22
III
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
3.1. Bahan dan Peralatan Penelitian
3.1.1. Bahan Penelitian
Bahan penelitian ini yaitu daging sapi bagian flank sebanyak 5 kilogram,
Garam 75 gram, Gula 75 gram, Merica Halus 20 gram, Pala Halus 20 gram, Bawang
Merah 100 gram, Susu Skim 85 gram, Tepung Tapioka 150 gram, Minyak Sayur
250 ml, Natrium nitrit 0,25 gram, dan bubuk angkak 350 gram.
3.1.2. Peralatan Penelitian
a. Dry mill untuk menghaluskan bahan-bahan lain.
b. Tissue untuk membersihkan kotoran dan alat lain yang kotor.
c. Alat memasak yang terdiri dari kompor, pisau, talenan, baskom, panci, dan
dandang.
d. Food processor untuk melumatkan daging dan mencampur adonan.
e. Timbangan digital ketelitian 0,01 gram untuk menimbang berat daging dan
bahan-bahan lain.
f. Thermometer dengan skala 100oC untuk mengukur suhu.
g. Sentrifugasi untuk menguji daya ikat air.
h. Tabung sentrifus ukuran 50 ml.
i. Kertas saring Whatman No. 42 untuk pengujian daya ikat air.
j. Saringan 80 mesh untuk menyaring bubuk angkak.
k. Stopwatch untuk menghitung jumlah waktu pada saat pengujian.
l. Kalkulator untuk menghitung hasil pengujian.
m. Plastik tahan panas untuk menyimpan hasil pengujian.
n. Kertas Label untuk menamai hasil pengujian.
23
o. Lembar kuisioner untuk pengujian organoleptik.
p. Buku dan alat tulis untuk pengujian organoleptik.
q. Alat makan yang terdiri dari sendok, piring kecil, dan gelas berisi air minum
untuk pengujian organoleptik.
r. Spektrofotometer untuk pengujian intensitas warna.
3.2. Metode Penelitian
3.2.1 Prosedur Penelitian
Penelitan dilakukan dalam dua tahap yaitu Pembuatan bubuk angkak
(Ilustrasi 2) dan Pembuatan kornet daging sapi (Ilustrasi 3):
a. Pembuatan Bubuk Angkak
Pembuatan bubuk angkak menurut Sudjatinah dan Hari (2017), yaitu
sebagai berikut:
1. Beras merah fermentasi (angkak) ditimbang sebanyak 400 gram, lalu
digiling menggunakan mixer selama 3 menit dengan kecepatan maksimal.
2. Angkak yang telah digiling kemudian di saring menggunakan saringan 80
mesh.
3. Hasil angkak yang lolos proses pengayakan ditimbang.
4. Bubuk Angkak
24
b. Pembuatan Kornet Daging Sapi
Prosedur pembuatan kornet sapi mengikuti Arief, dkk. (2016) berdasarkan
formulasi pada Tabel 3 dengan tahapan sebagai berikut:
1. Proses pembuatan kornet diawali dengan daging bagian flank ditimbang
sebanyak 5 kilogram.
2. Daging yang telah ditimbang lalu dibalurkan dengan natrium nitrit sebanyak
0,25 gram selama 24 jam.
3. Setelah proses curing, daging dicuci hingga bersih.
4. Daging yang telah di curing, dibagi menjadi 5 bagian. Masing-masing 1.000
gram.
5. Daging sebanyak 1.000 gram dibagi menjadi 4 bagian, masing-masing 250
gram setiap perlakuan.
Penimbangan (400 gram)
Penggilingan (selama 3 menit)
Penyaringan menggunakan saringan 80 mesh
Penimbangan hasil angkak yang lolos saringan
Ilustrasi 2. Diagram alir pembuatan bubuk angkak
(Sudjatinah dan Hari, 2017)
Angkak
Bubuk Angkak
25
6. Daging 250 gram dicampur dengan merica halus 0,4% dan pala halus 0,4%
dari bobot daging, lalu direbus (pressure cooker) selama 15 menit.
7. Tahap selanjutnya, daging yang telah empuk ditambahkan dengan bubuk
angkak sesuai dengan 5 perlakuan (0%, 1%, 1,5%, 2%, 2,5%), lalu
ditambahkan susu skim 1,7%, tepung tapioka 3%, gula 1,5%, garam 1,5%,
bawang merah 2%, dan minyak sayur 5% dari bobot daging.
8. Lalu digiling menggunakan food processor untuk mendapatkan adonan
kornet.
9. Adonan kornet dimasukkan ke dalam loyang dan dikukus selama 15 menit
setelah air bersuhu 100oC.
10. Adonan didinginkan pada suhu ruang selama 30 menit.
26
Tabel 3. Formulasi Produk Kornet Sapi (presentase dari berat daging)
Jenis Bahan (gram) Perlakuan
P0 P1 P2 P3 P4
Daging Sapi 250,00 250,00 250,00 250,00 250,00
Garam 3,75 3,75 3,75 3,75 3,75
Gula 3,75 3,75 3,75 3,75 3,75
Merica Halus 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00
Pala Halus 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00
Bawang Merah 5,00 5,00 5,00 5,00 5,00
Susu Skim 4,25 4,25 4,25 4,25 4,25
Tepung Tapioka 7,50 7,50 7,50 7,50 7,50
Minyak Sayur 12,50 12,50 12,50 12,50 12,50
Bubuk Angkak 0,0 2,50 3,75 5,00 6,25
Total 288,75 291,25 292,5 293,75 295
Sumber: Pegg dan Boles (2014) yang dimodifikasi
Keterangan:
P0 = Kornet daging sapi dengan natrium nitrit 1,25% dari bobot daging
P1 = Penambahan angkak 1% dari bobot daging
P2 = Penambahan angkak 1,5% dari bobot daging
P3 = Penambahan angkak 2% dari bobot daging
P4 = Penambahan angkak 2,5% dari bobot daging
Garam = 1,50% dari bobot daging
Gula = 1,50% dari bobot daging
Merica Halus = 0,40% dari bobot daging
Pala Halus = 0,40% dari bobot daging
Bawang Merah = 2,00% dari bobot daging
Susu Skim = 1,70% dari bobot daging
Tepung Tapioka = 3,00% dari bobot daging
Minyak Sayur = 5,00% dari bobot daging
27
Penimbangan (5 kilogram)
Dibalurkan dengan natrium
nitrit (NaNO2) sebanyak 0,25
gram dan disimpan selama 24
jam
Pembagian daging menjadi 5 bagian (1.000 gram per bagian)
Pencampuran daging dengan merica halus 0,4% dan pala halus 0,4% dari bobot daging
Penambahan bubuk angkak 1%, 1,5%, 2%, 2,5%, susu skim 1,7%, tepung tapioka 3%, gula
1,5%, garam 1,5%, bawang merah 2%, dan minyak sayur 5% dari bobot daging
Penggilingan dengan food processor
Pengukusan selama 15 menit setelah air bersuhu 100oC
Pendinginan pada suhu ruang selama 30 menit
Ilustrasi 3. Diagram alir pembuatan kornet daging sapi
(modifikasi Arief, dkk., 2016)
Pencucian
Pembagian daging lagi menjadi 4 bagian (250 gram per bagian)
Daging
Adonan Kornet
Kornet
28
3.2.2 Peubah yang Diamati
A. Sifat Fisik
1. Daya Ikat Air (%) (Honikel dan Hamm, 1994)
Metode yang digunakan adalah modifikasi metode sentrifugasi sebagai
berikut:
a. Kornet ditimbang seberat 10 gram dan dihaluskan kemudian dimasukkan ke
dalam tabung sentrifus ukuran 50 ml.
b. Tabung berisi kornet disentrifugasi selama 20 menit dengan kecepatan
10.000 xg pada suhu 5oC.
c. Jus daging dipisahkan dari residu daging setelah proses sentrifugasi selesai.
d. Residu daging diambil dari tabung dan permukaannya dikeringkan dengan
kertas saring tanpa tekanan lalu ditimbang kembali.
e. Daya ikat air dapat diketahui dengan perhitungan sebagai berikut:
%KJ = 100 − (Berat sampel setelah disentrifugasi
Berat sample awal x 100%)
DIA = (KA TJH
KA
KJ
KA)
Keterangan:
KJ : Kadar juice kornet
KA : Kadar air kornet
TJH : Total juice yang hilang
2. Susut Masak
Penentuan susut masak dilakukan dengan proses seperti berikut:
a. Kornet ditimbang terlebih dahulu sehingga diperoleh berat awal.
b. Kornet dimasukkan ke dalam plastik tahan panas dan tertutup rapat
kemudian direbus pada suhu 80-82oC selama 30 menit dan didinginkan pada
suhu ruang ± 30 menit.
29
c. Perhitungan susut masak menggunakan rumus:
% susut masak = Kornet sebelum dimasak - Kornet setelah dimasak
Kornet sebelum dimasak 𝑥 100%
3. Intensitas Warna
Pengujian intensitas warna merupakan pengukuran secara objektif, diukur
menggunakan alat spektrofotometer CM-5 Minolta. Prinsip dasar alat ini adalah
interaksi antara cahaya energi difusi dengan atom atau molekul dari objek yang
akan dianalisis. Sumber cahaya yang digunakan yaitu lampu xenon. Lampu inilah
yang akan menembak permukaan kornet yang kemudian dipantulkan menuju
sensor spektral. Sistem pengukuran digunakan sistem CIE,L*, a*,b*. Pengukuran
untuk kornet yang berasal dari daging hanya dilihat dari warna kromatik campuran
merah-hijau (nilai a*) dengan nilai a positif dari 0 sampai 100 untuk warna merah.
Tabel 4. Sistem Nilai Spektrofotometer
Nilai Hasil
L* wana kecerahan 0 (hitam gelap) – 100 (putih terang)
a* warna kromatik campuran merah
sampai hijau
0-100 (merah); 0-(-80) hijau
b* warna kromatik campuran biru
sampai kuning
0-70 warna kuning ; 0-(-70) warna biru
Penentuan nilai intensitas warna menggunakan alat spektrofotometer CM-5
Minolta dilakukan dengan proses seperti berikut:
a. Spektrofotometer dikalibrasi terlebih dahulu dengan menggunkaan
calibration plate.
30
b. Sampel kornet dipotong menjadi bagian-bagian kecil kurang lebih 0,5
sentimeter.
c. Potongan kornet diletakan pada piring kertas.
d. Pemotretan dengan spektrofotometer dilakukan sebanyak dua kali pada
masing-masing sampel.
B. Uji Organoleptik
Anggota panel harus memenuhi persyaratan di antaranya adalah memiliki
kepekaan indrawi yang baik, bersedia dan memiliki waktu yang cukup untuk
pengujian, berpengetahuan luas tentang komoditas atau produk yang diuji, serta
memiliki kemampuan dan ketrampilan dasar yang cukup dalam hal prinsip analisis,
sistem dan prosedur, serta kriteria spesifik bahan (produk) (Dwi, dkk., 2010).
Tahapan pengujian organoleptik sebagai berikut:
a. Sampel kornet diletakkan diatas piring kertas yang telah diberi kode yang
berbeda untuk masing-masing perlakuan.
b. Segelas air dipersiapkan untuk menetralisir mulut panelis dengan cara
dikumur-kumur, alat tulis dan kuisioner dipersiapkan untuk diisi panelis.
c. Skala hedonik kemudian ditransformasikan ke dalam skala numerik.
Tabel 5. Skala Hedonik dengan Skala Numerik
Skala Hedonik Skala Numerik
Suka 1
Agak Suka 2
Biasa Saja 3
Agak Tidak Suka 4
Tidak Suka 5
Sumber: Dwi, dkk. (2010).
31
3.3. Analisis Statistik
3.3.1. Rancangan Percobaan
Penelitian dilakukan secara eksperimen menggunakan Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan konsentrasi angkak (berdasarkan berat daging
sapi). Setiap perlakuan diulang sebanyak 4 kali. Data yang diperoleh kemudian diuji
secara statistik melalui Sidik Ragam dan apabila hasil analisis berbeda nyata maka
untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan dilakukan uji Duncan. Adapun
perlakuan percobaannya adalah sebagai berikut:
P0 = Kornet daging sapi dengan natrium nitrit 1,25%
P1 = Kornet daging sapi dengan bubuk angkak 1%
P2 = Kornet daging sapi dengan bubuk angkak 1,5%
P3 = Kornet daging sapi dengan bubuk angkak 2%
P4 = Kornet daging sapi dengan bubuk angkak 2,5%
Dalam penelitian ini, data yang didapat kemudian dianalisis menggunakan
model matematika sebagai berikut (Gaspersz, 1995):
Yij = µ + τi + εij
Keterangan:
Yij = Respon hasil pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
µ = Nilai tengah umum (rata-rata)
τi = Pengaruh perlakuan taraf pemberian bubuk angkak
εij = Galat percobaan dari perlakuan ke-i ulangan ke-j
i = Perlakuan ke-i (1,2,3,4,5)
j = Ulangan ke-j (1,2,3,4)
Asumsi:
a. µ, τi, dan εij bersifat aditif
b. µ dan τi bernilai tetap
c. εij ~ NID (0, σ2) artinya εij menyebar normal nilai bebas satu sama lain
dengan nilai rata-rata = 0 dan ragam sebesar σ2
Hipotesis yang akan diuji adalah:
H0 : P0 = P1 = P2 = P3 = P4, Berarti tidak ada perbedaan yang nyata pada setiap
perlakuan.
H1 : P0 ≠ P1 ≠ P2 ≠ P3 ≠ P4, Berarti paling sedikit ada satu perlakuan yang
berbeda nyata.
32
Tabel 6. Sidik Ragam Rancangan Acak Lengkap
Sumber
Keragaman Db JK KT Fhit Ftabel (0,05)
Perlakuan (t-1) = 4 JKP JKP/db KTP/KTG F0,05
Galat t(r-1) = 15 JKG JKG/db Total (tr-1) = 19 JKT
Keterangan:
db = Derajat bebas
JK = Jumlah kuadrat
KT = Kuadrat tengah
t = Perlakuan (1,2,3,4,5)
r = Ulangan (1,2,3,4)
Kaidah keputusan:
a. Bila Fhitung ≤ Ftabel 0,05, maka terima H0 dan tolak H1. Artinya tidak berbeda
nyata (non significant)
b. Bila Fhitung > Ftabel 0,05, maka tolak H0 dan terima H1. Artinya berbeda nyata
(significant).
Dilakukan uji Jarak Berganda Duncan untuk mengetahui perbedaan antar
rata-rata perlakuan (Gaspersz, 2006):
Sx= √KT Galat
U
LSRα=SSRα.Sx
Keterangan:
SX = Standar error (simpangan baku)
KT Galat = Kuadrat tengah galat
U = Ulangan
LSRα = Least Significant Range
SSRα = Studentized Significant Range
d = Selisih antar perlakuan
Kaidah keputusan:
Bila: d ≤ LSR0,05, maka berbeda tidak nyata.
d > LSR0,05, maka berbeda nyata atau sangat nyata.
33
Perhitungan mendapatkan koefisien polinomial orthogonal untuk derajat
polinomial pertama (linier), derajat polinomial kedua (kuadratik), derajat
polinomial ketiga (kubik) dan derajat polinomial keempat (kuartik) sebagai berikut
(Gomez dan Gomez, 1995):
Yj = ɑ + ß1X + ß2X2 + ... + ßnX
n
Keterangan:
ɑ = Intersepsi
ß1 = Koefisien parsial yang berasosiasi dengan derajat polinomial
hingga ke-n
Y = Respon perlakuan
X = Perlakuan
Data penelitian kemudian dilakukan perhitungan derajat analisis varian
polinomial orthogonal yang tertera pada Tabel 7.
Tabel 7. Perhitungan Derajat Analisis Varian Polinomial Orthogonal
Sumber
Keragaman Db JK KT Fhit Ftab
Perlakuan P-1 JKP KTP F
0,05
Linier 1 JKP1 KTP1 F1
Kuadratik 1 JKP2 KTP2 F2
Kubik 1 JKP3 KTP3 F3
Kuartik 1 JKP4 KTP4 F4
Galat Sisa JKG KTG
Total n-1 JKT
Sumber: Gaspersz (2006)
Kaidah Keputusan:
a. Bila Fhitung ≤ Ftabel 0,05, maka nilai rata-rata antar perlakuan tidak berbeda
nyata (non significant) atau terima H0.
b. Bila Fhit > Ftabel 0,05, maka nilai rata-rata antar perlakuan berbeda nyata
(significant) atau paling sedikit ada satu perbedaan pada setiap perlakuan
atau tolak H0.
34
Hasil analisis varian tersebut akan dilihat signifikan antar sumber
keragaman. Sumber keragaman yang memiliki signifikansi tertinggi yang dicari
bentuk persamaan dan kurva.
Uji Kruskal-Wallis digunakan untuk mengetahui pengaruh perlakuan
terhadap sifat organoleptik kornet sapi. Uji Kruskal-Wallis ini merupakan statistika
non parametrik untuk k sampel independen dengan data berskala ordinal. Uji
Kruskal-Wallis dapat didefinisikan dengan rumus berikut (Siegel, 1992):
H =
12
N (N+1)∑
Rj2
nj
ki=1 – 3 (N+1)
1− ∑ T
N3−N
Keterangan:
k = banyaknya sampel
nj = banyak kasus dalam sampel ke-j
N = Σ𝑛𝑗= banyak kasus dalam semua sampel
Rj = jumlah peringkat pada kelompok yang ke-j
ΣT = jumlah kelompok berangka sama
Kaidah keputusan:
a. Jika P ≤ 0,05 maka terima H0 dan tolak H1, berarti tidak berbeda nyata (non
significant).
b. Jika P > 0,05 maka tolak H0 dan terima H1, berarti berbeda nyata
(significant).
Jika hasil uji Kruskal-Wallis berbeda nyata maka dilakukan uji Mann-
Whitney. Untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan, maka dilakukan pengujian
dengan menggunakan uji Mann-Whitney (Siegel, 1992). Uji Mann-Whitney
merupakan uji statistika non-parametrik yang digunakan untuk membandingkan
dua rata-rata populasi yang berasal dari populasi yang sama dan juga digunakan
untuk menguji apakah dua rata-rata populasi tersebut sama atau tidak. Rumus uji
Mann-Whitney sebagai berikut:
35
U1 = n1n2 + n1( n1+1)
2 – R1
U2 = n1n2 + n2( n2+1)
2 – R2
Keterangan:
U = harga observasi
R1 dan R2 = jumlah ranking yang diberikan pada kelompok
n1 = banyak sampel dalam kelompok yang lebih kecil
n2 = banyak sampel dalam kelompok yang lebih besar
Kaidah keputusan:
a. Jika P ≤ 0,05 maka terima H0, tolak H1, berarti tidak berbeda nyata (non
significant).
b. Jika P > 0,05 maka tolak H0, terima H1 berarti berbeda nyata (significant).
3.3.2. Tata Letak Percobaan
Pengacakan dilakukan dengan menggunakan tabel angka acak (Gaspersz,
2006) dengan tahapan sebagai berikut:
1. Penelitian dengan 5 perlakuan, masing-masing diulang sebanyak 4 kali
sehingga terdapat 20 satuan percobaan.
2. Ujung pensil diletakkan pada tabel angka acak secara sembarang kemudian
dibaca secara vertikal dengan mengambil tiga digit angka dari depan.
Memilih 20 angka dalam susunan tiga digit.
3. Angka-angka yang tertera disusun berdasarkan urutan dari angka yang
terkecil hingga angka terbesar yang kemudian diberi ranking 1 sampai 20.
4. Melalui prosedur pengacakan diatas maka dapat dibuat denah lapangan Tata
Letak Percobaan sebagai berikut:
36
1 P4 2 P3
3 P0 4 P0
5 P4 6 P3
7 P0 8 P1
9 P1 10 P0
11 P4 12 P3
13 P1 14 P2
15 P1 16 P2
17 P3 18 P2
19 P2 20 P4
Ilustrasi 4. Tata Letak Percobaan
Keterangan:
P0 = Kornet daging sapi dengan natrium nitrit 1,25%
P1 = Kornet daging sapi dengan bubuk angkak 1%
P2 = Kornet daging sapi dengan bubuk angkak 1,5%
P3 = Kornet daging sapi dengan bubuk angkak 2%
P4 = Kornet daging sapi dengan bubuk angkak 2,5%
Top Related