BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tanaman
Kedudukan tanaman ciplukan (Physalis angulata L) dalam sistematika
(taksonomi) tanaman dapat diklasifikasikan sebagi berikut:
2.1.1 Klasifikasi Tanaman Herba Ciplukan
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Ordo : Solanales
Famili : Solanaceae
Genus : Physalins
Species : Physalisn angulate (L.) (13)
2.1.2 Nama Daerah
Sunda : Cicendedet
Jawa : Kopokopokan
Palu : Ciplukan
Makasar : Koto-koto
2.1.3 Morfologi Tumbuhan
Physalis angulata (L) umumnya dikenal dengan ciplukan adalah herba
yang memiliki akar, batang, daun, bunga, buah, dan biji. Akar tunggang dan
serabut, berbentuk bulat, dan berwarna putih percabangannya tumbuh melebar
kesamping dan bahkan sebagian mendatar hingga menyentuh tanah, tingginya
bisa mencapai 2 m, percabangan terjadi pada daun keenam hingga kesepuluh.
Daun berwarna hijau, permukaan berbulu, bentuk meruncing, berurat jelas, tulang
daun menyirip, daun bergerigi pada bagian tepinya, ujung daun meruncing,
pangkal daun runcing, panjang daun 5-12 cm dan lebar 4-7 cm, daun tipis cepat
layu, berbau langu, dan rasanya sangat pahit. Panjang tangkai daun berkisar 2-3
cm, dan berwarna hijau. Bunga berbentuk tunggal muncul dari ketiak daun yang
terdiri dari tangkai bunga berwarna kuning berbentuk lonceng. Tangkai sari dan
tangkai putik setelah terjadi persarian pada bunga bakal buah tumbuh menjadi
buah, kulit buah semula berwarna hijau keputihan.
C
Gambar 2.1 Tanaman Ciplukan(13)
Keterangan :
A : Buah
B : Batang
C : Tangkai
D : Daun
2.1.4 Kandungan Kimia
Ciplukan merupakan salah satu jenis tumbuhan dari famili
Solanaceae .Komponen kimia tanaman Ciplukan antara lain sebagai berikut: asam
klorogenat,asam elaidat, asam sitrat, asam malat, kriptoxantin, fisalin, tripeoid,
flavonoid, saponin, tanin, polifenol. Adapun kandungan terpenting yang berefek
sebagai Antidiabetik yaitu flavonoid, polifenol dan tanin.
2.1.5 Kegunaan Tanaman
Tanaman Cipluka (Physalisn angulate L) digunakan masyarakat dalam
pengobatan tradisional sebagai obat gusi berdarah, obat bisul dan mulas. Daunnya
berkhasiat sebagai obat bisul, obat bengkak dan peluruh seni. Akar ciplukan dapat
digunakan sebagai obat cacing yang berada di rongga perut, seduhan akar
ciplukan dapat digunakan sebagai obat sakit demam. Saponin yang terkandung
dalam ciplukan memberikan rasa pahit dan berkhasiat sebagai anti tumor dan
mmenghambat pertumbuhan kanker, terutama kanker usus. Flavonoid, tanin dan
polifenol berkhasiat sebagai antioksidan.
2.2 Uraian Tanaman Daun Jambu Biji
Kedudukan tanaman Jambu biji (Psidium guajava L) dalam sistematika
(taksonomi) tanaman dapat di klasifikasikan sebagai berikut:
2.2.1 Klasifikasi Tanaman
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceae
Genus : Psidium
Spesies : Psidium guajava L
2.2.2 Nama Daerah
Sunda : Jambu klutuk
Bali : Sotong
Madura : Jambu bhender
Ambon : Lutuhatu
Sulawesi : Gayawas, Dambu
2.2.3 Morfologi Tanaman
Daun jambu biji tergolong daun tidak lengkap karena hanya terdiri tangkai
(petiolus) dan helaian (Lamina) saja yang disebut daun bertangkai. Dilihat dari
letak bagian terlebarnya pada daunnya bagian terlebar daun jambu biji (Psidium
guajava L) berada ditengah-tengah dan memiliki bagian jorong karena
perbandingan panjang : lebarnya adalah 1,5-2 : 1(13-15 : 5,6-6 Cm). Daun jambu
biji (Psidium guajava L) memiliki tulang daun yang menyirip yang mana daun
inimemiliki satu ibu tulang yang berjalan dari pangkal ke ujung dan merupakan
terusan tangkai daun dari ibu tulang kesamping, keluar tulang-tulang cabang,
sehingga susunannya mengingatkan kita pada susunan sirip ikan. Jambu biji
memiliki ujung daun yang tumpul, pada umumya warna daun bagian atas tampak
lebih hijau jika dibandingkan sisi bawa daun. Tangkai daun berbentuk selindris
dan tidak menebal pada bagian tangkainya.
A
B
Gambar 2.2 Tanaman Daun Jambu Biji(13)
Keterangan:
A : Daun
B : Tangkai
2.2.4 Kandungan kimia
Daun jambu biji merupakan salah satu jenis tumbuhan dari famili
Myrtaceae, komponen kimia daun jambu biji (Psidium guajava L) antara lain
psidiloat, asam ursolat, asam kratetegolat, asam guaiavolat, kuersetin dan minyak
atsiri.Daun jambu biji memiliki kandungan terpenting yaitu tanin dan polifenol
yang merupakan antioksidan yang dapat meningkatkan konsentrasi insulin dalam
plasma.
2.2.4.1 Alkalod
Alkaloid (Gambar 2.2) merupakan sekelompok metabolit sekunder alami
yang mengandung nitrogen yang aktif secara farmakologis yang berasal dari
tanaman, mikroba, atau hewan. Dalam kebanyakan alkaloid, atom nitrogen
merupakan bagian dari cincin. Alkaloid secara biosintesis diturunkan dari asam
amino. Nama alkaloid berasal dari kata “alkalin” yang berarti basa yang larut air.
Sejumlah alkaloid alami dan turunannya telah dikembangkan sebagai obat untuk
mengobati berbagai macam penyakit seperti morfin, reserpine, dan taxol(14).
Gambar 2.2 Struktur Kimia Alkaloid(15)
2.2.4.2 Flavonoid
Flavanoid (Gambar 2.3), turunan 1,3-difenilpropan, merupakan sekelompok
produk alami yang luas dan tersebar dalam tanaman tingkat tinggi. Kelompok
senyawa ini juga ditemukan dalam tanaman tingkat rendah seperti algae.
Kebanyakan flavonoid merupakan senyawa berwarna kuning, dan beberapa pada
warna kuning bunga dan buah, yang mana flavonoid ini berada sebagai glikosida.
Kebanyakan flavonoid merupakan senyawa antioksidan yang paten. Beberapa
flavonoid mempunyai sifat anti-inflamasi, anti-hepatotoksik, anti-tumor, anti-
mikroba, dan anti-virus. Beberapa obat tradisional dan tanaman obat mengandung
flavonoid sebagai senyawa bioaktif. Sifat antioksidan flavonoid yang ada pada
buah-buahan dan sayuran segar diduga berkontribusi pada kemampuannya untuk
melindungi tubuh terhadap penyakit jantung dan penyakit kanker(14).
Gambar 2.3 Struktur Kimia Flavonoid(14)
2.2.4.3 Tanin
Tanin (Gambar 2.4) merupakan senyawa amorf, yang menghasilkan larutan
koloidal asidik, dengan garam-garam besi (FeCl3), tanin membentuk senyawa
larut air berwarna hitam kehijauan atau biru gelap. Tanin tidak larut dengan
protein, dan ini merupakan dasar penggunaannya dalam industri kulit (proses
penyamakan), dan untuk pengobatan diare, gusi berdarah, dan kulit yang luka(15).
Gambar 2.4 Struktur Kimia Tanin(15)
2.2.4.4 Saponin
Glikosida saponin (Gambar 2.5) mempunyai tingkah laku “seperti sabun”
dalam air yakni glikosida saponin menghasilkan buih. Para hidrolisis, suatu
aglikon akan dihasilkan, yang disebut dengan sapogenin. Ada 2 jenis sapogenin
yaitu : streroidal dan triterpenoidal. Biasanya gula terikat pada C-3 saponin,
karena dalam kebanyakan sapogenin terdapat gugus hidroksil C-3. Glikosida-
glikosida ini terjadi secara melimpah dalam beberapa tanaman seperti akar
gingseng dan akar manis atau akar liquorice yang masing-masing mengandung
turunan asam glisirizinat dan ginsenosida. Kebanyakan obat-obat ini mengandung
saponin triterpenoid yang digunakan sebagai ekspektoran(14).
Gambar 2.5 Struktur Kimia Saponin(14)
2.2.5 Kegunaan Tanaman
Daun jambu biji sering digunakan dalam pengobatan tradisional, digunakan
sebagai Antiinflamasi, Antimutagenik, Antimikroba, analgesik dan menurunkan
kadar kolesterol yang tinggi,haid tidak lancar,sering buang air kecil dan demam
berdarah.Adapun kandungan terpenting ekstrak daun jambu biji sebagai
antidiabetik adalh tanin dan polifenol yang merupakan Antioksidan yang dapat
meningkatkan konsentrasi insulin dalam plasma, sehingga pemberian ekstrak
etanol daun jambu biji dalam jangka waktu yang pendek dapat menurukan kadar
glukosa darah, serta pada pemberian jangka waktu yang panjang dapat
meningkatkan kadar insulin plasma.
2.3 Uraian Ekstrak
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia
yang disari mengandung senyawa kimia aktif yang dapat larut dan senyawa yang
tidak dapat larut seperti serat, karbohidrat, protein. Senyawa kimia yang terdapat
dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri,
alkaloid, flavonoid, dan lain-lain. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang
dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi
yang tepat. Hasil yang diperoleh dari penyarian simplisia nabati atau simplisia
hewani menurut cara yang cocok disebut ekstrak. Ekstrak bisa dalam bentuk
kering, kental, cair. Ekstrak kering harus digerus menjadi serbuk.
2.4. Metode Ekstraksi
Ektraksi dapat dilakukan dengan berbagai cara :
1. Maserasi
Maserasi adalah proses ekstraksi simplisia dengan menggunakan pelarut
dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan
(kamar). Maserasi temperatur berarti dilakukan pengadukan yang kontinyu (terus-
menerus). Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah
dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya.
2. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna
yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses ini terdiri dari
pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya
(penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh perkolat yang
jumlahnya 1-5 kali bahan.
3. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu selama dan jumlah pelarut terbatas yang relative konstan.
Dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada
residu pertama 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ektraksi sempurna.
4. Soxhlet
Soxhlet adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru yang umumnya
menggunakan alat yang khusus yang sampelnya dibungkus dengan kertas saring
sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relative konstan dengan
adanya pendingin balik.
5. ºDigesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengaduan kontinu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum
dilakukan pada temperature 40-50ºC.
6. Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air
(bejana infus trercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98ºC)
selama waktu tertentu (15-20 menit).
7. Dekok
Dekok adalah infus dalam waktu yang lebih lama dan temperatur sampai
titik didih air.
8. Distilasi Uap
Distilasi Uap adalah ekstraksi senyawa kandungan menguap (minyak atsiri)
dari bahas segar atau simplisia dengan uap air berdasarkan peristiwa tekanan
parsial senyawa kandungan menguap dengan fase uap air dari ketel secara kontinu
sampai sempurna dan diakhiri dengan kondensasi fase uap campuran (senyawa
kandungan menguap ikut terdistilasi) menjadi distilat air bersama senyawa
kandungan yang memisah sempurna atau memisah sebagian. Distilasi uap, bahan
(simplisia) benar-benar tidak tercelupkan ke air mendidih, namun dilewati oleh
uap air sehingga kandungan senyawa menguap ikut terdistilasi(17).
2.6 Uraian Diabetes Melitus
Uraian diabetes militus antara lain tentang definisi, gejala umum, tipe, dan
pengobatan diabetes militus dapat dijelaskan sebagai berikut :
2.6.1 Definisi Diabetes Melitus
Diabetes diturunkan dari bahasa Yunani yaitu diabetes yang berarti
pipa air melengkung (syphon). Diabetes dinyatakan sebagai keadaan di mana
terjadi produksi urin yang melimpah pada penderita. Diabetes millitus (DM)
merupakan suatu penyakit yang melibatkan hormon endokrin pankreas, antara
lain insulin dan glukagon. Manifestasi utamanya mencakup gangguan
metabolisme lipid, karbohidrat, dan protein yang pada gilirannya merangsang
kondisi hiperglikemia. Kondisi hiperglikemia tersebut akan berkembang menjadi
diabetes temperatur dengan berbagai macam bentuk manifestasi komplikasi.
Terdapat beberapa definisi yang dapat mempresentasikan penyebab, perantara
dan wujud komplikasi tersebut. DM adalah suatu sindrom yang mempunyai ciri
kondisi hiperglikemik kronis, gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan
protein, terkait dengan defisiensi sekresi dan atau aksi insulin secara absolut atau
relative. DM sebagai sindrom kompleks yang terkait dengan metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein dengan ciri-ciri hiperglikemik dan gangguan
metabolisme glukosa, serta terkait secara patologis dengan komplikasi
mikrovaskuler yang spesifik, penyakit mikrovaskuler sekunder pada
perkembangan aterosklerosis, dan beberapa komplikasi yang lain meliputi
neuropati, komplikasi dengan kehamilan, dan memperparah kondisi infeksi(18).
DM merupakan suatu penyakit metabolisme yang mempunyai karakteristik
hiperglikemia akibat dari cacat pada sekresi insulin, kerja insulin atau
keduanya. Kelainan pada sekresi atau kerja insulin tersebut menyebabkan
abnormalitas dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan protein.
Hiperglikemia pada diabetes yang berkepanjangan akan mengakibatkan
disfungsi dan kegagalan kerja dari berbagai macam organ terutama mata,
ginjal, saraf dan jaringan darah. DM merupakan kondisi di mana tubuh
tidak dapat dengan tepat menggunakan energi dari makan yang dimakan.
Makanan merupakan tahapan awal masuknya glukosa ke dalam plasma darah.
Zat dari bahan makanan, yaitu karbohidrat, protein, vitamin, lemak, dan
mineral ditambahkan ke darah melalui sistem hepatik berpori (hepatic
porous system). Dalam proses metabolisme bahan karbohidrat, protein dan
lemak akan diubah menjadi glukosa dan selanjutnya dikonversi menjadi
energi(16).
Penyakit diabetes militus dapat menyerang siapa saja tanpa memandang
usia, bahkan anak-anak pun memiliki potensi sebagai penderita. Silent killer,
sebutan bagi penyakit ini karena penderita diabetes militus pada awalnya justru
tidak menyadari bahwa penyakit ini telah bersarang di tubuhnya. Pada terjadinya
peningkatan kadar glukosa darah, penderita tidak merasakan apapun dan
gejalanya juga tidak terlihat. Akan tetapi, disaat penderita mengalami sesuatu
yang tidak nyaman pada dirinya, seperti terjadinya penurunan badan secara
drastic, sering buang air kecil di malam hari, atau sering merasakan haus yang
tidak tertahankan, dia baru akan berkonsultasi ke dokter. Bahkan, ada yang baru
menyadarinya ketika telah terjadi luka yang tidak kunjung sembuh atau
komplikasi lainnya(18).
DM atau lebih dikenal dengan sebutan penyakit kencing manis merupakan
golongan penyakit kronis yang ditandai dengan terjadinya peningkatan kadar
glukosa di dalam darah (hiperglikemia), sebagai akibat adanya gangguan
metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak yang diikuti dengan komplikasi
mikrovaskular (pembuluh darah kecil) dan makrovaskuler (pembuluh darah
besar). Hal itu terjadi karena organ pankreas yang tidak mampu memproduksi
hormon insulin sesuai dengan kebutuhan tubuh(18).
Insulin adalah hormon di dalam tubuh yang mengubah glukosa menjadi
energi. Hormon yang diproduksi oleh kelenjar pankreas ini mengandung kurang
lebih 100.000 pulau Langerhans dan setiap pulau tersebut mengandung 100 set
beta. Insulin diproduksi oleh sel beta tersebut yang bila diibaratkan ia sebagai
katub masuknya glukosa ke dalam sel. Apabila hormon insulin tidak ada atau
terganggu, glukosa tidak bisa masuk ke sel dan akan tetap berada dalam pembuluh
darah. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan kadar glukosa di dalam
darah(18).
Resistensi insulin adalah peristiwa yang dimana sel-sel menjadi kurang peka
bagi insulin dengan efek berkurangnya penyerapan glukosa dari darah. Sel-sel
beta pankreas distimulir agar produksinya ditingkatkan. Akhirnya sel beta tidak
mampu mempertahankan peningkatan insulin ini dan terlalu sedikit glukosa
memasuki sel. Akibatnya kadar glukosa darah naik dan lambat laun akan terjadi
diabetes tipe II (DM tipe II)19. Resistensi insulin menyebabkan hiperinsulinemia
yang berlanjut menjadi intoleransi glukosa, dislipidemia aterogenik,
hipertrigliseridemia dan peningkatan tekanan darah. Korelasi kuat resistensi
insulin dengan sindroma metabolik menyebabkan sindroma metabolik juga
disebut sebagai sindroma resistensi insulin(10).
Peran insulin dalam berbagai metabolisme di jaringan target didahului
oleh pengikatan insulin pada reseptor spesifik dan aktivasi tirosin kinase.
Reseptor insulin kinase yang telah teraktifkan ini selanjutnya akan melakukan
fosforilasi gugus tirosin pada IRS (Insulin Receptor Substrate) dan
selanjutnya akan menurunkan aktivasi dari phosphoinositol-3 kinase dan
menyebabkan translokasi glukosa dari ekstrasel ke intrasel oleh transporter
glukosa (GLUT4)(10).
Mekanisme terjadinya resistensi insulin dapat diterangkan oleh beberapa
jalur. Yang pertama adalah induksi resistensi insulin karena faktor inflamasi.
Hubungan antara inflamasi dan resistensi insulin pertama kali dicetuskan oleh
Hotamisligil et al pada tahun 1993 yang menyatakan bahwa sitokin
proinflamatorik TNF-α (Tumor Necrosis Factor-α) dapat menginduksi
resistensi insulin. Akumulasi jaringan lemak pada obesitas akan
meningkatkan produksi berbagai macam sitokin seperti TNF-α, IL-6
(Interleukin-6), resistin, leptin, adiponectin, MCP-1 (Monocyte Chemoattractant
Protein 1), PAI-1 (Plasminogen Activator Inhibitor 1), dan angiotensinogen
yang bertanggungjawab pada kondisi inflamatorik subakut pada obesitas.
Pengikatan molekul sitokin ini pada reseptor spesifik akan mengaktifkan jalur
JNK (Janus Kinase) dan IKKβ dan selanjutnya akan mengaktifkan faktor
trankripsi Nuclear Factor κβ (NF-κβ). Translokasi NF-κβ ke dalam nukleus
akan menginduksi transkripsi berbagai macam mediator inflamatorik yang
dapat mengarah pada keadaan resistensi insulin. Jalur JNK dan IKKβ/NF-κβ juga
dapat diaktivasi oleh ikatan dari pattern recognition receptor (PRR) pada
permukaan membran dengan substansi dari luar sel. PRR pada amper sel ini
antara lain adalah TLRs (Toll-Like Receptor) dan Receptor for advanced
glycation end products (RAGE). Ligan untuk TLRs adalah produk dari
mikroba seperti Lipopolisakarida. RAGE akan berikatan dengan endogenous
advanced glycation end products (AGEs). AGEs ini merupakan subtansi
nonenzymatic yang merupakan produk dari metabolisme glukosa dan protein
dengan laju turnover yang lambat(10).
2.6.2 Gejala Umum Diabetes Melitus
Gejala yang timbul pada penderita diabetes militus tidaklah sama antara satu
penderita dengan penderita lainnya, namun ada tiga gejala umum yang sering
terjadi, yaitu sebagai berikut.
1.Sering merasa haus sehingga banyak minum (polidipsi)
Rasa haus yang terjadi disebabkan karena meningkatnya intensitas
buang air kecil yang banyak dan menyebabkan tubuh dehidrasi (kekurangan
cairan). Oleh karena itu, timbul rangsangan pada susuna saraf pusat
sehingga penderita merasa selalu kehausan dan menjadi banyak minum.
Biasanya, penderita tidak menyadarinya dan menganggap bahwa rasa haus
tersebut timbul karena cuaca yang panas atau kelelahan dalam bekerja.
Bahkan, untuk memuaskan rasa haus tersebut, kebanyakan penderita
meminum minuman yang manis-manis dan dingin seperti soft drink. Tanpa
disadarinya, kadar glukosa darah akan menjadi semakin tinggi, kembali
semakin cepat merasa haus, dan intensitas buang air kecil juga semakin
sering sehingga tubuh menjadi lemas.
2.Sering merasa lapar sehingga banyak makan (poliphagi)
Rasa lapar yang dirasakan oleh penderita terjadi karena adanya rangsangan
pada susunan saraf pusat (SSP) karena kadar glukosa di dalam sel
(intraseluler) berkurang. Oleh karena itu, penderita merasa lapar dan selalu
ingin makan. Saat frekuensi makan bertambah, terutama makanan yang
mengandung karbohidrat dan glukosa lainnya akan meningkatkan kadar
glukosa darah. Kenaikan kadar glukosa darah tersebut tidak mampu
dimetabolisme sel karena tubuh kekurangan insulin.
3. Sering buang air kecil (poliurie), terutama pada malam hari sehingga
mengganggu tidur.
Saat kadar glukosa dalam darah melebihi batas ambang ginjal (renal
threshold), ginjal akan mengeluarkan glukosa yang berlebihan tersebut
dan membutuhkan banyak air untuk mengeluarkannya. Jadi, inilah
penyebabnya mengapa urine penderita diabetes mellitus berasa manis.
Meningkatnya intensitas buang air kecil, menyebabkan tubuh menjadi
dehidrasi dan kulit menjadi kering maka penderita akan menjadi haus dan
lebih banyak minum(18)
2.6.3 Tipe Diabetes Melitus
Secara umum diabetes militus dapat dibagi menjadi empat kelompok yaitu :
2.6.3.1 Diabetes tipe 1 (Diabetes militus tergantung insulin, IDDM) (Insulin Dependent Diabetes Melitus)
Penyakit ini ditandai dengan defisiensi insulin absolut yang disebabkan oleh
lesi atau nekrosissel beta Langerhans, hilangnya fungsi sel beta mungkin
disebabkan oleh invasi virus, kerja toksin kimia, atau umumnya melalui kerja
antibody autoimun yang ditujukan untuk melalui sel beta akibatnya dari
dekstruksi sel beta, temperatur gagal berespon terhadap masuknya glukosa.
Diabetes tipe 1 ini mrupakan bentuk diabetes parah yang berhubungan dengan
terjadinya ketosis apabila tidak diobati, lazim terjadi pada anak remaja tetapi
kadang-kadang juga terjadi pada orang dewasa. Gangguan katabolisme yang
disebabkan hampir tidak terdapatnya insulin dalam sirkulasi. Glukagon plasma
meningkat dan sel-sel beta pankreas batal merespon semua stimulasi
insulinogenik.
2.6.3.2 Diabetes tipe 2 (Diabetes militus tak tergantung insulin, NIDDM) (Non Insulin Dependent Diabetes Melitus)
Diabetes tipe 2 ini merupakan suatu kelompok heterogen yang terdiri dari
bentuk diabetes yang lebih ringan yang terutama terjadi pada orang dewasa tetapi
kadang-kadang juga terjadi pada remaja. Sirkulasi insulin endogen cukup untuk
mencegah terjadinya ketoasidosis tetapi insulin tersebut sering dalam kadar
kurang dari normal atau secara relative tidak mencukupi karena kurang pekanya
jaringan. Obesitas, yang pada umumnya menyebabkan gangguan pada kerja
insulin, faktor resiko yang biasa terjadi pada diabetes tipe ini sebagian besar
pasien dengan diabetes tipe 2 ini gemuk. Pada NIDDM pankreas masih
mempunyai beberapa fungsi sel beta yang menyebabkan kadar insulin bervariasi
yang tidak cukup untuk memelihara homeostatis glukosa. Diabetes tipe 2 sering
dihubungkan dengan resistensi organ target yang membatasi respon insulin
endogen dan eksogen. Pada beberapa kasus disebabkan oleh penurunan jumlah
atau mutasi reseptor insulin.
2.6.3.4 Diabetes Gestational
Diabetes gestational adalah diabetes yang tejadi pada saat kehamilan, ada
kemungkinan normal kembali namun toleransi glukosa yang terganggu juga bias
terjadi setelah kehamilan tersebut. DM tipe 1 atau DM tipe 2 mungkin terjadi pada
wanita yang tidak menjalani penanganan pada saat diabetes gestational ini terjadi.
Perlu dilakukan pemeriksaan sebelum 24 minggu kehamilan. Data statistik
menunjukkan bahwa pengontrolan gula darah saat kehamilan bagi penderita
diabetes gestational akan menghindari ibu dan bayi yang dilahirkan dari kematian
atau cacat sama halnya dengan yang tidak mengalami diabetes. Trisemester kedua
merupakan saat terjadinya peningkatan stres kehamilan sehingga kadar glukosa
darah meningkat(17).
2.6.3.5 Diabetes Melitus Tipe Lain
Termasuk kedalam kelompok ini adalah penyakit pankreas, penyakit
hormonal, keadaan yang disebabkan oleh obat atau zat kimia, gangguan reseptor
insulin dan sindrom genetik tertentu.
2.6.4 Pengobatan Diabetes Melitus
Secara umum pengobatan diabetes militus dapat dibagi menjadi dua yaitu
sebagai berikut :
I. Pengertian Insulin
Insulin merupakan hormon polipeptida yang terdiri dari 51 asam amino
yang tersusun dalam dua rantai, rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B
mempunyai 30 asam amino. Antara rantai A dan B terdapat dua gugus disulfida
yaitu antara A-7 dengan B-7 dan A-20 dengan B-19. Selain itu masih terdapat
gugus disulfida antara asam amino ke-6 dan ke-11 pada rantai A. Terapi insulin
merupakan pengobatan andalan untuk hampir semua pasien DM tipe I dan DM
tipe II(22).
2. Klasifikasi Insulin
Sediaan insulin dapat diklasifikasikan berdasarkan durasi kerjanya menjadi
kerja singkat, kerja sedang, dan kerja lama. Berdasarkan asalnya yaitu insulin
manusia, babi, sapi atau campuran babi dan sapi. Insulin manusia kini banyak
tersedia sebagai hasil produksi teknik DNA rekombinan. Insulin babi berbeda dari
insulin manusia karena mengandung satu asam amino (alanin yang menggantikan
treonin pada terminal karboksi rantai B, yaitu pada posisi B30, insulin sapi juga
berbeda karena dua perubahan tambahan pada rantai A (treonin pada posisi A8
digantikan oleh alanin, sedangkan isoleusin pada posisi A10 digantikan oleh valin
Insulin kerja singkat dan kerja cepat merupakan larutan insulin zink kristal
yang reguler (injeksi insulin) yang biasanya dilarutkan dalam bufer pada pH
netral. Sediaan ini memiliki onset yang paling cepat tetapi durasinya paling
singkat. Insulin kerja singkat biasanya harus diinjeksikan 30-45 menit sebelum
makan. Insulin kerja singkat juga dapat diberikan secara intravena atau
intramuskular. Setelah injeksi intravena, konsentrasi glukosa darah menurun
dengan cepat, yang biasanya mencapai titik terendah dalam waktu 20-30 menit.
Insulin kerja sedang diformulasi agar dapat larut secara berangsur-angsur
jika diberikan secara subkutan, dengan demikian durasi kerjanya lebih lama. Dua
sediaan yang paling sering digunakan adalah insulin neutral protamin Hagedorn
(NPH) (yakni suspensi insulin isophane) dan insulin lente (suspensi zink insulin).
Insulin NPH adalah suspensi insulin dalam bentuk kompleks dengan zink dan
protamin dalam bufer fosfat. Insulin lente adalah campuran bentuk insulin kristal
(ultralente) dan bentuk amorf (semilente) dalam bufer asetat, yang meminimalkan
kelarutan insulin.
Insulin ultralente (suspensi insulin zink diperpanjang) dan suspensi insulin
protamin zink merupakan insulin kerja lama, keduanya memiliki onset yang
sangat lambat dan puncak kerjanya relatif datar lebih lama. Insulin ini ditujukan
untuk memberikan konsentrasi insulin basal yang rendah sepanjang hari. Waktu
paruh insulin ultralente yang lama menyebabkannya sulit dalam menentukan dosis
optimal, karena dibutuhkan beberapa hari pengobatan sebelum dicapainya
konsentrasi bersirkulasi dalam keadaan tunak(20).
2. 6.5 Obat-obat Hipoglikemik Oral
Hipoglikemia merupakan suatu keadaan dimana terjadi penurunan kadar
glukosa darah dalam tubuh. Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat
hipoglikemik oral dapat dibagi sebagai berikut :
1. Golongan sulfonilurea
Mekanisme kerja golongan ini dapat merangsang sekresi insulin dari granul
sel-sel β Langerhans pancreas. Rangsangannya melalui interaksinya dengan ATP-
sensitive K channel pada membran sel-sel β yang menimbulkan depolarisasi
membran dan keadaan ini akan membuka kanal Ca. Dengan terbukanya kanal Ca
maka ion Ca++ akan masuk sel β, merangsang granula yang berisi insulin dan akan
terjadi sekresi insulin dengan jumlah yang ekuivalen dengan peptida-C. kecuali itu
sulfonilurea dapat mengurangi klirens insulin di hepar.
Terdapat 2 generasi sulfonilurea, generasi 1 terdiri dari tolbutamid,
tolazamid, asetoheksimid, dan klorpropamid. Generasi 2 yang potensi
hipoglikemik gliburid (glibenklamid), glipizid, gliklazid dan glimepirid.
a) Klorpropamid dalam darah terikat albumin, masa paruhnya panjang, 24-48
jam, efeknya masih terlihat beberapa hari setelah obat dihentikan.
Metabolismenya di hepar tidak lengkap, 20% di ekskresi utuh di urin.
b) Tolbutamid mula kerjanya cepat. Masa paruhnya sekitar 4-7 jam. Dalam
darah 91-96% tolbutamid terikat protein plasma, dan di hepar diubah menjadi
karboksitolbutamid, ekskresinya melalui ginjal.
c) Tolazamid, absorpsinya lebih lambat dari yang lain, efeknya pada glukosa
darah belum nyata untuk beberapa jam setelah obat diberikan. Masa paruh
sekitar 7 jam, di hepar diubah menjadi p-karboksitolazamid, 4-
hidroksimetiltolazamid dan senyawa lain, yang di antaranya memiliki sifat
hipoglikemik cukup kuat.
d) Sulfonilurea generasi 2, umumnya potensi hipoglikemiknya hampir 100x
lebih besar dari generasi 1. Meski masa paruhnya pendek, hanya sekitar 3-5
jam, efek hipoglikemiknya berlangsung 12-24 jam, sering cukup diberikan 1x
sehari. Alasan mengapa masa paruh yang pendek memberikan efek
hipoglikemik panjang belum diketahui.
e) Glipizid, absorpsinya lengkap, masa paruhnya 3-4 jam. Dalam darah 98%
terikat protein plasma potensinya 100 x lebih kuat dari tolbutamid, tetapi efek
hipoglikemik maksimalnya mirip dengan sulfonylurea lain. Metabolismenya
di hepar menjadi metabolit yang tidak aktif, sekitar 10% diekskresi melalui
ginjal dalam keadaan utuh.
f) Gliburid (glibenklamid), potensinya 200 x lebih kuat dari tolbutamid, masa
paruhnya sekitar 4 jam. Metabolismenya di hepar, pada pemberian dosis
tunggal hanya 25% metabolitnya diekskresi melalui urin, sisanya melalui
empedu. Pada penggunaan dapat terjadi kegagalan primer dan sekunder,
dengan seluruh kegagalan kira-kira 21% selama 1 1/2 tahun.
Karena semua sulfonilurea dimetabolisme di hepar dan diekskresi melalui
ginjal, sediaan ini tidak boleh diberikan pada pasien gangguan fungsi hepar
atau ginjal yang berat.
2. Meglitinid
Repaglinid dan neteglinid merupakan golongan meglitinid, mekanisme
kerjanya sama dengan sulfonilurea tetapi struktur kimianya sangat berbeda.
Golongan ADO ini merangsang insulin dengan menutup kanal K yang ATP-
independent di sel β pankreas.
Pada pemberian oral absorpsinya cepat dan kadar puncaknya dicapai dalam
waktu 1 jam. Masa paruhnya 1 jam karenanya harus diberikan beberapa kali
sehari, sebelum makan. Metabolisme utamanya di hepar dan metabolitnya tidak
aktif. Sekitar 10% dimetabolisme di ginjal. Pada pasien dengan gangguan fungsi
hepar atau ginjal harus diberikan secara berhati-hati. Efek samping utamanya
hipoglikemia dan gangguan saluran cerna.
a. Repaglinida
Repaglinida adalah perangsang sekresi insulin oral dari golongan
meglitinida. Senyawa ini merupakan turunan asam benzoat, dan strukturnya tidak
berkaitan dengan senyawa sulfonilurea. Namun, seperti halnya sulfonilurea,
repaglinida menstimulasi pelepasan insulin dengan cara menutup saluran kalium
bergantung ATP pada sel β pankreas. Obat ini diabsorpsi secara cepat dari saluran
gastrointestinal, kadar puncak dalam darah dicapai dalam waktu satu jam. Sifat
obat ini memungkinkan penggunaan multiple sebelum makan, seperti pendosisan
sulfonilurea klasik yakni sekali atau dua kali sehari. Repaglinida terutama
dimetabolisme oleh hati. Metabolit obat ini tidak memiliki kerja hipoglikemia.
Repaglinida harus digunakan secara hati-hati pada pasien insufisiensi hati, karena
sebagian kecil repaglinida (sekitar 10%) dimetabolisme oleh ginjal, peningkatan
dosis obat pada pasien insufisiensi ginjal juga harus dilakukan secara hati-hati.
Sama seperti sulfonilurea, efek samping utama repaglinida adalah hipoglikemia.
b. Nateglinida
Nateglinida merupakan perangsang sekresi insulin turunan D-fenilalanin
yang efektif secara oral. Seperti sulfonilurea dan repaglinida, nateglinida
menstimulasi sekresi insulin dengan cara memblok saluran kalium sensitif ATP
pada sel β pankreas. Nateglinida mendorong sekresi insulin lebih cepat tapi
kurang mempertahankannya dibandingkan senyawa antidiabetes oral lainnya yang
tersedia. Efek terapeutik utama obat ini adalah mengurangi peningkatan glikemik
setelah makan pada pasien DM tipe 2. Baru-baru ini nateglida telah disetujui oleh
Food and Drug Administration (FDA) USA untuk digunakan pasien DM tipe 2
dan paling efektif jika diberikan antara 1 sampai 10 menit sebelum makan dengan
dosis 120 mg. Nateglinida terutama dimetabolisme oleh hati, sehingga harus
digunakan secara hati-hati pada pasien insufisiensi hati. Sekitar 16% dosis yang
diberikan dieksresi oleh ginjal sebagai obat yang tak diubah. Penyesuaian dosis
tidak diperlukan pada pasien gagal ginjal. Penelitian awal menunjukkan bahwa
terapi nateglinida dapat menurunkan episode hipoglikemia dibandingkan dengan
perangsang sekresi insulin oral lainnya yang tersedia.
3. Biguanida
Biguanida sekarang yang banyak digunakan metformin. Mekanisme
kerjanya binguanida sebenarnya bukan obat hipoglikemik tetapi suatu
antihiperglikemik, tidak menyebabkan rangsangan sekresi insulin dan umumnya
tidak menyebabkan hipoglikemia. Metformin menurunkan produksi glukosa
dihepar dan meninggalkan sensitivitas jaringan otot dan adipose terhadap insulin.
Efek ini terjadi karena adanya aktivasi kinase di sel (AMP-activated protein
dinase). Meski masih kontroversial, adanya penurunan produksi glukosa hepar,
banyak data yang menunjukan bahwa efeknya terjadi akibat penurunan
glukoneogenesis. Preparat ini tidak mempunyai efek yang berarti pada sekresi
glukagon, ortisol, hormone pertumbuhan, dan samatostatin.
4. Golongan Thiazolidindion
Thiazolidindion merupakan agonist potent dan selektif PPARγ membentuk
kompleks PPARγ-RXR dan terbentuklah GLUT bbaru dijaringan adipose PPARγ
mengurangi keluarnya asam lemak menuju ke otot, dan karenanya dapat
mengurangi resisten insulin.
Terdapat 2 jenis tiazolidindion yaitu pioglitazon dan rosiglitazon yang dapat
menurunkan HbA1c (1,0-1,5%) dan berkecenderungan meningkatkan HDL,
sedang efeknya pada trigliserid dan LDL bervariasi.
5. Penghambat enzim α-glukosidase
Obat golongan penghambat enzim α-glikosidase ini dapat memperlambat
absorbs polisakarida (starch), dekstrin, dan disakarida di intestin, dapat mencegah
peningkatan glukosa plasma pada orang normal dan pasien DM.
Kerjanya tidak mempengaruhi sekresi insulin, maka tidak akan
menyebabkan efek samping hipoglikemia. Akarbose dapat digunakan sebagai
monoterapi pada DM usia lanjut atau DM yang glukosa postprandialnya sangat
tinggi. Obat ini diberikan pada waktu mulai makan dan absorbsi buruk. Akarbose
paling efektif bila diberikan bersama makanan yang berserat, mengandung
polisakarida, dengan sedikit kandungan glukosa dan sukrosa. Bila akarbose
diberikan bersama insulin, atau dengan golongan sulfonilurea, dan menimbulkan
hipoglikemia, pemberian glukosa akan lebih baik daripada pemberian sukrosa,
polisakarida atau maltosa7.
6. Golongan analog GLP-1 (Glucagon Like Peptide-1)
GLP-1 merupakan hormon yang disekresikan oleh sel L ileum yang dapat
memperbaiki dan meningkatkan fungsi pankreas karena mempunyai efek
menghambat apoptosis dan bahkan merangsang neogenesis serta proliferasi sel
beta. Hal tersebut merupakan efek yang menguntungkan dalam upaya mencegah
penurunan fungsi sel beta dan menghambat progresifitas diabetes. Selain itu, efek
GLP-1 terhadap sekresi insulin pankreas adalah berdasarkan kadar glukosa darah,
GLP-1 hanya akan merangsang pankreas bila terjadi hiperglikemia (glucose
dependent manner) sehingga target terapi diabetes yang ditujukan pada
peningkatan efek GLP-1 tidak akan menimbulkan risiko hipoglikemia. Efek
incretin terhadap saluran cerna juga dianggap menguntungkan karena bersifat
netral bahkan dapat menurunkan berat badan. Hal itu berbeda dengan obat-obatan
anti-diabetes oral yang telah digunakan sebelumnya yang cenderung
menyebabkan peningkatan berat badan (sulfonilurea, thiazolidindion, dan insulin).
Mekanisme kerja golongan obat ini menyerupai kerja dari GLP-1 endogen
(incretin mimetic). Exenatide (Byetta) pada awalnya diisolasi dari air liur binatang
melata yang berupa suatu peptida 50% homolog dengan GLP-1, merupakan
aktivator kuat dari reseptor GLP-1 dan resisten terhadap enzim DPP-4 sehingga
dapat menyebabkan waktu paruh dari GLP-1 menjadi lebih panjang. Saat ini telah
dikembangkan golongan GLP-1 analog lain yaitu liraglutide, suatu yang dibuat
dengan menambahkan asam lemak pada atom C-16. Penambahan tersebut
menyebabkan DPP-4 tidak dapat dimetabolisme dengan cepat menjadi bentuk
tidak aktif. Efek samping golongan obat ini adalah mual dan muntah. Walaupun
dari hasil meta analisis didapatkan bahwa efek samping tersebut jarang ditemukan
dan dapat ditoleransi dengan baik, namun penggunaannya masih sangat terbatas
karena hanya dapat diberikan melalui injeksi subkutan.
7 . Dipeptydil peptidase-4 (DPP-4) inhibitor
Mekanisme kerja golongan DPP-4 inhibitor adalah meningkatkan kadar dan
aksi dari GLP-1 dan GIP (GLP-1 reseptor agonis), meningkatkan sekresi insulin
sesuai dengan kadar glukosa darah, dan menekan sekresi glukagon dari sel alfa
pankreas. Sitagliptin (obat oral pertama dari golongan DPP-4 inhibitor) telah
disetujui oleh FDA pada bulan Oktober 2006 untuk penggunaan sebagai
monoterapi atau terapi kombinasi dengan metformin dan thiazolidindion. Obat ini
dapat menjadi pilihan pada tahap awal terapi diabetes.
Oleh karena mekanisme kerjanya yang unik maka diharapkan akan
menstabilkan fungsi sel beta dan menghambat proses destruksinya, serta menekan
produksi glukagon. Sitagliptin merupakan obat oral antidiabetes yang mampu
menghambat aktivitas DPP-4 hingga lebih dari 80% selama 24 jam, meningkatkan
kadar GLP-1 dan GIP yang aktif sebesar dua kali lipat, meningkatkan sekresi
insulin, menurunkan kadar glukagon, dan menurunkan kadar glukosa darah puasa
serta glukosa darah postprandial. Obat ini tidak meningkatkan berat badan
sehingga tidak memperburuk sensitivitas insulin di jaringan perifer. Efektifitas
DPP-4 inhibitor sebagai monoterapi dalam mengontrol kadar glukosa darah
sebanding dengan obat rosiglitazone dan glipizide yaitu mampu menurunkan
kadar HbA1c sebesar 0,6-0,8%, namun DPP-4 inhibitor tidak menyebabkan
hipoglikemia, peningkatan berat badan, dan edema. Bila sitagliptin ditambahkan
pada penderita yang sementara mendapat monoterapi dengan antidiabetes oral
yang lain, maka terjadi penambahan efek penurunan HbA1c sebesar 1%.
Walaupun terdapat laporan yang menyebutkan adanya peningkatan risiko infeksi
tertentu dan timbulnya sakit kepala, namun hasil meta analisis menunjukkan
bahwa pemberian obat golongan DPP-4 inhibitor pada dasarnya aman dan dapat
ditoleransi dengan baik serta tidak menimbulkan efek yang merugikan pasien(22).
2.7 Uraian Hewan Uji
Adapun taksonomi tikus putih adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Divisi : Chordata
Kelas : Mammalia
Ordo : Rodentia
Famili : Muridae
Sub famili : Rattus
Species : Rattus novergicus
Gambar 2.6 Tikus Putih Jantan(22)
Tikus putih (Gambar 2.6) atau yang lebih dikenal dengan tikus albino ini
lebih banyak dipilih karena tikus yang dilahirkan dari perkawinan antara tikus
albino jantan dan betina mempunyai tingkat kemiripan genetis yang besar, yaitu
98%, meskipun sudah lebih dari 20 generasi. Bahkan setelah terjadi perkawinan
tertutup di antara tikus albino ini, mereka masih mempunyai kemiripan genetis
yang sangat besar yaitu 99,5%. Hal inilah yang menyebabkan mereka dikatakan
hampir menyerupai hewan hasil klon.
Lebih dari 90% dari semua hewan uji yang digunakan di dalam berbagai
penelitian adalah binatang pengerat, terutama mencit (Mus Musculus L) dan tikus
(Rattus novergicus). Hal ini disebabkan karena secara genetic, manusia dan kedua
hewan uji tersebut mempunyai banyak sekali kemiripan. Jenis mencit dan tikus
yang paling umum digunakan adalah jenis albino galur Sprague Dawley dan galur
Wistar. Kedua jenis hewan tersebut sering digunakan sebagai hewan uji dalam
penelitian medis pada pengelolaan kesehatan gigi, obesitas, diabetes melitus dan
hipertensi serta digunakan dalam bidang gizi, terutama untuk mempelajari
hubungan antara nutrisi dengan penuaan dini. Jika dibandingan dengan tikus
betina, tikus jantan lebih banyak digunakan sebab tikus jantan menunjukkan
periode pertumbuhan yang lebih lama.
2.8. Uraian tentang strepzotocin
Streptozotocin merupakan senyawa kimia kelompok nitrosoureas yang
toksik yang memiliki kemampuan merusak sel beta pankreas melalui alkilasi
DNA (asam-deoksiribonukleotida). Alkilasi tersebut berujung pada kekurangan
nikotinamida adenin dinukleotida (NAD-. Suatu koenzim yang berperan dalam
proses oksidasi-reduksi) dan aktivitas enzim poly(ADP-ribose) syethetase sehigga
berakibat pada overstimuli ATP (adenosin trifosfat/enrgi kimia sel) terjadinya
overstimuli ATP tersebut sebagai upaya dalam memperbaiki DNA yang rusak.
Mekanisme tersebut berakibat pada matinya sel beta, sehingga biosintesis dan
sekresi insulin terhambat. Kekurangan insulin berdampak pada sekresi glukagon
(simpanan glukosa) oleh sel alfa yang tidak seimbang dalam pengaturan gula
darah yang berujung pada keadaan hiperglikemia juga melaporkan bahwa efek
toksik dari STZ terlihat pada meningkatnya sel apoptosis (kematian sel) pada
kultur sel beta pankreas yang diinduksi STZ.
2.9 Uraian Tentang Metformin
Metformin merupakan turunan biguanida, yang tidak menyebabkan
pelepasan insulin dari pankreas, dan umumnya tidak menyebabkan hipoglikemia.
Zat ini meningkatkan sensitivitas jaringan otot dan hepatic terhadap insulin. Zat
ini juga menekan nafsu makan (efek anoreksan) hingga berat badan tidak
meningkat, maka layak diberikan pada penderita yang kegemukan. Penderita ini
biasanya mengalami resistensi insulin, sehingga sulfonilurea kurang efektif. Telah
dibuktikan bahwa metformin mengurangi terjadinya komplikasi makrovaskuler
melalui perbaikan profil lipida darah, yaitu peningkatan HDL, penurunan LDL
dan trigliserida, juga fibrinolisis diperbaiki dan berat badan tidak begitu
meningkat. Zat ini adalah derivat-dimetil dari kelompok biguanida (1959) yang
berkhasiat memperbaiki sensitivitas-insulin, terutama menghambat pembentukan
glukosa dalam hati serta menurunkan kolesterol-LDL dan trigliserida. Dengan
daya kerja supresi produksi dan penyerapan glukosa, fluktuasi gula darah menjadi
lebih kecil dan nilai rata-ratanya menurun. Reabsorpsinya dari usus tidak lengkap,
BA-nya 50-60%. Praktis tidak dimetabolisme dan diekskresikan utuh lewat
kemih. Plasma t ½ nya 3-6 jam. Dosis 3 X 1 sehari 500 mg atau 2 X 1 sehari 850
mg. Bila perlu setelah 1-2 minggu perlahan-lahan dinaikkan sampai maksimal 3 X
1 sehari 1 g(25).