i
PROSIDING
SEMINAR NASIONAL FACILITIES PLANNING
DAN LOMBA PERANCANGAN TATA LETAK FASILITAS 2017
TEMA
“PERANCANGAN FASILITAS UNTUK MENINGKATKAN FLEKSIBILITAS SISTEM MANUFAKTUR DALAM RANGKA
MENCAPAI KEUNGGULAN BERSAING GLOBAL”
UNIVERSITAS TRISAKTI, 3-5 MEI 2017
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI, UNIVERSITAS TRISAKTI BEKERJASAMA DENGAN
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI, INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG (ITB)
BADAN KERJASAMA PENYELENGGARA PENDIDIKAN TINGGI TEKNIK INDUSTRI (BKSTI)
BADAN KEJURUAN TEKNIK INDUSTRI – PERSATUAN INSINYUR INDONESIA (BKTI-PII)
ii
PROSIDING SEMINAR NASIONAL FACILITIES PLANNING DAN LOMBA PERANCANGAN TATA LETAK FASILITAS 2017
TEMA
“PERANCANGAN FASILITAS UNTUK MENINGKATKAN FLEKSIBIL ITAS SISTEM MANUFAKTUR DALAM RANGKA MENCAPAI KEUNGGULAN BERSAING GLOBAL”
ISBN: 978-602-61585-0-5
Penanggung Jawab:
• Prof. Dr. Ir. Indra Surjati, MT (Universitas Trisakti) • Prof. Dr. Ir. Bermawi P. Iskandar (Institut Teknologi Bandung) • Prof. Dr. Ir. Anang Zaini Gani (Institut Teknologi Bandung) • Ir. T.M.A. Ari Samadhi, MSIE, Ph.D. (BKSTI) • Dr. Ir. Tiena G. Amran (BKTI PII)
Ketua Dewan Penyunting: Prof. Parwadi, Ph.D
Sekretaris : Elfira Febriani Harahap,STP, M.Si
Layout : Dra. Virginia S, MM
Sirkulasi : Ranny Dwi Anggraini, ST, MT
Penerbit : Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri- Universitas Trisakti
Alamat Penerbit : Gedung Hery Hartanto Lantai 5
Jl. Kyai Tapa no 1, Grogol, Jakarta Barat – 1140
Telp (021)5663232 ext.8407, Fax.(021)5605841
Hak Cipta dilindungi Undang- Undang
Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi Buku Prosiding ini tanpa ijin tertulis dari
penerbit
iii
SAMBUTAN KETUA JURUSAN TEKNIK INDUSTRI,
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI, UNIVERSITAS TRISAKTI
Puji syukur dipanjatkan kehadiran Allah SWT atas karunia dan kasih sayang NYA yang telah menjadikan terselenggaranya Seminar Nasional Facilities Planning & Lomba Perancangan Tata Letak Fasilitas 2017 oleh Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri Universitas Trisakti. Tujuan seminar ini salah satunya adalah mempresentasikan hasil penelitian yang memperkaya khasanah Keilmuan Teknik Industri, khususnya di bidang Perencanaan Tata Letak Fasilitas. Hal ini sangat bermanfaat bagi para pengguna untuk pemecahan masalah dan meningkatkan kinerja individu, industri, perusahaan maupun organisasi. Seminar ini juga diharapkan dapat menguatkan jejaring kerjasama antar program studi teknik industri, industri, korporat & professional, komunitas dan pemerintah agar bermanfaat bagi semua pihak. Dengan ini sebagai Ketua Jurusan Teknik Industri saya mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada seluruh panitia yang telah bekerja keras agar Seminar Nasional Facilities Planning & Lomba Perancangan Tata Letak Fasilitas 2017 dapat terselenggara dengan baik. Penghargaan setinggi tingginya kami berikan kepada semua pihak atas sponsor, donasi, sumbangan pemikiran serta dukungan moril dan materil sehingga program ini terlaksana dengan sukses. Jakarta, 3 Mei 2017 Ketua Jurusan Teknik Industri Universitas Trisakti
Dr. Ir. Tiena G. Amran
iv
KEPANITIAAN
Pembina: • Prof. Dr. Ir. Indra Surjati, MT (Universitas Trisakti) • Prof. Dr. Ir. Bermawi P. Iskandar (Institut Teknologi Bandung) • Prof. Dr. Ir. Anang Zaini Gani (Institut Teknologi Bandung) • Ir. T.M.A. Ari Samadhi, MSIE, Ph.D. (BKSTI) • Dr. Ir. Tiena G. Amran (BKTI PII) Panitia Pengarah: • Ir. Didien Suhardini, MSc., Ph.D (Universitas Trisakti) • Dr. Ir. Docki Saraswati, MEng (Universitas Trisakti) • Prof. Parwadi Moengin, Ph.D (Universitas Trisakti) • Dr. Ir. Anas Ma’ruf, MT (Institut Teknologi Bandung) • Ir. Rachmawati Wangsaputra, MT, Ph.D (Institut Teknologi Bandung) • Dr. Ir. Sukoyo, MT (Institut Teknologi Bandung) Panitia Pelaksana: Ketua : Dr. Ir. Iveline Anne Marie, MT Wakil Ketua : Dr. Ir. Nora Azmi, MT Anggota : Ir. Sumiharni Batubara, MSc.
Dr. Ir. Dorina Hetharia, MSc. Dr. Pudji Astuti, MT Ir. Amal Witonohadi, MT Ir. Wawan Kurniawan, MT Ir. Sucipto Adisuwiryo, MM Rahmi Maulidya, ST, MT Dr.Winnie Septiani, ST., MSi Dr. Wisnu Sakti D, ST, MSc. Debbie Kemalasari, ST, MT, MBA Elfira Febriani, STP, MSi. Arnolt K Pakpahan, ST, MM Ranny Dwi Anggraini , ST, MT Agung Sasongko, ST, MM Nilla, ST, MT Arnest Faradilla, ST, MSc, Ryan J. Sembiring ST, MM, MT Dra. Nurlailah B, MM Dra. Virginia S, MM Daniel Adrian, ST Nuryani S, SE Sony Sugiarto Widji Djunarwati, ST Helmi Fauzan Ari Nur Yahya Adrian Arif Pami Setiaji Satijan
v
Anggota mahasiswa:
Sarah Fauziah Maulydiana Hafli Hanif Sugianto Nadia Meutia A Nadhira C Putri Trianti Paskalina P Zasqia Rahmirda Maysani Putri Folia Elisa Setyowati Almas Khoirunisa Nurdiniyah Pangesti Bramantio Sadewo Mitsuko Teorema Devia Fitria Zahita Cahyani Peregrine Charmelita Nada Shofi Dini Nur Amalia Renggani Putri Nindya Novendry Nursaleha Mutmainah Pratiwi Sri Rejeki Dewina Safitri Suci R. Luisa Btari Dwi P Nadia Rachmarania Firman Rahmanto Alvin Bobby S Kevin Salsia Andry Lakci Bada B Rizky Mulyatama Yubi Arasy Ralph Vincent S M Ishaq Kevin Susanto M. Rifaldi Bilal Larasati Citra Andhika Pratama Andre R Nugraha Rafly Dwinanto Renanda Rizky M. Arief Prabawa
vi
REVIEWER
1. Prof. Ir. Bermawi P. Iskandar, MSc, Ph.D (Institut Teknologi Bandung)
2. Ir. Sritomo Wignjosoebroto, MSc. (Institut Teknologi Sepuluh Nopember)
3. Dr. Ir. Anas Ma’ruf, MT (Institut Teknologi Bandung)
4. Dr. Rika Ampuh Hadiguna (Universitas Andalas)
5. Prof. Parwadi Moengin, Ph.D (Universitas Trisakti)
6. Dr. Ir. Docki Saraswati, MEng (Universitas Trisakti)
7. Ir. Didien Suhardini, MSc, Ph.D (Universitas Trisakti)
DEWAN JURI FINAL
LOMBA PERANCANGAN TATA LETAK FASILITAS
1. Ir. Sritomo Wignjosoebroto, MSc. (Institut Teknologi Sepuluh Nopember)
2. Dr. Ir. Anas Ma’ruf, MT (Institut Teknologi Bandung)
3. Dr. Rika Ampuh Hadiguna (Universitas Andalas)
4. Ir. Didien Suhardini, MSc, Ph.D (Universitas Trisakti)
5. Ir. Desmon Ismael (BKTI-PII)
vii
TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada pihak-pihak yang telah membantu
terselenggaranya rangkaian acara Seminar Nasional Facilities Planning sebagai berikut :
1. Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, MSc., PhD. selaku Rektor Universitas Trisakti.
2. Prof. Dr. Ir. Indra Surjati, MT selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri beserta semua
staf akademisi yang telah berpartisipasi.
3. Dr. Ir. Tiena G. Amran selaku Ketua Jurusan Teknik Industri beserta semua rekan-rekan
dosen Jurusan Teknik Industri yang telah mendukung acara ini.
4. PT.Garuda Maintenance Facility Aero Asia atas kerjasama dan sponsor yang diberikan.
5. PT. Rajawali Lintas Kreasi atas kerjasama dan sponsor yang diberikan.
6. Program Studi Teknik Industri ITB selaku mitra penyelenggara.
7. Badan Kerjasama Penyelenggara Pendidikan Tinggi Teknik Industri (BKSTI) selaku mitra
penyelenggara.
8. Badan Kejuruan Teknik Industri – Persatuan Insinyur Indonesia (BKTI-PII) selaku mitra
penyelenggara.
9. Pembicara, Dewan Juri, serta Narasumber yang telah berpartisipasi.
10. Fiona Hakim (TI’93), Wisnu Sakti D (TI’97), Iveline Anne Marie (TI’87), Heliodorus
(TI’84), Andry (TI’98), Marcelly N P (TI’06), Suryastri (TI’94) dan Disyon Toba (TI’94),
Alumni asisten PTLP 2008,serta Alumni asisten PTLP lainnya sebagai donatur acara.
11. Multistrada Co. sebagai donator acara.
12. Pihak-Pihak terkait yang mendukung terlaksananya acara Seminar Nasional Facilities
Planning dan Lomba Perancangan Tata Letak Fasilitas 2017.
viii
SUSUNAN ACARA Hari ke-1 (Rabu, 3 Mei 2017) Acara : Seminar Nasional Facilities Planning Tempat : Auditorium Gedung D lantai 8, Kampus A, Universitas Trisakti ---------------------------------------------------------------------------------- Waktu Kegiatan ---------------------------------------------------------------------------------- 08.00 - 09.00 Registrasi Peserta Seminar Nasional
Coffee Morning 09.00 - 09.30 Menyanyikan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya
Laporan Ketua Panitia Pelaksana Kata Sambutan Ketua Jurusan TI Usakti Pembukaan Acara oleh Rektor Universitas Trisakti Performansi Persembahan Acara Penghargaan untuk Prof. Dr. Ir. Anang Zaini Gani Foto Bersama
09.30 - 10.50 Sesi Keynote Speech • Prof. Dr. Ir. Bermawi P. Iskandar
Institut Teknologi Bandung • Desrianto Adi Prayogi, ST, MM, MBA
GMF Aero Asia • Ir. Handi Prajitno Pranoto
Astra Honda Motor (AHM) • Ir. E.A. Zakaria, MBA
PT. Dharma Precision Parts Moderator: Ir. Didien Suhardini, MSc, Ph.D
10.50 - 11.20 Question and Answer 11.20 - 12.00 Pemberian Plakat dan foto bersama 12.00 - 13.20 ISHOMA 13.20 - 14.40 Sesi Invited Speech
• Ir. Sritomo Wignjosoebroto, MSc Institut Teknologi Sepuluh Nopember
• Dr. Ir. Anas Ma’ruf, MT Institut Teknologi Bandung
• Dr. Rika Ampuh Hadiguna Universitas Andalas
• Dr. Nofrisel, SE, MM, CLSP PT. Bhanda Ghara Reksa
Moderator: Dr. Wisnu Sakti D, ST, MSc. 14.40 - 15.10 Question and Answer 15.10 - 15.20 Pemberian Plakat dan Foto Bersama
ix
15.20 - 15.50 Rehat 15.50 - 16.50 Presentasi Makalah (4 Ruang Paralel)
Ruang A: Ruang Auditorium FTI Lantai 8 Gedung Hery Hartanto (F&G) Ruang B: Ruang 618, Lantai 6 Gedung Hery Hartanto (F&G) Ruang C: Ruang 605, Lantai 6 Gedung Hery Hartanto (F&G) Ruang D: Ruang 615, Lantai 6 Gedung Hery Hartanto (F&G)
16.50 - 17.00 Penutupan ---------------------------------------------------------------------------------- Hari ke- 2 (Kamis, 4 Mei 2017)
Acara : Lokakarya Mata Kuliah Perancangan Tata Letak Pabrik Tempat : Ruang Rapat FTI Gedung Hery Hartanto Lt. 3, Kampus A, Universitas
Trisakti ---------------------------------------------------------------------------------- Jam Kegiatan ---------------------------------------------------------------------------------- 08.00 - 08.30 Registrasi Peserta dan Coffee Morning 08.30 - 08.50 Pembukaan 08.50 - 09.00 Foto Bersama 09.00 - 10.15 Penyajian Materi
Moderator: Ir. T.M.A. Ari Samadhi, MSIE, Ph.D Sesi 1 - Peran, Capaian Pembelajaran Lulusan, dan Kemampuan Akhir MK PTLP
Dr. Ir. Anas Ma’ruf, MT 10.15 - 11.30 Sesi 2- Materi, pembelajaran PTLP - Bagian 1 Dr. Ir. Sukoyo, MT 11.30 - 12.00 Diskusi 12.00 - 13.00 ISHOMA 13.00 - 14.15 Penyajian Materi
Moderator: Ir. T.M.A. Ari Samadhi, MSIE, Ph.D Sesi 3 - Materi Pembelajaran PTLP - Bagian 2
Dr. Ir. Sukoyo, MT 14.15 - 15.30 Sesi 4 - Materi asesmen PTLP Dr. Ir. Sukoyo, MT 15.30 - 16.00 Coffee Break 16.00 - 16.45 Diskusi 16.45 - 17.00 Penutupan dan Penyerahan Plakat ----------------------------------------------------------------------------------
x
Hari ke- 2 (Kamis, 4 Mei 2017)
Acara : Lomba Kreativitas Perancangan Tata Letak Pabrik Tempat : Ruang Auditorium FTI Lt. 8 Gedung Hery Hartanto, Kampus A, Universitas
Trisakti ---------------------------------------------------------------------------------- Jam Kegiatan ---------------------------------------------------------------------------------- 08.00 - 08.30 Registrasi Lomba & Coffee Break 08.30 - 08.45 Pembukaan 08.45 - 12.00 Cerdas Cermat 12.00 - 13.00 ISHOMA 13.00 - 13.15 Pengumuman Finalis 13.15 - 15.30 Comprehensive Case Solving 1 15.30 - 16.00 Coffee Break 16.00 - 18.00 Comprehensive Case Solving 2 ---------------------------------------------------------------------------------- Hari ke- 3 (Jumat, 5 Mei 2017)
Acara : Lokakarya Mata Kuliah Perancangan Tata Letak Pabrik Tempat : Ruang Rapat FTI Gedung Hery Hartanto Lt. 3, Kampus A, Universitas
Trisakti ---------------------------------------------------------------------------------- Jam Kegiatan ---------------------------------------------------------------------------------- 08.00 - 08.30 Registrasi & Coffee Morning 08.30 - 08.50 Pengantar Lokakarya Praktikum PTLP 08.50 - 09.45 Rancangan Pokok Pembelajaran Praktikum PTLP
Dr. Ir. Iveline Anne Marie, MT & Tim Moderator: Ir. T.M.A. Ari Samadhi, MSIE, Ph.D
09.45 - 10.00 Coffee Break 10.00 - 10.55 Rancangan Pokok Pembelajaran & Assesment Praktikum PTLP
Dr. Ir. Iveline Anne Marie, MT & Tim Moderator: Ir. T.M.A. Ari Samadhi, MSIE, Ph.D
10.55 - 11.25 Diskusi 11.25 - 11.45 Penutupan Lokakarya 11.45 - 13.30 ISHOMA 13.30 - 15.00 Menuju Ancol dengan Bus Pariwisata 15.00 - 16.30 Taman Impian Jaya Ancol Sight Seeing 16.30 - 17.00 Menuju Restoran Bandar Djakarta Ancol 17.00 - 20.00 Makan Malam
Penutupan Acara Seminar Nasional Facilities Planning & Lomba Perancangan Tata Letak Fasilitas 2017
20.30 - 21.30 Menuju Kampus A Universitas Trisakti ----------------------------------------------------------------------------------
xi
Hari ke- 3 (Jumat, 5 Mei 2017)
Acara : Lomba Kreativitas Perancangan Tata Letak Pabrik Tempat : Ruang Auditorium FTI Lt. 8 Gedung Hery Hartanto, Kampus A, Universitas
Trisakti ---------------------------------------------------------------------------------- Jam Kegiatan ---------------------------------------------------------------------------------- 07.30 - 08.00 Registrasi &Coffee Break 08.00 - 10.30 Presentasi Tim Finalis 10.30 - 11.00 Diskusi Juri Lomba 11.00 - 11.45 Pengumuman Lomba & Penyerahan Hadiah 11.45 - 13.30 ISHOMA 13.30 - 15.00 Menuju Ancol dengan Bus Pariwisata 15.00 - 16.30 Taman Impian Jaya Ancol Sight Seeing 16.30 - 17.00 Menuju Restoran Bandar Djakarta Ancol 17.00 - 20.00 Makan Malam
Penutupan Acara Seminar Nasional Facilities Planning & Lomba Perancangan Tata Letak Fasilitas 2017
20.30 - 21.30 Menuju Kampus A Universitas Trisakti ----------------------------------------------------------------------------------
xii
SESI PARALEL RUANG A
Rabu, 3 Mei 2017 Ruang Auditorium FTI Lantai 8 Gedung Hery Hartanto (F&G), Universitas Trisakti
WAKTU RUANG A
Moderator: Prof. Parwadi M, Ph.D
15.50 - 16.05
KODE FP 02 PERANCANGAN TATA LETAK GUDANG PENEMPATAN PRODUK MENGGUNAKAN METODE DEDICATED STORAGE Prima Denny Sentia, Suhendrianto, Arif Rahman Universitas Syiah Kuala
16.05 - 16.20
KODE FP 03 ALGORITMA CROSS ENTROPY UNTUK PERMASALAHAN TATA LETAK FASILITAS Andriansyah, Suhendrianto Universitas Syiah Kuala
16.20 - 16.35
KODE FP 08 KESEIMBANGAN LINTASAN DENGAN TATA LETAK MODEL STRAIGHT LINE DAN U-LINE PADA PERAKITAN KURSI Cintia Yuwita, Anas Ma'ruf Institut Teknologi Bandung
16.35 - 16.50
KODE FP 09 PERANCANGAN TATA LETAK DENGAN PROSES DAN GROUP TECHNOLOGY PADA KONSTRUKSI KURSI Belania Yunitasari, Anas Ma'ruf Institut Teknologi Bandung
16.50 - 17.05
KODE FP 10 OPTIMASI LOKASI DAN ALOKASI PENEMPATAN PETI KEMAS DI PELABUHAN Budi Putra, Rika Ampuh Hadiguna Universitas Andalas
xiii
SESI PARALEL RUANG B
Rabu, 3 Mei 2017 Ruang 618 Lantai 6 Gedung Hery Hartanto (F&G), Universitas Trisakti
WAKTU RUANG B
Moderator :Dr. Wisnu Sakti D, ST, MSc
15.50 - 16.05
KODE FP 06 PERANCANGAN TATA LETAK FRAKTAL DI DIVISI PERAKITAN, INDUSTRI MANUFAKTUR Akim Windaru, Docki Saraswati, Trifenaus Prabu Hidayat Universitas Trisakti
16.05 - 16.20
KODE FP 07 USULAN RANCANGAN TATA LETAK FASILITAS UNTUK MEMENUHI RENCANA PENGEMBANGAN BISNIS Maria Allyssa Erika, Hotma Antoni Hutahaean Universitas Katolik Atmajaya
16.20 - 16.35
KODE FP 11 RELAYOUT FASILITAS STASIUN KERJA POWDER COATING MENGGUNAKAN BLOCPLAN DAN SIMULASI Agustina Eunike, Indra Endhita Sari, Mochamad Choiri, Dewi Hardiningtyas Universitas Brawijaya
16.35 - 16.50
KODE FP 12 RANCANGAN TATA LETAK GUDANG BAHAN BAKU PT. HIM Sthevanny Rama Suarta, Iveline Anne Marie, Wisnu Sakti Dewobroto Universitas Trisakti
16.50 - 17.05
KODE FP 13 PENDEKATAN LEAN STARTUP PADA DESAIN PRODUK DAN TEKNIK PERANCANGAN FASILITAS PADA KONDISI IKLIM BISNIS YANG PENUH DENGAN KETIDAKPASTIAN Wisnu Sakti Dewobroto, Iveline Anne Marie Universitas Trisakti
xiv
SESI PARALEL RUANG C
Rabu, 3 Mei 2017 Ruang 605 Lantai 6 Gedung Hery Hartanto (F&G), Universitas Trisakti
WAKTU RUANG C
Moderator :Dra. Nurlailah B, MM
15.50 - 16.05
KODE FP 01 USULAN PERANCANGAN TATA LETAK PABRIK BARU PERUSAHAAN XYZ MENGGUNAKAN METODE SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING DAN BLOCPLAN Nelfiyanti, Yaser Ali Husen Universitas Muhammadiyah Jakarta
16.05 - 16.20
KODE FP 04 PENGGUNAAN ALGORITMA BLOCPLAN, CRAFT DAN METODE 5S DALAM PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PENGECORAN LOGAM Ukurta Tarigan, Uni Pratama Pebrina Tarigan Universitas Sumatera Utara, Universitas Prima Indonesia
16.20 - 16.35
KODE FP 05 ANALISIS DAN EVALUASI PROJECT RELAYOUT TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI LINE JUGS PADA PT. AQUA GOLDEN MISSISSIPPI, SUKABUMI Muhammad Gozali Shidik, Rini Prasetyani Universitas Pancasila
16.35 - 16.50
KODE FP 14 PENERAPAN METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP) PADA PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PADA LAUNDRY SHOP PT. GMF AEROASIA Remba Yanuar Efranto, Ihwah Hamdala, Arief Budiman Hervananda Universitas Brawijaya
16.50 - 17.05
KODE FP 15 TATA LETAK FASILITAS TOKO BUKU TEMATIK Aurelia Victoria, Anggi Octari M, M. Dimas Suwandi, Rida Zuraida Universitas Bina Nusantara
xv
SESI PARALEL RUANG D
Rabu, 3 Mei 2017 Ruang 615 Lantai 6 Gedung Hery Hartanto (F&G), Universitas Trisakti
WAKTU RUANG D
Moderator :Dr. Dadang Surjasa, SSi, MT
15.50 - 16.05
KODE FP 16 PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS DAN PEMINDAHAN MATERIAL DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA COMPUTERIZED RELATIONSHIP LAYOUT PLANNING (CORELAP) DAN BLOCPLAN DI CV. NEPSINDO Rendy Ardiansyah, A. Harits Nu’man, Iyan Bachtiar Universitas Islam Bandung,
16.05 - 16.20
KODE FP 17 PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PABRIK MENGGUNAKAN METODE ALGORITMA CORELAP DI CV. SUHO GARMINDO Dyta Silvia Miharja, A. Harits Nu’man, Iyan Bachtiar Universitas Islam Bandung
xvi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL BALIK HALAMAN JUDUL SAMBUTAN KETUA JURUSAN TEKNIK INDUSTRI, FAKULTAS TEKNOLOGI
INDUSTRI, UNIVERSITAS TRISAKTI KEPANITIAAN REVIEWER DEWAN JURI FINAL LOMBA PERANCANGAN TATA LETAL FASILITAS UCAPAN TERIMA KASIH SUSUNAN ACARA: HARI KE-1 SEMINAR NASIONAL FACILITIES PLANNING
HARI KE-2 LOKAKARYA MATA KULIAH PERANCANGAN TATA LE TAK PABRIK
HARI KE-2 LOMBA KREATIVITAS PERANCANGAN TATA LETAK PABRIK HARI KE-3 LOKAKARYA MATA KULIAH PERANCANGAN TATA LE TAK
PABRIK HARI KE-3 LOMBA KREATIVITAS PERANCANGAN TATA LETAK PABRIK SESI PARALEL KELAS A
KELAS B KELAS C KELAS D
DAFTAR MAKALAH
KODE MAKALAH HAL IP 01 PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PABRIK
UNTUK MENINGKATKAN FLEKSIBILITAS SISTEM MANUFAKTUR: A LITERATURE REVIEW Sritomo Wignjosoebroto Institut Teknologi Sepuluh Nopember
1
IP 02 PERANCANGAN TATA LETAK FASILITAS PADA SISTEM PRODUK TEROTOMASI Anas Ma’ruf, Tetsutaro Hoshi Institut Teknologi Bandung Hoshi Technical Research, Toyohashi, Japan
6
IP 03 OPTIMISASI LOKASI DAN ALOKASI PENEMPATAN PETI KEMAS DI PELABUHAN Budi Putra, Rika Ampuh Hadiguna Universitas Andalas
11
IP 04 MEMBANGUN VALUE-ADDED WAREHOUSE MANAGEMENT SEBAGAI MEDIA PELAYANAN TERBAIK KEPADA CUSTOMERS (Sebuah Solusi Pelayanan Berbasis Pendekatan Supply Chain Management) Nofrisel PT Bhanda Ghara Reksa (Persero)
17
FP 01 USULAN PERANCANGAN TATA LETAK PABRIK BARU PERUSAHAAN XYZ MENGGUNAKAN METODE SYSTEMATIC LAYOUT PLANNING DAN BLOCPLAN
20
xvii
KODE MAKALAH HAL Nelfiyanti, Yaser Ali Husen Universitas Muhammadiyah Jakarta
FP 02 PERANCANGAN TATA LETAK GUDANG PENEMPATAN PRODUK MENGGUNAKAN METODE DEDICATED STORAGE Prima Denny Sentia, Suhendrianto, Arif Rahman Universitas Syiah Kuala
27
FP 03 ALGORITMA CROSS ENTROPY UNTUK PERMASALAHAN TATA LETAK FASILITAS Andriansyah, Suhendrianto Universitas Syiah Kuala
33
FP 04 PENGGUNAAN ALGORITMA BLOCPLAN, CRAFT DAN METODE 5S DALAM PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PENGECORAN LOGAM Ukurta Tarigan, Uni Pratama Pebrina Tarigan Universitas Sumatera Utara, Universitas Prima Indonesia
39
FP 05 ANALISIS DAN EVALUASI PROJECT RELAYOUT TATA LETAK FASILITAS PRODUKSI LINE JUGS PADA PT. AQUA GOLDEN MISSISSIPPI, SUKABUMI Muhammad Gozali Shidik, Rini Prasetyani Universitas Pancasila
45
FP 06 PERANCANGAN TATA LETAK FRAKTAL DI DIVISI PERAKITAN, INDUSTRI MANUFAKTUR Akim Windaru, Docki Saraswati, Trifenaus Prabu Hidayat Universitas Trisakti
52
FP 07 USULAN RANCANGAN TATA LETAK FASILITAS UNTUK MEMENUHI RENCANA PENGEMBANGAN BISNIS Maria Allyssa Erika, Hotma Antoni Hutahaean Universitas Katolik Atmajaya
61
FP 08 KESEIMBANGAN LINTASAN DENGAN TATA LETAK MODEL STRAIGHT LINE DAN U-LINE PADA PERAKITAN KURSI Cintia Yuwita, Anas Ma'ruf Institut Teknologi Bandung
69
FP 09 PERANCANGAN TATA LETAK DENGAN PROSES DAN GROUP TECHNOLOGY PADA KONSTRUKSI KURSI Belania Yunitasari, Anas Ma'ruf Institut Teknologi Bandung
73
FP 11 RELAYOUT FASILITAS STASIUN KERJA POWDER COATING MENGGUNAKAN BLOCPLAN DAN SIMULASI Agustina Eunike, Indra Endhita Sari, Mochamad Choiri, Dewi Hardiningtyas Universitas Brawijaya
77
FP 12 RANCANGAN TATA LETAK GUDANG BAHAN BAKU PT. HIM Sthevanny Rama Suarta, Iveline Anne Marie, Wisnu Sakti Dewobroto Universitas Trisakti
86
FP 13 PENDEKATAN LEAN STARTUP PADA DESAIN PRODUK DAN TEKNIK PERANCANGAN FASILITAS PADA KONDISI IKLIM BISNIS YANG PENUH DENGAN KETIDAKPASTIAN Wisnu Sakti Dewobroto, Iveline Anne Marie Universitas Trisakti
94
xviii
KODE MAKALAH HAL FP 14 PENERAPAN METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP)
PADA PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PADA LAUNDY SHOP PT. GMF AEROASIA Remba Yanuar Efranto, Ihwah Hamdala, Arief Budiman Hervananda Universitas Brawijaya
100
FP 15 TATA LETAK FASILITAS TOKO BUKU TEMATIK Aurelia Victoria, Anggi Octari M, M. Dimas Suwandi, Rida Zuraida Universitas Bina Nusantara
106
FP 16 PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS DAN PEMINDAHAN MATERIAL DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA COMPUTERIZED RELATIONSHIP LAYOUT PLANNING (CORELAP) DAN BLOCPLAN DI CV. NEPSINDO Rendy Ardiansyah, A. Harits Nu’man, Iyan Bachtiar Universitas Islam Bandung,
112
FP 17 PERANCANGAN ULANG TATA LETAK FASILITAS PABRIK MENGGUNAKAN METODE ALGORITMA CORELAP DI CV. SUHO GARMINDO Dyta Silvia Miharja, A. Harits Nu’man, Iyan Bachtiar Universitas Islam Bandung
118
20
Usulan Perancangan Tata Letak Pabrik Baru Perusahaan XYZ Menggunakan Metode Systematic Layout Planning dan Blocplan
Nelfiyanti1, Yaser Ali Husen2
Jurusan Teknik Industri Universitas Muhammadiyah Jakarta
Jalan. Cempaka Putih Tengah 27 Jakarta Pusat, 10510
Intisari - Perusahaan XYZ adalah perusahaan yang berada di Negara Vietnam yang merupakan anak perusahaan dari AAIJ yang berada di Indonesia. Perusahaan XYZ memproduksi Brake (rem) untuk kendaraan roda dua. Sebelumnya AAIJ mengekspor produk rem untuk roda dua ke Negara Vietnam. Karena pertimbangan ekonomis maka pada tahun 2012 AAIJ mendirikan anak perusahaan XYZ di Vietnam untuk memproduksi rem roda dua yang kemudian produknya akan dikirim ke Customer yang berada di Vietnam. Saat ini proses di XYZ hanya sebatas proses perakitan saja (assembling), untuk bahan baku maupun setengah jadi masih diimpor dari AAIJ. Untuk status lahan pabrik saat ini adalah dengan menyewa yang jatuh tempo masa sewanya adalah tahun 2016. Pada tahun 2016 XYZ merencanakan membangun pabrik di lahan yang sudah dibeli dan akan menambah proses yang sebelumnya dilakukan oleh AAIJ yaitu proses painting (pengecatan) dan proses machining untuk dipindahkan ke lokasi pabrik XYZ. Untuk itu perlu dibuatkan usulan perencanaan tata letak pabrik XYZ di lokasi yang baru. Dalam membuat usulan perencanaan tata letak pabrik yang baru, penulis menggunakan metode systematic layout planning. Untuk tipe tata letak menggunakan product layout dan dengan bantuan software blocplan dalam membuat 10 usulan alternatif layout yang kemudian dipilih layout yang terbaik berdasarkan score yang mendekati 1. Dari usulan terbaik yang didapat dari software blocplan maka digambarkan tata letak pabrik yang baru secara detail sesuai ukuran dari masing-masing fasilitas sehingga didapat usulan perancangan tata letak pabrik baru XYZ. Untuk kondisi area penerimaan dan pengiriman yang berdekatan sehingga lebih effisien dalam penggunaan peralatan,personel dan ruang. Kata Kunci : Systematic Layout Planning, Tipe tata Letak, ARC, Blocplan
I. PENDAHULUAN Perusahaan XYZ (Akebono Astra Vietnam) adalah
perusahaan yang berada di Negara Vietnam yang merupakan anak perusahaan dari PT.AAIJ (Akebono Astra Indonesia) yang berada di Indonesia. Perusahaan XYZ memproduksi Brake (rem) untuk kendaraan roda dua. Sebelumnya AAIJ mengekspor produk rem untuk kendaraan roda dua ke Negara Vietnam. Karena pertimbangan ekonomis maka pada tahun 2012 AAIJ mendirikan anak perusahaan XYZ di Vietnam untuk memproduksi rem kendaraan roda dua yang kemudian produknya akan dikirim ke Customer yang berada di Vietnam.
Saat ini proses di XYZ hanya sebatas proses perakitan saja (assembling), untuk bahan baku maupun setengah jadi masih diimpor dari AAIJ dan beberapa pemasok lainnya. Untuk status lahan pabrik saat ini adalah dengan menyewa yang jatuh tempo masa sewanya adalah tahun 2016.
Pada tahun 2016 XYZ merencanakan membangun pabrik di lahan yang sudah dibeli dan akan menambah proses yang sebelumnya dilakukan oleh AAIJ . Proses yang ditambahkan yaitu proses painting (pengecatan) dan proses machining untuk dipindahkan ke lokasi pabrik XYZ. Untuk itu XYZ akan membangun pabrik di lokasi yang baru, sehingga proses painting dan machining bisa ditempatkan. Sehingga permasalahan yang ada adalah pemindahan fasilitas dari pabrik lama ke pabrik baru dan penambahan p proses machining dan painting yang didatangkan dari AAIJ
Indonesia, sehingga perlu dibuatkan usulan tata letak pabrik baru yang akan dibangun. Berdasarkan permasalahan yang ada, perusahaan XYZ akan merelokasi dan menambah mesin / proses baru ke lokasi yang baru. Perancangan dilakukan berdasarkan Product Layout, yaitu tata letak pabrik yang penempatan prosesnya berdasarkan aliran proses dari produk. Banyak pendekatan yang dipakai dalam menyelesaikan problem layout, namun secara konseptual terdapat tiga pendekatan yang dijadikan dasar perancangan yaitu: Apple's Plant Layout Procedure, Reed's Plant Layout Procedure, Dan Muther's Plant Layout Procedure atau yang biasa dikenal dengan Systematic Layout Planning (SLP). Dibandingkan dengan kedua metode yang lainnya, kelebihan SLP memungkinkan pemunculan solusi yang lebih dari satu alternatif; selain itu SLP mempunyai prosedur yang terperinci dalam mengatur layout berdasarkan urutan prosesnya, kemudian membangun block diagram, dan pada akhirnya membuat detail layout tiap plant. Sehingga metode perancangan yang digunakan dalam perancangan tata letak fasilitas ini adalah Systematic Layout Planning, metode tersebut dipilih karena merupakan metode yang perancangan layout dengan pendekatan sistematis dan terorganisir. Systematic Layout Planning banyak diaplikasikan untuk berbagai macam persoalan meliputi antara lain problem produksi, transportasi, pergudangan, suporting services dan aktifitas-
21
aktifitas yang dijumpai dalam perkantoran. Adapun tahapan- tahapan dalam SLP :
Gambar 1. Systematic layout Planning
Software Blocplan digunakan untuk membantu dalam menetukan layout mana yang lebih sesuai dengan kondisi yang adaa pada PT. XYZ. Dimana Blocplan adalah merupakan sistem perancangan tata letak fasilitas yang dikembangkan oleh Donghey dan Pire pada departemen teknik industri, Universitas Houston. Program ini merancang dan mengevaluasi tipe-tipe tata letak dalam merespons data masukan. Jumlah baris di dalam algoritma BLOCPLAN ditentukan oleh program dan biasanya berjumlah dua atau tiga baris. Pengembangan tata letak hanya dapat dicari dengan melakukan perubahan atau pertukaran tata letak departemen satu dengan departemen lainnya. Selain peta keterkaitan, BLOCPLAN terkadang juga menggunakan inputan lain yaitu from to chart, hanya saja kedua inputan ini digunakan hanya salah satu saja disaat mengevaluasi tata letak.(Purnomo, 2004).
II. METODOLOGI PENELITIAN Dalam penelitian ini ada tahapan- tahapan yang dilakukan dalam memenuhi tujuan yang ingin dicapai. Adapaun aliran proses dari penelitian ini adalah :
Gambar 2. Metodologi penelitian Teknik Pengumpulan data. Data awal diperoleh pada saat melakukan studi lapangan terhadap kondisi pabrik saat ini dan proses yang akan ditambahkan pada pabrik baru nanti. Data-data yang dibutuhkan antara lain : a. Aliran proses produk-produk yang dihasilkan (OPC) b. Luas tanah yang disediakan untuk membangun pabrik baru c. Data gambar dan ukuran fasilitas yang akan dipindahkan Pengolahan Data. Sebelum melakukan perancangan layout, terlebih dahulu dilakukan pengolahan data terhadap data-data yang diperoleh : 1. Perhitungan kebutuhan ruang / area produksi 2. Membuat Activity Relationship Chart 3. Membuat Activity Relationship Diagram 4. Membuat Space Relationship Diagram 5.Perancangan layout dengan menggunakan software blocpan. Saat melakukan langkah perancangan alternative layout, penulis membuat rancangan layout
22
dengan menggunakan software blocplan dengan langkah-langkah perancangan layout menggunakan software blocplan sebagai berikut : 1). Menentukan departemen dan luas area masing-masing departemen. 2). Menentukan Relationship Chart berdasarkan ARC yang telah dibuat 3). Menentukan L/W ratio layout (perbandingan panjang dan lebar). 4). Mencari alternative layout dengan fasilitas automatic search 5). Review pilihan layout yang muncul dengan melihat dari score, pilih alternative layout dengan score mendekati 1. Setelah didapat alternative yang terbaik sesuai score, maka dibuatkan rancangan layout sesuai dengan ukuran sebenarnya berdasarkan bloc hasil dari alternative blocplan. Pembahasan setelah layout baru selesai dirancang, maka dilakukan evaluasi terhadap layout pabrik baru menggunakan software blocplan dan autocad. Pada tahap ini akan dilakukan analisa dan interpretasi terhadap perancangan tata letak yang telah dijalankan. 3 Gambar 2 Metodologi penelitian. Hasil dan Pembahasan: layout pabrik saat ini dan flow material sebelum Gambar 3. Layout pabrik saat ini Gambar 4. Aliran material saat ini. Dari aliran terlihat untuk proses casting, machining, painting masih dilakukan di AAIJ dan XYZ.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN Data pengamatan yang didapat dari penelitian ini dalah : 1. Layout pabrik saat ini
Gambar 3. Layout pabrik saat ini
Keterangan : 1) Receiving 2) Washing 3) Assembling caliper assy 4) Assembling master cylinder 5) Store Finished Goods 6) Shipping 7) Press fit line
2. Part Flow Chart saat ini Aliran material untuk Caliper Assy dan Master Cylinder Assy dengan material utamanya untuk Caliper Assy adalah body caliper dan Master Cylinder Assy aadalah Master Cylinder :
Gambar 4. Part Flow Chart Caliper Assy dan Master Cylinder
3. Dimensi fasilitas Dari pabrik saat ini, fasilitas/mesin yang akan dipindahkan adalah :
Gambar 5. Line Assembling Caliper Assy
Line assembling (perakitan) Caliper Assy ini digunakan untuk melakukan proses perakitan body caliper dengan part yang lainnya sehingga menjadi Caliper Assy siap dikirim ke customer.
23
Gambar 6. Line Master Cylinder Assy
Line assembling (perakitan) Master Cylinder Assy ini digunakan untuk melalukan proses perakitan master cylinder dengan part yang lainnya sehingga menjadi Caliper Assy siap dikirim ke customer.
Gambar 7. Mesin Washing
Gambar 8. Area finished goods
Area store finished goods ini digunakan untuk menyimpan sementara barang jadi proses assembling baik untuk Caliper Assy maupun Master Cylinder Assy. Untuk area store finished goods ini letaknya harus berdekatan dengan line assembling Caliper Assy dan master cylinder assy, sehingga memudahkan proses handling ataupun peletakkan materialnya.
Gambar 9. Area shipping dan receiving
Area receiving digunakan untuk penerimaan material yang datang dari supplier, dan saat ini area receiving sudah termasuk warehouse didalamnya, sedangkan untuk area shipping adalah area penempatan sementara barang jadi yang akan dikirim ke customer sebelum dimasukkan ke dalam truk pengiriman.
Gambar 10. Line Press Fit
Secara keseluruhan untuk dimensi fasilitas dari pabrik yang lama dengan penambahan fasilitas pada pabrik baru yang akan dibangun adalah : Tabel 1. Dimensi luas area fasilitas yang lama dan yang dibutuhkan untuk pabrik baru
24
Area Pabrik baru yang disediakan :
Gambar 11. Area pabrik baru yang disediakan
Dari gambar diatas terlihat untuk pabrik baru,pintu masuk utama pabrik berada disebelah kiri (tanda panah). Untuk area penempatan mesin-mesin dan proses seluas 35m x 70 m, untuk fasilitas pendukung lainnya penulis tidak membahas secara menyeluruh, office dan fasilitas karyawan sudah ditentukan letak dan posisinya. Pembahasan dari penelitian ini dengan menggunakan metode SLP : 1. Membuat Flow material
Gambar 12. Flow material caliper assy
Gambar 13. Flow material master cylinder assy
Ada Dari part flow chart diatas terlihat ada 3 aliran utama yaitu : 1) Support mounting
Untuk part support mounting dari warehouse akan diproses di press fit ①, kemudian akan dibawa ke
supplier untuk diproses plating ②, kemudian setelah dari plating akan dibawa kembali ke pabrik dan dilakukan proses perpendicullar test dan kemudian dibawa ke proses assembling untuk dirakit dengan part yang lainnya
2) Small part Untuk small part tidak ada penambahan proses, hanya memindahkan dari warehouse ke proses assembling.
3) Body caliper Untuk body caliper dari warehouse dibawa ke proses machining ④, kemudian dibawa ke rangkaian proses painting ⑤ , dan proses berikutnya adalah assembling yang akan dirakit dengan part lainnya. Setelah menjadi caliper assy, maka produk dibawa ke store kemudian shipping area dan siap dikirm ke customer.
2. Membuat Activity Relationship Setelah membuat aliran material maka langkah selanjutnya adalah membuat diagram hubungan aktivitas, hubungan aktivitas tersebut diputuskan berdasarkan hubungan aktivitas aliran material.
10 TREATMENT
11 LINE MACHINING BODY CALIPER
12 LINE MACHINING MASTER CYLINDER
7 WAREHOUSE
8 LINE PRESS FIT
9 LINE PAINTING
4 STORE FINISHED GOODS
5 SHIPPING AREA
6 RECEIVING
1 ASSEMBLING CALIPER ASSY
2 ASSEMBLING MASTER CYLINDER
3 WASHING
A
E
E
I
I
A
I
U
U
U
A
I
U
U
I
A
A I
A
U
U
U
U
U
U
U
E
A
I
A
E
I
I
O
O
E
E
U
U
I
U
E
A
U
U
U
U
U
U
O
O
A
E
EA
A
U
U
U
U
U
U
U
U
A
I
Gambar 14. Activity Relationship Chart
Gambar 15. Activity Relationship Diagram
Keterangan : A = Mutlak, E = Sangat Penting, I = Penting O = Biasa, X = Tidak diinginkan, U=Tidak penting
25
3. Menghitung kebutuhan ruang dan ruang yang
tersedia Tabel 2. Luas area yang dibutuhkan
4. Diagram hubungan ruangan
Gambar 16. Space Relationship Diagram
5. Pembuatan alternative layout Untuk pembuatn alternative layout, penulis menggunakan bantuan software blocplan. Dari hasil blocplan didapat 10 alternatif dengan hasil sebagai berikut :
Gambar 17. Blocplan score alternative layout
Dari hasil diapat score yang mendekati 1 adalah alternative 8 dengan score 0.67.
Berikut adalah blocplan alternative 8 dengan score 0.67
Gambar 18. Blocplan alternative layout
Dari hasil pemilihan alternative layout dengan menggunakan software blocplan didapat alternative no.8 dengan score 0.67, dari hasil tersebut maka dibuat gambar bloc pada layout yang sebenarnya yang kemudian digambarkan ukuran dimensi sebenarnya dari masing-masing fasilitas yang dipindahkan sehingga didapat layout pabrik secara utuh.
Gambar 19. Bloc alternative layout
Em
pty
Pal
let
SLUDGE
POOL
AIR SUPPLY
DUCTINGAIR CHILLER
Capacity12x5
Re
ce
ivin
g
Unboxing
SH
IPP
ING
S/M
BEF
ORE
PL
AT
ING
Gambar 20. Gambar alternative layout
6. Evaluasi Aliran Material Berikut adalah pola aliran dari pabrik yang baru
26
Barang mentah
Body Caliper & Master Cylinder
Master Cylinder
Washing
Body Caliper
Body Caliper
Master Cylinder
Gambar 21. Gambar Pola Aliran Material
Dari gambar pola aliran material diatas terlihat bahwa pola materialnya berpola menyerupai pola U karena untuk material dan barang jadi berada di posisi yang berdekatan karena shipping area dan receiving saling berdekatan. Berikut adalah keuntungan dan kelemahan dari sentralisasi fungsi penerimaan dan pengiriman dalam area yang berdekatan. Keuntungan :
a. Memaksimalkan penggunaan peralatan b. Memaksimalkan penggunaan personal c. Efisiensi ruangan d. Pengurangan biaya fasilitas
Kendala : Jika pengaturan aliran material tidak tertib dapat menimbulkan kesemrawutan dan kemacetan.
IV. KESIMPULAN Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah bahwa didapatnya hasil layout pabrik baru yang dapat diterapkan pada barik baru yang akan dibangun. Dari hasil layout pabrik yang didapat, masih terdapat sisa area yang dapat dipergunakan untuk tahapan pengembangan selanjutnya. Layout baru ini didapat dengan mempertimbangan tahapan- tahapan yang ada pada metode SLP (systematic Layout Planning) dan bantuan dari software blocplan untuk melihat layout antar ruangan sehingga memberikan keuntungan memaksimalkan penggunakan peralatan, memaksinalkan penggunaan personal, efisiensi ruangan dan pengurangan biaya fasilitas.
UCAPAN TERIMAKASIH Terimakasih peneliti ucapkan kepada : I. segenap civitas yang terlibat dalam penelitian ini
hingga penelitian ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
2. pemilik perusahaan xyz yang sudah membeikan kesempatan kepada peneliti untuk melakukan penelitian di pt tersebut dengan akan dibangunnya pabrik baru.
3. Semua pihak lain yang terlibat dalam penelitian ini.
REFERENSI [1] Anusha, L., Ramakrishna, H., Baligar,Sadashiva, Part And
Information Flow Chart Mapping For Establishing Pull System In Heat Treatment And Machining Line, Vol. 2, pp. 357-364
[2] Apple, James M.1990.Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan, Bandung: Penerbit ITB.
[3] Monden, Yasuhiro. 1998. Toyota Production System, 3rd ed, Georgia: Engineering & Management Press.
[4] Purnomo, Hari. 2004. Perencanaan & Perancangan Fasilitas. Yogyakarta: Graha Ilmu
[5] Ristono, Agus. 2010. Perancangan Fasilitas. Yogyakarta: Graha Ilmu
[6] Toyota Motor Corporation,. 2006. Kaizen Standardisasi Kerja, Toyota Production System.
[7] Wignjosoebroto, S.2009. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan, Surabaya: Guna Widya
27
Perancangan Tata Letak Gudang Penempatan Produk Menggunakan
Metode Dedicated Storage Prima Denny Sentia1, Suhendrianto1, Arif Rahman1
1Prodi Teknik Industri Universitas Syiah Kuala Jln. Tengku Syech Abdur Rauf No. 7, Darussalam, Banda Aceh 23111
Intisari— PT. BUP memiliki dua aktivitas utama di gudang penyimpanan yakni penyusunan dan pengambilan, kedua aktivitas tersebut dilakukan oleh operator yang berbeda. Hal ini menimbulkan satu masalah di gudang penyimpanan yaitu terjadinya pemborosan waktu pada saat proses material handling, karena operator yang bertugas menyusun produk, menempatkan produk secara acak sehingga menyulitkan operator yang bertugas mengambil produk pada saat pengiriman. Penggunaan metode dedicated storage pada penilitian ini diharapkan dapat membantu perusahaan, dimana PT. BUP memiliki item produk yang berjumlah ratusan dengan rata-rata penerimaan dan pengeluaran yang mencapai angka 81.170 kardus pada tiap bulannya, sehingga diperlukan luas blok penyimpanan sebesar 886.72 m2 untuk menempatkan produk-produk tersebut. Metode dedicated storage akan menyediakan satu slot penempatan khusus untuk penyusunan produk yang sejenis dalam gudang penyimpanan. Perancangan tata letak gudang penyimpanan produk terdapat 121 slot penyimpanan pada lantai gudang dan 83 slot penyimpanan pada mezzanine dimana ada tiga poin utama yang menjadi acuan, yakni karakteristik produk, luas blok yang dimiliki, dan nilai throughput. Kata kunci— Tata Letak, Dedicated Storage, Throughput, Slot Penempatan. Abstract— PT. BUP has two primary activities in the inventory: organizing and picking up goods. Both activities are undertaken by different operators. It leads to wasting time during the process of material handling. The operator assigned to organize goods puts them randomly so that it complicates the work for another operator who will be on duty to pick them up for delivery. It is expected that the use of dedicated storage method in this research would be beneficent for the company. In fact, PT. BUP has product items in hundreds with monthly average of inputs and outputs approximately 81.170 boxes. Thus, a storage block with 886.72 m2 in size is required to locate those products. The method of dedicated storage will provide one specific storage slot for the products of similar type. In the design of the inventory layout, there will be 121 storage slots in the warehouse and 83 slots in the mezzanine in which there are three main points as the reference: product characteristics, the size of blocks owned, and throughput value. Keywords— Layout, Dedicated Storage, Throughput, Storage Slot.
I. PENDAHULUAN
Perusahaan dalam menjalankan aliran logistiknya, cenderung memiliki suatu ketidakpastian akan permintaan. Hal ini mendorong timbulnya kebijakan dari perusahaan untuk melakukan sistem persediaan (inventory) agar permintaan dapat diantisipasi dengan cermat, salah satunya adalah dengan menyediakan ruang sebagai tempat penyimpanan sementara inventory yang disebut sebagai gudang [1].
Gudang merupakan suatu tempat yang digunakan untuk menyimpan segala macam barang keperluan produksi, mulai dari raw material, barang work in process, finished good hingga barang-barang pendukung produksi [2],[3]. Tujuan dan fungsi penyimpanan dari gudang adalah memaksimumkan utilitas sumber daya, kemudian memenuhi kebutuhan pelanggan atau memaksimumkan pelayanan kepada pelanggan dengan memperhatikan kendala sumber daya [4].
Produk yang masuk disimpan di storage sebelum produk tersebut diambil kembali untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Penempatan barang (Storage) adalah kegiatan
yang berhubungan dengan berdasarkan apa suatu barang ditempatkan dalam gudang [5]. Kebijakan penempatan barang ini berdampak pada waktu transportasi yang dibutuhkan dan proses pencarian atau penelusuran barang [6].
Dedicated Storage merupakan salah satu metode dari penempatan barang pada tata letak suatu gudang. Kebijakan dedicated storage yaitu satu tempat penyimpanan dikhususkan untuk menyimpan satu barang tertentu saja [7]. Jumlah lokasi penyimpanan untuk suatu produk harus dapat mencukupi kebutuhan ruang penyimpanan yang paling maksimal dari produk tersebut. Keuntungan metode ini adalah orang yang ingin mengambil barang akan menjadi familiar terhadap lokasi-lokasi produk [8]. Beberapa penelitian terkait dengan perancangan tata letak gudang menggunakan metode Dedicate Storage juga sudah dilakukan diantaranya [9], [10], [11], [12], [13].
PT. BUP adalah sebuah perusahaan yang bergerak di bidang jasa pendistribusian produk-produk Unilever di Banda Aceh, seperti usaha distribusi lainnya, PT. BUP memiliki gudang penyimpanan produk sementara yang berguna sebagai
28
tempat penyimpanan sebelum produk didistribusikan ke seluruh kota Banda Aceh dan sekitarnya. Pada gudang penyimpanan ini terdapat ratusan item produk yang disimpan, namun proses pengaturan tata letak gudang penempatan produk tidak didasari terhadap suatu perancangan yang tepat.
Hal yang menjadi permasalahan utama adalah penempatan produk masih bercampur antara kotak besar, kotak sedang dan kotak kecil. Hal ini menyebabkan waktu untuk mencari produk pada saat pengiriman yang cukup lama. Akibatnya proses operasi pada gudang menjadi terganggu, berupa pemborosan waktu dan jarak perpindahan produk pada saat proses material handling.
Penelitian ini berfokus sistem penyimpanan sementara, khususnya terhadap perancangan tata letak gudang penempatan produk. Perancangan menggunakan metode dedicated storage dengan mememperhatikan jumlah penerimaan dan pengeluaran produk serta luas gudang penyimpanan. Hal ini dilakukan guna mendapatkan suatu tata letak gudang penyimpanan produk yang lebih efisien sehingga dapat mengurangi waktu dan jarak perpindahan produk selama proses material handling.
II. METODOLOGI PENELITIAN
Pada penelitian ini ada tiga jenis data yang dijadikan sebagai input yang terdiri dari data item barang yang disimpan pada gudang, data penerimaan dan pengeluaran barang, serta spesifikasi gudang penyimpanan. Data item produk bertujuan untuk mengetahui produk apa saja yang disimpan pada gudang. Data ini nantinya akan dijadikan sebagai acuan dalam penentuan slot penyimpanan.
Data penerimaan dan pengeluaran barang akan dijadikan sebagai input dalam perhitungan pengukuran tingkat pergerakan barang pada gudang penyimpanan. Data ini didapatkan dengan menghitung rata-rata jumlah penerimaan dan pengeluaran produk selama periode enem bulan terakhir. Rata-rata jumlah penerimaan atau pengeluaran produk ini akan dijadikan sebagai input dalam perhitungan throughput (pengukuran tingkat pergerakan produk pada gudang penyimpanan).
Perhitungan spesifikasi gudang penyimpanan bertujuan untuk menghitung seberapa besar persentase luas gudang yang dipakai untuk penyimpanan. Spesifikasi gudang penyimpanan yang dimaksud meliputi panjang, lebar, dan tinggi gudang, luas gudang, serta lebar lorong pada gudang.
Throughput adalah pengukuran aktivitas penyimpanan/penarikan yang terjadi pada periode waktu tertentu. Jadi, perhitungan throughput didasarkan pada pengukuran aktivitas penerimaan dan pengiriman dalam gudang penyimpanan produk. Aktivitas untuk aliran material handling dari penerimaan dan pengiriman produk menggunakan handlift. Setiap aktivitas handlift hanya dapat mengangkut satu pallet saja.
(1)
Setelah didapatkan nilai throughput untuk tiap-tiap slot penyimpanan, langkah selanjutnya adalah mengurutkan nilai throughput masing-masing slot mulai dari yang terbesar hingga terkecil. Hal ini bertujuan untuk menentukan posisi penempatan slot berdasarkan pergerakan.
Penentuan slot penyimpanan didasarkan pada persamaan jenis, ukuran kotak, dan juga berdasarkan pergerakan dari produk tersebut., yang mana nantinya akan dihitung luas area slot penyimpanan untuk tiap-tiap produk. Produk nantinya akan ditempatkan pada lokasi yang lebih spesifik dan hanya satu produk saja yang ditempatkan pada lokasi penyimpanan tersebut. Hal ini bertujuan untuk memudahkan pada saat penerimaan dan pengiriman produk, meminimalisi waktu pada saat material handling.
Dalam mendesain rancangan tata letak gudang penyimpanan mengacu pada nilai throughput. Pada proses menggambarkan desain rancangan tata letak pada gudang penyimpanan produk, slot dengan nilai throughput terbesar akan ditempatkan pada posisi yang paling dekat dengan titik I/O, slot dengan nilai throughput terbesar kedua akan ditempatkan pada posisi terdekat kedua dengan titik I/O, dan seterusnya. Semakin tinggi nilai throughput suatu slot penyimpanan produk, maka akan semakin dekat pula penempatan slot tersebut dengan titik I/O gudang penyimpanan.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Data Item Produk
Pada gudang penyimpanan yang dimiliki PT. BUP terdapat beberapa jenis produk Unilever, dimana tiap-tiap jenis produk Unilever memiliki bermacam-macam item. Tabel 1 adalah jenis produk Unilever yang ada di gudang penyimpanan PT. BUP:
TABEL I DATA ITEM PRODUK
No Produk No Produk 1 BLB 14 SNS 2 RYC 15 CLR 3 KBO 16 TME 4 TSW 17 CSP 5 TSM 18 PPD 6 BVT 19 AXE 7 RNS 20 RXN 8 MLT 21 PND 9 SLY 22 LBY 10 SPL 23 LUX 11 WPL 24 CTR 12 VXL 25 ZWL 13 FAL 26 VSL
B. Jumlah Penerimaan dan Pengeluaran Produk
PT. BUP setiap bulannya menerima produk kurang lebih sebanyak 81.170 kardus. Rata-rata penerimaan produk tiap-tiap jenis pada setiap bulannya ditunjukkan pada Tabel 2.
29
TABEL II RATA-RATA PENERIMAAN PRODUK PER BULAN
Produk
Rata-rata penerimaan per bulan (kardus)
Produk
Rata-rata penerimaan per bulan (kardus)
BLB 276 SNS 3767 RYC 2374 CLR 3622 KBO 2030 TME 1678 TSW 546 CSP 625 TSM 354 PPD 3728 BVT 1420 AXE 697 RNS 4966 RXN 4376 MLT 4926 PND 4730 SLY 7776 LBY 9388 SPL 1017 LUX 4558 WPL 1085 CTR 4929 VXL 408 ZWL 5338 FAL 344 VSL 6212
Jumlah : 81.170
C. Spesifikasi Gudang Penyimpanan Produk
Gudang penyimpanan produk pada PT. BUP terdiri dari dua bagian, yang mana masing-masing gudang memiliki spesifikasi yang berbeda-beda. Denah blok penyimpanan pada lantai ditunjukkan pada Gambar 1 dan denah blok penyimpanan pada Mezzanine ditunjukkan pada Gambar 2.
Dinding Slot Penyimpanan Pintu
A1
A2
A3
A4 A5
A6
A7
A9
A8
GUDANG I
GUDANG II
Kantor
Masuk
Ke
luar
Ke
lua
r
Rua
ng
Istira
hat
B1
B2
B3B4
B5
B6
B7
B8
Gambar 1. Denah blok penyimpanan pada lantai
Rincian luas blok pada lantai penyimpanan ditunjukkan pada Tabel 3.
TABEL III LUAS BLOK PADA LANTAI PENYIMPANAN PRODUK Gudang 1 Gudang 2
Kode Luas Lantai (m2) Kode Luas Lantai (m2) A1 1.5 × 8 = 12 B1 14.5 2.5 = 36.25 A2 23 × 3.5 = 80.5 B2 13.6 2.1 = 28.56 A3 13 × 2.5 = 32.5 B3 21 2.4 = 50.4 A4 11 × 2.5 = 27.5 B4 8.5 1.2 = 10.2 A5 11 × 2.5 = 27.5 B5 10.5 2.5 = 26.25 A6 7 × 3.3 = 23.1 B6 7.5 2.5 = 18.75 A7 12 × 2.5 = 30 B7 3.5 8.2 = 28.7 A8 15.6 × 4 = 62.4 B8 12 8.2 = 98.4 A9 15.6 × 4 = 62.4
Total 357.9 Total 297.51
Kantor
Masuk
Ke
lua
rK
elu
ar
Rua
ng
Is
tirah
at
C1
C2
C3 C4
C5
GUDANG I
GUDANG II
D1
D2
D3
D4
D5
Dinding PintuSlot Penyimpanan
Gambar 2. Denah Blok Penyimpanan pada Mezzanine
Rincian luas blok penyimpanan pada Mezzanine ditunjukkan pada Tabel 4.
30
TABEL IV LUAS BLOK PADA MEZZANINE PENYIMPANAN PRODUK Gudang 1 Gudang 2
Kode Luas Lantai (m2) Kode Luas Lantai (m2) C1 23 2.1 = 48.3 D1 11 2.1 = 23.1 C2 14 2.1 = 29.4 D2 13 2.1 = 27.3 C3 7.5 2.1 = 15.75 D3 21 2.1 = 44.1 C4 11 2.1 = 23.1 D4 10.6 2.6 = 27.3 C5 12 2.1 = 25.2 D5 7.5 2.6 = 19.5
Total 141.75 Total 141.30
Spesifikasi masing-masing gudang penyimpanan ditunjukkan pada Tabel 5.
TABEL V
SPESIFIKASI GUDANG Gudang 1 Gudang 2
Luas (m2) 30 × 19 = 570 Luas (m2) 28 × 18.5 = 518 Volume (m3) 30 ×19 ×7 = 3990 Volume (m3) 28 × 18.5 x 7 = 3626
Utilitas 87.65 % Utilitas 21 2.1 = 84.71%
D. Perhitungan Throughput
Pada tahap ini akan dicari throughput tiap-tiap item produk,
namun dalam penentuan rangking througput akan disusun berdasarkan kepada jumlah total throughput tiap-tiap jenis produk Unilever. Hal ini bertujuan untuk merencanakan tata letak yang berbasiskan kepada kelompok jenis produk (family product). Untuk memudahkan dalam perancangan tata letak gudang penyimpanan produk jadi, maka harus ditentukan besarnya nilai throughput untuk tiap-tiap jenis produk (throughput produk yang sejenis).
Aktivitas untuk aliran material handling menggunakan handlift dan hanya dapat mengangkut satu pallet saja. Sehingga hasil perhitungan menunjukkan bahwa jumlah throughput adalah sebanyak 5.276 kali. Artinya bahwa total aktivitas perjalanan pemindahan untuk penyimpanan dan pengambilan yang terjadi dalam periode waktu satu bulan adalah sebanyak 5.276 kali. Nilai rekapitulasi throughput produk yang sejenis ditunjukkan pada Tabel 4.
TABEL IV REKAPITULASI THROUGHPUT PRODUK YANG SEJENIS
Produk Throughput Produk Throughput BLB 24 SNS 260 RYC 126 CLR 242 KBO 142 TME 138 TSW 30 CSP 48 TSM 18 PPD 312 BVT 108 AXE 44 RNS 324 RXN 216 MLT 348 PND 252 SLY 538 LBY 646 SPL 82 LUX 304 WPL 82 CTR 300 VXL 32 ZWL 280 FAL 18 VSL 362
Jumlah : 5.276
E. Perangkingan Throughput
Perengkingan throughput dilakukan untuk mengetahui jenis produk yang memiliki aktivitas pergerakan yang paling cepat hingga yang paling lambat. Yang mana nantinya dalam perancangan tata letak penyimpanan produk jadi salah satunya beracuan dari hasil perengkingan througput tersebut. Rangking dari throughput ditunjukkan pada Tabel 6.
TABEL VI
RANGKING THROUGHPUT
Rangking Produk Nilai
Throughput Rangking Produk
Nilai Throughput
1 LBY 646 14 KBO 142 2 SLY 538 15 TME 138 3 VSL 362 16 RYC 126 4 MLT 348 17 BVT 108 5 RNS 324 18 WPL 82 6 PPD 312 19 SPL 82 7 LUX 304 20 CSP 48 8 CTR 300 21 AXE 44 9 ZWL 280 22 VXL 32 10 SNS 260 23 TSW 30 11 PND 252 24 BLB 24 12 CLR 242 25 TSM 18 13 RXN 216 26 FAL 18
Dari hasil perhitungan diperoleh nilai throughput tertinggi sebesar 646 aktivitas per bulan pada produk LBY, dan nilai throughput terendah sebesar 18 aktivitas per bulan pada produk TSM dan FAL. Artinya pada saat penentuan slot penyimpanan, LBY harus ditempatkan pada blok yang paling dekat dengan titik I/O dan mampu menampung semua produk tersebut. Sedangkan TSM dan FAL bisa diletakkan pada blok penyimpanan yang memiliki jarak terjauh dengan titik I/O dikarenakan kecilnya nilai throughput dari produk tersebut. Tapi throughput tidak sepenuhnya menentukan posisi penempatan slot penyimpanan suatu produk, karena ada aspek lain yang harus dipertimpangkan.
F. Penentuan Slot Penyimpanan
Untuk menyelesaikan masalah perancangan tata letak yang dialami oleh PT. BUP ada tiga aspek yang menjadi bahan pertimbangan, yaitu:
1. Karakteristik produk yang disimpan. 2. Luas blok penyimpanan yang tersedia. 3. Nilai throughput. Kombinasi antara metode dedicated storage dan juga
pertimbangan karakteristik dari produk yang disimpan akan menghasilkan suatu rancangan tata letak yang lebih baik, yang mana perancangan tata letak nantinya akan didasarkan pada pergerakan dan juga sifat dari produk yang disimpan. Berdasarkan hasil dari identifikasi produk-produk yang ada di gudang berdasarkan kesamaan karakteristik, maka produk-produk tersebut dapat dibagi menjadi enam kelompok yaitu: (a) Makanan dan minuman, (b) Sabun dan shampoo, (c) Pasta gigi, (d) Detergen, (e) Kosmetik, dan (f) Pembersih lantai.
Perhitungan luas blok penyimpanan yang tersedia dibandingkan dengan blok-blok penyimpanan yang ada, untuk mendapatkan blok yang paling maksimal untuk tiap-tiap jenis
31
produk. Luas slot penyimpanan tiap jenis produk ditunjukkan pada Tabel 7.
TABEL VII
LUAS BLOK PENYIMPANAN TIAP PRODUK
Produk Luas Lantai yang Diperlukan (m2)
Produk Luas Lantai yang Diperlukan (m2)
BLB 4.59 SNS 46.95 RYC 32.85 CLR 33.83 KBO 26.77 TME 13.50 TSW 8.06 CSP 5.69 TSM 8.06 PPD 47.42 BVT 17.23 AXE 2.73 RNS 90.48 RXN 17.79 MLT 79.95 PND 26.87 SLY 99.67 LBY 104.33 SPL 12.14 LUX 55.91 WPL 13.23 CTR 40.25 VXL 4.43 ZWL 54.07 FAL 1.76 VSL 38.04
Jumlah : 886.72
Dari hasil pertimbangan ketiga aspek diatas, maka posisi
blok penyimpanan dan slot penempatan produk ditunjukkan pada Tabel 8.
TABEL VIII
POSISI BLOK PENYIMPANAN TIAP PRODUK
No Nama Produk
Posisi Blok Penyimpanan
Posisi Slot Penyimpanan
1 BLB A7 5 2 RYC D4 dan D5 D4 (3-5) dan D5 (1-4) 3 KBO C5 dan A7 C5 (1-4) dan A7 (6) 4 TSW D4 1 5 TSM D4 2 6 BVT A7 1-4 7 RNS A8 dan A3 A8 (1-10) dan A3 (1-6) 8 MLT A2 1-16 9 SLY B8 1-6 10 SPL A4 4-6 11 WPL A4 1-3 12 VXL A5 8 13 FAL D2 5 14 SNS C1 1-11 15 CLR C2 1-11 16 TME C3 1-5 17 CSP D2 2-4 18 PPD D3 dan D2 D3 (1-11) dan D2 (1) 19 AXE D2 6 dan 7 20 RXN C4 1-9 21 PND D1 dan D2 D1 (1-12) dan D2 (8-10) 22 LBY A9, A6 dan A5 A9 (1-7), A6 (1-5), A5 (1-7) 23 LUX B3 dan B2 B3 (1-9) dan B2 (1) 24 CTR B6 dan B5 B6 (1-7) dan B5 (4-7) 25 ZWL B1 dan B2 B1 (1-10) dan B2 (2-11) 26 VSL B7 dan B5 B7 (1-7) dan B5 (1-3)
G. Perancangan Tata Letak Gudang
Rancangan tata letak gudang penyimpanan produk ditempatkan berdasarkan rincian slot penyimpanan untuk tiap-tiap produk. Gambar 3 menunjukkan hasil rancangan slot penempatan produk pada penyimpanan lantai gudang dan Gambar 4 menunjukkan hasil rancangan slot penempatan pada Mezzanine.
Dari hasil perhitungan diperoleh luas slot penyimpanan yang dimiliki PT Bina Usaha Pratama adalah sebesar 938.36 m2, yang terbagi menjadi 27 area blok penyimpanan. 17 blok penyimpanan terdapat pada lantai gudang, dan 10 blok penyimpanan terdapat pada mezzanine. Sementara itu, dari hasil perhitungan yang telah dilakukan sebelumnya, produk-produk yang ada pada gudang penyimpanan membutuhkan luas area penyimpanan sebesar 886.72 m2.
Produk yang membutuhkan slot penyimpanan terbesar adalah LBY sebesar 104.33 m2. Sedangkan produk yang membutuhkan slot penyimpanan terkecil adalah FAL dan AXE, yakni 1.76 m2 dan 2.73 m2. Besar kecilnya slot penyimpanan suatu produk ditentukan oleh dimensi kemasan, batas tumpukan maksimal dan juga jumlah penerimaan pada setiap bulannya.
Kantor
Masuk
Keluar
Keluar
Ruang
Istirahat
Dinding Slot Penyimpanan Pintu
B4
A1
A3.1
A3.2
A3.3
A3.4
A3.5
A3.6
A2.1
A2.2
A2.3
A2.4
A2.5
A2.6
A2.7
A2.8
A2.9
A2.10
A2.11
A2.12
A2.13
A2.14
A2.15
A2.16
A8.1
A8.2
A8.3
A8.4
A8.5
A8.6
A8.7
A8.8
A8.9
A8.10
A9.1
A9.2
A9.3
A9.4
A9.5
A9.6
A9.7
A5.1
A5.2
A5.3
A5.4
A5.5
A5.6
A5.7
A5.8
A4.1
A4.2
A4.3
A4.4
A4.5
A4.6
B1.1
B1.2
B1.3
B1.4
B1.5
B1.6
B1.7
B1.8
B1.9
B1.10
B8.1
B8.2
B8.3
B8.4
B8.5
B8.6
B1.1
B1.2
B1.3
B1.4
B1.5
B1.6
B1.7
B1.8
B1.9
B6.1
B6.2
B6.3
B6.4
B6.5
B6.6
B6.7
B2.1
B2.2
B2.3
B2.4B2.5
B2.6
B2.7
B2.8
B2.9
B2.10
A7.1
A7.2
A7.3
A7.4
A7.5
A7.6
A6.1
A6.2
A6.3
A6.4
A6.5
B1.1
B1.2B1.3
B1.4
B1.5
B1.6B1.7
B7.1
B7.2
B7.3
B7.4
B7.5
B7.6
B7.7
B2.11
GUDANG II
GUDANG I
Gambar 3. Rincian Slot Penyimpanan pada Lantai Gudang
32
C1
.1
C1
.2
C1
.3
C1
.4
C1
.5
C1
.6
C1
.7
C1
.8
C1
.9
C1.1
0
C1.1
1
C2.7
C2.10C2.11
C2.1
C2.2
C2.3
C2.4
C2.9
C2.8
C2.6
C2.5
C3.3
C3.1
C3
.2
C3.5
C3.4
C4
.2
C4
.1
C4
.9C
4.8
C4.7
C4
.3
C4
.4
C4
.5
C4
.6
C5.1
C5.2
C5.3
C5.4
GUDANG I
GUDANG II
Kantor
Masuk
Ke
luar
Kelua
r
Rua
ng Is
tirahat
Dinding PintuSlot Penyimpanan
D5.1
D5.2
D5.3
D5.4
D5.5
D4.1
D4.2
D4.3D4.4
D4.5
D1
.7
D1
.8
D1
.9
D1.1
0D
1.1
1D
1.1
2
D1
.1D
1.2
D1
.3
D1
.4
D1
.5
D1
.6
D2.1
D2.2
D2.3
D2.4
D2.5
D2.6
D2.7
D2.8
D2.9
D2.10
D3
.1
D3
.2
D3
.3
D3
.4
D3
.5
D3
.6
D3
.7
D3
.8
D3
.9
D3
.10
D3
.11
Gambar 4. Rincian Slot Penyimpanan pada Mezzanine
IV. KESIMPULAN
Hasil dari penggunaan dedicated storage sebagai metode penyelesaian masalah didapatkan bahwa terdapat 121 slot penyimpanan pada lantai gudang dan 83 slot penyimpanan pada mezzanine. Nilai throughput tertinggi adalah LBY sebesar 646, dan nilai throughput terendah adalah TSM dan FAL sebesar 18.
Ada tiga aspek yang menjadi bahan pertimbangan dalam merancang gudang penyimpanan di PT. BUP, yaitu karakteristik produk yang disimpan, Luas blok penyimpanan yang tersedia dan nilai throughput. Produk yang membutuhkan slot penyimpanan terbesar adalah LBY sebesar 104.33 m2 dan yang terkecil adalah FAL sebesar 1.76 m2.
Penelitian ini belum mempertimbangkan biaya ongkos perpindahan material handling dari hasil rancangan yang sudah di relayout menggunakan metode dedicate storage, sehingga pada penelitian selanjutnya diharapkan bisa memperhitungkan total biaya material handling di PT. BUP.
REFERENSI [1] D.M. Lambert and J.R. Stock, Strategic Logistic Manajement, Fourth
Edition, Mc Graw Hill, New York - USA.2001. [2] J.M. Apple, Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan 3rd ed. ITB
Bandung, 1990 [3] S. Wignjosoebroto, Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan 2nd ed,
Guna Widya, Jakarta, 2008 [4] R.A. Hadiguna dan H. Setiawan, Tata Letak Pabrik, Penerbit Andi,
Yogyakarta, 2008. [5] N.P.A. Hidayat, Perancangan Tata Letak Gudang dengan Metoda
Class-Based Storage Studi Kasus CV. SG Bandung, Jurnal Al-Azhar
Indonesia Seri Sains Dan Teknologi, vol. 1 (3), pp. 105-115, Maret 2012.
[6] H. Juliana dan N.U. Handayani, Penempatan Kapasitas Gudang dengan Perancangan Layout Menggunakan Metode Class Based Storage, Jurnal Teknik Industri, vol. XI (2), pp. 113-122, Mei 2016.
[7] S. Heragu, Facilities Design 2nd ed, PWS Publishing Company, Boston, 2006.
[8] R. Koster, T. Le-Duc, and K.E. Roodbergen. Design and control of warehouse order picking: a literature review. European Journal of Operational Research, vol. 182 (2), pp. 481-501, 2007.
[9] I. H. Permana, M. A. Ilhami, dan E. Febianti, Relayout Tata Letak Gudang Produk Jadi Menggunakan Metode Dedicated Storage, Jurnal Teknik Industri, vol. 1 (4), pp. 272-277, Desember 2013.
[10] A. Prasetyaningtyas, L. Herlina, dan M. A. Ilhami, Usulan Tata Letak Gudang Untuk Meminimasi Jarak Material Handling Menggunakan Metode Dedicated Storage, Jurnal Teknik Industri, vol. 1 (1), pp 29-34, Desember 2013.
[11] R. Patrisina, dan Indawati, Perancangan Tataletak Gudang Dengan Metoda Dedicated Storage Location Policy (Studi Kasus: PT. X), Jurnal Optimasi Sistem Industri, vol. 9 (10), pp. 37-44, April 2010.
[12] M. K. Lee and E.A Elsayed, Optimization of warehouse storage capacity under a dedicated storage policy, International Journal of Production Research Vol. 43 (9), pp.1785-1805, Februari 2007
[13] A. Fumi, L. Scarabotti, and M.M. Schiraldi, Minimizing Warehouse Space with a Dedicated Storage Policy, International Journal of Engineering Business Management, vol. 5 (21) pp. 1-8, June 2013.
33
Algoritma Cross Entropy untuk Permasalahan Tata Letak Fasilitas
Andriansyah1, Suhendrianto2 1,2Program Studi Teknik Industri Universitas Syiah Kuala
Jln. Syech Abdur Rauf No. 7, Syiah Kuala, Banda Aceh23111 [email protected] [email protected]
Intisari— Masalah tata letak fasilitas merupakan suatu permasalahan yang sangat penting dalam sistem manufaktur. Salah satu tujuan dari permasalahan tata letak fasilitas adalah untuk meminimumkan total biaya penanganan material. Permasalahan tata letak fasilitas adalah permasalahan kombinatorial. Pencarian solusi secara analitik dari permasalahan ini akan membutuhkan waktu yang cukup lama hingga didapatkan solusi yang bersifat global optimal.Pada penelitian ini telah dikembangkan suatu algoritma metaheuristik, yaitu cross entropy untuk menyelesaikan kasus dengan banyak fasilitas. Algoritma cross entropy yang dikembangkan mampu menyelesaikan semua data uji coba. Untuk data 12fasilitas, algoritma cross entropy mampu memberikan solusi selama 0,7 detik dengan fungsi tujuan 61 (satuan biaya). Kata kunci— Tata Letak, Sistem Manufaktur, Metaheuristik, Cross Entropy, Kombinatorial Abstract— Facility layout problem is a problem that is very important in the manufacturing system. Objective of the facility layout problem is to minimize the total cost of materials handling. The problem of facility layout is a combinatorial problem. To get solution analytically of these problems will require a long time for a global optimal solution. This research has developed a metaheuristic algorithm, called cross entropy, to resolve the case with many facilities. Developed algorithm is capable to solve all of data set. For data with 12 facilities, cross entropy algorithm is able to provide computation time for 0.7 second and the objective is 61 (unit cost). Keywords— Facility Layout, Manufacturing System, Metaheuristic, Cross Entropy, Combinatorial
I. PENDAHULUAN
Semakin hari, persaingan antar industri manufaktur semakin ketat. Industri manufaktur yang baik adalah industri manufaktur yang memiliki suatu sistem yang efektif dan efisien. Sistem yang efektif dan efisien dalam sebuah sistem manufaktur, tidak hanya dilihat pada proses manufaktur yang sedang berjalan,tetapi, ada hal yang sangat penting untuk diperhatikan sebelumnya, yaitu permasalahan tata letak fasilitas. Permasalahan ini menjadi sangat penting karena akan berpengaruh terhadap proses produksi yang akan dijalankan. Penempatan fasilitas yang baik akan mempengaruhi efisiensi secara keseluruhan dari suatu operasi, mengurangi biaya manufaktur 10%-30% [1], dan meningkatkan produktivitas. Sebaliknya, penempatan fasilitas yang kurang tepat akan meningkatkan biaya, mengurangi produktivitas, mengurangi efisiensi, bahkan dapat berpengaruh pada kepuasan pelanggan [2].
Permasalahan tata letak fasilitas merupakan permasalahan kombinatorial. Dalam permasalahan ini, kemungkinan solusi semakin banyak seiring dengan penambahan jumlah fasilitas. Hubungan antara jumlah fasilitas dan solusi dapat digambarkan secara eksponensial. Oleh karena itu, pencarian solusi dengan metode analitik sangat sulit dilakukan karena akan membutuhkan waktu yang sangat lama. Saat ini para ilmuan terus mengembangkan metode heuristik dan metaheuristik yang menghasilkan solusi yang bagus, tapi dengan waktu yang lebih realistis untuk permasalahan tata letak fasilitas.
A. Genetic Algorithm
Algoritma Genetika telah dikembangkan dalam tata letak fasilitas dengan variabel biner dan kontinyu [3]. Referensi [4] mengembangkan algoritma genetika yang berbeda dengan memodifikasi operator crossover. Hasil yang didapatkan mampu menunjukkan solusi yang sama baiknya dengan algoritma pembanding.
B. Simulated Annealing
Referensi[5] mengembangkan algoritma hibrid simulated annealing dan tabu search dalam tata letak fasilitas. Algoritma yang dikembangkan oleh [5] selanjutnya dimodifikasi oleh [6].Referensi [7] mengembangkan algoritma SA pada tata letak fasilitas dengan meningkatkan kinerja operator dalam algoritma. Hasil yang didapatkan sangat kompetitif dan efektif.
C. Tabu Search
Referensi [8] mengembangkan algoritma tabu search untuk permasalahan tata letak. Algoritma ini bekerja berdasarkan algoritma local search, namun memiliki kesempatan untuk tidak terjebak dalam kondisi lokal optimal. Oleh karena itu algoritma ini juga akan memberikan hasil yang cukup baik untuk menyelesaikan kasus tata letak fasilitas.
D. Cross Entropy (CE)
CE merupakan algoritma metaheuristik yang relatif baru yang dapat menunjukkan performansi yang bagus untuk
34
memecahkan permasalahan kombinatorial [9]. Referensi [10] mengembangkan algoritma CE untuk menyelesaikan kasus kombinatorial dengan karakteristik permintaan stokastik. Berdasarkan literatur, belum ada penelitian yang mengembangkan algoritma CE untuk permasalahan permasalahan tata letak fasilitas. Algoritma ini sangat bergantung pada solusi sampel yang dibangkitkan. Namun, algoritma ini memiliki reputasi yang cukup bagus baik dari segi kualitas solusi yang dihasilkan maupun dari kesederhanaan implementasinya.
II. METODOLOGI PENELITIAN
Pada sistem manufaktur, dengan adanya perencanaan tata letak fasilitas dapat meminimumkan biaya penangananmaterial dalam sistem. Banyak metode yang telah dikembangkan untuk perencanaan tata letak fasilitas, baik bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Setiap metode yang dikembangkan memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
A. Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang bersifat hipotetik. Data ini merupakan data ujicoba untuk pengembangan algoritma CE. Data yang diuji coba terdiri dari 4, 6, 8, dan 10 fasilitas. Data hipotetik yang digunakan adalah data biaya pengalokasian fasilitas.
TABEL I DATA BIAYA PENGALOKASIAN 4, 6, 8, 10 DAN 12 FASILITAS (RP/BULAN )
Lokasi Fasilitas 1 2 3 4
A 10 7 6 12 B 5 5 7 9 C 7 6 5 6 D 2 5 3 10
Lokasi Fasilitas 1 2 3 4 5 6
A 10 7 6 12 6 10 B 5 5 7 9 7 5 C 7 6 5 6 5 7 D 2 5 3 10 3 2 E 7 6 5 6 5 7 F 2 5 3 10 3 2
Lokasi Fasilitas 1 2 3 4 5 6 7 8
A 10 7 6 12 10 7 6 12 B 5 5 7 9 5 5 7 9 C 7 6 5 6 7 6 5 6 D 2 5 3 10 2 5 3 10 E 10 7 6 12 10 7 6 12 F 5 5 7 9 5 5 7 9 G 7 6 5 6 7 6 5 6 H 2 5 3 10 2 5 3 10
Lokasi Fasilitas 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
A 10 7 6 12 10 7 6 12 10 7 B 5 5 7 9 5 5 7 9 5 5 C 7 6 5 6 7 6 5 6 7 6 D 2 5 3 10 2 5 3 10 2 5
Lokasi Fasilitas 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
E 10 7 6 12 10 7 6 12 10 7 F 5 5 7 9 5 5 7 9 5 5 G 7 6 5 6 7 6 5 6 7 6 H 2 5 3 10 2 5 3 10 2 5 I 10 7 6 12 10 7 6 12 10 7 J 5 5 7 9 5 5 7 9 5 5
Lokasi Fasilitas 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
A 10 7 6 12 10 7 6 12 12 10 10 7 B 5 5 7 9 5 5 7 9 9 5 5 5 C 7 6 5 6 7 6 5 6 6 7 7 6 D 2 5 3 10 2 5 3 10 10 2 2 5 E 10 7 6 12 10 7 6 12 12 10 10 7 F 5 5 7 9 5 5 7 9 9 5 5 5 G 7 6 5 6 7 6 5 6 6 7 7 6 H 2 5 3 10 2 5 3 10 10 2 2 5 I 10 7 6 12 10 7 6 12 12 10 10 7 J 5 5 7 9 5 5 7 9 9 5 5 5 K 2 5 3 10 2 5 3 10 10 2 2 5 L 7 6 5 6 7 6 5 6 6 7 7 6
B.Algoritma Cross Entropy
Pada awalnya, metode CE merupakan alat untuk mengestimasi probabilitas kejadian langka dalam suatu jaringan stokastik yang kompleks dengan penerapan algoritma adaptif yang meminimasi variansi [11]. Dari penelitian [12] dan [13] disadari bahwa sebuah modifikasi sederhana terhadap metode CE dapat digunakan pula untuk menyelesaikan permasalahan optimasi kombinatorial. Hal ini dilakukan dengan menerjemahkan masalah optimasi deterministik ke dalam masalah optimasi stokastik dan kemudian menggunakan teknik simulasi kejadian langka seperti pada [11]. Metode CE melibatkan sebuah prosedur iterasi dimana setiap iterasi dapat dibagi ke dalam dua fase. Fase pertama adalah membangkitkan sampel data secara random baik berupa rute dan vektor sesuai dengan mekanisme yang ditentukan. Kedua adalah memperbaharui parameter dari mekanisme random berdasarkan data sampel elit untuk menghasilkan sampel yang lebih baik untuk iterasi berikutnya. Sampel elit adalah berapa persen sampel terbaik dari sampel keseluruhan yang kita pilih untuk memperbaiki parameter yang digunakan dalam permasalahan yang diselesaikan [14]. Signifikansi dari algoritma CE adalah bahwa algoritma ini mendefinisikan kerangka kerja matematika yang tepat untuk memperoleh suatu “learning rules” yang cepat dan optimal, berdasarkan advanced simulation theory.
Dalam metode CE terdapat aturan penting untuk memperbaiki parameter. Ide utama dari metode CE untuk optimasi dapat dinyatakan sebagai berikut: misalkan terdapat suatu masalah untuk meminimasi suatu fungsi pada setiap yang berasal dari dimana nilai minimum yang diperoleh adalah , dimana:
(1) Nilai dan yang berhubungan tidak diketahui karena
kedua nilai ini yang akan dicari. Untuk itu, perlu disusun
35
beberapa langkah untuk menemukan sehingga minimum. Tahap pertama adalah membangkitkan bilangan random melalui suatu suatu mekanisme tertentu, misalkan melalui probability density fungction (pdf) tertentu. Sebagai contoh, bangkitkan nilai yang berdistribusi normal sejumlah
sampel. Pada distribusi normal, parameter dan diperlukan untuk membangkitkan . Tujuan algoritma CE adalah untuk menghasilkan urutan solusi yang memusat dengan cepat ke arah solusi optimal dimana
adalah nilai fungsi tujuan yang dicari, adalah parameter dari pdf, dan adalah iterasi. Untuk langkah awal, harus ditetapkan, dalam hal distribusi normal, adalah dan . Lalu tentukan parameter yang tidak terlalu kecil, misal
. Parameter ini akan menentukan berapa persen dari seluruh sampel yang akan digunakan untuk memperbaiki parameter berikutnya. Nilai akan menentukan berapa banyak dari sampel, porsi yang akan diambil sebagai sampel elite. Selain itu diperlukan suatu konstanta yang digunakan untuk membobot parameter pada iterasi saat ini dan iterasi sebelumnya.
C. Algoritma CE untuk Tata Letak Pada bagian ini akan dijabarkan langkah-langkah algoritma CE untuk tata letak. Notasi yang digunakan untuk algoritma adalah sebagai berikut:
= Ukuran sampel. = Parameter smoothing = Proporsi sampel elit. = Kriteria berhenti. = Matriks transisi probabilitas. = Peluang transisi dari fasilitas ke fasilitas.
= Jumlah fasilitas Berdasarkan literatur, algoritma CE untuk kasus
kombinatorial dalam permasalahan transportasi telah dikembangkan oleh [9] untuk Traveling Repairman Problem (TRP). Berikut ini adalah langkah-langkah algoritma CE untuk tata letak:
L1: Inisialisasi Parameter (, ) L2: Membangkitkan matriks transisi probabilitas ( )
sebanyak menggunakan persamaan (2).
(2)
Misal 4, maka
L3: Membangkitkan sampel solusi berdasarkan matriks sebanyak . L3.1: Bentuk urutan awal fasilitas dimana diambil
secara random. L3.2: Buat semua baris, kolom terpilih menjadi 0
karena sudah masuk dalam urutan. Misalkan I yang terpilih adalah 2, maka:
L3.3: Normalisasi matriks transisi probabilitas . Misal peluang dimasukkan fasilitas = 2 adalah 0, maka hasil normalisasinya,
L3.4: Bangkitkan bilangan random [0,1], tetapkan fasilitas yang akan dipilih berdasarkan bilangan tersebut. Pemilihan berdasarkan matriks komulatif . Misal 0,7 pada baris kedua matriks dipilih kolom ketiga sebagai terpilih.
L3.5: Buat semua baris kolom yang terpilih pada matriks menjadi 0 karena sudah masuk ke dalam urutan.
L3.6: Lakukan sampai semua terpilih.
L4: Hitung fungsi tujuan untuk semua solusi sampel. L5: Urutkan fungsi tujuan yang telah dihitung. L6: Ambil sampel elit sebanyak dari jumlah sampel yang
dibangkitkan berdasarkan nilai urut fungsi tujuannya. L7: Perbaharui matriks berdasarkan sampel elit tersebut
menggunakan persamaan (3).
(3)
(
4)
L8: Periksa kriteria berhenti . Jika belum mencapai kembali ke L3. Jika sudah lanjut ke L9.
L9: Berhenti.
36
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Representasi Solusi Berikut ini adalah hasil dan penjelasan dari algoritma yang
dikembangkan sehingga menghasilkan solusi yang dapat direpresentasikan untuk permasalahan tata letak fasilitas. Data yang digunakan untuk penjelasan ini adalah data dengan 4 fasilitas.Uji coba dilakukan pada komputer dengan spesifikasi: processor Intel® Core™ i7-3770S CPU @ 3.10GHz (8CPUs), 3.1 GHz, 8GB RAM, dan system type 64 bit. Parameter yang digunakan adalah:
= 1000. = 0,87 = 0,5 = 0,0005
TABEL II DATA BIAYA PENGALOKASIAN 4 FASILITAS
Lokasi Fasilitas 1 2 3 4
A 10 7 6 12 B 5 5 7 9 C 7 6 5 6 D 2 5 3 10
1. Membangkitkan matriks transisi probabilitas.
2. Mengambil salah satu fasilitas secara random, misalkan fasilitas 4, maka matriks transisi probabilitas menjadi seperti berikut.
3. Normalisasi matriks transisi sehingga jika semua baris jika dijumlahkan kolomnya menjadi 1.
4. Membangkitkan bilangan random [0,1]. Misalkan 0,18, maka angka tersebut berada dibawah nilai elemen matriks transisi fasilitas 1, yaitu 0,33 sehingga urutan fasilitas yang terpilih adalah 1. Urutan sementara adalah 4 – 1. Sehingga matriks transisi menjadi seperti berikut:
5. Normalisasi matriks transisi sehingga jika semua baris jika dijumlahkan kolomnya menjadi 1.
6. Membangkitkan bilangan random [0,1]. Misalkan 0,48,
maka angka tersebut berada dibawah nilai elemen matriks transisi fasilitas 2, yaitu 0,50 sehingga fasilitas yang terpilih adalah 2. Urutan sementara adalah 4 – 1 – 2. Sehingga matriks transisi menjadi seperti berikut:
7. Normalisasi matriks transisi sehingga jika semua baris jika dijumlahkan kolomnya menjadi 1.
8. Hanya fasilitas 3 yang belum masuk urutan, sehingga urutan fasilitasnya adalah 4 – 1 – 2 – 3.
TABEL III SOLUSI 4 – 1 – 2 – 3
Lokasi Fasilitas 1 2 3 4
A 10 7 6 12 B 5 5 7 9 C 7 6 5 6 D 2 5 3 10
Tabel III merupakan salah satu contoh solusi untuk 4 fasilitas. Fasilitas A ditempatkan di lokasi 4, fasilitas B ditempatkan di lokasi 1, fasilitas C ditempatkan di lokasi 2 dan fasilitas D ditempatkan di lokasi 3. Fungsi tujuan dari contoh solusi tersebut adalah 12+5+6+3 = 22. Tabel IV, V, VI, VII, VIII merupakan hasil optimal yang diperoleh dari uji coba data 4, 6, 8, 10 dan 12 fasilitas.
TABEL IV SOLUSI TERBAIK 4 FASILITAS Lokasi Fasilitas 1 2 3 4
A 10 7 6 12 B 5 5 7 9 C 7 6 5 6 D 2 5 3 10
Fungsi tujuan = 19 Waktu komputasi = 0,02 detik
37
TABEL VI SOLUSI TERBAIK 6 FASILITAS
Lokasi Fasilitas 1 2 3 4 5 6
A 10 7 6 12 6 10 B 5 5 7 9 7 5 C 7 6 5 6 5 7 D 2 5 3 10 3 2 E 7 6 5 6 5 7 F 2 5 3 10 3 2
Fungsi tujuan = 26 Waktu komputasi = 0,06 detik
TABEL VI
SOLUSI TERBAIK 8 FASILITAS Lokasi Fasilitas 1 2 3 4 5 6 7 8
A 10 7 6 12 10 7 6 12 B 5 5 7 9 5 5 7 9 C 7 6 5 6 7 6 5 6 D 2 5 3 10 2 5 3 10 E 10 7 6 12 10 7 6 12 F 5 5 7 9 5 5 7 9 G 7 6 5 6 7 6 5 6 H 2 5 3 10 2 5 3 10
Fungsi tujuan = 26 Waktu komputasi = 0,1 detik
TABEL VII SOLUSI TERBAIK 10 FASILITAS
Lokasi Fasilitas 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
A 10 7 6 12 10 7 6 12 10 7 B 5 5 7 9 5 5 7 9 5 5 C 7 6 5 6 7 6 5 6 7 6 D 2 5 3 10 2 5 3 10 2 5 E 10 7 6 12 10 7 6 12 10 7 F 5 5 7 9 5 5 7 9 5 5 G 7 6 5 6 7 6 5 6 7 6 H 2 5 3 10 2 5 3 10 2 5 I 10 7 6 12 10 7 6 12 10 7 J 5 5 7 9 5 5 7 9 5 5
Fungsi tujuan = 50 Waktu komputasi = 0,3 detik
TABEL VIII SOLUSI TERBAIK 10 FASILITAS
Lokasi Fasilitas 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
A 10 7 6 12 10 7 6 12 12 10 10 7 B 5 5 7 9 5 5 7 9 9 5 5 5 C 7 6 5 6 7 6 5 6 6 7 7 6 D 2 5 3 10 2 5 3 10 10 2 2 5 E 10 7 6 12 10 7 6 12 12 10 10 7 F 5 5 7 9 5 5 7 9 9 5 5 5 G 7 6 5 6 7 6 5 6 6 7 7 6 H 2 5 3 10 2 5 3 10 10 2 2 5 I 10 7 6 12 10 7 6 12 12 10 10 7 J 5 5 7 9 5 5 7 9 9 5 5 5 K 2 5 3 10 2 5 3 10 10 2 2 5 L 7 6 5 6 7 6 5 6 6 7 7 6
Fungsi tujuan = 61 Waktu komputasi = 0,7 detik Dari hasil uji coba data 4, 6, 8, 10 dan 12 fasilitas, dapat dilihat bahwa semakin banyak jumlah fasilitas, maka semakin lama waktu komputasi yang dibutuhkan untuk mendapatkan solusi. Hal ini terjadi karena permasalahan tata letak fasilitas merupakan permasalahan NP-hard. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, algoritma ini sangat bergantung pada parameter yang dipilih, oleh karena itu pemilihan nilai parameter juga sangat berpengaruh terhadap hasil yang didapatkan.
IV. KESIMPULAN
Permasalahan dalam penelitian ini adalah permasalahan tata letak fasilitas. Dalam penelitian ini telah dikembangkan algoritma metaheuristik untuk penyelesaian sampai 12 fasilitas yang harus di lokasikan ke lokasi yang tepat untuk meminimumkan biaya penanganan material. Algoritma yang dikembangkan adalah algoritma Cross Entropy yang bekerja berdasarkan matriks transisi probabilitas. Algoritma yang dikembangkan mampu menyelesaikan semua data dengan waktu yang sangat singkat. Semakin bertambah jumlah fasilitas, semakin lama pula waktu komputasi yang dibutuhkan untuk mendapatkan solusi terbaik. Algoritma ini sangat sederhana dan memiliki fleksibilitas yang bagus karena dapat diimplementasikan untuk kasus yang bervariasi sehingga algoritma CE juga sangat kompetitif jika dibandingkan dengan algoritma yang lain. Berdasarkan penelitian ini, algoritma CE yang dikembangkan untuk permasalahan ini memiliki kekurangan karena sangat bergantung pada jumlah sampel yang dibangkitkan. Semakin banyak jumlah sampel, semakin banyak ruang solusi yang dijelajahi, namun semakin tinggi pula waktu komputasi yang dibutuhkan. Rekomendasi untuk penelitian selanjutnya adalah mengembangkan suatu prosedur untuk mengurangi jumlah sampel yang dibutuhkan namun tidak mengorbankan kualitas solusi. Selain itu, untuk penelitian selanjutnya, hasil algoritma CE ini dapat di bandingkan dengan algoritma metaheuristik yang lain.
REFERENSI [1] Tompkins, J.A., & White, J.A., Facilities Planning, New York: John
Willey and Sons, Inc, 1984. [2] Nadia, Nurul, Nordin, Lai-Soon, Lee, “Heuristic and Metaheuristic
Approach for Facility Layout Problems: A Survey”, in PJSRR, 2016, p. 62-76.
[3] R. Haupt and S. Haupt, Practical Genetic Algorithms, Second Edition, Copyright 2004 by John Wiley and Sons, Inc
[4] K. C. Chan and H. Tansri, “A study of genetic crossover operations on the facility layout problem”, Computers and Industrial Engineering, 1994, 26(3), pp. 537-550.
[5] Hasan, M., & Osman, I.H., “Local search algorithm for the maximal planar layout problem”, International Transcript of Operational Research, 1995, 2(1), 89-106.
[6] de Alvarenga, A.G., Negreiros-Gomes, F.J., & Mestria, M., “Metaheuristic methods for a class of the facility layout problem. Journal of Intelligent Manufacturing”, 2000, 11(4), 421-430.
38
[7] Matai, R., Singh, S.P., & Mittal, M.L., “Modified simulated annealing based approach for multi objective facility layout problem”, International Journal of Operations Research, 2013, 51(14), 4273-4288.
[8] Skorin-Kapov, J., “Tabu search applied to the quadratic assignment problem”, ORSA Journal on computing, 1990, 2(1), 33-45.
[9] Santosa, B., & Aminuddin, M., A Development of Hybrid Cross Entropy-Tabu Search Algorithm for Travelling Repairman Problem. Proceedings of the 2012 International Conference on Industrial Engineering and Operations Management, 2012, 1444–1450.
[10] Chepuri, K., Homem-De-Mello, T. Solving the vehicle routing problem with stochastic demands using the cross-entropy method, Annals of Operations Research, 2005, 134 (1), pp. 153-181.
[11] Rubinstein, R. Y., Optimization of Computer Simulation Models with Rare Events. European Journal of Operations Research, 1997, 99, 89–112.
[12] Rubinstein, R. Y., The Cross-Entropy Method for Combinatorial and Continuous Optimization. Methodology and computing in applied probability, 1999, 1(2), 127-190.
[13] Rubinstein, R. Y., 2001, Combinatorial Optimization, Cross-Entropy, Ants and Rare Events. In Stochastic Optimization: Algorithms and Applications, 2001, (pp. 303-363).
[14] Santosa, B., & Willy, P., Metoda Metaheuristik Konsep dan Implementasi. Guna Widya, 2011.
39
Penggunaan Algoritma BLOCPLAN, CRAFT, dan Metode 5S Dalam Perancangan Ulang Tata Letak
Fasilitas Pengecoran Logam
Ukurta Tarigan1 Uni Pratama Pebrina Tarigan2 1 Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara
Jln. Almamater Kampus USU Medan 20155 2 Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknologi dan Ilmu Komputer, Universitas Prima Indonesia
Jln. Sekip Simpang Sikambing Medan 20111 1 [email protected]
Intisari— Salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja dari suatu perusahaan adalah pengaturan tata letak fasilitas produksi. Hal utama yang perlu diperhatikan dalam merancang suatu tata letak fasilitas produksi adalah mengenai sistem pemindahan bahan. PT ABC merupakan suatu perusahaan manufaktur yang bergerak di bidang pengecoran logam. Hasil pengamatan awal menunjukkan ketidakefektifan yang terjadi di lantai produksi. Semakin tinggi frekuensi perpindahan material, maka semakin tinggi juga momen perpindahan yang akan berpengaruh terhadap meningkatnya biaya pemindahan bahan. Kondisi lain juga menunjukkan beberapa stasiun kerja, penggunaan areanya tidak efektif. Dari kondisi ini perlu dilakukan suatu perancangan ulang terhadap layout lantai produksi dengan memperhatikan momen perpindahan dan penyusunan barang yang terjadi di lantai produksi. Perancangan ulang terhadap layout lantai produksi di PT ABC dilakukan dengan menggunakan Algoritma BLOCPLAN dan CRAFT, sedangkan untuk penyusunan barang digunakan metode 5S. Momen perpindahan dari tata letak awal adalah sebesar 459.399,3 meter perpindahan/tahun. Pendekatan Algoritma BLOCPLAN menghasilkan nilai momen perpindahan sebesar 383.825,9 meter perpindahan/tahun, sedangkan dengan Algoritma CRAFT menghasilkan nilai momen perpindahan sebesar 334.304,3 meter perpindahan/tahun. Pendekatan perbaikan dengan metode 5S merupakan suatu program untuk meningkatkan kenyamanan tempat kerja, proses, dan produk dengan melibatkan operator yang bekerja selama proses produksi berlangsung. Usulan penerapan 5S dilakukan dengan membuang peralatan yang tidak digunakan dan merapikan barang-barang yang berserakan di beberapa area. Kata kunci— Tata Letak Fasilitas, BLOCPLAN, CRAFT, 5S.
Abstract— One of the factors that affect the performance of a company is the layout and production facilities. The main thing to consider in designing a layout of the production facility is the material removal system. PT. ABC is a manufacturing company engaged in the field of metal casting. Products produced by PT. ABC is a spare boiler. The composition of the production floor layout is currently still need a lot of material displacement activity. The higher the frequency of movement of the material, the higher the moment of displacements produced so need to design a layout with material displacement distance is shorter. Another problem is the current work area is very irregular at some stations one printing station. Redesign of the layout of the production floor in PT ABC done using Algorithm BLOCPLAN and CRAFT. The moment of transition from the initial layout at PT ABC amounted to 459,399.3 displacement meter/ year. BLOCPLAN with a value of 383,825.9 displacement meter/year. And using by CRAFT with 334,304.3 displacement meter/year. Improvement approach with the 5S method is a program to enhance the comfort of the workplace, processes, and products by involving operators working during the production process. This is addressed by removing equipment that is not used anymore and tidying the items scattered in several areas. Keywords— Plant Layout, BLOCPLAN, CRAFT, 5S.
I. PENDAHULUAN
Salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja dari suatu perusahaan adalah pengaturan tata letak fasilitas produksi. Tata letak (layout) atau pengaturan dari fasilitas produksi dan area kerja yang ada adalah suatu masalah yang sering dijumpai dalam dunia industri [1, 2]. Karena semua organisasi biasanya harus hidup dalam layout dalam waktu yang lama setiap kesalahan dalam penentuan layout saat ini akan menimbulkan biaya yang sangat tinggi [3]. Hal utama yang perlu diperhatikan dalam merancang suatu tata letak fasilitas produksi adalah mengenai sistem pemindahan bahan. Perencanaan fasilitas adalah proses dalam menemukan
karakteristik dan biaya tanah serta fasilitas fisik dimana operasional dan fungsional akan tercapai [4].
PT. ABC merupakan suatu perusahaan manufaktur yang bergerak di bidang pengecoran logam. Produk yang dihasilkan oleh PT ABC adalah sparepart boiler. Sebagian besar sparepart ini digunakan untuk mesin boiler pada pabrik kelapa sawit. Tipe produksi perusahaan mengikuti aliran flowshop dimana pekerjaan dilakukan dengan urutan yang tetap.
Hasil pengamatan awal menunjukkan ketidakefektifan yang terjadi di lantai produksi. Kondisi ini menunjukkan bahwa semakin tinggi jarak dan frekuensi perpindahan antar stasiun maka semakin tinggi juga momen perpindahan yang
40
dihasilkan dan akan berperngaruh terhadap tingginya biaya pemindahan bahan. Kondisi lain juga menunjukkan beberapa stasiun yang penggunaan areanya tidak efektif. Terdapat banyak area untuk barang rusak dan sisa pembersihan yang memakan banyak kebutuhan ruangan. Dari kondisi ini perlu dilakukan suatu perancangan ulang terhadap layout lantai produksi dengan memperhatikan momen perpindahan dan penyusunan barang yang terjadi di lantai produksi. Perancangan ulang terhadap layout lantai produksi di PT ABC dilakukan dengan menggunakan Algoritma CRAFT (Computerized Relative Allocation of Facilities Technique) dan Algoritma BLOCPLAN, sedangkan untuk penyusunan barang digunakan metode 5S.
CRAFT merupakan sebuah program perbaikan, yaitu program yang mencari perancangan optimum dengan melakukan perbaikan tata letak secara bertahap. CRAFT mengevaluasi tata letak dengan mempertukarkan lokasi departemen. CRAFT selanjutnya mempertimbangkan perubahan departemen-departemen yang luasnya sama atau mempunyai sebuah batas dekat untuk mengurangi biaya transportasi [5,6,7,8].
BLOCPLAN menggunakan tabel hubungan kedekatan serta grafik from to sebagai data masukan untuk aliran. Layout ‘biaya’ dapat diukur baik berdasarkan jarak tujuan atau tujuan berbasis adjacency [9]. BLOCPLAN dapat menghasilkan layout dengan beberapa cara, yatu: random layout (acak), improvement algorithm, dan automatic search algorithm [10].
5S (Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu, Shitsuke) yang merupakan lima langkah penataan dan pemeliharaan tempat kerja dikembangkan melalui upaya intensif dalam bidang manufaktur. Perusahaan jasa layanan dapat melihat adanya konteks yang paralel dalam rangkaian proses “jalur produksi” mereka yang dapat berbentuk prosedur permintaan proposal, penutupan laporan keuangan, aplikasi polis asuransi, atau permintaan jasa hukum dari klien. Hal apa pun yang dapat memicu suatu proses kerja di perusahaan jasa layanan, kondisi-kondisi yang ada di tempat kerja mungkin justru menghambat aliran kerja, atau menciptakan hambatan terciptanya kepuasan konsumen, sesungguhnya justru menutup kemungkinan dalam menciptakan kepuasan konsumen [11].
Penerapan perancangan tata letak fasilitas dengan menggunakan algoritma CRAFT bertujuan untuk menghasilkan desain tata letak fasilitas produksi di tempat yang baru yang dapat meminimumkan jarak perpindahan [12].
Penerapan perancangan tata letak fasilitas produksi dengan menggunakan algoritma BLOCPLAN menghasilkan total momen perpindahan material yang lebih efisien [13].
II. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilakukan di PT ABC sebuah perusahaan
pengecoran logam. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan atau action research karena penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan suatu usulan tata letak yang lebih baik, yang dapat meminimisasi pemindahan bahan (material handling) dan penyusunan barang yang lebih baik dengan merancang ulang layout lantai produksi. Tujuan utama dari material handling adalah mengurangi biaya produksi serta meningkatkan kondisi pekerjaan dan produktivitas kerja. Hal ini tentunya akan mengubah situasi, perilaku dan iklim kerja perusahaan menjadi lebih baik [14].
Data yang digunakan adalah ukuran stasiun kerja, urutan proses produksi, tata letak lantai produksi aktual, dan jumlah produksi.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A.Luas Ukuran Stasiun Kerja Bagian pegolahan logam di PT ABC memiliki 10 stasiun
kerja/tahapan yang digunakan untuk memproduksi sparepart boiler. Data luas ukuran stasiun kerja dapat dilihat pada Tabel 1.
TABEL 1 DATA UKURAN DAN LUAS STASIUN KERJA PT ABC
Kode Stasiun Kerja Ukuran Stasiun Kerja (dalam meter)
Luas Area (m2)
A Pembuatan
Mal 3 x 4 12
B Molen 3 x 5 15
C Peleburan 7 x 5 35
D Pencetakan (5 x 6)+(10 x 11)+(3 x
5)+(1 x 3) 158
E Penggerindaan 5 x 5 25
F Finishing 2 x 4 8
G Gudang Bahan
Baku 5 x 11 55
H Gudang Gas 3 x 5 15
I Gudang Mal 7 x 7 49
J Gudang
Produk Jadi (10 x 11)+(2 x 3)+(2 x 3) 122
B.Tata Letak Lantai Produksi Aktual
Tata letak lantai produksi aktual digambarkan dalam bentuk block layout (lihat Gambar 1).
41
Gambar 1. Block Layout Aktual
Dari gambar 1 dapat dilihat bahwa stasiun E dan stasiun F
seharusnya diletakkan berdekatan karena merupakan satu aliran proses dan juga stasiun C dan H harusnya diletakkan berdekatan karena proses peleburan banyak memerlukan tabung gas. C. Perhitungan Frekuensi Perpindahan Bahan Antar Stasiun
Kerja Frekuensi perpindahan antar stasiun kerja per tahun
diperoleh dengan menghitung volume produksi per tahun dibagi kapasitas angkut untuk sekali perpindahan. Nilai total momen perpindahan awal (Zo) adalah 459.399,3 meter perpindahan/tahun dengan biaya material handling yang dihasilkan adalah Rp 5.934.164/tahun.
D. Pembentukan From To Chart
Data yang akan dimasukkan ke dalam From To Chart adalah data frekuensi perpindahan dalam satu tahun dari total keseluruhan produk untuk setiap perpindahan antar stasiun kerja. From To Chart PT XYZ dapat dilihat pada Tabel 2.
TABEL 2
FROM TO CHART
E. Pembentukan Activity Relationship Chart (ARC) Dasar penentuan tingkat hubungan adalah frekuensi
perpindahan. Kriteria kedekatan berdasarkan frekuensi perpindahan dapat dilihat pada Tabel 2.
TABEL 3
KRITERIA DERAJAT KEDEKATAN BERDASARKAN FREKUENSI PERPINDAHAN
Derajat
Kedekatan Frekuensi Perpindahan
A 10.425 – 15.633
E 5.216 – 10.424
I 6 – 5.215
O -
U -
X -
Activity Relationship Chart antar stasiun kerja di PT ABC
dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Activity Relationship Chart Antar Stasiun
F. Algoritma CRAFT
Data yang diperlukan untuk menyelesaikan permasalahan tata letak dengan algoritma CRAFT dengan menggunakan software Quant System 3.0 adalah data tata letak aktual dan data frekuensi perpindahan bahan dari satu stasiun ke stasiun lain.
Software Quant System berhenti melakukan iterasi pada iterasi keenam. Hal ini berarti iterasi keenam memberikan nilai total contribution yang terkecil yaitu sebesar 205.894,7. Block layout dengan algoritma CRAFT dapat dilihat pada Gambar 3.
42
Gambar 3. Block Layout Metode CRAFT
Nilai total momen perpindahan layout usulan dengan algoritma CRAFT adalah 334.304,3 meter/tahun dengan biaya material handling yang dihasilkan adalah Rp 4.630.678/tahun. Layout usulan dengan CRAFT menghasilkan efisiensi material handling sebesar 27,23%. G. Algoritma BLOCPLAN dengan Software BLOCPLAN 90 Input yang diperlukan dalam Algoritma BLOCPLAN adalah ukuran luas tiap stasiun kerja dan activity relationship chart (ARC).
Setelah dilakukan iterasi sebanyak 20 kali, dapat dilihat layout yang paling optimal adalah layout yang memiliki R-Score paling tinggi. Dari hasil iterasi, dapat dilihat bahwa iterasi keenam memiliki nilai R-Score tertinggi dengan nilai 0,92. Layout usulan dengan algoritma BLOCPLAN dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Block Layout Metode BLOCPLAN
Nilai total momen perpindahan layout usulan dengan algoritma BLOCPLAN adalah 383.825,9 meter/tahun dengan
biaya material handling yang dihasilkan adalah Rp 5.410.046/tahun. Layout usulan dengan BLOCPLAN menghasilkan efisiensi material handling sebesar 16,45%.
Dari hasil analisis momen perpindahan bahan, maka selanjutnya dilakukan pemilihan layout terbaik yang akan menjadi usulan perbaikan layout PT XYZ. Layout yang terbaik adalah alternatif layout dengan menggunakan Algoritma CRAFT yang memiliki nilai momen perpindahan yang lebih kecil dibandingkan dengan alternatif layout dengan menggunakan Algoritma BLOCPLAN. Layout usulan dengan dapat dilihat pada Gambar 5. Dari layout usulan tersebut, dapat dilihat adanya perbedaan letak beberapa stasiun dari layout awal, yaitu stasiun molen, gudang bahan baku, stasiun penggerindaan, stasiun peleburan, gudang gas, dan stasiun finishing. Perubahan letak beberapa stasiun ini tentu mempengaruhi jarak antar stasiunnya. Pada layout awal, jumlah total keseluruhan jarak antar stasiun sebesar 752,2 m, sedangkan pada layout usulan jumlah total keseluruhan jarak antar stasiun sebesar 739,2 m. Perubahan letak beberapa stasiun ini menghasilkan pengurangan jarak antar stasiunnya sebesar 13 m.
Gambar 5. Layout Usulan
H. Metode 5S
1) Seiri (Ringkas): Usulan perbaikan untuk bagian seiri
adalah sebagai berikut. Pada lantai produksi, barang-barang yang diidentifikasi sebagai barang yang tidak diperlukan lagi adalah :
• Mesin-mesin yang sudah rusak • Mal yang telah rusak • Sisa penggerindaan
43
• Peralatan yang sudah rusak Barang yang diidentifikasi sebagai barang yang masih dapat digunakan adalah produk cacat. Tindakan yang dapat dilakukan untuk barang-barang tersebut adalah :
• Untuk barang yang tidak diperlukan lagi, dipisahkan barang tersebut dalam suatu area dan dibuang ke tempat penampungan sampah sementara
• Untuk barang yang masih dapat digunakan, seperti produk cacat, dapat disimpan kembali ke gudang bahan baku karena dapat berguna kembali sebagai bahan baku peleburan logam.
2) Seiton (Rapi): Usulan perbaikan untuk bagian seiton
adalah sebagai berikut. • Kereta sorong yang berserakan di lantai produksi
ditempatkan di area yang banyak memerlukan perpindahan material, seperti di gudang mal, gudang bahan baku, dan stasiun pencetakan.
• Sisa penggerindaan yang berserakan ditempatkan di area pembuangan sementara.
• Produk cacat yang berserakan di lantai produksi ditempatkan di gudang bahan baku untuk dijadikan sebagai bahan baku peleburan logam.
• Peralatan berserakan di lantai ditempatkan di area yang banyak menggunakan peralatan, seperti stasiun pencetakan dan penggerindaan, maka peralatan dapat diletakkan diantara kedua stasiun tersebut.
• Tabung gas ditempatkan di gudang tabung gas yang harusnya dekat dengan stasiun peleburan.
• Mal yang masih akan digunakan kembali disimpan kembali di gudang mal.
3) Seiso (Resik): Usulan perbaikan untuk bagian seiso
adalah sebagai berikut. • Semua pekerja membersihkan stasiun kerja masing-
masing. Pembersihan ini dapat dilakukan setiap hari setelah pekerjaan selesai.
• Dibuat jadwal kebersihan secara berkala untuk setiap pekerja yang bekerja di perusahaan.
4) Seiketsu (Rawat): Usulan perbaikan untuk bagian
seiketsu adalah sebagai berikut. • Karyawan harus memiliki keterampilan di bidang
masing-masing. Dengan memiliki keterampilan di bidangnya, karyawan dapat bekerja lebih maksimal karena telah menguasai pekerjaan yang ia kerjakan.
• Perusahaan harus mengawasi karyawan ketika bekerja. Pengawasan perlu dilakukan untuk terus menjaga kegiatan karyawan yang tidak sesuai dengan prosedur pekerjaan.
• Karyawan harus teliti dan tetap fokus dalam pekerjaan. Ketelitian diperlukan untuk mendapatkan hasil produk yang memiliki kualitas yang tinggi.
5) Shitsuke (Rajin): Metode yang digunakan untuk memotivasi pekerja agar terus menerus melakukan dan ikut serta dalam kegiatan perawatan dan aktivitas perbaikan serta membuat pekerja terbiasa mentaati aturan (rajin). Usulan perbaikan untuk bagian shitsuke adalah sebagai berikut.
• Karyawan datang ke tempat kerja tepat waktu. • Karyawan tidak terbiasa meletakkan alat pada
tempatnya. Hal ini perlu ditanamkan pada diri karyawan untuk selalu membiasakan diri untuk meletakkan alat yang telah digunakan pada tempatnya. Meletakkan alat pada tempatnya akan mempermudah karyawan untuk dapat menemukan dan menggunakan kembali alat tersebut.
• Perusahaan tidak memiliki jadwal berkala untuk melakukan audit 5S. Kondisi ini perlu diperbaiki dengan membuat jadwal berkala sehingga lama kelamaan karyawan akan membiasakan diri untuk tetap menjaga kebersihan dan kerapian daerah kerja. Jadwal berkala dapat diadakan setiap minggu untuk keberhasilan implementasi program 5S.
Gambar usulan untuk stasiun pencetakan dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Usulan 5S pada Stasiun Pencetakan
Pada gambar dapat dilihat adanya pengurangan area barang rusak dan area sisa pembersihan dan adanya penambahan rak penyimpanan untuk menyimpan produk cacat yang kemudian dapat digunakan kembali sebagai bahan baku. Pengurangan area ini akan memberi space yang lebih luas sehingga dapat dimanfaatkan untuk menambahkan jumlah mal yang digunakan pada proses pencetakan. Gambar usulan untuk gudang mal dapat dilihat pada Gambar 7.
Pada gudang mal, terjadi pengurangan area mal rusak, dimana mal yang rusak telah dibuang ke tempat pembuangan sehingga space gudang mal menjadi lebih luas. Diusulkan juga melakukan penambahan rak penyimpanan untuk dapat menyimpan mal pada tempatnya sehingga gudang mal akan terlihat lebih rapi dan tertata.
44
Gambar 7. Usulan 5S pada Gudang Mal
Pada gudang mal, terjadi pengurangan area mal rusak,
dimana mal yang rusak telah dibuang ke tempat pembuangan sehingga space gudang mal menjadi lebih luas. Diusulkan juga melakukan penambahan rak penyimpanan untuk dapat menyimpan mal pada tempatnya sehingga gudang mal akan terlihat lebih rapi dan tertata.
IV. KESIMPULAN Adapun kesimpulan yang dapat diambil adalah dengan
dilakukannya perancangan dengan Algoritma CRAFT yang dilakukan sebanyak 6 kali maka didapatkan iterasi dengan iterasi keenam merupakan iterasi yang paling optimal. Begitu juga dengan perancangan dengan Algoritma BLOCPLAN dilakukan sebanyak 20 kali iterasi dengan iterasi keenam merupakan iterasi yang paling optimal.
Algoritma CRAFT menghasilkan momen perpindahan yang lebih kecil dibandingkan dengan Algoritma BLOCPLAN dengan nilai momen perpindahan sebesar 334.304,3 meter perpindahan/tahun. Algoritma CRAFT memberikan efisiensi material handling sebesar 27,23 %.
Dari segi pengamatan di perusahaan, didapat 5 kondisi yang tidak sesuai dengan konsep seiri, 4 kondisi tidak sesuai dengan konsep seiton, 2 kondisi tidak sesuai dengan konsep seiso, 2 kondisi tidak sesuai dengan konsep seiketsu, dan 2 kondisi tidak sesuai dengan konsep shitsuke.
REFERENSI [1] Sritomo Wignjosoebroto, Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan.
Surabaya : Guna Widya, 2009, pp 67-70. [2] Sritomo Wignjosoebroto, Pengantar Teknik dan Manajemen Industri,
Surabaya : Guna Widya, 2003. [3] Wayne C, Turner, Pengantar Teknik dan Sistem Industri, Guna Widya,
2002, pp 123. [4] Richard Payant, Facility Manager’s Maintenance Handbook, New
York : McGraw-Hill, 2007, pp 105. [5] Rika Ampuh Hadiguna, Tata Letak Pabrik, Yogyakarta: Penerbit
ANDI, 2008, pp 182-183. [6] Mr. Deepak Kumar and Mr. Nidhessh Shetty, Study and Re-design of
The Layout using Facility Planning Tools, MSRIT Bangalore: Department of Industrial Engineering, International Journal of Scientific Research dan Development, Vol. 2, January 2014.
[7] R. D. Vaidya, P. N. Shende, N. A. Ansari, and S. M. Sorte. Analysis Plant Layout for Effective Production, International Journal of Engineering and Advanced Technology, Vol. 2, No. 3, February 2013.
[8] Rossi Wahyuni, “Metode Craft Berbantuan Perangkat Lunak WinQsb untuk Usulan Perbaikan Tata Letak Fasilitas V2.0 pada Industri Dompet CV. X,” Depok : Universitas Gunadarma, Dec. 03, 2014
[9] James A Tompkins, Facilities Planning, New York : John Wiley & Sons Inc, 1996,pp 340.
[10] Sunderesh Heragu, Facilities Design, Lincoln:Universe Inc, 2006, pp 208-210.
[11] Masaaki Imai, Gemba Kaizen, Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo, 1998, pp 59-67.
[12] Pranata, Bernadus Tofan Adi, dan Slamet Setio Wigati, Perancangan Tata Letak Fasilitas Produksi PT Mitra Presisi Plastindo. Yogyakarta : Universitas Atmajaya, 2016.
[13] Adityo Pratama, Perancangan Tata Letak Fasilitas Produksi pada PT Dwi Indah Plant Gunung Putri dengan Menggunakan Algoritma CRAFT, Bandung : Universitas Telkom, 2014.
[14] Matthew Stephens, Manufacturing Facilites Design and Material Handling, New Jersey : Prentice Hall, 2010, pp 277.
45
Analisis dan Evaluasi Project Relayout Tata Letak Fasilitas Produksi Line Jugs
pada PT. Aqua Golden Mississippi, Sukabumi
Muhammad Gozali Shidik1, Rini Prasetyani2 1,2Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Pancasila, Jakarta
Jl. Srengseng sawah Jakarta Selatan 12640
1 [email protected] 2 [email protected]
Intisari - Seiring meningkatnya produk kemasan gallon, banyak ditemukan pula terjadi keterlambatan supply botol dan loading truk. Hal tersebut menuntut PT. AGM untuk melakukan perbaikan sistem untuk tetap menjaga efisiensi proses produksi. Pada proses produksi terdiri dari 6 stasiun kerja dengan waktu proses produksi 4400 bph untuk line 3 dan 4 Jugs, sementara untuk line 1,2 dan 5 kapasitas 3.200 bph. Efisiensi produksi menjadi tidak optimal karena pada dasarnya tata letak fasilitas produksi merupakan salah satu elemen dasar dalam perancangan stasiun kerja. Tata letak fasiltas produksi pada stasiun kerja perludirancang dengan baik, supaya aliran produksi dapat bejalan dengan lancar, efektif dan efisien. Untuk menyelesaikan masalah ini, diperlukan metodologi pengumpulan data, pengolahan data dan identifikasi masalah serta perbaikan pada lantai produksi, yaitu dengan merubah tata letak stasiun-stasiun kerja yang mengacu kepada produk bongkar-muat truk dan aliran proses produksi, aliran material, hubungan aktivitas, kebutuhan luas serta luas yang tersedia menggunakan metode systematic layout planning yang mana diharapkan dapat menurunkan waktu, jarak dan ongkos perpindahan serta dapat memberikan gambaran tentang langkah-langkah atau tahapan-tahapan secara sistematis yang akan dilakukan untuk memecahkan mengenai masalah supply telat dan loading truk di line produksi. Dan ada benefit dan saving cost yang diperoleh dari project relayout ini terhadap investasi yang dikeluarkan perusahaan dalam satuan periode tertentu dengan menggunakan sistem perhitungan Return On Invesment. ROI tidak memberikan indikasi berapa lamanya suatu investasi namun demikian, ROI juga dikenal sebagai tingkat laba (rate of profit) atau hasil suatu investasi pada saat ini, masa lampau atau prediksi di masa datang, atau bahasa sederhananya ROI merupakan pengembalian keuntungan atas investasi yang dikeluarkan.
Kata kunci : Return On Invesment, Efisiensi Perpindahan, Merubah Tata Letak, Systematic Layout Planning, (rate of profit), saving cost
Abstract - With the increasing gallon packaging products, many also found a delay of supply of bottles and loading trucks. It requires PT. AGM to make improvements to the system while maintaining the efficiency of the production process. In the production process consists of six work stations with processing times of 4400 bpd to line 3 and 4 Jugs, while for the line 1,2 and 5 capacity of 3,200 bpd. Production efficiency to be not optimal because basically the layout of the production facility is one of the basic elements in the design of work stations. The layout of production facilities at the work station needs to be designed so that the flow of production could be run smoothly, effectively and efficiently. To resolve this problem, the methodology of data collection, data processing and identification of problems and improvements on the production floor, ie by changing the layout of the work stations which refer to the product unloading trucks and production process flow, material flow, activity relationships, needs wide and spacious provided using systematic layout planning which is expected to reduce the time, distance and cost of displacement as well as to provide an overview of the steps or stages systematically to be done to solve the problem of supply was running late and loading trucks in line production , And there arebenefits and cost savings gained from this project relayout the company incurred investment in units of a certain period by using the system calculate Return On Investment. ROI does not give an indication of how long it takes an investment however, the ROI is also known as the rate of profit (rate of profit) or the result of an investment at this time, past or predictions of the future, or plain language ROI is the returns on investment are excluded. Keywords: Return on invesment, Efficiency Movement, Change Layout, Systematic Layout Planning, rate of profit, saving cost
I. PENDAHULUAN
Tata letak fasilitas produksi pada stasiun kerja perlu dirancang dengan baik, supaya aliran produksi dapat berjalan
dengan lancar, efektif dan efisien. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengatur layout pabrik sedemikian rupa berdasarkan hubungan kedekatannya.
46
Tingginya permintaan pasar akan produk Air dalam minum kemasan ini, khususnya kemasan Gallon membuat PT. AGM mulai kesulitan dalam memenuhi order dari para distributor dan konsumen, seiring dengan meningkatnya permintaan akan produk Air minum dalam kemasan, terjadi permaslahan besar dalam lantai produksi atau delay atau telat supply dan bongkar muat truk.
Salah satu produksinya dalah kemasan Galon atau Jugs yang di produksi oleh PT.AGM – Mekarsari, saat ini telah melakukan relokasi atau relayout conveyor dengan tujuan dierct loading dan menurunkan downtime akibat telat supply dan loading truk serta jarak forklift yang terlalu jauh dengan truk, berikut adalah grafik jumlah downtime (Supply telat dan Loading Truk)
Gambar 1. Grafik Operasional TTAT
Pada data diatas terlihat bahwa jumlah rata-rata downtime
yang terbesar yaitu pada supply botol yaitu proses bongkar muat truk. Jumlah tersebut merupakan gabungan antara line 1,2,5 dan 3,4 Jugs, dikarenakan setiap tahunnya permintaan produksi meningkat maka perusahaan menginginkan bahwa supply botol dan loading truk yang menjadi downtime terbesar itu harus di minimalkan agar permintaan produksi tercapai, maka perusahaan menginginkan supply botol menjadi sistem direct loading truk tanpa ada jarak yang terlalu jauh antara supply botol dan truk.
Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini adalah sebagai berikut: 1. Memperlihatkan keberhasilan atau kegagalan proyek dari
nilai Return on invesment 2. Menurunkan Dowtime produksi akibat telat supply,
Loading Truk dan Pemakaian Solar Forklift karena jarak yang terlalu jauh dengan Loading truk
3. Mengevaluasi efisiensi yang terjadi berdasarkan hasil rancangan, yaitu efisiensi waktu proses produksi, jarak dan ruang berdasarkan layout
II. TINJAUAN PUSTAKA
Perencangan tata letak fasilitas pabrik ini berdasarkan pada teori – teori dan analisis yang dijelaskan sebagai berikut :
A. Defnisi Tata Letak Fasilitas
Tata letak pabrik adalah suatu rancangan fasilitas, menganalisis, membentuk konsep, dan mewujudkan sistem pembuatan barang atau jasa. Rancangan ini pada umumnya digambarkan sebagai rancangan lantai, yaitu satu susunan fasilitas fisik (Perlengkapan, tanah, bangunan dan sarana lain) untuk mengoptimalkan hubungan antara petugas pelaksanan, aliran barang, aliran informasi, dan tata cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan usaha secara ekonomis dan aman (Apple, 1990) B. Tujuan Perencanaan tata letak fasilitas
Secara garis besar tujuan utama dari tata letak pabrik ialah mengatur area kerja dari segala fasilitas produksi yang paling ekonomis untuk operasi, keamanan, kenyamanan dan pengawasan sehingga akan dapat meningkatkan moral kerja dan performance kerja dari operator. Lebih spesifik lagi suatu tata letak yang baik akandapat memberikan keuntungan-keuntungan dalam sistem produksi, sebagai berikut (Wignjosoebroto, 1996).
1. Menaikan output produksi 2. Menunggu waktu tunggu (delay) 3. Mengutangi proses permindahan bahan (Material
handling) 4. Proses manufactuirng yang lebih singkat 5. Mengurangi resiko bagi kesehatan dan keselamatan
kerja dari Opearator C. Defnisi Return on invesment (ROI)
Bambang Riyanto (2001:336) menyebut istilah ROA dengan Net Earning Power Ratio (Rate of Return on Investment/ROI) yaitu kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan neto. Keuntungan neto yang beliau maksud adalah keuntungan neto sesudah pajak. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ROA atau ROI dalam penelitian ini adalah mengukur perbandingan antara laba bersih setelah dikurangi beban bunga dan pajak (Earning After Taxes / EAT) yang dihasilkan dari kegiatan pokok perusahaan dengan total aktiva (assets) yang dimiliki perusahaan untuk melakukan aktivitas perusahaan.
Dalam kegiatan operasional perusahaan, profit merupakan elemen penting dalam menjamin kelangsungan perusahaan. Dengan adanya kemampuan memperoleh laba dengan menggunakan semua sumber daya perusahaan maka tujuan-tujuan perusahaan akan dapat tercapai.
Pengguna semua sumber daya tersebut memungkinkan perusahaan untuk memperoleh laba yang tinggi. Laba merupakan hasil dari pendapatan oleh penjualan yang dikurangkan dengan beban pokok penjualan dan beban-beban lainnya.
D. Perhitungan Return on invesment
Perhitungan Return on invesment Menurut Brigham dan Houston (2001), pengembalian atas total aktiva (ROA)
47
dihitung dengan cara membandingkan laba bersih yang tersedia untuk pemegang saham biasa dengan total aktiva.
Laba atas investasi adalah rasio uang yang diperoleh atau hilang pada suatu investasi, relatif terhadap jumlah uang yang diinvestasikan.
Jumlah uang yang diperoleh atau hilang tersebut dapat disebut bunga atau laba/rugi. Investasi uang dapat dirujuk sebagai aset, modal, pokok, basis biaya investasi.
ROI biasanya dinyatakan dalam bentuk persentase dan bukan dalam nilai desimal. ROI tidak memberikan indikasi berapa lamanya suatu investasi. Namun demikian, ROI sering dinyatakan dalam satuan tahunan atau disetahunkan dan sering juga dinyatakan untuk suatu tahun kalendar atau fiskal. (wikipedia) ROI juga dikenal sebagai tingkat laba (rate of profit) atau hasil suatu investasi pada saat ini, masa lampau atau prediksi di masa mendatang. Atau bahasa sederhananya ROI merupakan pengembalian keuntungan atas investasi.
E. Tujuan Penggunaan Return on Invesment
Tujuan penggunaan Return on invesment bagi perusahaan maupun bagi pihak luar perusahaan adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengukur atau menghitung laba yang diperoleh
perusahaan dalam satu periode tertentu 2. Untuk menilai posisi laba perusahaan tahun sebelumnya
dengan tahun sekarang 3. Untuk menilai perkembangan laba dari waktu ke waktu 4. Untuk mengukur produktifitas dari seluruh dana
perusahaan yang digunakan baik modal sendiri 5. Mengukur produktivitas seluruh dana perusahaan yang
digunakan, baik modal pinjaman maupun modal sendiri. 6. Untuk mengukur produktifitas dari seluruh dana
perusahaan yang digunakan. III. METODOLOGI PENELITIAN
Dalam penulisan Tugas Akhir ini, metodologi pemecahan masalah dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu :
1. Tahap Identifikasi Masalah 2. Tahap Pengumpulan Data 3. Tahap Pengolahan Data 4. Tahap Kesimpulan dan Saran
IV. PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS LAYOUT
AWAL Pada pengolahan data layout awal, dilakukan identifikasi
aliran material, menghitung jarak antar stasiun kerja beserta frekuensi material handling dan menghitung Ongkos Material Handling (OMH) pada layout awal.
A. Identifikasi aliran material
Identifikasi aliran material dilakukan untuk melihat aliran material secara lebih detail, maka dalam tahap analisis material ini juga dilakukan dengan menggunakan peta-peta berikut: 1. Peta proses produksi Hasil pengamatan yang dilakukan pada proses produksi digambarkan dengan peta aliran proses (Flow Process Chart). Peta aliran proses menggambarkan semua aktivitas, baik aktivitas produktif maupun tidak yang terlibat dalam proses pelaksanaan kerja. Pada peta aliran proses menggambarkan aktivitas-aktivitas seperti transportasi (material handling), di tunjukan pada gambar di bawah ini
Gambar : Peta Proses operasi pekerjaan line produksi Gallon
2. Diagram aliran Diagram material menggambarkan aliran material yang
dilakukan diatas gambar layout fasilitas produksi awal. Tahapan proses penggambaran yaitu dengan terlebih dahulu menggambar layout dan area fasilitas yang ada (existing), selanjutnya dibuat sketsa aliran proses yang berlangsung dari awal sampai akhir proses. Diagram aliran material ditunjukkan pada gambar
48
Berdasarkan gambar layout dan aliran proses PT. Aqua Golden Missippi dapat ditentukan suatu area aktivitas dengan area lainnya. Penentuan jarak ini menggunakan sistem jarak rectilinear yaitu jarak yang diukur mengikuti jalur tegak lurus. Pemilihan sistem jarak rectilinear karena metode ini juga banyak dipakai karena kemudahan dalam memahami dan tepat untuk beberapa permasalahan. Berikut adalah gambar koordinat setiap lokasinya
Gambar 2. Koordinat setiap aktivitas produksi line 3 dan 4
Tabel 1. Perhitungan Jumlah Labour Produksi line 3 dan 4
Gambar 3. Koordinat setiap area aktivitas Produksi line 1, 2 dan 5
Tabel 2. Perhitungan Jumlah Labour Produksi line 1 2 dan 5
B. Perhitungan jumlah Labor dan investment yang dibutuhkan Penentuan julmlah Labor dan investment antar stasiun
kerja yaitu berapa jumlah Cost Labor dan fuel yang bisa di Saving dan material handling (botol) dimana truk Lasah dapat di bongkar dan muat pada stasiun kerja dalam satu titik yang sama bongkar dan muat (One stop Service Point) proses pemindahan material handling (botol) pada PT. Aqua Golden Mississppi dilakukan oleh alat bantu berupa Conveyor botol isi dan kosong dengan sistem direct loading dan disertakan oleh tenaga manusia. Data Labor dan fuel sebelum dan sesudah di lakukan project relayout dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 3. Data Labour dan Fuel line 1,2 dan 5 (Before)
Tabel 4. Data Labour dan Fuel line 1, 2 dan 5 (afeter)
49
Suatu usulan investasi akan disetujui apabila payback periode-nya lebih cepat atau lebih pendek dari payback periode yang diisyaratkan oleh perusahaan, Investasi yang diperlukan dalam Relayout produksi line 1, 2 dan 5 adalah sebesar Rp 850.000.000 yang berupa Instalasi Conveyor baru botol kosong dan botol isi menggunkan sistem direct loading. Dari tabel 5.3 dan 5.4 dapat dilihat ada nilai atau value yang bisa di Saving oleh perusahaan yaitu dari Jumlah HMO (Visual, supply, infeed dan opearator ), pemakain solar, KHL Indirect menjadi tidak ada dan penurunan pemakain solar .
Perhitungan Saving / bulan (Line 1,2, 5 ) = TC Before – Total Cost After = Rp 350.852.773 – Rp 266.722.133 = Rp 114.130.600 Data Labor dan Fuel sebelum dan sesudah di lakukan project relyout dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 5. Data Labout dan Fuel line 3 dan 4 (Before)
Tabel 6. Data Labour dan Fuel ;ine 3 dan 4
Dari tabel di atas dapat dilihat ada nilai atau value yang bisa di Saving oleh perusahaan yaitu dari Jumlah HMO, pemakain solar dan sewa forklift . Perhitungan Saving / bulan (Line 3, 4 ) = TC Before – TC After = Rp 654.751.764 – Rp 488.050.216 = Rp 166.701.548 Analisa Return On Invesment (ROI)
Untuk menghitung Return on Iinvestment adalah dengan cara membagi laba bersih perusahaan dengan total aktiva perusahaan dalam satu periode tertentu serta sebagai alat control untuk keperluan perencanaan pengambilan keputusan apabila perusahaan akan melakukan ekspansi dan sebagai alat ukur profitabilitas dari masing – masing produk yang dihasilkan dengan menerapakan sistem biaya produksi maka modal dan biaya akan dapat dialokasikan ke dalam efisiensi penggunaan modal.
Rasion pengembalian investasi (Return on Iinvestment) diperoleh dengan membandingkan laba dengan total aktiva atau total investasi yang diperlukan : Rasio pengembalian Investasi =
���� �����
∑ ��� � ������ ��
Laba atas investasi adalah rasio uang yang diperoleh atau
hilang pada suatu investasi, relatif terhadap julah uang yang diinvestasikan, investasi uang dapat dirujuk sebagai asset, modal, pokok dan basis biaya investasi. Seperti yang terjadi pada Project Relayout yang sudah dilakukan maka harus ada langkah evaluasi dan monitoring terhadap project Relayout tersebut apakah sudah memberikan profit bagi perusahaan dan mengukur produktifitas dari seluruh dana perusahaan yang digunakan . Perhitungan Return on Iinvestment dari Relayout produksi line 1, 2 , 5 :
Rasio pengembalian Investasi =���� �����
∑ ��� � ������ ��
= �� ���.���.���
�� ���.���.���
= 7, 45. Jadi, dalam jangka waktu 7 bulan ke depan menunujukan bahwa perusahaan mendapatkan keuntungan karena ROI positif sebaliknya apabaila ROI menunujukan angka negatif menunjukan bahwa dari total aktiva yang digunakan perusahaan mendapatkan kerugian.
Tabel 7. Kalkulasi perhitungan saving / bulan produksi line 1, 2 dan 5
50
Dari tabel perhitungan Saving / bulan maka akan
didapatkan informasi dasar, yaitu laba dan investasi yang diperlukan untuk mencari value atau nilai ROI selama 7 bulan ke depan dalam satu periode, berikut perhitungan table ROI produksi line 1,2 dan 5 Jug.
Perhitungan target Saving/month jumlah Direct Labor (Visual, supply dan Infeed botol) periode Januari s/d Agustus 2015 : = Target Saving Labor X Jumlah Cost Labor Per bulan = 21 xRp. 4.018.087 = Rp. 84.379.836/bulan
Total Kumulatif Saving selama 8 bulan setelah Relayout di produksi line 1,2 dan 5 adalah Rp 930.572.852 dan total Iinvestment yang diperlukan adalah Rp 850.000.000 juta berupa invetasi Conveyor, jadi selama 8 bulan periode setelah eksekusi sudah balik modal dari hasil laba dan Saving yang diperoleh .
Tabel 8. Nilai Return on invesment Januari – Agustus 2015
Perhitungan Return on Iinvestment dari Relayout produksi line 3 dan 4 Rasio pengembalian Investasi =
���� �����
∑ ��� � ������ ��
= �� ���. ��.���
�� �. ��.���.���
= 10,20.
Jadi, dalam jangka waktu 10 bulan ke depan menunujukan bahwa perusahaan mendapatkan keuntungan karena ROI positif sebaliknya apabaila ROI menunujukan angka negatif menunjukan bahwa dari total aktiva yang digunakan perusahaan mendapatkan kerugian .
Tabel 9. Kalkulasi Perhitungan Saving/bulan produksi line 3 dan 4 Jugs
Dari tabel perhitungan Saving / bulan maka akan didapatkan informasi dasar, yaitu laba dan investasi yang diperlukan untuk mencari value atau nilai ROI selama 10 bulan ke depan dalam satu periode, berikut perhitungan table ROI produksi line 3 dan 4 Jugs
Tabel 10. Nilai Return on invesment
Perhitungan target Saving/month jumlah Direct Labor
(Visual, supply dan Infeed botol) periode = Target ()*+,- .)/01 per bulan x Jumlah ;0<= .)/01 per bulan = 32 x Rp 4.018.087 = Rp. 128.758.798 / bulan Total Kumulatif Saving selama 8 bulan setelah Relayout di produksi line 3 dan 4 Jugs adalah Rp 1.809.691.308 dan total Iinvestment yang diperlukan adalah Rp 1.700.000.000 juta berupa invetasi Conveyor, jadi selama 10 bulan periode setelah
51
eksekusi sudah balik modal dari hasil laba dan Saving yang diperoleh .
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN 1. Proses pengumpulan dan analsisi informasi (berdasarkan
indicator yang ditetapkan), Project Realyout produksi line Jugs ini dapat dikatakan berhasil karena dapat menutupi biaya investasi yang dikeluarkan oleh perusahaan dengan cara menekan biaya produksi dan biaya ongkos produksi untuk mendapatkan laba dan profit, seperti Reduce HMO dan pengurangan pemakaian forklift
2. Efisiensi waktu proses produksi pada Relayout ini dapat pula menurunkan delay akibat telat supply botol, Loading truk dan menurunkan pemakaian operasional solar forklift
3. Pada hasil perancangan ulang tata letak fasilitas (realyout) line produksi Jugs di PT. AGM telah terjadi perubahan letak, posisi dan luas pada beberapa stasiun kerja seperti stasiun kerja loading-unloading, stasiun kerja packing, perubahan posisi visual control botol kosong dan ini, perubahan luas area KDKL, perubahan posisi kerja area checker dan perubahan luas gudang penyimpanan storage Jugrack dan penambahan instlasi conveyor baru. Sedangkan pada beberapa stasiun kerja lainnya tetap berada pada letak awal, seperti stasaiun kerja, washer-filler line 1, washer-filler line 2, washer-filler line 5 washer-filler line 3 dan washer-filler line 4 . Luas masing-masing stasiun kerja tersebut ditentukan berdasarkan ukuran mesin, ukuran meja control visual dan material.
B. SARAN Perbaikan yang telah dilakukan pada layout dan tata letak
fasilitas produksi PT. Aqua Golden Mississippi dapat meningkatkan efisiensi terhadap jarak antar stasiun kerja, waktu dan ongkos perpindahan material handling produksi. Perusahaan disarankan untuk melakukan tahapan perbaikan lebih lanjut seperti:
1. Melakukan rotasi personil pada setiap stasiun kerja terutama stasiun kerja visual control karena indera penglihatan mata sangat mudah lelah dan pengcheckan rutin kesehatan mata dan indera penciuman untuk personil visual control botol kosong atau visual control botol isi
2. Mengembangkan teori direct loading dan Gallon Lifter ini menggunakan pemodelan dan simulasi.
3. Melakukan evaluasi dan perbaikan terhadap proses produksi dari truk membawa botol kosong dan reture sampai selesai muat kembali menjadi botol isi dan siap dikirim.
4. Melakukan training atau pelatihan kepada teknisi atau tenaga
kerja secara berkala untuk meningkatkan kecepatan kerja. 5. ROI (Return on invesment) tidak memberikan indikasi berapa
lamanya suatu investasi. Namun demikian, ROI sering dinyatakan dalam satuan tahunan atau disetahunkan dan sering juga dinyatakan untuk suatu tahun kalendar atau fiskal. (wikipedia) ROI juga dikenal sebagai tingkat laba (rate of profit) atau hasil suatu investasi pada saat ini, masa lampau
atau prediksi di masa mendatang. Atau bahasa sederhananya ROI merupakan pengembalian keuntungan atas investasi.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Amenda Septiala, Perubahan Model Tata Letak Fixed-
Position Menjadi Product Layout Untuk Peningkatan Produksi, Jurnal Teknik Industri Universitas Bina Nusantara, 2013, diunduh pada tanggal 10 April 2016.
[2] Arief Rahman, Sritomo Wignjosoebroto dan Endrianta Yuri, Perancangan Tata Letak Fasilitas Produksi dengan Metode Systematic Layout Planning (Studi Kasus Relokasi & Relayout Pabrik PT.BI – Surabaya), Artikel Teknik Industri Mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya, 2015, diunduh pada tanggal 7 Mei 2016.
[3] Hari Purnomo, Perencanaan & Perancangan Fasilitas, Penerbit Graha Ilmu, Yogyakarta, 2004.
[4] Hartono, Teori Portofolio dan Analisis Investasi, Yogyakarta: BPFE UGM, Yogyakarta, 2003
[5] Hendra, Kusuma, Manajemen Produksi : Perencanaan dan PengendaliaN Produksi, Andi, Yogyakarta, 1999.
[6] J.M Apple., Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan, Penerbit ITB,Bandung, 1990.
[7] Sritomo Wignjosoebroto, Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan EdisiKetiga, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, 2003.
[8] Young, S. David & Stephen F. O'Byrne, “Economic Value Added and Value Based Management: A Pratical Guide to Implementation”, New York: Mc Graw-Hill, 2001.
52
Perancangan Tata Letak Fraktal di Divisi Perakitan, Industri Manufaktur
Akim Windaru1, Docki Saraswati2, Trifenaus Prabu Hidayat3
1,2 Jurusan Teknik Industri Universitas Trisakti Jln. Kyai Tapa No. 1 Jakarta 11440
3 Jurusan Teknik Industri Universitas Atma Jaya Jln. Jenderal Sudirman No.5 1 Jakarta 12930
[email protected] [email protected]
Intisari— Dinamika permintaan konsumen yang cenderung mengalami fluktuasi mengakibatkan perubahan pada proses produksi barang atau produk, yang mempengaruhi perencanaan kapasitas untuk kebutuhan mesin yang digunakan dalam proses produksi lampu kendaraan bermotor. Perancangan tata letak fraktal sebagai pengembangan dari group teknology merupakan perancangan tata letak yang lebih fleksibel dalam menyesuaikan permintaan yang fluktuatif dalam perencanaan kapasitas kebutuhan mesin. Perancangan tata letak fraktal meliputi perencanaan kapasitas, pembentukan sel fraktal, penentuan aliran produk dalam setiap sel fraktal, dan perancangan tata letak mesin dalam setiap sel fraktal berdasarkan biaya pemindahan minimum. Setiap sel fraktal memiliki komposisi jenis mesin dengan proporsi yang sama (identik), hal ini mampu memberikan alternatif didalam mengalokasikan beban produksi yang masuk pada setiap sel fraktal dengan alokasi beban produksi secara merata dan alokasi beban produksi berdasarkan biaya pemindahan bahan yang minimum. Desain model perancangan tata letak fraktal menggunakan software lingo dalam memecahkan masalah model optimasi untuk linear, nonlinear, dan integer model yang lebih cepat, mudah, dan lebih efisien. Kata kunci— group teknologi, fraktal, tata letak, fleksibel, duplikasi. Abstract— The dynamics of consumer demand tends to fluctuate resulting in changes in the production process of goods or products, which affect capacity planning for the needs of machines used in the production process of a head lamp motor vehicle. Fractal Design layout as the development of the technology group is designing the layout is more flexible in adjusting the fluctuating demand in capacity planning needs of the machine. Fractal Design layout includes capacity planning, fractal cell formation, determining the flow of products in each cell fractal, and design the layout of machines in each cell fractal based minimum removal costs. Each cell has a fractal composition of types of machines with the same proportion (identical), it is able to provide an alternative in allocating the burden of production that goes on every cell fractal with an allocation of production load evenly and allocation of production costs based on the minimum cost of moving materials. Design fraktal design model layout using lingo software to solve problems optimization model for linear, nonlinear, and integer models faster, easier, and more efficient. Keywords— group technology, fractal, layout, flexible, duplication.
I. PENDAHULUAN
Permintaan konsumen akan variasi produk yang tinggi mengakibatkan pengembangan-pengembangan perancangan tata letak pada sistem produksi. Penyesuaian pengembangan tata letak sistem produksi disesuaikan dengan kondisi perusahaan dan permintaan konsumen. Perancangan yang sesuai dengan permintaan terhadap product mix yang berubah-ubah serta dapat dikendalikan dan dikembangkan tata letaknya adalah tata letak fraktal. Tata letak fraktal merupakan pengembangan dari group technology, dimana penerapannya akan membagi lantai produksi menjadi sel-sel yang identik dengan komposisi jenis mesin dengan proporsi yang sama pada lantai produksi secara keseluruhan. Pada tata letak fraktal, setiap sel fraktal tidak ditujukan untuk membuat part atau part family tertentu, tetapi dapat untuk membuat part yang bervariasi (Askin et al., 1999). Pengendalian pada sel fraktal terjadi apabila ada kerusakan pada salah satu sel fraktal maka produk-produk dapat dialihkan pada sel fraktal lainnya.
Apabila mesin membutuhkan pengembangan maka tata letak sel dapat direplikasi.
Perkembangan tipe dan jenis kendaraan bermotor berbanding lurus dengan variasi produk untuk automotive lighting equipment setiap jenisnya. Hal inilah yang mengakibatkan permintaan produk yang beragam pula. Pihak perusahaan berusaha untuk memenuhi permintaan akan produk lamp dengan waktu yang telah disepakati. Perbedaaan permintaan produk untuk automotive lighting equipment selalu berbeda untuk setiap jenisnya dan berbeda pula untuk setiap periodenya. Variasi produk yang beraneka ragam dan permintaan setiap jenis tipe automotive lighting equipment yang berbeda mengakibatkan sering terjadinya perubahan tata letak fasilitas produksi.
Proses produksi pada divisi perakitan untuk memenuhi berbagai variasi produk serta permintaan yang berubah-ubah sulit dicapai dalam waktu yang relatif singkat. Hal ini yang mengakibatkan ingin memperbaiki sistem tata letak fasilitas
53
sehingga pencapaian permintaan yang berubah-ubah bisa terpenuhi dengan baik.
II. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan berdasarkan histori dari data produksi dan kebutuhan mesin yang digunakan. Kemudian melakukan identifikasi masalah yang terjadi yaitu dalam perencanaan kapasitas yang baik agar dihasilkan tata letak fasilitas produksi yang lebih fleksibel dan efisien dalam menghadapi permintaan yang fluktuatif pada divisi perakitan untuk produk head lamp kendaraan bermotor. Hasil studi pustaka untuk mengatasi permasalahan tersebut dengan menggunakan pendekatan tata letak fraktal dengan tahapannya meliputi perencanaan kapasitas, pembentukan sel fraktal, penentuan aliran produk dalam setiap sel fraktal, dan perancangan tata letak mesin dalam setiap sel fraktal berdasarkan biaya pemindahan minimum. Hasil penelitian berupa usulan perbaikan tata letak fasilitas produksi divisi perakitan.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara langsung dengan pihak perusahaan, pengumpulan data historis, dan pengamatan secara langsung. Data-data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer terdiri dari data-data yang dibutuhkan dalam pengolahan data seperti waktu siklus, dimensi ukuran mesin dari tata letak awal dan asumsi-asumsi yang diperlukan. Data primer ini diperoleh dari data hasil pengamatan langsung yang dilakukan selama penelitian berlangsung. Sedangkan data-data sekunder terdiri dari berbagai data yang berhubungan dengan data kapasitas produksi, waktu setup mesin, data efisiensi pabrik, data reliabilitas mesin, persentase skrap, sejarah umum perusahaan, struktur organisasi, hari dan jam kerja, proses produksi dan tata letak lantai produksi. Data sekunder ini diperoleh melalui pengumpulan data historis perusahaan berdasarkan hasil wawancara dengan pihak-pihak yang terkait di dalam perusahaan.
A. Tata Letak Lantai Produksi yang diamati
Lantai produksi yang diamati yaitu lantai produksi yang digunakan untuk proses perakitan pada factory B berupa lampu automotive tipe head lamp kendaraan roda dua, yaitu: Yupiter MX, New Shogun, Revo, Supra X 125 Injection. Luas area lini produksi awal yaitu 22 m x 13 m = 286 m2
, (terlihat
pada gambar 1).
Gambar 1. Tata letak awal lantai produksi yang diteliti.
B. Produk yang diamati, Data Efisiensi Pabrik, Persentase Lembur, Waktu Setup, % Reliabilitas, % Skrap dan Jumlah Setup
TABEL I
PRODUK YANG DIAMATI Kode
Produk Jenis Kendaraan Bermotor
Roda Dua Perusahaan
Pemesan
1S7 Yupiter MX PT. YMMI
HL XC 321 New Shogun PT. ISI
HL KVRA Revo PT. AHM
HL KVLP Supra X 125 Injection PT. AHM
Data efisiensi pabrik yang diberikan oleh perusahaan adalah 85% serta persentase lembur yang diinginkan perusahaan adalah 0%, sedangkan waktu setup, % reliabilitas, % skrap dan jumlah Setup (tabel II) didapat dari data perusahaan yang digunakan untuk perhitungan lembar pengurutan produksi (routing sheet).
TABEL II
DATA EFISIENSI PABRIK, PERSENTASE LEMBUR, WAKTU SETUP, % RELIABILITAS, % SKRAP DAN JUMLAH SETUP
No Nama mesin /
stasiun Waktu set up
(detik) % Skrap Reliabilitas mesin (%)
1
Mesin Air press
0 0 90 Air blower 1
Mesin Hotmelt
2 Meja cord assy 1 0 0 95
3 Meja Final Check 0 0 100
54
C. Permintaan Produk
Gambar 2. Grafik fluktuasi permintaan bulan September 2007 – Agustus 2008.
Data permintaan yang diambil untuk perhitungan Routing Sheet adalah permintaan yang mengalami kenaikan terbesar, seperti terlihat pada Tabel III
TABEL III
JUMLAH PERMINTAAN BULANAN
Kode Komponen
Jumlah Permintaan Bulanan (unit)
1S7 35600
HL XC 321 10000
HL KVRA 66500
HL KVLP 66000
D. Perencanaan Kapasitas
Lembar pengurutan produksi (Routing Sheet) dibuat dengan tujuan untuk mengetahui berapa jumlah mesin dan meja kerja teoritis yang diperlukan untuk mencapai target produksi yang diinginkan.
TABEL IV
PERHITUNGAN KEBUTUHAN JUMLAH MESIN
No
Nama mesin
HL KVRA
HL KVLP 1S7
HL XC 321 Mesin
1
Mesin Air press
2.47 2.55 1.56 0.38 7 Air blower
1 Mesin
Hotmelt
2 Meja cord
assy 1 1.29 1.96 0.39 0.18 4
3 Meja Final
Check 1.27 1.07 0.38 0.11 3
E. Pembentukan Sel Fraktal
Pada langkah pembentukan sel fraktal digunakan sebagai perencanaan penempatan mesin pada setiap sel fraktal. Pembentukan dilakukan berdasarkan data rata–rata jumlah duplikasi mesin untuk masing-masing tipe mesin kemudian di dapat jumlah sel fraktal yang terbentuk.
Sesuai dengan metode yang dikembangkan oleh Venkatadri et al. (1997) dan Monteruil et al. (1999) adalah semua sel fraktalnya memiliki komposisi mesin yang sama (identik) dan setiap sel mampu memproduksi sebagian besar produk, sehingga meningkatkan fleksibelitas sistem manufaktur. Maka Komposisinya berubah menjadi berikut (tabel V)
TABEL V
KOMPOSISI MESIN DALAM SEL FRAKTAL YANG IDENTIK
SEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 1 2 3 4 51 A1 A6 B1 C12 A2 A7 B2 C23 A3 A8 B3 C34 A4 A9 B4 C45 A5 A10 B5 C5
Kelompok MesinA B C
Penambahan mesin A8 s.d A10, mesin B5, dan mesin C4
s.d C5 dari kondisi awal alokasi sesuai dengan jumlah duplikasi mesin yang didapat dikarenakan untuk meningkatkan fleksibelitas sistem manufaktur. Hal itu dilakukan dengan pembentukan sel fraktal yang identik dimana komposisi mesin untuk setiap sel fraktal adalah sama, yaitu satu sel fraktal terdiri dari 2 kelompok mesin A, 1 mesin B, dan 1 mesin C. Sehingga untuk mencapai hal tersebut maka ditambahkan mesin A8 s.d A10, mesin B5, dan mesin C4 s.d C5.
Langkah selanjutnya menentukan bentuk dan dimensi dari lantai produksi yang tersedia berupa persegi panjang (lantai produksi dapat berbentuk L, C, U, ataupun T). Lantai produksi yang tersedia untuk penelitian tugas akhir ini adalah berbentuk persegi panjang (22 m x 13m). Karena luas yang diteliti lebih dari cukup, maka penelitian ini membatasi dengan ukuran panjang 17.5 m dan lebar 5 m, dengan mempertimbangkan lebar ukuran mesin terhadap sumbu x. Gambar Ukuran Dari Masing-Masing Mesin (A) Kelompok Mesin A: Mesin Air Press, Mesin Air Blower 1) adalah 3.25 m, sedangkan panjang terhadap sumbu y dimana 2 mesin A: Mesin Air Press, Mesin Air Blower 1 memiliki total ukuran 4 m kemudian mesin B : Meja Cord Assy 1, dan mesin C : Meja Final Check disejajarkan sehingga panjang yang dibutuhkan 1 m jadi total panjang sumbu y dari sel fraktal adalah 5 m. Luas ukuran inilah untuk ukuran pendekatan satu sel fraktal yang digunakan sebagai data input terkecil yang masih bersifat feasible jika diuji dengan menggunakan software Lingo.
Gambar 3. Bentuk dan dimensi lantai produksi.
Bentuk dan dimensi lantai produksi (1:1) telah sesuai untuk pengalokasian mesin ke 5 sel fraktal, maka dilanjutkan dengan
55
penempatan mesin berdasarkan ukuran disesuaikan dengan keinginan kondisi dari perusahaan (tabel VI)
TABEL VI
PERHITUNGAN JUMLAH OPERATOR PER SEL FRAKTAL
No Nama mesin
Duplikasi Mesin
Operator Mesin
Operator/mesin untuk
Duplikasi Mesin
1
Mesin Air press
2 1 2 Air blower 1 Mesin Hotmelt
2 Meja cord assy 1
1 1 1
3 Meja Final Check
1 1 1
Meletakkan mesin-mesin ke dalam sel fraktal secara
sembarang dengan memperhatikan ruang tidak terpakai yang minimum (1:1). Dan hal ini menghasilkan penempatan mesin saling berdekatan atau berdampingan (gambar 4)
Mesin Hotmelt
Mesin Air
Blower 1
Mesin Air
Blower 1 Mesin Hotmelt
Mesin Air Press
Mesin Air Press
Meja
Cord
Assy 1
Mesin
Final
Check
Gambar 4. Peletakan mesin pada salah satu sel fraktal secara sembarang.
Setelah komposisi mesin dalam sel diketahui, semua mesin telah diletakkan dalam sel dan dimensi sel telah sesuai, langkah selanjutnya adalah membuat tata letak awal untuk masing-masing sel. Pembentukan tata letak awal dengan Model Linier Mixed Integer Programming 4 (LMIP 4).
Model linier mixed integer programming 4 memiliki beberapa asumsi sebagai berikut :
1. Dimensi tata letak yang digunakan adalah horizontal (sumbu x) dan vertikal (sumbu y)
2. Mesin tidak mempunyai ukuran yang sama (unequal) 3. Model matematis perancangan tata letak mesin dalam
sel dimodelkan dengan Linier Mixed Integer Programming (Love dan Wong, 1976).
Model matematik LMIP 4 akan dijelaskan Berikut ini. Notasi :
ijc = biaya material handling per satuan jarak antara
mesin i ke mesin j, “rupiah/volume aliran/satuan jarak”
ijf = volume aliran antara mesin i ke mesin j, “item”
x = koordinat pada sumbu x
y = koordinat pada sumbu y
l = lebar mesin,”satuan panjang (meter)” b = panjang mesin,”satuan panjang (meter)” M = konstanta positif yang besar n = jumlah mesin pada sel Fungsi tujuan : Minimasi :
( )∑∑−
= +=
−+−+ +++×1
1 1
n
i
n
ij
ijijijijijij yyxxfc (1)
Fungsi kendala :
( ) ( )jiijijji bbqpMxx +≥++−2
1 i = 1,2,…., n-1
j = i +1,….,n (2)
( ) ( )jiijijji bbqMMpxx +≥−++−−2
11 i= 1,2,…., n-1
j = i +1,….,n (3)
( ) ( )jiijijji llMqpMyy +≥+−+−2
11 i = 1,2,…., n-1
j = i +1,….,n (4)
( ) ( ) ( )jiijijji llqMpMyy +≥−+−++−2
11.1.
nij
ni
,,.........1
1,........,2,1;
+=−=
(5)
ijijji xxxx −+ −=− i = 1,2,…., n-1
j = i +1, ….,n (6) ijijji yyyy −+ −=− i = 1,2,…., n-1
j = i +1, ….,n (7)
0,,, ≥−+−+jiji yyxx i = 1,2,…., n-1
j = i +1, ….,n (8) 0, =ijij qp or 1 i = 1,2,…., n-1
j = i +1, ….,n (9) 0, ≥ii yx i = 1,2,…., n-1
j = i +1, ….,n (10)
Persamaan (1) merupakan fungsi tujuan yang meminimasi total biaya perpindahan material. Sedangkan persamaan (2)-(3) memastikan bahwa mesin i akan ditempatkan disebelah kanan atau kiri dari mesin j Batasan (4)-(5) memastikan
bahwa mesin i akan ditempatkan disebelah atas atau bawah dari mesin j Batasan (6)-(7). untuk menentukan equivalence
dari ( ) ijijji xxxx −+ −=− dan ( ) ijijji yyyy −+ −=− Persamaan
(9) dan (10) memastikan tidak ada yang bernilai negatif. Karena adanya penambahan pembatas untuk masing-masing
sel dengan pertimbangan bahwa bentuk lantai produksi telah diketahui awal. Persamaan LMIP 4 menjadi sebagai berikut :
Fungsi tujuan :
Min : ( )∑∑−
= +=
−+−+ +++1
1 1
..n
i
n
ijijijijijijij yyxxfc (11)
Variabel keputusan −+−+ +++ ijijijij yyxx , dimana
( ) ( )
⟩−−=+
lainnya
xxjikaxxx jiji
ij _,0
0_, (12)
56
( ) ( )
≤−−=−
lainnya
xxjikaxxx jiij
ij _,0
0_, (13)
( ) ( )
⟩−−=+
lainnya
yyjikayyy jiji
ij _,0
0_, (14)
( ) ( )
≤−−=−
lainnya
yyjikayyy jiij
ij _,0
0_, (15)
Dengan pembatas :
( ) ( )jiijijji bbqpMxx +≥++−2
1
nij
ni
,,.........1
1,........,2,1;
+=−=
(16)
( ) ( )jiijijji bbqMpMxx +≥−+++−
2
11..
nij
ni
,,.........1
1,........,2,1;
+=−=
(17)
( ) ( )jiijijji llqMpMyy +≥+−+−2
1.1.
nij
ni
,,.........1
1,........,2,1;
+=−=
(18)
( ) ( ) ( )jiijijji llqMpMyy +≥−+−++−2
11.1.
nij
ni
,,.........1
1,........,2,1;
+=−=
(19)
( ) x
selk
x
selk ZbixiZ21
.2
1 ≤−≤
mk
nij
ni
,........,1
,,.........1
1,........,2,1;
=+=
−= (20)
( ) y
selk
y
selk ZliyiZ21
.2
1 ≤−≤
mk
nij
ni
,........,1
,,.........1
1,........,2,1;
=+=
−= (21)
−+ −=− ijijji xxxx
mk
nij
ni
,........,1
,,.........1
1,........,2,1;
=+=
−= (22)
−+ −=− ijijji yyyy
nij
ni
,,.........1
1,........,2,1;
+=−=
(23)
1__0, atauqp ijij =
nij
ni
,,.........1
1,........,2,1;
+=−=
(24)
0,,, ≥−+−+ijijijij yyxx
nij
ni
,,.........1
1,........,2,1;
+=−=
(25)
0,,, ≥jiji yyxx
nij
ni
,,.........1
1,........,2,1;
+=−=
(26)
Dimana :
ijc = biaya pemindahan material per satuan jarak antara
mesin i ke mesin j, “rupiah/volume aliran/satuan jarak”
ijf = volume lairan antara mesin i ke mesin j
x = koordinat pada sumbu x y = koordinat pada sumbu y
b = panjang mesin,”satuan panjang (meter)’ l = lebar mesin,”satuan panjang (meter)” M = konstanta positif yang besar n = jumlah mesin pada sel m = jumlah sel Formulasi (11) adalah fungsi tujuan yang merupakan
perkalian antara volume aliran produk antar mesin, biaya pemindahan material dan variabel keputusan mengenai jarak antara lokasi mesin i dan j. Menunjukkan kriteria total biaya material handling. Formulasi (12) sampai dengan formulasi (15) merupakan variabel keputusan. Formulasi (16) dan (17) merupakan fungsi kendala yang memastikan bahwa mesin i akan ditempatkan disebelah kanan atau kiri dari mesin j. Pembatas (18) dan (19) secara berturut-turut merupakan fungsi pembatas sel pada sumbu x dan pembatas sel pada sumbu y. Fungsi kendala pada formulasi (22) – (23) untuk menentukan equivalence dari ( ) ( )−+ −=− ijijji xxxx dan
( ) ( )−+ −=− ijijji yyyy dan kendala pada formulasi (24)
menyatakan bahwa ijp dan ijq adalah variable biner yang
bernilai 1 dan 0. Kendala (25) dan (26) memastikan nilai −+−+ijijijij yyxx ,,, dan jiji yyxx ,,, tidak bernilai negatif.
Tujuan dilakukan pengalokasian produk secara merata adalah untuk mendapatkan tata letak awal yang ideal. Dengan komposisi setiap sel sama, maka sampel yang diambil yaitu pada sel 1. Pembagian pada salah satu produk sebagai berikut (untuk produk 1S7); permintaan produk = 35.600 unit kemudian dibagi untuk lima sel menjadi 7.120/ sel. Kemudian pembagian berdasarkan routing dan duplikasi mesin yang dihasilkan. Routing produk adalah sbb: A – B – C; dengan 2 duplikasi mesin A, 1 duplikasi mesin B, dan 1 duplikasi mesin C. Sehingga 7.120 unit dari area penyimpanan barang setengah jadi dialokasikan ke 2 mesin A dengan 3.560 unit / mesin, lalu masuk ke mesin B. Pada tahap routing dari mesin B ke mesin C masuk 7.120 unit karena duplikasi mesin B dan mesin C hanya 1 mesin.
57
TABEL VII
ALOKASI ALIRAN BEBAN PRODUKSI (1) PRODUK 1S7, (2) PRODUK HL XC321, (3) PRODUK HL KVRA, DAN (4) PRODUK HL
KVLP
SEL 1
A1 A6 B1 C1
SEL 1
A1 6650
A6 6650
B1 13300
C1
(1) Produk 1S7
(2)
SEL 1
A1 A6 B1 C1
SEL 1
A1 6600
A6 6600
B1 13200
C1
(3) Produk HL XC321
SEL 1
A1 A6 B1 C1
SEL 1
A1 3560
A6 3560
B1 7120
C1
(4) Produk HL KVRA
SEL 1
A1 A6 B1 C1
SEL 1
A1 1000
A6 1000
B1 2000
C1
(5) Produk HL KVLP
Karena sel fraktal dapat memproduksi berbagai produk dalam hal ini untuk keempat produk, maka alokasi aliran beban produksi kemudian di total secara keseluruhan. Untuk total pengalokasian dari mesin A1 ke mesin B1 yaitu 6650 unti (1S7) + 6600 unit (HL XC321) + 3560 unit (HL KVRA) + 1000 unit (HL KVLP) = 17810 unit, seperti terlihat pada tabel VIII.
TABEL VIII TOTAL ALOKASI ALIRAN BEBAN PRODUKSI
SEL 1
A1 A6 B1 C1
SEL 1
A1 0 0 17810 0
A6 0 0 17810 0
B1 0 0 0 35620
C1 0 0 0 0
Selain tabel alokasi aliran, perlu untuk membuat matriks
biaya material handling dan dimensi mesin dari setiap mesin. Pada tabel IX biaya material handling diasumsikan sebesar Rp. 10.000 untuk pemindahan antar mesin yang dilakukan oleh operator untuk tiap sel.
TABEL IX TABEL BIAYA MATERIAL HANDLING
SEL 1
A1 A6 B1 C1
SEL 1
A1 0 10000 10000 10000
A6 10000 0 10000 10000
B1 10000 10000 0 10000
C1 10000 10000 10000 0
Ukuran dimensi mesin berdasarkan ukuran mesin dan
keloggaran operator (tabel X)
TABEL X DIMENSI MESIN DARI TIAP MESIN
SEL 1
A1 A6 B1 C1
Panjang (m) 3.25 3.25 1.6 1.6
Lebar (m) 2 2 1 1
Langkah selanjutnya adalah mencari solusi terbaik dari
model yang dihasilkan pada langkah 7 dengan menggunakan bantuan software LINGO 8.0 (tabel 5.22). Setelah solusi didapatkan maka didapatkan tata letak awal (Li), dimana I = 0. Sehingga total biaya tata letak awal adalah TC(Li).
TABEL XI
KOORDINAT (LI) HASIL PERHITUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE LINGO 8.0
MACHX( A1) 1.875
MACHX( A6) 1.875
MACHX( B1) 2.4
MACHX( C1) 0.8
MACHY( A1) 1
MACHY( A6) 4
MACHY( B1) 2.5
MACHY( C1) 2.5
Titik koordinat (tabel XII) yang dihasilkan kemudian
dilakukan penggambaran (1:1) peletakan mesin didalam satu sel fraktal (gambar 5).
58
TABEL XII KOORDINAT PENGGAMBARAN (LI)
Mesin Koordinat
Mesin A1 (1.875,1)
Mesin A6 (1.875,4)
Mesin B1 (2.4,2.5)
Mesin C1 (0.8,2.5)
Mesin HotmeltMesin Air
Blower 1
Mesin Air Press
Mesin
Final
Check
Meja
Cord
Assy 1
Mesin Hotmelt
Mesin Air
Blower 1
Mesin Air Press
A1
A6
B1 C1
Gambar 5. Peletakan mesin (Li) dalam sel fraktal hasil perhitungan Lingo 8.0.
F. Penentuan Aliran Produk di Dalam Sel Fraktal
Pentuan alokasi beban dalam setiap sel fraktal dilanjutkan dengan perancangan tata letak mesin dalam setiap sel yang merupakan perbaikan tata letak dari tata letak awal. Buat matriks jarak dan biaya mesin i ke mesin j berdasarkan tata letak awal yang telah didapatkan.
Data yang digunakan selain jarak dan biaya adalah routing produk, duplikasi mesin, data permintaan produk, waktu proses dan kapasitas mesin. Dari tata letak awal didapatkan koordinat masing-masing mesin kemudian didapatkan jarak. Jarak yang digunakan dari mesin ke mesin adalah rectilinier distance.
TABEL XIII
JARAK BERDASARKAN RECTILINIER DISTANCE
Jarak dari mesin A1 ke mesin B1 berdasarkan koordinat titik dan menggunakan perhitungan jarak rectilinier distance adalah :
111111 BABABA YYXXD −+−=
= 025.25.214.2875.1 =−+−
TABEL XIV ALOKASI BEBAN DARI HASIL LINGO 8.01; (1) HL KVRA, (2) HL KVLP, (3) 1S7, DAN (4) HL XC321
(1) HL KVRA
(2) HL KVLP
(3) 1S7
(4) HL XC321
59
TABEL XV TOTAL ALOKASI BEBAN MINIMUM DARI HASIL LINGO 8.0
Alokasi dari mesin A duplikasi 1 ke mesin B duplikasi 1 didapat dari masing-masing produk, yaiu 13300 unit produk HL KVRA + 13200 unit produk HL KVLP + 6936 unit produk 1S7 + 2000 unit HL XC321 = 35436 (total alokasi keseluruhan) seperti terlihat tabel di atas (tabel XVI)
TABEL XVI
UTILISASI MESIN DARI HASIL LINGO 8.0
UTILISASI( X, 1) 0
UTILISASI( X, 2) 0
UTILISASI( A, 1) 0.9999711
UTILISASI( A, 2) 0.6449332E-01
UTILISASI( B, 1) 0.6150838
UTILISASI( B, 2) 0
UTILISASI( C, 1) 0.4813486
UTILISASI( C, 2) 0
Perbaikan total biaya alokasi beban produksi sebelumnya
didapatkan (TC(Ai+1)). Setelah perbaikan alokasi beban dilakukan maka lanjutkan ke langkah 12. (TC(Ai+1)) / Total biaya material handling setelah perbaikan alokasi beban adalah sebesar Rp. 1.291.225.000 dan optimal pada iterasi ke-1.
Model LMIP 4 yang dikembangkan juga akan digunakan untuk memperbaiki tata letak awal yang telah didapatkan, dengan tujuan untuk mendapatkan total biaya material handling yang minimum. Tata letak optimal didapatkan dengan memberikan tata letak awal dalam mendapatkan biaya alokasi beban produksi minimum. Langkah kedua belas dengan memberikan alokasi beban produksi untuk mendapatkan biaya tata letak minimum dimana iterasi dilakukan berulang-ulang. Langkah-langkah iterasi perbaikan alokasi beban produksi dan perbaikan tata letak untuk mendapatkan tata letak optimal.
TABEL XVII
KOORDINAT TC(LI+1) HASIL PERHITUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE LINGO 8.0
MACHX( A1) 1.625
MACHX( A6) 1.625
MACHX( B1) 1.1
MACHX( C1) 2.7
MACHY( A1) 1
MACHY( A6) 4
MACHY( B1) 2.5
MACHY( C1) 2.5
Setelah solusi didapatkan maka didapatkan pula total biaya perbaikan tata letak sebelumnya TC(Li+1). Total yang biaya didapat dengan alokasi beban (Ai+1) yang minimum adalah Rp. 1.291.225.000, mencapai optimal pada iterasi ke-2241. Setelah tata letak perbaikan (tabel XVIII) didapatkan maka dilanjutkan dengan penggambaran (1:1), gambar 6.
TABEL XVIII
KOORDINAT PENGGAMBARAN TC(LI+1)
Mesin Koordinat
Mesin A1 (1.625,1)
Mesin A6 (1.625,4)
Mesin B1 (1.1,2.5)
Mesin C1 (2.7,2.5)
Meja
Cord
Assy 1
Mesin
Final
Check
Mesin Hotmelt
Mesin Air
Blower 1
Mesin Air Press
Mesin HotmeltMesin Air
Blower 1
Mesin A ir Press
A1
A6
B1 C1
Gambar 6. Peletakan mesin (Li) dalam sel fraktal hasil perhitungan Lingo 8.0.
Apabila ( )iLTC - ( )1+iLTC ≥ 0, maka didapatkan tata letak
yang optimal, namun apabila ( )iLTC - ( )1+iLTC ≤ 0, maka
kembali ke langkah 10 untuk mendapatkan alokasi beban minimum yang baru hingga mendapatkan tata letak yang optimal. Dengan Nilai ( )iLTC = Rp. 1.291.225.000 dan
( )1+iLTC = Rp. 1.291.225.000 yang di dapat maka selisihnya
adalah 0 (nol), sehingga berhenti dan didapatkan tata letak yang optimal.
60
G. Penentuan Tata Letak Global dan Lokasi Mesin Pada Setiap Sel Fraktal
Melakukan pengaturan ulang mesin-mesin dalam sel dengan cara mendekatkan mesin-mesin yang posisinya jauh dari mesin-mesin lainnya, mesin yang didekatkan dibuat tetap posisinya (fix). Langkah ini dilakukan sebagai pertimbangan agar tata letak yang didapatkan dapat disesuaikan dengan kondisi nyata. Dengan luas yang tersedia di perusahaan maka dilakukanlah pengaturan dengan memperhatikan kondisi sebenarnya (1:1), dapat dilihat pada gambar 7
Mesin HotmeltMesin Air
Blower 1
Mesin Air Press
Mesin
Final
Check
Meja
Cord
Assy 1
Mesin Hotmelt
Mesin Air
Blower 1
Mesin Air Press
A1
A6
B1 C1
Mesin HotmeltMesin Air
Blower 1
Mesin Air Press
Mesin
Final
Check
Meja
Cord
Assy 1
Mesin Hotmelt
Mesin Air
Blower 1
Mesin Air Press
A2
A7
B2 C2
Mesin HotmeltMesin A ir
Blower 1
Mesin A ir Press
Mesin
Final
Check
Meja
Cord
Assy 1
Mesin Hotmelt
Mesin Air
Blower 1
Mesin A ir Press
A3
A8
B3 C3
Mesin HotmeltMesin Air
Blower 1
Mesin Air Press
Mesin
Final
Check
Meja
Cord
Assy 1
Mesin Hotmelt
Mesin A ir
Blower 1
Mesin Air Press
A4
A9
B4 C4
Mesin HotmeltMesin Air
Blower 1
Mesin Air Press
Mesin
Final
Check
Meja
Cord
Assy 1
Mesin Hotmelt
Mesin Air
Blower 1
Mesin Air Press
A5
A10
B5 C5
AirPress
Lori EvaReflector
AirBlower
Ap
licat
or
Hot MeltMeja
Bucket
AirBlower
LensPress
CordAssy
FinalCheck
DoubleCheck
MejaBucket
Rack
120 Bucket /1200 pcs
X 07
AirPress
Lori EvaReflector
AirBlower
Ap
licat
or
Hot MeltMeja
Bucket
A irBlower
LensPress
CordAssy
FinalCheck
DoubleCheck
MejaBucket
Rack
120 Bucket /1200 pcs
X 06
144 Bucket /1440 pcs
SPARESTOCK
STOCK 1S788 Bucket /
880 pcs
STOCK X06176 Bucket /
1760 pcs
STOCK X07176 Bucket /
1760 pcs
LORI 1S712 LORI X 102 pcsTOTAL 1224 pcs
LORI X0724 LORI X 70 PCSTOTAL 1680 pcs
LORI KVRA30 LORI X 72 PCSTOTAL 2160 pcs
LORI XC32115 LORI X 84 pcsTOTAL 1240 pcs
LORI KVBF24 LORI X 42 PCS
TOTAL 840 pcs
LORI X0625 LORI X 60 PCSTOTAL 1500 pcs
LORI X0625 LORI X 72 PCSTOTAL 1800 pcs
AirPress
Lori EvaReflector
AirBlower
Ap
licato
r
Hot MeltMeja
Bucket
AirBlower
120 Bucket /600 pcs
KVBF MejaBucket
DoubleCheck
FinalCheck
CordAssy
LensPress
Rack
AirPress
Lori EvaReflector
AirBlower
Ap
licat
or
Hot MeltMejaBucketLens
CordAssy
FinalCheck
Meja BucketBarang Jadi
KTLM
Mejau CordAssy
144 Bucket /1440 pcs
Sel 1 Sel 2 Sel 3 Sel 4 Sel 5
Gambar 7. Pengaturan ulang usulan tata letak fraktal sesuai dengan kondisi perusahaan yang diteliti.
IV. KESIMPULAN
Perencanaan kapasitas yang ada masih kurang untuk memenuhi target permintaan maksimum, agar perusahaan mampu memenuhi target permintaan yang maksimum maka perusahaan perlu membuat lima sel fraktal yang baru dimana setiap sel fraktal mampu memproduksi keempat jenis produk
dimana untuk satu sel fraktal terdiri dari 2 Mesin kelompok 1 (mesin air press, mesin hotmelt, dan mesin air blower 1), 1 meja kerja 2 (meja cord assy 1), dan 1 meja kerja 3 (meja final check).
Usulan perancangan tata letak fraktal berdasarkan perencanaan kapasitas yang ada adalah membentuk sel fraktal yang identik dimana sangat berguna untuk meningkatkan fleksibelitas sistem manufaktur dimana setiap sel tersebut dapat memproduksi keempat jenis produk yaitu 1S7, HL XC 321, HL KVRA, dan HL KVLP dan memberikan alternatif peletakan mesin untuk setiap sel fraktal per bulan adalah sebagai berikut : Peletakan mesin untuk tata letak fraktal dengan pengalokasian beban ke-4 tipe produk secara merata dengan biaya pemindahan barang sebesar Rp. 1.291.225.000. Peletakkan mesin berdasarkan alokasi beban yang minimum didapatkan total biaya pemindahan barang yang sama yaitu Rp. 1.291.225.000.
REFERENSI [1] Askin, R. G., Ciarallo, F. W., Dan Lundgren, N. H., Anempirical
evaluation of holonic and fractal layouts, International Journalof Production Research, 37(5), 961-978, 1999.
[2] Montreuil, B., Venkatadri, U., Dan Rardin, R. L., Fractal layout for job shop environment, International Journal of Production Research., VOL. 37, NO. 3, 501-52, 1999.
[3] R. F. Love and J. Y. Wong, “On solving a one-dimensional space allocation problem with integer programming,” INFOR Journal, vol. 14, no. 2, pp. 139–143, 1976
61
Usulan Rancangan Tata Letak Fasilitas untuk Memenuhi Rencana Pengembangan Bisnis
Maria Allyssa Erika1), Hotma Antoni Hutahaean2)
1, 2 Fakultas Teknik, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Jakarta Jl. Jenderal Sudirman no. 51 Jakarta Selatan 12930
e-mail: 1 [email protected]; [email protected]
Intisari - PT. X merupakan perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur botol plastik berskala medium yang saat ini sedang berkembang. Seiring dengan berkembangnya bisnis perusahaan, maka permintaan botol plastik juga semakin meningkat. PT. X merencanakan penambahan mesin sesuai dengan permintaan di masa yang akan datang. Tata letak saat ini hanya memiliki lebar gang sebesar 1-1,2 m karena penumpukan barang pada area produksi yang disebabkan oleh area gudang yang tidak mampu menampung barang secara keseluruhan. Langkah yang dilakukan perusahaan saat ini adalah memperluas area pabrik agar dapat mengakomodasi penambahan fasilitas penunjang produksi serta pelayanan dimana saat ini luas area pabrik sebesar 1.008 m2. Perancangan tata letak yang baru berdasarkan rencana ekspansi pabrik menggunakan metode SLP (Systematic Layout Planning) sedangkan proses perancangan tata letak area produksi juga menggunakan algoritma campuran BLOCPLAN dan algoritma perbaikan CRAFT. Rancangan tata letak berdasarkan algoritma BLOCPLAN merupakan rancangan layout area produksi terbaik dimana total jarak perpindahan paling minimum sebesar 539,55 m per hari, total biaya perpindahan termurah sebesar Rp 129.326,65 per hari, total waktu perpindahan tersingkat selama 500,23 menit per hari, serta total luas area yang dapat dihemat sebesar 110,05 m2. Perancangan tata letak pabrik secara keseluruhan menggunakan metode CORELAP yang menghasilkan layout dengan susunan departemen berdasarkan hubungan keterkaitannya serta luas total area pabrik telah sesuai dengan luas tanah yang tersedia. Kata Kunci: Tata Letak Fasilitas, Systematic Layout Planning, BLOCPLAN, CRAFT, CORELAP Abstract - PT. X is a developing medium-scale plastic bottle manufacturing company. Along with the development of business, the demand for plastic bottles have also increased. PT. X plans to add machines according to demand in the future. The current layout has only amounted to 1-1.2 m wide aisle for the accumulation of goods in the production area caused by the warehouse area that is not capable of accommodating goods overall. Steps taken by the company is currently expanding the factory area in order to accommodate the addition of supporting production facilities and service which the currently area of factory is 1,008 m2. The design of the new layout based on the planned expansion of the plant using the SLP (Systematic Layout Planning) while the process of designing the layout of the production area also use a hybrid of algorithms BLOCPLAN and improvement algorithm CRAFT. The design layout based on algorithm BLOCPLAN is the best production area layout where the minimum total of material transportation distance is 539,55 m per day, with the lowest total cost is Rp 129.326,65 per day, and the shortest total transportation time is 500,23 minutes per day, as well as the total area coverage which can be cut for 110,05 m2. The design of the overall plant layout using CORELAP method that generates layout with arrangement relations department by its association with total area of the factory has been in accordance with the available land area. Key Words: Facility Layout, Systematic Layout Planning, BLOCPLAN, CRAFT, CORELAP
I. PENDAHULUAN Perkembangan industri saat ini begitu cepat
sehingga menimbulkan persaingan antar industri yang semakin kuat. Oleh karena adanya persaingan antar perusahaan industri yang semakin ketat, suatu industri dituntut untuk mengembangkan usahanya agar dapat bersaing dengan perusahaan yang bergerak pada bidangsejenis. Tata letak pabrik (plant layout) dapat didefinisikan sebagai tata cara pengaturan fasilitas pabrik guna menunjang kelancaran proses produksi (Wignjosoebroto, 1996). Tata letak memiliki peranan penting dalam hal meningkatkan kapasitas produksi khususnya efisiensi biaya, waktu, dan tempat.
PT. X merupakan suatu perusahaan manufaktur yang memproduksi kemasan botol plastik. Produk-produk yang dihasilkan oleh perusahaan ini adalah botol Wardah, botol Pigeon, dan botol NR, dan botol Cimory. Dalam proses produksi kemasan botol plastik tersebut terdapat beberapa mesin penunjang produksi yang utama yaitu 2 mesin mixer machine, 4 crusher
machine, 5 blowing machine, 2 injection machine, 2 flaming machine, 6 printingmachine, dan 6 oven.Selain itu, juga terdapat 4 meja packing sebagai tempat untuk merakit komponen dan mengemas botol serta 4 meja inspeksi untuk quality control.
PT. X saat ini termasuk perusahaan yang sedang berkembang dengan cukup pesat. Hal tersebut menyebabkan permintaan konsumen terus meningkat, sehingga PT. X berencana menambah jumlah mesin yang ada dalam pabrik. Berikut ini merupakan Gambar 1. Grafik peningkatan permintaan konsumen.
62
Gambar 1. Grafik Peningkatan Permintaan Konsumen (Sumber: PT.
X) Dari segi ketersediaan area produksi pabrik
dengan semakin meningkatnya permintaan konsumen, PT. X membutuhkan area yang lebih luas demi menunjang proses produksi yang berjalan. Selain itu, lebar gang yang tersedia hanya 1-1,2 m sehingga jalur lalu lintas area produksi tergolong sempit serta perusahaan juga berencana menambahkan fasilitas-fasilitas pendukung produksi.
PT. X saat ini hanya dilengkapi oleh satu gudang, dimana gudang tersebut digunakan untuk menampung seluruh bahan baku, bahan pembantu, hingga barang jadi. Hal tersebut banyak barang diletakkan di area produksi. Bahkan hasil produksi juga diletakkan pada lantai ke-2 yaitu lantai kantor dekat dengan meeting room. Oleh karena itu, dibutuhkan area untuk memperluas dan menambahkan gudang yaitu GBB (Gudang Bahan Baku), GBP (Gudang Bahan Pembantu), dan GBJ (Gudang Bahan Jadi). Berikut ini merupakan Gambar 2. Kondisi area produksi saat ini dan Gambar 3. Kondisi kantor lantai 2 yang dipenuhi barang jadi.
Gambar 2. Kondisi Area Produksi Saat Ini (Sumber: PT. X)
Gambar 3. Kondisi Kantor Lantai 2 yang Dipenuhi Barang Jadi
(Sumber: PT. X) PT. X juga tidak memiliki cukup tempat untuk
meletakkan material handling sehingga terkadang material handling diletakkan secara acak bahkan terkadang di area gudang yang sudah sempit. PT. X tidak dilengkapi dengan fasilitas area parkir sehingga kendaraan karyawan maupun tamu perusahaan dialihkan ke tanah kosong yang berada tepat di depan pabrik atau kendaraan diparkirkan di area loading.
Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisa kondisi tata letak pabrik saat ini, memberikan usulan
jumlah mesin sebenarnya dalam memenuhi permintaan konsumen, memberikan usulan luas area pabrik yang dibutuhkan berdasarkan penambahan mesin, fasilitas, dan kelonggaran lalu lintas yang sesuai serta memberikan usulan layout yang baru dari alternatif-alternatif yang dirancang untuk PT. X secara detail. Selain itu, penelitian ini juga memberikan analisa perbandingan layout usulan dan saat ini.
II. METODOLOGI
Metodologi penelitian ditunjukkan apd Gambar 4, dengan menggunakan metode Systematic Layout Planning (SLP) yang diperkenalkan oleh Richard Muther 2005
Gambar 4. Langkah Pengolahan Data
Adapun langkah-langkah dalam perencanaan Systematic Layout Planning (SLP) ditunjukan pada Gambar 5 di bawah ini:
Gambar 5. Prosedur Perencanaan Systematic Layout Planning
A. Demand Management
63
Sebelum melakukan perancangan tata letak pabrik dilakukan peramalan selama 2 tahun ke depan terhadap permintaan produk-produk yang dihasilkan PT. X untuk mengetahui kapasitas produksinya.Adapun metode peramalan yang digunakan adalah Double Exponential Smoothing with Trend (DEST), Single Exponential Smoothing with Trend (SEST), serta Linear Regression sesuai dengan plot data aktual dimana pola permintaannya adalah membentuk garis trend dan divalidasi.
B. Activity Template Block Diagram (ATBD)
Metode ini merupakan metode untuk membuat Activity Relationship Diagram (ARD) berdasarkan hubungan kedekatan dan tingkat kepentingan antar departemen. Dalam metode ATBD, akan didapatkan ARD dalam bentuk balok dimana template hanya menunjukkan aktivitas antara departemen satu dengan departemen lainnya sehingga skala luas dari masing-masing departemen tidak perlu diperhatikan.
C. Dedicated Storage Policy Perancangan tata letak gudang menggunakan
metode dedicated yang merupakan metode terbaik dalam penyusunan gudang yang bersifat fixed location karena aliran produk yang masuk dan keluar dari gudang dapat terkoordinasi secara optimal. Implementasi metode ini digunakan untuk penyusunan tata letak gudang bahan baku dan pembantu. Jenis barang yang diletakkan paling dekat dengan pintu gudang merupakan barang dengan frekuensi serta cost perpindahan material tertinggi.
D. BLOCPLAN BLOCPLAN merupakan sistem perancangan tata
letak fasilitas yang dikembangkan oleh Donaghey dan Pire pada departemen teknik industri, Universitas Houston tahun 1991. Program ini membuat dan mengevaluasi tipe-tipe tata letak dalam merespon data masukan. BLOCPLAN adalah sebuah program yang mengembangkan tata ruang (layout) single-story dan multi-story. BLOCPLAN merupakan sebuah algoritma untuk pemecahan masalah tata ruang (layout) dan menangani data kuantitatif sebaik data kualitatif.Hal utama yang ditanamkan pada BLOCPLAN berupa perbaikan atau algoritma penukaran.
Metode ini digunakan sebagai pembanding metode lainnya dalam perancangan tata letak area produksi. Dalam proses pengolahan datanya, BLOCPLAN membutuhkan input data berupa derajat kedekatan antar departemen yang dikonversikan dalam bentuk simbol (A, E, I, O, U, X). Pengolahan data ini menggunakan software BLOCPLAN for Windows dimana akan menghasilkan maksimal 20 layout optimal secara acak berdasarkan derajat kedekatan.Layout terpilih terpilih merupakan layout dengan product movement terkecil.
E. CRAFT(Computerized Relative Allocation of
Facilities Technique)
CRAFT mempertimbangkan pertukaran lokasi pasangan – pasangan fasilitas tertentu. Pasangan – pasangan fasilitas dipertimbangkan baik yang memiliki area yang sama atau yang berdekatan (Armour et al., 1963). Biasanya pada penelitian menggunakan algoritma CRAFT mengikuti prosedur algoritma pertukaran fasilitas pada software WinQSB. Algoritma CRAFT selanjutnya mempertukarkan letak 2 atau 3 departemen dan mencari perubahan paling baik yang menghasilkan pengurangan biaya tebesar dalam biaya tata letak. Setelah diperoleh tata letak yang baru, algoritma CRAFT akan menjadikan tata letak ini menjadi tata letak existing untuk mempertukarkan kembali 2 atau 3 departemen lainnya. Proses akan terus berulang sampai diperoleh biaya yang paling minimal.
Metode ini digunakan sebagai algoritma perbaikan dimana dalam melakukan pengolahan data algoritma CRAFT peneliti menggunakan software WINQSB. Pada penelitian ini perancangan alternatif layout yang dilakukan dengan menggunakan algoritma CRAFT bertujuan untuk mengoptimalkan layout rancangan berdasarkan metode ATBD.Layout terpilih merupakan layout dengan pada iterasi total cost terkecil. F. CORELAP (Computerized Relationship Layout
Planning) Metode ini merupakan metode yang digunakan
untuk merancang tata letak pabrik secara keseluruhan. Dalam perancangannya, seluruh fasilitas ditempatkan sesuai TCR dan hubungan kedekatannya serta total luas area pabrik sesuai dengan luas tanah yang tersedia.
Pemilihan layout area produksi terbaik berdasarkan beberapa karakteristik yaitu jarak serta biaya perpindahan material terkecil, terdapat spaciousness (luas area yang dapat dihemat), serta waktu perpindahan material tersingkat
Metode CORELAP dapat menyelesaikan masalah tata letak fasilitas dengan menghitung Total Closeness Rating(TCR) masing-masing departemen (Siregar, 2012). TCR adalah jumlah dari nilai numeric yang mewakili tiap-tiap derajat kedekatan antar satu departemen dengan departemen lainnya. Metode CORELAP secara bertahap dijelaskan melalui contoh berikut: 1. Membuat ARC dengan menyusun seluruh
departemen dan memberi derajat kedekatan antar departemen.
2. Menentukan luas daerah masing-masing departemen, lalu mengkonversinya ke dalam number of unit area template.
3. Menghitung TCR (Total Closeness Rating) untuk setiap departemen, dengan menjumlahkan nilai-nilai numeric yang mewakili setiap derajat kedekatan (A = 10, E = 5, I = 2, O = 1, U = 0, X = -10).
4. Merancang tata letak fasilitas.
G. Penilaian Perusahaan Setelah layout usulan sudah selesai dirancang,
maka rancangan layout dipresentasikan sehingga pihak perusahaan dapat menilai secara langsung layout
64
usulan yang telah dibuat dapat diimplementasikan atau tidak dapat diimplementasikan pada perusahaannya. Selain itu, penilaian perusahaan digunakan sebagai tolak ukur pemenuhan kriteria tata letak pabrik yang baik pada layout usulan.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Kapasitas Produksi Penentukan kapasitas produksi memerlukan data
berupa hasil peramalan 2 tahun ke depan metode terpilih yaitu Linear Regression. Berikut Tabel 1 merupakan hasil perhitungan kapasitas produksi produk botol plastik:
Tabel 1. Hasil Perhitungan Kapasitas Produksi
ProdukKapasitas Produksi
(Buah/Hari)Botol Wardah 4.016Botol Pigeon 4.400
Botol NR 3.396Botol Cimory 4.727
Jumlah Mesin Sebenarnya
Berdasarkan kapasitas produksi yang didapatkan, kemudian perhitungan jumlah mesin teoritis didapatkan dari tabel routing sheet, namun jumlah mesin teoritis yang digunakan untuk perhitungan jumlah mesin sebenarnya adalah jumlah mesin teoritis pada Multi Part Process Chart (MPPC) yang telah dibuat sedemikian rupa untuk mendapatkan pola aliran yang memiliki backtracking paling minimal. Berikut merupakan tabel 2 menunjukkan rekapitulasi jumlah mesin sebenarnya:
Tabel 2. Rekapitulasi Jumlah Mesin Sebenarnya No Nama Mesin
Jumlah Mesin Saat Ini
Jumlah Total Mesin Teoritis
Jumlah Mesin Sebenarnya
1 Mesin Mixer 2 2.77 32 Mesin Blowing 5 6.95 73 Mesin Flamming 2 3.20 34 Mesin Injection 2 3.21 35 Mesin Printing 6 6.38 66 Oven 6 6.28 67 Meja Inspeksi 4 4.94 5
8 Meja Packing 4 4.07 49 Mesin Crusher 4 3.00 3
40Total Sedangkan di bawah ini merupakan contoh perhitungan jumlah mesin sebenarnya berdasarkan process layout untuk mesin mixer:
……(1) = 0,77/2 = 0,39 Oleh karena 0,39 > 0,1 maka jumlah mesin sebenarnya dibulatkan ke atas yaitu 3 buah. Gudang
Perancangan gudang dilakukan dengan menggunakan metode dedicated storage untuk tata letak gudang bahan baku dan pembantu. Sedangkan pada perancangan tata letak gudang bahan jadi tidak menggunakan metode dalam penyusunannya karena
bagi pihak perusahaan yang terpenting adalah susunan box barang jadi telah sesuai dan tidak bercampur dengan box barang produk lainnya. Berikut merupakan Tabel 3 dan 4 menunjukkan hasil perhitungan metode dedicated untuk gudang bahan baku dan pembantu:
Tabel 3. Hasil Perhitungan Metode Dedicated Storage
Untuk Gudang Bahan Baku Rak Bahan Baku Biaya (Rp)
1 4 26922.062 6 46708.873 8 66495.68
4 2 258847.47355 3 258847.47356 1 24935.887 7 199487.04
8 5 26922.06 Tabel 4. Hasil Perhitungan Metode Dedicated Storage
Untuk Gudang Bahan Pembantu
Rak Bahan BakuBiaya (Rp)
1 1 84125.862 2 131990.63 4 269782.94 7 393360.95 6 321563.86 8 393360.97 5 269782.98 3 197985.99 9 84125.86
Serta Gambar 6,7, dan 8 di bawah ini merupakan layout hasil perancangan gudang:
Gambar 6. Layout Gudang Bahan Baku
65
Gambar 7. Layout Gudang Bahan Pembantu
Gambar 8. Layout Gudang Bahan Jadi
Area Produksi Perancangan area produksi pertama-tama
dilakukan dengan menentukan skala prioritas antar mesin serta membuat Activity Relationship Chart (ARC). Pembuatan skala prioritas berdasarkan From To Chart (FTC) kaidah inflow maupun outflow. Berdasarkan perhitungan Material Handling Planning Sheet (MHPS), rancangan layout area produksi dengan kaidah outflow menghasilkan biaya, jarak, dan waktu perpindahan terkecil serta luas total area produksi terkecil dibandingkan kaidah inflow yaitu masing-masing Rp 133.811,42, 581,63 m, 517,58 menit, dan luas total sebesar 3.192,47 m2. Berikut merupakan Tabel 5. Skala prioritas outflow dan Gambar 9. ARC area produksi:
Tabel 5. Skala Prioritas Outflow
Gambar 9. Activity Relationship Chart Area Produksi
Perancangan alternatif layout area produksi selanjutnya menggunakan algoritma BLOCPLAN. Penentuan tata letak mesin dengan algoritma ini menggunakan input data hubungan kedekatan outflow yang terpilih. Gambar 10. di bawah ini merupakan hasil Area Allocation Diagram (AAD)layout optimal algoritma BLOCPLAN:
Gambar 10. Area Allocation DiagramAlgoritma
BLOCPLAN Dari AAD (Area Allocation Diagram) didapatkan
total perpindahan material per hari adalah 539,55 m berdasarkan perhitungan jarak dengan metode rectilinear serta luas total area produksi sebesar 3.102,37 m2, berikut rumus perhitungan jarak rectilinear: dab = |Xa-Xb|+|Ya-Yb|…………………………...(2) Sedangkan berdasarkan perhitungan MHPS (Material Handling Planning Sheet) didapatkan biaya perpindahan material sebesar Rp 129.326,65, dan waktu perpindahan material selama 500,23 m.
Sedangkan perancangan area produksi berdasarkan algoritma CRAFT dilakukan pertukaran posisi mesin hingga mendapat total cost minimum yang didapatkan pada iterasi ke-4. Berikut Gambar 11. AAD layout optimal berdasarkan algoritma CRAFT:
66
Gambar 11. Area Allocation Diagram Algoritma
CRAFT Berdasarkan perhitungan, jarak perpindahan
didapatkan sebesar 567,10 m, biaya perpindahan sebesar Rp 130.469,11, serta total waktu perpindahan selama 504,65 menit. Hal ini menunjukkan bahwa rancangan layout area produksi algoritma BLOCPLAN memenuhi kriteria jarak, biaya, dan waktu perpindahan per hari terkecil dibandingkan layout CRAFT maupun outflow. Berikut Tabel 6. Perbandingan antar alternatif layout produksi:
Tabel 6. Perbandingan Tiap Alternatif Layout Kriteria ATBD Inflow ATBD outflow BLOCPLAN CRAFT
Jarak Tempuh (Distance) 744,74 m 581,63 m 539,55 m 567,10 m
Biaya Perpindahan (Cost) Rp 154.997,46 Rp 133.811,42 Rp 129.326,65 Rp 130.469,11
Luas Area yang Dapat Dihemat (Spaciousness)
215,26 m² 224,83 m² 110,05 m² 226,88 m²
Waktu Perpindahan 599,53 menit 517,58 menit 500,23 menit 504,65 menit Area Pabrik Keseluruhan
Perancangan layout akhir pabrik disesuaikan dengan luas area tanah yang tersedia yaitu 5.856 m2 dengan luas bangunan area produksi sebesar 3.102,37 m2. Sisa luas tanah tersebut harus cukup digunakan untuk meletakkan departemen-departemen plant service yang ada dan diusulkan. Berikut merupakan Tabel 7. Perbandingan layout usulan dan awal:
Tabel 7. Perbandingan Layout Usulan dan Layout Awal
Layout Usulan Layout Awal
Luas Area Produksi 3.102,37 m² 898,32 m²
Luas Area Pabrik 5.856 m² 1.008 m²Besar Gang 2,48 m 1-1,2 m
Jumlah Departemen Area Produksi
14 buah 9 buah
Jumlah Departemen Keseluruhan Pabrik
25 buah 14 buah
Jumlah Mesin Area Produksi 40 buah 35 buah Peningkatan luas area disebabkan oleh
penambahan mesin sebanyak 5 buah karena pada area produksi bukan saja ditambahkan mesin namum area gudang mencakup Gudang Bahan Baku (GBB), Gudang Bahan Pembantu (GBP), dan Gudang Bahan Jadi (GBJ). Selain itu, penambahan besarnya aisle juga mempengaruhi penambahan luas area produksi karena pada layout awal hand pallet hanya dapat melintas dalam satu arah bahkan tidak dapat berputar. Hal ini sangat mengganggu jalannya transportasi material dan terkadang Work In Process (WIP) menjadi meningkat.
Dari Tabel 7 di atas 14 buah departemen produksi yang dimaksud dalam layout usulan adalah GBB, GBP, GBJ kelompok mesin mixer, blowing, flaming, injection, printing, oven, crusher, meja inspeksi, meja packing, scrap area, dan parkir material handling. Sedangkan jumlah fasilitas yang tersedia pada layout usulan terdapat 25 buah yaitu pada lantai 1 mencakup 16 buah departemen yaitu area produksi, Mandi Cuci Kakus (MCK), ruang tamu, mushola, pos satpam, tempat pembuangan sampah, area cooling tower, ruang genset, ruang kompresor, area parkir truk, toilet umum luar pria maupun wanita, kantin, area parkir mobil, area parkir motor, dan ruang supervisor baik produksi maupun gudang.
Sedangkan lantai 2 terdiri dari 9 buah departemen yaitu mencakup ruang kantor, ruang direktur, toilet umum dalam pria maupun wanita, meeting room, pantry, ruang serba guna, ruang istirahat direktur yang mencakup kamar mandi pribadinya. Dari fasilitas yang telah disebutkan fasilitas-fasilitas usulan yang ditambahkan dalam perancangan layout yang baru adalah area parkir truk, mobil, dan motor, kantin, pos satpam, toilet umum luar bagi pria dan wanita serta toilet umum dalam dibuat menjadi 2 buah yang juga saling bersebelahan yaitu untuk pria dan wanita. Fasilitas kantin juga ditambahkan agar karyawan tidak kesulitan mencari makanan di luar pabrik sehingga karyawan dapat kembali bekerja ketika jam istirahat selesai dengan tepat waktu. Toilet umum juga ditambahkan sesuai dengan yang seharusnya dimana disediakan toilet umum pria dan wanita dengan alasan kenyamanan karyawan dan tamu. Ruang supervisor produksi dan gudang dibangun karena pihak manajemen ingin menambahkan karyawan yang bertugas untuk memantau jalannya produksi serta pergudangan dimana pada kondisi saat ini PPIC terlalu banyak menjalankan tanggung jawab.
Pada lantai 2 area perkantoran ditambahkan 3 fasilitas tambahan saja yaitu ruang serba guna, ruang
67
istirahat direktur dengan kamar mandi pribadinya serta memperbaiki tata letaknya. Pihak perusahaan tidak menghendaki penambahan fasilitas interpersonal secara signifikan karena alasan biaya dan agar ruang produksi di bawahnya memiliki sirkulasi udara yang baik dengan memiliki atap yang tinggi.
Penyusunan tata letak fasilitas pabrik menggunakan metode CORELAP dengan memperhatikan hubungan kedekatan antar fasilitas. Pada lantai 1 terdiri dari 14 iterasi sedangkan lantai 2 terdiri dari 7 iterasi dengan hasil yang ditunjukkan pada Gambar 12 dan 13 di bawah ini:
Gambar 12. Hasil Rancangan Layout Pabrik
Berdasarkan CORELAP Lantai 1
*Keterangan: 1) Area Produksi 2) MCK 3) Ruang Tamu 4) Mushola 5) Pos Satpam 6) Tempat Pembuangan Sampah 7) Area Cooling Tower 8) Ruang Genset 9) Ruang Kompresor 10) Area Parkir Truk 11) Toilet Umum Luar Pria 12) Toilet Umum Luar Wanita 13) Kantin 14) Area Parkir Mobil 15) Area Parkir Motor 16) Ruang Supervisor
Gambar 13. Hasil Rancangan Layout Pabrik Berdasarkan CORELAP Lantai 2
*Keterangan: 1) Ruang Kantor 2) Ruang Direktur 3) Toilet Umum Dalam Pria 4) Toilet Umum Dalam Wanita 5) Meeting Room 6) Pantry 7) Ruang Serba Guna 8) Ruang Istirahat Direktur 9) Kamar Mandi Pribadi Direktur Penilaian Perusahaan
Berdasarkan diskusi dengan pihak PT. X maka terdapat beberapa karakteristik yang paling utama beserta pembobotan presentase nilai tiap karakteristik. Karakteristik yang dipilih kemudian dikelompokkan menjadi beberapa kriteria. Pembobotan kriteria tata letak pabrik yang baik berdasarkan diskusi dengan pihak perusahaan ditunjukkan pada Tabel 8di bawah ini:
Tabel 8. Pembobotan Kriteria Tata Letak (Sumber: PT.
X) NO KRITERIA, KARAKTERISTIK
BOBOT (%)
1 SUSUNAN AREA PRODUKSIa. Keterkaitan kegiatan terencana 6.25b. Pola aliran bahan terencana 6.50c. Aliran yang lurus 3.50d. Langkah balik (backtrack)minimum 4.25e. Gang yang lurus 4.00f. Jarak perpindahan minimum 4.75g. Sesedikit mungkin jalan kaki antar operasi produksi 2.50h. Pemindahan bergerak dari penerimaan menuju pengiriman 4.75
2 PENGIRIMAN DAN PENERIMAANa. Operasi pertama dekat dengan penerimaan 6.25b. Operasi terakhir dekat dengan pengiriman 6.25
3 PEMANFAATAN RUANGANa. Mampu mengakomodasi rencana perluasan di masa datang 4.50b. Pemakaian seluruh lantai pabrik maksimum 6.25c. Penyediaan ruang yang cukup antar peralatan 6.00
4 GUDANGa. Ruang penyimpanan yang cukup 6.50b. Penyimpanan pada tempat produksi jika mungkin 2.50c. Penempatan yang pantas bagi bagian penerimaan dan pengiriman 3.75
5 PELAYANANa. Fungsi pelayanan kerja yang cukup 3.75b. Penempatan yang tepat untuk fasilitas pelayanan produksi dan pekerja 3.50
6 UMUMa. Tata letak fleksibel 6.50b. Pengendalian kebisingan, kotoran, debu, asap, dan kelembapan memadai 4.50c. Bangunan didirikan disekitar tata letak 3.25
TOTAL 100 Hasil penilaian dilakukan pada PT. X khususnya
pemberian nilai dilakukan oleh Direktur 1, Direktur 2, dan 3 karyawan departemen produksi yaitu PPIC, karyawan maintenance, dan procurement and warehouse. Dimana pihak-pihak tersebut yang telah ikut serta membantu dan memberikan masukan untuk penelitian ini. Dari hasil penilaian yang telah dilakukan didapatkan rata-rata nilai untuk usulan layout usulan sebesar 7,048 sedangkan untuk layout awal didapatkan nilai rata-rata sebesar 5,426. Hal ini menunjukkan bahwa hasil rancangan layout usulan dapat diterima dan diterapkan oleh perusahaan.
IV. KESIMPULAN
Kondisi layoutPT. X saat ini sudah tidak memadai karena besar aisle yang tersisa hanya 1-1,2 meter yang mengakibatkan terhambatnya jalannya aktivitas perpindahan material serta area gudang yang tersedia pada PT. X saat ini tidak dapat menampung seluruh material yang ada sehingga material diletakkan pada tempat yang tidak semestinya yaitu pada area produksi yang mengakibatkan penyempitan aisle.
Untuk memenuhi permintaan produksi tahun mendatang dibutuhkan 40 buah mesin yang terdiri dari 3 mesin mixer, 7 mesin blowing, 3 mesin flamming, 3 mesin injection, 6 mesin printing, 6 oven, 5 meja inspeksi, 4 meja packing, dan 3 mesin crusher.
Perancangan layout pabrik secara keseluruhan telah dan dapat disesuaikan dengan luas area tanah yang tersedia yaitu 5.856 m2 mencakup pengadaan plant service.Alternatif layout yang terpilih adalah rancangan berdasarkan algoritma campuran BLOCPLAN dengan menghasilkan luas area produksi akhir sebesar 3.102,37 m2 paling kecil yang telah memenuhi karakteristik total jarak perpindahan (distance), biaya perpindahan (cost), luas area yang dapat dihemat (spaciousness), dan waktu perpindahan
68
terkecil masing-masing sebesar 539,55 m, Rp 129.326,65, 110,05 m2, dan 500,23 menit.
Berdasarkan penilaian yang diberikan pihak perusahaan, rata-rata nilai untuk usulan layout usulan sebesar 7,048 sedangkan untuk layout awal didapatkan nilai rata-rata sebesar 5,426. Hal ini menunjukkan tata letak pabrik pada layout usulan dapat menunjang kegiatan produksi dan aktivitas untuk periode ke depan serta memiliki kriteria tata letak yang lebih baik daripada layout saat ini.
REFERENSI [1] Armour, G. C. dan E. S. Buffa. (1963). Heuristic
Algorithm and Simulation Approach to Relative Location of Facilities. Management Science 9, 294-309.
[2] Donaghey dan Pire. (1991).Facility Layout Design Using Block Plan. Industrial Engineering Department, Housten University: United States.
[3] Muther, R. (2005). Overview of Systematic Layout Planning, Manufacturing Plant Example. Richard Muther & Associates: Amerika Serikat.
[4] Siregar, R. Maywanto. (2012). Perancangan Ulang Tata Letak Fasilitas Produksi Dengan Menerapkan Algoritma Blocplan dan Algoritma Corelap. Universitas Sumatera Utara: Medan.
[5] Wignjosoebroto, S. (1996). Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan. Edisi Ketiga. Cetakan Kedua. Penerbit Guna Widya: Surabaya.
[6] Leonardo, Hutahaean, HA, Wee, HM (2015),Comparing Alternative Plant Layouts Based on CRAFT and BLOCPLAN Algortihm, Proceeding 8 th International Seminar on Industrial Engineering and Management ISSN : 1978-774X. PS10-PS14.
[7] Apple, J. M. (1990). Tata Letak Pabrik dan Perpindahan Material Handling. Edisi Ketiga. (terjemahan) Institut Teknologi Bandung: Bandung.
[8] Francis, R. L, McGinnis. Jr, Leon. F and White, John. A. (1992). Facility Layout and Location: An Analitytical Approach. Edisi Kedua. Prentice Hall, Inc: New Jersey.
[9] Tompkins, James.A dan White, John.A. (1996). Facilities Planning. John Willey & Sons: New York.
[10] Turner, Wyne. C., Mize, Joe. H, dan Case, Kenneth. E. (1993). Introduction to Industrial and System Engineering. Prentice Hall, Inc: New Jersey.
69
Keseimbangan Lintasan dengan Tata Letak Model Straight Line dan U-Line pada Perakitan Kursi
Cintia Yuwita1, Anas Ma’ruf2 1,2Program Studi Teknik Industri - Institut Teknologi Bandung
Jalan Ganesha no. 10, Bandung 40132 [email protected]
Intisari— Assembly line balancingmerupakan suatu penugasan penempatan pekerjaan pada stasiun yang saling berhubungan antar lintasan produksi. Pada penelitian ini, akan dibahas mengenai keseimbangan lintasan dengan menggunakan model mixed integer programming untuk lintas perakitan yang disusun dengan tata letak berbentuk straight linedan U-Line dalam suatu perakitan kursi. Kedua model tersebut akan diselesaikan dengan menggunakan LINGO untuk mendapatkan solusi optimum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tata letak berbentuk U-Line memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan straight line, berdasarkan lebih sedikitnya jumlah stasiun kerja yang dihasilkan. Kata kunci— keseimbangan lintasan straight line, keseimbangan lintasan U-Line, mixed integer programming Abstract— Assembly line balancing is a job placement assignment on workstations that are interconnected across the line production. In this research, we will discuss about line balancing by using mixed integer programing for line assembly arranged with straight line and U-Line layout in a chair assembly. Both of the models will be solved by using LINGO to obtain optimum solution. The results show that U-Line shaped layout provides better results compared to straight line, based on fewer number of the workstations produced. Keywords— straight lline assembly balancing, U-Line assembly balancing, mixed integer programming
I. PENDAHULUAN
Untuk dapat berkompetisi dengan industri lain, setiap industri dituntut untuk beroperasi dengan efisien. Salah satu upaya untuk meningkatkan efisiensi adalah dengan meminimalkan jumlah stasiun kerja pada suatu lintas perakitan. Jumlah stasiun kerja yang minimum akan dicapai apabila ada keseimbangan antar stasiun kerja pada lintas perakitannya.
Assembly line balancing merupakan suatu penugasan penempatan pekerjaan pada stasiun yang saling berhubungan antar lintasan produksi. Penempatan setiap elemen kerja pada stasiun kerja memiliki ketentuan tidak boleh melebihi waktu siklus dan tidak boleh melanggar hubungan dalam precedence diagram.
Pengembangan model keseimbangan lintasan sudah cukup banyak dilakukan dalam beberapa tahun kebelakang. Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan perkembangan industri. Model U-Line muncul akibat permasalahan yang terjadi akibat persoalan area atau luas lahan yang tersedia. Minimasi lahan dapat terjadi akibat bentuk dari lintasan U-Line yang memiliki jalur masuk dan keluar pada posisi yang sama.
Miltenburg dan Wijngaard (1994)mengusulkan model U-Line menggunakan programa dinamis dan heuristicsingle-pass. Scholl dan Klein (1999) mengusulkan prosedur U-Line Optimizer (ULINO) dengan tujuan minimasi stasiun kerja. Baykasoglu (2006), dalam penelitiannya mengusulkan algoritmaSimulated Annealing (SA) untuk UALBP dengan kriteria minimisasi jumlah stasiun kerja. Selain itu Chiang dan Urban (2006) mengembangkan prosedur heuristic untuk menyelesaikan permasalahan keseimbangan lintasan pada lintasan U-Line dengan waktu proses stochastic.
Penelitian ini mencoba untuk menerapkan model straight linedan U-Line untuk menyelesaikan permasalahan keseimbangan lintasan pada industri perakitan kursi. Model straight line adalah model sederhana yang setiap stasiun kerjanya diletakkan membentuk garis lurus dan diurutkan dari proses awal hingga akhir. Sedangkan dalam model U-Line, berkembang dari permasalahantata letak fasilitas, dimana elemen kerja ditempatkan tidak berurutan dalam suatu stasiun kerja, namun tetap tidak melanggar precedence constraint-nya.
Metode mixed integer programming (MIP) akan digunakan untuk menyelesaikan permasalahan perakitan kursi. Model MIP dari kedua model keseimbangan lintasan akan dijelaskan pada bab 2. Hasil dan pembahasan dari penerapan model akan dijelaskan pada bab 3, dan kesimpulan penelitian dijelaskan pada bab 4.
II. MODEL DASAR
A. Model Straight line
Penempatan elemen kerja pada stasiun kerja dengan model straight lineharus memperhatikan precedence constraint. Gambar 1 menunjukkan contoh keseimbangan lintasan model straight line.
Gambar 1.Keseimbangan lintasan straight line
70
Penyelesaian dengan model straight line berdasarkanmixedinteger programming adalah sebagai berikut
(Elsayed, 1994): Notasi: i : Indeks elemen kerja j : Indeks stasiun kerja n : Jumlah elemen kerja c : Waktu siklus (detik) r : Elemen kerja pendahulu s : Elemen kerja pengikut P : Precedence constraint mmax : Maksimum jumlah stasiun kerja ti : Waktu proses elemen kerja i Variabel Keputusan: X ij : Keputusan untuk menempatkan elemen kerja i sebuah stasiun kerja j. Bernilai 1 jika elemen kerja i ditempatkan pada stasiun kerja j dan bernilai 0 jika tidak. Y j : Keputusan untuk menggunakan stasiun kerja j. Bernilai 1 jika stasiun kerja j digunakan dan bernilai 0 jika tidak digunakan. Fungsi Objektif:
Min ∑ ������� (1)
Fungsi objektif dari model ini adalah meminimasi jumlah stasiun kerja yang digunakan. Pembatas: 1. Tiap elemen kerja hanya ditempatkan pada satu stasiun
kerja ∑ ��� � 1,����� untuk i = 1,...,n (2)
2. Waktu operasi dalam suatu stasiun kerja tidak melebihi
cycle time. ∑ �������� � �,�� untuk j = 1,...,m (3)
3. Elemen kerja pendahulu dikerjakan terlebih dahulu dibandingkan elemen kerja pengikut.
∑ ���������� � � � 1����� � ���� 0,(4)
untuk (r,s) ∈ P
4. Seluruh variabel xij dan yj hanya akan bernilai 0 atau 1. ��� , #� � $0,1%, untuk setiap i, j (5)
B. Model U-Line
Model U-Line merupakan lintasan dengan proses produksi yang berbentuk U. Pada model ini, proses awal dan proses akhir dalam perakitan suatu produk dapat dikelompokan ke dalam satu stasiun kerja yang sama. Gambar 2 menunjukkan precedence constraint untuk keseimbangan lintasan model U-Line.
Gambar 2.Keseimbangan lintasan U-Line
Berdasarkan precedence constraint model U-Line, yang menjadi pembeda dengan model straight lineadalah adanya elemen yang ditugaskan secara forward dan backwarddalam satu stasiun. Urban menjelaskan hal ini dengan membangun “Phantom” network, pada gambar 3.
Gambar 3.Phantom network
Gambar 4.Precedence diagram perakitan kursi
71
Penugasan elemen dimulai dari bagian tengah network yang
telah diperluas, kemudian dilanjutkan ke arah original network, mundur ke arah phantom network, ataupun secara simultan ke kedua arah.Penyelesaian dengan model U-Lineberdasarkanmixedinteger programming adalah sebagai berikut (Zhang & Cheng, 2010):
Notasi: i : Indeks elemen kerja j : Indeks stasiun kerja n : Jumlah elemen kerja c : Waktu siklus (detik) r : Elemen kerja pendahulu s : Elemen kerja pengikut P : Precedence constraint mmax : Maksimum jumlah stasiun kerja ti : Waktu proses elemen kerja i Variabel Keputusan: X ij : Keputusan untuk menempatkan elemen kerja i dari original precedence pada stasiun kerja j. Bernilai 1 jika elemen kerja i ditempatkan pada stasiun kerja j dan bernilai 0 jika tidak. Y ij : Keputusan untuk menempatkan elemen kerja i dari phantom precedence pada stasiun kerja j. Bernilai 1 jika elemen kerja i ditempatkan pada stasiun kerja j dan bernilai 0 jika tidak. Zj : Keputusan untuk menggunakan stasiun kerja j. Bernilai 1 jika stasiun kerja j digunakan dan bernilai 0 jika tidak digunakan. Fungsi Objektif:
Min ∑ &������ (6)
Fungsi objektif dari model ini adalah meminimasi stasiun kerja yang digunakan. Pembatas: 1. Tiap elemen kerja hanya ditempatkan pada satu stasiun
kerja ∑ ���� � #��� � 1,
����� untuk i = 1,...,n (7)
2. Waktu operasi dalam suatu stasiun kerja tidak melebihi
cycle time. ∑ ���(��� + #��) ≤ �,�
� untuk j = 1,...,m (8)
3. Elemen kerja pendahulu dikerjakan terlebih dahulu dibandingkan elemen kerja pengikut.
∑ (��������� − � + 1)(��� − ���) ≥ 0, (9)
untuk (r,s) ∈ P
∑ (��������� − � + 1)(#�� − #��) ≥ 0, (10)
untuk (r,s) ∈ P
4. Seluruh variabel xij, yij, zj hanya akan bernilai 0 atau 1. ��� , #��,'� = {0,1}, untuk setiap i, j (11)
C. Efisiensi Lintasan
Kedua model diatas akan di dibandingkan efisiensi lintasannya. Efisiensi lintasan menunjukkan persentase utilitas dari suatu lintasan. Lintasan yang seimbang akan memiliki total waktu siklus yang mendekati dengan total waktu siklus yang tersedia dari keseluruhan stasiun kerja. Persamaan 12 menunjukkan persamaan untuk menghitung efisiensi lintasan.
)*+,+-.,+ /+.�0,0. = ∑ 12
3245
∑ 67� 8����745
�100% (12)
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bagian ini, proses perakitan kursi akan diselesaikan dengan membandingkan tipe layoutstraight linedan U-Line. Sebelum melakukan komputasi, dilakukan pengumpulan data berupa takt time, precedence diagram, serta data waktu baku dari setiap elemen kerja. Takt time merupakan landasan dalam perancangan cell dalam lini produksi (Feld, 2001).
Diketahui takt time yang digunakan dalam model adalah 59,7 detik.Waktu tersebut didapatkan dengan membandingkan antara total ketersediaan waktu per hari dengan permintaan pelanggan per hari. Precedence diagramperakitan kursi ditunjukkan dalam gambar 4, dan waktu baku tiap elemen kerja ditunjukkan pada tabel 1. Waktu dalam satuan detik.
TABEL 1. WAKTU BAKU ELEMEN KERJA
Elemen Waktu Elemen Waktu Elemen Waktu
1 3,76 18 8,14 35 3,38
2 18,3 19 5,47 36 6,89
3 3,56 20 7,17 37 8,14
4 4,29 21 7,1 38 6,04
5 24,4 22 8,9 39 3,13
6 19,84 23 9,12 40 2,79
7 8,75 24 4,99 41 2,81
8 3,44 25 4,12 42 5,58
9 3,89 26 5,96 43 12
10 2,98 27 6,38 44 5,43
11 2,61 28 7,23 45 2,92
12 1,81 29 2,88 46 2,18
13 1,72 30 2,87 47 2,37
14 1,67 31 5,67 48 4,59
15 4,21 32 6,39 49 13,51
16 5,14 33 2,5
17 4,22 34 6,4
Untuk memecahkan permasalahan line balancing, komputasi dilakukan dengan menggunakan bantuan perangkat lunak LINGO 11.0 extended version yang memiliki kapasitas tak terbatas.
72
Setelah melakukan komputasi selama beberapa menit, didapatkan solusi global optimum. Untuk model straight line, jumlah stasiun kerja minimum adalah 6 stasiun kerja dengan hasil penugasan elemen kerja sepertipada tabel 2. Hasil tersebut lebih banyak dibandingkan dengan menggunakan model U-Line yang berjumlah 5 stasiun kerja. Hasil penugasan elemen kerja dengan model U-Lineditunjukkan pada tabel 3.
TABEL 2. HASIL PENUGASAN DENGAN MODEL STRAIGHT
LINE
Stasiun Elemen
1 2, 16, 17, 31, 32, 36, 37
2 1, 3, 4, 5, 38, 39, 40, 41, 42
3 6, 7, 8, 18, 19, 20
4 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 21, 22, 25, 26, 27, 28
5 23, 24, 29, 30, 33, 34, 35, 43, 44, 45, 46
6 47, 48, 49
TABEL 3. HASIL PENUGASAN DENGAN MODEL U-LINE
Stasiun Elemen
1 1, 2, 3, 16, 17, 32, 48, 49
2 22, 23, 24, 35, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47
3 4, 5, 21, 30, 33, 34, 38, 39, 40
4 6, 7, 8, 9, 36, 27, 28, 29
5 10, 11, 12, 13, 14, 15, 18, 19, 20, 25, 26, 31, 37 Selain itu, saat ditinjau dari segi efisiensi lintasan, efisiensi
yang dihasilkan dengan model straight line lebih kecil dibandingkan model U-Line. Efisiensi yang dihasilkan dengan model straight line sebesar 84,68%, sedangkan dengan model U-Line efisiensi yang dihasilkan sebesar 99,74%.
Dengan jumlah stasiun kerja yang lebih sedikit, pekerja yang dibutuhkan untuk melakukan proses produksi dengan U-Linejuga menjadi lebih sedikit. Pekerja cenderung mampu untuk menangani proses yang berdekatan maupun proses yang jauh.
Manfaat lain yang bisa didapat dengan menerapkan lintas perakitan berbentuk U-Line adalah adanya pekerja yang bertaggung jawab dalam proses awal dan akhir sekaligus. Jika lintasan mengalami gangguan atau masalah, pekerja dapat mendatangi stasiun yang bermasalah dan dapat mengabaikan salah satu proses diujung lintasan, proses akan dilanjutkan jika permasalahan tersebut telah diperbaiki.
IV. KESIMPULAN
Pemecahan masalah dengan metode mixed integer programming dilakukan dengan model straight linedan U-Line. Dari kedua model tersebut, model U-Line menghasilkan jumlah stasiun kerja yang lebih sedikit dibandingkan dengan model straight line. Selain itu, susunan lintas perakitan yang dihasilkan oleh model U-Line juga memiliki efisiensi lintasan yang lebih tinggi dibandingkan model straight line.
REFERENSI [1] Miltenburg, J., dan Wijngaard, J., “The U-Line Balancing Problem,”
Management Science, vol. 40, pp. 1378-1388, 1994. [2] Scholl, A. Balancing and Sequencing of Assembly Lines. 2nded., New
York: Physica Verlag Heidelberg,1999. [3] Baykasoglu, A.,“Multi-rule Multi-objective Simulated Annealing
Algorithm for Straight an U-type Assembly line balancing Problems,” Journal of Intelligent Manufacturing, vol. 17,pp. 215- 232,2006.
[4] Chiang, W. C., and Urban, T. L., “The Stochastic U-Line Balancing Problem: A HeuristicProcedure.” European Journal of Operational Research, Vol. 175, pp. 1767 – 1781, 2006.
[5] Elsayed, E. A., Analysis and Control of Production System, New Jersey: Prentice Hall, Inc.,1994.
[6] Zhang, Z., and Cheng, W., “An Exact Method for U-shaped Assembly line balancing problem,” IEEE Xplore, 2010.
[7] Lentika, A., “ Perancangan Ulang Lintas Perakitan di PT Chitose International Tbk. untuk Meningkatkan Efisiensi Lintasan,” Tugas Akhir, Institut Teknologi Bandung, Bandung, Sep. 2016.
[8] Pratikto and Octavia, T., “Kesembangan Lintasan Tipe U-Line Assembly Pada Perakitan Pompa Air,” Jurnal Teknik Industri, vol. 11, pp. 43-50, 2009.
73
Perancangan Tata Letak dengan Proses dan Group Technology pada Konstruksi Kursi
Belania Yunitasari, Anas Ma’ruf
Jurusan Teknik Industri
Institut Teknologi Bandung Labtek III Jalan Ganesa no 10 Bandung 40132
Intisari— Dalam produksi, pemborosan adalah suatu aktivitas yang tidak menambah nilai guna suatu produk. Salah satu pemborosan yang sering terjadi adalah transportasi. Ketidakefisienan transportasi terjadi karena tata letak produksi yang kurang baik. Penelitian ini akan membahas efisiensi transportasi dari dua jenis tata letak proses dan group technology. Pengelompokan mesin pada jenis tata letak group technology dilakukan dengan menggunakan metode ROC. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan tata letak dengan group technology menghasilkan arus transportasi yang lebih efisien. Kata kunci— pemborosan, tata letak,group technology, ROC (Ranked Order Clusterring) Abstract— In manufacturing, waste is an activity that does not give added value to the product. Transportation is one of the most frequent waste. Transportation occurs due to poor production layout. This research discuss about transportation efficiency based on two types of layout; process layout and group technology layout. The clustering of the machines using ROC method. The result of this research shows that group technology layout produce more transportation flow. Keywords— waste, layout, group technology, ROC (ranked order clustering)
I. PENDAHULUAN
Pertumbuhan industri kursi di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Untuk dapat selalu bersaing dengan kompetitor setiap produsen dituntut untuk selalu efisien. Efisiensi produksi dapat dicapai dengan meminimasi pemborosan. Pemborosan dalam produksi adalah suatu hal atau aktivitas yang menggunakan sumber daya namun tidak memberikan nilai tambah bagi produk yang dihasilkan (Womack&Jones, 1996)[6]. Terdapat tujuh jenis pemborosan (Liker, 2004) [4]. Ketujuh pemborosan tersebut diantaranya transportasi, menunggu, produksi berlebih, produk cacat, inventori, gerakan yang tidak perlu, dan proses yang berlebih. Salah satu yang paling sering terjadi di lantai produksi adalah pemborosan transportasi. Sebuah studi pada sistem manufaktur yang dilakukan oleh Sule (1991) pada Heragu (1994) mengidentifikasikan bahwa 30-75% biaya produk disebabkan oleh biaya material handling [1].
Transportasi dapat diminimasi dengan perencanaan tata letak yang baik.Perencanaan tata letak pabrik yang tepat tidak hanya meningkatkan kualitas produk namun juga dapat membantu perkembangan bisnis perusahaan.
Dalam perencanaan tata letak meliputi penentuan tipe, jumlah mesin, pengaturan aliran material yang bertujuan untuk meminimasi ongkos material handling. Berdasarkan keragaman dan volume produksi tipe tata letak dikelompokkan kedalam empat jenis tata letak. Produk dengan tingkat keragaman rendah dan volume produksi rendah cocok menggunakan tipe fixed layout. Produk dengan tingkat
keragaman rendah dan volume produksi tinggi cocok menggunakan tipe product layout. Produk dengan tingkat keragaman tinggi dengan volume produksi rendah cocok menggunakan tipe process layout. Sedangkan produk dengan tingkat keragaman dan volume produksi sedang cocok menggunakan tipe group technology layout.
Menurut Mitranov (1983) group technology adalah sebuah teknik managemen yang mengelompokkan produk berdasarkan kesamaan desain dan atau karakteristik manufaktur [5]. Tata letak prosess adalah tipe tata ketak produksi yang mengelompokkan mesin berdasarkan kesamaan fungsinya permintaan dan variasi produk.
Penelitian ini mencoba membandingkan model tata letak process dan group technology pada contoh kasus tata letak konstruksi industri kursi
II. METODOLOGI PENELITIAN
A. Group technology Dalam tata letak group technology mesin-mesin
dikelompokkan dalam sebuah sel-sel kecil yang terdiri dari beberapa jenis mesin. Sel-sel mesin tersebut dikelompokkan berdasarkan kesamaan karakteristik komponen yang akan di produksi. Tata letak GT paling cocok digunakan untuk jenis produksi yang bersifat batch dengan keragaman produk yang stabil. Keunggulan utama dari tata letak GT dibandingkan dengan tata letak tradisional adalah tingkat fleksibilitas yang lebih tinggi. GT memproduksi sekelompok komponen yang memiliki karakteristik serupa, perubahan produksi diantara komponen yang hampir serupa lebih cepat dan mudah. Waktu
74
setup yang dibutuhkan lebih sedikit dibanding dengan tata letak tradisional.
Potensi manfaat yang dapat diperoleh dengan perancangan tata letak dengan GT (Kusiak, 2000) [3]:
1. Mengurangi lead times dan work in process inventories.
2. Mengurangi material handling. 3. Menyederhanakan perencanaan dan control produksi. 4. Mengurangi waktu set up. 5. Meningkatkan kapasitas dan fleksibilitas. Terdapat lima metode yang banyak digunakan untuk
mengelompokkan mesin dalam Group Technology(Heragu, 1994); rank order clustering, bond energy, row and coloumn masking, similarity coefficient, dan mathematical programming appoarch[1].Pada penelitian ini pengelompokan mesin dilakukan dengan menggunakan algoritma ROC(Ranked OrderClustering)
B. Algoritma ROC
Algoritma ROC dikembangkan pada awal tahun 1980 untuk pengelompokan komponen mesin. Kelebihan dari algoritma ini adalah sederhana, efektif, efisien dan membutuhkan waktu perhitungan yang rendah. Algoritma ROC diawali dengan menentukan bilangan biner (1,0) untuk setiap pasangan komponen (m) dan mesin (n) (King, 1980) [2]. Tahapan-tahapan dalam algoritma ROC:
• Tahap 1. Tentukan nilaibinary weight ( ) untuk setiap kolom j pada matriks komponen-mesin,
• Tahap 2. Tentukan nilai decimal equivalent ( )
untuk setiap baris i pada matriks komponen-mesin,
• Tahap 3. Urutkan hasil perhitungan pada tahap 2 dari nilai terbesar hingga nilai terkecil. Jika tidak terdapat perubahan baris, hentikan proses perhitungan. Jika terdapat perubahan urutan baris, lanjutkan perhitungan ke tahap 4 (empat).
• Tahap 4. Setelah susunan baris pada matriks komponen-mesin diperharui, tentukan nilai binary weight ( untuk setiap baris i.
• Tahap 5. Tentukan nilai decimal equivalent untuk setiap kolom j ( ,
• Tahap 6. Urutkan kolom matriks berdasarkan hasil perhitungan nilai pada tahap 5, dimulai dari nilai tertinggi hingga terendah. Jika tidak terdapat perubahan urutan kolom, maka proses perhitungan dihentikan. Jika terdapat perubahan urutan kolom, lanjutkan tahapan perhitungan ke tahap 1.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Proses komputasi diawali dengan memetakan tata letak eksisting, operation process chart (OPC) komponenen, jenis dan jumlah mesin yang digunakan. Operation process chart digunakan untuk memetakan mesin dan operasi yang digunakan untuk memproduksi sebuah komponen.
Komponen yang akan dikelompokkan berjumlah 65 dengan jumlah mesin sebanyak 19 mesin.
Seluruh komponen dan mesin yang digunakan selanjutnya dibentuk menjadi matriks korelasi komponen-mesin. Matriks korelasi komponen-mesin selanjutnya dijadikan sebagai matriks awal untuk mengelompokkan mesin sesuai dengan algoritma ROC. Gambar 1 merupakan contoh matriks korelasi komponen-mesin.
Part Komponen Press 40 tonDouble Bending
Double Side Bending
Bending Chiwork
Shringking …
1 Komponen 1 1 12 Komponen 2 13 Komponen 3 1 14 Komponen 4 15 Komponen 5 1 1 16 Komponen 6 1 17 Komponen 7 18 Komponen 8 1 1 19 Komponen 9 1 110 Komponen 10 111 Komponen 11 1 1 112 Komponen 12 1 113 Komponen 13 114 Komponen 14 1 1 1 115 Komponen 15 1 1…
Gambar 1 Matriks korelasi komponen-mesin
Selanjutnya matrik korelasi komponen-mesin diatas
dikelompokan menjadi sel mesin dengan algoritma ROC.Berdasarkan hasil pengelompokkan sel-sel mesin dengan menggunakan algortima ROC diperoleh 17 kelompok sel mesin sebagai berikut:
TABEL 1
HASIL PENGELOMPOKAN SEL GT
Sel Komponen Nama Mesin
1 Komponen 23 Press 25 ton Press 40 ton
Komponen 25 Press 16 ton
Double bending
2
Bending chiwork Roll curling
Press 25 ton
Komponen 36 Komponen 49 Komponen 60
Press 40 ton CNC Bending
Shringking
Double side
bending 3 Komponen 62
Press 25 ton
Komponen 63 Komponen 66
Press 16 ton Bending chiwork
CNC Bending
Shrinking
4
Press 25 ton
Komponen 40 Komponen 41
Press 16 ton Bending Chiwork
CNC Bending
5
Komponen 26 Komponen 35
Press 25 ton Bending chiwork
Shrinking
75
… …
…
17 Komponen 6
Komponen 9 Komponen 12
Press 40 ton Double bending
Komponen 15 Komponen 18 Komponen 21
Perubahan tata letak mesin secara langsung berpengaruh
pada alur material dalam lantai produksi. Pada gambar 2 dan gambar 3 berikut menunjukkan perbedaan alur material yang terjadi pada dua jenis tata letak untuk alur produksi salah satu komponen kursi.
Gambar 2 dan34 menunjukkan bahwa perubahan alur transportasi yang sebagai dampak dari perubahan tata letak yang dilakukan. Tata letak dengan menggunakan group technology mampu mengurangi jarak transportasi material yang terjadi. Pada tata letak group technology arus transportasi hanya terjadi di antara mesin-mesin dalam sel yang terletak berdekatan. Pada tata letak eksisting material atau WIP harus
dipindahkan dari kelompok mesin A menuju kelompok mesin B untuk proses selanjutnya.Jarak tempuh antar mesin yang relative dekat pada group technology membantu perusahaan untuk menghemat penggunaan sumber daya seperti manusia dan penggunaan alat bantu dalam proses material handling.
IV. KESIMPULAN
Perencanaan tata letak yang baik berpengaruh terhadap efisiensi lantai produks
i. Pada penelitian ini dibandingkan dua jenis tata letak, proses dan group technology. Berdasarkan hasil perbandingan tata
Gambar 2 Alur material tata letak eksisting
Gambar 3 Alur material tata letak group technology
76
letak group technology memiliki aliran material yang lebih efisien dan jarak tempuh yang lebih pendek dibanding dengan tata letak proses.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan dan semangat kepada para penulis selama proses penyusun makalah hingga selesai.Secara khusus penulis menyampaikan terimakasih dan apresiasi kepada yang terhormat:
1. Bapak Anas Ma’ruf, selaku pembimbing dan dosen Teknik Industri ITB.
2. Cintia Yuwita, selaku rekan penulis dalam penyusunan pembuatan makalah.
3. Grace, selaku rekan penulis yang telah banyak membantu diskusi selama pembuatan makalah.
REFERENSI [1] Heragu, S.S and Y.P Gupta (1994), A heuristic for designing celluler
manufacturing facilities, International Journal of Production Research, vol 32(1), pp 125-440
[2] King, J.R (1980), Machine component grouping in production flow analysis: An approach using rank order clustering logarithm, International Journal of Production Research, vol 18, pp 213-219.
[3] Kusiak, Andrew. (2000). Fasilities design, 3rd edition. USA: CRC Press.
[4] Liker, J.K. (2004). The Toyota Way: 14 Management Principles from the World’s Greatest Manufacturer. USA: McGraw Hill.
[5] Mitranov, S.P. (1983), Group Technology in Industry, Vol 1 and 2. [6] Womack, J.P., & Jones, D. T. (1996). Lean Thinking: Banish Waste
and Create Wealth in Your Corporation. USA: Simon & Schuster
77
Relayout Fasilitas Stasiun Kerja Powder Coating Menggunakan BLOCPLAN dan Simulasi
Agustina Eunike1*, Indra Endhita Sari2, Mochamad Choiri3, Dewi Hardiningtyas4
1,2,3,4 Jurusan Teknik Industri Universitas Brawijaya Jln. M.T. Haryono No. 167 Malang 65145
1*[email protected] [email protected]
Intisari— Pergantian mesin dan sistem material handling akan berdampak pada perubahan layout di lantai produksi. Pada stasiun kerja powder coating terdapat 7 proses utama yang yang masing-masing dikerjakan secara semi-otomatis, dan tiga diantaranya direncanakan dilakukan pergantian mesin. Oleh karena itu, dilakukan penelitian ini dengan tujuan untuk mengestimasikan perubahan layout yang terjadi beserta efektivitas output yang dihasilkan pada beberapa alternatif layout yang diusulkan. Berdasarkan pertimbangan minimasi material handling, digunakan BLOCPLAN untuk menghasilkan beberapa alternatif layout baru dan simulasi ARENA untuk menilai alternatif yang paling baik berdasarkan waktu proses dan jumlah output. Dari hasil penelitian, diperoleh dua alternatif layout yang paling optimal dan disesuaikan dengan kondisi sebenarnya di lantai produksi. Di antara dua alternatif tersebut, selanjutnya disimulasikan dan dihasilkan bahwa alternatif layout kedua memberikan output lebih besar 13,3% disbanding alternatif layout pertama. Dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa integrasi BLOCPLAN dan simulasi akan membantu menemukan solusi pemilihan layout terbaik tidak hanya berdasarkan keeratan antar fasilitas namun juga berdasarkan waktu proses terbaik. Kata kunci— Relayout, BLOCPLAN, Simulasi, Arena, Powder Coating Abstract— Substitution of machinery and material handling system will affect the shop floor layout. At powder coating workstation, there are seven main processes, which are each done semi-automatically, and three of them are planned to be replaced machines. Therefore, this study was conducted with the aim to estimate the change in new layout along with the effectiveness of the output generated from some alternatif layout proposed. Based on the minimization of material handling, BLOCPLAN is used to generate some new layout alternatifs and ARENA simulation to assess the best alternatif based on process time and output quantity. From the research result, obtained two alternatif optimal layout and adjusted to actual condition in production floor. Between the two alternatifs, it was then simulated and resulted that the second layout alternatif gave 13.3% greater output than the first layout alternatif. From this research, it can be concluded that BLOCPLAN and simulation integration will help to find the best layout selection solution not only based on the closeness between facilities but also based on the best processing time. Keywords— Relayout, BLOCPLAN, Simulation, Arena, Powder Coating
I. PENDAHULUAN
Perusahaan yang menjadi objek penelitian merupakan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang refrigeration and air conditioning technology. Perusahaan tersebut memproduksi dengan sistem job order meliputi ribuan variasi produk. Terdapat tiga proses utama dalam pembuatan produk yaitu pembuatan komponen, pengecatan, dan perakitan. Proses pengecatan tersebut dilakukan di stasiun kerja powder coating. Tahapan proses pengecatan casing meliputi beberapa tahapan, yaitu: pretreatment, rinse pretreatment, drying after pretreatment, cleansing part, spray powder coating, oven, dan cooling.
Permasalahan yang dihadapi perusahaan adalah banyaknya reject produk yang timbul setelah proses pretreatment. Tujuan proses pretreatment adalah agar cat dapat melekat dengan sempurna pada komponen. Permasalahan tersebut timbul karena proses yang pretreatment yang digunakan adalah proses perendaman, dan sistem material handling secara manual. Oleh sebab itu perusahaan berencana mengganti proses pretreatment teknik perendaman dengan proses pretreatment teknik penyemprotan (spray pretreatment) untuk mengurangi cacat produk akibat proses pretreatment yang kurang optimal.
Dengan teknik baru ini, loading part sudah dilakukan dalam satu jig dan proses unloading dilakukan setelah seluruh proses selesai sehingga meminimasi sentuhan tangan operator.
Modifikasi sitem ini akan memerlukan pergantian sejumlah mesin, yaitu dari bak-bak perendaman menjadi mesin otomatis yang mampu memproses komponen dalam satu jig. Selain itu, sistem material handling yang digunakan juga akan dilakukan pergantian. Terdapat dua jenis material handling yang direncanakan, yaitu menggunakan transfer crane atau overhead conveyor. Masing-masing jenis material handling memiliki keunggulan dan kelemahan jika diterapkan pada stasiun kerja powder coating. Pergantian sejumlah mesin dan sistem material handling yang baru berdampak pada adanya perubahan rancangan tata letak karena mesin dan material handling baru memiliki dimensi yang berbeda dengan kondisi awal.
Tujuan dari penelitian ini adalah merancang usulan alternatif tata letak stasiun kerja powder coating yang memiliki jarak perpindahan minimal sehingga dapat memaksimalkan output produk menggunakan BLOCPLAN. Selain itu, pada penelitian ini juga akan dilakukan simulasi alternatif rancangan tata letak stasiun kerja powder coating untuk menentukan waktu proses, jumlah output, waktu tunggu (waiting time), dan waktu
78
perpindahan (transfer time). Jumlah output dapat dijadikan salah satu dasar dalam rencana perluasan area stasiun kerja powder coating. Hal tersebut dikarenakan overhead conveyor hanya dapat diterapkan jika perusahaan melakukan perluasan area stasiun kerja powder coating. Jika dengan menggunakan overhead conveyor memiliki jumlah output yang lebih besar, maka ini dapat dijadikan pertimbangan untuk memperluas area stasiun kerja.
II. METODOLOGI PENELITIAN
Permasalahan perancangan fasilitas tidak hanya terjadi pada saat akan membentuk sistem manufaktur baru, namun juga pada saat akan melakukan pengembangan, konsolidasi, atau memodifikasi sistem manufaktur yang ada saat ini [1]. Secara umum layout dapat dikategorikan menjadi permasalahan layout system jasa, permasalahan layout manufaktur, permasalahan layout gudang, dan permasalahan layout nontradisional. Penelitian ini termasuk pada kategori permasalahan layout manufaktur. Selanjutnya, penelitian ini dibagi menjadi 4 tahap, yaitu identifikasi pendahuluan, pengumpulan data, pengolahan data, serta tahap analisis dan kesimpulan.
A. Tahap Pendahuluan
Tahap pendahuluan merupakan tahap identifikasi awal yang meliputi observasi lapangan, identifikasi masalah, perumusan masalah, dan penentuan tujuan penelitian. Hasil dari tahap ini telah disampaikan pada bagian pendahuluan di atas.
B. Tahap Pengumpulan Data
Data yang diperlukan dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi dua. Pengumpulan data kelompok pertama adalah pengumpulan data untuk desain tata letak yang meliputi dimensi produk, bangunan, mesin dan sistem material handling; luas dan bentuk bangunan; serta frekuensi perpindahan material. Seperti diketahui bahwa dalam keputusan-keputusan dalam desain tata letak tidak dapat dipisahkan dari keputusan mengenai produk, proses, dan schedule [2]. Pengumpulan data kelompok kedua terkait dengan simulasi yang meliputi waktu proses produksi, waktu antar kedatangan entitas, dan kecepatan material handling.
C. Tahap Pengolahan Data
Data yang diperoleh selanjutnya diolah sesuai dengan tahapan pengolahan data sebagai berikut:
1) Membuat Rancangan Alternatif Tata Letak
a) Analisis aliran material dan aktivitas operasional b) Pembuatan ARC c) Penentuan luas area dan luas area tersedia d) Pengolahan dengan menggunakan BLOCPLAN e) Modifying considerations and practical limitations f) Perancangan alternatif tata letak fasilitas g) Menghitung jarak perpindahan material
2) Melakukan Simulasi Tata Letak
a) Pembuatan Activity Cycle Diagram b) Penentuan distribusi waktu proses c) Pembuatan model simulasi dengan ARENA
d) Verifikasi model e) Validasi model f) Penentuan jumlah replikasi g) Membandingkan output simulasi
Beberapa metode penyusunan alternatif layout telah banyak
dikembangkan, sehingga proses yang untuk mendapatkan alternatif layout lebih sistematis, obyektif, dan terukur. Selain berupa algoritma beberapa pendekatan juga telah disusun dalam bentuk software yang memudahkan proses perancangan tata letak fasilitas. Penerapan dari masing-masing metode di berbagai manufaktur juga telah dilakukan ([3], [4], [5], [6], [7]).
Kelebihan dari BLOCPLAN adalah data input yang digunakan dapat berupa Activity Relationship Chart (ARC) ataupun From to Chart (FTC). Pada penelitian ini digunakan ARC sebagai input dengan pertimbangan bahwa pada permasalahan layout dalam studi ini ARC memberikan informasi lebih tentang kebutuhan kedekatan dibandingkan FTC. Hal ini disebabkan oleh aliran produk berupa flow product, yaitu walaupun variasi komponen yang dikerjakan pada stasiun kerja powder coating cukup tinggi, namun keseluruhan tipe yang dikerjakan melalui proses yang sama. BLOCPLAN juga dapat digunakan baik untuk menghasilkan layout baru maupun untuk layout perbaikan [1]. Namun demikian terdapat kelemahan dari BLOCPLAN, yaitu adalah tidak dapat menggambarkan kondisi fisik di lapangan, seperti adanya tiang, serta area yang digunakan hanya berbentuk kotak. Selain itu dalam prosesnya layout juga diatur dalam band (gang) yang seringkali tidak sesuai dengan kondisi riilnya [2]. Oleh sebab itu hasil dari BLOCPLAN masih harus disesuaikan dengan kondisi di lapangan dan beberapa pertimbangan praktis lainnya.
Simulasi juga menjadi pendekatan yang umum dilakukan pada perancangan layout ([1], [2]). Pada penelitian ini akan digunakan simulasi diskrit dengan menggunakan ARENA. Perancangan tata letak dengan pendekatan simulasi juga telah banyak diterapkan, dan merupakan pendekatan yang efektif dan efisien untuk menyelesaikan permasalahan desain layout ([8], [9], [10]).
D. Tahap Analisis dan Kesimpulan
Pada tahap ini dilakukan analisis dan pembahasan serta pembuatan kesimpulan dan saran. Tahap analisis dan pembahasan merupakan analisis dari hasil pengolahan data yang telah dilakukan. Hasil yang diperoleh diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan perusahaan untuk permasalahan tata letak yang dihadapi.
Tahap kesimpulan dan saran merupakan tahap terakhir dari penelitian ini. Kesimpulan diperoleh dari hasil pengumpulan, pengolahan dan analisa yang menjawab tujuan penelitian yang telah ditetapkan. Selanjutnya diberikan saran perbaikan untuk penelitian selanjutnya dan saran untuk permasalahan tata letak yang dihadapi.
79
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bagian ini akan diberikan penjelasan mengenai hasil dari setiap tahap penelitian dan analisa dari hasil yang telah diperoleh.
A. Aliran Material dan Aktivitas Operasional
Pada studi kasus ini, perusahaan menghasilkan setidaknya enam jenis produk (Gambar 1), yaitu plate heat exchanger, condenser, dry cooler, air cooler, evaporative condenser, dan control. Produk tersebut diproses melalui banyak tahapan proses yang kompleks. Adapun salah satu stasiun kerja kritis yang ada di perusahaan adalah powder coating dengan output seperti pada Gambar 2.
Gambar 1. Jenis produk yang dihasilkan perusahaan
Gambar 2. Salah satu komponen yang dikerjakan pada stasiun kerja powder
coating
Proses operasi pada stasiun kerja powder coating meliputi 9
proses dan 1 inspeksi seperti pada operation process chart (OPC) pada Gambar 3. Dari OPC tersebut, dapat diketahui bahwa proses pretreatment merupakan proses kedua dari keseluruhan urutan proses. Jika terjadi kegagalan proses pada pretreatment maka akan berdampak pada terjadi rework dan tentunya menambah waktu proses menjadi lebih lama serta target produksi yang tidak tercapai. Oleh karena itu, proses pretreatment ini merupakan proses yang kritis di stasiun kerja powder coating. Perubahan mesin dan material handling akan sangat diharapkan menyelesaikan permasalahan tersebut. Adapun layout dan ketersediaan area disajikan pada Gambar 4 dan Gambar 5.
Gambar 3. OPC Powder Coating
Gambar 4. Layout stasiun kerja powder coating saat ini
80
Gambar 5. Luas area produksi
Dari berbagai jenis produk yang dihasilkan perusahaan
(Gambar 1), masing-masing memiliki ratusan model standard. Salah satu komponen penyusunnya adalah casing dimensi yang beragam tergatung pada jenis dan ukuran produk akhir. Selain dimensi, spesifikasi lain pada komponen casing yang dapat ditentukan adalah material dan warna cat. Ada tiga macam material casing, yaitu alumunium, galvanis, dan stainless steel. Sedangkan untuk warna cat, terdapat tiga pilihan warna yaitu putih, hijau, atau abu-abu.
Variasi komponen penyusun casing (Gambar 2) yang diproses di stasiun kerja powder coating sangat besar. Namun, dalam proses pengerjaan tidak terdapat perbedaan urutan maupun perlakuan terhadap masing-masing komponen. Pada saat diproses, komponen casing yang diproduksi di stasiun kerja powder coating digantungkan pada jig. Jig merupakan peralatan bantuan yang berfungsi sebagai pemegang benda pada saat proses permesinan. Komponen-komponen penyusun casing digantungkan dengan posisi vertikal pada jig yang memiliki kapasitas 6x1,55 meter.
Powder coating merupakan salah satu jenis pelapisan permukaan material dengan pengecatan teknik kering. Objek yang akan diproses harus melalui proses awal yang disebut pretreatment. Proses tersebut berguna untuk menghilangkan partikel debu, minyak, dan kotoran lain yang timbul akibat proses sebelumnya. Proses ini dilakukan pada stasiun kerja khusus yang hanya digunakan untuk melakukan proses powder coating. Proses yang dilakukan pada stasiun kerja powder coating dibagi menjadi beberapa aktivitas yaitu: spray pretreatment, rinse pretreatment, drying after pretreatment, cooling after pretreatment, powder coating, oven coating, cooling, dan inspeksi (Gambar 3). Untuk tata letak masing-masing fasilitas untuk kesembilan proses tersebut disajikan pada Gambar 4.
Gambar 5 menunjukkan stasiun kerja powder coating yang terdiri dari satu lantai dengan luas total area yang tersedia yaitu 629,4 m2. Pada gambar tersebut juga nampak bentuk area
stasiun kerja powder coating yang tidak beraturan, batas bangunan stasiun kerja powder coating, serta letak tiang bangunan di stasiun kerja tersebut. Gambar 5 juga menggambarkan area yang direncanakan untuk melakukan perluasan area powder coating. Jika rencana perluasan dilakukan, maka luas area stasiun kerja powder coating akan menjadi 1394,4 m2.
B. Activity Relationship Chart dan Kebutuhan Space
Berdasarkan data cakupan produk, aliran material, dan operasi-operasi yang dilakukan, selanjutnya didefinisikan Activity Relationship Chart (ARC) yang menggambarkan hubungan antar fasilitas yang digunakan dalam Sembilan proses pada stasiun kerja powder cutting. ARC ditampilkan dalam bentuk table (Tabel 1), dan alasan kedekatan diberikan pada Tabel 2. Informasi volume per operasi dalam stasiun kerja powder coating ditampilkan pada Form to Chart di Tabel 3.
TABEL I ACTIVITY RELATIONSHIP CHART
No dan Nama Fasilitas
Derajat Keterdekatan Terhadap Fasilitas Lain
A E I O U X
1 Loading Area 2 3,4,5,6,7,8,9
2 Mesin Spray Pretreatment
1,3 5,6,7,8,
9
3 Mesin Rinse Pretreatment
2,4 1,5,6,7,
8,9
4 Oven (Drying Pretreatment)
3,5,6
2 1,7,8,9
5 Buffer Area 1 4,7 6 1,2,3,8,
9
6 Buffer Area 2 4,7 5 1,2,3,8,
9
7 Mesin Spray Powder coating
5,6,8
1,2,3,4,
9
8 Oven Coating 7,9 1,2,3,4,
5,6
9 Cooling and Unloading Area
1,8 1,2,3,4,5,6,7
TABEL II
DESKRIPSI ALASAN KEDEKATAN Kode
Alasan Deskripsi Alasan
1 Penggunaan catatan secara bersamaan
2 Menggunakan tenaga kerja yang sama
3 Menggunakan space area kerja yang sama 4 Derajat kontak personal yang sering dilakukan 5 Derajat kontak working card yang sering dilakukan 6 Urutan aliran material berupa komponen dalam satu jig 7 Melaksanakan kegiatan yang sama 8 Menggunakan peralatan kerja yang sama
TABEL III
81
FROM TO CHART
O-1 O-2 O-3 O-4 O-5 O-6 O-7 O-8 O-9
O-1
13104
O-2
1310
4
O-3
13104
O-4
6552
6552
O-5
6552
O-6
6552
O-7
13104
O-8
13104
O-9
13104
Berdasarkan hasil analisis kedekatan antar fasilitas,
didapatkan 15 fasilitas yang diperlukan di stasiun kerja powder coating yang diberi simbol huruf A hingga O. Dari fasilitas yang ada, 9 fasilitas berupa mesin atau area yang berkaitan langsung dengan aliran material dan 6 fasilitas berkaitan dengan aktivitas operasional.
Area yang berkaitan langsung dengan aliran material adalah loading area, mesin spray pretreatment, mesin rinse pretreatment, oven (drying after pretreatment), buffer area 1, buffer area 2, mesin spray powder coating, oven coating, cooling and unloading area. Meminimasi jarak peletakan antar mesin akan meminimalkan perpindahan material. Apabila kecapatan dari material handling yang digunakan (berupa transfer crane atau overhead conveyor) adalah konstan, meminimasi jarak perpindahan material juga akan meminimalkan waktu transportasi. Dengan demikian, kondisi yang paling dikehendaki adalah meletakkan 9 area tersebut sedekat mungkin untuk meminimalkan jarak perpindahan sehingga diberikan derajat kedekatan mutlak.
C. BLOCPLAN
Pada penelitian ini, metode yang digunakan untuk perancangan tata letak fasilitas adalah BLOCPLAN dengan bantuan software BLOCPLAN 90. Hasil yang diperoleh dari BLOCPLAN nampak pada Gambar 6 dan Gambar 7. Input yang digunakan untuk BLOCPLAN adalah ARC pada Tabel I dan kebutuhan luas masing-masing operasi (Tabel IV) serta luas area yang tersedia, dengan rasio L/W adalah 2. Alternatif layout yang dipilih adalah alternatif-alternatif yang memberikan adjacency score lebih dari 0.9. Adjacency score alternatif layout BLOCPLAN 1, 2 sama-sama bernilai 0.91.
Seperti telah dijelaskan di atas, hasil dari BLOCPLAN tidak dapat langsung digunakan karena pada BLOCPLAN digunakan beberapa asumsi yang tidak sesuai dengan kondisi permasalahan sebenarnya. Asumsi tersebut diantaranya adalah bentuk area yang tersedia berbentuk kotak, dan layout dibatasi oleh gang-gang. Oleh sebab itu, pada tahap selanjutnya dilakukan penyesuaian untuk dapat menghasilkan layout akhir.
TABEL IV
DATA UKURAN MASING-MASING FASILITAS
No Deskrispsi Area Ukuran (cm) Luas
x y cm2 m2
1 Loading area 80 650 52000 5,2
2 Mesin Spray Pretreatment
210 900 189000 18,9
3 Mesin Rinse Pretreatment
210 900 189000 18,9
4 Drying after pretreatment
220 900 198000 19,8
5 Buffer Zone 1 80 650 52000 5,2
6 Buffer Zone 2 80 650 52000 5,2
7 Mesin Powder coating
390 670 361300 36,13
8 Oven 160 835 133600 13,36
9 Unloading Area 80 650 52000 5,2
Gambar 6. Alternatif BLOCPLAN ke-1
Gambar 7. Alternatif BLOCPLAN ke-2
D. Modifying Considerations dan Practical Limitations
to fr
82
Modifiying consideration merupakan pertimbangan dari faktor proses, material handling, penyimpanan, ataupun utilisasi yang harus diperhitungkan pada pemilihan alternatif tata letak [1]. Modifikasi dilakukan dengan memperhatikan bentuk bangunan, letak kolom, sistem material handling, aisle, atau pertimbangan lain. Menurut [2], aisle perlu diberikan pada saat perancangan fasilitas untuk medapatkan aliran yang efektif. Kebutuhan area untuk aisle ditentukan oleh aliran material, informasi, manusia, maupun sistem material handling yang menggunakan area tersebut. Kebutuhan aisle untuk masing-masing fasilitas di stasiun kerja powder coating ditunjukkan oleh Gambar 8. Perbedaan jenis sistem material handling juga mempengaruhi desain layout yang dihasilkan. Pengaruh jenis material handling digambarkan pada Gambar 9 dan Gambar 10.
Yang menjadi practical limitation pada peneltian ini adalah kondisi exsisting layout dan struktur bangunan yang ada. Berdasarkan hasil analisis perancangan ulang tata letak yang dilakukan pada stasiun kerja powder coating ini disebabkan adanya pergantian sejumlah mesin. Terdapat beberapa mesin yang masih digunakan dan sejumlah mesin baru, dan keduanya memiliki keterbatasan yang berpengaruh terhadap perancangan tata letak yang dilakukan. Berikut ini merupakan keterbatasan-keterbatasan yang ada di stasiun kerja powder coating berkaitan dengan perancangan tata letak yang baru:
1) Akses Keluar-Masuk Mesin
Mesin-mesin yang digunakan seperti mesin spray pretreatment, mesin rinse pretreatment, mesin oven, dan mesin spray prowder coating merupakan ruang-ruang yang memiliki letak pintu di bagian belakang dan depan mesin, sedangkan sisi kanan dan kiri dari mesin merupakan area tertutup. Hal tersebut akan membatasi arah jalur perpindahan material antar mesin. Dengan demikian, perpindahan komponen dari satu mesin ke mesin yang lain harus melewati jalur tertentu sesuai dengan material handling yang digunakan.
Gambar 8. Kebutuhan aisle setiap fasilitas
Gambar 9. Arah pergerakan Transfer Crane
Gambar 10. Overhead conveyor Track
2) Letak Stasiun Kerja Terkait
Terdapat dua stasiun kerja yang berkaitan langsung dengan stasiun kerja powder coating, yaitu stasiun kerja sheet metal dan storage area. Stasiun kerja sheet metal adalah stasiun kerja yang mengasilkan input untuk stasiun kerja powder coating. Sedangkan output yang dihasilkan di stasiun kerja powder coating akan diletakkan pada storage area. Letak stasiun kerja sheet metal dan storage area ini akan membatasi aliran masuk dan keluar di stasiun kerja powder coating.
E. Alternatif Layout
Hasil layout dari BLOCPLAN selanjutnya disesuaikan dengan modifying consideration dan practical limitation untuk dijadikan dasar menghasilkan layout akhir. Hasil akhir layout yang diperoleh disajikan pada Gambar 11 dan Gambar 12.
Pada alternatif 1, peletakan mesin-mesin produksi tidak jauh berbeda dengan kondisi existing. Hal ini menguntungkan mengingat ukuran mesin yang besar dan tentu saja membutuhkan waktu, biaya, dan tenaga yang tidak sedikit untuk memindahkan. Dengan adanya penggunaan secara bersama sistem material handling yang berupa transfer crane, maka lintasan transfer crane diletakkan ditengah mesin-mesin produksi. Hal tersebut dilakukan untuk meminimasi jarak perpindahan antar stasiun kerja.
Pada alternatif 2, dilakukan perluasan area stasiun kerja dari 629,4 m2 menjadi 1394,4 m2. Meminimasi jarak perpindahan dapat dilakukan dengan menghindari adanya perputaran material. Perputaran material akan menimbulkan area yang lebih besar karena jig membutuhkan area lebih untuk
83
berpindah. Maka pada alternatif 2 rancangan tata letak stasiun kerja powder coating hanya menggunakan satu kali perputaran material denga sudut 180o. Sebelum dan sesudah perputaran material harus diberikan lintasan berupa garis lurus dengan jarak 6 meter dengan tiap mesin. Tujuannya adalah untuk menghindari adanya tumbukan pada setiap mesin.
Gambar 11. Aliran Material pada Alternatif 1 Tata Letak Stasiun Kerja
Powder Coating
Gambar 12. Aliran Material pada Alternatif 2 Tata Letak Stasiun Kerja
Powder coating
F. Simulasi
Setelah didapatkan 2 alternatif rancangan tata letak berdasarkan Blocplan, selanjutnya dilakukan evaluasi layout baru degan menggunakan simulasi. Simulasi merupakan pendekatan yang cukup banyak digunakan untuk memperbaiki dan memvalidasi desain sistem manufaktur secara luas [11]. Simulasi manufaktur dapat digunakan untuk memprediksi sitem atau membandingkan beberapa skenario sistem. Referensi [12] menunjukkan bahwa terkadang tidak bisa mempraktikkan langsung pada suatu sistem nyata, misalnya alternatif layout pada sebuah gedung yang belum dibangun.Simulasi ARENA digunakan untuk melihat output produk, waktu tunggu, dan waktu transfer akibat adanya perubahan jarak perpindahan material di stasiun kerja tersebut. Evalusi rancangan tata letak menggunakan ARENA diawali dengan pembuatan activity cycle diagram (ACD) seperti pada Gambar 13.
Gambar 13. ACD Powder Coating
Pembuatan model simulasi membutuhkan input berupa
waktu proses, jarak antar mesin, waktu antar kedatangan (random 5 menit), dan kecepatan material handling (30 meter per menit). Waktu dalam satu shift kerja adalah 7 jam dan 30 menit merupakan waktu yang digunakan untuk warm-up machine. Selain itu, terdapat sebuah kondisi yang tidak memperbolehkan adanya antrian pada proses spray pretreatment, rinse pretreatment, drying after pretreatment, cooling after pretreatment, dan oven coating. Hal tersebut dikarenakan ukuran produk dalam satu jig yang cukup besar, yaitu 6 meter, membutuhkan area tersendiri ketika terjadi bottle neck.
Verifikasi dilakukan dengan tujuan untuk memastikan bahwa logika proses pada model ARENA sudah sesuai dengan model konseptual. Beberapa verifikasi yang dilakukan yaitu membandingkan logika model simulasi dengan model konseptual, melihat masing-masing komponen pada logika model, dan run simulasi. Sementara itu, validasi dilakukan dengan pendekatan face validity, yaitu menanyakan kepada orang yang memahami kondisi system baru di stasiun kerja powder coating, dalam hal ini adalah Deputi Manager.
Output di stasiun kerja powder coating pada kondisi existing dalam satu shift yaitu 14 jig. Sedangkan critical machine pada stasiun kerja powder coating adalah mesin oven dengan lama waktu proses 20 menit. Jika mengacu pada jumlah output yang dapat dihasilkan oleh mesin oven, maka output maksimal yang dapat dihasilkan di stasiun kerja powder coating adalah 20 jig. Output yang dihasilkan oleh stasiun kerja powder coating dianggap valid jika berada pada rentangan 14 jig hingga 20 jig. Pada akhir tahap face validity, logika pada model simulasi
84
sesuai dengan logika pada sistem yang direncanakan karena memiliki jumlah output sebesar 15 jig untuk alternatif 1 dan 17 jig untuk alternatif 2.
Pada tahap validasi, model simulasi telah dijalankan sebanyak 10 kali. Untuk mendapatkan error 5%, jumlah replikasi yang seharusnya dilakukan ditunjukkan oleh perhitungan sebagai berikut.
µ1 = 3,694 ; µ2 = 3,535 σ1 = 0,132; σ2 = 0,142 n = 10 (replikasi awal) α = 0,05 tn-1;α/2 = t9;0,025 = 2,262
Half width1 = �����,,�� � � �
√� = ��,����� �,���
√��
= 0,0943
Half width2 = �����,,�� � � �
√� = ��,����� �,���
√��
= 0,1016 Berdasarkan perhitungan di atas dapat dilihat bahwa nilai
half width pada alternatif 1 sebesar 0,0943 dan nilai half width pada alternatif 2 sebesar 0,1016. Persentase error terhadap rata-rata data adalah sebagai berikut:
Persentase error 1 = half-width / μ1 x 100%
= 0,0943 / 3,694 x 100% = 2,55 %
Persentase error 2 = half-width / μ2 x 100% = 0,1016 / 3,535 x 100% = 2,87 %
Jadi nilai error terhadap rata-rata data berdasarkan 10 replikasi yang telah dilakukan adalah sebesar 2,55 % dan 2,87 % sementara nilai error yang diinginkan adalah 5%. Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai error yang diperoleh melebihi ekspektasi. Dengan demikian, jumlah replikasi yang dilakukan telah dianggap telah memenuhi harapan.
Berdasarkan output simulasi dengan mengguankan software ARENA didapatkan bahwa rata-rata waktu proses untuk alternatif 1 rancangan tata letak adalah 3,69 jam. Sedangkan rata-rata waktu proses untuk alternatif 2 rancangan tata letak adalah 3,54 jam atau lebih kecil dibandingkan dengan alternatif 1. Dari segi jumlah output, alternatif 1 rancangan tata letak stasiun kerja powder coating akan menghasilkan output sebesar 15 jig. Sedangkan pada alternatif 1 rancangan tata letak stasiun kerja powder coating akan menghasilkan output yang lebih besar yaitu 17 jig.
Selain waktu proses dan output produk, transfer time dan wait time dapat digunakan sebagai pertimbangan lain dalam penentuan alternatif rancangan tata letak terbaik. Besarnya rata-rata waktu perpindahan material (transfer time) pada alternatif sistem 1 adalah 4,16 menit. Sedangkan pada alternatif 2 memiliki waktu yang lebih pendek yaitu 3,03 menit. Hal tersebut dikarenakan jarak antar mesin pada rancangan alternatif 1 lebih besar dibandingkan dengan alternatif 2.
Besarnya rata-rata waktu tunggu perpindahan material (wait time) pada alternatif sistem 1 adalah 2,23 jam. Sedangkan pada alternatif 2 memiliki waktu yang lebih pendek yaitu 2,1 jam. Hal tersebut dikarenakan pada rancangan alternatif 1 menggunakan material handling berupa transfer crane yang digunakan secara bersama-sama oleh semua mesin. Sehingga pemindahan material hanya dapat digunakan ketika transfer crane pada kondisi free.
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan keseluuruhan tahap pada penelitian ini, pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa : 1. Pada perancangan ulang layout stasiun kerja powder coating
diperoleh dua allternatif layout yang dikembangkan tidak hanya berdasarkan data fisik setiap fasilitas kerja di perusahaan namun juga dimodifikasi berdasarkan pertimbangan-pertimbangan khusus sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
2. Pengambilan keputusan layout terbaik dengan simulasi ARENA menghasilkan bahwa alternatif layout 2 lebih baik daripada alternatif layout 1, dari segi waktu proses, output produk, waktu perpindahan (transfer time) dan waktu tunggu (waiting time).
3. Integrasi perancangan layout dengan menggunakan metode BLOCPLAN dan simulasi ARENA terbukti efektif untuk mengembangkan alternatif layout dan proses pengambilan keputusan terhadap layout terbaik.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Brawijaya yang telah mendukung terlaksananya penelitian ini, serta kepada pihak perusahaan yang berkenan bekerja sama dalam penyelesaian studi kasus yang ada.
REFERENSI [1] S. S. Heragu, Facilities Design, 3rd ed., Florida: CRC Press, Taylor &
Francis Group, 2008. [2] J. A. Tompkins, J. A. White, Y. A. Bozer, J. M. A. Tanchoco, Facilities
Planning, 3rd ed., United States of America: John Wiley & Sons, 2003. [3] Sahroni, “Perencanaan ulang tata letak fasilitas produksi dengan metode
algoritma CRAFT,” Jurnal Optimum, vol. 4 (1), pp. 72-82, 2003. [4] A. Mulugeta, B. Beshah, and D. Kitaw, “Computerized facilities layout
design”, Jornal of EEA, vol. 30, pp. 27-32, 2013. [5] A. J. Khan, D. J. Tidke, “Designing facilities layout for Small and
Medium Enterprises,” Interational Journal of Engineering Research and General Science, vol. 1 (2), pp. 1-8, 2013.
[6] R. K. Dewi, M. Choiri, A. Eunike, “Perancangan tata letak fasilitas menggunakan metode BLOCPLAN dan Analytic Hierarchy Process (AHP) (studi kasus: Koperasi Unit Desa Batu),” Jurnal Rekayasa dan Manajemen Sistem Industri, vol. 2 (3), pp. 624-636, 2014.
[7] H. A. H. Leonardo, “Penggunaan metode algoritma CRAFT dan BLOCPLAN untuk perbaikan tata letak fasilitas lantai produksi pada industri sparepart sepeda motor,” Jurnal Metris, vol. 15, pp. 55-64, 2014.
[8] C. Y. Liong, C. S. E. Loo, “A simulation study of warehouse loading and unloading system using ARENA,” Journal of Quality Measurement and Analysis, vol. 5 (2), pp. 45-56, 2009.
[9] B. John, J. E. Joseph, “analysis and simulation of factory layout using ARENA”, International Journal of Scientific and Research Publication, vol. 3 (2), pp. 1-8, 2013.
85
[10] A. I. Dewi, M. Choiri, R. Y. Efranto, “Perencanaan ulang tata letak fasilitas berdasarkan hasil simulasi proses produksi rokok (studi kasus: PT Bayi Kembar Malang), Jurnal Rekayasa dan Manajemen Sistem Industri, vol. 1 (1), pp. 66-74, 2013.
[11] R. A. Hadiguna, dan H. Setiawan, Tata Letak Pabrik, Yogyakarta: ANDI Yogyakarta, 2008.
[12] W. D. Kelton, R. P. Sadowski, dan N. B. Swets, Simulation with ARENA, 5th Ed., Singapore: The McGrow-Hill Companies, 2010.
86
Rancangan Tata Letak Gudang Bahan Baku PT HIM
Sthevanny Rama Suarta1*, Iveline Anne Marie2, Wisnu Sakti Dewobroto3 12,3Jurusan Teknik Industri Universitas Trisakti
Jln. Kyai Tapa No. 1 Jakarta 11440 1*[email protected], [email protected] , [email protected]
Intisari— PT HIM adalah perusahaan perakitan yang merakit mobil tipe H-1. Pada saat ini perusahaan mengalami permasalahan dalam ketidak jelasan peletakan part-part bahan baku dari supplier yang mengakibatkan lamanya pencarian bahan baku untuk proses perakitan. Tata letak gudang bahan baku pada PT HIM menyebabkan jarak tempuh lintasan yang cukup jauh sehingga menyebabkan lamanya waktu pengangkutan bahan baku sehingga juga berdampak terhadap proses perakitan. Total jarak lintasan saat ini adalah 2132.18m.Perusahaan menginginkan penempatan setiap bahan baku sesuai dengan karakteristiknya, sehingga dapat menjadi acuan atau panduan operator dalam penyusunan bahan baku.Untuk menyelesaikan permasalahan perusahaan, penelitian ini bertujuan untuk menganalisa kebutuhan jumlah bahan baku yang tersimpan dalam gudang bahan baku PT HIM, serta memberikan usulan perbaikan rancangan tata letak gudang bahan baku.Permasalahan pada PT HIM akan diselesaikan menggunakan pendekatan klasifikasi ABC multi kriteria yang dikombinasikan d engan pendekatanAnalytical Hierarchy Process (AHP) khususnya dalam penggunaan metodePairwise Comparison untuk pengelompokkan bahan baku sehingga bahan baku dapat dikelompokkan kedalam kelas A,B, dan C sesuai dengan kriteria dan karakteristik dari masing-masing bahan baku. Berikutnya dilakukan tahap perancangan tata letak (layout) gudang bahan baku dengan menggunakan pendekatan algoritmik yaitu Relationship Diagramming. Hasil rancangan tata letak pada gudang bahan baku PT HIM menghasilkan jarak total pengangkutan seluruh bahan baku menjadi lebih pendek, dimana jarak sebelum perbaikan adalah 2132.18m, setelah perbaikan menjadi 1157.63m sehingga akan mengurangi waktu penyusunan dan waktu pengangkutan. Kata kunci— Tata letak, Klasifikasi ABC multi kriteria, Pairwise Comparison, metode Relationship Diagramming Abstract— PT HIM is a company that assembles car assembly type H-1. At present the company is having problems in obscurity laying the parts of raw materials from suppliers that resulted in a search length of the raw material for the assembly process. The layout of the warehouse of raw materials at PT HIM lead track mileage considerable length of time, causing the transport of raw materials thus also affect the assembly process. The total distance of the track today was 2132.18m. The company wanted the placement of each raw material in accordance with its characteristics, so it can be a reference or operator guidance in the preparation of raw materials. To solve the problems of the company, the study aims to analyze the needs of the amount of raw material stored in the warehouse of raw materials PT HIM, and propose improvements for the layout of raw materials warehouse. Problems on the PT HIM will be settled using classification approach ABC multi-criteria combined with the approach of Analytical Hierarchy Process (AHP), particularly in the use of methods Pairwise Comparison to the grouping of raw materials so that raw materials can be grouped into classes A, B, and C in accordance with the criteria and the characteristics of each raw material. Next the researcher design the layout for the storageusing algorithmic approach which is Relationship Diagramming. The results is the storage layout with total distance of transport of all raw materials to be shorter. The distance before the repair is 2132.18 m, after improvement be 1157.63 m so will reduce the preparation time and the transport time. Keyword - layout, multi-criteria classification ABC, Pairwise Comparison, Relationship Diagramming Method
I. PENDAHULUAN
Tata letak merupakan satu keputusan penting yang menentukan efisiensi sebuah operasi dalam jangka panjang. tata letak memiliki banyak dampak strategis karena tata letak menentukan daya saing perusahaan dalam segi kapasitas, proses, fleksibilitas, dan biaya, serta kualitas lingkungan kerja, kontak pelanggan, dan citra perusahaan. Tata letak yang efektif dapat membantu organisasi mencapai suatu strategi yang menunjang diferensiasi, biaya rendah, atau respon cepat. tujuan strategi tata letak adalah untuk membangun tata letak yang ekonomis yang memenuhi kebutuhan persaingan perusahaan (Heizer dan Render, 2009).
HMC merupakan produsen mobil terbesar di Korea Selatan. HMC mulai mendirikan perusahaannya di Indonesia dengan nama PT.HIM. Saat ini perusahaan berlokasi di Jln. H. Wahab Affan Km 28 Pondok Ungu – Bekasi dan melakukan kegiatan
operasional untuk perakitan mobil. PT.HIM merakit 10 unit perhari tipe H-1 dengan bahan baku impor yang membutuhkan lead time 1 bulan. Dalam penyimpanan bahan baku, PT.HIM menggunakan Bonded sebagai tempat penyimpanan bahan baku utamanya.
Pada saat ini perusahaan mengalami permasalahan pada gudang bahan baku. Permasalahannya saat ini adalah adanya bahan baku yang menumpuk dan peletakan yang tidak beraturan pada tempatnya, hal ini disebabkan karena bahan baku yang datang dari supplier tidak berurutan sesuai dengan urutan proses produksi dan menyebabkan operator menjadi bingung dalam penempatannya. Selain itu jarak lintasan yang ditempuh material handling tidak efisien atau cukup jauh sehingga menyebabkan lamanya waktu pengangkutan bahan baku. Masalah berikutnya adalah bahan baku lama yang masih tersimpan di gudang juga menyebabkan gudang menjadi penuh dan sempit. Hal ini berdampak pada waktu pencarian dan
87
pengambilan bahan baku yang tidak sesuai dengan frekuensi keluar masuk dan menyebabkan banyaknya waktuyang dibutuhkan untuk pencarian bahan baku dan mengakibatkan proses produksi menjadi terganggu.
Waktu yang dibutuhkan untuk pembongkaran untuk tiap kedatangan sebanyak 6 lot atau setara dengan 80 kontainer adalah 4-5 hari dengan tambahan waktu lembur untuk operator gudang, sedangkan waktu yang dibutuhkan dalam pencarian dan pemindahan barang untuk proses produksi Body Shop membutuhkan waktu selama 42 menit pada pengerjaannya dengan jarak tempuh sekitar 300 meter dalam 1 kali pengangkutan. Pada proses Trim Shop membutuhkan waktu 56 menit pada pengerjaannya dengan jarak tempuh pengangkutan sekitar 1200 meter dalam satu kali pengangkutan.
Gudang harus dirancang dengan memperhitungkan kecepatan gerak barang. Barang yang bergerak cepat lebih baik diletakkan dekat dengan tempat pengambilan barang, sehingga mengurangi seringnya gerakan bolak-balik. Dalam gudang penyimpanan, faktor yang berpengaruh sangat besar terhadap penanganan barang ialah letak dan desain gedung dimana barang itu disimpan (Apple, 1990).PT HIM membutuhkan perencanaan dan analisa kebutuhan rancangan tata letak bahan baku yang seharusnya disimpan dalam periode tertentu untuk menghindari penimbunan bahan baku yang terlalu lama.
Persediaan didefinisikan sebagai bahan baku, barang setengah jadi, dan barang jadi yang berada dalam sistem produksi pada suatu waktu. Persediaan adalah sumber daya (resource) yang belum digunakan (idle) yang mempunyai nilai ekonomis di masa mendatang pada saat aktif. Sebagai sumber daya yang menganggur, persediaan dapat dipandang sebagai pemborosan karena dapat menimbulkan biaya persediaan yang tinggi jika terdapat dalam jumlah yang berlebihan, maka dari itu keberadaannya harus diminimalkan dengan tetap menjamin terpenuhinya permintaan produk dari pelanggan (Sylver, Pyke, & Peterson, 1998).
Pada sistem persediaan dikenal dengan adanya analisis ABC yang merupakan analisis awal dalam sistem pengendalian persediaan. Analisis ABC digunakan untuk mengklasifikasikan barang-barang persediaan ke dalam kelas A, B atau C. Terkait upaya pihak manajemen untuk mengelola persediaan bahan baku di gudang, telah dilakukan pembahasan penelitian oleh Wang Kang yang melakukan analisis teori dasar Analytical Hierarchy Process (AHP) dengan pengaturan persediaan bahan baku. Pengaturan persediaan bahan baku merupakan hal yang penting untuk dilakukan untuk mencegah terjadinya kegagalan yang tidak diinginkan serta meningkatkan ketersediaan sistem.Bahan baku dengan tingkat kritis yang berbeda akan memiliki tingkat pengaruh pada ketersediaan barang yang berbeda. Metode analisis ABC dan AHP dapat digunakan bersama untuk menentukan tingkat kritis bahan baku (Wang Kang, 2007).
Pendekatan Analytic Hierarchy Process (AHP) adalah pendekatan analisis untuk membantu proses pengambilan keputusan kualitatif dan kuantitatif untuk mendapatkan bobot relatif beberapa kriteria dan alternatif yang sesuai dengan karakteristik suatu keputusan. Proses AHP meliputi tahapan pembentukan hirarki, penyusunan matriks keputusan dan
perhitungan bobot untuk tiap level dan sintesis bobot. Pendekatan ini menggunakan prosedur sistematis untuk menganalisa elemen-elemen dari masalah secara hirarki. Prosedur ini mengatur pemikiran logis dasar dengan memecah masalah menjadi bagian yang lebih kecil untuk kemudian menuntun pembuat keputusan dalam mencapai keputusan terbaik diantara berbagai macam kriteria melalui perbandingan berpasangan. Perbandingan dilakukan untuk mengekspresikan tingkat-tingkat kepentingan masing-masing elemen tadi dalam suatu hirarki (Saaty, 1994).
Untuk membantu perusahaan mendapatkan rancangan tata letak gudang bahan baku yang sesuai dengan kebutuhan, pada penelitian ini akan dilakukan pembahasan mengenai pengelompokkan bahan baku yang disimpan, apakah termasuk dalam kategorislow moving product atau fast moving product. Dengan menggunakan kategori ini dapat diketahui kelompok bahan baku yang diperlukan dalam periode tertentu sehingga mengatasi penyimpanan bahan baku yang terlalu lama disimpan digudang bahan baku.
Rancangan tata letak gudang bahan baku pada PT HIM saat ini mengakibatkan proses pencarian bahan baku yang lama untuk memenuhi kebutuhan produksi. Untuk menyelesaikan permasalahan perusahaan, penelitian ini bertujuan untuk menganalisa kebutuhan jumlah bahan baku yang tersimpan dalam gudang bahan baku PT HIM, serta memberikan usulan perbaikan rancangan tata letak gudang bahan baku.
II. METODOLOGI PENELITIAN
PT.HIM membutuhkan analisa terhadap rancangan tata letak gudang bahan baku saat ini dengan menggunakan pendekatan klasifikasi ABC multi kriteria. Hasil klasifikasi menggunakan analisis ABC digunakan sebagai acuan untuk klasifikasi penyimpanan yang akan dikombinasikan dengan dengan metode Pairwise Comparison yang digunakan pada pendekatan Algoritma Analytical Hierarchy Process (AHP). Klasifikasi bahan baku pada gudang akan ditentukan berdasarkan 6 kriteria yaitu Value, Frekuensi Kebutuhan dan periode kebutuhan, ukuran, tingkat kritis persediaan serta waktu kedatangan. Berikutnya, PT.HIM juga membutuhkan rancangan tata letak penyusunan bahan baku. Hasil pengelompokkan yang dilakukan dengan metode Pairwise Comparison akan dilanjutkan dengan perancangan penyusunan layout gudang bahan baku dengan menggunakan pendekatan algoritmik yaitu Relationship Diagramming. Tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Flowchart Metodologi Penelitian berikut ini.
88
Gambar 1. Flowchart metodologi penelitian
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
III.1 Penentuan Klasifikasi Bahan Baku Tahapan penentuan klasifikasi bahan baku di gudang dilakukan berdasarkan Klasifikasi ABC Multikriteria. Pada tahapan ini akan digunakan pendekatan AHP dengan menggunakan metode Pairwise Comparison. Proses klasifikasi bahan baku yang dimaksud adalah menghitung batas-batas klasifikasi ABC sehingga bahan baku dapat di klasifikasikan kedalam kelas A,B, dan C berdasarkan kriteria-kriteria yang sesuai dengan kebutuhan gudang bahan baku di PT HIM, yaitu: jenis material, frekuensi kebutuhan,periode penyimpanan, ukuran, tingkat kritis persediaan dan waktu kedatangan.
Tahap berikutnya setelah dilakukan penentuan kriteria yang sesuai dengan kebutuhan gudang bahan baku di PT HIM adalah membuat model hirarki keputusan. Dalam pembuatan hirarki hal pertama yang harus dilakukan adalah menentukan kriteria dan alternatif yang digunakan. Kriteria yang digunakan adalah jenis material, frekuensi kebutuhan, periode penyimpanan, ukuran, tingkat kritis persediaan dan waktu kedatangan. Kriteria pertama adalah jenis material dengan sub kriteria jenis material rapuh (JM 1), sedang (JM 2) dan kuat (JM 3). Gambar hirarki keputusan lengkap dapat dilihat pada
gambar Begitu selanjutnya untuk kriteria lainnya seperti gambar 2 berikut :
Gambar 2. Hirarki keputusan
III.2 Penentukan Bobot Kriteria dan Sub Kriteria
Selanjutnya dilakukan perhitungan bobot kriteria berdasarkan kuisioner yang telah diisi oleh kepala gudang dan operator gudang PT.HIM yang melakukan penilaian dengan membandingkan tingkat kepentingan antar kriteria dengan menggunakan pendekatan Pairwise Comparison.
Setelah dilakukan penilaian menurut pakar kemudian dilakukan perhitungan rata-rata geometrik. Perhitungan geometrik dihitung menggunakan rumus :
G= √�1 � �2 � … �� (1)
Hasil perhitungan nya dapat dilihat pada table berikut ini.
Tabel I
Perhitungan rata-rata Geometrik
Matriks perbandingan berpasangan bertujuan untuk
membandingkan tingkat kepentingan antar kriteria satu dengan lainnya dengan pemberian bobot yang dilakukan dengan membagi jumlah dari total keseluruhan dengan masing-masing bobot dari hasil perhitungan rata-rata geometric. Berikut merupakan matriks perbandingan berpasangan antar kriteria seperti pada tabel dibawah ini :
Tabel II.
Matriks perbandingan berpasangan
Nilai 0.363636364 pada kriteria jenis material didapat dari
nilai bobot jenis material berdasakan hasil perhitungan geometrik yaitu 1 dibagi dengan total jumlah rata-rata geometrik pada kriteria jenis material yaitu 2.75.
Perhitungan matriks nilai kriteria bertujuan untuk menentukan kriteria yang menjadi prioritas utama atau kriteria
Jenis Material 1 2 3 3 3 4Periode Penyimpanan 0.5 1 3 3 4 4Frekuensi Kebutuhan 0.333333333 0.333333333 1 3 3 4Ukuran 0.333333333 0.333333333 0.333333333 1 2 2Tingkat Kritis Persediaan 0.333333333 0.25 0.333333333 0.5 1 3Waktu Kedatangan 0.25 0.25 0.25 0.5 0.333333333 1Jumlah 2.75 4.166666667 7.916666667 11 13.33333333 18
Waktu KedatanganMatrix Perbandingan Jenis Material Periode Penyimpanan Frekuensi Kebutuhan Ukuran Tingkat Kritis Persediaan
Jenis Material 0.363636364 0.48 0.378947368 0.27273 0.225 0.222222222Periode Penyimpanan 0.181818182 0.24 0.378947368 0.27273 0.3 0.222222222Frekuensi Kebutuhan 0.121212121 0.08 0.126315789 0.27273 0.225 0.222222222Ukuran 0.121212121 0.08 0.042105263 0.09091 0.15 0.111111111Tingkat Kritis Persediaan 0.121212121 0.06 0.0421052630.04545 0.075 0.166666667Waktu Kedatangan 0.090909091 0.06 0.031578947 0.04545 0.025 0.055555556
Matrix Perbandingan Jenis Material Periode Penyimpanan Frekuensi Kebutuhan Ukuran Tingkat Kritis Persediaan Waktu Kedatangan
89
yang paling berpengaruh dalam pengelompokkan bahan baku yang disimpan pada gudang bahan baku PT.Hyundai Indonesia Motor. Perhitungan dilakukan dengan cara menjumlahkan kriteria perbandingan seperti pada tabel berikut ini:
Tabel III. Penjumlahan matriks perbandingan berpasangan
Setelah dilakukan perhitungan jumlah matriks perbandingan berpasangan berdasarkan masing-masing kriteria kemudian dilanjutkan dengan perhitungan skala prioritas kriteria dengan cara total jumlah keseluruhan dari masing-masing kriteria dibagi dengan jumlah kriteria(6) seperti pada tabel berikut ini :
Tabel IV. Prioritas kriteria
Nilai prioritas jenis material 0.323755538 dihasilkan dari 1.942533227 dibagi dengan jumlah kriteria yaitu 6. Dari tabel hasil perhitungan prioritas dapat dilihat bahwa jenis material merupakan nilai prioritas paling tinggi atau paling diperhatikan dalam pengelompokan bahan baku dalam gudang penyimpanan.
Setelah dilakukan perhitungan prioritas kriteria kemudian dilanjutkan dengan perhitungan matriks penjumlahan tiap baris. Nilai prioritas dari masing-masing kriteria dikalikan dengan nilai bobot dari masing-masing kriteria itu sendiri seperti tabel dibawah ini :
Tabel V. Perhitungan matriks tiap baris
Nilai prioritas dari kriteria jenis material adalah 0.323755538 dan nilai bobotnya adalah 1 maka, nilai perhitungan matriks tiap baris adalah 0.323755538 X 1 sehingga nilai yang dihasilkan adalah 0.323755538 begitu selanjutnya sampai dengan perhitungan matriks tiap baris pada kriteria waktu kedatangan hingga didapatkan jumlah keseluruhan matriks tiap baris dari masing-masing kriteria. III.3 Perhitungan Indeks Konsistensi dan Rasio Konsistensi
Setelah diketahui nilai prioritas untuk tiap kriteria (bobot kriteria), kemudian dilakukan perhitungan indeks konsistensi dan rasion konsistensi. Caranya adalah mengalikan nilai prioritas dari masing-masing kriteria dengan nilai bobot dari
masing-masing kriteria, dan hasilnya adalah seperti tabel dibawah ini:
Tabel VI. Matriks Penjumlahan Tiap Baris
Dalam perhitungan rasio konsistensi hal pertama yang dilakukan adalah menghitung nilai consistency index (CI). Rumus consistency index sebagai berikut :
1−−=
n
nmaksCI
λ (2)
Setelah melakukan perhitungan Consistency index kemudian dilanjutkan dengan perhitungan Consistency ratio (CR) berdasarkan nilai Random index (RI). Rumus consistency ratioadalah :
RI
CICR =
(3)
Nilai Random index dapat dilihat pada tabel Random Index.Nilai Indeks Konsistensi (CI) dan Rasio Konsistensi (CR) dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel VII. Perhitungan Rasio Konsistensi (CR) Kriteria Keputusan
Menurut Saaty, hasil penilaian yang dapat diterima adalah yang mempunyai ratio konsistensi lebih kecil atau sama dengan 10%. Jika lebih besar dari itu, berarti penilaian yang telah dilakukan ada yang random, dan dengan demikian perlu diperbaiki.
Setelah dilakukan perhitungan kriteria dari menentukan bobot kriteria sampai dengan uji consistency ratio kemudian dilanjutkan dengan perhitungan alternatif dengan cara yang sama mulai dari menetukan bobot kriteria sampai dengan uji consistency ratio dari masing-masing alternatif untuk setiap kriteria. III.4Penentuan Klasifikasi ABC
Pada PT HIM bahan baku yang disimpan dalam gudang terdapat 2 jenis bahan baku yaitu bahan baku untuk bagian perakitan Body dan bahan baku bagian perakitan Trim. Setelah melakukan perhitungan kriteria dan alternatif kemudian dilanjutkan dengan pengelompokkan klasifikasi ABC.
Jenis Material 0.363636364 0.48 0.378947368 0.27273 0.225 0.222222222 1.94253Periode Penyimpanan 0.181818182 0.24 0.378947368 0.27273 0.3 0.222222222 1.59572Frekuensi Kebutuhan 0.121212121 0.08 0.126315789 0.27273 0.225 0.222222222 1.04748Ukuran 0.121212121 0.08 0.042105263 0.09091 0.15 0.111111111 0.59534Tingkat Kritis Persediaan 0.121212121 0.06 0.0421052630.04545 0.075 0.166666667 0.51044Waktu Kedatangan 0.090909091 0.06 0.031578947 0.04545 0.025 0.055555556 0.3085
Matrix Perbandingan Jenis Material Periode Penyimpanan Frekuensi Kebutuhan Ukuran Tingkat Kritis PersediaanWaktu Kedatangan Jumlah
Jenis Material 1.942533227 0.323755538Periode Penyimpanan 1.595715045 0.265952508Frekuensi Kebutuhan 1.047477406 0.174579568Ukuran 0.595337586 0.099222931Tingkat Kritis Persediaan 0.510438596 0.085073099Waktu Kedatangan 0.308498139 0.051416357
Matrix Perbandingan Jumlah Prioritas
Nilai Prioritas 0.323755538 0.265952508 0.174579568 0.09922 0.085073099 0.051416357
Jenis Material 0.323755538 0.531905015 0.523738703 0.29767 0.255219298 0.205665426 2.13795Periode Penyimpanan 0.161877769 0.265952508 0.523738703 0.29767 0.340292398 0.205665426 1.7952Frekuensi Kebutuhan 0.107918513 0.088650836 0.174579568 0.29767 0.255219298 0.205665426 1.1297Ukuran 0.107918513 0.088650836 0.058193189 0.09922 0.170146199 0.102832713 0.62696Tingkat Kritis Persediaan 0.107918513 0.066488127 0.058193189 0.04961 0.085073099 0.15424907 0.52153Waktu Kedatangan 0.080938884 0.066488127 0.043644892 0.04961 0.0283577 0.051416357 0.32046
Matrix Perbandingan Jenis Material Periode Penyimpanan Frekuensi Kebutuhan Ukuran Tingkat Kritis Persediaan Waktu Kedatangan Jumlah
Nilai Prioritas 0.3238 0.2660 0.1746 0.0992 0.0851 0.0514
Jenis Material 0.3238 0.5319 0.5237 0.2977 0.2552 0.2057 2.1380Periode Penyimpanan 0.1619 0.2660 0.5237 0.2977 0.3403 0.2057 1.7952Frekuensi Kebutuhan 0.1079 0.0887 0.1746 0.2977 0.2552 0.2057 1.1297Ukuran 0.1079 0.0887 0.0582 0.0992 0.1701 0.1028 0.6270Tingkat Kritis Persediaan0.1079 0.0665 0.0582 0.0496 0.0851 0.1542 0.5215Waktu Kedatangan 0.0809 0.0665 0.0436 0.0496 0.0284 0.0514 0.3205
T. Kritis PersediaanW. KedatanganJumlahMatrix Perbandingan J. Material P. Penyimpanan F. Kebutuhan Ukuran
Jenis Material 2.1380 6.6036Periode Penyimpanan 1.7952 6.7501Frekuensi Kebutuhan 1.1297 6.4710Ukuran 0.6270 6.3187Tingkat Kritis Persediaan 0.5215 6.1304Waktu Kedatangan 0.3205 6.2326
jumlah 38.5064rata-rata 6.4177CI 0.0835CR 0.0674
Matrix Perbandingan Jumlah nilai eigen
90
Batas klasifikasi ABC berfungsi sebagai acuan nilai batas dalam pengelompokkan bahan baku. Dengan adanya batas klasifikasi ABC kita dapat mengkategorikan bahan baku yang tergolong kedalam kelas A kelas B dan kelas C. Batas klasifikasi didapat dari perhitungan nilai composite weight dengan rumus prioritas dari masing-masing kriteria dikali dengan prioritas alternatif dari masing masing kriteria seperti pada tabel dibawah ini :
Tabel VIII. Batas Nilai Klasifikasi ABC
Batas-batas kelas yang didapat untuk pengelompokkan gudang bahan baku pada PT.HIMuntuk bagian perakitan Body dan perakitan Trim adalah sebagai berikut :
1. Batas kelas A = ≥0.584981 2. Batas kelas B = ≤0.584981 ≥0.139247 3. Batas kelas C = ≤0.139247
Klasifikasi bahan baku dihitung untuk tiap kriteria. Sebagai contoh, kriteria Jenis Material bagian Body terdiri dari jenis material rapuh, sedang dan kuat. Jenis material yang rapuh diberi kode 1, jenis material sedang diberi kode angka 2, dan jenis material kuat diberi kode angka 3. Pemberian angka ini berdasarkan tingkat kepentingan yang harus lebih diperhatikan dibandingkan dengan yang lainnya ini sesuai dengan prioritas yang telah dihitung. Seperti yang telah kita ketahui bahwa jenis material rapuh memiliki prioritas paling tinggi yang berarti bahwa material bahan baku kategori rapuh ini harus lebih diperhatikan dibanding yang lain dengan alasan material ini mudah rusak dan patah seperti tabel dibawah ini :
Tabel IX. Nilai Prioritas Jenis Material
Setelah melakukan perhitungan nilai batas-batas kelas klasifikasi dan perhitungan nilai klasifikasi dari masing-masing kriteria kemudian dilakukan klasifikasi bahan baku dengan cara menjumlahkan nilai kalsifikasi dari masing-masing kriteria sehingga didapat case-case yang termasuk kedalam kelas A, kelas B, dan kelas C sesuai dengan batas yang telah ditentukan (Dwijayanto,Y.2015), berikutnya dilakukan cara yang sama untuk perhitungan bahan baku bagian Trim. Batas nilai untuk kelas A berlaku: kelas A ≥0.584981 untuk kelas B berlaku: ≤0.584981 kelas B≥0.139247 adalah dan untuk kelas C berlaku : kelas C ≤ 0.139247 sesuai dengan tabel dibawah ini :
Tabel X. Klasifikasi ABC Bahan Baku (Body)
III.5 Perancangan Layout Gudang Bahan Baku
Didalam gudang bahan baku PT.HIM ada beberapa area atau ruangan yang harus susun dalam rancangan layout gudang bahan baku. Area-area tersebut berjumlah 18 area seperti Accessories area, Trim out, Unloading, In area, Garbage, Out area, Sumara, Trim C, Penyimpanan Forklift, Body C, Trim in, Trim A, Trim B, Body B, Exercess part, Body A, Body in, dan Body out.
Dalam pembuatanActivity relationship chart ada beberapa alasan yang harus dipertimbangkan dalam peletakkan
1 2 3 1 2 3
Jenis Material 0.3238 0.5889 0.2519 0.1593 0.1907 0.0815 0.0516
Periode Penyimpanan 0.2660 0.5119 0.3601 0.1279 0.1362 0.0958 0.0340
Frekuensi Kebutuhan 0.1746 0.6232 0.2395 0.1373 0.1088 0.0418 0.0240
Ukuran 0.0992 0.6768 0.1925 0.1307 0.0672 0.0191 0.0130
Tingkat Kritis Persediaan 0.0851 0.6232 0.2395 0.1373 0.0530 0.0204 0.0117
Waktu Kedatangan 0.0514 0.5679 0.3339 0.0982 0.0292 0.0172 0.0050
jumlah 0.5850 0.2758 0.1392
A B C
bobot alternatif
kriteria level 2
composite weight
level 2 1 2 3
0.3238 0.5889 0.2519 0.1593JM
Case No JM PP FK UK TK WK Total Kelas71 0.0516 0.0958 0.0240 0.0130 0.0117 0.0050 0.2010 B
001 0.1907 0.1362 0.1088 0.0672 0.0530 0.0292 0.5850 A
002 0.1907 0.1362 0.1088 0.0672 0.0530 0.0292 0.5850 A
003 0.1907 0.1362 0.1088 0.0672 0.0530 0.0292 0.5850 A
004 0.1907 0.1362 0.1088 0.0672 0.0530 0.0292 0.5850 A
011 0.1907 0.1362 0.1088 0.0672 0.0530 0.0292 0.5850 A
012 0.1907 0.1362 0.1088 0.0672 0.0530 0.0292 0.5850 A
013 0.1907 0.1362 0.1088 0.0672 0.0530 0.0292 0.5850 A
014 0.1907 0.1362 0.1088 0.0672 0.0530 0.0292 0.5850 A
017 0.1907 0.1362 0.1088 0.0672 0.0530 0.0292 0.5850 A
018 0.1907 0.1362 0.1088 0.0672 0.0530 0.0292 0.5850 A
019 0.1907 0.1362 0.1088 0.0672 0.0530 0.0292 0.5850 A
020 0.1907 0.1362 0.1088 0.0672 0.0530 0.0292 0.5850 A
021 0.0815 0.1362 0.0418 0.0191 0.0204 0.0172 0.3161 B
022 0.0815 0.1362 0.0418 0.0191 0.0204 0.0172 0.3161 B
023 0.0815 0.1362 0.0418 0.0191 0.0204 0.0172 0.3161 B
030 0.0815 0.1362 0.0418 0.0191 0.0204 0.0172 0.3161 B
031 0.1907 0.1362 0.1088 0.0672 0.0530 0.0292 0.5850 A
032 0.1907 0.1362 0.1088 0.0672 0.0530 0.0292 0.5850 A
033 0.1907 0.1362 0.1088 0.0672 0.0530 0.0292 0.5850 A
034 0.1907 0.1362 0.1088 0.0672 0.0530 0.0292 0.5850 A
035 0.1907 0.1362 0.1088 0.0672 0.0530 0.0292 0.5850 A
036 0.1907 0.1362 0.1088 0.0672 0.0530 0.0292 0.5850 A
040 0.1907 0.1362 0.1088 0.0672 0.0530 0.0292 0.5850 A
041 0.1907 0.1362 0.1088 0.0672 0.0530 0.0292 0.5850 A
042 0.1907 0.1362 0.1088 0.0672 0.0530 0.0292 0.5850 A
043 0.1907 0.1362 0.1088 0.0672 0.0530 0.0292 0.5850 A
051 0.0815 0.1362 0.0418 0.0191 0.0204 0.0172 0.3161 B
052 0.0815 0.1362 0.0418 0.0191 0.0204 0.0172 0.3161 B
053 0.0815 0.1362 0.0418 0.0191 0.0204 0.0172 0.3161 B
054 0.0815 0.1362 0.0418 0.0191 0.0204 0.0172 0.3161 B
055 0.0815 0.1362 0.0418 0.0191 0.0204 0.0172 0.3161 B
056 0.0815 0.1362 0.0418 0.0191 0.0204 0.0172 0.3161 B
057 0.0815 0.1362 0.0418 0.0191 0.0204 0.0172 0.3161 B
058 0.0815 0.1362 0.0418 0.0191 0.0204 0.0172 0.3161 B
059 0.0815 0.1362 0.0418 0.0191 0.0204 0.0172 0.3161 B
060 0.0815 0.1362 0.0418 0.0191 0.0204 0.0172 0.3161 B
061 0.0815 0.1362 0.0418 0.0191 0.0204 0.0172 0.3161 B
062 0.0815 0.1362 0.0418 0.0191 0.0204 0.0172 0.3161 B
063 0.0815 0.1362 0.0418 0.0191 0.0204 0.0172 0.3161 B
064 0.0815 0.1362 0.0418 0.0191 0.0204 0.0172 0.3161 B
065 0.0815 0.0958 0.0418 0.0191 0.0204 0.0172 0.2758 B
066 0.0815 0.0958 0.0418 0.0191 0.0204 0.0172 0.2758 B
067 0.0815 0.0958 0.0418 0.0191 0.0204 0.0172 0.2758 B
068 0.0815 0.0958 0.0418 0.0191 0.0204 0.0172 0.2758 B
069 0.0815 0.0958 0.0418 0.0191 0.0204 0.0172 0.2758 B
Case No JM PP FK UK TK WK Total Kelas
070 0.051561 0.0958 0.023968 0.0129715 0.0116795 0.005049 0.2010084 B
072 0.051561 0.0958 0.023968 0.0129715 0.0116795 0.005049 0.2010084 B
073 0.051561 0.0958 0.023968 0.0129715 0.0116795 0.005049 0.2010084 B
074 0.051561 0.0958 0.023968 0.0129715 0.0116795 0.005049 0.2010084 B
075 0.051561 0.0958 0.023968 0.0129715 0.0116795 0.005049 0.2010084 B
076 0.051561 0.0958 0.023968 0.0129715 0.0116795 0.005049 0.2010084 B
101 0.051561 0.0958 0.023968 0.0129715 0.0116795 0.005049 0.2010084 B
102 0.051561 0.0958 0.023968 0.0129715 0.0116795 0.005049 0.2010084 B
103 0.051561 0.0958 0.023968 0.0129715 0.0116795 0.005049 0.2010084 B
104 0.051561 0.0958 0.023968 0.0129715 0.0116795 0.005049 0.2010084 B
105 0.051561 0.0958 0.023968 0.0129715 0.0116795 0.005049 0.2010084 B
106 0.051561 0.0958 0.023968 0.0129715 0.0116795 0.005049 0.2010084 B
107 0.051561 0.0958 0.023968 0.0129715 0.0116795 0.005049 0.2010084 B
108 0.051561 0.0958 0.023968 0.0129715 0.0116795 0.005049 0.2010084 B
109 0.0516 0.0340 0.0240 0.0130 0.0117 0.0050 0.1392 C
110 0.0516 0.0340 0.0240 0.0130 0.0117 0.0050 0.1392 C
121 0.0516 0.0340 0.0240 0.0130 0.0117 0.0050 0.1392 C
122 0.0516 0.0340 0.0240 0.0130 0.0117 0.0050 0.1392 C
123 0.0516 0.0340 0.0240 0.0130 0.0117 0.0050 0.1392 C
124 0.0516 0.0340 0.0240 0.0130 0.0117 0.0050 0.1392 C
125 0.0516 0.0340 0.0240 0.0130 0.0117 0.0050 0.1392 C
126 0.0516 0.0340 0.0240 0.0130 0.0117 0.0050 0.1392 C
131 0.1907 0.1362 0.1088 0.0672 0.0530 0.0292 0.5850 A
251 0.1907 0.1362 0.1088 0.0672 0.0530 0.0292 0.5850 A
252 0.1907 0.1362 0.1088 0.0672 0.0530 0.0292 0.5850 A
91
kedekatan rungan-ruangan tersebut. Alasan-alasan ini diambil sesuai dengan situasi pada PT.HIM seperti tabel dibawah ini:
Tabel XI. Alasan Activity Relationship Chart
Area-area yang ada pada gudang bahan baku PT.HIM akan didekatkan beradasarkan alasan-alasan diatas. Ruangan atau area yang harus didekatkan atau yang tidak penting didekatkan akan diberi lambang A, E, I, O, U, dan X. Perhitungan total closeness rating (TCR) dihitung berdasarkan Activity Relationship Chart . setiap lambang yang ada pada ARC memiliki nilai yang berarti semakin besar nilai yang ada semakin besar kedekatan antar area. Nilai A= 6, E=5, I=4, O=3, U= 2 dan X = 1.
Gambar 2. Activity relationship chart area gudang bahan baku Nilai-nilai ini yang digunakan untuk perhitungan TCR seperti tabel dibawah ini:
Tabel XII. Perhtiungan TCR Area Gudang Bahan Baku
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa In area memiliki nilai
TCR yang paling tinggi yaitu 77 artinya, bahwa In area merupakan area yang paling berkaitan dengan area lainnya dan menjadi pusat dalam perancangan layout gudang bahan baku. Setelah melakukan perhitungan TCR kemudian lakukan perhitungan iterasi untuk penyusunan layout terbaik. Yang akan menjadi area yang akan masuk pada area pada iterasi pertama adalahIn area karena memiliki nilai TCR tertinggi.Untuk iterasi kedua, akan dimasukkan area yang memiliki kedekatan tertinggi dengan area yang sudah terpilih pada iterasi pertama yaitu Accessories Area, Trim out dan Unloading. Ketiga area inimemiliki nilai kedekatan yang sama yaitu 6 jika, nilai kedekatannya sama seperti diatas maka untuk pemilihan iterasi selanjutnya dilihat berdasarkan nilai TCR terbesar dari ketiga area tersebut. Accessories Area memiliki nilai TCR 69, Trim out memiliki nilai TCR 67 dan Unloading memiliki nilai TCR 70. Berdasarkan nilai TCR terbesar dari ketiga area diatas maka Unloading terpilih sebagai iterasi selanjutnya. Untuk iterasi selanjutnya lakukan hal yang sama sampai pada iterasi 18 hingga menghasilkan Layout alternative 1 dan 2 seperti berikut :
Alternatif 1 :
Alternatif 2 : 1. Alternatif 1 Alternatif 2
Berdasarkan hasil iterasi didapatkan 2 output hasil rancangan layout alternatif. Pemilihan layout alternatif terbaik dari 2 layout diatas adalah dengan menyesuaikan kembali dengan activity relationship chart. Apabila area yang berdekatan sesuai dengan activity relationship chart maka diberi nilai 1 dan apa bila sebaliknya maka diberi nilai 0. Perhatikan tabel berikut :
Tabel XII. Perhitungan Alternatif 1
Tabel XIII. Perhitungan Alternatif 2
No Alasan1 Merupakan jenis bahan baku yang sama
2 Merupakan bahan baku yang sering masuk
3 Memudahkan pengawasan bahan baku
4 Memudahkan pengangkutan
5 Merupakan bahan baku yang sering keluar
6 Memudahkkan penanganan darurat
7 Tidak ada hubungan antara setiap bahan baku
8 Mempersempit jalur perlintasan / ruang gerak jadi terbatas
18 Body Out
4,5,6,2,3
17 Body In
4,5,6,2,3 4,5,2E
4,5,6,2,3A
16 Body A
4,5,2 4,6 7.8
15 Exercess Part
4,6 7.8 7.8
E I4,5,2 4,6
A E
7.8E E U
7.8A U U
4,5,6,2
7.8U U U U 7.8 7.8 7.8 7.8
7.8
14 Body B
7.8 7.8 7.8 7.8
I U U U
7.8 7.8U U U U U
7.8 7.8U U U U O
13 Trim B
4,5,6,2,3 7.8 7.8 7.8
7.8 7.8 7.8
7.8 7.8 7.8A U O U O O
7.8 7.8 4,6E O O O O O
12 Trim A
4,5,6,2,3 4,5,2 7.8 7.8
4,5,6,2,3 7.8 7.8
I4,6
A E O O O O I4,5,2 4,6 4,6 4,6 7.8 4,6
I I
11 Trim In
4,5,2 4,6 7.8 7.8 7.8 4,6E E O O U I
4,6 4,6,5E I E I O I
E I I I4,5,6,2 7.8 7.8 7.8 1,4,5 4,6 4,6,5 4,6
E I I
10 Body C
4,6 7.8 7.8 7.8 7.8I O O U O O
7.8 4,6,5 4,6 4,6A O O U
I7.8 7.8 7.8 4,6 4,6 7.8 4,6 4,6
I
9 Penyimpanan Forklift
4,6 4,6 7.8 4,6 4,6 4,6,5E I U I I E
7.8 4,6O O U I E U I
U 7.8 7.8 4,6 4,6 4,6,5 4,6 7.8
4,6 4,6U U I I I I
E I I
8 Trim C
7.8 7.8 1,4,5 4,6 4,6,5
7 Sumara
4,6,2
U U E I
U
I4,6,2 7.8 7.8 4,6,5,2 4,6 4,6
4,6 4,6I O O A I
7,8 4,6 7.8I
O O I7,8 4,6 7,8 7.8 4,6
O
6 Out Area
1,4,5 4,6 7 4,6 7.8U E
I U E O I
4 In Area
I4,6,2 7 4,6 4,6
E E O I
5 Garbage
4,5 4,5 7 4,6I O I
O O7.8 7 7
I E O
U = Tidak Penting DekatA O I
4,5 7 4,6U
E
3 Unloading
4,6 4,5,6 I = Penting DekatA U O = Biasa-biasa Saja
4,6 7,8
1 Accessories Area
A
2 Trim Out
4,5,6E
2,5 A = Mutlak DidekatkanE A E = Sangat Penting Didekatkan
From
To
AA A E A U I O E I O I I I I U I I I 69 3
TO A I A O O O I I O I I I I U I I I 67 4
U E I A U E O O O O A E I E U E I I 70 2
IA A A A I I E E E O I E E E O I I I 77 1
GG U O U I E U U O E I I I O E I I I 61 9
OA I O E I E I I U U U U U U U O O O 53 18
S O O O E U I U U I O O O O I O O O 54 17
TC E I O E U I U E O O O O E O O O O 60 11
PF I I O E O U U E I A E I O O U U U 60 12
BC O O O O E U I O I E E E O O U U U 58 15
TI I I A I I U O O A E A E U U U U U 61 10
TA I I E E I U O O E E A A U U U U U 63 5
TB I I I E I U O O I E E A U U U U U 60 13
BB I I E E O U O E O O U U U I A E I 63 6
EP U U U O E U I O O O U U U I E E E 55 16
BA I I E I I O O O U U U U U A E A E 63 7
BI I I I I I O O O U U U U U E E A A 62 8
BO I I I I I O O O U U U U U I E E A 60 14
BI BO TCRTI TA TB BB EP UrutanBCGG OA S TC PF BAAA TO U IA
From
To
IA A A I I E E E O I E E E O I I I
U E I U E O O O O A E I E U E I I
11 10 6 9 8 8 8 6 10 10 9 10 5 9 8 8
EP BA BI BOPF BC TI TAAA TO GG OA S TC TB BB
U
IA
IA U
GG EP S OA
BO
BI BA BB BC
TI TA TB TC
TO PF
U AA
IA
IA U
TI TO AA
TA PF BI BO
TB BB BA GG
TC BC S EP
OA
AA TO U IA GG OA S TC PF BC TI TA TB BB EP BA BI BO
1 1 1 0 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1
1 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 1 1 1 0 1
1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1
1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1
0 1 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1
1 0 1 0 0 1 1 0 1 1 0 1
1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0
1 1 1 0 0 1 1 1 1 1
1 1 0 1 0 0 1 1 1
0 0 0 0 1 1 1 1
0 0 0 0 0 1 1
0 0 1 0 0 1
0 1 0 0 1
1 0 1 0
0 0 1
0 0
0
9 8 10 3 5 9 11 7 7 5 1 5 5 3 2 2 1 0
92
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa layout alternatif 1 memiliki total nilai kedekatan paling besar yaitu 93 dibandingkan dengan total nilai kedekatan layout alternatif 2 yaitu sebesar 75. Maka layout alternatif yang terpilih adalah layout alternatif 1. Hasil rancangan layout akhir adalah hasil penggabungan hasil pengelompokkan bahan baku proses perakitan Body dan proses perakitan Trim kedalam area Body dan area Trim yang ada pada layout usulan gudang bahan baku seperti pada gambar berikut ini.
Gambar 3. Layout usulan gudang bahan baku
Gambar 4. Layout usulan gudang bahan baku akhir
III.6Analisis Perbandingan Layout Usulan Terhadap Layout Awal
Analisis layout dilakukan dengan cara membandingkan jarak antara layout usulan alternatif terbaik dengan layout gudang bahan baku saat ini yang ada pada PT.HIM. Pada saat ini layout gudang bahan baku PT.HIM adalah seperti gambar dibawah ini:
Gambar 5.Layout Gudang Bahan Baku PT.HIM saat ini.
AA TO U IA GG OA S TC PF BC TI TA TB BB EP BA BI BO
1 0 1 0 0 1 1 0 0 0 1 1 0 0 0 1 1
1 1 1 0 0 1 1 0 0 0 0 1 1 1 0 0
0 1 0 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 0
0 1 1 0 1 0 1 1 0 1 0 0 1 0
0 1 1 0 0 1 1 0 0 1 0 1 1
1 0 1 0 0 1 1 0 1 1 0 1
0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0
0 1 0 0 0 1 1 1 1 1
1 1 0 0 0 1 0 1 1
0 0 0 0 1 0 1 1
0 0 0 0 1 0 1
0 0 1 0 0 0
0 1 0 0 1
1 0 0 0
0 0 1
0 0
1
5 8 7 1 4 8 9 5 4 4 1 5 4 1 0 1 1 0
93
Berdasarkan layout gudang bahan baku PT HIM saat ini diketahui bahwa total jarak pengangkutan bahan baku dalam penyusunan dan pengangkutan bahan baku adalah 2005,22m. Jarak diukur dengan menggunakan pengukuran jarak Aisleyaitu jarak aktual sepanjang lintasan yang dilalui oleh alat angkut pemindahan bahan atau material handling. Berdasarkan cara pengukuran jarak Aisle diatas maka jarak lintasan layout awal adalah sebagai berikut :
TABEL XIV. Jarak LintasanLayout Awal
Untuk layout usulan alternatif terbaik jarak lintasan adalah seperti tabel berikut ini:
TABEL XV. Jarak lintasan layout usulan
Berdasarkan tabel-tabel diatas dapat dilihat bahwa layout usulan memiliki total jarak lintasan lebih kecil dibandingkan dengan layout awal yang ada pada PT.HIM. Layout awal memiliki total jarak lintasan sebesar 2005,22m dan
layoutusulan memiliki total jarak lintasan sebesar 924,06m. Hal ini akan mengurangi biaya material handling dan akan mengurangi waktu pengiriman bahan baku ke proses produksi.
IV. KESIMPULAN
Dengan menggunakan pendekatan pendekatan AHP, khususnya metode Pairwise Comparison untuk penentuan bobot kriteria, dapat ditentukan pengelompokkan bahan baku di gudang bahan baku sesuai dengan kebutuhan PT HIM. Pengelompokkan bahan baku didasarkan atas Klasifikasi ABC multi kriteria, meliputi kriteria jenis material, frekuensi kebutuhan,periode penyimpanan, ukuran, tingkat kritis persediaan dan waktu kedatangan. Batas-batas kelas yang didapat untuk pengelompokkan gudang bahan baku pada PT.HIM adalah sebagai berikut. Untuk kelas A berlaku : kelas A ≥0.584981 untuk kelas B berlaku : ≤0.584981 kelas B≥0.139247 adalah dan untuk kelas C berlaku : kelas C ≤ 0.139247.
Hasil rancangan tata letak gudang bahan baku yang sudah mengikuti hasil pengelompokkan klasifikasi ABC multi kriteria yang telah didapatkan serta pemanfaatan algoritma Relationship Diagramming memberikan tata letak dengan jarak lintasan lebih kecil sehingga dapat mengurangi waktu pengiriman bahan baku ke lantai produksi.
REFERENSI [1] Heizer, Jay and Render, Barry, Operation Management. Pearson
International Edition, 2007. [2] Suahati, A.F. ”Rancangan Sistem Persediaan Spare Part Consumable
Berdasarkan Klasifikasi Spare Part Pada PT. Universal Tekno Reksajaya”, Tugas Akhir Sarjana Strata-1. Jakarta. Program Studi Teknik Industri, Universitas Trisakti, 2012
[3]Tersine, Richard J.,Principles Of Inventory and Materials Management, Fourth Edition. New Jersey: Prentice-Hall International, 1994.
[4] Wang, N.C. and Kang, R., “Analyzing of Spares Inventory Management Policy Based On The Analytic Hierarchy Process”, Taylor & Francis Group, London, 2007.
[5] Silver, E. A., D. F. Pyke, and R. Peterson, Inventory Management and Production Planning and Scheduling. New York: John Wiley & Sons, 1998.
[6] Marie, I.A dan Dwijayanto,Y.,“Rancangan Kebijakan Persediaan Spare Part untuk Mengatasi Shortage di Perum Damri SBU Transjakarta Busway Koridor 1 dan VIII”.Prosiding Seminar Nasional Teknik Industri, Universitas Trisakti. Jakarta, 2016,kode TI-035.
No From To Jarak
1 Accessories Area Out Area 10225
2 Trim Out Out Area 15460
3 Unloading In Area 3125
4 In Area In Area 0
5 Garbage Out Area 6525
6 Out Area Out Area 0
7 Sumara Out Area 17610
8 Trim C Out Area 8705
9 Penyimpanan Forklift Unloading 22925
10 Body C Out Area 12705
11 Trim In Unloading 7310
12 Trim A Out Area 12705
13 Trim B Out Area 8705
14 Body B Out Area 15421
15 Exercess Part Out Area 20910
16 Body A Out Area 15421
17 Body In Unloading 7310
18 Body Out Out Area 15460
Total 200522
No From To Jarak
1 Accessories Area Out Area 2030
2 Trim Out Out Area 4080
3 Unloading In Area 600
4 In Area In Area 0
5 Garbage Out Area 11600
6 Out Area Out Area 0
7 Sumara Out Area 3500
8 Trim C Out Area 6380
9 Penyimpanan Forklift Unloading 4225
10 Body C Out Area 4030
11 Trim In Unloading 4753
12 Trim A Out Area 10380
13 Trim B Out Area 8380
14 Body B Out Area 5730
15 Exercess Part Out Area 6235
16 Body A Out Area 7730
17 Body In Unloading 4753
18 Body Out Out Area 8000
Total 92406
94
Pendekatan Lean Startuppada Desain Produk dan Teknik Perancangan Fasilitas pada Kondisi Iklim Bisnis yang Penuh
dengan Ketidakpastian Wisnu Sakti Dewobroto1, Iveline Anne Marie2
1,2Jurusan Teknik Industri Universitas Trisakti Kampus A USAKTI, Jln. Kyai Tapa No. 1 Jakarta 11440
1*[email protected];[email protected]
Intisari— Perusahaan yang sukses dapat memberikan produk yang sesuai dengan keinginan konsumen. Terdapat dua pendekatan dalam proses pembuatan produk yaitu Proses Pengembangan Produk dan juga Lean Startup. Penelitian ini bertujuan untuk menuangkan pemikiran metode Lean Startup dan penerapannya dalam desain produk khususnya pada kondisi iklim bisnis yang penuh ketidakpastian. Setelah membandingkan kedua metode, pendekatan Lean Startup tepat dilakukankarena proses validasi di setiap proses pengembangan produk dipastikan akan meningkatkan kemungkinan produk yang sesuai dengan keinginan konsumen dan juga mengurangi waktu yang dibutuhkan mulai dari desain produk hingga sampai ke market.Guna mendukung konsep Lean disegala proses, terdapat dua teknik yang mungkin diterapkan untuk mendukung sistem operasional lean, yaitu dibentuknya sel-sel one worker multiple machine (OWMM) dan sel-sel Group Technology (GT). Kata kunci— Desain Produk, Lean Startup, Perancangan Fasilitas, Value Proposition Abstract— Successful companies must deliver products that fit with consumers' needs. There are two approaches in the process of product design that are Product Development Process and also Lean Startup. This study aims to share some insights about Lean Startup method and its application in product design especially in uncertainty business condition. Between two methods, the Lean Startup approach is more appropriate because the validation process in each product development process will increase the possibility of the product to meet customers’ needs and also can reduce the time required from the design of the product up to the market.In order to support the leanmethodology in all processes, there are two techniques that may be applied to support lean systems, namely the formation of one-worker multiple machine (OWMM) and Group Technology (GT). Keywords— Product development, Lean Startup, Facilities Planning, Value Proposition
I. PENDAHULUAN
Perusahaan dikategorikan sukses apabila Perusahaan tersebut dapat memberikan produk yang sesuai dengan keinginan konsumen dan penggunanya. Dalam proses desain yang berkelanjutan, dikenal proses Product Process Development yang berfokus pada kebutuhan pengguna atau konsumennya. Seiring dengan kondisi bisnis yang terus berubah, berkembang pendekatan Lean Startup yang diadopsi dari pendekatan manufaktur yang sekarang diaplikasikan di setiap proses dalam manajemen dan bisnis, bahkan produk baru. Dalam hal pembuatan produk, pendekatan Lean Startup lebih menekankan pada proses membangun bisnis dari sebuah produk, dan tidak mendasar detail mengenai sisi teknis produk.
Dalam perkembangan keilmuan Teknik Industri, banyak hal yang telah berkembang mengikuti kebutuhan konsumen, industri nasional maupun global sejalan dengan kemajuan perkembangan jaman. Perkembangan sistem manufaktur (extended manufacturing system) mengarahkan para pelaku dalam sistem manufaktur untuk terus maju, melakukan perbaikan berkelanjutan, menyesuaikan dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan masyarakat industri modern serta
melihat perusahaan sebagai bagian dari rantai pasok perusahaan lainnya.
Artikel ini akan membahas utamanya mengenai proses rancangan dan pembuatan produk dengan membandingkan antara kedua pendekatan yaitu Product Process Development dan Lean Startup. Kemudian, pembahasan dilanjutkan dengan argumentasi metode yang paling cocok khususnya di kondisi bisnis yang tidak menentu yang dilanjutkan dengan dampak terhadap terhadap perancangan fasilitas. Karena diketahui bahwa, rancangan produk dipengaruhi oleh pertimbangan estetika, fungsi, material dan juga berdampak pada proses manufaktur untuk memenuhi nilai (value) yang dibutuhkan oleh pelanggan. Perencanaan fasilitas akan menentukan bagaimana aktivitas-aktivitas dari fasilitas-fasilitas produksi pada suatu industri dapat diatur sedemikian rupa sehingga mampu menunjang upaya pencapaian tujuan pokok secara efektif dan efisien.
II. METODOLOGI PENELITIAN
Artikel ini bertujuan untuk menuangkan pemikiran metode Lean Startup dan penerapannya dalam Desain Produk. Kemudian, akan didapatkan teknik perancangan fasilitas untuk
95
mendukung pendekatan Lean Startup dalam proses Desain Produk. Referensi teori yang diperoleh dijadikan sebagai dasar dan alat utama dalam penelitian ini.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Produk adalah sesuatu yang dijual oleh perusahaan pada konsumen (customer) nya. Desain produk adalah seluruh aktifitas untuk membuat produk dimulai dari melihat potensi market yang dilanjutkan dengan produksi, penjualan dan pengiriman produk tersebut ke konsumen. Karakteristik Desain produk yang baik antara lain adalah : 1. Mengutamakan kualitas yang diukur dari produk yang
sesuai dengan kebutuhan dan kesediaan konsumen untuk membeli produk tersebut.
2. Biaya pembuatan produk yang sesuai dengan Value dari produk tersebut. Dimana biaya pembuatan produk akan berpengaruh pada harga jual dan keuntungan produk.
3. Memperhitungkan dimensi kualitas sebuah produk yang termasuk didalamnya (Chen et.al., 2015): Performance, Durability, Conformance to Specification, Features, Reliability, Aesthetics, Perceived Quality.
Dalam prosesnya untuk mendapatkan produk yang baik akan dibahas dua pendekatan yaitu Product Development Process dan Lean Startup. III.1. Product Development Process Proses pengembangan produk secara umum terbagi menjadi beberapa fase.
GAMBAR 1. PROSES PENGEMBANGAN PRODUK (ULRICH, EPPINGER, 2012)
Proses diawalai dengan suatu fase perencanaan, yang berkaitan dengan kegiatan – kegiatan pengembangan teknologi dan penelitian tingkat lanjut. Output fase perencanaan adalah pernyataan misi proyek, yang merupakan intput yang dibutuhkan untuk memulai tahap pengembangan konsep dan merupakan pentunjuk bagi tim pengembangan. Penyelesaian dari proses pengembangan produk adalah peluncuran produk yang kemudian produk sampai kepada konsumen. Dalam proses Pengembangan produk tercakup didalamnya kegiatan-kegiatan yang sangat penting dilakukan yaitu :
1. Identifikasi kebutuhan pelanggan. Sasaran kegiatan ini adalah untuk memahami kebutuhan konsumen dan mengkomunikasikannya secara efektif kepada tim pengembangan.
2. Penetapan spesifikasi target. Spesifikasi merupakan terjemahan dari kebutuhan konsumen menjadi kebutuhan secara teknis.
3. Penyusunan konsep. Konsep produk adalah sebuah gambaran atau perkiraan mengenai teknologi, prinsip kerja, dan bentuk produk.
4. Pemilihan konsep. Pemilihan konsep merupakan kegiatan dimana berbagai konsep dianalisis secara
berturutturut, kemudian dieliminasi untuk mengidentifikasi konsep yang paling menjanjikan.
5. Pengujian konsep.Satu atau lebih konsep diuji untuk mengetahui apakah kebutuhan konsumen telah terpenuhi, memperkirakan potensi pasar dari produk, dan mengidentifikasi beberapa kelemahan yang harus diperbaiki selama proses pengembangan selanjutnya.
6. Penentuan spesifikasi akhir. Spesifikasi target yang telah ditentukan di awal proses ditinjau kembali setelah proses dipilih dan diuji.
7. Perencanaan proyek. Pada kegiatan akhir pengembangan konsep ini, tim membuat suatu jadwal pengembangan secara rinci, menentukan strategi untuk meminimasi waktu pengembangan, dan mengidentifikasi sumber daya yang digunakan untuk menyelesaikan proyek.
8. Analisis ekonomi. Analisis ekonomi digunakan untuk memastikan kelanjutan program pengembangan menyeluruh dan memecahkan tawar-menawar spesifik, misalnya antara biaya manufaktur dan biaya pengembangan..
9. Analisa produk-produk pesaing. Pemahaman mengenai produk pesaing adalah penting untuk penentuan posisi produk baru yang berhasil dan dapat menjadi sumber ide yang kaya untuk rancangan produk dan proses produksi.
10. Pemodelan dan pembuatan prototype. Setiap tahapan dalam proses pengembangan konsep melibatkan banyak bentuk model dan prototipe. Hal ini mencakup antara lain model pembuktian konsep yang akan membantu tim pengembangan dalam menunjukkan kelayakan model yang ditunjukkan kepada konsumen untuk mengevaluasi keergonomisan dan gaya, sedangkan model lembar kerja adalah untuk pilihan teknis.
III.2. Lean Startup
Proses Lean Startuppada prinsipnya bertujuan untuk mengurangi waste dengan meningkatkan frekuensi kontak dengan customer, sehingga pengujian dapat dilakukan dan menghindari asumsi pasar yang tidak benar sedini mungkin dan akhirnya mendapatkan produk yang valid.Tahap validasi awal dimulai dengan hipotesa siapa (calon) customer, apa kebutuhannya, berapa banyak dan sebagainya. Kemudian hipotesa konsumen tersebut di validasi langsungkepada calon konsumen untuk menentukan apakah produk sudah sesuai dengan yang diinginkan (Blank, 2012)
Dalam sebuah bisnis, Lean Startup merupakan metode yang meminimalisasi risiko, terutama dengan cara mengandalkan iterasi (langkah pengulangan) dari product ke market untuk mendapatkan feedback yang berkualitas secepat mungkin dan sesering mungkin dari market (Blank, 2012).
Hal lain yang penting dalam metode Lean Startup adalah Validated Learning yang dapat didefinisikan sebagai proses untuk mencari tahu fakta yang relevan terkait dengan desain sebuah produk. Pada proses ini diawali dengan menggunakan asumsi/hipotesa yang kemudian diuji dengan eksperimen
96
lapangan untuk memperoleh tanggapan dari calon pelanggan apakah hipotesis yang dibuat benar.
GAMBAR 2.PROSES UTAMA LEAN STARTUP
Siklus atau proses utama dalam Lean Startup adalah Build
Measure dan Learn.Tujuan dari Build-Measure-Learn adalah untuk memberikan fakta yang dibutuhkan dalam Validated Learning, proses dari Build-Measure-Learn digambarkan sebagai tiga tahap yang berulang sebagai berikut:
• Build: Buat produk berdasarkan hipotesis-hipotesis inti yang telah diuji dengan Validated Learning. Untuk pertama kali produk yang dibuat berupa Minimum Viable Product (“MVP”). MVP adalah produk dalam bentuk minimal yang hanya memiliki fitur-fitur inti untuk menguji lebih lanjut hipotesis-hipotesis yang belum tervalidasi.
• Measure: Kumpulkan data reaksi,saran, masukan dan umpan balik dari pengguna MVP dan ukur hasil yang diperoleh dengan tujuan memperoleh pengetahuan terkait hiposis yang diuji.
• Learn: Buat kesimpulan dari hasil proses Measure apakah hipotesis yang diuji benar atau salah. Hasil dari tahap Learn kemudian digunakan sebagai dasar untuk melakukan perbaikan atau perubahan terhadap produk atau strategi.
Kesimpulan yang diambil dari proses ini juga menentukan keputusan apakah kemudian Pendiri Startup harus “Persevere” atau “Pivot”. Persevere adalah melanjutkan proses pengembangan dengan strategi atau produk yang sama, sedangkan Pivot adalah melakukan perubahan atau mengganti sebagian atau seluruh strategi atau produk. III.3. Perbandingan Product Process Development dan Lean Startup. Dari penjabaran kedua metode dalam proses desain produk dapat dilihat persamaan dan perbedaan utama dalam prosesnya.
• Berfokus pada Konsumen. Dalam hal orientasi pada pengguna, kedua metode mempunyai kesamaan. Pengguna atau konsumen merupakan hal yang penting dan harus dipastikan dalam prosesnya terdapat proses identifikasi kebutuhan konsumen yang bahkan tersembunyi dan tidak terucapkan seperti halnya kebutuhan yang eksplisit. Kemudian, dari identifikasi
menjadi basis untuk menyusun spesifikasi produk dan dikembangkan oleh tim pengembang.
• Proses Desain. Jika dibandingkan kedua metode, proses pengembangan produk(Ulrich, Eppinger, 2012) terlihat sangat detail danlebih dilakukan dalam konteks yang statik. Mulai dari analisa market, sumberdaya yang diperlukan dan diakhiri dengan prototype. Proses iterasi atau validasi dilakukan setelah System- Level Design.
GAMBAR 3. PROSES PENGEMBANGAN PRODUK
Sedangkan dalam proses Lean Startup proses dilakukan mulai dari saat perencanaan dan pembentukan Value dari produk seperti terlihat pada Gambar 4. Iterasi tersebut dilakukan sampai tahap akhir secara cepat.
GAMBAR 4. PROSES ITERASI DALAM LEAN STARTUP
Perubahan (Pivot) dapat terjadi bahkan pada saat tahap planning hingga akhir sehingga dipastikan diakhir proses akan mendapatkan produk yang valid. Dengan kata lain Lean Startup melakukan proses pengembangan dan impelentasi secara parallel, dimana pada Proses Pengembangan Produk proses implementasi dilakukan proses desain selesai. Pada saat ini diaplikasikan pada perusahaan khususnya dalam pengembangan produk baru, maka dipastikan akan meningkatkan kemungkinan produk yang sesuai
97
dengan keinginan konsumen dan juga mengurangi waktu yang dibutuhkan mulai dari desain produk hingga sampai ke market. Namun dibutuhkan komunikasi yang baik ditiap bagian dalam perusahaan khususnya antara desainer dan tim pengembangan produk yang bisa jadi mempunyai cara pandang dan berpikir yang berbeda.
III.4. Iklim Bisnis yang Penuh Ketidakpastian
Perusahaan yang sukses adalah perusahaan yang mampu mengendalikan segala bentuk ketidakpastian untuk tetap memiliki keunggulan kompetitif. Tidak dapat dipungkiri, banyak perusahaan mengiginkan lingkungan yang serba deterministic, seperti tingkat permintaan yang konstan, waktu pengiriman barang dari supplier yang tetap, volatilitas harga bahan baku yang rendah, variabilitas proses produksi yang kecil dan lain sebagainya. Namun, ketidakpastian tidak bisa dihindari dan perusahaan harus tetap hidup bersamanya. Perusahaan harus memiliki bekal untuk menghadapi kondisi yang tidak menentu. Ketidak pastian dalam dunia bisnis dapat terjadi karena :
• Permintaan konsumen yang cepat berubah baik dalam volume maupun varitas desain
• Kemampuan desan dan manufaktur dari supplier selalu berubah
• Penggunaan teknologi platform yang baru, dan beraga dalam industry
• Perilaku kompetitor dalam bersain. Dalam hal ini fleksibilitas menjadi penting dan diartikan sebagai kemampuan perusahaan untuk dapat mengatasi segala ketidakpastian tersebut dengan tepat dan cepat (Febransyah,2009). Dalam hal ini ada 3 hal yang harus dipastikan untuk menjadi perusahaan yang lebih bertahan terhadap ketidakpastian.
1. Product Development Flexibility. Perusahaan harus memiliki kompetensi dan kapabilitas dalam mengembangkan produk yang fleksibel. Dalam pasar yang sangat kompetitif dan ditandai dengan siklus umur produk yang semakin singkat, fleksibilitas perusahaan dalam memodifikasi desain produk atau bahkan menghasilkan produk baru sama sekali. Dalam hal ini maka diperlukan proses pengembangan produk yang cepat dan valid. Dari hal tersebut maka dapat dikatakan penerapan pendekatan Lean Startup tepat dilakukanpada proses pengembangan produk saat kondisi bisnis yang penuh dengan ketidak pastian. Dengan proses validasi di setiap proses dipastikan setiap proses didapatkan hasil atau output yang Valid. Diketahui sebelum dilakukan proses Lean Startup, perlu dibuat terlebih dahulu Value Propositionsebagai dasar validasi setiap proses desain produk.Value Proposition merupakan metode yang digunakan di dalam menentukan seberapa jauh produk atau jasa yang ditawarkan mempunyai nilai yang tinggi menurut target pelanggannya (Osterwalder & Pigneur, 2010). Dengan kata lain seberapa jauh perusahaan
dapat menawarkan produk atau jasa yang berbeda dengan para pesaingnya. Value Proposition memiliki fokus terhadap dua hal yaitu customer segments dan value.
Value Proposition Canvasmerupakan tools yang akan medeskripsikan secara rinci Customer Profile dan Value map. Pada Customer profile, dapat terlihat segmen pasar secara spesifik sehingga akan lebih terperinci mengenai siapa target pasarnya dan apa yang menjadi kebutuhan dan harapan dari target pasar yang ada. Di dalam Customer Profile terdapat 3 (tiga) bagian yaitu customer gain, customer pain, dan customer jobs.
GAMBAR 5.VALUE PROPOSITION CANVAS
Sedangkan di sisilainnya, Value Map mendeskripsikan secara detail Value dari sebuah produk dilihat dari sudut pandang konsumen. Di dalam Value Map terdapat 3 (tiga) bagian yaitu product and services, pain relievers, dan gains creators.
Value Proposition Canvas memperihatkandetail mengenai kecocokan antara kedua sisinya (Konsumen dan Value) sehingga produk akan di realisasikan mempunyai nilai yang sesuai dengan keinginan konsumen dan menemukan solusi permasalahan dari konsumen. 3 (tiga) penyesuaian yang ada yaitu Problem-Solution Fit, Product-Market Fit, dan Business Model Fit.
2. Manufacturing Flexibility. Perusahaan dituntut untuk fleksibel dalam menghasilkan produk dengan jumlah beragam (Volume flexibility) dan fleksibel dalam menghasilkan beberapa jenis produk sekaligus (mix flexibility). Tantangan yang harus dihadapi perusahaan adalah kenyataan bahwa fleksibilitas dalam memproduksi barang bukan sesuatu yang mudah. Suatu perusahaan dikatakan fleksibel apabila memiliki kurva biaya rata – rata yang flat (flat average cost curve), artinya perusahaan dapat menghasilkan produk dalam jumlah yang berbeda dengan biaya rata-rata yang sama. Namun, kenyataannya tidak demikian, menghasilkan sejumlah produk per bulan akan lebih murah dibandingkan dengan menghasilkan sejumlah barang yang berfluktuasi. Perlu diingan bahwa fleksibilitas bukan tanpa batas. Fleksibilitas menghasilkan produk, dalam batas tertentu, dapat dicapai melalui beberapa cara, seperti machine
98
flexibility, labor flexibility, routing flexibility dan material handling flexibility.
Tantangan yang dihadapi sistem manufaktur bukan hanya pada perubahan permintaan konsumen, perkembangan desain peralatan dan persaingan global, namun saat ini juga semakin perlu memperhitungkan keterbatasan energi di masa depan dan tanggung jawab terhadap lingkungan. Perusahaan manufaktur dituntut untuk memiliki fleksibilitas yang tinggi untuk menghadapi fenomena mutakhir saat ini.Lean Startup sebagai pendekatan dalam desain produk, dilanjutkan dengan penerapan sistem operasi lean dan proses berpikir lean dalam setiap kegiatan operasional organisasi bisnis ataupun perusahaan sudah menjadi kebutuhan yang harus dilakukan untuk dapat terus unggul dalam persaingan global.
3. Supply chain flexibility. Dalam rantai suplai yang kuat, material dan informasi mengalir dengan lancar tanpa hambatan sehingga segala bentuk waste dapat dieliminasi. Selain aspek efisiensi, fleksibilitas dalam supply chain diperlukan untuk memenuhi segala permintaan konsumen tepat pada waktunya. Perubahan-perubahan dalam produk, jasa, pelanggan, pasar dan praktek bisnis mengarahkan perubahan-perubahan yang terjadi dalam fasilitas jaringan rantai suplai industri. Dalam pendekatan manajemen rantai suplai, perusahaan berusaha untuk mengatur aliran informasi melalui rantai suplai untuk mendapatkan level sinkronisasi sehingga perusahaan dapat lebih merespon kebutuhan pelanggan sambil meminimasi biaya. Fasilitas harus membantu organisasi bisnis untuk mencapai supply chain excellence dengan tujuan peningkatan ROA, peningkatan kepuasan pelanggan, pengurangan biaya dan rantai pasok yang terintegrasi. Seluruh fasilitas pada rantai pasok harus memiliki karakteristik flexibility, modularity, upgradability, adaptability dan selective operability (Tompkins, 2010)
III.4.Teknik Perancangan Fasilitas untuk mendukung
Fleksibilitas pada Product Development, Manufacturing dan Supply chain.
Untuk menghadapi perkembangan kemajuan jaman, siklus produk akan semakin singkat, kemajuan teknologi informasi semakin pesat dan kecenderungan konsumen terus berubah dengan cepat berubah, maka hal ini akan mempengaruhi rancangan tata letak fasilitas pada suatu lantai produksi.
Perencanaan Fasilitas (Facilities Planning) adalah proses menganalisis, membentuk konsep, merancang dan mewujudkan suatu sistem bagi pembuatan barang dan jasa, yang umumnya dilukiskan sebagai rencana lantai, yaitu satu susunan fasilitas fisik yang meliputi : perlengkapan, tanah, bangunan dan sarana lain untuk mengoptimumkan hubungan antara pelaksana, aliran barang, aliran informasi dan tata cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan secara efisien, ekonomis, dan aman.
Keilmuan Facilities Planning terus berkembang dengan bertambahnya pendekatan kuantitatif dan prinsip-prinsip optimasi yang juga didukung dengan tersedianya paket-paket-paket software tata letak dan simulasi yang digunakan untuk mendapatkan hasil rancangan tata letak fasilitas yang dapat mengoptimalkan kegiatan industri.Proses perencanaan fasilitas akan sangat dipengaruhi oleh rencana strategis bisnis serta konsep-konsep, teknik-teknik dan teknologi untuk menjadi faktor pertimbangan dalam strategi kegiatan manufaktur dan perakitan.
Diketahui bahwa Output dari hasil tahapan desain produk, desain proses dan ditambah dengan desain skedul akan menjadi input dalam desain suatu fasilitasKeputusan desain produk, proses, skedul dan fasilitas dilakukan secara berurut dan saling mempengaruhi. Dibutuhkan visi yang jelas terkait what to do dan how to do it (termasuk konsep-konsep, teknik-teknik dan pertimbangan teknologi). Pada kebanyakan kasus, perubahan dalam desain produk, rancangan proses dan rancangan skedul dari fasilitas manufaktur akan membutuhkan modifikasi dalam tata letak, penanganan dan atau fasilitas penyimpanan.
Terkait kegiatan desain produk, seorang perencana fasilitas harus dapat mengantisipasi tingkat ketidakpastian yang akan terjadi, mempertimbangkan misi dari fasilitas yang direncanakan, kegiatan khusus yang dapat dijalankan serta pengarahan dari kegiatan-kegiatan terkait. Dengan mempertimbangkan tipe produk yang akan dihasilkan oleh fasilitas, filosofi bisnis sudah harus memikirkan fasilitas dan faktor eksternal terkait, seperti ekonomi, ketersediaan tenaga kerja, tingkat persaingan dan lainnya yang mungkin menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan. Jika diputuskan bahwa fasilitas yang dirancang dapat mengakomodasi perubahan-perubahan yang terjadi terkait pengguna fasilitas dan misinya, maka dibutuhkan rancangan dengan tingkat fleksibilitas yang tinggi serta area yang sangat bersifat umum yang akan direncanakan. Dan berlaku sebaliknya, bahwa jika ditentukan bahwa produk yang dihasilkan memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi, maka fasilitas dapat dirancang untuk mengoptimalkan produksi produk-produk tersebut. (Tompkins, 2010)
Terkait kebutuhan rancangan fasilitas yang dapat persaingan di antara perusahaan manufaktur semakin ketat dan semakin tanpa batas (global). Setiap organisasi bisnis harus dapat melakukan berbagai upaya strategis untuk merespon kebutuhan customer value dengan melakukan pengurangan berbagai pemborosan serta melakukan upaya kreatif dan inovatif untuk mendapatkan kelancaran dan aliran material dan informasi yang efisien pada rantai nilai. Di sisi lain, kebutuhan pelanggan semakin bervariasi dan unik (customized), sedangkan peralatan manufaktur semakin terotomasi dan memiliki desain arsitektur yang integral. Akan menjadi tantangan yang cukup besar bagi perusahaan manufaktur untuk menyesuaikan rancangan fasilitasnya dengan perubahan-perubahan tersebut.
Terdapat dua teknik yang mungkin diterapkan untuk mendukung sistem operasional lean, yaitu dibentuknya sel-sel one worker multiple machine (OWMM) dan sel-sel Group Technology (GT). (Krajewski, 2013).
99
GAMBAR 6. TATA LETAK ONE WORKER MULTIPLE MACHINE
(OWMM) Gambar 6 mengilustrasikan lima mesin OWMM cell yang digunakan oleh 1 orang operator di tengah (U-shape adalah bentuk paling umum). Operator bekerja dengan berpindah pindah dalam area melingkar. Dalam tata letak ini dapat dibuat part atau produk yang berbeda beda dengan cara mengganti setup mesinnya.
Selanjutnya, tata letak fasilitas berdasarkan kelompok produk atau disebut product family ataugroup technology layout merupakan tata letak yang didasarkan pada pengelompokan produk atau komponen yang dibuat, dalam hal ini pengelompokan tidak didasarkan pada kesamaan jenis produk akhir tetapi dikelompokan berdasarkan langkah pemrosesan, bentuk, mesin aau peralatan yang dipakai. Jadi secara singkat group technology layout merupakan gabungan dari fix dan process layout. Group technology merupakan metode untuk mengelolah entitas yang mirip (komponen, proses, tools dan lainnya) untuk mengurangi kompleksitas manufaktur dengan cara membagi sistem manufaktur menjadi sub manufaktur dalam bentuk sel
IV. KESIMPULAN DAN SARAN PENELITIAN SELANJUTNYA
Dari hasil perbandingan kedua pendekatan dalam desain produk dapat disimpulkan bahwa :
• Kedua pendekatan Proses Pengembangan Produk dan juga Lean Startup sama sama berorientasi pada konsumen sebagai pengguna produk.
• Untuk menjadi persusahaan sukses yang mampu mengendalikan segala bentuk ketidakpastian untuk tetap memiliki keunggulan kompetitif maka diperlukan proses pengembangan produk yang fleksibel, cepat dan valid. Sehingga pendekatan Lean Startup tepat dilakukanpada proses pengembangan produk saat kondisi bisnis yang penuh dengan ketidak pastian. Dengan proses validasi di setiap proses dipastikan setiap proses didapatkan hasil atau output yang Valid
• Lean Startup sebagai pendekatan dalam desain produk, dilanjutkan dengan penerapan sistem operasi lean dan proses berpikir lean dalam setiap kegiatan operasional organisasi bisnis ataupun perusahaan sudah menjadi kebutuhan yang harus dilakukan untuk dapat terus unggul dalam persaingan. Terdapat dua teknik yang mungkin diterapkan untuk mendukung sistem
operasional lean, yaitu dibentuknya sel-sel one worker multiple machine (OWMM) dan sel-sel Group Technology (GT).
Diketahui bahwa artikel ini membahas dari sudut pandang teori, sehingga penelitian selanjutnya perlu dilakukan dengan menggunakan studi kasus desain produk hingga proses produksi.
REFERENSI [1] Blank, Steve & Bob Dorf. The Startup Owner’s Manual. California :
K&S Ranch, Inc. 2012 [2] Chen, J, The Role of Reward System in Product Innovations : an
Examination of New Product Development Projects, Project Management Journal, 2015
[3] Febransyah, A, Menikmati Ketidakpastian – Tahapan Kritis dalam mendesain kesuksesan, PT Gramedia Pustaka Utama, 2009
[4] Henne, C, The Industrial Designer’s role in Applying Lean Startup principles in IT Startups, Journal of Product Design, Norwegian University of Science and Technology, 2012
[5] Krajewski, L.J., Ritzman, L.P., dan Malhotra, M.K. Operation Management: Processes and Supply Chains, 10th Ed., Pearson Education Limited. 2013
[6] Lean Production for Competitive Advantage. A Comprehensive Guide to Lean Methodologies and Management Practices. John Nicholas. Taylor and Francis Group. USA. 2011
[7] Osterwalder, Alexander & Pigneur, Yves.. Business Model Generation: A Handbook for Visionaries, Game Changers, and Challengers. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.2010
[8] Osterwalder, Alexander, Pigneur, Yves, et al. Value Proposition Design. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.2014
[9] Ries, Eric. 2011. The Lean Startup: How Today’s Entrepreneurs Use Continuous Innovation to Create Radically Successful Businesses. The New York Times Bestseller.
[10] Tompkins, J.A., White, J.A., Bozer, Y.A., dan Tanchoco, J.M.A. Facilities Planning. 3rd Ed., John Wiley & Sons. 2003
[11] Ulrich, K & Eppinger D, Product Design and Development, McGraw Hill, 2012.
100
Penerapan Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) pada Perancangan Ulang Tata Letak Fasilitas
pada Laundry Shop PT GMF Aeroasia Remba Yanuar Efranto1, Ihwah Hamdala2, Arief Budiman Hervananda3*
1,2,3 Jurusan Teknik Industri Universitas Brawijaya Jln. MT. Haryono 167 Malang 65145 [email protected] (penulis korespondensi)
[email protected] [email protected]
Intisari— Pengambilan keputusan dalam pemilihan alternatif desain tata letak menjadi salah satu tahapan terpenting. Kesalahan pertimbangan dapat memberikan dampak yang signifikan apabila alternative keputusan tersebut diwujudkan. Berdasarkan studi kasus PT. GMF AeroAsia, pemilihan alternatif tata letak terbaik menjadi salah satu kunci yang perlu mendapatkan perhatian khusus. Semakin tingginya frekuensi penerbangan maskapai Garuda Indonesia menyebabkan kebutuhan akan kebersihan interior kabin pesawat juga meningkat. Peningkatan permintaan terhadap pembersihan komponen interior kabin pesawat perlu diimbangi dengan peningkatan kapasitas laundry shop. Peningkatan kapasitas pembersihan dilakukan dengan menambahkan area baru serta mengganti beberapa mesin yang ada. Oleh karena itu dibutuhkan adanya penataan tata letak fasilitas baru untuk menyesuaikan terhadap dimensi fasilitas yang direncanakan dengan menggunakan algoritma Blocplan dan menghasilkan lima usulan layout. Setiap alternatif layout memiliki nilai Adjacency Score, R-Score, dan Rel-dist Score yang dijadikan kriteria pemilihan alternatif tata letak fasilitas terbaik. Berdasarkan studi kasus tersebut, metode Analytic Hierarchy Process (AHP) digunakan untuk mendukung pengambilan keputusan. Hasil penelitian menunjukkan relative score untuk layout 1 (0,285); layout 2 (0,102); layout 3 (0,326); layout 4 (0,036); layout 5 (0,250). Berdasarkan hasil tersebut, layout 3 dipilih sebagai usulan layout terbaik karena memiliki relative score terbesar. Kata kunci— Tata Letak Fasilitas, AHP, BLOCPLAN, ARC, laundry shop, GMF. Abstract— Decision making in the selection of layout design alternatives becomes one of the most important things. Misunderstanding can have a significant impact if alternative decisions are realized. Based on a case study of PT. GMF AeroAsia, the selection of the best layout alternative becomes one of the keys that need to get attention. The increasing frequency of Garuda Indonesia airline flight causes the need for aircraft cabin interior cleanliness also increased. Increased demand for cleaning of aircraft cabin interior components needs to be offset by an increase in laundry shop capacity. Increased cleaning capacity is done by adding new areas and replacing some existing machines. Therefore it is necessary to arrange the layout of new facilities to adjust to the planned facility dimensions using the Blocplan algorithm and generate five proposed layouts. Each layout alternative has an Adjacency Score, R-Score, and Score-Score values that are used as the criteria for choosing the best alternative layout of the facility. Based on the case study, the Analytic Hierarchy Process (AHP) method is used to support decision making. The results showed relative score for layout 1 (0,285); Layout 2 (0.102); Layout 3 (0.326); Layout 4 (0,036); Layout 5 (0.250). Based on these results, layout 3 was chosen as the best layout proposal because it has the biggest relative score. Keywords— Facilities Planning, AHP, BLOCPLAN, ARC, laundry shop, GMF.
I. PENDAHULUAN
Persaingan industri transportasi saat ini semakin meningkat melalui berbagai upaya perbaikan sarana dan prasarana. Dalam menghadapi persaingan tersebut, industri penerbangan harus memiliki armada yang selalu siap beroperasi dan siap terbang. Garuda Indonesia sebagai flag carrier Indonesia, sekaligus maskapai pemegang bintang lima Skytrax, tentu dihadapkan dengan tantangan untuk terus menjaga kualitas kabin pesawat melalui PT. GMF Aeroasia. Di tengah persaingan antar maskapai yang semakin sengit, kabin pada pesawat menjadi salah satu trademark yang mempengaruhi nilai jual masing-masing maskapai. Oleh karena itu, dibutuhkan hasil perawatan armada-armada yang optimal.
PT. GMF AeroAsia merupakan salah satu perusahaan Maintenance, Repair, dan Overhaul (MRO) di Indonesia. Perusahaan ini merupakan tulang punggung dalam industri aviasi di Indonesia karena kehandalannya dalam menangani bidang MRO. Salah satu aspek yang ditangani oleh PT. GMF AeroAsia adalah maintenance kabin pesawat, yang dikerjakan oleh departemen Cabin Maintenance Service. Departemen ini memiliki fungsi utama untuk melakukan perawatan interior kabin yang meliputi In-Flight Entertainment, cockpit, kabin penumpang, maupun kabin crew.
Komponen interior kabin pesawat menjadi salah satu kunci karena adanya kontak langsung dengan konsumen. Kebersihan kabin memiliki peran penting serta sehingga dilakukan secara berkala agar menghasilkan kabin interior yang baik untuk kenyamanan penumpangnya. Berdasarkan uraian tersebut
101
maka laundty shop perlu melakukan pembersihan terhadap komponen-komponen interior kabin pesawat. Saat ini, laundry shop menangani pencucian seat cover, seat belt, gorden, stretcher dan baby basinet.
Peningkatan frekuensi penerbangan maskapai Garuda Indonesia melalui penambahan armada baru dari tahun 2010-2015 sebanyak 100 buah pesawat juga menjadi permasalahan utama. Frekuensi penerbangan maskapai garuda Indonesia dari tahun 2010-2015 dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Frekuensi penerbangan maskapai Garuda Indonesia
Berdasarkan kondisi peningkatan frekuensi penerbangan menjadikan PT. GMF Aeroasia untuk melakukan penambahan fasilitas. Penambahan fasilitas tersebut menjadikan konsekuensi baru yang harus ditindaklanjuti. Konsekuensi tersebut diantaranya melakukan peremajaan peralatan ataupun menambah jumlah mesin laundry shop. Melalui penambahan mesin tersebut menjadikan perusahaan untuk mengatur kembali tata letak fasilitas pada departemen tersebut.
Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk melakukan perencanaan tata letak fasilitas, seperti Systematic Layout Planning (SLP), Computerized Relationship Layout Planning (CORELAP), Computerized Relative Allocation of Facilities Technique (CRAFT), Blocplan, dan lainnya. Setiap metode memiliki karakter masing-masing yang dapat digunakan sebagai pertimbangan.
Metode Blocplan digunakan sebagai metode dalam menghasilkan alternatif tata letak fasilitas laundry shop. Blocplan merupakan program yang dikembangkan untuk perancangan tata letak fasilitas menggunakan algoritma hybrid yang menggabungkan antara algoritma konstruktif dan algoritma perbaikan. Fungsi tujuan dari Blocplan adalah meminimasi jarak antar fasilitas atau memaksimalkan hubungan kedekatan antar fasilitas melalui minimasi jarak [1]. Hasil yang didapatkan dari perancangan tata letak fasilitas menggunakan Blocplan ini dapat dipilih berdasarkan tiga jenis kriteria yang ada, yaitu adjacency scrore, R-score, dan Rel-dist Score.
Untuk mendapatkan tata letak fasilitas terbaik dari beberapa alternatif yang ada, selanjutnya dilakukan pemilihan tata letak fasilitas menggunakan metode Analytic Hierarchy Process (AHP). Metode ini merupakan salah satu metode kualitatif yang dapat digunakan untuk mengambil keputusan [2]. Analytic Hierarchy Process (AHP) merupakan suatu metode pengambilan keputusan yang melibatkan sejumlah kriteria dan alternatif yang dipilih berdasarkan pertimbangan semua kriteria yang ada [3]. Kriteria yang digunakan untuk pemilihan
alternatif layout menggunakan kriteria pemilihan yang dihasilkan oleh Blocplan dan diolah menggunakan bantuan perangkat lunak. Melalui uraian tersebut AHP menjadi salah satu alat khusus dalam melakukan pengambilan keputusan pemilihan alternatif layout.
II. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang bertujuan menyajikan gambaran data dengan analisis metode tertentu sehingga dapat mengeksplorasi, mengklarifikasi dan menginterpretasikan suatu kejadian maupun kenyataan sosial berdasarkan kenyataan yang sedang berlangsung [4]. Penelitian ini menjelaskan bagaimana penerapan metode Blocplan untuk memberikan usulan alternatif layout dan metode AHP untuk pemilihan alternatif terbaik yang dilaksanakan di laundry shop PT. GMF AeroAsia.
Langkah-langkah penelitian merupakan suatu tahapan kegiatan yang dilakukan dalam penelitian yang tersusun secara berurutan dan sistematis. Langkah-langkah tersebut diawali dengan studi lapangan untuk mendiskripsikan sistem agar dapat memperoleh gambaran yang jelas mengenai proses dan permasalahan tata letak yang dihadapi. Tahap selanjutnya yaitu studi literature yang bertujuan untuk mengetahui masalah-masalah yang biasa terjadi pada sistem pembersihan komponen-komponen interior di laundry shop. Berdasar studi tersebut rumusan masalah dapat diambil.
Untuk mendapatkan jawaban atas permasalahan yang ada, pengumpulan data dilakukan untuk mempermudah pengenalan sistem yang akan dipelajari. Tahap berikutnya adalah menentukan hubungan kedekatan antar fasilitas menggunakan Activity Relationship Chart (ARC), Penetuan hubungan kedekatan antar fasilitas dengan melakukan diskusi bersama manajer dan supervisior laundry shop.
Tahap selanjutnya yaitu melakukan perancangan tata letak fasilitas menggunakan metode Blocplan dengan bantuan perangkat lunak. Data yang diperlukan untuk perancangan ulang tata letak fasilitas menggunakan metode Blocplan adalah ARC, ukuran workshop, dan ukuran mesin serta peralatan material handling yang digunakan.
Berdasarkan perancangan tata letak fasilitas dengan metode Blocplan dihasilkan beberapa alternatif layout sehingga perlu dilakukan pemilihan layout terbaik dari alternatif yang ada. Kriteria yang digunakan untuk pemilihan alternatif layout adalah adjacency score, R-score, dan Rel-dist Score. Pada tahap ini pemilihan alternatif layout dilakukan dengan metode Analytic Hierarchy Process (AHP) dengan bantuan perangkat lunak. Pembobotan kriteria dan alternatif layout dilakukan oleh dua orang staf ahli perusahaan yaitu manajer dan supervisior laundry shop. Setelah didapatkan layout terpilih, selanjutnya dilakukan penyesuaian layout berdasarkan kebutuhan lebar aisle sesuai dengan rekomendasi lebar aisle yang didapatkan dari referensi. Bagian akhir dari penelitian ini berisi kesimpulan tentang hasil yang diperoleh dari penelitian serta memberikan saran untuk pengembangan penelitian dimasa yang akan datang.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
102
Untuk menjawab permasalahan yang ada, proses identifikasi proses pembersihan secara umum dilakukan. Melalui identifikasi ini dapat diperoleh gambaran proses yang lebih terperinci sehingga perhitungan kebutuhan mesin dapat dilakukan yang diakhiri dengan pengambilan keputusan.
A. Proses Pembersihan Secara Umum
Proses bisnis yang dilakukan di laundry shop adalah melakukan pembersihan terhadap komponen interior kabin pesawat. Secara umum proses pembersihan tersebut dijabarkan sebagai berikut.
1. Kedatangan produk Pada proses ini produk yang akan dibersihkan datang dari
apron bandara menggunakan mobil pickup dan masih belum dikelompokkan.
2. Pengelompokkan Produk yang sudah datang kemudian dikelompokkan
menurut jenis dan tipenya untuk selanjutnya dilakukan proses pembersihan.
3. Proses Pembersihan Pada proses ini dilakukan pembersihan berdasarkan metode
pembersihan tiap produknya, yaitu dry cleaning, perendaman atau sterilisasi manual. Dry cleaning adalah proses pencucian bahan tekstil menggunakan bahan kimia tertentu tanpa menggunakan air. Perendaman yang dilakukan menggunakan cairan kimia dan uap air untuk membersihkan seat belt. Sedangkan sterilisasi manual adalah proses pembersihan dengan menggunakan cairan alkohol untuk membersihkan rangka dari baby basinet dan stretcher. Khusus untuk seat cover, jika produk yang sudah dibersihkan menggunakan mesin dry cleaning masih terdapat noda, maka dilakukan pembersihan menggunakan mesin spotting untuk membersihkan noda yang susah hilang.
4. Proses Pengeringan Pada proses ini dilakukan proses pengeringan untuk
mengeringkan produk yang sudah dibersihkan sebelumnya. Proses pengeringan produk seat belt, curtain dan seat cover menggunakan mesin sedangkan baby basinet dan stretcher dikeringkan dengan cara dijemur.
5. Proses Pengepakkan Pada proses ini dilakukan pengepakkan terhadap produk
yang telah selesai dibersihkan 6. Proses Penyimpanan Pada tahapan ini produk akhir yang telah selesai dibersihkan
kemudian dimasukkan ke dalam gudang penyimpanan sementara.
B. Perhitungan Kebutuhan Mesin
Berdasarkan data karakteristik fasilitas yang terdapat di laundry shop, total kapasitas produksi untuk mesin dry cleaning adalah 1841 kg/hari dan untuk pencucian seat belt adalah 250 pcs/hari. karakteristik fasilitas pada laundry shop dapat dilihat pada Tabel 1
Jumlah mesin yang dibutuhkan dapat ditentukan dengan terlebih dahulu menghitung jumlah permintaan pada tahun 2016–2020. Jumlah permintaan pembersihan setiap tahunnya dapat dihitung dengan total komponen interior tiap pesawat dikalikan dengan jumlah pesawat kemudian dibagi dengan
banyak pembersihan tiap tahunnya. Berikut ini disajikan total perhitungan permintaan jumlah pembersihan yang dilakukan pada tahun 2016-2020
Pada penelitian ini, metode yang digunakan untuk perancangan tata letak fasilitas adalah Blocplan. Berikut merupakan tahapan pengolahan data dengan perangkat lunak Blocplan.
1. Penentuan jenis fasilitas beserta ukurannya. Jenis fasilitas yang diinputkan merupakan stasiun kerja yang telah ditentukan sebelumnya. Selain informasi tentang stasiun kerja yang akan diatur, dijelaskan pula kebutuhan luas untuk setiap stasiun kerja.
2. Penentuan hubungan kedekatan antar fasilitas. ARC memberikan informasi hubungan kedekatan antar fasilitas, hubungan kedekatan antar fasilitas yang digunakan pada tahap ini adalah hubungan kedekatan antar stasiun kerja. Gambar 2 berikut merupakan hasil penyusunan ARC.
1. Area Pekerja
2. Area Incoming Product
4. Fasilitas Dry Cleaning
5. Fasilitas Spotting
3. Pengelompokkan Produk
6. Fasilitas Pencucian Seat Belt
7. Fasilitas Ovening
8. Sterilisasi Stretcher dan Baby Basinet
9. Packaging
10. Gudang Produk Jadi
11. Gudang Bahan Baku
U
O5
E5
A1,2
A1,2
U
E3
U
I1,3
U
U
O1
A1,2
E1
U
A1,2
U
U
U
A1,2U
U
A1,2E
1,2 U
U
U
U
U
X4
U
U
U
U
U
A1,2
O5
I1
U
U
U
U
U
U
U
U
U
O3
X4
E5
U
O5
U
U
U
Gambar 2. ARC pada bagian Laundry Shop
3. Penentuan skor untuk setiap hubungan kedekatan.
Terdapat enam simbol hubungan kedekatan yang digunakan pada penelitian ini, yaitu A, E, I, O, U, dan X. Untuk melakukan analisis lebih lanjut maka masing-masing simbol hubungan kedekatan diberi skor atau bobot yang dapat dilihat pada Tabel I berikut ini
TABEL I ALASAN KEDEKATAN LOKASI
Simbol Alasan Kedekatan
1 Proses yang berurutan
2 Kemudahan pengangkutan
3 Peralatan pendukung
4 Bahan berbahaya
5 Kebutuhan pengawasan
4. Perancangan tata letak fasilitas menggunakan metode Blocplan. Pada tahap ini terdapat lima alternatif layout yang dapat dipilih sebagai usulan tata letak fasilitas di laundry shop.
103
Setiap mesin atau peralatan diberi nama dengan penomoran satu sampai sebelas, dengan keterangan sebagai berikut:
1 = Area Pekerja 2 = Area Kedatangan 3 = Pengelompokkan Produk 4 = Fasilitas Dry Cleaning 5 = Fasilitas Spotting 6 = Fasilitas Pencucian Seat Belt 7 = Fasilitas Ovening 8 = Fasilitas Sterilisasi Stretcher dan Baby Basinet 9 = Packaging 10 = Gudang Produk Jadi 11 = Gudang Bahan Kimia Lima alternatif layout dihasilkan berdasarkan hasil
perancangan tata letak fasilitas menggunakan metode Blocplan. 5. Pemilihan alternatif layout Berdasarkan lima alternatif usulan tata letak yang dihasilkan
dari pengolahan dengan metode Blocplan, terdapat beberapa informasi yang dapat dijadikan pertimbangan untuk melakukan pemilihan alternatif layout terbaik yaitu Adjacency Score, R-Score, dan Rel-dist Score.
Berdasarkan Tabel 8 didapatkan infomasi bahwa layout 1 memiliki nilau Adjacency Score tertinggi. Artinya berdasarkan hubungan kedekatannya, layout 1 memiliki nilai hubungan kedekatan terbaik. R-Score menunjukkan efisiensi layout 3 memiliki nilai efisiensi paling tinggi, sedangkan layout 4 memiliki nilai efisiensi paling rendah. Pada nilai Rel-dist Score, semakin kecil nilainya maka semakin baik, layout 5 memiliki nilai rel-dist score terbaik. Karena terdapat hasil yang kontradiktif pada alternatif layout, maka diperlukan analisis lebih lanjut untuk menentukan pemilihan alternatif layout terbaik berdasarkan pertimbangan tiga jenis kriteria pemilihan, yaitu Adjacency Score, R-Score dan Rel-dist Score.
C. Pemilihan Alternatif Layout dengan Metode AHP
Perancangan tata letak fasilitas menggunakan metode Blocplan menghasilkan lima jenis alternatif layout. Berdasarkan tiga kriteria yang ada, selanjutnya dilakukan pemilihan alternatif layout terbaik menggunakan metode Analytic Hiererachy Process (AHP). Berdasarkan informasi nilai masing-masing alternatif layout yang terdapat pada tabel 3 diketahui terdapat tiga jenis kriteria yang dapat digunakan untuk memilih alternatif layout terbaik. Ketiga jenis kriteria tersebut adalah Adjacency Score, R-Score, dan Rel-dist Score. Berikut merupakan langkah pemilihan alternatif layout terbaik menggunakan AHP.
1. Penentuan tujuan yang ingin dicapai dan kriteria pemilihan. Tujuan yang ingin dicapai dengan metode AHP ini adalah pemilihan layout terbaik dengan tiga kriteria pemilihan yaitu Adjacency Score, R-Score, dan Rel-dist Score.
2. Pembuatan matriks perbandingan berpasangan antar kriteria. Matriks perbandingan berpasangan bertujuan untuk membandingkan tingkat kepentingan antar kriteria satu dengan lainnya dengan pemberian bobot. Berikut merupakan matriks perbandingan berpasangan antar kriteria untuk memilih layout terbaik.
�� �� �������� � 1 3 51 3 1 31 5 1 3 1�
Keterangan : C1 = Adjacency Score C2 = R-score C3 = Rel-dist Score Berdasarkan hasil identifikasi tingkat kepentingan tersebut
menunjukkan bahwa R-score sedikit lebih penting daripada Adjacency Score. Tingkat kepentingan Adjacency Score sedikit lebih penting dibandingkan dengan Rel-dist Score. Sedangkan tingkat kepentingan R-score jelas lebih penting dibandingkan dengan Rel-dist Score. Nilai inconsistency pada matriks ini adalah 0,04 (< 0,1) artinya bahwa pemberian bobot dinyatakan sudah konsisten. Berdasarkan pemberian bobot pada matriks perbandingan berpasangan antar kriteria didapatkan nilai relative score untuk masing–masing kriteria yaitu, Adjacency Score sebesar 0,258, R-score sebesar 0,637 dan untuk Rel-dist Score sebesar 0,105.
3. Pembuatan matriks perbandingan berpasangan antar alternatif untuk kriteria Adjacency Score. Berdasarkan nilai Adjacency Score yang didapatkan dari hasil pengolahan dengan metode Blocplan, dilakukan perbandingan berpasangan untuk setiap alternatif layout yang ada. Berikut merupakan matriks perbandingan berpasangan antar alternatif untuk kriteria Adjacency Score. �� �� �� � ��������� �� ���
�� 11 5⁄1 3⁄1 7⁄1 3⁄
5131/51
31 3⁄11 5⁄1 3⁄
75511 5⁄
31351�����
dimana: A = Alternatif Layout Berdasarkan matriks perbandingan berpasangan untuk
kriteria Adjacency Score dapat diketahui bahwa alternatif layout 1 lima kali lebih penting dibanding layout 2, tiga kali lebih penting dibanding layout 3, tujuh kali lebih penting dibanding layout 4, dan tiga kali lebih penting dibanding layout 5. Alternatif layout 2,lima kali lebih penting dibanding layout 4, sama pentingnya dengan alternatif layout 5. Alternatif layout 3, tiga kali lebih penting dibanding layout 2, lima kali lebih penting dibanding alternatif layout 4, tiga kali lebih penting dibanding alternatif layout 5, sedangkan alternatif layout 5, lima kali lebih penting dibanding alternatif layout 4.
4. Pembuatan matriks perbandingan berpasangan antar alternatif untuk kriteria R-Score.
Berdasarkan nilai R-Score yang didapatkan dari hasil pengolahan dengan metode Blocplan, dilakukan perbandingan berpasangan untuk setiap alternatif layout yang ada.
104
Berikut merupakan matriks perbandingan berpasangan antar alternatif untuk kriteria R-Score. �� �� �� � ��������� �� ���
�� 11 5⁄21 7⁄2
5131/53
1/21 3⁄11 7⁄1 2⁄
75715
1/21 3⁄21/51 �����
dimana: A = Alternatif Layout Nilai inconsistency untuk pemberian bobot pada matriks
perbandingan berpasangan antar alternatif layout untuk kriteria R-Score adalah 0,08 (<0,1) artinya pemberian bobot konsisten. Dari matriks perbandingan berpasangan untuk kriteria R-Score dapat diketahui bahwa alternatif layout 1, lima kali lebih penting dibanding layout 2, tujuh kali lebih penting dibanding layout 4. Alternatif layout 2, lima kali lebih penting dibanding layout 4. Alternatif layout 3, dua kali lebih penting dibanding layout 1, tiga kali lebih penting dibanding layout 2, tujuh kali lebih penting dibanding layout 4, dua kali lebih penting dibanding layout 5. Alternatif layout 5, dua kali lebih penting dibanding layout 1, tiga kali lebih penting dibanding layout 2, lima kali lebih penting dibanding layout 4.
5. Membuat matriks perbandingan berpasangan antar alternatif untuk kriteria Rel-dist Score.
Kriteria terakhir yang menjadi dasar penentuan pemilihan alternatif layout terbaik adalah Rel-dist Score. Berdasarkan pengolahan dengan metode Blocplan, berikut merupakan matriks perbandingan berpasangan antar alternatif untuk kriteria Rel-dist Score. �� �� �� � ��������� �� ���
�� 11 3⁄21 7⁄3
3151/55
1/21 5⁄11 7⁄3
75717
1/31 5⁄1/31/71 �����
dimana: A = Alternatif Layout Nilai inconsistency untuk pemberian bobot pada matriks
perbandingan berpasangan antar alternatif layout untuk kriteria Rel-dist Score adalah 0,06 (<0,1) artinya pemberian bobot konsisten. Berdasarkan matriks perbandingan berpasangan untuk kriteria Rel-dist Score dapat diketahui bahwa alternatif layout 1, tiga kali lebih penting dibanding layout 2, tujuh kali lebih penting dibanding layout 4. Alternatif layout 2, lima kali lebih penting dibanding layout 4. Alternatif layout 3, dua kali lebih penting dibanding layout 1, lima kali lebih penting dibanding layout 2, tujuh kali lebih penting dibanding layout 4. Alternatif layout 5, tiga kali lebih penting dibanding layout 1, lima kali lebih penting dibanding layout 2, tiga kali lebih penting dibanding layout 3, dan tujuh kali lebih penting dibanding layout 4.
6. Pemilihan Alternatif Layout Terbaik. Dari hasil perhitungan dari matriks perbandingan
berpasangan untuk kriteria pemilihan alternatif layout terbaik, bobot yang didapatkan untuk masing-masing kriteria secara berurutan dari Adjancency Score, R-Score dan Rel-dist Score
adalah 0,258; 0,637; 0,105. Artinya dalam pemilihan alternatif layout 25,8% dipengaruhi oleh kriteria Adjacency Score, 63,7% dipengaruhi oleh kriteria R-Score, dan 10,5% dipengaruhi oleh kriteria Rel-dist Score.
Berdasarkan penilaian secara keseluruhan (relative score), nilai untuk setiap alternatif layout berdasarkan pengolahan dengan metode AHP adalah:
1. Alternatif layout 1 adalah 0,285 2. Alternatif layout 2 adalah 0,102 3. Alternatif layout 3 adalah 0,326 4. Alternatif layout 4 adalah 0,036 5. Alternatif layout 5 adalah 0,250 Jika dilihat dari nilai relative score, alternatif tiga memiliki
nilai yang paling tinggi di antara semua alternatif yang ada. Sedangkan alternatif empat memiliki nilai relative score yang terendah. Hal ini dikarenakan alternatif tiga memiliki nilai tertinggi untuk kriteria R-Score dimana R-Score mempengaruhi 63,7% pemilihan alternatif, sedangkan alternatif layout 4 memiliki nilai terendah untuk ketiga alternatif tersebut. Sehingga alternatif layout tiga dipilih sebagai usulan tata letak fasilitas di laundry shop PT. GMF AeroAsia. Gambar 2 berikut ini merupakan layout terpilih hasil perancangan tata letak fasilitas
D. Penyesuaian Layout Terpilih
Berdasarkan hasil perancangan tata letak fasilitas dengan menggunakan algoritma Blocplan didapatkan lima alternatif pilihan layout dan kemudian dipilih menggunakan metode AHP. Layout 3 terpilih menjadi alternatif layout terbaik berdasarkan pemilihan dengan metode AHP. Perancangan dengan metode Blocplan menghasilkan fixed layout yang tidak memperhatikan aisle sebagai jarak/ruang kosong yang berada di antara dua fasilitas yang dapat memberikan kemudahan akses maupun untuk material handling, maka diperlukan penyesuaian layout terpilih dengan mempertimbangkan kebutuhan aisle berdasarkan standar lebar aisle yang ditetapkan oleh [5]. Penambahan kebutuhan aisle untuk tiap fasilitas disajikan pada tabel II berikut ini
TABEL II POTENSI PENAMBAHAN AISLE
No Mesin / Fasilitas Penambahan Aisle
Personil Manual Platform Truck
1 Incoming Product √ √ 2 Pengelompokkan Produk √ √ 3 Mesin Union L-890-S √ √ 4 Mesin Donni S320 √ √ 5 Mesin Spotting √ - 6 Oven Tumbler √ √ 7 Mesin SB Washer NCW2 √ √ 8 Fasilitas Sterilisasi Manual √ √ 9 Packaging √ √
Penambahan lebar aisle mengacu pada standar yang telah
ditetapkan oleh Tompkins (2003) untuk kebutuhan personil sebesar 0,9144 meter dan dibulatkan menjadi 1 meter untuk lintasan yang hanya dilalui operator, sedangkan untuk lintasan yang dilalui menggunakan manual platform truck menggunakan rekomendasi lebar aisle sebesar 1,525 meter
105
dan dibulatkan menjadi 1,6 meter. Berdasarkan alternatif layout yang terpilih selanjutnya setiap fasilitas dialokasikan sesuai dengan panjang dan lebar yang dibutuhkan berdasarkan pembahasan pada subbab sebelumnya kemudian ditambahkan dengan kebutuhan aisle dan allowance untuk loading dan unloading.
IV. KESIMPULAN
Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Terdapat sembilan belas jenis mesin dan area pendukung
di laundry shop di PT GMF AeroAsia. Untuk mempermudah perancangan tata letak fasilitas, setiap mesin atau peralatan pendukung dikelompokkan ke dalam sebelas jenis fasilitas. Selanjutnya dilakukan identifikasi hubungan kedekatan antar fasilitas yang digambarkan dalam Activity Relationship Chart (ARC). Berdasarkan ARC yang menggambarkan hubungan antara 11 fasilitas didapatkan 55 hubungan antar fasilitas, terdapat nilai untuk hubungan A sebanyak 7 atau 12,7% hubungan antar fasilitas. Nilai hubungan E sebanyak 5 atau 9% hubungan antar fasilitas. Nilai hubungan I sebanyak 2 atau 3,6% hubungan antar fasilitas. Nilai hubungan O sebanyak 5 atau 9% hubungan antar fasilitas. Nilai hubungan U sebanyak 34 atau 61,8%. Sedangkan nilai hubugan X sebanyak 2 atau 3,6% hubungan antar fasilitas.
2. Hubungan kedekatan antar fasilitas yang digambarkan dalam ARC, menjadi input untuk perancangan tata letak fasilitas menggunakan metode Blocplan. Hasil dari perancangan tata letak fasilitas ini adalah terdapat lima alternatif tata letak fasilitas yang dapat dipilih sebagai usulan tata letak fasilitas di laundry shop PT GMF AeroAsia. Setiap alternatif memiliki nilai adjacency score, r-score, dan rel-dist score yang dapat dijadikan pertimbangan untuk pemilihan alternatif tata letak fasilitas terbaik. Nilai adjacency score untuk alternatif layout satu adalah 0,86, alternatif layout 2 adalah 0,78, alternatif layout 3 adalah 0,81, alternatif layout 4 adalah 0,65, dan alternatif layout 5 adalah 0,78. Nilai R-score untuk masing-masing alternatif secara berurutan adalah 0,72; 0,66 ; 0,74; 0,43; 0,73. Sedangkan untuk nilai rel-dist score untuk masing-masing alternatif secara berurutan adalah 300; 446; 298; 645; 281.
3. Pemilihan alternatif tata letak fasilitas terbaik menggunkan metode Analytic Hierarchy Process (AHP) dengan tiga kriteria pemilihan alternatif tata letak fasilitas terbaik yaitu Adjacency Score, R-Score, dan Rel-dist Score. Setelah dibuat matriks perbandingan berpasangan antar kriteria didapatkan bobot untuk setiap kriteria yaitu 0,258 untuk kriteria Adjacency Score, 0,637 untuk kriteria R-Score, dan 0,105 untuk kriteria Rel-dist Score. Artinya kriteria R-Score memberikan pengaruh paling besar dalam pemilihan alternatif tata letak fasilitas sebesar 63,7 %. Alternatif tata letak terbaik yang dipilih adalah alternatif tiga dengan relative score sebesar 0,326. Selanjutnya dilakukan pengalokasian setiap fasilitas dan memberikan rekomendasi lebar aisle pada alternatif tata letak terpilih. Penetuan lebar aisle tergantung dari kebutuhan proses material handling yang dilakukan di laundry shop PT GMF AeroAsia. Rekomendasi lebar aisle yang digunakan adalah aisle untuk personil sebesar 1 meter dan aisle untuk manual platform truck sebesar 1,6 meter.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih diberikan kepada Fakultas Teknik Universitas Brawijaya atas dukungan dalam keikutsertaan seminar nasional tata letak fasilitas 2017 di Universitas Trisakti Jakarta.
REFERENSI [1] Heragu, Sundaresh Sesharanga. 2006. Facilities Design, Second Edition.
Boston; BWS Publishing Company. [2] Vencheh, Hadi. A. & Mohamadghasemi, A. 2013. An Integrated AHP-
NLP Methodology for Facility Layout Design. Journal of Manufacturing Systems. 2013: 40-45.
[3] Saaty, Thomas L. 1994. How To Make a Decision. University of Pittsburgh.
[4] Tompkins J.A., White J.A., Bozer, Tanchoco J.M.A. 2003. Facilities Planning, Third Edition, John Willey & Sons, Inc, California.
[5] Sugiyono. 2011. Metode Penilaian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Jakarta: Alfabeta
Layout terpilih
106
Tata Letak Fasilitas Toko Buku Tematik Aurelia Victoria1, Anggi Octari M2, M. Dimas Suwandi3, Rida Zuraida4
1,2,3,4 Jurusan Teknik Industri Universitas Bina Nusantara
Jl. KH. Syahdan no. 9, Palmerah Jakarta Barat [email protected]*,[email protected]
Intisari— Perancangan tata letak fasilitas pada industri jasa memiliki peran yang sangat penting seperti pada industri manufaktur. Tata letak fasilitas yang baik menjamin pelayanan yang diberikan sesuai dengan harapan pelanggan dan akan mempengaruhi tingkat kepuasan pelanggan. Paper ini membahas mengenai rancangan tata letak fasilitas pada sebuah toko buku tematik. Rancangan diawali dengan penentuan perancangan konsep jasa toko buku yang meliputi model bisnis kanvas, dan rancangan paket layanan yang akan diberikan pada konsumen. Selanjutnya cetak biru pelayanan dibuat yang dilengkapi dengan aliran proses yang mungkin terjadi. Rancangan yang telah dibuat digunakan untuk penentuan kebutuhan peralatan dan ruangan pada fasilitas yang dibuat. Diagram bubble diterapkan pada perancangan awal tata letak yang memasukkan aliran orang, informasi dan barang di dalamnya. Terakhir kedekatan antar area fasilitas pada toko buku ditentukan melalui pengguna dimensionless diagram dan Activtiy Relationship Chart (ARC). Kata kunci— tata letak, toko buku, model bisnis kanvas, paket pelayanan, cetak biru pelayanan
Abstract—Facility layouts design in service industry has a very important role as in the manufacturing industry. Facility layout should ensures the services provided in accordance with customer expectations and customer satisfaction level. This paper discusses facilities layout design in a thematic bookstore. The process begins with the concept of a bookstore service design including canvas business model, and a service package to be delivered to consumers. Subsequently a service blueprint is created which is eqquiped by a possible process flow. The designs that have been made are used for the determination of equipment and room requirements on the facilities made. A bubble diagram is applied to the initial design of the layout that includes the flow of people, information and goods. Lastly the proximity between the facility areas at the bookstore is determined by dimensionless diagram and Activity Relationship Chart (ARC). Keywords— facility layout, bookstore, canvas bussiness model, service package, service blueprint.
I. PENDAHULUAN
Kontribusi industri jasa terhadap PBD nasional dari waktu ke waktu terus bertambah, yang semula 45% di tahun 2010 meningkat menjadi 55% pada tahun 2012, dan diperkirakan terus meningkat dari tahun ke tahun (http://www.dikti.go.id). Salah satu industri jasa di bidang ritel berupa toko buku memiliki prospek bisnis yang menjanjikan terlebih dukungan dari Pemerintah untuk mencerdaskan bangsa melalui berbagai program membaca terus dilakukan.
Perlu dicermati, dari aspek bisnis, fasilitas dengan tata letak dengan konsep yang jelas dan interior yang bertema, dianggap lebih menarik oleh konsumen. Selain itu perlu disadari terdapatnya pergeseran budaya yang dipicu dengan tersedianya akses internet dan sosial media, dimana kebutuhan untuk selalu menjadi yang terkini bagi konsumen menjadi nilai yang penting dalam penawaran produk (Chih-Wen, 2016). Hal ini tentu saja dapat diterjemahkan pada sebuah rancangan tata letak yang berperan dalam pembentukan kepuasan konsumen.
Produk yang berkualitas cenderung mendorong konsumen untuk melakukan pembelian, terlebih jika konsumen lainnya juga melakukan pembelian (Lee&Kacen, 2017). Pengalaman secara langsung yang dirasakan oleh konsumen disebutkan lebih memiliki dampak baik itu positif maupun negatif terhadap konsumsi (Ert, Raz, dan Heiman, 2016). Pada era ini, pengaturan fasilitas yang unik, lebih menarik kedatangan konsumen, dan tentunya memenuhi keinginan diperolehnya pengalaman pelanggan baru konsumen yang dapat mendorong
terjadinya pembelian sebagai salah satu bentuk kepuasan. Di Indonesia, meskipun pembelian on-line sudah mulai umum untuk dilakukan, tetapi pembelian langsung ke toko secara fisik masih diminati terlebih jika tempat tersebut menawarkan pengalaman yang berbeda selain kecepatan dan harga yang lebih murah.
Paper ini membahas rancangan toko buku tematik yaitu toko buku yang sebagian besar buku dan berbagai produk yang disediakan sesuai dengan temanya. Selain itu aliran proses yang ada juga disesuaikan. Rancangan pada paper ini akan menjawab beberapa pertanyaan seperti sistem pelayanan dan aliran proses yang akan diciptakan untuk membentuk image perusahaan, fasilitas apa saja yang penting disediakan pada toko buku, bagaimana penempatan antar fasilias dan gambaran tata letaknya.
II. METODOLOGI PENELITIAN
Untuk merancang toko buku tematik ini, dilakukan perancangan konsep bisnis dan pelayanan sehingga fasilitas sejalan dengan tema yang telah ditetapkan. Data yang digunakan adalah data hipotetik yang mengacu pada hasil pengamatan toko buku yang ada di beberapa mal besar di kota Jakarta.Perancangan cetak biru pelayanan disusun untuk digunakan sebagai input dalam penentuan kebutuhan fasilitas pada toko buku ini sedangkan jumlah fasilitasnya didasarkan pada rencana kapasitas yang akan disediakan berdasarkan hasil survei pada beberapa toko buku yang sudah ada.
107
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Toko buku tematik relatif masih sedikit di Indonesia maupun di dunia. Rancangan toko buku tematik pada paper ini akan didahului oleh hasil perumusan model kanvas bisnis dan paket layanan yang akan diberikan.
A. Model Kanvas Bisnis dan Paket Layanan
Model kanvas bisnis menjelaskan secara jelas membuat suatu organisasi, penyampaian, dan penyusunan biaya yang diperlukan. Konsep ini dapat dibagi untuk menggambarkan dan memanipulasi model bisnis dengan mudah untuk membuat strategi alternatif baru. Bisnis model menjelaskan 9 elemen yang berguna bagi perusahaan untuk memperoleh keuntungan (Pigneur, 2010):
GAMBAR 1. MODEL BISNIS KANVAS
Untuk rancangan toko buku tematik ini, dirancang model
bisnis kanvas yang dijabarkan pada tabel berikut :
TABEL 1. RANCANGAN MODEL BISNIS KANVAS Key Partners (1) Key Activities (2) Value
Proposition (3) • Penerbit buku dan
supplier alat tulis (stationary) dan merchandise impor tematik
• Agen gedung atau pengelola gedung
• Penyewa café tematik
• Ekspedisi • Perusahaan furniture • Investor • Toko material • Perusahaan jasa
parkir • Media partner
• Menjual buku • Menjual
merchandise • Menjual stationary • Menjual makanan
dan minuman tematik
• Mengelola gedung • Mengatur website
toko buku • Investor, sponsor,
iklan • Promosi, event
• Tersedia café untuk pengunjung yang belanja di toko buku
• Diskon member • Menjual
lengkap buku-buku, merchandise, serta stationary impor.
Cost Structure (4) Key Resources (5) Custmer relationship (6)
Biaya investasi, modal, operasional (fixed dan variabel cost)
• IT Staff (Teknisi) • Engineer • Pegawai • Jasa parkir, security
• Face to face • Website resmi (online shopping)
• Komunitas bookaholic
• Komunitas tema Kegiatan CSR
Channels (7) Revenue Stream (8) Customer Segments (9)
• Media sosial • Website resmi • Iklan billboard,
flyer, LCD advertising
• Radio, majalah
Penjualan buku, alat tulis, makanan, minuman, biaya kirim, investor,sponsorship, iklan dan cafe
• Penggemar baca buku (bookaholic)
• Penggemar tema terpilih
• semua kalangan
Value proposition sangat penting dalam perancangan Toko buku tematik ini dikarenakan value proposition yang membedakan dengan pesaing. Kelebihan antaralain akan adanya café yang menjual makanan dan minuman dengan tema khusus. Café tersebut direncanakan akan memiliki fasilitas free wifi, kursi, sofa, dan meja yang nyaman untuk menunggu, belajar, membaca, dan lain-lain.
Service Package atau paket layanan menjelaskan mengenai
kumpulan dari barang dan service dengan informasi yang diperlukan untuk menghasilkan produk layanan yang dijanjikan ke konsumen. Semua yang diperlukan terdiri dari 5 fitur yaitu supporting facility, explisit service, implisit service, facilitating goods dan service experience (Fitzsimmons, Fitzsimmons, & Bordoloi, 2011). Adapun rancangan paket layanan dari buku tematik ini disusun sebagai berikut :
GAMBAR2. RANCANGAN PAKET LAYANGAN TOKO BUKU TEMATIK Supporting facility yang diberikan kepada pengunjung
antara lain lahan parkir yang berada tidak jauh dengan pintu masuk gedung, adanya petugas keamanan, parkir disediakan untuk mobil dan motor, dan kebutuhan lain seperti toilet dan interior yang menunjang tema toko buku.
Facilitating goods diracang sesuai tema toko, dengan banyak genre mulai dari anak-anak sampai dewasa termasuk buku cerita dan buku pelajaran, stationary dan merchandise impor, penyediaan minuman dan makanan degan tema khusus, serta area khusus bagi pengunjung.
Information berkaitan dengan informasi yang tersedia mengenai toko buku sendiri maupun produk dan layanan yang diberikan dan dapat diakses melalui website resmi, serta informasi lokasi dari toko buku yang dapat diakses dengan menggunakan aplikasi Google Maps.
108
Explicit service dari toko buku ini adalah kebersihan, dekorasi dan interior dengan tema yang khas, serta adanya fasilitas membership bagi pelanggan, dan garansi produk yang dijual. Implicit service yang diberikan adalah kenyamanan pada saat berkeliling melihat-lihat buku dan kenyamanan pada saat bermain serta bersantai di café, yang dirancang sesuai tema dari toko buku sehingga pengalaman yang dirasakan menarik pengunjung untuk datang kembali .
B. Cetak Biru Layanan dan Alur Proses Rancangan
Untuk perancangan tata letak fasilitas perlu dipahami bagaimana layangan akan diberikan. Rancangan layanan yang diberikan dapat dijabarkan menggunakan service blue print yang terdiri dari Physical Evidence, customer actions, line of interaction, onstage contact peson, line of visibility, backstage contact person, line of internal interaction dan support proceses ((Fitzsimmons, Fitzsimmons, & Bordoloi, 2011). Berikut gambaran mengenai service blue print toko buku tematik :
GAMBAR 3. RANCANGAN CETAK BIRU LAYANAN
Selain itu diperlukan perancangan mengenai perkiraan alur
informasi dan alur orang di area pelayanan yang dirancang. Alur yang dimaksud dijabarkan pada gambar berikut:
GAMBAR 4. RANCANGAN ALUR LAYANAN BERDASARKAN CETAK BIRU
RANCANGAN
Dalam perancangan ini dilakukan survei di beberapa mal di Jakarta untuk menentukan jumlah fasilitas yang dibutuhan menggunakan konsep antrian. Hasilnya dapat dijabarkan pada tabel berikut :
TABEL 2 JUMLAH FASILITAS YANG DIBUTUHKAN
Fasilitas Jumlah Pembulatan
Area parkir 18,7 19
Kasir café 0,7 1
Kasir toko buku 0,7 1
Information 0,4 1
Customer service 1,1 2
Toilet 0,7 1
Untuk memastikan fasilitas keseluruhan memenuhi
kebutuhan untuk memberikan pelayanan pada pelanggan, dijabarkan fungsi dari setiap fasilitas sebagai berikut :
TABEL 3. NAMA AREA FASILITAS DAN FUNGSINYA
C. Activity Relationship Chart (ARC) dan Dimensionless Diagram
No Area Fungsi
1 Kasir Tempat untuk membayar seluruh pembelian produk dari café, stationary, merchandise, dan buku
2 Information Tempat yang mengetahui seluruh informasi yang terdapat pada toko buku
3 Customer service Tempat untuk pengunjung membuat membership ataupun menerima kritik dan saran dari pengunjung
4 Toilet Tempat untuk membuang air kecil/besar maupun untuk membersihkan diri
5 Café Tempat untuk menyantap makanan maupun untuk bersantai
6 Ruang buku Tempat yang menjual seluruh buku yang berasal dari Korea
7 Stationary Tempat yang menjual seluruh alat tulis yang berasal dari Korea
8 Merchandise Tempat yang menjual seluruh merchandise yang berasal dari Korea
9 Kitchen
Tempat untuk para pekerja memasak makanan ataupun menyiapkan makanan yang akan disajikan untuk pengunjung dan juga tempat menyimpan cadangan makanan
10 Gudang
Tempat untuk menyimpan buku, alat tulis, dan merchandise yang baru masuk dan tempat pengecekan buku (barcode)
11 Office Tempat pekerja bekerja dan tempat yang menyimpan seluruh informasi dari luar maupun dalam toko buku
12 Loading dock Tempat buku, alat tulis, dan merchandise diturunkan dari truk-truk yang datang dari supplier
13 Trash holding Tempat pembuangan sampah organik dan anorganik yang berasal dari toko buku
14 Parkir Tempat untuk memarkir kendaran yang berkunjung ke toko buku dan tempat untuk truk dari supplier parkir
109
Dalam perancangan layout selanjutnya digunakan Activity Relationship Chart (ARC), yang sebelumnya ditentukan dulu jumlah hubungan antar department untuk 14 department yang direncanakan dengan hasil sebagai berikut :
TABEL 4. JUMLAH AREA DENGAN TIPE HUBUNGANNYA
Value Closeness Weight of Value Jumlah
A Absolutely necessary
5% of N 6
E Especially important
10% of N 11
I Important 15% of N 16
O Ordinary
closeness okay 25 % of N 27
U Unimportant Remaining % of N Sisanya
X Undesireable Remaining % of N Sisanya
Dalam penentuan ARC, digunakan panduan sebagai berikut :
TABEL 5. CLOSENESS RATING AND REASON IN CODE
Sehingga diperoleh ARC dan worksheet ARC sebagai
berikut :
GAMBAR 5. ACTIVITY RELATIONSHIP CHART (ARC) TOKO BUKU
RANCANGAN Selanjutnya dijabarkan hubungan antar departemen atau area
pada worksheet berikut :
TABEL 5. WORK SHEET DIAGRAM ARC
Department A E I O U X
1. Kasir - 14 2,3,6,7,8 4,11 9,10,12 13,5
2. Information - 3 1,5,6,7,8 4,11 9,10,12 13
3. Customer service
- 2 1,5, 6,7,8
4,11 9,10,12 13
4. Toilet - - -
1,2,3 ,4,5, 6,7,8,
9,10,11
12 13
5. Café 9,15 - 2,3 4,11,14 6,7,8, 10,12
13
6. Area buku - 7,8,10 1,2,3 4,11,14 5,9,12 13
7. Stationary - 6,8,10 1,2,3 4,11,14 5,9,12 13
8. Merchandise - 6,7,10 1,2,3 4,11,14 5,9,12 13
9. Kitchen 5,12,13 - - 4,11 1,2,3, 6,7,8, 10,14
-
10. Gudang 12 6,7,8 11 4 1,2,3,9, 13,14
-
11. Kantor - 12 10 1,2,3, 4,5,6,
7,8,9,14 - 13
12. Loading dock 9,10 11 - - 1,2,3,4, 5,6,7,8
-
13. Trash holding 9 - - - 10,12,14 1,2, 3,4,
14. Parkir - 1 - 5,6,7, 8,11
2,3,4,9, 10,12,13
-
15. Kasir Café 5 9,12 1,4 2,3,14 6,7,8 10,11,
13
Berdasarkan ARC yang telah disusun, dilakukan pengaturan tata letak dengan memanfaatkan dimensionless diagram yang dilengkapi dengan alur pelanggan.
GAMBAR 6. DIMENSIONLESS BLOCK DIAGRAM SESUAI DENGAN ARC
DISERTAI ALUR PELANGGAN
D. Pengaturan tata letak menggunakan VIP-PlantOp
110
Pengaturan tata letak fasilitas di toko buku tematik ini selanjutnya memanfaatkan software VIP-PlantOp. Adapun data yang digunakan adalah data form to chart dan luas area untuk setiap fasilitas.
TABEL 6. PERKIRAAN JUMLAH TRAFFIC PENGUNJUNG
Keterangan:
A = Area parkir B = Loading dock C = Gudang D = Kitchen E = Office F = Café G = Area buku H = Stationary
I = Merchandise J = Kasir café K = Kasir toko buku L = Information M = Customer service N = Toilet
O = Trash holding
Adapun kebutuhan luas dari setiap area departemen adalah
sebagai berikut : TABEL 7. LUAS AREA SETIAP DEPARTEMEN
Departmen Kebutuhan luas (m2)
Department Kebutuhan luas (m2)
1. Kasir 25 9. Kitchen 24
2. Information 10 10. Gudang 28
3. Customer service 10 11. Kantor 28
4. Toilet 12 12. Loading dock 40
5. Café 104 13. Trash
holding 16
6. Area buku 108 14. Parkir 99
7. Stationary 81 15. Kasir Café 6
8. Merchandise 30
Berdasarkan data yang telah disusun, maka dilakukan perhitungan tata letak yang optimal menggunakan software VIP PlantOp, dengan tampilan sebagai berikut :
GAMBAR 7. USULAN LAYOUT YANG OPTIMAL
Berdasarkan tata letak yang diusulkan terlihat bahwa area
Parkir dan area toko merupakan area yang paling besar dari toko buku tematik yang dirancang, area lainnya sesuai dengan kebutuhan yang telah ditetapkan luasnya pada tahap sebelumnya.
Jika, dilihat hasil dari VIP PLANOPT maka rancangan layout disesuaikan dengan volume pengunjung yang berpindah dari kategori tempat ke kategori tempat lainnya, misalkan pengunjung yang berpindah dari area buku-buku ke area stationary. Sehingga area buku harus berdekatan dengan area stationary, area parkir, informasi, customer service dan café karena ada sekitar 35 orang yang berpindah dari area parkir ke area buku maupun sebaliknya, ada sekitar 28 orang yang berpindah dari area buku ke area stationary maupun sebaliknya, ada sekitar 20 orang yang berpindah dari area buku ke area informasi maupun sebaliknya, ada sekitar 20 orang yang berpindah dari area buku ke area customer service maupun sebaliknya dan ada sekitar 25 orang yang berpindah dari area buku ke area café maupun sebaliknya. Area stationary harus berdekatan dengan area merchandise karena ada sekitar 27 orang yang berpindah dari area merchandise ke area stationary maupun sebaliknya. Untuk area kitchen, gudang, kantor, loading dock, dan trash holding sebaiknya memiliki area sendiri karena tidak ada pengunjung yang datang area tersebut.
Area kasir harus berdekatan dengan area buku, area stationary dan area merchandise karena ketika pengunjung mendapat barang yang dipilih maka konsumen dapat menuju kasir dengan jarak yang dekat. Untuk area café sebaiknya berdekatan dengan loading dock, kitchen dan trash holding agar dapat dengan mudah mengatur makanan yang masuk lalu mengolahnya dan setalah itu membuang sisa makanan. Untuk area customer service sebaiknya berdekatan dengan area kasir dan informasi karena memudahkan pengunjung ketika ingin menitipkan barang sekaligus mencari informasi. Untuk area kantor sebaiknya terpisah dari area lainnya karena keterkaitan dengan area lain sangat rendah dan dapat memanfaatkan teknologi seperti CCTV untuk memantau seluruh area yang ada.
Perbandingan antara ARC dan VIP PLANT OPT adalah jika pada ARC kasir harus berdekatan dengan informasi, café, dan toilet maka pada VIP PLANT OPT kasir berdekatan pada area merchandise, area parkir, information, dan toilet. Pada ARC area stationary berada di tengah berdekatan dengan toilet, area buku, area parkir, loading dock, kantor, gudang, area
111
merchandise, dan café. Maka, pada VIP PLAN OPT area stationary berdekatan dengan area buku dan area merchandise, toilet dan café. Pada ARC trash holding berdekatan dengan kantor dan gudang maka pada VIP PLANT OPT trash holding hanya berdekatan dengan kitchen dan cafe. Jika pada ARC gudang berdekatan dengan kantor dan loading dock maka pada VIP PLANT OPT gudang berdekatan dengan kantor dan loading dock.
IV. KESIMPULAN
Tata letak pada buku tematik ini berdasarkan Sistem pelayanan yang dirancang dengan Service Blueprint yang dilihat berdasarkan pada physical evidence, customer actions, line of interaction, onstage contact person, line of visibility, backstage contact person, line of internal interaction, dan support processes.
Berdasarkan kebutuhan pengunjung maka fasilitas yang dibutuhkan adalah 15 fasilitas yaitu 10 fasilitas untuk pengunjung dan 5 fasilitas untuk mendukung pelayanan di toko buku. Setiap fasilitas terdapat peralatan untuk membantu dalam melayani pengunjung yang berjumlah 7 pada area parkir, 3 pada area loading dock, 10 pada area café, 3 pada area buku, 1 pada area stationary, 1 pada area merchandise, 5 pada area kasir café, 5 pada area kasir toko, 3 pada area informasi, 2 pada area customer service, 4 pada area toilet 2 pada area trash holding, 5 pada area gudang, 10 pada area kitchen dan 9 pada area kantor.
Penempatan fasilitas yang tepat adalah dengan memerhatikan perpindahan dari satu fasilitas ke fasilitas lain
dengan jumlah terbanyak atau sering dilakukan. Jika perpindahan dari fasilitas A ke fasilitas B sangat sering melakukan perpindahan, maka fasilitas tersebut harus didekatkan agar kegiatan yang dilakukan menjadi lebih baik dan efisien.
Pemanfatan software dapat membantu mempercepat proses perancangan tata letak yang lebih efisien meskipun pada pelaksanaanya penyesuaian tetap perlu dilakukan. Hasil dari software lebih menitikberatkan pada frekuensi traffic antar departemen, sehingga untuk fasilitas yang lebih banyak aliran informasi bukan aliran orang atau barang, pemanfaatan ARC dapat menghasilkan layout yang cukup efektif.
REFERENSI [1] Chih-Wen, W. (2016). The performance impact of social media in the
chain store industy. Journal of Business Resaearch. Vol. 69. Issue 11. [2] Fitzsimmons, J. A., Fitzsimmons, M. J., & Bordoloi, S. (2011). Service
Management 8th Edition. United States: The McGraw-Hill Companies, Inc.
[3] Pigneur, Y. (2010). Business Model Generation. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.
[4] Tompkins, J. A., White, J. A., Bozer, Y. A., & Tanchoco, J. (2010). Facilities Planning 4th Edition. United States: John Wiley & Sons, Inc.
[5] Lee, J.A., Kacen, J.J (2008). Cultural influences on consumer satisfaction with impulse and planned purchase decisions. Journal of Business Research, Vol. 61, issue 3.
[6] Ert, E., Raz. O., Heirman, A., (2016)., (Poor) seeing is believing: When direct experience impairs product promotion.International Journal of Research in Marketing. Vol 33. Issue 4.
[7] Industri Jasa memiliki Potensi Besar terhadap Peningkatan Ekonomi Indonesia, http://www.dikti.go.id/industri-jasa-memiliki-potensi-besar-terhadap-peningkatan-ekonomi-indonesia/#2oSLyFytkIJBX64g.99, diakses tanggal 28 April, 2017.
112
Perancangan Ulang Tata Letak Fasilitas dan Pemindahan Material dengan Menggunakan
Algoritma Computerized Relationship Layout Planning (CORELAP) dan BLOCPLAN di CV.
Nepsindo
Rendy Ardiansyah1 A. Harits Nu’man2 Iyan Bachtiar3 1,3JurusanTeknik IndustriUniversitas Islam Bandung,
Jl. Tamansari No.1 Bandung 40116 [email protected], [email protected],[email protected]
Intisari--- Kegiatan produksi yang baik tak lepas dari perencanaan perusahaan yang baik pula mulai dari tata letak, aliran material serta proses produksi perusahaan sehingga akan dihasilkan efektifitas dan efisiensi kegiatan produksi dengan mengoptimalkan ruangan untuk operasi-operasi kerja yang dilakukan. Perencanaan tata letak yang baik akan memberikan banyak manfaat bagi perusahaan mulai dari efisiensi dan efektivitas kegiatan produksi dalam menjaga keberlangsungan hidup atau keberhasilan suatu perusahaan. CV. Nepsindo merupakan perusahaan yang bergerak di bidang konveksi pembuatan pakaian muslim. Permasalahan yang terdapat pada perusahaan adalah jauhnya jarak pemindahan bahan kegiatan produksi yang berbeda lokasi bangunan serta aliran material yang masih tidak beraturan karena penempatan stasiun kerja yang tidak sesuai dengan hubungan kedekatan sehingga perusahaan berencana untuk mengembangkan usahanya dengan menggabungkan kedua lokasi tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan tataletak fasilitas produksi yang memiliki aliran material yang lebih baik serta pemindahan bahan yang minimum dari kegiatan produksi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah algoritma Block Layout Overview with Layout Planning (BLOCPLAN) dan Computerized Relationship Layout Planning (CORELAP). Analisis dilakukan dengan membandingkan efektivitas dan efisiensi dari aliran lintasan dan pemindahan material yang dihasilkan antara tataletak awal dan tataletak usulan. Hasil penelitian menunjukan bahwa jarak perpindahan pada layout awal sebesar 1.078,8 meter perpindahan/hari dengan ongkos sebesar Rp. 73.180,14, sedangkan layout usulan menghasilkan jarak perpindahan sebesar 89,5 meter perpindahan/hari dengan ongkos Rp. 33.611,03. Hasil dari penelitian didapat bahwa tata letak yang diusulkan mampu meningkatkan efisiensi jarak perpindahan bahan/hari sebesar 91,73%, meminimasi ongkos pemindahan sebesar 54,07% dan menghasilkan pola aliran material yang lebih baik bagi perusahaan. Kata Kunci: Layout, CORELAP, BLOCPLAN, Aliran Material, Optimasi
I. PENDAHULUAN
Kegiatan produksi yang baik tak lepas dari perencanaan perusahaan yang baik pula mulai dari tata letak, aliran material serta proses produksi perusahaan sehingga akan dihasilkan efektivitas dan efisiensi kegiatan produksi dengan mengoptimalkan ruangan untuk operasi-operasi kerja yang dilakukan.Perencanaan tata letak yang baik akan memberikan banyak manfaat bagi perusahaan mulai dari efisiensi dan efektivitas kegiatan produksi dalam menjaga keberlangsungan hidup atau keberhasilan suatu perusahaan (Nu’man, 2013).
Pada saat ini, CV. NEPSINDO baru melakukan perpindahan kantor dan bagian produksi perusahaan sehingga perbedaan desain bangunan yang ada saat ini menjadi permasalahan bagi perusahaan. Perpindahan lokasi pabrik ini menyebabkan aliran material yang terjadi mengalami hambatan akibat berbedanya kedua lokasi bangunan. Untuk memperbaiki hal tersebut, perusahaan berencana untuk mengembangkan bisnisnya dengan menggabungkan bagian
penjahitan ke lokasi yang baru sehingga keseluruhan bagian produksi perusahaan berada dalam lokasi yang sama. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi tata letak saat ini dengan menghitung jarak perpindahan material dengan memperhatikan aliran proes produksi dan mencari alternatif layout yang optimal untuk menghasilkan perpindahan jarak yang minimum.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka maksud dan tujuan dari penelitian ini sebagai berikut: 1. Mengetahui kondisi tata letak keseluruhan yang
digunakan CV. NEPSINDO saat ini ? 2. Merancang ulang tata letak lantai bagi CV.
NEPSINDO dengan menggunakan Algoritma CORELAP dan BLOCPLAN ?
3. Memberikan usulan rancangan tata letak yang memiliki Material Handling yang lebih baik dengan kriteria jarak lintasan dan ongkos pemindahan ?
113
II. METODOLOGI PENELITIAN
Berikut adalah flowchart mengenai langkah kerja dalam melakukan penelitian yang terstruktur secara sistematis untuk mencapai tujuan penelitian seperti ditampilkan pada Gambar 1.
Mulai
Identifikasi Perusahaan
Tinjauan Pustaka
Studi Lapangan
Pengumpulan Data
Pengumpulan Data Perusahaan
Profil perusahaan Layout awal yang digunakan oleh perusahaan Kapasitas produksi serta jumlah mesin Aliran proses pengerjaan produk Aliran material dari proses pembuatan produk
Perancangan Layout Usulan
Identifikasi Layout Awal
Pengolahan Data Perusahaan
Analisis dan Pembahasan
Kesimpulan dan Saran
Selesai
Perbandingan Layout Awal dan Usulan
GAMBAR 1 FLOWCHART PENELITIAN
III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Identifikasi Tata Letak Awal Berikut adalah layout dari lokasi utama yang saat ini
digunakan oleh perusahaan seperti ditampilkan pada Gambar2.
5
174
3 171
2
1
4 5
6 7
9
87654321
109
0
1817161514131211
2019
1211
8 8
10
1 5 10 15 20 25 30 35
15 172
173
14
16
40 45
18
Keterangan :1. Receptionist 7. Ruang Steam 13. Ruang Transit Sementara2. Ruang Kantor 8. Area Lubang & Pasang Kancing 14. Ruang Quality Control3. Ruang Meeting 9. Area Transit Barang 15. Mushola4. Warehouse 10. Area Finishing 16. Dapur5. Ruang PPIC 11. Area Pengelotan (Lot Size) 17. Toilet6. Ruang Barcode & Packing12. Area Pola & Cutting 18. Parkir
GAMBAR 2LAYOUT AWAL LOKASI UTAMA PERUSAHAAN
Adapun untuk lokasi kedua yang digunakan oleh perusahaan sebagai tempat kegiatan penjahitan dapat dilihat pada Gambar 3.
4
53525150
5554
0
6059585756
425 430 435
5
4948
420
1
2
53525150
5554
0
6059585756
425 430 435
34948
420
(a) Lantai Bawah (b) Lantai Atas
Keterangan :
1. Area Jahit
2. Area Obras
3. Area Overdeck
4. Shiping
5. Receiving
GAMBAR 3LAYOUT AWAL LOKASI LAMA (PRODUKSI JAHIT)
Setelah diketahui susunan tata letak dari bangunan
utama yang digunakan oleh perusahaan, maka selanjutnya ditentukan letak koordinat dari layout yang telah dibuat. Berikut adalah rekapitulasi dari dimensi dan koordinat dari layout awal pada bangunan utama seperti ditampilkan pada Tabel I.
TABEL I DIMENSI AREA DAN KOORDINAT LAYOUT AWAL
BANGUNAN UTAMA
No. Uraian Dimensi (m)
Xi (m)
Yi (m)
Lokasi Pertama 4 Warehouse 7 x 6 25,5 16 6 Ruang Barcode
&Packing 5 x 4 34,5 15
7 Ruang Steam 4 x 4 39 15
8
Area Pembuatan Lubang
3 x 2,5 17,5 6,75
Area Pemasangan Kancing
3 x 2,5 20,5 6,75
9 Area Transit barang 2,5 x 6 23,25 8,5 10 Area Finishing 3 x 6 26 8,5
114
No. Uraian Dimensi (m)
Xi (m)
Yi (m)
11 Area Pengelotan 5 x 6 30 8,5 12 Area Pola Cutting 11 x 6 35,5 8,5 14 Ruang
QualityControl 9 x 5,5 38,5 2,75
Lokasi Kedua 1 Area Jahit 12 x 7 427 54,5 2 Area Obras 6 x 4 424 50,5 3 Area Overdeck 6 x 4 430 50.5
Perhitungan jarak Material Handling
menggunakan ukuran jarak sesuai denganskala. Perhitungan jarak Material Handling antar stasiun kerja dalam pengerjaan proses produksi adalah sebagai berikut:
Dij = |xi – xj| + |yi – yj| • Jarak Pemindahan BahanPembuatan Pola dan
Cutting Dij = |xarea transit – xarea pola&Cutting| + | yarea transit – yarea
pola&Cutting| = |23,25 – 35,5| + |8,5 – 8,5| = 11,75
Jarak Pemindahan Bahan Total = 11,75 + 5,5 + 501,5 + 6,5 + 7 + 6 + 6,5 +477,75 + 3 + 7,25 + 18,25 + 13,75 + 4,5 + 10
= 1.078,8 meter Setelah diketahui jarak perpindahan setiap kegiatan
dalam produksi pembuatan pakaian, kemudian dihitung ongkos pemindahannya.Untuk menghitung ongkos pemindahan ini diperlukan beberapa data lain seperti Upah harian operator, frekuensi pemindahan dan ongkos harian alat angkut.
TABEL II UPAH HARIAN OPERATOR No. Stasiun Kerja Jumlah
(orang) Upah/Hari/Orang
1 Operator Pola &Cutting 7 Rp. 40.000 2 Operator Lubang 2 Rp. 35.000 3 Operator Kancing 2 Rp. 35.000 4 Operator Penjahitan
(Jahit, Obras, Overdeck) 15 Rp. 100.000
5 Operator Steam 4 Rp. 35.000 6 Operator
Barcode&Packing 1 Rp. 30.000
7 Operator Finishing 4 Rp. 30.000 8 Operator QualityControl 4 Rp. 45.000 9 Operator Pengelotan 4 Rp. 35.000 10 Operator Gudang
(Transport Bahan) 2 Rp. 40.000
Sumber : Bagian Produksi CV. Nepsindo
TABEL III ONGKOS HARIAN ALAT ANGKUT
Uraian Alat Angkut
Biaya Jangka Biaya Harian
Total Biaya
Harian Sepeda Motor Harga Beli Rp.14.500.000 10tahun Rp7.945 Rp24.945
Perawatan Rp. 60.000 30 hari Rp2.000 Bahan Bakar
Rp. 15.000 1 hari Rp.15.000
Sumber : Bagian Produksi CV. Nepsindo
TABEL IV FREKUENSI PEMINDAHAN BAHAN HARIAN No. Pemindahan Bahan Freq/Hari 1 Transit Bahan ke Pola &Cutting 3 2 Pola &Cutting ke Pengelotan 25 3 Pengelotan ke Receiving 9 4 Receiving ke Jahit 9 5 Jahit ke Obras 33 6 Obras ke Overdeck 15 7 Overdeck ke Shiping 15 8 Shiping ke Pelubangan Kancing 27 9 Pelubangan ke Pemasangan Kancing 30 10 Pemasangan Kancing ke Finishing 30 11 Finishing ke QualityControl 34 12 QualityControl ke Steam&Barcode 30 13 Steam&Barcode ke Packing 15 14 Packing ke Warehouse 10
Sumber : Bagian Produksi CV. Nepsindo
Setelah diperoleh data tersebut, maka selanjutnya
dilakukan perhitungan ongkos pemindahan bahan berdasarkan hasil konversi upah harian terhadap waktu kerja. Berikut adalah contoh konversi upah harian operator seperti ditunjukan pada Tabel V.
TABEL V KONVERSI UPAH HARIAN OPERATOR
Sumber : Bagian Produksi CV. Nepsindo Diolah
Setelah dilakukan konversi dan diperoleh upah per
meter, maka selanjutnya dilakukan perhitungan ongkos pemindahan bahan untuk setiap pekerjaan yang dilakukan.
• OMHTransitke Pembuatan Pola dan Cutting OngkosAlat Angkut = Rp. 0 Ongkos Operator = Ongkos Operator Pola &Cutting = Rp. 24,32 x 3 x 11,75 = Rp. 857,14 Ongkos Total =Rp. 857,14 Setelah diketahui ongkos perpindahan antar stasiun
kerja, maka dihasilkan ongos total keseluruhan dari kegiatan
115
pemindahan material yang dilakukan saat ini berdasarkan kondisi layout awal (existing) perusahaan. OMH Total = Rp. 857,14 + Rp. 1.190,48 + Rp. 11.618,36
+ Rp. 1.285,71 + Rp. 7.857,14 + Rp. 3.571,43 + Rp. 5.357,14 + Rp.26.671,88 + Rp. 1.250 + Rp. 2.500 + Rp. 4.857,14+ Rp. 4.821,43 + Rp. 625 + Rp. 714,29 = Rp. 73.180,14
B. Perancangan Tata Letak Usulan
1) Pembuatan ARC Layout Usulan Berikut adalah derajat kedekatan antar stasiun yang
ada pada bagian produksi pembuatan pakaian yang ditampilkan dalam bentuk diagram Activity Relationship Chart (ARC) dapat dilihat pada Gambar 4.
U3,9
UX3
U3,9
U3
X3
U3,9
U3
X3
X3,9
X3,9
I1,4
X3,9
O4,9
X3,9
I4,6,8
I4,6,8
O4
I4,6,8
O4
U3
U3
U3
E1,4,5,7
A1,4,5,6,7
A1,2,4,5,6,7
A1,4,5
I4,6
E4,5,6
E4,5,6
I4,6
I4,6
I4,6
O4
I4,6
O4
U3
U3
U3
8 A1,4,5,6,7
1
2
3
4
5
6
7
8
9
13
10
O4
U3,9
U3,9
E1,5,7
O4
O4
U3
U3,9
U3
A1,4,5,7
I4,6
U3
X3
U3
X3
X3
X3
A1,5
A1,4
O4,5
U3
U3
U3
U3
U3
U3
A1,2,4,5,6,7
2. Pola & Cutting
3. Pengelotan
4. Jahit
5. Obras
6. Overdeck
7. Lubang Kancing
8. Pasang Kancing
9. Finishing
A1,5,7
A1,5
A1,2,4,5,6,7
I4,6
A1,5
I4,6
O4
U3
O4
O4
O4
1
2
3
4
5
6
7
8
1. Transit & Shiping
10. Quality Control
9
11. Steam
12. Packing
13. Warehouse
10
11
12
11
12
13
A
I
O
X
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
E
E
E
E
A
O
O O
O
O
OO
O
O
O
O
O
I
I
II
I
I
I
I
I
I
I
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
GAMBAR 4ARC USULAN BAGIAN PRODUKSI
2) Perhitungan Nilai TCR Layout Usulan
Bobot total nilai kedekatan (TCR) menunjukan tingkat kepentingan dari stasiun bersangkutan terhadap keseluruhan stasiun kerja yang ada sehingga stasiun kerja yang memiliki bobot TCR terbesar akan dialokasikan pertama dalam peletakan stasiun kerja. Berikut adalah rekapitulasi nilai TCR seperti ditampilkan pada Tabel VI.
TABEL VITOTAL CLOSENES RELATIONSHIP STASIUN PRODUKSI
USULAN
3) Pengalokasian Layout Usulan Pada pengalokasian ini, stasiun kerja yang memiliki bobot tertinggi akan dialokasikan pertama dan dilanjutnya dengan stasiun kerja yang memiliki bobot tertinggi selanjutnya. Bila lebih dari satu yang memiliki bobot tertinggi sama, maka diurutkan berdasarkan stasiun kerja yang memiliki bobot hubungan A terbanyak dengan stasiun yang telah diletakan sebelumnya. • Iterasi 1
Stasiun Kerja 6 (Overdeck)sebagai pusat Stasiun kerja ini dipilih pertama karena memiliki nilai
TCR yang tertinggi sehingga harus dialokasikan pertama dalam peletakan stasiun kerja.
6 6
• Iterasi 2 Pengalokasian Stasiun Kerja 5 (Obras)
Jika stasiun kerja 5 di posisi : 2, 3, 5, 7, 8, 10 : nilai bobotnya = 6 1, 4, 6, 9 : nilai bobotnya = 6 (0,5) = 3 Maka, dipilih lokasi bobot 6 (lokasi 7 & 8)
• Iterasi 3
Pengalokasian Stasiun Kerja 4 (Jahit)
12 6
11 5
1 2
6 5
5 6
3 4
10 9 8 7
Jika stasiun kerja 4 di posisi : 1, 4, 7, 10 : nilai bobotnya = 6 (0,5) = 3 2, 3, 8, 9 : nilai bobotnya = 6 5, 6, 11, 12 : nilai bobotnya = 6 + 6 (0,5) = 9 Maka, dipilih lokasi bobot 9 (lokasi 5 & 6)
• Iterasi 4 Pengalokasian Stasiun Kerja 7 (Lubang Kancing)
20 6
19 5
1 2
6 4
5 4
3 4
18 17 16 15
4 4
4 4
5 6
4 9
4 10
7 8
14 13 12 11
Jika stasiun kerja 7 di posisi :
116
1 : nilai bobotnya = 6 (0,5) = 3 2 : nilai bobotnya = 6 3 : nilai bobotnya = 6 + 4 (0,5) = 8 4 : nilai bobotnya = 6 (0,5) + 4 = 7 5,6,7,9,10,12,13,14 : nilai bobotnya = 4 8,11,18 : nilai bobotnya = 4 (0,5) = 2 15,16 : nilai bobotnya = 4 + 4 (0,5) = 6 19 : nilai bobotnya = 4 + 6 (0,5) = 7 20 : nilai bobotnya = 6 + 4 (0,5) = 8 Maka, dipilih lokasi bobot 8 (lokasi 3)
• Iterasi 13
Pengalokasian Stasiun Kerja 13 (Warehouse)
32 6
31 5
33 34
6 4
5 4
7 8
2 2 3 3
4 4
4 4
10 10
4 9
4 10
10 8
14 13 12 11
35 9 9 10
36 37 12 12
10 10 7
11 11 6
2 1 1 15
21 122
2
30
2
23
2
29
2
24
2
28
27
25
26
38 12 12 11
39 40 1 2
11 5
3 4
1 16
20 19 18 17
Jika stasiun kerja 13 di posisi : 1 : nilai bobotnya = 6 + 4 (0) = 8 2 : nilai bobotnya = 4 + 6 (0,5) = 7 3,5 : nilai bobotnya = 4 4 : nilai bobotnya = 4 (0,5) = 2 6 : nilai bobotnya = 4 + 2 (0,5) = 5 7 : nilai bobotnya = 2 + 4 (0,5) = 4 8, 35 : nilai bobotnya = 2 + 1 (0,5) = 2,5 9 : nilai bobotnya = 1 + 2 (0,5) = 2 10,12,13,22,23,24,26,27,29,30,31,32: nilai bobotnya = 1 11,25,28,33: nilai bobotnya = 1 (0,5) = 0,5 14 : nilai bobotnya = 1 + 1 + 4 (0,5) = 4 15,21 : nilai bobotnya = 4 + 1 (0,5) = 4,5 17,20 : nilai bobotnya = 4 (0,5) = 2 34 : nilai bobotnya = 1 + 1 + 2 (0,5) = 3 37 : nilai bobotnya = 6 + 2 (0,5) = 7 38,40 : nilai bobotnya = 6 39 : nilai bobotnya = 6 (0,5) = 3 Maka, dipilih lokasi bobot 8 (lokasi 1)
4) Pembuatan Area Allocation Diagram (AAD) Pada kegiatan pembuatan Area Allocation Diagram (AAD) yang dilakukan membutuhkan data hasil dari ARC dan ARD yang telah diperoleh sebelumnya.
Ruang Meeting
(5x2,5)
Toilet
(2x2,5)
Ruang Kantor
(7x7)
Receptionist
(7x2,5)
Warehouse
(7x6)
Ruang PPIC
(3x6)Barcode & Packing
(5x4)
Steam
(4x4)
Transit & Shiping
(4x6)
8
7
6
5
4
3
2
1
10
9
0
18
17
16
15
14
13
12
11
20
19
Pola & Cutting
(6x11)
Pengelotan
(5x6)
Jahit
(12x6)
Obras
(4x6)
Lubang
Kancing
(2,5x3)
Pasang
Kancing
(2,5x3)
Overdeck
(6x2,5)
Finishing
(6x3)
1 2 3 5 64 7 8 9 11 1210 13 14 15 17 1816 19 20 21 23 2422 25 26 27 29 3028 31 32 33 35 3634 37
Mushola
(3x2)
Toilet
(4x2)
Toilet
(2x1,5)
Quality Control
(6x9)
Dapur
(4x6)
GAMBAR 5BLOCKLAYOUT USULAN KESELURUHAN CV. NEPSINDO
Berikut adalah perhitungan jarak pemindahan material dari layout yang diusulkan :
Dij = |xi – xj| + |yi – yj| • Jarak Pemindahan BahanPembuatan Pola dan
Cutting Dij = |xarea transit – xarea pola&Cutting| + | yarea transit – yarea
pola&Cutting| = |7,5 – 12,5| + |3 – 5,5| = 5 + 2,5 = 7,5 m Setelah diketahui jarak perpindahan antar stasiun
kerja, maka dihasilkan jarak total keseluruhan dari kegiatan Pemindahan Bahan yang dilakukan saat ini berdasarkan kondisi layout awal (existing) perusahaan. Jarak Pemindahan Bahan Total = 7,5 + 8 + 8,5 + 7,5 +
6,75 + 5 +3 + 8,25 + 14 + 6,5 + 4,5 + 10
= 89,5 meter Berikut adalah perhitungan ongkos pemindahan
bahan yang dihasilkan dari jarak pemindahan layout usulan.
• OMHTransitke Pembuatan Pola dan Cutting Ongkos Operator = Ongkos Operator Gudang
= Rp. 21,29 x 3 x 7,5 = Rp. 479,03
Setelah diketahui ongkos perpindahan antar stasiun kerja, maka dihasilkan ongos total keseluruhan dari kegiatan pemindahan material yang dilakukan saat ini berdasarkan kondisi layout awal (existing) perusahaan. OMH Total = Rp. 479,03 + Rp. 1.732 + Rp. 88,74 + Rp.
8.417,48 + Rp. 4.035,83 + Rp. 7.418,25 + Rp. 1.250 + Rp. 2.843,78 + Rp. 3.727,08 + Rp. 2.279,55 + Rp. 625 + Rp. 714,29 = Rp. 33.611,03
5) Uji Software BLOCPLAN Berikut adalah block layout yang dihasilkan oleh software BLOCPLAN dari percobaan layout ke-5 dengan nilai R-Score tertinggi yaitu sebesar 0,43 seperti ditampilkan pada Gambar 6.
117
GAMBAR 6HASIL PERCOBAAN KE-5 SOFTWARE BLOCPLAN
C. Perbandingan Hasil Layout
Berikut adalah data perbandingan antara layout awal dengan layout usulan seperti ditampilkan pada Tabel VII.
Tabel VII Uraian Perbandingan Hasil Layout No. Uraian
Perbandingan Layout Awal Layout
Usulan 1 Jarak Pemindahan 1.078,8 meter 89,5 meter 2 Ongkos
Pemindahan Rp. 73.180,14 Rp. 33.611,03
3 Alat Pemindahan - Manusia - Sepeda
Motor
- Manusia
Berdasarkan pada hasil perbandingan, maka akan dilakukan perhitungan efisiensi dari jarak dan ongkos pemindahan bahan yang dilakukan sehingga dapatdiketahui seberapa efisien persentasi dari perancangan ulang yang dilakukan.
Koreksi jarak pemindahan = (�.���,���,) ����
�.���,� �����100%
= 91,73 % Koreksi ongkos pemindahan
= ��.( ��.���,��� ��.���,��)
��.��.���,���100% = 54,07 %
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan, maka diperoleh kesimpulan dari penelitian ini sebagai berikut : • Kondisi tata letak yang saat ini digunakan oleh CV.
Nepsindo masih belum efektif dan efisien karena aliran produksi yang digunakan tidak beraturan dengan jarak pemindahan bahan sebesar 1.078,8 meter dan ongkos sebesar Rp. 73.180,14.
• Perancangan ulang tata letak dilakukan dengan Algoritma CORELAP dengan software BLOCPLAN dengan menggabungkan layout dari kedua lokasi bangunan berdasarkan derajat kedekatan antar stasiun kerja menghasilkan jarak pemindahan bahan sebesar 89,5 meter dan ongkos sebesar Rp. 33.611,03.
• Hasil perhitungan menunjukan jika layout yang diusulkan lebih baik dengan efisiensi jarak pemindahan sebesar 91,73 % dan ongkos pemindahan sebesar 54,07 %.
UCAPAN TERIMAKASIH
Dalam penyusunan Papper ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan dalam penyusunan Papper ini, khususnya kepada Allah SWT, orang tua, dosen pembimbing, dosen jurusan Teknik Industri UNISBA, Keluarga Mahasiswa Teknik Industri UNISBA dan semua pihak lainnya.
REFERENSI
[1.] Apple, James M., 1990. Tata letak pabrik dan pemindahan bahan. Diterjemahkan oleh Nurhayati M. T. 2005. Edisi Ketiga. Bandung : ITB.
[2.] Deny, S., 2013. 8 Tantangan Ekonomi Indonesia di Masa Depan. [online] Tersedia pada : <http://bisnis.liputan6.com/read/745485/8-tantangan-ekonomi-indonesia-di-masa-depan> [diakses 25-01-17 pukul 22.31]
[3.] Departemen Agama Republik Indonesia., 1989.Al-Qur’an dan terjemahan.Diterjemahkan oleh Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur’an. Surabaya: Mahkota.
[4.] Gitosudarmo, I., 2002. Manajemen operasi. Edisi Kedua. Yogyakarta: BPFE
[5.] Meyers, F.E., 1993. Plant layout andmaterial handling. New Jersey: Prentice Hl.
[6.] Nu’man. A. Harits., 2013. Perancangan tata letak fasilitas. Bandung : UPT Pusat Pembinaan dan Laboraturium Bahasa UNISBA.
[7.] Ramadhan, M., 2013Algoritma BLOCPLAN. [online] Tersedia pada : <http://ramadhanrasyadie.blogspot.co.id/2013/05/algoritma-BLOCPLAN.html>[diakses 22-10-16 pukul 13.10]
[8.] Ristono, A.,Perancangan Fasilitas, 2009. Tangerang : Graha Ilmu.
[9.] Sutalaksana, I., Anggawisastra, R., dan Tjakraatmadja, J.H., 2006. Teknik perancangan sistem kerja. Edisi Kedua. Bandung : ITB
[10.] Tompkins, J.A., 2010. Facilities Planning. New York: Wiley. [11.] Wignjosoebroto, S. 2003. Tata letak pabrik dan pemindahan
bahan. Edisi Ketiga. Surabaya: Guna Widya.
118
Perancangan Ulang Tata Letak Fasilitas Pabrik Menggunakan Metode Algoritma Corelap
di CV. Suho Garmindo
Dyta Silvia Miharja1 A. Harits Nu’man2 Iyan Bachtiar3
1,3Prodi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Islam Bandung Jl. Tamansari No.1 Bandung 40116
[email protected]@[email protected]
Abstrak--.CV Suho Garmindo adalah sebuah perusahaan yang bergerak dibidang industri garmen. CV Suho Garmindo merupakan perusahaan yang membuat kain grey dan membuat kaos kaki yang selanjutnya akan di distribusikan ke outlet Rabbani. Perusahaan ini memiliki kendala pada lantai produksi yaitu tata letak material, alat dan mesin yang tidak tersusun rapih sehingga menimbulkan beberapa masalah seperti, tidak beraturannya aliran proses produksi kaos kaki, ruangan yang tidak terlalu luas sehingga membuat para pekerja tidak begitu nyaman dan terkadang pekerja kesulitan dalam bergerak. Metode yang digunakan untuk memperbaiki tata letak fasilitas yaitu menggunakan metode algoritma CORELAP (Computerized Relationship Layout Planning), algoritma ini merupakan suatu algoritma untuk penyusunan tata letak.Keuntungan menggunakan metode ini yaitu metode ini membentuk layout baru, berdasarkan peta keterkaitan, setiap langkah dapat dilihat selama pengembangan tata letak, pengembangan diperhatikan dengan baik dan tidak adanya perhitungan biaya.Input pengerjaan algoritma yaitu struktur organisasi, jobdesk, jumlah departemen, derajat kedekatandan luas lantai, yang kemudian diolah menggunakan diagram Activity Relationship Chart (ARC). Temuan dari penelitian ini adalah bentuk layout awal perusahaan dan aliran produksi yang tidak terorganisir dengan baik. Oleh karena itu penulis merekomendasikan layout usulan dan aliran proses produksi yang baik sesuai dengan hubungan kedekatan antar departemen. Dengan layout yang direkomendasikan, perusahaan dapat melakukan efisiensi jarak perpindahan barang sebesar 29.625 m (dari 70.48 m menjadi 40.855 m) atau sebesar 57.97%. Kata kunci: Perancangan, Layout, CORELAP, ARC, Efisiensi.
I. PENDAHULUAN
CV Suho Garmindo merupakan perusahaan yang membuat kain grey dan kaos kaki yang selanjutnya akan di distribusikan ke outlet Rabbani. Perusahaan ini memiliki kendala pada lantai produksi yaitu tata letak material, alat dan mesin yang tidak tersusun rapih sehingga menimbulkan beberapa masalah seperti, tidak beraturannya aliran proses produksi kaos kaki, ruangan yang tidak terlalu luas sehingga membuat para pekerja tidak begitu nyaman dan terkadang pekerja kesulitan dalam bergerak. Gudang bahan jadi terletak di bagian belakang, sehingga pada saat pemindahan barang harus melewati beberapa stasiun kerja, terkadang hal ini membuat para pekerja harus berhenti terlebih dahulu untuk memberikan ruang pada pekerja yang mengangkut barang. Bila hal ini dibiarkan maka banyak yang akan dirugikan dari waktu, jarak pemindahan barang, tenaga pekerja untuk mengangkut barang, pemborosan pemakaian ruangan dan ketidak efesienan dalam bekerja. Hasil yang dicapai dari perencanaan ulang tata letak fasilitas ruangan menjadi lebih rapih, alur produksi yang jelas, meminimalkan jarak pemindahan barang, menghemat pemakaian ruangan dan meningkatkan keefesienan tenaga kerja.(Apple 1990, hh 5-9).
Metode yang digunakan untuk memperbaiki tata letak fasilitas dilantai produksi kaos kaki yaitu menggunakan metode
algoritma CORELAP (Computerized Relationship Layout Planning), algoritma ini merupakan suatu algoritma untuk penyusunan tata letak.Keuntungan menggunakan metode ini yaitu metode ini membentuk layout baru, berdasarkan peta keterkaitan, setiap langkah dapat dilihat selama pengembangan tata letak, pengembangan diperhatikan dengan baik dan tidak adanya perhitungan biaya (Ristono 2010, h. 72).
Berdasarkan latar belakang penelitian, maka dapat disimpulkan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah aliran proses pembuatan kaos kakipada perusahaan CV Suho Garmindo saat ini?
2. Bagaimanakah Tata Letak Fasilitas yang baik untuk sebuah perusahaan sesuai dengan standar perencanaan tata letak fasilitas?”.
Selanjutnya, tujuan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana aliran proses dalam pembuatan kaos kaki.
2. Memberikan usulan atau gambaran pada perusahaan CV SuhoGarmindo bagaimana tataletak fasilitas yang baik dan meminimalisasi jarak perpindahan barang.
119
II. METODE PENELITIAN Berikut merupakan flowchart langkah-langkah
pemecahan masalah yang dilakukan secara sistematis dan tepat untuk mencapai tujuan penelitian seperti pada gambar berikut.
START
Survey Lapangan
Studi Pustaka
Perumusan Masalah
Tujuan
Asumsi dan Batasan Penelitian
A
Identifikasi Masalah
Gambar 1 Flowchart Penelitian
Pengumpulan Data :- Aliran Proses Produksi- Waktu Baku- Data Scrab- Data Alat & Mesin- Layout Awal Pabrik- Data Luas Lantai Produksi - Nilai Hubungan Tingkat Kedekatan antar Departemen- Struktur Organisasi-Uraian Jabatan- Jumlah Departemen
A
Mengolah Data :- Membuat Peta Proses Operasi- Membuat Diagram Alir Awal- Membuat Layout Awal- Menghitung jarak perpindahan awal- Membuat Diagram ARC- Menghitung Nilai TCR- Perhitungan dengan Software CORELAP- Menghitung Iterasi- Membuat diagram AAD- Membuat diagram alir usulan- Pembuatan Layout Usulan
Analisis
Kesimpulan
FINISH
Lanjutan Gambar 1 Flowchart Penelitian
III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pengolahan data yang digunakan meliputi perhitungan
perpindahan bahan baku dari depatremen satu ke depatremen lainnya di lantai produksi awal dan perhitungan perpindahan bahan baku dengan menggunakan metode algoritma CORELAP (Computerize Relationship Layout Planning). 1. Perhitungan Jarak Perpindahan Barang Awal
Perhitungan jarak perpindahaan barang ini sesuai dengan data yang diperoleh pada saat penelitian, perpindahan barang dilakukan secara manual dengan tenaga manusia.Berikut merupakan rekpitulasi jarak perpindahan barang dari stasiun satu ke stasiun lainnya.
120
3.95
3.8
4.82
1.20 1.70
1.66 1.77
1.311.50 1.20
Bata
s M
engg
unak
an P
last
ik
InOut
Keterangan
A. Gudang Bahan Baku
B. Mesin Rajut
G. Torn Air
H. Compresor
I. Mesin Steam
J. Bahan Grey
K. Mesin Neci
L. Gudang Bahan Jadi
M. Office
N. Meja Pemasangan Kaos
Kaki untuk di Steam
O. Meja Packing
P. Palet Bahan Baku ½ Jadi
Q. Rak Benang
R. Palet Barang Retur
Keterangan gambar
Aliran Barang
Absis & Ordinat
Titik Tengah
0.800.61
0.6
0.615
3.8
1.90
0.615
0.8
0.38
2
0.87
0.45
0.59
1.08 1.36
0.2
(6.265,0.435)I
R
(1.305,6.9)
L
(8.97,4.53)
B
A(6.205, 9.75)
M
G
N(3.36,0.91)
(2.01,0.655)
O
(0.305,0.615)P
(3.61,2.62)
K
Q
J(6.495,4.42)
10.5
(3.61,4.81)
Tamplate Divisi Kaos Kaki
CV. Suho Garmindo
Di Petakan Oleh : Dyta Silvia Miharja
Npm : 10070212129
Tanggal di Petakan : 10 April 2016
1 : 100
Panjang = 9.82 m
Leb ar = 10.7 m
Lu as = 105.07 m
H
Gambar 3 Perpindahan barang layout awal
Tabel 1Rekapitulasi panjang jarak perpindahan barang dari
departemen satu ke departemen lainnya
No Departemen Jarak (m)
1 A - Q 14.335 2 Q - B 11.12 3 B - J 2.585 4 J - K 4.655 5 K - P 10.745 6 P - N 12.235 7 N - I 3.38 8 I - O 5.02 9 O - L 6.405
Total 70.48 Dari hasil perhitungan jarak perpindahan barang awal menggunakan metode perhitungan jarak squared euclidien didapatkan hasil perpindahan barang sebesar 70.48 meter. Tahap selanjutnya yaitu mempersiapkan format ARC, Maka di dapatkan hasil pembuatan activity relationship chart ARC sebagai berikut: 1. Office
2. Gudang Bahan Baku
3. Gudang Bahan Jadi
4. Mesin Rajut
5. Palet Bahan Grey
6. Rak Benang
7. Mesin Neci
8. Palet Barang ½ Jadi
9. Meja Packing
10. Meja Pasang Steam
11. Mesin Steam
12. Generator
13. Palet Returan
X
6
A2,3,4
X
7
A1,3,4
O
3
U
7
A
1,4
I
5
A
5
A1,3,4
X
7
X
7
X
6
O
1,4
U
3
X
6
X
I1,3,4
A1,3,5
X
7
E
5
A1,2,3,4
A1,4
X
7
E3,4
E
5
U
7
O
O
O
5
U
7
U
X
7
X
7
A1,4
X
7
O
X
7
X
7
E
5
X
7
O
5
X
7
I
7
X
7
X
7
U
6
U
X
7
O
5
X
7
A1,4,5
U
7
X
O
X
7
X
7
O
E
5
X
7
X
7
O
X
U
X
7
X
7
I
A
O
5
X
7
X
7
X
7
O
5
O
E2,3,5
X
6,7
X
7
A
5
Hubungan Kedekatan
A
E
I
O
U
X
Nilai
6
5
4
3
2
1 Gambar 4 Activity relationship chart usulan
Hasil dari diagram ARC didapatkan nilai TCR sebagai
berikut, Tabel 2 Alokasi TCR perhitungan manual
No Nama Departemen Simbol TCR
1 Meja Packing O 45
2 Mesin Neci K 38 3 Palet Bahan Grey J 37
4 Meja Pasang Steam N 36
5 Mesin Steam I 36
6 Gudang Bahan Jadi L 35
7 Palet Bahan 1/2 Jadi P 34
8 Rak Benang Q 30
9 Mesin Rajut B 29
10 Gudang Bahan Baku A 27
11 Generator H 26
12 Palet Returan R 21
13 Office M 24 Dari hasil software CORELAP 1.0 didapatkan bahwa meja
packing memiliki nilai TCR terbesar maka meja packing menjadi pusat, Berikut adalah Area Allocation Diagram (AAD) yang telah disesuaikan dengan keadaan perusahaan.
OMeja
PackingK
Mc. Neci
NMeja Psg
Steam
JPalet Bhn
Grey
LGudang
Bahan Jadi
PPalet Brg ½ Jadi
IMc. Steam
BMc. Rajut
MOffice
AGudang
Bahan Baku
RPalet Retur
QRak
Benang
HGenerator
Gambar 5 Pengalokasian layout usulan
Dari hasil diagram diatas dapat dibuat layout sebagai berikut:
121
WT
Mc 1Mc 2Mc 3Mc 4
0.5
B
G
H
Template Usulan Divisi Kaos Kaki
CV. Suho Garmindo
Di Petakan Oleh : Dyta Silvia Miharja
Npm : 1007021212 9
Tanggal di Petakan : 17 November 2016 1 : 100
Panjang = 11.54 m
Lebar = 9.15 m
Luas =105.59 m2
Q
1.7
0.91
0.36
1.90
2
Keterangan
A. Gudang Bahan Baku
B. Mesin Rajut
G. Torn Air
H. Generator
I. Mesin Steam
J. Bahan Grey
K. Mesin Jahit
L. Gudang Bahan Jadi
M. Office
N. Meja Pemasangan
Kaos Kaki untuk di
Steam
O. Meja Packing
P. Palet Bahan Baku ½
Jadi
Q. Rak Benang
R. Palet Barang Retur
1.5
1.2
J
0.91
2
K
2 2.82 1.2 3.5
P
M
0.6
IN
0.91 1.51.4
PackingO
1.02
0.87
0.91
R
1.90
3.6L
0.29
1.65
20.59
A
Gambar 6Template usulan divisi kaos kaki Template di atas dibuat sesuai keadaan dan kenyataan
lapang di CV Suho Garmindo, dibuat berdasarkan nilai total closeness rating (TCR), berdasarkan hubungan kedekatan antar departemen, dan template usulan dibuat berdasarkan pola aliran U. 2. Perhitungan Jarak Perpindahan Barang Awal
Perhitungan jarak perpindahaan barang ini sesuai dengan data yang diperoleh pada saat penelitian, perpindahan barang dilakukan secara manual dengan tenaga manusia.Berikut merupakan rekpitulasi jarak perpindahan barang dari stasiun satu ke stasiun lainnya.
0.5
1.7
0.91
0.36
1.90
0.87KeteranganA. Gudang Bahan BakuB. Mesin RajutG. Torn AirH. GeneratorI. Mesin SteamJ. Bahan GreyK. Mesin JahitL. Gudang Bahan JadiM. OfficeN. Meja Pemasangan Kaos Kaki untuk di SteamO. Meja PackingP. Palet Bahan Baku ½ JadiQ. Rak Benang R. Palet Barang Retur
Keterangan gambar
Aliran Barang
Absis & Ordinat
Titik Tengah
1.5
1.2
0.91
2
2 2.82 1.2 3.5
0.6 0.91 1.51.4 1.02
0.87
0.91
1.90
3.6
0.29
1.65
20.59
B(2.41,8.3) H (6.62,8.15)
QA(8.97,8.15)
J(2.41,6.29)
K(2,4.13)
P(0.3,2.515)
M
N(3.66,2.515)
(5.01,4.13)
O
I (5.975,2.335)
R
G
L(8.22,3.7)
Tamplate Divisi Kaos Kaki
CV. Suho Garmindo
Di Petakan Oleh : Dyta Silvia Miharja
Npm : 1007021212 9
Tanggal di Petakan : 10 April 20161 : 100
Panjang = 9.82 m
Leb ar = 10.7 m
Luas = 105.07 m
1.13
Gambar 7Perpindahan barang layout usulan Tabel 4.1Rekapitulasi panjang jarak perpindahan barang dari
departemen satu ke departemen lainnya
No Departemen Jarak (m)
1 A - Q 2.35 2 Q - B 4.36 3 B - J 2.01 4 J - K 2.57 5 K - P 3.315 6 P - N 3.36 7 N - I 2.495 8 I - O 2.76 9 O - L 6.405
Total 29.625 Dari hasil perhitungan panjang jarak perpindahan layout
awal dan hasil perhitungan panjang jarak perpindahan layout usulan didapatkan hasil bahwa, panjang jarak perpindahan layout usulan menggunakan software CORELAP 1.0 dan metode wester edge ini mendapatkan jarak perpindahan minimum. Perbandingan Panjang Jarak Lintasan Awal dan Lintasan Usulan.
Tabel 4.2Perbandingan panjang jarak lintasan awal dan lintasan usulan
No. Konsisi Jarak (m)
1 Awal 70.48 2 Usulan 29.625
Selisih Jarak 40.855 = panjang jarak perpindahan layout usulan <panjang jarak
perpindahan layout awal = 29.625 m < 70.48 m
122
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan dalam penelitian ini, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Setelah dilakukan pengalokasian layout dengan
menggunakan software CORELAP dan perhitungan menggunakan metoda western-edge didapatkan jarak perpindahan yang lebih kecil dibandingkan jarak perpindahan awal, karena setiap departemen telah ditempatkan berdasarkan derajat kedekatan,dan departemen telah disusun sesuai dengan aliran proses.
2. Perhitungan jarak perpindahan barang dari satu department ke departemen lainnya menggunakan perhitungan jarak rectinilear, dimana jarak diukur secara tegak lurus dari titik tengah departemen ke titik tengah departemen lainnya. Dari hasil perhitungan jarak rectilinear awal didapatkan jarak perpindahan yang cukup besar, karena mesin dan alat tidak tersusun dengan rapih, tidak sesuai dengan aliran proses produksi. Proses produksi disesuaikan dengan tipe tata letak fasilitas product layout, karena pada divisi kaos kaki memproduksi satu macam produk dalam jumlah yang besar setiap harinya.
UCAPAN TERIMA KASIH
Dalam penulisan dan penyusuna Papper ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak-pihak yang telah membantu dan selalu memberikan dukungan. Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, orang tua, dosen pembimbing, dosen jurusan Teknik Industri UNISBA, dan seluruh pihak yang terkait lainnya.
REFERENSI
[1.] Apple, James M. 1990. Plant Layout and Material Handling. Diterjemahkan oleh ITB, 2005. New York: Penerbit ITB.
[2.] Ariyani, Enny. 2012. Metode Algoritma CORELAP. Usulan Rancangan Ulang Tata Letak Fasilitas dengan Metode Algoritma
CORELAP untuk Meminimumkan Jarak Lintasan di Restoran Liana Sidoarjo, [e-journal]. Tersedia pada: website UPN Veteran Jatim, <http://ejournal.upnjatim.ac.id/index.php/tekmapro/article/view/299> [Diakses 6 September 2016].
[3.] Departemen Agama Republik Indonesia Jakarta. 1989. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Diterjemahkan oleh Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur’an, 1989. Jakarta: Mahkota.
[4.] Djatmiko, Y. Hayati. 2015. Perilaku Organisasi. Bandung: Anggota Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI).
[5.] Fernandez, M.B. 2009. Desarrollo De Una Herramienta Informatica Basada En El Algoritmo CORELAP Para La Optimizacion De Distribuciones En Planta. [Online] Universidad D Sevila Biblioteca. Available at: <http://bibing.us.es/proyectos/abreproy/30082/direccion/PROGRAMA%252F> [Diakses 23 Maret 2016].
[6.] Hadiguna, R.A. dan Setiawan, Heri. 2008. Tata Letak Pabrik. Yogyakarta: C.V Andi Offset.
[7.] Heizer, Jay dan Render, Barry. 2005. Operations Management Flexible Version, Edisi Ketujuh, Prentice Hall, New Jersey.
[8.] Heragu, S.S. 2008. Facilities Design, Edisi Ketiga, CRC Press, New York.
[9.] Mercado, Fredy. 2013. Distribucion de Planta con Corelap 1.0. [video online]. Tersedia pada: <https://www.youtube.com/watch?v=3FZkX_BOLbw> [Diakses 23 Maret 2016].
[10.] Miftah, Akhmad, 2014. Bebas_Posting. Arti dan Isi Kandungan dari Q.S Al Mujadillah 58:11. [Blog] 16 November 2014. Tersedia pada: <http://kulonuwun123.blogspot.co.id/2014/11/arti-dan-isi-kandungan-dari-qs-al.html> [Diakses 03 September 2016].
[11.] Nu’man, A. Harits. 2013. Perencanaan Tata Letak Fasilitas. Bandung: UPT Pusat Pembinaan dan Laboratorium Bahasa UNISBA.
[12.] Ristono, Agus. 2010. Perancangan Fasilitas. Edisi Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu.
[13.] Sutalaksana, Iftikar Z. 2006. Teknik Perancangan Sistem Kerja. Edisi Kedua. Bandung: Penerbit ITB
[14.] Tompkins, James A., White, Bozer, dan Tanchoco. 2010. Facilities Planning. Edisi keempat. USA : John Wiley and Sons Inc.
[15.] Wignjosoebroto, Sritomo, 2003. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan. Edisi Ketiga. Surabaya: Guna Widya.
.
1
Perancangan Ulang Tata Letak Fasilitas Pabrik untuk
Meningkatkan Fleksibilitas Sistem Manufaktur: A
Literature Review Sritomo Wignjosoebroto
Dosen Senior di Departemen Teknik Industri FTI – ITS dan FT Ubaya
Anggota Dewan Penasehat dan Majelis Penilai Profesi Insinyur BKTI – PII
Anggota Dewan Pembina Perhimpunan Ergonomi Indonesia
―One of the oldest activities of the industrial engineer is plant layout and material handling design. It is the activity that deals with the design
of an arrangement of the physical elements of an activity, and has always been very closely related to the manufacturing industry...‖
(JamesM.Apple. Plant Layout and Material Handling, 1977)
Intisari— Tata letak dalam area lantai produksi memegang peranan penting dalam kelangsungan hidup sebuah industri manufaktur.
Efisiensi sebuah proses produksi sangat tergantung seberapa baik penempatan berbagai mesin/fasilitas produksi, material dan
operator dalam area pabrik (factory system).. Tata letak (layout) yang dirancang dengan baik-benar dapat menghasilkan aliran
material yang lancar dan cepat dari tahap bahan baku ke tahap produk akhir. Tata letak pabrik (plant/factory layout) meliputi
perancangan tata letak baru (new layout) dan/atau perbaikan tata letak yang ada (existing layout). Secara singkat Tata Letak Pabrik
dapat didefinisikan sebagai teknik penempatan mesin, fasilitas dan aliran material sebuah proses produksi atau jasa; sehingga bisa
menghasilkan output dalam jumlah yang tepat dan kualitas standar dengan biaya produksi serendah mungkin. Menurut penelitian
tata letak pabrik merupakan salah satu cara untuk mengurangi biaya produksi dan meningkatkan produktivitas melalui perbaikan
aliran material dan alur kerja yang baik sepanjang rute proses produksi berlangsung.
Simulasi komputer merupakan cara yang paling efektif yang memungkinkan untuk melakukan semacam eksperimen dalam
merubah, merancang ulang (redesign), atau modifikasi tata letak fasilitasnya. Disini bisa dilakukan berbagai simulasi untuk
merubah tata letak fasilitas produksi tanpa harus mengimplementasikan dalam situasi aktualny. Simulasi akan memprediksi
perilaku sistim manufaktur yang kompleks dengan menentukan pergerakan dan interaksi komponen-komponen sistimnya. Hal ini
bisa membantu dalam merancang ulang tata letak fasilitas yang sangat kompleks, disamping juga memungkinkan untuk
menghasilkan solusi alternatif untuk mengevaluasi serta menguji fleksibilitasnya. Berdasarkan beberapa studi yang pernah
dilakukan, optimasi dan simulasi adalah dua hal yang penting untuk proses perencanaan tata letak fasilitas produksi di industri
manufaktur.
Kata kunci— Redesain Tata Letak Pabrik, Fleksibilitas Sistim Manufaktur, Optimasi dan Simulasi Perancangan.
I. LATAR BELAKANG MASALAH
Dunia bisnis di abad ke-21, sektor industri, khususnya
manufaktur secara terus-menerus menghadapi tantangan dan
berbagai kendala yang semakin ketat. Tantangan yang paling
krusial --- salah satunya --- adalah kemampuan untuk
membenahi sistim organisasi dan produksinya agar bisa
bersaing di pasar global. Kinerja industri manufaktur
(elektronik dan/atau mobil) kelas dunia menempatkan
pelanggan (customer) sebagai pihak yang harus dilayani dan
dipuaskan. Ukuran kinerja industri diformulasikan dengan
parameter tolak ukur lebih jelas dan rinci seperti biaya
produksi yang lebih murah, kualitas produk/jasa yang lebih
baik dan waktu penyelesaian lebih cepat. Selain itu
fleksibilitas dan inovasi produk juga diperlukan untuk lebih
memuaskan pelanggan.
Industri manufaktur atau jasa banyak menghabiskan waktu
dan uang untuk merancang tata letak fasilitasnya
(layout/relayout) dengan tujuan supaya proses produksi bisa
berlangsung secara lancar, efektif dan efisien. Perancangan
tata letak fasilitas produksi memiliki fungsi yang sangat
penting dan strategis. Pengaturan tata letak fasilitas yang
buruk akan menghasilkan ketidaklancaran proses produksi
berlangsung, biaya material handling yang mahal dan
membebani, kualitas produk maupun proses yang tidak
memenuhi standar, moral kerja operator rendah dan
ketidakpuasan pelanggan (Sundersh Heragu, 2008).
Material handling di industri manufaktur merupakan
sebuah aktivitas dan bagian dari rangkaian proses produksi
yang berlangsung. Meskipun aktivitas ini diperlukan untuk
memindahkan bahan/material dari satu stasiun kerja ke stasiun
kerja yang lain; aktivitas ini tidak memberikan nilai tambah
(added value) dan sebaiknya dihindari atau diminimalkan.
Perancangan tata letak fasilitas produksi yang baik, salah satu
kriterianya adalah minimum aktivitas pemindahan bahan.
Menurut Tompkins, et. al (1996) ―the best material handling is
no handling‖. Biaya peralatan dan operasional pemindahan
bahan memberikan kontribusi sebesar 70% dari total biaya
2
produk manufaktur. Perencanaan fasilitas (facilities planning)
meliputi perancangan tata letak fasilitas produksi (facilities
layout design) dan pemindahan material (material handling)-
nya. Tata letak fasilitas pabrik yang baik akan menghasilkan
proses produksi secara efisien, ekonomis dalam jumlah dan
variasi produk yang diperlukan (Chee Ailing, 2009). Selain itu
juga bertujuan untuk pemanfaatan/pendayagunaan tenaga
kerja (operator), space area dan infrastruktur secara lebih
efektif; serta memberikan kenyamanan, kepuasan dan
peningkatan moral kerja para pekerja yang lebih baik.
Selama beberapa tahun terakhir ini sektor industri
manufaktur sedang menghadapi situasi pelik terkait dengan
variasi dan besarnya volume (demand size) dan kompleksitas
persoalan proses produksinya. Akibatnya, diperlukan
perubahan dalam hal prosedur atau teknik dalam memecahkan
berbagai masalah yang dihadapi di area sistim manufaktur
yang ada, tanpa harus menghentikan proses produksi yang
sedang berlangsung atau biaya untuk melakukan modifikasi
perubahan yang juga mahal. Simulasi komputer merupakan
cara yang paling efektif yang memungkinkan untuk
melakukan semacam eksperimen dalam merubah, merancang
ulang (redesign), atau modifikasi tata letak fasilitasnya.
Disini bisa dilakukan berbagai simulasi untuk merubah tata
letak fasilitas produksi tanpa harus mengimplementasikan
dalam situasi aktualnya.. Simulasi dapat digunakan sebagai
model stokastik untuk mengevaluasi keacakan kejadian yang
ada. Simulasi akan memprediksi perilaku sistim manufaktur
yang kompleks dengan menentukan pergerakan dan interaksi
komponen-komponen sistimnya. Hal ini bisa membantu
dalam merancang ulang tata letak fasilitas yang sangat
kompleks, disamping juga memungkinkan untuk
menghasilkan solusi alternatif untuk mengevaluasi serta
menguji fleksibilitasnya (Chee Ailing, 2009). Berdasarkan
beberapa studi yang pernah dilakukan, jelas bahwa optimasi
dan simulasi adalah dua hal yang penting untuk proses
perencanaan tata letak fasilitas produksi di industri
manufaktur.
II. PERANCANGAN FASILITAS, DEFINISI DAN RUANG LINGKUP
Banyak penelitian telah dilakukan di area perencanaan
fasilitas (facilities planning). Perencanaan fasilitas yang
dilakukan dengan cermat dan efektif mampu mengurangi
biaya operasional perusahaan secara signifikan, berkisar
sekitar 10 – 30% (Md. Riyad Hossain, 2014).. Analisa yang
tepat akan menghasilkan rancangan tata letak fasilitas yang
mampu memperbaiki dan meningkatkan kinerja di lantai
produksi. Hal ini bisa terealisasi melalui optimalisasi kapasitas
produksi dengan menghapus kemacetan (bottleneck) aliran
proses, meminalkan biaya pemindahan bahan, mengurangi
waktu idle, memaksimalkan pendayagunaan tenaga kerja,
peralatan produksi dan ruang (space) yang ada.
Perencanaan fasiltas/tata letak pabrik merupakan keputusan
penting dan punya nilai strategis, karena merupakan
komitmen jangka panjang. Tata letak pabrik yang ideal
seharusnya bisa memberikan hasil yang optimal yang
mengintegrasikan antara bahan baku, luas lantai produksi
yang tersedia dan proses nilai tambah produk manufaktur/jasa.
Selain itu bisa memfasilitasi dan memudahkan/melancarkan
aliran proses produksi, meminimalkan penanganan aktivitas
pemindahan material, efisiensi waktu dan biaya; serta
memungkinkan operasional kerja lebih fleksibel (Chandra
Shekar Tak dan Lalit Yadav, 2012). Demikian juga
perencanaan tata letak (fasilitas) pabrik yang baik akan
membuat efisiensi space-area yang tersedia, fleksibilitas untuk
mengantisipasi kemungkinan ekspansi, desain arsitektural dan
struktur bangunan pabrik; serta meningkatkan aspek-aspek
ergonomi (human factors) seperti kenyamanan, keselamatan
dan lingkungan kerja yang lebih baik, dll.
Perencanaan fasilitas merupakan area pengkajian yang luas.
Berangkat dari skala mikro (stasiun kerja) sampai dengan
makro (analisa lokasi pabrik, jaringan kerja/sistim rantai
pasok, dll) yang harus diidentifikasi dan diformulasikan
problemnya. Banyak langkah tahapan kegiatan yang harus
dilakukan dalam perencanaan fasilitas. Dalam pengertian yang
lebih luas perencanaan fasilitas akan memberikan keputusan
mengenai dimana lokasi pabrik akan ditempatkan
(factory/plant location), desain pabrik (plant design) yang
terdiri dari desain struktur bangunan (building structured
design), tata letak pabrik (plant layout) dan sistem
pemindahan bahan (material handling system design); seperti
yang ditunjukan dalam gambar 1 berikut:
Gambar 1. Hirarki Perencanaan Fasilitas (J.A. Tompkins, et.al, 1996)
Banyak kajian dan aktivitas yang dilakukan dalam
perencanaan fasilitas; sebagaimana diklasifikasikan dalam
bentuk hirarki seperti tersebut gambar 1, terdiri atas analisa
lokasi pabrik (plant location) dan perencanaan pabrik (plant
design). Analisa dan penetapan lokasi pabrik adalah keputusan
strategis untuk penempatan semua fasilitas produksi dengan
memperhatikan semua aspek makro (teknis, sosial-ekonomis
dan politik) terkait interaksi pabrik dengan pelanggan,
pemasok, dan fasilitas pendukung operasional pabrik lainnya.
Keputusan mengenai lokasi pabrik dilakukan dengan
mempertimbangkan berbagai banyak faktor baik obyektif
maupun subyektif. Analisa lokasi fasilitas pabrik merupakan
langkah awal dalam perencanaan fasilitas. Selanjutnya dalam
ruang lingkup perancangan pabrik (plant design) akan
meliputi perancangan struktur bangunan dan utilitas (gas, air,
listrik, pencahayaan, lingkungan fisik kerja,
pemanas/pendingin ruangan, pengelolaan limbah, dll);
3
perancangan tata letak fasilitas pabrik (layout design) berupa
penataan/penempatan mesin, peralatan kerja dan fasilitas
pemindahan material (material handling). Tata letak pabrik
akan meliputi tata letak mesin (machine layout), tata letak
perkantoran (office layout), gudang dan tata letak departemen
(department layout) sesuai dengan rancangan struktur
organisasi pabrik (organization structure and job design).
Tingkatan dan ruang lingkup perencanaan fasilitas dapat
ditunjukan dalam gambar berikut ini:
Level Aktivitas Tipikal Sistim Lingkungan
Global Site Location Analysis &
Selection
Plant Sites World/Country
Supra Site Planning Building atau Site
Features
Plant/Factory Site
Macro Building Layout Cell or Departments Building
Micro Department atau Cell
Layout, MH Design
Work Station atau
Cell Features
Cell atau De-
partemen
Sub-
Micro
Work Station Design Man-Machine
System
Work Station
Gambar 2. The Levels of Space Planning (Richard Muther, 1956)
Perencanaan fasilitas --- awalnya dikenal dengan tata letak
pabrik dan pemindahan bahan (plant layout and material
handling) --- merupakan pendekatan menyeluruh terkait
dengan disain, tata letak dan melibatkan orang, mesin dan
fasilitas kerja lainnya dalam sebuah sistem yang terintegrasi.
Teknik dan metode yang paling awal dilakukan untuk
perancangan tata letak pabrik dikembangkan oleh Richard
Murther (1956) dikenal dengan Systematic Layout Planning
(SLP) yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas.
Metode ini sangat dikenal dan telah diaplikasikan untuk
menyelesaikan lebih dari 1000 proyek perancangan tata letak
fasilitas pabrik dan pergudangan. Dasar perencanaan fasilitas
industri secara sistematis dapat diimplentasikan melalui
perencanaan tata letak fasilitas produksinya (Systematic
Layout Planning atau SLP). Metode SLP ini secara bertahap -
-- langkah demi langkah --- merancang tata letak pabrik
diawali dengan tahap pengumpulan data/informasi mengenai
aktivitas produksi dan berakhir pada tahap evaluasi rancangan
tata letak fasilitas yang diusulkan. Rancangan tata letak
pabrik diharapkan bisa memperbaiki aliran proses dan
mengoptimalkan pemanfaatan luasan area industri/pabrik
(Pramod P. Shewale, 2012).
III. FORMULASI PROBLEM TATA LETAK PABRIK
Penempatan dan penataan fasilitas produksi yang
dibutuhkan di area pabrik disebut sebagai masalah
perencanaan/perancangan tata letak fasilitas. Tata letak
fasilitas adalah pengaturan segala sesuatu yang dibutuhkan
untuk proses produksi barang dan/atau jasa
pengiriman/pemindahan bahan baku atau produk akhir
(delivery). Fasilitas adalah entitas yang memfasilitasi kinerja
aktivitas produksi, bisa berupa, mesin perkakas, stasiun kerja
(workstation), manufakturing cell, production/shop floor,
departemen, gudang (warehouse), dll. (Heragu, 1997).
Permasalahan tata letak fasilitas sering diformulasikan sebagai
masalah optimasi yang mencoba membuat layout lebih efisien
dengan memperhatikan berbagai interaksi antara fasilitas dan
sistem pemindahan material saat merancang layout. Richard
Muther sendiri mendefinisikan masalah perancangan tata letak
fasilitas sebagai penentuan lokasi relatif untuk/dan alokasi,
ruang yang tersedia di antara sejumlah fasilitas yang
dioperasikan.
Problem perancangan tata letak pabrik terfokus untuk
menemukan pengaturan letak departemen-departemen
(department layout) dan tata letak mesin atau fasilitas
produksi (machine/facility layout) yang paling efisien dan
efektif dengan mempertimbangkan luas area yang tersedia dan
terbatas. Dua hal ini telah menjadi topik penelitian yang
dinamis selama beberapa dekade terakhir yang dilakukan oleh
banyak peneliti di berbagai bidang, seperti teknik industri,
arsitektur dan ilmu manajemen (produksi/operasional). Tujuan
utama yang ingin dicapai dalam persoalan tata letak fasilitas
adalah untuk meminimalkan biaya pemindahan material
(material handling costs), baik aktivitas yang dijumpai di
lantai produksi (production floor) maupun diluar pabrik
(problem lokasi pabrik, transportasi, dll).
Penempatan fasilitas yang dibutuhkan di area pabrik
tertentu disebut sebagai masalah tata letak fasilitas.
Permasalahan tata letak fasilitas memiliki pengaruh yang
signifikan, berdampak besar dan jangka panjang terhadap
proses pemindahan material di dalam pabrik, total waktu
pembuatan produk, aktivitas yang sedang berjalan dan
efisiensi operasional. Penempatan fasilitas produksi yang
tepat dan baik mampu memberikan kontribusi terhadap
efisiensi proses produksi secara keseluruhan dan dapat
4
mengurangi hingga 50% total biaya operasional (Tompkins
and White., 1996).
Biaya pemindahan bahan/material dihitung berdasarkan
jumlah (volume, frekuensi) material yang dipindahkan dan
mengalir antar stasiun kerja/mesin/departemen; dan jarak
perpindahannya. Perancangan tata letak fasilitas dan
pemindahan material merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan. Tolak ukur tata letak yang baik menggunakan
parameter pemindahan material yang seminimal mungkin
dengan jarak perpindahan sependek-pendeknya. Selain itu saat
merancang sistim pemindahan bahan juga harus dipikirkan
aspek teknis-ekonomis dalam pemilihan peralatan
pemindahan bahan (material handling equipment).
IV. PERBAIKAN EFISIENSI DALAM PERANCANGAN ULANG
TATA LETAK FASILITAS
Perancangan ulang tata letak fasilitas pabrik untuk
meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja diperlukan
karena beberapa alasan seperti adanya aliran material
(material flow) yang berlangsung tidak tepat saat melalui
lantai produksi (shop/production floor) karena tata letak
fasilitas seperti mesin, peralatan kerja, dll dirancang tidak
sesuai dengan urutan proses produksi. Selain aliran material,
juga adanya ketidakseimbangan proses fabrikasi maupun
lintas perakitan yang menyebabkan terjadinya bottleneck,
antrian, back-tracking, idle/delay dan segala bentuk aktivitas
yang tidak memberi kontribusi nilai tambah lainnya. Efisiensi
tata letak fasilitas pabrik dapat ditingkatkan dengan
merancang ulang tata letaknya dengan menggunakan diagram
kawat (string diagram) dan/atau perencanaan tata letak yang
sistematis (Systematic Layout Planning). Prosedur mendasar
untuk perancangan maupun perancangan ulang tata letak
fasilitas pabrik harus dipertimbangkan dan diikuti.
Tata letak fasilitas pabrik adalah pengaturan letak mesin
dan peralatan produksi yang diperlukan dari ssebuah pabrik
dengan tujuan untuk menghasilkan aliran pemindahan bahan
yang lancar, mudah, jarak yang sependek mungkin dengan
biaya rendah dalam proses transformasi nilai tambah produk
dari bahan baku mentah (raw material) sampai produk
jadi/akhir (finished goods product). Beberapa studi kasus
penelitian membahas berbagai pemecahan masalah tata letak
fasilitas produksi di industri dengan mengaplikasikan
prinsip/metode diagram kawat (string diagram), SLP dan
perangkat lunak untuk melakukan simulasi.
String diagram merupakan alat/cara yang paling sederhana
untuk menganalisa dan merancang tata letak fasilitas dan
ruang kerja sedemikian rupa sehingga gerakan perpindahan
bahan, manusia (operator), peralatan/fasilitas kerja yang lain
seperti peralatan pemindahan material seperti fork lift, crane,
dll dapat dipetakan dan diminimalkan. String diagram
digambarkan dalam bentuk diagram alir, dimana
benang/kawat atau string digunakan untuk mengukur jarak
perpindahan material atau gerakan orang. Satu hal yang
terpenting adalah string diagram harus digambarkan dengan
skala yang tepat (Vivekanand Gogi, et al, 2014) . Selain
string diagram bisa juga diaplikasikan metode activity
relationship charts (ARC) dan activity relationship diagram
(ARD) untuk perancangan ulang tata letak dan/atau
perencanaan tata letak fasilitas. Penggunaan metode string
diagram maupun ARC/ARD dalam perancangan tata letak
merupakan langkah sederhana, mendasar dan cukup efektif
untuk perencanaan tata letak fasilitas pabrik. Langkah
simulasi bisa dilakukan untuk mengetahui efisiensi aliran
material dalam keseluruhan proses produksi yang berlangsung
di sebuah pabrik.
Gambar 3. String Diagram Aliran Pemindahan Material
Perencanaan tata letak fasilitas produksi bisa juga
dilakukan dengan menggunakan metode pendekatan
sistematis (Systematic Layout planning) yang diperkenalkan
pertama kali oleh Richard Muther (1973). Metode SLP
banyak diaplikasikan untuk berbagai macam persoalan
perancangan tata letak antara lain di lantai produksi,
transportasi, pergudangan, perkantoran dan lain-lain.
Pertimbangan yang dipakai untuk perencanaan harus
berdasarkan data kegiatan produksi, baik yang sedang
berlangsung maupun yang akan datang (diramalkan). Data
kegiatan yang diperlukan berupa data aliran material (material
flow) dan derajat hubungan aktivitas antar fasilitas produksi
(activity relationship). Korelasi aktivitas antar fasilitas
diklasifikasikan sesuai dengan derajat hubungannya dapat
dibagi atas A=32 (absolut), E=16 (especially important), I=8
(important), O=4 (ordinary), U=2 (unimportant), dan X=-32
(undesirable); dan dapat digambarkan dalam bentuk activity
relationship chart (ARC).
Data aliran material dan ARC ini selanjutnya dipakai untuk
membuat diagram hubungan aktivitas (activity relationship
diagram). Langkah ini merupakan phase analisis dalam
penggunaan metode perencanaan fasilitas sistematik (SLP);
dan merupakan pendekatan kualitatif yang sederhana dalam
merencanakan tata letak fasilitas atau mesin berdasarkan
derajat hubungan aktivitas dari masing-masing fasilitas atau
mesin tersebut. Fungsinya adalah menggambarkan hubungan
kedekatan antar fasilitas berdasarkan alasan-alasan tertentu.
Metode yang digunakan adalah algoritma Corelap yang
mengkonversikan data kualitatif ke dalam data kuantitatif
(Wignjosoebroto, 2003).
Selanjutnya dengan memperhatikan kebutuhan luasan area
untuk fasilitas produksi maupun departemen yang ada; dan
dengan mempertimbangkan luas area yang tersedia dilakukan
5
proses penyesuaian diagram hubungan aktivitas menjadi
diagram hubungan area (space relationship diagram atau
SRD). Langkah ini merupakan phase proses perancangan tata
letak fasilitas. Berdasarkan SRD ini --- dengan pertimbangan
bentuk, luasan (space) area, dan berbagai batasan praktis
lainnya --- maka alternatif tata letak fasilitas bisa dirancang,
dibuat dan dievaluasi.
Optimasi layout untuk intra departemen maupun inter
departemen dilakukan dengan pendekatan kualitatif (metode
Corelap) dan kuantitatif (2-Opt menggunakan software Flap);
sedangkan evaluasi alternatif layout menggunakan model
simulasi (software Arena 5.0) dimana layout yang dihasilkan
diharapkan lebih baik dan realistis karena telah
memperhatikan kondisi nyata berupa luas area yang tersedia
serta memperhatikan hubungan kedekatan antar fasilitas
kerja.(Wignjosoebroto dan Rahman, 2004).
V. KESIMPULAN
Menghadapi persaingan global yang semakin meningkat
dewasa ini, lingkungan bisnis manufaktur harus terus berusaha
berubah dan menyesuaikan agar tetap produktif dan efisien.
Tata letak pabrik dan aliran perpindahan material memiliki
banyak kekurangan dan kendala di hampir semua
perusahaan/industri manufaktur. Kekurangan/kendala yang
menjadi problem tata letak seringkali merupakan efek dari
berbagai peristiwa perubahan yang terjadi secara bertahap.
Banyak produk yang berubah atau tidak lagi dibuat karena
berbagai sebab; selain adanya produk baru yang diluncurkan
yang membawa perubahan volume produk untuk memenuhi
permintaan pasar. Disamping itu muncul teknologi baru yang
secara signifikan menghasilkan mesin yang lebih modern dan
proses yang lebih terintegrasi. Begitu juga fleksibilitas tata
letak fasilitas diperlukan untuk mengantisipasi perubahan
metode/teknik produksi baru, proses yang perlu ditambahkan
atau dihapus, karena peningkatan atau penurunan outsourcing
dan sebagainya.
Menyesuaikan dengan perubahan pasar, bauran produk
(product mix) dan jumlah/volume produk, perubahan tata letak
fasilitas pabrik sangat penting. Tipikal masalah tata letak
fasilitas seperti ini disebut sebagai permasalahan tata letak
dinamis. Ketidakpastian berkaitan dengan parameter masa
depan harus dipertimbangkan saat mengembangkan model
matematis untuk memecahkan masalah tata letak dinamis.
Tata letak fasilitas yang fleksibel ditujukan untuk menjaga
agar biaya pemindahan bahan tetap rendah meskipun terjadi
fluktuasi volume permintaan dan variasi produk. Perancangan
ulang tata letak fasilitas produksi (machine layout),
departemen, office, gudang (warehouse), dan lain-lain tidak
bisa tidak harus dilakukan guna meningkat efisiensi dan daya
saing. Begitu yaitu keharusan untuk melakukan relokasi
pabrik dengan berbagai pertimbangan tertentu seringkali juga
tidak bisa dihindari.
REFERENSI
[1] Ailing, Chee. ―Facility Layout Improvement using Systematic Layout
Planning (SLP) and Arena‖. Faculty of Engineering – Universiti
Teknologi Malaysia, 2009.
[2] Apple, James M. Plant Layout and Material Handling. New York: The
Macmillan Company, 1977.
[3] Gogi, Vivekanand, et al. ―Efficiency Improvement of a Plant Layout‖. International Journal of Innovative Research in Science, Engineering
and Technology. Vol. 3, Issue 4, April 2014.
[4] Heragu, Sundersh S. Facilities Design. New York: CRC Press – Taylor & Francis Group, 2008.
[5] Hossain, Md. Riyad, et al. ―Increasing productivity through Facility
Layout Improvement using Layout Planning Pattern Theory‖. Global Journal of Researches in Engineering: J General Engineering, Volume
14 Issue 7 Version 1.0, 2014. Publisher: Global Journals Inc. (USA).
[6] Muther, Richard. Practical Plant Layout. New York: Mcgraw-Hill Book Company, Inc., 1956.
[7] Muther, Richard. And Hales, Lee. Systematic Layout Planning.
Marietta, GA: Management & Industrial Research Publications, 1973. [8] Tak, Chandra Shekar and Yadav, Lalit. ―Improvement in Layout
Design using SLP of a Small Size Manufacturing Unit: a Case Study‖.
IOSR Journal of Engineering (IOSRJEN), e-ISSN: 2250-3021, p-ISSN: 2278-8719, www.iosrjen.org. Volume 2, Issue 10 (October 2012), PP
01-07
[9] Shewale, Pramod P. ―Improvement in Plant Layout using Systematic layout planning (SLP) for Increased Productivity‖. International
Journal of Advanced Engineering Research and Studies, Vol. I/ Issue
III/April-June, 2012/259-261. [10] Tompkins, James A. And White, John A. Facilities Planning. New
York: John Wiley & Sons, 1996.
[11] Wignjosoebroto, Sritomo dan Rahman, Arief. Perancangan Tata Letak Fasilitas Produksi dengan Menggunakan Metoda Systematic Layout
Planning di PT. Barata Indonesia (Persero) – Surabaya. Lembaga
Penelitian Institut Teknologi Sepuluh Nopember – Surabaya, 2004. [12] Wignjosoebroto, Sritomo. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan.
Jakarta : Penerbit Guna Widya, 2009.
6
Perancangan Tata Letak Fasilitas pada Sistem
Produk Terotomasi Anas Ma’ruf
1, Tetsutaro Hoshi
2
1Program Studi Teknik IndustriInstitut Teknologi Bandung
Jln. Ganesha 10, Bandung 40132 2 Hoshi Technical Research
Toyohashi, Japan [email protected]
Intisari— Penelitian ini membahas tentang perancangan tata letak fasilitas untuk sistem produksi terotomasi. Sistem produksi
terotomasimerupakan hasil pengembangan sub sistem yang terdari dari hardware dan software untuk memproduksi produk dengan
variasi yang tinggi namun volume yang rendah. Perancangan tata letak pada sistem produksi terotomasi menunjukkan beberapa
tahapan metodologi yang berbeda dibandingkan dengan tata letak sistem produksi konvensional. Beberapa tahapan perancangan
tata letak konvensional dilakukan secara sekuensial, namun untuk sistem produksi terotomasi, beberapatahapan perancangan tata
letak dilakukan secara simultan. Pada perancangan tata letak fasilitas konvensional, fasilitas-fasilitas utama (main facilities) yang
diperlukandapat ditentukantanpa mempengaruhirancangan tata letak fasilitas secara signifikan. Namun, pada sistem produksi
terotomasi, fasilitas utama yang akan dipilih akan membatasi alternatif tata letak dan efisiensi tata letak secara signifikan. Pada
perencanan tata letak fasilitas konvensional, alternatif tata letak fasilitas utama ditentukan terlebih dahulu dan penentuan tata letak
fasilitas pendukung mengikuti.Namun, pada sistem produksi terotomasi, alternatif tata letak fasilitas utama akan dibatasi oleh
penentuan fasilitas pendukung yang digunakan. Disamping itu, penentuan atau pemilihan fasilitas-fasilitas terotomasi dapat
memanfaatkan area produksi dalam arah vertical sehingga mempengaruhi tata letak dan luas lantai yang dibutuhkan.
Kata kunci— Sistem produk terotomasi, tata letak fasilitas.
Abstract— This research discusses the facility layout design for an automated production system. The automated production system
design consists of the development of hardware and software for manufacturing high variety and low volume of products. Facility
layout design for an automated production system reveals several methodological design differences respect to the facility layout
design for conventional production system. In the conventional layout design, several design phases are conducted in sequence, while
for an automated production system, several design phases are conducted simultaneously. In the conventional production system, the
decision for selecting the main facilities will not affect significantly of the facility layout design. Meanwhile, the selection of the main
facilities of an automated production system will affect the alternative layout and efficiency of the layout design.In the conventional
production system, the layout for the main facilities is defined, followed by the supporting facilities. In case for the automated
production system, the alternative layout for the main facilities are constraint by the supporting facilities. Also, the selection of the
automated facilities could utilize the vertical space area to improve the layout and total space needed.
Keywords— Automated production system, facility layout.
I. PENDAHULUAN
Perkembangan komputer menciptakan beragam teknologi
otomasi dalam menjalankan aktivitas manufaktur, mulai dari
perancangan produk, perencanaan proses hingga kegiatan
produksi. Perancangan berbasis komputer, Computer Aided
Design (CAD),meningkatkan produktivitas perancang,
memperbaiki kualitas rancangan, memudahkan komunikasi
rancangan melalui dokumentasi digital dan menyiapkan data
manufaktur yang diperlukan untuk proses selanjutnya [1].
Perencanaan proses berbasis komputer, Computer Aided
Manufacturing (CAM), memproses data CAD menjadi
kegiatan operasi manufaktur yang berisikan perintah urutan
operasi pemesinan [2]. Proses pemesinan yang dilakukan dari
hasil CAM menggunakan mesin perkakas yang dilengkapi
dengan kendali numerik atau sering disebut Computer
Numerical Control (CNC) [3]. Hingga saat ini, masih banyak
industri yang mengaplikasikan ketiga teknologi otomasi
tersebut sebagai pulau otomasi yang terpisah (island of
automation) dengan proses bisnis seperti yang diilustrasikan
pada Gambar 1. Otomasi terpisah meningkatkan produktivitas
pada kegiatan lokal pada setiap tahapan manufaktur, namun
menimbulkan aktivitas preparasi (setup) tambahan seperti
misalnya: pembuatan alat bantu (fixture), penyiapan pahat
(tooling), pemeriksaan NC (dry run). Dengan bertambahnya
waktu setup di atas, maka aplikasi CAD, CAM dan CNC di
industri masih terbatas pada produk-produk dengan waktu
pemesinan yang lama (misalnya: produk mould/dies) atau
produk-produk yang dibuat dalam jumlah yang banyak (mass
production) [4][5]. Dengan demikian, pemanfaatan teknologi
otomasi tersebut tidak mengubah proses bisnis sistem
produksi dan secara spesifik tidak ada perubahan metodologi
perancangan tata letak fasilitas dibandingkan dengan sistem
produksi konvensional.
7
Penelitian ini bertujuan untuk merancang tata letak fasilitas
untuk sistem produksi terotomasi. Sistem produksi terotomasi
ditujukan untuk memfabrikasi produk-produk dengan variasi
produk yang tinggi namun volume produksi rendah.
Pembahasan pada Sub Bab berikutnya akan mendeskripsikan
elemen-elemen sub sistem produksi terotomasi yang
dikembangkan. Pada Sub Bab III akan dibahas metodologi
perancangan tata letak fasilitas dan hasil implementasi sistem.
Makalah ini ditutup dengan kesimpulan dari hasil penelitian
yang telah dilakukan.
II. DESKRIPSI SISTEM PRODUKSI TEROMATISASI
Sistem produksi konvensional yang menjadi rujukan adalah
sistem produksi yang memfabrikasi produk dengan variasi
yang tinggi namun volume produk yang rendah seperti yang
terlihat pada Gambar 2. Untuk melakukan fabikasi produk-
produk tersebut, maka diperlukan fasilitas utama berupa aneka
mesin perkakas, yaitu mesin milling, mesin drilling, mesin
boring dan mesin gerinda. Mesin-mesin tersebut semuanya
merupakan mesin yang dioperasikan oleh operator.
Sistem produksi terotomasi yang dikembangkan diharapkan
untuk meningkatkan produktivitas sistem produksi
konvensional. Untuk mencapai fungsionalitas sistem produksi
terotomasi tersebut, maka prasyarat sistem yang
dikembangkan harus memiliki karakteristik:
1. Setup yang diperlukan untuk memfabrikasi produk harus
minimum. Oleh karena itu, fasilitas produksi dan sistem
perencanaan proses yang digunakan harus meminimasi
jumlah proses pemesinan. Jumlah proses yang minimum
akan meminimasi jumlah setup. Secara umum, suatu
produk prismatik yang memiliki enam permukaan seperti
yang terlihat pada Gambar 2 akan memerlukan minimal
enam proses atau dengan kata lain perlu enam setup [6].
2. Sistem produksi memiliki karakteristik: dapat melakukan
proses loading/unloading dan pemesinan produk secara
otomatis. Dengan demikian, sistem produksi yang
dirancang dapat beroperasi selama 24 jam sehari - 7 hari
seminggu, tanpa henti (24/7).
Gambar 1. Contoh grafik garis menggunakan
Gambar 2. Contoh fabrikasi produk dengan variasi yang tinggi namun
volume yang rendah
8
Berdasarkan kedua prasyarat tersebut di atas, maka sub
sistem yang dikembangkan mencakup:
1. Sub sistem hardware
a. Fasilitas utama produksi yang digunakan adalah
Machining Center Horizontal (MC-H) dengan struktur
yang diilustrasikan pada Gambar 3. MC-H merupakan
mesin yang dikendalikan CNC dan dapat melakukan
aneka ragam operasi pemesinan seperti miling, drilling,
taping, boring dan reaming dalam satu mesin.
Pemilihan MC-H dibandingkan dengan mesin otomasi
spesifik untuk setiap proses pemesinan dapat
mengurangi jumlah setup dan mengurangi luas lantai
yang dibutuhkan. Pemilihan sumbu spindle horizontal
agar proses pemesinan dapat memproses tiga
permukaan dalam satu kali setupkarena adanya axis B
seperti yang diperlihatkan pada Gambar 3 dan Gambar
4..
b. Sistem penyimpanan menggunakan Automatic
Storage/Retrieval System (AS/RS). AS/RS diperlukan
sebagai tempat untuk menyimpan material/bahan baku,
produk setengah jadi (work in process) dan produk jadi.
Pemanfaatan AS/RS diperlukan agar sistem dapat
beroperasi 24/7 dan sekaligus meutilisasi luas area
produksi dalam arah vertikal.
c. Sistem penanganan material menggunakan rotary
gripper. Rotary gripper merupakan fasilitas pendukung
yang diperlukan untuk menghubungkan mesin
produksi dengan sistem penyimpanan. Dengan
pertimbangan bahwa fasilitas utama uproduksi dan
tempat penyimpanan berjumlah masing-masing satu,
maka sistem penanganan dipilih berupa rotary gripper
karena dalam satu gerakan putar proses loading dan
unloading dilakukan secara bersamaan.
d. Stasiun kerja setup. Stasiun kerja setup diperlukan
karena variasi produk yang akan diproses tinggi
sehingga sulit untuk melakukan proses setup secara
otomatis. Oleh karena itu, kegiatan setup yang
dilakukan oleh operator mencakup: 1)
memasang/melepas benda kerja pada ragum, 2)
mengkonfirmasi ketersediaan pahat/tooling, dan
3)melakukan konfirmasi perencanaan proses dan
penjadwalan pekerjaan pada mesin.
2. Sub sistem software
a. Sistem CAD/CAM yang dikembangkan adalah sistem
integrasi perancangan produk dan perencanaan proses
berbasis fitur. Perencanaan proses yang dilakukan
memungkinkan untuk memproses enam permukaan
benda prismatik dalam dua kali setup [7].
b. Sistem penjadwalan yang dikembangkan adalah
penjadwalan urutan pekerjaan yang akan diproses
pada MC-H. Disamping melakukan
penjadwalan,software sekaligus memberikan instruksi
kepada operator untuk mempersiapkan setup benda
kerja pada ragum beserta daftar tooling yang
diperlukan.
c. Sistem aplikasi server yang mengkoordinasikan
seluruh komunikasi antar software dan hardware di
atas melalui berbagai kendali logika seperti yang
diperlihatkann pada Gambar 5.
Gambar 4. Perencanaan proses tiga permukaan dalam satu kali setup
Gambar 3. Struktur Maching Center Horizontal
Application Server
Cartridge
Loader/Unloader
PLC
Setup L Setup R
Scheduling P-Cad/Cam
Setup L Setup R
Scheduling P-Cad/Cam
Stracker Crane
PLC
Work Piece Plaza
PLC
Carry In/OutCarry In/Out
Setup
CAM/SchedulingCAM/SchedulingCAM/Scheduling
NC Program serverNC Program server
Gambar 5. Sistem arsitektur komuniksi antar hardware dan software
9
III. IMPLEMENTASI DAN PEMBAHASAN
Sub bab sebelumnya telah menguraikan
bahwa tata letak sistem produksi terotomasi yang
akan dirancang memiliki fasilitas utama berupa
MC-H, AS/RS dan stasiun setup. Fasilitas
pendukung yang diperlukan adalah alat material
handling berupa rotary gripper yang
menghubungkan MC-H dan AS/RS. Berdasarkan
uraian tentang fasilitas-fasilitas yang akan
dirancang tata letaknya, maka cukup jelas bahwa
posisi MC-H dan ASRS akan saling berhadapan
dan dihubungkan oleh rotary gripper. Oleh
karena itu, alternatif tata letak yang mungkin
dirancang akan dibatasi oleh sistem penanganan
material yang digunakan. Begitu juga dengan
lokasi stasiun setup akan dikendalikan oleh
mekanisme storage/retrievaldari AS/RS.
Berdasarkan kasus-kasus ini, maka pemilihan
fasilitas terotomasi yang digunakan akan
membatasi atau bahkan menentukan secara
spesifik tata letak yang dimungkinkan.
Walaupun sistem produksi terotomasi yang dirancang
untuk dioperasikan 24/7, sistem tetap memerlukan operator
untuk melakukan kegiatan setup. Stasiun setup telah dirancang
sebagai pusat kendali sistem, dimana operator dapat
memantau pekerjaan-pekerjaan yang terjadwal, kegiatan setup
yang harus dilakukan serta rencana proses produk-produk
yang akan difabrikasi. Kegiatan operator dibantu oleh sistem
computer yang terintegrasi antara berbagai software dan
hardware. Sistem computer terdiri dari 2 unit PC, yaitu: 1)
Komputer setup untuk membantu operator dan 2) komputer
NC server untuk mengupload NC program secara otomatis
berdasarkan jadwal pekerjaan. Unit komputer tersebut
dirancang dalam satu rak khusus dengan memanfaatkan empat
monitor yang memudahkan operator memantau fungsi-fungsi
kendali seperti yang diperlihatkan pada Gambar 6.
Rancangan tata letak sistem produksi terotomasi yang
diusulkan dapat dilihat pada Gambar 7. Proses perancangan
tata letak yang dilakukan merujuk pada metodologi
dasarSystematic Layout Planning dengan beberapa perbedaan
sebagai berikut:
Jumlah mesin pada sistem produk terotomasi lebih sedikit
dibandingkan dengan sistem produksi konvensional. Hal
ini dimungkinkan karena MC-H dapat melakukan
pemrosesan lebih dari satu jenis pemesinan.
Alternatif peletakan antar fasilitas terotomasi lebih sedikit
dan terbatas dibandingkan dengan sistem produksi
konvensional. Pada sistem produksi terotomasi, letak dua
fasilitas akan bergantung pada teknologi penanganan
material yang digunakan. Misalnya, jika penanganan
maerial handling mengandalkan rel, maka letak fasilitas
akan berbentuk garis lurus [8]. Seperti halnya dalam kasus
penelitian ini, posisi letak MC-H harus berhadapan dengan
AS/RS karena penanganan material yang dipilih adalah
rotary gripper.
Tata letak pabrik pada sistem produksi terotomasi
cenderung memiliki luas lantai yang lebih kecil daripada
sistem produksi konvensional. Beberapa factor dikarenkan:
o Fasilitas yang digunakan pada sistem produksi
terotomasi sedikit atau bahkan tidak memerlukan
kelonggaran luas lantai dalam perhitungan luas lantai
yang dibutuhkan. Kelonggaran bisanya dipelukan jika
ada aktivitas yang diperlukan oleh operator seperti
misalnya kegiatan perawatan atau keperluan lainnya.
o Fasilitas produksi terotomasi memungkinkan untuk
memanfaatkan area pada sumbu vertical seperti halnya
pada sistem AS/RS dan sistem komputer yang
dipasang mutti sisi seperti yang diperlihatkan pada
Gambar 6, Gambar 7 dan Gambar 8.
Gambar 6. Sistem komputer dan sistem kendali operator (dus sisi
PC Screens
Setup Station
Pallet Chang
er
Cartridge Loading Position
Cartridge Loader Un-loader
Stacker Crane
Loading
Position
Elevated Storage : W 6,400、D 600、H
5,000Work Piece Plaza : W 7,400、 D 800, H
5,000Finished Work Area
Raw Material Area
Work-in-Process Area
Work Piece Takeout Area
Cartridge Takeout
Area
SETTER
Safe
ty D
oo
r
Safety Door
Safety Door
Horizontal Machining Center
Continuous Machining Center Work of Low-Repetitive Small Work Pieces
Safety Door
Un-loading Position
Gambar 7. Tata letak sistem produksi terotomasi yang diusulkan
10
IV. KESIMPULAN
Penelitian ini telah membahas perancangan tata letak
fasilitas untuk sistem produksi terotomasi. Perbedaan utama
metodologi perancangan tata letak dibandingkan untuk sistem
produksi konvensional adalah pemilihan fasilitas utama dan
fasilitas pendukung terotomasi perlu dilakukan secara
simultan karena akan membatasi alternatif tata letak yang
layak. Tidak sedikit, pemilihan jenis fasilitas terotomasi hanya
memberikan satu alternatif tata letak. Disamping itu,
pemilihan alternatif fasilitas terotomasi dapat memanfaatkan
area vertikal sehingga mempengaruhi tata letak dan luas lantai
yang dibutuhkan. Oleh karena itu, dalam perancangan sistem
produksi terotomasi, pemilihan fasilitas secara simultan harus
mempertimbangkan tata letak yang akan dirancang.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penelitian ini merupakan kolaborasi antara: Laboratorium
Sistem Produksi TI ITB, Hoshi Technical Research dan
Nishijima Co. Ltd Jepang. Terima kasih kepada Tokoshi
Nishijima yang telah memberikan kepercayaan dan dukungan
dalam pengembangan sistem produksi terotomasi.
REFERENSI
[1] C. G. Lluch, et al., A survey on 3D CAD model quality assurance and testing tools, Computer-Aided Design,Vol. 82, p. 64-79 Feb 2017.
[2] A.K. Matta, D. R. Raju, K.N.S. Suman, The integration of CAD/CAM
and rapid prototyping in product development: A review, Materials Today: Proceedings, Vol. 2, Issues 4-5, p. 4338-3445, 2015
[3] R. Ramesh, S. Jyothirmai, K. Lavanya, Intelligent automation of design
and manufacturing in machine tools using an open architecture motion controller, Journal of Manufacturing Systems, Vol. 32 Issue 1, p. 248-
259, 2013.
[4] J.P Urbanksi, K. Koshy, R.C. Dewes, D.K. Aspinwall, High speed machining of moulds and dies for net shape manufacture, Materials and
Design, Vol. 21, Issue 4, p. 395-402, 2000.
[5] R. Juang, et.al, A flexible and effective NC machining process reuse approach for similar subparts, Computer Aided Design, Vol 62 p. 64-77,
2015.
[6] Afzeri, T. Hoshi, CAD/CAM software for extremely low repetitive machining center work of block like components using automatic setup
free block machining center, Transaction of The Institute of Systems,
Control and Information Engineers, Vol. 13, p. 20-29, 2001. [7] A. Ma’ruf, Implementation of a CAD/CAM software for a job shop
machining center work with external setup capability, Proceedings of
the 9th International Flexible Automation and Intelligent Manufacturing Conference, The Netherlands, June, 1999.
[8] C. Nugraha, A. Ma’ruf, Computer aided transfer line design,
Proceedings Asia Pacific Industrial Engineering Management Conference, Bali, 2008.
Gambar 8. Area kerja setup berbentuk U shape
Gambar 8. AS/RS dengan pemanfaatan area vertikal
11
Optimisasi Lokasi dan Alokasi Penempatan Peti
Kemas di Pelabuhan
Budi Putra1, Rika Ampuh Hadiguna
2
1,2Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Andalas
Limau Manis, Padang 25162, Sumatera Barat [email protected] (penulis korespondensi)
Intisari–Studi ditujukan untuk membangun formulasi matematis mixed integer programming untuk menetapkan lokasi peti kemas
dan alokasi banyaknya slot dengan memperhatikan ketersediaan slot dan panggilan kapal. Studi dilakukan dalam dalam tiga tahap,
yaitu pengumpulan data atau informasi, formulasi matematis dan optimisasi. Penerapan model menggunakan data beberapa periode
masa lalu untuk membuktikan bahwa model mampu menghasilkan penataan peti kemas yang lebih efisien. Hasil studi menunjukan
nilai yang lebih baik dibandingkan dengan kondisi nyata. Total slot dari praktek saat ini sebanyak 537 persegi panjang atau setara
dengan 108 slot, sedangkan hasil optimisasi sebanyak 515 persegi panjang atau setara dengan 103 slot. Hasil analisis kepekaan
menunjukan bahwa keterlambatan loading ke kapal yang dibolehkan hanya dua hari karena semua slot akan penuh pada hari ketiga
dan keempat. Jumlah slot yang terdapat di yard block tidak dapat dilakukan pengurangan atau ditambah karena tidak memperbaiki
nilai optimal. Model dapat digunakan untuk berbagai periode perencanaan dengan mempertimbangkan waktu kedatangan kapal
dan waktu kedatangan peti kemas.
Kata kunci: mixed integer programming, lokasi, alokasi, peti kemas, yard block
Abstract–This study is aimed to formulate a mixed integer programming to determine container locations and number of slot
allocation with considering slot availability and ship arrival. Study is conducted in three stages, namely collecting data and
information, formulating mathematical model, and optimization. Model application is use historical data to demonstrate the model
more efficient. Study result show that objective function value of model is better than the real practice. Number of slots in the real
practice is 537 rectangular or about 108 slots, while optimization result is 515 rectangular or about 103 slots. Sensitivity analysis show
that loading delay to the ship is allowed for two days because slots will charged all since third day and fourth day. Number of the used
slot in yard block is not be added or reduced because it is not improve the optimal value. This model can be applied some planning
periods with considering ship arrival time and container arrival time. Keywords : mixed integer programming, location, allocation, container, yard block
I. PENDAHULUAN
Masalah tata letak fasilitas (facilities layout problems)
menjadi perhatian para peneliti dan praktisi sejak lama.
Tipe-tipe masalah tata letak baik formasi mesin-mesin
maupun fasilitas-fasilitas telah diidentifikasi, dipahami dan
dirumuskan penyelesaiannya. Tipe-tipe obyektif untuk
penyelesaian masalah tata letak fasilitas antara lain
minimisasi pemindahan bahan dan total skor kedekatan
antar mesin-mesin/departemen, minimisasi biaya
pemindahan bahan, minimisasi aliran bahan dan minimisasi
total jarak perjalanan bahan yang diselesaikan dengan
berbagai teknik secara tersendiri atau kombinasi dari GA,
PSO, TS, SLP, Electre dan SA [1]. Telaah komprehensif
telah dilakukan untuk mendapatkan permasalahan
minimisasi biaya pemindahan bahan, teknik optimisasi
(QAP, MIP, heuristik) dan perangkat lunak (sebanyak 35
paket) untuk masalah-masalah tata letak fasilitas [2]. Tipe-
tipe permasalahan tata letak dikategorisasikan dalam empat
kategori, yaitu bidang tata letak, tipe-tipe tata letak, aliran
bahan dan bentuk fasilitas serta penyelesaiannya dikategori
menjadi pendekatan eksak dan pendekatan aproksimasi [3].
Masalah tata letak fasilitas penyimpanan (storage
facilities layout problems) adalah salah satu permasalahan
tata letak yang berkaitan dengan penempatan, penataan dan
penyimpanaan barang. Tipe permasalahan ini banyak
ditemui pada fasilitas gudang untuk penyimpanan produk
jadi, bahan baku, suku cadang, pertokoan dan terminal peti
kemas. Berbagai permasalahan tata letak yang telah
ditelaah pada studi sebelumnya juga ditemui pada penataan
peti kemas pada fasilitas penyimpanan atau lebih dikenal
dengan istilah terminal peti kemas. Manajemen terminal
peti kemas dipercaya dapat meningkatkan efisiensi logistik.
Peningkatan permintaan pelayanan terhadap peti kemas
memicu berbagai isu, yaitu resiko hambatan terminal,
penundaan pengiriman dan kerugian ekonomi. Terminal
peti kemas berperan dalam memberikan fasilitas untuk
transfer dan penyimpanan peti kemas [4].
Banyak studi telah dilakukan untuk meningkatkan
kinerja terminal peti kemas. Secara spesifik, studi tentang
operasional penyimpanan peti kemas telah dilakukan antara
lain pengelolaan peti kemas untuk produk-produk kimia
termasuk optimisasi penataannya [5], optimisasi operasi
terminal peti kemas menggunakan teknik meta heuristic [6]
dan simulasi discrete even [7], minimisasi makespan untuk
proses bongkar dan muat di terminal peti kemas [8].
Operasional terminal peti kemas meliputi pemanfaatan
peralatan pemindahan bahan, penataan peti kemas dan
bongkar/muat peti kemas dari-ke tempat penumpukan.
Penataan peti kemas pada fasilitas penyimpanan adalah
masalah tersendiri dari operasional terminal peti kemas.
Penataan peti kemas memberi pengaruh pada waktu
pemuatan ke kapal dan waktu penyusunan di fasilitas
penyimpanan. Luas area fasilitas penyimpanan, banyak slot
12
dan variasi ukuran peti kemas menjadikan penataan peti
kemas sebagai sebuah masalah yang kompleks. Banyak
faktor yang patut diperhatikan dalam penataan peti kemas
[9]. Banyaknya faktor ini membutuhkan permodelan untuk
mendapatkan penataan peti kemas optimal. Makalah ini
bertujuan optimisasi penataan peti kemas di yard block.
Asumsi studi adalah kapal yang berlabuh di dermaga
mempunyai muatan yang berbeda-beda dan ukurannya
sesuai dengan International Organization for
Standardization (ISO) sebagai alat atau prangakat
pengangkutan barang yang dapat digunakan di berbagai
moda mulai dari moda darat dengan mnggunakan truk,
kereta api dan kapal peti kemas. Yard block digunakan
untuk penyimpanan atau pengambilan peti kemas dan
dibagi menjadi unit penyimpanan 20-40 slot panjang dan 4-
6 baris lebar. Tata letak yard block yang baik sangat
bermanfaat mengurangi waktu pemindahan antara lokasi
kapal berlabuh dengan yard block penyimpanan. Waktu
pelayanan kapal di dermaga merupakan bagian dari
indikator pemanfaatan atau utilitasasi fasilitas. Waktu
pelayanan kapal menjadi dasar perhitungan rasio
penggunaan dermaga. Hal ini berarti penataan yard block
berkontribusi terhadap utilisasi fasilitas serta efektifitas
waktu pelayanan kapal.
II. METODOLOGI PENELITIAN
Studi dilakukan dalam tiga tahap, yaitu pengumpulan
data atau informasi, formulasi matematis dan optimisasi. Data yang dikumpulkan meliputi: tata letak container yard,
jumlah layanan kapal, jumlah slot kontainer ekspor dalam
negeri, jadwal kedatangan kapal dan jumlah kontainer yang
dimuat dan jumlah kontainer yang masuk setiap periode.
Formulasi matematis dibangun untuk dua tahap
penyelesaian dengan fungsi obyektif masing-masing adalah
minimisasi jumlah slot yang digunakan di yard block setiap
periode waktu kapal loading dan minimasi ruang yang
digunakan di yard block selama periode waktu. Formulasi
matematis merujuk Li [10] dengan menentukan fungsi
tujuan, menentukan parameter dan variabel dan
penyelesaian model. Optimisasi yard block untuk
meningkatkan jumlah peti kemas yang dapat disusun.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Terminal Peti Kemas
Terminal Peti Kemas merupakan salah satu fasilitas
pendukung pelabuhan yang bergerak dalam hal bongkar
muat barang. Pengangkutan dengan menggunakan peti
kemas memungkinkan barang-barang digabung menjadi
satu dalam peti kemas sehingga aktivitas bongkar muat
dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Hal ini dapat
meningkatkan jumlah muatan yang bisa ditangani sehingga
waktu bongkar muat menjadi lebih cepat. Terminal Peti
Kemas yang menjadi obyek studi terdiri dari beberapa yard
block yaitu Blok A, B, C, D, E, E1, F, G, H yang masing-
masingnya memiliki fungsi dan kegunaan yang berbeda-
beda sebagainama dapat dilihat pada Gambar 1. Blok A
digunakan untuk menampung peti kemas yang akan
loading (muat) ke kapal. Blok B, C, D, F, G, H digunakan
untuk menampung peti kemas yang akan discharge
(bongkar) dari kapal. Block E dan E1 digunakan untuk
menampung peti kemas ekspor.
Gambar 1. Tata letak Terminal Peti Kemas
Pada Terminal Peti Kemas terdapat tiga bidang
operasional, yaitu quay side, yard area dan gate house
sebagaimana terlihat pada Gambar 2. Quay side adalah
tempat kapal bersandar, yard area adalah area penumpukan
yang terdiri dari beberapa yard block.
Gambar 2. Daerah Operasional Peti Kemas [10]
Yard block mimiliki ukuran dan fungsi yang berbeda-
beda sesuai kebutuhan Terminal Peti Kemas. Gate house
merupakan gerbang masuk dan keluar truk peti kemas dan
tempat pengecekan kelengkapan dokumen. Yard block
adalah daerah fungsional yang digunakan untuk
menyimpan peti kemas sebagaimana yang terdapat pada
Gambar 3. Yard block biasanya dibagi menjadi 20-40
panjang dan 6-8 baris dan 4-6 tinggi.
Gambar 3. Bagian-Bagian Yard Block [10]
Proses masuknya peti kemas ke dalam Terminal Peti
Kemas dinamakan dengan proses open stack. Proses ini
diawali dengan kedatangan truk yang membawa peti kemas
dari depo perusahaan logistik ke yard block. Truk bergerak
menuju container yard dan berhenti pada blok tempat
13
proses stacking yang ditentukan. Proses stacking dilakukan
oleh operator material handling menggunakan super truck.
Saat proses stacking berlangsung, truk dapat bergerak
meninggalkan lapangan penumpukan. Untuk lebih jelas
proses open stack dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Proses Open Stack
Penjadwalan kapal yang akan bersandar dan melakukan
bongkar muat barang direncanakan oleh pihak Terminal
Peti Kemas dengan pemilik kapal. Tujuannya untuk
menghindarkan antrian kapal yang akan bersandar. Kapal
yang akan melakukan proses bongkar muat harus
melengkapi dokemen dan perizinan terlebih dahulu.
Setelah mendapatkan izin kapal akan dipandu memasuki
dermaga dan melakukan proses bongkar muat. Proses
bongkar muat dapat dilihat pada Gambar 5.
Kapal Bersandar di
dermaga
Peti kemas di angkat
dari kapal
Peti lemas di
pindahkan ke truk
Truk membawa peti
kemas ke lapangan
penumpukan
RTG crane
Mengangkat peti
kemas dari truk
RTG Crane menumpuk
peti kemas di L
penumpukan
RTG crane
mengangkat peti
kemas
RTG crane
meletakkan peti
kemas ke atas truk
Truk membawa peti
kemas ke luar halaman
penumpukan
Truk keluar dari
Terminal Peti Kemas Gambar 5. Proses bongkar muat
B. Formulasi Model Matematis
Formulasi menggunakan hierarchical planning
methodology. Tahap pertama adalah menentukan jumlah
slot penyimpanan di setiap cluster untuk setiap layan kapal
di halaman blok penyimpanan. Tujuannya adalah
memanfaatkan penggunaan ruang yang ekonomis pada
blok penyimpan peti kemas. Dengan permasalah di atas,
didefinisikan bahwa layanan kapal J dianggap dalam
perencanaan periode waktu T dengan pemanggilan kapal
loading dalam jangka waktu siklus perencanaan. Area
penyimpanan terdiri dari satu blok penyimpanan, dimana
blok berisi slot K. Indeks, parameter dan variable model
sebagai berikut:
Indeks
J adalah kapal (1, 2, ..., j)
K adalah slot di blok (1, 2, ..., k)
T adalah periode (1, 2, ..., t)
Parameter
adalah periode waktu panggalan kapal j untuk layanan
loading
= e likn
p il j j
Variabel
adalah jumlah slot yang dibutuhkan untuk cluster
layanan j di blok pada periode t.
adalah jumlah slot yang digunakan setiap periode waktu
di salah satu yard block pada saat kapal loading.
0 atau 1 (jika slot digunakan)
0 atau 1 (jika cluster digunakan)
adalah pemanfaatan ruang yang ada di yard block
Fungsi obyektif untuk meminimasi jumlah slot terbesar
yang digunakan dalam yard block. Jumlah slot yang
digunakan tersebut dipengaruhi oleh layanan kapal, slot
yang dibutuhkan untuk layanan kapal di blok pada periode
waktu, kumpulan slot di blok dan periode pemanggilan
kapal. Fungsi tujuan dalam pembuatan model pertama
adalah sebagai berikut:
∑ (1)
Subject to :
(2)
(3)
Kendala (2) dan (3) Memastikan bahwa setiap cluster
terus bertambah jumlahnya sampai tanggal loading.
∑ (4)
Kendala (4) adalah jumlah slot yang ditugaskan di blok
untuk semua layanan kapal di periode t, tidak lebih besar
dari total slot yang ada di blok.
Fungsi tujuan kedua adalah megoptimalkan
pemanfaatan ruang yang ada di yard block sebagai berikut :
14
∑ (5)
Subject to :
(6)
(7)
Meskipun kapasitas dari yard block diketahui dan tetap,
tidak ada jaminan ruang yang cukup dalam yard block
untuk memasukkan semua cluster selama periode waktu.
Alasan ini yang mendorong perlu meminimasi penggunaan
ruang yang ada di yard block agar banyak meninggalkan
ruang kosong untuk cluster berikutnya. Kendala (6) dan (7)
memastikan ukuran slot yang ada di setiap cluster
bertambah dari waktu ke waktu sampai tanggal loading.
∑ (8)
Kendala (8) memastikan bahwa setiap slot yang ada di
blok ditugaskan paling banyak satu layanan kapal dalam
satu periode waktu.
∑ (9)
Kendala (9) memastikan bahwa hanya ada satu cluster
yang ditugaskan untuk layanan kapal j di yard block.
(10)
Kendala (10) memastikan bahwa layanan kapal j
memiliki cluster di yard block pada periode waktu t.
C. Penyelesaian Model
Penyelesaian model menggunakan LINGO 15.0. Hasil
optimisasi jumlah pemakaian slot disetiap periode loading
kapal yaitu ∑ j ∑ j ∑ j ∑ j
∑ j ∑ ∑ j , ∑
∑ j , ∑ j ∑ 10. Dari hasil tersebut
dapat diketahui bahwa periode puncak pemakaian slot di
yard blok adalah pada Periode-7 adalah sebesar 25. Total
slot yang digunakan kondisi nyata adalah sebanyak 537
persegi panjang yang setara dengan 108 slot. Total slot
yang digunakan penataan peti kemas dengan menggunakan
yard template contruction heuristic adalah sebanyak 515
persegi panjang yang setara dengan 103 slot.
Yard template construction heuristic digunakan dalam
menentukan desain layout pada yard block. Cluster adalah
tumpukan peti kemas yang saling berdekatan dengan kapal
tujuan yang sama. Tujuan yard template construction
heuristic adalah untuk menentukan layout penyimpanan
peti kemas yang efektif untuk layout ekspor, Perencanaan
layout ekspor ini berdasarkan kepada waktu siklus
perencanaan layanan kapal. Setiap layanan kapal akan
dipanggil satu kali untuk melakukan bongkar muat peti
kemas dari kapal ke pelabuhan dan sebaliknya. Beban kerja
yard block diukur berdasarkan jumlah slot yang digunakan,
semakin banyak slot yang digunakan pada periode tersebut
maka beban kerja dari yard block juga akan tinggi. Setiap
layanan kapal hanya memiliki satu cluster pada yard block
, maksudnya peti kemas dengan kapal tujuan yang sama
ditumpuk saling berdekatan satu sama lain sehingga
membentuk cluster .
Yard cluster stacking digunakan untuk mengatur cluster
setiap layanan kapal agar efisien dan mengontrol beban
kerja di lapangan penumpukan agar lebih efisien. Studi ini
mengambil kasus pada sebuah bloka yang diberi nama
Blok A yang memiliki total slot sebanyak 25 dengan row 5
dan tier 4 dengan kapasitas sebanyak 500 peti kemas.
Penerapan model ditujukan untuk melayani sebanyak 11
kapal. Penataan peti kemas untuk Kapal–1 disusun pada
slot 1 sampai 5, dimana slot 1 sampai 4 berisi masing-
masingnya 20 box, sedangkan slot 5 berisi 16 box dengan
total muatan 96 box peti kemas (Gambar 6).
Gambar 6. Penataan peti kemas dari Kapal–1
Penataan peti kemas untuk Kapal–2 disusun pada slot 6
sampai 15, dimana slot 6 sampai 15 berisi masing-
masingnya 20 box, dengan total muatan 200 (Gambar 7).
Gambar 7. Penataan peti kemas dari Kapal–2
Penataan peti kemas untuk Kapal–3 terdapat 30 area
persegi panjang yang sama ukurannya dengan 6 slot,
dengan total muatan 120 (Gambar 8).
Gambar 8. Penataan peti kemas dari Kapal–3
Penataan peti kemas untuk Kapal–4 terdapat 55 area
persegi panjang yang sama ukurannya dengan 11 slot,
dengan total box peti kemas 216 (Gambar 9).
Gambar 9. Penataan peti kemas dari Kapal–4
Penataan peti kemas untuk Kapal–5 terdapat 45 area
persegi panjang yang sama ukurannya dengan 9 slot
dengan total box peti kemas 167 (Gambar 10).
15
Gambar 10. Penataan peti kemas dari Kapal–5
Penataan peti kemas untuk Kapal–6 terdapat 60 area
persegi panjang yang sama ukurannya dengan 12 slot
dengan total box peti kemas 232 (Gambar 11).
Gambar 11. Penataan peti kemas dari Kapal–6
Penataan peti kemas untuk Kapal–7 disusun terdapat 45
area persegi panjang yang sama ukurannya dengan 9 slot
dengan total box peti kemas 177 (Gambar 12).
Gambar 12. Penataan peti kemas dari Kapal–7
Penataan peti kemas untuk Kapal–8 terdapat 60 area
persegi panjang yang sama ukurannya dengan 12 slot
dengan total box peti kemas 230 (Gambar 13).
Gambar 13. Penataan peti kemas dari Kapal–8
Penataan peti kemas untuk Kapal–9 terdapat 30 area
persegi panjang yang sama ukurannya dengan 6 slot,
dengan total box peti kemas 120 (Gambar 14).
Gambar 14. Penataan peti kemas dari Kapal–9
Penataan peti kemas untuk Kapal–10 terdapat 65 area
persegi panjang yang sama ukurannya dengan 13 slot,
dengan total box peti kemas 251 (Gambar 15).
Gambar 15. Penataan peti kemas dari Kapal–10
Penataan peti kemas untuk Kapal–11 terdapat 50 area
persegi panjang yang sama ukurannya dengan 10 slot,
dengan total box peti kemas 184 (Gambar 16).
Gambar 16. Penataan peti kemas dari Kapal–11
D. Pembahasan
Kemampuan model dapat dianalisis dengan mengubah
beberapa parameter. Parameter model yang diubah adalah
periode waktu panggilan kapal j untuk layanan loading,
jumlah slot yang tersedia di blok dan jumlah kapal.
Parameter periode waktu panggilan kapal j untuk layanan
loading mengalami perubahan lebih lambat selama satu
hari, dua hari, tiga hari dan empat hari jadwal loading
kapal dengan kedatangan peti kemas yang tetap sesuai
jadwal. Parameter slot pada blok mengalami pengurangan
sebanyak satu slot, dua slot dan tiga slot dan penambahan
sebanyak satu slot, dua slot dan tiga slot. Perubahan jumlah
kapal yang masuk pada Periode–7 mengalami penambahan
satu kapal, dua kapal dan tiga kapal. Berikut merupakan
tabel analisis sensitivitas untuk perubahan parameter
perubahan lebih lambat selama satu hari, dua hari tiga hari
dan empat hari jadwal loading kapal.
Model minimasi jumlah slot setiap periode kapal
loading (minimasi w) peka terhadap perubahan jadwal
periode panggilan kapal j untuk layanan loading,
perubahan yang diberikan berupa keterlambatan kapal
selama 1 hari, 2 hari, 3 hari, dan 4 hari. Dari analisis
sensitivitas perubahan jadwal periode panggilan kapal j
untuk layanan loading, keterlambatan kapal yang
disarankan hanya dua hari, hal ini dikarenakan pada hari
ketiga dan keempat perubahan total slot sudah mencapai
100%. Apabila keterlambatan kapal sudah lebih dua hari,
kemungkinan ketersediaan ruang yang ada di yard block
sangat kecil. Ini artinya akan terjadi antrian truk peti kemas
yang panjang di gate house untuk memasuki Terminal Peti
Kemas. Model minimasi ruang yang digunakan di yard
block selama periode Juli 2015 (minimasi Z) tidak
mengalami perubahan, ini disebabkan karna nilai Z hanya
dipengaruhi oleh jumlah slot yang digunakan di yard block.
Perubahan slot dengan pengurangan sebanyak satu slot,
dua slot dan tiga slot dan penambahan slot sebanyak satu
slot, dua slot dan tiga slot dapat disimpulkan bahwa
pengurangan slot tidak dapat dilakukan. Hal ini
dikarenakan jumlah puncak pemakaian slot pada Periode–7
dengan total pemakaian slot sebanyak 25 slot, apabila
dilakukan pengurangan maka kapasitas blok tidak akan
16
mencukupi. Penambahan slot sebanyak satu slot, dua slot
dan tiga slot memberikan hasil yang feasible, tetapi tidak
mengubah nilai optimal yang didapatkan (nilai optimal Z
dan w). Hal ini dikarenakan nilai Z dan w hanya
dipengaruhi oleh jumlah permintaan slot.
Perubahan jumlah kapal pada Periode–7 memberikan
dampak yang sangat besar terhadap nilai optimal.
Penambahan kapal sebanyak satu unit pada Periode–10,
dua kapal pada Periode-10 dan Periode-20, dan tiga kapal
Periode-10, Periode-20, dan Periode-30. Jumlah slot setiap
periode kapal loading mengalami kenaikan perubahan total
slot, namun tidak semuanya mengalami kenaikan tersebut.
Hal ini depengaruhi oleh waktu kapal loading dari kapal
yang ditambahkan. Ruang yang digunakan di yard block
selama Periode-7 otomatis akan mengalami kenaikan, hal
ini dikarenakan jumlah slot yang dialokasikan untuk
Periode-7 bertambah untuk kapal yang baru.
IV. KESIMPULAN
Studi ini menghasilkan formulasi mixed integer
programming untuk menetapkan lokasi peti kemas dan
alokasi banyaknya slot dengan memperhatikan
ketersediaan slot dan panggilan kapal. Hasil studi
menunjukan nilai optimal model lebih baik jika
dibandingkan dengan kondisi nyata. Total slot yang
digunakan dalam penataan peti kemas pada sistem nyata
sebanyak 537 persegi panjang yang setara dengan 108 slot,
sedangkan hasil optimisasi sebanyak 515 persegi panjang
yang setara dengan 103 slot.
Hasil analisis kepekaan memperlihatkan bahwa
keterlambatan loading kapal yang dibolehkan adalah
selama dua hari, penyebabnya pada hari ketiga dan
keempat perubahan total slot sudah mencapai 100%.
Jumlah slot di yard block tidak perlu ditambah atau
dikurangi karena tidak memperbaiki nilai optimal Z dan w.
Model dapat digunakan untuk berbagai periode
perencanaan dengan mempertimbangkan waktu kedatangan
kapal dan waktu kedatangan peti kemas.
REFERENSI
[1] P. Sharma1, R. Pratap Singh, dan S. Singhal,“ review of
meta-heuristic approaches to solve facility layout problem ”
Int. J. Merging Research in Management &Technology, vol.
2, No. 10, pp 29-33, Oktober 2013.
[2] . P. ingh d n R. R. K. h rm “ review of different
ppro ches to the f cilit l out pro lems ” Int J dv
Manuf Technol., vol. 30, pp. 425–433, 2006.
[3] N. N. Nordin dan L-S. Lee “Heuristics and metaheuristics
approaches for facility layout problems: A survey ”
Pertanika J. Scholarly Res. Reviews, vol. 2, no. 3, pp. 62-
76, 2016.
[4] . Gudelj M. Krčum dan E. Twrdy ”Models and methods
for operations in port container terminals ” Promet – Traffic
& Transportation, vol. 22, no. 1, pp. 43-51, 2010.
[5] H. G. Schmidt ”Essays on port, container, and bulk
chemical logistics optimization ” Erasmus Research
Institute of Management – ERIM Erasmus University
Rotterdam. [Online]. Available:
http://hdl.handle.net/1765/1, 2009.
[6] B. Gadeyne dan P. Verhamme ”optimizing maritime
container terminal operations ” M ster hesis Faculty Of
Economics And Business Administration, Ghent University,
2010.
[7] N. Laik dan E. Hadjiconstantinou ”Evaluation of
operational plans in container terminal yards using discrete-
event simulation ”OR Insight, vol. 21, no. 4, pp 10-18,
2008.
[8] E.P. Massami dan Z. Jin,”An optimisation algorithm for
container loading and unloading operations at maritime
terminals ” Int. J. Business Performance and Supply Chain
Modelling, vol. 6, no. 1, pp.61–74, 2014.
[9] A. Bortfeldt dan G. Wäscher ”Constraints in container
loading – A state-of-the-art review ” European J. Opr.. Res.,
vol. 229, pp. 1–20, 2013.
[10] M-K, Li ”A method for effective yard template design in
container terminals ” European J. Ind. Eng., vol. 8, no. 1,
pp.1–21, 2014.
17
Membangun Value-Added Warehouse Management
Sebagai Media Pelayanan Terbaik Kepada
Customers (sebuah solusi pelayanan berbasis
pendekatan Supply Chain Management) Nofrisel
Direktur Operasi dan Pengembangan, PT Bhanda Ghara Reksa (Persero) [email protected]
I. PENDAHULUAN
Salah satu kegiatan penting dalam logistik adalah
pengelolaan gudang yang efisien dan produktif (warehouse
management). Di samping pengelolaan pergudangan adalah
bagian integral dari fungsi distribusi atau pengiriman barang
dari point of origin ke point of destination, ia juga menjadi
pendukung utama dalam menciptakan integrated logistics
service yang pengelolaannya dirancang untuk memudahkan
pengelolaan pengiriman barang. Fungsi-fungsi konsolidatif,
fungsi temporary storage, ataupun fungsi-fungsi value-added
activities bisa melekat dalam setiap pengelolaan gudang
sesuai dengan jenis barang yang dikelola, volumenya, tujuan
pengiriman dan sebagainya. Value-Added Warehouse menjadi
semakin urgen dalam perkembangan manajemen logistik di
Indonesia, baik karena didorong oleh kebutuhan service level
yang diminta oleh customers juga karena mampu melahirkan
efisiensi tinggi, serta menjadi area nyata bagi customers untuk
melahirkan produk dan atau servis yang makin berkualitas.
Tulisan ini mencoba menggambarkan secara ringkas tentang
fungsi gudang yang dijalankan dengan penambahan value-
added activities, yang dapat meningkatkan produktivitas lebih
tinggi serta manajemen pengelolaan gudang yang lebih efisien.
Sebagai obyek penerapannya, diambil beberapa pengalaman
pengelolaan gudang di PT Bhanda Ghara Reksa (Persero),
sebuah BUMN yang bergerak di bidang penyedia jasa logistik
terintegrasi, dimana pengelolaan gudang yang lebih modern,
produktif dan efisien menjadi salah satu bidang usahanya.
II. SEKILAS TENTANG PT BHANDA GHARA REKSA (PERSERO)
PT Bhanda Ghara Reksa (Persero) atau selanjutnya disebut
BGR didirikan pada tanggal 11 April 1977 sebagai sebuah
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang
jasa pergudangan. Sampai saat ini, 100% sahamnya masih
dimiliki oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui
Kementerian Negara BUMN selaku pemegang saham.
Gagasan didirikannya BGR berdasarkan adanya kebutuhan
badan usaha yang dapat mengelola fasilitas pendukung sarana
distribusi pupuk yang memadai berupa fasilitas gudang yang
lokasinya menjangkau ke sentra-sentra pertanian. Pada saat itu,
pemerintah membangun gudang sebanyak 32 unit yaitu di
Jawa, Bali, Kalimantan Selatan melalui Depertemen
Perdagangan yang dimulai sejak tahun 1975 sampai dengan
tahun 1977. Dalam perjalanannya, BGR melakukan
transformasi menjadi perusahaan jasa logistik, dengan visi
menjadi perusahaan jasa logistik yang memberikan solusi,
handal dan terkemuka dengan moto "Integrated Logistics
Solution", BGR siap menjadi mitra terpercaya pelanggannya
dalam menangani berbagai kegiatan logistik melalui
penyediaan jasa-jasa logistik yang dikelompokkan dalam
BGR Integrated Logistics Service (ILS), BGR Transportation,
BGR Warehousing, BGR Express, dan BGR Freight
Forwarding. Didukung oleh jaringan kerja berupa 24 cabang
yang tersebar di seluruh wilayah Indonesi yaitu, Medan, DKI
Jakarta, Surabaya, Makassar, Dumai, Bangka Belitung,
Denpasar, Palu, Padang, Cikampek, Mataram, Bitung,
Palembang, Bandung, Pontianak, Kupang, Lampung,
Semarang, Banjarmasin, Papua, Cilegon, Yogyakarta, dan
Balikpapan. Di samping jaringan kerja domestik, BGR
memiliki jaringan internasional di China, Hongkong ,
Malaysia dan Singapore.
Bisnis utama BGR adalah menyediakan, menyewakan dan
mengelola ruangan gudang, baik tertutup maupun terbuka
(open storage) dan menyelenggarakan jasa pergudangan
lainnya. Dalam perkembangannya, BGR menambah jasa-jasa
trasportasi baik darat maupun udara dan pengurusan eskpor-
impor serta mengkombinasikannya dengan jasa pergudangan
yang telah ada menjadi paket-paket jasa logistik. Sejalan
dengan itu, guna mengambil posisi di dalam persaingan
usahanya, BGR melengkapi kegiatannya dengan jasa-jasa
penunjang yang relevan yaitu jasa-jasa pest control dan
fumigasi. Pada tahun 2004, BGR mengembangkan Collateral
Management Service (CMS) yang memberikan laba operasi
cukup berarti. Hingga saat ini, BGR berperan sebagai
penyedia jasa pergudangan dan logistik yang memiliki
jaringan infrastruktur hampir di seluruh wilayah Indonesia.
Tercatat Kantor Cabang yang dikelola BGR adalah 24 cabang.
Pangkal pinang adalah sub cabang termuda yang baru dibuka
pada 3 September 2014. Dari sisi fasilitas, saat ini BGR
mengelola sekitar 600 gudang yang terdiri dari gudang milik,
gudang sewa dan gudang manajemen yang luasnya sekitar 1
18
juta meter persegi yang tersebar di seluruh Indonesia. Gudang
Milik sebanyak 150 unit dengan kapasitas 455.800 ton,
Gudang Sewa sebanyak 200 unit dengan kapasitas 756.500
ton dan Gudang Manajemen sebanyak 129 unit dengan
kapasitas 342.632 ribu ton. Perjalanan panjang selama 40
tahun dan kemampuan perusahaan memberikan kontribusi
yang positif kepada para pemangku kepentingannya telah
menjadikan BGR menjelma menjadi perusahaan penyedia jasa
logistik yang handal.
III. KONSEPSI ARAH PENGEMBANGAN LOGISTIK NASIONAL
DAN PERAN BGR
Pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 26/2012
telah mencanangkan visi pembangunan Sistem logistik
Nasional, melalui Vision 2025 : Locally Integrated and
Globally Connected Logistics for National Competitiveness
and Social Welfare”, yaitu terwujudnya sistem logistik
nasional yang secara lokal terintegrasi dan secara global
terhubung dengan pusat-pusat pertumbuhan perekonomian
dunia dalam rangka mewujudkan daya saing nasional dan
kesejahteraan masyarakat. Perumusan visi ini terlahir dari
pemahaman komprehensif akan kondisi sektor logistik
nasional. Locally Integrated memiliki arti bahwa pada tahun
2025 sektor logistik nasional diharapkan mampu menyatukan
seluruh aktivitas logistik di Indonesia secara efektif dan
efisien mulai dari tingkat pedesaan (rural), perkotaan (urban)
sampai ke tingkat antar pulau (inter island) menjadi satu
kesatuan yang terintegrasi yang akan membawa kemakmuran
bagi masyarakat Indonesia. Integrasi Nasional melalui
jaringan logistik “Node & Arc” (“Node” adalah ports,
terminals, warehouses, dll, dan “Arc” adalah roads, highways,
rails, ocean vessels, dll.). Sedangkan globally connected
mengandung pengertian bahwa pada tahun 2025 sistem
logistik domestik yang kuat menjadi bagian dan terhubung
dengan sistem-sistem logistik global. Jaringan logistik inilah
yang nantinya akan menjadi jaringan yang mengikat antar
kawasan industri dan bisnis dengan masyarakat perkotaan dan
pedesaan. Inilah sesungguhnya peran BGR.
Dalam konteks ini, beberapa tantangan yang dihadapi BGR
antara lain sebagai berikut:
1. Membangun visi baru yang lebih agresif, dengan tetap
menonjolkan peran BGR sebagai salah satu BUMN
penyedia jasa logistik nasional
2. Mengembangkan bisnis model yang lebih kompetitif,
transparan dan efisien, didasari oleh indikator keberhasilan
yang jelas
3. Menyiapkan dan membangun kapabilitas perusahaan
secara komprehensif, bukan hanya membangun sekedar
resources.
4. Menyiapkan sistem manajemen yang lebih profesional dan
relevan yang sesuai dengan perkembangan atau tren
logistik global
5. Menjadikan Pasar Pemerintah sebagai target utama
perusahaan, tanpa mengabaikan peluang-peluang bisnis
korporasi swasta lainnya.
Untuk menjamin keberhasilan implementasi strategi
tersebut, perlu disusun sebuah strategic modeling sebagai
rujukan untuk pengembangan bisnis dan organisasi
perusahaan. Pertama, perlu disusun Integrated Logistics
Solution yang menjadi andalan BGR. Pemodelan usulan solusi
pelayanan yang diberikan kepada para customers, yang secara
visual dalam 2 (dua) tergambar sebagai berikut:
Gambar-1: Konsep Integrated Logistics Solution BGR
Dari gambar di atas, terlihat bahwa setidaknya BGR harus
memiliki sebuah model pelayanan logistik yang terintegrasi,
yang minimal terdiri atas pelayanan manajemen pergudangan,
transportasi, sistem order processing, packaging system dan
inventory management, dimana integrated services ini adalah
sebuah “proses untuk adding values” bagi proses transformasi
input menjadi output yang baik. Selanjutnya strategic
modeling ini dijabarkan dalam format solusi operasional
sebagaimana terlihat dalam gambar-2.
Gambar-2 : Usulan Konsep Solusi Operasional
Strategic modeling di atas, selanjutnya dijabarkan dalam
sebuah konsep pola operasional yang mengaitkan perjalanan
barang dan services sejak dari suppliers, manufaktur,
distribution centers sampai ke konsumen akhir, dengan
mempertimbangkan efisiensi operasional tanpa mengabaikan
kualitas pelayanan. Strategic modeling di atas memang lebih
menitik-beratkan pada penyiapan kapabilitas perusahaan
19
(internal focus), namun bukan berarti mengabaikan aspek
kompetisi dan penguasaan pasar (external factors). Sebagai
Sekretaris Tim Ahli pada Tim Kerja Pengembangan Sistem
Logistitk Nasional saya memahami bahwa potensi pasar
sektor logistik nasional sangat besar dan terbuka luas. Dengan
market size berkisar 27% dari GDP (sekitar Rp. 2.000 Triliun
dengan asumsi GDP Indonesia mencapai Rp. 8.000 Triliun),
rata-rata pertumbuhan industri sekitar 14,5% per tahun, dan
karakter industri logistik yang sangat fragmented (tidak ada
market leader dominan) maka BGR tidak perlu terlalu
khawatir dengan tingkat kompetisi atau kiprah para
kompetitor.
IV. VALUE-ADDED WAREHOUSE SEBAGAI SALAH SATU
SOURCE OF COMPETITION
Beberapa hal pokok yang perlu diketahui tentang
warehouse management antara lain sebagai berikut:
1. Hakekat Keberadaan Warehouse
Dalam perspektif Supply Chain Management, keberadaan
warehouse sesungguhnya bersifat dinamis dan temporary.
Dengan kata lain, sepanjang tidak diperlukan dan
distribusi barang dapat berjalan dengan efektif, efisien,
dan memenuhi lead time yang dikehendaki, maka
sesungguhnya keberadaan gudang tidak diperlukan.
Namun karena berbagai faktor, termasuk konektivitas
transportasi yang terbatas, akses data dan informasi yang
belum maksimal serta untuk memenuhi prinsip-prinsip
efisiensi maka keberadaan warehouse menjadi sangat
penting,
2. Fungsi Warehouse
Setidaknya warehouse memiliki 3 (tiga) fungsi utama,
yaitu (1) sebagai tempat penyimpanan (storage), ini
adalah fungsi basic dari warehouse, (2) sebagai
pendukung kegiatan assembly processes, dan (3) tempat
menciptakan berbagai value-added services.
3. Penerapan Teknologi
Sama halnya dengan kegiatan logistik pada umumnya,
pengelaan warehouse yang baik tidak mungkin lepas dari
dukungan teknologi, khususnya teknologi informasi, yang
umumnya dikenal dengan warehouse management system
(WMS).
4. Dukungan Kompetensi SDM
Banyak yang beranggapan bahwa manajemen
pergudangan yang baik tidak terlalu membutuhkan
kompetensi khusus, anggapan ini jelas sangat keliru.
Peran SDM yang kompeten justru menjadi salah satu
kunci sukses bagi penyelenggaraan kegiatan logistik dan
pergudangan, yaitu SDM yang memiliki keahlian
manajerial dan teknikal, yang di antaranya diperoleh
melalui program sertifikasi maupun pendidikan formal
lainnya.
5. Kegiatan Value-Added dalam Warehouse Management
Di samping integrasi pemahaman keempat hal di atas,
kegiatan value-added warehouse terbentuk dari beberapa
hal, yang utamanya didorong oleh permintaan customers.
Di antara bentuk kegiatan tersebut meliputi (a) warehouse
sebagai konsolidasi pengiriman atau penerimaan barang,
(b) warehouse sebagai assembly centers untuk
mendukung proses pengiriman barang berikutnya, (c)
warehouse sebagai product marking and labelling centers,
(d) warehouse sebagai cross-docking centers, dan (e)
warehouse sebagai distribution centers bagi pengiriman
dan atau penerimaan barang di wilayah tertentu.
V. PENUTUP
Sebagai penutup dari makalah singkat ini, berikut
disampaikan beberapa klue atau dasar pemikiran penting
dalam mengembangkan value-added warehouse management,
yakni sebagai berikut:
1. Di era tingkat persaingan bisnis yang ketat, kita harus
memahami bahwa keunggulan daya saing hanya akan
diperoleh apabila kita mampu memberikan nilai
tambah (adding values) kepada para customers, yang
didukung oleh efisiensi tinggi sehingga tetap mampu
meraih keuntungan (expanding margins).
2. Sebagai salah satu BUMN yang bergerak di bidang
penyediaan jasa logistik, BGR memiliki tugas dan
fungsi tidak hanya untuk kepentingan pemerintah
tetapi juga mampu menciptakan layanan-layanan
unggul kepada para pelanggannya, dimana salah
satunya adalah menciptakan value-added warehouse
management.
3. Key Success Factors dalam mendukung penciptaan
Value-Added Warehouse antara lain (a) penerapan IT
tepat guna, (b) konektivitas sistem pergudangan
dengan moda lainnya, termasuk transportasi, (c)
dukungan ekspertis dari SDM yang kompeten, baik
secara manajerial maupun teknikal, (d) dukungan
MHE (material handling equiepment) yang tepat dan
efisien, dan (e) dukungan program partnerships yang
tepat karena hakekat jasa logistik adalah kemitraan,
khususnya vendor management yang baik.
Top Related