HUNTINGTON DISEASE Clement Drew (406107045)
REFERAT
HUNTINGTON DISEASEDISUSUN GUNA MEMENUHI TUGAS DAN MELENGKAPI SYARAT DALAM MENEMPUH
PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER
ILMU PENYAKIT SARAF RSUD KOTA SEMARANG
DISUSUN OLEH :CLEMENT DREW
406107045
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SEMARANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
PERIODE 8 AGUSTUS 2011 – 17 SEPTEMBER 2011
SEMARANG
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 8 Agustus 2011 – 17 September 2011
i
HUNTINGTON DISEASE Clement Drew (406107045)
HALAMAN PENGESAHAN
Nama : Clement Drew
NIM : 406107045
Universitas : Tarumanagara
Fakultas : Kedokteran Umum
Tingkat : Program Studi Profesi Dokter
Diajukan : 9 April 2011
Bagian : Ilmu Penyakit Saraf
Judul : Huntington Disease
Bagian Ilmu Penyakit Saraf
RSUD Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Mengetahui
Ketua SMF Ilmu Penyakit Saraf Pembimbing
RSUD Kota Semarang
dr. Dyah Nuraini, Sp.S dr. Mintarti, Sp.S
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 8 Agustus 2011 – 17 September 2011
ii
HUNTINGTON DISEASE Clement Drew (406107045)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas seluruh bimbingan dan kasih
karunia-Nya, sehingga penulis sanggup menulis referatnya dengan judul “HUNTINGTON
DISEASE“, sehingga referat ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu.
Referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas akhir Kepaniteraan Ilmu Penyakit
Mata Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara di Rumah Sakit Umum Daerah Kota
Semarang periode 8 Agustus 2011 – 17 September 2011. Selain itu, besar harapan dari
penulis bilamana referat ini dapat membantu proses pembelajaran dari pembaca sekalian.
Dalam penulisan referat ini, penulis telah mendapat bantuan, bimbingan, dan
kerjasama dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
terima kasih kepada :
1. dr. dr. Jhoni Abimanyu, MM. selaku Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Kota
Semarang
2. dr. Djoko Trihadi, Sp.PD FCCP, selaku Ketua Diklat Rumah Sakit Umum Daerah Kota
Semarang
3. dr. Dyah Nuraini, Sp.S , selaku Ketua SMF Ilmu Penyakit Saraf Rumah Sakit Umum
Daerah Kota Semarang dan selaku Pembimbing Kepaniteraan Klinik di Rumah Sakit
Umum Daerah Kota Semarang.
4. dr. Mintarti, Sp.S, selaku Pembimbing Kepaniteraan Klinik di R Rumah Sakit Umum
Daerah Kota Semarang.
5. Ibu Farida Faisal dan Bapak Puriyoso Siswartono selaku staf Poliklinik Saraf di Rumah
Sakit Umum Daerah Kota Semarang
6. Rekan-rekan Anggota Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Saraf Rumah Sakit
Umum Daerah Kota Semarang periode 8 Agustus 2011 – 17 September 2011.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 8 Agustus 2011 – 17 September 2011
iii
HUNTINGTON DISEASE Clement Drew (406107045)
Penulis menyadari bahwa referat ini tidak luput dari kekurangan karena
kemampuan dan pengalaman penulis yang terbatas. Oleh karena itu, penulis
mengharapakan kritik dan saran yang bermanfaat untuk mencapai referat yang sempurna.
Akhir kata, semoga referat ini bermanfaat bagi para pembaca.
Semarang, September 2011
Penulis
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 8 Agustus 2011 – 17 September 2011
iv
HUNTINGTON DISEASE Clement Drew (406107045)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................... ii
KATA PENGANTAR............................................................................................. iii
DAFTAR ISI.......................................................................................................... v
BAB I. PENDAHULUAN...................................................................................1
BAB II. EPIDEMIOLOGI....................................................................................3
BAB III. ETIOLOGI.............................................................................................4
BAB IV. PATOFISIOLOGI....................................................................................5
BAB V. MANIFESTASI DAN GEJALA KLINIS.......................................................7
BAB VI. DIAGNOSIS...........................................................................................9
BAB VII. DIAGNOSIS BANDING.........................................................................10
BAB VIII. PENATALAKSANAAN..........................................................................11
BAB IX. PROGNOSIS........................................................................................12
BAB X. RINGKASAN........................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................14
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 8 Agustus 2011 – 17 September 2011
v
Huntington Disease Clement Drew (406107045)
BAB I
PENDAHULUAN
Pada dasarnya, karakteristik seseorang ditentukan oleh gen yang dibawa dari orang
tua orang tersebut. Baik wajah, tinggi badan, dan fungsi tubuh ditentukan dari gen yang
dibawa seseorang. Namun tidak selalu gen yang dibawa seseorang itu merupakan gen yang
baik, sering kali ditemukan gen-gen yang sudah mengalami mutasi sehingga menyebabkan
terjadinya gangguan fungsi tubuh atau pembentukan organ. Penyakit ini tidak dapat
disembuhkan karena sifatnya genetik dan bawaan. Selain itu, karena seringkali sifat dari gen
yang buruk hanya muncul ketika gen tersebut bersifat dominan pada seseorang, dan bila
resesif, maka sering tidak terdeteksi tanpa pemeriksaan DNA secara menyeluruh.1)
Sindroma Huntington merupakan salah satu penyakit yang bersifat genetik
autosomal, karena penelitian sudah menemukan gen yang mengalami mutasi sehingga
terjadi sindroma ini. Sindroma Huntington terdiri dari dominant inheritance,
choreoathetosis, dan dementia. Secara umum gejala yang dialami pasien pengidap
Huntington Disease ini sudah terjabarkan dalam sindromnya, dan prognosis untuk pasien
yang terdiagnosa mengalami Huntington disease adalah buruk, dimana ia akan kehilangan
kemampuan untuk mengkoordinasi gerakan-gerakannya, kehilangan karakternya, dan yang
berakhir pada kematian.1,2)
Huntington disease pertama kali ditegakkan oleh dr. George Huntington pada
tahun 1872, dikemukakan dari hasil penelitiannya jikalau penyakit ini didapatkan secara
keturunan yang diperkirakan berasal dari negara eropa dan kemudian karena ekspansi,
maka terjadi pernikahan dengan pembawa gen tersebut dengan orang-orang lokal sehingga
menyebar. Umumnya penyakit ini bermanifestasi pada dekade ke 4 atau ke 5, namun telah
ditemukan juga jikalau penyakit ini dapat bermanifestasi pada usia muda dan memiliki
progresivitas yang lebih cepat dan lebih buruk dibandingkan dengan seseorang yang baru
bermanifestasi pada umur yang lebih tua.1)
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 8 Agustus 2011 – 17 September 2011
1
Huntington Disease Clement Drew (406107045)
Selain itu George Huntington juga mengemukakan bila ayah pasien yang
menurunkan gen ini, umumnya pasien akan memanifestasikan gejalanya di usia muda,
sedangkan bila ibu yang menurunkan gennya, umumnya akan bermanifestasi pada usia tua.
Namun hal tersebut belum dapat dijelaskan secara teoritis.1)
Gen yang mengalami mutasi sehingga menyebabkan Huntington Disease ini
terletak pada lengan pendek kromosom 4. Dikemukakan oleh Davenport, bahwa mutasi
yang terjadi berupa pengulangan yang sangat panjang dan berlebihan dari trinukleotid CAG,
yang dapat menentukan perkiraan munculnya manifestasi.1,3)
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 8 Agustus 2011 – 17 September 2011
2
Huntington Disease Clement Drew (406107045)
BAB II
EPIDEMIOLOGI
Distribusi global Penyakit Huntington cukup menarik. Umumnya penyakit
tersebutdiasosiasikan dengan populasi Eropa Barat, namun kasusnya juga ada di wilayah lain
sepertiTasmania dan Papua Nugini. Pada kasus Tasmania, seorang Janda, yang pada 1848meninggalkan
desanya di Somerset, Inggris dan pindah ke Australia bersama 13 anaknya. Pada1964,
sebagian besar di antara 120 orang penderita Huntington di Tasmania merupakanketurunan
keluarga tersebut.3)
Pada kasus Papua Nugini, kemungkinan Penyakit Huntington dibawa oleh para
pemburuikan paus dari New England pada awal abad ke-20. Buku harian mereka
menceritakan bahwakapal mereka dikunjungi oleh warga pribumi yang telanjang dan
ramah dan selanjutnyabeberapa anak hasil perkawinan warga pribumi dengan para
pelaut mewarisi gen salinanPenyakit Huntington. Data epidemiologis menunjukkan bahwa
Penyakit Huntington umumyamenyebar melalui migrasi manusia dari Eropa Barat.Kasus
penyebaran Penyakit Huntington tertinggi di dunia terletak di desa-desa terpencilsepanjang
pantai Danau Maracaibo, Venezuela. Penyakit tersebut datang (kemungkinan dariseorang
pelaut Inggris) pada awal abad ke-19 dan selanjutnya mengalami peningkatanfrekuensi
hingga lebih dari 70 kali lipat frekuensi biasanya di Eropa Barat.1,3)
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 8 Agustus 2011 – 17 September 2011
3
Huntington Disease Clement Drew (406107045)
BAB III
ETIOLOGI
Huntington merupakan suatu penyakit yang bersifat genetik autosomal, sehingga
penyebab satu-satunya dari Huntington disease ini adalah terjadinya pewarisan gen dari
seorang pengidap ke anaknya, pada kasus yang sangat jarang, diperkirakan jikalau
Huntington Disease dapat terjadi tanpa faktor keturunan ketika terjadi mutasi spesifik pada
kromosom ke 4 yang menyebabkan terjadinya replikasi yang berlebihan pada trinukleotid
CAG.1,2,3)
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 8 Agustus 2011 – 17 September 2011
4
Huntington Disease Clement Drew (406107045)
BAB IV
PATOFISIOLOGI
Atrofi bilateral pada daerah kepala nukleus kaudatus dan putamen merupakan
karakteristik abnormalitas dari Huntington disease, dan umumnya juga ditemukan atrofi
girus pada daerah lobus frontal dan temporal. Atrofi dari nuklelus kaudatus menyebabkan
terjadinya perubahan penampakan dari frontal horns yang terbentuk pada gambar CT scan
kepala karena adanya ventrikel lateral dextra dan sinisitra, karena kepala dari nukleus
kaudatus akan memberi gambaran menonjol pada ventrikel. Selain itu ventrikel otak akan
nampak membesar yang berjalan seiringan dengan progresivitas penyakit ini.1)
Secara mikroskopik, degenerasi yang terjadi dibagi menjadi 3 stadium, early,
moderately advanced, dan far advanced. Pada stadium awal, meskipun sudah terdiagnosa
oleh pemeriksaan genetik, tidak terdapat lesi striatal, sehingga dari hal ini dapat disimpulkan
bila manifestasi yang muncul terjadi karena adanya kelainan biokimiawi atau perubahan
infrastruktural. Penemuan ini didukung dengan pemeriksaan PET scan pada penderita
Huntington disease dimana ditemukan karakteristik penurunan metabolisme glukosa di
nukleus kaudatus yang mendahului hilangnya jaringan pada tahap lanjut. Degenerasi striatal
yang terjadi dimulai pada bagian medial nukleus kaudatus dan menyebar ke daerah lateral.
Sel-sel neuron yang ada pada otak berukuran berbeda-beda dan umumnya degenerasi yang
terjadi menyerang neuron-neuron yang berukuran kecil. Dimulai dari hilangnya dendrit dari
neuron yang berukuran kecil, neuron yang berukuran besar umumnya tidak terkena. Sel-sel
yang mengalami degenerasi akhirnya digantikan oleh astrosit yang bersifat fibrous. Daerah
anterior dari kaudatus dan putamen umumnya yang terkena secara lebih ekstensif
dibandingkan daerah posteriornya. Beberapa peneliti menemukan berbagai perubahan
pada globus pallidus, nukleus subthalamikus, nukleus merah, cerebellum, dan pars
retikulata dari substansia nigra. Pada daerah korteks serebrum, didapatkan neuronal loss
yang digantikan oleh jaringan glia.1,3)
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 8 Agustus 2011 – 17 September 2011
5
Huntington Disease Clement Drew (406107045)
Mekanisme dari Huntington disease merupakan suatu patogenesis yang jelas namun
masih sulit dimengerti. Ekspansi dari regio poliglutamine dari Huntingtin ( protein produk
gen Huntington ) menyebabkan terjadinya agregasi protein tersebut pada nukleus neuron
otak. Lebih dari itu, protein tersebut memiliki kecenderungan untuk beragregasi pada
neuron daerah striatal dan korteks otak. Hasil penelitian dari Wetz menyimpulkan jikalau
protein ini bersifat toksik terhadap neuron secara langsung atau dalam bentuk yang tak
teragregasi. Namun letak permasalahannya ada pada dominasi agregasi protein Huntingtin
yang terutama pada daerah korteks, sedangkan neuron loss terdapat pada daerah striatal.
Sebuah teori menyatakan jikalau Huntingtin akan menyebabkan neuron tertentu lebih
sensitif pada glutamat-mediated eksitotoksisitas. Selain itu, sekarang dikemukakan 2
mekanisme yang berdasarkan pada interupsi transkripsi protein karena ikatan protein
huntingtin pada protein untuk transkripsi, atau terjadi disfungsi mitokondrial terjadi secara
langsung atau melalui mekanisme transkripsi yang sama. Karena ekspansi poliglutamine
ditemui pada berbagai kelainan neurodegeneratif.1)
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 8 Agustus 2011 – 17 September 2011
6
Huntington Disease Clement Drew (406107045)
BAB V
MANIFESTASI DAN GEJALA KLINIS
Gangguan mental dapat muncul sebagai gejala awal sebelum terjadi kemunduran
fungsi kognitif menjadi nyata. Hampir separuh dari pasien yang memiliki Huntington,
mengalami perubahan kepribadian yang mengganggu orang-orang disekitarnya. Pasien
umumnya mempersalahkan keadaan dirinya kepada orang-orang lain, menjadi pencuriga,
mudah tersinggung, impulsif, tidak rapih, atau mendadak menjadi fanatik mengenai suatu
keyakinan. Pasien sering marah dan umumnya mencari suatu pelarian seperti alkoholisme
atau narkoba. Depresi ditemukan pada lebih dari separuh pasien dengan Huntington.
Setelah itu, tingkat kecerdasan pasien akan menurun secara menyeluruh. Pasien akan
menarik diri dari kehidupan sosial dan dapat mengalami psikosis.1,2,3)
Penurunan kemampuan produktivitas kerja, ketidakmampuan dalam menangani
masalah, dan gangguan tidur memerlukan konsultasi medis. Pasien akan mengalami
kesulitan berkonsentrasi dalam mempelajari suatu hal yang baru. Seiring berjalannya waktu,
kemampuan motorik pasien akan berkurang dan menghilang. Pasien juga akan mengalami
penurunan dalam kemampuannya berbahasa. Namun umumnya ingatan pasien tetap
terjaga. Hal tersebut dikategorikan sebagai “ Subcortical Dementia ”.1,2,3)
Kelainan fungsi motorik akan muncul pertama pada tangan dan wajah pasien.
Umumnya pasien hanya akan dianggap resah oleh orang-orang disekitarnya. Pergerakan
tangan akan menjadi melambat dan pasien akan kesulitan dalam melakukan hal yang
didominasi tangan seperti menulis. Hal ini akan terus berkembang sehingga menjadi suatu
chorea. Frekuensi berkedip akan meningkat, dan umumnya lidah pasien akan dijulurkan,
selain itu umumnya bila pasien ingin melakukan sesuatu, pergerakannya akan terganggu
karena kecenderungan gerakan chorea yang tidak terkontrol. Tonus otot pasien akan
menurun, terdapat rigiditas, bradikinesia, dan tremor seperti pada parkinsonisme. Pada
sepertiga pasien mengalami hiperrefleks namun hanya beberapa yang menunjukan reflek
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 8 Agustus 2011 – 17 September 2011
7
Huntington Disease Clement Drew (406107045)
babinski positif. Pergerakan pasien menjadi lambat tanpa adanya penurunan kekuatan atau
ataxia. Pasien akan mengalami kesulitan berbicara karena inkoordinasi otot-otot lidah dan
diafragma.1)
Selain itu, pasien akan mengalami kesulitan dalam menggerakan bola matanya baik
dalam gerakan mengejar ataupun melirik, sehingga umumnya pasien harus menoleh untuk
dapat melihat ke samping. Pasien akan mengalami kesulitan dalam berkonsentrasi pada
satu titik, karena pasien tidak dapat melawan “ keinginannya “ untuk menatap benda lain.1)
Gejala chorea dan dementia dapat terjadi tidak berurutan, namun pada umumnya
bila gejala chorea dan dementia sudah muncul, rata-rata dalam 10 – 15 tahun pasien akan
memasuki fase vegetatif dan kemudian meninggal karena infeksi atau keadaan medis
lainnya.1,2,3)
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 8 Agustus 2011 – 17 September 2011
8
Huntington Disease Clement Drew (406107045)
BAB VI
DIAGNOSIS
Bila pasien sudah menunjukan manifestasinya secara nyata, pemeriksaan lanjutan
tidaklah diperlukan. Kesulitan dalam penegakan diagnosis terutama terletak pada kurangnya
riwayat keluarga, namun menunjukan chorea yang progresif, gangguan emosi, dan
mengalami dementia. Namun hal tersebut dapat diatasi dengan pemeriksaan genetik.
Adanya pengulangan CAG lebih dari 39 kali pada lokus huntington merupakan diagnosis
definitif dari penyakit huntington ini.1)
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 8 Agustus 2011 – 17 September 2011
9
Huntington Disease Clement Drew (406107045)
BAB VII
DIAGNOSIS BANDING
Bila Chorea muncul pada usia tua, kemungkinan penyebabnya bisa bermacam –
macam, contohnya senile chorea yang dapat disebabkan oleh infeksi, hiperglikemia, stroke,
dan tirotoksikosis. Namun umumnya senile chorea menghilang dalam beberapa minggu.
Untuk memastikan diagnosa pada chorea yang muncul di usia tua, dapat dilakukan
anamnesis lengkap dan penyesuaian gejala dengan Huntington Disease, atau dengan
pemeriksaan gen Huntington.1,3)
Bila Chorea muncul pada usia muda, umumnya dibandingkan dengan syndenham
chorea, atau lupus dengan antiphospholipid antibodies, atau penggunaan kokain, namun
ketiganya tidak memiliki hubungan familial yang nyata dan tidak terjadi penurunan tingkat
kecerdasan. “ Benign Inherited Chorea “ yang dapat diturunkan secara autosomal
merupakan salah satu diagnosis bandingnya, namun umumnya Benign Inherited Chorea
bermanifestasi pada usia sebelum 5 tahun, progresivitasnya lambat, dan tidak ada gangguan
mental. Terdapat beberapa penyakit neurodegeneratif yang dapat dibandingkan dengan
Huntington, contohnya seperti polymyoclonus, acanthocytosis dengan chorea progresif,
atau dentatorubropallidoluysian degeneration yang hanya bisa disingkirkan dengan
pemeriksaan genetik.1,3)
Selain itu huntington disease juga dapat dibandingkan dengan wilson disease dan
tardive diskinesia. Wilson disease dapat disingkirkan dengan pemeriksaan kadar serum
tembaga dalam darah dan ceruloplasmin, sedangkan untuk tardive diskinesia dapat
disingkirkan dengan anamnesa lengkap pasien terutama mengenai pengobatan terakhir
pasien.1,3)
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 8 Agustus 2011 – 17 September 2011
10
Huntington Disease Clement Drew (406107045)
BAB VIII
PENATALAKSANAAN
Pada dasarnya Huntington tidak memeiliki terapi definitif karena bersifat genetik,
terapi yang ada hanya bersifat simptomatik dan suportif. Terapi simptomatik untuk
mengatasi gangguan emosi dan chorea dapat diberikan Haloperidol ( 2 – 10 mg ) namun
pemberiannya harus dipantau dengan ketat karena dapat menimbulkan ketergantungan
dan diberikan dalam dosis yang minimal. Levodopa dan dopamin agonis yang lain hanya
memperburuk manifestasi chorea. Obat-obatan yang memblok reseptor dopamine dapat
mengurangi gejala chorea ( reserpine, clozapine, terutama tetrabenazine ) namun efek
sampingnya ( mengantuk dan tardive diskinesia ) melebihi manfaatnya. Pada tahap awal,
pemberian terapi seperti terapi parkinsonisme dapat membantu untuk kekakuannya.
Transplantasi jaringan ganglionik fetus ke striatum pasien memberikan hasil yang tidak
tetap. Umumnya pasien huntington diberikan antidepresant karena selain merupakan salah
satu manifestasinya, pasien akan merasa tertekan dengan kenyataan penyakit ini.1,3)
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 8 Agustus 2011 – 17 September 2011
11
Huntington Disease Clement Drew (406107045)
BAB IX
PROGNOSIS
Umumnya pasien akan secara progresif mengalami kehilangan fungsi motorik dan
mengalami dementia, sehingga pasien tidak dapat melakukan ADL. Rata-rata, pasien
Huntington akan mengalami kematian 15 – 20 tahun setelah gejalanya muncul.1,3)
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 8 Agustus 2011 – 17 September 2011
12
Huntington Disease Clement Drew (406107045)
BAB XI
KESIMPULAN
Huntington disease merupakan suatu penyakit genetik yang tidak dapat
disembuhkan. Letak gen huntington ada pada kromosom ke 4. Karakterisitik dari penyakit
ini berupa dominasi genetik, chorea, dan dementia. Pasien secara perlahan akan kehilangan
kemampuan motoriknya dan mengalami gangguan mental. Diagnosa pasti ditegakkan
dengan pemeriksaan gen darah. Terapi yang diberikan hanyalah bersifat simptomatik,
suportif, dan berupa konseling. Prognosis untuk pasien yang terdiagnosa dengan Huntington
disease adalah buruk.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 8 Agustus 2011 – 17 September 2011
13
Huntington Disease Clement Drew (406107045)
DAFTAR PUSTAKA
1. Ropper A. H., Samuels M. A.. Adams and Victor’s : Principles of Neurology. Edisi ke 9.
Degenerative Diseases of the Nervous Systems. Hal. 1027 – 1031. McGraw Hill.
Singapore.2009.
2. Misulis K. E., Head T. C.. Netter’s : CONCISE NEUROLOGY. Disorders – Movement. Hal.
162 – 163. Saunders Elsevier. Philadelphia. 2007
3. Simon R. P., Greenberg D. A., Aminoff M. J.. CLINICAL NEUROLOGY. Edisi ke 7.
Movement Disorders. Hal. 255 – 257. . McGraw Hill. Singapore.2009.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit SarafFakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRumah Sakit Umum Daerah Kota SemarangPeriode 8 Agustus 2011 – 17 September 2011
14
Top Related