artanugraha Semarang)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1)
Dalam Ilmu Syari’ah
Oleh: ADIB ZUBAIDI NIM: 042311016
JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARI’AH
IAIN WALISONGO SEMARANG 2010
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Lamp : 5 (lima) eksemplar
Hal : Naskah Skripsi
a.n. Sdr. Adib Zubaidi
Assalamua’alaikum Wr.Wb.
Setelah saya meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, bersama ini
saya kirimkan naskah skripsi saudara:
Nama : Adib Zubaidi
Nomor Induk : 042311016
Jurusan : MU
Judul Skripsi : TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP
ASURANSI PENGANGKUTAN LAUT
(Studi Lapangan pada Asuransi PT. Purna
Artanugraha Semarang)
Selanjutnya saya mohon agar skripsi saudara tersebut dapat segera
dimunaqasyahkan
Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Semarang, Juni 2009
Pembimbing I, Pembimbing II,
Drs. Sahidin M.Si Rahman El-Junusy, SE, MM. NIP. 150 263 235 NIP. 150 301 637
iii
DEPARTEMEN AGAMA RI INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
FAKULTAS SYARI’AH SEMARANG JL. Prof. Dr. HAMKA KM.2 Ngalian Telp. (024) 7601291 Semarang 50185
PENGESAHAN
Skripsi saudara : Adib Zubaidi
NIM : 042311016
Fakultas : Syari’ah
Jurusan : MU
Judul :TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ASURANSI
PENGANGKUTAN LAUT (Studi Lapangan pada
Asuransi PT. Purna Artanugraha Semarang)
Telah dimunaqasahkan oleh Dewan Penguji Fakultas Syari’ah Institut
Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:
31 Desember 2009
Dan dapat diterima sebagai syarat guna memperoleh gelar sarjana Strata1
tahun akademik 2008/2009
Semarang, Desember 2009 Ketua Sidang, Sekretaris Sidang, Dra. Hj. Siti Mujibatun, M.Ag Rahman El-Junusy, SE, MM NIP. 150 231 628 NIP. 150 301 637 Penguji I, Penguji II, Drs. H. Nur Khoirin, M.Ag H. Ahmad Izzudin, M.Ag NIP. 150 254 254 NIP. 150 290 930
Pembimbing I, Pembimbing II,
Drs. Sahidin M.Si Rahman El-Junusy, SE, MM. NIP. 150 263 235 NIP. 150 301 637
iv
M O T T O
)1: املائدة(يا أيها الذين آمنوا أوفوا بالعقود
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad perjanjianmu (QS. Al-Maidah: 1) ∗
∗Yayasan Penterjemah/Pentafsir al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Surabaya:
DEPAG RI, 1978, hlm.156.
v
PERSEMBAHAN
Dalam perjuangan mengarungi samudra Ilahi tanpa batas, dengan keringat
dan air mata kupersembahkan karya tulis skripsi ini teruntuk orang-orang yang
selalu hadir dan berharap keindahan-Nya. Kupersembahkan bagi mereka yang
tetap setia berada di ruang dan waktu kehidupan ku khususnya buat:
o Orang tuaku tercinta (Bapak Abdul Harist dan Ibu Mas'adah) yang selalu
memberi semangat, nasehat serta membimbingku dalam menjalani hidup ini.
o Kakak dan Adikku Tercinta (Mas Alfi H, Mas R. Uddin, Mas Ulum, Laila F),
yang selalu memberi motivasi dalam menyelesaikan studi.
o Teman-Temanku (Saad Hasan, Mawir, Fendy, Alka) dan teman-teman di Kost
Utara dan Kos Timur yang selalu bersama-sama dalam meraih cita dan asa.
Penulis
vi
DEKLARASI
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab,
penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak
berisi materi yang telah pernah ditulis oleh
orang lain atau diterbitkan. Demikian juga
skripsi ini tidak berisi satupun pemikiran-
pemikiran orang lain, kecuali informasi yang
terdapat dalam daftar kepustakaan yang
dijadikan bahan rujukan.
Jika di kemudian hari terbukti sebaliknya maka
penulis bersedia menerima sanksi berupa
pencabutan gelar menurut peraturan yang
berlaku
Semarang, 05 Juni 2009
ADIB ZUBAIDI NIM: 042311016
vii
ABSTRAK
Salah satu tindakan yang diambil di masa modern untuk pengaturan
ekonomi dan keuangan ialah asuransi. Saat ini asuransi telah memainkan peran penting dalam pertumbuhan industri sebagaimana halnya dalam organisasi perdagangan, industri, dan pertanian skala besar. Perumusan masalah adalah bagaimana mekanisme ganti rugi dalam asuransi pengangkutan laut pada Asuransi PT. Purna Artanugraha Semarang? Bagaimana tinjauan hukum Islam tentang ganti rugi pada Asuransi PT. Purna Artanugraha Semarang?
Dalam menyusun skripsi ini peneliti menggunakan jenis penelitian lapangan (field research) yaitu penelitian yang objeknya mengenai pembayaran ganti rugi Asuransi Pengangkutan Laut Pelabuhan Tanjung Emas Semarang. Data Primer, yaitu hasil wawancara dengan para pemilik barang yang mengasuransikan barangnya dan pihak asuransi ganti rugi dalam konteks asuransi pengangkutan laut. Sebagai data sekunder, yaitu berupa buku-buku atau kitab yang relevan dengan penelitian ini. Adapun teknik pengumpulan data menggunakan berupa interview (wawancara), observasi dan dokumentasi. Metode analisis data, peneliti menggunakan metode deskriptif analisis.
Hasil pembahasan menunjukkan bahwa dalam asuransi pengangkutan laut pada Asuransi PT. Purna Artanugraha Semarang bahwa pertanggungjawaban penanggung terhadap kerusakan barang dalam pengangkutan laut di pada Asuransi PT. Purna Artanugraha Semarang tidak bersifat mutlak. Dengan kata lain, dalam pertanggungan asuransi tidak ada yang mutlak terhadap penggantian kerugian atas harta benda yang dipertanggungkan. Perusahaan asuransi akan mengganti kerugian yang diderita oleh tertanggung sesuai dengan pokok-pokok yang diperjanjikan, dan tidak melanggar prinsip-prinsip asuransi, di antaranya, prinsip bahwa suatu pertanggungan asuransi harus didasari dengan i'tikad yang baik dari ke dua belah pihak. Tertanggung harus memberi informasi secara terbuka dan penanggung akan menjelaskan secara terbuka segala aspek mengenai polis asuransi. Apabila tertanggung ada niat yang tidak baik dalam mengasuransikan, maka bila terjadi kerugian (dan terbukti ada niat tidak baik) maka penanggung dapat menolak tuntutan ganti rugi tersebut
Apabila keterangan penanggung dan tertanggung ditinjau dari hukum Islam maka dapat dikatakan bahwa penanggung kurang menghormati perjanjian. Padahal menurut Islam penghormatan terhadap isi perjanjian hukumnya wajib, karena mentaati isi perjanjian memiliki peran yang besar dalam memelihara perdamaian dan melihat urgensinya dalam menciptakan muamalah yang sesuai dengan al-Qur'an dan hadis.
viii
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah yang maha pengasih dan penyayang, bahwa atas
taufiq dan hidayah-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi
ini. Skripsi yang berjudul: “TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP
ASURANSI PENGANGKUTAN LAUT (Studi Lapangan pada Asuransi PT.
Purna Artanugraha Semarang)" ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat
guna memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S.1) Fakultas Syari’ah Institut Agama
Islam Negeri (IAIN) Walisongo Semarang.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bimbingan dan
saran-saran dari berbagai pihak sehingga penyusunan skripsi ini dapat
terselesaikan. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Drs. H. Muhyiddin, M.Ag selaku Dekan Fakultas Syari’ah IAIN
Walisongo Semarang.
2. Bapak Drs. Sahidin M.Si selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak
Rahman El-Junusy, SE, MM selaku Dosen Pembimbing II yang telah
bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan
bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.
3. Bapak Drs. H. Nur Khoirin, M.Ag selaku penguji I dan Bapak H. Ahmad
Izzudin, M.Ag selaku penguji II yang banyak membimbing dan memberi
saran dalam penyelesaian skripsi ini.
4. Bapak Pimpinan Perpustakaan Institut yang telah memberikan izin dan
layanan kepustakaan yang diperlukan dalam penyusunan skripsi ini.
5. Para Dosen Pengajar di lingkungan Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo,
beserta staf yang telah membekali berbagai pengetahuan
6. Orang tuaku yang senantiasa berdoa serta memberikan restunya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Akhirnya hanya kepada Allah penulis berserah diri, dan semoga apa yang
tertulis dalam skripsi ini bisa bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan para
pembaca pada umumnya. Amin.
ix
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN....................................................................... iii
HALAMAN MOTTO ................................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................. v
HALAMAN DEKLARASI........................................................................... vi
ABSTRAK ................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR................................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................. ix
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................... 1
B. Perumusan Masalah .................................................... 8
C. Tujuan Penelitian .................................................... 8
D. Telaah Pustaka .................................................... 9
E. Metode Penelitian .................................................... 12
F. Sistematika Penulisan .................................................... 15
BAB II : ASURANSI ISLAM DAN ASURANSI KONVENSIONAL
A. Asuransi Islam .................................................... 17
1. Pengertian Asuransi Islam dan Landasan Hukumnya........ 17
2. Macam-Macam Asuransi ................................................... 20
3. Perbandingan Antara Asuransi Islam dan Konvensional... 26
4. Mekanisme Pengelolaan Dana dan Manfaat Asuransi
Syari'ah .................................................... 29
B. Asuransi Konvensional .................................................... 34
1. Pengertian dan Pengaturan Asuransi Laut .......................... 34
2. Bahaya-Bahaya Yang Menjadi Tanggungjawab
Penanggung .................................................... 39
x
3. Jenis-Jenis Kerusakan dan Kerugian Yang Dapat
Ditanggung dalam Asuransi............................................... 44
BAB III : GAMBARAN UMUM PENGANGKUTAN LAUT
DI PELABUHAN TANJUNG EMAS SEMARANG
A. Berdirinya PT Asuransi Purna Artanugraha di Pelabuhan
Tanjung Emas Semarang .................................................... 52
B. Tanggung Jawab Pihak Asuransi Pengangkutan Laut pada
Asuransi PT. Purna Artanugraha Semarang........................... 65
C. Ganti Rugi antara Perjanjian dengan Pelaksanaannya ........... 77
BAB IV : ANALISIS
A. Analisis terhadap Tanggung Jawab Pihak Asuransi
Pengangkutan Laut pada Asuransi PT. Purna Artanugraha
Semarang..................................................................................80
B. Analisis Hukum Islam tentang Tanggung Jawab Pihak
Asuransi Pengangkutan Laut pada Asuransi PT. Purna
Artanugraha Semarang ........................................... .............. 94
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................... 106
B. Saran-saran .................................................... 107
C. Penutup .................................................... 107
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu tindakan yang diambil di masa modern untuk pengaturan
ekonomi dan keuangan ialah asuransi. Saat ini asuransi telah memainkan
peran penting dalam pertumbuhan industri sebagaimana halnya dalam
organisasi perdagangan, industri, dan pertanian skala besar.1 Asuransi, pada
awalnya merupakan suatu kelompok yang bertujuan arisan untuk meringankan
beban keuangan individu dan menghindari kesulitan pembiayaan.2
Asuransi atau dalam bahasa Belanda "verzekering" berarti jaminan,
kepastian.3 Secara umum, pengertian asuransi dapat dilihat pada Pasal 246
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Dalam undang-undang tersebut
disebutkan bahwa yang dimaksud dengan asuransi atau pertanggungan adalah
"suatu perjanjian yang dengan perjanjian tersebut penanggung mengikatkan
diri kepada seseorang tertanggung untuk memberikan penggantian kepadanya
karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang
diharapkan yang mungkin dideritanya karena suatu peristiwa yang tidak
tertentu".4
1Muhammad Nejatullah Siddiqi, Insurance in an Islamic Economy, Terj. Ta'lim Musafir,
"Asuransi di dalam Islam", Bandung: Pustaka, 1987, hlm. 1. 2Mohammad Muslehuddin, Insurance in Islam, Terj. Wardana, "Asuransi dalam Islam",
Jakarta: Bumi Aksara, 1993, hlm. 3. 3Wojowasito, Kamus Umum Belanda Indonesia, Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve,
1992, hlm. 746. 4R. Subekti dan Citrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Undang-
Undang Kepailitan, Jakarta: PT Pradnya Paramita, 1986, hlm. 74.
2
Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa dalam asuransi
terdapat empat unsur yang harus ada. Pertama, perjanjian yang mendasari
terbentuknya perikatan antara dua pihak yang sekaligus terjadinya hubungan
keperdataan. Kedua, premi berupa sejumlah uang yang sanggup dibayarkan
oleh tertanggung kepada penanggung. Ketiga, adanya ganti rugi dari
penanggung kepada tertanggung jika terjadi klaim atau masa perjanjian
selesai. Keempat, adanya suatu peristiwa yang tidak tertentu yang adanya
suatu resiko yang memungkinkan datang atau tidak ada resiko. Selain itu, dari
pengertian di atas dapat dipahami pula bahwa dalam asuransi itu terdapat dua
pihak yang terlibat. Pertama, pihak yang mempunyai kesanggupan untuk
menanggung atau menjamin yang selanjutnya disebut dengan "penanggung".
Kedua, pihak yang akan mendapatkan ganti rugi jika menderita suatu musibah
sebagai akibat dari suatu peristiwa yang belum tentu akan terjadi, yang
selanjutnya disebut dengan "tertanggung". Pihak yang pertama bisa berupa
perseorangan, badan hukum atau lembaga seperti perusahaan, sedangkan
pihak kedua adalah masyarakat luas.5
Dengan pengertian di atas, menurut Fuad Mohd Fahfruruddin, asuransi
itu pada hakikatnya adalah perjanjian peruntungan.6 Peruntungan yang
dimaksud di sini bahwa peristiwa yang akan terjadi itu belum menentu dan
belum diketahui secara pasti, baik oleh perusahaan asuransi maupun oleh
peserta asuransi itu sendiri. Kalau peristiwa itu telah diketahui sebelumnya
5Jazuli dan Yadi Janwari, Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2002, hlm. 119. 6Fuad Mohd Fachruddin, Riba dalam Bank Koperasi, Perseroan, dan Asuransi, Bandung:
al-Ma'arif, tth, hlm. 198.
3
atau setidaknya direncanakan, khususnya oleh peserta, maka bagi perusahaan
asuransi sebagai asurador tidak berkewajiban untuk menunaikan
kewajibannya.7
Tujuan perjanjian pertanggungan (asuransi) adalah untuk mengalihkan
resiko si tertanggung kepada si penanggung, yang berarti bahwa penanggung
berkewajiban untuk mengganti kerugian tertanggung bila terjadi evenemen.
Sebagai kontra prestasinya tertanggung harus membayar uang premi kepada
penanggung. Berapa jumlah uang premi yang harus dibayar oleh tertanggung,
penanggung harus memperhitungkan berdasarkan statistik dan pengalaman
yang cermat.8
Salah satu asuransi yang bersedia menanggung risiko dalam
konteksnya dengan kerusakan barang dalam pengangkutan di laut adalah
asuransi laut. Asuransi laut merupakan salah satu asuransi kerugian yang
diatur secara lengkap dalam KUHD. Berkembangnya asuransi laut karena
pelaksanaan pengangkutan atau pelayaran melalui laut yang penuh dengan
ancaman bahaya laut.9
Bahaya-bahaya laut yang digolongkan sebagai evenemen terdiri dari
dua golongan, yaitu:
a. Bahaya-bahaya laut yang bersumber dari alam, misalnya badai,
gelombang besar, hujan angin, kabut tebal, batu karang, gunung es, sisa
kapal karam, dan sebagainya.
7Jazuli dan Yadi Janwari, op.cit., hlm. 120. 8Purwosotjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Hukum Pertanggungan,
Jakarta: Djambatan, 1983, hlm. 25. 9Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti,
1999, hlm. 153.
4
b. Bahaya-bahaya laut yang bersumber dari manusia, baik dari awak kapal
maupun dari pihak ketiga, misalnya pemberontakan awak kapal,
perompakan bajak laut, penahanan dan perampasan oleh penguasa
negara.10
Dalam KUHD bahaya-bahaya laut tersebut ditentukan dalam Pasal 637
tetapi rincian tersebut tidak bersifat limitatif, sebab pada bagian akhir rincian
itu ditutup dengan kata-kata "pada umumnya karena segala bahaya yang
datang dari luar apa pun namanya". Tetapi tidak semua bencana yang datang
dari luar itu menjadi tanggungan penanggung karena Pasal 637 KUHD
memberikan pengecualian, yaitu:
a. Apabila dalam undang-undang ditegaskan bahwa bencana-bencana
tertentu tidak menjadi beban penanggung;
b. Apabila suatu janji dalam polis menentukan bahwa bencana-bencana
tertentu tidak menjadi beban penanggung.
Untuk lengkapnya, berikut ini disajikan ketentuan Pasal 637 KUHD.
Semua kerugian dan kerusakan atas barang-barang asuransi karena bahaya-
bahaya laut berikut ini menjadi beban penanggung:
a. Bahaya badai, guruh, karam, kandas, melanggar kapal lain, menyenggol
kapal, menabrak kapal, terdampar kapal, terpaksa mengubah jurusan,
perjalanan, atau kapal.
b. Bahaya pelemparan barang-barang ke laut.
10Ibid., hlm. 158.
5
c. Bahaya kebakaran, kekerasan, banjir, perampasan, bajak laut, penyamun,
penahanan atas perintah penguasa, pernyataan perang, tindakan
pembalasan.
d. Bahaya karena kurang hati-hati, kealpaan atau kecurangan pihak nakhoda
atau anak buah kapal.
e. Pada umumnya karena segala bahaya yang datang dari luar apapun
namanya, kecuali oleh ketentuan undang-undang atau janji-janji dalam
polis penanggung dibebaskan dari bahaya-bahaya tersebut.
PT. Asuransi Purna Artanugraha merupakan asuransi pertanggungan
laut (marine insurance). Asuransi ini dimaksudkan untuk menanggung bahaya
atas barang-barang terutama selama dalam pengangkutan di laut. PT. Asuransi
Purna Artanugraha ini mencakup semua bahaya-bahaya yang dapat menimpa
barang selama pengangkutan berjalan. Termasuk di dalamnya antara lain
bahaya kebakaran dan bahaya-bahaya lain yang bertalian dengan
pengangkutan, bahaya-bahaya yang ditimbulkan oleh navigasi seperti, karam
kapal, tabrakan kapal dan lain-lain. Dengan kata lain, PT. Asuransi Purna
Artanugraha dimaksudkan sebagai asuransi tentang bahaya laut, misalnya
taufan, tenggelamnya kapal, kandas, tubrukan, kebakaran, perbuatan
kekerasan pihak ketiga (molest), kelalaian nakhoda atau anak buah kapal dan
sebagainya.
Dalam hubungannya dengan pertanggungjawaban asuransi terhadap
kerusakan barang dalam pengangkutan di Laut di Pelabuhan Tanjung Emas
Semarang terjadi suatu kasus sebagai berikut: beberapa orang tertanggung
6
telah mengasuransikan barang yang hendak dikirim di suatu tempat, namun
barang itu sesampainya di tempat yang dituju ditolak oleh pihak pemesan
barang dikarenakan barang tersebut mengalami kerusakan akibat kelalaian
dari pihak asuransi pengangkutan laut. Barang tersebut ditumpuk dan
disatukan dengan barang yang mempunyai bobot sangat berat, sehingga
barang tersebut menjadi cacat dan tidak utuh lagi.11 Demikian pula kelalaian
pihak asuransi pengangkutan laut yang pada waktu menurunkan barang
terburu-buru, dari ketidak hati-hatian ini barang yang ada di dalam rusak
sehingga pemesan barang menolak sebagian barang yang rusak dan hanya
menerima barang yang masih utuh.12
Menerima kenyataan yang demikian, maka tertanggung mengklaim
pihak asuransi atas kelalaiannya, namun ternyata penanggung tidak memberi
ganti rugi dan sebagian tertanggung ada yang menerima ganti rugi, namun
jumlah ganti rugi tidak sesuai dengan harga kerusakan barang
Dengan perkataan lain, seharusnya pihak tertanggung yang barangnya
mengalami kerusakan diganti dengan layak namun dalam kenyataannya ada
sejumlah tertanggung yang kecewa dengan pertanggungjawaban pihak
asuransi dalam membayar ganti rugi. Kekecewaan itu disebabkan terkadang
asuransi tidak memberi ganti rugi atau ganti ruginya tidak sebesar
sebagaimana yang ada dalam isi perjanjian. Sebaliknya menurut keterangan
dari pihak asuransi bahwa sebabnya asuransi tidak memberi ganti rugi atau
11 Hasil wawancara dengan Bapak Rozikin sebagai pihak yang mengasuransikan barang
(tertanggung) pada tanggal 18 Maret 2009. 12 Hasil wawancara dengan Bapak Nurkolis sebagai pihak yang mengasuransikan barang
(tertanggung) pada tanggal 17 Mei 2009
7
ganti rugi tidak sesuai dengan apa yang tercantum dalam isi perjanjian adalah
pertama, tertanggung da1am mengajukan klaim tidak disertai data-data yang
lengkap. Kedua, tertanggung tidak memahami mengenai hal-hal yang
tercantum di dalam polis.
Apabila kerusakan dan atau kerugian yang diderita tertanggung tidak
menyimpang dari apa yang diperjanjikan maka penanggung akan memberikan
ganti rugi sesuai nilai kerugian keuangan yang benar-benar diderita oleh
tertanggung. Sebaliknya apabila kerugian tersebut disebabkan oleh hal-hal
yang tidak dijamin di dalam polis, maka penanggung dapat menolak tuntutan
ganti rugi yang diajukan oleh tertanggung. Perusahaan asuransi tidak mutlak
untuk membayar ganti rugi terhadap setiap kerusakan dan atau kerugian yang
diderita oleh tertanggung. Penanggung mutlak akan memberikan ganti rugi
kepada tertanggung apabila semua aspek tersebut tidak ada yang melanggar
(dikecualikan) isi perjanjian, yaitu polis.13
Berdasarkan keterangan tersebut, menarik untuk diteleti tentang
mengapa pihak asuransi membayar ganti rugi yang tidak sesuai antara
perjanjian dengan pelaksanaannya di Asuransi Pengangkutan Laut Pelabuhan
Tanjung Emas Semarang, dan bagaimana jika ditinjau dari sudut hukum Islam
terhadap ingkar janji tersebut. Atas dasar itu menarik untuk diteliti tentang
bentuk pertanggungjawaban pihak penanggung, cara penanggung memberi
ganti rugi, dan faktor-faktor yang menyebabkan kecewanya pihak
tertanggung.
13Wawancara dengan bapak Rachmad Wahyuhadi, Kepala cabang PT Asuransi Purna
Artanugraha, tanggal 18 Maret 2009.
8
Berpijak pada pentingnya masalah di atas, maka penulis hendak
mengangkat tema ini dengan judul: Tinjauan Hukum Islam terhadap Asuransi
Pengangkutan Laut (Studi Lapangan pada Asuransi PT. Purna Artanugraha
Semarang)
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka yang menjadi perumusan
masalah:
1. Bagaimana tanggung jawab pihak asuransi pengangkutan laut pada
PT. Asuransi Purna Artanugraha Semarang?
2. Bagaimana tinjauan hukum Islam tentang tangung jawab pihak
PT. Asuransi Purna Artanugraha Semarang?
C. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui tanggung jawab pihak asuransi pengangkutan laut pada
PT. Asuransi Purna Artanugraha Semarang
2. Untuk mengetahui tinjauan hukum Islam tentang tangung jawab pihak
PT. Asuransi Purna Artanugraha Semarang
D. Telaah Pustaka
Sepanjang pengetahuan peneliti, belum ditemukan penelitian yang
membahas tentang mekanisme ganti rugi dalam asuransi pengangkutan laut
pada PT. Asuransi Purna Artanugraha Semarang. Berdasarkan penelitian di
9
perpustakaan, sudah ada beberapa penelitian yang membahas asuransi, namun
penelitian ini sangat berbeda dengan penelitian sebelumnya. Meskipun
beberapa penelitian sebelumnya ada yang telah mengungkapkan asuransi, tapi
masih bersifat umum dan belum menyentuh tentang pembayaran ganti rugi
yang tidak sesuai antara perjanjian dengan pelaksanaannya pada Asuransi PT.
Purna Artanugraha Semarang.
Beberapa penelitian yang dimaksud, di antaranya:
1. Skripsi yang disusun Nur Anisah Fatmawati (NIM: 2103213) dengan
judul: Studi Analisis Terhadap Pendapat Ali Yafie tentang Asuransi. Pada
intinya penyusun skripsi ini menyimpulkan bahwa menurut Ali Yafie, dari
tiga jenis asuransi, dua di antaranya yaitu asuransi perkumpulan (al-ta'min
al-ta'awuni) dan asuransi wajib (al-ta'min al-'ilzami) dapat memperoleh
tempat dalam lingkungan patokan-patokan muamalah yang ditetapkan
oleh hukum syara'. Oleh karenanya layak diberi perhatian ke arah
pengembangannya menjadi wasilah masyru'ah. Jenis asuransi lainnya,
yaitu asuransi perusahaan (al-tamin al-tijari), tidak memberikan
pemecahan atas pangkal ide asuransi yang baik, dan menurut hukum dan
praktiknya ia kait-mengait dengan hal-hal yang dilarang oleh hukum
agama di dalam muamalah. Ia pun tidak menjamin suatu mashlahah
mu'tabarah (syar'an) dan tidak ada dharurah ataupun hajah melekat
padanya karena ia bukan satu-satunya pilihan.
Istinbat hukum yang digunakan Ali Yafie dalam hal membolehkan
keberadaan asuransi perkumpulan (al-ta'min al-ta'awuni) dan asuransi
10
wajib (al-ta'min al-'ilzami) yaitu (a) Al-Qur'an surat al-Ma'idah ayat 2; (b)
Hadis dari Muhammad bin Abdullah bin Numair dari bapaknya dari
Zakaria dari Sya'biy dari Nu'man bin Basyir, hadis dari Imam Muslim; (c)
Asas maslahah mursalah, yaitu maslahah yang mu'tabarah (dapat
diterima). Maslahat yang mu'tabarah (dapat diterima) ialah maslahat-
maslahat yang bersifat hakiki, yaitu meliputi lima jaminan dasar:
keselamatan keyakinan agama, keselamatan jiwa, keselamatan akal,
keselamatan keluarga dan keturunan, dan keselamatan harta benda
2. Skripsi yang berjudul Studi Analisis Pemikiran Sayyid Sabiq Tentang
Asuransi disusun oleh Siti Saifiyatun Nasikhah (NIM.2100166). Pada
intinya, penyusun skripsi ini mengungkapkan bahwa Sayid Sabiq dalam
Fiqhus-Sunnah, setelah mengutarakan pandangan Syekh Ahmad Ibrahim
terse but, beliau menggaris bawahi bahwa asuransi tidak dapat
dimasukkan sebagai mudlarabah yang shahih tetapi termasuk mudlarabah
yang rusak. Perusahaan asuransi itu tidak dapat dikatakan memberi
sumbangan kepada pihak tertanggung (nasabah) dengan apa yang
diharuskannya, karena karakter asuransi menurut undang-undang adalah
termasuk akad pembayaran yang tidak menentu (untung-untungan).
3. Skripsi yang berjudul Studi Analisis Konsep Yusuf Qardawi tentang
Asuransi, disusun oleh Nur Hasanah (NIM. 2196111). Penulis skripsi
tersebut dalam temuannya mengungkapkan bahwa penyusun kitab Al-
Halal wal Haram fil Islam, Syekh Muhammad Yusuf al-Qardlawi ikut
memperkatakan asuransi. Beliau tidak menolak asuransi secara mutlak.
11
Asuransi masih dapat diterima apabila disesuaikan dengan prinsip syari'at
Islam. Yang beliau tolak ialah asuransi dalam praktek sekarang ini, dan
dipandangnya bertentangan dengan prinsip-prinsip syari'at. Sebagai
contoh al-Qardlawi menunjuk kepada asuransi kecelakaan, yaitu seorang
anggota membayar sejumlah uang (X rupiah misalnya) setiap tahun.
Apabila dia bisa lolos dari kecelakaan, maka uang jaminan itu hilang,
sedang si pemilik perusahaan akan menguasai sejumlah uang tersebut dan
sedikitpun ia tidak mengembalikannya kepada anggota asuransi itu. Tapi
jika terjadi sesuatu kecelakaan, maka perusahaan akan membayar
sejumlah uang yang telah disetujui bersama.
Al-Qardlawi juga menunjuk asuransi jiwa, apabila anggota
asuransi itu membayar sejumlah uang (dua ribu dollar misalnya) pada
periode pertama kemudian mendadak meninggal dunia, maka dia akan
mendapat pengembalian sejumlah uang tersebut dengan penuh, tidak
kurang satu sen pun. Tetapi kalau dia itu kongsi dengan pedagang, maka
ia akan memperoleh pengembalian uang sejumlah uang yang disetor pada
periode itu tambah dengan keuntungannya.
MUI pada tanggal 25 Maret 2005 mengeluarkan fatwa bahwa
asuransi pada hakikatnya sama atau serupa dengan judi karena
mengandung unsur tidak jelas dan tidak pasti serta mengandung unsur
riba. Dengan demikian asuransi yang di dalamnya terdapat unsur riba dan
eksploitasi adalah haram, sedangkan asuransi yang bersifat koperatif
hukumnya halal.
12
Berdasarkan pada keterangan tersebut, bahwa sebetulnya sudah banyak
penelitian yang membahas persoalan asuransi, namun demikian penelitian ini
lebih memfokuskan tentang pembayaran ganti rugi yang tidak sesuai antara
perjanjian dengan pelaksanaannya di Asuransi Pengangkutan Laut Pelabuhan
Tanjung Emas Semarang.
E. Metode Penelitian
Metode penelitan bermakna seperangkat pengetahuan tentang langkah-
langkah sistematis dan logis dalam mencari data yang berkenaan dengan
masalah tertentu untuk diolah, dianalisis, diambil kesimpulan dan selanjutnya
dicarikan cara pemecahannya. Metode penelitian dalam skripsi ini dapat
dijelaskan sebagai berikut:14
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian lapangan (field research), yaitu
penelitian yang objeknya mengenai pembayaran ganti rugi Asuransi
Pengangkutan Laut Pelabuhan Tanjung Emas Semarang.15 Adapun lokasi
yang akan dijadikan penelitian adalah Asuransi Pengangkutan Laut
Pelabuhan Tanjung Emas Semarang.
2. Sumber Data
a. Data Primer, yaitu data yang langsung yang segera diperoleh dari
14Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gajah Mada University
Press, 1991, hlm. 24. 15Suharismi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka
Cipta, Cet. II, 1998, hlm. 15
13
sumber data oleh penyelidik untuk tujuan yang khusus itu.16 Data yang
dimaksud adalah hasil wawancara dengan para pemilik barang yang
mengasuransikan barangnya dan pihak asuransi ganti rugi dalam
konteks asuransi pengangkutan laut.
b. Data Sekunder, yaitu data yang mendukung data primer, dan relevan
dengan penelitian ini, seperti: buku-buku atau kitab, penelitian-
penelitian terdahulu, dokumen, artikel/jurnal dan lain-lain.
3. Metode Pengumpulan Data
a. Interview (wawancara)
Wawancara ini menggunakan snowball sampling yaitu teknik
penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya kecil, kemudian
membesar. Ibarat bola salju yang menggelinding yang lama-lama
menjadi besar. Dalam penentuan sampel, pertama-tama dipilih satu
atau dua orang, kemudian dua orang ini disuruh memilih teman-
temannya untuk dijadikan sampel. Begitu seterusnya, sehingga jumlah
sampel semakin banyak.17
Wawancara atau interview adalah percakapan dengan maksud
tertentu, percakapan ini dilakukan oleh dua belah pihak, yaitu
pewawancara (interview) dan yang memberikan jawaban atas
pernyataan itu.18 Adapun pihak-pihak yang dimaksud adalah :
16Winarno Surahmad, Pengantar Penelitian-Penelitian Ilmiah, Dasar Metoda Teknik,
Edisi 7, Bandung: Tarsito, 1989, hlm. 134-163. 17Sugiono, Metode Penelitian Bisnis, Bandung: Alfabetha, 2003, hlm. 78. 18Lexy J. Moelong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2000, hlm. 135
14
1) Para pihak yang mengasuransikan barang
2) Pihak Asuransi.
b. Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal
atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah,
prasasti, notulen rapat, agenda dan sebagainya.19 Dalam hal ini penulis
menggunakan dokumentasi yang langsung diambil dari obyek
pengamatan (dokumentasi dari Pelabuhan Tanjung Emas Semarang).
4. Metode Analisis Data
Penelitian ini pada umumnya bertujuan untuk mempelajari secara
mendalam terhadap suatu individu, kelompok, institusi, atau masyarakat
tertentu, tentang latar belakang, keadaan/kondisi, faktor-faktor, atau
interaksi-interaksi (sosial) yang terjadi di dalamnya.20 Data-data hasil
penelitian yang telah terkumpul kemudian dianalisis dengan metode
deskriptif analisis. Metode ini diterapkan dengan cara menganalisis dan
menggambarkan mekanisme ganti rugi dalam Asuransi Pengangkutan Laut
di Pelabuhan Tanjung Emas Semarang serta ditinjau dari hukum Islam
tentang ketidaksesuaian ganti rugi antara perjanjian dengan
pelaksanaannya dalam Asuransi Pengangkutan Laut di Pelabuhan Tanjung
Emas Semarang.
19Suharsimi Arikunto, op.cit., hlm. 206 20Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2007, hlm. 36
15
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab yang masing-
masing menampakkan titik berat yang berbeda, namun dalam satu kesatuan
yang saling mendukung dan melengkapi.
Bab pertama berisi pendahuluan, merupakan gambaran umum secara
global namun integral komprehensif dengan memuat: latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan penelitian, telaah pustaka, metode penelitian dan
sistematika penulisan.
Bab kedua berisi asuransi Islam dan asuransi konvensional yang
meliputi asuransi Islam (pengertian asuransi islam dan landasan hukumnya,
macam-macam asuransi, perbandingan antara asuransi islam dan
konvensional, mekanisme pengelolaan dana dan manfaat asuransi syari'ah),
asuransi konvensional (pengertian dan pengaturan asuransi laut, bahaya-
bahaya yang menjadi tanggungjawab penanggung, jenis-jenis kerusakan dan
kerugian yang dapat ditanggung dalam asuransi).
Bab ketiga berisi gambaran umum pengangkutan laut di pelabuhan
Tanjung Emas Semarang yang meliputi berdirinya asuransi laut di pelabuhan
Tanjung Emas Semarang, mekanisme ganti rugi dalam asuransi laut di
pelabuhan Tanjung Emas Semarang, ketidaksesuaian ganti rugi antara
perjanjian dengan pelaksanaannya.
Bab keempat berisi analisis yang meliputi analisis terhadap mekanisme
ganti rugi dalam asuransi pengangkutan laut di pelabuhan Tanjung Emas
Semarang, analisis hukum Islam tentang ketidaksesuaian ganti rugi antara
16
perjanjian dengan pelaksanaannya dalam asuransi pengangkutan laut di
pelabuhan Tanjung Emas Semarang.
Bab kelima merupakan penutup yang berisi kesimpulan, saran dan
penutup.
17
BAB II
ASURANSI ISLAM DAN ASURANSI KONVENSIONAL
A. Asuransi Islam
1. Pengertian Asuransi Islam dan Landasan Hukumnya
Dalam Kamus Indonesia Inggris An Indonesian-English-Dictionary,
asuransi berasal dari Bahasa Inggris insurance.1 Sedangkan dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, asuransi adalah pertanggungan (perjanjian antara
dua pihak, pihak yang satu berkewajiban membayar iuran dan pihak yang
lain berkewajiban memberikan jaminan sepenuhnya kepada pembayar iuran
apabila terjadi sesuatu yang menimpa pihak pertama atau barang miliknya
sesuai dengan perjanjian yang dibuat).2 Sedangkan dalam Kamus Modern
Bahasa Indonesia, asuransi adalah pertanggungan jiwa, kebakaran dan lain-
lain.3 Dalam Kamus Umum Belanda Indonesia, asuransi berasal dari Bahasa
Belanda assuran'tie.4 Sedangkan dalam Kamus Indonesia Arab, asuransi
berasal dari Bahasa Arab 5 .تأمين
Dalam bahasa Arab, asuransi dikenal dengan istilah at-ta'min,
penanggung disebut mu'ammin, tertanggung disebut mu'amman lahu atau
musta'min. At-ta'min diambil dari amana yang artinya memberi
1John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Indonesia Inggris An Indonesian-English-
Dictionary, Jakarta: PT. Gramedia, 2000, hlm. 33. 2Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2002, hlm. 73. 3Sutan Muhammad Zain, Kamus Modern Bahasa Indonesia, Jakarta: Grafika, tth, hlm.
59. 4S. Wojowasito, Kamus Umum Belanda Indonesia, Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve,
1992, hlm. 48. 5Asad M. Alkalali, Kamus Indonesia Arab, Jakarta: Bulan Bintang, 1987, hlm. 30.
18
perlindungan, ketenangan, rasa aman, dan bebas dari rasa takut, seperti yang
tersebut dalam QS. Quraisy (106): 4, yaitu "Dialah Allah yang
mengamankan mereka dari ketakutan." Pengertian dari at-ta'min adalah
seseorang membayar menyerahkan uang cicilan agar ia atau ahli warisnya
mendapatkan sejumlah uang sebagaimana yang telah disepakati, atau untuk
mendapatkan ganti terhadap hartanya yang hilang.6
Menurut Afzalur Rahman, kontrak asuransi adalah suatu kontrak
antara dua pihak, penanggung asuransi dengan yang diasuransikan, pihak
pertama tadi bertanggung jawab atas ganti rugi, sedangkan pihak kedua
apabila terjadi atau mengalami peristiwa-peristiwa sesuai dengan
kesepakatan, menerima pengembalian atas premi yang telah dibayarkan.7
Ahli fikih kontemporer, Wahbah az-Zuhaili mendefinisikan asuransi
berdasarkan pembagiannya. Ia membagi asuransi dalam dua bentuk, yaitu
at-ta'min at-ta'awuni dan at-ta'min bi qist sabit. At-ta'min at-ta'awuni atau
asuransi tolong-menolong adalah "kesepakatan sejumlah orang untuk
membayar sejumlah uang sebagai ganti rugi ketika salah seorang di antara
mereka mendapat kemudaratan." At-ta'min bi qist sabit atau asuransi dengan
pembagian tetap adalah "akad yang mewajibkan seseorang membayar
sejumlah uang kepada pihak asuransi yang terdiri atas beberapa pemegang
6Wirdyaningsih (ed), Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2005,
hlm. 221. 7Afzalur Rahman, Economic Doctrines of Islam, Terj. Soroyo dan Nastangin, "Doktrin
Ekonomi Islam", jilid 4, Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995, hlm. 28.
19
saham dengan perjanjian apabila peserta asuransi mendapat kecelakaan, ia
diberi ganti rugi."8
Musthafa Ahmad az-Zarqa memaknai asuransi adalah sebagai suatu
cara atau metode untuk memelihara manusia dalam menghindari resiko
(ancaman) bahaya yang beragam yang akan terjadi dalam hidupnya, dalam
perjalanan kegiatan hidupnya, atau dalam aktivitas ekonominya. la
berpendapat, bahwa sistem asuransi adalah sistem ta'awun dan tadhamun
yang bertujuan untuk menutupi kerugian peristiwa-peristiwa atau musibah-
musibah oleh sekelompok tertanggung kepada orang yang tertimpa musibah
tersebut. Penggantian tersebut berasal dari premi mereka.9
Sebenarnya, dalam mentranslit istilah asuransi ke dalam konteks
asuransi Islam terdapat beberapa istilah, antara lain dikenal istilah takaful
(bahasa Arab), ta'min (bahasa Arab), dan Islamic insurance (bahasa
Inggris). Istilah-istilah tersebut secara substansial tidak jauh berbeda dan
mengandung makna yang sama, yakni pertanggungan (saling menanggung).
Namun, istilah yang paling populer sebagai istilah lain dari asuransi dan
juga paling banyak digunakan di beberapa negara, termasuk Indonesia,
adalah istilah takaful. Istilah takaful sendiri dipakai sebagai istilah lain bagi
Asuransi Islam untuk pertama kalinya digunakan oleh Dar al-Mal al-Islami -
perusahaan asuransi Islam di Genewa yang berdiri pada tahun 1983.10
8Abdul Aziz Dahlan, et. al, (ed), Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 1, Jakarta: PT Ichtiar
Baru Van Hoeve, 1997, hlm. 138. 9Wirdyaningsih (ed), op.cit., hlm. 222. 10Djazuli dan Yadi Janwari, Lembaga-lembaga Perekonomian Umat (Sebuah
Pengenalan) Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002, hlm. 119..
20
Istilah takaful, tentu saja, diambil dari Bahasa Arab dengan kata
dasar takafala—yatakafalu—takaful yang berarti saling menanggung atau
menanggung bersama. Secara operasional, penggunaan istilah takaful ini
dimaksudkan bahwa semua peserta asuransi menjadi penolong atau
penjamin satu sama lainnya. Hal ini berarti bahwa dalam asuransi takaful
yang saling menanggung bukan antara perusahaan asuransi dengan peserta,
melainkan terjadi di antara para peserta, di mana peserta yang satu menjadi
penanggung bagi peserta yang lainnya. Sedangkan perusahaan asuransi
hanya bertindak sebagai fasilitator saling menanggung di antara para peserta
asuransi. Hal ini antara lain yang membedakan antara asuransi takaful
dengan asuransi konvensional, di mana dalam asuransi konvensional terjadi
saling menanggung antara perusahaan asuransi dengan peserta asuransi.11
2. Macam-Macam Asuransi
Asuransi yang terdapat pada negara-negara di dunia ini bermacam-
macam, hal ini terjadi karena bermacam-macam pula sesuatu yang
diasuransikan. Untuk lebih jelasnya, macam-macam asuransi itu adalah:
a Asuransi Timbal Balik
Yang dimaksud dengan asuransi timbal balik adalah bahwa
beberapa orang memberikan iuran tertentu yang dikumpulkan dengan
maksud meringankan atau melepaskan beban seseorang dari mereka di
waktu mendapat kecelakaan. Jika uang dikumpulkan tersebut telah habis
11Ibid., hlm. 120.
21
maka dipungut lagi iuran yang baru untuk persiapan selanjutnya,
demikianlah terus-menerus.12
b Asuransi Dagang
Asuransi dagang adalah beberapa manusia yang senasib
bermufakat dalam mengadakan pertanggungan jawab bersama untuk
memikul kerugian yang menimpa salah seorang anggota mereka.
Apabila timbul kecelakaan yang merugikan salah seorang anggota
kelompoknya yang telah berjanji itu, seluruh orang yang tergabung
dalam perjanjian tersebut memikul beban kerugian itu dengan cara
memungut derma (iuran) yang telah ditetapkan atas dasar kerja sama
untuk meringankan teman semasyarakat.
c Asuransi Pemerintah
Asuransi pemerintah adalah menjamin pembayaran harga
kerugian kepada siapa saja yang menderita di waktu terjadinya suatu
kejadian yang merugikan tanpa mempertimbangkan keuntungannya,
bahkan pemerintah menanggung kekurangan yang terdapat karena uang
yang dipungut sebagai iuran dan asuransi lebih kecil daripada harga
pembayaran kerugian yang harus diberikan kepada penderita di waktu
kerugian itu terjadi. Asuransi pemerintah dilakukan secara obligator atau
paksaan dan dilakukan oleh badan-badan yang telah ditentukan untuk
masing-masing keperluan.
12Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2002, hlm. 3110
22
d Asuransi Jiwa
Yang dimaksud dengan asuransi jiwa adalah asuransi atas jiwa
orang-orang yang mempertanggungkan atas jiwa orang lain,
penanggung (asurador) berjanji akan membayar sejumlah uang kepada
orang yang disebutkan namanya dalam polis apabila yang
mempertanggungkan (yang ditanggung) meninggal dunia atau sesudah
melewati masa-masa tertentu.13
e Asuransi atas Bahaya yang Menimpa Badan
Asuransi atas bahaya yang menimpa badan adalah asuransi
dengan keadaan-keadaan tertentu pada asuransi jiwa atas kerusakan-
kerusakan diri seseorang, seperti asuransi mata, asuransi telinga,
asuransi tangan atau asuransi-asuransi atas penyakit-penyakit tertentu.
Asuransi ini banyak dilakukan oleh buruh-buruh industri yang
menghadapi bermacam-macam kecelakaan dalam menunaikan tugasnya.
f Asuransi Terhadap Bahaya-bahaya Pertanggungan Jawab Sipil
Yang dimaksud dengan asuransi terhadap bahaya-bahaya
pertanggungan jawab sipil adalah asuransi yang diadakan terhadap
benda-benda, seperti asuransi rumah, perusahaan, mobil, kapal udara,
kapal laut motor dan yang lainnya, di RPA asuransi mengenai mobil
dipaksakan.14
Dalam UU Nomor 2 Tahun 1992 (Tentang Usaha Perasuransian),
maka asuransi syari'ah terdiri dari dua jenis, yaitu asuransi Syari'ah umum
13Fuad Mohd Fachruddin, Riba dalam Bank Koperasi, Perseroan, dan Asuransi, Bandung: al-Ma'arif, tth, hlm.196.
14Ibid., hlm. 203.
23
(asuransi kerugian) dan asuransi Syari'ah keluarga (asuransi jiwa). Asuransi
Syari'ah umum adalah bentuk asuransi Syari'ah yang memberi perlindungan
dalam menghadapi bencana atau kecelakaan atas harta milik peserta asuransi
Syari'ah. Sedangkan yang dimaksud dengan asuransi Syari'ah keluarga
adalah bentuk asuransi Syari'ah yang memberikan perlindungan dalam
menghadapi musibah kematian dan kecelakaan atas diri peserta asuransi
Syari'ah. Dari pengertian ini dapat disimpulkan bahwa yang diasuransikan
dalam asuransi Syari'ah umum adalah harta yang dimiliki peserta asuransi,
sedangkan yang diasuransikan dalam asuransi syari'ah keluarga adalah diri
atau jiwa peserta asuransi itu sendiri.15
Asuransi syari'ah umum merupakan bentuk perlindungan syari'ah
untuk perorangan, perusahaan, yayasan, lembaga, atau badan hukum
lainnya. Asuransi ini ditawarkan sebagai upaya untuk menghadapi
kemungkinan terjadinya bencana, seperti kebakaran, kehilangan, kerusakan,
dan kemalangan lainnya yang menimpa harta benda atau barang-barang
yang dimiliki oleh peserta asuransi syari'ah.
Kalau asuransi syari'ah umum ditawarkan tidak hanya untuk
perorangan tetapi juga untuk badan hukum, sedangkan asuransi syari'ah
keluarga hanya ditawarkan kepada perorangan. Asuransi syari'ah keluarga
merupakan bentuk perlindungan syari'ah yang ditujukan bagi perorangan
yang ingin menyediakan sejumlah uang sebagai cadangan dana untuk ahli
warisnya seandainya yang bersangkutan meninggal dunia atau sebagai bekal
15Yadi Janwari, Asuransi Syari'ah, Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2005, hlm. 55
24
di masa tua seandainya selama menjadi peserta asuransi syari'ah tidak
meninggal dunia. Untuk kasus di Indonesia, kedua jenis asuransi itu dibuat
menjadi dua perusahaan yang terpisah, yakni PT. Asuransi Takaful
Keluarga (Asuransi Jiwa) dan PT. Asuransi Takaful 'ah Umum (Asuransi
Kerugian). Kedua perusahaan asuransi itu kemudian berada di bawah PT.
Syarikat Takaful Indonesia sebagai Holding Company dari dua anak
perusahaan itu. Sebagaimana telah dikemukakan di muka bahwa
pembentukan kedua anak perusahaan di bawah PT. Syarikat Takaful ini
dimaksudkan untuk mengikuti Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992
tentang Usaha Perasuransian, di mana perusahaan asuransi jiwa dan
perusahaan asuransi kerugian harus didirikan dan dioperasikan secara
terpisah.16
Berikut akan dikemukakan aturan-aturan umum kedua jenis asuransi
syari'ah tersebut. Bentuk asuransi keluarga syari'ah dilakukan menurut
aturan-aturan sebagai berikut: (1) Peserta asuransi bebas memilih salah satu
jenis atau produk asuransi keluarga yang ada, umur peserta 18-50 tahun,
masa klaim berakhir sebelum mencapai umur 60 tahun; (2) Perusahaan dan
peserta asuransi mengadakan perjanjian mudharabah (bagi-hasil), sekaligus
dinyatakan hak dan kewajiban antara kedua belah pihak; (3) Setiap peserta
asuransi akan menyerahkan premi asuransi sesuai dengan kemampuan
peserta, tetapi tidak boleh kurang dari jumlah minimal yang ditetapkan
perusahaan asuransi; (4) Setiap premi yang dibayarkan peserta dibagi ke
16Ibid., hlm. 56.
25
dalam dua rekening, yaitu Rekening Peserta dan Rekening Derma (Tabarru'
atau charity account), yang prosentase kedua rekening itu ditentukan sesuai
kelompok umur peserta dan jangka waktu pertanggung; (5) Uang angsuran
(premi) oleh perusahaan asuransi akan disatukan ke dalam "Kumpulan Dana
Peserta", yang selanjutnya diinvestasikan dalam pembiayaan-pembiayaan
proyek yang dibenarkan syari'ah; (6) Keuntungan yang diperoleh dari
investasi itu akan dibagi dengan peserta sesuai dengan perjanjian
mudharabah yang telah disepakati sebelumnya; dan (7) Keuntungan bagian
peserta akan dikreditkan ke dalam rekening peserta dan rekening derma
secara proporsional.17
Sedangkan bentuk asuransi umum (kerugian) syari'ah dilakukan
menurut aturan-aturan sebagai berikut: (1) Peserta dapat terdiri dari
perorangan, perusahaan, lembaga/yayasan/badan hukum, atau yang lainnya;
(2) Perjanjian kerjasama antara perusahaan asuransi dan peserta asuransi
syari'ah umum dilakukan berdasarkan prinsip mudharabah; (3) Besarnya
nominal premi tergantung dari jenis asuransi yang dipilih. Setoran premi
dilakukan sekaligus pada awal kontrak dibuat. Jangka waktu pertanggungan
adalah satu tahun, dan harus diperbaharui jika kontrak hendak diperpanjang
untuk tahun berikutnya; (4) Premi asuransi dikumpulkan dalam satu
kumpulan dana yang kemudian diinvestasikan dalam proyek-proyek atau
pembiayaan-pembiayaan lainnya yang sejalan dengan Syari'ah; (5)
Keuntungan dari hasil investasi akan dikreditkan ke dalam kumpulan dana
17Ibid., hlm. 56.
26
peserta; (6) Jika terjadi musibah atas harta benda peserta yang
diasuransikan, maka perusahaan asuransi membayarkan ganti rugi atau
santunan kepada peserta tersebut dengan dana yang diambil dari kumpulan
dana peserta asuransi syari'ah umum; (7) Biaya-biaya yang diperlukan oleh
perusahaan asuransi diambil dari kumpulan dana peserta. Jika masih
terdapat kelebihan dana akan dibayarkan kepada peserta dan perusahaan
asuransi menurut prinsip mudharabah.18
3. Perbandingan Antara Asuransi Islam dan Konvensional
Perbedaan utama terletak pada prinsip dasarnya. Asuransi syariah
menggunakan konsep takaful, bertumpu pada sikap saling tolong-menolong
dalam kebaikan dan ketakwaan (wata'wanu alal birri wat taqwa) dan tentu
saja memberi perlindungan (at-ta'min). Satu sama lain saling menanggung
musibah yang dialami peserta lain. Allah Swt. berfirman, "Dan saling tolong
menolonglah dalam kebaikan dan ketakwaan dan jangan saling tolong-
menolong dalam dosa dan permusuhan. Sedangkan pada asuransi
konvensional dasar kesepakatannya adalah jual beli. Perbedaan yang nyata
juga terdapat pada investasi dananya. Pada takaful, investasi dana
didasarkan sistem syariah dengan sistem bagi hasil (mudarabah), sedangkan
pada asuransi konvensional tentu saja atas dasar bunga atau riba.19
Demikian pula untuk dana premi yang terkumpul dari peserta. Pada
sistem konvensional dana itu jelas menjadi milik perusahaan asuransi. Tentu
18Ibid., hlm. 57. 19Mustafa Edwin Nasution, et al, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, Jakarta: Kencana,
2006, hlm. 298
27
saja terserah pada perusahaan itu bila hendak diinvestasikan ke mana pun.
Adapun pada asuransi takaful, dana itu tetap milik peserta. Perusahaan
hanya mendapat amanah untuk mengelolanya. Konsep ini menghasilkan
perbedaan pada perlakuan terhadap keuntungan. Pada takaful keuntungan
dibagi antara perusahaan asuransi dengan peserta, sedang pada sistem
konvensional keuntungan menjadi milik perusahaan.
Satu hal yang sangat ditekankan dalam takaful adalah meniadakan
tiga unsur yang selalu dipertanyakan, yakni ketidakpastian, untung-
untungan, dan bunga alias riba. Tentu saja perusahaan yang bergerak dengan
sistem takaful ini tidak melupakan unsur keuntungan yang bisa diperoleh
nasabah.
Dari setiap premi yang dibayarkan, sekitar lima persen akan
dimasukkan ke dana peserta. Ini sebagai tabungan bila terjadi klaim peserta
secara tiba-tiba. Dana yang sebesar lima persen itu disebut dana tabarru.
Sumbangan (tabarru') sama dengan hibah (pemberian), oleh karena itu
haram hukumnya ditarik kembali. Kalau terjadi peristiwa, maka diselesaikan
menurut syariat.20
Sisanya sebanyak 95% akan segera ditanamkan di sejumlah
portofolio investasi yang sesuai dengan syariah Islam, yakni saham, reksa
dana syariah, dana penyertaan langsung, dana talangan, deposito, serta
hipotek. Setelah dikurangi beban asuransi, surplus kumpulan dana itu akan
20Ibid., hlm. 299.
28
dibagikan kepada peserta dengan sistem bagi hasil. Nisbahnya berkisar 70%
untuk perusahaan asuransi dan 30% untuk peserta.
Proporsi ini bisa meningkat menjadi 60: 40 bila saja hasil investasi
meningkat dengan tajam. Ini berlaku untuk semua produk asuransinya.
Inilah yang membedakan dengan produk asuransi konvensional. Pada
asuransi konvensional keuntungan ini menjadi milik perusahaan asuransi.
Dari ilustrasi itu, nilai keuntungan yang akan diperoleh peserta
sangat tergantung pada kecerdikan manajemen investasi mengelola duit
nasabah. Dalam kondisi biasa-biasa saja, potensi keuntungan yang akan
diraup bisa mencapai delapan persen per tahun. Namun jika hasilnya sedang
bagus, peserta bisa meraih keuntungan hingga l6 %. Hal menarik lainnya
berkaitan dengan perbedaan asuransi syariah dengan konvensional adalah
soal dana hangus. Pada asuransi konvensional dikenal dana hangus, yakni
ketika peserta tidak dapat melanjutkan pembayaran premi dan ingin
mengundurkan diri sebelum masa jatuh tempo. Begitu pula dengan asuransi
jiwa konvensional nonsaving (tidak mengandung unsur tabungan) atau
asuransi kerugian, jika habis masa kontrak dan tidak terjadi klaim, maka
premi asuransi yang sudah dibayarkan hangus atau menjadi keuntungan
perusahaan suransi.21
Dalam konsep asuransi syariah, mekanismenya tidak mengenal dana
hangus. Peserta yang baru masuk sekalipun karena satu dan lain hal ingin
mengundurkan diri, maka dana atau premi yang sebelumnya sudah
21Widyaningsih, op.cit., hlm. 233.
29
dibayarkan dapat diambil kembali kecuali sebagian kecil saja yang sudah
diniatkan untuk dana tabarru yang tidak dapat diambil. Begitu pula dengan
asuransi syariah umum, jika habis masa kontrak dan tidak terjadi klaim,
maka pihak perusahaan mengembalikan sebagian dari premi tersebut dengan
pola bagi hasil, misalkan 60: 40 atau 70: 30 sesuai dengan kesepakatan
kontrak di muka. Dalam hal ini maka sangat mungkin premi yang
dibayarkan di awal tahun dapat diambil kembali dan jumlahnya sangat
bergantung dengan tingkat investasi pada tahun tersebut.
Adanya Dewan Pengawas Syariah dalam perusahaan asuransi
syariah yang merupakan suatu keharusan. Dewan ini berperan dalam
mengawasi manajemen, produk serta kebijakan investasi supaya senantiasa
sejalan dengan syariat Islam. Adapun dalam asuransi konvensional, maka
hal itu tidak mendapat perhatian.22
4. Mekanisme Pengelolaan Dana dan Manfaat Asuransi Syari'ah
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam Undang-
undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, maka asuransi
syariah atau takaful terdiri dari dua jenis, yaitu: Takaful Keluarga (Asuransi
Jiwa), dan Takaful Umum (Asuransi Kerugian). Produk takaful keluarga
meliputi:
1). Takaful berencana
2) Takaful pembiayaan
3) Takaful pendidikan
22Mustafa Edwin Nasution, et al, op.cit., hlm. 300.
30
4) Takaful dana haji
5) Takaful berjangka
6) Takaful kecelakaan siswa
7) Takaful kecelakaan diri
8) Takaful khairat keluarga
Produk takaful umum meliputi:
1) Takaful kendaraan bermotor
2) Takaful kebakaran
3) Takaful kecelakaan diri
4) Takaful pengangkutan laut
5) Takaful rekayasa/Engineering.23
Adapun mekanisme pengelolaan dana asuransi syariah:
a Takaful Keluarga
Pengelolaan dana Asuransi Syariah pada Takaful Keluarga,
terdapat dua macam sistem yang dipakai, yaitu sistem pengelolaan dana
dengan unsur tabungan dan sistem pengelolaan dana tanpa unsur tabungan.
Untuk aktivitas asuransi syariah takaful keluarga yang tanpa unsur
tabungan, mekanisme operasional pengelolaan dananya sama saja dengan
mekanisme operasional takaful umum, sebagaimana akan diterangkan
kemudian. Sedangkan mekanisme operasional pengelolaan dana pada
asuransi takaful Keluarga dengan unsur tabungan adalah seperti gambaran
di bawah ini.
23Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum Dalam Perbankan, & Perasuransian Syariah Di
Indonesia, Jakarta: Kencana, 2004, hlm. 138
31
Setiap premi takaful yang telah diterima akan dimasukkan ke
dalam:
1. Rekening tabungan, yaitu rekening tabungan peserta.
2. Rekening khusus/ tabarru', yaitu rekening yang diniatkan derma dan
digunakan untuk membayar klaim (manfaat takaful) kepada ahli waris,
apabila ada di antara peserta yang ditakdirkan meninggal dunia atau
mengalami musibah lainnya.
Premi takaful akan disatukan ke dalam "kumpulan dana peserta"
yang selanjutnya diinvestasikan dalam pembiayaan-pembiayaan proyek
yang dibenarkan secara syariah. Keuntungan yang diperoleh dari investasi
itu akan dibagikan sesuai dengan perjanjian mudharabah yang disepakati
bersama misalnya 70% dari keuntungan untuk peserta dan 30% untuk
perusahaan takaful.24
Atas bagian keuntungan milik peserta (70%) akan ditambahkan ke
dalam rekening tabungan dan rekening khusus secara proporsional.
Rekening tabungan akan dibayarkan apabila pertanggungan berakhir atau
mengundurkan diri dalam masa pertanggungan. Sedangkan rekening
khusus akan dibayarkan apabila peserta meninggal dunia dalam masa
pertanggungan atau pertanggungan berakhir (jika ada).
Sedangkan bagian keuntungan milik perusahaan (30%) akan
dipergunakan untuk membiayai operasional perusahaan. Pengelolaan dana
premi takaful keluarga dapat dilihat pada gambar berikut.
24Ibid., hlm. 139.
32
b Takaful Umum
Setiap premi takaful yang diterima akan dimasukkan ke dalam
rekening khusus yaitu rekening yang diniatkan derma/tabarru' dan
digunakan untuk membayar klaim kepada peserta apabila terjadi musibah
atas harta benda atau peserta itu sendiri.
Premi takaful akan dikelompokkan ke dalam "kumpulan dana
peserta" untuk kemudian diinvestasikan ke dalam pembiayaan-pembiayaan
proyek yang dibenarkan secara syariah. Keuntungan investasi yang
diperoleh akan dimasukkan ke dalam kumpulan dana peserta untuk
kemudian dikurangi "beban asuransi" (klaim, premi asuransi). Bila
terdapat kelebihan sisa akan dibagikan menurut prinsip mudharabah.
Bagian keuntungan milik peserta akan dikembalikan kepada peserta yang
tidak mengalami musibah sesuai dengan penyertaannya, Sedangkan bagian
keuntungan yang diterima perusahaan akan digunakan untuk membiayai
operasional perusahaan. Pengelolaan dana premi takaful umum.25
Adapun manfaat Asuransi Syariah (Takaful):
1. Takaful Keluarga
Pada takaful keluarga ada tiga skenario manfaat yang diterima oleh
peserta, yaitu klaim takaful akan dibayarkan kepada peserta takaful
apabila:
1) Peserta meninggal dunia dalam masa pertanggungan (sebelum jatuh
tempo), dalam hal ini maka ahli warisnya akan menerima:
25Yadi Janwari, op.cit., hlm. 57.
33
a). Pembayaran klaim sebesar jumlah angsuran premi yang telah
disetorkan dalam rekening peserta ditambah dengan bagian
keuntungan dari hasil investasi.
b) Sisa saldo angsuran premi yang seharusnya dilunasi dihitung dari
tanggal meninggalnya sampai dengan saat selesai masa
pertanggungannya. Dana untuk maksud ini diambil dari rekening
khusus/tabarru' para peserta yang memang disediakan untuk itu.
2) Peserta masih hidup sampai pada selesainya masa pertanggungan.
Dalam hal ini peserta yang bersangkutan akan menerima:
a) Seluruh angsuran premi yang telah disetorkan ke dalam rekening
peserta, ditambah dengan bagian keuntungan dari hasil investasi.
b) Kelebihan dari rekening khusus/tabarru' peserta apabila setelah
dikurangi biaya operasional perusahaan dan pembayaran klaim
masih ada kelebihan.26
3) Peserta mengundurkan diri sebelum masa pertanggungan selesai.
Dalam hal ini peserta yang bersangkutan tetap akan menerima seluruh
angsuran premi yang telah disetorkan ke dalam rekening peserta,
ditambah dengan bagian dari hasil keuntungan investasi.
2. Takaful Umum
Klaim takaful akan dibayarkan kepada peserta yang mengalami
musibah yang menimbulkan kerugian harta bendanya sesuai dengan
26Gemala Dewi, op.cit., hlm. 142.
34
perhitungan kerugian yang wajar. Dana pembayaran klaim takaful .diambil
dari kumpulan pembayaran premi peserta asuransi syariah
Baik pada takaful keluarga maupun takaful umum keuntungan
yang diperoleh dari hasil investasi dana rekening peserta pada takaful
keluarga dan dana kumpulan premi setelah dikurangi biaya operasional
perusahaan pada takaful umum, dibagikan kepada perusahaan dan peserta
takaful sesuai dengan prinsip mudharabah dengan porsi pembagian yang
telah disepakati sebelumnya.
B. Asuransi Konvensional
1. Pengertian dan Pengaturan Asuransi Laut
Dalam Kamus Indonesia Inggris An Indonesian-English-
Dictionary, asuransi berasal dari Bahasa Inggris insurance.27 Sedangkan
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, asuransi adalah pertanggungan
(perjanjian antara dua pihak, pihak yang satu berkewajiban membayar
iuran dan pihak yang lain berkewajiban memberikan jaminan sepenuhnya
kepada pembayar iuran apabila terjadi sesuatu yang menimpa pihak
pertama atau barang miliknya sesuai dengan perjanjian yang dibuat).28
Sedangkan dalam Kamus Modern Bahasa Indonesia, asuransi adalah
pertanggungan jiwa, kebakaran dan lain-lain.29 Dalam Kamus Umum
27John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Indonesia Inggris An Indonesian-English-
Dictionary, Jakarta: PT. Gramedia, 2000, hlm. 33. 28Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2002, hlm. 73. 29Sutan Muhammad Zain, Kamus Modern Bahasa Indonesia, Jakarta: Grafika, tth, hlm.
59.
35
Belanda Indonesia, asuransi berasal dari Bahasa Belanda assuran'tie.30
Dalam bahasa Arab, asuransi dikenal dengan istilah at-ta'min, penanggung
disebut mu'ammin, tertanggung disebut mu'amman lahu atau musta'min.31
Asuransi atau pertanggungan yang merupakan terjemahan dari
insurance atau verzekering atau assurantie, timbul karena kebutuhan
manusia.32 Demikian pula asuransi laut muncul dan berkembang sebagai
kebutuhan manusia. Asuransi laut merupakan salah satu asuransi kerugian
yang diatur secara lengkap dalam KUHD. Menurut Purwosucipto, tujuan
dari pertanggungan/asuransi kerugian itu ialah mengganti kerugian yang
mungkin timbul pada harta kekayaan tertanggung. Dalam hal ini
tertanggung ingin mengamankan kepentingan harta kekayaannya.33
Berkembangnya asuransi laut karena pelaksanaan pengangkutan atau
pelayaran melalui laut yang penuh dengan ancaman bahaya laut. Asuransi
laut diatur dalam:
a. Buku l Bab IX Pasal 246-286 KUHD tentang asuransi pada umumnya
sejauh tidak diatur dengan ketentuan khusus.
b. Buku II Bab IX Pasal 592-685 tentang asuransi bahaya laut, dan Bab
X Pasal 686-695 KUHD tentang asuransi bahaya sungai dan perairan
pedalaman.
30S. Wojowasito, Kamus Umum Belanda Indonesia, Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve,
1992, hlm. 48. 31Wirdyaningsih (ed), Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2005,
hlm. 221. 32M. Suparman Sastrawidjaya, Aspek-Aspek Hukum Asuransi dan Surat Berharga,
Bandung: Alumni, 1997, hlm. 1 33Purwosucipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia jilid 6, Jakarta: Jambatan,
1983, hlm. 15
36
c. Buku II Bab XI Pasal 709-721 KUHD tentang Kerugian Laut.
d. Buku II Bab XII Pasal 744 KUHD tentang berakhirnya perikatan
dalam perdagangan laut.34
Menurut Emmy Pangaribuan Simanjuntak, penggolongan besar
dari pertanggungan kerugian itu di dalam praktek di beberapa negara
dibagi dalam golongan :
1. Pertanggungan Laut (marine insurance)
2. Pertanggungan Kebakaran (fire insurance).
3. Casualty Insurance atau varia insurance.35
Asuransi laut adalah semacam asuransi yang pengaturannya paling
mendalam dan meluas dalam KUHD. Hal ini dapat dimengerti karena
asuransi laut adalah jenis asuransi yang mempelopori asuransi lain-lain.
Tidak kurang dari 85 Pasal dari KUHD, khusus mengatur mengenai
asuransi laut, yaitu mulai dari Pasal 592 sampai dengan Pasal 685,
sedangkan 8 Pasal kemudian dicabut.36 Menurut Djoko Prakoso sepuluh
Pasal kemudian dicabut, yakni Pasal-Pasal 600, 601, 607, 608, 609, 610,
611, 631, 659 dan 660.37
Menurut Emmy Pangaribuan Simanjuntak, pertanggungan laut atau
marine insurance adalah pertanggungan yang ditutup untuk menanggung
bahaya atas barang-barang terutama selama dalam pengangkutan di laut.
34Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti,
1999, hlm. 153 35Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Hukum Pertanggungan dan Perkembangannya,
Yogyakarta: Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum UNiv. Gadjah Mada, 1983, hlm. 55 36Wirjono Prodjodikoro, Hukum Asuransi di Indonesia, Jakarta: PT Intermasa, 1979, hlm.
131 37Djoko Prakoso, Asuransi di Indonesia, Semarang: Dahara Prize, 1994, hlm. 110
37
Pertanggungan ini mencakup semua bahaya-bahaya yang dapat menimpa
barang selama pengangkutan berjalan. Termasuk di dalamnya antara lain
bahaya kebakaran dan bahaya-bahaya lain yang bertalian dengan
pengangkutan, bahaya-bahaya yang ditimbulkan oleh navigasi seperti,
karam kapal, tabrakan kapal dan lain-lain. Menurut M.H. Tirtaamidjaja,
yang dimaksudkan dengan asuransi laut yaitu asuransi tentang bahaya laut,
misalnya taufan, tenggelamnya kapal, kandas, tubrukan, kebakaran,
perbuatan kekerasan pihak ketiga (molest), kelalaian nakhoda atau anak
buah kapal dan sebagainya.38
Pertanggungan laut itu sangat luas dan pada perkembangan tahun-
tahun kemudian, marine insurance ini telah diperluas dan mencakup
penutupan bahaya-bahaya atas barang-barang yang diangkut di darat
sehingga dikenal juga istilah inland marine insurance (seperti yang
dikenal juga di dalam KUHD Buku E titel 10). Bahkan sering juga dipakai
suatu istilah baru untuk menunjukkan bidang yang berkembang dari
Marine Insurance dengan timbulnya kemudian inland marine insurance
dengan istilah: transportation insurance. Menurut Emmy Pangaribuan
Simanjuntak, istilah ini tidak ada salahnya dipakai karena memang dapat
menunjuk pada bidang pertanggungan atas bahaya selama pengangkutan
baik di laut maupun di darat. Dengan demikian perusahaan pertanggungan
laut (marine insurer) sudah tidak hanya menutup pertanggungan atas
bahaya-bahaya yang ada hubungannya dengan pengangkutan dengan
38M.H. Tirtaamidjaja, Pokok-Pokok Hukum Perniagaan, Jakarta: Jambatan, 1970, hlm.
215
38
kapal, perahu atau alat lain melalui air melainkan juga atas pengangkutan
yang dilakukan dengan kereta api, truk atau pesawat udara sedang bagian
pengangkutan yang melalui lautan atau perairan hanya sebagian kecil dari
seluruh pengangkutan.39
Asuransi laut adalah bagian usaha perasuransian pada umumnya;
oleh karena itu peraturan-peraturan yang menguasai usaha asuransi laut ini
pada umumnya bersamaan dengan peraturan yang berlaku pada usaha-
usaha asuransi lainnya seperti asuransi kerugian, asuransi kebakaran dan
lain-lain. Namun demikian terdapat beberapa ketentuan khusus yang hanya
berlaku pada asuransi laut dan tidak berlaku bagi jenis-jenis usaha asuransi
lainnya, karena memang asuransi laut mempunyai beberapa ciri-ciri
khusus yang tidak terdapat pada jenis usaha asuransi lainnya.40
Perbedaan yang segera tampak antara asuransi laut dengan
asuransi-asuransi yang lain adalah dalam hal bahaya/risiko yang dapat
dijadikan obyek pertanggungan itu. Pada asuransi kebakaran misalnya,
kerugian hanya ditanggung untuk bahaya kebakaran; begitu seterusnya
dalam hal asuransi kecelakaan (misalnya asuransi mobil) ganti rugi hanya
diberikan kalau kerugian terjadi karena bahaya atau risiko yang disebut
polis yang telah ditutup. Dalam asuransi laut penyebutan jenis-jenis risiko
satu persatu, atau penutupan asuransi untuk satu persatu risiko tidaklah
tepat karena di dalam pelayaran kapal di laut dapat terjadi beberapa jenis
bahaya secara bersama-sama. Misalnya: kapal yang sedang mengalami
39Emmy Pangaribuan Simanjuntak, op.cit., hlm. 55 40Sudjatmiko, Pokok-Pokok Pelayaran Niaga, Jakarta: Cendana Press, 1979, hlm. 171
39
serangan ombak besar, terbakar di salah satu bagiannya karena sewaktu
kapal bergoyang karena ombak, ada pipa minyak yang terputus sehingga
minyaknya tumpah dan menyambar api.41
Berhubung dengan hal itu, asuransi laut dapat menanggung
bahaya-bahaya kebakaran, kecelakaan, tindakan kekerasan oleh manusia
dan lain-lain, pada umumnya bahaya-bahaya yang mungkin timbul sebagai
akibat atau selama pengangkutan/pelayaran kapal di laut, bersama
muatannya yang menjadi obyek pertanggungan.42
Berdasarkan keterangan tersebut, maka jelaslah bahwa
pengangkutan laut merupakan salah satu kegiatan dalam dunia usaha yang
sangat besar peranannya dalam lalu lintas perdagangan pada umumnya.
Pengangkutan laut yang mau tidak mau memakai laut sebagai media
(prasarana) pengangkutan, tentu saja sangat luas pula ruang lingkupnya,
yaitu seluas lautan itu sendiri
2. Bahaya-Bahaya Yang Menjadi Tanggungjawab Penanggung
Bahaya laut (marine perils) merupakan bahaya yang berasal dari
laut (of the sea) dan yang terjadi di laut (on the sea). Bahaya tersebut
merupakan tantangan dalam pengangkutan melalui laut, khususnya dalam
pelayaran niaga, yang mau tidak mau harus dihadapi.43 Dalam pelayaran
kapal di laut dapat dialami berbagai macam bahaya dan risiko terhadap
kapal dan muatannya. Untuk memungkinkan penutupan kontrak
41Ibid., hlm. 171 42Ibid., hlm. 172 43Radiks Purba, Angkutan Muatan Laut, Jilid 4, Jakarta: Bhratara Karya Aksara, 1981,
hlm. 147
40
pertanggungan bagi kapal atau muatan kapal, supaya dapat ditetapkan
jenis-jenis risiko terhadap mana asuransi ditutup, perlulah diadakan
penggolongan atau pengkategorian bahaya-bahaya laut yang sangat
beraneka ragam itu.
Secara kategoris bahaya-bahaya laut dapat dibagi menjadi dua
golongan yaitu:
1. Bahaya laut yang sebenarnya (perils of the sea), yaitu segala macam
bahaya yang timbul di laut disebabkan oleh kelakuan atau perbuatan
alam misalnya topan, ombak besar dan lain-lain.
2. Bahaya laut yang terjadi karena tindakan manusia, misalnya:
perampasan kapal oleh bajak laut, perampasan atau penyitaan oleh
pemerintah sesuatu negara di mana kapal singgah, dan lain-lain.44
Dalam KUHD bahaya-bahaya laut tersebut ditentukan dalam Pasal
637 tetapi rincian tersebut tidak bersifat limitatif, sebab pada bagian akhir
rincian itu ditutup dengan kata-kata "pada umumnya karena segala bahaya
yang datang dari luar apa pun namanya". Tetapi tidak semua bencana yang
datang dari luar itu menjadi tanggungan penanggung karena Pasal 637
KUHD memberikan pengecualian, yaitu:
a. Apabila dalam undang-undang ditegaskan bahwa bencana-bencana
tertentu tidak menjadi beban penanggung;
b. Apabila suatu janji dalam polis menentukan bahwa bencana-bencana
tertentu tidak menjadi beban penanggung.
44Sudjatmiko, op.cit., hlm. 172
41
Untuk lengkapnya, berikut ini disajikan ketentuan Pasal 637
KUHD, Semua kerugian dan kerusakan atas barang-barang asuransi
karena bahaya-bahaya laut berikut ini menjadi beban penanggung:
a. Bahaya badai, guruh, karam, kandas, melanggar kapal lain,
menyenggol kapal, menabrak kapal, terdampar kapal, terpaksa
mengubah jurusan, perjalanan, atau kapal.
b. Bahaya pelemparan barang-barang ke laut.
c. Bahaya kebakaran, kekerasan, banjir, perampasan, bajak laut,
penyamun, penahanan atas perintah penguasa, pernyataan perang,
tindakan pembalasan.
d. Bahaya karena kurang hati-hati, kealpaan atau kecurangan pihak
nakhoda atau anak buah kapal.
e. Pada umumnya karena segala bahaya yang datang dari luar apapun
namanya, kecuali oleh ketentuan undang-undang atau janji-janji dalam
polis penanggung dibebaskan dari bahaya-bahaya tersebut.45
Mengenai perubahan jurusan atau arah kapal perlu dibedakan
antara perubahan karena terpaksa dan perubahan karena kehendak sendiri.
Apabila terjadi perubahan jurusan karena terpaksa sehingga menimbulkan
kerugian, maka kerugian tersebut menjadi tanggung jawab penanggung
(Pasal 637 KUHD). Tetapi apabila terjadi perubahan jurusan itu karena
kehendak bebas nakhoda, pengusaha kapal, atau tertanggung sendiri, maka
kerugian yang timbul karenanya bukan menjadi beban penanggung. Hal
45R. Subekti dan R. Citrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Undang-
Undang Kepailitan, Jakarta: PT Pradnya Paramita, 1986, hlm. 194
42
ini diatur dalam Pasal 638 KUHD yang menyatakan, dalam asuransi atas
kapal (kasko), barang-barang, atau biaya angkutan, apabila terjadi
perubahan jurusan atau perjalanan atau pertukaran kapal dengan
sewenang-wenang atas kemauan sendiri dari nakhoda, pengusaha kapal,
atau tertanggung, maka perubahan tersebut bukan menjadi beban
penanggung.46
Sejak kapan bahaya dalam asuransi laut menjadi beban
penanggung dan sejak kapan pula berakhirnya? Dalam asuransi kapal
menurut perjalanan, bahaya mulai menjadi beban penanggung sejak saat
nakhoda mulai memuat barang-barang, atau apabila dia harus berangkat
hanya dengan membawa bahan pemberat, sejak saat dimuatnya bahan
pemberat itu (Pasal 624 KUHD). Dalam asuransi tersebut, bahaya bagi
penanggung berakhir 20 hari sesudah kapal yang diasuransikan itu tiba di
tempat tujuan, atau sekian hari lebih dahulu apabila barang-barang muatan
yang terakhir sudah selesai dibongkar (Pasal 625 KUHD). Apabila kapal
itu diasuransikan untuk perjalanan pergi pulang, atau untuk lebih dari satu
perjalanan, maka bahaya atas beban penanggung berlangsung terus-
menerus sampai hari yang ke-21 sesudah kapal itu menyelesaikan
perjalanannya, atau sekian hari lebih awal apabila barang-barang muatan
terakhir telah selesai dibongkar (Pasal 626 KUHD).
Dalam asuransi barang-barang muatan, bahaya mulai menjadi
beban penanggung sejak saat barang-barang muatan itu ditumpuk di
46Abdulkadir Muhammad, op.cit., hlm. 158
43
dermaga untuk dimuat ke dalam kapal, dan bahaya itu berakhir 15 hari
setelah kapal tiba di tempat tujuan, atau sekian hari lebih dahulu apabila
barang-barang itu telah selesai dibongkar dan ditumpuk di dermaga (Pasal
627 KUHD). Bahaya itu tetap menjadi beban penanggung meskipun
nakhoda terpaksa berlabuh di pelabuhan darurat, membongkar barang-
barang, dan memperbaiki kapal di situ, sampai perjalanan kapal berhenti
secara sah, atau tertanggung memerintahkan untuk tidak memuat lagi
barang-barang itu ke dalam kapal, atau perjalanan kapal sama sekali sudah
selesai dilakukan (Pasal 628 KUHD).
Apabila nakhoda atau tertanggung karena alasan yang sah
terhalang untuk melakukan pembongkaran barang-barang muatan dalam
waktu yang telah ditentukan, sehingga tanpa kesalahan memperlambat
pembongkaran tersebut, maka bahaya tetap menjadi beban penanggung
sampai barang-.barang muatan itu sudah selesai dibongkar (Pasal 629
KUHD).
Dalam asuransi biaya angkutan yang akan diterima, bahaya mulai
menjadi beban penanggung sejak saat barang-barang muatan yang harus
dibayar biayanya itu sudah dimuat di dalam kapal, dan berakhir 15 hari
setelah kapal itu tiba di tempat tujuan, atau sekian hari lebih dahulu
apabila barang-barang muatan itu sudah selesai dibongkar (Pasal 630
KUHD). Apabila karena alasan yang sah terhalang melakukan
44
pembongkaran, maka ketentuan Pasal 629 KUHD juga diberlakukan untuk
ini (Pasal 630 KUHD).47
Walaupun dalam asuransi kapal dan barang-barang muatan telah
diatur saat mulai dan berakhirnya asuransi laut, Pasal 634 KUHD
memberikan kebebasan kepada tertanggung dan penanggung untuk
menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan itu. Menurut
ketentuan Pasal 634 KUHD, tertanggung dan penanggung bebas
memperjanjikan lain dalam polis tentang saat mulai dan berakhirnya
bahaya yang menjadi beban penanggung.
3. Jenis-Jenis Kerusakan dan Kerugian Yang Dapat Ditanggung dalam
Asuransi
Sesungguhnya dalam pelaksanaan pengangkutan laut, tidak
mustahil terdapat berbagai jenis bahaya yang dapat mengakibatkan
berbagai jenis kerusakan dan kerugian. Kerusakan dan kerugian yang
mungkin terjadi tentu saja akan berakibat buruk baik bagi pengangkut
maupun bagi pemilik barang angkutan. Bahaya-bahaya yang dapat
menyebabkan kerusakan dan kerugian dalam pengangkutan laut tadi dapat
dikatakan relatif lebih besar bila dibandingkan dengan bahaya-bahaya
yang timbul di darat.
Atas pemikiran bahwa kerugian yang disebabkan oleh bahaya laut
dan bahaya di laut itu relatif lebih besar dari bahaya di darat maka tentu
saja orang berpikir bagaimana cara mengatasinya. Dalam
47Ibid., hlm. 159
45
asuransi/pertanggungan laut dikenal berbagai jenis "pemberian ganti rugi",
sesuai dengan kemungkinan kerugian yang diderita oleh tertanggung.
Berbagai bahaya laut yang menjadi penyebab kerugian yang dapat
dipertanggungkan dalam asuransi laut pada garis besarnya dalam praktek
dapat digolongkan sebagai berikut:48
1. Total loss, yaitu kerugian karena lenyap seluruhnya, jadi lenyap secara
keseluruhan dapat terdiri dari:
a. Actual total loss, mungkin apabila kapal dan muatannya secara
fisik lenyap seluruhnya.
b. Constructive total loss, mungkin apabila kapal dan muatannya
kehilangan seluruh sifatnya semula, sekalipun secara fisik tidak
rusak.
2. Partial Loss, yaitu kerugian yang sifatnya tidak mutlak, dan dapat
terdiri atas :
a. General average atau kerugian umum atau avary grosse avary
umum.
b. Particular avarage atau kerugian khusus/avary khusus.
Melihat dari pembagian jenis kerugian yang mungkin ditanggung
oleh penanggung terhadap kerugian tertanggung, KUH Dagang juga
memberikan beberapa batasan terhadap berbagai kerugian sebagaimana
yang diatur dalam pasal-pasal 699 KUH Dagang untuk kerugian-kerugian
umum dan pasal 701 untuk kerugian-kerugian khusus.
48Sri Redjeki Hartono, Hukum Dagang: Asuransi dan Hukum Asuransi, Semarang: IKIP
Semarang Press, 1985, hlm. 123
46
Adapun kerugian-kerugian umum sebagaimana diatur oleh pasal
699 adalah sebagai berikut :
Pasal 699 KUH Dagang:
Kerugian laut umum adalah :
1. Segala apa yang telah dibayarkan kepada musuh atau bajak-bajak laut
untuk pembebasan atau pembelian kembali kapal beserta muatannya.
Dalam halnya ada keraguan-raguan, maka haruslah dianggap bahwa
pembelian kembali itu adalah untuk kepentingan kapal beserta
muatannya;
2. Segala apa yang telah dibuang ke laut atas dipakai seisinya;
3. Segala kawat, tiang dan layar dan lain-lain alat yang telah dipotong
atau dipatahkan, untuk keperluan yang sama seperti tersebut di atas;
4. Segala sauh, tali dan lain-lain benda yang telah terpaksa dilepaskan
untuk keperluan yang sama seperti yang tersebut di atas;
5. Kerugian yang diterbitkan pada barang-barang yang tetap berada
dalam kapal sebagai akibat pembuangan barang-barang ke laut;
6. Kerusakan yang dengan sengaja telah diterbitkan pada badan kapal,
untuk memudahkan keluarnya air, begitu pula kerusakan yang
diterbitkan pada muatan oleh karena air tersebut;
7. Penjagaan, pengobatan dan pemeliharaan mendapat luka-luka atau
cacat pada waktu membela mendapat luka-luka atau cacat pada waktu
membela kapalnya;
47
8. Penggantian atau perbekalan untuk mereka yang pada waktu mereka
untuk keperluan kapal dan muatan dikirimkan ke laut atau ke daratan,
telah ditangkap, dipenjarakan atau diperbudak;
9. Gaji-gaji dan pemeliharaan nakhoda beserta anak buah kapal, selama
kapal ini terpaksa bersinggah dalam suatu pelabuhan darurat;
10. Upah pandu-laut dan lain-lain biaya pelabuhan, yang harus dibayar
pada waktu memasuki atau keluar dari suatu pelabuhan darurat;
11. Uang sewa bagi gudang-gudang dan tempat-tempat penyimpanan, di
mana barang-barang yang selama dilakukan perbaikan pada kapalnya
dalam suatu pelabuhan darurat tidak dapat dibiarkan dalam kapal,
terpaksa disimpan;
12. Biaya-biaya penuntutan kembali, apabila kapal dan muatan telah
ditahan atau diseret, dan keduanya itu telah dituntut kembali oleh
nakhoda;
13. Gaji-gaji dan biaya penghidupan nakhoda beserta anak buah kapal
selama dilakukannya penuntutan kembali tadi, apabila kapal dan
muatannya dibebaskan;
14. Biaya pembongkaran, upah kapal-kapal penolong, beserta biaya yang
diperlukan untuk membawa kapalnya ke suatu pelabuhan atau sungai,
apabila yang demikian; itu terpaksa dilakukan untuk menyelamatkan
kapal beserta muatannya, karena ada angin taufan, pengejaran oleh
musuh atau bajak-bajak laut ataupun karena sesuatu hal lain; begitu
pula kerugian muatan kerusakan yang menimpa barang-barang yang
48
diangkut karena pembongkaran dan pemuatan, karena keadaan
memaksa, dalam kapal-kapal penolong atau kapal-kapal lainnya, dan
pemuatan kembali dalam kapalnya;
15. Kerusakan yang ditimbulkan pada kapal atau muatannya, apabila
kapal itu, untuk menghindarkannya dari perampasan musuh atau dari
kemusnahan, terpaksa didamparkan ke pantai; begitu pula apabila
yang demikian tadi terpaksa dilakukan di dalam sesuatu bahaya
lainnya untuk menyelamatkan kapal beserta muatannya;
16. Biaya-biaya yang diperlukan untuk mengusahakan agar kapal yang
didamparkan sebagai tersebut dalam ayat yang lalu, dapat berlayar
lagi, beserta upah-upah yang dibayarkan untuk pertolongan yang
diberikan untuk itu, begitu pula segala pengupahan untuk pertolongan
yang diberikan kepada kapal dengan muatannya, pada waktu berada
dalam bahaya;
17. Segala kerugian atau kerusakan yang diterbitkan pada barang-barang
yang diangkut, yang dalam keadaan darurat telah dipindahkan ke
kapal-kapal penolong atau ke lain kapal-kapal, termasuk di dalamnya
bagian dalam avary gros yang oleh pemilik barang-barang tersebut
wajib dibayar kepada kapal-kapal penolong atau lain-lain kapal tadi;
dan sebaliknya segala kerugian atau kerusakan yang diterbitkan pada
barang-barang yang tetap berada di dalam kapalnya semula, dan pada
kapal itu sendiri, setelah diadakan penolongan tadi, satu dan Jain
49
sekedar kerugian atau kerusakan tersebut termasuk dalam kerugian
laut umum;
18. Gaji-gaji dan biaya penghidupan bagi nakhoda beserta anak buahnya,
apabila kapalnya, setelah bermulainya perjalanan, dihentikan oleh
kekuasaan suatu negara asing atau karena pecahnya perang, selama
kapal beserta muatannya tidak dibebaskan dari segala perikatan yang
bertimbal-balik;
19. dihapuskan;
20. Premi yang digunakan untuk mempertanggungkan biaya-biaya yang
dapat dianggap sebagai kerugian laut umum atau kerugian yang
diderita karena dijualnya sebagian dari muatan di suatu pelabuhan
darurat, dengan maksud untuk menutup biaya-biaya kerugian laut
tersebut;
21. Biaya-biaya yang diperlukan untuk menghitung dan menetapkan
kerugian laut umum;
22. Biaya-biaya, termasuk di dalamnya gaji-gaji dan biaya-biaya
penghidupan bagi nakhoda dan anak buahnya, yang disebutkan karena
suatu karantina yang tak dapat diduga pada waktu diadakan
persetujuan pencarteran, sekedar kapal beserta muatannya terpaksa
tunduk kepada karantina itu;
23. Pada umumnya, segala kerugian yang dalam keadaan darurat, telah
sengaja ditimbulkan dan yang diderita sebagai akibat langsung
50
daripada itu, dan selanjutnya segala biaya yang, dalam keadaan yang
sama, telah dikeluarkan guna penyelamatannya.
Sedangkan kerugian khusus sebagaimana diatur oleh pasal 701 adalah
Pasal 701 KUH Dagang:
Kerugian laut khusus adalah ;
1. Segala kerusakan atau kerugian yang diterbitkan pada kapal atau
muatannya, karena angin taufan, perampasan, karamnya kapal atau
perdampingan yang tak disengaja;
2. Upah-upah dan biaya-biaya penolongan;
3. Hilangnya peralatan-peralatan kapal atau kerusakan yang ditimbulkan
padanya, yang disebabkan karena angin taufan atau lain-lain
kecelakaan di laut;
4. Biaya-biaya penuntutan kembali beserta biaya penghidupan dan gaji
nakhoda dan anak buahnya selama sedang diusahakan penuntutan
kembali tadi, apabila hanya kapalnya atau muatannya yang ditahan;
5. Perbaikan khusus atas pembungkusan dan biaya penyelamatan barang-
barang dagangan yang mengalami kerusakan, sekedar satu dan lain
bukan suatu akibat langsung dari suatu bencana yang memberikan
alasan untuk kerugian laut umum;
6. Biaya yang dikeluarkan untuk menyelenggarakan pengangkutan lebih
lanjut, apabila dalam halnya pasal 519 d, persetujuan-carternya telah
gugur, dan;
51
7. Pada umumnya segala kerusakan, kerugian dan biaya, yang tidak
disebabkan atau dikeluarkan dengan sengaja dan untuk keselamatan
dan manfaat kapal beserta muatannya, namun yang telah dideritanya
atau dikeluarkan untuk keperluan kapalnya sahaja atau untuk
keperluan muatannya sahaja, dan yang karena itu menurut pasal 699
tidak termasuk avary gros.49
49Wirjono Prodjodikoro, Hukum Laut Bagi Indonesia, Bandung: Sumur Bandung, 1991,
hlm. 190 - 192
52
BAB III
GAMBARAN UMUM PENGANGKUTAN LAUT DI PELABUHAN
TANJUNG EMAS SEMARANG
A. Berdirinya PT Asuransi Purna Artanugraha di Pelabuhan Tanjung Emas
Semarang
PT Asuransi Purna Artanugraha selanjutnya disebut Asuransi ASPAN
didirikan pada tanggal 10 Juni 1991. Ijin usaha Asuransi ASPAN dikeluarkan
oleh Departemen keuangan R.I melalui surat keputusan No. 155/KM.13/1992
tanggal 23 Mei 1992 dengan kegiatan usaha di bidang Asuransi Kerugian.
Berdirinya asuransi ASPAN dilatar belakangi oleh keinginan dari
Yayasan Kesehatan Pensiunan PT.PELNI dan Dana Pensiun PT.PELNI untuk
dapat meningkatkan kesejahteraan para anggota dan lingkungannya.
Keinginan tersebut disambut baik oleh manajemen PT.PELNI maka berdirilah
Asuransi ASPAN pada tahun 1991. Pada awalnya kegiatan usaha Asuransi
ASPAN hanya menangani personal accident penumpang kapal PT.PELNI,
kemudian berkembang sesuai dengan portofolio usaha seperti saat ini. Dalam
perkembangannya, Asuransi ASPAN berusaha untuk dapat memperkuat
struktur modal perusahaan dengan meningkatkan modal disetor perusahaan.
Hal ini direalisasikan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa pada
16 Desember 1997 dan diputuskan bahwa modal setor perusahaan
ditingkatkan dari Rp 3 milyar menjadi Rp 15 milyar. Dalam rapat tersebut
juga diputuskan mengenai perubahan seluruh anggaran dasar perseroan sesuai
53
dengan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1995 tentang
Perseroan Terbatas.
Pada awal tahun 2004 modal disetor perusahaan ditingkatkan menjadi
Rp 25 milyar. Peningkatan modal disetor ini dilakukan secara berangsur -
angsur untuk menyesuaikan dengan lansekab arsitektur perasuransian nasional
mengenai modal disetor sebesar Rp 100 milyar pada tahun 2015 bagi
perusahaan asuransi kerugian yang ditetapkan oleh pemerintah.
PT Asuransi ASPAN (PT Asuransi Puma Artha Nugraha) bergerak
dalam bidang usaha perasuransian, khususnya dalam bidang asuransi umum
kerugian (General Insurance ) dalam arti seluas-luasnya. PT Asuransi ASPAN
yang dimiliki Dana Pensiunan PT PELNI mempunyai 3 jenis primadona
sumber pendapatan premi, yaitu:
- Asuransi Kecelakaan Diri ( Khusus Kapal Penumpang )
- Personal Accident Insurance (specifically designed for Passenger Vessels )
- Asuransi Marine Hull ( Mesin dan Rangka Kapal )
- Marine Hull Insurance (Vessel's Machinery & Hull)
- Asuransi Marine Cargo ( Pengangkutan Barang )
- Marine Cargo Insurance (Cargo Transportation)
Dalam konteksnya dengan Asuransi PT Purna Artanugraha dan
pelabuhan Semarang bahwa tempo dulu Pelabuhan Semarang adalah berupa
sungai kecil atau Kali Semarang yang menjadi satu-satunya urat nadi
pengangkutan barang-barang dengan perahu dari dan ke kapal samudera yang
berlabuh di lepas pantai. Pada menara suar pelabuhan Semarang tertera
54
"Tahun 1874", dapat menunjukkan bahwa pelabuhan Semarang berdiri pada
abad ke-19. Untuk memenuhi tuntutan perkembangan kota dan perdagangan
pada masa itu dibuat suatu rencana pengembangan pelabuhan yang
pembangunannya dimulai menjelang akhir abad 19. Setelah pembangunan itu,
perdagangan melalui pelabuhan Semarang meningkat. Dalam peran yang
pernah diemban Pelabuhan Semarang, khususnya dalam hal jumlah bongkar
muat barang, pada tahun 1925 pernah menduduki peringkat ke-3 sesudah
Tanjung Priok dan Tanjung Perak.1
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945,
dengan meningkatnya kegiatan operasional pelabuhan Semarang, diperlukan
penambahan fasilitas, sehingga pada tahun 1964 - 1966 dibangun dermaga
pelabuhan Nusantara (coaster) beserta beberapa fasilitas lain seperti Gudang
Lini 1 Nusantara. Walaupun sudah ada penambahan fasilitas pelabuhan
Nusantara, Pelabuhan Semarang masih terbatas untuk disandari kapal-kapal
berukuran besar. Pada masa itu, yang bisa merapat/bersandar di Dermaga
Nusantara maksimum kapal-kapal dengan draft = 5 m atau berukuran ± 3.500
Ton bobot mati (Dwt). Sedang kapal-kapal dengan draft > 5m masih harus
berlabuh diluar pelabuhan atau dilepas pantai yang jaraknya ± 3 mil dari
dermaga. Karena itu-dikenal sebagai Pelabuhan REDE.
Semenjak tahun 1970, arus kapal dan barang yang melalui Pelabuhan
Semarang cenderung semakin meningkat setiap tahun. Menurut data tahun
1970-1983 kenaikan arus barang rata-rata tiap tahun yaitu 10% lebih.
1Dokumen Pengangkutan Laut Tanjung Emas Semarang, hlm. 6
55
Mengingat keterbatasan fasilitas pelabuhan seperti kedalaman dan lebar
alur/kolam yang tidak memadai untuk masuk/keluarnya kapal-kapal
samudera, maka Pemerintah menetapkan untuk rnengembangkan Pelabuhan
Semarang. Sesuai rencana induk (Master Plan) pengembangan pelabuhan
Semarang dibagi dalam 3 tahapan yaitu : Tahap I, Tahap II, dan Tahap III.2
Tahap I
Program pengembangan yang mendesak (Urgent Improvement Program)
1) Jangka waktu pelaksanaan 3 tahun, 1982-1985.
2) Membangun berbagai fasilitas, di antaranya: dermaga samudera,
pengerukan alur dan kolam, penahan gelombang, gudang lini 1 dan II,
lapangan penumpukan, pengadaan alat-alat bongkar muat (crane,
forklift), kapal tunda, kapal kepil, jalan lingkungan, sarana bantu
navigasi, instalasi air bersih, penerangan serta fasilitas penunjang
lainnya.
Tahap II
Proyek pengembangan jangka pendek 1995-1997
1) Pekerjaan Sipil
a. Dermaga peti kemas. Panjang 345 m, lebar 25 m, kedalaman 10 m.
b. Apron 30 x 345 m2
c. Urugan dan Rivetmen untuk perkerasan.
d. Lapangan penumpukan 70.000 m2.
e. Jalan masuk 31.900 m (lebar 20m).
2Ibid., hlm. 7.
56
f. Utilitas (Instalasi Air, Listrik dll).
g. Pengerukan alur dan kolam 556.000 m3.
2). Bangunan
a. Kantor Administrasi 1.200 m2. J
b. Container Freight Station (CFS) 3.564 m2.
c. Pemadam kebakaran & bengkel 3.415 m2.
d. Pintu gerbang & Sub-station.
e. Pembangkit listrik (untuk cadangan dan darurat).
f. Terminal data.
g. Marine house.
h. Jembatan timbang.
3). Alat bongkar muat3
a. Container gantry crane 4 unit dengan kapasitas 40 ton.
b. Ruber Tyred Gantry 8 unit.
c. Transfer crane 3 unit dengan kapasitas 40 ton.
d. Head Truck & chasis 10 & 20 unit.
e. Forklift 6 unit dengan kapasitas 2 ton.
e. Forklift 2 unit dengan kapasitas 10 ton.
f. Truck Pemadam Kebakaran 1 unit.
4). Instalasi
a. Menara suar.
b. Gardu Listrik & Transformator.
3Ibid., hlm. 8.
57
c. Generator set.
5). Studi
a. Studi lingkungan.
b. Engineering desain untuk terminal Peti Kemas Internasional.4
Tahap III
Program pembangunan jangka panjang
Jangka waktu pelaksanaan direncanakan setelah Tahap II, selesai
s/d tahun 2005. Direncanakan membangun beberapa fasilitas, antara lain
dermaga, gudang, lapangan penumpukan, pengerukan, jalan lingkungan
dan fasilitas lainnya. Proyek Pembangunan Pelabuhan Semarang Tahap 1
yang telah selesai dan diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia -
Bapak Soeharto – pada tanggal 23 Nopember 198S diberi nama Pelabuhan
Tanjung Emas. Semenjak itulah Pelabuhan Semarang memasuki era baru
dengan adanya pengembangan fasilitas pelabuhan samudera. Tidak saja
fasilitas pelabuhan yang tersedia saat ini lebih meningkat, tetapi pelayanan
jasa pelabuhan juga meningkat. Pada saat ini, Pelabuhan Tanjung Emas
menapak penyelesaian Tahap II yang diarahkan sebagai salah satu
Pelabuhan Container di Indonesia, yang juga merupakan suatu perwujudan
mengantisipasi milenium ketiga dengan globalisasi-nya
Untuk mencapai sasaran yang terpadu dalam rencana
pengembangan Pelabuhan Tanjung Emas, Pihak PT.(PERSERO)
Pelabuhan Indonesia III bekerja sama dengan Japan International
4Ibid., hlm. 9.
58
Cooperation Agency (JICA) bersama-sama melakukan studi rencana
pengembangan Pelabuhan Tanjung Emas Semarang (Studi Master Plan)
pada tahun 1985-1986. Kegiatan yang dilakukan dalam studi ini adalah
menganalisa dan memberikan rekomendasi terhadap :
a. Basic Policy terhadap pengembangan Pelabuhan Tanjung Emas.
b. Proyeksi masa depan terhadap arus barang dan penumpang.
c. Pembuatan Master Plan dan Short Term Development Plan Pelabuhan
Tanjung Emas.
d. Perencanaan Urgent Development Plan (Phase II Project).
e. Perencanaan konstruksi dan Construction Schedule.
f. Analisa ekonomis dan keuangan.5
Dalam rangka pengembangan Pelabuhan Tanjung Emas yang
berkesinambungan perlu diperhatikan dampak yang akan timbul terhadap
lingkungan dan ekosistem sekitarnya. Kemudian disusun kebijakan dan
langkah-langkah Pengembangan Pelabuhan Tanjung Emas Semarang yang
berwawasan lingkungan, berdasarkan Master Plan Pelabuhan Tanjung
Emas tahun 2000 - 2025, Tata Guna Lahan Pelabuhan Tanjung Emas,
Program Kerja Daerah "Pantai dan Laut Lestari" yang dipadu dengan
kegiatan 5-R (Ringkas. Rapi, Resik, Rawat, Rajin) dan K3 (Kesehatan,
Kebersihan dan Keselamatan Kerja)
Dari kebijakan dan langkah-langkah yang telah ditetapkan
tersebut, kemudian disusunlah program-program strategis pengembangan
5Ibid.,
59
Pelabuhan Tanjung Emas Semarang yang berwawasan lingkungan (ECO
PORT). Dan telah diraihnya sertifikasi ISO 14001 -1996 maka Pelabuhan
Tanjung Emas sangat konsisten sekali dengan pengelolaan lingkungan.
Saat ini dan yang akan datang, Kawasan Asia Pasifik diperkirakan
akan tetap melaju dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Indonesia
yang terletak di persimpangan lalu lintas perdagangan internasional akan
tetap berperan. Untuk itu perlu pengembangan beberapa pelabuhan beserta
kelengkapan fasilitasnya. Bila dilihat dari kecenderungan arus barang
melalui pelabuhan setiap tahunnya mengalami peningkatan, selain dalam
bentuk terurai/bulk, juga utamanya adalah dalam bentuk kemasan
(container). Melihat kecenderungan tersebut, untuk pengembangan
Pelabuhan Tanjung Emas telah direncanakan dan disesuaikan dengan
volume barang melalui Pelabuhan. Pengembangan tersebut diarahkan
sebagai pusat unit ekonomi yang efektif dan efisien, yang mendukung
industri terkait serta meningkatkan sistem distribusi yang efisien (multi
moda transport). Dalam pengembangan Tahap II, mengingat berdasarkan
pengamatan yang ada, bahwa pengiriman barang pada perdagangan dunia,
baik ekspor maupun impor, cenderung pada kontenerisasi, maka
Pelabuhan Tanjung Emas harus menyediakan peralatan bongkar muat
seperti Gantry Crane, Tanstainer, maupun lapangan penumpukan
container. Sehubungan dengan ini, pengembangan Tahap II difokuskan
kepada pengembangan fasilitas dan penyediaan peralatan bongkar muat
untuk pelayanan container. Dengan demikian nantinya akan terwujud
60
fasilitas Full Terminal Container di Pelabuhan Tanjung Emas pada
Propinsi Jawa Tengah ini.
Di dalam pelaksanaan pengembangan fasilitas Pelabuhan Tanjung
Emas, mengingat beban yang dipikul oleh pengelola pelabuhan semakin
berat, dan dana yang tersedia semakin terbatas dibandingkan dengan
demand yang ada, maka kebijaksanaan yang ditempuh yaitu pengusaha
swasta diberi kesempatan ikut berpartisipasi. Pada saat ini beberapa
proyek yang telah terwujud adalah:
1). Kawasan Industri Berikat.
2). Pabrik Tepung Terigu.
3). Pengantongan Pupuk.
4). Tangki-tangki penimbunan Crude Palm Oil, minyak nabati dan lain-
lain.6
Pelaksanaan kerjasama ini dilakukan dengan prinsip saling
menguntungkan. Kondisi demikian membuktikan bahwa investasi di
Propinsi Jawa Tengah dalam kenyataannya tumbuh dengan pesat, dan
telah berorientasi kepada penggunaan container baik untuk pengiriman
barang ekspor maupun untuk mendatangkan bahan baku barang impor.
Pelabuhan Tanjung Emas diselenggarakan oleh PT. (PERSERO)
PELABUHAN INDONESIA III yang kantor pusatnya terletak di jalan
Perak Timur 106 Surabaya. Sebagai penanggungjawab pelayanan, direksi
menunjuk General Manager yang berkantor di Jl. Coaster No. 10
6Ibid., hlm. 10.
61
Pelabuhan Semarang 50174. General Manager dapat dihubungi setiap saat
dalam jam kerja melalui telepon nomor (024) 354 5721, 354 8666, atau
Facsimile (024) 354 2649.
PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia III Cabang Tanjung Emas
sebagai salah satu cabang perusahaan dari PT. ( Persero ) Pelabuhan
Indonesia III dalam managemen pengelolaan operasionalnya sesuai
amandemen Konvensi International tentang keselamatan jiwa di laut tahun
1974 ( Bab XI - 2 Solas 1974 ) menjamin mutu dan produknya, menjamin
K3 untuk pegawainya, memperhatikan pengelolaan Lingkungan dan
Mengimplementasikan regulasi International Ship and Port Facility
Security (ISPS) Code dan SMM ISO 9001 : 2000 serta EMS ISO 14001 :
1996 di wilayah kerjanya (Port Facilities).7
Di masa mendatang, kontribusi kawasan Jawa Tengah dan Daerah
Istimewa Yogyakarta (DIY) akan semakin penting dalam perkembangan
industri dan perdagangan nasional maupun internasional. Letak Jawa
Tengah yang strategis telah menyebabkan kawasan ini sangat penting
untuk menghubungkan propinsi-propinsi di Pulau Jawa, sehingga
dibutuhkan sistem transportasi yang semakin memadai demi mendukung
peningkatan industri dan perdagangan.
Selama ini kawasan Jawa Tengah dan DIY telah memiliki
transportasi darat, udara dan sejak ratusan tahun silam telah memiliki
transportasi laut yang didukung oleh Pelabuhan Semarang. Keberadaan
7Ibid., hlm. 11.
62
Pelabuhan Semarang ini sangat strategis dalam meningkatkan laju
perdagangan pulau Jawa dengan pulau-pulau lainnya di Indonesia maupun
mancanegara.
Sejak berdiri tahun 1874, Pelabuhan Semarang dikenal sebagai
pelabuhan Rede dan setelah dikembangkan sebagai pelabuhan samudra
sejak tahun 1985, pelabuhan semarang disebut Pelabuhan Tanjung Emas.
Salah satu fasilitas andalan Pelabuhan Tanjung Emas adalah Terminal Peti
Kemas Semarang yang merupakan pusat handling peti kemas.
Sebelumnya pengelolaan Terminal Peti Kemas Semarang menjadi
satu dengan pengelolaan Pelabuhan Tanjung Emas; sebagai langkah
antisipasi terhadap pertumbuhan angkutan peti kemas, yang harus dikelola
lebih professional, terhitung sejak 1 Juli 2001, Terminal Peti Kemas
Semarang ditetapkan sebagai unit bisnis tersendiri yang terpisah dari
manajemen Pelabuhan Tanjung Emas Semarang dengan sebutan Terminal
Peti Kemas Semarang (TPKS). Berarti semua urusan handling peti kemas
sepenuhnya dilakukan sendiri oleh manajemen TPKS. Sebagai pusat
handling peti kemas yang menjadi elemen penting dalam seluruh
infrastruktur pelabuhan, TPKS selalu meningkatkan mutu dan pelayanan,
apalagi mengingat beragam potensi yang ada di wilayah Jawa Tengah dan
sekitarnya.
Propinsi Jawa Tengah clan Daerah Istimewa Yogyakarta di masa
kini dan masa mendatang diprediksi akan menjadi daerah yang sangat
potensial bagi para investor, artinya pertumbuhan industri clan
63
perdagangan akan semakin ramai. Pada titik inilah peranan transportasi
laut menjadi sangat vital, fungsi pelabuhan perlu dimaksimalkan demi
memperlancar lalu lintas perdagangan tersebut. TPKS memiliki peranan
kunci yang menentukan besar kecilnya tingkat pertumbuhan itu.
Jika selama ini banyak perusahaan di kawasan Jawa Tengah dan
sekitarnya yang masih mengirimkan produknya melalui Pelabuhan
Tanjung Perak clan Pelabuhan Tanjung Priok berarti harus mengeluarkan
biaya transportasi darat yang cukup tinggi. Memilih Pelabuhan Tanjung
Mas Semarang dengan fasilitas Terminal Peti Kemas yang semakin
canggih dan lengkap serta pelayanan maksimal, tentunya merupakan
langkah efisiensi yang patut ditempuh. Tak hanya fasilitas canggih yang
dimiliki oleh TPKS, tapi juga tarifnya relatif lebih rendah dibanding
Terminal Peti Kemas di pelabuhan Tanjung Perak atau Tanjung Priok.8
Langkah efisiensi itu telah dilakukan oleh sejumlah eksportir.
Misalnya Peti Kemas asal Jepara, yang selama ini kegiatan bongkar
muatnya dilakukan melalui Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, kini telah
beralih ke TPKS. Bahkan banyak perusahaan yang berasal dari Cirebon
lebih memilih TPKS dikarenakan tingkat kongesti kota jakarta yang
sangat tinggi.
Fasilitas dan peralatan merupakan faktor produksi yang sangat
vital bagi kinerja pelabuhan. TPKS berupaya secara bertahap melengkapi
berbagai fasilitas dan peralatannya. Fasilitas yang dimiliki saat ini
8Ibid.,
64
merupakan hasil pembangunan pelabuhan Tanjung Emas tahap II. antara
lain terdiri dari dermaga peti kemas sepanjang 345 m dilengkapi alat
bongkar muat container berupa 4 unit Gantry Crane dan 8 unit RTG.
Pembangunan tahap II ini dimaksudkan untuk mengantisipasi kegiatan
bongkar muat peti kemas yang setiap tahunnya semakin meningkat, yaitu
rata-rata sebesar 14,55% dalam satuan boks dan 17,20% dalam satuan
TEU. Jika kegiatan bongkar muat peti kemas pada tahun 2001 sebesar
272.611 TEUs, maka di tahun 2002. telah mencapai 191.490 boks atau
315.874 TEUs. Kondisi eksisting fasilitas yang ada sekarang adalah:
panjang alur 4000 m dan lebar 80 m dengan kedalaman -10 m LWS; .
Panjang dermaga Peti Kemas 345 m dan lapangan penumpukan Peti
Kemas seluas 82.000 m2; Kemudian alat fasilitas yang dimiliki adalah 5
unit gantry crane (SWL 40 Ts), 1 1 unit Transtainer (SWL 40 Ts); 3
unitTop Looder; 2 unit Side Loader; 20 unit Head Truck; 24 unit Chasis;
96 set Reefer Plugs . Adapun bangunan fasilitas yang sudah tersedia,
yaitu: 77.000 m2 Container Yard; Depo MTY (Empty) baru sebesar
28.600 M2 dan Depo MTY lama sebesar 25.000 M2; Kemudian Gudang
CFS (Container Freight Station) baru sebesar 3.600 M2 dan Gudang
Cargo Consolidasi (Consolidation Ware House) 6.000 M2; Dermaga
sepanjang 495 m serta multy yard (Handling area) seluas 2,2 ha.
TPKS dalam sistem transportasi nasional (Sistranas) telah
ditetapkan selain sebagai Pelabuhan Transhipment (alih muat) juga
merupakan hub port dengan feeder PSA Singapura. Saat ini hampir 60%
65
angkutan Peti Kemas yang melalui TPKS untuk feedernya diekspor
melalui PSA Singapura, sisanya lebih kurang 20% dikirim langsung ke
negara tujuan seperti Hongkong, Taiwan, China, Malaysia (Asia Timur).
Pengangkutan Peti Kemas dari TPKS didistribusikan melalui S
pelabuhan utama seperti Port of Singapore Authority, Port Klang, Port of
Tanjung Pelepas, Pelabuhan Tanjung Priok dan Pelabuhan Tanjung Perak.
Peti Kemas tersebut dikirim melalui jalur utama yakni rute Australia-Asia
Tenggara yang meliputi Port Kelang, Singapore, Port of Tanjung Pelepas,
Freemantle, Adelaide, Sydney, Melbourne dan Tasmania. Selain itu Peti
Kemas juga didistribusikan melalui segitiga jalur persimpangan di Asia
Tenggara yang meliputi: Penang, Kota Bahru, Kuantan, Kuala Lumpur,
Malacca dan Singapore.9
B. Tanggung Jawab Pihak Asuransi Pengangkutan Laut pada Asuransi PT.
Purna Artanugraha Semarang
Sebelum seorang tertanggung melakukan penutupan perjanjian
pertanggungan laut, maka ia harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut
yang akan sangat membantu kelancaran daripada tujuannya. Langkah pertama
ialah mempelajari situasi atau keadaan umum antara lain ialah;
a. Mempelajari sedalam-dalamnya mengenai sifat dan keadaan barang atau
muatan yang akan diasuransikan, antara lain sifat buah-buahan yang cepat
9Ibid., hlm. 12.
66
membusuk, ternak yang bisa mati karena udara laut, bahan kimia, dan
seterusnya.
b. Situasi umum antar negara, apakah dalam keadaan perang, apakah tempat
yang dituju itu sedang dilanda pemogokan, perang lokal, dan sebagainya.
Guna mengatasi kesulitan yang mungkin timbul berhubung
keadaan/situasi, sebaiknya calon tertanggung di samping menutup
pertanggungan dengan syarat umum polis yang lazim dipakai, ia mungkin dan
dapat menutup perjanjian pertanggungan dengan syarat khusus.
Setelah calon tertanggung mengetahui dengan pasti mengenai situasi,
dan keadaan umum tempat tujuan dan pelabuhan-pelabuhan yang disinggahi
oleh kapal yang membawa muatan barang-barang miliknya, maka ia dapat
menentukan syarat khusus apa yang perlu ditambahkan guna keselamatan dan
kepentingannya. Syarat-syarat khusus yang mungkin ditutup antara lain:
a. Risiko peperangan (war risk/molest)
b. Risiko pemogokan (strikes)
c. Risiko kebakaran (fire risks)
d. Risiko pencurian dan pencolengan (theft dan priverage).
Langkah kedua ialah memperhatikan jangka waktu perjanjian. Seperti
pada setiap perjanjian yang lain tentu saja, pada perjanjian pertanggungan juga
ada masa berlakunya perjanjian termaksud. Pada perjanjian asuransi
pengangkutan laut, mengenai jangka waktu berlakunya justru diatur dan
dibatasi sedemikian rupa, sehingga ada batas kapan dimulai dan kapan
berakhirnya masa perjanjian itu. Hal ini sangat penting artinya baik bagi pihak
67
penanggung atau pihak tertanggung sekalipun, karena dengan jelas dan tegas
akan mengatur dan membatasi sampai seberapa lama para pihak itu terikat
satu dengan yang lain dalam kewajiban yang telah mereka sepakati.
Dalam KUH Dagang, dengan tegas diatur kapan mulai dan kapan
berakhirnya bahaya, yaitu yang diatur dalam bagian ketiga, bab IX, Buku II,
yaitu pada pasal-pasal 624 sampai dengan pasal 634. Pada dasarnya
penanggung akan membayar ganti rugi apabila jadi kerugian yang disebabkan
karena kerusakan atas barang yang dipertanggungkan dalam masa atau jangka
waktu perjanjian pertanggungan dan sesuai dengan syarat yang tersebut dalam
polis.
Dari pasal-pasal tersebut di atas, mengenai batas berlakunya perjanjian
asuransi laut, yaitu yang mengatur tentang permulaan dan berakhirnya bahaya
dapat digolongkan sebagai berikut :
a. Pasal 624 sampai dengan pasal 626, mengatur tentang pertanggungan
terhadap rangka kapal/kapalnya sendiri (hull).
b. Pasal 627 sampai dengan pasal 629 mengatur tentang pertanggungan
terhadap barang-barang yang dimuat kapal yang bersangkutan.
c. Pasal 630 mengatur tentang pertanggungan terhadap upah-upah
pengangkutan yang diharapkan akan diperoleh.
Pasal 624 KUH Dagang:
"Dalam hal pertanggungan atas sebuah kapal maka bahaya mulai berjalan bagi si yang menanggung semenjak saat nakhoda mulai dengan pemuatan barang-barang dagangan; atau apabila ia diwajibkan berangkat hanya dengan membawa bahan pemberat, pada saat dimulainya memuat bahan tersebut".
68
Pasal 625 KUH Dagang :
"Dalam pertanggungan yang disebutkan di dalam pasal yang lalu, bahaya bagi si yang menanggung berakhir dua puluh satu hari setelah tujuannya, ataupun sekian hari lebih dahulu sekurang-kurangnya yang dipertanggungkan itu sampai di tempat dan barang-barang dagangan yang berakhir telah selesai dibongkarnya.
Pasal 626 KUH Dagang :
"Dalam halnya sebuah kapal dipertanggungkan untuk suatu perjalanan pergi-pulang, atau untuk lebih dari satu perjalanan, maka si yang menanggung, dengan tidak terputus-putus, menanggung bahaya sampai pada hari ke dua puluh satu semenjak diselesaikan perjalanan terakhir, ataupun sekian hari lebih dahulu sekedar barang-barang dagangan yang terakhir telah selesai dibongkarnya".
Pasal 627 KUH Dagang :
"Apabila yang dipertanggungkan itu adalah barang-barang dagangan atau barang-barang lainnya, maka bahaya mulai berjalan atas tanggungan si yang penanggung segera setelah barang-barang itu dibawanya di tepi laut, untuk dari situ dimuatkan atau dibawa ke dalam kapal-kapal yang akan memuatnya, sedangkan bahaya tadi berakhir limabelas hari setelah kapal-kapal yang bersangkutan tiba di tempat tujuannya, ataupun sekian hari lebih dahulu sekedar barang-barang yang dipertanggungkan akan selesai dibongkar di tempat tersebut dan ditempatkan di tepi laut".
Pasal 628 KUH Dagang :
"Apabila yang dipertanggungkan itu adalah barang-barang dagangan atau barang-barang lainnya, maka bahaya itu berjalan dengan tidak terputus-putus, biarpun nakhoda telah terpaksa memasuki suatu pelabuhan darurat, membongkar muatan dan memperbaiki kapalnya di situ, hingga perjalanannya dihentikan secara sah atau oleh si tertanggung diberikan perintah untuk tidak lagi memasukkan barang-barangnya ke kapal, ataupun perjalanan itu diselesaikan sama sekali".
Dari ketentuan-ketentuan pasal-pasal di atas pada dasarnya, perjanjian
pertanggungan itu dianggap telah berhenti 15 hari dari sesudah kapal yang
bersangkutan sampai di tempat tujuan atau lebih dulu, sekedar barang muatan
selesai dibongkar. Jadi batas 15 hari itu adalah batas pertanggungan dalam
69
keadaan biasa, sebagaimana diatur oleh KUH Dagang paling jauh dari gudang
ke gudang perusahaan pengangkut. Dalam perkembangannya berhubungan
dengan kebutuhan dan pula mungkin karena adanya persaingan, mengenai
jangka waktu dapat diperluas lagi sesuai dengan kebutuhan. Perluasan mana
tentu saja harus diatur secara khusus dalam polis. Perluasan itu biasanya
menentukan perpanjangan jangka waktu berlakunya perjanjian pertanggungan
laut. Keadaan tersebut tentu saja akan mengikat para pihak.
Untuk mengajukan klaim, maka pertama-tama pihak tertanggung harus
menyampaikan laporan bahwa terjadi kecelakaan yang menimpa kapal yang
diasuransikan/dipertanggungkan, keterangan mana harus dikuatkan oleh
syahbandar. Laporan kecelakaan tersebut di atas dilengkapi dengan dokumen-
dokumen antara lain.
a. Berita acara pemeriksaan nakhoda/perwira kapal oleh syahbandar tentang
kecelakaan.
b. Hasil survey syahbandar atas peristiwa yang bersangkutan.
c. Dokumen-dokumen perjanjian pertanggungan (polis, kwitansi pembayaran
premi).
d. Dokumen-dokumen kapal.
Langkah kedua ialah memperhatikan syarat-syarat perjanjian
bagaimana klausula-klausula dari polis yang bersangkutan. Hal itu juga akan
menentukan pula sikap dari penanggung, apakah la akan membayar tuntutan
atau tidak; untuk itu penanggung dengan mempergunakan jasa surveyan
mengadakan penelitian, apakah kecelakaan itu ditanggung oleh polis atau
70
tidak. Selanjutnya dengan adanya laporan dari surveyan tadi penanggung
harus segera menentukan sikap, apakah la menerima atau menolak tuntutan
klaim dari tertanggung. Dalam hal ini peranan syah bandar dan Mahkamah
Pelayaran sangatlah menentukan.
Adapun jangka waktu pengajuan klaim, biasanya ditempuh jarak
waktu antara tiga sampai tujuh hari semenjak terjadinya kecelakaan. Secara
internasional pengajuan klaim itu adalah tentu saja secepat mungkin dan harus
diikuti bantuan para ahli. Dalam tahap terakhir pada penentuan besarnya ganti
rugi, peranan surveyor sangatlah besar artinya, karena la akan menentukan
hal-hal sbb:
a. membenarkan adanya kerusakan
b. menentukan/memperkirakan sebab kecelakaan yang didasarkan pada
logbock kapal dan bukti-bukti lain
c. menganjurkan ganti rugi
d. memperkirakan besarnya ongkos perbaikan
e. menjaga dan melaporkan mengenai perbaikan
f. mengesahkan kwitansi-kwitansi terakhir.
Bila tertanggung telah mendengar, walaupun tidak secara resmi,
tentang kerugian atau kerusakan yang menimpa barang-barang yang
dipertanggungkannya dan sedang berada dalam perjalanan, dia harus
memberitahukan hal itu kepada brokernya, melalui siapa pertanggungan telah
ditutup. Selanjutnya broker akan melakukan satu dan lain tindakan yang
71
dirasa perlu untuk mengurus penggantian kerugian yang menjadi hak
tertanggung.
Adapun kerugian yang mungkin diderita oleh barang pertanggungan
dapat berupa:
a. Total loss, yaitu kerugian sepenuh nilai barang yang dipertanggungkan.
Dalam hal ini dibedakan adanya dua kategori total loss yaitu actual total
loss (atau absolute total loss) dan constructive total loss. Actual Total Loss
terjadi bila barang yang dipertanggungkan itu:
1. rusak atau hancur seluruhnya/musnah;
2. dirampas oleh suatu negara atau lainnya, tanpa dapat diminta kembali;
3. mengalami kerusakan sedemikian rupa sehingga barang
pertanggungan itu kehilangan nilai dagangnya (lazimnya kerusakan
yang besarnya lebih dari 75% dari nilai barang yang bersangkutan
dapat dianggap sebagai total loss).
Constructive Total Loss terjadi kalau biaya perbaikan
(reparasi) atas barang pertanggungan yang mengalami kerusakan itu,
ditambah biaya-biaya untuk menyerahkan barang tersebut di
pelabuhan tujuannya, akan melampaui nilai barang itu setibanya di
pelabuhan tujuannya.
b. Partial Loss (kerusakan sebagian), yaitu kerusakan pada barang
pertanggungan yang besarnya tidak lebih dari 75% dari nilai barang.
Kapal yang dihantam badai dan terdampar/karam, menimbulkan kerugian
constructive total loss".
72
Mengenai kerusakan sebagian ini kiranya tidak terdapat masalah yang
khusus, hanyalah masalah nilai kerusakan itu apakah memang penilaian yang
dibuat dapat disetujui oleh tertanggung, ataukah tertanggung merasa bahwa
jumlah kerugian dinilai terlalu rendah (hal semacam ini jarang terjadi, karena
penilaian tentang besar kecilnya kerugian lazimnya dibuat oleh ahli-ahli taksir
yang bonafid).
Setiap persetujuan asuransi ditutup dengan tujuan untuk memberikan
perlindungan kepada tertanggung terhadap kemungkinan kerugian yang terjadi
atas kepentingannya. Undang-undang melarang penutupan asuransi yang
bertujuan mencari keuntungan baik pada pihak tertanggung maupun
penanggung. Tetapi kalau barang pertanggungan menderita kerusakan
sedemikian besarnya sehingga waktu dan biaya untuk memperbaiki kerusakan
itu terlalu besar, lebih mudah dan lebih efisien untuk melepaskan saja barang
itu ke tangan penanggung dan sebagai gantinya tertanggung mendapat ganti
rugi penuh seperti halnya kalau barang yang dipertanggungkan itu mengalami
kerugian total loss. Kerusakan sebesar 75% atau-lebih yang terjadi atas barang
yang dipertanggungkan memberi hak kepada tertanggung untuk meng-
abandon barang tersebut, untuk mendapat pembayaran ganti rugi penuh.
Terhadap kerugian yang diderita oleh tertanggung, penanggung akan
membayar ganti rugi kalau kerusakan atau kerugian atas barang yang
dipertanggungkan terjadi dalam masa atau jangka waktu pertanggungan
penanggung dan kerugian memang terjadi sesuai seperti disebut dalam polis
yang bersangkutan.
73
Pada umumnya penanggung mulai menanggung risiko pertanggungan
sejak muatan yang menjadi obyek dari pertanggungan itu, dimuat dalam
kapal, atau sejak kapal menaikkan ballast bilamana obyek asuransi adalah
kapal dan kapal itu berangkat dalam keadaan kosong (in ballast), ataukah
sejak kapal: berangkat dari pelabuhan (yaitu dalam hal obyek pertanggungan
adalah kapal yang berlayar membawa muatan).
Mengenai berakhirnya jangka waktu pertanggungan dapat dijelaskan
bahwa resiko yang ditanggung oleh penanggung dinyatakan berakhir:
a. Untuk Asuransi atas Kapal (Hull Insurance) 21 hari sesudah kapal tiba di
pelabuhan tujuan (pelabuhan pembongkaran barang), atau lebih cepat dari
waktu itu kalau pembongkaran diselesaikan lebih cepat dari 21 hari.
b. Untuk Asuransi atas Barang (Cargo Insurance) 15 hari sesudah kapal tiba
di pelabuhan tujuan, atau lebih cepat dari waktu itu kalau pembongkaran
muatan diselesaikan lebih cepat dari 15 hari.
Dari kedua ketentuan tersebut di atas tampaklah bahwa batas waktu
pertanggungan, di mana penanggung memikul risiko sebagaimana disebut
dalam polis, disesuaikan dengan azas ex tackle responsibility sebagaimana
diatur dalam The Hague Rules. Batas waktu ini sudah barang tentu boleh
diperpanjang oleh penanggung, asal saja hal itu disebut dalam polis yang
bersangkutan.
Dalam hal kapal menyinggahi pelabuhan darurat ataupun karena ada
tindakan Pemerintah, batas waktu pertanggungan penanggung dapat
diperpanjang seperlunya. Juga adalah lazim untuk menetapkan batas
74
pertanggungan from warehouse to warehouse, dalam pengertian bahwa
penanggung menanggung kerugian tertanggung mulai sejak barang-barang
dimasukkan dalam gudang pelabuhan sebelum dimuat, sampai barang tersebut
keluar dari gudang laut di pelabuhan tujuannya.
Jikalau batas waktu pertanggungan sudah dilewati, sedangkan barang
(obyek asuransi) belum sampai di pelabuhan tujuan karena kapal menyinggahi
pelabuhan darurat, asuransi dianggap masih tetap berlaku sepanjang
penyinggahan di pelabuhan darurat itu dilakukan atas dasar waktu keadaan
yang memaksa. Dalam hal ini kapal dianggap melakukan suatu deviasi yang
sah.
Jikalau perjalanan kapal diputuskan di tengah jalan karena suatu
keadaan memaksa, risiko asuransi masih ditanggung terus sampai 15 hari
(untuk asuransi kapal 21 hari) setelah tanggal pemutusan perjalanan atau lebih
cepat kalau pembongkaran muatan kapal diselesaikan lebih cepat dari waktu
itu.
Apabila dalam perjanjian pertanggungan itu kemudian terjadi bencana
atau kecelakaan yang menimpa atas barang-barang muatan yang
dipertanggungkan, tertanggung diwajibkan melaporkan kepada perusahaan
pertanggungan mengenai kecelakaan atau bencana yang menimpa atas barang-
barang yang dipertanggungkan.
Laporan kerusakan barang yang diajukan secepat-cepatnya setelah
terjadi kecelakaan atau paling lama adalah 3 x 24 jam kejadian itu harus sudah
dilaporkan.
75
Untuk menyelesaikan klaim itu penanggung harus memperhatikan hal-
hal sebagai berikut:
a. Klaim terjadi masih dalam jangka waktu pertanggungan
b. Premi sudah dibayar
c. Memenuhi syarat-syarat atau kondisi polis
d. Jangka waktu untuk melapor sudah dipenuhi
e. Tidak ada unsur kesengajaan dalam terjadinya kecelakaan
Klausula-klausula yang terdapat dalam Insurance Cargo Clausa juga
menyebutkan ketentuan-ketentuan mengenai pengajuan klain sebagai berikut:
a. Saat terjadi kerugian tertanggung diharuskan ada insurable interest
(kepentingan).
b. Tertanggung tetap dijamin atas kerugian yang terjadi sebelum polis dibuat,
kecuali tertanggung telah mengetahui kerugian tersebut sebelumnya,
sedang penanggung tidak tahu.10
c. Jika akibat dari resiko yang dijamin oleh polis, perjalanan tidak dapat
dilanjutkan, penanggung akan mengganti biaya-biaya yang wajar
dikeluarkan untuk pembongkaran, penyimpanan dan meneruskan tujuan.
Apabila semua ketentuan di atas dipenuhi, maka pihak tertanggung
juga harus menyediakan atau melengkapi dokumen untuk tuntutan kerugian
yang meliputi:
a. Polis asli dan deklarasinya.
b. Laporan kecelakaan dari tertanggung.
10Wawancara dengan bapak Rachmad Wahyuhadi, Kepala cabang PT Asuransi Purna
Artanugraha, tanggal 22 Maret 2009
76
c. Laporan klaim termasuk besarnya kerugian dari tertanggung.
d. Laporan hasil survey yang dilakukan oleh independent surveyor.
e. Except Bewijs atau surat bukti kekurangan barang.
f. Claim Constatering Bewijs atau nota kerusakan.
g. Bill of Lading (B/L) atau konosemen atau surat bukti pengapalan.
h. Packing List daripada barang-barang yang diangkut.
i. Surat tuntutan tertanggung kepada maskapai pelayaran atau pengangkut
beserta jawabannya.
j. Invoice asli.
k. Barang-barang bukti dan foto-foto kerusakan.
Tuntutan klaim tersebut diajukan kepada perusahaan pelayaran dan
tindasannya untuk perusahaan asuransi setelah dokumen-dokumen itu
dilengkapi, dan dari hasil survey pertanggungan itu dapat diklaim, maka pihak
penanggung akan membayar kerugian tersebut. Tetapi tidak selamanya klaim
dapat dikabulkan. Adapun dasar dari penolakan klaim adalah:
a. Daluwarsa.
b. Keterangan yang tidak benar dari tertanggung.
c. Dokumen-dokumen yang dibutuhkan tidak dipenuhi.
Dalam Pasal 643 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang menyebutkan
bahwa penanggung dapat dibebaskan dari kewajiban membayar ganti rugi
dalam hal pertanggungan barang-barang cair seperti anggur, brendi, minyak,
madu, sirup, garam atau gula maka penanggung tak dapat diwajibkan
mengganti kerugian yang diakibatkan karena bocor atau meleleh, kecuali bila
77
kerugian itu diakibatkan oleh penubrukan kapal, atau apabila kapal yang
memuat barang-barang itu dibongkar atau dimuat lagi pada suatu pelabuhan
darurat. Begitu pula halnya penanggung tidak diwajibkan membayar ganti
rugi bilamana syarat-syarat polis mencantumkan ketentuan bahwa
penanggung tidak dibebankan mengganti kerugian dari kecurian, kehilangan
atau kekurangan berat dan sebagainya, resiko peperangan pun merupakan
pengecualian yang lazim dicantumkan dalam polis pertanggungan
pengangkutan laut.11
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa ada dua syarat
yang harus dipenuhi agar penanggung membayar ganti rugi, yaitu :
a. Terjadinya peristiwa yang diperjanjikan.
b. Adanya kerugian, dan tidak boleh ditimbulkan karena kesalahan,
kesengajaan dan sifat alamiah dari barang itu sendiri.
C. Ganti Rugi antara Perjanjian dengan Pelaksanaannya
PT. Asuransi Purna Artanugraha merupakan asuransi pertanggungan
laut (marine insurance). Asuransi ini dimaksudkan untuk menanggung bahaya
atas barang-barang terutama selama dalam pengangkutan di laut. PT. Asuransi
Purna Artanugraha ini mencakup semua bahaya-bahaya yang dapat menimpa
barang selama pengangkutan berjalan. Termasuk di dalamnya antara lain
bahaya kebakaran dan bahaya-bahaya lain yang bertalian dengan
pengangkutan, bahaya-bahaya yang ditimbulkan oleh navigasi seperti, karam
kapal, tabrakan kapal dan lain-lain. Dengan kata lain, PT. Asuransi Purna
11Wawancara dengan bapak Rachmad Wahyuhadi, Kepala cabang PT Asuransi Purna
Artanugraha, tanggal 22 Oktober 2008
78
Artanugraha dimaksudkan sebagai asuransi tentang bahaya laut, misalnya
taufan, tenggelamnya kapal, kandas, tubrukan, kebakaran, perbuatan
kekerasan pihak ketiga (molest), kelalaian nakhoda atau anak buah kapal dan
sebagainya.
Dalam hubungannya dengan pertanggungjawaban asuransi terhadap
kerusakan barang dalam pengangkutan di Laut di Pelabuhan Tanjung Emas
Semarang terjadi suatu kasus sebagai berikut: beberapa orang tertanggung
telah mengasuransikan barang yang hendak dikirim di suatu tempat, namun
barang itu sesampainya di tempat yang dituju ditolak oleh pihak pemesan
barang dikarenakan barang tersebut mengalami kerusakan akibat kelalaian
dari pihak asuransi pengangkutan laut. Barang tersebut ditumpuk dan
disatukan dengan barang yang mempunyai bobot sangat berat, sehingga
barang tersebut menjadi cacat dan tidak utuh lagi.12 Demikian pula kelalaian
pihak asuransi pengangkutan laut yang pada waktu menurunkan barang
terburu-buru, dari ketidak hati-hatian ini barang yang ada di dalam rusak
sehingga pemesan barang menolak sebagian barang yang rusak dan hanya
menerima barang yang masih utuh.13
Menerima kenyataan yang demikian, maka tertanggung mengklaim
pihak asuransi atas kelalaiannya, namun ternyata penanggung tidak memberi
ganti rugi dan sebagian tertanggung ada yang menerima ganti rugi, namun
jumlah ganti rugi tidak sesuai dengan harga kerusakan barang
12 Hasil wawancara dengan Bapak Rozikin sebagai pihak yang mengasuransikan barang
(tertanggung) pada tanggal 18 Maret 2009. 13 Hasil wawancara dengan Bapak Nurkolis sebagai pihak yang mengasuransikan barang
(tertanggung) pada tanggal 17 Mei 2009
79
Dengan perkataan lain, seharusnya pihak tertanggung yang barangnya
mengalami kerusakan diganti dengan layak namun dalam kenyataannya ada
sejumlah tertanggung yang kecewa dengan pertanggungjawaban pihak
asuransi dalam membayar ganti rugi. Kekecewaan itu disebabkan terkadang
asuransi tidak memberi ganti rugi atau ganti ruginya tidak sebesar
sebagaimana yang ada dalam isi perjanjian. Sebaliknya menurut keterangan
dari pihak asuransi bahwa sebabnya asuransi tidak memberi ganti rugi atau
ganti rugi tidak sesuai dengan apa yang tercantum dalam isi perjanjian adalah
pertama, tertanggung da1am mengajukan klaim tidak disertai data-data yang
lengkap. Kedua, tertanggung tidak memahami mengenai hal-hal yang
tercantum di dalam polis.
Apabila kerusakan dan atau kerugian yang diderita tertanggung tidak
menyimpang dari apa yang diperjanjikan maka penanggung akan memberikan
ganti rugi sesuai nilai kerugian keuangan yang benar-benar diderita oleh
tertanggung. Sebaliknya apabila kerugian tersebut disebabkan oleh hal-hal
yang tidak dijamin di dalam polis, maka penanggung dapat menolak tuntutan
ganti rugi yang diajukan oleh tertanggung. Perusahaan asuransi tidak mutlak
untuk membayar ganti rugi terhadap setiap kerusakan dan atau kerugian yang
diderita oleh tertanggung. Penanggung mutlak akan memberikan ganti rugi
kepada tertanggung apabila semua aspek tersebut tidak ada yang melanggar
(dikecualikan) isi perjanjian, yaitu polis.14
14Wawancara dengan bapak Rachmad Wahyuhadi, Kepala cabang PT Asuransi Purna
Artanugraha, tanggal 18 Maret 2009.
80
BAB IV
ANALISIS
A. Analisis terhadap Tanggung Jawab Pihak Asuransi Pengangkutan Laut
pada Asuransi PT. Purna Artanugraha Semarang
Dalam pertanggungan asuransi tidak ada yang mutlak terhadap
penggantian kerugian atas harta benda yang dipertanggungkan. Perusahaan
asuransi akan mengganti kerugian yang diderita oleh tertanggung sesuai
dengan pokok-pokok yang diperjanjikan, dan tidak melanggar prinsip-prinsip
asuransi, di antaranya :
a. Prinsip ut most good faith, suatu prinsip bahwa pertanggungan asuransi
harus didasari dengan i'tikad yang baik dari ke dua belah pihak.
Tertanggung harus memberi informasi secara terbuka dan penanggung
akan menjelaskan secara terbuka segala aspek mengenai polis asuransi.
Apabila tertanggung ada niat yang tidak baik dalam mengasuransikan,
maka bila terjadi kerugian (dan terbukti ada niat tidak baik) maka
penanggung dapat menolak tuntutan ganti rugi tersebut.1
b. Prinsip insurable interest, suatu prinsip bahwa tertanggung mempunyai
kepentingan keuangan terhadap barang atau harta benda yang akan
diasuransikan. Apabila seseorang tidak mempunyai kepentingan keuangan
terhadap suatu harta benda maka dia tidak dapat mengasuransikan.
1Wawancara dengan Bapak Rachmad Wahyuhadi, Kepala cabang PT Asuransi Purna
Artanugraha, tanggal 22 Oktober 2008
81
c. Prinsip subrogation, suatu prinsip bahwa setelah penanggung membayar
ganti rugi kepada tertanggung, maka secara otomatis penanggung
memperoleh hak dari tertanggung untuk melakukan penuntutan kepada
pihak lain.
d. Prinsip-prinsip proxima causa, suatu prinsip bahwa penyebab kerugian
adalah penyebab pertama, langsung dan paling efektif yang
mempengaruhi kerugian yang terjadi.2
Bentuk perjanjian dalam asuransi adalah polis asuransi. Di dalam polis
tersebut memuat segala aspek yang menjadi pokok perjanjian (contoh polis
terlampir).
a. Didalamnya mencakup hal-hal yang dijamin dan hal-hal yang tidak
dijamin (dikecualikan dalam polis) oleh perusahaan asuransi.
b. Hak dan kewajiban tertanggung dan penanggung
c. Hal lainnya seperti perselisihan
Dengan demikian apabila kerusakan dan atau kerugian yang diderita
tertanggung tidak menyimpang dari apa yang diperjanjikan maka penanggung
akan memberikan ganti rugi sesuai nilai kerugian keuangan yang benar-benar
diderita oleh tertanggung. Sebaliknya apabila kerugian tersebut disebabkan
oleh hal-hal yang tidak dijamin di dalam polis, maka penanggung dapat
menolak tuntutan ganti rugi yang diajukan oleh tertanggung.
Dengan demikian bahwa perusahaan asuransi tidak mutlak untuk
membayar ganti rugi terhadap setiap kerusakan dan atau kerugian yang
2Wawancara dengan bapak Rachmad Wahyuhadi, Kepala cabang PT Asuransi Purna
Artanugraha, tanggal 22 Oktober 2008
82
diderita oleh tertanggung. Penanggung mutlak akan memberikan ganti rugi
kepada tertanggung apabila semua aspek tersebut tidak ada yang melanggar
(dikecualikan) isi perjanjian, yaitu polis.3
Apabila dikaji apa yang telah diutarakan oleh bapak Rachmad
Wahyuhadi, Kepala cabang PT Asuransi Purna Artanugraha (ASPAN) Jalan
Kijang Selatan Nomor 1 Semarang. Maka peneliti melihat bahwa ASPAN
merupakan salah satu asuransi yang memiliki kredibilitas cukup baik. Hal itu
dapat dimengerti karena pertanggungjawaban asuransi jika ada kerusakan
barang dalam Pengangkutan Laut di Pelabuhan Tanjung Emas Semarang,
maka pihak asuransi berupaya secara maksimal untuk memberi ganti rugi
tanpa berusaha menghindar dari tanggung jawab. Hal itu asalkan pihak
tertanggung memiliki itikad baik dan tidak punya niatan berlaku curang atau
itikad buruk. Itulah sebabnya ASPAN merupakan salah satu asuransi yang
banyak diminati tertanggung dalam upaya menghindari risiko kerusakan
barang.
Meskipun pihak ASPAN dalam keterangannya pada peneliti tidak
menggunakan sistem pertanggungjawaban mutlak tapi sejauh ini belum
pernah pihak ASPAN lari dari tanggung jawab dalam memberi ganti rugi
terhadap kerusakan barang dalam Pengangkutan Laut di Pelabuhan Tanjung
Emas Semarang. Bahkan menurut bapak Rachmad Wahyuhadi, Kepala
cabang PT Asuransi Purna Artanugraha (ASPAN) bahwa ada tertanggung
3Wawancara dengan bapak Rachmad Wahyuhadi, Kepala cabang PT Asuransi Purna
Artanugraha, tanggal 22 Maret 2009.
83
yang beritikad curang namun pihak ASPAN tetap menggunakan perasangka
baik. Hal itu ia lakukan agar tertanggung jangan sampai ada yang kecewa.
Dari sini tampaklah bahwa pertanggungjawaban pihak penanggung
terhadap kerusakan barang dalam Pengangkutan Laut di Pelabuhan Tanjung
Emas Semarang sesuai dengan prinsip-prinsip dan bahaya-bahaya yang
menjadi tanggung jawab penanggung dalam perjanjian asuransi laut. Dengan
kata lain pertanggungjawaban pihak penanggung terhadap kerusakan barang
dalam Pengangkutan Laut di Pelabuhan Tanjung Emas Semarang sesuai
dengan ketentuan Pasal 637, 699, 701, 624, 627, 630 KUHD.
Bahaya laut (marine perils) merupakan bahaya yang berasal dari laut
(of the sea) dan yang terjadi di laut (on the sea). Bahaya tersebut merupakan
tantangan dalam pengangkutan melalui laut, khususnya dalam pelayaran
niaga, yang mau tidak mau harus dihadapi.4 Dalam pelayaran kapal di laut
dapat dialami berbagai macam bahaya dan risiko terhadap kapal dan
muatannya. Untuk memungkinkan penutupan kontrak pertanggungan bagi
kapal atau muatan kapal, supaya dapat ditetapkan jenis-jenis risiko terhadap
mana asuransi ditutup, perlulah diadakan penggolongan atau pengkategorian
bahaya-bahaya laut yang sangat beraneka ragam itu.
Secara kategoris bahaya-bahaya laut dapat dibagi menjadi dua
golongan yaitu:
4Radiks Purba, Angkutan Muatan Laut, Jilid 4, Jakarta: Bhratara Karya Aksara, 1981,
hlm. 147
84
1. Bahaya laut yang sebenarnya (perils of the sea), yaitu segala macam
bahaya yang timbul di laut disebabkan oleh kelakuan atau perbuatan alam
misalnya topan, ombak besar dan lain-lain.
2. Bahaya laut yang terjadi karena tindakan manusia, misalnya: perampasan
kapal oleh bajak laut, perampasan atau penyitaan oleh pemerintah sesuatu
negara di mana kapal singgah, dan lain-lain.5
Dalam KUHD bahaya-bahaya laut tersebut ditentukan dalam Pasal 637
tetapi rincian tersebut tidak bersifat limitatif, sebab pada bagian akhir rincian
itu ditutup dengan kata-kata "pada umumnya karena segala bahaya yang
datang dari luar apa pun namanya". Tetapi tidak semua bencana yang datang
dari luar itu menjadi tanggungan penanggung karena Pasal 637 KUHD
memberikan pengecualian, yaitu:
a. Apabila dalam undang-undang ditegaskan bahwa bencana-bencana
tertentu tidak menjadi beban penanggung;
b. Apabila suatu janji dalam polis menentukan bahwa bencana-bencana
tertentu tidak menjadi beban penanggung.
Untuk lengkapnya, berikut ini disajikan ketentuan Pasal 637 KUHD,
Semua kerugian dan kerusakan atas barang-barang asuransi karena bahaya-
bahaya laut berikut ini menjadi beban penanggung:
a. Bahaya badai, guruh, karam, kandas, melanggar kapal lain, menyenggol
kapal, menabrak kapal, terdampar kapal, terpaksa mengubah jurusan,
perjalanan, atau kapal.
5Sudjatmiko, Pokok-Pokok Pelayaran Niaga, Jakarta: Cendana Press, 1979, hlm. 172
85
b. Bahaya pelemparan barang-barang ke laut.
c. Bahaya kebakaran, kekerasan, banjir, perampasan, bajak laut, penyamun,
penahanan atas perintah penguasa, pernyataan perang, tindakan
pembalasan.
d. Bahaya karena kurang hati-hati, kealpaan atau kecurangan pihak nakhoda
atau anak buah kapal.
e. Pada umumnya karena segala bahaya yang datang dari luar apapun
namanya, kecuali oleh ketentuan undang-undang atau janji-janji dalam
polis penanggung dibebaskan dari bahaya-bahaya tersebut.6
Mengenai perubahan jurusan atau arah kapal perlu dibedakan antara
perubahan karena terpaksa dan perubahan karena kehendak sendiri. Apabila
terjadi perubahan jurusan karena terpaksa sehingga menimbulkan kerugian,
maka kerugian tersebut menjadi tanggung jawab penanggung (Pasal 637
KUHD). Tetapi apabila terjadi perubahan jurusan itu karena kehendak bebas
nakhoda, pengusaha kapal, atau tertanggung sendiri, maka kerugian yang
timbul karenanya bukan menjadi beban penanggung. Hal ini diatur dalam
Pasal 638 KUHD yang menyatakan, dalam asuransi atas kapal (kasko),
barang-barang, atau biaya angkutan, apabila terjadi perubahan jurusan atau
perjalanan atau pertukaran kapal dengan sewenang-wenang atas kemauan
sendiri dari nakhoda, pengusaha kapal, atau tertanggung, maka perubahan
tersebut bukan menjadi beban penanggung.7
6R. Subekti dan R. Citrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Undang-
Undang Kepailitan, Jakarta: PT Pradnya Paramita, 1986, hlm. 194 7Abdulkadir Muhammad, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999, hlm. 158
86
Sejak kapan bahaya dalam asuransi laut menjadi beban penanggung
dan sejak kapan pula berakhirnya? Dalam asuransi kapal menurut perjalanan,
bahaya mulai menjadi beban penanggung sejak saat nakhoda mulai memuat
barang-barang, atau apabila dia harus berangkat hanya dengan membawa
bahan pemberat, sejak saat dimuatnya bahan pemberat itu (Pasal 624 KUHD).
Dalam asuransi tersebut, bahaya bagi penanggung berakhir 20 hari sesudah
kapal yang diasuransikan itu tiba di tempat tujuan, atau sekian hari lebih
dahulu apabila barang-barang muatan yang terakhir sudah selesai dibongkar
(Pasal 625 KUHD). Apabila kapal itu diasuransikan untuk perjalanan pergi
pulang, atau untuk lebih dari satu perjalanan, maka bahaya atas beban
penanggung berlangsung terus-menerus sampai hari yang ke-21 sesudah kapal
itu menyelesaikan perjalanannya, atau sekian hari lebih awal apabila barang-
barang muatan terakhir telah selesai dibongkar (Pasal 626 KUHD).
Dalam asuransi barang-barang muatan, bahaya mulai menjadi beban
penanggung sejak saat barang-barang muatan itu ditumpuk di dermaga untuk
dimuat ke dalam kapal, dan bahaya itu berakhir 15 hari setelah kapal tiba di
tempat tujuan, atau sekian hari lebih dahulu apabila barang-barang itu telah
selesai dibongkar dan ditumpuk di dermaga (Pasal 627 KUHD). Bahaya itu
tetap menjadi beban penanggung meskipun nakhoda terpaksa berlabuh di
pelabuhan darurat, membongkar barang-barang, dan memperbaiki kapal di
situ, sampai perjalanan kapal berhenti secara sah, atau tertanggung
memerintahkan untuk tidak memuat lagi barang-barang itu ke dalam kapal,
atau perjalanan kapal sama sekali sudah selesai dilakukan (Pasal 628 KUHD).
87
Apabila nakhoda atau tertanggung karena alasan yang sah terhalang
untuk melakukan pembongkaran barang-barang muatan dalam waktu yang
telah ditentukan, sehingga tanpa kesalahan memperlambat pembongkaran
tersebut, maka bahaya tetap menjadi beban penanggung sampai barang-
.barang muatan itu sudah selesai dibongkar (Pasal 629 KUHD).
Dalam asuransi biaya angkutan yang akan diterima, bahaya mulai
menjadi beban penanggung sejak saat barang-barang muatan yang harus
dibayar biayanya itu sudah dimuat di dalam kapal, dan berakhir 15 hari
setelah kapal itu tiba di tempat tujuan, atau sekian hari lebih dahulu apabila
barang-barang muatan itu sudah selesai dibongkar (Pasal 630 KUHD).
Apabila karena alasan yang sah terhalang melakukan pembongkaran, maka
ketentuan Pasal 629 KUHD juga diberlakukan untuk ini (Pasal 630 KUHD).8
Walaupun dalam asuransi kapal dan barang-barang muatan telah diatur
saat mulai dan berakhirnya asuransi laut, Pasal 634 KUHD memberikan
kebebasan kepada tertanggung dan penanggung untuk menyimpang dari
ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan itu. Menurut ketentuan Pasal 634
KUHD, tertanggung dan penanggung bebas memperjanjikan lain dalam polis
tentang saat mulai dan berakhirnya bahaya yang menjadi beban penanggung.
Sesungguhnya dalam pelaksanaan pengangkutan laut, tidak mustahil
terdapat berbagai jenis bahaya yang dapat mengakibatkan berbagai jenis
kerusakan dan kerugian. Kerusakan dan kerugian yang mungkin terjadi tentu
saja akan berakibat buruk baik bagi pengangkut maupun bagi pemilik barang
8Ibid., hlm. 159
88
angkutan. Bahaya-bahaya yang dapat menyebabkan kerusakan dan kerugian
dalam pengangkutan laut tadi dapat dikatakan relatif lebih besar bila
dibandingkan dengan bahaya-bahaya yang timbul di darat.
Atas pemikiran bahwa kerugian yang disebabkan oleh bahaya laut dan
bahaya di laut itu relatif lebih besar dari bahaya di darat maka tentu saja orang
berpikir bagaimana cara mengatasinya. Dalam asuransi/pertanggungan laut
dikenal berbagai jenis "pemberian ganti rugi", sesuai dengan kemungkinan
kerugian yang diderita oleh tertanggung. Berbagai bahaya laut yang menjadi
penyebab kerugian yang dapat dipertanggungkan dalam asuransi laut pada
garis besarnya dalam praktek dapat digolongkan sebagai berikut:9
1. Total loss, yaitu kerugian karena lenyap seluruhnya, jadi lenyap secara
keseluruhan dapat terdiri dari:
2. Actual total loss, mungkin apabila kapal dan muatannya secara fisik
lenyap seluruhnya.
3. Constructive total loss, mungkin apabila kapal dan muatannya kehilangan
seluruh sifatnya semula, sekalipun secara fisik tidak rusak.
4. Partial Loss, yaitu kerugian yang sifatnya tidak mutlak, dan dapat terdiri
atas :
a. General average atau kerugian umum atau avary grosse avary umum.
b. Particular avarage atau kerugian khusus/avary khusus.
Melihat dari pembagian jenis kerugian yang mungkin ditanggung oleh
penanggung terhadap kerugian tertanggung, KUH Dagang juga memberikan
9Sri Redjeki Hartono, Hukum Dagang: Asuransi dan Hukum Asuransi, Semarang: IKIP
Semarang Press, 1985, hlm. 123
89
beberapa batasan terhadap berbagai kerugian sebagaimana yang diatur dalam
pasal-pasal 699 KUH Dagang untuk kerugian-kerugian umum dan pasal 701
untuk kerugian-kerugian khusus.
Adapun kerugian-kerugian umum sebagaimana diatur oleh pasal 699
adalah sebagai berikut :
Pasal 699 KUH Dagang:
Kerugian laut umum adalah :
1. Segala apa yang telah dibayarkan kepada musuh atau bajak-bajak laut
untuk pembebasan atau pembelian kembali kapal beserta muatannya.
Dalam halnya ada keraguan-raguan, maka haruslah dianggap bahwa
pembelian kembali itu adalah untuk kepentingan kapal beserta muatannya;
2. Segala apa yang telah dibuang ke laut atas dipakai seisinya;
3. Segala kawat, tiang dan layar dan lain-lain alat yang telah dipotong atau
dipatahkan, untuk keperluan yang sama seperti tersebut di atas;
4. Segala sauh, tali dan lain-lain benda yang telah terpaksa dilepaskan untuk
keperluan yang sama seperti yang tersebut di atas;
5. Kerugian yang diterbitkan pada barang-barang yang tetap berada dalam
kapal sebagai akibat pembuangan barang-barang ke laut;
6. Kerusakan yang dengan sengaja telah diterbitkan pada badan kapal, untuk
memudahkan keluarnya air, begitu pula kerusakan yang diterbitkan pada
muatan oleh karena air tersebut;
90
7. Penjagaan, pengobatan dan pemeliharaan mendapat luka-luka atau cacat
pada waktu membela mendapat luka-luka atau cacat pada waktu membela
kapalnya;
8. Penggantian atau perbekalan untuk mereka yang pada waktu mereka untuk
keperluan kapal dan muatan dikirimkan ke laut atau ke daratan, telah
ditangkap, dipenjarakan atau diperbudak;
9. Gaji-gaji dan pemeliharaan nakhoda beserta anak buah kapal, selama kapal
ini terpaksa bersinggah dalam suatu pelabuhan darurat;
10. Upah pandu-laut dan lain-lain biaya pelabuhan, yang harus dibayar pada
waktu memasuki atau keluar dari suatu pelabuhan darurat;
11. Uang sewa bagi gudang-gudang dan tempat-tempat penyimpanan, di mana
barang-barang yang selama dilakukan perbaikan pada kapalnya dalam
suatu pelabuhan darurat tidak dapat dibiarkan dalam kapal, terpaksa
disimpan;
12. Biaya-biaya penuntutan kembali, apabila kapal dan muatan telah ditahan
atau diseret, dan keduanya itu telah dituntut kembali oleh nakhoda;
13. Gaji-gaji dan biaya penghidupan nakhoda beserta anak buah kapal selama
dilakukannya penuntutan kembali tadi, apabila kapal dan muatannya
dibebaskan;
14. Biaya pembongkaran, upah kapal-kapal penolong, beserta biaya yang
diperlukan untuk membawa kapalnya ke suatu pelabuhan atau sungai,
apabila yang demikian; itu terpaksa dilakukan untuk menyelamatkan kapal
beserta muatannya, karena ada angin taufan, pengejaran oleh musuh atau
91
bajak-bajak laut ataupun karena sesuatu hal lain; begitu pula kerugian
muatan kerusakan yang menimpa barang-barang yang diangkut karena
pembongkaran dan pemuatan, karena keadaan memaksa, dalam kapal-
kapal penolong atau kapal-kapal lainnya, dan pemuatan kembali dalam
kapalnya;
15. Kerusakan yang ditimbulkan pada kapal atau muatannya, apabila kapal itu,
untuk menghindarkannya dari perampasan musuh atau dari kemusnahan,
terpaksa didamparkan ke pantai; begitu pula apabila yang demikian tadi
terpaksa dilakukan di dalam sesuatu bahaya lainnya untuk menyelamatkan
kapal beserta muatannya;
16. Biaya-biaya yang diperlukan untuk mengusahakan agar kapal yang
didamparkan sebagai tersebut dalam ayat yang lalu, dapat berlayar lagi,
beserta upah-upah yang dibayarkan untuk pertolongan yang diberikan
untuk itu, begitu pula segala pengupahan untuk pertolongan yang
diberikan kepada kapal dengan muatannya, pada waktu berada dalam
bahaya;
17. Segala kerugian atau kerusakan yang diterbitkan pada barang-barang yang
diangkut, yang dalam keadaan darurat telah dipindahkan ke kapal-kapal
penolong atau ke lain kapal-kapal, termasuk di dalamnya bagian dalam
avary gros yang oleh pemilik barang-barang tersebut wajib dibayar kepada
kapal-kapal penolong atau lain-lain kapal tadi; dan sebaliknya segala
kerugian atau kerusakan yang diterbitkan pada barang-barang yang tetap
berada di dalam kapalnya semula, dan pada kapal itu sendiri, setelah
92
diadakan penolongan tadi, satu dan Jain sekedar kerugian atau kerusakan
tersebut termasuk dalam kerugian laut umum;
18. Gaji-gaji dan biaya penghidupan bagi nakhoda beserta anak buahnya,
apabila kapalnya, setelah bermulainya perjalanan, dihentikan oleh
kekuasaan suatu negara asing atau karena pecahnya perang, selama kapal
beserta muatannya tidak dibebaskan dari segala perikatan yang bertimbal-
balik;
19. dihapuskan;
20. Premi yang digunakan untuk mempertanggungkan biaya-biaya yang dapat
dianggap sebagai kerugian laut umum atau kerugian yang diderita karena
dijualnya sebagian dari muatan di suatu pelabuhan darurat, dengan
maksud untuk menutup biaya-biaya kerugian laut tersebut;
21. Biaya-biaya yang diperlukan untuk menghitung dan menetapkan kerugian
laut umum;
22. Biaya-biaya, termasuk di dalamnya gaji-gaji dan biaya-biaya penghidupan
bagi nakhoda dan anak buahnya, yang disebutkan karena suatu karantina
yang tak dapat diduga pada waktu diadakan persetujuan pencarteran,
sekedar kapal beserta muatannya terpaksa tunduk kepada karantina itu;
23. Pada umumnya, segala kerugian yang dalam keadaan darurat, telah
sengaja ditimbulkan dan yang diderita sebagai akibat langsung daripada
itu, dan selanjutnya segala biaya yang, dalam keadaan yang sama, telah
dikeluarkan guna penyelamatannya.
Sedangkan kerugian khusus sebagaimana diatur oleh pasal 701 adalah
93
Pasal 701 KUH Dagang:
Kerugian laut khusus adalah ;
1. Segala kerusakan atau kerugian yang diterbitkan pada kapal atau
muatannya, karena angin taufan, perampasan, karamnya kapal atau
perdampingan yang tak disengaja;
2. Upah-upah dan biaya-biaya penolongan;
3. Hilangnya peralatan-peralatan kapal atau kerusakan yang ditimbulkan
padanya, yang disebabkan karena angin taufan atau lain-lain
kecelakaan di laut;
4. Biaya-biaya penuntutan kembali beserta biaya penghidupan dan gaji
nakhoda dan anak buahnya selama sedang diusahakan penuntutan
kembali tadi, apabila hanya kapalnya atau muatannya yang ditahan;
5. Perbaikan khusus atas pembungkusan dan biaya penyelamatan barang-
barang dagangan yang mengalami kerusakan, sekedar satu dan lain
bukan suatu akibat langsung dari suatu bencana yang memberikan
alasan untuk kerugian laut umum;
6. Biaya yang dikeluarkan untuk menyelenggarakan pengangkutan lebih
lanjut, apabila dalam halnya pasal 519 d, persetujuan-carternya telah
gugur, dan;
Pada umumnya segala kerusakan, kerugian dan biaya, yang tidak
disebabkan atau dikeluarkan dengan sengaja dan untuk keselamatan dan
manfaat kapal beserta muatannya, namun yang telah dideritanya atau
dikeluarkan untuk keperluan kapalnya sahaja atau untuk keperluan
94
muatannya sahaja, dan yang karena itu menurut pasal 699 tidak termasuk
avary gros.10
B. Analisis Hukum Islam tentang Tanggung Jawab Pihak Asuransi
Pengangkutan Laut pada Asuransi PT. Purna Artanugraha Semarang
Sebelum seorang tertanggung melakukan penutupan perjanjian
pertanggungan laut, maka ia harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut
yang akan sangat membantu kelancaran daripada tujuannya. Langkah pertama
ialah mempelajari situasi atau keadaan umum antara lain ialah;
a. Mempelajari sedalam-dalamnya mengenai sifat dan keadaan barang atau
muatan yang akan diasuransikan, antara lain sifat buah-buahan yang cepat
membusuk, ternak yang bisa mati karena udara laut, bahan kimia, dan
seterusnya.
b. Situasi umum antar negara, apakah dalam keadaan perang, apakah tempat
yang dituju itu sedang dilanda pemogokan, perang lokal, dan sebagainya.
Guna mengatasi kesulitan yang mungkin timbul berhubung
keadaan/situasi, sebaiknya calon tertanggung di samping menutup
pertanggungan dengan syarat umum polis yang lazim dipakai, ia mungkin dan
dapat menutup perjanjian pertanggungan dengan syarat khusus.
Setelah calon tertanggung mengetahui dengan pasti mengenai situasi,
dan keadaan umum tempat tujuan dan pelabuhan-pelabuhan yang disinggahi
oleh kapal yang membawa muatan barang-barang miliknya, maka ia dapat
10Wirjono Prodjodikoro, Hukum Laut Bagi Indonesia, Bandung: Sumur Bandung, 1991,
hlm. 190 - 192
95
menentukan syarat khusus apa yang perlu ditambahkan guna keselamatan dan
kepentingannya. Syarat-syarat khusus yang mungkin ditutup antara lain:
a. Risiko peperangan (war risk/molest)
b. Risiko pemogokan (strikes)
c. Risiko kebakaran (fire risks)
d. Risiko pencurian dan pencolengan (theft dan priverage).
Langkah kedua ialah memperhatikan jangka waktu perjanjian. Seperti
pada setiap perjanjian yang lain tentu saja, pada perjanjian pertanggungan juga
ada masa berlakunya perjanjian termaksud. Pada perjanjian asuransi
pengangkutan laut, mengenai jangka waktu berlakunya justru diatur dan
dibatasi sedemikian rupa, sehingga ada batas kapan dimulai dan kapan
berakhirnya masa perjanjian itu. Hal ini sangat penting artinya baik bagi pihak
penanggung atau pihak tertanggung sekalipun, karena dengan jelas dan tegas
akan mengatur dan membatasi sampai seberapa lama para pihak itu terikat
satu dengan yang lain dalam kewajiban yang telah mereka sepakati.
Dalam KUH Dagang, dengan tegas diatur kapan mulai dan kapan
berakhirnya bahaya, yaitu yang diatur dalam bagian ketiga, bab IX, Buku II,
yaitu pada pasal-pasal 624 sampai dengan pasal 634. Pada dasarnya
penanggung akan membayar ganti rugi apabila jadi kerugian yang disebabkan
karena kerusakan atas barang yang dipertanggungkan dalam masa atau jangka
waktu perjanjian pertanggungan dan sesuai dengan syarat yang tersebut dalam
polis.
96
Dari pasal-pasal tersebut di atas, mengenai batas berlakunya perjanjian
asuransi laut, yaitu yang mengatur tentang permulaan dan berakhirnya bahaya
dapat digolongkan sebagai berikut :
a). Pasal 624 sampai dengan pasal 626, mengatur tentang pertanggungan
terhadap rangka kapal/kapalnya sendiri (hull).
b). Pasal 627 sampai dengan pasal 629 mengatur tentang pertanggungan
terhadap barang-barang yang dimuat kapal yang bersangkutan.
c). Pasal 630 mengatur tentang pertanggungan terhadap upah-upah
pengangkutan yang diharapkan akan diperoleh.
Pasal 624 KUH Dagang:
"Dalam hal pertanggungan atas sebuah kapal maka bahaya mulai berjalan bagi si yang menanggung semenjak saat nakhoda mulai dengan pemuatan barang-barang dagangan; atau apabila ia diwajibkan berangkat hanya dengan membawa bahan pemberat, pada saat dimulainya memuat bahan tersebut". Pasal 625 KUH Dagang :
"Dalam pertanggungan yang disebutkan di dalam pasal yang lalu, bahaya bagi si yang menanggung berakhir dua puluh satu hari setelah tujuannya, ataupun sekian hari lebih dahulu sekurang-kurangnya yang dipertanggungkan itu sampai di tempat dan barang-barang dagangan yang berakhir telah selesai dibongkarnya. Pasal 626 KUH Dagang :
"Dalam halnya sebuah kapal dipertanggungkan untuk suatu perjalanan pergi-pulang, atau untuk lebih dari satu perjalanan, maka si yang menanggung, dengan tidak terputus-putus, menanggung bahaya sampai pada hari ke dua puluh satu semenjak diselesaikan perjalanan terakhir, ataupun sekian hari lebih dahulu sekedar barang-barang dagangan yang terakhir telah selesai dibongkarnya". Pasal 627 KUH Dagang :
97
"Apabila yang dipertanggungkan itu adalah barang-barang dagangan atau barang-barang lainnya, maka bahaya mulai berjalan atas tanggungan si yang penanggung segera setelah barang-barang itu dibawanya di tepi laut, untuk dari situ dimuatkan atau dibawa ke dalam kapal-kapal yang akan memuatnya, sedangkan bahaya tadi berakhir limabelas hari setelah kapal-kapal yang bersangkutan tiba di tempat tujuannya, ataupun sekian hari lebih dahulu sekedar barang-barang yang dipertanggungkan akan selesai dibongkar di tempat tersebut dan ditempatkan di tepi laut". Pasal 628 KUH Dagang :
"Apabila yang dipertanggungkan itu adalah barang-barang dagangan atau barang-barang lainnya, maka bahaya itu berjalan dengan tidak terputus-putus, biarpun nakhoda telah terpaksa memasuki suatu pelabuhan darurat, membongkar muatan dan memperbaiki kapalnya di situ, hingga perjalanannya dihentikan secara sah atau oleh si tertanggung diberikan perintah untuk tidak lagi memasukkan barang-barangnya ke kapal, ataupun perjalanan itu diselesaikan sama sekali".
Dari ketentuan-ketentuan pasal-pasal di atas pada dasarnya,
perjanjian pertanggungan itu dianggap telah berhenti 15 hari dari sesudah
kapal yang bersangkutan sampai di tempat tujuan atau lebih dulu, sekedar
barang muatan selesai dibongkar. Jadi batas 15 hari itu adalah batas
pertanggungan dalam keadaan biasa, sebagaimana diatur oleh KUH
Dagang paling jauh dari gudang ke gudang perusahaan pengangkut.
Dalam perkembangannya berhubungan dengan kebutuhan dan pula
mungkin karena adanya persaingan, mengenai jangka waktu dapat
diperluas lagi sesuai dengan kebutuhan. Perluasan mana tentu saja harus
diatur secara khusus dalam polis. Perluasan itu biasanya menentukan
perpanjangan jangka waktu berlakunya perjanjian pertanggungan laut.
Keadaan tersebut tentu saja akan mengikat para pihak.
98
Berdasarkan hasil wawancara bahwa menurut keterangan bapak
Rachmad Wahyuhadi, Kepala cabang PT Asuransi Purna Artanugraha,
bahwa prosedur dalam memberikan ganti rugi sebagai berikut:
1. Prosedur tertanggung dalam melakukan tuntutan kerugian sudah ada
dalam wording polis asuransi
2. Kewajiban apa saja yang harus segera dilakukan oleh tertanggung
apabila terjadi kerugian, di antaranya:
a. Membuat kronologis mengenai kerusakan /akerugian
b. Membuat surat tuntutan kepada penanggung yang berisi mengenai
jumlah kerugian yang diderita.
c. Melampirkan dokumen-dokumen seperti, polis asli, B/L, Invoice,
CCB
d. Penanggung akan meneliti sendiri dan atau dapat menunjuk
Independent Loss Adjuster untuk menginvestigasi kerusakan
/kerugian tersebut.
e. Penanggung akan memberikan konfirmasi tuntutan diterima
dengan nilai ganti rugi, atau menolak tuntutan tersebut.
f. Bila tuntutan diterima (claimable) dan tertanggung setuju dengan
jumlah ganti rugi yang disampaikan, maka penanggung akan
membuat surat subrogasi yang harus ditandatangani oleh
tertanggung.
99
g. Penanggung melakukan pembayaran ganti rugi kepada
tertanggung. 11
PT. Asuransi Purna Artanugraha merupakan asuransi pertanggungan
laut (marine insurance). Asuransi ini dimaksudkan untuk menanggung bahaya
atas barang-barang terutama selama dalam pengangkutan di laut. PT. Asuransi
Purna Artanugraha ini mencakup semua bahaya-bahaya yang dapat menimpa
barang selama pengangkutan berjalan. Termasuk di dalamnya antara lain
bahaya kebakaran dan bahaya-bahaya lain yang bertalian dengan
pengangkutan, bahaya-bahaya yang ditimbulkan oleh navigasi seperti, karam
kapal, tabrakan kapal dan lain-lain. Dengan kata lain, PT. Asuransi Purna
Artanugraha dimaksudkan sebagai asuransi tentang bahaya laut, misalnya
taufan, tenggelamnya kapal, kandas, tubrukan, kebakaran, perbuatan
kekerasan pihak ketiga (molest), kelalaian nakhoda atau anak buah kapal dan
sebagainya.
Dalam hubungannya dengan pertanggungjawaban asuransi terhadap
kerusakan barang dalam pengangkutan di Laut di Pelabuhan Tanjung Emas
Semarang terjadi suatu kasus sebagai berikut: beberapa orang tertanggung
telah mengasuransikan barang yang hendak dikirim di suatu tempat, namun
barang itu sesampainya di tempat yang dituju ditolak oleh pihak pemesan
barang dikarenakan barang tersebut mengalami kerusakan akibat kelalaian
dari pihak asuransi pengangkutan laut. Barang tersebut ditumpuk dan
disatukan dengan barang yang mempunyai bobot sangat berat, sehingga
11Wawancara dengan bapak Rachmad Wahyuhadi, Kepala cabang PT Asuransi Purna
Artanugraha, tanggal 22 Oktober 2008
100
barang tersebut menjadi cacat dan tidak utuh lagi.12 Demikian pula kelalaian
pihak asuransi pengangkutan laut yang pada waktu menurunkan barang
terburu-buru, dari ketidak hati-hatian ini barang yang ada di dalam rusak
sehingga pemesan barang menolak sebagian barang yang rusak dan hanya
menerima barang yang masih utuh.13
Menerima kenyataan yang demikian, maka tertanggung mengklaim
pihak asuransi atas kelalaiannya, namun ternyata penanggung tidak memberi
ganti rugi dan sebagian tertanggung ada yang menerima ganti rugi, namun
jumlah ganti rugi tidak sesuai dengan harga kerusakan barang
Dengan perkataan lain, seharusnya pihak tertanggung yang barangnya
mengalami kerusakan diganti dengan layak namun dalam kenyataannya ada
sejumlah tertanggung yang kecewa dengan pertanggungjawaban pihak
asuransi dalam membayar ganti rugi. Kekecewaan itu disebabkan terkadang
asuransi tidak memberi ganti rugi atau ganti ruginya tidak sebesar
sebagaimana yang ada dalam isi perjanjian. Sebaliknya menurut keterangan
dari pihak asuransi bahwa sebabnya asuransi tidak memberi ganti rugi atau
ganti rugi tidak sesuai dengan apa yang tercantum dalam isi perjanjian adalah
pertama, tertanggung da1am mengajukan klaim tidak disertai data-data yang
lengkap. Kedua, tertanggung tidak memahami mengenai hal-hal yang
tercantum di dalam polis.
12 Hasil wawancara dengan Bapak Rozikin sebagai pihak yang mengasuransikan barang
(tertanggung) pada tanggal 18 Maret 2009. 13 Hasil wawancara dengan Bapak Nurkolis sebagai pihak yang mengasuransikan barang
(tertanggung) pada tanggal 17 Mei 2009
101
Menurut bapak Rachmad Wahyuhadi, Kepala cabang PT Asuransi
Purna Artanugraha bahwa apabila kerusakan dan atau kerugian yang diderita
tertanggung tidak menyimpang dari apa yang diperjanjikan maka penanggung
akan memberikan ganti rugi sesuai nilai kerugian keuangan yang benar-benar
diderita oleh tertanggung. Sebaliknya apabila kerugian tersebut disebabkan
oleh hal-hal yang tidak dijamin di dalam polis, maka penanggung dapat
menolak tuntutan ganti rugi yang diajukan oleh tertanggung. Perusahaan
asuransi tidak mutlak untuk membayar ganti rugi terhadap setiap kerusakan
dan atau kerugian yang diderita oleh tertanggung. Penanggung mutlak akan
memberikan ganti rugi kepada tertanggung apabila semua aspek tersebut tidak
ada yang melanggar (dikecualikan) isi perjanjian, yaitu polis.14
Berdasarkan keterangan tersebut dapatlah diperjelas, bahwa sebabnya
pihak asuransi membayar ganti rugi yang tidak sesuai antara perjanjian dengan
pelaksanaannya di Asuransi Pengangkutan Laut Pelabuhan Tanjung Emas
Semarang adalah
Pertama, kerugian tertanggung disebabkan oleh hal-hal yang tidak
dijamin di dalam polis, maka penanggung dapat menolak tuntutan ganti rugi
yang diajukan oleh tertanggung; kedua, tertanggung berbuat curang; ketiga,
tertanggung da1am mengajukan klaim tidak disertai data-data yang lengkap.
Keempat, tertanggung tidak memahami mengenai hal-hal yang tercantum di
dalam polis
14Wawancara dengan bapak Rachmad Wahyuhadi, Kepala cabang PT Asuransi Purna
Artanugraha, tanggal 18 Maret 2009.
102
Apabila semua sistem dan mekanisme asuransi pengangkutan laut
ditinjau dari hukum islam sangatlah tidak sesuai karna asuransi dalam hukum
islam prinsipnya adalah tolong menolong.Asuransi dalam bahasa Arab
dikenal dengan istilah At-ta’min yang artinya memberi perlindungan,
ketenangan, rasa aman, dan bebas dari rasa takut, seperti yang tersebut dalam
QS. Quraisy (106): 4, yaitu “Dialah Allah yang mengamankan mereka dari
ketakutan.” Pengertian dari At-ta’min adalah seseorang membayar
menyerahkan uang cicilan agar ia aatu ahli warisnya mendapatkan sejumlah
uang sebagaiman yang telah disepakati, atau untuk mendapatkan ganti
terhadap hartanya yang hilang.
Menurut Afzalur Rahman, kontrak asuransi adalah suatu kontrak
antara dua pihak, penanggung asuransi dengan yang di asuransikan. Pihak
pertama tadi bertanggung jawab atas ganti rugi, sedangkan pihak kedua
apabila terjadi atau mengalami peristiwa-peristiwa sesuai dengan
kesepakatan, menerima pengembalian atas premi yang dibayarkan.
Ahli fiqih kontemporer, Wahbah az-Zuhaili mendefinisikan asuransi
berdasarkan pembagianya. Ia membagi asuransi dalam dua bentuk, yaituat-
ta’min at-ta’awuni dan at-ta’min bi qist sabit. At-ta’min at-ta’awuni atau
asuransi tolong menolong adalah “kesepakatan sejumlah orang untuk
membayar sejumlah uang sebagai ganti rugi ketika salah seorang di antara
mereka mendapat kemadharatan.
103
” At-ta’min bi qist sabit atau asuransi dengan pembagian tetap adalah “akad
yang mewajibkan seseorang membayar sejumlah uang kepada pihak asuransi
yang terdiri atas beberapa pemegang saham dengan perjanjian apabila peserta
asuransi mendapat kecelakaan, ia diberi ganti rugi.”
Musthofa Ahmad az-Zarqa memaknai asuransi adalah sebagai sesuatu
cara atau metode untukmemelihara manusia dalam menghindari resiko
(ancaman) bahaya yang beragam yang akan terjadi dalam hidupnya, dalam
kegiatan hidupnya, atau dalam aktivitas ekonominya. Ia berpendapat , bahwa
sistem asuransi adalah sistem ta’awun dan tadhamun yang bertujuan untuk
menutupi kerugian peristiwa-peristiwa atau musibah tersebut. Penggantian
tersebut berasal dari premi mereka.
104
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian dari bab pertama sampai dengan bab keempat
skripsi ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Tanggung jawab pihak asuransi Pengangkutan Laut pada Asuransi PT.
Purna Artanugraha Semarang bahwa pertanggungjawaban penanggung
terhadap kerusakan barang dalam pengangkutan laut pada Asuransi PT.
Purna Artanugraha Semarang tidak bersifat mutlak. Dengan kata lain,
dalam pertanggungan asuransi tidak ada yang mutlak terhadap
penggantian kerugian atas harta benda yang dipertanggungkan.
Perusahaan asuransi akan mengganti kerugian yang diderita oleh
tertanggung sesuai dengan pokok-pokok yang diperjanjikan, dan tidak
melanggar prinsip-prinsip asuransi, di antaranya, suatu prinsip bahwa
pertanggungan asuransi harus didasari dengan i'tikad yang baik dari ke
dua belah pihak. Tertanggung harus memberi informasi secara terbuka dan
penanggung akan menjelaskan secara terbuka segala aspek mengenai polis
asuransi. Apabila tertanggung ada niat yang tidak baik dalam
mengasuransikan, maka bila terjadi kerugian (dan terbukti ada niat tidak
baik) maka penanggung dapat menolak tuntutan ganti rugi tersebut
2. Apabila perjanjian penanggung dan tertanggung ditinjau dari hukum Islam
maka dapat dikatakan bahwa penanggung kurang menghormati perjanjian.
105
Padahal menurut Islam penghormatan terhadap isi perjanjian hukumnya
wajib, karena mentaati isi perjanjian memiliki peran yang besar dalam
memelihara perdamaian dan melihat urgensinya dalam menciptakan
muamalah yang sesuai dengan al-Qur'an dan hadis
B. Saran
1. Untuk pihak asuransi
Apa yang sudah ditempuh oleh pihak asuransi selama ini,
meskipun sudah cukup optimal, baik dari segi tanggung jawab maupun
prosedur ganti rugi namun kredibilitas ini harus lebih ditingkatkan untuk
membangun kepercayaan masyarakat. Oleh karena itu kepuasan pihak
tertanggung harus menjadi nomor satu dalam meningkatkan citra asuransi.
2. Untuk pihak tertanggung
Kepada pihak tertanggung hendaknya dapat menggunakan itikad
baik pihak penanggung dengan cara tertanggung senantiasa memegang
prinsip itikad baik dan terbuka.
3. Untuk perguruan tinggi
Kepada perguruan tinggi hendaknya selalu membuka kesempatan
kepada pihak peneliti untuk melakukan penelitian tentang eksistensi
asuransi pengangkutan laut.
C. Penutup
Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT, atas rahmat
dan ridha-Nya pula tulisan ini dapat diangkat dalam bentuk skripsi. Penulis
106
menyadari bahwa di sana-sini terdapat kesalahan dan kekurangan baik dalam
paparan maupun metodologinya. Karenanya dengan sangat menyadari, tiada
gading yang tak retak, maka kritik dan saran membangun dari pembaca
menjadi harapan penulis. Semoga Allah SWT meridhai.
DAFTAR PUSTAKA
Alkalali, Asad M., Kamus Indonesia Arab, Jakarta: Bulan Bintang, 1987.
Arikunto, Suharismi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta, Cet. II, 1998.
Dahlan, Abdul Aziz, et. al, (ed), Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 1, Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997.
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2002.
Dewi, Gemala, Aspek-Aspek Hukum Dalam Perbankan, & Perasuransian Syariah Di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2004.
Djazuli dan Yadi Janwari, Lembaga-lembaga Perekonomian Umat (Sebuah Pengenalan) Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002.
Echols, John M. dan Hassan Shadily, Kamus Indonesia Inggris An Indonesian-English-Dictionary, Jakarta: PT. Gramedia, 2000.
Fachruddin, Fuad Mohd, Riba dalam Bank Koperasi, Perseroan, dan Asuransi, Bandung: al-Ma'arif, tth.
Hadi, Sutrisno, Metodologi Research, jilid 1, Yogyakarta: Andi, 2002.
Hartono, Sri Redjeki, Hukum Dagang: Asuransi dan Hukum Asuransi, Semarang: IKIP Semarang Press, 1985.
Janwari, Yadi, Asuransi Syari'ah, Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2005.
Jazuli dan Yadi Janwari, Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002.
Moelong, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000.
Muhammad, Abdulkadir, Hukum Asuransi Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999.
Muslehuddin, Mohammad, Insurance in Islam, Terj. Wardana, "Asuransi dalam Islam", Jakarta: Bumi Aksara, 1993.
Nasution, Mustafa Edwin, et al, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, Jakarta: Kencana, 2006/
Nawawi, Hadari, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1991.
Prakoso, Djoko, Asuransi di Indonesia, Semarang: Dahara Prize, 1994.
Prodjodikoro, Wirjono, Hukum Asuransi di Indonesia, Jakarta: PT Intermasa, 1979.
Purba, Radiks, Angkutan Muatan Laut, Jilid 4, Jakarta: Bhratara Karya Aksara, 1981.
Purwosotjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Hukum Pertanggungan, Jakarta: Djambatan, 1983.
Rahman, Afzalur, Economic Doctrines of Islam, Terj. Soroyo dan Nastangin, "Doktrin Ekonomi Islam", jilid 4, Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995.
Sastrawidjaya, M. Suparman, Aspek-Aspek Hukum Asuransi dan Surat Berharga, Bandung: Alumni, 1997.
Siddiqi, Muhammad Nejatullah, Insurance in an Islamic Economy, Terj. Ta'lim Musafir, "Asuransi di dalam Islam", Bandung: Pustaka, 1987.
Simanjuntak, Emmy Pangaribuan, Hukum Pertanggungan dan Perkembangannya, Yogyakarta: Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum UNiv. Gadjah Mada, 1983.
Subekti, R., dan Citrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Undang-Undang Kepailitan, Jakarta: PT Pradnya Paramita, 1986.
Sudjatmiko, Pokok-Pokok Pelayaran Niaga, Jakarta: Cendana Press, 1979.
Sugiono, Metode Penelitian Bisnis, Bandung: Alfabetha, 2003.
Suhendi, Hendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2002.
Sunggono, Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007.
Surahmad, Winarno, Pengantar Penelitian-Penelitian Ilmiah, Dasar Metoda Teknik, Edisi 7, Bandung: Tarsito, 1989.
Tirtaamidjaja, M.H., Pokok-Pokok Hukum Perniagaan, Jakarta: Jambatan, 1970.
Wirdyaningsih (ed), Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2005.
Wojowasito, S., Kamus Umum Belanda Indonesia, Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1992.
Zain, Sutan Muhammad, Kamus Modern Bahasa Indonesia, Jakarta: Grafika, tth.
REFERENSI LAIN:
Wawancara dengan Bapak Badrul.
Wawancara dengan Bapak Bukhori.
Wawancara dengan Bapak Iskandar.
Wawancara dengan Bapak Nasrul.
Wawancara dengan Bapak Nurkolis sebagai pihak yang mengasuransikan barang (tertanggung).
Wawancara dengan Bapak Rachmad Wahyuhadi, Kepala cabang PT Asuransi Purna Artanugraha.
Wawancara dengan Bapak Rozikin sebagai pihak yang mengasuransikan barang (tertanggung).
Dokumen Pengangkutan Laut Tanjung Emas Semarang.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Adib Zubaidi
Tempat/Tanggal Lahir : Kudus, 27 Juli 1985
Alamat Asal : Desa Colo RT 01 RW 01 Kec. Dawe Kab. Kudus
Pendidikan : - MI Thoriqutus Sa'adah Kudus lulus th 1998
- MTs Ibtidaul Falah Kudus lulus th 2001
- SMU Hasyim Asyari Kudus lulus th 2004
- Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang
Angkatan 2004
Demikianlah daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenarnya untuk
dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
Adib Zubaidi
Top Related