Euthanasia
EUTHANASIA Oleh : Marjanne Termorshuizen
/
Dalarn pengertian yang sern p it, Euthanasia adalah tindakan rnengakhlri hidup dengan sengaja oleh orang lain, daripada yang bersangkutan narnun atas perrnohonannya, dan Euthanasia itu sendiri dapat dibedakan antara Euthanasia aktif, pasif dan tidak langsung. Dernikian diungkapkan penulis dalarn tulisan in~ yang memaparkan sejarah dan perkernbangan atau alam plkiran rnengenai Euthanasia di negeri Belanda, diharaplmn dapat rnernberikan surnbangan bagi perrnasalahan Euthanasia, seiring dengan pesatnya teknologi dan perkembangan medis dewasa ini.
I. Pendahuluan
45
•
Penulisan ini memhahas masalah euthanasia. Akhir-akhir ini soal
tersebut di negeri Be.1nda telah sangat menarik perhatian masyarakat dan
sekarang pun masih asyik dibican:kan. Ternyata bahwa perkiraaan
angka-angka euthanasia yang terjadi di negeri Belanda sclama dua puluh
tahun yang hlu sangat tidak mcnentu, scdangkan lai;u hc1akang
perkara-perkara euthanasia serba samar. Tidak ada suatu dcfinisi yang
tegas dan karen a itu orang tidak tahu tindakan-tindakan apa yang
sebenarnya tercakup didalam istilah euthanasia itu. Dalam terbitan
terbitan luar negeri, Negeri Belanda kadang-kadang digambarkan sebagai
suatu negara dimana orang-orang tua yang masuk rumah sakit atau rumah
perawatan taleut kalau-kalau menjadi korban kegemaran dokter Belanda
akan melakukan euthanasia!
Latar belakang persoalan ini ialah perkembangan teknologi medis
yang canggih dan cepat, yang berakibat banyak pasien yang dahulu kala
pasti sudah lama meninggal dunia, sekarang terus menerus dapat
diperpanjang hidupnya sehingga penderitaan mereka rasanya tidak ada •
Pebruari 1992
•
46 Hukum dan Pembangunan
akhirnya. Oleh karena itu dalam heherapa golongan masyarakat terutama
kalangan para dokter dan pasien, semakin jelaslah pandangan bahwa
pasal-pasal KUHP yang mengatur masalah euthanasia itu [pasal 293
KUHP Belanda (Sr.), pasal 344 KUHP Indonesia 1 dalam praktek tidak
memadai lagi. Setelah diskusi sudah herlangsung hertahun-tahun, maka
pada tahun 1984 dan 1987 tclah diajukan dua huah ranC1!lgan 1 .. -
undang-undang . Semcntara itu pcngadilan Bclanda tclah mcmutuskan
sejumlah pcrkara euthanasia dan putusan-putusan hakim itu selama dua •
puluh tahun ini semakin mcrupakan pcdoman untuk kepolisian dan
kcjaksaan dalam mencntukan kchijaksanaannya di hidang ini.
. Dalam praktck hal ini hcrarti hahwa khususnya setelah ulhun 19H4
(Putusan Schoonheim, lihatlah dihawah ini) pcrkara-perkara euthanasia
hiasanya tidak dituntut lagi, as;ilkan oleh dokter pclaku tclah terpcnuhi
syarat-syarat kccennatan tertentu yang dikcmhangkan dalam yurisprudensi
tcrsehut dan yang scakan-akan menjamin keccrmatan kcputusan euthanasia
itu. Jadi terpenuhinya peraturan-peraturan keccrmatan ini dalam praktck
her[ungsi sehagai alasan pcnghafusan pcnuntutan untuk seorang doktcr yang telah melakukan euthanasia . Untuk golongan para doktcr dan pasicn
kchijaksanaan ini merupakan suatu kemajuan kalau dihandingkan dengan
keadaan kctidak pastian dahulu. Namun demikian kcvakuman dan kctidak
pastian hukum masih ada, karcna KUHP mas ih tctap mengancamkan
pidana terhadap perhuatan cuthanasia, padahal perhuatan tersehut schagian
1) l.RUUWessel - Tuinstra (anggota OPR Belanda) 12 ApriIl984. No. 18331 seperti kcmudian ditanlbah dan diubah dan nam,mya dilengkapi menjadi Wessel· TuinstraIKohstaqlnl. dan RUU Pemerintah II Oesember 1987. No. 20383. Kedua RUU ini mempertahanbn pcmidanaan euthanasia menurut KUHP. Yang pertama memuat suatu alasan penghapusM pidana kJlu sUS unluk dokter. yang kedua menunjuk ke beberapa ketentuan baru dalam undang-undang lain yakni undang-undang yang mengatur pelaksanaan ' ilmu pengetahuan medis (Wet Regelende de Uitoefening der Cieneeskunst) yang mengandung syarat-syarat kccermalan dan kewajiban-kewajiban administratif yang berfungsi bagaikan alasan penghapusan pidana umum untuk dokter.
2) Oengan pengertian bahwa penuntut umum di negeri liIe1anda tetap bebas dalam pilihannya. yaitu mengenai menunlut atau tidak (asas-asas opurtunitas y~g agak berbeda sifatnya dengan yang ada di. lodooesia).
•
, •
Euthanasia 47
•
besar tidak lagi diajukan kepada hakim. Singkatnya hukan hakim
melainkan jaksa lah yang dalam praktek menilai perhuatan-perbuatan
euthanasia itu dengan resiko bahwa keputusan yang cellnat dari pihak
dokter terlalu cepat dianggap ada. Disamping temyata hahwa jumlah nyata
perbuatan euthanasia tidak dapat dipastikan, karena masih ban yak dokter
yang tidak melaporkannya. Walaupun mereka tahu kebijaksanaan
kejaksaan yang herhati-hati tersebut, mereka toh takut kalau-kalau akan
dituntut dan dipidana.
Untuk mcnanggulangi keadaan yang tidak menentu ini, awal tahun
1990 pemerinL1h Belanda telah melantik suatu panitia, yang dikepalai
Jaksa Agung pada Hoge Raad, Mr. Remmelink. Tugas Commissic
Remmelink tcrsebut ialah mclakukan pcnelitian ilmiah . mengcnai
terjadinya · cuthanasia dcngan tujuan mencapai suatu pcmahaman yang
lebih luas mcngcn·ai materi yang rumit ini serta mcmbuat perkiraan yang
tepat mengcnai jumlah perbuatan euthanasia di Negeri Bclanda. Sclama
panitia tersebut mengadakan penclitiannya, pcmbahasan kcdua rancangan
undang- undang diL1ngguhkan. Pada hulan Septcmher 1991 yang haru lalu
Commissie Rcmmdink telah mcnyerahkan laporannya kcpada Pemcrintah
Belanda.
Dibawah ini penulis akan mcnyediakan scbuah ringkasan sejarah dan
perkembangan jalan pikiran mengenai cuthanasia di Negeri Beianda scpcrti
terlihat dalam yurisprudensi dan kcbijaksanaan aparat penuntut umum.
Akhimya secara ringkas penulis akan mcmbahas kcsimpulan-kcsimpulan
dan anjuran-anjuran utama yang dikenHikakan dalam laporan Commissic
Remmclink tersehut, yang pasti akan sangat Il1cmpcngaruhi praktck hukum
Belanda di masa depan.
Penulis menyadari bahwa masalah euthanasia di Indoncsia belum
seaktuil sepcrti di Bclanda. Namun dcmikian juga di Indoncsia proses
'umbanan' pcnduduk kelihatannya akan kian menonjol, sedangkan
kemajuan ilmu pengetahuan medis semakin canggih, sehingga persoalan
euthanasia di kemudian hari di Indonesia tidak dapat diclakkan pUla.
Mudah-mudahan tulisan ini dapat memberikan sumhangan sckedamya
untuk memperiancar diskusi di masa depan .
•
• •
Pebruari 1992
• 48 H ukum dan Pembangunan
II. Batasan Euthanasia
1. Pembedaan antara euthanasia aktif, pasif dan tidak langsung
Menurut pasal 292 Sr. (344 KUHP) : "Barangsiapa merampas
. nyawa orang lain atas pellllintaan orang itu sendiri yang jelas
dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara
paling lama dua belas tahun." Pasal ini benlluat yang di Bclanda
disebut, actieve euthanasie, atau euthanasia secara aktif, yang -
demikianlah teorinya - harus dibedakan daTi passieve euthanasie, atau
euthanasia secara pasif. Pada euthanasiaaktif nyawa si pasien diakhiri
karena suatu pengaruh dari luar dan tanpa pcngaruh itu kematian tidak
akan terjadi. Scbaliknya euthanasia pasif berarti bahwa si pasien
menolak izinnyakepada ~eorang dokter untuk dirawat lebih lanjut,
sehingga pasicn tcrsebut meninggal dunia dengan sendirinya yaitu
tanpa pengaruh dari luar, karena suatu sebab kematian yang bcrada
dalam dirinya sendiri. Dalam golongan kedua ini tcrmasuk pula
menghentikan atau tidak mcmulai suatu 'medisch zinloze
hehandeling', perawatan yang tidak bCllnanfaat dilihat dClri sudut pandang mcdis. 3
Disamping euthanasia aktif dan pasif masih ada jenis lain yaitu
indirecte euthanasic, euthanasia tidak langsung, dimana kemat:an itu
merupakan akibat sampingan daripada perawatan yang sungguh
diperJukan untuk meringankan pendcritaan si pasicn.
Lain daripada itu yang harus dibcdakan dari golongan-golongan
euthanasia tcrsebut ialah hulp hij zelfdoding, membcrikan
pertolongan mewafatkan diri, dari pasal 294 Sr. (345 KUHP). Nanti
pada sub. kelima akan terlihat pembedaan dalam golongan -golongan
ini untuk praktek medis tidaklah penting. Namun demikian demi
pemahaman yang tepat sebaiknya teringat bahwa dari ketiga jenis
euthanasia tersebut di Negeri Belanda sampai sekarang hanya
euthanasia aktif lah yang dapat dipidana. Golongan-golongan yang
•
3) Sebagai suatu bentuk khusus dari perawatan yang tidak b~manfaat ini dianggaplab tidale merawat penyakit tambahan pada sec>rang pasien yang tclah dalam keadaan leoma yang irreversibel.
•
•
I
! I
EuthanasUl 49
•
lain 4 dalarn praktek tennasuk tindakan-tindakan profesi medis yang
biasa (,normaal medisch handelen') yang menjadi pertanggungan
jawab seorang dokter belaka dan tidak dirangkumkan oleh hukum
pidana.
2. Keputusan-keputusan Medis Sekitar Akhir Hidup
Sepcrti akan terlihat nanti, Commissic Rcmmclink terscbut telah
menolak pembcdaan euthanasia dalam golongan-gulongan terscbut
diatas dan terlebih suka mencakup scmua jenis dal:lPl istilah MBL :
Medische Beslissingen rOlld het Leven'"::inde (Kcputusan
keputusan medis sckitar akhir hidup) karcna penamaan ini jauh Icbih
cermat dan berdaya guna .
•
III. Yurisprudensi Belanda telltang Euthanasia
1. Syarat-syarat kecermatan
Dalam scjarah euthanasia di Negcri Bdanda terdapat bcbcrapa
keputusan hakim, hakim-hakim bawahan maupun Huge Raad, yang
telah ternyata bcrsifat mcncntukan untuk penanganan perbuatan
euthanasia. Pcnulis menycbutkan misalnya putusan Rb. (PN)
Leeuwardcn, 21 Pebruari 1973, NJ 1973, Io?, dan putusan Rh.
Rotterdam, I Desemher 1981, NJ 1982, 63, Putusan 'Schuonhcim'
(HR, 27 November 1984, NJ 1985, 106) scrta HR, 21 Oktohcr 1986,
NJ 1987,607. 5 .
•
4) Asalkan dilakukan oleh seorang dokter !
5) Juga penting ialah : Rb. alkmaar. 10 Mei 1988. NJ 1983,407, Hof (P1) Amsterdam. 17 November 1983, NJ 1984, 43 terbadap mana putusao Schoonheim diputuskan, Rb. Groningen. I Meret 1984, NJ 1984, 450, HoC Leeuwardeo, 11 Oktober 1984, NJ 1985, 241, Rb. '5. Gravenhage, 21 Juni 1985, NJ 1985, 709, Rb. '5. Gravenbage, 6 Agustus 1985 (NJ 1985), 708, Hof '5. C.,.avenhagc, 25 Juni 1985, dan 11 November 1986,NJ 1987,608, HoC '5. Gravenbage, 2 April 1987, NJ 1987,756 dan HR 15 Desember 1987, NJ 1988, 811 .
•
Pebruari 1992
50 -
; H ukum dan Pembangunan . ,
-.
Putusan-putusdan tersebut memperlibatkan babwa dalam keadaan 1
tertentu seorang dokter yang melakukan eutbanasia menurut para
hakim Belanda tidak secara mutlak harus dipidana. Yang temyata
sangat penting ialab kecennatan dokter pelaku eutbanasia sebelum
memutuskan untuk dan waktu melakukan perbuaiannya. Lama
kelam~lan dalam yurisprudensi tersebut telab dikembangkan bebcrapa
syarat keccrmatan yang setidak-tidaknya harus dipenuhi scorang
dokter pelaku euthanasia supaya sifat dapat dipidana dapat
dihilangkan. Persyaratan ini kemudian tclah disusun dalam RUU ,
1978.
2. Bantahan-bantahan yang tdah diajukan
Sclama dua puluh ' tahun yang lalu dalam pcrkara-pcrkara
euthanasia para terdakwa disidang pengadilan telah mengajukan
banyak maC<1m pembelaan. Pemhelaan-pembelaan itu penting dalam
proses penemuan suatu dasar hukum untuk mcndekriminalisasikan
euthanasia dalam keadaan tertentu. Kalau kita meninjau jenis-jenis
pembelaan itu, dapat disimpulkan bahwa hakim Belanda sampai
sekarang sangat bcrhati-hati dalam persoalan ini sehingga pcmhelaan
pcmhclaan jarang sekali ditcrimanya. Bantahan-hantahan yang telah diajukan yang terpcnting ialah
sehagai herikut :
a. Pemhclaan bahwa dalam pasal 293 Sr. "M"rampas nyawa
orang lain" dengan melihat maksud pcmhuat undang-undang
tidaklah berarti mcrampas nyawa secara harfiah, mclainkan
mengambil atau mengakhiri (,tcrmineren ') nyawa orang lain,
sehingga dalam hal seorang doktcr menjadi pc:aku, lazimnya satu
hagian pcrumusan dclik tidak akan terpcnuhi, maka
seharusnya terdakwa diputuskan hehas;
b. Pembelaan bahwa dalam hal euthanasia harus diterapkan ekscpsi
medis artinya pasal 293 Sr. (scperti juga pasal 300 dan 296 Sr.,
pasal 351 dan 347 KUHP tentang penganiayaan dan abortus)
tidak ditujukan kepada seorang dokter. Dengan perkataan lain:
Para medisi tidak disapa oleh pasal tersebut, maka tidak dapat
dipidana, asalkan perbuatan merek<! sesuai dengan aturan-aturan
keahlian mereka ('volgens de regels van de \runs!').
Eutlzanasw 51
-
c. Pembelaan bahwa dalam hal ini tidak ada sifat melawan hukum
materiil (bandingkanlah di bawah ini putusan Schoonheim).
Yaitu bantahan :
1. Bahwa pandangan masyarakat telah berubah sedemikian
rupa sehingga suatu perbuaulO terlenlu, walaupunmasih
merupakan perbuatan pidana menurlll undang-umJang,
sesungguhnya secara umllm tidak dianggap lagi scbagai
tindak pidana atau 2. hahwa tujuan atau maksud kctcntuan ,
pidana yang hersangkutan, dalam hal-ini pasal 293 Sr., justru
sarna dengan tujuan yang ingin diperulhankan dengan
perhuatan yang dilawan itu, 3. bahwa lujuan daripada pasal
293, yaitu penghormauln terhadap kepentingan ull1um
nyawa orang, dalam perkara ini justru dipertahankan dengan
perliuatan euthanasia, karcna pcri-ruatan tcrsebut bcmtaksud
untuk menghormati nyawa si pasien ( yang hidupnya kalau .
dipcrpanjang maka tidak akan bcrsifat manusiawi lagi dalall1
artian tidak bermartahat ll1anusia lag i);
d. Bantahan daya paksa psikis aL1U desakan hati nurani (psychische
overll1acht). Alasan penghapusan pidana ini, yang hcrkaitan
dengan suat~ kcadaan paksa yang datang dari luar yang dengan
nalar tidak dapat dilawan - sepcrti dikeL1hui - merupakan suatu
alasan pemaaf (,schulduitsluitingsgrond') jadi tidak
mcnghapuskan sirat ll1e1awan hukum d;lri perhuaulIl yang
bersangkutan, melainkan hanya kcsalahan (sirat terccla) dari
pelaku saja;
e. pcmbclaan keadaan darurat ('noodtoestand ' )
pertcnlangan kcwajihan (,conflict van plichten·).
dalall1 arti
Kewajihan-
kewajihan itu disatu pihak ialah kcwajihan seorang dokter untuk
selalu Il1cnyclall1atkan nyawa si pasicn sepcrti ia telah bersumpah
waktu dilantik menjadi seorang dokter. Oi pihak lain kcwajihan
yang ditanggungnya untuk meringankan penderitaan si pasien
yang tcrlalu herat dan tidak ada akhir lagi. Keadaan darurat ini
dapat ditcrima sehagai alasan pembenar (,rechtvaar
digingsgrond'), hilamana terdakwa telah Sec.1ra cermat -menimbang kedua kewajiban yang ditanggungnya dan scterusnya telah memilih yang henar.
,
Pebruari 1992
52 H ukum dan Pembangunan
• . Dari pembelaan-pembelaan yang tercantum dimuka, sampai sekarang
hanya bantaban yang terakhirlah yang secara eksplisit diteriina oleh HR
Belanda, yaitu pada tabun 1984 dalam putusan Schoonheim. Dengan ini
untuk pertama kali dalam perkembangan yurisprudensi Belanda mengenai
euthanasia telah ditemukan suatu dasar hukum yang memadai dan yang
selanjutnya secara konsisten diterima oleh pengadilan serta penuntut umum
sebagai dasar uutuk menghilangkan sifat dapat dipidanakan seorang dokter
yang melakukan euthanasia.
•
3. Putusan Schoonheim, HR 27 November 1984, NJ 1985, 106.
Seorang wanita berumur 95 tahun yang keadaan fisiknya scmakin
memburuk, telah beberapa kali memohon dokter scrta asislcnnya agar
dilakukan euthanasia kepaganya. Setelah pembicaraan terakhir, pada
waktu itu juga ·puteranya mendukung permohonan tersebut kepada
dokter bersama asistennya, dokler itu menyuntik pasien yang tidak
lama kemudian meninggal dunia. Dokter ditunlut alas dasar pasal 293
Sr., tetapi Pengadilan Negeri melepaskannya dari tuntutan hukum.
Pengadilan Tinggi menganggap yang didakwakan telah tcrbukti,
namun tidak mengcnakan pidana atau tindakan tertentu. 6
Hogc Raad mcnolak pemhclaan eksepsi medis dan kctiadaan sirat
mclawan hukum materiil yang telah diajukan terdakwa. Mcngcnai
pembelaan daya paksa dengan pengcrtian bahwa terdakwa tclah
menghadapi sebuah pcrtent.1ngan kewajiban lalu dalam pcrtcntangan
ini ia te1ah memilih yang benar, HR menegaskan hahwa pcmbclaan
tersebut yang sebenarnya harus dihedakan dari pcmhclaan daya paksa
dalam arli desakan hati nurani (yang juga tclah diajukan terdakwa),
sesungguhnya merupakan pemhelaan keadaan darurat. Kata HR
:"Keadaan darurat tersebut berarti bahwa terdllkwll denglln cermat, - yailu berdasarkan norma-norma etika medis dan keahlian yang patut dimilikinya sehagai seorang dokter - , telah menimbangkan kewajiban dan kepentingan yang dalam hal ini
6) Inilah D1ungkin di Negeri Belanda sejak tahun 1983 (UU 31 Maret 1983, S. 153) dengan memasukkan pasal9a Sr. yang berbunyi :"Jikalau hakim menganggap inilah sebaiknya, berhubung dengan ringannya perbuatan, kepribadian pelaku atau keadaan-keadaan sewaktu perbuatan tersebut dilakukan atau peribal sesudahnya, maka dalam putusannya ia dapat menyatakan bahwa tidaklab akan dikenakan suatu pidana maupun tindakan. ,
Euthanasia 53
saling bertentangan, selanjutnya dalam pertentangan kewajiban ini ia telah melakukan pilihan yang dipandang secara obyektif dan dengan memperhatikan keadaan-keadaan khusus dari perkara yang bersangkutandapat dibenarkan 7.
Putusan Sehoonheim ini merupakan suatu titik peralihan dalam
yurisprudensi Belanda. Sebab setelah tahun 1984 para dokter pelaku
euthanasia darat menggunakan sebagai titik tolak, bahwa HR oalam
keadaan tertentu (dalam hal yang dapat dipastikan adanya keadaan
darurat menurut pandangan medis, serta sete1ah dilaksanakan
pengujian terhadap norma-norma yang hcrlaku dalaru etika medis)
1azimnya akan berpendapat bahwa pcrbuatan mcrcka itu dapat
dibenarkan. Tcrut<lIna herdasarkan putusan Schoonheim
kebijaksanaan pcnuntut umum telah berubah scdemikian
• •
10 I,
rupa
sehingga para pclaku euthanasia tidak dituntut lagi dan kcadaan
darurat tersebut selalu dianggap ada 1\ kccuali jika pad a penuntut
umum timbul kecurigaan bahwa ada sesuatu yang kurang beres.
4. Peraturan-peraturan kecennatan SCPCI-tj dikcmbanglGm dalam RUU No. 20/383 talllln 1987-88.
Berdasarkan pcrkcmhangan yurisrrudcll s i lcrschut, dalam
Raneangan Undang Vnd.lI1g m<.:n gcnai "hal hcrtindak mcdis sccara
eel mat oleh seorang dof....1cr yang mengajubn p<.:mbc1aan daya paksa
dalam hal mcngakhiri hidllp atas pcrmohonan yang sungguh dan tegas
dari seorang rasicn",Q tdah dicanlumkan scjumlah syarat yang
merupakan pedoman untuk penuntut ulTIum dalam mcmutuskan
apakah perbuatan euthanasia o1ch doktcr yang bcrsangkulan darat
dikesampingkan (depot).
1) Menurut HR Pengadilan Tinl:l:i meman!; telah mcmllerikan putusan yang memadai pemhclaan desakan hati ourani seba!;ai sualu alasan pemaaf, namun lidak cukup memherikan molivasi terhadap pembe\aan keadaan darurat (seba!;ai alasan pemhenar). Makanya atas dasar pasal 35Q.
ayat 2 Sv (KUHAP Belanda) yang menenlukan llahwa PUtUS<1O hakim da lam " .. daan tcrlcntu h"rus beralasan cukup artinya al.san-alas.1n tersebul harus dicanlumkan seeara eksplis il, IIR membalalkan putusan pen!;adilan ling!;i tersebut dan menyerahkan perkar. kc suatu l'en!;adilan Tinggi yang lain.
8) Saya menyebut ioi praduga kead.an darurat.
9) "Het voorSlel van Wet, houdcnde regelcn met belrekking tot bel zorgvuldig mcdisch handelcn door eeo arts die zich heroept op overmachl bij levensheeindiging op uildrukkelijk en erosli!; verlangcn van een patieot", (Kamerstukken II, 1987-1988,20383)
•
Pebruari ]992
•
54 Hllkum dan Pembangllnan
Peraturan-peraturan ini secara singkat saya sehutkan disini : Si dokter telah memherikan cukup penerangan kepada pasien
mengenai keadaannya dan kemungkinan perawalannya : ia telah
memeriksa kesungguhan permohonan euthanasia pasien tcrsehut, dan
apakah pelmohonan itu diajukan oleh sipasien secara sukarela; dal:lm
hal si pasien tid'lk sanggup lagi untuk mengucapkan kehendaknya,
namun sehelum jatuh sakitia telah menyusun sualu surat keterangan
tertulis yang herisi pennohonan supaya dikenakan euthanasia dalam
keadaan tertentu, maka surat keterangan tersehut dapat dipakai sebagai pengucapan kehendak si pasien asalkan pertanggalan surat
keterangan itu tidak melewati lima tahun; si dokter telah hcrkonsultasi .
satu atau Ichih dokter lain; ia telah herunding dcngan kcluarga si
pasien, lalu jalannya urusqn berdasarkan kcnyataan mengenai
perbuatan euthanasia itu dilaporkan oleh dokter dalam suatu laporan
tertulis yang harus menlaati syarat-syarat tertentu, laporan ini harus
disimpan selama lima lahun kepada pegawai periksa mayat
kotamadya. Yang terakhir ini menyerahkan laporan tersebut kepada
penuntut umum alas pennohonannya.
IV. Laporan Commissie Remmelink •
Laporan Commissie Remmelink telah diajukan kepada pemerintah
Belanda pada tanggal 9 September 1991 yang lalu. Seperti dapat
dimengerti kalangan-kalangan medis dan para ahli hukum Bclanda pcnuh
ketegangan telah mcnantikan hasil-hasil laporan tersehut. Kala memhaC<1
laporan ini yang mencolok mata ialah bahwa angka-angka euthanasia di
negeri Belanda jauh lehih rcndah daripada prognosa yang disusun dahulu.
Temyatalah di negeri Belanda sekarang ini angka perbuatan euthanasia
dalam artian sempit, yaitu tindakan mengakhiri hidup dengan sengaja olch o I'd' 10 rang am anpada yang bersangkutan, namun atas permohonannya ,
dalam setahun berjumlah 2300, yaitu 1,8 % dari semua hal kematian
(130.000) dalam setahun di negcri Belanda, sedangkan jumlah pertolongan
pada mewafatkan diri menjadi 400 selahun.
•
10) "Hel opzeUetijk tevensbeeindigend handeten door cen ander dan be belrokkene, op diens verzoek." Balann ini menjadi definisi kerja dalam peneliliannya .
•
,
•
Eutiuznasia 55
Lain daripada itu menurut Commissie Remmelink- perhedaan antara
kedua perhuatan ini, yaitu euthanasia dalam artian tcrhatas dan pertolongan
pada mewafatkan diri ini, hersifat pelaksanaan teknis helaka. Ini herarti
hahwa mwnurut Commissic CMa penanganannya dalam praktek schaiknya
diheri tindakan-tindakan pcncegah yang sarna. Disamping itu pcnelilian
Commissie Remclink tclah mcmhuktikan hahwa pcrsoalan euthanasia
dalam arti scmpit ini (golongan 1) sehenarnya hanya mcrupakan sehagian
saja dari semua masalah sckitar akhir hidup yang ada.
~ ..:lain itu masih terdapat dua kclompok kcputusan medis yang lain
yang dalam praktck jauh 1chih pcnting tampaknya, karcna jumlahnya
ditaksir mcnjadi sckitar 45.000 dalam sctahun, yakni pcmbcrian dosis ohat
pemherantas kcsakitan dan gcjala Cpijncn symptoombestrijding') yang
semakin tinggi yang dapat mempersingkat hidup si pasicn (golongan ke 2),
serta menghentikan atau tidak mcmulai perawatan yang dapat
memperpanjang hidup (golongan ke 3) . •
Golongan dua dan tiga ini hcrsama-sama dischut juga : pel·tol()n~an
pada meninggal dunia Cstervenshulp') dan sampai sekarang lermasuk
tindakan profesi mcdis biasa sehingga tidak dirangkum oleh hukum pidana.
Namun dcmikian, - kata Commissie - , kurang adillah jib hegitu han yak
keputusan medis sekitar akhir hidup dihiarkan hegitu saja dan sama sekali
tidak diawasi oleh hukum pidana maupun hukum disiplin medis, karena
biasanya dilangani sec;lra diam -diam 11. Karena itu Commissie
mcnyimpulkan bahwa juga penanganan golongan"golongan ini harus
tunduk kepada peraturan kecemlatan seperti dikcmbangkan untuk
euthanasia dalam arti yang sempit.
Untuk kctiga jcnis putusan mcdis itu Commissic Remmdink
memperkenalkan suatu penamaan yang haru yakni KeplItllsan Medis
Sekitar Akhlr Hidup (MBL :'Medische Beslissingen rond het
Levenseinde' ).
Suatu kesimpulan yang lain ialah hahwa cara melakukan euthanasia
dalam arti yang sempil tcrsebul di ncgcri Belanda dalam hampir semua hal
temyata dilaksanakan sccara cermal sekali. Hal ini Japat dihuklikan antara
lain dengan hasil penelitian bahwa pcrmohonan-permohonan euthanasia itu
diajukan tiga kali lebih sering daripada jumlah terkabulnya permohonan itu.
11) Lebih-Iebil ltarena sebagian dari angka 45.()(X) tersebut, yakni 1.000 perkara dalam setahun. te~yata dipll tuskan oleh si dokter seorang diri, yaitu tanpa perundingan lebih dahu lu dengan pas.en.
Pebruari 1992
56 H uJrum dan Pembanguruln
Aajuran-~njuran mengenai penyempumaan penanganan MBL
Menurut Coinmissie, 2.300 perbuatan euthanasia dalam setahun dalam
artian sempit seperti yang termaksud diatas, sebagian besar dapat dikatakan
telah dilalrukan karena adanya surat penderitaan yang sedemikian berat sebingga tidak dapat diterima lagi 12 serta dalam keadaan darurat yang
tidak ada harapan lagi 13. Juga keadaan ini mendukung kes impulan hahwa
para dokter Belanda dalam hal melakukan euthanasia hiasanya bcrhati-hati
sekali. Namun demikian menurut Commissie j alannya urusan sekitar
euthanasia masib dapat disempurnakan, yakni dengan mcningkatkan
keterbukaan dalam masyarakat mengenai persoalan ini, dan khususnya
keterbukaan dlilam kalangan medis. Kenyataan bahwa scorang dokter pada
umumnya tidak usah takut lagi kalau-kalau akan dipidana waktu ia •
melaporkan suatu perbuatan euthanasia, telah mcngakibatakan angka-
angka pelaporan euthanasia terutama selama set.1hun yang lalu jauh
meningkat. Dan pelaporan yang lengkap ini tentu saja mcrupakan syarat • • minimum
ketal. 14 untuk pengawasan perbuatan-perbuatan euthanasia ini sccar:l
12) WeeD ona.: nvaardbaar zwaar lijden"
13) "een Uilzicblloze noodsilu.lie."
14) D.lam r.nglea ini perlu dileelahui juga. bahwa sejak lahun 1990 di Negcri Ueland. herlakulah sualu prosedur pel'poran yang dirumuslean oleh Menleri Keh aleiman. Menleri Mud. dari Kemcnlcrian K...;ej.hleraan. Kosehalan dan Kebudayaan beserla KNMG (Koninldijke Nedcrlandsche Maatschappij ler bevordering der Genees~un sl). Prosedur pelaporan bermual syaral·syaral yang harus dipenuhi dalam hal sualu perbualan eUlhanasia alau perlOlongan pada mewafal~an diri. Dalam kedua hal ini doleler lersebul lidak menyerah~an sualu pemyalaan meninggal dunia yang biasa. mel.inkan menghubungi pegawai perilr.sa mayal kOI.madya yang memerilr.sa mayal dan minla dala-d.la yang seperlunya ~epada doltler. Berdasarkan perundinl:an d&n dala-dala lersebul. penunlul umum memuluslean apaleah dia dapal memberilean pemyalaan lidak ada kweralan Imadap pengurusan pemakaman. Seandainya pen un luI umum lidale memberilcan pernyalaan ini. ia memuluskan mengenaileeperluan lidaknya sualu seksi pengadilan dan mengenai perlu lidaknya pemerilcsaan polisi. Berd.s.rkan laporan seksi dan basil-basil pemerilr.saan polisi. penunlul umum memuluskan mengenai penunlulan. Namun demikian mengenai lindakan 50ksi dan pemerilr.saan ~lisi. penunlul umum menurul surallersebul haruslah.sang.1 berhali-hali. sehingg. p.d. umumnya II~ akan dilakukan asallean penunlul umum mendapalkan keyakinan bahwa dalam hal ini lidak ddakulean perbualan yang bertenlangan dengan KUHP serta penafsiran y.ng diberikan pada pasal_pasal KUHP yang bersangkulan dengan yurisprudensi .
•
•
Euthanasia 57
Disamping itu dalam laporannya Commissie Remmelink mencgaskan, bahwa peraturan-peraturan kecermatan walaupun sampai sekarang hclum diperintahkan sehagai pcraturan yang wajih dipenuhi, pada umumnya toh ditaati oleh para dokter pelapor, dcngan pcngertian hahwa syarat dilakukannya suatu laporan tcrtulis dari jalannya urusan sckitar pcrhuatan euthanasia scpcrti dirumuskan dalam RUU X7-XR, hanya dibuat ll!ch sehagian kecil dari para responden saja, scdangkan syarat perundingan dengan para rekan doktcr hclum ditaati oleh semua respllndcn. Karena ilu Commissie Rcmmclink dalam anjuran-anjurannya merckom, ·ndasikan supaya syarat tcrsehut ditcrapkan secara garis hesar.
• v. Penutup •
. ' •
•
Prosedur pcnanganan eUlhanasia di negeri Belanda khususnya sejak tahun 1990 cukup mcmuaskan rupanya. Cara mclakukannya dalam hampir semua hal dapat disehut telah dilaksanakan secara cermat sekali. Hal ini dapat dihuktikan an lara lain dengan hasil pcnelilian hahwa perrnohonan-permohonan euthanasia dalam arti yang scmpit ilu, diajukan tiga kali lehih frckuensi daripada jumlah terkabulnya permohllnan itu. Disamping itu 2.300 pcrhuatan euthanasia dalalll sctahun dalam arti;ln sempit seperti tcrmaksud diatas, dapat dikatakan sehagian hcsar tclah dilakukan karena aJanya suatu perbuatan yang sedcmikian beral sehingga tidak dapat ditcrillla lagi scrla dalam siluasi darurat yang tidak ada harapan lagi. Scmentara ilu angka-angka pclaporan teroyata kian mcningkal.
Namun dcmikian yang lllcnj;ldi pcrsoalan ialah ~()IIII1~al1-~lIllIl1gall
pert()longan pada IIIcl1ill~gal dUllia (stc,·vcllshulp) scpc,·' i digamba,·k:1Il diatas, yang oalam praklck lernyala jauh !chih luas daripada euthanasia scndiri dan yang lidak Icrmasuk dalam pasal 29} Sr. Tindakan-tindakan medis ini yang scbagiannya dilaksanakan lanpa pennohonan si pasicn, - m:lIahan kadang-kadang lanpa dikclahuinya - , sesungguhnya harus tunduk pula pada pcraluran-pcraluran kcccrmatan seperti telah dikclllhangkan o!ch yurisprudcnsi dan RUU. Pcmcrintah
Belanda masih mcnantikan dua Prcadvics yang abn dilulis o!ch masingmasing pengacara terkcnal dihidang ini, Mr. E. Ph. R. Sulorius, serla olch mantan Menteri Kehakiman Mr. J. De Ruiler dan yang akan diajukan pada Menteri Kehakiman Belanda sckitar dua tahun lagi .
•
Pebruari J9C)2
58 • Hukum dan Pembangunan •
Waktu penulis menyelesaikan tulisan ini surat kabar Belanda telah
mempublikasikan sebuah saran Menteri Kehakiman Belanda beserta Menteri Muda Kesehatan Rakyat yang diletakkan dalam suatu surat kepada
DPR Belanda tert.1nggal 8 November 1993. Saran tersebut mengusulkan •
supaya prosedur pelaporan yang sekarang ada dimuatkan dalam suatu
kctentuan baru dalam Undang-undang Pcngurusan Pemakaman. Dengan
ini pasal 293 Sr. dapat dipcrtahankan sedangkan proscdur euthanasia yang
ada dilcgalisir. Supaya pengawasan dapat diperketat, pcmerintah
menyarankan juga agar semua jenis MBL tersehut dimasukkan kedalam
pcngawasan Undang-undang Pengurusan Pemakaman itu . •
Kami menantikan saja pendapat DPR Bclanda . •
•
• t
ANDA N BUKU •
DAN PENERBITAN H ?
Kebetulan 8uku atau penerbitan yang dimaksud tidak ada di kota anda. padahal anda amat memerlukannya.
Hubungi kami dengan suraf damsertakan perangko balasan didalamnya. Kami akan segera membanfu anda
• Tata Usaha Majalah
JI. Cirebon 5 Telp. (021) 335432 Jakarta Pusat .
•
!