perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
EFEKTIVITAS PENERAPAN PENDIDIKAN MORAL
DALAM MEMBENTUK DISIPLIN MORAL
(Studi Pada Anak Yatim di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”
Dukuh Pangin Kelurahan Joho Kabupaten Sukoharjo)
SKRIPSI
Oleh:
SANTI WIDIYANTI
K6408052
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Santi Widiyanti
NIM : K6408052
Jurusan/Program Studi : PIPS/Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Menyatakan bahwa skripsi saya berjudul “EFEKTIVITAS PENERAPAN
PENDIDIKAN MORAL DALAM MEMBENTUK DISIPLIN MORAL
(Studi Pada Anak Yatim di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”
Dukuh Pangin Kelurahan Joho Kabupaten Sukoharjo)” ini benar-benar
merupakan hasil karya saya sendiri. Selain itu, sumber informasi yang dikutip dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
Apabila pada kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil
jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya.
Surakarta, 10 Juli 2012
Yang Membuat Pernyataan
Santi Widiyanti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
EFEKTIVITAS PENERAPAN PENDIDIKAN MORAL
DALAM MEMBENTUK DISIPLIN MORAL
(Studi Pada Anak Yatim di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”
Dukuh Pangin Kelurahan Joho Kabupaten Sukoharjo)
Oleh:
SANTI WIDIYANTI
K6408052
Skripsi
Ditulis dan diajukan untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana
Pendidikan Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji
Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Pada hari : Jum‟at
Tanggal : 13 Juli 2012
Persetujuan Pembimbing
Pembimbing I
Dr. Winarno, S.Pd, M.Si.
NIP. 19710813 199702 1 001
Pembimbing II
Moh. Muchtarom, S.Ag., M.S.I.
NIP. 19740724 200501 1 002
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima
untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Pada hari :
Tanggal :
Tim Penguji Skripsi :
Nama Terang Tanda Tangan
Ketua : Dr. Triyanto, S.H., M.Hum.
Sekretaris : Rini Triastuti, S.H., M.Hum.
Anggota I : Dr. Winarno, S.Pd, M.Si.
Anggota II : Moh. Muchtarom, S.Ag., M.S.I.
Disahkan oleh
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
Dekan,
Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd
NIP. 19600727 198702 1 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRAK
Santi Widiyanti. EFEKTIVITAS PENERAPAN PENDIDIKAN MORAL
DALAM MEMBENTUK DISIPLIN MORAL (Studi Pada Anak Yatim di
Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” Dukuh Pangin Kelurahan
Joho Kabupaten Sukoharjo). Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Juli 2012.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) strategi pendidikan
moral dalam membentuk disiplin moral yang diajarkan pengasuh pada anak yatim
yang memiliki perbedaan usia dan jenjang pendidikan, (2) efektivitas penerapan
pendidikan moral dalam membentuk disiplin moral pada anak yatim, dan (3)
faktor yang menjadi kendala penerapan pendidikan moral dalam membentuk
disiplin moral pada anak yatim.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Strategi penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini adalah strategi ganda terpancang. Sumber
data adalah informan, peristiwa atau aktivitas dan dokumen. Teknik pengambilan
sampel adalah purposive sampling. Teknik pengumpulan data dan penyusunan
data adalah wawancara, observasi dan analisis dokumen. Peneliti menggunakan
triangulasi data dan metode untuk mendapatkan data yang valid. Sedangkan
teknik analisis data menggunakan model interaktif dengan mengikuti langkah-
langkah berikut: (1) pengumpulan data, (2) reduksi data, (3) penyajian data dan
(4) kesimpulan. Prosedur penelitian ini mengikuti langkah-langkah: (1) persiapan,
(2) pengumpulan data, (3) analisis data, dan (4) penyusunan laporan penelitian.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa: (1) Strategi
penerapan pendidikan moral dalam membentuk disiplin moral yakni, modeling
keteladanan/contoh, pembiasaan / habituasi, pemberian materi, strategi
pendekatan individu, bimbingan personal, dan menciptakan lingkungan yang
kondusif, (2) Berdasarkan indikator efektivitas penerapan pendidikan moral dalam
membentuk disiplin moral, dapat dikatakan belum efektif dilihat dari indikator
input, process, output dan outcome yang belum tercapai sesuai dengan tujuan awal
dari pendidikan moral , (3) faktor yang menjadi kendala sulitnya penerapan
pendidikan moral dalam membentuk disiplin moral berasal dari peserta didik,
guru sebagai fasilitator, dan sarana prasarana.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
ABSTRACT
Santi Widiyanti. EFFECTIVENESS OF THE IMPLEMENTATION OF MORAL
EDUCATION IN SHAPING THE MORAL DISCIPLINE (Studies in Orphan at Orphanage Orphan "Miftahul Jannah" Pangin Hamlet Joho Village Sukoharjo
District). Thesis. Surakarta : Faculty of Teacher Training and Education Sebelas
Maret University. July 2012.
The purposes of this study are to determine: (1) strategies of moral education in shaping the moral discipline which teaches caregivers to orphans
who have different ages and levels of education, (2) the effectiveness of the implementation of moral education in shaping the moral discipline of the
orphans, and (3) factor is a constraint application of moral education in shaping the moral discipline of the orphans.
This research used descriptive qualitative method. The research strategy
used in this researh is a embedded strategy fixed. The sources of the data were
informants, document and the event or activity. The sampling technique was
purposive sampling. The techniques of collection and arranging the data were
interviews, observation and document analysis. The researcher used triangulation
of data and methods to obtain valid data. While, the techniques of analyzing data
used using interactive model by following these steps: (1) collecting data, (2) data
reduction, (3) data display, and (4) conclusion. The research procedure were
these steps: (1) preparation, (2) data collection, (3) data analysis, and (4)
preparation of research reports.
Based on the result of the research, it can be concluded that: (1) Strategies implementation of moral education are exemplary modeling /
example, habituation and the provision of materials, strategic approach to
individual, personal guidance, and creating an enabling environment, (2) based on indicators of the effectiveness of the implementation of education moral in the form of moral discipline orphan, it can be seen to have effectively seen from the indicators of input, process, output and outcome, (3) factors into the difficulty of the application constraints derived from the moral education of orphan, teachers as facilitators, and infrastructure.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
MOTTO
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmeh dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih
baik. Sesungguhnya Tuhan-mu, Dia-lah yang lebih mengetahui tentang
siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia-lah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”
(QS. An Nahl ayat 125)
Nabi saw bersabda,
"Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang
mulia."
(HR.Bukhari)
Tugas kita bukanlah untuk berhasil. Tugas kita adalah untuk
mencoba,
karena didalam mencoba itulah kita menemukan dan belajar
membangun kesempatan untuk berhasil
(Mario Teguh)
Jika kamu ingin melakukan perubahan dalam hidupmu, mulailah
melakukan perubahan sekarang dari hal-hal terkecil, dan percayalah
Allah akan selalu menemani kemanapun kita pergi.
(Penulis)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
PERSEMBAHAN
Dengan penuh kasih, karya ini kupersembahkan untuk:
Bapak dan ibu tercinta, do’a, dukungan, dan kasih
sayangmu yang tanpa batas
Kakak dan Adik tersayang yang selalu membantuku
Keluarga baruku PPKn ‘08, dukungan dan
kebersamaan kita tidak akan kulupakan
Almamater
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
KATA PENGANTAR
Segala Puji syukur hanya bagi Allah SWT yang telah melimpahkan
banyak rahmat, nikmat, hidayah dan inayah-Nya kepada penulis sehingga pada
waktu-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam
mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Jurusan
Pendidikan Ilmu Sosial Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan, saran, dorongan dan perhatian
dari berbagai pihak, skripsi ini tidak dapat diselesaikan dengan baik. Dalam
kesempatan ini dengan segenap kerendahan hati perkenankan penulis
menghaturkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd., selaku Dekan Fakutas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta yang
telah memberikan izin penyusunan skripsi.
2. Bapak Drs. Syaiful Bachri, M. Pd., selaku Ketua Jurusan PIPS, yang telah
menyetujui atas permohonan penyusunan skripsi ini.
3. Ibu Dr. Sri Haryati, M. Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan yang telah memberikan pengarahan dan izin
penyusunan skripsi ini.
4. Bapak Dr. Winarno, S. Pd, M. Si., selaku pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan, pengarahan, dorongan dan perhatian yang luar biasa
sehingga memperlancar penulisan skripsi ini.
5. Bapak Moh. Muchtarom, S. Ag., M. Si., selaku pembimbing II yang juga telah
memberikan bimbingan, pengarahan, dorongan dan perhatian yang luar biasa
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
6. Bapak H. Moryono H.I. selaku Penangung Jawab Harian Panti Asuhan Anak
Yatim “Miftahul Jannah” Dukuh Pangin, Kelurahan Joho, Kabupaten
Sukoharjo yang telah memberikan izin, pengarahan dan bimbingan selama
penulis melakukan penelitian ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
7. Bapak H. Sunaryo, BA dan Bapak H. Mudjidi, S. Ag, S. Pd, selaku ustadz
bimbingan sikap perilaku anak dan ustadz akhlak terima kasih atas bantuan,
dukungan dan kerjasamanya.
8. Ibu Dra. Indiah Sri Maharsi (Wali Kelas 9F SMP Negeri 6 Sukoharjo), Ibu Sri
Lestari, S. Pd. (Wali Kelas 6 SD N Jetis IV Sukoharjo) dan Bapak Hadi
Prianto, S. Pd., M. Ag.(Guru BK MTsN Sukoharjo) yang telah memberikan
pengarahan, bimbingan dan informasi serta terima kasih atas bantuan dan
kerjasamanya.
9. Adik-adik Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”, terima kasih atas
bantuan, kerjasama dan dukungannya.
10. Bapak dan Ibu tersayang yang senantiasa memberikan yang terbaik, kasih
saying dan semangat bagi penulis.
11. Sahabat-sahabatku tersayang terima kasih untuk dukungan, persahabatan dan
bantuannya.
12. Semua pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi yang telah dikerjakan
ini masih jauh dari kesempurnaan maka saran dan kritik yang bersifat membangun
demi kesempurnaan ini akan senantiasa penulis harapkan untuk perbaikan di masa
mendatang.
Akhirnya penulis berharap semoga karya ini bermanfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan dan pembaca pada umumnya.
Surakarta, Juli 2012
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................. ...... i
HALAMAN PERNYATAAN........................................................................... ii
HALAMAN PENGAJUAN.............................................................................. iii
HALAMAN PERSETUJUAN .......................................................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... v
HALAMAN ABSTRAK................................................................................... . vi
HALAMAN ABSTRACT............................................................................... .... vii
HALAMAN MOTTO.................................................................................. ...... viii
HALAMAN PERSEMBAHAN....................................................................... . ix
KATA PENGANTAR.................................................................................. ..... x
DAFTAR ISI........................................................................................……….. xii
DAFTAR TABEL.........................................................................................…. xvi
DAFTAR GAMBAR......................................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................... xviii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1
B. Perumusan Masalah ....................................................................... 7
C. Tujuan Penelitian ............................................................................ 7
D. Manfaat Penelitian .......................................................................... 8
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka ........................................................................... 9
1. Tinjauan Tentang Moral .......................................................... 9
a. Pengertian Moral ................................................................... 9
b. Obyek Moral ......................................................................... 12
c. Jenis Moral ............................................................................ 13
d. Nilai Moral ........................................................................... 14
e. Norma Moral......................................................................... 18
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
2. Tinjauan Tentang Pendidikan Moral ....................................... 19
a. Pengertian Pendidikan .......................................................... 19
b. Pengertian Pendidikan Moral ............................................... 21
c. Tujuan Pendidikan Moral ..................................................... 22
d. Target/Substansi Pendidikan Moral ...................................... 23
e. Strategi Pendidikan Moral/Budi Pekerti ............................... 24
f. Faktor yang Mempengaruhi Penerapan Pendidikan
Moral .................................................................................... 25
3. Tinjauan Tentang Disiplin Moral ............................................. 26
a. Pengertian Disiplin ............................................................... 26
b. Cara-cara Menanamkan Disiplin .......................................... 27
c. Unsur-unsur Disiplin............................................................. 29
d. Aspek-aspek Disiplin ............................................................ 31
e. Kriteria Disiplin yang Efektif ............................................... 32
f. Evaluasi Disiplin ................................................................... 33
g. Pengertian Disiplin Moral .................................................... 34
4. Tinjauan Teori Moralitas .......................................................... 36
5. Tinjauan Tentang Anak Yatim ................................................ 45
a. Pengertian Anak .................................................................... 45
b. Pengertian Anak Yatim ........................................................ 46
6. Tinjauan Tentang Efektivitas ................................................... 48
a. Efektivitas Pendidikan Moral ............................................... 48
b. Indikator Efektivitas ............................................................. 50
B. Kerangka Pemikiran ...................................................................... 51
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................ 53
B. Bentuk dan Strategi Penelitian ...................................................... 54
C. Sumber Data ................................................................................... 55
D. Teknik Pengambilan Sampel .......................................................... 58
E. Teknik Pengumpulan Data ............................................................. 58
F. Validitas Data ................................................................................. 61
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
G. Analisis Data .................................................................................. 63
H. Prosedur Penelitian ......................................................................... 65
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian ............................................................. 67
B. Deskripsi Permasalahan Penelitian .................................................. 89
1. Strategi Penerapan Pendidikan Moral Di Panti Asuhan
Anak Yatim “Miftahul Jannah” ................................................ 89
2. Efektivitas Penerapan Pendidikan Moral Dalam
Membentuk Disiplin Moral Pada Anak Yatim Di Panti
Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” .................................. 96
3. Faktor Yang Menjadi Kendala Sulitnya Penerapan
Pendidikan Moral Dalam Membentuk Disiplin Moral
Pada Anak Yatim Di Panti Asuhan Anak Yatim
“Miftahul Jannah” .................................................................... 119
C. Temuan Studi ................................................................................... 136
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Kesimpulan ...................................................................................... 152
B. Implikasi ........................................................................................... 154
C. Saran ............................................................................................... 155
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 157
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Enam Tahap Perkembangan Moral Kohlberg ............................... 40
Tabel 2. Jadwal Kegiatan Penelitian ............................................................ 53
Tabel 3. Daftar Penanggung Jawab Harian .................................................. 77
Tabel 4. Daftar Ustadz Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” ....... 77
Tabel 5. Data Anak Yatim yang Berasrama dan Tidak Berasrama di Panti
Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” ........................................ 78
Tabel 6. Data Anak Yatim Berdasarkan Tingkat Pendidikan Panti
Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah ......................................... 78
Tabel 7. Data Anak Yatim Berasrama Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul
Jannah” .......................................................................................... 79
Tabel 8. Jadwal Kegiatan Harian di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul
Jannah” .......................................................................................... 80
Tabel 9. Rencana dan hasil dari Indikator Input .......................................... 106
Tabel 10. Rencana dan hasil dari Indikator Prosess ...................................... 110
Tabel 11. Rencana dan Hasil daari Indikator Output ..................................... 114
Tabel 12. Rencana dan Hasil dari Indikator Outcome ................................... 117
Tabel 13. Kendala dan Upaya Mengatasinya dari Indikator Input ................ 125
Tabel 14. Kendala dan Upaya Mengatasinya dari Indikator Process ............ 129
Tabel 15. Kendala dan Upaya Mengatasinya dari Indikator Output .............. 132
Tabel 16. Kendala dan Upaya Mengatasinya dari Indikator Outcome .......... 135
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Kerangka Pikir ........................................................................... 52
Gambar 2. Analisis Data Model Interaktif .................................................... 65
Gambar 3. Denah Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” ................ 68
Gambar 4. Struktur Organisasi Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul
Jannah” ....................................................................................... 72
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Data Informan ............................................................................ 161
Lampiran 2 Pedoman Wawancara ................................................................ 163
Lampiran 3 Pedoman Observasi ................................................................... 166
Lampiran 4 Catatan Lapangan Hasil Wawancara ......................................... 167
Lampiran 5 Catatan Lapangan Hasil Observasi ............................................ 176
Lampiran 6 Trianggulasi Data ...................................................................... 202
Lampiran 7 Trianggulasi Metode .................................................................. 210
Lampiran 8 Biodata Pribadi .......................................................................... 195
Lampiran 9 Susunan Pengurus Kamar Anak Yatim ..................................... 201
Lampiran 10 Jadwal Aktivitas Harian Anak ................................................... 205
Lampiran 11 Jadwal Kegiatan Ba‟da Ahar ..................................................... 206
Lampiran 12 Jadwal Azan Masjid Nurul Imam .............................................. 207
Lampiran 13 Jadwal Regu Piket Putra ............................................................ 208
Lampiran 14 Pembagian Piket Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” 212
Lampiran 15 Surat Pemberitahuan Kepada Ketua RT .................................... 220
Lampiran 16 Surat Pemberitahuan Libur Lebaran Kepada Keluarga ............. 221
Lampiran 17 Gambar Kegiatan penelitian ...................................................... 222
Lampiran 18 Laporan Nilai Kegiatan Anak Yatim ......................................... 224
Lampiran 19 Rapor Nilai Kegiatan Anak Yatim ........................................... 225
Lampiran 20 Tata Tertib Anak Asuh Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul
Jannah” ..................................................................................... 228
Lampiran 21 Tata tertib Melaksanakan Ibadah di Panti Asuhan Anak Yatim
“Miftahul Jannah” ..................................................................... 232
Lampiran 22 Surat Ijin Keluar Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” 233
Lampiran 23 Buku Catatan Pelanggaran ......................................................... 235
Lampiran 24 Daftar Absensi Santri Panti Asuhan Anak Yatim ..................... 237
Lampiran 25 Catatan Peristiwa Harian Anak Yatim....................................... 241
Lampiran 26 Absensi Ustadz Dalam Memberikan Materi Kegiatan Ba‟da
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xviii
Ashar Panti Asuhan Anak AYtim “Miftahul Jannah” ............... 243
Lampiran 27 Kartu Kasus (Catatan Kejadian) Madrasah Tsanawiyah Negeri
(MTsN) Sukoharjo ..................................................................... 245
Lampiran 28 Data Anak Asuh Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” 250
Lampiran 29 Surat Permohonan Ijin Menyusun Skripsi Kepada Pembantu
Dekan 1 FKIP UNS ................................................................... 252
Lampiran 30 Surat Keputusan Dekan FKIP UNS tentang Ijin Penyusunan
Skripsi ........................................................................................ 253
Lampiran 31 Surat Permohonan Ijin Research / Try Out Kepada Rektor
UNS .......................................................................................... 254
Lampiran 32 Permohonan Surat Pengantar Ijin Penelitian Kepada Bupati
Sukoharjo ................................................................................... 255
Lampiran 33 Surat Ijin Penelitian .................................................................. 256
Lampiran 34 Surat Keterangan Telah Mengadakan Penelitian di SD Negeri
Jetis 04 Sukoharjo ...................................................................... 257
Lampiran 35 Surat Keterangan Telah Mengadakan Penelitian di SMP
Negeri 6 Sukoharjo ................................................................... 258
Lampiran 36 Surat Keterangan Telah Mengadakan Penelitian di MTsN
Sukoharjo ................................................................................... 259
Lampiran 37 Surat Keterangan Telah Mengadakan Penelitian di Panti Asuhan
Anak Yatim “Miftahul Jannah” ................................................. 270
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang
senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-
hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Hak asasi anak merupakan
bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945
dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-Hak Anak. Dari sisi
kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah masa depan bangsa dan generasi
penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup,
tumbuh, dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak
kekerasan, diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan serta memperoleh
pendidikan yang layak termasuk pendidikan moral.
Anak-anak baik yang masih memiliki orang tua yang lengkap maupun
yatim adalah manusia masa depan yang dilahirkan oleh setiap ibu, yang “hitam
putihnya” juga tidak terlepas dari pengaruh orang lain di lingkungan sekitarnya,
terutama orang tua bagi anak yang masih memiliki orang tua maupun keluarga
dan kerabat dekat. Namun, keadaan tersebut akan lain jika salah satu atau kedua
orang tua meninggal, maka akan terasa sekali kepincangan dalam hidupnya.
Karena itu, anak yatim juga memiliki hak yang sama dengan anak-anak lain
seusianya. Mereka adalah generasi masa depan yang berkualitas. Hari depan
bangsa kita semuanya tergantung pada mereka. Karenanya, untuk membentuk
dirinya menjadi manusia yang tangguh dalam menghadapi tantangan persaingan
pada era globalisasi serta arus informasi dan komunikasi yang akan datang, hak-
hak mereka harus dipenuhi secara bertahap.
Sejak seorang anak lahir ke dunia, ia sudah memiliki hak asasi, yakni hak
untuk memperoleh kasih sayang, kesehatan, pendidikan, serta bimbingan moral
dari orang tuanya. Pemeliharaan seorang anak tidaklah cukup hanya dengan
nafkah lahirnya saja tanpa memperhatikan aspek pendidikan dan moralitas sang
anak. Terlebih bagi anak yatim yang tidak memiliki orang tua lagi. Hak anak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
untuk mendapatkan pendidikan juga merupakan hal yang amat penting, terutama
bagi anak yatim. Mendidik anak yatim dengan baik adalah membimbing dan
mengarahkan mereka kepada hal-hal yang baik lagi bermanfaat, dan memelihara
serta memperingatkan mereka agar tidak terjerumus kepada hal-hal yang merusak.
Secara fungsional pendidikan digolongkan kepada pendidikan untuk diri sendiri,
dalam keluarga, serta masyarakat, dimana pendidikan tersebut melibatkan
berbagai pihak yang secara bersama-sama bertanggung jawab bagi terwujudnya
manusia yang berperilaku baik dan buruk. Untuk itu pendidikan nasional
diharapkan membentuk sumber daya manusia yang berkualitas sehingga dapat
melaksanakan pembangunan nasional dengan baik.
Dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem pendidikan Nasional pasal 1 dijelaskan bahwa:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Hal ini juga sejalan dengan isi dari Pasal 9 ayat (1) Undang-undang
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak bahwa “Setiap anak berhak
memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya
dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya”. Secara fungsional
pendidikan digolongkan menjadi pendidikan untuk diri sendiri, pendidikan dalam
keluarga dan juga masyarakat, dimana pendidikan melibatkan berbagai pihak
secara bersama-sama, bertanggung jawab bagi terwujudnya manusia yang
berperilaku baik, beriman dan bermoral. Oleh sebab itu pendidikan nasional
diharapkan membentuk sumber daya manusia yang berkualitas sehingga dapat
melaksanakan pembangunan nasional lebih baik.
Pendidikan moral merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat
dipisahkan. Pendidikan moral memberi arti penting dalam masa perkembangan
anak dan remaja, khususnya dalam perkembangan sikap dan perilaku, untuk itu
hendaknya pendidikan diberikan sejak dini guna memberikan arah dan penentu
pandangan hidupnya. Pendidikan moral dan agama anak yatim ini termasuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
perkara yang wajib mendapatkan perhatian khusus dari para pengasuh panti
asuhan. Diharapkan mereka tidak menjadi unsur perusak atau akar kesengsaraan
dalam umat dengan menularkan benih-benih kerusakan akhlak mereka dalam
pergaulan dengan umat lainnya.
Menurut Nurul Zuriah (2007: 22) “Pendidikan Moral adalah suatu
program pendidikan yang mengorganisasikan dan meyederhanakan sumber-
sumber moral dan disajikan dengan memperhatikan pertimbangan psikologi untuk
tujuan pendidikan”. Jadi dalam pendidikan moral nilai-nilai moral yang diajarkan
disesuaikan dengan tahapan perkembangan psikologi anak sehingga anak dapat
memahami nilai-nilai moral tersebut.
Masalah-masalah moral yang terjadi sekarang ini jauh lebih kompleks
dibandingkan dengan masalah-masalah moral yang terjadi pada masa-masa
sebelumnya. Merebaknya isu-isu moral di kalangan remaja seperti meningkatnya
pemberontakan remaja atau dekadensi etika atau sopan santun. Kasus pelanggaran
moral telah terjadi bahkan dari tingkat sekolah dasar. Seorang anak Sekolah Dasar
Negeri 27 Pemecutan Denpasar pada tahun 2005 terlibat perkelahian hingga
menewaskan temannya dan menyebabkannya dijatuhi hukuman 10 tahun penjara
(Anonim. 2005 dikutip dalam http://www.ypha.or.id). Bulan Januari tahun 2007
di Kediri, seorang siswa kelas VI SD menjadi tersangka tunggal kasus
pembunuhan murid Taman Kanak-kanak dan menyebabkannya masuk Lapas
Kediri. (Anonim. 2007 dikutip dalam http://www.antara.com). Pada bulan Juni
tahun 2006, di pasar Tabanan, Denpasar siswa Sekolah Dasar terlibat dalam
kasus-kasus pencurian uang dari plangkiran (tempat ibadah Agama Hindu) dengan
alasan untuk membayar uang sekolah (Tempo, 13 Juni 2006).
Kasus-kasus tersebut memang tidak terjadi pada anak yatim di panti
asuhan namun mungkin kebiasaan-kebiasaan kurang patuh terhadap aturan seperti
ketidakdisiplinan tidur saat pelajaran, suka membolos yang menjadi masalah
moral yang sampai saat ini belum dapat diatasi secara tuntas dan dikhawatirkan
akan menjadi masalah moral yang jauh lebih komplek di kemudian hari. Oleh
karena tidak adanya orang tua yang memberikan pembinaan moral dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
pemeliharaan kepada anak-anak yatim tersebut, maka biasanya anak-anak tersebut
dibina di panti asuhan.
Panti asuhan adalah suatu lembaga pelayanan sosial yang didirikan oleh
pemerintah maupun masyarakat yang betujuan untuk membantu atau memebrikan
bantuan terhadap individu, kelompok masyarakat dalam upaya memenuhi
kebutuhan kehidupan sosial yang dapat befungsi sosial. Panti asuhan memegang
peranan penting dalam perkembangan anak karena panti asuhan merupakan
lingkungan pertama dan utama yang bertanggung jawab serta sebagai pengganti
peran dari orang tua kandung mereka. Panti asuhan memiliki fungsi sebagai
keluarga dalam meningkatkan dan mengembangkan potensi anak baik fisik,
mental dan sosial.Oleh sebab itu panti bertanggung jawab untuk kesejahteraan
jasmani, rohani dan sosialnya. Sebagaimana dijelaskan mengenai pengasuhan
anak dalam Depsos RI (1994: 2), bahwa:
Asuhan anak-anak, pertama-tama dan terutama menjadi kewajiban dan
tanggung jawab orang tua, akan tetapi bila sudah tidak ada dan tidak
diketahui adanya, atau nyata-nyata tidak mampu melaksanakan hak dan
kewajiban maka Panti Sosial Asuhan Anak (PSSA) atau rumah yatim piatu
dapat menggantikan sementara fungsi keluarga dalam meningkatkan dan
mengembangkan potensi anak baik fisik, mental dan sosial.
Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” merupakan salah satu panti
asuhan anak yatim di Kabupaten Sukoharjo. Terdapat 60 anak asuh di Panti
Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” yang menimba ilmu di berbagai tingkat
pendidikan. Beberapa anak masih belajar di berbagai Sekolah Dasar (SD) di
Kecamatan Sukoharjo, dan sebagian kecil Sekolah Menengah Pertama (SMP)
baik di sekolah yang berbasis agama maupun umum. Selain itu ada juga yang
telah duduk di bangku Sekolah Menegah Atas (SMA). Dalam hal pendidikan,
Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” menfasilitasi pendidikan anak yatim
sampai pada perguruan tinggi. Panti asuhan juga memberikan pendidikan akhlak
dan moralitas serta pendidikan agama untuk membangun toleransi, kebersamaan
dan disiplin.
Perbedaan usia dan jenjang pendidikan mengakibatkan semakin beragam
pula masalah moral yang dihadapi karena kondisi lingkungan yang dihadapi juga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
berbeda. Keadaan seperti ini yang memungkinkan mereka mudah terpengaruh
oleh hal-hal yang bersifat negatif, Padahal di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul
Jannah” sudah terdapat peraturan tata tertib yang berlaku bagi anak sejak mereka
masuk dan mulai tinggal di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”.
Mengingat sebagian besar anak asuh yang tinggal di Panti Asuhan Anak Yatim
“Mitahul Jannah” adalah mereka yang sudah menginjak usia sekolah mulai dari
sekolah dasar, sekolah menengah pertama, dan sekolah menengah atas sangat
dipengaruhi oleh berbagai faktor keinginannya untuk bertindak yang cenderung
bebas, yang memungkinkan mudahnya terpengaruh oleh hal-hal yang bersifat
negatif, khususnya pergaulan di luar panti. Oleh sebab itu, diperlukan adanya
pendidikan moral yang efektif guna mengatasi berbagai permasalah moral
sekarang ini.
Kondisi moral anak-anak di panti asuhan mentaati peraturan atau tata
tertib panti asuhan, kebiasaan berdoa, kepedulian untuk membantu teman yang
sakit atau terkena musibah, berkata jujur, menepati janji, selalu bangun tepat
waktu, beribadah tertib, dan selalu mengikuti kegiatan-kegiatan yang diadakan di
panti. Kegiatan atau aktivitas harian anak panti dibuatkan jadwal sedemikian rupa
sehingga anak tetap dapat mengikuti kegiatan panti dan tidak lupa tugas-tugas
sekolah mereka. Sedangkan pendidikan khusus tentang sikap moral atau budi
pekerti mereka lakukan seminggu sekali pada hari minggu. Anak asuh di Panti
Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” sebagian tinggal di panti (berasrama) dan
sisanya tinggal bersama keluarga tetapi ketika panti memiliki kegiatan anak-anak
tersebut akan datang.
Anak panti asuhan juga dapat kembali ke lingkungan keluarga mereka
masing-masing (ibu, kakek, nenek atau pamannya) yang masih ada. Anak yang
ingin pulang harus meminta izin kepada pengasuh mereka dan keluarga yang
menjemput harus datang ke panti. Jadi anak tidak dibiarkan pulang sendiri dan
ketika saatnya kembali ke panti keluarga mereka akan mengantarkannya. Hal ini
dilakukan sebagai pengawasan terhadap anak panti selain itu untuk menjalin
komunikasi yang positif dan harmonis antara pihak keluarga dengan anak panti.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
Ustadz H. Sunaryo, BA (pengasuh Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul
Jannah”) menyampaikan bahwa “Panti bertanggung jawab terhadap segala sesuatu
yang dibutuhkan anak termasuk kaitannya dengan sekolah, termasuk mengambil
raport dan biaya pendidikan”. Pihak panti rutin mengadakan kunjungan ke sekolah
dimana anak-anak tersebut bersekolah. Guru di salah satu sekolah pernah
menyampaikan kepada pengasuh bahwa anak asuhnya sering tidur di kelas,
beberapa datang terlambat dan tidak mengerjalan PR.
Pembinaan moral menuju terbentuknya kedisiplinan moral berfokus pada
kedudukan anak, dimana mereka berada dalam proses berkembang atau menjadi
kearah kematangan dan kemandirian. Upaya mencapai kematangan tersebut,
diperlukan bimbingan karena masih kurangnya pemahaman tentang diri dan
lingkungannya. Menurut Soegeng Prijodarminto (1992: 15) menyatakan bahwa,
“Disiplin yang lahir dari rasa sadar, rasa insaf akan membuat seseorang itu
melaksanakan hal-hal yang tertib, teratur lancar tanpa orang lain harus
mengarahkan, menyuruh, mengawasi atau menertibkan”. Disiplin merupakan
kesadaran diri yang muncul dari batin terdalam untuk mengikuti dan mentaati
peraturan-peraturan dan hukum yang berlaku dalam suatu lingkungan tertentu.
Perilaku disiplin anak harus senantiasa berlangsung dalam interaksi
individu maupun dengan lingkungannya. Bagi seorang anak asuh, pembinaan
disiplin harus mulai dikembangkan dari hidup disiplin bersama di dalam panti,
karena hal itu merupakan langkah awal dalam berpijak agar mereka selalu
memperhatikan, merancang dan mengarahkan segala sesuatu dengan baik.
Pendidikan moral yang baik dalam membentuk disiplin moral yang harus
ditanamkan pada diri anak yatim sehingga mereka memiliki kepribadian dan
kesadaran yang hakiki.
Pendidikan moral yang diterima oleh anak yatim di Panti asuhan diberikan
oleh pengasuh dan pengurus panti dengan memberikan contoh-contoh disiplin
yang baik ternyata belum efektif. Tujuannya adalah agar anak di panti dapat
mencontoh apa yang dilakukan pengasuh dan pengurusnya. Akan tetapi, karena
perbedaan usia tersebut maka banyak anak di panti yang belum bisa
menerimanya. Efektivitas pendidikan moral yang diberikan oleh Panti Asuhan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
Anak Yatim “Miftahul Jannah” masih perlu dipertanyakan lagi mengingat masih
adanya anak panti yang mengantuk saat pelajaran, datang terlambat ke sekolah,
tidak mengerjakan PR, terkadang ada juga yang membolos (pulang sebelum jam
pelajaran usai).
Dengan memperhatikan beberapa hal yang telah dipaparkan di atas, maka
peneliti tertarik dan berusaha untuk mengungkap lebih dalam lagi mengenai
“Efektivitas Penerapan Pendidikan Moral Dalam Membentuk Disiplin
Moral (Studi Pada Anak Yatim di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul
Jannnah” Dukuh Pangin Kelurahan Joho kabupaten Sukoharjo)”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka
dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana strategi pendidikan moral dalam membentuk disiplin moral yang
diajarkan pengasuh pada anak yatim yang memiliki perbedaan usia dan
jenjang pendidikan di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” Dukuh
Pangin Kelurahan Joho Kabupaten Sukoharjo?
2. Bagaimana efektivitas penerapan pendidikan moral dalam membentuk disiplin
moral pada anak yatim di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannnah”
Dukuh Pangin Kelurahan Joho Kabupaten Sukoharjo?
3. Faktor apa saja yang menjadi kendala penerapan pendidikan moral dalam
membentuk disiplin moral pada anak yatim di Panti Asuhan Anak Yatim
“Miftahul Jannnah” Dukuh Pangin Kelurahan Joho Kabupaten Sukoharjo?
C. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah
untuk mendeskripsikan dan menganalisis:
1. Strategi penerapan pendidikan moral dalam membentuk disiplin moral yang
diajarkan pengasuh pada anak yatim yang memiliki perbedaan usia dan
jenjang pendidikan di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” Dukuh
Pangin Kelurahan Joho Kabupaten Sukoharjo.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
2. Efektivitas penerapan pendidikan moral dalam membentuk disiplin moral
pada anak yatim di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannnah” Dukuh
Pangin Kelurahan Joho Kabupaten Sukoharjo.
3. Faktor apa saja yang menjadi kendala penerapan pendidikan moral dalam
membentuk disiplin moral pada anak yatim di Panti Asuhan Anak Yatim
“Miftahul Jannnah” Dukuh Pangin Kelurahan Joho Kabupaten Sukoharjo.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan
pembaca pada umumnya baik secara teoritis maupun secara praktis, antara lain:
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini memberikan sumbangan bagi bidang studi PPKN
dalam mengimplementasikan mata kuliah yang berhubungan dengan pendidikan
moral seperti mata kuliah Pendidikan Nilai. Sehingga membentuk kaum akademis
yang memiliki perasaan sosial untuk turut serta membantu anak yatim dalam
menumbuhkan nilai-nilai moral.
2. Manfaat Praktis
a. Sebagai masukan yang bermanfaat bagi pihak Panti Asuhan Anak Yatim
“Miftahul Jannah” Dukuh Pangin Kelurahan Joho Kabupaten Sukoharjo
dalam meningkatkan pendidikan moral khususnya dalam membentuk disiplin
moral pada anak yatim.
b. Diharapkan dapat memberikan masukan bagi pendidik pendidikan moral
dalam meningkatkan penerapan pendidikan moral supaya menjadi lebih
efektif.
c. Memberikan motivasi bagi anak yatim agar mempunyai disiplin moral
terhadap pribadinya dan memberikan gambaran kepada masyarakat tentang
pola atau sistem kedisiplinan moral.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan tentang Moral
a. Pengertian Moral
Moral dari segi etimologi berasal dari bahasa latin yaitu “Mores” yang
berasal dari suku kata “Mos”. Mores berarti adat istiadat, kelakuan, tabiat,
watak, akhlak, yang kemudian artinya berkembang menjadi sebagai kebiasaan
dalam bertingkah laku yang baik, susila. Moralita berarti mengenai kesusilaan
(kesopanan, sopan-santun), dapat diartikan bahwa orang yang susila adalah
orang yang baik budi bahasanya. Dalam bahasa Arab, moral dikenal dengan
istilah “akhlak” yang selanjutnya dikenal dengan budi pekerti. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 575) “Moral merupakan ajaran tentang
baik buruk yang diterima umum mengenai akhlak, akhlak dan budi pekerti,
kondisi mental yang mempengaruhi seseorang menjadi tetap semangat, berani
dan disiplin”.
Dalam Webster’s New World Dictionary of the American Language
yang dikutip oleh Cheppy HC (1995: 221) dikatakan bahwa “Moral adalah
sesuatu yang berkaitan, atau ada hubungannya, dengan kemampuan
menentukan benar-salahnya sesuatu tingkah laku”. Jadi dapat dipahami bahwa
istilah moral pada hakikatnya menunjukkan kepada ukuran-ukuran yang telah
diterima oleh sesuatu komunitas.
Sedangkan N. Driyarkara S. J dalam bukunya Percikan Filsafat, yang
dikutip Bambang Daroeso (1988: 22) menyatakan bahwa “Moral atau
kesusilaan adalah nilai yang sebenarnya bagi manusia”.
Dalam jurnal pendidikan dan kebudayaan Masganti Sit (2010: 3)
dinyatakan bahwa:
Kata moral selalu dipandang memiliki makna yang tumpang tindih
dengan akhlak, etika, budi pekerti, dan nilai. Namun pada hakekatnya
ada beberapa perbedaan diantara kelima istilah ini. Akhlak
menekankan perbuatan baik yang dilakukan dalam berhubungan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
dengan Allah, manusia, dan alam untuk mencari keridhaan Allah.
Etika adalah bagian dari filsafat yang membicarakan perbuatan baik
dan buruk. Budi pekerti dipandang adalah kumpulan tata karma yang
dipandang baik dalam budaya tertentu. Nilai merupakan rujukan dalam
menentukan keputusan dalam melakukan suatu perbuatan. Sedangkan
moral adalah perbuatan baik yang mensejahterakan kehidupan
manusia. Persamaan kelima istilah ini terletak pada inti
pembicaraannya tentang perbuatan terpuji yang seharusnya dilakukan
manusia untuk mencapai kehidupan yang lebih baik.
Menurut Sjarkawi (2006: 28) “Moral diartikan sebagai sarana untuk
mengukur benar-tidaknya atau baik-tidaknya tindakan manusia”. Sedangkan
menurut James Rachels (1999: 19) “Morality is, at the very least, the effort to
guide one’s conduct by reason-that is, to do what there are the best reason for
doing-while giving equal weight to the interests of each individual who will be
affected by one’s conduct
Inti dari kutipan di atas singkatnya moralitas adalah upaya menuntut
tingkah laku seseorang dengan akal budi -yang dilakukan adalah akal budi
yang paling baik- sedangkan yang manrik perhatian di antara manusia ialah
siapa yang berpura-pura dengan tingkah lakunya.
D. A. Wila Hulky B. A dalam Bambang Daroeso (1988: 22)
mengatakan bahwa kita dapat memahami moral dengan tiga cara yaitu:
1) Moral sebagai tingkah laku hidup manusia, yang mendasarkan diri
pada kesadaran, bahwa ia terikat oleh keharusan untuk mencapai
yang baik sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam
lingkungannya.
2) Moral sebagai perangkat ide-ide tentang tingkah laku hidup,
dengan warna dasar tertentu yang dipegang oleh sekelompok
manusia di dalam lingkungan tertentu.
3) Moral adalah ajaran tentang tingkah laku hidup yang baik
berdasarkan pandangan hidup atau agama tertentu.
Pribadi yang terdidik secara moral adalah “Seseorang yang belajar (di
sekolah atau dimanapun juga) untuk hidup dalam satu cara yang
merefleksikan kesan dan praktik kewajiban untuk mengembangkan norma-
norma dan cita-cita sosial” (Cheppy HC, 1988: 110-111). Menurut Herimanto
dan Winarno (2010: 141) moral adalah “ Salah satu bagian dari nilai moral,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
manusia yang bermoral tindakannya senantiasa didasari nilai-nilai moral yang
melakukan perbuatan atau tindakan moral”.
Menurut Dewey pengertian moral dalam pendidikan moral hampir
sama dengan rasional, dimana penalaran moral disiapkan sebagai prinsip
berfikir kritis untuk sampai pada pilihan dan penilaian moral yang dianggap
sebagai pikiran dan sikap terbaiknya (Nurul Zuriah, 2009: 22). Sedangkan
menurut M. Sukanta AS (2007: 67) moral adalah “Suatu kode etik yang dapat
menentukan baik dan buruknya secara umum yang berlaku dalam
masyarakat”.
Dalam jurnal pendidikan oleh Halim yang mengutip pakar ilmu-ilmu
sosial dalam Sabar Budi Raharjo (2010: 233) dinyatakan bahwa akhlak atau
moral mempunyai empat makna yaitu:
1) Moral adalah sekumpulan kaidah perilaku yang diterima dalam
satu zaman atau sekelompok orang.
2) Moral adalah sekumpulan kaidah perilaku yang dianggap baik
berdasarkan kelayakan bukan berdasarkan syarat.
3) Moral adalah teori akal tentang kebaikan dan keburukan, menurut
filsafat.
4) Tujuan-tujuan kehidupan yang mempunyai warna humanism yang
kental yang tercipta dengan adanya hubungan-hubungan sosial.
Selanjutnya moral dalam arti istilah adalah suatu istilah yang
digunakan untuk menentukan batas-batas dari sifat, kehendak, pendapat atau
perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik atau buruk.
Seseorang yang belajar (di sekolah atau dimanapun juga) untuk hidup
dalam satu cara yang merefleksikan kesan dan praktik kewajiban untuk
mengembangkan norma-norma dan cita-cita sosial (Cheppy HC, 1988: 110-
111). Sedangkan Ronald Durhka menyatakan bahwa ciri-ciri orang yang
matang secara moral (Morally Nature Person) yakni:
1) Who holds correct moral position and acts in acoord with such
position.
2) The knowledge of these do‟s and don‟t‟s right and rong.
3) The character and will to act in accord with sub 2.
4) Know best what would or should.
5) Mature moral reason. (Hamid Darmadi, 2009: 30-31)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
Kesimpulan dari kutipan di atas bahwa seseorang yang matang secara
moral adalah orang yang bertindak sesuai dengan aturan yang ada. Dalam hal
ini berarti orang tersbut sudah menjadi pribadi yang terdidik secara moral.
Higgins dan Gilingan mengemukakan ciri orang bermoral ialah selalu
merasakan adanya moral bases and (tuntutan dan keharusan moral) untuk
selalu bertanggung jawab terhadap atau akan adanya: “1) Needs and welfare of
individual and others, 2) the involpment and implication of the self and
consequences of outher, 3) intrinsic value of social relationships” (Hamid
Darmadi, 2009: 31).
Inti dari kutipan di atas bahwa ciri orang yang bermoral adalah orang
yang selalu bertanggung jawab terhadap kebutuhan dan kesejahteraan individu
dan masyarakat, bertanggung jawab terhadap perkembangan dan implikasi diri
dan konsekuensi dari masyarakat serta bertanggung jawab terhadap nilai
intrinsic dari hubungan sosial. Nilai intrinsik yang dimaksud disini adalah nilai
dari suatu nilai moral dan norma dalam kehidupan secara umum. Orang
dikatakan bermoral apabila orang tersbut tidak melanggar nilai-nilai dan
norma-norma etis yang berlaku dalam masyarakat.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa moral
memegang peranan penting dalam kehidupan manusia yang berhubungan
dengan baik buruknya tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari yang
berupa sekumpulan kaidah perilaku. Orang dikatakan bermoral apabila orang
tersebut tidak melanggar nilai-nilai dan norma-norma etis yang berlaku dalam
masyarakat berdasarkan tiga kemampuan yaitu disiplin atau kewajiban,
mengajar dan otonomi diri. Sehingga orang dikatakan memiliki moral apabila
orang tersebut dapat menentukan obyek moral dan kematangan moral yang
terbentuk melalui perkembangan moral yang dimilik masing-masing individu
dalam menjalani kehidupannya.
b. Obyek Moral
Sebelum melakukan perbuatan, manusia menentukan sendiri apa yang
akan dikerjakan. Ia telah menentukan sikap, mana yang harus dilaksanakan,
mana yang tidak boleh dilaksanakan. Bambang Daroeso (1988: 25)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
mengatakan dalam diri manusia ada dua suara, yaitu: “Suara hati yang
mengarah ke kebaikan, dan suara was-was yang mengajak ke keburukan”.
Dalam melakukan perbuatannya manusia didorong oleh tiga unsur,
antara lain:
1) Kehendak yaitu pendorong pada jiwa manusia yang memberi
alasan pada manusia utnuk melakukan perbuatan.
2) Perwujudan dari kehendak yang berbentuk cara melakukan
perbuatan dalam segala situasi dan kondisi.
3) Perbuatan tersebut dilakukan dengan sadar dan kesadaran inilah
yang memberikan corak dan warna perbuatan tersebut. (Bambang
Daroeso, 1988: 26).
Kesimpulannya bahwa obyek moral adalah tingkah laku manusia,
perbuatan manusia, baik secara individual maupun secara kelompok. Dimana
perbuatan yang akan dilakukan merupakan obyek yang ada dalam suara hati
manusia yaitu mana yang boleh dilaksanakan dan mana yang tidak boleh
dilaksanakan. Obyek tersebut diwujudkan dengan cara melakukan perbuatan
secara sadar dalam segala situasi dan kondisi.
c. Jenis Moral
Menurut Kant (Lili Tjahjadi, 1991: 48) moralitas dibagi dalam dua
jenis yaitu “Moralitas heteronom maupun moralitas otonom”. Hal itu
dijelaskan sebagai berikut:
1) Moralitas Heteronom
Moralitas heteronom adalah sikap dimana kewajiban ditaati dan
dilaksanakan bukan karena kewajiban itu sendiri, melainkan karena
sesuatu yang berasal dari luar kehendak si pelaku itu sendiri, misalnya
karena maua mencapai tujuan yang diinginkannya atau karena perasaan
takut pada penguasa yang memberi kewajiban itu. Sikap semacam ini,
menurut Kant, menghancurkan nilai moral.
2) Moralitas Otonom
Moralitas otonom adalah kesadaran manusia akan kewajibannya yang ia
taati sebagai sesuatu yang dikehendakinya sendiri karena diyakini sebagai
sebagai sesuatu yang baik. Di dalam moralitas otonom, orang mengikuti
dan menerima hukum lahiriah bukan lantaran mau mencapai tujuan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
diinginkannya atau karena takut terhadap penguasa pemberi hukum itu,
melainkan karena itu dijadikan kewajibannya sendiri berkat nilainya yang
baik. Bagi Kant, moralitas ini merupakan prinsip tertinggi moralitas.
Jadi menurut Kant moralitas dibagi menjadi dua yaitu moralitas
heteronom dan moralitas otonom. Akan tetapi, moralitas otonom merupakan
prinsip tertinggi moralitas karena kesadaraan mentaati kewajiban didasarkan
pada keyakinan bahwa sesuatu itu baik bukan karena takut atau paksaan dari
penguasa sehingga moralitas otonom adalah moralitas yang hakiki dari
tindakan manusia.
Sedangkan menurut W. Poespoprodjo (1986: 103) moralitas dibagi
menjadi:
1) Moralitas intrinsik memandang perbuatan menurut hakikatnya
bebas lepas dari setiap hukum positif, apakah perbuatan itu baik
atau buruk pada hakikatnya, bukan apakah seorang telah
memerintahkannya atau melarangnya.
2) Moralitas ekstrinsik adalah moralitas yang memandang perbuatan
sebagai sesuatu yang diperintahkannya atau dilarang oleh
seseorang yang kuasa atau oleh hukum positif, baik dari manusia
asalnya maupun dari Tuhan.
Berdasarkan uraian di atas maka jenis moral dibagi menjadi dua yaitu
moralitas heteronom atau ekstrinsik dan moralitas otonom atau intrinsik.
Moralitas heteronom atau ekstrinsik merupakan sikap dalam melaksanakan
perbuatan (kewajiban) karena diperintahkan atau dilarang oleh seseorang dan
akan menghancurkan nilai moral. Sedangkan moralitas otonom atau intrinsic
merupakan kesadaran manusia untuk melaksanakan perbuatan (kewajiban)
karena diyakini bahwa itu baik tanpa diperintah atau dilarang seseorang.
d. Nilai Moral
Nilai atau value (bahasa Inggris) atau valere (bahasa latin) berarti
berguna, mampu akan, berdaya, berlaku, dan kuat. Nilai adalah kualitas suatu
hal yang menjadikan hal itu dapat disukai, diinginkan, berguna, dihargai, dan
dapat menjadi obyek kepentingan. Hamid Darmadi (2009: 27-28) berpendapat
“Nilai adalah sesuatu yang berharga baik menurut standar logika (benar-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
salah), estetika (baik-buruk), etika (adli/layak-tidak adil), agama (dosa dan
haram-halal) serta acuan dan atas sistem keyakinan diri maupun kehidupan”.
Nilai atau “value” (bahasa Inggris) termasuk dalam bidang kajian
filsafat. Istilah nilai dalam bidang filsafat dipakai untuk menunjuk kata
benda abstrak yang artinya “keberhargaan” (worth) atau kabaikan
“goodness”, dan kata kerja yang artinya suatu kejiwaan tertentu dalam
menilai atau melakukan penilaian. (Fransena dalam Hamid Darmadi,
2009: 67)
Pandangan lain dalam Dictionary of Sosiology and Related Sciences,
yang dikutip oleh Hamid Darmadi (2009: 67) dikatakan bahwa “Nilai adalah
kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan
manusia”.
Nilai dianggap sebagai keharusan suatu cita yang menjadi dasar bagi
keputusan yang diambil oleh seseorang. Nilai-nilai itu merupakan
bagian kenyataan yang tidak dapat dipisahkan atau diabaikan. Setiap
orang bertingkah laku sesuai dengan seperangkat nilai, baik nilai yang
sudah merupakan hasil pemikiran yang tertulis maupun belum.
(Sjarkawi, 2006: 29)
Selanjutnya Bambang Daroeso (1988: 20) berpendapat bahwa nilai
adalah “Suatu penghargaan atau kualitas terhadap sesuatu, yang dijadikan
dasar penentu tingkah laku seseorang, karena sesuatu hal itu menyenangkan
(pleasant), memuaskan (satisfying), menarik (interest), berguna (useful),
menguntungkan (profitable), suatu sistem keyakinan (belief).”
K. Bertens (2007: 141) mengemukakan bahwa nilai mempunyai ciri,
antara lain:
1) Nilai berkaitan dengan subyek: kalau tidak ada subyek yang
menilai, maka tidak ada nilai juga.
2) Nilai tampil dalam suatu konteks praktis, dimana subyek ingin
membuat sesuatu.
3) Nilai menyangkut sifat-sifat yang “ditambah” oleh subyek pada
sifat-sifat yang dimiliki oleh obyek. Nilai tidak dimiliki oleh obyek
pada dirinya.
Menurut K. Bertens (2007: 139) nilai adalah “Sesuatu yang menarik
bagi kita, sesuatu yang kita cari, sesuatu yang menyenangkan, sesuatu yang
disukai dan diinginkan, singkatnya sesuatu yang baik”. Sedangkan menurut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
Herimanto dan Winarno (2010: 128) nilai merupakan “Sesuatu yang
diharapkan (das solen) dan sesuatu yang baik yang dicitakan manusia”.
Pada dasarnya segala sesuatu itu bernilai, hanya nilai seperti apa yang
ada dan bagaimana hubungan nilai itu dengan manusia. Penggolongan nilai
beraneka ragam tergantung pada sudut pandang penggolongan nilai tersebut.
Menurut Notonegoro (Hamid Darmadi, 2009: 68) membagi nilai
menjadi tiga macam:
1) Nilai material; yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan
jasmani dan manusia atau kebutuhan material ragawi manusia.
2) Nilai vital; segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat
mengadakan kegiatan atau aktivitas.
3) Nilai kerohanian; yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani
manusia, nilai kerohanian dapat dibedakan atas empat macam
yaitu:
a) Nilai kesabaran; bersumber pada akal (ratio, budi, cipta)
manusia.
b) Nilai keindahan atau estetis; bersumber pada unsur perasaan
(estrthis, gevoel, rasa) manusia.
c) Nilai kebaikan atau nilai moral; bersumber pada unsur
kehendak (will, wollen, karsa) manusia.
d) Nilai religious; merupakan nilai kerohanian tertinggi dan
mutlak.
Nilai dan moral sebenarnya tidak dapat berdiri sendiri karena kedua
istilah tersebut memiliki kaitan satu dengan lainnya. Bahkan dalam konteks
tertentu nilai dan moral sering disatukan menjadi nilai moral. Nilai moral
menurut Sjarkawi (2006: 29) adalah “Segala nilai yang berhubungan dengan
konsep baik dan buruk”.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa nilai moral adalah
suatu nilai yang dijunjung tinggi dalam masyarakat dan memberikan penilaian
terhadap tingkah laku manusia. Tidak semua nilai adalah nilai moral, tetapi
nilai moral berkaitan dengan perilaku manusia tentang hal yang baik dan
buruk sehingga terdapat ciri-ciri terkait dengan nilai moral.
Nilai moral tidak terpisahkan dari jenis nilai lainnya. Setiap nilai dapat
dikatakan memperoleh suautu “bobot moral”, bila diikutsertakan dalam
tingkah laku moral. Menurut K. Bertens (2007: 143-147) nilai moral
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
mempunyai empat ciri yaitu “Berkaitan dengan tanggung jawab kita, berkaitan
dengan hati nurani, mewajibkan, dan bersifat formal”.
Hal tersebut dijelaskan sebagai berikut:
1) Berkaitan dengan Tanggung Jawab Kita
Nilai moral berkaitan dengan pribadi manusia yang bertanggung jawab.
Nilai-nilai moral mengakibatkan bahwa seseorang bersalah atau tidak
bersalah, karena ia bertangung jawab. Suatu nilai moral hanya bisa
diwujudkan dalam perbuatan-perbuatan yang sepenuhnya menjadi
tanggung jawab orang yang bersangkutan.
2) Berkaitan dengan Hati Nurani
Mewujudkan nilai moral merupakan “imbauan” dari hati nurani. Salah
satu ciri khas nilai moral adalah bahwa hanya nilai ini menimbulkan
“suara” hati nurani yang menuduh kita bila meremehkan atau menentang
nilai-nilai moral dan memuji kita bila mewujudkan nilai-nilai moral.
3) Mewajibkan
Nilai moral mewajibkan kita secara absolut dan dengan tidak bisa ditawar-
tawar. Nilai-nilai moral harus diakui dan direalisasikan, tidak bisa diterima
bila seseorang acuh terhadap nilai ini.
4) Bersifat Formal
Nilai moral bersifat formal ini diartikan bahwa kita merealisasikan nilai-
nilai moral dengan mengikutsertakan nilai-nilai lain dalam suatu “tingkah
laku moral”. Nilai-nilai moral tidak memiliki “isi” tersendiri, terpisah dari
nilai-nilai lain dan tidak ada nilai moral yang murni terlepas dari nilai-nilai
lain.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa seseorang akan mengetahui
baik buruknya tindakan yang ia lakukan apabila ia sudah memiliki
pengetahuan atau pemahaman tentang moral, dan seseorang akan mempunyai
rasa cinta terhadap perbuatan yang baik ketika mereka memiliki perasaan
moral, sehingga setelah seseorang memiliki pengetahuan dan perasaan moral
maka ia akan mampu melakukan keputusan dan perasaan moralnya kedalam
perilaku nyata yang berupa tindakan moral. Tindakan moral adalah tindakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
manusia yang muncul melalui pertimbangan rasional yang mandiri, sehingga
selalu dilakukan secara sadar, bebas, bukan paksaan, dan dengan demikian ia
pasti disiplin atas peraturan maupun kebiasaan sebagai sesuatu yang pasti
dilakukan dan menjadikannya sebagai bagian yang tidak dapat dilepaskan dari
dirinya.
e. Norma Moral
Herimanto dan Winarno (2010: 131) menyatakan bahwa “Norma
adalah kaidah, ketentuan, aturan, kriteria, atau syarat yang mengandung nilai
tertentu yang harus dipatuhi oleh warga masyarakat di dalam berbuat, dan
beritngkah laku sehingga terbentuk masyarakat yang tertib, teratur, dan
aman.” Sedangkan Sjarkawi (2006: 29) berpendapat bahwa “Norma berarti
ukuran, garis pengarah, dan aturan, kaidah bagi pertimbangan dan penilaian”.
Norma adalah tatanan aturan hukum (arti luas), jadi sesuatu yang
sudah memiliki kekuatan normatif atau kekuatan lain (dianut dan
diterima serta dilaksanakan masyarakat, kekuatan keilmuan sebagai
teori atau dalil handal yang kebenarannya terbukti atau diterima, atau
(Krischenbaum dalam Hamid Darmadi, 2009: 128)
Dengan demikian norma pada dasarnya memberikan batasan
bagaimana seharusnya manusia berperilaku yang sesuai dengan norma. Norma
bisa berbentuk tertulis maupun tidak tertulis, dalam bentuk tertulis norma
dapat berupa aturan tata tertib, papan pengumuman, kode etik, sedangkan
dalam bentuk lisan norma dapat berbentuk anjuran, larangan, pantangan yang
diakui oleh banyak orang.
Menurut Herimanto dan Winarno (2010: 132) norma yang berlaku di
masyarakat secara umum dapat digolongkan menjadi 4 macam, yaitu “Norma
agama, norma moral, norma kesopanan, dan norma hukum”.
Adapun penjelasannya sebagai berikut:
1) Norma agama adalah peraturan hidup manusia yang berisi perintah dan
larangan yang berasal dari Tuhan.
2) Norma moral/kesusilaan adalah peraturan kaidah hidup yang bersumber
dari hati nurani dan merupakan nilai-nilai moral yang mengikat manusia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
3) Norma kesopanan adalah peraturan/kaidah yang bersumber dari pergaulan
hidup antar manusia.
4) Norma hukum adalah peraturan/kaidah diciptakan oleh kekuasaan resmi
atau negara yang sifatnya mengikat dan memaksa. (Herimanto dan
Winarno, 2010: 132)
Norma moral/kesusilaan adalah norma yang hidup dalam masyarakat
yang dianggap sebagai peraturan dan dijadikan pedoman dalam
bertingkah laku. Norma moral dipatuhi oleh seseorang agar terbentuk
akhlak pribadi yang mulia. Pelanggaran atas norma moral ada
sanksinya yang bersumber dari dalam diri pribadi. Jika melanggar, ia
merasa menyesal dan merasa bersalah.(Herimanto dan Winarno, 2010:
133)
Sjarkawi (2006: 34) menyatakan bahwa “Norma moral adalah
memandang bagaimana manusia harus hidup agar manjadi baik sebagaimana
manusia”. Sedangkan Bambang Daroeso (1988: 27) menyatakan bahwa
“Norma moral merupakan landasan perbuatan manusia, yang sifatnya
tergantung pada tempat, waktu dan keadaan”. Sehingga norma moral ini dapat
berubah-ubah sesuai waktu, tempat dan kebiasaannya.
Berdasarkan paparan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa norma
merupakan kaidah/patokan yang digunakan manusia sebagai pedoman dalam
bertingkah laku. Sedangkan norma noral adalah kaidah/patokan yang
dijadikan manusia sebagai tolak ukur untuk menentukan baik buruknya
perilaku manusia dan untuk menjadikan seseorang menjadi bermoral maka
diperlukan suatu pendidikan yang dapat memperbaiki moral tersebut.
2. Tinjauan tentang Pendidikan Moral
a. Pengertian Pendidikan
Secara etimologis kata „pendidikan‟ berasal dari kata dasar „didik‟
yang mendapat imbuhan awalan dan akhiran pe-an. Berubah menjadi kata
kerja „mendidik‟ yang berarti membantu anak untuk menguasai aneka
pengetahuan, ketrampilan, sikap, dan nilai yang diwarisi dari keluarga dan
masyarakatnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
Menurut M.J. Langeveld pendidikan diartikan sebagai “Pemberian
pembimbingan dan pertolongan rohani dari orang dewasa kepada mereka yang
masih memerlukan yang berlangsung dalam pergaulan”. (Rachmat Djatun
dkk, 2009: 25-26). John Dewey mengartikan pendidikan adalah “ Suatu
proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental baik secara
intelektual maupun emosional ke arah alam dan sesama manusia. (Arif
Rohman, 2009: 6).
Menurut Sudardja pendidikan adalah:
Upaya untuk mempersiapkan peserta didik agar mampu hidup dengan
baik dalam masyarakatnya, mampu meningkatkan dan
mengembangkan kualitas hidupnya sendiri serta berkontribusi secara
bermakna dalam mengembangkan dan meningkatkan kualitas hidup
masyarakat dan bangsanya. (Sabar Budi Raharjo, 2010: 231)
Dalam jurnal ilmu pendidikan oleh Masganti Sit (2010: 2) dinyatakan
bahwa “Kajian filosofis tentang pendidikan juga telah memunculkan berbagai
rumusan tujuan pendidikan yang menyatakan bahwa pendidikan merupakan
sarana menyempurnakan perkembangan potensi-potensi manusia termasuk
perkembangan moral”.
Menurut Arif Rohman (2009: 10) pendidikan adalah:
1) Pendidikan berwujud aktivitas interaktif yang sadar dan terencana.
2) Dilakukan oleh minimal dua orang, satu pihak berfungsi sebagai
fasilitator dan dinamisator sedang pihak lainnya sebagai subyek
yang berupaya mengembangkan diri.
3) Proses dicapai melalui penciptaan suasana belajar dan proses
pembelajaran.
4) Terdapat nilai yang diyakini kebenarannya sebagai dasar aktivitas.
5) Memiliki tujuan baik dalam rangka mengembangkan segenap
potensi internal individu anak.
6) Puncak pencapaian tujuan adalah kedewasaan, baik secara fisik,
psikologik, sosial, emosional, ekonomi, moral dan spiritual pada
anak.
Sementara itu Azyumardi Azra memberikan pengertian bahwa
pendidikan merupakan “Suatu proses di mana suatu bangsa mempersiapkan
generasi mudanya untuk menjalankan kehidupan dan untuk memenuhi tujuan
hidup secara efektif dan efisien”. (Sabar Budi Raharjo, 2010: 231).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Sedangkan Carter V. Good dalam bukunya „Dictionary of Education‟
membedakan pengertian pendidikan dalam dua hal: “(1) Pedagogy is the art,
practice, or profession of teching. (2) Pedagogy is the systematized learning
or instruction concerning principles and methods of teaching and of student
control and guidance.” (Arif Rohman, 2009: 6)
Inti dari kutipan di atas membedakan pengertian pendidikan dalam dua
hal yang pertama pendidikan adalah seni, praktek, atau profesi pengajaran.
Sedangkan yang kedua pendidikan adalah ilmu yang sistematis atau
pengajaran yang berhubungan dengan prinsip-prinsip dan metode-metode
mengajar, pengawasan dan pembimbingan siswa.
Ki Hajar Dewantara mengatakan bahwa:
Pendidikan berarti daya upaya untuk memajukan pertumbuhan nilai
moral (kekuatan batin, karakter), fikiran (intellect) dan tumbuh anak
yang antara satu dan lainnya saling berhubungan agar dapat
memajukan kesempurnaan hidup, yakni kehidupan dan penghidupan
anak-anak yang kita didik selaras. (Zaim Elmubarok, 2008: 2)
Berdasarkan pendapat di atas maka pendidikan merupakan usaha sadar
yang bertujuan untuk mendewasakan manusia dengan cara memberi bantuan
melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan pelatihan agar dapat menghadapi
peranannya dimasa yang akan datang, sehingga manusia dapat menolong
dirinya sendiri dalam mengatasi setiap permasalahan yang dihadapi.
b. Pengertian Pendidikan Moral
Menurut Nurul Zuriah (2007: 22) “Pendidikan Moral adalah suatu
program pendidikan yang mengorganisasikan dan meyederhanakan sumber-
sumber moral dan disajikan dengan memperhatikan pertimbangan psikologi
untuk tujuan pendidikan”. Jadi dalam pendidikan moral nilai-nilai moral yang
diajarkan disesuaikan dengan tahapan perkembangan psikologi anak sehingga
anak dapat memahami nilai-nilai moral tersebut
Sedangkan Hamid Darmadi (2007: 56-57) menjelaskan bahwa:
Pandidikan moral dapat diartikan sebagai suatu konsep kebaikan
(konsep yang bermoral) yang diberikan atau diajarkan kepada peserta
didik (generasi muda dan masyarakat) untuk membentuk budi pekerti
luhur, berakhlak mulia dan berperilaku terpuji seperti terdapat dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
Pancasila dan UUD 1945. Dalam menyajikan pendidikan moral, guru
diharapkan membantu peserta didik mengembangkan dirinya, baik
secara keilmuan maupun secara mental spiritual keagamaan.
Adanya panutan nilai, moral, dan norma dalam diri manusia dan
kehidupannya akan sangat menentukan totalitas diri individu atau jati diri
manusia, lingkungan sosial, dan kehidupan individu sendiri. Pendidikan moral
sangat penting artinya dengan adanya pendidikan moral dapat memperbaiki
moral anak yatim agar mereka mengetahui perbuatan mana yang baik dan
mana yang buruk, maka pembentukan karakter kewarganegaraan (civic
disposition) yang memiliki disiplin terhadap perilaku sangat diperlukan
sebagai usaha untuk membina dan mengembangkan nilai yang dianggap baik
sehingga akan membentuk karakter hidup setiap individu agar menjadi warga
yang baik.
Ki Hajar Dewantara dalam Nurul Zuriah (2007: 125) mengatakan
bahwa:
Pengajaran budi pekerti/moral tidak lain adalah mendukung
perkembangan hidup anak-anak, lahir dan batin dari sifat kodratinya
menuju ke arah peradaban dalam sifatnya yang umum. Sedangkan
syarat pendidikan budi pekerti menurut Ki Hajar Dewantara disebut
dengan metode ngerti, ngrasa, nglakoni (menyadari, menginsafi, dan
melakukan).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
pendidikan moral adalah suatu program pendidikan yang mengorganisasikan
sumber moral untuk membentuk budi pekerti luhur, berakhlak mulia dan
berperilaku terpuji.
c. Tujuan Pendidikan Moral
Tujuan pendidikan moral menurut Dreeben dalam Nurul Zuriah (2007:
22) adalah “Jika tujuan pendidikan moral akan mengarahkan seseorang
menjadi bermoral, yang penting adalah bagaimana seseorang dapat
menyesuaikan diri dengan tujuan hidup bermasyarakat”.
Sedangkan tujuan pendidikan moral menurut Hamid Darmadi (2009:
51) adalah “Menghargai dan menghormati manusia sebagai manusia serta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
memperlakukan menusia sebagai manusia merupakan kewajiban manusiawi
setiap manusia”.
Frakena dalam Sjarkawi (2006: 49) mengemukakan ada lima tujuan
pendidikan moral antara lain:
1) Mengusahakan suatu pemahaman “pandangan moral” atau cara-cara moral
dalam mempertimbangan tindakan-tindakan dan penetapan keputusan apa
yang seharusnya dilakukan, seperti membedakan hal estetika, legalitas
atau pandangan tentang kebijaksanaan.
2) Membantu mengembangkan kepercayaan atau pengadopsian satu atau
beberapa prinsip umum yang fundamental, idea tahu nilai sebagai suatu
pijakan atau landasan untuk pertimbangan moral dalam menetapkan suatu
keputusan.
3) Membantu mengembangkan kepercayaan pada dan atau mengadopsi
norma-norma konkret, nilai-nilai, kebaikan seperti pada pendidikan moral
tradisional yang selama ini dipraktikan.
4) Mengembangkan suatu kecenderungan untuk melakukan sesuatu yang
secara moral baik dan benar.
5) Meningkatkan pencapaian refleksi otonom, pengendalian diri atau
kebebasan mental spiritual, meskipun itu disadari dapat membuat
seseorang menjadi pengkritik terhadap ide-de dan prinsip-prinsip, dan
aturan-aturan umum yang sedang berlaku.
Jadi pada intinya tujuan pendidikan moral ialah untuk
mengembangkan warga negara yang mampu bertanggung jawab dan
berdisiplin secara moral dan sebagai upaya mentransmisikan nilai-nilai moral
dan spiritual yang diperlukan oleh anak.
d. Target/Substansi Pendidikan Moral
Target/substansi dari pendidikan moral pada umumnya dapat
diarahkan untuk:
1) Membina dan menanamkan nilai moral dan norma.
2) Meningkatkan dan memperluas tatanan nilai keyakinan seseorang
atau kelompok.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
3) Membina dan meningkatkan jati diri/kualitas diri
manusia/masyarakat/ bangsa.
4) Menangkal, memperkecil dan meniadakan hal/nilai moral
naïf/negatif.
5) Membina dan mengupayakan terlaksananya dunia yang
diharapkan.
6) Mengklarifikasikan dan mengoperasionalkan nilai moral dan
norma dasar.
7) Mengklarifikasi dan atau mengkaji menilai diri keberadaan nilai
moral dan norma dalam diri manusia dan atau kehidupannya.
(Hamid Darmadi, 2009: 130)
Berdasarkan pendapat di atas yang menjadi target/substansi pendidikan
moral adalah pembentukan manusia yang memiliki jati diri/kualitas yang
memiliki nilai moral dan melaksanakan nilai moral dan norma dasar dalam
kehidupannya.
e. Strategi Pendidikan Moral/Budi Pekerti
Winarno (2003: 8-9) menyatakan bahwa “Penerapan pendidikan
moral/budi pekerti dapat dilakukan dengan berbagai strategi pengintegrasian
dalam kehidupan sehari-hari melalui keteladanan, kegiatan spontan, teguran,
pengkondisian lingkungan dan kegiatan rutin.”
Hal tersebut dijelaskan sebagai berikut:
1) Keteladanan/contoh
Kegiatan pemberian contoh/teladan yaitu suatu kegiatan yang dilakukan
oleh pengawas, kepala sekolah, staf administrasi di sekolah yang dapat
dijadikan model bagi peserta didik.
2) Kegiatan spontan
Kegiatan spontan yaitu kegiatan yang dilaksanakan secara spontan pada
saat itu juga. Kegiatan ini biasanya dilakukan pada saat guru mengetahui
sikap/tingkah laku peserta didik yang kurang baik, seperti meminta sesuatu
dengan berteriak, mencoret dinding.
3) Teguran
Guru perlu menegur peserta didik yang melakukan perilaku buruk dan
mengingatkannya agar mengamalkan nilai-nilai yang baik sehingga guru
dapat membantu mengubah tingkah laku mereka.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
4) Pengkondisian lingkungan
Suasana sekolah dikondisikan sedemikian rupa dengan penyediaan sarana
fisik. Contoh penyediaan tempat sampah, jam dinding, slogan-slogan
mengenai budi pekerti yang mudah dibaca oleh peserta didik, aturan/tata
tertib sekolah yang ditempelkan pada tempat yang strategis sehingga setiap
peserta didik mudah membacanya.
5) Kegiatan rutin
Kegiatan rutinitas merupakan kegiatan yang dilakukan peserta didik secara
terus menerus dan konsisten setiap saat. Contoh kegiatan ini adalah
berbaris masuk ruang kelas, berdoa sebelum dan sesudah kegiatan,
mengucapkan salam bila bertemu dengan orang lain, membersihkan
kelas/belajar.
Jadi strategi pendidikan moral dapat dilakukan melalui pemberian
keteladanan/contoh, kegiatan spontan, teguran, pengkondisian lingkungan dan
kegiatan rutin. Dari berbagai strategi pendidikan tersebut anak dapat melihat
dan mengamati dalam kehidupan sehari-hari sehingga tidak diperlukan
penekanan materi. Straregi pendidikan semacam ini efektif untuk mencapai
pembelajaran sikap.
f. Faktor yang Mempengaruhi Penerapan Pendidikan Moral
Menurut Cheppy HC (1995: 295) faktor-faktor yang mempengaruhi
penerapan pendidikan moral, yaitu “Masalah peranan guru, dan masalah
proses belajar mengajar”.
Hal tersebut dijelaskan sebagai berikut:
1) Masalah peranan guru
Guru pendidikan moral harus mempunyai ketrampilan, pengetahuan, dan
kemampuan yang dibutuhkan dalam tugas-tugas profesionalnya.
2) Masalah proses belajar-mengajar
Dalam proses belajar mengajarnya, seorang guru harus dapat menyusun
materi dan program yang dapat terima dengan mudah oleh peserta didik
dan mampu menarik minat peserta didik sehingga pendidikan moral yang
diterapkan berhasil.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
Faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan pendidikan moral antara
lain:
1) Peserta didik, yang sejatinya memiliki tingkat kesadaran dan perbedaan
perkembangan kesadaran moral yang tidak merata maka perlu dilakukan
identifikasi yang berujung pada sebuah pengertian mengenai kondisi
perkembangan moral dari peserta didik itu sendiri.
2) Nilai-nilai (moral) Pancasila, berdasarkan tahapan kesadaran dan
perkembangan moral manusia maka perlu diketahui pula tingkat tahapan
kemampuan peserta didik. Hal ini penting mengingat dengan tahapan dan
tingkatan yang berbeda itu pula maka semua nilai-nilai moral yang
terkandung dalam pendidikan moral tersebut memiliki batasan-batasan
tertentu untuk dapat tertanam pada kesadaran moral peserta didik.
3) Guru sebagai fasilitator, apabila kita kembali mengingat teori
perkembangan moral manusia dari Kohlberg dengan 4 dalilnya maka guru
seyogyanya adalah fasilitator yang memberikan kemungkinan bagi siswa
untuk memahami dan menghayati nilai-nilai pendidikan moral itu.
4) Prasarana, yaitu segala sesuatu penunjang kesuksesan peserta didik dalam
proses pembelajaran seperti perpustakaan, buku pelajaran wajib maupun
penunjang, ruang kelas yang nyaman, laboratorium dan sarana ibadah.
(Sylvie, 2006:1)
Dengan memperhatikan empat hal di atas maka proses perkembangan
moral manusia yang berjalan dalam jalur pendidikan tentu akan berjalan
sesuai dengan tahapan perkembangan moral pada tiap diri manusia. Tahapan
perkembangan moral dapat dibandingkan antara individu yang satu dengan
individu yang lain bila faktor-faktor yang mempengaruhi perkembanngan
moral yang dihadapi masing-masing individu itu sama.
3. Tinjauan tentang Disiplin Moral
a. Pengertian Disiplin
Disiplin berasal dari kata yang sama dengan “disciple” yakni seseorang
yang belajar dari atau secara suka rela mengikuti seorang pemimpin. Menurut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
Sylvia Rimm (2003: 47) menyatakan bahwa tujuan disiplin adalah
“Mengarahkan anak agar mereka belajar mengenai hal-hal baik yang
merupakan persiapan bagi masa dewasa, saat mereka sangat bergantung
kepada disiplin diri. Diharapkan disiplin diri mereka akan membuat hidup
mereka bahagia, berhasil, dan penuh kasih sayang.”
Menurut Emile Durkheim (1986: 176) menyatakan bahwa
Hanya melalui disiplin sajalah kita dapat mengajar anak untuk
mengendalikan keinginan-keinginannya, membatasi segala macam
seleranya, menetapkan sasaran-sasaran aktivitasnya. Pembatasan
merupakan syarat kebahagiaan dan kesehatan moral. Tentu saja
pembatasan yang diperlukan berbeda-beda menurut waktu dan tempat
dan berbeda pula untuk setiap tahap dalam kehidupan.
Tujuan seluruh disiplin ialah membentuk perilaku sedemikian rupa
hingga ia akan sesuai dengan peran-peran yang ditetapkan kelompok budaya,
tempat individu itu diidentifikasikan (Elizabeth B. Hurlock, 2005: 82).
Jadi pada intinya disiplin adalah mengajarkan anak untuk
mengendalikan keinginannya dalam bentuk pembatasan-pembatasan sesuai
dengan waktu dan tempat dalam rangka menetapkan aktivitas tertentu.
b. Cara-cara Menanamkan Disiplin
Kedisiplinan diri pada anak sudah terbentuk, apabila anak sudah dapat
bertingkah laku sesuai dengan pola tingkah laku yang baik. Anak sudah
mengenal kedisiplinan yang baik apabila anak tanpa hukuman sudah dapat
bertingkah laku dan memilih perbuatan-perbuatan yang diharapkan oleh
lingkungannya. Menurut Elizabeth B. Hurlock (2005: 93), “Cara menanamkan
disiplin yaitu cara menanamkan kedisiplinan otoriter, cara menanamkan
kedisiplinan permitif, cara menanamkan kedisiplinan demokratis”.
Hal tersebut dijelaskan sebagai berikut:
1) Cara menanamkan kedisiplinan otoriter
Menanamkan perilaku yang diinginkan dengan peraturan keras dalam
mengendalikan dengan melalui kekuatan eksternal dalam bentuk hukuman
terutama hukuman badan atau sama sekali tidak adanya persetujuan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
pujian atau tanda-tanda penghargaan lainnya bila anak memenuhi standar
yang diharapkan.
2) Cara menanamkan kedisiplinan permitif
Dengan menggunakan sedikit disiplin, biasanya tidak membimbing anak
ke pola perilaku yang disetujui secara sosial dan tidak menggunakan
hukuman. Dalam hal ini, anak sering tidak diberi batas-batas atau kendala
yang mengatur apa saja yang boleh dilakukan.
3) Cara menanamkan kedisiplinan demokratis
Metode penanaman disiplin dengan menggunakan penjelasan, diskusi dan
penalaran untuk membantu anak untuk mengerti mengapa perilaku tertentu
diharapkan, sehingga lebih menekankan aspek edukatif dari disiplin dari
pada aspek hukumannya. Disiplin demokratis menggunakan hukuman dan
penghargaan, dengan penekanan yang lebih besar pada penghargaan.
Hukuman tidak pernah keras dan biasanya tidak berbentuk hukuman
badan.
Jadi disiplin dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu secara otoriter,
permitif dan demokratis. Akan tetapi disiplin sebaiknya dilakukan dengan cara
yang terlalu otoriter, tetapi juga tidak terlalu memperbolehkan semuanya
(permisif). Dalam menanamkan disiplin kepada anak orang tua harus
menjelaskan secara lengkap apa yang boleh dilakukan atau tidak boleh
dilakukan, mengapa hal itu boleh atau tidak., apa dampaknya jika dilakukan
atau tidak dilakukan dan sebagainya.
Dari uraian di atas dijelaskan berbagai cara dalam menanamkan
kedisiplinan dan acuan dasar perilaku dalam menjalankan kedisiplinan.
Kedisiplinan pada anak dapat juga ditanamkan dengan memberikan tata tertib
yang mengatur hidup anak. Tata tertib yang disertai pengawasan dan
pemberian pengertian pada setiap pelanggaran, tentunya akan menimbulkan
rasa keteraturan dan disiplin diri. Tingkah laku anak yang berarti dan
bertujuan, harus dibimbing oleh orang tua, guru, pembimbing atau orang
dewasa lainnya. Tingkah laku anak supaya menjadi teratur maka perlu adanya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
pengertian baik melalui nasehat dan pengarahan sehingga tercapai tingkah
laku yang wajar dan serasi.
c. Unsur-unsur Disiplin
Menurut Elizabeth B. Hurlock (2005: 84-93) disiplin yang mampu
mendidik anak untuk berperilaku sesuai dengan standar yang ditetapkan
kelompok sosial harus mempunyai empat unsur pokok: “peraturan, hukuman,
penghargaan, dan konsistensi.”
Hal tersebut dijelaskan sebagai berikut:
1) Peraturan
Peraturan sebagai pedoman perilaku atau pola yang ditetapkan (mungkin
orang tua, guru, dan teman bermain) untuk tingkah laku. Tujuannya ialah
membekali anak dengan pedoman perilaku yang disetujui dalam situasi
tertentu. Peraturan memiliki dua fungsi yaitu:
a) Peraturan memiliki nilai pendidikan, sebab peraturan memperkenalkan
pada anak perlaku yang disetujui anggota kelompok tersebut.
b) Peraturan membantu mengekang perilaku yang tidak diinginkan.
Banyaknya peraturan yang ada sebagai pedoman perilaku anak bervariasi
menurut situasi, usia anak, sikap orang yang mendisiplin, cara teknik
menanamkan disiplin dan banyak faktor lainnya.
Peraturan bertindak sebagai dasar konsep moral dan konsep moral
sebaliknya bertindak sebagai dasar kode moral. Dari konsep moral umum
atau nilai moral anak mengembangkan kode moral.
2) Hukuman
Hukuman diberikan kepada seseorang karena suatu kesalahan, perlawanan
atau pelanggaransebagai ganjaran atau pembalasan. Hukuman memiliki
tiga fungsi dalam perkembangan moral anak yaitu:
a) Hukuman menghalangi pengulangan tindakan yang tidak diinginkan
oleh masyarakat.
b) Hukuman ialah mendidik, mereka dapat belajar bahwa tindakan
tertentu benar dan yang lain salah dengan mendapat hukuman.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
c) Hukuman memberi motivasi untuk menghindari perilaku yang tidak
diterima masyarakat.
3) Penghargaan
Penghargaan diberikan untuk perilaku yang baik yang sejalan dengan
peraturan yang berlaku. Penghargaan tidak perlu berbentuk materi, tetapi
dapat berupa kata-kata pujian, senyuman atau tepukan dipunggung.
Penghargaan mempunyai tiga fungsi, yaitu:
a) Penghargaan mempunyai nilai mendidik, bila suatu tindakan disetujui
anak akan merasa hal itu baik.
b) Penghargaan berfungsi sebagai motivasi untuk mengulangi perilaku
yang disetujui secara sosial.
c) Penghargaan berfungsi untuk memperkuat perilaku yang disetujui
secara sosial, dan tidak adanya penghargaan akan melemahkan
keinginan untuk mengulang perilaku ini.
Jenis penghargaan yang diberikan harus sesuai dengan perkembangan
anak. Bentuk penghargaan antara lain dengan penerimaan sosial, hadiah,
dan perilaku yang istimewa.
4) Konsistensi
Konsistensi berarti tingkat keseragaman atau stabilitas. Konsistensi harus
menjadi ciri semua aspek disiplin. Harus ada konsistensi dalam peraturan
yang digunakan sebagai pedoman perilaku, kosistensi dalam pengajaran
dan pemaksaan peraturan, konsistensi dalam hukuman yang diebrikan
kepada mereka yang tidak menyesuaikan standar, dan konsistensi dalam
penghargaan bagi mereka yang menyesuaikan. Konsistensi mempunyai
tiga fungsi, yaitu:
a) Konsistensi memiliki nilai mendidik yang besar, bila bila peraturannya
konsisten maka akan memacu proses belajar karena nilai
pendorongnya.
b) Konsistensi memiliki nilai motivasi yang kuat.
c) Konsistensi mempertinggi penghargaan terhadap peraturan dan orang
yang berkuasa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Sedangkan menurut Soegeng Prijodarminto (1992: 24) berpendapat
bahwa:
Terdapat unsur pokok yang membentuk disiplin, pertama sikap yang
telah ada pada diri manusia dan sistem nilai budaya yang ada di dalam
masyarakat, sikap atau attitude merupakan unsur yang hidup di dalam
jiwa manusia yang harus mampu bereaksi terhadap lingkungannya,
dapat berupa tingkah laku atau pemikiran. Sedangkan sistem nilai
budaya yang berfungsi sebagai petunjuk atau pedoman atau penuntun
kehidupan manusia.
Dari uraian di atas penulis menarik kesimpulan bahwa unsur-unsur
disiplin merupakan segala sesuatu yang membentuk atau terdapat dalam
disiplin itu sendiri meliputi peraturan, hukuman, penghargaan dan konsistensi.
Kesimpulannya bahwa disiplin itu ada karena empat unsur di atas. Bila salah
satu unsur tidak ada atau tidak berjalan sebagaimana mestinya maka disiplin
moral yang berkembang pada anak bukan disiplin moral yang telah mencapai
standar. Hal ini mengakibatkan perkembangan disiplin moral dalam rangka
mencapai kematangan moral sulit untuk tercapai.
d. Aspek-aspek Disiplin
Disiplin akan membuat diri anak tahu membedakan hal-hal apa saja
seharusnya dilakukan, yang wajib dilakukan, yang boleh dilakukan, yang tidak
sepatutnya dilakukan karena merupakan hal yang dilarang. Menurut Soegeng
Prijodarminto (1992:23) ada tiga aspek disiplin:
1) Sikap mental (mental attitude), yang merupakan sikap taat dan
tertib sebagai hasil atau pengembangan dari latihan, pengendalian
pikiran dan pengendalian watak.
2) Pemahaman yang baik mengenai sistem aturan perilaku, norma,
kriteria, dan standar yang sedemikian rupa, sehingga pemahaman
tersbut menmbuhkan pengertan yang mendalam atau kesadaran,
bahwa ketaatan akan aturan, norma, kriteria dan standar tadi
merupakan syarat mutlak untuk mencapai keberhasilan (sukses).
3) Sikap kelakuan yang secara wajar menunjukan kesungguhan hati,
untuk mentaati segala hal secara cermat dan tertib.
Dari ketiga uraian di atas penulis menarik kesimpulan bahwa
kedisiplinan tidak dapat dipisahkan dari berbagai aspek seperti mental,
pemahaman terhadap aturan perilaku, norma, kriteria, dan standar perilaku
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
serta sikap yang wajar terhadap peraturan yang ada. Ketiga aspek tersebut
mempengaruhi proses pembentukan kedisiplinan.
e. Kriteria Disiplin yang Efektif
Pada dasarnya kedisiplinan mendorong individu untuk bekerjasama
antara yang satu dengan yang lain. Dalam menegakan kedisiplinan metode
hukuman dan pemberian hadiah tidak efektif membawa perubahan yang
positif berjangka panjang dalam perilaku anak. Disiplin yang efektif
didasarkan pada pengajaran yang memungkinkan pendidik untuk memandang
sifat anak yang kurang sesuai sebagai kesempatan untuk mengadakan
perubahan dan pertumbuhan yang baik.
Menurut Jane E. Allen dan Marilyn Cheryl (2005: 26) menyatakan
bahwa “Ada tiga kriteria untuk menentukan disiplin yang efektif yaitu disiplin
harus menunjukkan sikap yang terhormat, disiplin harus efektif dalam jangka
waktu yang lama dan disiplin harus mengajarkan kecakapan hidup yang
berharga utnuk membentuk karakter yang baik”. Selanjutnya akan dijelaskan
tiga kriteria disiplin yang efektif sebagai berikut:
1) Disiplin harus menunjukan sikap yang terhormat
Penanaman kedisiplinan pada diri anak didasarkan contoh dan model
pengajaran dari orang dewasa sangat penting bagi anak untuk belajar
tentang rasa hormat. Rasa hormat adalah unsur yang penting bagi
hubungan yang sehat. Rasa hormat harus ditunjukan pada anak setiap saat,
sehingga anak merasa dihargai oleh orang dewasa. Dengan demikian anak
akan meniru tingkah laku dan belajar kehidupan orang dewasa.
2) Disiplin harus efektif dalam jangka panjang
Banyak orang berpendapat bahwa metode hukuman merupakan metode
yang paling efektif untuk menanamkan kedisiplinan. Pada dasarnya
metode ini efektif tetapi hanya dalam waktu yang singkat. Pada waktu
jangka panjang hukuman tidak efektif. Hukuman bersifat satu yaitu
dengan menempatkan anak sebagai makhluk yang selalu diarahkan,
dibimbing dan dibenarkan, sehingga pengambilan keputusannya tidak
mendorong mereka memiliki rasa percaya diri, kerjasama dan tingkah laku
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
yang positif di masa depan. Menurut Jane E. Allen dan Marilyn Cheryl
(2005: 26) “Anak yang mendapatkan hukuman akan membuat salah satu
dari empat keputusan yaitu resentment (marah, dendam, benci, sebal),
rebellion (berontak), revenge (balas dendam) dan retreat (menarik diri)”.
3) Disiplin harus mengajarkan kecakapan hidup
Kecakapan hidup merupakan kecakapan dan kemampuan yang diperlukan
untuk mengatur hidup, emosi, hubungan dan aktivitas lainnya. Disiplin
harus berisi kecakapan hidup seperti membantu menyiapkan makanan,
membersihkan rumah, mencuci piring, mencabut rumput dan berbagai
kegiatan yang lain. Orang dewasa (orang tua, guru, pengasuh dan lain-lain)
dapat membuat jadwal tugas utnuk mengatur kegiatan anak. Hal ini
dimaksudkan agar anak menjadi pribadi yang bertanggung jawab.
Dari uraian di atas penulis menarik kesimpulan bahwa kedisiplinan
dapat diterapkan pada anak secara efektif dengan memperlakukan anak
dengan baik menghindari hukuman secara fisik dan mengajarkan anak tentang
kecakapan hidup sehingga mendorong mereka memiliki rasa percaya diri,
kerjasama dan tingkah laku yang positif dimasa depan.
f. Evaluasi Disiplin
Disiplin tidak boleh dievaluasi berdasarkan hasil langsungnya, dan
juga tidak boleh dievaluasi dengan melihat perilaku moral anak itu saja.
Menurut Elizabeth B. Hurlock (2005: 97-98) ada 3 kriteria yang dapat
digunakan untuk mengevaluasi disiplin: “pengaruh disiplin pada perilaku,
pengaruh sikap anak pada mereka yang berwenang terhadap disiplin, dan
pengaruh disiplin pada kepribadian anak”.
Hal tersebut dijelaskan sebagai berikut:
1) Pengaruh disiplin pada perilaku
Kesenjangan antara pengetahuan moral dan perilaku moral kadang-kadang
tidak terelakkan. Akan tetapi bila anak menunjukkan kemajuan yang
progresif dalam perilaku mereka dengan meningkatnya usia dan bila
kesenjangan antara pengetahuan moral dan perilaku moral berkurang maka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
secara bertahap mendekati tingkat tertinggi dari perilaku moral dan
mendekati kematangan moral.
2) Pengaruh sikap anak pada mereka yang berwenang terhadap disiplin
Anak peka terhadap sikap adil orang tua, guru, dan orang lain yang
berwenang. Anak yang merasa bahwa disiplin yang diterimanya adil dan
bahwa kendala perilaku mereka perlu demi kebaikan mereka sendiri, lebih
mempunyai sikap positif terhadap para pendisiplin dibandingkan anak
yang merasa bahwa yang berwenang bersikap jahat atau mau membalas
dendam.
3) Pengaruh disiplin pada kepribadian anak
Bila anak merasa bahwa mereka dibatasi atau dihukum secara tidak adil,
dan bila mereka merasa uaha mereka untuk mentaati peraturan tidak
dihargai karena mereka jarang mendapat penghargaan dan pujian maka
konsep diri akan terpengaruh. Bila anak merasa yakin bahwa mereka telah
menjadi korban perlakuan yang tidak adil, hal ini seringkali berakibat
gangguan kepribadian yang serius.
Berdasarkan ketiga kriteria yang digunakan dalam mengevaluasi
disiplin moral maka evaluasi disiplin moral tidak bisa dilakukan dengan
pengamatan langsung dan sekali. Melainkan perlu dilihat dari berbagai aspek
yang berkaitan dengan penerapan pengetahuan disiplin moral yaitu tentang
perubahan perilaku anak, sikap anak terhadap pendisiplin dan perubahan
kepribadian anak. Bila anak telah memenuhi ketiga kriteria tersebut maka
dapat dikatakan bahwa anak tersebut telah memiliki disiplin moral.
g. Pengertian Disiplin Moral
Menurut Emile Durkheim (1986: 178) menyatakan bahwa “Disiplin
moral tidak hanya menunjang hidup moral dalam arti sebenarnya, melainkan
pengaruhnya berlangsung secara terus menerus. Disiplin moral berperan besar
dalam pembentukan watak dan kepribadian pada umumnya”. Dalam
kenyataanya, unsur paling hakikat dari watak adalah kemampuan
mengendalikan diri yang memungkinkan kita mengendalikan nafsu,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
keinginan, dan kebiasaan-kebiasaan kita dan mengatur menurut kaidah yang
berlaku.
Disiplin moral adalah mengendalikan diri (menjaga moral) tidak
menyakiti dan tidak merugikan makhluk lain. Menjaga diri untuk tidak
melakukan pembunuhan, pencurian, perzinahan, pembicaraan yang
tidak benar; dan menjaga diri untuk tidak bermabuk-mabukan; inilah
disiplin moral yang akan selalu dihargai oleh siapapun juga. Seseorang
yang mempunyai kecakapan intelektual memang akan dipuji; tetapi
seseorang yang mempunyai disiplin moral akan dihargai.(YM Bhikkhu
Sri Pannavaro Mahathera, 2010: 1)
Menurut Penuatua D. Todd Christofferson (2009: 105) mengatakan
bahwa:
Disiplin moral merupakan penerapan hak pilihan yang konsisten untuk
memilih yang benar karena hal itu adalah benar, bahkan ketika hal itu
sulit. Hal itu menolak kehidupan yang mementingkan diri sendiri,
berpihak pada mengembangkan karakter yang layak untuk respek dan
kebesaran sejati. Akar kata disiplin terdiri dari kata “disciple [murid],”
yang menyarankan pada pikiran kenyataan bahwa kesepadanan
merupakan disiplin yang ideal yang membentuk seseorang yang bajik
dan unggul secara moral.
Disiplin moral mengajarkan kita untuk tidak bertindak sesuai dengan
keinginan-keinginan yang hanya bersifat sesaat, yang mengakibatkan tingkah
laku kita hanya setaraf dengan kecenderungan-kecenderungan alamiah belaka
(Emile Durkheim, 1986: 178). Sedangkan menurut Penuatua D. Todd
Christofferson (2009: 107) “Disiplin moral adalah disiplin diri yang
berlandaskan standar-standar moral”.
Menurut YM Bhikkhu Sri Pannavaro Mahathera (2010: 1) “Untuk
mempunyai disiplin moral diperlukan pengendalian diri, pengendalian diri
memerlukan ketekunan, kesabaran, semangat dan keuletan. Tanpa keuletan,
tanpa ketekunan dan kesabaran; seseorang akan gagal mengendalikan dirinya
sendiri”.
Dengan memperhatikan pengertian di atas maka disiplin menuntun
pada berkurangnya kebebasan untuk setiap orang. Disiplin moral adalah
disiplin yang keluar dari hati nurani untuk mengendalikan diri (menjaga
moral) untuk melakukan kebenaran berdasarkan standar-standar moral.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
4. Tinjauan Teori Moralitas
Menurut L. Kohlberg (1995: 231-234) mengemukakan ada tiga
tingkat perkembangan moral, yakni “Tingkat prakonvensional, tingkat
konvensional, dan tingkat sesudah konvensional”.
Hal tersebut dapt dijelaskan sebagai berikut:
1) Tingkat Pra-Konvensional
Pada tingkatan ini anak mengakui adanya aturan-aturan dan baik
buruknya mulai mempunyai arti baginya, tetapi hal itu semata-mata
dihubungkan dengan reaksi orang lain. Penilai tentang baik buruknya
perbuatan hanya ditentukan oleh faktor-faktor dari luar. Motivasi untuk
penilaian moral terhadap perbuatan hanya didasarkan atas akibat atau
konsekuensi yang dibawakan oleh perilaku si anak: hukuman atau
ganjaran, hal yang pahit atau menyenangkan. Pada tingkatan ini terdiri dari
dua tahapan yaitu:
a) Punisment and obedience orientation (orientasi hukuman dan
kepatuhan). Pada tahap ini perbuatan anak didasarkan pada otoritas
orang tua, guru dan atas hukuman yang akan menyususl apabila ia
tidak patuh.
b) Instrument-relativist orientation (orientasi relativis instrumental). Pada
tahap ini perbuatan dianggap baik jika ibarat isntrumrn (alat) dapat
memenuhi kebutuhan sendiri dan kadang-kadang juga kebutuhan orang
lain. Dalam tahap ini anak mulai menyadari adanya kepentingan orang
lain, tetapi hubungan antara manusia dianggap seperti hubungan orang
di pasar (hubungan timbale balik).
2) Tingkat Konvensional
Pada tingkatan ini perbuatan-perbuatan mulai dinilai atas dasar
norma-norma umum dan kewajiban serta otoritas dijunjung tinggi. Disini
anak mulai menyesuaikan penilaian dan perilakuanya dengan harapan
orang lain atau kode yang berlaku dalam kelompok sosialnya. Anak tidak
hanya menyesuaikan diri tetapi juga setia kepadanya, berusaha
mewujudkan secara aktif, menunjukkan ketertiban dan berusaha
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
mewujudkan secara aktif, menjunjung ketertiban dan berusaha
mengidentifikasikan diri mereka yang mengusahakan ketertiban sosial.
Dua tahap dalam tingkatan ini adalah:
a) Tahap interpersonal corcodance atau “good boy-nice girl” orientation
(penyesuaian dengan kelompok dan orientasi menjadi anak manis).
Tingkah laku yang baik adalah tingkah laku yang membuat senang
orang lain atau menolong orang lain dan yang mendapat persetujuan
mereka. Supaya diterima dan disetujui orang lain seseorang harus
berperilaku “manis” (good boy-nice girl), artinya ia adalah
sebagaimana diharapkan oleh orang tua, guru dan sebagainya. Ia ingin
bertingkah laku secara “wajar”, artinya menurut norma-norma yang
berlaku. Jika ia menyimpang dari norma-norma kelompoknnya ia
merasa malu dan bersalah, sehingga anak mengetahui betapa
pentingnya maksud dari suatu perbuatan itu.
b) Tahap law and order, orientation (orientasi hukum dan ketertiban).
Paham “kelompok” dimana anak harus menyesuaikan diri disini
diperluas: dari kelompok akrab (artinya, orang-orang yang dikenal oleh
anak secara pribadi) ke kelompok yang lebih abstrak, seperti suku
bangsa, Negara, agama. Tekanan diberikan pada aturan-aturan tetap,
otoritas dan pertahanan ketertiban sosial. Pada tahap ini perilaku yang
baik adalah melakukan kewajibannya, menghormati otoritas dan
mempertahankan ketertiban sosial yang berlaku demi ketertiban itu
sendiri. Orang yang melanggar ketertiban sosial jelas bersalah.
3) Tingkat Pasca-Konvensional
Tingkat ini disebut juga sebagai tingkat otonom. Pada tingkat ketiga ini
hidup bermoral dipandang sebagai penerimaan tanggung jawab pribadi
atas dasar prinsip-prinsip yang dianut dalam batin. Norma-norma yang
berlaku dalam masyarakat tidak dengan sendirinya berlaku, tetapi harus
dinilai atas dasar prinsip-prinsip yang mekar dari kebebasan pribadi.
Tingkat ketiga ini mempunyai dua tahap antara lain:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
a) Social contract orientation (orientasi kontral sosial legalistis). Dalam
tahap ini disadari bahwa relativisme nilai-nilai dan pendapat-pendapat
pribadi dan kebutuhan akan usaha-usaha untuk mencapai konsesus.
Disamping ada yang disetujui dengan cara yang demokratis, baik
buruknya tergantung pada nilai-nilai dan pendapat-pendapat pribadi.
Segi hukum ditekankan, tapi diperhatikan secara khusus kemungkinan
untuk mengubah hukum, asal hal itu terjadi demi kegunaan sosial
(berbeda dengan pandangan kaku tentang law and order dalam tahap
4). Selain bidang hukum, persetujuan bebas dan perjanjian adalah
unsure pengikat bagi kewajiban.
b) The universal ethical principle orientation (orientasi prinsip etika yang
universal). Dalam tahap ini orang mengatur tingkah laku dan penilaian
moralnya berdasarkan hati nurani pribadi. Yang mencolok adalah
bahwa prinsip-prinsip etis dan hati nurani berlaku secara universal.
Pada dasarnya prinsip-prinsip ini menyangkut keadilan, kesediaan
membantu satu sama lain, persamaan hak manusia dan hormat untuk
martabat manusia sebagai pribadi. Orang yang melanggar prinsip-
prinsip ini akan mengalami penyesalan yang mendalam. Dalam proses
perkembangan moral reasoning dengan enam tahapannya dapat
digambarkan sebagai berikut:
(1) Perkembangan moral terjadi secara berurutan dari satu tahap ke
tahap berikutnya.
(2) Dalam perkembangan moral orang tidak memahami cara berfikir
dari tahap yang lebih dari dua tahap diatasnya.
(3) Dalam perkembangan moral, seseorang secara kognitif tertarik
pada cara berfikir dari satu tahap di atas tahapnya sendiri. Anak
dari tahap 2 merasa tertarik kepada tahap 3. Berdasarkan inilah
Kohlberg percaya bahwa moral reasoning dapat dan mungkin
dikembangkan.
(4) Dalam perkembangan moral, perkembangan hanya akan terjadi
apabila diciptakan suatu diequilibrium kognitif pada diri si anak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
didik. Seseorang yang sudah mapan dalam satu tahap tertentu harus
diusik secara kognitif sehingga ia terangsang untuk memikirkan
kembali prinsip yang sudah dipegangnya. Kalau ia tetap tentram
dan tetap dalam tahapannya sendiri, maka tidak mungkin ada
perkembangan.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam bagan enam tahap
perkembangan moral menurut Kohlberg di bawah ini:
Ting
kat
Tahap Konsep Moral
I Moralitas pra-
konvensional
(usia 4-10 tahun)
Tahap 1:
Memperhatikan
ketaatan dan hukum
Tahap 2:
Memperhatikan
pemuasan kebutuhan
1. Anak menentukan keburukan
berdasarkan tingkat hukuman
akibat keburukan tersebut;
2. Perilaku baik dihubungkan dengan
penghindaran diri dari hukuman;
3. Perilaku baik dihubungkan dengan
pemuasan keinginan dan kebutuhan
sendiri tanpa mempertimbangkan
kebutuhan orang lain.
II Moralitas
Konvensional
(usia 10-13 tahun)
Tahap 3:
Memperhatikan “citra
anak baik”
Tahap 4:
Memperhatikan
hukum dan peraturan
1. Anak dan remaja berperilaku sesuai
dengan aturan dan patokan moral
agar memperoleh persetujuan orang
dewasa, bukan untuk menghindari
hukuman;
2. Perbuatan baik dan buruk dinilai
berdasarkan tujuannya. Jadi, ada
perkembangan kesadaran terhadap
aturan.
1. Anak dan remaja memiliki sikap
terhadap wewenang dan peraturan;
2. Hukum harus ditaati semua.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
III Moralitas Pasca-
Konvensional
(usia 13 tahun ke atas)
Tahap 5:
Memperhatikan hak
perseorangan
Tahap 6:
Memperhatikan
prinsip-prinsip etik
1. Remaja dan dewasa mendefinisikan
(mengartikan) perilaku baik sebagai
hak pribadi sesuai dengan aturan
dan patokan sosial;
2. Perubahan hukum dan aturan dapat
diterima jika diperlukan untuk
mencapai hal-hal yang paling baik;
3. Pelanggaran hukum dan aturan
dapat terjadi karena alasan-alasan
tertentu.
1. Keputusan mengenai perilaku sosial
didasarkan atas prinsip moral
pribadi yang bersumber dari hukum
universal yang selaras dengan
kebaikan umum dan kepentingan
orang lain;
2. Keyakinan terhadap moral pribadi
dan nilai-nilai tetap melekat
meskipun sewaktu-waktu
berlawanan dengan hukum yang
dibuat untuk mengekalkan aturan
sosial.
Tabel 1. Enam Tahap Perkembangan Moral Kohlberg
Perkembangan moral akan dipengaruhi oleh sejumlah variabel
antesenden yaitu, lingkungan sosial, perkembangan kognitif
kemampuan menempatkan diri pada posisi ornag lain (empati) dan
konflik kognitif. Oleh sebab itu tugas pendidikan moral ialah
menciptakan stimulus kognitif dan mengembangkan empati (Udin
Saripudin W.MA, 1989: 31)
Udin Saripudin W.MA (1989: 35) menyatakan bahwa “Teori
perkembangan moral mempunyai implikasi pada pendidikan moral. Hal ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
terutama tertuju pada masalah bagaimana proses pendidikan moral dapat
memberikan kemudahan bagi perkembangan moralitas individu”.
Jika melihat perkembangan moral manusia di atas, maka tentu akan
ada sebuah proses yang tidak lepas dari perkembangan moral itu sendiri.
Proses yang dimaksud adalah yang disebut dengan pendidikan. Pendidikan
moral sangat diperlukan bagi manusia, karena melalui pendidikan ini
perkembangan moral diharapkan mampu berjalan dengan baik, serasi sesuai
dengan norma demi harkat dan martabat manusia itu sendiri. Sehingga
pendidikan moral sangat penting diberikan kepada anak yatim agar mereka
menghargai diri sendiri sebagai manusia yang bermoral. Dimana dengan
adanya pendidikan moral yang efektif akan membawa perubahan sikap yang
positif anak yatim di Panti Asuhan Yatim “Miftachul Jannah”, sebaliknya
pendidikan moral yang kurang efektif membawa perubahan yang negatif bagi
anak yang dapat melakukan penyimpanan terhadap tingkah lakunya.
Sedangkan menurut Emile Durkheim (1990: 13-80) “Unsur-unsur
Moralitas adalah: Semangat disiplin, ikatan pada kelompok-kelompok sosial,
dan otonomi penentu nasib sendiri”. Hal tersebut dijelaskan sebagai berikut:
1) Semangat disiplin
Pada dasarnya moralitas adalah suatu disiplin. Semua disiplin mempunyai
tujuan ganda yaitu mengembangkan suatu keteraturan tertentu dalam
tindak tanduk manusia dan memberinya suatu sasaran tertentu yang
sekaligus juga membatasi cakrawalanya. Disiplin bisa mengembangkan
dan membatasi sikap yang lebih mengutamakan hal-hal yang merupakan
kebiasaan. Disiplin bisa mengatur dan memaksa. Disiplin bisa menjawab
sesuatu yang terulang dan bertahan lama dalam hubungan antar manusia
Karena hubungan sosial mempunyai unsur-unsur yang bersifat umum dan
karena hal-hal yang sama dari lingkungan sekitar selalu terulang secara
periodik. Maka wajarlah bila cara-cara bertindak tertentu selalu terulang
secara teratur. Keteraturan relatif dari berbagai situasi dimanapun berada.
Itulah yang menunjukkan keteraturan relatif dari tingkah laku kita.Manfaat
praktis pembatasan yang dikenakan oleh disiplin tidak langsung kelihatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
jelas. Membatasi seseorang, menempatkan hambatan pada jalan
perkembangan kebebasan seseorang, tetapi pembatasan itu merupakan
syarat untuk kebahagiaan dan kesehatan moral seseorang. Dalam
kenyataannya, manusia diciptakan untuk hidup dalam lingkungan
tertentudan terbatas, betapapun luasnya lingkungan itu. Seluruh kegiatan
hidup ditujukan pada penyesuaian diri terhadap lingkungan tersebut.
Hidup berarti menyesuaikan diri dengan dunia fisik di sekitar kita dan
dengan dunia sosial dimana kita menjadi anggotanya. Fungsi disiplin
adalah untuk menjamin ditaatinya batas-batas yang ada dilingkungan
hidup manusia.Jika batas yang sangat signifikan itu tidak ada dan kekuatan
moral yang mengelilingi kita tidak dapat lagi mengendalikan nafsu, maka
karena tidak Jadi disiplin berguna bukan hanya demi kepentingan
masyarakat sebagai suatu sasaran mutlak tapi juga demi kesejahteraan
individual. Melalui disiplin, seseorang belajar mengendalikan keinginan.
Dengan demikian disiplin sangat membantu perkembangan suatu hal yang
amat penting bagi diri pribadi. Kemampuan untuk membatasi berbagai
keinginan dan mengendalikan diri sendiri. Suatu kecakapan yang kita
peroleh dalam pendidikan disiplin moral merupakan syarat mutlak bagi
tumbuhnya kemampuan individu untuk bertanggungjawab.
2) Ikatan pada kelompok-kelompok sosial
Di luar individu tidak ada sesuatu yang lain selain kelompok yang
dibentuk dari kesatuan individu-individu yakni masyarakat. Karena
itu,tujuan moral adalah sasaran yang menyangkut masyarakat. Bertindak
secara moral adalah bertindak demi kepentingan bersama. Selain individu
hanya ada satu kesatuan psikis, satu makhluk moral yang dapat
diamatisecara empiris yaitu masyarakat. Oleh karena itu, hanya
masyarakatlah yang menjadi tujuan tingkah laku moral. Masyarakat tidak
bisa direduksi menjadi kumpulan individu semata. Sebab jika kepentingan
pribadi masing-masing orang secara terpisah tidak mempunyai nilai moral,
maka semua kepentingan betapapun banyaknya tidak akan mempunyai
nilai moral.Dalam menyatukan diri pribadi dengan masyarakat, setiap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
orang juga harus mempunyai kepentingan. Jika masyarakat semata-mata
hanya merupakan sesuatu yang berbeda dengan individu, maka keterikatan
seperti itu hanya bisa dimengerti bila manusia mau merelakan hakikatnya
untuk menjadi sesuatu yang bukan dirinya sendiri. Sebab dalam
kenyataannya, mengaitkan diri dengan makhluk lain berarti menyatukan
diri bahkan siap menggantikan makhluk tersebut apabila keterikatan
sampai pada waktu titik yang menuntut pengorbanan. Sebagaimana halnya
moralitas yang membatasi dan memaksa manusia untuk memenuhi
tuntutan alamiah. Masyarakat juga memaksa manusia untuk
merealisasikan diri sendiri dalam memenuhi komitmen dan ketaatannya.
Moralitas hanya menyuruh manusia melakukan apa yang ditentukan oleh
hakikatnya sebagai manusia. Untuk menjadi manusia sejati, harus
mengaitkan diri dengan sumber utama kehidupan moral dan mental yang
menjadi ciri utama manusia. Sumber itu tidak berada dalam diri manusia
melainkan dalam masyarakat. Masyarakat merupakan penghasil dan
penyimpan semua kekayaan peradaban.Unsur kedua dari moralitas ini
mengandung pengertian jika ingin menjadi makhluk moral, maka manusia
harus mengabdikan dirinya pada sesuatu yang bukan dirinya sendiri. Ia
harus menyatu dengan masyarakat betapapun rendahnya tingkat persatuan
itu.
3) Otonomi penentu nasib sendiri
Otonomi penentuan nasib sendiri memungkinkan prinsip-prinsip moral
tetap mempunyai sifat khasnya. Meskipun manusia hidup dalam
keterbatasan, dan dalam batas-batas tertentu manusia tetap pasif bila
menyangkut kaidah-kaidah yang memerintah. Namun sikap pasif tersebut
sekaligus berubah menjadi sikap aktif. Melalui bagian aktif inilah manusia
secara bebas menghendakinya. Manusia menginginkan sifat bebas karena
mengetahui alasan dari keberadaanya. Hal ini bukanlah konformitas pasif
yang bisa mengerdilkan kepribadian manusia tapi adalah kepatuhan
pasif,yaitu menyetujui tanpa mengetahui sebab dan pertimbangannya.
Meskipun manusia buta dalam menjalankan perintah yang tidak diketahui
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
arti dan kepentingannya, tetapi paling tidak mengerti mengapa harus
berperan sebagai alat yang buta. Dan itulah yang disebut kebebasan
dalamberinisiatif untuk setiap tindakan. Untuk bertindak secara moral,
tidak cukup hanya dengan menghormati disiplin dan keterikatan pada
kelompok sosial. Lebih dari itu, entah karena rasa hormat pada kaidah atau
karena pengabdian padacita-cita kolektif, manusia harus mempunyai
pengetahuan dan kesadaran yang jelas dan lengkap mengenai
perbuatannya. Kesadaran tersebut memberi otonomi kepada tingkah laku
manusia yang untuk selanjutnya akan dibutuhkan oleh kesadaran umum
dari setiap makhluk moral yangsejati. Dengan demikian, dapat dikatakan
bahwa otonomi penentuan nasib sendiri adalah pengertian mengenai
moralitas. Moralitas tidak hanya menyangkut berbagai tindakan yang
disengaja dan tidak disengaja menurut cara-cara tertentu yang umumnya
dituntut oleh moralitas itusendiri
Menurut W. Poespoprodjo (1986: 114-115) menyatakan bahwa
“Positivisme moral adalah teori yang mengatakan bahwa semua moralitas itu
konvensional, bahwasanya tidak terdapat perbuatan yang menurut hakikatnya
baik atau buruk ditunjuk tiga sumber konvensi: adat kebiasaan, Negara dan
Dekrit Tuhan”.
Hal tersebut dijelaskan sebagai berikut:
1) Adat Kebiasaan
Pendapat ini dipegang oleh para filsuf seperti Spencer, Nietzche, Comte,
dan Marx. Adat kebiasaan bisa mendapatkan kekuatan hukum dan member
moralitas ekstrinsik pada jenis perbuatan yang berbeda sifatnya. Tetapi
tidak semua moralitas dapat didasarkan atas adat kebiasaan karena
sementara adat kebiasaan tidak dapat dihapuskan dan beberapa jenis
perbuatan tidak pernah dapat dijadikan adat kebiasaan. Satu-satunya alasan
untuk itu adalah bahwa perbuatan-perbuatan ini, baik atau buruk, tidak
bergantung pada adat kebiasaan apa pun, dan adat kebiasaan bukanlah
sumber semua moralitas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
2) Negara
Hobbes dan Rousseau berkata bahwa sebelum pembentukan negara tidak
terdapat moralitas, moralitas adalah ketaatan (penaatan) atau ketidaktaatan
(penaatan) kepada hukum sipil. Negara dapat memberikan moralitas
ekstrinsik kepada jenis perbuatan jenis perbuatan yang berbeda sifatnya,
tetapi tiada negara yang dapat sepenuhnya semau-maunya dalam hukum-
hukumnya. Terdapat perbuatan-perbuatan yang setiap negara harus
memerintahkannya, dan terdapat perbuatan-perbuatan lain yang setiap
negara harus melarangnya, karena kehidupan manusia sendiri menuntut
hal ini. Perbuatan ini telah bermoral atau tidak bermoral sebelum ada
negara.
3) Dekrit Tuhan
Meskipun moralitas bergantung kepada kehendak Tuhan, juga Tuhan tidak
dapat sepenuhnya semau-mau-Nya dalam hal yang Dia kehendaki.
Kehendaknya bergantung pada intelek-Nya, sedangkan baik intelek
maupun kehendak-Nya bergantung kepada esensi-Nya. Tuhan tidak dapat
berlawanan dengan diri-Nya sendiri. Oleh karena Dia sendiri tidak dapat
berbuat menurut cara yang berlawanan dengan essensi-Nya yang tak
terbatas, Dia juga tidak dapat, memerintahkan atau mengizinkan makhluk-
Nya berbuat seperti itu.
5. Tinjauan tentang Anak Yatim
a. Pengertian Anak
Anak merupakan generasi pewaris dan penerus pembangunan bangsa,
yang akan menentukan baik buruknya kelangsungan warisan pembangunan
yang diringgalkan pendahulunya. Karena itu, anak seharusnya diberikan
kesempatan yang luas untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan masa
pertumbuhannya menuju kedewasaan dan kemandirian.
Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan anak menyebutkan bahwa “Anak adalah seseorang yang belum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam
kandungan”.
Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1990 tentang Hak-hak Anak
dinyatakan anak-anak seperti juga halnya dengan orang dewasa memiliki hak
hak dasar sebagai manusia. Akan tetapi karena kebutuhan-kebutuhan khusus
dan kerawanannya, maka hak-hak anak diperlukan dan diperhatikan secara
khusus.
Adapun hak-hak pokok anak, antara lain sebagai berikut;
1) Hak untuk hidup yang layak: setiap anak memiliki hak untuk kehidupan
yang layak dan terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar mereka termasuk
makanan, tempat tinggal, dan keperawatan kesehatan.
2) Hak untuk berkembang: setiap anak berhak untuk tumbuh dan berkembang
secara wajar tanpa halangan. Mereka berhak mendapatkan pendidikan,
bermain, bebas mengeluarkan pendapat memilih agama, mempertahankan
keyakinannya, dan semua hak yang memungkinkan mereka berkembang
secara maksimal sesuai potensinya.
3) Hak untuk dilindungi: setiap anak berhak untuk dilindungi dari segala
bentuk tindakan kekerasan.
4) Hak untuk berperan serta: setiap anak berhak untuk berperan aktif dalam
masyarakat dan di negaranya termasuk kebebasan untuk berekspresi,
kebebasan untuk berinteraksi dengan orang lain dan menjadi anggota suatu
perkumpulan.
5) Hak untuk memperoleh pendidikan.
Jadi anak adalah seseorang yang berusia di bawah 18 tahun termasuk
anak yang masih dalam kandungan yang memiliki hak-hak yang dilindungi
oleh Negara dan kedua orang tua. Hak-hak anak dilakukan secara khusus
karena anak masih dalam perawatan yang khusus.
b. Pengertian Anak Yatim
Kata “anak yatim” merupakan gabungan dari dua kata, yaitu “anak”
dan “yatim”. Istilah “anak” dalam bahasa Arab disebut waladun dan jamaknya
aulâdun yang berasal dari akar kata walada – yalidu – wilâdatan - maulidan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Dalam bahasa Indonesia, anak berarti keturunan. Secara etimologis, kata
“yatim” merupakan kata serapan dari bahasa Arab yutma – yatama – yatma
yang berarti infirâd (kesendirian). Anak yatim berarti anak di bawah umur
yang kehilangan ayah yang bertanggung jawab dalam perbelanjaan dan
pendidikannya, belum baligh (dewasa), baik ia kaya atau miskin, laki-laki atau
perempuan.
Pasal 1 ayat (10) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan anak menyebutkan bahwa “Anak asuh adalah anak yang diasuh
oleh seseorang atau lembaga, untuk diberikan bimbingan, pemeliharaan,
perawatan, pendidikan, dan kesehatan, karena orang tuanya atau salah satu
orang tuanya tidak mampu menjamin tumbuh kembang anak secara wajar”.
Menurut Ahsin Sakho Muhammad (2011: 1) “Anak yatim adalah
manusia yang masih kecil yang masih sangat membutuhkan perhatian, kasih
sayang, support dari orang lain. Seorang anak kecil sebagaimana biasa ingin
diperhatikan dan dimanjakan oleh kedua orang tuanya”.
Sedangkan menurut Abdul Kadir Bin Usman (2011:1) menyatakan
bahwa “anak yatim adalah anak kecil yang belum dewasa yang ditinggal mati
ayahnya, sementara ia masih belum mampu mewujudkan kemashlahatan yang
akan menjamin masa depannya”.
Menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak pasal 38 menyebutkan bahwa:
1) Pengasuhan anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, dilaksanakan
tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik,
budaya dan bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak, dan kondisi
fisik dan/atau mental.
2) Pengasuhan anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diselenggarakan
melalui kegiatan bimbingan, pemeliharaan, perawatan, dan pendidikan
secara berkesinambungan, serta dengan memberikan bantuan biaya
dan/atau fasilitas lain, untuk menjamin tumbuh kembang anak secara
optimal, baik fisik, mental, spiritual maupun sosial, tanpa mempengaruhi
agama yang dianut anak.
Dalam ajaran Islam, pemeliharaan seorang anak tidaklah cukup hanya
dengan nafkah lahirnya saja tanpa memperhatikan aspek pendidikan dan
moralitas sang anak. Terlebih bagi anak yatim yang tidak memiliki orang tua
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
lagi. Al-Marâghiy dalam Abdul Kadir bin Usman (2011: 1) menjelaskan
bahwa “Perintah berbuat baik pada anak yatim adalah dengan cara
memperbaiki pendidikannya dan menjaga hak miliknya agar jangan sampai
tersia-sia”.
Dengan memperhatikan pendapat di atas perlu dingat bahwa anak-anak
yatim juga merupakan bagian tak terpisahkan dari suatu umat atau bangsa.
Apabila akhlak mereka rusak, maka akibatnya akan merambat kepada seluruh
umat atau bangsa, sebab perbuatan mereka yang tidak baik merupakan akibat
dari buruknya sistem pendidikan yang mereka tempuh, dan tentu saja hal ini
akan berimbas pada terciptanya krisis akhlak di kalangan umat atau bangsa.
Karenanya, kita harus menyadari bahwa anak yatim juga merupakan saudara
kita. Kita patut bersyukur jika kita masih memiliki orang tua lengkap yang
dapat mendidik kita dan membiayai pendidikan kita. Dan manifestasi dari
syukur itu adalah dengan memperhatikan dan berbelas kasih pada anak yatim
serta memperhatikan segala keperluan mereka agar mereka tidak merasa
ditelantarkan.
6. Tinjauan tentang Efektivitas
a. Efektivitas Pendidikan Moral
Efektivitas berasal dari kata efektif, yang berarti mempunyai nilai
efektif, pengaruh atau akibat, dapat juga diartikan sebagai kegiatan yang bisa
memberikan hasil yang memuaskan, dapat dikatakan juga bahwa efektivitas
adalah keterkaitan antara tujuan dan hasil yang dinyatakan, dan menunjukkan
derajat kesesuaian antara tujuan yang dinyatakan dengan hasil yang dicapai.
Jadi pengertian efektivitas adalah pengaruh yang ditimbulkan dan disebabkan
oleh adanya suatu kegiatan tertentu untuk mengetahui sejauh mana tingkat
keberhasilan yang dicapai dalam setiap tindakan yang dilakukan. Efektivitas
adalah tercapainya apa yang telah direncanakan atau dapat diartikan sebagai
pengukuran dalam arti pengukuran terhadap tercapainya sasaran/tujuan yang
telah ditentukan sebelumnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Marbun (2003: 71) menyatakan bahwa “Efektivitas (effectiveness)
adalah suatu besaran atau angka utnuk menunjukkan sampai seberapa jauh
sasaran (target) tercapai”.
Sedangkan E. Mulyasa (2005: 82) menyatakan bahwa:
Efektivitas adalah adanya kesesuaian antara orang yang melaksanakan
tugas dengan sasaran yang dituju. Efektivitas adalah bagiamana suatu
organisasi berhasil mendapatkan dan memanfaatkan sumber daya
dalam usaha mewujudkan tujuan operasional. Hasil yang semakin
mendekati tujuan yang telah ditetapkan menunjukkan semakin tinggi
tingkat efektivitasnya.
Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa suatu
hal dapat dikatakan efektif apabila hal tersebut sesuai dengan yang
dikehendaki. Artinya, pencapaian hal yang dimaksud merupakan pencapaian
tujuan dilakukannya tindakan untuk mancapai suatu tujuan. Efektivitas dapat
diartikan sebagai suatu proses pencapaian suatu tujtuan yang telah ditetapkan
sebelumnya. Suatu usaha atau kegiatan dapat dikatakan efektif apabila usaha
atau kegiatan tersebut telah mencapai tujuannya. Apabila tujuan yang
dimaksud adalah tujuan suatu instansi maka proses pencapaian tujuan tersebut
merupakan keberhasilan dalam melaksanakan program atau kegiatan menurut
wewenang, tugas dan fungsi instansi tersebut (dalam hal ini tujuan pendidikan
moral untuk membentuk disiplin moral pada anak yatim di Panti Asuhan
Yatim “Miftachul Jannah” Dukuh Pangin, Kelurahan Joho, Kabupaten
Sukoharjo).
Jadi berdasarkan pengertian mengenai pendidikan moral dan
efektivitas yang telah dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa
efektivitas pendidikan moral adalah keefektifan pembinaan moral yang
diberikan dimana pendidikan moral ini merupakan pembinaan yang membawa
belajar peserta didik menjadi efektif yang di dalamnya terdapat pemanfaatan
potensi yang dapt digunakan sebagai sarana utnuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Adapun tujuan tersebut yakni membentuk disiplin moral pada anak
yatim atau dapat diartikan juga sebagai suatu proses sampai sejauh mana
pencapaian tujuan menanamkan nilai-nilai moral yang telah ditetapkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
sebelumnya atau keberhasilan yang dicapai dari program penanaman konsep
kebaikan untuk membentuk budi pekerti dan akhlak mulia pada diri individu
sehingga memiliki disiplin moral.
b. Indikator Efektivitas
Indikator efektivitas menurut E. Mulyasa (2005: 84-85) adalah
“indikator input, indikator process, indikator output, dan indikator outcome”.
1) Indikator input: indikator input ini meliputi karakter guru, fasilitas,
perlengkapan, dan materi pendidikan serta kapasitas manajemen.
2) Indikator process: indikator process meliputi perilaku administratif,
alokasi waktu guru, dan alokasi peserta didik (anak yatim di Panti Asuhan
Yatim “Miftachul Jannah”)
3) Indikator output: indikator output ini berupa hasil-hasil yang berhubungan
dengan bentuk perolehan pendidikan peserta didik (anak yatim di Panti
asuhan Yatim “Miftachul Jannah”) dan dinamikanya, hasil-hasil yang
berhubungan dengan pembinaan moral, dan hasil-hasil yang berhubungan
dengan perubahan sikap, serta hasil-hasil yang berhubungan dengan
keadilan dan kesamaan.
4) Indikator outcome: indikator ini meliputi jumlah anak panti yang memiliki
disiplin moral di sekolah di mana anak tersebut mendapatkan pendidikan
formalnya dan juga anak panti yang melakukan pelanggaran terhadap
disiplin moral.
Jadi efektivitas penerapan pendidikan moral dapat dilihat dengan
memperhatikan indikator efektivitas itu sendiri. Keempat indikator di atas
digunakan untuk mengetahui sejauh mana efektivitas penerapan pendidikan
moral, outcome yang dihasilkan besar dengan sedikit input maka semakin
tinggi tingkat efektivitas pendidikan moral dan begitu pula sebaliknya dengan
banyaknya input yang diberikan kepada anak tetapi outcome yang dihasilkan
sedikit maka tingkat efektivitasnya semakin rendah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
B. Kerangka Berpikir
Pendidikan moral sangat penting bagi pembentukan dan perkembangan
kepribadian seseorang. Pendidikan moral perlu diarahkan menuju upaya-upaya
terencana untuk menjamin moral setiap manusia yang diarahkan menjadi warga
Negara yang cinta akan bangsa dan tanah airnya, serta dapat menciptakan dan
memelihara ketentraman dan kerukunan masyarakat dan bangsa dikemudian hari.
Panti Asuhan Yatim “Miftachul Jannah” di Dukuh Pangin Kelurahan Joho
Kabupaten Sukoharjo merupakan salah satu panti asuhan yang menerapkan dan
memberikan pendidikan moral pada setiap anak yatim yang menjadi anggota dari
panti tersebut. Kegiatan pendidikan moral yang ada di panti ini diberikan dengan
model-model pendidikan moral yang merupakan strategi dalam menyampaikan
nilai-nilai moral kepada anak yatim. Penerapan pendidikan moral ini bertujuan
untuk mengurangi perilaku anak yatim yang tidak sesuai dengan moral yang ada
dalam masyarakat serta dapat membentuk watak atau karakter anak yatim agar
memiliki watak sebagai manusia yang mempunya disiplin moral. Untuk dapat
mengetahui efektivitas penerapan pendidikan moral, dapat dilihat dari bagaimana
pendidikan itu berhasil membentuk watak disiplin moral pada diri anak yatim dan
dapat diketahui dengan menggunakan indikator dari efektivitas itu sendiri.
Penerapan pendidikan moral yang efektif akan mengakibatkan perubahan-
perubahan yang terjadi setelah anak yatim mempelajarinya. Penerapan pendidikan
moral ini harus mencapai tujuan yang semaksimal mungkin yaitu dapat
membentuk anak yatim menjadi manusia yang bermoral dan berakhlak mulia.
Namun dalam pelaksanaanya mengalami beberapa hambatan dari faktor internal
dan eksternal.
Pendidik di panti dalam memberikan pendidikan moral juga harus
membangkitkan dan memotivasi anak yatim agar lebih memahami pendidikan
moral, agar perilaku moral mereka sesuai dengan norma-norma yang ada,
sehingga dari proses pendidikan moral dengan metode yang digunakan oleh
pendidik dipanti asuhan pembina pendidikan moral akan mempengaruhi
pemahaman anak yatim mengenai nilai dan norma-norma moral yang ada di
masyarakat yang pada akhirnya juga mempengaruhi keberhasilan dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
membentuk pribadi anak yatim yang memiliki disiplin terhadap dirinya sendiri
terutama dalam perilakunya kearah yang lebih baik lagi. Oleh karena itu
penerapan pendidikan moral yang diberikan panti asuhan sangat berpengaruh
terhadap keberhasilan tujuan dari pembinaan moral anak yatim yaitu membentuk
warga panti asuhan anak yatim menjadi manusia yang bermoral sehingga tidak
ada perilaku yang menyimpang dari norma-norma yang ada di masyarakat.
Secara sistematis hal tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1. Kerangka Pikir
Penerapan
pendidikan moral
anak yatim
Tujuan membentuk
manusia yang bermoral
Disiplin moral
anak yatim
Efektivitas penerapan
pendidikan moral
Indikator
efektivitas
Faktor Penghambat
Unsur-unsur
disiplin moral
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Tempat penelitian merupakan sumber diperolehnya data yang sesuai
dengan permasalahan yang digunakan dalam penelitian. Dalam penelitian ini
penulis memilih lokasi penelitian di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”
Dukuh Pangin Kelurahan Joho Kabupaten Sukoharjo. Hal ini diambil dengan
pertimbangan:
a. Penelitian ini belum pernah diteliti oleh peneliti lainnya.
b. Adanya kemajemukan usia dan tingkat pendidikan sehingga pola pendidikan
moral yang digunakan juga berbeda.
c. Adanya keterbukaan dari pihak panti asuhan sehingga memudahkan di dalam
melaksanakan penelitian yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian direncanakan enam (6) bulan yang dimulai pada bulan
Januari 2012 sampai dengan bulan Juni 2012. Kegiatan tersebut dapat
digambarkan dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 2. Jadwal Kegiatan Penelitian
No. Kegiatan Tahun 2012
Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli
1. Pengajuan Judul
2. Penyusunan Proposal
3. Ijin Penelitian
4. Pengumpulan Data
5. Analisis Data
6. Penyusunan Laporan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
B. Bentuk dan Strategi Penelitian
1. Bentuk Penelitian
Bentuk Penelitian merupakan cara yang digunakan oleh peneliti dalam
menyusun penelitian yang bertujuan untuk memahami suatu masalah dengan
pemecahan masalah tersebut. Menurut H. B. Sutopo (2002: 110-111) bentuk
penelitian dibedakan menjadi “Penelitian eksploratif kualitatif, penelitian
deskriptif kualitatif dan penelitian eksplanasi kualitatif”. yang digunakan dalam
penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor dalam Lexy
J. Moleong (2008: 4) mengenai penelitian kualitatif adalah sebagai berikut,
“Metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
dapat diamati”.
Mengenai penelitian kualitatif Kirk dan Miller dalam Lexy J. Moleong
(1995: 3) berpendapat bahwa “Penelitian kualitatif sebagai tradisi tertentu dalam
ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental tergantung pada pengamatan
terhadap manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-
orang tersebut dalam bahasannya dan dalam peristilahannya”.
Dalam penelitian ini bentuk yang digunakan adalah bentuk penelitian
deskriptif kualitatif karena data yang dikumpulkan berupa kata-kata, kalimat,
pencatatan dokumen maupun arsip yang lebih dari angka dan frekuensi yang
terdapat di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”.
2. Strategi Penelitian
Pada setiap penelitian diperlukan sebuah strategi agar tujuan yang telah
direncanakan dapat tercapai. Menurut H. B. Sutopo (2002: 112) menyatakan
bahwa “Di dalam penelitian kualitatif dikenal adanya studi kasus tunggal dan
studi kasus ganda, kemudian keduanya masih dibedakan dengan jenis penelitian
terpancang ataupun holistik”.
Strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah model tunggal
terpancang. H.B. Sutopo (2002: 41-42) menjelaskan bahwa “Dalam penelitian
kualitatif bentuk penelitian terpancang (embedded research) adalah penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
kualitatif yang menentukan fokus penelitian berupa variabel utamanya yang akan
dikaji berdasarkan pada tujuan dan minat penelitinya sebelum peneliti ke lapangan
studinya”.
Dalam penelitian ini, peneliti sudah menentukan fokus pada variabel
tertentu. Tetapi dalam hal ini peneliti tetap tidak melepaskan variabel fokusnya
(pilihannya) dan sifatnya yang holistik sehingga bagian-bagian yang diteliti tetap
diusahakan pada posisi saling berkaitan dengan bagian-bagian konteks
keseluruhannya guna menemukan makna yang lengkap. Sehingga dalam
penelitian ini menggunakan strategi ganda terpancang sebab objek penelitiannya
adalah Panti Asuhan Yatim “Miftachul Jannah”, SD Negeri Jetis IV, SMP Negeri
6 Sukoharjo dan MTsN Sukoharjo, serta pembahasan masalah hanya terpancang
pada perumusan masalah yang telah diuraikan di depan pada bab pendahuluan
yaitu tentang efektivitas penerapan pendidikan moral dalam membentuk disiplin
moral pada Anak Yatim di Panti Asuhan Yatim “Miftachul Jannah” Dukuh
Pangin Kelurahan Joho Kabupaten Sukoharjo.
C. Sumber Data
Pendapat tentang sumber data dalam penelitian kualitatif menurut Lofland
dalam Lexy J. Moleong (1995: 112), “Sumber data utama dalam penelitain
kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan, selebihnya data tambahan seperti dokumen
dan lain-lain”. Berkaitan dengan hal itu pada bagian ini jenis datanya ke dalam
kata-kata dan tindakan, sumber data tertulis, foto dan statistik.
Sumber data yang digunakan dalm penelitian ini meliputi data yang berupa
informan, peristiwa atau aktivitas, serta dokumen dan arsip, lebih lanjut dijelaskan
sebagai berikut:
1. Informan
Informan dalam penelitian kualitatif sering disebut dengan responden yaitu
yang memberikan informasi dalam penelitian yang digunakan sebagai sumber
data. Dengan sumber data ini maka akan diperoleh informasi, pernyataan, maupun
kata-kata yang diperoleh dari informan yang disebut dengan data primer yaitu
orang yang tahu dan dapat dipercaya serta mengetahui secara mendalam data-data
yang diperlukan, atau sering disebut informan kunci (key informan). Menurut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
H.B. Sutopo (2002: 50) informan adalah “Sumber data yang berupa manusia di
dalam penelitian kualitatif lebih tepat disebut sebagai informan”. Informan
diharapkan dapat memberikan informasi mengenai sesuatu yang berkaitan dengan
permasalahan yang diteliti.
Informan adalah orang yang dianggap mengetahui permasalahan yang
akan dikaji serta mengetahui secara mendalam tentang data-data yang diperlukan
sehingga akan diperoleh informasi tentang permasalahan yang akan dikaji.
Adapun informan yang memberikan data adalah:
a. Pengasuh Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannnah”
1) H. Muryono H. I.
Dengan menanyakan pada informan tentang bagaimana efektivitas penerapan
pendidikan moral yang diberikan pihak Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul
Jannah” dalam membentuk disiplin moral pada anak yatim, kemudian
menanyakan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi sulitnya penerapan
pendidikan moral dalam membentuk disiplin moral pada anak yatim di Panti
Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” Dukuh Pangin Kelurahan Joho
Kabupaten Sukoharjo.
b. Pendidik Pendidikan Moral di Panti Asuhan “Miftahul Jannah”
1) H. Sunaryo, BA
2) H. Mudjidi, S.Ag, S.Pd
Pada informan ini peneliti menanyakan mengenai strategi pendidikan moral
yang diberikan Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” dalam
membentuk disiplin moral pada anak yatim, mengenai efektivitas penerapan
pendidikan moral dalam membentuk disiplin serta faktor yang menjadi
kendala penerapan pendidikan moral. Pendidik pendidikan moral sangat
mengetahui bagaimana pendidikan moral di laksanakan.
c. Santriwan/wati Panti Asuhan Yatim “Miftahul Jannnah”
1) Eko Wahyono
2) Pamungkas Adi Madesa
3) Ilham Taufiqurrohman
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Pada santriwan/wati ini peneliti menanyakan mengenai efektif atau tidak
pendidikan moral yang diberikan panti asuhan kepada mereka, kemudian
menanyakan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi sulitnya anak yatim
dalam penerapan pendidikan moral dalam membentuk disiplin moral pada
anak yatim di Panti Asuhan Anak Yatim Miftachul Jannah Dukuh Pangin
Kelurahan Joho Kabupaten Sukoharjo.
d. Guru BK, Wali Kelas
1) Dra. Indiah Sri Maharsi (Wali Kelas Pamungkas A./ SMP N 6 Sukoharjo)
2) Sri Lestari, S.Pd. (Wali Kelas Ilham Taufiqurohman / SD N Jetis IV)
3) Hadi Prianto, S.Pd., M.Ag (Guru BK Eko Wahyono / MTs N Sukoharjo)
Guru disini yang dimaksudkan adalah guru yang mengajar dan mengetahui
sikap disiplin yang ditunjukkan oleh anak panti asuhan pada saat berada di
sekolah. Peneliti akan menanyakan mengenai sikap disiplin anak yatim yang
berkaitan dengan efekrivitas penerapan pendidikan moral dalam membentuk
disiplin moral. Sekolah yang menjadi tujuan penelitian adalah SD N Jetis IV,
SMP N 6 Sukoharjo dan MTs N Sukoharjo.
2. Peristiwa atau Aktivitas
Menurut H.B. Sutopo (2002: 51), “Dari pengamatan pada peristiwa atau
aktivitas, peneliti bisa mengetahui bagaimana sesuatu terjadi secara lebih pasti
karena menyaksikan sendiri secara langsung”. Aktivitas yang peneliti amati
adalah kegiatan atau aktivitas dari kegiatan bimbingan untuk penerapan
pendidikan moral di Panti Asuhan Yatim “Miftahul Jannnah” Dukuh Pangin
Kelurah Joho Kabupaten Sukoharjo.
3. Dokumen dan Arsip
Menurut H.B. Sutopo (2002: 54), “Dokumen dan arsip merupakan bahan
tertulis yang berhubungan dengan suatu peristiwa atau aktivitas tertentu”. Dalam
mengkaji dokumen tidak hanya mencatat apa yang tertulis, tetapi juga berusaha
menggali dan menangkap makna yang tersirat dalam dokumen tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
Adapun dokumen dan arsip yang digunakan sebagai sumber data adalah:
a. Data Jumlah anak yatim yang berada di Panti Asuhan
b. Skala penilaian sikap bulanan anak yatim
c. Absensi kegiatan bimbingan
d. Pembagian tugas piket anak yatim di panti asuhan
D. Teknik Sampling (Cuplikan)
Dalam penelitian kualitatif sample ditentukan oleh peneliti sendiri dengan
mempertimbangkan bahwa sampel untuk mengetahui masalah yang diteliti jujur,
sapat dipercaya dan datanya bersifat obyekatif. Sugiyono (2010: 300) menyatakan
bahwa “Dalam penelitian kualitatif, teknik sampling yang sering digunakan
adalah purposive sampling dan snowball sampling”. Purposive Sampling adalah
teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu yang
dianggap paling tahu tentang apa yang kita teliti atau penguasa dari lembaga yang
kita teliti.
Menurut Goetz & Le Compte dalam H. B. Sutopo (2002: 185) “Purposive
Sampling yaitu teknik mendapatkan sampel dengan memilih individu-individu
yang dianggap mengetahui informasi dan masalahnya secara mendalam dan dapat
dipercaya untuk menjadi sumber data”.
Dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling yaitu teknik
pengambilan sampel sumber data, diambil dengan memilih peserta didik di Panti
Asuhan Yatim “Miftachul Jannah” di Dukuh Pangin Kelurahan Joho Kabupaten
Sukoharjo sebanyak 17 anak, koordinator panti asuhan, pembina panti dan
pembimbing/pengasuh pendidikan moral yang dianggap mengetahui informasi
dan masalah yang berkaitan dengan penelitian, dengan populasi seluruh anak
Panti Asuhan Yatim “Miftachul Jannah”. Teknik ini digunakan untuk menangkap
kedalaman data yang akan digali dari informan kunci.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
E. Teknik Pengumpulan Data
Menurut Sugiyono (2010 : 224) mengatakan “ Teknik pengumpulan data
merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama
dari penelitian adalah mendapatkan data”.
Peneliti akan mendapatkan data yang memenuhi standar yang ditetapkan
dengan mengetahui teknik pengumpulan data. Oleh karena itu perlu diperhatikan
teknik pengumpulan data yang dipergunakan sebagai alat pengambiil data. Dalam
penelitian ini teknik pengumpulan data yang diperlukan antara lain:
1. Wawancara
Wawancara merupakan suatu teknik untuk mendekati sumber informasi
dengan cara tanya jawab yang dikerjakan dengan sistematis dan berdasatkan pada
tujuan penelitian.
Wawancara dalam penelitian kualitatif pada umumnya tidak dilakukan
secara terstruktur ketat dan dengan pertanyaan tertutup seperti di dalam
penelitian kuantitatif, tetapi dilakukan secara tidak terstruktur atau sering
disebut sebagai teknik “wawancara mendalam”, karena peneliti merasa
“tidak tau apa yang belum diketahuinya” dengan demikian wawancara
dilakukan dengan pertanyaan yang bersifat “open-ended”, dan mengarah
pada kedalaman informasi, serta dilakukan dengan cara yang tidak secara
formal terstruktur, guna menggali pandangan subyek yang diteliti tentang
banyak hal yang sangat bermanfaat untuk menjadi dasar bagi penggalian
informasinya secara lebih jauh dan mendalam. (H.B. Sutopo, 2002: 59).
Pedoman wawancara merupakan daftar pertanyaan yang digunakan
sebagai petunjuk dan pedoman peneliti untuk mengkaji permasalahan yang dikaji.
(dapat dilihat pada lampiran 2).
Wawancara dalam penelitian ini menggunakan cara antara lain:
a. Menggunakan metode diskusi yaitu antara informan dengan peneliti.
b. Peneliti memberikan pertanyaan kepada informan mengenai pokok
permasalahan.
c. Informan menjawab pertanyaan yang diberikan oleh peneliti.
d. Peneliti memberikan feedback atas jawaban dari informan mengenai
permasalahan yang belum jelas.
e. Informan kembali menjelaskan feedback dari peneliti.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
f. Sebelum mengakhiri wawancara, peneliti kembali menegaskan jawaban yang
diberikan oleh informan serta peneliti menanyakan kembali jawaban yang
peneliti belum pahami.
g. Wawancara diakhiri setelah peneliti benar-benar mendapatkan data yang
dianggap peneliti dapat mendukung penelitiannya.
2. Observasi
H. B. Sutopo (2002: 64) bahwa observasi adalah “Menggali data dari
sumber yang berupa peristiwa, tempat atau lokasi, dan benda, serta rekaman
gambar”. Sedangkan menurut Nasution dalam Sugiyono (2010: 310) menyatakan
bahwa “Observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuwan hanya
dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang
diperoleh melalui observasi”.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan observasi berperan pasif
terlibat langsung dalam kegiatan di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”
Dukuh Pangin Kelurahan Joho Kabupaten Sukoharjo dengan mencatat berbagai
hal yang dianggap perlu untuk mendukung penelitian ini. Observasi yang
dilakukan peneliti dengan mengamati kondisi dan perilaku dalam hal ini anak
yatim yang diwawancara. Sedangkan teknik observasi yang digunakan peneliti
yaitu dengan mengamati fenomena yang ada hubungannya dengan penelitian
secara nyata dan mendalam dengan menggunakan pedoman observasi. (dapat
dilihat pada lampiran 3). Pengamatan yang dilakukan di tempat yang terkait serta
mengungkap fenomena-fenomena yang ada hubungannya dengan penelitian
secara nyata dan mendalam di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”
3. Analisis Dokumen
H.B Sutopo (2002: 69) berpendapat bahwa “Dokumen dan arsip
merupakan sumber data yang memiliki posisi penting dalam penelitian kualitatif”.
Dalam penelitian, peneliti mencatat isi penting yang tersurat dalam dokumen atau
arsip dan tentang maknanya yang tersirat. Analisis dokumen yaitu teknik
pengumpulan data dengan mempelajari dokumen. Dokumen yang digunakan
dalam penelitian ini adalah sebagi sumber data yang dimanfaatkan untuk menguji,
menafsirkan, bahkan untuk meramalkan kejadian atau peristiwa yang akan datang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
Peneliti melakukan analisis mengenai efektivitas penerapan pendidikan
moral melalui dokumen yang ada dan yang dianggap penting yang mendukung
hasil penelitian. Adapun dokumen yang digunakan antara lain data jumlah anak
yatim , skala penilaian bulanan anak yatim, absensi kegiatan bimbingan, jurnal
kegiatan bimbingan dan pembagian tugas anak yatim pengasuh di panti asuhan.
F. Validitas Data
Sugiyono (2010: 363) menyatakan bahwa “Validitas merupakan derajat
ketepatan antara data yang terjadi pada obyek penelitian dengan daya yang dapat
dilaporkan oleh peneliti.
Validitas data adalah keabsahan data yang diperoleh di dalam penelitian
atau suatu data yang diikuti keabsahannya. Penguji data dilakukan dengan
triangulasi data untuk menjamin kemantapan dari data penelitian ini. Data yang
telah dikumpulkan, diolah , diuji kesahihannya melalui teknik pemeriksaan
tertentu. Dalam penelitian kualitatif terdapat beberapa cara yaitu, antara lain
berupa teknik trianggulasi dan review informan.
1. Trianggulasi
H.B Sutopo (2002: 78) menyatakan bahwa “Trianggulasi merupakan cara
yang paling umum digunakan bagi peningkatan validitas dalam peningkatan
validitas dalam peningkatan kualitatif”. Sedangkan menurut Sugiyono (2009: 241)
“Trianggulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat
menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang
telah ada”.
Menurut Patton dalam H.B. Sutopo (2002: 78-83) trianggulasi ada 4
(empat) macam yakni “Trianggulasi data, trianggulasi metode, trianggulasi
peneliti, dan trianggulasi teori”.
Hal tersebut dijelaskan sebagai berikut:
a. Trianggulasi data atau trianggulasi sumber, artinya data yang sama atau
sejenis akan lebih mantap kebenarannya bila digali dari beberapa sumber yang
berbeda.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
b. Trianggulasi metode, jenis trianggulasi ini bisa dilakukan oleh seorang peneliti
dengan mengumpulkan data sejenis tetapi dengan menggunakan teknik dan
metode yang berbeda.
c. Trianggulasi peneliti, yaitu hasil penelitian baik data atau simpulan mengenai
bagian tertentu atau keseluruhannya bisa diuji validitasnya dari beberapa
peneliti.
d. Trianggulasi teori, trianggulasi ini dilakukan peneliti dengan menggunakan
perspektif lebih dari satu teori dalam membahas permasalahan yang dikaji.
Dalam hal tujuan trianggulasi, menurut Susan Stainback yang dikutip oleh
Sugiyono (2010: 330) menyatakan bahwa “The aim is not determine the truth
about some social phenomenon, rather the purpose of triangulation is to increase
one’s understanding of what ever is being investigated”.
Inti dari kutipan di atas tujuan dari trianggulasi bukan untuk mencari
kebenaran tentang beberapa fenomena yang ada, tetapi lebih pada peningkatan
dan pemahaman peneliti terhadap apa yang telah ditemukan dalam penelitian
tersebut sehingga menghasilkan suatu kesimpulan.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan trianggulasi data dan
trianggulasi metode. Yang dimaksud dengan trianggulasi data disini diartikan
bahwa peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk
mendapatkan data yang sama. Cara ini mengarahkan kepada peneliti agar
melakukan pengumpulan data harus menggunakan beragam data yang tersedia,
dalam arti data yang sama atau sejenis akan lebih mantap kebenarannya bila digali
dari beberapa sumber yang berbeda. Hal ini dapat dilakukan antara lain dengan
cara mencari data dari informan. Sedangkan trianggulasi metode disini dialkukan
peneliti dalam mengumpulkan data dengan metode yang berbeda-beda antara lain
dilakukan dengan wawancara, pengamatan dan analisis dokumen yang
berhubungan dengan permasalahan dalam penelitian ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
2. Review Informan
H.B Sutopo (2002: 83) menyatakan bahwa:
Cara ini merupakan usaha pengembangan validitas penelitian yang sering
digunakan oleh peneliti kualitatif. Pada waktu peneliti sudah mendapatkan
data yang cukup lengkap dan berusaha menyusun sajian datanya walaupun
mungkin masih belum menyeluruh, maka unit-unit laporan yang
disusunnya perlu dikomunikasikan dengan informan pokok (key
informan).
Dalam penelitian ini review informan dilakukan setelah peneliti sudah
mendapatkan data dari narasumber dan sudah berusaha menyusun data tersebut
walaupun belum menyeluruh. Peneliti akan mengkomunikasikan ulang dengan
sumber data yang memberikan pendidikan moral di Panti Asuhan Anak Yatim
“Miftachul Jannah” untuk mengetahui apakah yang telah diteliti merupakan
sesuatu yang dapat disetujui oleh mereka atau tidak. Setelah data tersebut cukup
lengkap kemudian peneliti menyusun sajian data.
G. Analisis Data
Menurut H.B Sutopo (2002: 94), “Analisis dalam penelitian kualitatif
terdiri dari empat komponen pokok yaitu pengumpulan data, reduksi data, sajian
data, dan penarikan simpilan dengan verikasinya”. Sedangkan menurut Sugiyono
(2010: 335), menyebutkan bahwa:
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data
yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi,
dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke
dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih
mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan dapat membuat
kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri semdiri maupun orang lain.
Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman (1992: 16), “Analisis terdiri
dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu reduksi data, penyajian
data, penarikan kesimpulan atau verifikasi”.
1. Reduksi Data
H.B. Sutopo (2002: 91) menyatakan bahwa “Reduksi data merupakan
proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan, dan abstraksi data dari fieldnote
yang berlangsung pelaksanaan penelitian”. Sedangkan mattew B. Miles dan A.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Michael Huberman (1992: 16) mengatakan bahwa “Reduksi data diartikan sebagai
proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan
transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan.
Menurut Sugiyono (2010: 338) “Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-
hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan
polanya”. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran
yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data
selanjutnya, dan mencarinya bila perlu.
2. Penyajian Data
Menurut Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman (1992: 17),
“Penyajian data dibatasi sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberi
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan”.
Sedangkan menurut Sugiyono (2009: 249) “Penyajian data bisa dilakukan dalam
bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan
sejenisnya”. Akan tetapi sajian data yang paling sering digunakan untuk
menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dalam teks yang bersifat
naratif.
Sajian data merupakan suatu rakitan dari organisasi informasi, deskripsi
dalam bentuk narasi yang memungkinkan simpulan penelitian dapat
dilakukan. Sajian data selain dalam bentuk narasi kalimat, juga dapat
meliputi berbagai jenis matriks, gambar/skema, jaringan kerja kaitan
kegiatan, dan juga tabel sebagai pendukung narasinya (H.B. Sutopo, 2002:
93)
Dalam penelitian ini sajian data dari informasi deskripsi dalam bentuk
narasi kalimat, gambar/skema dan jaringan kerja di Panti Asuhan Anak Yatim
“Miftachul Jannah”. Penyajian data dalam bentuk tersebut akan memberikan
adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.
3. Penarikan Kesimpulan atau Verifikasi
H.B. Sutopo (2002: 93) menyatakan bahwa “Penarikan kesimpulan tidak
akan terjadi sampai pada proses pengumpulan data berakhir, simpulan perlu
diverifikasi agar cukup mantap dan benar-benar bisa dipertanggungjawabkan”.
Kesimpulan akhir diperoleh bukan hanya sampai pada akhir pengumpulan data
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
melainkan dibutuhkan suatu verifikasi yang berupakan penggulangan dengan
melihat kembali field note (data mentah) agar kesimpulan yang diambil lebih kuat
dan bisa dipertanggungjawabkan.
Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman (1992: 19) menyatakan
bahwa “Reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi
sebagai sesuatu yang jalin-menjalin pada saat sebelum, selama, dan sesudah
pengumpulan data dalam bentuk yang sejajar untuk membangun wawasan umum
yang disebut analisis”.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam bagan berikut ini:
Berdasarkan pendapat di atas, maka penarikan simpulan dalam penelitian
Berdasarkan pendapat di atas, maka penarikan simpulan dalam penelitian
ini dapat dilakukan sampai pada proses pengumpulan data berakhir agar benar-
benar bisa dipertanggungjawabkan. Selain itu, penarikan kesimpulan merupakan
proses lanjutan sesudah reduksi data dan penyajian data.
H. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian yang digunakan dalam penelitian ini meliputi langkah-
langkah sebagai berikut:
1. Persiapan
a. Mengurus perijinan penelitian.
b. Menyusun protocol penelitian, pengembangan pedoman pengumpulan data
dan menyusun jadwal kegiatan penelitian.
Gambar 2: Analisis Data Model Interaktif
(Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman, 1992: 20)
Pengumpulan
Data Penyajian
Data
Reduksi
Data Kesimpulan-kesimpulan:
Penarikan/Verifikasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
2. Pengumpulan Data
a. Mengumpulkan data di lokasi studi dengan melakukan observasi, wawancara
mendalam, dan mencatat serta merekam dokuman.
b. Melakukan review dan pembahasan beragam data yang telah terkumpul.
c. Memilah dan mengatur data sesuai kebutuhan.
3. Analisis Data
a. Menentukan teknik analisa data yang tepat sesuai proposal penelitian.
b. Mengembangkan sajian data dengan analisis lanjut kemudian di cross check
kan dengan temuan lapangan.
c. Setelah dapat data yang sesuai intensitas kebutuhan maka dilakukan proses
verifikasi dan pengayaan dengan mengkonsultasikan dengan orang yang
dianggap lebih ahli.
d. Setelah selesai, baru dibuat simpulan akhir sebagai temuan penelitian.
4. Penyusunan Laporan Penelitian
a. Penyusunan laporan awal.
b. Review laporan: pertemuan di adakan dengan mengundang kurang lebih 2
orang yang cukup memahami penelitian untuk mendiskusikan laporan yang
telah disusun sementara.
c. Perbaikan laporan sesuai dengan rekomendasi hasil diskusi.
d. Penyusunan laporan akhir.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
BAB IV
LAPORAN HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian
Deskripsi lokasi penelitian merupakan tahapan dimana peneliti
memperoleh data di lapangan yaitu di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul
Jannah”, SD N Jetis 4 Sukoharjo, MTSN Sukoharjo, dan SMP N 6 Sukoharjo
yang dikumpulkan, kemudian peneliti mendeskripsikan data tersebut sehingga
dapat disajikan secara sistematis. Aspek-aspek yang dideskripsikan dapat
dijabarkan sebagai berikut: 1. Letak geografis Panti Asuhan Anak Yatim
“Miftahul Jannah”, 2. Sejarah singkat berdirinya Panti Asuhan Anak Yatim
“Miftahul Jannah”, 3. Visi, misi, motto dan kegiatan terprogram Panti Asuhan
Anak Yatim “Miftahul Jannah”, 4. Dasar dan tujuan berdirinya Panti Asuhan
Anak Yatim “Miftahul Jannah”, 5. Struktur organisasi Panti Asuhan Anak Yatim
“Miftahul Jannah”, 6. Keadaan Penanggung Jawab Harian, Ustadz, dan Anak
Yatim di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”, 7. Jadwal kegiatan Panti
Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” , 8. Keadaan Umum SMP Negeri 6
Sukoharjo, 9. Keadaan Umum MTsN Sukoharjo. Aspek-aspek tersebut akan
dijabarkan sebagai berikut:
1. Letak Geografis Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”
Panti Asuhan “Miftahul Jannah” merupakan panti asuhan yang berada di
bawah IPHI (Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia) Muhammadiyah Cabang
Sukoharjo berlokasi di Komplek Masjid Nurul Imam tepatnya berada di
Kecamatan Sukoharjo. Secara geografis terletak di pinggir kota dan dekat dengan
daerah industri. Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” menempati areal
seluas + 1.900 m2, sedangkan 400 m
2 digunakan untuk masjid. Panti Asuhan
Anak Yatim “Miftahul Jannah” ini terletak di Dukuh Pangin RT 2 RW 7
Kelurahan Joho, Kabupaten Sukoharjo. Tanah tersebut merupakan wakaf H.
Moryono, H.I. yang dimulai dengan pembangunan masjid Nurul Imam, sedangkan
pengembangan panti asuhan berada di bawah IPHI Muhammadiyah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
Lokasi Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” berbatasan dengan:
a. Sebelah Timur : Sawah
b. Sebelah Barat : Sawah
c. Sebelah Utara : Sawah
d. Sebelah Selatan : Perumahan Penduduk
Denah Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”
Gambar 3. Denah Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”
Parkir
Sawah
Kantor
Tangga
Kamar Tidur Putra
Ruang Belajar Ruang
Makan
Kamar Mandi Putra
Tangga
Gudang Kamar Tidur Putri
Kamar Mandi Putri
Masjid Nurul Imam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” merupakan tempat
penampungan dan penyantunan bagi anak yatim dengan tujuan untuk memberikan
pelayanan dan pelindungan bagi anak yatim agar mereka dapat hidup sesuai
dengan hak-hak mereka sebagai anak dan dapat hidup secara normatif serta agar
mereka mampu bertahan hidup sehingga kedepannya mereka dapat diterima di
masyarakat dan hidup sebagai manusia yang bermoral.
2. Sejarah Singkat Berdirinya Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul
Jannah”
Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” ada berdasarkan ide dari
Bapak H. Moryono H. I. Pada tahun 2006 H. Moryono HI merupakan salah satu
pengurus Panti Asuhan “Aisyah” di Ngreni, Boyolali. Panti Asuhan “Aisyah” ini
sudah berdiri secara baik dan maju, anak asuhnya sudah berskala nasional karena
berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Selain itu anak asuhnya juga banyak
yang sudah menjadi pengusaha sukses dan menjadi donator tetap di panti.
Pertama-tama H. Moryono H. I. mendirikan masjid Nurul Imam kemudian
berinisiatif untuk mendirikan panti asuhan di Sukoharjo. Bapak memiliki tanah
tetapi tidak ada dana untuk membangun. Akhirnya H. Moryono HI
mengumpulkan pengurus IPHI-Muhammadiyah Cabang Sukoharjo untuk
bersama-sama mendirikan panti asuhan dan pada tanggal 26 Juni 2011 ditetapkan
berdiri Panti Asuhan Anak yatim “Miftahul Jannah” yang berada di Desa Pangin
RT 02/07 Jetis Sukoharjo dengan 20 anak yatim di asrama.
Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” pada awal berdirinya
memiliki kendala dalam mencari anak yatim. Hal ini disebabkan karena anak
yatim di Kabupaten Sukoharjo belum terdata dan keluarga dari anak yang masih
masih mampu untuk merawat. Sekarang jumlah anak yatim 62 meliputi anak
berasrama dan tidak berasrama (santunan luar), untuk anak yang berasrama
berjumlah 17 anak dan sisanya masuk dalam santunan luar. Anak yatim yang
berasrama terdapat biodata pribadi anak (dapat dilihat lampiran 8). Rencananya
Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” akan dijadikan panti asuhan modern
yang berbasis agama dan teknologi. Pada saat ini panti asuhan masih dalam proses
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
pembangunan sarana dan prasarannya. Hal ini dilakukan pihak panti untuk
mengimbangi pesatnya arus informasi dan globalisasi.
3. Visi, Misi, Moto dan Kegiatan Terprogram Panti Asuhan Anak Yatim
“Miftahul Jannah”
a. Visi
Terwujudnya anak yatim yang sholeh dan sholehah, mandiri dan berguna bagi
agama, bangsa, dan negara.
b. Misi
Pantinya Para Pemimpin:
1) Mendidik anak untuk belajar menjadi pemimpin bagi teman temannya dan
diri sendiri.
2) Mendidik anak untuk bertanggung jawab terhadap kemandirian pribadi
dan berkelompok.
3) Mengajarkan anak untuk 24 jam bersama Nabi sebagai suri tauladan dalam
hidup dan kehidupan.
4) Menjadikan anak ceria dan bangga di tengah tanggung jawab dan amanah
hidup dalam asuhan panti
5) Mengelola, mendidik, melindungi dan mengarahkan anak asuh menjadi
insan yang berguna bagi agama, masyarakat dan negara.
6) Meningkatkan dan mengembangkan minat dan bakat anak asuh sehingga
mandiri dalam segala hal.
7) Mendorong menumbuhkembangkan kreatifitas dan kemajuan hidup anak
yatim di lingkungan masyarakat dan sekolah.
8) Mengurangi beban negara mengenai anak yatim terlantar dan
meningkatkan kualitas hidup anak yatim.
c. Motto
1) Beriman
2) Berprestasi
3) Mandiri
4) Disiplin
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
d. Kegiatan Terprogram
1) Setoran hafalan surat pendek dan doa setiap pagi sampai sarapan pagi
2) Latihan melaksanakan sholat tahajud setiap hari kamis pukul 03.30.
3) Latihan berpuasa setiap hari senin dan kamis.
4) Mendengarkan tausiyah atau kultum pada hari senin dan jum‟at setelah
sholat maghrib.
5) Pelajaran BTA setiap kamis malam jum‟at (khusus anak yang belum bisa
baca iqro)
6) Privat baca iqro setiap sore jam 15:45 -16:15 (setelah sholat ashar)
7) Konsultasi massal seputar ilmu fiqih anak dan remaja bersama Ustadz
Agus setiap rabu malam sebelum belajar malam
8) Naturalisasi bahasa arab, inggris, kromo inggil, jurnalistik, dunia olah raga
dan wawasan islam setiap pagi menemani mandi dan sarapan pagi.
4. Dasar dan Tujuan Berdirinya Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul
Jannah”
Setiap bentuk organisasi resmi pasti mempunyai dasar atau landasan
hukum, tujuan dan fungsi berdirinya Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”
adalah sebagai berikut:
a. Landasan atau dasar hukum, yaitu:
1) Landasan Idiil: Pancasila
2) Landasan Struktural: UUD 1945
3) Landasan Operasional: Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak.
b. Maksud dan tujuan berdirinya, antara lain:
1) Pulihnya kepercayaan diri serta timbulnya kemandirian dan tanggung
jawab terhadap masa depan diri anak.
2) Memberikan pelayanan dengan berbagai fasilitas yang ada kepada anak
yatim sehingga tidak tertinggal dalam pertumbuhan dan perkembangan
baik fisik maupun psikis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
3) Membantu mengembalikan kepribadian anak yatim sesuai dengan norma
atau tatanan nilai yang obyektif.
4) Mengarahkan agar anak yatim tersebut dapat menjadi orang yang berguna
dalam kehidupan masyarakat dengan cara wajar serta menjadi orang
berpartisipasi aktif dalam pembangunan.
5. Struktur Kepengurusan Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”
Gambar 4: Struktur Organisasi Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”
Keterangan:
1) Pelindung
a) Camat Sukoharjo : Gondang Rejono, S. Sos
b) Lurah Joho : Prawoto
c) Ketua RT 2 RW 7 Dk. Pangin
Secara garis besar bertugas:
a) Memberikan kebijakan perlindungan terhadap anak yatim.
b) Mendorong eksistensi Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”.
c) Memfasilitasi Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” dalam
kegiatan untuk anak yatim.
Pelindung
Penasehat
Ketua
Bendahara Sekretaris
Identifikasi Pengembangan
Pendidikan Keamanan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
2) Penasehat
a) H. Anis Sugito, BA
b) Drs. H. Abdul Rosyid Muchtar
c) Drs. H. Mahfud
Secara garis besar bertugas:
a) Memberikan pertimbangan terhadap kegiatan untuk anak yatim.
b) Memfasilitasi dan menjembatani segala kegiatan Panti Asuhan Anak
Yatim “Miftahul Jannah”.
c) Mendorong eksistensi dan kemajuan panti.
3) Ketua
a) H. Anwar Fauzi, SKM
b) H. Mudjidi. S.Pd.
c) Drs. Sugiyarto, S. Pd.
Secara garis besar bertugas:
a) Penanggung jawab pelaksanaan keguatan.
b) Memimpin rapat dan menentukan kebijakan berdasarkan kesepakatan
musyawarah mufakat.
c) Melakukan koordinasi dengan pihak terkait dengan kegiatan Panti Asuhan
Anak Yatim “Miftahul Jannah”.
d) Mengkoordinir semua kegiatan Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul
Jannah”.
4) Bendahara
a) H. Moryono Ismo H
b) H. Banu Widodo, S.TP.
c) Hj. Supadmi. S.Pd.
Secara garis besar bertugas:
a) Mencatat keluar/masuknya keuangan.
b) Mengumpulkan setiap dokumen yang berhubungan dengan transaksi
keuangan.
c) Melaporkan pertanggungjawaban penggunaan keuangan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
5) Sekretaris
a) H. Imroni Sholeh
b) H. Suparlan
c) Bp/Sdr. Sukadi
Secara garis besar bertugas:
a) Mendokumentasikan setiap kegiatan.
b) Membuat dan mengagendakan surat.
c) Bersama bendahara membuat laporan.
d) Melaksanakan tugas lain yang diperintahkan oleh ketua.
6) Identifikasi
a) H. Taqwim, BBA, S.Pd.
b) H. Suradi MS.
Secara garis besar bertugas:
a) Mendata dan mancari anak yatim di sekitar panti asuhan untuk dimasukan
dalam anggota panti
b) Melakukan tindak lanjut terhadap anak yang mau masuk panti.
c) Melaksanakan tugas lain yang diperintahkan oleh ketua.
7) Pengembangan Pendidikan
a) Drs. Muhammad Bardan
b) Drs. H. Nuri Hartono
c) H. Muhtaruddin, S.Ag.
d) H. P. Suyanto, BA.
e) Bp. Madyo Purnomo
Secara garis besar bertugas:
a) Melaksanakan tugas mengajar mingguan yang terjadwal ba‟da ashar.
b) Melaksanakan kegiatan study tour ke panti asuhan modern yang lain
sebagai pengembangan Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”.
c) Mendatangkan guru bimbingan belajar utnuk membantu anak belajar
pelajaran sekolah.
d) Melaksanakan tugas lain yang diperintahkan oleh ketua.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
8) Keamanan
a) Bp. Subandi
b) Bp. Budi
c) Bp. Giyono
Secara garis besar bertugas:
a) Menjaga lingkungan panti dari segala macam gangguan.
b) Mengawasi keamanan panti.
c) Melaksanakan tugas lain yang diperintahkan oleh ketua.
9) Rumah Tangga
a) Drs. Wahid Umar Santoso
b) Bp. Harsono
c) Hj. Sri Suharti
d) Hj. Sumarni, S. TP.
e) Hj. Umi Histoni
f) HJ. Sunarti Sunaryo
g) Hj. Sugini Sunardi
h) Hj. Endang Widyaningsih, S. Pd.
i) Hj. Sri Rahayu Suroso
j) Hj. Endang Budi Hastuti, S. Pd.
Secara garis besar bertugas:
a) Menyediakan makanan untuk anak yatim.
b) Menjaga kebersihan lingkungan sekitar dapur.
c) Mengurus kebutuhan sehari-hari anak.
10) Penyalur/Pelanjut
a) H. Suradi MS.
b) H. Moryono
c) Drs. H. Sugiarto CK
d) H. Suharto. BR
e) H. Sukadi, BA.
f) H. Sukisno, SE.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
Secara garis besar bertugas:
a) Menerima dana dan melanjutkannya untuk masing-masing kegiatan seijin
bendahara.
b) Mengalokasikan dana yang telah diperoleh untuk dibagikan untuk masing-
masing bagian.
c) Melaksanakan tugas lain yang diperintahkan oleh ketua.
6. Keadaan Penanggung Jawab Harian, Ustadz, dan Anak Yatim di Panti
Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”
a. Penanggung Jawab Harian
Penanggung jawab harian adalah petugas yang memiliki kewajiban
mengawasi dan memberikan arahan kepada anak yatim dalam melaksanakan
kegiatan sehari-hari termasuk jadwal kegiatan bimbingan. Penanggung jawab
harian di panti bertanggung jawab pada anak selama 24 jam serta memberikan
izin kepada anak asuh yang akan izin meninggalkan panti asuhan. Penanggung
jawab harian melaksanakan peran orang tua secara langsung dalam
melaksanakan kewajiban-kewajiban di panti sesuai dengan tanggungg jadwal
dan jadwal kegiatan anak selain itu berkaitan dengan hak-hak anak di panti
seperti uang saku, makan, istirahat.
Anak yatim juga memiliki tanggung jawab yang sama terhadap
kepengurusan kamar dan lingkungan panti. Pihak pengurus juga membuat
susunan pengurus kamar harian bagi anak yatim sehingga anak memiliki
tanggung jawab masing-masing. (untuk lebih jelas lihat lampiran 9). Anak
yatim tersebut bertempat tinggal di panti dan mengikuti segala peraturan
harian (untuk lebih jelas lihat lampiran 10) yang ada di panti. Pelaksana harian
juga mengatur jadwal kegiatan anak yatim kegiatan di Panti Asuhan Anak
yatim “Miftahul Jannah”. Jumlah pelaksana harian di Panti Asuhan Anak
Yatim “Miftahul Jannah” terdiri dari 3 penanggung jawab harian yaitu:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
Tabel 3. Daftar Penanggung Jawab Harian
No. Nama Tanggung Jawab
1. H. Moryono, HI Ketua Pengasuh & Bendahara
2. Bagus Setyawan Pengasuh Pa
3. Tina Kusuma Pengasuh Pi
4. Hj. Naryo Unit Dapur
5. E.S. Yuniati Unit Dapur
Sumber: Data primer pengasuh Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”
b. Ustadz
Ustadz adalah petugas yang memberikan bimbingan sopan santun / perilaku
anak, al-qur‟an dan tarjamah, tarikh (sejarah nabi), ibadah/muamalah, akhlaq,
umum dan bahasa arab serta bimbingan umum yang memberikan materi
terjadwal satu kali dalam satu minggu dengan alokasi waktu 1½ jam. (untuk
lebih jelas silahkan lihat lampiran 11). Kegiatan bimbingan ini dilakukan
ba‟da ashar. Selain itu untuk menunjang prestasi belajar anak asuh, Panti
Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” juga memberikan bimbingan pelajaran
umum di sekolah yang diberikan ba‟da isya‟ oleh guru bimbingan pelajaran
umum di luar panti dan biasanya diberikan menjelang ujian semester. Adapun
ustadz yang memberikan materi bimbingan di Panti Asuhan Anak Yatim
“Miftahul Jannah” berdasarkan materi yang disampaikan antara lain:
Tabel 4. Daftar Ustadz Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”
No. Nama Materi Kegiatan/Bimbingan
1. H. Sunaryo, BA Sopan Santun / Perilaku Anak
2. Drs. H. Suparno ZD, M. Ag. Al-Qur‟an dan Tarjamah
3. H. Taqwim, BBA., S.Pd. Ibadah / Muamalah
4. Drs. H. Suparman Tarikh (Sejarah Nabi)
5. H. Mudjidi, S.Ag., S.Pd. Akhlaq
6. H. Anwar Fauzi, SKM. Umum
7. H. P. Suyatno Bahasa Arab & Bimbingan Belajar
Sumber: Data primer pengasuh Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
c. Anak Yatim
Daftar Anak Yatim berjumlah 62 anak yang terdiri dari berbagai jenjang usia
dan pendidikan, asal daerah, dan berbagai sekolah. Anak yatim tersebut juga
ada yang berasrama dan ada juga yang tidak berasrama. Anak yatim yang
berasrama di Panti asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” berjumlah 17 anak.
Anak yatim yang tidak berasrama masuk dalam santunan luar berjumlah 45
anak, setiap kegiatan yang terdapat di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul
Jannah”, pihak panti akan memberitahu untuk datang ke panti. Anak yatim
yang termasuk dalam santunan luar setiap bulan akan mendapatkan biaya dari
panti. Berikut daftar anak yatim yang berasrama sebagai berikut:
Tabel 5. Data Anak Yatim yang Berasrama dan Tidak Berasrama di Panti
Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”
No. Keterangan Berasrama Tidak Berasrama Jumlah
1. Laki-laki 12 21 33
2. Perempuan 5 24 29
Jumlah 17 45 62
Sumber: Data primer pengasuh Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”
Anak yatim di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” terdiri dari
jenjang pendidikan yang berbeda-beda mulai dari belum sekolah SD, SMP,
SMA dan SKB baik di sekolah negeri maupun swasta yang meliputi anak
yang berasrama maupun yang tidak berasrama (santunan luar). Berdasarkan
tingkat pendidikan formal yang ditempuh anak yatim di panti asuhan disajikan
dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 6. Data Anak Yatim Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No. Keterangan
Tingkat Pendidikan
Jumlah SD SMP SMA SKB
Belum
Sekolah
1. Laki-laki 17 14 - 1 1 33
2. Perempuan 11 15 2 1 - 29
Jumlah 28 29 2 2 1 62
Sumber: Data primer pengasuh Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
Tabel 7. Data Anak Yatim Berasrama Panti Asuhan Anak “Miftahul Jannah”
No. Nama Mulai Asrama
1. Bayu Budi Sulistyo 5 Juli 2011
2. Eko Wahyono 5 Juli 2011
3. Ilham Taufiqurrahman 5 Juli 2011
4. Pamungkas Adi Madesa 5 Juli 2011
5. Rio Rivaldi 31 Juli 2011
6. Rotama 5 Juli 2011
7. Wisnu Saloka 5 Juli 2011
8. Sri Mulyono 5 Agustus 2011
9. Abib Armaulana 5 Juli 2011
10. Fresti Dwi Cahyo 25 Februari 2012
11. Rehan Tri Priansah 5 Juli 2011
12. Diki 25 Februari 2012
13. Dwi Wulandari 5 Juli 2011
14. Eva Rini Asih 5 Juli 2011
15. Puput Resi Madesa 5 Juli 2011
16. Intan Mulyasari 5 Juli 2011
17. Fatiah Dian Febrian 25 Februari 2012
Sumber: Data primer pengasuh Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”
Anak juga memiliki tanggung jawab terhadap kegiatan sehari-hari
termasuk dalam kepengurusan kamar anak yatim mengenai pembagian tugas
pokok pengurus kamar. Selain itu anak juga memiliki tugas sebagai kepungurusan
dan tanggung jawab terhadap teman-teman dengan jabatan dan bagian
berdasarkan tugasnya masing-masing. (untuk lebih jelas dapat dilihat lampiran
13).
7. Jadwal Kegiatan Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”
Jadwal kegiatan harian anak dibuat untuk mingguan dan harian. Jadwal
aktivitas harian anak dilaksanakan pagi hari setelah bangun tidur dan pada siang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
hari setelah pulang dari sekolah. Sedangkan hal tersebut berbeda dengan hari
minggu karena anak tidak berangkat ke sekolah jadi jadwal hariannya juga
berbeda (untuk lebih jelas lihat lampiran 9).Adapun jadwal kegiatan bimbingan
sebagai berikut:
Tabel 8. Jadwal Kegiatan Harian di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”
No Waktu Aktivitas Petugas
1 03.40 - 04.00 Bangun tidur, etika bangun & bersuci Pengasuh
2 04.00 - 04.30 Menata kasur-selimut & berangkat ke
masjid
Pengasuh
3 04.30 – 05.30 Aktivitas masjid, sholat subuh, Qiro‟atul
Qur‟an & iqro‟
Pengasuh
4 05.30 – 06.30 Piket, hobby, menyiapkan sepeda &
mandi
Ketua Piket
5 06.30 – 07.00 Do‟a pagi, sarapan pagi & berangkat
sekolah
Ketua Piket
6 07.00 – 14.00 Sekolah Ketua Piket
7 13.00 – 13.30 Pulang sekolah, sholat Dzuhur dan makan
siang
Ketua Piket
8 13.30 – 14.45 Istirahat & tidur siang Ketua Piket
9 14.45 – 15.00 Bangun tidur, bersuci, ke masjid Pengasuh
10 15.00 – 16.00 Aktivitas masjid, Sholat Ashar & Piket Pengasuh
11 16.00 – 16.45 Kegiatan terprogram Ketua Piket
12 16.45 – 17.15 Mandi – ke masjid Ketua Piket
13 17.15 – 18.15 Pembinaan akhlak, sholat maghrib &
Qiro‟atul Qur‟an
Ketua Piket
14 18.15 – 18.45 Makan sore & A‟iliyah (kekeluargaan) Ketua Piket
15 18.45 – 19.30 Ke masjid, aktivitas masjid & sholat isya‟ Ketua Piket
16 19.30 – 20.30 A‟iliyah (kekeluargaan) – belajar malam Pengasuh
17 20.30 – 21.00 Amal Mahmudah – bersuci Pengasuh
18 21.00 – 03.40 Tidur malam Pengasuh
Sumber: Data primer pengasuh Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”
Jadwal kegiatan anak asuh setiap hari ada dengan tujuan agar anak terbiasa
untuk bersikap disiplin terhadap waktu dan dapat melaksanakan tugasnya untuk
hari itu. Anak asuh juga memiliki jadwal kegiatan di masjid. Selain piket
membersihkan masjid juga azan bagi anak laki-laki. Pengurus panti membuat
jadwal azan bagi anak yatim sebagai bentuk pendidikan agama dan kesadaran
untuk datang ke masjid. (untuk lebih jelas dapat dilihat pada lampiran 10).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
8. Keadaan Umum SMP Negeri 6 Sukoharjo
a. Profil Sekolah
Nama Sekolah : SMP Negeri 6 Sukoharjo
NSS : 210103.11.04.084/29-5-1991
Alamat : Jl. Perkutut-Bedingin-Banmati, Sukoharjo 57512
Telepon : (0271)7003653
E-mail : [email protected]
SK Pendirian : SK Perubahan Nama menjadi SMP:0259/o/1994
tanggal 5 oktober 1994
Website : smpn6.netau.net
b. Sejarah Keberadaan SMP Negeri 6 Sukoharjo
Bila dilihat sekilas mengenai keberadaan SMP Negeri 6 Sukoharjo, orang
akan berpendapat bahwa SMP Negeri 6 Sukoharjo adalah masih muda bila
didasari urutan nomor sekolah-sekolah negeri di Kabupaten Sukoharjo, karena
di Kabupaten Sukoharjo khususnya di wilayah kecamatan Sukoharjo ada 7
buah sekolah negeri setingkat SMP, yaitu : SMP Negeri 1 Sukoharjo, SMP
Negeri 2 Sukoharjo, SMP Negeri 3 Sukoharjo, SMP Negeri 4 Sukoharjo, SMP
Negeri 5 Sukoharjo, SMP Negeri 6 Sukoharjo, dan SMP Negeri 7 Sukoharjo.
Tetapi bila ditelusuri dari keberadaannya sebagai lembaga pendidikan
khususnya jenjang pendidikan sekolah menengah pertama sebenarnya SMP
Negeri 6 Sukoharjo merupakan lembaga pendidikan lanjutan menengah yang
paling awal/pertama kali lahir di wilayah kabupaten Sukoharjo, karena secara
kelembagaan lembaga pendidikan ini didirikan 2 tahun setelah Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia.
Adapun riwayat keberadaan lembaga pendidikan ini bernama “Sekolah
Pertukangan Negeri (SPtKN) 2 tahun, didirikan tahun 1947, dengan kondisi
sebagai berikut:
1) Jumlah siswa sebanyak : 45 orang
2) Jumlah kelas : 2 kelas ; jurusan bagian kayu
3) Jumlah guru : 6 orang ; jumlah pegawai 2 orang
4) Gedung/Ruang kelas : menumpang di rumah penduduk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
5) Lokasi Sekolah : Kel. Jetis, Kec. Sukoharjo, Kab. Sukoharjo
6) Kepala Sekolah : pertama kali Bp. Mari kemudian diganti oleh Bp. Wiryo
Pada tahun 1950 SPtKN 2 tahun namanya diubah menjadi Sekolah Tehnik
Pertama (STP) 2 tahun, dimana pada tahun 1953 pemerintah membangunkan
satu unit sekolah baru untuk STP 2 tahun Sukoharjo yang berlokasi di Jalan
Jenderal Sudirman No. 76 Sukoharjo (sekarang ditempati Kantor BPD Kab.
Sukoharjo), terdiri dari 6 buah lokal membujur ke utara ke jalan Jenderal
Sudirman yang terperinci sebagai berikut : sebuah ruang teori, sebuah ruang
praktek, sebuah ruang menggambar, sebuah ruang untuk Kepala Sekolah dan
para guru dan pegawai, sebuah ruang untuk urusan murid, dan sebuah ruang
untuk gedung perlatan.
Dengan menempati gedung yang baru di lokasi yang baru pula, lembaga
pendidikan ini semakin dipercaya baik oleh pemerintah maupun masyarakat.
Pada tahun 1956 pemerintah meningkatkan statusnya dari STP 2 tahun diubah
menjadi Sekolah Tehnik Negeri (STN) 3 tahun, dengan 2 jurusan yaitu mesin
dan gedung, dan membuka sekolah baru yaitu Sekolah Kerajinan Negeri
(SKN) 2 tahun, jurusan bagian besi dan bagian kayu yang gedungnya
menumpang pada STN. Perkembangan berikutnya pada tahun 1964 terjadi
lagi perubahan yaitu :
1) STN 3 tahun diubah menjadi ST 1 Sukoharjo, dengan jurusan Bangunan
Gedung dan Mesin
2) SKN 2 tahun diubah menjadi ST 2 Sukoharjo, dengan jurusan Bagian
Mesin.
Keberadaan lembaga pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan
tehnik ini berlangsung sampai tahun 1991. mulai saat itu lembaga
pendidikan ini tidak lagi dipersiapkan menyelenggarakan pendidikan
kejuruan, tetapi mulai difungsikan untuk menyelenggarakan pendidikan
umum tingkat menengah pertama. Dalam masa transisi nama SMP 6
berubah-ubah yaitu:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
a) Tahun 1991 dari ST 1 Sukoharjo diubah menjadi SMP Negeri 5
Sukoharjo
b) Tahun 1993 dari SMP Negeri 5 Sukoharjo berubah menjadi SMP
Negeri 7 Sukoharjo sehubungan dengan berdirinya satu unit baru
Sekolah Menengah Pertama yang berlokasi di kelurahan Bulakan, yang
kemudian disebut SMP Negberi 5 Sukoharjo
c) Tahun 1997 berdasarkan SK. Mendikbud RI No. 034/c/1997 tanggal 7
Maret 1997 yang menyebutkan bahwa alih fungsi ST 1 Sukoharjo
menjadi SMP Negeri 6 Sukoharjo dengan alamat Jl. Jenderal Sudirman
No. 76 Sukoharjo.
Laju perkembangan kota Sukoharjo menyebabkan persil pekarangan di Jl.
Jenderal Sudirman No. 76 yang terletak di tepi Jalan raya yang sangat ramai
dan berdekatan dengan pasar kota Sukoharjo tempat dimana selama hampir
setengah abad digunakan ST 1 (sekarang SMP Negeri 6 Sukoharjo) menurut
hasil penelitian ternyata tidak baik lagi digunakan untuk kegiatan proses
belajar mengajar, sehingga mulai tahun ajaran 1999/2000 SMP Negeri 6
Sukoharjopindah ke lokasi yang baru, yaitu di Jl. Perkutut, Kel. Banmati, Kec.
Sukoharjo, Kab. Sukoharjo, kurang lebih 5 km dari lokasi lama dari arah
selatan, sampai sekarang.
c. Visi dan Misi SMP Negeri 6 Sukoharjo
1) Visi : Berprestasi, Beriman dan Berbudaya
2) Misi :
a) Mengintensifkan KBM, BK dan Ekstrakurikuler
b) MengintensifkanPendidikan Keagamaan
c) Menanamkan nilai-nilai budaya sehingga memiliki budi pekerti yang
luhur
d) Menerapkan manajemen partisipasif dengan melibatkan seluruh warga
sekolah
e) Menanamkan jiwa patriotisme agar menjadi warga negara yang
demokratis dan bertanggung jawab
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
f) Menjadikan sekolah sebagai sumber informasi dan pusat kebudayaan
(Regional Centre)
d. Perkembangan SMP Negeri 6 Sukoharjo
Semenjak terjadi alih fungsi dari ST 1 menjadi SMP Negeri 6 Sukoharjo,
perkembangan SMP Negeri 6 Sukoharjo cukup menggembirakan. Dari tahun
ke tahun ada kemajuan bila ditinjau dari animo calon siswa yang
mendaftarkan diri pada setiap tahun ajaran baru, jumlah kelas dan jumlah
siswa, jumlah guru dan jumlah karyawan, presentasi kelulusan setiap akhir
tahun pelajaran, termasuk juga fasilitas untuk kelancaran kegiatan belajar
mengajar. Selama sepuluh tahun terakhir perkembangan SMP Negeri 6
Sukoharjo sebagai berikut:
1) Keadaan animo calon siswa baru dan jumlah siswa yang diterima dalam
kegiatan penerimaan siswa baru sangat memuaskan, karena jumlah
pendaftar selalu melebihi daya tampung yang tersedia, bahkan kadang-
kadang mencapai tiga kali lipat.
2) Keadaan guru dan karyawan SMP Negeri 6 Sukoharjo dari tahun ke tahun
mengalami perubahan baik dari segi jumlah maupun tingkat
kependidikannya. Sejalan dengan program pemerintah dalam upaya
peningkatan mutu pendidikan nasional, sehingga tidak sedikit guru-guru
SMP Negeri 6 Sukoharjo yang mengikuti program peningkatan
kemampuan guru baik melelui penataran/training, tugas belajar yang
dibiayai pemerintah maupun studi lanjut dengan biaya mandiri.
3) Sejak awal keberadaannya SMP Negeri 6 Sukoharjo telah diberi
kewenangan untuk menyelenggarakan Ujian Akhir Nasional secara
mandiri dan selama ini SMP Negeri 6 Sukoharjo mampu melaksanakan
kewenangan tersebut dengan baik dan sukses. Sukses Pelaksanaan :
Penyelenggaraan Ujian Akhir Sekolah maupun Ujian Akhir Nasional
berjalan lancar dan mengacu pada pedoman baik yang dierbitkan oleh
pemerintah pusat dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional, petunjuk
pelaksanaan dari pemerintah daerah dalam hal ini Dinas Pendidikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
Kabupaten (khususnya Kab. Sukoharjo) maupun program kerja tahunan
SMP Negeri 6 Sukoharjo, sehingga EBTA/EBTANAS (dulu), Ujian
Sekolah dan Ujian Nasional (sekarang) dapat berjalan lancar, tanpa
kendala yang berarti. Sukses Hasil : Hasil akhir penyelenggaraan Ujian
Akhir Sekolah maupun Ujian Nasional SMP Negeri 6 Sukoharjo sejak
pertama kali tahun pelajaran 1993/1994 sebagai penyelenggara
EBTA/EBTANAS sangat memuaskan bagi peserta Ujian Akhir maupun
sekolah sebagai lembaga penyelenggara pendidikan tingkat sekolah
menengah pertama, karena semua peserta ujian akhir yang terdaftar
berhasil lulus 100% kecuali :
(a) Tahun pelajaran 1997/1998, lulus=99,26% dari 270 peserta tidak lulus
2 orang .
(b) Tahun pelajaran 1998/1999, lulus=99,45% dari 182 peserta tidak lulus
1 orang.
(c) Tahun pelajaran 2004/2005, lulus=99,51% dari 204 peserta tidak lulus
1 orang.
Penyebab ketidak lulusan peserta ujian karena mengundurkan diri setelah
daftar nominasi tetap peserta ujian akhir disyahkan oleh jajaran
Departemen Pendidikan Nasional yang berwenang.
e. Kondisi Fisik
Kondisi fisik SMP Negeri 6 Sukoharjo baik tanah maupun gedung cukup
memadai dan selalu diusahakan untuk peningkatan kuantitas maupun kualitas.
Bangunan gedung baik untuk fasilitas proses kegiatan belajar mengajar
maupun perkantoran dibangun di atas tanah seluas 10000m2. nomor persil :
11.16.0402.4.00004, Sertifikat Hak Pakai atas nama SMP Negeri 6 Sukoharjo,
dengan ijin bangunan No. : 503/277/1/1998. Terdiri dari :
1) 18 ruang untuk ruang kelas
2) 1 unit untuk ruang perpustakaan
3) 2 unit untuk ruang ketrampilan
4) 1 unit ruang guru
5) 1 unit ruang tata usaha yang dilengkapi gudang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
6) 1 unit ruang kerja pembantu kepala sekolah
7) 1 unit ruang kantor Kepala Sekolah berdampingan dengan ruang tamu
8) 1 unit ruang untuk kegiatan bimbingan karir
9) 1 unit ruang kesenian (gamelan)
10) 1 unit tempat sepeda murid
11) 1 unit tempat sepeda guru
12) beberapa unit kamar kecil dan wc untuk siswa dan untuk guru
13) Sebagai sarana ibadah juga telah dibangun Masjid berukuran induk 6x6 m,
dan dilengkapi dengan tempat wudzu dan gudang untuk menyimpan
inventaris alat-alat peribadahan
14) 1 unit aula berukuran 10x40 m yang baru dalam taraf penyelesaian. Serta
bangunan lain yang belum disebutkan satu persatu.
f. Kinerja Semua Komponen SMP Negeri 6 Sukoharjo
Kinerja semua komponen SMP Negeri 6 Sukoharjo yang dilandasi
kesungguhan, kecermatan, kekompakan dan kerukunan serta profesionalisme
membuahkan hasil yang memuaskan diantaranya :
1) Dari 44 orang guru dan pegawai yang berstatus PNS mendapat Piagam
Tanda Kehormatan Satya Lencaya Karya Satya dari Presiden Republik
Indonesia, 30 tahun, 20 tahun, atau 10 tahun sejumlah 27 orang.
2) Dalam pelaksanaan proses KBM, Pengelolaan Proses Administrasi
Pendidikan Administrasi Sekolah berjalan dengan baik yang dibuktikan
dengan hasil penilaian dari Badan Administrasi Sekolah Tahun 2005/2006,
propinsi Jawa Tengah dinyatakan terakreditasi dengan predikat
memuaskan (A).
9. Keadaan Umum MTsN Sukoharjo
a. Profil Sekolah
Nama Sekolah : Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN Sukoharjo)
Alamat : Jl. K.H. Agus Salim No. 48 Sukoharjo
Telepon : (0271) 591114
E-mail : [email protected]
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
Website : www.mtsn-skh.sch.id
b. Sejarah MTS Negeri Sukoharjo
Pada awal berdirinya, madrasah ini bernama Madrasah Tsanawiyah Negeri
Bekonang Fillial 3 Sukoharjo. Didirikan pada tanggal 1984, dengan
mengambil lokasi di Jl. Seram No. 14 (Barat Kodim Sukoharjo Kota).
Tepatnya menumpangn pada Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) Sukoharjo
dengan masuk siang mulai jam 13.00 sampai dengan 17.15.
Pendaftaran peserta didik baru dimulai tanggal 15 Juni 1984. Setelah
Madrasah berjalan hampir satu tahun, yang tepatnya tanggal 14 Mei 1985,
dengan Surat Keputusan No: WK/5.c/1088/Ts/Fill/85. MTs Negeri Bekonang
Fillial 3 resmi menjadi Fillial (Kelas Jauh) dari MTs Negeri Bekonang. Dan
baru pada tahun pelajaran 1985/1986 dengan serah terima jabatan antara
Kepala MTs Negeri Bekonang Fillial 3 Sukoharjo (Sutardi DS,BA) dengan
Kepala MTs Negeri Bekonang (Drs. H. Lukman Suryani), dengan Was
Panda'is Wil Sukoharjo dan (Bp. Muchsan Harsono,BA) dan Bp. Tulus
Sukoyo (Kepala Seksi RUA Islam Kantor Depag Kab.Sukoharjo), sebagai
saksi timbang terima tersebut.
Perkembangan menggembirakan terjadi pada tahun 1992/1993 setelah Kantor
Departemen Agama mengizinkan lokasinya yang bertempat di Jl.Veteran
No.100 dipakai untuk MTs Negeri Fillial 3 Sukoharjo untuk kegiatan belajar
mengajar selama 3 tahun, terhitung dari tahun 1992/1993 sampai dengan tahun
1994/1995. Dan pada tahun 1995 mendapat SK Penegrian sehingga
mengalami perubahan nama dari MTs Negeri Fillial 3 Sukoharjo, menjadi
MTs Negeri Sukoharjo. Dan tahun 1996/1997 MTs Negeri Sukoharjo yang
semula bertempat di Jl.Veteran No 100 Sukoharjo ini pindah ke Jl.KH. Agus
Salim No 48 Sukoharjo, tepatnya disebelah barat lapangan kelurahan Joho
Kecamatan Sukoharjo.
Sejak saat itu pergantian pimpinan madrasah dapat diurutkan sebagai berikut :
1) Tahun 1986 - 2000 dipimpin oleh Bapak Drs. Abu Bahri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
2) Tahun 2001 - 2004 dipimpin oleh Bapak suranto, BA
3) Tahun 2004 - 2007 dipimpin oleh Bapak Drs. Sutadi, M.Pd
4) Tahun 2007 sampai sekarang dipimpin oleh Bapak drs. Ahmadi, M.Pd.I
c. Visi dan Misi MTS Negeri Sukoharjo
1) Visi: Mewujudkan Madrasah yang unggul di bidang IMTAQ dan IPTEK
2) Misi:
a) Mengembangkan fitroh siswa agar menjadi muslim yang berakhlak
mulia memiliki aqidah islamiyah yang benar dan kuat serta memiliki
wawasan nasionalisme yang kuat.
b) Mengembangkan potensi dasar anak untuk dapat berfikir kritis,
obyektif, rasional, sistematis dalam upaya penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam rangka mempersiapkan siswa
melanjutkan ke tingkat jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
c) Mengembangkan bakat dan minat siswa dalam mewujudkan keahlian
anak dalam menghadapi era pasar bebas.
d) Menumbuh kembangkan dan mendorong rasa peka menghafal bagi
anak untuk surat-surat, ayat-ayat Al-Qur'an dan Hadist sebagai bekal
dan landasan hidup.
e) Menanamkan jiwa dan semangat disiplin, tertib, rajin belajar dan etos
kerja yang tinggi, untuk mewujudkan manusia yang berkualitas.
B. Deskripsi Permasalahan Penelitian
Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah efektivitas
penerapan pendidikan moral dalam membentuk disiplin moral di Panti Asuhan
Anak Yatim “Miftahul Jannah” di Dukuh Pangin, Kelurahan Joho, Kabupaten
Sukoharjo. Efektivitas merupakan suatu yang dikendaki atau merupakan akibat
yang dikerjakannya dan merupakan suatu pengukuran terhadap tercobanya atau
sasaran akan tujuan yang ditentukan sebelumnya. Tujuan pendidikan moral di
panti adalah membentuk disiplin moral (bersumber dari hati nurani) anak,
sehingga muncul konsistensi sikap disiplin pada anak bukan karena takut pada
hukuman tetapi karena suatu kewajiban. Anak yatim di Panti Asuhan Anak Yatim
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
Piatu “Miftahul Jannah” terdiri dari usia dan jenjang pendidikan yang berbeda
sehingga kemampuan masing masing anak untuk melaksanakan disiplin juga
berbeda.
Dalam penerapan pendidikan moral berkaitan erat dengan (1) strategi
penerapan pendidikan moral dalam membentuk disiplin moral, (2) efektivitas
penerapan pendidikan moral dalam membentuk disiplin moral, dan (3) faktor yang
menjadi kendala penerapan pendidikan moral dalam membentuk disiplin moral
pada anak yatim untuk mempermudah pengkajian permasalahan maka penulis
memilih data yang benar-benar dapat dipakai dalam memecahkan permasalahan,
sehingga data-data tersebut dapat menjawab rumusan masalah.
1. Strategi Penerapan Pendidikan Moral di Panti Asuhan Anak Yatim
“Miftahul Jannah”
Pelaksanaan pendidikan moral di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul
Jannah” diaplikasikan dalam kegiatan bimbingan sopan santun dan perilaku anan
serta bimbingan akhlak. Penerapan bimbingan sopan santun dan perilaku anak
serta akhlak ini dimaksudkan sebagai dasar untuk memperbaiki perilaku dan sikap
dari anak yatim yang selama ini kurang mendapatkan bimbingan dari orang tua
maupun keluarga terdekat sehingga memiliki sikap disiplin baik dalam lingkungan
panti maupun di sekolah.
Pendidikan moral pada hakikatnya memiliki strategi, metode dan model
pendidikan moral yang secara umum dapat dilihat pada kajian teori. Salah satu
unsur penting dan memegang peranan dalam pendidikan moral adalah
penggunaan strategi pendidikan moral yang tepat dan bervariasi, sehingga mampu
meningkatkan kematangan moral peserta didik.
Strategi pendidikan moral dimaksudkan sebagai pemikiran tentang
bagaimana cara menyampaikan nilai-nilai moral kepada peserta didik. Suatu
strategi pendidikan moral ini mencakup teori atau cara pandang tentang
bagaimana seseorang berkembang secara moral dan serangkaian prinsip untuk
membantu perkembangan moral serta dapat membantu dalam melaksanakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
pendidikan moral. Adapun strategi pendidikan moral yang digunakan Panti
Asuhan Anak yatim “Miftahul Jannah” sebagai berikut:
a. Modeling keteladanan/contoh
Strategi pendiidkan moral yang digunakan pengasuh dalam
memberikan materi pendidikan moral dengan menggunakan keteladanan. Hal
ini berdasarkan hasil wawancara dengan H. Moryono H. I. mengatakan bahwa
“Pendidikan yang digunakan para pengasuh dalam memberikan materi
pendidikan moral yaitu melalui keteladanan/contoh dalam kehidupan sehari-
hari dengan begitu anak dapat melihat secara langsung”. (Catatan Lapangan
1). Hal ini juga dikuatkan berdasarkan hasil wawancara dengan H. Sunaryo,
BA yang mengatakan bahwa “Strategi yang digunakan dalam mengajar
pendidikan moral dengan keteladanan. Dengan menceritakan kisah Nabi, dari
situ dapat diambil kebaikan-kebaikan sifat Nabi yang bisa diambil sebagai
contoh maupun teladan dalam berperilaku”. (Catatan Lapangan 2).
Kemudian berdasarkan hasil wawancara dengan H. Mudjidi, S. Ag.,
S.Pd. mengatakan bahwa:
Strategi pendidikan moral yang digunakan dengan keteladanan yang
dicontohkan pengasuh dan ustadz di panti. selain itu kita (pengasuh
dan ustadz) saling mengingatkan untuk selalu menjaga sikap dan
akhlak. Selanjutnya untuk mengetahui perilaku dan sikap disiplin anak
yatim bisa dilihat dari absensi kehadiran dalam kegiatan bimbingan.
(Catatan Lapangan 3).
Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti di lapangan pada hari
Kamis tanggal 12 April 2012 pukul 16.00 pelaksanaan bimbingan akhlak, H.
Mudjidi, S.Ag., S.Pd. dalam memberikan materi pembelajaran menjaga
perilaku disiplin dan tutur katanya. Strategi ini menuntut peran pengasuh
utnuk berseikap yang baik yang dapat ditiru oleh anak yatim, dan juga anak
yatim harus mampu mengambil keteladanan dari para pengasuh. Perilaku yang
dapat dijadikan teladan oleh anak yatim dari pengasuh antara lain misalnya
dalam menyelesaikan masalah secara adil, menghargai pendapat anak yatim,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
mengkritik orang lain secara santun, mau mendengarkan pendapat, ide, dan
saran-saran dari orang lain. Harapannya perilaku dan sikap disiplin dari anak
yatim dapat berubah dengan adanya keteladanan dari pengasuh. Jadi sebagai
seorang pengasuh harus menjaga tutur katanya, berhati-hati dalam bertindak
dan berperilaku, supaya tidak tertanamkan nilai-nilai negatif dalam diri anak
yatim.
Strategi keteladanan yang diberikan pengasuh dalam mengajarkan
pendidikan moral dengan cara memberikan contoh keteladanan kepada anak
yatim, agar sikap dan perilaku dari pengasuh ini dapat menjadikan panutan
anak yatim. Hal ini sesuai dengan apa yang apa yang dikatakan oleh Ki Hajar
Dewantara bahwa guru atau pendidik dituntut menjadi figur yang yang Ing
ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tutwuri handayani. Yang
berarti bahwa sikap pemimpin (guru) harus mampu memberi teladan, memberi
contoh, menjadi motivator, dalam penanaman moral kepada peserta didiknya
sehingga mampu melahirkan peserta didik yang bermoral baik.
b. Pembiasaan / Habituasi dan Pemberian Materi
Kegiatan bimbingan di kelas dilakukan secara rutin, konsisten dan
terjadwal setiap minggu di Panti asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”.
Bimbingan atau materi yang diberikan meliputi materi sikap, al-qur‟an ddan
tarjamah, tarikh (sejarah nabi), ibadah / muamalah, akhlak, umum dan bahasa
arab. (Jadwal kegiatan dapat dilihat pada lampiran 11). Dalam hal ini juga
kegiatan rutin sehari-hari meliputi berdoa sebelum dan sesudah kegiatan,
mengucapkan salam bila bertemu dengan orang lain, membersihkan kelas,
kamar mandi dan lingkungan panti serta belajar. Hal ini berdasarkan
wawancara dengan H. Moryono H I mengatakan bahwa “Kegiatan pendidikan
moral di sini (Panti Asuhan Anak Yatim) dilakukan secara rutin setiap satu
minggu sekali dan kegiatan sehari-hari seperti membersihkan kelas, kamar
mandi dan belajar yang selalu diawali dan diakhiri dengan berdoa”. (Catatan
Lapangan 1). Berdasarkan hasil wawancara dengan H. Sunaryo, BA
mengatakan bahwa:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
“Strategi yang digunakan dalam mengajarkan pendidikan moral
dengan mengikutsertakan anak dalam kegiatan rutin panti seperti
membersihkan kelas dan kamar mandi karena kebersihan sebagian dari
iman, kemudian mengucapkan salam kepada orang lain dan kegiatan
harian terjadual di panti”. (Catatan Lapangan 2).
Hal serupa juga disampaikan oleh H. Mudjidi, S. Ag., S.Pd.
mengatakan bahwa “Dalam pendidikan moral strategi yang digunakan dengan
kegiatan rutin sehari-hari dan kegiatan terjadwal di kelas setiap satu minggu
untuk satu materi”. (Catatan Lapangan 3).
Strategi Pembiasaan / Habituasi dan Pemberian Materi akan membantu
peserta didik (anak yatim) membiasakan hidup secara teratur dalam
kesehariannya. Dengan hidup teratur akan menjadikan hidup yang berkualitas
dan bermanfaat. Selain itu strategi ini dimaksudkan untuk mengembangkan
kualitas disiplin peserta didik dalam mengikuti rutinitas Panti Asuhan Anak
Yatim “Miftahul Jannah” salah satunya melalui jadwal azan bagi santriwan
panti asuhan (untuk lebih jelas lihat lampiran 12). Selain itu melalui jadwal
piket putra (untuk lebih jelas lihat lampiran 13) merupakan pembiasaan /
habituasi dalam melaksanakan tata tertib piket. Strategi ini juga bertujuan
untuk meningkatkan efektivitas anak yatim untuk menghadapi berbagai
peraturan di luar panti asuhan.
c. Strategi Pendekatan Individu
Strategi pendekatan individu digunakan pengasuh untuk membantu
memecahkan masalah yang bersifat pribadi dan tidak dapat diselesaikan secara
kelompok. Strategi ini guru mengenal dan melakukan pendekatan individu
kepada anak utnuk menggali permasalahan yang dihadapi anak. Cara tersebut
dilakukan melalui bimbingan perseorangan setelah maslah tersebut berhasil
diselesaikan secara pribadi dan akan dijadikan contoh bagi anak yang lain.
Berdasarkan hasil wawancara dengan H. Moryono H I mengatakan
bahwa “Strategi pendidikan moral yang digunakan pengasuh melalui strategi
pendekatan individu sehingga ustadz dapat memahami masing-masing
individu”. (Catatan Lapangan 1). Hal ini juga dikuatkan berdasarkan hasil
wawancara dengan H. Sunaryo, BA mengatakan bahwa:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
“Strategi pendidikan moral yang digunakan melalui pendekatan
individu tujuannya ketika pembelajaran secara kelompok dilakukan
anak yatim yang satu akan melihat dan belajar dari anak yatim yang
lain. Sedangan untuk bimbingan perseorangan digunakan untuk
menggali dan mengenali anak dalam melihat suatu sikap disiplin
karena tidak ada pengaruh dari orang lain”. (Catatan Lapangan 2).
Hal serupa juga disampaikan H. Mudjidi, S. Ag., S. Pd. mengatakan
bahwa “Strategi dalam pembelajaran moral yang digunakan melalui
pembelajaran perseorangan dan kelompok.”. (Catatan Lapangan 3).
Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti di panti pada hari
Kamis tanggal 15 April 2012 pukul 16.30 strategi ini fokus utamanya terletak
pada bagaimana peserta didik (anak yatim) memahami kebutuhan dan
memecahkan masalah baik pribadi maupun kelompok dalam masalah apapun
itu. Berdasarkan hasil pengamatan peneliti selama di panti asuhan juga
digunakan bimbingan perseorangan maupun kelompok. Strategi ini fokus
utamanya terletak pada bagaimana memahami kebutuhan orang lain dari pada
upaya menyeimbangkan kebutuhan-kebutuhan tersebut ketika berkonflik
dengan orang lain. Di Panti Asuhan “Miftahul Jannah” para pengasuh
berusaha memberikan solusi yang terbaik dalam membantu memecahkan
masalah yang dihadapi oleh anak yatim, baik yang berifat pribadi maupun
masalah yang bersifat umum/kelompok.
Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan peneliti di lapangan
dapat disimpulkan pembelajaran strategi bimbingan perseorangan dan
kelompok ini sangat efektif untuk pembelajaran pendidikan moral karena
selain pendekatan individu juga perlu adanya kerja sama dalam kelompok
untuk menciptakan tanggung jawab dan disiplin pada tiap-tiap anggota
kelompok.
Strategi ini juga bisa diberikan oleh pembimbing dari masing-masing
anak yatim melalui bimbingan perseorangan (individu) yang diberikan dengan
cara face to face. Anak yatim sebagai peserta didik bisa menceritakan semua
masalah yang sedang mereka alami kepada pembimbing mereka masing-
masing, dan tugas dari seorang pembimbing memberikan arahan dan nasehat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
serta berusaha memberikan solusi terbaik kepada anak yatim atas masalah
yang sedang mereka alami. Dalam arti pembimbing memberikan contoh yang
baik bagaimana anak yatim harus bertindak (keteladanan) dan harus bersikap
disiplin dengan tindakan yang sudah mereka ambil.
d. Bimbingan Personal
Strategi pendidikan moral dalam bimbingan personal ini dilakukan
apabila pengasuh maupun ustadz mengetahui anak bersikap yang kurang baik.
Jadi ustadz akan memberikan memberitahu peserta didik (anak) bila perbuatan
tersebut tidak baik, sehingga anak lebih mudah untuk memahami sesuai
dengan usia mereka. Hal ini sesuai dengan wawancara dengan H. Moryono H
I selaku pengasuh harian anak yang menyampaikan bahwa “Dalam
memberikan pendidikan moral bapak biasanya melakukan dengan bimbingan
personal ketika anak melakukan perbuatan yang kurang baik.”. (Catatan
Lapangan 1). Berdasarkan hasil wawancara dengan H. Sunaryo, BA selaku
ustaz bimbingan sopan santun dan perilaku anak di panti Asuhan Anak yatim
“Miftahul Jannah” yang mengatakan bahwa “Berhubung sikap itu berkaitan
dengan tingkah laku yang dapat dilihat maka ketika anak melakukan sikap
yang kurang baik maka pemberitahuan atau pembelajaran itu akan bapak
sampaikan pada saat itu juga”. (Catatan Lapangan 2). Hal serupa juga
disampaikan H. Mudjidi, S. Ag, S. Pd mengatakan bahwa “Strategi yang saya
gunakan juga melalui kegiatan-kegiatan yang bersifat personal yang biasa
dilakukan anak sehingga anak akan lebih mudah dalam menyerap
pembelajaran”. (Catatan Lapangan 3).
Strategi bimbingan personal semacam ini dirasa pengasuh maupun
ustadz sebagai stretegi yang paling terkesan di hati anak-anak karena mereka
akan mengingat pemberitahuan yang disampaikan ustadz dan tidak melukai
perasaan mereka. Kesan yang mendalam dari teguran sang ustaz maupun
pengasuh akan mereka ingat. Dan akan lahir sikap disiplin yang bersumber
dari hati nurani mereka sehingga sikap disiplin yang mereka laksanakan
berdasarkan suatu kewajiban bukan takut kepada hukuman.
e. Menciptakan Lingkungan yang Kondusif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
Suasana Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” dikondisikan
sedemikian rupa dengan penyediaan sarana fisik contoh penyediaan tempat
sampah agar anak disiplin ketika membuang sampah di tempat sampah,
slogan-slogan doa tujuannya agar anak selalu membaca doa ketika akan
melakukan aktivitas serta aturan dan tata tertib ditempelkan mengenai
pembagian piket (untuk lebih jelas lihat lampiran 14) pada tempat yang
strategis sehingga setiap peserta didik (anak yatim) mudah membacanya. Hal
ini berdasarkan wawancara dengan H. Moryono H I mengatakan bahwa:
“Kami (pihak panti) mengatur sedemikian rupa lingkungan panti
terutama sarana fisik yang akan membantu anak dalam melaksanakan
tata tertib diselaraskan dengan sarana yang ada di panti seperti
menempelkan tata tertib dan doa agar anak membacanya sehingga
mengikuti tata tertib maupun doa yang ditempel tersebut”. (Catatan
Lapangan 1).
Hal serupa juga disampaikan H. Sunaryo, BA mengatakan bahwa
“Pemberian materi dikelas tidak mungkin berhasil tanpa adanya dukungan
kondisi lingkungan, jadi untuk membantu anak kami mengatur kondisi panti
sedemikian rupa”. (Catatan Lapangan 2). Berdasarkan wawancara dengan H.
Mudjidi, S. Ag., S.Pd. selaku ustaz bimbingan akhlak mengatakan bahwa
“Untuk membantu siswa dalam menerapkan sikap disiplin yang bersumber
dari nurani mereka bukan karena hukuman kami menempelkan slogan-slogan
dan doa-doa agar mereka selalu ingat dan menjadi kebiasaan sehari-hari yang
baik”. (Catatan Lapangan 3).
Dengan lingkungan yang kondusif akan mendukung penerapan teori
yang telah diajarkan oleh pengasuh. Berawal dari mereka melihat doa-doa dan
slogan-slogan yang menarik akan mempengaruhi mereka untuk membaca dan
akhirnya setiap hari akan melaksanakan marupakan strategi yang digunakan
oleh pengasuh dan ustaz untuk melatih peserta didik (anak yatim) bersikap
disiplin yang berasal dari nurani (moral).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa strategi pendidikan moral
yang digunakan pengasuh maupun ustadz pendidikan moral di Panti Asuhan Anak
Yatim “Miftahul Jannah” dalam memberikan pendidikan moral tidak semua
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
strategi pendidikan moral digunakan yaitu kegiatan spontan dan teguran . Jadi
strategi yang digunakan meliputi yakni dengan modeling keteladanan/contoh yang
diberikan ustadz maupun pengasuh panti asuhan, pembiasaan /habituasi dan
pemberian materi dilakukan untuk menciptakan siswa yang terbiasa dalam
melaksanakan sikap disiplin baik di dalam maupun di luar panti, strategi
pendekatan individu, bimbingan personal untuk mengatasi masalah personal anak
biasanya dilakukan oleh H. Moryono H.I., dan menciptakan lingkungan yang
kondusif yang terprogram dalam kegiatan sehari-hari Panti Asuhan Anak Yatim
“Miftahul Jannah”. Kenyataan yang ada di lapangan strategi pendidikan moral
yang digunakan ustazd di panti asuhan tidak semuanya digunakan padahal jika
strategi-strategi tersebut digunakan akan membantu dalam penerapan pendidikan
moral kepada anak yatim. Karena semua strategi pendidikan moral tersebut saling
menunjang dan menutupi kelemahan strategi lainnya.
Kemudian berdasarkan apa yang peneliti lihat selama di lapangan, Panti
Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” juga menggunakan pembinaan dengan
wawasan pendidikan moral pancasila. Dengan adanya pendidikan moral pancasila
ini diharapkan warga negara mempunyai tingkah laku, keyakinan, motivasi,
kehendak sesuai dan layak dengan sila-sila pancasila, serta bersikap hidup
manusia pancasila. Strategi ini dapat dilihat dari kegiatan rutin anak yatim selama
di panti. Kegiatan piket tersebut seperti piket masjid dan asrama. Dari kegiatan
piket ini dapat memupuk kerjasama antara anak yatim yang satu dengan yang
lainnya sehingga akan tercipta kehidupan yang rukun. Kemudian dengan adanya
kegiatan pembinaan agama dan kegiatan sholat berjamaah setiap hari seperti yang
peneliti lihat pada hari Minggu tanggal 15 April 2012 di masjid Nurul Imam ini
dapat mengembangkan tingkat iman dan taqwa mereka. Selain itu pihak panti
asuhan telah menyelesaikan laporan administrasi kepada ketua RT berupa surat
laporan data yang bertempat tinggal di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul
Jannah”.
2. Efektivitas Penerapan pendidikan Moral Dalam Membentuk Disiplin
Moral Pada Anak Yatim di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Janah”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
Efektivitas suatu hal dapat dilihat dari berhasil tidaknya program yang
telah dijalankan dari apa yang telah direncanakan sebelumnya untuk mengukur
efektivitas dapat menggunakan indikator efektivitas. Adapun indikator efektivitas
adalah “Indikator input, indikator process, indikator output, dan indikator
outcome”.
Hal tersebut dijelaskan sebagai berikut:
a. Indikator input: indikator input ini meliputi karakteristik guru pendidikan
moral, fasilitas, perlengkapan, materi pendidikan dan metode pendidikan.
b. Indokator process: indikator proses meliputi perilaku administrasi, alokasi
waktu guru, dan alokasi waktu peserta didik.
c. Indikator output: indikator dari output ini berupa hasil-hasil dalam bentuk
perolehan peserta didik dan dinamikanya sistem sekolah, hasil-hasil yang
berhubungan dengan prestasi belajar dan hasil-hasil yang berhubungan dengan
perubahan sikap.
d. Indikator outcome: indikator ini meliputi tingkat kedisiplinan siswa di panti
dan di sekolah.
Pembahasan mengenai Efektivitas Penerapan Pendidikan Moral dalam
Membentuk Disiplin Moral pada Anak Yatim di Panti Asuhan Anak Yatim
“Miftahul Jannah” akan dikaji sebagai berikut. Berdasarkan hasil wawancara
dengan pengasuh pendidikan moral khusunya yang mengajar akhlaq dengan H.
Mudjidi, S.Ag., S.Pd. mengatakan bahwa “Penerapan pendidikan moral di Panti
Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” diberikan sejak berdirinya Panti Asuhan
Anak Yatim “Miftahul Jannah”, hal ini dilakukan untuk membina sikap disiplin
anak yatim yang biasa hidup bebas di rumah tidak mempunyai aturan”. (Catatan
Lapangan 3).
Jadi dalam hal ini Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”
menerapkan pendidikan moral sesuai dengan tujuan dari Panti Asuhan Anak
Yatim “Miftahul Jannah” sendiri yaitu untuk memberikan perlindungan dan
pendidikan bagi anak yatim, dan kurang mampu agar dapat menjadi anak yang
sholeh dan sholehah sebagai anak yang hidup di masyarakat secara normatif
sebagai anak yang bermoral. Sehingga pendidikan moral dikatakan efektif apabila
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
anak yatim yang tinggal di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” memiliki
sikap disiplin yang memang bersumber dari kesadaran moral bukan adanya faktor
eksternal tapi internal dari dalam diri mereka. Untuk mengetahui efektivitas
penerapan pendidikan moral dapat diukur dengan menggunakan indikator
efektivitas, jadi efektif atau tidaknya pendidikan moral dapat dilihar dari tercapai
tidaknya indikator efektivitas tersebut. Adapun indikator efektivitas penerapan
pendidikan moral antara lain:
a. Indikator Input
Indikator input ini mencakup:
1) Karakteristik Guru Pendidikan Moral
Dalam Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” guru disebut
sebagai pengasuh/ustadz. Pengasuh mempunyai peran yang sangat penting
dalam memberikan pendidikan dan bimbingan bagi anak yatim, dalam hal
ini pengasuh harus bisa memberikan motivasi kepada anak yatim agar
terjadi proses interaksi belajar yang kondusif. Pengasuh harus siap menjadi
mediator dalam segala situasi proses belajar mengajar, sehingga pengasuh
akan menjadi tokoh atau teladan yang akan dilihat dan ditiru tingkah
lakunya oleh peserta didiknya dalam hal ini anak yatim, tidak hanya itu
saja melainkan juga harus menjadi motivator dalam menanamkan nilai-
nilai moral. Pendidikan moral yang diberikan di Panti Asuhan Anak Yatim
“Miftahul Jannah” diberikan melalui kegiatan bimbingan sopan santun dan
perilaku anak dan akhlak.
Pengasuh dalam memberikan pendidikan moral tidak berdasarkan
silabus. Hal ini berdasarkan kenyataan di lapangan yang peneliti lihat
pengasuh tidak membuatnya. Hal ini dikarenakan pendidikan di Panti
Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” merupakan pendidikan nonformal
jadi tidak seperti halnya sekolah formal yang menggunakan silabus dalam
mengajar. Akan tetapi untuk setiap pengasuh pada masing-masing materi
memiliki jadwal sekali dalam seminggu sebagai bentuk tanggung jawab
pengasuh dalam memberikan bimbingan moral kepada anak yatim.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
Hal tersebut dapat dilihat berdasarkan hasil wawancara dengan H.
Moryono H. I. mengatakan bahwa “Jika pengasuh/ustadz yang
memberikan materi Ba‟da ashar berhalangan hadir kadang jamnya
digantikan dengan jam pelajaran lain kadang juga kosong”. Sedangkan
berdasarkan hasil wawancara dengan H. Sunaryo, BA mengatakan bahwa
“Jika saya berhalangan hadir, saya memberitahu Mas Bagus (penanggung
jawab harian) untuk digantikan materi lain kadang juga kosong dan saya
biasanya tidak menggantinya dengan hari lain karena setiap ba‟da ashar
ada pemberian materi yang lain”. (Catatan Lapangan 2). Hal ini juga
dikuatkan berdasarkan hasil wawancara dengan H. Mudjidi, S.Ag., S.Pd.
mengatakan bahwa “Kadang saya tidak mengisi materi akhlaq karena ada
pekerjaan lain di luar panti, tidak ada jam pengganti untuk mengajar
materi ini di hari dan jam lain”. (Catatan Lapangan 3).
Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti pada hari
Minggu tanggal 15 April 2012 pukul 16.30 di ruang kelas, pengasuh
pendidikan di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” kurang
antusias dalam memberikan materi pada anak yatim khususnya dalam
memberikan materi pendidikan moral. Hal tersebut dapat dilihat dari
pengasuh materi sikap di Panti asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”
yang sedang ada kepentingan tidak mengisi materi pendidikan sikap
(moral) sehingga pada jam pelajaran tersebut kosong dan tidak ada jam
lain atau hari lain untuk menggantikan pemberian materi sikap (moral)
yang waktunya hanya 1 minggu sekali. Tingkat pendidikan ustadz yang
mengajarkan pendidikan moral terdiri dari berbagai tingkatan sekolah
mulai dari SMA, Strata-1 hal ini mengakibatkan penguasaan materi untuk
masing-masing ustadz juga berbeda.
Ini berarti bahwa pengasuh kurang antusias terhadap perubahan
perilaku anak yatim dan kurangnya waktu untuk bimbingan sikap dan
akhlaq sehingga membuat tidak efektifnya penerapan pendidikan moral di
Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”. Selain itu, ustadz yang
memberikan materi juga tidak memberikan materi karena ada acara yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
lain. Hal ini mengakibatkan proses pembelajaran di panti menjadi
terhambat.
2) Fasilitas
Fasilitas yang diberikan pihak Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul
Jannah” menurut pengasuh dan peserta didik (anak yatim) dapat dikatakan
baik, hal tersebut dapat dilihat dari fasilitas kelas yang digunakan untuk
bimbingan kegiatan pendidikan moral yaitu berupa meja, papan tulis,
spidol masih layak untuk digunakan. Namun pada kenyataannya Panti
Asuhan “Miftahul Jannah” masih dalam proses pembangunan sehingga
dengan keterbatasan fasilitas kegiatan belajar mengajar dilaksanakan
dengan duduk di lantai (lesehan). Hal ini disampaikan oleh H. Moryono H.
I. mengatakan bahwa “Pendidikan ba‟da ashar (termasuk materi sikap dan
akhlaq) biasanya dilaksanakan di ruang tidur karena anak merasa nyaman,
padahal juga terdapat ruang belajar”. (Catatan Lapangan 1).
Berdasarkan wawancara dengan H. Sunaryo, BA mengatakan
bahwa “Fasilitas di panti cukup lumayan terdapat papan tulis, spidol,
penghapus, meja hanya saja tidak terdapat kursi sehingga anak-anak duduk
di bawah (lantai) padahal lantainya dingin, yang saya takutkan anak-anak
akan mudah sakit akan lebih baik jika diberi alas duduk”. (Catatan
Lapangan 2). Hal serupa juga disampaikan oleh H. Mudjidi, S.Ag., S.Pd.
mengatakan bahwa “Fasilitasnya cukup memadai dan dapat digunakan
semaksimal mungkin sehingga akan membantu proses pembelajaran,
tetapi suasana pembangunan yang sedang berjalan sangat mengganggu”.
(Catatan Lapangan 3).
Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti, fasilitas
pendukung kegiatan pembelajaran memadai sudah terdapat 2 buah papan
tulis, 3 buah spidol, penghapus dan meja yang masih baru dan layak untuk
digunakan. Selain itu kondisi ruang kelas juga nyaman dan terang (untuk
lebih jelas dapat dilihat lampiran 17). Akan tetapi kondisi lantai yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
begitu dingin tanpa adanya alas duduk yang memadai mengakibatkan anak
sering flu.
Jadi peneliti menyimpulkan bahwa fasilitas sebagai pendukung
pendidikan moral di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” masih
kurang karena beberapa fasilitas yang mengganggu pelaksanaan
pembelajaran. Akan tetapi pada dasarnya kondisi ruang kelas sudah
nyaman dan sangat mendukung proses pembelajaran tetapi ketika
pembangunan berjalan akan menimbulkan kebisingan dan mengganggu
konsentrasi siswa.
3) Perlengkapan
Perlengkapan dalam kegiatan bimbingan pendidikan moral dapat
dikatakan kurang, karena tidak memiliki LCD pribadi. Padahal dengan
adanya LCD dapat membantu dalam penerapan pendidikan moral
misalnya dengan diputarkannya film-film motivasi dan mendidik yang
dapat menumbuhkan semangat anak yatim untuk menjadikan sikap
disiplin yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan wawancara H. Moryono H.
I. mengatakan bahwa “Pada dasarnya perlengkapan disini sudah memadai
untuk pendidikan moral, tapi akan jauh lebih baik jika ada LCD yang
memudahkan dalam pembelajaran pemutaran film”. (Catatan Lapangan
1).
Berdasarkan wawancara dengan H. Sunaryo, BA mengatakan
bahwa “Perlengkapan yang tersedia di panti dalam mendukung kegiatan
pembelajaran sudah memadai, sudah tersedia televisi dan VCD sebagai
pengganti LCD untuk kegiatan pemutaran film-film motivasi”. (Catatan
Lapangan 2). Hal ini sesuai dengan wawancara dengan H. Mudjidi, S.Ag.,
S.Pd. mengatakan bahwa “Dalam pemutaran film-film motivasi dengan
menggunakan televisi dan VCD”. (Catatan Lapangan3).
Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti pada hari
Minggu tanggal 15 April 2012 pukul 16.00 pada saat bimbingan sikap
yang disampaikan oleh Muhammad Tri Wibowo menggunakan kaset VCD
dan memutarkan yang berisi perbandingan sikap anak yang disiplin dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
tidak disiplin beserta dampak yang ditimbulkan. Peserta didik (anak yatim)
mengamati dengan seksama dan dibeberapa kesempatan pemutaran kaset
ustadz menerangkan sikap disiplin.
4) Materi Pembelajaran
Peran pengasuh sebagai pengajar harus bisa menjadi fasilitator bagi
peserta didiknya dalam menerima materi yang disampaikan, tetapi bukan
hanya sekedar pengajar melainkan juga sebagai pendidik. Sebagai
pengasuh hendaknya tetap mengaitkan materi-materi pembelajaran
pendidikan moral dengan kondisi lingkungan yang ada, agar anak yatim
dapat menerapkan hasil belajarnya tersebut ke dalam lingkungannya tidak
hanya pandai teori.
Penerapan materi pendidikan moral dikembangkan tidak mengacu
pada materi pokok yang ada dalam silabus. Dalam Panti Asuhan Anak
Yatim “Miftahul Jannah” pengasuh penidikan moral dalam memberikan
materi tidak menggunakan materi yang sesuai dengan silabus, pengasuh
memberikan materi sesuai dengan apa yang ingin disampaikan pengasuh,
sebab disini setiap pengasuh tidak membuat silabus tidak seperti
pendidikan formal, sehingga tidak ada yang dijadikan acuan. Hal ini dapat
dilihat dari hasil wawancara dengan H. Moryono, H I selaku pengasuh dan
penanggung jawab harian mengatakan bahwa
Mengenai silabus Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”
tidak membuat karena Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul
Jannah” ini bukan seperti pendidikan formal yang ada melainkan
merupakan pendidikan informal yang berperan sebagai pengganti
keluarga yang telah meninggal dunia. (Catatan Lapangan 1).
Berdasarkan hasil wawancara dengan H. Sunaryo, BA mengatakan
bahwa “Mengenai silabus saya tidak pernah membuat”. (Catatan Lapangan
2). Sedangkan berdasarkan hasil wawancara dengan H. Mudjidi, S. Ag.,
S.Pd. mengatakan bahwa “Dulu ketika saya mengajar saya membuat
silabus, tapi kesininya saya sudah tidak membuat”. (Catatan Lapangan 3).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
Jadi dapat dsimpulkan bahwa mengenai materi pembelajaran
belum efektif, sebab belum disusun secara terprogram. Padahal sebagai
sub sistem pendidikan nasional seharusnya Panti Asuhan Anak Yatim
“Miftahul Jannah” yang menyelenggarakan pendidikan nonformal dalam
memberikan materi pendidikan moral harusnya diprogram secara teratur,
agar jelas materi apa saja yang akan diberikan kepada peserta didik (anak
yatim) dan disesuaikan dengan kemampuan peserta didik.
Sumber buku yang digunakan oleh pengasuh pendidikan moral di
Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” ada yang menggunakan
lebih dari sumber dan ada juga yang tidak memakai buku pedoman (acuan)
atau buku paket. Hal ini dapat dilihat dari hasil wawancara dengan H.
Moryono H I selaku pengasuh atau penangung jawab harian pmengatakan
bahwa “Untuk sumber buku yang digunakan tidak hanya 1 buku
tergantung dari pengasuh”. (Catatan Lapangan 1).
Namun berdasarkan hasil wawancara dengan H. Sunaryo, BA
mengatakan bahwa “Dalam mengajar saya tidak memakai buku pedoman
atau buku paket”. (Catatan Lapangan 2). Berdasarkan hasil wawancara
dengan H. Mudjidi, S.Ag., S.Pd. mengatakan bahwa “Buku yang saya
gunakan tidak hanya 1 buku ada buku tentang akhlaq dan agama”.
(Catatan Lapangan 3).
Berdasarkan observasi pada hari Kamis tanggal 12 April 2012 dan
hari Minggu tanggal 15 April 2012, pada saat ustadz memberikan materi
kepada peserta didik (anak yatim) membawa satu buku mengenai materi
yang diajarkan. Ustadz tidak membawa bahan materi yang lain yang
berkaitan. Selain itu ustadz juga tidak memiliki silabus yang digunakan
untuk menyusun rencana pembelajaran.
Jadi dapat disimpulkan bahwa mengenai materi pembelajaran
kurang efektif dilihat dari sumber buku yang digunakan masih ada
beberapa pengasuh yang tidak menggunakan buku pedoman dalam
mengajar. Kemudian seperti yang peneliti lihat di lapangan sumber buku
tersebut hanya menjadi pegangang pengasuh saja, anak yatim tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
diberikan kopiannya, sehingga akan sulit bagi anak yatim untuk dapat
memahami apa yang diajarkan oleh pengasuh. Pemberian materi
pendidikan moral tidak hanya memberikan materi saja tetapi sebagai
seorang pengasuh harus memberikan pemahaman kepada anak yatim agar
mudah dimengerti dan dipahami sehingga diharapkan perilaku disiplin
anak yatim dapat berubah.
5) Metode Pembelajaran
Metode dapat diartikan sebagai model atau pendekatan
pembelajaran yang tepat untuk memperlancar kegiatan pembelajaran.
Untuk menyampaikan materi pembelajaran kepada peserta didik
diperlukan suatu metode pembelajaran yang tepat. Metode pembelajaran
yang digunakan hendaknya disesuaikan dengan tujuan dan materi
pelajaran yang akan dikuasai oleh peserta didik (anak yatim). Pemilihan
metode mengajar yang akan digunakan harus dapat membantu kelancaran
dan kefektifan kegiatan belajar mengajar. Sedangkan kegiatan bimbingan
di luar kelas biasanya dilakukan dengan permainan kelompok yang
dibimbing oleh pengasuh selaku pembimbing dari anak yatim. Kegiatan di
luar kelas ini bertujuan untuk melihat seberapa disiplin anak tersebut
ketika berada di luar kelas melalui berbagai tata tertib dan kegiatan harian
anak yatim. Kegiatan bimbingan di luar kelas juga digunakan untuk
menghilangkan rasa jenuh karena sebagian besar kegiatan bimbingan
untuk anak yatim dilaksanakan di dalam kelas. Pembelajaran di dalam
kelas maupun di luar kelas harus mampu menumbuhkembangkan berbagai
kemampuan anak yatim.
Menanamkan nilai-nilai pendidikan moral pada anak yatim
tidaklah mudah, apalagi sasarannya pada anak yatim yang sejak awal tidak
pernah mendapatkan bimbingan dari orang tua, sehingga dibutuhkan
seorang pengasuh yang berkompetensi untuk dapat memilih model
pembelajaran dan metode yang cocok agar anak yatim tertarik dan mudah
memahami materi yang diberikan serta agar tidak membosankan. Seperti
hasil wawancara dengan H. Moryono H. I. mengatakan bahwa “Dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
penyampaian materi tergantung dari bagaimana pengasuh
menyampaikannya agar anak yatim dapat memahami apa yang diajarkan”.
(Catatan Lapangan 1). Kemudian berdasarkan hasil wawancara dengan H.
Sunaryo, BA mengatakan bahwa “Cara penyampaian materi oleh
pengasuh mempengaruhi tingkat pemahaman anak yatim dan saya selalu
melakukan inovasi pembelajaran yang dilakukan di dalam dan di luar
kelas”. (Catatan Lapangan 2).Hal ini juga dikuatkan berdasarkan hasil
wawancara dengan H. Mudjidi, S.Ag., S.Pd. yang mengatakan bahwa:
Dalam memberikan materi juga tergantung dari bagaimana cara
pengasuh menyampaikan materi tersebut. Saya memberikan materi
kepada anak yatim tidak hanya menggunakan metode ceramah dan
tanya jawab saja tetapi dengan membuka materi sebelum mengajar
dengan menyanyi lagu islami dan memberikan kata kunci dari
materi yang akan saya sampaikan. Hal ini agar anak yatim tidak
merasa bosan. (Catatan Lapangan 4).
Dengan memberikan kata kunci pada saat menerangkan materi
seperti yang dilakukan H. Mudjidi, S. Ag., S.Pd. diharapkan dapat
membantu anak yatim agar mereka mengerti dan paham maksud dari
materi yang diberikan pengasuh. Namun kenyataan di lapangan yang
peneliti lihat tidak semua pengasuh dalam mengajar memberikan kata
kunci dari materi yang mereka berikan kepada anak yatim.
Berdasarkan wawancara tersebut dapat disimpulkan kegiatan
belajar mengajar atau kegiatan bimbingan di dalam Panti Asuhan Anak
Yatim “Miftahul Jannah” dibedakan menjadi dua yaitu kegiatan
bimbingan belajar mengajar di dalam kelas dan di luar kelas. Kegiatan
bimbingan di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” yang
dilakukan di dalam kelas menggunakan metode ceramah, diskusi dan
tanya jawab. Kegiatan bimbingan pendidikan moral sendiri biasanya
dilakukan di dalam kelas. Keberhasilan untuk menanamkan nilai-nilai
moral melalui pendidikan moral dipengaruhi juga dari cara penyampaian
seorang pengasuh sendiri.. Hal inilah yang akan mendukung terciptanya
ketrampilan intelektual, sosial, dan personal yang didasarkan pada logika,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
inspirasi, kreativitas, moral, dan sikap secara komprehensif antara guru
dalam hal ini pengasuh dan peserta didik (anak yatim).
Adapun tabel rencana dan hasil dari indikator input di atas adalah sebagai
berikut:
Tabel 9. Rencana dan hasil dari Indikator Input
No Indikator Input Rencana Hasil
1 Karakteristik
guru (pengasuh)
pendidikan
moral
Pengasuh
pendidikan moral
diwajibkan mengisi
materi bimbingan
kepada anak yatim
Pengasuh tidak mengisi
materi dalam kegiatan
bimbingan akhlaq
(pendidikan moral), dengan
kata lain sering kosong.
2 Fasilitas Meja, kursi, papan
tulis, spidol
Belum terdapat kursi,
pembelajaran dilaksanakan
dengan duduk di lantai
(lesehan)
3 Perlengkapan Menggunakan LCD Tidak adanya LCD dan
kurangnya sarana
prasarana penunjang
pendidikan moral seperti
alat peraga.
4 Materi
Pembelajaran
Menggunakan
sumber buku dan
silabus
Buku hanya sebagai
pegangan pengasuh, anak
yatim (peserta didik) hanya
dijelaskan materinya saja
tanpa diberikan fotokopian
materi yang diajarkan dan
ada pengasuh yang tidak
menggunakan buku
pedoman atau buku paket
dalam memberikan materi
5 Metode
Pembelajaran
Bervariasi Ceramah, tanya jawab,
diskusi kelompok, sama
untuk semua usia.
b. Indikator Process
Indikator proses ini mencakup:
1) Perilaku Administratif Guru
Perilaku adalah sikap dan tindakan nyata yang ada pada diri
manusia yang merupakan tanggapan atas perilaku yang telah dilakukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
manusia tersebut. Perilaku administratif guru merupakan suatu tindakan
atau suatu kegiatan atau usaha yang dilakukan oleh guru untuk membantu,
melayani, mengarahkan, ataupun mengatur semua kegiatan yang ada untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Guru dalam Panti Asuhan Anak
Yatim “Miftahul Jannah” disebut sebagai pengasuh atau ustadz, sedangkan
anak yatim sebagai peserta didiknya. Pengasuh harus mempunyai
kemampuan untuk memberikan motivasi kepada anak yatim untuk belajar
giat dan menanamkan kepercayaan kepada anak yatim untuk mempelajari
sesuatu sesuai dengan minat dan kemampuannya berdasarkan tata tertib
dan peraturan yang ada di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”
yang harus dikembangkan.
Berdasarkan wawancara dengan H. Moryono H. I. mengatakan
bahwa “Pada dasarnya ustadz pendidikan moral telah memiliki kualitas
yang sangat bagus, tetapi karena kesibukan masing-masing ustadz jadi
sering kosong”. (Catatan Lapangan 1). Hal serupa juga disampaikan oleh
H. Sunaryo, BA mengatakan bahwa “Saya berusaha untuk tetap mengisi
bimbingan walau terkadang berbenturan dengan kegiatan di luar. Selain itu
ketika saya bisa hadir untuk mengajar, sikap dan materi sudah saya
persiapan agar menarik dan mudah dipahami”. (Catatan Lapangan 2).
Berdasarkan wawancara dengan H. Mudjidi, S.Ag., S.Pd.
mengatakan bahwa:
Dalam pembelajaran saya selalu memberikan motivasi kepada anak
untuk selalu mengembangkan bakat yang diminati dan
melaksanakan tata tertib yang ada di panti. Dalam mengarahkan
anak saya selalu memberikan kepercayaan kepada mereka untuk
dapat menjadi insan yang berkualitas dan saya berusaha untuk
dapat memberikan contoh yang baik kepada anak-anak. (Catatan
lapangan 3).
Berdasarkan wawancara di atas pengasuh hendaknya menjadi
contoh dan motivator dalam penanaman nilai-nilai moral dan menjadi suri
teladan dalam aplikasi pendidikan moral. Jadi berhasil tidaknya suatu
proses pendidikan juga dipengaruhi oleh pengasuh yang ada. Pengasuh
pendidikan moral harus memberikan contoh atau teladan yang baik kepada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
semua anak yatim dan harus pandai memilih strategi dalam memberikan
materi khususnya materi pendidikan moral agar menarik dan mudah
dipahami anak yatim.
2) Alokasi Waktu Guru
Alokasi waktu guru merupakan waktu yang digunakan guru untuk
menyampaikan materi kepada anak didik. Waktu yang digunakan harus
memadai sehingga dapat digunakan secara efektif. Alokasi waktu yang
digunakan untuk pendidikan moral 1½ jam. Hal tersebut dapat dilihat
berdasarkan hasil wawancara dengan H. Moryono, H I mengatakan bahwa
“Waktu untuk pendidikan moral 1½ jam”. (Catatan Lapangan 1). Menurut
hasil wawancara dengan H. Sunaryo, BA mengatakan bahwa “Untuk
waktu pendidikan moral khususnya bimbingan sikap 1½ jam, manurut
saya kurang karena 1 minggunya hanya 1 kali”. (Catatan Lapangan 2).
Sedangkan berdasarkan hasil wawancara dengan H. Mudjidi,
S.Ag., S.Pd. mengatakan bahwa “Waktu untuk pembinaan akhlaq 1½ jam
untuk 1 kali pertemuan, menurut saya waktu tersebut kurang karena anak
yatim membutuhkan waktu yang sedikit lebih banyak agar anak yatim
paham dan mengerti materi yang saya ajarkan”. (Catatan Lapangan 3).
Jadi dapat disimpulkan bahwa waktu yang diberikan kepada
pengsuh pendidikan moral dirasa masih kurang, apalagi berdasarkan
kenyataan yang peneliti lihat di lapangan pengasuh kadang tidak mengisi
pada saat jam bimbingan karena ada halangan tugas di luar panti.
Sedangkan waktu untuk pembinaan agama untuk pengasuh kurang karena
jumlah anak yatim yang banyak membutuhkan waktu yang banyak pula
agar anak yatim paham dan mengerti yang diajarkan.
3) Alokasi Waktu Peserta Didik
Alokasi waktu peserta didik dalam pembelajaran pendidikan moral
di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” dirasakan sudah cukup
bagi anak yatim hanya saja waktu tersebut tidak efektif bagi mereka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
109
karena anak yatim sendiri yang membuat waktu tersebut tidak efektif, hal
tersebut dapat dilihat dari hasil wawancara (anak yatim) Eko Wahyono,
yang mengatakan bahwa “Saya terkadang tidak ikut kegiatan bimbingan
karena malas, saya sedikit sulit memahami apa yang diajarkan oleh
ustadz”. (Catatan Lapangan 4).
Hal ini juga dikuatkan berdasarkan hasil wawancara dengan
Pamungkas Adi Madesa mengatakan bahwa “Kadang waktu bimbingan
saya ketiduran di kamar karena saya kecapekan mengerjakan tugas
sekolah”. (Catatan Lapangan 5). Hal serupa juga dikatakan oleh Ilham
Taufiqurohman pada hari Minggu tanggal 15 April 2012 mengatakan
bahwa “Kadang saya malas mengikuti kegiatan bimbingan, karena saya
ketiduran di kamar, biasanya saya dibangunin, selain itu saya mengikuti
kegiatan ekstrakurikuler di sekolah terkadang saya ijin untuk tidak
mengikuti kegiatan ba‟da ashar tersebut”. (Catatan Lapangan 6).
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti di lapangan
terhadap alokasi waktu peserta didik karena alokasi waktu yang diberikan
pada waktu yang digunakan untuk istirahat. Ketika anak memiliki jam
tambahan di sekolah sampai pukul 03.00 dan sampai di panti harus
mengikuti kegiatan bimbingan pendidikan moral kembali akan sulit bagi
siswa untuk dapat menerima pelajaran. Selain itu terkadang ustaz tidak
datang dalam bimbingan, pikiran anak menjadi terpola setiap hari bahwa
ustaz tidak datang dan menimbulkan rasa malas untuk mengikuti
pendidikan moral. Anak juga memiliki waktu untuk pulang ke rumah
dengan membawa izin dari pihak panti asuhan. Sedangkan untuk hari libur
lebaran pihak panti juga memberikan surat liburan hari raya kepada
keluarga yang masih ada. Surat pengantar liburan hari raya berisi
himbauan kepada wali anak untuk tetap menjaga kualitas keimanan anak
yatim.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa salah satu alasan
anak yatim malas mangikuti bimbingan karena mereka tidak mengerti
materi apa yang diberikan ustadz, hal ini disebabkan karena usia anak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
110
yatim yang masih kecil itu sendiri ada yang masih TK. Hal ini
menyebabkan kesadaran mereka untuk belajar masih sangat rendah. Selain
itu proses pembelajaran pendidikan moral yang dilakukan ba‟da ashar
kurang efektif karena pada jam tersebut anak baru bangun tidur siang dan
beberapa anak belum pulang sekolah karena mengikuti kegiatan
ekstrakurikuler. Perilaku administrasi pengajar / ustadz pendidikan moral
juga kurang karena masih terdapat ustadz yang tidak mengisi materi tanpa
keterangan dan membiarkan kosong.
Adapun tabel rencana dan hasil dari indikator proses di atas adalah sebagai
berikut:
Tabel 10. Rencana dan hasil dari Indikator Prosess
No Indikator Proses Rencana Hasil
1 Perilaku
Adminisrasi
Memberikan metode
pembelajaran yang
bervariasi
Metode yang digunakan
pengasuh bervariasi, tetapi
mengenai model kurang
bervariasi
2 Alokasi waktu
Guru
Direncanakan 1½ jam Untuk pendidikan moral
(khususnya bimbingan
sikap) dirasa kurang
karena 1 minggunya
hanya 1 kali pertemuan
dan itu dan itu pun kadang
ustaz tidak mengisi karena
ada tugas kantor dan tidak
diganti pada waktu atau
hari yang lain.
Sedangkangkan untuk
pendidikan moral
(khususnya pembinaan
akhlaq) sudah cukup
namun ada beberapa ustaz
yang merasa waktu
tersebut kurang
3 Alokasi waktu
peserta didik
Direncanakan 1½ jam Belum cukup karena 1½
jam itu untuk bimbingan
selama 1 minggu untuk 1
kali pertemuan. Namun
anak yatim sendiri yang
membuat waktu tersebut
tidak cukup (belum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
111
maksimal) karena anak
yatim sendiri yang tidak
mengikuti kegiatan
bimbingan tersebut karena
malas.
c. Indikator Output
Indikator output ini mencakup:
1) Hasil-hasil yang Berhubungan dengan Prestasi Belajar
Prestasi belajar adalah hasil yang tampak dari kegiatan menggali
ilmu dan ketrampilan. Prestasi belajar bisa dinilai dari tiga aspek yaitu
aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Selain itu perkembangan mental
dan sikap dari anak yatim juga harus menjadi perhatian pembimbingan dan
ustadz. Oleh karena itu penilaian pada ranah afektif perlu dilakukan secara
serius. Sehingga prestasi belajar yang diperoleh dapat benar-benar
menunjukkan perubahan ke arah positif pada semua aspek. Baik itu
perubahan pengetahuan, sikap maupun skill. Penerapan pendidikan moral
tidak hanya melihat pada aspek kecerdasan kognitif saja melainkan juga
perlu memperhatikan aspek afektif dan psikomotorik. Sebab penerapan
pendidikan moral sendiri bertujuan untuk mengembangkan watak maupun
karakter dari anak yatim kearah yang lebih baik agar menjadi manusia
yang bermoral dan hidup normatif di dalam masyarakat.
Berdasarkan wawancara dengan H. Moryono, H I mengatakan
bahwa:
Hasil dari pembelajaran di panti asuhan meliputi aspek kognitif,
afektif dan psikomotor dengan nilai (BB) Baik sekali, (B) Baik, (C)
Cukup dan (K) Kurang. Penilaiannya meliputi beberapa macam
termasuk ketaatan dan kedisiplinan. Dengan adanya laporan nilai
kegiatan anak ini nantinya akan terlihat hasil dari pembelajaran.
(Catatan Lapangan 1).
Hal serupa juga disampaikan oleh H. Sunaryo, BA selaku ustadz
bimbingan sopan santun dan perilaku anak yang menyampaikan bahwa:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
112
Anak-anak sudah tinggal di panti memiliki nilai dan prestasi yang
baik dalam materi sopan santun, hal ini dapat dilihat dalam
Laporan Nilai Kegiatan Anak sopan santun minimal memperoleh
nilai (B) Baik. Hal yang berbeda dapat dilihat pada anak yang baru
saja masuk panti, mereka cenderung bebas dan seenaknya sendiri.
Biasanya saya akan melakukan bimbingan ekstra pada pada anak
tersebut (tambahan bimbingan), sehingga anak tersebut dapat
mengikuti sopan santun anak yang lain. (Catatan Lapangan 2).
Berdasarkan wawancara dengan H. Mudjidi, S.Ag., S.Pd. “Hasil
dari pendidikan moral yang diajarkan di panti asuhan dapat kita lihat
sekarang, hanya pada anak yang usianya masih kecil kesadaran mereka
belum muncul tapi hanya mengikuti kakak-kakak saja”. (Catatan
Lapangan 3).
Dalam penilaian mengenai prestasi belajar khususnya dalam hal
penilaian sikap dari perilaku peserta didik dalam hal ini adalah anak yatim
dilakukan oleh pembimbing dari masing-masing anak yatim dengan
memperhatikan beberapa kriteria yang pada hasil akhirnya penilaian
tersebutlah yang menentukan apakah anak yatim sudah dirasa cukup untuk
mendapatkan pembinaan selama di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul
Jannah” yang dilihat dari berbagai aspek kegiatan bimbingan, salah
satunya pendidikan moral. Penilaian tersebut juga dilakukan oleh ustaz
melalui absensi anak yatim dalam mengikuti kegiatan bimbingan selama di
Panti Asuhan Anak Yatim “Miftshul Jannah”. Kemudian untuk melihat
prestasi belajar anak yatim dari segi ketrampilan dapat dilihat dari hasil
karya anak yatim sendiri selama mereka mengikuti kegiatan bimbingan
ketrampilan.
2) Hasil-hasil yang Berhubungan dengan Perubahan Sikap yang Konsisten
Indikator output yang lain mencakup perubahan perilaku atau sikap
dari anak yatim setelah mereka menerima pelajaran dari ustadz. Belajar
sendiri merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan
penting dalam membentuk pribadi dan perilaku disiplin individu. Sebab
belajar merupakan proses kegiatan untuk mengubah tingkah laku peserta
didik. Perubahan perilaku belajar bukan hanya sekedar memperoleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
113
pengetahuan semata, tetapi termasuk memperoleh perubahan dalam sikap
disiplinnya. Sehingga dalam hal ini peran pendidikan moral baik dalam
sekolah formal maupun nonformal sangat penting dalam membentuk
kepribadian peserta didik yang memiliki moral, berbudi pekerti dan
berakhlak mulia, sebab peserta didik yang memiliki kecerdasan intelektual
setinggi apapun tidak akan bermanfaat secara positif bila tidak memiliki
kecerdasan afektif secara emosional, sosial, maupun spiritual. Berdasarkan
wawancara dengan H. Moryono, H I selaku penanggung jawab harian di
panti “Anak pada dasarnya sudah memiliki sikap disiplin hanya saja
penerapan hanya terbatas ketika ada pengasuh dan ustadz” (Catatan
Lapangan 1).
Hal serupa juga disampaikan H. Sunaryo, BA selaku ustadz
bimbingan sopan santun dan perilaku anak “Sikap anak dapat dilihat dari
keikutsertaannya dalam semua kegiatan bimbingan di panti, misalnya
dalam kegiatan sholat dan kegiatan bimbingan lainnya masih saja ada yang
tidak ikut, padahal tidak sedang berhalangan tetapi karena malas” (Catatan
Lapangan 2).
Hal serupa juga disampaikan H. Mudjidi, S.Ag, S. Pd menyatakan
bahwa:
Perubahan sikap belum begitu terlihat pada diri anak, anak masih
bimbang dan ragu dalam melaksanakan peraturan. Akan tetapi
secara sikap anak sudah tertib. Seiring kedewasaan umur dan pola
piket mereka akan mengakibatkan timbulnya sikap konsisten pada
anak. Kalau untuk saat ini belum terlihat sikap konsisten pada
anak. Anak masing terkadang menaati peraturan terkadang juga
melanggar peraturan yang lain. (Catatan Lapangan 3).
Berdasarkan wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa anak
belum secara konsisten memiliki sikap disiplin. Anak pada suatu waktu
menaati peraturan dan pada peraturan yang lain mereka masih melanggar.
Pendidikan moral yang diberikan kepada peserta didik dalam hal ini anak
yatim bertujuan untuk membentuk dan mengembangkan karakter atau
watak dari peserta didik yang berkaitan dengan hati nurani sebagai bentuk
kesadaran diri untuk bertindak. Untuk mengetahui apakah anak yatim telah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
114
memiliki disiplin moral atau belum dapat dilihat dari sikap dan perilaku
yang ditunjukkannya dalam kehidupan sehari-harinya baik selama mereka
di panti asuhan maupun saat mereka berada di sekolah. Ini menandakan
bahwa sikap dan perilaku dari anak yatim sendiri belum menunjukkan
disiplin moral karena anak yatim sendiri bertindak tidak karena kewajiban
kewajiban. Selain itu juga dapat dilihat dari skor pelanggaran siswa di
masing-masing sekolah dimana anak yatim tersebut bersekolah.
Adapun tabel rencana dan hasil dari indikator output di atas adalah sebagai
berikut:
Tabel 11. Rencana dan Hasil daari Indikator Output
No Indikator
Output
Rencana Hasil
1 Hasil yang
berhubungan
dengan prestasi
belajar
Mencapai aspek
kognitif, afektif, dan
psikomotor
Kurang maksimal dalam
mencapai aspek kognitif,
afektif, dan psikomotorik
karena faktor dari anak yatim
(sebagai peserta didik)
sendiri yang memiliki usia
yang masih sangat kecil, dan
ustaz yang memberikan
materi tidak disesuaikan
dengan kemampuan, usia dan
jenjang pendidikan anak
yatim, dan diberikan secara
bersama-sama
2 Hasil yang
berhubungan
dengan
perubahan
sikap
Mencapai tujuan
pembelajaran
pendidikan moral
Kurang maksimal dalam
mencapai tujuan
pembelajaran pendidikan
moral, karena masih adanya
anak yatim yang memiliki
catatan pelanggaran di panti.
d. Indikator Outcome
Indikator outcome ini meliputi:
1) Tingkat Kedisiplinan Anak di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul
Jannah”
Pendidikan moral yang dilaksanakan bertujuan untuk menjadikan
peserta didik menjadi anak yang bermoral dan memiliki disiplin yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
115
tinggi terhadap peraturan yang ada. Oleh karena itu perlu dilihat sejauh
mana anak melaksanakan tata tertib yang terdapat di panti sebelum melihat
pelaksanaan tata tertib di sekolah. Berdasarkan wawancara dengan H.
Moryono, HI yang mengatakan bahwa “Tingkat kedisiplinan anak dalam
melaksanakan tata tertib cukup untuk usia mereka. Hanya saja terkadang
pengaruh teman di sekolah yang mengajaknya untuk bermain pada jam
istirahat pulang sekolah”. (Catatan Lapangan 1).
Berbeda dengan yang disampaikan H. Sunaryo, BA yang
mengatakan bahwa “Anak cenderung kurang disiplin bila ada kegiatan
pembelajaran, ada beberapa anak yang tidak hadir tetapi dalam sopan
santun anak sangat baik”. (Catatan Lapangan 2). Hal serupa juga
disampaikan oleh H. Mudjidi, S.Ag, S. Pd yang mengatakan bahwa
“Masalah kedisiplinan anak masih kurang, ketika pembelajaran saya masih
terdapat anak yang tidak hadir apalagi anak yataim ayang masuk santunan
luar”. (Catatan Lapangan 3).
Hal tersebut sesuai dengan observasi yang dilakukan peneliti di
lapangan pada hari Minggu tanggal 15 April 2012 pukul 16.00 dimana
masih terdapat anak yang tidak mengikuti kegiatan pembelajaran
bimbingan sikap, ini menunjukkan bahwa beberapa anak tidak memiliki
sikap disiplin terhadap peraturan, dan beberapa lagi yang datang dalam
pembelajaran hanya tidur saja. Hal ini menunjukkan kesadaran anak untuk
melaksanakan disiplin hanya faktor dari luar bukan kesadaran dari dalam
dirinya untuk bersikap disiplin.
Dari wawancara dan observasi tersebut dapat ditarik kesimpulan
bahwa anak yatim di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” masih
kurang dalam melakukan sikap disiplin karena anak yatim masih ada yang
melanggar tata tertib panti dan beberapa yang melaksanakan karena takut
pada pengasuh. Anak yatim yang melanggar tata tertib akan diberikan
hukuman sesuai dengan kesalahan yang mereka lakukan. Hukuman yang
diberikan adalah dengan hafalan surat dan do‟a sehari-hari.
2) Tingkat Kedisiplinan Anak di Sekolah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
116
Target terakhir pendidikan nonformal juga berbeda dengan
pendidikan formal (sekolah), dalam pendidikan nonformal adalah
bagaimana peserta didik dapat menerapkan hasil pendidikannya dalam
dunia sosial kemasyarakatan. Berbeda dengan pendidikan formal (sekolah)
yang target akhirnya jumlah lulusan untuk melanjutkan ke jenjang
pendidikan berikutnya.
Peserta didik (anak yatim) dikatakan mandiri dan mempunyai
disiplin apabila mereka mempunyai disiplin terhadap dirinya berdasarkan
kesadaran yang muncul dari dalam hati, bukan karena hukuman yang ada.
Tingkat kedisiplinan anak dapat dilihat berdasarkan wawancara dengan
Dra. Indiah Sri Maharsi selaku wali kelas Pamungkas Adi Madesa (SMP
Negeri 6 Sukoharjo) mengatakan bahwa “Pamungkas anak yang tertib, dan
tidak memiliki perbedaan sikap disiplin dengan teman-temannya yang lain
dan tidak memiliki catatan dengan guru BK. Hanya saja anak ini agak
pendiam, tapi lumayan pandai”. (Catatan Lapangan 7).
Hal serupa juga disampaikan oleh Sri Lestari, S. Pd selaku wali
kelas Ilham Taufiqurohman (SD Negeri Jetis IV) mengatakan bahwa
“Ilham anak yang pandai, mudah bergaul, tertib dan sopan kepada orang
lain. Dia cukup disiplin, tetapi terkadang sering ketiduran di kelas”.
(Catatan Lapangan 8). Berdasarkan wawancara dengan Hadi Prianto
selaku Guru Bimbingan Konseling (MTsN Sukoharjo) mengatakan bahwa:
“Eko Wahyono pada dasarnya anak yang cukup disiplin akan tetapi
pada hari Jum‟at tanggal 9 Maret 2012 dia merokok di sekolah.
Tindakan sekolah memberikan teguran dan membuat surat
pernyataan untuk tidak mengulangi lagi. Saya belum menghubungi
pihak panti karena anak tersebut baru kali ini melakukan
pelanggaran tata tertib”. (Catatan Lapangan 9).
Berdasarkan observasi di SD N Jetis 4 dan SMP N 6 Sukoharjo
masih terdapat anak yang melanggar tata tertib di sekolah seperti bermain
saat pelajaran, makan saat pelajaran dan mengantuk saat pelajaran. Pada
dasarnya anak yatim di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah cukup
disiplin ketika berada di sekolah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
117
Berdasarkan uraian di atas peneliti menyimpulkan bahwa outcome
yang diharapkan dari pendidikan moral yang telah diterapkan di Panti
asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” belum optimal. Hal ini
menunjukkan bahwa tingkat kesadaran anak untuk bersikap disiplin mulai
ada dan terbawa ke luar panti. Hanya saja terkadang pengaruh lingkungan
terutama teman sekolah sangat besar untuk melakukan pelanggaran tata
tertib.
Adapun tabel rencana dan hasil dari indikator outcome di atas adalah
sebagai berikut:
Tabel 12. Tabel Rencana dan Hasil dari Indikator Outcome
No Indikator
Outcome
Rencana Hasil
1 Tingkat
Kedisiplinan
Anak di Panti
Asuhan Anak
Yatim “Miftahul
Jannah”
Mencapai
kedisiplinan tanpa
melanggar tata teta
tertib panti yang ada
Kurang maksimal dalam
mencapai tingkat
kedisiplinan, terdapat anak
yang masih melanggar dan
masuk dalam buku catatan
pelanggaran (lihat lampiran
23)
2 Tingkat
Kedisiplinan
Anak di Sekolah
Melaksanakan
semua tata tertib di
sekolah dan
memiliki sikap
disiplin.
Kurang maksimal dalam
mencapai tujuan sikap
disiplin. Terdapat anak
yang melanggar tata tertib
di sekolah dan masuk
dalam buku catatan
pelanggaran di sekolah.
Sesuai dengan indikator dari efektivitas penerapan pendidikan moral di
atas, dapat disimpulkan bahwa penerapan pendidikan moral di Panti Asuhan Anak
Yatim “Miftahul Jannah” dikatakan kurang efektif sehingga masih ada anak yatim
yang belum terbentuk sebagai pribadi yang terdidik secara moral yang
mempunyai disiplin moral. Pribadi yang terdidik secara moral adalah seseorang
yang belajar (di sekolah atau dimanapun juga) untuk hidup dalam satu cara yang
merefleksikan kesan dan praktik kewajiban untuk mengembangkan norma-norma
dan cita-cita sosial. Maksudnya bahwa pribadi yang terdidik secara moral adalah
seseorang yang telah belajar untuk bertindak sesuai dengan aturan-aturan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
118
ada dan menjadi sadar dan bahagia dengan tindakan-tindakan dan nilai-nilainya.
Tetapi kenyataannya masih ada anak yatim yang belum terbentuk disiplin
moralnya yang merupakan kewajiban anak yatim sendiri untuk bersikap disiplin
terhadap tata tertib dan aturan yang ada di sekolah dan di panti ini berarti bahwa
mereka tidak mempunyai disiplin terhadap dirinya sendiri dan orang-orang di
sekitarnya.
Efektivitas bisa dilihat dengan perbandingan tingkat pencapaian dengan
tujuan yang telah disusun sebelumnya. Ini dapat dilihat di Panti Asuhan Anak
Yatim “Miftahul Jannah” sendiri dari indikator input, process, output dan
outcomes belum sesuai dengan yang diharapkan. Mengenai penerapan kegiatan
bimbingan pendidikan moralnya tidak seperti halnya pendidikan formal pada
umumnya (sekolah), sebab Panti Asuhan Anak yatim “Miftahul Jannah” sendiri
merupakan yayasan yang menyelenggarakan pendidikan nonformal bagi anak
yatim sehingga terdapat perbedaan dengan pendidikan formal pada umunya dalam
kegiatan belajar mengajarnya. Adapun perbedaannya yaitu dalam pendidikan
nonformal umunya tidak dibagi atas jenjang, waktu penyampaian materi
diprogram lebih pendek, usia siswa atau peserta didik tidak perlu sama, para
peserta didik umumnya berorientasi studi jangka pendek. Bila anak panti tersebut
ingin bertemu keluarga yang masih ada bisa meminta izin kepada penanggung
jawab harian terbatas hari minggu atau hari libur dengan meminta surat izin
(untuk lebih jelas silahkan lihat lampiran 22).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa efektivitas penerapan
pendidikan moral dapat juga dilihat dari aspek pengetahuan, sikap dan perilaku
anak yatim setelah mendapatkan pendidikan moral di panti. Adapun mengenai
pengetahuan anak yatim mengenai pendidikan moral sendiri belum efektif, hal ini
dikarenakan jenjang usia dan tingkat pendidikan yang berbeda sehingga tingkat
serapan masing-masing anak juga berbeda. Kemudian mengenai sikap dan
perilakunya juga belum efektif, hal ini dapat dilihat dari pada saat kegiatan
bimbingan kadang ada yang tidak ikut bimbingan dengan alasan malas atau
ketiduran, kemudian masih ada anak yatim yang tidak disiplin di sekolah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
119
3. Faktor yang Menjadi Kendala Sulitnya Penerapan Pendidikan yang
Moral Dalam Membentuk Disiplin Moral Pada Anak Yatim di Panti
Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”
Dalam pelaksanaan pendidikan moral dalam membentuk disiplin moral
mengalami berbagai kendala. Kendala dalam pelaksanaannya terbagi dalam
indikator input, process, output dan outcome.
a. Indikator Input
Indikator input ini mencakup:
1) Karakteristik Guru Pendidikan Moral
Pengasuh dalam memberikan pendidikan moral tidak berdasarkan
silabus. Hal ini berdasarkan kenyataan di lapangan yang peneliti lihat
pengasuh tidak membuatnya. Hal ini menjadikan kendala dalam penerapan
pendidikan moral yaitu tidak adanya acuan atau patokan pembelajaran
pendidikan moral. Akan tetapi untuk setiap pengasuh pada masing-masing
materi memiliki jadwal sekali dalam seminggu sebagai bentuk tanggung
jawab pengasuh dalam memberikan bimbingan moral kepada anak yatim.
Karakteristik guru pendidikan moral yang menjadi kendala adalah
semangat dan motivasi guru dalam memberikan pendidikan moral masih
sangat kurang.
Guru sebagai fasilitator yang membantu anak yatim dalam
memahami dan menghayati nilai-nilai moral kurang berkompeten. Hal ini
berdasarkan wawancara dengan H. Moryono, H I mengatakan bahwa:
“Faktor yang mempengaruhi penerapan pendidikan moral adalah cara
penyampaian ustaz dalam memberikan materi. Bahan ajar yang
diberikan ustadz kurang terstruktur, stretegi pembelajaran yang
diberikan sama untuk semua anak baik yang sudah remaja maupun
yang masih anak-anak”. (Catatan Lapangan 1).
Kemudian berdasarkan hasil wawancara dengan H. Sunaryo, BA
mengatakan bahwa “Penyampaian materi kepada anak saya lakukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
120
dengan strategi yang sama tanpa memandang usia mereka, saya anggap
mereka sudah paham dengan apa yang saya jelaskan”. (Catatan Lapangan
2). Sedangkan menurut hasil wawancara dengan Eko Wahyono
mengatakan bahwa “Ustaz dalam memberikan materi membosankan dan
saya biasanya langsung mengantuk terkadang materi minggu lalu diulang
kembali”. (Catatan Lapangan 4). Hal serupa juga disampaikan oleh Ilham
Taufiqorohman yang mengatakan bahwa “Ustaz sering menyampaikan
materi yang sama secara berulang-ulang setiap minggunya”. (Catatan
Lapangan 6).
Ini berarti bahwa pengasuh kurang antusias terhadap perubahan
perilaku anak yatim dan kurangnya waktu untuk bimbingan sikap dan
akhlaq sehingga membuat tidak efektifnya penerapan pendidikan moral di
Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”. Selain itu, ustadz yang
memberikan materi juga tidak memberikan materi karena ada acara yang
lain. Hal ini mengakibatkan proses pembelajaran di panti menjadi
terhambat. Jadi intinya seorang pendidik tidak dilihat dari bagaimana
kemampuannya mengembangkan ilmu pengetahuan tetapi dilihat dari
bagaimana pendidik menyampaikan materi dan melaksanakan
pembelajaran yang menarik dan dapat dimengerti oleh peserta didiknya.
2) Fasilitas
Fasilitas yang diberikan pihak Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul
Jannah” menurut pengasuh dan peserta didik (anak yatim) dapat dikatakan
baik, hal tersebut dapat dilihat dari fasilitas kelas yang digunakan untuk
bimbingan kegiatan pendidikan moral yaitu berupa meja, papan tulis,
spidol masih layak untuk digunakan. Namun pada kenyataannya Panti
Asuhan “Miftahul Jannah” masih dalam proses pembangunan sehingga
dengan keterbatasan fasilitas kegiatan belajar mengajar dilaksanakan
dengan duduk di lantai (lesehan).
Berdasarkan wawancara dengan H. Sunaryo, BA mengatakan
bahwa “Fasilitas di panti cukup lumayan terdapat papan tulis, spidol,
penghapus, meja hanya saja tidak terdapat kursi sehingga anak-anak duduk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
121
di bawah (lantai) padahal lantainya dingin, yang saya takutkan anak-anak
akan mudah sakit akan lebih baik jika diberi alas duduk”. (Catatan
Lapangan 2). Hal serupa juga disampaikan oleh H. Mudjidi, S.Ag., S.Pd.
mengatakan bahwa “Fasilitasnya cukup memadai dan dapat digunakan
semaksimal mungkin sehingga akan membantu proses pembelajaran,
tetapi suasana pembangunan yang sedang berjalan sangat mengganggu”.
(Catatan Lapangan 3).
Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti, fasilitas
pendukung kegiatan pembelajaran memadai sudah terdapat 2 buah papan
tulis, 3 buah spidol, penghapus dan meja yang masih baru dan layak untuk
digunakan. Selain itu kondisi ruang kelas juga nyaman dan terang (untuk
lebih jelas dapat dilihat lampiran 17). Akan tetapi kondisi lantai yang
begitu dingin tanpa adanya alas duduk yang memadai mengakibatkan anak
sering flu.
Jadi peneliti menyimpulkan bahwa fasilitas sebagai pendukung
pendidikan moral di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” masih
kurang sehingga mengganggu pelaksanaan pembelajaran dan menjadi
faktor kendala penerapan pendidikan moral. Akan tetapi pada dasarnya
kondisi ruang kelas sudah nyaman dan sangat mendukung proses
pembelajaran tetapi ketika pembangunan berjalan akan menimbulkan
kebisingan dan mengganggu konsentrasi siswa.
3) Perlengkapan
Perlengkapan merupakan segala sesuatu penunjang kesuksesan
dalam penerapan pendidikan moral di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul
Jannah”, seperti perpustakaan, buku pelajaran penunjang, ruang kelas yang
nyaman. Perlengkapan dalam kegiatan bimbingan pendidikan moral dapat
dikatakan kurang, karena tidak memiliki LCD pribadi. Padahal dengan
adanya LCD dapat membantu dalam penerapan pendidikan moral
misalnya dengan diputarkannya film-film motivasi dan mendidik yang
dapat menumbuhkan semangat anak yatim untuk menjadikan sikap
disiplin yang lebih baik. Akan tetapi perlengkapan pendidikan moral di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
122
dalam Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” dikatakan kurang, hal
ini seperti hasil wawancara dengan H. Moryono H I mengatakan bahwa
“Untuk sarana masih banyak yang dalam proses pembangunan jadi
sebagian belum jadi seperti perpustakaan seruang dengan ruang kelas,
buku-buku bacaan dan pendamping masih kurang”. (Catatan Lapangan 1).
Kemudian berdasarkan hasil wawancara dengan H. Sunaryo, BA
mengatakan bahwa “Panti asuhan belum memiliki ruang perpustakaan,
rencananya nanti di lantai 2 yang sekarang masih dibangun, belum ada
LCD juga”. (Catatan Lapangan 2). Sedangkan menurut hasil wawancara
dengan H. Mudjidi, S. Ag., S. Pd mengatakan bahwa “Sarana prasarana
masih kurang terutama LCD karena terhambat proses pembangunan yang
masih belum selesai sehingga menghambat proses belajar mengajar”.
(Catatan Lapangan 3).
Jadi intinya bahwa perlengkapan dalam penerapan pendidikan
moral di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” terkendala proses
pembangunan yang belum selesai selain itu belum tersedianya LCD.
Mewujudkan sikap disiplin moral yang baik pada diri anak yatim tidaklah
mudah karena menyangkut kebiasaan hidup mereka yang biasanya hidup
bebas tanpa aturan. Sehingga disini dibutuhkan keahlian dari seseorang
ustaz untuk memilih metode yang tepat agar apa yang diajarkan dapat
diterima oleh anak yatim.
4) Materi Pembelajaran
Penerapan materi pendidikan moral dikembangkan tidak mengacu
pada materi pokok. Dalam Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”
pengasuh penidikan moral dalam memberikan materi tidak menggunakan
materi yang sesuai dengan silabus, pengasuh memberikan materi sesuai
dengan apa yang ingin disampaikan pengasuh, sebab disini setiap
pengasuh tidak membuat silabus tidak seperti pendidikan formal, sehingga
tidak ada yang dijadikan acuan. Sedangkan untuk sumber buku yang
digunakan oleh pengasuh pendidikan moral di Panti Asuhan Anak Yatim
“Miftahul Jannah” ada yang menggunakan lebih dari sumber dan ada juga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
123
yang tidak memakai buku pedoman (acuan) atau buku paket. Hal ini dapat
dilihat dari hasil wawancara dengan H. Moryono, H I selaku pengasuh dan
penanggung jawab harian mengatakan bahwa
Mengenai silabus Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”
tidak membuat karena Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul
Jannah” ini bukan seperti pendidikan formal yang ada melainkan
merupakan pendidikan informal yang berperan sebagai pengganti
keluarga yang telah meninggal dunia. Untuk sumber buku yang
digunakan tidak hanya 1 buku tergantung dari pengasuh. (Catatan
Lapangan 1).
Berdasarkan hasil wawancara dengan H. Sunaryo, BA mengatakan
bahwa “Mengenai silabus saya tidak pernah membuat, sedangkan dalam
mengajar saya tidak memakai buku pedoman atau buku paket ”. (Catatan
Lapangan 2). Sedangkan berdasarkan hasil wawancara dengan H. Mudjidi,
S. Ag., S.Pd. mengatakan bahwa “Dulu ketika saya mengajar saya
membuat silabus, tapi kesininya saya sudah tidak membuat. Buku yang
saya gunakan tidak hanya 1 buku ada buku tentang akhlaq dan agama”.
(Catatan Lapangan 3).
Jadi dapat dsimpulkan bahwa mengenai materi pembelajaran
belum disusun secara terprogram. Padahal sebagai sub sistem pendidikan
nasional seharusnya Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” yang
menyelenggarakan pendidikan nonformal dalam memberikan materi
pendidikan moral harusnya diprogram secara teratur, agar jelas materi apa
saja yang akan diberikan kepada peserta didik (anak yatim) dan
disesuaikan dengan kemampuan peserta didik. Selain itu sumber buku
yang digunakan masih ada beberapa pengasuh yang tidak menggunakan
buku pedoman dalam mengajar. Kemudian seperti yang peneliti lihat di
lapangan sumber buku tersebut hanya menjadi pegangang pengasuh saja,
anak yatim tidak diberikan kopiannya, sehingga akan sulit bagi anak yatim
untuk dapat memahami apa yang diajarkan oleh pengasuh. Hal tersebut
yang menjadi kendala penerapan pendidikan moral dalam membentuk
disiplin moral di Panti Asuhan anak Yatim “Miftahul Jannah”.
5) Metode Pembelajaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
124
Metode dapat diartikan sebagai model atau pendekatan
pembelajaran yang tepat untuk memperlancar kegiatan pembelajaran.
Untuk menyampaikan materi pembelajaran kepada peserta didik
diperlukan suatu metode pembelajaran yang tepat. Metode pembelajaran
yang digunakan hendaknya disesuaikan dengan tujuan dan materi
pelajaran yang akan dikuasai oleh peserta didik (anak yatim).
Menanamkan nilai-nilai pendidikan moral pada anak yatim tidaklah
mudah, apalagi sasarannya pada anak yatim yang sejak awal tidak pernah
mendapatkan bimbingan dari orang tua, sehingga dibutuhkan seorang
pengasuh yang berkompetensi untuk dapat memilih model pembelajaran
dan metode yang cocok agar anak yatim tertarik dan mudah memahami
materi yang diberikan serta agar tidak membosankan. Anak juga memiliki
jenjang usia dan pendidikan yang berbeda Seperti hasil wawancara dengan
H. Moryono H. I. mengatakan bahwa “Dalam penyampaian materi
tergantung dari bagaimana pengasuh menyampaikannya agar anak yatim
dapat memahami apa yang diajarkan”. (Catatan Lapangan 1). Kemudian
berdasarkan hasil wawancara dengan H. Sunaryo, BA mengatakan bahwa
“Cara penyampaian materi oleh pengasuh mempengaruhi tingkat
pemahaman anak yatim dan saya selalu melakukan inovasi pembelajaran
yang dilakukan di dalam dan di luar kelas”. (Catatan Lapangan 2).Hal ini
juga dikuatkan berdasarkan hasil wawancara dengan H. Mudjidi, S.Ag.,
S.Pd. yang mengatakan bahwa:
Dalam memberikan materi juga tergantung dari bagaimana cara
pengasuh menyampaikan materi tersebut. Saya memberikan materi
kepada anak yatim tidak hanya menggunakan metode ceramah dan
tanya jawab saja tetapi dengan membuka materi sebelum mengajar
dengan menyanyi lagu islami dan memberikan kata kunci dari
materi yang akan saya sampaikan. Hal ini agar anak yatim tidak
merasa bosan. (Catatan Lapangan 4).
Dengan memberikan kata kunci pada saat menerangkan materi
seperti yang dilakukan H. Mudjidi, S. Ag., S.Pd. diharapkan dapat
membantu anak yatim agar mereka mengerti dan paham maksud dari
materi yang diberikan pengasuh. Namun kenyataan di lapangan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
125
peneliti lihat tidak semua pengasuh dalam mengajar memberikan kata
kunci dari materi yang mereka berikan kepada anak yatim.
Berdasarkan wawancara tersebut dapat disimpulkan kegiatan
belajar mengajar atau kegiatan bimbingan di dalam Panti Asuhan Anak
Yatim “Miftahul Jannah” dilaksanakan dengan metode yang sama untuk
semua anak sehingga daya serap anak terhadap materi yang diajarkan oleh
ustadz berbeda. Hal ini menjadi kendala penerapan pendidikan moral
dalam membentuk disiplin moral pada anak yatim.
Adapun tabel kendala dan upaya mengatasi kendala dari indikator input di atas
adalah sebagai berikut:
Tabel 13. Kendala dan Upaya Mengatasi dari Indikator Input
No Indikator Input Kendala Upaya Mengatasi
1 Karakteristik
guru (pengasuh)
pendidikan
moral
Motivasi dan semangat
guru dalam memberikan
materi kurang antusias
sehingga terkadang
pembelajaran
dikosongkan.
Adanya absensi
kehadiran guru dalam
memberikan materi
ba‟da ashar serta
teguran kepada guru.
2 Fasilitas Belum terdapat kursi,
pembelajaran dilaksanakan
dengan duduk di lantai
(lesehan) mengakibatkan
anak sering flu.
Pembelian kursi, kalau
belum ada dana bisa
dilakukan dengan
pembelian karpet
untuk alas duduk anak.
3 Perlengkapan Tidak adanya LCD dan
kurangnya sarana
prasarana penunjang
pendidikan moral seperti
alat peraga.
LCD dapat diganti
dengan VCD yang
telah tersedia di kantor
untuk pemutaran film-
film motivasi
4 Materi
Pembelajaran
Anak yatim hanya
dijelaskan materinya saja
tanpa diberikan fotokopian
materi yang diajarkan dan
ada pengasuh yang tidak
menggunakan buku
pedoman atau buku paket
dalam memberikan materi
Pemberian fotocopi
materi yang diajarkan
kepada anak yatim
akan membantu anak
untuk meresapi apa
yang dijelaskan guru.
5 Metode
Pembelajaran
Dengan perbedaan jenjang
usia dan pendidikan
mengakibatkan daya serap
anak terhadap materi yang
Ustadz dalam
memberikan materi
dengan metode yang
berbeda-beda sesuai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
126
diajarkan tidak sama. dengan usia dan
tingkat pendidikan
anak yatim.
b. Indikator Process
Indikator proses ini mencakup:
1) Perilaku Administratif Guru
Guru dalam Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” disebut
sebagai pengasuh atau ustadz, sedangkan anak yatim sebagai peserta
didiknya. Pengasuh harus mempunyai kemampuan untuk memberikan
motivasi kepada anak yatim untuk belajar giat dan menanamkan
kepercayaan kepada anak yatim untuk mempelajari sesuatu sesuai dengan
minat dan kemampuannya berdasarkan tata tertib dan peraturan yang ada
di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” yang harus
dikembangkan.
Berdasarkan wawancara dengan H. Moryono H. I. mengatakan
bahwa “Pada dasarnya ustadz pendidikan moral telah memiliki kualitas
yang sangat bagus, tetapi karena kesibukan masing-masing ustadz jadi
sering kosong”. (Catatan Lapangan 1). Hal serupa juga disampaikan oleh
H. Sunaryo, BA mengatakan bahwa “Saya berusaha untuk tetap mengisi
bimbingan walau terkadang berbenturan dengan kegiatan di luar. Selain itu
ketika saya bisa hadir untuk mengajar, sikap dan materi sudah saya
persiapan agar menarik dan mudah dipahami”. (Catatan Lapangan 2).
Berdasarkan wawancara dengan H. Mudjidi, S.Ag., S.Pd.
mengatakan bahwa:
Dalam pembelajaran saya selalu memberikan motivasi kepada anak
untuk selalu mengembangkan bakat yang diminati dan
melaksanakan tata tertib yang ada di panti. Dalam mengarahkan
anak saya selalu memberikan kepercayaan kepada mereka untuk
dapat menjadi insan yang berkualitas dan saya berusaha untuk
dapat memberikan contoh yang baik kepada anak-anak. (Catatan
lapangan 3).
Berdasarkan wawancara di atas pengasuh hendaknya menjadi
contoh dan motivator dalam penanaman nilai-nilai moral dan menjadi suri
teladan dalam aplikasi pendidikan moral. Jadi berhasil tidaknya suatu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
127
proses pendidikan juga dipengaruhi oleh pengasuh yang ada. Pengasuh
pendidikan moral harus memberikan contoh atau teladan yang baik kepada
semua anak yatim dan harus pandai memilih strategi dalam memberikan
materi khususnya materi pendidikan moral agar menarik dan mudah
dipahami anak yatim.
2) Alokasi Waktu Guru
Waktu yang digunakan guru untuk menyampaikan materi kepada
anak didik dilaksanakan ba‟da ashar di ruang belajar. Waktu yang
digunakan harus memadai sehingga dapat digunakan secara efektif.
Alokasi waktu yang digunakan untuk pendidikan moral 1½ jam. Akan
tetapi terkadang ustadz yang mmeberikan materi pendidikan moral datang
terlambat sehingga pembelajaran molor antara 30-60 menit. Hal tersebut
dapat dilihat berdasarkan hasil wawancara dengan H. Moryono, H I
mengatakan bahwa “Waktu untuk pendidikan moral 1½ jam, tetapi ustadz
sering datang terlambat untuk memberikan materi kepada anak”. (Catatan
Lapangan 1). Menurut hasil wawancara dengan H. Sunaryo, BA
mengatakan bahwa “Untuk waktu pendidikan moral khususnya bimbingan
sikap 1½ jam, manurut saya kurang karena 1 minggunya hanya 1 kali,
selain itu saya biasanya agak molor saat datang karena ada acara di luar”.
(Catatan Lapangan 2).
Sedangkan berdasarkan hasil wawancara dengan H. Mudjidi,
S.Ag., S.Pd. mengatakan bahwa “Waktu untuk pembinaan akhlaq 1½ jam
untuk 1 kali pertemuan, menurut saya waktu tersebut kurang karena anak
yatim membutuhkan waktu yang sedikit lebih banyak agar anak yatim
paham dan mengerti materi yang saya ajarkan”. (Catatan Lapangan 3).
Jadi dapat disimpulkan bahwa waktu yang diberikan kepada
pengsuh pendidikan moral dirasa masih kurang, apalagi berdasarkan
kenyataan yang peneliti lihat di lapangan pengasuh kadang tidak mengisi
pada saat jam bimbingan karena ada halangan tugas di luar panti.
Sedangkan waktu untuk pembinaan agama untuk pengasuh kurang karena
jumlah anak yatim yang banyak membutuhkan waktu yang banyak pula
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
128
agar anak yatim paham dan mengerti yang diajarkan. Hal ini menjadi
kendala penerapan pendidikan moral dilihat dari segi alokasi waktu guru.
3) Alokasi Waktu Peserta Didik
Alokasi waktu peserta didik dalam pembelajaran pendidikan moral
di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” dirasakan sudah cukup
bagi anak yatim hanya saja waktu tersebut tidak efektif bagi mereka
karena anak yatim sendiri yang membuat waktu tersebut tidak efektif, hal
tersebut dapat dilihat dari hasil wawancara (anak yatim) Eko Wahyono,
yang mengatakan bahwa “Saya terkadang tidak ikut kegiatan bimbingan
karena malas, saya sedikit sulit memahami apa yang diajarkan oleh
ustadz”. (Catatan Lapangan 4). Hal ini juga dikuatkan berdasarkan hasil
wawancara dengan Pamungkas Adi Madesa mengatakan bahwa “Kadang
waktu bimbingan saya ketiduran di kamar karena saya kecapekan
mengerjakan tugas sekolah”. (Catatan Lapangan 5). Hal serupa juga
dikatakan oleh Ilham Taufiqurohman pada hari Minggu tanggal 15 April
2012 mengatakan bahwa “Kadang saya malas mengikuti kegiatan
bimbingan, karena saya ketiduran di kamar, biasanya saya dibangunin,
selain itu saya mengikuti kegiatan ekstrakurikuler di sekolah terkadang
saya ijin untuk tidak mengikuti kegiatan ba‟da ashar tersebut”. (Catatan
Lapangan 6).
Selain itu terkadang ustaz tidak datang dalam bimbingan, pikiran
anak menjadi terpola setiap hari bahwa ustaz tidak datang dan
menimbulkan rasa malas untuk mengikuti pendidikan moral. Kendala
penerapan pendidikan moral yaitu kurang pandainya anak yatim dalam
membegi waktu antara belajar, bermain dan tidur siang sehingga terkadang
pada jam belajar ba‟da ashar justru mereka masih tertidur karena masih
mengantuk.
Adapun tabel kendala dan upaya mengatasinya dari indikator prosess di
atas adalah sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
129
Tabel 14. Kendala dan Upaya Mengatasinya dari Indikator Prosess
No Indikator Proses Kendala Upaya Mengatasi
1 Perilaku
Adminisrasi
Guru dalam
memberikan materi
tidak menggunakan
strategi yang
bervariasi
Guru dalam menggunakan
strategi dalam
memberikan materi secara
bervariasi.
2 Alokasi waktu
Guru
Dalam memberikan
materi guru sering
datang terlambat
sehingga yang
seharusnya 1½ jam
berkurang 30-60
Menit.
Adanya absensi yang
mencatat kehadiran guru,
selain itu adanya saran
dari penanggung jawab
harian agar guru shalat
ashar di masjid panti saja.
3 Alokasi waktu
peserta didik
Waktu 1½ jam yang
dimiliki anak yatim
sering molor karena
tertidur.
Pihak panti harus
memperketat jadwal
kegiatan sehari-hari anak
agar anak dapat mengikuti
sesuai jadwal yang telah
ada di panti.
c. Indikator Output
Indikator output ini mencakup:
1) Hasil-hasil yang Berhubungan dengan Prestasi Belajar
Prestasi belajar adalah hasil yang tampak dari kegiatan menggali
ilmu dan ketrampilan. Prestasi belajar bisa dinilai dari tiga aspek yaitu
aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Penerapan pendidikan moral tidak
hanya melihat pada aspek kecerdasan kognitif saja melainkan juga perlu
memperhatikan aspek afektif dan psikomotorik. Sebab penerapan
pendidikan moral sendiri bertujuan untuk mengembangkan watak maupun
karakter dari anak yatim kearah yang lebih baik agar menjadi manusia
yang bermoral dan hidup normatif di dalam masyarakat. Ustadz tidak
secara rutin membuat nilai hasil belajar siswa yang seharusnya diberikan
setiap bulannya, hal ini mengakibatkan semangat anak untuk belajar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
130
menjadi berkurang. Berdasarkan wawancara dengan H. Moryono, H I
mengatakan bahwa:
Hasil dari pembelajaran di panti asuhan meliputi aspek kognitif,
afektif dan psikomotor dengan nilai (BB) Baik sekali, (B) Baik, (C)
Cukup dan (K) Kurang. Penilaiannya meliputi beberapa macam
termasuk ketaatan dan kedisiplinan. Dengan adanya laporan nilai
kegiatan anak ini nantinya akan terlihat hasil dari pembelajaran.
Akan tetapi ustadz tidak secara rutin membuat penilaian bulanan.
(Catatan Lapangan 1).
Hal serupa juga disampaikan oleh H. Sunaryo, BA selaku ustadz
bimbingan sopan santun dan perilaku anak yang menyampaikan “Anak-
anak sudah tinggal di panti memiliki nilai dan prestasi yang baik dalam
materi sopan santun, hal ini dapat dilihat dalam Laporan Nilai Kegiatan
Anak sopan santun minimal memperoleh nilai (B) Baik. (Catatan
Lapangan 2)
Berdasarkan wawancara dengan H. Mudjidi, S.Ag., S.Pd. “Hasil
dari pendidikan moral yang diajarkan di panti asuhan dapat kita lihat
sekarang, hanya pada anak yang usianya masih kecil kesadaran mereka
belum muncul tapi hanya mengikuti kakak-kakak saja”. (Catatan
Lapangan 3).
Dalam penilaian mengenai prestasi belajar khususnya dalam hal
penilaian sikap dari perilaku peserta didik dalam hal ini adalah anak yatim
dilakukan oleh pembimbing dari masing-masing anak yatim dengan
memperhatikan beberapa kriteria yang pada hasil akhirnya penilaian
tersebutlah yang menentukan apakah anak yatim sudah dirasa cukup untuk
mendapatkan pembinaan selama di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul
Jannah” yang dilihat dari berbagai aspek kegiatan bimbingan, salah
satunya pendidikan moral. Penilaian tersebut juga dilakukan oleh ustaz
melalui absensi anak yatim dalam mengikuti kegiatan bimbingan selama di
Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”. Kemudian untuk melihat
prestasi belajar anak yatim dari segi ketrampilan dapat dilihat dari hasil
karya anak yatim sendiri selama mereka mengikuti kegiatan bimbingan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
131
ketrampilan. Akan tetapi masih terdapat anak yang sering tidak mengikuti
kegiatan belajar hal ini mengakibatkan prestasi belajar mereka kurang.
2) Hasil-hasil yang Berhubungan dengan Perubahan Sikap yang Konsisten
Perubahan perilaku belajar bukan hanya sekedar memperoleh
pengetahuan semata, tetapi termasuk memperoleh perubahan dalam sikap
disiplinnya. Sehingga dalam hal ini peran pendidikan moral baik dalam
sekolah formal maupun nonformal sangat penting dalam membentuk
kepribadian peserta didik yang memiliki moral, berbudi pekerti dan
berakhlak mulia, sebab peserta didik yang memiliki kecerdasan intelektual
setinggi apapun tidak akan bermanfaat secara positif bila tidak memiliki
kecerdasan afektif secara emosional, sosial, maupun spiritual. Sikap yang
dimiliki anak hanya ketika ustadz tersebut memberikan materi
pembelajaran di kelas dan anak akan mengulang kesalahan yang sama
besuk paginya. Berdasarkan wawancara dengan H. Moryono, H I selaku
penanggung jawab harian di panti “Anak pada dasarnya sudah memiliki
sikap disiplin hanya saja penerapan hanya terbatas ketika ada pengasuh
dan ustadz” (Catatan Lapangan 1).
Hal serupa juga disampaikan H. Sunaryo, BA selaku ustadz
bimbingan sopan santun dan perilaku anak “Sikap anak dapat dilihat dari
keikutsertaannya dalam semua kegiatan bimbingan di panti, misalnya
dalam kegiatan sholat dan kegiatan bimbingan lainnya masih saja ada yang
tidak ikut, padahal tidak sedang berhalangan tetapi karena malas” (Catatan
Lapangan 2).
Hal serupa juga disampaikan H. Mudjidi, S.Ag, S. Pd menyatakan
bahwa:
Perubahan sikap belum begitu terlihat pada diri anak, anak masih
bimbang dan ragu dalam melaksanakan peraturan. Akan tetapi
secara sikap anak sudah tertib. Seiring kedewasaan umur dan pola
piket mereka akan mengakibatkan timbulnya sikap konsisten pada
anak. Kalau untuk saat ini belum terlihat sikap konsisten pada
anak. Anak masing terkadang menaati peraturan terkadang juga
melanggar peraturan yang lain. (Catatan Lapangan 3).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
132
Berdasarkan wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa anak
belum secara konsisten memiliki sikap disiplin. Anak pada suatu waktu
menaati peraturan dan pada peraturan yang lain mereka masih melanggar.
Hal ini menunjukkan masih adanya rasa takut pada diri anak untuk
melaksanakan tata tertib karena adanya pengasuh atau ustadz sehingga
sikap disiplin yang dimiliki anak karena perasaan takut. Hal ini menjadi
kendala penerapan pendidikan moral yang ditunjukkannya dalam
kehidupan sehari-harinya baik selama mereka di panti asuhan maupun saat
mereka berada di sekolah. Ini menandakan bahwa sikap dan perilaku dari
anak yatim sendiri belum menunjukkan disiplin moral karena anak yatim
sendiri bertindak tidak karena kewajiban kewajiban. Selain itu juga dapat
dilihat dari skor pelanggaran siswa di masing-masing sekolah dimana anak
yatim tersebut bersekolah.
Adapun tabel kendala dan upaya mengatasinya dari indikator output di
atas adalah sebagai berikut:
Tabel 15. Kendala dan Upaya Mengatasinya dari Indikator Output
No Indikator
Output
Kendala Upaya Mengatasi
1 Hasil yang
berhubungan
dengan
prestasi belajar
Kurang maksimal dalam
mencapai aspek kognitif,
afektif, dan psikomotorik
karena faktor dari anak
yatim (sebagai peserta
didik) sendiri yang
memiliki usia yang masih
sangat kecil, dan ustadz
yang memberikan materi
tidak disesuaikan dengan
kemampuan, usia dan
jenjang pendidikan anak
yatim, dan diberikan
secara bersama-sama
Adanya pendekatan
personal kepada anak
agar dalam memberikan
materi dapat disesuaikan
dengan usia dan jenjang
pendidikan anak
sehingga dalam melihat
prestasi belajar anak
juga lebih mendalam.
2 Hasil yang
berhubungan
dengan
perubahan
sikap
Belum tumbuhnya
kesadaran dalam diri anak
dalam melaksanakan tata
tertib yang ada di panti
maupun di sekolah bukan
didasarkan kewajiban
Guru memberikan
pengertian, motivasi dan
semangat kepada anak
untuk melaksanakan tata
tertib itu berdasarkan
pada kewajiban.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
133
mereka.
d. Indikator Outcome
Indikator outcome ini meliputi:
1) Tingkat Kedisiplinan Anak di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul
Jannah”
Pendidikan moral yang dilaksanakan bertujuan untuk menjadikan
peserta didik menjadi anak yang bermoral dan memiliki disiplin yang
tinggi terhadap peraturan yang ada. Oleh karena itu perlu dilihat sejauh
mana anak melaksanakan tata tertib yang terdapat di panti sebelum melihat
pelaksanaan tata tertib di sekolah. Guru sebagai teladan bagi anak yatim di
panti tidak memberikan contoh yang baik dimana ketika jadwal mengajar
ustadz tidak datang mengajar. Berdasarkan wawancara dengan H.
Moryono, HI yang mengatakan bahwa “Tingkat kedisiplinan anak dalam
melaksanakan tata tertib cukup untuk usia mereka. Hanya saja terkadang
ustadz yang seharusnya memberikan materi tidak datang tanpa
meninggalkan materi agar anak dapat belajar sendiri”. (Catatan Lapangan
1).
Berbeda dengan yang disampaikan H. Sunaryo, BA yang
mengatakan bahwa “Anak cenderung kurang disiplin bila ada kegiatan
pembelajaran, ada beberapa anak yang tidak hadir tetapi dalam sopan
santun anak sangat baik”. (Catatan Lapangan 2). Hal serupa juga
disampaikan oleh H. Mudjidi, S.Ag, S. Pd yang mengatakan bahwa
“Masalah kedisiplinan anak masih kurang, ketika pembelajaran saya masih
terdapat anak yang tidak hadir apalagi anak yatim yang masuk santunan
luar”. (Catatan Lapangan 3).
Hal tersebut sesuai dengan observasi yang dilakukan peneliti di
lapangan pada hari Minggu tanggal 15 April 2012 pukul 16.00 dimana
masih terdapat anak yang tidak mengikuti kegiatan pembelajaran
bimbingan sikap, ini menunjukkan bahwa beberapa anak tidak memiliki
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
134
sikap disiplin terhadap peraturan, dan beberapa lagi yang datang dalam
pembelajaran hanya tidur saja. Hal ini menunjukkan kesadaran anak untuk
melaksanakan disiplin hanya faktor dari luar bukan kesadaran dari dalam
dirinya untuk bersikap disiplin.
Dari wawancara dan observasi tersebut dapat ditarik kesimpulan
bahwa anak yatim di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” masih
kurang dalam melakukan sikap disiplin karena anak yatim masih ada yang
melanggar tata tertib panti. Selain itu kehadiran ustadz dalam kegiatan
bimbingan juga tidak disiplin hal ini mengakibatkan proses pembelajaran
moral yang dilakukan bada‟ ashar mengalami kendala.
2) Tingkat Kedisiplinan Anak di Sekolah
Target terakhir pendidikan nonformal juga berbeda dengan
pendidikan formal (sekolah), dalam pendidikan nonformal adalah
bagaimana peserta didik dapat menerapkan hasil pendidikannya dalam
dunia sosial kemasyarakatan. Berbeda dengan pendidikan formal (sekolah)
yang target akhirnya jumlah lulusan untuk melanjutkan ke jenjang
pendidikan berikutnya. Pada dasarnya beberapa anak yatim sudah
memiliki sikap disiplin di sekolah. Akan tetapi masih terdapat anak yang
memiliki sikap disiplin dan kurangnya kunjungan pihak panti untuk
mengetahui kondisi anak di sekolah.
Tingkat kedisiplinan anak dapat dilihat berdasarkan wawancara
dengan Dra. Indiah Sri Maharsi selaku wali kelas Pamungkas Adi Madesa
(SMP Negeri 6 Sukoharjo) mengatakan bahwa “Pamungkas anak yang
tertib, dan tidak memiliki perbedaan sikap disiplin dengan teman-
temannya yang lain dan tidak memiliki catatan dengan guru BK. Hanya
saja anak ini agak pendiam, tapi lumayan pandai”. (Catatan Lapangan 7).
Hal serupa juga disampaikan oleh Sri Lestari, S. Pd selaku wali kelas
Ilham Taufiqurohman (SD Negeri Jetis IV) mengatakan bahwa “Ilham
anak yang pandai, mudah bergaul, tertib dan sopan kepada orang lain. Dia
cukup disiplin, tetapi terkadang sering ketiduran di kelas”. (Catatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
135
Lapangan 8). Berdasarkan wawancara dengan Hadi Prianto selaku Guru
Bimbingan Konseling (MTsN Sukoharjo) mengatakan bahwa:
“Eko Wahyono pada dasarnya anak yang cukup disiplin akan tetapi
pada hari Jum‟at tanggal 9 Maret 2012 dia merokok di sekolah.
Tindakan sekolah memberikan teguran dan membuat surat
pernyataan untuk tidak mengulangi lagi. Saya belum menghubungi
pihak panti karena anak tersebut baru kali ini melakukan
pelanggaran tata tertib”. (Catatan Lapangan 9).
Berdasarkan uraian di atas peneliti menyimpulkan bahwa outcome
yang diharapkan dari pendidikan moral yang telah diterapkan di Panti
asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” masih memiliki kendala yaitu
pengaruh teman-teman di sekolah selain itu kurangnya komunikasi yang
inten antara sekolah dengan pihak panti asuhan mengakibatkan problem
anak di sekolah tidak sampai pada panti asuhan sebagai wali anak. Hal ini
menunjukkan bahwa tingkat kesadaran anak untuk bersikap disiplin mulai
ada dan terbawa ke luar panti. Hanya saja terkadang pengaruh lingkungan
terutama teman sekolah sangat besar untuk melakukan pelanggaran tata
tertib.
Adapun tabel kendala dan upaya mengatasinya dari indikator outcome
di atas adalah sebagai berikut:
Tabel 16. Tabel Rencana dan Kendala dari Indikator Outcome
No Indikator Outcome Kendala Upaya mengatasi
1 Tingkat
Kedisiplinan Anak
di Panti Asuhan
Anak Yatim
“Miftahul Jannah”
Sikap ustadz yang
memberikan materi
pendidikan moral
tidak disiplin
mengenai kehadiran
dalam memberikan
materi ba‟da ashar.
Ustadz sebagai contoh
dan teladan anak
menunjukkan sikap
disiplin mengenai
kehadiran kepasa anak
sehingga anak akan
mencontoh apa yang
dilihatnya.
2 Tingkat
Kedisiplinan Anak
di Sekolah
Lingkungan sekolah
mempengaruhi sikap
anak yatim di sekolah
dan kurangnya
kunjungan yang
dilakukan pihak panti
asuhan.
Panti asuhan
melakukan kunjungan
rutin ke sekolah
dimana anak tersebut
menerima pelajaran
sebulan sekali.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
136
B. Temuan Studi
Berdasarkan data penelitian yang dipaparkan di atas, peneliti menemukan
beberapa temuan studi yaitu:
1. Strategi Penerapan Pendidikan Moral yang Digunakan Panti Asuhan Anak
Yatim “Miftahul Jannah”
Strategi penerapan pendidikan moral yang digunakan Panti Asuhan Anak
Yatim “Miftahul Jannah” antara lain:
a. Modeling keteladanan/contoh
Strategi pendidikan moral yang digunakan pengasuh dalam
memberikan materi pendidikan moral dengan menggunakan keteladanan dan
penguatan positif negatif. Pengasuh selalu menjaga perilaku disiplin dan tutur
katanya. Strategi ini menuntut peran pengasuh sebagai strategi yang baik
yang dapat ditiru oleh anak yatim, dan juga anak yatim harus mampu
mengambil keteladanan dari para pengasuh. Perilaku yang dapat dijadikan
teladan oleh anak yatim dari pengasuh antara lain misalnya dalam
menyelesaikan masalah secara adil, menghargai pendapat anak yatim,
mengkritik orang lain secara santun, mau mendengarkan pendapat, ide, dan
saran-saran dari orang lain. Harapannya perilaku dan sikap disiplin dari anak
yatim dapat berubah dengan adanya keteladanan dari pengasuh. Jadi sebagai
seorang pengasuh harus menjaga tutur katanya, berhati-hati dalam bertindak
dan berperilaku, supaya tidak tertanamkan nilai-nilai negatif dalam diri anak
yatim.
Hal ini sesuai dengan apa yang apa yang dikatakan oleh Ki Hajar
Dewantara (Nurul Zuriah, 2008: 113) bahwa “Guru atau pendidik dituntut
menjadi figur yang yang Ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso,
tutwuri handayani”. Yang berarti bahwa sikap pemimpin (guru) harus mampu
memberi teladan, memberi contoh, menjadi motivator, dalam penanaman
moral kepada peserta didiknya. Dalam arti pembimbing memberikan contoh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
137
yang baik bagaimana anak yatim harus bertindak (keteladanan) dan harus
bersikap disiplin dengan tindakan yang sudah mereka ambil.
b. Pembiasaan / Habituasi dan Pemberian Materi
Strategi kegiatan rutin akan membantu peserta didik (anak yatim)
membiasakan hidup secara teratur dalam kesehariannya. Dengan hidup teratur
akan menjadikan hidup yang berkualitas dan bermanfaat. Tujuan seluruh
disiplin ialah membentuk perilaku sedemikian rupa hingga ia akan sesuai
dengan peran-peran yang ditetapkan kelompok budaya, tempat individu itu
diidentifikasikan (Elizabeth B. Hurlock, 2005: 82).
Selain itu strategi ini dimaksudkan untuk mengembangkan kualitas
disiplin peserta didik dalam mengikuti rutinitas Panti Asuhan Anak Yatim
“Miftahul Jannah”. Strategi ini juga bertujuan untuk meningkatkan efektivitas
anak yatim untuk menghadapi berbagai peraturan di luar panti asuhan.
c. Strategi Pendekatan Individu
Di Panti Asuhan “Miftahul Jannah” para pengasuh berusaha
memberikan solusi yang terbaik dalam membantu memecahkan masalah yang
dihadapi oleh anak yatim, baik yang berifat pribadi maupu masalah yang
bersifat umum/kelompok. Metode yang digunakan pengasuh untuk membantu
memecahkan masalah yang bersifat pribadi berbeda degan cara memecahkan
masalah yang bersifat umum/kelompok. Cara tersebut dilakukan melalui
bimbingan perseornagan maupun bimbingan kelompok.
Menurut Cheppy HC (1988: 29), “Strategi ini menekankan pada
pentingnya aspek perhatian dan berkaitan dengan keputusan mengenai
konflik-konflik moral”. Artinya bahwa strategi ini fokus utamanya terletak
pada bagaimana memahami kebutuhan orang lain dari pada upaya
menyeimbangkan kebutuhan-kebutuhan tersebut ketika berkonflik dengan
orang lain.
d. Bimbingan Personal
Strategi pendidikan moral dalam kegiatan spontan ini dilakukan
apabila pengasuh maupun ustaz mengetahui anak bersikap yang kurang baik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
138
Jadi ustaz akan memberikan memberitahu peserta didik (anak) bila perbuatan
tersebut tidak baik, sehingga anak lebih mudah untuk memahami sesuai
dengan usia mereka.
Strategi kegiatan spontan semacam ini dirasa pengasuh maupun ustaz
sebagai stretegi yang paling terkesan di hati anak-anak karena mereka akan
mengingat pemberitahuan yang disampaikan ustaz dan tidak melukai perasaan
mereka. Kesan yang mendalam dari teguran sang ustaz maupun pengasuh
akan mereka ingat. Dan akan lahir sikap disiplin yang bersumber dari hati
nurani mereka sehingga sikap disiplin yang mereka laksanakan berdasarkan
suatu kewajiban bukan takut kepada hukuman.
e. Menciptakan Lingkungan yang Kondusif
Suasana Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” dikondisikan
sedemikian rupa dengan penyediaan sarana fisik contoh penyediaan tempat
sampah agar anak disiplin ketika membuang sampah di tempat sampah,
slogan-slogan doa tujuannya agar anak selalu membaca doa ketika akan
melakukan aktivitas serta aturan dan tata tertib ditempelkan pada tempat yang
strategis sehingga setiap peserta didik (anak yatim) mudah membacanya.
Kemudian berdasarkan apa yang peneliti lihat selama di lapangan, Panti
Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” juga menggunakan pembinaan dengan
wawasan pendidikan moral pancasila. Hal ini sesuai deng pendapat Bambang
Daroeso (1988: 53), “Dengan adanya pendidikan moral pancasila ini diharapkan
warga negara mempunyai tingkah laku, keyakinan, motivasi, kehendak sesuai dan
layak dengan sila-sila pancasila, serta bersikap hidup manusia pancasila”. Strategi
ini dapat diluhat dari kegiatan rutin anak yatim selama di panti. Kegiatan piket
tersebut seperti piket masjid dan asrama.
2. Efektivitas Penerapan Pendidikan Moral Dalam Membentuk Disiplin Moral
Pada Anak Yatim di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”
Efektivitas penerapan pendidikan moral dapat diukur dengan
menggunakan indikator dari efektivitas. Adaapun indikator efektivitas penerapan
pendidikan moral mencakup:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
139
a. Indikator Input
Indikator Input mencakup:
1) Karakteristik Guru Pendidikan Moral
Berdasarkan data yang didapat peneliti di lapangan, guru
pendidikan moral di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” kurang
antusias dalam memberikan pendidikan moral pada peserta didiknya, hal
ini dapat dilihat dari kehadiran ustaz dalam memberikan materi bimbingan
kepada anak yatim, meskipun tidak mengisi materi bimbingan seharusnya
diganti pada hari dan jam yang lain, tetapi pada kenyataannya tidak
diganti. Hal ini membuktikan bahwa input yang mendukung efektivitas
penerapan pendidikan moral masih belum maksimal.
Sedangkan Carter V. Good dalam bukunya „Dictionary of
Education‟ membedakan pengertian pendidikan dalam dua hal: “(1)
Pedagogy is the art, practice, or profession of teching. (2) Pedagogy is the
systematized learning or instruction concerning principles and methods of
teaching and of student control and guidance.” (Arif Rohman, 2009: 6).
Inti dari kutipan di atas membedakan pengertian pendidikan dalam
dua hal yang pertama pendidikan adalah seni, praktek, atau profesi
pengajaran. Sedangkan yang kedua pendidikan adalah ilmu yang
sistematis atau pengajaran yang berhubungan dengan prinsip-prinsip dan
metode-metode mengajar, pengawasan dan pembimbingan siswa.
2) Fasilitas
Fasilitas kelas yang digunakan untuk pembelajaran pendidikan
moral yang berupa meja, papan tulis, spidol masih sangat layak untuk
digunakan tetapi untuk alas duduk tidak ada. Selain itu fasilitas ruang
kelas juga masih dalam proses pembangunan, untuk saat ini ruang kelas
bergabung menjadi satu dengan perpustakaan. Hal ini dapat menyebabkan
kurangnya konsentrasi anak dalam menerima pendidikan.
3) Perlengkapan
Perlengkapan di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”
dikatakan masih kurang yaitu belum adanya LCD yang dapat membantu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
140
anak yatim dalam memahami materi yang diajarkan, misalnya dengan
adanya LCD dapat diputarkan film-film yang meningkat semangat anak
yatim untuk bersikap disiplin dan memahami materi yang disampaikan
oleh ustadz., apalagi dengan faktor usia dan jenjang pendidikan yang
berbeda. Hal ini yang membuat ustaz harus pandai dalam menentukan
metode pembelajaran yang tepat. Kemudian kurangnya alat peraga yang
menunjang dalam penerapan pendidikan moral.
4) Materi Pembelajaran
Materi yang diberikan ustaz tidak didasarkan pada silabus, padahal
walaupun pendidikan yang diberikan di Panti Asuhan merupakan
pendidikan nonformal harusnya didasarkan pada silabus juga agar materi
disusun secara terprogram. Selain materi yang diberikan oleh pengasuh
kepada anak yatim selama di dalam Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul
Jannah”, ustadz juga harus memberikan contoh kasus-kasus yang ada di
lingkungan sekitar. Kemudian untuk mendukung keberhasilan penerapan
pendidikan moral juga diperlukan kerjasama dari seluruh ustadz, pengasuh
Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”, orang tua atau keluarga
(jika masih ada) dari anak yatim yang sering menjenguk anak yatim
selama di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” untuk sama-sama
membenahi sikap disiplin anak yatim, memberikan motivasi untuk mau
merubah sikap disiplinnya kearah yang lebih baik agar dapat memiliki
sikap disiplin dalam dirinya serta untuk menjadikan mereka sebagai
manusia yang bermoral.
Hal ini seperti apa yang dikatakan Oong Komar (2006: 198)
mengatakan bahwa “Sub sistem pendidikan nonformal dalam materi
pendidikannya diprogram secara teratur”. Kemudian mengenai materi
pembelajaran khususnya bimbingan budi pekerti tidak mempunyai sumber
buku acuan, hanya berupa cerita keteladanan Nabi dan ada juga ustaz
pembinaan akhlak yang tidak mamakai buku acuan dalam memberikan
materi. Sehingga hal ini menjadi salah satu kendala bagi anak yatim untuk
memahami dan mengerti makna dari perilaku dan sikap disiplin yang baik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
141
tidak hanya praktik melainkan mereka juga perlu memiliki pengetahuan
teori dari materi tersebut.
5) Metode Pembelajaran
Metode yang digunakan guru pendidikan moral bervariasi yaitu
metode ceramah, tanya jawab, dan diskusi, tetapi yang sering digunakan
dengan ceramah.
Hal ini sesuai dengan cara menanamkan kedisiplinan menurut
Elizabeth B. Hurlock (2005: 93) yaitu cara menanamkan kedisiplinan
demokratis:
Metode penanaman disiplin dengan menggunakan penjelasan,
diskusi dan penalaran untuk membantu anak untuk mengerti
mengapa perilaku tertentu diharapkan, sehingga lebih menekankan
aspek edukatif dari disiplin dari pada aspek hukumannya. Disiplin
demokratis menggunakan hukuman dan penghargaan, dengan
penekanan yang lebih besar pada penghargaan. Hukuman tidak
pernah keras dan biasanya tidak berbentuk hukuman badan.
Hal ini sesuai dengan teori untuk membantu anak mengerti dan
memahami perilaku yang diharapkan melalui metode yang digunakan guru
pendidikan moral melalui metode ceramah, tanya jawab dan diskusi
sehingga aspek edukatif dari disiplin daripada aspek hukumannya. Ini akan
membantu dalam penanaman nilai moral tanpa ada paksaan (hukuman)
sehingga muncul kesadaran dari dalam diri anak.
b. Indikator Process
Indikator Process mancakup:
1) Perilaku Administrasi Guru
Metode yang digunakan ustaz bervariasi hanya saja dalam
menerangkan materi ustaz tidak memperhatikan kemampuan pemahaman
anak yatim sebagai peserta didiknya, yang sebagian ada yang belum bisa
membaca dan menulis, semua dianggap mempunyai kemanpuan berfikir
yang sama, sehingga penerapan pendidikan moral dalam membentuk
disiplin moral belum efektif.
Menurut Sudardja pendidikan adalah:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
142
Upaya untuk mempersiapkan peserta didik agar mampu hidup
dengan baik dalam masyarakatnya, mampu meningkatkan dan
mengembangkan kualitas hidupnya sendiri serta berkontribusi
secara bermakna dalam mengembangkan dan meningkatkan
kualitas hidup masyarakat dan bangsanya. (Sabar Budi Raharjo,
2010: 231)
2) Alokasi Waktu Guru
Alokasi waktu untuk bimbingan moral sangat kurang yaitu hanya
1½ jam setiap minggunya, itu pun hanya 1 kali pertemuan. Udin Saripudin
W.MA (1989: 35) menyatakan bahwa “Teori perkembangan moral
mempunyai implikasi pada pendidikan moral. Hal ini terutama tertuju
pada masalah bagaimana proses pendidikan moral dapat memberikan
kemudahan bagi perkembangan moralitas individu”. Sedangkan untuk
pembinaan akhlak juga kurang karena untuk pembinaan sikap sendiri 1
minggu 1 kali pertemuan tetapi dengan ustaz yang sama setiap minggunya.
3) Alokasi Waktu Peserta Didik
Alokasi waktu peserta didik dalam pembelajaran pendidikan moral
di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” dirasa masih kurang
karena faktor dari peserta didik sendiri, seperti malas dan ketika ada
bimbingan tidak ikut dengan alasan sedang piket.
Ki Hajar Dewantara dalam Nurul Zuriah (2007: 125) mengatakan
bahwa:
Pengajaran budi pekerti/moral tidak lain adalah mendukung
perkembangan hidup anak-anak, lahir dan batin dari sifat
kodratinya menuju ke arah peradaban dalam sifatnya yang umum.
Sedangkan syarat pendidikan budi pekerti menurut Ki Hajar
Dewantara disebut dengan metode ngerti, ngrasa, nglakoni
(menyadari, menginsafi, dan melakukan).
c. Indikator Output
Indikator Output mencakup:
1) Hasil-hasil yang Berhubungan dengan Prestasi Belajar
Prestasi belajar peserta didik dalam segi psikomotor terutama sikap
disiplin anak masih kurang maksimal. Hal ini sesuai dengan masih adanya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
143
pelanggaran yang dilakukan oleh peserta didik baik di panti maupun di
sekolah.
Sedangkan Hamid Darmadi (2007: 56-57) menjelaskan bahwa:
Pandidikan moral dapat diartikan sebagai suatu konsep kebaikan
(konsep yang bermoral) yang diberikan atau diajarkan kepada
peserta didik (generasi muda dan masyarakat) utnuk membentuk
budi pekerti luhur, berakhlak mulia dan berperilaku terpuji seperti
terdapat dalam Panacasila dan UUD 1945. Dalam menyajikan
pendidikan moral, guru diharapkan membantu peserta didik
mengembangkan dirinya, baik secara keilmuan maupun secara
mental spiritual keagamaan.
2) Hasil-hasil yang Berhubungan dengan Perubahan Sikap
Indikator ouput salah satunya mencakup perubahan perilaku atau
sikap sebagai hasil dari proses belajar dalam hal ini pembelajaran
pendidikan moral, yang pada kenyataannya belum mencapai tujuan
maksimal, hal ini terbukti masih ada anak yatim yang masih melakukan
sikap kurang disiplin (melanggar tata tertib) baik di panti maupun di
sekolah. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Imanuel Kant
dalam K. Bertens (1997: 235) mengenai teori etika deontologi imperatif
kategoris yang berisi bahwa “Kehendak yang baik, jika bertindak karena
kewajiban”. Hal ini juga terjadi pada anak yatim mereka bertindak karena
bukan kewajibannya sebagai peserta didik, akan tetapi karena rasa takut
pada hukuman atau orang yang membuat hukuman itu.
d. Indikator Outcome
Tingkat Kedisiplinan Anak di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul
Jannah” dan di sekolah dapat dilihat dari sikap disiplin yang ditunjukkan
peserta peserta didik (anak yatim) setelah menerima pendidikan moral berasal
dari perasaan takut kepada pengasuh dan ustaz yang telah membuat peraturan
yang ada bukan karena kewajiban anak yatim untuk mentaati peraturan yang
ada di panti.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
144
Hal ini sesuai dengan teori Kant mengenai jenis moralitas dalam (Lili
Tjahjadi, 1991: 48) yang menyatakan bahwa:
Moralitas heteronom adalah sikap dimana kewajiban ditaati dan
dilaksanakan bukan karena kewajiban itu sendiri, melainkan karena
sesuatu yang berasal dari luar kehendak si pelaku itu sendiri, misalnya
karena mau mencapai tujuan yang diinginkannya atau karena perasaan
takut pada penguasa yang memberi kewajiban itu.
Keluaran yang diharapkan dari pendidikan moral di Panti Asuhan
Anak Yatim “Miftahul Jannah” adalah peserta didik yang memiliki disiplin
yang dilaksanakan berdasarkan kesadaran akan kewajiban yang berasal dari
hati bukan karena takut pada hukuman. Hal di atas menunjukkan bahwa sikap
disiplin yang ada pada anak yatim adalah sikap disiplin yang berasal dari
perasaan takut terhadap hukuman sehingga efektivitas penerapan pendidikan
moral di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” masih kurang.
3. Faktor yang Menjadi Kendala Penerapan Pendidikan Moral Dalam
Membentuk Disiplin Moral Pada Anak Yatim di Panti Asuhan Anak Yatim
“Miftahul Jannah”
a. Indikator Input
Indikator input ini mencakup:
1) Karakteristik Guru Pendidikan Moral
Pengasuh kurang antusias terhadap perubahan perilaku anak yatim
dan kurangnya waktu untuk bimbingan sikap dan akhlaq sehingga
membuat tidak efektifnya penerapan pendidikan moral di Panti Asuhan
Anak Yatim “Miftahul Jannah”. Selain itu, ustadz yang memberikan
materi juga tidak memberikan materi karena ada acara yang lain. Hal ini
mengakibatkan proses pembelajaran di panti menjadi terhambat. Jadi
intinya seorang pendidik tidak dilihat dari bagaimana kemampuannya
mengembangkan ilmu pengetahuan tetapi dilihat dari bagaimana pendidik
menyampaikan materi dan melaksanakan pembelajaran yang menarik dan
dapat dimengerti oleh peserta didiknya.
2) Fasilitas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
145
Fasilitas yang diberikan pihak Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul
Jannah” menurut pengasuh dan peserta didik (anak yatim) dapat dikatakan
baik, hal tersebut dapat dilihat dari fasilitas kelas yang digunakan untuk
bimbingan kegiatan pendidikan moral yaitu berupa meja, papan tulis,
spidol masih layak untuk digunakan. Namun pada kenyataannya Panti
Asuhan “Miftahul Jannah” masih dalam proses pembangunan sehingga
dengan keterbatasan fasilitas kegiatan belajar mengajar dilaksanakan
dengan duduk di lantai (lesehan).
Bambang Daroeso (1988: 27) menyatakan bahwa “Norma moral
merupakan landasan perbuatan manusia, yang sifatnya tergantung pada
tempat, waktu dan keadaan”. Dalam penerapan pendidikan moral
tergantung pada sarana dan prasaran seperti teori di atas juga
menyampaikan tergantung pada tempat, waktu dan keadaan. Pada
dasarnya sarana dan prasarana pendukung dari penerapan pendidikan
moral menjadi tempat yang mempengaruhi pendidikan moral.
3) Perlengkapan
Perlengkapan merupakan segala sesuatu penunjang kesuksesan
dalam penerapan pendidikan moral di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul
Jannah”, seperti perpustakaan, buku pelajaran penunjang, ruang kelas yang
nyaman. Perlengkapan dalam kegiatan bimbingan pendidikan moral dapat
dikatakan kurang, karena tidak memiliki LCD pribadi. Padahal dengan
adanya LCD dapat membantu dalam penerapan pendidikan moral
misalnya dengan diputarkannya film-film motivasi dan mendidik yang
dapat menumbuhkan semangat anak yatim untuk menjadikan sikap
disiplin yang lebih baik. Akan tetapi perlengkapan pendidikan moral di
dalam Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” dikatakan kurang.
4) Materi Pembelajaran
Penerapan materi pendidikan moral dikembangkan tidak mengacu
pada materi pokok. Dalam Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”
pengasuh penidikan moral dalam memberikan materi tidak menggunakan
materi yang sesuai dengan silabus, pengasuh memberikan materi sesuai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
146
dengan apa yang ingin disampaikan pengasuh, sebab disini setiap
pengasuh tidak membuat silabus tidak seperti pendidikan formal, sehingga
tidak ada yang dijadikan acuan. Sedangkan untuk sumber buku yang
digunakan oleh pengasuh pendidikan moral di Panti Asuhan Anak Yatim
“Miftahul Jannah” ada yang menggunakan lebih dari sumber dan ada juga
yang tidak memakai buku pedoman (acuan) atau buku paket.
5) Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran yang digunakan hendaknya disesuaikan
dengan tujuan dan materi pelajaran yang akan dikuasai oleh peserta didik
(anak yatim). Menanamkan nilai-nilai pendidikan moral pada anak yatim
tidaklah mudah, apalagi sasarannya pada anak yatim yang sejak awal tidak
pernah mendapatkan bimbingan dari orang tua, sehingga dibutuhkan
seorang pengasuh yang berkompetensi untuk dapat memilih model
pembelajaran dan metode yang cocok agar anak yatim tertarik dan mudah
memahami materi yang diberikan serta agar tidak membosankan. Anak
juga memiliki jenjang usia dan pendidikan yang berbeda.
b. Indikator Process
Indikator proses ini mencakup:
1) Perilaku Administratif Guru
Pelaksanaan pendidikan moral terdapat beberapa kendala, antara
lain dari peserta didik sendiri (anak yatim) yang sangat berpengaruh besar
terhadap keberhasilan penerapan pendidikan moral, yang sebagian dari
anak yatim ada yang belum bersekolah. Hal inilah yang membuat ustaz
kesulitan dalam menerapkan pendidikan moral. Karena tingkat pendidikan
dan usia anak yatim yang berbeda-beda. Kemudian dari segi ustaz sendiri
sebagai fasilitator, kurang kompeten. Ki Hajar Dewantara mengatakan
bahwa:
Pendidikan berarti daya upaya untuk memajukan pertumbuhan
nilai moral (kekuatan batin, karakter), fikiran (intellect) dan tumbuh anak
yang antara satu dan lainnya saling berhubungan agardapat memajukan
kesempurnaan hidup, yakni kehidupan dan penghidupan anak-anak yang
kita didik selaras. (Zaim Elmubarok, 2008: 2)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
147
2) Alokasi Waktu Guru
Waktu yang digunakan guru untuk menyampaikan materi kepada
anak didik dilaksanakan ba‟da ashar di ruang belajar. Waktu yang
digunakan harus memadai sehingga dapat digunakan secara efektif.
Alokasi waktu yang digunakan untuk pendidikan moral 1½ jam. Akan
tetapi terkadang ustadz yang mmeberikan materi pendidikan moral datang
terlambat sehingga pembelajaran molor antara 30-60 menit.
Jadi dapat disimpulkan bahwa waktu yang diberikan kepada
pengsuh pendidikan moral dirasa masih kurang, apalagi berdasarkan
kenyataan yang peneliti lihat di lapangan pengasuh kadang tidak mengisi
pada saat jam bimbingan karena ada halangan tugas di luar panti.
Sedangkan waktu untuk pembinaan agama untuk pengasuh kurang karena
jumlah anak yatim yang banyak membutuhkan waktu yang banyak pula
agar anak yatim paham dan mengerti yang diajarkan. Hal ini menjadi
kendala penerapan pendidikan moral dilihat dari segi alokasi waktu guru.
3) Alokasi Waktu Peserta Didik
Peserta didik di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” yang
memiliki jenjang pendidikan dan usia yang berbeda-beda mengakibatkan
daya serap mereka terhadap teori yang diajarkan juga berbeda sehingga
sikap disiplin yang diterapkan oleh anak juga berbeda tergantung pada
jenjang usia. Hal ini dapat dilihat dari alasan peserta didik dalam
melaksanakan sikap disiplin, mulai dari takut pada hukuman yang
diberikan pengasuh sampai pada untuk mendapatkan persetujuan (pujian)
dari orang lain.
Hal ini sesuai dengan tahapan perkembangan moral menurut L.
Kohlberg (1995: 231-234) mengemukakan ada tingkat perkembangan
moral, yakni:
Tingkat Pra-Konvensional, tingkat Konvensional dan tingkat
Pasca-Konvensional. Dalam tingkat Pra-Konvensional (usia 4-10
tahun) anak menentukan keburukan berdasarkan tingkat hukuman
akibat keburukan tersebut. Sedangkan tingkat Konvensional (usia
10-13 tahun) anak dan remaja berperilaku sesuai dengan
mendapatkan persetujuan orang dewasa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
148
Berdasarkan uraian di atas maka tingkat perkembangan moral
peserta didik (anak yatim) pada tingkat konvensional, hal ini juga
didukung oleh usia peserta didik yang belum mencapai usia dewasa.
Sehingga dalam penerapan pendidikan moral disesuaikan dengan usia
mereka agar mereka dapat menerima materi yang di ajarkan.
c. Indikator Output
Indikator output ini mencakup:
1) Hasil-hasil yang Berhubungan dengan Prestasi Belajar
Prestasi belajar adalah hasil yang tampak dari kegiatan menggali
ilmu dan ketrampilan. Prestasi belajar bisa dinilai dari tiga aspek yaitu
aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Penerapan pendidikan moral tidak
hanya melihat pada aspek kecerdasan kognitif saja melainkan juga perlu
memperhatikan aspek afektif dan psikomotorik. Sebab penerapan
pendidikan moral sendiri bertujuan untuk mengembangkan watak maupun
karakter dari anak yatim kearah yang lebih baik agar menjadi manusia
yang bermoral dan hidup normatif di dalam masyarakat. Ustadz tidak
secara rutin membuat nilai hasil belajar siswa yang seharusnya diberikan
setiap bulannya, hal ini mengakibatkan semangat anak untuk belajar
menjadi berkurang.
2) Hasil-hasil yang Berhubungan dengan Perubahan Sikap yang Konsisten
Perubahan perilaku belajar bukan hanya sekedar memperoleh
pengetahuan semata, tetapi termasuk memperoleh perubahan dalam sikap
disiplinnya. Sehingga dalam hal ini peran pendidikan moral baik dalam
sekolah formal maupun nonformal sangat penting dalam membentuk
kepribadian peserta didik yang memiliki moral, berbudi pekerti dan
berakhlak mulia, sebab peserta didik yang memiliki kecerdasan intelektual
setinggi apapun tidak akan bermanfaat secara positif bila tidak memiliki
kecerdasan afektif secara emosional, sosial, maupun spiritual. Sikap yang
dimiliki anak hanya ketika ustadz tersebut memberikan materi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
149
pembelajaran di kelas dan anak akan mengulang kesalahan yang sama
besuk paginya.
Anak pada suatu waktu menaati peraturan dan pada peraturan yang
lain mereka masih melanggar. Hal ini menunjukkan masih adanya rasa
takut pada diri anak untuk melaksanakan tata tertib karena adanya
pengasuh atau ustadz sehingga sikap disiplin yang dimiliki anak karena
perasaan takut. Hal ini menjadi kendala penerapan pendidikan moral yang
ditunjukkannya dalam kehidupan sehari-harinya baik selama mereka di
panti asuhan maupun saat mereka berada di sekolah. Ini menandakan
bahwa sikap dan perilaku dari anak yatim sendiri belum menunjukkan
disiplin moral karena anak yatim sendiri bertindak tidak karena kewajiban
kewajiban. Selain itu juga dapat dilihat dari skor pelanggaran siswa di
masing-masing sekolah dimana anak yatim tersebut bersekolah.
d. Indikator Outcome
Indikator outcome ini meliputi:
1) Tingkat Kedisiplinan Anak di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul
Jannah” dan di Sekolah
Peserta didik di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” yang
memiliki jenjang pendidikan dan usia yang berbeda-beda mengakibatkan
daya serap mereka terhadap teori yang diajarkan juga berbeda sehingga
sikap disiplin yang diterapkan oleh anak juga berbeda. Hal ini dapat dilihat
dari alasan peserta didik dalam melaksanakan sikap disiplin, mulai dari
takut pada hukuman yang diberikan pengasuh sampai pada untuk
mendapatkan persetujuan (pujian) dari orang lain. Hal ini sesuai dengan
tahapan perkembangan moral menurut K. Bertens (1995: 231-234)
mengemukakan ada tingkat perkembangan moral, yakni:
Tingkat Pra-Konvensional, tingkat Konvensional dan tingkat
Pasca-Konvensional. Dalam tingkat Pra-Konvensional (usia 4-10
tahun) anak menentukan keburukan berdasarkan tingkat hukuman
akibat keburukan tersebut. Sedangkan tingkat Konvensional (usia
10-13 tahun) anak dan remaja berperilaku sesuai dengan
mendapatkan persetujuan orang dewasa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
150
Tingkat perkembangan moral peserta didik (anak yatim) pada
tingkat konvensional, hal ini juga didukung oleh usia peserta didik yang
belum mencapai usia dewasa. Sehingga dalam penerapan pendidikan
moral disesuaikan dengan usia mereka agar mereka dapat menerima materi
yang di ajarkan.
4. Kaitan Pendidikan Moral Dalam Membentuk Disiplin Moral Dengan
Pendidikan Kewarganegaraan
Pendidikan kewarganegaraan sebagai salah satu mata pelajaran yang
memuat pendidikan moral memiliki tugas untuk menjadikan anak manusia
bermoral baik dan manusiawi. Ada beberapa tokoh atau pakar yang
mengembangkan pembelajaran nilai moral dengan tujuan membentuk watak atau
karakter anak.
Menurut Dasim Budimansyah (2007) mengatakan “Pentingnya mata
pelajaran PKn diberikan di sekolah adalah dalam rangka membina sikap dan
perilaku siswa sesuai dengan nilai moral pancasila dan UUD 1945 serta
menangkal berbagai pengaruh negatif yang datang dari luar baik yang berkaitan
dengan masalah ideology maupun budaya”. Pendapat lain diungkapkan Winarno
(2008: 78) “Dalam klasifikasi filsafat, nilai moral (nilai kebaikan) adalah yang
menjadi fokus dan bahan bagi pelajaran PKn”. Salah satu pendidikan yang
diberikan Panti Asuhan Anak yatim “Miftahul Jannah adalah pendidikan moral
yang merupakan muatan dari Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Dalam mata
pelajaran PKn salah satu ruang lingkupnya adalah norma, hukum dan peraturan,
meliputi: tertib dalam kehidupan keluarga, tata tertib di sekolah, norma yang
berlaku di masyarakat, peraturan-peraturan daerah, norma-norma dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara, sistem hukum dan peradilan nasional, hukum
dan peradilan internasional. Salah satu kompetensi dasarnya siswa diharapkan
mampu menerapkan norma-norma, kebiasaan, adat istiadat dan peraturan yang
berlaku dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Hal ini berarti
pendidikan moral tidak hanya diajarkan melalui satu mata pelajaran saja,
melainkan terintegrasi dalam berbagai mata pelajaran yang ada. Salah satu mata
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
151
pelajaran yang menanamkan pendidikan moral adalah Pendidikan
Kewarganegaraan.
Dengan berbekal sikap disiplin yang diberikan Panti Asuhan Anak Yatim
“Miftahul Jannah” yang ada pada diri seorang anak akan berpengaruh terhadap
aspek kepribadian anak yang positif lainnya. Aturan yang diterapkan kepada anak
akan membatasi anak untuk bisa menahan diri dan tidak bersifat impulsive. Anak
akan belajar bahwa tidak semua keinginan-keinginannya itu selalu bisa terpenuhi,
mengingat apa yang menjadi keinginannya selalu ada batasnya. Anak juga akan
memiliki komitmen atas apa yang dilakukannya, taat pada aturan dan tidak
bersikap semaunya sendiri. Manfaat lainnya yang diperoleh adalah anak akan
belajar untuk memilih mana yang baik dan mana yang buruk.
Pendidikan moral dalam membentuk disiplin moral di Panti Asuhan Anak
Yatim “Miftahul Jannah” merupakan salah satu pendidikan non-formal yang
memberikan materi tentang nilai-nilai moral yang terdapat dalam kehidupan
sehari-hari. Panti asuhan memberikan pendidikan moral setiap satu minggu sekali
terjadwal selama 1½ jam, yang efektif hanya satu jam saja. Hal ini mengakibatkan
penerapan pendidikan moral di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”
belum efektif terbukti dengan masih adanya pelanggaran tata tertib yang
dilakukan anak baik di sekolah maupun di panti. Anak yatim bernama Eko
Wahyono merokok di sekolah, sedangkan Ilham Taufiqurohman terlambat pulang
ke panti.
Elizabeth B. Hurlock (1978: 82) mengemukakan bahwa disiplin berasal
dari kata yang sama dengan ”disciple” yakni seorang yang belajar dari atau secara
sukarela mengikuti seorang pemimpin. Orang tua dan guru merupakan pemimpin
dan anak merupakan murid yang belajar dari mereka cara hidup yang menuju ke
hidup yang lebih berguna dan bahagia. Dengan kata lain displin merupakan cara
masyarakat mengajar anak perilaku moral yang disetujui oleh masyarakat. Lebih
lanjut Hurlock menyatakan bahwa seluruh tujuan disiplin adalah membentuk
perilaku sedemikian rupa sehingga ia akan sesuai dengan peran-peran yang
ditetapkan kelompok budaya, tempat individu itu diidentifikasikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
152
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan data yang dikumpulkan peneliti di lapangan dan analisis yang
telah dilakukan oleh peneliti maka dapat ditarik kesimpulan untuk menjawab
perumusan masalah yang ada. Adapun kesimpulan penelitian adalah sebagai
berikut:
1. Strategi penerapan pendidikan moral yang diterapkan di Panti Asuhan Anak
Yatim “Miftahul Jannah” yakni: (a) Modeling keteladanan/contoh, (b)
Pembiasaan / Habituasi dan Pemberian Materi, (c) Strategi Pendekatan
Individu, (d) Bimbingan Personal, dan (e) Menciptakan Lingkungan yang
Kondusif.
2. Efektivitas penerapan pendidikan moral dalam membentuk disiplin moral
pada anak yatim di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” belum
efektif, hal ini dapat dilihat dari:
a. Indikator input meliputi:
1) Karakteristik Guru Pendidikan Moral
Karakteristik guru pendidikan moral kurang antusias dalam
memberikan pendidikan moral pada peserta didiknya.
2) Fasilitas
Fasilitas ruang kelas yang digunakan untuk memberikan pembelajaran
pendidikan moral masih kurang nyaman karena masih bergabung
menjadi satu dengan perpustakaan yang masih dalam proses
pembangunan.
3) Perlengkapan
Perlengkapan di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” masih
kurang yaitu LCD yang membantu anak yatim dalam memahami
materi yang diajarkan, misalnya dengan adanya LCD dapat diputarkan
film-film tentang disiplin yang dapat memberikan semangat kepada
anak yatim umtuk mengubah perilaku disiplinnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
153
4) Materi Pembelajaran
Materi yang diberikan oleh ustadz tidak didasarkan pada silabus
kemudian mengenai materi pembelajaran akhlak tidak mempunyai
sumber buku acuan, hanya berupa cerita keteladanan Nabi.
5) Metode Pembelajaran
Metode yang digunakan ustaz pendidikan moral sama untuk usia dan
jenjang pendidikan yang berbeda.
b. Indikator process berupa alokasi waktu yang digunakan untuk pendidikan
moral. Waktu yang diberikan untuk pendidikan akhlak dan sikap masing-
masing 1½ jam dalam satu minggu sehingga ketika ustaz berhalangan
hadir dalam memberikan materi kepada anak yatim tidak ada waktu yang
lain untuk mengganti. Hal ini menyebabkan ustadz merasa kesulitan
memberikan materi kepada anak yatim agar anak yatim mengerti dan
memahami materi yang diberikan ustaz.
c. Indikator output dan outcome berupa hasil yang berhubungan dengan
perubahan sikap disiplin anak yatim. Adapun salah satu tujuan dari
penerapan pendidikan moral adalah agar anak yatim dapat meningkatkan
disiplin yang bersumber dari hati dan dari kewajibannya untuk
melaksanakan disiplin bukan karena takut pada hukuman. Akan tetapi,
dalam kenyataannya masih ada anak yatim yang seharusnya datang ke
panti (santunan luar) untuk mengikuti bimbingan dengan alasan malas
tidak datang. Selain itu masih ada anak yang melanggar tata tertib sekolah
(merokok dan mengatuk di kelas). Hal ini menunjukkan masih kurnagnya
kesadaran anak yatim untuk mengikuti pendidikan moral yang diadakan
Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”. Jadi dalam hal ini, tujuan
dari penerapan pendidikan moral belum mencapai hasil maksimal, karena
hasil yang berhubungan dengan perubahan disiplin anak belum tercapai
secara maksimal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
154
3. Faktor yang menjadi kendala sulitnya penerapan pendidikan moral di Panti
Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” antara lain:
a. Peserta didik yang mempunyai karakteristik berbeda mengenai kesadaran,
usia dan tingkat pendidikan (personal anak).
b. Guru sebagi fasilitator yang membantu anak memahami dan menghayati
nilai-nilai moral yang kurang kompeten.
c. Sarana prasarana kurang nyaman karena sebagian masih dalam proses
pembangunan.
B. Implikasi
Berdasarkan kesimpulan atas jawaban yang telah dirumuskan berkaitan
dengan efektivitas penerapan pendidikan moral dalam membenruk disiplin moral,
maka implikasi dirumuskan sebagai berikut:
1. Strategi pendidikan moral yang digunakan dalam menunjang penerapan
pendidikan moral yakni: (a) modeling keteladanan/contoh, (b) pembiasaan /
habituasi dan pemberian materi, (c) strategi pendekatan individu, (d)
bimbingan personal, dan (e) menciptakan lingkungan yang kondusif. Pendidik
dalam mengajarkan pendidikan moral kepada anak yatim belum mengunakan
semua strategi pendidikan moral yang ada yaitu dengan strategi pembelajaran
kelompok. Dengan adanya hal tersebut dimungkinkan anak yatim tidak
memiliki kerjasama antar anggota serta proses penerapan pendidikan moral
dalam membentuk disiplin moral pada anak yatim belum dapat tercapai
dengan maksimal.
2. Penerapan pendidikan moral dalam membentuk disiplin moral di Panti Asuhan
Anak Yatim “Miftahul Jannah” dapat dikatakan belum sepenuhnya efektif.
Hal ini mengakibatkan beberapa anak yatim belum memahami apa yang telah
dijelaskan oleh pendidik. Guru pendidikan moral di Panti Asuhan Anak Yatim
“Miftahul Jannah” dalam memberikan materi disesuaikan dengan kemampuan
peserta didiknya agar apa yang telah diajarkan dapat diterima dan diamalkan
oleh anak yatim dan dapat tercapai tujuan pendidikan moral secara maksimal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
155
3. Faktor-faktor yang menjadi kendala penerapan pendidikan moral dalam
membentuk disiplin moral yakni: (1) Peserta didik yang mempunyai
karakteristik berbeda mengenai kesadaran, usia dan tingkat pendidikan
(personal anak), (2) Guru sebagai fasilitator yang membantu anak memahami
dan menghayati nilai-nilai moral yang kurang kompeten, dan (3) Sarana
prasarana kurang nyaman karena sebagian masih dalam proses pembangunan,
Hal ini mengakibatkan proses pembelajaran yang dilaksanakan kurang
memperhatikan anak sebagai subyek pendidikan, sehingga anak yatim belum
dapat mencapai tujuan pembelajaran dalam rangka membentuk disiplin moral.
C. Saran
Berdasarkan kesimpulan dan implikasi dari penelitian ini, maka peneliti
dapat mengemukakan saran-saran sebagai berikut:
1. Bagi Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”:
a. Dalam menggunakan strategi pendidikan moral disarankan menggunakan
semua strategi agar dapat menunjang strategi lainnya sehingga dapat
membantu dalam membentuk disiplin moral peserta didik.
b. Perlu adanya penambahan waktu dalam pemberian materi pendidikan
moral.
c. Perlu adanya komunikasi yang interaktif antara pengasuh dengan pihak
sekolah untuk mengetahui sejauh mana anak melaksanakan apa yang
menjadi kewajibannya untuk melaksanakan aturan tata tertib di sekolah.
2. Bagi ustadz pendidikan moral:
a. Untuk ustadz disarankan lebih memposisikan diri sebagai orang tua tidak
hanya mengawasi saja tetapi benar-benar memeriksa dan mengarahkan
anak yatim yang mengalami kesulitan dalam belajar.
b. Perlu adanya inovasi dalam pembelajaran pendidikan moral tujuannya
agar siswa mampu memahami materi pelajaran dan tidak membosankan.
c. Perlunya penerapan strategi pembelajaran untuk anak yang memiliki
jenjang usia yang berbeda, karena untuk anak yang masih kecil sulit untuk
menyerap materi yang diajarkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
156
3. Bagi anak yatim sebagai peserta didik hendaknya bersikap disiplin dalam
kehidupan baik di panti maupun di sekolah sehingga dapat meningkatkan
kualitas diri sendiri, serta lebih giat dan sabar dalam mengikuti semua
kegiatan bimbingan yang ada di Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah”
khususnya dalam kegiatan pendidikan moral.
4. Bagi keluarga, hendaknya memberikan waktu dan kepercayaannya kepada
Panti Asuhan Anak Yatim “Miftahul Jannah” untuk mendidik mereka secara
tepat, mematuhi aturan berkunjung yang ada di panti.
5. Bagi guru sebagai orang tua anak di sekolah perlu melakukan komunikasi
yang interaktif dengan pihak panti mengenai anak karena ketika di sekolah
pihak panti tidak mengetahui kondisi anak. Guru hendaknya memberikan
ruang dan posisi yang sama antara anak yang berasal dari panti dengan yang
lainnya agar anak dapat menjalankan fungsinya sebagai siswa secara efektif
6. Bagi Prodi PPKn, hendaknya hasil penelitian ini digunakan sebagai
sumbangan dalam mata kuliah bidang studi PPKn yang berhubungan dengan
pendidikan moral agar dapat membentuk mahasiswa-mahasiswi yang
mempunyai rasa kemanusiaan dan rasa disiplin khususnya dalam menghadapi
masalah anak yatim yang tidak hanya menjadi tanggung jawab dari
pemerintah dan yayasan sosial saja.
7. Bagi pemerintah hendaknya memberikan jaminan sosial kepada anak yatim
sehingga mereka dapat melanjutkan pendidikannya. Serta melalui program-
program pemerintah menjadikan anak yatim bermanfaat bagi negara bukan
menjadi beban negara.
Top Related