BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cedera kepala adalah trauma mekanik pada kepala yang terjadi baik secara
langsung atau tidak langsung yang kemudian dapat berakibat kepada gangguan
fungsi neurologis, fungsi fisik, kognitif, psikososial, bersifat temporer atau
permanent. Menurut Brain Injury Assosiation of America, cedera kepala adalah
suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat congenital ataupun degeneratif, tetapi
disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau
mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif
dan fungsi fisik. (Http://www.biausa.org).
Di Amerika Serikat, kejadian cedera kepala setiap tahunnya diperkirakan
mencapai 500.000 kasus. Dari jumlah tersebut, 10% meninggal sebelum tiba di
rumah sakit. Yang sampai di rumah sakit, 80% dikelompokkan sebagai cedera
kepala ringan (CKR), 10% termasuk cedera kepala sedang (CKS), dan 10%
sisanya adalah cedera kepala berat (CKB). Insiden cedera kepala terutama terjadi
pada kelompok usia produktif antara 15-44 tahun. Kecelakaan lalu lintas
merupakan penyebab 48%-53% dari insiden cedera kepala, 20%-28% lainnya
karena jatuh dan 3%-9% lainnya disebabkan tindak kekerasan, kegiatan olahraga
dan rekreasi. (Turner DA. Neurological evaluation of a patient with head trauma.
Dalam :Neurosurgery 2nd edition).
Data epidemiologi di Indonesia belum ada, tetapi data dari salah satu rumah
sakit di Jakarta, RS Cipto Mangunkusumo, untuk penderita rawat inap, terdapat
60%-70% dengan CKR, 15%-20% CKS, dan sekitar 10% dengan CKB. Angka
kematian tertinggi sekitar 35%-50% akibat CKB, 5%-10% CKS, sedangkan untuk
CKR tidak ada yang meninggal. (Turner DA. Neurological evaluation of a patient
with head trauma. Dalam :Neurosurgery 2nd edition).
B. Rumusan Masalah1
Berdasarkan latar belakang di atas, studi kasus ini dilakukan untuk
mengetahui penanganan penderita yang mengalami trauma kepala yang menerima
perawatan di Ruang ICU.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu mengembangkan pola pikir ilmiah dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien trauma capitis di ruang perawtan ICU dengan
pendekatan proses keperawatan.
2. Tujuan khusus
- Mampu melaksanakan pengkajian pada pasien Trauma Capitis di Ruang
Perawatn ICU
- Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan Trauma
capitis di ruang perawatan ICU
- Mampu membuat rencana tindakan keperawatan pada pasien dengan
trauma Capitis di ruang perawatn ICU.
D. Manfaat
1. Untuk Rumah Sakit
Laporan seminar ini bermanfaat bagi pihak rumah sakit untuk penanganan
kasus emergensi terutama mengenai penanganan trauma capitis untuk
prognosa yang lebih baik bagi pasien.
2. Untuk Masyarakat
Merupakan salah satu langkah pencegahan yang dilakukan untuk mencegah
terjadinya trauma kepala, terutama pada saat menggunakan sepeda motor
harus memakai helm.
3. Untuk Penulis
Laporan ini diharapkan dapat memberikan data dasar yang mendukung
penelitian yang lain di masa akan datang
BAB II2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Anatomi Kepala
A. Kulit Kepala
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu, skin atau
kulit, connective tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau galea
aponeurotika, loose connective tissue atau jaringan penunjang longgar dan
pericranium (IKABI, 2004).
B. Tulang Tengkorak
Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Tulang
tengkorak terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan
oksipital. Kalvaria khususnya di region temporal adalah tipis, namun disini
dilapisi oleh otot temporalis. Basis cranii berbentuk tidak rata sehingga dapat
melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan
deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu: fosa anterior
tempat lobus frontalis, fosa media tempat temporal dan fosa posterior ruang
bagi bagian bawah batang otak dan serebelum (IKABI, 2004).
C. Meningen
3
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan
yaitu:
1. Dura mater
Dura mater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan
endosteal dan lapisan meningeal. Dura mater merupakan selaput yang
keras, terdiri atas jaringan ikat fibrosa yang melekat erat pada permukaan
dalam dari cranium. Karena tidak melekat pada selaput arachnoid di
bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial (ruang subdural) yang
terletak antara dura mater dan arachnoid, dimana sering dijumpai
perdarahan subdural. Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang
berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di garis
tengah atau disebut bridging veins, dapat mengalami robekan dan
menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior mengalirkan
darah vena ke sinus transverses dan sinus sigmoideus. Laserasi dari sinus-
sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat.
Arteri-arteri meningea terletak antara dura mater dan permukaan
dalam dari cranium (ruang epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala
dapat menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini dan menyebabkan
perdarahan epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri
meningea media yang terletak pada fosa temporalis (fosa media).
2. Selaput Arakhnoid
Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang.
Selaput arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura mater
sebelah luar yang meliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari dura mater oleh
ruang potensial, disebut spatium subdural dan dari pia mater oleh spatium
subarachnoid yang terisi oleh liquor serebrospinalis. Perdarahan sub
arakhnoid umumnya disebabkan akibat cedera kepala.
3. Pia mater4
Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia mater
adalah membrane vascular yang dengan erat membungkus otak, meliputi
gyri dan masuk ke dalam sulci yang paling dalam. Membrana ini
membungkus saraf otak dan menyatu dengan epineuriumnya. Arteri-arteri
yang masuk ke dalam substansi otak juga diliputi oleh pia mater. (IKABI,
2004).
D. Otak
Otak merupakan suatu struktur gelatin yang mana berat pada orang
dewasa sekitar 14 kg. Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu: proensefalon
(otak depan) terdiri dari serebrum dan diensefalon, mesensefalon (otak
tengah) dan rhombensefalon (otak belakang) terdiri dari pons, medulla
oblongata dan serebellum.
Fisura membagi otak menjadi beberapa lobus. Lobus frontal berkaita
dengan fungsi emosi, fungsi motorik dan pusat ekspresi bicara. Lobus parietal
berhubungan dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal
mengatur fungsi memori tertentu. Lobus oksipital bertanggung jawab dalam
proses penglihatan. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi system aktivasi
reticular yang berfungsi dalam kesadaran dan kewaspadaan. Pada medulla
oblongata terdapat pusat kardiorespiratorik. Serebellum bertanggung jawab
dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan. (IKABI, 2004).
E. Cairan serebrospinal
5
Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh plexus khoroideus dengan
kecepatan produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari ventrikel lateral
melalui foramen monro menuju ventrikel III, akuaduktus dari sylvius
menuju ventrikel IV. CSS akan direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui
granulasio arakhnoid yang terdapat pada sinus sagitalis superior. Adanya
darah dalam CSS dapat menyumbat granulasio arakhnoid sehingga
mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan kenaikan tekanan
intracranial. Angka rata-rata pada kelompok populasi dewasa volume CSS
sekitar 150 ml dan dihasilkan sekitar 500 ml CSS per hari. (IKABI, 2004).
F. Tentorium
Tentorium serebri membagi rongga tengkorak menjadi ruang
supratentorial (terdiri dari fosa kranii anterior dan fosa kranii media) dan
ruang infratentorial (berisi fosa kranii posterior). (IKABI, 2004).
G. Perdarahan Otak
Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis.
Keempat arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan
membentuk circulus Willisi. Vena-vena otak tidak mempunyai jaringan otot
di dalam dindingnya yang sangat tipis dan tidak mempunyai katup. Vena
tersebut keluar dari otak dan bermuara ke dalam sinus venosus cranialis.
(Sugiharto L, Hartanto H, Listiawati E, Susilawati, Suyono J, Mahatmi T,
dkk, penerjemah)
2. FISIOLOGI KEPALA
Tekanan intracranial (TIK) dipengaruhi oleh volume darah intracranial,
cairan serebrospinal dan parenkim otak. Dalam keadaan normal, TIK orang
dewasa dalam posisi terlentang sama dengan tekanan CSS yang diperoleh dari
lumbal pungsi yaitu 4 – 10 mmHg. Kenaikan TIK dapat menurunkan perfusi
otak dan menyebabkan atau memperberat iskemia. Prognosis yang buruk terjadi
pada penderita dengan TIK lebih dari 20 mmHg, terutama bila menetap.6
Pada saat cedera, segera terjadi massa seperti gumpalan darah dapat terus
bertambah sementara TIK masih dalam keadaan normal. Saat pengaliran CSS
dan darah intravaskuler mencapai titik dekompensasi maka TIK secara cepat
akan meningkat. Sebuah konsep sederhana dapat menerangkan tentang dinamika
TIK. Konsep utamanya adalah bahwa volume intracranial harus selalu konstan,
konsep ini dikenal dengan doktrin Moro-Kellie.
Otak memperoleh suplai darah yang besar yaitu sekitar 800 ml/min atau 16%
dari cardiac output, untuk menyuplai oksigen dan glukosa yang cukup. Aliran
darah otak (ADO) normal ke dalam otak pada orang dewasa antara 50-55 ml per
100 gram jaringan otak per menit. Pada anak, ADO bisa lebih besar tergantung
pada usianya. ADO dapat menurun 50% dalam 6-12 jam pertama sejak cedera
pada keadaan cedera otak berat dan koma. ADO akan meningkat dalam 2-3 hari
berikutnya, tetapi pada penderita yang tetap koma ADO tetap di bawah normal
sampai beberapa hari atau minggu setelah cedera. Mempertahankan tekanan
perfusi otak/TPO (MAP-TIK) pada level 60-70 mmHg sangat direkomendasikan
untuk meningkatkan ADO (Sugiharto L, Hartanto H, Listiawati E, Susilawati,
Suyono J, Mahatmi T, dkk, penerjemah).
3. Trauma Kepala
A. Definisi Head Injury(Trauma Kepala)
Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala,
tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung
maupun tidak langsung pada kepala. (Suriadi & Rita Yuliani, 2001)
Head injury (cedera kepala) : trauma yang mengenai otak yang disertai
atau tanpa disertai perdarahan interstitinal dalam substansi otak disebabkan
oleh kekuatan eksternal yang menimbulkan perubahan tingkat kesadaran dan
perubahan kemampuan kognitif, fungsi fisik, fungsi tingkah laku, dan
emosional. (Suriadi & Rita Yuliani, 2001)
7
Trauma pada kepala dapat menyebabkan fraktur pada tengkorak dan
trauma jaringan lunak / otak atau kulit seperti kontusio / memar otak, edema
otak, perdarahan atau laserasi, dengan derajat yang bervariasi tergantung pada
luas daerah trauma (Suriadi & Rita Yuliani, 2001).
B. Epidemiologi Head Injury(Trauma Kepala)
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama kecacatan dan
kematian pada kelompok usia 1-40 tahun. 1,5 juta penduduk setahunnya
mengalami cedera tersebut. Puncaknya pada usia 15-24 tahun. Laki-laki
mengalami cedera 2-3 kali lebih sering disbanding perempuan (McGraw Hill,
1996).
C. Penyebab Head Injury(Cidera Kepala)
Cedera kepala dapat disebabkan oleh benturan karena kecelakaan lalu
lintas, terjatuh, kecelakaan industry, kecelakaan olahraga, dll. Respon
terhadap cedera meliputi :
1. Kerusakan jaringan .Kontusio akibat benturan dapat mencederai sel-sel
saraf dan serabut-serabut saraf yang dapat menyebabkan perdarahan kecil
yang akan merusak jaringan yang berdekatan.
2. Edema serebral
8
Edema terjadi akibat beberapa daerah dari otak tidak adekuat perfusi
jaringannya, sehingga timbul hiperkapnia yang mengakibatkan asidosis
local dan vasodilatasi pembuluh darah.tidak adekuatnya suplai oksigen
dan glukosa lebih lanjut dapat mengakibatkan peningkatan edema dari
serebral, sehingga akan menyebabkan peningkatan tekanan intracranial
dan akhirnya bisa mengakibatkan herniasi otak dan kematian.
3. Perdarahan dan hematoma
Kerusakan pada jaringan dapat menyebabkan perdarahan dan hematoma.
Keduanya dapat meningkatkan tekanan intracranial.
4. Respon lain
Respon lain yang dapat terjadi adalah iskemik, infark, nekrosis jaringan
otak, serta kerusakan terhadap saraf cranial dan struktur lainnya.
Tipe Cedera Pada Head Injury (Trauma Kepala)
5. Fraktur Tengkorak
Pukulan pada tengkorak menyebabkan fraktur jika toleransi elastic dari
tulang terlampaui. Fraktur kepala dapat melukai jaringan pembuluh darah
dan saraf-saraf dari otak, merobek durameter yang mengakibatkan
perembesan cairan serebrospinal, dimana dapat membuka suatu jalan
untuk terjadinya infeksi intrakranial. Adapun macam-macam dari fraktur
tengkorak adalah :
9
a. Fraktur Linear :
Retak biasa pada hubungan tulang dan tidak merubah hubungan dari
kedua fragmen.
b. Comminuted Fraktur :
Patah tulang tengkorak dengan multipel fragmen dengan fraktur yang
multi linear.
c. Depressed Fraktur :
Fragmen tulang melekuk kedalam.
d. Coumpound Fraktur :
Fraktur tengkorak yang meliputi laserasi dari kulit kepala, membran
mukosa, sinus paranasal, mata, dan telinga atau membran timpani.
e. Fraktur dasar Tengkorak :
Fraktur yang terjadi pada dasar tengkorak, khususnya pada fossa
anterior dan tengah. Fraktur dapat dalam bentuk salah satu linear,
comminuted atau depressed. Sering menyebabkan rhinorrhea atau
otorrhea.
6. Cedera Serebral
Cidera serebral meliputi:
1. Komosio Serebri (geger otak) :
Gangguan fungsi neurologik ringan tanpa adanya kerusakan struktur
otak, terjadi hilangnya kesadaran kurang dari 10 menit atau tanpa
disertai amnesia, muntal, muntah, nyeri kepala. Biasanya dapat
kembali dalam bentuk normal.
2. Kontusio Serebri (memar) :
Benturan menyebabkan perubahan dari struktur dari permukaan otak
yang mengakibatkan pendarahan dan kematian jaringan dengan atau
tanpa edema. Hilangnya kesadaran lebih dari 10 menit. Perubahan
warna pada memar berhubungan dengan waktu lamanya luka, namun 10
waktu tersebut bervariasi tergantung jenis luka dan individu yang
terkena. Tidak ada standart pasti untuk menentukan lamanya luka dari
warna yang terlihat secara pemeriksaan fisik. Pada mayat waktu antara
terjadinya luka memar, kematian dan pemeriksaan menentukan juga
karekteristik memar yang timbul. Semakin lama waktu antara
kematian dan pemeriksaan luka akan semakin membuat luka
memar menjadi gelap. Pemeriksaan mikroskopik adalah sarana yang
dapat digunakan untuk menentukan waktu terjadinya luka sebelum
kematian. Namun sulit menentukan secara pasti karena hal tersebut
pun bergantung pada keahlian pemeriksa.
3. Laserasio serebri :
Gangguan fungsi neurologik disertai kerusakan otak yang berat
dengan fraktur tengkorak terbuka. Massa otak terkelupas keluar dari
rongga kranial.
4. Hematoma Epidural :
Perdarahan yang menuju ke ruang antar tengkorak dan durameter
akibat laserasi dari arteri meningea media. Hematoma ini disebabkan
oleh karena ruptur sebuah arteri meningen,biasanya berkaitan dengan
fraktur tengkorak.
5. Hematoma Subdural :
Kumpulan darah antara permukaan dalam durameter dan
araknoidmeter. Hematoma ini disebabkan oleh kerusakan vena
penghubung (Bridging veins) yang berjalan dari permukaan otak sinus
dura.
6. Hematoma Intracerebral :
11
Perdarahan yang menuju ke jaringan serebral. Biasanya terjadi akibat
cedera langsung dan sering didapat pada lobus frontal atau temporal.
7. Hematoma Subarachnoid :
Hematoma yang terjadi akibat trauma.
- Cedera saraf kranialis
Saraf cranial yang rentan terhadap cedera dengan fraktur tengkoran
adalah saraf olfaktorius, optikus, okulomotorius, troklearis, cabang
pertama dan kedua dari saraf trigeminalis, fasialis, dan auditorius.
Contohnya:
1. Hilangnya daya pengecap (hilangnya persepsi beraroma)
timbul akibat pergeseran otak dan robeknya filament saraf
olfaktorius
2. Cedera saraf okulomotorius menyebabkan bola mata terdorong
keluar denagn hilangnya gerakan adduksi dan gerakan
ventrikal dan dilatasi pupil terfiksasi.
3. Cedera saraf kranialis kedelapan denagn fraktur os petrosa
menyebabkan hilangnya pendengaran, vertigo, dan
nistagmus segera setelah cedera (Fakultas Kedokteran
Universitas Pelita Harapan, 2005).
Berdasarkan berat ringannya :
Berdasarkan berat ringannya cidera kepala terbagi 3 yaitu:
1. Cedera kepala ringan :
Jika GCS (Skala Koma Glasgow) antara 15-13, dapat terjadi kehilangan
kesadaran kurang dari 30 menit, tidak terdapat fraktur tengkorak, kontusio
atau hematoma.
a. Tidak kehilangan kesadaran
b. Satu kali atau tidak ada muntah
c. Stabil dan sadar12
d. Dapat mengalami luka lecet atau laserasi di kulit kepala
e. Pemeriksaan lainnya normal
2. Cedera kepala sedang :
Jika nilai GCS antara 9-12, hilang kesadaran antara 30 menit sampai 24
jam, dapat disertai fraktur tengkorak, disorientasi ringan.
a. Kehilangan kesadaran singkat saat kejadian
b. Saat ini sadar atau berespon terhadap suara. Mungkin mengantuk
c. Dua atau lebih episode muntah
d. Sakit kepala persisten
e. Kejang singkat (<2menit) satu kali segera setelah trauma
f. Mungkin mengalami luka lecet, hematoma, atau laserasi di kulit
kepala
g. Pemeriksaan lainnya normal
3. Cedera kepala berat :
Jika GCS antara 3-8, hilang kesadaran lebih dari 24 jam, biasanya disertai
kontusio, laserasi atau adanya hematoma dan edema serebral.
a. Kehilangan kesadaran dalam waktu lama
b. Status kesadaran menurun – responsif hanya terhadap nyeri atau tidak
responsif
c. Terdapat kebocoran LCS dari hidung atau telinga
d. Tanda-tanda neurologis lokal (pupil yang tidak sana, kelemahan sesisi)
e. Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial:
1. Herniasi unkus: dilatasi pupil ipsilateral akibat kompresi nervus
okulomotor
2. Herniasi sentral: kompresi batang otak menyebabkan bradikardi
dan hipertensi
3. Trauma kepala yang berpenetrasi
13
4. Kejang (selain Kejang singkat (<2menit) satu kali segera setelah
trauma)
Manifestasi Klinis Head Injury( Trauma Kepala
Manifestasi klinis head Injury meliputi:
1. Fraktur tengkorak : Keluarnya cairan serebrospinalis atau cairan lain dari
hidung (rhinorrhoe) dan telinga (otorrhoe), kerusakan saraf kranial, dan
perdarahan dibelakang membran timfani.
2. Komosio serebri : Muntah tanpa nausea, nyeri pada lokasi cidera, mudah
marah, lesu, mual, hilang ingatan sementara, sakit kepala, pusing,
ketidakmampuan untuk berkonsentrasi.
3. Kontusio serebri : Perubahan tingkat kesadaran, lemah, sulit bebicara,
hilang ingatan, sakit kepala, demam di atas 370C, berkeringat banyak,
aktifitas kejang, rhinorrhoe, dan kelumpuhan saraf kranial.
4. Hematoma epidural : Hilang kesadaran, gangguan penglihatan, sakit
kepala, lemah/paralisis pada salah satu sisi, tekanan darah meningkat,
denyut nadi menurun, pernafasan menurun dengan pola yang tidak teratur.
5. Hematoma subdural akut/subakut : Sakit kepala, gangguan penglihatan,
peningkatan TIK (Tekanan Intrakranial), otot wajah melemah, hilang
kesadaran. Hematoma subdural kronik : Gangguan mental, sakit kepala
hilaang timbul, gangguan penglihatan, perubahan pola tidur.
Mekanisme Cedera Pada Head Injury
Mekanisme Cedera Pada Head Injury meliputi:
1. Akselerasi
Jika benda bergerak membentur kepala yang diam, misalnya pada orang
yang diam kemudian dipukul atau telempar batu.
2. Deselerasi
Jika kepala bergerak membentur benda yang diam, misalnya pada saat
kepala terbentur.14
3. Deformitas
Perubahan atau kerusakan pada bagian tubuh yang terjadi akibat trauma,
misalnya adanya fraktur kepala, kompresi, ketegangan atau pemotongan
pada jaringan otak. Pada saat terjadinya deselerasi ada kemungkinan
terjadi rotasi kepala sehingga dapat menambah kerusakan. Mekanisme
kerusakan kepala dapat mengakibatkan kerusakan pada daerah dekat
benturan (Coup) dan kerusakan pada daerah yang berlawanan dengan
benturan (Contra coup).
Kekacauan terkait cedera kepala Pada Head Injury
Kekacauan terkait cedera kepala Pada Head Injury Meliputi:
1. Faktor kardiovaskuler
a. Trauma kepala menyebabkan perubahan fungsi jantung mencakup
aktivitas atipikal miokardial, perubahan tekanan vaskuler dan edema
paru.
b. Tidak adanya stimulus endogen saraf simpatis mempengaruhi
penurunan kontraktilitas ventrikel. Hal ini menyebabkan penurunan
curah jantung dan meningkatkan tekanan atrium kiri. Akibatnya tubuh
berkompensasi dengan meningkatkan tekanan sistolik. Pengaruh dari
adanya peningkatan tekanan atrium kiri adalah terjadinya edema paru.
2. Faktor Respiratori
a) Adanya edema paru pada trauma kepala dan vasokonstriksi paru atau
hipertensi paru menyebabkan hiperpnoe dan bronkokonstriksi
b) Konsentrasi oksigen dan karbon dioksida mempengaruhi aliran darah.
Bila PO2 rendah, aliran darah bertambah karena terjadi vasodilatasi.
Penurunan PCO2, akan terjadi alkalosis yang menyebabkan
vasokonstriksi (arteri kecil) dan penurunan CBF (cerebral blood fluid).
15
c) Edema otak ini menyebabkan kematian otak (iskemik) dan tingginya
tekanan intra kranial (TIK) yang dapat menyebabkan herniasi dan
penekanan batang otak atau medulla oblongata.
3. Faktor metabolisme
a. Pada trauma kepala terjadi perubahan metabolisme seperti trauma
tubuh lainnya yaitu kecenderungan retensi natrium dan air dan
hilangnya sejumlah nitrogen
b. Retensi natrium juga disebabkan karena adanya stimulus terhadap
hipotalamus, yang menyebabkan pelepasan ACTH dan sekresi
aldosteron.
c. Ginjal mengambil peran dalam proses hemodinamik ginjal untuk
mengatasi retensi natrium. Kemudian natrium keluar bersama urine,
hal ini mempengaruhi hubungan natrium pada serum dan adanya
retensi natrium. Pada pasca hypotermia hilangnya nitrogen yang
berlebihan sama dengan respon metabolik terhadap cedera, karena
adanya cedera tubuh maka diperlukan energi untuk menangani
perubahan seluruh sistem, tetapi makanan yang masuk kurang
sehingga terjadi penghancuran protein otot sebagai sumber nitrogen
utama, demikian pula respon hypothalamus terhadap cedera, maka
akan terjadi sekresi kortisol, hormon pertumbuhan dan produksi
katekolamin dan prolaktin sehingga terjadi asidosis metabolik karena
adanya metabolisme anaerob glukosa
4. Faktor gastrointestinal
a. Trauma kepala juga mempengaruhi sistem gastrointestinal. Setelah
trauma kepala (3 hari) terdapat respon tubuh dengan merangsang
aktivitas hipotalamus dan stimulus vagal. Hal ini akan merangsang
lambung menjadi hiperasiditas.
16
b. Hypothalamus merangsang anterior hypofise untuk mengeluarkan
steroid adrenal. Hal ini merupakan kompensasi tubuh dalam
mengeluarkan kortikosteroid dalam menangani oedema cerebral.
Hyperacidium terjadi karena adanya peningkatan pengeluaran
katekolamin dalam menangani stres yang mempengaruhi produksi
asam lambung.
5. Faktor psikologis
Selain dampak masalah yang mempengaruhi fisik pasien, trauma kepala
pada pasien adalah suatu pengalaman yang menakutkan. Gejala sisa yang
timbul pascatrauma akan mempengaruhi psikis pasien. Demikian pula
pada trauma berat yang menyebabkan penurunan kesadaran dan
penurunan fungsi neurologis akan mempengaruhi psikososial pasien dan
keluarga (Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan, 2005).
17
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Data dasar tergantung pada tipe, lokasi dan keparahan cedera dan mungkin
dipersulit oleh cedera tambahan pada organ-organ vital
a. Aktivitas/Istirahat
Gejala : Merasa lemah, lelah, hilang keseimbangan
Tanda : Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese quadreplegia,
ataksia, cara berjalan tak tegap. Masalah dalam
keseimbangan cedera (trauma) ortopedi, kehilangan tonus
otot dan otot spastik.
b. Sirkulasi
Gejala : Perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi)
Tanda : Perubahan frekwensi jantung (bradikardia, takikardia yang
diselingi dengan bradikardia dan disritmia).
c. Integritas Ego
Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau
dramatis).
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung,
depresi dan impulsif.
d. Eliminasi
Gejala : Inkontinentia kandungan kemih/usus atau mengalami
gangguan fungsi.
18
e. Makanan/Cairan
Gejala : Mual, muntah dan mengalami perubahan selera.
Tanda : Muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk, air
liur keluar dan disfagia).
f. Neurosensori
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian,
vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, tingling,
baal pada ekstremitas. Perubahan dalam penglihatan seperti
ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang,
fotofobia, gangguan pengecapan dan juga penciuman.
Tanda : Perubahan kesadaran sampai koma. Perubahan status mental
(orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan
masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori),
Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri) deviasi
pada mata, ketidakmampuan mengikuti perintah. Kehilangan
penginderaan seperti pengecapan, penciuman dan
pendengaran, wajah tidak simetri, genggaman lemah, tidak
seimbang, refleks tendon dalam tidak ada atau lemah,
apraksia, hemiparise, quedreplegia, postur (dekortikasi dan
deserebrasi), kejang, sangat sensitif terhadap sentuhan dan
gerakan, kehilangan sensasi sebagian tubuh.
g. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda,
biasanya lama.
19
Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri
yang hebat, gelisah, tidak bisa beristirahat, merintih
h. Pernapasan
Tanda : Perubahan pola napas (apnea yang diselingi oleh
hiperventilasi). Napas berbunyi, stridor, tersedak, ronki,
mengi positif (kemungkinan karena aspirasi).
i. Keamanan
Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan.
Tanda : Fraktur/dislokasi.
j. Gangguan penglihatan
Kulit laserasi, abrasi, perubahan warna, seperti “raccoon eye” tanda Batle di
sekitar telinga (merupakan tanda adanya trauma), adanya aliran cairan
(drainase) dari telinga/hidung (CSS).
k. Gangguan kognitif.
Gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekuatan secara umum mengalami
paralysis. Demam, gangguan dalam regulasi suhu tubuh.
l. Interaksi Sosial
Tanda : Afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara
berulang-ulang, disartria, anomia.
m. Pemeriksaan Diagnostik
1. Scan CT tanpa/dengan kontras : Mengidentifikasi adanya SOL,
hemoragic, menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
Catatan pemeriksaan berulang mungkin diperlukan karena iskemia/infark
mungkin tidak terdeteksi dalam 24 – 72 jam pasca trauma.
2. MRI : Sama dengan scan CT tanpa/dengan menggunakan kontras.
20
3. Angiografi cerebral : Menunjukan kelainan sirkulasi cerebral, seperti
pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan dan trauma.
4. EEG : Untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya
gelombang patologis.
5. Sinar X : Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur),
pergeseran struktur dari garis tengah (karena perdarahan, edema) dan
adanya fragmen tulang.
6. BAER (Brain Auditori Evoked Respons) : Menentukan fungsi korteks dan
batang otak.
7. PET (Positron Emission Tomografi) : Menunjukan perubahan aktivitas
metabolisme dalam otak.
8. Pungsi Lumbal, CSS : Dapat menduga kemungkinan adanya perdarahan
subarachnoid.
9. GDA (Gas Darah Arteri) : Mengetahuai adanya masalah ventilasi atau
oksigenasi yang dapat meningkatkan TIK..
10. Kimia/Eolektrolit Darah : Mengetahui ketidakseimbangan yang
berperan dalam peningkatan TIK/perubahan mental.
11. Pemeriksaan Toksikologi : Mendeteksi obat yang mungkin bertanggung
jawab dalam penurunan kesadaran.
12. Kadar Antikonvulsan Darah : Dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat
terapi yang cukup efektif untuk mengatasi kejang.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan dalam pertukaran gas b.d penumpukan sekresi, reflek batuk yang
kurang
2. Perubahan perfusi jaringan otak b.d peningkatan tekanan intrakranial.
3. Perubahan persepsi sensorik b.d penurunan tingkat kesadaran, kerusakan
lobus pariental, kerusakan nervus olfakttorius.
4. Nyeri b.d trauma dan sakit kepala21
5. Hambatan mobilitas fisik b.d hemiplegia, hemiparese, kelemahanan.
6. Perubahan pola eliminasi urine inkontinential atau retensi urine b.d
terganggunya saraf kontrol berkemih
7. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kurang mampu menelan
8. Gangguan citra tubuh dan perubahan peran b.d kurang berfungsinya proses
berfikir, ketidakmampuan fisik.
9. Defisiti perawatan diri b.d kesulitan dalam mobilitas fisik
10. Kerusakan komunikasi verbal b.d aphasia.
11. Kerusakan integritas kulit b.d kesulitan dalam mobilitas fisik.
12. Resiko tinggi injuri b.d adanya kejang, kebingungan dan kelemahan fisik.
C. Intervensi Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas b.d penumpukan sekresi, reflek batuk yang kurang.
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3 x 24 Jam maka masalah
perukaran gas teratasi dengan
Kriteria Hasil: ·
Tidak ada gangguan jalan napas · Lendir dapat batukkan/sekret dapat keluar. ·
Pernapasan teratur.
Intervensi:
1. Kaji status oksigenasi yaitu frekuensi, irama, dan usaha bernapas serta
produksi sputum
R/: Merupakan indikator keadekuatan fungsi pernapasan atau tingkat
gangguan dan kebutuhan atau keefektifan terapi ·
2. Pantau hasil pemeriksaan GDA, darah lengkap, kultur dan elektrolit R/:
Pengeluaran sekret akan sulit jika kental.
R/: Ketidaknormalan nilai AGD menunjukan gangguan pertukaran gas.
Perubahan kadar elektrolit memperburuk keadaan
22
3. Observasi warna kulit, adanya sianosis, dan kaji CRT serta membrane
mukosa
R/: Sianosis, CRT > 3 dtk dan pucat merupakan indikator dari gangguan
pertukaran gas yang dapat diamati dari luar
4. Kaji tanda vital, saturasi O2 dan tingkat kesadara secara continue
R/: Peningkatan TIK menyebabkan perubahan pada tanda vital, perubahan
TD, Nadi melambat atau melemah, Penurunan saturasi O2 menunjukan
hipoksia, Peningkatan suhu dan perubahan frekuensi atau pola napas ·
5. Auskultasi bunyi suara napas abnormal dan catat adanya sianosis, dispnea
serta mengi
R/: Terjadinya atelektasis dan stasis secret dapat menganggu pertukaran
gas, mengi mengindikasikan penyempitan pada jalan napas yang dapat
memperburuk keadaan
6. Kolaborasi :
- Berikan oksigen yang dilembabkan sesuai indikasi
- Berikan antipiretik bila demam
R/: Mengurangi kerja paru dengan oksigen tambahan dari luar,
memaksimalkan transport oksigen ke jaringan serta menurunkan
kebutuhan oksigen/derajat hipoksia dan Mempertahankan normotermia
untuk menurunkan kebutuhan oksigen metabolic tanpamempengaruhi pH
serum
2. Perubahan perfusi jaringan otak b.d peningkatan tekanan intrakranial.
Tujuan :
Setelah diberikan tindakn keperawatan selama 3 x 24 Jam perfusi jaringan
otak membaik dengan
Kriteria Hasil: ·
Pasien tidak menunjukkan peningkatan TIK, Terorientasi pada tempat, waktu
dan respon ,Tidak ada gangguan tingkat kesadaran · 23
Intervensi :
1. Kaji tingkat kesadaran GCS, Pupil, Sensorik dan motorik. Catat ukuran
pupil dan antara kesimetrisan antara kanan/kiri
R/ : Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran dan potensi
peningkatan TIK dan gambaran manfaat untuk menentukan lokasi,
perluasan dan perkembangan kerusakan SSP. Pupil diatur oleh saraf
kranial III (okulomotorius) dan berguna uutk menentukan apakah batang
otak masih baik. Temukan faktor penyebab utama adanya penurunan
perfusi jaringan dan potensial terjadi peningkatan TIK.
2. Pantau tanda Vital TD, N, RR dan Suhu Serta Saturasi O2
R/: Peningkatan TD sistemik yang diikuti penurunan TD diastolik (nadi
yang membesar ) merupakan tanda terjadinya PTIK jika diikuti penurunan
kesadaran. Nadi ineguler menandakan adanya depresi pada batng otak,
Napas irreguler menandakan lokasi adanya peningkatan TIK dan
memerlukan intervansi lebih lanjut.
3. Kaji ke Kaji ketajaman pengelihatan, reflek batuk, menelan dan muntah
reflek babinski, pengembangan bola mata..
R/: Membantu menentukan lokasi cidera otak yang terlihat pe keerusakan
reflek menandakan adanya keerusakan pd otak tengah / batang otak
4. Pantau intake dan haluaran pantau suhu
R/: Manfaat indikator dr cairan total tubuh yang terintegrasi dengan ferfusi
jaringan serebral. Demam mengindikasikan kerusakan pd Hipotalamus,
peningkatan keb metabolisme keb O2 penignktan TIK
5. Atur posisi kepala elevasi 15-30° posisi netral.
R/: Kepala yang miring pd salah satu sisi menentukan vena jugularis dan
menghambat aliran darah vena. Selanjutnya peningkatan TIK. Posisi 15-
30° meningkatkan aliran balik vena dari kepala, sehingga mengurangi
kongesti dan edema / resiko penignktan TIK24
6. Batasi pemberian cairan berlebih
R/: Membatasi cairan diperlukan menentukan edema cerebra, menimalkan
fluktasi aliran vaskuler, TD dan TIK.
7. Perhatikan adanya gelisah meningkat, dan kejang lindungi klien dari
cedera.
R/: Gelisah mengindikasikan adanya peningkatan TIK, nyeri ketika px
tidak dapat mengungkapkan nyeri sec verbal, nyeri yang tidak dapat
hilang menunjukkan P TIK. Kejang dapat terjadi akibat dr iritasi cerebral
8. Berikan lingkungan yg nyaman dg membersihkan badan/sibin, oral hygin
posisi nyaman dan ketenangan lingkungan/ membtasi pengunjung
R/: Memberikan efek ketenangan menurunkan reaksi fisiologis tubuh dan
meningkatkan istirahat untuk memperthankan penrnan TIK.
9. Edukasi tentang pencegahan resiko jatuh.
R/: Cidera kepala sering didefinisikan nyeri kepala berat penurunan
kesadaran dan gelisah.
10. Jelaskan pada keluarga tentang tujuan tindakan serta penggunaan alat
bantu.
R/: Mengurangi cemas pd keluarga dan penerimaan diri dari tindakan yg
dilakukan.
11. Berikan cairan melalui IV dngn alat kontrol (infus pump)
R/: Mencegah overlood pd pem cairan, pembatasan cairan diperlukan
untuk menurunkan edema cerebrl menimalkan frekuensi aliran veskuler
dan TD serta peningkatan TIK.
12. Berikan oksigen tambahan sesuai indikator
R/: Menurunkan hipoksia dimana dapat meninggikan vasodilatasi dan vol
darah cerebral yang men tik
13. Memberikan obat sesuai indikasi
- Diuretik contoh manitol dan furosemid 25
- Anti konvulisan contoh phenytoin
- Analgetik contoh ranitidin dan metamizol
- Piracetam (sedative)
- Antipiretik (mis. paracetamol)
R/: Diuretik digunakan pd fase akut untuk menrunkan air dari sel otak
menurunkan edema otak dan tik
- Untuk mencegah terjadinya kejang
- Untuk menghilangkan nyeri dan dapat berakibat negatif pd PTIK.
- Digunakan untuk mengendalikan kegelisahan
- Menurunkna demam yang mempunyai pengaruh peningkatan
metabolisme serebral/peningkatan kebutuhan O2
3. Perubahan persepsi sensorik b.d penurunan tingkat kesadaran, kerusakan
lobus parientalis, kerusakan nervus olfaktorius.
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan selaman 3x 24 Jam maka persepsi
sensorik membaik dengan
Kriteria Hasil:
Kesadaran pasien kembali normal · Tidak terjadi peningkatan TIK
Intervensi :
1. Observasi keadaan umum serta Vital Sign
R/: Mengetahui keadaan umum pasien.
2. Orientasikan pasien terhadap orang, tempat dan waktu.
R/: Melatih kemampuan pasien dalam mengenal waktu, tempat dan
lingkungan pasien. ·
3. Gunakan berbagai metode untuk menstimulasi indra, misalnya: parfum R/:
Melatih kepekaan nervus olfaktorius. ·
4. Kolaborasi medik untuk membatasi penggunaan sedativa
R/: Sedativa mempengaruhi tingkat kesadaran pasien. 26
4. Nyeri b.d trauma sakit kepala.
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 2 x 24 Jam maka Nyeri
teratasi atau terkontrol dengan
Kriteria Hasil :
Nyeri dapat berkurang sampai dengan hilang
Intervensi:
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif meliputi lokasi,
karakteristik, awitan dan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau
keparahan nyeri dan faktor presipitasinya
R/ :mengakji nyeri secara komprehensif bertujuan untuk mengetahui
tingkat keparahan nyeri yang dirasakan oleh klien
2. Observasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan, khususnya kepada mereka
yang tidak mampu berkomunikasi efektif
R/: dengan melakukan obsevasi isyarat nonverbal dapat menunjukkan
ringan ataupun berat suatu nyeri yang dirasakan klien
3. anjurkan klien mengunkapkan perasaan mengenai nyeri yang dirasakan
R/: menurunkan perasaan terisolasi, marah, dan cemas yang dapat
meningkatkan nyeri tersebut.
4. berikan kompres hangat/dingin, mandi air hangat, berikan masase atau
sentuhan sesuai toleransi pasien secara individual.
R/:membantu pasien mendapatkan kontrol perasaaan tidak nyaman secara
konstan
5. lakukan perubahan posisi secara teratur, berikan sokongan dengan bantal,
busa tau dengan selimut
R/:membantu menghilangkan ketegangan dan kelelahan otot
6. berikan latihan rentang gerakan secara pasif
R/: menurunkan kekakuan sendi27
7. instuksikan/anjurkan untuk menggunakan teknik relaksasi seperti
visualisasi (menonton), latihan relaksasi yang berkembang, imanjinasi
terbimbing, biofeedback
R/: Memfokuskan kembali secara langsung dari perhatian/persepsi dan
meningkatkan koping yang dapat membantu menghilangkan rasa nyeri
8. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai kebutuhan, hindari penggunaan
narkotika
R/: berguna untuk menghilangkan nyeri ketika metode lain yang telah
dicoba tidak memberikan hasil yang memuaskan. Narkotika (kecuali
kodein yang memiliki efek lebih kecil) harus di hindari jika masih
mungkin karena obat-obat tersebut menekan pernapasan dan mempunyai
efek samping terhadap saluran pencernaan. kadang-kadang beramanfaat
untuk menghilangkan teganan otot
5. Hambatan mobilitas fisik b.d hemiplegia, kelelahan
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3 x 24 Jam maka hambatan
mobilisasi fisik teratasi dengan
Kriteria Hasil: ·
Pasien dapat mempertahankan mobilitas fisik seperti yang tunjukkan dengan
tidak adanya kontraktur, Tidak terjadi peningkatan TIK
Intervensi: ·
1. Lakukan latihan pasif sedini mungkin
R/: Mempertahankan mobilitas sendi dan tonus otot. ·
2. Beri footboard/penyangga kaki
R/: Mempertahankan posisi ekstremitas ·
3. Pertahankan posisi tangan, lengan, kaki dan tungkai
R/: Posisi ekstremitas yang kurang tepat akan terjadi dislokasi ·
4. Kolaborasi fisioterapi 28
R/: Tindakan fisioterapi dapat mencegah kontraktur
6. Perubahan pola eliminasi urine : inkontinensia atau retensi urine b.d
terganggunya saraf kontrol.
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3 x 24 Jam maka pola
eleminasi kembali dalam keadaan normal dengan
Kriteria Hasil :
Pasien dapat mengontrol pengeluaran urine
Intervensi:
1. Kaji pola berkemih
R/: Menentukan tindakan ·
2. Catat intake dan output
R/: Mengetahui balance cairan ·
3. Pasang kateter kondom
R/: Mencegah infeksi
7. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kurang mampu menelan.
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan 3 x 24 Jam maka gangguan nutrisi
kurang dari kebutuhan teratasi dengan
Kriteria Hasil :
Berat badan normal, Mengkonsumsi semua makanan yang disajikan. ·
Terbebas dari malnutrisi.
Intervensi :
1. Kaji kemampuan makan dan menelan.
R/: Membantu dalam menentukan jenis makanan dan mencegah terjadinya
aspirasi ·
2. Dengarkan suara peristaltik usus
29
R/: Membantu menentukan respon dari pemberian makanan dan adanya
hiperperistaltik kemungkinan adanya komplikasi ileus. ·
3. Berikan rasa nyaman saat makan, seperti posisi semi fowler/fowler.
R/: Mencegah adanya regurgitasi dan aspirasi ·
4. Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering dan dalam keadaan hangat.
R/: Meningkatkan nafsu makan. ·
5. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian vitamin.
R/: Vitamin membantu meningkatkan nafsu makan dan mencegah
malnutrisi
8. Gangguan citra tubuh dan perubahan peran b.d kurang berfugsinya proses
berpikir
Tujuan : setelah diberika tindakan keperawatan 3 x 24 jam maka gannguan
citra tubuh teratasi dengan
Kriteria Hasil :
Membuat pernyataan tentang body image ·
Mengekspresikan penerimaan body image ·
Menggunakan sumber-sumber yang tersedia untuk mendapatkan informasi
dan dukungan.
Intervensi :
1. Kaji persamaan dan persepsi pasien tentang kurang berfungsinya proses
berfikir dan ketidakmampuan mobilitas fisik.
R/: Menentukan tindakan keperawatan yang tepat. ·
2. Bantu pasien dalam mengekspresikan perasaan perubahan bod image
R/: Meningkatkan proses penerimaan diri. ·
3. Dengarkan ungkapan pasien untuk menolak/menyangkal perubahan body
image.
R/: Mengurangi rasa keterasingan terhadap perubahan body image. ·
30
4. Hargai pemecahan masalah yang konstruktif untuk meningkatkan rasa
penerimaan diri.
R/: Memberikan dukungan untuk meningkatkan body image.
9. Defisit perawatan diri b.d kesulitan dalam mobilitas fisik dan gangguan
kognitif. Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3x24 Jam
makas defisit perawatan diri teratasi.
Kriteria Hasil :
Kebutuhan hygiene, nutrisi, eliminasi pasien terpenuhi. · Pasien dapat
merawat diri sesuai dengan kemampuan pasien.
Intervensi :
1. Bantu perawatan diri pasien sesuai dengan kebutuhan pasien.
R/: Kebutuhan pasien akan pemenuhan perawatan diri terpenuhi. ·
2. Kaji kemampuan pasien dalam merawat diri.
R/: Menentukan asuhan keperawatan yang tepat. ·
3. Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan perawatan diri bila sudah
sembuh.
R/: Meningkatkan peran keluarga
10. Gangguan komunikasi verbal b.d aphasia
Tujuan :
setelah diberikan tindakan keperawatan selama 2x14 Jam maka gangguan
komunikasi verbal teratasi dengan
Kriteria Hasil :
Mampu berkomunikasi secara verbal
Intervensi :
1. Kaji kemampuan pasien dalam komunikasi verbal
R/: Menentukan intervensi selanjutnya ·
2. Beri kesempatan pada pasien untuk menngungkapkan kebutuhannya
R/: Agar pasien terpenuhi kebutuhannya. · 31
3. Anjurkan pasien untuk mengungkapkan kebutuhannya dengan bahasa
isyarat.
R/: Kebutuhan pasien untuk berlatih bicara pendek dan singkat. ·
4. Ajarkan pasien untuk berlatih bicara pendek dan singkat.
R/: Kalimat pendek dan singkat tidak membuat pasien lelah dan bingung.
11. Kerusakan integritas kulit b.d kesulitan dalam mobilitas fisik
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3x24 Jam maka tidak terjadi
kerusakan integritas kulit dengan
Kriteria Hasil :
Tidak terjadi kerusakan kulit, decubitus
Intervensi :
1. Kaji keadaan kulit pasien.
R/: Menentukan askep yang tepat.
2. Beri posisi tidur miring kiri-terlentang kanan tiap 2 jam.
R/: Penekanan yang terlalu lama pada salah satu lokasi kulit akan
menimbulkan nekrose
3. Lakukan massage pada lokasi kulit yang terjadi penekanan
R/: Meningkatkan sirkulasi darah
4. Jaga alat tenun tempat tidur pasuen kering dan tidak terlipat.
R/: Kain basah dan berlipat akan menimbulkan kerusakan pada kulit.
12. Resiko tinggi injuri b.d adanya kejang, kebingungan.
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3x24 Jam maka tidak injuri
tidak terjadi dengan
Kriteri Hasil :
Trauma fisik tidak terjadi , Terjaganya batas kesadaran fungsi motorik
32
Intervensi :
1. Jangan tinggalkan pasien sendiri saat kejang
R/: Secepatnya mengambil tindakan yang tepat dan menentukan asuhan
keperawatan ·
2. Perhatikan lingkungan
R/: Cegah terjadinya trauma ·
3. Longgarkan pakaian yang sempit terutama bagian leher.
R/: Memperlancar jalan napas. ·
4. Tidak boleh diikat selama kejang.
R/: Mengurangi ketegangan ·
5. Beri posisi yang tepat (kepala dimiringkan)
R/: Membantu pembukaan jalan napas. ·
6. Gunakan bantal tipis di kepala
R/: Membantu mengurangi tekanan intrakranial
7. Disorientasikan kembali keadaan pasien dan berikan istirahat pada pasien.
R/: Melatih kemampuan berfikir, memelihara fungsi mental dan orientasi
terhadap kenyataan.
13. Pola napas tidak efektif berhubungan TTIK meningkat
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pola
napas epektif / adekuat dengan KH :
Tidak ada dispnea dan takipnea, Bunyi napas vesikuler (inspirasi > ekspirasi),
Kemudahan dalam bernapas.
Intervensi :
1. Kaji frekuensi napas, irama, kedalaman, dan usaha bernapas klien serta
pergerakan dada atau kesimetrisannya
R/: Perubahan dapat menandakan adanya awitan komplikasi pulmonal
(umumnya mengikuti cedera otak) atau menandakan llokasi/luasnya
33
keterlibatan otak. Pernapasan lambat periode apnea dapat menandakan
perlunya ventilasi mekanik.
2. Kaji adanya krepitasi di tulang dada dan observasi hasil pemeriksaan
rongent (foto thorax)
R/: Melihat komplikasi yang berkembang seperti atelektasis,
bronkopneumonia, atau adanya fraktur tulang dada yang dapat
berpengaruh pada status oksigenasi
3. Observasi adanya pola napas abnormal, seperto bradipnea, takipnea, dan
hiperventilasi
R/: Merupakan status oksigenasi yang menandakan adanya perubahan
pada pola pernapasan yang memerlukan intervensi
4. Merupakan status oksigenasi yang menandakan adanya perubahan pada
pola pernapasan yang memerlukan intervensi
R/: Mengidentifikasi adanya masalah seperti atelektasis, kongesti paru
atau obstruksi jalan napas yang membahayakan oksigenasi cerebral atau
menandakan adanya innfeksi paru sebagai akibat dari trauma kepala.
5. Pantau adanya kegelisahan dan napas tersengal-sengal serta efek dari
penggunaan obat-obatan depresan seperti sedative.
R/: Mengidentifikasi adanya komplikasi dan meningkatkan gangguan
pernapasan
6. Pantau tanda vital dan saturasi O2
R/: Peningkatan TIK menyebabkan perubahan pada tanda vital, perubahan
TD, Nadi melambat atau melemah, Penurunan saturasi O2 menunjukan
hipoksia, Peningkatan suhu dan perubahan frekuensi atau pola napas
34
BAB IV
LAPORAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS
PADA Ny. S DENGAN TRAUMA CAPITIS
DI RUANG ICU RSUD SAWERIGADING PALOPO
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN EMERGENCY & KRITIS
Tanggal Masuk RS : 13 Mei 2015
Tanggal Pengkajian : 13 Mei 2015
1. Identitas
Identitas Klien
Nama : Ny.S
Umur : 23 tahun
Jenis Klamin : Perempuan
Alamat : Perumnas
Diagnose Medis : Trauma Capitis
No RM : 281852
Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn. H
Umur : 35 Tahun
Jenis Klamin : Laki-laki
Alamat : Perumnas
Hub. dengan Klien : Saudara kandung
2. Keluhan Utama
Kliem mengalami penurunan kesadaran, tingkat kesadaran somnolen
GCS: E3 V2 M5 = 10
35
3. Alasan Dirawat di Ruang ICU
Kliem mengalami penurunan kesadaran akibat kecelakaan
4. Riwayat Kesehatan Saat Ini
Keluarga klien mengatakan 4 hari yang lalu klen mengalami kecelakaan lalu
lintas. Klien sebelumnya mengendarai kendaraan sepeda motor sendiri dari
rumah saudara, dari arah berlawanan klien tabrakan dengan pengendara
sepeda motor lain, posisi jatuh keluarga tidak mengetahui, klien seketika
mengalami penurunan kesadaran memar/bengkak pada kepala (Dahi).
kemudian oleh penolong klien dibawa ke RSUD Wahidin Makassar.
Kemudian keluarga klien membawa ke RSUD sawerigading palopo Keadaan
klien tidak membaik dengan keadaan penurunan kesadaran, tingkat kesadaran
sopor GCS: E3 V2 M5 = 10. Pupil isokor, ukuran 2, kepala hematoma, TD :
140/100 mmHg, Nadi: 92 x/ menit, RR: 20 x/ menit, Suhu : 37,5° C.. Keadaan
klien saat ini masih mengalami penurunan kesadaran, Terpasang O2.
5. Riwayat Penyakit dahulu
- Penyakit yang pernah dialami
Keluarga klien mengatakan klien tidak pernah mengalami penyakit serius
yang mengharuskan klien dirawat di Rumah Sakit, klien hanya biasanya
sakit flu, batuk dan pegal linu
- Riwayat kecelakaan
Keluarga klien mengatakan klien belum pernah mengalami kecelakaan
sebelumnya, kecelakaan saat ini adalah kecelakaan yang pertama dialami
oleh klien
Riwayat pernah di rawat di Rumah Sakit
Keluarga klien mengatakan klien belum pernah masuk Rumah Sakit untuk
di rawat inap kan, klen hanya ini pertama kali nya di rawat inap
- Riwayat operasi
Keluarga klien mengatakan klien belum pernah operasi36
- Riwayat Alergi
Keluarga klien mengatakan klien tidak memiliki riwayat alergi terhadap
makanan ataupun terhadap obat-obatan serta terhadap cuaca dan
lingkungan.
6. Prymary Survey
C : Circulation
- Nadi teraba, lemah, 58 x/ menit, regular
- Tidak ada perdarahan pada kepala dan yang menghambat saluran
pernapasan.
- Akral dingin dan tampak pucat
- Residu lambung (NGT)
- TD: 100/70 mmHg
A : Airway
- Look :
Tampak tidak ada obstruksi jalan napas
tidak ada secret, darah maupun benda asing
Lidah tidak jatuh kebelakang,
terpasang NGT dan O2 masker 3 liter / menit
- Listen :
Tidak terdengar suara jalan napas tambahan / abnormal
B : Breathing
- Look :
Tampak sesak napas (Dispnea), napas cepat dan dangkal, RR : 23 x/ menit
Tampak retraksi interkosta dan napas cuping hidung
Tampak jejas pada dada tengah, pergerakan dada simetris
- Listen :
Suara napas bronchial (ekspirasi > inspirasi)
37
Tidak terdengar suara napas abnormal seperti Whezing, Ronchi basah dan
kering, krekels maupun stridor
- Feel :
Tidak ada krepitasi
- Lain – lain :
Tidak tampak pernapasan paradoksal maupun paradoksimal
Hasil pemeriksaan Foto rontegen : Cord dan pulmo tak tampak kelainan
Perpusi paru sonor kanan dan kiri
D : Disability
- Kesadaran : somnolen
- GCS : E3, M5, V2 = 10
- Pupil : isokor
- Tidak ada papil edema
E : Eksposure
- Tampak kepala hematoma
- Tidak ada perdarahan
- Terdapat lesi pada lengan kanan dan lecet – lecet kecil (lesi) pada wajah
7. Secondary Survey
a. Anamnesa
A : (Alergy)
Keluarga klien mengatakan klien tidak memiliki alergi obat-obatan,
makan-makanan, cuaca dan lingkungan.
M : (Medicine)
keluarga klien mengatakan klien jarang mengkonsumsi obat-obatan
warung, klien juga mengatakan tidak pernah mengkonsumsi obat-
obatan terlarang seperti heroin, ganja, narkoba, narkotika, dan tidak
pernah minum-minuman yang beralkohol
38
P : (Post illness)
Keluarga klien mengatakan klien belum pernah mengalami kecelakaan
sebelumnya, klien tidak memiliki riwayat darah tinggi, diabetes
meletus, asma, TBC, dan penyakit-penyakit lainya
L : (Last Meal)
Keluarga klien mengatakan terakhir klien makan nasi/nutrisi sebelum
sakit, istri dan keluarga merasa tidak ada masalah
E : (Event)
Keluarga klien mengatakan klien sedang mengendarai sepeda motor
sendiri ingin pulang dari rumah saudara, klien tabrakan dengan
pengendara mobil dari arah yang berlawanan.
b. Tanda – Tanda Vital
- Tekanan darah : 100 / 70 mmHg
- Nadi : 58 x/ menit
- Respirasi rate : 23 x/ menit
- Suhu : 38,7° C
- Nyeri : Skala 6
c. Kulit dan Kuku
- Inspeksi :
Warna kulit tampak kemerahan pada wajah, warna kulit perifer pucat,
- Palpasi :
Tekstur kulit elastik, turgor baik, lembab, tidak ada piting edema, kulit
teraba hangat.
- Temuan yang lain : Bau badan tidak enak, sangat menyengat.
d. Kepala
- Inspeksi :
Bentuk kepala mesochepal, warna rambut hitam, kulit kepala tampak
kotor, distribusi rambut merata, tampak hematoma / bengkak 39
- Palpasi : Nyeri tekan pada kepala bagian depan
e. Mata
- Inspeksi :
kelopak mata bawah tampak pucat kehitaman, konjungtiva merah
muda, sklera putih, iris kecoklat, kornea jernih, pupil isokor, ketajaman
penglihatan tidak terkaji.
- Palpasi : Kelopak mata tidak terdapat nyeri tekan
f. Hidung
- Inspeksi :
Bentuk hidung kiri dan kanan simetris, lubang hidung tidak tampak
ada secret, atau perdarahan, terpasang NGT dan O2 masker 3 liter /
menit.
- Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan pada hidung
g. Telinga
- Inspeksi :
Bentuk telinga tampak simetris kiri dan kanan.
- Palpasi :
Tidak terdapat nyeri tekan
h. Mulut
- Inspeksi :
warna bibir kehitaman, mukosa bibir kering
- Palpasi :
Tidak terdapat nyeri tekan
i. Leher
- Inspeksi :
Bentuk leher simetri, tidak tampak ada lesi pada leher, tidak ada
pembesaran kelejar teroid dan limfe.
40
- Palpasi :
Tidak ada pembesaran kelenjar tiriod dan life, dan tidak teraba ada
massa pada leher, tidak ada nyeri tekan
j. Dada dan Tulang belakan
- Inspeksi :
Bentuk simetris, tidak ada kelainan bentuk dada, dan tidak ada
kelainan bentuk tulang belakang, seperti, kiposis, lordosis dan
skoliosis, tampak ada lesi/jejas pada dada bagian tengah
- Palpasi : Terdapat nyeri tekan pada dada tengah yang mengalami jejas
k. Thoraxs paru – paru
- Inspeksi :
Pengembangan dada simetris, tampak napas cepat dan dangkal.
- Palpasi : Taktil priomitus tidak terkaji,
- Perkusi : Terdengar suara perkusi sonor paru kanan dan kiri
- Auskultasi : Bronchial (ekspirasi > inspirasi), tidak terdengar suara
napas tambahan seperti whwzing, Ronci basah dan kering, krekels,
stridor
l. Jantung
- Inspeksi : Iktus kordis tak tampak pada interkosta ke – 5
- Palpasi : Iktus kordis teraba pada interkosta ke – 5 sternum sinistra
- Perkusi : Redup
- Auskultasi : S1 dan S2 terdengar reguler “Lub” Dub” tidak ada bunyi
jantung tambahan S3 dan S4
m. Abdomen
- Inspeksi : Tampak datar, bersih, warna kulit sawo mateng, tidak
tampak ada lesi
- Auskultasi : Terdengar bising usus 15 x/ menit
41
- Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa, tidak ada pembesaran
hati, dan limfa
- Perkusi : Timpani
n. Genetalia
Tampak terpasang cateter folley. tidak ada kelainan pada genetalia. urin
tampak coklat.
o. Ekstremitas
Inspeksi : Terdapat lesi pada lengan kanan
Palpasi: kulit teraba hangat, akral dingin, tampak pucat
Tonus otot: Atas dan bawah positif
Kekuatan otot ; atas dan bawah 2
Reflek Babinski:Negatif
p. Neurologi (XII saraf cranial)
N I (Olfaktorius) : Tidak dikaji
N II(Optikus) : tidak di kaji
NIII, IV dan VI (Okulomotorius, Troklear, dan Abdusen) : reflek cahaya
positif, pupil isokor, mata tidak dapat mengikuti perintah,
V(Trigeminus) : refleks mata negatif
N VII (Fasial) : Klien tampak mengerutkan dahi, fungsi pengecap tidak
terkaji
N VIII (Akustikus) : Fungsi pendengaran mengalami penurunan.
N IX(Glosofaringeus) : Tidak Terkaji
N X (Vagus) : tidak terkaji
N XI (Asesorius) : klien tidak mampu menggerakkan bahunya
N XII (Hipoglosus) : pergerakan lidah tidak terkaji
42
8. Pengkajian Pola Fungsional
1) Pola manajemen dan persepsi kesehatan
Keluarga kllien mengatakan ketika mengetahui klien mengalami
kecelakaan dan berada di RSUD Wahidin Makassar, keluarga merasa
sangat khawatir dengan klien kemudian minta di rawat di RSUD
sawerigading palopo.
2) Pola nutrisi dan metabolik
- Sebelum sakit :
Keluarga klien mengatakan sebelum sakit klien makan 3 x/hari (nasi,
lauk, sayur) porsi sedang dan habis serta tidak ada keluhan
- Selama sakit :
Keluarga klien mengatakan selama di rawat di Rumah sakit klien
makan lewat selang yang di pasang di hidung.
3) Pola eliminasi
- Sebelum sakit :
Istri klien mengatakan klien BAK sehari ± 4-5x/hari. BAB 1x/hari
tidak ada keluhan
- Selama sakit :
Keluarga klien mengatakan selama di Rumah Sakit klien terpasang
selang kencing dan diapers.
4) Pola istirahat tidur
- Sebelum sakit :
Keluarga klien mengatakan sebelum sakit klien tidur malam ± 7 jam
dan tidur siang kadang-kadang ± 1-2 jam.
- Selama sakit :
Keluarga klien mengatakan selama sakit hanya berbaring dan tertidur.
43
5) Pola aktivitas dan latihan
- Sebelum sakit :
Keluarga klien mengatakan selama di rumah klien bekerja sebagai
wiraswasta. Aktivitas klien seperti makan, mandi, ke toilet,
berpakaina, beraktivitas secara mandiri
- Selama sakit :
Aktivitas klien seperti mandi, makan, berpakaian, toileting semua
dengan bantuan oleh perawat.
6) Pola persepsi kognitif
Keluarga klien mengatakan, mengetahui keadaan klien saat ini, yaitu klien
mengalami gegar otak akibat kecelakaan kemarin sehingga klien
mengalami penurunan kesadaran. Keluarga merasa khawatir dengan
keadaan klien
7) Pola koping dan toleransi stress
Keluarga mengatakan sedih dan khawatir dengan keadaan klien, tetapi
sedikit lega Karen aklien sudah menunjukan perbaikan jika dibandingkan
pertama kali masuk ICU. Saat ini keluarga hanya bisa berdoa untuk
kesembuhan klien dan mempercayakannya kepada dokter dan perawat
untuk merawat klien.
44
9. Tertiery Survey
a. Pemeriksaan laboratorium
Tanggal 13 Mei 2015
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hematologi
Hematologi
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
Golongan darah
Gula Darah Sewaktu
Kreatinin
Ureum
Elektrolit
Natrium darah
Kalium darah
Clorida darah
HbsAg
Analisa Gas Darah
pH
BE
PCO2
PO2
HCO3
Total CO2
O2 Saturasi
13.5
39
16.7
203
4.53
A
190
1.0
41
139
4.0
106
Nonreactive
7.461
-2.7
28.7
65.4
22.1
17.8
93.1
g/dl
%
ribu/Ul
ribu/Ul
juta/Ul
mg/dl
mg/dl
mg/dl
mmol/L
mmHg
mmHg
%
mmol/L
%
13.5 – 17.5
33 – 45
4.5 – 11.0
150 – 450
450 – 590
60 – 140
0.9 – 1.3
< 50
136 – 145
3.3 – 5.1
98 – 106
Nonreactive
7.350 – 7.450
- 2 - + 3
27.0 – 41.0
83.0 – 108.0
21.0 – 28.0
19.0 – 24.0
94.0 – 98.0
b. Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan Rongent
- Foto Thorax PA,
Kesimpulan : Cord an Pulmo tak tampak kelainan
45
c. Terapi
Tgl 13 Mei 2015
O2 Non Rebreathing Masker 3 lpm
IVFD : Asering 20 tts/i
Cefnaxim inj/infus Pentinol
Paracetamol Piracetam
Ranitidin 2x50 mg Cidnolin
46
B. ANALISA DATA
No DATA FOKUSKemungkinan
Penyebab
Masalah
Keperawatan
1. DS : -
DO :
- Klien mengalami penurunan kesadaran
- Tingkat kesadaran somnolen
- GCS : E 3 V2 M5 = 10
- Nadi : 58 x/mnt, teraba lemah
- TD : 100/70 mmHg
- Suhu : 38 7 o C
- Tampak Hematom pada kepala
- Akral dingin, pucat
- Skala nyeri 6
Trauma Kepala
Kerusakan jaringan otak
pembuluh darah
rusak/pecah
Perdarahan otak
SDH
Suplay Oksigen ke otak
berkurang
Kompensasi metabolik
anaerob
Penurunan PH
Perfusi jaringan
cerebral tidak efektif
47
No DATA FOKUSKemungkinan
Penyebab
Masalah
Keperawatan
Asidosis metebolik
Toksik
Kerusakan membran sel
Perpindahan cairan dari
eksttrasel ke intrasel
Edema sel
Volume otak
meningkat/kompresi
TTIK
2. DS : -
DO :
Trauma kepala Pola napas tidak
efektif
48
No DATA FOKUSKemungkinan
Penyebab
Masalah
Keperawatan
- Tampak sesak napas (Dispnea)
- Napas cepat dangkal (Takipnea)
- RR : 23 x/mnt, irregular
- Terpasang O2 NRM 3 lpm
- Tampak napas dari bibir
TTIK
Pusat Aras Tetekan
Kesadaran menurun
Terjadinya akumulasi
darah ke dareah edema
TIK meningkat
Terjadi herniasi pada
batang otak
Dyspnea
Pola nafas tidak efektif
49
No DATA FOKUSKemungkinan
Penyebab
Masalah
Keperawatan
3. DS : -
DO :
- Kesadaran somnolen
- Tampak Dispnea dan Takipnea
- Auskultasi Bronkial (Ekspirasi > Inspirasi)
- Sianosis pada ekstremitas (pucat)
- Akral dingin
- Diaforesis
- Hasil pemeriksaan AGD pH : 7.461 (N : 7.350 – 7.450)BE : -2.7 mmol/L (N : - 2 - + 3)PCO2 : 28.7 mmHg (N : 27.0 – 41.0)PO2 : 65.4 mmHg (N : 83.0 – 108.0)HCO3 : 22.1% (N : 21.0 – 28.0)Total CO2 : 17.8 mmol/L (N : 19.0 – 24.0)O2 Saturasi : 93.1 % (N : 94.0 – 98.0)
TIK meningkat
Suplai oksigen
Iskemia
Gangguan pertukaran gas
Gangguan pertukaran
gas
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan adanya trauma
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan sedera jaringan otak
3. Pola napas tidak efektif berhubungan TTIK meningkat
50
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
No
DxTUJUAN INTERVENSI RASIONAL
1. Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan perfusi jaringan otak
adekuat dengan KH :
- Meningkatnya tingkat kesadaran
- GCS : E4 V5 M6 : 15
- Meningkatnya sensorik motorik
dan kognitif
- Tidak ada nyeri kepala dan
pusing
- Tidak ada tanda-tanda
peningkatan TIK
- Tidak ada sianosis
- Akral hangat
- Tidak pucat
1. Kaji tingkat kesadaran GCS,
Pupil, Sensorik dan motorik.
Catat ukuran pupil dan antara
kesimetrisan antara kanan/kiri
1. Mengkaji adanya kecenderungan pada
tingkat kesadaran dan potensi
peningkatan TIK dan gambaran manfaat
untuk menentukan lokasi, perluasan dan
perkembangan kerusakan SSP. Pupil
diatur oleh saraf kranial III
(okulomotorius) dan berguna uutk
menentukan apakah batang otak masih
baik.
2. Pantau tanda Vital TD, N, RR dan
Suhu Serta Saturasi O2
2. Peningkatan TD sistemik yang diikuti
penurunan TD diastolik (nadi yang
membesar ) merupakan tanda terjadinya
PTIK jika diikuti penurunan kesadaran.
Nadi ineguler menandakan adanya
depresi pada batng otak, Napas irreguler
menandakan lokasi adanya peningkatan
51
No
DxTUJUAN INTERVENSI RASIONAL
TIK dan memerlukan intervansi lebih
lanjut.
3. Kaji ketajaman pengelihatan,
reflek batuk, menelan dan muntah
reflek babinski, pengembangan
bola mata.
3. Membantu menentukan lokasi cidera otak
yang terlihat pe keerusakan reflek
menandakan adanya keerusakan pd otak
tengah / batang otak
4. Pantau intake dan haluaran pantau
suhu
4. Manfaat indikator dr cairan total tubuh
yang terintegrasi dengan ferfusi jaringan
serebral. Demam mengindikasikan
kerusakan pd Hipotalamus, peningkatan
keb metabolisme keb O2 penignktan TIK
5. Atur posisi kepala elevasi 15-30°
posisi netral.
5. Kepala yang miring pd salah satu sisi
menentukan vena jugularis dan
menghambat aliran darah vena.
Selanjutnya peningkatan TIK. Posisi 15-
30° meningkatkan aliran balik vena dari
kepala, sehingga mengurangi kongesti
dan edema / resiko penignktan TIK
6. Batasi pemberian cairan berlebih 6. Membatasi cairan diperlukan menentukan 52
No
DxTUJUAN INTERVENSI RASIONAL
edema cerebra, menimalkan fluktasi
aliran vaskuler, TD dan TIK.
7. Berikan cairan melalui IV dngn
alat kontrol (infus pump)
7. Mencegah overlood pd pem cairan,
pembatasan cairan diperlukan untuk
menurunkan edema cerebrl menimalkan
frekuensi aliran veskuler dan TD serta
peningkatan TIK.
8. Berikan oksigen tambahan sesuai
indikator
8. Menurunkan hipoksia dimana dapat
meninggikan vasodilatasi dan vol darah
cerebral yang men tik.
9. Memberikan obat sesuai indikasi
- Diuretik contoh manitol dan
furosemid
- Anti konvulisan contoh
phenytoin
- Analgetik contoh ranitidin
dan metamizol
- Piracetam (sedative)
- Diuretik digunakan pd fase akut untuk
menrunkan air dari sel otak menurunkan
edema otak dan tik
- Untuk mencegah terjadinya kejang
- Untuk menghilangkan nyeri dan dapat
berakibat negatif pd PTIK.
- Digunakan untuk mengendalikan
53
No
DxTUJUAN INTERVENSI RASIONAL
- Antipiretik (mis.
paracetamol)
kegelisahan
- Menurunkna demam yang mempunyai
pengaruh peningkatan metabolisme
serebral/peningkatan kebutuhan O2
2. Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan pertukaran gas adekuat
dengan KH :
- Tidak ada sianosis
- Menunjukan peningkatan tingkat
kesadaran (composmentis)
- Hasil AGD dalam batas normal
- RR normal (12 – 20 x/mnt)
- Tidak dispnea dan takipnea
1. Kaji status oksigenasi yaitu
frekuensi, irama, dan usaha
bernapas serta produksi sputum
1. Merupakan indikator keadekuatan fungsi
pernapasan atau tingkat gangguan dan
kebutuhan atau keefektifan terapi
2. Pantau hasil pemeriksaan GDA,
darah lengkap, kultur dan
elektrolit
2. Ketidaknormalan nilai AGD menunjukan
gangguan pertukaran gas. Perubahan
kadar elektrolit memperburuk keadaan
3. Observasi warna kulit, adanya
sianosis, dan kaji CRT serta
membrane mukosa
3. Sianosis, CRT > 3 dtk dan pucat
merupakan indikator dari gangguan
pertukaran gas yang dapat diamati dari
luar
4. Kaji tanda vital, saturasi O2 dan
tingkat kesadara secara continue
4. Peningkatan TIK menyebabkan perubahan
pada tanda vital, perubahan TD, Nadi
melambat atau melemah, Penurunan
saturasi O2 menunjukan hipoksia,
Peningkatan suhu dan perubahan
54
No
DxTUJUAN INTERVENSI RASIONAL
frekuensi atau pola napas.
5. Auskultasi bunyi suara napas
abnormal dan catat adanya
sianosis, dispnea serta mengi
5. Terjadinya atelektasis dan stasis secret
dapat menganggu pertukaran gas, mengi
mengindikasikan penyempitan pada jalan
napas yang dapat memperburuk keadaan
6. Pertahankan kepatenan jalan
napas dan terapi IV. Berikan
posisi yang nyaman untuk
memaksimalkan potensial
ventilasi (posisi semi fowler)
6. Kepatenan jalan napas membantu dalam
proses oksigenasi sedangkan terapi IV
membantu cairan total tubuh yang
terintregasi dengan pertukaran gas. Semi
fowler membantu ekspansi paru lebih
maksimal
7. Kolaborasi :
- Berikan oksigen yang
dilembabkan sesuai indikasi
- Berikan antipiretik bila
demam
7.
- Mengurangi kerja paru dengan oksigen
tambahan dari luar, memaksimalkan
transport oksigen ke jaringan serta
menurunkan kebutuhan oksigen/derajat
hipoksia
- Mempertahankan normotermia untuk
menurunkan kebutuhan oksigen \
55
No
DxTUJUAN INTERVENSI RASIONAL
3. Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan pola napas epektif /
adekuat dengan KH :
1. Tidak ada dispnea dan takipnea
2. Bunyi napas vesikuler (inspirasi
> ekspirasi)
3. Kemudahan dalam bernapas
4. ekspansi paru optimal
5. tidak tampak adanya penggunaan
otot bantu pernapasan
6. tidak tampak retraksi interkosta
dan napas cuping hidung
7. tidak ada bunyi napas tambahan
8. RR dalam batas normal (12 – 20
x/ menit), irama teratur
1. Kaji frekuensi napas, irama,
kedalaman, dan usaha bernapas
klien serta pergerakan dada atau
kesimetrisannya
1. Perubahan dapat menandakan adanya
awitan komplikasi pulmonal (umumnya
mengikuti cedera otak) atau menandakan
llokasi/luasnya keterlibatan otak.
Pernapasan lambat periode apnea dapat
menandakan perlunya ventilasi mekanik.
2. Kaji adanya krepitasi di tulang
dada dan observasi hasil
pemeriksaan rongent (foto
thorax)
2. Melihat komplikasi yang berkembang
seperti atelektasis, bronkopneumonia, atau
adanya fraktur tulang dada yang dapat
berpengaruh pada status oksigenasi
3. Observasi adanya pola napas
abnormal, seperto bradipnea,
takipnea, dan hiperventilasi
3. Merupakan status oksigenasi yang
menandakan adanya perubahan pada pola
pernapasan yang memerlukan intervensi
4. Auskultasi suara napas.
perhatikan adanya bunyi napas
tambahan abnormal seperti
krekels, mengi atau ronki
4. Mengidentifikasi adanya masalah seperti
atelektasis, kongesti paru atau obstruksi
jalan napas yang membahayakan
oksigenasi cerebral atau menandakan
adanya innfeksi paru sebagai akibat dari
trauma kepala
5. Pantau tanda vital dan saturasi O2 5. Peningkatan TIK menyebabkan perubahan 56
No
DxTUJUAN INTERVENSI RASIONAL
pada tanda vital, perubahan TD, Nadi
melambat atau melemah, Penurunan
saturasi O2 menunjukan hipoksia,
Peningkatan suhu dan perubahan
frekuensi atau pola napas.
6. Berikan posisi semi
fowler/fowler dan posisi yang
nyaman
6. Membantu meningkatkan ekspansi paru.
Posisi yang nyaman meningkatkan
potensial untuk memaksimalkan ventilasi.
7. Kolaborasi :
- Berikan terapi oksigen sesuai
indikasi
- lakukan fisioterapi dada jika
ada indikasi
- Memaksimalkan oksigen pada darah
arteri dan membantu dalam pencegahan
hipoksia. Jika pusat pernapasan tertekan
mungkin diperlukan ventilasi mekanik
- Walaupun merupakan kontraindikasi pada
pasien dengan PTIK akut, namun tindakan
ini berguna utuk fase akut rehabilitasi
untuk mobilisasi dan membersihkan jalan
napas dan menurunkan resiko
E. IMPLEMENTASI 57
HARI – 1
No
Dx
HARI/
TGL/JAMTINDAKAN RESPON DAN HASIL TTD
1. Rabu
13/05/15
14.00
Jam 14.00
Jam 14.10
Jam 14.30
1. Mengkaji GCS, reaksi pupil terhadap cahaya,
ukuran pupil
2. Memantau tanda – tanda vita
3. Mengkaji reflek batuk, menelan, ketajaman
penglihatan, muntah, pergerakan bola mata dan
reflex Babinski
4. Memantau intake dan output
S:
O: Kesadaran somnolent
GCS : E3 V2 M6
Pupil : Isokor, Simetris Ka/Ki Ukuran 3 mm
S:
O: TD = 100/70 mmHg N= 58x/Mnt
RR= 23x/Mnt Suhu= 38,70C
S:
O:
- Reflek batuk = tidak ada
- Reflek menelan dan muntah = tidak ada
- Pergerakan bola mata = positif
- Reflex babinsky = negative
S:
58
No
Dx
HARI/
TGL/JAMTINDAKAN RESPON DAN HASIL TTD
Jam 14.45
Jam 15.00
Jam 15.15
Jam 15.30
5. Mengatur posisi kepala elevasi setinggi 30oC
dengan menaikkan bed
6. Membatasi cairan berlebih dengan menggunakan
infus pump
7. Membersihkan badan klien dengan menyabuin
dan merapikan tempat tidur. Mengatur posisi
yang nyaman untuk klien, serta memberikan lien
waktu untuk istirahat dengan tenang dengan
menjelaskan kepada keluarga tentang pembatasan
pengunjung
8. Memberikan oksigen masker 3 lpm
O:
- Intake : infuse Asering
S:
O: Posisi bed dianaikkan 30o dan posisi klien
semi fowler
S:
O:
- Asering 40 ml/jam
S: Keluarga mengerti tentang penjelasan yang
diberikan
O:
- Klien tampak bersih, rapi dan nyaman
- Klien istirahat dengan nyaman
S:
59
No
Dx
HARI/
TGL/JAMTINDAKAN RESPON DAN HASIL TTD
Jam 15.45 9. Memberikan Pentitol 100 mg melalui iv dengan
kecepatan 200ml/jam
10. Memberikan injeksi / iv
- Ranitidi 50mg
Memberikan paracetamol per oral
O: O2 Masker terpasang dengan 3 lpm
S:
O: Manitol masuk 100mg tanpa ada alergi
S:
O:
- Ranitidin 50 mg masuk
- Paracetamol 60 mg masuk
2. jam 16.45 1. Mengkaji status oksigenasi dengan memonitor
frekuensi napas di bed side minotor dan
mengobservasi irama dan usaha bernapas dengan
melihat peranjakan dada klien
Mengauskultasi/ mengkaji paru -paru
S:
O:
- RR = 60x /menit
- Irama = irregular
- Klien tampak susah bernafas dan tampak
retraksi intercostal dan napas cuping
hidung
- Tidak ada sputum
- Suara napas = Bronkial
60
No
Dx
HARI/
TGL/JAMTINDAKAN RESPON DAN HASIL TTD
17.00
17.30
18.00
2. Mengobservasi warna kulit sianosis dan
membrane mukos. Serta mengjaki CRT
3. Mengkaji tanda vital dan saturasi dan tingkat
kesadaran
4. Mempertahankan kepatenan jalan napas dengan
memberikan posisi semi fowler dan
mempertahankan terapi iv dengan menggunakan
infus pump
- Perkusi = Sonor
S:
O:
- Warna kulit perifer pucat
- membran mukosa pucat
- CRT >3dtk, Sianosis pada ekstremitas.
Aktal dingin
S:
O:
- TD= 117/98 mmHg
- N = 98x /menit
- RR = 48x/ menit
- Kesadaran Somnolen
S:
O:
- Terpasang infus Asering
- Klien dalam posisi semi fowler dan 61
No
Dx
HARI/
TGL/JAMTINDAKAN RESPON DAN HASIL TTD
18.15
5. Memberikan antipiretik paracetamol 250 mg, Via
NGT yang telah dihaluskan dan dilarutkan dalam
air 2 cc
masih tampak nyaman
S:
O: paracetamol masuk via NGT
3. 19.00
Jam 19.15
1. Mengkaji frekuensi, irama dan kedalaman napas,
dan usaha bernapas klien serta melihat peranjakan
dada dan kesimetrisannya
2. Mengkaji dengan adanya krepitasi dengan meraba
dada bekas luka / jejas serta
S:
O:
- RR = 48x/menit
- Irama irregular
- Pergerakan dada tampak sangat kuat ,
simetris
S:
O:
- Tampak jejas pada dada
- Tidak ada krepitasi
- Hasil foto thorak tidak ada kelainan pada
62
No
Dx
HARI/
TGL/JAMTINDAKAN RESPON DAN HASIL TTD
Jam 19.30
Jam 19.45
Jam 20.00
Jam 20.15
Jam 21.00
3. Mengobservasi adanya bradipnea, takipnea dan
atau hiperventilasi
4. Mengauskultasi paru
5. Memantau kegelisahan klien sebagai efek dari
obat sedative
6. Memantau TTV dan Saturasi O2
7. Mempertahankan dan mengecek O2 masker 3 lpm
pulmo
S:
O: Tampak Dispnea, Takipnea, dan
Hiperventilasi
S:
O: Auskultasi Bronkial dan tidak terdengar
bunyi napas abnormal
S:
O: Klien tampak gelisah sebelum diberikan obat
sedatife
S:
O:
- TD = 119/70 mmHg, RR 21x/menit, N =
60x/menit, S= 38oc, Sp02 = 99%
S:
63
No
Dx
HARI/
TGL/JAMTINDAKAN RESPON DAN HASIL TTD
O: O2 Masker 3 lpm
HARI KE – 2
NO
DXHARI/TGL/JAM TINDAKAN RESPON DAN HASIL TTD
1. Kamis
14/05/15
jam 07.00
Jam 07.00
Jam 07.10
1. Mengkaji GCS, reaksi pupil
terhadap cahaya, ukuran pupil
2. Memantau tanda – tanda vital
3. Mengkaji reflek batuk, menelan,
ketajaman penglihatan, muntah,
pergerakan bola mata dan reflex
Babinski
S:
O: Kesadaran somnolent
GCS : E3 V2 M6
Pupil : Isokor, Simetris Ka/Ki Ukuran 3 mm
S:
O: TD = 120/60 mmHg N= 58x/Mnt
RR= 22x/Mnt Suhu= 370C
S:
O:
- Reflek batuk = tidak ada
64
NO
DXHARI/TGL/JAM TINDAKAN RESPON DAN HASIL TTD
Jam 07.15
Jam 07.30
Jam 07.45
4. Memantau intake dan output
5. Mengatur posisi kepala elevasi
setinggi 30oC dengan menaikkan
bed
6. Membatasi cairan berlebih dengan
menggunakan infus pump
7. Membersihkan badan klien dengan
- Reflek menelan dan muntah = tidak ada
- Pergerakan bola mata = positif
- Reflex babinsky = negative
S:
O:
- Intake : infuse D5 1/2 Ns 1000 cc / 24jam
Aminofusin 500cc/hari, kepepatan 60ml/jam
S:
O: Posisi bed dianaikkan 30o dan posisi klien semi
fowler
S:
O:
- D5 ½ NS dengan kecepatan 40ml/jam
- Aminofusin 500cc / hari dengan kecepatan
60ml/jam
65
NO
DXHARI/TGL/JAM TINDAKAN RESPON DAN HASIL TTD
Jam 08.00
Jam 08.15
Jam 08.30
Jam 09.00
menyibin dan merapikan tempat
tidur. Mengatur posisi yang nyaman
untuk klien, serta memberikan lien
waktu untuk istirahat dengan tenang
dengan menjelaskan kepada
keluarga tentang pembatasan
pengunjung.
8. Memberikan oksigen masker 3 lpm
9. Memberikan Pentntol 100 mg
melalui iv dengan kecepatan
200ml/jam
10. Memberikan injeksi / iv
- Ranitidi 50m
- Memberikan paracetamol per
oral
S: Keluarga mengerti tentang penjelasan yang diberikan
O:
- Klien tampak bersih, rapi dan nyaman
- Klien istirahat dengan nyaman
S:
O: O2 Masker terpasang dengan 3 lpm
S:
O: pentinol masuk 100mg tanpa ada alergi
S:
O:
66
NO
DXHARI/TGL/JAM TINDAKAN RESPON DAN HASIL TTD
- Ranitidin 50 mg masuk
- Paracetamol 60 mg masuk
2. Kamis
14/05/15
jam 10.00
Jam 10.30
Jam 10.45
1. Mengkaji status oksigenasi dengan
memonitor frekuensi napas di bed
side minotor dan mengobservasi
irama dan usaha bernapas dengan
melihat peranjakan dada klien
2. Mengauskultasi/ mengkaji paru -
paru
3. Mengobservasi warna kulit sianosis
dan membrane mukos. Serta
mengkaji CRT
S:
O:
- RR = 22x /menit
- Irama = irregular
- Klien tampak susah bernafas dan tampak retraksi
intercostal dan napas cuping hidung
S:
O:
- Tidak ada sputum, Suara napas = Bronkial
- Perkusi = Sonor
S:
O:
- Warna kulit perifer pucat
- Membran mukosa pucat
- CRT >3dtk, Sianosis pada ekstremitas. Aktal
67
NO
DXHARI/TGL/JAM TINDAKAN RESPON DAN HASIL TTD
Jam 11.00
Jam 11.15
Jam 11.30
4. Mengkaji tanda vital dan saturasi
dan tingkat kesadaran
5. Mempertahankan kepatenan jalan
napas dengan memberikan posisi
semi fowler dan mempertahankan
terapi iv dengan menggunakan infus
pump
6. Menjelaskan pada keluarga tentang
pemberian, oksigen yang
dilembabkan dengan air steril
sesuai advice
7. Memberikan antipiretik
dingin
-
S:
O:
- TD= 130/80 mmHg, N = 50x /menit, RR = 22x/
menit, suhu : 36,8° C
- Kesadaran Somnolent
S:
O:
- Terpasang infus pump D5 ½ Ns 1000 cc/ 24j
- Klien dalam p[osisi semi fowler dan masih
tampak nyaman
S:
O:
- Klien terpasang O2 masker 6 lpm
- Humidifier terisi air dalam batas normal
68
NO
DXHARI/TGL/JAM TINDAKAN RESPON DAN HASIL TTD
Jam 12.00 paracetamol 250 mg, Via NGT
yang telah dihaluskan.
S:
O: paracetamol masuk via NGT
3. Kamis
14/05//2015
jam 12.30
Jam 12.45
Jam 13.00
Jam 13.15
1. Mengkaji frekuensi, irama dan
kedalaman napas, dan usaha
bernapas klien serta melihat
peranjakan dada dan
kesimetrisannya
2. Mengkaji dengan adanya krepitasi
dengan meraba dada bekas luka /
jejas serta
3. Mengobservasi adanya bradipnea,
takipnea dan atau hiperventilasi
4. Mengauskultasi paru
S:
O:
- RR = 22x/menit, Irama irregular, Pergerakan
dada tampak sangat kuat , simetris
S:
O:
- Tampak jejas pada dada, Tidak ada krepitasi
- Hasil foto thorak tidak ada kelainan pada pulmo
S:
O: Tampak Dispnea, Takipnea, dan Hiperventilasi
S:
O: Auskultasi Bronkial dan tidak terdengar bunyi napas 69
NO
DXHARI/TGL/JAM TINDAKAN RESPON DAN HASIL TTD
Jam 13.30
Jam 14.00
5. Memantau TTV dan Saturasi O2
6. Mempertahankan dan mengecek O2
masker 6 lpm
abnormal
S:
O:
- TD = 134/90 mmHg, RR 22x/menit, N =
50x/menit, S= 37oc
S:
O: O2 Masker 6 lpm
HARI KE – 3
NO
DXHARI/TGL/JAM TINDAKAN RESPON DAN HASIL TTD
1. Jumat
15/05/2015
jam 14.01
1. Mengkaji GCS, reaksi pupil
terhadap cahaya, ukuran pupil
S:
O: Kesadaran somnolent
GCS : E3 V2 M5
70
NO
DXHARI/TGL/JAM TINDAKAN RESPON DAN HASIL TTD
Jam 14.25
Jam 14.45
Jam 14.55
Jam 15.00
2. Memantau tanda – tanda vital
3. Mengkaji reflek batuk, menelan,
ketajaman penglihatan, muntah,
pergerakan bola mata dan reflex
Babinski
4. Memantau intake dan output
5. Mengatur posisi kepala elevasi
setinggi 30oC dengan menaikkan
bed
Pupil : Isokor, Simetris Ka/Ki Ukuran 3 mm
S:
O: TD = 120/60 mmHg N= 58x/Mnt
RR= 22x/Mnt Suhu= 370C
S:
O:
- Reflek batuk = tidak ada
- Reflek menelan dan muntah = tidak ada
- Pergerakan bola mata = positif
- Reflex babinsky = negative
S:
O:
- Intake : infuse Asering
S:
O: Posisi bed dianaikkan 30o dan posisi klien semi
71
NO
DXHARI/TGL/JAM TINDAKAN RESPON DAN HASIL TTD
Jam 15.30
Jam 15.45
6. Membatasi cairan berlebih dengan
menggunakan infus pump
7. Membersihkan badan klien dengan
menyibin dan merapikan tempat
tidur. Mengatur posisi yang
nyaman untuk klien, serta
memberikan lien waktu untuk
istirahat dengan tenang dengan
menjelaskan kepada keluarga
tentang pembatasan pengunjung
8. Memberikan oksigen masker 3 lpm
fowler
S:
O:
- Asering dengan kecepatan 40ml/jam
S: Keluarga mengerti tentang penjelasan yang diberikan
O:
- Klien tampak bersih, rapi dan nyaman
- Klien istirahat dengan nyaman
72
NO
DXHARI/TGL/JAM TINDAKAN RESPON DAN HASIL TTD
Jam 15.50
Jam 16.00
Jam 16.10
9. Memberikan Pentinol 100 mg
melalui iv dengan kecepatan
200ml/jam
10. Memberikan injeksi / iv
- Ranitidi 50mg
- Memberikan paracetamol per
oral
S:
O: O2 Masker terpasang dengan 3 lpm
S:
O: pentinol masuk 100mg tanpa ada alergi
S:
O:
- Ranitidin 50 mg masuk
- Paracetamol 60 mg masuk
2. Jumat
15/05/2015
jam 16.20
1. Mengkaji status oksigenasi dengan
memonitor frekuensi napas di bed
side minotor dan mengobservasi
irama dan usaha bernapas dengan
melihat peranjakan dada klien
Mengauskultasi/ mengkaji paru -
paru
S:
O:
- RR = 22x /menit
- Irama = irregular
- Klien tampak susah bernafas dan tampak
retraksi intercostal dan napas cuping hidung
- Tidak ada sputum
- Suara napas = Bronkial
73
NO
DXHARI/TGL/JAM TINDAKAN RESPON DAN HASIL TTD
Jam 16.30
Jam 16.45
Jam 16.50
2. Mengobservasi warna kulit sianosis
dan membrane mukos. Serta
mengjaki CRT
3. Mengkaji tanda vital dan saturasi
dan tingkat kesadaran
4. Mempertahankan kepatenan jalan
napas dengan memberikan posisi
semi fowler dan mempertahankan
terapi iv dengan menggunakan
infus pump
- Perkusi = Sonor
S:
O:
- Warna kulit perifer pucat
- membran mukosa pucat
- CRT >3dtk, Sianosis pada ekstremitas. Aktal
dingin
S:
O:
- TD= 130/80 mmHg
- N = 50x /menit
- RR = 22x/ menit
- Kesadaran Somnolen
S:
O:
- Terpasang infus Pump asering
- Klien dalam p[osisi semi fowler dan masih
tampak nyaman
74
NO
DXHARI/TGL/JAM TINDAKAN RESPON DAN HASIL TTD
Jam 17.00
Jam 17.30
5. Menjelaskan pada keluarga tentang
pemberian, oksigen yang
dilembabkan dengan air steril
sesuai advice
6. Memberikan antipiretik
paracetamol 250 mg, Via NGT
yang telah dihaluskan dan
dilarutkan dalam air 2 cc
S:
O:
- Klien terpasang O2 masker 6 lpm
- Humidifier terisi air dalam batas normal
S:
O: paracetamol masuk via NGT
3. Jumat
jam 17.45
Jam 17.50
1. Mengkaji frekuensi, irama dan
kedalaman napas, dan usaha
bernapas klien serta melihat
peranjakan dada dan
kesimetrisannya
2. Mengkaji dengan adanya krepitasi
dengan meraba dada bekas luka /
jejas serta
S:
O:
- RR = 22x/menit
- Irama irregular
- Pergerakan dada tampak sangat kuat , simetris
S:
O:
- Tampak jejas pada dada
75
NO
DXHARI/TGL/JAM TINDAKAN RESPON DAN HASIL TTD
Jam 18.00
Jam 18.10
Jam 18.20
Jam 14.00
3. Mengobservasi adanya bradipnea,
takipnea dan atau hiperventilasi
4. Mengauskultasi paru
5. Memantau TTV dan Saturasi O2
6. Mempertahankan dan mengecek O2
masker 3 lpm
- Tidak ada krepitasi
- Hasil foto thorak tidak ada kelainan pada pulmo
S:
O: Tampak Dispnea, Takipnea, dan Hiperventilasi
S:
O: Auskultasi Bronkial dan tidak terdengar bunyi napas
abnormal
S:
O:
- TD = 134/90 mmHg, RR 22x/menit, N =
50x/menit, S= 37oc,
S:
O: O2 Masker 6 lpm
76
NO
DXHARI/TGL/JAM TINDAKAN RESPON DAN HASIL TTD
77
F. EVALUASI
HARI 1
NO
DXHARI/TGL/JAM PERKEMBANGAN PASIEN TTD
1. Rabu, 15/05/15 S:-
O:
- Klien masih mengalami penurunan kesadaran
- Tingkat kesadaran masih somnolen, GCS : E 3 V2 M6 = 11
- Nadi : 58 x/mnt, teraba lemah, regular, TD : 100/70 mmHg
- Masih tampak Hematom pada kepala oksipital sinistra, Perfusi perifer : CRT > 3dtk masih,
Akral dingin, pucat masih ada
- Perdarahan pada telingan kiri tidak ada
- Skala nyeri masih 6 (tampak dari ekspresi wajah)
A: Masalah belum teratasi sebagian
P: lanjutkan intervensi dengan
1. Kaji tingkat kesadaran GCS, Pupil, Sensorik dan motorik. Catat ukuran pupil dan antara
kesimetrisan antara kanan/kiri
2. Pantau tanda Vital TD, N, RR dan Suhu Serta Saturasi O2
3. Kaji ke Kaji ketajaman pengelihatan, reflek batuk, menelan dan muntah reflek babinski,
pengembangan bola mata.
4. Pantau intake dan haluaran pantau suhu
78
NO
DXHARI/TGL/JAM PERKEMBANGAN PASIEN TTD
5. Atur posisi kepala elevasi 15-30° posisi netral
6. Batasi pemberian cairan berlebih
7. Berikan lingkungan yg nyaman dg membersihkan badan/sibin, oral hygin posisi nyaman dan
ketenangan lingkungan/ membtasi pengunjung
8. Berikan oksigen tambahan sesuai indikator
9. Memberikan obat sesuai indikasi
2. Rabu, 15/15/2015 S:-
O:
- Tampak masih sesak napas (Dispnea)
- Napas cepat dangkal (Takipnea) masih ada, RR : 23 x/mnt, irregular
- Masih Terpasang O2 NRM 6 lpm, Masih tampak retraksi intercosta dan napas cuping hidung,
Masih tampak napas dari bibir
- Masih ruara napas bronchial (Ekspirasi > Inspirasi), Masih nyeri tekan pada dada tengah,
Masih tampak jejas pada dada dengan warna kebiruan, Masih pergerakan dada simetris tapi
kurang maksimal
A: Masalah belum teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi dengan
1. Kaji status oksigenasi yaitu frekuensi, irama, dan usaha bernapas serta produksi sputum
2. Observasi warna kulit, adanya sianosis, dan kaji CRT serta membrane mukosa
79
NO
DXHARI/TGL/JAM PERKEMBANGAN PASIEN TTD
3. Kaji tanda vital, saturasi O2 dan tingkat kesadara secara continue
3. Rabu, 15/05.2015 S:-
O:
- Kesadaran somnolen, Tampak Dispnea dan Takipnea, Auskultasi Bronkial (Ekspirasi >
Inspirasi), Tampak napas cuping hidung dan bibir, Sianosis pada ekstremitas (pucat)
- Akral dingin, Diaforesis
A: Masalah belum teratasi sebagian
P: lanjutkan intervensi dengan
1. Kaji frekuensi napas, irama, kedalaman, dan usaha bernapas klien serta pergerakan dada
atau kesimetrisannya
2. Kaji adanya krepitasi di tulang dada dan observasi hasil pemeriksaan rongent (foto thorax)
3. Observasi adanya pola napas abnormal, seperto bradipnea, takipnea, dan hiperventilasi
4. Auskultasi suara napas. perhatikan adanya bunyi napas tambahan abnormal seperti krekels,
mengi atau ronki
5. Pantau adanya kegelisahan dan napas tersengal-sengal serta efek dari penggunaan obat-
obatan depresan seperti sedative
6. Pantau tanda vital dan saturasi O2
7. Berikan posisi semi fowler/fowler dan posisi yang nyaman
8. Edukasi pada keluarga tentang tujuan dari penggunaan alat bantu dan tindakan 80
NO
DXHARI/TGL/JAM PERKEMBANGAN PASIEN TTD
keperawatan yang dilakukan
9. Kolaborasi :
- Berikan terapi oksigen sesuai indikasi
- Lakukan fisioterapi dada jika ada indikasi
81
HARI KE 2
NO
DXHARI/TGL/JAM PERKEMBANGAN PASIEN TTD
1. Selasa,22,Oktober
2013
S:-
O:
- Klien masih mengalami penurunan kesadaran
- Tingkat kesadaran masih somnolen, GCS : E 3 V2 M5 = 10
- Nadi : 58 x/mnt, teraba lemah, regular, TD : 100/70 mmHg, RR : 23 x/mnt, Suhu : 38 7 o C
- Masih tampak Hematom pada kepala oksipital sinistra, Perfusi perifer : CRT > 3dtk masih
- Akral dingin, pucat masih ada, Perdarahan pada telingan kiri tidak ada
- Skala nyeri masih 6 (tampak dari ekspresi wajah)
- Hasil ST-Scan menunjukan adanya edema serebri
A: Masalah belum teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi dengan
1. Kaji tingkat kesadaran GCS, Pupil, Sensorik dan motorik. Catat ukuran pupil dan antara
kesimetrisan antara kanan/kiri, Pantau tanda Vital TD, N, RR dan Suhu Serta Saturasi O2
2. Kaji ke Kaji ketajaman pengelihatan, reflek batuk, menelan dan muntah reflek babinski,
pengembangan bola mata.
3. Pantau intake dan haluaran pantau suhu dan atur posisi kepala elevasi 15-30° posisi netral,
batasi pemberian cairan berlebih
4. Perhatikan adanya gelisah meningkat, dan kejang lindungi klien dari cedera
82
NO
DXHARI/TGL/JAM PERKEMBANGAN PASIEN TTD
5. Berikan oksigen tambahan sesuai indikator dan memberikan obat sesuai indikasi
- Diuretik contoh manitol dan furosemid ,anti konvulisan contoh phenytoin, analgetik
contoh ranitidin dan metamizol, Piracetam (sedative), Antipiretik (mis. paracetamol)
2. kamis,17/05/2015 S:-
O:
- Tampak masih sesak napas (Dispnea), Napas cepat dangkal (Takipnea) masih ada, RR : 23
x/mnt, irregular, Masih Terpasang O2 NRM 6 lpm
- Masih tampak retraksi intercosta dan napas cuping hidung, Masih tampak napas dari bibir
- Masih ruara napas bronchial (Ekspirasi > Inspirasi)
- Masih nyeri tekan pada dada tengah, danMasih tampak jejas pada dada dengan warna
kebiruan
- Masih tampak pergerakan dada simetris tapi kurang maksimal
A: Masalah belum teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi dengan
1. Kaji status oksigenasi yaitu frekuensi, irama, dan usaha bernapas serta produksi sputum
2. Pantau hasil pemeriksaan GDA, darah lengkap, kultur dan elektrolit
3. Observasi warna kulit, adanya sianosis, dan kaji CRT serta membrane mukosa
4. Kaji tanda vital, saturasi O2 dan tingkat kesadara secara continue
5. Auskultasi bunyi suara napas abnormal dan catat adanya sianosis, dispnea serta mengi
6. Pertahankan kepatenan jalan napas dan terapi IV. Berikan posisi yang nyaman untuk 83
NO
DXHARI/TGL/JAM PERKEMBANGAN PASIEN TTD
memaksimalkan potensial ventilasi (posisi semi fowler)
7. Kolaborasi :
- Berikan oksigen yang dilembabkan sesuai indikasi dan Berikan antipiretik bila
demam
3. Kamis,
16/05/2015
S:-
O:
- Kesadaran somnolen
- Tampak Dispnea dan Takipnea, Auskultasi Bronkial (Ekspirasi > Inspirasi), Tampak napas
cuping hidung dan bibir
- Sianosis pada ekstremitas (pucat)
- Akral dingin, Diaforesis
A: Masalah belum teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi dengan
1. Kaji frekuensi napas, irama, kedalaman, dan usaha bernapas klien serta pergerakan dada
atau kesimetrisannya
2. Kaji adanya krepitasi di tulang dada dan observasi hasil pemeriksaan rongent (foto thorax)
3. Observasi adanya pola napas abnormal, seperto bradipnea, takipnea, dan hiperventilasi
4. Auskultasi suara napas. perhatikan adanya bunyi napas tambahan abnormal seperti krekels,
mengi atau ronki
5. Pantau adanya kegelisahan dan napas tersengal-sengal serta efek dari penggunaan obat-84
NO
DXHARI/TGL/JAM PERKEMBANGAN PASIEN TTD
obatan depresan seperti sedative
6. Pantau tanda vital dan saturasi O2
7. Catat perubahan pada hasil pemeriksaan AGD
8. Berikan posisi semi fowler/fowler dan posisi yang nyaman
9. Kolaborasi :
- Berikan terapi oksigen sesuai indikasi
- Lakukan fisioterapi dada jika ada indikasi
85
HARI KE – 3
NO
DXHARI/TGL/JAM PERKEMBANGAN PASIEN TTD
1. Jumat, 17/05/2015 S:-
O:
- Klien masih mengalami penurunan kesadaran, Tingkat kesadaran masih somnolen, GCS : E 3
V2 M5 = 10
- Nadi : 58 x/mnt, teraba lemah, regular, TD : 110/70 mmHg, RR : 23 x/mnt , Suhu : 38 7 o C
- Masih tampak Hematom pada kepala oksipital sinistra
- Perfusi perifer : CRT > 3dtk masih, Akral dingin, pucat masih ada
A: Masalah belum teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi dengan
1. Kaji tingkat kesadaran GCS, Pupil, Sensorik dan motorik. Catat ukuran pupil dan antara
kesimetrisan antara kanan/kiri
2. Pantau tanda Vital TD, N, RR dan Suhu Serta Saturasi O2
3. Berikan lingkungan yg nyaman dg membersihkan badan/sibin, oral hygin posisi nyaman
dan ketenangan lingkungan/ membtasi pengunjung
4. Memberikan obat sesuai indikasi
2. Jumat, 17/05/2015 S:-
O:
- Tampak masih sesak napas (Dispnea), Napas cepat dangkal (Takipnea) masih ada, RR : 23
86
NO
DXHARI/TGL/JAM PERKEMBANGAN PASIEN TTD
x/mnt, irregular, Masih Terpasang O2 NRM 6 lpm, Masih tampak retraksi intercosta dan napas
cuping hidung, Masih suara napas bronchial (Ekspirasi > Inspirasi)
- Masih tampak jejas pada dada dengan warna kebiruan
A: Masalah belum teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi dengan
1. Kaji status oksigenasi yaitu frekuensi, irama, dan usaha bernapas serta produksi sputum
2. Observasi warna kulit, adanya sianosis, dan kaji CRT serta membrane mukosa
3. Kaji tanda vital, saturasi O2 dan tingkat kesadara secara continue
4. Pertahankan kepatenan jalan napas dan terapi IV. Berikan posisi yang nyaman untuk
memaksimalkan potensial ventilasi (posisi semi fowler)
5. Kolaborasi :
- Berikan oksigen yang dilembabkan sesuai indikasi
- Berikan antipiretik bila demam
3. Jumat, 17/05/2015 S:-
O:
- Kesadaran somnolen, Tampak Dispnea dan Takipnea, Auskultasi Bronkial (Ekspirasi >
Inspirasi), Tampak napas cuping hidung dan bibir
- Sianosis pada ekstremitas (pucat)
- Akral dingin, Diaforesis
87
NO
DXHARI/TGL/JAM PERKEMBANGAN PASIEN TTD
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi dengan
1. Kaji frekuensi napas, irama, kedalaman, dan usaha bernapas klien serta pergerakan dada
atau kesimetrisannya
2. Kaji adanya krepitasi di tulang dada dan observasi hasil pemeriksaan rongent (foto thorax)
3. Auskultasi suara napas. perhatikan adanya bunyi napas tambahan abnormal seperti krekels,
mengi atau ronki
4. Pantau tanda vital dan saturasi O2
5. Catat perubahan pada hasil pemeriksaan AGD
6. Kolaborasi :
- Berikan terapi oksigen sesuai indikasi dan Lakukan fisioterapi dada jika ada indikasi
88
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian-uraian pada bab terdahulu,maka penulis mengambil kesimpulan,bahwa:
1. Pada pengkajian kondisi yang ditemukan pada pasien adalah mengalami penurunan
kesadaran, kesadaran secara kualitatif somnolen, keadaan secara kuantitatif dengan
GCS: E3V2M5 = 10 pasien hanya tidur dengan posis semifowler, luka pada kepala
tampak hematome dan lecet pada dahi.Terdapat luka jahit pada kepala
temporalis.Terpasang cairan infus Asering 24 tetes/menit pada tangan kanan. Tanda-
tanda vital :Tekanan darah:140/100 mmHg posisi berbaring, Nadi:92 x/menit, irama
teratur dan kuat, Suhu: 37.50c, Pernapasan:20x/menit, irama teratur, Akral:teraba dingin
dan terpasang O2, Hasil pemeriksaan AGD pH : 7.461 (N : 7.350 – 7.450), BE : -2.7
mmol/L (N : - 2 - + 3), PCO2 : 28.7 mmHg (N : 27.0 – 41.0), PO2 : 65.4 mmHg (N : 83.0
– 108.0), HCO3 : 22.1% (N : 21.0 – 28.0), Total CO2 : 17.8 mmol/L (N : 19.0 – 24.0), O2
Saturasi : 93.1 % (N : 94.0 – 98.0). Dengan skala nyeri 6 dan NGT.
2. Diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus nyata berdasarkan kondisi dan respon
pasien sehingga ada diagnosa keperawatan yang sesuai dengan tinjauan teori dan ada
yang tidak sesuai dengan tinjauan teoritis. Adapun diagnosa keperawatan yang muncul
pada pasien sebagai berikut: (1). Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral berhubungan
dengan adanya trauma, (2). Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan cedera
jaringan otak, (3). Pola napas tidak efektif berhubungan TTIK meningkat
89
3. Rencana tindakan pada ketiga diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus nyata
semuanya dilakukan pada pasien
4. Evaluasi dari ketig diagnosa keperawatan yang diprioritaskan belum teratasi sebagian
pada hari sabtu.
5. Dokumentasi keperawatan dilakukan dengan mengdokumentasikan semua kegiatan dan
hasilnya mulai dari pengkajian sampai dengan kedalam catatan perawat yang ada dalam
status pasien sebagai bukti tanggung jawab dan tanggung gugat dikemudian hari.
B. Saran
Adapun saran yang ingin disampaikan penulis antara lain:
1. Bagi perawat
Agar dalam memberikan tindakan keperawatan kepada pasien,juga harus dilakukan
tindakan-tindakan mandiri perawat.
2. Bagi Rumah Sakit
Agar dalam pemberian pelayanan disiapkan fasilitas-fasilitas yang memadai untuk
menunjang pemeriksaan,kususnya pada pasien sedera kepala,seperti CT-Scan.
3. Bagi penulis
Agar terus mengembangkan pengetahuan yang telah didapat tentang cedera kepala
sedang serta membagikannya kepada orang lain sehingga tindakan pencegahan dan
penanganan dapat dilakukan secara optimal.
90
DAFTAR PUSTAKA
American College of Surgeon Committee on Trauma. Cedera Kepala. Dalam : Advanced
Trauma Life Support fo Doctors. Ikatan Ahli Bedah Indonesia. Komisi trauma IKABI,
2004.
Turner DA. Neurological evaluation of a patient with head trauma. Dalam : Neurosurgery
2nd edition. New York: McGraw Hill, 1996.
American College of Surgeon Committee on trauma. Cedera kepala. Dalam: Advanced
Trauma Life Support for Doctors. Ikatan Ahli Bedah Indonesia, penerjemah.Edisi 7.
Komisi trauma IKABI, 2004; 168-193.
Smith ML, Grady MS. Neurosurgery. Dalam: Schwarrt’z Principles of Surgery. 8 th ed.
McGraw-Hill, 2005; 1615-20.
Gennarelli TA, Meaney DF. Mechanism of Primary Head Injury. Dalam: Neurosurgery
2nd edition. New York : McGraw Hill, 1996.
Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan. Cedera Kepala. Jakarta : Deltacitra
Grafindo, 2005.
91