HUBUNGAN ANTARA GAYA KEPEMIMPINAN, KECERDASAN EMOSIONAL DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN
DENGAN AKUNTABILITAS KEPALA MADRASAH ALIYAH NEGERI
DI PROVINSI JAMBI
DISERTASI
Diajukan Sebagai Bagian Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Doktor Pendidikan Islam dalam Program Studi
Manajemen Pendidikan Islam
OLEH:
SUGENG KURNIAWAN NIM: DMP.14.076
PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI 2019
ii
vii
KEMENTERIAN AGAMA RI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
P A S C A S A R J A N A Jl. Arif Rahman Hakim Telanaipura Jambi, Telp. (0741) 60731
Fax. (0741) 60548 e-mail: [email protected]
MOTTO
ء �ء و���ي �� ��
��� ��
���� ��
و�
���ة
� ��
� أ
�
�� �
�ء ٱ�
�� �
و�
�� و�
�ن
���
� ���
� � ��
� ��
�٩٣
Artinya: “Dan kalau Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan kamu satu umat (saja), tetapi Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan sesungguhnya kamu akan ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan” (Q.S. An-Nahl/16:93).1
1 Departemen Agama RI, Mushaf Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: Al-Huda, 2005), hal. 455.
viii
PERSEMBAHAN
Disertasi kupersembahkan kepada:
Ayahku terhormat H.Sunyoto dan Muh. Abdul Kholiq, S.Pd.
Ibundaku tercinta Fatimah dan Ibu Heppi Murningsih
Istriku tersayang Anita Kurniasari, S.Pd.
Putra dan Putriku tercinta;
Hayyatul Husna dan Hafiz Muhammad Ashraf
ix
ABSTRAK
Sugeng Kurniawan, Hubungan antara Gaya Kepemimpinan, Kecerdasan Emosional dan Pengambilan Keputusan dengan Akuntabilitas Kepala Madrasah Aliyah Negeri di Provinsi Jambi. Disertasi Manajemen Pendidikan Islam, Pacasarjana UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, 2018.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara Gaya Kepemimpinan, Kecerdasan Emosional dan Pengambilan Keputusan dengan Akuntabilitas Kepala Madrasah Aliyah Negeri di Provinsi Jambi. Kegunaan penelitian ini untuk memperkaya paradigma keilmuan di bidang Manajemen Pendidikan Islam khususnya kajian perilaku organisasi.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode survei. Populasi penelitian ini adalah Kepala Madrasah Aliyah Negeri (MAN) di Provinsi Jambi. Sampel penelitian sebanyak 3 Kepala Madrasah yang diambil dengan menggunakan teknik proporsional random sampling. Untuk meneliti kepala sekolah tersebut diperlukan unit sampel 124 responden. Instrumen penelitian adalah angket dengan skala Likert. Hipotesis dalam penelitian ini adalah: 1) terdapat hubungan antara gaya kepemimpinan dengan akuntabilitas kepala MAN; 2) terdapat hubungan antara kecerdasan emosional dengan akuntabilitas kepala MAN; 3) terdapat hubungan antara pengambilan keputusan dengan akuntabilitas kepala MAN; 4) terdapat hubungan antara gaya kepemimpinan, kecerdasan emosional, dan pengambilan keputusan secara simultan dengan akuntabilitas kepala MAN. Pengujian hipotesis menggunakan analisis korelasi diawali dengan uji persayaratan analisis yang meliputi uji normalitas, uji homogenitas, dan uji linearitas regresi pada taraf signifikan α=0,05.
Hasil analisis menunjukkan bahwa: 1) hubungan langsung antara gaya kepemimpinan dengan akuntabilitas kepala Madrasah Aliyah Negeri dengan koefisien korelasi sebesar 0,35. 2) hubungan langsung antara kecerdasan emosional dengan akuntabilitas kepala Madrasah Aliyah Negeri dengan koefisien korelasi sebesar 0,44. 3) hubungan langsung antara pengambilan keputusan dengan akuntabilitas kepala Madrasah Aliyah Negeri dengan koefisien korelasi sebesar 0,54. 4) hubungan langsung secara simultan antara gaya kepemimpinan, kecerdasan emosional dan pengambilan keputusan dengan akuntabilitas kepala Madrasah Aliyah Negeri dengan nilai Fhitung sebesar 100,08 dan Ftabel sebesar 3,93 dengan koefisien korelasi sebesar 0,798.
Kesimpulan penelitian ini adalah gaya kepemimpinan, kecerdasan emosional dan pengambilan keputusan berhubungan dengan akuntabilitas kepala Madrasah Aliyah Negeri. Implikasinya semakin baik gaya kepemimpinan, kecerdasan emosional, dan pengambilan keputusan yang dilakukan kepala madrasah maka akan semakin baik akuntabilitasnya. Kata kunci: gaya kepemimpinan, kecerdasan emosional, pengambilan keputusan dan akuntabilitas kepala madrasah.
ABSTRACT
Sugeng Kurniawan, Relationship between Leadership Style, Emotional Intelligence and Decision Making with Accountability Head of the State Madrasah Aliyah in Jambi Province. Islamic Education Management Dissertation, Postgraduate UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, 2018.
This study aims to determine the relationship between Leadership Style, Emotional Intelligence and Decision Making with Accountability the Head of the State Madrasah Aliyah in Jambi Province. The usefulness of this research is to enrich the scientific paradigm in the field of Islamic Education Management, especially the study of organizational behavior.
This research is a quantitative research with survey method. The population of this study is the Head of State Aliyah Madrasah (MAN) in Jambi Province. The research sample of 3 Madrasah Heads taken by using proportional random sampling technique. To examine the principal, a sample unit of 124 respondents is needed. The research instrument was a questionnaire with a Likert scale. The hypothesis in this study are: 1) there is a relationship between leadership style and accountability of the head of MAN; 2) there is a relationship between emotional intelligence and accountability of the head of MAN; 3) there is a relationship between decision making and accountability of the head of MAN; 4) there is a relationship between leadership style, emotional intelligence, and simultaneous decision making with the accountability of the head of MAN. Hypothesis testing using correlation analysis begins with an analysis of the test requirements which include normality test, homogeneity test, and linearity regression test at a significant level α = 0.05.
The results of the analysis show that: 1) the direct relationship between leadership style and accountability of the head of the State Madrasah Aliyah with a correlation coefficient of 0.35. 2) the direct relationship between emotional intelligence and accountability of heads of State Islamic Senior High Schools with a correlation coefficient of 0.44. 3)direct relationship between decision making and accountability of the head of the State Islamic Senior High School with a correlation coefficient of 0.54. 4) simultaneous direct relationship between leadership style, emotional intelligence and decision making with accountability of the head of the State Madrasah Aliyah with a calculated Fvalue of 100,08 and Ftable of 3,93 with a correlation coefficient of 0.798.
The conclusion of this study is leadership style, emotional intelligence and decision making related to the accountability of the head of the State Madrasah Aliyah. The implication is that the better the leadership style, emotional intelligence, and decision-making made by the headmaster, the better the accountability.Keywords: leadership style, emotional intelligence, decision making andaccountability of madrasah principals.
x
xi
KATA PENGANTAR
Disertasi ini ditulis dalam rangka memenuhi sebagian persyaratan
untuk memperoleh gelar Doktor (S3) Konsentrasi Manajemen Pendidikan
Islam Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sultan Thaha Saifuddin
Jambi.
Penulisan disertasi ini, dilandasi beberapa literatur yang membahas
tentang berhubungan dengan gaya kepemimpinan, kecerdasan emosional,
pengambilan keputusan dan akuntabilitas kepala Madrasah Aliyah Negeri.
Disertasi ini ditulis berdasarkan pada penelitian lapangan dalam kurun
waktu enam bulan, yang dilaksanakan di Madrasah Aliyah Negeri yang
berada di Provinsi Jambi, dengan judul: Hubungan antara Gaya
Kepemimpinan, Kecerdasan Emosional dan Pengambilan Keputusan
dengan Akuntabilitas Kepala Madrasah Aliyah Negeri di Provinsi
Jambi.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang
telah membantu demi kelancaran dalam penyelesaian disertasi ini. Oleh
karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan
penghargaan setinggi-tingginya kepada:
1. Bapak Dr. H. Hadri Hasan, MA., selaku Rektor UIN STS Jambi
2. Bapak Prof. Dr. H. A. Husein Ritonga, MA., selaku Direktur
Pascasarjana UIN STS Jambi
3. Bapak Prof. Dr. H. Prof. Dr. H. Muntholib, SM., MS. selaku promotor I
dan Bapak Prof. Dr. H. Martinis Yamin, M.Pd, selaku promotor II
4. Ibu Dr. Risnita, M.Pd selaku Wakil Direktur Pascasarjana UIN STS
Jambi
5. Bapak Dr. H. Kasful Anwar US, M.Pd. selaku Ketua Program Studi
Manajemen Pendidikan Islam (MPI).
6. Kepala Kesbangpol Provinsi Jambi yang telah memberikan izin
penelitian
xiii
RINGKASAN DISERTASI
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Semangat reformasi pendayagunaan aparatur negara, menuntut kesungguhan pemerintah menanggulangi korupsi, kolusi, dan nepotisme agar tercipta pemerintahan yang bersih. Jika dicermati, upaya pemerintah untuk menyelenggarakan pemerintah yang baik sudah terwujud dengan di keluarkannya Undang-undang Nomor 28 Tahun 1998 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Untuk mewujudkan amanah undang-undang tersebut, maka dikeluarkanlah Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan negara. Dengan terbitnya dua undang-undang tersebut, setiap instansi pemerintah berkewajiban menyusun rencana kerja dan anggaran yang dibutuhkan. Ini menunjukkan bahwa setiap kegiatan yang menggunakan dana berdasarkan rencana kerja yang dilaksanakan pasti ada pertanggungjawabannya.
Sejauh ini yang dapat diamati adalah laporan pertanggungjawaban penggunaan dana ujian nasional dan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Itupun karena gencarnya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengaudit keuangan instansi-instansi pemerintah.
Sudah banyak bukti, dengan ditransfer secara langsung ke rekening sekolah terjadi banyak penyimpangan. Seperti yang terjadi pada tahun 2009 di Gunung Kidul, Bantul, dan Magelang dana BOS diselewengkan. Dana BOS disalurkan secara tidak tepat di 12 Sekolah Dasar dan 13 Sekolah Menengah Pertama. Secara umum berdasarkan audit BPK atas pengelolaan dana BOS tahun anggaran 2007 dan semester 1 tahun 2008 pada 3.237 sekolah sampel di 33 provinsi, ditemukan nilai penyimpangan dana BOS lebih kurang Rp 28 miliar. Ini adalah merupakan bukti bahwa akuntabilitas bidang pendidikan di Indonesia masih cukup rendah.2
Konsep dasar akuntabilitas terletak pada klasifikasi responsibilitas menajerial tiap tingkatan organisasi pemerintah. Masing-masing individu bertanggung jawab atas setiap kegiatan bagiannya.3 Allah SWT berfirman:
...
Artinya:”...dan penuhilah janji; Sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya. (Q.S. Al-Isra’(17):34).4
2 Agus Wibowo, Akuntabilitas Pendidikan; Upaya Meningkatkan Mutu dan Citra Sekolah (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), hal. 33-35. 3 Departemen Agama RI, Akuntabilitas dan Good Governance (Jakarta: Sekretariat Jenderal Biro organisasi dan tatalaksana, 2006), hal. 1. 4 Departemen Agama RI, Mushaf Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: Al-Huda, 2005), hal. 286.
xiv
Sebagaimana terdapat dalam tafsir Ibnu Katsir, ayat di atas menjelaskan bahwa janji yang telah kamu adakan dengan orang lain dan transaksi-transaksi yang telah di tanda tangani bersama mereka dalam muamalahmu. Karena sesungguhnya janji dan transaksi itu, masing-masing dari keduanya akan menuntut pelakunya untuk memenuhinya, dan pelakunya akan dimintai pertanggungjawabannya.5
Kementerian Agama menetapkan petunjuk pelaksaan akuntabilitas, dengan Keputusan Menteri Agama Nomor 489 Tahun 2000 yang diperbaharui dengan Keputusan Menteri Agama Nomor 507 Tahun 2003 yang selanjutnya disempurnakan kembali dengan Peraturan Menteri Agama Nomor 21 Tahun 2006 dan diinstruksikan kepada semua unit kerja, satuan organisasi/kerja Kementerian Agama se-Indonesia untuk melaksanakannya sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing.
Menurut Donald R. Mc.Adams “Accountability is holding people responsible for meeting standards. Accountability is at the core of standards-based school reform. Without accountability, standards are not really standards, but rather just goals”. 6
Perubahan yang terbaru dalam pertanggungjawaban bidang pendidikan sudah muncul dalam beberapa status sistem yang sudah menjadi muatan yang berlebihan berusaha untuk melayani begitu banyaknya tujuan secara bersama-sama, yang berakibat layanan yang kurang maksimal.7
Akuntabilitas bersifat berjenjang, dari akuntabilitas yang bersifat individu sampai dengan pertanggungjawaban yang bersifat kolektif. Tingkatan akuntabilitas dimulai dari akuntabilitas teknis, yaitu pertanggungjawaban terhadap input dan output atau produk yang dihasilkan dari suatu kegiatan pembangunan. Selanjutnya tingkat akuntabilitas strategis adalah tuntutan terhadap pertanggungjawaban outcomes atau manfaat, misalnya dalam bentuk kualitas pelayanan publik yang diterima oleh masyarakat. Dan tingkatan terakhir adalah akuntabilitas politik, yaitu pertanggungjawaban terhadap pencapaian dampak atau perubahan sosial/ekonomi/politik yang adapat dirasakan oleh masyarakat yang diakibatkan dari berbagai kebijakan dan program yang dijalankan oleh pemerintah.8
Akuntabilitas pendidikan khususnya di sekolah telah diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pada pasal 48 tentang pengelolaan dana pendidikan. Pasal 48 ayat 1 menjelaskan bahwa pengelolaan dana
5 Ibn Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, terjemahan Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq al-Sheikh (Bogor: Pustaka Imam Syafi’i), hal. 163-164. 6 Mc. Adams, D., et.al. Urban school district accountability systems. (U.S: Center for Reform of School Systems under a grant from the U.S. Department of Education, 2003), hal. 2. 7 Perie, Marianne et.al., Key Elements for Educational Accountability Models (Washington, DC.: Council of Chief State School Officers, 2007), hal. 4-6. 8 Penny Kusumastuti Lukito, Membumikan Trasparansi dan Akuntabilitas Sektor Publik: Tantangan Berdemokrasi ke Depan (Jakarta: Grasindo, 2014), hal. 3-4.
xv
pendidikan berdasarkan pada prinsip keadilan, efesien, transparansi dan akuntabilitas publik.9
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa akuntabilitas kepala madrasah adalah kewajiban kepala madrasah sebagai manajer atau pemimpin untuk memberikan pertanggungjawaban atau menjawab dan menerangkan kinerja yang telah dilakukan kepada pihak yang memiliki hak atau berkewajiban untuk meminta pertanggungjawaban.
Hersey dan Blanchard dalam Peter G. Northouse10, mengatakan bahwa tidak ada gaya kepemimpinan yang sesuai bagi semua kondisi dalam suatu organisasi tetapi gaya kepemimpinan akan sangat efektif apabila dapat mengakomodasi lingkungannya (pengikut, atasan dan rekan kerjanya).
Secara garis besar, teori sifat pemimpin itu ada dua yaitu positif dan negatif. Sifat positif seorang pemimpin sebagaimana yang dikemukakan Davis dalam Imam Mudjiono yang dikutip oleh Fatah Syukur adalah dewasa, leluasa, cerdas, humoris dan prestatif. Ghizelli dan Stodgill mengemukakan sifat ideal seorang pemimpin adalah intepegent, supervisory ability (kemampuan mengawasi), inisiatif, self assurance (jaminan diri) dan personality (kepribadian). Thomas W. Harell mengemukakan dengan sifat sebagai berikut: strong will (keinginan yang kuat), extroversion (menerima pendapat orang lain), power need (butuh kekuatan) dan achieve need (memiliki tujuan).11
Untuk mencapai kesuksesan dalam melaksanakan tugas-tugas organisasi/lembaga dan interaksi sosial, seorang pemimpin dituntut memiliki sifat-sifat yang ideal. Sifat yang ideal tersebut telah tercermin pada diri Rasulullah SAW, karena beliaulah pemimpin yang mampu menerapkan kepemimpinan secara arif dan demokratis. Di mana rasulullah SAW merupakan suri tauladan yang baik yang kepribadiannya diliputi oleh sifat-sifat yang baik, yaitu: s}iddiq (jujur), ama>nah (terpercaya), tabligh (menyampaikan) dan fat}a>nah (cerdas/pandai). Oleh karena itu hendaknya pemimpin pendidikan Islam selalu mencontoh perilaku Rasulullah SAW yang tercermin dalam sifat-sifatnya.12
Menurut Goleman dalam Ary Ginanjar Agustian, mengatakan bahwa koordinasi suasana hati adalah inti dari hubungan sosial yang baik. Apabila seseorang pandai menyesuaikan diri dengan suasana hati individu yang lain atau dapat berempati, orang tersebut akan memiliki tingkat emosionalitas yang baik dan akan lebih mudah menyesuaikan diri dalam pergaulan sosial serta lingkungannya.
Lebih lanjut Goleman mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemapuan yang lebih dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan
9 Tim Redaksi FOKUSMEDIA, Op.Cit., hal. 24. 10 Peter G. Northouse,op.cit., hal. 95. 11 Fatah Syukur, Manajemen Pendidikan Berbasis pada Madrasah, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2011), hal. 27. 12 Nur Efendi, op.cit., 33-36.
xvi
menunda kepuasan, serta mengatur keadaan jiwa. Dengan kecerdasan emosional tersebut seseorang dapat menempatkan emosinya pada porsi yang tepat, memilah kepuasan dan mengatur suasana hati.13
Sesungguhnya potensi yang telah diberikan kepada manusia berupa emosi bisa mendorong dirinya kepada perbuatan baik dan jelek. Untuk itu perlakuan terbaik terhadap emosi adalah mengendalikan dan mengarahkannya agar menjadi motivator ke arah yang lebih baik. Jika seorang pemimpin mampu untuk berbuat sesuai dengan emosi yang terkendali maka pemimpin tersebut dapat dikatakan sebagai pemimpin yang memiliki kecerdasan emosional.14
Pengambilan keputusan sangat penting bagi kepala madrasah. Karena dalam prosesnya memiliki peranan yang penting dalam memotivasi, kepemimpinan, komunikasi, koordinasi dan perubahan organisasi. Keputusan yang diambil oleh kepala madrasah sangat berpengaruh terhadap pelanggan pendidikan, terutama peserta didik. Oleh karena itu setiap kepala madrasah harus memiliki keterampilan pengambilan keputusan secara cepat, tepat, efektif dan efisien.15
Menurut George R. Terry, pengambilan keputusan adalah pemilihan alternatif perilaku (kelakuan) tertentu dari dua atau lebih alternatif yang ada untuk menentukan suatu pendapat atau perjalanan suatu tindakan. 16 Sondang P. Siagian menjelaskan bahwa pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan yang sistematis terhadap hakikat alternatif yang dihadapi dan mengambil tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling cepat. 17 Donald C. Mosley, Paul H. Pietri dan Leon C. Megginson dalam Wirawan memberikan definisi pembuatan keputusan adalah seleksi sadar dan tindakan alternatif-alternatif yang ada untuk memproduksi hasil yang diharapkan. Sedangkan Wirawan berpendapat bahawa pembuatan keputusan adalah proses menganalisis problem, mengidentifikasi alternatif-alternatif, memilih satu alternatif terbaik untuk menyelesaikan problem, melaksanakan dan mengevaluasi pelaksanaan keputusan.18
Berdasarkan hasil penelitian awal yang dilakukan peneliti, terkait data tentang akuntabilitas kepala Madrasah Aliyah Negeri di provinsi Jambi dapat diketahui dari beberapa indikasi Data Pokok Pendidikan (Dapodik) pada portal sudung belaja diperoleh informasi bahwa kondisi objektif mutu pendidikan di Provinsi Jambi pada jenjang pendidikan menengah masih memiliki banyak kelemahan yang harus segera diperbaiki dan ditingkatkan
13 Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ, (Jakarta: Arga, 2005), hal. 280. 14 Mas Udik Abdullah, Meledakkan IESQ dengan Langkah Takwa dan Tawakal. (Jakarta: Dzikrul Hakim, 2005), hal. 147. 15 Husaini Usman, Manajemen Teori, Praktik dan Riset Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), hal. 391-392. 16 Gr. Terry dan L.W. Rue, Dasar-dasar Manajemen (Jakarta: Bumi Aksara, 2014), hal. 17. 17 Sondang P. Siagian, Organisasi Kepemimpinan dan Perilaku Administrasi (Jakarta: Gunung Agung, 1997), hal. 120. 18 Wirawan, Op. Cit., hal. 651.
xvii
secara sistemik dan sistimatis. Oleh karena itu dibutuhkan komitmen tinggi dari pemerintah dan pemerintah daerah dan semua stakeholder yang direfleksikan melalui kerja keras untuk mewujudkan pendidikan bermutu. Beberapa hasil rekam data berikut menjelaskan kondisi pendidikan Jambi saat ini (existing condition).19
Adapun permasalahan yang berkaitan dengan akuntabilitas kepala Madrasah Aliyah Negeri dapat diidentifikasi sebagai berikut: 1. Sebagian besar mutu satuan pendidikan (sekolah) belum memenuhi
Standar Nasional Pendidikan. Dari 5.296 jumlah sekolah di Provinsi Jambi, 3.786 (71,49%) sekolah belum memenuhi standar nasional pendidikan, dan yang belum terakreditasi berjumlah 1.952 sekolah (36,86%).
2. Masih lemahnya sistem manajemen SDM guru dan tenaga kependidikan, terutama dalam pola rekruitmen, seleksi, penempatan dan pendistribusian, pembinaan karier, kesejahteraan dan remunerasi, serta pemberhentian tenaga guru, kepala sekolah, pengawas sekolah dan tenaga kependidikan lainnya yang sering keliru.
3. Kualifikasi dan kompetensi kepala sekolah belum memadai. 4. Masih tingginya ketidakpuasan masyarakat terhadap karakter, moralitas
atau etika lulusan sekolah dan layanan pendidikan. 5. Sekolah belum mampu melakukan evaluasi diri sekolah secara
berkesinambungan. Selain paparan data di atas, berdasarkan hasil laporan capaian
kinerja akuntabilitas Kementerian Agama RI Kantor Wilayah Provinsi Jambi tahun 2018 dengan cara membandingkan antara realisasi dan target masing-masing indikator sasaran pada perjanjian kinerja berdasarkan pada sasaran strategis secara rata-rata keseluruhan adalah 94%. Perbandingan antara taget dengan realisasi tahun 2018 sebagai berikut:
Tabel Sasaran Strategis Capaian Visi-Misi20
Indikator Kinerja Target Realisasi (%) 1. Jumlah Guru
Pendidikan Agama Islam yang bersertifikat
96,15 % 100 % 100
2. Jumlah Kepala Madrasah yang bersertifikat
82 % 100 % 100
3. Jumlah siswa MA/Ulya/SMTK
5,960 Siswa 5599 Siswa 98
4. Persentase MA yang
50.62 % 50.62 % 100
19 ttp://disdik.jambiprov.go.id/web/tampil/opini/detail/3 20 Kementerian Agama RI, Laporan Kinerja Tahun 2018 (Jambi: Kementerian Agama RI Kantor Wilayah Provinsi Jambi, 2018), hal. 23-28.
xviii
Indikator Kinerja Target Realisasi (%) terakreditasi minimal B
5. Pagu Anggaran Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jambi
Rp113.414.291.000,- Rp83.251.819.727,- 73,4
Capaian Rata-rata 94,2
Fenomena di atas membawa dampak begitu pentingnya
akuntabilitas bagi kepala Madrasah Aliyah Negeri di Provinsi Jambi. Hal ini
sesuai dengan Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 172
Tahun 2014 tentang petunjuk pelaksanaan penyusunan penetapan kinerja
dan pelaporan akuntabilitas kinerja di lingkungan Kementerian Agama.
Oleh karena itu dalam ragka meneliti akuntabilitas tersebut maka
diperlukan suatu studi tentang variabel yang mempunyai korelasi. Dalam
hal ini peneliti akan meneliti korelasi beberapa variabel yaitu gaya
kepemimpinan, kecerdasan emosional dan pengambilan keputusan
dengan akuntabilitas kepala Madrasah Aliyah Negeri.
B. Rumusan Masalah
Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah mengungkap
hubungan antara gaya kepemimpinan, kecerdasan emosional,
pengambilan keputusan dangan akuntabilitas kepala Madrasah Aliyah
Negeri di provinsi Jambi, selanjutnya dirinci menjadi rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Apakah terdapat hubungan antara gaya kepemimpinan (X1) dengan
akuntabilitas kepala Madrasah Aliyah Negeri (Y) di provinsi Jambi?
2. Apakah terdapat hubungan antara kecerdasan emosional (X2) dengan
akuntabilitas kepala Madrasah Aliyah Negeri (Y) di provinsi Jambi?
3. Apakah terdapat hubungan antara pengambilan keputusan (X3) dengan
akuntabilitas kepala Madrasah Aliyah Negeri (Y) di provinsi Jambi?
4. Apakah terdapat hubungan antara gaya kepemimpinan (X1), kecerdasan
emosional (X2), dan pengambilan keputusan (X3) secara bersama-sama
xix
dengan akuntabilitas kepala Madrasah Aliyah Negeri (Y) di provinsi
Jambi?
II. LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS
PENELITIAN
A. Landasan Teori
Akuntabilitas Kepala Madrasah
Secara terminologi accountability dari akar kata "account", artinya
laporan. Dalam Al-Qur'an, account adalah hisab (perhitungan). Kata hisab
dapat ditemukan pada beberapa surat dan ayat Al-Qur'an, Allah SWT
berfirman:
��ء و�
�ء و���ي �� ��
��� ��
���� ��
و�
���ة
� ��
� أ
�
�� �
�ء ٱ�
�� �
�� و�
�
�ن
���
� ���
� � ��
�٩٣
Artinya:“Dan kalau Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan kamu satu umat (saja), tetapi Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan sesungguhnya kamu akan ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan” (Q.S. An-Nahl/16:93).21 Akuntabilitas secara umum berkaitan dengan kewajiban seseorang
untuk "account" kepada Allah SWT dalam segala hal yang berkaitan
dengan usaha manusia. Segala sumber daya yang tersedia untuk manusia
ini merupakan bentuk sebuah kepercayaan, manusia menggunakan apa
yang dipercayakan kepada mereka (manusia) didasarkan pada ketentuan-
ketentuan syari'ah dan keberhasilan individu di akhirat bergantung pada
kinerja manusia di dunia.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa akuntabilitas
kepala madrasah adalah kewajiban kepala madrasah sebagai manajer atau
pemimpin untuk memberikan pertanggungjawaban atau menjawab dan
menerangkan kinerja yang telah dilakukan kepada pihak yang memiliki hak
atau berkewajiban untuk meminta pertanggungjawaban. Berdasarkan
kesimpulan tersebut maka diperoleh indikator-indikator sebagai berikut: (1)
21 Departemen Agama RI, Mushaf Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: Al-Huda, 2005), hal. 455.
xx
patuh terhadap hukum, (2) melayani dengan responsif (3), menghindari
korupsi, kolusi dan nepotisme, (4) memilih alternatif program yang
memberikan hasil optimal, (5) mempertanggung jawabkan kebijakan yang
telah diambil.
Gaya Kepemimpinan
Kepemimpinan atau leadership merupakan seni dan keterampilan
orang dalam memanfaatkan kekuasaannya untuk mempengaruhi orang
lain agar melaksanakan aktifitas tertentu yang diarahkan pada tujuan yang
telah ditetapkan. Memimpin yaitu mengerjakan niat demi tujuan tertentu.
Orang yang dipimpin adalah diperintah, dipengaruhi dan diatur oleh
ketentuan yang berlaku secara formal, nonformal dan informal.22
Bahkan dalam Al-Qur’an juga ditegaskan bahwa setiap manusia
bertanggungjawab memakmurkan bumi. Di sisi lain kepemimpinan dalam
Islam dimaknai sebagai kemampuan melaksanakan perintah dan
meninggalkan larangan Allah, baik bersama maupun perorangan. 23
Sebagaimana firman Allah SWT.
Artinya: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu, kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya (Q.S. Ali Imran/3:159).24
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa gaya
kepemimpinan adalah bentuk perilaku pemimpin dalam memimpin atau
mempengaruhi bawahannya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan,
22 Saefullah, Manajemen Pendidikan Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2012), hal. 139. 23 Ibid., hal. 62. 24 Ibid., hal. 72
xxi
agar tujuan tersebut dapat dijadikan sebagai tujuan bersama. Berdasarkan
kesimpulan tersebut maka diperoleh indikator-indikator sebagai berikut: (1)
memberikan instruksi; (2) mengadakan konsultasi; (3) memiliki partisipasi;
(4) mendelegasikan.
Kecerdasan Emosional
Kecerdasan emosional dapat diartikan dengan kemampuan untuk
“menjinakkan” emosi dan mengarahkannya ke pada hal-hal yang lebih
positif. Seorang yang mampu mensinergikan potensi intelektual dan potensi
emosionalnya berpeluang menjadi manusia-manusia utama dilihat dari
berbagai segi. Di dalam Al-Qur’an, aktifitas kecerdasan emosional
seringkali dihubungkan dengan kalbu. Sebagaimana firman Allah SWT:
�ء�� � ٱ�� أ
��
� ��
� ۥإ�
��
�
��� وأ
ٱ�
�� ���� � ��
� و�
�� �� ۦ�
� و�� ۦو�
�
��ه �� ����� �� ��� ۦ��
�ة ٱ��
��
�ون
��
�
�
�
� ٢٣أ
Artinya: “Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran”. (Q.S.Al-Jatsiyah (45):23).25
Menurut Adele B. Lynn, kecerdasan emosional tersebut memiliki
lima kompetensi. Di mana masing-masing kompetensi memiliki indikator.
Indikator inilah yang menunjukkan bahwa seorang pemimpin dapat
dikatakan memiliki kecerdasan emosional. Sebagai mana tampak dalam
tabel berikut ini:
25 Departemen Agama RI, Mushaf Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: Al-Huda, 2005), hal. 354.
xxii
Gambar 1. Emotional Intelligence Table of Competencies Adele B. Lynn26
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan
emosional adalah kemampuan seseorang dalam mengendalikan dirinya
dari berbagai keadaan dengan tujuan untuk menempatkan emosinya pada
posisi yang tepat, sehingga akan diperoleh energi positif pada jiwa
seseorang yang berpengaruh pada fungsi sosial. Sesuai dengan
kesimpulan tersebut, maka diperoleh indikator-indikator sebagai berikut: (1)
kesadaran emosi; (2) pengendalian diri; (3) dapat dipercaya; (4) dorongan
prestasi; (5) orientasi pelayanan; (6) pengikat jaringan.
Pengambilan Keputusan
Dalam konsep Islam, langkah-langkah untuk mengambil keputusan
atau menetapkan suatu putusan harus dilaksanakan dengan musyawarah.
Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an:
26 Adele B. Lynn, The EQ interview: Finding Employees with High Emotional Intelligence (New York: AMACOM, 2008), hal. 11-14.
xxiii
�� ٱو �
ٱ � ������ا
���ا
� ٱ����� وأ
�ة
� �رى ���� ���
� �
���
��� وأ
� رز� � و���
�ن
����٣٨
Artinya: “Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka”. (Q.S. Asy-Syura (42):38)27
Ayat di atas dalam tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa orang-orang
yang mengikuti perintah-Nya dan mematuhi rasul-Nya, tidak akan
menunaikan suatu urusan atau pekerjaan kalau terlebih dahulu tidak
dimusyawahkan. Tujuannya adalah agar mereka saling mendukung
dengan pendapat mereka, seperti urusan peperangan dan sebagainya. Hal
ini dilakukan mulai dari kerabat dan orang-orang terdekat setelahnya.28
Menurut Fred Luthans, “decision making is almost universally defined as choosing between alternatives. It is closely related to all the traditional management functions. For example, when a manager plans, organizes, and controls, he or she is making decisions”.29
Gambar 2 The Basis of Delegation
Bagan di atas menunjukkan bahwa, seorang pemimpin memiliki
otoritas untuk mengambil keputusan dalam berbagai hal. Akan tetapi
pengambilan keputusan tersebut memiliki konsekwensi dalam tindakannya
27 Departemen Agama RI, Mushaf Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: Al-Huda, 2005), hal. 289. 28 Ibn Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Op.Cit., hal. 259. 29 Luthans Fred, Organizational behavior: An Evidence-Based Approach (New York: McGraw-Hill/Irwin, 2011), hal. 259.
xxiv
yaitu untuk mempertanggungjawabkan kepada atasannya. Pengambilan
keputusan merupakan tanggung jawab bersama oleh semua manajer,
terlepas dari area fungsional atau tingkat manajemen. Setiap hari, mereka
diwajibkan untuk membuat keputusan Itu membentuk masa depan
organisasi mereka serta masa depan mereka sendiri. Beberapa keputusan
kecil memiliki dampak yang kuat pada keberhasilan organisasi, sementara
yang lain kurang penting. Namun, semua keputusan memiliki beberapa
efek (positif atau negatif, besar atau kecil) pada organisasi. Kualitas
keputusan adalah tolok ukur efektivitas manajerial. Singkatnya,
mengingatkan bahwa pengambilan keputusan adalah keterampilan yang
diperoleh melalui pengalaman trial and error.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengambilan
keputusan adalah suatu proses pemilihan alternatif terbaik dari beberapa
alternatif secara sadar dan sistematis digunakan sebagai sarana
pemecahan suatu masalah. Sesuai dengan kesimpulan tersebut, maka
diperoleh indikator-indikator sebagai berikut: (1) memilih alternatif terbaik,
(2) menggali informasi berasal dari orang yang dipercaya, (3)
menyelesaikan masalah secara sadar dan sistematis.
B. KERANGKA BERFIKIR
Hubungan antara Gaya Kepemimpinan (X1) dengan Akuntabilitas
Kepala Madrasah Aliyah (Y)
Gaya kepemimpinan adalah pola atau bentuk perilaku pemimpin
dalam memimpin atau mempengaruhi bawahannya untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan, agar tujuan tersebut dapat menjadi tujuan bersama.
Akuntabilitas adalah kewajiban untuk memberikan
pertanggungjawaban atau menjawab dan menerangkan kinerja dan
tindakan seseorang/badan hukum/pimpinan suatu organisasi kepada pihak
yang memiliki hak atau berkewajiban untuk meminta pertanggungjawaban.
Akuntabilitas kepala madrasah sebagai kondisi di mana kepala madrasah
dalam melaksanakan kekuasaan dibatasi oleh alat eksternal dan internal.
Maka, akuntabilitas memiliki dua sisi, internal dan eksternal. Secara
eksternal, akuntabilitas berarti keharusan untuk mempertanggungjawabkan
xxv
pengaturan sumberdaya atau otoritas. Sebaliknya bagian dalam
akuntabilitas merujuk pada norma internal seperti arahan professional,
etika, pragramatis untuk pelaksanaan tanggungjawab bagi kepala
madrasah dalam tugas sehari-harinya.
Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa dapat diduga
terdapat hubungan positif yang signifikan antara gaya kepemimpinan
dengan akuntabilitas kepala madrasah atau dengan kata lain semakin baik
gaya kepemimpinan kepala madrasah maka akan semakin baik juga
akuntabilitasnya.
Hubungan antara Kecerdasan Emosional (X2) dengan Akuntabilitas
Kepala Madrasah Aliyah (Y)
Kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang dalam
mengendalikan dirinya dari berbagai keadaan dengan tujuan untuk
menempatkan emosinya pada posisi yang tepat, sehingga akan diperoleh
energi positif pada jiwa seseorang yang berpengaruh pada fungsi sosial.
Akuntabilitas adalah kewajiban untuk memberikan
pertanggungjawaban atau menjawab dan menerangkan kinerja dan
tindakan seseorang/badan hukum/pimpinan suatu organisasi kepada pihak
yang memiliki hak atau berkewajiban untuk meminta pertanggungjawaban.
Dari analisis tersebut di atas dapat dikatakan bahwa dapat diduga
terdapat hubungan positif yang signifikan antara kecerdasan emosional
dengan akuntabilitas kepala madrasah. Dengan kata lain semakin baik
pengendalian emosi seseorang maka akuntabilitas kepemimpinannya akan
semakin baik pula.
Hubungan antara Pengambilan Keputusan (X3) dengan Akuntabilitas
Kepala Madrasah Aliyah (Y)
Akuntabilitas kepala madrasah sebagai kondisi dimana kepala
madrasah dalam melaksanakan kekuasaan dibatasi oleh alat eksternal dan
internal. Maka, akuntabilitas memiliki dua sisi, internal dan eksternal.
Secara eksternal, akuntabilitas berarti keharusan untuk
mempertanggungjawabkan pengaturan sumberdaya atau otoritas.
Sebaliknya bagian dalam akuntabilitas merujuk pada norma internal seperti
xxvi
arahan professional, etika, pragramatis untuk pelaksanaan tanggungjawab
bagi kepala madrasah dalam tugas sehari-harinya.
Pengambilan keputusan adalah suatu proses pemilihan alternatif
terbaik dari beberapa alternatif secara sadar dan sistematis digunakan
sebagai sarana pemecahan suatu masalah. Pengambilan keputusan
memiliki keterkaitan dengan akuntabilitas. Kepala madrasah dalam situasi
apapun diharapkan mampu untuk mengambil keputusan dengan cara yang
bijak. Kemampuan kepala madrasah dalam mengambil keputusan akan
berefek pada akuntabilitas terhadap keputusan yang telah ditetapkan
Di sisi lain kepala madrasah dikatakan memiliki akuntabilitas yang
tinggi, apabila dalam kepemimpinannya mampu memutuskan
permasalahan dengan bijak. Sehingga tidak ada satu pihakpun yang
merasa dirugikan atau terdzalimi.
Dari analisis tersebut di atas dapat dikatakan bahwa dapat diduga
terdapat hubungan positif yang signifikan antara pengambilan keputusan
dengan akuntabilitas kepala madrasah. Dengan kata lain semakin bijak
dalam memutuskan sesuatu masalah maka akuntabilitas kepala madrasah
akan semakin tinggi.
Hubungan antara Gaya Kepemimpinan (X1), Kecerdasan Emosional
(X2), Pengambilan Keputusan (X3) dengan Akuntabilitas Kepala
Madrasah Aliyah (Y)
Gaya kepemimpinan adalah pola atau bentuk perilaku pemimpin
dalam memimpin atau mempengaruhi bawahannya untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan, agar tujuan tersebut dapat menjadi tujuan bersama.
Gaya kepemimpinan yang dapat diterima oleh semua pihak adalah gaya
kepemimpinan yang mempu mengayomi bawahanya dan juga dapat
bekerjasama yang baik antara pemimpin dengan yang dipimpin. Sebaliknya
apabila gaya kepemimpinan kepala madrasah tidak dapat diterima oleh
semua pihak, maka pertanggungjawabannya juga tidak dapat diterima.
Kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang dalam
mengendalikan dirinya dari berbagai keadaan dengan tujuan untuk
menempatkan emosinya pada posisi yang tepat, sehingga akan diperoleh
energi positif pada jiwa seseorang yang berpengaruh pada fungsi sosial.
xxvii
Kepala madrasah yang memiliki kecerdasan emosional adalah kepala
madrasah yang mampu untuk mengendalikan emosinya dalam situasi
apapun. Ketika kecerdasan emosionalnya dapat dimenej dengan baik,
maka akuntabilitas kepala madrasah dapat diterima oleh pemberi
tanggungjawab dan juga pihak yang dipimpinnya.
Pengambilan keputusan merupakan faktor-faktor yang ada
hubungannya dengan akuntabilitas kepala madrasah. Segala keputusan
yang telah ditetapkan akan dipertanggungjawabkan. Sehingga kepala
madrasah dalam membuat/ mengambil keputusan tentu harus
mempertimbangkan sisi positif dan negatifnya. Pengambilan keputusan
dalam organisasi bukanlah pekerjaan yang mudah. Sebab, keputusan yang
dihasilkan akan memiliki implikasi pro dan kontra baik antara pemimpin
dengan yang dipimpin, maupun antara sesama yang dipimpin. Oleh karena
itu agar keputusan yang diambil dapat diterima, maka komunikasi antara
pemimpin dangan yang dipimpin juga harus berjalan harmanis.
Dari analisis tersebut di atas dapat dikatakan bahwa dapat diduga
terdapat hubungan positif yang signifikan antara gaya kepemimpinan (X1),
kecerdasan emosional (X2), pengambilan keputusan (X3), baik secara
sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama dengan akuntabilitas kepala
madrasah (Y). Semakin baik gaya kepemimpinan (X1), semakin tinggi
kecerdasan emosional (X2), dan semakin logis dalam pengambilan
keputusan (X3), maka diduga akan semakin baik akuntabilitas kepala
marasah (Y).
C. HIPOTESIS PENELITIAN
Berdasarkan kerangka berfikir yang telah dikemukakan di atas,
dapat diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut:
1. Terdapat hubungan positif dan signifikan antara gaya kepemimpinan
dengan akuntabilitas kepala Madrasah Aliyah Negeri.
2. Terdapat hubungan positif dan signifikan antara kecerdasan emosional
dengan akuntabilitas kepala Madrasah Aliyah Negeri.
3. Terdapat hubungan positif dan signifikan antara pengambilan keputusan
dengan akuntabilitas kepala Madrasah Aliyah Negeri.
xxviii
4. Terdapat hubungan positif dan signifikan antara gaya kepemimpinan,
kecerdasan emosional, pengambilan keputusan, baik secara bersama-
sama dengan akuntabilitas kepala Madrasah Aliyah Negeri.
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan rancangan
penelitian survei dengan teknik korelasional.
Konstelasi penelitian hubungan antara variabel bebas dengan
variabel terikat dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Keterangan: Y : Akuntabilitas Kepala Madrasah
Aliyah Negeri X1 : Gaya Kepemimpinan X2 : Kecerdasan Emosional X3 : Pengambilan Keputusan
B. Populasi dan Sampel
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas; obyek/subyek
yang mempunyai kualitas dan karekteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya30.
Populasi dalam penelitian ini adalah Kepala Madrasah Aliayah
Negeri (MAN) di provinsi Jambi, pada tahun pelajaran 2017/2018.
Berdasarkan data yang diperoleh dari pangkalan data, menjelaskan bahwa
MAN di provinsi Jambi, yang tersebar dalam 11 wilayah kabupaten dan
kota31.
30 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R D (Bandung: Alfabeta, 2014), hal. 80. 31 Kasi Kelembagaan dan Sistem Informasi Madrasah Bidang pendidikan Madrasah, Laporan Data Madrasah (Jambi: Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jambi, 2013), hal. 25-31.
X1
X2
X3
Y
xxix
Adapun populasi yang dijadikan target dalam penelitian ini adalah
Kepala MAN Model Jambi, MAN 1 Bungo dan MAN 1 Sarolangun. Hal ini
dipilih berdasarkan sebaran wilayah yang telah ditetapkan peneliti.
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut. 32 Teknik penentuan sampel dalam penelitian ini
ditentukan dengan teknik proporsional random sampling. Teknik ini
dilakukan dengan tetap memperhatikan dan mempertimbangkan aspek
representasi dari kesamaan karakteristik populasi. Dengan teknik
proporsional random sampling maka ditetapkan yang menjadi sampel
penelitian ini adalah Kepala MAN Sarolangun, MAN Muara Bungo, dan
MAN Model Jambi.
Karena penelitian ini membahas tentang akuntabilitas kepala
madrasah, maka untuk menelitinya diperlukan unit sampel. Adapun unit
sampel yang dipilih peneliti adalah guru yang berjumlah sebanyak 154
orang guru sebagai responden.
Dari unit sampel yang diperoleh tidak keseluruhan digunakan
sebagai sampel penelitian, tetapi ada yang digunakan sebagai sampel uji
coba validitas dan reliabilitas instrumen penelitian. Sampel uji coba
instrumen penelitian melibatkan 30 orang guru sebagai respoden, dan
selebihnya ditetapkan sebagai sampel penelitian, yaitu 124 orang guru
sebagai responden.
C. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah dengan angket atau kuesioner. Angket atau kuesioner merupakan
teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi
seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk
dijawab, dengan tujuan untuk memperoleh informasi yang lengkap33.
Untuk memperoleh data dalam penelitian ini menggunakan alat ukur
skala Likert.34 Instrumen variabel dalam penelitian ini menggunakan pilihan:
32 Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods) (Bandung: Alfabeta, 2014), hal. 120. 33 Riduwan, Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian (Bandung: Alfabeta, 2013), hal. 25. 34 Tukiran Taniredja dan Hidayati Mustafidah, Penelitian Kuantitatif (Sebuah Pngantar) (Bandung: Alfabeta, 2012), hal. 45.
xxx
Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Netral (N), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak
Setuju (STS).35
D. Teknik Analisis Data
Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif digunakan untuk mencari harga rata-rata, median,
modus, simpangan baku, jangkauan, nilai maksimum dan minimum.
Selanjutnya distribusi frekwensi divisualisasikan melalui tabel dan grafik
histogram.
Pengujian Persyaratan Analisis
Dalam penelitian ini uji persyaratan analisis data yang digunakan
adalah uji normalitas, uji homogenitas dan uji linearitas regresi.
Analisis Inferensial
Analisis inferensial diterapkan untuk menguji hipotesis yang diajukan
dengan menggunakan statistik multivarian, yaitu teknik statistik yang akan
digunakan untuk menjawab hipotesis yang diajukan. Untuk itu teknik yang
digunakan adalah korelasi product moment.
Hipotesis Statistik
Hipotesis Statistik adalah pernyataan atau dugaan mengenai satu
atau lebih populasi. Hipotesis statistik dalam penelitian ini adalah:36
1. Ho : ρy1 = 0 Ha : ρy1 ≠ 0
2. Ho : ρy2 = 0 Ha : ρy2 ≠ 0
3. Ho : ρy3 = 0 Ha : ρy3 ≠ 0
4. Ho : ρy.123 = 0 Ha : ρy.123 ≠ 0
IV. HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN
A. Hasil Penelitian
Pengujian Persyaratan Analisis Uji Normalitas
Pengujian normalitas data dengan Chi-Kuadrat (2 ) dilakukan
dengan cara membandingkan kurve normal yang terbentuk dari data yang
telah terkumpul (B) dengan kurva normal baku/standard (A). Jadi
35 Riduwan, Op.Cit., hal. 15. 36 Tim Revisi Buku Panduan Tesis dan Disertasi, Buku Panduan Penulisan Tesis dan Disertasi (Jambi: Pascasarjana IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, 2015), hal. 44.
xxxi
membandingkan antara (B:A). Bila B tidak berbeda secara signifikan
dengan A, maka B merupakan data yang berdistribusi normal.
Kurva normal baku yang luasnya mendekati 100% itu dibagii menjadi
6 bidang berdasarkan simpangan bakunya, yaitu tiga bidang di bawah rata-
rata (mean) dan tiga bidang di atas rata-rata. Luas 6 bidang dalam kurva
normal adalah: 2,27%; 13,53%; 34,13%; 34,13%; 13,53%; 2,27%.37
Tabel Rangkuman Hasil Perhitungan
Uji Normalitas
No Variabel N 2hitung 2
tabel Keputusan
2hitung
<2tabel
1 Gaya Kepemimpinan
124 4,54 11,070 Normal
2 Kecerdasan Emosional
124 6,75 11,070 Normal
3 Pengambilan Keputusan
124 4,94 11,070 Normal
4 Akuntabilitas Kep.Madrasah
124 0,17 11,070 Normal
Uji Homogenitas Varian
Uji homogenitas varian dilakukan untuk mengetahui apakah data
yang diperoleh memiliki varian yang homogen atau tidak. Pengujian
dilakukan dengan menggunakan uji Bartlett, dengan kriteria pengujian
berikut:
Terima Ho jiika ��hitung < ��
tabel;
Tolak Ho Jika ��hitung > ��
tabel dengan taraf signifkansi α = 0,05.
Hasil uji homogenitas dalam penelitian ini dirangkum dalam tabel berikut:
Tabel Rangkuman Uji Homogenitas
No Variabel dk 2 hitung 2 tabel Keterangan
1 X1 terhadap Y 90 30,80 113,1450 Homogen 2 X2 terhadap Y 98 30,89 122,3241 Homogen 3 X3 terhadap Y 97 45,22 121,3114 Homogen 4 X1 terhadap X3 90 34,09 113,1450 Homogen 5 X2 terhadap X3 98 41,38 122,3241 Homogen
37 Syofian Siregar, Metode Penelitian Kuantitatif: Dilengkapi dengan Perhitungan Manual & SPSS (Jakarta: Kencana, 2013), hal. 137 & 517.
xxxii
6 X1 terhadap X2 90 32,014 113,1450 Homogen
Prasyarat homogen jika �������� < ��
�����
Uji Linearitas Koefisien Regresi
Uji terakhir yang diperlukan sebelum dilakukan analisis adalah uji
linearitas regresi. Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui bahwa variabel-
variabel yang dirumuskan dalam model teoritik penelitian mempunyai
hubungan linear secara nyata. Asumsi kelinearan variabel X1 terhadap Y,
varibel X2 terhadap varibel Y, variabel X3 terhadap Y. Pengujian linearitas
dalam hal ini disebut juga uji Tuna Cocok atau uji F. statistik uji hipotesis
tersebut adalah Fhitung, dimana Fhitung diperoleh dari kuadrat Tuna Cocok
dibagi dengan kudrat tengah galat murni pada ANOVA. Ho akan diterima
jika nilai Fhitung < Ftabel , dan Ho akan ditolak jika nilai Fhitung > Ftabel (pada taraf
signifikansi 5%).
Tabel Uji Linaaritas Koefisien Regresi
No Galat Uji Linieritas Uji Keberartian Regresi
Fh Ft Status Fh Ft Status
1 X1 dengan Y 1,17 1,56 Linear 17,5 3,91 signifikan
2 X2 dengan Y 1,07 1,65 Linear 29,2 3.91 signifikan
3 X3 dengan Y 0,69 1,5 Linear 7,39 3,91 signifikan
4 X1 dengan X3 0,9 1,5 Linear 11,2 3,91 signifikan
5 X2 dengan X3 1,59 1,65 Linear 13,2 3,91 signifikan
6 X1 dengan X2 1,0 1,5 Linear 29,18 3,91 signifikan
Syarat liner Fh < Ft Syarat signifikan Fh Ft
Pengujian Hipotesis
Berdasarkan hasil uji hipotesis baik yang bersifat parsial maupun
simultan, maka dapat dirangkum dekomposisi koefisien korelasi, hubungan
antara gaya kepemimpinan (X1), kecerdasan emosional (X2), dan
pengambilan keputusan (X3) dengan akuntabilitas kepala MAN dalam tabel
berikut ini:
Tabel Rangkuman Dekomposisi dari Koefisien Korelasi
No Hubungan Variabel Nilai Koefisien Korelasi (r)
1 X1 dengan Y 0,35
xxxiii
2 X2 dengan Y 0,44
3 X3 dengan Y 0,54
4 X1,X2, dan X3 dengan Y 0,798
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dapat dilihat pada tabel
rangkuman berikut:
Rekapitulasi hasil pengujian hipotesis penelitian
No Hipotesis penelitian
Hipotesis Statistik
rhitung/ thitung/ Fhitung
Keputu-san
Kesim-pulan
1 Akuntabilitas kepala Madrasah Aliyah Negeri (Y) berkorelasi signifikan dengan gaya kepemimpinan (X1)
Ho : ρy1 = 0 Ha : ρy1 ≠ 0
0,35 4,63 Ho
ditolak H1
diterima
Terdapat hubungan
2 Akuntabilitas kepala Madrasah Aliyah Negeri (Y) berkorelasi signifikan dengan kecerdasan emosional (X2)
Ho : ρy2 = 0 Ha : ρy2 ≠ 0
0,44 5,41 Ho
ditolak H1
diterima
Terdapat hubungan
3 Akuntabilitas kepala Madrasah Aliyah Negeri (Y) berkorelasi signifikan dengan pengambilan keputusan (X3)
Ho : ρy3 = 0 Ha : ρy3 ≠ 0
0,54 7,06 Ho
ditolak H1
diterima
Terdapat hubungan
4 Akuntabilitas kepala Madrasah Aliyah Negeri (Y) berkorelasi signifikan dengan
Ho : ρy.123
= 0 Ha : ρy.123
≠ 0
0.798 Fhitung= 100,08
Ho
ditolak H1
diterima
Terdapat hubungan
xxxiv
dengan gaya kepemimpinan (X1), kecerdasan emosional (X2) dan pengambilan keputusan (X3)
B. Analisis Hasil Penelitian
Pertama, berdasarkan hasil pengujian hipotesis pertama diperoleh
koefisien korelasi yang signifikan antara gaya kepemimpinan dengan
akuntabilitas kepala MAN, yaitu rY.X1 sebesar 0,35. Berdasarkan hasil
perhitungan diperoleh koefisien determinan atau hubungan antara gaya
kepemimpinan dengan akuntabilitas kepala Madrasah Aliyah Negeri
sebesar 0,1225. Jadi gaya kepemimpinan memiliki korelasi positif dengan
akuntabilitas kepala Madrasah Aliyah Negeri, yang mana 12,25%
akuntabilitas kepala MAN ditentukan langsung oleh gaya
kepemimpinannya. Hal ini mengindikasikan bahwa gaya kepemimpinan
kepala madrasah merupakan unsur dalam organisasi pendidikan, untuk
menjalin hubungan antara pemimpin dengan bawahannya maupun pihak
lain guna mewujudkan kerja sama yang baik dalam mewujudkan tujuan
organisasi pedidikan tersebut. Ketika hubungan sudah terjalin dengan baik
dan harmonis maka akan tercipta pertanggungjawaban yang tinggi.
Sehingga semua aktifitas ditunjukkan dengan transparan dalam rangka
mewujudkan akuntabilitas.
Kepemimpinan pendidikan Islam harus berbeda dengan
kepemimpinan pendidikan yang lain. Letak perbedaannya adalah terdapat
pada pengambilan konsep kepemimpinan yang didasarkan pada Alquran
dan Hadis yang diintegrasikan dengan teori-teori kepemimpinan yang
sudah berkembang di lembaga-lembaga pendidikan Islam. Menurut Nur
Efendi kepemimpinan pendidikan Islam dapat dibangun dengan terlebih
dahulu harus memahami ayat-ayat kauniyyah dan qauliyyah. Hasil dari
ijtihad yang dilakukan kemudian dikonsultasikan dan dibreak down kepada
xxxv
kegiatan eksperimen yang pada gilirannya melahirkan teori kepemimpinan
pendidikan Islam.38
Menurut Maisah, 39 superioritas kepemimpinan lembaga pendidikan
Islam adalah kepemimpinan yang memiliki tanggung jawab dan mampu
menggerakkan organisasi yang dipimpinnya untuk bersaing dengan
lembaga pendidikan lain. Adapun tipe kepemimpinan lembaga pendidikan
Islam yaitu:
a. Berperilaku jujur (s}iddiq)
b. Dapat dipercaya (ama>nah)
c. Menyampaikan segala informasi (tabligh)
d. Cerdas (fat}a>nah)
e. Ikhlas
f. Sabar
g. Rendah hati (tawa>d}u’)
h. Adil
i. Mampu mengendalikan diri.
Sedangkan menurut Martinis 40 , menjelaskan bahwa akuntabilitas
menyangkut dua dimensi, yakni akuntabilitas vertikal dan akuntabilitas
horizontal. Akuntabilitas vertikal menyangkut hubungan antara pengelola
sekolah dengan masyarakat, sekolah dan orang tua siswa, sekolah dan
instansi di atasnya atau dinas pendidikan. Sedangkan akuntabilitas
horizontal menyangkut hubungan antara sesama warga sekolah, antara
kepala sekolah dengan komite dan antara kepala sekolah dengan guru.
Akuntabilitas tidak saja menyangkut proses pembelajaran, tetapi juga
menyangkut pengelolaan keuangan dan kualitas output.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kepala sekolah yang
akuntabel dalam perspektif Islam adalah kepala sekolah yang
melaksanakan sifat-sifat rasul. Kepala madrasah yang akuntabel adalah
kepala madrasah yang memiliki kompetensi untuk menciptakan madrasah
38 Nur Efendi, Islamic Educational…, hal. 22-23. 39 Maisah, Manajemen Strategik dalam Perspektif Pendidikan Islam (Jambi: Salim Media Indonesia, 2016), hal. 64. 40 Martinis Yamin dan Maisah, Standarisasi Kinerja Guru. (Jakarta: GP Press, 2010), hal. 40.
xxxvi
yang bermutu dan efektif. Ini menggambarkan bahwa kepala madrasah
memiliki kekuatan teknikal penerapan fungsi-fungsi manajemen.
Gaya kepemimpinan kepala madrasah dalam konteks penelitian ini
adalah gaya kepemimpinan demokratis. Gaya kepemimpinan demokratis
sesuai dengan keadaan tingkat kematangan guru dan staf, yang dapat
dilihat dari dua dimensi, yakni dimensi kemampuan (kesadaran dan
pemahaman) dan dimensi kemauan (tanggung jawab, kepedulian, dan
komitmen).
Kedua, berdasarkan hasil pengujian hipotesis kedua diperoleh
koefisien korelasi yang signifikan antara kecerdasan
emosionaldenganakuntabilitas kepala MAN, yaitu rX2.Y sebesar 0,44.
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh korelasi atau hubungan
antarakecerdasan emosionaldenganakuntabilitas kepala MAN sebesar
0,1936. Jadi kecerdasan emosional memiliki korelasi secara langsung
denganakuntabilitas kepala MAN, yang mana 19,36% akuntabilitas kepala
MAN ditentukan oleh kecerdasan emosionalnya.
Elemen jiwa dan emosi telah diberi perhatian lebih awal dalam
pendidikan psikologi Islam. Emosi menurut ahli psikologi Islam sama seperti
potensi fitrah yang lain, melalui proses pertumbuhan dan perkembangan.
Upaya mengenali, memupuk dan membina kematangan emosi memberi
kesan positif dalam menyeimbangkan kesejahteraan diri manusia.41
Kecerdasan emosional dapat diartikan dengan kemampuan untuk
“menjinakkan” emosi dan mengarahkannya ke pada hal-hal yang lebih
positif. Salovey dan Mayer dalam Ramayulis 42 mengatakan bahwa
kemampuan mengenali emosi diri sediri, mengelola dan mengekspresikan
emosi diri sendiri dengan tepat, memotivasi diri sendiri, mengenali orang
lain dan membina hubungan dengan orang lain adalah dengan
menggunakan kecerdasan emosi.
Mahmud al-Zaky dalam Ramayulis mengatakan bahwa kecerdasan
emosional pada dasarnya mempunyai hubungan yang erat dengan
41 Hamidah Sulaiman, dkk., “Kecerdasan Emosi Menurut Al-Qur’an dan Al-Sunnah: Aplikasinya dalam Membentuk Akhlak Remaja” dalam The Online Journal of Islamic Education, Vol. 1 Issue 2 (Malaysia: University Malaya, 2013), hal. 51. 42 Ramayulis, Psikologi Agama (Jakarta: Kalam Mulia, 2011), hal. 92.
xxxvii
kecerdasan ulu>hiyyah (ketuhanan). Jika seseorang tingkat pemahaman dan
pengamalan nilai-nilai ketuhanan yang tinggi dalam hidupnya, maka berarti
dia telah memiliki kecerdasan emosional yang tinggi pula.43
Di dalam Al-Qur’an, aktifitas kecerdasan emosional seringkali
dihubungkan dengan kalbu. Oleh karena itu, kata kunci utama EQ di dalam
Al-Qur’an dapat ditelusuri melalui kata kunci kalbu dan tentu saja dengan
istilah-istilah lain yang mirip dengan fungsi kalbu seperti jiwa, intuisi, dan
beberapa istilah lainnya. Sebagaimana firman Allah SWT:
�ء�� � ٱ�� أ
�
�� ��
� ۥإ�
��
�
��� وأ
ٱ�
�� ���� � ��
� و�
�� �� ۦ�
� و�� ۦو�
�
��ه �� ����� �� ��� ۦ��
�ة ٱ��
��
�ون
��
�
�
�
� ٢٣أ
Artinya: “Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran”. (Q.S.Al-Jathiyah (45):23).44
Maksud ayat di atas adalah bahwa apabila orang berbuat seseuatu
menyandarkan pada hawa nafsunya, maka yang dianggapnya baik akan
dikerjakan dan yang dianggapnya buruk akan ditinggalkan. Namun
konsekwensi bagi orang yang berbuat berdasarkan hawa nafsunya maka
Allah akan mengunci mati pendengaran dan juga mata hatinya/qalb,
sehingga ia tidak dapat mendengarkan apa yang manfaat baginya dan tidak
melihat apa yang menjadi petunjuk baginya. Hal ini disebabkan karena
mata hatinya/emosi/qalbnya sudah dikuasai oleh nafsunya.45
Penelitian ini didukung oleh pendapat Daniel Goleman,46 terdapat
lima kemampuan utama yang berhubungan dengan pengaturan diri yaitu:
pengendalian emosi diri, sifat dapat dipercaya, kehati-hatian, adaptabilitas,
dan inovatif. Salah satu kemampuan pengaturan diri yang berkaitan dengan
43 Ibid. 44 Departemen Agama RI, Mushaf Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: Al-Huda, 2005), hal. 354. 45 Ibn Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Op.Cit., hal. 342-343 46 Daniel Goleman, Emotional Competence Framework, http:/www.eiconsortium.org /research/ emotional_competence_framework.htm. (Diakses pada 2 Oktober 2013.
xxxviii
akuntabilitas adalah sifat kewaspadaan, yakni bertanggung jawab atas
kinerja pribadi.
Kepala madrasah yang memilki kecerdasan emosional akan menjadi
orang yang mempunyai kemandirian moral, kesediaan untuk bertanggung
jawab, kejujuran dan lain sebagainya. Dengan demikina akan berdampak
kepada sikap arif dan bijaksana dalam bertindak dan menyikapi keadaan
yang terjadi. Oleh karena intu dapat disimpulkan untuk menjadi kepala
madrasah yang mampu memimpin organisasi harus memiliki kecerdasan
emosional. Dengan kecerdasan emosional yang dimiliki, maka akan
berpengaruh terhadap akuntabilitas kepemimpinannya.
Tetapi apabila ditelaah lebih mendalam tentang aspe-aspek
kecerdasan emosional, menurut Ary Ginanjar Agustian ada keterkaitannya
dengan kecerdasan spiritual, yaitu:
a. Konsistensi (istiqa>mah)
b. Kerendahan hati (tawa>d}u’)
c. Berusaha dan berserah diri (tawakkal)
d. Ketulusan (ikhla>s}) dan totalitas (kaffah)
e. Keseimbangan (tawa>zun)
f. Integritas dan penyempurnaan (ihsa>n)47
Semua implementasian dari kecerdasan emosional itu dinamakan
akhla>k al-kari>mah, yang sebenarnya telah ada di dalam Alquran dan telah
diajarkan oleh Rasulullah SAW, seribu empat ratus tahun yang lalu, jauh
sebelum konsep EQ diperkenalkan saat ini sebagai sesuatu yang lebih
penting dari pada IQ. Dalam kecerdasan emosional, hal itulah yang menjadi
tolok ukur kecerdasan emisonal.
Korelasi yang ditunjukkan dari hasil uji hipotesis adalah bahwa
kecerdasan emosional memiliki hubungan dengan akuntabilitas kepala
Madrasah Aliyah Negeri di Provinsi Jambi. Hal ini sesuai dengan beberapa
pendapat para ahli yang telah dikemukakan di atas. Konsep akuntabilitas
yang diterapkan itu terbatas pada akuntabilitas hablun min al-na>s. Agar
konsep akuntabilitas hablun min Alla>h dapat dipahami, maka kecerdasan
47 Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses…, Op.Cit., hal. 280.
xxxix
emosional bukan satu-satunya variabel yang mampu mempengaruhi pada
diri manusia. Variabel lain yang mampu mempengaruhi akuntabilitas kepala
madrasah adalah kecerdasan spiritual.
Ketiga, berdasarkan hasil pengujian hipotesis yang ketiga diperoleh
koefisien korelasi signifikan antara pengambilan keputusan dengan
akuntabilitas kepala MAN, yaitu rX3.Y sebesar 0,54. Berdasarkan hasil
perhitungan diperoleh korelasi atau hubungan antara pengambilan
keputusan dengan akuntabilitas kepala MAN sebesar 0,54. Jadi
pengambilan keputusan memiliki korelasi secara langsung dengan
akuntabilitas kepala MAN, yang mana 54% akuntabilitas kepala MAN
ditentukan oleh pengambilan keputusannya.
Pengambilan keputusan pada hakikatnya adalah pemilihan dan
penentuan suatu alternatif tindakan untuk memecahkan masalah yang
dihadapi. Generalisasi masalah dan pengambilan keputusannya dapat
dilakukan dengan pendekatan sistem. Jika pengambilan keputusan dapat
dipandang sebagai suatu sistem maka komponen pengambilan keputusan
dari suatu masalah meliputi input, process dan output.48
James L. Gibson49 menjelaskan terkait perbedaan tipe keputusan,
yaitu sebagai berikut: 1). Keputusan yang terprogram adalah jika keputusan
yang diambil berdasarkan sering terjadinya suatu situasi yang khusus,
maka biasanya akan digunakan prosedur rutin untuk memecahkannya.
Dengan demikian, suatu keputusan dapat diprogram sejauh keputusan itu
berulang-ulang serta rutin dan telah dikembangkan prosedur yang tertentu
untuk menanganinya. 2). Keputusan tidak terprogram jika keputusan
tersebut baru dan tidak terstruktur. Belum ada prosedur yang pasti untuk
menangani masalah, karena masalah yang timbul tidak persis sama
dengan sebelumnya atau karena masalah itu rumit atau sangat penting.
Dengan demikian, masalah seperti itu memerlukan penanganan secara
khusus.
48 Muhammad Muslich, Metode Pengambilan Keputusan Kuantitatif (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), hal. 1. 49 Gibson, James L. et al. Organizations: Behavior, Structure, Processes. (New York: Mc Graw-Hill Companies, Inc, 2006), hal. 456.
xl
Kreitner dan Kinicki50 menambahkan penjelasan sebagai berikut,
model rasional mengusulkan bahwa manajer menggunakan urutan empat-
langkah rasional ketika membuat keputusan: 1) mengidentifikasi masalah;
2) menghasilkan solusi alternatif; 3) memilih solusi; 4) melaksanakan dan
mengevaluasi solusi.
Berdasarkan pendapat para di atas dapat disimpulkan bahwa,
pengambilan keputusan merupakan aktifitas manajemen yang dimiliki oleh
seorang manajer dalam hal ini adalah kepala madrasah. Pengambilan
keputusan yang dilakukan merupakan keputusan yang
dipertanggungjawabkan.
Ketepatan kepala sekolah dalam pengambilan keputusan menurut
Dikmenum Depdiknas dalam Syaiful Sagala51 menegaskan kekuasaan
yang lebih besar yang dimiliki oleh kepala sekolah dalam pengambilan
keputusan perlu dilaksanakan dengan demokratis antara lain dengan: 1)
melibatkan semua pihak khususnya guru dan orang tua siswa; 2)
membentuk tim-tim ad hoc pada level sekolah yang diberi wewenang untuk
mengambil keputusan dalam hal-hal yang relevan dengan tugasnya; dan 3)
menjalin kerjasama dengan lembaga-lembaga di luar sekolah. Keterlibatan
yang penuh memungkinkan berbagai pihak mempunyai andil terhadap
maju mundurnya sekolah.
Sementara dalam konteks pendidikan Islam, hal terpenting yang
harus diperhatikan dalam rangka pengambilan keputusan adalah
bagaimana keputusan itu ditetapkan atas dasar musyawarah mufakat.
Sebab, dalam praktik kehidupan umat Islam setiap permasalahan yang
dihadapi senantiasa menempuh cara musyawarah dalam setiap
pengambilan keputusan. Musyawarah sangat diperlukan sebagai bahan
pertimbangan dan tanggungjawab bersama pada setiap proses
pengambilan keputusan, sehingga setiap keputusan yang dikeluarkan akan
menjadi tanggung jawab bersama.
50 Kreither, Robert dan Angelo kinicki. Organizational Behavior. (New York: Mc Graw- Hill Companies, Inc, 2010), hal. 337. 51 Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer, (Bandung: Alfabeta, 2012), hal. 136.
xli
Berdasarkan deskripsi konsep di atas dapat disintesiskan
pengambilan keputusan adalah proses berupa aktivitas seseorang dalam
memilih, membangun, menetapkan, dan menghasilkan sebuah pilihan yang
akan digunakan untuk menyelesaikan masalah dan memanfaatkan peluang
yang ada dengan mendasarkan pada pertimbangan rasional untuk
menghasilkan keputusan terbaik, dengan indikator 1) Identifikasi masalah;
2) Membuat solusi alternatif; 3) Memilih solusi; 4) Implementasi solusi; dan
5) Evaluasi solusi.
Peradaban Islam, dalam pengambilan keputusan yakni dengan
berperilaku lemah lembut dan bermusyawarah. Sebagaimana firman Allah
sebagai berikut:
���� �� � ر�
� ٱ�
���
� �
��
� ��
� �
�� و�
� �� �
�� ٱ�
�
�ا
��
��
�
���� ���
�
�
�� و �� ��
� � ٱ���
�ور�
�� و�
� ���
ٱ�
����
� ���
ا �
�ذ
�
�
� ٱ�
� إن
��� ٱ�
�
���� ١٥٩� ٱ�
Artinya: "Maka disebabkan rahmat dari Allahlah kamu berlaku lemah- lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkal-lah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya." (Q.S Ali-Imran (3): 159).52
Keputusan yang telah ditetapkan maka semuanya akan
dipertanggungjawabkan kepada yang memberi wewenang untuk
memutuskan. Alqur’an menjelaskan bahwa semua perbuatan manusia
akan dihisab dan dimintai pertanggungjawabannya walaupun sekecil
apapun perbuatan yang telah dilakukan. Allah berfirman:
��� ��ه � �
� � ر�
ذ
�ل
���
� ��ه ٧ ۥ����
� � ر�
ذ
�ل
���
٨ ۥو�� ����
Artinya: “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya. Dan barangsiapa yang
52 Departemen Agama RI, Mushaf Al-Qur’an dan Terjemahnya ., op.cit., hal. 285.
xlii
mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula. (QS. Az-Zalzalah: 7-8).53
Dalam konsep Islam, setiap keputusan yang diambil berkaitan
dengan pertanggungjawaban. tanggung jawab sangat terkait dengan hak
dan kewajiban. Islam menganjurkan tanggung jawab agar mampu
mengendalikan diri dari tindakan melampaui batas kewajaran dan
kemanusiaan. Tanggung jawab bersifat luas karena mencakup hubungan
manusia dengan manusia, lingkungan dan Tuhannya. Setiap manusia
harus dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya. Seorang mukallaf
(baligh dan berakal) dibebani tanggung jawab keagamaan melalui
pertanggungjawaban manusia sebagai pemangku amanah Allah di muka
bumi (khali>fah fi al-ard}).
Karakteristik tanggung jawab pekerjaan ialah hasil pekerjaan barang
atau jasa perlu dijaga mutunya supaya jangan sampai mengecewakan
konsumen. Untuk menghasilkan produk bermutu tinggi, perlu peningkatan
kualitas pekerjanya itu sendiri, karena ia merupakan pelaku utama dalam
menghasilkan produk bermutu.
Dari uji hipotesis di atas disimpulkan bahwa pengambilan keputusan
berkorelasi dengan pertanggungjawaban kepala Madrasah Aliyah Negeri di
Provinsi Jambi. Menurut Colquitt, pengambilan keputusan dipengaruhi oleh
kemampuan, kepribadian dan nilai-nilai budaya. Sedangkan menurut
Goleman Kemampuan dan kepribadian bersumber dari kecerdasan
emosional. Dengan memiliki kemampuan dan kepribadian yang baik, maka
akan menghasilkan keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Konsep Islam menjelaskan, bawa pertanggungjawaban selain
kepada sesama manusia juga kepada Allah SWT sebagai sang Khaliq.
Semua perbuatan manusia kelak akan dimintai pertanggungjawabannya.
Agar dapat mempertanggungjawabkan segala aktivitas yang dilakukan,
maka hendaknya dalam berbuat selalu menghadirkan Allah dalam jiwanya.
Untuk dapat menghadirkan Allah dalam perbuatan/aktivitasnya, maka
diperlukan kecerdasan spiritual dalam dirinya.
53 Departemen Agama RI, Mushaf Al-Qur’an dan Terjemahnya ., op.cit., hal. 276.
xliii
Keempat, berdasarkan hasil pengujian hipotesis yang keempat
diperoleh koefisien korelasi yang signifikan antara gaya kepemimpinan,
kecerdasan emosional dan pengambilan keputusan dengan akuntabilitas
kepala MAN, yaitu ��. ������ sebesar 0,798. Berdasarkan hasil perhitungan
diperoleh korelasi atau hubungan antara gaya kepemimpinan, kecerdasan
emosional dan pengambilan keputusan dengan akuntabilitas kepala MAN
sebesar 0,798. Jadi gaya kepemimpinan, kecerdasan emosional dan
pengambilan keputusan memiliki korelasi secara langsung dengan
akuntabilitas kepala MAN, yang mana 79,8% akuntabilitas kepala MAN
ditentukan oleh gaya kepemimpinan, kecerdasan emosional dan
pengambilan keputusan.
Gaya kepemimpinan, kecerdasan emosional, dan pengambilan
keputusan secara simultan berkorelasi dengan akuntabilitas kepala MAN.
artinya bahwa gaya kepemimpinan kepala MAN, kecerdasan emosional
sebagai kontrol dalam mengambil dan menetapkan keputusan berkorelasi
atau memiliki hubungan dengan akuntabilitas dari segala sesuatu yang
dilakukan.
Nabi Saw. dalam memimpin umatnya, beliau terlibat dalam sistem
perencanaan, pemberian motivasi, pengorganisasian, pengarahan operasi,
dan pengawasan sehingga segala sesuatunya tidak lepas kendali. Nabi
Saw. menegaskan bahwa setiap orang diberi kepercayaan oleh Allah Swt.
untuk menjadi khalifah. Sebagaimana firman Allah:
� و�
��� ٱ�
� ٱ�
�ا
��
� و�
���
��� ءا���ا ���� � ٱ���
��
����
�ض �
�� ٱ�
�
���� ٱ���
��� د���� ٱ�
� � �
�� ���� و�
ي�� �
� ٱ�
�
��� �� �� ٱر� � ��
�� و�
� �
�� �
�ن
�
��
� �
��� ����و�
���� أ
� �
�
��
� و�
��
��
� ��� �
�
� و�� �
�
ٱ�
�ن
��
٥٥
Artinya: “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka
xliv
dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik” (QS. Al-Nu>r (24):55).54
Syafei Antonio secara detail menggambarkan karakter
kepemimpinan Nabi Saw. dalam delapan bidang utama kepemimpinan
Nabi Saw. yakni: kepemimpinan dan pengembangan diri (self leadership
and personal development), bisnis dan kewirausahaan (business and
entrepreneurship), menata keluarga harmonis (managing a harmonious
family), manajemen dakwah (dakwah management), kepemimpinan sosial
dan politik (social and political leadership), pembelajar dan guru peradaban
(learner and educator), pengembangan hukum (legal development),
kepemimpinan dan strategi militer (military strategy and leadership).55
Kepala madrasah merupakan leader dan sekaligus sebagai manager
diharapkan mampu melakukan kepemimpinannya sebaik-baiknya untuk
meningkatkan mutu madrasahnya. Kepemimpinan merupakan tanggung
beban dan tanggung jawab, bukan kemuliaan. Kepemimpinan
membutuhkan keteladanan dan wujud, bukan kata-kata dan retorika. Oleh
karena itu, untuk dapat melakukan tugasnya dengan baik seorang kepala
madrasah harus memiliki kecerdasan emosional.
Seorang pemimpin yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi
adalah pemimpin yang mampu mengendalikan diri, sabar, tekun, tidak
emosional dan cenderung berpikiran positif. Pemimpin dalam penelitian ini
adalah kepala madrasah yang mempunyai kecerdasan emosional akan
menjadi orang yang mempunyai kemandirian moral, kesediaan untuk
bertanggung jawab, kejujuran dan lain sebagainya.56
Dalam Islam, hal-hal yang berhubungan dengan kecakapan emosi
dan spiritual seperti, konsistensi (istiqa>mah), kerendahan hati (tawa>d}u’),
berusaha dan berserah diri (tawakkal), ketulusan (ikhlas}), totalitas (kaffah),
54 Departemen Agama RI, Mushaf Al-Qur’an dan Terjemahnya ., op.cit., hal. 570. 55 Muhammad Syafii Antonio, Ensiklopedia Leadership & Manajemen Muhammad Saw: The Super Leader Super Manager (Jakarta: Tazkia, 2009), hal.430. 56 Nur Efendi., Op.Cit., hal. 174.
xlv
keseimbangan (tawa>zun), integritas dan penyempurnaan (ih}sa>n) itu
dinamakan akhla>q al-kari>mah.
Seorang pemimpin haruslah memiliki perasaan, keutuhan jiwa dan
kemampuan intelektual. Dengan kata lain, modal yang harus dimiliki
seorang pemimpin tidak hanya intelektualitas semata, namaun harus
didukung kecerdasan emosional, komitmen pribadi dan integritas yang
sangat dibutuhkan untuk mengaltasi berbagai masalah dan tantangan.
Rasul SAW. juga memperingatkan bahwa al-ima>rah itu pada hari
kiamat kelak bisa menjadi penyesalan dan kerugian. ‘Auf bin Malik ra
menuturkan, Nabi SAW. bersabda:
��� �����، و������ ��ا��، و������ ��اب و� ��رة و�� ��؟ أ� ��� �� ا��� ���� ���� أ� ن إ�
�� �� ��ل ��م ا������ إ�
Artinya: Jika kalian mau, aku akan memberitahu kalian tentang kepemimpinan (al-imarah), apakah itu? Awalnya adalah celaan. Yang kedua adalah penyesalan. Yang ketiganya adalah azab pada Hari Kiamat kecuali orang yang berlaku adil (HR al-Bazar dan ath-Thabrani).
Jadi hadis ini menunjukkan beratnya tanggung jawab
kepemimpinan. Ia seperti pisau bermata dua. Jika orang yang memikulnya
tidak layak, mengambilnya dengan tidak benar, tidak berlaku adil di
dalamnya, tidak menunaikan kewajiban yang semestinya, maka itu akan
menjadi kerugian dan penyesalan bagi dirinya di Akhirat; sementara di
dunia akan mendatangkan bencana bagi rakyat yang dipimpin.
Kepala madrasah dalam menjalankan tugas kepemimpinan yang
dibarengi dengan wewenang dan tanggung jawab memikul amanat
bersesuain dengan surat Al-Ah}zab ayat 72 yang lebih dititik beratkan
kepada semua isi komponen madrasah terdiri dari semua hal yang
menunjang segala sesuatu baik mengenai sarana dan prasarananya.
Dari sekian banyak penafsiran ulama tentang amanah, dapat ditarik
sebuah "benang merah" yang dapat menghubungkan antara satu dengan
yang lain, yaitu pada kata al-mas'u>liyyah (tanggung jawab) atas anugerah
xlvi
Tuhan yang diberikan kepada manusia, baik berupa jabatan (hamba
sekaligus khalifah) maupun nikmat yang sedemikian banyak. Dengan kata
lain, manusia berkewajiban untuk menyampaikan "laporan pertanggung
jawaban" di hadapan Allah atas limpahan karunia Ilahi yang diberikan
kepadanya. Kepala madrasah sebagai khalifah mempertanggung jawabkan
segalanya kepada Allah SWT dan juga pertangung jawaban kepada semua
komponen madrasah.
Pemimpin adalah jenderal lapangan yang mengendalikan berbagai
strategi dan taktik untuk melaksanakan program yang telah disepakati.
Kegagalan dan keberhasilan suatu organisasi banyak ditentukan oleh
pemimpin karena pemimpin merupakan pengendali dan penentu arah yang
hendak ditempuh oleh organisasi menuju tujuan yang akan dicapai. Arah
yang dimaksud tertuang dlm strategi dan taktik yang disusun dan dijalankan
oleh organisasi bersangkutan. Perumus serta penentu strategi dan taktik
adalah pimpinan dalam organisasi tersebut.57
Dalam konteks pendidikan Islam, pemimpin harus memiliki
keunggulan yang lebih lengkap. Dasar filosofinya adalah pendidikan Islam
selama ini mengklaim sebagai lembaga yang berupaya keras membangun
kecerdasan intelektual, kesalehan sosial, dan kemantapan spiritual.
Kepala madrasah merupakan motor penggerak, penentu arah
kebijakan madrasah, yang akan menentukan bagaimana tujuan-tujuan
madrasah dan pendidikan pada umumnya direalisasikan.58 Sehingga
kepala madrasah harus memiliki tiga keterampilan sebagai berikut:
a. Ketrampilan konseptual (memahami dan mengoperasikan organisasi).
b. Ketrampilan manusiawi (bekerja sama, memotivasi, dan memimpin).
c. Ketrampilan teknik (menggunakan pengetahuan, metode, teknik,
perlengkapan untuk menyelesaikan tugas tertentu).
Temuan penelitian ini mendukung teori yang digunakan sebagai
dasar pengajuan model teoritis variabel penelitian, yaitu teori dari J. Mullins,
Laurie dan Colquitt yang menjelaskan bahwa dalam suatu lembaga formal,
57 E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, 3rd , (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003), hal. 117. 58 E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah., Op.Cit., hal.126.
xlvii
kepala madrasah memiliki otoritas dan tanggung jawab untuk mengambil
keputusan dalam bentuk apapun. Tetapi otoritas dan tangggung jawab
yang diberikan untuk mengambil keputusan tersebut harus diimbangi
dengan pertanggungjawaban kepada atasan.
Akuntabilitas tidak saja menyangkut sistem tetapi juga menyangkut
moral individu. Jadi, moral individu yang baik dan didukung oleh sistem
yang baik akan menjamin pengelolaan keuangan yang bersih, dan jauh dari
praktek korupsi. Transparansi dan Akuntabilitas juga semakin memiliki arti,
ketika sekolah mampu mempertanggungjawabkan mutu outputnya
terhadap publik. Sekolah yang mampu mempertanggungjawabkan kualitas
outputnya terhadap publik, mencerminkan sekolah yang memiliki tingkat
efektivitas output tinggi. Dan sekolah yang memiliki tingkat efektivitas
outputnya tinggi, akan meningkatkan efisiensi eksternal.
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis hasil penelitian dan pembahasan yang telah
diuraikan pada bagian sebelumnya, maka penelitian ini menghasilkan
kesimpulan sebagai berikut:
1. Gaya kepemimpinan berkorelasi langsung positif dan signifikan pada
kategori tinggi terhadap akuntabilitas kepala Madrasah Aliyah Negeri di
Provinsi Jambi. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi atau semakin
baik gaya kepemimpinan seorang kepala madrasah, maka akan
semakin tinggi akuntabilitasnya.
2. Kecerdasan emosional berkorelasi langsung positif dan signifikan pada
kategori tinggi dengan akuntabilitas kepala Madrasah Aliyah Negeri di
Provinsi Jambi dengan. Dengan kata lain, semakin kuat dan baik
kecerdasan emosional seorang kepala madrasah, maka semakin tinggi
akuntabilitasnya.
3. Pengambilan keputusan berkorelasi langsung positif dan signifikan pada
kategori sedang dengan akuntabilitas kepala Madrasah Aliyah Negeri di
Provinsi Jambi dengan. Dengan kata lain semakin baik pengambilan
xlviii
keputusan seourang kepala madrasah, maka akan semakin baik
akuntabilitasnya.
4. Gaya kepemimpinan, kecerdasan emosional, dan pengambilan
keputusan secara simultan berkorelasi positif dan signifikan pada
kategori tinggi dengan akuntabilitas kepala Madrasah Aliyah Negeri di
Provinsi Jambi. Dengan kata lain semakin baik gaya kepemimpinan,
kecerdasan emosional, dan pengambilan keputusan maka akan
semakin baik akuntabilitas kepala Madrasah Aliyah.
B. Implikasi
Penelitian ini memberikan pengertian bahwa gaya kepemimpinan,
kecerdasan emosional, dan pengambilan keputusan secara parsial dan
simultan berkorelasi dengan akuntabilitas kepala madrasah. implikasi yang
diberikan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan berkorelasi
langsung terhadap akuntabilitas kepala madrasah. Artinya gaya
kepemimpinan yang dimiliki oleh kepala Madrasah Aliyah Negeri akan
berpengaruh terhadap akuntabilitas atau pertanggungjawaban dari
kepemimpinannya. Implikasinya adalah akuntabilitas kepala Madrasah
Aliyah Negeri di provinsi Jambi dapat ditingkatkan dengan memperbaiki
gaya kepemimpinannya. Upaya yang dapat dilakukan untuk
memperbaiki gaya kepemimpinan agar berdampak pada akuntabilitas
adalah dengan mengetahui situasi dan kondisi yang dipimpinnya. Dan
tentunya harus selalu ingat kepada janji Allah Swt, bahwa semua
perbuatan manusia sebesar biji dzarrah, baik itu meliputi perbuatan baik
maupun perbuatan tidak baik akan dipertanggungjawabkan di hadapan-
Nya kelak.
Kepala Madrasah Aliyah Negeri harus menciptkan gaya
kepemimpinan yang dan dapat memberikan pengaruh terhadap yang
dipimpin. Gaya kepemimpinan yang didambakan oleh setiap yang
dipimpin adalah gaya kepemimpinan yang penuh dengan rasa kasih
sayang, jujur, adil dan berintegritas. Permendiknas Nomor. 13 Tahun
2007 menjelaskan tentang standar kepala sekolah/madrasah dalam
xlix
bidang kompetensi yaitu: kompetensi kepribadian, kompetensi
manajerial, kompetensi kewirausahaan, kompetensi supervisi dan
kompetensi sosial.
2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecerdasan emosional berkorelasi
dengan akuntabilitas. Artinya dalam sebuah kepemimpinan, kecerdasan
emosional sangat berperan penting dalam pengaturan kepribadian
dalam rangka memberikan pengaruh. Ketika seorang kepala Madrasah
Aliyah Negeri mampu mengendalikan emosi, maka dengan mudah
untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pengembangan
kecerdasan emosional sangat penting bagi seorang pemimpin. Ada
beberapa langkah efektif yang dapat digunakan untuk mengendalikan
emosi yaitu: mengenal situasi yang ada, menghargai emosi, memahami
perasaan yang diberikan emosi, memiliki kepercayaan dan belajar dari
pengalaman, serta bersemangat dalam bertindak. Karena
sesungguhnya kunci dari kecerdasan emosi adalah kejujuran dan suara
hati.
Kepala Madrasah Aliyah Negeri yang memiliki kecerdasan
emosional akan menjadi orang yang mempunyai kemandirian moral,
kesediaan untuk bertanggung jawab, kejujuran, keadilan, kesabaran
dan ketekunan, serta berintegritas. Hal ini akan menjadikan kepala
Madrasah Aliyah Negeri lebih arif, dan bijaksana dalam bertindak dan
menyikapi keadaan yang terjadi dalam kepemimpinannya. Oleh karena
itu
Kecerdasan emosional merupakan kemampuan mengenali
perasaan pribadi dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri,
dan kemampuan mengelola emosi diri sendiri dengan baik dan emosi
dalam hubungan dengan orang lain. Kecerdasan emosional yaitu
mengetahui dan mengelola emosi diri sendiri dan orang lain untuk
meningkatkan kinerja.
3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengambilan keputusan
berkorelasi dengan akuntabilitas. Artinya, pengambilan keputusan yang
dilakukan oleh kepala Madrasah Aliyah Negeri di provinsi Jambi akan
l
semakin akuntabel atau dapat dipertanggungjawabkan apabila
keputusan yang ditetapkan bersumber dari suara hati yang diiringi
dengan kecerdasan emosional yang matang dari seorang pemimpin.
Kepemimpinan seseorang sangat besar peranannya dalam setiap
pengambilan keputusan. Sehingga pembuat keputusan dan mengambil
tanggung jawab terhadap hasilnya adalah salah satu tugas pemimpin,
dalam hal ini adalah kepala Madrasah Aliyah Negeri di provinsi Jambi.
Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa pengambilan
keputusan memiliki hubungan dengan akuntabilitas atas apa yang telah
diputuskan.
4. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan, kecerdasan
emosional, dan pengambilan keputusan berhubungan dengan
akuntabilitas kepala madrasah. Artinya, perbaikan gaya kepemimpinan,
kecerdasan emosional, dan pengambilan keputusan akan dapat
meningkatkan akuntabilitas kepala Madrasah Aliyah Negeri di provinsi
Jambi. Implikasinya adalah akuntabilitas kepala madrasah guru dapat
ditingkatkan dengan melakukan perbaikan pada gaya kepemimpinan,
kecerdasan emosional, dan pengambilan keputusan. Upaya yang perlu
dilakukan untuk memperbaiki gaya kepemimpinan, kecerdasan
emosional, dan pengambilan keputusan agar berdampak pada
akuntabilitas kepala madrasah adalah dengan memperkaya
pemahaman tentang konsep gaya kepemimpinan, kecerdasan
emosional, dan pengambilan keputusan untuk selanjutnya dapat
diaplikasikan dalam kehidupan organisasi.
Dalam Islam, hal-hal yang berhubungan dengan kecakapan
emosi dan spiritual seperti konsistensi (istiqamah), kerendahan hati
(tawadhu’), berusaha dan berserah diri (tawakkal), ketulusan (ikhlash),
totalitas (kaffah), keseimbangan (tawazun), integritas dan
penyempurnaan (ihsan) itu dinamakan akhlakul karimah. Kepala
madrasah yang memiliki kecerdasan emosional berarti dalam
kepemimpinannya memiliki sifat dan sikap yang terpuji. Dengan perilaku
terpuji yang dimilikinya maka, kepala madrasah sebagai pemimpin di
li
lembaganya tentu bertanggung jawab terhadap semua yang terjadi
dilembaganya.
Tanggung jawab timbul karena telah diterima wewenang. Seperti
wewenang, tanggung jawab juga membentuk hubungan tertentu antara
pemberi wewenang dan penerima wewenang. Jadi tanggung jawab
seimbang dengan wewenang. Dengan demikian kalau terjadi sesuatu
maka seseorang yang dibebani tanggung jawab wajib menanggung
segala sesuatunya.
Penelitian ini menghasilkan novelty paradigma korelasi
akuntabilitas kepala Madrasah Aliyah dengan gaya kepemimpinan,
kecerdasan emosional dan pengambilan keputusan yang diuji secara
parsial maupun integral. Konsep ini sebagai sebuah pedoman
pertanggungjawaban pemimpin dalam konteks keislaman.
Dengan hasil penelitian in, diharapkan menjadi konsep dasar bagi
seorang pemimpin dalam melaksanakan tugasnya. Kecerdasan spiritual
Gaya Kepemimpinan (X1); indikatornya: 1. Memberi instruksi 2. Mengadakan konsolidasi 3. Memiliki partisipasi 4. mendelegasikan
Mekanisme Kelompok
Karakteristik Individual
Kecerdasan Emosional (X2) indikatornya: 1. Kesadaran
Emosi 2. Pengendalian diri 3. Dapat dipercaya 4. Dorongan
prestasi 5. Orientasi
pelayanan 6. Pengikat jaringan
Akuntabilitas (Y) indikatornya: 1. Patuh terhadap
hokum 2. Responsive 3. Terhindar dari
KKN 4. Memilih alternatif 5. Bertanggung
jawab Mekanisme Individual
Pengambilan keputusan(X3); indikatornya: 1. Memilih alternatif 2. Menggali informasi dari
orang lain 3. Menyelesaikan masalah
secara sistematis dan sadar
1. Siddiq 2. Amanah 3. Tabligh 4. fathanah
lii
merupakan kecerdasan tertinggi yang ada pada diri manusia yang perlu
untuk dipertahankan. Sedangkan kecerdasan emosional dan
kecerdasan intelektual adalah sebagai potensi pendukung bagi kepala
madrasah sebagai pemimpin. Dengan mengembangkan kecerdasan
spiritual, seorang pemimpin akan menemukan gaya kepemimpinannya
yang berimplikasi terhadap pengambilan keputusan dan
mempertanggungjawabkan semua keputusan yang dilaksanakan.
C. Saran
Berdasarkan temuan penelitian, kesimpulan, dan implikasi
penelitian, maka dapat dikemukakan beberapa saran berikut:
Pertama, seluruh sivitas Madrasah Aliyah Negeri agar dapat
menjadikan temuan penelitian ini sebagai bahan pertimbangan dalam
pengembangan sumber daya manusia, khususnya dalam peningkatan
akuntabilitas kepala madrasah melalui perbaikan gaya kepemimpinan,
pengembangan kecerdasan emosional, mencermati dan menanalisis
pengambilan keputusan yang berimplikasi pada akuntabilitas kepala
Madrasah Aliyah Negeri di provinsi Jambi.
Kedua, kepala Madrasah Aliyah Negeri sebagai pemimpin
hendaknya mampu mengkolaborasikan antara gaya kepemimpinan dan
kecerdasan emosional sebagai landasan dalam pengambilan keputusan
yang dapat diterima oleh berbagai pihak sebagai bukti dari sifat
akuntabilitas sebagai pemimpin. Mengkolaborasikan gaya kepemimpinan,
kecerdasan emosional dan pengambilan keputusan yang dapat
dipertanggungjawabkan harus berlandaskan ajaran Islam yang bersumber
dari al-Qur’an dan Hadis. Dengan berlandaskan dua sumber tersebut
sebagai pemimpin akan mampu mengayomi bawahannya yang akan
memancarkan sinar yang mampu menerangi dan memberikan pencerahan
kepada berbagai pihak yang berkaitan dengan pendidikan.
Ketiga, kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jambi
sebagai lembaga yang berhak mengangkat dan memberhentikan kepala
madrasah hendaknya dalam mengangkat kepala madrasah dengan
membuat standar dan kreteria kepala madrasah yang berlandaskan ajaran
Islam, baik ditinjau dari kepribadian, manajerial, kewirausahaan, supervisi
dan sosial. Ketika kreteria atau kompetensi tersebut terdapat pada kepala
liii
madrasah dan juga guru sebagai calon kepala madrasah yang dilandasi
nilai-nilai qur’ani, maka pertanggungjawaban terhadap amanah yang
diembannya merupakan hal yang paling utama yang harus diperhatikan.
Keempat, para peneliti di bidang manajemen pendidikan dan sumber
daya manusia serta perilaku organisasi dapat melakukan kajian lanjutan
yang lebih komprehensif dan mendalam tentang berbagai variabel yang
berkorelasi baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap
akuntabilitas kepala madrasah dengan mengkomunikasikan ajaran Islam
yang bersumber dari al-Qur’an, Hadis dengan pemikiran-pemikiran modern
dalam rangka membangun sebuah paradigma lembaga pendidikan
rahmatan lil ‘alamin.
liv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................... i LEMBAR LOGO ................................................................................... ii HALAMAN NOTA DINAS .................................................................... iii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ........................................ iv HALAMAN PENGESAHAN .................................................................. v HALAMAN MOTTO .............................................................................. vi HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................... vii ABSTRAK ............................................................................................ viii ABSTRACT .......................................................................................... ix KATA PENGANTAR ............................................................................ xi RINGKASAN DISERTASI .................................................................... xiii DAFTAR ISI .......................................................................................... liv DAFTAR TABEL .................................................................................. lvi DAFTAR GAMBAR .............................................................................. lx DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... lxi TRANSLITERASI ................................................................................. lxiii BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................... 1
B. Identifikasi Masalah .......................................................... 20
C. Pembatasan Masalah ...................................................... 21
D. Rumusan Masalah ............................................................ 21
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ...................................... 22
BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, HIPOTESIS DAN PENELITIAN YANG RELEVAN
A. Landasan Teori ................................................................. 24
1. Akuntabilitas Kepala MAN (Y) ..................................... 24
2. Gaya Kepemimpinan (X1) ........................................... 33
3. Kecerdasan Emosional (X2) ........................................ 46
4. Pengambilan Keputusan (X3) ..................................... 52
B. Kerangka Berpikir ............................................................. 60
C. Hipotesis Penelitian ......................................................... 63
D. Penelitian yang Relevan .................................................. 64
lv
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian ..................................................... 70
B. Populasi dan Sampel ....................................................... 71
C. Teknik Pengumpulan Data ............................................... 73
D. Jenis dan Sumber Data ................................................... 95
E. Teknik Analisis Data ........................................................ 96
F. Hipotesis Statistik ............................................................ 99
G. Rencana dan Waktu Penelitian ........................................ 100
BAB IV DESKRIPSI LOKASI, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian .............................................. 102
B. Hasil Penelitian ................................................................ 114
1. Deskripsi Data Penelitian ............................................. 114
a. Deskripsi Data Variabel Gaya Kepemimpinan ......... 114
b. Deskripsi Data Variabel Kecerdasan Emosional ..... 118
c. Deskripsi Data Variabel Pengambilan Keputusan ... 121
d. Deskripsi Data Variabel Akuntabilitas Kepala MAN .. 125
2. Pengujian Persyaratan Analisis ................................... 129
3. Pengujian Hipotesis ..................................................... 168
C. Analisis Hasil Penelitian ................................................... 183
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan ...................................................................... 236
B. Implikasi ........................................................................... 237
C. Saran ............................................................................... 251
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 253
LAMPIRAN-LAMPIRAN ....................................................................... 259
CURRICULUM VITAE .......................................................................... 461
lvi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 3.1. Populasi Penelitian .......................................................... 71
Tabel 3.2. Sampel Berdasarkan Sebaran Madrasah ........................ 73
Tabel 3.3. Ringkasan Pemberian Skor Jawaban Responden ........... 74
Tabel 3.4. Kisi-kisi Instrumen Akuntabilitas Kepala Madrasah (Y) .... 75
Tabel 3.5. Pedoman Penafsiran Tinggi Rendahnya Validitas
Instrument dan Koefisien Korelasi ................................... 76
Tabel 3.6. Hasil Uji Validitas Instrumen Variabel Akuniitabilitas
Kepala madrasah (Y) ...................................................... 79
Tabel 3.7. Hasil Uji Reliabilitas Variabel Akuntabilitas Kepala
Madrasah (Y) ................................................................... 81
Tabel 3.8. Kisi-kisi Instrumen Variabel Gaya Kepemimpinan (X1) .... 82
Tabel 3.9. Hasil Uji Validitas Instrumen Variabel Gaya
Kepemimpinan (X1) .......................................................... 84
Tabel 3.10. Hasil Uji Reliabilitas Variabel Gaya Kepemimpinan (X1) .. 86
Tabel 3.11. Kisi-kisi Instrumen Variabel Kecerdasan Emosional (X2) 86
Tabel 3.12. Hasil Uji Validitas Instrumen Kecerdasan Emosional (X2) 88
Tabel 3.13. Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Variabel Kecerdasan
Emosional (X2) ................................................................. 90
Tabel 3.14. Kisi-kisi Instrumen Pengambilan Keputusan (X3) ............ 91
Tabel 3.15. Hasil Uji Validitas Instrumen Varibel Pengambilan
Keputusan (X3) ................................................................. 93
Tabel 3.16. Hasil Uji Reliabilitas Variabel Pengambilan
Keputusan (X3) ................................................................. 95
Tabel 3.17. Rencana dan Waktu Penelitian ........................................ 100
Tabel 4.1. Sarana dan Prasarana di Madrasah Aliyah Negeri
Model Jambi ..................................................................... 106
Tabel 4.2. Nama Kepala Madrasah Aliyah Negeri 1 Muara Bungo
lvii
dari Masa ke Masa .......................................................... 108
Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Gaya Kepemimpinan (X1) ................. 115
Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Kecerdasan Emosional (X2) .............. 119
Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Pengambilan Keputusan (X3) ............ 123
Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Akuntabilitas Kepala Madrasah (Y) ... 126
Tabel 4.7. Tabel Penolong untuk Pengujian Normalitas Data dengan
Chi Kuadrat Variabel Akuntabilitas Kepala Madrasah (Y) . 130
Tabel 4.8. Tabel Penolong untuk Pengujian Normalitas Data dengan
Chi Kuadrat Variabel Gaya Kepemimpinan (X1) ............... 132
Tabel 4.9. Tabel Penolong untuk Pengujian Normalitas Data dengan
Chi Kuadrat Variabel Kecerdasan Emosional (X2) ............ 134
Tabel 4.10. Tabel Penolong untuk Pengujian Normalitas Data dengan
Chi Kuadrat Variabel Pengambilan Keputusan (X3) .......... 135
Tabel 4.11. Rangkuman Hasil Perhitungan Uji Normalitas ................. 137
Tabel 4.12. Hasil Uji Homogenitas Varian Data X1 dengan Y ............. 139
Tabel 4.13. Hasil Analisis Uji Homogenitas Y atas X1 dengan SPSS .. 139
Tabel 4.14. Hasil Uji Homogenitas Varian Data X2 dengan Y .............. 141
Tabel 4.15. Hasil Analisis Uji Homogenitas Y atas X2 dengan SPSS ... 142
Tabel 4.16. Hasil Uji Homogenitas Varian Data X3 dengan Y ............. 144
Tabel 4.17. Hasil Analisis Uji Homogenitas Y atas X3 dengan SPSS ... 144
Tabel 4.18. Hasil Uji Homogenitas Varian Data X1 dengan X3 ............ 146
Tabel 4.19. Hasil Analisis Uji Homogenitas X3 atas X1 dengan SPSS . 146
Tabel 4.20. Hasil Uji Homogenitas Varian Data X2 dengan X3 ............. 148
Tabel 4.21. Hasil Analisis Uji Homogenitas X3 atas X2 dengan SPSS . 148
Tabel 4.22. Hasil Uji Homogenitas Varian Data X1 dengan X2 ............. 150
Tabel 4.23. Hasil Analisis Uji Homogenitas X2 atas X1 dengan SPSS . 150
Tabel 4.24. Rangkuman Uji Homogenitas .......................................... 151
Tabel 4.25. Hasil Koefisien Korelasi dengan Menggunakan Exel
Variabel X1 dengan Y ........................................................ 170
Tabel 4.26. Hasil Perhitungan Hubungan antara X1 dengan Y ............ 171
lviii
Tabel 4.27. Tabel Output SPSS ........................................................... 172
Tabel 4.28. Hasil Koefisien Korelasi dengan Menggunakan Exel
Variabel X2 dengan Y ........................................................ 173
Tabel 4.29. Hasil Perhitungan Hubungan antara X2 dengan Y ............ 175
Tabel 4.30. Tabel Output SPSS ........................................................... 175
Tabel 4.31. Hasil Koefisien Korelasi dengan Menggunakan Exel
Variabel X3 dengan Y ........................................................ 176
Tabel 4.32. Hasil Perhitungan Hubungan antara X3 dengan Y ............ 177
Tabel 4.33. Tabel Output SPSS ........................................................... 177
Tabel 4.34. Hasil Pengujian Hubungan antara X1, X2 dan X3 dengan Y
Secara Simultan ................................................................ 180
Tabel 4.35. Fungsi dan Peran Otak Manusia ...................................... 197
Tabel 4.36. Fungsi Kepemimpinan Menurut Steven Covey ................. 229
lix
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Gambar 2.1. Kepemimpinan dan Sistem Akuntabilitas Internal
Sekolah ........................................................................ 29
Gambar 2.2. The Basic of Delegation ............................................... 29
Gambar 2.3. Gaya Kepemimpinan Situasional ................................. 39
Gambar 2.4. Some Factor Affecting Organizational Effectiveness ... 45
Gambar 2.5. Emotional Intelligence Table of Competencies ............ 47
Gambar 2.6. Hubungan Kecerdasan Emosional dengan
Akuntabilitas ................................................................. 48
Gambar 2.7. Proses Pengambilan Keputusan .................................. 54
Gambar 2.8. Langkah Menentukan Prioritas .................................... 55
Gambar 2.9. The Basic of Delegation ............................................... 57
Gambar 3.1. Konstelasi Penelitian .................................................... 70
Gambar 4.1. Struktur Organisasi Madrasah Aliyah Negeri Model
Jambi ............................................................................ 106
Gambar 4.2. Struktur Organisasi Madrasah Aliyah Negeri 1
Sarolangun .................................................................. 112
Gambar 4.3. Histogram Gaya Kepemimpinan (X1) ........................... 118
Gambar 4.4. Histogram Kecerdasan Emosional (X2) ........................ 121
Gambar 4.5. Histogram Pengambilan Keputusan (X3) ...................... 125
Gambar 4.6. Histogram Akuntabilitas Kepala Madrasah (Y) .............. 128
Gambar 4.7. Konstelasi Variabel Penelitian ...................................... 169
lx
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
Lampiran 1 Instrumen Penelitian ...................................................... 259
Lampiran 2 Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian ............................... 271
Lampiran 3 Instrumen Penelitian Setelah Uji Coba ............................ 335
Lampiran 4 Data Hasil Penelitian ....................................................... 345
Lampiran 5 Perhitungan Statistik Deskriptif ...................................... 377
Lampiran 6 Pengujian Persyaratan Analisis ...................................... 386
Lampiran 7 Pengujian Hipotesis ........................................................ 433
Lampiran 8 Tabel-Tabel Statistik ...................................................... 444
lxi
PEDOMAN TRANSLITERASI
Pedoman Transliterasi Arab Latin yang merupakan hasil keputusan bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomor: 158 Tahun 1987 dan Nomor: 0543b/U/1987.
1. Konsonan Daftar huruf bahasa Arab dan transliterasinya ke dalam huruf
Latin dapat dilihat pada halaman berikut : Huruf Arab Nama Huruf latin Nama
Alif اTidak
dilambangkan Tidak
dilambangkan
Ba b Be ب
Ta t Te ت
Tsa Ṡ ثEs (dengan titik
di atas)
Jim J Je ج
Ḥa Ḥ حHa (dengan titik
di bawah)
Kha Kh Ka dan ha خ
Dal D De د
Żal Ż ذZet (dengan titik
diatas)
Ra R Er ر
Zai Z Zet ز
Sin S Es س
Syin Sy Es dan ha ش
Șad Ș صEs (dengan titik
di bawah)
Ḍad Ḍ ضDe (dengan titik
di bawah)
Ṭa Ṭ طTe (dengan titik
di bawah)
Ẓa Ẓ ظZet (dengan titik
di bawah)
---‘ Ain‘ عKoma terbalik di
atas
Gain G Ge غ
Fa F Ef ف
Qaf Q Qi ق
Kaf K Ka ك
lxii
Lam L El ل
Mim M Em م
Nun N En ن
Wau W We و
Ha H Ha ھـ
Hamzah ’ Apostrof ء
Ya Y Ye ي
Hamzah (ء) yang terletak di awal kata mengikuti vokalnya tanpa
diberi tanda apapun. Jika ia terletak di tengah atau di akhir, maka ditulis dengan tanda (‘).
2. Vokal Vokal bahasa Arab, seperti vocal bahasa Indonesia, terdiri atas
vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau
harakat, transliterasinya sebagai berikut : Tanda Nama Huruf latin Nama
Fatḥah A A أ
Kasrah I I ٳ
Ḍammah U U ٱ
Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan
antara harakat dan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf, yaitu: Tanda Nama Huruf latin Nama
Fatḥah dan ya Ai A dan I ئي
Fatḥah dan wau Au A dan U ئو
Contoh :
haula : ھول Kaifa : كیف
3. Maddah Maddah atau vocal panjang yang lambangnya berupa harkat
dan huruf, transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu : Harkat dan
huruf Nama Huruf dan
tanda Nama
◌… أ Fathah dan alif ي.…atau ya
ā A dan garis di atas
Kasrah dan ya ī I dan garis di ى……◌ atas
lxiii
◌……… و Dammah dan wau
Ū U dan garis di atas
Contoh :
māta : مات
ramā : رمى
qila : قیل
yamutu : یموت
4. Ta marbūtah Transliterasi untuk ta marbūtah ada dua, yaitu: ta marbūtah yang
hidup atau mendapat harkat fathah, kasrah dan dammah, transliterasinya adalah (t). Sedangkan ta marbūtah yang mati atau mendapat harkat sukun, transliterasinya adalah (h).
Kalau pada kata yang terakhir dengan ta marbūtah diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang al- serta bacaan kedua kata itu terpisah, maka ta marbūtah itu di translitersikan dengan ha (h). contoh :
raudah al-atfāl : روضةالأطفال al-madinah al-fādilah : المدینةالفاضلة al-hikmah : الحكمة
5. Syaddah (Tasydid) Syaddah atau tasydid yang dalam tulisan Arab dilambangkan
dengan sebuah tanda tasydid ( ◌), dalam transliterasinya ini dilambangkan dengan perulangan huruf (konsonan ganda) yang diberi tanda syaddah. Contoh :
rabbanā : ربناینا najjainā : نج al-haqq : الحق
لحج ا : al-hajj م nu’’ima : نع aduwwun‘ : عدو
Jika huruf ی ber-tasydid di akhir sebuah kata dan didahului oleh huruf kasrah (ۍ), maka ia ditranslitersi seperti huruf maddah (ī). Contoh :
Ali (bukan ‘Aliyy atau ‘Aly‘ : على Arabi (bukan ‘Arabiyy atau ‘Araby‘ : عربى
6. Kata Sandang Kata sandang dalam system tulisan Arab dilambangkan dengan
huruf لا (alif lamma’arifah). Dalam pedoman transliterasi ini, kata sandang ditransliterasi seperti, al-, baik ketika ia diikuti oleh huruf syamsiah maupun huruf qamariyah. Kata sandang tidak mengikuti bunyi huruf langsung yang mengikutinya. Kata sandang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya dan dihubungkan dengan garis mendatar (-). Contohnya:
lxiv
al-syamsu (bukan asy-syamsu) : الشمس لزلة al-zalzalah (az-zalzalah) : الز al-falsafah : الفلسفة al-bilādu : البلاد
7. Hamzah Aturan transliterasi huruf hamzah menjadi apostrof (‘) hanya
berlaku bagi hamzah yang terletak di tengah dan akhir kata. Namun, bila hamzah terletak di awal kata, ia tidak dilambangkan karena dalam penulisan Arab ia berupa alif. Contohnya :
ta’murūna : تأمرون ’al-nau : النوء shai’un : شیئ umirtu : أمرت
8. Penulisan Kata Arab yang Lazim digunakan dalam Bahasa Indonesia
Kata istilah atau kalimat Arab yang ditransliterasi adalah kata istilah atau kalimat yang belum dibakukan dalam bahasa Indonesia. Kata istilah atau kalimat yang sudah lazim dan menjadi bagian dari pembendaharaan bahasa Indonesia, atau sudah sering ditulis dalam tulisan bahasa Indonesia, tidak lagi ditulis menurut cara transliterasi di atas. Misalnya kata Al-Qur’an (dari al-Qurān), Sunnah, khusus dan umum. Namun, bila kata-kata tersebut menjadi bagian dari satu rangkaian teks Arab, maka mereka harus ditransliterasi secara utuh. Contoh: Fi Zilā al-Qur’ān Al-Sunnah qabl al-tadwin Al-‘Ibārāt bi ‘umum al-lafz lā bi khusus al-sabab
9. Lafz al-Jalalah (الله) Kata ”Allah” yang didahului partikel seperti huruf jar dan huruf
lainnya atau berkedudukan sebagai mudāf ilaih (frasa nominal), ditrasliterasi tanpa huruf hamzah. Contoh : Dinullāh دین الله Billāh باالله
Adapun ta marbutah di akhir kata yang disandarkan kepada lafz al-jalālah, ditrasliterasi dengan huruf (t). contoh :
رحمةالله في Hum fi rahmatillāh ھم 10. Huruf Kapital
Walau sistem tulisan Arab tidak mengenal huruf kapital (All Caps), dalam transliterasinya huruf-huruf tersebut dikenai ketentuan tentang penggunaan huruf capital berdasarkan pedoman ejaan Bahasa Indonesia yang berlaku (EYD). Huruf kapital, misalnya, digunakan untuk menuliskan huruf awal nama diri (orang, tempat, bulan) dan huruf pertama pada permulaan kalimat. Bila nama diri didahului oleh kata sandang (al-), maka yang ditulis dengan huruf capital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya. Jika terletak
lxv
pada awal kalimat, maka huruf A dari kata sandang tersebut menggunakan huruf kapita (AL). Ketentuan yang sama juga berlaku untuk huruf awal dari judul referensi yang didahului oleh kata sandang al-, baik ketika ia ditulis dalam teks maupun dalam catatan rujukan (CK, DP, CDK, dan DR). contoh : Wa mā Muhammadun illā rasul Inna awwala baitin wudi’a linnāsi lallazi bi Bakkata mubārakan Syahru Ramadānal-lazi unzila fih al-Qur’ān Nasir al-Din al-Tusi Abu Nasr al-Farābi Al-Gazāli Al-Munqiz min al-Dalāl
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Semangat reformasi pendayagunaan aparatur negara, menuntut
kesungguhan pemerintah menanggulangi korupsi, kolusi, dan nepotisme
agar tercipta pemerintahan yang bersih. Jika dicermati, upaya pemerintah
untuk menyelenggarakan pemerintah yang baik sudah terwujud dengan di
keluarkannya Undang-undang Nomor 28 Tahun 1998 tentang
penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme (KKN). Untuk mewujudkan amanah undang-undang tersebut,
maka dikeluarkanlah Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang
keuangan negara. Dengan terbitnya dua undang-undang tersebut, setiap
instansi pemerintah berkewajiban menyusun rencana kerja dan anggaran
yang dibutuhkan. Ini menunjukkan bahwa setiap kegiatan yang
menggunakan dana berdasarkan rencana kerja yang dilaksanakan pasti
ada pertanggungjawabannya.
Sementara di dunia pendidikan, merujuk pada pasal 14 Peraturan
Pemerintah Nomor 29 tahun 1990, menjelaskan bahwa kepala sekolah
(Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), dan Sekolah Lanjutan Tingkat
Atas (SLTA)) bertanggungjawab kepada menteri. Hal ini logis, karena yang
mengangkat kepala sekolah negeri adalah pemerintah pusat. Tetapi bentuk
pertanggungjawabannya yang tidak jelas. Sejauh ini yang dapat diamati
adalah laporan pertanggungjawaban penggunaan dana ujian nasional dan
dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Itupun karena gencarnya
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengaudit keuangan instansi-instansi
pemerintah.
Untuk itulah dikembangkan sistem pertanggungjawaban yang tepat,
jelas dan nyata, sehingga pemerintah/lembaga dan pembangunan
berlangsung secara berhasil guna, berdaya guna, bersih, bertanggung
jawab, dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Sebagai contoh
tentang mekanisme penyaluran dana BOS yang pada awalnya dari
2
bendahara negara langsung ditransfer ke rekening sekolah, dengan adanya
reformasi birokrasi maka pada saat ini dana BOS dari bendahara negara
ditransfer ke kas Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya
diteruskan ke rekening sekolah/madrasah. Hal ini dilakukan untuk
memberikan kewenangan yang lebih besar kepada pemerintah daerah dan
diharapkan dapat menghindari penyalahgunaan dan penyelewengan dana
tersebut.
Sudah banyak bukti, dengan ditransfer secara langsung ke rekening
sekolah terjadi banyak penyimpangan. Seperti yang terjadi pada tahun
2009 di Gunung Kidul, Bantul, dan Magelang dana BOS diselewengkan.
Dana BOS disalurkan secara tidak tepat di 12 Sekolah Dasar dan 13
Sekolah Menengah Pertama. Secara umum berdasarkan audit BPK atas
pengelolaan dana BOS tahun anggaran 2007 dan semester 1 tahun 2008
pada 3.237 sekolah sampel di 33 provinsi, ditemukan nilai penyimpangan
dana BOS lebih kurang Rp 28 miliar. Ini adalah merupakan bukti bahwa
akuntabilitas bidang pendidikan di Indonesia masih cukup rendah.1
Konsep dasar akuntabilitas terletak pada klasifikasi responsibilitas
menajerial tiap tingkatan organisasi pemerintah. Masing-masing individu
bertanggung jawab atas setiap kegiatan bagiannya.2 Allah SWT berfirman:
... 4 (#θ èù ÷ρr& uρ ωôγ yèø9 $$ Î/ ( ¨βÎ) y‰ôγ yè ø9$# šχ%x. Zωθ ä↔ ó¡tΒ ∩⊂⊆∪
Artinya:”...dan penuhilah janji; Sesungguhnya janji itu pasti diminta
pertanggungan jawabnya. (Q.S. Al-Isra’(17):34).3
Sebagaimana tertdapat dalam tafsir Ibnu Katsir, ayat di atas
menjelaskan bahwa janji yang telah kamu adakan dengan orang lain dan
transaksi-transaksi yang telah di tanda tangani bersama mereka dalam
1 Agus Wibowo, Akuntabilitas Pendidikan; Upaya Meningkatkan Mutu dan Citra Sekolah (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), hal. 33-35. 2 Departemen Agama RI, Akuntabilitas dan Good Governance (Jakarta: Sekretariat Jenderal Biro organisasi dan tatalaksana, 2006), hal. 1. 3 Departemen Agama RI, Mushaf Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: Al-Huda, 2005), hal. 286.
3
muamalahmu. Karena sesungguhnya janji dan transaksi itu, masing-
masing dari keduanya akan menuntut pelakunya untuk memenuhinya, dan
pelakunya akan dimintai pertanggungjawabannya.4
Kementerian Agama menetapkan petunjuk pelaksaan akuntabilitas,
dengan Keputusan Menteri Agama Nomor 489 Tahun 2000 yang
diperbaharui dengan Keputusan Menteri Agama Nomor 507 Tahun 2003
yang selanjutnya disempurnakan kembali dengan Peraturan Menteri
Agama Nomor 21 Tahun 2006 dan diinstruksikan kepada semua unit kerja,
satuan organisasi/kerja Kementerian Agama se-Indonesia untuk
melaksanakannya sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing.
Konteks reformasi sekolah/madrasah berbasis standar (standard
oriented school reform), sebagaimana kini tengah menjadi orientasi
pemerintah, bahwa konsep akuntabilitas memainkan peranan penting.
Dalam hal ini, tanpa menerapkan sistem akuntabilitas, makna standar
tersebut menjadi kabur, standar tidak akan memperlihatkan capaian
spesifik yang diharapkan tetapi hanya sebatas tujuan umum.
Selama ini telah banyak dibahas dan dikembangkan mengenai
sistem akuntabilitas di tingkat pusat, dalam hal ini di Kementrian Pendidikan
Nasional. Berbagai riset pun telah banyak mengulas tentang pentingnya
aspek kesesuaian sistem standar yang mencakup standar isi, standar
proses, dan standar penilaian serta standar lainnya dalam memacu
pencapaian kualitas belajar peserta didik.5
Menurut Donald R. Mc.Adams “Accountability is holding people
responsible for meeting standards. Accountability is at the core of
standards-based school reform. Without accountability, standards are not
really standards, but rather just goals”. 6
4 Ibn Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, terjemahan Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq al-Sheikh (Bogor: Pustaka Imam Syafi’i), hal. 163-164. 5 Departemen Agama RI, Akuntabilitas dan Good Governance, Op.Cit., hal. 2. 6 Mc. Adams, D., et.al. Urban school district accountability systems. (U.S: Center for Reform of School Systems under a grant from the U.S. Department of Education, 2003), hal. 2.
4
Sistem akuntabilitas yang dijelaskan di atas memberikan pelajaran
berharga. Penerapan sistem akuntabilitas tersebut terletak pada upaya
Dinas Pendidikan di tingkat daerah (Dinas Pendidikan Provinsi maupun
Kabupaten/Kota) dalam mengartikulasikan, mengembangkan,
menerapkan, dan mengevaluasi sistem akuntabilitas di daerah. Dalam hal
ini, sistem akuntabilitas di daerah dipandang sebagai bagian penting
(koherensi dan integrasi) dari sistem akuntabilitas tingkat negara bagian
atau bahkan tingkat pusat (federal). Sehingga dapat dikatakan, betapa
pentingnya integrasi sistem akuntabilitas pendidikan dari tingkat pusat
hingga ke sekolah. Di sinilah peran sistem akuntabilitas sekolah di tingkat
daerah yang memiliki peran strategis dalam memastikan pelaksanaan
pendidikan sekolah berlangsung dengan baik dan dapat
dipertanggungjawabkan (aspek koherensi).
Selama ini telah banyak dikaji tentang aspek-aspek sistem
akuntabilitas di tingkat pusat sebagaimana terlihat berbagai aturan terkait
dengan standar, seperti Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19
Tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasional, dijelaskan bahwa salah
satu misi pendidikan nasional adalah meningkatkan keprofesionalan dan
akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu
pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap dan nilai berdasarkan
standar yang bersifat nasional dan global.7 Namun demikian, hal yang
belum banyak dikaji adalah bagaimana sistem akuntabilitas tersebut
dilaksanakan di tingkat daerah yang menjadi ujung tombak pengelolaan dan
evaluasi terhadap pelaksanaan sistem akuntabilitas di tingkat sekolah.
Perubahan yang terbaru dalam pertanggungjawaban bidang
pendidikan sudah muncul dalam beberapa status sistem yang sudah
menjadi muatan yang berlebihan berusaha untuk melayani begitu
banyaknya tujuan secara bersama-sama, yang berakibat layanan yang
kurang maksimal. Sebagai tambahan, harapan ini sudah meningkat.
7 Tim Redaksi FOKUSMEDIA, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Bandung: FOKUSMEDIA, 2006), hal. 115-116.
5
Stakeholders mengharapkan dapat melihat bukti dan peningkatan
pembelajaran siswa telah meningkat, mendorong ke arah percepatan atau
strategi jangka pendek. Perubahan menjadi momok suatu pendekatan
kebijaksanaan kepada keseluruhan sistem pertanggungjawaban bidang
pendidikan berpusat pada tujuan.8
Untuk dapat melaksanakan sistem akuntabilitas di tingkat
sekolah/madrasah, maka diperlukan sebuah tata kelola (manajemen) yang
baik, karena ketika sebuah lembaga pendidikan dipimpin oleh orang yang
memang ahlinya, maka akan tercipta sebuah pendidikan yang berkualitas.
Sekolah/madrasah yang baik harus dipimpin oleh kepala sekolah/
madrasah pilihan sesuai dengan latar belakang pendidikan yang lebih
tinggi, memiliki kompertensi dalam bidang manajerial. Apabila
kepemimpinan tidak diserahkan kepada yang bukan ahlinya maka ketidak
berhasilan yang akan dicapai. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda
dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari:
ثـنا محم ثنى إبـراهيم بن المنذر قال حد ثـنا فـليح وحد ثـنا محمد بن سنان قال حد د بن فـليح قال حدثنى أبى قال حدثنى هلال بن على عن عطاء بن يسار عن أبى هريـرة قا نما النبى ل حد صلى الله - بـيـ
صلى الله - فى مجلس يحدث القوم جاءه أعرابى فـقال متى الساعة فمضى رسول ا6 -عليه وسلم عضهم بل لم يسمع ، ب ـ يحدث ، فـقال بـعض القوم سمع ما قال ، فكره ما قال ، وقال -عليه وسلم
ائل عن الساعة -أراه -أين « حتى إذا قضى حديثه قال « U V رسول ا6 . قال قال ها أ » . السد الأمر إلى غير أهله فانـتظر إذا و « قال كيف إضاعتـها قال » . فإذا ضيعت الأمانة فانـتظر الساعة س
٢٣/١ - ١٤٢٣٣تحفة - ٦٤٩٦طرفه » . الساعة Artinya: Muhammad ibn Sinan mengatakan kepada kami, Filaih
mengatakan kepada kami, Ibrahim ibn al-Mundzir mengatakan kepada saya, Muhammad ibn Falih mengatakan kepada saya, ayah saya mengatakan kepada saya, Hilal bin Ali mengatakan kepada saya dari Atha’ bin Yasar bahwa Abu Hurairah berkata di antara Nabi SAW, di dalam suatu majlis mengatakan, saat ini ia pergi Rasulullah saw terjadi, katanya, beberapa orang mendengar apa yang dia katakan, ide apa yang dia katakan, dan beberapa dari mereka mengatakan, tapi tidak mendengar, bahkan jika ia
8 Perie, Marianne et.al., Key Elements for Educational Accountability Models (Washington, DC.: Council of Chief State School Officers, 2007), hal. 4-6.
6
menghabiskan sambutannya mengatakan, mana-saya melihatnya–membicarakan tentang waktu. Ia mengatakan, Sesungguhnya aku, ya Rasulullah. Apabila suatu urusan diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya (tidak mengetahui ilmunya), maka tunggulah kehancurannya.(HR. Al-Bukhari).9
Deklarasi Tokyo mengenai petunjuk akuntabilitas publik
menetapkan pengertian akuntabilitas yakni kewajiban-kewajiban dari
individu-individu atau penguasa yang dipercayakan untuk mengelola
sumber-sumber daya publik dan yang bersangkutan dengannya untuk
dapat menjawab hal-hal yang menyangkut pertanggungjawaban fiskal,
manajerial, dan program. Ini berarti bahwa akuntabilitas berkaitan dengan
pelaksanaan evaluasi (penilaian) mengenai standar pelaksanaan kegiatan,
apakah standar yang dibuat sudah tepat dengan situasi dan kondisi yang
dihadapi, dan apabila dirasa sudah tepat, manajemen memiliki tanggung
jawab untuk mengimlementasikan standar-standar tersebut.10
Akuntabilitas juga merupakan instrumen untuk kegiatan kontrol
terutama dalam pencapaian hasil pada pelayanan publik. Dalam hubungan
ini, diperlukan evaluasi kinerja yang dilakukan untuk mengetahui sejauh
mana pencapaian hasil serta cara-cara yang digunakan untuk mencapai
semua itu. Pengendalian (control) sebagai bagian penting dalam
manajemen yang baik adalah hal yang saling menunjang dengan
akuntabilitas.
Akuntabilitas bersifat berjenjang, dari akuntabilitas yang bersifat
individu sampai dengan pertanggungjawaban yang bersifat kolektif.
Tingkatan akuntabilitas dimulai dari akuntabilitas teknis, yaitu
pertanggungjawaban terhadap input dan output atau produk yang
dihasilkan dari suatu kegiatan pembangunan. Selanjutnya tingkat
akuntabilitas strategis adalah tuntutan terhadap pertanggungjawaban
outcomes atau manfaat, misalnya dalam bentuk kualitas pelayanan publik
9 Maktabah Syamilah, Shahih Al-Bukhari, Juz 1, hal. 114. 10 Agus Wibowo, op.cit., hal. 47.
7
yang diterima oleh masyarakat. Dan tingkatan terakhir adalah akuntabilitas
politik, yaitu pertanggungjawaban terhadap pencapaian dampak atau
perubahan sosial/ekonomi/politik yang adapat dirasakan oleh masyarakat
yang diakibatkan dari berbagai kebijakan dan program yang dijalankan oleh
pemerintah.11
Akuntabilitas pendidikan khususnya di sekolah telah diatur dalam
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pada pasal 48 tentang pengelolaan dana
pendidikan. Pasal 48 ayat 1 menjelaskan bahwa pengelolaan dana
pendidikan berdasarkan pada prinsip keadilan, efesien, transparansi dan
akuntabilitas publik.12
Untuk memperkuat undang-undang tersebut maka Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan membuat peraturan yang jelas dan rinci
terkait transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana pendidikan di
sekolah. Sehingga setiap sekolah diwajibkan untuk membuat Anggaran
dan Pendapatan Belanja Sekolah (APBS).13 Secara garis besar maka yang
perlu dipertanggungjawabkan terkait akuntabilitas di sekolah yaitu
akuntabilitas kinerja dan akuntabilitas keuangan/dana.
Prinsip akuntabilitas menuntut dua hal, yaitu: pertama, kemampuan
menjawab dan yang kedua konsekuensi. Komponen pertama (istilah yang
bermula dari responsibilitas) adalah berhubungan dengan tuntutan bagi
para pemimpin menjawab secara periodik setiap pertanyaan-pertanyaan
yang berhubungan dengan bagaimana mereka menggunakan wewenang
mereka, kemana sumber daya telah digunakan dan apa yang telah tercapai
dengan menggunakan sumber daya tersebut. Aspek yang terkandung
dalam pengertian akuntabilitas adalah bahwa publik (dalam hal ini adalah
stakeholders) mempunyai hak untuk mengetahui kebijakan-kebijakan yang
diambil oleh pimpinan. Media pertanggungjawaban dalam konsep
11 Penny Kusumastuti Lukito, Membumikan Trasparansi dan Akuntabilitas Sektor Publik: Tantangan Berdemokrasi ke Depan (Jakarta: Grasindo, 2014), hal. 3-4. 12 Tim Redaksi FOKUSMEDIA, Op.Cit., hal. 24. 13 Agus Wibowo, Op.Cit., hal. 39-40.
8
akuntabilitas tidak terbatas pada laporan pertanggungjawaban saja, tetapi
mencakup juga praktek-praktek kemudahan pemberi mandat mendapatkan
informasi, baik langsung maupun tidak langsung secara lisan maupun
tulisan, inilah yang disebut dengan prinsip konsekuensi.
Oleh karena itu yang mempertanggungjawabkan seluruh aktifitas
yang berkaitan dengan akuntabilitas pendidikan adalah kepala
sekolah/madrasah yang ditujukan kepada kepala dinas, bupati/walikota,
BPKP, BPK, orang tua, masyarakat, dan segenap stakeholders pendidikan.
Bergantung dari mana kewenangan itu diperoleh. Adapun standar
penilaiannya adalah disesuaikan dengan bentuk yang akan
dipertanggungjawabkan. Apabila berkaitan dengan dana bantuan, maka
standar penilaian akuntabilitasnya adalah disesuaikan dengan RAPBS
yang telah disusun/ditetapkan disertai dengan bukti-bukti yang jelas.
Trow dalam Currie dan Huisman14 mengemukakan bahwa fungsi dari
akuntabilitas di antaranya adalah pertama sebagai pembatas kekuasaan
mutlak, sehingga melemahkan kemungkinan seseorang berani melakukan
tindakan penipuan dan manipulasi dan juga akan memperkuat legitimasi
dari berbagai institusi yang wajib memberikan laporan kepada kelompok
tertentu. Kedua, akuntabilitas diklaim mampu menjaga atau bahkan
meningkatkan kualitas kinerja dengan cara memaksa pihak-pihak yang
terlibat untuk memeriksa aktivitas dan operasi mereka secara kritis dan
menempatkan semuanya itu menjadi dapat dilihat dan diberi masukan kritis
dari pihak luar. Ketiga, akuntabilitas dapat dipergunakan sebagai perangkat
regulasi/peraturan melalui berbagai laporan dan kriteria aksplisit dan
implisit yang harus dipenuhi oleh institusi-institusi pemberi laporan.
Menurut Brown dalam Bober, 15 akuntabilitas mencakup tujuh area,
yaitu:
14 Currie, Jan dan Huisman, Jeroen. Accountability in higher education: Bridge over troubled water? Higher Education Journal. volume 48. Kluwer Academic Publishers. Printed in the Netherlands, 2004. 15 Bober, J. Marcie, The Challenges of Instructional Accountability. Tech Trends Journal. Volume 48. No 4., 2004.
9
a. Kepemimpinan, yang menjelajahi tentang bagaimana para pemimpin
senior mematuhi dan menggunakan nilai-nilai organisasi, berbagai
petunjuk dan berbagai harapan/ekspektasi kinerja; fokus pada siswa
dan para stakeholder, siswa dan pembelajaran organisasional,
pemberdayaan dan inovasi; dan dalam menangani berbagai
tanggungjawab publik/komunitas.
b. Perencanaan Strategis, yang memeriksa tentang bagaimana
organisasi mengembangkan dan menggunakan berbagai tujuan
strategi dan berbagai rencana kegiatan, dan kemudian mengukur
kualitas mereka, mengukur dampak dan/atau tingkat keefektifan
mereka.
c. Siswa, para stakeholder, dan fokus pasar, yang menjadi sasaran
bagaimana organisasi menentukan berbagai persyaratan, harapan,
dan pilihan para konstituennya; membangun hubungan dengan
mereka; dan menyibak, menemukan berbagai faktor kunci yang akan
memimpin dan memandu mereka kepada kepuasan dan kelanggengan
mereka dan terutama kepada kesempurnaan yang terprogram.
d. Informasi dan analisis, yang berfokus pada berbagai sistem manajemen
informasi dan sistem pengukuran kinerja organisasi – dan secara
khusus pada bagaimana data yang dihasilkan sistem-sistem telah
dianalisa selama ini.
e. Fokus pada tenaga pengajar dan staf, yang meneliti tentang cara-cara
yang digunakan organisasi dalam memotivasi para staf dan tenaga
pengajarnya agar mau mengembangkan potensi penuh mereka dan
membangun/memelihara sebuah lingkungan kerja positif yang
mengadopsi nilai-nilai kesempurnaan kinerja dan pertumbuhan
individu/organisasi.
f. Manajemen proses, yang menyelidiki berbagai aspek kunci dari
strategi-strategi organisasi dalam rangka memelihara/menukung
semua aliran kerja vital (pelayanan mahasiswa, pendukungan
mahasiswa, rancangan instruksional/penyampaian, dan lain-lain)
10
g. Berbagai hasil kinerja organisasional, yang menjelajahi hasil-hasil
keluaran yang berhubungan dengan pembelajaran siswa, pendanaan
dan keefektifan operasional, serta seberapa baik mereka dibandingkan
dengan tingkat kinerja dari para pesaing kunci.
Laurie J. Mullins megemukakan definisi delegasi sebagai berikut:
“Delegation is not just the arbitrary shedding of work. It is not just the issuing
and following of orders or carrying out of specified tasks in accordance with
detailed instructions. Within the formal structure of the organisation,
delegation creates a special manager–subordinate relationship. It is
founded on the concept of authority, responsibility, and accountability
(ultimate responsibility)”.16
Delegasi bukan hanya pelimpahan tugas kerja secara sewenang-
wenang. Artinya adalah tidak hanya mengikuti perintah atau melakukan
tugas yang ditentukan sesuai dengan petunjuk yang telah ditetapkan.
Dalam struktur organisasi formal, delegasi menciptakan hubungan antara
atasan dengan bawahan yang diberi wewenang. Hal ini sandarkan pada
konsep wewenang, tanggung jawab, dan akuntabilitas (tanggung jawab
utama).
Akuntabilitas sekolah adalah kewajiban sekolah sebagai instansi
pendidikan untuk memberikan pertanggungjawaban atau menjawab dan
menerangkan kinerja dan penyelenggaraan pendidikan, kepada pihak yang
memiliki hak atau berwenang untuk meminta keterangan atau
pertanggungjawaban. Pertanggungjawaban penyelenggaraan sekolah
merupakan akumulasi dari keseluruhan pelaksanaan tugas-tugas pokok
dan fungsi sekolah yang perlu disampaikan kepada publik (Stakeholders).17
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa akuntabilitas
kepala madrasah adalah kewajiban kepala madrasah sebagai manajer atau
pemimpin untuk memberikan pertanggungjawaban atau menjawab dan
16 J. Mullins, Laurie, Management and Organisational Behaviour (London: Prentice Hall, 2005), hal. 850-851. 17 Agus Wibowo, op.cit., hal. 48-49.
11
menerangkan kinerja yang telah dilakukan kepada pihak yang memiliki hak
atau berkewajiban untuk meminta pertanggungjawaban.
Berdasarkan kesimpulan tersebut maka diperoleh indikator-indikator
sebagai berikut: (1) patuh terhadap hukum, (2) melayani dengan responsif
(3), menghindari korupsi, kolusi dan nepotisme, (4) memilih alternatif
program yang memberikan hasil optimal, (5) mempertanggung jawabkan
kebijakan yang telah diambil.
Menurut Laurie J. Mullins, Trowdan Brown dalam suatu organisasi
formal maka akan terjadi pola hubungan antara seorang manajer dan
bawahan. Hubungan antara manajer dan bawahan terbentuk melalui
delegasi. Delegasi atau pelimpahan tanggung jawab menuntut seseorang
untuk mempertanggungjawabkan. Ini membuktikan bahwa
pertanggungjawaban ada hubungannya dengan kepemimpinan,
kecerdasan emosional yang berimplikasi terhadap pengambilan keputusan.
Gaya kepemimpinan merupakan pola perilaku seorang pemimpin
yang khas pada saat mempengaruhi anak buahnya. Untuk memahami gaya
kepemimpinan setidaknya dapat dikaji dari tiga pendekatan yaitu
pendekatan sifat, pendekatan perilaku dan pendekatan situasional.18
Hersey dan Blanchard dalam Peter G. Northouse19 , mengatakan
bahwa tidak ada gaya kepemimpinan yang sesuai bagi semua kondisi
dalam suatu organisasi tetapi gaya kepemimpinan akan sangat efektif
apabila dapat mengakomodasi lingkungannya (pengikut, atasan dan rekan
kerjanya). Tentunya seorang pemimpin harus mempunyai kewibawaan,
kekuasaan untuk memerintah orang lain dan mempunyai kewajiban serta
tanggung jawab terhadap apa yang telah mereka lakukan.
Kepemimpinan situasional menurut Hersey dan Blanchard dalam
Miftah Thoha, didasarkan pada saling berhubungnya hal-hal berikut ini:
1. Jumlah petunjuk dan pengarahan yang diberikan oleh pimpinan;
18 E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah Konsep Strategi dan Implementasi (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), hal. 108. 19 Peter G. Northouse,op.cit., hal. 95.
12
2. Jumlah dukungan sosio emosional yang diberikan oleh pimpinan;
3. Tingkat kesiapan atau kematangan para pengikut yang ditunjukkan
dalam melaksanakan tugas khusus, fungsi, atau tujuan tertentu.
Menurut Mahmud al-Zaky dalam Ramayulis mengemukakan banwa
kecerdasan emosional pada dasarnya memiliki hubungan yang erat
dengan kecerdasan uluhiyah (ketuhanan). Jika seseorang tingkat
pemahaman dan pengamalan nilai-nilai ketuhanan yang tinggi dalam
hidupnya, maka orang tersebut telah memiliki kecerdasan emosional yang
tinggi pula.20 Pemimpin yang matang secara emosional memiliki kesadaran
yang lebih tepat mengenai kekuatan dan kelemahan, dan berorientasi ke
arah perbaikan diri, bukan menolak adanya kelemahan dan memfantasikan
keberhasilan. Adapun pemimpin yang mencintai dirinya sendiri (narcissism)
memiliki sejumlah kekurangan karakteristik, yakni mengelilingi dirinya
dengan para bawahan yang setia dan tidak kritis.
Pemimpin dalam dunia pendidikan, tentu harus memiliki sifat yang
dapat membedakan dengan yang bukan pemimpin. Secara garis besar,
teori sifat pemimpin itu ada dua yaitu positif dan negatif. Sifat positif seorang
pemimpin sebagaimana yang dikemukakan Davis dalam Imam Mudjiono
yang dikutip oleh Fatah Syukur adalah dewasa, leluasa, cerdas, humoris
dan prestatif. Ghizelli dan Stodgill mengemukakan sifat ideal seorang
pemimpin adalah intepegent, supervisory ability (kemampuan mengawasi),
inisiatif, self assurance (jaminan diri) dan personality (kepribadian). Keith
Davis mengemukakan bahwa sifat ideal pemimpin terdiri dari: intelligence
(kecerdasan), social maturity (kematangan sosial), breath (bertahan), inner
motivation (memotivasi ke dalam), dan personality (kepribadian). Thomas
W. Harell mengemukakan dengan sifat sebagai berikut: strong will
(keinginan yang kuat), extroversion (menerima pendapat orang lain), power
need (butuh kekuatan) dan achieve need (memiliki tujuan). Sedangkan Paul
Hare menyodorkan konsep ideal pemimpin terdiri dari: intelligence
20 Ramayulis, Psikologi Agama (Jakarta: Kalam Mulia, 2007), hal. 90.
13
(kecerdasan), enthusiasm (antusias), dominance (berkuasa), self
confidence (percaya diri) dan social participation (pertisipasi sosial).
Adapun sifat negatif pemimpin yang dikemukakan oleh Stodgill adalah
kaku, apatis, sarkastis, otoriter dan uniformed.21
Untuk mencapai kesuksesan dalam melaksanakan tugas-tugas
organisasi/lembaga dan interaksi sosial, seorang pemimpin dituntut
memiliki sifat-sifat yang ideal. Sifat yang ideal tersebut telah tercermin pada
diri Rasulullah SAW, karena beliaulah pemimpin yang mampu menerapkan
kepemimpinan secara arif dan demokratis. Di mana rasulullah SAW
merupakan suri tauladan yang baik yang kepribadiannya diliputi oleh sifat-
sifat yang baik, yaitu: siddiq (jujur), amanah (terpercaya), tabligh
(menyampaikan) dan fathanah (cerdas/pandai). Oleh karena itu hendaknya
pemimpin pendidikan Islam selalu mencontoh perilaku Rasulullah SAW
yang tercermin dalam sifat-sifatnya.22
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa gaya
kepemimpinan adalah bentuk perilaku pemimpin dalam memimpin atau
mempengaruhi bawahannya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan,
agar tujuan tersebut dapat dijadikan sebagai tujuan bersama. Berdasarkan
kesimpulan tersebut maka diperoleh indikator-indikator sebagai berikut: (1)
memberikan instruksi; (2) mengadakan konsultasi; (3) memiliki partisipasi;
(4) mendelegasikan.
Gaya kepemimpinan yang diharapkan banyak orang adalah yang
memiliki sifat-sifat baik sebagaimana yang terdapat diri rasulullah sebagai
uswah hasanah. Gaya kepemimpinan tersebut tentu banyak faktor yang
mempengaruhi, diantaranya adalah kecerdasan emosional. Menurut
Goleman dalam Ary Ginanjar Agustian, mengatakan bahwa koordinasi
suasana hati adalah inti dari hubungan sosial yang baik. Apabila seseorang
pandai menyesuaikan diri dengan suasana hati individu yang lain atau
dapat berempati, orang tersebut akan memiliki tingkat emosionalitas yang
21 Fatah Syukur, Manajemen Pendidikan Berbasis pada Madrasah, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2011), hal. 27. 22 Nur Efendi, op.cit., 33-36.
14
baik dan akan lebih mudah menyesuaikan diri dalam pergaulan sosial serta
lingkungannya.
Lebih lanjut Goleman mengatakan bahwa kecerdasan emosional
adalah kemapuan yang lebih dimiliki seseorang dalam memotivasi diri,
ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan
menunda kepuasan, serta mengatur keadaan jiwa. Dengan kecerdasan
emosional tersebut seseorang dapat menempatkan emosinya pada porsi
yang tepat, memilah kepuasan dan mengatur suasana hati.23
Sesungguhnya potensi yang telah diberikan kepada manusia
berupa emosi bisa mendorong dirinya kepada perbuatan baik dan jelek.
Untuk itu perlakuan terbaik terhadap emosi adalah mengendalikan dan
mengarahkannya agar menjadi motivator ke arah yang lebih baik. Jika
seorang pemimpin mampu untuk berbuat sesuai dengan emosi yang
terkendali maka pemimpin tersebut dapat dikatakan sebagai pemimpin
yang memiliki kecerdasan emosional.24 Salah satu perwujudan kecerdasan
emosional seorang pemimpin adalah mampu mengambil keputusan
dengan baik dalam situasi dan kondisi bagaimanapun.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan
emosional adalah kemampuan seseorang dalam mengendalikan dirinya
dari berbagai keadaan dengan tujuan untuk menempatkan emosinya pada
posisi yang tepat, sehingga akan diperoleh energi positif pada jiwa
seseorang yang berpengaruh pada fungsi sosial. Sesuai dengan
kesimpulan tersebut, maka diperoleh indikator-indikator sebagai berikut: (1)
kesadaran emosi; (2) pengendalian diri; (3) dapat dipercaya; (4) dorongan
prestasi; (5) orientasi pelayanan; (6) pengikat jaringan.
Selain kecerdasan emosional, faktor yang diduga memiliki
hubungan dengan akuntabilitas adalah bagaimana seorang pemimpin
dalam melaksanakan pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan
23 Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ, (Jakarta: Arga, 2005), hal. 280. 24 Mas Udik Abdullah, Meledakkan IESQ dengan Langkah Takwa dan Tawakal. (Jakarta: Dzikrul Hakim, 2005), hal. 147.
15
merupakan suatu proses dalam memilih sejumlah alternatif. Pengambilan
keputusan sangat penting bagi kepala madrasah. Karena dalam prosesnya
memiliki peranan yang penting dalam memotivasi, kepemimpinan,
komunikasi, koordinasi dan perubahan organisasi. Keputusan yang diambil
oleh kepala madrasah sangat berpengaruh terhadap pelanggan
pendidikan, terutama peserta didik. Oleh karena itu setiap kepala madrasah
harus memiliki keterampilan pengambilan keputusan secara cepat, tepat,
efektif dan efisien.25
Menurut George R. Terry, pengambilan keputusan adalah pemilihan
alternatif perilaku (kelakuan) tertentu dari dua atau lebih alternatif yang ada
untuk menentukan suatu pendapat atau perjalanan suatu tindakan.26 Ada
beberapa teknik dalam pengambilan keputusan. Teknik yang paling sering
pilih dalam pengambilan keputusan adalah analisis manajerial, teori
psikologis, instuisi/bisikan hati, pengalaman, mengikuti pemimpin,
percobaan, analisis dan metode kuantitatif.
Sondang P. Siagian menjelaskan bahwa pengambilan keputusan
adalah suatu pendekatan yang sistematis terhadap hakikat alternatif yang
dihadapi dan mengambil tindakan yang menurut perhitungan merupakan
tindakan yang paling cepat.27 Donald C. Mosley, Paul H. Pietri dan Leon C.
Megginson dalam Wirawan memberikan definisi pembuatan keputusan
adalah seleksi sadar dan tindakan alternatif-alternatif yang ada untuk
memproduksi hasil yang diharapkan. Sedangkan Wirawan berpendapat
bahawa pembuatan keputusan adalah proses menganalisis problem,
mengidentifikasi alternatif-alternatif, memilih satu alternatif terbaik untuk
menyelesaikan problem, melaksanakan dan mengevaluasi pelaksanaan
keputusan.28
25 Husaini Usman, Manajemen Teori, Praktik dan Riset Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), hal. 391-392. 26 Gr. Terry dan L.W. Rue, Dasar-dasar Manajemen (Jakarta: Bumi Aksara, 2014), hal. 17. 27 Sondang P. Siagian, Organisasi Kepemimpinan dan Perilaku Administrasi (Jakarta: Gunung Agung, 1997), hal. 120. 28 Wirawan, Op. Cit., hal. 651.
16
Pengambilan keputusan dapat dilakukan dalam berbagai kondisi.
Artinya adalah pengambilan keputusan dapat dilakukan dalam berbagai
bentuk keadaan yang terjadi berdasarkan dan disebabkan oleh berbagai
latar belakang yang ada. Ada tiga kondisi dalam pengambilan keputusan
yaitu:
1. Pengambilan keputusan dalam kondisi pasti, yaitu proses pengambilan
keputusan yang dilakukan berlangsung tanpa ada banyak alternatif,
keputusan yang diambil sudah jelas pada fokus yang dituju.
2. Pengambilan keputusan dalam kondisi tidak pasti, yaitu proses
pengambilan keputusan yang belum diketahui nilai probabilitas atau
hasil yang mungkin dicapai, dikarenakan minimnya informasi yang
diperoleh baik dari hasil penelitian atau rekomendasi secara lisan dari
orang yang bisa dipercaya.
3. Pengambilan keputusan dalam kondisi konflik, yaitu pengambilan
keputusan yang telah diawali oleh suatu keadaan yang saling
bertentangan antara satu pihak dengan pihak lain.29
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengambilan
keputusan adalah suatu proses pemilihan alternatif terbaik dari beberapa
alternatif secara sadar dan sistematis digunakan sebagai sarana
pemecahan suatu masalah. Sesuai dengan kesimpulan tersebut, maka
diperoleh indikator-indikator sebagai berikut: (1) memilih alternatif terbaik,
(2) menggali informasi berasal dari orang yang dipercaya, (3)
menyelesaikan masalah secara sadar dan sistematis.
Berdasarkan hasil penelitian awal yang dilakukan peneliti, terkait
data tentang akuntabilitas kepala Madrasah Aliyah Negeri di provinsi Jambi
dapat diketahui dari beberapa indikasi Data Pokok Pendidikan (Dapodik)
pada portal sudung belaja diperoleh informasi bahwa kondisi objektif mutu
pendidikan di Provinsi Jambi pada jenjang pendidikan menengah masih
memiliki banyak kelemahan yang harus segera diperbaiki dan ditingkatkan
secara sistemik dan sistimatis. Oleh karena itu dibutuhkan komitmen tinggi
dari pemerintah dan pemerintah daerah dan semua stakeholder yang
29 Irham Fahmi, Teori dan Teknik Pengambilan Keputusan: Kualitatif dan Kuantitatif (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2016), hal. 285.
17
direfleksikan melalui kerja keras untuk mewujudkan pendidikan bermutu.
Beberapa hasil rekam data berikut menjelaskan kondisi pendidikan Jambi
saat ini (existing condition).30 Permasalahan pendidikan di provinsi Jambi
teridentifikasi sebagai berikut:
1. Sebagian besar mutu satuan pendidikan (sekolah) belum memenuhi
Standar Nasional Pendidikan. Dari 5.296 jumlah sekolah di Provinsi
Jambi, 3.786 (71,49%) sekolah belum memenuhi standar nasional
pendidikan, dan yang belum terakreditasi berjumlah 1.952 sekolah
(36,86%).
2. Program wajib belajar 9 tahun belum sepenuhnya selesai (angka
partisipasi penduduk usia SD/MI dan SMP/MTS baru 91,91%; SMU
56,11%; usia Perguruan Tinggi 12,81%).
3. Masih banyaknya ruang kelas yang termasuk kategori rusak (dari
27.658 ruang kelas, 3.129 (11,31%) ruang rusak berat, 6.192 (22,39%)
rusak ringan).
4. Belum tersedianya laboratorium dan perpustakaan yang memadai.
5. Masih banyak guru yang belum memenuhi standar yang diamanatkan
(sarjana) dan relevan dengan bidang studi yang diajarkannya, sehingga
mempersulit dalam mengembangkan kariernya (dari 52.132 guru, yang
belum berkualifikasi sarjana sebanyak 26.884 (51,57%) guru).
6. Masih lemahnya sistem manajemen SDM guru dan tenaga
kependidikan, terutama dalam pola rekruitmen, seleksi, penempatan
dan pendistribusian, pembinaan karier, kesejahteraan dan remunerasi,
serta pemberhentian tenaga guru, kepala sekolah, pengawas sekolah
dan tenaga kependidikan lainnya yang sering keliru.
7. Sebagian besar sekolah masih kesulitan dalam menyusun visi, misi dan
program kerja sekolah (RAPBS) dan menerapkan prinsip-prinsip
penyelenggaraan sekolah bermutu belum menjadi skala prioritas.
8. Disparitas mutu pendidikan antar daerah perkotaan dan perdesaan,
antar penduduk kaya dan miskin, dan disparitas gender cukup besar.
9. Kualifikasi dan kompetensi kepala sekolah belum memadai.
30 http://disdik.jambiprov.go.id/web/tampil/opini/detail/3
18
10. Sebagian besar program kerja sekolah dan program pengembangan
pendidikan tidak dimonitoring dan dievaluasi oleh pejabat yang
berwenang.
11. Pengawas sekolah dan pengawas guru mata pelajaran tidak terkelola
dengan baik, etos kerja pengawas masih rendah yakni hanya rerata di
bawah 50% kehadirannya ke sekolah.
12. Teknisi dan tenaga laboran baik kuantitas maupun kualitas kurang
memadai.
13. Masih tingginya ketidakpuasan masyarakat terhadap karakter,
moralitas atau etika lulusan sekolah dan layanan pendidikan.
14. Sekolah belum mampu melakukan evaluasi diri sekolah secara
berkesinambungan.
15. Infrastruktur teknologi, informasi dan komunikasi pada setiap satuan
pendidikan kurang memadai.
16. Belum tersedianya SIM berbasis sekolah.
17. Kurikulum pendidikan yang terlalu teoritis, kurang praktis, kurang
kontekstual, sehingga kurang memberikan makna yang berarti bagi
bekal kehidupan murid di masa depan, baik yang berkenaan dengan
nilai-nilai religius, bekal kecakapan hidup (life skills), tata pergaulan,
budi-pekerti, seni budaya lokal, kesehatan dan lingkungan hidup, serta
aspek-aspek pembentuk karakter bangsa sering terabaikan, termasuk
ketentuan pelaksanaan pendidikan karakter secara terintegrasi dengan
mata pelajaran belum tersentuh.
18. Kurikulum belum berorientasinya pada keunggulan komparatif daerah
19. Walaupun penerapan KTSP telah terlaksana hingga 90%, namun
proses pembelajaran yang menerapkan KTSP masih belum optimal,
sebagian besar guru belum mendekati standar yang ditetapkan seperti
standar isi, standar proses dan pengembangan model-model
pembelajaran yang inovatif.
20. Masih rendahnya mutu dan daya saing lulusan sehingga jumlah
pengangguran lulusan sekolah mulai SMU, MA, SMK apalagi lulusan
19
SMP atau SD sederajat, termasuk lulusan LPTK belum mampu
menjawab kebutuhan dunia kerja.31
Berdasarkan permasalahan pendidikan tersebut, adapun
permasalahan yang berkaitan dengan akuntabilitas kepala
madrasah/sekolah dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1. Sebagian besar mutu satuan pendidikan (sekolah) belum memenuhi
Standar Nasional Pendidikan. Dari 5.296 jumlah sekolah di Provinsi
Jambi, 3.786 (71,49%) sekolah belum memenuhi standar nasional
pendidikan, dan yang belum terakreditasi berjumlah 1.952 sekolah
(36,86%).
2. Masih lemahnya sistem manajemen SDM guru dan tenaga
kependidikan, terutama dalam pola rekruitmen, seleksi, penempatan
dan pendistribusian, pembinaan karier, kesejahteraan dan remunerasi,
serta pemberhentian tenaga guru, kepala sekolah, pengawas sekolah
dan tenaga kependidikan lainnya yang sering keliru.
3. Kualifikasi dan kompetensi kepala sekolah belum memadai.
4. Masih tingginya ketidakpuasan masyarakat terhadap karakter,
moralitas atau etika lulusan sekolah dan layanan pendidikan.
5. Sekolah belum mampu melakukan evaluasi diri sekolah secara
berkesinambungan.
Selain paparan data di atas, berdasarkan hasil laporan capaian
kinerja akuntabilitas Kementerian Agama RI Kantor Wilayah Provinsi Jambi
tahun 2018 dengan cara membandingkan antara realisasi dan target
masing-masing indikator sasaran pada perjanjian kinerja berdasarkan pada
sasaran strategis secara rata-rata keseluruhan adalah 94%. Perbandingan
antara taget dengan realisasi tahun 2018 sebagai berikut:
Tabel 1.1 Sasaran Strategis Capaian Visi-Misi32
Indikator Kinerja Target Realisasi (%)
1. Jumlah Guru Pendidikan Agama Islam
96,15 % 100 % 100
31 Ibid. 32 Kementerian Agama RI, Laporan Kinerja Tahun 2018 (Jambi: Kementerian Agama RI Kantor Wilayah Provinsi Jambi, 2018), hal. 23-28.
20
Indikator Kinerja Target Realisasi (%)
yang bersertifikat
2. Jumlah Kepala Madrasah yang bersertifikat
82 % 100 % 100
3. Jumlah siswa MA/Ulya/ SMTK
5,960 Siswa 5599 Siswa 98
4. Persentase MA yang terakreditasi minimal B
50.62 % 50.62 % 100
5. Pagu Anggaran Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jambi
Rp113.414.291.000,- Rp83.251.819.727,- 73,41
Capaian Rata-rata 94,28
Fenomena di atas membawa dampak begitu pentingnya
akuntabilitas bagi kepala Madrasah Aliyah Negeri di Provinsi Jambi. Hal ini
sesuai dengan Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 172
Tahun 2014 tentang petunjuk pelaksanaan penyusunan penetapan kinerja
dan pelaporan akuntabilitas kinerja di lingkungan Kementerian Agama.
Oleh karena itu dalam ragka meneliti tentang akuntabilitas tersebut maka
diperlukan suatu studi tentang variabel yang mempunyai korelasi. Dalam
hal ini peneliti akan meneliti korelasi beberapa variabel yaitu gaya
kepemimpinan, kecerdasan emosional dan pengambilan keputusan
dengan akuntabilitas kepala Madrasah Aliyah Negeri.
Akuntabilitas kepala Madrasah Aliyah Negeri di provinsi Jambi ini
sangat diperlukan agar bisa melihat tingkat akuntabilitas kepala madrasah
sebagai bahan acuan untuk melihat faktor yang berkaitan dengan
akuntabilitas kepala madrasah dan dijadikan bahan pertimbangan dalam
mewujudkan akuntabilitas kepala madrasah yang tinggi yang ditandai
dengan mutu guru yang profesional dan berkarakter, standardisasi dan
pengembangan tata kelola sekolah berbasis teknik informatika dan
computer (TIK), mutu isi dan proses pembelajaran yang berkarakter serta
21
berbasis kearifan lokal, dan akses layanan prima pendidikan bermutu tanpa
diskriminasi. Singkatnya kepala sekolah/madrasah yang akuntabel
diharapkan dapat mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap teori-teori tentang
akuntabilitas kepala madrasah dan faktor-faktor yang berhubungan, maka
dapat diidentifikasi beberapa masalah-masalah penelitian yaitu: 1)
hubungan antara gaya kepemimpinan dengan akuntabiilitas kepala
Madrasah Aliyah Negeri, 2) hubungan antara kecerdasan emosional
dengan akuntabilitas kepala Madrasah Aliyah Negeri di provinsi Jambi, 3)
hubungan antara pengambilan keputusan dengan akuntabilitas kepala
Madrasah Aliyah Negeri di provinsi Jambi, 4) hubungan antara gaya
kepemimpinan, kecerdasan emosional dengan akuntabilitas kepala
Madrasah Aliyah Negeri di provinsi Jambi, 5) hubungan antara gaya
kepemimpinan, pengambilan keputusan dengan akuntabilitas kepala
Madrasah Aliyah Negeri di provinsi Jambi, 6) hubungan antara kecerdasan
emosional, pengambilan keputusan dengan akuntabilitas kepala Madrasah
Aliyah Negeri di provinsi Jambi, dan 7) hubungan antara gaya
kepemimpinan, kecerdasan emosional, pengambilan keputusan secara
bersama-sama dengan akuntabilitas kepala Madrasah Aliyah Negeri di
provinsi Jambi.
C. Pembatasan Masalah
Agar pemahaman tentang judul dalam penelitian ini yang berkaitan
dengan “hubungan” tidak terjadi pemaknaan ganda, maka dalam hal ini
perlu dijelaskan. Bahwa yang dimaksud dengan hubungan dalam penelitian
ini adalah hubungan antara variabel yang bersifat korelasional. Artinya
adalah hubungan variabel satu dengan variabel lainnya tidak jelas mana
yang menjadi variabel sebab dan mana yang menjadi variabel akibat.33
33 Agus Irianto, Statistik; Konsep Dasar, Aplikasi, adan Pengembangannya (Jakarta: Kencana, 2015), hal. 133.
22
Hubungan yang bersifat korelasional dalam penelitian ini adalah hubungan
yang sifatnya satu arah atau disebut juga dengan korelasi positif. Disebut
korelasi positif jika dua variabel atau lebih yang berkorelasi, berjalan paralel,
artinya hubungan antara dua variabel atau lebih tersebut menunjukkan arah
yang sama.34
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, maka dalam
penelitian ini akan membahas variabel yang berhubungan dengan
akuntabilitas kepala Madrasah Aliyah Negeri di Provinsi Jambi yang
meliputi: gaya kepemimpinan, kecerdasan emosional dan pengambilan
keputusan.
D. Rumusan Masalah
Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah mengungkap
hubungan antara gaya kepemimpinan, kecerdasan emosional,
pengambilan keputusan dangan akuntabilitas kepala Madrasah Aliyah
Negeri di provinsi Jambi, selanjutnya dirinci menjadi rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Apakah terdapat hubungan antara gaya kepemimpinan (X1) dengan
akuntabilitas kepala Madrasah Aliyah Negeri (Y) di provinsi Jambi?
2. Apakah terdapat hubungan antara kecerdasan emosional (X2) dengan
akuntabilitas kepala Madrasah Aliyah Negeri (Y) di provinsi Jambi?
3. Apakah terdapat hubungan antara pengambilan keputusan (X3) dengan
akuntabilitas kepala Madrasah Aliyah Negeri (Y) di provinsi Jambi?
4. Apakah terdapat hubungan antara gaya kepemimpinan (X1),
kecerdasan emosional (X2), dan pengambilan keputusan (X3) secara
bersama-sama dengan akuntabilitas kepala Madrasah Aliyah Negeri
(Y) di provinsi Jambi?
34 Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014), hal. 179-180.
23
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan ingin mengetahui sejauh mana dan berapa
besar:
a. Hubungan antara gaya kepemimpinan dengan akuntabilitas kepala
Madrasah Aliyah Negeri di provinsi Jambi
b. Hubungan antara kecerdasan emosional dengan akuntabilitas kepala
Madrasah Aliyah Negeri di provinsi Jambi
c. Hubungan antara pengambilan keputusan dengan akuntabilitas kepala
Madrasah Aliyah Negeri di provinsi Jambi
d. Hubungan antara gaya kepemimpinan, kecerdasan emosional dan
pengambilan keputusan secara bersama-sama dengan akuntabilitas
kepala Madrasah Aliyah Negeri di provinsi Jambi
2. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat dan berguna sebagai
berikut:
a. Manfaat Teoritis
Temuan penelitian ini secara teoritis untuk memperkaya
khazanah ilmu pengetahuan dalam bidang manajemen pendidikan
Islam.
b. Manfaat Praktis
1) Pengembangan ilmu pengetahuan terutama bidang manajemen
kepemimpinan kepala Madrasah Aliyah Negeri di Provinsi jambi.
2) Acuan Kementarian Agama dalam mengadakan rekrutmen dan
seleksi kepala madrasah, hendaknya mempertimbangkan aspek
kecerdasan emosional, pengambilan keputusan dan akuntabilitas.
3) Peningkatan pemahaman tentang pentingnya gaya kepemimpinan,
kecerdasan emosional, pengambilan keputusan dan akuntabilitas
kepala madrasah dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
4) Sebagai referensi terhadap penelitian yang relevan.
5) Memperoleh gelar Doktor Manajemen Pendidikan Islam.
24
BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, HIPOTESIS PENELITIAN
DAN PENELITIAN YANG RELEVAN
A. Landasan Teori
1. Akuntabilitas Kepala Madrasah
Istilah account bermakna memberi suatu laporan, melengkapi suatu
analisis atau penjelasan kebenaran, menyediakan suatu penjelasan
statemen dari perilaku seseorang, menawarkan sebuah statemen atau
pertimbangan alasan, penyebab, landasan, atau motivasi, atau hanya
menyediakan suatu statemen tentang fakta atau peristiwa. Sebagaimana
tentang konsep akuntabilitas yang dikemukakan oleh Robert Wagner yang
dikutip oleh Leithwood Kenneth, Karen Edge, dan Doris Jantzi sebagai
berikut: “Liberally adapted for the study, this conception is developed as a
response to five issues: what level of accountability is to be provided, who
is expected to provide the account, to whom is the account owed, what is
to be accounted for, what are the consequences of providing an account”34
Menurut Robert Wagner, yang lebih spesifik dari suatu kebijakan
pertanggungjawaban, mekanismenya bergantung pada cara dalam
menjawab lima permasalahan yang berkaitan dengan akuntabilitas, yaitu:
bagaimana pertanggungjawaban tersebut, siapa yang diharapkan dapat
menyediakan laporan, untuk siapa laporan tersebut, apa yang akan
dilaporkan, apa konsekwensi dari menyediakan suatu laporan. Apabila
konsep tersebut dilaksanakan dengan baik, maka akuntabilitas akan
terlaksana pada setiap instansi pemerintah khususnya adalah
sekolah/madrasah.
Secara terminologi accountability dari akar kata "account", artinya
laporan. Dalam Al-Qur'an, account adalah hisab (perhitungan). Kata hisab
dapat ditemukan pada beberapa surat dan ayat Al-Qur'an, Allah swt
berfirman:
34 Kenneth, Leithwood et.al., Educational accountability:the state of the art (Gütersloh: Bertelsmann Foundation, 1999), hal. 12-13.
25
��ء و���ي � ��ء � ���� ��ة و��� � �� $#"�! أ و() '�ء ٱ%�
� 012! /#.")ن و,+* �.3 �"45 Artinya: “Dan kalau Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan kamu satu
umat (saja), tetapi Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan sesungguhnya kamu akan ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan” (Q.S. An-Nahl/16:93).35
Dari ayat tadi terdapat dua pesan yang terkandung di dalamnya yang
dapat diimplemantasikan dalam kehidupan ini, yaitu:
1. Di antara sunnah Ilahi adalah memberikan kebebasan kepada manusia
untuk menentukan pilihan dan mereka juga bebas memilih jalan
hidupnya masing-masing.
2. Semua perbuatan dan tingkah laku manusia baik itu kecil atau besar
akan dimintai pertanggungjawaban pada hari kiamat.36
Akuntabilitas secara umum berkaitan dengan kewajiban seseorang
untuk "account" kepada Allah SWT dalam segala hal yang berkaitan
dengan usaha manusia. Segala sumber daya yang tersedia untuk manusia
ini merupakan bentuk sebuah kepercayaan, manusia menggunakan apa
yang dipercayakan kepada mereka (manusia) didasarkan pada ketentuan-
ketentuan syari'ah dan keberhasilan individu di akhirat bergantung pada
kinerja manusia di dunia.
Pada prinsipnya akuntabilitas sektor publik adalah kepada
masyarakat dengan indikator pada hasil produk dan pelayanan publik yang
dicapai sesuai target, seperti: pelayanan pendidikan, kesehatan, air minum,
sanitasi dan lain sebagainya. Sudah menjadi ciri dari pelayanan publik atau
produk barang publik (public goods), bahwa umumnya sulit untuk
menunjukkan siapa yang bertanggungjawab terhadap kinerja output atau
35 Departemen Agama RI, Mushaf Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: Al-Huda, 2005), hal. 455. 36 Ibn Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Op.Cit., hal. 101-102.
26
hasil kinerjanya. Oleh karena itu, suatu manajemen kebijakan publik yang
baik perlu menginformasikan rencana kinerjanya yang meliputi klarifikasi
penanggungjawabnya.
Akuntabilitas adalah kewajiban memberikan pertanggungjawaban
atau menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan seseorang/badan
hukum/pimpinan organisasi meliputi keberhasilan dan kegagalan misinya
kepada pihak yang berwenang meminta pertanggungjawaban. Dalam
sebuah hadits Nabi Muhammad SAW bersabda:
دثـنا محمد بن رمح دثـنـا ليـث ح وحـ عيـد حـ بـة بن ســــــــــــــ دثـنـا قـتـيـ دثـنا الليث عن &فع عن ابن عمر ح حـئول عن « أنه قال -صـــــــلى الله عليه وســـــــلم-عن النبى رعيته فالأمير الذى ألا كلكم راع وكلكم مســـــــ
ئول عن رعيته والرجل را هم والمرأة راعية ع على أهل بـيته وهو على الناس راع وهو مســـــــــــــ ئول عنـ مســـــــــــــئول ع يده وهو مســــــ هم والعبد راع على مال ســــــ ئولة عنـ نه ألا فكلكم على بـيت بـعلها وولده وهى مســــــ
.» يته راع وكلكم مسئول عن رع Artinya: “Qutaibah bin Sa’id memberitahu kami, dan Muhammad bin Rumh
memberitahu kami, Al-Laits memberitahu kami, dari Nafi’ dari Ibnu Umar dari Nabi SAW, sesungguhnya Nabi bersabda ‘setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu akan dimintai pertanggungjawaban terhadap apa yang kamu pimpin. Seorang raja adalah pemimpin bagi rakyatnya, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap apa yang dipimpinnya. Seorang suami adalah pemimpin bagi anggota keluarganya dan dia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap mereka. Seorang istri adalah pemimpin bagi rumah tangga, suami dan anak-anaknya, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap apa yang dipimpinnya. Seorang hamba adalah pemimpin bagi harta majikannya, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap apa yang dipimpinnya. Dan ingat setiap kamu adalah pemimpin, dan akan dimintai pertanggungjawaban terhadap kepemimpinannya”. (HR. Muslim).37
Berdasarkan hadits tersebut di atas menjelaskan bahwa setiap
pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban, baik pertanggungjawaban
sesama manusia/yang dipimpin maupun dengan yang memberi
kedudukan. Selain itu pertanggungjawaban juga akan diberikan kelak pada
37 Maktabah Syamilah, Shahih Muslim, No. Hadits. 4828, Juz. 6, hal.7
27
hari kiamat, yakni pertanggungjawaban kepada Allah sebagai
khalifah/pemimpin di muka bumi.
Semua instansi pemerintah sesuai dengan tugas dan fungsinya
harus memahami lingkup akuntabilitas masing-masing. Akuntabilitas dapat
mencakup aspek pribadi (spiritual) dan aspek eksternal. Dalam
penyelenggaraan akuntabilitas instansi pemerintah, perlu memperhatikan
prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Harus ada komitmen yang kuat dari pimpinan dan seluruh staf;
b. Harus merupakan suatu sistem yang dapat menjamin kegunaan
sumber-sumber daya secara konsisten dengan peraturan-peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
c. Harus dapat menunjukkan tingkat pencapaian tujuan dan sasaran;
d. Harus berorientasi kepada pencapaian visi dan misi serta hasil dan
manfaat yang diperoleh;
e. Harus jujur, obyektif, dan inovatif sebagai katalisator perubahan
manajemen instansi pemerintah dalam bentuk pemutakhiran metode
dan teknik pengukuran kinerja dan penyusunan laporan akuntabilitas.
f. Akuntabilitas juga menyajikan deviasi (selisih, penyimpangan) antara
realisasi kegiatan dengan rencana dan keberhasilan/kegagalan
pencapaian sasaran.38
Menurut Ellwood sebagaimana dikutip oleh Mardiasmo 39
menjelaskan bahwa dimensi akuntabilitas yang harus dipenuhi oleh sektor
publik adalah:
a. Akuntabilitas kejujuran dan akuntabilitas hukum; akuntabilitas kejujuran
terkait dengan terhindarnya penyalah gunaan jabatan (abuse of power),
sedangkan akuntabilitas hukum adalah terkait dengan jaminan adanya
kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yang telah disyaratkan
dalam penggunaan sumber dana.
38 Agus Wibowo, op.cit., hal. 50. 39 Mardiasmo, Akuntansi Sektor Publik (Yogyakarta: Andi Offset, 2009), hal. 20-22.
28
b. Akuntabilitas proses; terkait dengan prosedur yang digunakan dalam
melaksanakan tugas sudah cukup baik dalam hal kecukupan sistem
informasi (akuntansi, manajemen dan administrasi).
c. Akuntabilitas program; terkait dengan apakah tujuan program yang
dijalankan sudah tercapai atau belum, serta apakah sudah mengambil
alternatif lain dengan hasil yang optimal dari biaya yang minimal.
d. Akuntabilitas kebijakan; terkait dengan pertanggungjawaban atas
kebijakan-kebijakan yang telah diambil.
Sistem tanggungjawab dimulai dengan satu tujuan dan tindakan
spesifik akan menghasilkan suatu hasil diinginkan. Tindakan yang sukses
itu akan diberikan penghargaan, apabila tindakan tersebut tidak
menunjukkan kesuksesan maka akan diberikan sanksi. Sistem harus tetap
memonitoring, dengan tujuan untuk memastikan bahwa tindakan tersebut
akan menghasilkan sesuai dengan apa yang diinginkan, pemberian
penghargaan dan sanksi adalah tindakan efektif, dan pemberian umpan
balik dengan cara memberikan dan menyediakan informasi yang
bermanfaat merupakan suatu tindakan untuk menghasilkan sesuatu yang
diinginkan.
Sedangkan menurut Carnoy sebagaimana dikutip oleh Michael S.
Knapp dan Susan B. Feldman menjelaskan bahwa “Internal accountability
has three tiers: the individual’s sense of responsibility; parents’, teachers’,
administrators’, and students’ collective sense of expectations; and the
organizational rules, incentives, and implementation mechanisms that
constitute the formal accountability system in schools”.40
Akuntabilitas internal memiliki tiga tingkatan: rasa tanggung jawab
terhadap individu/diri sendiri; rasa harap terhadap orang tua, guru,
administrator, dan siswa; dan aturan organisasi, insentif, dan mekanisme
40 Michael S. Knapp dan Susan B. Feldman, Managing the intersection of internal and external accountability Challenge for urban school leadership in the United States, Journal of Educational Administration Vol. 50 No. 5, 2012, Emerald Group Publishing Limited, hal. 669.
29
implementasi yang merupakan sistem akuntabilitas formal di sekolah.
Sebagaimana terdapat dalam bagan berikut ini:
Gambar 2.1 Kepemimpinan dan sistem akuntabilitas internal sekolah 41
Dalam suatu organisasi formal maka akan terjadi pola hubungan
antara seorang manajer dan bawahan. Hubungan antara manajer dan
bawahan terbentuk melalui delegasi. Laurie J. Mullins megemukakan
definisi sebagai berikut: Delegation is not just the arbitrary shedding of work.
It is not just the issuing and following of orders or carrying out of specified
tasks in accordance with detailed instructions. Within the formal structure of
the organisation, delegation creates a special manager–subordinate
relationship. It is founded on the concept of authority, responsibility, and
accountability (ultimate responsibility).42
Delegasi bukan hanya pelimpahan tugas kerja secara sewenang-
wenang. Artinya adalah tidak hanya mengikuti perintah atau melakukan
tugas yang ditentukan sesuai dengan petunjuk yang telah ditetapkan.
Dalam struktur organisasi formal, delegasi menciptakan hubungan antara
atasan dengan bawahan yang diberi wewenang. Hal ini sandarkan pada
konsep wewenang, tanggung jawab, dan akuntabilitas (tanggung jawab
utama).
41 Ibid., hal. 676 42 J. Mullins, Laurie, Management and Organisational Behaviour (London: Prentice Hall, 2005), hal. 850-851.
organizational rules, incentives,
implementation mechanisms
collective expectations for
performance (parents', teachers',
administratirs', students')
Individuals' sense of responsibility for performance
Learning-focussed leadership work
30
Prinsip delegasi seperti yang digambarkan dalam the basis of
delegation mencakup tiga prinsip delegasi, yaitu:
a. Otoritas, adalah hak seorang manajer untuk mengambil tindakan atau
membuat keputusan. Otoritas merupakan legitimasi pelaksanaan
kekuasaan dalam struktur dan aturan organisasi. Hal ini memungkinkan
seorang manajer untuk mengeluarkan instruksi sehingga bawahan
mengikutinya.
b. Responsibilitas (tanggung jawab), melibatkan kewajiban bawahan untuk
melakukan tugas tertentu atau membuat keputusan tertentu dan harus
menerima teguran dari manajer apabila kinerja tidak memuaskan. Maka
arti dari Responsibilitas (tanggung jawab) itu sendiri akan mencakup
adanya otoritas dan tanggung jawab itu sendiri.
c. Akuntabilitas, ditafsirkan sebagai tanggung jawab utama dan tidak dapat
didelegasikan. Manajer harus menerima "akuntabilitas sebagai tanggung
jawab utama" untuk melakukan kontrol terhadap staf mereka. Kinerja
tugas staf dialokasikan ke dalam bagian/ departemen dalam suatu
struktur organisasi guna mencapai hasil sesuai standar yang ditetapkan.
Dari penjelasan bagan di atas dapat dipahami bahwa dalam suatu
lembaga formal, dalam hal ini adalah kepala madrasah memiliki otoritas dan
tanggung jawab untuk mengambil keputusan dalam bentuk apapun. Tetapi
otoritas dan tangggung jawab yang diberikan untuk mengambil keputusan
tersebut harus diimbangi dengan pertanggungjawaban kepada atasan.
Hasil penelitian yang dikemukan oleh Ratnawati Susanto
mengemukakan bahwa adanya hubungan positif keputusan rasional
dengan akuntabilitas. Rekomendasi untuk meningkatkan akuntabilitas
kepala sekolah adalah pengembangan kemampuan pengambilan
keputusan yang rasional melalui mandat kewenangan dan prinsip-prinsip
31
otonomi, dan penerapan prinsip akuntabilitas kepala sekolah sebagai
manajemen pendidikan.43
Akuntabilitas kepala madrasah selaku manajer pendidikan adalah
menjadi aspek yang paling penting karena mencakup bagaimana seorang
manajer pendidikan menerima delegasi otoritas atas pekerjaan dari atasan,
bertanggung jawab dalam melakukan tindakan dan membuat keputusan,
bertanggung jawab atas tindakan bawahan, melakukan tindakan menegur,
bawahan atas pekerjaan yang kurang memuaskan dan meminta bawahan
melakukan pekerjaan sesuai dengan standar yang ditetapkan, dan
selanjutnya adalah mempertanggungjawabkan kembali pekerjaan yang
telah dilakukan bawahan sebagai pencapaian hasil sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan.
Trow dalam Currie dan Huisman44 mengemukakan bahwa fungsi dari
akuntabilitas di antaranya adalah pertama sebagai pembatas kekuasaan
mutlak, sehingga melemahkan kemungkinan seseorang berani melakukan
tindakan penipuan dan manipulasi dan juga akan memperkuat legitimasi
dari berbagai institusi yang wajib memberikan laporan kepada kelompok
tertentu. Kedua, akuntabilitas diklaim mampu menjaga atau bahkan
meningkatkan kualitas kinerja dengan cara memaksa pihak-pihak yang
terlibat untuk memeriksa aktivitas dan operasi mereka secara kritis dan
menempatkan semuanya itu menjadi dapat dilihat dan diberi masukan kritis
dari pihak luar. Ketiga, akuntabilitas dapat dipergunakan sebagai perangkat
regulasi/peraturan melalui berbagai laporan dan kriteria eksplisit dan
implisit yang harus dipenuhi oleh institusi-institusi pemberi laporan.
Menurut Brown dalam Bober, 45 akuntabilitas mencakup tujuh area,
yaitu:
43 Ratnawati Susanto, Hubungan Pengambilan Keputusan Rasional Dengan Akuntabilitas Kepemimpinan Kepala Sekolah, Eduscience – Volume 2 Nomor 1, Agustus 2016. 44 Currie, Jan dan Huisman, Jeroen. Accountability in higher education: Bridge over troubled water? Higher Education Journal. volume 48. Kluwer Academic Publishers. Printed in the Netherlands, 2004. 45 Bober, J. Marcie, The Challenges of Instructional Accountability. Tech Trends Journal. Volume 48. No 4., 2004.
32
a. Kepemimpinan, yang menjelajahi tentang bagaimana para pemimpin
senior mematuhi dan menggunakan nilai-nilai organisasi, berbagai
petunjuk dan berbagai harapan/ekspektasi kinerja; fokus pada siswa
dan para stakeholder, siswa dan pembelajaran organisasional,
pemberdayaan dan inovasi; dan dalam menangani berbagai
tanggungjawab publik/komunitas.
b. Perencanaan Strategis, yang memeriksa tentang bagaimana
organisasi mengembangkan dan menggunakan berbagai tujuan
strategi dan berbagai rencana kegiatan, dan kemudian mengukur
kualitas mereka, mengukur dampak dan/atau tingkat keefektifan
mereka.
c. Siswa, para stakeholder, dan fokus pasar, yang menjadi sasaran
bagaimana organisasi menentukan berbagai persyaratan, harapan,
dan pilihan para konstituennya; membangun hubungan dengan
mereka; dan menyibak, menemukan berbagai faktor kunci yang akan
memimpin dan memandu mereka kepada kepuasan dan kelanggengan
mereka dan terutama kepada kesempurnaan yang terprogram.
d. Informasi dan analisis, yang berfokus pada berbagai sistem manajemen
informasi dan sistem pengukuran kinerja organisasi – dan secara
khusus pada bagaimana data yang dihasilkan sistem-sistem telah
dianalisa selama ini.
e. Fokus pada tenaga pengajar dan staf, yang meneliti tentang cara-cara
yang digunakan organisasi dalam memotivasi para staf dan tenaga
pengajarnya agar mau mengembangkan potensi penuh mereka dan
membangun/memelihara sebuah lingkungan kerja positif yang
mengadopsi nilai-nilai kesempurnaan kinerja dan pertumbuhan
individu/organisasi.
f. Manajemen proses, yang menyelidiki berbagai aspek kunci dari
strategi-strategi organisasi dalam rangka memelihara/menukung
semua aliran kerja vital (pelayanan mahasiswa, pendukungan
mahasiswa, rancangan instruksional/penyampaian, dan lain-lain)
33
g. Berbagai hasil kinerja organisasional, yang menjelajahi hasil-hasil
keluaran yang berhubungan dengan pembelajaran siswa, pendanaan
dan keefektifan operasional, serta seberapa baik mereka dibandingkan
dengan tingkat kinerja dari para pesaing kunci.
Akuntabilitas sekolah adalah kewajiban sekolah sebagai instansi
pendidikan untuk memberikan pertanggungjawaban atau menjawab dan
menerangkan kinerja dan penyelenggaraan pendidikan, kepada pihak yang
memiliki hak atau berwenang untuk meminta keterangan atau
pertanggungjawaban. Pertanggungjawaban penyelenggaraan sekolah
merupakan akumulasi dari keseluruhan pelaksanaan tugas-tugas pokok
dan fungsi sekolah yang perlu disampaikan kepada publik (Stakeholders).46
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa akuntabilitas
kepala madrasah adalah kewajiban kepala madrasah sebagai manajer atau
pemimpin untuk memberikan pertanggungjawaban atau menjawab dan
menerangkan kinerja yang telah dilakukan kepada pihak yang memiliki hak
atau berkewajiban untuk meminta pertanggungjawaban.
Berdasarkan kesimpulan tersebut maka diperoleh indikator-indikator
sebagai berikut: (1) patuh terhadap hukum, (2) melayani dengan responsif
(3), menghindari korupsi, kolusi dan nepotisme, (4) memilih alternatif
program yang memberikan hasil optimal, (5) mempertanggung jawabkan
kebijakan yang telah diambil.
2. Gaya Kepemimpinan
Kepemimpinan atau leadership merupakan seni dan keterampilan
orang dalam memanfaatkan kekuasaannya untuk mempengaruhi orang
lain agar melaksanakan aktifitas tertentu yang diarahkan pada tujuan yang
telah ditetapkan. Memimpin yaitu mengerjakan niat demi tujuan tertentu.
Orang yang dipimpin adalah diperintah, dipengaruhi dan diatur oleh
ketentuan yang berlaku secara formal, nonformal dan informal.47
46 Agus Wibowo, op.cit., hal. 48-49. 47 Saefullah, Manajemen Pendidikan Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2012), hal. 139.
34
Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang dalam
menyelenggarakan berbagai fungsi manajemen. Kepemimpinan adalah
proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas-aktivitas tugas dari
orang-orang dalam kelompok. Kepemimpinan berarti melibatkan orang lain,
yaitu: bawahan atau karyawan yang akan dipimpin, kepemimpinan juga
melibatkan pembagian kekuasaan (power).48
Kepemimpinan merupakan proses kegiatan seseorang dalam
memimpin, membimbing, mengarahkan dan bahkan mengontrol. Dalam hal
ini pemimpin pastinya mempunyai pengaruh dikarenakan memiliki
kecakapan.49
Dalam bahasa Arab, kepemimpinan dikenal dengan istilah imamah,
ami r al-mu’minu n (pemimpin orang-orang Islam)/khalifah setelah Rasul
wafat terutama bagi keempat khulafaurrasyidin. Ami r jamaknya umara ’ yang
bermakna pemimpin/penguasa sesuai dengan ayat Al-Qur’an. Bahkan
dalam Al-Qur’an juga ditegaskan bahwa setiap manusia bertanggungjawab
memakmurkan bumi. Di sisi lain kepemimpinan dalam Islam adalah
dimaknai sebagai kemampuan melaksanakan perintah dan meninggalkan
larangan Allah SWT, baik bersama maupun perorangan.50
Kepemimpinan adalah pola tingkah yang dirancang untuk
mengintegrasikan tujuan organisasi dengan tujuan individu untuk mencapai
suatu tujuan atau dengan kata lain kepemimpinan berkaitan dengan proses
yang disengaja dari seseorang untuk menekankan pengaruhnya yang kuat
terhadap orang lain untuk membimbing, membuat struktur, memfasilitasi
aktifitas dan hubungan di dalam kelompok atau organisasi.51
Kepemimpinan sekolah adalah proses membimbing dan
membangkitkan bakat dan energi guru, murid dan orang tua untuk
48 Sondang P. Siagian, Fungsi-fungsi Manajerial (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), hal. 12. 49 Veithzal Rivai, Bachtiar dan Boy Rafly Amar, Pemimpin dan kepemimpinan dalam Organisasi (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), hal. 61. 50 Ibid., hal. 62. 51 Gary Yukl, Kepemimpinan dalam Organisasi (Jakarta: Indeks, 2010), hal. 3.
35
mencapai tujuan pendidikan yang dikehendaki. Istilah kepemimpinan
sekolah mulai dikenal luas mulai abad ke-20 dengan beberapa alasan yaitu:
1. Tuntutan pada sekolah untuk mencapai prestasi siswa pada tingkat yang
lebih tinggi
2. Sekolah diharapkan melakukan reformasi dan meningkatkan kinerjanya
berbasis pada sekolah itu sendiri
3. Keharusan sekolah menerapkan sistem akuntabilitas ditingkat sekolah
dan di depan publik
4. Pemeliharaan status quo tidak lagi dianggap dapat diterima
5. Konsep kepemimpinan sekolah dipersepsi memcerminkan dinamika dan
sikap proaktif.52
Seorang pemimpin dalam lembaga pendidikan Islam hendaknya
mempunyai pengaruh yang dapat memerintah dan mencegah. Karena
pemimpin harus memberikan pengawasan kepada bawahannya,
meluruskan kekeliruan, serta mengajak mereka untuk berbuat kebaikan
dan mencegah kemungkaran dengan cara bermusyawarah dengan
bawahannya serta meminta pendapat dan pengalaman mereka. Dengan
melakukan hal demikian ini menunjukkan bahwa seorang pemimpin
tersebut telah memfungsikan keistimewaannya dibandingkan dengan yang
lainnya. Sebagaimana firman Allah Swt.
$ yϑ Î6sù 7πyϑ ômu‘ zÏiΒ «!$# |MΖÏ9 öΝßγs9 ( öθs9 uρ |MΨ ä. $ ˆàsù xá‹Î=xî É=ù=s) ø9$# (#θ‘Òx�Ρ]ω ôÏΒ y7 Ï9öθym ( ß# ôã $$sù öΝåκ ÷]tã ö�Ï�øó tGó™$# uρ öΝçλ m; öΝèδö‘ Íρ$x© uρ ’ Îû Í÷ö∆ F{$# ( #sŒ Î* sù |M øΒ z• tã ö≅ ©.uθ tG sù ’ n? tã «!$# 4 ¨βÎ) ©!$#
�=Ït ä† t,Î# Ïj. uθ tG ßϑ ø9 $# ∩⊇∈∪
Artinya: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu,
52 Sudarwan Danim, Kepemimpinan Pendidikan; Kepemimpinan Jenius (IQ+EQ), Etika, Perilaku Situasional dan Mitos (Bandung: Alfabeta, 2010), hal. 44.
36
kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya (Q.S. Ali Imran/3:159).53
Menurut Ibn Katsir di dalam tafsirnya al-Qur’a>n al-‘Ad}i>m, sikap lemah
lembut yang dimiliki oleh nabi Muhammad SAW itu tiada lain disebabkan
karena rahmat Allah yang dianugrahkan kepadanya, sehingga beliau
bersikap lemah lembut terhadap mereka. Demikian juga Al-H{asan Al-Bas}ri
mengatakan bahwa begitulah akhlak nabi Muhammad SAW yang diutus
oleh Allah. Kemudian ayat selanjutnya mengatakan: “dan jikalau kamu
bersikap keras dan berhati kasar tentulah mereka akan menjauh darimu”.
Artinya adalah sekiranya kamu kasar dalam berbicara dan berkeras hati
dalam menghadapi mereka, niscaya mereka bubar darimu dan
meninggalkanmu.54
Akan tetapi, Allah menghimpun mereka disekelilingmu dan membuat
hatimu lemah lembut terhadap mereka sehingga mereka menyukaimu.
Kemudian di sini rasulullah selalu bermusyawarah dengan mereka apabila
menghadapi suatu masalah untuk mengenakkan hati mereka, agar menjadi
pendorong bagi mereka untuk melakukannya. Terutama dalam hal
peperangan baik itu perang Badar, Uh}ud, Khandak, dan lain-lain yang mana
beliau selalu bermusyawarah ketika hendak mulai peperangan seperti
mengatur strategi perang, dan lain-lain.
Gaya kepemimpinan dapat diartikan sebagai sesuatu pola yang
dilakukan oleh para pemimpin, yaitu proses di mana para pemimpin
menggunakan pengaruhnya untuk memperjelas tujuan organisasi bagi para
pegawai, bawahan, atau yang dipimpinnnya, memotivasi mereka untuk
mencapai tujuan tersebut, serta membantu menciptakan suatu budaya
produktif dalam organisasi.55
53 Ibid., hal. 72 54 Imam Abdul Fida Isma’il Ibnu Kasit Ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Katsir, terjemahan. Bahrun Abu Bakar (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2009), hal. 244-251. 55 Suwatno dan Donni Juni Priansa, Manajemen SDM dalam Organisasi Publikasi dan Bisnis, (Bandung: Alfabeta, 2013), hal. 140-141.
37
Adapun yang dimaksud dengan gaya kepemimpinan menurut Paul
Hersey dan Keneth Blanchard yang dikutip oleh Wirawan56 didefinisikan
sebagai pola perilaku yang diexhibit ketika mencoba mempengaruhi
aktivitas orang lain seperti yang dipersepsikann oleh orang tersebut. Hal ini
berbeda dengan persepsi pemimpin tentang perilaku kepemimpinan, yang
kedua pengarang tersebut mendefinisikan lebih sebagai persepsi diri
daripada gaya.
Pendekatan gaya (style approach) menekankan perilaku pemimpin
yang adapat dibedakan dari dari dua pendekatan yaitu pendekatan sifat dan
pendekatan keterampilan. Pendekatan sifat menekankan pada karakteristik
kepribadian pemimpin sedangkan pendekatan keterampilan menekankan
pada kecakapan pemimpin. Pendekatan gaya berfokus pada pada apa
yang dilakukan pemimpin dan bagaimana mereka bertindak.
Peneliti yang mempelajari pendekatan gaya menyatakan bahwa
kepemimpinan itu dibentuk dari dua jenis perilaku umum yaitu: perilaku
tugas dan perilaku hubungan. Perilaku tugas membantu membantu
pencapaian tujuan sedangkan perilaku hubungan membantu pengikut
merasa nyaman dengan diri mereka sendiri, dengan orang lain, dan dengan
situasi di mana mereka berada. Tujuan utama dari pendekatan gaya adalah
untuk menjelaskan bagaimana pemimpin mengombinasikan dua jenis
perilaku ini, untuk mempengaruhi pengikut dalam upaya mencapai tujuan.57
Banyak penelitian yang telah dilaksanakan untuk meneliti
pendekatan gaya. Sejumlah penelitian awal dilakukan di Ohio State
University, Univercity of Michigan, dan penelitian yang dilakukan oleh Blake
dan Mouton pada tahun1960-an. Penelitian tersebut menganalisis tentang
bagaimana pemimpin/manajer menggunakan perilaku tugas dan perilaku
hubungan dalam latar organisasi. Para peneliti Ohio State University
mengidentifikasikan dua kelompok perilaku yang memiliki hubungan yang
56 Wirawan, Kepemimpinan: Teori, Psikologi, Perilaku Organisasi, Aplikasi dan Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), hal. 352. 57 Peter G. Northouse, Op.Cit., hal. 73-75.
38
mempengaruhi efektivitas kepemimpinan struktur pertimbangan
(consideration-structure) dan struktur pemrakarsa (initiating-structure).
Struktur pertimbangan adalah tinggi rendahnya pemimpin bertindak dan
berperilaku dengan pola yang bersahabat dan mendukung, menunjukkan
perhatian terhadap bawahannya dan memperhatikan kesejahteraannya.
Sedangkan struktur pemrakarsa adalah tinggi rendahnya pemimpin
mendefinisikan dan menstrukturisasi dan menentukan peran bawahannya
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.58
Rensis Likert (pendukung manajemen paternalistik) melakukan
penelitian di University of Michingan. Likert melakukan penelitian ini untuk
menentukan pemimpin efektif atau tidak efektif. Hasilnya adalah perilaku
pemimpin dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu task oriented
behavior (perilaku berorientasi pada tugas) dan relationship-oriented
behavior (perilaku berorientasi pada hubungan). Likert memendang bahwa
manajemen yang efektif sangat berorientasi pada bawahan yang
bertanggung jawab atas komunikasi untuk tetap menjaga agar semua
orang bekerja sebagai suatu unit.59
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Blake dan Mouton yang
dikenal dengan model Leadership Grid, menjelaskan tentang bagaimana
pemimpin membantu organisasi untuk mencapai tujuan yakni melalui dua
faktor, yaitu perhatian pada produksi dan perhatian pada orang. Walaupun
kepemimpinan ini digambarkan sebagai orientasi kepemimpinan dalam
model, namun sangat mirip dengan kepemimpinan yang berorientasi pada
perilaku dan hubungan. Dapat dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan
perhatian pada produk adalah bahwa pemimpin peduli dengan pencapaian
tugas organisasi. Sedangkan yang dimaksud dengan perhatian pada orang
adalah pemimpin mampu menghadapi orang-orang dalam organisasi
dalam rangka mencapai tujuan. Model ini menggambarkan lima gaya
kepemimpinan utama yaitu: otoritas-kepatuhan (9,1), manajemen country-
58 Ricky W. Griffin, Organizational Behavior, (Boston: Houghton Miffin, 1986), hal. 354. 59 Wirawan., Op.Cit., hal. 354-355.
39
club (1,9), manajemen yang lemah (1,1) manajemen di persimpangan jalan
(5,5), dan manajemen tim (9,9).60
Gaya kepemimpinan merupakan pola perilaku seorang pemimpin
yang khas pada saat mempengaruhi anak buahnya. Untuk memahami gaya
kepemimpinan setidaknya dapat dikaji dari tiga pendekatan yaitu
pendekatan sifat, pendekatan perilaku dan pendekatan situasional.61
Hersey dan Blanchard dalam Peter G. Northouse62 , mengatakan
bahwa tidak ada gaya kepemimpinan yang sesuai bagi semua kondisi
dalam suatu organisasi tetapi gaya kepemimpinan akan sangat efektif
apabila dapat mengakomodasi lingkungannya (pengikut, atasan dan rekan
kerjanya). Tentunya seorang pemimpin harus mempunyai kewibawaan,
kekuasaan untuk memerintah orang lain dan mempunyai kewajiban serta
tanggung jawab terhadap apa yang telah mereka lakukan.
Kepemimpinan situasional menurut Hersey dan Blanchard dalam
Miftah Thoha, didasarkan pada saling berhubungnya hal-hal berikut ini:
1. Jumlah petunjuk dan pengarahan yang diberikan oleh pimpinan;
2. Jumlah dukungan sosio emosional yang diberikan oleh pimpinan;
3. Tingkat kesiapan atau kematangan para pengikut yang ditunjukkan
dalam melaksanakan tugas khusus, fungsi, atau tujuan tertentu.
Empat gaya dasar kepemimpinan situasional dapat dilihat pada
gambar sebagai berikut:
Gambar 2.3 Gaya Kepemimpinan Situasional63
60 Peter G. Northouse,op.cit., hal. 76. 61 E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah Konsep Strategi dan Implementasi (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), hal. 108. 62 Peter G. Northouse,op.cit., hal. 95. 63 Miftah Thoha, Kepemimpinan Dalam Manajemen, Cetakan ke-17 (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2013), h. 65.
40
Gaya kepemimpinan, pada dasarnya mengandung pengertian
sebagai suatu perwujudan tingkah laku dari seorang pemimpin, yang
menyangkut kemampuannya dalam memimpin. Perwujudan tersebut
biasanya membentuk suatu pola atau bentuk tertentu. Pengertian gaya
kepemimpinan yang demikian ini sesuai dengan pendapat yang
disampaikan oleh Davis dan Newstrom. Keduanya menyatakan bahwa pola
tindakan pemimpin secara keseluruhan seperti yang dipersepsikan atau
diacu oleh bawahan tersebut dikenal sebagai gaya kepemimpinan.
Pada hakikatnya gaya kepemimpinan itu dibagi menjadi tiga yaitu:
1. Gaya otokratis, yaitu kepemimpinan yang menggunakan pendekatan
kekuasaan dalam mencapai keputusan dan mengembangkan
strukturnya. Jadi kekuasaanlah yang sangat dominan diterapkan.
2. Gaya demokratis, yaitu kepemimpinan yang ditandai dengan adanya
suatu struktur yang pengembangannya menggunakan pendekatan
pengambilan keputusan yang kooperatif.
3. Gaya laissez faire, yaitu kepemimpinan yang berorientasi kepada
bawahan. Artinya pemimpin memberi kekuasaan penuh terhadap
bawahannya, pemimpin lebih dominan bersifat pasif.64
Gaya kepemimpinan terwujud melalui praktik interaksi antara
pemimpin dengan yang dipimpinnya. Pada umumnya pemimpin
menyesuaikan perilaku dengan fungsi dan tugas yang diemban. Oleh
karena itu orientasi perilaku kepemimpinan seorang pemimpin cenderung
dilandasi oleh fungsi yang diemban dan nilai yang dianut. Dengan demikian
ada pemimpin yang berorientasi pada tugas, pada kemanusiaan dan pada
tujuan.
Gaya kepemimpinan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:65
a. Gaya Kepemimpinan Otokratik
64 Indra Bastian, Sistem Pengendalian Manajemen Sektor Publik, (Jakarta: Salemba Empat, 2014), hal. 90-91. 65 Ulbert Silalahi, Pemahaman Praktis Asas-asas Manajemen (Bandung: Mandar Maju, 1996), hal. 277-278.
41
Gaya ini mengutamakan pelaksanaan tugas untuk tercapainya tujuan
sehingga kurang perhatian terhadap hubungan sesama manusia. Dalam
hal ini, pemimpin cenderung menentukan kebijakan untuk anggota,
menginstruksikan tugas, menentukan langkah-langkah yang harus
dilakukan dalam pencapaian tujuan, mengendalikan pelaksanaan tugas
dan interaksi dengan dan antara anggota secara ketat, kurang memberikan
kebebasan untuk memulai tugas-tugas anggota, kurang memberikan pujian
terhadap prestasi bawahan.
b. Gaya Kepemimpinan Direktif
Ini merupakan gaya yang mengutamakan pencapaian tujuan, tetapi
mulai memberi perhatian terhadap hubungan manusia. Dalam hal ini
pemimpin mengutamakan pemberian pedoman dan petunjuk kepada
bawahan bagaimana melakukan pekerjaan serta memberitahukan
mengenai apa yang diharapkan dari mereka.
c. Gaya Kepemimpinan Konsultatif
Merupakan gaya yang mengutamakan perhatian pada pelaksanaan
tugas dan cukup besar perhatian terhadap penciptaan hubungan dengan
sesama anggota secara akrab dan harmonis. Oleh sebab itu dalam
melakukan aktivitasnya pemimpin yang melakukan konsultasi dengan
anggota baik secara individu maupun kelompok.
d. Gaya Kepemimpinan Partisipatif
Merupakan gaya yang di samping menekankan pada pelaksanaan
tugas, juga memberi perhatian yang besar dalam menciptakan hubungan
dengan dan sesama anggota. Pemimpin gaya partisipatif memberi peluang
kepada bawahan untuk memberi masukan berupa saran dan gagasan
sebelum mengambil keputusan atau mempengaruhi keputusan yang telah
dan akan dibuat.
Wirawan mengemukakan ada lima gaya kepemimpinan, yaitu:66
66 Wirawan, Op.Cit., hal. 381-383.
42
a. Otokratik; dalam gaya kepemimpinan ini pemimpin mempunyai
kekuasaan mutlak sedangkan bawahannya tidak memiliki kebebasan
untuk menggunakan kekuasaannya,
b. Paternalistik; gaya kepemimpinan ini pemimpin dianggap sebagai orang
tua dan bawahan dianggap sebagai anak-anak yang perlu dibimbing ke
arah kedewasaan.
c. Partisipatif/gotong royong; gaya kepemimpinan ini mengangggap bahwa
pemimpin dan para pengikutnya harus berpartisipasi secara aktif dalam
menyusun perencanaaan, melaksanakan dan mengevaluasi hasilnya.
d. Demokratik; gaya kepemimpinan demokratik adalah kepemimpinan
yang selalu mendahulukan kepentingan kelompok dibanding dengan
kepentingan individu
e. Laissez faire/ free rein (terima beres); gaya kepemimpinan ini diibaratkan
pemimpin seakan-akan menunggang kuda yang melepaskan kedua
kendali kudanya.
Tipe-tipe kepemimpinan menurut George R. Terry sebagai salah
satu pengembang ilmu manajemen adalah sebagai berikut:
a. Kepemimpinan Pribadi (Personal Leadership)
Seorang manajer dalam melaksanakan tindakannya selalu dilakukan
dengan cara kontak pribadi. Instruksi disampaikan secara oral ataupun
langsung pribadi disampaikan oleh manajer yang bersangkutan. Tipe
kepemimpinan ini sering dianut oleh perusahaan kecil karena kompleksitas
bawahan maupun kegiatannya sangatlah kecil. Akibatnya, pelaksanaannya
selain mudah juga sangat efektif dan memang biasa dilakukan tanpa
mengalami prosedural yang berbelit.
b. Kepemimpinan Nonpribadi (Nonpersonal Leadership)
Segala peraturan dan kebijakan yang berlaku pada perusahaan
melalui bawahannya atau menggunakan media nonpribadi, baik rencana,
instruksi, maupun program penyeliannya. Pada tipe ini, program
pendelegasian kekuasaan sangatlah berperan dan harus diaplikasikan.
43
c. Kepemimpinan Otoriter (Authoritarian Leadership)
Manajer yang bertipe otoriter biasanya bekerja secara sungguh-
sungguh, teliti, dan cermat. Manajer bekerja menurut peraturan dan
kebijakan yang berlaku dengan ketat. Meskipun agak kaku dan segala
instruksinya harus dipatuhi oleh para bawahan, para bawahan tidak berhak
mengomentarinya.
d. Kepemimpinan Demokratis (Democrative Leadership)
Pada kepemimpinan yang demokratis, manajer beranggapan bahwa
ia merupakan bagian integral yang sama sebagai elemen perusahaan dan
secara bersamaan seluruh elemen tersebut bertanggung jawab terhadap
perusahaan. Oleh karena itu, agar seluruh bawahan merasa turut
bertanggung jawab maka mereka harus berpartisipasi dalam setiap
aktivitas perencanaan, evaluasi dan penyeliaan.
e. Kepemimpinan Paternalistik (Paternalistic Leadership)
Dicirikan oleh suatu pengaruh yang bersifat kebapakan dalam
hubungan antara manajer dengan perusahaan. Tujuannya adalah untuk
melindungi dan memberikan arah, tindakan dan perilaku ibarat peran
seorang bapak kepada anaknya.
f. Kepemimpinan Menurut Bakat (Indigenous Leadership)
Muncul dari kelompok informal yang didapatkan dari pelatihan
meskipun tidak langsung. Dengan adanya sistem persaingan, dapat
menimbulkan perbedaan pendapat yang seru dari kelompok yang
bersangkutan. Biasanya akan muncul pemimpin yang memiliki kelemahan
di antara mereka yang ada dalam kelompok tersebut menurut keahliannya
di mana ia terlibat di dalamnya. Pada situasi ini, peran bakat sangat
menonjol, sebagai dampak pembawaan sejak lahir dan mungkin
disebabkan adanya faktor keturunan.67
Berbeda dengan George R. Terry, Robert Blake dan Jane S. Mouton
membagi 5 tipe kepemimpinan, yaitu:
67 Siswanto, Pengantar Manajemen (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), hal. 158-159.
44
a. Tandus (improverished); yaitu pemakaian usaha seminimum mungkin untuk menyelesaikan suatu pekerjaan guna mempertahankan keanggotaan dalam organisasi.
b. Perkumpulan (country club); menumpahkan perhatian kepada bawahan untuk memuaskan hubungan yang menngairahkan, suasana organisasi yang bersahabat.
c. Tugas (task); efisiensi dalam hasil pekerjaan yang diperoleh dari kondisi kerja yang tersusun dengan mengurangi campur tangan elemen manusia sampai pada tingkat minimum.
d. Jalan tengah (middle of road); kecakapan organisasi yang memadai adalah usaha dan memungkinkan membuat keseimbangan di antara kerja yang dilakukan sambil memperhatikan semangat bawahan pada tingkat memuaskan.
e. Tim (team); penampungan kerja yang diperoleh dari persetujuan bawahan, yang saling bergantung pada pegangan umum, yang sesuai dengan tujuan organisasi yang menjurus pada hubungan keyakinan dan penghargaan.68
Sedangkan penelitian tentang kepemimpinan berdasarkan
pendekatan sifat yang dilakukan oleh Stogdill yang dilakukan pada tahun
1948 dapat memberikan kesimpulan bahwa kepemimpinan seseorang atau
individu terkait dengan sifat-sifat berikut: kecerdasan, kepekaan, wawasan,
tanggungjawab, inisiatif, ketekunan, keyakinan diri dan kemampuan
bersosialisasi. Sedangkan penelitian yang dilakukan pada tahun 1974,
memberikan kesimpulan bahwa sifat yang secara positif dikaitkan dengan
kepemimpinan yaitu:
a. Hasrat untuk melaksanakan tanggungjawab dan menyelesaikan tugas
b. Semangat dan tekun dalam mengejar tujuan
c. Berani mengambil resiko dan kreatif dalam memecahkan masalah
d. Bersedia untuk melaksanakan inisiatif pada situasi sosial
e. Yakin dan paham akan identitas diri
f. Bersedia menerima konsekuensi atas keputusan dan tindakan
g. Siap untuk memehami stress antarpribadi
h. Bersedia untuk menoleransi rasa frustasi dan penundaan
68 Ibid..
45
i. Mampu untuk mempengaruhi perilaku orang lain, dan
j. Mampu untuk membentuk sistem interaksi sosial demi tujuan yang
ada.69
Penelitian yang dilakukan oleh Stogdill tersebut juga diperkuat oleh
pendapat Handy C. B dalam bukunya Understanding Organizations,
sebagaimana terdapat dalam gambar berikut ini:
Gambar 2.4 Some Factors Affecting Organisational Effectiveness70
Bagan di atas menjelaskan bahwa organisasi harus efisien untuk
melakukan hal yang benar, yakni dalam optimalisasi dan penggunaan
sumber daya serta rasio antara input dan output. Tetapi organisasi juga
harus efektif dalam melakukan hal yang benar, artinya output terkait dengan
beberapa tujuan spesifik atau tugas. Kinerja harus berkaitan dengan faktor-
faktor seperti peningkatan profitabilitas, perbaikan layanan atau
memperoleh hasil terbaik dari kegiatan organisasi.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa gaya
kepemimpinan adalah bentuk perilaku pemimpin dalam memimpin atau
69 Peter G. Northouse, Op.Cit., hal. 20-21. 70 Handy, C. B. Understanding Organizations, fourth edition, Penguin Books (1993), p. 15. Dalam Laurie J. Mullins, Management & Organisational Behaviour Ninth Edition, hal. 776.
46
mempengaruhi bawahannya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan,
agar tujuan tersebut dapat dijadikan sebagai tujuan bersama. Gaya
kepemimpinan kepala madrasah yang sesuai dengan kondisi saat ini
adalah gaya kepemimpinan demokratis. Karena dalam kepemimpinan
demokratis, kepala madrasah beranggapan bahwa ia merupakan bagian
integral yang sama sebagai elemen madrasah dan secara bersamaan
seluruh elemen tersebut bertanggung jawab terhadap madrasah. Oleh
karena itu, agar seluruh bawahan merasa turut bertanggung jawab maka
mereka harus berpartisipasi dalam setiap aktivitas perencanaan, evaluasi
dan penyeliaan.
Berdasarkan kesimpulan tersebut maka diperoleh indikator-indikator
sebagai berikut: (1) memberikan instruksi; (2) mengadakan konsultasi; (3)
memiliki partisipasi; (4) mendelegasikan.
3. Kecerdasan Emosional
Emosi menurut Goleman, 71 secara harfiah dapat diartikan sebagai
suatu perasaan dan pikiran-pikiran khas, suatu keadaan biologis dan
psikologis, dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Menurut para
ahli sosiobiologi sebagaimana dikutip oleh Goleman, dijelaskan bahwa
emosi menuntun kepada suatu tindakan saat menghadapi masa-masa kritis
dan tugas-tugas yang terlampau riskan apabila hanya diserahkan kepada
otak, yang pada akhirnya akan menimbulkan bahaya.72
Emosi adalah bahan bakar yang tidak tergantikan bagi otak agar
mampu melakukan penalaran yang tinggi. Emosi menyulut kreatifitas,
kolaborasi, inisiatif, dan transformasi. Dengan demikian emosi memainkan
peranan yang sangat penting dalam kehidupan ini, dalam rangka
menjadikan manusia yang memiliki kreatifitas, mampu berkolaborasi dan
berkomunikasi, memiliki inisiatif dan juga dapat mentransformasi
pengetahuan yang dimiliki.73
71 Daniel Goleman, Emotional Intelligence; Mengapa EI Lebih Penting daripada IQ,Terj. T. Hermaya (Jakarta: Gramedia Pustaka utama, 2014), hal. 411. 72 Ibid., hal. 4. 73 Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ (Jakarta: Arga, 2005), hal. 280.
47
Kecerdasan emosional dimaknai sebagai kemampuan untuk
“mendengarkan” bisikan emosional, dan menjadikannya sebagai sumber
informasi maha penting untuk memahami diri sendiri dan orang lain demi
mencapai sebuah tujuan. Kecerdasan emosional didefinisikan sebagai
kemampuan merasakan, memahami, dan secara efektif menerapkan daya
dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi, dan
pengaruh manusiawi.74
Menurut Adele B. Lynn, kecerdasan emosional tersebut memiliki
lima kompetensi. Di mana masing-masing kompetensi memiliki indikator.
Indikator inilah yang menunjukkan bahwa seorang pemimpin dapat
dikatakan memiliki kecerdasan emosional. Sebagai mana tampak dalam
tabel berikut ini:
Gambar 2.5 Emotional Intelligence Table of Competencies Adele B. Lynn75
74 Ibid. 75 Adele B. Lynn, The EQ interview: Finding Employees with High Emotional Intelligence (New York: AMACOM, 2008), hal. 11-14.
Emotional Intelligence
Self-awareness1. Impact on Others2. Emotion and Inner Awareness3. Accurate Assessment of Skills and Abilities
Self-Control- Self Management
1. Emotional Expression2. Courage or Assertiveness3. Resilience4. Planning the Tone of Conversation
Empathy1. Respectful Listening2` Feeling the Impact on Others3. Service Orientation
Mastery of purpose and vision 1. Understanding One’s Purpose and Values2` Taking Actions Toward One’s Purpose3. Authenticity
Personal influence
Influencing Self1. Self-Confidence2. Initiative and Accountability3. Goal Orientation4. Optimism5. Flexibility and Adaptability
Influencing Other
1. Leading Others2. Creating a Positive Work Climate3. Getting Results Through Others
Social expertness
1. Building Relationships2. Collaboration3. Conflict Resolution4. Organizational Savvy
48
Gambar di atas menunjukkan bahwa kecerdasan emosional akan
mempengaruhi pribadi seseorang, yang mana dalam diri seseorang
tersebut akan muncul inisiatif dan akuntabilitas. Ketika dalam diri seorang
pemimpin atau kepala madrasah terdapat kecerdasan emosional, ini
membuktikan bahwa kepala madrasah tersebut diduga memiliki isnisiatif
dan akuntabilitas dalam kepemimpinannya. Jika dilihat secara sederhana,
hubungan antara kecerdasan emosional dengan akuntabilitas maka dapat
di gambarkan sebagai berikut:
Gambar. 2.6. Hubungan Kecerdasan Emosional dengan Akuntabilitas
Elemen jiwa dan emosi telah diberi perhatian lebih awal dalam
pendidikan psikologi Islam. Emosi menurut ahli psikologi Islam sama seperti
potensi fitrah yang lain, melalui proses pertumbuhan dan perkembangan.
Upaya mengenali, memupuk dan membina kematangan emosi memberi
kesan positif dalam menyeimbangkan kesejahteraan diri manusia,76
Hubungan antara otak dan emosi mempunyai kaitan yang sangat
erat secara fungsional. Antara satu dengan lainnya saling menentukan.
Daniel Goleman menggambarkan bahwa otak berfikir harus tumbuh dari
wilayah otak emosional. Beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa
keserdasan emosional hanya bisa aktif di dalam diri yang memiliki
kecerdasan intelektual.77
Di dalam Al-Qur’an, aktifitas kecerdasan emosional seringkali
dihubungkan dengan kalbu. Oleh karena itu, kata kunci utama EQ di dalam
Al-Qur’an dapat ditelusuri melalui kata kunci “qalb” dan tentu saja dengan
istilah-istilah lain yang mirip dengan fungsi kalbu seperti jiwa, intuisi, dan
beberapa istilah lainnya. Sebagaimana firman Allah SWT:
76 Hamidah Sulaiman, dkk., “Kecerdasan Emosi Menurut Al-Qur’an dan Al-Sunnah: Aplikasinya dalam Membentuk Akhlak Remaja” dalam The Online Journal of Islamic Education, Vol. 1 Issue 2 (Malaysia: University Malaya, 2013), hal. 51. 77 Daniel Goleman, Op.Cit., hal. 15.
Kecerdasan
Emosional
Inisiatif dan
Akuntabilitas
49
78ء6� 9 ٱ� أ <"�; ۥإ��; :�
ٱ@)?; وأ �% ;#.A B !0Cو E"F Bۦ "Hو ;Iۦ
KLه B �#Mۦو �#N � ;���P .Q ة( RS ٱ 7ون %� �29T U8 V5أ
Artinya: “Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran”. (Q.S.Al-Jatsiyah (45):23).78
Maksud ayat di atas adalah bahwa apabila orang berbuat seseuatu
menyandarkan pada hawa nafsunya, maka yang dianggapnya baik akan
dikerjakan dan yang dianggapnya buruk akan ditinggalkan. Namun
konsekwensi bagi orang yang berbuat berdasarkan hawa nafsunya maka
Allah akan mengunci mati pendengaran dan juga mata hatinya/qalb,
sehingga ia tidak dapat mendengarkan apa yang manfaat baginya dan tidak
melihat apa yang menjadi petunjuk baginya. Hal ini disebabkan karena
mata hatinya/emosi/qalbnya sudah dikuasai oleh nafsunya.79
Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah SWT menceritakan bahwa Dia
telah mengeluarkan keturunan Bani Adam dari sulbi mereka untuk
mengadakan persaksian atas diri mereka bahwa Allah adalah Tuhan dan
pemilik mereka, dan bahwa tidak ada Tuhan selain Dia. Sebagaimana Allah
SWT menjadikan hal tersebut di dalam fitrah dan pembawaan mereka,
sepertiyang disebutkan oleh Allah SWT.
Kepentingan memelihara dan mengembangkan jiwa emosi dalam Al-
Qur’an diperkukuh dengan hadis Rasulullah SAW,
لمة بن عبد الرحمن عن أبى هر ثـنا ابن أبى ذئب عن الزهرى عن أبى ســـــ رضـــــى الله -يـرة حدثـنا آدم حدفأبـواه يـهودانه أو كل مولود يولد على الفطرة ،« -صــــــــلى الله عليه وســــــــلم -ال قال النبى ق -عنه
تج البهيمة ، هل تـرى فيها جدعاء سانه ، كمثل البهيمة تـنـ رانه أو يمج . »يـنص
78 Departemen Agama RI, Mushaf Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: Al-Huda, 2005), hal. 354. 79 Ibn Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Op.Cit., hal. 342-343
50
Artinya: “Adam memberitahu kami, Ibnu Abi Dzi’bi memberi tahu kami dari
Zuhriy, dari Abu Salamah bin Abdul Rahman dari Abu Huraira - ra
berkata: Nabi – SAW bersabda- Setiap anak dilahirkan dalam
keadaan berpotensi, kedua orang tuanya yang menjadikan
Yahudi, Nasrani atau Majusi, seperti setiap binatang akan
melahirkan binatang, apakah Anda melihat ada cacat padanya”.
(HR. Al-Bukhari). 80
Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari secara garis
besar dapat dipahami bahwa anak yang dilahirkan ke muka bumi itu
membawa atau memiliki potensi atau kecerdasan. Salah satu kecerdasan
yang dimilikinya adalah kecerdasan emosional. Oleh karena itu kecerdasan
tersebut harus dikembangkan. Dengan memiliki kecerdasan emosional
yang tinggi secara sosial mantap, mudah bergaul, tidak mudah takut atau
gelisah.
Dalam pandangan Islam perkembangan potensi manusia itu bukan
semata-mata dipengaruhi oleh lingkungan semata dan tidak bisa ditentukan
melalui pendekatan kuantitas sejauh mana peranan keduanya (potensi dan
lingkungan) dalam membentuk kepribadian manusia. Sebab anak adalah
objek yang masih dalam proses pengembangan dan belum memiliki
kepribadian yang kuat. Ia belum dapat memilih sendiri terhadap masalah
yang dihadapi. Karena itu ia memerlukan petunjuk guna memilih alternatif
dari beberapa alternatif yang ada.
Napoleon Hills dalam Ary Ginanjar Agustian menamakan emotional
quotient (kecerdasan emosional) sebagai kekuatan berfikir alam bawah
sadar yang berfungsi sebagai tali kendali atau pendorong, ia tidak
ditegakkan oleh sarana logis.81
Menurut Salovey sebagaimana dikutip oleh Goleman82 menjelaskan
bahwa ciri-ciri kecerdasan emosional adalah mampu untuk memotivasi diri
sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati
80 Maktabah Syamilah, Shahih Al-Bukhari, No. Hadits. 1385, Juz. 5, hal. 321. 81 Ary Ginanjar Agustian, op.cit., hal. 102. 82 Daniel Goleman, op.cit., hal. 45.
51
dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan
menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir,
berempati dan berdoa.
Mayer dan Salovey dalam Catherine Muchechetere, Lakshmanan
Ganesh dan Silas Karambwe83 menjelaskan definisi kecerdasan emosional
sebagai berikut: “Emotional Intelligence has been defined as “the ability to
perceive emotions to access and generate emotions so as to assist thought,
to understand emotions and emotional knowledge, and to reflectively
regulate emotions so as to promote emotional and intellectual growth”.
Kecerdasan emosional didefinisikan sebagai kemampuan untuk
merasakan emosi untuk meyampaikan dan menghasilkan emosi sehingga
membantu pikiran, memahami emosi dan mengetahui emosional, dan
direfleksikan untuk mengatur emosi sehingga dapat meningkatkan
pertumbuhan emosional dan intelektual.
Goleman menyatakan bahwa setinggi-tingginya kecerdasan
intelektual menyumbang kira-kira 20% bagi faktor-faktor yang menentukan
sukses individu dalam hidup. Sedangkan 80% diisi oleh kekuatan-kekuatan
lain termasuk diantaranya kecerdasan emosional. Mengenai kecerdasan
intelektual ada yang menyatakan bahwa kecerdasan intelektual tidak dapat
banyak diubah oleh pengalaman dan pendidikan. Kecerdasan intelektual
cenderung bawaan sehingga kita tidak dapat berbuat banyak untuk
meningkatkannya. Sementara itu kecerdasan emosional dapat dilatih,
dipelajari dan dikembangkan pada masa kanak-kanak, sehingga masih ada
peluang untuk menumbuhkembangkan dan meningkatkannya untuk
memberikan sumbangan bagi sukses hidup seseorang.84
Menurut Colquitt, LePine, dan Wasson dalam Wibowo melihat
masalah emosional sebagai tipe kemampuan atau ability yang
mempengaruhi tingkatan di mana orang cenderung efektif dalam situasi
83 Catherine Muchechetere, et.al., “Effect of Emotional Intelligence on Empowerment of Business Leaders in Zimbabwe” dalam International Journal of Science and Research (IJSR), Volume 3 Issue 1, January 2014, hal. 302. 84 Daniel Goleman, op.cit., hal. 44.
52
sosial, tanpa memandang tingkat kemampuan kognitif mereka.
Kemampuan manusia yang mempengaruhi fungsi sosial dinamakan
emotional intelegence.85
Mahmud al-Zaky dalam Ramayulis mengemukakan banwa
kecerdasan emosional pada dasarnya memiliki hubungan yang erat
dengan kecerdasan ulu>hiyyah (ketuhanan). Jika seseorang tingkat
pemahaman dan pengamalan nilai-nilai ketuhanan yang tinggi dalam
hidupnya, maka orang tersebut telah memiliki kecerdasan emosional yang
tinggi pula.86 Pemimpin yang matang secara emosional memiliki kesadaran
yang lebih tepat mengenai kekuatan dan kelemahan, dan berorientasi ke
arah perbaikan diri, bukan menolak adanya kelemahan dan memfantasikan
keberhasilan. Adapun pemimpin yang mencintai dirinya sendiri (narcissism)
memiliki sejumlah kekurangan karakteristik. Yakni mengelilingi dirinya
dengan para bawahan yang setia dan tidak kritis.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan
emosional adalah kemampuan seseorang dalam mengendalikan dirinya
dari berbagai keadaan dengan tujuan untuk menempatkan emosinya pada
posisi yang tepat, sehingga akan diperoleh energi positif pada jiwa
seseorang yang berpengaruh pada fungsi sosial.
Sesuai dengan kesimpulan tersebut, maka diperoleh indikator-
indikator sebagai berikut: (1) kesadaran emosi; (2) pengendalian diri; (3)
dapat dipercaya; (4) dorongan prestasi; (5) orientasi pelayanan; (6)
pengikat jaringan.
4. Pengambilan Keputusan
Fungsi utama dari pemimpin adalah menentukan visi, misi, startegi
dan tujuan sistem sosial dan membuat keputusan dalam upaya
merealisasikan keempat hal tersebut. Oleh sebab itu pembuatan keputusan
merupakan fungsi penting dalam kepemimpinan.
85 Wibowo, Perilaku dalam Organisasi (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), 101. 86 Ramayulis, Psikologi Agama (Jakarta: Kalam Mulia, 2007), hal. 90.
53
Keputusan adalah proses penelusuran masalah yang dimulai dari
latar belakang masalah, identifikasi masalah sampai kepeda terbentuknya
kesimpulan dan rekomendasi. Selanjutnya rekomendasi itulah yang akan
dijadikan sebagai pedoman dan dasar untuk pengambilan keputusan.87
Oleh karena itu itu unsur ketelitian dan kehati-hatian adalah aspek yang
sangat penting dalam mengkaji masalah. Karena apabila rekomendasi
yang dihasilkan terdapat kekeliruan atau kesalahan-kesalahan, maka
keputusan yang telah ditetapkan kemungkinan akan merugikan berbagai
macam pihak yang ikut serta dalam pengambilan keputusan.
Keputusan adalah penilaian atau pemilihan dua hal atau lebih yang
timbul dalam situasi tertentu. Sebagaimana kemukakan oleh Mc. Farland
dalam Soewarno Handayaningrat yang dikutip oleh Evi Syaefini Shaleha,88
bahwa: “A decision is an act of choice wherein an executive from a
conclution about what must or must not be done in a given situation”.
Pengambilan keputusan pada hakikatnya adalah pemilihan dan
penentuan suatu alternatif tindakan untuk memecahkan masalah yang
dihadapi. Generalisasi masalah dan pengambilan keputusannya dapat
dilakukan dengan pendekatan sistem. Jika pengambilan keputusan dapat
dipandang sebagai suatu sistem maka komponen pengambilan keputusan
dari suatu masalah meliputi input, process dan output.89 Artinya adalah
bilamana keputusan itu dianggap sebagai hasil akhir, sedangkan
pengambilan keputusan dianggap sebagai rangkaian proses, kemudian
masalah itu yang menjadi objek sasaran kajian untuk dipecahkan. Pada
hakikatnya pengambilan keputusan atas suatu masalah itu merupakan
gerak suatu sistem. Jadi, problema atau masalah itu merupakan input,
pengambilan keputusan merupakan proses, dan keputusan sendiri itu
adalah output.
87 Irham Fahmi, op.cit., hal. 2. 88 Evi Syaefini Shaleha, “Pengambilan Keputusan Partisipatif dalam Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah” dalam Disertasi (Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, 2008), hal. 88-90. 89 Muhammad Muslich, Metode Pengambilan Keputusan Kuantitatif (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), hal. 1.
54
Menurut George R. Terry, pengambilan keputusan adalah pemilihan
alternatif perilaku (kelakuan) tertentu dari dua atau lebih alternatif yang ada
untuk menentukan suatu pendapat atau perjalanan suatu tindakan.90 Ada
beberapa teknik dalam pengambilan keputusan. Teknik yang paling sering
pilih dalam pengambilan keputusan adalah analisis manajerial, teori
psikologis, instuisi/bisikan hati, pengalaman, mengikuti pemimpin,
percobaan, analisis dan metode kuantitatif.
Menurut Stephen P. Robbins, Mary Coulter dalam bukunya
Management menjelaskan bahwa proses pengambilan keputusan dapat
digambarkan pada bagan berikut:
Gambar 2.7 Proses Pengambilan Keputusan91
Proses pengambilan keputusan mereka dipengaruhi oleh empat
faktor: pendekatan mengambilan keputusan, jenis masalah, kondisi
pengambilan keputusan, dan gaya dalam pengambilan keputusan. Selain
itu, pengambilan keputusan apabila terjadi kesalahan dan bias, merupakan
dampak kecil dari proses. Setiap faktor berperan dalam menentukan
bagaimana manajer membuat keputusan.
90 Gr. Terry dan L.W. Rue, Dasar-dasar Manajemen (Jakarta: Bumi Aksara, 2014), hal. 17. 91 Stephen P. Robbins dan Mary Coulter, Management (New Jersey: Prentice Hall, 2012), hal. 192.
55
Menurut Sondang P. Siagian pengambilan keputusan adalah suatu
pendekatan yang sistematis terhadap hakikat alternatif yang dihadapi dan
mengambil tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang
paling cepat.92 Donald C. Mosley, Paul H. Pietri dan Leon C. Megginson
dalam Wirawan memberikan definisi pembuatan keputusan adalah seleksi
sadar dan tindakan alternatif-alternatif yang ada untuk memproduksi hasil
yang diharapkan. Sedangkan Wirawan berpendapat bahawa pembuatan
keputusan adalah proses menganalisis problem, mengidentifikasi alternatif-
alternatif, memilih satu alternatif terbaik untuk menyelesaikan problem,
melaksanakan dan mengevaluasi pelaksanaan keputusan.93
Sedangkan menurut Ary Ginanjar Agustian, untuk memutuskan
sesuatu yang berkaitan dengan diri sendiri dan orang lain, maka perlu
memperhatikan suara hati yang senantiasa memberi informasi dan menjadi
pengendali langkah serta penentu prioritas dalam kehidupan. Adapun
langkah-langkah menentukan prioritas sebagai berikut:
Gambar 2.8 Langkah Menentukan Prioritas94
92 Sondang P. Siagian, Organisasi Kepemimpinan dan Perilaku Administrasi (Jakarta: Gunung Agung, 1997), hal. 120. 93 Wirawan, Op. Cit., hal. 651. 94 Ary Ginanjar Agustian, op.cit., hal. 92.
Prinsip Suara Hati Kepentingan
Berfikir
Melingkar
Prioritas
56
Dalam konsep Islam, langkah-langkah untuk mengambil keputusan
atau menetapkan suatu putusan harus dilaksanakan dengan musyawarah.
Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an:
� ٱو �W ٱ �H])ا L�Z0A)ا")ة ٱ(7[�! وأ � ) !�_Hرز � ]7@! ')رى 1bL�! و].�
وأ
de1�5f)ن Artinya: “Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan
Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka
(diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka
menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada
mereka”. (Q.S. Asy-Syura (42):38)95
Ayat di atas dalam tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa orang-orang
yang mengikuti perintah-Nya dan mematuhi rasul-Nya, tidak akan
menunaikan suatu urusan atau pekerjaan kalau terlebih dahulu tidak
dimusyawahkan. Tujuannya adalah agar mereka saling mendukung
dengan pendapat mereka, seperti urusan peperangan dan sebagainya. Hal
ini dilakukan mulai dari kerabat dan orang-orang terdekat setelahnya.96
Menurut Fred Luthans, “decision making is almost universally
defined as choosing between alternatives. It is closely related to all the
traditional management functions. For example, when a manager plans,
organizes, and controls, he or she is making decisions”.97
Pengambilan keputusan secara universal didefinisikan sebagai
memilih di antara alternatif. Pengambilan keputusan terkait erat dengan
semua fungsi manajemen tradisional. Sebagai contoh, ketika seorang
manajer membuat suatu rencana, mengatur, dan mengontrol, ini
merupakan suatu kegiatan membuat keputusan. Para ahli teori klasik,
bagaimanapun, umumnya tidak menggunakan pengambilan keputusan
dengan cara ini. Teori manajemen perintis Fayol dan Urwick khawatir
95 Departemen Agama RI, Mushaf Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: Al-Huda, 2005), hal. 289. 96 Ibn Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Op.Cit., hal. 259. 97 Luthans Fred, Organizational behavior: An Evidence-Based Approach (New York: McGraw-Hill/Irwin, 2011), hal. 259.
57
dengan proses pengambilan keputusan yang hanya sebatas pengaruh dari
pemberian wewenang dan delegasi, Sedangkan ayah dari manajemen
ilmiah, Frederick W. Taylor menyinggung metode ilmiah hanya sebagai
pendekatan yang ideal dalam membuat Keputusan.
Pengambilan keputusan Sebagaimana terdapat dalam bagan berikut
ini:
Gambar 2.9 The Basis of Delegation98
Bagan di atas menunjukkan bahwa, seorang pemimpin memiliki
otoritas untuk mengambil keputusan dalam berbagai hal. Akan tetapi
pengambilan keputusan tersebut memiliki konsekwensi dalam tindakannya
yaitu untuk mempertanggungjawabkan kepada atasannya. Pengambilan
keputusan merupakan tanggung jawab bersama oleh semua manajer,
terlepas dari area fungsional atau tingkat manajemen. Setiap hari, mereka
diwajibkan untuk membuat keputusan Itu membentuk masa depan
organisasi mereka serta masa depan mereka sendiri. Beberapa keputusan
kecil memiliki dampak yang kuat pada keberhasilan organisasi, sementara
98 J. Mullin, Op.Cit., hal. 850.
Manager’s Superior
The Manager
Subordinates
Autority and
responsibility
Action and
decisions
Accountability (Ultimate responsibility) - Seeing that the job gets done. Standard of result achieved by subordinates
- An obligation to perform. Doing the job
Right to take actions or make decisions
Possible reprimand for unsatisfactory performance
58
yang lain kurang penting. Namun, semua keputusan memiliki beberapa
efek (positif atau negatif, besar atau kecil) pada organisasi. Kualitas
keputusan adalah tolok ukur efektivitas manajerial. Singkatnya,
mengingatkan bahwa pengambilan keputusan adalah keterampilan yang
diperoleh melalui pengalaman trial and error.
Teori di atas didukung oleh penelitian Jan Savage dan Lucy Moore
dalam bukunya Interpretating Accountability, dijelaskan bahwa penelitian ini
didorong oleh kekhawatiran perawat, mungkin diasumsikan secara hukum
atau tanggung jawab professional keputusan mereka belum sepenuhnya
diakui. Akhirnya, penelitian ini mengangkat isu tentang akuntabilitas dokter
menggunakan perawat membantu protokol pengambilan keputusan.99
Pendapat selaras juga dilakukan oleh Ratnawati Susanto
mengemukakan bahwa adanya hubungan positif keputusan rasional
dengan akuntabilitas. Rekomendasi untuk meningkatkan akuntabilitas
kepala sekolah adalah pengembangan kemampuan pengambilan
keputusan yang rasional melalui mandat kewenangan dan prinsip-prinsip
otonomi, dan penerapan prinsip akuntabilitas kepala sekolah sebagai
manajemen pendidikan.100
Definisi yang sederhana dikemukakan juga oleh T. Hani Handoko,
bahwa pengambilan keputusan (decision making) adalah kegiatan yang
menggambarkan proses melalui serangkaian kegiatan yang dipilih sebagai
penyelesaian suatu masalah tertentu.101
Jika diperhatikan teori-teori tentang fungsi dan peran seorang
pemimpin yang digagas dan dilontarkan oleh para pakar dari dunia Barat,
maka hanya ditemukan aspek kepemimpinan itu sebuah konsep interaksi,
relasi, proses otoritas maupun kegiatan mempengaruhi, mengarahkan dan
mengkoordinasi secara horizontal semata.
99 Savage, Jan., dan Moore, Lucy., Interpreting accountability: An ethnographic study of practice nurses, accountability and multidisciplinary team decisionmaking in the context of clinical governance, (London: Royal College of Nursing, 2004), hal. 61. 100 Ratnawati Susanto, Loc.Cit. 101 T. Hani Handoko, Manajemen (Yogyakarta: BPFE, 2010), hal. 129.
59
Pengambilan keputusan dapat dilakukan dalam berbagai kondisi.
Artinya adalah pengambilan keputusan dapat dilakukan dalam berbagai
bentuk keadaan yang terjadi berdasarkan dan disebabkan oleh berbagai
latar belakang yang ada. Ada tiga kondisi dalam pengambilan keputusan
yaitu:
1. Pengambilan keputusan dalam kondisi pasti, yaitu proses
pengambilan keputusan yang dilakukan berlangsung tanpa ada
banyak alternatif, keputusan yang diambil sudah jelas pada fokus
yang dituju.
2. Pengambilan keputusan dalam kondisi tidak pasti, yaitu proses
pengambilan keputusan yang belum diketahui nilai probabilitas atau
hasil yang mungkin dicapai, dikarenakan minimnya informasi yang
diperoleh baik dari hasil penelitian atau rekomendasi secara lisan dari
orang yang bisa dipercaya.102
3. Pengambilan keputusan dalam kondisi konflik, yaitu pengambilan
keputusan yang telah diawali oleh suatu keadaan yang saling
bertentangan antara satu pihak dengan pihak lain. Pada kondisi ini
pengambilan keputusan akan menimbulkan dampak yang mungkin
saja bisa merugikan salah satu pihak. Menurut Kamaluddin dalam
Irham Fahmi disebutkan ada dua cara untuk menghadapi kondisi
beresiko tersebut, yaitu: Expected Monetary Value dan Expexted
Opportunity Loss. Untuk menghadapi kondisi tersebut biasanya
dilakukan pendekatan teori permainan (game theory), yaitu dalam
bentuk tawar-menawar (istilah dalam dunia bisnis) sampai kedua
belah pihak saling menerima setiap keputusan yang diambil.103
Konsep Islam menjelaskan bahwa kepemimpinan merupakan
sebuah konsep interaksi, relasi, proses otoritas maupun kegiatan
mempengaruhi, mengarahkan dan mengkoordinasi baik secara horizontal
102 Irham Fahmi, Manajemen Pengambilan Keputusan Teori dan Aplikasi (Bandung: Alfabeta, 2013), hal. 57-60. 103 Irham Fahmi, Teori dan Teknik..., Op.Cit., hal. 285.
60
maupun vertikal. Kemudian dalam teori-teori manajemen, fungsi pemimpin
sebagai perencana dan pengambil keputusan (planning and decision
maker), pengorganisasian (organization), kepemimpinan dan motivasi
(leading and motivation), dan pengawasan (controling).104
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengambilan
keputusan adalah suatu proses pemilihan alternatif terbaik dari beberapa
alternatif secara sadar dan sistematis digunakan sebagai sarana
pemecahan suatu masalah. Sesuai dengan kesimpulan tersebut, maka
diperoleh indikator-indikator sebagai berikut: (1) memilih alternatif terbaik,
(2) menggali informasi berasal dari orang yang dipercaya, (3)
menyelesaikan masalah secara sadar dan sistematis.
B. Kerangka Berfikir
1. Hubungan antara Gaya Kepemimpinan (X1) dengan Akuntabilitas
Kepala Madrasah Aliyah (Y)
Gaya kepemimpinan adalah pola atau bentuk perilaku pemimpin
dalam memimpin atau mempengaruhi bawahannya untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan, agar tujuan tersebut dapat menjadi tujuan bersama.
Akuntabilitas adalah kewajiban untuk memberikan
pertanggungjawaban atau menjawab dan menerangkan kinerja dan
tindakan seseorang/badan hukum/pimpinan suatu organisasi kepada pihak
yang memiliki hak atau berkewajiban untuk meminta pertanggungjawaban.
Akuntabilitas kepala madrasah sebagai kondisi dimana kepala madrasah
dalam melaksanakan kekuasaan dibatasi oleh alat eksternal dan internal.
Maka, akuntabilitas memiliki dua sisi, internal dan eksternal. Secara
eksternal, akuntabilitas berarti keharusan untuk mempertanggungjawabkan
pengaturan sumberdaya atau otoritas. Sebaliknya bagian dalam
akuntabilitas merujuk pada norma internal seperti arahan professional,
etika, pragramatis untuk pelaksanaan tanggungjawab bagi kepala
madrasah dalam tugas sehari-harinya.
104 Veithzal Rivai, Bachtiar dan Boy Rafly Amar, Op. Cit., hal. 65.
61
Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa dapat diduga
terdapat hubungan positif yang signifikan antara gaya kepemimpinan
dengan akuntabilitas kepala madrasah atau dengan kata lain semakin baik
gaya kepemimpinan kepala madrasah maka akan semakin baik juga
akuntabilitasnya.
2. Hubungan antara Kecerdasan Emosional (X2) dengan
Akuntabilitas Kepala Madrasah Aliyah (Y)
Kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang dalam
mengendalikan dirinya dari berbagai keadaan dengan tujuan untuk
menempatkan emosinya pada posisi yang tepat, sehingga akan diperoleh
energi positif pada jiwa seseorang yang berpengaruh pada fungsi sosial.
Akuntabilitas adalah kewajiban untuk memberikan
pertanggungjawaban atau menjawab dan menerangkan kinerja dan
tindakan seseorang/badan hukum/pimpinan suatu organisasi kepada pihak
yang memiliki hak atau berkewajiban untuk meminta pertanggungjawaban.
Dari analisis tersebut di atas dapat dikatakan bahwa dapat diduga
terdapat hubungan positif yang signifikan antara kecerdasan emosional
dengan akuntabilitas kepala madrasah. Dengan kata lain semakin baik
pengendalian emosi seseorang maka akuntabilitas kepemimpinannya akan
semakin baik pula.
3. Hubungan antara Pengambilan Keputusan (X3) dengan
Akuntabilitas Kepala Madrasah Aliyah (Y)
Akuntabilitas kepala madrasah sebagai kondisi dimana kepala
madrasah dalam melaksanakan kekuasaan dibatasi oleh alat eksternal dan
internal. Maka, akuntabilitas memiliki dua sisi, internal dan eksternal.
Secara eksternal, akuntabilitas berarti keharusan untuk
mempertanggungjawabkan pengaturan sumberdaya atau otoritas.
Sebaliknya bagian dalam akuntabilitas merujuk pada norma internal seperti
arahan professional, etika, pragramatis untuk pelaksanaan tanggungjawab
bagi kepala madrasah dalam tugas sehari-harinya.
62
Pengambilan keputusan adalah suatu proses pemilihan alternatif
terbaik dari beberapa alternatif secara sadar dan sistematis digunakan
sebagai sarana pemecahan suatu masalah. Pengambilan keputusan
memiliki keterkaitan dengan akuntabilitas. Kepala madrasah dalam situasi
apapun diharapkan mampu untuk mengambil keputusan dengan cara yang
bijak. Kemampuan kepala madrasah dalam mengambil keputusan akan
berefek pada akuntabilitas terhadap keputusan yang telah ditetapkan
Di sisi lain kepala madrasah dikatakan memiliki akuntabilitas yang
tinggi, apabila dalam kepemimpinannya mampu memutuskan
permasalahan dengan bijak. Sehingga tidak ada satu pihakpun yang
merasa dirugikan atau terdzalimi.
Dari analisis tersebut di atas dapat dikatakan bahwa dapat diduga
terdapat hubungan positif yang signifikan antara pengambilan keputusan
dengan akuntabilitas kepala madrasah. Dengan kata lain semakin bijak
dalam memutuskan sesuatu masalah maka akuntabilitas kepala madrasah
akan semakin tinggi.
4. Hubungan antara Gaya Kepemimpinan (X1), Kecerdasan
Emosional (X2), Pengambilan Keputusan (X3) dengan Akuntabilitas
Kepala Madrasah Aliyah (Y)
Gaya kepemimpinan adalah pola atau bentuk perilaku pemimpin
dalam memimpin atau mempengaruhi bawahannya untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan, agar tujuan tersebut dapat menjadi tujuan bersama.
Gaya kepemimpinan yang dapat diterima oleh semua pihak adalah gaya
kepemimpinan yang mempu mengayomi bawahanya dan juga dapat
bekerjasama yang baik antara pemimpin dengan yang dipimpin. Gaya
kepemimpinan tersebut lebih tepat disebut sebagai gaya kepemimpinan
demokratis. Gaya kepemimpinan demokratis kepala madrasah adalah gaya
kepemimpinan kepala madrasah yang memilki pola dan karakter yang
dijadikan sebagai pendekatan dalam mempengaruhi orang yang menjadi
bawahan atau yang dipimpinnya. Dimana kepala madrasah memiliki
kemampuan dan kecakapan yang terdapat dalam kecerdasan emosional.
63
Kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang dalam
mengendalikan dirinya dari berbagai keadaan dengan tujuan untuk
menempatkan emosinya pada posisi yang tepat, sehingga akan diperoleh
energi positif pada jiwa seseorang yang berpengaruh pada fungsi sosial.
Kepala madrasah yang memiliki kecerdasan emosional adalah kepala
madrasah yang mampu untuk mengendalikan emosinya dalam situasi
apapun. Ketika kecerdasan emosionalnya dapat dimenej dengan baik,
maka akuntabilitas kepala madrasah dapat diterima oleh pemberi
tanggungjawab dan juga pihak yang dipimpinnya. Kepala madrasah yang
memiliki kecerdasan emosional mampu menanggapi semua kendala yang
terjadi. Sehingga lebih arif dalam pengambilan keputusan, memahami
kehidupan dan situasi yang berlangsung.
Pengambilan keputusan merupakan faktor-faktor yang ada
hubungannya dengan akuntabilitas kepala madrasah. Segala keputusan
yang telah ditetapkan akan dipertanggungjawabkan. Sehingga kepala
madrasah dalam membuat/ mengambil keputusan tentu harus
mempertimbangkan sisi positif dan negatifnya. Pengambilan keputusan
dalam organisasi bukanlah pekerjaan yang mudah. Sebab, keputusan yang
dihasilkan akan memiliki implikasi pro dan kontra baik antara pemimpin
dengan yang dipimpin, maupun antara sesama yang dipimpin. Oleh karena
itu agar keputusan yang diambil dapat diterima, maka komunikasi antara
pemimpin dangan yang dipimpin juga harus berjalan harmonis.
Dari analisis tersebut di atas dapat dikatakan bahwa dapat diduga
terdapat hubungan positif yang signifikan antara gaya kepemimpinan,
kecerdasan emosional, pengambilan keputusan, baik secara sendiri-sendiri
maupun secara bersama-sama dengan akuntabilitas kepala Madrasah
Aliyah Negeri. Semakin baik gaya kepemimpinan, semakin tinggi
kecerdasan emosional, dan semakin logis dalam pengambilan keputusan,
maka diduga akan semakin baik akuntabilitas kepala Madrasah Aliyah
Negeri.
64
C. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka berfikir yang telah dikemukakan di atas,
dapat diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut:
1. Terdapat hubungan positif dan signifikan antara gaya kepemimpinan
dengan akuntabilitas kepala madrasah atau dengan kata lain semakin
baik gaya kepemimpinan kepala madrasah maka akan semakin baik
juga akuntabilitasnya.
2. Terdapat hubungan positif dan signifikan antara kecerdasan emosional
dengan akuntabilitas kepala madrasah. Dengan kata lain semakin baik
pengendalian emosi seseorang maka akuntabilitas terhadap
kepemimpinannya akan semakin baik pula.
3. Terdapat hubungan positif dan signifikan antara pengambilan
keputusan dengan akuntabilitas kepala madrasah. Dengan kata lain
semakin bijak dalam memutuskan sesuatu masalah maka akuntabilitas
kepala madrasah akan semakin tinggi.
4. Terdapat hubungan positif dan signifikan antara gaya kepemimpinan,
kecerdasan emosional, pengambilan keputusan, baik secara sendiri-
sendiri maupun secara bersama-sama dengan akuntabilitas kepala
madrasah. Dengan kata lain, semakin baik gaya kepemimpinan,
semakin tinggi kecerdasan emosional, dan semakin logis dalam
pengambilan keputusan, maka diduga akan semakin baik akuntabilitas
kepala marasah.
D. Penelitian yang Relevan
Setelah dilakukan peninjauan terhadap hasil karya atau penelitian
yang telah didakukan terlebih dahulu yang berkaitan dengan masalah
manajemen madrasah, maka dapat dipaparkan sebagai berikut:
1. Disertasi yang ditulis oleh Abd. Kadim Masaong 2012, yang berjudul
“Hubungan Kecerdasan Intelektual, Kecerdasan Emosional,
Kecerdasan Spiritual, Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Iklim
65
Sekolah dengan Kinerja Sekolah pada Pendidikan Menengah Di Kota
Gorontalo”.
Hasil dan temuan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa: (1)
kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual
berada dalam kategori tinggi, (2) gaya kepemimpinan kepala sekolah dan
iklim sekolah dengan kinerja sekolah berada dalam kategori baik; (3)
terdapat hubungan secara bersama-sama yang signifikan antara
kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual, gaya
kepemimpinan kepala sekolah dan iklim sekolah dengan kinerja sekolah
pada pendidikan menengah di Kota Gorontalo.
Penelitian ini terdapat kesamaan dengan penelitian penulis yaitu
varibel gaya kepemimpinan dan kecerdasan emosional sebagai varibel
bebas. Perbedaanya yaitu penelitian ini ada 6 variabel dan penelitian
penulis ada 4 varibel. Selain itu penelitian ini juga menjadikan kinerja
sekolah sebagai variabel terikat. Sedangkan penelitian penulis yang
menjadi variabel terikatnya adalah akuntabilitas kepala Madrasah Aliyah
Negeri.
2. Disertasi yang ditulis oleh Nirmalawati 2009, yang berjudul “Hubungan
antara Kapabilitas Kepemimpinan, Kompetensi Dosen, Komitmen
Dosen, dan Akuntabilitas Lembaga dengan Kinerja Lembaga dalam
Pelaksanaan Penjaminan Mutu pada Universitas Negeri di Jawa
Timur”.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, bersifat
deskriptif-korelasional. Hasil penelitian menyatakan bahwa: (1) gambaran
kapabilitas kepemimpinan, kompetensi dosen, komitmen dosen, dan
akuntabilitas lembaga, dan kinerja lembaga dalam pelaksanaan
penjaminan mutu pada universitas negeri di Jawa Timur yang dipersepsi
oleh responden memiliki kategori rata-rata baik, (2) makin tinggi kapabilitas
kepemimpinan tidak diikuti makin tingginya kinerja lembaga dalam
pelaksanaan penjaminan mutu di universitas negeri Jawa Timur, (3) makin
kuat akuntabilitas lembaga diikuti makin tingginya kinerja lembaga dalam
66
pelaksanaan penjaminan mutu, (4) makin kuat komitmen dosen diikuti
makin tingginya kinerja lembaga dalam pelaksanaan penjaminan mutu di
universitas negeri Jawa Timur, (5) makin tinggi kompetensi dosen tidak
diikuti makin tingginya kinerja lembaga dalam pelaksanaan penjaminan
mutu di universitas negeri Jawa Timur, (6) makin kuat kapabilitas
kepemimpinan diikuti makin tingginya akuntabilitas lembaga, (7) makin kuat
komitmen dosen diikuti makin tingginya akuntabilitas lembaga.
Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian penulis adalah
sama-sama menggunakan pendekatan deskriptif-korelasional. Sedangkan
perbedaannya adalah pada penelitian ini, variabel akuntabilitas lembaga
masuk dalam variabel bebas. Adapun dalam penelitian yang penulis
lakukan, variabel akuntabilitas termasuk ke dalam variabel terikat.
3. Disertasi yang ditulis oleh I Putu Suarnaya, 2012. yang berjudul
“Hubungan Kepemimpinan Partisipatif, Transparansi Pengelolaan,
Akuntabilitas Kinerja, dan Partisipasi Masyarakat dengan Keefektifan
Sekolah pada Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kabupaten
Buleleng”.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) kondisi kepemimpinan
partisipatif berada dalam kategori baik; transparansi pengelolaan berada
pada kategori sangat baik; akuntabilitas kinerja berada pada kategori baik;
partisipasi masyarakat berada pada kategori baik; keefektifan sekolah
berada pada kategori sangat baik; (2) ada hubungan langsung yang
signifikan antara kepemimpinan partisipatif dengan transparansi
pengelolaan pada Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kabupaten
Buleleng; (3) ada hubungan langsung yang signifikan antara kepemimpinan
partisipatif dengan partisipasi masyarakat pada Sekolah Menengah
Pertama Negeri di Kabupaten Buleleng; (4) ada hubungan langsung yang
signifikan antara kepemimpinan partisipatif dengan akuntabilitas kinerja
pada Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kabupaten Buleleng; (5) ada
hubungan langsung yang signifikan antara kepemimpinan partisipatif
dengan keefektifan sekolah pada Sekolah Menengah Pertama Negeri di
67
Kabupaten Buleleng; (6) ada hubungan langsung yang signifikan antara
transparansi pengelolaan dengan akuntabilitas kinerja pada Sekolah
Menengah Pertama Negeri di Kabupaten Buleleng; (7) ada hubungan
langsung yang signifikan antara transparansi pengelolaan dengan
keefektifan sekolah pada Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kabupaten
Buleleng; (8) ada hubungan langsung yang signifikan antara partisipasi
masyarakat dengan transparansi pengelolaan pada Sekolah Menengah
Pertama Negeri di Kabupaten Buleleng.
Penelitian tersebut sama-sama membahas tentang hubungan yang
di dalamnya terdapat variabel kepemimpinan, tetapi seyogyanya penelitian
ini jelas terdapat perbedaan, karena variabel akuntabilitas sebagai variabel
terikat. Sedangkan dalam penelitian yang penulis laksanakan variabel
tersebut termasuk pada variabel bebas.
4. Disertasi yang dituis oleh Joseph Yosi Amram yang berjudul ”The
Contribution of Emotional and Spiritual Intelligences to Effective
Business Leadership”
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa emosional dan spiritual
kecerdasan berkontribusi terhadap efektifitas kepemimpinan bisnis. EI dan
SI menjelaskan suatu porsi tambahan dan bermakna dari varians dalam
kinerja kepemimpinan, dan mereka kontribusi lebih berarti daripada
memiliki informasi tentang berbagai demografis, lingkungan perusahaan,
dan variabel kepribadian pemimpin. Dilaporkan sendiri SI menjelaskan
efektivitas kepemimpinan seperti dilansir pengamat staf. Seperti-metode
lintas validitas, bahkan setelah mengendalikan konstruksi mapan seperti
kepribadian dan EI, sangat mendukung kontribusi SI untuk membuat
pemimpin yang efektif. Demikian pula, out-of-sampel langkah-langkah
pengamat EI dan SI juga meramalkan efektivitas kepemimpinan. Sekali lagi,
seperti -Metode cross validitas prediktif menunjukkan ketahanan dan utilitas
dari SI dan EI konstruksi untuk kontribusi mereka untuk memahami
efektivitas kepemimpinan. Selain itu, semata-mata mengandalkan langkah-
langkah laporan diri dari EI dan SI mungkin tidak handal dalam menjelaskan
68
efektivitas kepemimpinan sebagai kombinasi dari laporan diri dan / atau
peringkat pengamat konstruksi tersebut.
5. Disertasi yang ditulis oleh Yesi Elfisa dengan judul “Pengaruh
Pengetahuan Tentang Supervisi, Konsep Diri dan Gaya kepemimpinan
Terhadap Akuntabilitas Kepala Sekolah Menengah Pertama Negeri
Provinsi Jambi, tahun 2016.
Hasil penelitian ini diantaranya: 1) terdapat pengaruhyang signifikan
antara pengetahuan tentang supervisi terhadap akuntabilitas kepala
Sekolah Menengah Pertama Negeri sebesar 17, 967; 2) terdapat pengaruh
konsep diri terhadap akuntabilitas kepala Sekolah Menengah Pertama
Negeri sebesar 17,012; dan 3) terdapat pengaruh gaya kepemimpinan
terhadap akuntabilitas kepala Sekolah Menengah Pertama Negeri sebesar
19,220 dan seterusnya.
Persamaannya adalah variabel akuntabilitas sama-sama menjadi
variabel bebas, sedangkan perbedaannya adalah variabel terikat tidak
sama dengan variabel yang penulis teliti.
6. Disertasi yang ditulis oleh M. Rudi Siahaan, yang berjudul “Studi
Korelasional antara Perumusan Kebijakan Publik, Profesionalisme
Manajer dan Transparansi Kerja dengan Akuntabilitas Kerja Manajer
Menengah di Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta”, tahun 2005.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif
antara variabel pengetahuan tentang perumusan kebijakan publik dengan
akuntabilitas kerja manajer sebesar 16,1%, hubungan positif antara
variabel profesionalisme manajer dengan akuntabilitas kerja manajer
sebesar 30%, terdapat hubungan positif antara variabel transparansi kerja
dengan akuntabilitas kerja manajer sebesar 11,4% dan seterusnya.
Persamaannya adalah variabel akuntabilitas sama-sama menjadi
variabel bebas, sedangkan perbedaannya adalah variabel terikat tidak
sama dengan variabel yang penulis teliti.
69
7. Jurnal yang ditulis oleh Catherine Muchechetere, Lakshmanan
Ganesh, dan Silas Karambwe dengan judul “Effect of Emotional
Intelligence on Empowerment of Business Leaders in Zimbabwe”
Tulisan ini membahas tentang pengaruh kecerdasan emosional
terhadap pemberdayaan para manajer di Zimbabwe. Temuan menunjukkan
adanya hubungan yang signifikan dengan sebagian besar komponen
kecerdasan emosional, sementara hubungan yang tidak signifikan
ditemukan pada yang lain. Temuan juga menunjukkan bahwa tidak ada
banyak perbedaan antara manajer laki-laki dan perempuan pada aspek
kecerdasan emosional dan kompetensi kecerdasan sosial. Ditinjau
berdasarkan usia, hasil menunjukkan bahwa peningkatan kecerdasan
emosional diperoleh pada usia lebih tua. Hal ini dapat disimpulkan bahwa
Kecerdasan emosional dapat memberdayakan para manajer untuk
menerapkan keterampilan sosial yang positif dalam mempengaruhi orang
lain, menciptakan hubungan yang kuat dan dapat memotivasi orang lain
secara efektif dengan mengendalikan emosi mereka dan memahami
kelemahan mereka.
Penelitian ini memiliki kesamaan dengan penelitian yang penulis
lakukan yakni memiliki variabel terikat yang sama yaitu kecerdasan
emosional. Tetapi penelitian ini juga memiliki perbedaan yaitu dalam
penelitian ini hanya membahas dua variabel sedangkan dalam penelitian
yang penulis lakukan menggunakan empet variabel.
8. Jurnal yang ditulis oleh Kong-Hee Kim dengan judul “Emotion and
Strategic Decision-Making Behavior: Developing a Theoretical Model”
Peneliitian ini menjelaskan tentang emosi telah menjadi kotak hitam
dalam pengambilan keputusan strategis. Ada tidak adanya kerangka teoritis
yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan, "bagaimana emosi
mempengaruhi fungsi kognitif dari pembuat keputusan strategis". Kertas
saat menjawab pertanyaan ini pusat melalui pengembangan model teoritis
mengenai: mekanisme respon yang afektif timbul (melalui asimilasi kognitif
lingkungan informasi strategis), serta spesifikasi dari dinamika antara
70
pengalaman afektif dan fungsi kognitif strategis yang penting (kognitif
penyederhanaan, kompleksitas kognitif, dan kelengkapan keputusan).
Model dan proposisi yang dikembangkan dalam makalah ini berkontribusi
pada pemahaman yang lebih lengkap tentang perilaku pengambilan
keputusan strategis kognitif-afektif, mendorong teoritis / kemajuan empiris
masa depan di daerah.
Penelitian ini memiliki kesamaan dengan penelitian yang penulis
lakukan yakni memiliki variabel yang sama dalam pembahasannya yaitu
kecerdasan emosional dan pengambilan keputusan. Tetapi penelitian ini
juga memiliki perbedaan yaitu dalam penelitian ini hanya membahas dua
tema sedangkan dalam penelitian yang penulis lakukan menggunakan
empat variabel.
70
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan rancangan
penelitian survei dengan teknik korelasional. Adapun ciri-ciri/karakteristik
menurut Isaac dan Michael sebagaimana dikutip Sukardi105 adalah sebagai
berikut:
1. Rencana penelitian dibuat secara sistematis, sehingga pelaksanaannya
efesien.
2. Data penelitian dikumpulkan dari suatu sampel yang berasal dari
populasi yang telah ditentukan sebelumnya.
3. Data yang dikumpulkan dapat dianalisis dengan bermacam-macam
metode, bergantung pada kesimpulan yang ingin diperoleh dari data
yang dikumpulkan.
4. Data dapat diekspresikan secara kuantitatif.
Penelitian ini membahas empat variabel, yang terdiri dari tiga
variabel bebas/independen: gaya kepemimpinan (X1), kecerdasan
emosional (X2), pengambilan keputusan (X3) dan satu variabel
terikat/dependen yaitu: akuntabilitas kepala Madrasah Aliyah Negeri (Y).
Konstelasi penelitian hubungan antara variabel bebas dengan
variabel terikat dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar 3.1 Konstelasi Penelitian
Keterangan: Y : Akuntabilitas Kepala Madrasah Aliyah Negeri X1 : Gaya Kepemimpinan
105 Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya (Jakarta: Bumi Akasara, 2004), hal. 195.
X1
X2
X3
Y
71
X2 : Kecerdasan Emosional X3 : Pengambilan Keputusan
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas; obyek/subyek
yang mempunyai kualitas dan karekteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya106. Menurut
Sutrisno Hadi populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang paling
sedikit mempunyai satu sifat yang sama, sedangkan sebagian individu yang
diteliti dinamakan sampel107.
Populasi dalam penelitian ini adalah Madrasah Aliayah Negeri (MAN)
di provinsi Jambi, pada tahun pelajaran 2017/2018. Berdasarkan data yang
diperoleh dari pangkalan data, menjelaskan bahwa MAN di provinsi Jambi
berjumlah 31, yang tersebar dalam 11 wilayah kabupaten dan kota108.
Tabel 3.1 Populasi Penelitian109
No Kabupaten/ Kota Nama Madrasah
1 Kerinci MAN 1 Sungai Penuh
MAN 2 Sungai Penuh
MAN 3 Sungai Penuh
MAN Sebukar
MAN Kemantan
2 Muaro Jambi MAN Cendikia Jambi
MAN 3 Muaro Jambi
MAN 4 Muaro Jambi
MAN Sungai Gelam
3 Tebo MAN Pulau Temiang
MAN 2 Tebo
4 Bungo MAN Muara Bungo
MAN Labor Muara Bungo
MAN 3 Bungo
106 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R D (Bandung: Alfabeta, 2014), hal. 80. 107 Sutrisna Hadi, Metodologi Research, Jilid II (Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM, 2001), hal. 182. 108 Kasi Kelembagaan dan Sistem Informasi Madrasah Bidang pendidikan Madrasah, Laporan Data Madrasah (Jambi: Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jambi, 2013), hal. 25-31. 109 Dokumentasi Kantor Kementerian Agama Wilayah Provinsi Jambi Tahun 2016.
72
5 Tanjung Jabung Barat MAN 1 Kuala Tungkal
MAN 2 Kuala Tungkal
6 Sarolangun MAN Sarolangun
MAN 2 Sarolangun
7 Kota Jambi MAN Olak Kemang
MAN Model Jambi
MAN 3 Jambi
8 Kota Sungai Penuh MAN 1 Sungai Penuh
MAN 2 Sungai Penuh
9 Batang Hari MAN Muara Bulian
MAN 3 Batang Hari
MAN Muara Tembesi
MAN 4 Batang Hari
MAN Pemayung
10 Merangin MAN Bangko
MAN Tabir
MAN Pamenang
11 Tanjung Jabung Timur MAM 2 Tanjung Jabung Timur Rantau Rasau
MAN Bandar Jaya
Total 31
Adapun populasi yang dijadikan target dalam penelitian ini adalah
MAN Model Jambi, MAN 1 Bungo dan MAN 1 Sarolangun. Hal ini dipilih
berdasarkan sebaran wilayah yang telah ditetapkan peneliti.
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut. 110 Karena begitu luasnya populasi dalam penelitian ini,
sehingga peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada
populasi, maka dalam hal ini perlu diambil sampel111. Adapun sampel dalam
penelitian ini diambil berdasarkan wilayah. Wilayah penelitian ini meliputi
wilayah Selatan, wilayah Barat dan wilayah Tengah.
Teknik penentuan sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan
teknik proporsional random sampling. Teknik ini dilakukan dengan tetap
memperhatikan dan mempertimbangkan aspek representasi dari
kesamaan karakteristik populasi. Dengan teknik proporsional random
110 Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods) (Bandung: Alfabeta, 2014), hal. 120. 111 Ibid, hal. 81.
73
sampling maka ditetapkan yang menjadi sampel penelitian ini adalah
Kepala MAN Sarolangun, MAN Muara Bungo, dan MAN Model Jambi.
Karena penelitian ini membahas tentang akuntabilitas kepala
madrasah, maka untuk menilai kinerja kepala madrasah diperlukan unit
sampel yang berkaitan dengan hal tersebut. Adapun unit sampel yang
dipilih peneliti sebanyak 154 guru yang digunakan sebagai responden.
Penyebaran jumlah unit sampel terlihat pada tabel berikut ini:
Tabel 3.2 Sampel Berdasarkan Unit
NO Nama Madrasah Jumlah
1 MAN SAROLANGUN 34 2 MAN MUARA BUNGO 43 3 MAN MODEL JAMBI 77
TOTAL 154
Dari unit sampel yang diperoleh tidak keseluruhan digunakan
sebagai sampel penelitian, tetapi ada yang digunakan sebagai sampel uji
coba validitas dan reliabilitas instrumen penelitian. Sampel uji coba
instrumen penelitian melibatkan 30 orang guru sebagai responden, dan
selebihnya ditetapkan sebagai sampel penelitian, yaitu 124 orang guru
sebagai responden.
C. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini mencakup empat variabel,
yaitu: akuntabilitas kepala Madrasah Aliyah Negeri di provinsi Jambi (Y),
gaya kepemimpinan (X1), kecerdasan emosional (X2) dan pengambilan
keputusan (X3). Untuk memperoleh data yang akurat dan dapat dijadikan
sumber, dalam penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data
dengan angket.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah dengan angket atau kuesioner. Angket atau kuesioner merupakan
teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi
seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk
dijawab, dengan tujuan untuk memperoleh informasi yang lengkap112.
112 Riduwan, Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian (Bandung: Alfabeta, 2013), hal. 25.
74
Alasan peneliti penggunakan metode angket sebagaimana yang
diungkapkan Muhammad Ali adalah113: 1) Angket dapat digunakan untuk
mengumpulkan data dari sejumlah besar responden yang menjadi sampel.
2) Dalam menjawab pertanyaan melalui angket responden dapat lebih
leluasa. 3) Setiap jawaban dapat dipikirkan masak-masak terlebih dahulu.
4) Data yang terkumpul dapat lebih mudah dianalisis.
Untuk memperoleh data dalam penelitian ini menggunakan alat ukur
skala Likert. Alasan peneliti menggunakan skala Likert karena alat ukurnya
bersifat inventori tes. Inventori biasanya digunakan untuk mengukur sikap
seseorang dengan alternatif jawaban memiliki bobot skor 1-5.114
Untuk membuat instrumen variabel dalam penelitian ini digunakan
pilihan: Selalu (SL), Sering (SR), Kadang-kadang (KD), Jarang (JR), dan
TIdak Pernah (TP). Selanjutnya untuk mengungkap gaya kepemimpinan
digunakan pilihan: Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Netral (N), Tidak Setuju
(TS), Sangat Tidak Setuju (STS).115
Pemberian skor untuk pernyataan positif dan negatif sebagaimana
tampak pada tabel berikut:
Tabel 3.3 Pemberian Skor Jawaban Responden
Arah Pernyataan SL/SS SE/S KD/N JR/TS TP/STS
Positif 5 4 3 2 1
Negatif 1 2 3 4 5
Agar pengumpulan data dalam penelitian ini berhasil dan maksimal,
maka perlu adanya tahapan-tahapan pengembangan instrumen sebagai
berikut:
1. Instrumen Variabel Akuntabilitas Kepala Madrasah (Y)
a. Definisi Konseptual
Akuntabilitas kepala madrasah adalah kewajiban untuk memberikan
pertanggungjawaban atau menjawab dan menerangkan kinerja dan
tindakan kepala madrasah kepada Kementerian Agama atau pihak yang
memiliki hak atau berkewajiban untuk meminta pertanggungjawaban.
113 M. Abdurahman dan Muhidin, SA., Analisis Kolerasi, Regresi dan Jalur dalam Penelitian (Bandung: Pustaka Setia, 2007), hal. 92. 114 Tukiran Taniredja dan Hidayati Mustafidah, Penelitian Kuantitatif (Sebuah Pngantar) (Bandung: Alfabeta, 2012), hal. 45. 115 Riduwan, Op.Cit., hal. 15.
75
b. Definisi Operasional
Untuk mengukur variabel akuntabilitas kepala madrasah dibuat
definisi operasional berdasarkan teori akuntabilitas kepala madrasah
meliputi:
1) Dimensi hukum dan kejujuran, dengan indikator: patuh terhadap
hukum, dan menghindari korupsi, kolusi dan nepotisme.
2) Dimensi proses, dengan indikator: Melayani dengan cepat, melayani
dengan responsif, tidak me mark up anggaran, dan patuh terhadap
prosedur.
3) Dimensi program, dengan indikator: mempertimbangkan tujuan yang
telah ditetapkan, alternatif program yang memberikan hasil yang
optimal, dan mempertanggung jawabkan yang telah dibuat.
4) Dimensi kebijakan, dengan indikator: mempertanggungjawabkan
kebijakan yang telah diambil, membuat laporan tertulis kepada dinas
setempat, dan membuat laporan tertulis kepada stake holders.
c. Kisi-kisi Instrumen Akuntabilitas Kepala Madrasah
Berdasarkan definisi operasional tersebut, maka dapat dibuat kisi-
kisi instrumen penelitian sebagai berikut:
Tabel 3.4 Kisi-kisi Instrumen Variabel Akuntabilitas Kepala Madrasah
Dimensi Indikator
Instrumen Uji Coba Instrumen Setelah Uji
Coba
Nomor Butir Jumlah
Butir Nomor Butir
Jumlah Butir
1. Hukum dan kejujuran
a. Patuh terhadap hukum/undang-undang yang berlaku.
1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12
12 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10
10
2. Proses b. Melayani dengan cepat
13,14,15,16,17,18,19,20, 21,22,23,24
12 11,12,13,14,15,16,
17,18,19,20, 21
11
3. Program c. mempertimbangkan tujuan yang telah ditetapkan
d. alternatif program yang memberikan hasil yang optimal.
25,26
27,28,29,30, 31,32
2 6
22,23
24,25,26,27,28,29
2 6
4. Kebijakan e. Mempertanggungja-wabkan kebijakan yang telah diambil
33,34,35,36,37,38,39,40
8 30,31,32, 33 4
TOTAL 40 33
76
d. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Instrumen Akuntabilitas Kepala
Madrasah
1) Uji Validitas Instrumen
Menurut Bhuono A. Nugroho uji validitas dilakukan untuk mengetahui
kelayakan butir-butir dalam suatu daftar pertanyaan dalam mendefinisikan
suatu variabel. Menurut Suharsimi Arikunto terdapat dua macam validitas
instrumen yaitu validitas logis (logical validity) dan validitas empirik
(empirical validity). Validitas logis merupakan validitas instrumen yang
didapatkan apabila instrumen tersebut dirancang dengan baik dan
mengikuti teori dan ketentuan yang ada, sehingga instrumen yang disusun
sudah tidak perlu diuji validitas empiriknya116.
Validitas empirik adalah validitas yang dinyatakan berdasarkan hasil
pengalaman/uji coba. Apabila penyusunan instrumen tidak berdasarkan
teori/ketentuan yang ada, maka uji validitas empirik perlu dilakukan. Uji
validitas empirik melibatkan penyebaran instrumen kepada responden yang
bukan responden sesungguhnya, dan kemudian setelah terkumpul, peneliti
menentukan validitasnya. Untuk melakukan analisis validitas instrument
dalam penelitian ini menggunakan metode product moment dari Karl
Pearson. Metode ini digunakan bila sampel normal >30117.
Menurut Ali sebagaimana dikutip oleh Tukiran118 , menjelaskan bahwa
hasil perhitungan berupa koefisien korelasi dapat menggambarkan derajat
validitas suatu alat tes, apabila nilainya berkisar antara 0,00 s.d+1,00.
Untuk menafsirkan tinggi rendahnya validitas dan koefisien korelasi
digunakan pedoman sebagai berikut:
Tabel 3.5 Pedoman Penafsiran Tinggi Rendahnya Validitas Instrumen dan Koefisien Korelasi
No
Besarnya angka indeks korelasi
(r) product moment (xy)
Interpretasi
1 0,00-0,20 Hampir tidak ada korelasi (alat tes tidak valid)
2 0,21-0,40 Korelasi rendah (validitas rendah)
3 0,41-0,60 Korelasi sedang (validitas sedang)
4 0,61-0,80 Korelasi tinggi (validitas tinggi)
116 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: Renika Cipta, 2006), hal. 169. 117 Deni Darmawan, Op.Cit., hal. 180. 118 Tukiran Taniredja dan Hidayati Mustafidah, Op.Cit., hal. 135.
77
5 0,81-1,00 Korelasi sangat tinggi (validitas sangat tinggi)
Uji validitas instrumen adalah suatu cara uji coba yang menunjukkan
tingkat kesahihan suatu instrumen. Uji validitas ini menggunakan rumus
korelasi Product Moment. Yang dimaksud dengan korelasi product moment
adalah salah satu teknik untuk mencari korelasi antar dua variabel yang
dikembangkan oleh Karl Pearson.119 Dengan ketentuan: jika rhitung > rtabel,
maka skor butir pertanyaan/ pernyataan kuesioner valid tetapi sebaliknya
jika rhitung < rtabel, maka skor butir pertanyaan/ pernyataan kuesioner tidak
valid.
Instrumen-instrumen tersebut akan diujicobakan pada 30
responden. Uji coba secara empiris dimaksudkan untuk menentukan
validitas butir sebagai dasar pemilihan butir-butir instrumen yang
berkualitas yang dapat digunakan dalam pengumpulan data.
Pengujian untuk menentukan signifikan atau tidak signifikan dengan
membandingkan nilai rhitung nilai untuk degree of freedom = n-k, dalam hal
ini 30-2 atau df 28 dan satu daerah sisi pengujian dengan alpha (�) 0,05
didapat rtabel sebesar 0,361. Jika nilai rhitung > rtabel maka butir tersebut
dinyatakan valid, namun jikan rhitung < rtabel butir dinyatakan tidak valid atau
gugur.120
Uji validitas untuk variabel akuntabilitas kepala madrasah dengan
menggunakan rumus product momen Pearson sebagai berikut121:
������� = �Σ ���� − �Σ ��. �Σ����{. Σ �� − �Σ ���}. {. Σ��� − �Σ����}
������� = Koefisen korelasi
Σ � = Jumlah skor item Σ�� = Jumlah skor total (seluruh item) n = Jumlah responden
Dasar pengambilan keputusan adalah bila nilai r positif dan rhitung >
rtabel, maka pernyataan dalam angket dinyatakan valid dan dapat dianalisis
119 Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pandidikan (PT. Raja Grafindo: Jakarta, 2012), hal. 190. 120 Danang Sunyoto, Analisis Regresi dan Uji Hipotesis (Yogyakarta: CAPS, 2011), hal. 72. 121 Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian (Jakarta: Renika Cipta, 2010), hal. 425.
78
dengan computer, namun bila nilai r negatif dan rhitung< rtabel, maka
pernyataan tersebut tidak valid dan tidak dapat dianalisis melalui computer.
Apabila validitas yang didapat semakin tinggi, maka tes tersebut akan
semakin mengenai sasaran dan semakin menunjukkan apa yang
seharusnya ditunjukkan. Pengujian validitas ini dilakukan dengan interval
validity, dimana kriteria yang dipakai berasal dari dalam alat tes itu sendiri
dan masing-masing item tiap variabel dikorelasi dengan nilai total yang
diperoleh dari koefisien korelasi product moment.
Apabila koefisien korelasi rendah dan tidak signifikan, maka item yang
bersangkutan gugur. Adapun taraf signifikan yang digunakan adalah 5%.
contoh perhitungan manual untuk butir 1:122
Σ � = X1 + X2 + …. +X30 = 3 + 4 + … + 5 = 128
Σ�� = Y1 + Y2 + …. +Y30 = 124 + 132 + … + 178 = 4734
Σ �� = X12+ X2
2 + …. +X302
= 9 + 16 + … + 25 = 556
��� = Y12 + Y2
2 + …. +Y302
= 15376+ 17424+ … + 31684= 753976
Σ ��� = X1Y1 + X2Y2 + …. + X30Y30 = 372+ 528+ … + 890= 20275
������� = 30�20275� − �128�. �4734��{30.556 − �128��}. {30.753976 − �4734��}
= 608250 − 605952�{16680 − 16384}. {22619280 − 22410756}
= 2298√61723104 = 2298
7856,41
= $, %&' Berdasarkan rumus di atas maka diperoleh nilai rhitung = 0,293. Jika
dilihat pada tabel r pearson product moment untuk n=30 diketahui rtabel =
0,361,123 maka nilai rhitung < rtabel. Dengan demikian, maka butir pernyataan
1 dinyatakan invalid/tidak valid. Uji validitas tersebut dilakukan pula untuk
menguji butir berikutnya.
Dari hasil uji validitas terhadap 40 butir pernyataan untuk variabel
akuntabilitas kepala madrasah, terdapat 7 butir pernyataan yang
invalid/tidak valid yaitu butir 1,6,23,33,35,36,dan 37. Dengan demikian
terdapat 33 butir yang valid dan itulah yang digunakan sebagai instrumen
angket dan disebarkan kepada sampel penelitian.
122 Lampiran 2, hal. 252. 123 Lampiran 27 hal. 425.
79
Perhitungan manual di atas sesuai dengan hasil uji validitas yang
dihasilkan dari program SPSS, sebagaimana dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 3.6 Hasil Uji Validitas Instrumen Variabel Akuntabilitas Kepala Madrasah124
Varibel Pernyataan r hitung r tabel Kesimpulan 1 2 3 4 5
Akuntabilitas Kepala
Madrasah (Y)
Y_1 0.293 0.361 Invalid
Y_2 0.544 0.361 Valid
Y_3 0.681 0.361 Valid
Y_4 0.679 0.361 Valid
Y_5 0.591 0.361 Valid
Y_6 0.288 0.361 Invalid
Y_7 0.414 0.361 Valid
Y_8 0.437 0.361 Valid
Y_9 0.672 0.361 Valid
Y_10 0.681 0.361 Valid
Y_11 0.526 0.361 Valid
Y_12 0.654 0.361 Valid
Y_13 0.366 0.361 Valid
Y_14 0.794 0.361 Valid
Y_15 0.583 0.361 Valid
Y_16 0.533 0.361 Valid
Y_17 0.410 0.361 Valid
Y_18 0.632 0.361 Valid
Y_19 0.541 0.361 Valid
Y_20 0.598 0.361 Valid
Y_21 0.703 0.361 Valid
Y_22 0.650 0.361 Valid
Y_23 0.351 0.361 Invalid
Y_24 0.403 0.361 Valid
Y_25 0.592 0.361 Valid
Y_26 0.484 0.361 Valid
Y_27 0.631 0.361 Valid
Y_28 0.494 0.361 Valid
Y_29 0.599 0.361 Valid
Y_30 0.560 0.361 Valid
Y_31 0.405 0.361 Valid
Y_32 0.368 0.361 Valid
Y_33 0.189 0.361 Invalid
Y_34 0.419 0.361 Valid
Y_35 0.105 0.361 Invalid
Y_36 0.088 0.361 Invalid
Y_37 0.328 0.361 Invalid
Y_38 0.538 0.361 Valid
Y_39 0.409 0.361 Valid
Y_40 0.563 0.361 Valid
124 Lampiran 2, hal.249.
80
Dari hasil uji validitas tersebut terlihat bahwa item yang tidak valid
sama jumlahnya antara yang dikerjakan secara manual dan yang
dikerjakan menggunakan program SPSS.
2) Uji Reliabilitas Instrumen
Menurut Muhidin dan Abdurahman125,”suatu instrumen dikatakan
reliabel jika pengukurannya konsisten dan cermat akurat”. Jadi uji
reliabilitas instrumen dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
konsistensi dari instrumen sebagai alat ukur, sehingga hasil dari
pengukuran dapat dipercaya. Hasil pengukuran dapat dipercaya, jika dalam
beberapa pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subjek yang sama
diperoleh hasil yang relatif sama. Namun, bila perbedaannya sangat besar
maka hasil pengukuran tidak dapat dipercaya dan dikatakan tidak reliabel.
Uji reliabilitas dilakukan setelah dilakukannya uji validitas dan hanya
pada pertanyaan-pertanyaan yang telah dianggap valid. Untuk penelitian ini
digunakan pendekatan konsistensi internal (internal consistency). Teknik
yang dipakai adalah Alpha Cronbach. Untuk instrument yang yang dapat
diberikan sekor dan sekornya bukan 1 dan 0, ujicoba dapat dilakukan
dengan teknik sekali tembak, yaitu diberikan satu kali saja dan hasilnya
dianalisis dengan rumus alpha126. Atau jika koefisien yang di dapat >0.60,
maka instrumen tersebut reliabel127.
Adapun rumus koefisien alpha cronbach sebagai berikut:
rii =
2
1
2
11
k
k
Di mana rumus 2 =N
N
XX
22 )(
Keterangan : rii = Koefisien reliabilitas alpha k = Banyaknya butir pertanyaan
2 = Jumlah butir pertanyaan 2
1 = Varians total
125 M. Abdurahman dan Muhidin, SA, Op. Cit., hal. 37. 126 Suharsimi Arikunto, Op.Cit., hal. 236. 127 Deni Darmawan, Loc,Cit.
81
Hasil perhitungan reliabilitas secara manual sebagai berikut:128
Di mana rumus 2 =30
30
)3861(502835
2
= 30
7,496910028355
= 197,48
rii =
48,197
26,201
133
33
= 1,031 (0,897) = 0,9248 dibulatkan menjadi 0,925 Dasar pengambilan keputusan adalah bila r alpha > 0.60 maka butir
pernyataan dalam angket dinyatakan reliabel dan bila r alpha <0.60 maka
butir pernyataan dalam angket dinyatakan tidak reliable (menurut teori
Alpha Cronbach).129
Hasil perhitungan manual tersebut di atas juga sesuai dengan hasil
perhitungan dengan menggunakan program SPSS 23.0. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada lampiran 6, sedangkan kesimpuan uji reliabilitas
dengan SPSS dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.7 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Akuntabilitas Kepala Madrasah.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
N of Items
.925 33
Dari hasil uji reliabilitas tersebut diperoleh nilai alpha cronbach
sebesar 0,925 yang berarti lebih besar dari nilai alpha (0,925 > 0,60), maka
dapat dinyatakan bahwa instrumen akuntabilitas kepala madrasah telah
reliabel.
2. Instrumen Variabel Gaya Kepemimpinan (X1)
a. Definisi Konseptual
Gaya kepemimpinan adalah pola atau bentuk perilaku pemimpin
dalam memimpin atau mempengaruhi bawahannya untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan, agar tujuan tersebut dapat menjadi tujuan bersama.
128 Lampiran 6, hal. 301. 129 Juliansyah, Metodologi Penelitian Skripsi, Tesis, Disertasi & Karya Ilmiah (Jakarta: Kencana, 2012), hal. 165.
82
b. Definisi Operasional
Untuk mengukur variabel gaya kepemimpinan dibuat definisi
operasional berdasarkan teori gaya kepemimpinan maka diperoleh
indikator sebagai berikut: (1) memberikan instruksi; (2) mengadakan
konsultasi; (3) memiliki partisipasi; (4) mendelegasikan.
c. Kisi-kisi Instrumen Gaya Kepemimpinan
Berdasarkan definisi operasional tersebut, maka dapat dibuat kisi-
kisi instrumen penelitian sebagai berikut:
Tabel 3.8 Kisi-kisi Instrumen Variabel Gaya Kepemimpinan
d. Uji Validitas dan Reliabilitas Gaya Kepemimpinan
1) Uji Validitas Instrumen Gaya Kepemimpinan
Instrumen-instrumen tersebut akan diujicobakan pada 30
responden. Uji coba secara empiris dimaksudkan untuk menentukan
validitas butir sebagai dasar pemilihan butir-butir instrumen yang
berkualitas yang dapat digunakan dalam pengumpulan data.
Pengujian untuk menentukan signifikan atau tidak signifikan dengan
membandingkan nilai rhitung nilai untuk degree of freedom = n-k, dalam hal
ini 30-2 atau df 28 dan satu daerah sisi pengujian dengan alpha (�) 0,05
didapat rtabel sebesar 0,361. Jika nilai rhitung > rtabel maka butir tersebut
dinyatakan valid, namun jikan rhitung < rtabel butir dinyatakan tidak valid atau
gugur.130
130 Danang Sunyoto, Analisis Regresi dan Uji Hipotesis (Yogyakarta: CAPS 2011), hal. 72.
Indikator Instrumen Uji Coba Instrumen Setelah Uji Coba
Nomor Butir Jumlah
Butir Nomor Butir
Jumlah Butir
a. memberikan instruksi
1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11
11 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11
11
b. mengadakan konsultasi
12,13,14,15,16,17,18
7 12,13,14,15,16,17,18
7
c. memiliki partisipasi 19,20,21,22,23,24,
25,26,27,28,29,30
12 19,20,21,22,23,24
6
d. mendelegasikan 31,32,33,34,35,36, 37,38,39,40
10 25,26,27,28,29,30,31,32,33
9
TOTAL 40 33
83
Uji validitas untuk variabel akuntabilitas kepala madrasah dengan
menggunakan rumus Pearson product moment sebagai berikut:131
������� = �Σ ���� − �Σ ��. �Σ����{. Σ �� − �Σ ���}. {. Σ��� − �Σ����}
������� = Koefisen korelasi
Σ � = Jumlah skor item Σ�� = Jumlah skor total (seluruh item) n = Jumlah responden contoh perhitungan manual untuk butir 1:132 Σ � = X1 + X2 + …. +X30 = 3 + 3 + … + 4 = 119
Σ�� = Y1 + Y2 + …. +Y30 = 127 + 155 + … + 171 = 4743
Σ �� = X12+ X2
2 + …. +X302
= 9 + 9 + … + 16 = 483
��� = Y12 + Y2
2 + …. +Y302
= 16129+ 24025+ … + 29241= 756915
Σ ��� = X1Y1 + X2Y2 + …. + X30Y30 = 381+ 465+ … + 684= 18988
������� = 30�18988� − �119�. �4743��{30.483 − �119��}. {30.756915 − �4743��}
= ()*)+,- ()++./�{.++*,-.+.).}.{��/,/+(,-��+*),+*}
= 5416��329�. �211401� = 5416
√69550929 = 54168,339.72
= 0.626280022 dibulatkan menjadi 0.626
Berdasarkan rumus di atas maka diperoleh nilai rhitung = 0,626. Jika
dilihat pada tabel r pearson product moment untuk n=30 diketahui rtabel =
0,361, maka nilai rhitung > rtabel. Dengan demikian, maka butir pernyataan 1
dinyatakan valid. Uji validitas tersebut dilakukan pula untuk butir berikutnya.
Dari hasil uji validitas terhadap 40 butir pernyataan untuk variabel
gaya kepemimpinan terdapat 7 butir pernyataan yang tidak valid yaitu butir
22,23,24,26,29,30, dan 34. Dengan demikian terdapat 33 butir yang valid
dan itulah yang digunakan sebagai instrumen angket dan disebarkan
kepada sampel penelitian.
Perhitungan manual di atas sesuai dengan hasil uji validitas yang
dihasilkan dari program SPSS, sebagaimana dapat dilihat pada tabel
berikut:
131 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hal. 213. 132 Lampiran 3, hal. 262.
84
Tabel 3.9 Hasil Uji Validitas Instrumen Variabel Gaya Kepemimpinan133
Varibel Pernyataan rhitung rtabel Kesimpulan 1 2 3 4 5
Gaya Kepemimpinan (X1)
X1_1 0.626 0.361 Valid
X1_2 0.674 0.361 Valid
X1_3 0.543 0.361 Valid
X1_4 0.490 0.361 Valid
X1_5 0.600 0.361 Valid
X1_6 0.671 0.361 Valid
X1_7 0.502 0.361 Valid
X1_8 0.389 0.361 Valid
X1_9 0.542 0.361 Valid
X1_10 0.542 0.361 Valid
X1_11 0.701 0.361 Valid
X1_12 0.586 0.361 Valid
X1_13 0.445 0.361 Valid
X1_14 0.532 0.361 Valid
X1_15 0.378 0.361 Valid
X1_16 0.648 0.361 Valid
X1_17 0.408 0.361 Valid
X1_18 0.711 0.361 Valid
X1_19 0.622 0.361 Valid
X1_20 0.510 0.361 Valid
X1_21 0.502 0.361 Valid
X1_22 0.114 0.361 Invalid
X1_23 0.261 0.361 Invalid
X1_24 0.083 0.361 Invalid
X1_25 0.413 0.361 Valid
X1_26 0.349 0.361 Invalid
X1_27 0.473 0.361 Valid
X1_28 0.473 0.361 Valid
X1_29 0.330 0.361 Invalid
X1_30 0.336 0.361 Invalid
X1_31 0.471 0.361 Valid
X1_32 0.480 0.361 Valid
X1_33 0.512 0.361 Valid
X1_34 0.358 0.361 Invalid
X1_35 0.389 0.361 Valid
X1_36 0.395 0.361 Valid
X1_37 0.453 0.361 Valid
X1_38 0.560 0.361 Valid
X1_39 0.401 0.361 Valid
X1_40 0.546 0.361 Valid
Dari hasil uji validitas tersebut terlihat bahwa item yang tidak valid
sama jumlahnya antara yang dikerjakan secara manual dan yang
dikerjakan menggunakan program SPSS.
133 Lampiran 3., hal. 265.
85
2) Uji Reliabilitas Instrumen Gaya Kepemimpinan
Kriteria yang digunakan dalam penelitian ini adalah jika nilai hitung
alpha lebih besar (>) dari nilai rtabel, maka dapat dikatakan reliabel. Ada juga
yang berpendapat reliabel jika nilai r > 0,60.134
Rumus yang digunakan adalah alpha cronbach:
rii =
2
1
2
11
k
k
Di mana rumus 2 =N
N
XX
22 )(
Keterangan : rii = Koefisien reliabilitas alpha k = Banyaknya butir pertanyaan
2 = Jumlah butir pertanyaan 2
1 = Varians total
Hasil perhitungan reliabilitas secara manual sebagai berikut:135
Di mana rumus 2 =30
30
)3932(521182
2
= 30
515354.133521182
= 194.262
rii =
194.262
19.871
133
33
= 1,031 (0.898) = 0.9255 dibulatkan menjadi 0,926
Dasar pengambilan keputusan adalah bila r alpha > 0.60 maka butir
pernyataan dalam angket dinyatakan reliabel dan bila r alpha <0.60 maka
butir pernyataan dalam angket dinyatakan tidak reliable (menurut teori
Alpha Cronbach).136
Hasil perhitungan manual tersebut di atas juga sesuai dengan hasil
perhitungan dengan menggunakan program SPSS 23.0. Untuk lebih
134 Juliansyah, Metodologi Penelitian Skripsi, Tesis, Disertasi & Karya Ilmiah (Jakarta: Kencana, 2012), hal. 165. 135 Lampiran 7, hal. 304. 136 Juliansyah, Op. CIt. hal. 165
86
jelasnya dapat dilihat pada lampiran, sedangkan kesimpuan uji reliabilitas
dengan SPSS dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.10 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Gaya Kepemimpinan.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
N of Items
.926 33
Dari hasil uji reliabilitas tersebut diperoleh nilai alpha cronbach
sebesar 0,926 yang berarti lebih besar dari nilai alpha (0,926 > 0,60), maka
dapat dinyatakan bahwa instrumen gaya kepemimpinan telah reliabel.
3. Instrumen Variabel Kecerdasan Emosional (X2)
a. Definisi Konseptual
Kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang dalam
mengendalikan dirinya dari berbagai keadaan dengan tujuan untuk
menempatkan emosinya pada posisi yang tepat, sehingga akan diperoleh
energi positif pada jiwa seseorang yang berpengaruh pada fungsi sosial.
b. Definisi Operasional
Untuk mengukur variabel kecerdasan emosional dibuat definisi
operasional berdasarkan teori kecerdasan emosional meliputi:
1) Dimensi pengenalan diri dengan indikator: kesadaran emosi.
2) Dimensi pengendalian diri dengan indikator: kendali diri, dan dapat
dipercaya.
3) Dimensi motivasi dengan indikator: dorongan prestasi.
4) Dimensi empati dengan indikator: orientasi pelayanan.
5) Dimensi keterampilan sosial dengan indikator: pengikat jaringan.
c. Kisi-kisi Instrumen Kecerdasan Emosional
Berdasarkan definisi operasional tersebut, maka dapat dibuat kisi-
kisi instrumen penelitian sebagai berikut:
Tabel 3.11 Kisi-kisi Instrumen Variabel Kecerdasan Emosional
Dimensi Indikator Instrumen Uji Coba Instrumen Setelah Uji Coba
Nomor Butir Jumlah
Butir Nomor Butir
Jumlah Butir
1. Pengenalan diri
a. percaya diri
1,2,3,4,5 5 1,2,3,4, 4
2. Pengendali-an diri
b. kendali diri dan dapat dipercaya
6,7,8,9,10,11,12,13,14,15
10 5,6,7,8,9,10,11,12,13,14
10
87
Dimensi Indikator Instrumen Uji Coba Instrumen Setelah Uji Coba
Nomor Butir Jumlah
Butir Nomor Butir
Jumlah Butir
3. Motivasi c. dorongan prestasi
16,17,18,19,20,21
6 15,16,17,18,19 5
4. Empati d. orientasi pelayanan
22,23,24,25,26,27,
28,29,30,31
10 20,21,22,23,24,25
6
5. Keterampi-lan sosial
e. pengikat jaringan
32,33,34,35,36,37,
38,39,40
9 26,27, 28,29,30,31,32
7
TOTAL 40 32
d. Uji Validitas dan Reliabilitas Kecerdasan Emosional
1) Uji Validitas Instrumen Kecerdasan Emosional
Instrumen-instrumen tersebut akan diujicobakan pada 30
responden. Uji coba secara empiris dimaksudkan untuk menentukan
validitas butir sebagai dasar pemilihan butir-butir instrumen yang
berkualitas yang dapat digunakan dalam pengumpulan data.
Pengujian untuk menentukan signifikan atau tidak signifikan dengan
membandingkan nilai rhitung nilai untuk degree of freedom = n-k, dalam hal
ini 30-2 atau df 28 dan satu daerah sisi pengujian dengan alpha (�) 0,05
didapat rtabel sebesar 0,361. Jika nilai rhitung > rtabel maka butir tersebut
dinyatakan valid, namun jikan rhitung < rtabel butir dinyatakan tidak valid atau
gugur.137
Uji validitas untuk variabel akuntabilitas kepala madrasah dengan
menggunakan rumus Pearson product moment sebagai berikut:138
������� = �Σ ���� − �Σ ��. �Σ����{. Σ �� − �Σ ���}. {. Σ��� − �Σ����}
������� = Koefisen korelasi
Σ � = Jumlah skor item Σ�� = Jumlah skor total (seluruh item) n = Jumlah responden contoh perhitungan manual untuk butir 1:139
Σ � = X1 + X2 + …. +X30 = 4 + 4 + … + 4 = 129 Σ�� = Y1 + Y2 + …. +Y30 = 129+142 + … + 151= 4745
Σ �� = X12+ X2
2 + …. +X302
= 16 + 16 + … + 16 = 561
137 Danang Sunyoto,Op. Cit., hal. 72. 138 Suharsimi Arikunto, Op. Cit., hal. 213. 139 Lampiran 4, hal. 275.
88
��� = Y12 + Y2
2 + …. +Y302
= 16641 + 20164 + … + 22801= 756943
Σ ��� = X1Y1 + X2Y2 + …. + X30Y30 = 516 + 568 + … + 604= 20453
������� = 30�20453� − �129�. �4745��{30.561 − �129��}. {30.756943 − �4745��}
= ).0(*,- ).�.,(�{.)10,-.))+.}.{��/,1�*,-��(.(,�(}
= .+1(√0)(�/,1( = .+1(
),,+0./)
= 0.245707801 dibulatkan menjadi 0,246
Berdasarkan rumus di atas maka diperoleh nilai rhitung = 0,246. Jika
dilihat pada tabel r pearson product moment untuk n=30 diketahui rtabel =
0,361, maka nilai rhitung < rtabel. Dengan demikian, maka butir pernyataan 1
dinyatakan tidak valid. Uji validitas tersebut dilakukan pula untuk butir
berikutnya.
Dari hasil uji validitas terhadap 40 butir pernyataan untuk variabel
kecerdasan emosional terdapat 8 butir pernyataan yang tidak valid yaitu
butir 1,20,23,28,29,30,32, dan 37. Dengan demikian terdapat 32 butir yang
valid dan itulah yang digunakan sebagai instrumen angket dan disebarkan
kepada sampel penelitian.
Perhitungan manual di atas sesuai dengan hasil uji validitas yang
dihasilkan dari program SPSS, sebagaimana dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 3.12 Hasil Uji Validitas Instrumen Variabel Kecerdasan Emosional140
Varibel Pernyataan rhitung rtabel Kesimpulan 1 2 3 4 5
Kecerdasan Emosional (X2)
X2_1 0.246 0.361 Invalid
X2_2 0.674 0.361 Valid
X2_3 0.532 0.361 Valid
X2_4 0.613 0.361 Valid
X2_5 0.660 0.361 Valid
X2_6 0.567 0.361 Valid
X2_7 0.561 0.361 Valid
X2_8 0.504 0.361 Valid
X2_9 0.663 0.361 Valid
X2_10 0.586 0.361 Valid
X2_11 0.558 0.361 Valid
X2_12 0.578 0.361 Valid
X2_13 0.757 0.361 Valid
X2_14 0.578 0.361 Valid
X2_15 0.611 0.361 Valid
X2_16 0.506 0.361 Valid
140 Lampiran 4, hal. 275.
89
Varibel Pernyataan rhitung rtabel Kesimpulan 1 2 3 4 5
X2_17 0.706 0.361 Valid
X2_18 0.386 0.361 Valid
X2_19 0.735 0.361 Valid
X2_20 0.351 0.361 Invalid
X2_21 0.632 0.361 Valid
X2_22 0.505 0.361 Valid
X2_23 0.224 0.361 Invalid
X2_24 0.595 0.361 Valid
X2_25 0.405 0.361 Valid
X2_26 0.402 0.361 Valid
X2_27 0.484 0.361 Valid
X2_28 0.352 0.361 Invalid
X2_29 0.344 0.361 Invalid
X2_30 0.237 0.361 Invalid
X2_31 0.470 0.361 Valid
X2_32 0.270 0.361 Invalid
X2_33 0.478 0.361 Valid
X2_34 0.502 0.361 Valid
X2_35 0.453 0.361 Valid
X2_36 0.550 0.361 Valid
X2_37 -0.004 0.361 Invalid
X2_38 0.539 0.361 Valid
X2_39 0.627 0.361 Valid
X2_40 0.672 0.361 Valid
Dari hasil uji validitas tersebut terlihat bahwa item yang tidak valid
sama jumlahnya antara yang dikerjakan secara manual dan yang
dikerjakan menggunakan program SPSS.
2) Uji Reliabilitas Instrumen Kecerdasan Emosional
Kriteria yang digunakan dalam penelitian ini adalah jika nilai hitung
alpha lebih besar (>) dari nilai rtabel, maka dapat dikatakan reliabel. Ada juga
yang berpendapat reliabel jika nilai r > 0,60.141
Rumus yang digunakan adalah alpha cronbach:
rii =
2
1
2
11
k
k
Di mana rumus 2 =
N
N
XX
22 )(
Keterangan : rii = Koefisien reliabilitas alpha k = Banyaknya butir pertanyaan
141 Juliansyah, Op. Cit., hal. 165.
90
2 = Jumlah butir pertanyaan 2
1 = Varians total
Hasil perhitungan reliabilitas secara manual sebagai berikut:142
Di mana rumus 2 =
30
30
)3805(488109
2
= 30
482600.83488109
= 183.61
rii =
183.61
17.681
132
32
= 1.032(0.904) = 0,9326 dibulatkan menjadi 0,933
Dasar pengambilan keputusan adalah bila r alpha > 0.60 maka butir
pernyataan dalam angket dinyatakan reliabel dan bila r alpha <0.60 maka
butir pernyataan dalam angket dinyatakan tidak reliable (menurut teori
Alpha Cronbach).143
Hasil perhitungan manual tersebut di atas juga sesuai dengan hasil
perhitungan dengan menggunakan program SPSS 23.0. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada lampiran, sedangkan kesimpuan uji reliabilitas
dengan SPSS dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.13 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Kecerdasan Emosional.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
N of Items
.933 32
Dari hasil uji reliabilitas tersebut diperoleh nilai alpha cronbach
sebesar 0,933 yang berarti lebih besar dari nilai alpha (0,933 > 0,60), maka
dapat dinyatakan bahwa instrumen kecerdasan emosional telah reliabel.
142 Lampiran 8, hal. 307. 143 Juliansyah, Metodologi Penelitian Skripsi, Tesis, Disertasi & Karya Ilmiah (Jakarta: Kencana, 2012), hal. 165.
91
4. Instrumen Variabel Pengambilan Keputusan (X3)
a. Definisi Konseptual
Pengambilan keputusan adalah suatu proses pemilihan alternatif
terbaik dari beberapa alternatif secara sadar dan sistematis digunakan
sebagai sarana pemecahan suatu masalah.
b. Definisi Operasional
Untuk mengukur variabel pengambilan keputusan dibuat definisi
operasional berdasarkan teori pengambilan keputusan meliputi:
1) Dimensi model perilaku dengan indikator: memilih alternatif terbaik.
2) Dimensi model informasi dengan indikator: menggali informasi berasal
dari orang yang dipercaya
3) Dimensi model normatif dengan indikator: menyelesaikan masalah
secara sadar dan sistematis.
c. Kisi-kisi Instrumen Pangambilan Keputusan
Tabel 3.14 Kisi-kisi Instrumen Variabel Pengambilan Keputusan
Dimensi Indikator Instrumen Uji Coba Instrumen Setelah Uji Coba
Nomor Butir Jumlah
Butir Nomor Butir
Jumlah Butir
1. Model Perilaku
a. pilihan alternatif terbaik
1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,
14,15
15 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14
14
2. Model Informasi
b. menggali informasi berasal dari orang yang dipercaya
16,17,18,19,20,21,22,23
8 15,16,17,18,19 5
3. Model Normatif
c. Menyelesai-kan masalah secara sadar dan sistematis
24,25,26,27,28,29,30,31,32,33,34,35,36,37,
38,39,40
17 20,21,22,23,24,25,26,27,28, 29,30,31,32
13
TOTAL 40 32
d. Uji Validitas dan Reliabilitas Pengambilan Keputusan
1) Uji Validitas Instrumen Pengambilan Keputusan
Instrumen-instrumen tersebut akan diujicobakan pada 30
responden. Uji coba secara empiris dimaksudkan untuk menentukan
validitas butir sebagai dasar pemilihan butir-butir instrumen yang
berkualitas yang dapat digunakan dalam pengumpulan data.
Pengujian untuk menentukan signifikan atau tidak signifikan dengan
membandingkan nilai rhitung nilai untuk degree of freedom = n-k, dalam hal
ini 30-2 atau df 28 dan satu daerah sisi pengujian dengan alpha (�) 0,05
92
didapat rtabel sebesar 0,361. Jika nilai rhitung > rtabel maka butir tersebut
dinyatakan valid, namun jikan rhitung < rtabel butir dinyatakan tidak valid atau
gugur.144
Uji validitas untuk variabel pengambilan keputusan dengan
menggunakan rumus Pearson product moment sebagai berikut:145
������� = �Σ ���� − �Σ ��. �Σ����{. Σ �� − �Σ ���}. {. Σ��� − �Σ����}
������� = Koefisen korelasi
Σ � = Jumlah skor item Σ�� = Jumlah skor total (seluruh item) n = Jumlah responden contoh perhitungan manual untuk butir 1:146
Σ � = X1 + X2 + …. +X30 = 3 + 5 + … + 4 = 121
Σ�� = Y1 + Y2 + …. +Y30 = 120 + 153 + … + 166 = 4671
Σ �� = X12+ X2
2 + …. +X302
= 9 + 25 + … + 16 = 501
��� = Y12 + Y2
2 + …. +Y302
= 14400 + 23409 + … + 27556 = 733367
Σ ��� = X1Y1 + X2Y2 + …. + X30Y30 = 360 + 765 + … + 664 = 19010
������� = 30�19010� − �121�. �4671��{30.501 − �121��}. {30.733367 − �4671��}
= 570300 − 565191�{15030 − 14641}. {22001010 − 21818241}
= 5109√71097141 = 5109
8,431.91 = 0.6059 dibulatkan menjadi 0,606
Berdasarkan rumus di atas maka diperoleh nilai rhitung = 0,606. Jika
dilihat pada tabel r pearson product moment untuk n=30 diketahui rtabel =
0,361, maka nilai rhitung > rtabel. Dengan demikian, maka butir pernyataan 1
dinyatakan valid. Uji validitas tersebut dilakukan pula untuk butir berikutnya.
Dari hasil uji validitas terhadap 40 butir pernyataan untuk variabel
pengambilan keputusan terdapat 8 butir pernyataan yang tidak valid yaitu
butir 12,18,21,22,28,29,31, dan 34. Dengan demikian terdapat 32 butir yang
valid dan itulah yang digunakan sebagai instrumen angket dan disebarkan
kepada sampel penelitian.
144 Danang Sunyoto, Op. Cit., hal. 72. 145 Suharsimi Arikunto, Op. Cit., hal. 213. 146 Lampiran 5, hal. 288.
93
Perhitungan manual di atas sesuai dengan hasil uji validitas yang
dihasilkan dari program SPSS, sebagaimana dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 3.15 Hasil Uji Validitas Instrumen Varibel Pengambilan Keputusan (X3)147
Varibel Pernyataan rhitung rtabel Kesimpulan 1 2 3 4 5
Pengambilan Keputusan (X3)
X3_1 0.606 0.361 Valid
X3_2 0.423 0.361 Valid
X3_3 0.738 0.361 Valid
X3_4 0.735 0.361 Valid
X3_5 0.473 0.361 Valid
X3_6 0.559 0.361 Valid
X3_7 0.531 0.361 Valid
X3_8 0.619 0.361 Valid
X3_9 0.376 0.361 Valid
X3_10 0.581 0.361 Valid
X3_11 0.507 0.361 Valid
X3_12 0.331 0.361 Invalid
X3_13 0.587 0.361 Valid
X3_14 0.414 0.361 Valid
X3_15 0.526 0.361 Valid
X3_16 0.443 0.361 Valid
X3_17 0.490 0.361 Valid
X3_18 0.327 0.361 Invalid
X3_19 0.677 0.361 Valid
X3_20 0.513 0.361 Valid
X3_21 0.200 0.361 Invalid
X3_22 0.301 0.361 Invalid
X3_23 0.503 0.361 Valid
X3_24 0.759 0.361 Valid
X3_25 0.365 0.361 Valid
X3_26 0.741 0.361 Valid
X3_27 0.472 0.361 Valid
X3_28 0.345 0.361 Invalid
X3_29 -0.197 0.361 Invalid
X3_30 0.477 0.361 Valid
X3_31 0.288 0.361 Invalid
X3_32 0.373 0.361 Valid
X3_33 0.500 0.361 Valid
X3_34 0.335 0.361 Invalid
X3_35 0.511 0.361 Valid
X3_36 0.775 0.361 Valid
X3_37 0.480 0.361 Valid
X3_38 0.549 0.361 Valid
X3_39 0.579 0.361 Valid
X3_40 0.423 0.361 Valid
147 Lampiran 5, hal. 288.
94
Dari hasil uji validitas tersebut terlihat bahwa item yang tidak valid
sama jumlahnya antara yang dikerjakan secara manual dan yang
dikerjakan menggunakan program SPSS.
2) Uji Reliabilitas Instrumen Pengambilan Keputusan
Kriteria yang digunakan dalam penelitian ini adalah jika nilai hitung
alpha lebih besar (>) dari nilai rtabel, maka dapat dikatakan reliabel. Ada juga
yang berpendapat reliabel jika nilai r > 0,60.148
Rumus yang digunakan adalah alpha cronbach:
rii =
2
1
2
11
k
k
Di mana rumus 2 =
N
N
XX
22 )(
Keterangan :
rii = Koefisien reliabilitas alpha k = Banyaknya butir pertanyaan
2 = Jumlah butir pertanyaan 2
1 = Varians total
Hasil perhitungan reliabilitas secara manual sebagai berikut:149
Di mana rumus 2 =
30
30
)3732(469422
2
= 30
5,716416469422
= 172.04
rii =
0.432
17.891
132
32
= 1.032 (0.896) = 0.9246 dibulatkan menjadi 0,925
Dasar pengambilan keputusan adalah bila r alpha > 0.60 maka butir
pernyataan dalam angket dinyatakan reliabel dan bila r alpha < 0.60 maka
butir pernyataan dalam angket dinyatakan tidak reliable (menurut teori
Alpha Cronbach).150
148 Juliansyah, Loc. Cit. 149 Lampiran 9, hal. 310. 150 Juliansyah, Loc. Cit.
95
Hasil perhitungan manual tersebut di atas juga sesuai dengan hasil
perhitungan dengan menggunakan program SPSS 23.0. Kesimpuan uji
reliabilitas dengan SPSS dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.16 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Pengambilan Keputusan.
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.925 32
Dari hasil uji reliabilitas tersebut diperoleh nilai alpha cronbach
sebesar 0,925 yang berarti lebih besar dari nilai alpha (0,925 > 0,60), maka
dapat dinyatakan bahwa instrumen pengambilan keputusan telah reliabel.
D. Jenis dan Sumber Data
1. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Data primer adalah data yang dihimpun langsung oleh seorang peneliti
umumnya dari hasil observasi terhadap situasi sosial dan atau diperoleh
dari tangan pertama atau subjek (informen) melalui proses
wawancara.151 Sedangkan menurut Suprianto dan Machfudz data primer
adalah data yang diambil dari lapangan (enumerator) yang diperoleh
melalui pengamatan, wawancara dan kuesioner.152 Data primer dalam
penelitian ini berasal dari jawaban angket yang berupa instrument
penelitian yang dikembangkan dari kisi-kisi dari setiap variabel
penelitian.
b. Data sekunder, menurut Mukhtar data sekunder dikenal juga sebagai
data-data pendukung atau pelengkap data utama yang dapat digunakan
peneliti.153 Dengan kata lain, data sekunder yaitu data yang diperoleh
dengan tujuan sebagai pelengkap data primer.
151 Mukhtar, Metode Praktis Penelitian Deskriptif Kualitatif (Jakarta: Referensi, 2013), hal. 100. 77 152 Supriyanto, Ahmad Sani, dan Masyhuri Machfudz. Metodologi Riset Manajemen Sumberdaya Manusia (Malang: UIN Maliki Press, 2010), hal. 191. 153 Mukhtar, Op. Cit., hal. 100.
96
2. Sumber Data
Sumber data adalah hal atau orang tempat peneliti mengamati,
membaca atau bertanya tentang data. Secara umum sumber data dapat
diklasifikasikan menjadi tiga jenis yaitu: person, paper dan place.154
Berdasarkan penjelasan di atas yang dimaksud dengan sumber data
dalam penelitian ini adalah madrasah yang dipilih sebagai subjek, dokumen
yang berkaitan dengan judul penelitian, dan guru Madrasah Aliyah Negeri
sebagai responden penelitian.
E. Teknik Analisis Data
1. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif digunakan untuk mencari harga rata-rata, median,
modus, simpangan baku, jangkauan, nilai maksimum dan minimum.
Selanjutnya distribusi frekwensi divisualisasikan melalui tabel dan grafik
histogram.
2. Pengujian Persyaratan Analisis
Dalam penelitian ini uji persyaratan analisis data yang digunakan
adalah uji normalitas, uji homogenitas dan uji linearitas regresi.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas sampel adalah mengadakan pengujian terhadap
normalitas sebaran sampel yang akan dianalisis. Uji normalitas adalah uji
untuk mengetahui apakah data empirik yang didapatkan dari lapangan itu
sesuai dengan distribusi teori tertentu, dalam kasus ini distribusi normal.155
Untuk uji normalitas data, peneliti menggunakan uji chi kuadrat
dengan langkah sebagai berikut:
1) Membuat tabel distribusi kelompok. 2) Menghitung rata-rata dengan rumus:
1
11
f
xf
Keterangan: f1 = frekwensi kelas ke-i x1= titik tengah kelas ke-i
3) Menghitung simpangan baku dengan rumus:
154 Suharsimi Arikunto, Op.Cit., hal. 129. 155 Tukiran Taniredja dan Hidayati Mustafidah, Op.Cit., hal. 140.
97
)1(
)( 2
11
2112
nn
xfxfS
Dengan n= banyaknya sampel 4) Menentukan Nilai Z dengan rumus
SD
xbkz
Dengan bk= batas nyata kelas interval 5) Menghitung luas daerah dengan menggunakan tabel luas daerah
bawah lengkung normal standar dari 0 ke Z untuk setiap Z yang diperoleh
6) Menghitung luas daerah (ld) tiap interval yaitu selisih dari luas kedua daerahnya.
7) Menghitung frekwensi ekspektasi (fh) dengan rumus: fh= nXld
8) Menghitung harga chi kuadrat dengan rumus:
h
h
f
ffX
)( 02
Dengan fo= frekwensi kelompok 9) Membandingkan harga X2
hitung dengan X2tabel untuk tarif α dan dk=k-4 di
mana k adalah banyaknya kelas. Jika X2 hitung < X2
tabel data berdistribusi normal.156
b. Uji Homogenitas
Menurut Zulkifli pengujian homogenitas dimaksudkan untuk
memberikan keyakinan bahwa sekumpulan data yang dimanipulasi dalam
serangkaian analisis memang berasal dari populasi yang tidak jauh berbeda
keragamannya. Uji homogenitas yang akan dibahas dalam tulisan ini
adalah Uji Bartlett.157 Langkah-langkah dalam uji Barlett sebagai berikut:
1) Data dikelompokkan untuk menentukan frekuensi-frekuensi varian dan jumlah kelas.
2) Membuat table uji Bartlett 3) Menghitung varian gabungan dari suatu sampel, dengan rumus:
)1(
)1(212
in
SnS
4) Menghitung satuan B dengan rumus:
)1()(log 2
inSB
5) Menghitung X2 (Chi Kuadrat) dengan rumus:
156 Ibid., hal. 141. 157 Riduwan, Dasar-dasar Statistika (Bandung: Alfabeta, 2011), hal. 184.
98
2
1
2 log)1()10(ln SnBx i
6) Membandingkan Chi Kuadrat hitung dengan Chi Kuadrat tabel. Apabila Chi Kuadrat hitung lebih kecil Chi Kuadrat tabel, maka data terdistribusi homogen.158
c. Uji Linearitas Regresi
Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel
mempunyai hubungan yang linear atau tidak secara signifikan. Uji ini
biasanya digunakan sebagai prasyarat dalam analisis korelasi atau regresi
linear.
Analisis korelasi merupakan suatu suatu analisis untuk mengetahui
tingkat keeratan hubungan antara dua variabel. Sedangkan analisis regresi
merupakan salah satu analisis yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh
suatu variabel terhadap variabel lain.159
Untuk mengetahui besarnya kontribusi variabel bebas terhadap
variabel terikatnya diperlukan perhitungan koefisien korelasi. Dalam regresi
linier sederhana, koefisien korelasi merupakan kuadrat korelasi antara Y
dan X. Adapun bentuk umum rumus uji linearitas berganda adalah:160
eXbXbXbXbaY kk ...332211
Keterangan: Y = Variabel Terikat X1,X2,X3,…,Xk = Variabel Bebas a = konstanta b = koefisien regresi e = kesalahan pengganggu, artinya nilai-nilai dari
variabel lain yang tidak dimasukkan dalam persamaan. Nilai ini biasanya tidak dihiraukan dalam perhitungan.
Harga koefisien a dan b dapat dihitung dengan rumus:
22
2
.
..
XXN
YXXYXa
22.
..
XXN
YXXYNb
158 Suharsimi Arikunto, Op.Cit., hal 414. 159 Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya Ilmiah (Jakarta: Kencana, 2013), hal. 179. 160 M. Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Materi Statistik 1 (Statistik Deskriptif) (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), hal. 269.
99
3. Analisis Inferensial
Analisis inferensial diterapkan untuk menguji hipotesis yang diajukan
dengan menggunakan statistik multivarian, yaitu teknik statistik yang akan
digunakan untuk menjawab hipotesis yang diajukan. Hipotesis asosiatif diuji
dengan teknik korelasi. Dalam analisis ini karena data yang dikorelasikan
berbentuk interval, dan dari sumber data yang sama. Untuk itu teknik yang
digunakan adalah korelasi product moment.
Untuk menguji signifikansi hubungan, apakah hubungan itu berlaku
untuk seluruh populasi, maka perlu diuji signifikansinya. Untuk uji koefisien
korelasi Pearson, uji statistiknya menggunakan uji-t161 dengan rumus
sebagai berikut:
Ketentuannya adalah bila thitung lebih kecil dari ttabel, maka Ho diterima
dan Ha ditolak. Tetapi sebaliknya thitung lebih besar dari ttabel maka Ha
diterima dan Ho ditolak.162
F. Hipotesis Statistik
Hipotesis Statistik adalah pernyataan atau dugaan mengenai satu
atau lebih populasi. Hipotesis statistik secara umum dapat dibedakan
menjadi empat macam, yaitu: hipotesis nihil (H0), hipotesis riset (Hr),
hipotesis alternatif (Ha) dan hipotesis penyearah (directional hypothesis).163
Hipotesis statistik dalam penelitian ini adalah164
1. Ho : ρy1 = 0
Ha : ρy1 ≠ 0
Ho: Akuntabilitas kepala madrasah (Y) tidak berkorelasi signifikan dengan gaya kepemimpinan (X1).
Ha: Akuntabilitas kepala madrasah (Y) berkorelasi signifikan dengan gaya kepemimpinan (X1).
2. Ho : ρy2 = 0
Ha : ρy2 ≠ 0
Ho: Akuntabilitas kepala madrasah (Y) tidak berkorelasi signifikan dengan kecerdasan emosional (X2)).
161 Agus Irianto, Statistik; Konsep Dasar, Aplikasi, dan Pengembangannya (Jakarta: Kencana, 2015), hal. 146. 162 Sugiyono, Op. Cit., hal. 184. 163 Sukardi, Op.Cit., hal. 43-45. 164 Tim Revisi Buku Panduan Tesis dan Disertasi, Buku Panduan Penulisan Tesis dan Disertasi (Jambi: Pascasarjana IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, 2015), hal. 44.
2 ������ = � √ − 2�1 − ����
100
Ha: Akuntabilitas kepala madrasah (Y) berkorelasi signifikan dengan kecerdasan emosional (X2).
3. Ho : ρy3 = 0
Ha : ρy3 ≠ 0
Ho: Akuntabilitas kepala madrasah (Y) tidak berkorelasi signifikan dengan pengambilan keputusan (X3).
Ha: Akuntabilitas kepala madrasah (Y) berkorelasi signifikan dengan pengambilan keputusan (X3).
4. Ho : ρy.123 = 0
Ha : ρy.123 ≠ 0
Ho: Akuntabilitas kepala madrasah (Y) tidak berkorelasi signifikan dengan gaya kepemimpinan (X1), kecerdasan emosional (X2) dan pengambilan keputusan (X3).
Ha: Akuntabilitas kepala madrasah (Y) berkorelasi signifikan dengan gaya kepemimpinan (X1), kecerdasan emosional (X2) dan pengambilan keputusan (X3).
Keterangan: Ho : Hipotesis nol Ha : Hipotesis alternatif
ρy1 : Korelasi antara variabel Y dengan X1
ρy2 : Korelasi antara variabel Y dengan X2
ρy3 : Korelasi antara variabel Y dengan X3
ρy.123 : Korelasi antara variabel Y dengan X1, X2 dan X3 secara bersama-
sama
G. Rencana dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksankan pada bulan Juni 2017 sampai dengan
bulan Desember 2017. Tempat penelitian di MAN 1 Sarolangun, MAN 1
Muara Bungo dan MAN Model Jambi. Adapun rencana dan waktu
penelitiannya sebagaimana terdapat dalam table berikut ini:
Table 3.17 Rencana dan Waktu Penelitian
No Rencana Kegiatan
Waktu Pelaksanaan
Juni-Juli 2017
Agustus-September
2017
November-Desember
2017 1 Menyampaikan izin riset kepada
pihak sekolah yang dijadikan objek penelitian
√
2 Menyebarkan angket penelitian √ 3 Mengumpulkan dan mengambil
angket penelitian yang sudah diedarkan
√
101
No Rencana Kegiatan
Waktu Pelaksanaan
Juni-Juli 2017
Agustus-September
2017
November-Desember
2017 4 Melakukan dokumentasi sebagai
data pendukung atas angket yang telah diedarkan
√
5 Mengolah dan menganalisis data penelitian
√
6 Menyusun laporan penelitian dalam bentuk disertasi
√
102
BAB IV DESKRIPSI LOKASI, HASIL PENELITIAN, DAN ANALISIS
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada guru MAN di Provinsi Jambi, yaitu pada
Kota Jambi, Kabupaten Bungo, dan Kabupaten Sarolangun. Sedangkan
sekolah yang peneliti pilih sebagai keterwakilan wilayah adalah MAN Model
Jambi mewakili wilayah Tengah, MAN 1 Bungo mewakili wilayah Barat, dan
MAN 1 Sarolangun mewakili wilayah Selatan.
1. MAN Model Jambi
a. Sejarah MAN Model Jambi
Latar belakang sejarah MAN Jambi yang berada dikomplek
perguruan Jl. Adityawarman Thehok adalah bersal dari komplek PGAN
Jambi yang luasnya mencapai 4.3 Ha yang dibeli dari dana anggaran
Negara melalui DIP tahun 1969 oleh Asy’ari Thoha, BA (kepala PGAN 6
tahun Jambi/PGAN Jambi periode III Tahun 1967-1983). Pada tahun 1973
komplek PGAN ini muloai dibangun secara bertahap sebanyak 6 lokal dan
pada tahun 1974 aktifitas belajar mengajar PGAN jambi yang waktu itu
masih 6 tahun mulai dilaksanakan dan tahun 1975 PGAN Jambi yang
semula berlokasi di Jl. Hayam Wuruk Simpang Jelutung Jambi secara
keseluruhannya pindah ke komplek perguruan ini.
Untuk diketahui bersama bahwa PGAN 6 tahun Jambi yang semula
berada di komplek sekolah di Jelutung bersam SMP N 4 Jambi sejak tahun
1967-1975. Adapun sejarah awal dari keberadaan PGAN Jambi adalah
sebagai berikut:
1) Pada tahun 1959/1960 PGA 4 Tahun mulai didirikan yang berlokasi di
pakuan baru dipimpin oleh H. Nurdin Yusuf yang merupakan masa
periode awal/ pertama hingga tahun 1965.
103
2) Mulai tahun ajaran 1963/ 1964 PGAN 4 Jambi kemudian dikembangkan
menjadi PGAN 6 tahun Jambi yang berlokasi di pakuan baru kemudian
pindah di komplek sekolah bekas sekolah cina di Jelutung Jl. Hayam
Wuruk Jambi.
Berkat dari sejarah singkat PGAN 6 tahun Jambi yang kemudian
tahun 1978 PGAN 6 tahun Jambi mengalami alih fungsi atau perubahan
menjadi PGAN Jambi selama 3 tahun setingkat SMA dan menjadi MTs N
Jambi selama 3 tahun setingkat SMP yang saat itu masih di bawah
pimpinan Asy’ari Thoha, BA (periode III) yang kemudian tahun 1983 PGAN
jambi dipimpin oleh Drs. H.A. Razak Hazzal hingga tahun 1989 (periode IV).
Selama dalam perjalanan PGAN (3 tahun) Jambi telah menghasilkan
tenaga guru yang cukup besar dan kemudian sebagai realisasi keputusan
menteri agama RI nomor 64 tahun 1990 tanggal 25 April 1990, maka PGAN
jambi yang dipimpin oleh Drs. Selamat Wasito (masa tugas 1989-1994
periode PGAN ke V dan periode I kepala MAN) dialih menjadi Madrasah
Aliyah Negeri Jambi, sehingga dengan itu angka pada tahun ajaran
1990/1991 MAN Jambi merupakan tahun pertama penerimaan siswa kelas
I dengan jumlah siswa-siswi yang diterima sebanyak 299 orang. Di samping
secara bertahap penyelenggaraan program kegiatan belajar mengajar
kelas II dan kelas III PGAN Jambi.
Untuk tahun ajaran 1992/1993 adalah masa berakhirnya siswa
PGAN Jambi secara keseluruhannya yang berarti bahwa MAN Jambi telah
memiliki kelas I, II dan III yang pada saat itu siswa berjumlah 521 orang.
Madrasah Aliyah Negeri Jambi selanjutnya mengalami perubahan
diawal kepemimpinan Dr. Arfah Hap (Mulai bertugas sejak 9 September
1994 yang merupakn masa bhakti periopde II kepala MAN Jambi tahun
1994 hingga tahun 2002) dan mulai tahun ajaran 1998/1999 MAN Jambi
mengalami perubahan status menjadi MAN Model Jambi berdasarkan
keputusan Dirjen Bimbingan Islam Departemen Agama RI No. E.IV/
PP.00.6/Kep/17.A/1998 tanggal 20 Februari 1998. Perubahan status
menjadi MAN Model Jambi dimaksudkan agar MAN Jambi dipacu sebagai
104
pusat pembelajaran, pembinaan dan dapat dijadikan contoh bagi Madrasah
Aliyah lainnya dalam provinsi Jambi.
b. Visi & Misi MAN Model Jambi
1) Visi
Visi MAN Model Jambi adalah “menjadi lembaga pendidikan yang
Islami, berkualitas, populis dan mandiri”.
2) Misi
Sedangkan misi yang dilaksanakan untuk mewujudkan visi yang
telah ditetapkan adalah:
a) Menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai islami pada siswa,
guru dan karyawan.
b) Membudayakan sikap dan prilaku yang islami bagi semua
komponen madrasah.
c) Mengembangkan budaya yang berorientasi pada mutu dalam
setiap aktifitas pendidikan.
d) Mengembangkan wawasan dan kompetensi peserta didik di bidang
ilmu pengetahuan dan teknologi dengan tidak melepaskan nilai-
nilai ajaran Islam.
e) Menampilkan citra positif madrasah pada masyarakat.
f) Mengembangkan metode pembelajaran yang mampu
menumbuhkembangkan potensi diri peserta didik agar menjadi
pribadi-pribadi yang mandiri yang ditandai oleh kemampuan berfikir
logis, kritis dalam menemukan, menganalisis dan memecahkan
masalah.
g) Mengembangkan budaya belajar baik tenaga pendidik maupun
peserta didik untuk menjadi seorang pelajar sepanjang hayat yang
ditandai dengan meningkatnya kegemaran membaca dan menulis.
h) Mengembangkan potensi akademik, vokasional, dan estetika yang
dimiliki siswa menjadi sebuah kopetensi kecakapan hidup (Life
Skill).
105
c. Kebijakan Mutu MAN Model Jambi
1) Menerapkan Sistem Manajemen Mutu (SMM) SNI ISO 9001:2008
dalam rangka melakukan peningkatan kinerja secara berkelanjutan
di bidang akademik (academic excellence) dan di bidang layanan
prima (service excellence)
2) Meningkatkan keunggulan kompetitif berbasis integrasi keilmuan.
3) Meningkatkan mutu dan daya saing lulusan.
4) Meningkatkan mutu dan relevansi proses pembelajaran.
5) Meningkatkan kapasitas institusi dan sumber daya manusia dalam
manajemen pelayanan pendidikan.
6) Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas manajerial.
7) Memperluas jejaring kerjasama nasional dan internasional.
8) Memenuhi persyaratan peraturan dan perundangan yang berlaku.
d. Sasaran Mutu MAN Model Jambi
1) Tercapainya tingkat kepuasan pelanggan sebesar 80%.
2) Tercapainya kehadiran tepat waktu bagi guru, karyawan dan siswa
sebesar 90%.
3) Tercapainya sosialisasi dokumentasi sistem manajemen mutu
terhadap seluruh civitas akademika MAN Model Jambi dengan
tingkat pemahaman 80%.
4) Tercapainya kelengkapan sarana dan prasarana sebesar 80%
sesuai standar BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan).
5) Tercapainya tingkat kelulusan ujian nasional 100% dengan
kualifikasi A
6) Terwujudnya prestasi sebesar 75% pada setiap lomba akademik
eksternal minimal masuk 5 besar pada tingkat Provinsi dan juara I
pada tingkat Kota.
7) Terwujudnya prestasi sebesar 75% pada setiap lomba non akademik
eksternal minimal masuk 3 besar pada tingkat Provinsi.
106
8) Terwujudnya promosi madrasah melalui lomba akademik ataupun
non akademik tingkat Madrasah Aliyah se provinsi Jambi.
9) Peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam bidang akademik,
manajerial dan teknis melalui pendidikan dan pelatihan sebesar
100%.
10) Terlaksananya MoU (Memorandum of Understanding) dengan
lembaga lain bertaraf Nasional minimal 2 lembaga sebagai wadah
pengembangan potensi siswa.
11) Terlaksananya pelaporan keuangan tepat waktu yang akuntabel.
e. Sarana dan Prasarana MAN Model Jambi
Sarana dan prasarana di MAN Model Jambi dapat dilihat pada table
berikut:
Tabel 4.1. Sarana dan prasarana di MAN Model Jambi
No Jenis Bangunan Jumlah Kondisi 1 Ruang kelas (ruang belajar) 28 unit Baik dan layak 2 Ruang keterampilan/workshop 3 unit Baik dan layak 3 Laboratorium IPA 3 unit Cukup layak 4 Laboratorium Bahasa 2 unit Cukup Layak 5 Laboratorium Komputer 2 unit Baik dan layak 6 Perpustakaan 1 unit Baik dan layak 7 Ruang Guru 1 unit Baik dan layak 8 Ruang Kepala/TU 1 unit Baik dan layak 9 Aula 1 unit Baik dan layak 10 Asrama siswa 16 kamar Kurang layak 11 Ruang UKS 1 unit Baik dan layak 12 Ruang BK 1 unit Baik dan Layak 13 Wisma Kamar Baik dan layak 14 WC Guru/Tu 4 unit Baik dan layak 15 WC Siswa 19 unit Baik dan layak 16 Ruang Kegiatan Diklat PSBB 5 buah Baik dan layak 17 Ruang makan 1 buah Baik dan layak 18 Kantin siswa 1 buah Baik dan Layak 19 Masjid 1 buah Baik dan layak 20 Sarana olah raga 6 unit Baik dan layak
107
f. Struktur Organisasi
Gambar 4.1 Struktur Organisasi Man Model Jambi
g. Daftar Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Jumlah tenaga pendidik yang ada di MAN Model Jambi yaitu 87
orang dan tenaga kependidikan 27 orang.
h. Data Peserta Didik MAN Model Jambi
Pada tahun pelajaran 2016-2017 peserta didik di MAN Model Jambi
berjumlah 1185 siswa yang tersebar pada 35 lokal dengan jumlah jurusan
yaitu 3. Kelas X dengan jumlah siswa 418, kelas XI dengan jumlah siswa
380, dan kelas XII dengan jumlah siswa 387.
2. MAN Muara Bungo
a. Sejarah Singkat Berdirinya MAN Muara Bungo
Madarasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Muara Bungo yang beralamat di
Jalan Protokol Komplek Perumnas Rimbo Tengah ini berdiri pada tahun
1979 yang pada waktu itu status kelembagaanya adalah swasta, yaitu
108
Madrasah Aliyah Swasta (MAS) Muara Bungo, namun sejalan dengan
perkembangan dunia pendidikan dan dikarenakan madrasah ini merupakan
madrasah aliyah yang paling diminati ketika itu, serta berdirinya beberapa
lembaga-lembaga pendidikan baik yang bernuansa Islam maupun yang
bersifat umum dan untuk mengidentifikasi keberadaan Madrasah Aliyah
Swasta (MAS) yang pertama berdiri di kabupaten Bungo ini, maka dalam
kurun waktu tiga tahun secara resmi madrasah ini menjadi Madrasah Aliyah
Negeri (MAN) pada tahun 1982 dengan Nomor Statistik Madrasah (NSM)
311.15.02.03.004.
Pada perkembangan berikutnya, madrasah ini tergolong dalam salah
satu madrasah yang perkembangannya sangat pesat di kabupaten Bungo.
Hal ini dibuktikan dengan perkembangan pembangunan dan banyaknya
masyarakat yang berminat menyekolahkan anaknya pada madrasah ini.
Oleh karena lamanya Madarasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Muara Bungo ini
berdiri dan berkembang di kabupaten Bungo, tentunya sesuai dengan
aturan birokrasi bahwa madrasah ini telah mengalami beberapa kali
berganti penguasa atau pengelola (kepala madrasah) yang sekarang
dikepalai oleh Ibu Dra. Hj. Nurbeda, S.Pd., M.Pd.I.
Adapun beberapa orang yang pernah menjadi manajer atau kepala
madrasah pada madrasah ini adalah:
Tabel 4.2. Nama Kepala MAN 1 Muara Bungo dari Masa ke Masa
No N a m a Masa jabatan
1. Drs. As’ad Syam 1983 – 1991
2. A. Yani, S.Ag 1991 – 1993
3. Drs. Adnan Abubakar 1994 – 2003
4. Drs. M. Sobri A, M.Ag 2003 – 2006
5. Syafril Mawis, S.Ag 2006 – 2010
6. Drs. Khairul Saleh, S.Pd 2010 – 2013
7. Dra. Hj. Nurbeda, S.Pd., M.Pd.I 2013 - 2018
109
Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Muara Bungo adalah salah satu
lembaga pendidikan tingkat menengah atas berciri khas Islam yang
terdapat di kabupaten Bungo memiliki letak geografis yang sangat strategis
jika dikaitkan dengan kebutuhan pembelajaran, karena lingkungannya
sangat jauh dari kebisingan dan masyarakatnya terdiri dari orang-orang
yang terdidik. Jika dikaitkan dengan mutu, madrasah ini layak menjadi
madrasah yang harus dibina oleh pemerintah melalui Kementerian Agama
tentunya, karena madrasah ini selain terletak di lingkungan perkantoran
pemerintahan kabupaten Bungo dan juga terletak tidak jauh dari pusat
pembelanjaan atau keramaian kota Muara Bungo, sehingga lingkungan dan
lokasi ini merupakan peluang yang sangat baik bagi Kementerian Agama
untuk berdakwah menyeberluaskan serta memperkenalkan pendidikan
agama Islam kepada masyarakat Bungo.
Madrasah ini terletak di jalan Protokol komplek Perumahan Nasional
(PERUMNAS) Rimbo Tengah kelurahan Cadika kecamatan Rimbo Tengah
dengan luas tanah 12.663 M3, dengan batas-batas sebagai berikut:
1) Sebelah Barat berbatasan dengan Perumnas Rimbo Tengah Muara
Bungo.
2) Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Sungai Mengkuang.
3) Sebelah Utara berbatasan dengan Madrasah Tsanawiyah Negeri
(MTsN) Muara Bungo.
4) Sebelah Selatan berbatasan dengan Pondok Pesantren Diniyyah
Muara Bungo.
110
b. Visi dan Misi MAN 1 Muara Bungo
1) Visi
Terwujudnya madrasah unggul untuk menuju madrasah berstandar
nasional dan/atau internasional dengan keseimbangan kecerdasan
spiritual, emosional, dan intelektual.
2) Misi
Untuk mencapai visi tersebut, MAN 1 Bungo mengembangkan misi
sebagai berikut:
a) Membenahi dan menerapkan serta mensinerjikan system
manajemen berbasis madrasah, berbasis masyarakat dan berbasis
keunggulan.
b) Mereposisi dan reaktualisasi dan/atau restrukturalisasi tugas ‘pokok
dan fungsi stake/stoke holder madrasah.
c) Meneapkan system pendidikan daan pembelajaran yang
menyeimbangkan kecerdasan spiritual, emosional dan intelektual
guru dan siswa.
d) Mewujudkan keunggulan kualitas dan kuantitas akademik, non-
akademik, serta lifeskill siswa di bidang keagamaan Islam, bahasa,
teknologi informasi, dan kompetensi peminatan keilmuan.
e) Memfungsikan kegiatan intra dan ekstra kurikuler sebagai wadah
pemandirian pemikiran dan sikap siswa.
f) Memberikan pelayanan khusus kepada siswa yang memiliki bakat,
minat, dan berpotensi tinggi untuk belajar sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki siswa.
g) Mengembangkan kemampuan berfikir dan dan bernalar siswa lebih
komprehensif, inovatif, dan kreatif secara maksimal.
111
h) Meningkatkan kualitas output dan outcome siswa, sehingga dappat
kompetitif untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya
maupun memasuki dunia kerja.
i) Mewujudkan jati diri MAN Muara Bungo sebagai lembaga pendidikan
madrasah yang berkualitas.
c. Data Tenaga Pendidik Dan Kependidikan
Jumlah tenaga pendidik dan tenaga kependidikan di MAN 1 Muara
Bungo yaitu 57 orang dengan jumlah pendidik yaitu 48 orang dan tenaga
kependidikan 9 orang.
3. MAN 1 Sarolangun
a. Sejarah MAN 1 Sarolangun
Madrasah Aliyah Negeri Sarolangun mulai berdiri pada tahun 1997
dengan bagunan sekolah baru, letak sekolah Madrasah Aliyah Negeri
Sarolangun sangatlah strategis yang berlokasi kurang lebih 100 M dari
pinggir jalan lintas Sumatra yang mudah di jangkau dengan keadaan tanah
relatif datar sehingga bisa dikembangkan sesuai dengan kebutuhan belajar
mengajar, lokasi Madrasah yang jauh dari kebisingan sehingga sangat
kondusif untuk lingkungan belajar mengajar.
Deskripsi luas tanah bangunan dan denah Madrasah Aliyah Negeri
Sarolangun yang beralamat JL. Lintas Sumatera KM 2 RT.03 Kelurahan
Aurgading Kecamatan Sarolangun Kabupaten Sarolangun. Memiliki Luas
16.349 M (Enam belas ribu tiga ratus empat puluh sembilan ribu meter
persegi) 1,6 Hektar.
Bangunan di Madrasah Aliyah Negeri Sarolangun setiap tahunnya
mengalami peningkatan, ruang belajar siswa yang permanen ditambah
ruangan-ruangan yang mendukung kegiatan belajar mengajar begitu juga
112
ruang kerja kepala, ruang tu dan ruang guru yan memadai sehingga terjadi
kegiatan belajar mengajar yang kondusif berikut daftar bagunan yang ada
di Madrasah Aliyah Negeri Sarolangun.
b. Motto, Visi, dan Misi MAN 1 Sarolangun
1) Motto
PINTAR “Profisional, Inteleqtual ,Nasional, Terampil, Akhlakul kharimah
dan Religius”
2) Visi MAN 1 Sarolangun
Terwujudnya sumberdaya manusia yang beriman dan bertaqwa,
berprestasi, terampil, dan mampu bermasyarakat.
3) Misi MAN 1 Sarolangun
a) Menciptakan lembaga pendidikan Islam
b) Menyelenggarakan proses pembelajaran dan bimbingan yang
berkualitas
c) Mengembangkan saran pendukung pembelajaran, pelatihan, dan
bimbingan
d) Menyiapkan perangkat dan tenaga pendidikan yang professional
serta berkompetensi dibidangnya
e) Meningkatkan pemahaman, penghayatan, dan pengalaman ajaran
Islam dalam berbagai aspek kehidupan, sehingga menjadi sumber
f) Mendorong dan menggerakkan setiap warga Madrasah untuk ikut
serta dan aktif dalam setiap kegiatan baik di Madrasah maupun
diluar Madrasah.
113
c. Struktur Organisasi MAN 1 Sarolangun
Gambar 4. 2. Struktur Organisasi MAN 1 Sarolangun
d. Data Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Jumlah tenaga pendidik dan tenaga kependidikan di MAN 1
Sarolangun yaitu 41 orang dengan jumlah pendidik yaitu 31 orang dan
tenaga kependidikan 10 orang.
e. Daftar Peserta Didik MAN 1 Sarolangun
Pada tahun pelajaran 2016-2017 peserta didik di MAN 1 Sarolangun
berjumlah 366 siswa yang terdiri dari 141 laki-laki dan 225 perempuan yang
tersebar pada 5 kelas X, 6 kelas XI, dan 5 kelas XII.
114
B. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Data Penelitian
Deskripsi data penelitian yang disajikan dalam bagian ini meliputi
empat variabel penelitian yaitu gaya kepemimpinan, kecerdasan
emosional, pengambilan keputusan, dan akuntabilitas kepala madrasah.
Data yang dideskripsikan adalah gejala pusat (central tendency) yang
meliputi: skor tertinggi, skor terendah, rata-rata (mean), nilai yang sering
muncul pada jawaban responden (modus), nilai tengah (median),
simpangan baku (standar deviasi) serta varians sampel. Selain ukuran
gejala pusat dan penyebaran data digunakan juga tabel distribusi frekuensi
dan grafik histogram. Pengolahan data dilakukan secara manual dan
SPSS Versi 23.
Statistics
X1_Gaya
Kepemiminan
X2_Kecerdasa
n Emosional
X3_Pengambil
an Keputusan
Y_Akuntabilita
s Kep.Mad
N Valid 124 124 124 124
Missing 0 0 0 0
Mean 142.48 140.50 132.47 132.45
Median 142.11 138.50 132.50 132.50
Mode 138.92 137.59 129.73 129.45
Std. Deviation 6.67 5.000 4.87 6.36
Range 35 29 29 29
Minimum 123 125 117 117
Maximum 158 154 146 146
Sum 17667 17422 16426 16424
a. Multiple modes exist. The smallest value is shown
a. Perhitungan Statistik Deskriptif Variabel Gaya Kepemimpinan (X1)
Data variable gaya kepemimpinan diperoleh dari Instrumen non tes
yang terdiri atas 33 butir pertanyaan. Skor yang diberikan rental 1 – 5,
sehingga diperoleh skor tertinggi ideal 165 dan skor terendah ideal adalah
33. Berdasarkan data penelitian, variabel gaya kepemimpinan memiliki
115
skor tertinggi sebesar 158, skor terendah sebesar 123, mean sebesar
93.59 dan standar deviasi sebesar 6,67.
Jumlah kelas interval ditentukan dengan rumus K = 1 + 3,33 log
124, hasilnya adalah 7,91 untuk mempermudah dalam perhitungan maka
dibulatkan ke atas menjadi 8. Rentang data (158 - 123) = 35. Sedangkan
panjang kelas didapat dari rentang kelas dibagi dengan jumlah kelas yaitu
35/8 = 4,375 di bulatkan ke atas menjadi 5. Berikut disajikan perhitungan
distribusi frekuensi, penyajian data dalam table distribusi frekuensi dan
grafik histogram.
1) Menghitung jumlah kelas interval
K = 1 + 3,3 log n
= 1 + 3,3 log 124
= 1 + 3,3 x 2.09
= 1 + 6,908 = 7,91 = 8 (dibulatkan)
2) Menghitung Rentangan
R = Data tertinggi dikurangi data terendah yaitu
R = 158 - 123 = 35.
3) Menghitung panjang kelas interval (P)
Panjang kelas interval (P) dihitung dengan cara rentang kelas (R) dibagi
jumlah kelas (K) yaitu:
5375,48
35
)(
)(tanRe
KkelasBanyak
RgnP
4) Menyusun Tabel Distribusi Frekuensi
Data hasil penelitian selanjutnya dibuat dalam daftar distribusi frekuensi
dengan banyak kelas interval 8 dan panjang interval 5. Sebaran data
tersebut disajikan dalam tabel distribusi frekuensi berikut:
Tabel 4.3 Tabel Distribusi Frekuensi Variabel Gaya Kepemimpinan (X1)
No Kelas Xi fi Xi2 fiXi fiXi2 F kum Fr
1 123 - 127 125 2 15625 250 31250 2 1.61
2 128 - 132 130.1425 7 16937.07 910.9975 118559.5 9 5.65
116
3 133 - 137 134.733 15 18152.98 2020.995 272294.7 24 12.10
4 138 - 142 139.9737 38 19592.64 5319.001 744520.2 62 30.65
5 143 - 147 145.1842 38 21078.45 5517 800981.2 100 30.65
6 148 - 152 150.0667 15 22520.01 2251.001 337800.2 115 12.10
7 153 - 157 154.5714 7 23892.32 1082 167246.2 122 5.65
8 158 - 162 158 2 24964 316 49928 117 1.61
124 17667 2522580 100
Berdasarkan tabel 4.3 terlihat bahwa ada 24 responden (19,36%)
berada di bawah kelas interval yang memuat skor rata-rata, 38 responden
(30,65%) berada pada kelas interval yang memuat skor rata-rata, dan 62
responden (50,01%) berada di atas kelas interval yang memuat skor rata-
rata.
5) Pengukuran Gejala Pusat
a) Mean =
i
ii
f
XfX
124
17667 = 142,48
b) Median = Me =b + P
f
Fn2
1
= 137,5 + 5 11,14238
2762
c) Modus = Mo =
21
1
bb
bPb = 92,138
3815
1555,137
d) Standar Deviasi SD =�1
)( 2
i
ii
f
XXf = 6,67
Berdasarkan perhitungan ukuran tendensi sentral variabel gaaya
kepemimpinaan (X1) diperoleh skor sebagai berikut, jumlah responden 124
orang mereka memiliki rentang skor teoritis 33-165. Rentang skor empirik
diperoleh skor terendah 123 dan skor tertinggi 158 dengan rentang skor 35.
117
Nilai rata-rata 142,48, median sebesar 142,11 modus sebesar 138,92 dan
standar deviasi sebesar 6,67.165
Distribusi skor responden yang diberi angket variabel gaya
kepemimpinan memiliki distribusi relatif normal karena posisi skor rata-rata
142,48 dan median 142,11 cendrung pada posisi mendekati titik
persekutuan serta skor rata-rata variabel gaya kepemimpinan yang
diperoleh berada di kelas median.
Perhitungan statistik deskriptif mean, median dan modus variabel
gaya kepemimpinan secara manual hasilnya sama dengan perhitungan
berbatuan program SPSS 23 sebagai berikut:
Statistics
X1_Gaya Kepemimpinan
N Valid 124
Missing 0
Mean 142.48
Median 142.11
Mode 138.92
Std. Deviation 6.67
Range 35
Minimum 123
Maximum 158
Sum 17667
Berdasarkan perhitungan dasar distribusi frekuensi dapat dibuat grafik
histogram:
165 Perhitungan Statistik Dasar tertera pada Lampiran 5
118
6) Histogram
b. Perhitungan Statistik Deskriptif Variabel Kecerdaan Emosional (X2) Data variable kecerdasan emosional diperoleh dari Instrumen non
tes yang terdiri atas 32 butir pertanyaan. Skor yang diberikan rental 1 – 5,
sehingga diperoleh skor tertinggi ideal 160 dan skor terendah ideal adalah
32. Berdasarkan data penelitian, variabel kecerdasan emosional memiliki
skor tertinggi sebesar 154, skor terendah sebesar 125, mean sebesar
140,5 dan standar deviasi sebesar 5.
Jumlah kelas interval ditentukan dengan rumus K = 1 + 3,33 log
124, hasilnya adalah 7,91 untuk mempermudah dalam perhitungan maka
dibulatkan ke atas menjadi 8. Rentang data (154 - 125) = 29. Sedangkan
panjang kelas didapat dari rentang kelas dibagi dengan jumlah kelas yaitu
29/8 = 3,625 di bulatkan ke atas menjadi 4. Berikut disajikan perhitungan
distribusi frekuensi, penyajian data dalam table distribusi frekuensi dan
grafik histogram.
1) Menghitung jumlah kelas interval
K = 1 + 3,3 log n
= 1 + 3,3 log 124
0
5
10
15
20
25
30
35
40
. 123 - 127 128 - 132 133 - 137 138 - 142 143 - 147 148 - 152 153 - 157 158 - 162
119
= 1 + 3,3 . 2.09
= 1 + 6,908 = 7,91 = 8 (dibulatkan)
2) Menghitung Rentangan
R = Data tertinggi dikurangi data terendah yaitu
R = 154 - 125 = 29.
3) Menghitung panjang kelas interval (P)
Panjang kelas interval (P) dihitung dengan cara rentang kelas (R) dibagi
jumlah kelas (K) yaitu:
4625,38
29
)(
)(tanRe
KkelasBanyak
RgnP
4) Menyusun Tabel Distribusi Frekuensi
Data hasil penelitian selanjutnya dibuat dalam daftar distribusi frekuensi
dengan banyak kelas interval 8 dan panjang interval 4. Sebaran data
tersebut disajikan dalam tabel distribusi frekuensi berikut:
Tabel 4.4 Tabel Distribusi Frekuensi Variabel Kecerdasan Emosional (X2)
No Kls Xi fi Xi2 fiXi fiXi2 F kum Fr
1 125 - 128 125 1 15625 125 15625 1 0.81
2 129 - 132 131 6 17161 786 102966 7 4.84
3 133 - 136 134.4667 15 18081.29 2017.001 271219.4 22 12.10
4 137 - 140 138.475 40 19175.33 5539 767013 62 32.26
5 141 - 144 142.475 40 20299.13 5699 811965 102 32.26
6 145 - 148 146.4286 15 21441.33 2196.429 321620 117 12.10
7 149 - 152 151 6 22801 906 136806 123 4.84
8 153 - 156 154 1 23716 154 23716 118 0.81
124 17422 2450930 100
Berdasarkan tabel 4.4 terlihat bahwa ada 22 responden (17,75%)
berada di bawah kelas interval yang memuat skor rata-rata, 40 responden
(32,26%) berada pada kelas interval yang memuat skor rata-rata, dan 62
responden (50,01%) berada di atas kelas interval yang memuat skor rata-
rata.
120
5) Pengukuran Gejala Pusat
a) Mean =
i
ii
f
XfX
124
17422 = 140,5
b) Median = Me =b + P
f
Fn2
1
= 136,5 + 4 5,13940
3262
c) Modus = Mo =
21
1
bb
bPb = 59,137
4015
1545,136
d) Standar Deviasi SD =�1
)( 2
i
ii
f
XXf = 5,00
Berdasarkan perhitungan ukuran tendensi sentral variabel
kecerdasan emosional (X2) diperoleh skor sebagai berikut, jumlah
responden 124 orang mereka memiliki rentang skor teoritis 32 - 160.
Rentang skor empirik diperoleh skor terendah 125 dan skor tertinggi 154
dengan rentang skor 29. Nilai rata-rata 140,5, median sebesar 139,5 modus
sebesar 137,59 dan standar deviasi sebesar 5.166
Distribusi skor responden yang diberi angket variabel kecerdasan
emosional memiliki distribusi relatif normal karena posisi skor rata-rata
140,5 dan median 139,5 cendrung pada posisi mendekati titik persekutuan
serta skor rata-rata variabel kecerdasan emosional yang diperoleh berada
di kelas median.
Perhitungan statistik deskriptif mean, median dan modus variabel
kecerdasan emosional secara manual hasilnya sama dengan perhitungan
berbatuan program SPSS 23 sebagai berikut:
166 Perhitungan Statistik Dasar tertera pada Lampiran 5
121
Statistics
X2_Kecerdasan Emosional
N Valid 124
Missing 0
Mean 140.50
Median 139.50
Mode 137,59
Std. Deviation 5.000
Range 29
Minimum 125
Maximum 154
Sum 17422
Berdasarkan perhitungan dasar distribusi frekuensi dapat dibuat grafik
histogram:
6) Histogram
c. Perhitungan Statistik Deskriptif Variabel Pengambilan Keputusan (X3)
Data variable pengambilan keputusan diperoleh dari Instrumen
non tes yang terdiri atas 32 butir pertanyaan. Skor yang diberikan rentang
1 – 5, sehingga diperoleh skor tertinggi ideal 160 dan skor terendah ideal
adalah 32. Berdasarkan data penelitian, variabel pengambilan keputusan
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
. 125 - 128129 - 132133 - 136137 - 140141 - 144145 - 148149 - 152158 - 162
122
memiliki skor tertinggi sebesar 146, skor terendah sebesar 117, mean
sebesar 132,47 dan standar deviasi sebesar 4,87.
Jumlah kelas interval ditentukan dengan rumus K = 1 + 3,33 log
124, hasilnya adalah 7,91 untuk mempermudah dalam perhitungan maka
dibulatkan ke atas menjadi 8. Rentang data (146 - 117) = 29. Sedangkan
panjang kelas didapat dari rentang kelas dibagi dengan jumlah kelas yaitu
29/8 = 3,625 di bulatkan ke atas menjadi 4. Berikut disajikan perhitungan
distribusi frekuensi, penyajian data dalam table distribusi frekuensi dan
grafik histogram.
1) Menghitung jumlah kelas interval
K = 1 + 3,3 log n
= 1 + 3,3 log 124
= 1 + 3,3 . 2.09
= 1 + 6,908 = 7,91 = 8 (dibulatkan)
2) Menghitung Rentangan
R = Data tertinggi dikurangi data terendah yaitu
R = 146 - 117 = 29.
3) Menghitung panjang kelas interval (P)
Panjang kelas interval (P) dihitung dengan cara rentang kelas (R) dibagi
jumlah kelas (K) yaitu:
4625,38
29
)(
)(tanRe
KkelasBanyak
RgnP
4) Menyusun Tabel Distribusi Frekuensi
Data hasil penelitian selanjutnya dibuat dalam daftar distribusi frekuensi
dengan banyak kelas interval 8 dan panjang interval 4. Sebaran data
tersebut disajikan dalam tabel distribusi frekuensi berikut:
123
Tabel 4.5 Tabel Distribusi Frekuensi Variabel Pengambilan Keputusan (X3)
No Kls Xi fi Xi2 fiXi fiXi2 F kum Fr
1 117 - 120 117 1 13689 117 13689 1 0.81
2 121 - 124 122.1667 6 14924.7 733.0002 89548.22 7 4.84
3 125 - 128 126.5 12 16002.25 1518 192027 19 9.68
4 129 - 132 130.3953 43 17002.93 5606.998 731126.2 62 34.68
5 133 - 136 134.7209 43 18149.72 5792.999 780438 105 34.68
6 137 - 140 138.333 12 19136.02 1659.996 229632.2 117 9.68
7 141 - 144 142 6 20164 852 120984 123 4.84
8 145 - 149 146 1 21316 146 21316 118 0.81
124 16426 2178761 100
Berdasarkan tabel 4.5 terlihat bahwa ada 19 responden (15,33%)
berada di bawah kelas interval yang memuat skor rata-rata, 43 responden
(34,68%) berada pada kelas interval yang memuat skor rata-rata, dan 62
responden (50,01%) berada di atas kelas interval yang memuat skor rata-
rata.
5) Pengukuran Gejala Pusat
a) Mean =
i
ii
f
XfX
124
16426 = 132,47
b) Median = Me =b + P
f
Fn2
1
= 128,5 + 4 5,13243
1962
c) Modus = Mo =
21
1
bb
bPb = 73,129
4319
1945,128
d) Standar Deviasi SD =�1
)( 2
i
ii
f
XXf = 4,87
124
Berdasarkan perhitungan ukuran tendensi sentral variabel
pengambilan keputusan (X3) diperoleh skor sebagai berikut, jumlah
responden 124 orang mereka memiliki rentang skor teoritis 32 - 160.
Rentang skor empirik diperoleh skor terendah 117 dan skor tertinggi 146
dengan rentang skor 29. Nilai rata-rata 132,47, median sebesar 132,5
modus sebesar 129,45 dan standar deviasi sebesar 6,36.167
Distribusi skor responden yang diberi angket variabel pengambilan
keputusan memiliki distribusi relatif normal karena posisi skor rata-rata
132,47 dan median 132,5 cendrung pada posisi mendekati titik persekutuan
serta skor rata-rata variabel pengambilan keputusan yang diperoleh berada
di kelas median.
Perhitungan statistik deskriptif mean, median dan modus variabel
pengambilan keputusan secara manual hasilnya sama dengan perhitungan
berbatuan program SPSS 23 sebagai berikut:
Statistics
X3_Pengambilan Keputusan
N Valid 124
Missing 0
Mean 132.47
Median 132.50
Mode 129,73
Std. Deviation 4.87
Range 29
Minimum 117
Maximum 146
Sum 16426
Berdasarkan perhitungan dasar distribusi frekuensi dapat dibuat
grafik histogram:
6) Histogram
167 Perhitungan Statistik Dasar tertera pada Lampiran 5
125
d. Perhitungan Statistik Deskriptif Variabel Akuntabilitas Kepala Madrasah Aliyah Negeri (Y)
Data variable akuntabilitas kepala madrasah diperoleh dari
Instrumen non tes yang terdiri atas 33 butir pertanyaan. Skor yang
diberikan rentang 1 – 5, sehingga diperoleh skor tertinggi ideal 165 dan
skor terendah ideal adalah 33. Berdasarkan data penelitian, variabel
akuntabilitas kepala madrasah memiliki skor tertinggi sebesar 146, skor
terendah sebesar 117, mean sebesar 142,48 dan standar deviasi sebesar
5.
Jumlah kelas interval ditentukan dengan rumus K = 1 + 3,33 log
124, hasilnya adalah 7,91 untuk mempermudah dalam perhitungan maka
dibulatkan ke atas menjadi 8. Rentang data (146 - 117) = 29. Sedangkan
panjang kelas didapat dari rentang kelas dibagi dengan jumlah kelas yaitu
29/8 = 3,625 di bulatkan ke atas menjadi 4. Berikut disajikan perhitungan
distribusi frekuensi, penyajian data dalam table distribusi frekuensi dan
grafik histogram.
1) Menghitung jumlah kelas interval
K = 1 + 3,3 log n
= 1 + 3,3 log 124
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
. 117 - 120121 - 124125 - 128129 - 132133 - 136137 - 140141 - 144145 - 149
126
= 1 + 3,3 . 2.09
= 1 + 6,908 = 7,91 = 8 (dibulatkan)
2) Menghitung Rentangan
R = Data tertinggi dikurangi data terendah yaitu
R = 146 - 117 = 29.
3) Menghitung panjang kelas interval (P)
Panjang kelas interval (P) dihitung dengan cara rentang kelas (R) dibagi
jumlah kelas (K) yaitu:
4625,38
29
)(
)(tanRe
KkelasBanyak
RgnP
4) Menyusun Tabel Distribusi Frekuensi
Data hasil penelitian selanjutnya dibuat dalam daftar distribusi frekuensi
dengan banyak kelas interval 8 dan panjang interval 4. Sebaran data
tersebut disajikan dalam tabel distribusi frekuensi berikut:
Tabel 4.6 Tabel Distribusi Frekuensi Variabel Akuntabilitas Kepala Madrasah Aliyah Negeri (Y)
No Kls Xi fi Xi2 fiXi fiXi2 F kum Fr
1 117 - 120 117 1 13689 117 13689 1 0.81
2 121 - 124 122.33 6 14964.63 733.98 89787.77 7 4.84
3 125 - 128 126.4615 13 15992.51 1644 207902.6 20 10.48
4 129 - 132 130.5 42 17030.25 5481 715270.5 62 33.87
5 133 - 136 134.4524 42 18077.45 5647.001 759252.8 104 33.87
6 137 - 140 138.6154 13 19214.23 1802 249785 117 10.48
7 141 - 144 142.1667 6 20211.37 853.0002 121268.2 123 4.84
8 145 - 148 146 1 21316 146 21316 118 0.81
124 16424 2178272 100
Berdasarkan tabel 4.6 terlihat bahwa ada 20 responden (16,13%)
berada di bawah kelas interval yang memuat skor rata-rata, 42 responden
(33,87%) berada pada kelas interval yang memuat skor rata-rata, dan 62
127
responden (50,01%) berada di atas kelas interval yang memuat skor rata-
rata.
5) Pengukuran Gejala Pusat
a) Mean =
i
ii
f
XfX
124
16424 = 132,45
b) Median = Me =b + P
f
Fn2
1
= 128,5 + 4 5,13242
2062
c) Modus = Mo =
21
1
bb
bPb = 45,129
4213
1345,128
d) Standar Deviasi SD =�1
)( 2
i
ii
f
XXf = 6,36
Berdasarkan perhitungan ukuran tendensi sentral variabel
akuntabilitas kepala madrasah (Y) diperoleh skor sebagai berikut, jumlah
responden 124 orang mereka memiliki rentang skor teoritis 33 - 165.
Rentang skor empirik diperoleh skor terendah 117 dan skor tertinggi 146
dengan rentang skor 29. Nilai rata-rata 132,45, median sebesar 132,5
modus sebesar 138,92 dan standar deviasi sebesar 6,67.168
Distribusi skor responden yang diberi angket variabel akuntabilitas
kepala madrasah memiliki distribusi relatif normal karena posisi skor rata-
rata 132,45 dan median 132,5 cendrung pada posisi mendekati titik
persekutuan serta skor rata-rata variabel akuntabilitas kepala madrasah
yang diperoleh berada di kelas median.
168 Perhitungan Statistik Dasar tertera pada Lampiran 5
128
Perhitungan statistik deskriptif mean, median dan modus variabel
akuntabilitas kepala madrasah secara manual hasilnya sama dengan
perhitungan berbatuan program SPSS 22 sebagai berikut:
Statistics Y_Akuntabilitas Kep Mad
N Valid 124
Missing 0
Mean 132.45
Median 132.50
Mode 129.45
Std. Deviation 6.36
Range 29
Minimum 117
Maximum 146
Sum 16429
a. Multiple modes exist. The
smallest value is shown
Berdasarkan perhitungan dasar distribusi frekuensi dapat dibuat
grafik histogram:
6) Histogram
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
. 117 - 120121 - 124125 - 128129 - 132133 - 136137 - 140141 - 144145 - 149
129
2. Pengujian Persyaratan Analisis Data
a. Pengujian Normalitas Data
Pengujian normalitas data dengan Chi-Kuadrat ( 2 ) dilakukan
dengan cara membandingkan kurva normal yang terbentuk dari data yang
telah terkumpul (B) dengan kurva normal baku/standard (A). Jadi
membandingkan antara (B:A). Bila B tidak berbeda secara signifikan
dengan A, maka B merupakan data yang berdistribusi normal.
Kurva normal baku yang luasnya mendekati 100% itu dibagii menjadi
6 bidang berdasarkan simpangan bakunya, yaitu tiga bidang di bawah rata-
rata (mean) dan tiga bidang di atas rata-rata. Luas 6 bidang dalam kurva
normal adalah: 2,27%; 13,53%; 34,13%; 34,13%; 13,53%; 2,27%.
Langkah-langkah pengujian sebagai berikut:
1) Menentukan jumlah kelas interval. Untuk pengujian normalitas dengan
Chi Kuadrat ini, jumlah kelas interval ditetapkan = 6. Hal ini sesuai
dengan 6 bidang yang ada pada Kurva Normal Baku.
2) Menentukan panjang kelas interval
ervalkelasjml
terkecilDataterbesarDatakelasPanjang
int6
3) Menyusun ke dalam table distribusi frekuensi, sekaligus table penolong
untuk menghitung Chi Kuadrat Hitung.
4) Menghitung fo (frekuensi/jumlah data hasil observasi)
5) Menghitung fh (frekuensi yang diharapkan), cara menghitung fh
didasarkan pada prosentasi luas tiap bidang kurva normal dikalikan
jumlah data observasi (jumlah indivisu dalam sampel), Dalam hal ini
jumlah indivisu dalam sampel = 124
6) Memasukkan harga-harga fh ke dalam table kolom fh, sekaligus
menghitung harga-harga (fo – fh)2 dan
h
ho
f
ff2
menjumlahkannya
dengan harga
h
ho
f
ff2
adalah merupakan harga Chi Kuadrat hitung
130
7) Membandingkan harga Chi Kuadrat Hitung dengan Chi Kuadrat Tabel.
Bila harga Chi Kuadrat Hitung lebih kecil dari pada harga Chi Kuadrat
Tabel ( 22tabelhitung ), maka distribusi data dinyatakan normal, dan bila
lebih besar ( 22tabelhitung ) dinyatakan tidak normal, dengan dk 6 – 1 = 5
pada α = 0,05.
Pengujian normalitas tiap variabel dilakukan dengan dua cara yaitu
dengan cara manual menggunakan statistik deskriptif dan bantuan program
SPSS versi 23.0, dengan hasil pengujian untuk tiap-tiap variabel adalah
sebagai berikut:
1) Pengujian Normalitas Data Variabel Akuntabilitas Kepala
Madrasah (Y)
Berdasarkan sebaran angket variabel Akuntabilitas Kepala
Madrasah (Y) dan sesuai langkah-langkah perhitungan uji normalitas,
diperoleh data penelitian adalah sebagai berikut:
a) Jumlah kelas interval = 6
b) Panjang kelas interval:
583,46
117146
KelasPanjang
c) Tabel distribusi frekuensi
4.7 Tabel Penolong untuk Pengujian Normalitas Data dengan Chi Kuadrat
Variabel Kinerja Akuntabilitas Kepala Madrasah (Y)
No Interval Fo Fh Fo - Fh (Fo - Fh)2
1 117 - 121 3 3 0 0 0.04
2 122 - 126 16 17 -1 1 0.04
3 127 - 131 43 42 1 0 0.01
4 132 - 136 43 42 1 0 0.01
5 137 - 141 16 17 -1 1 0.04
6 142 - 146 3 3 0 0 0.04
Jumlah 124 124
0.17
11,070
h
eo
f
ff2
2tabel
2hitung
131
d) Menghitung dan memasukkan harga fh ke dalam tabel kerja dengan
sampel = 124
1 Baris pertama dari atas 2,7% x 124 = 3
2 Baris kedua dari atas 13,53% x 124 = 17
3 Baris ketiga dari atas 34,13% x 124 = 42
4 Baris keempat dari atas 34,13% x 124 = 42
5 Baris lima dari atas 13,53% x 124 = 17
6 Baris enam dari atas 2,7% x 124 = 3
e) Menghitung harga
1 Baris pertama dari atas 0 : 3 = 0.04
2 Baris kedua dari atas 1 : 17 = 0.04
3 Baris ketiga dari atas 0 : 42 = 0.01
4 Baris keempat dari atas 0 : 42 = 0.01
5 Baris kelima dari atas 1 : 17 = 0.04
6 Baris keenam dari atas 0 : 3 = 0.04
0.17
Membandingkan harga Chi Kuadrat hitung = 0,17. Selanjutnya harga
ini dibandingkaan dengan chi kuadrat dengan dk (derajat kebebasan 6 – 1
= 5. Berdasarkan tabel Chi Kuadrat yang ada pada tabel dapat diketahui
bahwa bila dk = 5 dan kesalahan yang ditetapkan = 5%, maka harga chi
kuadrat tabel = 11,070.
Karena Harga ( )2hitung = 0,17 < tabel ( )2
tabel = 11,070, maka distribusi
data nilai statistik 124 sampel tersebut dapat dinyatakan normal.
h
eo
f
ff2
2hitung
132
2) Pengujian Normalitas Data Variabel Gaya Kepemimpinan (X1)
Berdasarkan sebaran angket variabel gaya Kepemimpinan (X1)
dan sesuai langkah-langkah perhitungan uji normalitas, diperoleh data
penelitian adalah sebagai berikut:
a) Jumlah kelas interval = 6
b) Panjang kelas interval:
683,56
123158
KelasPanjang
c) Tabel distribusi frekunsi
Tabel 4.8 Tabel Penolong untuk Pengujian Normalitas Data dengan Chi Kuadrat Variabel Gaya Kepemimpinan (X1)
No Interval Fo Fh Fo - Fh (Fo - Fh)2
1 123 - 128 2 3 -1 2 1.00
2 129 - 134 13 17 -4 14 0.85
3 135 - 140 36 42 -6 16 0.38
4 141 - 146 51 42 9 75 1.78
5 147 - 152 16 17 -1 1 0.04
6 153 - 158 6 3 3 1 0.50
Jumlah 124 124
4.54
11,070
d) Menghitung dan memasukkan harga fh ke dalam tabel kerja dengan
sampel = 124
1 Baris pertama dari atas 2,7% x 124 = 3
2 Baris kedua dari atas 13,53% x 124 = 17
3 Baris ketiga dari atas 34,13% x 124 = 42
4 Baris keempat dari atas 34,13% x 124 = 42
5 Baris lima dari atas 13,53% x 124 = 17
6 Baris enam dari atas 2,7% x 124 = 3
h
eo
f
ff2
2tabel
2hitung
133
e) Menghitung harga
1 Baris pertama dari atas 2 : 3 = 1.00
2 Baris kedua dari atas 14 : 17 = 0.85
3 Baris ketiga dari atas 16 : 42 = 0.38
4 Baris keempat dari atas 75 : 42 = 1.78
5 Baris kelima dari atas 1 : 17 = 0.04
6 Baris keenam dari atas 1 : 3 = 0.50
4.54
Membandingkan harga Chi Kuadrat hitung = 4,54. Selanjutnya harga
ini dibandingkaan dengan chi kuadrat dengan dk (deraajat kebebasan 6 –
1 = 5. Berdasarkan tabel Chi Kuadrat yang ada pada tabel dapat diketahui
bahwa bila dk = 5 dan kesalahan yang ditetapkan = 5%, maka harga chi
kuadrat tabel = 11.070.
Karena Harga ( )2hitung = 4,54 < tabel ( )2
tabel = 11,070, maka distribusi
data nilai statistik 124 sampel tersebut dapat dinyatakan normal.
3) Pengujian Normalitas Data Variabel Kecerdasan Emosional (X2).
Berdasarkan sebaran angket variabel Kecerdaan Emosional (X2)
dan sesuai langkah-langkah perhitungan uji normalitas, diperoleh data
penelitian adalah sebagai berikut:
a) Jumlah kelas interval = 6
b) Panjang kelas interval:
55,46
125152
KelasPanjang
c) Tabel distribusi frekuensi
h
eo
f
ff2
2hitung
134
4. 9 Tabel Penolong untuk Pengujian Normalitas Data dengan Chi Kuadrat Variabel Kecerdasan Emosional (X2)
No Interval Fo Fh Fo - Fh (Fo - Fh)2
1 125 - 129 3 3 0 0 0.04
2 130 - 134 10 17 -7 46 2.74
3 135 - 139 38 42 -4 19 0.44
4 140 - 144 54 42 12 136 3.22
5 145 - 149 15 17 -2 3 0.19
6 150 - 154 4 3 1 0 0.13
Jumlah 124 90
6.75
11,070
d) Menghitung dan memasukkan harga fh ke dalam tabel kerja dengan
sampel = 124
1 Baris pertama dari atas 2,7% x 124 = 3
2 Baris kedua dari atas 13,53% x 124 = 17
3 Baris ketiga dari atas 34,13% x 124 = 42
4 Baris keempat dari atas 34,13% x 124 = 42
5 Baris lima dari atas 13,53% x 124 = 17
6 Baris enam dari atas 2,7% x 124 = 3
e) Menghitung harga
1 Baris pertama dari atas 0 : 3 = 0.04
2 Baris kedua dari atas 46 : 17 = 2.74
3 Baris ketiga dari atas 19 : 42 = 0.44
h
eo
f
ff2
h
eo
f
ff2
2tabel
2hitung
135
4 Baris keempat dari atas 136 : 42 = 3.22
5 Baris kelima dari atas 3 : 17 = 0.19
6 Baris keenam dari atas 0 : 3 = 0.13
6.75
Membandingkan harga Chi Kuadrat hitung = 6,75. Selanjutnya harga
ini dibandingkaan dengan chi kuadrat dengan dk (derajat kebebasan 6 – 1
= 5. Berdasarkan tabel Chi Kuadrat yang ada pada tabel dapat diketahui
bahwa bila dk = 5 dan kesalahan yang ditetapkan = 5%, maka harga chi
kuadrat tabel = 11,070.
Karena Harga ( )2hitung = 6,75 < tabel ( )2
tabel =11,070, maka distribusi
data nilai statistik 124 sampel tersebut dapat dinyatakan normal.
4) Pengujian Normalitas Data Variabel Pengambilan Keputusan (X3).
Berdasarkan sebaran angket variabel Pengambilan Keputusan (X3)
dan sesuai langkah-langkah perhitungan uji normalitas, diperoleh data
penelitian adalah sebagai berikut:
a) Jumlah kelas interval = 6
b) Panjang kelas interval:
583,46
117146
KelasPanjang
c) Tabel distribusi frekuensi Tabel 4.10 Tabel Penolong untuk Pengujian Normalitas Data dengan
Chi Kuadrat Variabel Pengambilan Keputusan (X3)
No Interval Fo Fh Fo - Fh (Fo - Fh)2
1 117 - 121 3 3 0 4 2.00
h
eo
f
ff2
2hitung
136
2 122 - 126 12 17 -5 16 0.95
3 127 - 131 36 42 -6 40 0.94
4 132 - 136 53 42 11 36 0.85
5 137 - 141 15 17 -2 3 0.19
6 142 - 146 5 3 2 3 0.00
Jumlah 124 90
4.94
11,070
d) Menghitung dan memasukkan harga fh ke dalam tabel kerja dengan sampel = 124
1 Baris pertama dari atas 2,7% x 124 = 3
2 Baris kedua dari atas 13,53% x 124 = 17
3 Baris ketiga dari atas 34,13% x 124 = 42
4 Baris keempat dari atas 34,13% x 124 = 42
5 Baris lima dari atas 13,53% x 124 = 17
6 Baris enam dari atas 2,7% x 124 = 3
e) Menghitung harga 1 Baris pertama dari atas 4 : 3 = 2.00
2 Baris kedua dari atas 16 : 17 = 0.95
3 Baris ketiga dari atas 40 : 42 = 0.94
4 Baris keempat dari atas 36 : 42 = 0.85
5 Baris kelima dari atas 3 : 17 = 0.19
6 Baris keenam dari atas 3 : 3 = 0.00
4.94
Membandingkan harga Chi Kuadrat hitung = 4,94. Selanjutnya harga
ini dibandingkaan dengan chi kuadrat dengan dk (derajat kebebasan 6 – 1
h
eo
f
ff2
2tabel
2hitung
2hitung
137
= 5. Berdasarkan tabel Chi Kuadrat yang ada pada tabel dapat diketahui
bahwa bila dk = 5 dan kesalahan yang ditetapkan = 5%, maka harga chi
kuadrat tabel = 11,070.
Karena Harga ( )2hitung = 4,94 < tabel ( )2
tabel =11,070, maka distribusi
data nilai statistik 124 sampel tersebut dapat dinyatakan normal.
Rangkuman hasil uji normalitas dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.11 Rangkuman Hasil Perhitungan Uji Normalitas169
No Variabel N 2hitung 2
tabel Keputusan
2hitung
<2tabel
1 Gaya Kepemimpinan 124 4,54 11,070 Normal
2 Kecerdasan Emosional 124 6,75 11,070 Normal 3 Pengambilan
Keputusan 124 4,94 11,070 Normal
4 Akuntabilitas Kep.Madrasah
124 0,17 11,070 Normal
b. Pengujian Homogenitas Data
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui bahwa: data dari setiap
skor berasal dari populasi yang mempunyai varians sama. Pengujian
homogenitas varians menggunakan Uji Bartlet.
Proses pengujian yang ditempuh, adalah pertama-tama
mengelompokkan data variabel endogenus berdasarkan kesamaan data
variabel eksogenus, selanjutnya dihitung nilai dk, 1/dk, varians s12, (dk)
logSi2, (dk)Si2. Hasil perhitungan uji homogenitas varians adalah sebagai
berikut:
1) Uji Homogenitas Varian Data Gaya Kepemimpinan (X1) dengan
Akuntabilitas Kepala Madrasah (Y)
169 Perhitungan Lengkap pada Lampiran 5: Pengujian Normalitas,
138
Hipotesis yang di uji adalah sebagai berikut:
H0 : data variabel bebas atas variabel terikat bersifat homogen,
jika 2hitung < 2
tabel
H1 :data variabel bebas atas variabel terikat tidak homogen, jika
2hitung > 2
tabel Sedangkan uji homogenitas menggunakan SPSS adalah dengan
membandingkan nilai rhitung yang diperoleh dengan tingkat α yang
digunakan (yaitu 0,05). Hipotesis yang diuji dengan SPSS adalah sebagai
berikut:
H0 : data variabel bebas atas variabel terikat bersifat homogen, jika rhitung < α
H1 : data variabel bebas atas variabel terikat tidak homogen, jika rhitung > α
Pengujian homogenitas menggunakan uji Bartlett, Rumus uji statistik
yang digunakan adalah:
22 .)10(ln LogSdbB
Si2 = varians tiap kelompok data
dbi = n – 1 = derajat kebebasan tiap kelompok
B = nilai Bartlett = (LogSi2) (∑dbi)
Sgabungan =∑ ��(���)∑ ��
Untuk memudahkan perhitungan uji Homogenitas dengan Uji Bartlett,
dapat dilihat pada lampiran 4.B Uji Bartlett variabel Akuntabilitas Kepala
Madrasah (Y) atas Gaya Kepemimpinan (X1).
Varians gabungan:
Sgabungan =∑ ��(���)∑ �� = 49,19
90
294,1754
08,11649,19log90log 2 xSdbNilaiB i
22 log.10ln iSdbB
139
80,307036,10208,1163026,2
Hasil perhitungan untuk pengujian homogenitas varians variabel
Akuntabilitas Kepala Madrasah (Y) atas Gaya Kepemimpinan (X1) diperoleh
2hitung = 30,80 sementara pada tabel dengan dk = 90 pada =0,05
diperoleh 2tabel = 113,1450 Karena 2
hitung < 2
tabel , maka H0 diterima yang
berarti varians Akuntabilitas Kepala Madrasah (Y) atas Gaya
Kepemimpinan (X1) adalah homogen
Hasil analisis uji homogenitas menggunakan program exel dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.12 Hasil Uji Homogenitas varian data Gaya Kepemimpinan (X1)
dengan Akuntabilitas Kepala Madrasah (Y).
NO X1 k ni Y db Si2 log Si2 db.Si2 db.log Si2
∑X 17667 34 124 16424 90 551.9516 27.30919 1754.294 102.7036
Berdasarkan hasil tabel di atas diketahui χ2hitung = 30,80, χ2
tabel =
113,1450 karena χ2hitung < χ2
tabel, maka variabel Akuntabilitas Kepala
Madrasah (Y) atas Gaya Kepemimpinan (X1) dinyatakan homogen.
Hasil analisis uji homogenitas menggunakan exel dan manual
memperoleh nilai yang sama dengan bantuan program SPSS dapat dilihat
pada tabel berikut.
Tabel 4.13 Hasil Analisis Uji Homogenitas Akuntabilitas Kepala Madrasah (Y) atas Gaya Kepemimpinan (X1) dengan SPSS
Test of Homogeneity of Variances
Y_Akuntaabilitas KepMad
Levene Statistic df1 df2 Sig.
1.414 24 91 .123
140
Berdasarkan hasil tabel di atas diketahui rhitung= 0,123, karena rhitung
> α, maka variabel Akuntabilitas Kepala Madrasah (Y) atas Gaya
Kepemimpinan (X1) dinyatakan homogen.
2) Uji Homogenitas Varian Data Kecerdasan Emosional (X2) dengan
Akuntabilitas Kepala Madrasah (Y)
Hipotesis yang di uji adalah sebagai berikut:
H0 : data variabel bebas atas variabel terikat bersifat homogen,
jika 2hitung < 2
tabel H1 :data variabel bebas atas variabel terikat tidak homogen, jika
2hitung > 2
tabel Sedangkan uji homogenitas menggunakan SPSS adalah dengan
membandingkan nilai rhitung yang diperoleh dengan tingkat α yang
digunakan (yaitu 0,05). Hipotesis yang diuji dengan SPSS adalah sebagai
berikut:
H0 : data variabel bebas atas variabel terikat bersifat homogen, jika rhitung < α
H1 : data variabel bebas atas variabel terikat tidak homogen, jika rhitung > α
Pengujian homogenitas menggunakan uji Bartlett, Rumus uji statistik
yang digunakan adalah:
22 .)10(ln LogSdbB
Si2 = varians tiap kelompok data
dbi = n – 1 = derajat kebebasan tiap kelompok
B = nilai Bartlett = (LogSi2) (∑dbi)
Sgabungan =∑ ��(���)∑ ��
141
Untuk memudahkan perhitungan uji Homogenitas dengan Uji Bartlett,
dapat dilihat pada lampiran 4.B Uji Bartlett variabel Akuntabilitas Kepala
Madrasah (Y) atas Kecerdasan Emosional (X2).
Varians gabungan:
Sgabungan =∑ ��(���)∑ �� = 12,19
98
367,1873
59,12512,19log98log 2 xSdbNilaiB i
22 log.10ln iSdbB
89,301748,11259,1253026,2
Hasil perhitungan untuk pengujian homogenitas varians variabel
Akuntabilitas Kepala Madrasah (Y) atas Kecerdasan Emosional (X2)
diperoleh 2hitung = 30,89 sementara pada tabel dengan dk = 98 pada
=0,05 diperoleh 2tabel = 122,3241 Karena 2
hitung < 2tabel , maka H0 diterima yang
berarti varians Akuntabilitas Kepala Madrasah (Y) atas Kecerdasan
Emosional (X2) adalah homogen
Hasil analisis uji homogenitas menggunakan program exel dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.14 Hasil Uji Homogenitas varian data Kecerdasan Emosional (X2) dengan Akuntabilitas Kepala Madrasah (Y)
NO X2 k ni Y db Si2 log Si2 db.Si2 db.log Si2
∑X 17422 26 124 16424 98 345.0032 20.85 1873.367 112.1748
Berdasarkan hasil tabel di atas diketahui χ2hitung = 30,89, χ2
tabel =
122,3241 karena χ2hitung < χ2
tabel, maka variabel Akuntabilitas Kepala
Madrasah (Y) atas Kecerdasan Emosional (X2) dinyatakan homogen.
142
Hasil analisis uji homogenitas menggunakan dengan exel dan
manual memperoleh nilai yang sama dengan bantuan program SPSS dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.9 Hasil Analisis Uji Homogenitas Akuntabilitas Kepala Madrasah (Y) atas Kecerdasan Emosional (X2) dengan SPSS
Test of Homogeneity of Variances
Y_Akuntaabilitas KepMad
Levene Statistic df1 df2 Sig.
1.515 19 99 .097
Berdasarkan hasil tabel di atas diketahui rhitung= 0,097, karena rhitung
> α, maka variabel Akuntabilitas Kepala Madrasah (Y) atas Kecerdasan
Emosional (X2) dinyatakan homogen.
3) Uji Homogenitas Varian Data Pengambilan Keputusan (X3) dengan
Akuntabilitas Kepala Madrasah (Y)
Hipotesis yang di uji adalah sebagai berikut: H0 : data variabel bebas atas variabel terikat bersifat homogen,
jika 2hitung < 2
tabel
H1 :data variabel bebas atas variabel terikat tidak homogen, jika
2hitung > 2
tabel
Sedangkan uji homogenitas menggunakan SPSS adalah dengan
membandingkan nilai rhitung yang diperoleh dengan tingkat α yang
digunakan (yaitu 0,05). Hipotesis yang diuji dengan SPSS adalah sebagai
berikut:
H0 : data variabel bebas atas variabel terikat bersifat homogen, jika rhitung < α
H1 : data variabel bebas atas variabel terikat tidak homogen, jika rhitung > α
Pengujian homogenitas menggunakan uji Bartlett, Rumus uji statistik
yang digunakan adalah:
143
22 .)10(ln LogSdbB
Si2 = varians tiap kelompok data
dbi = n – 1 = derajat kebebasan tiap kelompok
B = nilai Bartlett = (LogSi2) (∑dbi)
Sgabungan =∑ ��(���)∑ ��
Untuk memudahkan perhitungan uji Homogenitas dengan Uji Bartlett,
dapat dilihat pada lampiran 4.B Uji Bartlett variabel Akuntabilitas Kepala
Madrasah (Y) atas Pengambilan Keputusan (X3).
Varians gabungan:
Sgabungan =∑ ��(���)∑ �� = 75,19
97
186,1916
67,12575,19log97log 2 xSdbNilaiB i
22 log.10ln iSdbB
22,450324,10667,1253026,2
Hasil perhitungan untuk pengujian homogenitas varians variabel
Pengambilan Keputusan (X3) atas Akuntabilitas Kepala Madrasah (Y)
diperoleh 2hitung = 45,22 sementara pada tabel dengan dk = 97 pada
=0,05 diperoleh 2tabel = 121,3114 Karena 2
hitung < 2tabel , maka H0 diterima yang
berarti varians Pengambilan Keputusan (X3) atas Akuntabilitas Kepala
Madrasah (Y) adalah homogen
Hasil analisis uji homogenitas menggunakan program exel dapat
dilihat pada tabel berikut.
144
Tabel 4.15 Hasil Uji Homogenitas varian data Kompetensi Pengambilan Keputusan (X3) dengan Akuntabilitas Kepala Madrasah (Y).
NO X3 k ni Y db Si2 log Si2 db.Si2 db.log Si2
∑X 16426 45 124 16424 97 413.8314 18.52213 1916.186 106.0324
Berdasarkan hasil tabel di atas diketahui χ2hitung = 45,22, χ2
tabel =
121,3114 karena χ2hitung < χ2
tabel, maka variabel Pengambilan Keputusan
(X3) atas Akuntabilitas Kepala Madrasah (Y) dinyatakan homogen.
Hasil analisis uji homogenitas menggunakan dengan exel dan
manual memperoleh nilai yang sama dengan bantuan program SPSS dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.16 Hasil Analisis Uji Homogenitas Pengambilan Keputusan (X3) atas Akuntabilitas Kepala Madrasah (Y) dengan SPSS
Test of Homogeneity of Variances
Y_Akuntaabilitas Kepala Madrasah
Levene Statistic df1 df2 Sig.
3.180 18 98 .140
Berdasarkan hasil tabel di atas diketahui rhitung= 0,140, karena rhitung
> α, maka variabel Pengambilan Keputusan (X3) atas Akuntabilitas Kepala
Madrasah (Y) dinyatakan homogen.
4) Uji Homogenitas Varian Data Gaya Kepemimpinan (X1) dengan
Pengambilan Keputusan (X3)
Hipotesis yang di uji adalah sebagai berikut: H0 : data variabel bebas atas variabel terikat bersifat homogen,
jika 2hitung < 2
tabel
H1 :data variabel bebas atas variabel terikat tidak homogen, jika
2hitung > 2
tabel
145
Sedangkan uji homogenitas menggunakan SPSS adalah dengan
membandingkan nilai rhitung yang diperoleh dengan tingkat α yang
digunakan (yaitu 0,05). Hipotesis yang diuji dengan SPSS adalah sebagai
berikut:
H0 : data variabel bebas atas variabel terikat bersifat homogen, jika rhitung < α
H1 : data variabel bebas atas variabel terikat tidak homogen, jika rhitung > α
Pengujian homogenitas menggunakan uji Bartlett, Rumus uji statistik
yang digunakan adalah:
22 .)10(ln LogSdbB
Si2 = varians tiap kelompok data
dbi = n – 1 = derajat kebebasan tiap kelompok
B = nilai Bartlett = (LogSi2) (∑dbi)
Sgabungan =∑ ��(���)∑ ��
Untuk memudahkan perhitungan uji Homogenitas dengan Uji Bartlett,
dapat dilihat pada lampiran 4.B Uji Bartlett variabel Pengambilan Keputusan
(X3) atas Gaya Kepemimpinan (X1).
Varians gabungan:
Sgabungan =∑ ��(���)∑ �� = 326,20
90
37,1829
72,117326,20log90log 2 xSdbNilaiB i
22 log.10ln iSdbB
09,349148,10272,1173026,2
Hasil perhitungan untuk pengujian homogenitas varians variabel
Pengambilan Keputusan (X3) atas Gaya Kepemimpinan (X1) diperoleh 2hitung
= 34,09 sementara pada tabel dengan dk = 90 pada =0,05 diperoleh 2tabel
= 113,1450 Karena 2hitung < 2
tabel , maka H0 diterima yang berarti varians
146
Pengambilan Keputusan (X3) atas Gaya Kepemimpinan (X1) adalah
homogen
Hasil analisis uji homogenitas menggunakan program exel dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.17 Hasil Uji Homogenitas varian data Gaya Kepemimpinan (X1) dengan Pengambilan Keputusan (X3).
NO X1 k ni X3 db Si2 log Si2 db.Si2 db.log Si2
∑X 17667 26
12
4
1642
6 90
531.800
6
26.6733
9 1829.37 102.9148
Berdasarkan hasil tabel di atas diketahui χ2hitung = 34,09, χ2
tabel =
113,1450 karena χ2hitung < χ2
tabel, maka variabel Pengambilan Keputusan
(X3) atas Gaya Kepemimpinan (X1) dinyatakan homogen.
Hasil analisis uji homogenitas menggunakan dengan exel dan
manual memperoleh nilai yang sama dengan bantuan program SPSS dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.18 Hasil Analisis Uji Homogenitas Pengambilan Keputusan (X3) atas Gaya Kepemimpinan (X1) dengan SPSS
Test of Homogeneity of Variances
X3_Pengambilan Keputusan
Levene Statistic df1 df2 Sig.
1.980 24 91 .071
Berdasarkan hasil tabel di atas diketahui rhitung= 0,071, karena rhitung
> α, maka variabel Pengambilan Keputusan (X3) atas Gaya Kepemimpinan
(X1) dinyatakan homogen.
5) Uji Homogenitas Varian Data Kecerdasan Emosional (X2) dengan
Pengambilan Keputusan (X3)
Hipotesis yang di uji adalah sebagai berikut:
147
H0 : data variabel bebas atas variabel terikat bersifat homogen,
jika 2hitung < 2
tabel
H1 :data variabel bebas atas variabel terikat tidak homogen, jika
2hitung > 2
tabel Sedangkan uji homogenitas menggunakan SPSS adalah dengan
membandingkan nilai rhitung yang diperoleh dengan tingkat α yang
digunakan (yaitu 0,05). Hipotesis yang diuji dengan SPSS adalah sebagai
berikut:
H0 : data variabel bebas atas variabel terikat bersifat homogen, jika rhitung < α
H1 : data variabel bebas atas variabel terikat tidak homogen, jika rhitung > α
Pengujian homogenitas menggunakan uji Bartlett, Rumus uji statistik
yang digunakan adalah:
22 .)10(ln LogSdbB
Si2 = varians tiap kelompok data
dbi = n – 1 = derajat kebebasan tiap kelompok
B = nilai Bartlett = (LogSi2) (∑dbi)
Sgabungan =∑ ��(���)∑ ��
Untuk memudahkan perhitungan uji Homogenitas dengan Uji Bartlett,
dapat dilihat pada lampiran 4.B Uji Bartlett variabel Pengambilan Keputusan
(X3) atas Kecerdasan Emosional (X2).
Varians gabungan:
Sgabungan =∑ ��(���)∑ �� = 99,17
98
092,1763
99,12299,17log98log 2 xSdbNilaiB i
22 log.10ln iSdbB
148
38,410185,10599,1223026,2
Hasil perhitungan untuk pengujian homogenitas varians variabel
Pengambilan Keputusan (X3) atas Kecerdasan Emosional (X2) diperoleh
2hitung = 41,38 sementara pada tabel dengan dk = 98 pada =0,05
diperoleh 2tabel = 122,3241 Karena 2
hitung < 2tabel , maka H0 diterima yang
berarti varians Pengambilan Keputusan (X3) atas Kecerdasan Emosional
(X2) adalah homogen
Hasil analisis uji homogenitas menggunakan program exel dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.19 Hasil Uji Homogenitas varian data Kecerdasan Emosional (X2) dengan Pengambilan Keputusan (X3).
NO X2 k ni X3 db Si2 log Si2 db.Si2 db.log Si2
∑X 1742
2 26
12
4
1642
6 98
313.550
5 16.0558
1763.09
2 105.0185
Berdasarkan hasil tabel di atas diketahui χ2hitung = 41,38, χ2
tabel =
122,3241 karena χ2hitung < χ2
tabel, maka variabel Pengambilan Keputusan
(X3) atas Kecerdasan Emosional (X2) dinyatakan homogen.
Hasil analisis uji homogenitas menggunakan dengan exel dan
manual memperoleh nilai yang sama dengan bantuan program SPSS dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.20 Hasil Analisis Uji Homogenitas Pengambilan Keputusan (X3) atas Kecerdasan Emosional (X2) dengan SPSS
Test of Homogeneity of Variances
X3_Pengambilan Keputusan
Levene Statistic df1 df2 Sig.
1.497 19 98 .103
149
Berdasarkan hasil tabel di atas diketahui rhitung= 0,103, karena rhitung
> α, maka variabel Pengambilan Keputusan (X3) atas Kecerdasan
Emosional (X2) dinyatakan homogen.
6) Uji Homogenitas Varian Data Kecerdasan Emosional (X2) dengan
Gaya Kepemimpinan (X1)
Hipotesis yang di uji adalah sebagai berikut:
H0 : data variabel bebas atas variabel terikat bersifat homogen,
jika 2hitung < 2
tabel
H1 :data variabel bebas atas variabel terikat tidak homogen, jika
2hitung > 2
tabel Sedangkan uji homogenitas menggunakan SPSS adalah dengan
membandingkan nilai rhitung yang diperoleh dengan tingkat α yang
digunakan (yaitu 0,05). Hipotesis yang diuji dengan SPSS adalah sebagai
berikut:
H0 : data variabel bebas atas variabel terikat bersifat homogen, jika rhitung < α
H1 : data variabel bebas atas variabel terikat tidak homogen, jika rhitung > α
Pengujian homogenitas menggunakan uji Bartlett, Rumus uji statistik
yang digunakan adalah:
22 .)10(ln LogSdbB
Si2 = varians tiap kelompok data
dbi = n – 1 = derajat kebebasan tiap kelompok
B = nilai Bartlett = (LogSi2) (∑dbi)
Sgabungan =∑ ��(���)∑ ��
Untuk memudahkan perhitungan uji Homogenitas dengan Uji Bartlett,
dapat dilihat pada lampiran 4.B Uji Bartlett variabel Gaya Kepemimpinan
(X1) atas Kecerdasan Emosional (X2).
150
Varians gabungan:
Sgabungan =∑ ��(���)∑ �� = 57,18
90
573,1671
19,11457,18log90log 2 xSdbNilaiB i
22 log.10ln iSdbB
014,322867,10019,1143026,2
Hasil perhitungan untuk pengujian homogenitas varians variabel
Gaya Kepemimpinan (X1) atas Kecerdasan Emosional (X2) diperoleh 2hitung
= 32,014 sementara pada tabel dengan dk = 90 pada =0,05 diperoleh
2tabel = 113,1450 Karena 2
hitung < 2tabel , maka H0 diterima yang berarti varians
Gaya Kepemimpinan (X1) atas Kecerdasan Emosional (X2) adalah
homogen
Hasil analisis uji homogenitas menggunakan program exel dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.21 Hasil Uji Homogenitas varian data Gaya Kepemimpinan (X1) dengan Kecerdasan Emosional (X2).
NO X1 k ni X2 db Si2 log Si2 db.Si2 db.log Si2
∑X 17667 26 124 17422 90 392.3749 22.40928 1671.573 100.2867
Berdasarkan hasil tabel di atas diketahui χ2hitung = 32,014, χ2
tabel =
113,1450 karena χ2hitung < χ2
tabel, maka variabel Gaya Kepemimpinan (X1)
atas Kecerdasan Emosional (X2) dinyatakan homogen.
Hasil analisis uji homogenitas menggunakan dengan exel dan
manual memperoleh nilai yang sama dengan bantuan program SPSS dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.22 Hasil Analisis Uji Homogenitas Gaya Kepemimpinan (X1) atas Kecerdasan Emosional (X2) dengan SPSS
151
Test of Homogeneity of Variances
X2_Kecerdasan Emosional
Levene Statistic df1 df2 Sig.
1.663 24 91 .065
Berdasarkan hasil tabel di atas diketahui rhitung= 0,065, karena rhitung
> α, maka variabel Kecerdasan Emosional (X2) atas Gaya Kepemimpinan
(X1) dinyatakan homogen.
Berdasarkan pengujian homogenitas data masing-masing variabel,
dapat dirangkum hasil pengujian sesuai dengan tabel sebagai berikut:
Tabel 4.23 Rangkuman Uji Homogenitas
No Variabel dk 2 hitung 2 tabel Keterangan
1 X1 terhadap Y 90 30,80 113,1450 Homogen
2 X2 terhadap Y 98 30,89 122,3241 Homogen
3 X3 terhadap Y 97 45,22 121,3114 Homogen
4 X1 terhadap X3 90 34,09 113,1450 Homogen
5 X2 terhadap X3 98 41,38 122,3241 Homogen
6 X1 terhadap X2 90 32,014 113,1450 Homogen
a. Pengujian Linearitas
Uji linearitas dilakukan dengan mencari persamaan garis regresi
variabel eksogen terhadap variabel endogen. Uji linearitas dilakukan
dengan mencari persamaan regresi, selanjutnya diuji berkaitan dengan
koefisien regresi dan linearitas garis regresi dengan menggunakan tabel
analisis varians regresi linear sederhana. Keputusan diambil dengan
membandingkan nilai Fhitung (regresi) den Ftabel nilai dk (pembilang:
penyebut) untuk nilai taraf signifikasi 5%. Dengan kreteria jika Fregresi < Ftabel,
maka hubungan antar variabel dinyatakan linear.
Untuk uji linearitas variabel endogen dengan variabel eksogen
dengan menggunakan bantuan program SPSS, jika nilai Fhitung (tuna cocok)
152
lebih kecil dari Ftabel dengan ɑ= 0,05, sehingga regresi variabel eksogen
atas variabel endogen adalah linier.
1) Perhitungan Linearitas dan Pengaruh (X1) terhadap (Y)
a) Tabel Persiapan Perhitungan a dan b untuk Persamaan Regresi
Y = a + bX1
Variabel X1 terhadap Y
NO
Gaya Akuntabilitas
X12 Y2 X1Y Kepemimpinan
Kepala
Madrasah
X1 Y
∑ 17667 16424 2522837 2178430 2341498
b) Perhitungan harga a dan b dengan rumus:
68,95
176672522837124
23414981766725228371642422
12
112
XXn
YXXXYa
i
i
26,025228372522837124
16424176672341498124222
ii
ii
XXn
YXYXnb
Setelah harga a dan b ditemukan, maka persamaan regresi linear
sederhana dapat d Isusun sebagai berikut:
Y = a + bX1 = 95,68 + 0,26X1
c) Pengujian Signifikan melalui ANAVA
Sebelum melakukan analisis varians (ANAVA), terlebih dahulu akan
dilakukan proses perhitungan sebagai berikut:
(1) Menyusun tabel kelompok data variabel X1 dan Y
Gaya
k ni
Akuntabilitas
Y2 ∑Y ∑Y2 (∑Y)2/N
JKE Kepemimpinan (X1)2
Kep.
Madrasah X1.Y
X1 Y
17667 2522837 34 124 16424 2178430 16050 2131776 2129900 2341498 1876
(2) Menghitung jumlah kuadrat regresi (Jkreg(a)) dengan rumus:
153
2175385
124
16424 22
)(Re
n
YJK ag
21784302 YJKT
(3) Menghitung jumlah kuadrat regresi b/a (Jkreg(a)), dengan rumus:
59,383
124
16424.17667234145826,0
.1)/(Re
x
n
YXYXbJK abg
(4) Menghitung jumlah kuadrat residu
12,2661217538559,3832178430)(Re)/(Re2 agabgres JKJKYJK
(5) Menghitung rata-rata jumlah kuadrat regresi a (RJKreg(a)) dengan rumus:
2175385)()( aregareg JKRJK
(6) Menghitung rata-rata jumlah kuadrat regresi b/a (RJKreg(a)) dengan
rumus:
59,383)/()/( abregabreg JKRJK
(7) Menghitung rata-rata jumlah kuadrat residu (RJKres) dengan rumus:
81,212124
12,2661
2
n
JKRJK res
ree
(8) Menghitung rata-rata jumlah kuadrat error (RJKE) dengan rumus:
1876)( 2
2
n
YYJK
kE
(9) Menghitung jumlah kuadrat tuna cocok (JKTC) dengan rumus:
1174,785187612,2661 EresTC JKJKJK
(10) Menghitung rata-rata jumlah kuadrat tuna cocok (RJKTC) dengan
rumus:
53,24234
1174,785
2
k
JKRJK TC
TC
(11) Menghitung rata-rata jumlah kuadrat error (RJKE) dengan rumus:
154
84,2034124
1876
kn
JKRJK E
E
(12) Mencari nilai uji F dengan rumus:
18,184,20
53,24
E
TC
RJK
RJKF
(13) Menentukan kriteria pengukuran, jika nilai uji Fhitung < nilai Ftabel, maka
distribusi berpola Linear
(14) Mencari nilai F tabel pada taraf signifikansi 95% atau α = 5%
menggunakan rumus : Ftabel = F(1-a)(db TC, db E) dimana db TC = k – 2 dan
db E = n – k,
Diperoleh nilai Ftabel (0,05,32:90) = 1,56
(15) Membandingkan nilai uji Fhitung dengan nilai Ftabel kemudian membuat
kesimpulan. Berdasarkan hasil perhitungan tampak bahwa nilai
Fhitung > Ftabel (1,18 < 1,56)
Tabel Anava
Sumber Variabel
db JK RJK Fhitung Ftabel Ftabel
Ket.
0.05
0.01
total 124 2178430
Koefisien (a)
1 2175385 2175385
Regresi (b/a)
1 383.590 383.590 17.5858 3.91 8.83 Sangat
signfikan
Sisa 122 2661.1 21.81
Tuna Cocok
32 784.9 24.53 1.177 1.56 1.81 Linear
Galat 90 1876.2 20.85
2) Perhitungan Linearitas dan Pengaruh (X2) terhadap (Y)
a) Tabel Persiapan Perhitungan a dan b untuk Persamaan Regresi
Y = a + bX2
155
Variabel X2 terhadap Y
NO
Gaya Akuntabilitas
X22 Y2 X2Y Kepemimpinan
Kepala
Madrasah
X2 Y
∑ 17422 16424 2450980 2178430 2308943
b) Perhitungan harga a dan b dengan rumus:
05,72174222450980124
23089431742224509801642422
222
2222
XXn
YXXXYa
43,0174222450980124
1642217422230894312422
222
22
XXn
YXYXnb
Setelah harga a dan b diperoleh, maka persamaan regresi linear
sederhana dapat di susun sebagai berikut:
Y = a + bX2 = 72,05 + 0,43 X2
c) Pengujian Signifikan melalui ANAVA
Sebelum melakukan analisis varians (ANAVA), terlebih dahulu akan
dilakukan proses perhitungan sebagai berikut:
(1) Menyusun tabel kelompok data variabel X dan Y
Kecerdasan
k ni
Akuntabilitas
Y2
∑Y2 (∑Y)2/N
JKE Emosional (X2)
2
Kep.Madrasa
h
∑Y X21.Y
X2 Y
17422 2450980 26 124 16424 2178430 16063 2134971 2133027 2308943 1944
(2) Menghitung jumlah kuadrat regresi (Jkreg(a)) dengan rumus:
2175358
124
16424 22
)(Re
n
yJK ag
21784302 YJKT
(3) Menghitung jumlah kuadrat regresi b/a (Jkreg(a)), dengan rumus:
53,589
124
1642417422230894343,0
.)/(Re
x
n
YXXYbJK abg
156
(4) Menghitung jumlah kuadrat residu
18,2455217535853,5892178430)(Re)/(Re2 agabgres JKJKYJK
(5) Menghitung rata-rata jumlah kuadrat regresi a (RJKreg(a)) dengan rumus:
2175358)()( aregareg JKRJK
(6) Menghitung rata-rata jumlah kuadrat regresi b/a (RJKreg(a)) dengan
rumus:
53,589)/()/( abregabreg JKRJK
(7) Menghitung rata-rata jumlah kuadrat residu (RJKres) dengan rumus:
12,202124
18,2455
2
n
JKRJK res
res
(8) Menghitung rata-rata jumlah kuadrat error (RJKE) dengan rumus:
1944)( 2
2
n
YYJK
kE
(9) Menghitung jumlah kuadrat tuna cocok (JKTC) dengan rumus:
18,511194418,2455 EresTC JKJKJK
(10) Menghitung rata-rata jumlah kuadrat tuna cocok (RJKTC) dengan
rumus:
30,21226
18,511
2
k
JKRJK TC
TC
(11) Menghitung rata-rata jumlah kuadrat error (RJKE) dengan rumus:
84,1926124
1944
kn
JKRJK E
E
(12) Mencari nilai uji F dengan rumus:
07,184,19
30,21
E
TC
RJK
RJKF
(13) Menentukan kriteria pengukuran, jika nilai uji Fhitung < nilai Ftabel, maka
distribusi berpola Linear
157
(14) Mencari nilai F tabel pada taraf signifikansi 95% atau α = 5%
menggunakan rumus : Ftabel = F(1-a)(db TC, db E) dimana db TC = k – 2
dan db E = n – k,
Diperoleh nilai Ftabel (0,05,22:98) = 1,62
(15) Membandingkan nilai uji Fhitung dengan nilai Ftabel kemudian membuat
kesimpulan. Berdasarkan hasil perhitungan tampak bahwa nilai
Fhitung < Ftabel (1,07 < 1,62)
Tabel Anava
Sumber Variabel
db JK RJK Fhitung Ftabel Ftabel
Ket.
0.05
0.01
total 124 2178430
Koefisien (a)
1 2175385 2175385
Regresi (b/a)
1 589.530 589.530 29.2943 3.91 8.83 signfikan
Sisa 122 2455.2 20.12
Tuna Cocok
24 511.0 21.29 1.073 1.62 1.81 Linear
3) Perhitungan Linearitas dan Pengaruh (X3) terhadap (Y)
a) Tabel Persiapan Perhitungan a dan b untuk Persamaan Regresi Y
= a + bX3
Variabel X3 terhadap Y
No Pengambilan Keputusan
(X3)
Akuntabilitas Kep.Madrasah
(Y) Y2 X42 X3Y
∑ 16426 16424 2178924 2178430 2176375
b) Perhitungan harga a dan b dengan rumus:
54,100
164262178924124
2163751642621789241642422
323
3323
XXn
YXXXYa
24,0164262178924124
1642416426217637512422
323
33
XXn
YXYXnb
158
Setelah harga a dan b diperoleh, maka persamaan regresi linear
sederhana dapat di susun sebagai berikut:
Y = a + bX3 = 100,54 + 0,24 X3
c) Pengujian Signifikan melalui ANAVA
Sebelum melakukan analisis varians (ANAVA), terlebih dahulu akan
dilakukan proses perhitungan sebagai berikut:
(1) Menyusun tabel kelompok data variabel X dan Y
Pengambilan
k ni
Akuntablitas
Y2
∑Y2 (∑Y)2/N
JKE keputusan (X3)2
Kep.Madrasah
∑Y X1.Y
X3 Y
16426 2178924 45 124 16424 2178430 16054 2132676 2130590 2176375 2086
(2) Menghitung jumlah kuadrat regresi (Jkreg(a)) dengan rumus:
29,2175385
124
16424 22
)(Re
n
YJK ag
21784302 YJK T
(3) Menghitung jumlah kuadrat regresi b/a (Jkreg(a)), dengan rumus:
95,173
124
1642416426217637524,0
.33)/(Re
x
n
YXYXbJK abg
(4) Menghitung jumlah kuadrat residu 76,287029,217538595,1732178430)(Re)/(Re
2 agabgres JKJKYJK
(5) Menghitung rata-rata jumlah kuadrat regresi a (RJKreg(a)) dengan rumus:
29,2175385)()( aregareg JKRJK
(6) Menghitung rata-rata jumlah kuadrat regresi b/a (RJKreg(a)) dengan
rumus:
95,173)/()/( abregabreg JKRJK
(7) Menghitung rata-rata jumlah kuadrat residu (RJKres) dengan rumus:
159
531,232124
2870
2
n
JKRJK res
ree
(8) Menghitung rata-rata jumlah kuadrat error (RJKE) dengan rumus:
2086)( 2
2
n
YYJK
kE
Untuk menghitung JKE urutkan data X mulai dari data yang paling kecil
sampai data yang paling besar berikut disertai pasangannya
(9) Menghitung jumlah kuadrat tuna cocok (JKTC) dengan rumus:
76,784208676,2870 EresTC JKJKJK
(10) Menghitung rata-rata jumlah kuadrat tuna cocok (RJKTC) dengan
rumus:
25,18245
76,784
2
k
JKRJK TC
TC
(11) Menghitung rata-rata jumlah kuadrat error (RJKE) dengan rumus:
41,2645124
2086
kn
JKRJK E
E
(12) Mencari nilai uji F dengan rumus:
69,041,26
25,18
E
TC
RJK
RJKF
(13) Menentukan kriteria pengukuran, jika nilai uji Fhitung < nilai Ftabel, maka
distribusi berpola Linear
(14) Mencari nilai F tabel pada taraf signifikansi 95% atau α = 5%
menggunakan rumus : Ftabel = F(1-a)(db TC, db E) dimana db TC = k – 2
dan db E = n – k,
Diperoleh nilai Ftabel (0,05,43:79) = 1,52
(15) Membandingkan nilai uji Fhitung dengan nilai Ftabel kemudian membuat
kesimpulan. Berdasarkan hasil perhitungan tampak bahwa nilai
Fhitung < Ftabel 0,69 < 1,52)
160
Tabel Anava
Sumber Variabel
db JK RJK Fhitung Ftabel Ftabel
Ket.
0.05
0.01
total 124 2178430
Koefisien (a)
1 2175385 2175385
Regresi (b/a)
1 173.950 173.950 7.3924 3.91 8.83 signfikan
Sisa 122 2870.8 23.53
Tuna Cocok
43 784.3 18.24 0.691 1.52 1.81 Linear
Galat 79 2086.4 26.41
4) Perhitungan Linearitas dan Pengaruh (X1) terhadap (X3)
a) Tabel Persiapan Perhitungan a dan b untuk Persamaan Regresi
Y = a + bX1
Variabel X1 terhadap X3
No Gaya Kepemimpinan (X1)
Pengambilan Keputusan
(X3) X12 X32 X1X3
∑ 17667 16426 2522837 2178924 2341721
b) Perhitungan harga a dan b dengan rumus:
13,3913233194895790
194381713233252228371642622
121
311213
XXn
XXXXXa
25,0176672522837124
1642617667234172112422
12
1
3131
XXn
XXXXnb
Setelah harga a dan b diperoleh, maka persamaan regresi linear
sederhana dapat di susun sebagai berikut:
Y = a + bX1 = 97,24 + 0,25.X1
161
c) Pengujian Signifikan melalui ANAVA
Sebelum melakukan analisis varians (ANAVA), terlebih dahulu akan
dilakukan proses perhitungan sebagai berikut:
(1) Menyusun tabel kelompok data variabel X1 dan X3
Gaya
k ni
Pengambilan
X32
∑X32 (∑X3)
2/N
JKE kepemimpinan (X3)2 Keputusan
∑X3 X1.X3
X1 X3
17667 2522837 34 124 16426 2178924 16053 2132543 2130561 2341721 1982
(2) Menghitung jumlah kuadrat regresi (Jkreg(a)) dengan rumus:
13,2175915
124
16426 223
)(Re
n
XJK ag
21789242 YJKT
(3) Menghitung jumlah kuadrat regresi b/a (Jkreg(a)), dengan rumus:
35,253
124
1642617667234172124,0
. 4343)/(Re
x
n
XXXXbJK abg
(4) Menghitung jumlah kuadrat residu
52,265513,217591535,2532178924)(Re)/(Re2 agabgres JKJKYJK
(5) Menghitung rata-rata jumlah kuadrat regresi a (RJKreg(a)) dengan rumus:
13,2175915)()( aregareg JKRJK
(6) Menghitung rata-rata jumlah kuadrat regresi b/a (RJKreg(a)) dengan
rumus:
52,2655)/()/( abregabreg JKRJK
(7) Menghitung rata-rata jumlah kuadrat residu (RJKres) dengan rumus:
77,212124
2655
2
n
JKRJK res
ree
(8) Menghitung rata-rata jumlah kuadrat error (RJKE) dengan rumus:
1982)( 2
2
n
YYJK
kE
(9) Menghitung jumlah kuadrat tuna cocok (JKTC) dengan rumus:
162
52,673198252,2655 EresTC JKJKJK
(10) Menghitung rata-rata jumlah kuadrat tuna cocok (RJKTC) dengan
rumus:
05,21234
52,673
2
k
JKRJK TC
TC
(11) Menghitung rata-rata jumlah kuadrat error (RJKE) dengan rumus:
02,2234124
1982
kn
JKRJK E
E
(12) Mencari nilai uji F dengan rumus:
96,002,22
05,21
E
TC
RJK
RJKF
(13) Menentukan kriteria pengukuran, jika nilai uji Fhitung < nilai Ftabel, maka
distribusi berpola Linear
(14) Mencari nilai F tabel pada taraf signifikansi 95% atau α = 5%
menggunakan rumus : Ftabel = F(1-a)(db TC, db E) dimana db TC = k – 2
dan db E = n – k,
Diperoleh nilai Ftabel (0,05,32:90) = 1,58
(15) Membandingkan nilai uji Fhitung dengan nilai Ftabel kemudian membuat
kesimpulan. Berdasarkan hasil perhitungan tampak bahwa nilai
Fhitung < Ftabel (0,96 < 1,58)
Tabel Anava
Sumber Variabel
Db JK RJK Fhitung Ftabel Ftabel
Ket.
0.05
0.01
Total 124 2178924
Koefisien (a)
1 2175915 2175915
Regresi (b/a)
1 253.350 253.350 11.2170 3.91 8.83 signfikan
Sisa 122 2655.5 22.59
163
Tuna Cocok
32 673.6 21.05 0.960 1.58 1.81 Linear
Galat 90 1982.0 22.02
5) Perhitungan Linearitas dan Pengaruh (X2) terhadap (X3)
a) Tabel Persiapan Perhitungan a dan b untuk Persamaan Regresi
Y = a + bX2
Variabel X2 terhadap X3
No Kecerdasan Emosional
(X2)
Pengambilan Keputusan (X3)
X22 X3
2 X2X3
∑ 17422 16426 2450980 2178924 2309155
b) Perhitungan harga a dan b dengan rumus:
71,62
174222450980124
23091551742224509801642422
222
322223
XXn
XXXXXa
50,0174222450980124
1642617422230894312422
222
3232
XXn
XXXXnb
Setelah harga a dan b diperoleh, maka persamaan regresi linear
sederhana dapat di susun sebagai berikut:
Y = a + bX1 = 62,71 + 0,50 X1
c) Pengujian Signifikan melalui ANAVA
Sebelum melakukan analisis varians (ANAVA), terlebih dahulu akan
dilakukan proses perhitungan sebagai berikut:
(1) Menyusun tabel kelompok data variabel X2 dan X3
Kecerdasam
k ni
Pengambilan
X32
∑X32 (∑X3)
2/N
JKE Emosional (X2)2 Keputusan
∑X3 X2.X3
X2 X3
17422 2450980 26 124 16426 2178924 16052 2132198 2130325 2309155 1873
164
(2) Menghitung jumlah kuadrat regresi (Jkreg(a)) dengan rumus:
29,2175385
124
16424 223
)(Re
n
XJK ag
217843023 XJKT
(3) Menghitung jumlah kuadrat regresi b/a (Jkreg(a)), dengan rumus:
651
124
1642617422230915550,0
. 3232)/(Re
x
n
XXXXbJK abg
(4) Menghitung jumlah kuadrat residu
71,239329,21753856512178430)(Re)/(Re2 agabgres JKJKYJK
(5) Menghitung rata-rata jumlah kuadrat regresi a (RJKreg(a)) dengan rumus:
29,2175385)()( aregareg JKRJK
(6) Menghitung rata-rata jumlah kuadrat regresi b/a (RJKreg(a)) dengan
rumus:
651)/()/( abregabreg JKRJK
(7) Menghitung rata-rata jumlah kuadrat residu (RJKres) dengan rumus:
62,192124
71,2393
2
n
JKRJK res
ree
(8) Menghitung rata-rata jumlah kuadrat error (RJKE) dengan rumus:
1944)( 2
2
n
YYJK
kE
Untuk menghitung JKE urutkan data X mulai dari data yang paling kecil
sampai data yang paling besar berikut disertai pasangannya
(9) Menghitung jumlah kuadrat tuna cocok (JKTC) dengan rumus:
71,449194471,2393 EresTC JKJKJK
(10) Menghitung rata-rata jumlah kuadrat tuna cocok (RJKTC) dengan
rumus:
74,18226
71,449
2
k
JKRJK TC
TC
165
(11) Menghitung rata-rata jumlah kuadrat error (RJKE) dengan rumus:
84,1926124
1944
kn
JKRJK E
E
(12) Mencari nilai uji F dengan rumus:
94,0847,19
74,18
E
TC
RJK
RJKF
(13) Menentukan kriteria pengukuran, jika nilai uji Fhitung < nilai Ftabel, maka
distribusi berpola Linear
(14) Mencari nilai F tabel pada taraf signifikansi 95% atau α = 5%
menggunakan rumus : Ftabel = F(1-a)(db TC, db E) dimana db TC = k – 2
dan db E = n – k,
Diperoleh nilai Ftabel (0,05,24:98) = 1,63
(15) Membandingkan nilai uji Fhitung dengan nilai Ftabel kemudian membuat
kesimpulan. Berdasarkan hasil perhitungan tampak bahwa nilai
Fhitung < Ftabel (0,94 < 1,63)
Tabel Anava
Sumber Variabel
db JK RJK Fhitung Ftabel Ftabel Ket.
α = 0,05 α = 0,01
total 90 1945688 Koefisien (a)
1 1937174 1937174
Regresi (b/a)
1 1112.083 1112.083 13.2205 3.95 6.94 Sangat
signfikan
Sisa 88 7402.4 84.12
Tuna Cocok
30 3349.7 111.66 1.598 1.65 2.04 Linear
Galat 58 4052.7 69.87
6) Perhitungan Linearitas dan Pengaruh (X1) terhadap (X2)
a) Tabel Persiapan Perhitungan a dan b untuk Persamaan Regresi
Y = a + bX2
166
Variabel X1 terhadap X2
No Gaya
Kepemimpinan (X1)
Kecerdasan Emosional
(X2)
X12 X2
2 X1X2
∑ 17667 17422 2522837 2450980 2484079
b) Perhitungan harga a dan b dengan rumus:
01,94176672522837124
24840791766725228371742222
12
1
2112
12
XXn
XXXXXa
33,0176672522837124
1742217667248407912422
12
1
2121
XXn
XXXXnb
Setelah harga a dan b diperoleh, maka persamaan regresi linear
sederhana dapat di susun sebagai berikut:
Y = a + bX1 = 94,01 + 0,33X1
c) Pengujian Signifikan melalui ANAVA
Sebelum melakukan analisis varians (ANAVA), terlebih dahulu akan
dilakukan proses perhitungan sebagai berikut:
(1) Menyusun tabel kelompok data variabel X1 dan X2
Gaya
k ni
Iklim
X22
∑X22 (∑X2)
2/N
JKE Kepemimpina
n (X1)2
Organsiasi
∑X2 X1.X2
X1 X2
17667 2522837 34 124 17422 2450980 17020 2396990 2395117 2484079 1873
(2) Menghitung jumlah kuadrat regresi (Jkreg(a)) dengan rumus:
2447791
124
17422 222
)(Re
n
XJK ag
24509802 YJKT
(3) Menghitung jumlah kuadrat regresi b/a (Jkreg(a)), dengan rumus:
615,615
124
1742217667248407933,02
.1
21)/(Re
x
n
XXXXbJK abg
167
(4) Menghitung jumlah kuadrat residu 380,25732447791615,6152450980)(Re)/(Re
2 agabgres JKJKYJK
(5) Menghitung rata-rata jumlah kuadrat regresi a (RJKreg(a)) dengan rumus: 2447791)()( aregareg JKRJK
(6) Menghitung rata-rata jumlah kuadrat regresi b/a (RJKreg(a)) dengan
rumus:
615,615)/()/( abregabreg JKRJK
(7) Menghitung rata-rata jumlah kuadrat residu (RJKres) dengan rumus:
09,212124
380,2573
2
n
JKRJK res
ree
(8) Menghitung rata-rata jumlah kuadrat error (RJKE) dengan rumus:
1873)( 2
2
n
YYJK
kE
(9) Menghitung jumlah kuadrat tuna cocok (JKTC) dengan rumus:
385,7001873380,2573 EresTC JKJKJK
(10) Menghitung rata-rata jumlah kuadrat tuna cocok (RJKTC) dengan
rumus:
89,21234
385,700
2
k
JKRJK TC
TC
(11) Menghitung rata-rata jumlah kuadrat error (RJKE) dengan rumus:
81,2034124
1873
kn
JKRJK E
E
(12) Mencari nilai uji F dengan rumus:
05,181,20
89,21
E
TC
RJK
RJKF
(13) Menentukan kriteria pengukuran, jika nilai uji Fhitung < nilai Ftabel, maka
distribusi berpola Linear
168
(14) Mencari nilai F tabel pada taraf signifikansi 95% atau α = 5%
menggunakan rumus: Ftabel = F(1-a)(db TC, db E) dimana db TC = k – 2
dan db E = n – k,
Diperoleh nilai Ftabel (0,05,32:90) = 1,56
(15) Membandingkan nilai uji Fhitung dengan nilai Ftabel kemudian membuat
kesimpulan. Berdasarkan hasil perhitungan tampak bahwa nilai
Fhitung < Ftabel (1,05 < 1,56)
Tabel Anava
Sumber Variabel
db JK RJK Fhitung Ftabel Ftabel
Ket.
0.05
0.01
total 124 2450980
Koefisien (a)
1 2447791 2447791
Regresi (b/a)
1 615.615 615.615 29.1853 3.91 8.83 signfikan
Sisa 122 2573.4 21.09
Tuna Cocok
32 700.1 21.88 1.051 1.56 1.81 Linear
Galat 90 1873.3 20.81
b. Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dapat dilakukan setelah melalui proses
pengujian persyaratan analisis. Hasil pengujian persyaratan analisis
menunjukkan bahwa skor setiap variabel telah memenuhi persyaratan
dilakukannya pengujian statistik selanjutnya, yaitu pengujian hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan melalui tahap perhitungan regresi,
korelasi,170 dan analisis jalur. Perhitungan regresi bertujuan untuk
memprediksi variabel Y apabila variabel X dinaikkan dan diturunkan.
Perhitungan korelasi bertujuan untuk mengetahui seberapa besar
sumbangan/kontribusi yang diberikan oleh variabel X terhadap Y. Analisis
170 Sugiyono, Op.Cit, hal. 308
169
jalur merupakan pengembangan dari analisis regresi yang digunakan untuk
menguji hubungan antar variabel yang berbentuk sebab akibat (terdapat
variabel endogen dan eksogen).
Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan software
SPSS 23.0 dan Excel. Hipotesis yang akan diuji meliputi: hubungan antara
Gaya Kepemimpinan (X1) dengan Akuntabilitas Kepala Madrasah (Y),
Kecerdasan Emosional (X2) dengan Akuntabilitas Kepala Madrasah (Y),
hubungan pengambilan Keputusan (X3) dengan Akuntabilitas Kepala
Madrasah (Y), dan Hubungan antara Gaya Kepemimpinan (X1),
Kecerdasan Emosional (X2), dan pengambilan Keputusan (X3) secara
bersama-sama dengan Akuntabilitas Kepala Madrasah (Y).
Gambar 4.6 Konstelasi Variable Penelitian
Hipotesisi Pertama: Terdapat Hubungan Gaya Kepemimpinan (X1) terhadap Akuntabilitas Kepala Madrasah (Y)
Hipotesis pertama menyatakan Gaya Kepemimpinan (X1) memiliki
hubungan dengan Akuntabilitas Kepala Madrasah (Y). Hipotesis statistik:
H0:ρx1y = 0
H1:px1y ≠ 0
Kriteria pengujian hipotesis H0 ditolak jika nilai thitung > ttabel, dan H1
diterima jika nilai thitung < ttabel. Berdasarkan hasil analisis data secara manual
diperoleh nilai thitung = 4,63 nilai ttabel = 2,358, maka thitung > ttabel (4,63 >2,358)
X1
X2
Y
X3
170
maka Ha diterima, artinya ada hubungan positif dan signifikan antara Gaya
Kepemimpinan (X1) dengan Kepuasan Kerja (Y) koefisien korelasi X1
terhadap Y (�� ) = 0,35. Nilai koefisien korelasi ini jika dikonsultasikan
pada Tabel intervensi korelasi Product Moment Pearson terletak pada
interval ≥ 0,40 – < 0,70 keputusan memiliki hubungan yang sedang/cukup.
Tingkat keeratan hubungan variable Gaya Kepemimpinan (X1) dengan
Akuntabilitas Kepala Madrasah (Y) adalah sedang/cukup.
Tabel 4.24 Hasil koefisien korelasi dengan menggunakan EXEL
Variabel X1 terhadap Y
NO
Gaya Akuntabilitas
X12 Y2 X1Y Kepemimpinan
Kepala Madrasah
X1 Y
∑ 17667 16424 2522837 2178430 2341498
1). Perhitungan menentukan besaran kekuatan hubungan antara variabel
Gaya Kepemimpinan (X1) dengan variable Akuntabilitas Kepala
Madrasah (Y) dilakukan dengan menghitung nilai koefisien korelasi atau
symbol r.
1). Menghitung nilai r Pearson Product Moment
�� = � ∑ �� � − (∑ ��)(∑ �)��� ∑ ��� − (∑ ��)���� ∑ �� − (∑ �)�� �� = 124 × 2341498 − 17667 × 16424��124 × 2522837 − (17667)���124 × 2178430 − (16424)�� = 290345752 − 290162808��312831788 − 312122889��270125320 − 269747776� = 182944√708899 × 377544
= �%�&''√�()('*+('*+(
= 182944517339,89 = 0,35
Berdasarkan perhitungan koefisien korelasi (�� ) antara variable
gaya kepemimpinan (X1) dengan akuntabilitas kepala madrasah (Y)
171
diperoleh nilai �� = 0,35. Nilai koefisien korelasi ini jika dikonsultasikan
pada Tabel interfensi korelasi Product Moment Pearson terletak pada
interval ≥ 0,40 – < 0,70 keputusan memiliki hubungan yang sedang/cukup.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tingkat keeratan hubungan
variable gaya kepemimpinan (X1) dengan akuntabilitas kepala madrasah
(Y) adalah sedang/cukup.
2). Perhitungan nilai koefisien korelasi, dengan uji t
-./0123 = √4 − 2√1 − �
-./0123 = 0,35√124 − 2�1 − 0,55�
= 0,35√122�1 − 0,3025
= 0,35 × 11,04�0,6975
= 3,8640,835 = 4,63
3). Rangkuman hasil perhitungan:
Tabel 4.25 Hasil Perhitungan hubungan X1 terhadap Y
rx1y r2x1y dk thitung ttabel Kesimpulan
0,05 0,01 0,35 0,1225 34 4,63 2,358 2,275 Hipotesis diterima
Berdasarkan kriteria tersebut ternyata nilai thitung (4,63) > ttabel (2,358),
sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Ini berarti bahwa hipotesis penelitian
yang menyatakan Gaya Kepemimpinan (X1) memiliki hubungan positif dan
signifikan dengan Akuntabilitas Kepala Madrasah (Y) dapat diterima karena
teruji kebenarannya. Perhitungan secara manual mendapatkan angka yang
sama dengan perhitungan menggunakan bantuan SPSS ver.23 dapat
dilihat pada tabel berikut:
172
Tabel 4.26 Tabel Output SPSS
Correlations
X1_Gaya Kepemimpinan
Y_Akuntabilitas Kepmad
X1_Gaya Kepemimpinan
Pearson Correlation 1 .354**
Sig. (2-tailed) .000
Sum of Squares and Cross-products
5716.927 1475.355
Covariance 46.479 11.995
N 124 124
Y_Akuntabilitas Kepmad
Pearson Correlation .354** 1
Sig. (2-tailed) .000
Sum of Squares and Cross-products
1475.355 3044.710
Covariance 11.995 24.754
N 124 124
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Pada tabel 4.25 hasil r41=0,354171, Kedua hasil perhitungan baik
secara manual maupun menggunakan bantuan program SPSS,
menunjukkan nilai koefisen jalur yang sama yaitu 541=0,354. Sedangkan
untuk menyatakan besar kecilnya kontribusi (sumbangan) variabel Gaya
kepemimpinan (X1) terhadap Akuntabilitas Kepala Madrasah (Y) sebagai
berikut:
4). Menentukan koefisien determinasi 56 = � × 100% 56 = 0,35� × 100% = 0,1225 × 100% = 12,25%
Bedasarkan hasil perhitungan di atas, besarnya hubungan Gaya
kepemimpinan (X1) dengan Akuntabilitas Kepala Madrasah (Y) sebesar
12,25%, sedangkan sisanya sebesar 87,75% dipengaruhi oleh variabel lain.
Hipotesis kedua: Terdapat hubungan Kecerdasan Emosional (X2) terhadap Kepuasan Kerja (Y)
171Ibid.
173
Hipotesis kedua menyatakan Kecerdasan Emosional (X2) memiliki
hubungan positif yang signifikan dengan Akuntabilitas Kepala Madrasah
(Y). Hipotesis statistik:
H0:ρx2y = 0
H1:px2y ≠ 0
Kriteria pengujian hipotesis H0 ditolak jika nilai thitung > ttabel, dan H1
diterima jika nilai thitung < ttabel. Berdasarkan hasil analisis data secara manual
diperoleh nilai thitung = 5,41 nilai ttabel = 2,358, maka thitung > ttabel (5,41 >2,358)
maka Ha diterima, artinya ada hubungan positif dan signifikan antara
Kecerdasan Emosional (X2) dengan Akuntabilitas Kepala Madrasah (Y)
koefisien korelasi X2 terhadap Y (�� ) = 0,44. Nilai koefisien korelasi ini
jika dikonsultasikan pada Tabel intervensi korelasi Product Moment
Pearson terletak pada interval ≥ 0,40 – < 0,70 keputusan memiliki hubungan
yang kuat/tinggi. Tingkat keeratan hubungan variable Kecerdasan
Emosional (X2) dengan Akuntabilitas Kepala Madrasah (Y) adalah
sedang/cukup.
Tabel 4.27 Koefisien korelasi dengan menggunakan EXEL
Variabel X2 terhadap Y
No Iklim Organisasi
(X2)
Akuntabilitas Kep.
Madrasah (Y)
X22 Y2 X2Y
∑ 17422 16424 2450980 2178430 2308943
1). Perhitungan menentukan besaran kekuatan hubungan antara variabel
Kecerdasan Emosional (X2) dengan variable Akuntabilitas Kepala
Madrasah (Y) dilakukan dengan menghitung nilai koefisien korelasi atau
symbol r.
�� = � ∑ �� � − (∑ ��)(∑ �)��� ∑ ��� − (∑ ��)���� ∑ �� − (∑ �)��
174
�� = 124 × 2308943 − 17422 × 16424��124 × 2450980 − (17422)���124 × 2178430 − (16424)�� = 286308932 − 286138923��303921520 − 303526084��270125320 − 269747776� = 170009√395436 × 377544
= 170009√149294489184
= 170009386386,45 = 0,44
Berdasarkan perhitungan koefisien korelasi (�� ) antara variable
kecerdasan emosional (X2) dengan akuntabalitas kepala madrasah (Y)
diperoleh nilai �� = 0,44. Nilai koefisien korelasi ini jika dikonsultasikan
pada Tabel intervensi korelasi Product Moment Pearson terletak pada
interval ≥ 0,40 – < 0,70 keputusan memiliki hubungan yang sedang/cukup.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tingkat keeratan hubungan
variable kecerdasan emosional (X2) dengan akuntabalitas kepala madrasah
(Y) adalah sedang/cukup.
2). Perhitungan nilai koefisien korelasi, dengan uji t.:
-./0123 = 8√29�√�98�
-./0123 = 0,44√124 − 2�1 − 0,44�
= 0,44√122√1 − 0,1936
= 0,44 × 11,04√0,8064
= 4,85760,89799 = 5,41
3). Rangkuman hasil perhitungan:
175
Tabel 4.28 Hasil Perhitungan hubungan X2 terhadap Y
rx2y r2x2y dk thitung ttabel Kesimpulan
0,05 0,01
0,44
0,1936 26 5,41 2,358 2,275 Hipotesis diterima
Berdasarkan kriteria tersebut ternyata nilai thitung (5,41)> ttabel (2,358),
sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Ini berarti bahwa hipotesis penelitian
yang menyatakan Kecerdasan Emosional (X2) memiliki hubungan positif
dan signifikan dengan Akuntabilitas Kepala Madrasah (Y) dapat diterima
karena teruji kebenarannya. Perhitungan secara manual mendapatkan
angka yang sama dengan perhitungan menggunakan bantuan SPSS ver.23
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.29 Tabel Output SPSS
Correlations
X2_Kecerdasan Emosional
Y_Akuntabilitas Kepmad
X2_Kecerdasan Emosional
Pearson Correlation 1 .440**
Sig. (2-tailed) .000
Sum of Squares and Cross-products
3189.000 1371.000
Covariance 25.927 11.146 N 124 124
Y_Akuntabilitas Kepmad
Pearson Correlation .440** 1
Sig. (2-tailed) .000
Sum of Squares and Cross-products
1371.000 3044.710
Covariance 11.146 24.754
N 124 124
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Pada tabel 4.28 hasil r42=0,44172, Kedua hasil perhitungan baik
secara manual maupun menggunakan bantuan program SPSS,
menunjukkan nilai koefisen jalur yang sama yaitu r42=0,44. Sedangkan
untuk menyatakan besar kecilnya kontribusi (sumbangan) variabel
172Ibid.
176
Kecerdasan Emosional (X2) terhadap Akuntabilitas Kepala Madrasah (Y)
sebagai berikut:
4). Menentukan koefisien determinasi 56 = � × 100% 56 = 0,44� × 100% = 0,1936 × 100% = 19,36%
Bedasarkan hasil perhitungan di atas, besarnya hubungan Gaya
kepemimpinan (X1) dengan Akuntabilitas Kepala Madrasah (Y) sebesar
19,36%, sedangkan sisanya sebesar 80,64% dipengaruhi oleh variabel lain.
Hipotesis Ketiga: Terdapat hubungan Pengambilan Keputusan (X3) dengan Akuntabilitas Kepala Madrasah (Y)
Hipotesis ketiga menyatakan terdapat hubungan Pengambilan
Keputusan (X3) dengan Akuntabilitas Kepala Madrasah (Y). Hipotesis
statistik:
H0:ρx3y = 0
H1:px3y ≠ 0
Kriteria pengujian hipotesis H0 ditolak jika nilai thitung > ttabel, dan H1
diterima jika nilai thitung < ttabel. Berdasarkan hasil analisis data secara manual
diperoleh nilai thitung = 7,06 nilai ttabel = 2,358 maka thitung > ttabel (7,06 > 2,358)
maka Ha diterima, artinya ada hubungan positif dan signifikan antara
Pengambilan Keputusan (X3) dengan Akuntabilitas Kepala Madrasah (Y)
koefisien korelasi X3 terhadap Y (�: ) = 0,54. Nilai koefisien korelasi ini
jika dikonsultasikan pada Tabel intervensi korelasi Product Moment
Pearson terletak pada interval ≥ 0,40 – < 0,70 keputusan memiliki hubungan
yang cukup/sedang. Tingkat keeratan hubungan variable Pengambilan
Keputusan (X3) dengan Akuntabilitas Kepala Madrasah (Y) adalah
cukup/sedang.
Tabel 4.30 hasil koefisien korelasi dengan menggunakan EXEL
177
Variabel X3 terhadap Y
No Pengambilan Keputusan
(X3)
Akuntabilitas Kep.Madrasah
(Y) Y2 X42 X3Y
∑ 16426 16424 2178924 2178430 2176375
1). Perhitungan menentukan besaran kekuatan hubungan antara variabel
Pengambilan Keputusan (X3) dengan Akuntabilitas Kepala Madrasah
(Y) dilakukan dengan menghitung nilai koefisien korelasi atau symbol r.
a. Menghitung nilai r Pearson Product Moment
�� = � ∑ �; � − (∑ �;)(∑ �)��� ∑ �;� − (∑ �;)���� ∑ �� − (∑ �)�� �� = 124 × 2176375 − 16426 × 16424��124 × 2178924 − (16426)���124 × 2178430 − (16424)�� = 269870500 − 269780624��270186576 − 269813476��270125320 − 269747776� = 89876√373100 × 377544
= 89876√140861666400
= 89876375315,422 = 0,54
Berdasarkan perhitungan koefisien korelasi (�: ) antara variable
pengambilan keputusan (X3) dengan akuntabilitas kepala madrasah (Y)
diperoleh nilai �� = 0,54. Nilai koefisien korelasi ini jika dikonsultasikan
pada Tabel intervensi korelasi Product Moment Pearson terletak pada
interval ≥ 0,40 – < 0,70 keputusan memiliki hubungan yang sedang/cukup.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tingkat keeratan hubungan
variable pengambilan keputusan (X3) dengan akuntablitas kepala madrasah
(Y) adalah sedang/cukup.
2). Perhitungan nilai koefisien korelasi, dengan uji t.:
-./0123 = √4 − 2√1 − �
178
-./0123 = 0,54√124 − 2�1 − 0,54�
= 0,54√122√1 − 0,2916
= 0,54 × 11,04√0,7084
= 5,96160,845 = 7,06
3). Rangkuman hasil perhitungan:
Tabel 4.31 Hasil Perhitungan hubungan X3 terhadap Y
�: r21y dk thitung
ttabel Kesimpulan
0,05 0,01
0,54
0,2916 45 7,06 2,358 2,275 Hipotesis diterima
Berdasarkan kriteria tersebut ternyata nilai thitung (7,06) > ttabel (2,358),
sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Ini berarti bahwa hipotesis penelitian
yang menyatakan Pengambilan Keputusan (X3) memiliki hubungan dengan
Akuntabilitas Kepala Madrasah (Y) dapat diterima karena teruji
kebenarannya. Perhitungan secara manual mendapatkan angka yang
sama dengan perhitungan menggunakan bantuan SPSS ver.22 dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.32 Tabel Output SPSS
Correlations X3_Pengambila
n Keputusan Y_Akuntabilitas
Kepmad
X3_Pengambilan Keputusan
Pearson Correlation 1 .540
Sig. (2-tailed) .007
Sum of Squares and Cross-products
3008.871 724.806
Covariance 24.462 5.893
N 124 124
Y_Akuntabilitas Kepmad
Pearson Correlation .540 1
Sig. (2-tailed) .007
Sum of Squares and Cross-products
724.806 3044.710
Covariance 5.893 24.754
N 124 124
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
179
Pada tabel 4.31 hasil r43=0,54173, Kedua hasil perhitungan baik
secara manual maupun menggunakan bantuan program SPSS,
menunjukkan nilai koefisen jalur yang sama yaitu r43=0,54. Sedangkan
untuk menyatakan besar kecilnya kontribusi (sumbangan) variabel
Pengambilan Keputusan (X3) terhadap Akuntabilitas Kepala Madrasah (Y)
sebagai berikut:
4). Menentukan koefisien determinasi 56 = � × 100% 56 = 0,54� × 100% = 0,2916 × 100% = 19,36%
Bedasarkan hasil perhitungan di atas, besarnya hubungan
Pengambilan Keputusan (X3) dengan Akuntabilitas Kepala Madrasah (Y)
sebesar 29,16%, sedangkan sisanya sebesar 70,84% dipengaruhi oleh
variabel lain.
Hipotesis Keempat: Terdapat pengaruh Gaya Kepemimpinan (X1), Kecerdasan Emosional (X2), dan Pengambilan Keputusan (X3) terhadap Akuntabilitas Kepala Madrasah (Y)
Hipotesis keempat menyatakan terdapat hubungan Gaya
Kepemimpinan (X1) Kecerdasan Emosional (X2), dan Pengambilan
Keputusan (X3) memiliki hubungan positif yang signifikan terhadap
Akuntabilitas Kepala Madrasah (Y).
Hipotesis statistik:
H0: ry.321 = 0
H1:ry.321 ≠ 0
Uji statistik yang digunakan untuk menguji hubungan secara
bersama-sama variable Gaya Kepemimpinan (X1) Kecerdasan Emosional
(X2), dan Pengambilan Keputusan (X3) dengan Akuntabilitas Kepala
Madrasah (Y adalah:
173Ibid.
180
< = =�>( �9=�)( 29>9� )
< = *,(��+�(�9*,(��+)( ��'9�9� )
< = 0,31125*,;))+���
< = 0,311250,00311 = 100,08
Kriteria pengujian hipotesis H0 ditolak jika nilai Fhitung> Ftabel, dan H0
diterima jika nilai Fhitung< Ftabel. Berdasarkan hasil analisis data secara
manual diperoleh koefisien R24.312 = 0,789, dengan taraf nyata α = 0, 05 dan
dk = 121 diperoleh nilai Ftabel= 3,93. Hasil perhitungan mendapatkan nilai
Fhitung = 100,08. Berdasarkan kriteria tersebut ternyata nilai Fhitung (100,08) >
Ftabel (3,93), sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Ini berarti bahwa hipotesis
penelitian yang menyatakan Gaya Kepemimpinan (X1) Kecerdasan
Emosional (X2), dan Pengambilan Keputusan (X3) memiliki hubungan positif
yang signifikan terhadap Akuntabilitas Kepala Madrasah (Y) dapat diterima
karena teruji kebenarannya. Perhitungan secara manual mendapatkan
angka yang sama dengan perhitungan menggunakan bantuan SPSS ver.23
dapat dilihat pada tabel 4.31 berikut:
Tabel 4.33. Hasil uji simultan antara variabel Gaya Kepemimpinan (X1) dan Kecerasan Emoisonal (X2), dan Pengambilan Keputusan (X3) dengan Akuntabilitas Kepala Madrasah (Y)
Correlations
X1_Gaya Kepemimpi
nan
X2_Kecerdasan Emosional
X3_Pengambilan
Keputusan
Y_Akuntabilitas KepMad
X1_Gaya Kepemimpinan
Pearson Correlation
1 .437** .341** .354**
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000
Sum of Squares and Cross-products
5716.927 1865.500 1413.403 1475.355
Covariance 46.479 15.167 11.491 11.995
N 124 124 124 124 X2_Kecerdasan Emosional
Pearson Correlation
.437** 1 .420** .440**
181
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 Sum of Squares and Cross-products
1865.500 3189.000 1302.000 1371.000
Covariance 15.167 25.927 10.585 11.146 N 124 124 124 124
X3_Pengambilan Keputusan
Pearson Correlation
.341** .420** 1 .540
Sig. (2-tailed) .000 .000 .007 Sum of Squares and Cross-products
1413.403 1302.000 3008.871 724.806
Covariance 11.491 10.585 24.462 5.893 N 124 124 124 124
Y_Akuntabilitas KepMad
Pearson Correlation
.354** .440** .239** 1
Sig. (2-tailed) .000 .000 .007
Sum of Squares and Cross-products
1475.355 1371.000 724.806 3044.710
Covariance 11.995 11.146 5.893 24.754 N 124 124 124 124
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Pada tabel 4.33 hasil Ry.321=0,54174, Kedua hasil perhitungan baik
secara manual maupun menggunakan bantuan program SPSS,
menunjukkan nilai koefisen jalur yang sama yaitu Ry.321=0,54. Sedangkan
untuk menyatakan besar kecilnya kontribusi (sumbangan) variabel Gaya
Kepemimpinan (X1) Kecerdasan Emosional (X2), dan Pengambilan
Keputusan (X3) terhadap Akuntabilitas Kepala Madrasah (Y) sebagai
berikut:
4). Menentukan koefisien determinasi 56 = � × 100% 56 = 0,789� × 100% = 0,6225 × 100% = 62,25%
Bedasarkan hasil perhitungan di atas, besarnya hubungan Gaya
Kepemimpinan (X1) Kecerdasan Emosional (X2), dan Pengambilan
Keputusan (X3) secara bersama-sama dengan Akuntabilitas Kepala
Madrasah (Y) sebesar 62,25%, sedangkan sisanya sebesar 37,75%
174Ibid.
182
dipengaruhi oleh variabel lain. Nilai masing-masing koefisien dan bentuk
pada struktur model
Tabel 4.7 Rekapitulasi hasil pengujian hipotesis penelitian
No Hipotesis penelitian Uji statistik rhitung t/F Keputusan Kesimpulan
1. Terdapat hubungan positif siginifikan antara Gaya Kepemimpinan (X1) dengan Akuntabilitas Kepla Madrasah (Y)
H0:ρx1y = 0
H1:px1y ≠ 0
0,35 thitung = 4,63
H0 ditolak
H1 diterima
Terdapat hubungan
2. Terdapat hubungan positif siginifikan antara Kecerdasan Emosional (X2) dengan Akuntabilitas Kepla Madrasah (Y)
H0:p32 = 0
H1:p32 ≠ 0
0,44 thitung =
5,41
H0 ditolak
H1 diterima
Terdapat hubungan
3. Terdapat hubungan positif siginifikan antara Pengambilan
H0:p21 = 0
H1:p21≠ 0 0,54
thitung = 7,06
H0 ditolak
H1 diterima
Terdapat hubungan
[email protected];B�B�= 0,798
Gaya Kepemimpinan
(X1)
Pengambilan Keputusan (X3)
Akuntabilitas Kepala
Madrasah (Y)
Kecerdasan Emosional (X2)
ɛ1=0,202 B�. = 0,35
B�. = 0,44
B;. = 0,54
183
Keputusan (X3) dengan Akuntabilitas Kepla Madrasah (Y)
4 Terdapat hubungan yang positif siginifikan secara bersama-sama antara Gaya Kepemimpinan (X1), Kecerdasan Emosional (X2), dan Pengambilan Keputusan (X3) dengan Akuntabilitas Kepala Madrasah (Y)
H0:p3.21 = 0
H1:p3.21 ≠ 0
0,789 Fhitung = 100,08
H0 ditolak
H1 diterima
Terdapat hubungan
C. Analisis Hasil Penelitian
Pengujian hipotesis yang dilakukan pada pembahasan sebelumnya
membuktikan bahwa gaya kepemimpinan, kecerdasan emosional, dan
pengambilan keputusan mempunyai korelasi atau hubungan dengan
akuntabilitas kepala Madrasah Aliyah Negeri di provinsi Jambi. Empat
hipotesis yang diajukan juga membuktikan adanya korelasi atau hubungan
variabel dependen (bebas) baik secara parsial maupun simultan terhadap
varibel independen (terikat).
1. Korelasi Gaya Kepemimpinan dengan Akuntabilitas Kepala
Madrasah Aliyah Negeri
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis pertama diperoleh koefisien
korelasi yang signifikan antara gaya kepemimpinan dengan akuntabilitas
kepala MAN, yaitu rY.X1 sebesar 0,35. Berdasarkan hasil perhitungan
diperoleh koefisien determinan atau hubungan antara gaya kepemimpinan
dengan akuntabilitas kepala Madrasah Aliyah Negeri sebesar 0,1225. Jadi
gaya kepemimpinan memiliki korelasi positif dengan akuntabilitas kepala
184
Madrasah Aliyah Negeri, yang mana 12,25% akuntabilitas kepala MAN
ditentukan langsung oleh gaya kepemimpinannya. Hal ini mengindikasikan
bahwa gaya kepemimpinan kepala madrasah merupakan unsur dalam
organisasi pendidikan, untuk menjalin hubungan antara pemimpin dengan
bawahannya maupun pihak lain guna mewujudkan kerja sama yang baik
dalam mewujudkan tujuan organisasi pedidikan tersebut. Ketika hubungan
sudah terjalin dengan baik dan harmonis maka akan tercipta
pertanggungjawaban yang tinggi. Sehingga semua aktifitas ditunjukkan
dengan transparan dalam rangka mewujudkan akuntabilitas.
Seorang pemimpin dalam lembaga pendidikan Islam hendaknya
mempunyai pengaruh yang dapat memerintah dan mencegah. Karena
pemimpin harus memberikan pengawasan kepada bawahannya,
meluruskan kekeliruan, serta mengajak mereka untuk berbuat kebaikan dan
mencegah kemungkaran dengan cara bermusyawarah dengan
bawahannya serta meminta pendapat dan pengalaman mereka. Dengan
melakukan hal demikian ini menunjukkan bahwa seorang pemimpin
tersebut telah memfungsikan keistimewaannya dibandingkan dengan yang
lainnya. Sebagaimana firman Allah SWT.
$ yϑ Î6sù 7πyϑ ômu‘ zÏiΒ «!$# |MΖÏ9 öΝßγs9 ( öθs9 uρ |MΨ ä. $ ˆàsù xá‹Î=xî É=ù=s) ø9$# (#θ‘Òx�Ρ]ω ôÏΒ y7 Ï9öθym ( ß# ôã $$sù öΝåκ ÷]tã ö�Ï�øó tGó™$# uρ öΝçλ m; öΝèδö‘ Íρ$x© uρ ’ Îû Í÷ö∆ F{$# ( #sŒ Î* sù |M øΒ z• tã ö≅ ©.uθ tG sù ’ n? tã «!$# 4 ¨βÎ) ©!$#
�=Ït ä† t,Î# Ïj. uθ tG ßϑ ø9 $# ∩⊇∈∪
Artinya: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu, kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai
185
orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya (Q.S. Ali Imran/3:159).175
Menurut Ibn Katsir di dalam tafsirnya, sikap lemah lembut yang
dimiliki oleh nabi Muhammad SAW itu tiada lain disebabkan karena rahmat
Allah yang dianugrahkan kepadanya, sehingga beliau bersikap lemah
lembut terhadap mereka. Demikian juga Hasan Al-Basri mengatakan
bahwa begitulah akhlak nabi Muhammad SAW ang diutus oleh Allah.
Kemudian ayat selanjutnya mengatakan: “dan jikalau kamu bersikap keras
dan berhati kasar tentulah mereka akan menjauh darimu”. Artinya adalah
sekiranya kamu kasar dalam berbicara dan berkeras hati dalam
menghadapi mereka, niscaya mereka bubar darimu dan
meninggalkanmu.176
Akan tetapi, Allah menghimpun mereka disekelilingmu dan membuat
hatimu lemah lembut terhadap mereka sehingga mereka menyukaimu.
Kemudian di sini rasulullah selalu bermusyawarah dengan mereka apabila
menghadapi suatu masalah untuk mengenakkan hati mereka, agar menjadi
pendorong bagi mereka untuk melakukannya. Terutama dalam hal
peperangan baik itu perang Badar, Uhud, Khandak, dan lain-lain yang mana
beliau selalu bermusyawarah ketika hendak mulai peperangan seperti
mengatur strategi perang, dan lain-lain. Sehingga apabila kamu telah
mendapatkan hasil yang bulat maka bertawakallah kepada Allah,
sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertawakal kepadanya.
Dalam bahasa Arab, kepemimpinan dikenal dengan istilah imamah,
ami r al-mu’minu n (pemimpin orang-orang Islam)/khalifah setelah rasul wafat
terutama bagi keempat khulafaurrasyidin. Ami r jamaknya umara ’ yang
bermakna pemimpin/penguasa sesuai dengan ayat Al-Qur’an. Bahkan
dalam Al-Qur’an juga ditegaskan bahwa setiap manusia bertanggungjawab
memakmurkan bumi. Di sisi lain kepemimpinan dalam Islam adalah
175 Departemen Agama RI, Mushaf Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: Al-Huda, 2010), hal. 72 176 Imam Abdul Fida Isma’il Ibnu Kasit Ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Katsir, terjemahan. Bahrun Abu Bakar (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2009), hal. 244-251.
186
dimaknai sebagai kemampuan melaksanakan perintah dan meninggalkan
larangan Allah SWT, baik bersama maupun perorangan.177
Pendapat ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Ratnawati
Susanto mengemukakan bahwa adanya hubungan positif keputusan
rasional dengan akuntabilitas. Rekomendasi untuk meningkatkan
akuntabilitas kepala sekolah adalah pengembangan kemampuan
pengambilan keputusan yang rasional melalui mandat kewenangan dan
prinsip-prinsip otonomi, dan penerapan prinsip akuntabilitas kepala
sekolah sebagai manajemen pendidikan.178 Pengambilan keputusan
melalui mandat kewenangan dan prinsip-prinsip otonomi merupakan
bagian dari gaya kepemimpinan.
Hasil penelitian ini selaras dengan pendapat Hersey dan Blanchard
dalam Peter G. Northouse, 179 mengatakan bahwa tidak ada gaya
kepemimpinan yang sesuai bagi semua kondisi dalam suatu organisasi
tetapi gaya kepemimpinan akan sangat efektif apabila dapat
mengakomodasi lingkungannya (pengikut, atasan dan rekan kerjanya).
Tentunya seorang pemimpin harus mempunyai kewibawaan, kekuasaan
untuk memerintah orang lain dan mempunyai kewajiban serta tanggung
jawab terhadap apa yang telah mereka lakukan.
Kepemimpinan pendidikan Islam harus berbeda dengan
kepemimpinan pendidikan yang lain. Letak perbedaannya adalah terdapat
pada pengambilan konsep kepemimpinan yang didasarkan pada Alquran
dan Hadis yang diintegrasikan dengan teori-teori kepemimpinan yang
sudah berkembang di lembaga-lembaga pendidikan Islam. Menurut Nur
Efendi kepemimpinan pendidikan Islam dapat dibangun dengan terlebih
dahulu harus memahami ayat-ayat kauniyah dan qauliyah. Hasil dari ijtihad
yang dilakukan kemudian dikonsultasikan dan dibreak down kepada
177 Veithzal Rivai, Bachtiar dan Boy Rafly Amar, Pemimpin dan kepemimpinan dalam Organisasi (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), hal. 62. 178 Ratnawati Susanto, Hubungan Pengambilan Keputusan Rasional Dengan Akuntabilitas Kepemimpinan Kepala Sekolah, Eduscience – Volume 2 Nomor 1, Agustus 2016. 179 Peter G. Northouse,op.cit., hal. 95.
187
kegiatan eksperimen yang pada gilirannya melahirkan teori kepemimpinan
pendidikan Islam.180
Konsep kepemimpinan merupakan fenomena yang kompleks.
Karena siapapun yang berinteraksi dengan format yang memberikan
pengaruh kepada orang lain sisebut dengan perilaku kepemimpinan.
Sehingga hal inilah yang membuat sulit untuk merumuskan ciri-ciri
kepemimpinan. Dari berbagai konsep teori-teori kepemimpinan yang telah
dibahas pada kerangka teoretik di atas, maka penulis sependapat dengan
konsep yang disampaikan oleh Sudarwan Danim yang telah
mengidentifikasi ciri-ciri pemimpin yang sukses sebagai berikut:
a. Adaptif terhadap sesuatu
b. Waspada terhadap lingkungan sosial
c. Ambisius dan berorientasi pada pencapaian
d. Tegas
e. Kerjasama atau kooperatif
f. Menentukan
g. Diandalkan
h. Dominan atau berkeinginan dan berkekuatan untuk mempengaruhi
orang lain
i. Enerjik atau tampil dengan tingkat aktivitas tinggi
j. Persisten
k. Percaya diri
l. Toleran terhadap stress
m. Bersedia untuk memikul tanggung jawab.181
Menurut Maisah, 182 superioritas kepemimpinan lembaga pendidikan
Islam adalah kepemimpinan yang memiliki tanggung jawab dan mampu
menggerakkan organisasi yang dipimpinnya untuk bersaing dengan
180 Nur Efendi, Islamic Educational…, hal. 22-23. 181 Danim, Kepemimpinan Pendidikan…, hal. 13-14. 182 Maisah, Manajemen Strategik dalam Perspektif Pendidikan Islam (Jambi: Salim Media Indonesia, 2016), hal. 64.
188
lembaga pendidikan lain. Adapun tipe kepemimpinan lembaga pendidikan
Islam yaitu:
a. Berperilaku jujur (siddik)
b. Dapat dipercaya (amanah)
c. Menyampaikan segala informasi (tabligh)
d. Cerdas (fathanah)
e. Ikhlas
f. Sabar
g. Rendah hati (tawadhu’)
h. Adil
i. Mampu mengendalikan diri.
Tipe kepemimpinan yang cerdas salah satunya adalah memiliki
keinginan yang kuat untuk memberdayakan bawahannya. Sharafat Khan
dalam Maisah183 menawarkan sebuah model pemberdayaan yang dapat
dikembangkan dalam lembaga pendidikan atau organisasi. Model
pemberdayaan yang ditawarkan yaitu:
a. Desire (keinginan)
Model empowerment adalah adanya keinginan dari manajemen
untuk mendelegasikan dan melibatkan pekerja. Kegiatan yang termasuk
dalam model tersebut adalah:
1) Pekerja diberi kesempatan untuk mengidentifikasi permasalahan yang
sedang berkembang.
2) Memperkecil directive personality dan memperluas keterlibatan
pekerja.
3) Mendorong terciptanya perspektif baru dan memikirkan kembali
strategi kerja.
4) Menggambarkan keahlian team dan melatih karyawan untuk
menguasai sendiri (self control)
b. Trust (kepercayaan)
183 Ibid., hal. 95-98.
189
Langkah selanjutnya adalah membangun kepercayaan antar
manajemen dan karyawan. Adanya saling percaya antara anggota
organisasi akan tercipta kondisi yang baik untuk pertukaran informasi dan
saran tanpa adanya rasa takut. Indikator yang termasuk dalam trust adalah:
1) Memberi kesempatan pada karyawan untuk berpartisipasi dalam
pembuatan kebijakan.
2) Menyediakan waktu dan sumber daya yang mencukupi bagi karyawan
dalam menyelesaikan kerja.
3) Menyediakan pelatihan yang mencukupi bagi kebutuhan kerja.
4) Menghargai perbedaan pandangan dan menghargai kesuksesan yang
diraih oleh karyawan.
5) Menyediakan akses informasi yang cukup.
c. Confident (percaya diri)
Setelah adanya saling percaya adalah menimbulkan rasa percaya
diri karyawan dengan menghargai terhadap kemampuan yang dimiliki oleh
karyawan. Tindakan yang dapat menimbulkan confident adalah:
1) Mendelegasikan tugas yang penting terhadap karyawan.
2) Menggali ide dan saran dari karyawan.
3) Memperluas tugas dan membangun jaringan antar departemen.
4) Menyediakan jadwal job instruction dan mendorong penyelesaian yang
baik.
d. Credibility (kredibilitas).
Menjaga kredibilitas dengan penghargaan dan mengembangkan
lingkungan kerja yang mendorong kompetisi yang sehat agar tercipta
organisasi yang memiliki performa yang tinggi. Hal yang termasuk credibility
adalah:
1) Memandang karyawan sebagai patner strategis.
2) Peningkatan target pada semua bagian pekerjaan.
3) Memperkenalkan inisiatif individu untuk melakukan perubahan melalui
partisipasi.
190
4) Membantu menyelesaikan perbedaan dalam penentuan tujuan dan
prioritas.
e. Accountibility (pertanggungjawaban)
Tahap dalam proses pemberdayaan selanjutnya adalah
pertanggung jawaban karyawan pada wewenang yang diberikan. Dengan
menetapkan secara konsisten dan jelas tentang peran, standar dan tujuan
tentang penilaian terhadap kinerja karyawan, tahap ini sebagai sarana
evaluasi terhadap kinerja karyawan dalam penyelesaian dan tanggung
jawab terhadap wewenang yang diberikan. Hal yang termasuk
accountability adalah:
1) Menggunakan jalur training dalam mengevaluasi kinerja karyawan.
2) Memberikan tugas yang jelas dan ukuran yang jelas.
3) Melibatkan karyawan dalam penentuan standar dan ukuran.
4) Memberikan saran dan bantuan kepada karyawan dalam
menyelesaikan beban kerjanya.
5) Menyediakan periode dan waktu pemberian feedback.
f. Communication (komunikasi)
Langkah terakhir adalah adanya komunikasi yang terbuka untuk
menciptakan saling memahami antar karyawan dan manajemen.
Keterbukaan ini dapat diwujudkan dengan adanya kritik dan saran terhadap
hasil dan prestasi yang dilakukan pekerja. Hal yang termasuk dalam
communication adalah:
1) Menetapkan kebijakan open door communication.
2) Menyediakan waktu untuk mendapatkan informasi dan
mendistribusikan permasalahan secara terbuka.
3) Menciptakan kesempatan untuk cross training.
Model di atas menggambarkan bahwa sebuah pemberdayaan
merupakan serangkaian proses yang dilakukan secara bertahap dalam
organisasi agar dapat dicapai secara optimal dan membangun kesadaran
dari anggota organisasi akan pentingnya proses pemberdayaan sehingga
perlu adanya komitmen dari anggota terhadap organisasi. Dengan
191
pemberian wewenang dan tanggung jawab akan menimbulkan motivasi
dan komitmen karyawan terhadap organisasi
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kepala sekolah yang
akuntabel dalam perspektif Islam adalah kepala sekolah yang
melaksanakan sifat-sifat rasul. Baik yang telah dikemukakan oleh Maisah
dan yang dikemukakan oleh Sudarwan Danim. Kepala sekolah yang
akuntabel secara spesifik tercermin dalam sifat amanah. Sifat amanah
merupakan perwujudan dari sikap tanggung jawab terhadap amanah yang
terdapat pada diri seseorang.
Kepala madrasah yang akuntabel adalah kepala madrasah yang
memiliki kompetensi untuk menciptakan madrasah yang bermutu dan
efektif. Ini menggambarkan bahwa kepala madrasah memiliki kekuatan
teknikal penerapan fungsi-fungsi manajemen. Kepala madrasah sebagai
pemimpin harus mampu memberikan dorongan untuk menimbulkan
kemauan yang kuat dan sikap percaya diri para guru, staf dan siswa dalam
menjalannkan tugasnya.
Akuntabilitas membutuhkan aturan, ukuran atau kriteria, sebagai
indikator keberhasilan suatu pekerjaan atau perencanaan. Indonesia
memiliki regulasi khusus mengatur tentang laporan akutabilitas kinerja
seperti yang ada dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 14
Tahun 2006. Permendiknas ini memberikan pedoman kepada sekolah
untuk dapat memetakan program yang dijalankan sekolah. Tampilan tabel
yang cukup sederhana memudahkan sekolah dalam mengaplikasikannya
dan membantu dalam menjalankan pelaporan pertanggungjawaban
terhadap seluruh warga sekolah.
Akuntabilitas juga semakin memiliki arti, ketika madrasah mampu
mempertanggungjawabkan mutu outputnya terhadap publik. Madrasah
yang mampu mempertanggungjawabkan kualitas outputnya terhadap
publik, mencerminkan madrasah yang memiliki tingkat efektivitas output
tinggi. Madrasah yang memiliki tingkat efektivitas outputnya tinggi, akan
meningkatkan efisiensi eksternal.
192
Akuntabilitas yaitu berfungsinya seluruh komponen penggerak
jalannya kegiatan suatu organisasi, sesuai tugas dan kewenangannya
masing-masing. Akuntabilitas dapat diartikan sebagai kewajiban dari
individu atau penguasa yang dipercayakan untuk mengelola sumber daya
publik dan yang bersangkutan dengannya untuk dapat menjawab hal-hal
yang menyangkut pertanggungjawabannya. Akuntabilitas terkait erat
dengan instrumen untuk kegiatan kontrol terutama dalam hal pencapaian
hasil pada pelayanan publik dan menyampaikannya secara transparan
kepada masyarakat.
Akuntabilitas dimaksudkan bukan saja terbatas pada masalah fisik
dan keuangan namun lebih dari itu meliputi kesesuaian tujuan pendidikan
dengan falsafah moral dan etika. Pada era desentralisasi, otonomi dan
keterbukaan ini semua pihak tentunya sepakat bahwa akuntabilitas publik
itu penting. Tujuan utama akuntabilitas adalah untuk mendorong terciptanya
akuntabilitas kinerja sekolah sebagai salah satu syarat untuk terciptanya
sekolah yang baik dan terpercaya. Penyelenggara sekolah harus
memahami bahwa mereka harus mempertanggungjawabkan
hasil kerja kepada publik. Selain itu, tujuan akuntabilitas adalah menilai
kinerja sekolah dan kepuasan publik terhadap pelayanan pendidikan yang
diselenggarakan oleh sekolah, untuk mengikutsertakan publik dalam
pengawasan pelayanan pendidikan dan untuk mempertanggungjawabkan
komitmen pelayanan pendidikan kepada publik. Rumusan tujuan
akuntabilitas di atas hendak menegaskan bahwa akuntabilitas bukanlah
akhir dari sistem penyelenggaraan manajemen sekolah, tetapi merupakan
faktor pendorong munculnya kepercayaan dan partisipasi yang lebih tinggi
lagi.
Sedangkan menurut Martinis184, menjelaskan bahwa akuntabilitas
menyangkut dua dimensi, yakni akuntabilitas vertikal dan akuntabilitas
horizontal. Akuntabilitas vertikal menyangkut hubungan antara pengelola
184 Martinis Yamin dan Maisah, Standarisasi Kinerja Guru. (Jakarta: GP Press, 2010), hal. 40.
193
sekolah dengan masyarakat, sekolah dan orang tua siswa, sekolah dan
instansi di atasnya atau dinas pendidikan. Sedangkan akuntabilitas
horizontal menyangkut hubungan antara sesama warga sekolah, antara
kepala sekolah dengan komite dan antara kepala sekolah dengan guru.
Akuntabilitas tidak saja menyangkut proses pembelajaran, tetapi juga
menyangkut pengelolaan keuangan dan kualitas output.
Akuntabilitas keuangan dapat diukur dari semakin kecilnya
penyimpangan dalam pengelolaan keuangan sekolah. Baik sumber-
sumber penerimaan, besar kecilnya penerimaan, maupun peruntukannya
dapat dipertanggungjawabkan oleh pengelola. Pengelola keuangan yang
bertanggung jawab akan mendapat kepercayaan dari warga sekolah dan
masyarakat. Sebaliknya pengelola yang melakukan praktek korupsi
tidak akan dipercaya.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
akuntabilitas kepala sekolah adalah seorang guru yang mempunyai
kemampuan untuk memimpin segala sumber daya yang ada pada suatu
sekolah sehingga dapat didayagunakan secara maksimal untuk mencapai
tujuan bersama. Kepala sekolah merupakan salah satu komponen
pendidikan yang paling berperan dalam meningkatkan kualitas pendidikan.
Untuk itu kepala sekolah harus mengetahui tugas-tugas yang harus ia
laksanakan, diantaranya mengadakan supervisi terhadap kegiatan
pendidikan, memberikan pelatihan terhadap tenaga kependidikan, dan
mengadakan studi banding kesekolah yang maju, hal tersebut sebagai
indikator yang harus dicapai oleh kepala sekolah yang akuntabel atau
bertanggungjawab.
Apabila ditelaah kembali konsep Islam tentang kepemimpinan, maka
gaya kepemimpinan yang dapat diterapkan dalam lembaga pendidikan
adalah gaya kepemimpinan demokratis. Gaya kepemimpinan tersebut
sesuai karena dalam Islam seorang pemimpin dalam menjalankan
amanahnya sebaiknya diiringi dengan musyawarah. Sehingga segala
sesuatu diselesaikan dengan musyawarah. Pemimpin yang demikian
194
memiliki kharisma yang tinggi dalam kepemimpinannya. Pemimpin
menempatkan sumber daya manusia yang ada di madrasah sebagai faktor
utama dan terpenting dalam mencapai tujuan pendidikan pada
lembaganya. Dengan konsep musyawarah diharapkan hubungan antara
atasan dengan bawahan lebih intensif dan sehat, sehingga tercipta iklim
kerja yang harmonis.
Gaya kepemimpinan kepala sekolah dalam konteks penelitian ini
adalah proses kepemimpinan kepala sekolah berkaitan dengan gaya
kepemimpinan yang digunakannya. Dari berbagai gaya kepemimpinan
kepala sekolah, gaya kepemimpinan situasional cenderung lebih fleksibel
dalam kondisi operasional sekolah. Gaya kepemimpinan berangkat dari
anggapan bahwa tidak ada gaya kepemimpinan kepala sekolah yang
terbaik, melainkan bergantung pada situasi dan kondisi sekolah. Situasi
dan kondisi tersebut antara lain meliputi tingkat kematangan guru dan
staf, yang dapat dilihat dari dua dimensi, yakni dimensi kemampuan
(kesadaran dan pemahaman) dan dimensi kemauan (tanggung jawab,
kepedulian, dan komitmen).
Setidaknya kita mengenal 4 gaya kepemimpinan tersebut: (1) Telling
(pemberitahuan): tinggi tugas dan rendah hubungan, pemimpin memberikan
instruksi atau keterangan mengerjakan, kapan harus selesai, dimana
pekerjaan dilaksanakan dan pengawasan, komunikasi satu arah.Telling
disebut juga gaya G1. (2) Selling (menawarkan atau menjual): tinggi tugas
dan tinggi hubungan, pemimpin menawarkan gagasannya dan bawahan
diberi kesempatan berkomentar, pemimpin masih banyak melakukan
pengarahan, komunikasi sudah dua arah.Selling disebut juga gaya G2. (3)
Participating (pelibatan bawahan): tinggi hubungan dan rendah tugas,
pemimpin dan bawahan saling memberikan gagasannya, pemimpin dan
bawahan sama-sama membuat keputusan.Participating disebut juga gaya
G3. (4) Delegating (pendelegasian): rendah hubungan dan rendah tugas,
pemimpin melimpahkan wewenangnya kepada bawahan, bawahan
195
mendapat wewenang membuat keputusan sendiri. Delegating disebut juga
gaya G4.
Dari berbagai macam gaya kepemimpinan yang ditampilkan dapat
disimpulkan bahwa pada dasarnya kepemimpinan tidak hanya berkaitan
dengan tipe atau gaya yang ditapilkan oleh kepala madrasah sebagai
pemimpin. Karena tidak ada satu gaya/tipe yang dapat digunakan dalam
berbagai macam situasi. Tidak ada gaya kepemimpinan yang baik untuk
semua situasi. Sehingga masing-masing memiliki keunggulan yang
berbeda beda.
Dari hasil uji hipotesis mengindikasikan bahwa gaya kepemimpinan
kepala Madrasah Aliyah Negeri di Provinsi Jambi merupakan unsur penting
dalam organisasi pendidikan, untuk menjalin hubungan antara pemimpin
dengan bawahannya maupun pihak lain guna mewujudkan kerja sama
yang baik dalam mewujudkan tujuan organisasi pedidikan tersebut. Ketika
hubungan sudah terjalin dengan baik dan harmonis maka akan tercipta
pertanggungjawaban yang tinggi. Sehingga semua aktifitas ditunjukkan
dengan transparan dalam rangka mewujudkan akuntabilitas.
2. Hubungan antara Kecerdasan Emosional dengan Akuntabilitas
Kepala Madrasah Aliyah Negeri
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis kedua diperoleh koefisien
korelasi yang signifikan antara kecerdasan emosionaldenganakuntabilitas
kepala MAN, yaitu rX1.Ysebesar 0,44. Berdasarkan hasil perhitungan
diperoleh korelasi atau hubungan antarakecerdasan
emosionaldenganakuntabilitas kepala MAN sebesar 0,1936. Jadi
kecerdasan emosional memiliki korelasi secara langsung
denganakuntabilitas kepala MAN, yang mana 19,36% akuntabilitas kepala
MAN ditentukan oleh kecerdasan emosionalnya.
Elemen jiwa dan emosi telah diberi perhatian lebih awal dalam
pendidikan psikologi Islam. Emosi menurut ahli psikologi Islam sama seperti
potensi fitrah yang lain, melalui proses pertumbuhan dan perkembangan.
196
Upaya mengenali, memupuk dan membina kematangan emosi memberi
kesan positif dalam menyeimbangkan kesejahteraan diri manusia.185
Kecerdasan emosional dapat diartikan dengan kemampuan untuk
“menjinakkan” emosi dan mengarahkannya ke pada hal-hal yang lebih
positif. Seseorang dapat melakukan sesuatu dengan didorong oleh emosi,
dalam arti bagaimana yang bersangkutan dapat menjadi begitu rasional di
suatu saat dan menjadi begitu tidak rasional pada saat yang lain. Dengan
demikian, emosi mempunyai nalar dan logikanya sendiri. Tidak setiap orang
dapat memberikan respon yang sama terhadap kecenderungan emosinya.
Seorang yang mampu mensinergikan potensi intelektual dan potensi
emosionalnya berpeluang menjadi manusia-manusia utama dilihat dari
berbagai segi.
Hubungan antara otak dan emosi mempunyai kaitan yang sangat
erat secara fungsional. Antara satu dengan lainnya saling menentukan.
Daniel Goleman menggambarkan bahwa otak berfikir harus tumbuh dari
wilayah otak emosional. Beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa
keserdasan emosional hanya bisa aktif di dalam diri yang memiliki
kecerdasan intelektual.186
Salovey dan Mayer dalam Ramayulis 187 mengatakan bahwa
kemampuan mengenali emosi diri sediri, mengelola dan mengekspresikan
emosi diri sendiri dengan tepat, memotivasi diri sendiri, mengenali orang
lain dan membina hubungan dengan orang lain adalah dengan
menggunakan kecerdasan emosi. Kecerdasan emosional merupakan hasil
kerja dari otak kanan, sedangkan kecerdasan intelektual merupakan hasil
kerja otak kiri. Kedua belahan otak ini harus digunakan sesuai dengan
fungsinya untuk mendapatkan hasil yang cemerlang pada diri manusia.
Adapun fungsi dan peranan kedua belahan otak tersebut adalah:
185 Hamidah Sulaiman, dkk., “Kecerdasan Emosi Menurut Al-Qur’an dan Al-Sunnah: Aplikasinya dalam Membentuk Akhlak Remaja” dalam The Online Journal of Islamic Education, Vol. 1 Issue 2 (Malaysia: University Malaya, 2013), hal. 51. 186 Daniel Goleman, Op.Cit., hal. 15. 187 Ramayulis, Psikologi Agama (Jakarta: Kalam Mulia, 2011), hal. 92.
197
Tabel 4.42 Fungsi dan Peran Otak Manusia
NO FUNGSI DAN PERANAN OTAK
OTAK KIRI OTAK KANAN
1 Matematika, Sejarah dan Bahasa Persepsi, intuisi dan imajinasi 2 Konvergen (runut) dan sistematis Divergen 3 Analitis Perasaan 4 Perbandingan Terpadu dan holistik 5 Hubungan Perasaan 6 Linier Non linier 7 Logis Mistik, dan spiritual 8 Scientific Kreatif 9 Fragment Rasa dan seni
Banyak orang yang memiliki kecerdasan intelektual, atau banyak
orang yang memiliki pendidikan tinggi, atau banyak orang yang memiliki
gelar sarjana yang tinggi tetapi belum tentu sukses dalam dunia pekerjaan.
Dan bahkan banyak orang yang memiliki pendidikan rendah tetapi lebih
sukses dalam pekerjaan, karena memiliki kecerdasan emosional tinggi.
Kebanyakan program pendidikan hanya berpusat pada penempaan
kecerdasan intelektual, tetapi kurang memperhatikan kecerdasan
emosionalnya. Oleh karena itu, untuk menghasilkan sumber daya manusia
yang hebat, tentu dalam proses pendidikan harus memperhatikan dan
mengedepankan kedua kecerdasan tersebut.188
Mahmud al-Zaky dalam Ramayulis mengatakan bahwa kecerdasan
emosional pada dasarnya mempunyai hubungan yang erat dengan
kecerdasan uluhiyah (ketuhanan). Jika seseorang tingkat pemahaman dan
pengamalan nilai-nilai ketuhanan yang tinggi dalam hidupnya, maka berarti
dia telah memiliki kecerdasan emosional yang tinggi pula.189
Di dalam Al-Qur’an, aktifitas kecerdasan emosional seringkali
dihubungkan dengan kalbu. Oleh karena itu, kata kunci utama EQ di dalam
Al-Qur’an dapat ditelusuri melalui kata kunci (kalbu) dan tentu saja dengan
188 Ibid., hal. 93. 189 Ibid.
198
istilah-istilah lain yang mirip dengan fungsi kalbu seperti jiwa, intuisi, dan
beberapa istilah lainnya. Sebagaimana firman Allah SWT:
��ء�� � ٱ�� أ ���� ۥإ��� ��
��� وأ� ٱ �� �� ! )�' و%$# " ۦ+� و*� ۦ"
.-ه �ة 3 � 1�2 ۦو0�/ " ٱ�� �� 8�1 67 ���ون �<�= >� @?أ
Artinya: “Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran”. (Q.S.Al-Jatsiyah (45):23).190
Maksud ayat di atas adalah bahwa apabila orang berbuat seseuatu
menyandarkan pada hawa nafsunya, maka yang dianggapnya baik akan
dikerjakan dan yang dianggapnya buruk akan ditinggalkan. Namun
konsekwensi bagi orang yang berbuat berdasarkan hawa nafsunya maka
Allah akan mengunci mati pendengaran dan juga mata hatinya/qalb,
sehingga ia tidak dapat mendengarkan apa yang manfaat baginya dan tidak
melihat apa yang menjadi petunjuk baginya. Hal ini disebabkan karena
mata hatinya/emosi/qalbnya sudah dikuasai oleh nafsunya.191
Orang yang memiliki kecerdasan emosional berarti orang yang
memiliki hati/kalbu dan mampu berfikir positif. Serta mampu berfikir tentang
tujuan diciptakannya dimuka bumi. Hati yang berfikir akan membawa
dirinya kepada perbuatan baik yang akan dipertanggungjawbkan kelak.
Istilah hati yang berfikir tersebut terdapat dalam Al-Qur’an sebagai berikut:
#��Hض DEFوا A أ
Iٱ K�. ن�� EF و ءاذان
��ن .K� أO�2 ب��* #�Q ن�R$3
S�T U K��VW� �X.Iٱ S�T �Y�ب و��OZٱ [�Zٱ A 1ور ] Qٱ _`
Artinya: “maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau
190 Departemen Agama RI, Mushaf Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: Al-Huda, 2005), hal. 354. 191 Ibn Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Op.Cit., hal. 342-343
199
mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada” (Q.S.Al-Hajj (22):46).192
Dalam tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa Ibnu Abid Dunya berkata:
hidupkanlah hatimu dengan berbagai nasehat, sinarilah dengan tafakkur,
matikanlah dengan zuhud, kuatkanlah dengan keyakinan, hinakanlah
dengan kematian, tetapkanlah dengan fana, pandanglah bencana-bencana
dunia, waspadalah dengan masa, berhati-hatilah dengan perubahan hati
tampilkanlah kepadanya kisah orang-orang terdahulu,ingatkanlah apa yang
menimpa orang-orang terdahulu, berjalanlah pada negeri-negeri dan
peninggalan-peninggalan mereka, serta lihatlah apa yang mereka lakukan,
di mana merka berada dan karena apakah mereka berubah.193
Penelitian ini didukung oleh pendapat Daniel Goleman,194 terdapat
lima kemampuan utama yang berhubungan dengan pengaturan diri yaitu:
pengendalian emosi diri, sifat dapat dipercaya, kehati-hatian, adaptabilitas,
dan inovatif. Salah satu kemampuan pengaturan diri yang berkaitan dengan
akuntabilitas adalah sifat kewaspadaan, yakni bertanggung jawab atas
kinerja pribadi. Orang dengan kecakapan ini akan: (1) memenuhi komitmen
dan mematuhi janji; (2). bertanggung jawab terhadap diri sendiri untuk
memperjuangkan kepentingannya. (3) terorganisasi dengan baik dan
cermat dalam bekerja. Pendapat ini memberikan penjelasan bahwa
kecerdasan emosional tersebut memiliki korelasi dengan akuntabilitas atau
pertanggungjawaban. Di mana pertanggungjawaban itu berawal dari sifat
komitmen dan mematuhi janji dari sesuatu yang telah diamanahkan.
Kepala madrasah yang memilki kecerdasan emosional akan menjadi
orang yang mempunyai kemandirian moral, kesediaan untuk bertanggung
jawab, kejujuran dan lain sebagainya. Dengan demikina akan berdampak
kepada sikap arif dan bijaksana dalam bertindak dan menyikapi keadaan
192 Departemen Agama RI, Mushaf Al-Qur’an dan Terjemahnya ., Op.Cit., hal. 255. 193 Ibn Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Op.Cit., hal. 220. 194 Daniel Goleman, Emotional Competence Framework, http:/www.eiconsortium.org /research/ emotional_competence_framework.htm. (Diakses pada 2 Oktober 2013.
200
yang terjadi. Oleh karena intu dapat disimpulkan untuk menjadi kepala
madrasah yang mampu memimpin organisasi harus memiliki kecerdasan
emosional. Dengan kecerdasan emosional yang dimiliki, maka akan
berpengaruh terhadap akuntabilitas kepemimpinannya.
Tetapi apabila kita telaah lebih mendalam tentang aspe-aspek
kecerdasan emosional, menurut Ary Ginanjar Agustian ada keterkaitannya
dengan kecerdasan spiritual, yaitu:
a. Konsistensi (istiqamah)
b. Kerendahan hati (tawadhu’)
c. Berusaha dan berserah diri (tawakkal)
d. Ketulusan (ikhlas) dan totalitas (kaffah)
e. Keseimbangan (tawazun)
f. Integritas dan penyempurnaan (ihsan)195
Sedangkan menurut Jalaluddin Rahmat, untuk memperoleh
kecerdasan emosional yang tinggi, seseorang harus menempuh jalan
sebagai berikut:
a. Musyarathah, berjanji pada diri sendiri untuk membiasakan perbuatan
baik dan membuang perbuatan buruk;
b. Muraqabah, memonitor reaksi perilaku sehari-hari;
c. Muhasabah, melakukan perhitungan baik dan buruk yang pernah
dilakukan; dan
d. Mu’atabah dan Mu’aqahah, mengecam keburukan yang dikerjakan dan
menghukum diri sendiri.
Kedua pendapat di atas menunjukkan bahwa untuk memperoleh
kecerdasan emosional maka perlu untuk menempuh jalan kecerdasan
spiritual. Tetapi permasalahan adalah bagaimana untuk memperoleh
kecerdasan spiritual tersebut. Karena sesungguhnya kecerdasan spiritual
merupakan kemampuan untuk memberi makna spiritual terhadap
pemikiran, perilaku dan kegiatan, serta mampu mensinergikan antara IQ,
195 Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses…, Op.Cit., hal. 280.
201
EQ dan SQ secara komprehensif. Untuk menjawab pertanyaan tersebut
kata kuncinya adalah bekerja untuk ibadah. Ketika seorang pemimpin
mampu memaknai pekerjaannya adalah sebagai bentuk ibadah, maka
kebahagiaan dan kedamaian akan muncul pada jiwanya. Ketika ibadah
dilakukan dengan ikhlas maka hasil yang dicapai tidak terbatas. Oleh
karena itu sinergitas antara urusan dunia dan akhirat harus ada pada diri
manusia sebagai khalifah.
Pemimpin sejati adalah seorang yang selalu mencintai dan memberi
perhatian kepada orang lain, sehingga ia dicintai. Memiliki integritas yang
kuat, sehingga ia dipercaya oleh pengikutnya. Selalu membimbing dan
mengajari pengikutnya. Memiliki kepribadian kuat dan konsisten, dan yang
terpenting adalah memimpin berdasarkan suara hati yang fitrah.196 Prinsip
kepemimpinan yang demikian merupakan prinsip kepemimpinan yang
dimiliki oleh pemimpin (kepala madrasah) yang beriman kepada Nabi dan
Rasul.
Beriman kepada Nabi dan Rasul dapat dilakukan oleh orang yang
memiliki kecerdasan spiritual. Kecerdasan spiritual dapat dimaknai sebagai
kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam makna yang
lebih komprehensif, kecerdasan untuk nemilai bahwa tindakan dan jalan
hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain. SQ
adalah landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara
efektif. Sehingga dapat dikatakan bahwa SQ adalah kecerdasn yang paling
tinggi. Ini membuktikan bahwa ada variabel lain yang berhubungan dengan
akuntabilitas, yakni kecerdasan intelektual dan kecerdasan spiritual.
Selanjutnya oleh Abdul Majid dalam Ramayulis dikatakan bahwa IQ, EQ
dan SQ merupakan kecerdasan qalbiah.197
Semua implementasian dari kecerdasan emosional itu dinamakan
akhla>k al-kari>mah, yang sebenarnya telah ada di dalam Alquran dan telah
diajarkan oleh Rasulullah SAW, seribu empat ratus tahun yang lalu, jauh
196 Ibid., hal. 175. 197 Ramayulis, Psikologi Agama., Op.Cit., hal. 98.
202
sebelum konsep EQ diperkenalkan saat ini sebagai sesuatu yang lebih
penting dari pada IQ. Dalam kecerdasan emosional, hal itulah yang menjadi
tolok ukur kecerdasan emisonal (EQ).
Kecerdasan emosional ini sangat penting terhadap pengendalian diri
seseorang maupun terhadap orang lain, agar hidup mendapat kebahagian
di manapun kita berada. Demikian juga menyikapi teori kecerdasan yang
telah dirumuskan para pakar ilmuwan tentang jenis kecerdasan tersebut,
bahwa dalam pantauan penulis kecerdasan linguistik, musical dan lain
sebagainya semuanya itu didasari oleh hasil pengamatan, penghayatan dan
pemahaman dari diri seseorang. Hal itu dipandang hanya sebatas
kecerdasan praktis saja.
Kemampuan bersikap tenang dan memiliki kejernihan emosi
berkaitan dengan kemampuan mereka meregulasikan emosi. Ibadah yang
dilakukan untuk mengendalikan emosi yang dirasakan sehingga
memperoleh kembali ketenangan, diantaranya adalah membaca Alquran,
mengingat Allah (dzikr) dan shalat. Ketika manusia merasakan gejolak
emosi di dalam dirinya, Alquran menganjurkan manusia untuk
mengendalikan emosi yang dirasakan. Sesungguhnya mengontrol diri
dengan mengingat Allah. Hal ini sesuai dengan Q. S. Ar-Rad (13): 28 yaitu:
“Orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan
mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati
menjadi tenteram”.
Mengendalikan emosi merupakan kegiatan yang harus dilakukan
oleh para pendidik dan kepala madrasah sebagai pemimpin dalam rangka
melaksanakan aktifitas sehari-hari. Adapun cara yang dilakuakan adalah
dengan banyak berdzikir kepada Allah secara ikhlas. Ikhlas adalah bentuk
ibadah qalbu yang paling agung dan sensitif. Banyak sekali ayat-ayat Al-
Quran maupun hadis yang menguraikan keutamaannya dan
memperingatkan akan sikap melalaikannya.
Al-Qur’an memiliki banyak sekali kandungan ayat-ayat yang
mendorong manusia untuk beribadah dan melakukan perbuatan sebaik-
203
baiknya. Hal ini dapat menjadi sumber inspirasi kaum muslimin untuk
melakukan ibadah dan terus memotivasi diri untuk berkarya di jalan Allah
SWT.
Meskipun Allah telah menentukan takdir seseorang, namun Allah
tidak memerintah manusia berdiam diri menunggu takdir ditetapkan
baginya. Allah memerintah manusia untuk berusaha mencari nafkah dan
berusaha terus menerus memperbaiki dirinya. Allah SWT menyatakan
dalam firman-Nya:
”Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum
sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka
sendiri.” (Q.S. Ar-Ra’d (13): 11).
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu.” (Q.S. Al-Qashash (28): 77)
Al-Qur’an juga memerintahkan kepada umat manusia untuk terus
termotivasi untuk melakukan aktivitas kebaikan. Manusia harus
memotivasi diri untuk melakukan kebaikan dengan tetap meniatkan
perbuatannya karena Allah semata. Hal ini sesuai dengan wahyu Allah
dalam Q. S. Al-Maidah (5): 48 yang menyatakan:
“Maka berlomba-lombalah dalam berbuat kebajikan. Hanya kepada
Allah-lah kembali semuanya...”
Korelasi yang ditunjukkan dari hasil uji hipotesis adalah bahwa
kecerdasan emosional memiliki hubungan dengan akuntabilitas kepala
Madrasah Aliyah Negeri di Provinsi Jambi. Hal ini sesuai dengan beberapa
pendapat para ahli yang telah dikemukakan di atas. Konsep akuntabilitas
yang diterapkan itu terbatas pada akuntabilitas hablum minannas. Agar
konsep akuntabilitas hablum minallah dapat dipahami, maka kecerdasan
emosional bukan satu-satunya variabel yang mampu mempengaruhi pada
diri manusia. Variabel lain yang mampu mempengaruhi akuntabilitas kepala
madrasah adalah kecerdasan spiritual. Kecerdasan Spiritual dapat
dikatakan sebagai variabel lain yang mapu mempengaruhi akuntabilitas
204
kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang paling tinggi yang terdapat
pada diri manusia. Kecerdasan spiritual dapat dimaknai sebagai
kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam makna yang
lebih komprehensif, kecerdasan untuk nemilai bahwa tindakan dan jalan
hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain.
3. Hubungan antara Pengambilan Keputusan dengan Akuntabilitas Kepala Madrasah Aliyah Negeri
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis ketiga diperoleh koefisien
korelasi yang signifikan antara pengambilan keputusan dengan
akuntabilitas kepala MAN, yaitu rX3.Y sebesar 0,54. Berdasarkan hasil
perhitungan diperoleh korelasi atau hubungan antara pengambilan
keputusan dengan akuntabilitas kepala MAN sebesar 0,2916. Jadi
pengambilan keputusan memiliki korelasi secara langsung dengan
akuntabilitas kepala MAN, yang mana 29,16% akuntabilitas kepala MAN
ditentukan oleh pengambilan keputusannya.
Pengambilan keputusan pada hakikatnya adalah pemilihan dan
penentuan suatu alternatif tindakan untuk memecahkan masalah yang
dihadapi. Generalisasi masalah dan pengambilan keputusannya dapat
dilakukan dengan pendekatan sistem. Jika pengambilan keputusan dapat
dipandang sebagai suatu sistem maka komponen pengambilan keputusan
dari suatu masalah meliputi input, process dan output.198 Artinya adalah
bilamana keputusan itu dianggap sebagai hasil akhir, sedangkan
pengambilan keputusan dianggap sebagai rangkaian proses, kemudian
masalah itu yang menjadi objek sasaran kajian untuk dipecahkan. Pada
hakikatnya pengambilan keputusan atas suatu masalah itu merupakan
gerak suatu sistem. Jadi, problema atau masalah itu merupakan input,
pengambilan keputusan merupakan proses, dan keputusan sendiri itu
adalah output.
198 Muhammad Muslich, Metode Pengambilan Keputusan Kuantitatif (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), hal. 1.
205
James L. Gibson199 menjelaskan terkait perbedaan tipe keputusan,
yaitu sebagai berikut: “1). Programmed Decision. If a particular situation
accurs often, a routine procedure usually can be worked out for solving it.
Thus, decisions are programmed to the extent that problems are repetitive
and routine and a definite procedure has been developed for handling them.
2). Non programmed decision. Decisions are non programmed when they
are novel and unstructured. No established procedure exists for handling
the problem, either because it has not arisen in exactly the same manner
before or because it is complex or extremely important. Such problems
deserve special treatment”. 1). Keputusan yang terprogram adalah jika
keputusan yang diambil berdasarkan sering terjadinya suatu situasi yang
khusus, maka biasanya akan digunakan prosedur rutin untuk
memecahkannya. Dengan demikian, suatu keputusan dapat diprogram
sejauh keputusan itu berulang-ulang serta rutin dan telah dikembangkan
prosedur yang tertentu untuk menanganinya. 2). Keputusan tidak
terprogram jika keputusan tersebut baru dan tidak terstruktur. Belum ada
prosedur yang pasti untuk menangani masalah, karena masalah yang
timbul tidak persis sama dengan sebelumnya atau karena masalah itu rumit
atau sangat penting. Dengan demikian, masalah seperti itu memerlukan
penanganan secara khusus.
Beberapa langkah yang harus dilaksanakan dalam pengambilan
keputusan menurut Gibson200 yaitu: “the decision making process are: 1)
Establishing specific goals and objectives and measuring results; 2)
Identifying problem; 3) Developing alternatives; 4) Evaluating alternatives;
5) Choosing an alternative; 6) Implementing the decision; 7) Controlling and
evaluation”. Proses pengambilan keputusan adalah: 1) Menetapkan tujuan
dan sasaran khusus dan mengukur keberhasilannya; 2) Mengidentifikasi
masalah; 3) Mengembangkan alternative; 4) Mengevaluasi alternative; 5)
199 Gibson, James L. et al. Organizations: Behavior, Structure, Processes. (New York: Mc Graw-Hill Companies, Inc, 2006), hal. 456. 200 Ibid. hal. 459.
206
Memilih alternative; 6) Melaksanakan keputusan; 7) Mengendalikan dan
evaluasi.
Kreitner dan Kinicki201 menambahkan penjelasan sebagai berikut,
“the rational model proposes that managers use a rational four-step
sequence when making decisions: 1) identifying the problem; 2) generating
alternative solutions; 3) selecting a solution; 4) implementing and evaluating
the solution”. Model rasional mengusulkan bahwa manajer menggunakan
urutan empat-langkah rasional ketika membuat keputusan: 1)
mengidentifikasi masalah; 2) menghasilkan solusi alternative; 3) memilih
solusi; 4) melaksanakan dan mengevaluasi solusi.
Menurut Husaini Usman pengambilan keputusan adalah proses
memilih sejumlah alternatif. Pengambilan keputusan penting bagi
administrator pendidikan karena proses pengambilan keputusan
mempunyai peran penting dalam memotivasi, kepemimpinan, komunikasi,
koordinasi, dan perubahan organisasi. Setiap level administrasi sekolah
mengambil keputusan secara hierarkis. Keputusan yang diambil
administrator berpengaruh terhadap pelanggan pendidikan terutama
peserta didik.Oleh karena itu setiap administrator pendidikan harus memiliki
keterampilan pengambilan keputusan secara cepat, tepat, efektif, dan
efisien.
Menurut Irham Fahmi keputusan manajemen yang baik adalah
dengan menekankan fungsi manajemen seperti: Planing (perencanaan),
Organizing (mengorganisasi), Leading (memimpin), dan Controlling
(pengendalian). Keputusan yang baik, jika dalam praktiknya pengambilan
keputusannya dapat menyeimbangkan empat fungsi manajemen tersebut.
Suatu keputusan yang baik adalah keputusan yang merepresentatifkan
empat fungsi manajemen serta sesuai dengan persyaratan dalam konsep
perspektif manajemen pengambilan keputusan.
201 Kreither, Robert dan Angelo kinicki. Organizational Behavior. (New York: Mc Graw- Hill Companies, Inc, 2010), hal. 337.
207
Menurut S. P. Siagian202 bahwa keputusan yang dibuat, baik yang
bersifat strategis, taktis maupun rasional, harus berkaitan langsung dengan
tujuan dan berbagai sasaran yang ingin dicapai. Serta memenuhi
persyaratan-persyaratan tersebut adalah: 1) Keputusan yang diambil harus
memenuhi persyaratan rasionalitas dan logika yang berarti menuntut
pendekatan ilmiah berdasarkan berbagai teori dan asas yang telah
berhasil dikembangkan oleh para ahli; 2) Keputusan yang diambil dengan
menggunakan pendekatan ilmiah digabung dengan daya pikir yang kreatif,
inovatif, intuitif dan bahkan rasional; 3) Keputusan yang diambil haruslah
dapat dilaksanakan; 4) Keputusan yang diambil harus diterima dan
dipahami baik oleh sekelompok pimpinan yang bertanggung jawab atas
penyelenggaraan berbagai kegiatan dalam melaksanakan keputusan
tersebut maupun oleh para pelaksana kegiatan operasional. Penerimaan
itu mutlak perlu karena ujian terakhir tentang tepat tidaknya keputusan yang
diambil akan terlihat pada operasionalisasinya.
Berdasarkan pendapat para tokoh di atas dapat disimpulkan bahwa,
pengambilan keputusan merupakan aktifitas manajemen yang dimiliki oleh
seorang manajer dalam hal ini adalah kepala sekolah. Pengambilan
keputusan yang dilakukan merupakan keputusan yang harus
dipertanggungjawabkan.
Tentang pengambilan keputusan seorang pemimpin yang bijaksana
tidak akan melakukan pemaksaan konsep motivasi kepada karyawannya
diluar batas kemampuan karyawan yang bersangkutan. Karena dasar dari
pemahaman motivasi adalah menghargai proses tercapainya tujuan-tujuan
yang diharapkan.
Gaya dalam pengambilan keputusan menurut Stephen Robbins203
adalah: 1) Gaya mengarahkan (directive style)adalah gaya pengambilan
keputusan yang dicirikan oleh toleransi yang rendah terhadap ambiguitas
202 Irham Fahmi, Manajemen Pengambilan Keputusan. (Bandung: Alfabeta, 2011), hal. 136. 203 Robbins, Stephen P., Mary Coulter, Manajemen Jilid 2. (Jakarta: Erlangga, 2010). Hal. 193.
208
dan cara berpikir yang rasional; 2) Gaya analitis (analytic style) adalah gaya
pengambilan keputusan yang dicirikan oleh toleransi terhadap ambiguitas
yang tinggi dan berpikir rasional; 3) Gaya konseptual (Conceptual style)
adalah gaya pengambilan keputusan yang dicirikan oleh toleransi terhadap
ambiguitas yang tinggi dan cara berpikir intuitif; 4) Gaya perilaku
(Behavioral style) adalah gaya pengambilan keputusan yang dicirikan oleh
toleransi terhadap ambiguitas yang rendah dan cara berpikir intuitif.
Ketepatan kepala sekolah dalam pengambilan keputusan menurut
Dikmenum Depdiknas dalam Syaiful Sagala204 menegaskan kekuasaan
yang lebih besar yang dimiliki oleh kepala sekolah dalam pengambilan
keputusan perlu dilaksanakan dengan demokratis antara lain dengan: 1)
melibatkan semua pihak khususnya guru dan orang tua siswa; 2)
membentuk tim-tim ad hoc pada level sekolah yang diberi wewenang untuk
mengambil keputusan dalam hal-hal yang relevan dengan tugasnya; dan 3)
menjalin kerjasama dengan lembaga- lembaga di luar sekolah. Keterlibatan
yang penuh memungkinkan berbagai pihak mempunyai andil terhadap
maju mundurnya sekolah.
Menurut Robbins dalam Mustiningsih model pembuatan keputusan
dibagi menjadi dua yaitu: model pembuatan keputusan individu dan model
pembuatan keputusan secara kelompok. Model pembuatan keputusan
individu dibagi menjadi tiga bagian yaitu: model rasional, model rasional
terbatas dan model instuisi. Adapun model pembuatan keputusan secara
kelompok dibagi menjadi empat bagian yaitu: model interaksi, model
sumbang saran, model nominal dan model elektronik.205
Hasil penelitian tentang pengambilan keputusan juga didukung oleh
konsep pengambilan keputusan yang dikemukakan Robbins. Ini
membuktikan bahwa kepala madrasah sebagai pemimpin lembaga
pendidikan, dalam pengambilan keputusan menggunakan dua konsep
204 Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer, (Bandung: Alfabeta, 2012), hal. 136. 205 Mustiningsih, Pembuatan Keputusan dalam Kepemimpinan Pendidikan (Malang: fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang, 2014), hal. 30.
209
besar sebagai mana menurut Robbins yaitu: model pembuatan keputusan
secara individu dan model pembuatan keputusan secara kelompok.
Konsep keterlibatan anggota dalam pembuatan keputusan lahir dari
desakan kebutuhan psikologis yang mendasar pada setiap individu. Para
pemimpin akan sulit untuk membuat keputusan tanpa melibatkan
bawahannya. Bantuan bawahan dalam proses pembuatan keputusan
memiliki lima sifat yaitu: formal-tidak formal, langsung-tidak langsung,
tingkat pengaruhnya, isi dari keputusan dan jangka waktunya singkat atau
lama.
Sementara dalam konteks pendidikan Islam, hal terpenting yang
harus diperhatikan dalam rangka pengambilan keputusan adalah
bagaimana keputusan itu ditetapkan atas dasar musyawarah mufakat.
Sebab, dalam praktik kehidupan umat Islam setiap permasalahan yang
dihadapi senantiasa menempuh cara musyawarah dalam setiap
pengambilan keputusan. Musyawarah sangat diperlukan sebagai bahan
pertimbangan dan tanggungjawab bersama pada setiap proses
pengambilan keputusan, sehingga setiap keputusan yang dikeluarkan akan
menjadi tanggung jawab bersama.
Sikap musyawarah merupakan bentuk penghargaan terhadap orang
lain, karena pendapat-pendapat yang disampaikan menjadi pertimbangan
bersama. Musyawarah menjadi jalan yang ditempuh oleh dunia pendidikan
dalam setiap pengambilan keputusan dengan melibatkan semua komponen
yang terlibat di dunia pendidikan seperti pendidik, peserta didik, orang tua
dan masyarakat sehingga setiap keputusan yang diambil dapat diterima
dan dijalankan dengan baik oleh semua komponen tersebut, karena dalam
musyawarah terdapat nilai-nilai kebajikan yang sangat tepat jika diterapkan
di dunia pendidikan. Musyawarah merupakan jalan yang diambil dalam
dalam pembuatan keputusan oleh kepala madrasah, yang memiliki
implikasi terhadap pertanggungjawaban atas keputusan yang telah dibuat
dan dilaksanakan.
210
Berdasarkan deskripsi konsep di atas dapat disintesiskan
pengambilan keputusan adalah proses berupa aktivitas seseorang dalam
memilih, membangun, menetapkan, dan menghasilkan sebuah pilihan yang
akan digunakan untuk menyelesaikan masalah dan memanfaatkan peluang
yang ada dengan mendasarkan pada pertimbangan rasional untuk
menghasilkan keputusan terbaik, dengan indikator 1) Identifikasi masalah;
2) Membuat solusi alternatif; 3) Memilih solusi; 4) Implementasi solusi; dan
5) Evaluasi solusi.
Menurut Simon, aspek internal dan eksternal yang mempengaruhi
perilaku individu dalam organisasi hubungannya dengan pengambilan
keputusan adalah kewenangan, komunikasi, pelatihan, efisiensi dan
loyalitas kepatuhan. Kelima aspek ini merupakan konsep yang dapat
mendorong seseorang membuat dan melaksanakan keputusan organisasi.
Di dalamnya ada premis nilai dan premis fakta. Oleh karena itu,
kewenangan ada dalam struktur formal organisasi yang memiliki pengaruh
lebih besar terhadap perilaku seseorang sebagai anggota organisasi
dibanding yang lainnya. Unity dan coordination membentuk group mind.
Simon selanjutnya menyatakan bahwa “Authority is as the power to
make decision which guide actions of anothers”. Dalam hal ini pola perilaku
dari kewenangan menurutnya adalah perintah. Kewenangan ada dalam
hubungan antara atasan dengan bawahan. Oleh karena itu, pimpinan
membuat dan mengirimkan keputusan dengan harapan bawahan
menerima. Sementara itu, bawahan berharap akan melakukan pekerjaan
berdasarkan keputusan tersebut.
Cara manajer menentukan saat yang tepat menggunakan
wewenangnya adalah dengan cara mengomunikasikan keputusan yang
dibuatnya kepada bawahan untuk memelihara koordinasi perilaku dalam
satu kelompok dimana keputusan atasan dikomunikasikan kepada yang
lain. Dalam hal ini fungsi keputusan menurut Simon ada tiga, yaitu 1) it
enforce responsibility of the individual to choose who wield the authority; 2)
it secures expertise in the making of decisions; 3) it permits coordination of
211
activity. Dengan demikian, jika semua warga sekolah memahami fungsi
keputusan yang mencakup upaya memperkuat tanggung jawab individu
kepala sekolah bersama warga sekolah untuk mau menjalankan
kewenangan, memelihara keahlian dalam membuat keputusan dan
memungkinkan adanya koordinasi aktivitas maka konflik dapat dihindarkan
di antara anggota organisasi sekolah.
Pertimbangan yang dijadikan sebagai premis dalam menggunakan
wewenang adalah pertimbangan nilai dan pertimbangan fakta.
Pertimbangan nilai menyangkut nilai, budaya, pandangan dan pengalaman
seseorang yang dipakainya dalam menggunakan wewenang. Sedangkan
pertimbangan fakta berdasarkan data dan informasi yang ada untuk
digunakan dalam kewenangan organisasi. Kedua pertimbangan tersebut
sangat penting difungsikan dalam wewenang karena dengan begitu akan
dapat melahirkan loyalitas bawahan melaksanakan keputusan.
Peradaban Islam, dalam pengambilan keputusan yakni dengan
berperilaku lemah lembut dan bermusyawarah. Sebagaimana firman Allah
sebagai berikut:
K +� �� bcر ��de�7 K ٱ fg3 �h< �Qو #�Q �i j�OZٱ k �ا ]lmn o �� pQ� � qrs و #�hr �mt$!ٱ A #�Q v�w�# وKuور
Iٱ " �x�$3 ��y( ذاWٱ� ��إن�
�� jz[ ٱ {�$ Qٱ |}~� Artinya: "Maka disebabkan rahmat dari Allahlah kamu berlaku lemah-
lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkal-lah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya." (Q.S Ali-Imran (3): 159).206
206 Departemen Agama RI, Mushaf Al-Qur’an dan Terjemahnya ., op.cit., hal. 285.
212
Asbabun nuzul dari ayat tersebut adalah pada waktu kaum muslimin
mendapat kemenangan dalam perang Badar, banyak kalangan musyrik
yang menjadi tawanan perang. Untuk menyelesaikan masalah ini
Rasulullah mengajak sahabatnya berunding. Rasulullah memanggil Abu
Bakar dan Umar bin Khaththab. Keduanya dimintai pendapat masing-
masing. Abu Bakar yang pertama kali diberi kesempatan untuk
menyampaikan pendapatnya berkata, "Sebaiknya tawanan perang ini
dikembalikan kepada keluarganya dengan membayar tebusan." Yang
demikian ini, menurut pendapat Abu Bakar, supaya diketahui bahwa Islam
itu lunak, apalagi kehadiran Islam masih sangat dini. Berbeda halnya
dengan Umar bin Khatthab, ia berpendapat tawanan perang ini dibunuh
saja semuanya. Bahkan yang diperintahkan membunuh adalah keluarga
mereka sendiri. Maksud Umar agar mereka tahu bahwa bahwa Islam itu
kuat, sehingga mereka tidak berani lagi menghina dan mencaci-maki Islam.
Dari dua pendapat yang bertolak belakang ini Rasulullah kesulitan
mengambil keputusan. Akhirnya Allah menurunkan ayat tersebut, yang
intinya menegaskan kepada Rasulullah untuk bersikap lemah-lembut. Jika
Rasulullah berkeras hati, maka mereka tidak akan bersimpati kepada Islam,
bahkan akan lari dari ajaran Islam.
Pada intinya, ayat ini mendukung pendapatnya Abu Bakar dan
menolak pandangan Umar. Di sisi lain ayat ini juga memberi pelajaran
kepada Umar dan juga semua kaum muslimin, apabila musyawarah sudah
memutuskan suatu perkara, maka hendaknya dipatuhi, walaupun
keputusan itu bertentangan dengan pendapatnya sendiri. Keputusan
musyawarah harus diterima dengan tawakal kepada Allah swt, sebab Allah
mencintai orang yang bertawakal kepada-Nya.
Keputusan yang telah ditetapkan maka semuanya akan
dipertanggungjawabkan kepada yang memberi wewenang untuk
memutuskan. Alqur’an menjelaskan bahwa semua perbuatan manusia
akan dihisab dan dimintai pertanggungjawabannya walaupun sekecil
apapun perbuatan yang telah dilakukan. Allah berfirman:
213
� ��ه 3 � D% � � ��ه � ۥ2�KO�� / ل ذر� � � � ۥو�� 2�KO�� / ل ذر�Artinya: “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun,
niscaya dia akan melihat (balasan) nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula. (QS. Az-Zalzalah: 7-8).207
Seorang pemimpin memiliki otoritas untuk mengambil keputusan
dalam berbagai hal. Akan tetapi pengambilan keputusan tersebut memiliki
konsekwensi dalam tindakannya yaitu untuk mempertanggungjawabkan
kepada atasannya. Pengambilan keputusan merupakan tanggung jawab
bersama oleh semua manajer, terlepas dari area fungsional atau tingkat
manajemen. Setiap hari, mereka diwajibkan untuk membuat keputusan Itu
membentuk masa depan organisasi mereka serta masa depan mereka
sendiri. Beberapa keputusan kecil memiliki dampak yang kuat pada
keberhasilan organisasi, sementara yang lain kurang penting. Namun,
semua keputusan memiliki beberapa efek (positif atau negatif, besar atau
kecil) pada organisasi. Kualitas keputusan adalah tolok ukur efektivitas
manajerial. Singkatnya, mengingatkan bahwa pengambilan keputusan
adalah keterampilan yang diperoleh melalui pengalaman trial and error.
Dalam konsep Islam, setiap keputusan yang diambil berkaitan
dengan pertanggungjawaban. tanggung jawab sangat terkait dengan hak
dan kewajiban. Islam menganjurkan tanggung jawab agar mampu
mengendalikan diri dari tindakan melampaui batas kewajaran dan
kemanusiaan. Tanggung jawab bersifat luas karena mencakup hubungan
manusia dengan manusia, lingkungan dan Tuhannya. Setiap manusia
harus dapat mempertanggung-jawabkan perbuatannya. Seorang mukallaf
(baligh dan berakal) dibebani tanggung jawab keagamaan melalui
pertanggungjawaban manusia sebagai pemangku amanah Allah di muka
bumi (khalifah fi al-ardl).
207 Departemen Agama RI, Mushaf Al-Qur’an dan Terjemahnya ., op.cit., hal. 276.
214
Tanggung-jawab tersebut perlu diterapkan dalam berbagai bidang.
Dalam ekonomi, pelaku usaha, perusahaan atau badan usaha lain
bertanggung-jawab mempraktekannya di dalam lapangan pekerjaan, yaitu
tanggung jawab kepada Allah atas perilaku dan perbuatannya yang
meliputi: tanggung jawab kelembagaan, tanggung jawab hukum dan
tanggung jawab sosial. Dalam tanggung jawab sosial, seseorang (secara
moral) harus mampu mempertanggung-jawabkan perbuatannya terhadap
masyarakat apabila melakukan perbuatan tercela. Tanggung jawab sosial
ini diiringi norma-norma sosial, karenanya rasa malu dalam diri seseorang
dapat memperkuat tanggung jawab sosialnya.
Karakteristik tanggung jawab pekerjaan ialah hasil pekerjaan barang
atau jasa perlu dijaga mutunya supaya jangan sampai mengecewakan
konsumen. Untuk menghasilkan produk bermutu tinggi, perlu peningkatan
kualitas pekerjanya itu sendiri, karena ia merupakan pelaku utama dalam
menghasilkan produk bermutu.
Artinya, dalam lapangan pekerjaan, produk barang bermutu dan
pekerja yang memiliki SDM tinggi merupakan hal yang tak dapat
dipisahkan. Lebih jauh lagi, pekerja berkualitas adalah pekerja yang
beriman dan bertakwa, berbudi pekerti luhur, penuh dedikasi dan tanggung
jawab, sehat jasmani dan rohani serta memiliki keterampilan (skill) dalam
bidang garapannya. Di samping itu, dibutuhkan tanggung jawab kuantitas
perhitungan angka (accountability), karena pertanggung-jawaban bukan
hanya pada pimpinan tetapi bertanggung jawab kepada Tuhan.
Manusia harus konsisten untuk melakukan tanggung jawab terhadap
sesama dan lingkungannya (ekologi), karena manusia berada pada
dinamika keduanya. Dunia bisnis hidup di tengah-tengah masyarakat.
Kehidupan bisnis tak bisa lepas dari kehidupan masyarakat. Seorang
pebisnis atau perusahaan memiliki tanggung jawab sosial, karena bisnis
tidak terbatas sampai menghasilkan barang atau jasa kepada konsumen
dengan harga murah, tapi dipengaruhi oleh etik, peraturan dan aksi
konsumen.
215
Selain dengan masyarakat, perusahaan bertanggung-jawab
melindungi konsumen melalui pertimbangan dampak terhadap lingkungan
hidup. Hal ini, karena banyak perusahaan yang sering melakukan tindakan
kurang seimbang, karena tidak memperdulikan lingkungan dengan
memproduksi barang tak bermutu, cukup sekali buang, makanan
mengandung beracun, limbah dan lainnya. Kesemuanya itu dapat
membunuh konsumen (masyarakat) secara perlahan-lahan.
Tanggung jawab sosial dari bisnis ialah pelaksanaan etik bisnis yang
mencakup proses produksi, distribusi barang dan jasa sampai penjagaan
kelestarian lingkungan hidup dari ancaman polusi dan sebagainya. Pelaku
usaha atau perusahaan tidak hanya bertanggung jawab terhadap
pemenuhan kebutuhan sesaat konsumen, tapi perlu mempertimbangkan
jangka panjang kelangsungan hidup manusia dan ekologi untuk
kemaslahatan umum.
Pelaku usaha, perusahaan atau badan-badan usaha komersial
lainnya, sudah saatnya memperhatikan hal-hal yang berkaitan keabsahan
transaksinya, karena itu merupakan bentuk tanggung jawab yang mula-
mula diselidiki. Seharusnya, tanggung jawab dalam setiap kegiatan
ekonomi muncul dari kesadaran yang terdapat pada individu maupun dalam
penekanan hukum dari pihak berwenang, seperti melalui perundang-
undangan.
Saat ini, produk-produk tertentu yang dipasarkan ternyata masih
banyak yang mempengaruhi buruknya kondisi lingkungan, baik berupa
keruksakan ekologi maupun kesehatan manusia. Padahal, setiap makhluk
hidup adalah konsumen atas lingkungan hidupnya. Karena itu, perlu
pengawasan tehadap bahaya kerugian yang menimpa pihak masyarkat
(konsumen) dan lingkungan hidup.
Berbagai pelanggaran lingkungan, seperti langkanya air bersih
akibat limbah pabrik, makanan beracun dan sebagainya telah
menyumbangkan berbagai penyakit bahkan kematian warga yang
mengkonsumsi. Hal itu, merupakan perbuatan melanggar hukum (i’tida)
216
secara tidak langsung yang harus dipertanggung-jawabkan pihak pelaku
usaha, perusahaan atau badan-badan komersial.
Setiap perbuatan berbahaya dalam Islam tidak dibenarkan (ghairu
masyru’) dan setiap perbuatan tidak dibenarkan yang membawa bahaya
harus dipertanggungjawabkan, baik kerugian bahaya materil atau jiwa
sebagai akibat buruk dari produk pelaku usaha.
Proses pengambilan keputusan dan penetapan kebijakan di sekolah,
sejatinya harus menggambarkan upaya pemecahan masalah di sekolah.
Pemecahan masalah di sekolah tersebut melibatkan stakeholder sekolah
dan dipengaruhi oleh kultur dan struktur organisasi yang terjadi. Hal
tersebut sejalan dengan pendapat Keith dan Girling, yang menyatakan
bahwa pengambilan keputusan merupakan bagian dari proses
penyelesaian masalah. Penyelesaian masalah merupakan jantung
manajemen sekolah. Kultur dan struktur organisasi dapat menjadi
katalisator dan sekaligus hambatan bagi tercapainya penyelesaian masalah
yang efektif.
Melalui kapabilatasnya sebagai pemimpin madrasah, maka kepala
madrasah mempunyai kewajiban untuk melakukan perubahan dan
menerapkan pendekatan dalam pengelolaan sekolah yang menuju pada
tersedianya pengembangan kreatifitas dan proses pembelajaran di
madrasah. Kepala madrasah yang mengelola madrasahnya dengan baik,
dengan iklim sekolah yang positif, perilaku pelaksanaan tugas melalui
perencanaan, pembagian kewenangan dalam pencapaian tujuan,
melakukan komunikasi dengan efektif, manajemen waktu yang efektif,
maka kepela madrasah tersebut memiliki gaya kepemimpinan yang efektif
dan berimplikasi terhadap pengambilan keputusan yang dapat
dipertanggungjawabkan.
Dasar-dasar pengambilan keputusan menurut George R. Terry
menjelaskan:
a. Intuisi
217
Keputusan yang diambil berdasarkan intuisi atau perasaan lebih
bersifat subjektif yaitu mudah terkena sugesti, pengaruh luar, dan faktor
kejiwaan lain. Sifat subjektif dari keputusuan intuitif ini terdapat beberapa
keuntungan, yaitu:
1) Pengambilan keputusan oleh satu pihak sehingga mudah untuk
memutuskan.
2) Keputusan intuitif lebih tepat untuk masalah-masalah yang bersifat
kemanusiaan.
Pengambilan keputusan yang berdasarkan intuisi membutuhkan
waktu yang singkat Untuk masalah-masalah yang dampaknya terbatas,
pada umumnya pengambilan keputusan yang bersifat intuitif akan
memberikan kepuasan. Akan tetapi, pengambilan keputusan ini sulit diukur
kebenarannya karena kesulitan mencari pembandingnya dengan kata lain
hal ini diakibatkan pengambilan keputusan intuitif hanya diambil oleh satu
pihak saja sehingga hal-hal yang lain sering diabaikan.
b. Pengalaman
Dalam hal tersebut, pengalaman memang dapat dijadikan pedoman
dalam menyelesaikan masalah.Keputusan yang berdasarkan pengalaman
sangat bermanfaat bagi pengetahuan praktis. Pengalaman dan kemampuan
untuk memperkirakan apa yang menjadi latar belakang masalah dan
bagaimana arah penyelesaiannya sangat membantu dalam memudahkan
pemecahan masalah.
c. Fakta
Keputusan yang berdasarkan sejumlah fakta, data atau informasi
yang cukup itu memang merupakan keputusan yang baik dan solid, namun
untuk mendapatkan informasi yang cukup itu sangat sulit.
d. Wewenang
Keputusan yang berdasarkan pada wewenang semata maka akan
menimbulkan sifat rutin dan mengasosiasikan dengan praktik diktatorial.
Keputusan berdasarkan wewenang kadangkala oleh pembuat keputusan
218
sering melewati permasahan yang seharusnya dipecahkan justru menjadi
kabur atau kurang jelas.
e. Rasional
Keputusan yang bersifat rasional berkaitan dengan daya guna.
Masalah–masalah yang dihadapi merupakan masalah yang memerlukan
pemecahan rasional. Keputusan yang dibuat berdasarkan pertimbangan
rasional lebih bersifat objektif.
Dari uji hipotesis di atas disimpulkan bahwa pengambilan keputusan
berkorelasi dengan pertanggungjawaban kepala Madrasah Aliyah Negeri di
Provinsi Jambi. Menurut Colquitt, pengambilan keputusan dipengaruhi oleh
kemampuan, kepribadian dan nilai-nilai budaya. Sedangkan menurut
Goleman Kemampuan dan kepribadian bersumber dari kecerdasan
emosional. Dengan memiliki kemampuan dan kepribadian yang baik, maka
akan menghasilkan keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Berbeda halnya dalam konsep Islam, pertanggungjawaban selain kepada
sesama manusia tetapi juga kepada Allah SWT sebagai sang Khaliq.
Semua perbuatan manusia kelak akan dimintai pertanggungjawabannya.
Agar dapat mempertanggungjawabkan segala aktivitas yang dilakukan,
maka hendaknya dalam berbuat selalu menghadirkan Allah dalam jiwanya.
Untuk dapat menghadirkan Allah dalam perbuatan/aktivitasnya, maka
diperlukan kecerdasan spiritual dalam dirinya.
4. Hubungan antara Gaya Kepemimpinan, Kecerdasan Emosional,
dan Pengambilan Keputusan dengan Akuntabilitas Kepala
Madrasah Aliyah Negeri
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis keempat diperoleh koefisien
korelasi yang signifikan antara gaya kepemimpinan, kecerdasan emosional
dan pengambilan keputusan dengan akuntabilitas kepala MAN, yaitu ?E. F;F�F� sebesar 0,789. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh korelasi
atau hubungan antara gaya kepemimpinan, kecerdasan emosional dan
pengambilan keputusan dengan akuntabilitas kepala MAN sebesar 0,789.
219
Jadi gaya kepemimpinan, kecerdasan emosional dan pengambilan
keputusan memiliki korelasi secara langsung dengan akuntabilitas kepala
MAN, yang mana 78,9% akuntabilitas kepala MAN ditentukan oleh gaya
kepemimpinan, kecerdasan emosional dan pengambilan keputusan.
Gaya kepemimpinan, kecerdasan emosional, dan pengambilan
keputusan secara simultan berkorelasi dengan akuntabilitas kepala MAN.
artinya bahwa gaya kepemimpinan kepala MAN, kecerdasan emosional
sebagai kontrol dalam mengambil dan menetapkan keputusan berkorelasi
atau memiliki hubungan dengan akuntabilitas dari segala sesuatu yang
dilakukan.
Pemimpin yang berhasil hendaknya memiliki beberapa kriteria.
Kriteria apa saja tergantung pada sudut pandang atau pendekatan yang
digunakan apakah itu sifat kepribadiannya, keterampilannya, bakatnya,
sifat-sifatnya atau kewenangan yang dimilikinya.
Deddy Mulyadi mengatakan bahwa pemimpin memiliki sifat
kepribadian seperti vitalitas dan stamina fisik, kecerdasan dan kearifan
dalam bertindak, kemauan menerima tanggung jawab, kompeten dalam
menjalankan tugas, memahami kebutuhan pengikutnya, memiliki
keterampilan dalam berhubungan dengan orang lain, kebutuhan untuk
berprestasi, mampu memotivasi dan memberi semangat, meyakinkan,
memiliki pengaruh, mampu beradaptasi atau memiliki fleksibilitas.208
Nabi Saw. dalam memimpin umatnya, beliau terlibat dalam sistem
perencanaan, pemberian motivasi, pengorganisasian, pengarahan operasi,
dan pengawasan sehingga segala sesuatunya tidak lepas kendali. Nabi
Saw. menegaskan bahwa setiap orang diberi kepercayaan oleh Allah Swt.
untuk menjadi khalifah. Sebagaimana firman Allah:
و)1 ���� ٱ ٱ�� �Yh# و) ��ا �اh�ءا ��� � Qٱ A #��hm��$E�Z ضHIٱ
K < q��$!ٱ �� �� Q�# دh��# ٱ�� R �و #��+� �� Q�# ٱر=� يٱ��
208 Rivai dan Mulyadi, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, h. 19.
220
�u � ن���F U �n+1و�2 Kh����# أ% 1�8 �� #��i K �m و�� � و�+1
#� p��Zو�� pQ� 1�8 ن�OE�Zٱ ~~
Artinya: “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik” (QS. An-Nur (24):55).209
Syafei Antonio secara detail menggambarkan karakter
kepemimpinan Nabi Saw. dalam delapan bidang utama kepemimpinan
Nabi Saw. yakni: kepemimpinan dan pengembangan diri (self leadership
and personal development), bisnis dan kewirausahaan (business and
entrepreneurship), menata keluarga harmonis (managing a harmonious
family), manajemen dakwah (dakwah management), kepemimpinan sosial
dan politik (social and political leadership), pembelajar dan guru peradaban
(learner and educator), pengembangan hukum (legal development),
kepemimpinan dan strategi militer (military strategy and leadership).210
Gaya kepemimpinan yang diperlihatkan oleh Nabi Saw. yaitu
memiliki prinsip-prinsip serta wawasan ke depan (future outlook), bahkan
gagasan pemikiran beliau jauh melampaui zamannya. Kepemimpinan Nabi
Saw. didasarkan pada prinsip musyawarah, terbuka terhadap gagasan
orang lain untuk mewujudkan visi atau tujuannya. Beliau mampu
meyakinkan orang lain dan gagasannya menjadi inspirasi para
pengikutnya.
209 Departemen Agama RI, Mushaf Al-Qur’an dan Terjemahnya ., op.cit., hal. 570. 210 Muhammad Syafii Antonio, Ensiklopedia Leadership & Manajemen Muhammad Saw: The Super Leader Super Manager (Jakarta: Tazkia, 2009), hal.430.
221
Kata ra’i yang digunakan Rasul ketika mengeneralisir fungsi dan
tanggungjawab setiap individu sebagai seorang pemimpin pada segala
strata. Secara harfiah penggunaan kata ini sangat kuat dalam menyebut
pemimpin bagi setiap individu umatnya, dinisbatkan pada latar belakang
Rasul sebagai seorang penggembala.
Profesi sebagai penggembala yang dilaksanakan Rasulullah
sebelum di angkat menjadi Rasul, ternyata menorehkan banyak pelajaran
bagi Nabi Muhammad sebagai Rasul dalam membangun fondasi
leadership-nya dikemudian hari. Pekerjaan tersebut, mengajarkan untuk
bertanggungjawab terhadap domba yang digembalakannya agar tertib di
dalam kumpulan. Pekerjaan itu pun menuntut cinta kasih, semisal mencari
domba yang terpisah dari kumpulan atau pun merawat domba yang sakit.
Dengan tanggungjawab dan rasa cinta kasih itu, sang penggembala
menggiring hewan yang digembalakan menuju titik yang dituju, termasuk
menggiringnya pada saat pulang kandang.
Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Ismail Noor dapat
disimpulkan bahwa Nabi Saw. Menerapkan tiga gaya pokok kepemimpinan
Islam: syūrā (permusyawaratan), ‘adl bil-qisṭ (keadilan disertai kesetaraan),
dan ḥurriyyah al-kalām (kebebasan berekspresi) dalam segala urusan
dengan umatnya.211
Menurut Prijosaksono ada sebuah jenis kepemimpinan yang disebut
dengan Q Leader. Kepemimpinan Q dalam hal ini memiliki empat makna.
Pertama, Q Leader berarti kecerdasan atau intelligence, misalnya IQ
(Kecerdasan Intelektual), EQ (Kecerdasan Emosional), dan SQ
(Kecerdasan Spiritual). Q Leader berarti seorang pemimpin yang memiliki
kecerdasan IQ-EQ-SQ yang cukup tinggi. Kedua, Q Leader berarti
kepemimpinan yang memiliki quality, baik dari aspek visioner maupun
aspek manajerial. Ketiga, Q Leader berarti seorang pemimpin yang
memiliki qi (dibaca ‘chi’–bahasa Mandarin yang berarti energi kehidupan).
211 Ismail Noor, Manajemen Kepemimpinan Muhammad (Jakarta: Mizan Pustaka, 2011), hal. 39.
222
Keempat Q Leader bermakna sebagai qalbu, seperti yang dipopulerkan
oleh KH Abdullah Gymnastiar dengan istilah qolbu atau inner self. Seorang
pemimpin sejati adalah seseorang yang sungguh-sungguh mengenali
dirinya (qolbunya) dan dapat mengelola dan mengendalikannya (self
management atau qolbu management). Menjadi seorang pemimpin Q
berarti menjadi seorang pemimpin yang selalu belajar dan bertumbuh
senantiasa untuk mencapai tingkat atau kadar Q (intelligence–quality–qi-
qolbu) yang lebih tinggi dalam upaya pencapaian misi dan tujuan organisasi
maupun pencapaian makna kehidupan setiap pribadi seorang pemimpin.
Dari penjelasan tentang Q Leader di atas, dapat disimpulkan bahwa
dalam kepemimpinan terdapat tiga aspek penting:
a. Perubahan karakter dari dalam diri (character change)
b. Visi yang jelas (clear vision)
c. Kemampuan atau kompetensi yang tinggi (competence)
Ketiga konsep ini dilandasi oleh suatu sikap disiplin yang tinggi
untuk senantiasa tumbuh, belajar dan berkembang baik secara internal
(pengembangan kemampuan intrapersonal, kemampuan teknis dan
pengetahuan) maupun dalam hubungannya dengan orang lain
(pengembangan kemampuan interpersonal dan metode kepemimpinan).
Seperti yang dikatakan oleh John Maxwell: ”The only way that I can keep
leading is to keep growing. The day I stop growing, somebody else takes the
leadership baton. That is the way it always it.” Satu-satunya cara agar saya
tetap menjadi pemimpin adalah saya harus senantiasa tumbuh. Ketika saya
berhenti tumbuh, orang lain akan mengambil alih kepemimpinan tersebut.
Kepala madrasah merupakan leader dan sekaligus sebagai manager
diharapkan mampu melakukan kepemimpinannya sebaik-baiknya untuk
meningkatkan mutu madrasahnya. Kepemimpinan merupakan tanggung
beban dan tanggung jawab, bukan kemuliaan. Kepemimpinan
membutuhkan keteladanan dan wujud, bukan kata-kata dan retorika. Oleh
223
karena itu, untuk dapat melakukan tugasnya dengan baik seorang kepala
madrasah harus memiliki kecerdasan emosional.
Seorang pemimpin yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi
adalah pemimpin yang mampu mengendalikan diri, sabar, tekun, tidak
emosional dan cenderung berpikiran positif. Pemimpin dalam penelitian ini
adalah kepala madrasah yang mempunyai kecerdasan emosional akan
menjadi orang yang mempunyai kemandirian moral, kesediaan untuk
bertanggung jawab, kejujuran dan lain sebagainya.212
Dalam Islam, hal-hal yang berhubungan dengan kecakapan emosi
dan spiritual seperti konsistensi (istiqamah), kerendahan hati (tawadhu’),
berusaha dan berserah diri (tawakkal), ketulusan (ikhlash), totalitas (kaffah),
keseimbangan (tawazun), integritas dan penyempurnaan (ihsan) itu
dinamakan akhlakul karimah. Kepala madrasah yang memiliki kecerdasan
emosional berarti dalam kepemimpinannya memiliki sifat dan sikap yang
terpuji. Dengan perilaku terpuji yang dimilikinya maka, kepala madrasah
sebagai pemimpin di lembaganya tentu bertanggung jawab terhadap
semua yang terjadi dilembaganya.
Seorang pemimpin haruslah memiliki perasaan, keutuhan jiwa dan
kemampuan intelektual. Dengan kata lain, modal yang harus dimiliki
seorang pemimpin tidak hanya intelektualitas semata, namaun harus
didukung kecerdasan emosional, komitmen pribadi dan integritas yang
sangat dibutuhkan untuk mengaltasi berbagai masalah dan tantangan.
Seringkali kegagalan dialami karena emosional seorang pemimpin tidak
dapat memahami dirinya sendiri dan orang lain. Sehingga keputusan yang
diambil bukan keputusan yang bersumber dari hati nurani tetapi cenderung
kepada aspek egois, yang berorientasi pada pribadi, tanpa mempertikan
sisi yang lain.
Pengambilan keputusan merupakan faktor-faktor yang ada
hubungannya dengan akuntabilitas kepala madrasah. Segala keputusan
212 Nur Efendi., Op.Cit., hal. 174.
224
yang telah ditetapkan akan dipertanggungjawabkan. Sehingga kepala
madrasah dalam membuat/mengambil keputusan tentu harus
mempertimbangkan sisi positif dan negatifnya. Pengambilan keputusan
dalam organisasi bukanlah pekerjaan yang mudah. Sebab, keputusan yang
dihasilkan akan memiliki implikasi pro dan kontra baik antara pemimpin
dengan yang dipimpin, maupun antara sesama yang dipimpin. Oleh karena
itu agar keputusan yang diambil dapat diterima, maka komunikasi antara
pemimpin dangan yang dipimpin juga harus berjalan harmanis.
Menurut ash-Shan’ani dalam Subul as-Salam, Nabi saw. melarang
meminta al-imarah itu tidak lain karena kekuasaan itu memberi kekuatan
setelah kelemahan dan kemampuan setelah ketidakmampuan. Semua itu
bisa diambil oleh jiwa yang kasar dan cenderung atas keburukan sebagai
wasilah balas dendam kepada orang yang dianggap musuh dan sebaliknya
memperhatikan teman, mengikuti tujuan-tujuan rusak, akibatnya tidak baik
dan tidak ada keselamatan menemaninya. Karena itu yang lebih utama
adalah semampu mungkin al-imârah itu tidak diminta.
Rasul saw. juga memperingatkan bahwa al-imarah itu pada Hari
Kiamat kelak bisa menjadi penyesalan dan kerugian. ‘Auf bin Malik ra
menuturkan, Nabi saw. bersabda:
���� ن ��ا��، و������ ��اب إ ����"!� � ���، و�� و# ��رة و�� ()؟ أ% 012 /. ا-, 3456 أ%
-9 �. �8ل <=م ا�;:��� إ
Artinya: Jika kalian mau, aku akan memberitahu kalian tentang kepemimpinan (al-imarah), apakah itu? Awalnya adalah celaan. Yang kedua adalah penyesalan. Yang ketiganya adalah azab pada Hari Kiamat kecuali orang yang berlaku adil (HR al-Bazar dan ath-Thabrani).
Al-Minawi di dalam Faydh al-Qadir menjelaskan bahwa al-imarah itu
bisa menggerakkan sifat-sifat terpendam; jiwa bisa didominasi oleh
kecintaan atas prestise, kelezatan berkuasa dan perintah dilaksanakan.
225
Semua itu kenikmatan dunia yang paling besar. Jika semua itu dicintai
maka seorang penguasa/pejabat bisa berusaha mengikuti hawa nafsunya
pada bagian dirinya sendiri dan mengedepankan apa yang dia inginkan
meski batil dan pada yang demikian itu dia binasa.
Nabi saw. menegaskan kembali peringatan itu dengan kelanjutan
sabda beliau, “fani’mati al-murdhi’ah wa bi’sati al-fathimah”. Maknanya
menurut ad-Dawudi, seperti dikutip oleh Ibn Hajar dalam Fath al-Bari dan
oleh yang lain: ni’mati al-murdhi’ah, yakni di dunia, dan alangkah buruknya
al-fathimah, yakni setelah mati, sebab harus mempertanggungjawabkan
atas hal itu. Karena itu dia seperti orang yang disapih sebelum cukup untuk
disapih maka hal itu menjadi kebinasaannya. Menurut al-Karmani, dikutip
oleh Mula Ali al-Qari dalam ‘Umdah al-Qari, ni’mati al-murdhi’ah bemakna
alangkah baik awalnya, sementara bi’sati al-fathimah yakni alangkah buruk
akhirnya. Hal itu karena bersama al-imarah itu ada harta, prestise, dan
kesenangan inderawi dan imajinatif pada awalnya; tetapi kesudahannya
adalah pembunuhan, pemecatan dan tuntutan atas konsekuensi al-imârah
itu di akhirat.
Jika seperti itu, al-imarah akan benar-benar menjadi penyesalan dan
kerugian di akhirat kelak bagi yang menyandangnya. Seperti yang
dinyatakan dalam hadis di atas, hal itu adalah bagi orang yang tidak berlaku
adil di dalamnya. Di dalam hadis lain, ketika Abu Dzar meminta agar diberi
jabatan, Rasul bersabda kepada dia:
�?�@ 9 �. أ% #- �� <=م ا�;:��� BCي و��ا�� إ #D Eو ،�F�� �� أ% #D Eو ،G:HI J# F L� ذر إ M� أ%
;NO���P Q:R� يS# Tى ا د# W� وأ%Artinya: Wahai Abu Dzar, sungguh engkau lemah. Sungguh
jabatan/kekuasaan itu adalah amanah dan sungguh ia menjadi kerugian dan penyesalan pada Hari Kiamat, kecuali orang yang mengambil amanah itu dengan benar dan menunaikan kewajibannya di dalamnya (H.R. Muslim).
226
Imam an-Nawawi menjelaskan di dalam Syarh Shahîh Muslim, Hadis
ini merupakan pokok yang agung dalam menjauhi jabatan/kekuasaan,
apalagi untuk orang yang pada dirinya ada kelemahan dari menunaikan
tugas-tugas jabatan/kekuasaan itu. Kerugian dan penyesalan menjadi hak
orang yang tidak layak untuk jabatan/kekuasaan itu; atau ia layak tetapi
tidak berlaku adil di dalamnya sehingga Allah membuat dia merugi pada
Hari Kiamat dan menelanjanginya, dan ia menyesal atas apa yang ia
telantarkan. Adapun orang yang layak untuk jabatan/kekuasaan dan
berlaku adil di dalamnya maka untuknya keutamaan yang agung yang
dijelaskan dalam banyak hadis sahih.
Jadi hadis-hadis ini menunjukkan beratnya tanggung jawab
kepemimpinan. Ia seperti pisau bermata dua. Jika orang yang memikulnya
tidak layak, mengambilnya dengan tidak benar, tidak berlaku adil di
dalamnya, tidak menunaikan kewajiban yang semestinya, maka itu akan
menjadi kerugian dan penyesalan bagi dirinya di Akhirat; sementara di
dunia akan mendatangkan bencana bagi rakyat yang dipimpin. Sebaliknya,
jika orang yang memikul jabatan/kekuasaan itu memang layak untuk dia,
dia mengambilnya dengan benar, berlaku adil di dalamnya, menunaikan
kewajibannya, maka untuk dia ada keutamaan dan karunia besar di Akhirat;
dan didunia itu akan menjadi berkah dan kebaikan bagi rakyat yang
dipimpin.
Sabda Rasulullah SAW. "Jika amanat telah disia-siakan, tunggu saja
kehancuran terjadi." Amanah yang paling pertama dan utama bagi manusia
ialah amanah ketaatan kepada Allah, pencipta, pemilik, pemelihara dan
penguasa alam semesta dengan segenap isinya.
Kepala madrasah dalam menjalankan tugas kepemimpinan yang
dibarengi dengan wewenang dan tanggung jawab memikul amanat
bersesuain dengan surat Al-Ahzab ayat 72 yang lebih dititik beratkan
kepada semua isi komponen madrasah terdiri dari semua hal yang
menunjang segala sesuatu baik mengenai sarana dan prasarananya.
227
Dari sekian banyak penafsiran ulama tentang amanah, dapat ditarik
sebuah "benang merah" yang dapat menghubungkan antara satu dengan
yang lain, yaitu pada kata al-mas'uliyyah (tanggung jawab) atas anugerah
Tuhan yang diberikan kepada manusia, baik berupa jabatan (hamba
sekaligus khalifah) maupun nikmat yang sedemikian banyak. Dengan kata
lain, manusia berkewajiban untuk menyampaikan "laporan pertanggung
jawaban" di hadapan Allah atas limpahan karunia Ilahi yang diberikan
kepadanya. Kepala madrasah sebagai khalifah mempertanggung jawabkan
segalanya kepada allah SWT dan juga pertangung jawaban kepada semua
komponen madrasah.
Maju-mundurnya lembaga pendidikan lebih ditentukan oleh faktor
pemimpin daripada faktor-faktor lainnya. Memang ada keterlibatan faktor-
faktor lain dalam memberikan kontribusi kemajuan lembaga atau
kemunduran suatu lembaga, tetapi posisi pemimpin masih merupakan
faktor paling kuat dan paling menentukan nasib ke depan dari suatu
lembaga pendidikan Islam.
Pemimpin adalah jenderal lapangan yang mengendalikan berbagai
strategi dan taktik untuk melaksanakan program yang telah disepakati.
Kegagalan dan keberhasilan suatu organisasi banyak ditentukan oleh
pemimpin karena pemimpin merupakan pengendali dan penentu arah yang
hendak ditempuh oleh organisasi menuju tujuan yang akan dicapai. Arah
yang dimaksud tertuang dlm strategi dan taktik yang disusun dan dijalankan
oleh organisasi bersangkutan. Perumus serta penentu strategi dan taktik
adalah pimpinan dalam organisasi tersebut.213
Semakin tinggi kepemimpinan yang diduduki oleh seseorang dalam
suatu organisasi, nilai dan bobot strategik dari keputusan yang diambilnya
semakin besar. Sebaliknya, semakin rendah kedudukan seseorang dalam
suatu organisasi, keputusan yang diambilnya pun lebih mengarah kepada
213 E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, 3rd , (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003), hal. 117.
228
hal-hal yang operasional. Terlepas dari keputusan yang diambil, apakah
pada kategori strategik, taktis, teknis, atau operasional, semuanya
tergolong pada “penentuan arah” dari perjalanan yang hendak ditempuh
oleh organisasi.214
Kepala Madrasah sebagai pemimpin harus memiliki sifat-sifat ideal
sebagai berikut:
a. Memiliki pengetahuan dan kemampuan yang cukup untuk
mengendalikan perusahaan/organisasinya.
b. Memfungsikan keistimewaan yang lebih dibanding orang lain.
c. Memahami kebiasaan dan bahasa orang yang menjadi tanggung
jawabnya.
d. Mempunyai karisma dan wibawa di hadapan orang lain.
e. Konsekuen dengan kebenaran dan tidak mengikuti hawa nafsu.
f. Bermuamalah dengan lembut dan kasih sayang terhadap bawahannya,
agar orang lain simpati kepadanya.
g. Menyukai suasana saling memaafkan antara pemimpin dan
pengikutnya, serta membantu mereka agar segera terlepas dari
kesalahan.
h. Bermusyawarah dengan para pengikut serta minta pendapat dan
pengalaman mereka.
i. Menertibkan semua urusan dan membulatkan tekad untuk bertawakal
kepada Allah swt.
j. Membangun kesadaran akan adanya pengawasan dari Allah swt
sehingga terbina sikap ikhlas.
k. Memberikan santunan sosial kepada para anggota, sehingga tidak
terjadi kesenjangan sosial yang menimbulkan rasa dengki dan
perbedaan strata sosial yang merusak.
l. Mempunyai power dan pengaruh yang dapat memerintah serta
mencegah karena seorang pemimpin harus melakukan kontrol
214 Ibid., hal.117.
229
pengawasan atas pekerjaan anggota, meluruskan kekeliruan, serta
mengajak mereka untuk berbuat kebaikan dan mencegah
kemungkaran.
m. Tidak membuat kerusakan di muka bumi, serta tidak merusak ladang,
keturunan, dan lingkungan.
n. Bersedia mendengar nasihat dan tidak sombong karena nasihat dari
orang lain yang ikhlas jarang sekali kita peroleh.
Stepen Covey215 membagi fungsi kepemimpinan menjadi 4, yaitu:
Tabel. 4.43 Fungsi Kepemimpinan Menurut Steven Covey
No Fungsi Deskripsi
1 Fungsi perintis
(pathfinding)
Mengungkap bagaimana sang pemimpin
memahami dan memenuhi kebutuhan
utama para stakehoder-nya, misi dan
nilai-nilai yang dianutnya, serta yang
berkaitan dengan visi dan strategi, yaitu
ke mana perusahaan akan dibawa dan
bagaimana caranya agar sampai ke sana.
2 Fungsi penyelaras
(aligning)
Berkaitan dengan bagaimana pemimpin
memahami bagian-bagian sistem dalam
organisasi perusahaan menyelaraskan
keseluruhannya agar mampu bekerja dan
saling sinergis.
3 Fungsi
pemberdayaan
(empowering)
Berhubungan dengan upaya pemimpin
untuk menumbuhkan lingkungan agar
setiap orang dalam organisasi
perusahaan mampu melakukan yang
terbaik dan selalu mempunyai komitmen
yang kuat (commited).
215 Vide, Muhammad Syafii Antonio, Muhammad SAW : The Super Leader Super Manager, 3rd ed, (Jakarta: Tazkia Multimedia & ProLM Centre, 2007), h. 20-21.
230
4 Fungsi panutan
(modeling)
Mengungkap bagaimana agar pemimpin
dapat menjadi panutan bagi
karyawannya. Bagaimana ia bertanggung
jawab atas tutur kata, sikap, perilaku, dan
keputusan-keputusan yang diambilnya.
Dalam konteks pendidikan Islam, pemimpin harus memiliki
keunggulan yang lebih lengkap. Dasar filosofinya adalah pendidikan Islam
selama ini mengklaim sebagai lembaga yang berupaya keras membangun
kecerdasan intelektual, kesalehan sosial, dan kemantapan spiritual. Pada
tingkat siswa saja, harus memiliki keunggulan di ketiga bidang itu. Apalagi
figur-figur yang menjadi pemimpin lembaga pendidikan Islam. Mereka harus
lebih hebat daripada pemimpin lembaga lain. Mereka harus memiliki potensi
seperti potensi lembaga pendidikan pada umumnya plus potensi-potensi
khusus yang terkait dengan karakter keislaman.
Teori kepemimpinan situasional didasarkan pada hubungan antara
tiga faktor yaitu:
a. Perilaku tugas (Task behaviour), merupakan pemberian petunjuk oleh
pemimpin terhadap anak buah meliputi penjelasan tertentu, apa yang
harus dikerjakan, bilamana, dan bagaimana mengerjakannya, serta
mengawasi mereka secara ketat.
b. Perilaku hubungan (Relationship behaviour), merupakan ajakan yang
disampaikan oleh pemimpin melalui komunikasi dua arah yang meliputi
mendengar dan melibatkan anak buah dalam pemecahan masalah.
231
c. Kematangan (Maturity), merupakan kemampuan dan kemauan anak
buah dalam mempertanggung jawabkan pelaksanaan tugas yang
dibebankan kepadanya.216
Menurut teori ini gaya kepemimpinan akan efektif jika disesuaikan
dengan tingkat kematangan anak buah. Makin matang anak buah,
pemimpin harus mengurangi perilaku tugas (task behaviour) dan
menambah perilaku hubungan (relationship behaviour). Jika anak buah
mencapai tingkat kematangan rata-rata. Pemimpin harus mengurangi
perilaku tugas (task behaviour) dan perilaku hubungan (relationship
behaviour). Jika anak buah mencapai tingkat kematangan penuh dan sudah
dapat mandiri, pemimpin sudah dapat mendelegasikan wewenang kepada
anak buah.
Gaya Kepemimpinan Islami217 memiliki kriteria sebagai berikut:
a. Harus memiliki gagasan yang terus berkembang terutama yang terkait
dengan strategi untuk memajukan organisasi yang dipimpinnya,
berkonsentrasi pada pemikiran dan bertindak memajukan lembaga
pendidikan Islam sehingga mampu bersaing dengan lembaga-lembaga
pendidikan lainnya yang maju, serta dapat menjaga kualitas.
b. Dalam situasi darurat harus mampu lagi berani mengambil keputusan
dan tindakan yang cepat lagi tepat kendati tanpa melalui musyawarah
lebih dulu. Keberanian, kecepatan, dan ketepatan dalam
menyelesaikan masalah yang mendesak memang tidak mudah,
tindakan itu membutuhkan kecermatan yang tinggi dalam membaca
situasi sekitar yang berkembang dengan begitu cepat. Sehingga
acapkali pemimpin dihadapkan pilihan tindakan yang serba salah, dan
dengan terpaksa menerapkan kaidah ٲخاف الضررين untuk menetapkan
pilihan tindakan yang memiliki resiko paling ringan.
216 E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah., Op.Cit., hal.115. 217 Mujammil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam, Op.Cit., hal. 274-282.
232
c. Harus mampu membina dan mengembangkan kerja sama yang
harmonis sekaligus persaingan yang sehat di lingkungan orang-orang
yang dipimpinnya.
d. Secara internal organisasi harus mampu membangkitkan motivasi para
tenaga pendidik yang bekerja di lembaga yang dia pimpin sehingga
mereka dapat meningkatkan kinerja dalam berkarya, dan secara
eksternal organisasi harus mampu mengakomodasikan berbagai
pikiran/pandangan masyarakat era reformasi juga era globalisasi.
e. Harus mampu mengejawantahkan nilai-nilai Islam di dalam sistem
pendidikan, dan mampu menerapkan teknologi pendidikan modern.
f. Harus mampu menguasai dan mengembangkan stuktur organisasi
pendidikan Islam yang efisien.
g. Harus mampu menciptakan keharmonisan kerja, dan sebagai manajer
harus mampu menciptakan kelancaran kerja.
h. Tidak menerapkan kepemimpinan ala Iblis.
i. Mengawali dari diri sendiri (ٳبدٲ بنفسك) sebagai keteladanan proaktif,
disiplin, rendah hati, realistis, penyayang dalam menegakkan segala
ketentuan yang berlaku.
j. Mencegah dan melawan segala bentuk penjajahan (kedzaliman) dalam
madrasah/sekolah yang dipimpin baik antar individu, antar kelompok,
antara individu-kelompok, antara individu/kelompok terhadap seluruh
kekayaan lembaga.
Kepala madrasah merupakan motor penggerak, penentu arah
kebijakan madrasah, yang akan menentukan bagaimana tujuan-tujuan
madrasah dan pendidikan pada umumnya direalisasikan.218 Sehingga
kepala madrasah harus memiliki tiga keterampilan sebagai berikut:
a. Ketrampilan konseptual (memahami dan mengoperasikan organisasi).
b. Ketrampilan manusiawi (bekerja sama, memotivasi, dan memimpin).
218 E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah., Op.Cit., hal.126.
233
c. Ketrampilan teknik (menggunakan pengetahuan, metode, teknik,
perlengkapan untuk menyelesaikan tugas tertentu).
Temuan penelitian ini mendukung teori yang digunakan sebagai
dasar pengajuan model teoritis variabel penelitian, yaitu teori dari J. Mullins,
Laurie yang menjelaskan bahwa dalam suatu lembaga formal, kepala
madrasah memiliki otoritas dan tanggung jawab untuk mengambil
keputusan dalam bentuk apapun. Tetapi otoritas dan tangggung jawab
yang diberikan untuk mengambil keputusan tersebut harus diimbangi
dengan pertanggungjawaban kepada atasan.
Hasil pengujian terhadap keempat hipotesis yang dilakukan
menghasilkan sebuah gambaran mengenai konstelasi penelitian
sebagaimana dapat dilihat pada gambar berukut:
Gambar 4.7 Gambaran Akhir Konstelasi Penelitian
Gambar tersebut memperlihatkan korelasi atau hubungan antara
gaya kepemimpinan dengan akuntabilitas kepala madrasah; kecerdasan
emosional dengan akuntabilitas kepala madrasah; pengambilan keputusan
dengan akuntabilitas kepala madrasah; dan korelasi atau hubungan gaya
kepemimpinan, kecerdasan emosional dan pengambilan keputusan secara
simultan dengan akuntabilitas kepala madrasah. Akuntabilitas kepala
Madrasah Aliyah Negeri di Provinsi Jambi, selain berkaitan dengan gaya
Gaya Kepemimpinan
(X1)
Pengambilan Keputusan (X3)
Akuntabilitas Kepala
Madrasah (Y)
Kecerdasan Emosional (X2)
ɛ1=0,202
B�. = 0,44
[email protected];B�B�= 0,798
234
kepemimpinan, kecerdasan emosional dan pengambilan keputusan, juga
ada faktor lain yang mungkin mempengaruhi timbulnya akuntabilitas yaitu
kecerdasan spiritual, kecerdasan intelektual.
Penerapan prinsip transparan dan akuntabilitas dalam
penyelenggaraan manejemen berbasis sekolah (MBS) mendapat relevansi
ketika pemerintah menerapkan otonomi pendidikan yang ditandai dengan
pemberian kewenangan kepada sekolah untuk melaksanakan manajemen
sesuai dengan kekhasan dan kebolehan sekolah. Dengan pelimpahan
kewenangan tersebut, maka pengelolan manajemen berbasis sekolah
(MBS) semakin dekat dengan masyarakat yang adalah pemberi mandat
pendidikan. Oleh karena manajemen berbasis sekolah (MBS) semakin
dekat dengan masyarakat, maka penerapan transparansi dan akuntabilitas
dalam pengelolaan merupakan hal yang tidak dapat ditunda-tunda.
Pelaksanaan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam rangka MBS
tiada lain agar para pengelola sekolah atau pihak-pihak yang diberi
kewenangan mengelola urusan pendidikan itu senantiasa terkontrol dan
tidak memiliki peluang melakukan penyimpangan untuk melakukan korupsi,
kolusi, dan nepotisme. Dengan prinsip ini mereka terus memacu
produktifitas profesionalnya sehingga berperan besar dalam memenuhi
berbagai aspek kepentingan masyarakat.
Transparansi dan Akuntabilitas menyangkut dua dimensi, yakni
transparansi dan akuntabilitas vertikal dan transparansi, akuntabilitas
horisontal. Transparansi, Akuntabilitas vertikal menyang kut hubungan
antara pengelola sekolah dengan masyarakat, sekolah, orangtua siswa
Antara sekolah dan instansi di atasnya Kementerian Agama atau Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan. Sedangkan transparansi, akuntabilitas
horisontal menyangkut hubungan antara sesama warga sekolah Antar
kepala sekolah dengan komite sekolah, dan antara kepala sekolah degan
dewan guru. Pengelola sekolah harus mampu mempertanggungjawabkan
seluruh komponen pengelolaan MBS kepada masyarakat. Komponen
pertama yang harus melaksanakan transparansi dan akuntabilitas adalah
235
guru. Mengapa, karena inti dari seluruh pelaksanaan manajemen sekolah
adalah proses belajar mengajar. Dan pihak pertama di mana guru harus
bertanggungjawab terhadap siswa. Guru harus dapat melaksanakan ini
dalam tugasnya sebagai pengajar.
Transparansi dan Akuntabilitas dalam pengajaran dilihat dari
tanggungjawab guru dalam hal membuat persiapan, melaksanakan
pengajaran, dan mengevaluasi siswa. Selain itu dalam hal keteladan,
seperti disiplin, kejujuran, hubungan dengan siswa menjadi penting untuk
diperhatikan. Transparansi dan Akuntabilitas tidak saja menyangkut proses
pembelajaran, tetapi juga menyangkut pengelolaan keuangan, dan kualitas
output. Akuntabilitas keuangan dapat diukur dari semakin kecilnya
penyimpangan dalam pengelolaan keuangan sekolah. Baik sumber-sumber
penerimaan dari Pemerintah Bosnas, Bosda, besar kecilnya penerimaan,
maupun peruntukkannya dapat dipertanggungjawabkan oleh pengelola,
Pengelola keuangan yang bertanggungjawab akan mendapat kepercayaan
dari warga sekolah dan masyarakat. Sebaliknya pengelola yang melakukan
praktek korupsi tidak akan dipercaya.
Akuntabilitas tidak saja menyangkut sistem tetapi juga menyangkut
moral individu. Jadi, moral individu yang baik dan didukung oleh sistem
yang baik akan menjamin pengelolaan keuangan yang bersih, dan jauh dari
praktek korupsi. Transparansi dan Akuntabilitas juga semakin memiliki arti,
ketika sekolah mampu mempertanggungjawabkan mutu outputnya
terhadap publik. Sekolah yang mampu mempertanggungjawabkan kualitas
outputnya terhadap publik, mencerminkan sekolah yang memiliki tingkat
efektivitas output tinggi. Dan sekolah yang memiliki tingkat efektivitas
outputnya tinggi, akan meningkatkan efisiensi eksternal.
Peneliti menyadari bahwa penelitian ini banyak memiliki
keterbatasan. Banyak variabel yang berkorelasi dengan akuntabilitas
kepala madrasah, akan tetapi penelitian hanya meneliti variabel gaya
kepemimpinan, kecerdasan emosional, dan pengambilan keputusan.
236
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis hasil penelitian dan pembahasan yang telah
diuraikan pada bagian sebelumnya, maka penelitian ini menghasilkan
kesimpulan sebagai berikut:
1. Gaya kepemimpinan berkorelasi langsung positif dan signifikan pada
kategori rendah terhadap akuntabilitas kepala Madrasah Aliyah Negeri
di Provinsi Jambi. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi atau
semakin baik gaya kepemimpinan seorang kepala madrasah, maka
akan semakin tinggi akuntabilitasnya.
2. Kecerdasan emosional berkorelasi langsung positif dan signifikan pada
kategori sedang dengan akuntabilitas kepala Madrasah Aliyah Negeri di
Provinsi Jambi dengan. Dengan kata lain, semakin kuat dan baik
kecerdasan emosional seorang kepala madrasah, maka semakin tinggi
akuntabilitasnya.
3. Pengambilan keputusan berkorelasi langsung positif dan signifikan pada
kategori sedang dengan akuntabilitas kepala Madrasah Aliyah Negeri di
Provinsi Jambi dengan. Dengan kata lain semakin baik pengambilan
keputusan seourang kepala madrasah, maka akan semakin baik
akuntabilitasnya.
4. Gaya kepemimpinan, kecerdasan emosional, dan pengambilan
keputusan secara simultan berkorelasi positif dan signifikan pada
kategori tinggi dengan akuntabilitas kepala Madrasah Aliyah Negeri di
Provinsi Jambi. Dengan kata lain semakin baik gaya kepemimpinan,
kecerdasan emosional, dan pengambilan keputusan maka akan
semakin baik akuntabilitas kepala Madrasah Aliyah.
237
B. Implikasi
Penelitian ini memberikan pengertian bahwa gaya kepemimpinan,
kecerdasan emosional, dan pengambilan keputusan secara parsial dan
simultan berkorelasi dengan akuntabilitas kepala madrasah. implikasi yang
diberikan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan berkorelasi
langsung terhadap akuntabilitas kepala madrasah. Artinya gaya
kepemimpinan yang dimiliki oleh kepala Madrasah Aliyah Negeri akan
berpengaruh terhadap akuntabilitas atau pertanggungjawaban dari
kepemimpinannya. Implikasinya adalah akuntabilitas kepala Madrasah
Aliyah Negeri di provinsi Jambi dapat ditingkatkan dengan memperbaiki
gaya kepemimpinannya. Upaya yang dapat dilakukan untuk
memperbaiki gaya kepemimpinan agar berdampak pada akuntabilitas
adalah dengan mengetahui situasi dan kondisi yang dipimpinnya. Dan
tentunya harus selalu ingat kepada janji Allah Swt, bahwa semua
perbuatan manusia sebesar biji dzarrah, baik itu meliputi perbuatan baik
maupun perbuatan tidak baik akan dipertanggungjawabkan di hadapan-
Nya kelak.
Teori Kepemimpinan Situasional didasarkan pada hubungan
antara tiga faktor yaitu:
a. Perilaku tugas (Task behaviour), merupakan pemberian petunjuk
oleh pemimpin terhadap anak buah meliputi penjelasan tertentu, apa
238
yang harus dikerjakan, bilamana, dan bagaimana mengerjakannya,
serta mengawasi mereka secara ketat.
b. Perilaku hubungan (Relationship behaviour), merupakan ajakan
yang disampaikan oleh pemimpin melalui komunikasi dua arah yang
meliputi mendengar dan melibatkan anak buah dalam pemecahan
masalah.
c. Kematangan (Maturity), merupakan kemampuan dan kemauan anak
buah dalam mempertanggung jawabkan pelaksanaan tugas yang
dibebankan kepadanya.
Menurut teori ini gaya kepemimpinan akan efektif jika disesuaikan
dengan tingkat kematangan anak buah. Makin matang anak buah,
pemimpin harus mengurangi perilaku tugas (task behaviour) dan
menambah perilaku hubungan (relationship behaviour). Jika anak buah
mencapai tingkat kematangan rata-rata. Pemimpin harus mengurangi
perilaku tugas (task behaviour) dan perilaku hubungan (relationship
behaviour). Jika anak buah mencapai tingkat kematangan penuh dan
sudah dapat mandiri, pemimpin sudah dapat mendelegasikan
wewenang kepada anak buah.
Gaya Kepemimpinan Islami harus memiliki kriteria sebagai
berikut:
a. Harus memiliki gagasan yang terus berkembang terutama yang
terkait dengan strategi untuk memajukan organisasi yang
dipimpinnya, berkonsentrasi pada pemikiran dan bertindak
memajukan lembaga pendidikan Islam sehingga mampu bersaing
dengan lembaga-lembaga pendidikan lainnya yang maju, serta
dapat menjaga kualitas.
b. Dalam situasi darurat harus mampu lagi berani mengambil
keputusan dan tindakan yang cepat lagi tepat kendati tanpa melalui
239
musyawarah lebih dulu. Keberanian, kecepatan, dan ketepatan
dalam menyelesaikan masalah yang mendesak memang tidak
mudah, tindakan itu membutuhkan kecermatan yang tinggi dalam
membaca situasi sekitar yang berkembang dengan begitu cepat.
Sehingga acapkali pemimpin dihadapkan pilihan tindakan yang
serba salah, dan dengan terpaksa menerapkan kaidah ٲخاف
untuk menetapkan pilihan tindakan yang memiliki resiko الضررين
paling ringan.
c. Harus mampu membina dan mengembangkan kerja sama yang
harmonis sekaligus persaingan yang sehat di lingkungan orang-
orang yang dipimpinnya.
d. Secara internal organisasi harus mampu membangkitkan motivasi
para tenaga pendidik yang bekerja di lembaga yang dia pimpin
sehingga mereka dapat meningkatkan kinerja dalam berkarya, dan
secara eksternal organisasi harus mampu mengakomodasikan
berbagai pikiran/pandangan masyarakat era reformasi juga era
globalisasi.
e. Harus mampu mengejawantahkan nilai-nilai Islam di dalam sistem
pendidikan, dan mampu menerapkan teknologi pendidikan modern.
f. Harus mampu menguasai dan mengembangkan stuktur organisasi
pendidikan Islam yang efisien.
g. Harus mampu menciptakan keharmonisan kerja, dan sebagai
manajer harus mampu menciptakan kelancaran kerja.
h. Tidak menerapkan kepemimpinan ala Iblis.
i. Mengawali dari diri sendiri (ٳبدٲ بنفسك) sebagai keteladanan proaktif,
disiplin, rendah hati, realistis, penyayang dalam menegakkan
segala ketentuan yang berlaku.
j. Mencegah dan melawan segala bentuk penjajahan (kedzaliman)
dalam madrasah/sekolah yang dipimpin baik antar individu, antar
240
kelompok, antara individu-kelompok, antara individu/kelompok
terhadap seluruh kekayaan lembaga.
Kepala Madrasah Aliyah Negeri harus menciptkan gaya
kepemimpinan yang dan dapat memberikan pengaruh terhadap yang
dipimpin. Gaya kepemimpinan yang didambakan oleh setiap yang
dipimpin adalah gaya kepemimpinan yang penuh dengan rasa kasih
sayang, jujur, adil dan berintegritas. Permendiknas Nomor. 13 Tahun
2007 menjelaskan tentang standar kepala sekolah/madrasah dalam
bidang kompetensi yaitu: kompetensi kepribadian, kompetensi manajerial,
kompetensi kewirausahaan, kompetensi supervisi dan kompetensi sosial.
Kepemimpinan yang demikian dalam Islam terdapat pada
kepemimpinan rasulullah Saw. Dengan gaya kepemimpinan yang
demikian, maka seorang pemimpin tentu memiliki pertanggungjawaban
yang baik terhadap gaya kepemimpinannya. Gaya kepemimpinan
kepala madrasah yang efektif dalam mentransformasikan sekolah
menjadi tempat yang benar-benar layak bagi siswa untuk
mengembangkan dirinya secara maksimal adalah gaya kepemimpinan
transformasional.
2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecerdasan emosional berkorelasi
dengan akuntabilitas. Artinya dalam sebuah kepemimpinan, kecerdasan
emosional sangat berperan penting dalam pengaturan kepribadian
dalam rangka memberikan pengaruh. Ketika seorang kepala Madrasah
Aliyah Negeri mampu mengendalikan emosi, maka dengan mudah
untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pengembangan
kecerdasan emosional sangat penting bagi seorang pemimpin. Ada
beberapa langkah efektif yang dapat digunakan untuk mengendalikan
emosi yaitu: mengenal situasi yang ada, menghargai emosi, memahami
perasaan yang diberikan emosi, memiliki kepercayaan dan belajar dari
pengalaman, serta bersemangat dalam bertindak. Karena
241
sesungguhnya kunci dari kecerdasan emosi adalah kejujuran dan suara
hati.
Kepala Madrasah Aliyah Negeri yang memiliki kecerdasan
emosional akan menjadi orang yang mempunyai kemandirian moral,
kesediaan untuk bertanggung jawab, kejujuran, keadilan, kesabaran
dan ketekunan, serta berintegritas. Hal ini akan menjadikan kepala
Madrasah Aliyah Negeri lebih arif, dan bijaksana dalam bertindak dan
menyikapi keadaan yang terjadi dalam kepemimpinannya. Oleh karena
itu kecerdasan emosional sangat urgen dimiliki oleh setiap pemimpin.
Menurut Daniel Goleman kecerdasan emosional mencakup
kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati dan keterampilan
sosial. Dilihat dari pespektif sufistik unsur-unsur kecerdasan emosional
itu juga ada dalam tasawuf. Misalnya kesadaran diri dalam tasawuf
disebut muhasabah. Muhasabah berarti melakukan perhitungan, yaitu
perhitungan terhadap diri sendiri mengenai perbuatan baik buruk yang
pernah dilakukan. Tujuannya adalah mengurangi atau kalau bisa
menghilangkan perbuatan buruk dan meningkatkan perbuatan baik.
Kecerdasan emosional merupakan kemampuan mengenali
perasaan pribadi dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri,
dan kemampuan mengelola emosi diri sendiri dengan baik dan emosi
dalam hubungan dengan orang lain. Kecerdasan emosional yaitu
mengetahui dan mengelola emosi diri sendiri dan orang lain untuk
meningkatkan kinerja.
Berdasarkan beberapa pengertian dari ahli di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk
mengetahui dan mengelola emosi diri sendiri, mengetahui dan
memahami emosi orang lain, dan mengintegrasikan informasi emosional
pribadi dan orang lain sebagai sumber untuk mengambil keputusan,
membimbing pikiran dan tindakan, serta meningkatkan kinerja.
242
Konsep muhasabah sering dikaitkan dengan ucapan Ali bin Abi
Thalib yang mengatakan bahwa orang harus menghitung diri sendiri
sebelum dihitung amalnya oleh Allah. Selain itu sebagian pakar tasawuf
ada yang mengaitkan konsep muhasabah dengan Abu Abdullah al
Harits bin Asad al Muhasibi (w.243 H/857 M), seorang sufi dari Bagdad.
Al-Muhasibi sering menggunakan konsep muhasabah dalam ajaran
tasawufnya. Menurut Al Muhasibi, motivasi manusia untuk melakukan
perhitungan diri sendiri mengandung harapan dan kecemasan, dan
perhitungan itu merupakan landasan perilaku yang baik dan takwa.
Kemudian pengaturan diri dalam tasawuf banyak kesamaannya
dengan sabar. Sabar berarti menahan, maksudnya menahan diri dari
keluh kesah ketika menjalankan ajaran Tuhan dan sewaktu
mengahadapi musibah. Jadi, sabar meliputi urusan dunia dan akhirat.
Banyak ayat Al-Qur’an yang memerintahkan kita untuk selalu bersabar,
antara lain ayat 200 surat Ali Imran: “Hai orang-orang yang beriman,
bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu”.
Kesabaran ada beberapa macam. Pertama ialah bersabar untuk
menjauhi larangan Allah, seperti berzina, mabuk, berjudi, mencuri dan
korupsi. Kedua adalah sabar dalam menjalankan ketaatan kepada
Allah, memeliharanya terus menerus, menjaganya dengan ikhlas dan
memperbaikinya dengan pengetahuan. Dalam Islam ada perintah
menjalankan ibadah, seperti shalat, puasa, zakat, dan haji. Kemudian
ada perintah berlaku jujur, membantu sesama yang lemah dan
sebagainya. Ketiga adalah sabar ketika menghadapi musibah, seperti
kematian, kecelakaan, usaha bangkrut, dipecat dari pekerjaan, difitnah,
dan sebagainya. Orang harus bersabar dalam menghadapi musibah,
karena musibah itu merupakan cobaan dari Allah, apakah ia dapat
menjalaninya dengan sabar atau berkeluh kesah. Kemudian harus ingat
bahwa nikmat yang telah diterima dari Tuhan selama ini masih lebih
besar daripada musibah yang menimpanya.
243
Lalu motivasi dalam tasawuf banyak kesamaannya dengan raja’
(harapan atau optimisme). Sebab orang yang memiliki motivasi
biasanya optimistis dan sebaliknya orang yang optimistis dalam
hidupnya biasanya memiliki motivasi. Dalam tasawuf raja’ berarti
bersikap optimistis terhadap rahmat Allah. Tetapi optimisme bertingkat-
tingkat. Tingkat yang paling tinggi adalah harapan para sufi untuk
mendekat dan bertemu dengan Allah. Sedang bagi orang awam atau
orang yang bukan sufi, raja’ berarti mengharap kesejahteraan di dunia
dan keselamatan di akhirat. Orang yang selamat di akhirat adalah orang
yang mendapat ampunan Allah. Karena itu, orang harus selalu
bertaubat memohon ampunan Allah dan berharap Allah
mengampuninya. Sedang optimisme dalam kehidupan dunia berarti
berharap untuk mendapatkan kesejahteraan yang baik, seperti rizki
yang banyak, kedudukan yang tinggi, menjadi orang yang berkuasa.
Untuk mencapai hal ini orang harus bekerja keras dengan cara yang
halal. Orang yang tidak mau berikhtiar, tetapi mengharapkan taraf
kehidupan yang baik tidak disebut raja’, tetapi tamanni (berangan-
angan). Orang harus memiliki raja’ dan tidak boleh tamanni.
Kemudian mengenai empati dalam perspektif sufistik bararti
mempunyai sikap Itsar. Dalam Ihya’ Ulumuddin, Juz tiga, karangan
Imam Al-Ghozali, disebutkan bahwa itsar berarti sikap dermawan
terhadap harta benda walaupun dia sendiri membutuhkan. Sikap
dermawan merupakan sikap yang mau menyerahkan barang kepada
orang yang membutuhkan maupun yang tidak membutuhkan.
Memberikan barang ketika dirinya sendiri lebih membutuhkan ini lebih
berat dari pada ketika dirinya tidak sedang membutuhkanya. Dan inilah
yang di sebut dengan itsar. Itsar juga berarti lebih mengutamakan orang
lain dari pada dirinya. Karena itu itsar sebenarnya lebih sekedar empati,
yaitu lebih dari sekedar merasakan apa yang di rasakan oleh orang lain.
Dengan sifat itsar maka kecerdasan sosial juga akan tumbuh, sehingga
244
jika hal ini di miliki oleh setiap manusia maka kehidupan dalam
masyarakat akan semakin membaik.
Lalu tentang keterampilan sosial dalam tasawuf ada konsep
syaja’ah. Secara harfiah syaja’ah berarti berani, maksudnya berani
melakukan tindakan yang benar. Tetapi sikap berani harus disertai
pertimbangan yang matang dan pikiran yang tenang. Hal ini sesuai
dengan ucapan Nabi Muhammad Saw: “Bukanlah pemberani orang
yang kuat berkelahi. Sesungguhnya pemberani itu adalah orang yang
sanggup menguasai hawa nafsunya di kala marah” (HR Bukhari dan
Muslim).
3. Pengambilan keputusan berkorelasi dengan akuntabilitas. Artinya,
pengambilan keputusan yang dilakukan oleh kepala Madrasah Aliyah
Negeri di provinsi Jambi akan semakin akuntabel atau dapat
dipertanggungjawabkan apabila keputusan yang ditetapkan bersumber
dari suara hati yang diiringi dengan kecerdasan emosional yang matang
dari seorang pemimpin. Kepemimpinan seseorang sangat besar
peranannya dalam setiap pengambilan keputusan. Sehingga pembuat
keputusan dan mengambil tanggung jawab terhadap hasilnya adalah
salah satu tugas pemimpin, dalam hal ini adalah kepala Madrasah
Aliyah Negeri di provinsi Jambi. Dari penjelasan tersebut dapat
disimpulkan bahwa pengambilan keputusan memiliki hubungan dengan
akuntabilitas atas apa yang telah diputuskan.
Pengambilan keputusan dalam tinjauan perilaku, mencerminkan
karakter bagi seorang pemimpin. Oleh karena itu , untuk mengetahuai
keputusan yang diambil dikategorikan putusan yang baik atau buruk,
tidak hanya dinilai setelah konsekuensi yang terjadi, melainkan melalui
berbagai pertimbangan dan prosesnya.
Pengambilan keputusan merupakan faktor-faktor yang ada
hubungannya dengan akuntabilitas kepala madrasah. Segala
keputusan yang telah ditetapkan akan dipertanggungjawabkan.
Sehingga kepala madrasah dalam membuat/mengambil keputusan
245
tentu harus mempertimbangkan sisi positif dan negatifnya. Pengambilan
keputusan dalam organisasi bukanlah pekerjaan yang mudah. Sebab,
keputusan yang dihasilkan akan memiliki implikasi pro dan kontra baik
antara pemimpin dengan yang dipimpin, maupun antara sesama yang
dipimpin. Oleh karena itu agar keputusan yang diambil dapat diterima,
maka komunikasi antara pemimpin dangan yang dipimpin juga harus
berjalan harmanis.
Ketepatan kepala sekolah dalam pengambilan keputusan perlu
dilaksanakan dengan demokratis antara lain dengan: (1) melibatkan
semua pihak khususnya guru dan orang tua siswa; (2) membentuk tim-
tim ad hoc pada level sekolah yang diberi wewenang untuk mengambil
keputusan dalam hal-hal yang relevan dengan tugasnya; dan (3)
menjalin kerjasama dengan lembaga-lembaga di luar sekolah.
Keterlibatan yang penuh memungkinkan berbagai pihak mempunyai
andil terhadap maju mundurnya sekolah.
Pengambilan keputusan adalah proses penelusuran masalah
yang berawal dari latar belakang masalah, identifikasi masalah hingga
kepada terbentuknya kesimpulan atau rekomendasi. Rekomendasi itulah
yang selanjutnya dipakai dan digunakan sebagai pedoman basis dalam
pengambilan keputusan. Oleh karena itu, begitu besarnya pengaruh
yang akan terjadi jika seandainya rekomendasi yang dihasilkan tersebut
terdapat kekeliruan atau adanya kesalahan- kesalahan yang
tersembunyi karena faktor ketidakhati-hatian dalam pengkajian
masalah.
Pengambilan keputusan merupakan proses memilih sejumlah
alternatif. Pengambilan keputusan penting bagi administrator
pendidikan karena proses pengambilan keputusan mempunyai peran
penting dalam memotivasi, kepemimpinan, komunikasi, koordinasi,
dan perubahan organisasi. Setiap level administrasi sekolah mengambil
keputusan secara hierarkis. Keputusan yang diambil administrator
berpengaruh terhadap pelanggan pendidikan terutama peserta didik.
246
Oleh karena itu setiap administrator pendidikan harus memiliki
keterampilan pengambilan keputusan secara cepat, tepat, efektif, dan
efisien.
Implikasinya adalah bahwa akuntabilitas kepala Madrasah Aliyah
Negeri di provinsi Jambi dapat ditingkatkan dengan memperhatikan
gaya pengambilan keputusan. Gaya pengambilan keputusan
merupakan kombinasi dari dimensi cara berfikir dan toleransi terhadap
ambiguitas.
4. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan, kecerdasan
emosional, dan pengambilan keputusan berhubungan dengan
akuntabilitas kepala madrasah. Artinya, perbaikan gaya kepemimpinan,
kecerdasan emosional, dan pengambilan keputusan akan dapat
meningkatkan akuntabilitas kepala Madrasah Aliyah Negeri di provinsi
Jambi. Implikasinya adalah akuntabilitas kepala madrasah guru dapat
ditingkatkan dengan melakukan perbaikan pada gaya kepemimpinan,
kecerdasan emosional, dan pengambilan keputusan. Upaya yang perlu
dilakukan untuk memperbaiki gaya kepemimpinan, kecerdasan
emosional, dan pengambilan keputusan agar berdampak pada
akuntabilitas kepala madrasah adalah dengan memperkaya
pemahaman tentang konsep gaya kepemimpinan, kecerdasan
emosional, dan pengambilan keputusan untuk selanjutnya dapat
diaplikasikan dalam kehidupan organisasi.
Kepala madrasah sebagai pemimpin hendaknya memperluas
wawasan baik dengan pendidikan, pelatihan, maupun memperbanyak
bacaan pada literatur-literatur yang berkaitan gaya kepemimpinan,
kecerdasan emosional, pengambilan keputusan, dan akuntabilitas
kepala madrasah. Dengan demikian diharapkan akan menjadikan
pemimpin yang mampu menjalin hubungan dengan bawahan penuh
dengan keterbukaan/transparansi, rasa simpati dan empati sehingga
akan tercipta keputusan yang berlandaskan nilai-nilai religius yang
humanis yang akan berdampak pada akuntabilitas seorang pemimpin.
247
Kepala madrasah merupakan motor penggerak, penentu arah
kebijakan madrasah, yang akan menentukan bagaimana tujuan-tujuan
madrasah dan pendidikan pada umumnya direalisasikan.1 Sehingga
kepala madrasah harus memiliki tiga keterampilan sebagai berikut:
a. Ketrampilan konseptual (memahami dan mengoperasikan
organisasi).
b. Ketrampilan manusiawi (bekerja sama, memotivasi, dan
memimpin).
c. Ketrampilan teknik (menggunakan pengetahuan, metode, teknik,
perlengkapan untuk menyelesaikan tugas tertentu).
Dalam konteks pendidikan Islam, pemimpin harus memiliki
keunggulan yang lebih lengkap. Dasar filosofinya adalah pendidikan
Islam selama ini mengklaim sebagai lembaga yang berupaya keras
membangun kecerdasan intelektual, kesalehan sosial, dan kemantapan
spiritual. Pada tingkat siswa saja, harus memiliki keunggulan di ketiga
bidang itu. Apalagi figur-figur yang menjadi pemimpin lembaga
pendidikan Islam. Mereka harus lebih hebat daripada pemimpin
lembaga lain. Mereka harus memiliki potensi seperti potensi lembaga
pendidikan pada umumnya plus potensi-potensi khusus yang terkait
dengan karakter keislaman.
Gaya kepemimpinan kepala madrasah hendaknya merujuk
kepada Q Leader. Kepemimpinan Q dalam hal ini memiliki empat
makna. Pertama, Q Leader berarti kecerdasan atau intelligence, misalnya
IQ (Kecerdasan Intelektual), EQ (Kecerdasan Emosional), dan SQ
(Kecerdasan Spiritual). Q Leader berarti seorang pemimpin yang
memiliki kecerdasan IQ-EQ-SQ yang cukup tinggi. Kedua, Q Leader
berarti kepemimpinan yang memiliki quality, baik dari aspek visioner
maupun aspek manajerial. Ketiga, Q Leader berarti seorang pemimpin
yang memiliki qi (dibaca ‘chi’–bahasa Mandarin yang berarti energi
1 E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah., Op.Cit., hal.126.
248
kehidupan). Keempat Q Leader bermakna sebagai qalbu, seperti yang
dipopulerkan oleh Abdullah Gymnastiar dengan istilah qolbu atau inner
self. Seorang pemimpin sejati adalah seseorang yang sungguh-
sungguh mengenali dirinya (qolbunya) dan dapat mengelola dan
mengendalikannya (self management atau qolbu management).
Menjadi seorang pemimpin Q berarti menjadi seorang pemimpin yang
selalu belajar dan bertumbuh senantiasa untuk mencapai tingkat atau
kadar Q (intelligence–quality–qi-qolbu) yang lebih tinggi dalam upaya
pencapaian misi dan tujuan organisasi maupun pencapaian makna
kehidupan setiap pribadi seorang pemimpin.
Dalam Islam, hal-hal yang berhubungan dengan kecakapan
emosi dan spiritual seperti konsistensi (istiqamah), kerendahan hati
(tawadhu’), berusaha dan berserah diri (tawakkal), ketulusan (ikhlash),
totalitas (kaffah), keseimbangan (tawazun), integritas dan
penyempurnaan (ihsan) itu dinamakan akhlakul karimah. Kepala
madrasah yang memiliki kecerdasan emosional berarti dalam
kepemimpinannya memiliki sifat dan sikap yang terpuji. Dengan perilaku
terpuji yang dimilikinya maka, kepala madrasah sebagai pemimpin di
lembaganya tentu bertanggung jawab terhadap semua yang terjadi
dilembaganya.
Seorang pemimpin haruslah memiliki perasaan, keutuhan jiwa
dan kemampuan intelektual. Dengan kata lain, modal yang harus dimiliki
seorang pemimpin tidak hanya intelektualitas semata, namaun harus
didukung kecerdasan emosional, komitmen pribadi dan integritas yang
sangat dibutuhkan untuk mengaltasi berbagai masalah dan tantangan.
Seringkali kegagalan dialami karena emosional seorang pemimpin tidak
dapat memahami dirinya sendiri dan orang lain. Sehingga keputusan
yang diambil bukan keputusan yang bersumber dari hati nurani tetapi
cenderung kepada aspek egois, yang berorientasi pada pribadi, tanpa
mempertikan sisi yang lain.
249
Tanggung jawab manusia yang paling utama adalah bagaimana
manusia mampu memposisikan dirinya di hadapan Allah dan kehidupan
sosialnya. Untuk mengetahui hal tersebut perlu dipaparkan terlebih
dahulu maksud dan tugas diciptakan manusia itu, seperti dijelaskan
dalam ayat Al-Qur’an surat Adz-Dzariyat ayat 56. Manusia pada
hakikatnya adalah makhluk yang bertanggung jawab. Disebut demikian
karena manusia selain makhluk sosial juga makhluk Tuhan. Manusia
mempunyai tuntutan yang besar untuk bertanggung jawab mengingat
ia mementaskan sejumlah peranan dalam konteks sosial ataupun
teologis.
Tanggung jawab timbul karena telah diterima wewenang. Seperti
wewenang, tanggung jawab juga membentuk hubungan tertentu antara
pemberi wewenang dan penerima wewenang. Jadi tanggung jawab
seimbang dengan wewenang. Dengan demikian kalau terjadi sesuatu
maka seseorang yang dibebani tanggung jawab wajib menanggung
segala sesuatunya.
Cara manajer menentukan saat yang tepat menggunakan
wewenangnya adalah dengan cara mengomunikasikan keputusan yang
dibuatnya kepada bawahan untuk memelihara koordinasi perilaku
dalam satu kelompok dimana keputusan atasan dikomunikasikan
kepada yang lain. Dalam hal ini fungsi keputusan menurut Simon ada
tiga, yaitu (1) it enforce responsibility of the individual to choose who
wield the authority; (2) it secures expertise in the making of decisions;
(3) it permits coordination of activity. Dengan demikian, jika semua
warga sekolah memahami fungsi keputusan yang mencakup upaya
memperkuat tanggung jawab individu kepala sekolah bersama warga
sekolah untuk mau menjalankan kewenangan, memelihara keahlian
dalam membuat keputusan dan memungkinkan adanya koordinasi
aktivitas maka konflik dapat dihindarkan di antara anggota organisasi
sekolah.
250
Penelitian ini menghasilkan novelty paradigma korelasi
akuntabilitas kepala Madrasah Aliyah dengan gaya kepemimpinan,
kecerdasan emosional dan pengambilan keputusan yang diuji secara
parsial maupun integral. Konsep ini sebagai sebuah pedoman
pertanggungjawaban pemimpin dalam konteks keislaman. Apa yang
terjadi selama ini adalah hanya pertanggungjawaban secara horizontal
yang dilakukan, sedangkan pertanggungjawaban secara vertikal kurang
mendapatkan perhatian bagi para “pemimpin”. Hal ini terjadi karena
potensi yang dimiliki oleh kepala Madrasah Aliyah belum dikembangkan
secara maksimal. Potensi yang seharusnya dipertahankan dan
dikembangkan dalam diri manusia yaitu kecerdasan spiritual,
kecerdasan emosional dan kecerdasan intelektual.
Dengan hasil penelitian in, diharapkan menjadi konsep dasar bagi
seorang pemimpin dalam melaksanakan tugasnya. Kecerdasan spiritual
Gaya Kepemimpinan (X1); indikatornya: 1. Memberi instruksi 2. Mengadakan konsolidasi 3. Memiliki partisipasi 4. mendelegasikan
Mekanisme Kelompok Karakteristik Individual
Kecerdasan Emosional (X2) indikatornya: 1. Kesadaran
Emosi 2. Pengendalian diri 3. Dapat dipercaya 4. Dorongan
prestasi 5. Orientasi
pelayanan 6. Pengikat jaringan
Akuntabilitas (Y) indikatornya: 1. Patuh terhadap
hokum 2. Responsive 3. Terhindar dari
KKN 4. Memilih alternatif 5. Bertanggung
jawab Mekanisme Individual
Pengambilan keputusan(X3); indikatornya: 1. Memilih alternatif 2. Menggali informasi dari
orang lain 3. Menyelesaikan masalah
secara sistematis dan sadar
1. Siddiq 2. Amanah 3. Tabligh 4. fathanah
251
merupakan kecerdasan tertinggi yang ada pada diri manusia yang perlu
untuk dipertahankan. Sedangkan kecerdasan emosional dan
kecerdasan intelektual adalah sebagai potensi pendukung bagi kepala
madrasah sebagai pemimpin. Dengan mengembangkan kecerdasan
spiritual, seorang pemimpin akan menemukan gaya kepemimpinannya
yang berimplikasi terhadap pengambilan keputusan dan
mempertanggungjawabkan semua keputusan yang dilaksanakan.
C. Saran
Berdasarkan temuan penelitian, kesimpulan, dan implikasi
penelitian, maka dapat dikemukakan beberapa saran berikut:
Pertama, seluruh sivitas Madrasah Aliyah Negeri agar dapat
menjadikan temuan penelitian ini sebagai bahan pertimbangan dalam
pengembangan sumber daya manusia, khususnya dalam peningkatan
akuntabilitas kepala madrasah melalui perbaikan gaya kepemimpinan,
pengembangan kecerdasan emosional, mencermati dan menanalisis
pengambilan keputusan yang berimplikasi pada akuntabilitas kepala
Madrasah Aliyah Negeri di provinsi Jambi.
Kedua, kepala Madrasah Aliyah Negeri sebagai pemimpin
hendaknya mampu mengkolaborasikan antara gaya kepemimpinan dan
kecerdasan emosional sebagai landasan dalam pengambilan keputusan
yang dapat diterima oleh berbagai pihak sebagai bukti dari sifat
akuntabilitas sebagai pemimpin. Mengkolaborasikan gaya kepemimpinan,
kecerdasan emosional dan pengambilan keputusan yang dapat
dipertanggungjawabkan harus berlandaskan ajaran Islam yang bersumber
dari al-Qur’an dan Hadis. Dengan berlandaskan dua sumber tersebut
sebagai pemimpin akan mampu mengayomi bawahannya yang akan
memancarkan sinar yang mampu menerangi dan memberikan pencerahan
kepada berbagai pihak yang berkaitan dengan pendidikan.
Ketiga, kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jambi
sebagai lembaga yang berhak mengangkat dan memberhentikan kepala
252
madrasah hendaknya dalam mengangkat kepala madrasah dengan
membuat standar dan kreteria kepala madrasah yang berlandaskan ajaran
Islam, baik ditinjau dari kepribadian, manajerial, kewirausahaan, supervisi
dan sosial. Ketika kreteria atau kompetensi tersebut terdapat pada kepala
madrasah dan juga guru sebagai calon kepala madrasah yang dilandasi
nilai-nilai qur’ani, maka pertanggungjawaban terhadap amanah yang
diembannya merupakan hal yang paling utama yang harus diperhatikan.
Keempat, para peneliti di bidang manajemen pendidikan dan sumber
daya manusia serta perilaku organisasi dapat melakukan kajian lanjutan
yang lebih komprehensif dan mendalam tentang berbagai variabel yang
berkorelasi baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap
akuntabilitas kepala madrasah dengan mengkomunikasikan ajaran Islam
yang bersumber dari al-Qur’an, Hadis dengan pemikiran-pemikiran modern
dalam rangka membangun sebuah paradigma lembaga pendidikan
rahmatan lil ‘alamin.
253
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama RI, Mushaf Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Al-Huda, 2007.
Abd. Kadim Masaong dan Arfan A. Tilome, Kepemimpinan Berbasis Multiple Intelligence (Sinergi Kecerdasan Intelektual, Emosional dan Spiritual untuk Meraih Kesuksesan yang Gemilang). Bandung: Alfabeta, 2011.
Agus Irianto, Statistik; Konsep Dasar, Aplikasi, adan Pengembangannya. Jakarta: Kencana, 2015.
Agus Wibowo, Akuntabilitas Pendidikan; Upaya Meningkatkan Mutu dan Citra Sekolah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013.
Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014.
Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ. Jakarta: Arga, 2005.
Bober, J. Marcie., The Challenges of Instructional Accountability. Tech Trends Journal. Volume 48. No 4, 2004.
Currie, Jan dan Huisman, Jeroen. Accountability in higher education: Bridge over troubled water? Higher Education Journal.volume 48. Kluwer Academic Publishers. Printed in the Netherlands, 2004.
Deni Darmawan, Metode Penelitian Kuantitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013.
Departemen Agama RI, Akuntabilitas dan Good Governance. Jakarta: Sekretariat jenderal Biro organisasi dan tatalaksana, 2006.
E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah Konsep Strategi dan Implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012.
Ernie Tisnawati Sule dan Kurniawan Saefullah, Pengantar Manajemen. Jakarta: Kencana, 2006.
Evi Syaefini Shaleha, “Pengambilan Keputusan Partisipatif dalam Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah” dalam Disertasi (Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, 2008.
254
Fatah Syukur, Manajemen Pendidikan Berbasis pada Madrasah. Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2011.
Fred, Luthans., Organizational behavior: An Evidence-Based Approach. New York: McGraw-Hill/Irwin, 2011.
Goleman, Daniel., Emotional Intelligence; Mengapa EI Lebih Penting daripada IQ.Terj. T. Hermaya, Jakarta: Gramedia Pustaka utama, 2014.
Griffin, Ricky W., Organizational Behavior. Boston: Houghton Miffin, 1986.
Hamidah Sulaiman, dkk., “Kecerdasan Emosi Menurut Al-Quran dan Al-Sunnah: Aplikasinya dalam Membentuk Akhlak Remaja” dalam The Online Journal of Islamic Education, Vol. 1 Issue 2, Malaysia: University Malaya, 2013.
Handy, C. B. Understanding Organizations, fourth edition, Penguin Books 1993, p. 15. Dalam Laurie J. Mullins, Management & Organisational Behaviour Ninth Edition.
Husaini Usman, Manajemen Teori, Praktik dan Riset Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara, 2010.
Ibn Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, terjemahan Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq al-Sheikh. Bogor: Pustaka Imam Syafi’i, 2009.
Imam Abdul Fida Isma’il Ibnu Kasit Ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Katsir, terjemahan. Bahrun Abu Bakar. Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2009.
Indra Bastian, Sistem Pengendalian Manajemen Sektor Publik. Jakarta: Salemba Empat, 2014.
Irham Fahmi, Teori dan Teknik Pengambilan Keputusan: Kualitatif dan Kuantitatif. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2016
J. Mullins, Laurie, Management and Organisational Behaviour. London: Prentice Hall, 2005.
Joko Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta, 2004.
Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian: Sripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya Ilmiah. Jakarta: Kencana, 2013.
255
Kasi Kelembagaan dan Sistem Informasi Madrasah Bidang pendidikan Madrasah, Laporan Data Madrasah. Jambi: Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jambi, 2013.
Kenneth, Leithwood., et.al., Educational accountability: the state of the art. Gütersloh: Bertelsmann Foundation, 1999.
Knapp, Michael S., dan Feldman, Susan B., Managing the intersection of internal and external accountability Challenge for urban school leadership in the United States, Journal of Educational Administration Vol. 50 No. 5, 2012.
Luthans Fred, Perilaku Organisasi. Yogyakarta: Andi, 2006.
Lynn, Adele B., The EQ interview: Finding Employees with High Emotional Intelligence. New York: AMACOM, 2008.
M. Abdurahman dan Muhidin, SA., Analisis Kolerasi, Regresi dan Jalur dalam Penelitian. Bandung: Pustaka Setia, 2007.
M. Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Materi Statistik 1 (Statistik Deskriptif). Jakarta: Bumi Aksara, 2007.
Mamduh M. Hanafi, Manajemen. Yogyakarta: Akademi Manajemen Perusahaan YKPN, 2003.
Mardiasmo, Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Andi Offset, 2009.
Marzuki, Metodologi Research Cet.II. Yogyakarta: Fakultas Ekonomi UII,1983.
Mas Udik Abdullah, Meledakkan IESQ dengan Langkah Takwa dan Tawakal. Jakarta: Dzikrul Hakim, 2005.
Mc. Adams, D., et.al., A. Urban school district accountability systems. Report. Center for Reform of School System for Education Commission of the States. 2003.
Miftah Thoha, Kepemimpinan Dalam Manajemen, Cetakan ke-17. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2013.
Mohamad Mahsun, Pengukuran Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: BPFE, 2006.
Muchechetere, Catherine., et.al., “Effect of Emotional Intelligence on Empowerment of Business Leaders in Zimbabwe” dalam International Journal of Science and Research (IJSR), Volume 3 Issue 1, January 2014.
256
Muhammad Muslich, Metode Pengambilan Keputusan Kuantitatif. Jakarta: Bumi Aksara, 2010.
Mukhtar, Metode Praktis Penelitian Deskriptif Kualitatif. Jakarta: Referensi, 2013.
Northouse, Peter G., Kepemimpinan; Teori dan Praktik. Edisi Keenam, terj. Ati Cahayani, Jakarta: Indeks, 2013.
Nur Efendi, Islamic Educational Leadership; Memahami Integrasi Konsep Kepemimpinan di Lembaga Pendidikan Islam. Yogyakarta: kalimedia, 2015.
Penny Kusumastuti Lukito, Membumikan Trasparansi dan Akuntabilitas Sektor Publik: Tantangan Berdemokrasi ke Depan. Jakarta: Grasindo, 2014.
Perie, Marianne., et.al., Key Elements for Educational Accountability Models. Washington, DC: Council of Chief State School Officers, 2007.
Ramayulis, Psikologi Agama. Jakarta: Kalam Mulia, 2007.
Ratnawati Susanto, Hubungan Pengambilan Keputusan Rasional Dengan Akuntabilitas Kepemimpinan Kepala Sekolah, Eduscience – Volume 2 Nomor 1, Agustus 2016.
Riduwan, Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian. Bandung: ALFABETA, 2013.
Robbin, Stephen P., Perilaku Organisasi. Jakarta: Salemba Empat, 2007.
Robbins, Stephen P. dan Coulter, Mary., Management. New Jersey: Prentice Hall, 2012.
Saefullah, Manajemen Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Setia, 2012.
Savage, Jan., dan Moore, Lucy., Interpreting accountability: An ethnographic study of practice nurses, accountability and multidisciplinary team decisionmaking in the context of clinical governance. London: Royal College of Nursing, 2004.
Siswanto, Pengantar Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara, 2007.
Sondang P. Siagian, Fungsi-fungsi Manajerial. Jakarta: Bumi Aksara, 2012.
--------, Organisasi Kepemimpinan dan Perilaku Administrasi. Jakarta: Gunung Agung, 2007.
257
Sudarwan Danim, Kepemimpinan Pendidikan; Kepemimpinan Jenius (IQ+EQ), Etika, Perilaku Situasional dan Mitos. Bandung: Alfabeta, 2010.
Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: Alfabeta, 2014.
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R D. Bandung: Alfabeta, 2008.
Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian. Jakarta: Renika Cipta, 2010.
--------, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Renika Cipta, 2006.
Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta: Bumi Aksara, 2004.
Supriyanto, Ahmad Sani, dan Masyhuri Machfudz. Metodologi Riset Manajemen Sumberdaya Manusia (Malang: UIN Maliki Press, 2010), hal. 191.
Sutrisna Hadi, Metodologi Research. Jilid II, Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM, 2011.
Sutrisno Hadi, Metodologi Reaserch. Yogyakarta: Andi Ofset, 2000.
Suwatno dan Donni Juni Priansa, Manajemen SDM dalam Organisasi Publikasi dan Bisnis. Bandung: Alfabeta, 2013.
T. Hani Handoko, Manajemen. Yogyakarta: BPFE, 2010.
Terry Gr. dan Rue, L.W., Dasar-dasar Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara, 2014.
Tim Redaksi FOKUSMEDIA, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Bandung: FOKUSMEDIA, 2007.
Tim Revisi Buku Panduan Tesis dan Disertasi, Buku Panduan Penulisan Tesis dan Disertasi. Jambi: Pascasarjana IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, 2015.
Tukiran Taniredja dan Hidayati Mustafidah, Penelitian Kuantitatif (Sebuah Pngantar). Bandung: Alfabeta, 2012.
Veithzal Rivai, Bachtiar dan Boy Rafly Amar, Pemimpin dan kepemimpinan dalam Organisasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013.
258
Wibowo, Perilaku dalam Organisasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013.
Wirawan, Kepemimpinan: Teori, Psikologi, Perilaku Organisasi, Aplikasi dan Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013.
Yukl, Gary., Kepemimpinan dalam Organisasi. Jakarta: Indeks, 2010.
Top Related