IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM NOVEL SURGA YANG TAKDIRINDUKAN KARYA ASMA NADIA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP
PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA
(Skripsi)
Oleh
EVY NUR AFIFAH
PENDIDIKAN BAHASA DAN SENIFAKULTAS KEGURUAN DAN IMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNGBANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRAK
IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM NOVEL SURGA YANG TAKDIRINDUKAN KARYA ASMA NADIA DAN IMPLIKASINYA
TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA
Oleh
EVY NUR AFIFAH
Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah implikatur percakapan dalamnovel Surga Yang Tak Dirindukan karya Asma Nadia. Penelitian ini dilakukanuntuk mendeskripsikan implikatur percakapan antartokoh dalam novel SurgaYang Tak Dirindukan karya Asma Nadia. Penulis meneliti hal tersebut karena didalam novel Surga Yang Tak Dirindukan sering menggunakan tuturan yangmengandung implikatur.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Sumberdata dalam penelitian ini adalah percakapan dalam novel Surga Yang TakDirindukan karya Asma Nadia. Data pada penelitian ini berupa percakapanantartokoh yang mengandung implikatur dalam novel Surga Yang tak Dirindukankarya asma Nadia.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa implikatur percakapan antartokoh dalamnovel Surga Yang Tak Dirindukan karya Asma Nadia menggunakan bentuk verbaldalam berimplikatur, diantaranya tindak tutur langsung tidak literal, tindak tuturtidak langsung literal, dan tindak tutur tidak langsung tidak literal. Sementaraitu,pemanfaatan konteks berimplikatur yang paling dominan digunakan dalamperistiwa tutur dalam novel Surga Yang Tak Dirindukan meliputi konteks tempat,konteks waktu, dan konteks situasi. Hasil penelitian ini diimplikasikan padapembelajaran bahasa Indonesia sebagai bahan ajar untuk peserta didik tingkatSMA kelas XII semester genap dengan Kompetensi Dasar 3.9 menganalisis isidan kebahasaan novel dan 4.9 Merancang novel atau novelet denganmemerhatikan isi dan kebahasaan baik secara lisan maupun tulis.
IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM NOVEL SURGA YANG TAKDIRINDUKAN KARYA ASMA NADIA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP
PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA
Oleh
EVY NUR AFIFAH
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai GelarSARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra IndonesiaJurusan Pendidikan Bahasa dan Seni
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung
FAKULTAS KEGURUAN DAN IMU PENDIDIKANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2018
RIWAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Desa Muhajirun, Negararatu, Natar, Lampung Selatan pada
tanggal 24 November 1994, anak ke delapan dari pasangan bapak Jumadi dan Ibu
Mujiyem.
Penulis mengenyam pendidikan di Raudhatul Athfal (RA/TK) Pondok Pesantren
Al-Fatah Natar, Madrasah Ibtidaiyah (MI) Pondok Pesantren Al-Fatah Natar pada
tahun 2000-2006, Madrasah Tsanawiyah (MTS) Pondok Pesantren Al-Fatah Natar
pada tahun 2006-2009, Madrasah Aliyah (MA) Pondok Pesantrean Al-Fatah Natar
pada tahun 2009-2012, dan pada tahun 2012 penulis diterima menjadi mahasiswa
pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Jurusan Pendidikan
Bahasa dan Seni, FKIP Universitas Lampung.
Selama menjadi mahasiswa, penulis tercatat dalam organisasi baik internal
maupun eksternal kampus sebagai berikut.
1. UKM Koperasi Mahasiswa Universitas Lampung
2. Himpunan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni (HMJPBS).
3. FPPI Universitas Lampung.
4. Forum Komunikasi Mahasiswa Hizbulloh (FKMH).
MOTO
Barang siapa bersungguh-sungguh, sesungguhnya
kesungguhannya itu adalah untuk dirinya sendiri.
(QS. Al-Ankabut {29}:6)
Berdoalah (mintalah) kepadaku (Allah SWT), pastilah Aku
kabulkan untukmu.
(QS. Al-Mukmin : {40} :60)
Barang siapa menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu, maka
Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga.
(HR. Muslim)
PERSEMBAHAN
Seiring dengan sujud syukur pada Allah Subhanahuwataalaa kupersembahkan karyaku ini
untuk mereka yang terkasih.
Untuk Mama,
Harapan dan doa-doa dalam sujudmu adalah hal yang harus aku wujudkan, peluh dan air
matamu semoga Allah gantikan dengan beribu senyum semoga itu semua melalui
kesuksesanku dalam menggapai cita juga menjadi anak yang selalu berbakti padamu, aku
sangat berterimakasih pada Allah karena telah mengirimkan malaikat sempurna dalam
hidupku, sungguh aku mencintai dirimu mama.
Untuk Bapak,
Lelaki terhebat yang selalu mengajarkanku hal-hal yang tidak pernah aku temukan
dimanapun, nasihat dan doamu untuk putri kecilmu yang kini tumbuh semakin dewasa
dalam setiap sujud semoga Allah izinkan itu semua menjadi nyata.
Untuk Kakak-kakakku,
Terimakasih untuk segala cinta dan dukungan kalian, semoga segala bahagia dan
kesehatan selalu Allah curahkan untuk kalian.
Untuk Sahabat-sahabatku,
Kalian sangat beruntung telah mengenalku, lalu aku panggil sahabat. Bukankah begitu?
Tetaplah menjadi pengingat karena aku berharap tetap berkumpul di Syurga kelak.
vii
SANWACANA
Puji syukur kehadirat Allah Subhannahu Wataa’la karena berkat rahmat dan
ridho-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi dengan judul “Implikatur
Percakapan dalam Novel Surga Yang Tak Dirindukan Karya Asma Nadia dan
Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA” merupakan
salah satu syarat untuk menyelesaikan studi sekaligus mencapai gelar S1 pada
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
Dalam kesempatan ini, ucapan terima kasih penulis haturkan kepada:
1. Dr. Nurlaksana Eko Rusminto, M.Pd., selaku pembimbing I yang begitu tulus
dan sabar membimbing penulis, terimakasih atas segala keikhlasan, jasa, dan
waktunya semoga bapak selalu dilimpahkan kesehatan dan kebahagiaan oleh
Allah Subhanahu Wataa’ala.
2. Bambang Riadi, M.Pd., selaku pembimbing II yang telah memberikan banyak
masukan, arahan, dan bimbingan kepada Penulis, terimakasih atas keikhlasan
dan waktu yang sangat berharga selama ini, semoga kesehatan, kebahagiaan
selalu Allah Subhannahu Wataa’ala curahkan untuk bapak.
3. Dr. Munaris, M.Pd., selaku penguji utama dan Ketua Program Studi
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia sekaligus dosen Pembimbing
Akademik yang telah memberikan saran,arahan, dan kritik yang membangun
kepada penulis, terimakasih atas segala keikhlasan, jasa, dan waktunya
viii
semoga bapak selalu dilimpahkan nikmat iman, kesehatan dan kebahagiaan
oleh Allah Subhanahu Wataa’ala.
4. Bapak dan Ibu dosen di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia yang telah mengajarkan banyak ilmu dan mengajarkan begitu
banyak pengalaman, semoga dapat bermanfaat bagi seluruh mahasiswa,
terimakasih atas keikhlasan dan waktu yang sangat berharga selama ini,
semoga kesehatan, kebahagiaan selalu Allah curahkan untuk semua.
5. Drs. A. Effendi Sanusi, M.Pd. selaku dosen Pembimbing akademik, yang saat
ini telah dipensiun sehingga digantikan oleh Pembimbing Akademik yang
baru, terimakasih atas segala jasanya semoga bapak selalu dilimpahkan
kesehatan oleh Allah Subhanahu Wataa’ala.
6. Dr. Mulyanto Widodo, M.Pd. selaku KEtua Jurusan Pendidikan Bahasa dan
Seni FKIP Universitas Lampung.
7. Dr. Patuan Raja, M.Pd. selaku Dekan FKIP Universitas Lampung.
8. Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P. selaku Rektor Universitas Lampung.
9. Kedua orang tuaku, Bapak Jumadi dan Ibu Mujiyem yang telah merawat,
menyayangi, mendidik dengan segenap hati, pengorbanan dan cinta yang
sangat besar dengan segala keberuntungan dalam hidupku merupakan
jawaban Allah atas segala doa kalian.
10. Kakak-kakakku, Abdul Rosyid, Muhajiroh S.Pd.I., Umi Aisyah, S.Pd.I.,
Muqorobin, S.Th.I., Muhammad Nur Amin, Siti Aminah, S.Pd.I., dan Heny
Nuri Naimah, S.Pd. terimakasih atas segala dukungan, motivasi dan selalu
mendoakanku.
ix
11. Kakak Iparku, kak Loso, mas Imron, mbak Yuni, kak Nurdin, mba Nurva,
terimakasih atas doa dan dukungannya selama ini.
12. Keponakan-keponakanku, Abdul Hafidz Hamidy, Anwar Faiz Hamidy,
Muhammad Fadli Jamaluddin, Ridha Aulia Shafira, Maharani Fatia
Azzuhara, Zalfa NurilAini Zamzami, Ilma, Fida, Adil, Dafa, Al-fath
Ramadhan, Abdillah Fatih Riziq, Arifka Shidqia Muslimah, Muhammad
Fathan Ar-rayan dan Nadin Lathifa Azqia, Tidakkah kalian tahu senyum
kalian adalah penghilang rasa penatku .
13. Ustadz dan Ustadzah PONPES Al-Fatah yang telah berjasa mengajari dan
membimbingku hingga saat ini.
14. Sahabat terkasihku Lovira, Arufil, Lela, Citra, Salma, Ana, Thurpa, Ica,
Hasna, Memei, Fitri, Upa, Rara, Indri, Deri, Debi, Mila, Nurillah, Putri, Epa,
Neng, Ucu, Aula, dan Jafor yang semoga menjadi teman hidupku. kalian
adalah salah satu alasan dari senyumanku.
15. Seluruh Keluarga besar di UKM Koperasi Mahasiswa Unila, serta seluruh
jajaran alumni Kak Bandha, Kak Bayu, Fitri, Ono, Dwi, Mbak Ani, mohon
maaf atas nama yang belum disebut, terimakasih atas hubungan kekeluargaan
ini. Semoga Allah SWT senantiasa menjaga ukhuwah ini sampai ke Surga-
Nya.
16. Teman-teman KKN-KT Bengkunat Belimbing, Pesisir Barat, Ayu, Dian,
Linda, Shelly, Ica, Edi, Ika, Iis, dan Nando. terimakasih untuk waktu dua
bulan yang kita habiskan bersama di desa Sukamarga.
x
17. Keluarga besar Pekon Sukamarga, Datuk, Ibu Sumiyati, Ibu siti,dan seluruh
guru dan siswa SMPN 1 Satu Atap, serta bujang dan gadis yang telah
mengajarkan banyak pengalaman baru kepada penulis.
18. Keluarga besar Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas
Lampung angkatan 2012, kebersamaan dan perjuangan kita selama ini akan
selalu menjadi saksi dalam perjalanan yang indah.
19. Keluarga besar Batrasia Universitas Lampung, semoga selalu solid dan
berbahagia.
20. Seluruh keluarga besar Universitas Lampung, terimasih atas segala jasa dan
kerjasama yang baik selama ini.
21. Seluruh rekan di kantor masjid an-nubuwwah yang telah mendukung dan
memberi motivasi selama ini.
22. Semua pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini, yang tidak
dapat disebutkan satu persatu.
Semoga Alloh Subhannahu Wata’aala membalas amal dan kebaikan dari pihak-
pihak yang telah disebutkan di atas. Semoga kerja keras dan niat baik penulis
mendapat rahmat dari Alloh Subhannahu Wata’aala dan skripsi ini bermanfaat
untuk kemajuan pendidikan, khususnya Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Bandar Lampung, November 2018
Evy Nur Afifah
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... iABSTRAK ......................................................................................................... iiLEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. iiiRIWAYAT HIDUP ........................................................................................... ivMOTO ................................................................................................................ vPERSEMBAHAN.............................................................................................. viSANWACANA .................................................................................................. viiDAFTAR ISI...................................................................................................... xiiDAFTAR SINGKATAN................................................................................... xvDAFTAR LAMPIRAN. ....................................................................................xvii
BAB 1 PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang Masalah........................................................................ 11.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 61.3 Tujuan Penelitian.................................................................................... 71.4 Manfaat Penelitian.................................................................................. 71.5 Ruang Lingkup Penelitian ..................................................................... 8
BAB II LANDASAN TEORI2.1 Implikatur Percakapan............................................................................. 9
2.1.1 Pengertian Implikatur Percakapan............................................... 92.1.2 Sumbangan Implikatur Terhadap Interpretasi ............................ 10
2.2 Tindak Tutur............................................................................................ 122.2.1 Jenis-jenis Tindak Tutur .............................................................. 13
2.2.1.1 Tindak Lokusi (locutionary acts) .................................... 132.2.1.2 Tindak Ilokusi (illocutionary acts) .................................. 132.2.1.3 Tindak Perlokusi (perlocutionary acts) ........................... 15
2.2.2 Jenis-jenis Tindak Tutur Menurut Wijana................................... 152.2.2.1 Tindak Tutur Langsung dan Tindak
Tutur Tidak Langsung ..................................................... 152.2.2.2 Tindak Tutur Literal danTindak
Tutur Tidak Literal ......................................................... 162.2.3 Interseksi Berbagai Jenis Tindak Tutur....................................... 16
2.2.3.1 Tindak Tutur Langsung Literal....................................... 162.2.3.2 Tindak Tutur Langsung Tidak Literal ........................... 162.2.3.3 Tindak Tutur Langsung Tidak Literal ........................... 172.2.3.4 Tindak Tutur Langsung Tidak Literal ........................... 17
2.3 Konteks.................................................................................................... 172.3.1 Pengertian Konteks...................................................................... 182.3.2 Jenis Konteks............................................................................... 192.3.3 Unsur-unsur Konteks................................................................... 20
xiii
2.3.4 Peranan Konteks dalam Komunikasi.......................................... 222.4 Prinsip-prinsip Percakapan...................................................................... 23
2.4.1 Prinsip Kerja Sama ...................................................................... 232.4.1.1 Maksim Kuantitas............................................................ 242.4.1.2 Maksim Kualitas.............................................................. 242.4.1.3 Maksim Relavansi ........................................................... 252.4.1.4 Maksim Pelaksanaan ....................................................... 25
2.4.2 Prinsip Kesantunan...................................................................... 252.4.2.1 Maksim Kebijaksanaan.................................................... 262.4.2.2 Maksim Kedermawanan .................................................. 262.4.2.3 Maksim Penghargaan....................................................... 262.4.2.4 Maksim Kesederhanaan................................................... 272.4.2.5 Maksim Pemufakatan ...................................................... 272.4.2.6 Maksim Simpati............................................................... 27
2.5 Novel ...................................................................................................... 282.6 Pembelajaran Bahasa Indonesia
Di Sekolah Menengah Atas (SMA) ....................................................... 292.7 Rancangan Pembelajaran ........................................................................ 30
2.7.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ................................. 312.7.1.1 Komponen Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ............. 322.7.1.2 Pelaksanaan Pembelajaran.............................................. 33
2.7.2 Tujuan Pembelajaran ................................................................... 362.7.3 Materi Pembelajaran.................................................................... 372.7.4 Model Pembelajaran .................................................................... 422.7.5 Sumber Belajar ............................................................................ 442.7.6 Penilaian Pembelajaran ............................................................... 44
BAB III METODE PENELITIAN3.1 Metode..................................................................................................... 473.2 Sumber Data ............................................................................................ 483.3 Prosedur Penelitian.................................................................................. 483.4 Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data......................................... 49
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN4.1 Bentuk Verbal dalam Berimplikatur. ....................................................... 50
4.1.1 Tindak Tutur Langsung Tidak Literal. ........................................... 514.1.2 Tindak Tutur Tidak Langsung Literal. ........................................... 564.1.3 Tindak Tutur Tidak Langsung Tidak Literal.................................. 59
4.2 Pemanfaatan Konteks dalam Implikatur. ................................................. 644.2.1 Konteks Tempat. ............................................................................ 644.2.2 Konteks Situasi............................................................................... 714.2.3 Konteks Waktu. .............................................................................. 76
4.3 Implikasi terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA. ................. 80
xiv
BAB V SIMPULAN DAN SARAN5.1 Simpulan................................................................................................... 1115.2 Saran........................................................................................................ 112
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 113LAMPIRAN....................................................................................................... 115
DAFTAR SINGKATAN
SYTD : Surga yang tak dirindukan
T2LTL: Tindak tutur langsung tidak literal
T3L2 : Tindak tutur tidak langsung literal
T4L2 : Tindak tutur tidak langsung tidak literal
KT : Konteks tempat
KS : Konteks suasana
KW : Konteks Waktu
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
I. Lampiran 1. Cover Novel Surga Yang Tak Dirindukan Karya
Asma Nadia. ........................................................................................ 116
II. Lampiran 2. Sinopsis Novel Surga Yang Tak Dirindukan Karya
Asma Nadia ....................................................................................... 117
III. Lampiran 3. Biografi Pengarang........................................................ 120
IV. Lampiran 4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. .............................. 126
V. Lampiran 5. Cuplikan Novel Surga Yang Tak Dirindukan Karya
Asma Nadia ......................................................................................... 167
VI. Lampiran 6. Bahan Ajar Pembelajaran Menganalisis Implikatur Percakapan
Pada Novel Surga Yang Tak Dirindukan Karya Asma Nadia............. 169
VII. Lampiran 7. Data Catatan Lapangan. ................................................. 185
VIII. Lampiran 8. Klasifikasi Data Percakapan Antar Tokoh dalam Novel
Surga Yang Tak Dirindukan Karya Asma Nadia.............................. 222
I.PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Bahasa memiliki fungsi yang terpenting yaitu sebagai alat komunikasi untuk
berinteraksi dan mencapai kerja sama antarmanusia. Percakapan merupakan
pembicaraan yang terjadi ketika sekelompok kecil peserta datang bersama-sama
dan meluangkan waktu untuk melakukan pembicaraan. Berpartisipasi dalam
sebuah percakapan, seseorang dituntut untuk menguasai kaidah-kaidah dan
mekanisme percakapan sehingga percakapan dapat berjalan dengan lancar, kaidah
dan mekanisme percakapan itu meliputi aktivitas membuka, melibatkan diri, dan
menutup percakapan.
Penutur dan mitra tutur dapat berkomunikasi dengan baik dan lancar karena
mereka berdua memiliki semacam kesamaan latar belakang pengetahuan tentang
sesuatu yang dipertuturkan itu. Grice dalam Rahardi (2005:43) juga mengatakan
di antara penutur dan mitra tutur terdapat semacam kontrak percakapan tidak
tertulis bahwa apa yang sedang dipertuturkan itu saling dimengerti. Pada
umumnya, hal tersebut disebabkan oleh seseorang yang melakukan percakapan
dengan mitra tuturnya selalu dihadapkan pada persoalan yang membuat
percakapan harus dapat dimengerti oleh kedua belah pihak, yaitu persoalan
tentang memahami tuturan yang disampaikan penutur dengan cara tidak langsung
dalam konteks tertentu dan memiliki tujuan tertentu. Tuturan secara tidak
langsung tersebut, biasa disebut dengan implikatur percakapan.
2
Penutur dan mitra tutur sudah saling berbagi pengalaman dan pengetahuan,
sehingga percakapan dapat berjalan dengan lancar. Samsuri (Rusminto, 1988: 3)
menyatakan bahwa implikatur percakapan digunakan untuk mempertimbangkan
apa yang dapat disarankan atau yang dimaksudkan oleh penutur sebagai hal yang
berbeda dari apa yang tampak secara harfiah. Grice (1975:43) menjelaskan bahwa
implikatur mencakup beberapa pengembangan teori hubungan antara ekspresi,
makna tuturan, makna penutur, dan implikasi suatu tuturan. Implikatur
mengisyaratkan adanya perbedaan antara tuturan dengan maksud yang ingin
disampaikan. Menurut Wijana (1996: 38), dengan tidak adanya keterkaitan
semantik antara suatu tuturan dengan yang diimplikasikan, maka dapat
diperkirakan bahwa sebuah tuturan akan memungkinkan menimbulkan implikatur
yang tidak terbatas jumlahnya.
Implikatur merupakan salah satu bagian dalam pragmatik. Berkaitan dengan
pengertian, berikut beberapa pengertian tentang implikatur yang dikemukakan
oleh ahli-ahli bahasa. Menurut Brown dan Yule (1996 : 31) istilah implikatur
dipakai untuk menerangkan apa yang mungkin diartikan, disarankan, atau
dimaksudkan oleh penutur yang berbeda dengan apa yang sebenarnya yang
dikatakan oleh penutur. Percakapan yang mengandung implikatur juga biasa
ditemukan dalam kutipan sebuah novel.
Novel sebagai salah satu karya sastra yang dapat digunakan untuk pembelajaran
Bahasa dan Sastra Indonesia yang menggunakan teks sastra. Novel merupakan
3
bentuk karya sastra yang sangat populer dan digemari oleh masyarakat lantaran
daya komunikasinya yang luas dan daya imajinasinya yang menarik. Istilah novel
berasal dari kata latin novellus yang diturunkan pula dari kata noveis yang berarti
“baru”. Dikatakan baru karena bila dibandingkan dengan jenis-jenis sastra lainnya
seperti puisi, drama, dan lain-lain, maka jenis novel ini muncul kemudian
(Tarigan, 2011: 167).
Abrams (dalam Purba, 2010:62) mengemukakan istilah novel dalam bahasa
Indonesia berasal dari istilah novel dalam bahasa Inggris. Sebelumnya istilah
novel dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa Itali, yaitu novella (yang dalam
bahasa Jerman novelle). Novella diartikan sebuah barang baru yang kecil,
kemudian diartikan sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa.
Novel Surga Yang Tak Dirindukan merupakan sebuah karya dari Asma
Nadia.Tuturan yang terdapat didalaam novel biasanya bersifat implisit dalam
menyampaikan pesan dari penuturnya Misalnya, data berikut yang terdapat dalam
percakapan novel Surga Yang Tak Dirindukan karya Asma Nadia.
(1) Nadia : “Bunda, Bunda kenapa?” Nadia mengulangi pertanyaan.
(2) Arini : “Bunda tidak apa-apa, Sayang...”
Percakapan di atas termasuk jenis percakapan yang menggunakan Tindak tutur
langsung tidak literal. Pada data tersebut Arini menjawab pertanyaan Nadia
Bunda tidak apa-apa, sayang, tetapi tujuan Arini tidak hanya sekedar itu,
melainkan Arini berusaha menyembunyikan masalah yang dihadapinya kepada
4
anak-anaknya. Dikatakan langsung karena penutur menggunakan modus
menyatakan fakta dengan maksud meyakinkan kepada nadia bahwa Arini tidak
menangis, menginformasikan sesuatu diungkapkan secara langsung dengan
kalimat berita. Dikatakan tidak langsung karena kata-kata penyusun tuturan
tersebut berbeda dengan apa yang dimaksudkan oleh penutur.
Pemanfaatan konteks berimplikatur yang paling dominan digunakan dalam
peristiwa tutur dalam novel Surga Yang Tak Dirindukan meliputi konteks tempat,
konteks waktu, dan konteks situasi. Konteks tempat adalah tempat yang menurut
subjek penelitian (penutur) tepat untuk menyatakan tuturannya kepada mitra tutur.
Ketepatan yang dimaksud adalah untuk ketercapainya maksud dan tujuan tuturan
penutur kepada mitra tutur. Pemanfaatan konteks tempat tampak pada data
berikut.
(1) “Akad nikah akan dilakukan di masjid ini kalau Mei setuju.”
Aku mengangguk tanpa beban. Di masjid yang sama pula, Luki
kemudian membimbingku menjadi seorang muslimah, sepekan sebelum
pernikahan. Sementara kami memang masih hidup sendiri-sendiri.
(SYTD/13/167/KT).
Pada tuturan ini penggunaan konteks tempat, yakni masjid. Dengan demikian,
untuk mendukung implikatur dalam pernyataan yang diajukan, maka Luki
memanfaatkan masjid sebagai penegasan dalam menanyakan sesuatu.
5
Penelitian yang mengkaji implikatur sebelumnya diteliti oleh Melia, mahasiswa
program sarjana FKIP Unila lulusan tahun 2011, mengaji dengan judul “
Impikatur Percakapan Antaranggota UKM KSR PMI Unit Unila dan
Implikasinya Pada Pembelajaran Disekolah Menengah Atas”. Hasil penelitian
tersebut membahas bentuk verbal dalam berimplikatur, modus-modus tuturan
dalam berimplikatur, dan implikasi hasil penelitian pada pembelajaran di SMA.
Kedua, Atik Kartika, mahasiswa FKIP Unila, meneliti dengan judul “Implikatur
Percakapan dalam Proses Pembelajaran Olahraga Siswa SMA Negeri 2 Bandar
Lampung”. Hasil penelitian ini membahas jenis tururan dalam berimplikatur,
bentuk verbal dalam berimplikatur, pemanfaatan konteks, perlokusi mitra tutur
terhadap implikatur pada pembelajaran olahraga siswa kelas XI SMA Negeri 2
Bandar Lampung.
Berbeda dengan penelitian sebelumnya, dalam penelitian ini mencoba
memaparkan implikatur yang mengandung percakapan dalam sebuah novel, yang
bentuk verbal dalam berimplikatur dan konteks tuturan dalam berimplikatur.serta
implikasinya di sekolah menengah atas. Penelitian Implikatur percakan dalam
novel Surga Yang Tak Dirindukan ini diimplikasikan pada pembelajaran bahasa
Indonesia di SMA kelas XII semester genap. Kompetensi dasar ialah KD 3.9 yaitu
menganalisis isi kebahasaan novel dan KD 4.9 Merancang novel atau novelet
dengan memerhatikan isi dan kebahasaan baik secara lisan maupun tulis .
6
Kurikulum 2013 dianggap sebagai kurikulum yang bermartabatkan bahasa
Indonesia dalam penggunaannya pada proses pembelajaran di sekolah. Karena
pada kurikulum ini, pembelajaran berbasis teks sehingga menempatkan bahasa
sebagai posisi yang sentral untuk menggali ilmu pengetahuan. Salah satu teks
yang digunakan adalah teks sastra. Kegiatan pembelajaran dalam Kurikulum 2013
yang dilakukan guru di kelas meliputi tiga tahap, yaitu perencanaan pembelajaran
yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran (RPP),
pelaksanaan pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan
kegiatan penutup, dan penilaian pembelajaran yang dilakukan berdasarkan
penilaian autentik Kegiatan pembelajaran ini yang dapat menekankan bagaimana
cara agar tercapainya tujuan pembelajaran tersebut.
Berdasarkan hal-hal tersebut, maka yang perlu diteliti Implikatur percakapan
yang terkandung dalam novel Surga Yang Tak Dirindukan dan implikasinya
dalam pembelajaran di SMA. Percakapan yang terdapat dalam novel memiliki
perbedaan dengan cara berkomunikasi secara langsung atau bertatap muka.
Dengan demikian, judul skripsi “Implikatur Percakapan dalam Novel Surga Yang
Tak Dirindukan Karya Asma Nadia dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran
Bahasa Indonesia di SMA.”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut.
7
1. Bagaimanakah implikatur percakapan yang direalisasikan dalam
percakapan para tokoh dalam novel Surga Yang Tak Dirindukan karya
Asma Nadia?
2. Bagaimanakah pemanfaatan konteks berimplikatur dalam novel Surga
Yang Tak Dirindukan karya Asma Nadia?
3. Bagaimanakah implikasi implikatur percakapan dalam novel Surga Yang
Tak Dirindukan karya Asma Nadia terhadap pembelajaran Bahasa
Indonesia di SMA?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mendeskripsikan implikatur percakapan yang direalisasikan dalam
percakapan para tokoh dalam novel Surga Yang Tak Dirindukan karya
Asma Nadia.
2. Mendeskripsikan pemanfaatan konteks berimplikatur dalam novel Surga
Yang Tak Dirindukan karya Asma Nadia.
3. Mendeskripsikan implikasi implikatur percakapan dalam novel Surga
Yang Tak Dirindukan karya Asma Nadiaterhadap pembelajaran Bahasa
Indonesia di SMA.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat baik secara teoritis
maupun praktis sebagai berikut.
8
1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan
tambahan dan memperkaya ilmu pengetahuan tentang kajian yang
berkaitan dengan ilmu pragmatik, dalam hal ini tentang implikatur
percakapan dalam novel Surga Yang Tak Dirindukan karya Asma Nadia.
2. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada
pembaca, baik mahasiswa, guru, siswa, maupun masyarakat pada
umumnya mengenai karakteristik berbahasa dalam berimplikatur yang
terdapat dalam novel Surga Yang Tak Dirindukan karya Asma Nadia dan
membantu guru bahasa Indonesia di SMA dalam memilih alternatif bahan
pelajaran.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup pembahasan dalam penelitian ini terdiri dari objek penelitian.
Objek penelitian ini adalah dialog para tokoh dalam novel Surga Yang Tak
Dirindukan karya Asma Nadia, sedangkan aspek yang diteliti adalah sebagai
berikut.
1. Implikatur dalam novel Surga Yang Tak Dirindukan karya Asma Nadia
meliputi bentuk verbal dalam berimplikatur dan konteks tuturan dalam
berimplikatur.
2. Implikasinya terhadap pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah
mengengah atas.
II. LANDASAN TEORI
2.1 Implikatur Percakapan
Konsep implikatur pertama kali dikenalkan oleh Grice (1975) untuk memecahkan
persoalan makna bahasa yang tidak dapat diselesaikan oleh teori lingustik formal.
Menggunakan implikatur dalam berkomunikasi berarti menyatakan sesuatu secara
tidak langsung.
2.1.1 Pengertian Implikatur Percakapan
Istilah implikatur dipakai oleh Grice untuk menerangkan apa yang mungkin
diartikan, disarankan atau dimaksudkan oleh penutur, yang berbeda dengan apa
yang sebenarnya dikatakan oleh penutur (Brown dan Yule, 1996: 31). Tindakan
percakapan menggunakan bentuk tuturan (utterance) pada dasarnya
mengimplikasikan sesuatu. Implikasi tersebut adalah proposisi yang biasanya
tersembunyi dibalik tuturan yang diucapkan, dan bukan merupakan bagian dari
tuturan tersebut. Pada gejala demikian tuturan berbeda dengan implikasi ( Wijana,
1996: 37). Adanya perbedaan antara tuturan dan implikasinya kadang-kadang
dapat menyulitkan mitra tutur untuk memahaminya, namun pada umumnya antara
penutur dan mitra tutur sudah saling berbagi pengalaman dan pengetahuan,
sehingga percakapan dapat berjalan dengan lancar. Samsuri (dalam Rusminto,
1988: 3) menyatakan bahwa implikatur percakapan digunakan untuk
mempertimbangkan apa yang dapat disarankan atau yang dimaksudkan oleh
penutur sebagai hal yang berbeda dari apa yang tampak secara harfiah.
10
Istilah implikatur diantonimikan dengan istilah eksplikatur. Secara sederhana
implikatur adalah makna tidak langsung atau makna tersirat yang ditimbulkan
oleh yang tersurat (eksplikatur). Implikatur dimaksudkan sebagai suatu ujaran
yang menyiratkan suatu yang berbeda dengan yang sebenarnya diucapkan.
Menggunakan implikatur dalam percakapan berarti menyatakan sesuatu secara
tidak langsung. Grice (1975:43) menjelaskan bahwa implikatur mencakup
beberapa pengembangan teori hubungan antara ekspresi, makna tuturan, makna
penutur, dan implikasi suatu tuturan. Implikatur mengisyaratkan adanya
perbedaan antara tuturan dengan maksud yang ingin disampaikan. Menurut
Wijana (1996: 38), dengan tidak adanya keterkaitan semantik antara suatu tuturan
dengan yang diimplikasikan, maka dapat diperkirakan bahwa sebuahtuturan akan
memungkinkan menimbulkan implikatur yang tidak terbatas jumlahnya.
2.1.2 Sumbangan Implikatur Terhadap Interpretasi
Ada empat sumbangan implikatur percakapan terhadap interpretasi tindak tutur
langsung, diantaranya adalah sebagai berikut.
1) Implikatur dapat memberikan penjelasan fungsional yang bermakna
terhadap adanya fakta-fakta kebahasaan yang tidak dapat dijelaskn oleh
teori-teori lingustik formal.
2) Implikatur percakapan memberikan penjelasan eksplisit terhadap adanya
perbedaan antara tuturan yang dituturkan secara lahiriah dengan pesan
yang dimaksud, sementara pesan yang dimaksud tersebt dapat saling
dimengerti dan dipahami oleh penutur dan mitra tutur.
11
3) Konsep implikatur percakapan dapat menyederhanakan pemerian semantik
dari perbedaan antar klausa meskipun klausa-klausa tersebut dihubungkan
dengan kata-kata hubung yang sama.
4) Konsep implikatur dapat menjelaskan berbagai macam fakta yang secara
lahiriah tidak berhubungan dan berlawanan.
Implikatur percakapan dalam pemahamannya terhadap penutur dan mitra tutur
harus memiliki pemahaman yang sama tentang kenyataan-kenyataan tertentu yang
berlaku dalam kehidupan. Grice (1975: 45) mengemukakan bahwa untuk sampai
pada suatu implikatur percakapan, penutur dan mitra tutur harus mengembangkan
suatu pola kerja sama yang mengatur hak dan kewajiban penutur dan mitra tutur
demi keberlangsungan komunikasi sesuai dengan yang diharapkan. Pola kerja
sama tersebut biasa dikenal sebagai prinsip kerja sama.Grice juga mengingatkan
bahwa prinsip kerja sama tersebut perlu dilengkapi dengan prinsip lain yang
befungsi untuk menjaga keseimbangan sosial dan keramahan hubungan dalam
berkomunikasi, yaitu prinsip sopan santun. Analisis heuristik berusaha
mengidentifikasi daya pragmatik sebuah tuturan dengan merumuskan hipotesis-
hipotesis dan kemudian mengujinya berdasarkan data-data yang tersedia.Bila
hipotesis tidak teruji, makna dibuat hipotesis yang baru, hipotesis yang dimaksud
adalah praanggapan atau dugaan sementara.
12
2.2 Tindak Tutur
Menurut Muhammad Rohmadi, (2004) teori tindak tutur pertama kali
dikemukakan oleh Austin (1956), merupakan seorang guru di Universitas
Harvard. Teori yang berjudul hasil kuliah itu kemudian dibukukan oleh
J.O.Urmson (1965) dengan judul How to do Things with words? Namun teori itu
baru berkembang secara mantap setelah searle (1969) menerbitkan buku yang
berjudul Speech Acts :An Essay in Philosophy of Languange menurut searle dalam
semua komunikasi lingustik terdapat tindak tutur. Ia berpendapat bahwa
komunikasi bukan sekedar lambang, kata atau kalimt, tetapi akan lebih tepat
apabila disebut produk atau hasil lambang, kata atau kalimat yang berwujud
perilaku tindak tutur (fire performance of speech acts).
Tindak tutur merupakan analisis pragmatik, yaitu cabang ilmu bahasa yang
mengkaji bahasa dari aspek pemakaian aktualnya. Kemudian Searle dalam
Rusminto dan Sumarti (2015: 54) mengemukakan bahwa tindak tutur adalah teori
yang mencoba mengkaji bahasa yang didasarkan pada hubungan tuturan dengan
tindakan yang dilakukan oleh penuturnya. Leech (1983: 5-6) Menyatakan bahwa
pragmatik mempelajari maksud ujaran (yaitu untuk apa ujaran itu dilakukan);
menanyakan apa yang seseorang maksudkan dengan suatu tindak tutur; dan
mengaitkan makna dengan siapa berbicara kepada siapa, dimana, bilamana, dan
bagaimana.
13
2.2.1 Jenis-jenis Tindak Tutur
Berkenaan dengan tuturan, Austin dalam Rusminto dan Sumarti (2015:7)
mengklasifikasikan tindak tutur menjadi tiga, diantaranya adalah sebagai berikut.
1. Tindak lokusi (locutionary acts)
Tindak lokusi adalah tindak proposisi yang berada pada kategori mengatakan
sesuatu (The act of Saying Something). Tindak lokusi ini adalah sisi tuturan yang
diungkapkan oleh penutur, wujud tindak lokusi adalah tuturan-tuturan yang berisi
pernyataan atau informasi tentang sesuatu. Leech (1983: 176) menyatakan bahwa
tindak bahasa ini lebih kurang dapat disamakan dengan sebuah tuturan kalimat
yang mengandung makna atau acuan. Tindak lokusi merupakan tindakan yang
paling mudah diidentifikasi, karena dalam pengidentifikasian tindak lokusi tidak
memperhitungkan tuturannnya.
2. Tindak ilokusi (ilocutionary acts)
Tindak lokusi adalah tindak tutur yang berfungsi untuk mengatakan atau
menginformasikan sesuatu dan dipergunakan untuk melakukan sesuatu. Tindak
ilokusi disebut sebagai The act of Doing Something. Moore (Rusminto dan
Sumarti, 2006: 71) menyatakan bahwa tindak ilokusi merupakan tindak tutur yang
sesungguhnya diinformasikan oleh penutur seperti janji, sambutan, dan
peringatan.
14
Secara khusus mendeskripsikan tindak ilokusi ke lima jenis tindak tutur
diantaranya (a) asertif, (b) direktif, (c) komisif, (d) ekspesif, dan (e) kalimat
deklaratif. Berikut ini adalah uraiannya.
a) Asertif (assertive)
Asertif ialah tuturan yang mengikat penuturnya akan kebenaran atas apa yang
diujarkan, misalnya menyatakan, mengusulkan, membual, mengeluh,
mengemukakan pendapat, melaporkan.
b) Direktif (directive)
Direktif ialah tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya agar pendengar
melakukan tindakan yang disebutkan di dalam tuturan itu, misalnya larangan,
memerintah, meminta, merekomendasikan, memberi nasihat.
c) Komisif (commisive)
Komisif ialah ilokusi yang penuturnya terikat pada suatu tindakan di masa depan,
misalnya menjanjikan, menawarkan, bernazar.
d) Ekspresif (expresivve)
Ekspresif ialah ilokusi yang berfungsi untuk mengungkapkan sikap psikologis
penutur terhadap keadaan tersirat dalam ilokusi, misalnya mengucapkan
terimakasih, mengucapkan selamat, memberi maaf, mengancam, memuji,
mengucapkan belasungkawa.
e) Deklaratif (declaration)
Kalimat deklaratif ialah berhasilnya pelaksanaan ilokusi ini akan mengakibatkan
adanya kesesuaian antara isi proposisi dengan realitas. Misalnya, mengundurkan
15
diri, memecat, memberi nama, menjatuhkan hukuman, mengucilkan, dan
memangkat.
3. Tindak Perlokusi ( Perlocutionary acts)
Tindak perlokusi adalah tindak tutur yang pengutaraannya dimaksudkan untuk
mempengaruhi lawan tuturnya. Tindak perlokusi disebut sebagai The Act of
Affecting Someone. Sebuah tuturan yang diutarakan seseorang sering kali
mempunyai daya pengaruh (perlokusion force) atau efek bagi yang
mendengarnya. Efek yang timbul ini bisa sengaja maupun tidak sengaja.
2.2.2 Jenis-jenis Tindak Tutur menurut Wijana
Wijana (1996: 4) menjelaskan bahwa tindak tutur ilokusi dapat dibedakan menjadi
tindak tutur langsung dan tindak tutur tidak langsung, tindak tutur literal dan
tindak tutur tidak literal.
1. Tindak Tutur Langsung dan Tindak Tutur Tidak Langsung
Secara formal, berdasarkan modusnya, kalimat dibedakan menjadi kalimat berita
(deklaratif), kalimat tanya (intogratif), dan kalimat perintah (imperatif). Secara
konvensional kalimat berita digunakan untuk memberitakan sesuatu (informasi),
kalimat tanya untuk menanyakan sesuatu, dan kalimat perintah untuk menyatakan
perintah, ajakan, pemintaan, atau permohonan. Apabila kalimat berita difungsikan
secara konvensional untuk mengatakan sesuatu, kalimat tanya untuk bertanya, dan
16
kalimat perintah untuk menyuruh, mengajak, dan memohon maka tindak tutur
yang terbentuk ialah tindak tutur langsung.
2. Tindak Tutur Literal dan Tindak Tutur Tidak Literal
Tindak tutur literal adalah tindak tutur yang maksudnya sama dengan kata-kata
yang menyusunnya, sedangkan tindak tutur tidak literal adalah tindak tutur yang
maksudnya tidak sama dengan atau berlawanan dengan makna kata-kata yang
menyusunnya.
2.2.3 Interaksi Berbagai Jenis Tindak tutur
Bila tindak tutur langsung dan tidak langsung disinggungkan (diinterseksikan)
dengan tindak tutur literal dan tindak tutur tidak iteral, akan didapatkan tindak
tutur berikut ini.
1. Tindak Tutur Langsung Literal
Tindak tutur langsung literal (direct literal speech act) adalah tindak tutur yang
diutarakan dengan modus tuturan dan makna yang sama dengan maksud
pengutaraannya. Maksud memerintah disampaikan dengan kalimat perintah,
memberitakan dengan kalimat berita, dan menanyakan sesuatu dengan kalimat
tanya.
2. Tindak Tutur Langsung Tidak Literal
Tindak tutur langsung tidak literal (direct nonliteral speech act) adalah tindak
tutur yang diutarakan dengan modus tuturan yang sesuai dengan maksud tuturan,
17
dan kata-kata yang menyusunnya tidak memiliki makna yang sama dengan
maksud penuturnya. Maksud memerintah diungkapkan dengan kalimat perintah,
dan maksud menginformasikan dengan kalimat berita.
3. Tindak Tutur Tidak Langsung Literal
Tindak tutur tidak langsung literal (indirect literal speech act) adalah tindak tutur
yang diungkapkan dengan modus tuturan yang tidak sesuai dengan maksud
pengutaraannya, dan makna kata-kata yang menyusunnya sesuai dengan apa yang
dimaksudkan penutur. Tindak tutur ini maksud memerintah diutarakan dengan
kalimat berita atau kalimat tanya.
4. Tindak Tutur Langsung Tidak Literal
Tindak tutur langsung tidak literal (indirect nonliteral speech act) adalah tindak
tutur yang diutarakan dengan modus tuturan dan makna kalimat yang tidak sesuai
dengan maksud yang hendak diutarakan.
2.3 Konteks
Istilah konteks pertama kali diperkenalkan oleh Malinowski (1923: 307) dengan
sebutan konteks situasi. Ia merumuskan konteks situasi seperti di bawah ini.
Exactly as in the reality of spoken or written languages, a word without linguistic
context is a mere figment and stands for nothing by itself, so in the reality of
spoken living tongue, the utterance has no meaning except in the context situation.
18
Sejalan dengan pendapat Malinowski, Firth (Brown dan Yule, 1996) juga
menyinggung konteks situasi untuk memahami sebuah ujaran.
Konteks adalah hal-hal yang gayut dengan lingkungan fisik dan sosial sebuah
tuturan ataupun latar belakang pengetahuan yang sama-sama dimiliki oleh penutur
dan lawan tutur dan yang membantu lawan tutur menafsirkan makna tuturan.
Konteks, yaitu unsur yang di luar bahasa, dikaji dalam pragmatik. Konteks
merupakan latar belakang pengetahuan mengenai situasi fisik dan sosial sebuah
percakapan yang berlangsung. Konteks dipelajari dalam ilmu pragmatik yang
terdiri dari hal-hal di luar bahasa.
2.3.1 Pengertian Konteks
Konteks adalah situasi atau latar terjadinya suatu komunikasi. Konteks
dapatdianggap sebagai sebab dan alasan terjadinya suatu pembicaraan/dialog.
Segala sesuatu yang berhubungan dengan tuturan, apakah ini berkaitan dengan
arti, maksud, maupun informasinya, sangat tergantung pada konteks yang
melatarbelakangi peristiwa tuturan itu. Pendapat ini dikemukakan oleh Mulyana
(2005: 21)
Bahasa dan konteks merupakan kedua hal yang saling berkaitan satu sama lain.
Bahasa membutuhkan konteks tertentu dalam pemakaiannya, demikian juga
sebaliknya, konteks baru memiliki makna jika terdapat tindakan bahasa
didalamnya (Durati, 1997 dalam Rusminto dan Sumarti, 2015: 51). Konteks
adalah latar belakang pengetahuan yang sama-sama dimiliki oleh penutur dan
19
mitra tutur yang memungkinkan mitra tutur untuk memperhitungkan tuturan dan
memaknai arti tuturan si penutur (Grice, 1975 dalam Rusminto dan Sumarti,
2015: 54). Presto dan supardo (1988: 46) mengungkapkan bahwa konteks adalah
segenap informasi yang berada di sekitar pemakaian bahasa, juga termasuk
pemakaian bahasa yang ada disekitarnya, misalnya situasi, jarak, waktu dan
tempat. Schiffrin (Rusminto dan Sumarti, 2015: 51) mendefinisikan konteks
sebagai sebuah dunia yang diisi oleh orang-orang yang memproduksi tuturan-
tuturan atau situasi tentang suasana keadaan sosial sebuah tuturan sebagai bagian
dari konteks pengetahuan di tempat tuturan tersebut diproduksi dan
diinterprestasi.
2.3.2 Jenis Konteks
Menurut Presto dan Supardo ( 1988: 45-50) menyatakan, berdasarkan fungsi dan
cara kerjanya, konteks dapat dibedakan menjadi dua jenis, yakni (1) konteks
bahasa (konteks linguistik dan konteks kode); (2) konteks nonbahasa (konteks
nonlinguistik). Berikut uraian keduanya.
1. konteks bahasa (konteks linguistik dan konteks kode), konteks ini berupa
unsur yang secara langsung membentuk struktur lahir, yakni kata, kalimat,
dan bangun ujaran atau teks.
2. konteks nonbahasa (konteks nonlinguistik), yakni.
a. Konteks dialektal yang meliputi usia, jenis kelamin, daerah (regional),
dan spesialisasi. Spesialisasi adalah identitas seseorang atau
sekelompok orang dan menunjuk profesi orang yang bersangkutan;
20
b. Konteks diatipik mencakup setting, yakni konteks yang berupa tempat,
jarak interaksi, topik pembicaraan, dan fungsi. Setting meliputi waktu,
tempat, panjang, dan besarnya interaksi; dan
c. Konteks realisasi merupakan cara dan saluran yang digunakan orang
untuk menyampaikan pesan.
Imam Syafe’I (dalam Mulyana, 1990:126) menambahkan bahwa, apabila
dicermati dengan benar, konteks terjadinya suatu percakapan dapat dipilah
menjadi empat macam, yaitu:
1. Konteks lingustik (lingustic context), yaitu kalimat-kalimat dalam
percakapan.
2. Konteks epistemis (epistemic context), adalah latar belakang pengetahuan
yang sama-sama diketahui oleh partisipan.
3. Konteks fisik (phisical context), meliputi tempat terjadinya percakapan,
objek yang disajikan dalam percakapan, dan tindakan atau partisipan.
4. Konteks sosial (social context), yaitu relasi sosio-kultural yang
melengkapi hubungan antarpelaku atau partisipan dalam percakapan.
2.3.3 Unsur-unsur Konteks
Dell Hymes dalam Chaer (2004: 48) menyatakan bahwa unsur-unsur konteks
mencakup komponen yang bila disingkat menjadi akronim “Speaking”.
(a) Setting and scene. Di sini setting berkenaan dengan waktu dan tempat
tutur berlangsung, sedangkan scene mengacu pada situasi tempat dan
21
waktu, atau situasi psikologis pembicara. Waktu, tempat, dan situasi
tuturan yang berbeda dapat menyebabkan penggunaan variasi bahasa yang
berbeda. Berada di lapangan sepak bola pada waktu ada pertandingan
sepak bola dalam situasi yang ramai tentu berbeda dengan pembicaraan di
ruang perpustakaan pada waktu banyak orang membaca dan dalam
keadaan sunyi. Di lapangan sepak bola seseorang biasa berbicara keras-
keras, tetapi di uang perpustakaan sepelan mungkin.
(b) Partisipants adalah pihak-pihak yang terlibat dalam peristiwa tutur, bisa
pembicara dan pendengar, penyapa dan pesapa, atau pengirim dan
peneriam (pesan). Dua orang yang bercakap-cakap dapat berganti peran
sebagai pembicara atau pendengar, tetapi dalam khotbah di masjid, khotib
sebagai pembicara dan jemaah menjadi pendengar tidak dapat bertukar
peran. Status sosial participant sangat menentukan ragam bahasa yang
digunakan. Misalnya, seorang anak akan menggunakan ragam atau gaya
bahasa yang berbeda bila berbicara dengan orang tuanya atau gurunya bila
dibanding berbicara dengan teman-teman sebayanya.
(c) Ends merujuk pada maksud dan tujuan yang diharapkan dari sebuah
tuturan. Misalnya peristiwa tutur yang terjadi di ruang pengadilan
bermaksud untuk menyelesaikan suatu kasus perkara.
(d) Act sequence mengacu pada bentuk dan isi ujaran. Bentuk ujaran itu
berkenaan dengan kata-kata yang digunakan, bagaimana penggunaannya,
dan hubungan antara apa yang diuapkan dengan topik pembicaraan.
22
Bentuk ujaran dalam kuliah umum, dalam percakapan biasa, dan dalam
pesta, berbeda begitu juga dengan isi yang dibicarakan.
(e) Key mengacu pada nada, cara, dan semangat di mana suatu pesan
disampaikan dengan senang hati, dengan serius, dan dengan singkat,
dengan sombong, dengan mengejek, dan sebagainya. Hal inj dapat juga
ditunjukkan dengan gerak tubuh dan isyarat.
(f) Instrumentailist mengacu pada jalur bahasa yang digunakan, seperti jalur
lisan, tulis, melalui telegraf atau telepon. Instrumentalist ini juga mengacu
pada kode ujaran yang digunakan seperti bahasa, dialek, fragam, atau
register.
(g) Norm of interaction and interrption mengacu pada norma atau aturan yang
dipakai dalam sebuah peristiwa tutur, juga mengacu pada norma
penafsiran terhadap ujaran dari lawan bicara.
(h) Genre mengacu pada jenis bentuk penyampaian, seperti narasi, puisi,
pepatah, doa, dan sebagainya.
2.3.4 Peranan konteks dalam Komunikasi
Shiffrin (Rusminto dan Sumarti, 2006: 57-58) menyatakan bahwa konteks
memainkan dua peranan penting dalam teori tindak tutur, yakni (1) sebagai
pengetahuan abstrak yang mendasari bentuk tindak tutur; dan (20 suatu bentuk
lingkungan sosial tempat tuturan-tuturan dapat dihasilkan dan diinterpretasikan
sebagai relasi aturan-aturan mengikat. Sementara itu, Hymes (Rusminto dan
Sumarti, 2015: 59) menyatakan bahwa peran konteks dalam penafsiran tampak
23
pada kontribusinya dalam membatasi jarak perbedaan jarak tafsiran terhadap
tuturan dan penunjang keberhasilan pemberian tafsiran terhadap tuturan tersebut,
konteks dapat menyingkirkan makna-makna yang tidak relavan dari makna-
makna yang sesuai dengan pertimbangan yang layak dikemukakan berdasarkan
konteks situasi tertentu.
Sejalan dengan pemikiran tersebut, Kartomiharjo (Rusminto dan Sumarti, 2015:
59) mengemukakan bahwa konteks situasi sangat mempengaruhi bentuk bahasa
yang digunakan dalam berinteraksi. Bentuk bahasa yang telah melatarinya
berubah.
2.4 Prinsip Percakapan
Prinsip-prinsip percakapan digunakan untuk mengatur supaya percakapan dapat
berjalan dengan lancar.Teori yang digunakan untuk mengkaji mengenai prinsip-
prinsip percakapan adalah teori Grice (1975) dan teori Leech (1993). Adapun
prinsip yang berlaku dalam percakapan ialah prinsip kerja sama (cooperative
principle) dan prinsip sopan santun (pollitness principle).
2.4.1 Prinsip Kerjasama
Percakapan bukanlah pergantian ujaran yang tidak berhubungan yang dilakukan
secara acak oleh partisipasinya, suatu percakapan memiliki tujuan atau arahan
secara umum, dan kontribusi tesebut berpengaruh terhadap keseluruhan tujuan
percakapan. Dengan berpartisipasi dalam suatu percakapan, seseorang penutur
24
secara implisit menandakan bahwa penutur setuju untuk bekerjasama dalam
aktivitas yang dilakukan bersama tersebut dan mematuhi aturannya.
Menurut Grice para partisipan dalam percakapan memahami dan mematuhi
prinsip umum yang disebut dengan prinsip kerjasama. Prinsip tersebut berbunyi.
Berikan kontribusi seperti yang diperlukan, berdasarkan tujuan yang disepakati
atau arah pergantian percakapan yang anda terlibat di dalamnya. Prinsip kerja
sama ini meliputi beberapa maksim yang dijelaskan oleh Grace dalam rahardi,
(2005: 53-57) yaitu sebagai berikut.
1. Maksim Kuantitas
Maksim kuantitas menyatakan “berikan informasi dalam jumlah yang tepat”.
Maksim ini terdiri dari dua prinsip, yaitu sebagai berikut.
1) Berikan informasi anda secukupnya atau sejumlah yang diperlukan oleh
mitra tutur.
2) Bicaralah seperlunya saja, jangan mengatakan sesuatu yang tidak perlu.
Maksim kuantitas memberikan tekanan pada tidak dianjurkan berbicara untuk
memberikan informasi lebih dari yang diperlukan. Hal ini didasari asumsi bahwa
informasi lebih tersebut dapat juga dianggap sebagai sesuatu yang disengaja untuk
memberikman efek tertentu.
2. Maksim Kualitas
Maksim kualitas menyatakan “usahakan agar informasi anda sesuai dengan
fakta”.Maksim ini terdiri dari dua prinsip, yaitu sebagai berikut.
25
1) Jangan mengatakan sesuatu yang anda yakini bahwa hal itu tidak benar.
2) Jangan mengatakan sesuatu yang bukti kebenarannya kurang meyakinkan.
3. Maksim Relavansi
Maksim relavansi menyatakan agar terjalin kerja sama antar penutur dan mitra
tutur, masing-masing hendaknya dapat memberikan kontribusi yang relavan
tentang sesuatu yang sedang dipertuturkan itu. Bertutur dengan tidak memberikan
kontribusi yang demikian dianggap tidak mematuhi dan melanggar prinsip kerja
sama.
4. Maksim Pelaksanaan
Maksim pelaksanaan mengahruskan setiap peserta bertutur secara langsung, jelas
dan tidak kabur. Secara lebih jelas maksim ini dapat diuraikan sebagai berikut.
1) Hindari ketidakjelasan atau kekaburan ungkapan.
2) Hindari ambiguitas.
3) Hindari kata-kata berlebihan yang tidak perlu.
4) Harus berbicara dengan teratur.
Orang bertutur dengan tidak mempertimbangkan hal-hal itu dapar dikatakan
melanggar prinsip kerja sama ini, karena tidak mematuhi maksim pelaksanaan.
2.4.2 Prinsip Kesantunan
Agar proses komunikasi penutur dan mitra tutur dapat berjalan dengan baik dan
lancar, mereka harus dapat berpegang pada prinsip kerja sama. Bekerja sama yang
26
baik di dalam proses bertutur salah satunya, berprilaku sopan pada pihak lain,
tujuannya supaya terhindar dari kemacetan komunikasi. Leech (1993:120)
mengatakan bahwa prinsip kerja sama berfungsi mengatur apa yang dikatakan
oleh peserta percakapan sehingga tuturan dapat memberikan sumbangan kepada
tercapainya tujuan percakapan, sedangkan prinsip kesantunan menjaga
keseimbangan sosial dan keramahan hubungan dalam sebuah percakapan. Leech
(1993: 206-207 ) membagi prinsip kesantunan menjadi enam butir maksim
berikut.
1. Maksim Kebijaksanaan
Maksim kebijaksanaan mengandung prinsip sebagai berikut.
1) Buatlah kerugian orang lain sekecil mungkin.
2) Buatlah keuntungan orang lain sebesar mungkin.
Menurut maksim ini juga, kesantunan dalam bertutur dapat dilakukan bila maksim
kebijaksanaan dilaksanakan dengan baik.
2. Maksim Kedermawanan
Maksim ini mengandung prinsip sebagai berikut.
1) Buatlah keuntungan diri sendiri sekecil mungkin.
2) Tambahi pengorbanan diri sendiri.
3. Maksim Penghargaan
Maksim ini mengandung prinsip sebagai berikut.
1) Kurangi cacian pada orang lain.
27
2) Tambahi pujian pada orang lain.
4. Maksim Kesederhanaan
Maksim ini terdiri dari dua prinsip, yaitu sebagai berikut.
1) Kurangi pujian pada diri sendiri.
2) Tambahi cacian pada diri sendiri.
5. Maksim Permufakatan
Maksim ini terdiri dari dua prinsip, yaitu sebagai berikut.
1) Kurangi ketidak sesuaian antara diri sendiri dan orang lain.
2) Tingkatkan persesuaian antara diri sendiri dengan orang lain.
Maksim Pemufakatan menekankan agar para peserta tutur dapat saling membina
kecocokan atau kemufakatan di dalam kegiatan bertutur. Apabila terdapat
kemufakatan atau kecocokan antara diri penutur dan mitra tutur dalam kegiatan
bertutur, masing-masing dari mereka akan dapat dikatakan bersikap santun.
6. Maksim Simpati
Maksim simpati mengandung prinsip sebagai berikut.
1) kurangilah rasa antipati antara diri sendiri dan orang lain sekecil mengkin.
2) Perbesar rasa simpati antara diri sendiri dan orang lain.
28
2.5 Novel
Novel adalah salah satu hasil karya sastra. Novel merupakan bentuk karya sastra
yang sangat populer dan digemari oleh masyarakat lantaran daya komunikasinya
yang luas dan daya imajinasinya yang menarik. Istilah novel berasal dari kata latin
novellus yang diturunkan pula dari kata noveis yang berarti “baru”. Dikatakan
baru karena bila dibandingkan dengan jenis-jenis sastra lainnya seperti puisi,
drama, dan lain lain, maka jenis novel ini muncul kemudian (Tarigan, 2011:167).
Sementara itu, Abrams (Purba, 2010:62) mengemukakan istilah novel dalam
bahasa Indonesia berasal dari istilah novel dalam bahasa Inggris. Sebelumnya
istilah novel dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa Itali, yaitu novella (yang
dalam bahasa Jerman novelle). Novella diartikan sebuah barang baru yang kecil,
kemudian diartikan sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa.
Novel merupakan cerminan relitas sosial yang terjadi dalam masyarakat. Cerita
yang terdapat dalam novel memuat permasalahan manusia dengan manusia,
manusia dengan lingkungannya serta dengan pencipta-Nya. Sebagai hasil karya
sastra, novel mengandung nilai keindahan yang dapat menimbulkan rasa senang,
terharu, penasaran, menarik simpati, serta memberikan pengalaman jiwa kepada
pembaca.
Kutipan dalam The American College Dictionary (Tarigan, 2011:167), dapat kita
jumpai keterangan bahwa “novel adalah suatu cerita prosa yang fiktif dalam
panjang yang tertentu, yang melukiskan para tokoh, gerak serta adegan kehidupan
29
nyata yang representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau
atau kusut”.
Novel merupakan cerita fiktif dan imajinatif terdapat unsur-unsur pembangun
didalamnya, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Novel merupakan sebuah
cerita yang panjang dan dibangun oleh suatu alur yang menceritakan kehidupan
laki-laki dan perempuan secara imajinatif. Hal ini sesuai dengan pendapat yang
tertuang dalam The Advanced Learner’s Dictionary of Current English yang
menyatakan bahwa novel adalah suatu cerita dengan suatu alur, cukup panjang
mengisi satu buku atau lebih yang menganggap kehidupan pria dan wanita
bersifat imajinatif (Purba, 2010:62).
2.6 Pembelajaran Bahasa dan sastra Indonesia di SMA
Keberhasilan suatu sistem pengajaran bahasa ditentukan oleh tujuan yang realistis,
dapat diterima oleh semua pihak, sarana dan organisasi yang baik, intensitas
pengajaran yang relatif tinggi, kurikulum dan silabus yang tepat guna.Secara
umum pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA adalah sebagai berikut.
a. Siswa menghargai dan bangga terhadap bahasa Indonesia sebagai bahasa
persatuan (nasional) dan bahasa negara.
b. Siswa memahami bahasa Indonesia dari segi bentuk, makna, dan fungsi,
serta menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk bermacam-macam
tujuan, keperluan, dan keadaan.
c. Siswa mampu menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan
intelektual, kematangan emosional, dan kematangan sosial.
30
d. Sisiwa menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah
budaya dan intelektual manusia Indonesia.
2.7 Rancangan Pembelajaran
Pembelajaran yang menugaskan siswa untuk membuat sesuatu di dalam kegiatan
belajar mengajar harus direncanakan, sehingga siswa dapat mencapai tujuan dari
pembelajaran tersebut. Pembelajaran yang diteliti pada hal ini adalah
pembelajaran novel. Novel termasuk dalam karya sastra. Karya sastra memang
tidak hanya sekedar untuk dinikmati, tetapi perlu juga dimengerti, dihayati, dan
ditafsirkan. Untuk menghadirkan pemahaman tersebut diperlukan apresiasi sastra.
Dalam hal ini apresiasi biasanya akan memberikan tolak ukur atau kriteria apa
yang dapat dijadikan pegangan penilaian, disamping uraian mengenai nilai-nilai
yang terdapat dalam karya sastra yang sedang diapresiasi.
Guru memiliki tugas dalam melaksanakan pembelajaran di kelas, salah satunya
adalah merancang pembelajaran dengan menggabungkan nilai religius dalam
perencanaan pembelajaran yang disusun guna tercapainya tujuan pembelajaran
yang diharapkan. Proses pembelajaran akan berlangsung baik bergantung pada
perencanaan pembelajarannya. Menurut Hosnan (2014: 96) proses pembelajaran
terhadap peserta didik dapat berlangsung baik, amat tergantung pada perencanaan
dan persiapan mengajar yang dilakukan oleh guru yang harus baik, cermat dan
sistematis. Perencanaan ini berfungsi sebagai pemberi arah pelaksanaan
pembelajaran, sehingga tidak berlebihan apabila dibutuhkan pula gagasan dan
31
perilaku guru yang kreatif menyusun perencanaan dan persiapan mengajar ini,
yang berkaitan dengan merancang bahan ajar atau materi pelajaran, waktu
pelaksanaan, serta proses evaluasi yang akan digunakan.
Perencanaan pembelajaran juga terdapat RPP (Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran) yang di dalamnya memuat identitas sekolah, kompetensi inti,
kompetensi dasar, indikator, tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, metode
pembelajaran, media pembelajara, sumber belajar, langkah pembelajaran, dan
penilaian hasil belajar.
2.7.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Menurut Hosnan (2014: 99) rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) adalah
rencana kegiatan pembelajaran tatap muka untuk satu pertemuan atau lebih. RPP
dikembangkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan pembelajaran peserta
didik dalam upaya mencapai Kompetensi Dasar (KD). Setiap pendidik pada
satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis
agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, efisien, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta
memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai
dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. RPP
disusun berdasarkan KD atau subtema yang dilaksanakan satu pertemuan atau
lebih.
32
Jadi dapat disimpulkan, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) adalah rencana
kegiatan pembelajaran yang tujuannya untuk mencapai suatu kompetensi dasar
yang telah ditetapkan dalam standar isi yang penjabarannya ada dalam silabus.
RPP dibuat berdasarkan satu subtema atau kompetensi dasar untuk satu pertemuan
atau lebih.
2.7.1.1 Komponen Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Menurut Hosnan (2014: 100) dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP)
terdapat beberapa komponen yang terdiri atas berikut ini.
1. Identitas sekolah, yaitu nama satuan pendidikan.
2. Identitas mata pelajaran atau tema/ subtema.
3. Kelas atau semester.
4. Materi pokok.
5. Alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk mencapai KD, dan
beban belajar dengan mempertimbangkan jumlah jam pelajaran yang tersedia
dalam silabus dan KD yang harus dicapai.
6. Tujuan pembelajaran yang dirumuskan berdasarkan KD, dengan
menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur, yang
mencangkup sikap, pengetahuan dan keterampilan.
7. Kompetensi dasar dan indikator pencapaian kompetensi.
8. Materi pembelajaran memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang
relevan, dan ditulis, dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan
indikator ketercapaian kompetensi.
33
9. Metode pembelajaran, digunakan oleh pendidik untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mencapai KD yang
disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan KD yang akan dicapai.
10. Media pembelajaran, berupa alat bantu proses pembelajaran untuk
menyampaikan materi pembelajaran.
11. Sumber belajar, dapat berupa buku, media cetak dan elektronik, alam sekitar,
atau sumber belajar yang relevan.
12. Langkah-langkah pembelajaran dilakukan melalui tahapan pendahuluan, inti
dan penutup.
13. Penilaian hasil pembelajaran.
2.7.1.2 Pelaksanaan Pembelajaran
Menurut Hosnan (2014: 141) dalam melaksanakan perencanaan pembelajaran
melalui pendekatan saintifik diperlukan tiga kegiatan pokok, yaitu kegiatan
pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup. Kegiatan pelaksanaan
pembelajaran merupakan implementasi dari RPP, yang meliputi kegiatan
pendahuluan, inti dan penutup.
1. Kegiatan pendahuluan
Kegiatan pendahuluan adalah kegiatan yang dilakukan untuk menciptakan
suasana awal pembelajaran yang efektif yang memungkinkan peserta didik
mengikuti pembelajaran dengan baik. Kegiatan pendahuluan tugas guru adalah
sebagai berikut.
34
a. Menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses
pembelajaran.
b. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan yang
sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari.
c. Memberi motivasi belajar siswa secara kontekstual sesuai manfaat dan
aplikasi materi ajar dalam kehidupan sehari-hari, dengan memberikan contoh
dan perbandingan lokal, nasional, dan internasional.
d. Menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar/ KD yang akan
dicapai dan menyampaikan garis besar cakupan materi dan penjelasan tentang
kegiatan yang akan dilakukan peserta didik untuk menyelesaikan
permasalahan atau tugas.
e. Menyampaikan cangkupan materi dan penjelasan urian kegiatan sesuai
silabus.
2. Kegiatan inti
Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai tujuan, yang
dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi,
peserta didik untuk secara aktif mencari informasi, serta memberikan ruang yang
cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemadirian sesuai bakat, minat dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik dalam durasi waktu tertentu.
Guru harus memperhatikan kompetensi yang terkait dengan sikap, seperti jujur,
teliti, kerja sama, toleransi, disiplin, taat aturan, menghargai pendapat orang lain,
yang tercantum dalam RPP di setiap pembelajaran. Kegiatan ini dilakukan
dengan pendekatan saintifik. Penjelasannya adalah sebagai berikut.
35
a. Mengamati
Dalam kegiatan mengamati, guru membuka secara luas dan bervariasi
kesempatan peserta didik untuk melakukan pengamatan melalui kegiatan;
melihat, menyimak, mendengar dan membaca. Guru memfasilitasi peserta
didik untuk melakukan kegiatan pengamatan, melatih mereka memperhatikan
(melihat, membaca, dan mendengar) hal yang paling penting dari suatu benda
atau objek.
b. Menanya
Kegiatan mengamati, guru memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
bertanya mengenai apa yang sudah disimak, dibaca dan dilihat. Guru perlu
membimbing peserta didik untuk mengajukan pertanyaan tentang hasil
pengamatan objek yang konkret sampai dengan abstrak. Pertanyaan yang
bersifat faktual sampai dengan hipotik. Guru melatih peserta didik
menggunakan pertanyaan dari guru sampai peserta didik mampu bertanya
secara mandiri. Melalui kegiatan bertanya rasa keingintahuan siswa semakin
dapat berkembang.
c. Mengumpulkan dan Mengasosiasi
Kegiatan lanjut dari bertanya adalah menggali dan mengumpulkan informasi
dari berbagai sumber melalui berbagai cara. Untuk itu peserta didik dapat
membaca buku yang lebih banyak, memperhatikan fenomena atau objek yang
lebih teliti, atau bahkan melakukan eksperimen. Dari kegiatan tersebut
terkumpul sejumlah informasi.
36
Informasi tersebut menjadi dasar bagi kegiatan berikutnya, yaitu memproses
informasi untuk menemukan keterkaitan suatu informasi dengan informasi
lainnya, menemukan pola dari keterkaitan informasi dan bahkan mengambil
berbagai kesimpulan dari pola yang ditemukan.
d. Mengomunikasikan hasil
Kegiatan selanjutnya adalah menuliskan atau menceritakan apa yang
ditemukan dalam kegiatan mencari informasi, mengasosiasikan dan
menemukan pola. Hasil tersebut disampaikan ke depan kelas dan dinilai oleh
guru sebagai hasil belajar peserta didik atau kelompok peserta didik.
3. Kegiatan Penutup
Guru dan peserta didik dalam kegiatan penutup membuat rangkuman atau
simpulan pelajaran, melakukan penilaian atau refleksi terhadap kegiatan yang
sudah dilakukan secara konsisten dan terprogram, memberikan umpan balik
terhadap proses dan hasil pembelajaran, merencanakan kegiatan tindak lanjut
dalam bentuk pembelajaran remidi, program pengayaan, layanan konseling atau
memberikan tugas, baik tugas individu maupun kelompok sesuai dengan hasil
belajar peserta didik dan menyampaikan rencana pembelajaran dipertemuan
berikutnya.
2.7.2 Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran adalah mengembangkan kemampuan peserta didik untuk
berpikir kritis, menyelesaikan masalah, dan sekaligus mengembangkan
pengetahuannya. Selain itu juga untuk mengembangkan kemandirian belajar dan
37
keterampilan sosial peserta didik yang dapat terbentuk ketika peserta didik
berkolaborasi dalam mengidentifikasi informasi, strategi, dan sumber belajar yang
relevan untuk menyelesaikan masalah (Kemendikbud dalam Priyatni, 2014: 112).
2.7.3 Materi Pembelajaran
Guru dalam melaksanakan tugasnya harus selalu mempertimbangkan bagaimana
agar pembelajaran yang ia rancang dapat berjalan sesuai rencana dan tujuan yang
diharapkan. Oleh karena itu, guru harus mengorganisasikan materi pembelajaran
yang akan disajikan dengan baik dan cermat. Menurut Hosnan (2014: 139) untuk
mencapai hasil optimal, dalam pemilihan bahan ajar harus mempertimbangkan
hal-hal berikut.
a. Sesuai dengan kompetensi dan kompetensi dasar yang ingin dicapai.
b. Relevan dengan kebutuhan siswa dan perkembangan teknologi.
c. Realistik, memiliki sumber belajar yang jelas, tersedia dan efisien (waktu dan
tenaga, dan biaya) untuk diajarkan.
d. Memberi dasar pencapaian kompetensi dan kompetensi dasar.
e. Fleksibel atau mudah dimodifikasi sesuai dengan kondisi lingkungan
setempat.
f. Sistematis dan proposional, memiliki urutan yang jelas dan pembagian
waktunya seimbang dengan materi lainnya dalam satu semester.
g. Akurat khususnya pada materi yang berisi konsep dan teori harus benar dan
dapat dipercaya.
38
Adapun materi yang disajikan dapat mencapai kompetensi belajar siswa serta
memperhatikan beberapa kriteria sebagai berikut.
a. Sahih, maksudnya meteri yang disampaikan benar-benar telah teruji
kebenaran dan keaktualannya.
b. Signifikan, maksudnya materi yang akan disajikan benar-benar diperlukan
dan penting bagi peserta didik untuk mencapai kompetensi.
c. Kebermanfaat, maksudnya secara akademis (diperlukan untuk jenjang
pendidikan lanjut) dan nonakademis (untuk mengembangkan kecakapan
hidup).
d. Kelayakan, yaitu mempertimbangkan kesulitan dan taraf berpikir siswa.
e. Interest, yaitu menarik minat dan motivasi siswa untuk mendorong
pengembangan kemampuan.
f. Pengembangan yang menggunakan prinsip relevansi, konsistensi, dan
edukatif. (Kemendikbud-013 dalam Hosnan (2014: 140).
Materi pembelajaran novel terdapat dalam silabus mata pelajaran Bahasa
Indoneisa tingkat SMA/ MA kelas XII semester genap yaitu KD 3.3 menganalisis
teks novel baik melalui lisan maupun tulisan dengan materi pokok menganalisis
novel.
Guru dalam praktiknya sebenarnya tidak mudah dalam memilih karya sastra yang
sesuai untuk diajarkan kepada peserta didik. Karya sastra yang dijadikan bahan
pembelajaran hendaknya sesuai dengan tahapan yang tingkatan umurnya berbeda-
beda. Kemampuan untuk memilih bahan pengajaran ditentukan oleh berbagai
39
macam faktor yaitu beberapa banyak karya sastra yang tersedia di perpustakaan
sekolahnya, kurikulum yang harus diikuti, persyaratan bahan yang harus diberikan
agar dapat menempuh tes hasil belajar akhir tahun, dan kadang bahan yang
ditentukan kurikulum kurang sesuai dengan lingkungan peserta didik. Agar dapat
memilih bahan pengajaran yang tepat hendaknya perlu memperhatikan beberpa
hal dalam bahan ajar, seperti dari sudut bahasa, dari segi kematangan jiwa
(psikologi), dan latar belakang kebudayaan para peserta didik (Rahmanto, 1988:
27). Penjelasannya adalah sebagai berikut.
1. Bahasa
Penguasaan bahasa sebenarnya tumbuh dan berkembang melalui tahap yang jelas
pada setiap individu. Aspek bahasa tidak hanya ditentukan oleh masalah yang
dibahas, tetapi juga cara penulisan yang dipakai pengarang, ciri-ciri karya sastra
pada waktu penulisan karya itu, dan kelompok pembaca yang ingin dijangkau
pengarang. Oleh sebab itu, agar pengajaran dapat berhasil guru perlu
mengembangkan keterampilan (atau semacam bakat) khusus untuk memilih bahan
pengajaran sastra sesuai dengan tingkat penguasaan bahasa siswanya (Rahmanto,
1988: 27).
2. Psikologi
Tahap-tahap perkembangan psikologis hendaknya diperhatikan karena tahap ini
berpengaruh terhadap minat dan tidaknya peserta didik dalam melakukan banyak
hal. Tahap-tahap perkembangan psikologis ini juga sangat besar pengaruhnya
terhadap daya ingat, kemauan mengerjakan tugas, kesiapan bekarja sama, dan
40
kemungkinan pemahaman situasi atau pemecahan problem yang dihadapi
(Rahmanto, 1988: 28- 29).
Terdapat empat tahap psikologis anak, yaitu (1) tahap penghayal, (2) tahap
romantik, (3) tahap realistik, dan (4) tahap generalisasi (Rahmanto, 1988: 29).
a. Tahap penghayal
Tahap ini terjadi pada anak berusia delapan sampai sembilan tahun. Pada
tahap ini imajinasi anak belum banyak diisi hal-hal nyata, tetapi masih penuh
dengan berbagai macam fantasi kekanakan.
b. Tahap romantik terjadi pada anak berusia sepuluh sampai dua belas tahun.
Anak-anak pada tahap ini sudah mulai meninggalkan fantasi dan mengarah ke
realistis. Meski pandangannya tentang dunia ini masih sangat sederhana, tapi
pada tahap ini anak telah menyenangi cerita-cerita kepahlawanan,
petualangan, bahkan kejahatan.
c. Tahap realistik
Usia anak pada tahap realistik adalah sekitar usia tiga belas sampai enam
belas tahun. Pada tahap ini anak-anak sudah benar-benar terlepas dari dunia
fantasi. Mereka terus berusaha mengetahui dan siap mengikuti dengan teliti
fakta-fakta untuk memahami masalah-masalah dalam kehidupan dunia nyata.
d. Tahap Generalisasi
Anak pada tahap generalisasi adalah anak yang berusia enam belas tahun
sampai selanjutnya. Pada tahap ini anak sudah tidak hanya berminat pada hal-
hal praktis saja, tetapi juga berminat untuk menemukan konsep-konsep
abstrak dengan menganalisis fenomena-fenomena. Dengan menganalisi
41
fenomena mereka berusaha menemukan dan merumuskan penyebab utama
fenomena itu yang terkadang mengarah ke pemikiran filsafat untuk
menentukan keputusan-keputusan moral.
Karya sastra yang dipilih untuk diajarkan hendaknya sesuai dengan tahap
psikologis pada umumnya dalam suatu kelas. Tentu saja, tidak semua siswa
dalam satu kelas mempunyai tahapan-tahapan psikologis yang sama, tetapi
guru hendaknya menyajikan karya sastra yang setidak-tidaknya secara
psiologis dapat menarik minat sebagian besar siswa dalam kelas itu
(Rahmanto, 1988: 30-31).
3. Latar belakang
Latar belakang budaya dalam suatu karya sastra meliputi faktor kehidupan
manusia dan lingkungannya yang meliputi geografi, sejarah, topografi, iklim,
mitologi, legenda, pekerjaan, kepercayaan, cara berpikir, nilai-nilai masyarakat,
seni, olahraga, hiburan, moral, etika, dan lain-lain.Biasanya siswa akan mudah
tertarik pada karya-karya sastra dengan latar belakang yang erat hubungannya
dengan latar belakang kehidupan mereka, terutama bila karya sastra itu
menghadirkan tokoh yang berasal dari lingkungan mereka dan mempunyai
kesamaan dengan mereka atau dengan orang-orang disekitar mereka.
Dahulu banyak siswa yang mempelajari karya sastra dengan latar belakang
budaya yang tidak dikenalnya. Misalnya mereka mempelajari karya sastra dengan
budaya asing pada abad ke -18. Tokoh-tokoh dalam karya sastra seperti tokoh
bangsawan atau puteri istana yang pembicaraannya mengenai kebiasaan-
42
kebiasaan dan kegemaran-kegemaran yang sangat asing bagi siswa yang
membacanya. Oleh karena itu, siswa menjadi enggan untuk belajar sastra.
Hal tersebut menuntut guru harus memperkenalkan karya sastra dengan latar
belakang budaya sendiri kepada peserta didik. Sebuah karya sastra hendaknya
menghadirkan sesuatu yang erat hubungannya dengan kehidupan peserta didik.
Peserta didik pun hendaknya harus mengenal dan memahami budayanya sebelum
mengenal budaya lain.
2.7.4 Model Pembelajaran
Dalam pembelajaran guru diharapkan mampu memilih model pembelajaran yang
sesuai dengan materi yang diajarkan. Menurut Hosnan (2014: 191) model
pembelajaran adalah hal yang sangat penting untuk diperhatikan oleh pelaksanaan
pembelajaran. Guru merupakan ujung tombak pelaksanaan pembelajaran di kelas.
Berhasil tidaknya pembelajaran sepenuhnya ada di tangan guru. Proses
pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif,
serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian
sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Untuk itu, setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan pembelajaran,
pelaksanaan proses pembelajaran serta penilaian proses pembelajaran untuk
meningkatkan efesiensi dan efektifitas ketercapaian kompetensi lulusan.
43
Dalam melaksanakan tugasnya secara profesional, guru dituntut harus memahami
dan memiliki keterampilan yang memadai dalam mengembangkan berbagai
model pembelajaran yang efektif, kreatif, dan menyenangkan, sebagaimana
disyaratkan dalam Kurikulum 2013. Penerapan pendekatan saintifik dalam model
pembelajaran yang diterapkan pada Kurikulum 2013 ada tiga model pembelajaran
yaitu, discovery learning, problembased learning, project based learning
(Hosnan, 2014: 190). Berikut adalah penjelasan tiga model pembelajaran tersebut.
1. Discovery Learning adalah model pembelajaran yang mengembangkan cara
belajar siswa aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka
hasil yang diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan, tidak akan
mudah dilupakan oleh siswa. Dengan belajar penemuan, anak juga bisa
berpikir analisis dan mencoba memecahkan sendiri problem yang dihadapi.
Kebiasaan ini akan ditransfer dalam kehidupan masyarakat (Hosnan, 2014:
282).
2. Problem Based Learning adalah model pembelajaran yang menggunakan
masalah nyata (autentik) yang tidak terstruktur (iil-structured) dan bersifat
terbuka sebagai konteks bagi peserta didik untuk mengembangkan
keterampilan menyelesaikan masalah dan berpikir kritis secara sekaligus
membangun pengetahuan baru (Hosnan, 2014: 298).
3. Project Based Learning adalah model pembelajaran yang menggunakan
proyek atau kegiatan sebagai media. Guru menugaskan siswa untuk
melakukan eksplorasi, penilaian, interprestasi, sintesis, dan informasi untuk
menghasilkan berbagai bentuk hasil belajar. Model pembelajaran ini
44
menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam kegiatan mengumpulkan
dan mengintegrasi pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya dalam
berkreativitas secara nyata (Hosnan, 2014: 319).
2.7.5 Sumber Belajar
Sumber belajar merupakan rujukan yang seharusnya berasal dari berbagai sumber
yang nantinya harus dianalisis dan mengumpulkan materi yang sesuai untuk
dikembangkan dalam bentuk bahan ajar. Pada prinsipnya, sumber belajar adalah
semua sumber baik berupa data orang dan wujud tertentu yag dapat digunakan
oleh peserta didik dalam belajar, baik secara terpisah maupun secara terkombinasi
sehingga mempermudah peserta didik dalam mencapai tujuan belajar atau
mencapai kompetensi tertentu.
Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi
dasar, serta materi pokok pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi.
Sumber belajar dapat berupa buku siswa, buku refrensi, majalah, koran, situs
internet, lingkungan sekitar, narasumber, dan sebagainya (Priyatni, 2014: 175).
2.7.6 Penilaian Pembelajaran
Penilaian pembelajaran dilakukan pendidik untuk menilai dan menentukan
efektivitas dan keberhasilan peserta didik dalam mengikuti pembelajaran yang
telah dilaksanakan berdasarkan indikator penilaian pada setiap kompetensi.
Dalam Kurikulum 2013 terdapat penilaian autentik atau asesemen autentik.
45
Penilaian autentik (penilaian nyata) adalah pengukuran yang bermakna secara
signifikasi atas hasil belajar peserta didik untuk ranah sikap, keterampilan, dan
pengetahuan dan juga sebagai penggambar peningkatan hasil peserta didik baik
dalam rangka mengamati,menanya, mencoba, mengasosiasi, dan
mengomunikasikan (Hosnan, 2014: 387).
Kegiatan penilaian yang dilakukan selain melihat pengumpulan informasi tentang
pencapaian hasil belajar dan pembuatan keputusan tentang hasil belajar peserta
didik berdasarkan informasi yang didapat dengan memperhatikan prinsip yang
harus diterapkan dalam penilaian autentik adalah sebagai berikut (Hosnan, 2014:
389).
a. Penilaian autentik mengacu pada ketercapaian standar nasional (didasarkan
pada indikator). Kurikulum dan hasil belajar berdasarkan setiap mata
pelajaran memuat tiga kompetensi utama, yaitu kompetensi dasar, indikator
pencapaian hasil belajar, dan materi pokok. Kompetensi dasar adalah
gambaran umum tentang apa yang harus dilakukan siswa, bagaimana cara
menilai siswa yang sudah meraih kompetensi tertentu tidak langsung
digambarkan di dalam pernyataan tentang kompetensi tetapi digambarkan
dalam indikator belajar.
b. Penilaian autentik adalah penilaian yang menyeimbangkan tiga ranah, yaitu
penilaian aspek pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan
(psikomotorik) secara seimbang.
46
Penulis dalam penelitian ini akan merancang pembelajaran, sumber data yang
digunakan adalah media masa, buku, dan internet. Tujuan dari kompetensi dasar
ini adalah siswa mampu menanggapi masalah yang ditemukan dan mencari solusi
dengan menggunakan metode diskusi dan menggunakan bahasa yang tepat dan
sopan.sehingga diharapkan pembelajaran dapat berlangsung secara
menyenangkan, inspiratif, menantang, interaktif, dan memotivasi peserta didik
untuk aktif, kreatif, dan mandiri sesuai dengan minat, bakat, dan perkembangan
fisik maupun psikologis peserta didik. Terkait implikasinya terhadap
pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SMA, mengenaiimplikatur
percakapan dalam novel Surga Yang Tak Dirindukan karya Asma Nadia
diharapkan dapat memberikan gambaran yang utuh kepada siswa mengenai cara
bertutur sesuai dengan prinsip kerja sama dan sopan santun dalam berkomunikasi
dengan orang tua, guru, dan teman. Siswa dapat menjalin hubungan sosial yang
baik, dan dapat mengambil nilai-nilai positif dari implikatur percakapan yang
terdapat dalam novel Surga Yang Tak Dirindukan karya Asma Nadia Siswa dan
siswa dituntut untuk memerhatikan konteks selama diskusi tersebut. Sehingga
makna yang tak langsung disampaikan akan dimengerti oleh siswa.
III. METODE PENELITIAN
3.1 Metode
Pada hakikatnya sebuah penelitian dilakukan untuk mencari jawaban dari
pertanyaan peneliti dengan menggunakan desain. Penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan bentuk percakapan tokoh yang mengandung implikatur dalam
novel Surga Yang Tak Dirindukan karya Asma Nadia.Dengan demikian, untuk
mencapai tujuan tersebut digunakan desain penelitian deskriptif kualitatif.
Penggunaan desain ini didasarkan pada pendapat Bodgan dan Taylor (Soewadji,
2012: 51-52) yang mengemukakan bahwa penelitian deskriptif kualitatif diartikan
sebagai salah satu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
ucapan atau tulisan dan perilaku orang-orang yang diamati.
Penelitian kualitatif konsep dan kategorilah, bukan kejadian dan frekuensinya
yang dipersoalkan. Penelitian kualitatif tidak meneliti suatu lahan kosong tetapi ia
menggalinya (Mc. Cracken, 1988: 17). Penelitian kualitatif mempunyai tujuan
yang bersifat teoritis, bukan deskriptif, ini khususnya dalam studi kasus yang
menggunakan metode kualitatif, maka pengujian teorilah yang lebih penting,
bukan masalah inferensi (penarikan kesimpulan) ataupun generalisasi (Yin, 1989,
Platt,1988). Dengan pendekatan kualitatif ini diharapkan mampu menghasilkan
uraian yang mendalam tentang ucapan, tulisan, dan atau perilaku yang dapat
diamati dari suatu individu, kelompok, masyarakat, dan atau organisasi tertentu
dalam suatu setting konteks tertentu yang dikaji dari sudut pandang yang utuh,
komprehensif, dan holistik (Soewadji, 2012: 52).
48
3.2 Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah percakapan antar tokoh dalam novel
Surga Yang tak Dirindukan karya Asma Nadia. Data dalam penelitian ini adalah
percakapan antartokoh yang mengandung implikatur dalam novel Surga Yang Tak
Dirindukan karya Asma Nadia, yaitu Arini, Pras, Rose, Nadia, Amran, Hartono,
Sita, Ayah dari Arini, Ibu dari Arini, dan Lia. novel tersebut terbitkan AsmaNadia
Publishing House pada juni 2015, cetakan kedua puluh, yang terdiri dari 22 bab
dengan tebal buku 308 halaman.; 20,5 cm x 14 cm.
3.3 Prosedur Penelitian
Prosedur yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Membaca novel Surga Yang tak Dirindukan Karya Asma Nadia secara
keseluruhan dengan cermat.
2. Mencari teori yang sesuai dan mendukung tujuan penelitian.
3. Menganalisis data dengan mengidentifikasikan bagian-bagian percakapan
tokoh sesuai konteks dalam novel Surga yang Tak Dirindukan karya Asma
Nadia.
4. Menjelaskan implikatur percakapan dalam novel Surga Yang Tak
Dirindukan karya Asma Nadia.
5. Mendeskripsikan implikasinya terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia di
SMA.
6. Menarik kesimpulan dan memberi saran.
49
3.4 Teknik Pengumpulan dan Analisis Data
Langkah-langkah yang dilakukan penulis untuk menganalisis data dalam novel
Surga yang tak Dirindukan karya Asma Nadia adalah sebagai berikut.
1. Membaca novel Surga Yang Tak Dirindukan karya Asma Nadia secara
keseluruhan dengan cermat.
2. Memilah-milah percakapan dalam novel Surga Yang Tak Dirindukan karya
Asma Nadia.
3. Mengidentifikasi data yang terdapat dalam novel Surga Yang Tak Dirindukan
karya Asma Nadia yang berkaitan dengan implikatur percakapan.
4. Mengelompokkan kutipan percakapan tokoh yang mendukung berdasarkan
konteks implikatur.
5. Data-data yang telah dikumpulkan diklasifikasikan berdasarkan tuturan
langsung dan tidak langsung, literal tidak literal berdasarkan implikatur.
6. Data-data yang sudah diklasifikasikan sesuai permasalahannya akan dianalisis
dengan menggunakan analisis data heuristik.
7. Menyimpulkan hasil analisis mengenai implikatur percakapan tokoh dalam
novel Surga Yang Tak Dirindukan karya Asma Nadia dalam pembelajaran
bahasa Indonesia di SMA dengan menggunakan metode induktif.
8. Mendeskripsikan implikasi hasil penelitian terhadap pembelajaran bahasa
Indonesia di SMA.
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian terhadap implikatur percakapan dalam novel
Surga yang Tak Dirindukan karya Asma Nadia, penulis menyimpulkan hasil
penelitian sebagai berikut.
1. Implikatur percakapan antar tokoh novel Surga yang Tak Dirindukan karya
Asma Nadia menggunakan bentuk verbal dalam berimplikatur, yaitu tutur
langsung tidak literal, tindak tutur tidak langsung literal, dan tindak tutur
tidak langsung tidak literal.
2. Pemanfaatan konteks berimplikatur yang paling dominan pada peristiwa tutur
dalam novel Surga Yang Tak Dirindukan karya Asma Nadia meliputi konteks
tempat, konteks waktu, dan konteks situasi.
3. Hasil penelitian ini diimplikasikan pada pembelajaran bahasa Indonesia di-
SMA kelas XII semester genap yang diwujudkan dalam bentuk RPP
berdasarkan Kurikulum 2013. Aspek kompetensi inti yang berkaitan dengan
penelitian ini 1.2. Mensyukuri anugerah Tuhan akan keberadaan bahasa
Indonesia dan menggunakannya sebagai sarana komunikasi dalam
memahami, menerapkan, dan menganalisis informasi lisan dan tulis melalui
teks cerita sejarah, berita, iklan, editorial/opini, dan cerita fiksi dalam novel.
Kompetensi Dasar yang berkaitan dengan hasil penelitian ini ialah KD 3.9
Menganalisis isi dan kebahasaan novel dan KD 4.9 Merancang novel atau
112
novelet dengan memerhatikan isi dan kebahasaan baik secara lisan maupun
tulis.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil analisis novel Surga yang Tak Dirindukan karya Asma
Nadia dan implikasinya pada pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah
Menengah Atas (SMA) penulis dapat memberikan saran sebagai berikut,
1. Guru mata pelajaran bahasa Indonesia dapat menggunakan cuplikan dalam
novel Surga yang Tak Dirindukan karya Asma Nadia, sebagai alternatif
bahan pembelajaran menggunakan implikatur dalam percakapan.
2. Bagi peneliti yang berminat di bidang kajian Implikatur Percakapan
hendaknya mengkaji tuturan yang mengandung iplikatur dengan
menggunakan sumber data yang berbeda, seperti implikatur di dalam kelas, di
tempat rekreasi, dan di perpustakaan.
DAFTAR PUSTAKA
Brannen,Julia.2002. Memadu Metode Penelitian: Kualitatif&Kuantitatif.Terjemahan Oleh Sumarno.Samarinda: Pustaka Pelajar Offset.
Brown, Gillian dan George Yule. 1996. Analisis Wacana. Jakarta: GramediaPustaka Utama.
Chaer, Abdul dan Leoni Agustina. 2010. Sosiolingustik Perkenalan Awal. Jakarta:Rineka Cipta.
Dipl. Ed., M. Hosnan. 2014. Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalamPembelajaran Abad 21. Bogor: Ghalia Indonesia.
Djajasudarma, T. Fatimah. 1994. Wacana: Pemahaman dan HubunganAntarunsur. Bandung: Eresco.
Leech, Geoffrey. 1993. Prinsip-prinsip Pragmatik. Terjemahan oleh Oka, M.D.D.Jakarta: Universitas Indonesia.
Lubis, A. Hamid Hasan. 1994. Analisis Wacana Pragmatik. Bandung: Angkasa.
Mulyana.2005.Kajian Wacana:Teori,Metode dan Aplikasi Prinsip-prinsipAnalisis Wacana. Yogyakarta:Tiara Wacana.
Nadia, Asma. 2015. SurgaYang TakDirindukan. Depok: Asma Nadia PublishingHouse.
Purba, Antilan. 2010. Sastra Indonesia Kontemporer. Medan: GrahaIlmu.
Rahardi, R.Kunjana. 2005. Pragmatik: Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia.Jakarta: Airlangga.
Rahmanto. 1988. Metode Pengajaran Sastra. Yugyakarta: Kanisius.
Rusminto,Nurlaksana Eko. 2015. Analisis Wacana: Kajian Teoritis danPraktis.Yogyakarta: Graha Ilmu.
Samsuri. 1987. Analisis Bahasa. Jakarta: Percetakan Sapdodi.
114
Samsuri. 1998. Analisis Wacana. Malang: IKIP Malang.
Soewadji, Jusuf. 2012. Pengantar Metodologi Penelitian. Jakarta: Mitra WacanaMedia.
Tarigan, Henry Guntur. 1987. Pengajaran Wacana. Bandung:Angkasa.
Tarigan, Henry Guntur. 2011. Dasar-Dasar Psikosastra. Bandung: Angkasa
Universitas Lampung. 2011. Format Penulisan Karya Ilmiah. Bandar Lampung:Universitas Lampung
Wijana, I D. P. dan Muhammad Rohmadi. 2010. Analisis Wacana Pragmatik.Surakarta: Yuma Pustaka.
Yule, George.2014.Pragmatik. Terjemahan oleh Indah Fajar Wahyuni.Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.
Top Related