1
Tanggal masuk: 13 Agustus 2012 No. Rekam Medis : 189756
Pukul: 17.30 WIB G1P0A0
Ruangan: III
A. IDENTITAS
Nama : Ny. D
Umur : 20 tahun
Suku : Jawa
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Sumber Rejo Kota Gajah Dusun III , Nambah Rejo
Nama suami : Tn. S
Umur : 30 Tahun
Suku : Jawa
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Sumber Rejo Kota Gajah Dusun III , Nambah Rejo
2
B. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Keluhan Utama : Keluar cairan dari kemaluan sejak sekitar 6 jam
SMRS
Keluhan tambahan : -
Riwayat Penyakit Sekarang (LOKKKMM)
Lokasi : Pervaginam
Onset : Sejak 6 jam sebelum masuk rumah sakit
Kualitas : Cairan yang keluar berwarna agak keruh dan berbau khas
Cairan keluar merembes awalnya jumlahnya banyak, lama-lama
menjadi sedikit.
Kuantitas : 2 kali ganti sarung
Kronologis: Seorang ibu mengaku hamil 37-38 minggu datang ke UGD RSUAY
pada hari Senin tanggal 13 Agustus 2012 pukul 17.00 WIB dengan keluhan telah
keluar air dari kemaluannya sejak 6 jam sebelum masuk rumah sakit. Air yang
keluar agak keruh dan berbau khas. Karena khawatir akan kondisi diri dan
janinnya, pasien ini memeriksakan dirinya ke bidan di dekat rumahnya dan
dikatakan ketuban telah pecah, sehingga bidan tersebut merujuk ke RSAY, Kota
Metro.
Menyertai: -
Mempengaruhi: Cairan semakin sering keluar setiap kali pasien berjalan dan
berpindah posisi saat tidur maupun duduk.
3
Riwayat Menstruasi
Menarche : 12 tahun
Siklus haid : 28 hari, teratur
Jumlah : 3x ganti pembalut
Lama : 7 hari
Riwayat Perkawinan
a. Kawin ke : satu
b. Lamanya Perkawinan : menikah sejak tahun 2011
Riwayat Kehamilan Sekarang
HPHT : 21-11-2011
TTP : 28-08-2012
ANC : Teratur, Frekuensi 2 kali per bulan di Bidan
Keluhan : Mual dan muntah di awal kehamilan
Riwayat Kehamilan, Persalinan yang Lalu
Tidak Ada
Riwayat Ginekologi
Tidak Ada Kelainan
Riwayat Keluarga Berencana
Pasien belum pernah menggunakan alat kontrasepsi apapun.
4
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien menyangkal mempunyai penyakit darah tinggi, kencing manis, penyakit
jantung, ginjal dan asma.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita darah tinggi. Pasien
menyangkal jika di keluarga ada yang menderita penyakit jantung, ginjal, asma,
dan kencing manis.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Present
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Status Emosional : Stabil
Tanda Vital
TD : 110/70 mmHg
N : 80 x / ment
RR : 20 x / menit
Suhu : 36,8 ºC
Muka Edema : Tak
Konjungtiva : tidak anemis
Sklera Mata : tidak ikterik
Leher : Dalam batas normal
Dada : simetris
5
Paru : vesikuler (+), Rhonki (-), wheezing (-)
Jantung : BJ I-II Murni, murmur (-), gallops (-)
Pinggang : tidak ada nyeri
Ektremitas
Odema tangan dan jari : Tak
Odema tibia, kaki : Tak
Varices tungkai : Tak
Refleks patela kanan : dalam batas normal
Reflek patela kiri : dalam batas normal
Abdomen
Bekas : tidak ada bekas luka operasi
Pembesaran perut : (+)
Asites : tak
Status Obstetri/Ginekologi
Palpasi Abdomen menurut leopold
Leopold I : tinggi fundus uteri 31 cm, pada bagian fundus teraba satu
bagian bulat, besar, dan tidak melenting.
Leopold II : pada bagian kiri teraba bagian memanjang, sedangkan
bagian kanan teraba bagian kecil-kecil dan banyak tonjolan
Leopold III : pada bagian segmen bawah rahim teraba satu bagian bulat,
besar, dan melenting.
Leopold IV : divergen
HIS : (+) jarang
6
Denyut jantung janin : 128 kali/ menit
Taksiran berat janin : dengan menggunakan Rumus Johnson (31-12) x 155 =
2945 gram
Periksa Dalam
Vulva : slime
Vagina : teraba peermukaan licin
Portio
Arah : retro
Konsistensi : kaku
Penipisan : masih tebal
Pembukaan : 1 jari sempit
Ketuban : sulit dinilai
(namun saat bagian terendah janin digoyangkan sedikit dengan
menggunakan tangan kiri, terasa keluar cairan agak keruh serta
berbau khas keluar melalui ostium uterine eksternum)
BISHOP SCORE
Dilatation : 1cm (score : 1)
Effacement : <30% (score : 0)
Consistency : kaku (score : 0)
Position : retro (score : 0)
Station : belum masuk PAP (score : 0)
Total : 1
7
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium : cek darah lengkap
Darah lengkap tanggal 13 agustus 2012
Hb : 12,5 gr/dl
Ht : 37, 9 %
Leukosit : 5,9 x 103/mm3
Trombosit : 205 x 103/mm3
2. USG
USG tanggal 14 Agustus 2012 oleh dokter umum
Janin tunggal hidup, presentasi kepala.
Amnion Fluid Indeks = 1cm
Usia Kehamilan 38 minggu
Taksiran Berat Janin (TBJ) 3000gr
E. DIAGNOSIS OBSTETRI
G1P0A0, 21 tahun, umur kehamilan 38 minggu, janin tunggal hidup,
intrauterin, letak memanjang, presentasi kepala, punggung kiri, belum
inpartu, dengan ketuban pecah dini.
F. TATALAKSANA ATAS INDIKASI
Medikamentosa
IVFD RL 20 gtt/menit
Antibiotik 3 x 1 gr IV
Saran:observasi KU ibu, tanda vital ibu, DJJ, His, perdarahan pervaginam
8
Pro konsul dr. Sp.OG
HASIL KONSUL DOKTER SPESIALIS OBSGYN
Tangggal 15 Agustus 2012
USG :
Janin tunggal hidup
Letak sungsang
Placenta di fundus
DJJ 134 x/menit
TBJ 3200 gr
Amnion Fluid Index = 1cm
Penatalaksanaan: pro SC indikasi oligohidramnion.
FOLLOW-UP PASIEN DI BANGSAL
9
Follow Up
14 Agustus 2012
15 Agustus 2012 16 Agustus 2012
17 Agustus 2012
S Os mengeluhkan keluar cairan dari kemaluannya, his masih jarang.
Cairan keluar dari kemaluan tetapi hanya sedikit.
Os mengatakan tidak ada keluhan
Os mengatakan tidak ada keluhan
O KU baikTanda-tanda vitalTD: 120/80 mmHgT: 36,8oC, N: 88x/ menitRR: 24x/menitHis: (+) jarangDJJ: 121 x/menitPPV: lendirBindel Patologis: (-)Tanda Kala II: (-)
KU baikTanda-tanda vitalTD: 110/70 mmHgT: 35,5oC, N: 84x/ menitRR: 20x/menitHis: (+) jarangDJJ: 126 x/menitPPV: lendirBindel Patologis: (-)Tanda Kala II: (-)
Pemeriksaan dalamPembukaan: -Presentasi: kepala
KU BaikTanda-tanda vitalTD: 110/80 mmHgT: 36,5oC, N: 80x/ menitRR: 20x/menitASI (-)BAK (+)BAB (+)TFU tidak teraba
KU baikTanda-tanda vitalTD: 120/80 mmHgT: 36,5oC, N: 80x/ menitRR: 20x/menitASI (-)BAK (+)BAB (+)TFU tidak teraba
A G1P0A0 umur 20 tahun, umur kehamilan 38 minggu, janin tunggal hidup, intrauterin, preskep, punggung kiri, belum inpartu, dengan ketuban pecah dini
G1P0A0 umur 20 tahun, umur kehamilan 38 minggu, janin tunggal hidup, intrauterin, preskep, punggung kiri, belum inpartu, dengan ketuban pecah dini
Post SC hari ke 1
Post SC hari ke 2
P - IVRL 20 tetes/menit- Antibiotik 3 x 1 gr IV- Konsul Sp.OG
- IVRL 20 tetes/menit- Antibiotik 3 x 1 gr IV- Observasi his, pembukaan, & DJJ
IVRL 20 tetes/menit- Antibiotik 1 gr/12 jam - Injeksi NS 1 ampul/hari- Analgetika
- IVRL 20 tetes/menit- Antibiotik 1 gr/12 jam - Injeksi NS 1 ampul/hari- Analgetika
10
Supp II/8 jam Supp II/8 jam
DIAGNOSIS PRE-OPERASI DAN POST-OPERASI
Pre-Op Post-Op
Berat Janin 3200 gram 2900 gram
Letak Memanjang Memanjang
Presentasi Kepala Kepala
Janin Tunggal Tunggal
FOLLOW-UP PASIEN DI BANGSAL
11
Follow Up
1 Juli 2013 2 Juli 2013 3 Juli 2013 4 Juli 2013
S Nyeri pada bekas jahitan,flek perdarahan
Nyeri pada bekas jahitan,flek perdarahan
Perut nyeri pada bekas jahitan serta nyeri tekanOs mengaku demam
Nyeri kepala, nyeri luka jahitan sudah tidak dirasakan
O Kesadaran;BaikCompos mentis
100/60 mmHg71 x/menit20 x/menit35,6 ºC
AnemisBAK;(+)BAB;(-)
Tifut 1 jari di bawah pusatLochia rubra (+)
Kesadaran;BaikCompos mentis
100/50 mmHg64 x/menit18 x/menit36,2 ºC
AnemisBAK;(+)BAB (+)
Tifut 1 jari di bawah pusat
Kesadaran;BaikCompos mentis
110/80 mmHg72 x/menit19 x/menit37,7 ºC
AnemisBAK;(+)BAB (+)
Tifut 1 jari di bawah pusat
kesadaran;BaikCompos mentis
100/50 mmHg64 x/menit18 x/menit36,2 ºC
An anemisBAK;(+)BAB (+)
Tifut 1 jari di bawah pusat
A P1A0 post sc a.i kpsw + susp Ca serviks hari I
P1A0 post sc a.i kpsw + susp Ca serviks hari 2
P1A0 post sc a.i kpsw + susp Ca serviks hari 3
P1A0 post sc a.i kpsw + susp Ca serviks hari 4
P Observasi TTV
Mobilisasi bertahap
IVFD RL 20 gtt/ menit
Ketorolac drip
Inj Gentamicin/12 jam
Inj asam tranexamat 500 mg/8 jam
Inj Ampisillin 1 gr/8 jam
Rencana: biopsi+PA
Observasi TTV
Mobilisasi bertahap
IVFD RL 20 gtt/ menit
Ketorolac drip
Inj Gentamicin/12 jam
Inj asam tranexamat x 500 mg/8 jam
Inj Ampisillin 1 gr/8 jam
Observasi TTV
IVFD RL 20 gtt/ menit
Tab Vitamin B Complex 3 x 1
Tab Vitamin B Complex 3 x 1
12
LAPORAN OPERASI
Tanggal : 15-08-2012 Ahli Anestesi : dr. Hartawan, Sp. An
Nama Pasien : Ny. D Induksi : Bupivacain
Umur : 20 tahun Narcose : Spinal
Operator : dr. Wahdi, Sp.OG
Ass.I : Endang
Ass.II : Zahra
P u k ul . 10.30 WIB operasi dimulai
Pasien tidur telentang di meja operasi dalam keadaan narkose lokal,
13
Dilakukan tindakan asepsis dan antisepsis pada lapangan operasi dan daerah
sekitarnya dengan alcohol dan betadine,
Lapangan operasi dipersempit dengan doek steril,
Dilakukan insisi transversa, insisi dibuat setinggi garis rambut pubis dan diperluas
sedikit melalui batas lateral otot rektus,
Setelah jaringan subkutis dipisahkan dari fasia di bawahnya sepanjang + 1 cm
pada kedua sisi, fasia dipotong secara melintang sesuai panjang insisi,
Setelah fascia dibuka secara tajam, otot dipisahkan secara tumpul dan peritoneum
disayat secara tajam,
Setelah peritoneum dibuka tampak uterus,
Plika vesiko uterina dibuka dan disisikan kebawah dengan hak besar,
SBR diinsisi konkaf + 8 cm, selaput ketuban dipecahkan,
Pukul 10.45 WIB Bayi dilahirkan
Didapatkan :
Ketuban jernih, bau (-), bayi dilahirkan dengan mengeluarkan kepala,
Bayi langsung menangis dan ditemukan lilitan tali pusat sebanyak 2 kali,
Bayi jenis kelamin laki-laki dengan berat badan 3100 gram PB 48 cm A/S 8/9,
Ke dalam cairan infus ibu dimasukan oksitosin 1 ampul,
Kemudian plasenta dilahirkan lengkap, dan kavum uteri dibersihkan dengan
menggunakan kasa steril,
Kedua sudut SBR dijahit kembali dengan Chromic catgut ukuran 1.0.
SBR dijahit secara jelujur sampai tepat melewati sudut insisi yang berlawanan,
14
Lalu kavum abdomen dibersihkan, tempat-tempat perdarahan di klem dan diligasi,
setelah diyakini tidak ada perdarahan lagi, dinding abdomen ditutup lapis demi
lapis dengan cara :
Peritoneum dijahit secara jelujur
Otot dojahit secara terputus satu-satu
Fascia dijahit secara jelujur
Subkutis dijahit secara horizontal matras
Kutis dijahit secara terputus satu-satu
Luka operasi dibersihakn dengan betadin dan ditutup dengan menggunakan kassa
steril, kemudian luka diplester.
Pk.11.00 WIB Operasi selesai .
D/ Pre Op : Ibu G2P1A0 gravid 41 minggu umur 31 tahun JTH memanjang
preskep belum
masuk PAP belum in partu dengan plasenta previa totalis
D/ Post Op : Ibu P2A0 31 tahun post SC karena plasenta previa
Tindakan : Seksio sesarea
Instruksi Post Op
Posisi supin
IVFD Rl 30 gtt/menit
15
Bila tekanan darah sistol < 90 mmHg, guyur dengan Rl 200 cc
Awasi perdarahan
Observasi tanda-tanda vital ibu : TD, Nadi, RR, suhu
Setiap 15 menit sampai dengan 1 jam post operasi
Setiap 30 menit sampai dengan 4 jam post operasi
Setiap 1jam sampai dengan 24 jam post operasi
Diet : Jika bising usus (+)
6 jam : boleh air hangat sedikit-sedikit
12 jam : boleh bubur saring
24 jam : boleh nasi biasa
Cek Hb, jika Hb < 10 gr % transfusi
Kateter menetap, catat output/input
Mobilisasi, jika keadaan umum baik :
6 jam : boleh miring kanan-kiri
12 jam : boleh duduk
24 jam : boleh berdiri dan jalan
Obat-obatan :
Suprafenid II/8 jam (6x)
Neurosanbe drip 1amp/24 jam (2x)
Antibiotik taximax 1 gr/12 jam (4x)
Jika ada keluhan lapor dokter jaga.
16
ANALISIS KASUS
1. Apakah diagnosis pada kasus ini sudah tepat?
Pasien ini telah didiagnosis dengan tepat, karena dari
anamnesa, didapatkan keluhan utama yaitu keluar cairan jernih, tidak berwarna,
dan berbau khas dari kemaluannya sejak 6 jam SMRS.
pemeriksaan fisik dilakukan pemeriksaan leopold dengan hasil Leopold I (TFU=
31cm, pada fundus teraba bagian keras, bulat, tidak melenting) dan Leopold III (di
bagian segmen bawah rahim teraba satu bagian bulat, besar, dan melenting). Serta
dari pemeriksaan dalam yang dilakukan saat bagian terendah janin digoyangkan
17
terasa cairan jernih, tidak berwarna, dan berbau khas yang keluar melalui ostium
uterine eksternum.
pemeriksaan penunjang yang dilakukan berupa USG yang didapatkan hasil
bahwa presentasi janin adalah kepala, amnion fluid index =1cm.
2. Apakah penyebab dari ketuban pecah dini?
Penyebab ketuban pecah dini adalah:
a. Berkurangnya kekuatan membran
b. Meningkatnya tekanan intrauterine
c. Serviks inkompeten.
d. Ketegangan rahim berlebihan : kehamilan ganda, hidramion.
e. Kelainan letak janin dan rahim : letak sungsang, letak lintang.
f. Kemungkinan kesempitan panggul : bagian terendah belum masuk PAP (sepalo
pelvic disproporsi).
g. Infeksi yang menyebabkan terjadinya biomekanik pada selaput ketuban dalam
bentuk proteolitik sel sehingga memudahkan ketuban pecah. (Amnionitis/
Korioamnionitis).
h. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan genetik)
3. Apakah penanganan pada kasus ini sudah tepat?
Penanganan pada kasus ini sudah tepat yaitu dengan melakukan sikap phantom
”akhiri persalinan” atas indikasi oligohidramnion.
18
KETUBAN PECAH DINI
PENDAHULUAN
Tolak ukur keberhasilan dan kemampuan pelayanan kesehatan suatu
negara diukur dengan angka kematian ibu dan angka kematian perinatal.Diseluruh
dunia terdapat kematian ibu sebesar 500.000 jiwa pertahun dan kematian bayi
khususnya 10.000.000 jiwa pertahun. Sebesar 99% terjadi di negara sedang
berkembang .
Menurut hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun
2002-2003, angka kematian ibu di Indonesia sebesar 307 per 1000 kelahiran hidup
19
menurutProfil Kesehatan Indonesia, 2005. Salah satu penyebab langsung
kematian ibu adalah karena infeksisebesar 20-25% dalam100.000 kelahiran
hidup.Ketuban pecahdini (KPD) merupakan penyebab yang paling sering terjadi
pada saat mendekati persalinan.Kejadian KPD mendekati 10% dari semua
persalinan.Pada umur kehamilan kurang dari 34 minggu kejadiannya sekitar
4%.Kemungkinan infeksi ini dapat berasal dari dalam rahim (intrauterine),
biasanya infeksi sudah terjadi tetapi ibu belum merasakan adanya infeksi misalnya
kejadian ketuban pecah dini. Hal ini dapat menyebabkan morbiditas dan
mortalitas pada ibu dan janinnya .
KPD sering kali menimbulkan konsekuensi yang dapat menimbulkan
morbiditas dan mortalitas padaibu maupun bayi terutama kematian perinatal yang
cukup tinggi.Kematian perinatal yang cukup tinggi ini antara lain disebabkan
karena kematian akibat kurang bulan, dan kejadian infeksi yang meningkat karena
partus tak maju, partus lama, dan partus buatan yang sering dijumpai pada
pengelolaan kasus KPD terutama pada pengelolaan konservatif. Selain itu terdapat
berbagai macam komplikasi pada neonatus meliputi respiratory distress
syndrome, cord compression, oligohidramnion, enterokolitis nekrotikans,
gangguan neurology, infeksi neonatal dan perdarahan interventrikular.
Penanganan ketuban pecah dini memerlukan pertimbangan usia gestasi,
adanya infeksi pada komplikasi ibu dan janin dan adanya tanda-tanda persalinan.
Dilema sering terjadi pada penanganan KPD dimana harus segera bersikap aktif
terutama pada kehamilan yang cukup bulan atau harus menunggu sampai
terjadinya proses persalinan sehingga masa tunggu akan memanjang, yang
berikutnya akan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. Sikap konservatif
20
ini sebaiknya dilakukan pada KPD kehamilan kurang bulan dengan harapan
tercapainya pematangan paru dan berat badan janin yang cukup.
FISIOLOGI CAIRAN AMNION
Amnion manusia pertama kali dapat diidentifikasi pada sekitar hari ke-7
atau ke-8 perkembangan mudigah. Pada awalnya sebuah vesikel kecil yaitu
amnion, berkembang menjadi sebuah kantung kecil yang menutupi permukaan
dorsal mudigah. Karena semakin membesar, amnion secara bertahap menekan
mudigah yang sedang tumbuh, yang mengalami prolaps ke dalam rongga amnion.
Gambar 1. Kantung amnion pada hari ke-10 ditampakkan pada gambar sebelah kiri dan di sebelah kanan merupakan kantung amnion pada hari ke-12 yang selanjutnya akan tumbuh menekan mudigah dikutip dari Cunningham
Cairan amnion pada keadaan normal berwarna putih agak keruh karena
adanya campuran partikel solid yang terkandung di dalamnya yang berasal dari
lanugo, sel epitel, dan material sebasea.
Dalam keadaan normal, volume amnion berada dalam kondisi
keseimbangan yang dinamikantara produksi dan absorbsi. Pertukaran cairan
amnion dapat melalui epitel amnion, umbilikus,kulit, traktus digestivus, traktus
respiratorius, dan traktus urogenitalis (Wallenburg HCS, 1977). Volume total
cairan amnion diperkirakan diganti setiap 24 jam. Pada kehamilan 12
minggu jumlahnya sekitar 60 ml (Wallenburg HCS, 1977), dan meningkat secara
tetap mencapai 1000 mlpada kehamilan 34 minggu kemudian menurun hingga
21
mencapai 840 ml pada kehamilan aterm(Queenan JT, 1972) dan hanya 540 ml
pada kehamilan 42 minggu (Queenan JT, 1972).
Selain berkaitan dengan usia gestasi, volume cairan amnion juga
berhubungan denganberat janin dan berat plasenta.(Queenan JT, 1972).Pada
trimester kedua dan ketiga dapat dilihat adanya partikel-partikel ekhogenik
didalamcairan amnion. Partikel-partikel tersebut adalah epitel-epitel yang terlepas
dari tubuh janin danverniks kaseosa (G. Weber et al, 2005).
Cairan amnion diproduksi oleh janin maupun ibu, dan keduanya memiliki
peran tersendiri pada setiap usia kehamilan. Pada kehamilan awal, cairan amnion
sebagian besar diproduksi oleh sekresi epitel selaput amnion.
Dengan bertambahnya usia kehamilan, produksi cairan amnion didominasi
oleh kulit janin dengan cara difusi membran. Pada kehamilan 20 minggu, saat
kulit janin mulai kehilangan permeabilitas, ginjal janin mengambil alih peran
tersebut dalam memproduksi cairan amnion.
Pada kehamilan aterm, sekitar 500 ml per hari cairan amnion di sekresikan
dari urin janin dan 200 ml berasal dari cairan trakea. Pada penelitian dengan
menggunakan radioisotop, terjadi pertukaran sekitar 500 ml per jam antara plasma
ibu dan cairan amnion.
Pada kondisi dimana terdapat gangguan pada ginjal janin, seperti agenesis
ginjal, akan menyebabkan oligohidramnion dan jika terdapat gangguan menelan
pada janin, seperti atresia esophagus, atau anensefali, akan menyebabkan
polihidramnion.
A. Fungsi Cairan Amnion
22
Cairan amnion merupakan komponen penting bagi pertumbuhan dan
perkembangan janin selama kehamilan. Pada awal embryogenesis, amnion
merupakan perpanjangan dari matriks ekstraseluler dan di sana terjadi difusi dua
arah antara janin dan cairan amnion. Pada usia kehamilan 8 minggu, terbentuk
uretra dan ginjal janin mulai memproduksi urin. Selanjutnya janin mulai bisa
menelan. Eksresi dari urin, sistem pernafasan, sistem digestivus, tali pusat dan
permukaan plasenta menjadi sumber dari cairan amnion. Telah diketahui bahwa
cairan amnion berfungsi sebagai kantong pelindung di sekitar janin yang
memberikan ruang bagi janin untuk bergerak, tumbuh meratakan tekanan uterus
pada partus, dan mencegah trauma mekanik dan trauma termal.
Cairan amnion juga berperan dalam sistem imun bawaan karena memiliki
peptid antimikrobial terhadap beberapa jenis bakteri dan fungi patogen tertentu.
Cairan amnion adalah 98% air dan elektrolit, protein , peptide, hormon,
karbohidrat, dan lipid. Pada beberapa penelitian, komponen-komponen cairan
amnion ditemukan memiliki fungsi sebagai biomarker potensial bagi
abnormalitas-abnormalitas dalam kehamilan. Beberapa tahun belakangan,
sejumlah protein dan peptide pada cairan amnion diketahui sebagai faktor
pertumbuhan atau sitokin, dimana kadarnya akan berubah-ubah sesuai dengan
usia kehamilan. Cairan amnion juga diduga memiliki potensi dalam
pengembangan medikasi stem cell 1,2,3,4
B. Volume Cairan Amnion
Volume cairan amnion pada setiap minggu usia kehamilan bervariasi,
secara umum volume bertambah 10 ml per minggu pada minggu ke-8 usia
23
kehamilan dan meningkat menjadi 60 ml per minggu pada usia kehamilan 21
minggu, yang kemudian akan menurun secara bertahap sampai volume yang tetap
setelah usia kehamilan 33 minggu. Normal volume cairan amnion bertambah dari
50 ml pada saat usia kehamilan 12 minggu sampai 400 ml pada pertengahan
gestasi dan 1000 – 1500 ml pada saat aterm. Pada kehamilan postterm jumlah
cairan amnion hanya 100 sampai 200 ml atau kurang.
Brace dan Wolf menganalisa semua pengukuran yang dipublikasikan pada
12 penelitian dengan 705 pengukuran cairan amnion secara individual. Variasi
terbesar terdapat pada usia kehamilan 32-33 minggu. Pada saat ini, batas
normalnya adalah 400 – 2100 ml1,2,3,4.
Gambar 2. Grafik yang menunjukkan perubahan volume cairan amnion sesuai dengan penambahan usia gestasi dikutip dari Gilbert.
C. Pengukuran Cairan Amnion
Dikenal tiga cara pengukuran volume cairan amnion, yaitu secara
subyektif, semikuantitatif (pengukuran satu kantong), dan pengukuran empat
kuadran menurut Phelan. Sayangnya tidak ada satupun metoda pengukuran
volume cairan amnion tersebut yang dapat dijadikan standar baku emas. Penilaian
subyektif oleh seorang pakar dengan memakai USG “real-time” dapatmemberikan
hasil yang baik.
24
Penilaian subyektif volume cairan amnion didasarkan atas pengalaman
subyektif pemeriksa didalam menentukan volume tersebut berdasarkan apa yang
dilihatnya pada saat pemeriksaan. Dikatakan normal bila masih ada bagian janin
yang menempel pada dinding uterus dan pada bagian lain cukup terisi oleh cairan
amnion. Bila sedikit, maka sebagian besar tubuh janin akan melekat pada dinding
uterus sedangkan bila hidramnion, maka tidak ada bagian janinyang menempel
pada dinding uterus.
Penilaian semikuantitatif dilakukan melalui pengukuran satu kantong
(single pocket) amnion terbesar yang terletak antara dinding uterus dan tubuh
janin, tegak lurus terhadap lantaiTidak boleh ada bagian janin yang terletak
didalam area pengukuran tersebut.
Pada tabel berikut dapat dilihat klasifikasi volume cairan amnion
berdasarkan pengukuran semikuantitatif (G. Weber et al, 2005).
Pengukuran volume amnion empat kuadran atau indeks cairan amnion
(ICA) diajukan oleh Phelan dkk (1987) lebih akurat dibandingkan cara lainnya.
Pada pengukuran ini, abdomen ibu dibagi atas empat kuadran. Garis yang dibuat
melalui umbilikus vertikal ke bawah dan transversal. Kemudian transduser
ditempatkan secara vertikal tegak lurus lantai dan cari diameter terbesar dari
kantong amnion, tidak boleh ada bagian janin atau umbilikus di dalam kantong
tersebut. Setelah diperoleh empat pengukuran, kemudian dijumlahkan dan
25
hasilnya ditulis dalam millimeter atau sentimeter. More dan Cayle (1990)
melakukan pengukuran ICA pada usia gestasi 16 – 42 minggu dalam nilai
persentil
Gambar 3. Pengukuran cairan amnion berdasarkan empat kuadran dikutip dari Gilbert
Tabel berikut menunjukkan Indeks cairan amnion berdasarkan pengukuran
empat kuadran (Phelan).
Nilai ICA sebaiknya disesuaikan dengan hasil pada tabel pengukuran
berdasarkan usia gestasi janin, seperti tabel berikut ini. Pada tabel sebelumnya,
hasil pengukuran tersebut dibuat berdasarkan nilai yang berlaku secara umum
(generalisata). Chudleigh T dkk (2004) menuliskan batasan hidramnion adalah
bila ICA > 25 cm. Selain itu harus juga diperhatikan garis pengukuran pada layar
monitor. Kesalahan yang sering terjadi adalah tidak membuat garis tegak lurus
lantai atau garis yang dibuat menabrak tubuh janin atau tali pusat.
26
D. Distribusi Cairan Amnion
1. Urin Janin
Sumber utama cairan amnion adalah urin janin. Ginjal janin mulai
memproduksi urin sebelum akhir trimester pertama, dan terus berproduksi sampai
kehamilan aterm. Wladimirof dan Campbell mengukur volume produksi urin
janin secara 3 dimensi setiap 15 menit sekali, dan melaporkan bahwa produksi
urin janin adalah sekitar 230 ml / hari sampai usia kehamilan 36 minggu, yang
akan meningkat sampai 655 ml/hari pada kehamilan aterm.
Rabinowitz dan kawan-kawan, dengan menggunakan teknik yang sama
dengan yang dilakukan Wladimirof dan Campbell, namun dengan cara setiap 2
sampai 5 menit, dan menemukan volume produksi urin janin sebesar 1224
ml/hari. Pada tabel menunjukkan rata-rata volume produksi urin per hari yang
27
didapatkan dari beberapa penelitian. Jadi, produksi urin janin rata-rata adalah
sekitar 1000-1200 ml/ hari pada kehamilan aterm.
2. Cairan Paru
Cairan paru janin memiliki peran yang penting dalam pembentukan cairan
amnion. Pada penelitian dengan menggunakan domba, didapatkan bahwa paru-
paru janin memproduksi cairan sampai sekitar 400 ml/hari, dimana 50% dari
produksi tersebut ditelan kembali dan 50% lagi dikeluarkan melalui mulut.
Meskipun pengukuran secara langsung ke manusia tidak pernah dilakukan, namun
data ini memiliki nilai yang representratif bagi manusia. Pada kehamilan normal,
janin bernafas dengan gerakan inspirasi dan ekspirasi, atau gerakan masuk dan
keluar melalui trakea, paru-paru dan mulut. Jadi jelas bahwa paru-paru janin juga
berperan dalam pembentukan cairan amnion.
3. Gerakan menelan
Pada manusia, janin menelan pada awal usia kehamilan. Pada janin
domba, proses menelan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya usia
kehamilan. Sherman dan teman-teman melaporkan bahwa janin domba menelan
secara bertahap dengan volume sekitar 100-300 ml/kg/hari.
Banyak teknik berbeda yang dicoba untuk mengukur rata-rata volume
cairan amnion yang ditelan dengan menggunakan hewan, namun pada manusia,
pengukuran yang tepat sangat sulit untuk dilakukan. Pritchard meneliti proses
menelan pada janin dengan menginjeksi kromium aktif pada kompartemen
28
amniotik, dan menemukan rata-rata menelan janin adalah 72 sampai 262
ml/kg/hari.
Abramovich menginjeksi emas koloidal pada kompartemen amniotik dan
menemukan bahwa volume menelan janin meningkat seiring dengan
bertambahnya usia kehamilan. Penelitian seperti ini tidak dapat lagi dilakukan
pada masa sekarang ini karena faktor etik, namun dari penelitian di atas jelas
bahwa kemampuan janin menelan tidak menghilangkan seluruh volume cairan
amnion dari produksi urin dan paru-paru janin, karena itu, harus ada mekanisme
serupa dalam mengurangi volume cairan amnion.
Gambar 4. Distribusi cairan amnion pada kehamilan dikutip dari Gilbert
29
4. Absorpsi Intramembran
Satu penghalang utama dalam memahami regulasi cairan amnion adalah
ketidaksesuaian antara produksi cairan amnion oleh ginjal dan paru janin, dengan
konsumsinya oleh proses menelan. Jika dihitung selisih antara produksi dan
konsumsi cairan amnion, didapatkan selisih sekitar 500-750 ml/hari, yang tentu
saja ini akan menyebabkan polihidramnion. Namun setelah dilakukan beberapa
penelitian, akhirnya terjawab bahwa sekitar 200-500 ml cairan amnion diabsorpsi
melalui intramembran. Gambar 4 menunjukkan distribusi cairan amnion pada
fetus. Dengan ditemukan adanya absorbsi intramembran ini, tampak jelas bahwa
terdapat keseimbangan yang nyata antara produksi dan konsumsi cairan amnion
pada kehamilan normal.
E. Kandungan Cairan Amnion
Pada awal kehamilan, cairan amnion adalah suatu ultrafiltrat plasma ibu.
Pada awal trimester kedua, cairan ini terdiri dari cairan ekstrasel yang berdifusi
melalui kulit janin sehingga mencerminkan komposisi plasma janin. Namun
setelah 20 minggu, kornifikasi kulit janin menghambat difusi ini dan cairan
amnion terutama terdiri dari urin janin.
Urin janin mengandung lebih banyak urea, kreatinin, dan asam urat
dibandingkan plasma. Selain itu juga mengandung sel janin yang mengalami
deskuamasi, verniks, lanugo dan berbagai sekresi. Karena zat-zat ini bersifat
hipotonik, maka seiring bertambahnya usia gestasi, osmolalitas cairan amnion
berkurang. Cairan paru memberi kontribusi kecil terhadap volume amnion secara
keseluruhandan cairan yang tersaring melalui plasenta berperan membentuk
30
sisanya. 98% cairan amnion adalah air dan sisanya adalah elektrolit, protein,
peptid, karbohidrat, lipid, dan hormon.
Terdapat sekitar 38 komponen biokimia dalam cairan amnion, di antaranya
adalah protein total, albumin, globulin, alkalin aminotransferase, aspartat
aminotransferase, alkalinfosfatase, γ-transpeptidase, kolinesterase, kreatinin
kinase, isoenzim keratin kinase, dehidrogenase laktat, dehidrogenase
hidroksibutirat, amilase, glukosa, kolesterol, trigliserida, High Density
Lipoprotein (HDL), low-density lipoprotein (LDL), very-low-density lipoprotein
(VLDL), apoprotein A1 dan B, lipoprotein, bilirubin total, bilirubin direk, bilirubin
indirek, sodium, potassium, klorid, kalsium, fosfat, magnesium, bikarbonat, urea,
kreatinin, anion gap , urea, dan osmolalitas.
Faktor pertumbuhan epidermis (epidermal growth factor, EGF) dan factor
pertumbuhan mirip EGF, misalnya transforming growth factor-α, terdapat di
cairan amnion. Ingesti cairan amnion ke dalam paru dan saluran cerna mungkin
meningkatkan pertumbuhan dan diferensiasi jaringan-jaringan ini melalui gerakan
inspirasi dan menelan cairan amnion.
Beberapa penanda (tumor marker) juga terdapat di cairan amnion
termasuk α-fetoprotein (AFP), antigen karsinoembrionik (CEA), feritin, antigen
kanker 125 (CA-125), dan 199 (CA-199).
1. ALFA FETO PROTEIN (AFP)
Merupakan suatu glikoprotein yang disintesa yolk sac janin pada awal
kehamilan. Konsentrasinya dalam cairan amnion meningkat sampai kehamilan 13
minggu dan kemudian akan berkurang.
31
Jika kadar AFP ini meningkat dan diiringi dengan peningkatan kadar asetil
kolin esterase menunjukan adanya kelainan jaringan syaraf seperti neural tube
defect atau defek janin lainnya.
Jika peningkatan kadar AFP tidak diiringi dengan peningkatan kadar
asetilkolinesterase menunjukan adanya kemungkinan etiologi lain atau adanya
kontaminasi dari darah janin.
2. Lesitin – Sfingomielin
Lesitin ( dipalmitoyl phosphatidycholine) merupakan suatu unsur yang
penting dalam formasi dan stabilisasi dari lapisan surfaktan yang mempertahankan
alveolar dari kolaps dan respiratori distress, sebelum minggu ke34 kadar lesitin
dan sfingomielin dalam cairan amnion sama konsentrasinya. Setelah minggu ke
34 konsentrasi lesitin terhadap sfingomielin relatif meningkat.
Jika konsentrasi lesitin dalam cairan amnion lebih dari dua kali
kadar sfingomielin ( L/S Ratio ), menunjukan resiko terjadinya gawat nafas pada
janin sangat rendah. Tetapi jika perbandingan kadar lesitin-sfingomielin kecil dari
dua resiko terjadinya gawat nafas pada janin meningkat. Karena lesitin dan
sfingomielin juga ditemukan pada darah dan mekonium, kontaminasi oleh kedua
substansi tersebut dapat membiaskan hasil. Selama kehamilan sejumlah agen
bioaktif bertumpuk di cairan amnion, kompartemen cairan amnion merupakan
suatu tempat penyimpanan yang luar biasa yang khususnya bermanfaat dalam
kehamilan dan persalinan.
Banyaknya agen bioaktif yang terakumulasi dalam cairan amnion selama
kehamilan merupakan suatu hal yang tipikal dari inflamasi jaringan. Suatu hal
32
yang unik dari agen agen bioaktif ini adalah bersifat uterotonik seperti PGE2 ,
PGF2 , PAF dan endothelin-1, produk-produk ini dapat dilihat pada vagina dan
cairan amnion setelah proses persalinan dimulai. Agen-agen inflamasi ini penting
peranannya dalam proses dilatasi servik.
3. Sitokin
Makrofag terdapat dalam cairan amnion dalam jumlah yang kecil sebelum
proses persalinan, sebenarnya leukosit tidak dapat melakukan penetrasi normal
melalui membran janin baik secara in vivo atau in vitro, tetapi dengan adanya
inflamasi dari desidua pada partus preterm, leukosit ibu akan diambil menuju
cairan amnion, fenomena juga pada partus yang aterm, aktivasi leukosit
diakselerasi oleh inflamasi dan memungkinkan melewati membran janin.
4. Interleukin -1β
Interleukin -1β merupakan sitokin primer, yang diproduksi secara cepat
sebagai respon dari infeksi dan perubahan imunologi dan Interleukin -1β akan
merangsang sitokin lain dan mediator inflamasi lainnya.
Interleukin -1β secara normal tidak terdeteksi sebelum proses persalinan,
Interleukin -1β baru akan muncul pada cairan amnion pada persalinan yang
preterm atau sebagai reaksi dari infeksi pada cairan amnion.
Pada kehamilan aterm, seperti prostaglandin, Interleukin -1β diproduksi
pada desidua setelah induksi persalinan atau dilatasi servik, yang kemudian akan
didistribusikan pada cairan amnion dan vagina.
33
Sitokin lainnya yang terdapat dalam cairan amnion adalah Interleukin -6
atau Interleukin – 8.
5. Prostaglandin
Prostaglandin terutama PGE2 juga PGF2α di dapatkan pada cairan amnion
pada semua tahap persalinan . Sebelum proses persalinan dimulai prostanoid
dalam cairan amnion dihasilkan dari ekskresi urine janin dan mungkin juga oleh
kulit , paru-paru dan tali pusat. Seiring dengan pertumbuhan janin , kadar
prostaglandin dalam cairan amnion meningkat secara bertahap.
Walaupun demikian tidak ada pertambahan kadar prostaglandin yang
dapat dihubungkan atau diinterprestasikan sebagai pertanda pre partus.Faktanya
jumlah total kadar prostaglandin dalam cairan amnion pada saat kehamilan cukup
bulan sebelum persalinan dimulai sangat kecil (sekitar 1µg) , karena waktu paruh
prostaglandin dalam cairan amnion sangat lama yaitu 6 – 12 jam jumlah dari
prostaglandin yang memasuki cairan amnion sangat kecil.
Hubungan antara peningkatan kadar prostaglandin dalam cairan amnion
dan inisiasi dari persalinan menjadi suatu tanda tanya selama lebih 30 tahun
terakhir.
DEFINISI KETUBAN PECAH DINI
Pengertian Ketuban Pecah Dini menurut WHO yaitu Rupture of the
membranes before the onset of labour.
34
Hacker (2001) mendefinisikan KPD sebagai amnioreksis sebelum
permulaan persalinan pada setiap tahap kehamilan.
Sedangkan Mochtar (1998) mengatakan bahwa KPD adalah pecahnya
ketuban sebelum in partu, yaitu bila pembukaan pada primi kurang dari 3 cm dan
pada multipara kurang dari 5 cm.
Hakimi (2003) mendefinisikan KPD sebagai ketuban yang pecah spontan
1 jam atau lebih sebelum dimulainya persalinan.
Ketuban pecah dini adalah pecahnya amnion atau khorion sebelum
terdapat tanda mulai persalinan.
Arti klinis Ketuban Pecah Dini adalah :
1. Bila bagian terendah janin masih belum masuk pintu atas panggul maka
kemungkinan terjadinya prolapsus talipusat atau kompresi talipusat
menjadi besar.
2. Peristiwa KPD yang terjadi pada primigravida hamil aterm dengan bagian
terendah yang masih belum masuk pintu atas panggul seringkali
merupakan tanda adanya gangguan keseimbangan feto pelvik..
3. KPD seringkali diikuti dengan adanya tanda-tanda persalinan sehingga
dapat memicu terjadinya persalinan preterm dengan segala akibatnya.
4. Peristiwa KPD yang berlangsung lebih dari 24 jam ( prolonged rupture of
membrane) seringkali disertai dengan infeksi intrauterine dengan segala
akibatnya.
35
5. Peristiwa KPD dapat menyebabkan oligohidramnion dan dalam jangka
panjang kejadian ini akan dapat menyebabkan hilangnya fungsi amnion
bagi pertumbuhan dan perkembangan janin.
Istilah ketuban pecah dini memiliki arti yang sama dengan Premature
Rupture of Membran (PROM). Istilah Preterm Premature of Membran (PPROM)
menunjukkan bahwa terjadi robekan pada membran amnion sebelum usia
kehamilan mencapai 37 minggu. Sedangkan istilah Prolonged Premature of
Membran dapat didefinisikan sebagai robeknya membran amnnion sebelum ada
tanda-tanda inpartu selama lebih dari 12 jam.
EPIDEMIOLOGI
Insidensi Ketuban Pecah Dini berkisar 3% sehingga 18.5% dari semua
kehamilan.Preterm Premature Rupture of Membran berlaku dalam setiap 3%
kehamilan dan menyebabkan 1/3 dari kelahiran prematur.Ketuban pecah dini
lebih banyak terjadi pada kehamilan yang cukup bulan dari pada yang kurang
bulan, yaitu sekitar 95 %, sedangkan pada kehamilan tidak cukup bulan atau
Preterm Prematurre Rupture of Membran terjadi sekitar 34 % semua kelahiran
prematur. Ketuban pecah dini merupakan komplikasi yang berhubungan dengan
kehamilan kurang bulan, dan mempunyai kontribusi yang besar pada angka
kematian perinatal pada bayi yang kurang bulan. Pengelolaan ketuban pecah dini
pada kehamilan kurang dari 34 minggu sangat komplek, bertujuan untuk
menghilangkan kemungkinan terjadinya prematuritas dan repiratory distress
syndrome (RDS)
36
Sebanyak 8% hingga10% wanita dengan Premature Rupture of Membran
adalah aterm dan akan diikuti dengan persalinan dalam tempoh 24 jam selepas
ruptur membran dalam 90% kasus. Bila Preterm Premature Rupture of Membran
yang berlaku pada minggu ke 28 hingga minggu ke-34, 50% pasien akan
melahirkan dalam tempoh 24 jam dan 80-90% pasien akan melahirkan dalam
tempoh satu minggu. Jika pada minggu kurang dari 26 sering diikuti dengan
persalinan dalam tempoh satu minggu.
FAKTOR RISIKO
Berbagai faktor risiko berhubungan dengan timbulnya ketuban pecah dini.
Ras kulit hitam cenderung memiliki risiko lebih tinggi dibandingkan dengan ras
kulit putih. Pasien dengan status sosio-ekonomi rendah , perokok, riwayat
penyakit menular seksual, riwayat persalinan preterm sebelumnya, perdarahan
pervaginam atau distensi uteri (misal polihidramnion dan gemelli) memiliki risiko
tinggi. Tindakan prosedural seperti amniosentesis juga dapat memicu ketuban
pecah dini.
ETIOLOGI
Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan
membran atau meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor tersebut.
Berkurangnya kekuatan membran disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat
berasal dari vagina dan serviks. Selain itu ketuban pecah dini merupakan masalah
kontroversi obstetri. Penyebab lainnya adalah sebagai berikut :
37
1. Serviks inkompeten, kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh karena
kelainan pada serviks uteri (akibat persalinan, kuretase).
Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada otot-
otot leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah,
sehingga sedikit membuka ditengah-tengah kehamilan karena tidak
mampu menahan desakan janin yang semakin besar. Adalah serviks
dengan suatu kelainan anatomi yang nyata, disebabkanlaserasi sebelumnya
melalui ostium uteri atau merupakan suatu kelainan congenital pada
serviks yang memungkinkan terjadinya dilatasi berlebihantanpa perasaan
nyeri dan mules dalam masa kehamilan trimester kedua atau awal
trimester ketiga yang diikuti dengan penonjolan dan robekan selaput janin
serta keluarnya hasil konsepsi (Manuaba, 2002).
2. Tekanan intra uterin yang meningkat secara berlebihan (overdistensi
uterus).
Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan
dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini. Misalnya :
a. Trauma : Hubungan seksual, pemeriksaan dalam, amniosintesis
b. Gemelli (Kehamilan kembar) adalah suatu kehamilan dua janin atau
lebih. Pada kehamilan gemelli terjadi distensi uterus yang berlebihan,
sehingga menimbulkan adanya ketegangan rahim secara berlebihan.
Hal ini terjadi karena jumlahnya berlebih, isi rahim yang lebih besar
dan kantung (selaput ketuban ) relative kecil sedangkan dibagian
bawah tidak ada yang menahan sehingga mengakibatkan selaput
ketuban tipis dan mudah pecah. (Saifudin. 2002).
38
c. Makrosomia adalah berat badan neonatus >4000 gram kehamilan
dengan makrosomia menimbulkan distensi uterus yang meningkat
atau over distensi dan menyebabkan tekanan pada intra uterin
bertambah sehingga menekan selaput ketuban, manyebabkan selaput
ketuban menjadi teregang,tipis, dan kekuatan membrane menjadi
berkurang, menimbulkan selaput ketuban mudah pecah.
(Winkjosastro, 2006)
d. Hidramnion atau polihidramnion adalah jumlah cairan amnion
>2000mL. Uterus dapat mengandung cairan dalam jumlah yang
sangat banyak. Hidramnion kronis adalah peningaktan jumlah cairan
amnion terjadi secara berangsur-angsur. Hidramnion akut, volume
tersebut meningkat tiba-tiba dan uterus akan mengalami distensi nyata
dalam waktu beberapa hari saja.
3. Trauma oleh beberapa ahli disepakati sebagai faktor predisposisi atau
penyebab terjadinya KPD. Trauma yang didapat misalnya hubungan
seksual, pemeriksaan dalam, maupun amniosintesis menyebabkan
terjadinya KPD karena biasanya disertai infeksi.
4. Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh sejumlah
mikroorganisme yangmeyebabkan infeksi selaput ketuban. Infeksi yang
terjadi menyebabkanterjadinya proses biomekanik pada selaput ketuban
dalam bentuk proteolitik sehingga memudahkan ketuban pecah.
5. Kelainan letak misalnya lintang, sehingga tidak ada bagian terendah yang
menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan
terhadap membran bagian bawah.
39
6. Keadaan sosial ekonomi yang berhubungan dengan rendahnya kualitas
perawatan antenatal, penyakit menular seksual misalnya disebabkan oleh
Chlamydia trachomatis dan Neisseria gonorrhoeae.
7. Faktor lain yaitu:
· Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu
· Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum
· Defisiensi gizi dari tembaga dan vitamin C
PATOGENESIS
Penelitian terbaru mengatakan PPROM terjadi karena meningkatnya
apoptosis dari komponen sel dari membrane fetal dan juga peningkatan dari
enzim protease tertentu. Kekuatan membran fetal adalah dari matriks extraselular
amnion. Kolagen amnion interstisiel terutama tipe I dan III yang dihasilkan oleh
sel mesenkim juga penting dalam mempertahankan kekuatan membran fetal.
Matrix metalloproteinase (MMP) adalah kumpulan proteinase yang
terlibat dalam remodelling tisu dan degradasi dari kolagen. MMP-2, MMP-3 dan
MMP-9 ditemukan dengan konsentrasi yang tinggi pada kehamilan dengan
PPROM. Aktivitas MMP ini diregulasi oleh tissue inhibitors of matrix
metalloproteinases (TIMPs). TIMPs ini pula ditemukan rendah dalam cairan
amnion pada wanita dengan PPROM. Peningkatan enzim protease dan dan
penurunan dari inhibitor mendukung teori yang enzim-enzim ini mempengaruhi
kekuatan dari membran fetal.
Selain itu terdapat teori yang mengatakan meningkatnya marker-marker
apoptosis di membran fetal pada PPROM berbanding dengan membran pada
40
kehamilan yang normal.Banyak penelitian yang mengatakan bahawa PPROM
terjadi karenagabungan dari aktivasi aktititas degradasi kolagen dan kematian sel
yang membawa kepada kelemahan dinding membran fetal.
Infeksi dan inflamasi dapat menyebabkan ketuban pecah dini dengan
menginduksi kontraksi uterus dan atau kelemahan fokal kulit ketuban. Banyak
mikroorganisme servikovaginal, menghasilkan fosfolipid A2 dan fosfolipid C
yang dapat meningkatkan konsentrasi secara local asam arakidonat, dan lebih
lanjut menyebabkan pelepasan PGE2 dan PGF2 alfa dan selanjutnya
menyebabkan kontraksi miometrium. Pada infeksi juga dihasilkan produk sekresi
akibat aktivasi monosit/ makrofag, yaitu sitokin, interleukin 1, factor nekrosis
tumor dan interleukin 6. Platelet activating factor yang diproduksi oleh paru-paru
janin dan ginjal janin yang ditemukan dalam cairan amnion, secara sinergis juga
mengaktifasi pembentukan sitokin. Endotoksin yang masuk ke dalam cairan
amnion juga akan merangsang sesl-sel desidua untuk memproduksi sitokin dan
kemudian prostaglandin yang menyebabkan dimulainya persalinan.
Adanya kelemahan local atau perubahan kulit ketuban adalah
mekanismelain terjadinya ketuban pecah dini akibat infeksi dan inflamasi. Enzim
bacterial dan atau produk host yang disekresikan sebagai respon untuk infeksi
dapat menyebabkan kelemahan dan ruptur kulit ketuban. Banyak flora
servikovaginal komensal dan patogenik mempunyai kemampuan memproduksi
protease dan kolagenase yang menurunkan kekuatan tegangan kulit ketuban.
Elastase leukosit polimorfonuklear secara spesifik dapat memecah kolagen tipe III
pada manusia, membuktikan bahwa infiltrasi leukosit pada kulit ketuban yang
41
terjadi karena kolonisasi bakteri atau infeksi dapat menyebabkan pengurangan
kolagen tipe III dan menyebabkan ketuban pecah dini.
Enzim hidrolitik lain, termasuk katepsin B, katepsin N, dan kolagenase
yang dihasilkan netrofil dan makrofag, nampaknya melemahkan kulit ketuban. Sel
inflamasi manusia juga menguraikan aktifator plasminogen yang mengubah
plasminogen menjadi plasmin, potensial menjadi penyebab ketuban pecah dini.
DIAGNOSIS
Anamnesis
Dari anamnesis sahaja bisa menegakkan 90% dari diagnosis.Kadangkala
cairan seperti urin dan vaginal discharge bisa dianggap cairan amnion.Penderita
merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan cairan yang banyak secara tiba-tiba
dari jalan lahir.Cairan berbau khas, dan perlu juga diperhatikan warna, keluanya
cairan tersebut tersebut his belum teratur atau belum ada, dan belum ada
pengeluaran lendir darah.
Inspeksi
Pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina,
bila ketuban baru pecah dan jumlah air ketuban masih banyak, pemeriksaan ini
akan lebih jelas.
Pemeriksaan inspekulo
42
Langkah pertama dalam mendiagnosis KPD karena pemeriksaan dalam
seperti vaginal toucher dapat meningkatkan resiko infeksi. Cairan yang keluar dari
vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi, bau dan pH nya. Yang dinilai adalah:
Keadaan umum dari cervix, juga dinilai dilatasi dan pendataran dari cervix.Dilihat
prolaps dari tali pusat atau extrimitas bayi. Bau dari amnion yang khas juga
diperhatikan. Pooling dari cairan amnion pada fornix posterior mendukung
diagnosis ketuban pecah dini. Melakukan perasat vasalva atau menyuruh pasien
batuk untuk memudahkan melihat pooling.
Pemeriksaan Dalam
Didapat cairan di dalam vagina dan selaput ketuban sudah tidak ada lagi.
Mengenai pemeriksaan dalam vagina dengan tocher perlu dipertimbangkan, pada
kehamilan yang kurang bulan yang belum dalam persalinan tidak perlu diadakan
pemeriksaan dalam karena pada waktu pemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan
mengakumulasi segmen bawah rahim dengan flora vagina yang normal.
Mikroorganisme tersebut bisa dengan cepat menjadi patogen. Pemeriksaan dalam
vagina hanya dilakukan kalau ketuban pecah dini yang sudah dalam persalinan
atau yang dilakukan induksi persalinan, dan bila akan dilakukan penanganan aktif
(terminasi kehamilan), dan dibatasi sedikit mungkin.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Alpha-fetoprotein (AFP) . Mempunyai konsentrasi tinggi
didalam cairan amnion tetapi tidak di semen atau urin.
2. Pemeriksaan darah lengkap
43
3. Tes Pakis
Mikroskopik (tes pakis). Jika dengan pooling dan tes nitrazine masih
samar dapat dilakukan pemeriksaan mikroskopik dari cairan yang di ambil
dari fornix posterior. Cairan di swab kemudian dikeringkan diatas gelas
objek dan dilihat dibawah mikroskop gambaran ‘ferning’ yang
menandakan cairan amnion.
Hasil positif pada Ferning Test
4. Tes Lakmus (Nitrazine test)
Cairan amnion di konfirmasikan dengan menggunakan nitrazine test.
Kertas nitrazine akan berubah kepada biru jika ph cairan diatas 6.0-6.5.
Sekret vagina ibu hamil adalah pH 4-5, dengan kertas nitrazin tidak
berubah warna, tetap kuning Tes ini bisa memberikan hasil positif palsu
bila tersamarkan dengan cairan seperti darah, semen, atau vaginitis seperti
trichomonas.
5. Kultur dari swab untuk Chlamydia,gonorrhea,dan Group B streptococcus.
6. Pemeriksaan ultrasonogarphy (USG)
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam
kavum uteri. Selain itu dinilai Amniotic fluid index (AFI), presentasi
janin,berat janin, dan usia janin. Ultrasonografi dapat
mengindentifikasikan kehamilan ganda, abnormalitas janin atau
44
melokalisasi kantong cairan amnion pada amniosintesis dan sering
digunakan dalam mengevaluasi janin. Ultrasound –guided amnionfusion
dengan menggunakan indigo carmine, dapat dilakukan apabila semua
pemeriksaan masih memberikan hasil yang meragukan. Kemudian tampon
dimasukkan kedalam vagina dan dikeluarkan lalu cairan yang keluar
diobservasi.
PENATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksanaan pada kehamilan dengan ketuban pecah dini harus
memperhatikan usia kehamilan dan ada tidaknya kegawatdaruratan obstetri
(seperti amnionitis, khorioamnionitis, perdarahan ante partum, dan sebagainya)
A. Kehamilan yang disertai Amnionitis. :
Kehamilan yang disertai Amnionitis. Pada kasus Ketuban Pecah Dini yang
disertai dengan adanya tanda-tanda infeksi chorioamnionitis harus dilakukan
terminasi kehamilan tanpa memperhatikan usia kehamilan. Sebelum terminasi
kehamilan, diberikan antibiotika spektrum luas untuk terapi amnionitis.
B. Kehamilan aterm tanpa disertai Amnionitis. :
Kehamilan aterm tanpa disertai Amnionitis. Pada kehamilan aterm,
penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini tanpa disertai amnionitis dapat bersifat :
aktif (segera melakukan terminasi kehamilan) atau konservatif (menunda
persalinan sampai maksimum 12 jam).
1. Konservatif
45
o Rawat di rumah sakit
o Jika ada perdarahan pervaginam dengan nyeri perut, pikirkan solusio
plasenta
o Jika ada tanda-tanda infeksi (demam dan cairan vagina berbau), berikan
antibiotika sama halnya jika terjadi amnionitosis.
2. Aktif
o Kehamilan lebih dari 37 mg, induksi dengan oksitosin
o Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi dan persalinan
diakhiri.
o Bila gagal Seksio Caesaria
C. Kehamilan preterm tanpa amnionitis :
Prinsip penatalaksanaan pada kehamilan preterm tanpa disertai amnionitis
dapat dilakukan secara konservatif ataupun aktif, tergantung pada kondisi ibu dan
janin tersebut.
o Jika tidak ada infeksi dan kehamilan < 37 minggu:
Berikan antibiotika untuk mengurangi morbiditas ibu dan janin
Ampisilin 4x 500mg selama 7 hari ditambah eritromisin 250mg per
oral 3x perhari selama 7 hari.
o Jika usia kehamilan 32 - 37 mg, belum inpartu, tidak ada infeksi, beri
dexametason, dosisnya IV 10 mg setiap 12 jam sebanyak 4x, observasi
tanda-tanda infeksi dan kesejahteraan janin.
46
o Jika usia kehamilan sudah 32 - 37 mg dan sudah inpartu, tidak ada infeksi
maka berikan tokolitik ,dexametason, dan induksi setelah 24 jam.
Penatalaksanaan lanjutan
1. Kaji suhu dan denyut nadi setiap 2 jam. Kenaikan suhu sering kali didahului
kondisi ibu yang menggigil.
2. Lakukan pemantauan DJJ. Pemeriksaan DJJ setiap jam sebelum persalinan
adalah tindakan yang adekuat sepanjang DJJ dalam batas normal. Pemantauan
DJJ ketat dengan alat pemantau janin elektronik secara kontinu dilakukan
selama induksi oksitosin untuk melihat tanda gawat janin akibat kompresi tali
pusat atau induksi. Takikardia dapat mengindikasikan infeksiuteri.
3. Hindari pemeriksaan dalam yang tidak perlu.
4. Ketika melakukan pemeriksaan dalam yang benar-benar diperlukan, perhatikan
juga hal-hal berikut:
a. Apakah dinding vagina teraba lebih hangat dari biasa
b. Bau rabas atau cairan di sarung tanagn anda
c. Warna rabas atau cairan di sarung tangan
5. Beri perhatian lebih seksama terhadap hidrasi agar dapat diperoleh
gambaranjelas dari setiap infeksi yang timbul. Seringkali terjadi peningkatan
suhu tubuh akibat dehidrasi.
47
Algoritma Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini
48
PENGOBATAN
Kortikosteroid
Regimen 12 mg Betamethason tiap 24 jam selama dua hari atau
Dexamethasone 10mg/tiap 12 jam secara intravena selama dua hari.Kortikosteroid
direkomendasikan dibawah 32 minggu.Pemberian pada 32-34 minggu masih
menjadi kontorversi manakala untuk kehamilan 34 minggu keatas tidak
dianjurkan kecuali terbukti paru janin masih belum matang dengan amniosintesis.
Pemberian kortikosteroid pada penderita ketuban pecah dini dengan kehamilan
kurang bulan diharapkan tercapainya pematangan paru janin, mengurangkan
komplikasi pada neonatal seperti pendarahan intraventrikular dan Respiratory
Dystress Syndrome.
Antibiotik
Ampicillin 1g secara intravena diberikan tiap 6 jam bersamaan dengan
erythromycin 250 mg tiap 6 jam selama dua hari. Diikuti dengan pemberian
antibiotik oral, amoxicillin 250mg tiap 8 jam dan erythromycin 333 mg tiap 8 jam
selama lima hari.Pemberian antibiotik terbukti memperpanjangkan masa laten dan
mengurangi resiko infeksi seperti postpartum endometritis, chorioamnionitis,
neonatal sepsis, neonatal pneumonia, dan pendarahan intraventricular. Pemberian
antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi pada ibu. Walaupun antibiotik
tidak berfaeadah terhadap janin dalam uterus namun pencegahan terhadap
chorioamninitis lebih penting dari pada pengobatanya sehingga pemberian
antibiotik profilaksis perlu dilakukan.
49
Terapi Tokolitik
Terapi tokolitik bisa memperpanjang masa laten sementara tetapi tidak
memberikan efek yang lebih baik pada janin pada pemberiannya. Penelitian
tentang pemberian tokolitik dalam menangani kasus Preterm Premature Rupture
of Membran masih kurang sehinggakan pemberiannya bukanlah indikasi.
KOMPLIKASI KETUBAN PECAH DINI
Komplikasi yang timbul akibat Ketuban Pecah Dini bergantung pada usia
kehamilan. Dapat terjadi Infeksi Maternal ataupun neonatal, persalinan prematur,
hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden SC,
atau gagalnya persalinan normal.
1. Persalinan Prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten
tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam
setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu 50% persalinan
dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam
1 minggu.
2. Infeksi
Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada Ketuban Pecah Dini. Pada ibu
terjadi Korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia, pneumonia,
omfalitis. Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada
ketuban Pecah Dini premature, infeksi lebih sering dari pada aterm. Secara
umum insiden infeksi sekunder pada KPD meningkat sebanding dengan
lamanya periode laten.
50
3. Hipoksia dan asfiksia.
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat
hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya
gawat janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin
semakin gawat.
4. Syndrom deformitas janin.
Ketuban Pecah Dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin
terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin, serta
hipoplasi pulmonal
Complications of Preterm PROM
ComplicationsIncidence (%)
Delivery within one week 50 to 75Respiratorydistresssyndrome 35Cord compression 32 to 76Chorioamnionitis 13 to 60Abruptio placentae 4 to 12Antepartum fetal death 1 to 2
\
51
DAFTAR PUSTAKA
Chandranita Manuaba, Ida Ayu, dkk. 2009. Buku Ajar Patologi Obstetri . Jakarta.
EGC
Cunningham Gary F, Leveno J Kenneth , Bloom L Steven , Hauth C John , III
Gilstrap Larry , Wenstrom D Katharine . Williams Obstetrics 22ND
EDITION 2005 .
Dee Harney M Alan & Pernoll L Martin . Current Obstetric Gynecologic
Diagnostic & Treatment , Lange Medical Book .
High Risk Pregnancy, Premature Rupture of The Membranes(PROM). http//www.
healthsystem.virginia.edu/uvahealth/pedshrpregnant/online.cfm
http://emedicine.medscape.com/article/261137-overview
http://www.aafp.org/afp/2006/0215/p659.html
Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta:PT. Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, Saifuddin, Abdul Bari. 2006. Buku Panduan
Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: YBP-SP
Prawirohardjo. S. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal Dan
Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2002.
Prawirohardjo. S. Ilmu Kebidanan. Ed. III, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. 2008.
Premature Rupture of The Membranes with Intrauterine Spread. http//lpig.doe
report.com.
Premature Rupture of The Membranes. http//www.eMedicine.com.
Varney, Hellen,dkk. 2008. Buku Ajar Asuha Kebidanan, Volume 2. . Jakarta:
EGC
Wiknjosastro Hanifa, Saifuddin Bari Abdul, Rachimhadhi Trijatmo. Ilmu
Kebidanan, edisi ketiga, cetakan keempat; Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, 1997.
52
CASE REPORT
Ibu G1P0A0 umur 31 tahun, gravid 38 minggu JTH intrauterine
memanjang preskep belum masuk PAP belum in partu
dengan ketuban pecah dini
Oleh :
Karina Permata Sari
0818011025
Preceptor :
dr. Wahdi, Sp. OG
SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSUD JENDERAL AHMAD YANI METRO
AGUSTUS 2012