ii
EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS FASE ADMINISTRASI dan DRUG THERAPY PROBLEMS PADA PASIEN RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA PERIODE AGUSTUS 2008
(Kajian terhadap Penggunaan Obat Golongan Antiemetik)
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Stella Maxda Juwita NIM : 058114135
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2008
iii
v
Bagiku …
“Hidup ini adalah keajaiban dan anugrah tak ternilai yang diberikan
Tuhan kepadaku. Apapun yang aku alami, baik yang membuatku tersenyum
bahagia hingga menangis sekalipun adalah bagian dari rencana-Nya yang
terbaik bagiku. Hal ini yang selalu mengingatkanku supaya selalu
bersyukur untuk semuanya…”
Kupersembahkan karya kecil ini kepada
Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria
atas segala rahmat dan keajaiban yang selalu hadir disetiap hari-hariku
Papa dan Mama Tersayang
atas doa, kasih sayang dan pengorbanan yang tak henti-hentinya mengalir
kapanpun dan di manapun aku berada
Almamaterku
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama : Stella Maxda Juwita Nomor Mahasiswa : 058114135
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul : ”Evaluasi Masalah Utama Kejadian Medication Errors Fase Administrasi Dan Drug Therapy Problems Pada Pasien Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008 (Kajian Terhadap Penggunaan Obat Golongan Anti-emetik)” beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk me-nyimpan, me-ngalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di In-ternet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal : 6 Februari 2009 Yang menyatakan
(Stella Maxda Juwita)
vi
Prakata
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi
dengan judul “Evaluasi Masalahan Utama Kejadian Medication Errors Fase
Administrasi dan Drug Therapy Problems pada Pasien Rumah Sakit
Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008 (Kajian terhadap Penggunaan
Obat Golongan Antiemetik)” ini dengan baik. Penulisan skripsi ini dimaksudkan
untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana farmasi pada
program studi Ilmu Farmasi, Jurusan Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
Skripsi ini akhirnya dapat terselesaikan berkat doa, dukungan, kerja sama
dan ilmu dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi, dosen
pembimbing penelitian payung dan dosen penguji yang telah memberikan
bimbingan, dukungan, semangat dan saran yang sangat berharga dalam proses
penyusunan skripsi.
2. dr. Luciana Kuswibawati, M.Kes. selaku dosen pembimbing dan dosen
penguji yang telah memberikan bimbingan, dukungan, semangat dan saran
yang sangat berharga dalam proses penyusunan skripsi.
3. Bapak Ipang Djunarko,S.Si.,Apt. selaku dosen penguji yang telah
memberikan kritik dan saran yang sangat berharga dalam penyusunan skripsi.
vii
4. Direktur RS. Bethesda Yogyakarta yang telah memberikan ijin kepada
penulis untuk melakukan penelitian di RS. Bethesda Yogyakarta.
5. Dra. L. Endang Budiarti, M.Pharm., Apt. selaku dosen pembimbing lapangan
yang telah memberikan bimbingan selama penulis melakukan pengambilan
data untuk penelitian ini.
6. Semua perawat yang bertugas di Bangsal kelas III RS. Bethesda Yogyakarta
atas bantuan selama proses pengambilan data penelitian ini.
7. Kepala dan segenap staf Instalasi Rekam Medik RS. Bethesda Yogyakarta
atas bantuan selama proses pengambilan data penelitian ini.
8. Papa dan Mama Tercinta untuk semua doa, kasih sayang, perjuangan dan
pengorbanan yang tulus sepanjang hidup penulis.
9. Adikku tersayang Edo dan Abel yang selalu memberikan keceriaan dan
kebahagiaan dalam setiap waktu.
10. Inosensius Wisely atas segala cinta, perhatian, motivasi, dukungan, semangat
dan saran yang diberikan kepada penulis selama ini.
11. Tara, Donald, Rony atas persahabatan, keceriaan dan kebersamaannya selama
ini.
12. Vivi, Andin, Bambang, Welly, Sekar dan Nolen untuk kebersamaan, bantuan,
dukungan selama penelitian berlangsung hingga proses penyusunan skripsi.
13. Sahabatku Francisca Tri Wituningtyas atas dukungan, motivasi dan saran
yang berharga dalam proses penyusunan skripsi ini. Penulis akan selalu ingat
akan kebersamaan dan perjalanaan panjang selama ini.
viii
14. Sahabatku Monica Cinthya Paramanindita atas semua doa, dukungan dan
semangat yang selalu diberikan kepada penulis selama ini.
15. Sahabatku Lussy Andriany untuk persahabatan kita selama ini. Penulis tidak
akan melupakan perjuangan kita bersama beberapa tahun yang lalu.
16. Teman-teman kelas C 2005 dan FKK 2005 atas kebersamaan dan
kekompakannya selama ini.
17. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan
skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar skripsi ini memjadi lebih baik lagi. Akhir kata, semoga skripsi
ini bermanfaat bagi pembaca.
Penulis
ix
x
INTISARI
Patient safety merupakan suatu hal yang harus ditangani dengan tepat karena menyangkut keselamatan pasien. Mengingat hal tersebut, maka sangatlah penting untuk melakukan observasi kejadian riil mengenai Medication Errors (ME) dan Drug Therapy Problems (DTP).
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui masalah utama terjadinya ME fase administrasi dan DTP pada penggunaan obat golongan antiemetik di RS Bethesda Yogyakarta. Tujuan tambahan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan profil kasus (umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, dan jenis penyakit); profil terapi kasus (jumlah obat keseluruhan, jenis obat golongan antiemetik, rute pemberian, serta aturan pakai obat (dosis / kekuatan obat dan frekuensi)); dan mengetahui permasalahan yang muncul saat penggunaan obat meliputi ME fase administrasi dan DTP apa saja yang benar-benar terjadi. Penelitian ini termasuk jenis penelitian non eksperimental dengan rancangan deskriptif evaluatif yang bersifat prospektif.
Kasus yang dievaluasi berjumlah 23 kasus. ME fase administrasi yang ditemukan : administration error sebanyak 8 kasus, dosis keliru sebanyak 8 kasus, salah menulis instruksi sebanyak 1 kasus, instruksi verbal dijalankan keliru sebanyak 1 kasus, dan kontraindikasi sebanyak 5 kasus. DTP yang ditemukan : perlu obat tambahan sebanyak 1 kasus, dosis terlalu rendah sebanyak 8 kasus, interaksi obat sebanyak 12 kasus, dan compliance sebanyak 2 kasus. Masalah utama kejadian ME fase administrasi dan DTP pada kasus adalah kurang optimalnya peran apoteker di bangsal dalam monitoring penggunaan obat kepada pasien secara langsung.
Kata kunci : medication errors, drug therapy problems, antiemetik
xi
ABSTRACT
Patient safety is the one, which must be handled precisely because it is closely related with the safety of a patient. Therefore, it is important to do the research of real event related to Medication Errors (ME) and Drug Therapy Problems (DTP).
The major purpose of this research is to know the main problem that causes ME in administration phase and DTP of antiemetic drug use in the Bethesda Yogyakarta hospital. Whereas the additional purpose is to describe the case’s profile (related to age, sexes, education’s degree, job’s type, and disease’s type), the therapy case’s profile (the number of all used medicine, the type of antiemetic medicine, giving route, directions (doses and number of giving medicine)), to know the problems which are appeared in using medicine including administration phase of ME and what kinds of DTP which is happened. It is a kind of non-experimental research with evaluative descriptive design that has perspective characteristic.
The number of whole cases is 23 cases. In administration phase of ME, it is found that there are 8 cases of administration error, 8 cases in wrong dose, 1 case in writing wrong direction, 1 case in applying wrong verbal direction, 5 cases in contradictions. And in DTP, it is found that there is 1 case in needing additional medicine, 8 cases in dose too low, 12 cases in drug interactions, and 2 cases in compliance. The main problem in administration phase of ME and DTP is the lack of pharmacists’s roles in the monitoring of drug use directly on the patient.
Key words : medication errors, drug therapy problems, antiemetic
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................. ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................ iii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................ v
PRAKATA ................................................................................................. vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .................................................... ix
INTISARI .................................................................................................. x
ABSTRACT ................................................................................................. xi
DAFTAR ISI .............................................................................................. xii
DAFTAR TABEL ...................................................................................... xvi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. Xxi
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xxii
BAB I PENGANTAR ................................................................................ 1
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
1. Permasalahan ................................................................................. 3
2. Keaslian penelitian ........................................................................ 3
3. Manfaat penelitian ......................................................................... 5
B. Tujuan Penelitian ............................................................................... 5
1. Tujuan utama ................................................................................. 5
2. Tujuan tambahan ........................................................................... 5
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA ........................................................ 7
A. Medication Error ............................................................................... 7
xiii
B. Drug Therapy Problems ..................................................................... 9
C. Nausea dan Vomiting ………………………………………………. 10
1. Definisi ………………………………………………………….. 10
2. Etiologi ………………………………………………………...... 11
3. Patofisiologi ……………………………………………………... 12
4. Gambaran klinis ………………………………………………… 12
D. Penatalaksanaan Terapi …………………………………………….. 13
1. Tujuan terapi …………………………………………………….. 13
2. Sasaran terapi …………………………………………………… 13
3. Terapi ……………………………………………………………. 13
E. Keterangan Empiris ………………………………………………… 17
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................ 18
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ......................................................... 18
B. Definisi Operasional ........................................................................... 18
C. Variabel Penelitian ............................................................................. 20
D. Subyek Penelitian ............................................................................... 20
E. Bahan Penelitian ................................................................................. 21
F. Alat Penelitian .................................................................................... 21
G. Lokasi Penelitian ................................................................................ 22
H. Tata Cara Pengumpulan Data ............................................................. 22
1. Tahap orientasi .............................................................................. 22
2. Tahap pengambilan data ................................................................ 22
3. Tahap penyelesaian data .............................................................. 23
xiv
I. Tata Cara Analisis Hasil …………………………………………… 24
J. Kesulitan Penelitian ………………………………………………... 26
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………... 27
A. Profil Kasus yang Menerima Obat Golongan Antiemetik …………. 28
1. Berdasarkan kelompok umur ......................................................... 28
2. Berdasarkan jenis kelamin ............................................................. 29
3. Berdasarkan pendidikan terakhir ................................................... 30
4. Berdasarkan pekerjaan .................................................................. 31
5. Berdasarkan penyakit .................................................................... 32
B. Profil Terapi Kasus yang Menerima Obat Golongan Antiemetik ...... 35
1. Profil terapi secara umum .............................................................. 35
2. Profil terapi secara khusus ............................................................. 40
C. Evaluasi Medication Errors (ME) Fase Administrasi ....................... 43
1. ME administration error ............................................................... 44
2. ME dosis keliru ............................................................................. 45
3. ME salah menulis instruksi ........................................................... 46
4. ME instruksi verbal dijalankan keliru ........................................... 47
5. ME kontraindikasi ......................................................................... 47
D. Evaluasi Drug Therapy Problems (DTP) ........................................... 48
1. DTP perlu obat tambahan .............................................................. 50
2. DTP dosis terlalu rendah ............................................................... 50
3. DTP interaksi obat ......................................................................... 50
4. DTP compliance ............................................................................ 52
xv
E. Evaluasi Masalah Utama ME Fase Administrasi dan DTP ............... 62
1. Wawancara dengan dokter ............................................................ 62
2. Wawancara dengan perawat .......................................................... 63
3. Wawancara dengan apoteker ......................................................... 63
F. Rangkuman Pembahasan ................................................................... 64
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 68
A. Kesimpulan ........................................................................................ 68
B. Saran ................................................................................................... 69
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 70
LAMPIRAN................................................................................................ 72
BIOGRAFI PENULIS ............................................................................... 119
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel I. Bentuk-bentuk Medication Error (Dwiprahasto dan
Kristin, 2008) …………………………………………. 7
Tabel II. Taksonomi & kategorisasi Medication Error Versi the
National Coordinating Council for Medication Error
Reporting and Prevention NCCMERP, 1998) ………… 8
Tabel III. Penyebab-penyebab Drug Therapy Problems (DTP) (Strand
et.al., 2004) …………………………………………………. 9
Tabel IV. Obat golongan antiemetik berdasarkan Formularium RS
Bethesda Yogyakarta ......................................................... 14
Tabel V. Informasi mengenai domperidon sebagai antiemetik
berdasarkan British National Formulary ............................. 14
Tabel VI. Informasi mengenai metoclopramid sebagai antiemetik
berdasarkan Drug Information Handbook dan British
National Formulary ............................................................ 15
Tabel VII. Informasi mengenai ondansetron sebagai antiemetik
Berdasarkan Drug Information Handbook dan British
National Formulary .......................................................... 16
Tabel VIII. Pengelompokan Kasus di Bangsal Kelas III RS Bethesda
Yogyakarta Periode Agustus 2008 Berdasarkan Diagnosis ... 33
Tabel IX. Pengelompokan Kasus di Bangsal Kelas III RS Bethesda
Yogyakarta Periode Agustus 2008 berdasarkan Jumlah
Keseluruhan Obat yang Diterima ....................................... 35
Tabel X. Golongan dan Jenis Obat Antiinfeksi yang Diterima
xvii
oleh Kasus ……………………………………………… 36
Tabel XI. Golongan dan Jenis Obat Kortikosteroid yang Diterima
oleh Kasus ……………………………………………… 36
Tabel XII. Golongan dan Jenis Obat Antihistamin yang Diterima
oleh Kasus ……………………………………………… 37
Tabel XIII. Golongan dan Jenis Obat Gangguan Saluran Cerna yang
Diterima oleh Kasus …………………………………. 37
Tabel XIV. Golongan dan Jenis Obat Gangguan Saluran Pernafasan
yang Diterima oleh Kasus ……………………………… 37
Tabel XV. Golongan dan Jenis Obat Gangguan Saluran Urinari
yang Diterima oleh Kasus ……………………………… 38
Tabel XVI. Golongan dan Jenis Obat Sistem Kardiovaskuler yang
Diterima oleh Kasus …………………………………… 38
Tabel XVII. Golongan dan Jenis Obat Sistem Endokrin dan
Metabolik yang Diterima oleh Kasus ………………… 38
Tabel XVIII. Golongan dan Jenis Obat Sistem Neuromuskular yang
Diterima oleh Kasus ………………………………..….. 39
Tabel XIX. Golongan dan Jenis Obat Gizi dan Darah yang Diterima
oleh Kasus ……………………………………………… 39
Tabel XX. Daftar Obat Golongan Lain-Lain yang Diterima oleh
Kasus …………………………………………………... 40
Tabel XXI. Pengelompokan Kasus di Bangsal Kelas III RS
Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008
xviii
berdasarkan Jenis Obat .................................................... 41
Tabel XXII. Pengelompokan Kasus di Bangsal Kelas III RS Bethesda
Yogyakarta Periode Agustus 2008 berdasarkan Rute
Pemberian Obat ................................................................. 41
Tabel XXIII. Pengelompokkan Kasus di Bangsal Kelas III RS Bethesda
Yogyakarta Periode Agustus 2008 berdasarkan Kekuatan
Obat dan Frekuensi Penggunaan ……………………………. 42
Tabel XXIV. Pengelompokkan Kejadian ME di Bangsal Kelas III RS
Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008 ………………. 44
Tabel XXV. Kelompok Kasus ME Administration Error pada Kasus di
Bangsal Kelas III RS Bethesda Yogyakarta Periode Agustus
2008 ………………………………………………………… 44
Tabel XXVI. Kelompok Kasus ME Dosis Keliru pada Kasus di Bangsal
Kelas III RS Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008 …. 46
Tabel XXVII. Kelompok Kasus ME Salah Menulis Instruksi pada Kasus di
Bangsal Kelas III RS Bethesda Yogyakarta Periode Agustus
2008 ………………………………………………………... 46
Tabel XXVIII. Kelompok Kasus ME Instruksi Verbal Dijalankan Keliru
pada Kasus di Bangsal Kelas III RS Bethesda Yogyakarta
Periode Agustus 2008 ……………………………………….. 47
Tabel XXIX. Kelompok Kasus ME Kontraindikasi pada Kasus di Bangsal
Kelas III RS Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008 …. 48
Tabel XXX. Pengelompokkan Kejadian DTP pada Kasus di Bangsal
Kelas III RS Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008 …. 49
Tabel XXXI. Kelompok Kasus DTP Perlu Obat Tambahan pada Kasus di
xix
Bangsal Kelas III RS Bethesda Yogyakarta Periode Agustus
2008 …………………………………………………………
50
Tabel XXXII. Kelompok Kasus DTP Dosis Terlalu Rendah pada Kasus di
Bangsal Kelas III RS Bethesda Yogyakarta Periode Agustus
2008 ………………………………………………………… 50
Tabel XXXIII. Kelompok Kasus DTP Interaksi Obat pada Kasus di Bangsal
Kelas III RS Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008 ... 51
Tabel XXXIV. Kelompok Kasus DTP Compliance pada Kasus di Bangsal
Kelas III RS Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008 ... 52
Tabel XXXV. Contoh Analisis DTP pada Kasus di Bangsal Kelas III RS
Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008 …………….. 53
Tabel XXXVI. Contoh Analisis DTP pada Kasus di Bangsal Kelas III RS
Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008 …………….. 54
Tabel XXXVII. Contoh Analisis DTP pada Kasus di Bangsal Kelas III RS
Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008 ………..…… 55
Tabel XXXVIII. Contoh Analisis DTP pada Kasus di Bangsal Kelas III RS
Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008 ……………….. 56
Tabel XXXIX. Contoh Analisis DTP pada Kasus di Bangsal Kelas III RS
Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008 ……………….. 57
Tabel XL. Contoh Analisis DTP pada Kasus di Bangsal Kelas III RS
Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008 ……………… 58
Tabel XLI. Contoh Analisis DTP pada Kasus di Bangsal Kelas III RS
Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008 …………….. 59
Tabel XLII. Contoh Analisis DTP pada Kasus di Bangsal Kelas III RS
Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008 ……………..
60
xx
Tabel XLIII. Contoh Analisis DTP pada Kasus di Bangsal Kelas III RS
Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008 …………….… 61
xxi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Anatomi Saluran Cerna (Stitham dan Mason, 2008) .................. 10
Gambar 2. Bagan Titik Tangkap Mekanisme Aksi metoclopramid,
domperidon, dan ondansetron .............................................. 16
Gambar 3. Bagan Kedudukan Penelitian Kajian Terhadap Penggunaan
Obat Golongan Antiemetik dalam Penelitian Payung …………. 27
Gambar 4. Persentase Kasus di Bangsal Kelas III RS Bethesda Yogyakarta
Periode Agustus 2008 berdasarkan Kelompok Umur ………… 29
Gambar 5. Persentase Kasus di Bangsal Kelas III RS Bethesda Yogyakarta
Periode Agustus 2008 berdasarkan Jenis Kelamin ……………. 30
Gambar 6. Persentase Kasus di Bangsal Kelas III RS Bethesda Yogyakarta
Periode Agustus 2008 berdasarkan Tingkat Pendidikan Terakhir 31
Gambar 7. Persentase Kasus di Bangsal Kelas III RS Bethesda Yogyakarta
Periode Agustus 2008 berdasarkan Jenis Pekerjaan …………… 32
Gambar 8. Persentase Kasus di Bangsal Kelas III RS Bethesda Yogyakarta
Periode Agustus 2008 berdasarkan Diagnosis ……………….. 33
Gambar 9. Persentase Kasus di Bangsal Kelas III RS Bethesda Yogyakarta
Periode Agustus 2008 berdasarkan Jenis Penyakit …………… 34
Gambar 10. Persentase Kasus di Bangsal Kelas III RS Bethesda Yogyakarta
Periode Agustus 2008 berdasarkan Jenis Obat ………………… 41
Gambar 11. Persentase Kejadian ME pada Kasus di Bangsal Kelas III RS
Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008 ………………….. 43
Gambar 12. Persentase Kejadian DTP pada Kasus di Bangsal Kelas III RS
Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008 …………………… 49
xxii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Rekam Medis Kasus di Bangsal Kelas III RS Bethesda
Yogyakarta Periode Agustus 2008 ………………………….. 72
Lampiran 2. Data Home Visit Kasus di Bangsal Kelas III RS Bethesda
Yogyakarta Periode Agustus 2008 ........................................ 106
Lampiran 3. Rangkuman Hasil Wawancara dengan Dokter ………………... 107
Lampiran 4. Rangkuman Hasil Wawancara dengan Perawat …………...….. 108
Lampiran 5. Rangkuman Hasil Wawancara dengan Apoteker ……….…….. 114
Lampiran 6. Daftar Obat Antiemetik yang Digunakan di Bangsal Kelas III
RS Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008 ..................... 115
Lampiran 7. Informed Consent ................................................................ 116
Lampiran 8. Surat Ijin Penelitian .............................................................. 118
1
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Patient safety merupakan isu kritis dan harus ditangani dengan tepat
karena menyangkut keselamatan pasien. Patient safety menjadi tanggung jawab
berbagai pihak yang terkait dengan perawatan pasien, terutama adalah health care
team (dokter, perawat, farmasis, ahli gizi, fisioterapis, dan lainnya) termasuk
keluarga pasien dan juga pemerintah terkait dengan sistem kesehatan nasional.
Mengingat isu mengenai paradigma baru patient safety, maka sangatlah penting
melakukan observasi kejadian riil tentang Medication Errors dan Drug Therapy
Problems pada pasien sehingga dapat disusun suatu strategi pelaksanaan patient
safety tersebut.
Medication error adalah suatu kesalahan dalam proses pengobatan yang
seharusnya dapat dicegah dan proses tersebut masih berada dalam pengawasan
dan tanggung jawab profesi kesehatan (NCCMERP, 1998). Sementara itu, Drug
Therapy Problems adalah suatu permasalahan atau kejadian yang tidak diharapkan
atau yang kemungkinan akan dialami pasien selama proses terapi akibat
penggunaan obat, sehingga mengganggu tujuan terapi yang diinginkan (Cipolle
and Strand, 2004).
Banyak sekali hal yang perlu diperhatikan untuk mendukung isu patient
safety, salah satu contohnya pada kasus nausea dan vomiting. Nausea dan
vomiting dapat terjadi dalam berbagai macam kondisi, misalnya pada penyakit
2
saluran cerna, infeksi, neurologi, ataupun penyakit metabolik. Nausea dan
vomiting dapat pula terjadi pada kondisi kehamilan, cancer chemotherapy, serta
pada pasien yang menggunakan obat-obat sitostatika. Sebagai contoh, nausea dan
vomiting terjadi pada 70% pasien dengan inferior myocardial infarction atau
diabetic ketoasidosis. Selain itu 80% - 90% terjadi pada pasien dengan acute
pancreatitis atau acute appendicitis (DiPiro dan Taylor,2005). Melihat kondisi
tersebut, maka penggunaan obat golongan antiemetik untuk terapi nausea dan
vomiting merupakan permasalahan medis yang perlu mendapatkan perhatian
khusus sehingga dapat menekan kejadian ME dan DTP.
Penelitian ini dilakukan di RS Bethesda Yogyakarta, sebagai bentuk
kerjasama antara Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma dengan pihak RS
Bethesda Yogyakarta dalam rangka peningkatan pelayanan farmasi klinis di
rumah sakit. Pada tahun 2007 Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma juga
mengadakan penelitian di rumah sakit ini. Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
merupakan salah satu rumah sakit swasta tipe B dengan akreditasi ISO 9000 versi
2001 dan merupakan rumah sakit swasta terbesar di Daerah Istimewa Yogyakarta
(DIY). Rumah sakit ini mempunyai 7 orang apoteker yang telah menjalankan
beberapa kegiatan pelayanan farmasi klinis. Selain itu, apoteker-apoteker di RS
Bethesda Yogyakarta telah memiliki program yang mengarah pada patient safety.
Penelitian ini dirancang berdasarkan pengamatan prospektif untuk
menemukan masalah utama yang menjadi penyebab terjadinya ME fase
administrasi dan DTP pada pasien yang menerima terapi berupa obat golongan
antiemetik.
3
1. Permasalahan
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan utama yang diangkat
dalam penelitian ini adalah : ”apakah yang menjadi masalah utama terjadinya
ME fase administrasi dan DTP pada penggunaan obat golongan antiemetik
di RS Betesdha Yogyakarta?” dan beberapa permasalahan tambahan yang ingin
diamati sebagai pendukung permasalahan utama adalah :
a. seperti apakah profil kasus yang menerima obat golongan antiemetik di
bangsal dewasa kelas III RS Bethesda Yogyakarta yang menerima obat
golongan antiemetik periode Agustus 2007 meliputi umur, jenis kelamin,
tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, dan jenis penyakit?
b. seperti apakah profil terapi kasus yang menerima obat golongan antiemetik di
bangsal dewasa kelas III RS Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008
meliputi jumlah obat keseluruhan, jenis obat golongan antiemetik, rute
pemberian, serta aturan pakai obat (dosis / kekuatan obat dan frekuensi)?
c. Seperti apakah permasalahan yang muncul saat penggunaan obat meliputi
Medication Error fase administrasi dan Drug Therapy Problems apa saja
yang benar-benar terjadi pada pasien berdasarkan pengamatan prospektif
pada subyek peneltian?
2. Keaslian penelitian
Penelitian menengenai Evaluasi Masalah Utama Kejadian Medication
Errors Fase Administrasi dan Drug Therapy Problems pada Pasien RS Bethesda
Yogyakarta Periode Agustus 2008 (Kajian terhadap Penggunaan Obat Golongan
Antiemetik) belum pernah dilakukan. Penelitian yang terkait dengan masalah
4
Medication Errors, Drug Therapy Problems, ataupun antiemetik telah dilakukan
oleh beberapa peneliti lain dengan judul :
a. Studi Potensial Medication Error pada Peresepan di Bangsal Anak di Rumah
Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Februari – April 2003 (Ditinjau dari
Aspek Transcribing : Kesulitan Membaca Tulisan pada Resep dan Kesulitan
Membaca Penulisan Angka Desimal) (Nurdin, 2005). Perbedaan dengan
penelitian ini terletak pada fase ME yang diteliti. Penelitian ini melihat
kejadian ME pada fase transcribing. Selain itu, waktu penelitian di sini juga
berbeda, yaitu dilakukan pada periode Februari – April 2003.
b. Evaluasi Drug Therapy Problems pada Pengobatan Pasien Stroke di Instalasi
Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005 (Krismayanti,
2007). Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada kriteria subjek
penelitian. Pada penelitian ini, subjek yang diteliti adalah pasien stroke. Drug
Therapy Problems yang dievaluasi juga berbeda, karena pada penelitian ini
dilakukan evaluasi pada DTP obat tidak diperlukan dan DTP obat salah
sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh penulis, tidak dilakukan
evaluasi pada kedua jenis DTP ini. Selain itu lokasi dan waktu penelitian juga
berbeda, yaitu di instalasi rawat inap RS Panti Rapih Yogyakarta pada
periode tahun 2005.
c. Evaluasi Penatalaksanaan Kasus Mual dan Muntah Pasca Kemoterapi Kanker
Payudara dan Servik di Rumah Sakit X Yogyakarta Periode 2004 – 2005
(Suhadi, Yunita, dan Damayanti, 2006). Perbedaan dengan penelitian ini
terletak pada kriteria subjek penelitian. Pada penelitian ini, subjek yang
5
diteliti adalah pasien yang mengalami mual dan muntah pasca kemoterapi
kanker payudara dan servik. Selain itu, waktu penelitian di sini juga berbeda,
yaitu dilakukan pada periode tahun 2004 – 2005.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis
Penelitian ini dapat menjadi tambahan referensi untuk mendeskripsikan
ME fase administrasi dan DTP yang riil terjadi pada pasien yang menerima obat
golongan antiemetik di RS Bethesda Yogyakarta.
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk pengambilan
keputusan oleh farmasis dalam mempraktekkan pharmaceutical care dan
menerapkan isu patient safety di rumah sakit, secara khusus RS Bethesda
Yogyakarta dan secara umum rumah sakit di Indonesia yang pada akhirnya dapat
meningkatkan kualitas pelayanan terapi obat.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan utama
Tujuan utama penelitian ini adalah mengetahui masalah utama terjadinya
ME fase administrasi dan DTP pada penggunaan obat golongan antiemetik di RS
Bethesda Yogyakarta.
2. Tujuan tambahan
Tujuan tambahan penelitian ini adalah :
6
a. menggambarkan profil kasus yang menerima obat golongan antiemetik di
bangsal dewasa kelas III RS Bethesda Yogyakarta yang menerima obat
golongan antiemetik periode Agustus 2007 meliputi umur, jenis kelamin,
tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, dan jenis penyakit.
b. menggambarkan profil terapi kasus yang menerima obat golongan antiemetik
di bangsal dewasa kelas III RS Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008
meliputi jumlah obat keseluruhan, jenis obat golongan antiemetik, rute
pemberian, serta aturan pakai obat (dosis / kekuatan obat dan frekuensi).
c. mengetahui permasalahan yang muncul saat penggunaan obat meliputi
Medication Error fase administrasi dan Drug Therapy Problems apa saja
yang benar-benar terjadi pada pasien berdasarkan pengamatan prospektif
pada subyek peneltian.
7
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Medication Error
Medication error adalah suatu kesalahan dalam proses pengobatan yang
seharusnya dapat dicegah dan proses tersebut masih berada dalam pengawasan
dan tanggung jawab profesi kesehatan (Cohen, 1991), pasien atau konsumen
(Basse & Myers, 1998). Dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 disebutkan bahwa pengertian medication error
adalah kejadian yang merugikan pasien, akibat pemakaian obat selama dalam
penanganan tenaga kesehatan yang sebetulnya dapat dicegah.
Tabel I. Bentuk-bentuk Medication Error (Dwiprahasto dan Kristin, 2008) Prescribing Transcribing Dispensing Administration
• Kontraindikasi • Duplikasi • Tidak terbaca • Instruksi tidak
jelas • Instruksi
keliru • Instruksi tidak
lengkap • Penghitungan
dosis keliru
• Copy error • Dibaca keliru • Ada instruksi
yang terlewatkan
• Mis-stamped • Instruksi tidak
dikerjakan • Instruksi
verbal diterjemahkan salah
• Kontraindikasi • Extra dose • Kegagalan
mencek instruksi • Sediaan obat
buruk • Instruksi
penggunaan obat tidak jelas
• Salah menghitung dosis
• Salah memberi label
• Salah menulis instruksi
• Dosis keliru • Pemberian obat
di luar instruksi • Instruksi verbal
dijalankan keliru
• Administration error
• Kontraindikasi • Obat tertinggal di
samping bed • Extra dose • Kegagalan
mencek instruksi • Tidak mencek
identitas pasien • Dosis keliru • Salah menulis
instruksi • Patient off unit • Pemberian obat di
luar instruksi • Instruksi verbal
dijalankan keliru
8
Tabel II. Taksonomi & kategorisasi Medication Error Versi the National Coordinating Council for Medication Error Reporting and Prevention
(NCCMERP, 1998) Tipe error Kategori Keterangan
NO ERROR A Keadaan atau kejadian yang potensial menyebabkan terjadinya error ERROR- NO HARM
B Error terjadi, tetapi obat belum mencapai pasien C Error terjadi, obat sudah mencapai pasien tetapi tidak menimbulkan
risiko Obat mencapai pasien dan sudah terlanjut diminum/digunakan Obat mencapai pasien tetapi belum sempat diminum/digunakan
D Error terjadi dan konsekuensinya diperlukan monitoring terhadap pasien, tetapi tidak menimbulkan risiko (harm) pada pasien
ERROR-HARM
E Error terjadi dan pasien memerlukan terapi atau intervensi serta menimbulkan risiko (harm) pada pasien yang bersifat sementara
F Error terjadi & pasien memerlukan perawatan atau perpanjangan perawatan di rumahsakit disertai cacat yang bersifat sementara
G Error terjadi dan menyebabkan risiko (harm) permanen H Error terjadi dan nyaris menimbulkan kematian (mis. Anafilaksi,
henti jantung) ERROR-DEATH
I Error terjadi dan menyebabkan kematian pasien
Kejadian medication error dibagi dalam 4 fase, yaitu fase prescribing,
fase transcribing, fase dispensing dan fase administration. Medication error yang
menjadi fokus penelitian ini adalah fase administration.
Fase-fase medication error di atas, dapat dikemukakan bahwa faktor
penyebabnya dapat berupa, (Cohen, 1991) : 1) komunikasi yang buruk baik secara
tertulis dalam bentuk kertas resep maupun secara lisan (antara pasien, dokter dan
apoteker), 2) sistem distribusi obat yang kurang mendukung (sistem
komputerisasi, sistem penyimpanan obat, dan lain sebagainya), 3) sumber daya
manusia (kurang pengetahuan, pekerjaan yang berlebihan, dll), 4) edukasi kepada
pasien kurang, dan 5) peran pasien dan keluarganya kurang. Studi tahun 1993
sampai dengan 1998 yang dilaporkan FDA menyebutkan ME fatal yang paling
sering terjadi pada fase administrasi yaitu penggunaan obat dengan dosis yang
kurang sesuai (41%), salah obat dan rute pemberian sebanyak 16%.
9
B. Drug Therapy Problems
Tabel III. Penyebab-penyebab Drug Therapy Problems (DTP) (Strand et.al., 2004)
No. Jenis DTP Contoh Penyebab DTP
1
Ada indikasi tetapi tanpa
obat (need for
additional drug therapy)
• Timbulnya kondisi medis baru memerlukan tambahan obat baru • Kondisi kronis memerlukan terapi lanjutan terus-menerus • Kondisi yang memerlukan terapi kombinasi • Pasien potensial timbul kondisi medis baru yang perlu dicegah
atau terapi profilaksi.
2
Ada obat tanpa indikasi
(unnecessary therapy)
• Terapi yang diperoleh sudah tidak valid saat itu • Terapi dengan dosis toksik • Penyalahgunaan obat, merokok, dan alkohol • Terapi sebaiknya non-farmakologi • Polifarmasi yang sebaiknya terapi tunggal • Terapi efek samping akibat suatu obat yang sebenarnya dapat
digantikan dengan yang lebih aman
3 Pemilihan obat salah (wrong
drug)
• Obat yang digunakan bukan yang efektif / paling efektif • Pasien alergi atau kontraindikasi • Obat efektif tetapi relatif mahal atau bukan yang paling aman • Obat sudah resisten terhadap infeksi • Kondisi sukar sembuh dengan obat yang sudah pernah diperoleh
perlu mengganti obat • Kombinasi obat yang salah.
4 Dosis terlalu rendah (dose
too low)
• Dosis terlalu rendah • Waktu pemberian yang tidak tepat, misalnya profilaksis
antibiotika untuk operasi • Obat, dosis, rute, atau formulasi yang kurang sesuai untuk
pasien
5
Efek obat merugikan
(adverse drug reaction) dan interaksi obat
• Obat diberikan terlalu cepat • Risiko yang sudah teridentifikasi karena obat tertentu • Pasien alergi atau reaksi indiosinkrasi • Bioavalibilitas atau efek obat diubah oleh obat lain atau
makanan. • Interaksi obat karena induksi atau inhibisi enzim, penggeseran
dari tempat ikatan, atau dengan hasil laboratorium
6 Dosis terlalu
tinggi (dose too high)
• Dosis terlalu besar, kadar obat dalam plasma melebihi rentang terapi yang diharapkan
• Dosis dinaikkan terlalu cepat • Obat terakumulasi karena terapi jangka panjang • Obat, dosis, rute, atau formulasi yang kurang sesuai untuk
pasien • Dosis dan interval pemberian misalnya analgesik bila perlu
diberikan terus
7
Ketaatan pasien (compliance)/
gagal menerima obat
• Pasien gagal menerima obat yang sesuai karena medication error
• Pasien tidak menuruti aturan yang ditetapkan secara sengaja maupun karena tidak mengerti maksudnya
• Pasien tidak sanggup menebus obat karena biaya
10
Drug Therapy Problems adalah suatu permasalahan atau kejadian yang
tidak diharapkan atau yang kemungkinan akan dialami pasien selama proses terapi
akibat penggunaan obat, sehingga mengganggu tujuan terapi yang diinginkan.
Identifikasi Drug Therapy Problems merupakan fokus penentuan dan keputusan
akhir yang dibuat dalam tahapan proses pelayanan pasien. Drug Therapy
Problems merupakan konsekuensi dari kebutuhan akan obat yang kurang tepat,
yang juga merupakan sesuatu yang sentral dalam pharmaceutical care practice
(Cipolle and Strand, 2004).
C. Nausea dan Vomiting
Gambar 1. Anatomi Saluran Cerna (Stitham dan Mason, 2008)
1. Definisi
Nausea umumnya didefinisikan sebagai kecenderungan untuk
memuntahkan atau suatu perasaan di dalam kerongkongan maupun daerah
11
epigastrik yang menandakan akan segera terjadi muntah. Vomiting umumnya
didefinisikan sebagai pengeluaran atau semburan isi lambung melalui mulut yang
keluar secara paksa (DiPiro dan Taylor, 2005).
Nausea dan vomiting bukanlah suatu penyakit, melainkan suatu gejala
yang dapat menyertai berbagai kondisi. Nausea dan vomiting umumnya tidak
serius, namun ketika nausea dan vomiting diduga karena efek dari keracunan
ataupun terdapat ciri seperti vomiting lebih dari 24 jam, terdapat darah pada
muntahan, terjadi nyeri perut yang parah, vomiting disertai sakit kepala dan
kekakuan pada leher, atau adanya tanda-tanda terjadi dehidrasi, seperti mulut
kering, frekuensi berkemih kurang atau urin pekat, maka kejadian nausea dan
vomiting menjadi serius dan diperlukan penanganan yang lebih intensif (Anonim,
2008).
2. Etiologi
Nausea dan vomiting dapat terjadi dalam berbagai macam kondisi,
misalnya pada penyakit saluran cerna, infeksi, neurologi, ataupun penyakit
metabolik. Nausea dan vomiting dapat pula terjadi pada kondisi kehamilan,
cancer chemotherapy, serta pada pasien yang menggunakan obat-obat sitostatika.
Sebagai contoh, nausea dan vomiting terjadi pada 70% pasien dengan inferior
myocardial infarction atau diabetic ketoasidosis. Selain itu 80% - 90% terjadi
pada pasien dengan acute pancreatitis atau acute appendicitis.
Etiologi dari nausea dan vomiting dapat terjadi pada berbagai tingkatan
umur pasien. Sebagai contoh, vomiting pada bayi yang baru lahir selama hari
pertama kehidupan yang berkaitan dengan obstruksi saluran pencernaan atas atau
12
peningkatan tekanan intracranial. Penyakit lain pada anak yang bersamaan dengan
vomiting meliputi pyloric stenosis, duodenal ulcer, stress ulcer, Reye’s sindrom
yang biasanya diikuti dengan emesis secara terus menerus. Selain itu terdapat pula
obat yang dapat menginduksi terjadinya nausea dan vomiting, misalnya pada obat-
obat sitotoksik (DiPiro dan Taylor, 2005).
3. Patofisiologi
Tiga fase dari emesis meliputi nausea, reching, dan vomiting. Nausea
adalah kecenderungan untuk memutahkan. Reching adalah bekerjanya otot yang
berkenaan dengan dada dan perut sebelum terjadi vomiting. Fase terakhir dari
emesis adalah vomiting yang merupakan semburan isi lambung yang disebabkan
oleh retroperistalsis dari gastrointestinal (DiPiro dan Taylor, 2005).
4. Gambaran klinis
a. Umum
Tergantung pada tingkat keparahan gejala
b. Gejala
Pada kondisi sederhana, gejala akan sembuh dengan sendirinya, dapat
membaik secara spontan dan hanya membutuhkan terapi simtomatik. Akan tetapi,
pada keadaan kompleks, gejala tidak dapat membaik setelah pemberian
antiemetik. Dapt pula terjadi kemunduran secara progresif dengan terjadinya
ketidakseimbangan cairan elektrolit tubuh.
c. Tanda
13
Pada kondisi sederhana, penanda berupa keluhan tidak nyaman dari
pasien. Pada kondisi yang kompleks, dapat terjadi penurunan berat badan, demam,
maupun nyeri perut.
d. Test laboratorium
Tidak terdapat pemeriksaan laboratorium pada kondisi yang sederhana.
Pada kondisi kompleks, pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan adalah
konsentrasi serum elektrolit dan evaluasi gastrointestinal atas dan / atau bawah.
e. Informasi lain
Informasi lain yang diperlukan dalam kasus nausea dan vomiting adalah
jumlah pemasukan dan pengeluaran cairan, riwayat pengobatan, kebiasaan atau
perubahan yang tampak, seperti terjadinya sakit kepala, nyeri, ataupun stress
(DiPiro dan Taylor, 2005).
D. Penatalaksanaan Terapi
1. Tujuan terapi
a. meringankan atau menghilangkan gejala
b. mencegah keparahan
2. Sasaran terapi
Gejala nausea dan vomiting
3. Terapi
Menurut Lacy, Amstrong, Goldman dan Lance dalam Drug Information
Handbook edisi 14 tahun 2006, obat golongan antiemetik sangat bervariasi, yaitu
aprepitant, dexamethasone, dolasetron, dronabinol, droperidol, granisetron,
14
hydroxyzine, meclizine, metoclopramid, ondansetron, palonosetron,
prochloperazine, promethazine, dan trimethobenzamide.
Berdasarkan Formularium RS Bethesda Yogyakarta, obat golongan
antiemetik yang digunakan adalah :
Tabel IV. Obat Golongan Antiemetik berdasarkan Formularium RS Bethesda Yogyakarta
Jenis Obat Nama Obat metoclopramid Primperan® domperidon Vomitas® ; Vometa FT® ondansetron Narfoz® ; Zofran®
Pada tabel IV, V, dan VI, akan dipaparkan informasi mengenai obat
golongan antiemetik, dalam hal ini domperidon, metoclopramid, dan ondansetron.
Tabel V. Informasi mengenai domperidon sebagai Antiemetik berdasarkan British National Formulary
Variabel Informasi Indikasi nausea dan vomiting, dispepsia, GERD. Kontraindikasi Prolactinoma, penurunan fungsi hepar, berbahaya
ketika terjadi peningkatan motilitas gastrointestinal. Efek samping Efek ekstrapiramidal, peningkatan konsentrasi
prolaktin, ruam. Dosis Oral : dewasa lebih dari 35 kg, 10 – 20 mg, 3 – 4
ksli perhari. Rektal (supositoria) : dewasa lebih dari 35 kg, 60
mg, sehari dua kali. Interaksi obat • Analgesik : efek domperidon pada aktivitas di
gastrointestinal antagonis dengan analgesik narkotika ; domperidon meningkatkan absorpsi parasetamol (efek ditingkatkan)
• Antimuskarinik : efek domperidon pada aktivitas di gastrointestinal antagonis dengan antimuskarinik
• Dopaminergik : peningkatan resiko efek samping ekstrapiramidal ketika domperidon diberikan bersama amantadine, domperidon kemungkinan antagonis dengan efek prolactinaemic dari bromocriptine dan cabergoline
15
Tabel VI. Informasi mengenai metoclopramid sebagai Antiemetik berdasarkan Drug Information Handbook dan British National Formulary
Variabel Informasi Indikasi Terapi simtomatik pada diabetic gasric stasis, GERD.
Pencegahan dan / atau terapi nausea dan vomiting yang berhubungn dengan kemoterapi atau kondisi pasca operasi.
Faktor resiko kehamilan
B
Kontraindikasi Obstruksi gastrointestinal, perforasi satu hemoragi, 3-4 hari pasca pembedahan gastrointestinal, phaeochromocytoma, riwayat seizures.
Efek samping Kardiovaskuler, CNS, dematologi, endokrin dan metabolik, gastrointestinal, genitourinari, hematologi, hepatic, ocular, pernafasan.
Dosis GERD : oral : 10-15 mg/dosis, 4x/hari , 30 menit sebelum makan. Single dose 20 mg.
diabetic gasric stasis : oral : 10 mg, 30 menit sebelum makan. Injeksi (untuk kondisi parah) : 10 mg, 1-2 menit.
Emesis yang diinduksi kemoterapi : injeksi : 1-2 mg/kg, 30 menit sebelum kemoterapi, selanjutnya setiap 3 jam untuk 3 dosis.
Nausea dan Vomiting pasca operasi : injeksi : 10 – 20 mg sebelum operasi berakhir.
Interaksi obat • Analgesik : metoclopramid meningkatkan laju absorpsi aspirin (efek ditingkatkan) ; efek metoclopramid pada aktivitas di gastrointestinal antagonis dengan analgesik narkotika ; metoclopramid meningkatkan absorpsi parasetamol (efek ditingkatkan)
• Antimuskarinik : efek metoclopramid pada aktivitas di gastrointestinal antagonis dengan antimuskarinik
• Antipsikotik : peningkatan resiko efek samping ekstrapiramidal ketika metoclopramid diberikan bersama antipsikotik.
• Atovaquone : metoclopramid menurunkan konsentrasi plasma atovaquone.
• Ciclosporin : metoclopramid meningkatkan konsentrasi plasma ciclosporin.
• Dopaminergik : peningkatan resiko efek samping ekstrapiramidal ketika metoclopramid diberikan bersama amantadine
• Muscle relaxants : metoclopramid meningkatkan efek suxamethonium
• Tetrabenazine : peningkatan resiko efek samping ekstrapiramidal ketika metoclopramid diberikan bersama tetrabenazine.
16
Tabel VII. Informasi mengenai ondansetron sebagai Antiemetik berdasarkan Drug Information Handbook dan British National Formulary
Variabel Informasi Indikasi Pencegahan nausea dan vomiting berhubungan
dengan kemoterapi atau kondisi pasca operasi. Faktor resiko kehamilan B Efek samping Konstipasi, sakit kepala, seizures, nyeri dada,
arrythmias, hipotensi, dan bradikardi. Sediaan supositoria dapa mengiritasi rektal.
Dosis Pencegahan nausea dan vomiting karena kemoterapi sitotoksik : oral : 200 mg, satu jam sebelum terapi, injeksi : 200 mg, 30 detik, infus intravena : 100 mg 30 menit sebelum terapi.
Gambar 2. Bagan Titik Tangkap Mekanisme Aksi metoclopramid,
domperidon, dan ondansetron
Impuls afferent
Reseptor serotonergik Reseptor dopaminergik
Reseptor kolinergik
Reseptor histaminik
Reseptor opiatReseptor neurokinin Reseptor
benzodiazepin
Pusat sensor (chemoreseptor trigger zone (CTZ))
Impuls eferent
pusat saliva, faring, otot perut
menginduksi vomit
metoclopramid dan ondansetron
menghambat
metoclopramid dan domperidon
menghambat
17
E. Keterangan Empiris
Penelitian mengenai Evaluasi Masalah Utama Kejadian Medication
Errors (ME) Fase Administrasi dan Drug Therapy Problems (DTP) pada Pasien
RS Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008 (Kajian terhadap Penggunaan
Obat Golongan Antiemetik) dapat mengurangi kejadian ME dan DTP penggunaan
obat golongan antiemetik pada pasien di RS Bethesda Yogyakarta.
18
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian mengenai Evaluasi Masalah Utama Kejadian Medication
Errors dan Drug Therapy Problems pada Pasien RS Bethesda Yogyakarta Periode
Agustus 2008 (Kajian terhadap Penggunaan Obat Golongan Antiemetik)
merupakan jenis penelitian non eksperimental dengan rancangan deskriptif
evaluatif yang bersifat prospektif.
Rancangan penelitian deskriptif evaluatif karena mendeskripsikan atau
menggambarkan data yang diperoleh kemudian dievaluasi berdasarkan studi
pustaka dan hasilnya ditampilkan dalam bentuk tabel dan gambar. Penelitian ini
bersifat prospektif karena tidak mengambil data yang sudah ada, melainkan secara
langsung mengikuti keadaan kasus selama mendapatkan perawatan di RS dan
mengamati penggunaan obat pada pasien setelah keluar dari rumah sakit, yaitu
dilakukan dengan home visit (selama periode penelitian).
B. Definisi Operasional
1. Masalah utama adalah suatu hal yang merupakan penyebab utama terjadinya
ME fase administrasi dan DTP.
2. Drug Therapy Problems adalah setiap masalah yang ditemukan selama masa
pengobatan yang dapat mengganggu tercapainya tujuan terapi, dimana
batasan DTP yang dievaluasi pada penelitian ini meliputi perlu obat
19
tambahan, dosis terlalu rendah, efek samping obat dan interaksi obat, dosis
terlalu tinggi dan kepatuhan pasien (compliance).
3. Fase admistrasi (di rumah sakit) merupakan fase dimana obat yang ada di
bangsal diberikan oleh tenaga kesehatan terkait dan digunakan oleh pasien.
4. Fase administrasi (di tempat tinggal pasien) merupakan fase dimana obat
telah sampai kepada pasien dan digunakan di tempat tinggal pasien.
5. Periode Agustus 2008 pada penelitian ini dimulai dari tanggal 4 Agustus s.d.
4 September 2008.
6. Kasus dalam penelitian ini adalah pasien yang menerima resep dan
menggunakan obat golongan antiemetik dibangsal dewasa kelas III Rumah
Sakit Bethesda Yogyakarta periode Agustus 2008.
7. Lembar catatan medis adalah catatan pengobatan dan perawatan pasien yang
memuat data tentang karakteristik pasien meliputi usia, jenis kelamin, alamat,
diagnosis, instruksi dokter, catatan keperawatan, catatan penggunaan obat,
hasil laboratorium, lama perawatan, dan lembar resume pasien dewasa yang
menerima obat golongan antiemetik di RS Bethesda Yogyakarta periode
Agustus 2008.
8. Adverse drug reactions adalah efek samping obat yang timbul akibat terapi
obat yang tidak dapat dicegah kejadiannya.
9. Evaluasi dosis berdasarkan sumber referensi dari buku Drug Information
Handbook (Lacy, Armstrong, Goldman, dan Lance, 2006) dan British
National Formulary (Anonim, 2004).
20
10. Interaksi obat yang dilihat dalam penelitian ini adalah interaksi antar obat
dalam resep yang diberikan kepada pasien berdasarkan sumber referensi Drug
Interaction Fact (Tatro, 2001) dan British National Formulary 48 (Anonim,
2004).
11. Evaluasi kontraindikasi berdasarkan sumber referensi dari buku Drug
Information Handbook (Lacy, Armstrong, Goldman, dan Lance, 2006) dan
British National Formulary (Anonim, 2004).
12. Home visit adalah pengamatan penggunaan obat dan kondisi pasien setelah
keluar dari rumah sakit tanpa melakukan intervensi, yang dilakukan pada
pasien yang diberi dan kemudian menyetujui informed consent.
13. Aktual adalah kejadian ME fase administrasi atau DTP yang sudah benar-
benar terjadi.
14. Potensial adalah kejadian ME fase administrasi atau DTP yang belum tentu
terjadi, namun terdapat kecenderungan untuk terjadi.
C. Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel
independent yaitu masalah-masalah yang menyebabkan terjadinya ME fase
administrasi dan DTP.
D. Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah pasien yang dirawat inap di RS Bethesda
Yogyakarta periode Agustus 2008. Kriteria inklusi subyek penelitian adalah
21
pasien yang dirawat di bangsal dewasa kelas III RS Bethesda Yogyakarta yang
menerima terapi berupa obat golongan antiemetik pada bulan Agustus 2008.
Kriteria eksklusi subyek penelitian adalah pasien yang tidak bersedia melanjutkan
bekerja sama. Jumlah subyek penelitian yaitu 20-50 pasien (rawat inap) dan
minimal 20% dari jumlah subyek penelitian untuk pasien home visit. Pasien home
visit adalah pasien rawat inap yang sudah keluar dari rumah sakit dan diberi serta
menyetujui informed consent. Pemberian informed consent dipilih khusus pasien
yang bertempat tinggal di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, kecuali
Kabupaten Gunung Kidul. Khusus untuk subyek wawancara, selain pasien juga
meliputi dokter, perawat, dan apoteker yang ada di bangsal dewasa kelas III RS
Bethesda Yogyakarta.
E. Bahan Penelitian
Bahan penelitian yang digunakan adalah lembar catatan medis pasien yang
menerima terapi berupa obat golongan antiemetik dan dirawat di bangsal dewasa
kelas III RS Bethesda Yogyakarta Yogyakarta periode Agustus 2008 yang ditulis
oleh dokter, perawat, dan apoteker. Selain itu digunakan pula bahan penelitian
berupa hasil wawancara dengan pasien, dokter, perawat, dan apoteker.
F. Alat Penelitian
Pada penelitian ini menggunakan beberapa alat, yaitu : (1). Form
pemantauan pasien; (2). Form penggunaan obat pasien; (3). Panduan wawancara
terstruktur.
22
G. Lokasi Penelitian
Penelitian Evaluasi Masalah Utama Kejadian Medication Errors dan
Drug Therapy Problems pada Pasien Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode
Agustus 2008 (Kajian terhadap Penggunaan Obat Golongan Antiemetik)
dilakukan di bangsal dewasa kelas III (bangsal B, C, D, E, F, H, dan J) RS
Bethesda Yogyakarta untuk pasien rawat inap dan di tempat tinggal pasien untuk
pasien rawat jalan.
H. Tata Cara Pengumpulan Data
1. Tahap orientasi
Pada tahap ini dilakukan analisis situasi, yaitu presentasi dan diskusi
dengan tim patient safety RS Bethesda Yogyakarta, yang diwakili oleh seorang
dokter dan beberapa apoteker serta mencari informasi mengenai penggunaan obat
golongan antiemetik di bangsal dewasa kelas III RS Bethesda Yogyakarta. Tujuan
dari tahap orientasi ini adalah untuk memaparkan secara detail mengenai
penelitian yang akan dilakukan serta mencari teknis pengambilan data yang sesuai
agar tidak mengganggu aktivitas di bangsal tersebut. Pada tahap orientasi juga
dilakukan validasi bahasa terhadap pertanyaan-pertanyaan yang nantinya akan
digunakan dalam wawancara kepada dokter, perawat, apoteker, dan pasien.
2. Tahap pengambilan data
a. Pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan langsung kepada
pasien dan lembar catatan medis pasien. Data yang dikumpulkan meliputi
23
identitas, riwayat pengobatan yang sedang dilakukan, data medis berupa diagnosis
dan terapi, serta data tanda vital dan data laboratorium (Rovers et.al., 2003,
Tietze, 2004). Bila diperlukan data dapat dikonfirmasikan dengan wawancara
kepada pasien atau keluarga pasien dan/atau tenaga kesehatan terkait (dokter,
perawat, dan apoteker). Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini
merupakan teknik non-random (nonprobabilitas sampel) tipe consecutive
sampling.
b. Tahap wawancara
Pada proses ini dilakukan wawancara terhadap dokter, perawat, apoteker,
dan pasien / keluarga pasien. Data hasil wawancara digunakan sebagai data
penunjang untuk membantu mendeskripsikan hasil penelitian.
3. Tahap penyelesaian data
a. Pengolahan data
Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dengan beberapa
keterangan, yaitu identitas pasien meliputi nomor catatan medis dan umur; tanggal
masuk rumah sakit dan tanggal keluar rumah sakit; terapi obat yang diberikan
meliputi nama obat, rute pemberian, dan aturan pakai; data tanda vital; data
laboratorium; dan daftar penggunaan obat oleh pasien di bangsal dewasa kelas III
RS Bethesda Yogyakarta yang menerima obat golongan antiemetik. Data tersebut
digunakan untuk identifikasi ME fase administrasi dan DTP yang mungkin terjadi
dan juga untuk identifikasi masalah utama kejadian ME dan DTP.
24
b. Evaluasi data
Evaluasi kejadian ME fase administrasi dan DTP pada kasus di bangsal
dewasa kelas III RS Bethesda Yogyakarta berdasarkan Drug Information
Handbook (Lacy, Armstrong, Goldman, dan Lance, 2006), British National
Formulary 48, dan Drug Interaction Fact (Tatro, 2001).
I. Tata Cara Analisis Hasil
Data dibahas secara evaluatif dengan bantuan tabel atau gambar seperti
di bawah ini.
1. Persentase umur dikelompokkan menjadi dewasa (17 tahun – 64 tahun) dan
geriatri (≥ 65 tahun), dihitung dengan cara menghitung jumlah kasus pada
tiap kelompok dibagi jumlah keseluruhan kasus di bangsal dewasa kelas III
RS Bethesda Yogyakarta kemudian dikalikan 100%.
2. Persentase jenis kelamin dikelompokkan menjadi kasus dengan jenis kelamin
laki-laki dan perempuan, dihitung dengan cara menghitung jumlah kasus pada
tiap kelompok dibagi jumlah keseluruhan kasus di bangsal dewasa kelas III
RS Bethesda Yogyakarta kemudian dikalikan 100%.
3. Persentase pendidikan terakhir dihitung dengan cara menghitung jumlah
kasus pada tiap kelompok dibagi jumlah keseluruhan kasus di bangsal dewasa
kelas III RS Bethesda Yogyakarta kemudian dikalikan 100%.
4. Persentase jenis pekerjaan dihitung dengan cara menghitung jumlah kasus
pada tiap kelompok dibagi jumlah keseluruhan kasus di bangsal dewasa kelas
III RS Bethesda Yogyakarta kemudian dikalikan 100%.
25
5. Persentase jenis penyakit dihitung dengan cara menghitung jumlah kasus
pada tiap kelompok dibagi jumlah keseluruhan kasus di bangsal dewasa kelas
III RS Bethesda Yogyakarta kemudian dikalikan 100%.
6. Persentase jumlah obat keseluruhan dihitung dengan cara menghitung jumlah
kasus pada tiap kelompok dibagi jumlah keseluruhan kasus di bangsal dewasa
kelas III RS Bethesda Yogyakarta kemudian dikalikan 100%.
7. Persentase jenis obat golongan antiemetik dihitung dengan cara menghitung
jumlah kasus pada tiap kelompok dibagi jumlah keseluruhan kasus di bangsal
dewasa kelas III RS Bethesda Yogyakarta kemudian dikalikan 100%.
8. Persentase rute pemberian dihitung dengan ketentuan setiap temuan yang
didapat dihitung sebagai satu kasus. Masing-masing kelompok dihitung
dengan cara menghitung jumlah kasus yang ditemukan pada tiap kelompok
dibagi jumlah keseluruhan kasus di bangsal dewasa kelas III RS Bethesda
Yogyakarta kemudian dikalikan 100%.
9. Persentase aturan pakai dihitung dengan ketentuan setiap temuan yang
didapat dihitung sebagai satu kasus. Masing-masing kelompok dihitung
dengan cara menghitung jumlah kasus yang ditemukan pada tiap kelompok
dibagi jumlah keseluruhan kasus di bangsal dewasa kelas III RS Bethesda
Yogyakarta kemudian dikalikan 100%.
10. Persentase kejadian ME fase administrasi dihitung dengan ketentuan setiap
temuan yang didapat dihitung sebagai satu kasus. Masing-masing kelompok
dihitung dengan cara menghitung jumlah kasus yang ditemukan pada tiap
26
kelompok dibagi jumlah keseluruhan kasus di bangsal dewasa kelas III RS
Bethesda Yogyakarta kemudian dikalikan 100%.
11. Persentase kejadian DTP dihitung dengan ketentuan setiap temuan yang
didapat dihitung sebagai satu kasus. Masing-masing kelompok dihitung
dengan cara menghitung jumlah kasus yang ditemukan pada tiap kelompok
dibagi jumlah keseluruhan kasus di bangsal dewasa kelas III RS Bethesda
Yogyakarta kemudian dikalikan 100%.
J. Kesulitan Penelitian
Selama pengambilan data hingga pengolahan data, peneliti menemui
beberapa kesulitan, antara lain kurangnya pengalaman peneliti dalam membaca
tulisan dokter maupun perawat pada lembar catatan medis. Selain itu terdapat
beberapa istilah dalam lembar catatan medis yang tidak dimengerti oleh peneliti.
Kesulitan-kesulitan tersebut dapat diatasi dengan bantuan perawat maupun
apoteker yang ada di bangsal dewasa kelas III RS Bethesda Yogyakarta.
Kesulitan lain yang dihadapi oleh peneliti adalah saat mendeskripsikan
profil kasus dan profil terapi kasus serta proses evaluasi kejadian ME fase
administrasi dan DTP. Hal ini dikarenakan terdapat beberapa data yang tidak
lengkap dalam lembar catatan medis pasien, seperti diagnosa utama, dosis obat,
catatan perjalanan penyakit pasien, dan daftar pemberian obat.
27
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian mengenai Evaluasi Masalah Utama Kejadian Medication
Errors dan Drug Therapy Problems pada Pasien Rumah Sakit Bethesda
Yogyakarta Periode Agustus 2008 (Kajian Terhadap Penggunaan Obat Golongan
Antiemetik) ini merupakan bagian dari penelitian payung dengan judul ” Evaluasi
Masalah Utama Kejadian Medication Errors dan Drug Therapy Problems pada
Pasien Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008”. Penelitian
payung ini selain memuat subjudul kajian terhadap obat golongan antiemetik, juga
memuat tujuh subjudul lain yang masing-masing dikerjakan oleh peneliti yang
berbeda. Gambaran mengenai kedudukan penelitian ini dalam penelitian payung
dapat dilihat pada gambar 3.
Gambar 3. Bagan Kedudukan Penelitian Kajian Terhadap Penggunaan Obat
Golongan Antiemetik dalam Penelitian Payung
Evaluasi Masalah Kejadian Medication Errors dan Drug Therapy Problems pada Pasien Rumah Sakit
Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008
Obat Golongan Kardiovaskuler
Obat Golongan Serebrovaskuler
Obat Gangguan Sistem Saluran Urinari dan
Reproduksi
Obat Golongan Antiemetik
Obat Gangguan Alergi dan Sistem
Imun
Obat Gangguan Sistem Pernafasan
Obat Gangguan Sistem
Neuromuskular
Obat Golongan Endokrin
28
Pada penelitian ini akan dilakukan pengamatan mengenai profil kasus
yang menerima obat golongan antiemetik, profil terapi kasus yang menerima obat
golongan antiemetik, kejadian ME fase administrasi pada kasus yang menerima
obat golongan antiemetik, kejadian DTP pada kasus yang menerima obat
golongan antiemetik, dan akhirnya ditarik kesimpulan mengenai masalah utama
yang menyebabkan terjadinya ME fase administrasi dan DTP. Pada penelitian ini,
evaluasi dilakuan pada 23 kasus yang menerima obat golongan antiemetik dan
dirawat di bangsal dewasa kelas III RS Bethesda Yogyakarta serta 5 kasus home
visit yang menerima obat golongan antiemetik.
A. Profil Kasus yang Menerima Obat Golongan Antiemetik
Profil kasus di bangsal dewasa kelas III RS Bethesda Yogyakarta yang
menerima obat golongan antiemetik periode Agustus 2008 dapat dikelompokkan
berdasarkan umur, jenis kelamin, pendidikan terakhir, pekerjaan, dan diagnosis
utama.
1. Berdasarkan kelompok umur
Kasus yang menerima obat golongan antiemetik di bangsal dewasa kelas
III RS Bethesda Yogyakarta periode Agustus 2008 berusia antara 17 hingga 69
tahun. Berdasarkan DiPiro (2005), umur dapat dikelompokkan menjadi 3
kelompok besar, yaitu pediatri, dewasa, dan geriatri. Pada penelitian ini, umur
dikelompokkan menjadi 2 kelompok besar , yaitu dewasa (17 tahun - < 65 tahun)
dan geriatri (≥ 65 tahun). Seperti yang terlihat pada gambar 4, kasus yang
menerima obat golongan antiemetik lebih banyak pada kelompok umur dewasa,
29
yaitu sebanyak 20 kasus 87,0%, sedangkan kelompok umur geriatri sebanyak 3
kasus 13,0%.
Pada penelitian ini tidak dapat dihubungkan antara usia dengan
pemakaian obat golongan antiemetik. Hal ini dikarenakan tidak adanya perbedaan
penggunaan obat golongan antiemetik, baik dalam hal jenis obat, dosis, aturan
penggunaan maupun cara penggunaan pada tiap kelompok umur. Pengelompokan
berdasarkan umur ini hanya digunakan untuk menggambarkan profil kasus yang
menerima obat golongan antiemetik di bangsal dewasa kelas III RS Bethesda
Yogyakarta pada periode Agustus 2008.
Gambar 4. Persentase Kasus di Bangsal dewasa kelas III RS Bethesda
Yogyakarta Periode Agustus 2008 berdasarkan Kelompok Umur
2. Berdasarkan jenis kelamin
Kasus yang menerima obat golongan antiemetik di bangsal dewasa kelas
III RS Bethesda Yogyakarta periode Agustus 2008 dapat dikelompokkan
berdasarkan jenis kelaminnya, yaitu kelompok laki-laki dan kelompok
perempuan. Seperti yang terlihat pada gambar 5, kasus yang berjenis kelamin laki-
30
laki sebanyak 8 kasus atau 34,8% sedangkan yang berjenis kelamin perempuan
sebanyak 15 kasus atau 65,2%.
Pada penelitian ini tidak dapat dihubungkan antara jenis kelamin dengan
pemakaian obat golongan antiemetik. Hal ini dikarenakan tidak adanya perbedaan
penggunaan obat golongan antiemetik, baik dalam hal jenis obat, dosis, aturan
penggunaan maupun cara penggunaan pada kelompok laki-laki dan kelompok
perempuan. Pengelompokan berdasarkan jenis kelamin ini hanya digunakan untuk
menggambarkan profil kasus yang menerima obat golongan antiemetik di bangsal
dewasa kelas III RS Bethesda Yogyakarta pada periode Agustus 2008.
Gambar 5. Persentase Kasus di Bangsal dewasa kelas III RS Bethesda
Yogyakarta Periode Agustus 2008 berdasarkan Jenis Kelamin 3. Berdasarkan pendidikan terakhir
Kasus yang menerima obat golongan antiemetik di bangsal dewasa kelas
III RS Bethesda Yogyakarta periode Agustus 2008 dapat dikelompokkan
berdasarkan pendidikan terakhirnya, yaitu belum/tidak tamat SD, SD, SLTP,
SLTA, dan akademi / universitas. Seperti yang terlihat pada gambar 6, kasus yang
31
menerima obat golongan antiemetik paling banyak berpendidikan akhir SLTA,
yaitu 9 kasus atau 39,1%. Pengelompokan berdasarkan pendidikan terakhir ini
hanya digunakan untuk menggambarkan profil kasus yang menerima obat
golongan antiemetik di bangsal dewasa kelas III RS Bethesda Yogyakarta pada
periode Agustus 2008.
Gambar 6. Persentase Kasus di Bangsal dewasa kelas III RS Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008 berdasarkan Tingkat Pendidikan
Terakhir
4. Berdasarkan pekerjaan
Kasus yang menerima obat golongan antiemetik di bangsal dewasa kelas
III RS Bethesda Yogyakarta periode Agustus 2008 dapat dikelompokkan
berdasarkan jenis pekerjaannya, yaitu buruh, pegawai swasta, petani, PNS, dan
pelajar / mahasiswa. Seperti yang terlihat pada gambar 7, pekerjaan sebagai
pegawai swasta berjumlah paling banyak, yaitu sebanyak 6 kasus atau 26,1%,
namun dari data yang didapatkan, sebanyak 9 kasus atau 39,1% tidak
mencantumkan pekerjaannya. Pengelompokan berdasarkan pekerjaan ini hanya
32
digunakan untuk menggambarkan profil kasus yang menerima obat golongan
antiemetik di bangsal dewasa kelas III RS Bethesda Yogyakarta pada periode
Agustus 2008.
Gambar 7. Persentase Kasus di Bangsal dewasa kelas III RS Bethesda
Yogyakarta Periode Agustus 2008 berdasarkan Jenis Pekerjaan
5. Berdasarkan penyakit
Kasus yang menerima obat golongan antiemetik di bangsal dewasa kelas
III RS Bethesda Yogyakarta periode Agustus 2008 dapat dikelompokkan
berdasarkan jenis penyakitnya. Jenis penyakit dapat ditentukan dengan melihat
diagnosis yang ditentukan oleh dokter. Oleh sebab itu diperlukan pengelompokan
berdasarkan diagnosis terlebih dahulu. Pengelompokan berdasarkan diagnosis ini
dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu kasus dengan satu diagnosis, kasus
dengan dua diagnosis, dan kasus dengan tiga diagnosis. Seperti yang terlihat
dalam tabel VIII ditemukan paling banyak adalah kasus dengan satu diagnosis,
yaitu sebanyak 14 kasus atau 60,9%.
33
Tabel VIII. Pengelompokan Kasus di Bangsal dewasa kelas III RS Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008 berdasarkan Diagnosis
No. Diagnosis Jumlah Kasus
Dengan satu diagnosis 1. Squomosa Ca paru 1 2. Observasi Cephalgia 1 3. Ureterolithiasis Dekstra 1 4. Cholesystitis 1 5. Neuropati DM 1 6. Diabetes Melitus 1 7. Gastroenteritis Akut 3 8. CH decompisata 1 9. Gangren DM II,II,IV 1 10. Dispepsia 1 11. Hepatitis 1 12. Abdominal pain 1
Dengan dua diagnosis 1. Broncopneumonia kanan, TB paru 1 2. TB paru, Haemoptoe 1 3. Vomitas, Gangren diabetik 1 4. Peritonitis umum, Appendititis akut perforata 1 5. Rhinosinusitis, Hipertensi 1 6. Diabetes Melitus, Vulvo vaginitis 1 7. Observasi Febris, Dyspnea 1 8. Cedera kepala, Fraktur inferior os pubis sinistra 1
Dengan tiga diagnosis 1. Suspect hepatitis, Milena, Anemia 1
Gambar 8. Persentase Kasus di Bangsal dewasa kelas III RS Bethesda
Yogyakarta Periode Agustus 2008 berdasarkan Diagnosis
34
Pengelompokan berdasarkan jenis penyakit dilakukan dengan melihat
diagnosis utama. Apabila tidak ditemukan diagnosis utama, maka penentuan jenis
penyakit berdasarkan pada diagnosis sekunder. Berdasarkan data yang didapat,
obat golongan antiemetik diresepkan untuk kasus dengan jenis penyakit
kardiovaskuler, gangguan sistem saluran cerna, gangguan sistem pernafasan,
endokrin, neurologi, dan sistem saluran urinari. Seperti yang terlihat pada gambar
9, obat golongan antiemetik paling banyak diresepkan untuk kasus dengan jenis
penyakit gangguan sistem pencernaan, yaitu sebesar 10 kasus atau 43,5%.
Pengelompokan berdasarkan jenis penyakit ini hanya digunakan untuk
menggambarkan profil kasus yang menerima obat golongan antiemetik di bangsal
dewasa kelas III RS Bethesda Yogyakarta pada periode Agustus 2008.
Gambar 9. Persentase Kasus di Bangsal dewasa kelas III RS Bethesda
Yogyakarta Periode Agustus 2008 berdasarkan Jenis Penyakit
35
B. Profil Terapi Kasus yang Menerima Obat Golongan Antiemetik
Profil terapi kasus yang menerima obat golongan antiemetik di bangsal
dewasa kelas III RS Bethesda Yogyakarta periode Agustus 2008, dapat
digambarkan secara umum, yaitu dengan meninjau terapi obat secara keseluruhan
dan secara khusus, yaitu hanya meninjau terapi obat golongan antiemetik. Secara
umum profil terapi dapat digambarkan dengan melihat jumlah jenis obat yang
diberikan secara keseluruhan dan kelas terapi obat yang diterima oleh kasus,
sedangkan secara khusus dapat digambarkan dengan pengelompokan berdasarkan
jenis obat, rute pemberian, serta aturan pakai. Aturan pakai yang dimaksud
meliputi dosis/kekuatan obat dan frekuensi penggunaan obat.
1. Profil terapi secara umum
Profil terapi secara umum di sini dapat digambarkan dengan melihat
jumlah jenis obat keseluruhan yang diberikan, seperti pada tabel IX.
Tabel IX. Pengelompokan Kasus di Bangsal dewasa kelas III RS Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008 berdasarkan Jumlah Jenis Obat
Keseluruhan yang Diterima Jumlah Jenis Obat Jumlah Kasus (n=23) Persentase (%)
4 2 8,75 3 13,16 0 0,07 0 0,08 3 13,19 1 4,310 2 8,711 2 8,712 4 17,513 1 4,314 1 4,315 2 8,716 1 4,317 0 0,018 0 0,019 0 0,020 1 4,3
36
Profil terapi secara umum juga dapat digambarkan dengan melihat kelas
terapi obat yang diterima oleh kasus. Penggolongan kelas terapi ini berdasarkan
atas MIMS Petunjuk Konsultasi edisi 7 2007/2008.
a. Antiinfeksi
Tabel X. Golongan dan Jenis Obat Antiinfeksi yang Diterima oleh Kasus No. Golongan Antiinfeksi Jenis Obat Jumlah
(n=23) Persentase
(%) Antibakteri 1. Aminoglikosida amikasin 2 8,7
gentamicin 1 4,3netilmicin 1 4,3
2. Sefalosporin cefixime 3 13,0ceftazidime 6 26,1cefaclor 1 4,3cefadroxil 1 4,3ceftriaxone 4 17,4cefazolin 1 4,3
3. Kuinolon moxifloxacin 2 8,7ofloxacin 4 17,4ciprofloxacin 1 4,3levofloxacin 2 8,7
4. Kloramfenikol kloramfenikol 2 8,7thiamphenicol 1 4,3
5. Antibiotika golongan lain
klindamicin 1 4,3fosmicin Na 1 4,3
Antifungi 1. itraconazol 1 4,3Antiamuba 1. metronidazol 3 13,0
b. Kortikosteroid
Tabel XI. Golongan dan Jenis Obat Kortikosteroid yang Diterima oleh Kasus No. Golongan Obat Jenis Obat Jumlah
(n=23) Persentase
(%) 1. Kortikosteroid metilprednisolone 2 8,7
dexamethasone 4 17,4 c. Antihistamin
Tabel XII. Golongan dan Jenis Obat Antihistamin yang Diterima oleh Kasus No. Golongan Obat Jenis Obat Jumlah
(n=23) Persentase
(%) 1. Antihistamin non sedatif cetirizine 1 4,3
37
d. Obat gangguan saluran cerna
Tabel XIII. Golongan dan Jenis Obat Gangguan Saluran Cerna yang Diterima oleh Kasus
No. Golongan Obat Jenis Obat Jumlah (n=23)
Persentase (%)
1. Antasida, Antiulserasi ranitidin 21 91,3sucralfat 1 4,3Polycrol® 1 4,3rebamipide 1 4,3omeprazol 7 30,4
2. Antiemetik metoclopramid 16 69,6domperidon 19 82,6ondansetron 1 4,3
3. Antispasmodik Spasmium® 2 8,7atropin 1 4,3
4. Digestan Enzyplex® 2 8,75. Antidiare Arcapec® 4 17,4
loperamid 2 8,76. Preparat anorektal Ultraproct® 2 8,7
Ultraproct N® 1 4,37. Hepatik protektor Curliv Plus® 2 8,7
Lesichol® 1 4,3 e. Obat gangguan saluran pernafasan
Tabel XIV. Golongan dan Jenis Obat Gangguan Saluran Pernafasan yang Diterima oleh Kasus
No. Golongan Obat Jenis Obat Jumlah (n=23)
Persentase (%)
1. Antitusif dextromethorphan 2 8,72. Mukolitik N-asetilsistein 1 4,3
ambroxol 2 8,73. Nasal dekongestan Rhinofed® 1 4,3
Triamcinolone acetonide 1 4,34. Preparat antiasma procaterol 1 4,3
Combivent® 2 8,7fluticasone propionat 2 8,7teofilin 1 4,3
5. Obat antituberkulosis
rifampisisn 1 4,3isoniazid 1 4,3pyrazinamid 1 4,3ethambutol 1 4,3FDC 1 4,3
38
f. Obat gangguan saluran urinari
Tabel XV. Golongan dan Jenis Obat Gangguan Saluran Urinari yang Diterima oleh Kasus
No. Golongan Obat Jenis Obat Jumlah (n=23)
Persentase (%)
1. Obat saluran kemih Tonar® 1 4,3
g. Obat sistem kardiovaskuler
Tabel XVI. Golongan dan Jenis Obat Sistem Kardiovaskuler yang Diterima oleh Kasus
No. Golongan Obat Jenis Obat Jumlah (n=23)
Persentase (%)
1. Glikosida jantung digoxin 1 4,32. Antiangina ISDN 3 13,03. ACE inhibitor lisinopril 2 8,7
amlodipin 1 4,34. Beta bloker propranolol 1 4,35. Diuretik furosemid 1 4,3
spironolacton 2 8,76. Vasodilatasi perifer dan
aktivator serebral citicolin 1 4,3Gingkan® 1 4,3
7. Hemostatik asam tranexamin 2 8,7karbazokrom Na sulfonat
2 8,7
flunarizin 1 4,38. Antikoagulan, antiplatelet,
dan fibrinolitik cilostazol 2 8,7asetosal 2 8,7
9. Hematopoietik pentoxifilin 1 4,3 h. Obat sistem endokrin dan metabolik
Tabel XVII. Golongan dan Jenis Obat Sistem Endokrin dan Metabolik yang Diterima oleh Kasus
No. Golongan Obat Jenis Obat Jumlah (n=23)
Persentase (%)
1. Antidiabetik oral metformin 2 8,7 acarbose 3 13,0 glimepirid 3 13,0 glikuidon 1 4,3 gliclazide 1 4,3 Mixtard® 1 4,32. Insulin insulin 4 17,43. Antihiperlipidemik simvastatin 1 4,3
39
i. Obat sistem neuromuskular
Tabel XVIII. Golongan dan Jenis Obat Sistem Neuromuskular yang Diterima oleh Kasus
No. Golongan Obat Jenis Obat Jumlah (n=23)
Persentase (%)
1. Analgesik dan antipiretik parasetamol 12 52,2 Cetalgin® 1 4,3 asam mefenamat 1 4,3 Yekalgin® 2 8,7 DoloScanneuron® 2 8,7 Sistenol® 1 4,32. Analgesik antiinflamasi meloxicam 2 8,7 ketoprofen 3 13,0 dexketoprofen 2 8,7 ketorolac 9 39,1 Oste® 1 4,3 celecoxib 1 4,3 Zaldiar® 1 4,33. Preparat Gout Allopurinol® 1 4,34. Ansiolitik diazepam 1 4,3 alprazolam 1 4,35. Antidepresan fluoxetine 1 4,36. Nootropik dan neurotonik sulbutiamin 1 4,3 mecobalamin 1 4,37. Preparat antimigren Bellaphen® 1 4,38. Analgesik opioid codein 1 4,3
j. Obat gizi dan darah
Tabel XIX. Golongan dan Jenis Obat Gizi dan Darah yang Diterima oleh Kasus
No. Golongan Obat Jenis Obat Jumlah (n=23)
Persentase (%)
1. Antianemia Hemobion® 2 8,7 2. Vitamin Neurobion® 1 4,3
Neurosanbe® 1 4,3vitamin K 1 4,3
3. Multivitamin Lipofood® 1 4,3Multivitaplex® 1 4,3Noros® 1 4,3
4. Nutrisi Venofer® 1 4,35. Suplemen dan terapi
penunjang Curcuma® 2 8,7 Q-Ten® 1 4,3 Legres® 1 4,3
6. Elektrolit dan mineral Aspar-K® 1 4,3KCL 1 4,3
40
k. Lain-lain
Tabel XX. Daftar Obat Golongan Lain-Lain yang Diterima oleh Kasus No. Jenis Obat Jumlah Persentase
(%) 1. duradril 3 13,02. HP Pro 1 4,33. zypraz 1 4,34. vertivom 1 4,35. disadrin 1 4,36. stirizime 1 4,37. gynofort 1 4,38. ultracet 1 4,39. gracef 1 4,310. rims 1 4,3
2. Profil terapi secara khusus
a. Berdasarkan jenis obat
Pengelompokan berdasarkan jenis obat pada kasus yang menerima obat
golongan antiemetik dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu satu jenis obat
golongan antiemetik dan dua jenis obat golongan antiemetik. Jenis obat golongan
antiemetik yang diberikan di bangsal dewasa kelas III RS Bethesda Yogyakarta
meliputi domperidon, metoclopramid, dan ondansetron.
Pengelompokan berdasarkan jenis obat ini didasarkan pada nama generik
obat, sehingga apabila dalam satu kasus ditemukan penggunaan obat dengan nama
generik yang sama, maka jenis obat dianggap satu macam. Pada penelitian ini
kasus yang menerima satu jenis obat golongan antiemetik lebih banyak, yaitu 16
kasus atau 69,6%, sedangkan kasus yang menerima 2 jenis obat golongan
antiemetik sebanyak 7 kasus atau 30,4%. Pada kasus yang menerima satu jenis
obat golongan antiemetik, metoclopramid dan domperidon sama-sama digunakan
pada 8 kasus atau 34,8%.
41
Gambar 10. Persentase Kasus di Bangsal dewasa kelas III RS Bethesda
Yogyakarta Periode Agustus 2008 berdasarkan Jenis Obat
Tabel XXI. Pengelompokan Kasus di Bangsal dewasa kelas III RS Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008 berdasarkan Jenis Obat
No. Jenis Obat Jumlah Kasus (n=23) Persentase (%)
Menerima satu jenis obat 1. metoclopramid 8 34,8 2. domperidon 8 34,8 3. ondansetron 0 0,0
Menerima dua jenis obat 1. domperidon + ondansetron 1 4,3 2. metoclopramid + domperidon 6 26,1
b. Berdasarkan rute pemberian
Pengelompokan berdasarkan rute pemberian obat pada kasus yang
menerima obat golongan antiemetik dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu
secara non-parenteral dan secara parenteral.
Tabel XXII. Pengelompokan Kasus di Bangsal dewasa kelas III RS Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008 berdasarkan Rute
Pemberian Obat No. Rute Pemberian Jumlah Kasus (n=23) Persentase (%)
Non parenteral 1. metoclopramid 4 17,42. domperidon 14 60,93. ondansetron 1 4,3
Parenteral 1. metoclopramid 12 52,22. domperidon 1 4,33. ondansetron 0 0,0
42
Pada pengelompokan berdasakan rute pemberian, jika dalam satu kasus
terdapat obat dengan nama generik yang sama namun rute pemberiannya berbeda,
maka perhitungan jumlah kasusnya tetap dicantumkan sendiri-sendiri. Seperti
yang terlihat pada tabel XXII, obat golongan antiemetik secara non parenteral
lebih banyak digunakan, yaitu sebanyak 19 kasus atau 82,6%, sedangkan
penggunaan secara parenteral sebanyak 13 kasus atau 56,5%. Pada peemberian
secara non parenteral, domperidon paling sering digunakan, yaitu sebanyak 14
kasus atau 60,9%, sedangkan pada pemberian secara parenteral, metoclopramid
yang paling banyak digunakan, yaitu sebanyak 12 kasus atau 52,2%.
c. Berdasarkan aturan pakai
Tabel XXIII. Pengelompokkan Kasus di Bangsal dewasa kelas III RS Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008 berdasarkan Kekuatan Obat
dan Frekuensi Penggunaan Nama dan Dosis Obat Frekuensi Jumlah
Kasus Persentase
(%) metoclopramid
10 mg 3x1 4 17,410 mg/2ml 1 amp (single dose) 3 13,010 mg/2ml 2x1 8 34,810 mg/2ml bila perlu 1 4,3
domperidon 10 mg 3x1 17 73,910 mg 1x1 1 4,3
ondansetron 4 mg 2x1 1 4,38 mg 2x1 1 4,3
Pengelompokan berdasarkan aturan pakai meliputi dosis / kekuatan obat,
frekuensi pemakaian obat. Pengelompokkan berdasarkan aturan pakai ini
digunakan untuk menggambarkan profil penggunaan obat golongan antiemetik
oleh kasus . Pada pengelompokan berdasakan aturan pakai, jika dalam satu kasus
terdapat obat dengan nama generik yang sama namun dosis dan atau frekuensi
43
pemberiaannya berbeda, maka perhitungan jumlah kasusnya tetap dicantumkan
sendiri-sendiri.
C. Evaluasi Medication Errors (ME) Fase Administrasi
Proses evaluasi ME pada kasus yang menerima obat golongan antiemetik
di RS Bethesda Yogyakarta periode Agustus 2008 dilakukan secara prospektif
dengan mengamati penggunaan obat oleh pasien, baik ketika pasien di rawat di
bangsal dewasa kelas III RS Bethesda Yogyakarta maupun di tempat tinggal
pasien ketika dilakukan home visit. Identifikasi ME hanya dilakukan pada fase
administrasi dan hanya pada obat-obat golongan antiemetik.
Gambar 11. Persentase Kejadian ME pada Kasus di Bangsal dewasa kelas
III RS Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008
Berdasarkan hasil evaluasi terjadinya ME, dari 23 kasus yang dievaluasi
terdapat 5 kasus atau 21,7% yang tidak terjadi ME dan 18 kasus atau 78,3% yang
terjadi ME. Hasil evaluasi ME yang terjadi meliputi administration errors
sebanyak 8 kasus atau 34,8%, dosis keliru sebanyak 8 kasus atau 34,8%, salah
menulis instruksi sebanyak 1 kasus atau 4,3%, instruksi verbal dijalankan keliru
sebanyak 1 kasus atau 4,3%, dan kontraindikasi sebanyak 5 kasus atau 21,7%.
44
Kejadian ME yang ditemukan, semuanya terjadi saat pasien masih dirawat di
bangsal dewasa kelas III RS Bethesda Yogyakarta. Berdasarkan hasil evaluasi
ME, diketahui pula bahwa dari 23 kasus, terdapat 34,8% yang berpotensi
mengalami kejadian ME dan 65,2% kasus yang secara aktual mengalami kejadian
ME.
Tabel XXIV. Pengelompokkan Kejadian ME di Bangsal dewasa kelas III RS Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008
Jenis ME Jumlah Kasus Persentase (%) Administration error 8 34,8Dosis keliru 8 34,8Salah menulis instruksi 1 4,3Instruksi verbal dijalankan keliru 1 4,3Kontraindikasi 5 21,7
1. ME administration error
Kejadian ME administration error dapat menyebabkan kerugian bagi
pasien, misalnya efek terapi obat menjadi kurang optimal.
Tabel XXV. Kelompok Kasus ME Administration Error pada Kasus di Bangsal dewasa kelas III RS Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008 Kasus Kejadian ME Sifat ME Kategori
ME
1 Pada tanggal 12 Agustus 2008 kasus mengalami mual namun berdasarkan daftar pemberian obat, obat golongan antiemetik tidak diberikan.
Potensial A
2 Pada tanggal 24 Agustus 2008 kasus mengalami mual dan muntah namun berdasarkan daftar pemberian obat, obat golongan antiemetik tidak diberikan.
Potensial A
3 Pada tanggal 28 Agustus 2008 kasus mengalami mual, namun berdasarkan daftar pemberian obat, obat golongan antiemetik tidak diberikan.
Potensial A
6 Pada tanggal 25 Agustus 2008 kasus mengalami mual dan muntah namun berdasarkan daftar pemberian obat, obat golongan antiemetik tidak diberikan.
Potensial A
13 Pada tanggal 13 Agustus 2008 kasus mengalami mual namun berdasarkan daftar pemberian obat, obat golongan antiemetik tidak diberikan.
Potensial A
16 Pada tanggal 17 Agustus 2008 kasus mengalami mual namun berdasarkan daftar pemberian obat, obat golongan antiemetik tidak diberikan.
Potensial A
17 Pada tanggal 16 Agustus 2008 kasus mengalami mual namun berdasarkan daftar pemberian obat, obat golongan antiemetik tidak diberikan.
Potensial A
20 Pada tanggal 19 Agustus 2008 kasus mengalami mual namun berdasarkan daftar pemberian obat, obat golongan antiemetik tidak diberikan.
Potensial A
45
Kejadian ME administration error pada kasus 1, 2, 3, 6, 13, 16, 17,dan
20 adalah tidak adanya keterangan pada daftar pemberian obat, apakah obat
golongan antiemetik yang bersangkutan telah diberikan atau belum. Terdapat dua
kemungkinan yang dapat terjadi di sini, yaitu kemungkinan pertama adalah pada
kasus-kasus ini obat golongan antiemetik memang tidak diberikan. Jika
kemungkinan ini terjadi maka dapat merugikan kasus karena pada saat itu kasus
sedang mengalami mual dan / atau muntah sehingga membutuhkan obat golongan
antiemetik. Kemungkinan kedua yang dapat terjadi adalah pada kasus-kasus ini
obat golongan antiemetik sebenarnya diberikan, namun terdapat ketidakberesan
dalam pencatatan daftar pemberian obat. Jika kemungkinan ini terjadi, maka
pemberian obat golongan antiemetik dapat saja menjadi double bila tidak ada
koordinasi antara tenaga kesehatan (dalam hal ini perawat) satu dengan yang lain.
Kejadian ME administration error pada kasus-kasus ini bersifat potensial, karena
kejadian ME administration error ini belum tentu terjadi. Pada penelitian ini
terdapat 34,8% kasus yang berpotensi mengalami ME administration error
dengan kategori A .
2. ME dosis keliru
Medication error dosis terlalu rendah dapat menyebabkan efek terapi
yang diharapkan menjadi kurang optimal. Berdasarkan British National
Formulary, metocloparamid injeksi diberikan 3 kali 1 ampul (10 mg/2 ml) per-
hari, namun pada kasus 4, 5, 8, 10, 11, 12, 16, dan 19, metoclopramid injeksi
hanya diberikan 2 kali 1 ampul (10 mg/2 ml) per-hari. Kejadian ME dosis keliru
pada kasus-kasus ini bersifat aktual, karena kejadian ME dosis keliru ini sudah
46
benar-benar terjadi. Kategori C yang dimaksud di sini adalah obat mencapai
pasien dan sudah terlanjur diminum / digunakan. Pada penelitian ini terdapat
34,8% kasus yang secara aktual mengalami ME dosis keliru dengan kategori C .
Tabel XXVI. Kelompok Kasus ME Dosis Keliru pada Kasus di Bangsal dewasa kelas III RS Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008
Kasus Kejadian ME Sifat ME Kategori ME
4, 5, 8, 10, 11, 12, 16, 19
Pemberian metoclopramid injeksi kurang tepat karena dosis yang diberikan kurang dari dosis yang seharusnya diberikan, yaitu 3x/hari 1 ampul (10 mg/2 ml). Kasus 4, 5, 8, 10, 11, 12, 16, 19 hanya mendapatkan 1 ampul (10 mg/2 ml) 2x/hari.
aktual C
3. ME salah menulis instruksi
Medication error salah menulis instruksi dapat menyebabkan terjadinya
ME lain, misalnya administration error. Oleh sebab itu menulisan instruksi
penggunaan obat baik pada etiket maupun pada form daftar pemberian obat harus
benar-benar diperhatikan.
Tabel XXVII. Kelompok Kasus ME Salah Menulis Instruksi pada Kasus di Bangsal dewasa kelas III RS Bethesda Yogyakarta Periode Agustus
2008 Kasus Kejadian ME Sifat ME Kategori
ME
3
Metoclopramid (dalam hal ini Primperan®) seharusnya diberikan ½ jam sebelum makan,namun instruksi yang tertulis pada daftar pemberian obat metoclopramid diberikan saat makan.
Aktual C
Pada penelitian ini ME salah menulis instruksi terjadi pada 1 kasus, yaitu
pada kasus 3. Pada kasus ini terjadi kesalahan menulis instruksi pada daftar
pemberian obat. Kesalahan menulis instruksi pada daftar pemberian obat sangat
memungkinkan terjadinya ME administration error. Kategori C yang dimaksud di
sini adalah obat mencapai pasien dan sudah terlanjur diminum / digunakan.
Kejadian ME salah menulis instruksi pada kasus 3 ini bersifat aktual, karena
kejadian ME salah menulis instruksi ini sudah benar-benar terjadi. Pada
47
penelitian ini terdapat 4,3% kasus yang secara aktual mengalami ME salah
menulis instruksi dengan kategori C .
4. ME instruksi verbal dijalankan keliru
Pada penelitian ini ME instruksi verbal dijalankan keliru terjadi pada
kasus 11. Pada kasus ini obat (domperidon) digunakan setelah makan oleh pasien,
padahal instruksi penggunaan obat 15-30 menit sebelum makan. Kategori C yang
dimaksud di sini adalah obat mencapai pasien dan sudah terlanjur diminum /
digunakan. Kejadian ME instruksi verbal dijalankan keliru pada kasus 11 ini
bersifat aktual, karena kejadian ME instruksi verbal dijalankan keliru ini sudah
benar-benar terjadi. Pada penelitian ini terdapat 4,3% kasus yang secara aktual
mengalami ME instruksi verbal dijalankan keliru dengan kategori C .
Tabel XXVIII. Kelompok Kasus ME Instruksi Verbal Dijalankan Keliru pada Kasus di Bangsal dewasa kelas III RS Bethesda Yogyakarta Periode
Agustus 2008 Kasus Kejadian ME Sifat ME Kategori
ME
11 Pasien menggunakan domperidon setelah makan, padahal instruksi penggunaan domperidon adalah 15-30 menit sebelum makan.
Aktual C
5. ME kontraindikasi
Pada penelitian ini ME kontraindikasi terjadi pada lima kasus.
Berdasarkan British National Formulary, domperidon kontraindikasi pada pasien
dengan gangguan fungsi hati, namun pada kasus 7, 14, 20, dan 21, domperidon
tetap diberikan pada pasien yang mengalami ketidaknormalan angka SGOT/SGPT
yang merupakan penanda fungsi hati. Selain itu, kontraindikasi juga terjadi pada
kasus 8, yaitu metoclopramid diberikan 2 hari post-appendectomy padahal
metoclopramid kontraindikasi pada pasien yang 3-4 hari post-operasi
48
gastrointestinal. Kejadian ME kontraindikasi pada kasus-kasus ini bersifat aktual,
karena kejadian ME instruksi verbal dijalankan keliru ini sudah benar-benar
terjadi.Pada penelitian ini terdapat 21,7% kasus yang secara aktual mengalami
ME kontraindikasi dengan kategori D.
Tabel XXIX. Kelompok Kasus ME Kontraindikasi pada Kasus di Bangsal dewasa kelas III RS Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008
Kasus Kejadian ME Sifat ME Kategori ME
7
Berdasarkan data hasil laboratorium, pada kasus terdapat ketidaknormalan pada angka SGPT/SGOT yang merupakan penanda fungsi hati. Domperidon kontraindikasi pada gangguan fungsi hati.
Aktual D
8 metoclopramid kontraindikasi pada pasien yang 3-4 hari post-operasi gastrointestinal. Pada kasus ini metoclopramid diberikan 2 hari post-appendectomy.
Aktual D
14
Berdasarkan data hasil laboratorium, pada kasus terdapat ketidaknormalan pada angka SGPT/SGOT yang merupakan penanda fungsi hati. Domperidon kontraindikasi pada gangguan fungsi hati.
Aktual D
20
Berdasarkan data hasil laboratorium, pada kasus terdapat ketidaknormalan pada angka SGPT/SGOT yang merupakan penanda fungsi hati. Domperidon kontraindikasi pada gangguan fungsi hati.
Aktual D
21
Berdasarkan data hasil laboratorium, pada kasus terdapat ketidaknormalan pada angka SGPT/SGOT yang merupakan penanda fungsi hati. Domperidon kontraindikasi pada gangguan fungsi hati.
Aktual D
D. Evaluasi Drug Therapy Problems (DTP)
Proses evaluasi DTP pada kasus yang menerima obat golongan
antiemetik di bangsal dewasa kelas III RS Bethesda Yogyakarta periode Agustus
2008 dilakukan dengan penelusuran pustaka. Evaluasi DTP hanya dilakukan pada
obat-obat golongan antiemetik saja. Jenis DTP yang ditemukan pada penelitian ini
adalah perlu obat tambahan, dosis terlalu rendah, efek samping obat (ADR) dan
interaksi obat, dosis terlalu tinggi dan kepatuhan pasien (compliance).
Berdasarkan hasil evaluasi terjadinya DTP, dari 23 kasus yang dianalisis
terdapat 9 kasus atau 39,1% yang tidak terjadi DTP dan 14 kasus atau 60,9%
49
yang terjadi DTP. Jumlah DTP yang terjadi pada setiap kasus juga berbeda-beda,
ada yang satu jenis DTP, dua jenis DTP, tiga jenis DTP, dan lima jenis DTP per
kasus. Hasil evaluasi DTP yang terjadi meliputi perlu obat tambahan sebanyak 1
kasus atau 4,3%, dosis terlalu rendah sebanyak 8 kasus atau 34,8%, interaksi obat
sebanyak 12 kasus atau 52,2% dan compliance sebanyak 2 kasus atau 8,7%.
Kejadian DTP yang ditemukan, semuanya terjadi saat pasien masih dirawat di
bangsal dewasa kelas III RS Bethesda Yogyakarta, kecuali kejadian DTP
compliance pada kasus 13 terjadi saat pasien sudah berada di rumah.
Gambar 12. Persentase Kejadian DTP pada Kasus di Bangsal dewasa kelas
III RS Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008
Tabel XXX. Pengelompokkan Kejadian DTP pada Kasus di Bangsal dewasa kelas III RS Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008
Jenis DTP Jumlah Kasus Persentase (%) Perlu obat tambahan 1 4,3Dosis terlalu rendah 8 34,8Interaksi obat 12 52,2Compliance 2 8,7
50
1. DTP perlu obat tambahan
Terjadinya DTP perlu obat tambahan dapat merugikan kasus. Hal ini
dikarenakan kasus dapat saja mengalami dehidrasi apabila kejadian mual dan
muntah ini terus berlangsung tanpa pemberian obat golongan antiemetik.
Tabel XXXI. Kelompok Kasus DTP Perlu Obat Tambahan pada Kasus di Bangsal dewasa kelas III RS Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008
Kasus Penilaian Rekomendasi 7 Pasca operasi (cholesistoctomy) tanggal 2
September 2008 kasus mengalami mual dan muntah, namun kasus tidak diberi obat golongan antiemetik.
Pemberian obat golongan antiemetik, misalnya metoclopramid injeksi 1-2 ampul (10mg/2ml) mendekati operasi berakhir.
2. DTP dosis terlalu rendah
Tabel XXXII. Kelompok Kasus DTP Dosis Terlalu Rendah pada Kasus di Bangsal dewasa kelas III RS Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008 Kasus Obat Penilaian Rekomendasi
4, 5, 8, 10, 11, 12, 16, 19
metoclopramid Pemberian metoclopramid injeksi kurang tepat karena dosis yang diberikan kurang dari dosis yang seharusnya diberikan, yaitu 3x/hari 1 ampul (10 mg/2 ml). Kasus 4, 5, 8, 10, 11, 12, 16, 19 hanya mendapatkan 1 ampul (10 mg/2 ml) 2x/hari.
Dosis metoclopramid injeksi dinaikkan sesuai dengan dosis yang seharusnya diberikan.
Terjadinya DTP dosis terlalu rendah dapat menyebabkan efek terapi yang
diharapkan menjadi kurang optimal. Berdasarkan British National Formulary,
metocloparamid injeksi diberikan 3 kali 1 ampul (10 mg/2 ml) per-hari, namun
pada kasus 4, 5, 8, 10, 11, 12, 16, dan 19, metoclopramid injeksi hanya diberikan
2 kali 1 ampul (10 mg/2 ml) per-hari.
3. DTP interaksi obat
Terjadinya DTP interaksi obat dapat menyebabkan terapi menjadi tidak
optimal, misalnya dengan adanya penurunan absorpsi suatu obat oleh obat lain
dan menurunnya kadar plasma suatu obat karena berinteraksi dengan obat lain.
Pada beberapa kasus, terdapat pula interaksi obat yang dapat merugikan kasus,
51
misalnya peningkatkan sifat hepatotoksik dari parasetamol karena berinteraksi
dengan fenobarbital.
Tabel XXXIII. Kelompok Kasus DTP Interaksi Obat pada Kasus di Bangsal dewasa kelas III RS Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008
Kasus Jenis Obat Penilaian Rekomendasi 3 metoclopramid
dan codein Berdasarkan British National Formulary metoclopramid berinteraksi dengan codein. codein akan menurunkan efek dari metoclopramid.
Mengatur waktu pemberian metoclopramid dan codein agar tidak bersamaan.
4, 5, 9, 11, 16
metoclopramid dan parasetamol
Berdasarkan British National Formulary metoclopramid berinteraksi dengan parasetamol. metoclopramid akan meningkatkan absorpsi parasetamol.
Mengatur waktu pemberian metoclopramid dan parasetamol agar tidak bersamaan.
7, 15, 16, 21 domperidon dan parasetamol
Berdasarkan British National Formulary domperidon berinteraksi dengan parasetamol. domperidon akan meningkatkan absorpsi parasetamol.
Mengatur waktu pemberian domperidon
dan parasetamol agar tidak bersamaan.
11 metoclopramid dan digoxin
Berdasarkan Drug Interaction Facts metoclopramid berinteraksi dengan digoxin dengan tingkat signifikasi 2. metoclopramid dapat menurunkan kadar digoxin dalam plasma sehingga menurunkan efek terapinya.
Mengatur waktu pemberian metoclopramid dan digoxin agar tidak bersamaan.
11 metoclopramid dan aspirin
Berdasarkan British National Formulary metoclopramid berinteraksi dengan aspirin. metoclopramid akan meningkatkan kecepatan absorpsi aspirin.
Mengatur waktu pemberian metoclopramid dan aspirin agar tidak bersamaan.
Kasus DTP interaksi obat yang terjadi merupakan DTP yang bersifat
potensial, artinya DTP tersebut berpotensi terjadi, namun belum terjadi pada
kasus. Pada penelitian ini DTP interaksi obat paling banyak adalah interaksi
antara metoclopramid dan parasetamol, yaitu sebanyak 5 kasus. Berdasarkan
British National Formulary, efek dari interaksi kedua obat tersebut adalah
peningkatan absorpsi parasetamol. Oleh karena itu penggunaan metoclopramid
dan parasetamol perlu diperhatikan agar tidak digunakan secara bersamaan.
Obat lain yang mempunyai kemungkinan untuk berinteraksi jika
diberikan bersamaan adalah domperidon dan parasetamol. Pada penelitian ini
DTP interaksi obat antara domperidon dan parasetamol terjadi sebanyak 4 kasus.
52
Berdasarkan British National Formulary, efek dari interaksi kedua obat tersebut
adalah peningkatan absorpsi parasetamol.
Metoclopramid dan codein bila diberikan bersamaan kemungkinan akan
terjadi interaksi. Berdasarkan British National Formulary, efek dari interaksi
antara metoclopramid dan codein adalah penurunan efek metoclopramid pada
gastrointestinal. Kejadian DTP interaksi obat antara metoclopramid dan codein
pada penelitian ini sebanyak 1 kasus.
Pemberian metoclopramid dan aspirin secara bersamaan juga dapat
menyebabkan terjadinya interaksi obat antar keduanya. Berdasarkan British
National Formulary, efek yang timbul akibat interaksi antara metoclopramid dan
aspirin adalah peningkatan kecepatan absorpsi aspirin. Kejadian DTP interaksi
obat antara metoclopramid dan aspirin pada penelitian ini sebanyak 1 kasus.
Berdasarkan Drug Interaction Facts, obat lain yang mempunyai
kemungkinan untuk berinteraksi jika diberikan bersamaan adalah metoclopramid
dan digoxin dengan tingkat signifikasi 2. Onset dari interaksi antara kedua obat
tersebut lambat dengan tingkat keparahan sedang (moderate). Efek dari interaksi
ini adalah penurunan kadar digoxin dalam plasma sehingga efek terapinya
menjadi menurun.
4. DTP compliance
Terjadinya DTP compliance dapat menyebabkan terapi menjadi tidak
optimal.
Tabel XXXIV. Kelompok Kasus DTP Compliance pada Kasus di Bangsal dewasa kelas III RS Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008
Kasus Penilaian 11, 13 Pasien menggunakan domperidon setelah makan, padahal seharusnya domperidon digunakan
15-30 menit sebelum makan
53
Drug Therapy Problems dapat diketahui dengan melakukan analisis
kasus, seperti yang dapat dilihat pada tabel XXXV s.d. XLIII.
Tabel XXXV. Contoh Analisis DTP pada Kasus di Bangsal dewasa kelas III RS Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008
Kasus 3 Subyektif Ny.STA, nomor RM 01-92-13-12, umur 31 tahun dirawat di RS sejak tanggal 24 Agustus s.d. 1 September 2008 dengan keluhan utama + 2 bulan batuk-batuk, sore hari sebelum ke RS batuk keluar darah, malam sebelumnya batuk berdahak serta mengeluarkan darah Diagnosis utama : TB paru Diagnosis sekunder : haemoptoe Objektif
Parameter Tanggal periksa Nilai normal 24/08/2008 ; 01/09/2008
Hb (gr%) 10,00 ; 11,80 12,00 – 18,00 Hct (%) 31,3 ; 36,9 36,0 – 46,0 AL (ribu/mmk) 13,56 ; 11,98 4,10 – 13,00 AT (ribu/mmk) 368,0 ; 620,0 140,0 – 440,0 Suhu (°C) Berkisar antara 36,2 – 39 Nadi (kali/menit) Berkisar antara 80 – 100 Nafas (kali/menit) Berkisar antara 16 – 24 TD (mmHg) Berkisar antara 100 – 120 (SBP) dan 60 – 80 (DBP)
Penatalaksanaan Pasien mendapatkan obat codeine 3x10 mg (oral); ofloxacin 2x400mg (oral); rifampicin 1x300mg (oral); pehadoxin F 1x¾ (oral); PZA 500 mg 1x2 (oral); ethambutol 500mg 1x1½ (oral); Kalnex® 3x1 (oral); FDC 1x2 (oral); Pamol® b/p (oral); HP pro 3x1 (oral); Lipofood® 2x1 (oral); Primperan® 3x10 mg (oral); Curliv plus® 3x1 (oral); Adona® 3x1 (oral); Ultraproct® 1x1 (oral); Ultrapoct N® cream 3x1 Penilaian Berdasarkan British National Formulary penggunaan bersama antara metoclopramid (Primperan®) (oral) dan codein (oral) dapat menimbulkan interaksi antar kedua obat tersebut, yaitu berupa berkurangnya efek metoclopramid (Primperan®). DTP yang terjadi bersifat potensial, yaitu : interaksi obat.
Rekomendasi Mengatur waktu pemberian metoclopramid (Primperan®) dan codein agar tidak bersamaan.
54
Tabel XXXVI. Contoh Analisis DTP pada Kasus di Bangsal dewasa kelas III RS Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008
Kasus 4* Subyektif Ny.SJN, nomor RM 00-64-15-64, umur 49 tahun dirawat di RS sejak tanggal 12 Agustus s.d. 21 Agustus 2008 dengan keluhan utama pusing, dada terasa panas, dan mual-mual. Diagnosis utama : tanpa keterangan Objektif
Parameter Tanggal periksa Nilai normal 13/08/2008
Hb (gr%) 14,60 12,00 – 18,00 Hct (%) 42,5 36,0 – 46,0 AL (ribu/mmk) 12,34 4,10 – 13,00 AT (ribu/mmk) 165,0 140,0 – 440,0 Suhu (°C) Berkisar antara 36,2 – 37,5 Nadi (kali/menit) Berkisar antara 80 – 88 Nafas (kali/menit) - TD (mmHg) Berkisar antara 100 – 110 (SBP) dan 60 – 80 (DBP)
Penatalaksanaan Pasien mendapatkan obat parasetamol 3x500 mg (oral); Primperan® 3x10 mg (oral); metformin 3x500 mg (oral); simvastatin 1x10 mg mlm (oral); Glucobay® 2x1 (oral); Metrix® 1x2 mg (oral); Cetalgin® 3x1 (oral); zypraz 2x1 (oral); Kalxetin® 1x10mg pagi (oral); metoclopramide 10mg/2ml 2x1 (inj); ranitidin 50mg/2ml 2x1(inj) Penilaian 1. Berdasarkan British National Formulary penggunaan bersama metoclopramid
(Primperan®) (oral) dan parasetamol dapat menimbulkan interaksi antar kedua obat tersebut, yaitu berupa meningkatnya absorpsi dari parasetamol. DTP yang terjadi bersifat potensial, yaitu : interaksi obat.
2. Pemberian metoclopramid (Primperan®) (inj) kurang tepat. Dosis metoclopramid (inj) seharusnya 1 ampul (10 mg/2 ml) 3x/hari, namun pasien hanya mendapatkan 1 ampul (10 mg/2 ml) 2x/hari. DTP yang terjadi bersifat aktual, yaitu : dosis terlalu rendah.
Rekomendasi 1. Mengatur waktu pemberian metoclopramid (Primperan®) dan parasetamol agar
tidak bersamaan. 2. Menaikkan dosis metoclopramid (inj) menjadi 1 ampul (10 mg/2 ml) 3x/hari.
*DTP yang sama terjadi pada kasus 5
55
Tabel XXXVII. Contoh Analisis DTP pada Kasus di Bangsal dewasa kelas III RS Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008
Kasus 7 Subyektif Ny.MNY, nomor RM 01-92-11-82, umur 40 tahun dirawat di RS sejak tanggal 21 Agustus s.d. 8 September 2008 dengan keluhan utama + 1 bulan sering kambuh sakit perut dan mual. Diagnosis utama : Cholesystitis Objektif
Parameter Tanggal periksa Nilai normal 21; 22; 31/08/2008 ; 02/09/2008
Hb (gr%) 14,30 ; - ; 12,50 ; 13,30 12,00 – 18,00 Hct (%) 42,4 ; - ; 38,5 ; 42,5 36,0 – 46,0 AL (ribu/mmk) 15,14 ; - ; - ; - 4,10 – 13,00 AT (ribu/mmk) 297,0 ; 333,0 ; - ; - 140,0 – 440,0 Suhu (°C) Berkisar antara 36 – 39 Nadi (kali/menit) Berkisar antara 80 – 89 Nafas (kali/menit) - TD (mmHg) Berkisar antara 100 – 140 (SBP) dan 60 – 100 (DBP)
Penatalaksanaan Pasien mendapatkan obat Vomitas® 3x10 mg (oral); domperidon 3x10 mg (oral); Curcuma® 3x200 mg (oral); cefadroxyl 2x500mg (oral); parasetamol 3x500 mg b/p (oral); Multivitaplex® 2x1 (oral); Enzyplex® 2x1 (oral); vit. K 2x1 (inj); ceftriaxon 2x1g (inj); Flagyl® 2x1 (inj); ranitidin 50 mg/2ml 2x1 amp (inj); ketorolac 3% 2x1 (inj); metronidazole 2x1 (inj); metronidazole suppo 2x1 (dubur) Penilaian 1. Perlu adanya obat tambahan pada tanggal 2 September 2008 untuk mencegah
mual dan muntah pasca operasi (cholesistoctomy). DTP yang terjadi bersifat aktual, yaitu : perlu obat tambahan.
2. Berdasarkan British National Formulary penggunaan bersama domperidon (oral) dan parasetamol (oral) dapat menimbulkan interaksi antar kedua obat tersebut, yaitu berupa meningkatnya absorpsi dari parasetamol. DTP yang terjadi bersifat potensial, yaitu : interaksi obat.
Rekomendasi 1. Pemberian metoclopramid injeksi 1-2 ampul (10mg/2ml) mendekati operasi
berakhir. 2. Mengatur waktu pemberian domperidon dan parasetamol agar tidak bersamaan.
56
Tabel XXXVIII. Contoh Analisis DTP pada Kasus di Bangsal dewasa kelas III RS Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008
Kasus 8* Subyektif Sdr.SRY, nomor RM 01-92-03-53, umur 34 tahun dirawat di RS sejak tanggal 4 Agustus s.d. 10 Agustus 2008 dengan keluhan utama sakit pada perut bagian kanan bawah, kedua pinggang kanan dan kiri sakit, dan bila buang air kecil kesakitan. Diagnosis utama : peritonitis umum, e.c. appendititis akut perforata Objektif
Parameter Tanggal periksa Nilai normal 04/08/2008
Hb (gr%) 17,30 13,50 – 17,50 Hct (%) 49,7 41,0 – 53,0 AL (ribu/mmk) 11,52 4,10 – 10,90 AT (ribu/mmk) 252,0 140,0 – 440,0 Suhu (°C) Berkisar antara 36 – 38 Nadi (kali/menit) Berkisar antara 80 – 90 Nafas (kali/menit)
Berkisar antara 18 – 24
TD (mmHg) Berkisar antara 120 – 150 (SBP) dan 70 – 90 (DBP) Penatalaksanaan Pasien mendapatkan obat Rantin® 2x150 mg (oral); Spasmium® 2x1 (oral); ceftriakson 1 g b/p (inj); metronidazol 2x1 (inj); Kaltrofen® 1x100 mg (inj); Broadced® 1000 mg/vial 3x1 (inj); Remopain® 3% 3x1 (inj); Flagyl® suppo 1000 mg b/p (dubur); Primperan® 10mg/2ml 2x1 (inj); Rantin® 50mg/2ml 2x1 (inj); Vomidex® 10mg/2ml 1x1 (inj) Penilaian Pemberian metoclopramid (Primperan®) (inj) kurang tepat. Dosis metoclopramid (inj) seharusnya 1 ampul (10 mg/2 ml) 3x/hari, namun pasien hanya mendapatkan 1 ampul (10 mg/2 ml) 2x/hari. DTP yang terjadi bersifat aktual, yaitu : dosis terlalu rendah.
Rekomendasi Menaikkan dosis metoclopramid (inj) menjadi 1 ampul (10 mg/2 ml) 3x/hari.
*DTP yang sama terjadi pada kasus 10, 12, dan 19.
57
Tabel XXXIX. Contoh Analisis DTP pada Kasus di Bangsal dewasa kelas III RS Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008
Kasus 9 Subyektif Sdr.RIP, nomor RM 00-95-56-02, umur 34 tahun dirawat di RS sejak tanggal 22 Agustus s.d. 24 Agustus 2008 dengan keluhan utama kepala sangat pusing, riwayat sinusitis Diagnosis utama : rhinosinusitis Diagnosis sekunder : hipertensi Objektif
Parameter Tanggal periksa Nilai normal 22/08/2008
Hb (gr%) 17,30 13,50 – 17,50 Hct (%) 47,8 41,0 – 53,0 AL (ribu/mmk) 12,70 4,10 – 10,90 AT (ribu/mmk) 337,0 140,0 – 440,0 Suhu (°C) Berkisar antara 36 – 37 Nadi (kali/menit) Berkisar antara 80 – 88 Nafas (kali/menit)
Konstan pada 20
TD (mmHg) Berkisar antara 140 – 190 (SBP) dan 100 – 120 (DBP) Penatalaksanaan Pasien mendapatkan obat Noperten® 1x5 mg (oral); Celebrex® 2x100 mg (oral); Bellapheen® 3x500 mg (oral); Rhinofed® 3x5 mg (oral); Vertivom® 3x10 mg (oral); Pondex® 3x250 mg (oral); Lanama/pamol® 3x500 mg (oral); Yekalgin 3x1500 mg (oral); Avelox® 1x400mg (oral); disadrin (15 mg/5ml) 3x1 (oral); Rantin® 2x1 (oral); Kalmethasone® (0,5 mg) 3x2cc (oral); Toradol® 30 mg 1amp (inj); stesolid 10 mg/2ml ½ amp (inj); Remopain/kaltrofen® 3% atau 30 mg 1amp (inj); Rantin® 1 g 1amp (inj); Primperan® 10 mg/2 ml 1amp (inj); Nasacort® (nasal spray) Penilaian Berdasarkan British National Formulary penggunaan bersama metoclopramid (Primperan®) (inj) dan parasetamol (Pamol®) (oral) dapat menimbulkan interaksi antar kedua obat tersebut, yaitu berupa meningkatnya absorpsi dari Parasetamol. DTP yang terjadi bersifat potensial, yaitu : interaksi obat.
Rekomendasi Mengatur waktu pemberian metoclopramid (inj) dan parasetamol (oral) agar jangan bersamaan.
58
Tabel XL. Contoh Analisis DTP pada Kasus di Bangsal dewasa kelas III RS Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008
Kasus 11 Subyektif Ny.KTM, nomor RM 01-92-10-12, umur 49 tahun dirawat di RS sejak tanggal 18 Agustus s.d. 27 Agustus 2008. Diagnosis utama : tanpa keterangan Objektif
Parameter Tanggal periksa Nilai normal 18 ; 27/08/2008
Hb (gr%) 8,70 ; 11,90 12,00 – 18,00 Hct (%) 31,8 ; 40,3 36,0 – 46,0 AL (ribu/mmk) 12,51 ; - 4,10 – 13,00 AT (ribu/mmk) 221,0 ; - 140,0 – 440,0 Suhu (°C) Berkisar antara 36 – 40,6 Nadi (kali/menit) Berkisar antara 76 – 100 Nafas (kali/menit) Berkisar antara 18 – 24 TD (mmHg) Berkisar antara 90 – 130 (SBP) dan 60 – 80 (DBP)
Penatalaksanaan Pasien mendapatkan obat Rantin® 2x150mg (oral); Methycobal® 3x1 (oral); Farmasal® 1x100mg (oral); digoxin 0,25mg 1x½ (oral); Vomitas® 3x10 mg (oral); ISDN 3x5mg (oral); Pamol® 4x500 mg (oral); aspar-K 2x300 mg (oral); ofloxacin 450mg 2x ½ (oral); Rantin® 1 g 2x1amp (inj); Primperan® 10mg/2ml 2X1 amp (inj); ceftazidime 1gr 2x1 amp (inj); KCL (inj) Penilaian 1. Berdasarkan Drug Interaction Facts (Tatro, 2001) penggunaan bersama digoxin (oral) dan
metoclopramid (Primperan®) (inj) dapat menimbulkan interaksi antar kedua obat tersebut dengan tingkat signifikansi 2. Metoclopramid dapat menurunkan kadar digoxin dalam plasma sehingga menurunkan efek terapinya. DTP yang terjadi bersifat potensial, yaitu : interaksi obat.
2. Berdasarkan British National Formulary penggunaan bersama metoclopramid (Primperan®) (inj)
dan parasetamol (Pamol®) (oral) dapat menimbulkan interaksi antar kedua obat tersebut, yaitu berupa meningkatnya absorpsi dari parasetamol. DTP yang terjadi bersifat potensial, yaitu : interaksi obat.
3. Berdasarkan British National Formulary penggunaan bersama metoclopramid (Primperan®) (inj)
dan aspirin (Farmasal®) (oral) dapat menimbulkan interaksi antar kedua obat tersebut, yaitu berupa meningkatnya kecepatan absorpsi dari aspirin. DTP yang terjadi bersifat potensial, yaitu : interaksi obat.
4. Penggunaan domperidon (Vomitas®) (oral) tidak tepat. domperidon seharusnya digunakan 15-30 menit sebelum makan, namun pasien menggunakan domperidon setelah makan. DTP yang terjadi bersifat aktual, yaitu compliance.
5. Pemberian metoclopramid (Primperan®) (inj) kurang tepat. Dosis metoclopramid (inj) seharusnya 1 ampul (10 mg/2 ml) 3x/hari, namun pasien hanya mendapatkan 1 ampul (10 mg/2 ml) 2x/hari. DTP yang terjadi bersifat aktual, yaitu : dosis terlalu rendah.
Rekomendasi 1. Mengatur waktu pemberian metoclopramid (inj) dan digoxin (oral) agar jangan bersamaan. 2. Mengatur waktu pemberian metoclopramid (inj) dan parasetamol (oral) agar jangan bersamaan. 3. Mengatur waktu pemberian metoclopramid (inj) dan aspirin (oral) agar jangan bersamaan. 4. Kasus lebih memperhatikan instruksi penggunaan obat agar tercapai tujuan terapi yang optimal. 5. Menaikkan dosis metoclopramid (inj) menjadi 1 ampul (10 mg/2 ml) 3x/hari.
59
Tabel XLI. Contoh Analisis DTP pada Kasus di Bangsal dewasa kelas III RS Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008
Kasus 13 Subyektif Bp.KBG, nomor RM 01-92-07-68, umur 35 tahun dirawat di RS sejak tanggal 13 Agustus s.d. 15 Agustus 2008 dengan keluhan utama perut mules, diare 4x, mual dan muntah. Diagnosis utama : gastroenteritis akut (GEA) Objektif
Parameter Tanggal periksa Nilai normal 13/08/2008
Hb (gr%) 16,50 13,50 – 17,50 Hct (%) 47,1 41,0 – 53,0 AL (ribu/mmk) 6,74 4,10 – 10,90 AT (ribu/mmk) 214,0 140,0 – 440,0 Suhu (°C) Berkisar antara 36 – 36,5 Nadi (kali/menit) Berkisar antara 50 – 84 Nafas (kali/menit)
Berkisar antara 18 – 20
TD (mmHg) Berkisar antara 110 – 120 (SBP) dan 70 – 80 (DBP) Penatalaksanaan 1. Obat rawat inap
Pasien mendapatkan obat Baquinor® 2x1 (oral); Arcapec® b/p 3x2 (oral); Vometa® 3x10 mg (oral); Tracordia® b/p 3x1(oral)
2. Obat rawat jalan Pasien mendapatkan obat Baquinor® 2x1 (oral); Arcapec® b/p 3x2 (oral); Vometa FT® 3x10 mg (oral); Tracordia® b/p 3x1(oral), rims 1x1 (oral)
Penilaian Pada tanggal 16 Agustus 2008 (rawat jalan), domperidon digunakan sesudah makan. Seharusnya domperidon digunakan 15-30 menit sebelum makan. DTP yang terjadi bersifat aktual, yaitu compliance.
Rekomendasi Kasus lebih memperhatikan instruksi penggunaan obat agar tercapai tujuan terapi yang optimal.
60
Tabel XLII. Contoh Analisis DTP pada Kasus di Bangsal dewasa kelas III RS Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008
Kasus 15* Subyektif Ny.SNT, nomor RM 01-91-72-87, umur 65 tahun dirawat di RS sejak tanggal 10 Agustus s.d. 13 Agustus 2008 dengan keluhan utama badan lemas, perut mual, muntah, BAK tak terasa. Diagnosis utama : diabetes mellitus Objektif
Parameter Tanggal periksa Nilai normal 10/08/2008
Hb (gr%) 12,8 12,00 – 18,00 Hct (%) 35,2 36,0 – 46,0 AL (ribu/mmk) 7,81 4,10 – 13,00 AT (ribu/mmk) 375,0 140,0 – 440,0 Suhu (°C) Berkisar antara 36 – 37,3 Nadi (kali/menit) Berkisar antara 80 – 88 Nafas (kali/menit)
Berkisar antara 16 – 20
TD (mmHg) Berkisar antara 120 – 160 (SBP) dan 70 – 110 (DBP) Penatalaksanaan Pasien mendapatkan obat domperidon 3x10 mg (oral); Tensivask® 1x5 g (oral); stirizime 1x1 (oral); Sibelium® 3x5 g (oral); Sistenol® 3x1 (oral); Sporacid® 2x100 mg (oral); Mixtard® 2x12 IU (inj); Remopain® 1 amp (inj); ranitidin 1 amp (inj); Ultraproct® 2x1 suppo (dubur); Zelavel® 1x1 (oral); dulladryl 2cc (inj); gynofort 2% (vagina) Penilaian Berdasarkan British National Formulary penggunaan bersama domperidon
(oral) dan parasetamol (Sistenol®) (oral) dapat menimbulkan interaksi antar kedua obat tersebut, yaitu berupa meningkatnya absorpsi dari parasetamol. DTP yang terjadi bersifat potensial, yaitu : interaksi obat. Rekomendasi Mengatur waktu pemberian domperidon (oral) dan Sistenol® (oral) agar jangan bersamaan.
*DTP yang sama terjadi pada kasus 21
61
Tabel XLIII. Contoh Analisis DTP pada Kasus di Bangsal dewasa kelas III RS Bethesda Yogyakarta Periode Agustus 2008
Kasus 16 Subyektif Bp.SYT, nomor RM 00-15-59-01, umur 57 tahun dirawat di RS sejak tanggal 13 Agustus s.d. 22 Agustus 2008 dengan keluhan utama badan panas, perut mules, diare 5x cair Diagnosis utama : gastroenteritis akut (GEA) Objektif
Parameter Tanggal periksa Nilai normal 13/08/2008
Hb (gr%) 15,00 13,50 – 17,50 Hct (%) 42,9 41,0 – 53,0 AL (ribu/mmk) 17,80 4,10 – 10,90 AT (ribu/mmk) 190,0 140,0 – 440,0 Suhu (°C) Berkisar antara 36 – 39,8Nadi (kali/menit) Berkisar antara 80 – 100 Nafas (kali/menit) Berkisar antara 18 – 24 TD (mmHg) Berkisar antara 70 – 130 (SBP) dan 50 – 90 (DBP)
Penatalaksanaan Pasien mendapatkan obat Pamol® 3x500 mg (oral); Arcapec® 3x10 mg (oral); domperidon 3x10 mg (oral); Metrix® 2 mg 1x½ (oral); Primperan® 10mg/2ml 2x1 (inj); ranitidin 2x1amp (inj); Tracordia® 3x1 (oral); gentamycin 80mg 2x1A (inj); Cravit® 1x1 (oral); OMZ® 1x1 (oral); Vomitas® 3x10 mg (oral) Penilaian 1. Berdasarkan British National Formulary penggunaan bersama metoclopramid
(Primperan®) (inj) dan parasetamol (Pamol®) (oral) dapat menimbulkan interaksi antar kedua obat tersebut, yaitu berupa meningkatnya absorpsi dari parasetamol. DTP yang terjadi bersifat potensial, yaitu : interaksi obat.
2. Berdasarkan British National Formulary penggunaan bersama domperidon (oral)
dan parasetamol (Pamol®) (oral) dapat menimbulkan interaksi antar kedua obat tersebut, yaitu berupa meningkatnya absorpsi dari parasetamol. DTP yang terjadi bersifat potensial, yaitu : interaksi obat.
3. Pemberian metoclopramid (Primperan®) (inj) kurang tepat. Dosis metoclopramid (inj) seharusnya 1 ampul (10 mg/2 ml) 3x/hari, namun pasien hanya mendapatkan 1 ampul (10 mg/2 ml) 2x/hari. DTP yang terjadi bersifat aktual, yaitu : dosis terlalu rendah.
Rekomendasi 1. Mengatur waktu pemberian metoclopramid (inj) dan parasetamol (oral) agar jangan
bersamaan. 2. Mengatur waktu pemberian domperidon (oral) dan parasetamol (oral) agar jangan
bersamaan. 3. Menaikkan dosis metoclopramid (inj) menjadi 1 ampul (10 mg/2 ml) 3x/hari.
62
E. Evaluasi Masalah Utama ME Fase Administrasi dan DTP
Berdasarkan evaluasi kejadian ME fase administrasi dan DTP, diketahui
bahwa kejadian ME fase administrasi yang paling banyak terjadi adalah
administration error dan dosis keliru, sedangkan DTP yang paling banyak terjadi
adalah interaksi obat. Setelah mengetahui jenis ME fase administrasi dan DTP
yang paling banyak terjadi, maka dilakuan evaluasi terhadap permasalahan utama
yang menyebabkan terjadinya ME fase administrasi dan DTP tersebut. Oleh sebab
itu diperlukan adanya data tambahan berupa wawancara dengan dokter, perawat,
dan apoteker, yang dapat membantu untuk menarik kesimpulan tentang
permasalahan utama terjadinya ME fase administrasi dan DTP.
1. Wawancara dengan dokter
Berdasarkan wawancara dengan tiga orang dokter yang ada di bangsal
dewasa kelas III RS Bethesda Yogyakarta, dapat disimpulkan bahwa dokter
menganggap bahwa isu mengenai ME sangatlah penting untuk diperhatikan. Oleh
karena itu keberadaan apoteker di bangsal dirasa sangat diperlukan karena
menurut pandangan dokter, apoteker dianggap lebih berkompeten dalam hal obat-
obatan. Menurut salah seorang dokter dengan adanya apoteker di bangsal maka
kejadian ME dapat ditekan.
Kepedulian dokter mengenai isu ME cukup terlihat dengan bukti bahwa
dokter memperhatikan adanya interaksi obat, kekuatan obat, durasi, frekuensi
pemberian, obat harus habis atau tidak perlu habis dan kontraindikasi selama obat
digunakan oleh pasien di bangsal pada saat melakukan monitoring terhadap pasien
untuk menekan terjadinya ME dan DTP.
63
2. Wawancara dengan perawat
Berdasarkan wawancara dengan empat belas orang perawat yang ada di
bangsal dewasa kelas III RS Bethesda Yogyakarta, dapat disimpulkan bahwa
perawat menganggap bahwa isu mengenai ME sangatlah penting untuk
diperhatikan. Sama seperti dokter, perawat merasa keberadaan apoteker di bangsal
sangatlah diperlukan, karena apoteker dianggap lebih berkompeten dalam hal
obat-obatan.
Kepedulian perawat mengenai isu ME cukup terlihat dengan bukti bahwa
perawat selalu memberikan informasi mengenai penggunaan obat kepada pasien.
Selain itu, perawat juga mengecek ulang obat sebelum diberikan. Ketika terdapat
pasien yang tidak mematuhi aturan penggunaan obat, perawat juga berusaha
memberikan nasihat dan penjelasan mengenai tujuan pemberian obat yang
bersangkutan.
Hal lain yang perlu mendapat perhatian adalah informasi yang diberikan
apoteker kepada perawat sangatlah minim, baik dari segi frekuensi pertemuan
antara apoteker dengan perawat maupun dari segi informasi yang diberikan.
Pemberian informasi kepada perawat sebenarnya sangatlah penting untuk
menekan kejadian ME fase administrasi dan DTP karena perawat yang secara
langsung meberikan obat ketika pasien di bangsal.
3. Wawancara dengan apoteker
Berdasarkan wawancara dengan seorang apoteker yang ada di bangsal
dewasa kelas III RS Bethesda Yogyakarta, dapat disimpulkan bahwa apoteker
menganggap bahwa isu mengenai ME sangatlah penting untuk diperhatikan agar
64
tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan selama proses terapi. Salah satu bukti
bahwa apoteker peduli dengan isu ME, yaitu dengan adanya konseling yang
diberikan kepada pasien dan kerabat yang menunggu pasien. Dalam konseling ini,
informasi yang diberikan meliputi nama obat dan indikasi, cara pakai / aturan
pakai, frekuensi, cara penyimpanan, efek samping yang mungkin dapat timbul,
serta hal-hal lain yang dirasa diperlukan.
Melalui wawancara dengan apoteker ini, maka dapat diketahui bahwa
konseling tidak dilakukan kepada semua pasien. Hal ini kemungkinan
dikarenakan keterbatasan jumlah apoteker di bangsal sehingga apoteker hanya
dapat melayani konseling untuk pasien-pasien tertentu dan bila situasi dan
kondisinya memungkinkan.
Berdasarkan wawancara dengan dokter, perawat, dan apoteker maka
dapat dijelaskan bahwa permasalah utama yang menyebabkan terjadinya ME fase
administrasi dan DTP pada kasus yang menerima obat golongan antiemetik di
bangsal dewasa kelas III RS Bethesda Yogyakarta periode Agustus 2008 adalah
kurang optimalnya peran apoteker di bangsal dalam memonitoring penggunaan
obat kepada pasien secara langsung.
F. Rangkuman Pembahasan
Profil kasus yang menerima obat golongan antiemetik di bangsal dewasa
kelas III RS Bethesda Yogyakarta periode Agustus 2008 sebanyak 23 kasus.
Profil kasus berdasarkan pengelompokan umur, diketahui berjumlah 20 kasus
untuk kelompok umur dewasa dan 3 kasus untuk kelompok umur geriatri.
65
Berdasarkan jenis kelamin, diketahui bahwa kasus berjenis kelamin perempuan
lebih banyak, yaitu sebanyak 15 kasus sedangkan kasus berjenis kelamin laki-laki
sebanyak 8 kasus.
Berdasarkan pendidikan terakhir, diketahui bahwa kelompok dengan
pendidikan terakhir SLTA berjumlah paling banyak, yaitu sebanyak 9 kasus.
Sementara itu, berdasarkan jenis pekerjaan, diketahui bahwa kelompok dengan
pekerjaan sebagai pegawai swasta berjumlah paling banyak, yaitu sebanyak 6
kasus, namun dari data yang didapatkan, sebanyak 9 kasus tidak mencantumkan
pekerjaannya.
Selain itu, profil pasien juga dikelompokkan berdasarkan jenis
penyakitnya, dimana sebelumnya dilakukan pengelompokan berdasarkan
diagnosis. Dari data diketahui bahwa kasus dengan satu diagnosis berjumlah
paling banyak, yaitu sebanyak 14 kasus, dimana jenis penyakit yang terbanyak
adalah penyakit saluran cerna, yaitu sebanyak 10 kasus.
Profil terapi kasus yang menerima obat golongan antiemetik di bangsal
dewasa kelas III RS Bethesda Yogyakarta periode Agustus 2008 dikelompokkan
secara umum dengan melihat jumlah obat keseluruhan yang diterima kasus dan
secara khusus dengan melihat jenis obat golongan antiemetik yang digunakan,
rute pemberian serta aturan pakainya. Berdasarkan data yang diperoleh, jumlah
obat secara keseluruhan yang diterima kasus bervariasi, mulai dari 4 macam obat
hingga 20 macam obat tiap kasus. Berdasarkan jenis obat, kasus paling banyak
menerima satu jenis obat, yaitu sebanyak 16 kasus. Data pengelompokan
berdasarkan rute pemberian memperlihatkan bahwa rute pemberian secara non
66
parenteral lebih banyak, yaitu 19 kasus, sedangkan rute pemberian secara
parenteral sebanyak 13 kasus. Pengelompokan berdasarkan aturan pakai pada
penelitian ini meliputi dosis / kekuatan obat dan frekuensi pemakaian obat.
Berdasarkan hasil analisis ME fase administrasi, dari 23 kasus yang
dianalisis terdapat 18 kasus yang mengalami ME fase administrasi dan 5 kasus
yang tidak mengalami ME fase administrasi. Medication errors fase administrasi
yang ditemukan, meliputi administration error sebanyak 8 kasus, dosis keliru
sebanyak 8 kasus, salah menulis instruksi sebanyak 1 kasus, instruksi verbal
dijalankan keliru sebanyak 1 kasus, dan kontraindikasi sebanyak 5 kasus. Melihat
hal ini dapat dikatakan bahwa jenis ME fase administrasi terbanyak yang terjadi
pada kasus yang menerima obat golongan antiemetik di bangsal dewasa kelas III
RS Bethesda Yogyakarta peride Agustus 2008 adalah administration error dan
dosis keliru.
Berdasarkan hasil analisis DTP, dari 23 kasus yang dianalisis terdapat 14
kasus yang mengalami DTP dan 9 kasus yang tidak mengalami DTP. Drug
therapy problems yang ditemukan, meliputi perlu obat tambahan sebanyak 1
kasus, dosis terlalu rendah sebanyak 8 kasus, interaksi obat sebanyak 12 kasus,
dan compliance sebanyak 2 kasus. Melihat hal ini dapat dikatakan bahwa jenis
DTP terbanyak yang terjadi pada kasus yang menerima obat golongan antiemetik
di bangsal dewasa kelas III RS Bethesda Yogyakarta peride Agustus 2008 adalah
interaksi obat.
Pada penelitian ini dilakukan pula wawancara dengan dokter, perawat,
dan apoteker sebagai data tambahan untuk dapat menarik kesimpulan tentang
67
masalah utama yang menyebabkan terjadinya ME fase administrasi dan DTP.
Berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa dokter, perawat, dan apoteker
merasa bahwa isu tentang ME sangatlah penting sehingga dalam menjalankan
tugasnya, dokter, perawat, dan apoteker tentunya berusaha untuk memperhatikan
hal-hal yang sekiranya dapat menyebabkan terjadinya ME.
Berdasarkan wawancara dengan dokter, perawat, dan apoteker ini maka
dapat simpulkan bahwa masalah utama yang menyebabkan terjadinya ME fase
administrasi dan DTP pada kasus yang menerima obat golongan antiemetik di
bangsal dewasa kelas III RS Bethesda Yogyakarta periode Agustus 2008 adalah
kurang optimalnya peran apoteker di bangsal dalam memonitoring penggunaan
obat kepada pasien secara langsung.
68
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian evaluasi masalah utama kejadian ME fase
administrasi dan DTP pada pasien RS Bethesda Yogyakarta periode Agustus 2008
(kajian terhadap penggunaan obat golongan antiemetik), diketahui bahwa masalah
utama yang menjadi penyebab terjadinya ME fase administrasi dan DTP adalah
kurang optimalnya peran apoteker di bangsal dalam memonitoring penggunaan
obat kepada pasien secara langsung. Selain itu, dapat pula diambil beberapa
kesimpulan tambahan di bawah ini.
1. Kelompok umur kasus lebih banyak pada kelompok dewasa, yaitu 20 kasus,
jumlah kasus dengan jenis kelamin wanita lebih banyak, yaitu 15 kasus,
pendidikan terakhir terbanyak adalah SLTA, yaitu 9 kasus, jenis pekerjaan
terbanyak adalah pegawai swasta, yaitu 6 kasus. Kasus paling banyak
mengalami satu diagnosis, yaitu sebanyak 14 kasus, dengan jenis penyakit
terbanyak adalah gangguan saluran cerna, yaitu sebanyak 10 kasus.
2. Jumlah obat secara keseluruhan yang diterima pasien antara 4 macam obat
sampai 20 macam obat. Kasus paling banyak menerima satu jenis obat
golongan antiemetik, yaitu sebanyak 16 kasus. Rute pemberian paling banyak
diberikan secara non parenteral, yaitu sebanyak 19 kasus.
3. Identifikasi ME fase administrasi yang terjadi meliputi administration error
sebanyak 10 kasus, dosis keliru sebanyak 8 kasus, salah menulis instruksi
69
sebanyak 1 kasus, instruksi verbal dijalankan keliru sebanyak 1 kasus, dan
kontraindikasi sebanyak 5 kasus. Identifikasi DTP yang terjadi meliputi perlu
obat tambahan sebanyak 1 kasus, dosis terlalu rendah sebanyak 8 kasus,
interaksi obat sebanyak 12 kasus, dan compliance sebanyak 2 kasus.
B. Saran
Saran yang dapat disampaikan dari hasil penelitian ini :
1. perlu optimalisasi peran apoteker di bangsal dewasa kelas III RS Bethesda
Yogyakarta agar monitoring obat pada pasien di bangsal lebih maksimal
sehingga diharapkan dapat menekan kejadian ME dan DTP.
2. pencatatan daftar pemberian obat lebih diperbaiki, khususnya pada obat-obat
yang penggunaannya bila perlu, agar dapat dievaluasi kapan obat benar-benar
diberikan dan kapan obat tidak diberikan.
70
DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2004, British National Formulary 48, BMJ Publishing Group, Great
Britain Anonim, 2007, MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi, PT Info Master, Indonesia Anonim, 2008, Nausea and Vomiting, http://
www.nlm.nih.gov/medlineplus/nauseaandvomiting.html, diakses tanggal 6 Desember 2008.
Basse, B. and Myers, L., 1998, Medication Error - Definition and Procedure, Hill
Country Memorial Health System Frederickburg, Texas. Cipolle, R.J and Strand, L.M., 2004, Pharmaceutical Care Practice The
Clinician’s Guide, Second Edition, , McGraw-Hill, New York Cohen, M.R.,, 1991, Causes of Medication Error, in: Cohen. M.R., (Ed),
Medication Error, American Pharmaceutical Association, Washington, DC.
DiPiro, C.V., Taylor, A.T., Nausea and Vomitus, dalam DiPiro, J. T., Talbert, R.
L., Yee, G. C., Matzke, G. R.,Wells, B. G., Posey., L. M. (Eds), Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach, 665, McGraw-Hill, USA
Dwiprahasto, I., Kristin, E., 2008, Masalah dan Pencegahan Medication Error,
Bagian Farmakologi dan Toksikologi/Clinical Epidemiology & Biostatistics Unit, Fak. Kedokteran UGM/RS. Dr. Sardjito Yogyakarta, Avail.at. http://www.dkk-bpp.com/index.php?option=com_content&task=view&id=132&Itemid=47
KepMenKes Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004, Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek, Departemen Kesehatan RI, Jakarta Lacy, C.F.,Armstrong,L.L.,Goldman,M.O.,and Lance L.L.,2006, Drug
Information Handbook, 14th Ed., Lexi-comp, Ohio NCCCMERP, 1998, Taxonomy of Medication Errors,
http://www.NCCMERP/pdf/taxo2001-07-31. Sastroasmoro, Sudigdo, dan Ismael, Sofyan, 1995, Dasar-Dasar Metodologi
Penelitian Klinis, Binarupa Aksara, Jakarta Stitham, Sean O. and Mason, James R., 2008, Digestive System,
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/imagepages/1090.html, diakses tanggal 6 Desember 2008.
71
71
Tatro, D.S., 2001, Drug Interaction Facts, 489, Fact&Comparison, Wolter
Kluwer,St. Louis Tietze, K.J., 2004, Clinical Skills for Pharmacists, A Patient-Focused Approach,
2nd Ed., Mosby, St. Louis.
72
Lampiran 1 Data Rekam Medis Kasus di Bangsal Kelas III RS Bethesda Yogyakarta yang Menerima Obat Golongan Antiemetik
Periode Agustus 2008
Kasus 1 Data Diri Pemeriksaan Riwayat Terapi Perawatan di Bangsal
Ny. TTS Keluhan Masuk : Hemobion® 1x1(oral) Data Lab.&Tanda Vital Tgl.Periksa
Nilai normal kedua kaki nyeri dan dextromethorphan 3x1 (oral) 07/08/2008
No.RM : tidak ada selera makan Meptin® 3x ¼ (oral) Hb (gr%) 10,4 12,00 – 18,00
00-61-02-61
Primperan® 3x10 mg (oral) Hct (%) - 36,0 – 46,0
Movi-Cox® 15 mg 1x1 (oral) AL (ribu/mmk) 6,43 4,10 – 13,00
Umur : Lasix® 1 ampul (inj) AT (ribu/mmk) 436 140,0 – 440,0
66 th Diagnosa Utama : Somerol® 125 mg (inj) Suhu (°C) Berkisar 36 – 37,5
squomosa Ca paru duradril(inj) Nadi (kali/menit) Berkisar 80 – 109
Tgl. Masuk : Rantin® (inj) Nafas (kali/menit) Berkisar 20 – 24
12/08/2008 Primperan® 10mg/2ml 1 amp (inj) TD (mmHg) Berkisar 120 – 140(SBP) dan 60 – 90(DBP)
Catatan Keperawatan Tgl.Keluar : Tgl Keterangan 15/08/2008 12/08/08 (Pagi) Pasien masih mual tapi sudah tidak muntah
Daftar Pemberian Obat
Nama Obat Tanggal Pemberian Nama Obat Tanggal Pemberian 13 Agst 14 Agst 13 Agst 14 Agst
Hemobion® 1x1 Si P Primperan® 3x10 mg So P,Si
dextromethorphan 3x1 Si,So P,Si Rantin® Si
Meptin® 3x ¼ So P,Si Primperan® 10mg/2ml 1 amp Si
73
Kasus 2
Data Diri Pemeriksaan Riwayat Terapi Perawatan di Bangsal Ny. RTN Keluhan Masuk : Pamol® 3x500 mg (oral) Data Lab.&Tanda Vital
Tgl.Periksa Nilai normal
keluhan utama sesak nafas Fluimucil® 2x1 (oral) 18; 20; 22; 25/08/2008
No.RM : selama 5 hari Avelox® 1x1 (oral) Hb (gr%) 10,40 ; - ; - ; - 12,00 – 18,00
01-92-09-81 batuk-batuk Neurobion® 5000 1x1 (oral) Hct (%) 31,1 ; - ; - ; - 36,0 – 46,0
badan panas Mobiflex® 1x1 (oral) AL (ribu/mmk) 15,66 ; 10,00 ; 12.10 ; 4,4 4,10 – 13,00
Umur : Mucopect® 3x1(oral) AT (ribu/mmk) 372,0 ; - ; - ; - 140,0 – 440,0
53 th Diagnosa Utama : dextromethorphan 3x1 (oral) Suhu (°C) Berkisar 36 – 38,8
broncopneumonia kanan Cefspan® 2x100mg (oral) Nadi (kali/menit) Berkisar 80 – 112
Tgl. Masuk : ceftazidime 2x1gr (inj) Nafas (kali/menit) Berkisar 16 – 24
18/08/2008 Kalmethasone® 3x2cc (inj) TD (mmHg) Berkisar 100 – 140(SBP) dan 60 – 90(DBP)
Primperan® 10mg/2ml 1 amp (inj) Catatan Keperawatan
Tgl.Keluar : Diagosa sekunder : Combivent® (nebulizer) Tgl Keterangan 25/08/2008 TB paru Flixotide® (nebulizer) 24/08/08 (Pagi) Pasien mual dan muntah
74
Daftar Pemberian Obat
Nama Obat Tanggal Pemberian 18 Agst 19 Agst 20 Agst 21 Agst 22 Agst 23 Agst 24 Agst 25 Agst
Pamol® 3x500 mg P,Si P,Si P,Si P,Si P,Si P
Fluimucil® 2x1 P,So
Avelox® 1x1 So P P P P
Neurobion® 5000 1x1 So P P
Mobiflex® 1x1 So P,Si,So P
Mucopect® 3x1 So P,Si,So P,Si
dextromethorphan 3x1 So P,Si,So P,Si
Cefspan® 2x100mg P,So P,So P
ceftazidime 2x1gr Si,M Si,M
Kalmethasone® 3x2cc P,So,M P,So,M
Primperan® 10mg/2ml 1 amp Tgl 17 (UGD)
Combivent® (nebulizer)
Flixotide® (nebulizer)
Wawancara Pasien di Bangsal
Pertanyaan Jawaban (22/08/08) Jawaban (29/08/08) Sudah minum obat (pagi/siang/malam)? Pagi sudah minum obat tablet Minum 2 obat, pagi 2 tab, sore 5 tab
Sudah disuntik (pagi/siang/malam)? 9 suntikan Tidak ada.
Obat sebelum makan? Berapa jam sebelum makan? Tidak ada Tidak ada
Obat sesudah makan? Berapa jam sesudah makan? Sesudah makan, istirahat bentar kemudian minum obat 2 tablet ditunggu bentar terus diminum
Yang dirasakan setelah minum obat? Biasa saja,kemarin minum Mucopect® dadanya jadi sakit lalu dihentikan Biasa saja, jadi tidak panas
Obat/jamu/suplemen selain yang diberikan perawat selama di RS? Apa?
Ada obat dari rumah
75
Kasus 3
Data Diri Pemeriksaan Riwayat Terapi Perawatan di Bangsal Ny. STA Keluhan Masuk : codeine 3x10 mg (oral) Data Lab.&Tanda Vital
Tgl.Periksa Nilai normal
+ 2 bulan batuk-batuk ofloxacin 2x400mg (oral) 24/08/2008 ; 01/09/2008
No.RM : sore hari sebelum ke RS rifampicin 1x300mg (oral) Hb (gr%) 10,00 ; 11,80 12,00 – 18,00
01-92-13-12 batuk keluar darah Pehadoxin F® 1x¾ (oral) Hct (%) 31,3 ; 36,9 36,0 – 46,0
malam sebelumnya batuk berdahak PZA 500 mg 1x2 (oral) AL (ribu/mmk) 13,56 ; 11,98 4,10 – 13,00
Umur : serta mengeluarkan darah ethambutol 500mg 1x1½ (oral) AT (ribu/mmk) 368,0 ; 620,0 140,0 – 440,0
31 th Diagnosa Utama : Kalnex® 3x1 (oral) Suhu (°C) Berkisar 36,2 – 39
TB paru FDC 1x2 (oral) Nadi (kali/menit) Berkisar 80 – 100
Tgl. Masuk : Pamol® b/p (oral) Nafas (kali/menit) Berkisar 16 – 24
24/08/2008 HP pro 3x1 (oral) TD (mmHg) Berkisar 100 – 120(SBP) dan 60 – 80(DBP)
Lipofood® 2x1 (oral)
Tgl.Keluar : Diagosa sekunder : Primperan® 3x10 mg (oral) 01/09/2008 haemoptoe Curliv plus® 3x1 (oral)
Adona® 3x1 (oral)
Ultraproct® 1x1 (oral)
Ultraproct N® cream 3x1
76
Daftar Pemeberian Obat
Nama Obat Tanggal Pemberian 24 Agst 25 Agst 26 Agst 27 Agst 28 Agst 29 Agst 30 Agst 31 Agst 01-Sep
codeine 3x10 mg P,Si,So P,Si,So P,Si,So P,Si,So P,Si,So P,Si,So P,Si,So P,Si,So P
ofloxacin 2x400mg So P,So P,So P
rifampicin 1x300mg So P P P P
Pehadoxin F® 1x¾ So P P P P
PZA 500 mg 1x2 So P P P P
ethambutol 500mg 1x1½ So P P P P
Kalnex® 3x1 P,Si,So So
FDC 1x2 Si P P P
Pamol® b/p
HP pro 3x1 P,Si,So P,Si,So P,Si,So
Lipofood® 2x1 P,So P,So P,So
Primperan® 3x10 mg P,Si,So P,Si,So P,Si
Curliv plus® 3x1 P
Adona® 3x1 P
Ultraproct® 1x1 So
Ultraproct N® cream 3x1
77
Kasus 4
Data Diri Pemeriksaan Riwayat Terapi Perawatan di Bangsal Ny. SJN Keluhan Masuk : parasetamol 3x500 mg (oral) Data Lab.&Tanda Vital
Tgl.Periksa Nilai normal
pusing Primperan® 3x10 mg (oral) 13/08/2008
No.RM : dada terasa panas metformin 3x500 mg (oral) Hb (gr%) 14,6 12,00 – 18,00
00-64-15-64 mual-mual simvastatin 1x10 mg mlm (oral) Hct (%) 42,5 36,0 – 46,0
Glucobay® 2x1 (oral) AL (ribu/mmk) 12,34 4,10 – 13,00
Umur : Metrix® 1x2 mg (oral) AT (ribu/mmk) 165 140,0 – 440,0
49 th Diagnosa Utama : Cetalgin® 3x1 (oral) Suhu (°C) Berkisar 36,2 – 37,5
Tanpa keterangan zypraz 2x1 (oral) Nadi (kali/menit) Berkisar 80 – 88
Tgl. Masuk : Kalxetin® 1x10mg pagi (oral) Nafas (kali/menit)
12/08/2008 metoclopramide 10mg/2ml 2x1 (inj) TD (mmHg) Berkisar 100 – 110(SBP) dan 60 – 80(DBP)
ranitidin 50mg/2ml 2x1(inj) Catatan Keperawatan
Tgl.Keluar : Diagosa Sementara :
Tgl Keterangan 21/08/2008 Obs. Cefalgia 12/08/08 (Malam) Pasien masih mual dan muntah satu kali
13/08/08 (Sore) Pasien masih mual-mual dan muntah satu kali
13/08/08 (Malam) Pasien mengeluh mual
78
Daftar Pemberian Obat
Nama Obat Tanggal Pemberian 12 Agst 13 Agst 14 Agst 15 Agst 16 Agst 17 Agst 18 Agst 19 Agst 20 Agst 21 Agst
parasetamol 3x500 mg P,Si
Primperan® 3x10 mg P,Si
metformin 3x500 mg P,Si P,Si,So P,Si P,Si,So P,Si,So P,Si,So P,Si,So P,Si P,Si,So
simvastatin 1x10 mg mlm M M So So So So So So
Glucobay® 2x1 P P,So P P,So P,So P,So P,So P P,So
Metrix® 1x2 mg Si Si Si Si Si Si Si Si Si
Cetalgin® 3x1 M P,Si P,Si,So P,Si So P,Si,So P,Si,So P,Si,So P
zypraz 2x1 M P,Si Si,M Si
Kalxetin® 1x10mg pagi P P P
metoclopramide 10mg/2ml 2x1 P P
ranitidin 50mg/2ml 2x1 So P,So P,So Si,M Si Si
79
Kasus 5
Data Diri Pemeriksaan Riwayat Terapi Perawatan di Bangsal Bp.AMS Keluhan Masuk : Spasmium® 3x1(oral) Data Lab.&Tanda Vital
Tgl.Periksa Nilai normal tanpa keterangan Pamol® 3x500 mg (oral) 12/08/2008
No.RM : ofloxacin 400 mg 2x1/2 (oral) Hb (gr%) 14,5 13,50 – 17,50
01-92-06-91 Primperan® 10mg/2ml 2x1 A (inj) Hct (%) 42,3 41,0 – 53,0
ranitidin 50mg/2ml 2x1 A (inj) AL (ribu/mmk) 12,6 4,10 – 10,90
Umur : ceftazidine 2x1g (inj) AT (ribu/mmk) 296 140,0 – 440,0
39 th Diagnosa Utama : Remopain® 10mg/ml 2x1 (inj) Suhu (°C) Berkisar 36 – 40
tanpa keterangan Kalnex® 2x1 amp (inj) Nadi (kali/menit) Berkisar 80 – 100
Tgl. Masuk :
Nafas (kali/menit) Berkisar antara 18 - 24
12/08/2008 TD (mmHg) Berkisar 110 – 150(SBP) dan 70 – 90(DBP)
Catatan Keperawatan
Tgl.Keluar : Diagnosa Sementara : Tgl Keterangan 17/08/2008 Ureterolithiasis Dekstra 12/08/08 (Sore) Pasien muntah
Daftar Pemberian Obat
Nama Obat Tanggal Pemberian
Nama Obat Tanggal Pemberian
12 Agst 13 Agst 14 Agst 15
Agst 16
Agst 12 Agst 13 Agst
14 Agst
15 Agst
16 Agst
Spasmium® 3x1 P,Si,So ranitidin 50mg/2ml 2x1 A So P,So P
Pamol® 3x500 mg P,Si,So,M P P,Si,So,M Si ceftazidine 2x1g M Si Si
ofloxacin 400 mg 2x1/2 P P,So P Remopain® 10mg/ml 2x1 P P
Primperan® 10mg/2ml 2x1 A So P,So P Kalnex® 2x1 amp P P
80
Kasus 6 Data Diri Pemeriksaan Riwayat Terapi Perawatan di Bangsal
Bp. MKR Keluhan Masuk : Pamol® 3x500 mg (oral) Data Lab.&Tanda Vital Tgl.Periksa
Nilai normal mual dan muntah serta ceftazidime 2x1 (inj) 20; 29; 30; 31/08/2008 ; 05/09/2008
No.RM : terdapat luka pada kaki Narfoz® 2x4 mg ; 8 mg(oral) Hb (gr%) 9,55 ; 7,50 ; 10,50 ; 11,60 ; 10,50 13,50 – 17,50
00-52-47-51
Rantin® 50 mg/2ml 2x1 (inj) Hct (%) 27,5 ; 22,8 ; 34,0 ; 35,8 ; 32,7 41,0 – 53,0
Actrapid® 3x12 UI; 14 UI; 16 UI (inj) AL (ribu/mmk) 28,60 ; - ; - ; -; - 4,10 – 10,90
Umur : atropine ¼ A AT (ribu/mmk) 362,0 ; - ; - ; -; - 140,0 – 440,0
50 th Diagnosa Utama : Pronalges® 50mg/ml 1 Ampul (inj) SGOT (AST) 16,0 ; - ; - ; -; - 0 – 37,0
Tanpa keterangan Netromycin® 1x1 (inj) SGPT (ALT) 14,6 ; - ; - ; -; - 0 – 41,0
Tgl. Masuk : Pletaal® 2x1 (oral) Suhu (°C) Berkisar 36 – 38,9
20/08/2008 Cloracef® 3x500mg (oral) Nadi (kali/menit) Berkisar 80 – 104
Rantin® 2x150 mg (oral) Nafas (kali/menit)
Tgl.Keluar : Diagnosa Sementara : thiamphenicol 3x500mg (oral) TD (mmHg) Berkisar 90 – 150(SBP) dan 60 – 90(DBP)
10/09/2008 Vomitas Ketesse® bp (oral) Catatan Keperawatan
Gangren Diabetik Kemicetine® 2x1gr (inj) Tgl Keterangan
Remopain® 1 amp (inj) 25/08/08 (Malam) Pasien masih mual dan muntah
Venofer® 2amp (inj) 07/09/08 (Pagi) Pasien masih mual dan muntah
domperidon 10 mg 3x1 (oral) 07/09/08 (Sore) Pasien masih mual dan muntah
Arcalion® 2x200 mg (oral)
metronidazole 3x500 mg (inj)
Mikasin® 2x1 (inj)
Neurosanbe® 1x1 (inj)
Insulatard® 1x 10 amp (inj)
81
Wawancara Pasien di Bangsal Pertanyaan Jawaban (25/08/08) Jawaban (26/08/08)
Sudah minum obat (pagi/siang/malam)? Pagi ada 3 macam, siang belum Pagi 2 macam, siang 1 macam
Sudah disuntik (pagi/siang/malam)? Pagi dan siang 2 macam Siang 2 kali, ke infus dan tubuh
Obat sebelum makan? Berapa jam sebelum makan? ½ jam sebelum makan ( 1 macam ) ½ jam sebelum makan ( 1 macam )
Obat sesudah makan? Berapa jam sesudah makan? Langsung minum obat setelah makan ( 2 macam ) Langsung minum obat setelah makan
Yang dirasakan setelah minum obat? Masih sakit/pusing, tidak berpengaruh Kaki masih nyeri, berpengaruh sedikit
Obat/jamu/suplemen selain yang diberikan perawat selama di RS? Apa? Tidak Tidak
Daftar Pemberian Obat
Nama Obat Tanggal Pemberian 20 Agst 21 Agst 22 Agst 23 Agst 24Agst 25 Agst 26 Agst 27 Agst 28 Agst 29 Agst 30 Agst
Pamol® 3x500 mg So P,Si Si,So P P,So P,Si,So Si
ceftazidime 2x1 So P,So P,So P
Narfoz® 2x4 mg (20-22 Agst) ; 8 mg Si,M Si,M Si,M P,So P,So So
Rantin® 50 mg/2ml 2x1 Si,M Si,M Si,M
Actrapid® 3x12 UI; 14 UI; 16 UI So P P,Si,So P,Si P,So P,Si,So P,Si,So P,Si
atropine ¼ A
Pronalges® 50mg/ml 1 Ampul
Netromycin® 1x1 So So So
Pletaal® 2x1 P Si P,So P P,So P,So So
Cloracef® 3x500mg P,Si P,Si P,So So
Rantin® 2x150 mg P P
82
Daftar Pemberian Obat
Nama Obat Tanggal Pemberian 31 Agst 01-Sep 02-Sep 03-Sep 04-Sep 05-Sep 06-Sep 07-Sep 08-Sep 09-Sep 10-Sep
Pamol® 3x500 mg P,Si,So P,Si P,Si,So P,Si P,Si
ceftazidime 2x1
Narfoz® 2x8 mg P,So P So P,So
Actrapid® 3x12 UI; 14 UI; 16 UI P,Si,So,M So P,Si P,Si P,Si,So P,Si
Pletaal® 2x1 P,So P So P,So P,So So P,So P,So P So
Cloracef® 3x500mg P,So P P,So P,So P,So So P,So So P P,So P
Rantin® 2x150 mg Si,So Si,So So Si,So So Si Si,So Si
thiamphenicol 3x500mg P,Si P,Si M P,Si,M P,M P,Si,M P,Si
Ketesse® bp
Kemicetine® 2x1gr Si,M Si,M
Remopain® 1 amp
Venofer® 2amp P
domperidon 10 mg 3x1 P,Si,So So P,Si,So So P,Si Si,So Si
Arcalion® 2x200 mg So P,So P,So So P,So
metronidazole 2x1 amp P,Si,So P,So
metronidazole 3x500 mg M P,Si,M P,M P,Si P,Si,M
Mikasin® 2x1 P,So P,So P
Neurosanbe® 1x1 P
Insulatard® 1x 10 amp P P
83
Kasus 7 Data Diri Pemeriksaan Riwayat Terapi Perawatan di Bangsal
Ny. MNY Keluhan Masuk : Vomitas® 3x10 mg (oral) Data Lab.&Tanda Vital Tgl.Periksa
Nilai normal + 1 bulan sering kambuh domperidon 3x10 mg (oral) 21; 22; 31/08/2008 ; 02/09/2008
No.RM : sakit perut dan mual Curcuma® 3x200 mg (oral) Hb (gr%) 14,30 ; - ; 12,50 ; 13,30 12,00 – 18,00
01-92-11-82
cefadroxyl 2x500mg (oral) Hct (%) 42,4 ; - ; 38,5 ; 42,5 36,0 – 46,0
parasetamol 3x500 mg b/p (oral) AL (ribu/mmk) 15,14 ; - ; - ; - 4,10 – 13,00
Umur : Multivitaplex® 2x1 (oral) AT (ribu/mmk) 297,0 ; 333,0 ; - ; - 140,0 – 440,0
40 th Diagnosa Utama : Enzyplex® 2x1 (oral) SGOT (AST) 134,7 ; - ; - ; - 14 – 56
Cholesystitis vit. K 2x1 (inj) SGPT (ALT) 193,7 ; - ; - ; - 9 – 52
Tgl. Masuk : ceftriaxon 2x1g (inj) Suhu (°C) Berkisar 36 – 39
21/08/2008 Flagyl® 2x1 (inj) Nadi (kali/menit) Berkisar 80 – 89
ranitidin 50 mg/2ml 2x1 amp (inj) Nafas (kali/menit)
Tgl.Keluar : ketorolac 3% 2x1 (inj) TD (mmHg) Berkisar 100 – 140(SBP) dan 60 – 100(DBP)
08/09/2008 metronidazole 2x1 (inj) Catatan Keperawatan
metronidazole suppo 2x1 (dubur) Tgl Keterangan
02/09/08 (Pagi) Pasien operasi (cholelitectomy)
02/09/08 (Sore) Post cholelitectomy, sadar lalu muntah Wawancara Pasien di Bangsal
Pertanyaan Jawaban (25/08/08) Jawaban (28/08/08)
Sudah minum obat (pagi/siang/malam)? Pagi 2 macam, siang 2 macam, sore 2 macam Pagi 3 macam, siang 3 macam, sore 3 macam
Obat sebelum makan? Berapa jam sebelum makan? ½ jam sebelum makan ( 1 macam ) ½ jam sebelum makan Obat sesudah makan? Berapa jam sesudah makan? Langsung minum obat setelah makan ( 2 macam ) Langsung minum obat setelah makan Yang dirasakan setelah minum obat? Semakin baik, kadang masih panas dingin Lebih baikan
Obat/jamu/suplemen selain yang diberikan perawat selama di RS? Apa? Tidak Tidak
84
Daftar Pemberian Obat
Nama Obat Tanggal Pemberian 22 Agst 23 Agst 24 Agst 25 Agst 26 Agst 27 Agst 28 Agst 29 Agst 30 Agst
Vomitas® 3x10 mg P,Si P,Si P,Si,So
domperidon 3x10 mg P,Si,So P,Si,So P,Si,So P,Si,So Si P,Si
Curcuma® 3x200 mg P,Si P,Si,So P,Si P,Si,So P,Si,So P,Si,So Si P,Si
cefadroxyl 2x500mg P P,So P,So P P,Si,So P,Si,So Si P,So
parasetamol 3x500 mg b/p Si P,Si
vit. K 2x1 So P,So P,So P,So
Nama Obat Tanggal Pemberian 31 Agst 01-Sep 02-Sep 03-Sep 04-Sep 05-Sep 06-Sep 07-Sep 08-Sep
domperidon 3x10 mg P
Curcuma® 3x200 mg P,Si,So P,Si
cefadroxyl 2x500mg So P,So
parasetamol 3x500 mg b/p P
Multivitaplex® 2x1 P,So So P
Enzyplex® 2x1 P,So So P
vit. K 2x1 Si,M P,So
ceftriaxon 2x1g Si Si,M Si,M Si,M Si,M Si,M
Flagyl® 2x1 P,So
ranitidin 50 mg/2ml 2x1 amp P,So P,So P
ketorolac 3% 2x1 Si.M Si,M
metronidazole 2x1 P,So P,So
metronidazole suppo 2x1 P,So P,So
85
Kasus 8 Data Diri Pemeriksaan Riwayat Terapi Perawatan di Bangsal
Sdr. SRY (L) Keluhan Masuk : Rantin® 2x150 mg (oral) Data Lab.&Tanda Vital Tgl.Periksa
Nilai normal sakit pada perut bagian kanan bawah Spasmium® 2x1 (oral) 04/08/2008
No.RM : kedua pinggang kanan dan kiri sakit ceftriakson 1 g b/p (inj) Hb (gr%) 17,3 13,50 – 17,50
01-92-03-53 bila buang air kecil kesakitan metronidazol 2x1 (inj) Hct (%) 49,7 41,0 – 53,0
Kaltrofen® 1x100 mg (inj) AL (ribu/mmk) 11,52 4,10 – 10,90
Umur : Broadced® 1000 mg/vial 3x1 (inj) AT (ribu/mmk) 252 140,0 – 440,0
34 th Diagnosa Utama : Remopain® 3% 3x1 (inj) SGOT (AST) 33,8 0 – 37,0
peritonitis umum ; Flagyl® suppo 1000 mg b/p (dubur) SGPT (ALT) 20,6 0 – 41,0
Tgl. Masuk : appendititis akut perforata Primperan® 10mg/2ml 2x1 (inj) Suhu (°C) Berkisar 36 – 38
04/08/2008 Rantin® 50mg/2ml 2x1 (inj) Nadi (kali/menit) Berkisar 80 – 90
vomidex® 10mg/2ml 1x1 (inj) Nafas (kali/menit) Berkisar 18 - 24
Tgl.Keluar :
TD (mmHg) Berkisar 120 – 150(SBP) dan 70 – 90(DBP)
10/08/2008 Catatan Keperawatan Tgl Keterangan
05/08/08 (Malam) Post operasi (appendectomy) Daftar Pemberian Obat
Nama Obat Tanggal Pemberian
Nama Obat Tanggal Pemberian
4 Agst
5 Agst
6 Agst
7 Agst
8 Agst
9 Agst
10 Agst 6 Agst 7 Agst 8 Agst 9 Agst 10
Agst
Rantin® 2x150 mg P,So Remopain® 3% 3x1 P,So,M P,So,M
Spasmium® 2x1 P,So Flagyl® suppo 1000 mg b/p P,So,M P,So,M P,Si P,So,M P,So
ceftriakson 1 g b/p So P,So P,So Primperan® 10mg/2ml 2x1 So
metronidazol 2x1 So P,So P,So Rantin® 50mg/2ml 2x1 So P,M P,So P
Kaltrofen® 1x100 mg So So P,M P,So P vomidex® 10mg/2ml 1x1 P P P
Broadced® 1000 mg/vial 3x1 P P P P P
86
Kasus 9
Data Diri Pemeriksaan Riwayat Terapi Perawatan di Bangsal Sdr. RIP (L) Keluhan Masuk : Noperten® 1x5 mg (oral) Data Lab.&Tanda Vital
Tgl.Periksa Nilai normal
kepala sangat pusing Celebrex® 2x100 mg (oral) 22/08/2008
No.RM : riwayat sinusitis Bellapheen® 3x500 mg (oral) Hb (gr%) 17,3 13,50 – 17,50
00-95-56-02
Rhinofed® 3x5 mg (oral) Hct (%) 47,8 41,0 – 53,0
Vertivom® 3x10 mg (oral) AL (ribu/mmk) 12,7 4,10 – 10,90
Umur : Pondex® 3x250 mg (oral) AT (ribu/mmk) 337 140,0 – 440,0
34 th Diagnosa Utama : Lanama/pamol® 3x500 mg (oral) SGOT (AST) 16.7 0 – 37,0
rhinosinusitis Yekalgin® 3x1500 mg (oral) SGPT (ALT) 22.0 0 – 41,0
Tgl. Masuk : Avelox® 1x400mg (oral) Suhu (°C) Berkisar 36 – 37
22/08/2008 disadrin (15 mg/5ml) 3x1 (oral) Nadi (kali/menit) Berkisar 80 – 88
Tgl.Keluar : Diagnoasa Sekunder : Rantin® 2x1 (oral) Nafas (kali/menit) Konstan pada 20
24/08/2008 hipertensi Kalmethasone® (0,5 mg) 3x2cc (oral) TD (mmHg) Berkisar 140 – 190(SBP) dan 100 – 120(DBP)
Toradol® 30 mg 1amp (inj)
Stesolid® 10 mg/2ml ½ amp (inj)
Remopain/kaltrofen® 3% atau 30 mg 1amp (inj)
Rantin® 1 g 1amp (inj)
Primperan® 10 mg/2 ml 1amp (inj)
Nasacort® (nasal spray)
87
Daftar Pemberian Obat
Nama Obat Tanggal Pemberian Nama Obat Tanggal Pemberian 22 Agst 23 Agst 22 Agst 23 Agst
Noperten® 1x5 mg P P disadrin (15 mg/5ml) 3x1
Celebrex® 2x100 mg P,So Rantin® 2x1
Bellapheen® 3x500 mg P,Si,So P,Si,So Kalmethasone® (0,5 mg) 3x2cc So P
Rhinofed® 3x5 mg P,Si,M P,Si Toradol® 30 mg 1amp IGD
Vertivom® 3x10 mg P,Si,So Stesolid® 10 mg/2ml ½ amp IGD
Pondex® 3x250 mg P,Si,So Remopain/kaltrofen® 3% atau 30 mg 1amp P,So P
Lanama/pamol® 3x500 mg P,Si,So Rantin® 1 g 1amp P
Yekalgin® 3x1500 mg M P,Si,So Primperan® 10 mg/2 ml 1amp P
Avelox® 1x400mg Nasacort® (nasal spray) Wawancara Pasien di Bangsal
Pertanyaan Jawaban (25/08/08) Sudah minum obat (pagi/siang/malam)? Sudah, pagi 4 macam dimakan menggunakan pisang
siang dan malam tidak ingat Sudah disuntik (pagi/siang/malam)? 1 kali
Obat sebelum makan? Berapa jam sebelum makan? lupa Obat sesudah makan? Berapa jam sesudah makan? lupaYang dirasakan setelah minum obat? badan terasa lebih enak
Obat/jamu/suplemen selain yang diberikan perawat selama di RS? Apa? Tidak
88
Kasus 10
Data Diri Pemeriksaan Riwayat Terapi Perawatan di Bangsal Ny. MRY Keluhan Masuk : ISDN 3x5mg (oral) Data Lab.&Tanda Vital
Tgl.Periksa Nilai normal mual – mual dan muntah Letonal® 100 mg 2x1/2 (oral) 26/08/2008
No.RM : glikuidone 30mg 2x1/2 (oral) Hb (gr%) 6,6 12,00 – 18,00
00-93-85-11 Glucobay® 2x50 mg (oral) Hct (%) 21,6 36,0 – 46,0
Hemobion® 1x1 (oral) AL (ribu/mmk) 4,82 4,10 – 13,00
Umur : adona 3x10mg (oral) AT (ribu/mmk) 155 140,0 – 440,0
45 th Diagnosa Utama : propanolol 2x40mg (oral) Suhu (°C) Berkisar 36 – 38,4
suspect hepatitis, milena, anemia Inpepsa® (oral) Nadi (kali/menit) Berkisar 80 – 88
Tgl. Masuk : OMZ 1x20 mg (oral) Nafas (kali/menit) Berkisar antara 18 - 22
26/08/2008 Vomitas® 3x10 mg (oral) TD (mmHg) Berkisar 100 – 130(SBP) dan 60 – 80(DBP)
Tgl.Keluar : ranitidin 2x1 g (inj)
28/08/2008 Primperan (10 mg/2 ml) (inj) Daftar Pemberian Obat
Nama Obat Tanggal Pemberian Nama Obat Tanggal Pemberian 26 Agst 27 Agst 28 Agst 26 Agst 27 Agst 28 Agst
ISDN 3x5mg So P,Si,So P,So propanolol 2x40mg So P,So P,So
Letonal® 100 mg 2x1/2 So P,So P,So Inpepsa® So
glikuidone 30mg 2x1/2 So P,So P,So OMZ 1x20 mg
Glucobay® 2x50 mg So P,So P,So Vomitas® 3x10 mg
Hemobion® 1x1 P P ranitidin 2x1 g M Si,M
adona 3x10mg So P,Si,So Primperan (10 mg/2 ml) M Si,M
89
Kasus 11
Data Diri Pemeriksaan Riwayat Terapi Perawatan di Bangsal Ny. KTM Keluhan Masuk : Rantin® 2x150mg (oral) Data Lab.&Tanda Vital
Tgl.Periksa Nilai normal tanpa keterangan Methycobal® 3x1 (oral) 18 ; 27/08/2008
No.RM : Farmasal® 1x100mg (oral) Hb (gr%) 8,70 ; 11,90 12,00 – 18,00
01-92-10-12 digoxin 0,25mg 1x½ (oral) Hct (%) 31,8 ; 40,3 36,0 – 46,0
Vomitas® 3x10 mg (oral) AL (ribu/mmk) 12,51 ; - 4,10 – 13,00
Umur : ISDN 3x5mg (oral) AT (ribu/mmk) 221,0 ; - 140,0 – 440,0
49 th Diagnosa Utama : Pamol® 4x500 mg (oral) Suhu (°C) Berkisar 36 – 40,6
tanpa keterangan Aspar-K® 2x300 mg (oral) Nadi (kali/menit) Berkisar 76 – 100
Tgl. Masuk : ofloxacin 450mg 2x ½ (oral) Nafas (kali/menit) Berkisar 18 – 24
18/08/2008 Rantin® 1 g 2x1amp (inj) TD (mmHg) Berkisar 90 – 130(SBP) dan 60 – 80(DBP)
Primperan® 10mg/2ml 2X1 amp (inj) Catatan Keperawatan
Tgl.Keluar : Diagnosa Sementara : ceftazidim 1gr 2x1 amp (inj) Tgl Keterangan 27/08/2008 Neuropati DM KCL (inj) 19/08/08 (Pagi) Pasien muntah
19/08/2008 (Malam) Pasien masih mual dan muntah
20/08/08 (Pagi) Pasien masih mengeluh mual
90
Daftar Pemberian Obat
Nama Obat Tanggal Pemberian 18 Agst 19 Agst 20 Agst 21 Agst 22 Agst 23 Agst 24 Agst 25 Agst 26 Agst 27 Agst
Rantin® 2x150mg M So P,So P P Si P P,M P P
Methycobal® 3x1 So P,So
Farmasal® 1x100mg So P P So So P Si So So
digoxin 0,25mg 1x½ So P P P P P P P P P
Vomitas® 3x10 mg So P,Si Si P,Si,So P,Si,So P,Si,So
ISDN 3x5mg So P,Si P,Si,So P,Si,So P,Si,So P,Si,So Si,So P,Si,So P,Si,So P,Si
Pamol® 4x500 mg P,Si,So P,Si,So,M P,Si,So,M P,Si,So,M P,Si,So P,Si
Aspar-K® 2x300 mg P,So P,So P,So P,So P,So P,So P,So P
ofloxacin 450mg 2x ½ Si P,So P,So P,So P
Rantin® 1 g 2x1amp P
Primperan® 10mg/2ml 2X1 amp So P P,So P,So P
ceftazidim 1gr 2x1 amp So P,M P,So P,So P,So P,So
KCL P Wawancara Pasien di Bangsal
Pertanyaan Jawaban (23/08/08) Jawaban (25/08/08)
Sudah minum obat (pagi/siang/malam)? Sudah. Pagi 4 tablet, siang 1 tablet. Sudah. Pagi 3 tablet, siang 2 tablet.
Sudah disuntik (pagi/siang/malam)? Sudah. Hanya pagi tadi 3x suntikan di tangan. Tidak ada.
Obat sebelum makan? Berapa jam sebelum makan? Tidak ada Tidak ada
Obat sesudah makan? Berapa jam sesudah makan? Semua obat langsung diminum sesudah makan, tidak ada jeda waktu.
Semua obat langsung diminum sesudah makan, tidak ada jeda waktu.
Yang dirasakan setelah minum obat? Biasa saja, tidak merasakan apa-apa. Biasa saja, tidak ada keluhan. Obat/jamu/suplemen selain yang diberikan perawat selama di RS? Apa? Tidak Tidak.
91
Kasus 12 Data Diri Pemeriksaan Riwayat Terapi Perawatan di Bangsal
Bp.SKD Keluhan Masuk : Noperten® 1x5mg (oral) Data Lab.&Tanda Vital Tgl.Periksa
Nilai normal sesak nafas Xanax® 0.5 mg 2x ½ (oral) 07/08/2008
No.RM : dada nyeri Ascardia®1x160 mg (oral) Hb (gr%) 13,9 13,50 – 17,50
01-92-04-81 badan lemas Cedocard® 3x5mg (oral) Hct (%) 42,7 41,0 – 53,0
Dolo Scanneuron® 3x1 (oral) AL (ribu/mmk) 8,09 4,10 – 10,90
Umur : Zumadiac® 2x½ (oral) AT (ribu/mmk) 130 140,0 – 440,0
60 th Diagnosa Utama : Glucobay® 2x1 (oral) Suhu (°C) Berkisar 36 – 37
Diabetes Mellitus (DM) Glumin® 1x1 (oral) Nadi (kali/menit) Berkisar 72 – 104
Tgl. Masuk : Primperan® 10mg/2ml 2x1 (inj) Nafas (kali/menit) Berkisar 20 – 22
07/08/2008 Toradol® 1amp (inj) TD (mmHg) Berkisar 80 – 130(SBP) dan 50 – 90(DBP)
Rantin® 1amp (inj) Catatan Keperawatan
Tgl.Keluar : Actrapid® 18ui (inj) Tgl Keterangan 11/08/2008 10/08/08 (sore) Pasien muntah
Daftar Pemberian Obat
Nama Obat Tanggal Pemberian Nama Obat Tanggal Pemberian
7 Agst 8 Agst 9 Agst 10 Agst 11 Agst 7 Agst 8 Agst 9 Agst 10 Agst 11 Agst
Noperten® 1x5mg So P P Glucobay® 2x1 M P,So P,So P
Xanax®0.5 mg 2x ½ M P Si,M P,So P Glumin® 1x1 M M M
Ascardia®1x160 mg So P P P P Primperan® 10mg/2ml 2x1 So P
Cedocard® 3x5mg So P,Si,So Toradol® 1amp So
Dolo Scanneuron® 3x1 M P,Si,So P,Si,So P,Si Rantin® 1amp So So P
Zumadiac® 2x½ P,So P,So P Actrapid® 18 IU So
92
Kasus 13
Data Diri Pemeriksaan Riwayat Terapi Perawatan di Bangsal Bp. KBG Keluhan Masuk : Baquinor® 2x1 (oral) Data Lab.&Tanda Vital
Tgl.Periksa Nilai normal
perut mules Arcapec® b/p 3x2 (oral) 13/08/2008
No.RM : diare 4x Vometa® 3x10 mg (oral) Hb (gr%) 16,5 13,50 – 17,50
01-92-07-68 mual dan muntah Tracordia® b/p 3x1(oral) Hct (%) 47,1 41,0 – 53,0
AL (ribu/mmk) 6,74 4,10 – 10,90
Umur : AT (ribu/mmk) 214 140,0 – 440,0
35 th Diagnosa Utama : Suhu (°C) Berkisar 36 – 36,5
gastroenteritis akut (GEA) Nadi (kali/menit) Berkisar 50 – 84
Tgl. Masuk : Nafas (kali/menit) Berkisar 18 – 20
13/08/2008 TD (mmHg) Berkisar 110 – 120(SBP) dan 70 – 80(DBP)
Catatan Keperawatan
Tgl.Keluar : Tgl Keterangan 15/08/2008 13/08/08 (malam) Pasien masih mual
14/08/08 (pagi) Pasien masih mual
Daftar Pemberian Obat
Nama Obat Tanggal Pemberian
14 Agst 15 Agst
Baquinor® 2x1 P,So P
Arcapec® b/p 3x2 P,Si,So P,Si
Vometa® 3x10 mg So P,Si
Tracordia® b/p 3x1 So P,Si
93
Kasus 14 Data Diri Pemeriksaan Riwayat Terapi Perawatan di Bangsal
Ny. SKT Keluhan Masuk : Lesichol® 3x1 (oral) Data Lab.&Tanda Vital Tgl.Periksa
Nilai normal + 5 bulan perut membesar Curcuma® 3x200 mg (oral) 07/08/2008
No.RM : mata kuning domperidon 3x10 mg (oral) 11,8 12,00 – 18,00
01-92-04-83 5 hari badan lemas ranitidin 3x150 mg (oral) Hct (%) 10,6 36,0 – 46,0
urin seperti air teh Letonal® 100 mg 2x1/2 (oral) AL (ribu/mmk) 7,66 4,10 – 13,00
Umur :
AT (ribu/mmk) 226 140,0 – 440,0
63 th SGOT (AST) 94,6 14,0 – 56,0
SGPT (ALT) 63,3 9,0 – 52,0
Diagnosa Utama : Suhu (°C) Berkisar 36 – 37,6
CH decompisata Nadi (kali/menit) Berkisar 84 – 96
Tgl. Masuk : Nafas (kali/menit) Berkisar 18 – 22
07/08/2008 TD (mmHg) Berkisar 100 – 140(SBP) dan 60 – 90(DBP)
Catatan Keperawatan Tgl.Keluar : Tgl Keterangan 10/08/2008 07/08/08 (Sore) Konsisi umum lemah
08/08/2008 (Malam) Pasien mengeluh nyeri perut hilang timbul Daftar Pemberian Obat
Nama Obat Tanggal Pemberian
7 Agst 8 Agst 9 Agst 10 Agst
Lesichol® 3x1 So P,Si Stop
Curcuma® 3x200 mg So P,Si,So P,Si,So P,Si,So
domperidon 3x10 mg So P,Si,So P,Si,So
Ranitidin 3x150 mg So P,Si,So P,Si,So
Letonal® 100 mg 2x1/2 P,So P,So
94
Kasus 15 Data Diri Pemeriksaan Riwayat Terapi Perawatan di Bangsal
Ny. SNT Keluhan Masuk : domperidon 3x10 mg (oral) Data Lab.&Tanda Vital Tgl.Periksa
Nilai normal badan lemas Tensivask® 1x5 g (oral) 10/08/2008
No.RM : perut mual stirizime 1x1 (oral) Hb (gr%) 12,8 12,00 – 18,00
01-91-72-87 muntah Sibelium® 3x5 g (oral) Hct (%) 35,2 36,0 – 46,0
BAK tak terasa Sistenol® 3x1 (oral) AL (ribu/mmk) 7,81 4,10 – 13,00
Umur : Sporacid® 2x100 mg (oral) AT (ribu/mmk) 375 140,0 – 440,0
65 th Diagnosa Utama : Mixtard® 2x12 UI (inj) Suhu (°C) Berkisar 36 – 37,3
diabetes mellitus Remopain® 1 amp (inj) Nadi (kali/menit) Berkisar 80 – 88
Tgl. Masuk : ranitidin 1 amp (inj) Nafas (kali/menit) Berkisar 16 – 20
10/08/2008 Ultraproct® 2x1 suppo (dubur) TD (mmHg) Berkisar 120 – 160(SBP) dan 70 – 110(DBP)
Zelavel® 1x1 (oral)
Tgl.Keluar : Diagnosa Sekunder : duradril 2cc (inj) 13/08/2008 Vulvo vaginitis gynofort 2% (vagina)
Daftar Pemberian Obat
Nama Obat Tanggal Pemberian Nama Obat Tanggal Pemberian
09 Agst 10 Agst 11 Agst 12 Agst 13 Agst 09 Agst 10 Agst 11 Agst 12 Agst 13 Agst
domperidon 3x10 mg P,Si,So P Mixtard® 2x12 IU M P,So P,So P
Tensivask® 1x5 g P P P P Remopain® 1 amp P
stirizime 1x1 P P Ultraproct® 2x1 suppo P,So P
Sibelium® 3x5 g P,Si,So P,So P,So Zelavel® 1x1 P P
Sistenol® 3x1 P,Si,So P,Si,So P,Si duradril 2cc M
Sporacid® 2x100 mg So P,So P,So P gynofort 2% M
95
Kasus 16
Data Diri Pemeriksaan Riwayat Terapi Perawatan di Bangsal Bp. SYT Keluhan Masuk : Pamol® 3x500 mg (oral) Data Lab.&Tanda Vital
Tgl.Periksa Nilai normal
badan panas Arcapec® 3x10 mg (oral) 13/08/2008
No.RM : perut mual domperidon 3x10 mg (oral) Hb (gr%) 15 13,50 – 17,50
00-15-59-01 diare 5x cair Metrix® 2 mg 1x½ (oral) Hct (%) 42,9 41,0 – 53,0
Primperan® 10mg/2ml 2x1 (inj) AL (ribu/mmk) 17,8 4,10 – 10,90
Umur : ranitidin 2x1amp (inj) AT (ribu/mmk) 190 140,0 – 440,0
57 th Diagnosa Utama : Tracordia® 3x1 (oral) SGOT (AST) 35 0 – 37.0
gastroenteritis akut gentamycin 80mg 2x1A (inj) SGPT (ALT) 24 0 – 41.0
Tgl. Masuk : Cravit® 1x1 (oral) Suhu (°C) Berkisar 36 – 39,8
13/08/2008 OMZ® 1x1 (oral) Nadi (kali/menit) Berkisar 80 – 100
Vomitas® 3x10 mg (oral) Nafas (kali/menit) Berkisar 18 – 24
Tgl.Keluar :
TD (mmHg) Berkisar 70 – 130(SBP) dan 50 – 90(DBP)
22/08/2008 Catatan Keperawatan
Tgl Keterangan
17/08/2008 (Pagi) Pasien mengeluh perut mual
96
Daftar Pemberian Obat
Nama Obat Tanggal Pemberian
13 Agst 14 Agst 15 Agst 16 Agst 17 Agst 18 Agst 19 Agst 20 Agst 21 Agst 22 Agst
Pamol® 3x500 mg So P,Si P,Si P,Si P,Si,So P,Si,So P,Si,So P,Si
Arcapec® 3x10 mg So P P,Si P,Si P,Si,So P,Si,So Stop
domperidon 3x10 mg P Si P
Metrix® 2 mg 1x½ P P P P P P
Primperan® 10mg/2ml 2x1 M So P,So,M P P,So
ranitidin 2x1amp M So P,So P P,So
Tracordia® 3x1 So P,Si P,Si
gentamycin 80mg 2x1A P P,So
Cravit® 1x1 So P P
Vomitas® 3x10 mg P,Si,So P,Si Wawancara Pasien di Bangsal
Pertanyaan Jawaban Sudah minum obat (pagi/siang/malam)? Pagi : 07.30; Siang : 12.00; Sore : 06.00 Sudah disuntik (pagi/siang/malam)? Kemarin kurang lebih 3 kali/hari; hari ini 1 kali saja Obat sebelum makan? Berapa jam sebelum makan? Ada 1, diminum ½ jam sebelum makan Obat sesudah makan? Berapa jam sesudah makan? P : 4,Si&So : 3; ½ jam sesudah makan Yang dirasakan setelah minum obat? Kemarin merasakan mual setelah diberi obat yang diinfus (obat trombosit) Obat/jamu/suplemen selain yang diberikan perawat selama di RS? Apa? Tidak
97
Kasus 17
Data Diri Pemeriksaan Riwayat Terapi Perawatan di Bangsal Ny.TTR Keluhan Masuk : Primperan® 3x10 mg (oral) Data Lab.&Tanda Vital
Tgl.Periksa Nilai normal
+ 2 minggu nyeri Tarontal® 3x400 mg (oral) 14; 17; 21/08/2008
No.RM : luka pada telapak kaki Pletaal® 2x50mg (oral) Hb (gr%) 7,80 ; 12,40 ; 11,20 12,00 – 18,00
01-92-07-88 dan dibawah jempol ceftazidime 2x1g (inj) Hct (%) 23,0 ; 36,70 ; 34,20 36,0 – 46,0
sudah 2 tahun metronidazole 3x500 mg (inj) AL (ribu/mmk) 19,05 ; - ; - 4,10 – 13,00
Umur : Arcapec® 10 mg 3x2 (oral) AT (ribu/mmk) 232,0 ; - ; - 140,0 – 440,0
57 th Diagnosa Utama : Vometa® 3x10 mg (oral) SGOT (AST) 30,1 14.0 – 56.0
gangren diabetes mellitus Kaltrofen® 2x100 mg (oral) SGPT (ALT) 13,5 9.0 – 52.0
Tgl. Masuk : Remopain® 2x1amp (inj) Suhu (°C) Berkisar 36,4 – 39,3
14/08/2008 Cefazol® 2x1(inj) Nadi (kali/menit) Berkisar 80 – 88
Actrapid® 3x8;12;16 IU (inj) Nafas (kali/menit) Berkisar 18 – 22
Tgl.Keluar : Allopurinol® 100 mg 1x3 (oral) TD (mmHg) Berkisar 110 – 160(SBP) dan 70 – 100(DBP)
25/08/2008 glimepirid 2 mg 1-0-0 (oral) Catatan Keperawatan
Cefspan® 2x1 (oral) Tgl Keterangan
Climadan® 3x1 (oral) 16/08/2008 (Sore) Pasien mengeluh perut mual
16/08/2008 (Malam) Pasien mengeluh perut mual
98
Daftar Pemberian Obat
Nama Obat Tanggal Pemberian 14 Agst 15 Agst 16 Agst 17 Agst 18 Agst 19 Agst 20 Agst 21 Agst 22 Agst 23 Agst 24 Agst 25 Agst
Primperan® 3x10 mg Si,So
Tarontal® 3x400 mg P,Si,So P,Si,So P,Si,So P,Si,So So P,Si,So P,Si,So P,Si,So P,Si
Pletaal® 2x50mg P,So P,So P,So P,So So P,So P
ceftazidime 2x1g P,So P
metronidazole 3x500 mg P,So P P,So P,So
Arcapec® 10 mg 3x2 P,Si,So P,Si,So P,Si,So P
Vometa® 3x10 mg P,Si,So Si,So So P,So
Kaltrofen® 2x100 mg P,So P,So So P,So P,So P,So P
Remopain® 2x1amp Si,M P,So
Cefazol® 2x1(inj) P,So So Si,M P,So P P,So
Actrapid® 3x8;12;16 IU Si,So P,Si P,Si,So So P,So P So So P,Si,So P So
Allopurinol® 100 mg 1x3 P P P P
glimepirid 2 mg 1-0-0 P P P P
Cefspan® 2x1 So So So P,So
Climadan® 3x1 P,Si
99
Kasus 18
Data Diri Pemeriksaan Riwayat Terapi Perawatan di Bangsal Ny. SYT Keluhan Masuk : Polycrol® syr 3x1C (oral) Data Lab.&Tanda Vital
Tgl.Periksa Nilai normal
+ 10 hari perut terasa nyeri Vometa® 3x10 mg (oral) 14/08/2008
No.RM : dan dada terasa sesak Rantin® 2x1 (oral) Hb (gr%) 15,2 12,00 – 18,00
01-92-08-08
OMZ® 1x20 mg (oral) Hct (%) 43,9 36,0 – 46,0
AL (ribu/mmk) 11,8 4,10 – 13,00
Umur : AT (ribu/mmk) 198 140,0 – 440,0
43 th Diagnosa Utama : SGOT (AST) 56,3 14.0 – 56.0
dispepsia SGPT (ALT) 38,6 9.0 – 52.0
Tgl. Masuk : Suhu (°C) Berkisar 36 – 37
14/08/2008 Nadi (kali/menit) Berkisar 80 – 84
Nafas (kali/menit) Berkisar 18 – 20
Tgl.Keluar : TD (mmHg) Berkisar 120(SBP) dan 70 – 80(DBP)
16/08/2008 Daftar Pemberian Obat
Nama Obat Tanggal Pemberian
14 Agst 15 Agst 16 Agst
Polycrol® syr 3x1C P,Si,So P,Si
Vometa® 3x10 mg P,Si,So P
Rantin® 2x1 P
OMZ® 1x20 mg M P
100
Kasus 19 Data Diri Pemeriksaan Riwayat Terapi Perawatan di Bangsal
Ny. SNK Keluhan Masuk : Pamol® 3x50 mg (oral) Data Lab.&Tanda Vital Tgl.Periksa
Nilai normal + 4 hari badan lemas levofloxacin 1x500 mg (oral) 18/08/2008
No.RM : sesak nafas Somerol® 2x1 (inj) Hb (gr%) 16,3 12,00 – 18,00
00-28-20-73 mual, nafsu makan kurang ceftazidime 2x1gr (inj) Hct (%) 46,8 36,0 – 46,0
dada berdebar-debar Quibron T/SR® 2x1/2 (oral) AL (ribu/mmk) 6,32 4,10 – 13,00
Umur : Mucopect® syr 3x1 C (oral) AT (ribu/mmk) 319 140,0 – 440,0
55 th Diagnosa Utama : Rantin® 2x1 amp (inj) SGOT (AST) 29,2 14.0 – 56.0
tanpa keterangan Primperan® 10mg/2ml 2x1 (inj) SGPT (ALT) 14,7 9.0 – 52.0
Tgl. Masuk : Diagnosa Sementara : Rantin® 2x1 (oral) Suhu (°C) Berkisar 36 – 37
18/08/2008 Obs. Febris, Dyspnea Vomitas® 3x10 mg (oral) Nadi (kali/menit) Berkisar 80 – 92
(Flexotid+Combiven) 2x1/hr (nebulizer) Nafas (kali/menit) Berkisar 18 – 24
Tgl.Keluar :
TD (mmHg) Berkisar 100 - 130 (SBP) dan 60 – 80(DBP)
22/08/2008 Daftar Pemberian Obat
Nama Obat Tanggal Pemberian Nama Obat Tanggal Pemberian
18Agst 19 Agst 20 Agst 21 Agst 22 Agst 18 Agst 19 Agst 20 Agst 21 Agst 22 Agst
Pamol® 3x50 mg So Rantin® 2x1 amp M P
levofloxacin 1x500 mg P P P P Primperan® 10mg/2ml 2x1 M P
Somerol® 2x1 So P,So P,So Rantin® 2x1 P
ceftazidime 2x1gr So P,So P Vomitas® 3x10 mg P,Si
Quibron T/SR® 2x1/2 So P,So P,So P,So (Flexotid+Combiven) 2x1/hr So P,So P,So
Mucopect® syr 3x1 C So P,Si
101
Kasus 20 Data Diri Pemeriksaan Riwayat Terapi Perawatan di Bangsal
Ny. MYT Keluhan Masuk : Arcapec® 3x2 (oral) Data Lab.&Tanda Vital Tgl.Periksa
Nilai normal 1 hari diare dan muntah Enzyplex® 3x1(oral) 19/08/2008
No.RM :
Vometa® 3x10 mg (oral) Hb (gr%) 13,3 12,00 – 18,00
01-92-08-63 OMZ® 1x1 (oral) Hct (%) 40,4 36,0 – 46,0
yekalgin 3x500 mg (oral) AL (ribu/mmk) 16,37 4,10 – 13,00
Umur :
AT (ribu/mmk) 223 140,0 – 440,0
28 th Diagnosa Utama : SGOT (AST) 53,4 14 – 56
gastroenteritis SGPT (ALT) 72,6 9 – 52
Tgl. Masuk : Suhu (°C) Berkisar 36 – 39
19/08/2008 Nadi (kali/menit) Berkisar 80 – 88
Nafas (kali/menit) Berkisar 18 – 22
Tgl.Keluar : TD (mmHg) Berkisar 90 - 110 (SBP) dan 60 – 70(DBP) 21/08/2008 Catatan Keperawatan
Tgl Keterangan
19/08/08 (Sore) Pasien mengeluh perut mual
20/08/08 (Pagi) Pasien mengeluh perut mual Daftar Pemberian Obat
Nama Obat Tanggal Pemberian
19 Agst 20 Agst 21 Agst
Arcapec® 3x2 So P,Si,So P,Si,So
Enzyplex® 3x1 So P,Si,So P,Si
Vometa® 3x10 mg P,Si,So P,Si,So
OMZ® 1x1 So P
yekalgin 3x500 mg P,Si,So
102
Kasus 21 Data Diri Pemeriksaan Riwayat Terapi Perawatan di Bangsal
Sdr.RAS (P) Keluhan Masuk : Pamol® 3x500 mg (oral) Data Lab.&Tanda Vital Tgl.Periksa
Nilai normal 3 hari , kepala pusing, Vometa FT® 3x10 mg (oral) 20 ; 23/08/2008
No.RM : perut mual, muntah 3x, Rantin® 1 g 1 amp (inj) Hb (gr%) 10,9 ; - 12,00 – 18,00
00-04-01-41 badan lemas ceftriaxon 1 gr 2x1 (inj) Hct (%) 37,5 ; - 36,0 – 46,0
Curliv plus® 3x1 (oral) AL (ribu/mmk) 5,47 ; - 4,10 – 13,00
Umur : Vomitas® 3x10 mg (oral) AT (ribu/mmk) 383 ; - 140,0 – 440,0
17 th
SGOT (AST) 658,5 ; 218,1 14,0 – 56,0
SGPT (ALT) 1053,1 ; 461,0 9,0 – 52,0
Diagnosa Utama : Suhu (°C) Berkisar 36 – 37
hepatitis Nadi (kali/menit) Berkisar 80 – 88
Tgl. Masuk : Nafas (kali/menit) Berkisar 18 – 20
20/08/2008 TD (mmHg) Berkisar 100 - 110 (SBP) dan 60 – 70(DBP) Catatan Keperawatan
Tgl.Keluar : Tgl Keterangan 23/08/2008 22/08/08 (Pagi,Malam) Pasien masih mual tetapi sudah tidak muntah
23/08/08 (Pagi) Pasien masih mual tetapi sudah tidak muntah Daftar Pemberian Obat Wawancara Pasien di Bangsal
Nama Obat Tanggal Pemberian Pertanyaan Jawaban (21/08/08)
20 Agst 21 Agst 22 Agst 23 Agst Sudah minum obat (pagi/siang/malam)? Sudah, pagi tadi jam 07.00
Pamol® 3x500 mg So P P,Si,So P,Si,So Sudah disuntik (pagi/siang/malam)?
Vometa FT® 3x10 mg P,Si,So P,Si,So Obat sblm makan? Berapa jam sblm makan? Ada 1, diminum ½ jam sebelum makan
Rantin® 1 g 1 amp So Obat ssdh makan? Berapa jam ssdh makan? Ada 1, langsung diminum sesudah makan
ceftriaxon 1 gr 2x1 So,M P,So Yang dirasakan setelah minum obat? Tidak ada
Curliv plus® 3x1 So P,Si,So Obat/jamu/suplemen selain yang diberikan Tidak
Vomitas® 3x10 mg Si,So perawat selama di RS? Apa?
103
Kasus 22
Data Diri Pemeriksaan Riwayat Terapi Perawatan di Bangsal Bp.MJS Keluhan Masuk : Cefspan® 100mg 2x1(oral) Data Lab.&Tanda Vital
Tgl.Periksa Nilai normal
jatuh dari pohon krn ultracet 3x1 (oral) 23/07/2008
No.RM : kepala terasa sangat pusing; Brainact® 500mg 2x1 (oral) Hb (gr%) 13,5 13,50 – 17,50
01-91-98-95 leher dan pinggang sakit Q-Ten® 100mg 1x1 (oral) Hct (%) 38 41,0 – 53,0
Mucosta® 100mg 3x1 (oral) AL (ribu/mmk) 14,54 4,10 – 10,90
Umur : Fosmicin® 1 gr (inj) AT (ribu/mmk) 224 140,0 – 440,0
51 th Diagnosa Utama : Rantin® 25mg/ml 2x1amp (inj) Suhu (°C) Berkisar 36 – 38,4
cedera kepala; fraktur inferior os pubis sinistra Ketesse® 5mg 2x1 (inj) Nadi (kali/menit) Berkisar 76 – 88
Tgl. Masuk : dexamethasone 5mg 3x1 (inj) Nafas (kali/menit) Berkisar 18 – 22
23/07/2008 Primperan® 10mg/2ml (b/p) (inj) TD (mmHg) Berkisar 90 - 170 (SBP) dan 50 – 90(DBP)
Zaldiar® 3x1 (oral)
Tgl.Keluar : Noros® 1x1 (oral) 08/08/2008 Gingkan® 40mg 2x1 (oral)
Oste® (oral)
104
Daftar Pemberian Obat
Nama Obat Tanggal Pemberian 29-Jul 30-Jul 31-Jul 1 Agst 2 Agst 3 Agst 4 Agst 5 Agst 6 Agst 7 Agst 8 Agst
Cefspan® 100mg 2x1 P,So P P
ultracet 3x1 P,Si,So P,Si,So M P,Si,So P,Si,So P,Si,So,M P,Si
Brainact® 500mg 2x1 P,So P,So P M P,So P,So P,So,M P
Q-Ten® 100mg 1x1 P P M P P P,M P
Mucosta® 100mg 3x1 M P,Si,So P,Si,So P,Si,So,M P,Si
Fosmicin® 1 gr Si,M Si,M Si,M STOP
Rantin® 25mg/ml 2x1amp Si,M Si,M Si,M Si,M Si,M Si,M
Ketesse® 5mg 2x1 Si,M Si,M Si,M STOP
dexamethasone 5mg 3x1 P,So,M P,So,M P,So,M P P
Primperan® 10mg/2ml (b/p) P
Zaldiar® 3x1 M P,Si
Noros® 1x1 M P
Gingkan® 40mg 2x1 M P
Oste® So P,So P,So,M P
105
Kasus 23 Data Diri Pemeriksaan Riwayat Terapi Perawatan di Bangsal
Ny.ASP Keluhan Masuk : Vometa® 10mg 3x1 (oral) Data Lab.&Tanda Vital Tgl.Periksa
Nilai normal ± 10 hari perut sakit cetirizine 10mg 1x1 (oral) 12;14/07/2008
No.RM : muntah, lemas Tonar® 630mg 3x1 (oral) Hb (gr%) 12,0 ; 12,40 12,00 – 18,00
01-92-07-19 sudah periksa tapi belum sembuh Legres® 1x1 (oral) Hct (%) 34,4 ; 37,8 36,0 – 46,0
gracef 1 gram 2x1 (inj) AL (ribu/mmk) 27,99 ; 23,80 4,10 – 13,00
Umur : duradril 2x1cc (inj) AT (ribu/mmk) 438,0 ; - 140,0 – 440,0
69 th Diagnosa Utama : Kalmethasone® 4mg/ml 2x1 (inj); SGOT (AST) 17,6 14.0 – 56.0
Tgl. Masuk : abdominal pain OMZ® 40mg 1x1 (inj) SGPT (ALT) 13,2 9.0 – 52.0
12/08/2008 Suhu (°C) Berkisar 36 – 39
Tgl.Keluar : Nadi (kali/menit) Berkisar 80 – 92
19/08/2008 Nafas (kali/menit)
TD (mmHg) Berkisar 120 - 160 (SBP) dan 60 – 90(DBP)
Daftar Pemberian Obat
Nama Obat Tanggal Pemberian 12 Agst 13 Agst 14 Agst 15 Agst 16 Agst 17 Agst 18 Agst 19 Agst
Vometa® 10mg 3x1 P,Si
cetirizine 10mg 1x1 P
Tonar® 630mg 3x1 P,Si,So P,Si,So P,Si,So P,Si
Legres® 1x1 P P P
gracef 1 gram 2x1 Si P,So P
duradril 2x1cc P,So P,So P Kalmethasone® 4mg/ml 2x1 P,So P,So P
OMZ® 40mg 1x1 So P
106
Lampiran 2 Data Home Visit Kasus di Bangsal Kelas III RS Bethesda Yogyakarta yang Menerima Obat Golongan Antiemetik Periode Agustus 2008
Kasus 6 Nama Obat Instruksi Penggunaan Keterangan Hasil Home Visit
Neurosanbe® ranitidin chloramphenicol Pletaal® domperidon amikacin 500 mg Insulatard®
2x1; pagi dan sore, sesudah makan 2x1; pagi dan malam, sebelum makan 2x2; setiap 12 jam, sampai habis 2x1; pagi dan sore, ½ jam sebelum makan 2x1; 15 menit sebelum makan - tiap jam 20.00
-
Kasus 13 Nama Obat Instruksi Penggunaan Keterangan Hasil Home Visit
Tracordia® Vometa FT® Arcapec® Baquinor® rims
3x1; bila perlu 3x1; ½ jam sebelum makan 3x2 bila perlu 2x1 1x1; dikunyah
Tgl. 16 Agst : semua obat diminum sesudah makan Tgl. 19 Agst : Baquinor® dan rims tidak dihabiskan
Kasus 16 Nama Obat Instruksi Penggunaan Keterangan Hasil Home Visit
omeprazol parasetamol Vomitas® Cravit® Arcapec®
1x1 - 3x1; ½ jam sebelum makan 1x1; setiap 24 jam; sampai habis -
Tgl. 24 Agst : pasien masih merasa pusing, perut sudah tidak sakit Tgl. 26 Agst : pasien masih mengeluh pusing, makan sudah banyak, tgl. 25 Agst lupa minum omeprazol
Kasus 18 Nama Obat Instruksi Penggunaan Keterangan Hasil Home Visit
omeprazol Vometa FT® Polycrol® syr.
1x20 mg; sebelum makan 3x1; ½ jam sebelum makan 3x2 sdt; 1 jam sebelum makan
Tgl 19 Agst : pasien mengeluh jika bangun tidur lalu duduk jadi pusing dan jika makan yang keras-keras, maka dada terasa sakit. Selain minum obat dari dokter, pasien juga mengkonsumsi obat-obatan dari terapi alternatif, namun dikonsumsi tidak bersamaan dengan obat dari dokter (selang 1 jam)
Kasus 19 Nama Obat Instruksi Penggunaan Keterangan Hasil Home Visit
Quibron T/SR®
Vomitas® Rantin® Mucopect® syr Dolo Scanneuron®
Flexotid+Combiven
2x1/2 tab; setiap 12 jam 3x1; ½ jam sebelum makan 2x1; pagi dan malam 3x1 sendok obat 3x1; sesudah makan nebulizer
Dolo Scanneuron® dan Quibron T/SR® diminum langsung sesudah makan. Mucopect® syr diminum 1 kali saja (siang)
107
107
Lampiran 3 Rangkuman Hasil Wawancara dengan Dokter
No. Pertanyaan Jawaban Dokter A Dokter B Dokter C
1. Seberapa pentingkah issue medication error bagi Anda sebagai dokter? Berikan alasan anda!
Sangat penting, karena : Banyak terjadi di RS, dan merupakan bagian dari risiko pelayanan dari prescribing hingga dispensing sehingga akan mudah terjadi kesalahan.
Penting sekali. Tugas dari dokter adalah mendiagnosa, yang kemudian terkait dengan terapi. Medication error merupakan bagian dari terapi, dimana terapi berhubungan langsung dengan pasien.
Sangat penting, karena harus 7 tepat ( indikasi, pasien, dosis obat, waspada efek samping, cara, dan harga)
2. Bagaimana pendapat dokter jika apoteker terlibat dalam memonitor penggunaan obat?
Sangat berterimakasih dan setuju. Error terjadi karena tulisan yang tidak jelas dan kurangnya informasi. Bukti farmasi klinis jika ada apoteker maka error akan turun.
Setuju, karena mereka lebih belajar lebih rinci mengenai obat
Harus seperti memonitoring obat (PMO = pengawas minum obat)
3. Apakah Anda memperhatikan adanya interaksi obat, dosis (besar, lama dan frekuensi pemberian, obat harus habis atau tidak habis) dan kontraindikasi selama obat digunakan oleh pasien (di bangsal) pada saat melakukan monitoring terhadap pasien?
Dipertimbangkan, tetapi tidak tahu interaksi obat (tidak hafal ) hanya tau yang umum-umum saja.
Ya. Wajib.
108
Lampiran 4 Rangkuman Hasil Wawancara dengan Perawat
Pertanyaan 1. Seberapa pentingkah issue medication error bagi Anda sebagai perawat? Berikan alasan anda ?
Perawat Jawaban A Sangat penting, karena berkaitan dengan nyawa pasien. Kalau obat
salah, perawat maupun farmsis kena imbasnya. Jika pasien menuntut urusan panjang.
B Penting sekali. Ada kaitan dengan patient safety, memberikan obat : memberikan racun. Pemberian obat juga harus sesuai dengan prinsip 10 benar.
C Penting. Karena pengobatan merupakan salah satu faktor penunjang kesembuhan pasien.
D Penting sekali, karena dampaknya pada pasien sangat besar, efeknya berat.
E Penting sekali, demi keamanan pasien, karena dapat membahayakan pasien jika keliru.
F Penting, karena berhubungan kepada pasien, kita harus tahu tujuan dan alasan biar kita tidak salah kepada pasien.
G Penting. Agar lebih hati-hati dan lebih teliti dalam memberikan obat kepada klien.
H Sangat penting untuk meningkatkan ketelitian. I Sangat penting, karena bila terjadi akan berakibat fatal atau bisa
memperlambat kesembuhan pasien sehingga akan memperpanjang waktu rawat inap.
J Penting, karena issue ME bisa menyebabkan atau merugikan pasien bahkan bisa fatal.
K Penting karena berpengaruh pada kesehatan pasien. L Sangat penting. Menyangkut nyawa pasien, harus mematuhi 5B /6B. M Sangat penting. Karena kita bisa tau bahayanya, bisa lebih bertindak
hati-hati. N Penting sekali. Karena akibatnya fatal kalau ada kesalahan
109
Pertanyaan 2. Bagaimana pendapat anda jika apoteker terlibat dalam memonitor penggunaan obat? Perawat Jawaban
A Bagus, karena dapat mengurangi beban perawat. Untuk obat-obatan apoteker lebih tahu mengenai efek samping obat, waktu penggunaan, jam pemberian, indikasi, interaksi obat, dll.
B Sangat setuju.Karena ada fungsi kontrol dalam tindakan keperawatan khususnya pemberian obat, sehingga dapat saling mengingatkan. Dalam prakteknya masih banyak kesalahan dalam pemberian obat oleh perawat sehingga dibutuhkan fungsi kontrol satu-sama lain baik apoteker maupun perawat.
C Setuju.Hal itu bisa untuk memantau pemberian obat dari dokter kepada pasien, sehingga akan benar-benar tahu obat yang diberikan kepada pasien. Antara dokter dan apoteker ada komunikasi terkait obat yang diberikan.Disamping itu apoteker juga bisa menjadi sarana untuk membicarakan masalah pengobatan kepada dokter.
D Pekerjaan perawat menjadi lebih ringan karena obat-obatan mudah tercover (meminimalisir kesalahan). Kalau perawat mengurus obat selain repot juga kurang menguasai (apoteker lebih mengetahui mengenai konraindikasi, interaksi, dll).
E Bagus lebih bisa mencek obat, asal tahu batasan-batasan pekerjaannya agar tidak mengganggu perawat.
F Bagus dan sangat mendukung, karena meminimalkan kesalahan-kesalahan dan pemberian obat agar maksimal sesuai dengan kapasitasnya.
G Setuju. Meringankan aktivitas perawat di ruangan, seperti dalam membagi dan mengecek obat.
H Sangat bagus I Setuju, dengan adanya keterlibatan apoteker maka penggunaan obat
benar-benar termonitoring, di samping itu pekerjaan perawat yang multifungsi jadi bisa terbantu dalam monitoring obat.
J Setuju K Sangat setuju L Bagus, sangat bagus (kalau di kelas iya). Karena apoteker memang
yang tau tentang obat. M Lebih senang. Karena apoteker ikut mengawasi dan membantu melihat
obat (tidak hanya melihat FIO saja). Apoteker membagi-bagi obat lebih baik.
N Lebih baik. Farmasis bisa mengontrol obat-obat, dimana letak kesalahannya, monitor efek samping obat.
110
Pertanyaan 3. Informasi apa sajakah yang Anda dapatkan dari Apoteker pada saat pengambilan obat? (pada saat rawat inap)
Perawat Jawaban A Kadang-kadang mengenai penyimpanan di kulkas, dietiket sesudah atau sebelum
makan. B Hanya klarifikasi jumlah obat, cek nama obat. C Cara penyimpanan, aturan pakai. D Aturan pakai tapi tidak pernh mendetail, karena ada tertulis di kemasan (untuk secara
lisan tidak ada). E Jarang dijelaskan, karena dianggap sudah tahu (perawat), namun kalau obat-obat
tertentu misalnya kemoterapi baru dijelaskan. F Cara pemberian, dosis, efek samping obat. G Kadang tidak ada, karena sudah sering di berikan dan umum digunakan. Kalau
adapun berupa informasi obat misalnya aturan pemakaian dan efek samping H Pemakaian dengan dosis yang tepat, cara pemakaian obat, waktu pemberian obat. I - J Jarang ketemu. K Cara pemakaian / pemberian obat. L Jarang ada (lebih banyak jarangnya). Kadang-kadang hanya sitostatika. M Tidak ada informasi. N Kadang-kadang. Dalam penyimpanan, pemakaian.
Pertanyaan 4. Apakah Anda memberikan informasi penggunaan obat terhadap pasien? Jika iya, informasi apa saja yang Anda berikan?
Perawat Jawaban A Ya, Informasi mengenai indikasi, nama obat, waktu minum obat. B Ya,Informasi yang diberikan berupa dosis, cara minum obat (sebelum atau sesudah
makan), sebelum tidur/malam hari, cara penggunaan (mis sublingual, tidak boleh digerus).
C Waktu penggunaan (sebelum/sesudah makan), obat-obatan yang bila perlu, obat-obat antibiotik yang aturan minumnya per berapa jam (misal tiap 8 jam, dll).
D Ya, informasi yang diberikan sesuai dengan aturan obat (misalnya obat diberikan 1 jam sebelum makan), interaksi obat (tapi yang sederhana saja).
E Iya. Efek samping, cara minum, harus dihabiskan (untuk antibiotik), serta harus sesuai aturan pakai.
F Iya. Aturan pakai, cara pemberian (sebelum atau sesudah makan) dan jika obat habis segera kontrol.
G Iya. Fungsi obat, aturan minum, cara minum, kalau meminum obat harus memakai air putih, jika obat habis harus kontrol dan harus rutin mengkonsumsinya dan tidak boleh ada salah (untuk OAT).
H Ya, waktu kapan obat diminum, cara pemakaian obatnya. I Tidak, tetapi kadang-kadang iya. J Dosis pemberian obat, cara pemakaian, cara minum obat (sebelum/sesudah/saat
makan ), reaksi setelah minum obat. K Ya. Cara minum obat, efek samping minum obat, guna obat. L Ya. Sebelum/sesudah makan, indikasi obat, ½ jam sebelum makan untuk obat
muntah. M Iya. Indikasi obatnya. N Ya. Obatnya sebelum / sesudah makan, obat luar / obat dalam.
111
Pertanyaan 5. Apakah Anda mengecek ulang terlebih dahulu obat untuk pasien sebelum menyerahkannya?
Perawat Jawaban A Ya B Selalu dicek dulu. Setiap ganti shift pasti dicek, setelah dicek sudah benar jumlah dan
pasiennya maka langsung diberikan. C Ya, dicek melalui DPO, dicek obatnya juga, semua obat. Pagi, cek untuk pagi dan
siang. Sore, cek sambil membagikan. D Ya, lihat dari FIO/DPO, disesuaikan/dicocokkan.E Iya. F Iya. G Iya. H Iya. I Iya. J Iya. K Iya. L Iya. M Iya. Nama pasien, nama obat. N Ya. Nama obat, aturan pakai, dosis.
Pertanyaan 6. Apabila terdapat pasien yang tidak mematuhi aturan pakai obat? Apa yang Anda lakukan?
Perawat Jawaban A Merayu/membujuk pasien supaya mau minum obat. B Beri edukasi tentang pemberian obat. Jika pasien ada kendala, beritahu apotekernya. C Beri tahu cara pemakaian obat lagi. D Memberi tahu bahwa obat tersebut harus diminum, jika tidak diminum akan
menghambat proses penyembuhan, dan akan menjadi tidak efektif (menegur). E Ditegur, kemudian diberitahu tentang efek obat dan akan sulit sembuh. F Diberitahu kembali aturan pakai obat. Kalau pasien merasa tidak dapat
mengkonsumsi sendiri, perawat dapat membantu dan ditungguin sampai diminum. G Menegur, kemudian diterangkan lagi tentang manfaat dan khasiat obat. H Kita berikan sendiri atau diberi pengarahan. I Tidak ada. J Memberikan informasi akibat-akibat bila tidak memenuhi aturan pakai dan
menganjurkan untuk minum obat yang benar. K Memberi tahu kalau kepatuhan minum obat adalah untuk kepentingan pasien
(kesembuhan). L Dinasehati. Dievaluasi mengapa tidak mematuhi aturan pakainya M Terserah mereka, yang penting sudah memberi tahu. N Dinasehati, dirayu.
112
Pertanyaan 7. Pada saat Anda memberikan obat kepada pasien, apakah Anda menunggu/melihat hingga pasien menggunakan semua obatnya? Perawat Jawaban
A Kadang-kadang menunggu. Meminumkan jika pasien tidak bisa minum, kalau bisa minum sendiri, obat diminum sendiri.
B Tidak selalu. Klo obatnya digerus maka ditunggui. C Sering disaat pasien tidak ada keluarga yang menunggu. Jika ada yang
menunggu, keluarga yang diberi tanggungjawab dalam memastikan obat sudah diminum oleh pasien.
D Menuggu, kadang-kadang semua diminumkan. E Iya, ditunggu atau bahkan diminumkan, kecuali jika pasien tidak mau
ditunggu, maka perawat akan meninggalkan ruangan. F Ditunggu hingga terminum. G Iya ditunggu, bahkan kalau bisa diminumkan. Namun terkadang pasien
bilang ke perawat bahwa dia akan meminum obat sebentar lagi sehingga perawat tidak memantau penggunaan obat tersebut.
H Kadang ya, kadang tidak. I Ya. J Ya. K Kadang-kadang ya L Tergantung situasi dan tenaganya. Kalau pasien banyak, ditinggal saja,
soalnya ramai. M Ya. Langsung diminumkan. N Diminumkan.
113
Pertanyaan 8. Apakah Anda sering menemukan obat pasien yang ketinggalan di bangsal? Kalau iya apa yang Anda lakukan?
Perawat Jawaban A Kadang-kadang (terutama jika obat yang sudah distop). Ditelepon kalau masih
digunakan oleh pasien. Dijadikan 1 dengan obat-obat stok (untuk obat yang telah distop).
B Pernah tapi jarang. C Pernah, menelpon pasien tetapi juga tergantung dari jumlah obat, misalnya tertinggal
½ tablet, tidak usah ditelpon/disusulkan. D Pernah tapi tidak terlalu sering. Menghubungi pasien/keluarga sedapat mungkin. E Iya terutama sirup. Dihubungi jika ada telp dan kalau tidak bisa mengambilnya maka
perawat akan mengantar ke rumah. F Sering ketinggalan di kotak obat, kalau di ruangan jarang. Kalau ada nomor telepon
perawat telepon, jika tidak ada perawat antar ke rumah. G Kadang-kadang. Menghubungi pasien atau keluarga untuk mengambil obat, kalau
pasien tidak bisa datang, perawat yang akan membawa kerumah. Kebanyakan obat yang ketinggalan disebabkan karena proses lama di farmasi, sehingga pasien tidak betah untuk menunggu.
H Tidak sering, bahkan sangat jarang, tapi pernah ada yang ketinggalan biasanya kalau alamatnya ada dan mudah dijangkau kita akan antar ke rumah klien.
I Tidak. J Ya, pernah dulu saya telpon humas lalu minta antar ambulance diantar sampai rumah.
Pernah juga menelpon keluarganya untuk ambil ke ruangan. K Jarang. L Jarang. M Tidak. N Sering. Ditunggu kalau kontrol lagi Kalau rumahnya dekat, diantar atau ditelepon.
Pertanyaan 9. Apakah Anda pernah menjumpai obat yang kemungkinan sengaja dibuang atau disembunyikan oleh pasien? Jika iya, apa yang Anda lakukan?
Perawat Jawaban A Tidak. B Belum pernah lihat. C Belum pernah. D Ada, ditegur (jika ada keluarganya diberi tahu).Kadang-kadang ada yang
disembunyikan keluarganya juga. E Tidak, karena diminumkan. Kecuali obat syrup (OBH), dimana efek sampingnya
malah membuat batuk, hal ini yang menyebabkan pasien jarang meminum sesuai aturan.
F Belum pernah. G Ada, namun perbandingannya jarang. Jika pasien masih di rawat di bangsal, maka
perawat akan menegur dan menerangkan kembali fungsi obat. H Tidak pernah (di RS jiwa sering). I Ya, bila memberikan obat langsung diminum kan supaya pasien tidak
menyembunyikan atau membuang.J Ya, memberi informasi akibat bila tidak memenuhi aturan pakai dan menganjurkan
untuk minum obat yang benar. K Tidak. L Sering. Dinasehati. M Banyak. Sengaja ditaruh dilaci. Tidak melakukan apa-apa. N Jarang, karena diminumkan langsung, hampir tidak pernah ada.
114
Lampiran 5 Rangkuman Hasil Wawancara dengan Apoteker
No. Pertanyaan untuk APOTEKER Jawaban 1. Seberapa pentingkah issue medication error bagi Anda
sebagai apoteker? Berikan alasan anda? Penting, terapi dengan obat memerlukan ketelitian. Issue ME sebagai perhatian yang penting agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan pada saat terapi
2. Bagaimana pendapat Anda selaku seorang apoteker jika apoteker terlibat dalam memonitor penggunaan obat?
Diperlukan
3. Apakah Anda melakukan monitoring terhadap penggunaan obat pasien? Jika iya, sejauh mana monitoring yang Anda lakukan ?
Ya
4. Apakah Anda memperhatikan adanya : • Interaksi obat • Dosis (besar, lama, dan frekuensi pemberian, obat
haru habis atau tidak habis) • Kontraindikasi • Efek samping
dari obat yang diresepkan oleh dokter selama obat digunakan oleh pasien (di bangsal)?
Ya
5. Apakah anda memberikan informasi ttg penggunaan obat pada pasien di rawat inap? Jika iya, kepada siapa dan apa saja informasi yang diberikan ?
Ya, bila memungkinkan kepada pasien dan keluarganya, atau kepada yang menunggu pasien setiap hari di RS. Nama obat dan indikasi, cara pakai/aturan minum, frekuensi, penyimpanan, efek samping yang mungkin timbul atau hal-hal lain yang diperlukan
6. Bagaimana sistem/cara penyaluran (dispensing) obat hingga obat sampai kepada pasien?
Resep diterima farmasi, interpretasi resep, validasi, negosiasi harga/ kemampuan pasien, etiket, koreksi, penyerahan, konseling.
115
Lampiran 6
Daftar Obat Antiemetic yang Digunakan di Bangsal Kelas III RS Bethesda
Yogyakarta Periode Agustus 2008
No. Jenis Obat Nama Obat
1. metoclopramid Primperan®
2. domperidone Vometa®
Vometa FT®
Vomitas®
Vomidex®
3. ondansetron Narfoz®
116
Lampiran 7
KERJASAMA FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
DENGAN RS BETHESDA YOGYAKARTA
Penjelasan mengenai penelitian Surat Pernyataan Kesediaan Sebagai Responden
Penelitian Evaluasi Masalah Utama Kejadian Medication Errors Fase Administrasi
dan Drug Therapy Problems pada Pasien Rumah Sakit Bethesda Periode Agustus
2008
Tim peneliti dari Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma bekerjasama
dengan RS Bethesda Yogyakarta melakukan penelitian untuk mengetahui apakah
masalah utama kejadian medication errors fase administrasi dan drug therapy problems
pada pasien RS Bethesda Yogyakarta periode Agustus 2009.
Anda merupakan pasien RS Bethesda Yogyakarta, oleh karena itu kami minta
ikut serta dalam penelitian ini.
Bila Anda bersedia ikut, tim peneliti akan melakukan wawancara kepada Anda
seputar pengggunaan obat yang diterima. Penelitian berlangsung selama satu bulan.
Setiap pertemuan akan dilakukan wawancara dan pengukuran tanda vital dan beberapa
tes lain bila diperlukan. Pengukuran tanda vital yang dilakukan antara lain tekanan darah,
frekuensi nadi, frekuensi nafas, dan suhu tubuh. Data-data yang didapatkan dari proses
tersebut akan digunakan sebagai data penelitian.
Anda bebas menolak untuk ikut dalam penelitian ini. Bila Anda telah
memutuskan untuk ikut, Anda juga bebas untuk mengundurkan diri setiap saat.
Semua data penelitian ini akan diperlakukan secara rahasia sehingga tidak
memungkinkan orang lain menghubungkannya dengan Anda.
Selama Anda ikut dalam penelitian, setiap informasi baru yang dapat
mempengaruhi Anda untuk terus ikut atau berhenti dari penelitian ini akan segera
disampaikan kepada Anda.
Bila anda tidak mentaati instruksi yang diberikan kepada para peneliti, Anda
dapat dikeluarkan setiap saat dari penelitian ini.
Anda diberi kesempatan untuk menanyakan semua yang belum jelas sehubungan
dengan penelitian ini kepada tim peneliti.
117
Surat Pernyataan Kesediaan sebagai Responden Penelitian
Bahwa saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Pekerjaan :
Alamat :
No telp/HP :
Menyatakan kesanggupan sebagai responden dalam penelitian yang berjudul
”EVALUASI MASALAH UTAMA KEJADIAN MEDICATION ERRORS FASE
ADMINISTRASI dan DRUG THERAPY PROBLEMS PADA PASIEN RUMAH
SAKIT BETHESDA PERIODE AGUSTUS 2008”. Semua penjelasan di atas telah
disampaikan kepada saya. Saya mengerti bila masih memerlukan penjelasan, saya akan
mendapat jawaban dari tim peneliti.
Demikian surat pernyataan kesanggupan saya sebagai responden dalam penelitian
ini.
Yogyakarta, .......................................
Mengetahui
Saksi Responden/pasien
( ) ( )
Pengukuran yang dilakukan* :
( ) Kadar gula darah ( ) Tekanan darah
( ) Kolesterol ( ) Frekuensi nadi
( ) Suhu tubuh ( ) Frekuensi nafas
*Tandai yang diperlukan
118
Lampiran 8 Surat Ijin Penelitian
119
BIOGRAFI PENULIS
Stella Maxda Juwita merupakan anak pertama dari
pasangan Maksimus Bambang Susila dan Theresia Yohanna
Kuswardhani, lahir di Yogyakarta pada tanggal 11 Juli
1987. Pendidikan awal dimulai di Taman Kanak-Kanak
Materdei Marsudirini Yogyakarta pada tahun 1991-1993.
Dilanjutkan ke jenjang pendidikan di Sekolah Dasar Marsudirini Yogyakarta pada
tahun 1993-1999. Selanjutnya ke jenjang pendidikan Sekolah Menengah Pertama
Stella Duce 1 Yogyakarta pada tahun 1999-2002. Kemudian naik ke jenjang
pendidikan Sekolah Menengah Umum Stella Duce 1 Yogyakarta pada tahun
2002-2005. Selanjutnya pada tahun 2005 melanjutkan ke jenjang pendidikan
tinggi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan
menyelesaikan masa studi pada tahun 2009. Selama aktif sebagai mahasiswa,
penulis pernah menjabat sebagai Komisaris Jaringan Mahasiswa Kesehatan
Indonesia (JMKI) Komisariat Universitas Sanata Dharma periode 2007. Penulis
juga aktif dalam kepanitiaan beberapa kegiatan kemahasiswaan, yaitu Inisiasi
Sanata Dharma (INSADHA) 2006 (Sie Pendamping Kelompok), Inisiasi Fakultas
Farmasi Universitas Sanata Dharma (TITRASI) 2006 (Sie. Humas), Aksi Donor
Darah 2006 (Ketua), TITRASI 2007 (Sekretaris II), Seminar HIV/AIDS 2007
(Konseptor), dll.
Top Related