BAB III
GAMBARAN SENGKETA FAKTUR PAJAK CACAT DAMPAKNYA BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK DAN KERUAGIAN NEGARA
3.1Definisi Faktur Pajak
Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha
Kena Pajak (PKP) yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau
penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP), atau bukti pungutan pajak karena impor
Barang Kena Pajak yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Faktur Pajak dapat berupa Faktur Pajak Standar, Faktur Pajak Sederhana, atau
dokumen tertentu yang ditetapkan sebagai Faktur Pajak Standar dan Faktur
Penjualan yang dapat dipersamakan dengan Faktur Pajak Standar.
3.1.1 Faktur Pajak Standar
Faktur Pajak Standar adalah Faktur Pajak yang dibuat oleh Pengusaha
Kena Pajak dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Bentuk dan ukuran Faktur Pajak Standar disesuaikan dengan kepentingan
Pengusaha Kena Pajak.
b. Setiap Faktur Pajak Standar harus menggunakan Kode dan Seri Faktur
Pajak yang telah ditentukan di dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak
nomor: Per-159/PJ./2006 tentang Saat Pembuatan,
Bentuk, Ukuran, Pengadaan, tata Cara Penyampaian, dan Tata Cara
Pembetulan Faktur Pajak Standar, yaitu:
- Kode Faktur Pajak Standar terdiri dari:
(1) 2 (dua) digit Kode Transaksi;
(2) 1 (satu) digit Kode Status; dan
(3) 3 (tiga) digit Kode Cabang.
53
Tinjauan sengketa..., Febriansyah, FISIP UI, 2008.
Khusus Pengusaha Kena Pajak yang dipusatkan secara jabatan pada
Kantor Pelayanan Pajak yang menerapkan Sistem Administrasi
Modern (SAM), Kode Cabang ditentukan sendiri oleh Pengusaha Kena
Pajak tersebut dan wajib memberitahukan secara tertulis ke Kantor
Pelayanan Pajak tempat pemusatan pajak terutang dilakukan paling
lambat sebelum Faktur Pajak diterbitkan.
- Nomer Seri Faktur Pajak terdiri dari :
(1) 2 (dua) digit Tahun Penerbitan; dan
(2) 8 (delapan) digit Nomor Urut.
c. Dalam Faktur Pajak Standar harus dicantumkan keterangan tentang
penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang
paling sedikit memuat:
1) Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan
Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
2) Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang
Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
3) Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan
potongan harga;
4) Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
5) Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
6) Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
7) Nama, jabatan dan tandatangan yang berhak menandatangani
Faktur Pajak.
d. Faktur Pajak Standar paling sedikit dibuat dalam rangkap dua yaitu:
- Lembar ke-1 : Untuk Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima
Jasa Kena Pajak sebagai bukti Pajak Masukan.
- Lembar ke-2 : Untuk Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan
Faktur Pajak Standar sebagai bukti Pajak Keluaran.
Dalam hal Faktur Pajak Standar dibuat lebih dari rangkap dua, maka
harus dinyatakan secara jelas penggunaannya dalam lembar Faktur
Pajak yang bersangkutan.
54
Tinjauan sengketa..., Febriansyah, FISIP UI, 2008.
e. Dalam hal rincian Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang
diserahkan tidak dapat ditampung dalam satu Faktur Pajak, maka
Penguasaha Kena Pajak dapat membuat Faktur Pajak dengan cara
- Dibuat lebih dari satu Faktur Pajak yang masing-masing
menggunakan kode dan nomor seri Faktur Pajak yang
sama,ditandatangani setiap lembarnya, dan khusus untuk
pengisian baris Harga JuaI/Penggantian/Uang Muka/Termijn,
Potongan Harga, Uang Muka yang telah diterima, Dasar
Pengenaan Pajak, dan Pajak Pertambahan Nilai cukup diisi pada
lembar Faktur Pajak terakhir; atau
- Dibuat satu Faktur Pajak asalkan menunjuk nomor dan tanggal
Faktur Penjualan yang bersangkutan dan faktur penjualan tersebut
merupakan lampiran Faktur Pajak yang tidak terpisahkan.
f. Pengusaha Kena Pajak wajib menyampaikan pemberitahuan secara
tertulis nama pejabat (dapat lebih dari 1 orang) yang berhak
menandatangani Faktur Pajak disertai contoh tandatangannya kepada
Kepala Kantor Pelayanan Pajak di tempat Pengusaha Kena Pajak
dikukuhkan paling lambat pada saat pejabat yang berhak menandatangani
mulai menandatangani Faktur Pajak Standar.
g. Faktur Penjualan yang memuat keterangan dan yang pengisiannya sesuai
dengan ketentuan pada huruf c di atas dapat dipersamakan sebagai Faktur
Pajak Standar.
h. Atas Faktur Pajak Standar yang cacat, atau rusak, atau salah dalam
pengisian, atau penulisan, atau yang hilang, Pengusaha Kena Pajak yang
menerbitkan Faktur Pajak Standar tersebut dapat membuat Faktur Pajak
Standar Pengganti.
3.1.2 Faktur Pajak Sederhana
Faktur Pajak Sederhana adalah bukti pungutan pajak yang dapat dibuat
oleh Pengusaha Kena Pajak dalam hal Pengusaha Kena Pajak yang
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang
55
Tinjauan sengketa..., Febriansyah, FISIP UI, 2008.
dilakukan secara langsung kepada konsumen akhir, dan penyerahan Barang
Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak kepada pembeli Barang Kena Pajak
atau penerima Jasa Kena Pajak, yang tidak diketahui identitasnya secara
lengkap.
Yang dimaksud dengan pembeli Barang Kena Pajak dan/atau penerima
Jasa Kena Pajak yang tidak diketahui identitasnya secara lengkap adalah
misalnya pembeli Barang Kena Pajak / penerima Jasa Kena Pajak yang tidak
diketahui dan Nomor Pokok Wajib Pajak atau tidak diketahui nama dan / atau
alamat lengkapnya.
Faktur Pajak sederhana tidak dapat digunakan oleh pembeli Barang Kena
Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak sebagai sarana untuk pengkreditan Pajak
Masukan.
Pembuatan Faktur Pajak Sederhana harus memenuhi ketentuan sebagai
berikut :
a. Faktur Pajak Sederhana paling sedikit harus memuat;
- Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan
Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak;
- Jenis dan kuantum Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak
yang diserahkan;
- Jumlah Harga Jual atau Peggantian yang sudah termasuk Pajak
Pertambahan Nilai atau besarnya Pajak Pertambahan Nilai
dicantumkan secara terpisah;
- Tanggal pembuatan Faktur Pajak Sederhana.
b. Bentuk Faktur Pajak Sederhana dapat berupa bon kontan, Faktur
Penjualan, segi cash register, karcis, kuitansi atau tanda bukti penyerahan
pembayaran lain yang sejenis.
c. Faktur Pajak Sederhana dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap dua:
- Lembar ke-1 : Untuk pembeli Barang Kena Pajak penerima
Jasa Kena Pajak.
- Lembar ke-2 : Untuk arsip Pengusaha Kena Pajak yang
bersangkutan.
Faktur Pajak Sederhana dianggap telah dibuat rangkap dua atau
lebih dalam hal Faktur Pajak Sederhana tersebut dibuat dalam satu
56
Tinjauan sengketa..., Febriansyah, FISIP UI, 2008.
lembar yang terdiri dari dua atau lebih bagian atau potongan yang
disediakan untuk disobek atau dipotong, seperti yang terjadi pada
karcis.
d. Faktur Pajak Sederhana tidak dapat digunakan oleh pembeli Barang Kena
Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak sebagai dasar untuk pengkreditan
Pajak Masukan.
e. Faktur Pajak Sederhana yang tidak memenuhi kriteria huruf a, merupakan
Faktur Pajak yang tidak lengkap.
f. Faktur Pajak Standar yang diisi tidak lengkap bukan merupakan Faktur
Pajak Sederhana.
3.1.3 Dokumen Tertentu yang Ditetapkan sebagai Faktur Pajak Standar
Dokumen tertentu yang diperlakukan sebagai Faktur Pajak Standar paling
sedikit harus memuat :
a. Identitas yang berwenang menerbitkan dokumen;
b. Nama dan alamat penerima dokumen;
c. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dalam hal penerima dokumen adalah
sebagai Wajib Pajak Dalam Negeri;
d. Jumlah satuan barang apabila ada;
e. Dasar Pengenaan Pajak;
f. Jumlah pajak yang terutang kecuali dalam hal ekspor.
Dokumen-dokumen tersebut di bawah ini sepanjang memenuhi
persyaratan sebagaimana tersebut di atas diperlakukan sebagai Faktur Pajak
Standar, yaitu:
a. Pemberitahuan Impor Barang (PIB) yang dilampiri surat setoran pajak dan
atau bukti pungutan pajak oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk
impor Barang Kena Pajak;
b. Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang telah difiat muat oleh pejabat
yang berwenang dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan dilampiri
dengan invoice yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan
dengan PEB tersebut;
c. Surat Perintah Penyerahan Barang (SPPB) yang dibuat/dikeluarkan oleh
BULOG/DOLOG untuk penyaluran tepung terigu;
57
Tinjauan sengketa..., Febriansyah, FISIP UI, 2008.
d. Paktur Nota Bon Penyerahan (PNBP) yang dibuat/dikeluarkan oleh
Pertamina untuk penyerahan BBM dan atau bukan BBM;
e. Tanda pembayaran atau kuitansi untuk penyerahan jasa telekomunikasi;
f. Ticket, Tagihan Surat Muatan Udara (Airway Bill), atau Delivery Bill, yang
dibuatl dikeluarkan untuk penyerahan jasa angkutan udara dalam negeri;
g. Surat Setoran Pajak untuk pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atas
pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau Jasa Kena Pajak dari
luar Daerah Pabean;
h. Nota Penjualan Jasa yang dibuatl dikeluarkan untuk penyerahan jasa
kepelabuhan;
i. Tanda pembayaran atau kuitansi listrik.
3.1.4 Saat Pembuatan Faktur Pajak Standar
Faktur Pajak Standar harus dibuat paling lambat:
a. Pada akhir bulan berikutnya setelah bulan terjadinya penyerahan
Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dalam hal
pembayaran diterima setelah akhir bulan berikutnya setelah bulan
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak;
b. Pada saat penerimaan pembayaran dalam hal pembayaran terjadi
sebelum akhir bulan berikutnya seteiah bulan penyerahan Barang
Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak;
c. Pada saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan
pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/
atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak;
d. Pada saat penerimaan pembayaran termin dalam hai penyerahan
sebagian tahap pekerjaan; atau
e. Pada saat Pengusaha Kena Pajak rekanan menyampaikan
tagihan kepada Bendaharawan Pemerintah sebagai Pemungut
Pajak Pertambahan Nilai.
3.1.5 Saat Pembuatan Faktur Pajak Gabungan
Faktur Pajak Gabungan harus dibuat paling lambat:
58
Tinjauan sengketa..., Febriansyah, FISIP UI, 2008.
a. Pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan Barang
Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, dalam hal pembayaran
baik sebagian atau seluruhnya terjadi setelah berakhirnya bulan
penyerahan Barang Kena Pajak danlatau Jasa Kena Pajak; atau
b. Pada akhir bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa
Kena Pajak, dalam hal pembayaran baik sebagian atau
seluruhnya terjadi sebelum berakhirnya bulan penyerahan Barang
Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak.
3.1.6 Saat Pembuatan Faktur Pajak Sederhana
Faktur Pajak Sederhana harus dibuat pada saat :
a. Penyerahan Barang Kena Pajak dan atau saat penyerahan Jasa Kena
Pajak, atau
b. Pada saat pembayaran apabila pembayaran diterima sebelum
penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak.
3.2Tata Cara Penggantian Faktur Pajak Standar yang Hilang
Atas Faktur Pajak Standar yang hilang dapat dilakukan penggantian
dengan cara sebagai berikut:
1. Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak dapat
mengajukan permohonan tertulis untuk meminta copy dari Faktur Pajak
Standar yang hilang kepada Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi
Jasa Kena Pajak dengan tembusan kepada Kantor Pelayanan Pajak di
tempat Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak
dikukuhkan dan kepada Kantar Pelayanan Pajak di tempat Pengusaha
Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak dikukuhkan;
2. Berdasarkan permohonan dari Pengusaha Kena Pajak pembeli atau
penerima Jasa Kena Pajak, Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi
Jasa Kena Pajak membuat copy dari arsip Faktur Pajak Standar yang
disimpan oleh Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena
Pajak, untuk dilegalisir oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha
Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak dikukuhkan.
Copy dibuat dalam rangkap 2 (dua), yaitu :
59
Tinjauan sengketa..., Febriansyah, FISIP UI, 2008.
• Lembar ke-1 : diserahkan ke Pengusaha Kena Pajak pembeli atau
penerima Jasa Kena Pajak melalui Pengusaha Kena Pajak penjual
atau pemberi Jasa Kena Pajak.
• Lembar ke-2 : arsip Kantor Pelayanan Pajak yang bersangkutan
3. Legalisir diberikan oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena
Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak dikukuhkan setelah meneliti
asli arsip Faktur Pajak Standar dan Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Pertambahan Nilai dari Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi
Jasa Kena Pajak tersebut.
4. Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak pembeli atau
penerima Jasa Kena Pajak dikukuhkan wajib melakukan penelitian atas
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dari Pengusaha
Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak untuk meyakinkan
bahwa Faktur Pajak Standar yang dilaporkan hilang tersebut sudah
dikreditkan sebagai Pajak Masukan.
3.3Tata Cara Pembetulan Faktur Pajak Standar yang Rusak atau Cacat atau
Salah dalam Pengisian atau Salah dalam Penulisan
1. Atas permintaan Pengusaha Kena Pajak, pembeli Barang Kena Pajak
atau penerima Jasa Kena Pajak atau atas kemauan sendiri,
Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak
membuat Faktur Pajak Standar Pengganti terhadap Faktur Pajak
Standar yang rusak, cacat, salah dalam pengisian, atau salah dalam
penulisan.
2. Pembetulan Faktur Pajak Standar yang rusak, cacat, salah dalam
pengisian, atau salah dalam penuiisan tidak diperkenankan dengan
cara menghapus, atau mencoret, atau dengan cara lain, selain
dengan cara membuat Faktur Pajak Standar Pengganti sebagaimana
dimaksud dalam butir 1.
3. Penerbitan dan peruntukan Faktur Pajak Standar Pengganti
dilaksanakan seperti penerbitan dan peruntukan Faktur Pajak Standar
yang biasa sesuai dengan Kode dan Nornor Seri Faktur Pajak
Standar yang telah ditetapkan dalam Keputusan Direktur Jenderal
Pajak nomor : Per-159/PJ./2006 tentang Saat Pembuatan, Bentuk,
60
Tinjauan sengketa..., Febriansyah, FISIP UI, 2008.
Ukuran, Pengadaan, tata Cara Penyampaian, dan Tata Cara
Pembetulan Faktur Pajak Standar .
4. Faktur Pajak Standar Pengganti sebagaimana dimaksud pada butir 1,
diisi berdasarkan keterangan yang seharusnya dan dilampiri dengan
Faktur Pajak Standar yang rusak, cacat, salah dalam penulisan atau
salah dalam pengisian tersebut.
5. Pada Faktur Pajak Standar Pengganti sebagaimana dimaksud pada
butir 1, dibubuhkan cap yang mencantumkan Kode dan Nomor Seri
serta tanggal Faktur Pajak Standar yang diganti tersebut. Pengusaha
Kena Pajak dapat membuat cap tersebut seperti contoh berikut. Kode
dan Nomor Seri serta tanggal Faktur Pajak Standar yang diganti dapat
diisi dengan cara manual.
6. Penerbitan Faktur Pajak Standar Pengganti mengakibatkan adanya
kewajiban untuk membetulkan Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Pertambahan Nilai pada Masa Pajak terjadinya kesalahan pembuatan
Faktur Pajak Standar tersebut.
7. Faktur Pajak Standar Pengganti dilaporkan dalam Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan nilai pada :
a. Masa Pajak yang sama dengan Masa Pajak dilaporkannya
Faktur Pajak Standar yang diganti, dengan mencantumkan nilai
setelah penggantian; dan
b. Masa Pajak diterbitkannya Faktur Pajak Standar Pengganti
tersebut dengan mencantumkan nilai 0 (nol) pada kolom Dasar
Pengenaan Pajak, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
Barang Mewah, untuk menjaga urutan Faktur Pajak Standar
yang diterbitkan oieh Pengusaha Kena Pajak.
8. Pelaporan Faktur Pajak Standar Pengganti pada Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak
sebagaimana dimaksud pada butir 7 huruf a dan b, harus
61
Faktur Pajak Standar yang diganti :
Kode dan Nomor Seri : ………….
Tanggal : ………….
Tinjauan sengketa..., Febriansyah, FISIP UI, 2008.
mencantumkan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Standar yang
diganti pada kolom yang telah ditentukan.
3.4Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak Standar
1. Dalam hal terjadi pembatalan transaksi penyerahan Barang Kena
Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajak
Standarnya telah diterbitkan, maka Faktur Pajak Standar tersebut
harus dibatalkan
2. Pembatalan transaksi harus didukung oleh bukti atau dokumen
yang membuktikan bahwa telah terjadi pembatalan transaksi.
Bukti dapat berupa pembatalan kontrak atau dokumen lain yang
menunjukkan telah terjadi pembatalan transaksi
3. Pengusaha Kena Pajak Penjual yang melakukan pembatatan
Faktur Pajak Standar harus memiliki bukti dan Pengusaha Kena
Pajak Pembeli yang menyatakan bahwa transaksi dibatalkan.
4. Faktur Pajak Standar yang dibatalkan harus tetap diadministrasi
(disimpan) oleh Pengusaha Kena Pajak Penjual yang menerbitkan
Faktur Pajak Standar tersebut.
5. Pengusaha Kena Pajak Penjual yang membatalkan Faktur Pajak
Standar harus mengirimkan surat pemberitahuan dan copy dari
Faktur Pajak Standar yang. dibatalkan ke Kantor Pelayanan Pajak
tempat Pengusaha Kena Pajak Penjual dikukuhkan dan ke Kantor
Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak Pembeli
dikukuhkan.
6. Dalam hal Pengusaha Kena Pajak Penjual belurn melaporkan
Faktur Pajak Standar yang dibatalkan di dalam Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, maka Pengusaha
Kena Pajak Penjual harus tetap melaporkan Faktur Pajak tersebut
dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai
dengan mencantumkan nilai 0 (nol) pada kolom Dasar Pengenaan
Pajak Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pajak Pertambahan
Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
62
Tinjauan sengketa..., Febriansyah, FISIP UI, 2008.
7. Dalam hal Pengusaha Kena Pajak Penjual telah melaporkan
Faktur Pajak Standar tersebut dalam Surat Pemberitahuan Masa
Pajak Pertambahan Nilai sebagai Faktur Pajak Keluaran, maka
Pengusaha Kena Pajak Penjual harus melakukan pembetulan
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak
yang bersangkutan, dengan cara tetap melaporkan Faktur Pajak
Standar yang dibatalkan tersebut dan mencantumkan nilai 0 (nol)
pada kolom Dasar Pengenaan Pajak Pajak Pertambahan Nilai
atau Pajak Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah.
8. Dalam hal Pengusaha Kena Pajak Pembeli telah melaporkan Faktur
Pajak Standar yang dibatalkan tersebut dalam Surat Pemberitahuan
Masa Pajak Pertambahan Nilai sebagai Faktur Pajak Masukan, maka
9. Pengusaha Kena Pajak Pembeli harus melakukan pembetulan Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak yang
bersangkutan, dengan cara tetap melaporkan Faktur Pajak Standar
yang dibatalkan tersebut dengan mencantumkan nilai 0 (nol) pada
kolom Dasar Pengenaan Pajak Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
3.5Sistematika Penyelesaian Sengketa Pajak dan Sanksi Aministrasi
3.5.1 Melakukan mekanisme pembetulan Faktur Pajak Pengganti
Tata Cara Pembetulan Faktur Pajak Standar yang Rusak atau Cacat atau
Salah dalam Pengisian atau Salah dalam Penulisan
1. Atas permintaan Pengusaha Kena Pajak, pembeli Barang Kena Pajak
atau penerima Jasa Kena Pajak atau atas kemauan sendiri,
Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak
membuat Faktur Pajak Standar Pengganti terhadap Faktur Pajak
Standar yang rusak, cacat, salah dalam pengisian, atau salah dalam
penulisan.
2. Pembetulan Faktur Pajak Standar yang rusak, cacat, salah dalam
pengisian, atau salah dalam penuiisan tidak diperkenankan dengan
cara menghapus, atau mencoret, atau dengan cara lain, selain
63
Tinjauan sengketa..., Febriansyah, FISIP UI, 2008.
dengan cara membuat Faktur Pajak Standar Pengganti sebagaimana
dimaksud dalam butir 1.
3. Penerbitan dan peruntukan Faktur Pajak Standar Pengganti
dilaksanakan seperti penerbitan dan peruntukan Faktur Pajak Standar
yang biasa sesuai dengan Kode dan Nornor Seri Faktur Pajak
Standar yang telah ditetapkan dalam Keputusan Direktur Jenderal
Pajak nomor : Per-159/PJ./2006 tentang Saat Pembuatan, Bentuk,
Ukuran, Pengadaan, tata Cara Penyampaian, dan Tata Cara
Pembetulan Faktur Pajak Standar.
4. Faktur Pajak Standar Pengganti sebagaimana dimaksud pada butir 1,
diisi berdasarkan keterangan yang seharusnya dan dilampiri dengan
Faktur Pajak Standar yang rusak, cacat, salah dalam penulisan atau
salah dalam pengisian tersebut.
5. Pada Faktur Pajak Standar Pengganti sebagaimana dimaksud pada
butir 1, dibubuhkan cap yang mencantumkan Kode dan Nomor Seri
serta tanggal Faktur Pajak Standar yang diganti tersebut. Pengusaha
Kena Pajak dapat membuat cap tersebut seperti contoh berikut. Kode
dan Nomor Seri serta tanggal Faktur Pajak Standar yang diganti dapat
diisi dengan cara manual.
6. Penerbitan Faktur Pajak Standar Pengganti mengakibatkan adanya
kewajiban untuk membetulkan Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Pertambahan Nilai pada Masa Pajak terjadinya kesalahan pembuatan
Faktur Pajak Standar tersebut.
7. Faktur Pajak Standar Pengganti dilaporkan dalam Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan nilai pada :
a. Masa Pajak yang sama dengan Masa Pajak dilaporkannya Faktur
Pajak Standar yang diganti, dengan mencantumkan nilai setelah
penggantian; dan
64
Faktur Pajak Standar yang diganti :
Kode dan Nomor Seri : ………….
Tanggal : ………….
Tinjauan sengketa..., Febriansyah, FISIP UI, 2008.
b. Masa Pajak diterbitkannya Faktur Pajak Standar Pengganti tersebut
dengan mencantumkan nilai 0 (nol) pada kolom Dasar Pengenaan
Pajak, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah, untuk menjaga urutan Faktur Pajak Standar yang diterbitkan
oieh Pengusaha Kena Pajak.
8. Pelaporan Faktur Pajak Standar Pengganti pada Surat Pemberitahuan
Masa Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak sebagaimana dimaksud
pada butir 7 huruf a dan b, harus mencantumkan Kode dan Nomor Seri
Faktur Pajak Standar yang diganti pada kolom yang telah ditentukan.
3.5.2 Melakukan Pembetulan Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Pertambahan NilaiPembetulan Surat Pemberitahuan bisa dilakukan oleh Wajib Pajak sesuai
dengan Pasal 8 Undang Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
dengan menyampaikan pernyataan pembetulan suarat pemberitahuan secara
tertulis dalam jangka dua tahun sesudah berakhirnya masa pajak, bagian tahun
pajak atau tahun pajak, tentunya sebelum dilakukan tindak pemeriksaan.
3.5.3 Mengajukan Permohonan pembetulan berdasarkan Pasal 16 Undang
Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara PerpajakanPembetulan berdasarkan Pasal 16 adalah sebagai pelaksanaan azas
adaptasi yang selayaknya dilaksanakan dalam rangka menjalankan tugas
pemerintahan yang baik. Kesalahan atau kekeliruan tersebut sifatnya merupakan
kesalahan manusiawi, yang apabila dikomunikasikan antara fiskus dan Wajib
Pajak, maka masing-masing pihak akan dapat menerimanya. Jadi sifat
kesalahan atau keliruan tersebut tidak mengandung adanya suatu yang
dipersengketakan atau mengandung perbedaan argumentasi yuridis. Oleh sebab
itu bila ditemukan adanya kesalahan atau keliruan demikian harus dilakukan
pembetulan, baik diketahui oleh pejabat sendiri atau berdasarkan permohonan
Wajib Pajak.
65
Tinjauan sengketa..., Febriansyah, FISIP UI, 2008.
3.5.4 Mengajukan keberatan berdasarkan Pasal 25 Undang Undang
Ketentuan Umum dan Tata Cara PerpajakanRuang lingkup keberatan dapat diajukan dalam hal Wajib Pajak tidak
dapat menerima materi atau dasar pengenaan dari suatu surat ketetapan pajak
yang meliputi ketetapan dalam Surat Ketetapan Pajak Nihil/ Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar / Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan/ Surat
Ketetapan Pajak Lebih Bayar/ Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga,
termasuk juga keberatan atas materi atau dasar pengenaan dari suatu surat
ketetapan pajak yang sudah dibetulkan menurut Pasal 16 Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2000 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 6
tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Dengan
demikian ketentuan mengenai keberatan mengatur tata cara dalam hal terdapat
sengketa mengenai materi atau dasar pengenaan pajak antara Wajib Pajak dan
Fiskus dan penyelesaian terdapat pada Direktorat Jenderal Pajak, sedangkan
untuk keputusan keberatan diatur dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 16
Tahun 2000 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 6 tahun
1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
3.5.5 Mengajukan permohonan banding berdasarkan Pasal 27 Undang
Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara PerpajakanRuang lingkup banding sama dengan permasalahan ditingkat keberatan,
dimana pada tingkat tersebut biasanya Wajib Pajak masih mempersengketakan
dari keputusan keberatan. Banding yang berkaitan dengan keputusan keberatan
hanya dapat dilakukan kepada Badan Peradilan Pajak yaitu Pengadilan Pajak
sesuai dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2002 tanggal 12 April 2002
tentang Pengadilan Pajak.
3.5.6 Mengajukan GugatanPengajuan gugatan bisa dilakukan oleh Wajib Pajak sesuai dengan
Pasal 23 ayat (2) Undang Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan,
terhadap :
- Pelaksanaan Surat paksa, Suarat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau
Pengumuman Lelang;
66
Tinjauan sengketa..., Febriansyah, FISIP UI, 2008.
- Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan,
selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26;
- Keputusan pembetulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 yang
berkaitan dengan Surat Tagihan Pajak;
- Keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 yang berkaitan dengan
Surat Tagihan Pajak.
Kesemua gugatan tersebut hanya dapat diajukan kepada badan peradilan pajak
atau Pengadilan Pajak.
3.5.7 Mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi
administrasi berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf a Undang Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara PerpajakanRuang lingkup Pasal 36 ayat (1) huruf a diisini mengatur kewenangan
Direktorat Jenderal Pajak untuk mengurangkan atau menghapuskan sanksi
administrasi yang terutang berupa bunga, denda dan kenaikan dan bukan
merupakan hak Wajib Pajak untuk mengajukan keberatan. Dalam hal keputusan
mengakibatkan jumlah sanksi menjadi lebih besar atau bertambah dari
sebelumnya hal tersebut bisa diproses dengan kuasa Pasal 16 Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2000 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 6
tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Wajib Pajak
yang dapat mengajukan permohonan dalam hal sanksi administrasi dikenakan
karena khilaf atau bukan karena kesalahannya, permasalahan ini tidak bisa
diajukan banding.
Pembatalan ketetapan tersebut bisa diselesaikan secara jabatan oleh
fiskus atau permohonan dari Wajib Pajak.
3.5.8 Mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan ketetapan
pajak yang tidak benar berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf b Undang Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara PerpajakanRuang lingkup Pasal 36 ayat (1) huruf b mengatur kewenangan Direktorat
Jenderal Pajak untuk mengurangkan atau membatalkan ketetapan pajak yang
tidak benar dan dalam rangka pelaksanaan prinsip adaptasi dan keadilan dalam
pemungutan pajak dalam hal:
67
Tinjauan sengketa..., Febriansyah, FISIP UI, 2008.
• Materi atau dasar pengenaan pajak atau penerapan yuridis pada suatu
ketetapan pajak tidak benar atau ketetapan pajak ganda, dan
• Hak Wajib Pajak untuk mengajukan keberatan habis, dan
• Tidak ada lagi upaya hukum yang dapat ditempuh oleh Wajib Pajak.
Pembatalan ketetapan tersebut bisa diselesaikan secara jabatan oleh
fiskus atau permohonan dari Wajib Pajak.
3.5.9 Mengajukan permohonan peninjauan kembali ke Mahkamah AgungDalam Pasal 77 ayat (3) Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang
Pengadilan Pajak, diatur terhadap putusan Pengadilan Pajak dapat diajukan
upaya hukum luar biasa berupa peninjauan kembali oleh pihak-pihak yang
bersengketa ke Mahkamah Agung berdasarkan alasan-alasan tertentu misalnya
ditemukan novum. Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung merupakan upaya
hukum luar biasa yang efisien, karena di samping akan mengurangi jenjang
pemeriksaan ulang vertikal, juga penilaian terhadap kedua aspek pemeriksaan
yang meliputi aspek penerapan hukum dan aspek fakta-fakta yang mendasari
terjadinya sengketa pajak, akan dilakukan sekaligus oleh Mahkamah Agung.
Sesuai dengan konsideran Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002
tentang Pengadilan Pajak yang menunjukan pada Pasal 24 dan Pasal 25
Undang-undang Dasar 1945, Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 35 Tahun 1999 dan Undang-undang Nomor 14
Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung serta pengaturan dalam Pasal 11 ayat (1)
dan Pasal 77 ayat (3) maka ditentukan bahwa pembinaan dan pengawasan
umum terhadap Hakim dan Pengadilan Pajak dilakukan oleh Mahkamah Agung,
sehingga dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dari segi judicial,
Pengadilan Pajak berpuncak di Mahkamah Agung, yang pada hakekatnya
termasuk dalam lingkup Peradilan Tata Usaha Negara, namun pelaksanaannya
diatur dengan hukum acara tersendiri.
Permasalahan Faktur Pajak cacat, yang menerima akibat tidak hanya
penjual melainkan juga pembeli, dimana permasalahan tersebut mempunyai
tingkat kesulitan lebih besar dari pada permasalahan pada penerbit faktur cacat
atau penjualnya.
68
Tinjauan sengketa..., Febriansyah, FISIP UI, 2008.
Permasalahan faktur cacat mempunyai dampak yang berarti, yaitu bagi
penjual akan dikenakan sanksi denda 2% dari dasar pengenaan pajak
sedangkan bagi pembeli hal tersebut mempunyai permasalahan yang lebih besar
bila dibandingkan dengan penjual. Dengan tidak bisa dikreditkannya faktur cacat
maka akan berakibat kena sanksi administrasi berupa kurang bayar beserta
bungannya, apabila koreksi dilakukan terhadap permohonan restitusi atau
kompensasi hal ini bisa timbul denda kenaikan 100% sesuai dengan Pasal 13
ayat (3) huruf c Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang perubahan
kedua atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan.
3.5.10. Ketentuan Mengenai Imbalan BungaSeperti yang telah diuraikan dalam bab II, ketentuan mengenai
imbalan bungan diatur didalam Pasal 27A Undang-Undang Nomor 16 Tahun
2000 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Imbalan Bunga diberikan kepada Wajib Pajak dalam hal memberikan
keadilan bagi Wajib Pajak yang mana didalam pengajuan permohonan keberatan
dan pengajuan banding ke Badan Peradilan Pajak, permohonan Wajib Pajak
dikabulkan oleh Direktur Jenderal Pajak (Keputusan Keberatan) dan oleh Badan
Peradilan Pajak dalam hal ini Pengadilan Pajak mengabulkan permohonan
bandingnya. Negara dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak memberikan imbalan
bunga dikarenakan ada jumlah pajak yang seharusnya tidak terutang menjadi
terutang didalam ketetapan yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak dan
Wajib Pajak tersebut telah membayarnya terlebih dahulu, karena sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang perubahan kedua atas Undang-
Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan menyatakan :
Pasal 25 ayat (7)
” Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak
dan pelaksanaan penagihan pajak ”
Pasal 27 ayat (5)
69
Tinjauan sengketa..., Febriansyah, FISIP UI, 2008.
” Pengajuan Banding tidak menunda kewajiban membayar pajak
dan pelaksanaan penagihan pajak ”
3.5.11. Pemasalahan Permasalahan yang berkaitan Faktur Pajak cacat dari putusan dari Badan Peradilan Pajak
Dari permasalahan faktur cacat pada bab ini akan diuraikan awal
permasalahan yang timbul disertai dengan sikap fiskus dalam memberikan suatu
ketetapan atau surat ketetapan pajak, lalu dilanjutkan dengan sikap hakim
doleansi (Keputusan Keberatan) yang dilakukan oleh pihak Direktorat Jenderal
Pajak sendiri untuk mengadili adanya perselisihan berdasarkan tidak adanya
persetujuan Wajib Pajak terhadap besarnya jumlah yang dipergunakan sebagai
dasar pengenaan pajak dan yang diakhiri dengan putusan dari Majelis dari
Badan Peradilan Pajak. Untuk Badan Peradilan Pajak disini antara lain Badan
Penyelesaian Sengketa Pajak dan Pengadilan Pajak.
Dalam buku Santosa Brotodihardjo37 yang menerangkan dalam disertasi
Prof. Dr. Rochmat Soemitro yang berjudul “ Masalah Peradilan Administrasi
dalam Hukum Pajak di Indonesia” Unpad Bandung, 1964 memasukan peradilan
oleh hakim doleansi tersebut kedalam kategori “peradilan semu” atau kuasi
peradilan terutama pula karena tidak adanya tiga pihak yang saling berhadapan
muka, yaitu dua pihak yang bersengketa dan satu pihak lagi yang mengadili,
sehingga bila Wajib Pajak belum puas atas keputusan yang diambil di tingkat
keberatan maka ia masih dapat mengajukan perkaranya ke Badan Peradilan
Pajak (dulu Majelis Pertimbangan Pajak, diganti dengan Badan Penyelesaian
Sengketa Pajak dan terakhir diganti dengan Pengadilan Pajak). Dan sekarang
apabila dengan putusan dari Pengadilan Pajak Wajib Pajak masih merasa belum
puas, bisa diajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung yang merupakan
peradilan yang paling tinggi.
Untuk mempermudahkan penyampaian data yang mempunyai unsur
ketetapan pajak, keputusan dan putusan maka peneliti melakukan penyeleksi
permasalahan yang berkaitan Faktur Pajak cacat dari putusan dari Badan
Peradilan Pajak dikarenakan ketiganya unsur tersebut tertuang dalam putusan
37 Brotodihardjo, Santosa, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Penerbit Refika Aditama, Bandung, 1998, hal. 135
70
Tinjauan sengketa..., Febriansyah, FISIP UI, 2008.
Badan Peradilan Pajak, sedangkan untuk penyajiannya akan disesuaikan sesuai
dengan unsur-unsur tersebut diatas:
A. Pokok Sengketa dan Jenis Ketetapan
B. Keputusan Direktur Jenderal Pajak
C. Putusan Pengadilan Pajak
Untuk lebih mempermudah pengidentifikasi permasalahan yang ada, baik
permasalahan pemeriksa, keberatan maupun banding, dalam hal ini diuraikan
permasalahan yang diuraikan sesuai dengan kenyataan dibagi per pokok
permasalahan yang sering terjadi.
PERMASALAHAN I
Dalam kasus ini merupakan persengketaan atas Faktur Pajak cacat yang dibuat
oleh Pengusaha Kena Pajak penjual / Pertamina (Badan Usaha Milik Negara
atau BUMN) yang kedudukannya sebagi pemungut dan melakukan penyerahan
kepada Pengusaha Kena Pajak pembeli (Badan Usaha Milik Negara atau
BUMN) yang kedudukannya juga sebagai pemungut untuk tahun pajak 1998.
a. Ketetapan
Bahwa berdasarkan laporan hasil pemeriksaan terhadap Pengusaha Kena
Pajak Pembeli ditemukan bahwa Faktur Pajak masukan dengan jumlah Dasar
Pengenaan Pajak sebesar Rp. xxx,- yang diterima Pengusaha Kena Pajak
tidak memenuhi ketentuan formal pengisian Faktur Pajak standar yaitu:
a. Koreksi dilakukan atas Faktur Pajak masukan karena adanya kesalahan
penulisan Nomor Pokok Wajib Pajak Wajib Pajak oleh pihak penjual PT.
Pertamina dalam faktur ( Paktur Nota Bon Penyerahan atau PNBP)
dimana sesuai dengan Kep-54/PJ/1994 tanggal 29 Desember 1994
Paktur Nota Bon Penyerahan diperlakukan sebagai Faktur Pajak standar.
b. Wajib Pajak pernah melakukan persuratan ke pihak Pertamina untuk
diadakan pembetulan atau menerbitklan Faktur Pajak pengganti atas
Faktur Pajak cacat tersebut (sesuai dengan Kep-53/PJ/1994 tanggal 29
Desember 1994, sedangkan pihak Pertamina mengakui kesalahan
penulisan Nomor Pokok Wajib Pajak ada padanya dan menyatakan tidak
71
Tinjauan sengketa..., Febriansyah, FISIP UI, 2008.
dapat menerbitkan Faktur Pajak pengganti karena Paktur Nota Bon
Penyerahan yang diterbitkan selain berfungsi sebagai Faktur Pajak, juga
merupakan tagihan / penyerahan dan pembukuan, dan karenanya tidak
dapat diterbitkan ulang sehingga tidak sesuai dengan Pasal 13 ayat (5)
Undang Undang Pajak Pertambahan Nilai.
b. Keputusan keberatan
Dalam keputusan ini tanggapan Peneliti Keberatan atas koreksi Pajak
Masukan dari Faktur Pajak cacat adalah bahwa sesuai dengan ketentuan
Pasal 9 ayat (8) huruf f Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai, maka
Faktur Pajak tersebut tidak dapat dikreditkan karena cacat.
Menanggapi permasalahan tersebut, Wajib Pajak menyatakan alasan-alasan
keberatannya sebagai berikut :
o Bahwa atas Faktur Pajak Masukan tersebut Wajib Pajak menyurati
pihak PT. Pertamina untuk mengadakan pembetulan atau
menerbitkan Faktur Pajak pengganti atas Faktur Pajak cacat
tersebut, sedangkan pihak Pertamina menyatakan bahwa
kesalahan penulisan Nomor Pokok Wajib Pajak memang ada pada
pihak PT. Pertamina selaku PKP Penjual, namun PT. Pertamina
tidak dapat menerbitkan Faktur Pajak pengganti karena Paktur
Nota Bon Penyerahan yang diterbitkan selain berfungsi sebagai
Faktur Pajak, juga merupakan tagihan / penyerahan dan
pembukuan, sehingga oleh karena itu tidak dapat diterbitkan ulang.
o Bahwa Pemohon Banding untuk tahun pajak yang sama,
sebelumnya pernah dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak Lebih
Bayar berkaitan dengan Pengusaha Kena Pajak sebagai
Perusahaan Eksportir Tertentu (PET). Dengan adanya
permasalahan tersebut maka dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar.
o Bahwa PT. Pertamina sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
yang menerbitkan Paktur Nota Bon Penyerahan telah memungut
dan menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai ke kas negara serta
telah melaporkannya dalam Surat Pemberitahuan Masa, sehingga
sudah selayaknya Pengusaha Kena Pajak mengkreditkan Pajak
Pertambahan Nilai tersebut sebagai pajak masukannya
72
Tinjauan sengketa..., Febriansyah, FISIP UI, 2008.
o Bahwa menurut Pengusaha Kena Pajak (Pemohon Banding),
kesalahan PT. Pertamina dalam menulis Nomor Pokok Wajib Pajak
pemohon banding seharusnya bukan menjadi tanggung jawab
pemohon banding.
• Bahwa Keberatan Kanwil pernah melakukan konfirmasi atas kebenaran
transaksi atau mengenai kebenaran Faktur Pajak-Faktur Pajak (Paktur
Nota Bon Penyerahan) yang dipersengketakan, kepada PT Pertamina
Dari alasan tersebut keputusan Direktorat Jenderal Pajak tetap
mempertahankan ketetapan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
tersebut atau dengan kata lain menolak permohonan pembatalan atas Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar tersebut.
c. Putusan
Bahwa amar putusan majelis adalah membatalkan koreksi pemeriksa atas
Faktur Pajak yang tidak lengkap tersebut dan mengabulkan permohonan
banding dengan alasan sebagi berikut:
Bahwa menurut majelis yang menjadi sengketa banding adalah mengenai
Faktur Pajak masukan yang tidak diakui karena diisi tidak lengkap (cacat)
sesuai Pasal 9 ayat (8) Undang Undang Pajak Pertambahan Nilai.
Bahwa dengan adanya konfirmasi Faktur Pajak, ternyata Paktur Nota Bon
Penyerahan yang beralamat ke Pengusaha Kena Pajak penjual (PT.
Pertamina) ternyata benar ada.
Berdasarkan pemeriksaan majelis terhadap bukti / dokumen yang ada dalam
berkas banding, bahwa terdapat cukup bukti yang meyakinkan Majelis untuk
meninjau kembali sehingga koreksi positif Pajak masukan tersebut tidak bisa
dipertahankan dan Pajak Pertambahan Nilai atas Faktur Pajak tersebut telah
dipungut, disetor dan dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan masa Pajak
Pertambahan Nilai masa yang bersangkutan.
PERMASALAHAN II
Dalam kasus ini yang menjadi permasalahan adalah hasil putusan banding atas
keputusan keberatan Wajib Pajak terhadap materi Nota Retur dan Faktur Pajak
masukan cacat yang oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak dalam amar
73
Tinjauan sengketa..., Febriansyah, FISIP UI, 2008.
putusannya menyatkaan menolak permohonan banding Pemohon Banding
tersebut. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan sebagai berikut :
a. Ketetapan
1. Koreksi Pajak Pertambahan Nilai atas retur penjualan atau dengan kata
lain nota retur, dalam permasalahan ini adanya koreksi atas nota retur
yang tidak mencantumkan nomor dan tanggal Faktur Pajak dari Barang
Kena Pajak yang dikembalikan. Dasar koreksi ini berdasarkan Pasal 3
ayat (3) Keputusan Menteri Keuangan nomor 596/KMK.04/1994 tanggal
21 Desember 1994 jo SE DJP nomor 12/PJ.54/1995 tanggal 3 April 1995
tentang Tata Cara Pengurangan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah yang dikembalikan. Dan salah satu dari
persyaratan yang tidak dipenuhi Wajib Pajak adalah tidak memenuhi
ketentuan yang diatur pada huruf b. Yaitu tidak adanya nomor dan
tanggal Faktur Pajak dari Barang Kena Pajak yang dikembalikan.
2. Koreksi atas pajak masukan dikarenakan Faktur Pajak masukan cacat,
dalam permasalahan ini Wajib Pajak menerima Faktur Pajak masukan
yang tidak memenuhi persyaratan Pasal 13 ayat (5) huruf g Undang
Undang Pajak Pertambahan Nilai yaitu tidak adanya nama, jabatan, dan
tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak. Permasalahan
tersebut diatas sesuai dengan Pasal 9 ayat (8) huruf f Undang Undang
Pajak Pertambahan Nilai disebutkan bahwa Faktur Pajak masukan atas
perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang Faktur
Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada
Pasal 13 ayat (5) tidak dapat dikreditkan.
b. Keputusan keberatan
Dari ketetapan yang diterbitkan tersebut berupa Surat Ketetapan Pajak atas
Pajak Pertambahan Nilai, Wajib Pajak mengajukan keberatan dengan alasan
sebagai berikut:
1. bahwa mengenai dasar hukum penetapan yang dimaksud pemeriksa
telah diketahui oleh Wajib Pajak, tetapi hal ini tidak dapat dipenuhi
oleh pembeli untuk mencantumkan nomor dan tanggal Faktur Pajak
atau nota retur tersebut. Tidak dipenuhi persyaratan tersebut
74
Tinjauan sengketa..., Febriansyah, FISIP UI, 2008.
dikarenakan barang-barang yang dibeli sudah tergabung di dalam
gudang dan tidak dapat diidentifikasi lagi berasal dari Faktur Pajak
yang mana.
Bahwa pembeli telah membuktikan kebenaran dari nota retur tersebut
melalui penyerahan foto copy Surat Pemberitahuan masa Pajak
Pertambahan Nilai meliputi masa yang dimaksud dimana nota-nota
retur telah dilaporkan pembeli sebagai pengurang pajak masukan.
2. Untuk Faktur Pajak masukan cacat, Wajib Pajak mengakui bahwa
Faktur Pajak yang ditemukan oleh pemeriksa tidak mencantumkan
jabatan dan sebagian lagi tidak mencantumkan nama dari penanda
tangan, tetapi menurut konfirmasi yang Wajib Pajak lakukan terhadap
pihak penjual (supplier), Wajib Pajak telah menyerahkan fotocopy
Surat Pemberitahuan masa, yang mencakup faktur-Faktur Pajak yang
dimaksud untu membuktikan bahwa faktur-faktur tersebut telah
dilaporkan pada Surat Pemberitahuan masa Pajak Pertambahan Nilai
(supplier) dan kekurangannya berarti telah dibayar ke kas negara.
Berdasarkan temuan dari pemeriksa dan alasan dari Wajib Pajak yang
berkaitan dengan nota retur dan Faktur Pajak masukan cacat, maka
peneliti keberatan tetap berpendapat untuk mempertahankan koreksi
yang dilakukan oleh pemeriksa atau menolak permohonan keberatan dari
Wajib Pajak.
c. Putusan
Dalam pengajuan banding ke Pengadilan Pajak atas permasalahan tersebut
diatas dengan alasan dan pengakuan yang sama pada waktu mengajukan
permohonan keberatan, diperoleh keterangan sebagai berikut:
1. bahwa berdasarkan pemeriksaan majelis terhadap bukti berupa nota retur
yang ada Majelis meyakini bahwa nota retur tidak mencantumkan nomor
dan tanggal Faktur Pajak yang diretur dan berdasarkan Pasal 5A Undang
Undang Pajak Pertambahan Nilai jo Pasal 3 ayat (3) dan (4) Kepmen No.
596/KMK.04/1994 tanggal 21 Desember 1994 jo SE-12/PJ.54/1995
tanggal 3 April 1995, Majelis berpendapat koreksi yang dilakukan oleh
terbanding telah benar dan tetap mempertahankan koreksi terbanding.
75
Tinjauan sengketa..., Febriansyah, FISIP UI, 2008.
2. Berdasarkan pemeriksaan Majelis terhadap bukti berupa Faktur Pajak
yang dikoreksi terbanding tidak dapat dikreditkan diketahui bahwa Faktur
Pajak tersebut terbukti tidak mencantumkan nama dan jabatan yang
menandatangani Faktur Pajak, berdasarkan ketentuan Pasal 13 ayat (5)
huruf g dan Pasal 9 ayat (8) huruf f Undang Undang Pajak Pertambahan
Nilai. Majelis berpendapat koreksi yang dilakukan oleh terbanding telah
benar dan tetap mempertahankan koreksi terbanding.
PERMASALAHAN III
Dalam kasus ini merupakan hasil gugatan mengenai Faktur Pajak cacat yang
diterbitkan oleh Pengusaha Kena Pajak penjual yang melakukan penyerahan
terhadap pemungut.
a. Ketetapan
Ketetapan berupa Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak
januari s.d. Desember 2003 yang diterapkan kepada penerbit atau Pengusaha
Kena Pajak penjual yang menerbitkan Faktur Pajak tidak sesuai dengan Pasal
13 ayat (5) Undang Undang Pajak Pertambahan Nilai. Bahwa berdasarkan
laporan hasil pemeriksaan ditemukan Faktur Pajak Keluaran dengan jumlah
Dasar Pengenaan Pajak sebesar Rp. xxx,- yang diterbitkan Pengusaha Kena
Pajak menunjukkan adanya cacat formal dimana pengisian Faktur Pajak
tersebut tidak memenuhi syarat pengisian Faktur Pajak standard yaitu
Pengusaha Kena Pajak tidak melakukan pencoretan pada kolom Harga Jual
atau Penggantian atau Potongan Harga sehingga tidak sesuai dengan Pasal
13 ayat (5) Undang Undang Pajak Pertambahan Nilai dimana pada kolom
tersebut disebutkan “coret yang tidak perlu”.
Bahwa atas Faktur Pajak tidak lengkap tersebut diterbitkan Surat Tagihan
Pajak sesuai dengan Pasal 14 ayat (1) huruf e Undang Undang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan dengan pengenaan sanksi denda
administrasi sebesar 2% dari Dasar Pengenaan Pajak sesuai dengan Pasal
76
Tinjauan sengketa..., Febriansyah, FISIP UI, 2008.
14 ayat (4) Undang Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
sebesar Rp. xxx,- x 2%..
b. Keputusan keberatan
Dalam keputusan ini merupakan tanggapan permohonan pengurangan atau
penghapusan sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan yang
terutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau
bukan karena kesalahannya sesuai Pasal 36 ayat (1) huruf a Undang Undang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Tanggapan Wajib Pajak dalam permasalahan tersebut mempunyai beberapa
alasan :
• Faktur Pajak keluaran yang telah diterbitkannya sesuai dengan ketentuan
yang berlaku,
• Faktur Pajak yang telah diterbitkan tersebut telah dilaporkan di Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak Januari s.d.
Desember 2003.
• Dengan alasan tersebut penerbit berharap untuk dinihilkan atas Surat
Tagihan Pajak tersebut.
Dari alasan tersebut keputusan Direktorat Jenderal Pajak tetap
mempertahankan ketetapan atas Surat Tagihan Pajak tersebut atau dengan
kata lain menolak permohonan pembatalan atas Surat Tagihan Pajak tersebut
oleh Wajib Pajak.
Alasan penolakan :
o Bahwa karena Wajib Pajak sudah lama dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak maka seharusnya sudah mengetahui peraturan atau tatacara
pembuatan Faktur Pajak Keluaran standar dan lengkap sesuai ketentuan,
o Bahwa alasan yang disampaikan penggugat /Wajib Pajak tidak dapat
diterima karena tidak ada unsur “kekhilafan Wajib Pajak atau bukan
karena kesalahannya”.
c. Putusan
77
Tinjauan sengketa..., Febriansyah, FISIP UI, 2008.
Bahwa amar putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak adalah membatalkan
Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Surat Tagihan Pajak Pajak
Pertambahan Nilai Masa Pajak Januari s.d. Desember 2003 tersebut dan
sekaligus juga membatalkan Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai
Masa Pajak Januari s.d. Desember 2003 tersebut.
Bahwa menurut pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang menjadi
sengketa gugatan adalah mengenai Faktur Pajak keluaran yang tidak diisi
selengkapnya atau yang cacat sehingga diterbitkan sanksi administrasi 2%
dari Dasar Pengenaan Pajak.
Bahwa menurut pertimbangan Majelis Hakim pembuatan Faktur Pajak yang
dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak tersebut tidak bertentangan dengan
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-323/PJ./2001 tanggal 30
April 2001 tentang Perubahan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor :
KEP-549/PJ./2000 tentang Saat Pembuatan, Bentuk, Ukuran, Pengadaan,
Tata Cara Penyampaian dan Tata Cara Pembetulan Faktur Pajak Standar,
sehingga tidak seharusnya terhadap Pengusaha Kena Pajak tersebut
diterbitkan Surat Tagihan Pajak.
Bahwa Faktur Pajak yang diterbitkan Pengusaha Kena Pajak benar-benar
merupakan sarana administrasi dan tidak dipenuhinya persyaratan pengisian
Faktur Pajak tidak berakibat apapun terhadap pihak penerima jasa, karena
pihak penerima jasa adalah pemerintah sebagai pemungut pajak, sehingga
dalam hal ini pemerintah tidak ada menanggung kerugian apapun karena
pajak yang seharusnya dibayar kepada negara telah benar-benar dipenuhi
dan dibayarkan ke kas negara.
PERMASALAHAN IV
Dalam Kasus ini merupakan penyelesaian banding dengan sengketa Faktur
Pajak Cacat yang diserahkan oleh Pengusaha Kena Pajak Penjual dengan
Pengusaha Kena Pajak Pembeli (transaksi normal/ biasa/ bukan sama
pemungut)
a. Ketetapan
Bahwa berdasarkan laporan hasil pemeriksaan ditemukan bahwa Faktur
Pajak masukan dengan jumlah dasar pengenaan pajak sebesar Rp. xxx,-
78
Tinjauan sengketa..., Febriansyah, FISIP UI, 2008.
yang diterima Pengusaha Kena Pajak tidak memenuhi ketentuan formal
pengisian Faktur Pajak standar yaitu:
a. tidak terdapatnya nama jabatan penandatangan Faktur Pajak,
b. tidak ada tanggal penyerahan,
c. salah nomor Nomor Pokok Wajib Pajak
sehingga tidak sesuai dengan Pasal 13 ayat (5) Undang Undang Pajak
Pertambahn Nilai.
b. Keputusan keberatan
Dalam keputusan ini merupakan tanggapan atas koreksi Pajak Masukan dari
Faktur Pajak cacat.
Bahwa sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor
SE-35/PJ.5/1989 tanggal 6 Juli 1989 bahwa Faktur Pajak yang tidak dapat
dikreditkan karena cacat (Pasal 9 ayat (8) huruf f Undang Undang Pajak
Pertambahan Nilai) tidak perlu dikonfirmasi.
Tanggapan Wajib Pajak dalam permasalahan tersebut mempunyai beberapa
alasan :
• Bahwa atas Faktur Pajak Masukan tersebut tidak ada tanggal
penyerahannya tetapi Pengusaha Kena Pajak telah membayarnya,
• Bahwa atas Faktur Pajak yang tidak ada nama jabatannya tetapi
Pengusaha Kena Pajak telah membayarnya dan melaporkannya dengan
benar,
• Dengan alasan tersebut pengguna Faktur Pajak (Pembeli) berharap agar
Faktur Pajak cacat tersebut diakui sehingga permohonan restitusinya
dikabulkan.
Dari alasan tersebut keputusan Direktorat Jenderal Pajak tetap
mempertahankan ketetapan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
tersebut atau dengan kata lain menolak permohonan pembatalan atas Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar tersebut.
Alasan penolakan :
Bahwa sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-35/PJ.
5/1989 tanggal 6 Juli 1989 bahwa Faktur Pajak yang tidak dapat dikreditkan
karena cacat (Pasal 9 ayat (8) huruf f Undang Undang Pajak Pertambahan
Nilai) tidak perlu dikonfirmasi.
79
Tinjauan sengketa..., Febriansyah, FISIP UI, 2008.
c. Putusan
Dalam permohonan banding tanggapan Wajib Pajak atas keputusan DJP
mempunyai beberapa alasan sebagai berikut :
o Wajib Pajak menyadari bahwa terdapat kekeliruan / kesalahan
pada Faktur Pajak yang dikreditkannya, namun Wajib Pajak juga
merasa bahwa ia telah membayar Pajak Pertambahan Nilai-nya
dan Pengusaha Kena Pajak penjual telah melaporkan dalam Surat
Pemberitahuan masa Pajak Pertambahan Nilai-nya.
o Dengan demikian apakah kesalahan tidak mengisi selengkapnya
Faktur Pajak tersebut dikategorikan sebagai kesalahan yang
bersifat material karena dilain pihak kesalahan tersebut bukan
merupakan kesalahan pembeli melainkan kesalahan penjual.
o Faktur-faktur yang tidak lengkap tersebut telah dikonfirmasikan ke
Kantor Pelayanan Pajak tempat penjual terdaftar dan memang
benar Faktur Pajak tersebut telah dilaporkan oleh penjual (pada
waktu proses keberatan).
Bahwa amar putusan majelis adalah membatalkan koreksi pemeriksa atas
Faktur Pajak yang tidak lengkap tersebut dan mengabulkan permohonan
banding dengan alasan sebagi berikut:
Bahwa menurut majelis yang menjadi sengketa banding adalah mengenai
Faktur Pajak masukan yang tidak diakui karena diisi tidak lengkap (cacat)
sesuai Pasal 9 ayat (8) Undang Undang Pajak Pertambahan Nilai.
Bahwa pemohon memperlihatkan bukti-bukti berupa Faktur Pajak Standar,
Invoice/faktur, invoice receipt, bilyet giro/bukti transfer bank, kwitansi
pembayaran serta Surat Pemberitahuan masa Pajak Pertambahan Nilai dari
Pengusaha Kena Pajak Penjual.
Bahwa berdasarkan bukti-bukti yang diperlihatkan tersebut diperoleh petunjuk
bahwa transaksi pembelian tersebut memang benar-benar ada dan Pajak
Pertambahan Nilai atas Faktur Pajak tersebut telah dipungut, disetor dan
dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan masa Pajak Pertambahan Nilai masa
yang bersangkutan.
Bahwa kesalahan tidak terdapat tanggal penyerahan, tidak ada nama jabatan
dan kesalahan merupakan kelalaian dari Pengusaha Kena Pajak penerbit
80
Tinjauan sengketa..., Febriansyah, FISIP UI, 2008.
Faktur Pajak. Dan berdasarkan pembuktian pembayaran tersebut maka
tanggung jawab renteng tidak dapat dibebankan kepada Pengusaha Kena
Pajak pembeli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 Undang Undang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan bahwa pembeli atau penerima
jasa sebagaimana dimaksud dalam UU Pajak Pertambahan Nilai barang dan
jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah bertanggung jawab secara
renteng atas pembayaran pajak sepanjang tidak dapat menunjukan bukti
pembayaran.
81
Tinjauan sengketa..., Febriansyah, FISIP UI, 2008.
Top Related