HUBUNGAN GAMBARAN CT SCAN KEPALA pada PASIEN STROKE
dengan DIABETES MELLITUS yang DISERTAI HIPERTENSI
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
MARIA DYAH AYU PURBOSARI
G0006113
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi dengan judul : Hubungan Gambaran CT Scan Kepala pada Pasien Stroke dengan Diabetes Mellitus yang disertai Hipertensi
Maria Dyah Ayu Purbosari, NIM / Semester : G. 0006113/VII, Tahun : 2010
Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada Hari Jum`at , Tanggal 5 Februari 2010 Pembimbing Utama Nama : Risono, dr., SpS.(K) NIP : 19491111 197610 1 001 (…………………………..) Pembimbing Pendamping
Nama : Jarot Subandono, dr., M.Kes NIP : 19680704 199903 1 002 (…………………………..)
Penguji Utama Nama : F.X. Soetedjo Widjojo, dr., SpS.(K) NIP : 19500303 197609 1 001 (…………………………..) Anggota Penguji Nama : DR. Y. Nining Sri W., dr., SpPK. NIP : 19460221 197609 2 001 (…………………………..)
Surakarta,……………………………
Ketua Tim Skripsi
Sri Wahjono, dr., M.Kes. NIP : 19450824 197310 1 001
Dekan Fakultas Kedokteran UNS
Prof. Dr. AA. Subijanto, dr., MS. NIP : 19481107 197310 1 003
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka. Surakarta, 2010 Maria Dyah Ayu Purbosari NIM. G0006113
PRAKATA
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan karuniaNya sehingga penulis berhasil menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Gambaran CT Scan Kepala pada Pasien Stroke dengan Diabetes Mellitus yang disertai Hipertensi”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat mendapatkan gelar kesarjanaan dalam bidang kedokteran di Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Penelitian dan penulisan skripsi ini dapat terwujud dengan baik atas bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis secara pribadi mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik, yaitu:
1. Prof. Dr. AA. Subiyanto, dr., MS. selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Sri Wahjono, dr., M.Kes selaku Ketua Tim Skripsi. 3. Risono, dr., SpS. selaku Pembimbing Utama atas segala bimbingan yang
sangat berharga yang telah diberikan selama penulisan skripsi. 4. Jarot Subandono, dr., M.Kes selaku Pembimbing Pendamping atas segala
bimbingan yang sangat berharga yang telah diberikan selama penulisan skripsi.
5. F.X. Soetedjo Widjojo, dr., SpS. selaku Penguji Utama yang telah berkenan menguji dan memberikan masukan-masukan dalam penulisan skripsi.
6. DR. Y. Nining Sri W., dr., SpPK., selaku Anggota Penguji yang telah berkenan menguji dan memberikan masukan-masukan dalam penulisan skripsi.
7. SMF Saraf, bagian Diklat dan bagian Rekam Medis RSUD DR. Moewardi beserta segenap staff, atas kerjasama selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.
8. Tim Skripsi Fakultas Kedokteran UNS(Mbak Eni dan Mas Nardi) yang banyak membantu dalam penyusunan skripsi ini.
9. Papi, Mami, almh. Kakak, Eyang, Aya, Arya, serta seluruh keluargaku yang selalu mendoakan, memberi perhatian, dukungan materi, nasehat berharga, dan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.
10. Noa, Jurez, Nike, Yuli, dan semua teman – teman yang setia mendukung dan mendoakan, serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan, penulis sangat mengharapkan kritik yang membangun, saran, pengarahan dan masukan-masukan yang berguna bagi perbaikan skripsi ini di masa yang akan datang. Akhir kata, penulis berharap semoga penulisan skripsi ini dapat menjadi sumbangan pemikiran dan bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan khususnya bagi dunia kedokteran.
Surakarta, Februari 2010
Maria Dyah Ayu Purbosari
ABSTRAK Maria Dyah Ayu Purbosari. G0006113. 2010. Hubungan Gambaran CT Scan Kepala pada Pasien Stroke dengan Diabetes Mellitus yang disertai Hipertensi.
Diabetes Mellitus dan hipertensi merupakan faktor penyebab tersering terjadinya stroke. Hipertensi dapat meningkatkan terjadinya stroke sekitar dua sampai empat kali. Stroke non hemoragik terjadi karena berkurangnya suplai darah ke suatu area jaringan otak sehingga dapat mengakibatkan kematian jaringan yang disebut infark. Sedangkan stroke hemoragik terjadi akibat pecahnya arteri di otak. Pemeriksaan CT Scan merupakan gold standard untuk menentukan diagnosis penderita stroke. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya hubungan gambaran CT Scan kepala pada pasien stroke dengan Diabetes Mellitus yang disertai hipertensi. Dengan mengetahui diagnosis stroke seawal mungkin dapat ditentukan terapi yang sesuai, sehingga diharapkan dapat menurunkan angka kematian akibat stroke.
Penelitian ini bersifat observasional analitik dengan pendekatan retrospektif dan mengambil lokasi di bagian Rekam Medik RSUD Dr.Moewardi Surakarta. Subjek penelitian adalah penderita stroke yang mempunyai diagnosa tambahan Diabetes Mellitus dengan hipertensi dan sudah dilakukan pemeriksaan CT Scan kepala. Sampel diambil secara purposive random sampling dengan jumlah sampel 30, yaitu 15 untuk penderita Diabetes Mellitus dengan hipertensi derajat1 dan 15 untuk penderita Diabetes Mellitus dengan hipertensi derajat2. Data yang diperoleh, diolah dan dianalisis menggunakan uji Fisher.
Hasil penelitian menunjukkan dengan α =0,05, setelah dilakukan perhitungan analisis dengan Fisher test didapatkan nilai OR=2,36; p=0,33, sehingga secara statistik terdapat hubungan yang tidak signifikan antara gambaran CT Scan kepala dan derajat hipertensi (p>0,05).
Simpulan dalam penelitian ini adalah bahwa terdapat hubungan antara gambaran CT Scan kepala dan derajat hipertensi tetapi tidak signifikan.
Kata kunci: Diabetes Mellitus-Hipertensi-Stroke non hemoragik-Stroke hemoragik-
CT Scan kepala
ABSTRACT
Maria Dyah Ayu Purbosari. G0006113. 2009. The Relationship Between The Image of head CT Scan in Patient Stroke and Diabetes Mellitus with Hypertension.
Diabetes Mellitus and hypertension are risk factors for stroke. Hypertension can increase the risk for stroke about two to four times.Non hemorrhagic stroke happens because of the lack of blood supply in to the area of brain tissue so that it can cause tissue death called infarct. And hemorrhagic stroke happens because defect of blood vessels arteries in brain. The CT Scan examination is a gold standard to determine the stroke sufferer diagnosis. The purpose of the research is to know the whether there is a relationship between the image of head CT Scan at the patient stroke and Diabetes Mellitus with hypertension. By knowing the stroke diagnosis as early as possible, then it can be determined the appropriate therapy, so that it is expected to decrease the death rate caused by stroke.
This research is an analytic observational with retrospective method approach and it take the location at the Medical Record RSUD Dr.Moewardi Surakarta. The subject of the research is stroke sufferer who have another diagnostic Diabetes Mellitus with hypertension and have been head CT Scan examination. The sample is taken by using purposive random sampling with the number of sample is 30, that is 15 who have Diabetes Mellitus with hypertension stage 1 and 15 who have Diabetes Mellitus with hypertension stage 2. The data acquired is managed and analyzed by using Fisher test.
From the research with the α =0,05, after it is done a analysis calculation by using Fisher test, then it is derived a calculation OR=2,36; p=0,33, so statistically there is no significant relationship between the image of head CT Scan at the patient stroke and the stage of hypertension (p>0,05).
So that it this research, it can be concluded that there was a relationship between the image of head CT Scan at the patient stroke and the stage of hypertension but it is not significant.
Key word: Diabetes Mellitus-Hypertension-Stroke non hemorragic-Stroke
hemorragic-head CT Scan iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Stroke merupakan penyebab kematian ketiga tersering di negara maju,
setelah penyakit jantung dan kanker. Insidensi tahunan adalah 2 per 1000 populasi
(Ginsberg, 2008).
Kewaspadaan terhadap stroke sangat perlu ditingkatkan mengingat di
Indonesia, stroke bahkan menempati urutan pertama sebagai penyakit penyebab
kematian di Rumah Sakit. Bukan cuma itu, jumlah penderita stroke di negeri kita
merupakan terbanyak di Asia. Bila tidak segera diantisipasi, pada tahun 2020
diperkirakan jumlah penderita stroke akan meningkat dua kali lipat dari sekarang
(Fauzan, 2007).
Penyebab stroke adalah aliran darah ke otak yang terhambat, sehingga
membuat sel- sel otak tidak mendapatkan makanan. Terhambatnya aliran darah ke
otak ini disebabkan dua hal, pembuluh darah tersumbat (stroke iskhemik) ataupun
pecah (stroke hemoragik) (Fauzan, 2007).
Diagnosis stroke biasanya ditegakkan berdasarkan perjalanan penyakit
dan hasil pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik dapat membantu menentukan
lokasi kerusakan pada otak. Ada dua jenis teknik pemeriksaan imaging
(pencitraan) untuk mengevaluasi kasus stroke atau penyakit pembuluh darah otak
(Cerebro Vaskular Disease / CVD), yaitu Magnetic Resonance Imaging (MRI)
dan Computed Tomography (CT Scan) (Misbach, 1999). CT Scan merupakan
golden standard untuk membedakan stroke hemoragik dan iskemik. Alat ini
memiliki sensitivitas tinggi untuk membedakan stroke perdarahan intraserebral
(hemoragik) dan stroke infark (iskhemik) (Bustami, 2007).
Setelah CT Scan digunakan, diketahui bahwa 19% kasus adalah stroke
hemoragik dan 81% adalah non hemoragik (Mardjono dan Sidharta, 1997).
Mayoritas stroke adalah infark serebral (Ginsberg, 2008). Sekitar 10% pasien
dengan infark serebri meninggal pada 30 hari pertama (Ginsberg,2008). Tetapi,
meskipun kasusnya lebih jarang terjadi, stroke hemoragik lebih berbahaya dan
banyak menyebabkan kematian (Soeharto, 2004). Prognosanya sangat tidak baik
dengan angka kematian mencapai 82 – 90% (Ngoerah, 1991).
Penyakit vaskular utama yang menimbulkan penyumbatan ialah
ateroslerosis dan arteriosklerosis ( Mardjono dan Sidharta, 1997). Kemungkinan
berkembangnya penyakit degeneratif arteri yang signifikan meningkat pada
beberapa faktor risiko vaskular seperti umur, riwayat penyakit vaskular dalam
keluarga ,hipertensi, Diabetes Mellitus, merokok, hiperkolesterolemia, alkohol,
kontrasepsi oral, dan fibrinogen plasma. (Ginsberg,2008).
Diabetes Mellitus dapat menimbulkan trial lipid yaitu
hipertrigliseridemia, hiperkolesterolemia terutama kolesterol LDL yang kecil /
padat, dan rendahnya kadar kolesterol HDL. Peran trial lipid pada aterogenesis
sudah tidak diperdebatkan lagi karena memang sudah terbukti dari berbagai
penelitian epidemiologis (Suyono, 2006). Diabetes Mellitus merupakan faktor
risiko untuk stroke iskhemik terutama pada usia pasien kurang dari 65 tahun
(Kissela et all, 2005). Dari hasil penelitian di dapatkan bahwa pasien stroke yang
juga terdiagnosa Diabetes Mellitus adalah 6% (Kiers et all, 1992).
Perdarahan stroke hemoragik biasanya disebabkan oleh aneurisma (arteri
yang melebar) yang pecah atau karena suatu penyakit. Penyakit yang
menyebabkan dinding arteri menipis dan rapuh adalah penyebab tersering
perdarahan intraserebrum. Penyakit semacam ini adalah hipertensi (peningkatan
tekanan darah) (Feigin, 2006).
Hipertensi merupakan faktor risiko stroke paling penting yang dapat
dimodifikasi baik bagi laki – laki ataupun wanita. Hipertensi dapat meningkatkan
risiko terjadinya stroke sekitar dua sampai empat kali (Suroto, 2004). Penurunan
10 sampai 12 mmHg untuk tekanan darah sistolik dan 5 sampai 6 mmHg untuk
tekanan darah diastolik dapat menurunkan 38% angka kejadian stroke (Struijs et
all, 2005).
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis terdorong untuk
meneliti tentang ada atau tidaknya hubungan gambaran CT Scan kepala pada
pasien stroke dengan Diabetes Mellitus yang disertai hipertensi untuk
memudahkan penegakan diagnosis penderita stroke pada fasilitas kesehatan yang
belum mempunyai alat CT Scan.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka dapat
dirumuskan sebagai berikut.
Adakah hubungan gambaran CT Scan kepala pada pasien stroke dengan
Diabetes Mellitus yang disertai hipertensi?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui peran CT Scan sebagai gold standart penyakit
stroke.
2. Tujuan khusus
Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan gambaran CT Scan kepala
pada pasien stroke dengan Diabetes Mellitus yang disertai hipertensi.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Dengan mengetahui ada atau tidaknya hubungan gambaran CT Scan
kepala pada pasien stroke dengan Diabetes Mellitus yang disertai hipertensi,
dapat diperoleh informasi ilmiah sebagai sumbangan kepada dunia
kedokteran.
2. Manfaat praktis
Untuk membantu penegakan diagnosis stroke pada fasilitas kesehatan
yang belum mempunyai CT Scan sehingga lebih tepat dalam penatalaksanaan
pasien stroke.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Anatomi dan Fisiologi Otak
a. Vaskularisasi
Otak adalah organ manusia yang kompleks, menurut AHA dalam
Family Guide to Stroke, 1994. Otak merupakan kumpulan yang
menakjubkan dari sel – sel saraf (nerve cell). Saraf ini bertanggung jawab
terhadap semua sinyal dan sensasi yang membuat kita dapat berpikir,
bergerak, dan mengadakan reaksi. Meskipun keperluannya demikian besar,
otak merupakan organ tubuh yang tidak dapat menyimpan energi. Oleh
karena itu, memerlukan suplai yang terus – menerus atau kontinu dari
oksigen dan nutrisi. Semuanya itu didapatkan dari darah yang
disirkulasikan dari jantung melalui arteri menuju otak dan area yang lain
dari tubuh (Soeharto, 2004).
Otak memperoleh darah melalui dua sistem yaitu sistem karotis (a.
Karotis interna dextra dan sinistra) di sebelah anterior dan sistem vertebral
(a. Basilaris) di sebelah posterior. Dari sejumlah darah yang diperlukan
otak, 80% dibawa melalui a. Karotis dan 20% sisanya dibawa lewat a.
Basilaris. Ketiga arteri tersebut (a. Karotis interna dextra dan sinistra, a.
Basilaris) bersama – sama membentuk sirkulus Willisi yang merupakan
sistem kolateral untuk menjamin suplai darah (Aliah dkk, 1996).
2. Stroke
a. Definisi
Stroke adalah sindrom yang terdiri dari tanda dan atau gejala hilangnya
fungsi sistem saraf pusat fokal (atau global) yang berkembang cepat
(dalam detik atau menit). Gejala – gejala ini berlangsung lebih dari 24 jam
atau menyebabkan kematian (Ginsberg, 2008). Adapun definisi yang lain
ialah, stroke merupakan penyakit gangguan fungsional otak akut, fokal
maupun global,akibat gangguan aliran darah ke otak karena perdarahan
ataupun sumbatan dengan gejala dan tanda yang sesuai bagian otak yang
terkena, yang dapat sembuh sempurna, sembuh dengan cacat, atau berakhir
dengan kematian (Junaidi, 2004).
b. Klasifikasi
Soeharto dalam bukunya tentang stroke mengutip pembagian stroke
menurut National Stroke Association (NSA) USA, di mana stroke di bagi
dalam dua jenis. Yaitu stroke karena sumbatan dan penyempitan pembuluh
darah arteri otak atau stroke iskhemik dan stroke karena perdarahan atau
stroke hemoragik (Soeharto, 2004).
Berdasarkan perjalanan klinisnya, stroke non hemoragik
dikelompokkan menjadi 4, yaitu :
1) Serangan Iskhemia Sepintas atau Transient Ischemic Attack
(TIA)
Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran
darah otak dan akan menghilang dalam waktu 24 jam (Aliah
dkk, 1996).
2) Defisit Neurologik Iskhemik Sepintas atau Reversible Ischemic
Neurologica Defisit (RIND)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu
yang lebih lama dari 24jam, tapi tidak lebih dari satu minggu
(Aliah dkk, 1996).
3) Stroke Progresif (Progresive Stroke / Stroke in evolution)
Stroke yang semakin bertambah gawat keadaannya (Ngoerah,
1991). Berlangsung secara bertahap dari yang ringan sampai
menjadi berat (Junaidi, 2004).
4) Stroke Komplit (Completed Stroke / Permanent Stroke)
Stroke yang memperlihatkan tanda – tanda defisit neurologis
yang sudah menetap.Defisit neurologis itu dapat merupakan
hemiplegi, monoplegi, atau afasia (Ngoerah, 1991).
Sedangkan menurut WHO dalam International Statistical
Classification of Diseases and Related Health Problem 10th Revision,
stroke hemoragik dapat dibagi 2, yaitu (Aliah dkk, 1996):
1) Perdarahan Intra Serebral (PIS)
PIS adalah perdarahan primer berasal dari pembuluh darah
dalam parenkim otak dan bukan disebabkan oleh trauma.
2) Perdarahan Sub Arakhnoidal (PSA)
PSA adalah keadaan terdapatnya atau masuknya darah ke
dalam ruangan sub arakhnoid.
c. Patogenesis
1) Stroke Iskemik /stroke non hemoragik
Stroke iskhemik terjadi akibat turunnya tekanan perfusi otak.
Keadaan ini disebabkan oleh sumbatan atau pecahnya salah
satu pembuluh darah otak di daerah sumbatan atau tertutupnya
aliran darah otak, penyebabnya antara lain (Misbach, 1999) :
a) Perubahan patologik pada dinding arteri pembuluh
darah otak menyebabkan trombosis yang diawali oleh
proses arteriosklerosis di tempat tersebut.
b) Perubahan akibat proses hemodinamik, karena
sumbatan di bagian proksimal pembuluh arteri.
c) Perubahan akibat perubahan sifat darah.
d) Tersumbatnya pembuluh darah akibat emboli daerah
proksimal.
2) Stroke hemoragik
Stroke hemoragik terjadi akibat adanya perdarahan. Perdarahan
dapat terjadi bila arteri di otak pecah, darah tumpah ke otak
atau rongga antara permukaan luar otak dan tengkorak.
a) Perdarahan Intra Serebral
Perdarahan intra serebral biasanya timbul karena
pecahnya mikroaneurisma (Charcot-Bouchard
aneurysms) akibat hipertensi maligna (Mitchell et all,
2006). Hal ini paling sering terjadi di daerah sub
kortikal, serebelum, pons, dan batang otak. Gejala
neurologik timbul karena ekstravasasi darah ke jaringan
otak yang menimbulkan nekrosis (Misbach, 1999).
b) Perdarahan Sub Arachnoid
Perdarahan sub arachnoid biasanya timbul karena
pecahnya dinding pembuluh darah yang lemah. Apakah
karena suatu malformasi arterivenosa ataupun suatu
aneurisma (pelebaran setempat pada arteri) (Aliah dkk,
1996).
d. Faktor Risiko
Faktor risiko adalah faktor yang meningkatkan risiko untuk terjadinya
suatu penyakit (Fletcher et all, 1992). Faktor risiko stroke dikelompokkan
menjadi dua, yaitu faktor – faktor yang tidak dapat diubah maupun yang
dapat diubah (Bustami, 2007). Penjabaran faktor risiko tersebut sebagai
berikut (Sacco and Lipset, 1996) :
1) Faktor risiko yang tidak dapat diubah :
a) Usia
b) Jenis kelamin
c) Ras dan etnis
d) Hereditas / riwayat keluarga
2) Faktor risiko yang dapat diubah
a) Hipertensi
b) Penyakit jantung
c) Diabetes Mellitus
d) Hiperkolesterol, dan lain – lain.
e. Gejala dan Manifestasi Klinis
Pembagian tanda - tanda stroke sebagai berikut (Soeharto, 2004) :
1) Kehilangan rasa pada muka , bahu, atau kaki, terutama bila
hanya terjadi pada separuh tubuh.
2) Merasa bingung, sulit bicara, atau sulit menangkap
pengertian.
3) Sulit melihat dengan sebelah mata ataupun kedua mata. Tiba
– tiba sulit berjalan, pusing, dan kehilangan keseimbangan.
4) Sakit kepala yang amat sangat tanpa diketahui penyebabnya
dengan jelas.
f. Diagnosis
Penegakan diagnosa stroke didasarkan anamnesis yang cermat,
pemeriksaan fisik neurologik dan pemeriksaan penunjang (Misbach,
1999). Beberapa institusi telah mengembangkan sistem penilaian
berdasarkan gejala klinis untuk menentukan jenis GPDO (Gangguan
Peredaran Darah Otak), antara lain Siriraj score system, Djoenaidi scoring
system, atau algoritma Gajah Mada, tetapi penggunaannya tetap kurang
populer, mungkin karena kurang praktis akibatnya banyaknya hal yang
harus dinilai (Siriraj dan Djoenaidi scoring system) atau karena kurang
akurat meskipun sederhana (algoritma Gajah Mada) (Wreksoatmodjo,
2006). Pemeriksaan LDL – kolesterol termasuk pemeriksaan profil lemak
di laboratorium untuk menunjang diagnosa tingkat risiko stroke.
Sedangkan untuk membedakan jenis stroke iskhemik dengan stroke
hemoragik dilakukan pemeriksaan radiologi CT Scan kepala (Misbach,
1999). Pada stroke hemoragik akan terlihat adanya gambaran hiperdens,
sedangkan pada stroke iskhemik akan terlihat gambaran hipodens.
g. Prognosis
Stroke hemoragik walaupun jarang terjadi, tetapi lebih berbahaya dan
banyak menyebabkan kematian. Sedangkan stroke iskhemik kemungkinan
selamat lebih banyak, tetapi kelainan yang terjadi pada stroke iskhemik
dapat lebih berat dan kemungkinan sembuh kecil (Soeharto, 2004).
3. Hipertensi
a. Definisi
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan
darah diastolik ≥ 90 mmHg, atau bila pasien memakai obat anti hipertensi
(Mansjoer dkk, 2001).
b. Klasifikasi
The Seventh Report of The Joint National Comittee On Detection and
Treatment of High Blood Pressure (JNC VII) 2003, dalam buku ajar IPD
tahun 2006 telah memperbaharui klasifikasi dan definisi dari hipertensi
sebagai berikut:
―――――――――――――――――――――――――――――――
――
Kategori TDS (mmHg) TDD (mmHg)
―――――――――――――――――――――――――――――――
――
Normal < 120 Dan < 80
Prahipertensi 120 – 139 Atau 80 - 89
Hipertensi derajad 1 140 – 159 Atau 90 - 99
Hipertensi derajad 2 ≥160 Atau ≥ 100
―――――――――――――――――――――――――――――――
――
( Sumber : Yogiantoro M, 2006)
c. Penyebab Hipertensi
Berdasarkan penyebabnya, pembagian hipertensi dibagi menjadi 2
golongan yaitu (Soeharto, 2004) :
1) Hipertensi Primer / Essensial
Tidak diketahui penyebabnya atau idiopatik. Mempunyai
kecenderungan genetik yang bercampur dengan faktor risiko
lain seperti stress, kegemukan, terlalu banyak makan garam,
dan kurang gerak badan.
2) Hipertensi Sekunder
Kenaikan tekanan drah yang kronis terjadi akibat penyakit
lain, seperti kerusakan ginjal, tumor, dan lain –lain.
d. Kerusakan Organ Target
Penyebab kerusakan – kerusakan organ target pada penderita hipertensi
dapat melalui akibat langsung dari kenaikan tekanan darah pada organ,
atau kerena efek tidak langsung, antara lain adanya autoantibodi terhadap
reseptor AT1 angiotensin II, stress oksidatif, down regulation dari ekspresi
nitric oxide synthase, dan lain – lain. Penelitian lain juga membuktikan
bahwa diet tinggi garam dan sensitivitas terhadap garam berperan besar
dalam timbulnya kerusakan organ target, misalnya kerusakan pembuluh
darah akibat meningkatnya ekspresi transforming growth factor-β (TGF-β)
(Yogiantoro, 2006).
e. Hipertensi sebagai salah satu fator risiko stroke
Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan faktor risiko yang kuat
untuk terjadinya stroke hemoragik. Bila tekanan darah sistol yang tinggi,
maupun tekanan diastol yang tinggi, merupakan faktor risiko dominan
untuk terjadinya stroke. AHA melaporkan, 77 % dari penderita stroke
mengidap hipertensi (Martono dan Kuswardhani, 2006).
Tekanan darah yang tiggi, seringkali menyebabkan rupturnya
pembuluh darah utama di otak, yang diikuti oleh kematian pada sebagian
besar otak (Guyton and Hall, 1997).
Bila tekanan darah meningkat cukup tinggi selama berbulan- bulan
atau bertahun – tahun, akan menyebabkan hialinisasi pada lapisan otot
pembuluh darah serebral. Akibatnya, diameter lumen pembuluh darah
tersebut akan menjadi tetap. Hal ini berbahaya karena pembuluh darah
serebraltidak dapat berdilatasi atau berkontroksi dengan leluasa
untukmengatasi fluktuasi dari tekanan darah sistemik. Bila terjadi
kenaikan tekanan darah sistemik maka tekanan perfusi pada dinding
kapiler menjadi tinggi. Akibatnya, terjadi hiperemia, edema, dan
kemungkinan perdarahan pada otak (Hariyono, 2006).
Pada hipertensi kronis dapat terjadi mikroaneurisma dengan diameter
1mm terutama terjad pada arteri lentikulostriata. Pada lonjakan tekanan
darah sistemik, sewaktu orang marah atau mengejan, aneurisma bisa
pecah. Hipertensi yang kronis merupakan salah satu penyebab terjadinya
disfungsi endotelial dari pembuluh darah (Hariyono, 2006).
4. Diabetes Mellitus
a. Definisi
Diabetes Mellitus adalah penyakit metabolik (kebanyakan herediter)
sebagai akibat dari kurangnya insulin efektif baik oleh karena adanya
“disfungsi” sel beta pankreas atau ambilan glukosa di jaringan perifer, atau
keduanya (DM tipe 2), atau kurangnya insulin absolut (DM tipe 1), dengan
tanda – tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan gejala klinis
akut (poliuria, polidipsia, penurunan berat badan), dan atau pun gejala
kronik atau kadang – kadang tanpa gejala. Gangguan primer terletak pada
metabolisme karbohidrat, dan sekunder pada metabolisme lemak dan
protein. (Tjokroprawiro dkk, 2007).
Berdasarkan Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes
Mellitus Tipe 2 di Indonesia 2006, kadar glukosa darah sewaktu dan puasa
dapat sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM adalah sebagai berikut
:
Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar
glukosa darah
sewaktu
(mg/dl)
Plasma
vena
< 100 100- 199 ≥ 200
Darah
kapiler
< 90 90 – 199 ≥ 200
Kadar
glukosa darah
puasa (mg/dl)
Plasma
vena
< 100 100 – 125 ≥126
Darah < 90 90 – 99 ≥ 100
kapiler
Catatan :
Untuk kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkan kelainan hasil, dilakukan pemeriksaan
ulangan tiap tahun. Bagi mereka yang berusia >45 tahun tanpa faktor risikolain, pemeriksaan
penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun. (PERKENI, 2006).
b. Klasifikasi dan Etiologi
Klasifikasi DM yang dianjurkan oleh PERKENI (2006) adalah yang
sesuai dengan klasifikasi DM oleh American Diabetes Association (ADA).
Klasifikasi etiologis DM (ADA, 2006) :
1) DM tipe 1
Reaksi imun dapat memacu perusakan sel pankreas β (Mauricio and
Poulsen, 1998).
2) DM tipe 2
Berhubungan dengan metabolik, misalnya obesitas,resistensi insulin,
penurunan respon insulin terhadap glukosa, dan peningkatan produksi
glukosa secara endogen. (Bogardus dan Tataranni, 2002)
3) DM tipe spesifik lain :
a) Defek genetik fungsi sel beta
(1) Maturity Onset Diabetes of the Young (MODY) 1, 2,
3, 4, 5, 6 (yang terbanyak MODY 3).
(2) DNA mitokondria.
(3) Dan lain – lain.
b) Defek genetik kerja insulin.
c) Penyakit eksokrin pankreas
(1) Pankreatitis
(2) Tumor / pankreatektomi
(3) Pankreatopati fibrokalkulus
(4) Dan lain – lain.
d) Endokrinopati
(1) Akromegali
(2) Sindrom cushing
(3) Feokromositoma
(4) Hipertiroidisme
(5) Dan lain – lain.
e) Karena obat dan zat kimia
(1) Vacor, pentamidin, asam nikotinat.
(2) Glikokortikoid, hormon tiroid.
(3) Tiazid, dilantin, interferon alfa, dan lain – lain.
f) Infeksi
(1) Rubella congenital, Cytomegalovirus (CMV).
(2) Dan lain – lain.
g) Sebab imunologi yang jarang
(1) Antibodi anti insulin.
(2) Dan lain – lain.
h) Sindrom genetik yang lain yang berkaitan dengan DM
(1) Sindrom Down, Sindrom Klinefelter, Sindrom
Turner, dan lain – lain.
4) Diabetes Mellitus Gestasional (DMG).
c. Gambaran Klinis Diabetes Mellitus
Gejala klinis Diabetes Mellitus menurut Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam adalah sebagai berikut (Waspadji, 2006):
1) Kelainan kulit : gatal, bisul- bisul.
2) Kelainan ginekologis : keputihan.
3) Kesemutan, rasa baal.
4) Kelemahan tubuh.
5) Luka atau bisul yang tidak sembuh – sembuh.
6) Infeksi saluran kemih.
d. Komplikasi Akut dan Kronik Pada Diabetes Mellitus
Komplikasi akut:
1) Hipoglikemia
Adapun gejala dari hipoglikemia adalah lapar, gemetar,
keringat dingin, berdebar, pusing, gelisah → koma (Tjokroprawiro
dkk, 2007).
2) Koma Lakto Asidosis
Adalah adanya gangguan faal hepar dan atau ginjal dan
hipoksia jaringan sehingga asam laktat tidak dapat diubah menjadi
bikarbonat, akibatnya akan timbul hiperlaktatemia, dan kemudian
menyebabkan koma lakto asidosis (Tjokroprawiro dkk, 2007).
3) Keto Asidosis Diabetik- Koma Diabetik
Secara klinis,ketoasidosis dimulai dengan anoreksia, mual
dan muntah, bersama dengan peningkatan kecepatan pembentukan
urine, mungkin terdapat nyeri perut,jika tidak diobati, dapat terjadi
perubahan kesadaran atau koma yang jelas (Asdie et all, 2000).
4) Koma Hiperosmoler Non Ketotik (K Honk)
Merupakan sindroma dehidrasi berat karena diuresis
hiperglikemik berkepanjangan pada keadaan pasien tidak dapat minum
cukup air untuk mengatasi kehilangan cairan melalui urin (Asdie et all,
2000).
Komplikasi kronis (Tjokroprawiro dkk, 2007):
a) Infeksi
b) Mata
(1) N III, N IV, N VI, N II (neuritis optica) dan nervi sentralis lain
(2) Lensa cembung sewaktu hiperglikemia
(3) Retinopati DM
(4) Glaucoma
(5) Perdarahan corpus vitreum
c) Mulut
(1) Ludah (kental, mulut kering →Xerostomia Diabetik)
(2) Ginggiva (oedematus, merah tua, ginggivitis)
(3) Periodontium (rusak biasanya karena mikroangiopati sehingga
menyebabkan periodontitis DM ; semuanya menyebabkan gigi
mudah goyah dan lepas).
(4) Lidah (tebal, rugae, gangguan rasa sakit akibat dari neuropati).
d) Jantung
(1) Mudah mengidap PJK atau infark
(2) Silent infarction ±40% (karena neuropati otonom)
e) Tractus Urogenitalis
(1) Nefropati diabetik
(2) Sindrom Kiemmelstiel Wilson
(3) Pielonefritis
(4) Necrotizing papilitis
(5) UTI
(6) Diabetic Neurogenic Vesical Dysfunction
(7) Impotensi diabetik
f) Saraf
(1) Saraf perifer : parestesia, Gloves Neuropathy, Nocturnal pain.
(2) Saraf otonom : neuropati esofagus, gastroparese diabeticorum,
gastro atrophy, diare diabetik.
e. Diabetes Mellitus sebagai salah satu faktor risiko stroke
Menurut European Stroke Association, diabetes adalah faktor utama
untuk stroke iskhemik. Diabetes menjadi peyebab kematian pada 7% pasien
stroke. Beberapa studi populasi menunjukkan peningkatan prevalensi stroke
pada populasi yang terkena diabetes dan pada orang yang mengalami
intoleransi glukosa.
Diabetes Mellitus mampu menebalkan dinding pembuluh darah otak
yang berukuran besar. Menebalnya dinding pembuluh darah otak akan
menyempitkan diameter pembuluh darah tadi dan penyempitan tersebut
kemudian akan mengganggu kelancaran aliran ke otak, yang pada akhirnya
akan menyebabkan infark sel – sel otak (Danang, 2008).
Penyakit Diabetes Mellitus bisa menyebabkan trombus. Pada
stadium tertentu, penyakit ini meningkatkan kadar kolesterol darah, sehingga
akan mempermudah pembentukan trombus (Mangoenprasodjo, 2005).
Diabetes Mellitus dapat menimbulkan trial lipid yaitu
hipertrigliseridemia, hiperkolesterolemia terutama kolesterol LDL yang kecil /
padat, dan rendahnya kadar kolesterol HDL. Peran trial lipid pada aterogenesis
sudah tidak diperdebatkan lagi karena memang sudah terbukti dari berbagai
penelitian epiemiologis (Suyono, 2006).
Sindrom metabolik dan Diabetes Mellitus mempunyai hubungan
dengan resistensi insulin. Pada tingkat seluler dan molekuler, resistensi insulin
merupakan faktor penting dalam patofisiologi penyaki vaskular, teutama
stroke (Air and Kisella, 2007).
5. Computed Tomography (CT Scan) kepala
Computed Tomography (CT Scan) merupakan pemeriksaan radiologi
yang mutakhir,tidak menyakiti, tidak berbahaya, dapat cepat dikerjakan, non
invasif dan banyak memberikan informasi yang dapat diandalkan (Mardjono
dan Sidharta, 1997).
Computed Tomography (CT Scan) bukan merupakan foto langsung
dari jaringan otak, akan tetapi merupakan rekonstruksi matematis dari jaringan
otak. Pada CT Scan gambar transversal yang diambil tidak dikacaukan oleh
bayangan – bayangan jaringan di dekatnya. Pada foto yang konvensional
bayangan – bayangan dari semua lapisan yang diradiasi bertumpang tindih jadi
satu. Densitas jaringan ditentukan dalam unit Hounsfield (EMI Scanner)
dimulai dengan nilai -1000 untuk densitas udara, sampai +1000 untuk densitas
tulang, sedangkan densitas air ditentukan 0 (Risono, 2004).
Pada CT Scan, pasien diberi sinar X dalam dosis sangat rendah yang
digunakan untuk menembus kepala. Sinar X yang digunakan serupa dengan
pada pemeriksaan dada, tetapi dengan pajanan ke radiasi yang jauh lebih
rendah. Pemeriksaan biasanya memerlukan waktu 15 – 20 menit, tidak nyeri,
dan menimbulkan risiko radiasi yang minimal (kecuali bagi wanita hamil). CT
Scan sangat handal untuk mendeteksi perdarahan intrakranium, tetapi kurang
peka untuk mendeteksi stroke iskhemik ringan, terutama pada tahap paling
awal (Feigin, 2006).
CT Scan dilaksanakan dalam dua fase yaitu pengumpulan data (sinar X
ditangkap kembali oleh suatu detektor radiasi ) dan pengolahan data dari
pembacaan detektor tadi sehingga akhirnya akan diperoleh nilai – nilai
absorbsi sinar X bagi masing – masing elemen jaringan, kemudian dijabarkan
pada masing – masing picture element. Hasil yang diperoleh adalah suatu
digital print out dari nilai absorbsi masing – masing picture element. Semua
hal ini dilakukan oleh komputer (Ngoerah, 1991).
Pada CT Scan kepala, tengkorak itu dibagi dalam beberapa lapisan,
yang dimulai dari yang paling bawah adalah irisan pada garis orbito meatus
acusticus externus (Garis O-M). Di atas irisan ini tersusun lapisan – lapisan
lain yang sejajar (Ngoerah, 1991).
Adapun indikasi yang tepat bagi penggunaan CT Scan kepala adalah
adanya dugaan kuat akan suatu kelainan otak berdasarkan analisis klinis yang
sudah dapat menentukan lokalisasi dan sifat lesi (Mardjono dan Sidharta,
1997).
Dengan CT Scan kepala, tomogram suatu perdarahan intra serebral
menunjukkan perdarahan segar sebagai fokus berbatas tegas, berbentuk bulat
atau oval dengan densitas homogen meningkat, akan tampak tanda – tanda
tidak langsung adanya proses desak ruang (Risono, 2004).
Sedangkan pada infark serebri, pada fase awal tampak sebagai daerah
dengan densitas sedikit menurun dengan batas tidak jelas. Lebih lanjut
densitas daerah infark akan semakin menurun, gambaran akan semakin jelas.
Pada fase akhir khas tampak adanya daerah dengan batas tegas dengan
densitas seperti liquor (Risono, 2004).
B.
Diabetes Mellitus dengan hipertensi derajat 1 dan Diabetes Mellitus dengan Hipertensi derajat 2
Gangguan Metabolisme lipid
Hiperkolesterolemia Hipertrigliseridemia Rendahnya kadar kolesterol HDL
Aterogenesis
Trombus
Disfungsi endotel
Anuerisma
Pembuluh darah di otak pecah
Perdarahan di otak
Stroke hemoragik Stroke Iskhemik
Gambaran CT Scan kepala
Stroke
Trombus yang menyumbat
Trombus yang bertambah besar
Aliran darah yang tidak lancar
Sel otak kekurangan oksigen
Sel – sel otak mati
Skema Kerangka Pemikiran
B. Kerangka Pemikiran
C. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan adalah:
Adakah hubungan gambaran CT Scan kepala pada pasien stroke dengan
Diabetes Mellitus yang disertai hipertensi?
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat observasional analitik dengan pendekatan retrospektif.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Bagian Rekam Medik RSUD dr. Moewardi Surakarta
dengan alasan :
1. Mempunyai fasilitas CT Scan dengan jumlah kasus stroke yang cukup banyak
dan bervariasi.
2. Merupakan Rumah Sakit pendidikan sehingga dari segi perijinan dan
prosedural untuk dilakukan penelitian tidak banyak hambatan dan juga
merupakan Rumah Sakit rujukan tingkat provinsi sehingga diharapkan kasus
lebih banyak dan bervariasi.
C. Subjek Penelitian
1. Subjek kasus
Dalam subjek kasus yang menjadi batasan populasi adalah pasien
yang dilakukan pemeriksaan CT Scan kepala karena indikasi stroke di
RSUD dr. Moewardi Surakarta pada bulan Januari 2008 sampai Agustus
2009 dan memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Inklusi:
a. Pria dan wanita.
b. Usia lebih dari 30 tahun.
c. Pasien stroke dengan Diabetes Mellitus (gula darah puasa plasma vena
≥126mmHg dan gula darah sewaktu plasma vena ≥ 200mmHg) dan
mempunyai tambahan penyulit yaitu hipertensi derajat 1 (sistole 140 -
159 mmHg atau diastole 90 - 99 mmHg) sedangkan derajat 2 (sistole
≥160 mmHg atau diastole ≥100 mmHg).
2. Eksklusi:
a. Pasien stroke Diabetes Mellitus dengan normotensi (sistole
<120mmHg dan diastole <80mmHg) dan prehipertensi (sistole 120-
139mmHg atau diastole 80-89mmHg).
b. Pasien stroke yang disebabkan oleh faktor risiko lain seperti merokok,
kontrasepsi oral, trauma kepala, penyakit jantung, dan lainnya .
D. Teknik Sampling
Teknik sampling yang digunakan adalah purposive random sampling, yaitu
suatu teknik pengambilan sampel di mana sampel ditetapkan menurut ciri – ciri
tertentu (Hadi, 1996).
Besar sampel adalah 30 orang, terdiri dari 15 pasien stroke akibat Diabetes
Mellitus dengan hipertensi derajat 1 dan 15 pasien stroke akibat Diabetes Mellitus
dengan hipertensi derajat 2.
E. Identifikasi Variabel Penelitian
1. Variabel bebas : Hipertensi pada stroke yang diakibatkan oleh Diabetes
Mellitus. Pada penelitian kali ini, peneliti mengambil sampel dari 2 derajat
hipertensi, yaitu hipertensi derajat 1 dan derajat 2.
2. Variabel terikat : pola gambaran CT Scan.
3. Variabel luar terkendali :
a. Usia
b. Tekanan darah
c. Gula darah puasa dan gula darah sewaktu plasma vena
4. Variabel luar tak terkendali :
a. Faktor herediter
b. Faktor risiko stroke lainnya seperti merokok, penyakit jantung, kelainan
darah, dan lain – lain.
F. Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. Variabel bebas
Derajat hipertensi pada stroke yang diakibatkan oleh Diabetes Mellitus yaitu
hipertensi derajat 1 (mempunyai tekanan darah sistole 140 - 159 mmHg atau
tekanan darah diastole 90 - 99 mmHg) dan hipertensi derajat 2 (mempunyai
tekanan darah sistole ≥160 mmHg atau tekanan darah diastole ≥100 mmHg).
Skala yang dipakai untuk variabel ini adalah skala ordinal.
2. Variabel terikat
Gambaran CT Scan kepala yaitu adanya daerah iskhemik dan daerah
perdarahan. Jika ada gambaran normal, dimasukkan dalam kriteria non
hemoragik
Skala yang dipakai untuk variabel ini adalah skala nominal.
G. Instrumen penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Data arsip hasil CT Scan penderita stroke RSUD dr. Moewardi Surakarta.
2. Data Rekam Medik pada penderita stroke RSUD dr. Moewardi Surakarta
untuk mengetahui tekanan darah dan kadar gula darah pasien stroke.
H. Desain Penelitian
Pada penelitian ini, pasien stroke dengan Diabetes Mellitus yang termasuk dalam
kategori normotensi dan prehipertensi tidak dimasukkan dalam subjek penelitian
karena jumlah sampel yang terbatas.
I. Uji statistik
Dalam penelitian ini , untuk menguji hipotesa yang telah dikemukakan di
depan, menggunakan teknik analisis Fisher.
1. Tabel data yang dieproleh dinyatakan sebagai berikut :
Tipe Stroke Hemoragik Iskhemik
Stroke Iskhemik
Stroke Hemoragik
Stroke Iskhemik
Stroke
Stroke Hemoragik
CT Scan
Diabetes Mellitus dengan Hipertensi derajat 2
Diabetes Mellitus dengan Hipertensi derajat 1
Derajat Hipertensi
Diabetes Mellitus dengan
hipertensi Derajat 2 a b
Diabetes Mellitus dengan
hipertensi Derajat 1 c d
Keterangan :
a. Jumlah sampel Stroke hemoragik dan Hipertensi derajat 2
b. Jumlah sampel stroke iskhemik dan hipertensi derajat 2
c. Jumlah sampel stroke hemoragik dan hipertensi derajat 1
d. Jumlah sampel stroke iskhemik dan hipertensi derajat 1
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Karakteristik Sampel
Hasil penelitian mengenai hubungan gambaran CT Scan kepala pada
pasien stroke dengan Diabetes Mellitus yang disertai hipertensi, di RSUD
dr.Moewardi Surakarta dapat dikemukakan dalam bentuk tabel sebagai
berikut:
Tabel 4.1, menjelaskan bahwa ternyata dari 30 subjek 13 orang (43,33%)
berjenis kelamin laki-laki, dan sebanyak 17 orang (56,67%) berjenis kelamin
perempuan.
Jenis kelamin Jumlah Persen
Laki-laki 13 43,33
Perempuan 17 56,67
Jumlah 30 100
Tabel 4.1 Distribusi Subjek Menurut Jenis Kelamin
Tabel 4.2, mendiskripsikan bahwa dari subjek yang diteliti, jumlah subjek
terbanyak pada interval usia 50-59 tahun yakni sebanyak 12 orang (40%),
kemudian pada usia 60-69 tahun yakni sebanyak 8 orang (26,67%), kemudian
pada usia 70 tahun ke atas yakni 6 orang (20%), dan paling sedikit adalah pada
interval usia 40-49 tahun yakni hanya sebanyak 4 orang (13,33%).
Usia (tahun) Jumlah Persen
40-49 4 13,33
50-59 12 40
60-69 8 26,67
70 th ke atas 6 20
Jumlah 30 100
Tabel 4.2 Distribusi Subjek Menurut Interval Usia
Tabel 4.3, didapat bahwa dari 30 subjek ternyata 15 orang (50%)
menunjukkan pasien stroke dengan Diabetes Mellitus disertai hipertensi
derajat 1, sementara sebanyak 15 orang (50%) menunjukkan pasien stroke
dengan Diabetes Mellitus disertai hipertensi derajat 2.
Derajat Hipertensi Jumlah Persen
Hipertensi derajat 1 15 50
Hipertensi derajat 2 15 50
Jumlah 30 100
Tabel 4.3 Distribusi Subjek Menurut Derajat Hipertensi
Dari Tabel 4.4, diperoleh bahwa dari 30 subjek sebanyak 6 orang (20%)
pada pemeriksaan CT Scan kepala menunjukkan diagnosa stroke hemoragik,
sementara 24 orang lainnya (80%) menunjukkan diagnosa stroke hemoragik.
CT Scan Kepala Jumlah
Persen
Stroke Hemoragik 6 20
Stroke Iskhemik 24 80
Jumlah 30 100
Tabel 4.4 Distribusi Subjek Menurut Hasil Pemeriksaan CT Scan Kepala
B. Analisis Data
Tabel 4.5 menunjukkan hubungan yang secara statistik kurang signifikan
antara tekanan darah dan gambaran CT Scan kepala pasien stroke dengan
Diabetes Mellitus. Pasien yang mempunyai Hipertensi derajat 2 mempunyai
kemungkinan mengalami stroke hemoragik 2,36 kali lebih besar daripada yang
derajat 1 (OR= 2,36; P=0,33).
Variabel Hemoragik Iskhemik Total OR p Bts bawah- Bts
atas
(%) (%) (%)
HT derajat2 4 11 15 2,36 0,326 0,36 s.d.
15,45
(26,67%) (73,33%) (100%)
HT derajat1 2 13 15
(13,33%) (86,67%) (100%)
Tabel 4.5, Hasil uji statistik Fisher tentang hubungan antara hipertensi dan gambaran
CT Scan
Tabel 4.5, menunjukkan bahwa penderita stroke hemoragik pada pasien
hipertensi derajat 2 dengan Diabetes Mellitus lebih tinggi dibandingkan hipertensi
derajat 1 dengan Diabetes Mellitus dan perbandingan tersebut diuji dengan uji Fisher
secara statistik tidak signifikan (OR= 2,36; p=0,326).
Dari hasil analisis,di dapatkan odds ratio sebesar 2,36 sehingga dapat
disimpulkan bahwa antar kedua variabel yakni tekanan darah dan gambaran CT Scan
kepala saling berhubungan. Angka odds ratio sebesar 2,36 ini menandakan bahwa
orang yang terkena Diabetes Mellitus disertai hipertensi derajat 2 mempunyai
kemungkinan untuk mengalami stroke hemoragik yang ditunjukkan dengan gambaran
hiperdens pada pemeriksaan CT Scan kepala sebesar 2,36 kali daripada Diabetes
Mellitus yang disertai hipertensi derajat 1.
Pada uji signifikansi, data dianalisis dengan uji Fisher, dengan taraf
signifikansi 0,05. Dasar pengambilan keputusan yang dipakai adalah bila probabilitas
<0,05 maka hasil penelitian dikatakan sigifikan. Sebaliknya, bila probabilitas >0,05,
maka hasil penelitian dikatakan tidak signifikan. Dari hasil pengolahn data didapat
angka probabilitas sebesar 0,326, sehingga dapat disimpulkan bahwa hubungan antara
gambaran CT Scan kepala pasien stroke Diabetes Mellitus dengan derajat hipertensi
secara statistik tidak signifikan.
BAB V
PEMBAHASAN
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian dan analisis statistik,
serta didasari dengan teori-teori dari penelitian sebelumnya, maka pembahasan hasil
penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut:
Berdasarkan tabel distribusi subjek menurut jenis kelamin, menjelaskan bahwa
ternyata dari 30 subjek 46,67% berjenis kelamin laki-laki dan sebanyak 53,33%
berjenis kelamin perempuan. Hasil penelitian ini tidak sama dengan penelitian lain
yang menunjukkan bahwa angka kejadian stroke pada laki-laki lebih sering daripada
perempuan, hal ini mungkin disebabkan kurangnya sampel pada penelitian sehingga
belum dapat mewakili keadaan populasi yang sebenarnya.
Tabel distribusi subjek menurut interval usia, dapat menggambarkan bahwa
dari subjek yang diteliti, jumlah subjek yang terbanyak pada interval usia 50-59 tahun
yakni sebesar 40%, lalu pada urutan kedua terdapat pada interval usia 60-69 tahun
yakni sebesar 26,67%, dan urutan ketiga pada usia 70 tahun ke atas yakni sebesar
20%. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat para ahli yang menyatakan bahwa insiden
stroke akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Ketidaksesuaian hasil
penelitian dan pendapat para ahli di atas dapat disebabkan karena jumlah sampel yang
kurang sehingga belum dapat menggambarkan keadaan populasi sebenarnya. Selain
itu karena tingginya angka kematian akibat stroke menyebabkan berkurangnya
jumlaah pasien yang dapat mencapai usia 70 th ke atas.
Berdasarkan tabel distribusi subjek menurut hasil pemeriksaan tekanan darah,
memberi gambaran bahwa dari 30 subjek, 50% mempunyai faktor risiko Diabetes
Mellitus dengan hipertensi derajat 1 dan 50% mempuyai faktor risiko Diabetes
Mellitus dengan hipertensi derajat 2. Hasil penelitian ini hampir sama dengan
penelitian lain yang mengungkapkan bahwa 77% dari penderita stroke mengidap
hipertensi (Martono dan Kuswardhani, 2006).
Dari Tabel 4.5 dan hasil analisis statistik dengan Odds Ratio memberi
informasi adanya hubungan antara derajat hipertensi dan gambaran CT Scan (Odds
Ratio sebesar 2,36) dan secara statistik dinyatakan tidak signifikan karena p<0,05.
Dengan hasil ini dapat dikatakan bahwa Ho yang berbunyi terdapat hubungan antara
derajat hipertensi dan gambaran CT Scan tidak ditolak.
Hasil penelitian ini tidak signifikan, hal ini bisa disebabkan karena penentuan
jenis stroke berdasar lamanya pasien mengidap hipertensi bukan derajatnya.
Hipertensi yang kronis merupakan salah satu penyebab terjadinya disfungsi endotelial
dari pembuluh darah (Hariyono, 2006).
Selain hal tersebut di atas, gambaran CT Scan yang normal pada pasien stroke
seharusnya ditulis karena pada infark serebri , pada fase awal tampak sebagai daerah
dengan densitas sedikit menurun dengan batas tidak jelas dan baru pada fase akhir
khas tampak adanya daerah dengan batas tegas dengan densitas seperti liquor (Risono,
2004). Tetapi pada penelitian ini tidak ditulis disebabkan oleh keterbatasan waktu.
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. Stroke lebih sering terjadi pada usia 50-59tahun (40%).
2. Pasien stroke dalam penelitian ini mempunyai riwayat hipertensi.
3. Pasien stroke dengan Diabetes Mellitus yang memiliki hipertensi
derajat 2 mempunyai risiko untuk mengalami stroke hemoragik 2,36
kali lebih besar daripada pasien stroke dengan Diabetes Mellitus yang
memiliki hipertensi derajat1 (OR=2,36; p=0,33).
4. Tidak ada hubungan yang signifikan antara derajat hipertensi dan
gambaran CT Scan kepala.
B. Saran
1. Para klinisi hendaknya tidak terburu-buru untuk menyimpulkan jika
peningkatan tekanan darah akan menyebabkan stroke hemoragik
karena penentuan jenis stroke berdasar lamanya pasien mengidap
hipertensi bukan derajatnya.
2. Meningkatkan program penyuluhan tentang berbagai faktor risiko
stroke kepada masyarakat, bahwa makin bertambahnya umur dan
tekanan darah akan meningkatkan risiko terkena stroke hemoragik.
3. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus dan hipertensi sangat penting untuk
menghindari efek lanjutan berupa timbulnya stroke.
4. Perlu diadakannya penelitian lebih lanjut dengan menggunkan teknik
yang lebih baik (menggunakan metode penelitian prospektif) dan
jumlah sampel yang lebih besar untuk mendapat informasi yang lebih
akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Air E.L. and Kisella B.M. 2007. Diabetes, metabolic syndrome and ischemic stroke:
Epidemiology and possible mechanism. Proquest Medical Library. 30:12.
Aliah A., Kuswara F.F, Limora R.A., Wuysang G. 1996. Gambaran umum tentang
gangguan peredaran darah otak. Dalam: Harsono (ed). Kapita Selekta
Neurologi.Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, pp: 81, 86, 93.
Asdie, Ahmad H., Kurt J.Isselbacher, Eugene Braunwald, Jean D. Wilson, Joseph B.
Martin, Anthony S. Fauci, Dennis L. Kasper (eds). 2000. Harrison`s Principles
of Internal Medicine. Jakarta: EGC, pp: 2207-2210.
Bogardus C. and Tataranni P.A. 2002. Reduced early insulin secretion in etiology of
type 2 Diabetes Mellitus in Pima Indians. Diabetes 51. S262-S264.
Bustami, M. 2007. Golden standard penanganan stroke: saat kesadaran dan
kemacetan menjadi penghalang. Dalam: Fauzan (ed). Parameter. Edisi Nov-
Des 2007. Jakarta: Parameter Info Medika, p:8.
Bustami M. 2007. Peduli faktor risiko. Dalam: Fauzan (ed). Parameter.Edisi Nov –
Des 2007. Jakarta : Parameter Info Medika, p: 10.
Danang. 2008. Konsep Dasar Stroke. http://masdanang.co.cc/?p=15. (6 Maret 2009).
Fauzan. 2007. Golden standard penanganan stroke: saat kesadaran dan kemacetan
menjadi penghalang. Dalam: Fauzan (ed). Parameter. Edisi Nov- Des 2007.
Jakarta: Parameter Info Medika, p:8.
Fauzan. 2007. Mencari solusi penanganan stroke di Indonesia. Dalam: Fauzan (ed).
Parameter. Edisi Nov – Des 2007. Jakarta:Parametr Info Medika, p: 6.
Feigin V. 2006. Stroke: Panduan Bergambar Tentang Pencegahan dan Pemulihan
Stroke. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer, pp: 17, 86.
Fletcher R.H., Fletcher S.W., Wagner E.H. 1992. Sari Epidemiologi Klinik.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, pp: 127 - 148.
Guyton, A.C. and Hall,J.E. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi-11. Jakarta
:EGC. Pp: 210, 282.
Ginsberg L. 2008. Dalam: Wardhani, Indah Retno (terj). Lecture Notes Neurologi. 8th
ed. Surabaya : Erlangga, pp: 89-91.
Hadi S. 1996. Statistik Jilid II. Yogyakarta: Andi Offset, pp: 315 – 355.
Hariyono T. 2006. Hipertensi dan Stroke. SMF Ilmu Penyakit Syaraf RSUD
Banyumas. http://www.tempointeraktif.com/medika/arsip/052002/pus-1.htm.
(10 Maret 2009).
Junaidi I. 2004. Stroke A-Z. Jakarta: Gramedia, pp: 1-47.
Kiers L., S.M. Davis, R. Larkins, J. Hopper, B. Tress, S.C. Rossiter, J. Carlin, S.
Ratnaike. 1992. Stroke Topography and Outcome in Relation to Hyperglicaemia
and Diabetes. Journal of Neurology, Neurosurgery, and Psychiatry 55: 263-270.
Kisella B.M., Jane Khoury, Dawn Kleindorfer, Daniel Woo. 2005. Epidemiology of
Ischemic Stroke in Patients With Diabetes: The Greater Cincinnati/ Northern
Kentucky Stroke Study. Proquest Medical Library. 28:355.
Mangoenprasodjo, A. Setiono. 2005. Stroke Jangan Lagi Jadikan Hantu. Yogyakarta.
1st ed. Yogyakarta: Think Fresh, p: 65.
Mansjoer A, dkk. 2001. Nefrologi dan hipertensi. Dalam: Triyanti K, dkk (eds).
Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I. 3rd ed. Jakarta : Media Aesculapius FKUI, p:
518.
Mardjono M. dan Sidharta P. 1997. Neurologi Klinis Dasar. 6th ed. Jakarta: Dian
Rakyat, pp: 291, 472 – 474.
Martono H. dan Kuswardhani R.A.T. 2006. Stroke dan penatalaksanaanya oleh
internis. Dalam: Sudoyo A.W., Setiyohadi B., Alwi I., Simadibrata M., Setiati
S. (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. 4th ed. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departermen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, p: 1441.
Mauricio D. and Puolsen T.M. 1998. Perspectives in Diabetes: Apoptosis and the
Pathogenesis of IDDM , a question of life and death. Diabetes 41: 1537 – 1543.
Misbach J., 1999. Aspek Diagnostik, Patofisiologi, dan Manajemen Stroke. Jakarta:
Balai Pustaka FKUI, PP:19-24.
Mitchell R.N., Kumar V., Abbas A.K., Fausto N. 2006. Pocket Companion to Robbins
and Cotran Pathologic Basic of Disease. 7th ed. Philadelphia: Elsevier Inc,
p:682.
Ngoerah I.G.N.G. 1991. Dasar – Dasar Ilmu Penyakit Saraf. Surabaya: Airlangga
University Press, pp:171, 247.
Risono, 2004. Computed tomography (CT) scan. Dalam :Aulia F. (ed). Buku Ajar
Ilmu Penyakit Saraf. Surakarta: BEM Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas
Maret Press, pp: 58-66.
Sacco R.L. and Lipset C.H. 1996. Stroke risk factors: identifications and
modifications. Dalam: Fisher M. (ed). Stroke Therapy. Newton: Butterworth-
Heinmann, pp: 1-3.
Soeharto I. 2004. Serangan Jantung dan Stroke: Hubungannya dengan Lemak dan
Kolesterol. 2nd ed. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, pp:31, 35, 37, 56, 57.
Struijs J.N., van Genugten M.L.L., Evers S.M.A.A., Ament A.J.H.A., Baan C.A., van
den Bos G.A.M. 2005. Modellingnthe future burden of stroke in the
Netherlands: impact of aging, smoking, and hypertension. American Heart
Association. 36: 1648-1655.
Suroto. 2004. Gangguan Pembuluh Darah Otak. Dalam: Purwanto C. (ed). Buku Ajar
Ilmu Penyakit Saraf. Surakarta: BEM Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas
Maret Press, pp:87-96.
Suyono S. 2006. Masalah Diabetes di Indonesia. Dalam: H.M. Sjaifoellah Noer,
Sarwono W., A. Muin Rachman, LA Lesmana, Djoko Widodo, Harry Isbagio,
Idrus Alwi, Unggul Budi Husodo (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I.
3rd ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, pp: 578-579.
Tjokroprawiro A, dkk. . 2007. Diabetes Mellitus. Dalam: Askandar Tjokroprawiro,
Poernomo Boedi S., Djoko Santosa, Gatot Soegiarto (eds). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. 1st ed. Surabaya: Airlangga University Press, pp: 32, 64-70.
Yogiantoro M. 2006. Hipertensi esensial. Dalam: Sudoyo A.W., Setiyohadi B., Alwi
I., Simadibrata M., Setiati. (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. 4th ed.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, pp:599-600.
Waspadji S. 2006. Gambaran Klinis Diabetes Mellitus. Dalam: Sjaifoellah
Noer,Sarwono Waspadji, A. Muin Rachman, LA. Lesmana, Djoko Widodo,
Harri Isbagyo, Idrus Alwi, Unggul Budi Husodo. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid I. 3rd ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Departermen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, p: 586.
Wreksoatmodjo B.R., 2006. Profil penderita gangguan peredaran darah otak di unit
gawat darurat sebuah rumah sakit di Jakarta (januari-juli 2005). Majalah
Kedokteran Damianus. 5: 153-160.
Top Related