D. PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA
KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI
16. WUJUD PERLINDUNGAN TERHADAP TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI
Suci Flambonita
(Dosen Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya, Palembang) Mobile phone: 0812 7396 425; E-mail: [email protected]
Abstrak: Secara makro, seperti yang tercatat pada Departemen Tenaga Kerja
danTransmigrasi (= Depnakertrans) – sekarang berganti nama menjadi Kementerian
Ketenagakerjaan (= Kemnaker), uang yang dikirim (remittance) oleh buruh migran
Indonesia pada tahun 2006 berjumlah US$6,5 milyar atau sekitar Rp58 triliyun, jumlah
Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri terus mengalami pening-katan, sampai
akhir tahun 2008 jumlah TKI yang bekerja di luar negeri meningkat menjadi 6 (enam) juta
orang dengan remittance mencapai Rp130 triliun. Meskipun banyak mendatangkan devisa
bagi negara dan daerah serta turut memecahkan per-soalan ketenagakerjaan di dalam
negeri, perlindungan yang diperoleh para buruh migran atau tenaga kerja Indoensia di luar
negeri masih sangat terbatas. Perlindungan yang menjadi hak dasar bagi setiap tenaga kerja
Indonesia nampaknya belum maksimal dipenuhi oleh Pemerintah Indonesia hal tersebut
dibuktikan dengan banyak-nya pelanggaran hukum yang dialami tenaga kerja Indonesia
baik pra penempatan, masa penempatan maupun purna penempatan. Secara normatif
perlindungan yang diberikan kepada tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri dimulai
dan terintegrasi dalam setiap proses penempatan TKI, sejak proses rekrutmen, selama
bekerja dan ketika pulang ke tanah air. Dengan penyediaan dokumen yang benar dan
absah, diharapkan TKI terhindar dari resiko yang mungkin timbul selama mereka bekerja
di luar negeri. Proses penyelesaian permasalahan hukum bagi TKI dilakukan oleh
BNP2TKI melalui Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri sesuai dengan peraturan
perundang-undangan serta hukum dan kebiasaan internasional salah satunya baik dalam
hal pemberian bantuan hukum bagi setiap TKI di luar negeri yang menghadapi masalah
hukum berdasarkan Keputusan Bersama Nomor SKB.05/A/-SB/XII/2003/01.
Kata kunci: Perlindungan, Tenaga Kerja Indonesia.
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Dalam Pembukaan UUD 1945 alenia keempat dinyatakan: “Kemudian daripada itu
untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial”. Pembukaan UUD 1945, menunjukkan bahwa Negara harus melindungi setiap warga
negaranya demi terwujudnya kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa
melalui pendidikan, keterampilan, kompetensi untuk memperoleh pekerjaan demi kesejah-
teraan pribadi maupun keluarganya. Asas keadilan sosial merupakan nilai-nilai yang Pasal 1
ayat (3) UUD 1945 disebutkan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Ketentuan
yang terdapat dalam Pasal 1 ayat (3) ini secara yuridis formal merupakan pernyataan bahwa
Indonesia merupakan Negara hukum, sehingga semua perbuatan baik oleh rakyat maupun
Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 167/432
penguasa harus senantiasa berdasarkan atas hukum yang berlaku.1 Prinsip negara hukum
yaitu: memberikan perlindungan hukum bagi seluruh rakyatnya.2 Termasuk pekerja
3 men-
dapatkan perlindungan dari Negara selaku pemegang kedaulatan dan kekuasaan Negara. Oleh karena itu, penyelenggaraan Negara sebagai pemimpin, pengemban amanat yang diberikan
oleh rakyatnya dan amanat tersebut perlu diminta pertanggungjawabannya.4 Dalam rangka
melaksanakan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya untuk meningkatkan harkat,
martabat, harga diri tenaga kerja5 serta mewujudkan masyarakat secara adil, makmur dan
merata baik secara material maupun spiritual. Di mana tujuan pembangunan ketenagakerjaan yaitu: memberikan perlindungan yang mendasar bagi tenaga kerja dan pekerja dapat mewujudkan kondisi yang kondusif bagi pengembagan dunia usaha dalam proses barang dan/atau jasa. Pembangunan ketenagakerjaan memiliki banyak dimensi antara lain hubungan antara pekerja, pengusaha, Pemerintah dan masyarakat.
Perlindungan hukum kepada pekerja yang diberikan selama dan sesudah masa kerja
dalam hubungan kerja.6 Untuk mewujudkan tujuan pembangunan di bidang ketenagakerjaan
sebagaimana yang termaktub di dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009 disebut-kan “RPJM” Nasional merupakan penjabaran dari visi, misi dan program Presiden hasil Pemilu Umum yang dilaksanakan secara langsung pada tahun 2004. Sementara itu Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025. Untuk mewujud-kan tujuan pembangunan ketenagakerjaan sebagaimana uraian di atas, maka dapat dijelaskan bahwa pembangunan ketenagakerjaan yang dimaksud adalah memberikan perlindungan kepada tenaga kerja yang terdiri dari pekerja laki-laki dan pekerja perempuan, yang di dalam-
nya juga terdapat pekerja anak.7
Dalam konsiderans huruf a Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2006 tentang BNP2TKI
sebagai pertimbangan aspek filosofis, sosiologis dan yuridis suatu aturan hukum menyebutkan:
1 Jazim Hamidi dan Budiman NPD Sinaga, 2009, Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dalam Sorotan, Jakarta,
PT Tatanusa, Cet I. Lihat Slamet Suhartono, 2009, Vage Normen sebagai Dasar Hukum Tindakan Tata Usaha Negara, Disertasi Program Doktor Ilmu Hukum Fakultas Universitas Brawijaya, hal. 1.
2 Asri Wijayanti, 2011, Menggugat Konsep Hubungan Kerja, Bandung, CV Lubuk Agung, hal. 5.
3 Berdasarkan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa:
”Pekerja/buruh adalah tenaga kerja yang bekerja di dalam hubungan kerja pada pengusaha dengan menerima upah.”
Selanjutnya dalam Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh disebutkan: “Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain”.
Sementara dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan:
“Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.”
Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, menyele-saikan “pertarungan” panjang antara istilah “pekerja” dan istilah “buruh.”
Abdul Rachmad Budiono, 2009, Hukum Perburuhan, Jakarta, PT Indek, hal. 8.
4 Isrok, 2011, Negara yang Gagal ditinjau dari Aspek Bernegara yang Demokrasi Berkeadilan, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Bidang Hukum Tata Negara Pada Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, disampaikan pada
Rapat Terbuka Senat Universitas Brawijaya, 27 September 2011.
5 Lihat Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan: “Tenaga kerja adalahsetiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.”
6 Lihat Pasal 1 angka 31 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa: ”Hubungankerja adalah hubungan antara pengusaha dan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah dan perintah.”
7 Lihat Pasal 1 angka 26 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa: “Anak adalahsetiap orang yang berumur di bawah 18 (delapan belas) tahun.”
Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 168/432
“Bahwa dalam rangka mewujudkan tujuan penempatan dan perlindungan tenaga kerjaIndonesia di luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor
39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, perlu membentuk badan nasional penempatan dan perindungan tenaga
kerja Indonesia sebagai lembaga Pemerintah untuk melaksanakan kebijakan di bidang penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia secara terkoordinasi
dan terintegrasi”.
Sedangkan dalam Pasal 1 Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2006 tersebut menyatakan bahwa:
”Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenga Kerja Indonesia yangselanjutnya disebut BNP2TKI adalah lembaga Pemerintah Non Departemen
yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden”.8
Secara makro, seperti yang tercatat pada Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (sekarang Kementerian Ketenagakerjaan), uang yang dikirim (remittance) oleh buruh migran Indonesia pada tahun 2006 berjumlah US$6,5 milyar atau sekitar Rp58 triliyun, jumlah Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri terus mengalami peningkatan, sampai akhir tahun 2008 jumlah TKI yang bekerja di luar negeri meningkat menjadi 6 (enam) juta orang dengan
remittance mencapai Rp130 triliun.9Meskipun banyak mendatangkan devisa bagi negara
dandaerah serta turut memecahkan persoalan ketenagakerjaan di dalam negeri, perlindungan yang
diperoleh para buruh migran masih sangat terbatas,10
perlindungan yang menjadi hak dasar bagi
setiap tenaga kerja Indonesia nampaknya belum begitu maksimal dipenuhi oleh Pemerintah Indonesia hal itu dibuktikan dengan banyaknya pelanggaran hukum yang dialami tenaga kerja
Indonesia baik pra penempatan, masa penempatan maupun purna penempatan.11
Kasus Ana Maria di Malaysia, Aisyah binti Yakop di Singapura, dan Fatmawati di Malaysia korban kekerasan rumah tangga merupakan segelintir contoh dari kekuatan ekspose media mengenai kondisi tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri yang kemudian menjadikan isu perlindungan tenaga kerja Indonesia menjadi tajuk utama (headline) di hampir seluruh media dalam negeri dan berhasil menyita perhatian publik selama beberapa waktu, dan tentunya masih banyak lagi kasus-kasus permasalahan TKI tak terkecuali dalam wilayah ruang lingkup kerja Badan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) wilayah Indonesia khususnya Sumatera Selatan. Pada Pasal 62 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri mengamanatkan keharusan tenaga kerja migran untuk memiliki Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (yang selanjutnya disingkat KTKLN) yang diterbitkan oleh
Pemerintah.12
Tetapi hingga saat ini masih menjadi salah satu persoalan bagi buruh migran
atau TKI, Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) banyak menerima pengaduan terkait pelayanan KTKLN, dari lemahnya sosialisasi, kurang jelasnya prosedur, maraknya praktik percaloan, lemahnya koordinasi antar lembaga publik terkait, hingga informasi sesat dan intimidasi yang dilakukan lembaga publik pada TKI.
8 Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2006 tentang Badan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia.
9 Jawa Pos, Devisa TKI Tembus Rp130 Triliun, 16 Desember 2008, hal. 7.
10 Lalu Husni, 2010, Hukum Penempatan dan Perlindungan TKI, Program Pascasarjana Universitas Brawijaya, Malang, 2010, hal. 12.
11 Burhanuddin, 2007, Strategi Pemerintah NTB dalam Perlindungan dan Penempatan TKI ke Luar Negeri, Makalah dalam Seminar Mencari Format Perlindungan TKI, Mataram, April 2007.
12 Pasal 62 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri.
Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 169/432
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) dan BNP2TKI merupakan lembaga Peme-rintah yang mengurus segala hal terkait dengan TKI, kesamaan fungsi diantara keduanya membuat kebijakan mereka kerap bentrok dan memunculkan dualisme pelayanan. Dalam konteks inilah dapat dipahami upaya penanganan masalah TKI yang hendak mendulang devisa di negeri orang itu jadi terbengkalai. Sudah sering terjadi, kecelakaan yang dialami TKI baru diketahui setelah yang bersangkutan dipulangkan secara paksa dari negeri orang tersebut, bahkan tidak jarang TKI yang bersangkutan sudah membujur kaku tak bernyawa
lagi.13
Jumlah TKI yang tercatat oleh BNP2TKI berdasarkan 5 Tahun terakhir yaitu pada
tahun 2011 sebanyak 586.802 orang, tahun 2012 sebanyak 494.609 orang, tahun 2013 sebanyak 512.168 orang, tahun 2014 sebanyak 429.872 orang dan di tahun 2015 sebanyak 275.736 orang. Dilihat dari data di atas jumlah TKI terbanyak yaitu pada tahun 2011 sedangkan jumlah TKI terendah yaitu pada tahun 2015.
Permasalahan
Bagaimana wujud perlindungan negara terhadap Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri?
B. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
1. Realitas Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri Selama Tahun 2013-2015
Jumlah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) berdasarkan 5 negara terbesar yaitu pada tahun
2013, jumlah TKI di Malaysia 150.250 orang, Taiwan 83.544 orang, Saudi Arabia 45.394
orang, Hongkong 41.769 orang, dan Singapura 34.655 orang. Pada tahun 2014 jumlah TKI di
Malaysia 127.827 orang, Taiwan 82.665 orang, Saudi Arabia 44.325 orang, Hongkong 35.050
orang, dan Singapura 31.680 orang. Pada tahun 2015 jumlah TKI di Malaysia 97.635 orang,
Taiwan 75.303 orang, Saudi Arabia 23.000 orang, Hongkong 15.322 orang, dan Singapura
20.895 orang.
Tabel 1
Jumlah Tenaga Kerja Indonesia berdasarkan 5 Negara Terbesar 2013-2015 14
No. Negara 2013 2014 2015
(1) (2) (3) (4) (5)
1. Malaysia 150.250 127.827 97.635
2. Taiwan 83.544 82.665 75.303
3. Saudi Arabia 45.394 44.325 23.000
4. Hongkong 41.769 35.050 15.322
5. Singapura 34.655 31.680 20.895
13 www.indonesiamedia.com/2013/04/26/depnakertrans-dan-bnp2tki-berebut-kelola-tki, diakses pada hari Senin tanggal 25 September 2017 pukul 09:42 wib.
14 Data Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Tahun 2015.
Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 170/432
Tabel 2
Jumlah Tenaga Kerja Indonesia berdasarkan Jenis Kelamin 2013-2015 15
No. Jenis Kelamin Tahun
2013 2014 2015
(1) (2) (3) (4) (5)
1. Laki-laki 235.170 186.243 108.965
2. Perempuan 276.998 243.629 166.771
Total 512.168 429.872 275.736
Jumlah TKI berdasarkan jenis kelamin yaitu pada tahun 2013 jumlah tenaga kerja laki-
laki sebanyak 235.170 orang, perempuan sebanyak 276.998 orang, total tenaga kerja laki-laki
dan perempuan adalah sebanyak 512.168 orang. Pada tahun 2014 jumlah tenaga kerja laki-
laki sebanyak 186.243 orang, perempuan sebanyak 243.629 orang, total tenaga kerja laki-laki
dan perempuan adalah sebanyak 429.872 orang. Pada tahun 2015 jumlah tenaga kerja laki-
laki sebanyak 108.965 orang, perempuan sebanyak 166.771 orang, total tenaga kerja laki-laki
dan perempuan adalah banyak 275.736 orang.
Tabel 3
Jumlah Tenaga Kerja Indonesia berdasarkan Tingkat Pendidikan 2013-2015 16
No. Pendidikan Tahun
2013 2014 2015
(1) (2) (3) (4) (5)
1. Pascasarjana 352 179 31
2. Sarjana 6.340 3.956 4.685
3. Diploma 29.012 17.355 1.594
4. SMU 124.825 106.830 70.309
5. SMP 191.542 162.731 108.724
6. SD 160.097 138.821 90.393
TOTAL 512.168 429.872 275.736
Jumlah TKI berdasarkan Tingkat Pendidikan yaitu pada tahun 2013 pada tingkat
Pascasarjana sebanyak 352 orang, Sarjana 6.340 orang, Diploma 29.012 orang, SMU 124.825
orang, SMP 191.097, SD 160.097 orang dan totalnya adalah sebanyak 512.168 orang. Pada
tahun 2014 pada tingkat Pascasarjana sebanyak 179 orang, Sarjana 3.956 orang, Diploma
17.355 orang, SMU 106.830 orang, SMP 162.731 orang, SD 138.821 orang dan totalnya
adalah sebanyak 429.872 orang. Pada tahun 2015 pada tingkat Pascasarjana sebanyak 31
orang, Sarjana 4.685 orang, Diploma 1.594 orang, SMU 70.309 orang, SMP 108.72 orang, SD
90.393 orang dan totalnya adalah sebanyak 275.736 orang.
15 Data Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Tahun 2015.
16 Data Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Tahun 2015.
Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 171/432
Tabel 4
Jumlah Tenaga Kerja Indonesia Asal Sumatera Selatan
berdasarkan 5 Negara Terbesar 2013-2015 17
No. Negara 2013 2014 2015
(1) (2) (3) (4) (5)
1. Malaysia 1.251 987 1.022
2. Taiwan 256 219 137
3. Singapura 239 133 67
4. Arab Saudi 167 189 78
5. United Arab Emirates 224 74 13
Sedangkan jumlah TKI asal Sumatera Selatan berdasarkan 5 negara terbesar yaitu
pada tahun 2013 jumlah TKI di Malaysia 1.251 orang, Taiwan 256 orang, Singapura 239
orang, Arab Saudi 167 orang, dan United Arab Emirates 224 orang. Pada tahun 2014 jumlah
TKI di Malaysia 987 orang, Taiwan 219 orang, Singapura 133 orang, Arab Saudi 189 orang,
dan United Arab Emirates 74 orang. Pada tahun 2015 jumlah TKI di Malaysia 1.022 orang,
Taiwan 137 orang, Singapura 67 orang, Arab Saudi 78 orang, dan United Arab Emirates 13
orang. Dari data di atas jumlah TKI yang berasal dari Sumatera Selatan berdasarkan 5 negara
terbesar yaitu terdapat di negara Malaysia yang diikuti negara lainnya Taiwan, Singapura,
Arab Saudi, dan terendah yaitu negara United Arab Emiretes. Data TKI di Indonesia pada
setiap tahunnya mengalami penurunan jumlah TKI sedangkan data TKI yang berasal dari
Sumatera Selatan ada dua (dua) negara yang mengalami peningkatan jumlah TKI seperti di
negara Arab Saudi pada tahun 2014 dan juga negara Malaysia pada tahun 2015.
Tabel 5
Jumlah Tenaga Kerja Indonesia Asal Sumatera Selatan
berdasarkan Tingkat Pendidikan 2013-2015 18
No. Pendidikan Tahun
2013 2014 2015
(1) (2) (3) (4) (5)
1. Pascasarjana 7 2 1
2. Sarjana 69 51 20
3. Diploma 135 99 24
4. SMU 962 673 560
5. SMP 1.200 878 561
6. SD 289 255 242
TOTAL 2.662 1.958 1.408
Jumlah TKI asal Sumatera Selatan berdasarkan tingkat pendidikan yaitu pada tahun 2013
pada tingkat Pascasarjana sebanyak 7 orang, Sarjana 69 orang, Diploma 135 orang, SMU
17 Data Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Tahun 2015.
18 Data Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Tahun 2015.
Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 172/432
962 orang, SMP 1.200 orang, SD 289 orang dan totalnya adalah sebanyak 2.662 orang. Pada
tahun 2014 pada tingkat Pascasarjana sebanyak 2 orang, Sarjana 51 orang, Diploma 99 orang,
SMU 673 orang, SMP 873 orang, SD 255 orang dan totalnya sebanyak 1.958 orang. Pada tahun
2015 pada tingkat Pascasarjana sebanyak 1 orang, Sarjana 20 orang, Diploma 24 orang, SMU 560 orang, SMP 561 orang, SD 242 orang dan totalnya adalah sebanyak 1.408 orang. Dilihat
dari data di atas jumlah tenaga kerja Indonesia berdasarkan tingkat pendidikan yang paling
banyak adalah tingkat SMP dan yang paling sedikit adalah pada tingkat pendidikan
Pascasarjana, sedangkan jumlah tenaga kerja Indonesia asal Sumatera Selatan berdasarkan
tingkat pendidikan yang paling banyak adalah tingkat SMP dan yang paling sedikit adalah
pada tingkat Pascasarjana, diagram statistik dari jumlah tenaga kerja Indonesia dan asal
Sumatera Selatan berdasarkan tingkat pendidikan yaitu:
Tabel 5
Jumlah Tenaga Kerja Indonesia berdasarkan Sektor 2013-2015 19
No. Sektor Tahun
2013 2014 2015
(1) (2) (3) (4) (5)
1. Formal 285.297 247.610 152.394
2. Informal 226.871 182.262 123.342
TOTAL 512.168 429.872 275.736
Sektor formal, seperti pabrik, garmen, tekstil, air kemasan, makanan, rumah sakit dan
lain sebagainya. Di mana perbedaan antara keduanya terletak pada pengenaan pajak atas
penghasilannya dan berlaku pengaturan syarat-syarat kerja tertentu atau khusus antara pekerja
dan pengusaha yang terikat dalam perjanjian kerja baik dalam bentuk Peraturan Perusahaan
(PP)20
maupun Perjanjian Kerja Bersama (PKB).21
Dari jumlah TKI berdasarkan sektor pada tahun 2013-2015, Sumatera Selatan
penyumbang 2.662 orang di tahun 2013, yang didominasi sektor formal seperti pabrik, asisten rumah tangga dan sebagainya. Kemudian di tahun berikutnya mengalami penurunan
pengiriman TKI yaitu berkisar di angka 1.958 orang, yang masih didominasi sektor formal. Pada tahun 2015 mengalami penurunan.
19 Data Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Tahun 2015.
20 Baca Pasal 1 angka 20 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2002 tentang Ketenagakerjaan, disebutkan bahwa: “Peraturanperusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja dan tertib perusahaan.”
21 Baca Pasal 1 angka 21 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2002 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa: “Perjanjiankerrja bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak.”
Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 173/432
Tabel 6
Jumlah Tenaga Kerja Indonesia Asal Sumatera Selatan
berdasarkan Sektor 2013-2015 22
No. Sektor Tahun
2013 2014 2015
(1) (2) (3) (4) (5)
1. Formal 1800 1.519 1.090
2. Informal 862 439 318
TOTAL 2.662 1.958 1.408
Jumlah TKI berdasarkan sektor yaitu pada tahun 2013 jumlah sektor formal sebanyak
285.297 orang, informal sebanyak 226.871 orang, total tenaga kerja formal dan informal
adalah sebanyak 512.168 orang. Pada tahun 2014 jumlah sektor formal sebanyak 247.610
orang, informal sebanyak 182.262 orang, total tenaga kerja formal dan informal adalah
sebanyak 429.872 orang. Pada tahun 2015 jumlah sektor formal sebanyak 152.394 orang,
informal sebanyak 123.342 orang, total tenaga kerja formal dan informal adalah sebanyak
275.730 orang. Sedangkan jumlah TKI asal Sumatera Selatan berdasarkan sektor yaitu pada
tahun 2013 jumlah sektor formal sebanyak 1.800 orang, informal sebanyak 862 orang, total
tenaga kerja formal dan informal adalah sebanyak 2.662 orang. Pada tahun 2014 jumlah
sektor formal sebanyak 1.519 orang, informal sebanyak 439 orang, total tenaga kerja formal
dan informal adalah sebanyak 1.958 orang. Pada tahun 2015 jumlah sektor formal sebanyak
1.090 orang, informal sebanyak 318 orang, total tenaga kerja formal dan informal adalah
sebanyak 1.408 orang. Dari data di atas jumlah TKI dan juga tenaga kerja asal Sumatera
Selatan berdasarkan sektor yang terbanyak adalah pada sektor formal.
Dari berbagai data yang telah disajikan di atas dalam pelaksanaannya masih banyak sekali
hak-hak TKI yang belum terpenuhi seperti karena terjadinya kasus kekerasan, upah yang tidak
dibayar dan lain-lain. Kasus-kasus seperti ini terjadi karena ketidaksesuaiannya pekerjaan pekerja
di dalam bekerja, seperti tenaga kerja migran yang bekerja menjadi pem-bantu yang bekerja
secara tidak sesuai dengan apa yang telah di sepakati dan yang telah menjadi tanggung jawabnya
di dalam bekerja yang membuat majikanya tidak puas dengan kerja TKI tersebut. Padahal
sebelum TKI tersebut diberangkatkan BNP2TKI sudah memberi-kan sosialisasi dan pembekalan
awal untuk seluruh calon TKI agar dalam pelaksanaannya di dalam bekerja dapat bekerja dengan
baik sesuai dengan apa yang telah disepakati antara hak dan kewajibannya.
Penyebab yang paling banyak terjadi itu karena masih banyaknya TKI yang bekerja ke
luar negeri tanpa memenuhi syarat dan tidak terdata di BNP2TKI. Mereka bekerja ke luar negeri
secara ilegal tanpa surat-surat resmi dari BNP2TKI. Hal inilah yang menyebabkan banyaknya
kasus yang terjadi, karena dengan TKI tersebut menggunakan jalur ilegal, maka hak-hak mereka
tidak dapat terjamin karna yang menjadi penanggung jawab di dalam ia bekerja adalah calo yang
mengajaknya untuk bekerja, karena semua kesepakatan dibuat oleh calo itu sendiri, mengenai calo
itu sendiri keberadaanya sangat banyak sekali hampir di setiap daerah itu terdapat calo yang
mengajak orang-orang untuk bekerja di luar negeri, Kepala Badan Nasional Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) mene-gaskan pihaknya terus berupaya
memberantas calo TKI baik dari dalam maupun luar negeri. Pihaknya telah menangkap puluhan
calo baik dari dalam maupun luar negeri dan mereka diproses sesuai jalur hukum. Calo TKI masih
banyak sekali keberadaannya di dalam setiap daerah, mereka
22 Data Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Tahun 2015.
Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 174/432
mempunyai caranya sendiri untuk membujuk orang-orang agar mau ikut bekerja di luar negeri dan sampai saat ini pun pihak yang berwajib terus mengintai calo TKI tersebut.
2. Wujud Perlindungan Terhadap Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri
Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan
Perlindungan TKI di Luar Negeri, menerangkan bahwa:
“Perlindungan TKI adalah segala upaya untuk melindungi kepentingan calon TKI/-TKI dalam mewujudkan terjaminnya pemenuhan hak-haknya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan, baik sebelum, selama, maupun sesudah bekerja.”23
Perlindungan bagi TKI yang bekerja di luar negeri dimulai dan terintegrasi dalam
setiap proses penempatan TKI, sejak proses rekrutmen, selama bekerja dan ketika pulang ke
tanah air. Dengan penyediaan dokumen yang benar dan absah, diharapkan TKI terhindar dari
resiko yang mungkin timbul selama mereka bekerja di luar negeri. Peningkatan keterampilan
dan penguasaan bahasa setempat membantu TKI dalam komunikasi, menerima perintah, dan
menyampaikan pendapat kepada pihak-pihak lain terutama kepada majikannya. Kesiapan
mental dan pemahaman dasar mengenai adat kebiasaan dan budaya membantu TKI ber-
adaptasi dengan lingkungan kerja dan kondisi masyarakat setempat, sehingga dapat meng-
hindarkan TKI dari berbagai masalah sosial di luar negeri.
Tabel 7
Perlindungan TKI pada Masa Prapenempatan, Penempatan
sampai dengan Purna Penempatan
Pra Penempatan Masa Penempatan Purna Penempatan
(1) (2) (3)
Administratif:
a. Pemenuhan dokumen a. Pembinaan dan a. Pemberian kemudahan
penempatan; pengawasan; atau fasilitas kepulangan
b. Penetapan biaya TKI;
penempatan; c. Penetapan kondisi
dan syarat kerja.
Teknis:
a. Sosialisasi dan b. Bantuan dan b. Pemberian upaya perlin-
diseminasi informasi; perlindungan ke dungan terhadap TKI dari
b. Peningkatan kualitas konsuleran; kemungkinan adanya
calon TKI; tindakan pihak-pihak lain
c. Pembelaan atas yang tidak bertanggung
jawab dan dapat merugi-
pemenuhan hak-hak
kan TKI dalam kepu-
TKI;
langan dari negara
d. Pembinaan dan
tujuan, di debarkasi, dan
pengawasan.
dalam perjalanan sampai
ke daerah asal;
23 Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri.
Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 175/432
Pra Penempatan Masa Penempatan Purna Penempatan
(1) (2) (3)
c. Pemberian bantuan c. Fasilitasi pengurusan
hukum; klaim asuransi;
d. Pembelaan atas d. Fasilitasi kepulangan
pemenuhan hak-hak TKI berupa pelayanan
TKI transportasi, jasa
keuangan, dan jasa
pengurusan barang;
e. Perlindungan dan e. Pemantauan kepulangan
bantuan lainnya sesuai TKI sampai ke daerah
dengan ketentuan asal;
peraturan perundang-
undangan serta hukum
dan kebiasaan
internasional;
f. Upaya diplomatik. f. Fasilitasi TKI bermasalah
berupa fasilitasi hak-hak
TKI;
g. Penanganan TKI sakit
berupa fasilitasi
perawatan kesehatan dan
rehabilitasi fisik dan
mental;
h. Pemberian kemudahan
atau fasilitas kepulangan
TKI.
Dari tahun ke tahun terjadi banyak sekali kasus kekerasan yang terjadi kepada TKI. Hal
itu disebabkan karena kurangnya kesiapan tenaga kerja di dalam bekerja belum lagi dengan
sulitnya TKI untuk memahami adat dan juga juga bahasa di negara tempat ia bekerja. Bertolak
dari kondisi seperti itu pada tahun 2013 BNP2TKI mulai sering melakukan sosialisasi kepada
calon tenaga kerja migran dan daerah-daerah yang banyak menjadi pemasok TKI. Di dalam
sosialisasi tersebut petugas BNP2TKI selalu mengingatkan bahaya-nya bekerja menjadi TKI di
luar negeri terutama di negara-negara Timur Tengah seperti Arab Saudi, Mesir, dan lain-lain,
karena sulitnya untuk memahami bahasa terlebih lagi adat istiadat di negara Timur Tengah yang
sangat berbeda. Dengan dilakukannya sosialisasi tersebut diharapkan dapat mengurangi niat
tenaga kerja yang ingin bekerja menjadi pembantu di luar negeri. Namun demikian, kenyataannya
tetap saja banyak terjadi korban kekerasan terhadap TKI di luar negeri. Akhirnya pada awal tahun
2015, untuk mengurangi terjadinya kasus kekerasan Pemerintah melakukan moratorium
bahwasannya tenaga kerja tidak diperbolehkan mendaftar menjadi TKI di negara-negara Timur
Tengah. Hal ini cukup berhasil pada tahun 2013-2015 tercatat data penurunan jumlah kekerasan
TKI. Sisi lain yang diperlukan dalam perlindungan TKI di luar negeri adalah kepastian pekerjaan
sebagaimana dinyatakan dalam job order yang disampaikan pengguna untuk TKI secara langsung
(calling visa) atau melalui PJTKI. Dalam hal ini dituntut keseriusan dan tanggung jawab PJTKI
maupun mitra kerjanya di luar negeri dalam pengurusan dokumen kerja bagi tenaga kerja yang
akan ditempatkan. Kerjasama bilateral antara negara pengirim dan
Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 176/432
negara penerima merupakan pegangan dalam pelaksanaan penempatan TKI ke negara
tertentu. Dalam perjanjian bilateral penempatan TKI ke negara penerima dapat dimasukkan substansi perlindungan yang meliputi bantuan konsuler bagi TKI bermasalah dengan hukum,
pembelaan, dan penyelesaian tuntutan hak TKI. Oleh karena itu penempatan TKI dapat dilakukan ke semua negara dengan ketentuan:
1. Negara tujuan memiliki peraturan adanya perlindungan tenaga kerja asing.
2. Negara tujuan membuka kemungkinan kerjasama bilateral dengan negara Indonesia di bidang penempatan TKI.
3. Keadaan di negara tujuan tidak membahayakan keselamatan TKI.
Bentuk perlindungan kepada TKI juga harus diberikan oleh PJTKI sebagai penyalur TKI
seperti mengikutsertakan calon TKI dalam program asuransi perlindungan TKI. Program asuransi
perlindungan TKI dilakukan oleh konsorsium asuransi perlindungan TKI. Oleh karena itu untuk
memberi jaminan perlindungan hukum dalam penempatan TKI di luar negeri, Pemerintah
Republik Indonesia menyusun, mengesahkan dan memberlakukan Undang-Undang Nomor 39
Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri.24
Pada hakikatnya ketentuan-ketentuan hukum yang dibutuhkan dalam masalah ini
adalah ketentuan-ketentuan yang mampu mengatur pemberian pelayanan penempatan bagi
tenaga kerja secara baik. Pemberian pelayanan penempatan secara baik di dalamnya mengan-
dung prinsip murah, cepat, tidak berbelit-belit dan aman. Pengaturan yang bertentangan
dengan prinsip tersebut memicu terjadinya penempatan tenaga kerja ilegal yang tentunya
berdampak kepada minimnya perlindungan bagi tenaga kerja yang bersangkutan.25
Penempatan dan perlindungan calon TKI berasaskan keterpaduan, persamaan hak,
demokrasi, keadilan sosial, kesetaraan dan keadilan gender, anti diskriminasi, serta anti
perdagangan manusia. Penempatan dan perlindungan calon TKI bertujuan untuk:26
1. Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi.
2. Menjamin dan melindungi calon TKI/TKI sejak di dalam negeri di negeri tujuan, sampai kembali ke tempat asal di Indonesia.
3. Meningkatkan kesejahteraan TKI dan keluarganya.
Perlindungan bagi TKI yang bekerja di luar negeri dimulai dan terintegrasi dalam
setiap proses penempatan TKI, sejak proses rekrutmen, selama bekerja dan ketika pulang ke
tanah air. Dengan penyediaan dokumen yang benar dan absah, diharapkan TKI terhindar dari
resiko yang mungkin timbul selama mereka bekerja di luar negeri. Kerjasama bilateral antara
negara pengirim dan negara penerima merupakan pegangan dalam pelaksanaan penempatan
tenaga kerja Indonesia ke negara tertentu. Dalam perjanjian bilateral penempatan TKI ke
negara penerima dapat dimasukkan substansi perlindungan yang meliputi bantuan konsuler
bagi TKI bermasalah dengan hukum, pembelaan, dan penyelesaian tuntutan hak TKI. Oleh
karena itu penempatan TKI dapat dilakukan ke semua negara dengan ketentuan:
1. Negara tujuan memiliki peraturan adanya perlindungan tenaga kerja asing.
24 Ibid, hal. 127.
25 Oentoeng Wahjoe, 2008, Tanggung Jawab Negara dalam Perlindungan TKI di Luar Negeri Menurut Hukum Internasional, Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 19, Sekolah Tinggi Hukum Bandung, Bandung, hal. 89.
26 Soekarwo, 2006, Peranan Pemerintah Daerah dalam Kaitannya dengan Penempatan TKI ke Luar Negeri, Majalah Hukum Nasional, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Jakarta, hal. 101.
Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 177/432
2. Negara tujuan membuka kemungkinan kerjasama bilateral dengan negara Indonesia di bidang penempatan TKI.
3. Keadaan di negara tujuan tidak membahayakan keselamatan TKI.
Apabila terjadi sengketa antara TKI dengan pelaksana penempatan TKI swasta mengenai pelaksanaan perjanjian penempatan, maka kedua belah pihak mengupayakan penyelesaian secara damai dengan cara bermusyawarah. Namun apabila penyelesaian secara musyawarah tidak tercapai, maka salah satu atau kedua belah pihak dapat meminta bantuan instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di Kabupaten/Kota, Provinsi atau Pusat. Proses penyelesaian permasalahan hukum bagi TKI dilakukan oleh BNP2TKI melalui Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan serta hukum dan kebiasaan internasional salah satunya baik dalam hal pemberian bantuan hukum bagi setiap TKI di luar negeri yang menghadapi masalah hukum, hal ini bertujuan untuk membela atas pemenuhan hak-hak sesuai dengan perjanjian kerja dan/atau peraturan
perundang-undangan di negara TKI ditempatkan.27
Bentuk perlindungan kepada TKI juga
harus diberikan oleh PJTKI sebagai penyalur TKI seperti mengikutsertakan calon TKI dalam program asuransi perlindungan TKI. Program asuransi perlindungan TKI dilakukan oleh Konsorsium asuransi perlindungan TKI. Upaya hukum yang dapat ditempuh oleh TKI dalam hal mereka dirugikan oleh PJTKI dalam hubungan hukum adalah upaya non litigasi atau
penyelesaian sengketa alternatif.28
Upaya litigasi dapat berupa tuntutan ganti rugi ataupun pembatalan perjanjian yang dituntut melalui suatu gugatan perdata pada pengadilan yang berkompeten baik atas dasar wanprestasi, perbuatan melanggar hukum, atau pembentukan perjanjian yang tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata.29
Berdasarkan Keputusan Bersama Nomor SKB.05/A/SB/XII/2003/01 yang
dibuat oleh Menteri Luar Negeri, Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Menteri Agama dan Menteri Pemberdayaan Perempuan tentang Pembentukan Tim Advokasi, Pembelaan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, yang maksudnya adalah tim yang dibentuk untuk memberikan bantuan konseling, pembelaan dan perlindungan bagi TKI di luar negeri di bawah koordinasi Perwakilan Negara Republik Indonesia yang bertugas:
a) Memberikan perlindungan dan hak-hak dasar dan bantuan hukum bagi TKI di luar negeri;
b) Melakukan pendataan dan penelitian dokumen TKI (bekerjasama dengan Agency);
c) Mendata nama dan alamat majikan;
d) Melakukan bimbingan dan penyuluhan bagi TKI;
e) Memberikan konsultasi dan pendampingan bagi TKI yang bermasalah. Membantu
penyelesaian perselisihan antara TKI dengan pengguna/majikan;
f) Memberikan bantuan penyelesaian administrasi dan dokumen TKI;
g) Mengurus penyelesaian pembayaran atas gaji TKI yang tidak dibayar;
h) Memproses penyelesaian pemenuhan hak-hak akibat pemutusan hubungan kerja dan harta kekayaan TKI;
27 Ibid.
28 Ibid.
29 Ibid.
Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 178/432
i) Mengupayakan pembelaan hukum bagi TKI;
j) Mengurus penyelesaian sengketa antara TKI dengan pihak ketiga (bukan peng-guna/majikan);
k) Mengurus penyelesaian jaminan atas resiko kecelakaan kerja dan/atau kematian
yang dialami oleh TKI;
l) Membantu proses pemulangan TKI; dan
m) Melaksanakan tugas-tugas lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas tim sesuai dengan petunjuk Menteri terkait.
C. KESIMPULAN
Wujud perlindungan yang diberikan kepada Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri
1. Perlindungan kepada TKI yang diberikan oleh PJTKI sebagai penyalur TKI seperti meng-
ikutsertakan calon TKI dalam program asuransi perlindungan TKI. Program asuransi
perlindungan TKI dilakukan oleh konsorsium asuransi perlindungan TKI. Oleh karena itu
untuk memberi jaminan perlindungan hukum dalam penempatan TKI di luar negeri, maka
Pemerintah Republik Indonesia menyusun, mengesahkan dan memberlakukan Undang-
Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri.
2. Perlindungan bagi TKI yang bekerja di luar negeri dimulai dan terintegrasi dalam setiap
proses penempatan TKI, sejak proses rekrutmen, selama bekerja dan ketika pulang ke
tanah air. Dengan penyediaan dokumen yang benar dan absah, diharapkan TKI terhindar
dari resiko yang mungkin timbul selama mereka bekerja di luar negeri. Kerjasama
bilateral antara negara pengirim dan negara penerima merupakan pegangan dalam
pelaksanaan penempatan tenaga kerja Indonesia ke negara tertentu.
3. Apabila terjadi sengketa antara TKI dengan pelaksana penempatan TKI swasta mengenai
pelaksanaan perjanjian penempatan, maka kedua belah pihak mengupayakan penye-lesaian
secara damai dengan cara bermusyawarah. Namun apabila penyelesaian secara musyawarah
tidak tercapai, maka salah satu atau kedua belah pihak dapat meminta bantuan instansi yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di Kabupaten/Kota, Provinsi atau Pusat. Proses
penyelesaian permasalahan hukum bagi TKI dilakukan oleh BNP2TKI melalui Perwakilan
Negara Republik Indonesia di luar negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan serta
hukum dan kebiasaan internasional salah satunya baik dalam hal pemberian bantuan hukum
bagi setiap TKI di luar negeri yang meng-hadapi masalah hukum. Hal ini bertujuan untuk
membela atas pemenuhan hak-hak sesuai dengan perjanjian kerja dan/atau peraturan
perundang-undangan di negara TKI ditempat-kan.
4. Upaya litigasi dapat berupa tuntutan ganti rugi ataupun pembatalan perjanjian yang dituntut
melalui suatu gugatan perdata pada pengadilan yang berkompeten baik atas dasar wanprestasi, perbuatan melanggar hukum, atau pembentukan perjanjian yang tidak memenuhi
syarat sahnya perjanjian sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata.30
Berdasarkan Keputusan Bersama Nomor SKB.05/A/-SB/XII/2003/01
yang dibuat oleh Menteri Luar Negeri, Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Menteri Agama dan Menteri Pemberdayaan Perempuan tentang Pembentukan Tim Advokasi, Pembelaan dan Perlin-dungan Tenaga Kerja Indonesia
di Luar Negeri, yang maksudnya adalah tim yang dibentuk
30 Ibid.
Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 179/432
untuk memberikan bantuan konseling, pembelaan dan perlindungan bagi TKI di luar negeri di bawah koordinasi Perwakilan Negara Republik Indonesia.
D. SARAN
1. Perlunya koordinasi antara penempatan dan perlindungan yang dikuatkan dengan petunjuk teknis, penyederhanaan mekanisme pendaftaran dan juga meringankan biaya
dari pendaftaran calon TKI, serta mengevaluasi dan menindak penyalur TKI ilegal agar
tidak terjadi lagi lemahnya sosialisasi, kurang jelasnya prosedur, maraknya praktik percaloan, lemahnya koordinasi antar lembaga publik terkait, hingga informasi sesat.
2. Pemerintah harus memperkuat diplomasi antar negara untuk upaya memberikan perlin-
dungan terhadap TKI, dan dengan banyaknya peraturan serta kebijakan yang masih tidak
jelas seperti masih banyaknya TKI yang bekerja di luar negeri secara ilegal dan hal tersebut menjadi tanggung jawab BNP2TKI, maka diperlukan revisi Undang-Undang
Ketenagakerjaan.
3. Sisi lain yang diperlukan dalam perlindungan TKI di luar negeri adalah kepastian
pekerjaan sebagaimana dinyatakan dalam job order yang disampaikan pengguna untuk
TKI secara langsung (calling visa) atau melalui PJTKI. Dalam hal ini dituntut keseriusan
dan tanggung jawab PJTKI maupun mitra kerjanya di luar negeri dalam pengurusan
dokumen kerja bagi tenaga kerja yang akan ditempatkan. Kerjasama bilateral antara
negara pengirim dan negara penerima merupakan pegangan dalam pelaksanaan penem-
patan TKI ke negara tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rachmad Budiono, 2009, Hukum Perburuhan, Jakarta, PT Indek.
Asri Wijayanti, 2011, Menggugat Konsep Hubungan Kerja, Bandung, CV Lubuk Agung.
Burhanuddin, 2007, Strategi Pemerintah NTB dalam Perlindungan dan Penempatan TKI
keLuar Negeri, Makalah Seminar Mencari Format Perlindungan TKI, Mataram, April2007.
Isrok, 2011, Negara yang Gagal Ditinjau dari Aspek Bernegara yang Demokrasi Berke-adilan, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Bidang Hukum Tata Negara
Pada Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, disampaikan pada rapat Terbuka Senat Universitas Brawijaya, 27 September 2011.
Jazim Hamidi dan Budiman NPD Sinaga, 2009, Pembentukan Peraturan Perundang-undangandalam Sorotan, Jakarta, PT Tatanusa.
Lalu Husni, 2010, Hukum Penempatan dan Perlindungan TKI, Program Pascasarjana UB, Malang.
Oentoeng Wahjoe, 2008, Tanggung Jawab Negara dalam Perlindungan TKI di Luar NegeriMenurut Hukum Internasional, Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 19, Sekolah Tinggi IlmuHukum Bandung, Bandung.
Slamet Suhartono, 2009, Vagoe Normen sebagai Dasar Hukum Tindakan Tata Usaha Negara, Disertasi Program Doktor Ilmu Hukum Fakultas Universitas Brawijaya.
Soekarwo, 2006, Peranan Pemerintah Daerah dalam Kaitannya dengan Penempatan TKI keLuar Negeri, Majalah Hukum Nasional, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Jakarta,hlm.101.
Prosiding Konferensi ke-2 P3HKI di Medan, 12 - 13 Oktober 2017 - 180/432
Top Related