HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PENERAPAN MANAJEMEN NYERI PADA PASIEN KANKER OLEH PERAWAT DI RUMAH SAKIT KANKER DHARMAIS
Desti Ermawati Putri1, Lestari Sukmarini2
1. Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia 2. Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia
E-mail: [email protected]
Abstrak
Nyeri kanker merupakan gejala utama yang paling sering dikeluhkan oleh pasien kanker yang sedang menjalani hospitalisasi, sehingga memerlukan manajemen nyeri yang dilakukan secara tepat oleh tenaga kesehatan terutama perawat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dan sikap dengan penerapan manajemen nyeri pada pasien kanker oleh perawat di Rumah Sakit Kanker Dharmais. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan melibatkan 76 perawat yang ditentukan dengan menggunakan teknik total sampling. Hasil penelitian menunjukkan 48.68% perawat sudah memiliki tingkat pengetahuan dan sikap yang baik serta 60.5% perawat sudah menerapkan dengan baik manajemen nyeri pada pasien kanker di rumah sakit tersebut. Namun, dari hasil uji Chi Square didapatkan tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap perawat dengan penerapan manajemen nyeri pada pasien kanker (p= 0.85, α= 0.05). Penelitian ini memberikan implikasi sebagai data awal untuk penelitian selanjutnya, terkait faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan dan sikap perawat terkait manajemen nyeri kanker. Kata kunci: Manajemen nyeri kanker, penerapan, pengetahuan, perawat, Rumah Sakit Kanker Dharmais, sikap
The Relationship between Knowledge and Attitudes with the Implementation of Cancer Pain Management among Nurses in Dharmais Cancer Hospital
Abstract
Cancer pain is the most articulated grievances by undergoing hospitalization cancer patients, so they require pain management by health workers properly, especially nurses. This research aims to identify the relationship between knowledge and attitudes with the implementation of cancer pain management among nurses in Dharmais Cancer Hospital. This research used cross sectional design by involving 76 nurses who had been chosen by total technical sampling. The result showed that 48.68% of nurse had good level of knowledge and attitude, and 60.5% of nurses implemented cancer pain management well. However, the Chi Square test result revealed that there was no relation between level of knowledge and attitude with the implementation of cancer pain management (p= 0.85, a= 0.05). This research showed implication as starting data for the next research, especially which related to the influencing factors of knowledge and attitude of nurse towards cancer pain management. Keywords: Cancer pain management, implementation, knowledge, nurse, Dharmais Cancer Hospital, attitude
Hubungan tingkat..., Desti Ermawati Putri, FIK UI, 2013.
Pendahuluan Nyeri kanker merupakan gejala utama yang paling sering dikeluhkan oleh pasien kanker yang
sedang menjalani hospitalisasi dan persentasenya dilaporkan mencapai 90% (Bishop, 2005).
Pasien kanker yang mengalami gejala nyeri sering dihadapkan pada permasalahan tidak tepatnya
manajemen nyeri yang diberikan oleh tenaga kesehatan. Penanganan nyeri yang dilakukan secara
tidak tepat dapat menyebabkan pasien merasakan nyeri yang berlangsung secara terus menerus.
Hal tersebut dapat berdampak pada penurunan kualitas hidup pasien (Zimmerman et al., 1996;
Miaskowski dan Lee, 1999 dalam Panteli & Patistea, 2007). Selain berdampak pada penurunan
kualitas hidup pasien, nyeri yang berlangsung secara terus menerus juga dapat menyebabkan
komplikasi yang dapat memperburuk kondisi penyakit bahkan kematian dan menambah biaya
perawatan (Furrow, 2002 dalam Bishop, 2005).
Manajemen nyeri kanker didefinisikan sebagai tindakan pengelolaan yang dilakukan secara
menyeluruh untuk mengatasi nyeri kanker, bersifat kompleks, membutuhkan pengkajian secara
terus menerus serta kewaspadaan dari tenaga kesehatan (Meguire & Sheidler, 1997 dalam
Bishop, 2005). Kurangnya pengetahuan dan sikap yang tidak tepat terhadap manajemen nyeri
kanker telah diakui sebagai hambatan utama dalam penerapan manajemen nyeri oleh petugas
kesehatan di USA (U.S. Department of Health and Human Service, 1994 dalam Lai et al., 2003).
Penelitian terhadap pengetahuan dan sikap perawat onkologi terhadap manajemen nyeri kanker
telah dilakukan di beberapa negara. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Bernardi et
al. (2007) menunjukkan bahwa masih tidak adekuatnya pengetahuan perawat onkologi di Italia
mengenai manajemen nyeri kanker. Penelitian dengan topik yang sama juga dilakukan oleh
Yildirim, Cicek, dan Uyar (2008) yang menunjukkan hasil bahwa perawat yang bekerja di unit
onkologi dan hematologi di Turki masih belum memiliki sikap dan pengetahuan yang adekuat
terhadap manajemen nyeri kanker.
Perawat sebagai bagian dalam tim pelayanan kesehatan memiliki peranan penting dalam
memberikan perawatan secara holistik termasuk dalam penerapan manajemen nyeri. Perawat
mempunyai waktu lebih banyak dalam merawat pasien dengan keluhan nyeri kanker
dibandingkan tenaga kesehatan lainnya. Perawat juga melakukan berbagai intervensi terkait
pengkajian nyeri dan upaya penghilangan nyeri pasien (Ger et al., 2004). Selain itu, menurut
Hubungan tingkat..., Desti Ermawati Putri, FIK UI, 2013.
Yates et al. (2002) sebanyak 34,5% pasien kanker lebih memilih untuk melaporkan rasa nyerinya
kepada perawat dibanding ke tenaga kesehatan lainnya. Dengan demikian, perawat lebih
memiliki kesempatan untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas penerapan manajemen
nyeri kanker.
Efektivitas manajemen nyeri merupakan salah satu indikator dalam mengukur keberhasilan
proses perawatan di sebuah rumah sakit. Peningkatan efektivitas manajemen nyeri khususnya
nyeri kanker merupakan hal yang sangat krusial dilakukan oleh perawat sebagai bagian dalam
upaya peningkatan mutu asuhan keperawatan yang diberikan. Adapun faktor yang mempengaruhi
efektivitas manajemen nyeri pada pasien kanker adalah tingkat pengetahuan dan sikap perawat
terhadap manajemen nyeri kanker yang disertai dengan penerapannya.
Manajemen nyeri yang dilakukan secara tepat dapat meningkatkan standar kualitas rumah sakit
serta pasien dapat memperoleh pelayanan yang maksimal untuk mengatasi rasa nyerinya. Untuk
itu, evaluasi terhadap tingkat pengetahuan, sikap, dan penerapan manajemen nyeri pada pasien
kanker oleh perawat dapat menjadi acuan bagi institusi rumah sakit untuk terus meningkatkan
kualitas pelayanan keperawatannya. Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dan sikap dengan penerapan manajemen nyeri pada
pasien kanker oleh perawat khususnya yang bekerja di Rumah Sakit Kanker Dharmais.
Tinjauan Teoritis Menurut International Association for the Study of Pain (IASP) tahun 1994, nyeri dapat
digambarkan sebagai suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang
berkaitan dengan kerusakan jaringan baik bersifat aktual maupun potensial atau dijelaskan
berdasarkan kerusakan tersebut (Price & Wilson, 2006). Nyeri kanker memiliki beberapa
karakteristik yang membedakannya dengan nyeri kronis nonkanker, antara lain intensitas bersifat
tidak tetap, durasinya dapat bertahan lama hingga lebih dari tiga bulan, lokasi dan kualitasnya
sering berubah-ubah sejalan dengan proses penyakit dan pengobatannya (Strong & Bennett,
2002). Pasien kanker akan mengalami nyeri nosiseptif (nyeri akut) atau nyeri neuropatik (nyeri
kronis) maupun keduanya. Kedua jenis nyeri ini diaktivasi oleh mekanisme yang berbeda
sehingga dapat terjadi secara bersamaan walaupun pada lokasi yang berbeda.
Hubungan tingkat..., Desti Ermawati Putri, FIK UI, 2013.
Tujuan dari manajemen nyeri kanker lebih difokuskan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien
yaitu dengan menurunkan intensitas nyeri dan gejala lainnya secara tepat (Gallagher, 2002). Hal
ini dapat dicapai melalui pengkajian nyeri, pemberian intervensi farmakologi dan intervensi
nonfarmakologi yang dilakukan oleh perawat. Salah satu prinsip paling dasar dalam melakukan
pengkajian nyeri adalah perawat perlu menyadari bahwa nyeri bersifat subjektif, sehingga hanya
pasien yang dapat merasakan nyeri tersebut. Oleh sebab itu, laporan nyeri pasien (self report of
pain) merupakan indikator tunggal yang paling reliabel dalam mengkaji intensitas nyeri pasien
(Otto, 2001). Secara garis besar pengkajian perawat terhadap nyeri dikategorikan menjadi dua
yaitu pengkajian secara kualitatif dan pengkajian secara kuantitatif. Pengkajian secara kualitatif
yaitu dengan melakukan observasi perilaku, penampilan, serta deskripsi pasien terhadap sensasi
dan pengaruh nyeri secara individu. Sedangkan pengkajian secara kuantitatif meliputi deskripsi
pasien akan intensitas nyeri dan permintaan analgesik tambahan. Dalton dan McNaull
merekomendasikan penggunaan skala universal (misalnya 0-10) agar pasien tidak kebingungan
ketika ditanya mengenai intensitas nyeri oleh perawat yang berbeda (Otto, 2001).
Terkait dengan intervensi farmakologi, WHO telah mengembangkan pendekatan tiga langkah
“analgesic ladder” dalam pemilihan obat untuk mengobati nyeri kanker. Selain itu, WHO juga
telah merumuskan beberapa prinsip dalam penanggulangan nyeri kanker, yaitu obat-obat oral
harus diberikan secara oral sebisa mungkin, analgesik diberikan secara teratur, efek samping
harus diantisipasi dan diterapi secara agresif, serta pengobatan dengan plasebo bukanlah terapi
yang dianjurkan (Lukman & Harjanto, 2007). Adapun terkait intervensi nonfarmakologi,
intervensi ini hampir selalu efektif untuk dilakukan ketika level nyeri masih rendah, namun dapat
juga dijadikan sebagai penunjang proses medikasi ketika nyeri memasuki level sedang. Tindakan
ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu noninvasive mechanical intervention atau metode fisik,
teknik invasif, dan behavioral intervention atau metode kognitif. Metode fisik terdiri dari
berbagai metode, diantaranya terapi dingin atau panas, Transcutaneus Electrical Nerve
Stimulation (TENS), dan massage. Teknik invasif terdiri dari akupuntur/akupresure dan nerve
blocks. Sedangkan metode kognitif terdiri dari relaksasi, distraksi, imagery, musik, humor, doa,
terapi bermain, hipnosis, dan biofeedback.
Hubungan tingkat..., Desti Ermawati Putri, FIK UI, 2013.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif korelatif dengan desain cross sectional.
Sampel penelitian ditentukan dengan menggunakan teknik total sampling, dengan jumlah sampel
76 perawat klinik kanker yang bekerja di ruang rawat inap, ruang rawat intensif, serta poliklinik
paliatif Rumah Sakit Kanker Dharmais yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebagai
subjek penelitian.
Etika penelitian merupakan prosedur penelitian dengan tanggung jawab professional, legal, dan
sosial bagi subjek penelitian (Polit & Hungler, 2006). Secara umum prinsip etik yang menjadi
dasar dalam proses pengumpulan data pada penelitian ini, yaitu informed consent yang di
dalamnya sudah mencakup self determination (penjelasan tentang penelitian yang akan dilakukan
khususnya terkait tujuan dan kegiatan penelitian), privacy (penjelasan terkait dengan hak
responden untuk tidak memberikan informasi), dan fair treatment (perlakuan yang sama dalam
hal seleksi responden, pengisian kuesioner sampai dengan proses pengambilan data selesai
dilakukan). Selain itu, prinsip etik yang digunakan dalam penelitian ini adalah anonymity
(kerahasiaan identitas responden), beneficence (memperhatikan manfaat dan kerugian yang
ditimbulkan), dan confidentiality (menjamin kerahasiaan informasi).
Prosedur pengumpulan data menggunakan kuesioner yang berisi pertanyaan mengenai
karakteristik responden, tingkat pengetahuan dan sikap perawat, serta penerapan manajemen
nyeri pada pasien kanker. Pertanyaan mengenai karakteristik responden terdiri dari usia, jenis
kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman kerja sebagai perawat, masa kerja sebagai perawat
klinik kanker di RSKD, dan pengalaman mengikuti pelatihan manajemen nyeri/perawatan
paliatif. Sedangkan tingkat pengetahuan dan sikap perawat diukur dengan menggunakan
modifikasi dari Nurses’ Knowledge and Attitudes Survey Regarding Pain (NKASRP) yang
dikembangkan oleh Betty Ferrell dan Margo McCaffery. Konten yang terdapat dalam NKASRP
dikembangkan berdasarkan standar manajemen nyeri dari American Pain Society (APS), World
Health Organization (WHO) dan Agency for Health Care Policy and Research (AHCPR). Selain
itu, NKASRP memiliki angka konsistensi internal dalam versi Bahasa Inggris sebesar 0,7 dan uji
reliabilitasnya 0,8 (Ferrell, McGuire, & Donovan, 1993 dalam Yildirim, Cicek, & Uyar, 2008).
Skor tingkat pengetahuan dan sikap perawat terhadap manajemen nyeri kanker diperoleh dengan
Hubungan tingkat..., Desti Ermawati Putri, FIK UI, 2013.
menjumlahkan semua nilai dari jawaban benar (skor penilaian antara 0-39). Jumlah ini kemudian
dikalkulasikan dalam bentuk persentase dengan cara membagi jumlah jawaban benar dengan
jumlah soal (39), dilanjutkan dengan mengalikan hasilnya dengan 100%. Selanjutnya, didapatkan
nilai mean (48.04%) yang digunakan untuk mengkategorikan tingkat pengetahuan dan sikap
menjadi kategori baik (skor ≥ 48.04) atau tidak baik (skor < 48.04).
Adapun penerapan manajemen nyeri pada pasien kanker diketahui melalui modifikasi pertanyaan
yang bersumber pada Pain Assessment and Management Clinical Practice Guideline Table dari
Oncology Nursing Society tahun 2008. Pertanyaan-pertanyaan tersebut menggunakan skala likert
yaitu selalu, sering, kadang-kadang, dan tidak pernah sebagai pilihan jawaban. Untuk pertanyaan
positif, selalu bernilai 4, sering bernilai 3, kadang-kadang bernilai 2, dan tidak pernah bernilai 1.
Adapun untuk pertanyaan negatif diberikan penilaian yang sebaliknya. Skor penerapan diperoleh
dengan menjumlahkan seluruh nilai dari setiap soal. Selanjutnya, mean dari skor yang diperoleh
yaitu 51.99, digunakan untuk mengkategorikan penerapan manajemen nyeri pada pasien kanker
menjadi kategori baik (skor ≥ 51.99) atau tidak baik (skor < 51.99).
Data diolah dengan menggunakan program komputer dan melalui empat tahap, yaitu editing,
coding, processing, dan cleaning. Analisis yang digunakan adalah analisis univariat serta analisis
bivariat dengan uji Chi-Square (data kategorik dihubungkan dengan data kategorik) untuk
memperoleh hubungan tingkat pengetahuan dan sikap perawat dengan penerapan manajemen
nyeri pada pasien kanker.
Hasil Penelitian Penyajian hasil penelitian ini menampilkan distribusi karakterisitik responden, variabel penelitian
baik independen maupun dependen, dan menyajikan hubungan antara tingkat pengetahuan dan
sikap perawat dengan penerapan manajemen nyeri pada pasien kanker. Tabel 1 menunjukkan
distribusi karakteristik responden, tabel 2 menunjukkan distribusi responden berdasarkan tingkat
pengetahuan dan sikap terhadap manajemen nyeri kanker, tabel 3 menunjukkan distribusi
responden berdasarkan penerapan manajemen nyeri pada pasien kanker, dan tabel 4
menunjukkan hasil analisis hubungan antara kedua variabel tersebut.
Hubungan tingkat..., Desti Ermawati Putri, FIK UI, 2013.
Tabel 1. Distribusi Responden berdasarkan Jenis Kelamin, Usia, Tingkat Pendidikan Pengalaman kerja sebagai Perawat, Masa Kerja sebagai Perawat Klinik Kanker, dan Pengalaman Mengikuti Pelatihan
Manajemen Nyeri atau Perawatan Paliatif di RSKD, Bulan April - Mei, 2013 (n=76)
Karakteristik Responden Frekuensi (n=76)
Persentase (100%)
Jenis kelamin Laki-laki Perempuan
7
69
9.2
90.8 Usia ≥ 41 tahun < 41 tahun
11 65
14.5 85.5
Tingkat pendidikan DIII Keperawatan S-1 Keperawatan & Ners
59 17
77.6 22.4
Pengalaman kerja sebagai perawat (tahun) 5 6-10 11-20 >21
6
26 39 5
7.9
34.2 51.3 6.6
Masa kerja sebagai perawat klinik kanker di RSKD (tahun) 5 6-10 11-20
>21
7
35 33 1
9.2
46.1 43.4 1.3
Pengalaman mengikuti pelatihan manajemen nyeri / perawatan paliatif
Tidak pernah Pernah 1 kali Pernah 2-3 kali Pernah > 4 kali
44 22 9 1
57.9 28.9 11.8 1.3
Tabel 2. Distribusi Responden berdasarkan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Perawat terhadap Manajemen Nyeri Kanker di RSKD Bulan April - Mei, 2013 (n=76)
Tingkat pengetahuan dan
sikap perawat Frekuensi
(n=76) Persentase
(100%) Baik 37 48.68 Tidak baik 39 51.32
Tabel 3. Distribusi Responden berdasarkan Penerapan Manajemen Nyeri pada Pasien Kanker di RSKD Bulan April - Mei, 2013 (n=76)
Penerapan manajemen
nyeri kanker Frekuensi
(n=76) Persentase
(100%) Baik 46 60.5 Tidak baik 30 39.5
Hubungan tingkat..., Desti Ermawati Putri, FIK UI, 2013.
Tabel 4. Hasil Analisis Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Perawat dengan Penerapan Manajemen Nyeri pada Pasien Kanker di RSKD
Bulan April - Mei, 2013 (n=76)
Tingkat Pengetahuan dan
Sikap Perawat
Penerapan Manajemen Nyeri pada Pasien Kanker Total Odds Ratio
(OR) (95% CI)
P value Baik Tidak Baik
n % n % n % Baik 22 59.5 15 40.5 37 100 1.09 0.85 Tidak Baik 24 61.5 15 38.5 39 100 0.44-2.74
Jumlah 46 60.5 30 39.5 76 100
Dari hasil analisis pada tabel 4, terdapat 22 perawat (59.5%) yang sudah memiliki pengetahuan
dan sikap yang baik serta telah menerapkan dengan baik manajemen nyeri pada pasien kanker.
Sedangkan pada kategori perawat dengan pengetahuan dan sikap yang tidak baik, terdapat 24
orang yang telah menerapkan dengan baik manajemen nyeri pada pasien kanker. Dari hasil uji
Chi-Square diperoleh p value = 0.85 sehingga p value > α (0.05). Kesimpulan hasil analisis
tersebut adalah tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap perawat dengan
penerapan manajemen nyeri pada pasien kanker.
Pembahasan
Secara umum, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan dan sikap perawat
klinik kanker di Rumah Sakit Kanker Dharmais terhadap manajemen nyeri kanker yang telah
direkomendasikan oleh WHO masih jauh dari optimal. Hal tersebut dibuktikan dengan 51.32%
perawat memiliki tingkat pengetahuan dan sikap yang tidak baik terhadap manajemen nyeri
kanker. Ferrell and McCaffery sebagai pengembang Nurses' Knowledge and Attitude Survey
(NKAS), telah melakukan survei di lima negara di empat benua terkait tingkat pengetahuan
perawat terhadap manajemen nyeri kanker. Penelitian tersebut dilakukan tahun 1992-1993 dan
hasil penelitiannya dipublikasikan pada tahun 1995. Negara-negara tersebut antara lain Australia,
Jepang, Kanada, Spanyol, dan USA. Perbandingan rata-rata skor yang didapatkan oleh para perawat di setiap negara tersebut dengan
rata-rata skor perawat di RSKD menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan dan sikap perawat di
RSKD masih lebih rendah jika dibandingkan dengan negara-negara tersebut, kecuali dengan
Hubungan tingkat..., Desti Ermawati Putri, FIK UI, 2013.
negara Turki. Adanya perbedaan tersebut, mungkin disebabkan perawat di negara seperti Kanada,
USA, Australia, Italia, Jepang, Taiwan, dan Spanyol sudah lebih lama mengenal dan
mempraktikan perawatan paliatif dimana manajemen nyeri termasuk didalamnya, sehingga
cenderung memiliki tingkat pengetahuan yang lebih tinggi mengenai manajemen nyeri kanker
dibandingkan dengan perawat di Indonesia dan Turki.
Selain itu, faktor lain yang menjadi penyebab mengapa tingkat pengetahuan perawat di Indonesia
terhadap manajemen nyeri kanker masih lebih rendah adalah masih minimnya hasil penelitian
terkait manajemen nyeri kanker di Indonesia. Di benua Eropa penanganan nyeri khususnya nyeri
pada pasien kanker sudah menjadi fokus perhatian para ahli untuk diteliti. Hal ini dilandasi oleh
pemahaman mereka tentang besarnya dampak nyeri bagi pasien kanker. Oleh sebab itu, para ahli
disana terus berusaha meneliti hal-hal yang dapat menjadi penghambat tidak adekuatnya
manajemen nyeri yang diterima oleh pasien kanker. Salah satunya berkaitan dengan kemampuan
yang dimiliki oleh tenaga kesehatan baik dokter maupun perawat. Manfaat dari adanya hasil
penelitian terhadap manajemen nyeri kanker adalah dapat menjadi bahan evaluasi sekaligus
masukan bagi pihak-pihak terkait untuk memperbaiki sekaligus meningkatkan kualitas
manajemen nyeri pada pasien kanker.
Analisis lebih lanjut terhadap masih belum optimalnya tingkat pengetahuan dan sikap perawat
terhadap manajemen nyeri kanker, antara lain masih kurang tepatnya pembagian area peminatan
keahlian perawat yang bekerja di RSKD. Pemilihan terhadap salah satu area peminatan tentunya
akan mempengaruhi keahlian yang dimiliki oleh setiap perawat dalam bekerja merawat pasien
kanker. Namun, dengan termasuknya paliatif sebagai bagian dari area peminatan keahlian dapat
menyebabkan tidak semua perawat klinik kanker di RSKD memiliki pengetahuan dan
keterampilan di bidang paliatif. Padahal keahlian di bidang paliatif seharusnya dimiliki oleh
semua perawat yang bekerja di rumah sakit ini. Hal ini disebabkan Rumah Sakit Kanker
Dharmais merupakan rumah sakit khusus kanker nasional, sehingga perawatan paliatif menjadi
perawatan utama yang dibutuhkan oleh pasien kanker. Dengan tidak meratanya keahlian dibidang
perawatan paliatif, tentunya juga akan berdampak terhadap pengetahuan dan sikap yang dimiliki
oleh para perawat tersebut dalam hal manajemen nyeri kanker.
Hubungan tingkat..., Desti Ermawati Putri, FIK UI, 2013.
Faktor selanjutnya yang berpengaruh terhadap masih belum optimalnya tingkat pengetahuan dan
sikap perawat terhadap manajemen nyeri kanker di RSKD adalah pengaruh tenaga kesehatan
lainnya misalnya dokter. Melalui kegiatan diskusi akan sangat dimungkinkan terjadi transfer of
knowledge antara dokter dan perawat. Oleh sebab itu, belum optimalnya tingkat pengetahuan
perawat mengenai manajemen nyeri mungkin disebabkan kurang optimalnya transfer of
knowledge diantara dokter dan perawat. Dengan demikian, pengetahuan dokter terhadap nyeri
mungkin menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan perawat.
Hasil penelitian terkait pengetahuan dan sikap perawat terhadap pengkajian nyeri dalam
manajemen nyeri kanker menunjukkan bahwa perawat belum memiliki pengetahuan yang baik
serta sikap yang tepat dalam menangani pasien dengan keluhan nyeri. Menurut McCaffery dan
Ferrel (1997), komponen utama dari efektivitas manajemen nyeri adalah ketika seorang perawat
dapat memiliki pengetahuan yang adekuat mengenai nyeri serta memiliki sikap yang tepat ketika
mengkaji pasien. Laporan nyeri pasien (self report of pain) merupakan indikator tunggal yang
paling reliabel dalam mengkaji intensitas nyeri pasien. Adapun tingkah laku dan tanda-tanda vital
tidak boleh digunakan sebagai pengganti laporan nyeri pasien.
Hasil penelitian ini juga mengungkapkan bahwa perawat tidak selalu menerima laporan nyeri
yang dikeluhkan oleh pasien (Bowman,1994 dalam Horbury, Henderson, & Bromley, 2005).
Hasil pengkajian perawat berkaitan dengan intensitas nyeri pasien sering kali lebih rendah
dibandingkan dengan keluhan nyeri yang dilaporkan oleh pasien (Drayer, Henderson, &
Reidenberg, 1999 dalam Horbury et al., 2005). McCaffery dan Ferrel (1995) mengungkapkan
bahwa tanda-tanda secara nonverbal (ekspresi) jelas mempengaruhi penilaian perawat terhadap
intensitas nyeri pasien (Horbury et al., 2005). Sehingga dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi perawat dalam menerima dan mencatat laporan nyeri pasien adalah tingkah
laku pasien (pasien menunjukkan ekspresi meringis/grimace dan lemah), mengalami peningkatan
tanda-tanda vital, usia (lansia), dan gaya hidup (pasien memiliki gaya hidup tradisional)
(Mcaffery & Ferrell, 1997).
Selain itu, hasil penelitian ini menunjukkan masih kurangnya pengetahuan yang dimiliki oleh
perawat dalam bidang farmakologi, khususnya berhubungan dengan medikasi, teknik
penanggulangan nyeri kanker menurut WHO atau disebut juga "WHO Pain Ladder", efek
Hubungan tingkat..., Desti Ermawati Putri, FIK UI, 2013.
samping penggunaan opioid, dan aplikasi intervensi farmakologi dalam skenario klinik.
Penyebab tidak adekuatnya pengetahuan dan sikap perawat klinik kanker berhubungan dengan
medikasi dan penyetaraan dosis analgesik dimungkinkan terjadi akibat perawat kurang
mengembangkan critical thinking dalam bekerja merawat pasien. Mcaffery dan Ferrell (1995)
mengungkapkan bahwa keputusan perawat dalam mengatur dosis obat nyeri pasien sangat
dipengaruhi oleh asumsi perawat ketika melakukan pengkajian nyeri pasien.
Padahal menurut Mcaffery dan Ferrell (1997), ketika pilihan dosis opioid sebelumnya sudah
dianggap aman, namun tidak efektif bagi upaya pengobatan nyeri pasien, maka dosisnya perlu
ditingkatkan 25%-50%. Namun diberbagai kondisi pasien, sekitar 50% atau lebih perawat tidak
menaikkan dosis opioid ketika dosis sebelumnya sudah dianggap aman walaupun tidak efektif
dalam menghilangkan nyeri pasien. Hal tersebut mengakibatkan pasien akan mendapatkan
analgesik dengan jumlah yang tidak mencukupi untuk menghilangkan rasa nyerinya. Selain itu,
ketakutan perawat akan terjadinya adiksi sebagai efek samping dari peningkatan dosis opioid
dapat menjadi alasan mengapa perawat tidak meningkatkan dosis opioid. Padahal dalam dunia
medis peningkatan dosis opioid untuk mengobati nyeri, tidak menunjukkan kontribusi terhadap
peningkatan risiko adiksi (Joranson et al., 2002 dalam Broekmans, 2004).
McCaffery et al. (1990) menyatakan bahwa hasil penelitian telah menunjukkan bahwa pada
pasien kanker kemungkinan terjadinya adiksi sebagai efek samping dari opioid kurang dari 1%
(Yildirim et al., 2008). Ketakutan terhadap terjadinya adiksi seringkali terjadi pada petugas
kesehatan, pasien, dan keluarga. Hal ini disebabkan ketidaktahuan akan perbedaan makna adiksi,
ketergantungan dan toleransi. Efektivitas manajemen nyeri kanker dapat terlaksana dengan baik
apabila petugas kesehatan, pasien, dan keluarga mampu menghilangkan ketakutan mereka yang
bersifat irasional terhadap efek samping dari pengobatan dengan analgesik opioid. Adapun terkait
dengan pengetahuan dan sikap perawat klinik kanker terhadap peran intervensi non farmakologi
dalam manajemen nyeri kanker, hasilnya masih belum optimal dimana perawat masih belum
mengetahui jika intervensi nonfarmakologi dapat menjadi pendukung intervensi farmakologi.
Padahal penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya melaporkan bahwa hampir 90% pasien
yang menggunakan intervensi non farmakologi sebagai pendukung medikasi analgesik
Hubungan tingkat..., Desti Ermawati Putri, FIK UI, 2013.
menunjukkan perkembangan yang positif. (Fernandez & Turk, 1989; Montgomery, Duhamel, &
Redd, 2000 dalam Kwekkeboom et al., 2008).
Secara umum hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan manajemen nyeri pada pasien
kanker yang dilakukan oleh perawat di RSKD sudah baik. Dalam bidang manajemen prosedur
invasif, manajemen efek samping opioid, serta pendokumentasian asuhan keperawatan, perawat
di RSKD sudah menerapkannya dengan baik. Namun, penerapan dalam bidang pengkajian nyeri,
intervensi farmakologi dan nonfarmakologi, peningkatan kualitas manajemen nyeri kanker, serta
pendidikan kesehatan menunjukkan masih belum baik.
Terdapat beberapa faktor yang mendukung sudah baiknya penerapan manajemen nyeri pada
pasien kanker yang dilakukan oleh perawat. Pengalaman klinik berhubungan dengan manajemen
nyeri kanker akan lebih banyak didapatkan ketika berpraktik di rumah sakit khusus kanker seperti
Rumah Sakit Kanker Dharmais. Dengan didukung semakin lama masa kerja perawat di rumah
sakit tersebut, tentunya akan semakin menambah kesempatan bagi perawat untuk memiliki
keterpaparan dengan masalah klinik yang berhubungan dengan nyeri kanker. Dengan demikian,
semakin lama dan banyaknya pengalaman klinik yang dimiliki oleh perawat akan muncul
pembiasaan dan peningkatan ketrampilan klinik yang berhubungan dengan manajemen nyeri
kanker.
Faktor lain yang dapat mendukung hal ini adalah, sebagai rumah sakit rujukan nasional, tentunya
RSKD memiliki standar mutu pelayanan yang tinggi. Salah satunya adalah terkait dengan upaya
untuk memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas kepada pasien kanker. Oleh sebab itu,
perawat perlu memiliki pengetahuan dan ketrampilan klinik yang baik agar dapat memberikan
asuhan keperawatan yang berkualitas. Selain itu, adanya evaluasi kinerja dan pemberian motivasi
dari kepala ruangan yang dilakukan secara rutin dapat memacu semangat perawat pelaksana
dalam upaya meningkatkan ketrampilan kliniknya khususnya yang berkaitan dengan manajemen
nyeri kanker. Hal tersebut akan berdampak positif terhadap semakin baiknya penerapan
manajemen nyeri kanker yang dilakukan oleh perawat.
Hubungan tingkat..., Desti Ermawati Putri, FIK UI, 2013.
Terdapat beberapa faktor yang mendukung perawat untuk tetap dapat menerapkan manajemen
nyeri pada pasien kanker dengan baik meskipun tidak memiliki pengetahuan dan sikap yang baik.
Perawat berusaha untuk dapat mengikuti budaya kerja yang berlaku di rumah sakit yaitu
memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas kepada pasien. Oleh sebab itu, mereka
cenderung akan berusaha mencontoh cara rekannya yang sudah memiliki tingkat pengetahuan
dan sikap yang baik dalam melaksanakan manajemen nyeri pada pasien kanker. Fenomena
seperti ini juga terjadi di Sri Lanka, dimana perawat junior akan berusaha meniru perawat senior
dan belajar dari cara mereka dalam melakukan manajemen nyeri kanker. Cara seperti ini tidak
dapat mendukung perawat untuk mendapatkan pengetahuan yang lebih, serta mereka cenderung
akan melakukan praktik keperawatan sesuai dengan pola kebiasaan yang dicontohkan oleh senior
mereka tanpa mengembangkan kemampuan berpikir kritis (De Silva, 2008).
Selain itu, pengalaman klinik yang berhubungan dengan manajemen nyeri kanker akan lebih
banyak didapatkan ketika berpraktik di rumah sakit khusus kanker seperti Rumah Sakit Kanker
Dharmais. Dengan didukung semakin lama masa kerja perawat di rumah sakit tersebut, tentunya
akan semakin menambah kesempatan bagi perawat untuk memiliki keterpaparan dengan masalah
klinik yang berhubungan dengan nyeri kanker. Dengan demikian, semakin lama dan banyaknya
pengalaman klinik yang dimiliki oleh perawat akan muncul pembiasaan dan peningkatan
ketrampilan klinik yang berhubungan dengan manajemen nyeri kanker.
Namun, hal tersebut tidak diikuti dengan peningkatan motivasi untuk meningkatkan pengetahuan
dibidang manajemen nyeri. Menurut Bernardi et al. (2007), kurang tepatnya perawat dalam
melakukan evaluasi diri terhadap pengetahuan mereka dalam bidang manajemen nyeri, ternyata
berdampak pada kurangnya motivasi atau usaha untuk meningkatkan pengetahuan dan mengubah
keyakinan mereka yang tidak tepat. Oleh sebab itu, perawat tidak berusaha mengembangkan
kemampuan berpikir kritisnya ketika memberikan asuhan keperawatan terkait dengan manajemen
nyeri.
Hal ini diperburuk dengan masih minimnya peluang perawat untuk mengikuti kegiatan pelatihan
manajemen nyeri/perawatan paliatif di RSKD. Ini dibuktikan dengan masih banyaknya perawat
yang belum pernah mengikuti pelatihan walaupun sudah memiliki masa kerja yang cukup lama di
Hubungan tingkat..., Desti Ermawati Putri, FIK UI, 2013.
RSKD. Padahal dengan seringnya mengikuti pelatihan perawat dapat meningkatkan pengetahuan
dan ketrampilan klinik terkait manajemen nyeri kanker.
Selain itu, Informasi mengenai manajemen nyeri selalu bertambah dan berubah di setiap waktu,
sehingga perawat perlu terus memperbarui dan meningkatkan pengetahuannya mengenai
manajemen nyeri. Namun, kurangnya motivasi telah menyebabkan perawat tidak berusaha
memperbarui dan meningkatkan pengetahuan mereka mengenai manajemen nyeri. Padahal
informasi tersebut dapat diperoleh melalui berbagai sumber seperti literatur, jurnal terbaru,
diskusi dengan tenaga kesehatan lainnya seperti dokter dan apoteker, ataupun diskusi dengan
rekan sesama perawat dan kepala tim/ruangan.
Kesimpulan Sebagian besar perawat berjenis kelamin perempuan, berusia < 41 tahun, dan memiliki tingkat
pendidikan DIII Keperawatan. Lebih banyak perawat yang memiliki pengalaman kerja sebagai
perawat selama 11-20 tahun dan memiliki masa kerja sebagai perawat klinik kanker di RSKD
selama 6-10 tahun. Selain itu, lebih banyak responden yang tidak pernah mengikuti pelatihan
manajemen nyeri/perawatan paliatif. Tingkat pengetahuan dan sikap perawat terhadap
manajemen nyeri kanker tidak baik, namun penerapan manajemen nyeri pada pasien kanker
sudah baik. Selain itu, tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap perawat dengan
penerapan manajemen nyeri pada pasien kanker.
Saran Sebaiknya dilakukan pembahasan ulang terhadap kebijakan masuknya paliatif sebagai area
peminatan/kekhususan keahlian bagi perawat di Rumah Sakit Kanker Dharmais. Hal ini
disebabkan nyeri merupakan keluhan utama pasien kanker sehingga kemampuan/keahlian dalam
bidang paliatif seharusnya menjadi keahlian utama yang dimiliki oleh semua perawat klinik
kanker. Untuk mendukung upaya peningkatan kualitas SDM staf perawat perlu adanya evaluasi
terhadap kemampuan critical thinking atau pemikiran klinis perawat dalam membuat keputusan
klinik sebagai upaya untuk mendukung peningkatan kualitas manajemen nyeri di RSKD. Selain
itu, sebaiknya dilakukan kegiatan penyegaran untuk perawat sebagai upaya menguatkan atau
Hubungan tingkat..., Desti Ermawati Putri, FIK UI, 2013.
meningkatkan kemampuan kognitif perawat. Peningkatan motivasi untuk meningkatkan
pengetahuan dalam bidang manajemen nyeri kanker melalui berbagai literatur, baik buku teks
keperawatan maupun jurnal terbaru terkait manajemen nyeri atau dengan mengikuti kegiatan
ilmiah terkait manajemen nyeri kanker perlu untuk dilakukan. Selanjutnya, perlunya optimalisasi
transfer of knowledge yang didukung dengan pengembangan kemampuan critical thinking atau
pemikiran klinis perawat melalui kegiatan diskusi baik dengan dokter, kepala tim, ataupun
dengan rekan sesama perawat. Penelitian terkait tingkat kepuasan pasien terhadap manajemen
nyeri yang dilakukan oleh perawat serta hambatan dalam manajemen nyeri kanker baik yang
berasal dari tenaga kesehatan maupun pasien, dapat menjadi topik penelitian selanjutnya.
Daftar Referensi Bernardi, M., Catania, G., Lambert, A., Tridello, G & Luzzani, M. (2007). Knowledge and
attitudes about cancer pain management: A national survey of Italian oncology nurses. European Journal of Oncology Nursing, 11, 272-279.
Bishop, D. L. (2005). Nursing knowledge and attitudes regarding the pain management of cancer patients. USA: The Florida State University.
Broekmans, S., Vanderschueren, S., Morliona, B., Kumara, A., Eversa, G. (2004). Nurses’ attitudes toward pain treatment withopioids: a survey in a Belgian university hospital. International Journal of Nursing Studies, 41, 183-189.
De Silva, B. S. S. (2008). An ethnography study of nurses’ cancer pain management in Sri Lanka. Australia: Faculty of Health Sciences Australian Catholic University.
Gallagher, R. (2002). Cancer pain. In Jovey, R. D. (Ed.). Managing pain: The canadian healthcare professional’s reference (pp. 129-135). Canada: Healthcare & Financial Publishing, Rogers Media.
Ger, L. P. et al. (2004). Effect of continuing education program on nurses’ practices of cancer pain assessment and their acceptance of patients’ pain reports. Journal of Pain and Symptom Management, 27, 61-71.
Horbury, C., Henderson, A., Bromley, B. (2005). Influences of patient behavior on clinical nurses’ pain assessment: Implications for continuing education. The Journal Continuing Education in Nursing, 36, 18-24.
Hubungan tingkat..., Desti Ermawati Putri, FIK UI, 2013.
Kwekkeboom, K. L., Bumpus, M., Wanta, B., & Serlin, R. C. (2008). Oncology nurses’ use of nondrug pain interventions in practice. Journal of Pain and Symptom Management, 35, 83-94.
Lai, Y. H. et al. (2003). Are nurse prepared to manage cancer pain? a national survey of nurses’ knowledge about pain control in Taiwan. Journal of Pain and Symptom Management, 26, 1016-1025.
Lukman, G. & Harjanto, E. (2007). Tata laksana farmakologis nyeri kanker. .Indonesian Journal of Cancer, 3, 121-123.
McCaffery, M. & Ferrell, B. R. (1995). Nurses’ knowledge about cancer pain: A survey of five countries. Journal of Pain and Symptom Management, 10, 356-369.
-------------------. (1997). Nurses’ knowledge of pain assessment and management: How much progress have we made?. Journal of Pain and Symptom Management, 14, 175-188.
Otto, S. E. (2001). Oncology nursing (4th Ed.). St Louis: Mosby.
Panteli, V., & Patistea, E. (2007). Assessing patients’ satisfaction and intensity of pain as outcomes in the management of cancer-related pain. European Journal of Oncology Nursing, 11, 424-433.
Polit, D.F & Hungler, B. P. (2006). Essential of nursing research: Methods appraisal and utilization sixth edition. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins.
Price, S.A. & Wilson, L.M. (2006). Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit (Edisi 6). (Brahm U. Pendit, et al., Penerjemah). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Strong, J., & Bennett, S. (2002). Cancer pain. In Strong, J. et al (Ed.). Pain: A textbook for therapists (pp. 411-423). London: Harcourt Publishers Limited.
Yates, P. M. et al. (2002). Barriers to effective cancer pain management: A survey of hospitalized cancer patients in Australia. Journal of Pain and Symptom Management, 23, 393-405.
Yildirim, Y. K., Cicek, F., & Uyar, M. (2008). Knowledge and attitudes of Turkish oncology nurses about cancer pain management. Pain Management Nursing, 9, 17-25.
Hubungan tingkat..., Desti Ermawati Putri, FIK UI, 2013.
Top Related