IMPLEMENTASI KEPUTUSAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN UKM RI NO :
98/KEP/M.KUKM/IX/2004 TENTANG NOTARIS SEBAGAI PEMBUAT AKTA KOPERASI
DI DINAS PELAYANAN KOPERASI DAN UKM PROVINSI JAWA TENGAH
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Magister
Program Studi Ilmu Hukum
Minat Utama : Hukum dan Kebijakan Publik
Oleh :
ENI PURBOWATI
N I M : S. 310306006
PROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA2009
ii
IMPLEMENTASI KEPUTUSAN MENTERINEGARA KOPERASI DAN UKM RI NO :
98/KEP/M.KUKM/IX/2004 TENTANG NOTARIS SEBAGAI PEMBUAT AKTA KOPERASI
DI DINAS PELAYANAN KOPERASI DAN UKM PROVINSI JAWA TENGAH
Disusun Oleh :
ENI PURBOWATI
N I M : S. 310306006
Telah disetujui oleh Tim Pembimbing
Dewan Pembimbing
Jabatan Nama Tanda tangan Tanggal
Pembimbing I DR. Jamal Wiwoho, SH, M.Hum . . . . . . . . . . . . . . . . . . NIP. 131 658 560
Pembimbing II Joko Poerwono, SH, MS . . . . . . . . . . . . . . . . . . NIP. 130 794 453
Mengetahui :
Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum
Prof. Dr. H. Setiono, S.H., M.SNIP. 130 345 735
iii
IMPLEMENTASI KEPUTUSAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN UKM RI NO :
98/KEP/M.KUKM/IX/2004 TENTANG NOTARIS SEBAGAI PEMBUAT AKTA KOPERASI
DI DINAS PELAYANAN KOPERASI DAN UKM PROVINSI JAWA TENGAH
Disusun Oleh :
ENI PURBOWATI
N I M : S. 310306006
Telah disetujui oleh Tim Penguji
Jabatan Nama Tanda tangan Tanggal
Ketua Prof. Dr. H. Setiono, SH, MS. ……………... …………..
Sekertaris ……………... …………..
Anggota Penguji 1. Dr. Jamal Wiwoho, SH, M.Hum
2. Joko Poerwono, SH, MS
……………..
………………
…………..
…………..
Mengetahui
Ketua Program
Studi Ilmu Hukum
Prof. Dr. H. Setiono, SH, MS.
NIP. 130 345 735
…………….. ………….
Direktur Program
Pascasarjana
Prof. Drs. Suranto, MSc. Ph.D
NIP. 130 472 192
…………….. …………..
iv
PERNYATAAN
Nama : ENI PURBOWATI
NIM : S. 310306006
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul :
“Implementasi Kepmennegkop dan UKM RI nomor : 98/Kep/M.KUKM/IX/2004
Tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi Pada Dinas Pelayanan
Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah “ adalah betul-betul karya sendiri. Hal-
hal yang bukan karya saya, dalam tesis tersebut diberi tanda citasi dan
ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan
saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa
pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.
Surakarta, Pebruari 2009
Yang membuat pernyataan,
Eni Purbowati
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan
berkat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan
baik dan lancar.
Penulisan tesis dengan judul “Implementasi Kepmengkop dan UKM RI
Nomor : 98/Kep/M.KUKM/IX/2004 Tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta
Koperasi Pada Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah” merupakan
salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh semua mahasiswa Program Studi Ilmu
Hukum pada Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat dijadikan dasar pertimbangan oleh Pemerintah
dan Masyarakat pemohon akta koperasi untuk melakukan evaluasi kebijakan
yang telah dilakukan khususnya dalam hal Notaris Sebagai Pembuat Akta
Koperasi..
Penulis menyadari bahwa tesis ini dapat selesai berkat bantuan serta
dorongan dari berbagai pihak, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati,
penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :
1. Prof. Dr. dr. Much. Syamsulhadi, SpKJ, Rektor Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
2. Prof. Drs, Suranto, MSc, Ph.D, Direktur Program Pascasarjana Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
vi
3. Prof. Dr. H. Setiono, SH, MS, Ketua Program Studi Ilmu Hukum Program
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan
dorongan dan kemudahan untuk menyelesaikan tesis ini.
4. Dr. Hartiwingsih, SH, M, Hum Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum
Program Pasacasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah
memberi kelancaran untuk menyelesaikan tesis ini.
5. Dr. Jamal Wiwoho, SH, M.Hum, selaku pembimbing I yang telah
meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbing dan mengarahkan
penulis, sehingga penyusunan tesis ini dapat diselesaikan.
6. Joko Poerwono, SH, MS, selaku pembimbing II yang telah memberikan
pengarahan dan motivasi dalam penyelesaian tesis ini.
7. Para Dosen dan Staf Pengajar Program Studi Ilmu Hukum Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
8. Seluruh staf Program Studi Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Sebelas
Maret yang telah memberikan bantuan serta pelayanan selama penulis
menempuh kuliah di Pascasarjana.
9. Drs. Abdul Sulhadi, MSi selaku Kepala Dinas Koperasi dan UKM Provinsi
Jawa Tengah yang telah memberi ijin untuk menempuh pendidikan pasca
sarjana dan memberikan ijin penelitian.
10. Para Notaris yang telah bersedia menjadi responden dan memberi informasi
dalam pengumpulan data untuk penulisan tesis.
vii
11. Rekan-rekan kerja di Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah yang
telah memberi semangat, motivasi serta dukungan untuk melanjutkan studi
S2.
12. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret Angkatan 2006 , konsentrasi Hukum dan
Kebijakan Publik atas kerja samanya, dan kebersamaannya selama
menempuh kuliah di Pascasarjana
13. Suami, Anak, Orang Tuaku dan Saudara-saudaraku , sahabat-sahabatku
yang dengan sabar telah memberi dorongan, semangat dan motivasi serta
selalu mendoakan, sehingga penelitian ini dapat selesai dan penulis dapat
menyelesaikan studi di Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.
14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu yang telah
memberikan dukungan dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan
tesis ini dan studi di Pascasarjana Universitas Sebelas Maret
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, karena
masih terbatasnya kemampuan penulis, oleh karena itu saran dan kritik yang
bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga tesis ini dapat bermanfaat
bagi siapa saja dan bermanfaat pada disiplin Ilmu Hukum, khususnya dalam
masalah Hukum dan Kebijakan Publik.
Surakarta, Pebruari 2009
Penulis
Eni Purbowati
viii
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ....................................................................................................... i
PENGESAHAN PEMBIMBING ............................................................... ii
PENGESAHAN PENGUJI TESIS ............................................................. iii
PERNYATAAN ........................................................................................ iv
KATA PENGANTAR ................................................................................ v
DAFTAR ISI ............................................................................................. ix
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xii
DAFTAR BAGAN ..................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xiv
ABSTRAK ................................................................................................ xv
ABSTRACK ................................................................................................ xvi
BAB I. PENDAHULUAN ....................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ...................................................... 1
B. Perumusan Masalah ............................................................ 4
C. Tujuan Penelitian .................................................................. 5
1. Tujuan Umum ................................................................ 5
2. Tujuan Khusus ................................................................ 6
D. Manfaat Penelitian .............................................................. 6
1. Manfaat Teoritis............................................................... 6
2. Manfaat Praktis ............................................................... . 6
ix
E. Penelitian Yang Relevan ....................................................... 7
BAB II. KERANGKA TEORITIK ............................................................ 8
A. Landasan Teori ................................................................... 8
1. Teori Bekerjanya Hukum ............................................... 8
2. Teori Kebijakan Publik .................................................. 14
3. Implementasi Kebijakan Publik........................................ 26
4. Hubungan Hukum dengan Kebijakan Publik .................. 31
5. Notaris .......................................................................... 34
6. Keputusn Menegkop dan UKM RI No :
98/Kep/M.KUKM/IX/2004 ............................................. 37
7. Koperasi ……….. .......................................................... 41
B. Kerangka Berpikir ................................................................ 49
BAB III. METODE PENELITIAN .............................................................. 52
A. Jenis Penelitian ................................................................... 53
B. Lokasi Penelitian ................................................................ 54
C. Jenis Dan Sumber Data ....................................................... 55
D. Teknik Pengumpulan Data .................................................. 58
E. Tehnik Sampling .................................................................. 60
F. Teknik Analisa Data ........................................................... 61
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................... 64
A. Hasil Penelitian ................................................................ ....... 64
1. Deskripsi Lokasi ........................................................... 64
x
2. Kedudukan, tugas pokok dan fungsi Dinas Pelayanan
Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah ....................... 65
3. Implementasikan Keputusan Menteri Negara Koperasi
dan UKM RI Nomor 98 / Kep / M.KUKM/ IX / 2004
tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi . pada
Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa
Tengah ............................................................................. 74
a. Implementasi yang dilakukan oleh masyarakat
pemohon akta koperasi. ............................................ 74
b. Implementasi yang dilakukan oleh Notaris Pembuat
Akta Koperasi. ........................................................... 83
c. Implementasi yang dilakukan oleh Dinas Pelayanan
Koperasi dan UKM Propinsi Jawa Tengah ................. 102
d. Permasalahan yang dihadapi dan solusinya ................ 128
B. Pembahasan .......................................................................... 132
1) Langkah-langkah yang dilaksanakan dalam implementasi
Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI ........... 132
2) Keputusan menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor
: 98/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang Notaris Sebagai
Pembuat Akta Koperasi ..................................................... 137
3) Permasalahan dan solusinya. ............................................ 147
xi
BAB V. PENUTUP .................................................................................... 149
A. Kesimpulan ........................................................................... 149
B. Implikasi ............................................................................... 155
C. Saran .................................................................................. 157
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 1. Data permohonan dan pengesahan badan hukum koperasi ............ 103
xiii
DAFTAR BAGAN
Bagan Halaman
Bagan 1. Alur Kerangka Berpikir Penyelesaian Masalah ........................ 51
Bagan 2. Proses Analisis Data (Interactive Model of Analysis) Menurut
Miles dan Huberman ................................................................. 63
Bagan 3. Struktur Organisasi Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM
Provinsi Jawa Tengah ................................................................ 67
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
1. Undang-Undang RI No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian
2. Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 / Kep /
M.KUKM / IX / 2004 tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi.
3. Contoh Materi Akta Pendirian Koperasi
xv
ABSTRAK
Eni Purbowati, S 31030606, Implementasi Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 / Kep / M.KUKM / IX /2004 tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi di Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah . Thesis : Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 / Kep / M.KUKM / IX / 2004 tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi, penyebab kurang efektifnya Keputusan Menteri dimaksud, serta permasalahan dan solusi yang dihadapi dalam pengesahan badan hukum koperasi.Penelitian ini adalah penelitian sosiologis ( non doktrinal ) dengan pendekatan kualitatif . Lokasi penelitian di Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan sekunder, sedangkan tehnik pengumpulan data melalui wawancara , quesiner, observasi dan studi kepustakaan. Analisa data menggunakan analisa data kualitatif dengan model interaktif yang terdiri dari reduksi data dan penyajian data dan ditarik suatau kesimpulan. Berdasar hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa implementasi Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang Notaris Sebagai Pembeuat Akta Koperasi yang telah dilakukan 1.langkah-langkah oleh masyarakat : mengikuti sosialisasi, mengadakan rapat pembentukan koperasi, menghadap notaris untuk membuat akta autentik, mengajukan permohonan pengesahan akta badan hukum koperasi, langkah-langkah yang dilakukan notaris adalah mengikuti pembekalan perkoperasian, mengajukan permohonan menjadi Notaris Pembuat Akta Koperasi, membuat akta koperasi, menyimpan minit akta koperasi, membacakan akta koperasi, mengirimkan laporan tahunan, mengeluarkan salinan akta, mengajukan pengesahan akta pendirian badan hukum koperasi, sedang oleh Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah adalah sosialisasi melalui berbagai media, verifikasi persyaratan dan materi, survey lokasi koperasi, , mengesahkan akta pendirian badan hukum koperasi, mencatat dalam buku daftar umum koperasi, menyempaikan surat pengesahan kepada pendiri koperasi dan mengumumkan dalam Berita Negara RI. 2.Penyebab kurang efektifnya Keputusan Menteri dimaksud dapat dianlisa dari faktor substansi hukum, struktur hukum dan kultur hukum .3. Permasalahan yang dihadapi adalah kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang arti pentingnya akta autentik pendirian badan hukum koperasi, biaya Notaris yang relatif tinggi dan tidak adanya keseragaman tarif, akta Notaris banyak yang salah dan banyaknya Notaris yang tidak berwenang membuat akta koperasi yang disebabkan yang bersangkutan belum mengajukan permohonan untuk ditetapkan menjadi Notaris Pembuat Akta Koperasi. Solusi dari permasalahan tersebut adalah dilakukan sosialisasi terus menerus terhadap masyarakat, dibuatnya kesepakatan tarif pembuatan akta koperasi antar Notaris, dilakukan pelatihan perkoperasian bagi Notaris dan dibuat himbauan kepada Notaris unutk segera mengajukan permohonan untuk ditetapkan menjadi Notaris Pembuat Akta Koperasi.
xvi
ABSTRACT
Eni Purbowati, S. 31030606, Decree Implementation of Co-operation and UKM State Minister RI Number : 98 / Kep / MKUKM / IX /2004 about Notary as Cooperation Act Maker in Cooperation and UKM Serving Department of Central Java Province. Thesis : Postgraduate Program of Sebelas Maret University Surakarta.
This research purposes to know Decree Implementation of Co-operation and UKM State Minister RI Number : 98 / Kep / M.KUKM / IX / 2004 about Notary as Cooperation Act Maker, cause of less effectively Ministerial Decree intended, and also problems and solution which faced in authentication of body corporate cooperation. This research is sociology research (non doctrinal) with qualitative approach. Research location in Cooperation and UKM Serving Department of Central Java Province. Data type which used are primary and secondary data, while data collecting technique through interview, questionnaire, observation and bibliography study. Data analysis applies qualitative data analysis with interactive model which consisted of data reduction and data presentation and then pulled conclusion.
According to research result and discussion can be concluded that Decree Implementation of Co-operation and UKM State Minister RI Number : 98/Kep/M.KUKM/IX/2004 about Notary as Cooperation Act Maker which have done are : 1. Steps which have done by society : following socialization, hold meeting cooperation forming, faces notary to make authentic act, propose authentication cooperation body corporate act, steps which have to done by notary are following cooperation stock purchasing, propose application as Notary of Cooperation Act Maker, make cooperation act, keeping minit of cooperation act, reads cooperation act, sends annual report, releases act copies, submit authentication of bill establishment of body corporate corporation, while Cooperation and UKM Serving Department of Central Java Province are socialization through various media verification of clauses and material, cooperation location survey, authenticates bill of establishment of body corporate cooperation, register in time table book cooperation, submit authentication letter to cooperation founder and announcer in Official Gazette RI. 2. Causes of less effectively of Ministerial Decree above analyzable from law substance factor, law structure and law culture. 3. Problems which faced are lack of knowledge and awareness of public about importance of establishment act authentic of body corporate cooperation, notary cost which relative high and inexistence of tariff uniformity, there are much fault in notary act and many Notary which have no authority to make cooperation act which caused he has not applied to become cooperation act maker Notary. Solution from that problems have done continuous socialization to public, create of agreement about cooperation act making tariff between notaries, conducted cooperation training for notaries and made advice to notaries for applies to be specified to become Cooperation Act Maker Notary as soon as possible.
1
BAB I
P E N D A H U L U A N
A. Latar Belakang
Setelah pemerintah mengikutsertakan profesi hukum, khususnya
notaris, dalam proses pengesahan akta pendirian, perubahan anggaran dasar,
hingga pembubaran koperasi, implementasinya hingga kini masih
mengundang banyak pertanyaan. Ada anggapan upaya itu mempersulit
pendirian koperasi. Disisi lain langkah ini diharapkan dapat membendung
lahirnya koperasi jadi-jadian alias yang tidak berbasis anggota.
Dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Negara Koperasi dan
UKM RI Nomor : 98 / Kep / M. KUKM / IX / 2004, Tentang Notaris Sebagai
Pembuat Akta Koperasi dan ditandatanganinya Nota Kesepahaman
(Memorandum of understanding) antara Kementrian Negara Koperasi dan
Usaha Kecil Menengah dengan Ikatan Notaries Indonesia (INI) pada tanggal 4
Mei 2004, maka sejak itu dimulai era baru dalam kelembagaan koperasi di
Tanah Air.
Pendirian koperasi tidak sekedar cukup hanya ditandatangani oleh 20
orang saja (sesuai dengan pasal 6 ayat 1 Undang-Undang Nomor 25 Tahun
1992 tentang Perkopersian) dan mendapat pengesahan dari Dinas yang
membidangi koperasi setempat, tetapi juga harus dicatat dalam sebuah akta
resmi yakni akta notariat.
2
Sampai saat inipun publik masih bertanya – tanya, apa sebenarnya
yang melatar belakangi dikeluarkanya Keputusan Menteri Negara Koperasi
dan UKM Nomor : 98 / Kep / M. KUKM / IX / 2004 tersebut dan kebijakan
seperti apa yang akan diambil lebih lanjut.
Otentisasi akta – akta perkoperasian, seperti akta pendirian yang
memuat anggaran dasar , akta berita acara rapat anggota, dan akta keputusan
rapat anggota kiranya akan lebih memberikan kepastian hukum kepada semua
pihak yang terkait dengan keberadaan suatu koperasi (Yuyun Kartasasmita.
2004 : 14).
Namun kita melihat undang-undang koperasi belum mengatur tentang
siapa yang berwenang untuk membuat akta otentik yang berkaitan dengan
bidang perkoperasian. Keadaan ini mengakibatkan bahwa akta-akta koperasi
yang disahkan pejabat pemerintah dalam proses pengesahan akta pendirian,
perubahan anggaran dasar dan pembubaran koperasi , pada umumnya masih
dibuat sendiri oleh pendiri koperasi dengan akta-akta dibawah tangan yang
kurang mempunyai kekuatan hukum sebagai alat bukti yang kuat terhadap
pihak ketiga dan relasi bisnis dari koperasi. Pada beberapa kasus, sebenarnya
ada pula diantara akta pendirian koperasi tersebut yang dibuat oleh para
pendiri dengan bantuan dan bimbingan dari pegawai instansi pemerintah yang
membidangi koperasi, sebelum akta itu disahkan oleh pejabat yang berwenang
(Sumber : Safitri Handayani, Kasubag Hukum dan Kelembagaan Dinas
Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah).
3
Keadaan ini menunjukkan bahwa pemantapan kedudukan koperasi dari
aspek hukum perusahaan belum dilaksanakan secara efektif (Rai Widjaya.
2000 : 19). Pegawai yang selama ini memberikan bantuan dalam penyusunan
akta pendirian koperasipun belum dibekali keahlian yang dibutuhkan, dan
pada umumnya tidak mempunyai latar belakang pengetahuan tentang dasar-
dasar teknis pembuatan akta , masalah hukum perusahaan, masalah perjanjian,
masalah perpajakan koperasi dan masalah penerapan prinsip-prinsip koperasi
dalam organisasi koperasi dan berbagai aspek hukum yang terkait dengan
keberadaan badan hukum koperasi dalam lalu lintas bisnis. Bahkan keikut
sertaan pegawai pemerintah dalam masalah internal koperasi selama ini
mengakibatkan kerugian dari dua aspek. Pertama, munculnya tudingan yang
menyatakan pegawai pemerintah telah ikut campur dalam urusan internal
koperasi. Kedua, kehadiran pegawai pemerintah tersebut dalam masalah
internal koperasi mengakibatkan keengganan dan kesungkanan dunia profesi
dalam masyarakat dan masyarakat luas untuk berpartisipasi dalam
pengembangan koperasi.
Kenyataan yang terjadi , bahwa upaya Menteri Negara Koperasi dan
Usaha Kecil Menengah dengan menerbitkan Keputusan Menteri Negara
Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 / Kep/ M. KUKM/ IX / 2004 tentang
Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi sebagai upaya untuk memperkokoh
landasan hukum Koperasi belum sepenuhnya dikatakan berhasil. Hal ini
terlihat dari jumlah pengesahan akta pendirian koperasi , yang mana sejak
dikeluarkannya Kepmen dimaksud komulatif dari September 2004 sampai
4
dengan tahun 2007 Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa
Tengah hanya mengesahkan 35 akta badan hukum koperasi , sangat sedikit
apabila dibandingkan dengan pengesahan tahun sebelum dikeluarkannya
Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM dimaksud yang rata-rata setiap
tahun mencapai 301 sampai dengan 319 akta badan hukum koperasi (Sumber :
Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah).
Sehubungan dengan hal tersebut, penulis berkeinginan untuk mengkaji
implementasi dari Keputusan Menteri dimaksud , khususnya faktor-faktor
yang mempengaruhi efektifitas berlakunya Keputusan Menteri tersebut .
Berdasarkan hal-hal yang telah penulis sebutkan di atas, maka penulis
berkeinginan untuk menulis tesis dengan judul : IMPLEMENTASI
KEPUTUSAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL
DAN MENENGAH RI NO: 98/KEP/M.KUKM/IX/2004 TENTANG
NOTARIS SEBAGAI PEMBUAT AKTA KOPERASI DI DINAS
PELAYANAN KOPERASI DAN USAHA KECIL MENENGAH
PROVINSI JAWA TENGAH.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan diatas, maka
menurut penulis perlu dirumuskan suatu permasalahan yang disusun scara
sistimatis, sehingga sasaran yang hendak dicapai menjadi jelas, tegas, terarah
dan memudahkan pemahaman terhadap masalah yang akan diteliti sehingga
5
penelitian akan mencapai tujuan yang diharapkan. Adapun permasalahan yang
akan dikaji dalam penelitian ini adalah :
1. Langkah – langkah apakah yang dilakukan oleh Dinas Pelayanan Koperasi
dan Usaha Kecil Menengah, Notaris dan Masyarakat pemohon akta
koperasi dalam mengimplementasikan Keputusan Menteri Negara
Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 / Kep / M.KUKM / IX / 2004 Tentang
Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi ?.
2. Apakah Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor
98/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta
Koperasi dimaksud efektif dalam diimplementasinya ?
3. Permasalahan apakah yang dihadapi dalam mengimplementasikan
Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 / Kep /
M.KUKM / IX / 2004 tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi
dan bagaimanakah solusinya ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
a. Untuk mengetahui langkah-langkah yang dilakukan oleh Dinas
Pelayanan koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah, Notaris dan
masayarakat pemohon akta pendirian Koperasi dalam
mengimplementasikan Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM
RI Nomor : 98 / Kep / M.KUKM / IX / 2004 Tentang Notaris Sebagai
Pembuat Akta Koperasi.
6
b. Untuk mengetahui apakah Keputusan Menteri Negara Koperasi dan
UKM RI Nomor : 98 / Kep / M.KUKM / IX / 2004 tentang Notaris
Sebagai Pembuat Akta Koperasi efektif untuk diimplementasikan
c. Untuk mengetahui permasalahan dan solusi berkaitan dengan
dikeluarkannya Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI
Nomor : 98 / Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang Notaris Sebagai
Pembuat Akta Koperasi.
2. Tujuan khusus
a. Untuk memenuhi syarat akademik guna memperoleh gelar Magister
Ilmu Hukum dalam bidang Ilmu Hukum pada Program Pasca Sarjana
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
b. Untuk menambah wawasan dalam memperluas pamahaman mengenai
Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi beserta pengesahannya.
D. Kegunaan Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian seperti tersebut diatas maka hasil
penelitian diharapkan dapat bermanfaat antara lain :
1. Secara teoritis memberikan sumbangan pemikiran terhadap perkembangan
ilmu hukum khususnya bidang hukum dan kebijakan publik.
2. Secara praktek sebagai suatu bahan pertimbangan dalam upaya
penyempurnaan fungsi dan peranan notaris sebagai pembuat akta koperasi.
7
3. Untuk penulis secara pribadi adalah sebagai tugas akhir dan syarat dalam
menyelesaikan studi magister ilmu hukum di Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
E. Penelitian yang relevan
Penelitian tentang Implementasi Keputusan Menteri Negara Koperasi
dan UKM RI Nomor : 98 / Kep / M.KUKM / IX / 2004 tentang Notaris
Sebagai Pembuat Akta Koperasi sepengetahuan penulis belum ada penelitian
tentang judul seperti diatas.
8
BAB II
KERANGKA TEORITIK
A. Landasan Teori
1. Teori Bekerjanya Hukum.
Kehidupan dalam masyarakat sebenarnya berpedoman pada suatu
aturan yang oleh sebagian terbesar masyarakat tersebut dipatuhi dan ditaati
oleh karena merupakan pegangan baginya. Hubungan-hubungan antar
manusia serta antara manusia dengan masyarakat atau kelompoknya,
diatur oleh serangkaian nilai-nilai dan kaidah-kaidah, dan peri
kelakuannya semakin lama melembaga menjadi pola-pola. Kaidah-kaidah
dan nilai-nilai yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat
adalah beragam macamnya, dan kaidah yang penting adalah kaidah-kaidah
hukum, selain kaidah agama, kesusilaan dan kesopanan.
Sebagaimana dikatakan oleh Satjipto Rahardjo (dalam OK
Khairiddin. 1991 : 141) bahwa hukum dalam perkembangannya tidak
hanya dipergunakan untuk mengukuhkan pola-pola kebiasaan dan tingkah
laku yang terdapat di dalam masyarakat, melainkan juga untuk
mengarahkannya kepada tujuan-tujuan yang dikehendaki, menghapuskan
kebiasaan-kebiasaan yang dipandangnya tidak sesuai lagi, menciptakan
pola-pola kelakuan baru dan sebagainya.
Hal itu dikarenakan hukum merupakan suatu kebutuhan
masyarakat sehingga ia bekerja dengan cara memberikan petunjuk tingkah
laku manusia dalam memenuhi kebutuhannya. Ia merupakan pencerminan
9
kehendak manusia dalam memenuhi kebutuhannya. Ia merupakan
pencerminan kehendak manusia tentang bagaimana seharusnya
masyarakat itu dibina dan kemana harus diarahkan.
Hukum diciptakan untuk mengatur pola hubungan tingkah laku
masyarakat atau kelompok dalam proses interaksi antara satu dengan
lainnya dalam masyarakatpun yang dapat hidup atau bertahan tanpa
hukum yang mengaturnya. Bagaimanapun bentuk ataupun susunan
masyarakatnya ( baik pada masyarakat modern maupun pada masyarakat
sederhana ) hukum itu tetap ada ( OK Khairuddin, 1991 : V ).
Pada hakekatnya hukum mengandung ide atau konsep yang
abstrak, sekalipun abstrak tapi ia dibuat untuk mengimplementasikan
dalam kehidupan sosial sehari-hari. Oleh karena itu, perlu adanya suatu
kegiatan untuk mewujudkan ide-ide tersebut menjadi kenyataan
merupakan suatu penegakan hukum ( Esmi Warassih, 2005 : 78 ).
Pada penegakan hukum bersinggungan dengan banyak aspek yang
lain yang melingkupinya. Suatu hal yang pasti, bahwanusaha mewujudkan
ide atau nilai selalu melibatkan lingkungan serta berbagai pengaruh factor
lainnya, oleh karena itu penegakan hukum hendaknya tidak dilihat sebagai
suatu yang berdiri sendiri, melainkan selalu berada diantara berbagai
factor.
Menurut E. Utrecht ( dalam Chainur Arrasyid, 2004 : 21 ), hukum
adalah himpunan petunjuk hidup ( perintah dan larangan ) yang mnegatur
tata tertib dalam suatu masyarakat yang seharusnya ditaati oleh anggota
10
masyarakat dan jika dilanggar dapat menimbulkan tindakan pemerintah
dan masyarakat itu sendiri.
Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan
atau kepentingan-kepentingan yang hendak dipenuhinya. Namun tidak
semua masyarakat mempunyai kebutuhan atau kepentingan yang sama,
dan bahkan tidak jarang pula bertentangan satu sama lain. Dilain pihak
didasari pula bahwa terpenuhinya suatu kebutuhan manusia dapat
diselenggarakan di dalam masyarakat yang tertib dan aman.
Hukum juga mempunyai kemampuan untuk menjalankan fungsi
pengawasan (mekanisme control). Mekanisme kontrol ini bermaksud
untuk menjaga kestabilan dalam masyarakat agar orang tetap patuh
kepadaaturan-aturan yang sudah ditentukan (OK. Khairuddin, 1991 : 86).
Sedangkan orang patuh pada hukum dikarenakan bermacam sebab
sebagaimana dikatakan Utrecht (dalam R. Soeroso, 2002 : 65) antara lain:
a. Orang merasakan bahwa peraturan-peraturan itu dirasakan sebagai
hukum, mereka berkepentingan akan berlakunya peraturan tersebut.
b. Karena mereka harus menerimanya supaya ada rasa ketentraman
c. Karena masyarakat menghendakinya
d. Karena adanya paksaan (sanksi sosial).
Pola-pola dan kaidah hukum dapat dijumpai disetiap kehidupan
masyarakat baik masyarakat tradisionil maupun masyarakat modern.
Kaidah dan pola hukum tersebut mengatur hampir seluruh segi kehidupan
warga masyarakat .
11
Satjipto Raharjo (2000 : 13), berpendapat bahwa masyarakat dan
ketertibannya merupakan dua hal yang berhubungan sangat erat, bahkan
bisa juga dikatakan sebagai dua sisi dari mata uang, susah untuk
mengatakan adanya masyarakat tanpa adanya ketertiban, bagaimanapun
kualitasnya. Ketertiban dalam masyarakat diciptakan bersama-sama oleh
berbagai lembaga secara bersama-sama seperti hukum dan tradisi. Oleh
karena itu di dalam masyarakat juga dijumpai berbagai macam norma
yang masing-masing memberikan sahamnya dalam menciptakan
ketertiban itu.
Hukum memiliki hubungan timbal balik dengan masyarakatnya,
karena hukum itu sendiri merupakan sarana pengatur masyarakat dan
bekerja di dalam masyarakat. Hukum tidak terlepas dari gagasan maupun
pendapat yang hidup di kalangan anggota masyarakat. Struktur masyarakat
bisa menjadi penghambat sekaligus dapat memberikan sarana-sarana
sosial, sehingga hukum bisa diterapkan dengan sebaik-baiknya (Esmi
Warassih, 2005 : 85).
Berbagai pengertian hukum sebagai suatu sistim hukum
dikemukakan antara lain oleh Lawrence M Friedman (dalam Esmi
Warassih, 2005 : 30) mengatakan bahwa hukum itu merupakan gabungan
komponen struktur, substansi dan kultur yakni :
a. Komponen struktur, yaitu kelembagaan yang diciptakan oleh sistim
hukum itu dengan berbagai macam fungsi dalam mendukung
bekerjanya sistim tersebut. Komponen ini dimungkinkan untuk
12
melihat bagaimana sistim hukum itu memberikan pelayanan terhadap
penggarapan bahan-bahan hukum secara teratur.
b. Komponen substantif, yaitu sebagai output dari sistim hukum berupa
peraturan-peraturan, keputusan-keputusan yang digunakan baik oleh
pihak yang mengatur maupun pihak yang diatur.
c. Komponen kultur, yakni terdiri dari nilai-nilai dan sikap-sikap yang
mempengaruhi bekerjanya hukum atau oleh Laurence M. Friedman
disebut sebagai kultur hukum. Kultur hukum inilah yang berfungsi
sebagai jembatan yang menghubungkan antara peraturan hukum
dengan tingkah laku hukum seluruh warga masyarakat.
Bertolak dari rangkaian pembahasan tersebut dapat disimpulkan
bahwa pada dasarnya hukum mempunyai banyak fungsi dalam usahanya
mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu dalam
perumusannya sebagai hukum positif harus dipahami suatu sistim norma.
Pemahaman ini penting artinya untuk menghindari terjadinya kontradiksi
atau pertentangan antara norma hukum yang lebih tinggi dengan norma
hukum yang lebih rendah kedudukannya. Pemahaman ini semakin penting
artinya apabila kita tetap berkeinginan agar keberadaan ( eksistensi )
hukum sebagai suatu sistim norma mempunyai daya guna dalam
menjalankan tugasnya di masyarakat.
Dalam setiap usaha untuk merealisasikan tujuan pembangunan
maka sistim hukum itu dapat memainkan peranan sebagai pendukung dan
penunjangnya. Suatu sistim hukum yang tidak efektif tentunya akan
13
menghambat terealisasikannya tujuan yang ingin dicapai. Sistim hukum
dapat dikatakan efektif bila perilaku-perilaku manusia di dalam
masyarakat sesuai dengan apa yang telah ditentukan di dalam aturan-
aturan hukum yang berlaku. Paul dan Dias ( dalam Esmi Warassih, 2005
: 105 – 106 ) mengajukan 5 ( lima ) syarat yang harus dipenuhi untuk
mengefektifkan sistim hukum, yaitu :
a. Mudah tidaknya makna aturan-aturan hukum itu untuk ditangkap dan
dipahami.
b. Luas tidaknya kalangan di dalam masyarakat yang mengetahui isi
aturan-aturan hukum yang bersangkutan.
c. Efisien dan efektif tidaknya mobilitas aturan-aturan hukum
d. Adanya mekanisme penyelesaian sengketa yang tidak hanya mudah
dijangkau dan dimasuki oleh setiap warga masyarakat, melainkan juga
harus cukup efektif dalam menyelesaikan sengketa-sengketa
e. Adanya anggapan dan pengakuan yang merata di kalangan warga
masyarakat bahwa aturan-aturan dan pranata-pranata hukum itu
memang sesungguhnya berdaya kemempuan yang efektif.
Pada penulisan tesis ini akan dilihat efektifitas bekerjanya hukum
dalam hal ini Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor :
14
98 / Kep / M.KUKM /IX / 2004 tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta
Koperasi dengan menggunakan teori bekerjanya hukum dari Lawrence M.
Friedman.
2. Kebijakan Publik
a. Pengertian Kebijakan Publik.
Kata kebijakan publik berasal dari kata asing yaitu “public
policy”. Di Indonesia istilah public policy masih berlum mendapatkan
terjemahan yang pasti. Ada beberapa sebutan seperti : kebijaksanaan
publik, kebijaksanaan pemerintah, kebijaksanaan negara dan lain
sebagainya.
Kebijakan dari segi istilah menunjukkan pengertian yang
sifatnya tetap, serta melekat pada seseorang yang tidak berubah kecuali
adanya sebab untuk perkembangan. Oleh karena itu kebijakan yang
merupakan pengertian yang statis.
Public policy yang diterjemahkan secara bebas sebagai
kebijakan publik, dalam khasanah ilmu administrasi dimaknai secara
beragam. Thomas R Dye (dalam Budi Winarno, 2002 : 15)
mendefenisikan kebijakan publik adalah apapun yang dipilih oleh
pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan. Sedangkan Harold
Lasswell (dalam Irfan Islamy, 2004 : 15 dan 17) mengartikan
kebijakan publik sebagai serangkaian program terencana yang meliputi
tujuan , nilai dan praktek . Sedangkan Austin Ranney (dalam Irfan
15
Islamy, 2002 : 17) mengartikannya sebagai tindakan tertentu yang
telah ditentukan atau pernyataan mengenai sebuah kehendak.
Dalam bahasan yang lebih luas, Lester (dalam Budi Winarno.
2002 : 25) memberikan usulan definisi kebijakan publik, yaitu proses
atau serangkaian keputusan pemerintah yang didesain untuk mengatasi
masalah publik. Dalam konseptualisasi tersebut, kebijakan publik
mempunyai karakteristik dimana kebijakan akan diformulasikan,
diimplementasikan, dan dievaluasi oleh kewenangan atau otoritas yang
berada dalam suatu sistem politik. Satu hal yang harus dicatat adalah
kenyataan bahwa kebijakan publik selalu menjadi subyek yang akan
diubah berdasarkan informasi yang lebih baru dan lebih baik yang
diperoleh berkaitan dengan efek yang timbul dari kebijakan tersebut.
Menurut Carl J Friedrich (dalam Irfan Islamy, 2004 : 17 dan
18) kebijaksanaan negara adalah suatu arah tindakan yang mengarah
pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, sekelompok atau
pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya
hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluang-peluang
mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan (Solichin
Abdul Wahab, 2004 : 13).
Menurut Heinz Eulau dan Kenneth (dalam Sarjiyati, 2006 ; 15)
Kebijakan public adalah keputusan tetap yang dicirikan oleh konsisten
dan pengulangan (repetitiveness) tingkah laku dari mereka yang
membuat dan dari merekan yang mematuhi keputusan tersebut.
16
Istilah public policy yang disamakan dengan istilah kebijakan
public, kebijaksanaan pemerintah, kebijaksanaan negara atau yang
lainnya, John Lock dan juga Soenarko berpendirian yaitu apabila
sesuatu yang dimaksud itu sudah mengerti bersama maka soal nama itu
tergantung pada masing-masing perseorangan.
Dari definisi-definisi itu didapatkan pengetahuan pokok yang
dapat dikembangkan lebih lanjut, sehingga mempunyai pengetahuan
yang lebih cukup tentang public policy tersebut. Dengan definisi-
definisi yang dikemukakan oleh para ahli tersebut dapat ditangkap
makna dan hakekat public policy atau kebijaksanaan pemerintah yaitu
merupakan suatu keputusan oleh pejabat pemerintah yang berwenang
untuk kepentingan rakyat (public interest) sebagaimana kepentingan
rakyat tersebut merupakan keseluruhan yang utuh dari perpaduan dan
kristalisasi dari pendapat-pendapat, keinginan-keinginan, dan tuntutan-
tuntutan (demand) dari rakyat.
Dengan mempelajari beberapa pengertian dan konsepsi tentang
kebijakan publik, maka semakin bertambah pula pemahaman
mengenai kebijakan publik. Pengertian-pengertian diatas memberikan
gambaran dimensi yang dimiliki kebijakan publik, sehingga diperlukan
langkah mengidentifikasi dari kebijakan publik itu sendiri.
Kebijakan publik menurut Raksasatya (dalam Irfan Islamy,
2004 : 17-18) pada dasarnya memiliki 3 (tiga) elemen yaitu :
1) Identifikasi dari tujuan yang ingin dicapai
17
2) Taktik atau strategi dari berbagai langkah untuk mencapai tujuan
yang diinginkan
3) Penyediaan berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan
secara nyata dari taktik meupun strategi diatas.
Menurut Solikhin Abdul Wahab (2001;5), karakteristik
kebijakan publik dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1) Adanya tujuan tertentu yang ingin dicapai yaitu pemecahan
masalah publik
2) Adanya tindakan-tindakan tertentu yang dilakukan
3) Merupakan fungsi pemerintahan sebagai pelayan publik
Adakalanya berbentuk ketetapan pemerintah yang bersifat
negatif yaitu ketetapan untuk tidak melakukan tindakan apa-apa.
Implikasi pengertian kebijakan publik tersebut menurut James
E Anderson (dalam Budi Winarno, 2002 : 15) dinyatakan bahwa :
1) Kebijakan publik tersebut mempunyai tujuan tertentu atau
merupakan tindakan yang berorentasi pada tujuan
2) Tindakan-tindakan tersebut berisi pola-pola tindakan pejabat
pemerintah
3) Kebijakan tersebut adalah apa yang benar-benar dilakukan oleh
pemerintah, jadi bukan apa yang masih menjadi maksud dari
pemerintah yang akan melakukan atau menyatakan sesuatu.
4) Tindakan publik tersebut bisa bersifat positif, dalam arti
merupakan bentuk tindakan pmerintah mengenai suatu masalah
18
tertentu atau bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan
pejabat pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu
5) Kebijakan pemerintah dalam arti positif, didasarkan pada peraturan
perundang-undangan yang bersifat memaksa.
b. Proses Kebijakan Publik
Kebijakan publik lahir dengan melalui tahapan atau proses
yang panjang . Proses pembuatan Kebujakan merupakan proses yang
kompleks. Karena melibatkan banyak sekali proses maupun variabel
yang harus dikaji. Menurut William M Dunn (2000 : 24) bahwa proses
penyusunan kebijakan publik melalui tahap –tahap :
1) Tahap Penyusunan Agenda.
Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan
masalah pada agenda publik. Sebelumnya masalah-masalah ini
sudah berkompetisi untuk masuk ke dalam agenda kebijakan. Pada
tahap ini dimungkinkan suatu masalah tidak tersentuh sama sekali,
dan beberapa pembahasan untuk beberapa masalah ditunda untuk
waktu yang lama.
2) Tahap Formulasi Kebijakan.
Masalah yang sudah masuk dalam agenda kebijakan,
kemudian dibahas oleh pembuat kebijakan. Masalah-masalah
tersebut di definisikan untuk kemudian dicarai pemecahan masalah
yang terbaik.
19
Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif
yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk
masuk ke dalam agenda kebijakan. Dalam tahap perumusan
kebijakan, masing-masing alternatif bersaing untuk dapat dipilih
sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah. Pada
tahap ini masing-masing aktor akan ” bermain ” untuk
mengusulkan pemecahan masalah terbaik.
3) Tahap Adopsi Kebijakan
Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan
oleh perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu alternatif
kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas
legislatif, konsensus antara direktur lembaga atau keputusan
peradilan.
4) Tahap Implementasi kebijakan
Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-
catatan elit, jika program tersebut tidak diimplementasikan. Oleh
karena itu program kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif
pemecahan masalah harus diimplementasikan, yakni dilaksanakan
oleh badan-badan administrasi negara maupun agen- agen
pemerintah di tingkat bawah.
5) Tahap Penilaian Kebijakan
Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai
atau dievaluasi untuk melihat sejauh mana suatu kebijakan yang
20
telah dibuat telah mampu memecahkan masalah. Kebijakan pada
dasarnya dibuat untuk meraih dampak yang diinginkan. Dalam hal
ini, memperbaiki masalah yang dihadapi masyarakat. Oleh karena
itu ditentukan ukuran-ukuran atau kriteria – kriteria yang menjadi
dasar untuk menilai apakah suatu kebijakan telah meraih dampak
yang diinginkan.
c. Model Perumusan Kebijakan Publik.
Proses pembuatan kebijakan publik sangat rumit. Untuk
menyederhanakan proses perumusan kebijakan publik, maka dibuat
model perumusan kebijakan publik. Menurut Budi Winarno (2002 : 70
– 81) , model perumusan kebijakan publik terdiri dari :
1) Model Institusional
Model ini merupakan model yang tradisional dalam proses
pembuatan kebijaksanaan negara. Fokus atau pusat perhatian
model terletak pada strukrur organisasi pemerintah. Hal ini
disebabkan karena kegiatan-kegiatan politik berpusat pada
lembaga-lembaga pemerintah seperti misalnya lembaga legislatif,
eksekutif,yudikatif pada pemerintahan pusat (nasional), regional
dan lokal. Sehubungan dengan itu maka kebijaksanaan negara
secara otoritatif dirumuskan dan dilaksanakan pada lembaga-
lembaga pemerintahan tersebut terdapat hubungan yang kuat sekali
antara kebijaksanaan negara dan lembaga-lembaga pemerintah, hal
ini disebabkan karena sesuatu kebijaksanaan tidak dapat menjadi
21
kebijaksanaan negara kalau ia tidak dirumuskan, disyahkan dan
dilaksanakan oleh lembaga pemerintahan.
2) Model Elit- Massa
Model ini memandang administrator negara bukan sebagai
“abdi rakyat” (servan of the people) tetapi lebih sebagai”
kelompok-kelompok yang telah mapan”. Kelompok elit yang
bertugas membuat dan melaksanakan kebijakan digambarkan
dalam model ini sebagai mampu bertindak/berbuat dalam suatu
lingkungan yang ditandai dengan sikap massa yang apatis,
kerancuan informasi, sehinnga massa menjadi pasif. Kebijaksanaan
negara mengalir dari atas ke bawah, yaitu dari golongan elit ke
golongan massa. Kelompok elit yang mempunyai kekuatan dan
nilai-nilai elit berbeda dengan massa. Dengan demikian
kebijaksanaan negara adalah merupakan perwujudan keinginan-
keinginan utama dari nilai-nilai golongan elit yang berkuasa.
Seringkali dikatakan bahwa kebijaksanaan itu adalah
kebijaksanaan yang menggambarkan kepentingan / tuntutan rakyat,
tetapi dalam kenyataannya tidak demikian. Menurut teori elit-
massa ini, sebagaimana dikatakan tadi, rakyat bersifat apatis, dan
buta terhadap informasi tentang kebijaksanaan negara, sedangkan
kelompok elit mampu membentuk dan mempengaruhi masalah-
masalah kebijaksanaan negara. Karena kebijaksanaan negara itu
ditentukan semata-mata oleh kelompok elit, maka pejabat
22
pemerintah hanyalah sekedar pelaksana-pelaksana dari
kebijaksanaan yang telah ditetapkan oleh elit tadi. Dan karena
kebijaksanaan negara itu dibuat sesuai dengan kepentingan
kelompok elit, maka tuntutan dan keinginan (non-elit) tidak
diperhatikan.
3) Model Kelompok
Model ini menganut paham teori kelompoknya David B.
Truman yang menyatakan bahwa interaksi di antara kelompok-
kelompok adalah merupakan kenyataan politik. Individu-individu
yang memiliki kepentingan yang sama mengikatkan baik secara
formal maupun informal ke dalam kelompok kepentingan (interest
group) yang dapat mengajukan dan memaksakan kepentingan-
kepentingannya kepada pemerintah.
4) Model Sistem-Politik
Model sitem-politik ini diangkat dari uaraian sarjana politik
David Easton dalam “ The Political System”. Model ini didasarkan
pada konsep-konsep teori informasi (input, withinput, outputs dan
feedback) dan memandang kebijaksanaan negara sebagai respons
suatu sistem politik terhadap kekuatan-kekuatan lingkungan (sosial
politik, ekonomi, kebudayaan, geografis dan sebagainya) yang ada
di sekitarnya. Sehingga dengan demikian, kebijaksanaan negara
dipandang oleh model ini sebagai hasil (output) dari sistem politik.
23
Konsep “sistem politik” mempunyai arti sejumlah lembaga-
lembaga dan aktivitas-aktivitas politik dalam masyarakat yang
berfungsi mengubah tuntutan-tuntutan (demands), dukungan-
dukungan (support) dan sember-sumber (resources), semuanya ini
adalah masukan-masukan (inputs) menjadi keputusan-keputusan
atau kebijaksanaan –kebijaksanaan yang otoritatif bagi seluruh
anggota masyarakat (outputs). Dengan singkat dikatakan bahwa
sitem politik berfungsi mengubah inputs menjadi outputs.
5) Model Rational-Comprehensive
Model rational-comprehensive ini didasarkan atas teori
ekonomi atau konsep manusia ekonomi (concept of an economic
man). Para ahli filosofi utilitarian seperti Jeremy Bentham dan
John Stuart mill berasumsi bahwa semua tingkah laku manusia
bertujuan untuk “mencari kesenangan dan menghindari
kesusahan”. Nilai utilitas (kemanfaatan) sesuatu benda atau
tindakan (perbuatan) itu harus dinilai berdasarkan pada perbedaan
antar kesenangan yang akan diperolehnya dan biaya (kesulitan)
yang dikeluarkannya. Menurut konsep ini, pembuat – keputusan
(the sastisficer) hanya mempertimbangkan beberapa alternative
yang mungkin tersedia kemudian memilih satu alternative yang
“lebih cocok” untuk mengatasi masalahnya. Model ini menekankan
pada “pembuatan keputusan yang rasional dengan bermodalkan
24
pada komprehensivitas informasi dan keahlian pembuat
keputusan”.
6) Model Incremental
Model incremental memandang kebijaksanaan negara
sebagai suatu kelanjutan kegiatan-kegiatan pemerintah di masa lalu
dengan hanya mengubahnya (modifikasinya) sedikit-sedikit. Model
incremental ini adalah merupakan kritik dan perbaikan terhadap
model rasional komprehensif. Karakteristik yang terdapat pada
model incremental jelas berbeda dengan model rasional
komprehensif.
7) Model Mixed- Scanning
Seorang ahli sosilogi yang bernama Amitai Etzioni setelah
memperlajari dengan seksama kedua model pembuatan keputusan
sebelumnya, kemudian mencetuskan suatu model pembuatan
keputusan hibrida (gabungan unsur-unsur kebaikan yang ada pada
model rasional comprehensif dan incremental yang disebut dengan
Model Mixed - Scanning).
Dari bermacam-macam model untuk pembuatan kebijakan
publik tersebut di atas, maka produk hukum mengenai Keputusan
Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 / Kep
/M.KUKM/ IX / 2004 Tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta
Koperasi ini dalam pembuatannya menganut pada Model
Kelompok seperti yang dikemukakan oleh David Truman,
25
mengartikan kelompok kepentingan sebagai suatu kelompok yang
memiliki sikap yang sama yang mengajukan tuntutan-tuntutan
kepada kelompok yang lain di dalam masyarakat dan kelompok
kepentingan yaitu akan mempunyai arti politis kalau kelompok
kepentingan itu mengajukan tuntutan terhadap suatu lembaga
pemerintahan. Kelompok kepentingan semakin mempunyai arti
yang penting dalam proses dan kegiatan politik. Dan seharusnya
politik itu adalah merupakan perjuangan iantara kelompok-
kelompok untuk mempengaruhi kebijaksanaan negara.
Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor :
98/ Kep / M.KUKM / IX / 2004 Tentang Notaris Sebagai Pembuat
Akta Koperasi ini dalam pembuatannya menganut model
kelompok, karena Keputusan Menteri dimaksud ini lahir dari
desakan masyarakat terutama gerakan kelompok masyarakat
anggota koperasi yang menghendaki adanya suatu peraturan yang
mengatur mengenai pendirian badan hukum koperasi melalui akta
autentik atau akta Notaris . Desakan ini muncul setelah melihat
pengalaman dilapangan dimana terjadi penolakan kerjasama
dengan koperasi oleh pihak lain sehubungan kopersi adalah suatu
badan usaha yang aktanya masih merupakan akta bawah tangan
atau bukan akta autentik sehingga dianggap lawan bisnis tidak
cukup kuat dari sisi perlindungan hukumnya ketika bersinggungan
dengan sistem hukum yang ada. Oleh karena itu dilakukan
26
beberapa kegiatan untuk mengadakan advokasi, yaitu salah satunya
adalah menyusun legaldrafting kebijakan tentang penguatan
landasan hukum koperasi dan berperan aktif sampai terbentuknya
Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor :
98/Kep/M.KUKM/IX/2004 Tentang Notaris Sebagai Pembuat
Akta Koperasi.
3. Implementasi Kebijakan Publik
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002 : 379), Implementasi
berarti : 1. Penerapan, 2. Pelaksanaan. Sedangkan dalam Kamus Bahasa
Inggris diperoleh bahwa implementasi berasal dari kata implement yang
berarti melaksanakan. Dalam Kamus Webster dirumuskan to implement
(mengimplementasikan) yang mengandung makna to provide the means
for carryng out (menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu).
Dari pengertian di atas, maka dapat kita katakan bahwa
implementasi merupakan bentuk pelaksanaan sesuatu melalui penggunaan
sarana. Menurut Mazmanian dan Sobatier dalam Joko Widodo (2001 :
190) menjelaskan makna implementasi adalah memahami apa yang
sebenarnya terjadi sesudah suatu program berlaku atau dirumuskan yang
mencakup baik usaha-usaha untuk mengadministrasikan maupun untuk
menimbulkan dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian.
Lebih lanjut dijelaskan, bahwa proses implementasi adalah
keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk peraturan (undang-
undang), dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan
27
eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Pada umumnya,
keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi dengan
menyebutkan secara tegas tujuan dan sasaran yang ingin dicapai dan
berbagai cara untuk menstruktur serta mengatur proses implementasinya.
Proses ini berlangsung setelah melalui tahapan tertentu yang biasanya
diawali dengan pengesahan undang-undang kemudian out put kebijakan
dalam bentuk pelaksanaan keputusan oleh badan pelaksanaannya.
Edward III mengajukan beberapa faktor yang berpengaruh dalam
implementasi kebijakan publik (dalam Budi Winarno , 2001: 95), meliputi:
a. Faktor Komunikasi
Informasi kebijakan harus disampaikan kepada pelaku
kebijakan agar mereka dapat mengetahui dan memahami apa yang
menjadi isi, tujuan, arah kelompok sasaran kebijakan, agar pelaku
kebijakan dapat mempersiapkan dengan benar apa yang harus
dipersiapkan supaya pelaksanaan kebijakan publik dapat sesuai dengan
yang diharapkan
b. Sumber daya
Betapa bagusnya suatu kebijakan, konsistennya ketentuan serta
akuratnya penyampaian aturan terebut jika tidak ditunjang oleh
pelaksana kebijakan yang mempunyai sumber daya untuk melakukan
pekerjaan secara efektif, maka kebijakan tersebut juga tidak berjalan
dengan efektif. Sumber daya meliputi sumber daya manusia, sumber
28
daya keuangan, serta sumber daya sarana dan prasarana yang
diperlukan untuk melaksanakan kebijakan.
c. Disposisi
Keberhasilan pelaksanan kebijakan tidak hanya ditentukan oleh
sejauh mana para pelaku kebijakan mengetahui apa yang harus
dilakukan dan mampu untuk melaksanakannya, tetapi juga dipengaruhi
oleh pelaku kebijakan yang memiliki disposisi yang kuat terhadap
kebijakan yang sedang diimplementasikannya.
Disposisi ini merupakan kemauan, keinginan, kecenderungan
para pelaku kebijakan untuk melaksanakan kebijakan tadi secara
sungguh-sungguh, sehingga apa yang menjadi tujuan kebijakanm dapat
diwujudkan.
d. Struktur Birokrasi
Meski sumber-sumber guna melaksanakan suatu kebijakan
cukup dan para pelaksana mengetahui apa dan bagaimana cara
melakukannya, namun implementasi kebijakan belum tentu efektif
karena tidak adanya keefesienan struktur birokrasi. Struktur birokrasi
meliputi struktur organisasi, pembagian wewenang, hubungan antar
unit organisasi dan hubungan organisasi dengan organisasi lainnya.
Memperhatikan pendapat tersebut, maka diambil suatu
kesimpulan bahwa pengertian implementasi adalah suatu proses yang
melibatkan sejumlah sumber daya yang ada termasuk manusia, dana,
kemampuan organisasional baik oleh pemerintah atau swasta
29
(individu-individu atau kelompok) untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya oleh pembuat kebijakan (Joko Widodo, 2001 :
193). Agar implementasi suatu kebijakan dapat tercapai tujuannya
serta dapat diwujudkan, harus dipersiapkan dengan baik.
Sebaliknya, bagaimanapun baiknya persiapan dan perencanaan
implementasi kebijakan, namun kalau tidak dirumuskan dengan baik,
maka apa yang menjadi tujuan kebijakan tidak akan terwujud. Jadi,
apabila menghendaki suatu kebijakan dapat diimplementasikan dengan
baik, harus dipersiapkan dan direncanakan dengan baik sejak tahap
perumusannya atau pembuatan kebijakan publik sampai kepada
antisipasi terhadap kebijakan tersebut diimplementasikan.
Bila dikaitkan hubungan hukum dengan kebijakan publik,
dapat dikatakan bahwa setiap produk hukum pada dasarnya adalah
hasil dan proses kebijakan publik. Hal ini dapat dilihat pada proses
pembentukan hukum. Dimana pada proses pembentukan hukum
sebagai alur dan tahap dilalui sampai pada terciptanya sebuah
peraturan hukum.
Menurut Bilhelm Auber (dalam Budi Winarno. 2002: 47)
dalam rangka pencapaian tujuan kebijakan diperlukan adanya sarana
berupa hukum, karena secara teknis hukum dapat memberikan /
melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. Hukum merupakan suatu sarana untuk menjamin kepastian dan
memberikan krediktabilitas di dalam kehidupan masyarakat;
30
b. Hukum merupakan sarana pemerintah untuk menerapkan sanksi;
c. Hukum sering dipakai oleh pemerintah sebagai sarana untuk
melindungi melawan kritik;
d. Hukum dapat digunakan sebagai sarana untuk mendistribusikan
sumber daya yang ada.
Hukum adalah produk dari politik, sedangkan hukum itu
sendiri merupakan indikasi adanya kebijakan agar dapat
diimplementasikan, maka semakin nampak keterkaitan antara hukum
dan kebijakan sebagaimana disebutkan oleh sigler (dalam Esmi
Warassih. 2005: 133), bahwa “Constitutions, statues, administrative
orders and executive orders are indicators of policy”.
Hubungan antara kebijakan dengan hukum semakin jelas,
sebagaimana disebutkan oleh R Dye, bahwa “Government lends
legitimacy to policies. Governmental policies are generally regarded
as legal obligations which command the loyalty of citizens”.
Selanjutnya dikatakan oleh Sigler bahwa hukum merupakan
suatu bagian yang integral dari kebijakan. Keadaan seperti itu
menyebabkan hukum menjadi kebutuhan bagi masyarakat dan hukum
dipandang sebagai elemen penting bagi perkembangan politik.
Pada dasarnya hukum merupakan perlengkapan masyarakat
untuk menjamin agar kebutuhan-kebutuhan dalam masyarakat dapat
dipenuhi secara teratur. Hukum harus mampu menjadi sarana agar
tujuan kebijakan pemerintah dapat terwujud dalam masyarakat.
31
4. Hubungan Hukum dan Kebijakan Publik
Hukum dan Kebijakan public merupakan variabel yang memiliki
keterkaitan sangat erat, sehingga telaah tentang Kebijakan Pemerintah
semakin dibutuhkan untuk dapat memahami peranan hukum saat ini.
Kebutuhan tersebut semakin dirasakan seiring dengan semakin meluasnya
peranan pemerintah memasuki bidang kehidupan manusia, dan semakin
kompleksnya persoalan-persoalan ekonomi, sosial, dan politik.
Hukum memiliki hubungan timbal balik dengan masyarakatnya,
karena hukum itu sendiri merupakan sarana pengatur masyarakat dan
bekerja dalam masyarakat. Itulah sebabnya hukum tidak terlepas dari
gagasan maupun pendapat yang hidup dalam masyarakat. Struktur
masyarakat bisa menjadi penghambat sekaligus sebagai dapat memberikan
sarana-sarana sosial, sehingga memungkinkan hukum dapat diterapkan
dengan sebaik-baiknya. (Esmi Warassih, 2005 : 85).
Disamping itu hukum yang berperan membantu pemerintah dalam
usaha menemukan alternatif kebijakan yang baik dan bermanfaat bagi
masyarakat. Hukum memberikan legitimasi bagi pelaksanaan kebijakan
public, dan sebagai peraturan perundangan ia telah menampilkan sosoknya
sebagai salah satu alat untuk melaksanakan kebijakan. Dalam rangka
merealisasikan kebijakan, penggunaan peraturan perundang – undangan
yang dibuat untuk mempengaruhi aktivitas pemegang peran, dalam hal ini
Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah RI
32
Nomor 98/Kep/M. KUKM/IX/2004 tentang Notaris Sebagai Pembuat
Akta Koperasi yang perlu untuk diimplementasikan.
Proses implementasi kebanyakan diserahkan kepada lembaga
pemerintah dalam berbagai jenjang/ tingkat, baik propinsi maupun tingkat
kabupaten. Setiap jenjang pelaksanaannyapun masih membutuhkan
pembentukan kebijakan lebih lanjut dalam berbagai bentuk peraturan lain
untuk menjabarkan lebih lanjut. (Esmi Warassih, 2005 : 136).
Sedangkan hubungan hukum dan kebijakan publik dapat dilihat
dari berbagai variabel, sebagaimana disebutkan oleh Friedman (dalam
Setiono, 2004: 2) yaitu :
a. Formulasi hukum.
Hubungan pembentukan hukum dan kebijakan publik saling
memperkuat satu sama lain. Sebuah produk hukum tanpa ada proses
kebijakan public di dalamnya, produk hukum itu akan kehilangan
makna substansinya, sebaliknya sebuah proses kebijakan publik tanpa
legitimasi hukum, maka akan lemah pada tatanan operasionalnya.
b. Implementasi / penerapan.
Yaitu berkaitan dengan penerapan hukum dan implementasi
kebijakan publik dapat saling membantu memperlancar jalannya hasil-
hasil hukum dan kebijakan publik di lapangan. Pada dasarnya di dalam
penerapan hukum tergantung pada 4 unsur :
1) Unsur hukum.
33
Yaitu produk atau kalimat, aturan-aturan hukum, kalimat
hukum harus ditata sedemikian rupa hingga maksud yang
diinginkan oleh pembentuk hukum terealisasi di lapangan.
2) Unsur Struktural
Yaitu yang berkaitan dengan lembaga-lembaga atau
organisasi yang diperlukan dalam penerapan hukum.
3) Unsur masyarakat
Yaitu yang berkaitan dengan kondisi sosial politik dan
ekonomi masyarakat yang akan terkena dampak dari diterapkannya
aturan hukum..
4) Unsur budaya.
Diharapkan produk hukum yang dibuat dapat sesuai dengan
budaya yang ada dalam masyarakat, sebaiknya apbila produk
hukum yang tidak sesuai dengan bidang masyarakat tidak dapat
diterima.
c. Evaluasi Kebijakan
Adalah suatu evaluasi yang akan menilai apakah kebijakan public
sudah sesuai dengan apa yang diharapkan atau belum, dengan
demikian akan menentukan gagal atau suksesnya suatu kebijakan
untuk mencapai tujuan. Evaluasi kebijakan dapat dibedakan dalam 3
macam :
1) Evaluasi administrative, yang dilakukan di dalam lingkup
pemerintahan atau instansi
34
2) Evaluasi Yudicial, yang berkaitan dengan obyek hukum, apakah
ada pelanggaran atau tidak dari kebijakan yang dievaluasi tersebut
3) Evaluasi politik, yang dilakukan oleh lembaga-lembaga politik ,
baik parlemen ataupun parpol.
5. Notaris
Tentang notaris di Indonesia semula diatur oleh Reglement op het
notariesamht in Nederlads Indie atau peraturan jabatan notaris di
Indonesia yang mulai berlaku sejak tahun 1860 (Stb. 1860 No. 3) yang
kemudian jabatan notaris diatur dalam :
a. Ordonantie tanggal 16 September 1931 tentang honorarium Notaris.
b. Undang-Undang No 33 tahun 1954 tentang wakil Notaris dan wakil
notaris sementara.
Dalam perkembangannnya banyak ketentuan-ketentuan yang
terkandung dalam peraturan jabatan notaris yang sudah tidak sesuai lagi
dengan kebutuhan perkembangan masyarakat Indonesia sehingga pada
tanggal 16 oktober 2004 diundangkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2004 tentang jabatan notaris dalam lembaran negara Republik Indonesia
tahun 2004 Nomor 117 yang terdiri dari XIII bab dan 92 pasal.
Undang-undang Nomor 30 tahun 2004 memberikan pengertian
notaris sebagai Pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta
otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-
undang.
35
Notaris diberi wewenang oleh undang-undang untuk menciptakan
alat pembuktian yang sempurna yaitu akta otentik. Akta notaris adalah
akta otentik yang dibuat oleh atau dihadapan notaris menurut bentuk dan
tata cara yang ditetapkan dalam Undang-Undang, maksudnya adalah suatu
akta yang isinya pada pokokonya dianggap benar, hal tersebut sangat
penting untuk mereka yang membutuhkan alat pembuktian untuk suatu
keperluan, baik untuk pribadi maupun kepentingan suatu usaha.
Perlu ada dan terciptanya akta otentik jika dilihat dari asas manfaat
adalah karena kebutuhan masyarakat akan pentingnya alat bukti tertulis
yang mempunyai kedudukan istimewa, khususnya dalam bidang hukum
perdata. Hal ini erat kaitannya dengan kekuatan pembuktian (khusus
dalam sengketa dan perkara menurut Hukum Acara Perdata).
Notaris sebagai pejabat umum yang diangkat oleh pemerintah
termasuk unsur penegak hukum yang memberikan pelayanan hukum
kepada masyarakat dan berstatus profesi swasta yang berwenang untuk
membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.
Notaris memiliki kewenangan antara lain membuat akta mengenai
semua perbuatan, perjanjian dan penetapan, sepanjang pembuatan akta itu
oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada
pejabat atau orang lain. Dengan perkataan lain, wewenang notaris bersifat
umum (regel) sedang wewenang pejabat lain adalah pengecualian.
36
Hal ini yang menyebabkan apabila di dalam suatu perundang-
undangan untuk suatu perbuatan hukum diharuskan adanya akte otentik
terkecuali oleh undang-undang tersebut dinyatakan secara tegas bahwa
selain dari notaris, pejabat umum lainnya juga turut berwenang untuk
pembuatan suatu akta tertentu.
Kewenangan Notaris diatur oleh pasal 15 Undang-undang nomor
30 tahun 2004 sebagai berikut ;
a. Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan,
perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-
undangan dan / atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk
dinyatakan dalam akta otentik itu. Menjamin kepastian tanggal
pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan
kutipan akta. Semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak
juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain
yang ditetapkan oleh undang-undang.
b. Notaris berwenang pula mengesahkan tanda tangan dan menetapkan
kepastian tanggal surat dibawah tangan dengan mendaftar dalam buku
khusus.
c. Membubuhkan surat-surat dibawah tangan dengan mendaftar di buku
khusus.
d. Membuat copy dari asli surat-surat dibawah tangan berupa salinan
yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat
yang bersangkutan.
37
e. Melakukan pengesahan kecocokan foto copy dengan surat aslinya.
f. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta.
g. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan dan
h. Membuat akta risalah lelang.
6. Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM Ri Nomor : 98 / Kep /
M.KUKM / IX / 2004 Tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta
Koperasi
Notaris sebagai Pembuat Akta Koperasi diatur dalam Surat
Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Republik Indonesia Nomor : 98/KEP/M.KUKM/IX/2004 tentang Notaris
Sebagai Pembuat Akta Koperasi.
Pengertian Notaris Pembuat Akta Koperasi sebagaimana diatur
dalam pasal 1 ayat (4) SK Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah Republik Indonesia nomor: 98/KEP/M.KUKM/IX/2004 adalah
Pejabat Umum yang diangkat berdasarkan Peraturan Jabatan Notaris yang
diberi kewenangan antara lain untuk membuat akta pendirian., akta
perubahan anggaran dasar dan akta-akta lainnya yang terkait dengan
kegiatan koperasi.
Menurut Abul Wahab Wajo, SH (dalam H. Budi Untung .2005 :
25) ada perbedaan pengertian antara “Notaris sebagai pembuat Akta
Koperasi” dengan “Notaris Pembuat Akta Koperasi’, dimana “Notaris
sebagai Pembuat Akta Koperasi” berarti yang menjadi pejabat umum
38
adalah notaris. Sedangkan “Notaris Pembuat Akta Koperasi” adalah nama
jabatan itu sendiri.
Notaris sebagai Pembuat Akta Koperasi bertugas membuat akta
otentik sebagai bukti dilakukannya suatu perbuatan hukum tertentu dalam
proses pendirian. Perubahan anggaran dasar serta akta-akta lainnya yang
terkait dengan kegiatan koperasi untuk dimohonkan kepada pejabat yang
berwenang (Pasal 3 ayat (1) SK Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil
dan Menengah RI No: 98/KEP/M.KUKM/IX/2004).
a. Syarat-syarat Notaris Pembuat Akta Koperasi
Untuk dapat ditetapkan sebagai Notaris Pembuat Akta
Koperasi, menurut Pasal 4 SK Menteri Negara Koperasi dan Usaha
Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor :
98/KEP/M.KUKM/IX/2004 harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut :
1) Notaris yang telah berwenang menjalankan jabatan sesuai
Peraturan jabatan Notaris;
2) Memiliki sertifikat tanda bukti telah mengikuti pembekalan di
bidang perkoperasian yang ditanda tangani oleh Menteri.
Notaris yang telah memenuhi syarat mengajukan permohonan
tertulis kepada menteri, melalui kepala Dinas/instansi yang
membidangi koperasi tingkat kabupaten/kota pada tempat kedudukan
notaris yang bersangkutan untuk ditetapkan sebagai notaris pembuat
akta koperasi, dengan melampirkan :
39
1) Surat keputusan pengangkatan notaris.
2) Sertifikat tanda bukti telah mengikuti pembekalan di bidang
perkoperasian.
3) Alamat kantor beserta contoh tanda tangan, paraf dan stempel
notaris.
b. Jenis-jenis Akta yang dapat dibuat Notaris Pembuat Akta koperasi
Menurut Pasal 3 ayat (2) SK Menteri Negara Koperasi dan
Usaha Kecil dan Menengah RI Nomor : 98/KEP/M.KUKM/IX/2004,
Notaris sebagai pembuat akta koperasi mempunyai tugas membuat
akta otentik yang terkait dengan kegiatan koperasi meliputi :
1) Akta Pendirian Koperasi
Adalah akta perjanjian yang dibuat oleh para pendiri dalam
rangka pembentukan koperasi dan memuat anggaran dasar
koperasi. (Pasal 1 ayat (1) SK Menteri Negara Koperasi dan Usaha
Kecil dan Menengah RI No: 98/KEP/M.KUKM/IX/2004).
2) Akta Perubahan Anggaran Dasar Koperasi
Adalah akta perjanjian yang dibuat oleh anggota koperasi
dalam rangka perubahan anggaran dasar suatu Koperasi yang berisi
pernyataan dari para anggota koperasi atau kuasanya yang ditunjuk
dan diberi kuasa dalam suatu rapat anggota perubahan anggaran
dasar untuk menandatangani perubahan anggaran dasar. (Pasal 1
ayat (2) SK Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah RI No : 98/KEP/M.KUKM/IX/2004).
40
3) Akta-akta lainnya yang terkait dengan kegiatan koperasi
c. Prosedur Pembuatan dan Pengesahan Akta Koperasi
1) Bentuk Akta Pendirian, Perubahan dan akta lain yang terkait
dengan kegiatan koperasi.
Akta Pendirian, Perubahan dan akta lain yang terkait
dengan kegiatan koperasi dibuat dengan bentuk dan isi sesuai
dengan perundang-undangan yang berlaku. (Pasal 7 SK Menteri
Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah RI No:
98/KEP/M.KUKM/IX/2004).
2) Tata cara pembuatan akta koperasi oleh notaris diatur dalam Pasal
9 SK Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah RI
No: 98/KEP/M.KUKM/IX/2004 sebagai berikut :
a) Pembuatan akta pendirian perubahan anggaran dasar koperasi
untuk koperasi primer dan sekunder di tingkat Kabupaten /
Kota, Propinsi maupun Nasional, adalah kewenangan Notaris
sesuai dengan kedudukan kantor koperasi tersebut berada.
b) Khusus untuk koperasi yang berkedududkan di Daerah Khusus
Ibukota Jakarta, Pembuatan akta pendirian dan perubahan
anggaran dasar koperasi adalah kewenangan yang
berkedudukan di daerah Khusus Ibukota Jakarta.
41
3) Pengesahan
Menurut pasal 10 Surat Keputusan Menteri Negara
Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah RI No:
98/KEP/M.KUKM/IX/2004 sebagai berikut:
a) Akta Pendirian dan Akta PerubahanAnggaran Dasar Koperasi
yang telah dibuat oleh Notaris Pembuat Akta Koperasi
disampaikan kepada Menteri atau pejabat yang berwenang
untuk dimintakan pengesahannya, sesuai peraturan yang
berlaku.
b) Persyaratan dan tata cara pengesahan atau persetujuan akta
pendirian dan akta perubahan anggaran dasar koperasi serta
akta-akta yang terkait dengan kegiatan koperasi dilaksanakan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
7. Koperasi
Mengenai Koperasi di Indonesia semula diatur oleh Undang-
Undang Nomor : 12 tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perkoperasian yang
berlaku sampai tahun 1992. Dalam rangka melakukan pembangunan
koperasi, maka pada tanggal 21 Oktober 1992 di undangkan Undang-
Undang Nomor : 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116.
Koperasi berasal dari kata co-operation, yang maknanya ; Co,
bersama dan Operation : bekerja. Jadi koperasi artinya bekerja sama
(Wisnu Wardana, 2000 : 6). Adanya bekerja sama diharapkan tercapai
42
tujuan yang semula sulit dicapai oleh orang perseorangan. Tetapi
akan mudah dicapai bila dilakukan kerjasama antara beberapa
orang. Misalnya pengumpulan sejumlah uang tunai secara kolektif
yang bisa dipinjamkan kepada anggota-anggota koperasi dengan
bunga yang lebih ringan dari pada meminjam uang di bank atau
pembelian barang-barang konsumsi secara bersama-sama dengan
harga yang lebih murah dari pada membeli barang tersebut secara
sendiri-sendiri.
Koperasi memiliki definisi dari para sarjana, antara lain:
Menurut Ewell Paul Roy (Mohammad Hatta, 1961 : 9)
A cooperative is devined as a busines voluntarity organized operating at cost , which is owned capitalized by members patrons as a users sharing risk and benefits. Propotional ti their participation.
Menurut Muhammad Hatta (Margono Djoyohadikusuma , 1992 : 4)
Koperasi adalah usaha bersama untuk memperbaiki nasib penghidupan ekonomi berdasarkan tolong menolong.
Selanjutnya menurut pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 25 tahun 1992,
koperasi adalah :
Badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas kekeluargaan.
Landasan asas koperasi Indonesia adalah pancasila dan berasaskan
kekeluargaan (pasal 2), serta bertujuan untuk memajukan kesejahteraan
anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut
43
membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan
masyarakat yang adil, makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-
undang Dasar 1945 (pasal 33).
Sedangkan fungsi dan peran koperasi adalah membangun dan
mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada
khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan
kesejahteraan ekonomi dan sosialnya dengan berperan aktif mempertinggi
kualitas kehidupan manusia dan masyarakat untuk memperkokoh
perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekomian
nasional dengan koperasi sebagai sokogurunya serta berusaha
mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang
merupakan usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi
ekonomi (Kartasaputra . 2001 : 45).
Asas kekeluargaan sebagai sendi dasar dalam membangun sistim
perekonomian nasional bangsa kemudian diwujudkan dalam bentuk
koperasi yang juga sebagai gerakan ekonomi rakyat untuk mewujudkan
masyarakat yang maju, adil dan makmur (Mohammad Hatta.1964 : 12).
Prinsip Koperasi yang merupakan esensi dari dasar kerja koperasi
sebagai badan usaha dan merupakan ciri khas jati diri koperasi yang
membedakan dengan badan usaha lain (Ibnoe Soedjono. 2001 : 23) adalah
sebagai berikut :
a. Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka maksudnya adalah orang
yang menjadi anggota koperasi tidak boleh dipaksakan oleh siapapun.
44
Demikian juga apabila ada seseorang yang akan mengundurkan diri
dari anggota tidak dilarang asalkan sesuai dengan syarat-syarat yang
ditentukan dalam anggaran dasarnya.
b. Pengelolaan dilakukan secara demokratis maksudnya adalah bahwa
pengelolaan koperasi dilakukan atas kehendak dan keputusan para
anggota. Para anggota itulah yang memegang dan melaksanakan
kekuasaan tertinggi dalam koperasi.
c. Pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) dilakukan secara adil sebanding
dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota maksudnya
pembagian sisa hasil usaha kepada anggota dilakukan tidak semata-
semata berdasarkan modal yang dimiliki seseorang dalam koperasi,
tetapi berdasarkan perimbangan jasa usaha terhadap koperasi.
Ketentuan ini merupakan perwujudan dari nilai kekluargaan dari
keadilan.
d. Pembagian balas jasa yang terbatas terhadap modal maksudnya modal
dalam koperasi pada dasarnya dipergunakan untuk kemanfaatan
anggota dan bukan untuk sekedar mencari keuntungan. Oleh karena itu
balas jasa terhadap modal yang diberikan kepada para anggota juga
terbatas dan semata-mata tidak didasarkan atas besarnya modal yang
diberikan. Sedangkan yang dimaksud dengan terbatas adalah wajar
dalam arti tidak melebihi suku bunga yang berlaku di pasar.
e. Kemandirian maksudnya adalah dapat berdiri sendiri tanpa tergantung
pada pihak lain yang dilandasi oleh kepercayaan kepada pertimbangan,
45
keputusan, kemampuan dan usaha sendiri. Selain itu terkandung pula
pengertian pada arti kebebasan yang bertanggung jawab, otonomi,
swadaya, berani mempertanggungjawabkan perbuatannya sendiri dan
adanya kehendak untuk mengelola diri sendiri.
f. Pendidikan perkoperasian dan kerjasama antar koperasi maksudnya
adalah untuk mengembangakan diri koperasi itu sendiri melalui
penyelenggaraan pendidikan perkoperasian dan kerjasama antar
koperasi dalam meningkatkan kemampuan, memperluas wawasan
anggota dan memperkuat solidaritas dalam mewujudkan tujuan
koperasi.
Sukses tidaknya sebuah koperasi harus dilihat dari keberhasilannya
dalam mempromosikan anggotanya (to promote the members) melalui
kegiatan untuk memperbaiki keadaan ekonomi dan kesejahteran
anggotanya dengan bentuk kegiatan koperasi yang bermacam-macam
tergantung kepentingan ekonomi anggotanya (Sutantyo Hadikusuma. 2000
: 47)
Koperasi sebagai badan usaha harus bekerja secara rasional.
Anggota koperasi harus mampu menjalankan usaha bersama yang
diharapkan dapat menolong diri sendiri. Dalam arti percaya atas
kemampuan sendiri (self reliance), mampu mengorganisir diri dalam
kelompok swadaya (self organization, mampu mengambil keptusan sendiri
(self decision) dan mampu menjalankan administrasi sendiri (self
administration) (Koermen . 2004 : 64)
46
Dalam kegiatan pendirian suatu badan hukum koperasi harus
melalui 2 proses sebagai berikut :
a. Proses Pendirian Koperasi
1) Fase Pembentukan / Pendirian
Koperasi umumnya didirikan oleh orang-orang yang
mempunyai alat dan kemampuan yang sangat terbatas, yang
mempunyai keinginan untuk memperbaki taraf hidup dengan cara
bergotong royong, oleh karena itu prosedur atau persyaratan
pendiriannya bersifat sederhana, tidak berbelit-belit, dengan
persyaratan modal yang relative kecil, dan tanpa dipungut biaya
yang tinggi (Kartasaputra .2001 : 165)
Persyaratan untuk mendirikan koperasi yang umumnya
telah tertuang dalam Undang-Undang ataupun Peraturan Koperasi
antara lain sebagai berikut :
a) Orang-orang yang akan mendirikan koperasi harus mempunyai
kepentingan ekonomi yang sama.
b) Orang-orang yang akan mendirikan koperasi harus mempunyai
tujuan yang sama.
c) Harus memenuhi syarat jumlah minimum anggota, seperti telah
ditentukan oleh pemerintah.
d) Harus memenuhi persyaratan tertentu, seperti yang telah
ditentukan pemerintah.
e) Harus telah dibuat konsep anggaran dasar koperasi
47
Jika persyaratan tersebut telah ada, maka orang-orang yang
memprakarsai pembentukan koperasi tersebut mengundang untuk
rapat pertama, sebagai rapat pendirian koperasi.
Dalam rapat pendirian ini selain disahkan anggaran dasar
koperasi, juga dibentuk pengurus dan pengawas.
Setelah perangkat organisasi koperasi terbentuk dalam rapat
pendirian tersebut, maka untuk selanjutnya pengurus koperasi
(yang juga pendiri) mempunyai kewajiban mengajukan
permohonan pengesahan kepada pejabat yang berwenang secara
tertulis disertai Akta Pendirian Koperasi dan Berita Acara Rapat
Pendirian.
2) Fase Pengesahan
Atas dasar permohonan pengesahan yang disampaikan oleh
pengurus koperasi (juga merupakan pendiri) secara tertulis, maka
dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak diterimanya
permohonan pengesahan. Pejabat yang bersangkutan harus
memberikan putusan apakah permohonan tersebut diterima atau
tidak.
Pejabat yang berwenang untuk mengesahkan akta
pendirian. Perubahan Anggaran Dasar dan Pembubaran Koperasi
diatur oleh Surat Kepmenneg Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah Republik Indonesia Nomor :
123/Kep/M.KUKM/X/2004 tentang Penugasan Pejabat Yang
48
Berwenang Untuk Memberikan Pengesahan Akta pendirian.
Perubahan Anggaran Dasar dan Pembubaran Koperasi Pada
Propinsi dan Kabupaten / Kota yaitu :
a) Deputi Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Bidang Kelembagaan Koperasidan Usaha Kecil dan Menengah
sebagai pejabat yang berwenang untuk dan atas nama Menteri
Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah memberikan
pengesahan Akta pendirian, perubahan anggaran dasar dan
pembubaran koperasi printer dan sekunder yang anggotanya
berdomisili lebih dari satu Propinsi / Daerah Istimewa.
b) Gubernur sebagai pejabat yang berwenang untuk dan atas nama
Menteri Negara Koperasi dan usaha Kecil dan Menengah
sebagai penyelenggara tugas pembantuan dalam rangka
pengesahan akta pendirian, perubahan anggaran dasar dan
pembubaran koperasi primer dan sekunder yang anggotanya
berdomisili lebih dari satu Kabupaten / Kota dalam wilayah
Propinsi / Daerah Istimewa yang bersangkutan.
c) Bupati / Walikota sebagai pejabat yangb berwenang untuk dan
atas nama Menteri Negara Koperasi dan usaha Kecil dan
Menengah sebagai penyelenggara tugas pembantuan dalam
rangka pengesahan akta pendirian, perubahan anggaran dasar
dan pembubaran koperasi primer dan sekunder yang
49
anggotanya berdomisili di wilayah Kabupaten / Kota yang
bersangkutan.
Keanggotaan koperasi didasarkan pada kesadaran dan
kehendak secara bebas dari para calon anggota tanpa adanya
paksaan dari dan oleh siapapun (Winanto Wiryomartani. 2004 : 19)
Dalam ketentuan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor
25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dinyatakan bahwa yang
dapat menjadi anggota koperasi Indonesia adalah setiap warga
Negara Indonesia yang mampu melaksanakan tindakan hukum dan
Koperasi yang memenuhi persyaratan sebagaimana ditetapkan
dalam Anggaran Dasar.
B. Kerangka Berpikir
Alur berpikir dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Dalam rangka pemberdayaan ekonomi rakyat, mengacu pada pasal 33
ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa perekonomian
Indonesia disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
Selanjutnya penjelasan pasal 33 antara lain menyatakan bahwa kemakmuran
masyarakatlah yang diutamakan bukan kemakmuran orang seorang dan
bangun perusahaan yang sesuai dengan itu adalah koperasi, dimana koperasi
ditempatkan sebagai soko guru perekonomian nasional (penjelasan pasal 33
UUD 1945) maupun bagian integral tata perekonomian nasional yang
50
pengaturannya termuat dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian.
Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah
Nomor : 98 / Kep / M.KUKM / IX / 2004 Tentang Notaris Sebagai Pembuat
Akta Koperasi merupakan kebijakan pemerintah dalam rangka untuk
memperkuat landasan hukum koperasi.
Dengan adanya akta autentik yang dibuat oleh Notaris dan disahkan
oleh Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah diharapakan
koperasi mampu bersaing dengan badan usaha lain untuk membangun
perekonomian bangsa (Pieter Latumatea .2004 : 12).
Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah
Nomor : 98 / Kep / M.KUKM / IX / 2004, Tentang Notaris Sebagai Pembuat
Akta Koperasi perlu diimplementasikan oleh masyarakat pemohon akta badan
hukum koperasi, Notaris Pembuat Akta Koperasi maupun oleh pemerintah,
yang dalam hal ini adalah Dinas Pelayanan Koperasi dan Usaha Kecil
Menengah Propinsi Jawa Tengah mempunyai kewajiban untuk
mengimplementasikannya.
Implementasi akan dilaksanakan oleh Dinas Pelayanan Koperasi dan
UKM Provinsi Jawa Tengah selaku wakil Pemerintah, Notaris sebagai
Pembuat Akta Koperasi dan Masyarakat pemohon Akta Badan Hukum
Koperasi.
51
Dalam kenyataan implementasi Keputusan Menteri kurang efektif
dalam mencapai tujuan diterbitkannya peraturan tersebut karena dipengaruhi
oleh berbagai faktor yakni substansi hukum, budaya/kultur hukum, struktur.
Alur pemikiran tersebut dapat digambarkan dalam bagan sebagai
berikut :
`
Bagan II : Alur pikir penyelesaian masalah
Kebijakan Pemberdayaan Ekonomi Rakyat
Pasal 33 UUD 1945
UU No. 25 / 1992Tentang Perkoperasian
Budaya / Kultur Hukum
Masyarakat Pemohon Akta Koperasi
Substansi Hukum Struktur Hukum
Kepmenegkop. dan UKM RI No. 98/Kep/M.KUKM/IX/2004
tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi
(Dinas Pelayanan Kop. dan UKM Prov. Jateng)
Notaris
Kurang efektif
52
BAB III
METODE PENELITIAN
Agar dapat memperoleh hasil penelitian yang memiliki bobot nilai yang
tinggi serta dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah maka diperlukan metode
penelitian yang dapat, memberikan arah dan pedoman dalam memahami objek
yang diteliti sehingga penelitian dapat berjalan dengan baik dan lancar sesuai
dengan rencana yang ditetapkan.
Metode dalam arti umum berarti suatu studi yang logis dan sistematis
tentang prinsip-prinsip yang mengarah pada suatu penelitian. Metodologi juga
berarti secara ilmiah mencari kebenaran. (Setiono, 2005 : 3).
Penelitian adalah suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisis dan
konstruksi yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten.
Metodologi berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu, sistematis berarti
berdasarkan suatu sistem, dan konsisten berarti tidak ada hal-hal yang
bertentangan dengan kerangka tertentu (Soerjono Soekanto, 1986 : 42). Penelitian
hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada
metode, sistematika dan pemikiran tertentu dengan jalan menganalisanya
(Bambang Sunggono, 2003 : 39).
Berdasarkan pengertian metode dan penelitian tersebut untuk menghasilkan
suatu karya ilmiah seperti yang diharapkan maka diperlukan berbagai macam data
yang akurat dan dapat dipercaya kebenarannya.
53
Beberapa hal yang menyangkut metode penelitian dalam tesis ini adalah
sebagai berikut :
A. Jenis penelitian
Dalam penelitian hukum, metode yang digunakan tergantung pada
konsep apa yang dimaksud tentang hukum. Setiono mengikuti pendapat
Sutandyo Wignyosubroto menyatakan ada lima konsep hukum (Setiono, 2005
: 20) masing-masing :
1. Hukum adalah asas kebenaran dan keadilan yang bersifat kodrati dan
berlaku universal.
2. Hukum adalah norma-norma positif di dalam sistem perundang-undangan
hukum nasional.
3. Hukum adalah apa yang diputuskan oleh hakim incrocreto dan
tersistematisasi sebagai judge made law.
4. Hukum adalah pola-pola prilaku sosial yang terlembagakan eksis sebagai
variable sosial yang empirik.
5. Hukum adalah manifestasi makna-makna simbolik para perilaku sosial
sebagai tampak dalam interaksi antar mereka.
Berdasarkan pada penjelasan konsep hukum menurut Soetandyo
Wignyosoebroto tersebut, maka penelitian ini mendasarkan pada konsep
hukum yang ke 5 (lima) yaitu Hukum adalah manifestasi makna-makna
simbolik para prilaku sosial sebagai tampak dalam interaksi antar mereka.
Hukum disini bukan dikonsepkan sebagai rules, tetapi sebagai regularities
yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Disini hukum adalah tingkah laku
54
atau aksi-aksi dan interaksi manusia yang secara aktual dan potensial akan
terpola (Burhan Ashshofa, 2004 : 34).
Penelitian dalam penulisan tesis ini termasuk jenis penelitian hukum
sosiologis atau non doctrinal, yakni penelitian yang bertujuan untuk
mengetahui bagaimana hukum itu dilaksanakan termasuk proses penegakan
hukumnya, karena dengan penelitian ini akan dapat diketahui sebab-sebab
suatu permasalahan terjadi dibalik pelaksanaan dan penegakan hukum.
Dilihat dari bentuknya , penelitian ini adalah termasuk dalam bentuk
penelitian evaluatif yakni penelitian yang bertujuan untuk menilai suatu
program yang dijalankan yang dilanjutkan dengan penelitian diagnostik dan
perskriptif yakni mengevaluasi dan memberi saran dan solusinya.
Sedang dilihat dari sifatnya termasuk penelitian yang bersifat
diskriptif, yaitu suatu penelitian yang bertujuan mendiskripsikan implementasi
dari SK Menteri Negara Koperasi dan Usaha kecil Menengah RI No.
98/M.KUKM/IX/2004 tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Jawa
Tengah, beberapa kantor Notaris antara lain Kantor Notaris Tri Isdiyanti SH di
Semarang mewakili notaris yang selalu mengkoordinasikan terlebih dahulu
draft akta koperasi dengan Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah
sebelum akta dimintakan pengesahan, Kantor Notaris Sunarto, SH di
Surakarta mewakili notaris yang sudah mendapatkan pembekalan
55
perkoperasian tetapi tidak mengajukan permohonan untuk menjadi Notaris
Pembuat Akta Koperasi, Kantor Notaris Elizabeth Estiningsih di Blora
mewakili Notaris yang keliru dalam membuat akta koperasi, Perpustakaan
Pasca Sarjana UNDIP, perpustakaan Wilayah Prov. Jateng.
C. Jenis dan Sumber Data
Data adalah gejala-gejala yang dihadapi yang ingin diungkapkan
kebenarannya beserta hasil-hasilnya (Soerjono Soekanto, 1986 : 7). Data yang
diperlukan dalam penelitian ini adalah yang relevan dan menunjang dengan
maksud dan tujuan penelitian yang dilakukan oleh penulis. Data yang
dipergunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Jenis Data.
Jenis Penelitian ini merupakan penelitian hukum yang
sosiologis/non doctrinal (socio legal research). Penelitian hukum
sosiologis (non doctrinal) membutuhkan data-data yang lengkap untuk
mengidentifikasi suatu hal secara empiris data sekunder sebagai dasar
kekuatan mengikat ke dalam. Sumber data dapat berupa manusia,
peristiwa, tingkah laku, dokumen dan arsip, serta berbagai benda lain (HB.
Soetopo, 1992 : 2). Jenis data yang digunakan ada 2 (dua) yaitu data
primer yang diperoleh secara langsung dari lapangan penelitian atau
masyarakat melalui wawancara dan data sekunder yaitu keterangan atau
pengetahuan yang secara atau tidak langsung diperoleh melalui studi
kepustakaan, tulisan ilmiah dan sumber-sumber tertulis lainnya.
56
2. Sumber Data.
Dalam penelitian ini sumber data yang dipergunakan adalah mencakup :
a. Sumber Data Primer .
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari
responden melalui hasil wawancara mendalam, dan kuesioner dilokasi
penelitian. Sumber data primer didapatkan melalui wawancara dan
kuesioner yang merupakan cara untuk memperoleh keterangan lisan
dan tertulis, serta bertujuan untuk mengumpulkan keterangan tentang
kehidupan manusia serta pendapat-pendapat mereka yang terkait
dengan program-program, kegiatan-kegiatan dalam implementasi
Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98/ Kep /
M.KUKM / IX / 2004 Tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta
Koperasi antara lain :
1) Data mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pengesahan badan
hukum koperasi bersumber dari Dinas Pelayanan Koperasi dan
UKM Provinsi Jawa Tengah.
2) Data yang berkaitan dengan pembuatan akta koperasi dari 3
Notaris yang yang sudah mengimplementasikan Kepmenegkop dan
UKM RI Nomor : 98 / Kep / M.KUKM / IX / 2004 maupun yang
belum mengimplementasikan dari Notaris Tri Isdiyanti, SH,
Notaris Elizabeth Estiningsih, SH dan Notaris Sunarto, SH.
3) Data yang bersumber dari masyarakat mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan pembentukan koperasi
57
b. Sumber Data Sekunder.
Data Sekunder merupakan data yang secara tidak langsung,
memberi keterangan yang sifatnya mendukung data primer. Menurut
Abdulkadir Muhammad, (2004 : 85) bahwa data sekunder terdiri dari 3
bahan hukum, yaitu :
1) Bahan Hukum Primer.
Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mempunyai
kekuatan mengikat secara umum (perundang-undangan) atau
mempunyai kekuatan mengikat bagi pihak-pihak berkepentingan
(kontrak, konvensi, dokumen hukum, dan keputusan hakim).
Bahan Hukum Primer terkait dalam penelitian ini adalah :
a) Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945
b) Undang-Undang Nomor : 25 Tahun 1992 Tentang
Perkoperasian.
c) Undang-Undang Nomor : 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan
Notaris.
d) Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98
/ Kep / M.KUKM / IX / 2004 Tentang Notaris Sebagai
Pembuat Akta Koperasi.
e) Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor :
123 / Kep / M.KUKM / X / 2004 Tentang Penugasan Pejabat
Yang Berwenang Untuk Memberikan Pengesahan Akta
Pendirian Koperasi.
58
f) Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1994 Persyaratan Dan Tata
Cara Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran
Dasar Koperasi.
2) Bahan Hukum Sekunder.
Bahan Hukum Sekunder yaitu bahan hukum yang memberi
penjelasan terhadap bahan hukum primer, mencakup : bahan-bahan
kepustakaan, buku- buku hasil karya para sarjana dan tulisan-
tulisan yang berkaitan dengan masalah yang terjadi, antara lain :
a) Buku Metodologi Penelitian Hukum.
b) Buku Sosiologi Hukum
c) Buku mengenai Notaris
d) Buku mengenai Koperasi.
e) Anggaran Dasar dan Rumah Tangga Koperasi
3). Bahan Hukum Tersier.
Bahan Hukum Tersier adalah bahan hukum yang memberi
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder, seperti :
a) Kamus Besar Bahasa Indonesia.
b) Kamus Bahasa Inggris.
D. Teknik pengumpulan data
1. Pengamatan (Observasi)
59
Menurut W. Gulo (dalam Lexi J Moleong, 2000 : 116) pengamatan
adalah metode pengumpulan data dimana peneliti dan kolaboratornya
mencatat informasi sebagaimana yang mereka saksikan selama penelitian .
Penyaksian terhadap peristiwa-peristiwa itu bisa dengan melihat,
mendengarkan, merasakan yang kemudian dicatat seobyektif mungkin.
Dalam penelitian ini penulis berperan sebagai partisipan pengamat dimana
masing-masing pihak baik pengamat maupun yang diamati menyadari
perannya. Peneliti sebagai pengamat membatasi diri dalam berpartisipasi
dan mempunyai jarak dengan responden yang diamatinya. Dalam
penelitian ini penulis akan mengadakan observasi tentang upaya-upaya
yang dilakukan oleh Dinas Pelayanan Koperasi dan Notaris Pembuat Akta
Koperasi dalam mengatasi permasalahan dalam pembuatan dan
pengesahan badan hukum koperasi.
2. Wawancara
Wawancara yaitu suatu cara yang digunakan untuk memperoleh
keterangan secara lisan guna mencapai tujuan tertentu (Burhan Ashshofa,
1996 : 95).
Dalam Penelitian ini penulis menggunakan teknik wawancara
tidak terstruktur atau wawancara mendalam , karena penelitian ini bersifat
lentur , tidak tersruktur ketat dan tidak dalam suasana formal (Patton,
dalam HB Sutopo, 2002 : 184). Wawancara dilakukan dengan, pejabat
Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah, selaku pihak
yang mengesahkan badan hukum koperasi, Notaris Elizabeth Estiningsih,
60
SH, Notaris Sunarto, SH dan Notaris Tri Isdiyanti, SH, dan Sdr Lasiman
selaku wakil masyarakat pemohon akta koperasi.
3. Studi Dokumen
Dokumen adalah catatan tertulis tentang berbagai kegiatan atau
peristiwa pada waktu lalu (W. Gulo dalam Lexi J Moleong, 2002 : 123).
Jurnal dalam bidang keilmuan tentu termasuk dalam dokumen penting
yang merupakan acuan bagi peneliti dalam memahami objek
penelitiannya. Bahkan literatur-literatur yang relevan dimasukkan pula
dalam kategori dokumen yang mendukung penelitian. Semua dokumen
yang berhubungan dengan penelitian yang bersangkutan perlu dicatat
sebagai sumber informasi
4. Kuesioner
Merupakan daftar pertanyaan bagi pengumpulan data dalam
penelitian (HB Sutopo, 2002 : 70). Tehnik Pengumpulan datanya atau cara
mengajukan pertanyaan kepada informan bisa dilakukan baik secara lisan
atau tertulis. Dalam pelaksanaan secara lisan, pertanyaan tersebut
dibacakan dan kepada responden secara tepat sesuai dengan yang tertulis,
dan jawaban ditulis oleh pengumpul data dalam kuesioner tersebut sesuai
pilihan jawaban yang tersedia.
E. Tehnik Sampling
Tehnik sampling dari sumber data orang ditentukan dengan
menggunakan cara Purposive Sampling yaitu sample yang dipilih berdasarkan
61
pertimbangan / penelitian subyektif dari peneliti sesuai dengan kemampuan
memberikan informasi yang diperlukan peneliti , dimana peneliti menentukan
sendiri responden mana yang dianggap dapat mewakili populasi. (Burhan
Ashshofa, 2004 : 91). Dalam penelitian ini yang penulis anggap dapat
memberi informasi yang teliti adalah, pejabat Dinas Pelayanan Koperasi dan
UKM Provinsi Jawa Tengah atas nama Safitri Handayani , SH (1 orang), Sdr
Lasiman selaku wakil masyarakat Pelaku Koperasi (1 orang), Notaris Pembuat
Akta Koperasi (3 Orang) yakni Tri Isdiyanti, SH, Elizabeth Estingsih, SH dan
Sunarto, SH.
F. Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini pada dasarnya dilakukan secara logis
dengan mengkaji data-data yang diperoleh melalui prinsip-prinsip logika,
sistimatis dimana data yang diperoleh tidak berdiri sendiri tetapi ada hubungan
saling mengkait dengan berbagai hal dengan masalah yang diteliti dan yuridis
yang artinya data dan kesimpulan yang didapat dikaitkan dengan ketentuan
yang berlaku. Sedangkan model analisa yang dipergunakan dalam penelitian
adalah model interaktif yalitu data dikumpulkan dalam berbagai macam cara
(Observasi, Wawancara dan studi dokumen) kemudian diproses dalam tiga
alur kegiatan yaitu : (Setiono, 2005 : 30)
1. Data Reduction (Mereduksi data) berupa membuat singkatan, coding,
memusatkan tema, membuat batasan-batasan permasalahan, menulis
62
memo guna mempertegas membuat fokus sehingga kesimpulan akhir
dapat diambil.
2. Data display (Menyajikan data). Dengan melihat penyajian data, peneliti
akan mengerti apa yang terjadi dan memungkinkan untuk mengerjakan
sesuatu pada analisis atau tindakan lain berdasarkan pengertian tersebut.
3. Conclusion Data (Menarik kesimpulan) dari awal pengumpulan data,
peneliti sudah harus mengerti apa arti dari hal-hal yang ia temui dan
melakukan pencatatan peraturan-peraturan pola-pola, pernyataan-
pernyataan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin arahan sebab akibat
dan proposisi-proposisi peneliti yang berkompeten memegang berbagai
hal tersebut tidak secara kuat, artinya tetap bersifat terbuka.
Tiga komponen analisis berlaku saling menjalin, baik sebelum, pada
waktu dan sesudah pelaksanaan pengumpulan data secara parallel. Setelah
analisis data selesai, maka hasilnya akan disajikan scara diskriptif yaitu
dengan jalan menuturkan dan menggambarkan apa adanya sesuai dengan
permasalahan yang diteliti dan data yang diperoleh, sehingga didapatkan
saran-saran mengenai apa yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah
maupun menilai program-program yang dijalankan.
Analisa data dengan model interaktif tersebut tersebut dapat
digambarkan sebagai berikut :
63
Bagan 3 : Proses Analisa Data (Interactive Model of Analysis)
Pengumpulan data
Penyajian Data
Reduksi Data Kesimpulan – kesimpulan / Verifikasi
64
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Penulis mengadakan penelitian pada Dinas Pelayanan Koperasi dan
usaha Kecil Menengah Provinsi Jawa Tengah. Permasalahan yang penulis
angkat adalah Implementasi Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM
RI Nomor : 98/ Kep / M. KUKM / IX / 2004 Tentang Notaris Sebagai
Pembuat Akta Koperasi. Topik yang akan diuraikan adalah : Diskripsi
Lokasi, Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Pelayanan Koperasi dan
UKM Provinsi Jawa Tengah, Implementasi Keputusan Menteri Negara
Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 / Kep / M.KUKM / IX / 2004, tentang
Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi oleh masyarakat, notaries maupun
Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah. Sedangkan
hasil penelitian penulis dapatkan dari mulai wawancara mendalam dengan
narasumber, penyebaran questioner, dokumentasi dan observasi akan
diuraikan dibawah ini.
1. Diskripsi Lokasi
Pengesahan Akta Pendirian Koperasi merupakan tanggung
jawab Pemerintah yang dalam hal pelaksanaannya dilimpahkan kepada
Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah. Untuk efektivitas
dan efisiensi maka pemberian pelayanan Pengesahan Akta Pendirian
Koperasi dilimpahkan pada Gubernur Jawa Tengah melalui Keputusan
65
Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Nomor : 123 / Kep
/ M. KUKM / X / 2004 tentang Penyelenggaraan Tugas Pembantuan
dalam Rangka Pengesahan Akta Pendirian, Perubahan Anggaran Dasar
dan Pembubaran Koperasi. Selanjutnya oleh Gubernur Jawa Tengah
ditidak lanjuti dengan menetapkan Keputusan Gubernur Nomor : 518 /
03657 Tentang Pendelegasian Wewenang Penandatanganan Pengesahan
Akta Pendirian, Perubahan Anggaran Dasar dan Pembubaran Koperasi
dalam wilayah Provinsi Jawa Tengah Kepada Kepala Dinas Pelayanan
Koperasi dan UKM Propinsi Jawa Tengah. Dengan mendasarkan pada
hal – hal tersebut diatas maka penulis membatasi masalah hanya pada
pengesahan Akta Pendirian Koperasi di wilayah Provinsi Jawa Tengah.
2. Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Pelayanan Koperasi
dan UKM Provinsi Jawa Tengah.
Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah
dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 7
tahun 2001, tentang pembentukan Kedudukan, Tugas Pokok, Fungsi dan
Susunan Organisasi Dinas Pelayanan Koperasi dan Usaha Kecil
Menengah Provinsi Jawa Tengah, dan Peraturan Daerah No 2 Tahun
2002 tentang Unit Pelaksana Teknis Dinas, Balai Pelatihan Koperasi dan
UKM.
Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah
berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 38 Tahun 2002
tentang Penjabaran Tugas Pokok dan Fungsi serta Tata Kinerja Dinas
66
Pelayanan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Pravinsi Jawa Tengah,
merupaka unsur pelaksana Pemerintah Daerah dibidang pelayanan
Koperasi dan Usaha Kecil Menengah yang dipimpin oleh seorang
Kepala Dinas yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada
Gubernur melalui Sekretaris Daerah.
Adapun pola hubungan organisasi Dinas Pelayanan dan UKM
Provinsi Jawa Tengah tampak pada bagan dibawah ini :
67
GAMBAR 1
Bagan Struktur Organisasi
Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM
Provinsi Jawa Tengah
Bagan 4 : Struktur Organisasi Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM
Provinsi Jawa Tengah
KEPALA DINAS
UPTDBALATKOP UKM
SUB BAGIANTATA USAHA
SEKSI PENYELENGGARA
SEKSI KAJI BANG
PERDA UPTD PROP JATENG NOMOR 2 TAHUN 2002 Tanggal : 2 APRIL 2002
KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 38 TAHUN 2002 Tanggal : 5 Mei 2002
SUB BAGIANKEPEGAWAIAN
SUB BAGIANKEUANGAN
SUB BAGIAN UMUM
SUB BAGIAN HUKUM DAN
KELEMBAGAAN
BAGIAN TATA USAHA
KELOMPOK JABATAN
FUNGSIONAL
SUB DINAS PROGRAM
SUB DINAS FASILITAS PEMBIAYAAN
DAN SIMPAN PINJAM
SUB DINAS PELAYANAN
UKM
SUB DINAS PELAYANAN USAHA
KOPERASI
SEKSI D & I
SEKSI P E & P
SEKSI P P & HMS
SEKSI D & I
SEKSI D & I
SEKSI D & I
SEKSI U P & J
SEKSI U TAN
SEKSI U NON TAN
SEKSI KOPTAN
SEKSI NONTAN
68
Untuk melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan
dibidang Pelayanan Koperasi dan UKM Kepala Dinas Pelayanan dan
UKM Provinsi Jawa Tengah mempunyai tugas pokok :
a. Melaksanakan kewenangan desentralisasi dibidang pelayanan
Koperasi dan Usaha Kecil Menengah yang diserahkan kepada
Pemerintah Daerah.
b. Melaksanakan kewenangan dibidang pelayanan Koperasi dan Usaha
Kecil Menengah yang bersifat lintas Kabupaten/Kota.
c. Melaksanakan kewenangan Kabupaten/Kota dibidang pelayanan
Koperasi dan Usaha Kecil Menengah yang dikerjasamakan dengan
atau diserahkan kepada Provinsi sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
d. Melaksanakan kewenangan dekonsentrasi yang dilimpahkan kepada
Gubernur dan tugas pembantuan dibidang pelayanan Koperasi dan
Usaha Kecil Menengah sesuai denga peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Untuk menyelenggarakan tugas pokok tersebut diatas Kepala
Dinas Pelayanan Kopetasi dan UKM mempunyai fungsi :
a. Pelaksanaan perumusan kebijakan teknis dibidang pelayanan
Koperasi dan UKM sesuai kebijakan yang ditetapkan oleh Gubernur.
69
b. Pelaksanaan penyusunan rencana dan program, pelaksanaan fasilitas,
monitoring, evaluasi dan pelaporan dibidang pelayanan Koperasi dan
UKM.
c. Pelaksanaan pengumpulan, pengelolaan, analisis data, informasi,
promosi dan kehumasan dibidang pelayanan Koperasi dan UKM.
d. Pelaksanaan perumusan penetapan kebijakan pembangunan dan
pengembangan Koperasi dan UKM.
e. Pelaksanaan fasilitas penyelenggaraan Pelayanan Koperasi Sekunder
dan Primer lintas Kabupaten/Kota dibidang pembiayaan dan
investasi.
f. Pelaksanaan pemberian dukungan kerja sama antar KUKM dengan
pelaku ekonomi.
g. Pelaksanaan perumusan, pemberian dan pencabutan Badan Hukum
Koperasi skala Provinsi.
h. Pelaksanaan pengawasan dan penilaian kesehatan Koperasi Simpan
Pinjam dan Unit Simpan Pinjam.
i. Pelaksanaan fasilitas pembentukan dan pengembangan jaringan
ekonomi Koperasi dan UKM.
j. Pelaksanaan pengelolaan urusan kepegawaian, keuangan, hukum,
kelembagaan koperasi, organisasi dan tata laksana, serta umum dan
perlengkapan.
Untuk melaksanakan tugas dan fungsi tersebut diatas Kepala
Dinas membawahkan/dibantu oleh :
70
a. Kepala Bagian Tata Usaha
b. Kepala Subdinas Program
c. Kepala Subdinas Fasilitasi Pembiayaan dan Simpan Pinjam
d. Kepala Subdinas Pelayanan Usaha Kecil Menengah
e. Kepala Subdinas Pelayanan Usaha Koperasi
f. Kepala Unit Pelaksana Teknis daerah Balai Pelatihan Koperasi dan
UKM
g. Kelompok Jabatan Fungsional
Selanjutnya sesuai dengan bagan sruktur organisasi Dinas
Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah dan Unit Pelaksana
Teknis Daerah Balai Pelatihan Koperasi dan UKM ( balatkop-UKM )
maka :
a. Kepala Bagian Tata Usaha, membawahkan :
1) Sub Bagian Kepegawaian
2) Sub Bagian Keuangan
3) Sub Bagian Hukum dan Kelembagaan
4) Sub Bagian Umum
b. Sub Dinas Program, membawahkan :
1) Seksi Data dan Informasi
2) Seksi Program Evaluasi dan Pelaporan
3) Seksi Penyuluhan, Promosi dan Hubungan masyarakat
c. Sub Dinas Fasilitas Pembiayaan dan Simpan Pinjam, membawahkan
1) Seksi Fasilitas Pembiayaan
71
2) Seksi Simpan Pinjam
3) Seksi Kemitraan dan Jaringan Ekonomi
d. Sub Pelayanan Usaha Kecil Menengah, membawahkan :
1) Seksi Usaha Perdagangan dan Jasa
2) Seksi Usaha Pertanian
3) Seksi Usaha Non Pertanian
e. Sub Pelayanan Usaha Koperasi, membawahkan :
1) Seksi Koperasi Pertanian
2) Seksi Koperasi Non Pertanian
f. Unit Pelaksana Teknis Dinas Pelayanan KUKM (UPTD ) Balai
Pelatihan Koperasi dan UKM, membawahkan :
1) Sub Bagian Tata Usaha
2) Seksi Penyelenggara
3) Seksi Pengkajian dan Pengembangan
Kepala Sub Bagian dan Seksi-Seksi masing-masing dipimpin
oleh seorang kepala Sub Bagian dan Kepala seksi yang berada dan
bertanggung jawab langsung kepada Kepala Bagian, Kepala Sub Dinas
dan Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas Pelayanan Koperasi dan UKm
Balai Pelatihan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah.
Balai Pelatihan Koperasi dan UKM adalah Unit Pelaksana
Teknis Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM, merupakan unsur
72
pelaksana operasional Dinas yang dipimpin oleh seorang Kepala Balai,
yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala dinas.
Balai Pelatihan KUKM mempunyai tugas pokok :
a. Melaksanakan sebagian tugas teknis dinas Pelayanan KUKM
b. Melaksanakan kebijakan teknis operasional pelatihan masyarakat
koperasi dan usaha kecil menengah
Untuk menyelenggarakan tugas pokok tersebut Balai Pelatihan
KUKM mempunyai fungsi :
a. Penyusunan rencana teknis operasional pelatihan masyarakat KUKM
b. Pengkajian dan analisis teknis operasional pelatihan masyarakat
KUKM
c. Pelaksanaan kebijakan teknis pelatihan masyarakat KUKM
d. Pelaksanaan monitoring, evaluasi dan pelaporan pelatihan
masyarakat KUKM
e. Pelatihan masyarakat KUKM
f. Pelaksanaan fasilitas dan pengembangan pelatihan masyarakat
KUKM di kabupaten / kota serta lembaga lain
g. Pelayanan penunjang penyelenggaraan tugas dinas
h. Pengelolaan ketatausahaan
Dalam pelaksanaan Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Pelayanan
Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah didukung dengan kekuatan
Sumber Daya Manusia sebanyak 162 orang terdiri 135 orang pada Dinas
Pelayanan Koperasi dan UKM dan 27 orang pada UPTD Balai Pelatihan
73
Koperasi dan UKM dengan tingkat pendidikan SD 10 orang, SLTP 11
orang, SLTA 53 orang, Sarjana Muda 15 orang, Sarjana Strata satu
sebanyak 59 orang dan Sarjana Strata dua sebanyak 14 orang yang
dirinci menurut golongan yaitu golongan satu tidak ada, golongan dua 41
orang, golongan tiga 105 orang dan golongan empat 16 orang.
Selanjutnya dalam penyelenggaraan pemerintahan berpedoman
pada asas umum penyelenggaraan Negara yang terdiri atas : asas
kepastian hukum, asas tertib penyelenggaraan Negara, asas kepentingan
umum, asas keterbukaan, asas proporsionalitas, asas profesionalitas, asas
akuntabilitas, asas efisiensi dan asas efektifitas.
Visi dari Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa
Tengah adalah “ KOPERASI DAN UKM SEBAGAI TULANG
PUNGGUNG PEREKONOMIAN JAWA TENGAH “.
Sedangkan Misi Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi
Jawa Tengah adalah :
a. Mewujudkan iklim yang kondusif bagi perkembangan KUKM.
b. Mengembangkan lembaga keuangan alternative melalui KSP / USP
dan lembaga pendukung lainnya bagi pengembangan KUKM.
c. Membangun dan mengembangkan distribusi dan networking
ekonomi KUKM.
d. Membangun SDM pengelola KUKM yang professional dan
mempunyai daya saing global
74
e. Membangun dan mengembangkan distribusi dan networking
ekonomi KUKM
f. Mengembangkan KUKM berorientasi agribisnis dan produk
unggulan daerah.
g. Mengembangkan pola kemitraan KUKM dan Usaha Besar.
Salah satu tugas dari Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM
Provinsi Jawa Tengah adalah mengesahkan permohonan akta badan
hukum koperasi yang menjadi tugas dari Bagian Tata Usaha yang secara
teknis dilaksanakan oleh Sub Bagian Kelembagaan dan Hukum Di Dinas
Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah.
3. Implementasi Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI
Nomor : 98/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang Notaris Sebagai
Pembuat Akta Koperasi dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu :
a. Implementasi oleh masyarakat pemohon akta pendirian koperasi
Dalam pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor : 25 tahun
1992 tentang Perkoperasian menyebutkan bahwa Koperasi adalah
badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum
koperasi dengan mendasarkan kegiatannya berdasarkan prinsip
koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berasaskan
kekeluargaan, sehingga dapat disimpulkan bahwa :
1) Koperasi adalah badan Usaha bukan organisasi masa
75
2) Pemilik atau pendiri adalah orang-orang atau badan hukum
koperasi
3) Bekerja berdasarkan prinsip-prinsip koperasi dan asas
kekeluargaan
4) Sebagai gerakan ekonomi rakyat
Sehingga orang-orang yang akan mendirikan koperasi wajib
untuk memahami pengertian, nilai maupun prinsip-prinsip koperasi.
Sehubungan dengan hal tersebut maka dibawah ini akan dijelaskan
tahapan dalam permohonan akta pendirian koperasi adalah sebagai
berikut :
1) Dasar Pembentukan Koperasi
Orang atau masyarakat yang akan mendirikan koperasi harus
mengerti maksud dan tujuan koperasi serta kegiatan usaha yang
akan dilaksanakan oleh koperasi yaitu untuk meningkatkan
pendapatan dan manfaat yang sebesar-besarnya bagi anggota
khususnya dan masyarakat pada umumnya.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pembentukan
koperasi oleh masyarakat sebagai pemohon akat pendirian
koperasi :
a) Orang-orang yang mendirikan dan yang nantinya akan
menjadi anggota koperasi harus mempunyai kegiatan dan
atau kepentingan ekonomi yang sama.
76
b) Usaha yang akan dilaksanakan oleh koperasi harus layak
secara ekonomi, artinya usaha yang akan dikelola mampu
menghasilkan keunyungan usaha dan dapat dikembangkan
bagi kesejahteraan anggota.
c) Modal sendiri harus cukup tersedia untuk memulai kegiatan
usaha yang akan dilaksanakan oleh koperasi. Hal ini
dimaksudkan agar kegiatan usaha koperasi dapat segera
dilaksanakan dengan tanpa menutup kemungkinan untuk
memperoleh bantuan, fasilitas dan pinjaman dari pihak luar.
d) Kepengurusan dan manajemen yang akan dilaksanakan, agar
tercapai efektifitas danefisien dalam pengelolaan koperasi
perlu diperhatikan bahwa orang yang ditunjuk / dipilih
menjadi pengurus haruslah orang yang memiliki kejujuran ,
kemampuan dan kepemimpinan, agar koperasi yang didirikan
tersebut sejak dini telah memiliki kepengurusan yang handal.
2) Persiapan Pembentukan Koperasi
a) Pembentukan koperasi harus dipersiapkan dengan matang
oleh para pemrakarsa. Persiapan tersebut antara lain meliputi
kegiatan penyuluhan, penerangan maupun latihan bagi para
pemrakarsa dan calon anggota untuk memperoleh pengertian
dan kejelasan mengenai perkoperasian.
77
b) Para pemrakarsa mempersiapkan rapat pembentukan dengan
cara antara lain penyusunan rancangan Anggaran Dasar,
Anggaran Rumah Tangga dan rencana awal kegiatan usaha
3) Rapat Pembentukan Koperasi
a) Para pendiri wajib mengadakan rapat persiapan pembentukan
koperasi yang membahas semua hal yang berkaitan dengan
rencana pembentukan koperasi meliputi antara lain
penyusunan rancangan anggaran dasar / materi muatan
anggaran dasar , anggaran rumah tangga dan lain-lain yang
diperlukan untuk pembentukan koperasi.
b) Dalam rapat persiapan pembentukan koperasi dilakukan
penyuluhan koperasi terlebih dahulu oleh pejabat dari instansi
yang membidangi koperasi kepada para pendiri.
c) Rapat pembentukan koperasi yang dihadiri sekurang-
kurangnya 20 orang anggota pendiri, sedangkan untuk
koperasi sekunder dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3 (tiga)
koperasi yang telah berbadan hukum, yang diwakili oleh
kuasa pendirinya, yang mempunyai kegiatan dan kepentingan
ekonomi yang sama.
d) Rapat pendirian dipimpin oleh seorang atau beberapa orang
dari pendiri atau kuasa pendiri. Yang dimaksud kuasa pendiri
adalah beberapa orang dari pendiri yang diberi kuasa dan
sekaligus ditunjuk oleh pendiri untuk pertama kalinya
78
bertindak sebagai pengurus koperasi yang berkewajiban
memproses pengajuan permintaan pengesahan akta pendirian
koperasi dan menandatangani Anggaran dasar Koperasi
e) Megundang Pejabat dari Dinas Pelayanan Koperasi dan
UKM Propinsi Jawa Tengah yang bertujuan untuk :
(1) memberi arahan berkenaan dengan pembentukan koperasi
(2) melihat proses pelaksanaan rapat pembentukan koperasi
(3) sebagai narasumber apabila ada pertanyaan berkaitan
dengan perkoperasian dan untuk meneliti isi konsep
anggaran dasar yang dibuat oleh para pendiri sebelum
dibuat aktanya oleh Notaris Pembuat Akta Koperasi.
f) Mengundang Notaris Pembuat Akta Koperasi
g) Dalam rapat pembentukan dibahas mengenai Anggaran Dasar
Koperasi dengan memperhatikan antara lain :
(1) Rancangan anggaran dasar disusun oleh orang-orang
yang akan mendirikan koperasi atau , dan dibahas dalam
Rapat Pembnetukan Koperasi .
(2) Isi atau materi yang dituangkan dalam Anggaran Dasar
harus sesuai dengan tujuan dan kepentingan ekonomi
anggota
(3) Setiap ketentuan yang dituangkan dalam anggaran dasar
harus mudah dimengerti dan dapat dilaksanakan oleh para
anggota, peragkat organisasi dan pengelola koperasi, dan
79
tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang
berlaku. Sedangkan Anggaran dasar itu sendiri harus
memuat antara lain :
(a) daftar nama pendiri
(b) nama dan dan tempat kedudukan
(c) jenis koperasi
(d) maksud dan tujuan
(e) Bidang Usaha
(f) Keanggotaan
(g) ketentuan rapat Anggota
(h) Pengurus dan Pengawas
(i) Sisa Hasil Usaha
(j) permodalan
(k) jangka waktu berdirinya
(l) ketentuan pembubaran koperasi
(m)sanksi
h) Pembuatan atau penyusunan akta pendirian koperasi tersebut
dibuat dihadapan dan atau Notaris Pembuat Akta Koperasi
yang hadir dan dituangkan dalam
(1) berita acara rapat pendirian koperasi
(2) notulen rapat pendiriran koperasi
(3) Pengajuan Persetujuan Badan Hukum Koperasi.
80
Pengajuan Pesetujuan Badan Hukum Koperasi dilakukan oleh
Notaris atau kuasa pendiri secara tertulis kepada pejabat yang
berwenang dalam hal ini Kepala Dinas Pelayanan Koperasi dan
UKM pRovinsi Jawa Tengah dengan melampirkan :
a) 1 (satu) salinan akta pendirian koperasi bermeterai cukup
b) Data akta pendirian koperasi yang dibuat dan ditandatangai
Notaris
c) Surat bukti tersedianya modal yang jumlahnya sekurang-
kurangnya sebesar simpanan pokok dan simpanan wajib
yang wajib dilunasi oleh para pendiri.
d) Rencana kegiatan koperasi minimal 3 tahun kedepan dan
rencana anggaran pendapatan dan belanja koperasi .
Adapun hasil wawancara yang dilakukan kepada wakil
masyarakat pemohon akta badan hukum pendirian koperasi atas
nama Sdr Lasiman yang dilakukan pada tanggal 12 Pebruari
2007 bertempat di Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM
Propinsi Jawa Tengah setelah yang bersangkutan mengikuti
sosialisasi pendirian koperasi, yang diselenggarakan oleh Dinas
pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah dengan
hasil sebagai berikut :
81
1. Ybs adalah Ketua Paguyuban Pedagang Bakso Kota
Semarang yang berkeinginan untuk mendirikan koperasi
pedagang bakso
2. Ybs sudah melaksanakan tugasnya sebagai Ketua
Paguyuban selama 5 tahun.
3. Ybs tidak dapat mengakses fasilitas permodalan dari
Pemerintah maupun perbankan yang disebabkan lembaga
yang menaungi yakni Paguyuban bukan merupakan
lembaga bisnis yang mempunyai kekuatan hukum yang
kuat yang mengakibatkan kurang kepercayaan dari pihak
perbankan maupun kalangan bisnis yang lain untuk
mengadakan transaksi bisnis.
4. Sebagian besar anggota paguyuban mempunyai problem
yang sama dengan yang bersangkutan.
5. Ybs berharap bahwa dengan mendirikan koperasi
diharapkan kesejahteraan anggota dapat ditingkatkan.
6. Ybs selaku Ketua Paguyuban sebelum mengikuti sosialisasi
tidak paham terhadap proses pendirian koperasi.
7. Setelah mengikuti sosialisasi yang bersangkutan merasa
berkeberatan dengan proses-proses yang harus dilalui
terutama masalah yang berkaitan dengan Notaris karena
82
yang bersangkutan merasa enggan berurusan dengan
masalah-masalah hukum yang dianggapnya berbelit-belit
dan sulit dipahami.
8. Berkaitan dengan akta koperasi yang harus dibuat oleh
Notaris dengan kisaran biaya yang tidak seragam dan
relative dianggap besar, yang bersangkutan merasa
berkeberatan karena sebelumnya mendapatkan informasi
dari masyarakat yang sudah mendirikan koperasi bahwa
pendirian koperasi tidak dipungut biaya apapun.
9. Berkaitan dengan pasal 12 Keputusan Menteri Negara
Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 / Kep / M.KUKM / IX /
2004 bahwa kepada mereka yang menyatakan diri tidak
mampu, yang dibuktikan dengan surat keterangan tidak
mampu yang dikeluarkan oleh Lurah / Kepala Desa tempat
kedudukan koperasi dan diketahui oleh Kepala Dinas yang
membidangi Koperasi dan UKM Kabupaten / Kota
setempat diberikan kemudahan dengan tidak memberikan
jasa kepada Notaris, yang bersangkutan pesimis dapat
dilakukan dengan mengatakan hal tersebut hanya berlaku
diatas kertas saja, atau hanya impian manis saja, sehingga
sama sekali tidak terpikir oleh yang bersangkutan mengenai
dispensasi tersebut.
83
b. Implementasi oleh Notaris.
Hasil wawancara langsung yang dilakukan dengan Notaris
diwakili oleh 3 (tiga ) orang Notaris dengan kondisi yang berbeda-
beda yang dapat diuraikan sebagai berikut :
1) Notaris Tri Isdiyanti, SH, Notaris Kota Semarang , wawancara
dilakukan pada tanggal 3 Januari 2008 bertempat di kantor
Notaris yang bersangkutan di jalan Sultan Agung 15 A Semarang
dan didapat informasi sebagai berikut :
a) Yang bersangkutan sudah mengikuti pelatihan pembekalan
perkoperasian yang diselenggarakan oleh Kementrian Negara
Koperasi dan UKM RI selama 1 (satu) hari pada tanggal 9
Pebruari 2005, bertempat di Hotel Ibis Jakarta.
b) Sesuai dengan ketentuan pasal 5 Keputusan Menteri Negara
Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 / Kep / M.KUKM / IX /
2004 tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi , yang
bersangkutan sudah ditetapkan menjadi Notaris Pembuat
Akta Koperasi sesuai dengan Surat Keputusan Kepala Dinas
Pelayanan Kopersi dan UKM RI Nomor 573 / 122 / X / 2005,
tanggal 16 Oktober 2005 dengan cara mengajukan
permohonan tertulis kepada Menteri Negara Koperasi dan
UKM RI melalui Kepala Dinas Pelayanan Koperasi dan
UKM Provinsi Jawa Tengah, yang mana permohonan
tersebut dilampiri dengan :
84
(1) Surat Pengangkatan sebagai Notaris
(2) Sertifikat tanda bukti telah mengikuti pembekalan
perkoperasian yang ditanda tangani oleh Menteri
Negara Koperasi dan UKM RI .
(3) Alamat kantor beserta contoh tanda tangan , contoh
paraf dan cap stempel notaris.
c) Berkaitan dengan ketentuan pasal pasal 12 Keputusan
Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 / Kep /
M.KUKM / IX / 2004 tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta
Koperasi yang bersangkutan tidak bersedia memberikan jasa
pembuatan akta tanpa memungut biaya kepada pemohon akta
yang dinyatakan tidak mampu oleh Lurah setempat.
d) Sejak yang bersangkutan ditetapkan sebagai Notaris pembuat
Akta Koperasi sebagaimana butir b) sampai dengan akhir
tahun 2007 atau selama 26 bulan telah membuat akta
pendirian badan hukum koperasi atas permintaan masyarakat
yang akan mendirikan koperasi berjumlah 4 ( empat ) akta
pendirian badan hukum koperasi, dan sesuai dengan
ketentuan pasal 7 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992
pasal 7 ayat (1), bahwa akta pendirian badan hukum koperasi
akan mempunyai kekuatan hukum apabila disahkan oleh
pejabat yang berwenang, dalam hal ini Kepala Dinas
Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah. Dari ke
85
4 (empat) akta pendirian koperasi yang dibuat oleh Notaris
Tri Isdiyanti, SH dalam kurun waktu 26 bulan tersebut
semuanya sudah mendapatkan pengesahan dari Kepala Dinas
Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah.
e) Bahwa dalam pembuatan akta pendirian badan hukum
koperasi , masih dalam bentuk draft yang bersangkutan selalu
berusaha untuk mengkoordinasikan terlebih dahulu materi
akta agar tidak salah atau sesuai dengan ketentuan Undang-
Undang nomor : 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian,
sehingga dapat disahkan oleh Kepala Dinas Pelayanan
Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah.
f) Dalam membuat akta pendirian koperasi maka yang
bersangkutan akan mempersiapkan syarat syarat untuk
membuat akta pendirian badan hukum koperasi antara lain :
(1) Identitas dari para penghadap yang akan membuat akta
pendirian koperasi, Kartu Tanda Penduduk yang masih
berlaku.
(2) Berita acara rapat pembentukan koperasi yang bermaterai
cukup dan ditandatangani para anggota koperasi.
(3) Susunan badan pendiri dan susunan pengurus koperasi
dan masa kerjanya.
86
(4) Nama dan tempat kedudukan koperasi secara lengkap di
jalan mana, Kelurahan/Desa, Kecamatan, Kabupaten dan
Propinsi.
(5) Tujuan pembentukan koperasi dan bidang usaha kerja
(6) Landasan dan asas.
(7) Ketentuan tentang jangka waktu berdirinya koperasi.
(8) Ketentuan besarnya simpanan pokok/wajib bagi para
anggota.
(9) Besar modal dasar yang disetor pada saat pendirian
koperasi yang berasal dari simpanan pokok, simpanan
wajib dan modal penyetoran dari para anggota.
g) Sedangkan dalam penyususnan akte pendirian badan hukum
koperasi yang bersangkutan berusaha untuk mengetahui dan
memahami hal-hal yang berkaitan dengan perkoperasian
sesuai dengan materi Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992
tentang Perkoperasian antara lain :
(1) Anggaran dasar yang memuat ketentuan-ketentuan pokok
yang merupakan dasar bagi tata kehidupan koperasi,
sehingga di dalamnya dibuat hal-hal yang harus disusun
secara ringkas, singkat, jelas dan mudah dimengerti oleh
siapapun.
(2) Ketentuan pokok yang harus dimuat dalam anggaran
dasar meliputi :
87
(a) Struktur organisasi
(b) Kegiatan usaha
(c) Modal dan keuangan
(d) Manajemen
(3) Pengaturan struktur organisasi koperasi, mengenai :
(a) Nama dan tempat kedudukan
(b) Maksud dan tujuan
(c) Landasan dan asas
(d) Keanggotaan
(e) Perangkat oranisasi
(f) Rapat-rapat termasuk rapat anggota
(g) Jangka waktu berdirinya koperasi
(h) Daftar nama pendiri koperasi
(i) Ketentuan mengenai sanksi
(4) Pengaturan kegiatan usaha, meliputi :
(a) Kegiatan usaha yang diajukan koperasi
(b) Pendapatan koperasi, Sisa Hasil Usaha (SHU) dan
pembagiannya
(5) Pengaturan modal dan keuangan, meliputi
(a) Modal sendiri
(b) Modal pinjaman, dan
(c) Modal penyertaan
(6) Pengaturan manajemen meliputi :
88
(a) Wewenang, hak, tugas, kewajiban dan tanggung
jawab dari perangkat organisasi dan pengelola
koperasi
(b) Hubungan kerja antar perangkat organisasi dan antara
perangkat organisasi dengan pengelolaan usaha
koperasi
(c) Laporan keuangan dan neraca
h) Proses Penyimpanan Minit Akta Koperasi
Yang bersangkutan selaku Notaris wajib membuat
minit dari semua akta yang dibuat dihadapannya termasuk
akta koperasi, dimana jika tidak dilakukan demikian akta
tersebut tidak mempunyai kekuatan otentik dan notaris wajib
mengganti biaya, kerugian dan bunga kepada yang
berkepentingan apabila ada pihak yang dirugikan karena hal
tersebut.
Penyimpanan minit akta koperasi oleh notaris tidak
berbeda dengan penyimpanan minit-minit akta lain yang telah
dibuat oleh dan/atau dihadapan notaris, karena setiap notaris
berkewajiban untuk menyimpan tidak hanya minit-minit akta
yang dibuat oleh dan/atau dihadapan notaris itu sendiri, akan
tetapi juga berlaku untuk minit-minit yang diambil alih dari
notaris lain. Selain minit juga daftar-daftar, repertorium-
89
repertorium dan klaper-klaper harus diperlakukan dengan
cara yang sama seperti yang ditentukan bagi minit-minit.
Notaris Pembuat Akta Koperasi berkewajiban
membuat akta dalam bentuk minit akta dan menyimpannya
sebagian dari protokol notaris yang merupakan dokumen
Negara. Hal tersebut telah disebutkan pada pasal 16 ayat (1)
huruf b Undang-Undang Jabatan Notaris yang berbunyi
sebagai berikut :
Notaris berkewajiban membuat akta dalam bentuk minit akta
dan menyimpannya sebagai bagian dari protokol Notaris.
Undang-undang tidak hanya mengatur cara
penyimpanannya, akan tetapi juga mengatur tempat
penyimpanannya. Tempat penyimpanannya itu harus mudah
dicapai dan aman serta tempatnya harus dapat dikunci.
Minit-minit akta termasuk minit akta koperasi,
repertorium dan lain-lainnya itu harus diamankan oleh notaris
dari kerusakan yang disebabkan kebakaran dan pengaruh-
pengaruh dari luar, seperti misalnya kelembaban dan
binatang-binatang yang dapat merusaknya serta dari bahaya
pencurian.
Seorang klien yang membuat akta yang berkaitan
dengan koperasi pada waktu membayar honorarium notaris,
klien yang bersangkutan dengan sendirinya mengharapkan
90
dari notaris sekalipun tidak secara tegas dinyatakan bahwa
akta-akta akan memperoleh pengamanan dari pihak notaris
yang bersangkutan.
i) Proses Membacakan Akta Koperasi Oleh Notaris
Akta pendirian koperasi, perubahan anggaran dasar
koperasi dan pembubaran koperasi sebelum ditandatangani
oleh para penghadap dan saksi serta notaris, aktanya harus
dibacakan oleh notaris sendiri tidak diperkenankan dibacakan
oleh orang lain.
Pembacaan akta tersebut merupakan bagian dari yang
dinamakan “verlijden” (pembacaan dan penandatanganan)
dari akta.
Pembacaan akta oleh seorang Notaris di hadapan para
penghadap sebelum aktanya ditandatangani oleh para
penghadap adalah wajib dilakukan, hal tersebut disebutkan
pada Pasal 16 ayat (1) huruf 1 Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris yang berbunyi sebagai
berikut :
Membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri
oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi dan ditandatangani
pada saat itu juga oleh penghadap saksi dan notaris.
Mengenai pembacaan akta koperasi yang dibuat oleh-
dan/atau dihadapan notaris harus diberitahukan pada penutup
91
akta. Sebaliknya apabila penghadap menghendaki agar akta
tidak dibacakan karena penghadap telah membaca sendiri,
mengetahui dan memahami isinya. Hal tersebut juga harus
dinyatakan pada penutup akta serta pada setiap halaman minit
akta diparaf oleh penghadap, saksi dan notaris.
j) Proses Pengiriman Laporan Tahunan Ke Menteri Dan Cara
Mengisi Repertoriumnya.
Notaris pembuat akta koperasi berkewajiban untuk
mengirimkan laporan tahunan mengenai akta-akta yang
dibuatnya kepada menteri dengan tembusan kepada pejabat
yang berwenang di wilayah kerjanya paling lambat pada
bulan Pebruari, setelah berakhirnya tahun yang telah berjalan.
Hal tersebut berdasarkan pasal 14 Keputusan Menteri Negara
Koperasi Dan Usaha Kecil Dan Menengah Republik
Indonesia Nomor : 98/KEP/M.KUKM/IX/2004 Tentang
Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi.
Berdasarkan ketentuan tersebut menimbulkan polemik
dikalangan notaris karena di satu sisi harus melaporkan akta-
akta yang dibuatnya kepada yang berwenang untuk itu
berdasarkan undang-undang jabatan notaris dan dilain pihak
notaris pembuat akta koperasi harus melaporkan akta-akta
yang dibuatnya kepada menteri dalam hal ini kepada menteri
92
yang bidang tugas dan tanggung jawabnya meliputi urusan
perkoperasian.
Cara pengisian repertorium dalam hal pembuatan akta
koperasi tidak berbeda dengan cara pengisian dengan
pembuatan akta notariil lainnya yaitu setiap pembuatan akta
yang berkaitan dengan koperasi harus menuliskan data-data
yang tersedia pada kolom repertorium yaitu nomor urut,
nomor bulanan, tanggal akta, sifat akta dan nama-nama dari
para penghadap.
Perbedaan repertorium untuk akta-akta yang dibuat
dihadapan notaris adalah untuk memberikan keyakinan
tentang adanya akta yang telah dibuat oleh notaris dan
tanggal dari akta itu sendiri serta untuk memudahkan
pencarian akta.
k) Proses mengeluarkan Salinan Akta Koperasi
Kewajiban notaris yang lainnya adalah mengeluarkan
salinan akta koperasi, hal tersebut berdasarkan Pasal 16 ayat
(1) huruf c Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang
Jabatan Notaris.
Salinan akta koperasi adalah salinan dari akta yang
dikeluarkan oleh notaris setelah minit akta koperasi
ditandatangani oleh para penghadap kemudian dikeluarkan
salinan yang sama bunyinya dengan minit tersebut yang
93
hanya ditandatangani oleh notaris di atas materai dan di cap
dengan jabatan notaris.
Salinan akta dikeluarkan oleh notaris adalah untuk
kepentingan para penghadap sebagai bukti telah dilakukan
suatu perbuatan hukum yang berkaitan dengan koperasi dan
sebagai salah satu syarat untuk pendirian koperasi.
Koperasi memperoleh status sebagai badan hukum
setelah mendapat pengesahan dari pejabat yang berwenang
untuk itu. Hal tersebut berdasarkan Pasal 9 Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 Tentang
Perkoperasian.
Koperasi diakui sebagai badan hukum adalah suatu
badan yang ada karena hukum dan memang diperlukan
keberadaannya sehingga disebut legal entity, oleh karena itu
disebut antificial person/rechts person.
Pengesahan akta pendirian Koperasi ditetapkan
dengan keputusan Menteri dalam jangka waktu paling lama
tiga bulan terhitung sejak diterimanya permintaan pengesahan
secara lengkap.
Surat keputusan pengesahan dan akta pendirian
koperasi yang telah mendapat pernyataan pengesahan
disampaikan kepada pendiri atau kuasanya dengan surat
94
tercatat dalam jangka waktu paling lama tujuh hari terhitung
sejak keputusan pengesahan ditetapkan.
Menurut doktrin pengakuan sebagai badan hukum
pada umumnya berlaku ex runct yang berarti segala tindakan
hukum yang dilakukan atas nama badan hukum tersebut
sebelum pengakuan sebagai badan hukum beralih kepada
badan hukum tersebut kecuali undang-undang menentukan
lain.
l) Proses pengajuan pengesahan akta pendirian koperasi kepada
Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah.
Persyaratan yang harus dilampirkan untuk pengesahan
akta pendirian badan hukum koperasi adalah :
(a) Rancangan akta pendirian koperasi rangkap dua, satu
diantaranya bermaterai.
(b) Berita Acara Rapat pembentukan koperasi termasuk
pemberian kuasa untuk mengajukan permintaan
pengesahan apabila ada.
(c) Rencana awal kegiatan usaha koperasi yang didukung
dengan studi kelayakan usaha yang layak secara
ekonomi.
(d) Surat bukti penyetoran modal dari setiap pendiri kepada
koperasinya dengan jumlah sekurang-kurangnya sebesar
95
simpanan pokok untuk memulai kegiatan usaha yang
akan dilakukannya.
m) Hal yang harus dipersiapkan Notaris supaya akta koperasi yang
dibuatnya dapat disahkan oleh Dinas Pelayanan Koperasi dan
UKM Provinsi Jawa Tengah..
Supaya akta koperasi yang dibuat Notaris dapat disahkan oleh
Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah
maka akta koperasi yang dibuat harus memuat hal-hal sebagai
berikut :
(1) Anggaran dasar yang memuat ketentuan-ketentuan pokok
yang merupakan dasar bagi tata kehidupan koperasi,
sehingga didalamnya dibuat hal-hal yang harus disusun
secara ringkas, singkat, jelas dan mudah dimengerti oleh
siapapun.
(2) Ketentuan pokok yang harus dimuat dalam anggaran
dasar meliputi:
(a) Struktur organisai
(b) Kegiatan usaha
(c) Modal dan keuangan
(d) Manajemen
(3) Pengaturan struktur organisasi koperasi, mengenai :
(a) Nama dan tempat kedudukan
(b) Maksud dan tujuan
96
(c) Landasan dan asas
(d) Keanggotaan
(e) Perangkat organisasi
(f) Rapat-rapat termasuk rapat anggota
(g) Jangka waktu berdirinya koperasi
(h) Daftar nama pendiri koperasi
(i) Sanksi
(4) Pengaturan kegiatan usaha, meliputi :
(a) Kegiatan usaha yang dijalankan koperasi
(b) Pendapatan koperasi. Sisa Hasil Usaha (SHU) dan
pembagiannya
(c) Tanggungan
(d) Tahun buku koperasi
(5) Pengaturan modal dan keuangan yang meliputi :
(a) Modal sendiri
(b) Modal pinjaman, dan
(c) Modal penyertaan
(6) Pengaturan manajemen, mengenai :
(a) Wewenang, hak, tugas, kewajiban dari perangkat
organisasi dan pengelolaan koperasi
(b) Hubungan kerja antar perangkat organisasi dan antara
perangkat organisasi dengan pengelolaan usaha
koperasi
97
(c) Laporan keuangan dan neraca
n) Akta koperasi yang dibuat oleh Notaris dinyatakan tidak
lengkap atau keliru
Akta koperasi yang dibuat oleh notaris dinyatakan
tidak lengkap atau keliru apabila dibuat tidak sesuai dengan
ketentuan yang ditentukan oleh undang-undang, apabila
terjadi hal yang demikian maka para pendiri atau kuasanya
diberi kesempatan untuk mengajukan pengesahan lagi dengan
ketentuan sebagai berikut :
(1) Dalam hal permintaan pendirian koperasi ditolak,
keputusan penolakan serta alasannya berikut berkas
permintaannya disampaikan secara tertulis kepada para
pendiri atau kuasanya dengan surat tercatat dalam jangka
waktu paling lama tiga bulan terhitung sejak diterimanya
pengesahan secara lengkap.
(2) Terhadap penolakan pengesahan tersebut, para pendiri
atau kuasanya dapat mengajukan permintaan ulang
pengesahan atas akta pendirian koperasi. Dalam jangka
waktu paling lama satu bulan terhitung sejak diterimanya
pemberitahuan penolakan dengan melampirkan berkas
sebagai berikut :
(a) Dua rangkap akta pendirian koperasi, satu diantaranya
bermaterai cukup
98
(b) Berita acara rapat pembentukan koperasi
(c) Surat kuasa
(d) Surat bukti tersedianya modal yang jumlahnya
sekurang-kurangnya sebesar simpanan pokok yang
wajib dilunasi oleh para pendiri
(e) Rancangan kegiatan usaha koperasi minimal tiga
tahun kedepan
(f) Susunan pengurus dan pengawas
(g) Daftar hadir rapat pembentukan
(h) Untuk koperasi primer melampirkan fotokopi Kartu
Tanda Penduduk dari para pendiri
(i) Untuk koperasi sekunder melampirkan keputusan
rapat anggota masing-masing koperasi pendiri tentang
persetujuan pembentukan koperasi sekunder dan foto
kopi akta pendirian serta anggaran dasar masing-
masing koperasi pendiri
(3) Terhadap pengajuan permintaan ulang yang telah
memenuhi ketentuan sebagaimana tersebut di atas Dinas
Pelayanan Koperasi akan memberikan tanda terima
kepada pendiri dan kuasanya.
Dinas Pelayanan Koperasi memberikan keputusan
terhadap permintaan ulang sebagaimana angka 2 di atas
dalam jangka waktu paling lama satu bulan terhitung
99
sejak diterimanya permintaan ulang pengesahan secara
lengkap
Dalam hal pengesahan atas akta pendirian
koperasi diberikan, Dinas Pelayanan Koperasi
menyampaikan surat keputusan pengesahan dan akta
pendirian koperasi yang telah mendapatkan pernyataan
pengesahan kepada pendiri dan kuasanya dengan surat
tercatat dalam jangka waktu paling lama tujuh hari
terhitung sejak keputusan pengesahan ditetapkan.
2) Notaris Elizabeth Estiningsih SH, Notaris di Kabupaten Blora,
wawancara dilakukan pada tanggal 17 Januari 2007 bertempat
di Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah
setelah yang bersangkutan mengikuti Sosialisasi Pemantapan
Peran Notaris Sebagai Pembuat Akte Koperasi didapat
informasi sebagai berikut :
a) Yang bersangkutan sudah mengikuti pelatihan
pembekalan perkoperasian yang diselenggarakan oleh
Kementrian Negara Koperasi dan UKM RI selama 1 (satu)
hari pada tanggal 9 Pebruari 2005, bertempat di Hotel Ibis
Jakarta.
b) Sesuai dengan ketentuan pasal 5 Keputusan Menteri
Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 / Kep /
M.KUKM / IX / 2004 tentang Notaris Sebagai Pembuat
100
Akta Koperasi , yang bersangkutan sudah ditetapkan
menjadi Notaris Pembuat Akta Koperasi sesuai dengan
Surat Keputusan Kepala Dinas Pelayanan Kopersi dan
UKM Provinsi Jawa Tengah Nomor : 573 / 575 / III /
2006, tanggal 19 Maret 2006.
c) Selama kurun waktu bulan Maret 2006 sampai dengan
akhir Desember 2007 atau dalam kurun waktu 18 (
delapan belas bulan ) bulan , yang bersangkutan sudah
membuat 17 ( tujuh belas ) Akta Pendirian Badan Hukum
Koperasi . Dari 17 ( tujuh belas ) akta yang dibuat,
semuanya tidak ada yang memenuhi syarat untuk dapat
disahkan oleh Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM
Provinsi Jawa Tengah yang dikarenakan materi yang
terdapat dalam akta pendirian badan hukum koperasi tidak
sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor : 25
Tahun: 1992 tentang Perkoperasian . Dengan kondisi
demikian yang akta yang sudah ditandatangani oleh
Notaris sesuai dengan pasal 9 Undang-Undang Nomor :
25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian yang menyatakan
bahwa Koperasi memperoleh status badan hukum setelah
akte pendiriannya disahkan oleh Pemerintah. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa akta yang sudah dibuat oleh
101
Notaris tidak secara otomatis merupakan dasar hukum
berdirinya suatu koperasi.
3) Notaris Sunarto, SH, Notaris di Kota Surakarta, wawancara
langsung dilakukan pada tanggal dilakukan pada tanggal 17
Januari 2007 bertempat di Dinas Pelayanan Koperasi dan
UKM Provinsi Jawa Tengah setelah yang bersangkutan
mengikuti Sosialisasi Pemantapan Peran Notaris Sebagai
Pembuat Akte Koperasi didapat informasi sebagai berikut :
a) Yang bersangkutan sudah mengikuti pelatihan
pembekalan perkoperasian yang diselenggarakan oleh
Kementrian Negara Koperasi dan UKM RI selama 1
(satu) hari pada tanggal 9 Pebruari 2005, bertempat di
Hotel Ibis Jakarta.
b) Sampai dengan wawancara dilakukan yang
bersangkutan belum mengimplementasikan pasal 4, 5
dan 6 Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM
RI Nomor : 98 / Kep / M.KUKM / IX / 2004 tentang
Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi sehingga yang
bersangkutan tidak berhak membuat akta – akta yang
berkaitan dengan perkoperasian.
c) Alasan yang disampaikan oleh yang bersangkutan
adalah karena sampai saat wawancara dilakukan yang
bersangkutan belum memahami materi yang berkaitan
102
dengan perkoperasian , yang dalam hal ini terdapat
dalam Undang-Undang Nomor : 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian.
c. Implementasi oleh Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Propinsi
Jawa Tengah sebagai wakil dari Pemerintah.
Dari hasil penelitian yang dilakukan selama 3 ( tiga ) hari dari
tanggal 3 s/d 5 januari 2007 di Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM
Provinsi Jawa Tengah dibawah ini hasil wawancara dan pengisian
kuesioner yang penulis lakukan dengan informna atas nama Safitri
Handayani, SH.MH, selaku Kepala Sub Bagian Hukum dan
Kelembagaan pada Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi
Jawa Tengah, wawancara dilakukan pada tanggal 14 Januari 2007 di
Kantor Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah
didapatkan informasi sebagai berikut :
Diperoleh data bahwa permohonan pengesahan akta badan hukum
koperasi setelah diterbitkannya Keputusan Menteri Negara Koperasi
dan UKM RI Nomor : 98/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang Notaris
Sebagai Pembuat Akta Koperasi mengalami penurunan yang
signifikan yang dapat dilihat dari tabel dibawah ini :
103
Tabel : 1. Pengajuan Pengesahan Akta Pendirian Koperasi
Tahun Pengajuan Pengesahan Keterangan200220032004200520062007
301319113
-2829
301319113
-1718
s/d akhir Sep. 04
Tidak sesuai UU No. 25 / 1992
Sumber : Subag Hukum dan Kelembagaan Disyankop dan UKM Prov. Jateng
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa sebelum
diterbitkannya keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI
Nomor : 98 / Kep / M.KUKM /IX / 2004 tentang Notaris Sebagai
Pembuat Akta Koperasi, pengesahan akta pendirian badan
hukum koperasi rata-rata dalam 1 ( satu ) tahun mencapai antara
301 sampai dengan 319.
Setelah diterbitkan Keputusan Menteri dimaksud terjadi
penurunan yang cukup tajam terhadap pengesahan akta pendirian
badan hukum koperasi yakni rata-rata dalam kurun waktu 1
(satu) tahun hanya mencapai 17 s/d 18 akta saja.
Sedangkan mengenai Notaris didapat informasi
bahwa jumlah Notaris se Jawa Tengah adalah 723 orang,
dari jumlah tersebut 152 orang belum pernah mengikuti
pembekalan perkoperasian dari Kementrian Negara Koperasi
dan UKM RI, sedangkan dari 571 Notaris yang pernah
mengikuti pembekalan perkoperasian hanya 118 orang
Notaris yang mempunyai kewenangan untuk membuat akta –
104
akta Koperasi. Sisanya sejumlah 453 orang belum berhak dan tidak
berwenang untuk membuat akta-akta koperasi sehubungan belum
mengimplementasikan pasal 5 dan 6 Keputusan Menteri Negara
Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 / Kep / M.KUKM / IX / 2004
tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi yakni :
1) Sesuai dengan pasal 5, mereka belum mengajukan permohonan
tertulis kepada Menteri Negara Koperasi dan UKM RI untuk
ditetapkan menjadi Notaris Pembuat Akta Koperasi.
2) Sesuai dengan pasal 6, secara otomatis tidak bisa dilaksanakan
karena berkaitan dengan persyaratan pada butir 1).
Langkah-langkah yang dilakukan oleh Dinas Pelayanan
Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah berkaitan dengan
kewajiban Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Propinsi Jawa
Tengah dalam mengimplementasikan Keputusan Menteri Negara
Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 / Kep / M. KUKM/IX/ 2004
tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi , didapat informasi
sebagai berikut :
1) Melakukan sosialisasi Keputusan Menteri Negara Koperasi dan
UKM RI Nomor 98 / Kep / M. KUKM / IX / 2004 tentang
Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi kepada masyarakat
melalui diklat dengan sasaran 5000 ( lima ribu ) yang
dilaksanakan melalui Anggaran APBD Provinsi Jawa Tengah,
diklat pembekalan perkoperasian kepada Notaris Pembuat Akta
105
Koperasi sebanyak 723 orang, pembuatan leaflet tentang
standart operasional permohonan pengesahan badan hukum
koperasi serta melalui media televisi melalui dialog interaktif,
yang semuanya dibiayai oleh APBD Provinsi Jawa Tengah.
2) Dalam proses pengesahan badan hukum koperasi, Dinas
Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah selaku
pihak yang berwenang mengesahkan badan hukum koperasi
akan memproses permohonan badan hukum koperasi dengan
melakukan langkah-langkah sebagai berikut :
a) Verifikasi persyaratan bagi pemohon akta pendirian koperasi
yang meliputi :
(1) Permohonan pengesahan akta pendirian koperasi
diajukan secara tertulis kepada Kepala Dinas Pelayanan
Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah.
(2) Permintaan pengesahan badan hukum koperasi harus
melampirkan :
(a) 1 (satu) salinan akta pendirian koperasi bermeterai
cukup.
(b) Data akta pendirian koperasi yang dibuat
ditandatangani oleh notaries pembuat akta koperasi.
(c) Surat bukti tersedianya modal yang jumlahnya
sekurang-kurangnya sebesar simpanan pokok dan
wajib yang harus dilunasi oleh pendiri koperasi (
106
untuk unit simpan pinjam minimal sebesar Rp.
15.000.000,-, sedangkan untuk Koperai Simpan
Pinjam senilai Rp 50.000.000,- )
(d) Rencana kegiatan usaha koperasi minimal 3 ( tiga )
tahun kedepan dan Rencana Anggaran Belanja dan
Pendapatan Koperasi.
(e) Materi anggaran dasar yang dimohonkan
pengesahannya yang memuat antara lain :
1. Daftar nama pendiri yang memuat nama,
pekerjaan, alamat, yang ditulis secara lengkap
dan jelas dari orang-orang yang hadir pada rapat
pertama pembentukan koperasi dengan ketentuan
bahwa orang-orang dimaksud adalah orang-orang
yang :
- memenuhi persyaratan menjadi anggota
koperasi sesuai dengan jenis koperasi atau
kegiatan usaha koperasi yang akan dijalankan.
- mempunyai keinginan yang sungguh-sungguh
untuk mendirikan dan menjalankan organisasi
dan usaha koperasi sesuai dengan
kepentingan seluruh anggota koperasi
tersebut.
107
- menyatakan kesediaannya untuk menjadi
anggota koperasi yang aktif
- menyatakan kesediaannya secara tertulis
untuk membayar tunai simpanan pokok, dan
simpanan wajib yang telah ditetapkan atas
kesepakatan bersama.
2. Nama dan tempat kedudukan ditulis jelas, legkap
dam mudah dibaca dengan syarat bahwa nama
koperasi tidak menggunakan nama yang
bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan
atau bertentangan dengan perundangan yang
berlaku, ataupun mempunyai nama yang sama
dengan nama suatu organisasi massa, organisasi
politik, agama, suku dan ras . Sedangkan tempat
kedudukan koperasi harus disebutkan lengkap
dan jelas sebagai alamat kantor tetap koperasi.
3. Landasan, asas dan prinsip koperasi
4. Maksud dan tujuan serta bidang usaha koperasi
yang akan dilaksanakan perlu diperhatikan hal-
hal sebagai berikut :
- usaha yang akan dijalankan oleh koperasi
harus berkaitan langsung dengan kepentingan
ekonomi dan usaha para anggotanya atau
108
usaha yang mendukung kemajuan usaha dan
kepentingan anggota.
- Koperasi harus memiliki usaha pokok dan
dapat melaksanakan usaha lain sebagai usaha
penunjang, berkaitan dengan usaha pokok
koperasinya
5. Ketentuan mengenai keanggotaan,
Bahwa anggota adalah pendukung,
pemilik dan pengguna jasa kopersi. Dalam
ketentuan keanggotaan diatur persyaratan
keanggotaan, hak, kewajiban, tanggungan dan
sanksi bagi anggota yang melakukan pelanggaran
a. Anggota koperasi harus memenuhi
persyaratan sekurang-kurangnya sebagai
warga Negara Indonesia yang mampu
melakukan perbuatan hukum, memiliki
kesamaan kepentingan ekonomi, membayar
lunas simpanan pokok dan wajib dan sanggup
melaksanakan dan mentaati seluruh ketentuan
yang telah ditetapkan koperasi.
b. Koperasi dapat juga mempunyai anggota luar
biasa yang persyaratan, hak dan kewajibannya
antara lain :
109
1) Warga Negara Indonesia atau Warga
Negara Asing yang mempunyai Kartu Izin
Menentap.
2) tidak memiliki hak suara dalam anggota
akan tetapidapat mengajukan usul, saran
maupun pendapat.
3) tidak memiliki hak memilih maupun
dipilih menjadi anggota, pengurus ataupun
pengawas
4) membayar lunas simpanan pokok maupun
simpanan wajib
5) berhak mendapat pelayanan dari koperasi.
c. Koperasi dapat menerima calon anggota
dengan persayaratan, hak dan kewajiban
antara lain sebagai berikut :
1) warga Negara Indonesia
2) mampu melakukan perbuatan hukum
3) mempunyai kepentingan ekonomi yang
terkait dengan usaha koperasi
4) telah membayar simpanan pokok
maupun wajib tetapi secara
administrative belum memenuhi syarat
sebagai anggota
110
5) tidak memiliki hak suara, hak pilih dan
dipilih menjadi pengurus atau pengawas
6) dapat memberikan saran dan pendapat
7) dapat memperoleh pelayanan usaha dari
koperasi
d. Keanggotaan koperasi dicatat dalam Buku
Daftar Anggota dan diberikan Kartu Tanda
Anggota.
e. Dalam pengaturan mengenai kewajiban
anggota , ditentukan antara lain :
1) mematuhi anggaran dasar koperasi dan
anggaran rumah tangga serta keputusan
lain yang telah disepakati dalam rapat
anggota
2) berpartisipasi dalam kegiatan usaha yang
diselenggarakan oleh koperasi
3) mengembangkan dan memelihara
kebersamaan dalam pelaksanaan
organisasi dan usaha koperasi berdasarkan
asas kekeluargaan
4) menanggung kerugian secara terbatas pada
waktu terjadi pembubaran yaitu sebatas
simpanan pokok, simpanan wajib ataupun
111
modal penyertaan yang dimiliki atau
mungkin juga tidak terbatas sesuai dengan
keputusan rapat anggota.
f. Dalam pengaturan mengenai hak suara bagi
anggota dapat pula ditentukan antara lain hak
untuk:
1) menghadiri, menyatakan pendapat dan
menggunakan hak suara dalam Rapat
Anggota.
2) memilih atau dipilih menjadi anggota
pengurus dan pengawas
3) meminta diadakan rapat anggota luar
biasa, yang sekurang-kurangnya disetujui
oleh 10 % jumlah anggota koperasi primer
( yang bukan anggota luar biasa atau calon
anggota ). Bagi koperasi sekunder rapat
anggota luar biasa dapat diadakan atas
permintaan sekurang-kurangnya 50 % dari
jumlah anggota.
4) mengemukakan pendapat, atau saran
kepada pengurus diluar rapat anggota baik
diminta maupun tidak diminta.
112
5) memanfaatkan koperasi dan mendapatkan
pelayanan
6) memperoleh pembagian sisa hasil usaha
sesuai jasa atau transaksi
7) mendapatkan keterangan mengenai
perkembangan koperasi
g. Pengaturan tentang berakhirnya keanggotaan
koperasi dapat ditetapkan berdasarkan alasan :
1) Meninggal dunia, atau
2) Berhenti atas permintaan sendiri, atau
3) Diberhentikan pengurus karena :
- Melanggar ketentuan atau
- Tidak memenuhi kewajiban
- Melanggar peraturan perundang-
undangan dan keputusan rapat
anggota
- Melakukan tindak pidana
- Mencemarkan nama baik koperasi
4) Anggota yang berhenti sesuai angka 3
dicoret dari Buku Daftar Anggota dan
keanggotaannya hapus sejak tanggal
pencoretan.
113
5) Anggota yang berhenti, wajib segera
menyelesaikan hutang piutangnya dan
tidak dibenarkan lagi hadir atau
memberikan suaranya dalam Rapat
Anggota
h. Ketentuan mengenai rapat anggota
Hal-hal yang harus diatur dalam ketentuan
mengenai Rapat Anggota adalah hal-hal
sebagai berikut :
1) Rapat Anggota merupakan pemegang
kekuasaan tertinggi dalam organisasi
Koperasi
2) Dalam Rapat Anggota setiap anggota
mempunyai hak suara yang sama yaitu
satu anggota satu suara.
3) Rapat Anggota diadakan sekurang-
kurangnya satu kali dalam satu tahun.
4) Sahnya Rapat Anggota dan sahnya
keputusan Rapat Anggota ditentukan oleh
quorum yang ditentukan oleh Rapat
Anggota. Besarnya jumlah quorum
tersebut harus dicantumkan dalam
Anggaran Dasar Koperasi yang
114
bersangkutan, sesuai dengan ketentuan
perundangan yang berlaku.
5) Dalam hal Rapat Anggota tidak dapat
dilaksanakan karena tidak memenuhi
quorum yang ditetapkan, maka dapat
ditetapkan bahwa Rapat Anggota tersebut
ditunda yang batas waktunya juga
ditetapkan oleh Rapat Anggota.
6) Keputusan dalam Rapat Anggota diambil
berdasarkan musyawarah untuk mencapai
mufakat. Dalam hal mufakat tidak dapat
tercapai, maka keputusan diambil berdasar
suara terbanyak dari jumlah anggota yang
hadir.
7) Pengaturan Rapat Anggota antara lain
mengenai tugas, fungsi dan wewenang
Rapat Anggota tahunan antara lain
menetapkan :
a). rencana kerja rencana pendapatan
dan belanja koperasi, serta
pengesahan laporan keuangan.
b) kewenangan pengesahan
pertanggung jawaban pengurus dan
115
pengawas dalam pelaksanaan
tugasnya.
c). kewenangan pembagian SHU
8) Semua keputusan Rapat Anggota harus
dibuat dalam Berita Acara Keputusan
Rapat Anggota dan disahkan oleh Rapat
Anggota.
i. Ketentuan mengenai pengurus
Pengurus mempunyai peran yang strategis
dalam manajemen koperasi dan tanggung
jawab dalam menjalankan organisasi dan
usaha koperasi sesuai mandat yang diberikan
oleh Rapat Anggota, dengan pengaturan :
1) Pengurus dipilih dari dan oleh anggota
dalam rapat anggota
2) Cara pemilihan pengurus dilakukan secara
demokratis.
3) Persayaratan menjadi pengurus ditentukan
oleh kemampuan, kejujuran, pengalaman
kerja, dan berdedikasi tinggi.
4) Perlu ditetapkan tentang jangka waktu
jabatan kepengurusan.
116
5) Perlu ditentukan jumlah dan susunan
pengurus
6) Susunan anggota pengurus dicantumkan
dalam buku daftar pengurus dan
ditandatangani oleh masing-masing
pengurus.
7) Tugas pengurus adalah mengorganisasikan
koperasi dan usahanya
8) Wewenang pengurus antara lain :
- Mewakili koperasi didalam dan diluar
pengadilan
- Melakukan kegiatan usaha dalam upaya
peningkatan dan pemanfaatan koperasi
9) Pengurus dapat mengangkat pengelola
untuk kemajuan koperasinya
j. Ketentuan mengenai pengawas
1) Persyaratan untuk menjadi pengawas
antara lain menyebutkan mengenai
kemampuan, kejujuran, pengalaman kerja,
dedikasi tinggi dan telah menjadi anggota
koperasi paling sedikit beberapa tahun dan
sebagainya;
117
2) Masa jabatan pengawas diatur agar masa
jabatan seluruh anggota pengawas tidak
berakhir pada waktu yang bersamaan;
3) Perlu ditentukan pula penetapan periode
jabatan pengawas untuk dapat dipilih
kembali;
4) Perlu ditentukan pula mengenai pengisian
jabatan pengawas yang lowong karena
diberhentikan, meninggal dunia atau
mengundurkan diri sebelum masa
jabatannya berakhir;
5) Susunan anggota pengawas dicantumkan
dalam, buku daftar pengawas dan ditanda
tangani oleh masing – masing anggota
pengawas;
6) Tugas dan kewajiban anggota pengawas
harus jelas dicantumkan, sehingga
kewenangan dan tanggung jawabnya dapat
dilaksanakan dengan jelas;
7) Tugas pengawas antara lain :
a) Mengelola pengawasan terhadap
pelaksanaan kebijaksanaan dan
pengelolaan koperasi;
118
b) Membuat laporan tertulis tentang hasil
pengawasan.
8) Pengawas berwenang :
a) Meneliti catatan yang ada pada
koperasi;
b) Mendapatkan segala keterangan yang
diperlukan.
9) Pengawas wajib merahasiakan hasil
pengawasan pada pihak ketiga;
10) Apabila diperlukan dan sesuai dengan
tingkat perkembangan koperasi dapat
ditetapkan adanya kewajiban audit yang
dapat dilakukan dengan jasa akuntan
publik untuk keperluan laporan keuangan
koperasi;
11) Dalam hal koperasi tidak mengangkat
pengawas, maka fungsi pengawas
dilakukan oleh pengurus.
k. Ketentuan mengenai permodalan
Modal koperasi mempunyai
kedudukan yang sangat menentukan dalam
menjalankan organisasi dan usahanya. Oleh
karena itu sebagai badan usaha, status modal
119
koperasi harus jelas yaitu adanya equiti yang
merupakan modal sendiri dan modal
pinjaman.
Dalam pengaturan permodalan perlu
ditetapkan hal – hal antara lain sebagai
berikut:
1) Sesuai dengan kegiatan usaha yang akan
dijalankan oleh koperasi, maka besarnya
simpanan pokok dan simpanan wajib
ditetapkan berdasarkan keputusan Rapat
Anggota;
2) Cara pembayaran simpanan pokok dan
simpanan wajib;
3) Setelah simpanan pokok dan simpanan
wajib dapat ditetapkan pula adanya
ketentuan mengenai modal penyertaan dan
obligasi oleh koperasi;
4) Ketentuan mengenai batas pinjaman yang
dilakukan oleh Pengurus atau pengelola
atau Rapat Anggota;
5) Setiap unit usaha harus memiliki modal
kerja tersendiri, apabila terdapat kelebihan
kapasitas modal dapat dialokasikan pada
120
kegiatan-kegiatan usaha produktif lainnya
sesuai dengan kebutuhan anggota dan non
anggota.
l. Ketentuan mengenai jangka waktu berdirinya
koperasi
1) Pada dasarnya jangka waktu berdirinya
koperasi tidak ditentukan batas waktunya,
namun penetapan jangka waktu dalam
Anggaran Dasar diperlukan dalam rangka
menunjukan keberadaan koperasi dalam
kehidupan ekonomi sehari-hari, oleh
karena itu perlu dicantumkan ketentuan
“tidak terbatas” atau terbatas yang
merupakan jangka waktunya;
2) Dalam hal jangka waktu sebagaimana
ditetapkan telah berakhir maka pengurus
wajib mengajukan permohonan
perpanjangan atau pembubaran diri atas
nama Rapat Anggota.
m. Ketentuan mengenai Sisa Hasil Usaha
1) Sebagai badan usaha, pendapatan hasil
usaha sangat menentukan besar kecilnya
sisa hasil usaha;
121
2) Pembagian dan penggunaan sisa hasil
usaha diatur berdasarkan keputusan Rapat
Anggota;
3) Bagian sisa hasil usaha yang diperuntukan
kepada anggota dapat disimpan dalam
bentuk simpanan anggota yang
bersangkutan atau dapat diberikan
langsung kepada anggota.
n. Ketentuan mengenai sanksi
1) Pengaturan mengenai sanksi diperlukan
untuk menegakkan disiplin organisasi dan
menjamin kepastian pelaksanaan
organisasi dan usaha koperasi;
2) Pengaturan sanksi sebagaimana dimaksud
angka 14 huruf a antara lain berupa :
a) Sanksi terhadap tidak dipenuhinya
kewajiban oleh anggota, pengurus,
pengawas, dan pengelola;
b) Sanksi terhadap pelanggaran atas
penyalahgunaan wewenang dan tugas
yang telah dibebankan kepada
Pengurus, Pengawas dan Pengelola
Koperasi;
122
c) Sanksi terhadap kesengajaan dan atau
kelalaian yang dilakukan oleh
Pengurus, Pengawas dan Pengelola
Koperasi yang menimbulkan kerugian
Koperasi.
d) Pelaksanaan sanksi antara lain, berupa
teguran baik lesan maupun tertulis,
pemberhentian sementara, pemecatan,
ganti rugi yang diajukan dimuka
pengadilan baik didalam perkara
pidana maupun perdata.
o. Ketentuan mengenai pembubaran
1) Pengaturan mengenai pembubaran dapat
dilakukan atas keputusan Rapat Anggota
atau Pemerintah berdasarkan alasan yang
sah;
2) Ketentuan pembubaran oleh Rapat
Anggota Koperasi, diatur antara lain :
a) Alasan pembubaran dengan
memperhatikan kepentingan pihak
lain, agar haknya tidak dirugikan;
b) Alasan sehubungan dengan jangka
waktu berdirinya telah berakhir;
123
c) Ketentuan penyelesaian pembubaran
oleh suatu Tim Penyelesaian yang
dibentuk oleh Rapat Anggota;
d) Ketentuan mengenai hak, wewenang
dan kewajiban Tim Penyelesai yaitu :
(1) melakukan segala perbuatan
hukum untuk dan atas nama
“Koperasi dalam penyelesaian”;
(2) mengumpulkan segala keterangan
yang diperlukan;
(3) memanggil pengurus, anggota dan
bekas anggota tertentu yang
diperlukan baik sendiri-sendiri
maupun bersama-sama;
(4) memperoleh, memeriksa dan
menggunakan segala catatan dan
arsip koperasi;
(5) menetapkan dan melaksanakan
segala kewajiban pembayaran yang
didahulukan dari pembayaran
hutang lainnya;
124
(6) menggunakan sisa kekayaan
koperasi untuk penyelesaian sisa
kewajiban koperasi;
(7) membagikan sisa hasil
penyelesaian kepada anggota;
(8) membuat Berita Acara
Penyelesaian.
e) Ketentuan mengenai kewajiban
Pengurus untuk menyampaikan
pembubaran kepada Pemerintah;
f) Ketentuan mengenai tanggungan
anggota, apabila koperasi menanggung
kerugian maka koperasi tersebut
dibubarkan, mengenai penyelesaian
hutang piutang menjadi tanggungan
anggota.
p. Ketentuan mengenai perubahan anggaran
dasar
1) Perubahan Anggaran Dasar dilaksanakan
apabila diperlukan sesuai dengan
perkembangan koperasi yang
bersangkutan;
125
2) Ketentuan mengenai perubahan Anggaran
Dasar antara lain, memuat :
a) alasan diadakan perubahan anggaan
dasar;
b) quorum sahnya Rapat Anggota dan
quorum sahnya keputusan Rapat
Perubahan Anggaran Dasar.
q. Ketentuan mengenai Anggaran Rumah
Tangga dan Peraturan khusus
1) Anggaran Dasar Koperasi pada dasarnya
hanya memuat ketentuan pokok,
sedangkan penjelasan atau penjabaran
lebih lanjut dapat diatur dalam Anggaran
Rumah Tangga (ART) dan atau peraturan
khusus;
2) Ketentuan tentang ART dan peraturan
khusus antara lain memuat:
a) Penjabaran lebih lanjut ketentuan
dalam anggaan dasar koperasi;
b) Pengaturan lebih lanjut hal-hal yang
telah ditetapkan dalam Anggaan Dasar
Koperasi
126
3) Pengaturan lain yang dianggap lebih
perlu dan belum cukup diatur dalam
Anggaran Dasar.
r. Ketentuan mengenai pengelolaan usaha
1) Pada dasarnya pengelolaan usaha
koperasi dilakukan oleh Pengurus
sebagai eksekutif tetapi berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan
profesionalisme, efisiensi, efektivitas,
dan pengembangan koperasi yang
bersangkutan, maka tugas pengelolaan
tersebut dapat didelegasikan Pengurus
kepada pengelola usaha yang diangkat
oleh pengurus;
2) Dalam mengatur mengenai
pengelolaan usaha koperasi, baik yang
dilaksanakan oleh Pengurus, maupun
oleh Pengelola ditetapkan ketentuan-
ketentuan antara lain tentang
penyusunan rencana operasional usaha,
maupun anggaran biaya usaha yang
bersangkutan, mencarikan dana atau
pinjaman yang dibebankan kepadanya,
127
pengangkatan dan pemberhentian
tersebut secara tehnis diatur dalam
Anggaran Rumah Tangga atau peraturan
khusus untuk itu.
3) Melakukan pengecekan terhadap koperasi yang akan didirikan
terutama yang berkaitan dengan domisili / alamat,
kepengurusan, usaha yang dijalankan dan keanggotaannya
4) Melakukan penilaian terhadap kelayakan koperasi
5) Mengesahkan akta pendirian koperasi oleh Dinas Pelayanan
Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah bila dari hasil
penilaian koperasi tersebut layak untuk disahkan dalam jangka
waktu selambat-lambatnya tiga bulan terhitung sejak
diterimanya permintaan pengesahan secara lengkap.
6) Mencatat dalam Buku Daftar Umum Koperasi
7) Menyampaikan Surat Keputusan Pengesahan Akta Pendirian
Koperasi secara langsung kepada pendiri atau kuasa pendiri.
8) Mengirimkan tembusan Surat Keputusan Pengesahan Akta
Pendirian Koperasi kepada Menteri Negara Koperasi dan
UKM.
9) Mengumumkan Surat Keputusan Pengesahan Akta Pendirian
Koperasi dalam Berita Negara Republik Indonesia melalui
Kementrian Negara Koperasi dan UKM.
128
10) Menolak secara tertulis permintaan pengesahan Akta Pendirian
Koperasi yang tidak memenuhi persyaratan sesuai ketentuan
perundangan dengan menyampaikan alasan penolakan kepada
pendiri atau kuasa pendiri dengan surat tercatat dalam jangka
waktu paling lama tiga bulan terhitung sejak diterimanya
permintaan pengesahan secara lengkap.
d. Permasalahan yang dihadapi Dinas Pelayanan Koperasi dan
UKM Provinsi Jawa Tengah dan solusinya
Permasalahan yang dihadapi dalam implementasi Keputusan
Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 /
Kep.M/KUKM/2004 tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta
Koperasi adalah :
1. Dari sisi masyarakat pemohon akta pendirian badan hukum
koperasi , permasalahan yang dihadapi adalah :
a. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang hal-hal yang
berhubungan dengan perkoperasian menyebabkan lambatnya
proses pendirian koperasi, solusi yang dapat dilakukan atas
permasalahan tersebut adalah diadakannya sosialisasi secara
terus-menerus melalui kegiatan – kegiatan di tingkat RT,
RW, maupun melalui pelatihan perkoperasian di UPTD Balai
Latihan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah dengan
dukungan dana APBD Propinsi maupun kabupaten / kota.
129
b. Biaya Notaris yang relatif tinggi dan tidak ada keseragaman
tarif menyebabkan masyarakat enggan untuk membuat akta
dihadapan Notaris, solusi yang sudah dilakukan adalah
dikeluarkannya surat Kepala Dinas Pelayanan Koperasi
Nomor : 518/190/2006, tanggal 20 Mei 2006 perihal
himbauan kepada para Notaris Pembuat Akta Koperasi
tentang biaya maksimal pembuatan akta-akta koperasi paling
tinggi Rp 1.500.000,-, yang mana jumlah tersebut masih
dianggap mahal oleh masyarakat.
c. Adanya anggapan di masyarakat bahwa berhubungan dengan
hal-hal yang berbau hukum akan selalu menyulitkan mereka,
sehingga masyarakat yang akan mendirikan koperasi yang
mayoritas dari kalangan menengah kebawah enggan untuk
memproses badan hukum yang mengakibatkan kelompok
mereka tidak mempunyai landasan hukum yang pasti. Solusi
yang selama ini telah dilakukan oleh Dinas Pelayanan
Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah adalah dengan
diadakannya pelatihan perkoperasian melalui UPTD Balai
Latihan Koperasi dan UKM Propinsi Jawa Tengah.
2. Akta yang dibuat Notaris salah
Berdasarkan hasil wawancara dengan Notaris Elizabeth
Estiningsih SH., Notaris di Kota Semarang pada tanggal 10
Desember 2008 menyatakan bahwa Notaris belum mendapatkan
130
pembekalan mengenai perkoperasian secara mendalam, sehingga
belum memahami jati diri dan aspek-aspek perkoperasian ,
pembekalan yang pernah diberikan oleh Kementrian Negara
Koperasi dan UKM RI hanya 1 (satu) kali dan memakan waktu
hanya satu hari sehingga hanya sedikit pengetahuan
perkoperasian yang dapat dipahami. Solusi yang selama ini
dilakukan oleh yang bersangkutan adalah dengan
mengkoordinasikan dan mengirim terlebih dahulu draft atau
konsep akta notaris yang dibuat atas permintaan masyarakat
pemohon akta koperasi sehingga dapat dilakukan penyesuaian-
penyesuaian terhadap konsep sebelum akta ditanda tangani oleh
Notaris dan dimintakan pengesahan kepada Pejabat Dinas
Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah untuk
memastikan apakah isi akta yang dibuat tidak bertentangan
dengan isi Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian dan tidak bertentangan dengan ketertiban umum
dan kesusilaan . Dengan dikoordinasikan terlebih dahulu dapat
meminimalkan kesalahan Notaris dalam penyususnan akta
perkoperasian. Dalam hal koordinasi Dinas Koperasi dan UKM
Provinsi Jawa Tengah memberikan kesempatan seluas-luasnya
kepada Notaris untuk mengadakan koordinasi dan tukar pendapat
sehingga tercapai kesepahaman. Sedangkan menurut Kasubag
Hukum dan Kelembagaan Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM
131
Provinsi Jawa Tengah untuk meningkatkan pengetahuan Notaris
dalam bidang perkoperasian, pada Tahun Anggaran 2007
diadakan pembekalan tambahan selama 2 hari dengan
narasumber Deputy Bidang Kelembagaan Kementrian Negara
Koperasi dan UKM RI kepada 732 Notaris yang tersebar di
seluruh Jawa Tengah dengan sumber dana dari APBN Tahun
Anggaran 2007. Sedangkan dalam rangka menjalin koordinasi
dengan para Notaris pada Tahun Anggaaran 2007 dilakukan rapat
berkala setahun 2 ( dua ) kali dengan dukungan dana APBD
untuk mencari solusi terhadap permasalahan yang terjadi di
lapangan.
2. Banyak Notaris yang telah mengikuti pembekalan
perkopersian dari Kementrian Koperasi yang tidak
berwenang dan berhak untuk membuat akta- akta
koperasi karena yang bersangkutan belum mengajukan
permohonan untuk ditetapkan sebagai Notaris Pembuat
Akta Koperasi.Solusi yang sudah dilakukan adalah
dengan diadakannya sosialisasi tentang peran Notaris
dalam pembuatan akta-akta koperasi sekaligus himbauan
untuk segera mengajukan permohonan penetapan sebagai
Notaris Pembuat Akta Koperasi. Sedangkan informasi
yang didapat dari Notaris Sunarto, SH bahwa yang
bersangkutan tidak mau memproses akta pendirian
132
koperasi, dengan alasan bahwa Notaris yang
bersangkutan belum memahami benar apa materi
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian sehingga takut salah dalam menyusun akta
autentik. Solusi yang telah dilakukan oleh Dinas
Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah
selama ini adalah dengan memberikan kesempatan seluas-
luasnya kepada para Notaris untuk mengadakan
koordinasi dan tukar pendapat dengan Dinas Pelayanan
Koperasi dan UKM Propinsi Jawa tengah dalam hal
penyususnan akta Notaris sesuai dengan ketentuan
perundangan yang berlaku.
e.
B. Pembahasan
Upaya Menteri Negara Koperasi dan UKM Republik Indonesia untuk
memperkuat landasan hukum koperasi dengan melibatkan Notaris sebagai
pembuat akta koperasi , yakni dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri
Negara Koperasi dan UKM Republik Indonesia Nomor : 98 / Kep /
M.KUKM/IX/2004, tanggal 24 September 2004 Tentang Notaris Sebagai
Pembuat Akta Koperasi dengan harapan bahwa kelembagaan koperasi dapat
tumbuh dan berkembang dengan kuat dan mandiri serta tangguh dalam
133
menghadapi perkembangan tata ekonomi nasional dan global semakin
dinamis dan penuh tantangan.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis lakukan pada Dinas
Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah, sebagaimana
diuraikan diatas, dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Langkah – langkah dalam mengimplementasi Keputusan Menteri Negara
Koperasi dan UKM RI Nomor : 98/ Kep / M.KUKM / IX / 2004 tentang
Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi oleh :
a. Masayarakat pemohon akta badan hukum koperasi
Langkah-langkah yang sudah dilakukan oleh masyarakat selaku
pemohon akta pendirian badan hukum koperasi meliputi :
1) Mengikuti sosialisasi tata cara pendirian koperasi
2) Mempersiapkan pembentukan koperasi
3) Melaksanakan Rapat Pembentukan Koperasi
4) Mengundang / menghadap Notaris untuk membuat akta pendirian
Koperasi
5) Mengajukan permohonan pengesahan badan hukum koperasi.
Bahwa ternyata permohonan pengesahan akta pendirian
koperasi oleh masyarakat setelah dikeluarkannya kepmenegkop
dan UKM RI Nomor 98 / Kep / M.KUKM / IX / 2004 tentang
Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi , mengalami penurunan
yang cukup tajam . Hal ini terlihat dari jumlah permohonan
pengesahan akta pendirian koperasi yang masuk pada Dinas
134
Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah, dimana sebelum
dikeluarkannya Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM
RI, permohonan pegesahan akta pendirian koperasi dalam kurun
waktu 1 (satu) tahun rata-rata mencapai kisaran 301 sampai
dengan 319 akta. Sedangkan setelah diterbitkannya Keputusan
Menteri dimaksud sempat mengalami kevakuman permohonan
pengesahan badan hukum koperasi selama 15 ( lima belas ) bulan
terhitung sejak bulan Oktober 2004 sampai dengan akhir tahun
2005. Sedangkan untuk tahun 2006 ada permohonan pengesahan
sejumlah 28 akta dan tahun 2007 sejumlah 29 akta. Hal ini
menunjukkan bahwa masyarakat belum efektif
mengimplementasikan Keputusan Menteri dimaksud.
b. Notaris Pembuat Akta Koperasi.
1) Mengikuti pembekalan perkoperasian ( 571 Notaris )
2) Mengajukan permohonan kepada Menteri Negara Koperasi dan
UKM RI untuk ditetapkan menjadi Notaris Pembuat Akta
Koperasi ( 118 Notaris )
3) Membuat akta koperasi sesuai dengan materi yang terdapat
dalam Undang-Undang Nomor : 25 Tahun 1992 Tentang
Perkoperasian.
4) Menyimpan minit akta koperasi
5) Membacakan akta koperasi dihadapan para pihak
135
6) Mengirimkan laporan tahunan kepada Menteri Negara
Koperasi dan UKM RI.
7) Mengeluarkan salinan akta koperasi.
8) Mengajukan pengesahan akta pendirian badan hukum koperasi
kepada Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa
Tengah.
Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan , sampai dengan
penelitian dilakukan terdapat sejumlah 571 Notaris yang sudah
mengikuti pembekalan perkoperasian yang diselenggarakan oleh
Kementrian Negara Koperasi dan UKM RI. Sedangkan dari jumlah
tersebut sejumlah 118 Notaris yang sudah mempunyai kewenangan
untuk membuat akta –akta koperasi karena sudah mendapatakan
penetapan dari Menteri Negara Koperasi dan UKM RI sebagai
Notaris Pembuat Akta Koperasi.
Sedangkan pada kurun waktu 1 tahun ( 2006 ) setelah
diterbitkannya keputusan Menteri dimaksud terdapat 28 akta
koperasi yang dibuat oleh notaris. Sedangkan untuk tahun 2007
hanya berjumlah 29 akta koperasi.
Dari uraian diatas menunjukkan bahwa para Notaris yang
sudah mendapatkan pembekalan perkoperasian kurang efektif untuk
mengimplementasikan Keputusan Menteri dimaksud.
c. Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah yang
mengesahkan akta pendirian badan hukum koperasi :
136
1) Melakukan sosialisasi tentang tata cara pendirian koperasi
melalui Anggaran APBD maupun APBN sejak tahun 2005, 2006
dan 2007.
2) Menyelenggarakan diklat penyusunan akta koperasi yang diikuti
oleh 723 Notaris diwilayah Jawa Tengah dalam
3) Pembuatan dan penyebaran informasi melalui leaflet yang
memuat standart operasional pengajuan badan hukum koperasi,
serta dialog interaktif melalui televisi lokal.
4) Melakukan verifikasi persyaratan permohonan akta pendirian
badan hukum koperasi.
5) Melakukan pengecekan terhadap domisili / alamat, kepengurusan
dan usaha yang dijalankan serta keanggotaan koperasi.
6) Mengesahkan akta badan hukum koperasi.
7) Mencatat dalam buku daftar umum koperasi.
8) Menyampaikan surat keputusan pengesahan akta pendirian badan
hukum koperasi kepada pendiri / pemohon.
9) Mengumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Dari data yang diperoleh dilapangan , setelah diterbitkannya
Keputusan Menteri dimaksud sejak bulan Nopember 2004 sampai
dengan akhir 2005 ( 15 bulan )terjadi kevacuman permohonan
pengesahan akta pendirian koperasi, sedangkan pada tahun 2006
terdapat 28 permohonan pengesahan badan hukum koperasi, yang
permohonannya ditolak berjumlah 11 akta dan yang disahkan
137
berjumlah 17 akta , dan tahun 2007 terdapat 29 permohonan
pengesahan akta pendirian badan hukum koperasi , dan yang
disahkan berjumlah 18 akta.
Menurut keterangan dari staf Subag Kelembagaan dan
Hukum Yulia Nur Marzuki, SE didapat informasi bahwa dari 22
permohonan pengesahan badan hukum koperasi yang ditolak dalam
kurun waktu 2 tahun tersebut semuanya disebabkan karena materi
dalam akta yang disusun oleh Notaris tidak sesuai dengan ketentuan
dalam Undang-Undang Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian.
Dari uaraian diatas menunjukan bahwa Dinas Pelayanan
Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah telah
mengimplementasikan Keputusan Menteri dimaksud sesuai dengan
ketentuan Undang-Undang Nomor : 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian.
2. Apakah Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 /
Kep /M.KUKM / IX / 2004 tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta
Koperasi efektif ?
Dari data yang diperoleh selama penelitian di lapangan terjadi
penurunan permohonan pengesahan akta pendirian koperasi di Provinsi
Jawa Tengah, penulis mengambil teori dari Lawrence M Friedman yang
menyatakan bahwa hukum adalah gabungan dari komponen substansi,
struktur dan kultur hukum . Sebagaimana diuraikan dimuka , dimana
138
untuk dapat bekerja secara effektif , suatu peraturan perundangan
dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor yakni :
a. Substansi Hukum
b. Struktur Hukum
c. Budaya Hukum
Dari ketiga faktor tersebut penulis akan menganalisis apakah
dalam implementasinya Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM
RI Nomor : 98 / Kep / M.KUKM / IX / 2004 tentang Notaris Sebagai
Pembuat Akta Koperasi efektif yang dikaji dari :
a. Substansi Hukum
Dalam penulisan tesis ini yang dimaksud sebagai pembuat
kebijakan adalah Menteri Negara Koperasi dan UKM RI yang
menerbitkan Kepmenegkop dan UKM RI Nomor : 98 / Kep /
M.KUKM / IX / 2004 tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta
Koperasi. Kepmenegkop tersebut merupakan hal yang akan dikaji
apakah Keputusan Menteri tersebut merupakan faktor yang
menyebabkan menurunnya permintaan pengesahan akta pendirian
koperasi.
Bahwa maksud dibuatnya Keputusan Menteri Negara
Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 / Kep / M.KUKM / IX / 2005
tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi adalah untuk
memperkuat kedudukan hukum Koperasi di masyarakat. Untuk
menganalisis Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI
139
Nomor : 98 / Kep / M.KUKM / IX / 2005 tentang Notaris Sebagai
Pembuat Akta Koperasi , peneliti berpedoman pada pendapat
Soerjono Soekanto dalam bukunya yang berjudul Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum ( 1983 : 12-13 ), yang
menyebutkan ada beberapa asas agar suatu undang-undang dapat
berjalan efektif. Asas-asas tersebut adalah :
1) Undang-undang tidak berlaku surut, artinya undang-undang
hanya boleh diterapkan terhadap peristiwa yang di sebut di dalam
undang-undang tersebut serta terjadi setelah undang-undang itu
dinyatakan berlaku.
2) Undang-undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi
mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula.
3) Undang-undang yang bersifat khusus mengesampingkan undang-
undang yang bersifat umum, apabila pembuatnya sama. Artinya
terhadap peristiwa khusus wajib diperlakukan undang-undang
yang menyebutkan peristiwa itu, walaupun begi peristiwa yang
lebih luas ataupun lebih umum, yang juga dapat mencakup
peristiwa khusus tersebut.
4) Undang-undang yang berlaku belakangan membatalkan undang-
undang yang berlaku terdahulu
5) Undang-undang tidak dapat diganggu gugat
140
6) Undang-undang merupakan sarana untuk mencapai kesejahteraan
spiritual dan materiil bagi masyarakat maupun pribadi melalui
pelestarian maupun pembaharuan.
Penerbitan Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI
Nomor : 98 / Kep / M.KUKM / IX / 2004 Tentang Notaris sebagai
Pembuat Akta Koperasi apabila dihubungkan dengan asas-asas
seperti terurai diatas adalah sudah sesuai yaitu :
1) Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor 98 /
Kep / M. KUKM / IX / 2004 Tentang Notaris Sebagai Pembuat
Akta Koperasi ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan yakni :
24 September 2004.
2) Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 /
Kep / M.KUKM / IX / 2004 dibuat oleh Menteri Negara
Koperasi yang merupakan pejabat tertinggi dibidang
perkoperasian di Indonesia.
3) Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 /
Kep / M.KUKM / IX / 2004 termasuk lex spesialis ( khusus )
yaitu mengatur tentang pembuatan akta koperai oleh Notaris
dalam rangka memperkuat landasan hukum bagi koperasi dimana
belum diatur secara khusus oleh Undang-Undang Nomor : 25
tahun 1992 tentang Perkoperasian.
4) Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 /
Kep / M. KUKM / IX / 2004 tidak membatalkan undang-undang
141
yang manapun karena untuk pembuatan akta koperasi oleh
Notaris belum pernah ada pengaturannya.
5) Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 /
Kep / M.KUKM / IX / 2004 tidak dapat diganggu gugat oleh para
pihak baik yang membentuk kebijakan dalam hal ini Menteri
Negara Koperasi dan UKM RI maupun yang melaksanan hukum
yakni Dinas Pelayanan Koperasi, Notaris pembuat Akta Koperasi
maupun masyarakat yang mengajukan pengesahan badan hukum
Koperasi.
6) Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 /
Kep / M.KUKM / IX / 2004 Tentang Notaris Sebagai Pembuat
Akta Koperasi merupakan sarana untuk memperkuat landasan
hukum bagi koperasi , karena dengan dibuatnya akta Koperasi
dengan akta autentik oleh Notaris akan memperkokoh kedudukan
Koperasi di dunia bisnis.
Dari analisis terhadap Keputusan Menteri dimaksud , jelas
bahwa berkurangnya jumlah pengesahan akta badan hukum koperasi
bukan karena peraturannya yang tidak baik, dalam arti bahwa faktor
undang-undang atau peraturan sebagaimana dimaksud oleh Seidman
sudah baik dan benar , karena tujuan diterbitkannya peraturan
tersebut adalah untuk memperkuat landasan hukum koperasi.
Jika dikaji dari substansi hukum, maka penerbitan Keputusan
Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 / Kep /
142
M.KUKM /IX / 2004 tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta
Koperasi dapat diuaraikan sebagai berikut :
1) Berkaitan dengan pasal 4, 5 dan 6 Keputusan Menteri dimaksud,
masih terdapat 453 orang Notaris yang sudah mengikuti
pembekalan perkoperasian akan tetapi belum mengajukan
permohonan untuk ditetapkan menjadi Notaris Pembuat Akta
Koperasi sehingga tidak berhak dan tidak mempunyai
kewenangan untuk membuat akta – akta koperasi.
2) Bahwa meskipun dalam pasal 12 Keputusan Menteri Negara
Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 / Kep / M.KUKM / IX / 2004
tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi memberikan
keringanan bagi masyarakat yang tidak mampu yang dibuktikan
dengan surat keterangan tidak mampu dari Lurah setempat, akan
tetapi pada kenyataannya aturan tersebut tidak dapat
diimplementasikan yang dikarenakan Notaris tidak bersedia
memberikan jasa tanpa memungut biaya.
3) Berkaitan dengan point a, dan b didalam Keputusan Menteri
dimaksud, juga tidak mengatur besaran biaya yang diberikan
kepada Notaris berkaitan dengan jasa yang diberikan.
4) Pada ketentuan pasal 4, 5, 6 dan 12, Keputusan Menteri
dimaksud tentang pembuatan akta koperasi oleh Notaris dimana
Notaris wajib memberikan jasa tanpa memungut biaya tidak
dapat dilaksanakan , karena Notaris adalah pejabat yang ditunjuk
143
oleh Pemerintah untuk membuat akta autentik yang terikat oleh
kode etik Notaris.
b. Struktur Hukum / Penegak Hukum
Dalam kaitannya dengan penulisan tesis ini , yang dimaksud
Struktur Hukum / Penegak Hukum adalah :
1) Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM sebagai pihak yang
mengesahkan akta badan hukum koperasi.
Dari hasil wawancara dengan Safitri Handayani, SH,CN,
Kasubag Hukum dan Kelembagaan pada Dinas Pelayanan
Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah sebagai pihak yang
mengesahkan badan hukum koperasi , ternyata sudah
melaksanakan tugas dan kewajiban sebagaimana telah ditentukan
dalam Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor
: 98 / Kep / M.KUKM /IX / 2004 Tentang Notaris Sebagai
Pembuat Akta Koperasi.
2) Sedangkan bagi Notaris selaku pihak yang membuat akta badan
hukum koperasi mengalami berbagai kesulitan antara lain :
a) Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada Notaris
Elisabeth Estiningsih, SH , yang bersangkutan menyatakan
bahwa para notaris ini seringkali salah dalam menyusun akta
badan hukum pendirian koperasi yang disebabkan karena
para Notaris ini belum menguasai aturan-aturan tentang
perkoperasian yang merupakan badan hukum yang spesifik
144
dan berbeda dengan badan hukum CV maupun PT.
Sedangkan pembekalan untuk para Notaris Pembuat akta
Koperasi yang diprakarsai oleh Kementrian Negara Koperasi
dan UKM RI relatif singkat untuk materi yang tergolong
rumit dari Undang-Undang Nomor : 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian.
Sebagai Notaris Pembuat Akta Koperasi yang sudah
ditetapkan oleh Menteri Negara Koperasi dan UKM RI
sebagai Notaris Pembuat Akta Koperasi yang bersangkutan
sudah memproses 17 akta pendirian badan hukum koperasi,
akan tetapi yang berhasil disahkan sebagai badan hukum
koperasi hanya 2 akta saja.
b) Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan Notaris
Sunarto, SH, Notaris di Kota Surakarta, menyatakan bahkan
yang bersangkutan sampai saat wawancara dilakukan belum
mengajukan permohonan untuk ditetapkan menjadi Notaris
Pembuat Akta Koperasi. Sedangkan menurut informasi yang
didapat dari narasumber Safitri Handayani, SH,CN selaku
Kasubag Hukum dan Kelembagaan mangatakan bahwa dari
571 Notaris yang mengikuti pembekalan perkoperasian hanya
118 yang mengajukan permohonan penetapan sebagai
Notaris Pembuat Akta Koperasi. Sisanya sejumlah 453 sama
kondisinya dengan Notaris Sunarto, SH, belum mengajukan
145
permohonan untuk ditetapkan menjadi Notaris Pembuat Akta
Koperasi, sehingga secara otomatis Notaris yang
bersangkutan tidak berhak dan berwenang untuk membuat
akta koperasi.
c. Budaya Hukum
Peraturan perundangan dapat berlaku efektif apabila tingkat
kesadaran masyarakat terhadap peraturan tersebut cukup tinggi.
Dalam arti masyarakat tahu bahwa memperkuat landasan hukum bagi
Koperasi yang bertujuan untuk memperkokoh kedudukan koperasi di
dunia bisnis perlu segera ditangani, maka melalui keputusan Menteri
Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 / Kep / M. KUKM / IX /
2004 Tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi masyarakat
pemohon akta badan hukum koperasi harus mentaatinya.
Dari hasil penelitian kepada masyarakat diperoleh informasi :
1) Bahwa ternyata kebanyakan masyarakat yang akan mendirikan
koperasi enggan berhadapan dengan hal-hal yang berkaitan dengan
masalah hukum, karena menurut hasil wawancara dengan salah satu
masyarakat yang akan mendirikan koperasi berhubungan dengan
masalah hukum akan makan waktu panjang dan bertele-tele dan
terutama akan menguras keuangan mereka.
2) Sudah membudaya dikalangan masyarakat untuk mendirikan
koperasi tanpa dipungut biaya, sedangkan dengan adanya ketentua
146
baru bahwa akta pendirian badan hukum koperasi harus memakai
akta otentik yang dibuat oleh Notaris harus membayar jasa kepada
Notaris menjadi kendala bagi usaha koperasi yang masih
dikategorikan usaha mikro.
3) Krisis kepercayaan dalam masyarakat berkaitan dengan pasal 12
Keputusan Menteri dimaksud, dimana untuk surat keterangan tidak
mampu yang dikeluarkan oleh Lurah dapat dipakai untuk dispensasi
biaya Notaris. Hal tersebut karena pendapat yang tumbuh subur di
masyrakat bahwa yang berkaitan dengan dispensasi biaya untuk
apapun pasti prosesnya sulit dan belum tentu lembaga terkait mau
menerima. Solusi untuk membuka pandangan masyarakat yang
enggan untuk berhadapan dengan notaris serta mengeluarkan biaya
untuk membuat akta dihadapan notaris , maka perlu dilakukan
sosialisasi tentang arti pentingnya akta notaris sebagai akta autentik
dalam rangka untuk memperkokoh kedudukan hukum koperasi
dalam dunia bisnis. Sosialisasi dilakukan untuk memfungsikan
hukum sebagai alat rekayasa sosial yang merupakan cara untuk
mengajak masyarakat akan peduli terhadap kedudukan hukum
koperasi.
Proses sosialisasi tentang Keputusan Menteri Negara Koperasi dan
UKM RI Nomor : 98 / Kep / M.KUKM / IX /2004 tersebut
dilakukan dengan tujuan menurut Achmat Ali ( dalam Budi Winarno
2002 : 195 – 196 ) untuk :
147
a. Agar warga masyarakat tahu kehadiran suatu undang-undang
b. Agar warga masyarakat dapat mengetahui isi suatu undang -
undang
c. Agar warga masyarakat dapat menyesuaikan diri ( pola pikir dan
tingkah laku) dengan tujuan yang dikehendaki dalam undang-
undang atau peraturan.
3. Masalah yang dihadapi dan solusinya
a. Kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang hal-hal
yang berhubungan dengan perkoperasian serta arti pentingnya akta
autentik dalam rangka memperkuat landasan hukum bagi koperasi
menyebabkan lambatnya proses pendirian koperasi, solusi yang
dapat dilakukan atas permasalahan tersebut adalah diadakannya
sosialisasi secara terus-menerus melalui kegiatan – kegiatan di
tingkat RT, RW, maupun melalui pelatihan perkoperasian di UPTD
Balai Latihan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah dengan
dukungan dana APBD Propinsi maupun kabupaten / kota, sehingga
diharapkan koperasi mampu bersaing dengan pelaku usaha lain.
b. Biaya Notaris yang relatif tinggi dan tidak ada keseragaman tarif
menyebabkan masyarakat enggan untuk membuat akta dihadapan
Notaris, solusi yang sudah dilakukan adalah dikeluarkannya surat
Kepala Dinas Pelayanan Koperasi Nomor : 518/190/2006, tanggal 20
Mei 2006 perihal himbauan kepada para Notaris Pembuat Akta
148
Koperasi tentang biaya maksimal pembuatan akta-akta koperasi
paling tinggi Rp 1.500.000,-
c. Akta koperasi yang dibuat Notaris salah yang disebabkan karena
Notaris belum mendapatkan pembekalan mengenai perkoperasian
secara mendalam, sehingga belum memahami jati diri dan aspek-
aspek perkoperasian sesuai dengan Undang-Undang Nomor : 25
Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Solusi dari permasalahan
tersebut adalah dengan pelatihan perkoperasian bagi Notaris serta
memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada Notaris untuk
mengadakan koordinasi dan tukar pendapat sehingga akta yang
dibuat memenuhi syarat untuk disahkan.
d. Sejumlah 453 Notaris yang sudah mengikuti pembekalan
perkoperasian belum mengajukan permohonan untuk ditetapkan
menjadi Notaris Pembuat Akta Koperasi, sehingga belum
mempunyai kewenangan membuat akta koperasi, solusi terhadap
masalah tersebut dengan himbauan tertulis kepada para Notaris
dimaksud untuk segera mengajukan permohonan untuk ditetapkan
sebagai Notaris Pembuat Akta Koperasi oleh Menteri Negara
Koperasi dan UKM RI.
149
BAB V
P E N U T U P
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan seperti terurai dalam
analisis hasil penelitian tersebut , maka penulis dapat mengambil
kesimpulan sebagai berikut :
1. Langkah-langkah yang dilakukan dalam mengimplementasi Keputusan
Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 / Kep / M.KUKM /
IX / 2004 Tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi :
a. Masyarakat pemohon akta koperasi
1) Mengikuti sosialisasi tata cara pendirian koperasi
2) Mempersiapkan pembentukan koperasi
3) Melaksanakan Rapat Pembentukan Koperasi
4) Mengundang / menghadap Notaris untuk membuat akta pendirian
Koperasi
5) Mengajukan permohonan pengesahan badan hukum koperasi.
b. Notaris Pembuat Akta Koperasi.
1) Mengikuti pembekalan perkoperasian ( 571 Notaris )
2) Mengajukan permohonan kepada Menteri Negara Koperasi dan
UKM RI untuk ditetapkan menjadi Notaris Pembuat Akta
Koperasi ( 118 Notaris )
150
3) Membuat akta koperasi sesuai dengan materi yang terdapat
dalam Undang-Undang Nomor : 25 Tahun 1992 Tentang
Perkoperasian.
4) Menyimpan minit akta koperasi
5) Membacakan akta koperasi dihadapan para pihak
6) ). Mengirimkan laporan tahunan kepada Menteri Negara
Koperasi dan UKM RI.
7) Mengeluarkan salinan akta koperasi.
8) Mengajukan pengesahan akta pendirian badan hukum koperasi
kepada Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa
Tengah.
c. Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah yang
mengesahkan akta pendirian badan hukum koperasi :
1) Melakukan sosialisasi tentang tata cara pendirian koperasi
melalui Anggaran APBD maupun APBN.
2) Menyelenggarakan diklat penyusunan akta koperasi yang diikuti
oleh 723 Notaris diwilayah Jawa Tengah.
3) Pembuatan dan penyebaran informasi melalui leaflet yang
memuat standart operasional pengajuan badan hukum koperasi,
serta dialog interaktif melalui televisi lokal
4) Melakukan verifikasi persyaratan permohonan akta pendirian
badan hukum koperasi.
151
5) Melakukan pengecekan terhadap domisili / alamat, kepengurusan
dan usaha yang dijalankan serta keanggotaan koperasi.
6) Mengesahkan akta badan hukum koperasi.
7) Mencatat dalam buku daftar umum koperasi.
8) Menyampaikan surat keputusan pengesahan akta pendirian badan
hukum koperasi kepada pendiri / pemohon.
9) Mengumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia.
2. Penyebab dari kurang efektifnya Keputusan Menteri Negara Koperasi
dan UKM RI Nomor : 98 / Kep / M.KUKM / IX / 2004 Tentang Notaris
Sebagai Pembuat Akta Koperasi adalah :
a. Dari segi substansi hukum
1) Berkaitan dengan pasal 4, 5 dan 6 Keputusan Menteri dimaksud,
masih terdapat 453 orang Notaris yang sudah mengikuti
pembekalan perkoperasian akan tetapi belum mengajukan
permohonan untuk ditetapkan menjadi Notaris Pembuat Akta
Koperasi sehingga tidak berhak dan tidak mempunyai
kewenangan untuk membuat akta – akta koperasi.
2) Bahwa meskipun dalam pasal 12 Keputusan Menteri Negara
Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 / Kep / M.KUKM / IX / 2004
tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi memberikan
keringanan bagi masyarakat yang tidak mampu yang dibuktikan
dengan surat keterangan tidak mampu dari Lurah setempat, akan
tetapi pada kenyataannya aturan tersebut tidak dapat
152
diimplementasikan yang dikarenakan Notaris tidak bersedia
memberikan jasa tanpa memungut biaya.
3) Berkaitan dengan point a, dan b didalam Keputusan Menteri
dimaksud, juga tidak mengatur besaran biaya yang diberikan
kepada Notaris berkaitan dengan jasa yang diberikan.
4) Pada ketentuan pasal 4, 5, 6 dan 12, Keputusan Menteri
dimaksud tentang pembuatan akta koperasi oleh Notaris dimana
Notaris wajib memberikan jasa tanpa memungut biaya tidak
dapat dilaksanakan , karena Notaris adalah pihak swasta bukan
suatu lembaga berbasis sosial .
b. Struktur Hukum
Yang dimaksud dengan struktur hukum disini ada 2 yakni :
1) Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah.
Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa
Tengah selaku Dinas yang berwenang untuk mengesahkan Badan
Hukum Koperasi sudah melaksanakan sesuai dengan ketentuan
Undang-Undang Nomor : 25 Tahun 1992 Tentang Perkopersian
dan Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor :
98 / Kep / M.KUKM / IX/2004 tentang Notaris Sebagai Pembuat
Akta Koperasi.
2) Notaris
Struktur hukum yang berkaitan dengan Notaris dari hasil
penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan :
153
a) Notaris belum memahami materi yang berkaitan dengan
perkoperasian, sehingga seringkali salah dalam membuat akte
pendirian badan hukum koperasi.
b) Sejumlah 453 Notaris yang sudah mengikuti pembekalan
perkoperasian tidak mengajukan permohonan untuk
ditetapkan menjadi Notaris Pembuat Akta Koperasi, sehingga
tidak berhak dan berwenang untuk membuat akta-akta
koperasi.
c) Notaris tidak bersedia memberikan jasa membuat akta
pendirian badan hukum koperasi atas permohonan
masyarakat yang tidak mampu yang membawa surat
keterangan tidak mampu oleh Lurah tanpa memungut biaya
karena Notaris terikat oleh kode etik.
c. Dari segi budaya hukum / masyarakat
Dari segi budaya hukum dapat disimpulkan :
1) Pendapat yang sudah tumbuh subur di masyarakat bahwa bahwa
dalam mengajuan pengesahan badan hukum koperasi tidak
dipungut biaya sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor
: 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian . Dengan
diberlakukannya keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM
RI Nomor : 98 / Kep / M.KUKM / IX / 2004 tentang Notaris
Sebagai Pembuat Akta Koperasi , maka dalam pembuatan akta
pendirian koperasi disyaratkan memakai akta autentik yakni akta
154
notaris. Dalam kenyataan bahwa pembuatan akta oleh Notaris ini
disertai dengan pembayaran jasa notaris yang besaran biayanya
tidak seragam.
2) Anggapan pada masyarakat bahwa berurusan dengan Notaris
sama saja berurusan dengan masalah hukum, yang rumit, lama
dan bertelel-tele. Pendapat yang demikian sudah menjadi budaya
dalam masyarakat Indonesia.
3) Mengenai ketentuan pasal 12 Keputusan Menteri dimaksud ,
dimana disebutkan bahwa terhadap masyarakat yang dinyatakan
tidak mampu yang dibuktikan dengan surat keterangan tidak
mampu yang ditandatangani Lurah, belum pernah
diimplementasikan dikarenakan masyarakat yakin Notaris tidak
akan membuat akta koperasi tanpa memungut imbalan jasa.
3. Masalah yang dihadapi dan solusinya
a. Kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang hal-hal
yang berhubungan dengan perkoperasian serta arti pentingnya akta
autentik dalam rangka memperkuat landasan hukum bagi koperasi
menyebabkan lambatnya proses pendirian koperasi, solusi yang
dapat dilakukan atas permasalahan tersebut adalah diadakannya
sosialisasi secara terus-menerus.
b. Biaya Notaris yang relatif tinggi dan tidak ada keseragaman tarif
menyebabkan masyarakat enggan untuk membuat akta dihadapan
Notaris, solusi yang dilakukan adalah dibuatnya kesepakatan dengan
155
Ikatan Notaris Indonesia tentang maksimal biaya jasa pembuatan
akta koperasi oleh Notaris.
c. Akta yang dibuat Notaris salah
Akta koperasi yang dibuat Notaris salah yang disebabkan
bahwa Notaris belum mendapatkan pembekalan mengenai
perkoperasian secara mendalam, sehingga belum memahami jati diri
dan aspek-aspek perkoperasian sesuai dengan Undang-Undang
Nomor : 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Solusi dari
permasalahan tersebut adalah dengan dilaksanakannya pelatihan
perkoperasian bagi Notaris serta memberikan kesempatan seluas-
luasnya kepada Notaris untuk mengadakan koordinasi dan tukar
pendapat sehingga akta yang dibuat memenuhi syarat untuk disahkan
d. Sejumlah 453 Notaris yang sudah mengikuti pembekalan
perkoperasian belum mengajukan permohonan untuk ditetapkan
menjadi Notaris Pembuat Akta Koperasi, sehingga belum
mempunyai kewenangan membuat akta koperasi, solusi terhadap
masalah tersebut dengan himbauan tertulis kepada para Notaris
dimaksud untuk segera mengajukan permohonan penetapan sebagai
Notaris Pembuat Akta Koperasi.
B. Implikasi.
Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 / Kep
/ M. KUKM / IX / 2004 tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi
156
menjadi penyebab menurunnya jumlah pengesahan akta badan hukum
Koperasi di Provinsi Jawa Tengah memberikan implikasi pada :
a) Dengan diberlakukannya Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM
RI Nomor : 98 / Kep/M.KUKM/IX/2004 Tentang Notaris Sebagai
Pembuat Akta Koperasi maka Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM
Provinsi Jawa Tengah harus terus-menerus melakukan koordinasi
dengan para Notaris Pembuat Akta Koperasi dalam rangka memacu
pertumbuhan Koperasi di wilayah Provinsi Jawa Tengah.
b) Berkaitan dengan banyaknya Notaris yang belum mengajukan
permohonan untuk ditetapkan menjadi Notaris Pembuat Akta Koperasi
maka Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah harus
segera melakukan himbauan dan sosialisasi kepada para Notaris untuk
segera mengajukan permohonan penetapan sebagai Notaris Pembuat
Akta Koperasi. Mengenai biaya pembuatan akta yang tidak seragam ,
Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah dapat
segera memfasilitasi pertemuan dengan Notaris untuk membahas
besaran biaya pembuatan akta koperasi. Sedangkan berkaitan dengan
banyaknya akta yang dibuat Notaris salah, maka Notaris perlu untuk
mengikuti pelatihan perkoperasian melalui Balai Latihan Koperasi yang
dibiayai melalui dana APBD Provinsi Jawa Tengah dan Dana
Dekonsentrasi.
c) Berkaitan dengan kurangnya kesadaran masyarakat akan arti pentingnya
akta autentik maka Dinas Pelayanan Koperasi dan UKM Provinsi Jawa
157
Tengah maka perlu melakukan sosialisasi terus-menerus kepada
masyarakat akan pentingnya akta autentik dalam dunia bisnis yang
dianggarkan melalui dana APBD maupun Dana Dekonsentrasi.
C. Saran – saran
Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana tersebut diatas, demi untuk
lebih memperkokoh landasan hukum koperasi sebagaimana menjadi tujuan
dari dikeluarkannya Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor
: 98 / Kep / M.KUKM / IX / 2004 tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta
Koperasi dapat tercapai, maka peneliti memberi saran :
1. Berkaitan dengan substansi hukum
a. Kedudukan Notaris sebagai Pembuat Akta Koperasi perlu dikuatkan /
diatur dalam Undang – Undang Perkoperasaian.
b. Adanya aturan yang mengatur tentang besaran biaya pembuatan akta
badan hukum koperasi oleh Notaris dengan batasan terjangkau oleh
masyarakat
c. Adanya sanksi hukum bagi para pihak yang tidak melaksaksanakan
Keputusan Menteri Negara Koperai dan UKM RI Nomor : 98 / Kep /
M.KUKM / IX/ 2004 tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi.
d. Berkaitan dengan pasal 12 Keputusan Menteri dimaksud mengenai
surat keterangan tidak mampu dari lurah setempat perlu dihilangkan
karena tidak mungkin dapat diimplementasikan,
158
e. Perlu adanya pengaturan yang jelas terhadap dua tahapan proses yang
terjadi, yakni tahapan pembuatan akta di notaris dan tahapan
pengesahan akta oleh pemerintah . Pertama harus ada kejelasan
mengenai persyaratan dan tata cara pembuatan akta perkoperasian di
tingkat Notaris. Kedua harus ada kejelasan persyaratan dan tata cara
pengesahan akta perkoperasian sampai dengan pengumumannya di
Berita Negara RI pada tingkat pejabat pemerintah.
2. Berkaitan dengan struktur hukum
a. Notaris agar konsekwen terhadap tugas dan tanggung jawabnya
sebagai Pembuat Akta Koperasi untuk segera mengajukan permohonan
penetapan sebagai Notaris Pembuat Akta Koperasi kepada Menteri
Negara Koperasi dan UKM RI sehingga mempunyai hak dan
berwenang untuk membuat akta-akta koperasi
b. Dalam rangka mengoptimalkan pelayanan kepada masyarakat yang
akan mendirikan koperasi maka Notaris perlu mendalami pengetahuan
perkoperasian sehingga menjadi paham dan tidak melakukan kesalahan
dalam membuat akta badan hukum koperasi.
3. Berkaitan dengan budaya hukum
a. Memberikan pengertian dan pemahaman akan arti pentingnya akta
notaris sebagai akta autentik sehingga kedudukan koperasi menjadi
kokoh dan kuat dalam melakukan kegiatan di dunia bisnis.
b. Memberikan informasi yang lengkap kepada masyarakat dalam rangka
pelibatan Notaris sebagai Pembuat Akta Koperai , sehingga mampu
159
menggambarkan keberadaan pejabat tersebut dalam satu sistim dan
proses pendaftaran badan hukum koperasi.
c. Mengikut sertakan masyarakat dalam program-program pelatihan
perkoperasian melalui Balai Latihan Koperasi dan UKM yang telah
ada di tingkat provinsi.
160
DAFTAR PUSTAKA
Abdulkadir Muhammad. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung : PT.
Citra Aditya Bakti.
Bambang Sunggono. 1994. Hukum dan Kebijakan Publik. Jakarta : Sinar Grafika.
Budi Untung. 2005. Hukum Koperasi dan Peran Notaris Indonesia. Jogyakarta :
CV Andi.
Burhan Ashshofa. 2004. Metode Penelitian Hukum. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Budi Winarno. 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Jogyarakta : Media
Pressindo.
Esmi Warassih. 2005. Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis. Semarang: PT.
Suryandaru.
Irfan Islamy. 2004. Prinsip-prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Jakarta:
PT Bumi Aksara.
Iskandar Soesilo. 2006. Koperasi Berkualitas. Jakarta : Depkop RI
Ibnoe Soedjono. 2001. Jati Diri Koperasi. Jakarta : Lembaga Study Pembangunan
Perkoperasian Indonesia ( LSP2 I )
-------------------, 2001. Manajemen Profesional Berdasarkan Nilai-Nilai Dalam
Koperasi. Jakarta : Lembaga Study Pembangunan Perkoperasian
Indonesia ( LSP2 I )
Joko Widodo. 2007 Analisis Kebijakan Publik, Konsep dan Aplikasi Analisis
Kebijakan Publik. Malang : Bayu Media Publishing..
------------------, 2001. Good Governance : Telaa dari Dimensi Akuntanbilitas dan
Kontrol Birokrasi pada Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah.
Surabaya : Insan Cendikia.
Kartasaputra. 2001. Koperasi Indonesia. Jakarta : PT Rineka Cipta.
Koermen. 2004. Manajemen Koperasi Terapan. Jakarta : Prestasi Pustaka Raya.
Lexi J Moleong. 2000. Metode Penelitian Hukum. Jakarta : PT Remaja
Rosdakarya.
Mohammad Hatta. 1961. Meninjau masalah Koperasi. Jakarta : PT
Pembangunan..
161
___________. 1961. Ekonomi Berencana. Jakarta : PT Gunung Agung.
Muchsin dan Fadillah Putra. 2002. Hukum Kebijakan Publik. Surabaya:
Universitas Sunan Giri.
Margono Djoyohadikusumo. 1972. Refleksi Koperasi. Jakarta. PT Gunung Agung
Otje Salman dan Anthon F Susanto. 2004. Beberapa ASPEC Sosiologi Hukum.
Bandung. Alumni.
OK Khairuddin. 1991. Sosiologi Hukum. Jakarta : Sinar Grafika.
Pieter Latumatea. 2004. Mencari Dasar Hukum Bagi Notaris Koperasi
Indonesia. Jakarta : Renvoi.
Rai Widjaya. 2000. Hukum Perusahaan. Jakarta : Mega Point.
R Soeroso. 2002. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta : Sinar Grafika.
Satjipto Rahardjo. Hukum Dan Masyarakat Bandung: Angkasa.
____________. 2000. Ilmu Hukum, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.
____________. 2002. Sosiologi Hukum : Perkembangan, Metode, dan Pilihan
Masalah Surakarta : Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Setiono. 2002. Silabi Filasafat Hukum. Surakarta
___________. 2005. Pemahaman Terhadap Metode Penelitian Hukum. Program
Studi Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Soerjono Seokanto. 1986. Pokok-Pokok Sosilogi Hukum. Jakarta: CV Raja Wali.
____________. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press.
Sutantyo Hadikusuma. 2000. Hukum Koperasi Indonesia. Jakarta : Raja Grafindo
Persada.
Solichin Abdul Wahab. 2004. Analisis Kebijaksanaan Dari Formulasi Ke
Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara.
Wisnu Wardana. 2000. Koperasi Membangun Paradigma Baru. Jakarta. :
Yayasan Media Wacana.
Winanto Wiryomartani. 2004. Aspek Hukum Undang-Undang Nomor 25 Tahun
1992 tentang Perkoperasian. Jakarta : Media Notariat.
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945
Undang-Undanmg No. 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian.
162
UU N0. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor : 4 Tahun 1994 tentang
Persyaratan dan Tata Cara Pengesahan Akta Pendirian Koperasi
Peraturan Menteri Negara koperasi dan UKM RI Nomor : 01 / Per / M.KUKM / I
/ 2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembentukan, Pengesahan
Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran dasar Koperasi.
Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor : 98 / Kep / M .KUKM
/ IX / 2004 tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi.
Majalah Info Koperasi, Edisi Januari , April , Oktober 2005
Majalah Mitra Koperasi, Edisi Maret 2007.
Majalah Gema koperasi, Edisi September 2007.
Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Top Related