EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) DAN TIPE TWO STAY TWO STRAY (TSTS) PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA
DITINJAU DARI INTELLIGENCE QUOTIENT SISWA KELAS VIII SMP DI KABUPATEN PURWOREJO
TAHUN PELAJARAN 2011/2012
TESIS
Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh
Andi Suparlan NIM S851102004
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2013
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Kuasa, karena atas petunjuk dan
karuniaNya tesis yang berjudul Eksperimentasi Pembelajaran Kooperatif Tipe
Numbered Heads Together (NHT) dan Tipe Two Stay Two Stray (TSTS) pada
Pembelajaran Matematika ditinjau dari Intelligence Quotient Siswa Kelas VIII
SMP di Kabupaten Purworejo Tahun Pelajaran 2011/2012 telah dapat
diselesaikan.
Tesis ini selesai atas peran dan bantuan dari banyak pihak. Untuk itu
ucapan terima kasih kami sampaikan kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, MS., Direktur Program Pascasarjana Universitas
Sebelas Maret, yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk
mengikuti pendidikan di Program Pascasarjana.
2. Prof. Dr. Budiyono, M.Sc., Ketua Program Studi Pendidikan Matematika dan
Pembimbing I, yang telah memberikan bimbingan sehingga tesis ini dapat
diselesaikan.
3. Drs. Sutrima, M.Si., Pembimbing II, yang telah memberikan bimbingan
sehingga tesis ini dapat diselesaikan.
4. Drs. H. Mahsun Zain, M.Ag., Bupati Purworejo, yang melalui Kantor
Pelayanan Perijinan Terpadu (KPPT) Kabupaten Purworejo telah
memberikan ijin untuk melakukan penelitian di wilayahnya.
5. Drs. Bambang Aryawan, M.M., Kepala Dinas P dan K Kabupaten Purworejo
yang telah memberikan informasi perkembangan pendidikan di Purworejo.
6. Kepala SMP Negeri 15 Purworejo, Kepala SMP Negeri 31 Purworejo dan
Kepala SMP Negeri 33 Purworejo, yang telah memberikan kesempatan
penulis dalam melakukan eksperimen di unit kerja masing-masing.
7. Kepala SMP Negeri 9 Purworejo dan Kepala SMP Negeri 25 Purworejo,
yang telah memberikan kesempatan penulis dalam melakukan uji coba
instrumen di unit kerja masing-masing.
8. Dr. Bambang Priyo Darminto, M.Kom., yang telah membantu penulis dalam
validasi instrumen penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
9. Teguh P., S.Pd., Siti Munawarah, S.Pd., dan Tut Wuri Handayani, S.Si., yang
telah membantu penulis dalam eksperimen.
10. Ibu Eko dan Bapak Sentot, yang telah membantu penulis dan uji coba
instrumen penelitian.
11. Kepada semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya tesis ini.
Kami berharap semoga tesis ini dapat membantu dalam pelaksanaan
penelitian selanjutnya.
Surakarta, 7 Desember 2012
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
PERNYATAAN ORISINALITAS DAN HAK PUBLIKASI
Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa:
1. Eksperimentasi Pembelajaran Kooperatif Tipe
Numbered Heads Together (NHT) dan Tipe Two Stay Two Stray (TSTS) pada
Pembelajaran Matematika ditinjau dari Intelligence Quotient Siswa Kelas
VIII SMP di Kabupaten Purworejo Tahun Pelajaran 2011/2012
karya penelitian saya sendiri dan bebas plagiat, serta tidak terdapat karya
ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar
akademik serta tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau
diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis digunakan sebagai acuan
dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber acuan serta daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini,
maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan (Permendikanas No 17, tahun 2010).
2. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi Tesis pada jurnal atau forum ilmiah
lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author dan PPs
UNS sebagai institusinya. Apabila dalam waktu sekurang-kurangnya satu
semester (enam bulan sejak pengesahan Tesis) saya tidak melakukan
publikasi dari sebagian atau keseluruhan Tesis ini, maka Prodi Pendidikan
Matematika PPs UNS berhak mempublikasikannya pada jurnal ilmiah yang
diterbitkan oleh Prodi Pendidikan Matematika PPs UNS. Apabila saya
melakukan pelanggaran dari ketentuan publikasi ini, maka saya bersedia
mendapat sanksi akademik yang berlaku.
Surakarta, 7 Desember 2012
Mahasiswa,
Andi Suparlan NIM S851102004
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
ABSTRAK
Andi Suparlan. S851102004. Eksperimentasi Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) dan Tipe Two Stay Two Stray (TSTS) pada Pembelajaran Matematika ditinjau dari Intelligence Quotient Siswa Kelas VIII SMP di Kabupaten Purworejo Tahun Pelajaran 2011/2012. TESIS. Pembimbing I: Prof. Dr. Budiyono, M.Sc., Pembimbing II: Drs. Sutrima, M.Si. Program Studi Pendidikan Matematika, Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret, Surakarta 2013.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) model pembelajaran mana yang memberikan prestasi belajar lebih baik di antara model NHT, model TSTS atau model konvensional, (2) siswa dengan kategori Intelligence Quotient (IQ) mana yang mempunyai prestasi belajar lebih baik di antara siswa dengan IQ tinggi, siswa dengan IQ sedang atau siswa dengan IQ rendah, (3) pada masing-masing model pembelajaran, siswa dengan kategori IQ mana yang mempunyai prestasi belajar lebih baik di antara siswa dengan IQ tinggi, siswa dengan IQ sedang atau siswa dengan IQ rendah, (4) pada masing-masing kategori IQ siswa, model pembelajaran mana yang memberikan prestasi belajar lebih baik di antara model NHT, model TSTS atau model konvensional.
Penelitian ini menggunakan metode eksperimental semu. Populasi dari penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri di Kabupaten Purworejo. Sampel dalam penelitian ini diambil dengan teknik stratified cluster random sampling dan diperoleh sampel sebanyak 210 siswa dari SMP Negeri 15 Purworejo, SMP Negeri 31 Purworejo dan SMP Negeri 33 Purworejo yang terdiri dari 70 siswa dalam kelompok NHT, 72 siswa dalam kelompok TSTS dan 68 siswa dalam kelompok Konvensional. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi dan tes. Teknik analisis data yang digunakan adalah Analisis Variansi Dua Jalan dengan Sel Tak Sama.
Berdasarkan analisis data, disimpulkan bahwa: (1) model pembelajaran TSTS memberikan prestasi belajar yang lebih baik daripada model pembelajaran NHT, model pembelajaran Konvensional memberikan prestasi belajar yang lebih baik daripada model pembelajaran NHT, dan model pembelajaran TSTS memberikan hasil prestasi belajar yang sama dengan model pembelajaran Konvensional, (2) siswa-siswa pada semua kelompok kategori IQ, baik tinggi, sedang, maupun rendah mempunyai prestasi belajar yang sama, (3) pada masing-masing model pembelajaran, siswa-siswa yang mempunyai IQ tinggi, sedang, maupun rendah mempunyai prestasi belajar yang sama, (4) pada masing-masing kategori IQ, model pembelajaran TSTS memberikan prestasi belajar yang lebih baik daripada model pembelajaran NHT, model pembelajaran Konvensional memberikan prestasi belajar yang lebih baik daripada model pembelajaran NHT, dan model pembelajaran TSTS memberikan hasil prestasi belajar yang sama dengan model pembelajaran Konvensional. Kata Kunci: Numbered Heads Together, Two Stay Two Stray, dan Intelligence Quotient.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
ABSTRACT
Andi Suparlan. S851102004. The Experimentation of Cooperative Learning Numbered Heads Together (NHT) Type and Two Stay Two Stray (TSTS) Type at Mathematics Learning Quotient of the Eighth Class of Junior High School at Purworejo regency on academic 2011/2012. Thesis. Supervisor I: Prof. Dr. Budiyono, M.Sc., Supervisor II: Drs. Sutrima, M.Si. Program Study of Mathematics Education, Post-graduate Program of Sebelas Maret University, Surakarta 2013.
The aims of the research were to know: (1) which one of the learning models gave a better achievement between NHT model, TSTS model or conventional model, (2) which one of the student with Intelligence Quotient (IQ) categories had a better achievement between student with high IQ, student with middle IQ or student with low IQ, (3) At each the learning models, which one of the student with IQ categories had a better achievement between student with high IQ, student with middle IQ or student with low IQ, (4) At each the student IQ categories, which one of the learning models gave a better achievement between NHT model, TSTS model or conventional model.
The research used was a quasi-experimental. The population of the research was the eighth class student of Junior High School at Purworejo regency. The sample of the research was taken with stratified cluster random sampling technique and got the sample was 210 students from SMP Negeri 15 Purworejo, SMP Negeri 31 Purworejo and SMP Negeri 33 Purworejo that consisted of 70 students in the NHT group, 72 students in the TSTS group, and 68 students in the Conventional group. The data collecting methods used in the research were documentation and test method. The data analysis technique used was unbalanced two ways analyze of variance.
Based on the data analysis, it was concluded that: (1) TSTS learning model gave better achievement than NHT learning model, conventional learning model gave better achievement than NHT learning model, and TSTS learning model gave the same achievement with conventional learning model, (2) The students in all of IQ categories, high, middle and low had the same achievement, (3) At each the learning models, the students with high, middle and low IQ had the same achievement, (4) At each the student IQ categories, TSTS learning model gave better achievement than NHT learning model, conventional learning model gave better achievement than NHT learning model, and TSTS learning model gave the same achievement with conventional learning model. Key words: Numbered Heads Together, Two Stay Two Stray, and Intelligence Quotient.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ...................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI .............................................................. iii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iv
PERNYATAAN ORISINALITAS DAN HAK PUBLIKASI ........................... vi
ABSTRAK ......................................................................................................... vii
ABSTRACT ......................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ........................................................................... 4
C. Pemilihan Masalah ............................................................................. 5
D. Pembatasan Masalah........................................................................... 5
E. Rumusan Masalah .............................................................................. 6
F. Tujuan Penelitian ................................................................................ 6
G. Manfaat Penelitian .............................................................................. 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori ........................................................................................ 8
1. Prestasi Belajar .............................................................................. 8
2. Model Pembelajaran ...................................................................... 12
3. Intelligence Quotient Siswa ........................................................... 20
B. Penelitian Relevan .............................................................................. 26
C. Kerangka Berpikir .............................................................................. 28
D. Hipotesis Penelitian ............................................................................ 32
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat, Subjek dan Waktu Penelitian ............................................... 33
B. Jenis Penelitian ................................................................................... 33
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
C. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel .......................... 34
D. Teknik Pengumpulan Data ................................................................. 35
E. Teknik Analisis Data .......................................................................... 41
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Hasil Uji Coba Instrumen .................................................................. 53
B. Deskripsi Data ................................................................................... 55
C. Uji Keseimbangan Sebelum Eksperimen .......................................... 56
1. Hasil Uji Normalitas ..................................................................... 56
2. Hasil Uji Homogenitas Variansi ................................................... 57
3. Hasil Uji Keseimbangan ............................................................... 57
D. Uji Prasyarat Analisis ........................................................................ 58
1. Hasil Uji Normalitas ..................................................................... 58
2. Hasil Uji Homogenitas Variansi ................................................... 59
E. Uji Hipotesis ...................................................................................... 59
1. Hasil Uji Anava Dua Jalan dengan Sel Tak Sama ........................ 59
2. Hasil Uji Komparasi Ganda antar Baris ....................................... 60
F. Pembahasan Hasil Penelitian ............................................................. 61
G. Keterbatasan Penelitian ..................................................................... 65
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan ........................................................................................ 66
B. Implikasi ............................................................................................ 66
C. Saran .................................................................................................. 67
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR TABEL
1. Tabel 2.1 Sintaks Pembelajaran Kooperatif ................................................ 14
2. Tabel 2.2 Distribusi Kecerdasan IQ menurut Stanford Revision ................ 25
3. Tabel 2.3 Pengkategorian IQ pada penelitian ini ........................................ 26
4. Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian ......................................................... 33
5. Tabel 3.2 Rancangan Penelitian .................................................................. 34
6. Tabel 3.3 Pengelompokan SMP .................................................................. 35
7. Tabel 3.4 Pengkategorian IQ pada penelitian ini ........................................ 36
8. Tabel 3.5 Tata Letak Data Anava Satu Jalan Sel Tak Sama ....................... 44
9. Tabel 3.6 Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan Sel Tak Sama ............ 50
10. Tabel 4.1 Data Prestasi Belajar Matematika Sebelum Eksperimen ............. 55
11. Tabel 4.2 Data Prestasi Belajar Matematika Sesudah Eksperimen ............. 56
12. Tabel 4.3 Data Rerata Prestasi Belajar Matematika Sesudah Eksperimen . 56
13. Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas Prestasi Belajar Sebelum Eksperimen ....... 57
14. Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas Prestasi Belajar Sesudah Eksperimen ........ 58
15. Tabel 4.6 Hasil Uji Homogenitas Prestasi Belajar Sesudah Eksperimen .... 59
16. Tabel 4.7 Rangkuman Hasil Uji Analisis Variansi Dua Jalan dengan Sel Tak Sama .................................................................................................... 60
17. Tabel 4.8 Hasil Uji Komparasi Ganda antar Baris ..................................... 61
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) ........................................................ 72
2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) model pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) .......................................................................... 90
3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) model pembelajaran Konvensional ......................................................................................... 108
4. Lembar Kerja Siswa (LKS) ................................................................... 125
5. Kisi-kisi Soal Tes Prestasi Belajar Uji Coba ......................................... 144
6. Soal Tes Prestasi Belajar Uji Coba ........................................................ 146
7. Lembar Validasi Soal Tes Prestasi Belajar Uji Coba ............................ 156
8. Uji Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda Soal Tes Prestasi Belajar Uji Coba ................................................................................................. 161
9. Uji Reliabilitas Soal Tes Prestasi Belajar .............................................. 163
10. Kisi-kisi Soal Tes Prestasi Belajar Sesudah Uji Coba ........................... 165
11. Soal Tes Prestasi Belajar Sesudah Uji Coba .......................................... 167
12. Data Prestasi Belajar Matematika Sebelum Eksperimen ........................ 174
13. Uji Normalitas Data Prestasi Belajar Sampel Sebelum Eksperimen Kelompok NHT ..................................................................................... 177
14. Uji Normalitas Data Prestasi Belajar Sampel Sebelum Eksperimen Kelompok TSTS .................................................................................... 180
15. Uji Normalitas Data Prestasi Belajar Sampel Sebelum Eksperimen Kelompok Konvensional ....................................................................... 183
16. Uji Homogenitas Data Prestasi Belajar Sampel Sebelum Eksperimen .. 186
17. Uji Keseimbangan dengan ANAVA Satu Jalan Sel Tak Sama ............. 194
18. Data Prestasi Belajar Matematika Sesudah Eksperimen......................... 198
19. Uji Normalitas Data Prestasi Belajar Sampel Sesudah Eksperiman Kelompok NHT ..................................................................................... 201
20. Uji Normalitas Data Prestasi Belajar Sampel Sesudah Eksperimen Kelompok TSTS .................................................................................... 204
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
21. Uji Normalitas Data Prestasi Belajar Sampel Sesudah Ekperimen Kelompok Konvensional ....................................................................... 207
22. Uji Normalitas Data Prestasi Belajar Sampel Sesudah Eksperimen Kelompok Kategori IQ Tinggi ............................................................... 210
23. Uji Normalitas Data Prestasi Belajar Sampel Sesudah Eksperimen Kelompok Kategori IQ Sedang .............................................................. 212
24. Uji Normalitas Data Prestasi Belajar Sampel Sesudah Eksperimen Kelompok Kategori IQ Rendah ............................................................. 215
25. Uji Homogenitas Model Pembelajaran .................................................. 218
26. Uji Homogenitas Kategori IQ ................................................................ 226
27. Uji Analisis Variansi (ANAVA) Dua Jalan dengan Sel Tak Sama ....... 234
28. Uji Komparasi Ganda dengan Metode Scheffe untuk Komparasi Rataan Antar Baris ................................................................................. 240
29. Tabel Statistik ........................................................................................ 243
30. Surat Ijin Penelitian ................................................................................ 248
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan,
pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup
mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Salah satu komponen untuk
mencapai tujuan tersebut adalah pembelajaran matematika sekolah menengah
pertama (SMP). Matematika SMP masih sering disebut sebagai matematika
tingkat rendah. Matematika tingkat rendah bagaikan pondasi sebuah
bangunan. Apabila menginginkan bangunan yang baik seyogyanya juga harus
memperhatikan pondasinya.
Perbaikan kegiatan belajar matematika terus dilakukan hingga saat ini.
Berbagai metode pembelajaran dan alat peraga belajar juga terus
dikembangkan. Hal ini tidak lain bertujuan agar mutu pendidikan matematika
yang lambat laun semakin meningkat seiring dengan perkembangan zaman.
Ini sungguh ironis apabila kata-kata tersebut sudah muncul saat seorang siswa
masih duduk di bangku SMP atau bahkan yang masih duduk di bangku
sekolah dasar (SD). Apabila hal ini terus dibiarkan begitu saja kemungkinan
akan berakibat buruk pada pembelajaran matematika pada jenjang sekolah
yang lebih tinggi. Sehingga penanaman konsep-konsep dasar matematika pada
SMP dengan menggunakan metode pembelajaran matematika yang tepat
Pada umumnya, proses belajar mengajar di sekolah masih didominasi
oleh pembelajaran dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1. Guru aktif ceramah menyampaikan informasi, sementara siswa hanya
menjadi pendengar setia (pasif) yang hanya menerima informasi begitu
saja akan konsep matematika.
2. Siswa dipaksa mempelajari apa yang diajarkan oleh guru dengan
menerapkan berbagai rumus yang disampaikan guru.
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
3. Pembelajaran berfokus atau berorientasi pada guru bukan pada siswa.
Dengan keadaan yang demikian, jangan berharap dapat menciptakan
sumber daya manusia kreatif dan bermutu tinggi, malahan sebaliknya. Tidak
mengherankan jika kualitas pemahaman konsep matematika pada siswa
menjadi sangat rendah.
Sebenarnya banyak metode pembelajaran yang dapat diterapkan untuk
menanamkan konsep-konsep dasar matematika. Selain itu juga, dengan
bantuan alat peraga mungkin akan membantu mengkonkritkan konsep-konsep
dasar matematika tersebut. Suatu konsep akan jauh ternanam dalam diri
seorang siswa apabila dia sendiri yang mengkronstruksinya sendiri,
dibandingkan dengan menghafal rumus-rumus yang tidak berarti apabila tidak
mengerti maknanya. Hal ini senada dengan penelitian yang dilakukan oleh
It was found that neither the students'
gender nor their year of studies influenced their beliefs about their self-
concept of mathematics
siswa namun juga lama mereka belajar mempengaruhi kepercayaan diri
mereka akan konsep matematika diri mereka sendiri).
Berbagai penelitian meneliti metode pembelajaran matematika dengan
penggunaan media belajar atau alat peraga belajar dalam meningkatkan
pemahaman konsep. Dari beberapa penelitian yang dijumpai penulis, sebagian
besar membuktikan bahwa metode pembelajaran dengan memanfaatkan media
belajar atau alat peraga belajar dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa
akan materi pembelajaran. Salah satu penelitian yang memanfaatkan media
belajar modern adalah penelitian yang dilakukan oleh Bambang Priyo
Darminto (2008) tentang pemanfaatan media belajar berbasis komputer di
perguruan tinggi yang memberikan kesimpulan bahwa pemanfaatan media
belajar berbasis komputer dapat mempengaruhi peningkatan Kemampuan
Berpikir Matematis Tingkat Tinggi di perguruan tinggi.
Berdasarkan hasil Ujian Nasional tahun pelajaran 2009/2010 untuk
mata pelajaran Matematika, Kabupaten Purworejo menduduki peringkat 29
dari 35 Kota/Kabupaten yang ada di Propinsi Jawa Tengah dengan nilai rata-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
ratanya sebesar 6,21. Nilai ini lebih rendah dibanding nilai rata-rata secara
propinsi, yaitu sebesar 6,70. Selain itu, beberapa kompetensi uji juga ada yang
masih rendah tingkat penguasaannya. Salah satunya, tingkat penguasaan siswa
pada pokok bahasan bangun ruang sisi datar limas dan prisma tegak,
khususnya dalam menyelesaikan soal yang berkaitan dengan luas permukaan
bangun ruang sisi datar masih jauh dari harapan, yaitu hanya sebesar 41,79.
Sementara untuk wilayah Propinsi Jawa Tengah tingkat penguasaannya
sebesar 44,81. Padahal secara nasional penguasaan pada materi ini sebesar
60,82. Hal ini mungkin disebabkan oleh rendahnya penguasaan konsep-
konsep dasar matematika pada bangun ruang sisi datar.
Rendahnya penguasaan konsep dasar ini mungkin dipicu oleh kegiatan
pengalaman belajar yang tidak bermakna. Pengalaman belajar mungkin lebih
bersifat text book, hanya disuruh menghafalkan rumus tanpa mengetahui
rumus itu berasal darimana atau bagaimana mengkontruksikan rumus tersebut.
Di samping itu, mungkin juga tidak disampaikan kegunaan dari proses belajar
sehingga terkesan pengalaman belajar menjadi tidak bermakna. Untuk
mengatasi hal ini perlu mengubah paradigma model pembelajaran yang
digunakan, yaitu dari konvensional menjadi model inovatif. Hal ini juga
result is that
.menghasilkan bahwa
metode pembelajaran guru dalam kelas adalah penting dalam merubah sikap
dan kebiasaan siswa terhadap matematika). Hal seirama juga disampaikan
Educational implications with regard to student
engagement with realistic tasks are considered ( ...Pendidikan bermaksud
dengan memperhatikan siswa atas pemakaian tugas-tugas realistis
dipertimbangkan).
Kemampuan spasial anak juga turut menyumbang dalam masalah ini.
Hal ini disampaikan oleh Van This emphasizes
the importance of acknowledging spatial structure in early educational
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
(
pendidikan bagi pengolahan pertumbuhan matematika anak-anak muda). Di
sisi lain kecerdasan siswa yang merupakan gabungan dari berbagai
kemampuan, termasuk di dalamnya kemampuan spasial, juga turut
mempengaruhi prestasi belajarnya. Kecerdasan siswa ini diwujudkan dalam
skor IQ. Tidak bisa dipungkuri bahwa siapa yang mempunyai IQ dengan
kategori yang tinggi biasanya diikuti mempunyai kecerdasan yang lebih baik
juga dibanding dengan orang yang mempunyai IQ dengan kategori di
bawahnya. Namun yang perlu dipikirkan bagaimana caranya agar siswa yang
mempunyai IQ dengan kategori rendah dapat mempunyai prestasi belajar yang
baik. Hal ini adalah salah satu alasan mengapa peneliti ingin melakukan
penelitian dengan tinjauan IQ siswa.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukan di atas
dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut.
1. Ada kemungkinan rendahnya prestasi belajar disebabkan oleh kurangnya
pemahaman konsep dasar oleh siswa. Terkait hal ini maka muncul
pertanyaan apakah kemampuan awal konsep dasar mempengaruhi prestasi
belajar. Sehingga perlu dilakukan penelitian yang membandingkan prestasi
belajar yang ditinjau dari kemampuan awal.
2. Ada kemungkinan rendahnya prestasi belajar disebabkan oleh kurang
tepatnya model pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Terkait hal ini
maka muncul pertanyaan apakah jika model pembelajaran guru diubah
akan membuat prestasi belajar menjadi lebih baik. Sehingga perlu
dilakukan penelitian dengan membandingkan beberapa model
pembelajaran yang inovatif yang dapat meningkatkan prestasi belajar.
3. Ada kemungkinan rendahnya prestasi belajar disebabkan karena tidak ada
upaya penggunaan alat peraga oleh guru. Terkait hal ini maka muncul
pertanyaan apakah jika menggunakan alat peraga akan dapat meningkat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
prestasi belajar. Sehingga perlu dilakukan penelitian dengan
membandingkan model pembelajaran dengan berbagai alat peraga.
4. Ada kemungkinan rendahnya prestasi belajar disebabkan oleh IQ siswa.
Terkait hal ini maka muncul pertanyaan apakah IQ siswa mempengaruhi
prestasi belajar. Sehingga perlu dilakukan penelitian dengan
membandingkan prestasi belajar dengan ditinjau dari IQ siswa.
C. Pemilihan Masalah
Dari keempat masalah yang teridentifikasi, peneliti melakukan
penelitian yang terkait dengan permasalahan kedua dan keempat, yaitu sebagai
berikut.
1. Ada kemungkinan rendahnya prestasi belajar disebabkan oleh kurang
tepatnya model pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Terkait hal ini
maka muncul pertanyaan apakah jika model pembelajaran guru diubah
akan membuat prestasi belajar menjadi lebih baik. Sehingga perlu
dilakukan penelitian dengan membandingkan beberapa model
pembelajaran yang inovatif yang dapat meningkatkan prestasi belajar.
2. Ada kemungkinan rendahnya prestasi belajar disebabkan oleh IQ siswa.
Terkait hal ini maka muncul pertanyaan apakah IQ siswa mempengaruhi
prestasi belajar. Sehingga perlu dilakukan penelitian dengan
membandingkan prestasi belajar dengan ditinjau dari IQ siswa.
D. Pembatasan Masalah
Berdasarkan pemilihan masalah di atas dan agar penelitian ini lebih
terarah maka diperlukan pembatasan masalah sebagai berikut.
1. Model pembelajaran yang dibatasi pada model pembelajaran kooperatif
tipe Numbered Heads Together (NHT), model pembelajaran kooperatif
tipe Two Stay Two Stray (TSTS) dan model pembelajaran konvensional.
2. Intelligence Qoutient (IQ) siswa dibatasi pada IQ rendah dengan skor
kurang dari atau sama dengan 99, IQ sedang dengan skor 100 sampai
dengan 109, dan IQ tinggi dengan skor lebih dari atau sama dengan 110.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
3. Prestasi belajar dibatasi pada prestasi siswa pada pokok bahasan luas
permukaan dan volume bangun ruang sisi datar kubus, balok, prisma dan
limas di kelas VIII SMP semester 2.
4. Siswa SMP dibatasi pada seluruh SMP Negeri yang ada di wilayah
kabupaten Purworejo pada kelas VIII semester 2 pada tahun pelajaran
2011/2012.
E. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan
pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah
sebagai berikut.
1. Manakah yang memberikan prestasi belajar lebih baik di antara model
NHT, model TSTS atau model konvensional?
2. Manakah yang mempunyai prestasi belajar lebih baik di antara siswa
dengan IQ tinggi, siswa dengan IQ sedang atau siswa dengan IQ rendah?
3. Pada masing-masing model pembelajaran, manakah yang mempunyai
prestasi belajar lebih baik di antara siswa dengan IQ tinggi, siswa dengan
IQ sedang atau siswa dengan IQ rendah?
4. Pada masing-masing kategori IQ siswa, manakah yang memberikan
prestasi belajar lebih baik di antara model NHT, model TSTS atau model
konvensional?
F. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian yang
akan dicapai dalam penelitian ini untuk mengetahui:
1. Model pembelajaran mana yang memberikan prestasi belajar lebih baik di
antara model NHT, model TSTS atau model konvensional.
2. Siswa dengan kategori IQ mana yang mempunyai prestasi belajar lebih
baik di antara siswa dengan IQ tinggi, siswa dengan IQ sedang atau siswa
dengan IQ rendah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
3. Pada masing-masing model pembelajaran, siswa dengan kategori IQ mana
yang mempunyai prestasi belajar lebih baik di antara siswa dengan IQ
tinggi, siswa dengan IQ sedang atau siswa dengan IQ rendah.
4. Pada masing-masing kategori IQ siswa, model pembelajaran mana yang
memberikan prestasi belajar lebih baik di antara model NHT, model TSTS
atau model konvensional.
G. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut.
1. Sebagai bahan pertimbangan guru matematika SMP dalam penggunaan
model pembelajaran.
2. Sebagai bahan acuan dalam penelitian penggunaan model pembelajaran
matematika inovatif yang lebih lanjut.
3. Memberikan informasi tentang model pembelajaran mana yang paling
cocok digunakan pada masing-masing siswa dengan kategori IQ tertentu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Prestasi belajar
a. Definisi Belajar
Eveline Siregar dan Hartini Nara (2010: 5), mendefinisikan
belajar sebagai suatu aktivitas mental (psikis) yang berlangsung dalam
interaksi dengan lingkungannya yang menghasilkan perubahan yang
bersifat relatif konstan. Adapun definisi belajar menurut software
Kamus Besar Bahasa Indonesia version 1.3 (KBBI v1.3, 2011), belajar
adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu.
Sementara itu menurut beberapa ahli yang dikutip dari Eveline
Siregar dan Hartini Nara (2010: 4) dalam buku Teori Belajar dan
Pembelajaran, definisi belajar adalah sebagai berikut.
1) Burton dalam The Guidance of Learning Activities mengemukakan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku pada diri individu karena adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan lingkungannya sehingga mereka lebih mampu berinteraksi dengan lingkungannya.
2) Hilgard dalam Introduction to Psychology mendefinisikan belajar sebagai suatu proses perubahan kegiatan, reaksi terhadap lingkungan.
3) Witherington dalam Educational Psychology menjelaskan pengertian belajar sebagai suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari reaksi berupa kecakapan, sikap, kebiasaan kepribadian atau suatu pengertian.
4) Berlinger mendefinisikan belajar sebagai suatu proses di mana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat dari pengalaman.
5) Spears mengemukakan learning is to observe, to read, to imitate, to try something them selves, to listen, to follow direction (belajar adalah mengamati, membaca, meniru, mencoba sesuatu pada dirinya sendiri, mendengar dan mengikuti aturan).
6) Singer mendefinisikan belajar sebagai perubahan perilaku yang relatif tetap yang disebabkan praktik atau pengalaman yang sampai dalam situasi tertentu.
8
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
7) Gagne mengemukakan learning is relatively permanent change in behavior that result from past experience or purposeful instruction (belajar adalah suatu perubahan perilaku yang relatif menetap yang dihasilkan dari pengalaman masa lalu ataupun dari pembelajaran yang bertujuan/direncanakan).
Belajar adalah sebuah proses yang kompleks yang di dalamnya
terkandung beberapa aspek. Menurut Eveline Siregar dan Hartini Nara
(2010: 4-5), aspek-aspek tersebut adalah:
1) bertambahnya jumlah pengetahuan, 2) adanya kemampuan mengingat dan mereproduksi, 3) ada penerapan pengetahuan, 4) menyimpulkan makna, 5) menafsirkan dan mengaitkannya dengan realitas, dan 6) adanya perubahan sebagai pribadi.
Berbagai teori belajar yang terkenal, yaitu teori belajar
behavioristik, teori belajar belajar kognitif, teori belajar humanistik,
dan teori belajar konstruktivistik. Menurut teori belajar behavioristik
atau aliran tingkah laku, belajar diartikan sebagai proses perubahan
tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respons.
Belajar tidaknya seseorang bergantung kepada faktor-faktor yang
diberikan lingkungan. Adapun teori belajar kognitif, belajar tidak
sekadar melibatkan hubungan antara stimulus dan respons. Lebih dari
itu, belajar adalah melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks.
Pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya sangat menentukan hasil
belajar.
Sementara itu dalam teori belajar humanistik, proses belajar
dilakukan dengan memberikan kebebasan yang sebesar-besarnya
kepada individu. Si belajar diharapkan dapat mengambil keputusannya
sendiri dan bertanggung jawab atas keputusan-keputusan yang
dipilihnya. Di lain pihak, ada teori belajar yang saat ini dikembangkan
secara mendalam, yaitu teori belajar konstruktivistik. Teori belajar ini
memahami belajar sebagai proses pembentukan (konstruksi)
pengetahuan oleh si belajar itu sendiri. Pengetahuan yang ada di dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
diri seseorang yang sedang mengetahui dan tidak dapat dipindahkan
begitu saja dari otak seseorang (guru) kepada orang lain (siswa).
Menurut pandangan konstruktivitik, belajar merupakan suatu
proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan
oleh siswa. Ia harus aktif melakukan kegiatan, aktif berpikir, menyusun
konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari,
tetapi yang paling menentukan terwujudnya gejala belajar adalah niat
belajar siswa itu sendiri, sementara peranan guru dalam belajar
konstruktivistik berperan membantu agar proses pengkonstruksian
pengetahuan oleh siswa berjalan lancar.
Dalam hal sarana belajar, pendekatan konstruktivistik
menekankan bahwa peranan utama dalam kegiatan belajar adalah
aktivitas siswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, melalui
bahan, media, peralatan, lingkungan, dan fasilitas lainnya yang
disediakan untuk membantu pembentukan tersebut. Media dan
peralatan belajar sangat mendukung munculnya berbagai pandangan
dan interpretasi terhadap realitas, konstruksi pengetahuan, serta
aktivitas-aktivitas lain yang didasarkan pada pengalaman.
Berdasarkan berbagai definisi dan teori belajar di atas, maka
yang digunakan sebagai landasan proses pembelajaran dalam
penelitian ini adalah belajar berdasarkan teori belajar konstruktivistik.
Proses pembelajaran dirancang demikian rupa sehingga sesuai dengan
teori belajar konstruktivistik, yang mengutamakan keaktifan siswa
dalam mengkontruksikan pengetahuannya sendiri dengan model
pembelajaran yang dirancang dalam penelitian ini.
b. Definisi Prestasi Belajar
Prestasi belajar dalam software KBBI v1.3, 2011 adalah
penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan
melalui mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau
angka nilai yang diberikan oleh guru. Sementara menurut Widha
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
Sunarno (2007: 17), prestasi belajar adalah hasil tes berupa angka yang
diperoleh siswa setelah siswa mengalami pembelajaran pada pokok
bahasan tertentu.
Menurut Winkel dalam Utu Rahim (2010: 79), prestasi belajar
adalah perubahan-perubahan dalam bidang pengetahuan/pengalaman,
keterampilan, nilai dan sikap. Dari beberapa pengertian prestasi belajar
di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian prestasi belajar
dalam penelitian ini adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan
dalam pokok bahasan bangun ruang sisi datar yang ditunjukkan dari
hasil tes yang berupa angka.
c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Secara umum faktor yang mempengaruhi prestasi belajar terdiri
dari faktor internal dan eksternal. Faktor-faktor tersebut berpengaruh
sekali terhadap prestasi belajar yang diraih oleh seorang individu
dalam belajar. Rincian mengenai faktor-faktor ini sebagai berikut.
1) Faktor internal
Faktor internal adalah faktor yang timbul dari dalam diri siswa baik
kondisi jasmani maupun rohani siswa. Adapun faktor internal
dibedakan menjadi faktor fisiologis dan faktor psikologis.
a) Faktor fisiologis
Faktor fisiologis adalah sesuatu kondisi yang berhubungan
dengan jasmani seseorang. Faktor ini dipengaruhi oleh tonus
(kondisi) tubuh dan keadaan fungsi-fungsi fisiologis tertentu,
misalnya fungsi panca indra.
b) Faktor psikologis
Faktor psikologis adalah suatu kondisi yang berhubungan
dengan keadaan kejiwaan siswa. Faktor psikologis dapat
ditinjau dari aspek bakat, minat, inteligensi, dan motivasi.
2) Faktor eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang timbul dari luar diri siswa.
Faktor eksternal dibagi menjadi dua macam, yaitu sebagai berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
a) Faktor sosial
Faktor sosial dikategorikan menjadi lingkungan keluarga,
lingkungan guru, dan lingkungan masyarakat. Lingkungan
keluarga dipengaruhi oleh orang tua, suasana rumah,
kemampuan ekonomi keluarga, dan latar belakang kebudayaan.
Lingkungan guru dipengaruhi oleh interaksi guru dan murid,
hubungan antar murid, dan cara pengajian bahan pelajaran.
Sementara lingkungan masyarakat dipengaruhi oleh teman
bergaul, pola hidup lingkungan, kegiatan dalam masyarakat,
dan mass media.
b) Faktor non-sosial
Faktor non-sosial dikategorikan menjadi sarana dan prasarana
sekolah, waktu belajar, rumah, dan alam. Faktor sarana dan
prasarana sekolah meliputi kurikulum, media pendidikan,
keadaan gedung, dan sarana belajar.
2. Model Pembelajaran
a. Definisi Model Pembelajaran
Model pembelajaran erat kaitannya dengan pendekatan
pembelajaran, strategi pembelajaran dan metode pembelajaran.
Menurut Eveline Siregar dan Hartini Nara (2010: 122), pendekatan
pembelajaran adalah suatu pandangan dalam mengupayakan cara siswa
berinteraksi dengan lingkungannya, strategi adalah cara sistematis
yang dipilih dan digunakan seorang guru untuk menyampaikan materi
pembelajaran, sehingga memudahkan guru untuk mencapai tujuan
pembelajaran tertentu, sementara metode pembelajaran adalah bagian
dari strategi, merupakan cara dalam menyajikan (menguraikan,
memberi contoh, memberi latihan) isi pelajaran untuk mencapai tujuan
tertentu.
Apabila pendekatan pembelajaran, strategi pembelajaran dan
metode pembelajaran terangkai menjadi satu bungkus yang utuh maka
itu disebut model pembelajaran. Jadi dengan kata lain, dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah prosedur yang
sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk
mencapai tujuan belajar.
b. Model Pembelajaran Kooperatif
Kooperatif dalam software KBBI v1.3, 2011 adalah bersifat
kerja sama dan bersedia membantu. Menurut Eveline Siregar dan
Hartini Nara (2010: 115), cooperative learning (pembelajaran
kooperatif) merupakan model pembelajaran yang menekankan
aktivitas kolaboratif siswa dalam belajar yang berbentuk kelompok,
mempelajari materi pelajaran, dan memecahkan masalah secara
kolektif kooperatif.
Sementara menurut Baharuddin dan Nur Wahyuni (2010: 128),
cooperative learning yaitu strategi yang digunakan untuk proses
belajar, di mana siswa akan lebih mudah menemukan secara
komprehensif konsep-konsep yang sulit jika mereka mendiskusikannya
dengan siswa yang lain tentang problem yang dihadapi. Sedangkan
menurut Slavin dalam Eveline Siregar dan Hartini Nara (2010: 114),
belajar kooperatif dapat membantu siswa dalam mendefinisikan
struktur motivasi dan organisasi untuk menumbuhkan kemitraan yang
bersifat kolaboratif. Jadi pembelajaran kooperatif adalah strategi dalam
proses belajar sedemikian sehingga dapat membantu siswa
mendefinisikan struktur motivasi dan organisasi untuk menumbuhkan
aktivitas kolaboratif dan kemitraan.
Pengelompokan siswa merupakan salah satu strategi yang
dianjurkan agar siswa dapat saling berbagi pendapat, beragumentasi
dan mengembangkan berbagai alternatif pandangan dalam upaya
konstruksi pengetahuan. Tiga konsep yang melandasi model
pembelajaran kooperatif (Eveline Siregar dan Hartini Nara, 2010:
114).
1) Team rewads: tim akan mendapat hadiah bila mereka mencapai kriteria tertentu yang ditetapkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
2) Individual accountability: keberhasilan tim bergantung dari hasil belajar individual dari semua anggota tim. Pertanggung jawaban berpusat pada kegiatan anggota tim dalam membantu belajar satu sama lain dan memastikan bahwa setiap anggota siap untuk kuis atau penilaian lainnya tanpa bantuan teman sekelompoknya.
3) Equal opportunities for success: setiap siswa memberikan kontribusi kepada timnya dengan cara memperbaiki hasil belajarnya sendiri yang terdahulu. Kontribusi dari semua anggota kelompok dinilai.
Menurut Rachmadi Widdiharto (2004: 13) menyebutkan
beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika siswa bekerja dalam
kelompok.
1) Setiap anggota dalam kelompok harus merasa bagian dari tim dalam pencapaian tujuan bersama.
2) Setiap anggota dalam kelompok harus menyadari bahwa masalah yang mereka pecahkan adalah masalah kelompok, berhasil atau gagal akan dirasakan semua anggota kelompok.
3) Untuk pencapaian tujuan kelompok, semua siswa harus bicara atau diskusi satu sama lain.
4) Harus jelas bahwa setiap kerja individu dalam kelompok mempunyai efek langsung terhadap keberhasilan kelompok.
Sementara itu Eveline Siregar dan Hartini Nara (2010: 114)
menyampaikan bahwa pembelajaran kooperatif menganut lima prinsip
utama, yaitu 1) saling ketergantungan positif; 2) tanggungjawab
perseorangan; 3) interaksi tatap muka; 4) komunikasi; 5) evaluasi
proses secara kelompok.
Terkait langkah (sintaks) model pembelajaran, Ismail dalam
Rachmadi Widdiharto (2004: 15) menyebutkan enam langkah dalam
model pembelajaran kooperatif, yakni:
Tabel 2.1 Sintaks Pembelajaran Kooperatif
Fase ke- Indikator Tingkah laku guru
1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar
2 Menyajikan informasi
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
Fase ke- Indikator Tingkah laku guru
3 Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien
4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Guru membimbing kelompok kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas
5 Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya
6 Memberikan penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk menghargai upaya atau hasil belajar individu maupun kelompok
Beberapa kegiatan kelompok dalam model pembelajaran
kooperatif, antara lain: learning together, Investigation Group, Co-op
co-op, Jigsaw, Student Teams-Achievement Division, Team
Accelerated Instruction, Team Games-Tournament, Numbered Heads
Together, Think Pair Share, Two Stay Two Stray.
c. Model Pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Heads Together
Numbered Heads Together (Menomori Orang Bersama)
merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif.
Disebutkan dalam Slavin (2008: 256) bahwa Numbered Heads
Together (NHT) pada dasarnya adalah sebuah varian dari Group
Discussion, hanya saja ada pembelokan, yaitu pada hanya ada satu
siswa yang mewakili kelompoknya tetapi sebelumnya tidak diberi tahu
siapa yang akan menjadi wakil kelompok tersebut. Pembelokan
tersebut memastikan keterlibatan total dari semua siswa.
Langkah model pembelajaran kooperatif tipe NHT menurut
Kagan dalam Elfis (2010) adalah sebagai berikut.
1) Peserta didik dibagi dalam kelompok, setiap peserta didik dalam setiap kelompok mendapat nomor.
2) Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
3) Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya/mengetahui jawabannya.
4) Guru memanggil salah satu nomor peserta didik dan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerja sama mereka.
5) Teman yang lain memberi tanggapan, kemudian guru menunjuk nomor yang lain.
6) Guru dan peserta didik menyimpulkan. 7) Guru memberi evaluasi.
Adapun langkah model pembelajaran kooperatif tipe NHT
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1) Siswa dibagi dalam kelompok. Setiap kelompok diupayakan terdiri
dari siswa dengan kemampuan yang bervariasi. Banyak anggota
tiap kelompok antara empat sampai lima orang.
2) Setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor.
3) Guru memberikan tugas berupa Lembar Kerja Siswa (LKS) dan
masing-masing kelompok mengerjakannya.
4) Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan
tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya/mengetahui
jawabannya.
5) Guru memanggil salah satu nomor siswa dan nomor yang dipanggil
melaporkan hasil kerja sama mereka.
6) Teman yang lain memberi tanggapan, kemudian guru menunjuk
nomor yang lain.
7) Guru dan siswa menyimpulkan materi pertemuan secara bersama-
sama.
8) Guru memberi evaluasi.
Dengan memperhatikan langkah-langkahnya maka dapat
dirangkai kesimpulan mengenai model pembelajaran Numbered Heads
Together dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif
yang mana siswa dibagikan dalam beberapa kelompok dan setiap siswa
diberi nomor serta pelaporan hasil kerja sama dilakukan dengan
memanggil nomor siswa secara acak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
d. Model Pembelajaran Kooperatif tipe Two Stay Two Stray
Model pembelajaran Two Stay Two Stray (Dua Tinggal Dua
Tamu) merupakan salah satu tipe model pembelajaran kooperatif yang
memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil
pekerjaan dan informasi dengan kelompok lainnya. Dalam model
pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) hal ini dilakukan dengan
cara saling mengunjungi/bertamu antar kelompok untuk berbagi
informasi.
Langkah model pembelajaran kooperatif tipe TSTS adalah
sebagai berikut (Rachmad Widodo, 2009).
1) Siswa bekerja sama dalam kelompok yang berjumlah 4 (empat) orang.
2) Setelah selesai, dua orang dari masing-masing kelompok menjadi tamu kedua kelompok yang lain.
3) Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi ke tamu mereka.
4) Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain.
5) Kelompok mencocokkan dan membahas hasil kerja mereka. 6) Kesimpulan.
Adapun langkah model pembelajaran kooperatif tipe TSTS
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1) Siswa dibagi dalam kelompok. Setiap kelompok diupayakan terdiri
dari siswa dengan kemampuan yang bervariasi. Banyak anggota
tiap kelompok antara empat sampai lima orang.
2) Guru memberikan tugas berupa Lembar Kerja Siswa (LKS) dan
masing-masing kelompok mengerjakannya.
3) Siswa bekerja bersama dan berdiskusi dalam kelompok.
4) Setelah selesai, dua orang dari masing-masing kelompok menjadi
tamu kedua kelompok yang lain.
5) Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan
hasil kerja dan informasi ke tamu mereka.
6) Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan
melaporkan temuan mereka dari kelompok lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
7) Kelompok mencocokkan dan membahas hasil kerja mereka.
8) Guru dan siswa menyimpulkan materi pertemuan secara bersama-
sama.
9) Guru memberi evaluasi.
Dengan memperhatikan langkah-langkahnya maka dapat
dirangkai kesimpulan mengenai model pembelajaran Two Stay Two
Stray dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif yang
mana siswa dibagikan dalam beberapa kelompok dan bekerja sama
dalam kelompok tersebut untuk menyelesaikan suatu tugas, kemudian
setelah tugas selesai, dua siswa tetap tinggal di kelompok tersebut
untuk menjelaskan pada siswa tamu yang datang, sementara dua siswa
yang lain pergi ke kelompok lain yang berbeda untuk mencari
informasi dari kelompok lain. Setelah dirasa sudah cukup dalam
mendapatkan informasi maka siswa tamu kembali ke kelompoknya
masing-masing dan menyampaikan informasi yang didapatnya pada
siswa lain dalam kelompoknya. Pelaporan hasil kerja dilakukan dengan
memanggil salah satu anggota kelompok secara acak.
e. Model Pembelajaran Konvensional
Menurut Freire dalam Ketut Juliantara (2009) memberikan
istilah model pembelajaran ini sebagai suatu penyelenggaraan
pendidikan ber- banking concept of education).
Penyelenggaraan pendidikan hanya dipandang sebagai suatu aktivitas
diingat dan dihafal. Proses ini lebih jauh akan berimplikasi pada
terjadinya hubungan yang bersifat antagonisme di antara guru dan
siswa. Guru sebagai subjek yang aktif dan siswa sebagai objek yang
pasif dan diperlakukan tidak menjadi bagian dari realita dunia yang
diajarkan kepada mereka.
Sementara menurut Burrowes dalam Ketut Juliantara (2009)
menyampaikan bahwa pembelajaran konvensional menekankan pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
resitasi konten, tanpa memberikan waktu yang cukup kepada siswa
untuk merefleksi materi materi yang dipresentasikan,
menghubungkannya dengan pengetahuan sebelumnya, atau
mengaplikasikannya kepada situasi kehidupan nyata. Masih dalam
Ketut Juliantara (2009), menurut Brooks and Brooks,
penyelenggaraan pembelajaran konvensional lebih menekankan
kepada tujuan pembelajaran berupa penambahan pengetahuan,
untuk dapat mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah
dipelajari melalui kuis atau tes terstandar.
Langkah model pembelajaran konvensional adalah sebagai
berikut. (Ketut Juliantara, 2009)
1) Apersepsi.
2) Penjelasan konsep dengan metode ceramah dan/atau demonstrasi.
3) Latihan terbimbing.
4) Memberikan balikan (feed back)
Adapun langkah model pembelajaran kovensional dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1) Apersepsi.
2) Guru memberikan penjelasan konsep dengan metode ceramah dan
demonstrasi.
3) Guru memberikan tugas berupa Lembar Kerja Siswa (LKS) secara
individu.
4) Siswa bekerja mengerjakan LKS secara individu.
5) Setelah selesai, beberapa siswa diminta mengerjakan di depan
kelas.
6) Guru bersama siswa mencocokkan dengan berdiskusi secara
bersama-sama dan membahas hasil kerja mereka.
7) Guru dan siswa menyimpulkan materi pertemuan secara bersama-
sama.
8) Guru memberi evaluasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
Dengan memperhatikan langkah-langkahnya maka dapat
dirangkai kesimpulan mengenai model pembelajaran konvensional
dalam penelitian ini adalah model pembelajaran yang dimulainya
dengan guru aktif memberikan penjelasan konsep tentang materi dan
siswa diminta memperhatikan, kemudian siswa mengerjakan tugas
secara individu dan pelaporan hasil kerja dilakukan dengan menunjuk
beberapa siswa secara acak dan kemudian dibahas secara bersama-
sama.
3. Intelligence Qoutient (IQ) siswa
a. Definisi IQ
Intelligence Quotient menggandung pengertian ukuran
kecerdasan. Dalam software KBBI v1.3, 2011, ukuran didefinisikan
sebagai hasil mengukur, adapun kecerdasan didefinisikan sebagai
kesempurnaan perkembangan akal budi. Sehingga ukuran kecerdasan
adalah hasil mengukur pada kesempurnaan perkembangan akal budi.
Kecerdasan ialah istilah umum yang digunakan untuk
menjelaskan sifat pikiran yang mencakup sejumlah kemampuan,
seperti kemampuan menalar, merencanakan, memecahkan masalah,
berpikir abstrak, memahami gagasan, menggunakan bahasa, dan
belajar. Kecerdasan erat kaitannya dengan kemampuan kognitif yang
dimiliki oleh individu.
Menurut Eveline Siregar dan Hartini Nara (2010: 176),
inteligensi (kecerdasan) adalah kemampuan psiko-fisik untuk mereaksi
rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara
yang tepat. Kemampuan dasar yang tinggi pada anak, memungkinkan
anak dapat menggunakan pikirannya untuk belajar dan memecahkan
persoalan-persoalan baru secara tepat, cepat, dan berhasil. Sebaliknya,
tingkat kemampuan dasar yang rendah dapat mengakibatkan murid
mengalami kesulitan dalam belajar.
Menurut Gardner yang dikutip dari Eveline Siregar dan Hartini
Nara (2010: 99), intellegence (kecerdasan) diartikan sebagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
kemampuan untuk memecahkan persoalan dan menghasilkan produk
dalam suatu setting yang beragam dan dalam situasi yang nyata.
Menurutnya, suatu kemampuan disebut intelegensia (kecerdasan) jika:
1) menunjukkan suatu kemahiran dan keterampilan seseorang dalam
memecahkan persoalan dan kesulitan yang ditemukan dalam
hidupnya,
2) ada unsur pengetahuan dan keahlian,
3) bersifat universal harus berlaku bagi banyak orang,
4) kemampuan itu dasarnya adalah unsur biologis, yaitu karena otak
seseorang, bukan sesuatu yang terjadi karena latihan atau training,
5) kemampuan itu sudah ada sejak lahir, meski di dalam pendidikan
dapat dikembangkan.
Menurut Alim Sumarno (2011), orang seringkali menyamakan
arti intelegensi dengan IQ, padahal kedua istilah ini mempunyai
perbedaan arti yang sangat mendasar. Arti intelegensi sudah dijelaskan
di depan, sedangkan IQ atau tingkatan dari Intelligence Quotient,
adalah skor yang diperoleh dari sebuah alat tes kecerdasan. Dengan
demikian, IQ hanya memberikan sedikit indikasi mengenai taraf
kecerdasan seseorang dan tidak menggambarkan kecerdasan seseorang
secara keseluruhan. Skor IQ mula-mula diperhitungkan dengan
membandingkan umur mental (mental age) dengan umur kronologik
(chronological age). Bila kemampuan individu dalam memecahkan
persoalan-persoalan yang disajikan dalam tes kecerdasan (umur
mental) tersebut sama dengan kemampuan yang seharusnya ada pada
individu seumur dia pada saat itu (umur kronologis), maka akan
diperoleh skor 1. Skor ini kemudian dikalikan 100 dan dipakai sebagai
dasar perhitungan IQ. Tetapi kemudian timbul masalah karena setelah
otak mengalami kemasakan, tidak terjadi perkembangan lagi, bahkan
pada titik tertentu akan terjadi penurunan kemampuan.
Dari beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
defisini IQ dalam penelitian ini adalah skor yang diperoleh dari sebuah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
alat tes kecerdasan yang menunjukkan kemampuan seseorang untuk
memecahkan persoalan dan menghasilkan produk dalam suatu setting
yang beragam dan dalam situasi yang nyata.
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi IQ
Menurut Alim Sumarno (2011) faktor yang mempengaruhi IQ
adalah faktor bawaan atau keturunan dan faktor lingkungan. Penjelasan
mengenai dua faktor ini adalah sebagai berikut.
1) Faktor bawaan atau keturunan
Penelitian membuktikan bahwa korelasi nilai tes IQ dari satu
keluarga sekitar 0,50, sedangkan di antara 2 anak kembar, korelasi
nilai tes IQnya sangat tinggi, sekitar 0,90. Bukti lainnya adalah
pada anak yang diadopsi, IQ mereka berkorelasi antara 0,40 0,50
dengan ayah dan ibu yang sebenarnya, dan hanya 0,10 0,20
dengan ayah dan ibu angkatnya. Selanjutnya bukti pada anak
kembar yang dibesarkan secara terpisah, IQ mereka tetap
berkorelasi sangat tinggi, walaupun mereka tidak pernah saling
kenal.
2) Faktor lingkungan
Walaupun ada ciri-ciri yang pada dasarnya sudah dibawa sejak
lahir, ternyata lingkungan sanggup menimbulkan perubahan-
perubahan yang berarti. Intelegensi tentunya tidak bisa terlepas dari
otak. Perkembangan otak sangat dipengaruhi oleh gizi yang
dikonsumsi. Selain gizi, rangsangan-rangsangan yang bersifat
kognitif emosional dari lingkungan juga memegang peranan yang
amat penting.
c. Keanekaragaman Kecerdasan
Kecerdasan menurut Howard Gardner dalam Eveline Siregar
dan Hartini Nara (2010: 100) dibagi menjadi sembilan kecerdasan,
yaitu kecerdasan linguistik, kecerdasan logis-matematis, kecerdasan
spasial, kecerdasan musikal, kecerdasan naturalis, kecerdasan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
kinestetik-jasmani, kecerdasan antarpribadi, kecerdasan intrapribadi,
dan kecerdasan eksistensialis.
1) Kecerdasan linguistik
Kecerdasan linguistik adalah kecerdasan dalam mengolah kata. Ini
merupakan kecerdasan para jurnalis, juru cerita, penyair, dan
pengacara. Orang yang cerdas dalam bidang ini dapat
beragumentasi, menyakinkan orang, menghibur, atau mengajar
dengan efektif lewat kata-kata yang diucapkannya.
2) Kecerdasan logis-matematis
Kecerdasan logis-matematis adalah kecerdasan dalam hal angka
dan logika. Ini merupakan kecerdasan para ilmuwan, akuntan, dan
programer komputer. Ciri-ciri orang yang cerdas secara logis-
matematis mencakup kemampuan penalaran, mengurutkan,
berpikir dalam tentang sebab akibat, menciptakan hipotesis,
mencari keteraturan konseptual atau pola numerik, dan pandangan
hidupnya umumnya bersifat rasional.
3) Kecerdasan spasial
Kecerdasan spasial mencakup berpikir dalam gambar, serta
kemampuan untuk mencerap, mengubah, dan menciptakan kembali
berbagai macam aspek dunia visual-spasial. Kecerdasan ini
merupakan kecerdasan para arsitek, fotografer, artis, pilot, dan
insinyur mesin. Orang dengan tingkat kecerdasan spasial yang
tinggi hampir selalu mempunyai kepekaan yang tajam terhadap
detail visual dan dapat menggambarkan sesuatu dengan begitu
hidup, melukis atau membuat sketsa ide secara jelas, serta dengan
mudah menyesuaikan orientasi dalam tiga dimensi.
4) Kecerdasan musikal
Ciri utama kecerdasan ini adalah kemampuan untuk mencerap,
menghargai, dan menciptakan irama dan melodi. Kecerdasan
musikal juga dimiliki orang yang peka nada, dapat menyanyikan
lagu dengan tepat, dapat mengikuti irama musik, dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
mendengarkan berbagai karya musik dengan tingkat ketajaman
tertentu.
5) Kecerdasan naturalis
Kecerdasan naturalis adalah kemampuan dan kepekaan terhadap
alam sekitar. Kemampuan yang tinggi untuk membedakan berbagai
jenis tumbuhan secara mendalam. Kemampuan untuk
menghubungkan materi pelajaran dengan fenomena alam.
Seseorang yang memiliki kecerdasan naturalis ini sangat menyukai
binatang ataupun tanaman. Kecerdasan ini banyak dimiliki oleh
para pakar lingkungan.
6) Kecerdasan kinestetik-jasmani
Kecerdasan kinestetik-jasmani adalah kecerdasan fisik, kecerdasan
ini mencakup bakat dalam mengendalikan gerak tubuh dan
keterampilan dalam menangani benda. Atlet, pengrajin, montir, dan
ahli bedah mempunyai kecerdasan kinestetik-jasmani tingkat
tinggi. Orang dengan kecerdasan fisik memiliki keterampilan
dalam menjahit, bertukang, atau merakit model. Mereka juga
menikmati kegiatan fisik, seperti berjalan kaki, menari, berlari,
berkemah, berenang, atau berperahu. Mereka adalah orang-orang
yang cekatan, indra perabanya sangat peka, tidak bisa tinggal diam,
dan berminat atas segala sesuatu.
7) Kecerdasan antarpribadi
Ini adalah kemampuan untuk memahami dan bekerja sama dengan
orang lain. Kecerdasan ini terutama menuntut untuk mencerap dan
tanggap terhadap suasana hati, perangai, niat, dan hasrat orang lain.
Pada tingkat yang lebih tinggi, kecerdasan ini dapat membaca
konteks kehidupan orang lain, kecenderungannya dan
kemungkinan keputusan yang akan diambil. Profesional, guru,
terapis, dan politisi umumnya memiliki kecerdasan ini.
8) Kecerdasan intrapribadi (dalam diri sendiri)
Orang yang kecerdasan intrapribadinya sangat baik dapat dengan
mudah mengakses perasaannya sendiri, membedakan berbagai
macam keadaan emosi, dan menggunakan pemahamannya sendiri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
untuk memperkaya dan membimbing hidupnya. Contoh orang
yang mempunyai kecerdasan ini, yaitu konselor, ahli teologi, dan
wirausahawan. Mereka sangat mawas diri dan suka bermeditasi,
berkontemplasi, atau bentuk lain penelusuran jiwa yang mendalam.
Sebaliknya mereka sangat mandiri, sangat terfokus pada tujuan,
dan sangat disiplin. Secara garis besar, mereka merupakan orang
yang gemar belajar sendiri dan lebih suka bekerja sendiri daripada
bekerja dengan orang lain.
9) Kecerdasan eksistensialis
Kecerdasan eksistensialia adalah kecerdasan yang cenderung
memandang masalah-masalah dari sudut pandang yang lebih luas
dari segala sesuatu. Kecerdasan ini banyak dijumpai pada para
filsuf. Mereka mampu menyadari dan menghayati dengan benar
keberadaan dirinya di dunia ini dan apa tujuan hidupnya.
d. Penggolongan IQ
IQ dapat diukur dengan menggunakan alat psikometri yang
biasa disebut sebagai tes kecerdasan. Para ahli membagi tingkatan IQ
bermacam-macam, salah satunya adalah penggolongan tingkat IQ
berdasarkan tes Stanford-Binet yang telah direvisi oleh Terman dan
Merill sebagai berikut (Baharuddin dan Nur Wahyuni, 2010: 21).
Tabel 2.2 Distribusi Kecerdasan IQ menurut Stanford Revision
Tingkat Kecerdasan (IQ) Klasifikasi
140 169 Amat superior
120 139 Superior
110 119 Rata-rata tinggi
90 109 Rata-rata
80 89 Rata-rata rendah
70 79 Batas lemah mental
20 69 Lemah mental
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
Dalam penelitian ini Distribusi Kecerdasan IQ dibagi menjadi 3
kategori berdasarkan skor IQ. Pengkategorian skor tersebut nampak
pada Tabel 2.3 berikut ini.
Tabel 2.3 Pengkategorian IQ pada penelitian ini
Tingkat Kecerdasan (IQ) Kategori
Tinggi
100 109 Sedang
99 Rendah
B. Penelitian yang Relevan
Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah sebagai
berikut.
1. Haydon, Maheady, dan Hunter (2010) yang berjudul Effects of Numbered
Heads Together on the Daily Quiz Scores and On-Task Behavior of
Students with Disabilities (Efek Numbered Heads Together pada skor kuis
harian dan tugas praktek siswa-siswa dengan keterbatasan jasmani).
Persamaan dengan penelitian ini adalah model NHT, sementara
perbedaannya adalah tidak dibandingkan dengan model yang lain.
2. Maheady, Pendl, Harper, dan Mallette (2006) yang berjudul The effects of
Numbered Heads Together with and without an Incentive Package on the
Science Test Performance of a Diverse Group of Sixth Graders (Efek
Numbered Heads Together dengan dan tanpa Paket Perangsang pada
Penyelenggaraan Tes Sains pada Grup Bakat Siswa Kelas 6). Persamaan
dengan penelitian ini adalah model NHT, sementara perbedaannya adalah
hanya membandingkan model NHT dengan modifikasinya.
3. Desoete (2008) yang berjudul Multi-method Assessment of Metacognitive
Skills in Elementary School Children: How You Test is What You Get
(Beraneka ragam metode penilaian kemampuan metakognitif pada anak-
anak sekolah dasar: Bagaimana kamu mengetes adalah apa yang dapat).
Persamaan dengan penelitian ini adalah meninjau IQ, sementara
perbedaannya adalah tidak membandingkan model pembelajaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
4. Berger (1986) yang berjudul Toward an Educated Use of IQ Tets (Untuk
sebuah pendidikan menggunakan IQ tes). Persamaan dengan penelitian ini
adalah meninjau IQ, sementara perbedaannya adalah tidak mengkaji
tentang model pembelajaran.
5. Bond (1982) yang berjudul The IQ Controversy and Academic
Performance (Kontroversi IQ dan Penyelenggaraan Akademik).
Persamaan dengan penelitian ini adalah meninjau IQ, sementara
perbedaannya adalah tidak meneliti tentang model pembelajaran.
6.
Kooperatif Tipe Two Stay-Two Stray (TS-TS) dan Numbered Heads
Together (NHT) terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas VIII
yang
menghasilkan temuan bahwa pembelajaran dengan model TSTS
memberikan prestasi belajar yang sama dengan model NHT, di sisi lain
prestasi belajar siswa dengan model TSTS dan NHT lebih baik dibanding
dengan pembelajaran konvensional. Persamaan dengan penelitian adalah
model pembelajaran, yaitu TSTS dan NHT. Sementara perbedaannya
adalah peninjauannya, yaitu akfivitas belajar, bukan IQ siswa.
7. Ceket Palupi Suroso (2011) yan
Matematika dengan Model Think-Pair-Share (TPS) dan Model Two Stay
Two Stray (TSTS) pada Kompetensi Dasar Menghitung Luas Permukaan
dan Volume Kubus, Balok, Prisma dan Limas ditinjau dari Kemampuan
Spasial Siswa Kelas VIII SMP Kota Surakarta Tahun Pelajaran
2010/2011 bahwa model TSTS lebih baik
daripada model TPS. Persamaan dengan penelitian ini adalah pada
penggunaan model TSTS, namun jika dalam penelitian ini dibandingkan
dengan model NHT, sementara dalam penelitian relevan dibandingkan
dengan model TPS. Selain itu, peninjauannya juga berbeda.
8. Tri Widiastuti (2011) yang berjudul Eksperimentasi Pembelajaran
Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray (TSTS) Dan Tipe Missouri
Mathematics Project (MMP) pada Prestasi Belajar Matematika ditinjau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
dari Sikap Sosial Siswa bahwa model TSTS
lebih baik daripada model MMP dan model konvensional, dan model
MMP lebih baik daripada model konvensional. Persamaan dengan
penelitian ini adalah pada penggunaan model TSTS, namun jika dalam
penelitian ini dibandingkan dengan model NHT, sementara dalam
penelitian relevan dibandingkan dengan model MMP.
9.
Kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS) dan Student Team
Achievement Division (STAD) pada Siswa SMP Negeri se-Kabupaten
menghasilkan temuan model TSTS sama baiknya dengan model STAD.
Persamaan dengan penelitian ini adalah pada penggunaan model TSTS,
namun jika dalam penelitian ini dibandingkan dengan model NHT,
sementara dalam penelitian relevan dibandingkan dengan model STAD.
Selain itu, peninjauannya juga berbeda.
C. Kerangka Berpikir
1. Kaitan antara model pembelajaran terhadap prestasi belajar
Menurut para ahli, penggunaan model pembelajaran yang tepat
akan berpengaruh terhadap keberhasilan proses belajar. Dengan
berhasilnya proses belajar, siswa akan mencapai hasil belajar yang
optimum. Model pembelajaran yang inovatif menjadi model pembelajaran
yang dianggap paling tepat untuk melaksanakan proses pembelajaran yang
aktif dan kreatif yang berorientasi pada siswa. Model pembelajaran
inovatif didaulat menjadi model pembelajaran yang akan membawa siswa
mencapai keberhasilan belajar dibandingkan model pembelajaran
konvensional.
Terdapat beberapa model pembelajaran inovatif yang dapat
digunakan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa, diantaranya adalah
NHT dan TSTS. Dalam kedua model pembelajaran tersebut, siswa
menggunakan LKS serta diberi kesempatan untuk terlibat langsung dalam
mengolah informasi sehingga siswa dapat saling berinteraksi dan saling
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
memunculkan strategi-strategi pemecahan masalah yang efektif dan
bekerjasama untuk memahami materi pelajaran. Model tersebut lebih
banyak melibatkan siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam
suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran
tersebut.
Baik model NHT atapun TSTS merupakan model pembelajaran
yang baik dalam merangsang siswa untuk lebih aktif dan berfikir kritis
karena siswa diberikan kesempatan untuk mencari sendiri pemecahan
masalah dengan kerjasama kelompok sehingga mereka lebih mudah
memahami materi. Keduanya merupakan varian dari model pembelajaran
kooperatif, hanya saja berbeda pada cara diskusi dan pemanggilan siswa
untuk unjuk hasil kerja. Sementara itu, berdasarkan dari beberapa
penelitian yang relevan diperoleh bahwa model TSTS merupakan model
pembelajaran yang lebih baik dibandingkan beberapa model pembelajaran
yang lain.
Atas dasar pemikiran di atas, diharapkan model pembelajaran
TSTS dapat memberikan prestasi belajar yang lebih baik daripada model
pembelajaran NHT dan model pembelajaran konvensional. Sementara itu,
diharapkan model pembelajaran NHT dapat memberikan prestasi belajar
yang lebih baik daripada model pembelajaran konvensional.
2. Kaitan antara kategori IQ siswa dengan prestasi belajar
Sesuai dengan pendapat para ahli, IQ merupakan skor yang
diperoleh dari sebuah alat tes kecerdasan. IQ hanya memberikan sedikit
indikasi mengenai taraf kecerdasan seseorang dan tidak menggambarkan
kecerdasan seseorang secara keseluruhan. IQ diakui sebagai suatu hal yang
patut diketahui oleh seseorang untuk mengetahui sejauhmana tingkat
kecerdasannya. Begitu pula dengan seorang siswa, sudah sepatutnya
mengetahui skor IQ-nya. Hal ini amat penting untuk keberhasilan
belajarnya. Apabila hasil tes IQ menunjukan bahwa dia termasuk kategori
IQ rendah, maka seharusnya dia akan berusaha belajar lebih giat jika ingin
prestasi belajarnya optimum.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
Perlu ditegaskan bahwa IQ menunjukan potensi modal kepandaian
siswa. Dengan modal awal yang bagus tentu saja hasilnya akan bagus
pula. Sehingga dengan demikian akan dapat diramalkan bahwa dengan
memiliki IQ yang tinggi, seorang siswa akan mendapat prestasi belajar
yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memiliki IQ yang lebih
rendah daripadanya. Dengan demikian kategori IQ siswa dapat untuk
meramalkan tingkat keberhasilan siswa dalam belajarnya.
Siswa dengan IQ tinggi akan cenderung mampu memecahkan
masalah dengan cepat dan tepat serta mampu menelaah materi pelajaran
secara luas dengan mengkaitkan dan mengkonstruksikan. Siswa dengan IQ
tinggi mempunyai karakteristik rasa ingin tahu yang luas mendalam, suka
mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan mudah memahami materi
pelajaran. Sebaliknya, siswa dengan IQ rendah mempunyai karakteristik
rasa ingin tahu rendah, jarang mengajukan pertanyaan dan butuh waktu
agak lama untuk memahami materi pelajaran.
Atas dasar pemikiran di atas, siswa dengan IQ tinggi besar
kemungkinannya akan mempunyai prestasi belajar yang lebih baik
dibandingkan dengan siswa dengan IQ sedang dan siswa dengan IQ
rendah. Demikian pula, siswa dengan IQ sedang besar kemungkinannya
akan memperoleh prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan siswa
dengan IQ rendah.
3. Kaitan antara kategori IQ siswa dengan prestasi belajar pada masing-masing model pembelajaran
Telah disampaikan dalam uraian di atas bahwa model
pembelajaran adalah faktor yang berpengaruh terhadap prestasi belajar
siswa. Penggunaan model pembelajaran yang berbeda dapat memberikan
keefektifan yang berbeda sesuai dengan potensi IQ siswa. Pada siswa
dengan IQ tinggi apabila difasilitasi dengan model pembelajaran yang
tepat, maka akan menghasilkan prestasi belajar yang optimum. Akan tetapi
walaupun siswa dengan IQ tinggi, namun tidak difasilitasi dengan model
pembelajaran yang tepat, maka prestasi belajarnya pun akan kurang
optimum.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Dengan memperhatikan landasan teori dan karakterisktik masing-
masing model pembelajaran, yaitu model NHT, model TSTS dan model
konvensional, dapat dibuat dasar pemikiran bahwa kemungkinan pada
model NHT, siswa dengan IQ tinggi mempunyai prestasi belajar yang
lebih baik daripada siswa dengan IQ sedang maupun siswa dengan IQ
rendah, dan siswa dengan IQ sedang mempunyai prestasi belajar yang
lebih baik daripada siswa dengan IQ rendah.
Kemungkinan pada model TSTS, siswa dengan IQ tinggi
mempunyai prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa dengan IQ
sedang maupun siswa dengan IQ rendah, dan siswa dengan IQ sedang
mempunyai prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa dengan IQ
rendah. Sementara pada model konvensional, kemungkinan siswa dengan
IQ tinggi, siswa dengan IQ sedang dan siswa dengan IQ rendah
mempunyai prestasi belajar yang sama.
4. Kaitan antara model pembelajaran terhadap prestasi belajar pada masing-masing kategori IQ siswa
Dengan memperhatikan karakteristik siswa dengan IQ tinggi
sangat memungkinkan untuk keaktifannya dalam proses kegiatan belajar.
Mereka mampu memecahkan masalah dengan cepat dan tepat serta
menelaah materi pelajaran secara luas. Sebaliknya, untuk siswa dengan IQ
rendah bagaimanapun tetap sukar ditingkatkan keaktifannya, kecuali jika
mereka merasa nyaman dalam proses kegiatan belajar. Dengan model
pembelajaran TSTS kemungkinan siswa dengan IQ rendah akan terbantu
karena keaktifan dari siswa dengan IQ tinggi.
Dengan memperhatikan landasan teori dan karakteristik IQ siswa,
dapat dibuat dasar pemikiran bahwa kemungkinan pada siswa dengan IQ
tinggi, antara model NHT, model TSTS dan model konvensional
memberikan prestasi belajar yang sama. Pada siswa dengan IQ sedang,
kemungkinan model TSTS memberikan prestasi belajar lebih baik
daripada model NHT maupun model konvensional, dan model NHT
memberikan prestasi belajar lebih baik daripada model konvensional.
Sementara pada siswa dengan IQ rendah, kemungkinan model TSTS
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
memberikan prestasi belajar lebih baik daripada model NHT maupun
model konvensional, dan model NHT memberikan prestasi belajar lebih
baik daripada model konvensional.
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka berpikir yang
dikemukakan di atas, dapat disampaikan beberapa hipotesis penelitian, sebagai
berikut:
1. Model TSTS memberikan prestasi belajar lebih baik dibanding model
NHT maupun model konvensional, dan model NHT memberikan prestasi
belajar lebih baik dibanding model konvensional.
2. Siswa dengan IQ tinggi mempunyai prestasi belajar lebih baik dibanding
siswa dengan IQ sedang maupun siswa dengan IQ rendah, dan siswa
dengan IQ sedang mempunyai prestasi belajar lebih baik dibanding siswa
dengan IQ rendah.
3. Pada model NHT, siswa dengan IQ tinggi mempunyai prestasi belajar
yang lebih baik daripada siswa dengan IQ sedang maupun siswa dengan
IQ rendah, dan siswa dengan IQ sedang mempunyai prestasi belajar yang
lebih baik daripada siswa dengan IQ rendah. Pada model TSTS, siswa
dengan IQ tinggi mempunyai prestasi belajar yang lebih baik daripada
siswa dengan IQ sedang maupun siswa dengan IQ rendah, dan siswa
dengan IQ sedang mempunyai prestasi belajar yang lebih baik daripada
siswa dengan IQ rendah. Pada model konvensional, siswa dengan IQ
tinggi, siswa dengan IQ sedang dan siswa dengan IQ rendah mempunyai
prestasi belajar yang sama.
4. Pada siswa dengan IQ tinggi, antara model NHT, model TSTS dan model
konvensional memberikan prestasi belajar yang sama. Pada siswa dengan
IQ sedang, model TSTS memberikan prestasi belajar lebih baik daripada
model NHT maupun model konvensional, dan model NHT memberikan
prestasi belajar lebih baik daripada model konvensional. Pada siswa
dengan IQ rendah, model TSTS memberikan prestasi belajar lebih baik
daripada model NHT maupun model konvensional, dan model NHT
memberikan prestasi belajar lebih baik daripada model konvensional.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat, Subjek dan Waktu Penelitian
1. Tempat dan Subjek Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada SMP Negeri di Kabupaten
Purworejo propinsi Jawa Tengah dengan subjek penelitian siswa kelas
VIII semester 2 tahun pelajaran 2011/2012.
2. Waktu Penelitian
Kegiatan penelitian dilakukan dari bulan Februari 2012 sampai
Januari 2013 dengan tahapan seperti dalam Tabel 3.1 berikut.
Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian
No. Kegiatan Bulan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1. Persiapan
2. Penyusunan usulan penelitian
3.
Penyusunan instrumen, pengajuan ijin penelitian dan uji coba instrumen
4. Eksperimen, pengumpulan data, dan analisis data
5. Penyusunan laporan penelitian
B. Jenis Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang diteliti, maka jenis pendekatan
penelitian yang digunakan adalah pendekatan eksperimental semu, karena
peneliti tidak mungkin mengontrol semua variabel bebas yang ikut
mempengaruhi variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah
model pembelajaran dan Intelligence Quotient (IQ) siswa, sedangkan
variabel terikatnya adalah prestasi belajar.
33
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Model pembelajaran dalam penelitian ini, meliputi model
pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) untuk
kelas eksperimen 1, model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two
Stray (TSTS) untuk kelas eksperimen 2, dan model pembelajaran
konvensional untuk kelas kontrol. Sementara untuk IQ siswa meliputi IQ
tinggi, IQ sedang, dan IQ rendah.
2. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan faktorial 3 x 3 yang dapat
digambarkan seperti nampak pada Tabel 3.2 berikut:
Tabel 3.2 Rancangan Penelitian IQ Siswa (B) Model Pembelajaran (A)
IQ tinggi (b1)
IQ sedang (b2)
IQ rendah (b3)
NHT (a1)
a1b1
a1b2
a1b3
TSTS (a2)
a2b1
a2b2
a2b3
Konvensional (a3 )
a3b1
a3b2
a3b3
Sebelum diadakan eksperimen, terlebih dahulu dilihat apakah secara
statistik terdapat perbedaan rata-rata prestasi yang berarti dari tiga kelas
(eksperimen 1, eksperimen 2 dan kontrol) maka dilakukan uji
keseimbangan dengan uji Anava Satu Jalan Sel Tak Sama berdasarkan
nilai matematika Ulangan Akhir Semester 1 tahun pelajaran 2011/2012.
C. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian adalah seluruh siswa kelas VIII SMP dalam
wilayah Kabupaten Purworejo. Tidaklah mungkin peneliti melakukan
penelitian terhadap populasi yang jumlahnya banyak. Sehingga di sini peneliti
mengambil beberapa sampel dari populasi.
Sampel yang dimaksud dipilih dengan teknik stratified cluster random
sampling. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut.
1. Mengelompokkan seluruh SMP dalam kriteria SMP berprestasi tinggi,
sedang dan rendah berdasarkan hasil UN mata pelajaran Matematika tahun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
pelajaran 2010/2011 untuk wilayah Kabupaten Purworejo. Adapun cara
pengelompokan adalah sebagai berikut:
Tabel 3.3 Pengelompokan SMP
No Interval Kategori
1. UNM > mean + (1/2) SD Tinggi
2. mean (1/2) SD UNM mean + (1/2) SD Sedang
3. UNM < mean (1/2)SD Rendah
dengan: UNM = nilai Ujian Nasional mata pelajaran Matematika mean = rata-rata UNM SD = standar deviasi
2. Dari kelompok yang terbentuk, diambil satu SMP dari masing-masing
kelompok secara random.
3. Dalam ketiga SMP yang terpilih, masing-masing SMP diambil tiga kelas
secara random untuk dijadikan sebagai sampel, yaitu masing-masing satu
kelas dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT, satu kelas dengan
model pembelajaran kooperatif tipe TSTS, dan satu kelas dengan model
pembelajaran konvensional. Sehingga jumlah kelas yang dijadikan sampel
adalah sebanyak sembilan kelas, yang meliputi, tiga kelas ekperimen 1,
tiga kelas eksperimen 2, dan tiga kelas kontrol.
Dari proses di atas terpilih SMP Negeri 15 Purworejo, SMP Negeri 31
Purworejo dan SMP Negeri 33 Purworejo.
D. Teknik Pengumpulan Data
1. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel bebas dan satu variabel terikat,
yaitu :
a. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran dan IQ
siswa.
1) Model Pembelajaran
a) Definisi operasional: model pembelajaran adalah prosedur yang
sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk
mencapai tujuan belajar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
b) Indikator: penggunaan model pembelajaran.
c) Skala pengukuran: nominal dengan tiga kategori, yaitu model
kooperatif tipe NHT, model kooperatif tipe TSTS dan model
konvensional.
d) Simbol: A
2) IQ siswa
a) Definisi operasional: IQ siswa adalah skor yang diperoleh dari
sebuah alat tes kecerdasan yang menunjukkan kemampuan
seseorang untuk memecahkan persoalan dan menghasilkan
produk dalam suatu setting yang beragam dan dalam situasi
yang nyata.
b) Indikator: skor tes IQ oleh Lembaga Konsultasi dan Bantuan
Psikologi Yayasan Bina Psikodata Yogyakarta.
c) Skala pengukuran: ordinal dengan tiga kategori, yaitu seperti
nampak pada Tabel 3.4 berikut ini.
Tabel 3.4 Pengkategorian IQ pada penelitian ini
Tingkat Kecerdasan (IQ) Kategori
Tinggi
100 109 Sedang
99 Rendah
d) Simbol: B
b. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah prestasi belajar.
1) Definisi operasional: prestasi belajar adalah penguasaan
pengetahuan atau keterampilan dalam pokok bahasan bangun ruang
sisi datar yang ditunjukkan dari hasil tes yang berupa angka.
2) Skala pengukuran: interval
3) Indikator: nilai tes prestasi belajar siswa pada pokok bahasan
bangun ruang sisi datar.
4) Simbol: Xi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
2. Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini metode yang digunakan untuk mengumpulkan
data ada dua macam, yaitu metode dokumentasi dan metode tes.
a. Metode dokumentasi
Menurut Suharsimi Arikunto (2006: 231), metode dokumentasi, yaitu
mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan,
transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger,
agenda, dan sebagainya. Dalam penelitian ini, metode dokumentasi
digunakan untuk memperoleh informasi dari sampel penelitian secara
rinci, yaitu meliputi biodata sampel, skor IQ siswa dan nilai
Matematika Ulangan Akhir Semester 1 tahun pelajaran 2011/2012.
Skor IQ diminta datanya dari Bagian BK sekolah tersebut. Nilai
Matematika Ulangan Akhir Semester 1 tahun pelajaran 2011/2012
digunakan untuk uji keseimbangan antar kelas eksperimen 1, kelas
eksperimen 2 dan kelas konvensional.
b. Metode tes
Tes adalah cara pengumpulan data yang menghadapkan sejumlah
pertanyaan-pertanyaan atau suruhan-suruhan kepada subjek peneliti.
Dalam mengukur ada atau tidaknya serta besarnya kemampuan objek
yang diteliti, digunakan tes. Untuk manusia, instrumen yang berupa tes
ini dapat digunakan untuk mengukur kemampuan dasar dan
pencapaian atau prestasi. Dalam penelitian ini, tes digunakan untuk
mengetahui prestasi belajar matematika siswa. Tes tersebut berbentuk
soal-soal obyektif sebanyak 30 soal tentang materi bahasan luas
permukaan dan volume bangun ruang sisi datar pada pokok bahasan
bangun ruang sisi datar kubus, balok, prisma dan limas.
3. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan instrumen berupa tes
atau soal-soal tes. Menurut Ruseffendi (1991: 69), tes adalah sekumpulan
soal atau pertanyaan yang dipakai untuk mengukur pengetahuan,
keterampilan, kemampuan, atau inteligensi perorangan atau kelompok.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
Ada beberapa jenis tes untuk mengumpulkan data, salah satunya adalah tes
prestasi. Tes prestasi atau achievement test, yaitu tes yang digunakan
untuk mengukur pencapaian seseorang setelah mempelajari sesuatu
(Suharsimi Arikunto, 2006: 151). Dari tes prestasi kita dapat melihat
seberapa dalam pemahaman materi pada pembelajaran. Oleh karena
peneliti ingin mengetahui efektivitas penggunaan model pembelajaran
dalam upaya peningkatan prestasi belajar matematika siswa SMP pada
pokok bahasan bangun ruang sisi datar, maka jenis tes yang digunakan
adalah berupa tes prestasi. Tes ini berwujud soal-soal obyektif atau pilihan
ganda.
4. Uji Coba Instrumen
Sebelum instrumen tes dipergunakan, instrumen tes tersebut perlu
diuji validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya beda.
a. Uji validitas
Uji validitas pada instrumen tes dimaksudkan untuk menguji apakah
tes tersebut mampu mempresentasikan seluruh isi hal yang akan
diukur. Untuk tes hasil belajar, supaya tes mempunyai validitas isi,
harus diperhatikan hal-hal berikut.
1) Bahan ujian (tes) harus merupakan sampel yang representatif
untuk mengukur sampai seberapa jauh tujuan pembelajaran
tercapai ditinjau dari materi yang diajarkan maupun dari sudut
proses belajar.
2) Titik berat bahan yang harus diujikan harus seimbang dengan titik
berat bahan yang telah diajarkan.
3) Tidak diperlukan pengetahuan lain yang tidak atau belum diajarkan
untuk menjawab soal-soal ujian dengan benar.
(Budiyono, 2003: 58)
Dalam penelitian ini suatu instrumen dikatakan valid jika memenuhi
kriteria penelaahan instrumen sebagai berikut:
1) Butir tes sesuai dengan kisi-kisi tes.
2) Materi pada butir tes sesuai dengan indikator.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
3) Materi pada butir tes sudah pernah dipelajari siswa.
4) Materi pada butir tes sudah dapat dipahami siswa.
5) Materi pada butir tes tidak memberikan interpretasi ganda.
6) Butir tes bukan termasuk kategori soal yang terlalu mudah atau
terlalu sulit.
Penguji validitas instrumen tes hasil belajar pada penelitian ini adalah
ahli yang dianggap mampu dalam bidangnya.
b. Uji Reliabilitas
Reliabilitas menunjukkan kepada keajegan hasil pengukuran. Tes
prestasi belajar yang digunakan dalam penelitian ini memakai tes
obyektif, dimana setiap jawaban yang benar diberi skor 1 dan jawaban
yang salah diberi skor 0. Untuk menghitung tingkat reliabilitasnya
digunakan rumus Kuder-Richardson dengan KR-20 yaitu:
r11 = 1n
n2
2
t
iit
s
qps
dengan : r11 = indeks reliabilitas instrumen n = banyaknya butir instrumen st
2 = variansi skor total pi = proporsi subjek yang menjawab benar pada butir ke-i qi = 1 - pi
soal dikatakan reliabel jika r11 > 0,7
(Budiyono, 2003: 69)
c. Daya Pembeda
Daya pembeda butir soal merupakan selisih proporsi penjawab butir
dengan benar antara kelompok atas dan kelompok bawah.
di = Pai - Pbi
dengan :
di = daya pembeda butir soal Pai = jumlah siswa yang menjawab benar dari kelompok atas dibagi
jumlah siswa kelompok atas Pbi = jumlah siswa yang menjawab benar dari kelompok bawah
dibagi jumlah siswa kelompok bawah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
dimana cara pengelompokan menjadi kelompok atas dan kelompok
bawah sebagai berikut:
1) Prestasi siswa (responden) dalam mengerjakan tes uji coba
diurutkan dari yang paling tinggi sampai yang paling rendah.
2) Jumlah siswa yang mengikuti tes uji coba dibagi dua dengan
maksud akan membagi siswa dalam dua kelompok.
3) Hasil dari poin 2) menunjukkan berapa jumlah siswa pada masing-
masing kelompok. Apabila jumlah seluruh siswa yang ikut tes uji
coba genap maka hasil poin 2) tentu saja juga genap yang berakibat
jumlah siswa kelompok atas dan kelompok bawah sama. Namun
apabila jumlah seluruh siswa yang ikut tes uji coba ganjil maka
hasil poin 2) tentu saja juga ganjil yang berakibat jumlah siswa
kelompok atas dan kelompok bawah tidak sama dengan selisih satu
siswa.
4) Selain memperhatikan poin 3), bisa jadi pada posisi pemisahan
siswa menjadi kelompok atas dan kelompok bawah terdapat
prestasi siswa yang sama. Apabila terjadi hal semacam ini maka
sebaiknya siswa-siswa dengan prestasi sama dijadikan dalam satu
kelompok, apakah ikut kelompok atas atau kelompok bawah,
jangan dipisahkan.
5) Siswa dengan prestasi paling tinggi sampai dengan posisi tertentu
dengan memperhatikan poin 2), poin 3), dan poin 4) merupakan
kelompok atas. Sementara itu, dari posisi tertentu itu sampai pada
siswa dengan prestasi paling rendah merupakan kelompok bawah.
Setelah di diperoleh, kemudian diinterpretasikan sebagai berikut:
30,0id : butir digunakan
30,0id : butir disisihkan
Nilai daya beda yang digunakan dalam penelitian ini adalah
30,0id .
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
d. Tingkat Kesukaran
Tingkat kesukaran butir soal merupakan rasio antara penjawab butir
dengan benar dan banyaknya penjawab butir.
NB
P
P = indeks kesukaran setiap butir soal
B = banyaknya siswa yang menjawab benar setiap butir soal
N = banyaknya siswa yang menjawab Dalam penelitian ini soal dianggap baik jika tingkat kesukarannya
adalah 70,030,0 P . Butir soal yang tidak memiliki indeks
kesukaran baik harus diperbaiki.
(Budiyono, 2011: 30)
Uji coba instrumen tes menggunakan instrumen tes sebanyak 40
soal bentuk pilihan ganda dengan alternatif jawaban 4 pilihan. Waktu
pengujian selama 80 menit. Setelah dilakukan analisis hasil uji coba
instrumen tes diambil 30 soal yang akan menjadi instrumen tes prestasi
belajar dalam penelitian ini.
E. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
analisis variansi (anava) dua jalan dengan sel tidak sama. Dari variabel
penggunaan model pembelajaran diklasifikasikan menjadi kelas eksperimen 1,
kelas eksperimen 2 dan kelas kontrol. Sedangkan dari variabel IQ siswa
diklasifikasikan menjadi IQ tinggi, IQ sedang, dan IQ rendah.
1. Uji Prasyarat Analisis
Sebelum eksperimen, dilakukan uji keseimbangan kelas. Karena uji
keseimbangan kelas menggunakan anava satu jalan dengan sel tak sama, maka
haruslah data pretasi belajar sampel memenuhi uji normalitas dan uji
homogenitas. Adapun uji normalitasnya meliputi uji normalitas kelas
eksperimen 1, uji normalitas kelas eksperimen 2, uji normalitas kelas kontrol.
Sementara uji homogenitas dilakukan hanya satu kali, yaitu uji homogenitas
antar kelas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Setelah eksperimen, dilakukan uji hipotesis. Karena uji hipotesis dalam
penelitian ini menggunakan anava dua jalan dengan sel tak sama, maka
haruslah data prestasi belajar sampel memenuhi uji normalitas dan uji
homogenitas. Adapun uji normalitasnya meliputi uji normalitas kelas
eksperimen 1, uji normalitas kelas eksperimen 2, uji normalitas kelas kontrol,
uji normalitas siswa IQ tinggi, uji normalitas siswa IQ sedang, uji normalitas
siswa IQ rendah. Sementara uji homogenitasnya meliputi uji homogenitas
antar penggunaan model pembelajaran, dan uji homogenitas antar IQ siswa.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel berasal
dari distribusi normal atau tidak. Uji normalitas menggunakan metode
Lilliefors, sebagai berikut :
1) Hipotesis
H0 : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H1 : sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal
2) Taraf signifikansi : 0,05
3) Statistik Uji
L = Maks )()( ii zSzF
dengan :
zi = s
xxi , ( s = simpangan baku)
F(zi ) = P(Z zi) zi = skor terstandar untuk xi Z ~ N(0,1) S(zi) = proporsi cacah Z zi terhadap seluruh xi
4) Daerah kritik
DK = nLLL ;
5) Keputusan uji
H0 diterima jika nilai statistik uji amatan tidak berada di daerah kritik
dan H0 ditolak jika nilai statistik uji amatan berada pada daerah kritik.
(Budiyono, 2009: 170)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel
berasal dari populasi yang variansinya sama. Uji homogenitas
menggunakan metode Bartlett dengan statistik uji Chi Kuadrat sebagai
berikut :
1) Hipotesis
H0 : 21 = 2
2 2k (populasi-populasi homogen)
H1 : tidak semua variansi sama (populasi-populasi tidak homogen)
2) Taraf signifikansi : 0,05
3) Statistik uji
22 log.log.303,2
jj sfRKGfc
dengan 2 ~ 2 (k-1)
dengan :
k = banyaknya sampel
f = derajat kebebasan untuk RKG = N-k = k
j jf1
fj = nj -1 = derajat kebebasan untuk s 2j = nj 1 , dengan j k
N = banyaknya seluruh nilai nj = banyaknya nilai (ukuran ) sampel ke-j
c = 1 + ffk j
11)1(3
1; RKG =
j
j
f
SS
SSj = 2jX -
j
j
n
X2
= (nj -1) sj2
4) Daerah kritik
DK = 1,222
k
5) Keputusan uji
H0 diterima jika nilai statistik uji amatan tidak berada di daerah kritik
dan H0 ditolak jika nilai statistik uji amatan berada pada daerah kritik.
(Budiyono, 2009:174)
c. Uji Keseimbangan
Uji keseimbangan dilakukan untuk mengetahui apakah kelompok
eksperimen 1, kelompok eksperimen 2 dan kelompok kontrol dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
keadaan seimbang atau tidak sebelum perlakuan dikenakan kepada
kelompok tersebut dengan kata lain secara statistik uji ini dilakukan untuk
mengetahui apakah terdapat perbedaan rata-rata yang berarti dari tiga
sampel. Untuk uji keseimbangan digunakan analisis variansi satu jalan
dengan sel tak sama terhadap nilai Matematika Ulangan Akhir Semester 1
tahun pelajaran 2011/2012. Adapun model untuk data pada populasi pada
analisis anava satu jalan dengan sel tak sama adalah:
ijjijX
dengan :
ijX data ke-i pada perlakuan ke-j
rerata dari seluruh data (rerata besar, grand mean)
jj efek perlakukan ke-j pada variabel terikat
jijij X deviasi data ijX
terhadap rerata populasinya yang
berdistribusi normal dengan rerata 0. i = 1, 2, jn ; j k
k = cacah populasi (cacah perlakuan, cacah klasifikasi)
Tabel 3.5 Tata Letak Data Anava Satu jalan Sel Tak Sama
1A 2A .... kA Total
Data Amatan
11X
21X
11nX
12X
22X
22nX
kX 1
kX 2
knkX
Cacah Data 1n 2n kn N
Jumlah Data 1T 2T kT G
Rerata 1X 2X kX X
Jumlah Kuadrat 21X 2
2X 2kX
jiijX
,
2
Suku Koreksi 1
21
nT
2
22
nT
k
k
nT 2
j j
j
n
T 2
Variasi 1SS 2SS kSS j
jSS
Dari Tabel 3.5, diketahui bahwa:
knnnnN ...21
kTTTTG ...21
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
NG
X
j
j
jjj n
TXSS
22
Adapun langkah pengujiannya adalah sebagai berikut:
a. Hipotesis
3210 :H
:1H paling sedikit ada dua rerata yang tidak sama
b. Tingkat Signifikansi: = 0,05
c. Statistik Uji
(1) = N
G 2
(2) =ji
ijX,
2 (3) =j j
j
n
T 2
Berdasarkan besaran-besaran itu, JKA, JKG, dan JKT diperoleh: JKA = (3) (1) JKG = (2) (3) JKT = (2) (1) Derajat kebebasan untuk masing-masing jumlah kuadrat itu adalah: dk A = k 1 dk G = N k dk T = N 1 Berdasarkan jumlah kuadrat dan derajat kebebasan masing-masing
diperoleh rerata sebagai berikut:
dkAJKA
RKA dkG
JKGRKG
Maka statistik ujinya adalah:
RKGRKA
F
d. Daerah Kritik
kNkFFFDK ,1;|
e. Keputusan Uji
0H ditolak apabila harga statistik yang bersesuaian melebihi harga
daerah kritiknya. Harga kritik tersebut diperoleh dari tabel distribusi F
pada tingkat signifikasi .
(Budiyono, 2009: 195)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
2. Uji Hipotesis
Setelah prasyarat uji yaitu uji normalitas, dan uji homogenitas
dipenuhi, maka selanjutnya dapat dilaksanakan uji hipotesis. Adapun uji
hipotesis dari penelitian ini digunakan analisis variansi dua jalan (3 x 3)
dengan frekuensi sel tak sama. Analisis variansi dua jalan yang merupakan
perluasan dari analisis variansi satu jalan, bertujuan untuk membandingkan
rata-rata beberapa populasi baik rata-rata baris maupun kolom dalam sel.
Anava dua jalan bertujuan untuk menguji signifikansi perbedaan efek
baris, kolom dan kombinasi efek baris dan kolom terhadap variabel terikat.
a. Model Umum
Adapun model untuk data populasi pada analisis variansi dua jalan
dengan sel tak sama adalah sebagai berikut :
Xijk = + i + j + ( )ij + ijk
(Budiyono, 2009: 229)
dengan :
Xijk = data amatan ke-k pada baris ke-i dan kolom ke-j
= rerata dari seluruh data amatan
i = efek baris ke-i pada variabel terikat
j = efek baris ke-j pada variabel terikat
( )ij = kombinasi efek baris ke-i dan kolom ke-j pada variabel terikat
ijk = deviasi data amatan terhadap rataan populasinya ( ij) yang
berdistribusi normal dengan rataan 0 (disebut rataan galat/error)
i = 1,2,3 dengan 1 = model pembelajaran kooperatif tipe NHT
2 = model pembelajaran kooperatif tipe TSTS
3 = model pembelajaran konvensional
j = 1,2,3 dengan 1 = IQ T (tinggi)
2 = IQ S (sedang)
3 = IQ R (rendah)
k ,nij ; nij = banyaknya data amatan pada sel ij
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
b. Prosedur Uji Hipotesis
Ada tiga pasang hipotesis yang diuji dengan analisis variansi dua
jalan. Tiga pasang tersebut adalah sebagai berikut:
H0A : i = 0 untuk setiap i = 1,2,3
(tidak ada perbedaan efek antar baris terhadap variabel terikat)
H1A : paling sedikit ada i yang tidak nol
(ada perbedaan efek antar baris terhadap variabel terikat)
H0B : j = 0 untuk setiap j =1,2,3
(tidak ada perbedaan efek antar kolom terhadap variabel terikat)
H1B : paling sedikit ada j yang tidak nol
(ada perbedaan efek antar kolom terhadap variabel terikat)
H0AB : ( )ij = 0 untuk setiap i=1,2,3 dan j=1,2,3
(tidak ada interaksi baris dan kolom terhadap variabel terikat)
H1AB : paling sedikit ada ( )ij yang tidak nol
(ada interaksi baris dan kolom terhadap variabel terikat)
Ketiga pasang hipotesis itu ekuivalen dengan tiga pasang hipotesis
berikut ini:
H0A : tidak ada perbedaaan efek antara penggunaan model
pembelajaran terhadap prestasi belajar.
H1A : ada perbedaaan efek antara penggunaan model pembelajaran
terhadap prestasi belajar.
H0B : tidak ada perbedaan efek IQ siswa terhadap prestasi belajar.
H1B : ada perbedaan efek IQ siswa terhadap prestasi belajar.
H0AB : tidak ada interaksi antara penggunaan model pembelajaran
dengan IQ siswa terhadap prestasi belajar.
H1AB : ada interaksi antara penggunaan model pembelajaran dengan
IQ siswa terhadap prestasi belajar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
c. Komputasi
Pada analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama ini didefinisikan
notasi notasi sebagai berikut:
nij = unsur sel ij (sel pada baris ke-i dan kolom ke-j)
= banyaknya data amatan pada sel ij
= frekuensi sel ij
(i = 1, 2, 3 dan j = 1, 2, 3)
hn = rataan harmonik frekuensi seluruh sel =
ji ijn
pq
,
1
N = ji
ijn,
= banyaknya seluruh data amatan
ijk
kijk
kijkij n
X
XSS
2
2
= jumlah kuadrat deviasi data amatan pada sel ij
ijAB = rataan pada sel ij = ijX
j
iji ABA = jumlah rataan pada baris ke-i
i
ijj ABB = jumlah rataan pada kolom ke-j
ji
ijABG,
= jumlah rataan semua sel
1) Menghitung komponen jumlah kuadrat yang dirumuskan sebagai
berikut:
(1) = pqG2
(2) =ji
ijSS,
(3) =i
i
q
A2
(4) = j
j
p
B 2
(5) = ji
ijAB,
2
2) Jumlah Kuadrat
JKA = hn {(3) (1)}
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
JKB = hn {(4) (1)}
JKAB= hn {(1) + (5) (3) (4)}
JKG = (2)
JKT = JKA + JKB + JKAB + JKG
3) Derajat Kebebasan (dk)
dk A = p 1 dk B = q 1
dk AB = ( p 1 ) ( q 1 ) dk G = N pq
dk T = N 1
4) Rataan Kuadrat
RKA=dkAJKA
, RKB=dkBJKB
, RKAB=dkABJKAB
, RKG =dkGJKG
d. Statistik Uji
1) Untuk H0A adalah Fa = RKGRKA
2) Untuk H0B adalah Fb = RKGRKB
3) Untuk H0AB adalah Fab = RKGRKAB
dengan :
1pJKA
dkAJKA
RKA 11 qp
JKABdkABJKAB
RKAB
1qJKB
dkBJKB
RKB )1(npq
JKGdkGJKG
RKG
e. Daerah Kritik (DK)
1) Daerah kritik untuk Fa adalah DK = F F F ; p-1, N-pq
2) Daerah kritik untuk Fb adalah DK = F F F ; q-1, N-pq
3) Daerah kritik untuk Fab adalah DK = F F F ; (p-1)(q-1), N-pq
f. Keputusan uji
H0 ditolak apabila Fhit DK
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
g. Rangkuman analisis
Tampak pada Tabel 3.6 di bawah ini.
Tabel 3.6 Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan Sel Tak Sama
Sumber JK dk RK Fobs Ftabel
Baris (A) JKA p 1 RKA Fa pqNpF ,1;
Kolom (B) JKB q 1 RKB Fb pqNqF ,1;
Interaksi(AB) JKAB (p 1) (q 1) RKAB Fab pqNqpF ,11;
Galat (G) JKG N pq RKG - -
Total JKT N 1 - - -
Keterangan: Ftabel adalah nilai F yang diperoleh dari tabel.
Uji Komparasi Ganda
Komparasi ganda adalah tindak lanjut dari analisis variansi. Apabila
analisis variansi tersebut menunjukkan bahwa hipotesis nol ditolak. Untuk uji
lanjutan setelah analisis variabel digunakan metode Scheffe. Langkah-
langkah dalam menentukan metode Scheffe:
a) Mengidentifikasi semua pasangan komparasi rataan dan merumuskan
hipotesis yang bersesuaian dengan komparasi tersebut.
b) Menentukan tingkat signifikansi.
c) Mencari harga statistik uji F dengan rumus sebagai berikut:
1) Untuk komparasi rataan antar baris ke-i dan ke-j
Jika H0A pada uji hipotesis ditolak sehingga ada perbedaan
efek antar baris, maka perlu dilakukan uji lanjut pasca anava yaitu uji
komparasi antar baris
ji
jiji
nnRKG
XXF
11
2
jiF = nilai Fobs pada pembandingan baris ke-i dan baris ke-j
iX = rataan pada baris ke-i
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
jX = rataan pada baris ke-j
RKG = rataan kuadrat galat dari perhitungan analisis variansi
in = ukuran sampel baris ke-i
jn = ukuran sampel baris ke-j
2) Untuk komparasi rataan antar kolom ke-i dan ke-j
Jika H0B pada uji hipotesis ditolak sehingga ada perbedaan
efek antar kolom, maka perlu dilakukan uji lanjut pasca anava yaitu
uji komparasi antar kolom. Metode yang digunakan adalah uji
ji
jiji
nnRKG
XXF
11
2
jiF = nilai Fobs pada pembandingan kolom ke-i dan kolom ke-j
iX = rataan pada kolom ke-i
jX = rataan pada kolom ke-j
RKG = rataan kuadrat galat dari perhitungan analisis variansi
in = ukuran sampel kolom ke-i
jn = ukuran sampel kolom ke-j
3) Untuk komparasi rataan antar sel ij dan sel kj pada kolom yang sama
kjij
kjijkjij
nnRKG
XXF
11
2
Fij-kj = nilai Fobs pada pembandingan rataan pada sel ij dan rataan
pada sel kj
ijX = rataan pada sel ij, kjX = rataan pada sel kj
RKG = rataan kuadrat galat dari perhitungan analisis variansi
nij = ukuran sel ij, nkj = ukuran sel kj
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
4) Untuk komparasi rataan antar sel ij dan sel ik pada baris yang sama
ikij
ikijikij
nnRKG
XXF
11
2
Fij-ik = nilai Fobs pada pembandingan rataan pada sel ij dan rataan
pada sel ik
ijX = rataan pada sel ij, ikX = rataan pada sel ik
RKG = rataan kuadrat galat dari perhitungan analisis variansi
nij = ukuran sel ij, nik = ukuran sel ik
d) Menentukan tingkat signifikansi ( = 0,05)
e) Menentukan daerah kritik (DK)
pqNpji FpFFDK ,1;1|
pqNqji FqFFDK ,1;1|
pqNpqk jij FpqFFDK ,1;1|
pqNpqikij FpqFFDK ,1;1|
f) Menentukan keputusan uji (beda rerata) untuk setiap pasang komparasi
rerata 0H ditolak jika DKF .
g) Menyusun rangkuman analisis (komparasi ganda).
(Budiyono, 2009: 215-217)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Hasil Uji Coba Instrumen
Soal tes yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari 30 butir soal tes
matematika mengenai luas dan volume bangun ruang sisi datar kubus, balok,
prisma dan limas. Karena soal tes ini merupakan instrumen penelitian maka
sebelum digunakan sebagai alat ukur terlebih dahulu dilakukan analisis
validasi, tingkat kesukaran, daya pembeda dan reliabilitas terhadap soal tes
ini.
Untuk menganalisis validasi soal tes dilakukan dengan expert judgment
(ahli), dengan validator Dr. Bambang Priyo Darminto, M.Kom, seorang
dosen matematika yang aktif mengajar di Prodi Matematika Fakultas FKIP
Universitas Muhammadiyah Purworejo. Selain itu juga konsultasi dengan tiga
validator lain, yaitu Siti Munawarah, S.Pd., Teguh P, S.Pd., Tut Wuri
Handayani, S.Si yang mana ketiganya merupakan pengajar matematika di
sekolah yang dijadikan sampel. Sedangkan untuk menganalisis tingkat
kesukaran, daya pembeda dan reliabilitas butir soal dicobakan kepada 60
orang siswa SMP yang terdiri dari 28 orang siswa dari SMP Negeri 9
Purworejo dan 32 orang siswa dari SMP Negeri 25 Purworejo dengan waktu
80 menit. Adapun hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut.
1. Validitas soal tes
Dari uji validitas soal tes prestasi belajar mengenai luas dan volume
bangun ruang sisi datar kubus, balok, prisma dan limas yang dilakukan
dengan ahli, validator menyatakan bahwa dari 40 butir soal tes yang
divalidasi semua soal valid dan dapat digunakan untuk melakukan tes uji
hipotesis penelitian. Namun beberapa soal dikatakan agak sulit, terutama
soal yang berkaitan dengan permasalahan dunia nyata. Mengenai validasi
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7.
53
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
2. Tingkat Kesukaran soal tes
Kriteria uji yang digunakan dalam uji tingkat kesukaran soal tes prestasi
belajar mengenai luas dan volume bangun ruang sisi datar kubus, balok,
prisma dan limas adalah: Butir soal yang digunakan bila memenuhi syarat
70,030,0 TK dimana TK adalah Tingkat Kesu
tingkat kesukaran tes tersebut diperoleh hasil 31 butir soal memenuhi
syarat dan 9 butir soal tidak memenuhi syarat. Butir soal yang memenuhi
syarat adalah butir soal dengan nomor soal 2, 3, 5, 6, 7, 8, 9, 12, 13, 14,
15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 25, 27, 29, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39,
dan 40. Adapun butir soal yang tidak memenuhi syarat adalah butir soal
dengan nomor soal 1, 4, 10, 11, 23, 24, 26, 28, dan 30. Mengenai
perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 8.
3. Daya Pembeda soal tes
Kriteria uji yang digunakan dalam uji daya pembeda soal tes prestasi
belajar mengenai luas dan volume bangun ruang sisi datar kubus, balok,
prisma dan limas adalah
30,0id Dari analisis daya pembeda tersebut diperoleh hasil 31 butir
soal memenuhi syarat dan 9 butir soal tidak memenuhi syarat. Butir soal
yang memenuhi syarat adalah butir soal dengan nomor soal 2, 3, 5, 6, 7, 8,
9, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 25, 27, 29, 31, 32, 33, 34, 35,
36, 37, 38, 39, dan 40. Adapun butir soal yang tidak memenuhi syarat
adalah butir soal dengan nomor soal 1, 4, 10, 11, 23, 24, 26, 28, dan 30.
Mengenai perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 8.
Berdasarkan Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda, butir soal
yang tidak dipakai adalah butir soal dengan nomor soal 1, 4, 10, 11, 23,
24, 26, 28, dan 30. Selain kesembilan butir soal itu, nomor soal 35 juga
tidak dipakai karena butir soal yang dibutuhkan hanya 30 butir soal.
Adapun butir soal yang dipakai adalah butir soal dengan nomor soal 2, 3,
5, 6, 7, 8, 9, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 25, 27, 29, 31, 32,
33, 34, 36, 37, 38, 39, dan 40 yang seluruhnya berjumlah 30 butir soal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
4. Reliabilitas soal tes
Uji reliabilitas soal tes prestasi belajar mengenai luas dan volume bangun
ruang sisi datar kubus, balok, prisma dan limas menggunakan rumus
Kuder-Richardson
indeks reliabilitas soal 70,011r Dari 40 soal tes yang memenuhi uji
tingkat kesukaran dan uji daya beda hanya 31 soal. Karena yang
dibutuhkan untuk instrumen tes hanya 30 soal maka hanya diambil 30 soal
dari 31 soal. Sebanyak 30 soal tersebut diuji reliabilitas dan analisis
reliabilitas soal tes tersebut menunjukan hasil 70,08987,011r yang
berarti 30 soal tersebut reliabel. Mengenai perhitungan selengkapnya dapat
dilihat pada Lampiran 9.
B. Deskripsi Data
1. Data Prestasi Belajar Sampel Sebelum Eksperimen
Sebelum eksperimen dimulai perlu dipastikan terlebih dahulu bahwa
masing-masing kelompok mempunyai kemampuan matematika yang
seimbang. Oleh karena itu, dari seluruh siswa yang termasuk dalam
sampel, yaitu siswa kelas VIII C, D, E SMP Negeri 15 Purworejo, siswa
kelas VIII A, B, C SMP Negeri 31 Purworejo, dan siswa kelas VIII C, D,
E SMP Negeri 33 Purworejo dilakukan uji keseimbangan. Data prestasi
belajar ini diambil dari data nilai matematika Ulangan Akhir Semester 1
kelas VIII tahun pelajaran 2011/2012. Berikut adalah rangkuman data
prestasi belajar matematika siswa sebelum eksperimen.
Tabel 4.1 Data Prestasi Belajar Matematika Sebelum Eksperimen
Kelompok x NHT 70 86 22 3649 52,13 190,08 13,79 TSTS 72 83 20 3769 52,35 150,43 12,26 Konvensional 68 92 20 3509 51,60 265,56 16,30
2. Data Skor IQ Sampel
Data skor IQ sampel diperoleh dari data di sekolah sampel.
Pengambilan data skor IQ di SMP Negeri 15 Purworejo dan SMP Negeri
33 Purworejo diperoleh dari Bagian Bimbingan Konseling (BK) sekolah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
Sementara di SMP Negeri 31 Purworejo diperoleh dari masing-masing
individu siswa dengan mengumpulkan fotokopi bukti fisik hasil tes IQ
mereka. Untuk selengkapnya data skor IQ dapat dilihat pada Lampiran 18
yang memuat data skor IQ.
3. Data Prestasi Belajar Sampel Sesudah Eksperimen
Setelah eksperimen telah selesai dilaksanakan, siswa diberi tes
prestasi belajar mengenai luas dan volume bangun ruang sisi datar kubus,
balok, prisma dan limas. Berikut adalah rangkuman data prestasi belajar
matematika siswa sesudah eksperimen.
Tabel 4.2 Data Prestasi Belajar Matematika Sesudah Eksperimen
Kelompok x NHT 70 73 19 3139 44,84 169,90 13,03 TSTS 72 73 22 3546 49,25 242,56 15,57 Konvensional 68 76 25 3518 51,74 140,71 11,86
Tabel 4.3 Data Rerata Prestasi Belajar Matematika
Sesudah Eksperimen T S R Marginal
NHT 43,43 48,58 40,22 44,84 TSTS 58,00 50,50 46,28 49,25
K 46,64 54,82 50,05 51,74 Marginal 48,33 51,25 45,16
Keterangan :
NHT = Kelompok model pembelajaran NHT TSTS = Kelompok model pembelajaran TSTS K = Kelompok model pembelajaran Konvensional T = Kelompok kategori IQ Tinggi S = Kelompok kategori IQ Sedang R = Kelompok kategori IQ Rendah
C. Uji Keseimbangan Sebelum Eksperimen
1. Hasil Uji Normalitas
Sebagai persyaratan penggunaan statistik uji anava satu jalan
dengan sel tak sama untuk kepentingan uji keseimbangan tiga sampel
maka dilakukan terlebih dahulu uji normalitas pada masing-masing
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Uji normalitas dilakukan pada data prestasi belajar sebelum eksperimen,
yaitu data prestasi matematika pada Ulangan Akhir Semester 1 kelas VIII
tahun pelajaran 2011/2012. Uji normalitas ini terdiri dari uji normalitas
pada kelompok NHT sebelum eksperimen, uji normalitas pada kelompok
TSTS sebelum ekperimen, dan uji normalitas pada kelompok
Konvensional sebelum eksperimen. Adapun hasil perhitungan uji
normalitas dengan metode Lilliefors tampak pada Tabel 4.4 berikut ini.
Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas Prestasi Belajar Sebelum Ekperimen
Sumber n Lobs Ltabel Keputusan Uji
Kelompok NHT 70 0,0922 0,1059 Ho tidak ditolak
Kelompok TSTS 72 0,1002 0,1044 Ho tidak ditolak
Kelompok Konvensional 68 0,1022 0,1074 Ho tidak ditolak
Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 13 15 Dari tabel di atas tampak bahwa Keputusan Uji menunjukan bahwa
baik untuk Kelompok NHT, Kelompok TSTS maupun Kelompok
Konvensional memberikan hasil 0H tidak ditolak. Dengan hal ini berarti
bahwa ketiga sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
2. Hasil Uji Homogenitas Variansi
Sebagai persyaratan yang lain atas penggunaan statistik uji anava
satu jalan dengan sel tak sama untuk kepentingan uji keseimbangan tiga
sampel maka dilakukan terlebih dahulu uji homogenitas dengan kriteria
apakah variansi variansi dari ketiga populasi tersebut sama
(homogen) Adapun hasil uji homogenitas variansi dengan uji Barlett
adalah 5,642, sementara 991,522;05,0 dan dengan memperhatikan bahwa
991,5| 22DK maka 0H tidak ditolak. Sehingga diperoleh
kesimpulan bahwa variansi variansi dari tiga populasi tersebut sama
(homogen). Untuk rincian perhitungan yang lengkap dapat dilihat pada
Lampiran 16.
3. Hasil Uji Keseimbangan
Dikarenakan sampel terdiri dari 3 kelompok berbeda maka untuk
kepentingan uji keseimbangan digunakan anava satu jalan. Dengan uji
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
anava akan dilihat apakah ketiga sampel mempunyai rataan yang sama
atau tidak sama. Dari hasil perhitungan diperoleh 05,0obsF , sementara
04,3207;2;05,0F dan dengan memperhatikan 04,3| FFDK maka
0H tidak ditolak, yang artinya bahwa ketiga sampel mempunyai rataan
yang sama. Dengan kata lain ketiga sampel seimbang. Untuk rincian
perhitungan yang lengkap dapat dilihat pada Lampiran 17.
D. Uji Persyaratan Analisis
1. Hasil Uji Normalitas
Salah satu syarat untuk dapat digunakan statistik uji anava dua jalan
dengan sel tak sama adalah masing masing sampel harus berasal dari
populasi yang berdistribusi normal. Terkait dengan pelaksanaan uji anava
dua jalan dengan sel tak sama dalam penelitian ini, uji normalitas
dilakukan pada prestasi belajar kelompok NHT, prestasi belajar kelompok
TSTS, prestasi belajar Konvensional, prestasi belajar kelompok kategori
IQ tinggi, prestasi belajar kelompok kategori IQ sedang, dan prestasi
belajar kelompok kategori IQ rendah. Adapun hasil uji normalitas dari
prestasi belajar matematika sesudah eksperimen (prestasi belajar
mengenai luas dan volume bangun ruang sisi datar kubus, balok, prisma
dan limas) dengan menggunakan metode Lilliefors pada masing masing
sampel adalah sebagai berikut.
Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas Prestasi Belajar Sesudah Ekperimen
Sumber n Lobs Ltabel Keputusan Uji
Kelompok NHT 70 0,1035 0,1059 Ho tidak ditolak
Kelompok TSTS 72 0,1037 0,1044 Ho tidak ditolak
Kelompok Konvensional 68 0,0646 0,1074 Ho tidak ditolak
Kelompok IQ Tinggi 27 0,1128 0,1705 Ho tidak ditolak
Kelompok IQ Sedang 104 0,0672 0,0869 Ho tidak ditolak
Kelompok IQ Rendah 79 0,0980 0,0997 Ho tidak ditolak
Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 19 24
Dari tabel di atas tampak bahwa Keputusan Uji menunjukan bahwa
baik untuk Kelompok NHT, Kelompok TSTS, Kelompok Konvensional,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
Kelompok IQ Tinggi, Kelompok IQ Sedang, maupun Kelompok IQ
Rendah memberikan hasil 0H tidak ditolak. Dengan hal ini berarti bahwa
sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
2. Hasil Uji Homogenitas Variansi
Uji homogenitas variansi dilakukan untuk mengetahui apakah
populasi populasi yang dibandingkan mempunyai variansi yang sama
atau tidak sama. Uji homogenitas variansi ini dilakukan juga karena
merupakan salah satu syarat untuk dapat digunakan statistik uji anava dua
jalan dengan sel tak sama. Dalam penelitian ini, uji homogenitas
dilakukan dua uji, yaitu uji homogenitas untuk populasi populasi dalam
model pembelajaran dan uji homogenitas untuk populasi populasi dalam
kategori IQ. Adapun hasil uji homogenitas dari prestasi belajar
matematika sesudah eksperimen tersebut dengan uji Bartlett disajikan
pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.6 Hasil Uji Homogenitas Prestasi Belajar Sesudah Ekperimen
Sumber k - 1 2obs
22;05,0 Keputusan Uji
Model Pembelajaran 2 5,361 5,991 Ho tidak ditolak
Kategori IQ 2 2,416 5,991 Ho tidak ditolak
Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 25 26
Dari tabel di atas tampak bahwa Keputusan Uji menunjukan bahwa
baik untuk kelompok model pembelajaran maupun kelompok kategori IQ
memberikan hasil 0H tidak ditolak. Dengan hal ini berarti bahwa bahwa
variansi variansi dari tiga populasi pada model pembelajaran sama
(homogen) dan bahwa variansi variansi dari tiga populasi pada kategori
IQ sama (homogen).
E. Uji Hipotesis
1. Hasil Uji Anava Dua Jalan dengan Sel Tak Sama
Dalam penelitian ini digunakan uji analisis variansi dua jalan
dengan sel tak sama untuk mengetahui: (a) sama atau tidaknya rataan
hasil belajar ketiga model pembelajaran yang dieksperimenkan dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
penelitian ini, (b) sama atau tidaknya rataan hasil belajar ketiga kategori
IQ yang ada dalam penelitian ini, dan (c) terdapat interaksi atau tidaknya
antara model pembelajaran dengan kategori IQ.
Hasil perhitungan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama
terhadap hasil tes prestasi belajar sesudah eksperimen (prestasi belajar
mengenai luas dan volume bangun ruang sisi datar kubus, balok, prisma
dan limas) disajikan dalam Tabel 4.7 berikut ini.
Tabel 4.7 Rangkuman Hasil Uji Analisis Variansi Dua Jalan dengan Sel Tak Sama
Sumber JK dk RK Fobs F
Model Pembelajaran (A) 1520,614 2 760,307 4,276 3,041
Kategori IQ (B) 798,606 2 399,303 2,246 3,041
Interaksi (AB) 1349,364 4 337,341 1,897 2,417
Galat (G) 35739,205 201 177,807 - -
Total 39407,789 209 - - -
Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 27
Dari Tabel 4.7 tampak bahwa untuk Model Pembelajaran (A), nilai
dari aF 4,276 dan nilai dari 201;2;05,0F 3,041. Jadi aF 4,276 DK ,
berarti OAH ditolak maka dari ketiga kelompok model pembelajaran
terdapat sekurang kurangnya satu pasang kelompok mempunyai rataan yang tidak sama.
Untuk Kategori IQ (B), nilai dari bF 2,246 dan nilai dari
201;2;05,0F 3,041. Jadi bF 2,246 DK , berarti OBH tidak ditolak maka
ketiga kategori IQ mempunyai rataan yang sama. Untuk Interaksi (AB),
nilai dari abF 1,897 dan nilai dari 201;4;05,0F 2,417. Jadi abF 1,897
DK , berarti OABH tidak ditolak maka tidak terdapat interaksi antara
model pembelajaran dan kategori IQ siswa.
2. Hasil Uji Komparasi Ganda antar Baris
Karena dari hasil uji analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama
di atas untuk Model Pembelajaran (A) menyatakan OAH ditolak (dari
ketiga kelompok model pembelajaran terdapat sekurang kurangnya satu
pasang kelompok mempunyai rataan yang tidak sama) maka dilakukan uji
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
komparasi ganda antar baris. Uji komparasi ganda antar baris ini untuk
mengetahui mana yang di antara ketiga model pembelajaran dalam
penelitian ini mempunyai rataan prestasi belajar yang berbeda.
Hasil dari uji komparasi ganda antar baris dengan metode Scheffe
disajikan dalam Tabel 4.8 berikut.
Tabel 4.8 Hasil Uji Komparasi Ganda antar Baris
Komparasi obsF 201;2;05.02F Keputusan Uji
1 vs 2 101,479 6,082 Ho ditolak
1 vs 3 72,127 6,082 Ho ditolak
2 vs 3 2,096 6,082 Ho tidak ditolak
Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 28
Dari Tabel 4.8 tampak bahwa untuk 1 vs 2 , 0H ditolak maka
rataan dari kelompok model NHT berbeda dengan rataan kelompok
model TSTS. Untuk 1 vs 3 , 0H ditolak maka rataan dari kelompok
model NHT berbeda dengan rataan kelompok model Konvensional.
Untuk 2 vs 3 , 0H tidak ditolak maka rataan dari kelompok model
TSTS tidak berbeda dengan rataan kelompok model Konvensional.
F. Pembahasan Hasil Penelitian
1. Hipotesis Pertama
Dari uji analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama dinyatakan
bahwa AH0 ditolak, artinya di antara kelompok NHT, kelompok TSTS,
atau kelompok Konvensional terdapat sekurang kurangnya satu pasang
kelompok model pembelajaran mempunyai rataan yang tidak sama.
Untuk mengetahui mana di antara ketiga model pembelajaran tersebut
yang mempunyai rataan prestasi belajar matematika berbeda, harus
dilanjutkan dengan uji komparasi ganda antar baris.
Dari uji komparasi ganda antar baris dengan metode Scheffe, untuk
1 vs 2 , 0H ditolak, artinya rataan dari kelompok NHT berbeda
dengan kelompok TSTS. Ditinjau dari besarnya nilai rataan prestasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
belajar siswa, siswa dalam kelompok NHT mempunyai rataan 44,84,
sedangkan siswa dalam kelompok TSTS mempunyai rataan 49,25
sehingga dapat dikatakan bahwa prestasi siswa dalam kelompok TSTS
lebih baik daripada siswa dalam kelompok NHT.
Dari uji komparasi ganda antar baris dengan metode Scheffe, untuk
1 vs 3 , 0H ditolak, artinya rataan dari kelompok NHT berbeda
dengan kelompok Konvensional. Ditinjau dari besarnya nilai rataan
prestasi belajar siswa, siswa dalam kelompok NHT mempunyai rataan
44,84, sedangkan siswa dalam kelompok Konvensional mempunyai
rataan 51,74 sehingga dapat dikatakan bahwa prestasi siswa dalam
kelompok Konvensional lebih baik daripada siswa dalam kelompok NHT.
Dari uji komparasi ganda antar baris dengan metode Scheffe, untuk
2 vs 3 , 0H tidak ditolak, artinya rataan dari kelompok TSTS sama
dengan rataan dari kelompok Konvensional. Sehingga dapat dikatakan
bahwa prestasi siswa kelompok TSTS sama baiknya dengan prestasi
siswa kelompok Konvensional.
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa prestasi belajar siswa
dalam kelompok TSTS lebih baik daripada prestasi belajar siswa dalam
kelompok NHT, prestasi belajar siswa dalam kelompok Konvensional
lebih baik daripada prestasi belajar siswa dalam kelompok NHT, dan
prestasi belajar siswa dalam kelompok TSTS sama baiknya dengan
prestasi belajar siswa dalam kelompok Konvensional. Dengan demikian
hipotesis pertama penelitian ini yang berbunyi model TSTS memberikan
prestasi belajar lebih baik dibanding model NHT maupun model
konvensional, dan model NHT memberikan prestasi belajar lebih baik
dibanding model konvensional ditolak.
Uraian di atas bertolak belakang dengan teori yang ada, yaitu model
pembelajaran inovatif lebih baik daripada model pembelajaran
konvensional. Sementara itu pada penelitian sejenis yang dilakukan oleh
Ravi Apriandi (2012) menghasilkan temuan bahwa pembelajaran dengan
model pembelajaran kooperatif tipe TSTS memberikan prestasi belajar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
matematika yang sama dengan menggunakan pembelajaran kooperatif
tipe NHT, di sisi lain prestasi belajar matematika siswa dengan model
pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan kooperatif tipe NHT lebih baik
dibanding dengan pembelajaran konvensional. Walaupun penelitian ini
memberikan hasil yang berbeda dengan teori yang ada dan berbeda
dengan penelitian relevan, namun tidak menjadi masalah. Hal ini justru
menambah khazanah ilmu pengetahuan bahwa model pembelajaran
mempunyai andil dalam prestasi belajar siswa.
Ditolaknya hipotesis pertama dalam penelitian ini diduga karena
ternyata model pembelajaran TSTS dan model pembelajaran NHT yang
diharapkan akan menghasilkan prestasi yang lebih baik masih perlu
dibiasakan. Kurang terbiasanya menggunakan kedua model pembelajaran
ini menyebabkan kurang optimalnya hasil yang dicapai. Namun demikian
walaupun dari sisi prestasi belum menggembirakan, dengan berdasar pada
teori yang ada, model pembelajaran TSTS dan model pembelajaran NHT
dapat dipastikan bahwa dalam pemahaman konsep akan lebih baik.
2. Hipotesis Kedua
Dari hasil analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama dinyatakan
bahwa BH0 tidak ditolak, artinya ketiga kategori IQ mempunyai rataan
yang sama. Dalam kasus ini tidak diperlukan uji lanjut. Ini berarti bahwa
hipotesis dalam penelitian ini yang menyatakan bahwa prestasi belajar
pada kelompok kategori IQ tinggi lebih baik daripada prestasi belajar
pada kelompok kategori IQ sedang dan prestasi belajar pada kelompok
kategori IQ rendah, dan prestasi belajar pada kelompok kategori IQ
sedang lebih baik daripada prestasi belajar pada kelompok kategori IQ
rendah ditolak. Jadi dapat dikatakan bahwa baik pada kategori IQ tinggi,
kategori IQ sedang maupun kategori IQ rendah mempunyai prestasi
belajar yang sama.
Tidak berbedanya prestasi belajar pada masing-masing kategori IQ
diduga karena kecerdasan siswa tidak bersifat tunggal. Mereka
mempunyai kecerdasan multidimensional dengan banyak cabang (rumpun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
kecerdasan). Selain Intellegence Quotient (IQ), mereka memiliki
Emotional Quotient (EQ), Adversity Quotient (AQ), Spiritual Quotient
(SQ), Creativity Quotient (CQ). Sehingga prestasi belajar mereka tidak
hanya dipengaruhi oleh IQ semata. Dengan demikian hasil penelitian ini
menunjukan bahwa perspektif yang menyatakan bahwa tinggi rendahnya
IQ adalah tolok ukur berhasil tidaknya siswa dalam belajar tidak
selamanya benar. Karena tidak selalu siswa yang ber-IQ tinggi memiliki
hasil belajar yang baik, begitupun sebaliknya.
3. Hipotesis Ketiga
Dari hasil analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama dinyatakan
bahwa ABH0 tidak ditolak. Jadi tidak terdapat interaksi antara model
pembelajaran dan IQ siswa. Dalam kasus ini tidak diperlukan uji lanjut.
Sehingga dapat dikatakan bahwa hipotesis ketiga penelitian ini yang
berbunyi pada model NHT, siswa dengan IQ tinggi mempunyai prestasi
belajar yang lebih baik daripada siswa dengan IQ sedang maupun siswa
dengan IQ rendah, dan siswa dengan IQ sedang mempunyai prestasi
belajar yang lebih baik daripada siswa dengan IQ rendah, pada model
TSTS, siswa dengan IQ tinggi mempunyai prestasi belajar yang lebih baik
daripada siswa dengan IQ sedang maupun siswa dengan IQ rendah, dan
siswa dengan IQ sedang mempunyai prestasi belajar yang lebih baik
daripada siswa dengan IQ rendah, pada model konvensional, siswa
dengan IQ tinggi, siswa dengan IQ sedang dan siswa dengan IQ rendah
mempunyai prestasi belajar yang sama ditolak.
Hasil analisis data menunjukan bahwa pada masing-masing model
pembelajaran (model NHT, model TSTS dan model konvensional) siswa
dengan IQ tinggi, siswa dengan IQ sedang dan siswa dengan IQ rendah
mempunyai prestasi belajar yang sama. Tidak berbedanya prestasi belajar
pada masing-masing kategori IQ diduga karena terjadinya proses berbagi
pengalaman belajar (sharing) antar siswa. Hal ini bisa terjadi karena baik
model pembelajaran TSTS, model pembelajaran NHT maupun model
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
pembelajaran konvensional terdapat langkah pembelajaran berupa diskusi
sehingga proses saling berbagai pengalaman belajar benar-benar terjadi.
4. Hipotesis Keempat
Karena tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dan IQ
siswa, sehingga dapat dikatakan bahwa hipotesis keempat penelitian ini
yang berbunyi pada siswa dengan IQ tinggi, antara model NHT, model
TSTS dan model konvensional memberikan prestasi belajar yang sama,
pada siswa dengan IQ sedang, model TSTS memberikan prestasi belajar
lebih baik daripada model NHT maupun model konvensional, dan model
NHT memberikan prestasi belajar lebih baik daripada model
konvensional, pada siswa dengan IQ rendah, model TSTS memberikan
prestasi belajar lebih baik daripada model NHT maupun model
konvensional, dan model NHT memberikan prestasi belajar lebih baik
daripada model konvensional ditolak.
Hasil analisis data menunjukan bahwa pada masing-masing kategori
IQ siswa (tinggi, sedang dan rendah), model TSTS memberikan prestasi
belajar lebih baik daripada model NHT, model konvensional memberikan
prestasi belajar lebih baik daripada model NHT, dan model TSTS
memberikan prestasi belajar yang sama dengan model konvensional. Hal
ini diduga karena model TSTS dan model NHT yang diharapkan akan
menghasilkan prestasi yang lebih baik masih perlu dibiasakan. Kurang
terbiasanya menggunakan kedua model pembelajaran ini menyebabkan
kurang optimalnya hasil yang dicapai.
G. Keterbatasan Penelitian
Setelah penelitian ini selesai dilaksanakan terdapat beberapa hal yang
menjadi keterbatasan dalam penelitian ini, yaitu salah satunya kesungguhan
belajar siswa saat eksperimen dilakukan. Kesungguhan belajar siswa
merupakan hal yang berada di luar jangkauan peneliti untuk mengontrolnya.
Selain itu, pelaksanaan RPP juga belum sepenuhnya terealisasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan
Bagian terpenting dari penelitian ini dituangkan dalam kesimpulan hasil
penelitian. Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab
sebelumnya, dapat dikemukakan bahwa kesimpulan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut.
1. Model pembelajaran TSTS memberikan prestasi belajar yang lebih baik
daripada model pembelajaran NHT, model pembelajaran Konvensional
memberikan prestasi belajar yang lebih baik daripada model pembelajaran
NHT, dan model pembelajaran TSTS memberikan hasil prestasi belajar
yang sama dengan model pembelajaran Konvensional.
2. Siswa-siswa pada semua kelompok kategori IQ, baik tinggi, sedang,
maupun rendah mempunyai prestasi belajar yang sama.
3. Pada masing-masing model pembelajaran (model NHT, model TSTS, dan
model konvensional), siswa-siswa yang mempunyai IQ tinggi, sedang,
maupun rendah mempunyai prestasi belajar yang sama.
4. Pada masing-masing kategori IQ (tinggi, sedang, dan rendah), model
pembelajaran TSTS memberikan prestasi belajar yang lebih baik daripada
model pembelajaran NHT, model pembelajaran Konvensional
memberikan prestasi belajar yang lebih baik daripada model pembelajaran
NHT, dan model pembelajaran TSTS memberikan hasil prestasi belajar
yang sama dengan model pembelajaran Konvensional.
B. Implikasi Hasil Penelitian
Dari kesimpulan yang menyatakan bahwa secara teoritis model
pembelajaran TSTS lebih baik daripada model pembelajaran NHT maupun
model pembelajaran Konvensional, dan model pembelajaran NHT lebih baik
daripada model pembelajaran Konvensional berbeda dengan hasil eksperimen
66
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
yaitu dinyatakan bahwa prestasi belajar siswa model pembelajaran TSTS
lebih baik dari prestasi belajar siswa model pembelajaran NHT, prestasi
belajar siswa model pembelajaran Konvensional lebih baik daripada prestasi
belajar siswa model pembelajaran NHT, dan prestasi belajar siswa model
pembelajaran TSTS sama baiknya dengan prestasi belajar siswa model
pembelajaran Konvensional, memberikan implikasi bahwa hasil penelitian ini
tidak memperkuat kebenaran teori yang ada. Oleh karena itu masih perlu
dilakukan penelitian sejenis yang lebih banyak lagi dengan memperhatikan
kekurangan yang terjadi pada pelaksanaan penelitian ini.
Dari kesimpulan yang menyatakan bahwa secara teoritis siswa dengan
IQ tinggi mempunyai prestasi lebih baik daripada siswa dengan IQ sedang
maupun IQ rendah, dan siswa dengan IQ sedang mempunyai prestasi lebih
baik daripada siswa dengan IQ rendah berbeda dengan hasil eksperimen yaitu
dinyatakan bahwa baik siswa dengan IQ tinggi, siswa dengan IQ sedang dan
siswa dengan IQ rendah mempunyai prestasi belajar yang sama, memberikan
implikasi hasil penelitian ini tidak memperkuat kebenaran teori yang ada.
Namun hal ini patut menjadi pertimbangan, bahwa dengan model
pembelajaran yang terdapat proses diskusi akan sangat memungkinkan
terjadinya berbagi pengalaman belajar sehingga menjadikan pemerataan
pengetahuan pengalaman belajar.
C. Saran
Berdasarkan pada kesimpulan dari hasil penelitian ini, sebagai penutup
dikemukakan beberapa saran sebagai berikut.
1. Saran kepada siswa
a. Para siswa hendaknya memperhatikan sungguh-sungguh setiap
informasi guru di dalam kelas dan mengikuti petunjuk-petunjuk yang
telah diberikan guru dalam mengikuti proses pembelajaran.
b. Para siswa hendaknya dalam mengerjakan setiap tugas yang diberikan
guru dilakukan dengan sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
c. Para siswa hendaknya lebih terbuka mendiskusikan kesulitannya
dengan teman-temanya baik dalam mempelajari materi pelajaran,
mengerjakan tugas maupun mengerjakan soal-soal.
2. Saran kepada guru matematika
a. Para guru hendaknya selalu memperluas wawasannya mengenai
model-model pembelajaran. Model pembelajaran TSTS dan model
pembelajaran NHT merupakan model pembelajaran yang perlu
dipertimbangkan. Model pembelajaran TSTS dapat dipergunakan
untuk pembelajaran matematika pada materi tertentu karena dalam hal
ini siswa lebih aktif dalam melakukan kegiatan belajar dan posisi guru
sebagai fasilitator untuk membantu kegiatan belajar siswa,
dibandingkan dengan model Konvensional, siswa cenderung pasif
sementara guru yang aktif.
b. Para guru hendaknya mempertimbangkan IQ siswa sehingga mendapat
informasi awal mengenai kemampuan dasar yang dimiliki siswa.
Selain itu juga perlu disadari bahwa siswa tidak hanya memiliki
kecerdasan tunggal. Selain Intellegence Quotient (IQ), mereka
memiliki Emotional Quotient (EQ), Adversity Quotient (AQ), Spiritual
Quotient (SQ), Creativity Quotient (CQ). Sehingga prestasi belajar
mereka tidak hanya dipengaruhi oleh IQ semata
3. Saran kepada kepala sekolah
a. Kepala sekolah hendaknya dapat memberikan motivasi kepada para
guru agar semua guru selalu berusaha melakukan peningkatan kualitas
pembelajaran siswa dengan menggunakan model-model pembelajaran
yang bervariasi.
b. Kepala sekolah hendaknya memfasilitasi para guru agar dapat
meningkatkan keahliannya dengan cara mengundang ahli/pakar
pendidikan, mengirim guru-guru untuk mengikuti pelatihan
pengembangan profesi, menyekolahkan guru, dan sebagainya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Top Related