Differensiasi individu sebagai dasar pengelolaan kelas
TUGAS MANDIRIMANAGEMEN KELAS
Diajukan sebagai tugas akhir pada mata kuliah managemen kelas
Oleh : IDRIS
NIM: 08 105 016
PROGRAM STUDI TADRIS MATEMATIKA JURUSAN TARBIYAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN )
BATUSANGKAR
Differensiasi individu sebagai dasar pengelolaan kelas
1. Pengertian
Bebera pendapat para ahli tentang diferensiasi individu.
1) Philip R.E Verson, perbedaan individu adalah perbedaan-perbedaan dalam kesiapan belajar.
2) Sunarto dan agung hartono, didalam bukunya perkembangan peserta didik menjelaskan
bahwa perbedan individu sebagai berikut setiap orang, apakah ia seorang anak atau
seorang dewas, dan sifat individu adalah sifat yang berkaitan dengan orang perorangan
atau berkaitan dengan perbedaan individu perorangan.
Dan dapat disimpul kan bahwa Differennsiasi individu adalah adanya perbedaan
antara satu individu dengan individu lainya baik perbedaan fisik maupun psikologis. Jadi hal
ini artinya disini adalah setiap orang itu memiliki perbedaan satu sama lain, tentu perbedaan
ini disebabkan oleh beberapa factor.
2. Factor-faktor terjadinya perbedaan individu
Setiap orang memiliki perbedaan satu sama lain yang dilatarbelakangi oleh factor yang
berbeda-beda sehingga menimbulkan perbedaan antar individu. Beberapa perbedaan yang
sangat normal, sehingga tidak memerlukan penyelesaian dengan program khusus. Disisi
lain individu satu anak ada yang memerlukan perhatian khusus dengan cara tertentu.
Adapun factor yang mempengaruhi perbedaan individu ini sebagai berikut :
1) Perbedaan Intelektual, yaitu perbedaan berdasarkan IQ seorang individu dengan individu
lainnya. Yang mana ada individu yang memiliki IQ dibawah rata-rata, sedang dan tinggi.
2) Bakat, merupakan suatu kemampuan diri seseorang yang lebih menonjol.
3) Keadaan jasmani, ini setiap individu memiliki kondisi atau keadaan fisik yang berbeda, ada
yang kuat n ada yang lemah. Ini sangat berpengaruh terhadap aktivitas yang dilakukannya
4) Penyusuian social dan emosional
5) Lingkungan keluarga yang berbeda
6) Latar belakang budaya
7) Factor pendidikan.
Pendapat beberapah alhli yang sepakat bahwa dasarnya kergaman dalam kecakapan dan
kepribadian dapat dipengaruhi oleh tiga factor :
a) Hereditas(pembawaan)
Merupakan sifat dari bawaan berdasarkan keturunan yang bersifat kodrat, misalnya fisik,
kecakapan,dll. Ini di pengaruhi oleh seberapa besar kualitas gen yang diturunkan oleh orang
tua individu tersebut.
b) Environment
Dipengaruhi oleh lingkungan tempat dimana individu berinteraksi dalam keluarga dan
masyarat. Baik lingkungan fisik maupun sosio-psikologis, juga termasuk pelajar.
c) Maturity(kematangan)
Ini mengacu pada fase-fase perkembangan yang di alami individu dari bayi hingga tua,
diman banyak terjadi perubahan-perubahan perkembangan bentuk tubuh n pola berfikir
seorang individu.
3. Strategi bimbingan terhadap peserta didik
a. Strategi untuk Peserta didik yang lambat
· pemberian informasi tentang cara-cara belajar yang efektif, baik cara belajar di sekolah
maupun dirumah.
· Bantuan penempatan yaitu menempatka peserta didik dalam kelompok-kelompok kegiatan
yang sesuai, seperti kelompok belajar, keelompok diskusi, dan kelompok kerja. Dan ini juga
berfungsi sebagai perbaikan tentang masalahkesulitan social yang dialami peserta didik.
· Mengadakan pertemuan dengan orang tua untuk melakukan konsultasi mendiskusikan
kesulitan-kesulitan peserta didik serta mencari cara pemecahannya. Terutama yang terkait
dengan cara memotivasi siswa giat belajar, dan cara-cara melayani/memperlakukan peserta
didik dirumah.
· Memberikan pembelajaran remidi (remedial teaching), yaitu mengadakan pembelajaran
kembali atau pembelajaran ulang secara khusus bagi peserta didik yang lamban.
· Menyajikan pembelajaran seecara konkrit dan actual kepada siswa yang lamban yaitu dengan
mengunakan media yang bervariasi dan metode pembelajaran yang bervariasi, untuk
membantu/mempermudah siswa memahami konsep-konsep pembelajaran.
· Memberikan layanan konseling bagi peserta didik yang menghadapi kesulitan-kesulitan
emosional serta hambatan-hambatan lainnya.
b. Strategi untuk peserta didik yang cepat
· Usaha percepatan (akselarasi), anak cerdaas diberi kesempatan untuk menyelesaikan suatu
program pendidikan dalam jangkawaktu yang lebih singkat berbeda dengan yang
seharusnya dilakukan
· Menyediakan sekolah khusus yang menampung anak-anak cerdas atau berkualitas tinggi
agar mereka dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya tampa banyak rintangan.
· Menyalurkan kemampuan peserta didik dalam kegiatan ilmiah, mengikut sertakan dalam
lomba karya ilmiah.
· Melibatkan dan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengikuti kegiatan-
kegiatan yang bersifat social.
Jenis-jenis kecerdasan ganda dan pengembangannya pada siswa
Prof. Howard Gardner, seorang ahli psikologi kognitif dari universitas Harvard,
meneliti tentang kecerdasan manusia. Ia menemukan bahwa setiap orang memiliki
beberapa kecerdasan, tidak hanya satu kecerdasan. Ia menyebutnya dengan kecerdasan
ganda atau intelegensi ganda, multiple intellegensi. Kecerdasan ganda adalah kemampuan
untuk memecahkan masalah atau menciptakan suatu poroduk yang bernilai dalam satu latar
belakang budaya tertentu.
Ada delapan jenis intelegensi yang dikemukakan oleh Howard Gardner, antara lain
yaitu:
1. Intelegensi Bahasa (Linguistik), Intelegensi Bahasa mencakup kemempuan-kemampuan
berpikir dengan kata-kata, seperti kemampuan untuk memahami dan merangkai kata dan
kalimat baik lisan maupun tertulis.
2. Intelegensi Logis-Matematis, Adalah kemampuan berpikir dalam penalaran atau menghitung,
seperti kemampuan menelaah masalah secara logis, ilmiah, dan matematis.
3. Intelegensi Visual special, Yaitu kemempuan berpikir dalam citra dan gambar, seperti
kemampuan membayangkan bentuk suatu objek.
4. Intelegansi Musikal, Adalah kemampuan berpikir dengan nada, irama, dan melodi, juga pada
suara alam.
5. Intelegansi Kinestetik Tubuh, Yaitu kemampuan yang berhubungan dengan gerakan tubuh
termasuk gerakan motorik otak yang mengendalikan tubuh seperti kemampuan untuk
mengendalikan dan menggunakan badan dengan mudah dan cekatan.
6. Intelegensi Intrapersonal, Adalah kemampuan berpikir untuk memahami diri sendiri,
melakukan fefleksi diri dan bermetakognisi.
7. Intelegensi Interpersonal (Sosial), Adalah kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi dengan
orang lain.
8. Intelegensi Naturalis, Adalah kemampuan untuk memahami gejala alam.
Cara meningkatkan/mengembangkan kecerdasan tersebut adalah :
1. Mengaktifkan seluruh indra anak didik, Begitu besarnya potensi yang dimiliki oleh indra
manusia sehingga dimanfaatkan seoptimal mungkin. Dengan melatih indra-indra anak didik
dalam setiap kegiatan pembelajran maka anak didik akan peka terhadap stimulus-stimulus
yang dapat merangsang indranyaMelatih intelegensi/kecerdasan yang berimbang
2. Melatih intelegensi/kecerdasan yang berimbang
Langkah-langkah yang harus dilakukan didalam melatih kecerdasan yang berimabang
adalah sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi intelegensi anak didik, Caranya adalah sebelum memulai pelajaran guru
dapat memberikan tes atau angket kepada siswanya untuk menjajagi intelegensi mereka,
pertanyaan-pertanyaan itu dibaca dan diisi sendiri oleh siswa kemudian guru mengolahnya.
b. Menyusun rencana pelajaran yang dapat mengembangkan beberapa kecerdasan
c. Melaksanakan pembelajaran yang dapat mengembangkan seluruh intelegensi/ kecerdasan
anak didik.
3. Melatih silang intelegensi/kecerdasan yang berbeda
Yang dimaksud dengan ”silang” disini adalah setiap intelegensi/kecerdasan anak didik tidak
dikembangkan secara bersamaan, tetapi dikembangkan satu per satu secara terpisah.
Tujuannya adalah agar anak didik dapat mengasah setiap bagian kecerdasannya selama
waktu tertentu.
http://idrismatematika.blogspot.com/2011/01/differensiasi-individu-sebagai-dasar.html
Makalah Variasi Individu
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap orang memiliki karakteristik profil individu, kemampuan dan tantangan yang merupakan hasil dari predisposisi, pembelajaran dan pengembangan. Ini bermanifestasi sebagai perbedaan individu dalam kecerdasan, kreativitas, gaya kognitif, motivasi dan kapasitas untuk memproses informasi, berkomunikasi, dan berhubungan dengan orang lain.
Meskipun teori intelijen telah dibahas oleh para filsuf sejak Plato , pengujian kecerdasan adalah penemuan psikologi pendidikan, dan bertepatan dengan pengembangan disiplin itu. Melanjutkan perdebatan tentang sifat intelijen berkisar pada apakah intelijen dapat dicirikan oleh satu faktor yang dikenal sebagai kecerdasan umum, beberapa faktor (misalnya, Gardner teori kecerdasan ganda), atau apakah itu bisa diukur sama sekali. Dalam prakteknya, instrumen standar seperti Binet IQ test-Stanford dan WISC yang banyak digunakan di negara-negara maju-ekonomis untuk mengidentifikasi anak-anak yang membutuhkan perawatan pendidikan individual. Anak-anak diklasifikasikan sebagai berbakat sering diberikan dengan atau diperkaya program dipercepat. Anak-anak dengan defisit diidentifikasi dapat diberikan dengan pendidikan ditingkatkan dalam keterampilan tertentu seperti kesadaran fonologi . Selain kemampuan dasar, individu kepribadian karakter juga penting, dengan orang-orang yang lebih tinggi dalam kesadaran dan harapan mencapai prestasi akademis yang unggul, bahkan setelah mengendalikan inteligensi dan kinerja masa lalu.
Kita akan menjumpai bahwa perbedaan individual biasanya merupakan hasil interaksi antara pengaruh keturunan dan pengaruh lingkungan secara bersamaan, yang akhirnya menghasilkan manusia yang unik. Keturunan memberi cetak-biru yang mengarahkan perkembangan fisik dan neurologis, menentukan kadar berbagai hormon, dan sebagainya. Dan cetak-biru ini mengarahkan anak pada kemampuan dan perilaku tertentu yang unik dan berbeda. Namun kondisi lingkungan dan kondisi di kelas juga memiliki pengaruh yang berarti terhadap kemampuan dan perilaku siswa. Sejalan dengan hal ini, seorang guru akan mengidentifikasi berbagai cara yang dapat ditempuh untuk mengakomodasi perbedaan-perbedaan siswa secara individual dan memaksimalkan perkembangan ataupun keberhasilan interpersonal masing-masing mereka dalam jangka panjang.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas maka dapat diambil suatu permasalahan yang dihadapi yaitu bagaimana seharusnya kita menempatkan perbedaan individual pada perspektif yang sebenarnya?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penyusunan makalah ini yaitu untuk mengetahui bagaimana seharusnya kita menempatkan individu pada perspektif yang sebenarnya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Inteligensi
Para ahli mendefinisikan dan merumuskan istilah intelegensi secara beragam, namun sebagian besarnya sepakat bahwa definisi dan rumusan istilah intelegensi memiliki sejumlah kualitas tertentu sebagai berikut :
Ø Bersifat Adaptif, artinya dapat digunakan secara fleksibel untuk merespons berbagai situasi dan masalah yang dihadapi.
Ø Berkaitan dengan kemampuan belajar, orang yang inteligen di bidang tertentu dapat mempelajari informasi-informasi dan perilaku-perilaku baru dalam bidang tersebut secara lebih cepat dan lebih mudah dibandingkan orang yang kurang inteligen.
Ø Istilah intelegensi juga merujuk pada penggunaan pengetahuan yang sebelumnya telah dimiliki untuk menganalisis dan memahami situasi-situasi baru secara efektif.
Ø Istilah Inteligensi melibatkan interaksi dan koordinasi yang kompleks dari berbagai proses mental.
Ø Istilah inteligensi terkait dengan budaya tertentu (culture-specific). Perilaku yang dianggap inteligen dalam suatu budaya tertentu tidak selalu dianggap perilaku yang inteligen dalam budaya lain.
Konsep intelegensi juga menimbulkan menimbulkan kontroversi dan debat panas, seringkali sebagai reaksi terhadap gagasan bahwa setiap orang punya kapasitas mental umum yang dapat diukur dan dikuantifikasi dengan angka. Pihak sekolah dan departemen pendidikan memperdebatkan apakah tes intelegensi itu berguna dan cukup fair atau tidak. Mereka juga berdebat tentang apakah tes seperti itu akan dipakai untuk penempatan murid pada kelas khusus atau jurusan tertentu.
Beberapa pakar mendeskripsikan intelegensi sebagai keahlian untuk memecahkan masalah (problem-solving). Yang lainnya mendeskripsikannya sebagai kemampuan untuk beradaptasi dan belajar dari pengalaman hidup sehari-hari. Dengan mengombinasikan ide-ide ini kita dapat menyusun definisi intelegensi yang cukup fair, keahlian untuk memecahkan masalah dan kemampuan untuk beradaptasi pada, dan belajar dari pengalaman hidup sehari-hari. Menurut teori Vygotsky intelegensi harus juga memasukkan faktor kemampuan seseorang untuk menggunakan alat kebudayaan dengan bantuan individu yang lebih ahli. Karena intelegensi adalah konsep yang abstrak dan luas, maka definisinya sendiri cukup banyak.
Minat terhadap intelegensi seringkali difokuskan pada perbedaan individual dan penilaian individual. Perbedaan individual adalah cara diman orang berbeda satu sama lain secara konsisten dan tetap.
Dalam pembahasan intelegensi terdapat 4 aspek berikut :
a) Tes Inteligensi Individual
Robert. J. Sterenberg mengingat saat dia kecil dia sangat takut mengikutites IQ. Bahkan sebagai orang dewasa, Sterenberg merasa malu jika ingat saat dia berada di grade enam dan mengikuti tes IQ bersama pelajar dari grade lima. Sternberg akhirnya berhasil mengatasi ketakutannya terhadap tes IQ. Sterenberg Sangat terpesona dengan intelegensi sehingga dia mempelajari soal ini sepanjang hayatnya.
Kita akan mendiskusikan teori intelegensinya. Sebelum itu, mari kita kembali untuk membahas tes intelegensi valid yang pertama.
Tes Binet
Pada 1904 Menteri Pendidikan Perancis meminta psikolog Alfred Binet untuk menyusun metode guna mengidentifikasi anak-anak yang tidak mampu belajar di sekolah. Binet dan mahasiswanya, Theophile Simon, menyusun tes intelegensi untuk memenuhi permintaan ini. Tes itu disebut skala 1905. Tes ini terdiri dari 30 pertanyaan, mulai dari kemampuan untuk menyentuh telinga hingga kemampuan untuk menggambar desain berdasarkan ingatan dan mendefinisikan konsep abstrak. Tak lama kemudian, pada 1912 William Stern menciptakan konsep intelligence qoutient (IQ), yaitu usia mental seseorang dibagi dengan usia kronologis (chronological age – CA), dikalikan 100. Jadi rumusnya, IQ = MA/CA X 100.
Jika mental usia sama dengan usia kronologis, maka IQ orang itu adalah 100. Jika usia mental diatas usia kronologis, maka IQ-nya lebih dari 100.
Tes Binet direvisi berkali-kali untuk disesuaikan dengan kemajuan dalam pemahaman intelegensi dan tes intelegensi. Revisi-revisi ini disebut tes Stanford- Binet (sebab revisi itu m dilakukan di Stanford University). Peneliti menemukan bahwa skor pada Stanford- Binet mendekati pada distribusi normal.
Distribusi Normal
Distribusi normal adalah simetris, dengan mayoritas skor berada pada tengah-tengah rentang skor yang mungkin muncul dan hanya ada sedikit skor yang berada mendekati ujung dari rentang itu.
Tes Stanford-Binet kini dilakukan secara individual untuk orang dari usia 2 tahun hingga dewasa. Tes ini memuat banyak item, beberapa di antaranya membutuhkan jawaban verbal, yang lainnya respons nonverbals.
Edisi keempat tes Stanford-Binet dipublikasikan pada 1985. Salah penambahan penting pada versi ini adalah analisis respons individual dari segi empat fungsi; penalaran verbal, penalaran kuantitatif, penalaran visual abstrak, dan memori jangka pendek. Tes Stanfoprd-Binet masih menjadi salah satu tes yang paling banyak digunakan untuk menilai intelegensi murid. (Aiken, 2003; Walsh & Betz, 2001).
Skala Wechsler
Tes lainnya yang banyak dipakai untuk menilai intelegensi murid dinamakan skala wechsler yang dikembangkan oleh David Wechsler. Tes ini mencakup Wechsler Preschool And Primary Scale Of Intelligence-Revised (WPPSI-R) untuk anak dan remaja dari usia 6 hingga
16 tahun; dan Wechsler Adult Intelligence Scale- Revised (WAIS-R). Selain menunjukan IQ keseluruhan, skala Wechsler juga menunjukan IQ verbal dan IQ kinerja.
b) Tes Individual Versus Tes Kelompok
Tes inteligensi seperti stanford binet dan wechsler dilakukan berdasarkan tes individual. Seorang psikolog memahami penilaian inteligensi individual sebagai interaksi antara pemeriksa dan murid. Murid juga diberi tes inteligensi dalam kelompok pada saat yang bersamaan. Tes kelompok lebih nyaman dan ekonomis ketimbang tes individual, namun juga ada kekurangannya. Saat tes dilakukan pada satu kelompok besar, peneliti tak dapat menyusun laporan individual, menentukan tingkat kecemasan murid, dan sebagainya. Dalam situasi tes kelompok besar, murid mungkin tidak memahami instruksi atau mungkin diganggu murid lain. Karena keterbatasan ini, maka saat akan dibuat keputusan penting menyangkut murid, tes inteligensi kelompok harus dilengkapi dengan informasi lain tentang kemampuan murid dan keputusan untuk menempatkan murid dalam kelas khusus sebaiknya tidak didasarkan pada tes kelompok saja. Informasi relevan mengenai kemampuan murid harus diperoleh dengan cara lain selain tes.
c) Teori Multiple Intelligences
Binet dan Stern memfokuskan pada konsep inteligensi umum, yang oleh Stern dinamakan IQ. Wechsler percaya bahwa adalah mungkin dan perlu untuk mendeskripsikan baik itu intelegensi umum maupun inteligensi verbal spesifik dan inteligensi kinerja seseorang.
Menurut teori inteligensi triarkis dari Robert J. Stenberg (1986, 2000), inteligensi muncul dalam bentuk analitis, kreatif, dan praktis. Inteligensi analitis adalah kemampuan untuk menganalisis, menilai, mengevaluasi, membandingkan, dan mempertentangkan. Inteligensi kreatif adalah kemampuan untuk mencipta, mendesain, menciptakan, menemukan, dan mengimajinasikan. Inteligensi praktis focus pada kemampuan untuk menggunakan, mengaplikasikan, mengimplementasikan, dan mempraktikkan.
Delapan kerangka pikiran Gardner antara lain:
Keahlian verbal Keahlian matematika Keahlian spasial Keahlian tubuh-kinestetik Keahlian music Keahlian intrapersonal Keahlian interpersonal Keahlian naturalis
Proyek Spektrum adalah usaha inovatif yang dilakukan Gardner untuk menguji delapan inteligensi anak-anak. Proyek spectrum diawali dengan ide dasar bahwa setiap punya murid punya potensi untuk mengembangkan kekuatan di satu area atau dua area. Ini memberikan konteks untuk melihat lebih jelas kekuatan dan kelebihan anak-anak.
Key School sekolah dasar K-6 di Indianapolis, menyediakan kepada murid aktivitas yang melibatkan berbagai keterampilan yang berkaitan dengan delapan kerangka Gardner. Tujuan
Key School adalah membuat murid menemukan sendiri minat dan bakat masing-masing, dan kemudian membiarkan mereka mengeksplorasinya.
Emotional Intelligence, emotional intelligences didefinisikan oleh Peter Salovy dan John Mayer sebagai kemampuan untuk memonitor perasaan perasaan diri sendiri dan perasaan serta emosi orang lain, kemampuan untuk membedakannya, dan kemampuan untuk menggunakan informasi ini untuk memandu pemikiran dan tindakannya dirinya.
Kontroversi dan Isu dalam Inteligensi
Isu sifat-asuh, sifat adalah warisan biologis anak, sedangkan asuhan adalah pengalaman lingkungan. Pendukung “sifat” mengatakan bahwa pengaruh terpenting pada perkembangan anak adalah warisan biologis. Pendukung “asuhan” mengatakan bahwa pengalaman lingkunganlah yang paling penting pengaruhnya. Dewasa ini sebagian besar pakar sepakat bahwa lingkungan juga memainkan peran penting (Ceci dkk., 1997; Okagaki, 2000; Sternberg & Grigorenko, 2001; Williams & Sternberg, 2002). Ini berarti bahwa memperkaya lingkungan anak dapat meningkatkan inteligensi mereka. Ini juga berarti bahwa memperkaya lingkungan anak bias meningkatkan prestasi sekolah dan penguasaan keahlian yang dibutuhkan untuk bekerja.
Apakah orang punya inteligensi umum? Sejumlah pakar mengatakan bahwa individu bukan hanya punya inteligensi umum, tetapi inteligensi umum ini juga bias diaplikasikan untuk memprediksi kesuksesan sekolah dan pekerjaan (Brody, 2000). Para pakar inteligensi umum sepakat bahwa inteligensi umum mencakup penalaran atau pemikiran abstrak, kapasitas untuk menyerap pengetahuan, dan kemampuan untuk memecahkan masalah (Brody, 2000; Caroll, 1993).
Etnis dan Kultur
Perbandingan etnis. Di AS, skor rata-rata anak dari keluarga Afrika-Amerika dan Latin berada di bawah anak keluarga kulit putih nonLatin berdasarkan tes inteligensi standar. Perbedaan didasari oleh lingkungan (brooks-Gunn, Klebanov, & Duncan, 1996; Ogbu & Stern, 2001; Onwuegbuzie & Daley, 2001).
Bias cultural dan tes yang fair secara cultural. Banyak tes inteligensi awal mengandung bias cultural, lebih memihak pada anak-anak perkotaan ketimbang pedesaan, anak dari keluarga kelas menengah ketimbang keluarga miskin, lebih memihak kulit putih ketimbang anak minoritas (Miller-Jones, 1989). Beberapa item tes juga sangat jelas mengandung bias cultural.
Tes yang fair secara cultural adalah tes yang diusahakan bebas dari bias cultural. Ada dua jenis tes culture-fair. Yang pertama berisi item-item yang diyakini dipahami oleh anak-anak dari semua kelompok etnis dan sosioekonomi, atau item yang setidaknya dipahami oleh anak-anak yang mengkuti tes. Tipe tes culture-fair kedua tidak menggunakan item verbal.
Pengelompokan dan Penelusuran Kemampuan
Pengelompokan kemampuan antar kelas. Tipe pengelompokan ini mengelompokkan murid berdasarkan kemampuan atau prestasi mereka. Penelusuran diyakini bisa mengelompokkan rentang keahlian dalam kelompok murid, sehingga memudahkan guru untuk mengajar mereka.
Program non-grade (lintas usia). Variasi pengelompokan kemampuan antarkelas dimana murid dikelompokkan berdasarkan kemampuan mereka dalam subjek atau pelajaran tertentu, terlepas dari usia atau tingkat kelasnya. Joplin plan adalah program non-grade untuk pelajaran membaca. Dalam Joplin Plan, murid kelas dua, tiga, dan empat disatukan karena tungkat kemampuan membaca mereka sama.
Pengelompokan Kemampuan dalam kelas. Pengelompokan ini menempatkan murid dalam dua atau tiga kelompok di dalam kelas dengan mempertimbangkan perbedaan kemampuan murid. Pengelompokan kemampuan dalam kelas ini biasanya dilakukan di sekolah dasar di mana guru mengelompokkan muridnya berdasarkan kemampuan membaca mereka.
2.2 Gaya Belajar dan Gaya Berpikir
Intelegensi adalah kemampuan, namun gaya berpikir bukanlah kemampuan, tetapi cara yang dipilih seseorang untuk mengguanakan kemampuannya (Drysdale, Ross, & Schuylts, 2001; Sternberg, 1997).
Dikotomi Gaya Belajar dan Berpikir
Dua dikotomi gaya yang paling banyak didiskusikan dalam wacana tentang pembelajaran adalah gaya impulsif/reflektif dan mendalam/dangkal.
Gaya impulsif/reflektif juga disebut sebagai tempo konseptual, yakni murid cenderung bertindak cepat dan impulsif atau menggunakan lebih banyak waktu untuk merespons dan merenungkan akurasi dari suatu jawaban (Kagan, 1965). Murid yang impulsif seringkali lebih banyak melakukan kesalahan ketimbang murid yang reflektif. Dibandingkan murid yang impulsif, murid yang reflektif lebih mungkin melakukan tugas berikut :
Ø Mengingat informasi yang terstruktur
Ø Membaca dengan memahami dan menginterpretasi teks
Ø Memecahkan problem dan membuat keputusan
Dibandingkan murid yang impulsif, murid yang reflektif juga lebih mungkin untuk menentukan sendiri tujuan belajar dan berkonsentrasi pada informasi yang relevan. Murid reflektif biasanya standar kinerjanya tinggi.
Gaya mendalam/dangkal. Maksudnya adalah sejauh mana murid mempelajari materi belajar dengan satu cara yang membantu mereka untuk memahami makan materi tersebut (gaya mendalam), atau sekedar mencari apa-apa yang perlu untuk dipelajari (gaya dangkal). Murid yang belajar menggunakan gaya dangkal tidak bisa mengaitkan apa-apa yang mereka pelajari dengan kerangka konseptual yang lebih luas. Mereka cenderung belajar secara pasif, seringkali hanya mengingat informasi. Pelajar mendalam (deep learner) lebih mungkin untuk secara aktif memahami apa-apa yang mereka pelajari dan memberi makna pada apa yang perlu diingat. Jadi, pelajar mendalam menggunakan pendekatan konstruktivis dalam aktivitas belajarnya. Selain itu, pelajar mendalam lebih mungkin memotivasi diri sendiri untuk belajar, sedangkan pelajar dangkal (surface learner) lebih mungkin akan termotivasi belajar jika ada penghargaan dari luar, serta pujian dan tanggapan positif dari guru (Snow, Corno, &Jackson, 1996).
2.3 Kepribadian dan Temperamen
Sangat penting untuk menyadari adanya variasi individual dalam kognisi, dan juga penting untuk memahami variasi individual dalam personalitas (kepribadian) dan temperamennya.
a) Kepribadian
Kepribadian atau personalitas adalah pemikiran, emosi, dan perilaku tertentu yang menjadi ciri dari seseorang dalam menghadapi dunianya. Lima faktor utama dalam kepribadian yaitu openness, conscientiousness, extraversion, agreableness, dan neuroticsm.
a. Openness (keterbukaan kepada pengalaman)
§ Imajinatif atau praktis
§ Tertarik pada variasi atau rutinitas
§ Indenpenden atau mudah menyesuaikan diri
b. Conscientiousness (kepatuhan)
§ Rapi atau tidak rapi
§ Perhatian atau cereboh
§ Disiplin atau impulsif
c. Extraversion
§ Terbuka secara sosial atau menyendiri
§ Suka bersenang atau bersedih
§ Kasih sayang atau sebaliknya
d. Agreableness (kepekaan nurani)
§ Berhati lembut atau kasar
§ Percaya atau curiga
§ Membantu atau tidak kooperatif
e. Neuroticism (stabilitas emosional)
§ Tenang atau cemas
§ Merasa aman atau tidak aman
§ Puas pada diri atau mengasihani diri sendiri
Menurut konsep interaksi orang-situasi, cara terbaik untuk mengkarakterisi kepribadian individual bukan hanya berdasarkan pada ciri bawaan personal atau karakter saja, namun juga dengan situasinya. Interaksi orang-situasi adalah pandangan yang menyatakan bahwa cara terbaik untuk mengkonseptualisasikan kepribadian bukan hanya dari segi ciri atau karakteristik pesonal saja, tetapi juga dari segi situasinya. Teori interaksi orang-situasi memperkirakan bahwa murid yang ekstravert akan mampu beradaptasi dengan baik jika dia diminta untuk bekerja sama dengan murid lain, sedangkan murid yang introvert akan mampu beradaptasi dengan lebih baik jika dia diminta mengerjakan tugas secara sendirian. Murid ekstravert akan lebih senang apabila bersosialisasi dengan banyak orang di sebuah pesta, sedangkan murid introvert lebih senang duduk sendiri atau sekedar bercakap dengan satu teman. Kesimpulannya, jangan menganggap bahwa kepribadian itu akan selalu membuat seseorang berperilaku tertentu di semua situasi. Konteks atau situasi juga penting (Burger,2000; Derlega, Winstead, & Jones, 1999). Pantau situasi dimana murid dengan berbagai karakternya yang berbeda tampak merasa nyaman, dan beri mereka kesempatan untuk belajar dalam situasi tersebut.
b) Temperamen
Temperamen adalah gaya perilaku seseorang dan cara khasnya dalam memberi tanggapan atau respons. Klasifikasi yang paling terkenal adalah klasifikasi oleh Alexander Chess dan Stella Thomas ( Chess & Thomas, 1997; Thomas & Chess, 19991). Mereka percaya bahwa ada tiga tipe atau jenis tempramen:
“Anak mudah” (easy child) biasanya memiliki mood positif, cepat membangun rutinitas, dan mudah beradaptasi dengan pengalaman baru.
“Anak sulit” (difficult child) cenderung bereaksi negatif, cenderung agresif, kurang kontrol diri, dan lamban dalam menerima pengalaman baru.
“Anak lamban bersikap hangat” (slow-to-warm-up child) biasanya beraktivitas lamban, agak negatif, menunjukan kelambanan dalam beradaptasi, dan intensitas mood yang rendah.
Dalam satu studi, remaja bertempramen sulit biasanya mudah tergoda oleh penyalahgunaan narkoba dan mudah stres (Tubman & Windle, 1995). Dalam studi lain, faktor temperamen yang diberi label”diluar kendali”(mudah tersinggung dan terganggu) yang diketahui ada pada usia 3 sampai 5 tahun ternyata ada hubungannya dengan problem perilaku yang muncul pada usia 13 sampai 15 tahun(Caspi, dkk., 1995). Klasifikasi tempramen sekarang ini lebih difokuskan pada;
a. sikap dan pendekatan positif;
b. sikap negatif dan
c. usaha kontrol (pengaturan diri).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Variasi individu dipandang sebagai perbedaan individu baik itu secara inteligensi, gaya belajar dan gaya berpikir, maupun kepribadian dan tempramen.
Inteligensi diartikan sebagai keahlian memecahkan masalah dan kemauan untuk beradaptasi pada, dan belajar dari pengalaman hidup sehari-hari. Inteligensi digolongkan atas inteligensi umum (multiple intelligence) dan inteligensi spesifik.
Tes kelompok lebih nyaman dan ekonomis, namun ada sejumlah kekurangan dimana adanya kesulitan dalam menyusun laporan dan dikhawatirkan aka nada gangguan dari murid lain. Sehingga tes inteligensi kelompok harus selalu dilengkapi dengan informasi relevan lain saat akan membuat keputusan untuk murid, begitu pula tes individual.
Dalam melakukan tes inteligensi psikolog harus memperhatikan mengenai etnis, kultur dan kelas sosial tester karena akan sangat berdampak pada hasil test yang dilakukan.
Gaya belajar dan berpikir merupakan cara yang dipilih seseorang untuk menggunakan kemampuannya, dimana anak ada yang cenderung bertindak cepat (impulsif), menggunakan lebih banyak waktu untuk merespon dan merenungkan akurasi dari suatu jawaban (reflektif), belajar ingga memahami makna (mendalam), atau sekedar mencari apa-apa yang perlu untuk dipelajari (dangkal). Dalam hal ini, guru ditintut berpera untuk membantu pelajar agar berpikir secara mendalam.
Hal yang tidak kalah penting dalam menentukan variasi individu yaitu kepribadian dan temperamen. Kepribadian yaitu pikiran, emosi, dam perilaku khas yang dipakai seseorang untuk beradaptasi dengan dunianya. Kepribadian dipengaruhi oleh stabilitas emosi, ekstraversi, keterbukaan kepada pengalaman, kepatuhan, dan kepekaan nurani. Konsep interaksi orang-situasi menyatakan bahwa cara terbaik untuk mengarakteristikan kepribadian individu adalah bukan hanya berdasarkan bakat pembawaan saja, tetapi berdasarkan pembawaan dan situasi. Sedangkan temperamen yaitu gaya perilaku seseorang dan cara khasnya dalam member tanggapan atau respons. Dalam pendidikan yang melibatkan temperamen anak, guru dapat menunjukan perhatian pada secara individu, mempertimbangkan struktur lingkungan murid, dam mewaspadai problem yang mungkin timbul apabila mengenakan label sulit.
3.2 Saran
Perlu pembelajaran lebih lanjut mengenai variasi individu, guna lebih memahami tentang pembahasan ini lebih mendalam.
http://umisamanputri.wordpress.com/2011/03/28/makalah-variasi-individu/
Differensiasi individu sebagai dasar pengelolaan kelas
1.Pengertian
Bebera pendapat para ahli tentang diferensiasi individu.
1)Philip R.E Verson, perbedaan individu adalah perbedaan-perbedaan dalam
kesiapan belajar.
2)Sunarto dan agung hartono, didalam bukunya perkembangan peserta didik
menjelaskan bahwa perbedan individu sebagai berikut setiap orang, apakah ia
seorang anak atau seorang dewas, dan sifat individu adalah sifat yang
berkaitan dengan orang perorangan atau berkaitan dengan perbedaan individu
perorangan.
Dan dapat disimpul kan bahwa Differennsiasi individu adalah adanya
perbedaan antara satu individu dengan individu lainya baik perbedaan fisik maupun
psikologis. Jadi hal ini artinya disini adalah setiap orang itu memiliki perbedaan satu
sama lain, tentu perbedaan ini disebabkan oleh beberapa factor.
2.Factor-faktor terjadinya perbedaan individu
Setiap orang memiliki perbedaan satu sama lain yang dilatarbelakangi oleh factor yang
berbeda-beda sehingga menimbulkan perbedaan antar individu. Beberapa perbedaan yang
sangat normal, sehingga tidak memerlukan penyelesaian dengan program khusus. Disisi lain
individu satu anak ada yang memerlukan perhatian khusus dengan cara tertentu. Adapun
factor yang mempengaruhi perbedaan individu ini sebagai berikut :
1)Perbedaan Intelektual, yaitu perbedaan berdasarkan IQ seorang individu dengan
individu lainnya. Yang mana ada individu yang memiliki IQ dibawah rata-
rata, sedang dan tinggi.
2)Bakat, merupakan suatu kemampuan diri seseorang yang lebih menonjol.
3)Keadaan jasmani, ini setiap individu memiliki kondisi atau keadaan fisik yang
berbeda, ada yang kuat n ada yang lemah. Ini sangat berpengaruh terhadap
aktivitas yang dilakukannya
4)Penyusuian social dan emosional
5)Lingkungan keluarga yang berbeda
6)Latar belakang budaya
7)Factor pendidikan.
Pendapat beberapah alhli yang sepakat bahwa dasarnya kergaman dalam kecakapan dan
kepribadian dapat dipengaruhi oleh tiga factor :
a)Hereditas(pembawaan)
Merupakan sifat dari bawaan berdasarkan keturunan yang bersifat kodrat, misalnya
fisik, kecakapan,dll. Ini di pengaruhi oleh seberapa besar kualitas gen yang
diturunkan oleh orang tua individu tersebut.
b)Environment
Dipengaruhi oleh lingkungan tempat dimana individu berinteraksi dalam keluarga
dan masyarat. Baik lingkungan fisik maupun sosio-psikologis, juga termasuk pelajar.
c)Maturity(kematangan)
Ini mengacu pada fase-fase perkembangan yang di alami individu dari bayi hingga
tua, diman banyak terjadi perubahan-perubahan perkembangan bentuk tubuh n pola
berfikir seorang individu.
3.Strategi bimbingan terhadap peserta didik
a.Strategi untuk Peserta didik yang lambat
pemberian informasi tentang cara-cara belajar yang efektif, baik cara belajar
di sekolah maupun dirumah.
Bantuan penempatan yaitu menempatka peserta didik dalam kelompok-
kelompok kegiatan yang sesuai, seperti kelompok belajar, keelompok
diskusi, dan kelompok kerja. Dan ini juga berfungsi sebagai perbaikan
tentang masalahkesulitan social yang dialami peserta didik.
Mengadakan pertemuan dengan orang tua untuk melakukan konsultasi
mendiskusikan kesulitan-kesulitan peserta didik serta mencari cara
pemecahannya. Terutama yang terkait dengan cara memotivasi siswa giat
belajar, dan cara-cara melayani/memperlakukan peserta didik dirumah.
Memberikan pembelajaran remidi (remedial teaching), yaitu mengadakan
pembelajaran kembali atau pembelajaran ulang secara khusus bagi peserta
didik yang lamban.
Menyajikan pembelajaran seecara konkrit dan actual kepada siswa yang
lamban yaitu dengan mengunakan media yang bervariasi dan metode
pembelajaran yang bervariasi, untuk membantu/mempermudah siswa
memahami konsep-konsep pembelajaran.
Memberikan layanan konseling bagi peserta didik yang menghadapi
kesulitan-kesulitan emosional serta hambatan-hambatan lainnya.
b.Strategi untuk peserta didik yang cepat
Usaha percepatan (akselarasi), anak cerdaas diberi kesempatan untuk
menyelesaikan suatu program pendidikan dalam jangkawaktu yang lebih
singkat berbeda dengan yang seharusnya dilakukan
Menyediakan sekolah khusus yang menampung anak-anak cerdas atau
berkualitas tinggi agar mereka dapat mengembangkan potensi yang
dimilikinya tampa banyak rintangan.
Menyalurkan kemampuan peserta didik dalam kegiatan ilmiah, mengikut
sertakan dalam lomba karya ilmiah.
Melibatkan dan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
mengikuti kegiatan-kegiatan yang bersifat social.
Jenis-jenis kecerdasan ganda dan pengembangannya pada siswa
Prof. Howard Gardner, seorang ahli psikologi kognitif dari universitas
Harvard, meneliti tentang kecerdasan manusia. Ia menemukan bahwa setiap orang
memiliki beberapa kecerdasan, tidak hanya satu kecerdasan. Ia menyebutnya dengan
kecerdasan ganda atau intelegensi ganda, multiple intellegensi. Kecerdasan ganda
adalah kemampuan untuk memecahkan masalah atau menciptakan suatu poroduk
yang bernilai dalam satu latar belakang budaya tertentu.
Ada delapan jenis intelegensi yang dikemukakan oleh Howard Gardner, antara
lain yaitu:
1.Intelegensi Bahasa (Linguistik), Intelegensi Bahasa mencakup kemempuan-
kemampuan berpikir dengan kata-kata, seperti kemampuan untuk memahami dan
merangkai kata dan kalimat baik lisan maupun tertulis.
2.Intelegensi Logis-Matematis, Adalah kemampuan berpikir dalam penalaran atau
menghitung, seperti kemampuan menelaah masalah secara logis, ilmiah, dan
matematis.
3.Intelegensi Visual special, Yaitu kemempuan berpikir dalam citra dan gambar,
seperti kemampuan membayangkan bentuk suatu objek.
4.Intelegansi Musikal, Adalah kemampuan berpikir dengan nada, irama, dan melodi,
juga pada suara alam.
5.Intelegansi Kinestetik Tubuh, Yaitu kemampuan yang berhubungan dengan gerakan
tubuh termasuk gerakan motorik otak yang mengendalikan tubuh seperti
kemampuan untuk mengendalikan dan menggunakan badan dengan mudah dan
cekatan.
6.Intelegensi Intrapersonal, Adalah kemampuan berpikir untuk memahami diri
sendiri, melakukan fefleksi diri dan bermetakognisi.
7.Intelegensi Interpersonal (Sosial), Adalah kemampuan berkomunikasi dan
berinteraksi dengan orang lain.
8.Intelegensi Naturalis, Adalah kemampuan untuk memahami gejala alam.
Cara meningkatkan/mengembangkan kecerdasan tersebut adalah :
1.Mengaktifkan seluruh indra anak didik, Begitu besarnya potensi yang dimiliki oleh indra
manusia sehingga dimanfaatkan seoptimal mungkin. Dengan melatih indra-indra anak didik
dalam setiap kegiatan pembelajran maka anak didik akan peka terhadap stimulus-stimulus
yang dapat merangsang indranyaMelatih intelegensi/kecerdasan yang berimbang
2.Melatih intelegensi/kecerdasan yang berimbang
Langkah-langkah yang harus dilakukan didalam melatih kecerdasan yang berimabang adalah
sebagai berikut:
a.Mengidentifikasi intelegensi anak didik, Caranya adalah sebelum memulai pelajaran
guru dapat memberikan tes atau angket kepada siswanya untuk menjajagi
intelegensi mereka, pertanyaan-pertanyaan itu dibaca dan diisi sendiri oleh siswa
kemudian guru mengolahnya.
b.Menyusun rencana pelajaran yang dapat mengembangkan beberapa kecerdasan
c.Melaksanakan pembelajaran yang dapat mengembangkan seluruh intelegensi/
kecerdasan anak didik.
3.Melatih silang intelegensi/kecerdasan yang berbeda
Yang dimaksud dengan ”silang” disini adalah setiap intelegensi/kecerdasan anak didik tidak
dikembangkan secara bersamaan, tetapi dikembangkan satu per satu secara terpisah.
Tujuannya adalah agar anak didik dapat mengasah setiap bagian kecerdasannya selama waktu
tertentu.
Guru Dalam Pengelolaan Kelas
1.Tugas Guru
Tugas adalah segala sesuatu yang harus dilaksanakan yang merupakan tanggung
jawab seseorang. Guru merupakan profesi/jabatan atau pekerjaan yang memerlukan
keahlian khusus sebagai guru. Adapun tugas guru dalam pengelolaan kelas adalah:
a.Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar, dan melatih. Mendidik
berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sedangkan melatih berarti mengembangkan keterampilan-keterampilan pada
siswa
b.Tugas guru dalam bidang kemanusiaan di sekolah, dapat menjadikan dirinya
sebagai orang tua kedua. Ia harus mampu menarik simpati sehingga ia menjadi
idola para siswa. Pelajaran apapun yang diberikan hendaknya dapat menjadi
motivasi bagi siswanya dalam belajar. Bila seorang guru dalam penampilannya
sudah tidak menarik, maka kegagalan yang pertama adalah ia tidak akan dapat
menanamkan benih pengajarannya itu kepada para siswanya. Para siswa akan
enggan menghadapi guru yang tidak menarik
c.Guru dalam kemasyarakatan yaitu bisa memberikan ilmu pengetahuan, sehingga
guru berkewajiban mencerdaskan bangsa menuju pembentukan manusia
seutuhnya dan bagaimana seorang guru itu tidak hanya menjalin hubungan baik
antar sesame guru dan murid si sekolah tetapi juga menjalin hubungan baik
dengan masyarakat. Sehingga masyarakat tahu akan tugas dan peran guru dalam
masyarakat sekalipun.
Selain itu guru juga harus mengetahui kondisi memahami siswa, artinya
adalah bagaimana seeorang guru itu harus bias mengetahui bagaimana siswa yang sdg
mengalami masalah. Tugas kita sebagai seorang guru harus bisa membantu siswa
teersebut untuk memecahkan masalah yang dihadapinya dengan memakai ilmu
psikolaogi, prinsip, metode dan asas konseling. Jadi seorang guru itu harus bisa
menjadi konselor bagi siswanya. Bagaimana siswa itu lepas atau terbantu dari
masalah yang dihadapinya dan mengembalikan gairahnya untuk belajar dan lebih di
motivasi lagi agar semangat belajarnya kembali seperti semula bahkan lebih.
2.Peranan Guru
Peranan adalah terciptanya serangkaian tingkah laku yang saling berkaitan yang
dilakukan dalam suatu situasi tertentu serta berhubungan dengan kemajuan perubahan
tingkah laku dan perkembangan siswa yang menjadi tujuannya.
Peran guru sebagai model atau contoh bagi anak. Setiap anak mengharapkan
guru mereka dapat menjadi contoh atau model baginya. Oleh karena itu tingkah laku
pendidik baik guru, orang tua atau tokoh-tokoh masyarakat harus sesuai dengan
norma-norma yang dianut oleh masyarakat, bangsa dan negara. Karena nilai nilai
dasar negara dan bangsa Indonesia adalah Pancasila, maka tingkah laku pendidik
harus selalu diresapi oleh nilai-nilai Pancasila.
Banyak peranan yang diperlukan dari guru sebagai pendidik, atau siapa saja
yang telah menerjunkan diri menjadi guru,. Semua peranan yang diharapkan dari guru
seperti di uraikan di bawah ini:
a.Korektor, guru harus bisa membedakan mana nilai yang baik dan nilai yang buruk.
b.Inspiratorr, guru harus dapat memberikan ilham yang baik bagi kemajuan belajar
anak didik. Persoalan belajar adalah masalah utama anak didik.
c.Informator, guru harus dapat memberikan informasi perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, selain sejumlah bahan pelajaran untuk setiap mata
pelajaran yang telah diprogramkan dalam kurikulum.
d.Organistor, adalah sisi lain dari peranan yang diperlukan dari guru, dalam bidang
ini, guru memiliki kegiatan pengelolaan kegiatan akademik, menyusun tata tertib
sekolah, menyusun kelender akademik, dan sebaginya. Semuanya di
organisasikan, sehingga mencapai efektivitas dan efisiensi dalam belajar pada diri
anak didik
e.Motivator, guru hendaknya dapat mendorong anak didik agar bergairah dan aktif
belajar
f.Inisiator, guru harus dapat menjadi pencetus ide-ide kemajuan dalam pendidikan
dan pengajaran
g.Fasilitator, guru hendaknya dapat menyediakan fasilitas yang memungkinkan
kemudahan kegiatan belajar anak didik
h.Pembimbing, kehadiran guru di sekolah adalah untuk membimbing anak didik
menjadi manusia yang dewasa
i.Demonstrator, Untuk bahan pelajaran yang sukar dipahami anak didik, guru harus
berusaha dengan membantunya
j.Pengelola kelas, guru hendaknya dapat mengelola kelas dengan baik, karena kelas
adalah tempat berhimpun semua anak didik dan murid dalam rangka menerima
bahan pelajaran dari guru
k.Mediator, guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup
tentang media pendidikan dalam berbagai bentuk dan jenisnya
l.Supervisor, guru hendaknya dapat membantu, memperbaiki, dan menilai secara
kritis terhadap proses pengajaran
m.Evaluator, guru dituntut menjadi seorang evaluator yang baik dan jujur, dengan
memberikan penilaian yang menyentuh aspek ekstrinsik dan instrinsik.
Wright (1987) sebagaimana dikutip oleh Robiah Sidin, dalam bukunya bertajuk
“Classroom Management “ (1993:8), menyatakan bahwa guru memiliki dua peran utama, yaitu :
1.The Management role atau peran manajemen, yaitu mengetahui latar belakang siswa,
sosial, ekonomi dan intelektual aka memiliki pengetauan, terampilan, dan profesional;
bertanggung jawab; disiplin, dan produktif; menghargai dan kasih sayang terhadap
siswa; memiliki nilai-nilai moral, prinsip kemanusiaan dalam semua langkahnya; Memiliki
sikap inovatif, kreatif, dan memahami perbedaan dan individualitas di kalangan siswa;
menjadi contoh model bagi siswa, apa yang dikatakan itulah yang dilakukan; menghargai
dan peduli terhadap lingkungan serta memahami perkembangan dan penerapan iptek
dalam kehidupan modern; Mengetahui perbedaan individu siswa, potensi dan kelemahan
siswa, termasuk gaya pebelajaran mereka.
2.The Instructional Role atau peran instruksional. Di samping itu guru juga berfungsi
sebagai:
1)pembimbing siswa dalam memecahkan kesulitan dalam pembelajaran,
2)sebagai sumber yang dapat membantu memecahkan dan menjawab pertanyaan-
pertanyaan siswa atau untuk menemukan jawaban atau memperoleh informasi
lanjutan,
3)penilai hasil belajar, untuk menentukan perkembangan hasil belajara siswa, serta
untuk menentukan nilai siswa (Suparlan, 2006: 39-40).
Dari uraian diatas,saya berpendapat bahwa salah satu dari sekian banyak dampak
ketika tidak terlaksananya tugas dan peran guru secara maksimal misalnya, tidak
terbinanya akhlak dan moral siswa. Beberapa kebiasaan buruk siswa seperti tidak berlaku
disiplin dari berbagai peraturan yang telah disepakati bersama, malas, kurang berlaku
sopan dan sebagainya, hal itu berarti tugas guru sebagai pendidik belum maksimal. Tugas
mengajar mungkin sudah terlaksana dengan baik, tapi tugas mendidik? Karena itu,
beberapa peran dan tugas guru di atas merupakan sebuah keharusan untuk
diimplementasikan walaupun memerlukan pemikiran dan pengorbanan yang lebih
banyak. Dengan cara ini barangkali barulah guru dapat dikatakan sebagai sebuah profesi,
dimana guru mampu memberikan solusi terbaik dari berbagai masalah yang dialami
kliennya.
Hubungannya dengan sertifikasi guru, yaitu dengan adanya peningkatan kualitas
dan kesejahteraan guru maka beberapa peran dan tugas guru yang telah diuraikan di atas
kemungkinan dapat diimplementasikan. Dulu, salah satu alasan guru tidak mampu
melaksanakan peran dan tugasnya secara masimal karena persoalan kurangnya
pendapatan/gaji. Maka dengan kebijakan baru pemerintah yakni sertifikasi guru, maka
harapan kita ke depan guru mau dan mampu memaksimalkan peran dan tugasnya.
Sikap /prilaku Guru (Gaya Kepemimpinan Guru)
Menurut Muhibbin Syah (2006:253) dengan menambahkan satu lagi gaya
kepemimpinan guru menurut Barlow (1985) yaitu otoriatif maka gaya kepemimpinan
guru dalam proses belajar mengajar ada empat macam yaitu:
1.otoriter (authoritarian), secara harfiah, otoriter berarti berkuasa sendiri atau sewenang-
wenang.
Dalam PBM, guru yang otoriter selalu mengarahkan dengan keras segala aktivitas
para siswa tanpa dapat ditawar-tawar. Hanya sedikit sekali kesempatan yang diberikan
kepada siswa untuk berperan serta memutuskan cara terbaik untuk kepentingan belajar
mereka. Memang diakui kebanyakan guru yang otoriter dapat menyelesaikan tugas
keguruannya secara baik, dalam arti sesuai dengan rencana,. Namun guru semacam ini
sangat sering menimbulkan kemarahan dan kekesalan para siswa khususnya siswa pria,
bukan saja karena wataknya yang agresif tetapi juga kreativitasnya terhambat.
2.laissez faire, guru laissez faire, padanya adalah individualisme (faham yang
menghendaki kebebasan pribadi).
Guru yang berwatak ini biasanya gemar mengubah arah dan cara pengelolaan PBM
secara seenaknya, ia tidak menyenangi profesinya sebagai tenaga pendidik meskipun
mungkin memiliki kemampuan yang memadai.
3.Demkratis (Democratic). Artinya demokratis adalah bersifat demokrasi, yang pada
intinya mengandung makna memperhatikan persamaan hak dan kewajiban semua
orang.
Guru yang memiliki sifat ini pada umumnya dipandang sebagai guru yang paling
baik dan ideal. Alasannya, dibanding dengan guru-guru lainnya guru yang demokratis
lebih suka kerja sama dengan rekan-rekan seprofesinya. Namun tetap menyelesaikan
tugasnya secara mandiri. Ditinjau dari sudut hasil pengajaran, guru yang demokratis
dengan otoriter tidak jauh berbeda. Akan , dari sudut moral, guru yang demokratis
ternyata lebih dan karenanya ia lebih disenangi baik oleh rekan-rekan sejawatnya maupun
oleh siswanya sendiri.
4.Otoritatif (authoritative), otoritatif berarti berwibawa karenan adanya kewenangan baik
berdasarkan kemampuan maupun kekuasaan yang diberikan.
Guru yang otoritatif adalah guru yang memiliki dasar-dasar pengetahuan baik
pengetahuan bidang studi vaknya (jurusan) maupun pengetahuan umum. Guru seperti ini
biasanya ditandai oleh kemampuan memerintah secara baik efektif kepada para siswa dan
kesenangan mengajak kerjasama bila diperlukan dalam mengiktiarkan cara terbaik untuk
menyelenggarakan PBM. Dalam hal ini, ia hampir sama dengan guru yang demokratis.
Namun, dalam hal memerintah atau memberi anjuran, guru yang otoritatif pada umumnya
lebih efektif, karena lebih disenangi oleh para siswa, dan di pandang sebagai pemegang
otoritas ilmu pengetahuan vaknya (jurusan) seperti yang telah diuraikan di muka.
Kemampuan Guru Dalam Pengelolaan Kelas
Kemampuan merupakan salah satu hal yang sangat penting dikuasai oleh guru.
Oleh karena itu, seorang guru harus memiliki beberapa kemampuan seperti:
1.Menguasai materi pembelajaran dan kemampuan untuk memilih, menata, dan
mengemas materi pelajaran ke dalam cakupan dan kedalaman yang sesuai dengan
sasaran kurikuler yang mudah dicerna oleh siswa
2.Memiliki penguasaan tentang teori dan keterampilan mengajar
Memiliki pengetahuan tentang masa pertumbuhan dan perkembangan siswa serta memiliki
memahami tentang bagaimana siswa belajar
Membuat Instrument untuk Mengukur Kemampuan Guru
Untuk mengetahui kemampuanseorang guru, dapat digunakan instrument berupa
angket yang berisi pertanyaan-pertanyaan mengenai kompetensi yang dimiliki oleh guru yang
bersangkutan.
Angket diberikan langsung kepada siswa yang memang secara langsung berinteraksi
dengan guru tersebut dalam kurun waktu yang sudah lama, misal angket yang digunakan
untuk sertifikasi guru.
Contoh angket:
a. Apakah guru dalam mengajar pernah menggunakan media?
b.Bagaimana penampilan guru ketika masuk sekolah?
c. Metode apa yangdigunakan guru dalam mengajar?
MASALAH-MASALAH DALAM PENGELOLAAN KELAS
1.Masalah Dalam Pengelolaan Kelas
Faktor –faktor Penyebab Masalah Pengelolaan Kelas. Menurut Made Pirate,faktor
penyebab itu antara lain:
a)Pengelompokan (pandai,sedang,bodoh),kelompok bodoh akan menjadi sumber
negative,penolakan,atau apatis.
Pendapat saya dalam pengelompokan siswa secara heterogen disini, memang
dari sisi negatifnya akan berdampak pada siswa yang tingkat kecerdasanya tinggi,
karena dalam kelompoknya ada siswa yang tinggkat kecerdasanya lemah. Nanti yang
akan mempengaruhi siswa yang pandai. Dan dampaknya siswa yang pandai,
kreatifitasnya terhalang dan tidak dapat menembangkan pengetahuannya.
Kalau kita tinjau dari sisi positifnya, ini sangat bermanfaat sekali bagi guru dan
siswa, karena siswa yang kurang pandai bisa dipengaruhi oleh siswa yang pandai dan
akan memotivasi siswa yang kurang pandai tadi untuk belajar, terkadang ada juga
siswa yang lebih mudah memahami materi jika yang menjelaskan itu dari temannya.
Dan guru juga sangat terbantu dalam menyampaikan materi dan tujuaan pembelajaran
dengan membagi siswa dalam bentuk kelompok yang heterogen.
b)Karakteristik individual,seperti kemampuan kurang, ketidakpuasan atau dari latar
belakang ekonomi rendah yang menghalangi kemampuannya.
c)Kelompok pandai merasa terhalang oleh teman-temannya yang tidak seperti dia.
Kelompok ini sering menolak standar yang diberikan oleh guru. Sering juga
kelompok ini membentuk norma sendiri yang tidak sesuai dengan harapan sekolah.
d)Dalam latihan diharapkan semua anak didik tenang dan bekerja sepanjang jam
pelajaran, kalau ada instrupsi atau interaksi mungkin mereka merasa tegang atau
cemas. Karena itu perilaku-perilaku menyimpang seorang dua orang bisaditoleransi
asal tidak merusak kesatuan.
e)Dari organisasi kurikulum tentang tim teaching.
Pollard dalam Hilda Karli mengelompokkan kepribadian siswa dalam 5 kelompok besar:
a)Impulsivity/Reflekxivity. Gambaran impulsivity adalah orang yang tergesa-gesa dalam
mengerjakan tugas tanpa berpikir dahulu,sedangkan reflexivity adalah orang yang
sangat mempertimbangkan tugas tanpa berkesudahan.
b)Extroversion/Introversion. Gambaran extroversion adalah orang yang
ramah,terbuka,bahkan kadang-kadang tergantung dari perlakuan teman-teman
sekelompoknya. Sedangkan introversion adalah orang yang tertutup dan sangat
pribadi,malah kadang-kadang tidak mau bergaul dengan teman-temannya.
c)Anxienty/Adjustment. Gambaran anxienty adalah orang yang merasa kurang dapat
bergaul dengan teman,guru atau tidak dapat menyelesaikan permasalahan dengan
baik,sedangkan adjustment adalah orang yang merasa dapat bergaul dengan
guru,teman atau dapat menyelesaikan masalah dengan baik.
d)Vacillation/Perseverance. Gambaran vacillation adalah oarng yang konsentrasinya
rendah sering berubah-rubah,dan cepat menyerah dalam pekerjaan,sedangkan
perseverance adalah orang yang mempunyai daya konsentrasi kuat dan terfokus serta
pantang menyerah dalam menyelesaiakn pekerjaan.
e)Competitiveness/collaborativeness. Gambaran competitiveness adalah orang yang
mengukur prestasinya dengan orang lain dan sukar bekerja sama dengan orang
lain,sedangkan collaborativeness adalah orang yang sangat tergantung dengan orang
lain dan tidak dapat bekerja sendiri.
Dua kategori pokok tentang pengelolaan masalah siswa,yaitu:
a)Masalah Individu
Kategori masalah individu dalam pengelolaan siswa menurut dreikurs dan
cassel di dasarkan pada tingkah laku manusia itu mempunyai maksud dan tujuan. Setiap
individu mempunyai kebutuhan pokok untuk menjadi dan merasa berguna. Jika individu
ini merasa putus asa dalam mengembangkan rasa memiliki harga diri melalui nilai yang
dapat di terima secara social,ia akan berkelakuan buruk.
b)Masalah Kelompok
Jhonson dan Bany mengidentifikasi 7 masalah kelompok dalam pengelolaan
kelas,yaitu:
Kurangnya kesatuan
Ketidaktaatan terhadap standar tindakan dan prosedur kerja
Reaksi negative terhadap pribadi anggota
Pengakuan kelas terhadap kelakuan guru
Kecendrungan adanya gangguan,kemacetan pekerjaan,dan kelakuan yang di buat-buat
Ketidakmampuan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan
Semangat juang yang rendah dan adanya sikap bermusuhan.
Kurangnya kesatuan,di tandai dengan konflik-konflik antara individu dan sub
kelompok. Misalnya, konflik antara jenis kelamin dan atau ras dengan murid dari jenis
kelamin atau ras yang lain. Suasana kelas seperti ini ditandai dengan
konflik,permusuhan,ketegangan. Murid merasa tidak puas dengan kelompok dan berpendapat
kelompok tidak menarik. Akhirnya murid tidak saling mendukung.
2. Mengidentifikasi Masalah
Mengidentifikasikan masalah ini perlu dilakukan dengan langkah-langkah :
1)Merasakan adanya masalah
Merasakan adanya masalah dengan cara bertanya pada diri sendiri (merefleksi)
mengenai kualitas pembelajaran yang selama ini di capai. Guru mengangap adanya
masalah kalau ada kesenjangan antara yang diharapkan dengan kenyataan yang terjadi.
Contoh pertanyaan adanya masalah
Apakah kopetensi awal siswa untuk mengikuti pembelajaran cukup memadai?
Apakah proses pembelajaran yang dilakukan cukup efektif?
Apakah sarana/prasarana pembelajaran cukup memadai?
Apakah perolehan pembelajaran cukup tinggi?
Apakah hasil pembelajaran cukup berkualitas?
Bagaimana melaksanakan pembelajaran dengan strategi pembelajaran inovasi
tertentu?
2)Megidentifikasi masalah
Masalah-masalah yang dihadapi tersebut dicari ciri masalahnya untuk dicari
masalah mana yang layak dipecahkan terlebih dahulu.
Tahap ini harus menemukan gagasan awal mengenai permasalahan actual yang
terkait dengan manajemen kelas, iklim belajar, PBM, sumber belajar, dan
perkembangan personal.
Cara mingidentifikasi masalah :
1)Menulis semua halyang terkait dengan pembelajaran yang dirasakan perlu
memperolehperhatian untuk menghindari dampak yang tidak diharapkan.
2)Memilah dan mengklasifikasikan masalah sesuai dengan jenisnya dan
menggidentifikasi frekuensi timbulnya masalah.
3)Mengurutkan masalah sesuai dengan tingkat urgensinya untuk
ditindaklanjuti
4)Peneliti memilih permasalahan yang urgen untuk dipecahkan.
3)Menganalisis masalah
Analisis masalah adalah untuk menentukan urgensi masalahjuga dimaksudkan
untuk mengetahui proses tindak lanjut perbaikan atau pemecahan yang dibutuhkan.
Analisis disini adalah kajian terhadap permasalahan dilihat dari segi kelayakanya.
Acuan pertanyaan analisis masalah :
a)Bagaimana konteks, situasi atau iklim lokasi masalah itu terjadi?
b)Apalagi kondisi prasyarat untuk terjadinya masalah?
c)Bagaimana keterlibatan masing-masing komponen pembelajaran dalam
terjadinya masalah?
d)Bagaimana alternative pemecahan yang dapat diajukan?
e)Bagaimana perkiraan waktu yang diperlukan untuk memecahkan masalah.
4)Memfokuskan masalah
Memfokuskan masalah adalah menentukan pilihan perbaikan yg akan dilakukan
dalam proses pembelajaran.
5)Merumuskan masalah
Deskripsi singkat tentang masalah yang harus dipecahkan dinyatakan dlm bentuk
pertanyaan/kalimat tanya atau pernyataan.
Masalah tersebut dijabarkan dan dirinci secara jelas dan operasional sehingga
tampak ruang lingkupnya.
KONSEP DASAR PENGELOLAAN KELAS
1.Pengertian
Manajemen kelas adalah suatu upaya yang dilakukan guru dalam rangka
menciptakan, mengkondisikan kelas seoptimal mungkin agar tercipta kelas yang kondusif
untuk proses belajar mengajar. Penciptaan suasana kelas yang kondusif guna menunjang
proses pembelajaran yang optimal menuntut kemampuan guru untuk mengetahui, memahami,
memilih, dan menerapkan pendekatan yang dinilai efektif menciptakan suasana kelas yang
kondusif dalam menunjang proses pembelajaran yang optimal. Jadi jelas betapa pentingnya
pengelolaan kelas guna menciptakan suasana kelas yang kondusif demi meningkatkan
kualitas pembelajaran. Pengelolaan kelas menjadi tugas dan tanggung jawab guru dengan
memberdayakan segala potensi yang ada dalam kelas demi kelangsungan proses
pembelajaran. Hal ini berarti setiap guru dituntut secara profesional mengelola kelas sehingga
tercipta suasana kelas yang kondusif mulai dari awal hingga akhir pembelajaran.
Manajemen kelas merupakan bagian integral pengajaran efektif yang mencegah
masalah perilaku melalui perencanaan, pengelolaan, dan penataan kegiatan belajar yang lebih
baik, pemberian materi pengajaran yang lebih baik, dan interaksi guru siswa yang lebih baik,
membidik pada pengoptimalan keterlibatan dan kerjasama siswa dalam belajar. Teknik
kontrol perilaku atau pendisiplinan pada akhirnya akan tidak terlalu efektif karena teknik
tersebut tidak mendorong perkembangan disiplin diri atau tanggung jawab anak sendiri atas
tindakannya. Nilai-nilai dan ketrampilan sosial harus diajarkan dan dicontohkan oleh guru.
Seorang pendidik atau guru perlu menguasai banyak faktor yang mempengaruhi
motivasi, prestasi dan perilaku siswa mereka. Lingkungan fisik di kelas, level kenyamanan
emosi yang dialami siswa dan kualitas komunikasi antar guru dan siswa merupakan faktor
penting yang bisa memampukan atau menghambat pembelajaran yang optimal. Guru
bertanggung jawab untuk berbagai siswa, termasuk mereka dari keluarga yang tidak mampu
atau kurang beruntung, siswa yang mungkin harus bekerja setelah sekolah, atau mereka yang
berasal dari kelompok minoritas etnis, agama atau bahasa atau mereka dengan berbagai
kesulitan atau kecacatan belajar. Tak satupun dari situasi atau faktor ini harus menyebabkan
masalah pendidikan, namun anak-anak ini mungkin beresiko mendapatkan pengalaman
sekolah yang negatif dan tak bermakna jika guru tidak responsif terhadap kebutuhan dan
kemampuan mereka atau mampu menggunakan pengajaran dan strategi kelas yang efektif
dan disesuaikan menurut individu.
Guru sebagai pengelola kelas merupakan orang yang mempunyai peranan yang
strategis yaitu orang yang merencanakan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan di kelas,
orang yang akan mengimplementasikan kegiatan yang direncanakan dengan subjek dan objek
siswa, orang menentukan dan mengambil keputusan dengan strategi yang akan digunakan
dengan berbagai kegiatan di kelas, dan guru pula yang akan menentukan alternatif solusi
untuk mengatasi hambatan dan tantangan yang muncul; maka dengan tiga pendekatan-
pendekatan yang dikemukakan, akan sangat membantu guru dalam melaksanakan tugas
pekerjaannya.
2.Urgensi Kompetensi Pengelolahan Kelas Bagi Guru Dan Siswa
Pengelolahan kelas sangat penting bagi guru dan siswa, karena dengan pengelolahan
kelas yang baik dan terkontrol dengan baik ini sangat berpengaruh terhadap pencapaian
tujuan pembelajaran. Jika guru dapat mengelolah kelas dengan baik, makna akan mudah
bagi guru dalam memberikan/mentransfer ilmu yang dimiliki seorang guru kepada siswa.
Dan siswapun akan merasa sangat nyaman dan mudah menerima ilmu yang yang di
sampaikan guru.
Dan jika guru tidak dapat mengelolah kelas dengan baik maka tujuan pembelajaran
akan sulit tercapai, dan guru pun akan mendapat kesulitan dalam proses belajar mengajar
karena kurang terkontrolnya aktivitas siswa dalam kelas. Jadi seorang guru itu harus
memiliki kemampuan untuk mengelolah kelas.
3.Perbedaan konsep pengelolaan kelas dengan pengelolaan pembelajaran
Pengelolahan kelas itu sangat berbeda dengan pengelolahan pembelajaran.
Pengelolaan kelas itu merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang
guru, sebab untuk tercapainya tujuan pembelajaran itu, selain dalam menyampaikan
materi, guru harus bisa mengelolah kelas sehingga tercipta kelas yang kondusif dan
disenangi oleh siswa. Untuk itu dalam pengelolaan kelas ini sangat dituntut upaya guru
untuk mengkondisikannya. Sedangkan pengelolaan pembelajaraan itu, juga usaha guru
tetapi lebih menekankan pada perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan tindak lanjut dalam
pembelajaran. Sehingganya nanti tercapainya tujuan pembelajaran yang sesuai dengan apa
yang direncanakan.
MENCIPTAKAN KELAS YANG KONDUSIF
Menata lingkungan fisik kelas yang kondusif
Lingkungan fisik kelas yang baik adalah ruangan kelas yang menarik, efektif dan
mendukung siswa dan guru dalam proses pembelajaran. Jadi yang dikatakan dengan
menata lingkungan fisik kelas yang kondusif adalah mengatur/menyetting ruangan kelas
sehingga dapat memotivasi siswa untuk melaksanakan pembelajaran dengan kondisi yang
aman, nyaman dan tentram dalam melaksanakan proses pembelajaran. Jika kelas yang
tidak ditata dengan baik maka akan dapat menghalangi baik itu siswa maupunguru dalam
dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Tujuan utama penataan lingkungan fisik kelas
adalah mengarahkan kegiatan siswa dan mencegah munculnya tingkah laku siswa yang
tidak diharapkan melalui penataan tempat duduk, perabot, dan barang-barang lainnya
yang ada di dalam kelas, sehingga memungkinkan terjadinya interaksi aktif antara siswa
dan guru serta antar siswa, dalam kegiatan pembelajaran. Selain itu penataan kelas harus
memungkinkan guru dapat memantau semua tingkah laku siswa sehingga dapat dicegah
munculnya masalah disiplin. Melalui penataan kelas, diharapkan siswa dapat memusatkan
perhatiannya dalam proses pembelajaran dan akan bekerja secara efektif.
Pembelajaran yang efektif dapat bermula dari kondisi kelas yang dapat
mendukung, menciptakan suasana belajar yang menggairahkan, untuk itu perlu
diperhatikan pengaturan atau penataan ruang kelas dan isinya, selama proses
pembelajaran. Dalam menata lingkungan fisik kelas, guru harus mempertimbangkan
beberapa hal sebagai berikut:
1.Visibility ( Keleluasaan Pandangan)
Visibility artinya penempatan dan penataan barang-barang di dalam kelas
tidak mengganggu pandangan siswa, sehingga siswa secara leluasa dapat
memandang guru, benda atau kegiatan yang sedang berlangsung. Begitu pula guru
harus dapat memandang semua siswa kegiatan pembelajaran.
2. Accesibility (mudah dicapai)
Penataan ruang harus dapat memudahkan siswa untuk meraih atau mengambil
barang-barang yang dibutuhkan selama proses pembelajaran. Selain itu jarak antar
tempat duduk harus cukup untuk dilalui oleh siswa sehingga siswa dapat bergerak
dengan mudah dan tidak mengganggu siswa lain yang sedang bekerja
3.Fleksibilitas (Keluwesan)
Barang-barang di dalam kelas hendaknya mudah ditata dan dipindahkan yang
disesuaikan dengan kegiatan pembelajaran. Seperti penataan tempat duduk yang
perlu dirubah jika proses pembelajaran menggunakan metode diskusi, dan kerja
kelompok.
4. Kenyamanan
Kenyamanan disini berkenaan dengan temperatur ruangan, cahaya, suara, dan
kepadatan kelas.
5.Keindahan
Prinsip keindahan ini berkenaan dengan usaha guru menata ruang kelas yang
menyenangkan dan kondusif bagi kegiatan belajar. Ruangan kelas yang indah dan
menyenangkan dapat berpengaruh positif pada sikap dan tingkah laku siswa
terhadap kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan.
Penyusunan dan pengaturan ruang belajar hendaknya memungkinkan anak
duduk berkelompok dan memudahkan guru bergerak secara leluasa untuk membantu
dan memantau tingkah laku siswa dalam belajar. Dalam pengaturan ruang belajar,
hal-hal berikut perlu diperhatikan menurut Conny Semawan,dkk. (udhiezx.wordpress:
3) yaitu:
1.Ukuran dan bentuk kelas
Keuntungan dan kerugian kelas, dilihat dari banyak sedikitnya siswa yaitu:
a.Kelas yang besar
Keuntungannya adalah mudah tercipta kelas yang hidup, siswa belajar dari
banyak ragam kawan sehingga mendapatkan banyak pengalaman
Kerugiannya adalah pengelolaannya sukar, banyak ragam kawan,
menimbulkan kesulitan jika tidak ada kecocokan
b.Kelas yang kecil
Keuntungannya adalah Mudah pengelolaannya, Sedikit terdapat
ketidakcocokan
Kerugiannya adalah Sukar diciptakan kelas yang hidup, Siswa tidak mendapat
kesempatan untuk belajar dari banyak ragam kawan
2.Bentuk serta ukuran bangku dan meja
Apabila tempat duduk bagus, tidak terlalu rendah, tidak terlalu besar, tidak
berat, bundar, dan sesuai dengan postur tubuh anak didik maka anak didik
dapat belajar dengan baik dan tenang. Sudirman mengemukakan beberapa
contoh formasi tempat duduk:
a.Posisi berhadapan
b.Posisi setengah lingkaran
c.Posisi berbaris kebelakang
Bentuk serta ukuran dan meja dalam kelas ini juga patut diperhatukan
oleh guru/pihak sekolah, karena bentuk serta ukuran dan meja itu harus
disesuaikan dengan siswanya, ini untuk kenyamanan siswa dalam belajar. Jika
ini tidak diperhatikan akan berdampak negative kepada siswa, contohnya
ukuran meja yang terlalu tinggi, shingga siswa sulit untuk menulis yang
nantinya berakibat pada tulang siswa.
3.Jumlah siswa dalam kelas
Pelaksanaan belajar mengajar dapat efektif, sebuah kelas terdiri dari
antara 30 sampai 40 orang siswa. Denganjumlah yang sesuai dengan kapasitas
maka dapat menimbulkan suasana kelas yang diinginkan. Karna jika siswa
terlalu banyak (lebih dari 40 orang dalam satu kelas) ini berakibat siswa akat
kesulitan dalam berinteraksi dengan teman dan guru yang mengajar. Jadi tidak
baik bagi siswa dan guru yang mengajar.
4.Jumlah siswa dalam setiap kelompok
Dalam pemecahan masalah siswa dalam setiap kelompok sebaiknya
hanya berjumlah 5 sampai 7 orang siswa, karena dalam formalitas dalam
kepemimpinan cepat muncul, ketegangan berkurang, perubahan sikap makin
kurang nampak, dan solidaritas kelompok bertambah.
5.Komposisi siswa dalam kelompok (seperti siswa yang pandai dan kurang
pandai, pria dan wanita).
Dalam pengelompokan siswa untuk memecahkan suatu masalah yang
diberikan guru, guru harus bisa membagi kelompok-kelompok kecil dalam kelas
secara heterogen. Agar terjadi keseimbangan pada setiap kelompok karena dalam
satu kelompok terdapat siswa yang pintar, biasa, dan kurang pintar.
Mempersiapkan suasana kelas yang kondusif
Menurut James Block memisahkan antara dua kegiatan yakni sebelum guru masukke
kelas (persiapan) dan pada waktu guru masuk kelas (pelaksanaan).
1.Sebelum guru masuk kelas
Tahap ini juga disebut tahap persiapan, dan disebut dengan kegiatan
menciptakan pra-kondisi. Pekerjaan ini dilakukan di luar kelas, sebelim guru
mengajar.
Caranya:
a.Merumuskan apa yang penting yang harus dimilki oleh siswa.
b.Merancang bantuan-bantuan yang cocok yang dapat diberikan kepada
siswa.
c.Merancang waktu yang sesuai dengan topik.
2.Pada waktu guru di kelas
Caranya:
a.Memperhatikan keragaman siswa sehingga guru memperlakukan mereka
dengan cara dan waktu yang berbeda.
b.Mengadakan pengukuran terhadap berbagai pencapaian siswa sebagai hasil
belajarnya
http://pendekarnyasar.multiply.com/journal/item/19/MANAGEMEN_KELAS
Top Related