IDENTIFIKASI KONDISI BAWAH PERMUKAAN UNTUK
PONDASI JEMBATAN DI KECAMATAN KULAWI SELATAN
KABUPATEN SIGI MENGGUNAKAN METODE
GEOLISTRIK
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains
(S.Si)
Oleh
Shania Dyah Prabandini
NIM 11150970000031
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H / 2019
i
IDENTIFIKASI KONDISI BAWAH PERMUKAAN UNTUK
PONDASI JEMBATAN DI KECAMATAN KULAWI SELATAN
KABUPATEN SIGI MENGGUNAKAN METODE
GEOLISTRIK
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains
(S.Si)
Oleh
Shania Dyah Prabandini
NIM 11150970000031
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H / 2019
ii
iii
iv
LEMBAR PERNYATAAN
Yang bertandatangan di bawah ini :
Nama : Shania Dyah Prabandini
NIM : 11150970000031
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul IDENTIFIKASI KONDISI
BAWAH PERMUKAAN UNTUK PONDASI JEMBATAN DI KECAMATAN
KULAWI SELATAN KABUPATEN SIGI MENGGUNAKAN METODE
GEOLISTRIK adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan
tindakan plagiat dalam penyusunannya. Adapun kutipan yang ada dalam
penyusunan karya ini telah saya cantumkan sumber kutipannya dalam skripsi.
Demikian pernyataan ini dibuat untuk dipergunakan seperlunya.
Jakarta, 20 Agustus 2019
Shania Dyah Prabandini
11150970000031
v
ABSTRAK
Metode geolistrik adalah salah satu metode yang dapat digunakan untuk
mengetahui kondisi lapisan bawah permukaan. Telah dilakukan penelitian
mengenai aplikasi metode geolistrik resistivitas yang bertujuan untuk mengetahui
lapisan bawah permukaan berdasarkan nilai tahanan jenis batuan guna mengetahui
tingkat kelayakan kondisi daerah penelitian untuk dijadikan sebagai pondasi
jembatan. Lokasi penelitian berada di Kecamatan Kulawi Selatan, Kabupaten
Sigi, Sulawesi Tengah. Konfigurasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Konfigurasi Wenner dengan pengambilan data sebanyak 6 lintasan. Pengolahan
data dilakukan dengan menggunakan Google Earth Pro dan Res2Dinv. Hasil dari
pengambilan data geolistrik secara umum litologi lapisan bawah permukaan di
daerah penelitian mengandung lempung, batupasir halus dan batupasir kasar
dengan nilai tahanan jenis antara 0,011-1452 Ωm. Pada penelitian ini dilakukan
korelasi antara hasil nilai tahanan jenis yang diperoleh dengan data log bor yang
ada, peta geologi regional wilayah dan tabel resistivitas.
Kata Kunci: Geolistrik, Google Eart Pro, Konfigurasi Wenner, Pondasi Jembatan,
Res2Dinv.
vi
ABSTRACT
Geoelectric method is one of method that can be used to determine the condition
of the subsurface layer. A research has been conducted on the application of
resistivity geoelectric method to determine the subsurface layer based on the
resistivity value of rock types and to determine the feasibility of the condition of
the research area to be used as a bridge foundation. The research location is in
the District of Kulawi Selatan, Sigi Regency, Central Sulawesi. The configuration
used in this research is the Wenner arrays with data collection of 6 lines. Data
processing is performed using Google Earth Pro and Res2Dinv. The results of
geoelectric data collection in general, subsurface lithology in the research area
contained clay, delicate sandstone and coarse sandstone with resistivity values
between 0.011-1452 Ωm. In this research a correlation was made between the
results of the type of resistivity values obtained with existing drill log data,
regional geological maps and resistivity tables.
Keywords: Bridge Foundation, Geoelectric, Google Earth Pro, Res2Dinv,
Wenner Arrays.
vii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas akhir ini yang
berjudul “Identifikasi Kondisi Bawah Permukaan Untuk Pondasi Jembatan Di
Kecamatan Kulawi Selatan Kabupaten Sigi Menggunakan Metode Geolistrik”.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan tugas akhir ini tidak terlepas dari
bantuan dan bimbingan berbagai pihak sehingga tugas akhir ini dapat
terselesaikan. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
banyak terimakasih kepada:
1. Orang tua penulis yang selalu memberikan doa, dukungan dan semangat
kepada penulis.
2. Keluarga penulis yang selalu memberikan doa, dukungan dan semangat
kepada penulis.
3. Ibu Tati Zera, M.Si selaku pembimbing I.
4. Bapak Nur Hidayat, S.T., M.Si selaku Kepala Bagian Pusat Teknologi
Reduksi Risiko Bencana, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi dan
selaku pembimbing II.
5. Bapak Ir. Heru Sri Naryanto, M.Sc yang telah membimbing dan membantu
penulis selama melakukan penelitian di Pusat Teknologi Reduksi Risiko
Bencana, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.
6. Bapak Eko Widi Santoso selaku Direktur Pusat Teknologi Reduksi Risiko
Bencana, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.
7. November S.Si yaitu Adya dan Silvi yang telah menemani dan saling
membantu dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
8. Teman-teman Fisika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2015.
9. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan tugas akhir
baik secara langsung maupun tidak langsung.
viii
Semoga Allah SWT melimpahkan rahmatnya kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian tugas akhir ini. Penulis telah berusaha
menyelesaikan laporan ini dengan sebaik mungkin, namun tugas akhir ini masih
memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang
membangun akan sangat berguna untuk kesempurnaan tugas akhir ini. Semoga
tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan semua pihak.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Jakarta, 20 Agustus 2019
Shania Dyah Prabandini
ix
DAFTAR ISI
ABSTRAK v
ABSTRACT vi
KATA PENGANTAR vii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR GAMBAR xi
DAFTAR TABEL xii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Identifikasi Masalah 5
1.3 Batasan Masalah 5
1.4 Rumusan Masalah 5
1.5 Tujuan 6
1.6 Manfaat 6
1.7 Sistematika Penulisan 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8
2.1 Kondisi Wilayah Regional 8
2.1.1 Letak Geografis 8
2.1.2 Kondisi Geologi Regional 9
2.2 Metode Geofisika 11
2.3 Metode Geolistrik 13
2.3.1 Umum 13
2.3.2 Metode Geolistrik Resistivitas 14
2.3.3 Konfigurasi Wenner 15
2.4 Sifat Kelistrikan Batuan 16
2.4.1. Konduksi Elektronik 18
2.4.2. Konduksi Elektrolitik 18
2.4.3. Konduksi Dielektrik 19
2.5 Batuan 19
x
2.5.1 Umum 19
2.5.2 Batuan Beku 21
2.5.3 Batuan Sedimen 23
2.5.4 Batuan Metamorf 26
2.6 Kekuatan Pondasi Jembatan 28
BAB III METODE PENELITIAN 32
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 32
3.2. Alat dan Bahan 32
3.3. Pengolahan Data 34
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 38
4.1 Hasil Analisa Geolistrik 38
4.2 Hasil dan Interpretasi Penampang 39
4.2.1. Lintasan 1 44
4.2.2. Lintasan 2 47
4.2.3. Lintasan 3 50
4.2.4. Lintasan 4 53
4.2.5. Lintasan 5 56
4.2.6. Lintasan 6 59
4.2.1. Persebaran Jenis Batuan 62
BAB V PENUTUP 65
5.1 Kesimpulan 65
5.2 Saran 66
DAFTAR PUSTAKA 67
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Peta Geologi Lembar Pasangkayu 10
Gambar 2.2 Susunan Elektroda Arus Dan Potensial Pada
Konfigurasi Wenner
16
Gambar 2.3 Daur Batuan (Siklus Batuan) 20
Gambar 2.4 Contoh Batuan Beku 22
Gambar 2.5 Contoh Batuan Beku 23
Gambar 2.6 Contoh Batuan Sedimen 25
Gambar 2.7 Contoh Batuan Metamorf 27
Gambar 2.8 Contoh Batuan Metamorf 28
Gambar 3.1 Lokasi Wilayah Penelitian 33
Gambar 3.2 Susunan Data Resistivitas (Kanan) Dan Data Topografi
(Kiri) Dalam Notepad
34
Gambar 3.3 Hasil Pengolahan Data Res2dinv 36
Gambar 3.4 Tahapan Kerja Penelitian 37
Gambar 4.1 Lokasi Persebaran Pengukuran Data Geolistrik 38
Gambar 4.2 Kalibrasi Hasil Pengolahan Data Dengan Data Log Bor,
Geologi Regional Dan Tabel Resistivitas
42
Gambar 4.3 Data Log Bor 43
Gambar 4.4 Hasil Penampang Lintasan 1 44
Gambar 4.5 Hasil Interpretasi Lintasan 1 46
Gambar 4.6 Hasil Penampang Lintasan 2 47
Gambar 4.7 Hasil Interpretasi Lintasan 2 49
Gambar 4.8 Hasil Penampang Lintasan 3 50
Gambar 4.9 Hasil Interpretasi Lintasan 3 52
Gambar 4.10 Hasil Penampang Lintasan 4 53
Gambar 4.11 Hasil Interpretasi Lintasan 4 55
Gambar 4.12 Hasil Penampang Lintasan 5 56
Gambar 4.13 Hasil Interpretasi Lintasan 5 58
Gambar 4.14 Hasil Penampang Lintasan 6 59
Gambar 4.15 Hasil Interpretasi Lintasan 6 61
Gambar 4.16 Persebaran Jenis Batuan Lintasan 1, 2 Dan 3 62
Gambar 4.17 Persebaran Jenis Batuan Lintasan 4, 5 Dan 6 63
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Metode Geofisika 12
Tabel 2.2 Penerapan Metode Survei Geofisika 13
Tabel 2.3 Tabel Resistivitas Batuan 17
Tabel 2.4 Skala Menurut Wentworth 24
Tabel 2.5 Klasifikasi Batuan Sedimen Klastik Menurut Wentworth 24
Tabel 4.1 Koordinat Pengukuran Data Geolistrik 39
Tabel 4.2 Hasil Korelasi Antara Nilai Resistivitas Yang Diperoleh
Dengan Tabel Resistivitas
41
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam perencanaan suatu pembangunan, maka dibutuhkan pondasi yang
kuat untuk menjaga struktur bangunan dari goncangan-goncangan dari luar. Hal
ini sebagaimana telah dibahas dalam Al-Qur’an:
نهرا وسبل لعلكم تهتدون ﴿ن تميد بكم وأ
رض روس أ
لق ف ٱل
﴾١٥وأ
“Dan Dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak
goncang bersama kamu, (dan Dia menciptakan) sungai-sungai dan jalan-jalan agar
kamu mendapat petunjuk.” (Q.S. An-Nahl [16]:15).
Allah SWT menyebutkan nikmat yang didapat manusia secara tidak langsung. Dia
menciptakan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak goncang. Dengan
demikian, binatang-binatang serta manusia yang berada di permukannya dapat
hidup tenang. Gambaran yang dapat diambil dari ayat ini ialah bahwa gunung
diciptakan oleh Allah sebagai pemelihara keseimbangan bumi sehingga dapat
berputar dengan tenang. Mengenai ketenangan numi karena adanya gunung, dapat
diumpamakan seperti tenangnya perahu di atas air. Apabila perahu itu tidak diberi
beban, ia mudah tergoncang oleh gelombang ombak. Tetapi apabila diberi beban
yang cukup berat, maka perahu itu tidak mudah tergoncang oleh gelombang
ombak. Allah SWT menciptakan sungai di permukaan bumi yang mengalir dari
suatu tempat ke tempat lain sebagai nikmat yang diberikan pada hamba-Nya.
Sungai itu berfungsi sebagai sumber pengairan yang dapat diatur untuk mengairi
2
sawah dan ladang sehingga manusia dapat bercocok tanam untuk memenuhi
segala macam kebutuhannya. Di samping itu, sungai dapat dijadikan sebagai
sarana lalu lintas guna kepentingan pengangkutan barang-barang dagangan
manusia. Allah juga menciptakan daratan yang dapat digunakan sebagai sarana
perhubungan dan transportasi dari suatu negeri ke negeri yang lain. Jalan-jalan itu
terbentang mulai dari tepi pantai, menembus hutan-hutan, dan melingkari gunung-
gunung, sehingga dengan demikian manusia dapat mencapai tujuannya tanpa
tersesat ke tempat lain. Itulah sebabnya di akhir ayat ini, Allah SWT menyebutkan
bahwa manfaat dari jalan-jalan itu agar manusia mendapat petunjuk yang artinya
tidak tersesat tanpa arah tujuan. [1]
Dan dia yang mahakuasa yang telah menancapkan gunung dengan kokoh
dan kuat di bumi tempat kamu tinggal agar bumi itu tidak goncang bersama kamu.
Dan dia pula yang menciptakan sungai-sungai yang mengalirkan air untuk
dimanfaatkan oleh makhluk hidup, dan di atas bumi itu pula Allah menciptkana
jalan-jalan yang terbentang agar kamu mendapat petunjuk, baik menuju arah yang
benar maupun menuju pengakuan atas keesaan Allah SWT. Dan Allah juga
menciptakan tanda-tanda, yaitu penunjuk-penunjuk jalan, agar manusia dapat
mencapai tujuannya dengan benar. Dan dengan bintang-bintang yang bertaburan
dan gemerlapan di langit mereka, yakni para penghuni bumi tidak terkecuali kaum
musyrik, mendapat petunjuk menuju arah yang benar. [2]
Kecamatan Kulawi Selatan terletak di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah
yang berjarak 9,8 km dari Kota Palu. Luas wilayah Kabupaten Sigi adalah
5.196,02 km2
atau sekitar 7,64 persen dari total luas wilayah Sulawesi Tengah.
3
Sedangkan Kecamatan Kulawi Selatan memiliki luas 418,12 km2. Kabupaten Sigi
merupakan wilayah dengan kawasan pegunungan dan perbukitan, dengan
ketinggian wilayah umumnya berada antara 60 m sampai 700 m di atas
permukaan laut. Kabupaten Sigi merupakan kabupaten yang sedang berkembang
karena memiliki berbagai potensi yang dapat dikembangkan untuk kemajuan
pembangunan masyarakatnya. Salah satu ukuran kemajuan masyarakat yaitu dapat
dihitung berdasarkan tingkat konsumsi yang digunakan untuk melakukan
kegiatan-kegiatan yang bersifat produktif, sehingga segala aktifitas yang
dilakukan akan memiliki nilai tambah yang optimal. Hampir sebagian besar
wilayah Kabupaten Sigi dialiri oleh sungai, salah satunya adalah sungai Koro
Lariang. Oleh Karena itu, pembangunan jembatan di daerah penelitian diharapkan
bisa meningkatkan kegiatan-kegiatan masyarakat yang bersifat produktif.
Dalam perencanaan pembangunan suatu pondasi jembatan perlu dilakukan
identifikasi kondisi lapisan bawah permukaan. Suatu bangunan yang dibangun
tanpa memperhatikan kondisi litologi bawah permukaan akan menyebabkan risiko
yang besar terhadap kekuatan pondasi. Kekuatan pondasi sangat dibutuhkan
dalam pembangunan termasuk pembangunan jembatan. Dengan mengetahui
kondisi bawah permukaan, dapat meminimalisir kegagalan dalam pembangunan
pondasi jembatan.
Untuk mengetahui kondisi lapisan bawah permukaan yang berhubungan
dengan pembangunan suatu pondasi, diperlukan identifikasi lapisan geologi
bawah permukaan di daerah penelitian. Salah satu metode geofisika yang dapat
4
digunakan untuk mengetahui kondisi lapisan bawah permukaan adalah dengan
menggunakan metode geolistrik.
Metode geolistrik merupakan salah satu dari metode geofisika yang sering
digunakan untuk eksplorasi bawah permukaan yang relatif dangkal karena hasil
yang didapatkan lebih akurat. Kelebihan dari metode geolistrik selain hasil yang
didapatkan lebih akurat, yaitu biaya yang dikeluarkan relatif murah dan waktu
yang dibutuhkan untuk pengambilan data juga relatif cepat. Metode geolistrik
dapat digunakan untuk mengetahui kondisi bawah permukaan dan menduga
keberadaan jenis material dengan mempelajari sifat aliran listrik pada batuan di
bawah permukaan bumi. Survei geolistrik dilakukan untuk mengetahui sifat fisika
batuan terhadap arus listrik, dimana setiap sifat fisika batuan yang berbeda akan
mendapatkan nilai tahanan jenis yang berbeda pula. Berdasarkan nilai resistivitas
listriknya, lapisan bawah permukaan dapat diketahui material-material
penyusunnya.
Cara kerja dari metode geolistrik resistivitas adalah dengan menginjeksikan
arus listrik ke dalam bumi dengan dua elektroda arus dan dua elektroda potensial
sehingga nilai resistivitas bisa didapatkan. Konfigurasi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah konfigurasi Wenner. Dalam konfigurasi Wenner, jarak antar
elektroda arus dan elektroda potensial adalah sama.
5
1.2 Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah daerah Kulawi Selatan
merupakan daerah yang labih sehingga untuk perencanaan infrastruktur
diperlukan penyelidikan bawah permukaan yang jelas. Lokasi penelitian ini
berada pada zona patahan besar Palu Koro yang baru terjadi gempa.
1.3 Batasan Masalah
Penelitian ini mempunyai batasan masalah seperti:
1. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kulawi Selatan, Kabupaten Sigi,
Sulawesi Tengah.
2. Penelitian ini menggunakan data geolistrik yang akan diolah
menggunakan Res2Dinv.
3. Pengambilan data geolistrik menggunakan konfigurasi Wenner untuk
mengetahui lapisan bawah permukaan berdasarkan nilai tahanan jenis
batuan.
1.4 Rumusan Masalah
Penelitian ini memiliki Rumusan Masalah:
1. Bagaimana kondisi lapisan bawah permukaan di Kecamatan Kulawi
Selatan?
2. Dimana persebaran lapisan yang layak untuk dijadikan pondasi
jembatan?
6
1.5 Tujuan
Penelitian ini memiliki tujuan:
1. Membuat model geolistrik 2D lapisan bawah permukaan.
2. Mengetahui lapisan bawah permukaan berdasarkan nilai tahanan jenis
batuan.
3. Mengetahui tingkat kelayakan kondisi daerah penelitian berdasarkan
metode geolistrik untuk dijadikan sebagai pondasi jembatan.
1.6 Manfaat
Manfaat dalam penelitian ini adalah dapat mengetahui kondisi lapisan di
bawah permukaan bumi untuk mengetahui jenis, sebaran, ketebalan dan kondisi
lapisan bawah permukaan sehingga dapat ditentukan daerah yang dapat dijadikan
sebagai pondasi jembatan.
1.7 Sistematika Penulisan
Pembahasan pokok dari penelitian ini dapat diuraikan secara singkat:
BAB I PENDAHULUAN
Pendahuluan mendeskripsikan mengenai latar belakang penelitian untuk
menentukan lapisan kerasa yang layak dijadikan sebagai pondasi jembatan,
tujuan, manfaat, rumusan masalah, batasan masalah dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan pustaka berisikan teori-teori mendasar mengenai letak geografis, kondisi
geologi regional, metode geofisika, metode geolistrik, sifat kelistrikan batuan dan
jenis-jenis batuan.
7
BAB III METODE PENELITIAN
Metode penelitian berisi tentang lokasi dan waktu penelitian, alat dan bahan
penelitian, pengolahan data dan prosedur kerja.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil dan pembahasan berisi tentang hasil penampang 2D dari pengolahan data
geolistrik dan interpretasi dari data geolistrik untuk mengetahui persebaran lapisan
keras yang layak untuk dijadikan pondasi jembatan.
BAB V PENUTUP
Penutup berisi kesimpulan dari hasil penelitian dan saran untuk penelitian
selanjutnya.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kondisi Wilayah Regional
2.1.1 Letak Geografis
Kabupaten Sigi adalah kabupaten baru hasil pemekaran dari kabupaten
induk yatu Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi Tengah yang beribukota Sigi
Biromaru terletak di sebelah tenggara Kota Palu yang berjarak 15 km [3].
Kabupaten Sigi terletak pada koordinat 0°52’-2°03 Lintang Selatan dan 199°38’-
120°21’ Bujur Timur. Di sebelah utara Kabupaten Sigi berbatasan dengan
Kabupaten Donggala dan Kota Palu, di sebelah selatan berbatasan dengan
Provinsi Sulawesi Selatan, di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten
Donggala dan Provinsi Sulawesi Barat, sedangkan di sebelah timur berbatasan
dengan Kabupaten Parigi Moutong dan Kabupaten Poso. Secara keseluruhan
Kabupaten Sigi memiliki luas 5.196,02 km2 atau sekitar 7,64 persen dari total
wilayah Sulawesi Tengah [4].
9
2.1.2 Kondisi Geologi Regional
Kabupaten Sigi terdiri dari daerah pegunungan dan dataran rendah.
Beberapa satuan pegunungan, perbukitan dan pedataran yaitu: [3]
1. Satuan pegunungan Tokalekaju terdiri dari Gunung Gawalise dan Gunung
Pekava dengan ketinggian rata-rata 2.000 m di atas permukaan laut.
2. Satuan Pegunungan Molengraff terdiri dari Gunung Dali, Gunung Tua,
Gunung Watimposo sampai Gunung Nokilalaki dengan ketinggian rata-
rata 1.500-2.800 m di atas permukaan laut.
3. Satuan Pegunungan Palolo, Gumbasa dan Lindu dengan ketinggian rata-
rata 700-1.700 m di atas permukaan laut.
4. Satuan Perbukitan Marawola, Perbukitan Bora, Perbukitan Dolo dengan
ketinggian rata-rata 250-500 m.
10
Gambar 2.1. Peta Geologi Lembar Pasangkayu
11
Berdasarkan peta geologi lembar Pasangkayu skala 1:250.000, litologi
batuan penyusun wilayah penelitian adalah sebagai berikut:
1. Formasi Pakuli (Qp)
Litologi batuan terdiri dari konglomerat, batupasir dan batulempung
karbonan. Sebarannya terdapat di Lembah Palu antara Bombaru, Bangga,
Bora hingga Pakuli, Winatu dan Kantewu.
2. Batuan Terobosan (Tmpi)
Litologi batuan terdiri dari granit dan granodiorit. Sebarannya terdapat di
daerah Salobiro hingga Morana, sepanjang Lembah Palu-Koro antara Bora
hingga Bomba, dan di hulu Sungai Pasangkayu.
3. Kompleks Gumbasa (TRJgg)
Litologi batuan terdiri dari granit ganesan, dan diorit ganesan. Sebarannya
terdapat di sekitar Bora, Gumbasa dan Winatu.
4. Kompleks Wana (TRw)
Litologi batuan terdiri dari sekis mika, sekis amfibol, genes dan kuarsit.
Sebarannya terdapat di sekitar Wana, antara Towulu hingga Winatu dan di
Sungai Lariang bagian tengah. Satuan ini tersingkap di daerah Wana ±25
km sebelah barat laut Kulawi, Kabupaten Palu, Sulawesi Tengah.
2.2 Metode Geofisika
Ilmu geofisika menerapkan prinsip-prinsip fisika untuk mempelajari bumi.
Investigasi geofisika pada interior bumi melibatkan pengukuran pada atau di dekat
permukaan bumi yang dipengaruhi oleh distribusi internal sifat-sifat fisika. Dalam
metode eksplorasi geofisika, pengukuran dalam area yang dibatasi secara
12
geografis digunakan untuk menentukan distribusi sifat fisika pada kedalaman
yang mencerminkan geologi bawah permukaan. Beberapa metode survei geofisika
dapat digunakan di laut. Biaya modal dan operasi yang lebih tinggi terkait dengan
pekerjaan laut atau udara diimbangin oleh peningkatan kecepatan operasi dan
manfaatnya untuk dapat mensurvei daerah-daerah dimana akses darat sulit untuk
dijangkau. [5]
Tabel 2.1. Metode Geofisika [5]
Metode Parameter Yang Diukur Ketentuan Fisika
Seismik Waktu tempuh gelombang
seismik yang
dipantulkan/dibiaskan
Massa jenis dan
moduli elastis, yang
menentukan kecepatan
rambat gelombang
seismik
Gravitasi Variasi spasial dalam kekuatan
medan gravitasi bumi
Massa jenis
Magnetik Variasi spasial dalam kekuatan
bidang geomagnetik
Kerentanan magnetik
dan remanensi
Resistivitas Listrik Resistansi bumi Konduktivitas listrik
Induced
Polarization
Tegangan polarisasi atau
resistansi tanah yang bergantung
pada frekuensi
Kapasitansi listrik
Self-Potential Potensial listrik Konduktivitas listrik
Elektromagnetik Respon terhadap radiasi
elektromagnetik
Konduktivitas listrik
dan induktansi
Radar Waktu tempuh pulsa radar yang
dipantulkan
Konstanta dielektrik
13
Tabel 2.2. Penerapan Metode Survei Geofisika [5]
Aplikasi Metode Survei
Eksplorasi untuk bahan bakar fosil
(minyak, gas, batubara)
Seismik, Gravitasi, Magnetik,
Elektromagnetik
Eksplorasi untuk endapan mineral
logam
Magnetik, Elektromagnetik, Resistivitas
Listrik, Self-Potential, IP
Eksplorasi untuk deposit mineral
massal (pasir dan kerikil)
Seismik, Resistivitas Listrik, Gravitasi
Eksplorasi untuk persebaran air
tanah
Resistivitas Listrik, Seismik, Gravitasi,
Radar
Teknik/investigasi konstruksi Resistivitas Listrik, Seismik, Radar,
Gravitasi, Magnetik
Investigas arkeolog Radar, Resistivitas Listrik,
Elektromagnetik, Magnetik, Seismik
2.3 Metode Geolistrik
2.3.1 Umum
Metode geolistrik merupakan salah satu metode dalam geofisika yang
mempelajari sifat aliran listrik di dalam bumi dengan cara mengalirkan arus listrik
yang mempunyai tegangan tinggi ke dalam tanah. Pengukuran geolistrik adalah
salah satu metode dalam bidang geofisika yang digunakan untuk mengetahui atau
menggambarkan kondisi bawah permukaan bumi. [6] Kelebihan dari metode
geolistrik adalah metode yang ramah lingkungan, biaya yang dikeluarkan cukup
murah, waktu pengambilan data yang relatif cepat dan dapat memberikan
informasi bawah permukaan yang akurat sampai kedalaman sekitar 40-100 m
bergantung pada jumlah elektroda, jarak antar elektroda dan konfigurasi yang
digunakan. Sedangkan salah satu kelemahan dari metode geolistrik adalah apabila
kedalaman lapisan lebih dari 100 m, maka informasi yang didapatkan kurang
akurat, karena melemahnya arus listrik untuk jarak bentang yang semakin besar.
14
Metode geolistrik adalah metode yang digunakan untuk mengetahui
kondisi bawah permukaan bumi berdasarkan besar nilai tahanan jenis. Metode
geolistrik dapat dibagi menjadi 2 macam berdasarkan sumber arus listrik yaitu: [7]
1. Metode aktif yaitu sumber arus listrik yang digunakan dialirkan ke dalam
tanah atau batuan bumi, kemudia efek potensialnya diukur di dua titik
permukaan tanah Self Potential atau Spontanuous Potential (SP) dengan
jalan menggunakan aktivitas elektrokimia alami.
2. Metode pasif yaitu menggunakan arus listrik yang terjadi akibat adanya
aktivitas elektrokimia dan elektromekanik dalam material-material
penyusun batuan. Metode geolistrik yang memanfaatkan adanya arus
listrik alami antara lain Self Potential (SP) dan Magnetotelluric.
2.3.2 Metode Geolistrik Resistivitas
Metode geolistrik resistivitas merupakan sebuah metode yang digunakan
untuk mengetahui sifat resistivitas di bawah permukaan bumi. Prinsip pengukuran
dari metode resistivitas adalah dengan menggunakan suatu konfigurasi elektroda
dengan menginjeksikan arus listrik ke dalam bumi melalui elektroda-elektroda
arus dan diukur melalui elektroda-elektroda potensial [7]. Hasil pengukuran arus
dan beda potensial untuk setiap jarak elektroda tertentu digunakan untuk
menentukan variasi nilai resistivitas masing-masing lapisan di bawah titik ukur
[8].
Metode resistivitas didasarkan bahwa arus listrik yang diberikan akan
menjalar ke dalam tanah dengan kedalaman tertentu dan bertambah besar dengan
bertambahnya jarak antar elektroda. Dalam pengukuran geolistrik resistivitas jika
15
sepasang elektroda diperbesar, distribusi potensial pada permukaan bumi akan
semakin membesar dengan nilai resistivitas yang diperoleh bervariasi. [8]
Berdasarkan tujuan pengukuran, metode resistivitas dibagi menjadi dua,
yaitu: [8]
1. Metode Resistivitas Sounding
Metode resistivitas sounding bertujuan untuk menyelidiki perubahan
tahanan jenis bawah permukaan ke arah vertikal yaitu dengan cara pada
titik ukur tetap, jarak elektroda arus dan tegangan diubah-ubah sehingga
semakin besar jarak antar elektroda maka akan mendapatkan jenis material
yang lebih dalam.
2. Meode Resistivitas Mapping
Metode resistivitas mapping bertujuan untuk menyelidiki perubahan
tahanan jenis bawah permukaan ke arah lateral atau horizontal yaitu
dengan cara menggeser titik ukur secara horizontal dengan jarak elektroda
dan tegangan tetap.
2.3.3 Konfigurasi Wenner
Dalam konfigurasi Wenner jarak antar elektroda adalah sama dengan
susunan C1P1=P1P2=P2C2=A. Konfigurasi Wenner memiliki rasio sinyal yang
baik untuk daerah yang memiliki banyak noise atau gangguan. Kekurangan dari
konfigurasi ini adalah cakupan sinyal yang buruk ketika jarak elektroda kelebihan
dan kekurangan. [9]
16
Nilai faktor geometri (K) pada konfigurasi Wenner yaitu:
(1)
Gambar 2.2. Susunan Elektroda Arus Dan Potensial Pada Konfigurasi Wenner
[10]
Pengambilan data geolistrik yang ideal dilakukan pada permukaan tanah
yang memiliki topografi landau, namun pada kenyataannya di lapangan topografi
bervariatif. [11]
2.4 Sifat Kelistrikan Batuan
Setiap batuan dan mineral dalam bumi itu memiliki nilai tahanan jenis
yang berbeda-beda, dikarenakan ada beberapa faktor seperti kepadatan batuan,
umur batuan, jumlah mineral yang dikandung, kandungan elektrolit,
permeabilitas, porositas dan lain sebagainya, sehingga tidak ada nilai dari tahanan
jenis yang pasti. [7]
Aliran listrik dalam batuan dan mineral dapat dibedakan menjadi 3 macam
diantaranya adalah konduksi secara elektronik, konduksi secara elektrolit dan
konduksi secara dielektrik. [7]
17
Tabel 2.3. Tabel Resistivitas Batuan [12]
Jenis Batuan Resistivitas (Ωm)
Granite 4,5.103-1,3.10
6
Feldspar 4.103
Syenite 102-10
6
Diorite 1,9.103-2,8.10
4
Porphyrite 5.104-3,3.10
3
Carbonatized 2,5.103-6.10
4
Quartz Diorite 2.104-2.10
6
Porphyry 60-104
Dacite 2.104
Andesite 4,5.104-1,7.10
2
Diabase 20-5.107
Lavas 102-5.10
4
Gabbro 103-10
6
Basalt 10-1,3.107
Olivine Norite 103-6.10
4
Peridotite 3.103-6,5.10
3
Hornfels 8.103-6.10
7
Schists 20-104
Tuffs 2.103-10
5
Graphite Schist 10-102
Slates 6.102-4.10
7
Gneiss 6,8.104-3.10
6
Marble 102-2,5.10
8
Skarn 2,5.102-2,5.10
8
Quartzites 10-2.108
Consolidated Shales 20-2.103
Argillites 10-8.102
Conglomerates 2.103-10
4
Sandstones 1-6,4.108
Limestones 50-107
Dolomite 3,5.102-5.10
3
Unconsolidated Wet Clay 20
Marls 3-70
Clays 1-100
Oil Sands 4-800
18
2.4.1. Konduksi Elektronik
Konduksi ini terjadi jika batuan atau mineral mempunyai banyak elektron
bebas sehingga arus listrik yang dialirkan ke dalam batuan atau mineral di alirkan
oleh elektron-elektron bebas tersebut dan aliran listrik tersebut juga dipengaruhi
oleh sifat atau karakteristik masing-masing batuan yang dilewatinya. Salah satu
sifat atau karakteristik batuan tersebut adalah nilai resistivitas yang menunjukkan
kemampuan bahan untuk menghantarkan arus listrik. Semakin besar nilai
resistivitas suatu bahan maka semakin sulit bahan tersebut menghantarkan arus
listrik dan semakin kecil nilai resistivitas suatu bahan maka semakin mudah bahan
tersebut menghantarkan arus listrik. [11]
2.4.2. Konduksi Elektrolitik
Sebagian besar batuan merupakan konduktor yang buruk dan memiliki
resistivitas yang sangat tinggi. Namun pada kenyataannya batuan biasanya
bersifat poros dan memiliki pori-pori yang terisi oleh air. Akibatnya batuan-
batuan tersebut menjadi konduktor elektrolitik, dimana kondisi arus listrik dibawa
oleh ion-ion elektrolitik dalam air. Konduktivitas dan resistivitas batuan poros
bergantung pada volume dan susunan pori-porinya. Konduktivitas akan semakin
besar jika kandungan air dalam batuan bertambah banyak, dan sebaliknya
resistivitas akan semakin besar jika kandungan air dalam batuan berkurang. [11]
19
2.4.3. Konduksi Dielektrik
Konduksi ini terjadi jika batuan atau mineral bersifat dielektrik terhadap
aliran arus listrik, artinya batuan atau mineral tersebut mempunyai elektron bebas
yang sedikit. [11]
2.5 Batuan
2.5.1 Umum
Batuan (Rocks) adalah sekumpulan mineral yang mengeras yang menjadi
bahan pembentukan kerak bumi. Berdasarkan asal dan proses terjadinya batuan
terbagi menjadi 3 yaitu:
1. Batuan Beku (Igneous Rocks)
2. Batuan Sedimen (Sedimen Rocks)
3. Batuan Malihan/Ubahan (Metamorf Rocks)
Proses terbentuknya ketiga batuan di muka bumi ini menjalani suatu siklus
batuan. Batuan pertama adalah batuan beku (igneous rocks) yang terjadi akibat
mendingin, memadat dan membekunya magma baik di permukaan maupun di
dalam bumi. Batuan beku ini selanjutnya mengalami dekomposisi dan
desintegrasi karena proses-proses alam. Hasil perombakan batuan beku kemudian
mengalami transportasi oleh air atau angin lalu mengalami proses pengendapan
sehingga terbentuklah batuan sedimen. Pengaruh suhu dan tekanan terhadap
batuan sedimen akan merubahnya menjadi batuan metamorfosa. Jika batuan
metamorfosa tertimbun jauh di bawah permukaan bumi, menerima pengaruh suhu
dan tekanan yang sangat tinggi, sehingga ia dapat merubah wujudnya, melebur
20
kembali bersama magma, maka selanjutnya batuan ini kembali menjadi batuan
beku. [13]
Pada Gambar 2.3 diperlihatkan bagaimana perjalanan daur tersebut. Dalam
daur tersebut, batuan beku terbentuk akibat dari pendinginan dan pembekuan
magma. Pendinginan magma yang berupa lelehan silikat, akan diikuti oleh proses
penghabluran yang dapat berlangsung di bawah atau di atas permukaan bumi
melalui erupsi gunung berapi. Kelompok batuan beku tersebut, apabila kemudian
tersingkap di permukaan, maka ia akan bersentuhan dengan atmosfir dan
hidrosfir, yang menyebabkan berlangsungnya proses pelapukan. [13]
Gambar 2.3. Daur Batuan (Siklus Batuan) [14]
21
Melalui proses ini batuan akan mengalami penghancuran. Selanjutnya,
batuan yang telah dihancurkan ini akan digerakkan air yang mengalir di atas dan
di bawah permukaan, dan dari angin yang bertiup kemudian akan diendapkan di
sebagai sedimen. [13]
Proses berikutnya adalah terjadinya ubahan dari sedimen menjadi batuan
yang keras, melalui perekatan oleh senyawa mineral dalam larutan kemudian
disebut batuan sedimen. Apabila terhadap batuan sedimen ini terjadi peningkatan
tekanan dan suhu sebagai akibat dari penimbunan, maka batuan sedimen tersebut
akan mengalami ubahan untuk menyesuaikan dengan lingkungan yang baru, dan
terbentuk batuan malihan atau batuan metamorfis. Apabila batuan metamorfis ini
masih mengalami peningkatan tekanan dan suhu, maka ia akan kembali leleh dan
berubah menjadi magma. [13]
2.5.2 Batuan Beku
Batuan beku atau igneous rock adalah jenis batuan yang terbentuk dari
magma yang mendingin dan mengeras, dengan atau tanpa proses kristalisasi, baik
di bawah permukaan sebagai batuan intrusif maupun di atas permukaan sebagai
batuan ekstrusif. Magma ini dapat berasal dari batuan setengah cair ataupun
batuan yang sudah ada, baik di mantel ataupun kerak bumi. Umumnya, proses
pelelehan terjadi oleh salah satu dari proses-proses berikut: kenaikan temperatur,
penurunan tekanan atau perubahan komposisi. Berdasarkan tempat
pembentukkannya batuan beku dibedakan menjadi batuan beku ekstrusif dan
batuan beku intrusif: [13]
22
1. Batuan Beku Ekstrusif
Batuan beku ekstrusif adalah batuan beku yang proses pembentukkannya
berlangsung di permukaan bumi.
2. Batuan Beku Intrusif
Batuan beku intrusif adalah batuan beku yang proses pembekuannya
berlangsung di bawah permukaan bumi.
Gambar 2.4. Contoh Batuan Beku [14]
23
Gambar 2.5. Contoh Batuan Beku [14]
2.5.3 Batuan Sedimen
Batuan endapan atau batuan sedimen terbentuk dari hasil perombakkan
batuan beku yang telah mengalami proses transportasi baik oleh air, angin atau
salju yang kemudian mengalami proses pengendapan (sedimentasi) yang juga
dipengaruhi gravitasi. Berdasarkan asal mula terjadinya batuan sedimen
dibedakan menjadi sedimen klastik, non klastik (kimia dan organik) dan sedimen
bioklastik.
24
Tabel 2.4. Skala Menurut Wentworth [13]
Ukuran Butir (mm) Nama (Inggris) Nama (Indonesia)
>256 Boulder Bongkah
64-256 Cobble Kerakal
4-64 Pebble Kerikil
2-4 Granule Pasir Kasar
1/16-2 Sand Pasir
1/256-1/16 Silt Lanau
1/256< Clay Lempung
Berdasarkan cara terjadinya, maka tekstur batuan sedimen dibagi menjadi
tekstur klastik dan nonklastik:
1. Batuan Sedimen Klastik
Batuan sedimen klastik dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis
batuan atas dasar ukuran butirnya. Klasifikasi ukuran butir yang dipakai
dalam pengelompokkan batuan sedimen klastik menggunakan klasifikasi
dari Wentworth seperti pada Tabel 2.5: [13]
Tabel 2.5. Klasifikasi Batuan Sedimen Klastik Menurut Wentworth [13]
Tekstur Ukuran Butir (mm) Komposisi Nama
Batuan
Klastik
Gravel >2
Fragmen batuan
membundar
Komglomer
at
Fragmen batuan
menyudut
Breksi
1/16 – 2
Mineral kuarsa
dominan
Batu pasir
kuarsa
Kuarsa dan
feldspar
Batu pasir
arkose
Kuarsa,
feldspar,
lempung dan
fragmmen
batuan
Batu pasir
graywacke
<1/256 Laminasi Serpih
Masif Lempung
25
2. Batuan Sedimen Non Klastik
Batuan sedimen nonklastik adalah batuan sedimen yang terbentuk dari
proses kimiawi, seperti batu halit yang berasal dari hasil evaporasi dan
batuan rijang sebagai proses kimiawi. Batuan sedimen nonklastik dapat
juga terbentuk sebagai hasil proses organik, seperti batu gamping terumbu
yang berasal dari organisme yang telah mati atau batu bara yang berasal
dari sisa tumbuhan yang terubah.
Gambar 2.6. Contoh Batuan Sedimen [14]
26
2.5.4 Batuan Metamorf
Pengertian metamorfosa dalam geologi adalah perubahan dari kelompok
mineral dan tekstur batuan yang terjadi dalam suatu batuan yang mengalami
tekanan dan temperatur yang berbeda saat batuan tersebut pertama kalinya
dibentuk. [13]
Batuan metamof adalah batuan yang terbentuk dari batuan asal (batuan
beku dan sedimen) yang mengalami perubahan temperatur dan tekanan secara
bersamaan yang berakibat pada pembentukan mineral-mineral baru dan tekstru
batuan yang baru. [13]
Tipe-tipe metamorfosa yaitu: [13]
1. Metamorfosa Katalistik
Metamorfosa katalistik adalah metamorfosa yang diakibatkan oleh
deformasi mekanis, seperti yang terjadi pada dua blok batuan yang
mengalami pergeseran satu dan yang lainnya disepanjang suatu zona sesar
atau patahan.
2. Metamorfosa Burial
Metamorfosa burial adalah metamorfosa yang terjadi apabila batuan
sedimen yang berada pada kedalaman tertentu dengan temperaturnya
diatas 300°.
3. Metamorfosa Kontak
Metamorfosa kontak adalah metamorfosa yang terjadi di dekat intrusi
batuan beku dan merupakan hasil dari kenaikan temperatur yang tinggi dan
berhubungan dengan intrusi batuan beku.
27
4. Metamorfosa Regional
Metamorfosa regional adalah metamorfosa yang terjadi pada wilayah yang
sangat luas dan pada tingkat deformasi yang tinggi.
Gambar 2.7. Contoh Batuan Metamorf [13]
28
Gambar 2.8. Contoh Batuan Metamorf [13]
2.6 Kekuatan Pondasi Jembatan
Tanah yang akan digunakan untuk pondasi memiliki klasifikasi tertentu
dalam perencanaan pembangunan yaitu perkiraan terhadap hasil eksplorasi tanah,
perkiraan standart kemiringan lereng dari penggalian tanah atau tebing, perkiraan
pemilihan bahan, perkiraan muai dan susut, pemilihan jenis konstruksi dan
peralatan untuk konstruksi, perkiraan kemampuan peralatan untuk konstruksi,
rencana pekerjaan pembuatan lereng dan tembok penahan tanah, dll. [7]
Hal-hal yang perlu diobservasi dan disurvei selain peta geologi atau
keterangan-keterangan pembangunan, diantaranya adalah: [7]
1. Letak singkapan-singkapan dan eksplorasi tanah
2. Topografi dan geografi
29
3. Letak jalan-jalan dan bangunan-bangunan yang ada
4. Kondisi permukaan tanah dan tumbuhan
5. Keadaan air tanah dan letak mata air
6. Keadaan saluran-saluran yang ada
Kekuatan pondasi sangat dibutuhkan dalam sebuah pembangunan
termasuk jembatan. Ada beberapa penyebab dari rubuhnya sebuah bangunan
seperti kekuatan pondasi yang tidak baik maupun bangunan yang sudah tua. Jadi,
faktor yang sangat mempengaruhi berdirinya suatu bangunan adalah kekuatan
pondasi bangunan tersebut dan informasi mengenai lapisan bawah permukaan
yang jelas. Kurangnya informasi mengenai lapisan bawah permukaan akan
berakibat fatal terhadap bangunan walaupun bangunan itu masih baru. [15]
Pondasi adalah suatu konstruksi pada bagian dasar bangunan yang
berfungsi meneruskan beban dari bagian atas bangunan ke lapisan tanah yang
berada di bagian bawahnya dan berfungsi mempertahankan struktur bangunan dari
gaya-gaya luar seperti angin dan gempa bumi [16]. Pondasi adalah struktur bawah
pada bangunan yang berfungsi untuk menahan beban yang ada di atasnya. Pondasi
dibuat menjadi satu kesatuan dasar bangunan yang kuat yang terdapat di bawah
konstruksi. [17]
Jembatan merupakan suatu konstruksi yang dibangun untuk
menghubungkan antara dua jalan yang terputus karena adanya hambatan seperti
aliran sungai, danau, saluran irigasi, dan lembah yang dalam yang terletak di atas
permukaan tanah [18]. Pondasi jembatan berfungsi meneruskan seluruh beban
jembatan ke bawah tanah. Struktur bagian bawah jembatan berfungsi untuk
30
memikul beban-beban yang diberikan oleh bangunan di atasnya [16]. Dalam
pembangunan jembatan dibutuhkan pondasi yang kuat agar dapat menahan beban
jembatan ke dasar tanah. Oleh karena itu, sebelum dilakukan pembuatan pondasi
jembatan harus mengetahui kondisi bawah permukaan daerah yang ingin
dibangun jembatan.
Dalam pembangunan pondasi, yang harus diperhatikan adalah besar daya
dukung tanah yang mampu memikul beban yang bekerja pada pondasi. Metode
SPT (Standard Penetration Test) adalah metode pemancang batang yang memiliki
ujung pemancang ke dalam tanah dengan menggunakan pukulan palu dan
mengukur jumlah pukulan per kedalaman penetrasi [16]. Pengujian SPT
dilakukan dengan melakukan pengambilan tanah dengan menggunakan tabung
sampel. Pengambilan sampel tanah dilakukan dengan mengebor tanah terlebih
dahulu pada titik yang akan dilakukan uji tanah. Setelah bor sudah terisi dengan
tanah, kemudian bor diangkat dan diperiksa serta dicatat jenis tanah, warna dan
kedalaman lapisan tanah tersebut. [7]
Uji SPT terdiri dari uji pemukulan tabung ke dalam tanah, disertai
pengukuran jumlah pukulan untuk memasukkan tabung sedalam 30 cm secara
vertikal. Dalam sistem beban jatuh ini digunakan palu seberat 63,5 kg yang
dijatuhkan secara berulang dengan tinggi 76 cm. Tujuan dari uji SPT ini adalah
untuk menentukan kepadatan relatif lapisan tanah dari pengambilan sampel tanah
menggunakan tabung lalu dapat diketahui jenis tanah dan ketebalan tiap-tiap
lapisan kedalaman tanah tersebut. [16]
31
Metode pengujian tanah dengan SPT (Standart Penetration Test) termasuk cara
yang cukup ekonomis dan relatif mudah untuk mengetahui kondisi di bawah
permukaan tanah dan diperkirakan 85% dari desain pondasi menggunakan cara
ini. SPT merupakan alat uji tanah yang memiliki kelebihan karena terdiri dari
beberapa komponen yang sederhana, mudah dipasang, mudah ditransformasikan
dan dapat diandalkan dalam penyelidikan tanah. [7]
32
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini berlokasi di
Kecamatan Kulawi Selatan, Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah. Waktu
penelitian yang dimulai dari studi literatur, pengambilan data sekunder sampai
kepada pengolahan data berlangsung dari bulan Maret sampai bulan Juni 2019.
3.2. Alat dan Bahan
Pada penelitian ini alat yang digunakan dalam pengolahan data geolistrik adalah
Google Earth Pro untuk mendapatkan lokasi wilayah penelitian dan menentukan
titik persebaran pengukuran data geolistrik. Selain menggunakan Google Earth
Pro, Res2Dinv juga digunakan untuk mendapatkan hasil penampang 2D. Bahan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah data resistivitas milik Pusat Teknologi
Reduksi Risiko Bencana (PTRRB), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
(BPPT) hasil dari survei geolistrik di Kecamatan Kulawi Selatan, Kabupaten Sigi
menggunakan Konfigurasi Wenner.
33
Gambar 3.1. Lokasi Wilayah Penelitian
34
3.3. Pengolahan Data
Sebelum melakukan pengolahan data menggunakan Res2Dinv, data
geolistrik yang berupa raw data diinput kedalam notepad dengan ketentuan
sebagai berikut:
Gambar 3.2. Susunan Data Resistivitas (Kanan) dan Data Topografi (Kiri) Dalam
Notepad
Keterangan Gambar 3.2.: [19]
Line 1: Nama lintasan pengukuran
Line 2: Spasi elektroda
Line 3: Tipe pengukuran (Wenner = 1, Pole-pole = 2, Dipole-dipole = 3, Pole-
dipole = 4, Schlumberger = 7)
Line 4: Jumlah total datum point
35
Line 5: Lokasi x datum point (masukkan 0 jika letak elektroda pertama diketahui,
masukkan 1 jika titik tengahnya diketahui)
Line 6: Jenis data (masukkan 0 untuk data resistivitas, masukkan 1 untuk data IP)
Line 7,8,9 dst: Lokasi x, spasi elektroda dan resistivitas semu yang terukur
Apabila terdapat data topografi, maka data topografi harus dimasukkan ke
dalam notepad seperti pada Gambar 3.2. (Kiri) dengan keterangan sebagai berikut:
Line 1: Kode topografi
Line 2: Jumlah data topografi
Line 3,4,5 dst: Titik elektroda dan nilai topografi
Line penutup: Masukkan angka 0 sebanyak 4 kali sebagai penutup data topografi
Data hasil pengukuran geolistrik diolah dengan menggunakan Res2Dinv
untuk mengetahui nilai tahanan jenis yang terdapat pada setiap lapisan. Res2Dinv
adalah program komputer yang secara otomatis menentukan model resistivitas 2D
untuk bawah permukaan dari data hasil survei geolistrik. Pada penelitian ini
konfigurasi yang digunakan adalah konfigurasi Wenner dimana jarak antara
elektrodanya adalah sama. Elektroda yang digunakan dalam penelitian ini
sebanyak 48 buah. Jarak antar elektroda pada pengambilan data geolistrik ini
adalah 10 m dengan panjang lintasan 480 m. Kedalaman yang dicapai dalam
pengambilan data geolistrik ini adalah 76,3 m. Pemodelan penampang dengan
menggunakan Res2Dinv dilakukan untuk mengetahui nilai resistivitas dan
kedalaman di tiap titik pengukuran. Cara kerja pengolahan data dengan
menggunakan Res2Dinv adalah dengan meng-import data dalam format .dat,
setelah data yang dibutuhkan sudah di-import, maka akan muncul beberapa
36
informasi seperti spasi jarak antar elektroda, konfigurasi yang digunakan pada saat
pengambilan data, panjang lintasan, jumlah elektroda yang digunakan dan
kedalaman yang diperoleh. Pada pengolahan data ini, digunakan proses inversi
leasts-square inversion. Setelah diinversi, masukkan data topografi ke dalam hasil
pemodelan dengan memilih menu topography options, lalu pilih display
topography. Setelah itu pilih menu display sections dan klik include topography
in model display.
Gambar 3.3. Hasil Pengolahan Data Res2Dinv
37
3.4. Prosedur Kerja
Gambar 3.4. Tahapan Kerja Penelitian
38
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Analisa Geolistrik
Dalam pelaksanaan pembahasan sebelumnya telah dilakukan pengolahan
data geolistrik terlebih dahulu. Data geolistrik yang digunakan adalah data
sekunder milik Pusat Teknologi Reduksi Risiko Bencana (PTRRB), Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang berlokasi di Kecamatan
Kulawi Selatan, Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah.
Pada penelitian ini pengukuran data geolistrik dilakukan sebanyak 6
lintasan. Gambar 4.1. adalah gambar yang menunjukkan persebaran titik
pengukuran data geolistrik yang masing-masing panjang lintasannya 450 meter
kecuali pada lintasan 6 yang panjang lintasannya adalah 430 meter. Sebaran titik
pengukuran data geolistrik adalah sebagai berikut:
Gambar 4.1. Lokasi Persebaran Pengukuran Data Geolistrik
39
Titik koordinat pengukuran data geolistrik dapat dilihat dalam tabel 4.1.
Tabel 4.1. Koordinat Pengukuran Data Geolistrik
Lintasan Latitude Longitude
1 -1.652063085 119.9885941
2 -1.651719516 119.9887203
3 -1.652062949 119.9887382
4 -1.652178296 119.9901708
5 -1.650470708 119.9900989
6 -1.650082453 119.9900268
Dalam pengolahan data geolistrik digunakan Google Earth Pro untuk
mendapatkan lokasi wilayah penelitian dan menentukan titik persebaran
pengukuran data geolistrik. Res2dinv juga digunakan dalam pengolahan data
geolistrik untuk mendapatkan hasil penampang 2D. Hasil proses inversi dalam
pengolahan data geolistrik menggunakan Res2dinv adalah berupa penampang 2D.
Setelah dilakukan pengolahan data geolistrik, hasil penampang 2D yang diperoleh
dikorelasikan dengan data log bor untuk kepentingan kalibrasi. Selain
dikorelasikan dengan data log bor, hasil penampang data geolistrik juga
dikorelasikan dengan tabel resistivitas dan data geologi regional.
4.2 Hasil dan Interpretasi Penampang
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kulawi Selatan, Kabupaten Sigi.
Setelah dilakukan pengolahan data geolistrik dengan menggunakan Res2Dinv,
maka diperoleh hasil penampang yang akan diinterpretasikan. Untuk melakukan
investigasi bawah permukaan pada lokasi yang akan dibangun pondasi jembatan,
informasi litologi batuan selain menggunakan data log bor yang ada juga
menggunakan tabel resistivitas (Tabel 2.3.) dan data geologi regional yang akan
40
saling dikorelasikan. Dari data log bor diperoleh deskripsi batuan serta nilai SPT-
nya, sedangkan sebarannya bisa menggunakan hasil pengukuran data geolistrik.
Keterangan warna pada hasil penampang geolistrik dapat dilihat bahwa
semakin ke kanan, maka kepadatan suatu material akan semakin padat dan nilai
resistivitasnya akan semakin tinggi. Hasil yang diperoleh dari pengukuran
geolistrik pada lokasi penelitian menunjukkan bahwa nilai resistivitas pada daerah
tersebut berkisar 0,011-1452 Ωm. Untuk pembangunan pondasi jembatan,
direkomendasikan memilih batuan yang keras supaya pondasi jembatan tetap
berdiri kokoh dan tidak direkomendasikan pembangunan pondasi jembatan pada
kondisi bawah permukaan yang mengandung batuan lunak seperti batu lempung.
Apabila dalam kondisi bawah permukaan terdapat batuan lunak, maka disarankan
untuk membangun pondasi jembatan hingga kedalaman yang menemukan batuan
keras dan layak untuk dijadikan pondasi jembatan.
41
Menurut Gambar 4.2 dari kalibrasi hasil pengolahan data dengan data log
bor, geologi regional dan tabel resistivitas dapat disimpulkan bahwa:
1. Menurut data log bor, sampai kedalaman 20 m menunjukkan bahwa
litologi bawah permukaan berupa batupasir, lempung pasiran dan gravel
bahkan sampai nilai SPT 50 yang merupakan batuan keras tetapi pada data
log bor masih berupa batuan lunak.
2. Menurut peta geologi regional lembar pasangkayu, litologi pada lokasi
penelitian adalah formasi pakuli yang terdiri dari konglomerat, batupasir
dan batulempung.
3. Berdasarkan hasil dari nilai resistivitas yang diperoleh dan dikorelasikan
dengan tabel resistivitas maka didapatkan:
Tabel 4.2. Hasil Korelasi Antara Nilai Resistivitas Yang Diperoleh Dengan Tabel
Resistivitas
Nilai Resistivitas (Ωm) Keterangan Jenis Batuan
1-100 Resistivitas Rendah Lempung
101-500 Resistivitas Sedang Batupasir Halus
500-1452 Resistivitas Tinggi Batupasir Kasar
42
Gambar 4.2. Kalibrasi Hasil Pengolahan Data Dengan Data Log Bor, Geologi Regional Dan Tabel Resistivitas
43
Gambar 4.3. Data Log Bor
44
4.2.1. Lintasan 1
Gambar 4.4. Hasil Penampang Lintasan 1
Lintasan 1 memiliki lintasan sepanjang 450 m yang pada pengambilan data
geolistrik menggunakan 48 buah elektroda dengan jarak antar elektroda 10 m.
Pada lintasan ini jumlah datum pointnya adalah 319. Nilai resistivitas maksimal
pada lintasan ini adalah 820 Ωm dengan kedalaman yang diperoleh 78,8 m.
Pada lintasan 1 digunakan sebagai titik kalibrasi dengan titik bor. Hasil
yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai resistivitas tidak melebihi 1000 Ωm dan
lintasan ini didominasi oleh batuan lempung hingga kedalaman 70 m. Menurut
dari nilai SPT yaitu 50 yang merupakan batuan keras, tetapi data log bor masih
berupa batu pasir lanau, lempung pasiran dan gravel. Korelasi dengan data
geolistrik, bahwa sampai kedalaman lebih dari 70 m nilai resistivitas kurang dari
1000 Ωm. Pendugaan hasil investigasi lapisan bawah permukaan pada lintasan 1
didominasi oleh lapisan yang memiliki nilai resistivitas antara 2,75-71,4 Ωm yang
ditunjukkan oleh warna biru tua hingga hijau muda dimana lapisan tersebut
diduga terdiri dari lempung. Untuk yang memiliki nilai resistivitas antara 161-363
Ωm diduga lapisan tersebut terdiri dari batupasir halus yang ditunjukkan dengan
warna kuning sampai merah. Persebaran batupasir halus pada lintasan ini terletak
45
di ujung sebelah selatan dan sebelah barat lintasan. Persebaran batupasir halus
lainnya terlihat di permukaan pada jarak lateral 70-122 m, pada jarak lateral 125-
178 m, pada jarak lateral 220-260 m, pada jarak lateral 270-300 m dan pada jarak
lateral 327-375 m dari arah selatan lintasan. Sedangkan yang memiliki nilai
resistivitas 820 Ωm ditunjukkan dengan warna merah tua hingga coklat tua yang
diduga sebagai lapisan batupasir kasar. Batupasir kasar terlihat di beberapa titik
permukaan yang terletak pada jarak lateral 327-375 m dan pada jarak lateral 390-
405 m dari arah selatan lintasan. Pada lintasan 1 direkomendasikan pondasi
jembatan dibangun pada:
1. Pada jarak lateral 30 m dengan kedalaman 15 m.
2. Pada jarak lateral 85 m dengan kedalaman 30 m tetapi pada titik ini
terdapat lapisan lempung dengan kedalaman 18 m yang merupakan batuan
lunak.
3. Pada jarak lateral 145 m dengan kedalaman 54 m tetapi pada titik ini
terdapat lapisan lempung dengan kedalaman 20 m yang merupakan lapisan
batuan lunak.
4. Pada jarak lateral 350 m dengan kedalaman sampai 48 m tetapi pada titik
ini terdapat lapisan lempung dengan kedalaman 20 m yang merupakan
lapisan batuan lunak.
5. Pada jarak lateral 395 m dengan kedalaman 39 m tetapi pada bentangan ini
terdapat lapisan lempung dengan kedalaman 17 m yang merupakan batuan
lunak.
6. Pada jarak lateral 445 m dengan kedalaman 16 m.
46
Gambar 4.5. Hasil Interpretasi Lintasan 1
47
4.2.2. Lintasan 2
Gambar 4.6. Hasil Penampang Lintasan 2
Pada lintasan 2 nilai resistivitas maksimal yang didapatkan saat
pengambilan data adalah 523 Ωm dengan kedalaman 78,8 m. Lintasan ini
memiliki datum point 315 dan pengambilan data geolistrik juga menggunakan 48
elektroda dengan panjang lintasan 450 m dan jarak antar elektrodanya 10 m.
Pada lintasan 2 masih terlihat didominasi oleh nilai resistivitas yang lebih
rendah antara 3,64-62,2 Ωm yang ditunjukkan oleh warna biru tua sampai hijau
muda. Lapisan ini diduga mengandung lempung yang berada pada kedalaman
lebih dari 70 m. Sedangkan warna kuning hingga merah dengan nilai resistivitas
antara 126-257 Ωm diduga sebagai lapisan batupasir halus. Persebaran lapisan
batupasir halus terlihat di permukaan yang terletak pada jarak lateral 60-185 m,
pada jarak lateral 220-270 m, pada jarak lateral 275-320 m, pada jarak lateral 342-
370 m dan pada jarak lateral 380-398 m dari arah selatan lintasan. Persebaran
batupasir halus lainnya berada di ujung sebelah selatan dan sebelah barat lintasan.
Nilai resistivitas maksimal pada lintasan ini hanya mencapai 523 Ωm yang diduga
sebagai batupasir kasar yang ditunjukkan dengan warna merah tua hingga coklat
seperti terlihat pada jarak lateral 135-144 m, pada jarak lateral 228-240 m dan
48
pada bentangan jarak lateral 353-362 m dari arah selatan lintasan. Persebaran
batupasir kasar lainnya terlihat di lapisan paling bawah pada jarak lateral 325-411
m dari arah selatan. Pada lintasan 2 direkomendasikan pembangunan pondasi
jembatan berada pada:
1. Pada jarak lateral 32 m dengan kedalaman 13 m.
2. Pada jarak lateral 85 m dengan kedalaman 26 m tetapi pada titik ini
terdapat lapisan lempung dengan kedalaman 16 m yang merupakan lapisan
batuan lunak.
3. Pada jarak lateral 355 m dengan kedalaman 46 m tetapi pada titik ini
terdapat lapisan lempung dengan kedalaman 20 m yang merupakan lapisan
batuan lunak.
4. Pada jarak lateral 440 m dengan kedalaman 19 m.
49
Gambar 4.7. Hasil Interpretasi Lintasan 2
50
4.2.3. Lintasan 3
Gambar 4.8. Hasil Penampang Lintasan 3
Pada lintasan ini nilai resistivitas maksimal yang didapatkan saat
pengambilan data adalah 1309 Ωm dengan kedalaman 78,8 m. lintasan ini
memiliki datum point 321 dan pengambilan data geolistrik menggunakan 48
elektroda dengan panjang lintasan 450 m dan jarak antar elektrodanya 10 m.
Pada lintasan 3 nilai resistivitas maksimalnya mencapai 1309 Ωm tetapi
hanya berada di beberapa tempat, sedangkan pada lintasan ini masih didominasi
oleh litologi berupa lempung yang berwarna biru tua hingga hijau muda dengan
nilai resistivitas antara 2,11-83,2 Ωm. Untuk lapisan yang berwarna kuning
sampai orange kecoklatan dengan nilai resistivitas antara 208-522 Ωm diduga
sebagai batupasir halus. Persebaran batupasir halus pada lintasan ini berada pada
jarak lateral 78-110 m, pada jarak lateral 118-140 m, pada jarak lateral 140-153
m, pada jarak lateral 158-170 m, pada jarak lateral 192-235 m, pada jarak lateral
240-270 m, pada jarak lateral 325-350 m dan pada jarak lateral 370-400 m dari
arah selatan lintasan. Persebaran batupasir halus juga berada di ujung sebelah
selatan dan sebelah barat lintasan dan juga ditemukan pada lapisan yang paling
bawah pada jarak lateral 181-223 m dari arah selatan lintasan. Sedangkan litologi
51
yang memiliki nilai resistivitas antara 522-1309 Ωm diduga sebagai batupasir
kasar yang ditunjukkan oleh warna orange hingga coklat tua. Persebaran batupasir
kasar terletak pada jarak lateral 162-174 m, pada jarak lateral 200-230 m, pada
jarak lateral 243-247 m, pada jarak lateral 329-344 m dan pada jarak lateral 386-
400 m dari arah selatan lintasan.
Pada lintasan ini pembangunan pondasi direkomendasikan pada:
1. Pada jarak lateral 30 m dengan kedalaman 13 m tetapi pada titik ini
terdapat lapisan lempung dengan kedalaman 8 m.
2. Pada jarak lateral 335 m dengan kedalaman 59 m tetapi pada titik ini
terdapat lapisan lempung dengan kedalaman 34 m.
3. Pada jarak lateral 395 m dengan kedalaman 34 m tetapi pada titik ini
terdapat lapisan lempung dengan kedalaman 11 m.
52
Gambar 4.9. Hasil Interpretasi Lintasan 3
53
4.2.4. Lintasan 4
Gambar 4.10. Hasil Penampang Lintasan 4
Lintasan 4 memiliki lintasan sepanjang 450 m yang pada pengambilan data
geolistrik menggunakan 48 buah elektroda dengan jarak antar elektroda 10 m.
Lintasan ini memiliki datum point 284 dengan nilai resistivitas maksimal pada
lintasan ini adalah 1452 Ωm dengan kedalaman yang diperoleh 78,8 m.
Pada lintasan 4 dominasi litologi diduga berupa lempung. Nilai resistivitas
maksimal pada lintasan ini mencapai 1452 Ωm. Untuk lapisan dengan nilai
resistivitas 1,73-50,1 Ωm yang ditunjukkan oleh warna hijau tua hingga orange
kecoklatan diduga lapisan tersebut mengandung lempung. Untuk lapisan yang
berwarna orange hingga merah dengan nilai resistivitas 270 Ωm yang diduga
sebagai lapisan batupasir halus berada pada jarak lateral 33-105 m, pada
bentangan 120-160 m, pada bentangan jarak lateral 160-200 m dari arah selatan
lintasan dan juga terletak di jarak lateral 215-261 m. Batupasir halus lainnya
berada pada jarak lateral 272-330 m dan pada jarak lateral 340-450 m dari arah
selatan. Terdapat juga pada lapisan yang paling bawah pada jarak lateral 68-151 m
dan pada jarak lateral 323-420 m dari arah selatan lintasan. Sedangkan lapisan
batupasir kasar dengan nilai resistivitas 1452 Ωm yang ditunjukkan dengan warna
54
merah tua hingga coklat tua terlihat di permukaan pada ujung lintasan sebelah
selatan dan barat. Batupasir lainnya berada pada jarak lateral 60-90 m, pada jarak
lateral 143-148 m, pada jarak lateral 165-175 m, pada jarak lateral 253-256 m,
pada jarak lateral 280-287 m dan pada jarak lateral 303-308 m dari arah selatan
lintasan. Terlihat juga di lapisan paling bawah pada jarak lateral 353-402 m dan
pada jarak lateral 93-135 m dari arah selatan lintasan. Pada lapisan ini
pembangunan pondasi jembatan direkomendasikan pada:
1. Pada jarak lateral 30 m dengan kedalaman 10 m dan pada titik ini tidak
ditemukan lapisan batuan lunak.
2. Pada jarak lateral 95 m dengan kedalaman 36 m tetapi pada titik ini
terdapat lapisan lempung dengan kedalaman 19 yang merupakan batuan
lunak.
3. Pada jarak lateral 360 m dengan kedalaman 40 m tetapi pada titik ini
terdapat lapisan lempung dengan kedalaman 19 m.
4. Pada jarak lateral 395 m dengan kedalaman 31 m tetapi pada titik ini
terdapat lapisan lempung dengan kedalaman 10 m yang merupakan batuan
lunak.
55
Gambar 4.11. Hasil Interpretasi Lintasan 4
56
4.2.5. Lintasan 5
Gambar 4.12. Hasil Penampang Lintasan 5
Lintasan 5 memiliki lintasan sepanjang 450 m yang pada pengambilan data
geolistrik menggunakan 48 buah elektroda dengan jarak antar elektroda 10 m.
Lintasan ini memiliki datum point 286 dengan nilai resistivitas maksimal pada
lintasan ini adalah 449 Ωm dan kedalaman yang diperoleh 78,8 m.
Hasil dari penampang lintasan 5 pada bagian permukaan litologi batuan
diduga sebagai batupasir halus dan lempung dengan nilai resistivitas maksimalnya
449 Ωm. Pada lapisan ini didominasi oleh lapisan berwarna biru hingga orange
kecoklatan yang diduga lapisan lempung dengan nilai resistivitas antara 2,27-54,2
Ωm. Sedangkan lapisan yang memiliki nilai resistivitas 156-449 Ωm yang
ditunjukkan dengan warna orange hingga coklat tua diduga sebagai batupasir
halus. Persebaran lapisan batupasir halus terletak pada jarak lateral 148-394 m.
Lapisan ini juga terlihat pada jarak lateral 27-112 m, pada jarak lateral 98-131 m
dan pada jarak lateral 394-450 dari arah selatan lintasan. Pada lintasan ini tidak
ditemukan batupasir kasar.
57
Pembangunan pondasi jembatan pada lintasan ini direkomendasikan pada:
1. Pada jarak lateral 120 m dengan kedalaman 50 m tetapi pada titik ini
terdapat lapisan batuan lunak berupa lempung dengan kedalaman 27 m.
2. Pada jarak lateral 405 m dengan kedalaman 25 m tetapi pada titik ini tidak
ditemukan lapisan batuan lunak.
3. Pada jarak lateral 435 m dengan kedalaman 17 m.
58
Gambar 4.13. Hasil Interpretasi Lintasan 5
59
4.2.6. Lintasan 6
Gambar 4.14. Hasil Penampang Lintasan 6
Pada lintasan 6, untuk pengambilan data geolistrik panjang lintasannya
adalah 430 m dengan data point 278. Sama seperti lintasan lainnya, pada lintasan
ini juga digunakan 48 elektroda dan jarak antar elektrodanya adalah 10 m. Nilai
resistivitas maksimal pada lintasan ini adalah 695 Ωm dengan kedalaman yang
diperoleh 78,8 m.
Pendugaan investigasi pada lintasan 6 adalah dominasi litologinya
mengandung lempung. Litologi batupasir kasar hanya terlihat dibeberapa tempat
pada permukaan yang nilai resistivitas maksimalnya adalah 695 Ωm. Pendugaan
litologi batupasir kasar ditunjukkan oleh warna merah tua hingga coklat tua yang
terletak pada jarak lateral 272-288 m dan pada jarak lateral 341-363 m dari arah
selatan lintasan. Lapisan yang diduga sebagai batupasir halus yang ditunjukkan
dengan warna kuning hingga merah dengan nilai resistivitas antara 183-357 Ωm
berada pada jarak lateral 25-98 m, pada jarak lateral 104-150 m dan pada jarak
lateral 165-380 m dari arah selatan. Batupasir halus juga terlihat di ujung lintasan
sebelah barat dan juga berada di lapisan paling bawah pada jarak lateral 194-212
m. Sedangkan pendugaan lapisan yang mengandung lempung ditunjukkan oleh
60
warna biru tua hingga hijau muda dengan nilai resistivitas antara 6,56-94,2 Ωm.
Pondasi jembatan pada lintasan 6 direkomendasikan pada jarak lateral 410 m
dengan kedalaman 24 m dan pada titik ini tidak ditemukan batuan lunak.
61
Gambar 4.15. Hasil Interpretasi Lintasan 6
62
4.2.1. Persebaran Jenis Batuan
Gambar 4.16. Persebaran Jenis Batuan Lintasan 1, 2 dan 3
63
Gambar 4.17. Persebaran Jenis Batuan Lintasan 4, 5 dan 6
64
Gambar 4.16 adalah hasil penampang lintasan 1, 2 dan 3 dimana
persebaran lapisan yang diduga sebagai batu lempung mendominasi pada lintasan
1, 2 dan 3. Sedangkan batupasir halus tersebar dibeberapa titik. Untuk batupasir
kasar terlihat juga di beberapa titik di permukaan dan di lapisan paling bawah.
Pada lintasan 1, 2 dan 3 pembangunan pondasi jembatan direkomendasikan pada
jarak lateral 30 m dan 395 m.
Gambar 4.17 adalah hasil penampang lintasan 4, 5 dan 6 dimana lintasan
ini juga didominasi oleh lapisan yang diduga berupa lempung. Persebaran
batupasir halus dan batupasir kasar hanya terlihat di beberapa titik. Pada lintasan 5
batupasir kasar tidak ditemukan pada lintasan ini. Pada lintasan 4, 5 dan 6
pembangunan pondasi jembatan direkomendasikan pada jarak lateral 405 m.
65
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan yang telah diperoleh dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Telah didapatkan hasil penampang geolistrik 2D.
2. Secara umum litologi lapisan bawah permukaan pada daerah penelitian
mengandung lempung, batupasir halus dan batupasir kasar dengan nilai
resistivitas yang diperoleh antara 0,011-1452 Ωm.
3. Hasil korelasi antara data geolistrik dengan data log bor adalah dengan
nilai SPT 50 sampai kedalaman 20 m diketahui batuan lunak seperti
lempung pasiran, batupasir dan gravel.
4. Hasil korelasi antara nilai resistivitas yang diperoleh dengan tabel
resistivitas, peta geologi regional dan data log bor yang ada bahwa nilai
resistivitas 1-100 Ωm menujukkan jenis batu lempung, sedangkan nilai
resistivitas 101-500 Ωm menunjukkan jenis batupasir halus dan nilai
resistivitas 500-1452 Ωm menunjukkan jenis batupasir kasar.
5. Menurut hasil interpretasi dari penampang geolistrik 2D yang didapatkan,
kondisi lapisan bawah permukaan di daerah penelitian layak untuk
dijadikan pondasi jembatan yang berada di beberapa titik.
66
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan untuk penelitian selanjutnya adalah:
1. Untuk melakukan pembangunan suatu pondasi, sebaiknya pondasi
dibangun pada lapisan yang keras. Apabila ditemukan lapisan yang
bersifat lunak maka disarankan dalam pembangunan pondasi harus
menembus lapisan yang bersifat lunak tersebut sampai ditemukan lapisan
keras lagi.
2. Pada lintasan 1, 2 dan 3 pembangunan pondasi jembatan
direkomendasikan pada jarak lateral 30 m dan 395 m.
3. Pada lintasan 4, 5 dan 6 pembangunan pondasi jembatan
direkomendasikan pada jarak lateral 405 m.
67
DAFTAR PUSTAKA
[1] “An-Nahl - النحل | Qur’an Kemenag,” LPMQ, 2019. [Online]. Available:
https://quran.kemenag.go.id/index.php/sura/16. [Accessed: 26-Jul-2019].
[2] “Surat An-Nahl Ayat 15 Arab, Latin, Terjemahan Arti Bahasa Indonesia,”
Al-Qur’an Online, 2019. [Online]. Available: https://tafsirweb.com/4363-
surat-an-nahl-ayat-15.html. [Accessed: 26-Jul-2019].
[3] Potensi SDM Kab Sigi, StudyLib, 2019. [Online]. Available:
https://studylibid.com/doc/65941/potensi-sdm-kab-sigi. [Accessed: 26-Jul-
2019].
[4] D. T. Widyantini, M. Ed., Penyusunan Sistranas Pada Tatralok di Propinsi
Sulawesi Tengah, 2004.
[5] P. Kearey and M. B. and I. Hill., An Introduction to Geophysical
Exploration, 3e, Third Edit. 2009.
[6] H. S. Naryanto., Analisis Patahan Bawah Permukaan Dari Pengukuran
Geolistrik Untuk Antisipasi Bencana Gempa Di Kabupaten Grobogan, J.
Alami, vol. 2, no. 2, pp. 73–81, 2018.
[7] S. Shobibah., Dengan Menggunakan Geolistrik Konfigurasi Wenner-
Schlumberger Dan Data Spt (Standart Penetration Test) (Studi Kasus:
Jalan Tol Manado-Bitung), Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim Malang, 2018.
[8] R. Gustiansyah., Laporan Praktikum Geolistrik Dengan Konfigurasi
Wenner Beta Dipole-Dipole Di Lapangan Sepak Bola Utara Gedung Fisip
UB, Malang, 2013.
[9] M. Malik, I. Nur, A. Ilyas., P. Studi, T. Pertambangan, and U. Hasanuddin,
Interpretasi Sebaran Mineralisasi Logam Emas Berdasarkan Nilai
Resistivity Menggunakan Metode Geolistrik Konfigurasi Wenner, vol. 10,
no. 02, pp. 68–73, 2014.
[10] G. Software., Rapid 2-D Resistivity & Ip Inversion Using The Least-
Squares Method, Man. Res2dinv ver. 3.54, vol. 3, p. 71, 2004.
[11] N. Hurun., Analisis Data Geolistrik Resistivitas Untuk Pemodelan Struktur
Geologi Bawah Permukaan Gunung Lumpur Bangkalan, Universitas Islam
Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, 2016.
[12] Telford W.M.; Geldart L.P.; Sheriff R.E., Applied Geophysics, Second Edi.
Cambrige University Press, 1990.
[13] N. Djauhari., Pengantar Geologi, Edisi Pert., 2009.
68
[14] N. Djauhari., Pengantar Geologi. 2012.
[15] S. Kasus, G. Olah, and M. A. Syam., Investigasi Lapisan Batuan Dasar
Dengan Menggunakan Metoda Geolistrik, no. September, pp. 20–23, 2014.
[16] Z. Faizal., Analisis Struktur Pondasi Dan Abutment Jembatan Pada Proyek
Jalan Tol Cimanggis - Cibitung, Institut Pertanian Bogor, 2014.
[17] F. Septianingtias., Studi Settlement Pada Konstruksi Pondasi Tiang
Jembatan Berdasarkan Standar Pembebanan Untuk Jembatan, Universitas
Lampung, 2018.
[18] Ilmu Teknil Sipil Indonesia., Pengertian Dan Jenis Struktur Jembatan | Ilmu
Teknik Sipil Indonesia, Powered Blogger, 2018. [Online]. Available:
http://www.ilmutekniksipilindonesia.com/2014/03/pengertian-dan-jenis-
struktur-jembatan.html. [Accessed: 26-Jul-2019].
[19] I. Lutfinur., Identifikasi Sesar Bawah Permukaan Menggunakan Metode
Geolistrik Konfigurasi Schlumberger (Studi Kasus Sungai Opak
Yogyakarta), Universitas Negeri Semarang, 2015.
Top Related