DESKRIPSI TAR! GUEL PADA UPACARA PERKAWINAN
MASYARAKAT GAYO DI KOTA MEDAN
SKRIPSI SARJANA
DIKERJAKAN
0
L
E
H
DESI ARI NATALIA S.
N1M. 010707001
UNIVERS1TAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS SASTRA
JURUSAN ETNOMUSIKOLOGI
MEDAN
2008
Universitas Sumatera Utara
DESKRIPSI TARI GUEL PADA UPACARA PERKAWINAN
MASYARAKAT GAYO DI KOTA MEDAN
SKRIPSI SARJANA
DIKERJAKAN
0
L
E
H
DESI AR! NATALIA S.
NIM. 010707001
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. Kumalo Tarigan, MA Dra. Rithaony Hutajulu, MA
NIP. 131 571 756 NIP. 131 882 281
Skripsi mi diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra USU Medan, Untuk
melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Seni dibidang Etnomusikologi.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS SASTRA
JURUSAN ETNOMUSIKOLOGI
MEDAN
2008
Universitas Sumatera Utara
Disetujul Oleh
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Jurusan Etnomusikologi
Ketua,
Dra. Frida Deliana Harahap, MSI
NIP. 131 785 636
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR IS!
KATA PENGANTAR .............................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................... 1
1.2 Pokok Permasalahan ............................................ 4
1.3 Tujuan Dan Manfaat ........................................... 4
1.3.1 Tujuan .......................................................... 4
1.3.2 Manfaat ........................................................ 5
1.4 Konsep Dan Teori ................................................ 5
1.4.1 Konsep .......................................................... 5
1.4.2 Teori ............................................................. 8
1.5 Metode Penelitian ................................................. 9
1.5.1 Kerja Laboratorium ................................... 10
1.5.1.1 Studi Kepustakaan .......................... 10
1.5.1.2 Kerja Lapangan .............................. 11
1.5.1.2.1 Observasi ........................... 11
1.5.1.2.2 Wawancara ....................... 12
1.5.1.2.3 Perekaman ........................ 12
Universitas Sumatera Utara
BAB II LATAR BELAKANG SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT
GAYO
2.1 Masyarakat Gayo . ................................................ 13
2.2 Adat Istiadat ......................................................... 13
2.3 Agama Dan Kepercayaan .................................... 15
2.4 Bahasa ................................................................... 16
2.5 Kesenian ................................................................ 18
2.5.1 Seni Musik ................................................... 18
2.5.2 Seni Tari ....................................................... 19
2.5.3 Seni Rupa ..................................................... 21
BAB III DESKRIPSI TARI GUEL
3.1 Sejarah Tari Guel ................................................. 22
3.2 Bentuk Penyajian Dan Ragam Gerak Tari Guel 25
3.3 Perlengkapan Pertunjukan ................................. 52
3.3.1 Kostum ......................................................... 52
3.4 Pendukung Penyajian Tari Guel ........................ 53
3.4.1 Pemusik Dan Alat Musik ............................ 53
3.4.2 Syair Tari Guel ............................................ 56
Universitas Sumatera Utara
BAB IV PENGGUNAAN DAN FUNGSI TARI GUEL
4.1 Penggunaan Tan Guel ...................................... 60
4.2 Fungsi Tan Guel ................................................ 62
4.2.1 Fungsi Sosial ............................................. 63
4.2.2 Fungsi Stimulan ........................................ 63
4.2.3 Fungsi Komunikasi ................................... 64
4.2.4 Seni Sebagai Sarana Ritual ..................... 64
4.2.5 Seni Sebagai Sarana Hiburan Pribadi ... 65
4.2.6 Seni Sebagai Presentasi Estesis ............... 65
BAR V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ........................................................ 66
5.2 Saran .................................................................. 67
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Penu1is mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan atas kasih karunia-
Nya yang begitu besar kepada penulis sehingga bisa menyelesaikan skripsi ini.
Untuk menyelesaikan skripsi ini, penulis hanyak mendapatkan bantuan
dan dukungn dari berbagai pihak, karena itu dalam kesempatan ini penuliss ingin
mengucapkan terimakasih kepada:
- Dekan Fakutas Sastra, Bapak Drs.Syaifuddin,M.A, Ph.D
- Ibu Dra.Frida Deliana, Msi selaku Kepala Dapertemen Etnomusikologi
- Ibu Dra.Heristina Dewi,M.Pd selaku Sekretanis Kepala Dapeteiiien
Etriomusikologi
- Bapak Drs.Kumalu Tarigan,M.A sebagai dosen pembimbing I, yang telah
banyak memberikan bimbingan, meluangkan waktu dan pemikiran kepada
penulis hingga akhirnya penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.
- Ibu Dra.Rithaony Hutajulu,M.A sebagai pembimbing II, yang telah banyak
:memberikan bimbingan, meluangkan waktu dan pemikiran, kepada penulis
hingga akhirnya penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.
- Bapak Drs.Fadlin, sebagai dosen wali penulis.
- Kepada Seluruh Staf Pengajar Dapertemen Etnomusikologi yang telah mendidik
penulis, tanpa mereka semua penulis tidak akan bisa mendapatkan ilmu seperti
sekarang ini.
- Kepada seluruh informan. tanpa mereka penulis tidak bisa membuat tulisan ini
menjadi sebuah skripsi yang sempurna dan layak untuk dijadikan tulisan.
- Kepada keluarga. terutama kedua orang tuaku tercinta K.Simangunsong dan
Alm.M. Hutabarat, buat kedua kakak aku yang tercinta Iyut dan Rina yang telah
mendukung penulis sepenuhnya dalam penulisan skripsi ini.
- Kepada seluruh teman-teman stambuk 01, atas dukungan moral dan bantuanya.
- Kepada keluarga besar Etnomusikologi ( IME ), terimakasih banyak atas
kekeluargaan selama ini, Edward Bangun, Rasmin, Karto, Rudi, yang selalu
memberi masukan dan mendukung penulis.
- Kepada rekan kerja/karyawan Belmondo, terimakasih banyak atas
pengertiannya.
Universitas Sumatera Utara
- Kepada teman-teman yang tidak tersebut namanya, termakasih banyak.
Dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. itu semua
tidak terlepas dari kesilapan dan kelemahan penulis sebagai manusia. Namun
kiranya skrspsi ini dapat berguna dalam penambahan ilmu dimasa yang akan
datang. Baik dalam hal pendidikan maupun dalam hal kebudayaan kepada
masyarakat yang ada di Kota Medan.
Medan, Maret 2008
Penulis
Desi Ari Natalia
Universitas Sumatera Utara
A B S T R A K S I
Dalam kegiatan adat-istiadat masyarakat Batak Toba, tortor merupakan
satu hal yang memiliki peranan yang sangat penting. Salah satu peranan tortor
adalah memiliki makna perlambangan status sosial. Yakni, dengan penyajiannya
maka seseorang dan orang lain dapat mengetahui posisinya dimata masyarakat.
Disamping itu, tortor juga memiliki makna bentuk penghormatan terhadap orang
lain.
Upacara-upacara adat biasanya tidak luput dari acara manortor/tortor.
Sampai saat ini kegiatan manortor atau tortor masih tetap dipertahankan. Namun
ada ada beberapa pendapat yang mengatakan bahwa kegiatan manortor sudah
tidak seperti dulu lagi. Orang Batak yang sekarang sudah jarang ditemukan dapat
manortor dengan baik.
Secara sadar atau tidak sadar sejak masuknya agama Kristen ke Tanah
Batak,cara berfikir masyarakatnya juga turut berubah.dalam memandang tortor.
Mereka cenderung memandang manortor berkaitan dengan kepercayaan
animisme. Tortor secara pelan-pelan mulai ditinggalkan dan kurang diperhatikan.
Apabila ada kegiatan yang menuntut penyajiaan tortor, maka dilaksanakan hanya
sebagai simbolis demi kelancaran kegiatan tersebut.
Dampaknya terlihat dengan mulai berkurangnya orang-orang yang
manortor dengan baik dan sungguh-sungguh. Hal ini juga berkaitan dengan
pandangan orang Batak yang sekarang yaitu, apabila mampu manortor dengan
baik maka dianggap sedang trance/kemasukan roh.
Universitas Sumatera Utara
Perubahan tortor pada masa sekarang ini cukup menarik untuk diteliti.
Penelitian lebih jauh diharapkan agar dapat mengetahui faktor-faktor perubahan
tersebut. Penulis berfikir dengan kegiatan penelitian yang lebih khusus akan dapat
mengungkapkan kebenaran mengenai tortor.
Disini penulis ingin mengangkat tortor dalam kegiatan penelitian dengan
tujuan menjadikan hasil penelitian kedalam bentuk karya ilmiah berupa skripsi.
Sekaligus mengaplikasikan ilmu yang telah didapat dibangku kuliah jurusan
Etnomusikologi Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.
Mengingat pembahasan tentang tortor ini sangat luas, maka disini penulis
ingin memfokuskan penelitian kepada perubahan tortor yang ada sekarang dengan
tortor pada masa lampau. Upacara yang melibatkan tortor juga dibatasi kepada
tortor yang digunakan pada upacara perkawinan. Judul penelitian ini penulis buat
“Perubahan Tortor Pada Upacara Perkawinan Masyarakat Batak Dulu Dan
Sekarang”
Demikianlah abstraksi pengajuan judul penelitian ini penulis buat, besar
harapan penulis atas dukungan dan motivasi dari dosen pembimbing dan rekan
mahasiswa sekalian. Atas perhatiannya penulis mengucapkan terimakasih.
Medan, Februari 2008
( Desi Ari Natalia)
Universitas Sumatera Utara
B A B I
P E N D A H U L U A N
1.1. Latar Belakang
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J.
Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang
terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh
masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu
generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic.
Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian, nilai,
norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan
lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi
ciri khas suatu masyarakat.
Tylor mengatakan, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks,
yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum,
adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai
anggota masyarakat. Sedangkan menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman
Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat1.
Kesenian sebagai salah satu unsur kebudayaan turut berkembang seiring
dengan masyarakat pendukungnya. Kesenian yang telah berjalan secara turun
temurun, dari generasi ke generasi dapat merupakan identitas pribadi sebuah
1 Pengertian kebudayaan penulis kutip dari http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya.
Universitas Sumatera Utara
masyarakat. Demikian juga halnya dengan pada salah satu etnis yang terdapat
didaerah Aceh yaitu etnis Gayo.
Masyarakat Gayo adalah salah satu etnis yang berasal dari daerah Aceh
Tengah, sebagian Aceh Timur, Bener Meriah, dan Kabupaten Gayo Lues2. Daerah
asal kediaman orang Gayo biasa dinamakan dataran tinggi Gayo, dan mereka
biasanya menyebutnya dengan tanoh Gayo (Tanah Gayo). Kini daerah tersebut
menjadi bagian dari wilayah beberapa kabupaten yakni (a) seluruh wilayah
Kabupaten Aceh Tengah, (b) sebagian dari wilayah Kabupaten Aceh Tenggara (c)
Sebagian kecil dari wilayah Kabupaen Aceh Timur dan (d) seluruh wilayah
Kabupaten Gayo Lues. Dataran tinggi Gayo ini ditandai dengan sebuah danau,
yaitu “Danau Laut Tawar” yang mempunyai luas kira-kira + 5 x 18 Km persegi
yang menghampar diantara sela-sela bukit barisan di pinggiran ibu kota kabupaten
Aceh Tengah, Takengon, yang juga di kelilingi oleh gunung-gunung, seperti
gunung/ burni birah payang, burni Entem-entem, burni Perehen, burni Gentala,
burni Pepanyi, Burni Telong, burni Gerunte, dan lain-lain.
Pada kesenian Gayo, dikenal salah satu bentuk tari yang disebut dengan
tari guel. Tari guel biasanya disajikan pada upacara perkawinan. Tetapi bisa juga
tari guel ini, dijadikan tarian pada upacara-upacara penyambutan. Misalnya pada
saat upacara peresmian-peresmian, seminar atau HUT Kemerdekaan RI. Tari ini
disajikan dengan tujuan menyambut undangan kehormatan.
2 Kabupaten Gayo Lues adalah salah satu Daerah Tingkat II di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Aceh Tenggara dan berdiri dengan Dasar Hukum UU No.4 Tahun 2002 pada tanggal 10 April 2002. Kabupaten ini berada di gugusan pegunungan Bukit Barisan, sebagian besar wilayahnya merupakan area Taman Nasional Gunung Leuser yang telah dicanangkan sebagai warisan dunia. Kabupaten ini merupakan kabupaten yang paling terisolasi di NAD (http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Gayo_Lues)
Universitas Sumatera Utara
Tari guel ini sudah menyebar seiring dengan penyebaran masyarakat Gayo
di seluruh wilayah Indonesia. Penyebaran tersebut, secara otomatis turut
membawa adat kebiasaan mereka dari daerah asal. Sehingga ragam kesenian
mereka dapat kita temukan di tempat mereka berdomisili3.
Kita dapat menemukan komunitas etnis Gayo di Kota Medan. Salah
satunya adalah Gabungan Mahasiswa Gayo-Sumatera Utara (GMG-SU). Selain
sebagai wadah silaturahmi khususnya mahasiswa dari etnis Gayo, GMG-SU ini
juga menaungi salah satu wadah kesenian yang disebut dengan Sanggar
Teganing. Sekretariat organisasi ini berada di belakang kompleks pekuburan
muslim dijalan Halat. Sekaligus merupakan tempat latihan rutin bagi Sanggar
Teganing, setiap hari minggu sore sekitar pukul 16.00 WIB. Sanggar inilah yang
sering menyajikan tari Guel pada acara-acara yang berkaitan dengan adat-istiadat
Gayo di Kota Medan.
Jumlah penari dalam pertunjukan tari guel biasanya berjumlah tujuh orang
wanita dan seorang pria. Penari pria disebut dengan gajah. Bisa juga tari ini
dikomposisikan dengan tujuh orang penari wanita dan dua orang penari pria.
Penari pria pertama disebut dengan gajah dan penari pria kedua disebut dengan
guru guel. Tarian ini disajikan dalam durasi sekitar 15 menit.
Tari ini diyakini oleh masyarakat Gayo lahir pada saat kepemimpinan Raja
Linge ke 14. Pada saat itu Raja Linge ke 14 membunuh salah seorang saudara
tirinya yang bernama Bener Meriah, berasal dari Johor Malaysia yang pada saat
itu berkunjung ke Linge bersama dengan adiknya, Sengeda. Bener Meriah dan
3 Wawancara dengan Abang Saukani Gayo 26 Februari 2008
Universitas Sumatera Utara
Sengeda merupakan putra Raja Linge ke 13 dari istri kedua yang berasal dari
Johor Malaysia4.
Musik pengiring dalam pertunjukan tari guel adalah sebuah gegedem (alat
musik pukul yang mirip dengan rebana), Sebuah alat musik tiup yang disebut
dengan soling (suling), teganing alat musik pukul yang terbuat dari satu ruas
bambu dengan senar yang berasal dari kulit bambu tersebut. Disamping itu ada
tiga buah gong yang memiliki ukuran kecil, sedang dan besar. Gong yang kecil
disebut dengan canang. Gong yang sedang disebut dengan memong. Gong yang
besar disebut dengan gong.
Setelah beberapa kali menyaksikan tari guel penulis merasa tertarik
meneliti lebih jauh tentang tari guel pada masyarakat Gayo khususnya masyarakat
Gayo yang berdomisili di Medan. Penulis melihat bahwa tari ini memiliki cirikhas
tersendiri, baik dari gerak, bentuk penyajian dan sejarah keberadaannya.
Penulis ingin mengetahui bagaimana deskripsi penyajian serta penggunaan
dan fungsi tari guel. Penulis merasa perlu kiranya mengadakan penelitian yang
lebih khusus dan bersifat ilmiah. Dengan demikian penulis membuat judul
penelitian ini: Deskripsi Tari Guel Pada Upacara Perkawinan Masyarakat
Gayo di Kota Medan.
1.2 Pokok Permasalahan
Pokok permasalahan yang ingin dibahas dalam tulisan ini adalah sebagai
berikut:
4 Wawancara dengan Abang Saukani 26 Februari 2008
Universitas Sumatera Utara
1. Mendeskripsikan penyajian tari guel pada upacara perkawinan pada
masyarakat Gayo di Kota Medan.
2. Penggunaan dan fungsi tari guel pada pada upacara perkawinan
masyarakat Gayo di Kota Medan.
1.3 Tujuan Dan Manfaat
1.3.1 Tujuan
Tujuan penulis dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui sejarah keberadaan tari guel.
2. Untuk mengetahui deskripsi penyajian tari guel pada upacara
perkawinan masyarakat Gayo di Kota Medan.
3. Untuk mengetahui, penggunaan dan fungsi tari guel yang disajikan
dalam upacara perkawinan masyarakat Gayo di Kota Medan.
4. Untuk mengetahui aspek-aspek aspek-aspek tari yang terdapat dalam
tari guel, meliputi, gerak, pola lantai, busana, serta musik pengiring
tari
1.3.2 Manfaat
Adapun manfaat yang kira dapat dicapai dalam penelitian ini
adalah:
1. Bermanfaat sebagai sumber informasi mengenai salah satu bentuk tari
tradisional yang terdapat di Indonesia.
2. Bermanfaat sebagai salah satu bentuk antisipasi seandainya bentuk
kesenian ini punah namun belum sempat dituliskan.
Universitas Sumatera Utara
3. Sebagai literatur tambahan mengenai bentuk-bentuk kesenian yang
menjadi kekayaan budaya Indonesia.
1.4 Konsep dan Teori
1.4.1Konsep
Menurut Melly G Tan, dalam Koentjaraningrat (1991:21) “konsep
sebenarnya adalah definisi secara singkat dari kelompok fakta atau gejala. Konsep
merupakan definisi dari apa yang akan kita amati, konsep menentukan antara
variabel-variabel mana yang kita inginkan, untuk menentukan hubungan empiris”.
Untuk memahami penggunaan dan fungsi yang penulis maksud dalam
penelitian ini, mengacu kepada pendapat Alan P Merriam (1964:210) mengenai
fungsi dan penggunaan alat musik. Dimana diartikan bahwa use (penggunaan)
menitik beratkan pada masalah situasi atau bagaimana musik itu digunakan,
sedangkan function menitik beratkan pada alasan penggunaan atau tujuan
pemakaian musik, terutama maksud yang lebih luas, sampai sejauh mana musik
itu mampu memenuhi kebutuhan manusia itu dalam konteks penyajiannya.
Pendapat Alan P Merriam tersebut, memang ditujukan untuk memberikan
pengertian mengenai penggunaan dan fungsi terhadap musik atau penyajian
musik. Penulis melihat bahwa pendapat beliau dapat juga diterapkan untuk
memberikan pengertian tentang penggunaan dan fungsi tari.
Tari sejak awal merupakan sebuah seni kolektif sebab dalam proses dan
kerangka wujudnya tempat dibentuk oleh berbagai disiplin seni yang lain
misalnya sastra, musik, seni rupa dan seni drama. Bahkan tari pada mulanya
Universitas Sumatera Utara
dianggap induk dari drama5. Elemen yang paling mendasar dari tari adalah gerak
tubuh yang diselaraskan dengan ritme dan membutuhkan dimensi ruang dan
waktu.
Menurut Soedarsono (1977:17) “tari adalah ekspresi jiwa yang
diungkapkan melalui gerak-gerak ritmis yang indah”. Corrie Hartong mengatakan
“tari adalah gerak-gerak yang diberi bentuk dan ritmis dari tubuh dan ruang6”.
Jhon Martin, mengatakan “substansi baku tari adalah gerak7”.
Tari guel merupakan salah satu bentuk kesenian yang menjadi kebanggaan
bagi masyarakat Gayo. Tari guel pada masyarakat Gayo biasanya disajikan dalam
upacara perkawinan, pesta-pesta adat atau perayaan-perayaan lainnya. Tarian ini
ditampilkan pada saat proses penyambutan tamu yang dihormati.
Jumlah penari dalam pertunjukan tari guel biasanya berjumlah tujuh orang
wanita dan seorang pria. Penari pria disebut dengan gajah. Bisa juga tari ini
dikomposisikan dengan tujuh orang penari wanita dan dua orang penari pria.
Penari pria pertama disebut dengan gajah dan penari pria kedua disebut dengan
guru guel. Biasanya tarian ini disajikan dalam durasi sekitar 15 menit.
Tari guel ini bercerita tentang, sejarah gajah putih pada masyarakat Gayo.
Legenda tentang gajah putih pada masyarakat Gayo merupakan satu hal yang
sangat istimewa. Dimana pada waktu itu gajah putih dapat dijinakkan dengan
tarian ini. Gerakan-gerakan tari guel ini diyakini merupakan penggambaran dari
gerakan gajah yang menari. Tari ini memiliki sejarah yang melegenda bagi
masyarakat Gayo. Sehingga tari ini merupakan kesenian yang menonjol sekaligus
juga sebagai wujud identitas budaya pada masyarakat Gayo. 5 Robby Hidajat M.Sn dalam Wawasan Seni Tari (2005:1) 6 Pengantar Pengetahuan Tari, Oleh Tuti Rahayu (2000:03) 7 ibid
Universitas Sumatera Utara
Gayo adalah sebuah nama sebuah suku bangsa yang mendiami dataran
tinggi di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Suku Gayo mendiami tiga
kabupaten yaitu Kabupaten Aceh Tengah, Kabupaten Bener Meriah dan
Kabupaten Gayo Lues. Suku Gayo juga mendiami kecamatan Kecamatan Serba
Jadi di Kabupaten Aceh Timur.
Drs. Haji Mahmud Ibrahim dalam bukunya “Mujahid Dataran Tinggi
Gayo” dan dalam buku “Aceh Tengah Daerah Pariwisata” menyatakan bahwa
orang Gayo berasal dari Hindia Belakang dan yang termasuk kedalam Melayu
Tua. Mereka masuk kedaerah Perlak gelombang pertama, dan seterusnya
membentuk sebuah kerajaan disana. Dalam buku tersebut selanjutnya dijelaskan
tentang silsilah Sultan Abdul Kadir Syah berikutnya dengan sejarah berdirinya
Kerajaan Perlak dan kemudian menurunkan keturunan yang memimpin Kerajaan
Linge I.
1.4.2. Teori
Teori merupakan landasan atau kerangka berfikir dalam membahas
permasalahan. Sumantri (1993:143) mengatakan, teori juga merupakan
pengetahuan ilmiah yang mencakup penjelasan mengenai suatu faktor tertentu
dari sebuah disiplin keilmuan. Koentjaraningrat (1977:30) bahwa pengetahuan
yang diperoleh dari buku-buku, dokumen-dokumen serta pengalaman kita sendiri
merupakan landasan dari pemikiran untuk memperoleh pengertian tentang teori-
teori yang bersangkutan.
Pendapat dari Herkovits dalam Soerjono (1980:980) memandang suatu
kebudayaan sebagai suatu sistem organik, karena kebudayaan turun temurun dari
Universitas Sumatera Utara
generasi ke generasi dan tetap hidup, walaupun orang-orang yang menjadi
anggota masyarakat senantiasa silih berganti yang disebabkan kematian dan
kelahiran. Pendapat ini sesuai dengan keberadaan tari guel pada masyarakat Gayo,
yang tetap eksis sampai sekarang.
Fungsi adalah kegunaan atau tujuan. Dalam Kamus Umum Bahasa
Indonesia yang di tulis oleh W.J.S Poerwadarminta (1984:283) fungsi adalah
pekerjaan yang dilakukan untuk mencapai tujuan.
Menurut Soedarsono (1972:22) tari dapat berfungsi sebagai :
a. Sarana upacara-upacara keagamaan yang masih kuat unsur-unsur kepercayaan
kuno.
b. Sarana untuk mengungkapkan kegembiraan dan pergaulan
c. Sarana pertunjukan yang timbul dari perasaan untuk memberikan hiburan atau
kepuasan bathin manusia
Yuliani Parani (1953:28) mengatakan bahwa fungsi tari ada tiga hal yaitu:
1. Fungsi sosial, yakni sebagai penunjang, aspek kehidupan, masyarakat,
seperti dalam upacara kehidupan, siklus kepercayaan, hubungan manusia
dengan manusia, masyarakat dengan masyarakat
2. Fungsi stimulan, yakni memberi sebagai emosi baik secara individu
maupun kelompok.
3. Fungsi komunikasi, yakni hubungan manusia dengan lingkungan dan masa
lampau dengan kekuatan penguasaan yang dilaksanakan.
Pendapat-pendapat dari Soedarsono dan Yuliani Parani diatas, dapat
menjadi acuan untuk melihat fungsi penyajian tari guel pada masyarakat Gayo
dikota Medan.
Universitas Sumatera Utara
1.5 Metode Penelitian
Dalam suatu kegiatan penelitian ilmiah membutuhkan suatu metode
penelitian agar pekerjaan dapat diselesaikan dengan baik dan sistematis. Hal ini
sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Koentjaraningrat (1985:7) yang
mengatakan bahwa, metode adalah cara atau jalan. Sehubungan dengan upaya
ilmiah, maka metode menyangkut masalah cara kerja. : yaitu cara kerja untuk
dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan.
Metode yang dapat penulis terapkan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
deskriptif dengan pendekatan kualiatif. Penelitian yang bersifat deskriptif,
bertujuan menggambarkan secara tepat sifat sifat suatu individu, keadaan gejala
atau kelompok tertentu atau untuk menentukan frekuensi atau penyebaran suaty
gejala atau frekwensi adanya hubungan tertentu antara suatu gejala lain dalam
masyarakat. Dalam hal ini mungkin ada hipotesa-hipotesa, mungkin belum,
tergantung dari sedikit banyaknya pengetahuan tentang masalah yang
bersangkutan (Koentjaraningrat, 1991:29)
Sedangkan menurut Hadari dan Mimi Martini (1994:176) penelitian yang
bersifat kualitatif yaitu rangkaian kegiatan atau proses menjaring data atu
informasi yang bersifat sewajarnya mengenai suatu masalah dalam kondisi
aspek/bidang kehidupan tertentu pada objeknya. Penelitian ini tidak
mempersoalkan sampel dan popolasi sebagaimana dalam penelitian kuantitatif.
Dalam mngumpulkan data data yang nantinya dapat digunakan untuk
menjawab segala permasalahan yang ada, Nettl (1963:62-64) menawarkan dua
cara kerja lapangan yaitu lapangan (field work) dan kerja laboratorium (desk
Universitas Sumatera Utara
work).
1.5.1 Kerja Laboratorium (Desk Work)
Kerja laboratorium merupakan kegiatan penelitian untuk mengumpulkan
tulisan-tulisan untuk dijadikan sebagai referensi. Bagian dari kerja laboratorium
adalah pengolahan data-data dari hasil penelitian lapangan, dan data-data yang
didapat dari studi kepustakaan.
1.5.1.1 Studi Kepustakaan
Kepustakaan merupakan suatu proses pencarian literatur dan sumber
bacaan yang nantinya dapat memperlancar proses penelitian. Kegiatan ini
merupakan teknik untuk melengkapi kekurangan-kekurangan data sekaligus
sebagai media untuk melengkapi dan menganalisa data-data yang diperoleh dalam
penelitian lapangan. Selain sumber bacaan berupa buku, makalah, jurnal, buletin
dan artikel, penulis juga berusaha mencari referensi lain dari internet.
1.5.1.2 Kerja Lapangan (Field Work)
Kegiatan Kerja lapangan yang dilaksanakan oleh penulis adalah dengan
turun langsung kedalam objek yang akan diteliti. Dalam mendapatkan data-data
pada saat penelitian lapangan penulis melakukan beberapa cara, yaitu : Observasi,
wawancara, dan perekaman.
Universitas Sumatera Utara
1.5.1.2.1 Observasi
Salah satu teknik dalam dalam penelitian lapangan adalah dengan
melakukan observasi terlebih dahulu terhadap objek yang hendak diteliti.
Tujuannya adalah untuk melihat secara langsung sekaligus berada ditempat dan
waktu keberadaan objek dengan segala unsur-unsur pendukung objek yang
hendak diteliti. Disamping itu Akan lebih mudah bagi seorang peneliti untuk
mengetahui langkah-langkah selanjutnya dalam kegiatan penelitian yang akan
dilaksanakannya.
Soehartono (1995:69) mengatakan bahwa,. Observasi atau pengamatan
dapat berarti setiap kegiatan untuk melakukan pengukuran dengan menggunakan
indera penglihatan, yang juga berarti tidak melakukan pertanyaan-pertanyaan.
Kemudian pendapat ini diperkuat lagi dengan pendapat Muhammad Ali (1987:25)
yang mengatakan bahwa : “observasi adalah penelitian yang dilakukan dengan
cara mengadakan pengamatan terhadap subyek, baik secara langsung maupun
tidak menggunakan teknik yang disebut dengan pengamatan”.
1.5.1.2.2 Wawancara
Setelah mengadakan beberapa pengamatan maka penulis dapat memiliki
sedikit wawasan tentang objek yang hendak diteliti. Maka kegiatan penelitian
penulis lanjutkan dengan kegiatan wawancara. Menurut pendapat
Koentjaraningrat, (1981:36), kegiatan wawancara secara umum dapat dibagi tiga
kelompok yaitu: persiapan wawancara, teknik bertanya dan pencatatan data hasil
wawancara.
Universitas Sumatera Utara
Penulis juga mengacu pada pendapat Suhartono (1995:67) wawancara
adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan mengajukan pertanyaan
secara langsung oleh pewawancara jawaban responden akan dicatat atau direkam
dengan alat perekam (tape recorder)
1.5.1.2.3 Perekaman
Untuk merekam data hasil penelitian dan wawancara penulis
menggunakan Tape Recorder Sony Walkman WM-EX170, dengan media
penyimpanan pada pita kaset Maxxel 60 Normal UR.
Universitas Sumatera Utara
BAB II
LATAR BELAKANG SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT GAYO
2.1 Masyarakat Gayo
Gayo merupakan satu istilah untuk menyatakan sebuah suku yang berasal
dari wilayah Kabupaten Aceh Tengah, Kabupaten Bener Meriah, dan Kabupaten
Gayo Lues. Sebagian ada juga yang berdomisili di kecamatan Serbajadi
Kabupaten Aceh Timur. Suku ini merupakan salah satu suku asli dalam wilayah
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Kelompok etnik Gayo, mendiami bagian tengah atau pedalaman dari
wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Wilayah asal orang Gayo ini biasa
pula disebut Dataran Tinggi Gayo, yang merupakan bagian dari tali temali Bukit
Barisan di Pulau Sumatera. Dalam wilayah ini terletak danau mungil Laut Tawar
yang cukup indah sekaligus wilayah ini merupakan kawasan suaka alam Gunung
Leuser. Sebuah kekayaan alam yang mewariskan kekayaan alam flora dan fauna
pada dunia, diantaranya primata langka yang disebut “orang utan”
(pongopygmeus).
2.2 Adat Isitiadat
Di masa lalu masyarakat Gayo telah merumuskan prinsip – prinsip adat
yang disebut kemalun ni edet. Prinsip adat ini menyangkut “harga diri” (malu)
yang harus dijaga, diamalkan, dan dipertahankan oleh kelompok kerabat tertentu,
Universitas Sumatera Utara
BAB II
LATAR BELAKANG SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT GAYO
2.1 Masyarakat Gayo
Gayo merupakan satu istilah untuk menyatakan sebuah suku yang berasal
dari wilayah Kabupaten Aceh Tengah, Kabupaten Bener Meriah, dan Kabupaten
Gayo Lues. Sebagian ada juga yang berdomisili di kecamatan Serbajadi
Kabupaten Aceh Timur. Suku ini merupakan salah satu suku asli dalam wilayah
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Kelompok etnik Gayo, mendiami bagian tengah atau pedalaman dari
wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Wilayah asal orang Gayo ini biasa
pula disebut Dataran Tinggi Gayo, yang merupakan bagian dari tali temali Bukit
Barisan di Pulau Sumatera. Dalam wilayah ini terletak danau mungil Laut Tawar
yang cukup indah sekaligus wilayah ini merupakan kawasan suaka alam Gunung
Leuser. Sebuah kekayaan alam yang mewariskan kekayaan alam flora dan fauna
pada dunia, diantaranya primata langka yang disebut “orang utan”
(pongopygmeus).
2.2 Adat Isitiadat
Di masa lalu masyarakat Gayo telah merumuskan prinsip – prinsip adat
yang disebut kemalun ni edet. Prinsip adat ini menyangkut “harga diri” (malu)
yang harus dijaga, diamalkan, dan dipertahankan oleh kelompok kerabat tertentu,
Universitas Sumatera Utara
kelompok satu rumah (sara umah), klan (belah), dan kelompok yang lebih besar
lagi.Prinsip adat meliputi empat hal berikut ini :
1.Denie Terpancangi : Harga diri, menyangkut hak-hak atas wilayah
2. Nahma teraku : Harga diri yang menyangkut kedudukan yang sah.
3.Bela mutan : Harga diri yang terusik karena ada anggota kelompoknya
yang disakiti atau dibunuh.
4.Malu tertawan :harga diri yang terusik karena kaum wanita dari anggota
kelompoknya diganggu atau difitnah pihak lain.
Skema Sistem Nilai Budaya Gayo
Keterangan:
M : mukemel ( harga diri ) Tp : tertip (tertib) St : setie (setia) Sg : semayang Gemasih (kasih sayang ) Mt : mutentu (kerja keras) An : amanah (amanah)
Universitas Sumatera Utara
Gm : genap mupakat (musyawarah) At : alang tulung (tolong menolong) Bs : bersikemelen ( kompetitif)
Skema tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. Sistem nilai budaya Gayo
terbagi menjadi nilai “utama” yang disebut “harga diri” (mukemel=M). untuk
mencapai harga diri itu, seorang harus mengamalkan atau mengacu pada sejumlah
nilai lain, yang disebut nilai “penunjang”. Nilai – nilai penunjang itu adalah :
“tertib” (Tp), setia (St), kasih sayang” (Sg), “kerja keras”(Mt), “amanah” (An),
“musyawarah”(Gm), “tolong- menolong”(At). Untuk mewujudkan nilai – nilai ini
dalam mencapai “harga diri” mereka harus berkompetisi. Kompetisi itu sendiri
merupakan sebuah nilai, yaitu “nilai kompetitif” (Bs) yang merupakan nilai
penggerak.
2.3 Agama Dan Kepercayaan
Masyarakat Aceh, adalah masyarakat teritorial keagamaan. Tesa ini lahir
berdasarkan tiga hal: Pertama, kehidupan keluarga dalam masyarakat Aceh yang
bersifat parental dan dalam hal-hal tertentu bersifat bilateral. Kedua, orang Aceh
berkehidupan pada sebuah wilayah yang bernama gampong yang berada di bawah
koordinasi mukim, dengan meunasah sebagai sentralnya. Ketiga, kepemimpinan
gampong bersifat dwitunggal yang diibaratkan seorang ayah dan ibu, yakni
geusyik dan imuem meunasah8.
Terlepas bagaimana pemahaman keagamaan yang ada di Aceh, yang jelas,
agama menjadi alat ukur utama budaya di Aceh. Sebuah budaya yang tidak sesuai
8 http://www.acehinstitute.org/opini_sulaiman_tripa_memahami_budaya.htm
Universitas Sumatera Utara
dengan agama (Islam), dengan sendirinya tidak dianggap sebagai budaya Aceh.
Berbagai referensi tentang kebudayaan di Aceh tercatat seperti itu.
Demikian juga dengan masyarakat Gayo. Bagi mereka segala aspek
kehidupan selalu ditinjau dari aspek agama. Sehingga setiap unsur kebudayaan
dalam masyarakat Gayo selalu memiliki kaitan dengan unsur keagamaan. Salah
satu unsur kebudayaan yang jelas terlihat berkaitan dengan agama yang dianut
oleh masyarakat Gayo adalah bidang kesenian. Kesenian cenderung dijadikan
sebagai elemen untuk menyiarkan agama sekaligus wadah dalam berdakwah.
Bisa dikatakan bahwa hampir seluruh etnis Gayo merupakan pemeluk
agama Islam. Bahkan masyarakat Gayo yang berdomisi di luar wilayah Aceh,
merupakaan pemeluk agama Islam.
2.4 Bahasa
Bahasa Gayo merupakan salah satu bahasa yang ada di Nusantara.
Keberadaan bahasa ini sama tuanya dengan keberadaan orang Gayo “urang Gayo”
itu sendiri di Indonesia. Kita tidak bisa memisahkan bahasa Gayo dengan
penuturnya “urang Gayo” dan sebaliknya. Sementara orang Gayo “urang Gayo”
merupakan suku asli yang mendiami Nanggroe Aceh Darussalam. Golongan ini
termasuk dalam golongan Melayu tua atau proto Melayu yang mendiami daerah
ini sebelum kedatangan melayu muda termasuk orang Aceh. Mereka memiliki
bahasa, adat istiadat sendiri yang membedakan identitas mereka dengan suku-
suku lain yang ada di Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
Dalam bahasa Gayo, kita juga mengenal tingkat kesopanan yang
ditunjukan dengan tutur (memanggil seseorang) dengan panggilan yang berbeda.
Hal tersebut menunjukan tata krama, sopan santun, rasa hormat, penghargaan dan
kasih sayang. Kepada orang tua, misalnya, akan memiliki tutur yang berbeda
dengan anak-anak. Dapat kita contohkan, pemakaian ko dan kam, yang keduanya
berarti kamu (anda) Panggilan ko biasa digunakan dari orang tua dan/atau lebih
tua kepada yang lebih muda, sebaliknya, terasa janggal atau tidak sopan bila yang
muda menggunakan kata ini kepada orang yang lebih tua. Kata kam sendiri lebih
sopan dibandingkan dengan ko. Selain itu, kam ini menunjukan makna jamak dan
panggilan intim antara suami istri.
Dalam pergaulan sehari-hari antar orang Gayo, bahasa ini berfungsi
sebagai alat komunikasi. Meski terdapat adanya perbedaan dialek dan kosakata
dalam bahasa Gayo seperti dialek Gayo Lut, Gayo Deret, Gayo Lues, Lokop dan
Kalul, namun perbedaan tersebut tidak menjadi persoalan yang berarti dalam
proses komunikasi antar penutur bahasa Gayo. Perbedaan dialek dan kosakata
tersebut menjadi cerminan kayanya kandungan bahasa Gayo.
Contoh Percakapan perkenalan dalan bahasa Gayo
Bahasa Gayo = Bahasa Indonesia
• Geralku Algayo = Namaku Algayo • Hana keber ? = Apa kabar? • Keber jeroh = Kabar baik • Nge mangan ? = Sudah makan • Gerilen = Belum • I Gayo tareng isihen? = Di Gayo tinggal dimana? • Tareng i Pante Raya = Tinggal di pante raya • selohen enggeh ku umahku? = Kapan datang ke rumahku • Barek selo ike ara waktu = Kapan2 kalau ada waktu • nge mulo boh = Udah dulu ya • aku male ulak = Aku mau Pulang
Universitas Sumatera Utara
2.5 Kesenian
Sebagai mana masyarakat lainnya di Indonesia, masyarakat Gayo
merefleksikan cita rasa seninya melalui berbagai bentuk,yakni seni musik, seni
tari dan seni rupa.
2.5.1. Seni Musik
Salah satu unsur seni musik yang cukup populer pada masyarakat Gayo
adalah musik vokal, yang dikenal dengan sebutan didong. Seperangkat instrumen
tradisional Gayo yang terdiri dari dua buah canang, sebuah memong, dua gegedem
(sejenis rapa-i) dan sebuah gong. Mereka memainkan musik ini di dapur itu,
hanya beberapa hasta dari perapian yang menyala."Udara" Takengon yang sejuk
menjadi lebih hangat karenanya.
2.5.2. Seni Tari
Dalam kebudayaan masyarakat Gayo ada beberapa tarian yang cukup
terkenal, yaitu tari guel, tari munalo dan tari saman. Tari guel dan tari munalo
biasanya disajikan dalam upacara perkawinan. Begitu juga dengan tari saman
yang begitu terkenal dan akrab dengan dunia seni pertunjukan.
Tari Saman termasuk salah satu tarian yang cukup unik, karena hanya
menampilkan gerak tepuk tangan dan gerakan-gerakan lainnya, seperti gerak
badan, kepala dan posisi badan. Keunikan lainnya terlihat dari posisi duduk para
penari dan goyangan badan yang dihentakkan ke kiri atau ke kanan, ketika syair-
syair dilagukan.
Universitas Sumatera Utara
Tari ini biasanya dimainkan oleh belasan atau puluhan laki-laki, tetapi
jumlahnya harus ganjil. Namun, dalam perkembangan selanjutnya, tarian ini
dimainkan pula oleh kaum perempuan atau campuran antara laki-laki dan
perempuan.
Saman bisa saja dimainkan oleh 10 - 12 penari, akan tetapi
keutuhan Saman setidaknya didukung 15 - 17 penari. Yang mempunyai
fungsi sebagai berikut :
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
- Nomor 9 disebut Pengangkat, Pengangkat adalah tokoh utama, titik
sentral dalam Saman, yang menentukan gerak tari, level tari, syair-syair
yang dikumandangkan maupun syair-syair sebagai balasan terhadap
serangan lawan main (Saman Jalu / pertandingan)
- Nomor 8 dan 10 disebut Pengapit, Pengapit adalah tokoh pembantu
pengangkat baik gerak tari maupun nyanyian/ vokal
- Nomor 2-7 dan 11-16 disebut Penyepit, Penyepit adalah penari biasa
yang mendukung tari atau gerak tari yang diarahkan pengangkat. Selain
sebagai penari juga berperan menyepit (menghimpit). Sehingga kerapatan
antara penari terjaga, sehingga penari menyatu tanpa antara dalam posisi
banjar/ bershaf (horizontal) untuk keutuhan dan keserempakan gerak.
- Nomor 1 dan 17 disebut Penupang, Penupang adalah penari yang
paling ujung kanan-kiri dari barisan penari yang duduk berbanjar.
Penupang selain berperan sebagai bagian dari pendukung tari juga
Universitas Sumatera Utara
berperan menupang/ menahan keutuhan posisi tari agar tetap rapat dan
lurus. Sehingga penupang disebut penamat kerpe jejerun (pemegang
rumput jejerun). Seakan-akan bertahan memperkokoh kedudukan dengan
memgang rumput jejerun (jejerun sejenis rumput yang akarnya kuat dan
terhujam dalam, sukar di cabut).
Tari saman ditarikan dalam posisi duduk. Termasuk dalam jenis
kesenian ratoh duk (tari duduk). Yang kelahirannya erat berkaitan dengan masuk
dan berkembangnya agama islam. Dimana posisi penari duduk berlutut, berat
badan tertekan kepada kedua telapak kaki. Pola ruang pada tari saman juga
terbatas pada level, yakni ketinggian posisi badan. Dari posisi duduk berlutut
berubah ke posisi diatas lutut (Gayo - berlembuku) yang merupakan level paling
tinggi, sedang level yang paling rendah adalah apabila penari membungkuk badan
kedepan sampai 450 (tungkuk) atau miring kebelakang sampai 600 (langat).
Terkadang saat melakukan gerakan tersebut disertai gerakan miring ke kanan atau
ke kiri yang disebut singkeh. Ada pula gerak badan dalam posisi duduk
melenggang ke kanan-depan atau kiri-belakang (lingang ).
2.5.3. Seni Rupa
Seni rupa yang berkembang dalam kebudayaan Gayo, banyak kita
temukan dalam bentuk anyaman. Anyaman pada masyarakat Gayo memiliki
motif-motif yang cukup terkenal yang disebut dengan istilah, leladu, lelintah,
sesiput, pejet, keketol, kiding, lipen, serit mayang, kulis kuril, papan catur, ulip-
ulipen,
Universitas Sumatera Utara
Wadah-wadah dari tanah liat juga dapat kita temukan dalam kebudayaan
masyarakat Gayo. Ukiran-ukiran yang terdapat pada wadah tanah liat diukir
dengan benda-benda seperti tanduk, kayu dan tulang. Bentuk-bentuk ukiran
(motif) pada wadah tanah liat ada beberapa jenis yaitu, kekuyut, memayang,
kekuyang, tapak tikus, gegenit, dan uruk.
Universitas Sumatera Utara
BAB III
DESKRIPSI TARI GUEL
3.1 Sejarah Tari Guel
Pada masa kepemimpinan Raja Linge XIII, beliau pernah menikah untuk
yang kedua kalinya dengan seorang putri raja dari kerajaan Johor Malaysia. Dari
perkawinan ini beliau memiliki dua orang putra yang bernama Bener Meriah dan
Sengeda. Perkawinan ini berlangsung di Kerajaan Johor. Pada saat Raja Linge
XIII kembali ke Kerajaan Linge beliau tidak membawa istri dan anaknya. Setelah
beberapa tahun kemudian, Raja Linge sudah tua dan mulai sakit-sakitan. Kabar ini
sampai ke Kerajaan Johor di Malaysia dan didengar oleh kedua putra beliau.
Mendengar kabar tentang keadaan ayah kandung mereka, kedua putra Raja
Linge yakni Bener Meriah dan Sengeda, berencana untuk menjenguk sekaligus
bersilaturahmi mengobati kerinduan mereka terhadap kepada ayahnya. Karena
perjalanan pada membutuhkan waktu yang lama, mereka tidak tahu bahwa Raja
Linge XIII telah wafat, dan telah digantikan oleh putranya yaitu Raja Linge XIV.
Kedatangan mereka di kerajaan Linge, dicurigai oleh Raja Linge XIV
sebagai suatu gerakan untuk menuntut hak mereka sebagai putra dari Raja Linge
Ke XIII. Raja Linge Ke XIV takut mereka berniat untuk merebut kekuasaannya
sebagai Raja yang sah. Sehingga Raja Linge Ke XIV memerintahkan untuk
membunuh keduanya.
Keduanya ditangkap dan diserahkan kepada orang-orang kepercayaan Raja
Linge XIV. Secara terpisah keduanya dibawa kehutan, Bener Meriah terbunuh.
Universitas Sumatera Utara
Sengeda diselamatkan oleh salah seorang kepercayaan Raja Linge XIV yaitu Cik
Serule dan dipelihara oleh beliau.
Beberapa tahun kemudian, Sengeda hidup bersama Cik Serule tanpa
sepengetahuan Raja Linge XIV. Suatu malam Sengeda bermimpi bertemu dengan
abangnya (Bener Meriah). Dalam mimpi tersebut, Bener Meriah menceritakan
suatu cara bagaimana menjinakkan Gajah Putih. Mimpi ini benar-benar di ingat
oleh Sengeda.
Pada masa itu Kerajaan Linge berada di bawah kekuasaan Kesultanan
Aceh dan beribukota di Kutaraja (sekarang dikenal dengan Banda Aceh). Setiap
tahun Sultan Aceh, selalu mengadakan sidang tahunan dan mengundang setiap
raja-raja yang bernaung dibawah kekuasannya. Untuk memenuhi undangan dari
Sultan Aceh, Raja Linge XIV meminta perdana menterinya untuk
mendampinginya. Pada saat itu perdana menteri dari Kerajaan Linge adalah Cik
Serule yang telah merawat dan membesarkan Sengeda.
Cik Serule kemudian mengajak serta Sengeda dengan tujuan Sengeda bisa
berjalan-jalan dan melihat Kutaraja. Pada saat sidang berlangsung, Sengeda
ditinggal di halaman istana. Pada saat itu Sengeda teringat kembali akan
mimpinya tentang gajah putih, dan dia melukiskan bentuk seekor gajah ditanah.
Putri Sultan melintas dan melihat Sengeda melukis. Sengeda menceritakan bahwa
yang dia lukis adalah gajah yang berwarna putih. Sengeda juga mengatakan
bahwa gajah putih ini benar-benar ada.
Putri Sultan merasa tertarik ingin melihat gajah yang berwarna putih
karena sepengetahuannya gajah tidak ada yang berwarna putih. Setelah sidang
Universitas Sumatera Utara
tahunan selesai Putri Sultan menemui Sultan dan meminta supaya di Istana
dihadirkan gajah putih tersebut.
Karena rasa sayangnya terhadap putrinya Sultan memerintahkan kepada
setiap Raja-raja untuk memenuhi permintaan putrinya. Pada saat itu semua rakyat
ditugas untuk menangkap gajah putih, namun sampai beberapa lama belum ada
satu orangpun yang pernah melihat adanya gajah putih.
Akhirnya Permintaan itu dikatakan pada Sengeda. Sengeda menyanggupi
menangkap Gajah Putih yang ada dirimba raya Gayo untuk dihadapkan pada tuan
puteri dengan syarat Sultan memberi perintah kepada Cik Serule. Kemudian
dalam prosesi pencarian itulah benih-benih dan paduan tari Guel berasal: Untuk
menjinakkan sang Gajah Putih, diadakanlah kenduri dengan membakar
kemenyan; diadakannya bunyi-bunyian dengan cara memukul-mukul batang kayu
serta apa saja yang menghasilkan bunyi-bunyian. Sejumlah kerabat Sengeda pun
melakukan gerak tari-tarian untuk memancing sang Gajah.
Setelah itu, sang Gajah yang bertubuh putih nampak keluar dari
persembunyiaannya. Ketika berpapasan dengan rombongan Sengeda, sang Gajah
tidak mau beranjak dari tempatnya. Bermacam cara ditempuh, sang Gajah masih
juga tidak beranjak. Sengeda yang menjadi pawang pada waktu itu menjadi
kehilangan ide untuk menggiring sang Gajah.
Lagi-lagi Sengeda teringat akan mimpi waktu silam tentang beberapa
petunjuk yang harus dilakukan. Sengeda kemudian memerintahkan rombongan
untuk kembali menari dengan niat tulus dan ikhlas sampai menggerakkan tangan
seperti gerakan belalai gajah: indah dan santun. Disertai dengan gerakan salam
sembahan kepada Gajah ternyata mampu meluluhkan hati sang Gajah. Gajah pun
Universitas Sumatera Utara
dapat dijinakkan sambil diiringi rombongan. Sepanjang perjalanan pawang dan
rombongan, Gajah putih sesekali ditepung tawari dengan mungkur (jeruk purut)
dan bedak hingga berhari-hari perjalanan sampailah rombongan ke hadapan Putri
Sultan di Pusat Kerajaan Aceh Darussalam.
Begitulah sejarah dari cerita rakyat di Gayo, walaupun kebenaran secara
ilmiah tidak bisa dibuktikan, namun kemudian Tari Guel dalam perkembangannya
tetap mereka ulang cerita unik Sengeda, Gajah Putih dan sang Putri Sultan. Inilah
yang kemudian dikenal temali sejarah yang menghubungkan kerajaan Linge
dengan Kerajaan Aceh Darussalam begitu dekat dan bersahaja.
3.2 Bentuk Penyajian dan Ragam Gerak Tari Guel
Bentuk penyajian tari Guel dapat dengan jelas kita perhatikan dari gambar-
gambar di bawah ini.
Gambar Penari Guel dan Gajah sedang bersiap-siap memasuki pentas.
Universitas Sumatera Utara
Gambar Gerakan pembuka
Gambar kedua ini merupakan gerakan pembuka. Biasanya gerakan ini
dilakukan dengan bebas, tidak terikat dan bisa divariasikan sesuai dengan
kreatifitas penari. Setelah melakukan gerakan pembuka maka selanjut penari
berjalan memasuki lokasi menari9 (pentas). Gerakan sambil berjalan memasuki
pentas ini disebut dengan gerakan persembahan.
Gambar Gerakan persembahan penari guel sambil memasuki pentas.
9 Lokasi menari atau pentas yang penulis maksud karena tari guel ini bisa saja ditarikan dimana saja tergantung dari acara atau upacara yang dilaksanakan. Bisa saja tari guel ditampilkan dipanggung pertunjukan, lapangan, atau tempat-tempat khusus yang tidak biasa sebagai tempat pertunjukan.
Universitas Sumatera Utara
Gerakan pada gambar tiga adalah gerak persembahan, dimana gerakan ini
dilakukan oleh penari dan gajah sambil berjalan memasuki pentas. Pada bagian ini
gajah ikut menari. Kemudian setelah menari beberapa gerakan maka gajah
tertidur. Urutan gerak gajah dari menari sampai gerakan tertidur nyenyak. Istilah
gerak gajah ini disebut dengan:
1. Kepur =artinya gerakan gajah yang terlihat mulai tertidur (gambar 1,2,3,4 dan
5)
2. Uwet = Gerakan gajah yang tertidur nyenyak (gambar 6)
1 2 3
4 5 6
Universitas Sumatera Utara
Sampai pada gerakan ini gajah hanya tertidur. Para penari melanjutkan
pertunjukan dengan gerakan salam.
Gambar Gerakan Salam Penari
Gerakan salam ini dilakukan bertujuan untuk menunjukkan rasa hormat
kepada para penonton dan undangan.
Usai melakukan gerakan salam, maka gerakan selanjut adalah gerakan
runcang. Gerakan runcang terdiri dari dua bagian yaitu runcang kuen (kanan) dan
runcang kiri. Gerakan runcang adalah gerakan awal yang dilakukan sebelum
penari memasuki gerakan tari guel. Setelah gerakan maka bagian selanjutnya
adalah gerakan geruduk. Gerakan geruduk melambangkan simbol
ketakutan/kepanikan.
Gambar Runcang Kuen dan runcang kiri
Universitas Sumatera Utara
1 2
3 4
5 6
Universitas Sumatera Utara
7
Gambar Urutan dari gerakan-gerakan geruduk Gerakan selanjutnya adalah gerakan yang disebut dengan Natap/guel. Ini adalah
gerakan inti dari pertunjukan tari guel.
1 2
3 4
Universitas Sumatera Utara
5 6
7 8
9 10
Universitas Sumatera Utara
11 12
13 14
15
Biasanya pada saat bagian akhir dari gerak natap/guel, gajah yang tadinya
tertidur (duduk), mulai terlihat terusik dan berusaha untuk bangkit. Gerakan gajah
yang berusaha bangkit ini disebut dengan “kipes”.
Universitas Sumatera Utara
Gambar gerakan kipes
Gerakan selanjutnya adalah gerakan emun beriring. Gerakan emun
beriring ini melambang keteduhan dan kesejukan. Gerakan emun beriring dapat
dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar Gerakan emun beriring.
Universitas Sumatera Utara
Setelah gerakan emun beriring, maka gerakan selanjutnya adalah gerakan
puter tali. Gerakan puter tali dapat dilihat seperti gambar dibawah ini.
Gambar Gerakan puter tali..
Gerakan ini melambangkan sarak opat (sistem kemasyrakatan masyarakat
Gayo/strata sosial) yaitu Reje (raja) Imem (ahli agama) Petue (ahli adat) Rayat
(rakyat).
Biasanya setelah gerakan puter tali gajah diajak untuk menari bersama.
Setelah bagian puter tali, maka gerakan selanjutnya adalah gerakan penutup.
Gerakan penutup dilambangkan dengan gajah yang seolah-olah sudah jinak dan
bersahabat. Bagian ini di isi dengan variasi gerak sesuai dengan kreatifitas penari.
Demikianlah bentuk penyajian dan ragam gerak tari guel.
Universitas Sumatera Utara
3.3 Pendukung Penyajian Tari Guel
3.3.1 Pemusik dan Alat Musik
Pertunjukan tari guel biasanya diiringi dengan musik yang dimainkan oleh
pemusik. Instrumen musik pengiring dalam pertunjukan tari guel adalah sebuah
gegedem (alat musik pukul yang mirip dengan rebana), Sebuah alat musik tiup
yang disebut dengan soling (suling), teganing alat musik pukul yang terbuat dari
satu ruas bambu dengan senar yang berasal dari kulit bambu tersebut. Disamping
itu ada tiga buah gong yang memiliki ukuran kecil, sedang dan besar. Gong yang
kecil disebut dengan canang. Gong yang sedang disebut dengan memong. Gong
yang besar disebut dengan gong. Disamping iringan musik biasanya tari guel
diiringi juga dengan vokal atau nyanyian.
3.3.2 Kostum
Kostum yang dipakai untuk gajah dan penari dalam penyajian tari guel
terdiri dari:
Pakaian untuk gajah:
1. Topi disebut dengan “Bulang”
2. Baju disebut dengan Kerawang
3. Kain lebar disebut dengan “Pawak”
4. Ikat Pinggang disebut dengan “tawak”
5. Kain panjang disebut dengan “pawak”
6. Celana disebut dengan “seluwer”
Universitas Sumatera Utara
Pakaian Penari:
1. Hiasan kepala daun tepies
2. Ikat leher disebut bergong
3. Baju disebut dengan “kerawang”
4. Ikat Pinggang disebut dengan “tawak”
5. Kain panjang disebut dengan “pawak”
3.4 Pendukung Penyajian Tari Guel
3.4.1 Pemusik dan Alat Musik
Pertunjukan tari guel biasanya diiringi dengan musik yang dimainkan oleh
pemusik. Instrumen musik pengiring dalam pertunjukan tari guel adalah sebuah
gegedem (alat musik pukul yang mirip dengan rebana), Sebuah alat musik tiup
yang disebut dengan soling (suling), teganing alat musik pukul yang terbuat dari
satu ruas bambu dengan senar yang berasal dari kulit bambu itu sendiri.
Ditambah dengan tiga buah gong yang memiliki ukuran kecil, sedang dan
besar. Gong yang kecil disebut dengan canang. Gong yang sedang disebut dengan
memong. Gong yang besar disebut dengan gong. Disamping iringan musik
biasanya tari guel diiringi juga dengan vokal atau nyanyian.
Universitas Sumatera Utara
Foto 13 . Tiga buah gong yang dipakai pada penyajian tari guel.
Foto 14 . Pemusik dan Penyanyi pada penyajian tari guel.
Penyanyi dalam pertunjukan tari guel disebut dengan guru guel. Biasanya
guru guel ini menyanyikan syair yang berisi dengan nasehat-nasehat, amanat dan
Universitas Sumatera Utara
pesan-pesan moral. Misalnya dalam upacara perkawinan nasehat, pesan dan
amanat disampaikan terhadap pengantin agar perkawinannya dapat langgeng
sampai ke anak cucu.
3.4.2 Syair tari Guel
Susunan syair nyanyian dalam mengiringi tari guel banyak memakai
istilah atau sampiran. Gaya bahasanya dalam syair tersebut biasanya susah
dimengerti apabila diartikan secara langsung. Meskipun demikian inti dari syair
lagu tersebut adalah amanah dan nasehat. Agar rumah tangga yang baru menikah
selalu rukun dan bahagia sampai di beranak cucu. Berikut ini adalah contoh syair
yang biasa dinyanyikan untuk mengiringi tari guel pada upacara perkawinan
masyarakat Gayo.
Item mo item …. e…e…em….. item…….
Emasku ine …….e…..e…..e….ine……
Mulintes emun ilangit
Enge sengit mata mumanang
Gere gintes kikku meserit
Ate pekekit nunutu mayang
Sayang sayang ……………………………
Item mo item …. e…e…em….. item…….
Ee……e….e…..mas…..
Salamualaikum bayakku ine…..eee…eee… mulo ari kami
Ganti ni matjari …….. bayakku ine …… e…..selesih me bele ……e….e….e…
Universitas Sumatera Utara
Ee……e….e…..mas…..
Jejari sepoloh bayakku ine..e…e…. kutatangan pumu
Monojongni lao…. Bayakku ine..e…e… tuah tom bahgie …….e….e…..e
Eee…salammualaikum mulo ari kami
Ganti nimat jari wo reje
Todong payung ruje
emasku ine….e…..e….
Buge selamatmi wo reje
Kudodok ni tenge
Emasku Ine …e…..e….
Ooo masso..o…..o….
Eeemmmmm……adoh….ine….gure…..e…..2x
Keramil bercucuk
Nge mu teniron ……………….
Rembege beden………..
Araniete …….
Sediken mude
Bilang ni ulen…..
Enti ko lupen
Janyinte mane………
Hooo….o….o…..
Si reduk gantung……
Hoo…o….o….
Sirenah rembuna………………..
Universitas Sumatera Utara
Agoduk goduk goduk
Lengni kedenge ……..2x
Agoduk goduk goduk
Renah rembune ………
Beta sedenge bese ….ehe….ehe….ehe….
Beta sedenge bese….ehe…ehe…ehe……
Beta sedenge bese
Rang gedek-gedek rang 2x
Kami menepokke dele dele gure-gure 2x
Teren nabangpe gelah lempuk
Pulelengek keramil bercucuk
Atangni bulang
Rang gedek-gedek rang 2x
Kami menepokke dele dele gure-gure 2x
Manat ari ama tengku berpantik
Ken duduk ni tenge entiko macik
Ike mubalik mujadi atu
Ari batang ruang toron menoron kududuk ni tenge
Sentong tenaso alas berayu kin nemah tengku
Julen menenes inen mayakka berering naru
Siterang tentu ku kelitu loyang ni atu
Berangkat rap senye
Itemeng keni buke
Masa jemen gantini time
Universitas Sumatera Utara
Beta sedenge edet nge tentu
Inen mayak berupuh jerak bertangan ke sabah
Tutue joyah sene berakah siro mangas kacu
Julen menenes inen mayakka berireng naru
Siterang tentu ku kelitu loyang ni atu
Ari duduk ni tenge entiko macik
Ike mubalik mu jadi atu
Ee….. ulami kita ku sedenge
Guru-gure kite muguel canang
Eh ulakmi kite abang………….
Ulaken mien pinang ku tampuk
Belo bercucuk santeren kurudang
Wan pengemasen tawir bercucuk
Boh kita seluk santeren kubulang ……..
Kuinimi kite abang
Bertari bertepok runcang
Enang enang mersah ujong
Gelung ni payung buntul gelengan
Enang enang…..enang….enang
Universitas Sumatera Utara
Eee……itarin kope itarin kope….
Aman mayak……
Eee……itarin kope itarin kope
Aman mayak……
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
PENGGUNAAN DAN FUNGSI TARI GUEL
4.1 Penggunaan Tari Guel
Berbicara tentang penggunaan yang terkait dengan unsur kebudayaan,
penulis setuju dengan apa yang disampaikan oleh Alam. P Merriam (1964:209-
226) yang mengatakan bahwa “penggunaan musik meliputi pemakaian musik
dalam konteksnya atau bagaimana musik tersebut digunakan”. Pendapat ini
memang dimaksudkan untuk melihat penggunaan musik, namun bisa saja kita
terapkan untuk melihat penggunaan tari.
Pada masyarakat Gayo penggunaan tari Guel, adalah pada saat upacara
perkawinan, upacara peresmian atau perayaan-perayaan. Penyajian tari ini
merupakan wujud dari suka-cita atas kegiatan yang sedang dilaksanakan. Inti
penyajian tari guel adalah untuk menyambut, pengantin sekaligus memeriahkan
jalannya upacara perkawinan.
Apabila kita tinjau dengan pendapat Tuti Rahayu (2005:24-27), maka tari
guel ini dapat digolongkan kedalam tari upacara sekaligus sebagai tari klasik. Tari
upacara menurut beliau adalah tarian yang erat hubungannya dengan kepentingan-
kepentingan agama dan adat. Sedangkan ciri-ciri tari klasik adalah :
1.Gerakan tari telah diatur
2. Tari tari merupakan perbendaharaan tertentu
3. Tari mempunyai standarisasi tertentu
4. Musik pengiring yang khusus
Universitas Sumatera Utara
5. Kostum dengan pola tertentu
Gerakan tari guel telah teratur dari dulu hingga sekarang. Bahkan gerakan
tari tersebut terkait dengan legenda yang pernah ada yaitu ”Legenda Gajah Putih”.
Dimana gerakan tari terinspirasi atau lahir dari keberadaan legenda tersebut Tari
merupakan perbendaharaan tertentu, artinya tari guel ini merupakan sebuah tari
yang memiliki fungsi tersendiri dalam kebudayaan masyarakat Gayo.
Tari mempunyai standarisasi tersendiri tertentu, maksudnya adalah dari
segi penyajiaannya dan standarisasi geraknya sudah baku. Tari ini hanya disajikan
pada saat acara-acara tertentu dengan gerakan yang sudah baku. Musik pengiring
yang khusus, yaitu tari ini diiringi oleh seperangkat alat musik tradisional Gayo,
yaitu gegedem (alat musik pukul yang mirip dengan rebana), Sebuah alat musik
tiup yang disebut dengan soling (suling), teganing alat musik pukul yang terbuat
dari satu ruas bambu dengan senar yang berasal dari kulit bambu tersebut.
Disamping itu ada tiga buah gong yang memiliki ukuran kecil, sedang dan besar.
Gong yang kecil disebut dengan canang. Gong yang sedang disebut dengan
memong. Gong yang besar disebut dengan gong.
4.2 Fungsi Tari Guel
Fungsi adalah kegunaan atau tujuan. Dalam Kamus Umum Bahasa
Indonesia yang di tulis oleh W.J.S Poerwadarminta (1984:283) fungsi adalah
pekerjaan yang dilakukan untuk mencapai tujuan.
Yuliani Parani (1953:28) mengatakan bahwa fungsi tari ada tiga hal yaitu:
Universitas Sumatera Utara
4. Fungsi sosial, yakni sebagai penunjang, aspek kehidupan, masyarakat,
seperti dalam upacara kehidupan, siklus kepercayaan, hubungan manusia
dengan manusia, masyarakat dengan masyarakat
5. Fungsi stimulan, yakni memberi sebagai emosi baik secara individu
maupun kelompok.
6. Fungsi komunikasi, yakni hubungan manusia dengan lingkungan dan masa
lampau dengan kekuatan penguasaan yang dilaksanakan.
Pendapat-pendapat dari Soedarsono dan Yuliani Parani diatas, dapat
menjadi acuan untuk melihat fungsi penyajian tari guel pada masyarakat Gayo
dikota Medan.
Pembahasan fungsi yang lebih luas menyangkut fungsi kesenian tari guel
pada masyarakat Gayo dikota Medan, dapat kita lihat dari pendapat Soedarsono
(2002:118) yang mengatakan bahwa “secara garis besar fungsi seni pertunjukan
dalam kehidupan manusia bisa dikelompokkan menjadi tiga, yaitu”:
1. Seni sebagai sarana ritual.
2. Seni sebagai sarana hiburan pribadi.
3. Seni sebagai presentasi estetis.
Tari guel dapat kita lihat sebagai salah satu bentuk seni pertunjukan, sehingga
pendapat dari Soedarsono diatas dapat kita terapkan dalam melihat fungsi tari
guel.
4.2.1 Fungsi Sosial
Tari guel memiliki fungsi sebagai fungsi sosial maksudnya adalah, sebagai
penunjang aspek kehidupan masyarakat. Misalnya dalam upacara siklus
Universitas Sumatera Utara
kehidupan dimasyarakat. Siklus kehidupan yang dimaksudkan disini adalah,
penyajian tari guel dalam upacara perkawinan. Dimana perkawinan merupakan
sebuah siklus peralihan kehidupan manusia dalam memulai kehidupan yang baru.
Hubungan manusia dengan manusia dan masyarakat dengan masyarakat,
maksudnya adalah penyajian tari ini dalam upacara atau perayaan menunjukkan
bahwa tari mampu sebagai jembatan penghubung antara orang yang disambut
dengan pihak yang menyambut (penari). Hal ini menunjukkan hubungan yang
harmonis dan sudah teratur dengan baik dalam kebudayaan masyarakat Gayo.
4.2.2 Fungsi Stimulan
Tari guel dapat berfungsi sebagai fungsi stimulan emosi untuk
meningkatkan rasa saling memiliki dan menghargai menghargai keberadaan tari
guel sebagai salah satu warisan nenek moyang. Bagi seorang individu etnis Gayo,
penyajian tari ini merupakan perangsang untuk meningkatkan rasa cinta akan
kebudayaan sendiri (suku sendiri).
Secara kelompok tari ini dapat merangsang rasa cinta akan kebudayan
daerah/suku sendiri atas segala kekayaan budaya. Kelompok penari menyajikan
rangsangan dengan gerak-gerak tari guel. Kelompok penonton akan menerima
ransangan tersebut dalam bentuk nilai-nilai rasa. Sehingga hubungan antar
kelompok ini dapat menciptakan suasana yang saling mengisi sisi emosional
manusia yaitu rasa bangga, kagum akan budaya sendiri. Sehingga akan
meningkatkan rasa cinta atas kesukuannya.
Universitas Sumatera Utara
4.2.3 Fungsi Komunikasi
Tari guel memiliki fungsi komunikasi maksudnya adalah, tari ini dapat
disimbolkan untuk menyatakan bahwa penyajiannya merupakan sebuah peristiwa
atau perayaan yang berkaitan dengan tradisi masyarakat Gayo. Secara tidak
langsung tari ini menyampaikan kepada para penonton bahwa penyajiannya
berkaitan dengan apa yang sedang disajikan pada saat itu.
Sebagai contoh, dalam upacara perkawinan. Tari guel disajikan untuk
menyambut pengantin, sekaligus menghibur orang-orang yang hadir serta untuk
memeriahkan jalannya upacara.
4.2.4 Seni Sebagai Sarana Ritual
Memang apabila kita bandingkan dengan bentuk-bentuk kesenian dari
etnis-etnis lain di Indonesia (etnis Bali contohnya), yang menyajikan kesenian
dalam kegiatan-kegiatan ritual, maka bentuk-bentuk kesenian suku Gayo tidaklah
seperti itu. Hal ini mungkin dikarenakan bentuk-bentuk ritual yang ada pada
masyarakat Gayo sudah merupakan bentuk-bentuk ritual dalam agama Islam.
Sehingga perkembangan agama dan kesenian merupakan dua hal yang saling
berjalan di alurnya masing-masing.
Penyajian tari guel secara langsung sebagai sarana ritual mungkin tidak
ada. Tetapi tari guel masih sering disajikan dalam upacara atau perayaan-perayaan
yang bersifat ritual keagamaan. Beberapa ritual keagamaan yang sering
menyajikan tari ini adalah perayaan Maulid Nabi, Isra Mi’raj dan lain sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
4.2. 5 Seni Sebagai Sarana Hiburan Pribadi
Tari guel sebagai sarana hiburan pribadi berkaitan dengan nilai-nilai rasa
dalam jiwa seseorang ketika sedang menyaksikan penyajian tari guel. Penyajian
tari ini dapat menghibur perasaan sekaligus mengobati kerinduan akan kampung
halaman khususnya bagi kaum perantau.
4.2.6 Seni Sebagai Presentasi Estetis
Dalam hal presentasi estetis keindahan gerak, kostum dan selaras dengan
iringan musik merupakan satu perwujudan keindahan nilai-nilai seni. Dari
gerakan-gerakan tari menggambarkan bagaimana etnis Gayo mengapresiasikan
keindahan gerak dalam pandangan mereka.
Dari segi busana tari, etnis Gayo terlihat sangat memperhatikan motif-
motif indah. Dari busana tari yang dipakai dalam pertunjukan tari ini
menunjukkan bahwa keindahan yang terdapat dalam pertunjukan tari guel
merupakan satu kesatuan.
Universitas Sumatera Utara
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan
Tari Guel pada masyarakat Gayo merupakan salah satu bentuk seni tari
yang kaya akan nilai-nilai budaya. Tari ini merupakan suatu bukti sejarah dan
menjadi pedoman kesenian pada masyarakat pendukungnya. Untuk saat ini bentuk
tari ini sudah menyebar diluar wilayah kebudayaan masyarakat Gayo atau di luar
tanah Gayo. Bahkan bisa dikatakan bahwa tari ini juga dikenal oleh orang yang
diluar etnis Gayo.
Tari ini sudah dapat ditemukan di Kota Medan. Bahkan kita dapat
menemukan sanggar yang mampu untuk menampilkan tari ini. Sanggar tersebut
merupakan hasil pemikiran generasi muda etnis Gayo yang tergabung dalam
wadah organisasi yang dikenal dengan GMG-SU.
Kesimpulan yang bisa penulis ambil dalam meneliti perkembangan dan
keberadaan tari ini adalah :
1. Bahwa tari ini tercipta sejalan dengan sejarah yang terjadi pada
masyarakat Gayo khususnya yang berkaitan dengan legenda Gajah Putih.
2. Tari Guel merupakan tari tradisional yang murni hasil kreatifitas nenek
moyang etnis Gayo.
3. Tari ini sudah menyebar dan berkembang sampai keluar wilayah Tanah
Gayo dan dikenal oleh orang-orang diluar etnis Gayo
4. Tari ini bisa dikenal sampai ke luar wilayah Gayo karena dibawa oleh
kaum perantau.
Universitas Sumatera Utara
5. Tari ini juga berkembang di Kota Medan bahkan sering ditampilkan
khususnya pada acara-acara yang bekaitan dengan upacara adat
masyarakat Gayo, misalnya upacara perkawinan ataupun upacara
penyambutan pejabat dan tokoh-tokoh masyarakat Gayo.
6. Salah satu sanggar yang masih mempertahankan eksistensi tari Guel
adalah sanggar Teganing dibawah Kepemimpinan Saukani Gayo dan juga
tergabung di dalam GMG-SU (Gabungan Mahasiswa Gayo-Sumatera
Utara)
5.2 Saran
Dari hasil penelitian mengenai keberadaan dan perkembangan tari Guel di
Kota Medan, penulis melihat beberapa hal yang perlu untuk jadi perhatian bagi
kita semua. Khususnya bagi pemikiran tentang perkembangan dunia kesenian
nasional.
Penulis melihat bahwa tari Guel ini memiliki nilai-nilai seni yang tinggi
dan layak dimasukkan sebagai salah satu aset pariwisata dan dapat digolongkan
dalam kategori seni pertunjukan. Sehingga dengan meluangkan sedikit waktu dan
perhatian untuk memoles bentuk kesenian ini maka nantinya tari ini akan dapat
dikenal luas di kancah nasional bahkan tidak menutup kemungkinan akan populer
di dunia internasional.
Disini penulis menyarankan kepada kita khususnya terhadap masyarakat
Gayo agar tetap mempertahakan kelestarian tari Guel. Apalagi saat ini tari Guel
sudah dikenal dan berkembang di kota Medan, minimal kondisi ini dapat tetap
dipertahankan.
Universitas Sumatera Utara
Saran penulis untuk generasi muda, khususnya generasi muda etnis Gayo,
agar turut melestarikan tari ini dengan cara meregenerasikan sehingga tari ini
dapat tetap eksis. Begitu juga dengan peneliti-peneliti lain yang hendak
melakukan penelitian lebih lanjut mengenai tari Guel, penulis bersedia untuk
dijadikan mitra diskusi dan bertukar pikiran .
Akhir kata penulis mengatakan, bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari
sempurna, dan dengan segala kerendahan hati penulis menerima kritikan yang
sifatnya membangun.
Universitas Sumatera Utara
D A F T A R P U S T A K A
Affan Hasan DKK Kesenian Gayo dan Perkembangannya. Balai Pustaka 1980 Burhan Bungin Metodologi Penelitian Kualitatif . PT. Raja
Grafindo 2007 Persada Jakarta
Dibya, I Wayan Dkk . Tari Komunal. Lembaga Pendidikan Seni Nusantara
2006 Jakarta Edi Sedyawati Pertumbuhan Seni Pertunjukan
1981. Sinar Harapan, Jakarta . Budaya Indonesia, Kajian Arkeologi, Seni dan
Sejarah. 2007 Raja Grafindo Perkasa
Koentjaraningrat Pengantar Antropologi
1990 Jakarta , PT Rineka Cipta
1991 Metode-metode Penelitian Masyarakat Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama
Malm, William P Traditional Music Of The Pasifik And The Near East
1976 New Jersey : Prentice Hall Merriam, Alan P The Anthropology Of music
1964 Chicago : North Western University Press Nettle, Bruno Theory And Method In Ethnomusicology
1964 New York : The Free Press Of Glencoe
Universitas Sumatera Utara
W.J.S Poerwadarminta Kamus Umum Bahasa Indonesia 1982 PN Balai Pustaka Rahayu Supanggah Etnomusikologi
1995 Yogyakarta MSPI Suryabrata, S Metodologi Penelitian
1985 CV. Rajawali
A.R Hakim Aman Pinan Pesona Tanah Gayo 2003 Isma Tantawi,DRS Asal-Usul, Karakter dan Budaya Suku Gayo Lues
Serta 2000 Pembinaannya
Universitas Sumatera Utara
Top Related