MEMAHAMI ISU-ISU KRUSIAL DAN STRATEGIS
DALAM PILKADA TAHUN 2018
Disampaikan dalam acara
Bimbingan Teknis DPRD Kota Metro Lampung,
Jakarta, 13 Oktober 2017
Ahsanul Minan, MH
Dosen Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia
Sekilas Sejarah Sistem Pemilihan Kepala Daerah di
Indonesia
• Belanda
• JepangEra
Kolonial
• UU 1 tahun1945
• UU 22/1948
• UU 1/1957
• UU 18/1965
OrdeLama
UU 5/1974Orde Baru
• UU 22/1999
• UU 32/2004
• UU 22/2014
• Perpu 1/2014
• UU 1/2015, UU 8/2015, UU 10/2016
Era Reformasi
Sistem rekrutmen kepala daerah
dengan sistem penunjukan atau
pengangkatan oleh penguasa kolonial
• UU 1/1945: kepala daerah menjalankan
fungsi eksekutifnya sebagai pemimpin
komite nasional daerah, juga menjadi
anggota dan ditetapkan sebagai ketua
legislatif dalam badan perwakilan daerah.
• UU 22/1948: Kepala daerah propinsi
(gubernur) diangkat oleh presiden dari
calon yang diajukan oleh DPRD Propinsi.
Demikain juga Kabupaten.
• UU 1/1957: mengintrodusir sistem
pemilihan kepala daerah secara
langsung, tapi tidak sempat
diimplementasikan.
• UU 18/1965: kembali menerapkan
kekuasaan absolut Pemerintah Pusat
• UU 5/1974: kepala daerah
diangkat dan diberhentikan
oleh presiden atau menteri
dalam negeri melalui calon -
calon yang diajukan oleh
DPRD
• UU 22/1999: pemilihan kepala
daerah yang dipilih oleh anggota
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
• UU 32/2004: kepala daerah dipilih
langsung
• UU 22/2014: kepala daerah dipilih
oleh DPRD
• Perpu 1/2014: kepala daerah dipilih
langsung
• UU 1/2015; penentapan Perpu
1/2014
• UU 8/2015 & UU 10/2016
mengubah beberapa ketentuan
dalam UU 1/2015
15 Standard Internasional Pemilu-1*1. Penyusunan kerangka hukum pemilu harus disusun sedemikian rupa sehingga tidak bermakna ganda, mudah dipahami, dan
harus dapat menyoroti semua unsur sistem pemilu yang diperlukan untuk memastikan pemilu yang demokratis;
2. Pemilihan sistem pemilu, badan-badan yang dipilih, frekuensi pemilu, dan lembaga penyelenggara pemilu;
3. Daerah pemilihan, dibuat sedemikian rupa sehingga setiap suara setara untuk mencapai derajat keterwakilan yang efektif;
4. Hak untuk memilih dan dipilih, semua warga negara yang memenuhi syarat dijamin bisa ikut dalam pemilihan tanpa
diskriminasi;
5. Badan penyelenggara pemilu harus dijamin bisa bekerja independen, dapat bekerja dalam kerangka waktu yang cukup,
memiliki sumberdaya yang mumpuni, dan tersedia dana yang memadai. Kerangka hukum harus membuat ketentuan tentang
mekanisme untuk memproses, memutuskan, dan menangani keluhan dalam pemilu secara tepat waktu;
6. Pendaftaran pemilih dan daftar pemilih, Kerangka hukum harus mewajibkan penyimpanan daftar pemilih secara transparan dan
akurat, melindungi hak warga negara yang memenuhi syarat untuk mendaftar, dan mencegah pendaftaran orangsecara tidak
sah atau curang;
7. Kesetaraan akses bagi partai politik dan kandidat, Semua partai politik dan kandidat dijamin dapat bersaing dalam pemilu atas
dasar perlakuan yang adil. Pendaftaran partai politik dan ketentuan akses kertas suara pada waktu pemilu perlu diatur secara
berbeda;
8. Kampanye pemilu yang demokratis, Kerangka hukum harus menjamin setiap partai politik dan kandidat menikmati kebebasan
mengeluarkan pendapat dan kebebasan berkumpul, serta memiliki akses terhadap para pemilih dan semua pihak yang terkait
(stakeholder) dalam proses pemilihan;
5. International Idea, Standard-standard Internasional untuk Pemilihan Umum, http://www.idea.int/publications/ies/upload/STANDAR-STANDAR_INTERNASIONAL_UNTUK_PEMILU.pdf
15 Standard Internasional Pemilu-2
9. Akses ke media dan kebebasan berekspresi, Semua partai politik dan kandidat memiliki akses ke media. Ke-
rangka hukum harus menjamin mereka diperlakukan secara adil oleh media yang dimiliki atau dikendalikan oleh
negara;
10. Pembiayaan dan pengeluaran dana kampanye, semua partai politik dankandidat diperlakukan secara adil oleh
ketentuan hukum yang mengatur pembiayaan dan pengeluaran kampanye;
11. Pemungutan suara, Kerangka hukum harus memastikan tempat pemungutan suara dapat diakses semua pemilih.
Terdapat pencatatan yang akurat atas kertas suara dan jaminan kerahasiaan kertas suara;
12. Penghitungan dan rekapitulasi suara, Penghitungan suara yang adil, jujur, dan terbuka merupakan dasar dari
pemilu yang demokratis. Oleh karena itu, kerangka hukum harus memastikan agar semua suara dihitung dan
ditabulasi atau di-rekapitulasi dengan akurat, merata, adil, dan terbuka;
13. Peranan wakil partai dan kandidat sebagai saksi. Guna melindungi integritas dan keterbukaan pemilu,
perwakilanp artai dan kandidat harus dapat mengamati semua proses pemungutan suara. Kerangka hukum harus
menjelaskan hak dan kewajiban perwakilan partai dan kandidat di tempat pemungutan suara dan penghitungan
suara;
14. Pemantauan pemilu, Untuk menjamin transparansi dan meningkatkan kredibilitas, kerangka hukum harus
menetapkan bahwa pemantau pemilu dapat memantau semua tahapan pemilu;
15. Kepatuhan terhadap hukum; dan penegakan peraturan pemilu, Kerangka hukum pemilu harus mengatur
mekanisme dan penye- lesaian hukum yang efektif untuk menjaga kepatuhan terhadap undang-undang pemilu.
Standard Pemilu Demokratis
• Ketentuan-ketentuan yang mengatur setiap tahapan pemilu dirumuskan berdasarkan asas-asas
pemilu: langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil, akuntabel, dan edukatif.
• Ketentuan-ketentuan yang mengatur setiap tahapan pemilu terdapat kepastian hukum
(predictable procedures), yaitu: mengatur semua hal yang perlu diatur (tidak ada kekosongan
hukum), ketentuan yang satu dengan ketentuan yang lain tidak saling bertentangan (konsisten),
dan ketentuan yang mengandung makna tunggal (tidak multitafsir).
• Ketentuan-ketentuan yang mengatur setiap tahapan pemilu dan sistem pendukungnya bersifat
efektif (mencapai tujuan yang ditetapkan), dan efesien (baik dalam prosedur, jangka waktu,
sarana, tenaga, dan biaya).
• Ketentuan-ketentuan yang mengatur setiap tahapan terdapat sistem pengawasan guna menjamin
pemilu berjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, sehingga proses dan hasil
pemilu mencapai integritas tinggi.
Ramlan Surbakti dalam Buku Panduan Komisi Pemilihan Umum, Partnership for Governance Reform.
Asas Pemilu di Indonesia
• UU nomor 1 tahun 2015 menyebutkan bahwa Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu
pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia,
jujur, dan adil.
• UU nomor 7 tahun 2017 menyebutkan bahwa Penyelenggara Pemilu berpedoman kepada asas:
a. mandiri;
b. jujur;
c. adil;
d. kepastian hukum;
e. tertib penyelenggara Pemilu;
f. kepentingan umum;
g. keterbukaan;
h. proporsionalitas;
i. profesionalitas;
j. akuntabilitas;
k. efisiensi; dan
l. efektivitas
PEMILU KADA memiliki karakteristik yang berbeda dengan Pemilu Legislatif
dan Pilpres, yang dapat dilihat dari indikator:
• Tingkat kompetisi dan kontestasi antar pasangan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah sangat besar. Hal ini disebabkan karena terjadinya kristalisasi kepentingan dan
dukungan politik kepada 2 (dua) hingga 10 (sepuluh) pasangan calon Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah.
• Besarnya potensi konflik antar pendukungan pasangan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah, yang dipicu oleh dekatnya jarak dan ikatan kepentingan dan ikatan emosional
pasangan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dengan pendukung mereka.
• Besarnya potensi ketidaknetralan dan parsialitas penyelenggara PemiluKada maupun pengawas
PemiluKada, mengingat pengalaman empiric selama ini menunjukkan bahwa arena kompetisi
antar pasangan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah juga merambah kepada wilayah
pemasangan “orang” mereka dalam institusi penyelenggara PemiluKada.
• Tingginya potensi pelanggaran terutama menyangkut isu-isu spesifik, antara lain politik
uang, abuse of power, dan manipulasi dana kampanye.
PERSPEKTIF KERAWANAN
PEMILU
LEGAL COMPLIANCE
Pidana Pemilu
BUKAN PELANGGARAN
SECURITY / CONFLICT
Konflik antar Peserta Pemilu / antar pendukung
(horizontal conflict)
Konflik antara pesertapemilu dengan
Penyelenggara Pemilu(KPU / Pengawas) vertical
conflict
Konflik peserta pemilu/masyarakat dengan Pemerintah
Administrasi Pemilu
Kode EtikPenyelenggara
Pemilu
Sengketa Pemilu
Sengketa Hasil Pemilu
PELANGGARAN tidak terhadap UU Pemilu,
tetapi berkaitan dengan proses pemilu
PELANGGARAN
KARAKTERISTIK PELANGGARAN PEMILU
PELANGGARAN BERDAYA RUSAK
TINGGI
PELANGGARAN BERDAYA RUSAK
RENDAH
Daya rusak terhadap integritas pemilu (fairness, accountability)
Daya rusak tatanan demokrasi dan good & cleand governance
Daya rusak terhadap moralitas bangsa
Mengganggu keindahan kota
Mengganggu ketentraman masyarakat
Manipulasi dana
kampanye, manipulasi
hasil penghitungan
suara
Korupsi politik
(bansos), abuse of power
Money politik, isu
sara
Pemasangan atribut
Kampanye pawai
KERAWANAN PEMILU
Analisa Kerawanan Pemilu dapat dilakukan melaluipendekatan:⬜ ANALISA AKTOR (analisa berbasis aktor yang
berpotensi melakukan pelanggaran pemilu)⬜ ANALISA MODUS (analisa berbasis modus
pelanggaran pemilu)⬜ ANALISA DAMPAK (analisa berbasis ukuran dampak
pelanggaran pemilu, baik terhadap integritas proses penyelenggaraan pemilu, integritas hasil pemilu, maupun terhadap kualitas kehidupan demokrasi)
Problem di Ranah Peraturan
• Peraturan tentang Pemilu Kada tidak terkodifikasi dan tersebar ke dalam
banyak peraturan perundang-undangan. Hal ini menyulitkan dan berpotensi
menimbulkan overlapping.
• Terdapat beberapa kontradiksi antar pengaturan dalam beberapa peraturan
yang menyangkut Pemilu kada.
• Tersebarnya kewenangan dalam penegakan hukum Pemilu Kada ke dalam
banyak institusi sehingga menyebabkan proses penegakan hukum menjadi
lebih rumit.
Problem di Ranah Penyelenggaran
• Sumber data yang dipergunakan dalam pemutakhiran daftar
pemilih.
• Konflik internal parpol pengusung pasangan calon
• Pembuktian keterpenuhan persyaratan calon.
• Ketersediaan anggaran Pemilu Kada
• Netralitas PNS
• Penyelahgunaan anggaran APBD untuk kampanye Pemilu
Kada
• Intimidasi, teror dan konflik
Problem di Ranah Penyelenggara
• Netralitas penyelenggara Pemilu
• Professionalitas penyelenggara Pemilu
• Integritas penyelenggara Pemilu
• Bersikap diskriminatif
• Bersikap tertutup (tidak membuka akses informasi)
• Bersikap tidak transparan
• Bersikap pasif dalam menindaklanjuti laporan pelanggaran administratif
• Konflik antar institusi penyelenggara Pemilu Kada
• Keterlambatan pembentukan Panwaslu Kada
• Sistem koordinasi KPU dan KPU Provinsi/KPU Kabupaten/Kota dalam Pemilu
Kada yang tidak jelas dan terkesan saling lempar tanggung jawab.
KENDALA DI RANAH PESERTA PEMILU KADA
• Kompetisi yang tidak fair
• Abuse of power
• Vote buying (Money politics)
• Praktek penyuapan terhadap penyelenggara pemilu untuk melakukan manipulasi
hasil perolehan suara
• Rendahnya kepercayaan peserta Pemilu Kada terhadap integritas
penyelenggara
• Keterbatasan jumlah saksi
• Penggunaan tim sukses illegal/bayangan
• Kecenderungan untuk “menyimpan” dugaan pelanggaran Pemilu Kada untuk
dibongkar di MK.
KENDALA DI TINGKAT MASYARAKAT
• Meningkatnya apatisme dan skeptisisme masyarakat
• Meningkatnya pragmatisme masyarakat
• Lemahnya literasi media sosial (mudah terpengaruh informasi hoax,
mudah diadu domba)
• Meningkatnya fenomena penggunaan isu SARA
• Lemahnya kesadaran partisipatif masyarakat untuk terlibat dalam
pemantauan Pemilu Kada.
TITIK RAWAN PELANGGARAN DALAM PEMILU KADAPENDAFTARAN PEMILIH
Titik rawan antara lain:
• warga negara Indonesia yang memiliki hak pilih tetapi tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap;
• warga negara yang belum memenuhi syarat sebagai pemilih tetapi terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap;
• pemilih terdaftar lebih dari satu kali dengan modus antara lain:
• nama sama, tempat/tanggal lahir sama, alamat sama, nomor identitas kependudukan sama;
• nama sama, tempat/tanggal lahir berbeda, alamat berbeda, nomor identitas kependudukan sama;
• nama sama, tempat/tanggal lahir sama, alamat berbeda, nomor identitas kependudukan sama;
• nama berbeda, tempat/tanggal lahir berbeda, alamat berbeda, nomor identitas kependudukan sama; dan
• nama dan identitas pemilih yang sama, tetapi terdaftar di TPS berbeda;
• pemilih sudah meninggal dunia tetapi masih terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap;
• pemilih belum memenuhi persyaratan domisili sekurang-kurangnya 6 bulan di wilayah penyelenggaraan Pemilu Kada;
• calon pemilih yang telah pindah domisili ke daerah lain;
• anggota TNI/Polri aktif yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap;
• pemilih yang tidak memiliki nomor identitas kependudukan;
• pemilih yang terdaftar di Daftar Pemilih Sementara tetapi tidak terdaftar di Daftar Pemilih Tetap;
• pemilih tidak dikenal karena terjadi mobilisasi pemilih dari daerah yang bukan melaksanakan Pemilu Kada;
• selisih jumlah pemilih yang terlalu mencolok antara Pemilu Legislatif, Pemilu Presiden dan Pemilu Kada;
• data pemilih tertukar dengan data pemilih dari TPS lain;
• pemilih yang tidak dicantumkan tanggal lahirnya dalam Daftar Pemilih Tetap.
TAHAPAN PENCALONAN
• Dualisme kepengurusan dalam tubuh partai politik.
• Sistem rekrutmen calon di internal partai dan konflik internal parpol.
• Pemalsuan atau penggunaan dokumen palsu dalam pemenuhan persyaratan calon
(ijazah, surat keterangan sehat, dll)
• Tidak ada ruang untuk mengajukan keberatan dari pasangan calon/Parpol terhadap
penetapan pasangan calon yang ditetapkan oleh KPU.
• Dalam hal terjadi konflik internal Parpol, KPU berpihak kepada salah satu pasangan
calon/pengurus parpol tertentu sehingga parpol yang sebenarnya memenuhi syarat
namun gagal mengajukan pasangan calon. Akibat lebih lanjut, partai politik maupun
konstituen kehilangan kesempatan untuk mendapatkan kepala daerah yang
merupakan preferensi mereka.
• Mahar politik dalam penentuan pasangan calon (candidacy buying)
TITIK RAWAN PELANGGARAN DALAM PEMILU KADA
TAHAPAN KAMPANYE
a. Pelanggaran ketentuan masa cuti
b. Manuver politik incumbent untuk menjegal lawan politik
c. Care taker yang memanfaatkan posisi untuk memenangkan PILKADA
d. Money politics
e. Pemanfaatan fasilitas negara dan pemobilisasian birokrasi
f. Kampanye negative
g. Pelanggaran etika dalam kampanye
h. Curi start kampanye, kampanye terselubung, dan kampanye di luar waktu yang telah ditetapkan
MASALAH DANA KAMPANYE
1. Manipulasi laporan dana kampanye
2. Keterlambatan dalam penyampaian laporan dana kampanye
3. Penggunaan dana APBD oleh calon incumbent
4. Sumbangan dari pihak-pihak yang dilarang
5. Pelanggaran ambang batas penerimaan sumbangan
TITIK RAWAN PELANGGARAN DALAM PEMILU KADA
Modus Politisasi Birokrasi dan Abuse of Power dalam Pemilu
Penyalahgunaan Sumber Daya Negara
dalam Pemilu
Anggaran (Bansos, SILPA, APBD dan APBD Perubahan)
Peningkatan alokasi dana bansos
Penyaluran dana bansos kepada kroni
dan konstituen
Mobilisasi ASN
Menyuruh mendukung calon
Mengintimidasi ASN yang tidak mendukung
calon tertentu
Penyalahgunaan Fasilitas Negara
Penyalahgunaan fasilitas kantor
Penyalahgunaan wewenang
Wewenang mengeluarkan izin pengelolaan SDA,
wewenang mutasi, dll
Umumnya
dilakukan oleh
Calon incumbent,
calon dari unsur
birokrat, atau calon
dari partai
pemenang pemilu
di daerah setempat
Modus untuk
menggalang
dukungan
pemilih secara
melanggar
hukum
Modus untuk
mengumpulk
an dana
kampanye
secara ilegal
Kepada siapa melaporkan dugaan pelanggaran Politisasi
Birokrasi dan Abuse of Power dalam Pemilu/Pilkada?
Mobilisasi
PNS/ASN,
pelanggaran
kode etik
PNS/ASN
Penyalahgun
aan APBD,
korupsi
Bansos
Penyalahgun
aan Fasilitas
Negara
Pelanggaran
dana
kampanye
• Komisi Aparatur Sipil
Negara (KASN) melalui :
http://lapor.kasn.go.id
• Panwaslu setempat
• Komisi Pemberantasan
korupsi (KPK) melalui:
http://kws.kpk.go.id
• Kepolisian setempat
• Komisi Aparatur Sipil
Negara (KASN) melalui
: http://lapor.kasn.go.id
• Panwaslu setempat
• Panwaslu setempat
TAHAPAN PEMUNGUTAN, PENGHITUNGAN DAN REKAPITULASI SUARA
• Belum terwujudnya transparansi mengenai hasil penghitungan suara dan rekapitulasi
penghitungan suara.
• Manipulasi penghitungan dan rekapitulasi penghitungan suara dilakukan oleh PPK, KPU
Kab/kota, dan KPU Provinsi.
• Belum lengkapnya instrument untuk mengontrol akuntabilitas PPK, KPU Kabupaten/Kota,
dan KPU Provinsi.
• Keterbatasan saksi-saksi yang dimiliki oleh para pasangan calon.
• Keterbatasan akses anggota Panwas mengontrol hasil penghitungan dan
rekapitulasi hasil penghitungan suara
TITIK RAWAN PELANGGARAN DALAM PEMILU KADA
JENIS SENGKETA PEMILU KADA
Sengketa
Proses
Sengketa
Hasil
Wewenang
Panwaslu
Kada
Wewenang
Mahkamah
Konstitusi
JENIS KONFLIK DALAM PEMILUKADA
• Konflik yang berbasis tahapan dalam Pemilukada. Konflik jenisini antara lain mencakup konflik yang terjadi pada tahapanpenetapan pasangan calon, kampanye, penghitungan danrekapitulasi suara.
• Konflik yang berbasis non-tahapan pemilukada. Konflik jenis inikebanyakan berakar dari residu konflik di masa lalu, misalnyakonflik antar etnis, perebutan sumber daya ekonomi, dan lain-lain yang muncul kembali dalam proses penyelenggaraantahapan Pemilukada.
KARAKTERISITIK KONFLIK DALAM PEMILUKADA
• Konflik yang muncul karena adanya perbedaan pemahaman terhadapketentuan perundang-undangan Pemilu atau keputusan penyelenggaraPemilukada. Konflik jenis ini biasanya terjadi sesaat dan hanya padatahapan pemilukada yang sedang/telah berlangsung.
• Konflik yang berakar dari residu konflik sebelumnya dan muncul kembalidalam proses penyelenggaraan tahapan Pemilukada karena dipicu olehprovokasi dari pihak-pihak tertentu. Sifat konflik ini biasanya akanberlangsung secara lebih panjang.
• Konflik yang muncul karena adanya masalah dalam proses penyelenggaranPemilukada dan masih terkait dengan residu konflik sebelumnya. Misalnyakonflik yang melibatkan dua kelompok yang sama yang sebelumnya pernahterlibat dalam konflik di masa lalu, misalnya kejadian konflik di Kab. Gowadimana konflik melibatkan dua calon kepala daerah yang pada pemilukadasebelumnya juga sama-sama berkompetisi.
IDENTIFIKASI KONFLIK DALAM PEMILU KADA TAHUN 2010
Structural Factor:
• Temperamen dan Tradisi (Kabupaten Bima);
• Relasi Peta Kekuatan Pada Pemilu Kada Sebelumnya (Kabupaten Soppeng);
• Konflik Internal Dalam Kelompok Tertentu (Kabupaten Maros, Humbang Hasudutan);
• Konflik Antara Penguasa (Incumbent) dan Keturunan Raja (Kabupaten Gowa);
• Kekecewaan Paslon Yang Kalah Dalam Pemilu Kada (Kabupaten Gowa);
• Kekecewaan Paslon Yang Tidak Lolos Seleksi (Kabupaten Kebumen, Sumbawa Barat, Mojokerto);
• Kekecewaan Masyarakat Terhadap Kepala Daerah Yang Tidak Netral Dalam Pemilu Kada (Kabupaten Tana
Toraja);
• Kekecewaan Masyarakat Terhadap Kinerja KPU dan Pengawas Pemilu Kada Kabupaten (Kabupaten Tana
Toraja, Humbang Hasudutan);
• Issu SARA (Kabupaten Bengkayang);
• Konflik Berbasis Kultur Sosial Masyarakat Lokal (Kabupaten Bengkayang)
IDENTIFIKASI KONFLIK DALAM PEMILU KADA TAHUN 2010
Accelerator:
• Kebijakan Pemerintah Daerah;
• Pasangan Calon Incumbent Non Acceptable Dan Memiliki Track Record Buruk;
• Sikap Dan Kebijakan KPU;
• Kebijakan Aparat Penegak Hukum;
• Kohesi Kepentingan Dengan Pilgub;
• Pemberitaan Media;
• Tim Kampanye Paslon;
• LSM, Preman , dan Ormas;
• Keterlibatan “Orang Asing” (Penyusup).
• Berita hoax di media sosial
Triggers:
• Pemerintah;
• KPU;
• Aparat Penegak Hukum;
• Kontraktor/Botoh;
• Tim Kampanye/Konsultan.
IDENTIFIKASI KONFLIK DALAM PEMILU KADA TAHUN 2010
Ahsanul Minan• Ahsanul Minan lahir pada bulan April 1976, di Tuban, Jawa Timur.
• Menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah pertama di Tuban, lalu melanjutkan sekolah menengah atas di Madrasah Aliyah Negeri
Program Khusus di Solo, Jawa Tengah.
• Pendidikan tingginya ditempuh di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Surakarta, lulus 1998.
• Magister Hukum Universitas Indonesia, jurusan Hukum Tata Negara.
• Di samping menempuh pendidikan formal, Minan juga beberapa kali mengikuti short-term training di beberapa negara, antara lain di
Australia, Jerman, Malaysia, Srilangka.
• Mendirikan Institute for Research and Empowering Society (INRES), sebuah NGO yang bergerak di bidang community organizing untuk
isu penguatan local autonomy dan public services.
• Pada tahun 2003-2004, menjadi anggota Panitia Pengawas Pemilu Provinsi Jawa Tengah.
• Sempat 2 tahun menjadi staf ahli DPR RI, lalu bekerja pada Asean Inter-parliamentary Myanmar Caucuss (AIPMC).
• Pada tahun 2008-2009, Minan menjadi Project Officer untuk Program Election Support di kantor Partnership for Governance Reform.
Pada saat yang sama, Minan bekerja sebagai staf ahli Bawaslu RI.
• Pertengahan 2009-2011, menjadi Consultant UNDP untuk Electoral Dispute Setllement dengan penugasan untuk memberikan
konsultansi kepada Badan Pengawas Pemilu RI, dan Consultant UNDP untuk program Electoral Resources and Information Centre
(ERIC) dengan penugasan untuk memberikan asistensi kepada KPU dalam membangun sistem pelayanan informasi publik.
• Di samping itu, Minan juga aktif memberikan pelatihan dalam berbagai bidang antara lain capacity development untuk anggota
parlemen, partai politik, dan community development
• Saat ini bekerja sebagai program manager untuk program anti money politic di Management System International (MSI).
• Dosen Hukum di Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia
Top Related