777 | Konferensi Nasional Bahasa Arab VI (KONASBARA) 2020
JEJAK ILMU BAYAN DALAM BUKU TEKS PERGURUAN
TINGGI: PEMETAAN EKSISTENSI ILMU BAYAN
Irhamni
Kholisin
Universitas Negeri Malang
Abstrak
Artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan jejak bayan di perguruan
tinggi (UM) yang meliputi jejak tasybih, jejak majaz dan jejak keinayah.
Untuk itu digunakan metode penelitian kualitatif yang datanya
dikumpulkan dengan teknnik analisis dokumen dan wawancara.
Hasilnya, jejak bayan di JSA FS UM ditandai dengan pengembangan
konseptual yang diintegrasikan dengan konsep di luar ilmu non balaghah.
Jejak bayan bayan juga ditandai dengan beberpa kontroversi konsep dan
paparan.
Kata kunci: Jejak ilmu bayan, perguruan tinggi, buku teks
Penelitian tentang Jejak Ilmu Bayan ini akan menjadi khazanah intelektual
yang berupa data akurat tentang eksistensi Ilmu Bayan yang ada di perguruan tinggi.
Pengetahuan tentang jejak ilmu bayan di perguruan tinggi barangkali belum
terpikirkan oleh banyak orang namun manfaatnya dapat dirasakan sebagai bukti
kehidupan bahasa Arab yang sampai saat ini masih menjadi bahasa asing bagi bangsa
Indonesai. Sementara itu bangsa Indonesia saat ini adalah bangsa yang mempunyai
concern besar pada hubungan luar negeri i antaranya dengan Timur Tengah yang
mempunyai bahasa Arab sebagai bahasa resminya. Di dalam bahasa tersebut terdapat
properti pengungkapan yang menjadi daya tarik bagi para ilmuan yang disebut
dengan ilmu bayan. Ilmu bayan ini salah satu bagian dari ilmu balaghah, namun
demikian ilmu bahayan menjadi tema besarnya bagi para pakar balaghah. Nabi
muhammad sendiri menegaskan bahwa dalam bayan itu terdapat sihir, atau daya tarik
yang mengagumkan.
Tentang tokoh dan pandangannya tentang al-bayan (tasybih, majaz dan isti'arah)
As-Suyuthi, Bayan adalah balaghah maudlu'ah-nya bahasa Arab; Al-jabiri,
778 | Konferensi Nasional Bahasa Arab VI (KONASBARA) 2020
Mempertemukan antara dua hal yang berbeda jenisnya dan penyelarasan antara keduanya
inilah yang merupakan rahasia balaghah bahasa Arab. Dan ini pula yang disebut dengan
"mekanisme bayan dan burhan" dalam wacana bahasa Arab. As-Sakaki, Bila Anda
menguasai tasybih maka Anda pun bakal menguasai berbagai aspek sihir ilmu bayani, Al-
Mubarrad, Tasybih merupakan satu bab istimewa yang tidak pernah habis dan berujung ;
Al-' Askari, metode tasybih di kalangan para pandahulu dan di kalamgan kaum Arab jahili
dari setiap generasi, menempati posisi yang terhormat dan dimuliakan dalam disiplin
balaghah ; Ibn Wahb, tasybih adalah satu bentuk kalam Arab yang paling terhormat, karena
di sanalah letak kepiawaian dan kekuatan bahasa mereka; Al-Jurjani, Metode tasybih
merupakan seni yang membutuhkan kecerdasan dan bakat yang maksimal, yang memberi
kelembutan dan menggetarkan jiwa, dan mampu menyatukan makna-makna yang saling
berbeda dan bertentangan dalam satu rumpun yang memikat, yang merangkai hal-hal yang
terasa asing satu sama lainnya dalam satu simpul keserasian dan keakraban (Al-Jabiri, 77-
82)
.
Daya tarik bayan yang mengagumkan itu dalam teori berbahasa menjadi satu
unsur penting yang mendapat perhatian. Melalui bayan orang akan memahami
banyak hal tentang pembicara serta pesan yang disampaikan misalnya tentang
kecerdasan pembicara, tendisinya, kekammpunnya tentang konten yang sedang
dibicarakan serta banyak hal mengenai pembicara misalnya minatnya di bidang
sastra, kecenderungannya dalam membuat penilaian, kemajuan ungkapannya. Bayan,
dengan demikiqn bisa dijadikan barometer kebahasaan dan kualitas pembicara. Itulah
kenapa semua perguruan tinggi yang mempunyai program bahasa Arab dipastikan
mempunyai mata kuliah ilmu bayan.
Sampai saat ini, ilmu bayan di perguruan tinggi dijadikan mata kuliah elitis
yang dipandang sebagai mata kuliah yang mengindikasikan standart tinggi dan
keberdaannya di perguruan tinggi oleh mahasiswa dianggap sebagai salah satu mata
kuliah yang menyita perhatian besar karena banyaknya unsur rumit yang terlibat
dalam bayan tersebut. Keindahan yang terdapat dalam ilmu bayan tidak dipungkiri
menjadi salah satu pembentuk sihir bayani yang banyak menyita para ilmuan bidang
bahasa Arab khususnya ilmu balaghah retorika. Namun demikian pengetahuan tetang
seberapa kualitas dan kuantitas keberadaan ilmu bayan ini serta keberaedaannya di
perguruan tinggi bisa dipastikan masih merupakan ruang gelap yang belum diketahui
779 | Konferensi Nasional Bahasa Arab VI (KONASBARA) 2020
orang secara objektif yang disimpulkan dari data akurat yang terkumpul. Peneliti
yakin bahwa hasil penelitian ini akan membawa informasi yang mempunyai
urgensinya tersediri bagi mereka yang telibat dalam pembelajaran bahasa Arab.
Informasi demikian itu di tahun 2016 oleh Jurusan Sastra Arab dinggap sangat
penting karena berkaitan dengan upayanya untuk memetakan keilmuan yang
berkembang di PT saat ini (wawancara dengan Tim JSA, Oktober, 2015) Dapatlah
dikatakan bahwa peta tersebut bagi JSA bisa menjadi pijakan pengembangan yang
harus dilakukan selama ini. Tanpa pijakan tersebut dikhawatirkan terjadi ineffisiensi
atau pemubadziran dalam pengembangan program jurusan. Peta ilmu bayan pertama-
tama akan dilihat dari segi sebarannya kemudian dari segi kualitas yang menyertainya
di masing-masing PT yang menjadi mitra subjek dalam penelitian ini.
Berdasarkan latar belakang tersebut tim peneliti akan melakukan penelitian
tentang jejak ilmu Bayan ‘bayan’ itu sendiri dalam materi perkuliahan balaghah yang
berkembang di PT yang selanjutnya akan bermanfaat untuk berbagai tujuan yang
relevan semisal pengembangan buku ajar ilmu bayan, balaghah, telaah prosa dan
puisi serta kajian-kajian teks suci dan Al-Hadits.
METODE
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif atau ethnografik
(Bogdan dan Biklen, 1982:2-3) yang berlangsung dalam latar yang wajar dengan
menggunakan pendekatan fenomenologis dan grounded theory karena berupaya
memahami fenomena-fenomena yang terjadi dalam subyek penelitian dengan
bersentuhan langsung dengan fenomena yang diteliti.
Penelitian ini menggunakan rancangan studi kasus. Rancangan ini digunakan
untuk penyelidikan yang lebih mendalam dan pemeriksaan yang menyeluruh terhadap
Jejak Ilmu Bayan dalam Buku Teks Peguruan Tinggi.
Sesuai dengan pendekatan kualitatif, maka instrumen dalam pengumpulan data
adalah peneliti sendiri. Selanjutnya, kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif ini
sekaligus merupakan perencana, pelaksana pengumpulan data, analisis, penafsir data, dan
pada akhinya ia menjadi pelapor hasil penelitiannya (Moleong,1998: 121).
Sumber data dalam penelitian ini adalah kalangan JSA subjek penelitian,
780 | Konferensi Nasional Bahasa Arab VI (KONASBARA) 2020
khususnya dosen pengampu mata kuliah ilmu balaghah, buku sumber dan
mahasiswapeserta perkuliahan balaghah.
3.6 Jenis Data
Jenis data yang dikumpulkan kebanyakan berupa kata-kata subyek, baik lisan
maupun tertulis yang berkaitan dengan ide tentang Jejak Ilmu Bayan dalam Buku Teks
Peguruan Tinggi subjek penelitian yang meliputi buku teks telaah prosa, pisi, ilmu balaghah dan
Al-Qur’an-Hadits.
Dalam penelitian kualitatif ini data diperoleh melalui tiga cara, yaitu (1)
wawancara mendalam (in-depth interview), (2) pengamatan peran serta (participant
observation) (3) studi dokumentasi. Dengan teknik pertama peneliti melakukan
wawancara dengan pihak JSA perguruan tinggi subjek penelitian kajur, dosen dan
mahasiswa JSA yang bisa memberikan informasi tentang jejak ilmu bayan yang dalam
buku teks kesastraan yang mereka pelajari. Dengan teknik kedua, peneliti berusaha
terlibat langsung dalam setiap kegiatan yang diperkirakan dapat menjadi sumber data
yang berkaitan dengan jejak ilmu bayan yang ada dalam buku teks kesastraan yang
mereka pelajari. Dengan teknik ketiga, peneliti melakukan telaah kritis terhadap dokumen
yang diperkirakan dapat menjadi sumber data tentang jejak ilmu bayan yang ada dalam
buku teks kesastraan yang mereka pelajari Hal itu relevan dengan pandangan bahwa bagi
peneliti kualitatif, fenomena dapat dimengerti maknanya secara baik apabila dilakukan
interaksi dengan subyek melalui wawancara mendalam dan observasi pada latar di mana
fenomena tersebut berlangsung. Disamping itu ditunjang dengan teknik dokumentasi
berupa bahan-bahan yang ditulis oleh atau tentang subyek untuk melengkapi data yang
diperlukan.
Analisis data dalam penelitian terdiri dari tahap-tahap pengerjaan yaitu organisasi
data, pemilahan data menjadi satuan-satuan tertentu, pelacakan pola, penemuan hal-hal
yang penting dipelajari, dan penentuan apa yang harus dikemukakan kepada orang lain.
Jadi, pekerjaan analisis data bergerak dari penulisan kasar sampai pada produk penelitian.
Analisis data dalam penelitian ini, data dianalisis pada saat pengumpulan data dan setelah
selesai pengumpulan data. Data dianalis dalam kata-kata, kalimat dengan bentuk narasi
yang bersifat deskriptif. Penerapan teknik analisa deskriptif dilakukan dengaan tiga jalur
781 | Konferensi Nasional Bahasa Arab VI (KONASBARA) 2020
yang merupakan satu kesatuan yaitu: (1) reduksi data, (2) penyajian data dan (3)
penarikan kesimpulan.
Peneliti dapat membuat kesimpulan-kesimpulan yang longgar dan terbuka,
dimana awalnya belum jelas, kemudian meningkat menjadi lebih rinci dan mengakar
dengan kokoh. Kesimpulan akhir dimungkinkan setelah pengumpulan data tergantung
pada kesimpulan-kesimpulan, catatan lapangan, penyimpanan data dan metode pencarian
ulang yang digunakan. Penarikan kesimpulan dapat dilakukan berdasarkan matriks yang
telah dibuat untuk menemukan pola, topik atau tema sesuai dengan penelitian.
Untuk memperoleh data dan hasil peneltian yang sahih peneliti menggunakan
teknik (1) perpanjangan kehadiran peneliti, yaitu 2 hari dalam seminggu selama enam
bulan (2) pengamatan terus-menerus secara rutin dan sistematis (3) triangulasi sumber
data dan teknik pemerolehan data (4) diskusi teman sejawat yang dianggap ahli baik yang
berkaitan dengan substansi maupun metodologi penelitian (5) analisis kasus negatif, (6)
penilaian atas kecukupan referensial baik yang berisat literar maupun tindakan subjek,
dan (7) pengecekan anggota.
HASIL DAN DISKUSI
Jejak Bayan yang akan dideskripsikan dalam hasil penelitian ini meliputi tasybih,
majaz dan kinayah. Ketiganya merupakan bagian dari bayan (ilmu bayan).
Jejak Tasybih
Tasybih adalah penjelasan bahwa suatu hal atau beberapa hal memiliki kesamaan
sifat dengan hal yang lain. Penjelasan tersebut menggunakan huruf kaf atau sejenisnya,
baik tersurat mau-pun tersirat (Jarim dan Amin, tanpa tahun). Atau bayan adalah
pengungkapan dengan menggunakan perbandingan. Bayan juga diyakini sebagai
ungkapan yang mengandung sihir atau daya tarik yang memukau pendengar seolah ia
orang yang terkena sihir. Di JSA, bayan dimaknai sebagai menyerupakana sesuatu
dengan sesuatu yang lain karena adanya kesamaan sifat dengan menggunakan penanda
perbandingan atau tanpa menggunakannya (Mahliatussikah, 2015:3). Pengertian yang
dikemukakan oleh Mahliatussikah, bayan bisa disyarh sebagai pengungkapan dalam
berbahasa dengan cara membandingkan sesuatu dengan sesuatu yang lain karena adanya
782 | Konferensi Nasional Bahasa Arab VI (KONASBARA) 2020
kesamaan sifat antara yang dibandingkan dengan yang dijadikan bandingan, baik
perbandingan tersebut menggunakan penanda maupun tidak.
Di JSA FS UM, bayan telah meningglkan jejak kontemporerisasi yang cukup
berarti berkaitan dengan upaya mengintegrasikan bayan dengan ilmu wacana. Dalam
Mahliatussikah bayan dicoba ditempatkan pada posisi analsiis wacana yang mirip dengan
koordinat wacana yaitu dengan memastikan adanya istiah penentu dalam berkomunikasi
atau disebut sebagai konteks komunikasi yang meliputi mitra tutur, tempat bertutu,
situasi, media, topik, peristiwa, dan tujuan tuturan (di akhir paragraf ini tidak terdapat
perbandingan rujukan kecuali hal itu mengingatkan peneliti pada koordinat wacana dalam
istilah Samsuri, ...). Jejak kontemporerisari terlihat juga pada perbandingan-perbandingan
terminologis yang juga mengarah pada integrasi ilmu bayan dengan bidanhg keilmuan
yang senada misalnya terdapat istilah-istilah simile, tenor, vehicle, motif dan penanda
yang diambil dari Atmazaki (1993). Istilah-istilah tersebut juga sudah dimanfaatkan
untuk merumuskan suatu definisi, misalnya dalam mendefinisikan tasybih ghaoiru baligh
walaupun tidak digunakan dalam mendefiniskan tasybih baligh (belum ada jawaban
kenapa hal ini terjadi). Munculnya istilah ghairu baligh, ghairu dlimni dan ghairu mujmal
juga merupakan penanda jejak tasybih (bagian dai bayan) yang lain.
Dalam berbagi litertur yang digunakan di JSA FS UM adalah jejak keindahan
ungkapan bayani, yang mempertanyakan di mana letak keindahan gejala-gejala ungkapan
bayani yang direpresentasikan dalam contoh-contoh materi. Untuk memperkuat jejak
keindahan (dalam bentuk materi perkuliahan) maka diperlukan penjelasan tentang
keindahan. Karena itu pengintegrasian konsep-konsep dalam materi dengan iilmu bidang
lain di JSA perlu dietruskan sampai pada integrasi yang bisa memberi jawaban letak
keindahan setiap gejala ungkapan bayani.
Jejak Majaz
Paparan tentang pegertian majaz dilengkapi dengan rujukan dari AL-Hasyimi
(1978) yang dikutip dengan caramenerjemahkannya secara literal. Paparan yang ada
baragkali bisa disimpulkan menjadi ‘majaz adalah ujaran yang maknanya berbeda dengan
yang asli karena adanya ‘alaqah dan qarinah’. Jejak majaz ini di JSA dilengkapi dengan
teori tentang qarinah dan macam-macamnya namun belum ada paparan yang berkaitan
dengan macam-macam qarinah tersebut.
783 | Konferensi Nasional Bahasa Arab VI (KONASBARA) 2020
Klasifikaasi majaz dipaparkan secara memadahi. Tentang majaz ‘aqli, penulis
mengambil definisi dari Jarim dan Amin. Dari sisi penggunaan istilah, penulis
mengalihkan konsep isnad ke penisbatan. Pengalihan tersebut mungkin tidak mempunyai
akibat pada pemahaman, namun jika dikembalikan pada definisinya maka akan
menimbulkan pertanyaan-pertanyaan konseptual. Pengalihan semacam itu menjadi salah
satu jejak yang menandai majaz di JSA FS UM. Jejak yang lain berkaitan dengan majaz
ini adalah penggabungan antara konsep yang menggunakan bahasa Arab dengan konsep
yang diambil dari disiplin non balaghah misalnya penisbatan spasial, penisbatan
temporal, penisbatan pada infinitif, penisbatan nomina pelaku (isim fa’il) pad partisif
pasif (isim maf’ul) atau maf’uliyah dan penisbatan partisif pasif (isim maf’ul) pada
nomina pelaku (isim fa’il). Melihat paparan yang ada, peneliti memandang bahwa
pengalihan dan penggabungan tersebut masih perlu kajian lebih lanjut.
Jejak majaz (isti’arah) pada buku sumber masih memerlukan penjelasan terutama
berkaitan dengan cara kerja suatu konsep dalam contoh-contoh. Misalnya, paparan
tentang isti’arah makniyah (personifikasi) yang menggunakan contoh syair laisaz-
zama:n dan seterusnya, adalah “dalam contoh ini al-zaman (masa) dihayati sebagai
manusia yang mempunyai watak tak mau menyerah dan senang bermusuhan”. Paparan
tentang kata apa yang menjadi musyabbah bih serta apa sifat dan perilakunya belum
dipaparkan. Penggunaan contoh syair tersebut untuk isti’arah makniyah menurut peneliti
berkontradiksi dengan definisinya, yaitu al-zaman sebagai musyabbah bih yang eksplisit.
Tentang terjemahan syair yang berbunyi “walau sangat kaudambakan masa tak akan
pernah menyerah. Selalu memusuhi orang merdeka (bukan budak) memang watak masa”
menurut hemat peneliti, ada hasil penafsiran kata musa:lima (menyerah) yang kurang bisa
dihadapkan pada lawan kata tersebut yang berbunyi ‘ada:wah (permusuhan). Peneliti
lebih memilih kata ‘perdamaian’ sebagai terjemahan kata musa:lima sehngga dihasilkan
terjemahan yang berbunyi “zaman tidak akan menciptakan perdamaian walau kau sangat
mendambakannya. Selalu menciptakan permusuhan terhadap (kebaikan di antara) orang-
orang merdeka memang watak zaman”.
Jejak majaz (isti’arah mujarradah) yaitu persesuaian antara definisi dengan
konsep pada umumnya ilmu balaghah akan tetapi penjelasan tentang contoh raitu bahran
fil kuliyyah yulqi muhadlaratan yang diinginkan penulis bahwa yang “sedang berpidato”
adalah musyabbah (ulama) barangkali yang diinginkan adalah musyabbah bih.
784 | Konferensi Nasional Bahasa Arab VI (KONASBARA) 2020
Selanjutnya, jejak majaz dengan isti’arah mujarradah dengan contoh raaitu bahran ‘ala:
fara:sin yu’thi ‘saya melihat laut (orang dermawan) di atas kuda yang sedang memberi’.
Paparannya,
bahwa ujaran yu’thi adalah tajrid karena sesuai dengan musta’ar lahu,
musyabbah, yaitu seorang dermawan (ar-rajul al-kari:mu). Dikatakan
mujarradah karena dilepaskan dari sebagian nilai kesempurnaan. Musyabbah
dijauhkan dari musyabbah bih yang berakibat menjauhkan pengakuan bahwa
musyabbah itu adalah musyabbah bih (menyatu).
Peneliti berusaha memahami paparan tersebut akan tetapi belum mendapatkan
kesimpulan yang pasti. Mungkin (menurut peneliti), disebut mujarradah karena kata
yu’thi seharusnya menjelaskan seseorang (musyabbah dalam hal ini) akan tetapi
kenyataannya seseorang yang dijelaskan itu (musyabbah) tidak terlihat (atau mujarradah)
karena yang terlihat (disebutkan) adalah kata bahran (sebagai musyabbah bih). Jadi
mujarradahnya terletak pada tidak hadirnya musyabbah dalam kalimat.
Jejak majaz mursal terlihat pada penggunaan konsep-konsep non balaghah
semisal pelesapan, sinekdok, temporal,nomina spasial yang dilengkapi dengan konsep-
konsep balaghah. Contoh-contohnya diusahakan sedekat mungkin dengan pembaca
dengan mengemukakan perbandingan contoh dalam bahasa non Arab mislnya nggodok
wedang, njahit kelambi dan sebagainya.
Jejak Kinayah
Pada bab III halaman 56, penyebutan etimologi lebih terkesan sebagai
terminologi. Jika mahasiswa melanjutkan pembacaannya pada paragraf berikutnya maka
ia akan menemukan kontradiksi pemahaman tentang kinayah secara etimologi dan
terminologi. Selanjutnya, konsep kinayah mendapatkan bandingan dalam bahasa
Indonesia dengan munculnya contoh kantong kempes sebagai kinayah dari tidak berduit
dan kantong tebal sebagai kianyah dari sedang berduit. Jejak seperti ini bisa jadi akan
memicu meningkatnya retensi pemahaman mahasiswa terhadap konsep kinayah.
Dalam buku sumber terdapat contoh kinayah:
(1) Ahmad thawi:lun najad ‘Ahmad panjang tali pedangnya’
785 | Konferensi Nasional Bahasa Arab VI (KONASBARA) 2020
Menurut sumber (mahasiswa), kalimat (1) tersebut masih sulit dihubungkan
dengan keadaan subjek yang disifati karena bisa saja orang yang panjang tali pedangnya
itu orangnya pendek sehingga tali pedang yang panjang tidak mengindikasikan
kelaziman pada maushufnya, akan tetapi hubungan kinayah tersebut mudah ditemukan
jika terjemahannya bukan ‘tali pedang’ tetapi ‘sarung pedang’. ‘Sarung’ pedang’ yang
panjang menunjukkan kelaziman bahwa pemiliknya berperawakan tinggi.
(2) Wahamalna:hu ala: dza:ti alwa:hin wadusur yang diterjemhkan ‘Yang
memilki layar dan tali-temali’
Ini meninggalkan jejak pemahaman mahasiswa yang pesannya ‘dan Kami
membawa perahu’ Mereka tidak merujuk pada pemahaman lengkap ayat 13 tersebut
sehingga unsur S-P-O nya tidak ditelaah ulang. Akan tetapi ketika diterjemahkan dengan
‘Dan Kami angkut Nuh ke atas (bahtera) yang terbuat dari papan dan paku’ (Al-
Qomar:13) mereka baru memahami bahwa frasa dza:ti alwa:h wadusur “papan dan paku’
merupakan bentuk kinayah tentang sifat (kinayah ‘an sifah) dan frasa terebut bisa
dipahami dalam konteks non kinayah (arti asal), artinya kami benar-benar mengangkut
Nuh di atas papan yang dipaku.
Penjelasan tentang kinayah sifat (kinayah an sifatin) dilengkapi contoh klasik
yang banyak digunakan di berbagai buku yaitu ktsirur rama:di untuk makna dermawan.
Penjelasan kinayah sifat ini dilengkapi dengan penjelasan lapis makna untuk kinayah
ba’idah. Penjelasan semacam ini diperlukan dalam rangka memberi wawasan lebih
akademis terhadap pemahaman mahasiswa.
Jejak kinayah ditandai dengan pembagian kinayah menjadi kinayah sifat dan
kinayah yang disifati (kinayah ‘an maushuf) (buku sumber, 2015). Label kinayah yang
disifati tersebut belum merepresntasikan kinayah ‘an maushuf karena dalam penjelasan
berikutnya lebih mengarah pada konsep kinayah tentang maushuf. Perpindahan label dari
kinayah tentang mausuf ke kinayah yang disifati (berdasarkan kesimpulan pembacaan
peneliti terhadap teks yang sama) hal itu diduga sebagai salah satu ragam hasil penafsiran
namun demikian konsep tersebut sepengetahuan peneliti perlu lebih “dipermudah”.
Begitu juga tentang konsep kinayah penisbatan yang disimpulkan dari konsep kinayah
‘an nisbah. Perbedaan label konsep-konsep yang demikian walaupun mempunyai contoh
yang sama (antara kinayah penisbatan dan kinayah ‘an nisbah) namun memerlukan
proses pemahaman dan upaya rekayasa penemuan pesan yang berbeda.
786 | Konferensi Nasional Bahasa Arab VI (KONASBARA) 2020
Penjelasan tentang kinayah ‘an nisbah ditandai dengan peminjaman kata nisbah
(menjadi nisbat) yang menjadi kunci pemahaman konsep kinayah ini. Konsep nisbat itu
sendiri dalam paaparan buku sumber menagarah pada ‘memberikan atribut’. Makna yang
lebih dekat dengan nisbah pada konsep jenis kinayah ini adalah ‘mengaitkan suatu sifat
atau atribut dengan sesuatu yang berkaitan dengan maushuf dan bukan dengan maushuf
itu sendiri secara langsung’ yang contohnya adalah ungkapan al-majdu baina tsaubaihi.
Kinayah ‘an nisbah ini dalam buku sumber dijelaskan dalam konteks analisis
wacana tentang implikatur seperti penggunaan contoh “sebaik-baik manusia adalah yang
bermanfaat bagi manusia yang lain’ sebagai sindiran terhadap tidak adanya kebaikan bagi
orang yang tidak memberikan kemanfaatan bagi umat manusia yang lain (buku sumber,
2015). Jika orang yang baik itu adalah yang bermanfaat bagi orang lain maka
implikasinya ‘tidak baik orang yang tidak bermanfaat bagi orang yang lain. Penulis
menyebut kinayah ini penisbatan yang meniadakan sedangkan pada kinayah ‘an nisbah
dengan contoh a-majdu baina tsaubaihi adalah yang menetapkan. Penisbatan yang
menetapkan dan penisbatan yang meniadakan merupakan perluasan konsep secara
substantif yang sekaligus merupakan jejak kinayah yang ada di JSA FS UM. Di samping
perluasan konsep, ada perluasan istilah (penambahan) yang menjadi jejak bayan misalnya
ghairu baligh dan ghairu dlimni (keduanya berkaitan dengan tasybih).
Pada buku sumber halaman 59 ada jejak kinayah ‘an nisbah berupa paparan yang
masih sulit dimengerti oleh peneliti yaitu pernyataan “menutupi perangai terpuji adalah
menyamai manusia makan daging orang yang digunjingnya”. Kesimpulan ini muncul dari
paparan tentang larangan menggunjing yang terdapat dalam QS. Al-Hujurat:12).
Barangkali ungkapan terebut merupakan bagian dari paragraf yang sebagian tidak
tercetak tanpa sengaja, yang sering terjadi pada kegiatan cetak-mencetak.
Jejak kinayah di JSA FS UM juga berupa pembagian perantara kinayah yang
berupa ta’ridl, taliwih, ramzu, ima’ atau isyarah. Peneliti masih merasa kesulitan untuk
memahami contoh-contoh tentang perantara kinayah yang ada karena paparan tentang
letak keberlakuan konsep-konsep tersebut masih implisit. Di samping itu terdapat contoh
yang barangkali masih perlu perenungan dalam memahaminya, misalnya:
Wama: bika fiyya min ‘aibin fainni jabba:nul kalbi wahzu:lul fashi:li (Tiada cacat
bagi diriku karena sesungguhnya aku adalah pengecut anjingnya dan kurus anak
sapinya)
787 | Konferensi Nasional Bahasa Arab VI (KONASBARA) 2020
Peneliti tidak mengerti betul tentang syair tersebut namun jika syair tersebut ditujukan
untuk menyindir kedermawanan orang yang dipuji, barang kali terjemahan syair tersebut
adalah ‘bagiku, yang mulia tidak mempunyai cacat (sedikit pun) namun (pastilah yang
mulia mengetahui) sesungguhnya anjingku (saat ini) menjadi penakut (tak berdaya) dan
anak sapiku menjadi kurus’. Ketika keadaan anjing dan anak sapi dihadapkan pada
kedermawanan yang mulia maka yang muncul adalah kesan (perantara kinayah) yang
kesimpulannya, bahwa yang mulia tidak memberi makanan pada saya atau anjing dan
anak sapi saya.
Jejak kinayah di JSA juga tampak pada integrasi konsep-konsep dengan teori
kebahasaan dan kesastraan non Arab yang ditandai dengan perbandingan konsep-konsep
berkaitan dengan kinayah dengan konsep epitet, eufimisme, dan metonimi.
Jejak tasybih yang ada dalam buku sumber, yaitu kekuatan tasybih, majaz dan
kinayah adalah (1) mengekpresikan pikiran yang terendapkan di luar pengalaman dalam
istilah atau ungkapan yang dapat dialami (2) mengungkapkan sebuah abstraksi ke dalam
istilah-istilah yang kongkrit, (3) mengungkapkan gejala-gejala yang belum dikenal
melalui makna yang sudah di kenal, (4) mengungkapkan pikiran-pikiran yang tidak dapat
dirasakan dalam istilah-istilah yang dapat dirasakan (cf. Wahab, 1986: 51), (5)
mengungkapkan pikiran-pikiran yang tidak disenangi dalam bentuk yang disenangi
(penyajian dalam bentuk imajinasi yang dekat dengan pengalaman manis pendengar (6)
mengungkapkan pikiran-pikiran atau pernyataan-pernyataan yang memerlukan bukti-
bukti. (7) mempersingkat wacana dan memperjelas informasi. Jejak-jejak tersebut belum
dilengkapi dengan contoh. Jejak tasybih yang berkaitan dengan tujuan tasybih (yang di
JSA bisa juga disebut fungsi) (buku sumber, 2015:62) seperti disebut di atas bisa
dijelaskan seperti berikut:.
Pengungkapan istilah yang tidak dapat dipahami dalam istilah yang dapat dialami,
seperti ayat berikut:
…tsumma ma'wa:hum jahannamu wabi'sa-l miha:d. la:kini-l ladzi:na-t taghaw
rabbahum lahum janna:tun tairi: min tahtiha-l 'anha:ru kha:lidi:na fi:ha: nuzulam min
'indill:ahi wama: 'inda-lla:hi khairu-l li-l abra:r (Al-Qur'an, 3: 197-198)'.. .kemudian
tempat tinggal mereka (orang-orang kafir) ialah jahannam: dan jahannam itu adalah
tempat yang seburuk-buruknya. Akan tetapi orang-orang yang bertaqwa kepada
788 | Konferensi Nasional Bahasa Arab VI (KONASBARA) 2020
Tuhannya, bagi mereka sorga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, sedang mereka
kekal di dalamnya sebagai tempat tinggal dari sisi Allah. Dan apa yang di sisi Allah
adalah lebih baik bagi orang-orang yang berbakti' (Al-Qur'an, 3:197-198).
Ungkapan tajri: min tahtiha-l anha:ru kha:lidi:na fi:ha: nuzulam min 'indi-l la:hi
yang artinya 'mengalir di bawahnya (sorga) sungai-sungai sebagai tempat tinggal di sisi
Allah' adalah bentuk isti'a:rah dengan membuang musyabbah (signifier) yang berupa
ni'am (beberapa nikmat) dan bentuk jamalnya (keindahannya). Ungkapan tersebut
dipengaruhi oleh nilai kultural di mana keindahan di Arab sangat tepat bila diungkapkan
dengan suatu tempat yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, yang hal itu tidak mudah
didapat di daerah Arab padang pasir. Dengan bentuk isti'a:rah semacam itu, pendengar
akan mendapatkan gambaran yang lebih berarti mengenai sorga karena sorga
diungkapkan dalambentuk pengalaman penerimanya.
Pengungkapan abstraksi dalam istilah-istilah yang kongkrit seperti:
al-muslimu ma'al muslimi bunya:n yasyuddu bihi: ba'dhuhum ba'dha: 'seorang muslim
dengan seorang muslim lainnya sebagai sebuah bangunan yang saling memperkokoh.'
Ungkapan baya:n yang terdapat dalam contoh tersebut teradapat pada ungkapan bunya:ni
yasyuddu bihi: ba'dhuhum ba'dha: (laksana bangunan, mereka saling memperkokoh
bangunan tersebut). Pikiran yang ingin diutarakan dalam contoh tersebut adalah kesatuan
ummat Islam dan persatuannya. Dengan pengungkapan secara natural-deskriptif orang
akan sulit mengungkapkan persatuan dan kesatuan tersebut secara representatif dan
kongkrit. Orang akan kehabisan perbendaharaan kata atau sulit mencari perbendaharaan
kata yang tepat. Akan tetapi dengan gaya tasybi:h (dalam baya:n) orang akan dapat
menjelaskan konsep persatuan dan kesatuan tersebut dengan kongkrit dan mudah.
Pengungkapan gejala-gejala yang belum dikenal dengan istilah-istilah yang sudah
dikenal, seperti ungkapan An-Na:-bighah Adh-Dhubya:ni, seorang penyair terkenal di
masa Jahiliyah (sebelum masa Islam):
Kaannaka syamsun walmulu:ku kawa:kibu.idza thala'at lamyabdu minhunna kaukabu
'seakan engkau adalah matahari, dan para raja adalah bintang gemintang, apabila
matahari terbit maka tak satupun dari bintang ge-mintang yang tampak'.
Bila dilihat dari isti'a:rah tamtsiliyyah maka lafadz yang mengandung isti'arah adalah
semua lafadz dalam syair tersebut, sedang yang menjadi musyabbah yang dibuang adalah
anta bin nisbah ila-l muluk:ki (engkau bila dibandingkan dengan para raja). Dengan
789 | Konferensi Nasional Bahasa Arab VI (KONASBARA) 2020
adanya isti'a:rah tersebut seorang penerima dapat menangkap konsep perbandingan
engkau dengan raja dengan tepat karena adanya suatu lafadz pinjaman (musta'a:r) yang
kongkrit sesuai dengan yang telah dia kenal dalam kehidupan sehari-hari. Dengan
demikian dapat dipastikan bahwa penerima telah memahami konsep yang disampaikan
oleh pembicara.
Mempersingkat wacana dan memperjelas informasi sebagai fungsi baya:n adalah
seperti yang terlihat dalam banyak maja:z 'aqli dan maja:z mursal. Fungsi baya:n yang
terakhir ini seperti terlihat dalam contoh berikut:
yaitu keunggulan seorang yang dipuji atas para raja (seperti dalam sair kannaka syamsun
…dan seterusnya).
Pengungkapan pikiran yang tidak dapat dirasakan dalam istilah atau penyebut
yang dapat disarankan dapat dijelaskan melalui contoh berikut:
ash-shabru kash-shabiri murrun fi: madza:qatihi wala:kin 'awaqibu:hu ahla: mina-l
'asali 'sabar itu bagaikan pobon shobir, pahit rasanya, akan tetapi akibatnya lebih manis
daripada madu".
Konsep yang ingin disampaikan dalam contoh tersebut adalah bagaimana rasa menderita
yang harus diterima oleh seorang yang menjalani kesabaran, tidak sabar dalam menjalani
perintah, sabar dalam nerima cobaan, dan sabar meninggalkan larangan. Penderitaan
tersebut sudah barang tentu tidak dapat dirasakan dengan panca indera, karena itu
penderitaan disamakan dengan pahitnya pobon shabir, yang pahitnya dapat dirasakan
dengan indra.
Pengungkapan pikiran yang tidak disenangi atau biasa-biasa saja dalam bentuk
yang disenangi (penyajian pikiran dalam bentuk imajinatif yang dekat dengan
pengalaman manis penerima, receiver) dapat dijelaskan melalui contoh berikut:
wash-shubhu fi: thurrati lailin mushfirin kaannahu fi: hurati muhrin asyqar 'dan waktu
shubuh di tepi malam yang menyala (fajar) seakan berada di putih dahi kuda yang berbulu
merah'. Style baya:n yang terdapat dalam contoh tersebut adalah bentuk tasy-bi:h
(comparasion), yaitu ash-shubhu fi: lailin musfirin sebagai musyabbah, dan (kaanna) hu
fi: hurrati muhrin asyqar sebagai musyabbah bih, sedang kaanna adalah ada:tu-t tasybih
(particle of comparasion). Baik musyabah maupun musyabbah bih adalah sebuah
imajinasi yang ditimbulkan oleh interaksi antar kata yang ada. Imajinasi yang ada dalam
musyabbah cukup jelas bagi setiap orang yang dapat menyaksikan waktu fajar, dan
790 | Konferensi Nasional Bahasa Arab VI (KONASBARA) 2020
imajinasi yang ada dalam musyabbah bih juga cukup jelas, akan tetapi adanya
perbandingan dengan mengambil imajinasi yang ada di dahi kuda membuat penerima
memutar perhatian dari musyabbah yang sangat umum diimajinasikan rnenuju pada
imajinasi musyabbah bih yang tidak diduga-duga. Dari sini seorang penerima kemudian
tertarik untuk memperhatikan sesuatu yang mungkin semula tidak menjadi perhatiannya
untuk menjadi perban-dingan musyabbah, yaitu imajinasi mengenai tepi malam di waktu
fajar.
Pengungkapan pikiran atan pernyataan-pernyataan yang memerlukan bukti-bukti,
sebagai fungsi baya:n seperti contoh berikut:
Fa:thimah ba'i:datu mahwa-l qurthi 'Fatimah jauh tempat bergantungnya subang'.
Lafadz ba'i:datu-mahwa-l qurthi (jauh tempat bergantungnya subang) menunjukkan
batang leher yang panjang, dan batang leher panjang menunjukkan kelaziman seorang
rupawan (Irba:bu-l Luba:b, dkk.), 1969:58), akan tetapi tidak semua orang rupawan
berbatang leher dalam pengertian panjang (mungkin hanya sedang), karena itu seorang
pembicara (sender) yang memberitahukan seorang rupawan dengan ungkapan ba'i:-datu
mahwa-l qurthi (jauh atau panjang tempat bergan-tungnya subang), maka lafadz tersebut
sekaligus berfungsi sebagai bukti bahwa apa yang dikatakannya adalah benar.
Ashlaha-l 'umdatu-sy syawa:ri'a 'gubernur itu memperbaiki jalan raya" (Irba:bu-l
Luba:b, dkk., 1969:54) Penyandaran fi'il ash-laha (memperbaiki) pada al-'umdatu dalam
contoh tersebut menun-jukkan 'ala:qah sababiyyah, yaitu al'umdatulah (gubernur) yang
jadi sebab diperbaiki jalan raya, sedang pelaksana sebenarnya adalah rakyat. Karena itu
tanpa pretensi maja:z (berdasarkan hakikat) maka contoh tersebut berbunyi: ashlahati-r
ra'iyyatu asy-syawa:ri'a 'rakyat itu memperbaiki jalan raya', yang setiap orang dapat
mengerti bahwa yang bekerja memperbaiki adalah. mereka para rakyat. Dengan
demikian maka pengungkapan secara maja:zi akan menambah informasi tentang
siapakah yang mempromotori pembangunan jalan, apakah gubernur yang bertindak
sebagai pemimpin pembangunan atau yang lain Pak Camat misalnya? Dan sebagainya.
Dalam pengungkapan secara maja:zi 'aqli dengan 'ala:qah sababiyyah maka pertanyaan-
pertanyaan tersebut dapat dijawab.
Adapun yang berfungsi menyingkat wacana seperti deletion yang terda-pat dalam
maja:z mursal dengan ber'ala:qah mahalliyyah, contoh:
Was 'ali-l qaryata-l lati: kunna: fi:ha: (AI-Qur'an,12:82) 'dan berta-nyalah kepada desa
791 | Konferensi Nasional Bahasa Arab VI (KONASBARA) 2020
yang kami ada di situ'. Dalam contoh tersebut ada lafadz yang dibuang yaitu lafadz ahlun
(penduduk), karena tanpa lafadz tersebut orang sudah memahami bahwa yang di-maksud
dengan al-qaryah (desa) dalarn ayat tersebut adalah ahlul qaryah (penduduk desa), maka
pernbuangan lafadz ahlun mem-buat kalimat lebih efisien.
KESIMPULAN
Penelitian jejak bayan ini menghasilkan kesimpulan bahwa bayan yang ada di JSA
FS UM telah mengalami pengembangan baik yang berkaitan dengan perluasan istilah
maupun substansi, yang dikaitkan/diintegrasikan dengan konsep-konsep ilmu non
balaghah. Hal itu menjadikan bayan lebih dekat dengan kehidupan berbahasa non Arab
mahasiswa yang selanjutnya akan mempermudah pembelajar untuk memahami bayan
dan menggunakannya dalam berbahasa baik lisan maupun tulis. Upaya pengintegrasian
konsep-konsep balaghah dengan non balaghah memerlukan kajian yang masih menyita
perhatian peneliti dan pengembang materi. Karena itu masih diperlukan penelitian lebih
lanjut.
Jejak bayan di JSA juga ditandai dengan masih perlunya paparan butir-butir
konsep dan penjelasan contoh yang diperlukan mahasiswa untuk menguasai bayan
sehingga mahasiswa bisa belajar dengan mandiri. Konsep-konsep dan teori-teori yang
masih berkaitan dengan bayan meanarik untuk ditelaah dan hal itu akan menjadi mudah
jika disertai paparan dan contoh-contoh konkrit dengan dilengkapi analisis yang
sederhana yang menunjukkan “cara kerja” atau “letak” keberlakuan konsep-konsep
tersebut dalam contoh yang ada.
Inti bayan adalah keindahan dan daya tariknya bagi pembaca/pendengar
sedangkan analisis dan paparannya berfungsi sebatas mengantarkan pembelajar pada
pemahaman keabsahan teoritisnya. Dari sisi ini (inti bayan) jejak bayan di JSA FS UM
terasa masih lebih sebagai kegiatan bernalar yang rumit dari pada kegiatan merasakan
keindahan sebuah ungkapan yang mengasyikkan. Hal ini merupakan problem yang terjadi
dalam buku sumber dan mungkin dalam praktek pembelajarannya. Kegiatan perenungan
berkaitan dengan keindahan ungkapan-ungkapan bayani perlu disertakan baik dalam
materi maupun kegiatan pembelajaran. Minus teori-teori keindahan adalah salah satu
jejak bayan di JSA FS UM.
792 | Konferensi Nasional Bahasa Arab VI (KONASBARA) 2020
Berdasarkan paparan hasil penelitian, perlu disarankan pada pihak terkait
misalnya dosen/peneliti, lembaga dan mahasiswa. Seorang dosen perlu terus menerus
mencari solusi terhadap permasalahan pembelajaran bayan yang makin memudahkan
pembelajar. Jejak bayan yang ada dalam penelitian ini merupakan salah satu isyarat
keberadaan bayan di perguruan tinggi sebagai lembaga tertinggi dan bergengsi yang
mengajarkan pengetahuan. Oleh karena itu diperlukan penyesuaian antara materi bayan
dengan image perguruan tinggi tersebut. Jangan sampai image kebesaran pergurun tinggi
itu justru dihinakan sendiri oleh jejak bayan yang ada di perguruan tinggi.
Upaya menjadikan konsep-konsep bayan sebagai jejak bayan di JSA FS UM
menjadi pengetauan yang inklusif dengan upaya-upaya pengintegrasiannya dengan
konsep-konsep di luar bayan merupakan upaya strategis yang perlu disambut oleh
lembaga yang berkaitan, terutama perguruan tinggi melalui penelitian-penelitian lebih
intensif baik yang bersifat eks post facto, pengembangan, tindakan (kelas non kelas)
maupun analisis isi agar diperoleh sudut-sudut data bayan yang lengkap.
Sebagai langkah awal dalam rangka mendekatkan bayan pada kognisi mahasiswa
maka diperlukan pentahapan. Bagi mahasiswa (kelompok mahasiswa) yang kemampuan
berbahasa Arabnya belum memenuhi kriteria tertentu maka materi bayan yang bersifat
padat istilah non Arab perlu dipikirkan ulang pemberiannya pada mereka sesuai kondisi
di saat sedang terjadi pembelajaran sebab padatnya istilah non Arab (yang dalam jejak
bayan sebagian telah menggantikan istilah Arabnya) bisa jadi merupakan penghambat
bagi mereka. Oleh karena itu gaya belajar dan strategi kognitif belajar mahasiswa harus
mendapat pantauan di saat pembelajaran berlangsung. Jika diperlukan, pemantauan
semacam ini dimaksimalkan dalam bentuk kegiatan penelitian agar dokumentasi tentang
proses-proses pembelajaran yang mereka alami menggunakan materi dengan jejak-jejak
bayan yang ditemukan dalam penelitian ini lebih maksimal.
DAFTAR RUJUKAN
Al-Hasyimi, Ahmad Ibn. 1960. Jawahirul Balaghah. Beirut: Al-Maktabah Al-
‘Ashriyyah.
Al-Jabiri, Muhammad. 2002. Post Tradisionalis. Jogjakarta: LKIS.
Bogdan, R.C., dan S.B.Biklen. 1982. Qualitative Research for Education: An
Introduction to Theory and Methods. Boston: Allyn and Bacon.
Brown, G. dan Yule, G. Discourse analysis. Cambridge: Cambridge University Press.
793 | Konferensi Nasional Bahasa Arab VI (KONASBARA) 2020
Hidayat. 2002. Al-Balaghah Lil-Jami’ Wasy-Syawahid min Kalamil-Badi’ (Balaghah
Untuk Semua). Semarang : Karya Toha Putra.
Jarim, Ali dan Amin, Mustafa. Tanpa tahun. Al-bala:ghah Al-wadlihah. Bairut: Daar
Ma’rifah.
Luba:b, Irba:bul.1969. Ilmu Balaghah. Jogjakarta: tp.
Moleong, J. Lexy. 1992. Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosdakarya
Na:shif, Hifni; ayyab, Muhammad; Thamum, Mushtafa; Amr Mahmud. Tanpa tahun.
Qawa:idul Lughah Al-‘Arabiyyah. Kairo: Maktabah Adab.
Samsuri, 1988. Morfologi dan Pembentukan Kata. Jakarta : Proyek Pengembangan
Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.
Sibawaih, 180 H, Ja:hidz, 225 H, Mubarrad, 285 H, Tsa'lab, 291 H, Ibnu Mu'taz, 296 H)
Stubbs, Michael. 1983. Discourse Analysis: The Sociolinguistic Analysis of Natural
Language Chicago: University of Chicago Press.
Sunardi, ST. 2002. Semiotika Negativa. Yogyakarta: Kanal.
Wahab, Abdul. 1986. Javanese Metaphors in Discourse Analysis. Urbana: Illinois.
Thesis of Ph.D, unpublished.
Wahbah, Majdi dan Al-Muhandis, Kamil. 1984. Mu’jamul mustalaha:t al-Arabiyyah fi-l
Lughah wal-Adab. Beirut: Maktabah Lubnan.
794 | Konferensi Nasional Bahasa Arab VI (KONASBARA) 2020
Top Related