DEDUKTIF VS. INDUKTIF Melanjutkan tulisan saya di sini, pada postingan kali ini saya ingin memperdalam apa beda antara DEDUKTIF dan INDUKTIF. Seperti yang telah kita pelajari sebelumnya bahwa PENELITIAN bahasa Inggrisnya adalah re-search: ”re-” artinya kembali dan “search” artinya mencari. Jadi secara harafiah, re-search artinya mencari kembali dan yang dicari kembali adalah KEBENARAN. Kebenaran sendiri dapat digolongkan menjadi empat kategori: [1] kebenaran deduktif, [2] kebenaran induktif, [3] kebenaran pragmatis, dan [4] kebenaran hakiki. Namun, dalam penelitian ilmiah, kita hanya mengenal dua jenis kebenaran, yaitu: DEDUKTIF dan INDUKTIF.
Kebenaran DEDUKTIF berarti bahwa segala sesuatu dianggap benar jika ada pendahulunya (yang dianggap benar). Sedangkan dalam kebenaran INDUKTIF, segala sesuatu dianggap benar jika dapat diobservasi secara inderawi (dapat ditangkap oleh panca indera manusia) dan dapat dibuktikan secara empiris.
Dalam gambar The Wheel of Science di atas, sebuah riset bisa bermula dan berakhir pada tempat yang tidak sama (Aldine deGruyter, 1971).
Riset saya di sini dimulai dari OBSERVATIONS (saya mencari tahu merek-merek apa saja yang namanya menjadi generik), EMPIRICAL GENERALIZATIONS (dari ratusan merek generik yang saya temui, saya berusaha mencari apa saja kerugian dan keuntungan yang dialami perusahaan jika mereknya menjadi generik; selain itu juga saya mencari tahu hal-hal apa saja yang dapat membuat
nama suatu merek menjadi generik), THEORIES (saya mencoba membangun suatu teori baru dari hasil penelitian saya pada ratusan merek generik), dan diakhiri dengan penarikan HYPOTHESES (hasil riset saya menghasilkan beberapa hipotesis tentang penggunaan generik brand di Indonesia). Sedangkan untuk riset di sini, dimulai dari THEORIES (dimulai dengan mencari MASALAH yang merupakan segala sesuatu yang TIDAK SESUAI TEORI yang seharusnya dan BERDAMPAK NEGATIF). Dari penyimpangan-penyimpangan yang ada, peneliti mencoba membangun theoritical framework yang sesuai dengan TEORI yang ada, lalu menarik HYPOTHESES. Selanjutnya, untuk menguji
hypotheses yang ada, peneliti melakukan OBSERVATIONS (bisa berupa wawancara, kuesioner, pengamatan langsung, dan menggunakan secondary data). Penelitian INDUKTIF lebih bertujuan untuk CREATE/BUILDING NEW THEORY (basic research), sedangkan tujuan utama penelitian DEDUKTIF menurut saya pribadi ada dua: [1] prescription: ngebenerin masalah (applied research), dan [2] THEORY EXTENTION.
Jika kita belajar bahasa Indonesia, maka kita akan menemukan bahwa nama lain paragraf INDUKTIF adalah khusus-umum (kalimat utama terletak di akhir paragraf, paragraf dimulai dari hal-hal yang bersifat khusus dan diakhiri dengan kalimat utama yang bersifat umum), sedangkan nama lain paragraf DEDUKTIF adalah umum-khusus (kalimat utama terletak di awal paragraf, paragraf dimulai dengan kalimat utama yang bersifat umum lalu menuju penjelasan yang bersifat khusus).
Penelitian INDUKTIF sifatnya dari KHUSUS ke UMUM:
[1] OBSERVATIONS: emas ketika dipanaskan memuai, tembaga ketika dipanaskan memuai, timah
ketika dipanaskan memuai, dsb. [2] EMPIRICAL GENERALIZATIONS: ketiganya merupakan logam dan ketiganya ketika dipanaskan akan memuai. [3] CREATE NEW THEORY: logam ketika dipanaskan akan memuai
Penelitian DEDUKTIF sifatnya dari UMUM ke KHUSUS: [1] THEORY: logam ketika dipanaskan akan memuai [2] HYPOTHESES: apakah emas, tembaga, timah, perak, platinum, dsb. ketika dipanaskan akan memuai (karena semuanya merupakan logam) [3] OBSERVATIONS: menguji apakah emas, tembaga, timah, perak, platinum, dsb. ketika dipanaskan
akan memuai atau tidak >>> THEORY EXTENTION: Ternyata teori yang ada juga berlaku untuk timah, perak, platinum, dan logam-logam lainnya.
Penelitian INDUKTIF biasanya lebih bersifat KUALITATIF dan bisa juga dilakukan dengan EXPERIMENT, mencari data dari berbagai sumber untuk menciptakan theory baru. Sedangkan penelitian DEDUKTIF biasanya lebih bersifat KUANTITATIF.
Penalaran Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Artikel ini membutuhkan lebih banyak catatan kaki untuk pemastian. Silakan bantu memperbaiki artikel ini dengan menambahkan catatan kaki dari sumber yang terpercaya.
Berpikir
Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empirik) yang
menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan
terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap
benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang
disebut menalar.
Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis (antesedens) dan hasil
kesimpulannya disebut dengankonklusi (consequence).
Hubungan antara premis dan konklusi disebut konsekuensi.
Daftar isi
[sembunyikan]
1 Metode dalam menalar
o 1.1 Metode induktif
o 1.2 Metode deduktif
2 Konsep dan simbol dalam penalaran
3 Syarat-syarat kebenaran dalam penalaran
[sunting]Metode dalam menalar
Ada dua jenis metode dalam menalar yaitu induktif dan deduktif.
[sunting]Metode induktif
Metode berpikir induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke
umum. Hukum yang disimpulkan difenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belum
diteliti. Generalisasi adalah bentuk dari metode berpikir induktif. Contoh:
Jika dipanaskan, besi memuai.
Jika dipanaskan, tembaga memuai.
Jika dipanaskan, emas memuai.
Jika dipanaskan, platina memuai.
∴ Jika dipanaskan, logam memuai.
Jika ada udara, manusia akan hidup.
Jika ada udara, hewan akan hidup.
Jika ada udara, tumbuhan akan hidup.
∴ Jika ada udara mahkluk hidup akan hidup.
[sunting]Metode deduktif
Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal
yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-
bagiannya yang khusus.
Contoh: Masyarakat Indonesia konsumtif (umum) dikarenakan adanya
perubahan arti sebuah kesuksesan (khusus) dan kegiatan imitasi (khusus) dari
media-media hiburan yang menampilkan gaya hidup konsumtif sebagai
prestasi sosial dan penanda status sosial.
Bagian ini
membutuhkan pengembangan
[sunting]Konsep dan simbol dalam penalaran
Penalaran juga merupakan aktivitas pikiran yang abstrak, untuk
mewujudkannya diperlukan simbol. Simbol atau lambang yang digunakan
dalam penalaran berbentuk bahasa, sehingga wujud penalaran akan akan
berupa argumen.
Kesimpulannya adalah pernyataan atau konsep adalah abstrak dengan simbol
berupa kata, sedangkan untuk proposisi simbol yang digunakan
adalah kalimat (kalimat berita) dan penalaran menggunakan simbol berupa
argumen. Argumenlah yang dapat menentukan
kebenaran konklusi dari premis.
Berdasarkan paparan di atas jelas bahwa tiga bentuk pemikiran manusia
adalah aktivitas berpikir yang saling berkait. Tidak ada ada proposisi tanpa
pengertian dan tidak akan ada penalaran tanpa proposisi. Bersama – sama
dengan terbentuknya pengertian perluasannya akan terbentuk
pula proposisi dan dari proposisi akan digunakan sebagai premis bagi
penalaran. Atau dapat juga dikatakan untuk menalar dibutuhkan proposisi
sedangkan proposisi merupakan hasil dari rangkaian pengertian.
[sunting]Syarat-syarat kebenaran dalam penalaran
Jika seseorang melakukan penalaran, maksudnya tentu adalah untuk
menemukan kebenaran. Kebenaran dapat dicapai jika syarat – syarat dalam
menalar dapat dipenuhi.
Suatu penalaran bertolak dari pengetahuan yang sudah dimiliki seseorang
akan sesuatu yang memang benar atau sesuatu yang memang salah.
Dalam penalaran, pengetahuan yang dijadikan dasar konklusi adalah
premis. Jadi semua premis harus benar. Benar di sini harus meliputi
sesuatu yang benar secara formal maupun material. Formal berarti
penalaran memiliki bentuk yang tepat, diturunkan dari aturan – aturan
berpikir yang tepat sedangkan material berarti isi atau bahan yang
dijadikan sebagai premis tepat.
3. Penarikan Kesimpulan atau Pembentukan Keputusan
Keputusan adalah hasil perbuatan akal untuk membentuk pendapat baru berdasarkan pendapat-
pendapat yang telah ada. Ada tiga macam keputusan, diantaranya :
a. Keputusan induktif
Keputusan diambil dari pendapat-pendapat khusus menuju ke satu pendapat umum. Misal :
- Tembaga dipanaskan akan memuai
- Perak dipanaskan akan memuai.
- Kesimpulannya, bahwa logam bila dipanaskan akan memuai (umum)
b. Keputusan deduktif
Ditarik dari hal yang umum menjadi hal yang khusus. Misal :
- Semua manusia akan meninggal
- Karto adalah manusia
- Jadi, suatu hari Karto akan meninggal
c. Keputusan analogis
Keputusan diperoleh dengan jalan membandingkan atau menyesuaikan dengan pendapat-pendapat khusus
yang telah ada. Misal :
- Totok anak pandai, naik kelas (khusus)
- Jadi, Nunung anak yang pandai itu, tentu naik kelas
APR
15
Makalah: Metode Berfikir Ilmiah (Filsafat Ilmu)
BAB I
PENDAHULUAN
A . Latar Belakang
Pada dasarnya setiap objek yang ada di dunia, pastilah menuntut metode tertentu. Seperti halnya dalam
memperoleh pengetahuan. Suatu ilmu, mungkin membutuhkan lebih dari satu metode ataupun dapat
diselesaikan menurut berbagai metode. Akhirnya suatu pendapat mengatakan, bahwa suatu memiliki
berbagai segi yang menuntut penggunaan berbagai metode.
Untuk memperoleh pengetahuan, maka digunakanlah metode berfikir ilmiah. Namun tidak semua
pengetahuan didapatkan melalui metode ilmiah. Tetapi agar ilmu berkembang dan tetap eksis dan mampu
menjawab berbagai tantangan yang dihadapi, maka digunakanlah metode ilmiah ini.
Agar lebih jelas lagi, didalam makalah ini akan dibahas mengenai metode berfikir ilmiah.
B. Rumusan Masalah
Sesuai latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan metode berpikir ilmiah ?
2. Apa nilai guna metode berpikir ilmiah ?
3. Bagaimana prosedur berpikir ilmiah ?
4. Bagaimana sikap dan aktivitas ilmiah ?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka yang menjadi tujuan pembahasan dalam makalah adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian metode berpikir ilmiah
2. Untuk mengetahui nilai guna metode berpikir ilmiah
3. Untuk mengetahui prosedur berpikir ilmiah
4. Untuk mengetahui sikap dan aktivitras ilmiah
D. Metode Penulisan
Adapun metode penulisan makalah yang digunakan adalah dengan cara study pustaka, yaitu
mempelajari buku-buku yang kami jadikan referensi dalam pengumpulan informasi dan data yang ada
kaitannya dengan masalah yang akan kami bahas serta pencarian informasi dengan melalui jalur internet.
E. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
D. Metode Penulisan
E. Sistematika Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
1. Pengertian Metode Berpikir Ilmiah
2. Nilai Guna Metode Berpikir Ilmiah
3. Prosedur Berpikir Ilmiah
4. Sikap dan Aktivitas Ilmiah
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Metode Berpikir Ilmiah
Secara etimologis, metode berasal dari Bahasa Yunani, yaitu “Meta” yang artinya sesudah atau dibalik
sesuatu, dan “Hodos” yang artinya jalan yang harus ditempuh. Jadi metode berarti langkah-langkah (cara
dan tekhnis) yang diambil menurut urutan tertentu untuk mencapai pengetahuan tertentu.
Jadi metode berfikir ilmiah adalah prosedur, cara dan tekhnik memperoleh pengetahuan, serta untuk
membuktikan benar salahnya suatu hipotesis yang telah ditentukan sebelumnya.
Metode ilmiah ini adalah sebuah prosedur yang digunakan para ilmuan dalam pencarian kebenaran baru.
Dilakukannya dengan cara kerja sistematis terhadap pengetahuan baru, dan melakukan peninjauan
kembali kepada pengetahuan yang telah ada.
Tujuan dari penggunaan metode ilmiah ini yaitu agar ilmu berkembang dan tetap eksis dan mampu
menjawab berbagai tantangan yang dihadapi. Kebenaran dan kecocokan kajian ilmiah, akan terbatas pada
ruang, waktu, tempat dan kondisi tertentu.
Metode ilmiah dipengaruhi oleh unsur alam yang berubah dan bergerak secara dinamik dan teratur.
Kondisi alam yang diduga para filosof karena adanya asas tunggal dari alam (natural law). Filosof yakin,
bahwa natural law telah menjadi salah satu sebab adanya ketertiban alam. Ketertiban akan diangkat dan
harus diletakkan sebagai objek ukuran dalam menentukan kebenaran. Corak-corak metodis yang
sandarannya pada kondisi alam, yang dinamik dan teratur, harus diakui telah meneyebabkan lahirnya ilmu
pengetahuan dengan sifat dan kecendrungan yang positivistic. Ilmu selalu berkembang dalam ukuran-
ukuran yang konkrit dengan model dan pendekatan serta eksperimen dan observasi.
Dalam perkembangan selanjutnya model dan cara berfikir demikian telah memperoleh gugatan. Karena,
tidak semua ilmu dapat didekati dengan model yang sama.
Dengan ditemukannya metode berfikir ilmiah, secara langsung telah menyebabkan terdinya kemajuan
dalam ilmu pengetahuan. Manusia bukan saja hidup dalam ritmis modernisasi yang serba mudah dan
menjanjkan. Lebih dari itu semua, manusia dapat menggapai sesuatu yang sebelumnya seolah tidak
mungkin. Manusia tidak lagi berpangku tangan, terhadap apa yang menjadi kehendak alam.
B. Nilai Guna Metode Berpikir Ilmiah
Metode berpikir ilmiah memiliki peranan penting dalam membantu manusia untuk memperoleh
pengetahuan cakrawala baru dalam menjamin eksistensi kehidupan manusia. Dengan menggunakan
metode berfikir ilmiah, manusia terus mengembangkan pengetahuannya.
Ada 4 cara manusia memperoleh pengetahuan:
1. Berpegang pada sesuartu yang telah ada (metode keteguhan)
2. Merujuk kepada pendapat ahli
3. Berpegang pada intuisi (metode intuisi)
4. Menggunakan metode ilmiah
Dari ke empat itulah, manusia memperoleh pengetahuannya sebagai pelekat dasar kemajuan manusia.
Namun cara yang ke empat ini, sering disebut sebagai cara ilmuan dalam memperoleh ilmu. Dalam
praktiknya, metode ilmiah digunakan untuk mengungkap dan mengembangkan ilmu, melalui cara kerja
penelitian.
Cara kerja ilmuan dengan penelitian ilmiah, muncul sebagai reaksi dari tantangan yang dihadapi manusia.
Pemecahan masalah melalui metode ilmiah tidak akan pernah berpaling. Penelitian ilmiah dengan
menggunakan metode ilmiah, memegang peranan penting dalam membantu manusia untuk memecahkan
setiap masalah yang di hadapinya.
Ilmuan biasanya bekerja dengan cara kerja sistematis, berlogika dan menghindari diri dari pertimbangan
subjektif. Rasa tidak puas terhadap pengetahuan yang berasal dari paham orang awam, mendorong
kelahiran filsafat. Filsafat menyelidik ulang semua pengetahuan manusia untuk mendapat pengetahuan
yang hakiki.
Ilmuan mempunyai falsafah yang sama, yaitu dalam penggunaan cara menyelesaikan masalah dengan
menggunakan metode ilmiah. Metode ilmiah selalu digunakan untuk memecahkan masalah yang
dihadapinya. Penggunaan metode ilmiah tertentu dalam kajian tertentu, dapat memudahkan ilmuan dan
pengguna hasil keilmuannya dapat memudahkan melakukan penelusuran.
Dalam ilmu pengetahuan ilmiah, “tidak ada” kebenaran yang sekedar berada di awang-awang meskipun
atas nama logika. Setiap kebenaran ilmiah, senantiasa diperkuat bukti-bukti empirik dan indrawi, bahkan
sesuatu kebenaran tersebut telah teruji.
Kebenaran ilmiah yang meskipun dikuasai oleh relativitasnya, selalu berpatokan kepada beberapa hal
mendasar, yaitu:
1. Adanya teori yang dijadikan dalil utama dalam mengukur fakta-fakta aktual.
2. Adanya data-data yang berupa fakta atau realitas senyatanya dan realitas dalam dokumen tertentu.
3. Adanya pengelompokkan fakta dan data yang signifikan.
4. Adanya uji validitas.
5. Adanya penarikan kesimpulan yang operasional
6. Adanya fungsi timbal balik antara teori dan realitas.
7. Adanya pengembangan dialektika terhadap teori yang sudah teruji.
8. Adanya pembatasan wilayah penelitian yang proporsional.
Ciri-ciri tersebut merupakan “citra” ilmu pengetahuan dan metode ilmah. Oleh karena itu, menurut
Juhaya S. Pradja (1997), metode ilmiah dimulai dengan pengamatan-pengamatan, kemudian memperkuat
diri dengan pengalaman dan menarik kesimpulan atas dasar pembuktian yang akurat.
Langkah metode ilmiah berpijak pada pertanyaan di seputar pada 3 hal, yaitu:
a. Kemana arah yang hendak dituju ?
b. Bagaimana dan kapan mulai bergerak ?
c. Mampukah melakukan langkah dan gerakan yang sesuai dengan maksud yang ditargetkan; benarkah
telah mulai bergerak ?
Metode ilmiah dimulai dengan usaha untuk konsisten dalam berfikir ilmiah. Dalam kerangka berfikir
ilmiah, logika merupakan metode meluruskan pemikiran, baik dalam pendekatan deduktif maupun
induktif. Metode ilmiah pun harus berpedoman pada paradigma tentang kebenaran indrawi yang positif,
karena hal itu akan lebih membuktikan relevansi antara teori dan realitas secara apa adanya.
C. Prosedur Berpikir Ilmiah
Prosedur berfikir ilimiah modern, masih selalu teatp menggunakan kaidah keilmuan barat yang hanya
melandaskan fikirannya pada penalaran rasional dan empiris. Metode ilmiah adalah ekspresi tentang cara
berfikir menurut kaidah ilmiah. Melalui metode ini, diharapakan dapat menghasilkan karakteristik
tertentu yang diminta pengetahuan ilmiah. Karakteristik yang dimaksud bersifat rasional (deduktif) dan
teruji secara empiris. Metode ilmiah dengan demikian adalah pengggabungan antara cara berfikir deduktif
dalam membangun tubuh pengetahuan.
Prosedur ilmiah mencakup 7 langkah, yaitu:
1. Mengenal adanya suatu situasi yang tidak menentu. Situasi yang bertantangan atau kabur yang
menghasilkan penyelidikan.
2. Menyatakan masalah-masalah dalam istilah spesifik
3. Merumuskan suatu hipotesis
4. Merancang suatu metode penyelidikan yang terkendali dengan jalan pengamatan atau percobaan
5. Mengumpulkan dan mencatat data kasar, agar mempunyai suatu pernyataan yang mempunyai makna
dan kepentingan
6. Melakukan penegasan yang dapat dipertanggung jawabkan
7. Melakukan penegasan terhadap apa yang disebut dengan metode ilmiah.
Permasalahan akan menentukan ada atau tidaknya ilmu. Tanpa ada masalah, maka tidak akan ada ilmu.
Langkah pertama suatu penelitian adalah mengajukan sesuatu yang dianggap sebagai masalah. Sesuatu
yang dianggap sebagai masalah apabila terdapat pertentangan antara harapan akan sesuatu yang
seharusnya, dengan kenyataan yang sebenarnya ada.
Permasalahan dalam ilmu pengetahuan, memiliki 3 ciri:
1. Dapat di komunikasikan dan dapat menjadi wacana publik
2. Dapat diganti dengan sikap ilmiah
3. Dapat ditangani dengan metode ilmiah
D. Sikap dan Aktivitas Ilmiah
1. Sikap Ilmiah
Sikap ilmiah merupakan bagian penting dari prosedur berfikir ilmiah. Sikap ilmiah memiliki 6
karakteristik, yaitu:
1. Rasa ingin tahu
Rasa ingin tahu yang menjadi pemicu munculnya pertanyaan serta dilakukannya penyelidikan,
pemeriksaan, penjelajahan dan percobaaan dalam rangka mencapai pemahaman.
2. Spekulatif
Spekulatif ini adalah sikap ilmiah yang diperlakukan untuk mengajukan hipotesis-hipotesis (tentu bersifat
dedukatif) untuk mencari solusi terhadap permasalahan.
3. Objektifitif
Objektifitif ini dimaknai dengan sikap yang selalu sedia untuk mengakui subjektivitas terhadap apa yang
dianggapnya benar.
4. Keterbukaan
Sikap terbuka adalah kesediaan untuk mempertimbangkan semua masukan yang relevan.
5. Kesediaan untuk menunda penilaian.
Kesediaan untuk menunda penilaian, artinya tidak memaksakan diri untuk memperoleh jawaban, jika
peneyelidikan belum memperoleh bukti yang diperlukan.
6. Tentatif
Bersikap tentatif artinya tidak bersikap dogmatis terhadap hipotesis maupun simpulan.
2. Aktivitas Ilmiah
Aktivitas ilmiah merupakan sebuah pekerjaan yang terus-menerus melakukan research ilmiah untuk
mencapai kebenaran.
Para ilmuan sering melakukan aktivitas ilmiah ini, secara terus menerus untuk mencapai pada apa yang
disebutnya benar.
Menurut Walter R Borg and Meredith D Gall, menyebutkan ada 7 langkah yang ditempuh seorang
peneliti dalam melakukan penelitiannya. 7 langkah tersebut diantaranya:
1. Menyusun sesuatu yang disebut masalah
2. Melakukan perumusan masalah atau mendefinisikan masalah kedalam bentuk yang operasional
3. Menyusun hipotesis/dugaan sementara
4. Menetapkan tekhnik dan menyusun instrumen penelitian
5. Mengumpulkan data yang diperlukan
6. Melakukan analisis terhadap data yang terkumpul
7. Menggambarkan kesimpulan yang berhasil dipecahkan
Dalam melakukan reserch, para ilmuan mempunyai dua aspek, yaitu aspek invidual yang mengacu pada
ilmuan sebagai aktifitas ilmuan dan aspek sosial yang mengacu kepada ilmu sebagai suatu komunitas
ilmiah dan kumpulan para ilmuan. Komunitas ini berinteraksi dengan intuisi-intuisi lain dalam
masyarakat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Metode berpikir ilmiah adalah prosedur, cara dan tekhnik memperoleh pengetahuan, serta untuk
membuktikan benar salahnya suatu hipotesis yang telah ditentukan sebelumnya.
Metode ilmiah digunakan untuk mengungkap dan mengembangkan ilmu, melalui cara kerja penelitian.
Penelitian ilmiah dengan menggunakan metode ilmiah, memegang peranan penting dalam membantu
manusia untuk memecahkan setiap masalah yang dihadapinya.
Prosedur ilmiah mencakup 7 langkah, yaitu:
1. Mengenal adanya suatu situasi yang tidak menentu. Situasi yang bertentangan atau kabur yang
menghasilkan penyelidikan.
2. Menyatakan masalah-masalah dalam istilah spesifik
3. Merumuskan suatu hipotesis
4. Merancang suatau metode penyelidikan yang terkendali dengan jalan pengamatan atau percobaan
5. Mengumpulkan dan mencatat data kasar, agar mempunyai suatu pernyataan yang mempunyai makna
dan kepentingan
6. Melakukan penegasan yang dapat dipertanggung jawabkan
7. Melakukan penegasan terhadap apa yang disebut dengan metode ilmiah.
Aktivitas ilmiah merupakan sebuah pekerjaan yan terus-menerus melakukan research ilmiah untuk
mencapai kebenaran.
B. Saran
Dalam melakukan sebuah penelitian, sebaiknya digunakan metode yang tepat. Salah satu metode yang
sering digunakan adalah metode ilmiah. Dengan metode ini dapat mengungkapkan dan mengembangkan
ilmu.
DAFTAR PUSTAKA
Suriasumantri, Jujun. 2010. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Sumadi. 2010. Filsafat Ilmu Pengantar Konsep dan Analisis. Ciamis: Institut Agama Islam Darussalam.
A. Mirawihardja, Sutardjo. 2006. Pengantar Filsafat. Bandung: PT Refika Aditama.
Ahmad Saebani, Beni. 2009. Filsafat Ilmu. Bandung: CV Pustaka Setia.
ILMU DAN FILSAFAT
1. Pendahuluan
Filsafat berasal dari kata filo dan sofia (bahasa Yunani). Filo artinya cinta atau menyenangi dan
sofia artinya bijaksana. Konon orang yang selalu mendambakan kebijaksanaan adalah orang-orang yang pandai,
orang yang selalu mencari kebenaran. Dalam mencari kebenaran ini, mereka mendasarkan kepada pemikiran
dan logika dan bahkan berspekulasi. Hal ini terjadi pada zaman sebelum ilmu berkembang.
Hasil pemikiran mereka ini kemudian menjadi tantangan bagi para ilmuwan selanjutnya dimana dalam
menemukan kebenaran lebih mementingkan penemuan-penemuan empiris.Logika bukan sebagai metode untuk
menemukan atau mencari kebenaran tersebut. Melihat lahirnya ilmu adalah karena ketidakpuasan para ilmuwan
terhadap penemuan kebenaran oleh para filosof maka dapat dikatakan bahwa ilmu merupakan bentuk-bentuk
perkembangan filsafat. Selanjutnya dikatakan bahwa ilmu filsafat merupakan induk dari ilmu.
Pada dasarnya cabang-cabang ilmu tersebut berkembang dari 2 cabang utama, yakni filsafat alam yang
kemudian menjadi rumpun ilmu-ilmu alam (natural sciences) dan filsafat moral yang kemudian berkembang
kedalam cabang ilmu-ilmu sosial (social sciences). Selanjutnya ilmu-ilmu alam membagi diri menjadi 2
kelompok lagi, yakni ilmu alam (physical sciences) dan ilmu hayat (biological sciences).
Ilmu-ilmu sosial berkembang agak lambat dibandingkan dengan ilmu-ilmu alam. Yang mula-mula berkembang
adalah antropologi, psikologi, ekonomi, sosiologi, dan ilmu politik. Selanjutnya, baik cabang-cabang ilmu alam
maupun ilmu-ilmu politik bercabang-cabang lagi sehingga sampai pada saat ini terdapat sekitar 650 cabang
keilmuan. Meskipun filsafat telah berkembang menjadi bermacam-macam ilmu namun filsafat sendiri tidak
tenggelam bahkan ikut berkembang pula seirama dengan perkembangan ilmu. Dalam arti yang operasional
filsafat adalah suatu pemikiran yang mendalam sampai ke akar-akarnya terhadap suatu masalah atau objek.
Sesuai dengan perkembangan filsafat dan pengertiannya maka muncul berbagai macam filsafat, antara lain
filsafat alam (metafisika), filsafat ketuhanan (theologia), filsafat manusia, filsafat ilmu, dan sebagainya.
2. Pengetahuan, Ilmu dan Filsafat
Manusia sebagai ciptaan Tuhan yang sempurna dalam memahami alam sekitarnya terjadi proses yang bertingkat
dari pengetahuan (sebagai hasil tahu manusia), ilmu dan filsafat. Pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu dari
manusia yang sekedar menjawab pertanyaan “what”, misalnya apa air, apa manusia, apa alam, dan sebagainya.
Sedangkan ilmu (science) bukan sekedar menjawab “what” melainkan akan menjawab pertanyaan “why” dan
“how”, misalnya mengapa air mendidih bila dipanaskan, mengapa bumi berputar, mengapa manusia bernapas,
dan sebagainya.
Pengetahuan hanya dapat menjawab pertanyaan apa sesuatu itu. Tetapi ilmu dapat menjawab mengapa dan
bagaimana sesuatu tersebut terjadi. Apabila pengetahuan itu mempunyai sasaran tertentu, mempunyai metode
atau pendekatan untuk mengkaji objek tersebut sehingga memperoleh hasil yang dapat disusun secara
sistematis dan diakui secara universal maka terbentuklah disiplin ilmu. Dengan perkataan lain, pengetahuan itu
dapat berkembang menjadi ilmu apabila memenuhi kriteria sebagai berikut :
a. Mempunyai objek kajian
b. Mempunyai metode pendekatan
c. Bersifat universal (mendapat pengakuan secara umum)
Sedangkan filsafat adalah suatu ilmu yang kajiannya tidak hanya terbatas pada fakta-fakta saja melainkan
sampai jauh diluar fakta sampai batas kemampuan logika manusia. Ilmu mengkaji kebenaran dengan bukti
logika atau jalan pikiran manusia. Dengan perkataan lain, batas kajian ilmu adalah fakta sedangkan batas kajian
filsafat adalah logika atau daya pikir manusia.
Ilmu menjawab pertanyaan “why” dan “how” sedangkan filsafat menjawab pertanyaan “why, why, dan why” dan
seterusnya sampai jawaban paling akhir yang dapat diberikan oleh pikiran atau budi manusia. Dalam
perkembangan filsafat menjadi ilmu terdapat taraf peralihan. Dalam taraf peralihan ini maka bidang pengkajian
filsafat menjadi lebih sempit, tidak lagi menyeluruh melainkan sektoral. Disini orang tidak lagi
mempermasalahkan moral secara keseluruhan melainkan mengaitkannya dengan kegiatan manusia dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya yang kemudian berkembang menjadi ilmu ekonomi. Namun demikian dengan
taraf ini secara konseptual ilmu masih mendasarkan diri pada norma-norma filsafat. Misalnya ekonomi masih
merupakan penerapan etika (appliet ethics) dalam kegiatan manusia memenuhi kebutuhan hidupnya.
Metode yang dipakai adalah normatif dan deduktif (berpikir dari hal-hal yang umum kepada yang bersifat
khusus) berdasarkan asas-asas moral yang filsafat. Pada tahap selanjutnya ilmu menyatakan dirinya otonom dari
konsep-konsep filsafat dan bertumpu sepenuhnya pada hakekat alam sebagaimana adanya. Pada tahap
peralihan, ilmu masih mendasari diri pada norma yang seharusnya sedangkan dalam tahap terakhir ilmu
didasarkan atas penemuan-penemuan. Sehingga dalam menyusun teori-teori ilmu pengetahuan tentang alam
dan isinya ini maka manusia tidak lagi mempergunakan metode yang bersifat normatif dan deduktif melainkan
kombinasi antara deduktif dan induktif (berpikir dari hal-hal yang bersifat khusus kepada hal-hal yang bersifat
umum) dengan jembatan yang berupa pengujian hipotesis.
Selanjutnya proses ini dikenal sebagai metoda deducto hipotetico-verivikatif dan metode ini dipakai sebagai
dasar pengembangan metode ilmiah yang lebih dikenal dengan metode penelitian. Selanjutnya melalui atau
menggunakan metode ilmiah ini akan menghasilkan ilmu. August Comte (1798-1857) membagi 3 tingkat
perkembangan ilmu pengetahuan tersebut diatas kedalam tahapreligius, metafisik, dan positif.
Hal ini dimaksudkan dalam tahap pertama maka asas religilah yang dijadikan postulat atau dalil ilmiah sehingga
ilmu merupakan deduksi atau penjabaran dari ajaran religi (deducto). Dalam tahapkedua, orang mulai
berspekulasi, berasumsi, atau membuat hipotesis-hipotesis tentang metafisika (keberadaan) ujud yang menjadi
objek penelaahaan yang terbatas dari dogma religi dan mengembangkan sistem pengetahuan berdasarkan
postulat metafisika tersebut (hipotetico). Sedangkan tahap ketiga adalah tahap pengetahuan ilmiah dimana
asas-asas yang dipergunakan diuji secara positif dalam proses verivikasi yang objektif (verivikatif).
3. Landasan Ilmu Filsafat
ilmu merupakan kajian atau telaah secara mendalam terhadap hakekat ilmu. Oleh sebab itu, filsafat ilmu ingin
menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakekat ilmu tersebut, seperti :
a. Objek apa yang ditelaah ilmu ? Bagaimana ujud hakiki objek tersebut ? Bagaimana hubungan objek dengan
daya tangkap manusia (misalnya berpikir, merasa, mengindera) ?
b. Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu ? Bagaimana prosedurnya
? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan yang benar ? Apa yang disebut
kebenaran itu sendiri ? Apa kriterianya ? Cara, teknik, atau sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan
pengetahuan yang berupa ilmu ?
c. Untuk apa ilmu itu dipergunakan ? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dan kaidah-kaidah
moral ? Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral ? Bagaimana hubungan
antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dan norma-norma moral / profesional
?
Ketiga kelompok pertanyaan tersebut merupakan landasan-landasan ilmu, yakni kelompok pertama merupakan
landasan ontologi, kelompok kedua merupakan landasan epistemologi, dan kelompok yang terakhir merupakan
landasan aksiologis.
Secara singkat uraian landasan ilmu itu adalah sebagai berikut :
a. Landasan ontologis adalah tentang objek yang ditelaah ilmu. Hal ini berarti tiap ilmu harus mempunyai objek
penelaahan yang jelas. Karena diversivikasi ilmu terjadi atas dasar spesifikasi objek telaahannya maka tiap
disiplin ilmu mempunyai landasan ontologi yang berbeda.
b. Landasan epistemologi adalah cara yang digunakan untuk mengkaji atau menelaah sehingga diperolehnya
ilmu tersebut. Secara umum, metode ilmiah pada dasarnya untuk semua disiplin ilmu yaitu berupa proses
kegiatan induksi-deduksi-verivikasi seperti telah diuraikan diatas.
c. Landasan aksiologi adalah berhubungan dengan penggunaan ilmu tersebut dalam rangka memenuhi
kebutuhan manusia. Dengan perkataan lain, apa yang dapat disumbangkan ilmu terhadap pengembangan ilmu
itu serta membagi peningkatan kualitas hidup manusia.
4. Sarana Berpikir Ilmiah
Untuk melakukan kegiatan ilmiah secara baik diperlukan sarana berpikir. Tersedianya sarana tersebut
memungkinkan dilakukannya penelaahan ilmiah secara teratur dan cermat. Penguasaan sarana berpikir ilmiah ini
merupakan suatu hal yang bersifat imperatif bagi seorang ilmuwan. Tanpa menguasai hal ini maka kegiatan
ilmiah yang baik tak dapat dilakukan. Sarana ilmiah pada dasarnya merupakan alat yang membantu kegiatan
ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuhnya. Pada langkah tertentu biasanya diperlukan sarana yang
tertentu pula.
Oleh sebab itulah maka sebelum kita mempelajari sarana-sarana berpikir ilmiah ini seyogyanya kita telah
menguasai langkah-langkah dalam kegiatan langkah tersebut. Dengan jalan ini maka kita akan sampai pada
hakekat sarana yang sebenarnya sebab sarana merupakan alat yang membantu dalam mencapai suatu tujuan
tertentu. Dengan kata lain, sarana ilmiah mempunyai fungsi-fungsi yang khas dalam kaitan kegiatan ilmiah
secara menyeluruh.
Dalam proses pendidikan, sarana berpikir ilmiah ini merupakan bidang studi tersendiri. Dalam hal ini kita harus
memperhatikan 2 hal, yaitu :
a. Sarana ilmiah bukan merupakan kumpulan ilmu, dalam pengertian bahwa sarana ilmiah itu merupakan
kumpulan pengetahuan yang didapatkan berdasarkan metode ilmiah. Seperti diketahui, salah satu diantara ciri-
ciri ilmu umpamanya adalah penggunaan induksi dan deduksi dalam mendapatkan pengetahuan. Sarana berpikir
ilmiah tidak mempergunakan cara ini dalam mendapatkan pengetahuannya. Secara lebih jelas dapat dikatakan
bahwa ilmu mempunyai metode tersendiri dalam mendapatkan pengetahuaannya yang berbeda dengan sarana
berpikir ilmiah.
b. Tujuan mempelajari sarana berpikir ilmiah adalah untuk memungkinkan kita untuk menelaah ilmu secara
baik. Sedangkan tujuan mempelajari ilmu dimaksudkan untuk mendapatkan pengetahuan yang memungkinkan
kita untuk dapat memecahkan masalah kita sehari-hari. Dalam hal ini maka sarana berpikir ilmiah merupakan
alat bagi cabang-cabang ilmu untuk mengembangkan materi pengetahuaannya berdasarkan metode ilmiah.
Jelaslah bahwa mengapa sarana berpikir ilmiah mempunyai metode tersendiri yang berbeda dengan metode
ilmiah dalam mendapatkan pengetahuaannya sebab fungsi sarana berpikir ilmiah adalah membantu proses
metode ilmiah dan bahkan merupakan ilmu tersendiri. Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan
baik maka diperlukan sarana yang berupa bahasa, logika, matematika, dan statistika.
Bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir ilmiah dan untuk
menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain. Dilihat dari pola berpikirnya maka ilmu merupakan
gabungan antara berpikir deduktif dan induktif. Untuk itu maka penalaran ilmiah menyandarkan diri pada
proses logika deduktif dan induktif. Matematika mempunyai peranan yang penting dalam berpikir deduktif ini
sedangkan statistik mempunyai peranan penting dalam berpikir induktif.
Proses pengu jian dalam kegiatan ilmiah mengharuskan kita menguasai metode penelitian
ilmiah yang pada hakekatnya merupakan pengumpulan fakta untuk menolak atau menerima hipotesis yang
diajukan. Kemampuan berpikir ilmiah yang baik harus didukung oleh penguasaan sarana berpikir ini dengan
baik pula. Salah satu langkah ke arah penguasaan itu adalah mengetahui dengan benar peranan masing-masing
sarana berpikir tersebut dalam keseluruhan proses berpikir ilmiah.
referensi : Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo. Metodologi Penelitian Kesehatan. Cet. ke-2, Januari. Jakarta : Rineka
Cipta. 2002.
Top Related