i
EVALUASI DRUG THERAPY PROBLEMS (DTPs) PADA PASIEN
HIPERTENSI PRIMER USIA LANJUT DI INSTALASI RAWAT INAP
RUMAH SAKIT PANTI RINI KALASAN SLEMAN
PERIODE JULI 2007-JUNI 2008
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh:
Sarah Puspita Atmaja
NIM : 058114140
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2009
ii
EVALUASI DRUG THERAPY PROBLEMS (DTPs) PADA PASIEN
HIPERTENSI PRIMER USIA LANJUT DI INSTALASI RAWAT INAP
RUMAH SAKIT PANTI RINI KALASAN SLEMAN
PERIODE JULI 2007-JUNI 2008
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh:
Sarah Puspita Atmaja
NIM : 058114140
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2009
iii
iv
v
LAGIPULA ANAKKU, WASPADALAH! MEMBUAT BANYAK BUKU TAK
AKAN ADA AKHIRNYA, DAN BANYAK BELAJAR
MELELAHKAN BADAN
AKHIR KATA DARI SEGALA YANG DIDENGAR IALAH:
TAKUTLAH AKAN TUHAN DAN BERPEGANGLAH PADA PERINTAH-
PERINTAHNYA, KARENA INI ADALAH KEWAJIBAN SEMUA ORANG
PENGKOTBAH 12 : 12-13
DEDICATED TO:DEDICATED TO:DEDICATED TO:DEDICATED TO:
MY HIDING PLACE, MY SAFE REFUGE,.. MY HIDING PLACE, MY SAFE REFUGE,.. MY HIDING PLACE, MY SAFE REFUGE,.. MY HIDING PLACE, MY SAFE REFUGE,..
ALMIGHTY GOD JESUS CHRISTALMIGHTY GOD JESUS CHRISTALMIGHTY GOD JESUS CHRISTALMIGHTY GOD JESUS CHRIST
MY BELOVED PAPA, PAPI, MAMAMY BELOVED PAPA, PAPI, MAMAMY BELOVED PAPA, PAPI, MAMAMY BELOVED PAPA, PAPI, MAMA
MY BIG “HEAD” BROTHER…MIKHAMY BIG “HEAD” BROTHER…MIKHAMY BIG “HEAD” BROTHER…MIKHAMY BIG “HEAD” BROTHER…MIKHA
MY LITTLE SISTER…YAYAMY LITTLE SISTER…YAYAMY LITTLE SISTER…YAYAMY LITTLE SISTER…YAYA
AND MY BIG FAMILY IN CHRIST
vi
vii
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus karena atas anugrah
dan kasihNya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Evaluasi Drug Therapy Problems pada Pasien Hipertensi Primer Usia Lanjut di
Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini Kalasan Sleman Periode Juli 2007-
Juni 2008” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana farmasi pada
program studi Ilmu Farmasi, Jurusan Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan motivasi, dorongan, kritik dan saran sampai terselesaikannya skripsi
ini, terutama kepada :
1. Direktur Rumah Sakit Panti Rini Kalasan Sleman yang memberikan ijin bagi
penulis untuk melakukan penelitian di Rumah Sakit Panti Rini.
2. Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi dan dosen penguji
yang telah memberikan saran dan kritik serta masukan dalam skripsi ini.
3. M. Wisnu Donowati, M.Si., Apt. sebagai dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam skripsi ini.
4. dr. Fenty, M.Kes, Sp.PK. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
masukan, dorongan, saran dan kritik dalam skrpsi ini.
5. Drs. Mulyono, Apt. selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan
kritik dalam skripsi ini.
viii
6. Para dosen di Fakultas Farmasi yang telah memberikan bekal ilmu
kefarmasian untuk praktik di dunia kerja kelak.
7. Pihak Rumah Sakit Panti Rini Kalasan Sleman yang telah memberikan
fasilitas dan waktu untuk membimbing dalam pengambilan data sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
8. Keluarga tercinta papa, papi dan mama yang telah memberikan doa,
dorongan, dukungan untuk selalu percaya bahwa tidak ada yang mustahil
untuk menyelesaikan skripsi ini.
9. Kakak dan adik penulis yang selalu memberikan dorongan, ilham, dan
semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.
10. Saudara-saudaraku yang selalu memberikan motivasi dan terus berdiri untuk
penulis sehingga tetap pada tempatnya dan tidak kehilangan fokus sekalipun
begitu sibuknya dalam menyelesaikan skripsi ini.
11. Cell group Huios yang telah memberikan motivasi dan dukungan yang begitu
luar biasa sehingga penulis bisa terus semangat dan terus percaya pada
FirmanNya.
12. Flora, Fanny, terimakasih untuk persahabatan, dan untuk saling melengkapi
apa yang tidak penulis tahu selama menimba ilmu di Farmasi.
13. Monchu, Corry terimakasih untuk motivasinya sehingga bisa menyelesaikan
skripsi ini.
14. Teman-teman FKK 05, Siska, Suster, Stella, Donald, Ina, Rony, Tara, dan
semua teman-teman yang lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu,
ix
terimakasih untuk pertemanan dan dukungan selama belajar bersama di
Farmasi.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar
skripsi ini menjadi lebih baik. Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat
menambah ilmu pengetahuan.
Penulis
x
xi
INTISARI
Lebih dari 90% individu dengan hipertensi merupakan hipertensi essensial
(hipertensi primer). Peningkatan usia akan meningkatkan risiko kardiovaskular,
maka pada pasien usia lanjut dengan tekanan darah seperti ini akan lebih
memerlukan terapi daripada pasien usia lebih muda. Penelitian ini dilakukan
dengan tujuan untuk menganalisis karakteristik pasien, profil penggunaan obat,
dan analisis terhadap Drug Therapy Problems (DTPs) yang timbul selama pasien
diberi terapi di Instalasi Rawat Inap RS Panti Rini Kalasan Sleman periode
Juli 2007-Juni 2008 dengan metode dokumentasi menggunakan SOAP.
Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan rancangan
deskriptif evaluatif yang bersifat retrospektif dimana pengumpulan data melalui
lembar rekam medis.
Jumlah kasus yang dianalisis sebanyak 22 kasus. Karakteristik jenis
kelamin terbanyak adalah perempuan (54,5%) dengan klasifikasi tekanan darah
terbanyak adalah hipertensi tingkat II (54,5%). Pada penelitian ini digunakan 13
kelas terapi obat dengan tiga kelas terapi terbanyak yaitu obat untuk penyakit pada
sistem kardiovaskuler (100%), analgesik (50%) dan obat yang bekerja pada sistem
susunan saraf pusat (36,40%). Variasi penggunaan golongan antihipertensi
terbanyak secara berturut-turut untuk pemakaian tunggal sampai empat kombinasi
antihipertensi adalah penghambat ACE (18,18%); antagonis kalsium dan
penghambat ACE (18,18%); antagonis kalsium, diuretika dan bekerja sentral
(13,64%); dan antihipertensi bekerja sentral, penghambat ACE, diuretik dan
antagonis kalsium (9%). Jenis DTPs yang terjadi yaitu ada obat tanpa indikasi
sebesar 18,18 %, ada Indikasi tetapi tanpa obat sebesar 22,27%, obat yang tidak
efektif sebesar 22,27%, dosis terlalu rendah sebesar 4,54%, dosis obat berlebih
sebesar 4,54%, potensi efek obat yang merugikan sebesar 31,82%.
Kata kunci (keyword): hipertensi primer, usia lanjut, Drug Therapy Problems
(DTPs), SOAP
xii
ABSTRACT
More than 90 % person who had hypertension was essential hypertension
(primary hypertension). Addition of age can increase cardiovascular risk. In
geriatric patient who has high blood pressure need therapy more than young
people. Purpose of this research is to analyze the patients’ characteristic, medical
pattern and Drug Therapy Problems (DTPs) which are the problems occured as
the patients is being treated at the instalation ward of the Panti Rini Kalasan
Sleman period July 2007-June 2008 used SOAP documentation method.
This study was done in a non experimental way research plan descriptive
evaluative research which have retrospective characteristic. The instrument of
this study was medical record of primary hypertension.
All case which analized is 22 cases. The most gender is female (54,54 %),
which is patients with hypertension stage II (54,5%). This study used 13 drug
class therapy which is three most drug class therapy are cardiovascular system
disorder medicine (100%), analgesic (50%) and central nervous system medicine
(36,40%). The common variation for single antihypertension drug used was ACE
inhibitor (18,18%), two drug combination antihypertension was antagonist
calcium and ACE inhibitor (18,18%), three drug combination was antagonist
calcium, diuretic and central α2 agonist (13,64%), four drug combination was
central α2 agonist, ACE inhibitor, diuretic, antagonist calcium (9%). The type of
drug therapy problems that happened which is unnecessary drug therapy
are 18,18 %, need for additional drug therapy are 22,27%, ineffective drug are
4,54 %, dosage too high are 4,54%, potential of the adverse drug reaction are
31,82%.
Key word : primary hypertension, geriatric, Drug Therapy Problems (DTPs),
SOAP
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................. v
PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ..................................... vi
PRAKATA .................................................................................................. vii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ..................................................... x
INTISARI .................................................................................................... xi
ABSTRACT .................................................................................................. xii
DAFTAR ISI ............................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xvii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xxiii
BAB I. PENGANTAR ................................................................................ 1
A. Latar Belakang ....................................................................................... 1
1. Perumusan masalah ........................................................................... 3
2. Keaslian penelitian ............................................................................ 4
3. Manfaat penelitian ............................................................................. 5
B. Tujuan Penelitian .................................................................................... 6
1. Tujuan umum .................................................................................... 6
2. Tujuan khusus ................................................................................... 6
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA......................................................... 7
xiv
A. Tekanan Darah ....................................................................................... 7
1. Tekanan Darah Sistolik .................................................................... 7
2. Tekanan Darah Diastolik ................................................................. 8
B. Hipertensi Primer.................................................................................... 9
1. Definisi ............................................................................................. 9
2. Klasifikasi ........................................................................................ 9
3. Etiologi ............................................................................................. 11
4. Patofisiologi ..................................................................................... 11
6. Manifestasi ....................................................................................... 14
7. Diagnosis .......................................................................................... 14
C. Penatalaksanaan Terapi Hipertensi......................................................... 16
1. Tujuan dan sasaran pengobatan ....................................................... 16
2. Strategi terapi ................................................................................... 16
D. Obat Antihipertensi ................................................................................ 19
1. Diuretik ............................................................................................ 19
2. Penghambat enzim konversi angiotensin (ACE inhibitor) .............. 21
3. Angiotensin II reseptor bloker ......................................................... 22
4. Obat antihipertensi yang bekerja sentral .......................................... 22
5. Vasodilator ....................................................................................... 23
6. Antagonis kalsium ........................................................................... 23
7. Penyekat adrenoreseptor β (β-bloker) .............................................. 24
8. Penyekat adrenoreseptor α (α-bloker) .............................................. 24
E. Terapi Hipertensi pada Usia Lanjut ........................................................ 25
xv
F. Drug Therapy Problems (DTPs) ............................................................. 26
1. Terminologi Drug Therapy Problems (DTPs) ................................. 26
2. Kategori Drug Therapy Problems (DTPs) ....................................... 27
G. Keterangan Empiris ................................................................................ 28
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN .................................................. 29
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ............................................................. 29
B. Definisi Operasional ............................................................................... 31
C. Subyek Penelitian ................................................................................... 31
D. Bahan Penelitian dan Lokasi Penelitian ................................................. 31
E. Cara Kerja ............................................................................................... 31
1. Analisis situasi ................................................................................ 31
2. Pengumpulan data ........................................................................... 32
3. Analisis data .................................................................................... 32
F. Kesulitan Penelitian ................................................................................ 35
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................... 36
A. Karakteristik Pasien Hipertensi Primer Usia Lanjut .............................. 36
1. Distribusi jenis kelamin ................................................................... 36
2. Distribusi klasifikasi tekanan darah ................................................. 37
B. Pola Pengobatan Pasien Hipertensi Primer Usia Lanjut......................... 38
1. Obat yang bekerja pada sistem kardiovaskuler ................................ 39
2. Obat yang bekerja sebagai analgesik ............................................... 42
3. Obat yang bekerja pada sistem saraf pusat ...................................... 42
4. Obat untuk penyakit otot skelet dan sendi ....................................... 43
xvi
5. Obat yeng mempengaruhi sistem saluran cerna ............................... 44
6. Obat untuk saluran pernafasan ......................................................... 45
7. Obat untuk infeksi ............................................................................ 45
8. Elektrolit dan mineral ..................................................................... 46
9.Vitamin dan mineral ......................................................................... 47
10. Obat yang mempengaruhi saluran kemih....................................... 47
11. Anestetik ........................................................................................ 48
12. Suplemen dan terapi penunjang .................................................... 48
13. Lain-lain ......................................................................................... 48
C. Variasi Jumlah Pemberian Obat Antihipertensi dan Kombinasinya .... 49
D. Evaluasi Drug Therapy Problems (DTPs) ........................................... 51
1. Analisis drug therapy problems pada tiap pasien .......................... 51
2. Rangkuman evaluasi drug therapy problems ................................ 94
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 97
A. Kesimpulan ............................................................................................ 97
B. Saran ....................................................................................................... 98
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 99
BIOGRAFI PENULIS ................................................................................
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel I Klasifikasi Tekanan Darah pada Orang Dewasa
(umur ≥ 18 tahun) oleh JNC VII................................11
Tabel II Pengaturan Tekanan Darah
pada Orang Dewasa..................................................17
Tabel III Faktor yang Mempengaruhi Komplikasi pada
Pasien Usia Lanjut yang Menjalani
Terapi Farmakologi Hipertensi...................................26
Tabel IV Kategori dan Penyebab-Penyebab
Drug Therapy Problems (DTPs)................................28
Tabel V Daftar 10 Besar Penyakit di Rumah Sakit
Panti Rini Kalasan Sleman
Periode Juli 2007-Agustus 2008.................................33
Tabel VI Distribusi Jenis Kelamin
Pasien Hipertensi Primer
Usia Lanjut di Instalasi Rawat Inap
Rumah Sakit Panti Rini Kalasan Sleman
Periode Juli 2007-Juni 2008........................................37
Tabel VII Distribusi Klasifikasi Tekanan Darah
Pasien Hipertensi Primer
Usia Lanjut di Instalasi Rawat Inap
Rumah Sakit Panti Rini Kalasan Sleman
Periode Juli 2007-Juni 2008........................................38
Tabel VIII Distribusi Kelas Terapi Obat
yang Digunakan Pasien Hipertensi Primer
Usia Lanjut di Instalasi Rawat Inap
Rumah Sakit Panti Rini Kalasan Sleman
Periode Juli 2007-Juni 2008.......................................39
Tabel IX Golongan, Kelompok, Zat Aktif,
dan Jenis Obat
yang Bekerja pada Sistem Kardiovaskuler
yang Digunakan Pasien Hipertensi Primer
Usia Lanjut di Instalasi Rawat Inap
Rumah Sakit Panti Rini
Periode Juli 2007- Juni 2008....................................40
Tabel X Golongan, Kelompok, Zat Aktif,
dan Jenis Obat Analgesik yang
Digunakan Pasien Hipertensi Primer
xviii
Usia Lanjut di Instalasi Rawat Inap
Rumah Sakit Panti Rini
Periode Juli 2007- Juni 2008.......................................43
Tabel XI Golongan, Kelompok, Zat Aktif,
dan Jenis Obat Sistem Saraf Pusat
yang Digunakan Pasien Hipertensi Primer
Usia Lanjut di Instalasi Rawat Inap
di Rumah Sakit Panti Rini
Periode Juli 2007- Juni 2008.......................................43
Tabel XII Golongan, Kelompok, Zat Aktif,
dan Jenis Obat Otot Skelet dan Sendi
yang Digunakan Pasien Hipertensi Primer
Usia Lanjut di Instalasi Rawat Inap
Rumah Sakit Panti Rini
Periode Juli 2007- Juni 2008........................................44
Tabel XIII Golongan, Kelompok, Zat Aktif,
dan Jenis Obat yang Mempengaruhi
Sistem Saluran Cerna
yang Digunakan Pasien Hipertensi Primer
Usia Lanjut di Instalasi Rawat Inap
Rumah Sakit Panti Rini
Periode Juli 2007- Juni 2008.......................................45
Tabel XIV Golongan, Kelompok, Zat Aktif,
dan Jenis Obat untuk Saluran Pernafasan
yang Digunakan Pasien Hipertensi Primer
Usia Lanjut di Instalasi Rawat Inap
Rumah Sakit Panti Rini
Periode Juli 2007- Juni 2008........................................46
Tabel XV Golongan, Kelompok, Zat Aktif,
dan Jenis Obat untuk Infeksi
yang Digunakan Pasien Hipertensi Primer
Usia Lanjut di Instalasi Rawat Inap
Rumah Sakit Panti Rini
Periode Juli 2007- Juni 2008........................................46
Tabel XVI Golongan, Kelompok, Zat Aktif,
dan Jenis Elektrolit dan Mineral
yang Digunakan Pasien Hipertensi Primer
Usia Lanjut di Instalasi Rawat Inap
Rumah Sakit Panti Rini
Periode Juli 2007- Juni 2008.......................................47
Tabel XVII Golongan, Kelompok, Zat Aktif,
dan Jenis Vitamin dan Mineral
yang Digunakan Pasien Hipertensi Primer
Usia Lanjut di Instalasi Rawat Inap
Rumah Sakit Panti Rini
xix
Periode Juli 2007- Juni 2008........................................48
Tabel XVIII Golongan, Kelompok, Zat Aktif,
dan Jenis Obat yang Mempengaruhi
Saluran Kemih yang Digunakan
Pasien Hipertensi Primer Usia Lanjut
di Instalasi Rawat Inap
Rumah Sakit Panti Rini
Periode Juli 2007- Juni 2008........................................48
Tabel XIX Golongan, Kelompok, Zat Aktif,
dan Jenis Obat Anestetik yang Digunakan
Pasien Hipertensi Primer
Usia Lanjut Rawat Inap
di Instalasi Rawat Inap
Rumah Sakit Panti Rini
Periode Juli 2007- Juni 2008........................................49
Tabel XX Golongan, Kelompok, Zat Aktif, dan Jenis
Suplemen dan Terapi Penunjang
yang Digunakan Pasien Hipertensi Primer
Usia Lanjut di Instalasi Rawat Inap
Rumah Sakit Panti Rini
Periode Juli 2007- Juni 2008........................................49
Tabel XXI Golongan, Kelompok, Zat Aktif,
dan Lain-Lain yang
Digunakan Pasien Hipertensi Primer
Usia Lanjut di Instalasi Rawat Inap
Rumah Sakit Panti Rini
Periode Juli 2007- Juni 2008........................................49
Tabel XXII Variasi Jumlah Pemberian Obat
Antihipertensi yang Digunakan Pasien
Hipertensi Primer
Usia Lanjut di Instalasi Rawat Inap
Rumah Sakit Panti Rini
Periode Juli 2007- Juni 2008........................................50
Tabel XXIII Kajian DTPs Pasien 1 Hipertensi Usia Lanjut
di Instalasi Rawat Inap
RS Panti Rini Kalasan Sleman
Periode Juli 2007 - Juni 2008......................................52
Tabel XXIV Kajian DTPs Pasien 2 Hipertensi Usia Lanjut
di Instalasi Rawat Inap
RS Panti Rini Kalasan Sleman
Periode Juli 2007 - Juni 2008......................................55
Tabel XXV Kajian DTPs Pasien 3 Hipertensi Usia Lanjut
di Instalasi Rawat Inap
RS Panti Rini Kalasan Sleman
Periode Juli 2007 - Juni 2008.....................................58
Tabel XXVI Kajian DTPs Pasien 4 Hipertensi Usia Lanjut
xx
di Instalasi Rawat Inap
RS Panti Rini Kalasan Sleman
Periode Juli 2007 - Juni 2008......................................60
Tabel XXVII Kajian DTPs Pasien 5 Hipertensi Usia Lanjut
di Instalasi Rawat Inap
RS Panti Rini Kalasan Sleman
Periode Juli 2007 - Juni 2008.....................................64
Tabel XXVIII Kajian DTPs Pasien 6 Hipertensi Usia Lanjut
di Instalasi Rawat Inap
RS Panti Rini Kalasan Sleman
Periode Juli 2007 - Juni 2008.....................................65
Tabel XXIX Kajian DTPs Pasien 7 Hipertensi Usia Lanjut
di Instalasi Rawat Inap
RS Panti Rini Kalasan Sleman
Periode Juli 2007 - Juni 2008.....................................67
Tabel XXX Kajian DTPs Pasien 8 Hipertensi Usia Lanjut
di Instalasi Rawat Inap
RS Panti Rini Kalasan Sleman
Periode Juli 2007 - Juni 2008.....................................68
Tabel XXXI Kajian DTPs Pasien 9 Hipertensi Usia Lanjut
di Instalasi Rawat Inap
RS Panti Rini Kalasan Sleman
Periode Juli 2007 - Juni 2008......................................71
Tabel XXXII Kajian DTPs Pasien 10 Hipertensi Usia Lanjut
di Instalasi Rawat Inap
RS Panti Rini Kalasan Sleman
Periode Juli 2007 - Juni 2008......................................74
Tabel XXXIII Kajian DTPs Pasien 11 Hipertensi Usia Lanjut
di Instalasi Rawat Inap
RS Panti Rini Kalasan Sleman
Periode Juli 2007 - Juni 2008....................................76
Tabel XXXIV Kajian DTPs Pasien 12 Hipertensi Usia Lanjut
di Instalasi Rawat Inap
RS Panti Rini Kalasan Sleman
Periode Juli 2007 - Juni 2008.....................................78
Tabel XXXV Kajian DTPs Pasien 13 Hipertensi Usia Lanjut
di Instalasi Rawat Inap
RS Panti Rini Kalasan Sleman
Periode Juli 2007 - Juni 2008.....................................80
Tabel XXXVI Kajian DTPs Pasien 14 Hipertensi Usia Lanjut
di Instalasi Rawat Inap
RS Panti Rini Kalasan Sleman
Periode Juli 2007 - Juni 2008......................................81
Tabel XXXVII Kajian DTPs Pasien 15 Hipertensi Usia Lanjut
di Instalasi Rawat Inap
RS Panti Rini Kalasan Sleman
xxi
Periode Juli 2007 - Juni 2008.....................................83
Tabel XXXVIII Kajian DTPs Pasien 16 Hipertensi Usia Lanjut
di Instalasi Rawat Inap
RS Panti Rini Kalasan Sleman
Periode Juli 2007 - Juni 2008.....................................85
Tabel XXXIX Kajian DTPs Pasien 17 Hipertensi Usia Lanjut
di Instalasi Rawat Inap
RS Panti Rini Kalasan Sleman
Periode Juli 2007 - Juni 2008......................................87
Tabel XL Kajian DTPs Pasien 18 Hipertensi Usia Lanjut
di Instalasi Rawat Inap
RS Panti Rini Kalasan Sleman
Periode Juli 2007 - Juni 2008......................................89
Tabel XLI Kajian DTPs Pasien 19 Hipertensi Usia Lanjut
di Instalasi Rawat Inap
RS Panti Rini Kalasan Sleman
Periode Juli 2007 - Juni 2008......................................90
Tabel XLII Kajian DTPs Pasien 20 Hipertensi Usia Lanjut
di Instalasi Rawat Inap
RS Panti Rini Kalasan Sleman
Periode Juli 2007 - Juni 2008......................................92
Tabel XLIII Kajian DTPs Pasien 21 Hipertensi Usia Lanjut
di Instalasi Rawat Inap
RS Panti Rini Kalasan Sleman
Periode Juli 2007 - Juni 2008.....................................93
Tabel XLIV Kajian DTPs Pasien 22 Hipertensi Usia Lanjut
di Instalasi Rawat Inap
RS Panti Rini Kalasan Sleman
Periode Juli 2007 - Juni 2008.....................................94
Tabel XLV Rangkuman Evaluasi DTPs Ada Obat Tanpa Indikasi
Pasien Hipertensi Usia Lanjut
di Instalasi Rawat Inap
RS Panti Rini Kalasan Sleman
Periode Juli 2007 - Juni 2008.....................................95
Tabel XLVI Rangkuman Evaluasi DTPs Ada Indikasi tanpa Obat
Pasien Hipertensi Usia Lanjut
di Instalasi Rawat Inap
RS Panti Rini Kalasan Sleman
Periode Juli 2007 - Juni 2008.....................................95
Tabel XLVII Rangkuman Evaluasi DTPs Obat yang Tidak Efektif
Pasien Hipertensi Usia Lanjut
di Instalasi Rawat Inap
RS Panti Rini Kalasan Sleman
Periode Juli 2007 - Juni 2008.....................................96
Tabel XLVIII Rangkuman Evaluasi DTPs Dosis Terlalu Rendah
Pasien Hipertensi Usia Lanjut
xxii
di Instalasi Rawat Inap
RS Panti Rini Kalasan Sleman
Periode Juli 2007 - Juni 2008.....................................96
Tabel XLIX Rangkuman Evaluasi DTPs Dosis Terlalu Tinggi Pasien
Hipertensi Usia Lanjut
di Instalasi Rawat Inap
RS Panti Rini Kalasan Sleman
Periode Juli 2007 - Juni 2008.....................................96
Tabel L Rangkuman Evaluasi DTPs Potensi Efek yang
Merugikan Pasien Hipertensi Usia Lanjut
di Instalasi Rawat Inap
RS Panti Rini Kalasan Sleman
Periode Juli 2007 - Juni 2008.....................................97
xxiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Diagram sisi kanan dari jantung dan aorta. .................. 10
Gambar 2 Bagan sistem renin angiotensin aldosteron .................. 13
1
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Hipertensi merupakan faktor risiko mayor terjadinya gangguan
kardiovaskular yang berkontribusi langsung pada kejadian infark miokardial,
serebrovaskular, gagal jantung kongesti, insufisiensi arteri perifer, dan kematian
prematur (Topol, et al., 2002).
Lebih dari 90% individu dengan hipertensi merupakan hipertensi
essensial (hipertensi primer). Hipertensi ini sering disebut dengan silent killer
karena penderita hipertensi primer ini seringkali tidak bergejala (Saseen & Carter.,
2005). Hipertensi ini tidak diketahui penyebabnya, berbeda dengan hipertensi
sekunder yang diketahui penyebabnya, seperti stenosis arteri renalis. Pada
beberapa pasien hipertensi primer, terdapat kecenderungan herediter yang kuat
(Guyton, 2007).
Tekanan darah seseorang meningkat seiring dengan bertambahnya umur,
dan hipertensi sangat sering ditemui pada orang tua (Saseen & Carter., 2005).
Peningkatan tekanan darah meningkatkan pula risiko kardiovaskular. Dimulai dari
tekanan darah 115/75 mmHg, risiko kardiovaskular akan meningkat dua kali lipat
setiap peningkatan tekanan darah 20/10 mmHg (Saseen & Carter., 2005).
Risiko kardiovaskular meningkat sejaln dengan meningkatnya usia, maka
pasien usia lanjut dengan tekanan darah tinggi akan lebih memerlukan terapi
daripada pasien usia lebih muda. Dengan menurunkan tekanan darah telah
2
terbukti mengurangi insidensi gagal jantung, mengurangi dimensia, dan dapat
mempertahankan fungsi kognitif, dan dari data studi menunjukkan bahwa terapi
ini memberikan manfaat di usia 80 tahun (Gray, Keith, Simpson, Morgan, 2005).
Penanganan hipertensi yang tepat pada usia lanjut merupakan salah satu tindakan
nyata dari butir Undang-Undang Republik Indonesia nomer 23 tahun 1992 tentang
kesehatan pasal 19 yang menyatakan kesehatan manusia usia lanjut diarahkan
untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan dan kemampuannya agar tetap
produktif dan Pemerintah membantu penyelenggaraan upaya kesehatan manusia
usia lanjut untuk meningkatkan kualitas hidupnya secara optimal.
Secara umum tujuan terapi hipertensi adalah menurunkan hipertensi yang
berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas. Morbiditas dan mortalitas ini
menyangkut kerusakan organ target (kejadian kardiovaskular, serebrovaskular,
gagal jantung, dan penyakit ginjal). Mengurangi risiko yang terjadi pada
hipertensi merupakan tujuan primer dari terapi hipertensi, oleh karena itu
pemilihan terapi obat yang tepat mempengaruhi secara signifikan pencapaian
tujuan terapi (Saseen & Carter., 2005). Sejumlah besar pemilihan antihipertensi
membutuhkan individulisasi untuk pasien tertentu dan untuk mendapatkan
keseimbangan efek hipotensi, konsekuensi jangka panjang pada metabolisme
( Topol, et al., 2002).
Pencapaian efek terapi yang maksimal dengan efek negatif yang
minimal merupakan tanggung jawab dari health care team, dimana farmasis
merupakan bagian di dalamnya. Oleh karena itu farmasis perlu memaksimalkan
perannya dalam pharmaceutical care, yang merupakan tanggung jawab seorang
3
farmasis terhadap terapi obat pasien. Salah satu peran farmasis dalam
pharmaceutical care adalah mengidentifikasi terjadinya drug therapy problems
(DTPs). Drug therapy problems merupakan kejadian yang tidak diinginkan atau
pengalaman yang berisiko bagi pasien yang terlibat atau kecurigaan terhadap obat
yang terlibat dalam terapi dan dapat menghambat atau menunda pasien tersebut
mencapai tujuan terapi yang diinginkan (Cipolle, Strand, Morley, 2004).
Rumah Sakit Panti Rini merupakan rumah sakit tipe pratama. Rumah
Sakit Panti Rini memiliki pelayanan dasar, umum dan gigi serta pelayanan medik
spesialistik 4 dasar sesuai dengan standar minimal rumah sakit kelas pratama
yaitu Spesialis Penyakit Dalam, Kebidanan dan Kandungan, Bedah dan Penyakit
Anak. Rumah Sakit Umum Swasta Pratama adalah rumah sakit umum swasta
yang memberikan pelayanan medik bersifat umum setara dengan rumah sakit
pemerintah kelas D, yaitu rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik dasar dengan kapasitas tempat tidur kurang dari
100. Kasus hipertensi pada Rumah Sakit Panti Rini sepanjang Juli 2007- Agustus
2008 sejumlah 106 kasus. Melihat cukup banyak kasus hipertensi pada Rumah
Sakit Panti Rini, memberikan ketertarikan pada peneliti untuk mengevaluasi
kejadian DTPs pada pasien hipertensi khususnya pada kelompok usia lanjut.
1. Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat disusun rumusan
masalahnya sebagai berikut :
4
a. seperti apa karakteristik pasien hipertensi primer usia lanjut di instalasi
rawat inap Rumah Sakit Panti Rini Kalasan Sleman Periode Juli 2007 -
Juni 2008?
b. seperti apa pola pengobatan pasien hipertensi primer usia lanjut di
instalasi rawat inap Rumah sakit Panti Rini Kalasan Sleman Periode
Juli 2007 - Juni 2008?
c. berapa jumlah obat antihipertensi yang diberikan kepada pasien dan
bagaimana kombinasinya ?
d. seperti apa potensial (teoritis) kejadian Drug Therapy Problems yang
mungkin terjadi pada pasien hipertensi usia lanjut di instalasi rawat
inap Rumah Sakit Panti Rini Kalasan Sleman Periode Juli 2007 - Juni
2008 yang meliputi :
1) apakah ada yang membutuhkan tambahan obat ?
2) apakah ada obat yang tidak dibutuhkan ?
3) adakah pemakaian obat yang tidak efektif ?
4) apakah ada dosis yang terlalu rendah yang diterima pasien ?
5) apakah terjadi efek obat yang merugikan (adverse drug
reaction)?
6) apakah ada dosis yang terlalu tinggi yang diterima pasien ?
2. Keaslian Penelitian
Usaha penelusuran dilakukan peneliti dan didapatkan penelitian tentang
pengobatan hipertensi yang pernah dilakukan oleh Prasetyo (2005) dengan judul
Profil Peresepan Obat Antihipertensi pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit
5
Panti Rini Kalasan Sleman tahun 2004. Penelitian yang penulis lakukan berbeda
dengan penelitian tersebut yang hanya membahas tentang profil peresepan obat
antihipertensi dan interaksi obat yang terjadi tetapi tidak mengevaluasi terjadinya
Drug Therapy Problems. Selain itu didapatkan penelitian dengan judul Profil
Peresepan Obat untuk Pasien Hipertensi Usia Lanjut di Instalasi Rawat Inap
Rumah Sakit Panti Nugroho yang dilakukan Lidia (2002) pada penelitian tersebut
membahas tentang profil pasien, profil pengobatan, kontraindikasi, dan
kemungkinan interaksi obat tetapi tidak mengevaluasi Drug Therapy Problems.
Didapatkan juga penelitian yang berjudul Evaluasi Peresepan Obat Antihipertensi
pada Pasien Hipertensi di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Panti Rapih
Yogyakarta yang dilakukan Mahanani (2005). Pada penelitian tersebut selain
membahas tentang pola peresepan juga membahas tentang ketepatan indikasi,
ketepatan obat, ketepatan dosis, ketepatan pasien namun tidak membahas secara
mendalam tentang Drug Therapy Problems yang terjadi.
3. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dan evaluasi pengobatan
hipertensi usia lanjut di Rumah Sakit Panti Rini Kalasan Sleman.
b. Manfaat Praktis
Penelitian dapat digunakan untuk evaluasi dan peningkatan mutu
pengobatan hipertensi usia lanjut di Rumah Sakit Panti Rini Kalasan
Sleman.
6
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi terjadinya Drug Therapy
Problems pada pasien hipertensi primer usia lanjut di instalasi rawat inap Rumah
Sakit Panti Rini Kalasan Sleman.
2. Tujuan Khusus
Penelitian ini betujuan untuk mengetahui :
a. karakteristik pasien hipertensi primer usia lanjut di instalasi rawat inap
Rumah Sakit Panti Rini Kalasan Sleman Periode Juli 2007 - Juni 2008.
b. pola pengobatan pasien hipertensi primer usia lanjut di instalasi rawat
inap Rumah Sakit Panti Rini Kalasan Sleman Periode Juli 2007 - Juni
2008.
c. jumlah obat antihipertensi dan kombinasinya.
d. potensial (teoritis) kejadian Drug therapy problems yang mungkin terjadi
pada pasien hipertensi primer usia lanjut di instalasi rawat inap Rumah
Sakit Panti Rini Kalasan Sleman Periode Juli 2007 - Juni 2008 yang
meliputi :
1) membutuhkan tambahan obat (need for additional drug therapy).
2) obat yang tidak dibutuhkan (unnecessary therapy).
3) pemilihan obat salah (wrong drug).
4) dosis terlalu rendah (dose too low).
5) efek obat merugikan (adverse drug reaction).
6) dosis terlalu tinggi (dose too high)
7
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Tekanan Darah
Sistolik dan diastolik merupakan komponen dari tekanan darah yang
ditentukan oleh curah jantung dan tahanan perifer dan merupakan produk dari dua
hal tersebut (tekanan darah = curah jantung x tahanan perifer). Curah jantung
merupakan hasil dari volume pompa darah (jumlah darah yang disalurkan jantung
setiap detaknya) dan kecepatan detak jantung atau jumlah detak jantung setiap
detiknya. Tahanan perifer menggambarkan perubahan lingkaran arteri seperti
viskositas darah. Arteri seringkali mengarah kepada tahanan pembuluh darah
karena dapat berkontraksi atau berelaksasi secara selektif mengontrol tahanan
untuk aliran darah keluar menuju kapiler (Porth, 2005).
Pada orang hipertensi dan berbagai penyakit yang mempengaruhi tekanan
darah, perubahan tekanan darah biasanya dideskripsikan dengan sistolik, diastolik
dan denyut nadi, dan tekanan arteri rata-rata (Porth, 2005).
1. Tekanan darah sistolik
Tekanan darah sistolik menggambarkan pengeluaran darah menuju aorta
secara berirama. Saat darah dikeluarkan dari ventrikel kiri menuju aorta akan
melonggarkan dinding pembuluh darah dan menghasilkan peningkatan tekanan
darah di aorta. Batasan peningkatan atau penurunan tekanan sistolik ditentukan
oleh jumlah darah yang dikeluarkan menuju aorta setiap detak jantung (volume
pompa darah), kecepatan pengeluaran darah, dan elastisitas dari aorta. Tekanan
darah sistolik meningkat saat pengeluaran darah yang cepat dengan volume
8
pompa darah yang besar atau saat volume pompa darah di salurkan menuju aorta
yang kaku. Dinding yang elastis pada aorta secara normal akan melonggar untuk
mengakomodasi penyaluran sejumlah darah yang bervariasi menuju aorta, hal ini
mencegah terjadinya peningkatan tekanan yang berlebihan selama kontraksi dan
menjaga tekanan selama relaksasi. Pada beberapa orang usia lanjut, elastisitas
jaringan aorta sudah kehilangan daya lenting dan aorta menjadi kaku. Saat hal ini
terjadi, aorta kehilangan kemampuan untuk melonggar dan menahan tekanan saat
darah disalurkan menuju aorta sehingga menghasilkan peningkatan tekanan
sistolik (Porth, 2005).
2. Tekanan darah diastolik
Tekanan darah diastolik dipertahankan oleh energi yang telah disimpan
dalam dinding elastis selama sistolik. Tingkat tiap tekanan darah dapat
dipertahankan tergantung pada kondisi aorta dan besar arteri dan kemampuan
untuk melonggar dan menyimpan energi, kemampuan katub aorta, dan tahanan
arteri yang mengontrol aliran darah keluar menuju kapiler yang merupakan
mikrosirkulasi. Arteri yang lebih lebar berada antara jalur keluar aorta dan arteri
yang dapat mengontrol aliran darah dari sirkulasi arteri. Saat terjadi peningkatan
tahanan perifer pembuluh darah, bersamaan dengan stimulasi simpatik, tekanan
darah diastolik akan meningkat. Arteriosklerosis akan menyebabkan arteri yang
lebih kecil menjadi kaku dan tidak dapat menerima aliran darah dari aorta tanpa
menghasilkan peningkatan tekanan darah diastolik. Penutupan katup aorta saat
onset diastolik sangat penting untuk menjaga tekanan diastolik. Penutupan katup
aorta yang tidak sempurna akan menurunkan tekanan diastolik di saat aliran
9
darah akan lebih mengalir kembali menuju ventrikel daripada mengalir maju
menuju sistem arterial (Porth, 2005).
Gambar 1. Diagram sisi kanan dari jantung dan aorta. (A) tekanan darah sistolik
digambarkan dengan aliran darah menuju aorta selama kontraksi ventrikular. (B)
tekanan diastolik terjadi pada sistem arterial selama relaksasi (Porth, 2005)
B. Hipertensi Primer
1. Definisi
Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik atau
tekanan darah diastolik atau peningkatan keduanya (Kimble, Young, Kradjan,
Guglielmo, 2005). Hipertensi primer dikenal secara luas oleh banyak klinisi
sebagai “hipertensi essensial”. Istilah ini secara sederhana berarti hipertensi
dengan penyebab yang tidak diketahui,berbeda dengan bentuk hipertensi sekunder
yang diketahui penyebabnya, seperti stenosis arteri renalis (Guyton, 2007).
2. Klasifikasi
Klasifikasi tekanan darah yang ditetapkan oleh JNC VII adalah sebagai
berikut
10
Tabel I. Klasifikasi Tekanan Darah pada Orang Dewasa (umur ≥ 18 tahun) oleh
JNC VII (Chobanian, et al., 2003)
Klasifikasi Tekanan Darah Sistolik
(mm Hg)
Tekanan darah Diastolik
(mm Hg)
Normal < 120 dan < 80
Prehipertensi 120-139 atau 80-90
Hipertensi tingkat I 140-159 atau 90-99
Hipertensi tingkat II ≥ 160 atau ≥ 100
Klasifikasi tersebut berdasarkan pada rata-rata dua atau lebih pengukuran
tekanan darah dari dua atau lebih kunjungan klinis. Pengklasifikasian ini meliputi
empat kategori, dengan kategori normal saat tekanan darah sistolik kurang dari
120 mm Hg dan tekanan darah diastolik kurang dari 80 mm Hg. Prehipertensi
tidak termasuk dalam kategori hipertensi namun hal ini mengidentifikasikan
pasien yang memiliki tekanan darah tersebut akan mengalami perkembangan
menuju kategori hipertensi di masa yang akan datang (Saseen & Carter, 2005).
Selain kelompok hipertensi yang telah disebutkan diatas terdapat pula kelompok
hipertensi krisis.
Hipertensi krisis adalah keadaan klinis saat tekanan darah pasien lebih dari
180/120 mm Hg. Hipertensi ini dikategorikan menjadi hipertensi emergensi dan
hipertensi urgensi (Saseen & Carter, 2005). Hipertensi emergensi merupakan
keadaan klinis saat pasien membutuhkan penurunan tekanan darah segera dengan
menggunakan obat secara parenteral karena terjadi kerusakan organ target yang
bersifat akut atau perkembangan kerusakan organ target, sedangkan hipertensi
urgensi merupakan keadaan saat terjadi peningkatan tekanan darah tanpa terjadi
kerusakan atau perkembangan kerusakan target organ dan tekanan darah dapat
11
diturunkan dalam beberapa jam setelah pemberian obat secara oral (Kaplan,
2006).
3. Etiologi
Sekalipun penyebab yang pasti dari hipertensi primer ini belum diketahui,
namun kenaikan berat badan yang berlebih dan gaya hidup sedenter tampaknya
memiliki peran yang utama dalam menyebabkan hipertensi. Kebanyakan pasien
hipertensi memiliki berat badan yang berlebih, dan penelitian pada berbagai
populasi menunjukkan bahwa kenaikan berat badan yang berlebih dan obesitas
memberikan risiko 65 sampai 70 persen untuk terkena hipertensi
primer (Guyton, 2007).
Perubahan genetis juga menginisiasi terjadinya hipertensi. Polimorfi gen
yang terlibat sistem renin-angiotensin, sintesis aldosteron, dan reseptor
andrenergik sudah diketahui banyak terdapat pada pasien hipertensi dibandingkan
pada pasien normotensi (Lilly, 2001).
4. Patofisiologi
Tekanan darah merupakan hasil kali dari curah jantung (cardiac output)
dan tahanan perifer (peripheral resistance) atau BP= CO x PR, jadi peningkatan
tekanan darah diakibatkan dari peningkatan salah satu atau kedua faktor tersebut.
(Greene & Harris, 2000). Peningkatan ke dua faktor ini dapat disebabkan karena
malfungsi dari salah satu mekanisme humoral (antara lain Sistem Renin
Angiotensin Aldosteron) atau sistem vasodepresor, mekanisme abnormal dari
neuronal, gangguan autoregulasi perifer,dan gangguan pada natrium, kalsium, dan
hormon natriuretik (Saseen & Carter, 2005).
12
Beberapa abnormalitas humoral terlibat dalam perkembangan hipertensi
esensial. Abnormalitas yang terlibat adalah Sistem Renin Angiotensin Aldosteron
(SRAA) hormon natriuretik, dan hiperinsulinemia.
Gambar 2. Bagan sistem renin angiotensin aldosteron (Porth, 2005).
Sistem renin angiotensin aldosteron merupakan sistem endogenus
komplek yang terlibat dalam pengaturan tekanan darah arterial. Sistem renin
angiotensin aldosteron mengatur keseimbangan dari natrium, kalium, dan cairan
Karena itu sistem ini memberikan pengaruh yang penting pada denyut nadi,
13
aktivitas sistem saraf simpatis, dan sangat memberikan pengaruh pada regulasi
homeostasis tekanan darah.
Renin merupakan enzim yang diekskresikan oleh sel jukstaglomerular
yang terletak pada arteri aferen pada ginjal. Pelepasan renin dimodulasi oleh
beberapa faktor, yaitu faktor intrarenal (tekanan perfusi ginjal, katekolamin, dan
angiotensin II) dan faktor ekstrarenal (natrium, klorida, dan kalium).
Fungsi sel jukstaglomerular adalah sebagai bagian yang sensitif terhadap
baroreseptor. Penurunan tekanan arteri renal dan aliran darah renal mensensitisasi
sel tersebut dan menstimulasi sekresi dari renin. Penurunan penghantaran natrium
dan klorida ke tubulus distal menstimulasi pelepasan renin. Katekolamin
meningkatkan pelepasan renin, dimungkinkan karena stimulasi langsung saraf
simpatis pada arteri aferen yang mengaktifkan sel jukstaglomerular. Penurunan
kalium serum dan atau kalsium selular dapat dideteksi oleh sel jukstaglomerular
dan menghasilkan pelepasan renin.
Renin mengkatalisis konversi angiotensinogen menjadi angiotensin I di
dalam darah. Angiotensin I akan diubah menjadi angiotensin II oleh ACE
(angiotensin-converting enzyme). Setelah terikat secara spesifik pada reseptor
(diklasifikasikan menjadi dua subtype AT1 dan AT2), angiotensin II memberikan
efek biologi pada beberapa jaringan. Reseptor AT1 terletak di otak, ginjal,
miokardium, pembuluh darah perifer, dan kelenjar adrenal. Reseptor ini
meupakan mediator terjadinya respon pada fungsi kadiovaskular dan ginjal.
Reseptor AT2 terdapat pada jaringan medula adrenal, uterus, dan otak. Stimulasi
dari reseptor AT2 tidak memberikan efek pada regulasi pembuluh darah.
14
Sirkulasi angiotensin II dapat meningkatkan tekanan darah melalui efek
tekanan dan volume. Efek tekanan meliputi vasokonstriksi langsung, stimulasi
pelepasan katekolamin dari medula adrenal, dan menimbulkan mediasi sentral
yang meningkatkan aktivitas sistem saraf simpatis. Angiotensin II juga
menstimulasi sintesis aldosteron dari kortek adrenal. Hal ini akan menyebabkan
peningkatan reabsorbsi air dan natrium yang akan meningkatkan volume plasma,
total tahanan perifer, dan terakhir menyebabkan tekanan
darah (Saseen & Carter, 2005).
5. Manifestasi
Hipertensi primer merupakan penyakit yang asimptomatik. Apabila gejala
ditemukan, biasanya sudah berhubungan dengan efek jangka panjang yang
disebabkan hipertensi pada sistem organ yang lain seperti ginjal, jantung, mata,
dan pembuluh darah. Hipertensi merupakan faktor risiko terbesar terjadinya
arteriosklerosis, hal ini mempengaruhi berbagai macam penyakit arteriosklerosis
kardiovaskular antara lain gagal jantung, stroke, penyakit jantung koroner,
penyakit arteri perifer (Porth, 2005).
6. Diagnosis
Diagnosis hipertensi tidak dapat didasarkan pada satu kali pengukuran
peningkatan tekanan darah. Pengambilan rata-rata dari dua kali atau lebih
pengukuran tekanan darah selama dua atau lebih pemeriksaan klinis sebaiknya
dilakukan untuk mendiagnosis hipertensi. Sesudah itu, rata-rata dari pemeriksaan
tekanan darah ini digunakan untuk menegakkan diagnosis dan mengklasifikasikan
kedalam tingkat hipertensi (Saseen & Carter, 2005).
15
Pengukuran tekanan darah sebaiknya dilakukan setelah beristirahat kurang
lebih 5 menit dan 30 menit setelah merokok atau mengkonsumsi kafein.
Setidaknya dua kali pengukuran pada tiap kunjungan perlu dilakukan di lengan
yang sama dengan posisi pasien tersebut duduk di kursi dengan kaki pada lantai
dan lengan diletakkan pada posisi sejajar jantung. Apabila pada saat dua
pembacaan pertama tekanan darah terdapat perbedaan lebih dari 5 mm Hg,
pembacaan tambahan perlu dilakukan. Tekanan sistolik dan diastolik sebaiknya
perlu dicatat. Saat pertama kali timbul detak suara Korotkoff dinyatakan sebagai
tekanan sistolik, sedangkan saat hilangnya detak suara korotkoff dinyatakan
sebagai tekanan diastolik. Oleh karena tekanan darah pada tiap individu sangat
bervariasi, tekanan darah perlu diukur dengan waktu yang berbeda pada periode
beberapa bulan sebelum didiagnosis hipertensi, terkecuali jika tekanan darah
meningkat dengan sangat tinggi atau berhubungan dengan timbulnya gejala
(Porth, 2005).
Tes laboratorium rutin direkomendasikan sebelum mengawali terapi antara
lain elektrokardiografi, urinalisis, glukosa darah dan hematokrit, kalium serum,
kreatinin (atau estimasi kecepatan filtrasi glomerular) dan kalsium, dan profil lipid
setelah 9-12 jam puasa yang terdiri dari HDL (High density lipoprotein) dan LDL
(Low density lipoprotein). Pilihan tes meliputi pengukuran ekskresi albumin
urinary atau rasio albumin/kreatinin (Chobanian, et al., 2003).
16
C. Pentalaksanaan Terapi Hipertensi
1. Tujuan dan sasaran pengobatan
Tujuan terapi antihipertensi adalah mengurangi angka mortalitas dan
morbiditas yang disebabkan oleh kardiovaskular dan ginjal. Saat seseorang
menderita hipertensi, khususnya pada usia >50 tahun, akan mencapai sasaran
tekanan darah diastolik di saat tekanan darah sistolik tercapai, oleh karena itu
fokus utamanya adalah pencapaian tekanan darah sistolik. Pengobatan tekanan
darah sistolik dan diastolik hingga mencapai sasaran <140/90 mm Hg,
berhubungan dengan penurunan kejadian komplikasi kardiovaskular. Pada pasien
dengan diabetes atau penyakit ginjal, sasaran tekanan darahnya adalah <130/80
mm Hg (Chobanian, et al., 2003).
2. Strategi terapi
Tabel II. Pengaturan tekanan darah pada orang dewasa (Chobanian, et al., 2003) Klasifikasi tekanan
darah
Modifikasi gaya
hidup
Terapi obat
(tanpa penyulit)
Terapi obat
(dengan penyulit)
Normal dianjurkan Tidak diberikan
antihipertensi
Terapi ditujukan
untuk penyulitnya Prehipertensi Boleh dilakukan
Hipertensi tingkat I Boleh dilakukan Tiazid tipe diuretik.
Dapat digunakan ACEI,
ARB, BB, CCB, atau
kombinasinya
Terapi ditujukan
untuk penyulit
dan hipertensi bila
dibutuhkan
Hipertensi tingkat II Boleh dilakukan Kombinasi dua obat
(diuretik danACEI atau
ARB atau BB atau CCB)
ACEI : Angiotensin Converting Enzim Inhibitor; ARB : Angiotensin Receptor Blocker;
BB : Beta-Blocker; CCB : Calcium Channel Blocker
17
Terapi hipertensi secara garis besar dibagi menjadi dua yaitu terapi
farmakologi dan terapi non farmakologi.
a. Penatalaksanaan hipertensi dengan non farmakologi
Pada pasien dengan prehipertensi dan hipertensi sebaiknya diberikan
terapi modifikasi gaya hidup. Disamping menurunkan tekanan darah pada
pasien yang telah diketahui hipertensi, modifikasi gaya hidup dapat
mengurangi perkembangan hipertensi pada pasien dengan prehipertensi.
Program diet merupakan salah satu cara untuk menurunkan berat bada
secaran bertahap pada pasien kelebihan berat badan dan obesitas.
Keberhasilan modifikasi gaya hidup dengan diet oleh klinisi memerlukan
edukasi kepada pasien, dorongan dan bantuan yang berkelanjutan
(Saseen & Carter, 2005). Beberapa hal lain yang dapat dilakukan untuk
terapi farmakologi adalah cara latihan olahraga ringan secara rutin sebagai
contoh berjalan-jalan beberapa meter setiap hari, selain itu dapat
melakukan terapi rileks, hipnoterapi dan meditasi, biofeedback (saat
pasien memonitor tekanan darahnya sendiri maka mereka akan berusaha
untuk menurunkannya). Tercapainya kegunaan terapi ini tergantung pada
pilihan pasien, dan kepercayaan akan kesehatannya (Greene & Harris,
2000).
b. Penatalaksanaan hipertensi dengan farmakologi
Filosofi dari stepped care yang digunakan dalam antihipertensi memiliki
arti peningkatan yang progresif pada terapi untuk mendapatkan kontrol
pemeliharaan. Dapat juga dikatakan rangkaian yang dipisahkan secara
18
tegas dan benar untuk obat yang spesifik pada tingkatan yang spesifik
(Greene & Harris, 2000).
Prinsip dari terapi hipertensi secara farmakologis dapat dirangkum
sebagai berikut:
1) Penggunaan sedikit mungkin obat.
2) Penggunaan sedikit mungkin dosis tiap harinya.
3) Diawali dengan obat yang tepat.
4) Peningkatan dosis secara bertahap sampai tercapai efek yang cukup.
5) Jika terjadi kegagalan pada awalnya, diganti dengan obat lain yang
cocok yang berasal dari golongan yang berbeda.
6) Jika terjadi penurunan efektifitas, penambahan agen yang lain lebih
baik dibandingkan dengan melakukan penggantian.
7) Kombinasi obat yang memiliki mekanisme yang berbeda.
8) Kombinasi obat akan cenderung mengurangi efek samping obat yang
satu dengan yang lainnya.
9) Monitor efek samping dan ketaatan pasien.
Apabila kontrol tekanan darah tidak dapat dicapai dengan dosis
maksimum dari satu golongan obat maka dapat dikombinasikan dengan
dua obat atau jika tetap tidak dapat dicapai dapat diberikan tiga obat.
Pilihan obat yang digunakan untuk ditambahkan adalah obat yang berasal
dari golongan yang berbeda untuk mendapatkan efek yang sinergis, dan
perlu dipastikan tidak terjadi interaksi antar obat (Greene & Harris,
2000). Diuretik dapat dikombinasikan dengan berbagai macam obat
19
antihipertensi lainnya (khususnya penghambat ACE dan penyekat
reseptor angiotensin II) yang menghasilkan efek antihipertensi tambahan
yang terbebas dari terjadinya retensi cairan. (Kimble, et al., 2005).
Gambar 3. Kombinasi yang mungkin antara golongan antihipertensi yang berbeda
(Kimble, et al., 2005).
Gambar di atas menunjukkan kombinasi antara golongan antihipertensi
yang dapat digunakan. Garis tebal menggambarkan kombinasi obat yang rasional.
Kombinasi antagonis kalsium dan beta bloker menjadi rasional jika menggunakan
antagonis kalsium dihidropiridin (Kimble, et al., 2005).
D. Obat Antihipertensi
1. Diuretika
Diuretika merupakan lini pertama dari terapi hipertensi. Empat subklas
diuretik yang digunakan untuk terapi hipertensi adalah : tiazid, loop diuretik,
antagonis aldosteron, agen hemat kalsium (Saseen & Carter, 2005).
a. tiazid
Tiazid memobilisasi natrium dan air dari dinding arteriolar. Efek ini dapat
mengurangi jumlah gangguan fisik pada lumen pembuluh darah yang disebabkan
karena akumulasi cairan intraseluler. Saat diameter dari lumen meningkat dan
20
terjadi relaksasi maka tahanan terhadap aliran darah akan berkurang dan tahanan
perifer akan menurun (Saseen & Carter, 2005).
Selain itu salah satu agen tiazid yaitu hidroklorotiazid memiliki
mekanisme kerja dengan membuka Ca2+
-activated K+ channels yang
menyebabkan hiperpolarisasi vaskular sel otot polos, sehingga menyebabkan
penutupan kanan Ca2+
tipe L dan memiliki kemungkinan yang kecil untuk
terbuka, dan akhirnya menghasilkan penurunan masukan Ca2+
dan mengurangi
vasokonstriksi (Hoffman, 2006).
b. loop diuretik
Obat pada kelompok diuretika ini menginhibisi aktivitas dari simporter
Na+
K+ 2Cl
- pada ansa henle asendens segmen tebal. Penghambatan ini dapat
meningkatkan ekskresi Na+
dan Cl- pada urin yang amat sangat besar (Brunton et
al., 2006). Selain itu juga menghasilkan peningkatan ekskresi kalsium yang
signifikan (Katzung, 2005).
c. Agen hemat kalsium
Agen hemat kalsium merupakan agen antihipertensi yang lemah bila
digunakan sendiri, tetapi akan memberikan efek tambahan jika dikombinasikan
dengan tiazid atau loop diuretik. Agen ini dapat menyebabkan hiperkalemia,
khususnya pada pasien dengen penyakit ginjal kronis dan diabetes, serta pasien
yang sedang menerima terapi ACE inhibitor, ARB, NSAID, dan suplemen
kalsium (Saseen & Carter, 2005).
21
d. antagonis aldosteron
Obat agonis aldosteron seperti spironolakton dan eplerenon secara
kompetitif menginhibisi ikatan aldosteron dengan reseptor mineralokortikoid.
Efek yang terjadi pada ekskresi urin karena inhibisi ini sama dengan inhibisi pada
kanal Na+ di epitel ginjal (Hoffman, 2006).
Pada terapi hipertensi, efek samping yang sering ditemui karena
pemakaian diuretika (kecuali agen hemat kalsium) adalah kekurangan kalsium.
Selain itu diuretika juga menyebabkan kekurangan magnesium, peningkatan kadar
lipid dalam darah (Katzung, 2005).
2. Penghambat Enzim Konversi Angiotensin (ACE Inhibitor)
ACE inhibitor merupakan lini kedua dari terapi hipertensi setelah diuretika
(DiPiro, et al.,2005). Obat ini digolongkan menjadi tiga kelompok menurut
struktur kimianya : (1) ACE inhibitor yang terdiri dari sulfhidril, dan secara
struktur berhubungan dengan kaptopril (contohnya : fentiapril, pivalopril,
alacepril); (2) ACE inhibitor yang terdiri dari dikarboksil, dan secara struktur
berhubungan dengan enalapril (contohnya : lisinopril, benazepril, quinapril); (3)
ACE inhibitor yang terdiri dari fosforus, dan secara struktur berhubungan dengan
fosinopril (Jackson, 2006).
Kaptopril, enalapril, lisinopril dan berbagai obat lainnya yang termasuk
dalam golongan obat ini bekerja dengan menghambat perubahan enzim peptidil
dipeptidase yang menghidrolisis angiotensin I menjadi angiotensin II (Katzung,
2005). Penghambat ACE juga menghambat degradasi dari bradikinin dan
menstimulasi sintesis substansi vasodilator lainnya yaitu prostaglandin E2 dan
22
prostasiklin. Bertambahnya jumlah bradikinin dapat meningkatkan efek
penurunan tekanan darah dari ACE inhibitor, tetapi hal ini juga menyebabkan efek
samping yaitu batuk kering (Saseen & Carter, 2005).
3. Angiotensin II Reseptor Bloker
Kerja dari agen ini yang menghambat efek angiotensin II dapat
menyebabkan relaksasi pada otot polos, peningkatan ekskresi garam dan air,
pengurangan volume plasma, penurunan hipertrofi selular. Antagonis reseptor
angiotensin II ini secara teori juga dapat mengatasi kekurangan dari ACE
inhibitor, dimana agen ini tidak hanya menghambat konversi angiotensin I
menjadi angiotensin II tetapi juga mencegah degradasi dari bradikinin dan
substansi P (Hoffman, 2006).
Angiotensin II reseptor bloker secara langsung menyekat reseptor
angiotensin II tipe I (AT1) yang memperantarai terjadinya efek yang diketahui
pada manusia yaitu vasokonstriksi, pelepasan aldosteron, aktivasi simpatis,
pelepasan hormon antidiuretik, dan konstriksi pada arteri aferen di glomerulus.
ARBs tidak menyekat reseptor angiotensin II tipe II (AT2). Oleh karena itu efek
yang menguntungkan dari stimulasi reseptor AT2 (vasodilatasi, perbaikan
jaringan, menghambat pertumbuhan sel) tetap ada pada pemakaian ARBs (Saseen
& Carter, 2005).
4. Obat antihipertensi yang bekerja sentral
Klonidin, guanabenz, guanafesin yang termasuk dalam golongan obat ini
menstimulasi reseptor α2 adrenergik sub tipe α2A di otak dan akan menurunkan
aliran simpatis dari sistem saraf pusat. Penurunan konsentrasi plasma dari
23
norepinefrin berhubungan langsung dengan efek hipotensi (Hoffman, 2006).
Penurunan aktivitas simpatis bersamaan dengan peningkatan aktivitas
parasimpatis dapat menurunkan kecepatan detak jantung, curah jantung, tahanan
perifer, aktivitas plasma renin dan reflek baroreseptor (Saseen & Carter, 2005).
Penurunan tekanan darah arterial oleh karena penggunaan klonidin disertai
dengan penurunan tahan vaskular di ginjal dan menjaga aliran darah ginjal.
Seperti metildopa, klonidin menurunkan tekanan darah pada posisi telentang dan
hanya sedikit menimbulkan hipotensi postural (Katzung, 2005).
5. Vasodilator
Vasodilator digunakan hipertensi relaksasi otot halus arteriola, dengan
demikian menurunkan tahanan vaskular sistemik. Penurunan tahanan arteri dan
tekanan darah arteri mendatangkan respon kompensasi, yang dimediasi oleh
baroreseptor dan sistem saraf simpatis, sebaik respon yang diberikan renin,
angiotensin, aldosteron. Oleh karena terdapat reflek simpatis, terapi vasodilator
tidak menimbulkan hipotensi ortostatik dan disfungsi seksual. Vasodilator dapat
bekerja dengan baik bila dikombinasikan oleh antihipertensi lain yang bekerja
melawan respon kompensasi pada kardiovaskular (Katzung, 2005).
6. Antagonis kalsium
Mekanisme aksi dari antagonis kalsium adalah menghambat masuknya
kalsium ke dalam sel otot halus arterial (Katzung, 2005). Ada dua tipe kanal
kalsium pintu voltase : kanal voltase tinggi (Tipe L) dan kanal voltase rendah
(tipe T). antagonis kalsium hanya menyekat kanal tipe L yang menyebabkan
vasodilatasi perifer dan jantung (Saseen & Carter, 2005).
24
Golongan antagonis kalsium memiliki dua sub kelas yaitu dihidropiridin
dan non dihidropiridin. Farmokologi dari dua subkelas tersebut sangat berbeda.
Keduanya memiliki efektifitas antihipertensi yang sama, tetapi sedikit berbeda
pada efek farmakodinamik. Nondihidropiridin (verapamil dan diltiazem)
menurunkan kecepatan denyut jantung. Verapamil menghasilkan efek inotropik
yang negatif dan kronotropik yang menyebabkan risiko gagal jantung yang tinggi.
Diltiazem juga memiliki efek tersebut namun lebih sedikit daripada verapamil.
Dihidropiridin menyebabkan reflek takikardi yang dimediasi baroreseptor karena
efek vasodilatasi perifer yang poten (Saseen & Carter, 2005).
7. Penyekat adrenoreseptor β (β- Bloker)
Beta bloker awalnya menyebabkan penurunan tekanan darah melalui
penurunan curah jantung. Dengan terapi yang kontinu, curah jantung kembali
normal, tetapi tekanan darah tetap rendah karena resistensi vaskular perifer
‘berada’ pada tingkat yang lebih rendah dengan mekanisme yang tidak diketahui.
Blokade reseptor β1 dalam sel jukstaglomerulus ginjal mungkin terlibat, tetapi
bloker β hanya efektif pada pasien dengan kadar renin normal atau bahkan rendah.
Kelemahan bloker β adalah efek simpang yang sering terjadi seperti tangan
dingin, fatigue. Bloker β juga cenderung meningkatkan trigliserida serum dan
menurunkan kadar kolesterol lipoprotein densitas tinggi (Neal, 2005).
8. Penyekat adrenoreseptor α (α-Bloker)
Prazosin, terazosin, dan doxazosin merupakan penyekat selektif reseptor
alfa 1. Bekerja pada vaskularisasi perifer dan menghambat pengambilan kembali
katekolamin di dalam sel otot haalus, menghasilkan vasodilatasi dan penurunan
25
tekanan darah (Saseen & Carter, 2005). Aliran darah ginjal tidak berubah selama
terapi menggunakan antagonis reseptor α1. Penyekat adrenoreseptor α1 dapat
menyebabkan sejumlah besar variasi postural hipotensi, yang tergantung pada
volume plasma. Retensi garam dan air terjadi pada beberapa pasien selama
penggunaan obat yang berkelanjutan, hal ini dapat menurunkan kejadian hipotensi
postural (Hoffman, 2006).
E. Terapi Hipertensi pada Usia Lanjut
Rekomendasi target tekanan darah dari JNC VII tidak tergantung dengan
umur, pada pasien usia lanjut target tekanan darah adalah kurang dari 140/90 mm
Hg atau kurang dari 130/80 mm Hg untuk diabetes atau penyakit ginjal kronis
(Saseen & Carter, 2005).
Pada dasarnya terapi hipertensi pada usia lanjut sama dengan terapi pada
orang muda tetapi bagaimanapun orang tua memiliki potensial lebih besar untuk
terjadi efek yeng tidak diinginkan selama terapi (Beers, 2001).
Dibawah ini beberapa faktor yang menyebabkan komplikasi pada pasien
usia lanjut yang menjalani terapi hipertensi
Tabel III. Faktor yang menyebabkan komplikasi pada pasien usia lanjut yang
menjalani terapi farmakologi hipertensi (Kaplan, 2006). Faktor Potensial komplikasi
Penurunan aktivitas baroreseptor Hipotensi ortostatik
Gangguan autoregulasi serebral Iskemi serebral dengan penurunan sedikit tekanan
sistolik
Penurunan volume intravaskuler Hipotensi ortostatik, hiponatremia, penurunan volume
Sensitivitas ke hipokalemia Aritmia, kelemahan otot
Penurunan fungsi ginjal dan hepar Akumulasi obat
Polifarmasi Interaksi obat
Perubahan sistem saraf pusat Depresi, kekacauan
26
F. Drug Therapy Problems (DTPs)
1. Terminologi Drug Therapy Problems (DTPs)
Drug therapy problems merupakan kejadian yang tidak diinginkan atau
pengalaman yang berisiko bagi pasien yang terlibat atau kecurigaan terhadap obat
yang terlibat dalam terapi dan dapat menghambat atau menunda pasien tersebut
mencapai tujuan terapi yang diinginkan.
Praktisi asuhan kefarmasian menggunakan istilah problem untuk
menunjukkan peristiwa yang berhubungan atau dikarenakan terapi obat yang
mempengaruhi pemeriksaan, pengobatan, atau pencegahan. Drug therapy problem
merupakan masalah klinis yang harus diidentifikasi dan diselesaikan dengan cara
yang serupa dengan masalah klinis lainnya. Drug therapy problem merupakan
istilah bagi pasien, bukan untuk produk obat atau praktisi kesehatan.
Praktisi harus memahami keadaan pasien dengan drug therapy problems
pada keadaan klinis untuk mengidentifikasi, menyelesaikan dan mencegah drug
therapy problems. Drug therapy problem pada pasien selalu memiliki tiga
komponen primer :
1) Problem yang terjadi dapat dilihat dari catatan keluhan medis pasien, gejala,
tanda, diagnosis, penyakit, kerusakan, ketidakmampuan, nilai abnormal dari
hasil laboratorium, atau sindrom. Kejadian tersebut bisa merupakan hasil dari
psikologis, sosialkultur, atau kondisi ekonomi.
2) Keterlibatan drug therapy (produk dan atau regimen dosis).
27
3) Hubungan yang ada atau diharapkan ada antara kejadian yang tidak diinginkan
pada pasien dan terapi obat. Hubungan ini bisa merupakan :
a) konsekuensi dari terapi obat yang memberikan kesan terjadinya hubungan
langsung antara penyebab dan efek yang terjadi, atau
b) didapatkan karena penambahan atau modifikasi dari terapi obat yang
bertujuan untuk pencegahan atau pengobatan (Cipolle et al., 2004).
2. Kategori Drug Therapy Problems (DTPs)
Tabel IV. Kategori dan penyebab-penyebab drug therapy problems (DTPs)
(Cipolle et al., 2004). No. Jenis DTP Contoh Penyebab DTPs
1. Ada obat yang tidak
dibutuhkan
(unnecessary drug
therapy)
• Terapi yang diperoleh sudah tidak valid saat itu
• Beberapa macam produk obat digunakan untuk kondisi yang sebenarnya
hanya membutuhkan satu jenis obat
• Kondisi medis yang sebenarnya tepat ditangani dengan terapi
nonfarmakologi
• Terapi efek samping akibat suatu obat yang sebenarnya dapat digantikan
dengan yang lebih aman
• Penyalahgunaan obat, merokok, dan alkohol yang dapat menyebabkan
masalah
2. membutuhkan
tambahan obat (need
for additional drug
therapy)
• Kondisi medis yang membutuhkan terapi obat
• Terapi pencegahan dibutuhkan untuk mengurangi risiko dari perkembangan
kondisi baru
• Kondisi medis yang membutuhkan tambahan obat untuk mendapatkan efek
sinergis atau efek tambahan
3. Obat yang tidak
efektif (ineffective
drug)
• Obat yang digunakan bukan merupakan obat yang paling efektif untuk
kondisi medis tertentu
• Kondisi medis sukar disembuhkan dengan produk obat tersebut
• Sediaan obat yang digunakan tidak sesuai
• Produk obat yang dipilih bukan produk obat yang efektif untuk kondisi
medis
4. Dosis terlalu rendah
(dosage too low) • Dosis yang digunakan terlalu rendah
• Interval dosis terlalu tidak begitu sering
• Interaksi obat dapat menurunkan jumlah obat aktif
• Durasi terapi obat terlalu pendek
5. Efek obat yang
merugikan (adverse
drug reaction)
• Produk obat menimbulkan efek yang tidak diinginkan, yang tidak
berhubungan dengan dosis
• Interaksi obat yang menyebabkan efek yang tidak diinginkan, yang tidak
berhubungan dengan dosis
• Obat diberikan atau diubah terlalu cepat
• Produk obat menyebabkan reaksi alergi
• Suatu produk obat dibutuhkan untuk faktor risiko
• Suatu produk obat memiliki kontraindikasi dengan faktor risiko
6. Dosis terlalu tinggi
(dosage too high) • Dosis terlalu tinggi
• Frekuensi pemberian obat terlalu pendek
• Durasi terapi obat terlalu panjang
• Interaksi obat yang menghasilkan reaksi toksik
• Pemberian obat terlalu cepat
7. Ketidaktaatan
(noncompliance) • Pasien tidak memahami instruksi
• Pasien lupa melakukan pengobatan
28
Kategori di atas didefinisikan sebagai kumpulan masalah yang dapat
disebabkan oleh obat dan atau dapat diselesaikan dengan terapi obat. Kategori
pertama dan kedua pada drug therapy problems berhubungan dengan indikasi.
Kategori ketiga dan keempat berhubungan dengan efektivitas. Kategori kelima
dan keenam berhubungan dengan keamanan. Kategori ketujuh berhubungan
dengan ketaatan (Cipolle, et al., 2004).
G. Keterangan Empiris
Penelitian dilakukan untuk mengetahui karateristik pasien, jenis dan
golongan obat, jumlah obat, cara pemberian obat, lama perawatan pasien, dan
potensial (teoritis) kejadian Drug therapy problems yang mungkin terjadi pada
pasien hipertensi primer usia lanjut di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rini
Kalasan Sleman Periode Juli 2007 - Juni 2008.
29
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan rancangan penelitian
Penelitian mengenai Evaluasi Drug Therapy Problems pada Pasien
Hipertensi Primer Usia Lanjut di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini
Kalasan Sleman Periode Juli 2007- Juni 2008 merupakan penelitian non
eksperimental dengan rancangan deskriptif evaluatif yang bersifat retrospektif.
Penelitian ini termasuk non eksperimental karena tidak ada perlakuan pada subjek
penelitian. Rancangan penelitian deskriptif evaluatif karena penelitian hanya
bertujuan melakukan deskriptif terhadap fenomena kesehatan yang terjadi dari
data rekam medik kemudian mengevaluasinya berdasarkan studi pustaka.
Penelitian ini menggunakan data retrospektif melalui penelusuran dokumen rekam
medis pasien hipertensi primer usia lanjut di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit
Panti Rini Juli 2007-Juni 2008.
B. Definisi Operasional
1. Pasien hipertensi primer usia lanjut adalah pasien yang berumur ≥ 60 tahun
di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini Kalasan Sleman yang
memiliki diagnosa utama hipertensi primer dan tidak ditemukan diagnosa
hipertensi sebagai faktor risiko penyakit lain di diagnosa utama tersebut
pada Juli 2007 – Juni 2008.
2. Karakteristik pasien meliputi jenis kelamin, klasifikasi tekanan darah.
30
3. Pola peresepan obat meliputi jenis dan golongan obat antihipertensi, jenis
dan golongan obat yang digunakan untuk penyakit lain yang diderita pasien
usia lanjut hipertensi, jumlah kombinasi obat dan macam kombinasinya
yang digunakan untuk antihipertensi.
a. Jenis obat adalah nama generik dan nama paten dari obat yang
diberikan kepada pasien hipertensi selama menjalani perawatan di
Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini Kalasan Sleman.
b. Golongan obat adalah kelompok obat berdasarkan mekanisme kerja
yang diberikan kepada pasien hipertensi selama menjalani perawatan
di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini Kalasan Sleman.
c. Jumlah obat antihipertensi adalah jumlah golongan obat antihipertensi
yang digunakan bersama oleh pasien.
d. Macam kombinasi obat antihipertensi adalah gabungan antara berbagai
macam obat antihipertensi misalnya diuretik dan penghambat ACE,
antihipertensi bekerja sentral dan diuretik.
4. Kerasionalan obat adalah frekuensi kejadian drug therapy problems
(masalah yang berkenaan dengan terapi obat) yang seminimal mungkin.
5. Tipe drug therapy problems dalam penelitian ini adalah :
a. ada indikasi tetapi tanpa obat (need for additional drug therapy).
b. ada obat tanpa indikasi (unnecessary therapy).
c. pemilihan obat salah (wrong drug).
d. dosis terlalu rendah (dose too low).
31
e. efek obat merugikan (adverse drug reaction).
f. dosis terlalu tinggi (dose too high).
C. Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah pasien-pasien hipertensi primer usia lanjut
yang dirawat di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini Kalasan Sleman
periode Juli 2007-Juni 2008.
D. Bahan Penelitian dan Lokasi Penelitian
Bahan penelitian yang digunakan adalah lembar rekam medik (medical
record) pasien hipertensi primer usia lanjut dengan atau tanpa penyakit lain di
instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rini Kalasan Sleman pada periode
Juli 2007 - Juni 2008.
E. Cara Kerja
1. Analisis Situasi
Tahap pertama yang dilakukan adalah melakukan penulusuran jumlah
pasien hipertensi primer di instalasi rawat inap rumah Sakit Panti Rini
periode Juli 2007- Juni 2008 yang diperoleh melalui laporan unit rekam
medis. Laporan tersebut tersaji dalam bentuk catatan distribusi pasien yang
menderita hipertensi primer periode Juli 2007- Juni 2008 sehingga dapat
diketahui jumlah pasien hipertensi primer.
32
Tabel V. Daftar 10 Besar Penyakit di Rumah Sakit Panti Rini Kalasan Sleman
Periode Juli 2007-Agustus 2008 No Nama Diagnosa Jumlah (Pasien)
1. GE/ Diare Akut 395
2. Commotio Cerebri 318
3. Febris 228
4. Stroke 195
5. DHF (Dengue Hemmorhagi Fever) 145
6. Decompensatition Cordis 137
7. Diabetes Melitus 135
8. DF (Dengue Fever) 118
9. Hipertensi (Primer) 106
10 Thyphoid 73
Selanjutnya dilakukan penelusuran jumlah pasien hipertensi kelompok
usia lanjut (60 tahun ke atas) dengan atau tanpa penyakit lain.
2. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara mencatat rekam medis pasien.
Data yang dikumpulkan meliputi a) nomer rekam medis, b) jenis kelamin, c)
umur, d) diagnosa masuk, e) diagnosa utama, f) diagnosa lain, g) status
keluar, h) lama tinggal di rumah sakit, i) riwayat penyakit, j) riwayat alergi, k)
riwayat keluarga, l) data medis berupa diagnosis, m) pemeriksaan fisik, n)
catatan perkembangan pasien, o) nama obat yang diberikan kepada pasien, p)
aturan pakai obat, dan q) data laboratorium.
3. Analisis Data
Hasil penelitian dianalisis secara deskriptif untuk memperoleh
informasi tentang:
a. Persentase jenis kelamin pasien hipertensi usia lanjut, dibandingkan
banyak pasien laki-laki dan perempuan yang dihitung dengan cara
33
membagi jumlah kasus pada tiap kelompok usia dengan jumlah
keseluruhan kasus kemudian dikalikan 100%.
b. Persentase diagnosis, dikelompokkan berdasarkan berat ringannya
penyakit hipertensi sesuai referensi yang bersumber dari The Sevent
Report of Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation
and Treatment of High Blood Pressure (Chobanian, et al., 2003).
Dihitung dengan cara membagi antara jumlah kasus pada tiap kelompok
dengan jumlah keseluruhan kasus kemudian dikalikan 100%.
c. Persentase jenis dan golongan obat yang digunakan untuk hipertensi,
dikelompokkan berdasarkan jenis dan golongan obat yang diberikan
untuk hipertensi sesuai referensi yang bersumber dari Informatorium Obat
Nasional Indonesia 2000, selanjutnya jika tidak ditemukan dari sumber
tersebut, digolongkan berdasarkan MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi
edisi 7 2007/2008 atau Informasi Spesialite Obat Indonesia volume 43-
2008. Dihitung dengan cara membagi antara jumlah pemakaian obat pada
tiap kelompok obat dengan jumlah seluruh penggunaan obat pada kelas
terapi yang sama kemudian dikalikan 100%.
d. Persentase variasi pemberian obat, dikelompokkan berdasarkan variasi
jumlah pemberian obat dan macam kombinasinya. Dihitung dengan cara
membagi antara jumlah kasus pada tiap kelompok dengan jumlah
keseluruhan kasus kemudian dikalikan 100%.
e. Persentase jenis dan golongan obat yang digunakan untuk penyakit lain
yang diderita pasien hipertensi, dikelompokkan berdasarkan jenis dan
34
golongan obat yang diberikan untuk penyakit lain sesuai referensi yang
bersumber dari Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000, selanjutnya
jika tidak ditemukan dari sumber tersebut, digolongkan berdasarkan
MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi edisi 7 2007/2008 atau Informasi
Spesialite Obat Indonesia volume 43-2008.
f. Evaluasi Drug Therapy Problems (DTPs) yang terjadi dalam pengobatan
hipertensi dilakukan dengan metode dokumentasi SOAP (Subjective,
Objective, Assessment, Plan) berdasarkan standar pengobatan hipertensi
yaitu menggunakan evaluasi kerasionalan berdasarkan Drug Therapy
Problems (DTPs) yang ditemukan berdasarkan pembanding standar atau
referensi yang bersumber dari The Sevent Report of Joint National
Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High
Blood Pressure (Chobanian, et al., 2003), Drug Information Handbook
(Lacy et al., 2006), Kaplan’s Clinical Hypertension (Kaplan, 2006),
Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000, Drug Interaction Facts,
Facts and Comparison (Tatro, 2006).
35
F. Kesulitan Penelitian
Kesulitan penelitian dialami penulis pada saat pengambilan data karena
kurangnya pengalaman membaca tulisan dokter atau perawat dalam lembar rekam
medis mengenai perkembangan kesehatan pasien dan catatan obat yang diberikan
sehingga tidak dapat membaca secara jelas, selain itu juga kesulitan dalam
memahami istilah medis. Kesulitan tersebut dapat diatasi dengan bertanya dengan
perawat untuk memperoleh keterangan lebih jelas mengenai tulisan tersebut dan
membaca dari literatur untuk dapat memahami istilah medis tersebut.
Penulis juga kesulitan dalam menganalisis data karena tidak lengkapnya
catatan medis pasien contohnya pada catatan diagnosis, keperawatan. Selain itu
juga kesulitan untuk mendapatkan informasi yang tepat tentang pemberian obat
karena pada Daftar Pemberian Obat (DPO) ditemukan ketidaksesuaian antara
dosis yang diresepkan dokter dengan jadwal pemberian obat kepada pasien,
kesulitan ini diatasi dengan cara menelusuri Blanko Pemesanan Obat dan Alat
Kesehatan (BPOA) tiap pasien di instalasi farmasi.
36
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karateristik Pasien Hipertensi Primer Usia Lanjut
1. Distribusi Jenis Kelamin
Tabel VI. Distribusi Jenis Kelamin Pasien Hipertensi Primer Usia Lanjut di
Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini Periode Juli 2007- Juni 2008
Jenis Kelamin Jumlah Kasus Persentase (%)
Laki-laki 10 45,5
Perempuan 12 54,5
Total 22 100,0
Berdasarkan distribusi jenis kelamin, kasus hipertensi primer pada pasien
usia lanjut didapatkan jumlah pasien perempuan lebih banyak yaitu sebanyak 12
kasus (54,5 %) dan pada pasien laki-laki sebanyak 10 kasus (45,5 %), namun
perbedaan jumlah antara pasien laki-laki dan perempuan ini tidak besar.
Perbedaan distribusi jenis kelamin yang didapatkan tidak menjelaskan
bahwa perempuan pada usia lanjut lebih banyak memiliki kesempatan untuk
menderita hipertensi dibanding laki-laki. Seperti pada penelitian prospektif yang
dilakukan oleh Lewington et al tahun 2002 yang menemukan hubungan antara
tekanan darah dan kematian karena IHD (Ischemic Heart Disease) menjadi sedikit
lebih besar pada wanita dibanding pada laki-laki dan memberikan kesimpulan
“Jenis kelamin memberikan sedikit hubungan dengan kematian karena vaskular
secara keseluruhan” (Kaplan, 2006).
37
2. Distribusi Klasifikasi Tekanan Darah
Pengklasifikasian tekanan darah pada pasien didasarkan pada klasifikasi
tekanan darah pada orang dewasa (umur ≥18 tahun) oleh JNC VII (Chobanian, et
al., 2003).
Tabel VII. Distribusi Klasifikasi Tekanan Darah Pasien Hipertensi Primer Usia
Lanjut di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini Periode Juli 2007- Juni 2008
Klasifikasi Jumlah Persentase (%)
Normal 1 4,6
Prehipertensi 1 4,6
Hipertensi tingkat 1 5 22,7
Hipertensi tingkat 2 12 54,5
Hipertensi Urgensi 3 13,6
Total 22 100
Distribusi klasifikasi tekanan darah seperti yang dapat kita lihat dari tabel
2 dapat diketahui jumlah pasien yang menderita hipertensi tingkat 2 lebih banyak
dibanding pasien dengan hipertensi tingkat 1, yaitu 12 pasien (54,5 %) untuk
pasien dengan hipertensi tingkat 2 dan 5 pasien (22,7 %) untuk pasien dengan
hipertensi tingkat 1.
Terdapat juga pasien dengan klasifikasi tekanan darah normal pada pasien
nomer 3 dan prehipertensi pada pasien nomer 10. Kedua pasien tersebut tidak
diketahui riwayat penyakit dan pengobatannya sehingga tidak dapat mengetahui
alasan mengapa pasien tersebut menerima terapi untuk hipertensi, namun apabila
dilihat perkembangan tekanan darah pasien tersebut selama menjalani rawat inap
dapat diketahui bahwa pasien tersebut menderita hipertensi.
38
B. Pola Pengobatan Pasien Hipertensi Primer Usia Lanjut
Obat-obat yang digunakan pada pasien hipertensi primer usia lanjut di
instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rini Kalasan Sleman periode Juli 2007-
Juni 2008 dibagi menjadi beberapa kelas terapi. Pada penelitian ini terapi yang
digunakan dibagi menjadi 13 kelas terapi yang kemudian dibagi menjadi beberapa
golongan obat, kelompok obat, nama zat aktif dan jenis obat.
Tabel VIII. Distribusi Kelas Terapi Obat yang Digunakan Pasien Hipertensi
Primer Usia Lanjut di Instalasi Rawat Inap di Rumah Sakit Panti Rini Periode
Juli 2007- Juni 2008
No. Kelas Terapi Jumlah Kasus Persentase (%)
1. Obat untuk penyakit pada sistem kardiovaskuler 22 100,0
2. Obat untuk saluran pernafasan 3 13,6
3. Obat yang bekerja pada saluran cerna 5 22,7
4. Obat untuk penyakit otot skelet dan sendi 7 31,8
5. Obat untuk infeksi 2 9,1
6. Analgesik 11 50,0
7. Obat yang bekerja pada sistem susunan saraf
pusat 8 36,4
8. Obat yang mempengaruhi saluran kemih 1 4,5
9. Anestetik 1 4,5
10. Vitamin dan mineral 1 4,5
11. Elektrolit dan mineral 1 4,5
12. Suplemen terapi dan penunjang 1 4,5
13. lain-lain 1 4,5
Tabel di atas memperlihatkan penggunaan obat terbanyak adalah obat
untuk penyakit pada sistem kardiovaskuler sebanyak 100 %. Penggunaan kelas
terapi tersebut memang merupakan pilihan utama untuk terapi hipertensi, karena
pada kelas terapi tersebut terdiri dari golongan obat antihipertensi yang berguna
menurunkan tekanan darah dan obat hipolipidemik yang berguna untuk
mengurangi risiko perkembangan penyakit hipertensi seperti penyakit
kardiovaskuler. Kelas terapi terbanyak kedua adalah analgesik, sebanyak 50,0 %.
Kelas terapi ini digunakan untuk mengobati keluhan pusing yang sering muncul
pada pasien hipertensi. Kelas terapi terbanyak ketiga adalah
pada sistem susunan saraf pusat, sebanyak 36,4
untuk mengobati gangg
1. Obat yang bekerja pada sistem kardiovaskuler
Tabel IX. Golongan, Kelompok, Zat Aktif, dan Jenis Obat yang Bekerja pada
Sistem Kardiovaskuler yang Digunakan Pasien Hipertensi Primer Usia Lanjut
Instalasi Rawat Inap
Golongan Kelompok
Antiangina
(18,7 %)
Antagonis
Kalsium
Beta Bloker
Hipolipidemik
(10,7 %)
sulfonilurea
Statin
Klofibrat
Antihipertensi
(34,7 %)
Penghambat ACE
(Angiotensin
Converting
Enzym)
Antihipertensi
yang bekerja
sentral
Antagonis
Reseptor
Angiotensin II
Diuretika
(20,0 %)
Diuretika kuat
Tiazid
Diuretika hemat
kalsium
Antiaritmia
(1,3 %)
Obat untuk
gangguan
sirkulasi darah
(9,3 %)
Vasodilator
perifer
Obat yang
mempengaruhi
sistem koagulasi
darah
(5,3 %)
hemostatik dan
antifibrinolitik
antikoagulan,
antiplatelet,
trombolitik
Kelas terapi ini merupakan kelas terapi utama dalam pengobatan pasien
hipertensi dalam penelitian ini yang terdiri dari
antihipertensi, diuretik yang digunakan untuk pengobatan tekanan darah pasien
pada pasien hipertensi. Kelas terapi terbanyak ketiga adalah obat yang bekerja
unan saraf pusat, sebanyak 36,4 %. Kelas terapi ini
angguan pada sistem saraf pusat seperti mual dan vertigo.
Obat yang bekerja pada sistem kardiovaskuler
. Golongan, Kelompok, Zat Aktif, dan Jenis Obat yang Bekerja pada
Sistem Kardiovaskuler yang Digunakan Pasien Hipertensi Primer Usia Lanjut
Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini Periode Juli 2007
Kelompok Zat Aktif Jenis Obat Jumlah
Antagonis
Kalsium
diltiazem Diltiazem 1
amlodipin
Normoten® 1
Calsivas ® 4
Norvask ® 1
Tensivask ® 1
nifedipin Nifedipin 4
Adalat oros ® 1
Beta Bloker karvedilol Dilblock ® 1
sulfonilurea glimepirid Gluvace ® 1
simvastatin
Simvastatin 1
Chalvastin® 1
Mersivas® 1
Klofibrat fenofibrat
Lifen® 1
Evothyl® 1
Hyperchol® 2
Penghambat ACE
(Angiotensin
Converting
kaptopril Tensicap ® 3
Kaptopril 8
ramipril Hyperil® 3
moeksipril HCl Univasc® 1
Antihipertensi
yang bekerja klonidin klonidin 10
Antagonis
Reseptor
Angiotensin II
kandesartan
sileksetil Blopress® 1
Diuretika kuat furosemid Farsix® 10
hidroklortiazid hidroklortiazid 4
iuretika hemat
spironolakton Aldactone® 1
amiodaron Cordaron®
1
Vasodilator flunarizin Unalium® 7
hemostatik dan
antifibrinolitik asam traneksamat
Kalnex ® 2
Plasminex ® 1
antikoagulan,
antiplatelet,
trombolitik
silostazol Pletaal ® 1
terapi ini merupakan kelas terapi utama dalam pengobatan pasien
hipertensi dalam penelitian ini yang terdiri dari golongan antiangina,
antihipertensi, diuretik yang digunakan untuk pengobatan tekanan darah pasien
39
obat yang bekerja
Kelas terapi ini digunakan
pusat seperti mual dan vertigo.
. Golongan, Kelompok, Zat Aktif, dan Jenis Obat yang Bekerja pada
Sistem Kardiovaskuler yang Digunakan Pasien Hipertensi Primer Usia Lanjut di
Rumah Sakit Panti Rini Periode Juli 2007- Juni 2008 Persentase
(%) % total
1,3
17,3 9,3
6,6
1,3 1,3
1,3 1,3
4,0 4,0
5,3 5,3
14,7
20,0 4,0
1,3
13,3 13,3
1,3 1,3
13,3 13,3
5,3 5,3
1,3 1,3
1,3 1,3
9,3 9,3
4,0 4,0
1,3 1,3
terapi ini merupakan kelas terapi utama dalam pengobatan pasien
golongan antiangina,
antihipertensi, diuretik yang digunakan untuk pengobatan tekanan darah pasien
40
yang masuk dalam hipertensi tingkat 1 maupun tingkat 2, selain itu juga terdiri
dari golongan hipolipidemik, kelompok statin dan fibrat, dimana pemberian obat
golongan tersebut bertujuan untuk menurunkan kadar lipid dalam darah.
Pemberian obat hipolipidemik pada pasien yang juga terdiagnosis hiperlipidemik
dapat mengurangi risiko terjadinya penyakit kardiovaskuler karena hipertensi dan
hiperlipidemik merupakan faktor risiko kardiovaskular. Pada penelitian ini juga
ditemukan satu pasien yang menggunakan golongan obat aritmia dengan zat aktif
amiodaron. Amiodaron merupakan obat yang memiliki indikasi untuk takikardi
paroksimal, nodus dan takikardi ventikel (Anonim, 2000).
Kelompok obat yang terbanyak digunakan pada pasien hipertensi adalah
kelompok penghambat ACE (Angiotensin Converting Enzim) sebesar 20 %.
Penghambat ACE bekerja dengan cara menghambat pengubahan angiotensin I
menjadi angiotensin II. Angiotensin II merupakan substansi terakhir yang
berpotensi menimbulkan vasokonstriksi dan menstimulasi pelepasan aldosteron
(Saseen & Carter, 2005). Penghambatan sintesis angiotensin II pada pasien
hipertensi menyebabkan penurunan resistensi perifer dan tekanan darah. Inhibitor
ACE tidak mengganggu refleks kardiovaskular dan tidak mempunyai banyak efek
samping seperti diuretik dan β-bloker (Neal, 2006). Diuretik dan penghambat
ACE memberikan keuntungan yang signifikan dan dapat digunakan secara aman
pada pasien usia lanjut, namun dosis yang digunakan harus lebih kecil dari dosis
pemberian awal (Saseen & Carter, 2005).
Urutan kedua terbanyak adalah penggunaan obat kelompok antagonis
kalsium, yaitu sebanyak 17,3 %. Antagonis kalsium bekerja dengan cara berikatan
41
dengan kanal tipe L dan menghambat masuknya Ca2+
ke dalam sel, antagonis ini
menyebabkan relaksasi otot polos arteriola. Hal ini menurunkan resistensi perifer
dan menyebabkan penurunan tekanan darah. Efikasi antagonis kalsium sama
dengan efikasi tiazid, β-bloker, dan penghambat ACE. Efek samping yang sering
terjadi adalah akibat vasodilatasi berlebihan dan termasuk hipotensi, muka
memerah, dan edema pada pergelangan kaki (Neal, 2006).
Urutan ketiga terbanyak adalah penggunaan obat kelompok antihipertensi
bekerja sentral dan diuretik kuat yaitu sebesar 13,3 %. Mekanisme kerja
antihipertensi bekerja sentral adalah dengan menstimulasi reseptor α2 andrenergik
pada otak yang menyebabkan penurunan aliran simpatis dari pusat vasomotor di
dalam otak dan meningkatkan tonus vagal (Saseen & Carter, 2005). Pasien usia
lanjut lebih sensitif untuk terjadinya kekurangan cairan dan penghambatan
simpatis daripada pasien usia muda yang dapat menyebabkan hipotensi ortostatik.
Pada pasien usia lanjut hal ini dapat meningkatkan risiko terjatuh yang
diakibatkan pusing dan risiko pingsan. Penggunaan antihipertensi seperti
golongan obat yang bekerja sentral dan α-bloker pada pasien usia lanjut
memerlukan perhatian karena sering kali menimbulkan pusing dan hipotensi
postural (Saseen & Carter, 2005).
Zat aktif dalam kelas terapi ini yang banyak digunakan pada pasien
hipertensi adalah kaptopril yaitu sebesar 14,7 %. Kaptopril merupakan golongan
obat antihipertensi, kelompok penghambat ACE.
42
2. Obat yang bekerja sebagai analgesik
Tabel X. Golongan, Kelompok, Zat Aktif, dan Jenis Obat Analgesik yang
Digunakan Pasien Hipertensi Primer Usia Lanjut di Instalasi Rawat Inap Rumah
Sakit Panti Rini Periode Juli 2007- Juni 2008
Golongan Zat Aktif Jenis Obat Jumlah Persentase (%)
Analgesik non
narkotik
metamizole Na
Novalgin ® 1 60,0
Antrain ® 8
Analsik ® dengan
tambahan diazepam
5 33,3
asam mefenamat Mefinal ® 1 6,7
Obat analgesik yang paling banyak digunakan adalah golongan analgesik
non narkotik dengan zat aktif metamizole Na sebesar 60 %. Metamizole Na
diberikan secara intravena pada pasien hipertensi saat berada di IGD. Pemberian
metamizole Na dimaksudkan untuk mengobati keluhan nyeri pertama kali saat
pasien masuk rumah sakit karena metamizole Na memiliki indikasi meredakan
nyeri.
3. Obat yang bekerja pada sistem saraf pusat
Tabel XI. Golongan, Kelompok, Zat Aktif, dan Jenis Obat Sistem Saraf Pusat yang
Digunakan Pasien Hipertensi Primer Usia Lanjut di Instalasi Rawat Inap Rumah
Sakit Panti Rini Periode Juli 2007- Juni 2008
Golongan Kelompok Zat aktif Jenis Obat Jumlah Persentase (%)
Obat mual dan
vertigo
(78,5 %)
metoklopramid HCl Primperan ® 6 42,8
sinarizin Stugeron® 2 14,3
Antagonis 5-HT3 ondansetron HCl Cendatron ® 2 14,3
betahistine mesilat Mertigo ® 1 7,1
Antiparkinson Antimuskarinik triheksifenidil HCl Artane ® 1 7,1
Psikofarmaka Psikosis dan kelainan
yang terkait klorpromazin klorpromazin 1 7,1
Antiepilepsi Status epileptikus piracetam Fepiram® 1
7,1 Tremor
esensial Antiparkinson
Obat yang bekerja pada sistem saraf pusat yang terbanyak digunakan
adalah obat golongan mual dan vertigo dengan zat aktif metoklopramid HCl yaitu
sebesar 42,8 %. Metoklopramid HCl diberikan kepada pasien hipertensi saat di
43
IGD secara injeksi. Pemberian obat ini merupakan pengobatan awal untuk
menangani keluhan mual yang dirasakan pasien karena metoklopramid HCl
memiliki indikasi sebagai antiemetik (anti mual). Urutan terbanyak kedua adalah
obat dengan golongan mual dan vertigo dengan zat aktif sinarizin dan obat dengan
golongan yang sama, kelompok antagonis 5-HT3 dengan zat aktif ondansetron
HCl, yaitu sebesar 14,3 %. Kedua obat ini diberikan pada pasien hipertensi di
penelitian ini yang memiliki keluhan mual dan vertigo selama menjalani rawat
inap karena sinarizin memiliki indikasi untuk kelainan vestibular, seperti vertigo,
tinnitus, mual dan muntah, penyakit vaskular (Anonim, 2000).
4. Obat untuk penyakit otot skelet dan sendi
Tabel XII. Golongan, Kelompok, Zat Aktif, dan Jenis Obat Otot Skelet dan Sendi
yang Digunakan Pasien Hipertensi Primer Usia Lanjut di Instalasi Rawat Inap
Rumah Sakit Panti Rini Periode Juli 2007- Juni 2008
Golongan Kelompok Zat Aktif Jenis Obat Jumlah Persentase (%)
Obat untuk
reumatik dan gout
(69,2 %)
Obat
antiinflamasi
nonsteroid
ketoprofen Altofen® 2 23,1
Pronalges ® 1
natrium
diklofenak Renadinac ®
2 15,2
meloxicam Mobiflek ® 3 23,1
allupurinol allupurinol 1 7,7
Obat untuk
gangguan
neuromuskular
(23,1 %)
Pelemas otot
yang tidak
bekerja sentral
eperison
hidroklorida Eprinoc ®
2 15,4
Antireumatik
glukosamin
Osteoflam ® 1 7,7 kondroitin sulfat
MSM
Obat untuk
mengatasi radang
jaringan lunak
(7,7 %)
Pelemas otot
lain tizanidin Sirdalud ®
1 7,7
Obat otot skelet dan sendi yang paling banyak digunakan adalah obat
golongan obat untuk reumatik dan gout, kelompok obat antiinflamasi nonsteroid
dengan zat aktif ketoprofen dan meloxicam, yaitu sebesar 23,1 %. Obat ini
digunakan pada pasien hipertensi di penelitian ini yang memiliki keluhan nyeri
44
pada lutut atau pinggang selama menjalani rawat inap karena meloxicam memiliki
indikasi untuk nyeri dan radang pada penyakit reumatik dan gangguan otot skelet
lainnya; osteoarthritis yang memburuk (Anonim, 2000), sedangkan ketoprofen
memiliki indikasi nyeri dan radang pada penyakit reumatik dan gangguan otot
skelet lainnya; gout akut (Anonim, 2000).
Aksi dari antihipertensi, penghambat ACE (Angiotensin Inhibitor Enzim)
salah satunya adalah menghambat pemecahan kinin yang menstimulasi produksi
prostaglandin. Hal ini logis jika obat antiinflamasi nonsteroid dapat mengurangi
keefektifan dari penghambat ACE dengan menghambat produksi dari vasodilator
dan prostaglandin natriuresis (Hoffman, 2006).
5. Obat yang mempengaruhi sistem saluran cerna
Tabel XIII. Golongan, Kelompok, Zat Aktif, dan Jenis Obat yang Mempengaruhi
Sistem Saluran Cerna yang Digunakan Pasien Hipertensi Primer Usia Lanjut di
Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini Periode Juli 2007- Juni 2008
Golongan Kelompok Zat Aktif Jenis Obat Jumlah Persentase (%)
Antitukak
Antagonis reseptor H2 rantidin
Gastridin ® 1
75,0 Ranitidin 1
Acran ® 4
Penghambat pompa proton lansoprazol lansoprazol 1 12,5
Khelator dan senyawa
kompleks sukralfat Inpepsa® 1 12,5
Golongan antitukak yang paling banyak digunakan adalah dari kelompok
antagonis reseptor H2 dengan zat aktif rantidin, yaitu sebesar 75 %. Ranitidin
memiliki indikasi untuk tukak lambung, tukak duodenum, refluks esofagitis, dan
kondisi lain dimana asam lambung akan bermanfaat. Obat tersebut diberikan pada
pasien hipertensi di penelitian ini yang memiliki keluhan pada sistem saluran
cerna.
45
6. Obat untuk saluran pernafasan
Tabel XIV. Golongan, Kelompok, Zat Aktif, dan Jenis Obat untuk Saluran
Pernafasan yang Digunakan Pasien Hipertensi Primer Usia Lanjut di Instalasi
Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini Periode Juli 2007- Juni 2008
Golongan Kelompok Zat Aktif Jenis Obat Jumlah Persentase (%)
Antiasma dan
brokodilator
Stimulan
adrenoreseptor beta 2
selektif
salbutamol ventolin ® 1 33,3
Mukolitik
ambroksol ambroksol ® 1 33.3
Dekongestan
nasal topikal Simpatomimetik efedrin efedrin 1 33,3
Penggunaan obat saluran pernafasan dalam penelitian ini hanya ditemukan
pada tiga pasien hipertensi, yaitu obat golongan antiasma dan bronkodilator,
kelompok stimulan adrenoreseptor beta 2 selektif dengan zat aktif salbutamol,
golongan mukolitik dengan zat aktif ambroksol dan golongan dekongestan nasal
topikal, kelompok simpatomimetik dengan zat aktif efedrin.
7. Obat untuk infeksi
Tabel XV. Golongan, Kelompok, Zat Aktif, dan Jenis Obat untuk Infeksi yang
Digunakan Pasien Hipertensi Primer Usia Lanjut di Instalasi Rawat Inap Rumah
Sakit Panti Rini Periode Juli 2007- Juni 2008
Golongan Kelompok Zat Aktif Jenis Obat Jumlah Persentase (%)
Antibiotik Sefalosporin cefadroksil cefadroksil 1 50
Penisilin amoksisilin amoksisilin 1 50
Penggunaan obat untuk infeksi dalam penelitian ini hanya ditemukan pada
dua pasien hipertensi. Golongan obat yang digunakan adalah antibiotik, kelompok
sefalosporin dengan zat aktif cefadroksil dan kelompok penisilin dengan zat aktif
amoksisilin. Cefadroksil memiliki indikasi untuk infeksi gram positif dan gram
negatif (Anonim, 2000).
46
8. Elektrolit dan mineral
Tabel XVI. Golongan, Kelompok, Zat Aktif, dan Jenis Elektrolit dan Mineral yang
Digunakan Pasien Hipertensi Primer Usia Lanjut di Instalasi Rawat Inap Rumah
Sakit Panti Rini Periode Juli 2007- Juni 2008 Zat Aktif Jenis Obat Jumlah Persentase (%)
kalium L aspartat Renapar ® 6 85,7
magnesium L aspartat
kalium klorida KSR® 1 14,3
Penggunaan elektrolit dan mineral pada pasien hipertensi pada penelitian
ini ditemukan paling banyak obat dengan kombinasi zat aktif kalium L aspartat
dan magnesium L aspartat, yaitu sebanyak 85,7 %. Tujuan dari penggunaan
elektrolit dan mineral tersebut adalah untuk mencegah atau mengatasi terjadinya
hipokalemia dan hipomagnesemia selama pemakaian obat antihipertensi, sebagai
contoh pada penggunaan diuretik. Hipokalemia dan hipomagnesemia dapat
menyebabkan kelemasan pada otot atau kejang otot. Bagaimanapun, aritmia yang
serius dapat terjadi pada pasien dengan tingkat hipokalemia dan hipomagnesemia
yang signifikan (Saseen & Carter, 2005).
Penggunaan elektrolit dan mineral ini juga perlu diperhatikan apabila
digunakan bersamaan dengan penghambat ACE karena dapat menyebabkan
peningkatan kalium di dalam darah atau hiperkalemia (Saseen & Carter, 2005).
47
9. Vitamin dan Mineral
Tabel XVII. Golongan, Kelompok, Zat Aktif, dan Jenis Vitamin dan Mineral yang
Digunakan Pasien Hipertensi Primer Usia Lanjut di Instalasi Rawat Inap Rumah
Sakit Panti Rini Periode Juli 2007- Juni 2008
Zat Aktif Jenis Obat Jumlah
ATP
BIO ATP ® 1
vitamin B1 disulfida
vitamin B6
vitamin B12
vitamin E
Pada penelitian hanya didapatkan satu pasien hipertensi yang
menggunakan vitamin dan mineral dengan zat aktif ATP, vitamin B1 disulfida,
vitamin B6, vitamin B12, dan vitamin E. Vitamin dan mineral tersebut digunakan
untuk astenia muskular, neuromuskular, gangguan metabolisme pada otot jantung,
kelelahan fisik (Anonim, 2006).
10. Obat yang mempengaruhi saluran kemih
Tabel XVIII. Golongan, Kelompok, Zat Aktif, dan Jenis Obat yang Mempengaruhi
Saluran Kemih yang Digunakan Pasien Hipertensi Primer Usia Lanjut di Instalasi
Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini Periode Juli 2007- Juni 2008
Golongan Kelompok Zat Aktif Jenis Obat Jumlah
Inhibitor 5-alfa reduktase
dutasterid Avodart® 1
Obat yang mempengaruhi saluran kemih yang digunakan pada pasien
hipertensi pada penelitian ini adalah golongan inhibitor 5-alfa reduktase dengan
zat aktif dutasterid. Dutasterid memiliki indikasi untuk pengobatan dan pecegahan
hyperplasia prostat jinak, menurunkan ukuran prostat, memperbaiki kecepatan
aliran urin, menurunkan risiko retensi urin akut (Anonim, 2007).
48
11. Anestetik
Tabel XIX. Golongan, Kelompok, Zat Aktif, dan Jenis Obat Anestetik yang
Digunakan Pasien Hipertensi Primer Usia Lanjut Rawat Inap di Instalasi Rawat
Inap Rumah Sakit Panti Rini Periode Juli 2007- Juni 2008
Golongan Kelompok Zat Aktif Jenis Obat Jumlah
Anestetik umum Antimuskarinik atropin sulfas atropin sulfas 1
Obat anestetik yang digunakan pasien hipertensi pada penelitian ini adalah
obat golongan anestetik umum, kelompok antimuskarinik dengan zat aktif atropin
sulfas. Atropin sulfas memiliki indikasi untuk mengeringkan sekret, melawan
bradikardia yang berlebihan (Anonim, 2000).
12. Suplemen dan terapi penunjang
Tabel XX. Golongan, Kelompok, Zat Aktif, dan Jenis Suplemen dan Terapi
Penunjang yang Digunakan Pasien Hipertensi Primer Usia Lanjut di Instalasi
Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini Periode Juli 2007- Juni 2008
Zat Aktif Jenis Obat Jumlah
astaxantin Asthin force ® 1
Astaxantin memiliki indikasi untuk antioksidan untuk mencegah
kerusakan sel yang disebabkan radikal bebas (Anonim, 2007).
13. Lain-lain
Tabel XXI. Golongan, Kelompok, Zat Aktif, dan Lain-Lain yang Digunakan
Pasien Hipertensi Primer Usia Lanjut di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti
Rini Periode Juli 2007- Juni 2008
Zat Aktif Jenis Obat Jumlah
ginkobiloba Ginkona® 1
Ginkona® yang mengandung ginkobiloba memiliki indikasi untuk gejala
penyakit serebrovaskular dan sirkulasi perifer pada usia lanjut (Anonim, 2008).
49
C. Variasi Jumlah Pemberian Obat Antihipertensi dan Kombinasinya
Tabel XXII. Variasi Jumlah Pemberian Obat Antihipertensi yang Digunakan
Pasien Hipertensi Primer Usia Lanjut di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti
Rini Periode Juli 2007- Juni 2008
Golongan obat antihipertensi Jumlah Persentase (%)
Tunggal
Antagonis Kalsium 2 9
Penghambat ACE 4 18,2
Bekerja sentral 1 4,5
2 kombinasi
Antagonis kalsium + penghambat ACE 4 18,2
Diuretik + antagonis kalsium 1 4,5
3 kombinasi
Penghambat ACE + Antagonis kalsium + diuretika kuat 1 4,5
Penghambat ACE + diuretika + bekerja sentral 1 4,5
Penghambat ACE + Antagonis reseptor angiotensin II + diuretik 1 4,5
Antagonis kalsium + diuretika + bekerja sentral 3 13,6
Penghambat ACE + antagonis kalsium + bekerja sentral 1 4,5
4 kombinasi
Bekerja sentral + Penghambat ACE + diuretik + antagonis kalsium 2 9,0
Bekerja sentral + beta bloker + diuretik + Penghambat ACE 1 4,5
Berdasarkan tabel dapat dilihat variasi penggunaan obat antihipertensi,
dimana penggunaan variasi kombinasi tersebut didasarkan pada tujuan terapi
hipertensi dan keadaan klinis pasien. Terapi dengan monoterapi
direkomendasikan untuk pasien yang memiliki tekanan darah mendekati tekanan
darah target, dimana menurut JNC VII tekanan darah tersebut adalah tidak lebih
dari 20 mmHg dari tekanan darah sistolik target dan tidak lebih dari 10 mmHg
dari tekanan darah diastolik (Kimble, et al., 2005). Mengawali terapi dengan
kombinasi dua obat saat ini direkomendasikan untuk pasien yang memiliki
tekanan darah jauh dari target yang diharapkan atau untuk pasien yang mengalami
kesulitan pencapaian tekanan darah target (Saseen & Carter, 2005). Penggunaan
50
kombinasi dari antihipertensi ini dimaksudkan untuk mendapatkan efek tambahan
dalam menurunkan tekanan darah.
Terapi tunggal yang paling banyak digunakan adalah terapi dengan
antihipertensi golongan penghambat ACE yaitu sebesar 18,2 %. Terapi kombinasi
dengan dua antihipertensi yang banyak digunakan adalah kombinasi antara
golongan antagonis kalsium dan penghambat ACE yaitu sebesar 18,2 %.
Penggunaan kedua golongan obat tersebut secara bersamaan memberikan
peningkatan efek hipotensi yang berguna dalam pencapaian tekanan darah target
(Anonim, 2000). Terapi kombinasi dengan tiga antihipertensi yang banyak
digunakan adalah kombinasi antara golongan antagonis kalsium, diuretika dan
antihipertensi bekerja sentral yaitu sebesar 13,64 %.
Terapi kombinasi dengan empat antihipertensi yang banyak digunakan adalah
kombinasi antara golongan antagonis kalsium, diuretika, antihipertensi bekerja
sentral, dan penghambat ACE yaitu sebesar 9 %.
51
D. Evaluasi Drug Therapy Problems (DTPs)
1. Analisis Drug Therapy Problems pada Tiap Pasien
Tabel XXIII. Kajian DTPs Pasien 1 Hipertensi Usia Lanjut di Instalasi Rawat Inap
RS Panti Rini Kalasan Sleman Periode Juli 2007 - Juni 2008 Pasien 1 . No RM:150926. 16 Januari 2008- 18 Januari 2008
Subjective Laki-laki, 62 tahun; DM : obs. Bronchitis asmatis, Obs hemaptoe; DU : Hipertensi; DL : hemoptoe, dislipidemia;
Keluhan masuk : Batuk, muntah darah mulai pukul 18.00 sebanyak ± 5 kali, darah segar, sebelumnya sudah batuk darah 5
hari
status keluar : sembuh, diijinkan
Objective
parameter tgl 16/01/08 nilai normal
kolesterol total 256 mg/ dL↑ s/d 220 mg/dL
MCHC 32,6 ↓
P-LCR 11,3 ↓
MXD % 8,3 ↑
Tanda vital saat masuk :
TD : 165/110mmHg
Nadi : 84x/mnt
Tgl Jam tekanan darah
(mmHg)
suhu
(0C)
nadi
(kali/mnt)
16/01/08 21.30 170/100 365 88
17/01/08 07.00 180/100 36 84
11.00 140/80 365 72
13.30 37 84
17.00 160/120
18/01/08 150/100 36 72
Penatalaksanaan
Nama obat Dosis waktu pemberian
16/01/08 17/01/08 18/01/08
O2 3-5 liter
Infus RL
salbutamol UGD jam 19.00
asam traneksamat 2 ampul UGD jam 19.00
Diltiazem 2x 30 mg UGD jam 19.00
Cefadroxil 2x500 mg Siang, malam Pagi
Ambroxol 3x30 mg Siang, malam Pagi
Simvastatin 1x10 mg Siang, malam Pagi
52
Assesment
1. Terjadi DTP (Drug Therapy Problems) dengan kategori ada indikasi tetapi
tanpa obat.
Pasien tersebut dinilai memiliki kondisi medis yang membutuhkan
tambahan obat untuk mendapatkan efek sinergis atau efek tambahan. Hal ini
didasarkan pada pengukuran awal tekanan darah pasien saat masuk rawat inap
sebesar 165/110 mmHg yang dikategorikan dalam kelompok hipertensi
tingkat II. Berdasarkan algoritma penatalaksanaan hipertensi JNC VII,
hipertensi tingkat II memerlukan kombinasi obat antihipertensi, sedangkan
pada pasien di atas hanya mendapatkan terapi tunggal, yaitu dengan diltiazem
yang termasuk kelompok antagonis kalsium. Namun pada kenyataannya
dengan menggunakan terapi tunggal diltiazem pasien mengalami penurunan
tekanan darah yang cukup berarti, dimana tekanan darah pada pengukuran
terakhir sebesar 150/100 mmHg yang dikategorikan dalam kelompok
hipertensi tingkat I.
2. Potensi terjadi DTP dengan kategori efek obat yang merugikan.
Pada terapi yang diterima oleh pasien terjadi potensi interaksi obat yang
menyebabkan efek obat yang tidak diinginkan, yang tidak berhubungan
dengan dosis. Interaksi terjadi antara diltiazem dengan simvastatin. Diltiazem
memiliki kemampuan untuk menghambat sistem isoenzim sitokrom P450
3A4, sehingga dapat meningkatkan konsentrasi obat yang di metabolisme
sistem isoenzim tersebut dalam darah, salah satu contohnya simvastatin
(Saseen & Carter, 2005). Namun pada perkembangan pasien selama menjalani
53
rawat inap tidak ditemukan efek obat yang merugikan diakibatkan interaksi
kedua pasien tersebut.
Plan
1. Berdasarkan assessment pertama yang telah dibahas di atas, diperlukan
tambahan terapi untuk mendapatkan tekanan darah < 140/90 mmHg.
Pencapaian sasaran tekanan darah ini berdasarkan pada tujuan terapi
hipertensi, yaitu mencegah terjadinya Target Organ Damage (Saseen &
Carter, 2005). Menurut JNC VII pemberian kombinasi obat antihipertensi
sebaiknya mengikutsertakan golongan diuretik kelompok tiazid. Penggunaan
diuretik pada pasien hipertensi yang memiliki kadar kolesterol di atas normal
dapat berisiko meningkatkan kadar kolesterol namun hanya 5-7 % kecuali
pada penggunaan jangka panjang (Kimble, et al., 2005). Oleh karena
pertimbangan di atas maka diuretik kelompok tiazid direkomendasikan
sebagai terapi tambahan untuk mendapatkan efek sinergis agar tercapai
sasaran tekanan darah.
2. Penggunaan bersamaan antara diltiazem dan simvastatin memerlukan
monitoring terhadap kadar kolesterol pasien sehingga tidak terjadi penurunan
kadar kolesterol yang dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan. Selain
itu dapat juga dengan cara pengaturan dosis simvastatin sehingga didapatkan
kadar simvastatin dalam darah yang masih berada dalam kadar terapi.
54
Tabel XXIV. Kajian DTPs Pasien 2 Hipertensi Usia Lanjut di Instalasi Rawat Inap
RS Panti Rini Kalasan Sleman Periode Juli 2007 - Juni 2008 Pasien 2. No RM : 155401. 24 Juni 2008- 26 Juni 2008
Subjective
Perempuan, 65 tahun; DM: obs. Hipertensi; keluhan masuk : Pusing,fisik lemah Objective
parameter tgl 24/06/08 nilai normal
kolesterol total 245 mg/ dL ↑ s/d 220 mg/dL
Triglserid 710 mg/dL ↑ s/d 150 mg/dL
HDL 54 mg/dL↓ >65 mg/dL
Gula darah puasa 125 mg/dL ↑ < 100 mg/dL
GDPP 289 mg/dL ↑ < 140 mg/dL
GD Sewaktu 159 mg/dL ↑ < 110 mg/dL
Tanda vital saat masuk
TD:150/70 mmHg
Nadi :75 x/mnt
Suhu:360C
Tgl Jam tekanan darah
(mmHg)
suhu
(0C)
nadi
(kali/mnt)
24/06/08 di IGD 150/70 36 75
25/06/08
05.00 150/90 KU sedang
07.00 140/90 36 92 KU tampak sakit sedang
12.00 badan sudah enak, tidak pusing
14.00 367 80
15.30 BAK :150 cc, kalau nafas bunyi “ngik” , tapi
tidak sesak, dan tidak ada asma, pasien
tampak sakit sedang
17.00 150/100
19.50 BAK: 200 cc, pinggang pegel
26/06/08 150/90 tidak pusing, badan pegel
Penatalaksanaan
Nama obat Dosis waktu pemberian
25/06/08 26/06/08
kaptopril 3x12,5 mg Siang, malam Pagi, siang
Renapar ® 2x1 mg Siang, malam Pagi
fenofibrat 1x300 mg Malam Pagi
amlodipin 1x5 mg Malam Pagi
furosemid 1x 10 mg/ml Pagi
Assesment
Tekanan darah pasien saat awal pemeriksaan adalah 150/70 mmHg,
termasuk pada kategori hipertensi tingkat I . Menurut algoritma terapi hipertensi
JNC VII, hipertensi tingkat I hanya membutuhkan monoterapi antihipertensi.
Namun pada pasien tersebut mendapat terapi kombinasi golongan penghambat
ACE dan antagonis kalsium yaitu kaptopril dan amlodipin. Pilihan terapi ini
dinilai tepat karena apabila dilihat dari data glukosa darah, pasien menderita
diabetes melitus dan pilihan terapi untuk pasien hipertensi yang juga menderita
55
diabetes melitus adalah kombinasi penghambat ACE dan antagonis kalsium.
Kombinasi terapi tersebut memberikan keuntungan bagi pasien hipertensi dengan
diabetes karena dapat mengurangi kejadian stroke dan kardiovaskular (Chobanian,
et al., 2004).
1. Potensi terjadi DTP dengan kategori efek obat yang merugikan.
Terjadi interaksi obat yang menyebabkan efek yang tidak diinginkan,
yang tidak berhubungan dengan dosis. Hal ini didasarkan pada penggunaan
suplemen yang mengandung kalsium dan magnesium pada pasien yang
bertujuan untuk mencegah terjadinya hipokalemia dan hipomagnesemia selama
penggunaan antihipertensi, namun apabila penggunaannya bersamaan dengan
antihipertensi golongan penghambat ACE dapat menyebabkan peningkatan
kadar kalium dalam darah (hiperkalemia) (Lacy, et al., 2003). Keadaan
hiperkalemia dapat menyebabkan takikardi, namun pada pasien tidak didapatkan
gejala yang mengarah ke hiperkalemia.
2. Terjadi DTP dengan kategori ada obat tanpa indikasi
a. Penggunaan suplemen yang mengandung kalium dan magnesium yang
ditujukan untuk mencegah atau mengatasi hipokalemia dan
hipomagnesemia tidak dibutuhkan karena kombinasi obat antihipertensi
yang digunakan pada hari pertama pasien menjalani rawat inap adalah
56
penghambat ACE dan antagonis kalsium, dimana kedua obat tersebut
tidak memiliki efek samping hipokalemia dan hipomagnesemia (Lacy, et
al., 2003). Penggunaannya pada hari ke dua saat furosemid intravena
diberikan tepat karena untuk mencegah terjadinya hipokalemia karena
penggunaan furosemid (Lacy, et al., 2003).
b. Penambahan furosemid yang diberikan secara intravena pada hari ke dua
tidak diperlukan karena perkembangan tekanan darah pasien selama
menjalani rawat inap masuk dalam hipertensi tingkat I sehingga
pemberian antihipertensi dengan kombinasi dua obat (penghambat ACE
dan antagonis kalsium) sudah cukup.
Plan
1. Terapi yang disarankan untuk pasien tersebut adalah kombinasi antara
penghambat ACE dan antagonis kalsium.
2. Terapi kombinasi tersebut tidak memerlukan suplemen yang mengandung
kalium dan magnesium.
57
Tabel XXV. Kajian DTPs Pasien 3 Hipertensi Usia Lanjut di Instalasi Rawat Inap
RS Panti Rini Kalasan Sleman Periode Juli 2007 - Juni 2008 Pasien 3. No RM : 146284. 17 Agustus 2007-20 Agustus 2007
Subjective
Laki-laki, 65 tahun; DM: vertigo,hipertensi; DU: Hipertensi; Keluhan masuk: Pulang dari sawah mengeluh pusing, mual,
muntah
status keluar : membaik, diijinkan
Objective
parameter tgl 17/08/07 nilai normal
Trigliserid 228 mg/dL ↑ s/d 150 mg/dL
WBC 12,0 ↑
RBC 4,40 ↓
HGB 12,2 ↓
HCT 38,1 ↓
MCHC 32,0↓
P-LCR 12,2 ↓
LYM % 18,7↓
MXD % 6,0 ↓
NEUT % 75,3 ↑
NEUT# 9,1↑
Tanda vital saat masuk
TD:130/80 mmHg
Nadi :68 x/mnt
Suhu:360C
Tgl Jam tekanan darah
(mmHg)
suhu
(0C)
nadi
(kali/menit)
17/08/07 pusing, peningkatan tekanan intrakranial
17.00 130/80
18.00 363 68 tidak ada keluhan
24.00 160/90
18/08/07 07.00 170/90 36 88
12.00 160/90 KU sedang, pasien mengeluh pusing, mual
14.00 37 80
17.00 140/90
18.00 pusing, mual O 2 lt/ mnt
24.00 160/90 KU tampak sakit sedang, tak ada keluhan
19/08/07 180/100 36 72 KU sedang
11.00 180/110
14.00 37 80
17.00 140/80 KU sedang
21.00 150/90
24.00 160/90
Pentalaksanaan
Nama Obat Dosis Waktu pemberian
17/08/07 18/08/07 19/08/07 20/08/07
O2 2 liter/ menit • • •
Infus RL
metamizole Na 1x500 mg/ml UGD jam15.00
metoklopramid
HCl
1x5 mg UGD jam15.00
flnarizine 2x5 mg Malam Pagi, malam Pagi, malam Pagi
Analsik ® 3x1 tablet Malam Pagi,
siang,malam
Pagi,
siang,malam
Pagi
fenofibrat 1x300 mg Malam Malam
Amoxicillin 3x 500 mg Pagi,
siang,malam
Pagi,
siang,malam
Pagi
Kaptopril 2x6,25 mg Malam Pagi, malam Pagi, malam Pagi
58
Assesment
1. Terjadi DTP kategori ada indikasi tetapi tanpa obat.
Tekanan darah pasien saat awal pemeriksaan adalah 130/80
mmHg, termasuk dalam kategori prehipertensi, namun pada pemeriksaan
selanjutnya pasien mengalami peningkatan tekanan darah dan termasuk
dalam kategori hipertensi tingkat II. Menurut algoritma JNC VII
penatalaksanaan terapi hipertensi tingkat II memerlukan kombinasi dua
obat. Oleh karena itu terapi pasien tersebut dapat dinilai terjadi DTP
kategori ada indikasi tetapi tanpa obat, dimana pasien memiliki kondisi
medis yang membutuhkan tambahan obat untuk mendapatkan efek
sinergis atau efek tambahan.
Berdasarkan JNC VII kombinasi dua obat antihipertensi sebaiknya
mengikutsertakan diuretik tipe tiazid, namun apabila melihat data
laboratorium, pasien memiliki nilai trigliserid yang tinggi sehingga
rekomendasi tambahan obat diuretik tipe tiazid tidak tepat karena diuretik
dapat meningkatkan kadar trigliserid sebesar 30-50% (Kimble, et al.,
2005).
Plan
1. Terapi kombinasi yang disarankan adalah penghambat ACE dengan
antagonis kalsium.
59
Tabel XXVI. Kajian DTPs Pasien 4 Hipertensi Usia Lanjut di Instalasi Rawat Inap
RS Panti Rini Kalasan Sleman Periode Juli 2007 - Juni 2008 Pasien 4. No RM : 151403. 31 Januari 2008- 4 Februari 2008
Subjective
Perempuan, 65 tahun; DM: obs. Retensi urin, DU: Hipertensi, DL:Hematuri, anemia, obs CA buli-buli, status keluar :
membaik, diijinkan
Objective
parameter tgl 31/01/08 nilai normal
Trigliserid 228 mg/dL ↑ s/d 150 mg/dL
Tanda Vital : TD: 200/110; Nadi: 80
Pemeriksaan urin :
Berat jenis 1.010 pH 6,0 protein +++
urobilinogen +
bilirubin +
warna merah
konsistensi keruh, penuh dengan eritrosit, lain-
lain tak tampak
Tgl Jam tekanan darah
(mmHg)
suhu
(0C)
nadi
(kali/menit)
31/0
1/08
180/90 36 80
18.00 urine merah
20.30 kesakitan pada daerah supra pubik
21.00 160/80 372 88
24.00 130/80 36 80 UT : 1000 cc, warna merah, transfuse
1/02
/08
05.00 120/70 UT : 1000 cc, kemerahan, nyeri pada kandung
kencing bila BAK, reaksi transfusi (-)
140/90 368 84 KU sedang
11.00 120/80 36 75
12.00 UT : 400 cc
13.00 transfuse
14.00 37 84
18.00 90/60 37 72 UT : 200 cc; pasien mengeluh mulut pahit
2/02
/08
05.00 130/70 pasien mengeluh pusing
11.00 110/80 372 76
12.00 383 84 pasien mengatakan boyok pegel, KU sedang
17.00 385 68 UT: 100 cc
19.00 bila BAK sakit, urin kemerahan
21.00 UT : 1250 cc
3/02
/08
07.00 90/60 36 70 sakit sedang
11.00 100/70 37 76 UT : 800 cc
14.00 37 84
17.00 90/60
4/02
/08
05.00 UT : 1500 cc, kemerahan
07.00 90/50 36 80 KU baik, urin masih ada darah, pasien minta
pulang
Penatalaksanaan
Nama obat Dosis Waktu pemberian
31/01/08 01/02/08 02/02/08 03/02/08 04/02/08
Infus RL 20 tetes/
menit • • •
asam
traneksamat
1x500 mg 16.00; 24.00 08.00; 16.00;
24.00
08.00; 16.00;
24.00
08.00; 16.00;
24.00
08.00; 16.00
Renapar ® 2x1 tablet Malam Pagi, malam Pagi, malam Pagi, malam Pagi, malam
Klonidin 2x0,15 mg Malam Pagi, malam Malam Pagi,malam Pagi, malam
kaptopril 3x 12,5 mg Malam Pagi, siang,
malam
Malam Pagi, siang,
malam
Pagi, siang
furosemid 2x10
mg/ml
24.00 (pre
transfusi)
08.00; 20.00 08.00; 20.00 08.00; 20.00 08.00; 20.00
ketoprofen 1x5 mg 12.30; 21.00
60
Assesment
1. Terjadi DTP kategori obat yang tidak efektif
Tekanan darah pasien pada pemeriksaan awal adalah 200/110
mmHg termasuk dalam kategori hipertensi tingkat II. Pasien tersebut
mendapatkan kombinasi tiga obat antihipertensi yaitu golongan obat
antihipertensi yang bekerja sentral dengan zat aktif klonidin, penghambat
ACE dengan zat aktif kaptopril, dan diuretika kuat dengan zat aktif
furosemid, namun pilihan kombinasi obat tersebut dinilai tidak tepat
karena Klonidin merupakan obat antihipertensi yang menyebabkan efek
antikolinergik seperti retensi urin (Saseen & Carter, 2005). Efek dari
klonidin ini dapat memperburuk kondisi pasien karena pasien juga
didiagnosis mengalami retensi urin. Oleh karena itu pilihan obat
antihipertensi klonidin bukan pilihan obat yang efektif untuk kondisi
medis pasien tersebut.
2. Potensi terjadi DTP kategori efek obat yang merugikan
Efek obat yang merugikan terjadi karena interaksi obat, yang tidak
berhubungan dengan dosis antara diuretik dan penghambat ACE. Efek
tersebut adalah:
• Penggunaan kombinasi diuretik dan penghambat ACE dapat
menimbulkan penambahan efek hipotensi (Lacy, et al., 2003). Apabila
dilihat perkembangan tekanan darah pasien selama menjalani rawat
inap, pasien mengalami penurunan tekanan darah yang sangat besar
hingga tekanan darah yang dicapai saat pengukuran terakhir sebesar
61
90/50 mmHg. Tekanan darah tersebut jauh dibawah tekanan darah
normal, hal ini berisiko terjadi hipotensi. Hal ini dinilai terjadi karena
pemakaian kombinasi diuretik dan penghambat ACE.
• Selain itu penggunaan diuretik dan penghambat ACE dapat
meningkatkan terjadinya hipovolemia dan potensi terjadinya efek yang
merugikan pada ginjal (Lacy, et al., 2003). Apabila dilihat dari hasil
pemeriksaan urin didapatkan protein (+++), dimana hasil tersebut
mengarah pada gangguan ginjal. Oleh karena itu penggunaan
kombinasi penghambat ACE dengan diuretik dapat meningkatkan
potensi terjadinya efek yang merugikan pada ginjal.
• Penggunaan suplemen yang mengandung kalium dan magnesium
bertujuan untuk mencegah terjadinya hipokalemia dan
hipomagnesemia selama penggunaan obat antihipertensi seperti pada
terapi pasien tersebut yang menggunakan furosemid, namun
penggunaan suplemen tersebut bersama dengan penghambat ACE,
pada pasien ini kaptopril dapat menyebabkan interaksi sehingga
berpotensi meningkatkan kadar kalium dalam darah. Jika terjadi
hiperkalemia maka akan timbul gejala takikardi, namun pada pasien
tidak ditemukan gejala tersebut. Oleh karena itu hal ini hanya dapat
dinilai sebagai potensi terjadinya efek obat yang merugikan.
Plan
1. Terapi yang disarankan untuk pasien tersebut adalah kombinasi antara
diuretik kuat dan antagonis reseptor angiotensin II. Pemilihan diuretik kuat
62
dan diberikan secara intravena bertujuan untuk mendapatkan efek
penurunan tekanan darah dengan cepat. Hal ini didasarkan pada tekanan
darah pasien yang sangat tinggi mencapai 200/110 mmHg.
Pemakaian diuretik kuat secara intravena harus segera diganti dengan obat
antihipertensi oral pada saat tekanan darah yang terkontrol sudah dicapai
karena antihipertensi oral lebih mudah diterima oleh pasien hipertensi
untuk terapi jangka panjang. Pencapaian terapi pertama kali dalam
beberapa waktu atau hari bukan merupakan normalisasi tekanan darah
yang sempurna karena hipertensi kronis berhubungan dengan perubahan
autoregulasi di dalam peredaran darah otak, dengan demikian normalisasi
tekanan darah yang cepat dapat menimbulkan hipoperfusi otak dan luka
pada otak (Katzung, 2005).
Pemilihan antagonis reseptor angiotensin II berdasarkan pada
keadaan medis pasien yang menunjukkan adanya gangguan pada ginjal.
Antagonis reseptor angiotensin II dapat mengurangi tekanan
intraglomerular sehingga dapat memberikan keuntungan lebih lanjut
dalam mengurangi kemunduran fungsi renal (Saseen & Carter, 2005).
2. Jika menggunakan terapi kombinasi yang disarankan maka suplemen
kalium dan magnesium tidak dibutuhkan.
63
Tabel XXVII. Kajian DTPs Pasien 5 Hipertensi Usia Lanjut di Instalasi Rawat Inap
RS Panti Rini Kalasan Sleman Periode Juli 2007 - Juni 2008 Pasien 5. No RM : 151456. 1 Februari 2008-4 Februari 2008
Subjective
laki-laki, 68 th. DM: Hipertensi,vertigo; DU:Hipertensi
status keluar : membaik, diijinkan
Objective
Tgl Jam tekanan darah (mmHg) suhu(0C)
1/02/08 21.00 200/110
24.00 140/80
2/02/08 05.00 130/70 tidak ada keluhan
07.00 160/90 72 pasien tidak panas, tidak ada keluhan
11.00 120/80
12.00 KU sedang
14.00 60
21.00 120/70
05.45 120/70
07.00 120/70 88 KU sedang
11.00 140/80
14.00 80
17.00 140/90 80
21.00 120/60 KU sedang
05.00 130/80
120/80 80 tidak ada keluhan
penatalaksanaan
Nama obat Dosis waktu pemberian
01/02/08 02/02/08 03/02/08 04/02/08
Infus RL 20 tetes/ menit • • • •
Nifedipin 3x10 mg Pagi, siang, malam Pagi, siang, malam Pagi
flunarizine 2x5mg Pagi, malam Pagi, malam Pagi
cinnarizine 3x25 mg Pagi, siang, malam Pagi, siang, malam Pagi
ramipril 1x5mg Malam Malam
fenofibrat 1x300 mg Malam Malam
Assesment
Tekanan darah pasien saat awal masuk terukur 200/110 mmHg, termasuk
dalam hipertensi tingkat II. Pasien mendapatkan terapi kombinasi dua
antihipertensi yaitu nifedipin dan ramipril. Berdasarkan petunjuk menejemen
untuk hipertensi arterial yang dikeluarkan oleh Hypertension-European Society of
Cardiology, kombinasi kedua obat tersebut merupakan kombinasi yang rasional
(Kimble, et al., 2005). Pemakaian kombinasi hipertensi tersebut memberikan hasil
karena pada akhir perawatan, tekanan darah pasien mencapai yang diharapkan
yaitu 120/80 mmHg.
64
Tabel XXVIII. Kajian DTPs Pasien 6 Hipertensi Usia Lanjut di Instalasi Rawat
Inap RS Panti Rini Kalasan Sleman Periode Juli 2007 - Juni 2008 Pasien 6. No RM : 154849. 4 Juni 2008-7 Juni 2008
Subjective
Perempuan, 70 tahun; DM: Febris, vertigo, dyspepsia, DU: Vertigo, hipertensi
status keluar : diijinkan Objective
parameter tgl 24/06/08 nilai normal
Trigliserid 166 mg/dL ↑ s/d 150 mg/dL
MCH 26,2↓
HGB 11,3↓
HCT 35,7↓
MCHC 31,7↓
P-LCR 14,8 ↓
Pemeriksaan urin :
Berat jenis <1,005
pH 6,5
darah +
urobilinogen normal
leukosit esterase -
Tgl Jam tekanan
darah
(mmHg)
suhu
(0C)
nadi
(kali/
menit)
4/06/08 14.30 160/90
18.00 batuk
21.00 140/80 buyer berkurang
5/05/08 05.00 140/80 boyok pegel, pusing
170/100 36 80 pasien tampak sakit sedang
11.00 140/80
14.00 37 88
17.00 140/90
18.00 KU sedang, kadang dada nyeri
21.00 130/90 KU sedang
24.00 160/90 pinggang pegal, bahu pegal
6/05/08 160/100 36 76 KU sedang, tak ada keluhan
11.00 130/90
12.00 perut terasa tidak enak, panas, mules KU sedang
14.00 36 88
18.00 140/90 tampak sakit sedang
05.00 160/100 keluhan pusing sedikit
175/110 76 pasien sakit ringan, wajah cerah
penatalaksanaan
Nama obat Dosis waktu pemberian
04/06/08 05/06/08 06/06/08 07/06/08
metamizole Na 1 ampul di IGD
metoklopramid
HCl
1 ampul
(10 mg/2ml)
di IGD
ranitidin HCl 1 ampul
(25 mg/ml)
di IGD
Infus asering • • •
ramipril 1x2,5 mg Malam Pagi Pagi Pagi
flunarizine 2x5 mg Malam Pagi, malam Pagi, malam Pagi, malam
Ginkon biloba 3x1 Malam Pagi, siang, malam Pagi, siang, malam Pagi, siang
Analsik ® 3x1 Siang, malam Pagi, siang, malam Pagi
Lansoprazole 1x30 mg Siang, malam Pagi
65
Assesment
Terjadi DTP dengan kategori ada indikasi tetapi tanpa obat. Tekanan darah
pasien saat pertama kali diperiksa adalah 160/90 mmHg dan termasuk dalam
kategori hipertensi tingkat II. Menurut algoritma terapi hipertensi JNC VII, pasien
dengan hipertensi tingkat II membutuhkan terapi kombinasi dua antihipertensi,
sedangkan terapi yang diterima oleh pasien tersebut hanya menggunakan terapi
tunggal yaitu golongan penghambat ACE dengan zat aktif ramipril. Terapi yang
diterima oleh pasien dinilai tidak cukup mengontrol tekanan darahnya.
Plan
Pasien membutuhkan terapi tambahan obat antihipertensi. Berdasarkan
JNC VII kombinasi obat antihipertensi yang disarankan adalah dengan
mengikutsertakan diuretik namun penggunaan diuretik akan terjadi interaksi
dengan ginko biloba yang menimbulkan efek peningkatan tekanan darah
(Williams, 2002) sehingga kombinasi antihipertensi yang disarankan adalah
penghambat ACE dan antagonis kalsium.
66
Tabel XXIX. Kajian DTPs Pasien 7 Hipertensi Usia Lanjut di Instalasi Rawat Inap
RS Panti Rini Kalasan Sleman Periode Juli 2007 - Juni 2008 Pasien 7. No RM : 118495. 1 Juni 2008-3 Juni 2008
Subjective
perempuan, 68 tahun. DU : Hipertensi
Objective
parameter tgl 24/06/08 nilai normal
Trigliserid 185 mg/dL ↑ s/d 150 mg/dL
P-LCR 14,6 ↓
MXD %: 10,2↑
tanda vital :
TD : 240/120 mmHg
Tgl Jam tekanan darah
(mmHg)
suhu
(0C)
nadi
(kali/
menit)
01/06/08 22.20 220/100 365 84 pusing, mual, tidak muntah
23.05 BAK 2x, memberikan nifedipin 1 tablet
02/06/08 05.00 150/100 pusing sedikit, leher untuk bangun terasa pegal
07.00 160/70 36 64 agak pusing, KU sedang
11.00 140/70
14.00 37 64
19.00 135/65
03/06/08 07.00 150/90 36 76 tidak ada keluhan, KU sedang
penatalaksanaan
Nama obat Dosis waktu pemberian
01/06/08 02/06/08 03/06/08
Infus RL
Pronalges ® 1x100 mg/2ml di IGD
Nifedipin 3x10 mg Malam Pagi, siang, malam Pagi, siang, malam
Unalium ® 2x5 mg Siang, malam Pagi
Stugeron ® 3x25 mg Siang, malam Pagi, siang
Assessment
Pasien memiliki tekanan darah pada awal pemeriksaan sebesar 240/120
mmHg yang termasuk dalam hipertensi urgensi. Terapi yang didapatkan oleh
pasien tersebut adalah terapi tunggal dengan menggunakan golongan
antihipertensi antagonis kasium dengan zat aktif nifedipin. Obat dan dosis yang
digunakan sudah tepat untuk menangani hipertensi pada pasien tersebut.
67
Tabel XXX. Kajian DTPs Pasien 8 Hipertensi Usia Lanjut di Instalasi Rawat Inap
RS Panti Rini Kalasan Sleman Periode Juli 2007 - Juni 2008 Pasein 8. No RM : 064213. 3 Mei 2008- 6 Mei 2008
Subjective
Laki-laki, 74 tahun; DU: Hipertensi; DL:osteoartritis
status keluar :membaik, diijinkan
Objective
parameter tgl 03/05/08 nilai normal
kolesterol total 231 mg/ dL↑ s/d 220 mg/dL
Uric acid 9,2 mg/dL ↑ 3,4-7,0 mg/dL
LDL 162 mg/dL ↑ < 150 mg/dL
Kalium 3,3 mmol/L ↓ 3,5-5,1 mmol/L
Tanda Vital
TD :180/96 mmHg
Suhu : 36
Nadi :60x/mnt
Tgl Jam tekanan darah
(mmHg)
Suhu
(0C)
nadi
(kali/menit)
3/05/08 17.00 180/90 363 60
18.00 lutut terasa nyeri
21.00 170/90 tampak sakit sedang, lutut kanan terasa nyeri
4/05/08 07.00 160/90 36 76 tidak pusing, lutut kanan masih terasa nyeri, lutut
kanan agak bengkak
08.00 lapor dokter hasil asam urat tinggi dan
menanyakan program
10.50 150/80
12.00 lutut kanan masih nyeri dan panas
17.00 150/90
18.00 lutut kanan masih sakit dan bengkak
5/05/08 07.00 140/80 365 80 nyeri lutut, KU tampak sakit sedang, lutut kanan
membengkak
08.00 dokter visit, diet rendah purin, RO genu dextra
12.00 150/80 36 72 lutut nyeri, KU sakit sedang, lutut masih
bengkak
13.30 366 80
17.00 150/80
18.00 nyeri lutut kanan
6/05/08 05.00 140/90 lutut kanan nyeri, KU sedang, lutut tampak kiri
170/80 37 80 tampak sakit sedang, lutut kiri tampak bengkak
penatalaksanaan
Nama obat Dosis waktu pemberian
03/05/08 04/05/08 05/05/08 06/05/08
Antrain ® di IGD
Infus RL • • • •
Klonidin 2x0,15 mg malam Pagi, malam Pagi, malam Pagi
meloxicam 1x15 mg Malam pagi, malam Pagi Pagi
Univasc ® 1x7,5 mg Malam Pagi Pagi Pagi
Allopurinol 1x300 mg Pagi Pagi
Assesment
Terjadi DTP dengan golongan obat yang tidak efektif. Penggunaan
klonidin yang termasuk dalam golongan obat antihipertensi yang bekerja sentral,
dimana golongan tersebut secara signifikan dapat menimbulkan retensi natrium
dan peningkatan volume cairan sebaiknya digunakan bersamaan dengan diuretik
68
sehingga dapat memaksimalkan penurunan tekanan darah dan dapat memberikan
penurunan angka morbiditas dan mortalitas. (Kimble, et al., 2005)
Potensi terjadi efek obat yang merugikan. Efek obat yang merugikan
terjadi karena adanya interaksi antara dua obat , yang tidak berhubungan dengan
dosis. Pada pasien ditemukan dua kejadian potensi terjadi efek obat yang
merugikan:
• Interaksi antara penghambat ACE dengan zat aktif moexipril HCl dan
allopurinol.
Interaksi ini menimbulkan reaksi hipersensitifitas dengan mekanisme
yang tidak diketahui. Risiko terjadinya hipersensitifitas menjadi lebih tinggi
saat ke dua obat diberikan secara bersamaan dibandingkan apabila kedua obat
diberikan sendiri. Onset dari reaksi hipersensitifitas ini tertunda dan tidak
dapat diprediksi apabila sebelumnya belum pernah terjadi reaksi antara kedua
obat tersebut (Tatro, 2006).
Pada catatan medis pasien tidak ditemukan adanya reaksi
hipersensitifitas yang muncul karena interaksi dari allopurinol dan
penghambat ACE. Oleh karena itu kejadian ini hanya dapat dimasukkan pada
potensi terjadi efek obat yang merugikan.
• Interaksi antara penghambat ACE dan obat anti inflamasi nonsteroid.
Interaksi ini menimbulkan penurunan efek hipotensi dari penghambat
ACE dan onset dari reaksi interaksi ini bersifat tertunda (Tatro, 2006 ). Aksi
dari antihipertensi, penghambat ACE (Angiotensin Inhibitor Enzim) salah
satunya adalah menghambat pemecahan kinin yang menstimulasi produksi
69
prostaglandin. Hal ini logis jika obat antiinflamasi nonsteroid dapat
mengurangi keefektifan dari penghambat ACE dengan menghambat produksi
dari vasodilator dan prostaglandin natriuresis (Brunton, et al., 2006).
Plan
1. Kombinasi obat yang digunakan sebaiknya adalah golongan antihipertensi
bekerja sentral dan diuretik atau penghambat ACE dengan diuretik.
2. Memonitor penggunaan penghambat ACE dan allopurinol. Jika
manifestasi hipersensitif terjadi maka penggunaan kedua obat harus
dihentikan serta perlu penanganan untuk gejala yang timbul akibat
hipersensitifitas (Tatro, 2006).
3. Monitoring tekanan darah saat penggunaan antiinflamasi nonsteroid
dimulai dan saat penggunaannya diakhiri (Tatro, 2006).
70
Tabel XXXI. Kajian DTPs Pasien 9 Hipertensi Usia Lanjut di Instalasi Rawat Inap
RS Panti Rini Kalasan Sleman Periode Juli 2007 - Juni 2008 Pasien 9. No RM : 081026. 17 Mei 2008-21 Mei 2008
Subjective
Perempuan, 60 tahun. DM :Hipertensi +Diabetes mellitus tipe II; DU:Hipertensi; DL:Diabetes mellitus
status keluar : membaik, diijinkan
Objective
Tanda Vital
TD:200/120 mmHg
Nadi : 88x/menit
Tgl Jam tekanan
darah
(mmHg)
suhu
(0C)
nadi
(kali/menit)
17/05/08 240/120 36 80
14.00 37 72 UT : 600 cc
17.00 160/120
18.00 anyang-anyangen
21.00 160/100
18/05/08 05.00 180/100 UT : 1000 cc, pusing (-)
180/120 37
11.00 140/100 UT : 1000
12.00 badan terasa lemes
14.00 180/110 36 60
18.00 UT : 1000
21.00 200/120
24.00 180/110 UT : 160
19/05/08 05.00 180/120 mengeluh semalam tidak bisa tidur
07.00 180/110 36 72 perut mbeseseg
12.00 120/80 UT : 800, tidak ada keluhan
14.00 36 80
17.00 150/100
21.00 140/100
20/05/08 05.00 160/110 malam BAK 3x, badan sudah enak, KU sedang
160/100 364 80
11.00 140/100
14.00 36 64 betis terasa sakit
17.10 140/90 pasien mengeluh pusing sekali
21/05/08 05.00 130/100
07.00 150/100 36 72 sudah enak badannya, keluhan sedang
penatalaksanaan
Nama obat Dosis Waktu Pemberian
17/05/08 18/05/08 19/05/08 20/05/08 21/05/08
glimepirid 2x2,5 mg Siang,
malam
Pagi, malam Pagi, malam Pagi,malam Pagi
astaxantin 1x4mg Siang Pagi, malam Pagi, malam Pagi Pagi
Klonidin 2x0,15 mg Siang,
malam
Pagi, malam Pagi, malam Pagi, malam Pagi
Kaptopril 3x25 mg Siang,
malam
Pagi, siang,
malam
Pagi, siang,
malam
Pagi, siang,
malam
Pagi, siang
HCT 1x12,5 mg Siang Pagi Pagi Pagi Pagi
Renapar ® 3x1 Malam Pagi, siang,
malam
Pagi, siang,
malam
Pagi, siang,
malam
Pagi
amlodipin 1x5 mg Malam Pagi, malam
furosemid 3x1 ampul 16.00;
24.00
08.00; 16.00;
24.00
08.00; 16.00;
24.00
08.00; 16.00;
24.00
08.00
metamizole Na 18.00
71
Assessment
Pasien memiliki tekanan darah awal 240/120 mmHg, termasuk dalam
hipertensi urgensi, selain itu pasien juga didiagnosis diabetes melitus. Terapi
hipertensi yang diterima adalah kombinasi dari 5 antihipertensi yaitu
antihipertensi bekerja sentral dengan zat aktif klonidin, penghambat ACE dengan
zat aktif kaptopril, diuretik tiazid dengan zat aktif hidroklorotiazid, antagonis
kalsium dengan zat aktif amlodipin dan diuretik kuat dengan zat aktif furosemid.
Pasien hipertensi dengan diabetes melitus perlu diterapi dengan regimen
antihipertensi yang mengikutsertakan penghambat ACE karena secara
farmakologi memberikan proteksi terhadap nefron yaitu dengan vasodilatasi arteri
eferen di ginjal (Saseen & Carter, 2005).
Berdasarkan Kimble et al pemberian kombinasi obat antihipetensi
golongan penghambat ACE, diuretik, dan antagonis kalsium dinilai rasional
Pemberian furosemid dan hidroklorotiazid yang keduanya merupakan
antihipertensi golongan diuretik juga dinilai rasional. Reabsorbsi garam dan air
akan meningkat ketika salah satu dari tubulus kontortus distal atau ansa henle
asendens segmen tebal dihambat oleh obat antihipetensi, sehingga penghambatan
pada kedua tempat tersebut oleh tiazid dan loop diuretik akan memberikan efek
tambahan. Selain itu tiazid menghasilkan efek natriuresis yang sedang pada
tubulus proksimal dan efek ini dapat meningkatkan reabsorbsi di ansa henle
asendens segmen tebal, oleh karena itu penggunaan bersama dengan loop diuretik
dapat menghambat reabsorbsi natrium (Katzung, 2005).
72
Pasien hipertensi dengan diabetes melitus yang menggunakan diuretik
tiazid pada terapi hipertensinya membutuhkan suplemen yang mengandung
kalium dan magnesium karena pada pasien tersebut dimungkinkan terjadi
penurunan kadar kalium yang dapat memberikan efek gangguan toleransi glukosa
yang lebih besar (Kimble, et al., 2005).
Pemberian furosemid pada pasien hipertensi urgensi selain dimaksudkan
untuk menurunkan tekanan darah juga dimaksudkan untuk mencegah potensi
terjadinya retensi cairan dari antihipertensi nondiuretik (Kaplan, 2006).
Potensi DTP dengan kategori efek obat yang merugikan ditemukan pada
pasien. Efek obat yang merugikan terjadi karena interaksi obat yang tidak
berhubungan dengan dosis. Interaksi yang terjadi antara penghambat ACE dan
diuretik kuat. Interaksi ini menimbulkan efek hipotensi dari penghambat ACE
diperbesar oleh kemampuan diuretik kuat menyebabkan hipovolemia (Lacy, et al.,
2003).
Apabila dilihat dari pemeriksaan tekanan darah pasien selama menjalani
rawat inap tidak ditemukan keadaan pasien mengalami hipotensi, sehingga
pemberian obat antihipertensi golongan penghambat ACE dan diuretik kuat hanya
dapat digolongkan ke dalam potensi DTP kategori efek obat yang merugikan.
73
Tabel XXXII. Kajian DTPs Pasien 10 Hipertensi Usia Lanjut di Instalasi Rawat
Inap RS Panti Rini Kalasan Sleman Periode Juli 2007 - Juni 2008 Pasien 10. No RM : 153858. 28 April 2008-2 Mei 2008
subjective
Perempuan, 69 tahun. DA : Hipertensi, HHD,LBP objective
parameter tgl 28/04/08 nilai normal
kolesterol total 320 mg/ dL↑ s/d 220 mg/dL
Trigliserid 203 mg/dL ↑ s/d 150 mg/dL
LDL 234 mg/dL ↑ < 150 mg/dL
HDL 67 mg/dL >65 mg/dL
Tgl Jam tekanan
darah
(mmHg)
suhu
(0C)
nadi
(kali/menit)
28/04/08 120/90 367 76 terapi sudah mulai, cek urin
18.00 nyeri pinggul kiri, kesemutan ke dua ujung jari
tangan
29/04/08 05.00 pasien mengatakan pinggang nyeri, telapak kaki
tebal, tangan kesemutan
07.00 190/100 36 76 KU sedang,
11.00 180/70
12.15 nyeri pinggul, sacrum kiri, ujung jari kesemutan,
kedua kaki tebal, lapor dokter ada riwayat kanker
rahim
14.00 366 80
15.00 nyeri pinggul, KU tampak sakit sedang
30/04/08 05.00 140/100 nyeri pinggang belakang berkurang
07.00 220/100 36 88
11.00 190/100 UT : 500
14.00 36 92 KU sedang
17.00 160/90
18.00 UT : 600
1/05/08 05.00 180/80 UT : 450
07.00 130/80 36 80 KU sakit sedang, pinggang kadang terasa nyeri
10.00 170/70
11.00 UT : 100, nyeri pinggang berkurang
13.30 36 80
17.00 130/90
2/05/08 05.00 120/80 UT : 1000, nyeri pinggang masih terasa
07.00 140/80 36 84
11.00 150/70
penatalaksanaan
Nama obat Dosis waktu pemberian
28/04/08 29/04/08 30/04/08 01/05/08 02/05/08
Infus RL • •
Diet rendah
garam
kaptopril 3x12,5 mg Malam Pagi, siang,
malam
Pagi, malam Pagi, siang,
malam
Pagi, siang
lovastatin 1x5 mg Malam Malam Malam Malam Malam
eperison
hidroklorid
2x50 mg Malam Pagi, malam Pagi, malam Pagi, malam Pagi
amlodipin 1x5mg Malam Pagi Pagi Pagi Pagi
meloxicam 1x15 mg Malam Pagi Pagi Pagi Pagi
Bio ATP ® 3x1 Malam Pagi, siang,
malam
Pagi, siang,
malam
Pagi, siang,
malam
Pagi, siang
74
Assesment
Pasien memiliki tekanan darah normal saat pertama kali pemeriksaan dan
pada saat pemeriksaan selanjutnya terjadi peningkatan tekanan darah. Terapi yang
didapatkan oleh pasien tersebut adalah kombinasi dari golongan penghambat ACE
dengan zat aktif kaptopril dan golongan antagonis kalsium dengan zat aktif
amlodipin. Berdasarkan petunjuk menejemen untuk hipertensi arterial yang
dikeluarkan oleh Hypertension-European Society of Cardiology, kombinasi kedua
obat tersebut rasional (Kimble, et al., 2005).
Potensi DTP dengan kategori efek obat yang merugikan. Efek ini terjadi
karena interaksi antara obat antihipertensi golongan penghambat ACE dengan
obat antiinflamasi non steroid. Interaksi ini menyebabkan penurunan efek
hipotensi dari antihipertensi penghambat ACE (Tatro, 2006).
Plan
Monitoring tekanan darah saat penggunaan antiinflamasi nonsteroid
dimulai dan saat penggunaannya diakhiri (Tatro, 2006).
75
Tabel XXXIII. Kajian DTPs Pasien 11 Hipertensi Usia Lanjut di Instalasi Rawat
Inap RS Panti Rini Kalasan Sleman Periode Juli 2007 - Juni 2008 Pasien 11. No RM : 153450. 13 April 2008-15 April 2008
Subjective
perempuan, 69 tahun. DU : Hipertensi . Tiba-tiba merasa pet-petan, konsentrasi buyar, sudah minum klonidin 0,15 mg,
tidak pernah minum obat hipertensi secara rutin
status keluar : sembuh, diijinkan
Objective
parameter tgl 28/04/08 nilai normal
Trigliserid 169 mg/dL ↑ s/d 150 mg/dL
Tanda Vital
TD : 210/110 mmHg
Nadi : 89x/menit
Tgl Jam Tekanan darah
(mmHg)
suhu
(0C)
nadi
(kali/menit)
13/04/08 180/100 362 88
14.00 362 72
17.00 160/80 pusing, sakit sedang
23.00 170/100
14/04/08 05.00 160/100
190/90 36 76
11.00 180/80 36 69
14.00 36 72
21.00 170/80
15/04/08 05.00 160/90
180/100 35 60
penatalaksanaan
Nama obat Dosis waktu pemberian
13/04/08 14/04/08 15/04/08
Infus RL
Analsik ® 3x1 Malam Pagi
Norvask ® 1x5 mg Siang, malam Pagi Siang
Kaptopril 2x25 mg Siang
Assessment
Pasien termasuk dalam hipertensi tingkat II apabila dilihat dari
pemeriksaan awal tekanan darahnya. Terapi hipertensi yang didapatkan adalah
kombinasi dua obat antipertensi yaitu kombinasi antara antihipertensi golongan
antagonis kalsium dengan zat aktif amlodipin dan golongan penghambat ACE
dengan zat aktif kaptopril. Berdasarkan petunjuk menejemen untuk hipertensi
arterial yang dikeluarkan oleh Hypertension-European Society of Cardiology,
kombinasi kedua obat tersebut dapat digunakan (Kimble, et al., 2005).
Terjadi DTP dengan kategori dosis terlalu rendah. Dosis yang terlalu
rendah ini ditinjau dari pemakaian amlodipin yang memiliki interval yang tidak
teratur. Pada hari kedua saat pasien dirawat inap, amlodipin diberikan dengan
76
dosis 5 mg pada pukul 08.00 dan saat hari ketiga amlodipin diberikan dengan
dosis yang sama namun pada pukul 14.00.
Selain itu didapatkan pula dosis yang terlalu rendah pada pemakaian
kaptopril. Hal ini didasarkan pada dosis yang diberikan kepada pasien sebesar 25
mg satu kali sehari, sedangkan dosis lazim kaptopril yang sebaiknya diberikan
adalah 25 mg dua kali sehari (Anonim, 2005). Di samping itu durasi pemakaian
kaptopril terlalu pendek karena pada hari pertama pasien didagnosis hipertensi
dan pada hari ke tiga pasien menjalani rawat inap, obat tersebut tidak diberikan.
Plan
1. Pemberian amlodipin dengan interval waktu yang sama tiap hari.
2. Pemberian kaptopril sebaiknya diberikan bersamaan dengan amlodipin
dimulai dari pertama kali pasien masuk rawat inap sebagai terapi kombinasi.
77
Tabel XXXIV. Kajian DTPs Pasien 12 Hipertensi Usia Lanjut di Instalasi Rawat
Inap RS Panti Rini Kalasan Sleman Periode Juli 2007 - Juni 2008 Pasien 12. No RM: 151721. 1 Maret 2008- 4 Maret 2008
Subjective
Perempuan, 60 tahun. DM : Obs. Hipertensi, osteoartritis
status keluar : membaik, diijinkan
Objective
Tgl Jam Tekanan
darah
(mmHg)
suhu
(0C)
nadi
(kali/menit)
1/03/08 180/100
18.30 kedua kaki nyeri, badan gemrebeg, leher nyeri
2/03/08 140/90 36 68 KU tampak sakit sedang
11.00 140/100
12.00 nyeri lutut, KU sedang
14.00 36 80
17.00 130/70 tidak ada keluhan
21.00 160/100
3/03/08 05.00 190/100 KU sedang, perut panas, lutut nyeri
130/100 36 84 lutut nyeri, KU membaik
12.00 120/80 perut panas, kedua lutut nyeri
14.00 36 80
17.00 130/100
4/03/08 150/100 perut panas, kedua lutut nyeri
170/100
12.00 160/100 merasa sudah enak
pentalaksanaan
Nama obat Dosis waktu pemberian
01/03/08 02/03/08 03/03/08 04/03/08
Infus D5%
natrium
diklofenak
meloxicam 1x15 mg Malam Pagi Pagi Pagi
Osteoflam ® 3x1 Malam Pagi, siang, mlam Pagi, malam Pagi, siang
Klonidin 2x 0,75 mg Malam Pagi, mlaam Pagi, malam Pagi
fenofibrat 1x 200 mg Malam Malam
ketoprofen 2x1 ampul 08.00 08.00 08.00;20.00 08.00
ranitidin 1x1 ampul 12.00 12.00
Assessment
Pasien memiliki tekanan darah awal sebesar 180/100 mmHg, termasuk
dalam kategori hipertensi tingkat II. Terapi yang diterima pasien untuk menangani
hipertensinya adalah dengan menggunakan golongan antihipertensi bekerja sentral
dengan zat aktif klonidin. Menurut algoritma terapi hipertensi JNC VII,
penanganan hipertensi tingkat II membutuhkan terapi kombinasi dua obat
antihipertensi yang sebaiknya mengikutsertakan diuretik tiazid.
78
Terjadi DTP dengan kategori ada indikasi tanpa obat. Pasien sebaiknya
diberikan tambahan terapi untuk menangani hipertensinya yang termasuk dalam
golongan hipertensi tingkat II. Apabila pasien tersebut menggunakan obat
antihipertensi bekerja sentral sebaiknya diberikan juga diuretik untuk
memaksimalkan penurunan tekanan darah (Kimble, et al., 2005).
Penggunaan diuretik bersamaan dengan obat antiinflamasi nonsteroid akan
menyebabkan interaksi yang menghasilkan penurunan efek antihipertensi dari
diuretik (Lacy, et al., 2003).
Plan
Memberikan tambahan terapi hipertensi dengan obat golongan diuretik,
dimana pemberiannya tidak bersamaan dengan obat antiinflamasi nonsteroid.
79
Tabel XXXV. Kajian DTPs Pasien 13 Hipertensi Usia Lanjut di Instalasi Rawat
Inap RS Panti Rini Kalasan Sleman Periode Juli 2007 - Juni 2008 Pasien 13. No RM : 089190. 14 Februari 2008-18 Februari 2008
Subjective
Laki-laki, 75 tahun. DM : Hipertensi, obs.tremor; DU : Hipertensi; status keluar : membaik, diijinkan
Objective
Tgl Jam tekanan
darah
(mmHg)
suhu
(0C)
nadi
(kali/
menit)
14/0
2/08
07.15 200/100
07.30 170/100
08.00 160/100 pusing, tangan kanan tremor
12.00 140/40 BAK tidak lancar, pernafasan tidak teratur, RR : 28 x/ menit,
singultus (+)
14.00 140/80 37
18.00 RR : 24x/ menit, pasien tidak sakit sedang, tidak sesak nafas
21.00 130/80 RR : 24x/ menit, pasien masih muntah, masih singultus
15/0
2/08
05.00 130/80 84 RR : 24x/ menit, singultus (-), sesak, BAK sedikit-sedikit tapi
sering
07.00 120/80 36 80
11.00 120/80
12.00 sudah tidak singultus, tidak sesak nafas
14.00 36 80
17.00 130/80 36 78
18.00 tadi masih singultus, KU sedang
24.00 130/80 sebentar-sebentar BAK
16/0
2/08
05.00 120/70 80 singultus,
sudah tidak singultus, badan masih lemas, melepas O2
140/90 36 84 kadang-kadang masih tremor, KU tampak sakit sedang
08.00 dokter visit, program K NaCl 3 %, jika NS 3% habis plabot 3, cek
dulu K, Na, Cl
10.30 120/80
12.00 tidak ada keluhan
14.00 36 80
18.00 120/80
21.00 130/80
17/0
2/08
05.00 140/80 KU tampak sakit sedang, pasien merasa enak
06.30 170/100 35 80 tampak sakit sedang
10.00 dokter visit , cek Na, K, Cl. Telpon dokter bila Na≥ 130, beri NS
9 %
11.00 120/70
12.00 merasa lebih enak, KU sedang, tidak tremor
13.00 lapor dokter hasil elektrolit, infus tidak dipasang
14.00 37 84
17.00 150/100
18.00 KU sedang, pasien pusing
18/0
2/09
05.00 tremor banyak, sudah enak, tidak lemas
penatalaksanaan
Nama obat Dosis waktu pemberian
14/02/08 15/02/08 16/02/08 17/02/08 18/02/08
NS 3 % • • •
ramipril 1x5 mg Siang Pagi Pagi Pagi Pagi
amiodaron 2x100 mg Siang,
malam
Pagi, malam Pagi, malam Pagi,
malam
Pagi
silostazol 1x 50 mg Siang Pagi Pagi Pagi Pagi
CPZ 2x25 mg Pagi Pagi
triheksifeni
dil HCl
3x2 mg Malam Pagi, siang,
malam
Pagi, siang,
malam
Pagi, siang
ranitidin 2x25mg/ml 22.00 08.00; 20.00 08.00; 20.00 08.00;20.00 08.00
80
Assessment
Pasien tersebut memiliki tekanan darah 200/100 mmHg dan termasuk
dalam hipertensi tingkat II. Terapi hipertensi yang didapat oleh pasien tersebut
adalah antihipertensi golongan penghambat ACE dengan zat aktif ramipril. Terapi
yang diberikan sudah sesuai dan tidak terjadi interaksi obat satu dengan yang
lainnya.
Tabel XXXVI. Kajian DTPs Pasien 14 Hipertensi Usia Lanjut di Instalasi Rawat
Inap RS Panti Rini Kalasan Sleman Periode Juli 2007 - Juni 2008 Pasien 14. No RM : 077189. 2 Januari 2008-5 Januari 2008
Subjective
laki-laki, 65 tahun; DM :Cepalgia, nausea; DU :Hipertensi; DL :BPH(hyperplasia prostat)
status keluar: sembuh
Objective
Tgl Jam Tekanan darah
(mmHg)
suhu
(0C)
nadi
(kali/menit)
2/01
/08
150/95 KU tampak sakit sedang
21.00 150/90 masih sedikit buyer dan mual
3/01
/08
05.00 170/100 pusing, kedua mata nyeri
07.00 170/95 36 80 KU baik, masih pusing
11.00 100/100
12.00 mual, pusing
13.00 366 64
17.00 160/100
18.00 pasien pusing, KU sedang
21.00 160/100
4/01
/08
05.00 160/100 pasien mengatakan sedang tidak pusing
07.00 160/100 365 80
11.00 120/90 USG abdomen
13.30 lapor hasil USG, terapi terus
20.40 diagnosis prostat besar diobati, terapi
ditambah
penatalaksanaan
Nama obat Dosis Waktu pemberian
02/01/08 03/01/08 04/01/08 05/01/08
Primperan ® di IGD
metamizole Na di IGD
Analsik ® 3x1 siang, malam pagi, siang, malam pagi, siang
Kaptopril 2x 12,5 mg malam pagi
kandesartan
sileksetil
1x16 mg siang pagi pagi
Kaptopril 2x 25 mg siang pagi
Hidroklorotiazid 1x12,5 mg siang pagi
alfuzosin
hidroklorid
1x10 mg pagi
dutaserid 1x25 mg pagi
Cendatron ® 2x 1 ampul 08.00; 20.00 08.00; 20.00 08.00
81
Assessment
Tekanan darah pasien pada pemeriksaan pertama adalah 150/95 mmHg
dan termasuk dalam hipertensi tingkat I. Pasien tersebut mendapatkan kombinasi
tiga obat antihipertensi yaitu golongan penghambat ACE, antagonis reseptor
angiotensin II dan diuretik.
Pasien tersebut mulai mendapatkan terapi pada hari ke dua di instalasi
rawat inap dengan terapi tunggal untuk hipertensi menggunakan golongan
antagonis reseptor angiotensin II. Pada hari selanjutnya menggunakan terapi
kombinasi tiga antihipertensi, hal ini dikarenakan pada pasien terjadi peningkatan
tekanan darah.
Terjadi DTP dengan kategori ada obat tanpa indikasi. Kombinasi antara
antagonis reseptor angiotensin II dan penghambat ACE hanya memberikan sedikit
efek tambahan dan tidak direkomendasikan untuk hipertensi esensial. Kombinasi
tersebut lebih efektif jika digunakan pada pasien hipertensi dengan penyakit ginjal
kronis (Doulton & He., 2005). Berdasarkan petunjuk menejemen untuk hipertensi
arterial yang dikeluarkan oleh Hypertension-European Society of Cardiology,
kombinasi antara antagonis reseptor angiotensin II dan penghambat ACE
merupakan kombinasi yang tidak rasional (Kimble, et al., 2005).
Plan
Menggunakan kombinasi antagonis reseptor angiotensin II dan diuretik
atau penghambat ACE dan diuretik.
82
Tabel XXXVII. Kajian DTPs Pasien 15 Hipertensi Usia Lanjut di Instalasi Rawat
Inap RS Panti Rini Kalasan Sleman Periode Juli 2007 - Juni 2008 Pasien 15. No RM: 150802. 13 Januari 2008-17Januari 2008
Subjective
Perempuan, 63 tahun. DM: Hipertensi, obs. Hematuria; DU :Hipertensi
status keluar : membaik
Objective
pemeriksaan urine
Protein +
Glukosa -
Sel epitel +
lekosit >500
glitter cell -
eritrosit >500
silinder -
kristal -
bakteri ++
Tanda Vital
TD : 240/120 mmHg
Nadi : 104
Temperatur : 370C
Tgl Jam Tekanan darah
(mmHg)
Suhu
(0C)
Nadi
(kali/menit)
13/0
1/08
200/128 37 59 infus D 5% + diltiazem 50 mg 14 tetes/ menit
1 jam cek tensi jika < 180/100 di klem
14.00 36
18.00 150/90 infus di klem, UT : 900, badan sakit semua, KU
sedang, farmabes di klem
21.00 200/120 84 KU sedang, Infus+ diltiazem dijalankan lagi
14/0
1/08
05.00 160/110 UT :725, urin kemerahan, tengkuk cengeng
150/90 37 terapi terus
12.00 tidak ada keluhan
14.00 36 KU sedang
18.00 80 Badan pegel
15/0
1/08
05.00 140/90 UT : 800, seperti teh, tidak ada keluhan
120/60 36 KU sedang
12.00 140/90 UT : kemerahan, terapi teruskan
13.30 36 riwayat BK warna merah sejak 2 hari sebelum
opname, cek urin
17.00 130/90 UT : 300
18.00 88 perut kembung, flatus (+), pusing (-)
21.00 urin kuning, sedimen banyak
16/0
1/08
05.00 140/100 UT : 600, KU sakit sedang
07.00 150/90 36 68 tak ada keluhan, urin jernih, kuning
11.00 120/90 UT : 400
12.00 kembung, tenang, badan pegel-pegel
13.30 36 60
17.00 130/80 64 UT : 300
18.00 KU sedang, boyok pegel,
17/0
1/08
UT : 750, kuning jernih, tak ada keluhan
penatalaksanaan
Nama obat Dosis Waktu pemberian
13/01/08 14/01/08 15/01/08 16/01/08 17/01/08
Infus D5% +
Farmabes 50 mg
14 tetes/menit • • • •
Renapar ® 2x1 siang pagi,
malam
pagi, malam pagi, malam
Klonidin 2x0,15 mg malam
(21.00)
pagi,
malam
pagi, malam pagi, malam pagi
amlodipin 1x5 mg siang pagi pagi pagi
furosemid 2x40 mg malam pagi
furosemid 2x1 ampul 11.30;
20.00
08.00;
20.00
08.00; 20.00 08.00; 20.00
asam traneksamat 250 mg 3x1 16.00; 24.00 08.00; 16.00; 24.00
83
Assessment
Tekanan darah pasien pada saat pertama kali masuk adalah sebesar
240/120 mmHg, termasuk dalam hipertensi urgensi. Terapi hipertensi yang
didapatkan adalah kombinasi antara antihipertensi bekerja sentral, diuretik dan
antagonis kalsium.
1. Terjadi DTP dengan kategori obat tidak efektif. Pemakaian furosemid
intravena sebaiknya diganti dengan furosemid oral saat tekanan darah yang
terkontrol sudah tercapai (140/90 mmHg). Penjelasan tentang alasan mengapa
harus diganti sama dengan pada kasus 17.
2. Terjadi DTP dengan kategori ada obat tanpa indikasi. Pemakaian kombinasi
antara diltiazem yang diberikan melalui infus dan amlodipin dinilai berlebihan
karena kedua obat tersebut berasal dari golongan yang sama yaitu antagonis
kalsium.
Plan
1. Furosemid intravena diganti dengan furosemid oral pada hari ketiga pasien
menjalani rawat inap
2. Menggunakan salah satu dari golongan antagonis kalsium, sebaiknya
menggunakan diltiazem yang diberikan melalui infus.
84
Tabel XXXVIII. Kajian DTPs Pasien 16 Hipertensi Usia Lanjut di Instalasi Rawat
Inap RS Panti Rini Kalasan Sleman Periode Juli 2007 - Juni 2008 Pasien 16. No RM : 145737. 28 Juli 2007- 31 Juli 2007
Subjective
Perempuan, 77 tahun. DA:Hipertensi, LBP, spandilosis; DU:Hipertensi
status keluar: membaik
Objective
Tgl Jam Tekanan
darah
(mmHg)
Suhu
(0C)
Nadi
(kali/menit)
28/07/07 09.00 220/100 36 59
11.00 220/110
12.00 KU sedang,pinggang sakit
14.00 37 84
18.00 200/90 UT : 400, pinggang pegal
19.40 pinggang pegal
21.00 180/100
29/07/07 00.05 190/100 UT : 800
160/100 36 80 sakit sedang
11.00 110/80
12.00 UT : 500, sakit sedang, pinggang pegal berkurang
17.00 130/80
21.00 110/70 pasien BAB konsistensi lunak(1 batang), pinggang
nyeri
00.05 110/70 UT : 450
30/07/07 140/80 36 88
11.00 110/80
12.00 UT : 300, pinggang pegal
14.00 36 68
17.00 UT : 100, KU sedang, pinggang pegal, tidak pusing
21.00 100/60 KU tampak sakit sedang
00.00 60
31/07/07 140/80 37 64
12.00 120/80 urin keruh UT : 200
penatalaksanaan
Nama obat Dosis Waktu pemberian
28/07/07 29/07/07 30/07/07 31/07/07
infus RL 12 tetes/menit
tizanidin 2x2 mg siang, malam pagi, malam pagi, malam pagi
Kaptopril 2x25 mg siang, malam pagi, mlam pagi, malam pagi, siang
eperison
hidroklorid
2x50 mg malam pagi, malam pagi, malam pagi
Nifedipin 3x10 mg malam pagi, siang, malam pagi, siang, malam pagi, siang
Klonidin 2x0,15 mg malam pagi, malam pagi, malam pagi
KSR ® 2x600 mg malam pagi, malam pagi, malam pagi
furosemid 1x40 mg pagi
ketoprofen 2x1 ampul 08.00; 20.00 08.00; 20.00 08.00; 20.00 08.00
furosemid 2x10 mg/ml 20.00 08.00; 20.00 08.00;20.00
85
Assesment
Pasien memiliki tekanan darah 220/100 mmHg pada awal pemeriksaan
dan termasuk dalam hipertensi tingkat II. Terapi hipertensi yang digunakan adalah
kombinasi dari 4 obat antihipertensi yaitu obat antihipertensi golongan antagonis
kalsium dengan zat aktif nifedipin, golongan penghambat ACE dengan zat aktif
kaptopril, golongan diuretika dengan zat aktif furosemid, dan golongan
antihipertensi bekerja sentral dengan zat aktif klonidin. Kombinasi antihipertensi
tersebut dan dosis yang diberikan dinilai sudah tepat untuk menangani hipertensi
yang diderita pasien tersebut.
Terjadi DTP dengan kategori obat yang tidak efektif. Pemakaian diuretik
kuat secara intravena harus segera diganti dengan obat antihipertensi oral pada
saat tekanan darah yang terkontrol (140/90 mmHg) sudah dicapai karena
antihipertensi oral lebih mudah diterima oleh pasien hipertensi untuk terapi jangka
panjang. Pencapaian terapi pertama kali dalam beberapa waktu atau hari bukan
merupakan normalisasi tekanan darah yang sempurna karena hipertensi kronis
berhubungan dengan perubahan autoregulasi di dalam peredaran darah otak,
dengan demikian normalisasi tekanan darah yang cepat dapat menimbulkan
hipoperfusi otak dan luka pada otak (Katzung, 2005).
Plan
Mengganti furosemid yang diberikan secara intravena dengan furosemid
oral setelah tekanan darah yang terkontrol tercapai yaitu pada hari kedua pasien
menjalani rawat inap.
86
Tabel XXXIX. Kajian DTPs Pasien 17 Hipertensi Usia Lanjut di Instalasi Rawat
Inap RS Panti Rini Kalasan Sleman Periode Juli 2007 - Juni 2008 Pasien 17. No RM : 145905. 3Agustus 2007 -10 Agustus 2007
subjective
Laki-laki, 80 tahun. DA:Hipertensi, vertigo; DU : Hipertensi; Mual, muntah 6x,Berkunang-kunang
status keluar: diijinkan
objective
pemeriksaan tanda vital :
Suhu: 370C
Nadi : 74 x/mnt
Tekanan darah : 190/100
Tgl Jam Tekanan darah
(mmHg)
Suhu
(0C)
Nadi
(kali/menit)
4/08/07 00.45 190/100 37 72 muntah 2x, KU sakit sedang, mual, nggliyer
05.10 mual , nggliyer berkurang
07.00 170/90 KU sakit sedang, mengeluh pusing, bedrest total
11.00 200/100 UT : 800
18.00 pasien pusing berputar, mual bila bangun
5/08/07 05.00 140/100
160/90 36 52 KU sakit sedang,
12.00 masih pusing, bed rest
6/08/07 160/100 36 48 pusing
12.00 CT scan kepala
7/08/07 14.40 140/80 36 80 pusing, mual , tidak muntah
21.00 100/60 52 pusing, mendapatkan hasil CT scan, melakukan EKG
8/08/07 140/80 36 60 masih berkunang-kunang
9/08/07 130/80 36 80 KU sedang, berkunang-kunang
21.00 150/90 pusing sedikit, belum bisa BAB
penatalaksanaan
Nama obat Dosis waktu pemberian
4/08/07 5/08/07 6/08/07 7/08/07 8/08/07 9/08/07
amlodipin 1x5 mg pagi pagi pagi pagi pagi pagi
Flunarizine 5 mg k/p pagi,
malam
pagi,
malam
pagi,
malam
pagi pagi, malam pagi, malam
Renapar ® 2x1 pagi,
malam
pagi,
malam
pagi,
malam
pagi, malam pagi, malam pagi, malam
Klonidin 2x0,15
mg
pagi,
malam
pagi,
malam
pagi,
malam
Efedrin 3x25 mg pagi,siang,malam pagi,siang,malam pagi,siang,malam
Furosemid 1amp/12
jam
08.00;
20.00
08.00;
20.00
08.00;
20.00
08.00; 20.00 08.00; 20.00 08.00; 20.00
ondasetron
HCl
8mg/4ml 08.00;
20.00
08.00;
20.00
08.00;
20.00
08.00; 20.00
metampiron 10.00 10.00
piracetam 4x 3 gr 08.00;
14.00; 20.00
02.00; 08.00;
14.00; 20.00
02.00; 08.00;
14.00; 20.00
Atropine
sulfas
3x1 amp 08.00; 16.00;
24.00
08.00
87
Assessment
Tekanan darah pasien tersebut pada pemeriksaan pertama adalah190/100
mmHg dan termasuk dalam hipertensi tingkat II. Terapi yang diterima pasien
adalah kombinasi antara obat antihipertensi golongan antagonis kalsium dengan
zat aktif amlodipin, golongan antihipertensi bekerja sentral dengan zat aktif
klonidin dan golongan diuretik kuat dengan zat aktif furosemid.
Terjadi DTP dengan kategori obat yang tidak efektif. Pemakaian diuretik
kuat secara intravena harus segera diganti dengan obat antihipertensi oral pada
saat tekanan darah yang terkontrol (140/80 mmHg) sudah dicapai karena
antihipertensi oral lebih mudah diterima oleh pasien hipertensi untuk terapi jangka
panjang. Penjelasan sama dengan pasien pada kasus 16. Oleh karena itu
pemakaian furosemid intravena pada pasien tersebut selama menjalani rawat inap
tidak sesuai, seharusnya dapat diganti dengan antihipertensi oral saat tekanan
darahnya sudah terkontrol.
Plan
Mengganti pemakaian furosemid yang diberikan secara intravena dengan
furosemid oral pada hari keempat pasien menjalani rawat inap saat tekanan darah
pasien sudah terkontrol.
88
Tabel XL. Kajian DTPs Pasien 18 Hipertensi Usia Lanjut di Instalasi Rawat Inap
RS Panti Rini Kalasan Sleman Periode Juli 2007 - Juni 2008 Pasien 18. No RM : 142437. 19 September 2007- 20 September 2007
subjective
perempuan, 72 th. DM: Hipertensi, DU: hipertensi
status keluar : membaik, diijinkan
objective
pemeriksaan tanda vital
Suhu : 360 C
Nadi : 88x/menit
TD : 180/100
Tgl Jam Tekanan darah
(mmHg)
Suhu
(0C)
Nadi
(kali/menit)
19/9/07 13.30 180/100 363 88 RR: 16 x/ menit
17.00 160/90
18.00 pasien mengatakan pusing, KU sedang
20/9/07 05.30 150/80 pasien mengatakan pusing hilang
07.00 140/80 tidak ada keluhan
penatalaksanaan
Nama obat Dosis waktu pemberian
19/09/07 20/09/07
Kaptopril 2x12,5 mg siang, malam pagi
Klonidin 0,15 mg 2x1/2 tablet siang, malam pagi
Ranitidin 2x150 mg siang, malam pagi
nifedipin 1x30 mg malam pagi
asam mefenamat siang, malam pagi
Assessment
Tekanan darah pasien saat pemeriksaan pertama kali adalah 180/100 dan
termasuk dalam hipertensi tingkat II. Terapi hipertensi yang diterima pasien
adalah kombinasi tiga obat antihipertensi yaitu golongan penghambat ACE
dengan zat aktif kaptopril, golongan antagonis kalsium dengan zat aktif nifedipin,
dan golongan antihipertensi yang bekerja sentral dengan zat aktif klonidin.
Pemberian kombinasi tiga antihipertensi ini memberikan hasil yang baik dengan
tercapainya tekanan darah yang terkontrol.
89
Tabel XLI. Kajian DTPs Pasien 19 Hipertensi Usia Lanjut di Instalasi Rawat Inap
RS Panti Rini Kalasan Sleman Periode Juli 2007 - Juni 2008 Pasien 19. RM : 147336. 26 September 2007-28 September 2007
subjective
perempuan, 66 tahun. DM: Hipertensi berat; DU: Hipertensi
status keluar : membaik, diijinkan
objective
pemeriksaan vital
Suhu : 370 C
Nadi : 88x/menit
TD : 140/80
Tgl Jam Tekanan darah
(mmHg)
Suhu
(0C)
Nadi
(kali/menit)
26/09/07 11.00 140/80 36 92 berkunang-kunang saat duduk
18.00 140/90 tidak pusing, tidak mual
27/09/07 05.00 170/100 BAK 1 X, KU sedang, tidak ada keluhan,
sudah merasa enak
07.00 160/100 36 80
11.00 150/90
13.00 36 84
17.00 150/90 tidak ada keluhan
05.00 pinggang nyeri
28/09/07 130/80 37 80 merasa sudah enak, KU sakit sedang
penatalaksanaan
Nama obat Dosis waktu pemberian
26/09/07 27/09/07 28/09/07
metamizole Na IGD
metoklopramid HCl IGD
Klonidin 2x0,15 mg siang, malam pagi, malam pagi
Hidroklorotiazid 1x12,5mg siang pagi pagi
karvedilol 1x1 tablet siang pagi pagi
flunarizina 2x5 mg siang, malam pagi, malam pagi
simvastatin 1x10 g malam malam
Kaptopril 2x25 mg siang, malam pagi
Assessment
Tekanan darah pasien pada pemeriksaan awal adalah 140/80 mmHg,
termasuk dalam hipertensi tingkat I. Terapi yang didapatkan oleh pasien pada hari
pertama adalah kombinasi dari tiga antihipertensi saat siang hari yaitu golongan
antihipertensi yang bekerja sentral, golongan diuretik dan golongan beta bloker.
Diuretik memiliki efek tambahan apabila dikombinasikan dengan beta bloker dan
kombinasi dari ketiga obat tersebut efektif bagi pasien yang membutuhkan tiga
obat antihipertensi (Jackson, 2006).
90
1. Potensi terjadi DTP dengan kategori efek obat yang merugikan. Pemberian
bersamaan antara beta bloker dan antihipertensi yang bekerja sentral memiliki
potensi untuk terjadinya ancaman bagi hidup (life-threatening) pada tekanan
darah pasien (Tatro, 2006).
2. Terjadi DTP dengan kategori ada obat tanpa indikasi. Kombinasi antara
penghambat ACE dan beta bloker bukan merupakan kombinasi yang efektif
karena tidak memberikan efek tambahan pada penurunan tekanan darah.
Kombinasi ini lebih tepat digunakan pada pasien hipertensi dengan penyulit
(Kimble, et al., 2005).
Plan
1. Memonitor pemakaian kombinasi beta bloker dengan antihipertensi bekerja
sentral secara cermat setelah pemberian bersamaan kedua golongan
antihipertensi tersebut.
2. Menggunakan salah satu dari penghambat ACE atau beta bloker untuk
dimasukan dalam kombinasi terapi hipetensi.
91
Tabel XLII. Kajian DTPs Pasien 20 Hipertensi Usia Lanjut di Instalasi Rawat Inap
RS Panti Rini Kalasan Sleman Periode Juli 2007 - Juni 2008 Pasien 20. No RM : 150082. 24 Desember 2007-25 Desember 2007
subjective
Laki-laki, 65 tahun. DM:Vomitus+Hipertensi
status keluar : membaik, diijinkan
objective
pemeriksaan tanda vital
Suhu : 360C
Nadi : 112x/menit
TD :140/90
Tgl Jam Tekanan darah
(mmHg)
Suhu
(0C)
Nadi
(kali/menit)
24/12/07 140/90 88 datang mengeluh mual
06.15 160/100 80 pusing berputar, mual
07.00 170/100 36 84 pusing, mual, tampak sakit sedang
140/90 BAK (+), mengeluh sesak
14.20 365 100
17.00 160/80
25/12/07 05.00 160/70 pusing saat duduk (-), mual (-)
penatalaksanaan
Nama obat Dosis waktu pemberian
24/12/07 25/12/07
O2 2 liter/menit
metoklopramid HCl 1 ampul IGD
ranitidin 1 ampul IGD
metamizole Na 1 ampul IGD
Kaptopril 2x 12,5 mg pagi,malam pagi
betahistin mesilat 6 mg 3x1 pagi,siang,malam pagi,malam
metampiron 500 mg
diazepam 2 mg
2x1 pagi, malam pagi
asetosal 2x 100 mg malam pagi
Assessment
Pasien memiliki tekanan darah 140/90 mmHg saat pertama kali masuk,
termasuk dalam hipertensi tingkat I dan mendapatkan terapi hipertensi dengan
antihipertensi penghambat ACE. Menurut JNC VII penanganan hipertensi
tingkat I hanya membutuhkan antihipertensi tunggal sehingga pilihan terapi untuk
pasien tersebut dinilai sudah tepat, tetapi pada perkembangannya tekanan darah
pasien mengalami peningkatan menjadi hipertensi tingkat II.
92
Terjadi DTP dengan kategori ada indikasi tanpa obat. Pasien tersebut
sebaiknya mendapatkan terapi tambahan untuk menangani tekanan darahnya yang
mengalami peningkatan sehingga dicapai tekanan darah yang terkontrol.
Plan
Memberikan tambahan antihipertensi sehingga pasien mendapatkan terapi
kombinasi antihipertensi golongan penghambat ACE dan diuretik.
Tabel XLIII. Kajian DTPs Pasien 21 Hipertensi Usia Lanjut di Instalasi Rawat
Inap RS Panti Rini Kalasan Sleman Periode Juli 2007 - Juni 2008 Pasien 21. No RM : 080255. 12 Oktober 2007-13 Oktober 2007
subjective
laki-laki, 63 tahun. Keluhan utama: Pusing, mual, muntah; DM: Hipertensi dan vertigo; DL: ISK (Infeksi Saluran Kemih)
objective
pemeriksaan tanda vital
Suhu :360C
Nadi : 84 x/menit
TD : 140/100
Tgl Jam Tekanan darah
(mmHg)
Suhu
(0C)
Nadi
(kali/menit)
12/10/07 09.00 140/100 36 84 pasien mengeluh masih berkunang-kunang
11.00 140/90 362 84
12.00 masih berkunang-kunang, sudah tidak mual
36 96
17.00 120/60
18.00 bila untuk duduk masih pusing
21.00 150/90 KU sedang
13/10/07 150/100 36 72 KU tampak sakit sedang
penatalaksanaan
Nama obat Dosis waktu pemberian
12/10/07 13/10/07
metamizole Na IGD
metoklopramid HCl IGD
Infus RL 12 tetes/menit
Renapar ® 2x1 malam pagi
amlodipin 5 mg 1x1 malam pagi
flunarizin 5 mg 2x1 malam pagi
furosemid 10 mg/ml 2x1 ampul 08.00; 20.00 08.00
Assessment
Tekanan darah pasien termasuk dalam hipertensi tingkat I karena pada
pemeriksaan awal didapatkan tekanan darah pasien sebesar 140/100 mmHg dan
mendapatkan terapi kombinasi dari golongan diuretik kuat dan golongan
93
antagonis kalsium. Menurut JNC VII terapi untuk hipertensi tingkat I
menggunakan terapi tunggal namun dapat juga diberikan terapi kombinasi.
Kombinasi yang digunakan untuk terapi hipertensi tersebut rasional menurut
petunjuk menejemen untuk hipertensi arterial yang dikeluarkan oleh
Hypertension-European Society of Cardiology (Kimble, et al., 2005).
Tabel XLIV. Kajian DTPs Pasien 22 Hipertensi Usia Lanjut di Instalasi Rawat Inap
RS Panti Rini Kalasan Sleman Periode Juli 2007 - Juni 2008 Pasien 22. No RM : 139538. 9 November 2007-12 November 2007
subjective
laki-laki, 70 tahun. DM: Hipertensi, dyspepsia; DU: hipertensi
status keluar : membaik
objective
pemeriksaan tanda vital
TD : 280/100
Tgl Jam Tekanan darah
(mmHg)
Suhu
(0C)
Nadi
(kali/menit)
9/11/07 200/100 36 80 perut terasa asites, sklera mata merah
18.40 epigastrium terasa nyeri, perut terasa penuh
21.00 110/70 96 badan sakit semua, pinggang nyeri, tidak bisa
tidur
22.00 tidak bisa bedrest, pasien sering duduk untuk
kencing
10/11/07 00.20 70/40 72 saat mau kencing, tiba-tiba mau kejang,
mual, tampak pucat, keringat dingin, pasang
O2
02.45 100/70 pasang kateter
130/60 100 ,tidak
teratur
UT : 500, badan sudah enak
07.00 130/90 36 80 masih pakai O2
12.00 70 KU sedang
18.00 UT 100
11/11/07 05.00 UT 150
140/80 35 72
12.00 110/70 UT 500, O2 off, pasien pusing
penatalaksanaan
Nama obat Dosis waktu pemberian
9/11/07 10/11/07 11/11/07 12/11/07
Infus RL • • •
O2 • •
Nifedipin 3x10 mg IGD, malam pagi, siang, malam pagi,siang, malam pagi
Klonidin 2x0,15 mg IGD, malam pagi, malam pagi, malam pagi
Hidroklorotiazid 1x12,5 mg IGD, malam pagi pagi pagi
sukralfat 500mg/5ml 3x7cc siang pagi, siang, malam pagi, siang, malam pagi
spironolakton 2x50 mg pagi, malam pagi,malam pagi
ranitidin 2x1 ampul 20.00 08.00; 20.00 08.00; 20.00 08.00
furosemid 10 mg/ml 1x1 ampul 08.00 08.00 08.00
natrium diklofenak 1x1 ampul 21.00
94
Assessment
Pada pemeriksaan awal pasien memiliki tekanan darah sebesar 280/100
yang termasuk dalam hipertensi tingkat II, penanganan pertama yang diberikan
menggunakan kombinasi golongan diuretik, antihipertensi bekerja pusat dan
antagonis kalsium. Kombinasi ini sudah sesuai untuk penanganan hipertensinya
dan dosis yang diberikan juga sudah sesuai.
2. Rangkuman Evaluasi Drug Therapy Problems
Rangkuman disajikan pada tabel berikut ini
a. obat yang tidak dibutuhkan
Tabel XLV. Rangkuman Evaluasi DTPs Ada Obat Tanpa Indikasi Pasien
Hipertensi Usia Lanjut di Instalasi Rawat Inap RS Panti Rini Kalasan Sleman
Periode Juli 2007 - Juni 2008 Pasien Jenis Obat Penilaian Rekomendasi
2 Suplemen kalium dan
magnesium
(Renapar ®)
Antihipertensi yang digunakan tidak
memiliki efek samping hipokalemia dan
hipomagnesemia.
Tidak menggunakan
suplemen kalium dan
magnesium.
14 Kombinasi
penghambat ACE dan
antagonis reseptor
angiotensin II
Hanya memberikan sedikit efek tambahan
dan tidak direkomendasikan untuk
hipertensi essensial.
Pemakaian salah satu dari
golongan obat tersebut
untuk kombinasi
15 Kombinasi diltiazem
dan amlodipin
Penggunaannya dinilai berlebihan karena
kedua obat berasal dari golongan
antagonis kalsium.
Menggunakan diltiazem
19 Kombinasi
penghambat ACE dan
beta bloker
Bukan merupakan kombinasi yang efektif
karena tidak memberikan efek tambahan
penurunan tekanan darah.
Menggunakan salah satu
dari penghambat ACE atau
beta bloker.
b. membutuhkan tambahan obat
Tabel XLVI. Rangkuman Evaluasi DTPs Ada Indikasi Tanpa Obat Pasien
Hipertensi Usia Lanjut di Instalasi Rawat Inap RS Panti Rini Kalasan Sleman
Periode Juli 2007 - Juni 2008 Pasien Jenis Obat Penilaian Rekomendasi
1 diltiazem Tidak cukup mengontrol tekanan darah pasien
sehingga membutuhkan tambahan obat antihipertensi.
Memberikan diuretik sebagai
tambahan terapi hipertensi.
3 kaptopril Tidak cukup mengontrol tekanan darah pasien
sehingga membutuhkan tambahan obat antihipertensi.
Memberikan tambahan obat
antihipertensi golongan
antagonis kalsium
6 ramipril Tidak cukup mengontrol tekanan darah pasien
sehingga membutuhkan tambahan obat antihipertensi.
Memberikan tambahan obat
antihipertensi golongan
antagonis kalsium
12 klonidin Tidak cukup mengontrol tekanan darah pasien
sehingga membutuhkan tambahan obat antihipertensi.
Memberikan tambahan obat
antihipertensi golongan
diuretik.
20 kaptopril Tidak cukup mengontrol tekanan darah pasien
sehingga membutuhkan tambahan obat antihipertensi.
Memberikan tambaha obat
antihipertensi golongan
diuretik.
95
c. obat yang tidak efektif
Tabel XLVII. Rangkuman Evaluasi DTPs Obat yang Tidak Efektif Pasien
Hipertensi Usia Lanjut di Instalasi Rawat Inap RS Panti Rini Kalasan Sleman
Periode Juli 2007 - Juni 2008 Pasien Jenis Obat Penilaian Rekomendasi
4 klonidin Memiliki efek samping retensi
urin yang dapat memperburuk
kondisi medis pasien
Penggantian klonidin
dengan antihipertensi yang
lain
8 klonidin Terapi tunggal dengan klonidin
dapat menimbulkan retensi urin
Memberikan tambahan obat
antihipertensi golongan
diuretik
15, 16,
17
furosemid intravena Pemakaian diuretik intravena
harus segera diganti dengan obat
oral untuk normalisasi tekanan
darah yang sempurna
Penggantian dengan
furosemid oral saat tekanan
darah terkontrol sudah
tercapai
d. dosis terlalu rendah
Tabel XLVIII. Rangkuman Evaluasi DTPs Dosis Terlalu Rendah Pasien
Hipertensi Usia Lanjut di Instalasi Rawat Inap RS Panti Rini Kalasan Sleman
Periode Juli 2007 - Juni 2008 Pasien Jenis Obat Penilaian Rekomendasi
11
amlodipin
Pemakaian amlodipin dengan interval yang
tidak teratur.
Pemberian amlodipin
dengan interval waktu yang
sama tiap hari.
kaptopril
Dosis yang lazim diberikan adalah 25 mg
dua kali sehari sedangkan yang diterima
pasien kurang hanya 25 mg satu kali sehari.
Dosis yang seharusnya
diberikan adlah 25 mg dua
kali sehari.
Durasi yang terlalu pendek karena pada hari
pertama dan hari ketiga pasien menjalani
rawat inap obat tidak diberikan.
Pemberian kaptopril dengan
durasi yang teratur 25 mg 2
kali sehari
e. dosis terlalu tinggi
Tabel XLIX. Rangkuman Evaluasi DTPs Ada Obat Tanpa Indikasi Pasien
Hipertensi Usia Lanjut di Instalasi Rawat Inap RS Panti Rini Kalasan Sleman
Periode Juli 2007 - Juni 2008 Pasien Jenis Obat Penilaian Rekomendasi
9 kaptopril Pasien menerima kaptopril dengan dosis 25
mg 3 kali sehari, sedangkan dosis yang lazim
adalah 25 mg 2 kali sehari, jarang digunakan
3 kali sehari
Pemberian kaptopril dengan
dosis 25 mg 2 kali sehari.
96
f. potensi efek obat yang merugikan
Tabel L. Rangkuman Evaluasi DTPs Potensi Efek Obat yang Merugikan Pasien
Hipertensi Usia Lanjut di Instalasi Rawat Inap RS Panti Rini Kalasan Sleman
Periode Juli 2007 - Juni 2008 Pasien Jenis Obat Penilaian Rekomendasi
1 Interaksi diltiazem dan
simvastatin.
Interaksi ini dapat
meningkatkan konsentrasi
simvastatin.
Monitoring terhadap kadar
kolesterol pasien
2, 4 Interaksi penghambat ACE
dan suplemen kalsium dan
magnesium.
Interaksi ini dapat
menyebabkan hiperkalemia.
Tidak menggunakan suplemen
kalsium dan magnesium jika
menggunakan antihipertensi
golongan penghambat ACE
4 Interaksi diuretik dan
penghambat ACE
Menimbulkan penambahan
efek hipotensi, efek
hipovolemia dan potensi
terjadinya efek yang merugikan
di ginjal.
Pemilihan kombinasi antara
diuretik dan antagonis reseptor
angiotensin II
8 Interaksi penghambat ACE
dan moexipril HCl dan
allopurinol
Menimbulkan reaksi
hipersensitifitas.
Memonitor penggunaan
penghambat ACE dan
allupurinol
8, 10 Interaksi penghambat ACE
dan obat anti inflamasi
nonsteroid
Menurunkan efek hipotensi dari
penghambat ACE.
Monitoring tekanan darah saat
penggunaan antiinflamasi
nonsteroid dimulai dan diakhiri
9 Interaksi diuretik dan
penghambat ACE
Menimbulkan penambahan
efek hipotensi, efek
hipovolemia.
Memonitor tekanan darah agar
tidak terjadi hipotensi pada
pemakaian kombinasi obat
antihipertensi tersebut
19 Interaksi antara beta bloker
dan antihipertensi bekerja
sentral.
Berpotensi terjadinya ancaman
bagi hidup (life-threatening)
pada tekanan darah pasien
Memonitor pemakaian
kombinasi antihipertensi
tersebut secara cermat.
Pada analisa terjadi Drug Therapy Problems pada masing-masing kasus
didapatkan hasil bahwa adanya terapi obat tanpa indikasi sebanyak 4 pasien
(18,2%), terdapat indikasi tetapi tanpa obat sebanyak 5 pasien (22,3 %), pemilihan
obat yang tidak efektif sebanyak 5 pasien (22,3 %), dosis terlalu rendah sebanyak
1 pasien (4,5 %), dosis terlalu berlebih sebanyak 1 pasien (4,5 %), dan potensi
efek obat yang merugikan sebanyak 7 pasien (31,82%).
97
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil analisis terhadap kejadian Drug Therapy Problems pada pasien
hipertensi primer usia lanjut di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rini
Kalasan Sleman Periode Juli 2007- Juni 2008 maka dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1. Karakteristik berdasarkan jenis kelamin didapatkan 45,5 % untuk pasien laki-
laki dan 54,5 % untuk pasien perempuan. Berdasarkan klasifikasi tekanan
darah, persentase yang tertinggi adalah hipertensi tingkat II yaitu sebesar
54,5%.
2. Pola pengobatan menggunakan 13 kelas terapi obat dengan tiga kelas terapi
terbanyak yang digunakan adalah obat untuk penyakit pada sistem
kardiovaskuler sebesar 100 %, analgesik sebesar 50 % dan obat yang bekerja
pada sistem susunan saraf pusat sebesar 36,4%.
3. Variasi penggunaan antihipertensi ada yang digunakan meliputi pemakaian
tunggal, 2 kombinasi, 3 kombinasi atau 4 kombinasi. Pemakaian tunggal
terbanyak adalah golongan penghambat ACE (18,2 %), untuk kombinasi 2
antihipertensi terbanyak adalah kombinasi antara golongan antagonis kalsium
dan penghambat ACE (18,2 %), untuk kombinasi 3 antihipertensi terbanyak
adalah kombinasi antara golongan antagonis kalsium, diuretika dan bekerja
sentral (13,6 %), untuk 4 kombinasi terbanyak adalah kombinasi antara
98
golongan antihipertensi bekerja sentral, penghambat ACE, diuretik dan
antagonis kalsium (9 %).
4. Drug Therapy Problems yang terjadi adalah sebagai berikut :
a. Ada obat tanpa indikasi terjadi pada 4 pasien (18,2 %).
b. Ada Indikasi tetapi tanpa obat terjadi pada 5 pasien (22,3 %).
c. Obat yang tidak efektif terjadi pada 5 pasien (22,3 %).
d. Dosis terlalu rendah terjadi pada 1 pasien (4,5 %).
e. Dosis obat berlebih terjadi pada 1 pasien (4,5 %).
f. Potensi efek obat yang merugikan terjadi pada 7 pasien (31,8 %).
B. Saran
1. Bagi Rumah Sakit Panti Rini Kalasan Sleman perlu adanya standar
pelayanan terapi hipertensi primer bagi usia lanjut.
2. Bagi farmasis Rumah Sakit Panti Rini Kalasan Sleman perlu diadakannya
farmasi klinik.
3. Bagi penelitian selanjutnya dapat dilakukan penelitian Drug Therapy
Problems hipertensi primer secara retrospektif dengan mengambil pasien
yang menjalani rawat jalan dengan atau tanpa rawat inap.
99
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2000, Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000, 1-375, DepKes RI,
Jakarta
Anonim, 2008 a, Informasi Spesialite Obat Indonesia, 1-510, ISFI Penerbitan,
Jakarta
Anonim, 2008 b, MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi Edisi 7 2007/2008, 1-379,
CMPMedica Asia Pte LTd, Singapore
Beers, M.H., Berkow, R., 2001, The Merck Manual of Geriatrics, 109, Merck and
Co, Inc
Brunton, L.L., Lazo, J.S., Parker, K.L., 2006, Goodman & Gilman’s The
Pharmacological Basis of Therapeutics, 11th
ed, McGraw-Hill Co, New
York
Chobanian, A.V., Bakris, G.L., Chusman, W.C., Green, L.A., Joseph, L.I., 2003,
The Sevent Report of Joint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure, The JNC VII Report
www. ncbi. nlm. Nih. Gov/pubmed/1274 8199, diakses tanggal 12 oktober
2008
Cippole, R.J., Strand, L.M., Morley, P., 2004, Pharmaceutical Care Practice,
178-179, McGraw-Hill Co., New York
Doulton T W, He F J, MacGregor G A. Systematic review of combined
angiotensin-converting enzyme inhibition and angiotensin receptor
blockade in hypertension. Hypertension 2005; 45(5): 880-886.
http://hyper.ahajournals.org, diakses tanggal 7 April 2009
Gray, H.H., Keith, D.D., Simpson, I.A., Morgan, J.M., 2005, Kardiologi, edisi 4,
62-63, Erlangga, Jakarta
Greene, J.R., and Harris, N.D., 2000, Pathology and Therapeutics for Pharmacist,
104-106, Pharmaceutical Press, UK
Guyton, A.C., Hall, J.E., 2007, Textbook of Medical Physiology, 11th
ed,
diterjemahkan oleh Rachman. Y.L., Hartanto. H., Norianty. A.,
Wulandari. N., EGC, Jakarta
Hoffman, B.B, 2006, Therapy of Hypertension, dalam Brunton, L.L., Lazo, J.S.,
Parker, K.L., Goodman & Gilman’s The Pharmacological Basis of
Therapeutics, 11th
ed, McGraw-Hill Co, New York
100
Jackson, E.K, Drug Affecting Renal and Cardiovascular Function, dalam
Brunton, L.L., Lazo, J.S., Parker, K.L., Goodman & Gilman’s The
Pharmacological Basis of Therapeutics, 11th
ed, McGraw-Hill Co, New
York
Jackson, E.K, Renin and Angiotensin, dalam Brunton, L.L., Lazo, J.S., Parker,
K.L., Goodman & Gilman’s The Pharmacological Basis of Therapeutics,
11th
ed, McGraw-Hill Co, New York
Kaplan, N.M., 2006, Kaplan’s Cinical Hypertension, 9th
ed, 96-181, 609-634 ,
Lippincott Williams & Wilkins, USA
Katzung, B.G., 2005, Basic and Clinical Pharmacology, McGraw-Hill, New York
Kimble,M.A., Young, L.Y.,Kradjan,W.A., Guglielmo,B.J., 2005,Applied
Therapeutics : The Clinical Use of Drugs, 8th
Ed, 13.18, 14.1-14.43,
Lippincott William & Wilkins, USA
Lacy, C.F., Armstrong, L.L., Goldman, M.P., Lance, L.L.,2006, Drug Information
Handbook, 14th
ed., Lexi-comp, Ohio McGraw-Hill Co., New York
Lilly, L.S., 2001, Braunwald's Heart Disease : Review and Assessment to
Accompany Braunwald's Heart Disease, 6th ed, W.B. Saunders
Company
Neal, M.J., 2005, Medical Pharmacology at a Glance, 5th
ed, diterjemahkan oleh
Surapsari.J, 36-37, Erlangga, Jakarta
Ostchega, Y., Dillon, C.F., Hughes, J.P., Carroll, M., Yoon, S., Trends in
Hypertension Prevalence, Awareness, Treatment, and Control in Older
U.S. Adults: Data from the National Health and Nutrition Examination
Survey 1988 to 2004, Journal of American Geriatrics Society,
55(7):1056-1065, 2007
http://www.medscape.com/viewarticle/561625_3, diakses tanggal 12
oktober 2008
Porth, C.M., 2005, Patophysiology : Concepts of Altered Health States, Lippincot
Williams & Wilkins, USA
Rahmawati, F., Handayani, R. Gosal, V., Kajian Retrospektif Interaksi Obat di
Rumah Sakit Pendidikan Dr. Sardjito Yogyakarta, Majalah Farmasi
Indonesia, 17(4), 177 – 183, 2006
http://mfi.farmasi.ugm.ac.id/files/news/3._17-4-2007-bu_fita.pdf, diakses
tanggal 12 oktober 2008
Saseen, J.J., Carter, B.L., 2005, Hypertension, dalam Dipiro, J.T., Talbert, R.L.,
Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., Posey, L.M., Pharmacotherapy :
A Pathophysiologic Approach, 6 th
ed, 186-210, McGraw-Hill, USA
101
Tatro, D.S. (Ed), 2006, Drug Interaction Facts, Facts & Comparison, Wolters
Kluwer, St. Louis
Topol, E.J., Califf, R.M., Isner, J., Prytowsky, E.N., Swain, J., Thomas, J.,
Thompson, P., Young, J.B., Nissen, S., 2002, Textbook of
Cardiovascular Medicine, Lippincott Williams & Wilkins, USA
Williams, C.M, Using Medications Appropriately in Older Adults Am Fam
Physician 2002;66:1917-24. www.aafp.org/afp tanggal 7 april 2009
BIOGRAFI PENULIS
Sarah Puspita Atmaja merupakan anak kedua dari pasangan
Yohanes Dwi Admodjo dan Ruth Lilik Suharti, lahir di
Wonosobo tanggal 13 April 1987. Pendidikan awal dimulai
di Taman Kanak-Kanak Debora Banjarnegara tahun 1991-
1992 dan di Taman Kanak-Kanak Yesus Semarang tahun
1992-1993. Dilanjutkan ke jenjang pendidikan di Sekolah
Dasar Regina Pacis Semarang tahun 1993-1997dan Sekolah
Dasar Marsudirini 77 Salatiga tahun 1997-1999. Selanjutnya
ke jenjang pendidikan Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Salatiga tahun 1999-2002.
Kemudian naik ke jenjang pendidikan Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Salatiga tahun
2002-2005. Selanjutnya pada tahun 2005 melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi di
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan menyelesaikan masa studinya
pada tahun 2009. Penulis pernah menjadi Asisten Farmakologi Dasar (2008).
Top Related