CONTOH KASUS
Seorang laki-laki Tn. H berumur 37 tahun dirawat di ICUU sedang dilakukan perawatan, tiba-tiba gambaran respirasi rhythm flat, EKG flat, dan nadi carotis tidak teraba.
Kata kunci: Rhythm flat, EKG flat, dan nadi carotis tidak teraba
Analisa Kasus
I. HENTI NAFAS ATAU GAGAL NAFASA. Pengertian
Gagal nafas adalah ketidakmampuan alat pernafasan untuk mempertahankan oksigenasi didalam darah, dengan atau tanpa penumpukan CO2. Gagal nafas akut adalah ketidakmampuan system pernafasan untuk mempertahankan suatu keadaan pertukaran udara antara atmosfer dengan sel-sel tubuh yang sesuai dengan kebutuhan tubuh normal (Zulkifli,2006). Gagal nafas adalah suatu kondisi dimana system respirasi gagal untuk melakukan fungsi pertukaran gas, pemasukan oksigen dan pengeluaran karbondioksida. Keadekuatan itu dapat dilihat dari kemampuan jaringan untuk memasukkan oksigen dan mengeluarkan karbondioksida. Manifestasi klinis gagal nafas yaitu pasien terlihat seperti tidur dalam, fatigue (kelelahan), sianosis, takikardia, takipneu, diaphoresis dan perubahan status mental dikarenakan kegagalan fungsi respirasi, dimana PaO2 terlalu rendah atau PaCO2 terlalu tinggi. Indikasi gagal nafas adalah PaO2 < 60 mmHg atau PaCO2 > 45 mmHg atau keduanya. Yang lain mengatakan bahwa gaga nafas terjadi ketika PaO2 < 50-60 mmHg dan atau PaCO2 > 49 50 mmHg pada kombinasi yang berbeda. Perlu dicatat bahwa semuanya diindikasikan dari PaO2 yang lebih rendah dari nilai normal (Nicolaos dkk, 2004).B. Jenis Gagal NafasGagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik dimana masing masing mempunyai pengertian yang berbeda.
1. Gagal nafas akut adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunyanormal secara struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul. 2. Gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam (penyakit penambang batubara).
C. Etiologi Gagal Nafas
Penyebab gagal nafas akut biasanya tidak berdiri sendiri dan merupakan kombinasi dari beberapa keadaan dimana penyebab utamanya adalah :1. Gangguan Ventilasia. Obstruksi akut, misalnya disebabkan fleksi leher pada pasien tidak sadar, spasme larink atau oedem larink.
b. Obstruksi kronis, misalnya pada emfisema, bronkritis kronis, asma, bronkiektasis, terutama yang disertai sepsis.
c. Penurunan compliance, compliance paru atau toraks, efusi pleura, edema paru, atelektasis, pneumonia, kiposkoloisis, patah tulang iga, pasca operasi toraks/ abdomen, peritonitis, distensi lambung, sakit dada, dan sebagainya.
d. Gangguan neuromuskuler, misalnya pada polio, guillain bare syndrome, miastenia grafis, cedera spinal, fraktur servikal, keracuan obat/ zat lain.
e. Gangguan / depresi pusat pernafasan, misalnya pada penggunaan obat narkotik / barbiturate/ trankuiliser, obat anestesi, trauma / infak otak, hipoksia berat pada susunan saraf pusat dan sebagainya.
2. Gangguan Difusi Alveoli Kapilera. Oedem paru, ARDS, fibrosis paru, emfisema, emboli lemak, pneumonia, post perfusion syndrome, tumor paru, aspirasi.
b. Gangguan Kesimbangan Ventilasi Perfusi (V/Q Missmatch)c. Peningkatan deadspace (ruang rugi) misalnya pada trombo emboli, enfisema, bronchektasis dsb.
d. Peninggian intra alveolar shunting, misal pada atelektasis, ARDS, pneumonia edema paru, dan lain sebagainya.
D. Tanda dan Gejala1. Tanda
a. Gagal nafas total
Aliran udara di mulut, hidung tidak dapat didengar/dirasakan.
Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikuladan sela iga serta tidak ada pengembangan dada pada inspirasi
Adanya kesulitasn inflasi parudalam usaha memberikan ventilasi buatan
b. Gagal nafas parsial
Terdenganr suara nafas tambahan gargling, snoring, Growing dan whizing.
Ada retraksi dada
2. Gejala
a. Hiperkapnia yaitu penurunan kesadaran (PCO2)
b. Hipoksemia yaitu takikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis (PO2 menurun)
E. Patofisiologi Gagal NafasGagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik dimana masing masing mempunyai pengertian yang berbeda. Gagal nafas akut adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunya normal secara struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul. Sedangkan gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam (penyakit penambang batubara).Pasien mengalalmi toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapnia yang memburuk secara bertahap. Setelah gagal nafas akut biasanya paru-paru kembali kekeasaan asalnya. Pada gagal nafas kronik struktur paru alami kerusakan yang ireversibel. Indikator gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital, frekuensi penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari20x/mnt tindakan yang dilakukan memberi bantuan ventilator karena kerja pernafasan menjadi tinggi sehingga timbul kelelahan. Kapasitasvital adalah ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg).Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuat dimana terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernapasan terletak di bawah batang otak (pons dan medulla). Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala, stroke, tumor otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai kemampuan menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi lambat dan dangkal. Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa terjadi pernafasan tidak adekuat karena terdapat agen menekan pernafasan denganefek yang dikeluarkanatau dengan meningkatkan efek dari analgetik opiood. Pnemonia atau dengan penyakit paru-paru dapat mengarah ke gagal nafas akut.F. KlasifikasiBerdasarkan penyebab organ yang terganggu dapat dibagi menjadi 2, yaitu:
1. KardiakGangguan gagal nafas bisa terjadi akibat adanya penurunan PaO2 dan peningkatan PaCO2 akibat jauhnya jarak difusi akibat edema paru. Edema paru ini terjadi akibat kegagalan jantung untuk melakukan fungsinya sehinmgga terjadi peningkatan perpindahan cairan dari vaskuler ke interstitial dan alveoli paru. Terdapat beberapa penyakit kardiovaskuler yang mendorong terjadinya disfungsi miokard dan peningkatan LVEDV dan LVEDP yang menyebabkan mekanisme backward-forward sehingga terjadi peningkatan tekanan hidrostatik kapiler paru, cairan berpindah ke interstitial alveolar paru dan terjadilah edema paru.
a. Penyakit yang menyebabkan disfungsi miokard : infark miokard, kardiomiopati, dan miokarditisb. Penyakit yang menyebabkan peningkatan LVEDV dan LVEDP :
Meningkatkan beban tekanan : aorta stenosis, hipertensi, dan Coartasio Aorta
Meningkatkan volume : mitral insufisiensi, aorta insufisiensi. ASD dan VSD
Hambatan pengisian ventrikel : mitral stenosis, dan trikuspidal insufisiensi2. NonkardiakTerutama terjadi gangguan di bagian saluran pernafasan atas dan bawah serta proses difusi. Hal ini bisa disebabkan oleh beberapa hal seperti adanya obstruksi, emfisema, atelektasis, pneumothorax, ARDS dan lain.lain.
G. Pemeriksaan Fisik( Menurut pengumpulan data dasar oleh Doengoes)
1. Sirkulasi Tanda : Takikardia, irama ireguler, S3S4/Irama gallop, Daerah PMI bergeser ke daerah mediastinal, Hammans sign (bunyi udara beriringan dengan denyut jantung menandakan udara di mediastinum), TD : hipertensi/hipotensi.
2. Nyeri/Kenyamanan Tanda : Melindungi bagian nyeri, perilaku distraksi, ekspresi meringis Gejala : nyeri pada satu sisi, nyeri tajam saat napas dalam, dapat menjalar ke leher, bahu dan abdomen, serangan tiba-tiba saat batuk
3. Pernapasan Tanda : takipnea, peningkatan kerja pernapasan, penggunaan otot asesori, penurunan bunyi napas, penurunan fremitus vokal, perkusi : hiperesonan di atas area berisi udara (pneumotorak), dullnes di area berisi cairan (hemotorak); perkusi : pergerakan dada tidak seimbang, reduksi ekskursi thorak. Kulit : cyanosis, pucat, krepitasi sub kutan; mental: cemas, gelisah, bingung, stupor. Gejala : riwayat trauma dada, penyakit paru kronis, inflamasi paru , keganasan, lapar udara, batuk
4. Keamanan
Gejala : riwayat terjadi fraktur, keganasan paru, riwayat radiasi/kemoterapi
5. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat faktor resiko keluarga dengan tuberkulosis, kanker.
H. Pemeriksaan Diagnostik1. Hb : dibawah 12 gr %
2. Analisa gas darah :
pH dibawah 7,35 atau di atas 7,45
paO2 di bawah 80 atau di atas 100 mmHg
pCO2 di bawah 35 atau di atas 45 mmHg
BE di bawah -2 atau di atas +2
3. Saturasi O2 kurang dari 90 %
4. Ro : terdapat gambaran akumulasi udara/cairan , dapat terlihat perpindahan letak mediastinum.
I. Penatalaksanaan1. Suplemen Oksigen Merupakan tindakan temporer sambil dicari diagnosis etiologi dan terapinya. Pemberian O2peningkatan Gradien Tekanan O2 Alveolus dgn kapiler. Difusi lebih banyak peningkatan PaO2.
2. Obat dan penatalaksanaan lainnya Mukolitik
Postural orainase
Chest physical therapy
Nasotracheal suctioning
Cough/deep Breathing Exercise
II. HENTI JANTUNG ATAU CARDIAC ARREST
A. Pengertian
Terhentinya sirkulasi darah normal akibat kegagalan jantung untuk memompa atau kontraksi secara efektif
Cardiac Arrest berbeda dengan Heart Attack yaitu terjadi karena penurunan aliran darah ke otot jantung sehingga menimbulkan manifestasi gangguan jantung
Terhentinya sirkulasi darah menghentikan transport oksigen ke tubuh. Kekurangan oksigen di otak mengakibatkan terjadinya penurunan kesadaran. Apabila otak tidak mendapat suplay oksigen 5 menit atau lebih akan mengakibatkan gangguan permanen atau kematian jaringan otak.
Pada kasus Cardiac Arrest harus dilakukan penanganan dengan segera mungkin, yaitu dengan pijatan jantung paru (CPR) diikuti dengan defibrillator (DC Shock) bila diperlukan.
B. Klaisfikasi
1. Shockable : apabila ritme elektrokardiografi menggambarkan Ventrikel Fibrilasi dan atau Supra Ventrikel Tachycardi.
2. Non Shockable : apabila ritme elektrokardiografi menggambarkan bradycardi, assystole, dll.
C. Tanda Dan Gejala :
1. Tiba-tiba jantung berhenti memompa darah dengan memeriksa pada arteri karotis tidak adanya denyut nadi, bila tidak ditangani dengan tepat dan segera dapat menyebabkan kematian.
2. Pasien tidak sadar diakibatkan oleh tidak adequatnya perfusi pada otak.
3. Nafas agonal diikuti dengan henti nafas (apnoe)
D. Penyebab
1. Penyakit jantung koroner menyebabkan Sudden Cardiac Arrest 60 70% pada orang dewasa, 30% disebabkan oleh Ischemia.
2. Non Ischemia : cardiomyopathy, gangguan ritme jantung, gangguan jantung kongestif, myocarditis, hipertropi cardio myopathi.
3. Non Cardiac : Trauma, Intra Cranial Bleeding, Overdosis, pasien tenggelam, emboli paru-paru
4. Hipovolemia, hypoxia, asidosis, hiper/hipo kalemia, hypothermia, hiper/hipo glikemia.
5. Toxin, tamponade jantung, tension pneumothorax, thrombosis.
6. Resiko tinggi : perokok, tidak pernah olahraga, kegemukan, kencing manis, dan keturunan.
E. Penanganan
1. Resusitasi jantung paru yang mengacu pada Basic Life Support sesuai dengan Standar Prosedur Operasional.
2. Berikan bantuan ventilasi sebanyak 2 kali, bantu dengan pemasangan oro faringeal tube.
3. Bila dalam 5 detik tidak ada nadi segera dilakukan pijatan jantung luar dengan perbandingan 30 : 2 baik oleh 1 maupun 2 penolong.
4. Tindakan intubasi dalam study kasus tidak ditemukan dapat membantu penyelamatan pasien secara signifikan saat terjadi cardiac arrest, apabila dilakukan intubasi pada pre hospital malah bisa memperburuk kondisi pasien.
5. DC Shock dilakukan apabila ditemukan ritme jantung menggambarkan VF dan atau SVT.
6. Obat-obatan : Epinephrine, Atropine, dan amiodarone. Epinephrine diberikan secara IV dengan dosis 1 mg, dapat diulang setelah 3 5 menit selama dilakukan Resusitasi Jantung Paru.
7. Apabila berhasil jaga perfusi dengan pemberian inotropik (dobutamin) dikombinasi dengan vasopressor (Nor epinephrine).
F. Prinsip-Prinsip Penanganan Cardiac Arrest
1. Mengenal secara dini penyakit sebelum terjadinya cardiac arrest
2. Resusitasi Jantung Paru secara tepat dan cepat dan pemberian oksigenasi yang adequate
3. Defibrilasi dengan segera bila jantung menggambarkan Ventrikel Fibrilasi dan Supra Ventrikel Tachycardi.
4. ACLS dengan segera.
III. RESUSITASI JANTUNG PARU PADA KEGAWATAN KARDIOVASKULERIstilah resusitasi atau reanimasi di dalam kamus-kamus diartikan sebagai menghidupkan kembali atau memberi hidup baru. Dalam arti luas resusitasi merupakan segala bentuk usaha medis, yang dilakukan terhadap mereka yang berada dalam keadaan gawat atau kritis, untuk mencegah kematian. Kematian di dalam klinik diartikan sebagai hilangnya kesadaran dan semua refleks, disertai berhentinya pernafasan dan peredaran darah yang ireversibel. Oleh karena itu resusitasi merupakan segala usaha untuk mengembalikan fungsi sistem pernafasan, peredaran darah dan saraf, yang terhenti atau terganggu sedemikain rupa sehingga fungsinya dapat berhenti sewaktu-waktu, agar kembali menjadi normal seperti semula. Karenanya timbullah istilah Cardio Pumonary Resuscitation (CPR) yang dalam bahasa Indonesia menjadi Resusitasi Jantung Paru (RJP).
Berhasil tidaknya resusitasi jantung paru tergantung pada cepat tindakan dan tepatnya teknik pelaksanaannya. Pada beberapa keadaan, tindakan resusitasi tidak dianjurkan (tidak efektif) antara lain bila henti jantung (arrest) telah berlangung lebih dari 5 menit karena biasanya kerusakan otak permanen telah terjadi, pada keganasan stadium lanjut, gagal jantung refrakter, edema paru refrakter, renjatan yang mendahului arrest, kelainan neurologik berat, penyakit ginjal, hati dan paru yang lanjut. Permasalahan yang sering kita hadapi, bagaimana cara menangani kegawatan kardiovaskuler lewat resusitasi jantung paru dengan tindakan dan teknik pelaksanaan yang tepat.
A. Definisi Resusitasi mengandung arti harfiah Menghidupkan kembali tentunya dimaksudkan usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah suatu episode henti jantung berlanjut menjadi kematian biologis.
RJP (Resusitasi Jantung Paru) adalah suatu tindakan darurat, sebagai usaha untuk mengembalikan keadaan henti nafas/ henti jantung atau (yang dikenal dengan istilah kematian klinis) ke fungsi optimal, guna mencegah kematian biologis sehimhha bias pulih kembali.B. Indikasi
1. Henti nafas (Respiratory Arrest), henti nafas yang bukan disebabkan gangguan pada jalan nafas dapat terjadi karena gangguan pada sirkulasi (asistole, bradikardia, fibrilasi ventrikel).
2. Henti jantung (Cardiac Arrest) dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti: Hipoksemia karena berbagai sebab
Gangguan elektrolit (hipokalemia, hiperkalemia, hipomagnesia)
Gangguan irama jantung (aritmia) Penekanan mekanik pada jantung (tamponade jantung, tension pneumothoraksC. KlasifikasiResusitasi jantung paru terdiri atas 2 komponen utama yakni,
1. Bantuan hidup dasar / BHD adalah usaha yang dilakukan untuk menjaga jalan nafas (airway) tetap terbuka, menunjang pernafasan dan sirkulasi dan tanpa menggunakan alat-alat bantu. Usaha ini harus dimulai dengan mengenali secara tepat keadaan henti jantung atau henti nafas dan segera memberikan bantuan sirkulasi dan ventilasi. Usaha BHD ini bertujuan dengan cepat mempertahankan pasok oksigen ke otak, jantung dan alat-alat vital lainnya sambil menunggu pengobatan lanjutan. Pengalaman menunjukkan bahwa resusitasi jantung paru akan berhasil terutama pada keadaan henti jantung yang disaksikan (witnessed) dimana resusitasi segera dilakukan oleh orang yang berada di sekitar korban.2. Bantuan hidup lanjut / BHL adalah usaha yang dilakukan setelah dilakukan usaha hidup dasar dengan memberikan obat-obatan yang dapat memperpanjang hidup pasien.
3. Tunjangan Hidup Terus Menerus.
C. Etiologi Henti Jantung dan NafasBeberapa penyebab henti jantung dan nafas adalah,
1. Infark miokard akut, dengan komplikasi fibrilasi ventrikel, cardiac standstill, aritmia lain, renjatan dan edema paru.
2. Emboli paru, karena adanya penyumbatan aliran darah paru.
3. Aneurisma disekans, karena kehilangan darah intravaskular.
4. Hipoksia, asidosis, karena adanya gagal jantung atau kegagalan paru berat, tenggelam, aspirasi, penyumbatan trakea, pneumothoraks, kelebihan dosis obat, kelainan susunan saraf pusat.
5. Gagal ginjal, karena hiperkalemiaHenti jantung biasanya terjadi beberapa menit setelah henti nafas. Umumnya, walaupun kegagalan pernafasan telah terjadi, denyut jantung masih dapat berlangsung terus sampai kira-kira 30 menit. Pada henti jantung, dilatasi pupil kadang-kadang tidak jelas. Dilatasi pupil mulai terjadi 45 detik setelah aliran darah ke otak terhenti dan dilatasi maksimal terjadi dalam waktu 1 menit 45 detik. Bila telah terjadi dilatasi pupil maksimal, hal ini menandakan sudah terjadi 50 % kerusakan otak irreversibel.
D. Diagnosis1. Tanda-tanda henti jantung Kesadaran hilang (dalam 15 detik setelah henti jantung)
Tak teraba denyut arteri besar (femoralis dan karotis pada orang dewasa atau brakialis pada bayi)
Henti nafas atau mengap-megap (gasping)
Terlihat seperti mati (death like appearance)
Warna kulit pucat sampai kelabu
Pupil dilatasi (setelah 45 detik). (4)
2. Diagnosis henti jantung sudah dapat ditegakkan bila dijumpai ketidak sadaran dan tak teraba denyut arteri besar
Tekanan darah sistolik 50 mmHg mungkin tidak menghasilkan denyut nadi yang dapat diraba.
Aktivitas elektrokardiogram (EKG) mungkin terus berlanjut meskipun tidak ada kontraksi mekanis, terutama pada asfiksia.
Gerakan kabel EKG dapat menyerupai irama yang tidak mantap.
Bila ragu-ragu, mulai saja RIP. E. Penatalaksanaan Henti Jantung dan Nafas
Resusitasi jantung paru hanya dilakukan pada penderita yang mengalami henti jantung atau henti nafas dengan hilangnya kesadaran.oleh karena itu harus selalu dimulai dengan menilai respon penderita, memastikan penderita tidak bernafas dan tidak ada pulsasi. (3) Pada penatalaksanaan resusitasi jantung paru harus diketahui antara lain, kapan resusitasi dilakukan dan kapan resusitasi tidak dilakukan.1. Resusitasi dilakukan pada :
Infark jantung kecil yang mengakibatkan kematian listrik
Serangan Adams-Stokes
Hipoksia akut
Keracunan dan kelebihan dosis obat-obatan
Sengatan listrik
Refleks vagal
Tenggelam dan kecelakaan-kecelakaan lain yang masih memberi peluang untuk hidup.
2. Resusitasi tidak dilakukan pada :
Kematian normal, seperti yang biasa terjadi pada penyakit akut atau kronik yang berat.
Stadium terminal suatu penyakit yang tak dapat disembuhkan lagi.
Bila hampir dapat dipastikan bahwa fungsi serebral tidak akan pulih, yaitu sesudah 1 jam terbukti tidak ada nadi pada normotermia tanpa RJP.
Pada penatalaksanaan resusitasi jantung paru penilaian tahapan BHD sangat penting. Tindakan resusitasi (yaitu posisi, pembukaan jalan nafas, nafas buatan dan kompresi dada luar) dilakukan kalau memang betul dibutuhkan. Ini ditentukan penilaian yang tepat, setiap langkah ABC RJP dimulai dengan : penentuan tidak ada respons, tidak ada nafas dan tidak ada nadi. F. Langkah-Langkah yang Dilakukan Dalam Resusitasi Jantung Paru
1. Bantuan Hidup Dasara. Airway (jalan nafas)Berhasilnya resusitasi tergantung dari cepatnya pembukaan jalan nafas. Caranya ialah segera menekuk kepala korban ke belakang sejauh mungkin, posisi terlentang kadang-kadang sudah cukup menolong karena sumbatan anatomis akibat lidah jatuh ke belakang dapat dihilangkan. Kepala harus dipertahankan dalam posisi ini.Bila tindakan ini tidak menolong, maka rahang bawah ditarik ke depan. Caranya ialah: Tarik mendibula ke depan dengan ibu jari sambil,
Mendorong kepala ke belakang dan kemudian,
Buka rahang bawah untuk memudahkan bernafas melalui mulut atau hidung.
Penarikan rahang bawah paling baik dilakukan bila penolong berada pada bagian puncak kepala korban. Bila korban tidak mau bernafas spontan, penolong harus pindah ke samping korban untuk segera melakukan pernafasan buatan mulut ke mulut atau mulut ke hidung.
b. Breathing (Pernafasan)Dalam melakukan pernafasa mulut ke mulut penolong menggunakan satu tangan di belakang leher korban sebagai ganjalan agar kepala tetap tertarik ke belakang, tangan yang lain menutup hidung korban (dengan ibu jari dan telunjuk) sambil turut menekan dahi korban ke belakang. Penolong menghirup nafas dalam kemudian meniupkan udara ke dalam mulut korban dengan kuat. Ekspirasi korban adalah secara pasif, sambil diperhatikan gerakan dada waktu mengecil. Siklus ini diulang satu kali tiap lima detik selama pernafasan masih belum adekuat. Pernafasan yang adekuat dinilai tiap kali tiupan oleh penolong, yaitu perhatikan :
Gerakan dada waktu membesar dan mengecil Merasakan tahanan waktu meniup dan isi paru korban waktu mengembang
Dengan suara dan rasakan udara yang keluar waktu ekspirasi. Tiupan pertama ialah 4 kali tiupan cepat, penuh, tanpa menunggu paru korban mengecil sampai batas habis. (5)
c. Circulation (Sirkulasi buatan)Sering disebut juga dengan Kompresi Jantung Luar (KJL). Henti jantung (cardiac arrest) ialah hentinya jantung dan peredaran darah secara tiba-tiba, pada seseorang yang tadinya tidak apa-apa; merupakan keadaan darurat yang paling gawat. Sebab-sebab henti jantung :
Afiksi dan hipoksi
Serangan jantung
Syok listrik
Obat-obatan
Reaksi sensitifitas
Kateterasi jantung
Anestesi. Untuk mencegah mati biologi (serebral death), pertolongan harus diberikan dalam 3 atau 4 menit setelah hilangnya sirkulasi. Bila terjadi henti jantung yang tidak terduga, maka langkah-langkah ABC dari tunjangan hidup dasar harus segera dilakukan, termasuk pernafasan dan sirkulasi buatan.
Henti jantung diketahui dari :
Hilangnya denyut nadi pada arteri besar
Korban tidak sadar
Korban tampak seperti mati
Hilangnya gerakan bernafas atau megap-megap.
Pada henti jantung yang tidak diketahui, penolong pertama-tama membuka jalan nafas dengan menarik kepala ke belakang. Bila korban tidak bernafas, segera tiup paru korban 3-5 kali lalu raba denyut a. carotis. Perabaan a. carotis lebih dianjurkan karena : Penolong sudah berada di daerah kepala korban untuk melakukan pernafasan buatan
Daerah leher biasanya terbuka, tidak perlu melepas pakaian korban
Arteri karotis adalah sentral dan kadang-kadang masih berdenyut sekalipun daerah perifer lainnya tidak teraba lagi.
Bila teraba kembali denyut nadi, teruskan ventilasi. Bila denyut nadi hilang atau diragukan, maka ini adalah indikasi untuk memulai sirkulasi buatan dengan kompresi jantung luar. Kompresi jantung luar harus disertai dengan pernafasan buatan.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan ABC RJP tersebut adalah:1. RJP jangan berhenti lebih dari 5 detik dengan alasan apapun
2. Tidak perlu memindahkan penderita ke tempat yang lebih baik, kecuali bila ia sudah stabil
3. Jangan menekan prosesus xifoideus pada ujung tulang dada, karena dapat berakibat robeknya hati
4. Diantara tiap kompresi, tangan harus melepas tekanan tetapi melekat pada sternum, jari-jari jangan menekan iga korban
5. Hindarkan gerakan yang menyentak. Kompresi harus lembut, teratur dan tidak terputus
6. Perhatikan komplikasi yang mungkin karena RJP. 7. Pada pasien yang telah terpasang monitor EKG dan terdapat gambaran asistole pada layar monitor, harus selalu dicek denyut nadi karotis untuk memastikan adanya denyut jantung. Begitu juga sebaliknya pada pasien terpasang monitor EKG yang telah di-RJP terdapat gambaran gelombang EKG harus diperiksa denyut nadi karotis untuk memastikan apakah sudah teraba nadi (henti jantung sudah teratasi) atau hanya gambaran EKG pulseless. Jika nadi karotis belum teraba maka RJP dilanjutkan
ABC RJP dilakukan pada korban yang mengalami henti jantung dapat memberi kemungkinan beberapa hasil:1. Korban menjadi sadar kembali
2. Korban dinyatakan mati, ini dapat disebabkan karena pertolongan RJP yang terlambat diberikan atau pertolongan tak terlambat tetapi tidak betul pelaksanaannya.
3. Korban belum dinyatakan mati dan belum timbul denyut jantung spontan. Dalam hal ini perlu diberi pertolongan lebih lanjut yaitu bantuan hidup lanjut (BHL). Tindakan 1. Tanpa alat :
1 (satu) orang penolong : memberikan pernafasan buatan dan pijat jantung luar dengan perbandingan 2 : 30 dalam 2 menit (5 siklus). Tiap 5 siklus dievaluasi dengan mengecek pernafasan (LLF) dan jantung (perabaan nadi karotis). Jika masih henti jantung dan henti nafas, RJP dilanjutkan
2 (dua) orang penolong : memberikan pernafasan buatan dan pijat jantung luar yang dilakukan oleh masing-masing penolong secara bergantian dengan perbandingan 2 : 30 dalam 2 menit (5 siklus). Tiap 5 siklus dievaluasi dengan mengecek pernafasan (LLF) dan jantung (perabaan nadi karotis). Jika masih henti jantung dan henti nafas, RJP dilanjutkan dengan berganti orang.
Pijat jantung luar diusahakan 100 kali/menit2. Dengan alat :Untuk mencapai hasil RJP yang lebih baik harus segera diusahakan pemasangan intubasi endotrakeal
RJP dihentikan bila :
Jantung sudah berdetak ditandai adanya nadi dan nafas sudah spontan
Mengecek nadi dan pernafasan
Penolong sudah kelelahan
Pasien dinyatakan tidak mempunyai harapan lagi/meninggal
2. Bantuan Hidup Lanjuta. DrugsSetelah penilaian terhadap hasil bantuan hidup dasar, dapat diteruskan dengan bantuan hidup lanjut (korban dinyatakan belum mati dan belum timbul denyut jantung spontan), maka bantuan hidup lanjut dapat diberikan berupa obat-obatan. Obat-obatan tersebut dibagi dalam 2 golongan yaitu: Penting (Adrenalin, Natrium bikarbonat, Sulfat Atropin, Lidokain) dan Berguna, yaitu (Isoproterenol, Propanolol, Kortikosteroid, Natrium bikarbonat).b. EKGDiagnosis elektrokardiografis untuk mengetahui adanya fibrilasi ventrikel dan monitoring.
Fibrillation Treatment
Tindakan defibrilasi untuk mengatasi fibrilasi ventrikel. Elektroda dipasang sebelah kiri putting susu kiri dan di sebelah kanan sternum atas.
Keputusan untuk mengakhiri resusitasiKeputusan untuk memulai dan mengakhiri usaha resusitasi adalah masalah medis, tergantung pada pertimbangan penafsiran status serebral dan kardiovaskuler penderita. Kriteria terbaik adanya sirkulasi serebral dan adekuat adalah reaksi pupil, tingkat kesadaran, gerakan dan pernafasan spontan dan refleks. Keadaan tidak sadar yang dalam tanpa pernafasan spontan dan pupil tetap dilatasi 15-30 menit, biasanya menandakan kematian serebral dan usaha-usaha resusitasi selanjutnya biasanya sia-sia. Kematian jantung sangat memungkinkan terjadi bila tidak ada aktivitas elektrokardiografi ventrikuler secara berturut-turut selama 10 menit atau lebih sesudah RJP yang tepat termasuk terapi obat.
DAFTAR PUSTAKAMansjoer, Arif. 2004. Kapita Selekta Kedokteraan . Edisi 3. Jilid 2. Jakarta : Mediaesculapius.
Price, Sylvia. A. 20004. Patofisiologi Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit. Jakarta : EGC
Sarwono.1996.Buku Ajar Penyakit Dalam.Jilid pertama,Edisi Ketiga.Jakarta:FKUI
Sjamsuhidajat R, Jong Wd, Resusitasi, dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC, Jakarta, hal : 124-119, 1997.
http://nursecerdas.wordpress.com/2009/10/23/resusitasi-jantung-paru/http://dokter-medis.blogspot.com/2009/07/resusitasi-jantung-paru-rjp.html
TUGAS KEPERAWATAN KRITIS ANALISA KASUS
OLEH KELOMPOK II:
BQ. KIRANA KITNA Y.
BQ. NURUL HIDAYATI
NI WAYAN RAHAYU NINGTYAS
JULIYANA DWI MANTARI T.
DELITA ANDRIANI
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MATARAM
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D IV KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
TAHUN 2013
Top Related