ANALISIS PENGENDALIAN PENGADAAN
ALAT KESEHATAN HABIS PAKAI DI INSTALASI FARMASI
RUMAH SAKIT BAKTI TIMAH PANGKALPINANG
TAHUN 2013
MANUSKRIP SKRIPSI
OLEH
HARUN
NIM.10091001030
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2013
HALAMAN PERSETUJUAN
Manuskrip skripsi ini dengan judul “Analisis Pengendalian Pengadaan
Alat Kesehatan Habis Pakai di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Bakti Timah
Pangkalpinang Tahun 2013” telah mendapat arahan dan bimbingan dari
Pembimbing I dan/atau Pembimbing II serta disetujui pada tanggal 28 Agustus
2013.
Inderalaya, 28 Agustus 2013
ANALISIS PENGENDALIAN PENGADAAN ALAT KESEHATAN HABIS
PAKAI DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT BAKTI TIMAH
PANGKALPINANG TAHUN 2013
CONTROL ANALYSIS CONSUMABLES MEDICAL EQUIPMENT
PROCUREMENT IN HOSPITAL PHARMACY INSTALLATION BAKTI
TIMAH PANGKALPINANG IN 2013
Harun
1, Asmaripa Ainy
2, H.A. Fickry Faisya
3
1Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya 2Bagian AKK Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya
3Bagian K3 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya
e-mail: [email protected]
ABSTRACT
Background: Control of procurement of consumables medical equipment in Pharmacy
Installation RSBT Pangkalpinang is still not optimal because of the unavailability of equipment
from suppliers unable to meet demand, the persistence of the late payment as well as damaged
goods when it got to the warehouse. This problem needs to be solved, so a research about
controlling consumable medical equipment conducted with ABC analysis, EOQ and ROP method
and calculation of inventory value and the value of TOR. This study aims to determine the
efficiency of procurement of consumables medical equipment through TOR value in Pharmacy
Installation RSBT Pangkalpinang.
Methods: Analitic study using a quantitative approach on the variable list of consumable medical equipment, price, and use of disposable medical equipments in Pharmacy Installation RSBT
Pangkalpinang January-March period of 2013. Primary data were obtained from observations of
the research instruments form a check list to 9 people, including heads of the treatment room and
the nurse on the critical level of disposable medical equipment. While the secondary data obtained
from the use of documents consumable medical equipment in January-March of 2013. The
research data analysis using Microsoft Excel 2007. Results: Grouping of disposable medical equipment based ABC Critical Index consists of group A
had 32 (16.7%) of medical equipment, group B had 104 (54.1%) of medical equipment, and group
C had 56 (29.2 %) medical equipment. The economic order quantity (EOQ) in group A ranged
from 5-215 units and the number of medical devices that secure booking (ROP) in group A 2-5000
units ranging from medical equipment. While the TOR value exceeds a predetermined indicators that exceed the value of 10-23 times per year.
Conclusion: Based on the calculation of the value of TOR consumable medical devices in
Pharmacy Installation RSBT Pangkalpinang known that TOR value exceeds the indicator. It can
be said procurement of medical equipment consumables are already efficient. To improve the
availability of medical equipment in the repository be required a strict control of consumable
medical equipment with the adoption of EOQ and ROP.
Keywords: Control of Procurement, Consumable Medical Equipment
ABSTRAK
Latar Belakang: Pengendalian pengadaan alat kesehatan habis pakai di Instalasi
Farmasi RSBT Pangkalpinang masih belum optimal karena masih adanya
ketidaktersediaan alat karena pemasok tidak mampu memenuhi kebutuhan,
keterlambatan pembayaran serta masih adanya barang yang rusak saat datang ke
gudang. Permasalahan ini perlu dicari solusinya, sehingga dilakukan penelitian
pengendalian alat kesehatan habis pakai dengan analisis ABC, metode EOQ dan
ROP serta perhitungan nilai persediaan dan nilai TOR. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui efisiensi pengadaan alat kesehatan habis pakai melalui nilai
TOR di Instalasi Farmasi RSBT Pangkalpinang.
Metode: Penelitian analitik dengan pendekatan kuantitatif terhadap variabel daftar
alat kesehatan habis pakai, harga, dan pemakaian alat kesehatan habis pakai di
Instalasi Farmasi RSBT Pangkalpinang periode Januari-Maret tahun 2013. Data
primer diperoleh dari observasi pada instrumen penelitian berupa form check list
kepada 9 orang yang terdiri dari kepala ruang perawatan dan perawat tentang
tingkat kekritisan alat kesehatan habis pakai. Sedangkan data sekunder diperoleh
dari dokumen pemakaian alat kesehatan habis pakai bulan Januari-Maret tahun
2013. Analisis data penelitian ini menggunakan Microsoft Excel 2007.
Hasil Penelitian: Pengelompokkan alat kesehatan habis pakai berdasarkan ABC
Indeks Kritis terdiri dari kelompok A mempunyai 32 (16,7%) alat kesehatan,
kelompok B mempunyai 104 (54,1%) alat kesehatan, dan kelompok C
mempunyai 56 (29,2%) alat kesehatan. Jumlah pemesanan yang ekonomis (EOQ)
pada kelompok A bervariasi mulai dari 5-215 unit alat kesehatan dan jumlah
pemesanan yang aman (ROP) pada kelompok A mulai dari 2-5.000 unit alat
kesehatan. Sedangkan nilai TOR melebihi indikator yang telah ditetapkan yaitu
melebihi nilai 10-23 kali per tahun.
Kesimpulan: Berdasarkan hasil perhitungan nilai TOR terhadap alat kesehatan
habis pakai di Instalasi Farmasi RSBT Pangkalpinang diketahui bahwa nilai TOR
melebihi indikator sehingga dapat dikatakan pengadaan alat kesehatan habis pakai
tersebut sudah efisien.
Kata Kunci: Pengendalian Pengadaan; Alat Kesehatan Habis Pakai
PENDAHULUAN
Pengadaan barang dalam sehari-hari
merupakan titik awal dari pengendalian
persediaan. Jika titik awal ini sudah tidak
tepat, maka pengendalian akan sulit
dikontrol. Pembelian harus sesuai dengan
pemakaian, sehingga ada keseimbangan
antara pemakaian dan pembelian.
Keseimbangan ini tidak hanya antara
pembelian dengan total
pemakaian/penjualan, tetapi harus lebih rinci
lagi antara penjualan dan pembelian dari
setiap jenis bahan.1
Pada umumnya persediaan perbekalan
farmasi terdiri dari berbagai jenis barang
yang sangat banyak jumlahnya, begitu juga
dengan persediaan alkes habis pakai.
Berdasarkan data yang diperoleh dari kepala
gudang farmasi RSBT Pangkalpinang
selama 3 bulan yaitu dari bulan Januari-
Maret tahun 2013 (Triwulan I), bahwa
jumlah Alkes habis pakai yang tersedia di
gudang farmasi RSBT Pangkalpinang lebih
dari 226 jenis alkes habis pakai.2
Dari informasi Kepala Instalasi Farmasi
diketahui bahwa saat ini sistem pengadaan
alkes habis pakai yang dilakukan di Instalasi
Farmasi RSBT Pangkalpinang menggunakan
metode konsumsi. Metode ini hanya
meramalkan berapa jumlah kebutuhan yang
akan direncanakan, tidak dapat diketahui
kapan saatnya harus memesan barang
kembali. Metode ini juga tidak bisa
memberikan informasi tentang perencanaan
alkes habis pakai berdasarkan prioritas nilai
investasinya. Selain itu hambatan lain dalam
pengelolaan perbekalan farmasi yaitu jumlah
stok yang kosong pada akhir bulan serta
keterlambatan dalam pemasukan barang ke
gudang farmasi.
Pengadaan berdasarkan metode EOQ
akan mempengaruhi nilai persediaan tiap
jenis barang, dengan asumsi bahwa
pengadaan barang berdasarkan metode EOQ
akan menghasilkan nilai persediaan yang
paling optimal. Rata-rata nilai persediaan
akan mempengaruhi nilai Turn Over Ratio
(TOR). Nilai TOR akan mempengaruhi
frekuensi pembelian tiap jenis barang dan
modal kerja yang diperlukan. Semakin besar
nilai TOR-nya semakin kecil modal kerja
yang dibutuhkan3,4
. Penerapan metode EOQ
disertai ROP berpengaruh nyata terhadap
penurunan nilai persediaan, peningkatan
ITOR, dan peningkatan tingkat pelayanan.5
Berdasarkan latar belakang tersebut
rumusan masalah pada penelitian ini adalah
bagaimana mengoptimalkan pengendalian
pengadaan dalam rangka meningkatkan
efisiensi pengadaan alkes habis pakai di
Instalasi Farmasi Rumah Sakit Bakti Timah
Pangkalpinang?
BAHAN DAN CARA PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian
analitik dengan pendekatan kuantitatif
terhadap variabel daftar alkes habis pakai,
harga, dan pemakaian alkes habis pakai di
Instalasi Farmasi Rumah Sakit Bakti Timah
Pangkalpinang pada tahun 2013.6 Data yang
diambil adalah data primer diperoleh dari
observasi pada instrumen penelitian berupa
form check list kepada 9 orang yang terdiri
dari kepala ruang perawatan dan perawat
tentang tingkat kekritisan alkes habis pakai.
Sedangkan data sekunder diperoleh dari
dokumen pemakaian alkes habis pakai bulan
Januari-Maret tahun 2013. Analisis data
penelitian ini menggunakan Microsoft Excel
2007.
Pengolahan data yang akan dilakukan
meliputi:
1. Merekap data pemakaian dan harga
satuan alkes habis pakai Triwulan I
tahun 2013.
2. Mengelompokkan alkes habis pakai ke
dalam analisis ABC berdasarkan nilai
pemakaian dan nilai investasi serta nilai
indeks kritis dari data Triwulan I
(Januari-Maret) tahun 2013.
Nilai tersebut dirangking dari yang
tertinggi sampai yang terendah dan
dicari komulatifnya, kemudian
dikelompokkan sebagai berikut:7
a. Kelompok A adalah dengan persen
komulatif sampai 70%
b. Kelompok B adalah dengan persen
komulatif sampai 70%-90%
c. Kelompok C adalah dengan persen
komulatif sampai 90%-100%
Menentukan nilai indeks kritis alkes habis
pakai dengan rumus:8,9
NIK = Nilai Pakai + Nilai Investasi + 2
Nilai Kritis
Pengelompokkan alkes habis pakai dengan
kriteria:8,9
Kelompok A dengan NIK 9,5-12
Kelompok B dengan NIK 6,5-9,4
Kelompok C dengan NIK 4-6,4
Ket: NIK = Nilai Indeks Kritis
4. Pengendalian persediaan terhadap
pengadaan kebutuhan alkes habis pakai
kelompok A yaitu dengan
menggunakan perhitungan EOQ dan
ROP.
Perhitungan EOQ dengan rumus7,10,11.
:
(𝟐𝑫 𝒙 𝑺)
𝑯
Perhitungan ROP dengan rumus7,10,11
:
ROP = D x LT + Ss
5. Pengendalian persediaan terhadap
pengadaan kebutuhan alkes habis pakai
kelompok A yaitu dengan
menggunakan perhitungan nilai
persediaan dan nilai Turn Over Ratio
(TOR).
Perhitungan nilai TOR dengan rumus:12
TOR = 𝑯𝒂𝒓𝒈𝒂 𝑷𝒐𝒌𝒐𝒌 𝑷𝒆𝒏𝒋𝒖𝒂𝒍𝒂𝒏
𝒓𝒂𝒕𝒂−𝒓𝒂𝒕𝒂 𝒑𝒆𝒓𝒔𝒆𝒅𝒊𝒂𝒂𝒏
HASIL
Pengelompokan Alkes Habis Pakai
dengan Metode Analisis ABC di Instalasi
Farmasi RSBT Pangkalpinang.
Hasil penelitian mengenai
pengelompokkan alat kesehatan habis pakai
dengan Analisis ABC berdasarkan jumlah
pemaikaian, investasi, nilai kritis dan nilai
indeks kritis dapat dilihat pada tabel
dibawah ini:
Tabel 1.
Pengelompokkan Alkes Habis Pakai dengan Analisis ABC
Di Instalasi Farmasi RSBT Pangkalpinang
Periode Januari-Maret 2013
Klasifikasi
Kelompok
ABC
Pemakaian
ABC
Investasi
ABC Nilai
Kritis
ABC Indeks Kritis
Unit
(%)
Pakai
(%)
Unit
(%)
Investasi
(%)
Unit
(%)
Kritis
(%)
Unit
(%)
Investasi (%)
A 6
(3,1)
121.105
(78,7)
33
(17,1)
572.112.781
(80,4)
133
(69,3)
2.690
(79,8)
32
(16,7)
549.172.281
(77,2)
B 9 (4,7)
17.895 (11,7)
17 (8,9)
67.154.607 (9,4)
25 (13)
339 (10)
104 (54,1)
99.143.604 (14)
C 177
(92,2)
14.741
(9,6)
142
(74)
72.037.243
(10,2)
34
(17,7)
343
(10,2)
56
(29,2)
62.988.746
(8,8)
Total 192 (100)
153.931 (100)
192 (100)
711.304.631 (100)
192 (100)
3.372 (100)
192 (100)
711.304.631 (100)
Dari tabel 1. dapat diketahui bahwa
berdasarkan analisis ABC Pemakaian
didapat bahwa 6 (3,1%) dari 192 unit alkes
habis pakai dengan nilai pemakaian
sebanyak 121.105 (78,7%) merupakan
kelompok A. Kelompok B terdiri dari 9
(4,7%) unit alkes habis pakai dengan
pemakaian sebesar 17.895 (11,7%) dari
keseluruhan unit alkes habis pakai.
Sedangkan untuk kelompok C terdiri dari
177 (92,2%) dengan nilai pemakaian
sebanyak 14.741 (9,6%) dari keseluruhan
pemakaian alkes habis pakai.
Berdasarkan analisis ABC investasi
didapat bahwa 33 (17,1) dari 192 unit alkes
habis pakai dengan nilai investasi sebesar
Rp572.112.781,00 (80,4%) merupakan
kelompok A. Kelompok B terdiri dari 17
(8,9%) unit alkes habis pakai dengan nilai
investasi sebesar Rp67.154.607,00 (9,4%)
dari keseluruhan investasi alkes habis pakai.
Sedangkan untuk kelompok C terdiri dari
142 (74%) dengan nilai investasi sebesar
Rp72.037.243,00 (10,2%) dari keseluruhan
investasi alkes habis pakai.
Berdasarkan analisis ABC nilai kritis
diketahui bahwa kelompok A sebesar 79,8%
dengan jumlah unit alkes habis pakai
sebanyak 133 unit alkes. Kelompok B
dengan nilai kritis sebesar 10% atau dengan
jumlah unit sebanyak 25 unit alkes.
Sedangkan kelompok C dengan nilai kritis
sebesar 10,2% atau dengan jumlah unit
sebanyak 34 unit alkes. Sedangkan
berdasarkan analisis ABC indeks kritis
diketahui bahwa kelompok A menyerap
biaya yang paling tinggi sebesar
Rp549.172.281,00. Kelompok B menyerap
biaya yang sedang sebesar Rp99.143.604,00.
Sedangkan kelompok C menyerap biaya
paling sedikit yaitu sebesar
Rp62.988.746,00.
Analisis Pengendalian Pengadaan Alkes
Habis Pakai Melalui Perhitungan EOQ
dan ROP pada Alkes Habis Pakai
kelompok A.
Dari hasil analisis ABC, pengendalian
pengadaan alat kesehatan habis pakai
dilakukan kembali dengan perhitungan EOQ
dan ROP guna menentukan tingka
pemesanan yang ekonomis dan jumlah
pemesanan yang aman. Hasil perhitungan
dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 2.
Analisis Efisiensi Pengadaan Alat Kesehatan Habis Pakai
Melalui Perhitungan EOQ dan ROP
Pada Kelompok A ABC Indeks Kritis
Periode Januari-Maret 2013
No. Nama Barang Bentuk Pema
kaian
EOQ ROP N
1 Medicine Paper PC 60.000 214,8 5.000,3 279,3
2 Blood Tranfusion Set SET 2.050 39,7 1.183,9 51,6
3 Optiva I.V Catheter G-22 PC 940 26,9 542,8 34,9
4 ECG Electrode GE Refe90075F PC 950 27,0 549,2 35,2
5 Alcohol Pads BOX 30 4,8 2,25 6,25
Dari tabel 2. di atas diketahui bahwa
jumlah pemesanan ekonomis (EOQ) pada
Medicine Paper sebesar 215 unit alkes,
Blood Tranfusion Set sebesar 40 unit alkes,
Optiva I.V Catheter G-22 sebesar 27 unit
alkes, ECG Electrode GE Refe90075F
sebesar 27 unit alkes, dan Alcohol Pads
sebesar 5 unit alkes. Sedangkan jumlah
pemesanan yang aman di pesan (ROP) pada
Medicine Paper sebesar 5.000 unit alkes,
Blood Tranfusion Set sebesar 1.184 unit
alkes, Optiva I.V Catheter G-22 sebesar 543
unit alkes, ECG Electrode GE Refe90075F
sebesar 549 unit alkes, dan Alcohol Pads
sebesar 2 unit alkes.
Analisis Efisiensi Pengadaan Alkes Habis
Pakai di Instalasi Farmasi RSBT
Pangkalpinang.
Untuk melihat tingkat efisiensi
pengadaan terhadap pengadaan alkes habis
pakai di Instalasi Farmasi RSBT
Pangkalpinnag dapat dilihat dengan
perhitungan nilai persediaan dan nilai TOR.
Hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel di
bawah ini:
Tabel 3.
Analisis Efisiensi Pengadaan Alat Kesehatan Habis Pakai
Melalui Perhitungan Nilai Persediaan dan Nilai TOR
pada Kelompok A ABC Indeks Kritis
Periode Januari-Maret 2013
No. Nama Barang Stok
Des’
12
Jumlah
pem
belian
(pcs)
Fre
Kue
nsi
Stok
Maret
2013
(pcs)
Pema
Kaian
(pcs)
Rata2
Perse
diaan
(pcs)
Harga TOR
1 Dispossible S. 5CC
(Stera)
10 200 3x 0 10.600 1.650 1.650 2.120 x
2 Blood Tranfusion Set 150 2.000 3x 100 2.050 125 23.100 16,4 x
3 Optiva I.V Catheter G-
22
100 940 3x 100 940 100 18.700 9,4 x
4 ECG Electrode GE Refe90075F
1.850
500 1x 1.400 950 1.625 170.500 0,6 x
5 Kasa Hydrofil 40x80
GU-840
23 40 2x 12 51 17,5 192.500 2,9 x
Dari tabel 3. di atas dapat dilihat
bahwa nilai TOR dari beberapa alkes
habis pakai kelompok A berdasarkan
analisis ABC indeks kritis, pada alat
Dispossible S. 5CC (Stera) memiliki nilai
TOR sebesar 2.120 kali, Blood Tranfusion
Set sebesar 16 kali, Optiva I.V Catheter G-
22 sebesar 9 kali, ECG Electrode GE
Refe90075F sebesar 0,6 kali, dan Kasa
Hydrofil 40x80 GU-840 sebesatr 3 kali.
PEMBAHASAN
Hasil penelitian dilaporkan dan
disajikan sesuai dengan tujuan khusus dan
kerangka konsep yaitu dengan menampilkan
proses pengelompokan analisis ABC, proses
perhitungan EOQ dan ROP serta proses
perhitungan nilai persediaan dan nilai TOR
untuk kelompok alkes habis pakai A Indeks
Kritis serta melihat efisiensi dalam
pengadaan alkes habis pakai.
Pengelompokan Alkes Habis Pakai
dengan Metode Analisis ABC di Instalasi
Farmasi RSBT Pangkalpinang.
Analisis ABC Pemakaian
Berdasarkan hasil analisis ABC
pemakaian didapatkan bahwa 6 (3,1%) dari
192 unit alkes habis pakai dengan nilai
pemakaian sebanyak 121.105 (78,7%)
merupakan kelompok A. Kelompok B terdiri
dari 9 (4,7%) unit alkes habis pakai dengan
pemakaian sebesar 17.895 (11,7%) dari
keseluruhan unit alkes habis pakai.
Sedangkan untuk kelompok C terdiri dari
177 (92,2%) dengan nilai pemakaian
sebanyak 14.741 (9,6%) dari keseluruhan
pemakaian alkes habis pakai.
Kelompok A merupakan kelompok
alkes yang memiliki jumlah pemakaian yang
paling tinggi. Dengan pemakaian yang
tinggi ini dibutuhkan pengawasan dan
pengendalian yang ketat terhadap pengadaan
alkes habis pakai agar kebutuhan alat
sebanyak 70% terpenuhi2. Pengendalian ini
cukup fokus kepada 6 unit alkes yang
termasuk dalam kelompok A tersebut.
Kelompok B merupakan kelompok
alkes habis pakai dengan pemakaian sedang.
Hal ini dapat disimpulkan bahwa dengan
mengawasi 9 atau 4,7% unit, maka akan
dapat memenuhi persediaan alkes sebesar
90% dari keseluruhan pemakaian alkes.
Sedangkan kelompok C merupakan
kelompok alkes habis pakai dengan
pemakaian paling rendah. Hal ini
menunjukkan bahwa pemakaian alkes habis
pakai pada kelompok ini tidak terlalu
banyak digunakan oleh pasien sehari-hari,
bahkan ada hari-hari tidak membutuhkan
alkes tersebut.
Analisis ABC Investasi
Dari hasil analisis ABC investasi
didapatkan bahwa 33 (17,1) dari 192 unit
alkes habis pakai dengan nilai investasi
sebesar Rp572.112.781,00 (80,4%)
merupakan kelompok A. Kelompok B terdiri
dari 17 (8,9%) unit alkes habis pakai dengan
nilai investasi sebesar Rp67.154.607,00
(9,4%) dari keseluruhan investasi alkes
habis pakai. Sedangkan untuk kelompok C
terdiri dari 142 (74%) dengan nilai investasi
sebesar Rp72.037.243,00 (10,2%) dari
keseluruhan investasi alkes habis pakai.
Kelompok A merupakan kelompok
alkes yang sangat berpengaruh terhadap
proses perawatan kesembuhan pasien.
Kelompok ini memerlukan perhatian dan
pemantauan yang ketat terhadap
pengendalian persediaan alkes dengan
melakukan perhitungan yang cermat dalam
melakukan penentuan kebutuhan,
memerlukan sistem pencatatan yang lengkap
dan akurat, serta evaluasi yang dilakukan
setiap bulannya.
Kelompok B merupakan kelompok
dengan nilai investasi sedang. Kelompok ini
juga memerlukan pemantauan dan perhatian
namun tidak terlalu ketat dibandingkan
dengan kelompok A. Sedangkan kelompok
C merupakan kelompok nilai investasi
rendah. Walaupun memiliki nilai investasi
yang rendah, namun harus tetap
mendapatkan pemantauan atau pengendalian
dengan sistem pencatatan yang lebih baik.
Analisis ABC Kritis
Berdasarkan hasil analisis ABC Nilai
Kritis didapat bahwa kelompok A sebesar
79,8% dengan jumlah unit alkes habis pakai
sebanyak 133 unit alkes, yang artinya bahwa
kelompok alkes tersebut harus selalu
tersedia di IFRS Bakti Timah Pangkalpinang
mengingat bahwa ketersediaan alkes di
dalam ruangan dapat membantu pelayanan
kesehatan. Kelompok B dengan nilai kritis
sebesar 10% atau dengan jumlah unit
sebanyak 25 unit alkes. Sedangkan
kelompok C dengan nilai kritis sebesar
10,2% atau dengan jumlah unit sebanyak 34
unit alkes.
Kelompok A memiliki tingkat
kekritisan yang tinggi serta banyak barang-
barang yang bersifat vital berarti harus
selalu tersedia di gudang sehingga harus
dengan pengawasan yang ketat terhadap
pengadaan maupun pemakaiannya.
Kelompok B memiliki tingkat kekritisan
sedang. Hal ini berarti kebanyakan
kelompok B memiliki barang-barang yang
bersifat esensial sehingga juga butuh
pengawasan dan pencatatan yang optimal
walupun tidak seoptimal untuk kelompok
A.8,9,13
Sedangkan kelompok C merupakan
kelompok dengan tingkat kekritisan yang
rendah. Seluruh alat kesehatan habis pakai
kelompok C termasuk dalam kriteria barang-
barang yang bersifat non esensial yang
artinya jika barang di gudang tidak tersedia
dalam waktu lebih dari 24 jam (2 hari) maka
masih dapat ditoleransi.8,9,13
Analisis ABC Indeks Kritis
Dari hasil penelitian dapat diketahui
bahwa analisis ABC Indeks Kritis
(penggabungan dari nilai pemakaian, nilai
investasi, dan nilai kritis) untuk kelompok A
menyerap biaya yang paling tinggi sebesar
Rp549.172.281,00. Kelompok B menyerap
biaya yang sedang sebesar Rp99.143.604,00.
Sedangkan kelompok C menyerap biaya
paling sedikit yaitu sebesar
Rp62.988.746,00.
Kelompok A menyerap biaya yang
paling tinggi, maka diperlukan perhatian
khusus terhadap pengendalian alat kesehatan
habis pakai kelompok A ini. Kelompok ini
tidak boleh terjadi kekosongan mengingat
dari segi nilai pemakaian, investasi serta
kebutuhan dalam pelayanan medis.
Kelompok B terdiri dari 104 unit alat
kesehatan habis pakai atau sekitar 54,1%
dari keseluruhan alat kesehatan habis pakai
dan kelompok ini memiliki nilai investasi
sebesar Rp99.143.604,00. Kelompok ini
juga harus dilakukan pengendalian yang
lebih baik karena dengan jumlah unit alat
kesehatan yang sangat banyak tersebut serta
jumlah investasi yang cukup besar perlu
adanya peningkatan dalam pengawasan dan
pencatatan yang optimal.
Sedangkan kelompok C terdiri dari 56
unit alat kesehatan habis pakai (29,2%) dari
keseluruhan alat kesehatan habis pakai.
Kelompok ini memiliki nilai investasi
sebesar Rp62.988.746,00. Walaupun jumlah
unit alat kesehatan habis pakai tidak terlalu
banyak dan nilai investasi yang tidak terlalu
besar maka pengendalian tetap dilakukan,
namun tidak seketat pengendalian yang
dilakukan pada alat kesehatan habis pakai
kelompok A dan B.
Analisis Pengendalian Pengadaan Alkes
Habis Pakai Melalui Perhitungan EOQ
dan ROP pada Alkes Habis Pakai
kelompok A.
Perhitungan EOQ
Dari hasil penelitian terhadap alat
kesehatan habis pakai di IFRS Bakti Timah
Pangkalpinang didapat bahwa dari 32 unit
alat kesehatan habis pakai pada analisis
ABC nilai Indeks Kritis, yang memiliki nilai
EOQ tertinggi yaitu pada alat Medicine
Paper dan yang terkecil adalah Alcohol
Pads.
Dari 32 jenis alat kesehatan tersebut
dipilih satu alat sebagai contoh proses
perhitungan EOQ yaitu pada alat Optiva I.V
Catheter G-22. Sedangkan untuk alat-alat
yang lain dapat dilihat hasilnya pada
lampiran.
a. Demand (D) atau kebutuhan selama
tiga bulan mulai bulan Januari
sampai Maret tahun 2013 adalah 940
jenis.
b. Lead Time (T) atau waktu tunggu
yang diperlukan mulai saat
pemesanan dilakukan sampai alat
kesehatan tersebut datang ke gudang
farmasi adalah 7 hari (hasil
wawancara dengan kepala bagian
perencanaan IRFS Bakti Timah
Pangkalpinang).
c. Order Cost (S) atau biaya setiap kali
melakukan pemesanan (telepon,
kertas, alat tulis, materai, dll) adalah
sebesar 10% dari harga beli satuan
yaitu: 10/100 x 18.700 = 1.870.
d. Holding Cost (H) atau biaya
penyimpanan adalah sebesar 26%
dari harga satuan, yaitu 26/100 x
18.700 = 4.862.14
e. Unit Cost adalah harga satuan per
unit alat kesehatan.
f. Selanjutnya data-data tersebut
dilakukan perhitungan dengan
menggunakan rumus sebagai
berikut:
Didapatkan hasil EOQ sebesar 26,89
dibulatkan menjadi 27 unit. Ini berarti
bahwa jumlah pemesanan yang ekonomis
untuk alat Optiva I.V Catheter G-22 adalah
27 unit.
Perhitungan ROP
Berdasarkan hasil penelitian terhadap
alat kesehatan habis pakai di IFRS Bakti
Timah Pangkalpinang didapat bahwa dari 32
unit alat kesehatan habis pakai pada analisis
ABC nilai Indeks Kritis, yang memiliki nilai
ROP tertinggi yaitu pada alat Medicine
Paper dan yang terkecil adalah Alcohol
Pads.
Contoh perhitungan ROP pada alat
Optiva I.V Catheter G-22 selama 3 bulan
(Januari-Maret 2013):
D = Jumlah Pemakaian rata-rata perhari
dalam 3 bulan (Januari-Maret) yaitu
940/90 = 10,44.
LT = Lead Time adalah 7 hari sebagai
perkiraan (berdasarkan hasil wawancara
dengan kepala bagian perencanaan)
Ss = Safety Stock atau stok pengaman
= 50% x jumlah pemakain per hari
= 50% x 10,44 = 5,2 unit.
Maka:
ROP = D x LT + Ss
= (10,4 x 7) + 5
= 77,8 unit = 78 unit.
Jadi pemesanan yang aman untuk alat
Optiva Catheter I.V G-22 adalah pada
persediaan 78 unit.
Analisis Efisiensi Pengadaan Alkes Habis
Pakai di Instalasi Farmasi RSBT
Pangkalpinang.
Hasil penelitian terhadap data alkes
habis pakai di IFRS Bakti Timah
Pangkalpinang didapat bahwa dari 32 unit
alkes habis pakai pada analisis ABC nilai
Indeks Kritis, yang memiliki nilai TOR
tertinggi yaitu pada alat Dispossible S. 5CC
(Stera) dan yang terkecil adalah Alcohol
Pads.
Pengadaan berdasarkan EOQ akan
mempengaruhi nilai persediaan tiap jenis
barang, dengan asumsi bahwa pengadaan
barang berdasarkan metode EOQ akan
menghasilkan nilai persediaan yang optimal.
Rata-rata nilai persediaan akan
mempengaruhi nilai Turn Over Ratio
(TOR)5,10
. Nilai TOR akan mempengaruhi
frekuensi pembelian tiap jenis barang dan
modal kerja yang diperlukan. Nilai TOR
yang lebih besar dari 6 adalah yang paling
realistik dalam mengontrol persediaan yang
efisien.5 Jika nilai frekuensi pengadaan obat
berkisar 10-23 kali selama setahun, maka
pengelolaan tersebut sudah dapat dikatakan
efisien.12
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan dari penelitian ini adalah:
1. Hasil pengelompokkan analisis ABC
berdasarkan Nilai Indeks Kritis yaitu
kelompok A mempunyai 32 unit
(16,7%) dari total unit alkes habis pakai
dengan nilai investasi sebesar
Rp549.172.281,00. Kelompok B
mempunyai 104 unit (54,1%) dari total
unit alkes habis pakai dengan nilai
investasi sebesar Rp99.143.604,00.
Sedangkan kelompok C mempunyai 56
unit (29,2%) dari total unit alkes habis
pakai dengan nilai investasi sebesar
Rp62.988.746,00.
2. Berdasarkan hasil yang telah dihitung
pada alkes habis pakai kelompok A
berdasarkan nilai Indeks Kritis didapat
bahwa jumlah pemesanan ekonomis
(EOQ) dari 32 unit alkes tersebut
memiliki jumlah nilai yang bervariasi
mulai dari 5-215 unit untuk setiap kali
pesan. Sedangkan jumlah pemesanan
yang aman (ROP) untuk dipesan, dari
32 unit alkes tersebut memiliki jumlah
nilai yang bervariasi pula yaitu mulai
dari 2-5.000 unit dalam waktu 3 bulan.
3. Dari hasil perhitungan nilai persediaan
dan nilai TOR terhadap 32 unit alkes
habis pakai yang merupakan kelompok
A analisis nilai Indeks Kritis didapat
bahwa dalam menentukan efisiensi
pengadaan alkes habis pakai, nilai TOR
sangat mempengaruhi tingkat
persediaan dan frekuensi pembelian.
Rata-rata nilai TOR dari hasil
perhitungan yaitu sebesar 3-2120 kali,
yang artinya nilai ini melebihi
indikator. Sehingga dapat dikatakan
pengadaan alkes habis pakai di IFRS
Bakti Timah Pangkalpinang ini sudah
efisien.
Dari hasil penelitian yang dilakukan di
IFRS Bakti Timah Pangkalpinang agar
penelitian ini bermanfaat untuk rumah sakit
tersebut maka penulis memberikan saran
sebagai masukan untuk rumah sakit yaitu
sebagai berikut:
1. Melakukan pengawasan dalam
pencatatan dan pemakaian dengan
Sistem Informasi Data sehingga
setiap pengadaan dapat dikontrol.
2. Diharapkan adanya pengawasan yang
ketat terhadap pengendalian pengadaan
alkes habis pakai dan perbekalan
farmasi lainnya dengan menggunakan
analisis ABC.
3. Penerapan metode EOQ dan ROP
dalam melakukan pemesanan sehingga
kekurangan atau pun kekosongan alkes
habis pakai tidak terjadi setelah barang
dipesan.
4. Melakukan perhitungan nilai
persediaan dan nilai TOR setiap
tahun untuk melihat apakah ada
penurunan atau peningkatan
sehingga dapat diketahui tingkat
efisiensi dalam pengadaan
perbekalan farmasi.
5. Pengawasan yang lebih ketat
terhadap pemasok/suplier barang
agar tidak terjadi kekosongan
persediaan (stock out) ataupun
kelebihan persediaan (over stock).
DAFTAR PUSTAKA
1. Aditama, Tjandra Yoga. Manajemen
Administrasi Rumah Sakit. UI-Press:
Jakarta. 2010.
2. Tim Penyusun Profil Rumah Sakit
Bakti Timah Pangkalpinang. Profil
Rumah Sakit Bakti Timah
Pangkalpinang. RSBT Pangkalpinang.
2011.
3. Maimun, Ali. Perencanaan Obat
Antibiotik Berdasarkan Kombinasi
Metode Konsumsi dengan Analisis ABC
dan Reorder Point terhadap Nilai
Persediaan dan Turn Over Ratio di
Instalasi Farmasi RS Darul Istiqomah
Kaliwungu Kendal. [Tesis]. Program
Studi Magister Ilmu Kesehatan
Masyarakat Universitas Dipenogoro,
Semarang. [online]. Dari:
http//eprints.undip.ac.id. 2008. [28
Januari 2013].
4. Ratnaningrum, Evi. Pengmbangan
Model Pengadaan Alkes Habis Pakai
untuk Mencapai Efisiensi Biaya di
Instalasi Farmasi RSUD Kota
Semarang. Universitas Diponegoro:
Semarang. [Tesis]. [online].
http//eprints.undip.ac.id. 2002. [31
Januari 2013].
5. Nafilla, Nurina. Pengendalian
Persediaan Obat dengan Metode
Economic Order Quantity (EOQ) di
Instalasi Farmasi RSU Kardinal Tegal.
[Tesis]. Program Studi Ilmu Farmasi.
Program Pascasarjana Fakultas Farmasi
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
[online]. http//jurnal.dikti.go.id. 2008.
[12 Mei 2013].
6. Notoatmodjo, Soekidjo. Metodologi
Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta:
Jakarta. 2010.
7. Ristono, Agus. Manajemen Persediaan.
Graha Ilmu: Yogyakarta. 2009.
8. Suciati, Susi dan Wiku B.B Adisasmito.
Analisis Perencanaan Obat
Berdasarkan Analisis ABC Indeks
Kritis Di Instalasi Farmasi. Jurnal
Manajemen Pelayanan Kesehatan.
FKM UI, Depok: Jakarta. Volume 09
No. 01 Maret tahun 2006. 2006.
9. Yuliasari, Riendita. Pengendalian
Persediaan di Gudang Farmasi RS.
Jantung dan Pembuluh Darah Harapan
Kita. [Skripsi]. FKM UI, Depok.
[online]. http//lontarui.ac.id. 2008. [07
April 2013].
10. Anshari, Muhammad. Aplikasi
Manajemen Pengelolaan Obat dan
Makanan. nuMed: Yogyakarta. 2009.
11. Hadiguna, Rika Ampuh. Manajemen
Pabrik. Bumi Aksara: Jakarta. 2009.
12. Pudjaningsih, Dwi, dan Budiono
Santoso. Pengembangan Indikator
Obat. Magister Manajemen Rumah
Sakit. Fakultas Kedokteran Bagian
Farmasi UGM: Yogyakarta. Vol. 3
No.1, Januari 2006. 1996.
13. Annisa. Pengendalian Persediaan Obat
dengan Metode Analisis ABC, EOQ,
dan ROP di Sub Unit Apotik Rumah
Sakit Pertamina Jaya Periode Januari-
Maret 2008. Depok: UI. Viii+81 hal.
[online]. http//lontarui.com. 2008. [23
Maret 2013].
14. Wahyuni, Asri Tria. Pengendalian
Persediaan Obat Umum (Reguler)
dengan Analisis ABC Indeks Kritis Di
Instalasi Farmasi RSI Siti Khodijah
Palembang Tahun 2012. [Skripsi].
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sriwijaya, Inderalaya.
2012.
Top Related