LAPORAN KASUS
TRAUMA KAPITIS
PEMBIMBING :
DR. YUNIARTI, SP.S
PENYUSUN :
AZMAN HAKIM HASSANUDDIN
030.08.270
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI
PERIODE 6 MEI 2103-8 JUNI 2013
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA
1
BAB I
STATUS NEUROLOGIS
I. IDENTITAS
a. Nama : Tn. B
b. Jenis kelamin : Laki-laki
c. Umur : 43 Tahun
d. Pekerjaan : Pekerja Swasta
e. Pendidikan : Tamat SLTA
f. Agama : Islam
g. Status perkawinan : Menikah
h. Suku bangsa : Betawi
i. Alamat : Jl Parkit II, Kampung Sawah, Ciputat
j. Tanggal masuk RS : 14 Mei 2013
II. ANAMNESIS
Dilakukan auto dan allo-anamnesis pada tanggal 16 Mei 2013
a. Keluhan Utama :
Pingsan setelah kecelakaan motor kira-kira 1 jam SMRS.
b. Keluhan Tambahan :
Pusing berputar setelah kecelakaan motor
c. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke RSUP Fatmawati setelah terjadi kecelakaan lalu
lintas di rumahnya di Kampung Sawah kurang lebih 1 jam SMRS. Pada
awalnya pasien sedang mengendarai motor bersendirian dengan kecepatan
sedang pada sekitar jam 1700, pasien mengakui dalam kondisi mengantuk dan
dengan kondisi jalan yang licin setelah hujan, pasien kemudian terjatuh dari
motornya lalu tidak sadarkan diri. Pasien tidak bisa mengingat secara tepat
kronologis kejadian atau posisi pasien saat jatuh. Pasien mengakui pada saat
itu pasien tidak menggunakan helm. Setelah itu pasien dibantu oleh tetangga
yang menemukan pasien tergeletak di aspal dan dibawa ke rumah sakit.
Menurut istri pasien, pasien sempat pingsan selama kurang lebih 5-10menit.
Saat sadar, pasien tidak bisa langsung mengingat peristiwa kecelakaan yang
2
menimpanya. Pasien juga berada dalam keadaan bingung selama 10 menit
sebelum ingatannya kembali saat dalam perjalanan ke rumah sakit.
Pasien mengeluh kepalanya terasa nyeri terutama di bagian luka di
dahi sebelah kanan. Pasien juga mengeluh sakit di bagian luka di jari-jari
sebelah kiri. Pasien mengeluh pusing setelah kecelakaan terjadi, terutama pada
saat pasien ingin duduk atau berjalan. Pusing dirasakan seperti ruangan yang
berputar-putar. Pasien mengeluh bahu kanan tidak dapat digerakkan dan nyeri
sekali. Pasien menyangkal keluarnya darah atau cairan dari kedua telinga dan
hidung. Pasien mengatakan tidak kejang setelah kecelakaan. Pasien
menyangkal adanya keluhan mual, muntah, penglihatan dobel, kelemahan
tubuh sesisi, cadel, gangguan menelan, mulut mencong dan baal. Pasien
menyangkal sebelum pergi minum obat-obatan atau alkohol.
d. Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien mengaku sebelumnya pernah terjatuh dari motor kira-kira 12 tahun
yang lalu, namun tidak pernah terbentur kepala. Saat itu pasien Cuma
mengalami luka-luka lecet dan tidak dirawat di rumah sakit. Pasien
menyangkal adanya riwayat kencing manis, darah tinggi, stroke atau kejang.
e. Riwayat Penyakit Keluarga :
Darah tinggi (-), kencing manis (-), stroke (-)
III. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis, GCS: E4M6V5
Sikap : Duduk- Berbaring
Koperasi : Kooperatif
Keadaan Gizi : Cukup
Tekanan Darah : 120 / 80 mmHg
Nadi : 84 x/mnt
Suhu : 36,7 0C
Pernafasan : 20 x/mnt
b. Keadaan Lokal
Trauma Stigmata : luka lecet di atas alis kanan, luka lecet di dahi sebelah
kanan, luka lecet di jari ke-2 dan ke-5 sebelah kanan, bahu kiri nyeri dan tidak
dapat digerakkan.
3
Pulsasi A.Carotis : Teraba, kanan = kiri, reguler
Perdarahan Perifer : capilary refil < 2 detik
Columna Vertebralis : letak ditengah, skoliosis (-), lordosis (-)
Kulit :Warna sawo matang, sianosis (-), ikterik (-), ekskoriasi di atas
alis kiri, tato di lengan kanan (+)
Kepala :Normosefali, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah
dicabut, tidak ada alopesia, nyeri tekan (+)
Mata :Hematoma kacamata (Brill's Konjungtiva anemis -/-, ptosis -/-,
lagoftalmus -/-, pupil bulat isokor, refleks cahaya langsung
+/+, refleks cahaya tidak langsung +/+.
Telinga :Normotia +/+, hematoma retroaurikuler (Battle’s sign) -/-,
perdarahan -/-
Hidung :Deviasi septum -/-, perdarahan -/-
Mulut :Perdarahan (-)
Tenggorok :Faring hiperemis (-), tonsil T1-T1.
Leher :Bentuk simetris, trakea lurus di tengah, tidak teraba
pembesaran KGB dan tiroid.
Pemeriksaan Jantung
Inspeksi :ictus cordis tidak tampak
Palpasi :ictus cordis teraba di ICS 5, 1 jari medial linea
midklavikula sinistra.
Perkusi :batas kanan jantung di linea sternalis dextra ics 4, batas
kiri jantung di 1 jari medial linea midklavikula sinistra
ics 5, pinggang jantung di ICS 2 linea para sternalis
sinistra.
Auskultasi : S1-S2 reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Pemeriksaan Paru
Inspeksi : pergerakkan naik-turun dada simetris kanan=kiri
Palpasi : vocal fremitus kanan=kiri, tidak ada benjolan.
Perkusi : perkusi di seluruh lapang paru sonor
Auskultasi : suara nafas vesikuler, Rhonki -/-, wheezing -/-.
Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : datar, massa (-)
4
Palpasi : nyeri tekan (-), hepar/lien tidak teraba membesar
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising Usus (+) normal
Pemeriksaan Ekstremitas
Atas : akral hangat + / +, edema - / -, bahu kanan sakit dan
tidak dapat digerakkan, jari ke-2 dan ke-5 kiri luka lecet
Bawah : akral hangat + / +, edema - / -
IV. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
a. Rangsang Selaput Otak
Kaku kuduk : -
Laseque : >700 / >700
Kerniq : > 1350 / > 1350
Brudzinsky I : -
Brudzinsky II : - / -
b. Peningkatan Tekanan Intrakranial : -
c. Saraf-saraf Kranialis
N.I (olfaktorius) : normosmia + / +
N.II (optikus)
Acies visus : dengan menghitung jari 4/60 kanan dan kiri
Visus campus : baik / baik
Lihat warna : baik / baik
Funduskopi : tidak dilakukan
N.III, IV, VI (Occulomotorius, Trochlearis, Abducen)
Kedudukkan bola mata : ortoposisi + / +
Pergerakkan bola mata : baik ke segala arah +/+ (nasal,
temporal, superior, inferior, nasal atas dan bawah, temporal atas dan
bawah)
Exopthalmus : - / -
Nystagmus : - / -
Pupil
Bentuk : bulat, isokor, 3mm/3mm
5
Reflek cahaya langsung : +/+
Reflek cahaya tidak langsung : +/+
Reflek akomodasi : +/+
Reflek konvergensi : +/+
N.V (Trigeminus)
Cabang Motorik : baik / baik
Cabang sensorik
Ophtalmikus : baik / baik
Maksilaris : baik / baik
Mandibularis : baik / baik
N.VII (Fasialis)
Motorik orbitofrontalis : baik / baik
Motorik orbikularis : baik / baik
Pengecapan lidah : baik / baik
N.VIII (Vestibulocochlearis)
Vestibular : Vertigo : +
Nistagmus : - / -
Koklearis : Tuli Konduktif : - / -
Tuli Perseptif : - / -
N.IX, X (Glossopharyngeus, Vagus)
Motorik : baik / baik
Sensorik : baik / baik
N.XI (Accesorius)
Mengangkat bahu : TVD / baik
Menoleh : baik / baik
N.XII (Hypoglossus)
Pergerakkan lidah : baik
Atrofi : -
Fasikulasi : -
Tremor : -
d. Sistem Motorik
Ekstremitas atas proksimal – distal : TVD/5555
6
Ekstremitas bawah proksimal – distal : 5555/5555
e. Gerakkan Involunter
Tremor : - / -
Chorea : - / -
Atetose : - / -
Miokloni : - / -
Tics : - / -
f. Trofik : eutrofik + / +
g. Tonus : normotonus + / +
h. Sistem Sensorik : Propioseptif : baik / baik
Eksteroseptif : baik / baik
i. Fungsi Serebelar
Ataxia : -
Tes Romberg : -
Disdiadokokinesia : - / -
Jari-jari : baik / baik
Jari-hidung : baik / baik
Tumit-lutut : baik / baik
Rebound phenomenon : - / -
Hipotoni : - / -
j. Fungsi Luhur
Astereognosia : -
Apraxia : -
Afasia : -
k. Fungsi Otonom
Miksi : baik
Defekasi : baik
Sekresi keringat : baik
l. Refleks Fisiologis
Kornea : + / +
Biceps : +2 / +2
Triceps : +2 / +2
Radius : +2 / +2
Dinding perut : +
7
Lutut : +2 / +2
Tumit : +2 / +2
Kremaster : (tidak dilakukan)
m. Refleks Patologis
Hoffman Tromer : - / -
Babinsky : - / -
Chaddok : - / -
Gordon : - / -
Schaefer : - / -
Klonus lutut : - / -
Klonus tumit : - / -
n. Keadaan Psikis
Intelegensia : baik
Tanda regresi : -
Demensia : -
V. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan Nilai Rujukan Hasil
HEMATOLOGI
Hemoglobin 13.2–17.3 g/dl 15.3 g/dl
Hematokrit 33-45% 47%
Leukosit 5.0-10.0 ribu/ul 16.0 ribu
Trombosit 150-440 ribu/ul 328 ribu/ul
Eritrosit 4.40-5.90 juta/ul 4.89 juta/ul
VER/HER/KHER/RDW
VER 80.0-100.0 fl 96.0 fl
HER 26.0-34.0 pg 31.4 pg
KHER 32.0-36.0 g/dl 32.7 g/dl
RDW 11.5-14.5% 13.0 %
FUNGSI HATI
8
SGOT 0 – 34 U/l 47 U/l
SGPT 0 – 40 U/l 33 U/l
FUNGSI GINJAL
Ureum 20 – 40 mg / dl 21 mg/dl
Creatinin 0.6 – 1.5 mg/dl 0.7 mg/dl
GLUKOSA DARAH
GDS 70 – 140 mg/dl 111 mg/dl
ELEKTROLIT DARAH
Natrium 135 – 147 mmol/l 147 mmol/l
Kalium 3.10 – 5.10 mmol/l 3.14 mmol/l
Clorida 95 – 108 mmol/l 114 mmol/l
SERO-IMMUNOLOGI
Golongan Daran O/Rh+
VI. PEMERIKSAAN RADIOLOGIS
Kesan :
Tidak tampak tanda-tanda fraktur pada foto manus AP/Lateral kiri
Defek jaringan lunak regio distal phalang distal digiti II
9
Kesan :
Infiltrat di lapangan tengah paru kiri dan parahiler kanan
Aorta elongasi
Cor dalam batas normal
Fraktur os klavikula kanan
10
Kesan :
Tidak tampak hematom epidural, subdural, maupun intra serebri saat ini
Hematosinus ethmoidalis bilateral
RESUME
Pasien, laki-laki, 43 tahun dibawa ke RSUP Fatmawati karena pingsan akibat
kecelakaan bermotor di Kampung Sawah, pada tanggal 14 Mei 2013. Pasien terjatuh
dari motor dengan sendiri akibat mengantuk dan kondisi jalan yang licin. Pasien tidak
memakai helm SNI. Pasien pingsan (+) 5-10 menit setelah kecelakaan, hilang ingatan
(+), nyeri kepala (+), pusing berputar setelah kecelakaan. Pasien tidak dapat
mengingat secara tepat kronologis kejadian kecelakaannya. Pasien mengeluh tangan
kanannya nyeri dan tidak bisa digerakkan.
11
Pada pemeriksaan fisik didapat luka lecet diatas alis kanan, luka lecet di dahi
sebelah kiri, luka lecet di jari ke-2 dan ke-5 sebelah kiri, bahu kanan nyeri dan tidak
dapat digerakkan. Defisit neurologis (-). Dari rontgen tampak adanya fraktur os
clavicula kanan dan pada ct-scan tidak tampak adanya kelainan.
Pemeriksaan fisik
Kesadaran : compos mentis, GCS: E4M6V5
Tanda vital baik
Trauma stigmata: luka lecet di atas alis kanan, luka lecet di dahi sebelah
kanan, luka di jari ke-2 dan ke-5 sebelah kanan, bahu kiri nyeri dan tidak dapat
digerakkan
Kepala: benjolan (-)
Perdarahan THT (-)
Mata: brill’s hematoma -/-
Telinga : battle’s signs
Kulit: ekskoriasi pada atas alis mata dan dahi sebelah kanan, di jari ke2 dan
ke5 tangan kanan
Pemeriksaan neurologis
Tanda rangsang meningeal : -
N. Kranialis : parese (-)
Motorik
Ekstremitas atas proksimal-distal : tvd karena nyeri/5555
Ekstremitas bawag proksimal-distal : 5555/5555
Reflek fisiologis : +/+
Reflek patologis : -/-
Sensorik : baik
Autonom : baik
Pemeriksaan radiologis
• CT-Scan tanpa kontras
• Tidak tampak hematom epidural, subdural, maupun intra serebri saat
ini
• Hematosinus ethmoidalis bilateral
• Foto thoraks
12
• Infiltrat di lapangan tengah paru kiri dan parahiler kanan
• Aorta elongasi
• Cor dalam batas normal
• Fraktur os klavikula kanan
VII. DIAGNOSIS KERJA
Diagnosis klinis: riwayat penurunan kesadaran, cedera kepala ringan, closed
fracture clavicula dextra, multiple vulnus laceratum regio frontalis dextra, vertigo
post trauma, leukositosi
Diagnosis etiologi: cedera kepala ringan
Diagnosis topis: (-)
VIII. PENATALAKSANAAN
Non-medikamentosa
- ABC
- posisi tidur, bagian kepala ditinggikan sekitar 300
- perawatan luka
Medikamentosa
- IVFD Nacl 0,9% 500cc/12 jam
- Nonflamin 3 x 1 tab po
- Ceftriaxon 2 x 1 gr IV
- Piracetam 2 x 12gr IV
- Ketorolac 2 x 30 mg IV drip
- Mertigo 3 x 1 tab PO
IX. RENCANA PEMERIKSAAN
Konsul ortopedi
X. PROGNOSA
Ad vitam : bonam
Ad functionam : bonam
Ad sanationam : bonam
BAB II
13
TINJAUAN PUSTAKA
TRAUMA KAPITIS
Trauma kapitis atau cedera kepala adalah kerusakan otak akibat trauma
mekanik yang terjadi langsung saat trauma (primer) maupun tidak langsung, sesaat
sesudah trauma (sekunder). Tulang tengkorak yang tebal dan keras membantu
melindungi otak. Tetapi meskipun memiliki helm alami, otak sangat peka terhadap
berbagai jenis cedera. Otak bisa terluka meskipun tidak terdapat luka yang menembus
tengkorak. Cedera kepala paling sering disebabkan oleh kecelakaan bermotor
bermotor sering dihubungkan dengan konsumsi alkohol yang berlebihan.
Patofisiologi
14
Trauma secara langsung akan menyebabkan cedera yang disebut lesi primer.
Lesi primer ini dapat dijumpai pada kulit dan jaringan subkutan, tulang tengkorak,
jaringan otak, saraf otak maupun pembuluh-pembuluh darah di dalam dan di sekitar
otak. Pada tulang tengkorak dapat terjadi fraktur linier (±70% dari fraktur tengkorak),
fraktur impresi maupun perforasi. Fraktur linier pada daerah temporal dapat merobek
atau menimbulkan aneurisma pada arteria meningea media dan cabang-cabangnya;
pada dasar tengkorak dapat merobek atau menimbulkan aneurisma a. karotis interna
dan terjadi perdarahan lewat hidung, mulut dan telinga. Fraktur yang mengenai
lamina kribriform dan daerah telinga tengah dapat menimbulkan rinoroe dan otoroe
(keluarnya cairan serebro spinal lewat hidung atau telinga).
Trauma kepala dapat menyebabkan cedera pada otak karena adanya aselerasi,
deselerasi dan rotasi dari kepala dan isinya. Karena perbedaan densitas antara
tengkorak dan isinya, bila ada aselerasi, gerakan cepat yang mendadak dari tulang
tengkorak diikuti dengan lebih lambat oleh otak. Ini mengakibatkan benturan dan
goresan antara otak dengan bagian-bagian dalam tengkorak yang menonjol atau
dengan sekat-sekat duramater. Bila terjadi deselerasi (pelambatan gerak), terjadi
benturan karena otak masih bergerak cepat pada saat tengkorak sudah bergerak
lambat atau berhenti. Mekanisme yang sama terjadi bila ada rotasi kepala yang
mendadak. Tenaga gerakan ini menyebabkan cedera pada otak karena kompresi
(penekanan) jaringan, peregangan maupun penggelinciran suatu bagian jaringan di
atas jaringan yang lain. Ketiga hal ini biasanya terjadi bersama-sama atau berturutan.
Kerusakan jaringan otak dapat terjadi di tempat benturan (coup), maupun di
tempat yang berlawanan (countre coup). Diduga countre coup terjadi karena
gelombang tekanan dari sisi benturan (sisi coup) dijalarkan di dalam jaringan otak ke
arah yang berlawanan; teoritis pada sisi countre coup ini terjadi tekanan yang paling
rendah, bahkan sering kali negatif hingga timbul kavitasi dengan robekan jaringan.
Selain itu, kemungkinan gerakan rotasi isi tengkorak pada setiap trauma merupakan
penyebab utama terjadinya countre coup, akibat benturan-benturan otak dengan
bagian dalam tengkorak maupun tarikan dan pergeseran antar jaringan dalam
tengkorak. Yang seringkali menderita kerusakan-kerusakan ini adalah daerah lobus
temporalis, frontalis dan oksipitalis.
15
Fraktur impresi dapat menyebabkan peningkatan volume dalam tengkorak,
hingga menimbulkan herniasi batang otak lewat foramen magnum. Juga secara
langsung menyebabkan kerusakan pada meningen dan jaringan otak di bawahnya
akibat penekanan. Pada jaringan otak akan terdapat kerusakan-kerusakan yang
hemoragik pada daerah coup dan countre coup. Kontusio yang berat di daerah frontal
dan temporal sering kali disertai adanya perdarahan subdural dan intra serebral yang
akut. Tekanan dan trauma pada kepala akan menjalar lewat batang otak kearah kanalis
spinalis; karena adanya foramen magnum, gelombang tekanan ini akan disebarkan ke
dalam kanalis spinalis. Akibatnya terjadi gerakan ke bawah dari batang otak secara
mendadak, hingga mengakibatkan kerusakan kerusakan di batang otak. Saraf otak
dapat terganggu akibat trauma langsung pada saraf, kerusakan pada batang otak,
ataupun sekunder akibat meningitis atau kenaikan tekanan intrakranial.
Kerusakan pada saraf otak I kebanyakan disebabkan oleh fraktur lamina
kribriform di dasar fosa anterior maupun countre coup dari trauma di daerah oksipital.
Pada gangguan yang ringan dapat sembuh dalam waktu 3 bulan. Dinyatakan bahwa ±
5% penderita tauma kapitis menderita gangguan ini. Gangguan pada saraf otak II
biasanya akibat trauma di daerah frontal. Mungkin traumanya hanya ringan saja
(terutama pada anak-anak), dan tidak banyak yang mengalami fraktur di orbita
maupun foramen optikum. Dari saraf-saraf penggerak otot mata, yang sering terkena
adalah saraf VI karena letaknya di dasar tengkorak. Ini menyebabkan diplopia yang
dapat segera timbul akibat trauma, atau sesudah beberapa hari akibat dari edema otak.
Gangguan saraf III yang biasanya menyebabkan ptosis, midriasis dan refleks
cahaya negatif sering kali diakibatkan hernia tentorii. Gangguan pada saraf V
biasanya hanya pada cabang supraorbitalnya, tapi sering kali gejalanya hanya berupa
anestesi daerah dahi hingga terlewatkan pada pemeriksaan. Saraf VII dapat segera
16
memperlihatkan gejala, atau sesudah beberapa hari kemudian. Yang timbulnya lambat
biasanya cepat dapat pulih kembali, karena penyebabnya adalah edema.
Kerusakannya terjadi di kanalis fasialis, dan seringkali disertai perdarahan lewat
lubang telinga. Banyak didapatkan gangguan saraf VIII pada. trauma kepala, misalnya
gangguan pendengaran maupun keseimbangan. Edema juga merupakan salah satu
penyebab gangguan. Gangguan pada saraf IX, X dan XI jarang didapatkan, mungkin
karena kebanyakan penderitanya meninggal bila trauma sampai dapat menimbulkan
gangguan pada saraf-saraf tersebut. Akibat dari trauma pada pembuluh darah, selain
robekan terbuka yang dapat langsung terjadi karena benturan atau tarikan, dapat juga
timbul kelemahan dinding arteri. Bagian ini kemudian berkembang menjadi
aneurisma.
Tipe trauma kepala:
1. Trauma kepala terbuka
Trauma kepala ini menyebabkan fraktur tulang tengkorak dan laserasi
duramater. Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak menusuk otak.
Fraktur longitudinal sering menyebabkan kerusakan pada meatus akustikus
interna, foramen jugularis dan tuba eustachius. Setelah 2-3 hari akan tampak battle
sign (warna biru dibelakang telinga diatas os mastoid) dan otorrhoe (liquor keluar
dari telinga). Perdarahan dari telinga dengan trauma kepala hampir selalu
disebabkan oleh retak tulang dasar tengkorak. Fraktur basis tengkorak tidak selalu
dapat dideteksi oleh foto rontgen, karena terjadi sangat dasar. Tanda-tanda klinik
yang dapat membantu mendiagnosa adalah :
a. Battle sign ( warna biru/ekhimosis dibelakang telinga di atas os mastoid )
b. Hemotipanum ( perdarahan di daerah gendang telinga )
c. Periorbital ecchymosis ( mata warna hitam tanpa trauma langsung )
d. Rhinorrhoe ( liquor keluar dari hidung )
e. Otorrhoe ( liquor keluar dari telinga)
Komplikasi pada trauma kepala terbuka adalah infeksi, meningitis dan
perdarahan.
2. Trauma kepala tertutup
a. Komusio serebri ( Gegar otak )
17
Merupakan bentuk trauma kapitis ringan, dimana terjadi pingsan
(kurang dari 10 menit ). Gejala lain mungkin termasuk pusing, noda-noda
didepan mata dan linglung. Konkusio adalah hilangnya kesadaran (dan kadang
ingatan) sekejap, setelah terjadinya cedera pada otak yang tidak menyebabkan
kerusakan fisik yang nyata. Konkusio menyebabkan kelainan fungsi otak
tetapi tidak menyebabkan kerusakan struktural yang nyata. Hal ini bahkan bisa
terjadi setelah cedera kepala yang ringan, tergantung kepada goncangan yang
menimpa otak di dalam tulang tengkorak. Konkusio bisa menyebabkan
kebingungan, sakit kepala dan rasa mengantuk yang abnormal; sebagian besar
penderita mengalami penyembuhan total dalam beberapa jam atau hari.
Beberapa penderita merasakan pusing, kesulitan dalam berkonsentrasi,
menjadi pelupa, depresi, emosi atau perasaannya berkurang dan kecemasan.
Gejala-gejala ini bisa berlangsung selama beberapa hari sampai beberapa
minggu, jarang lebih dari beberapa minggu.
Penderita bisa mengalami kesulitan dalam bekerja, belajar dan
bersosialisasi. Keadaan ini disebut sindroma pasca konkusio. Sindroma pasca
konkusio masih merupakan suatu teka-teki; tidak diketahui mengapa sindroma
ini biasanya terjadi setelah suatu cedera kepala yang ringan. Para ahli belum
sepakat, apakah penyebabkan adalah cedera mikroskopi atau faktor psikis.
Pemberian obat-obatan dan terapi psikis bisa membantu beberapa penderita
sindroma ini. Yang lebih perlu dikhawatirkan selain sindroma pasca konkusio
adalah gejala-gejala yang lebih serius yang bisa timbul dalam beberapa jam
atau kadang beberapa hari setelah terjadinya cedera. Jika sakit kepala,
kebingungan dan rasa mengantuk bertambah parah, sebaiknya segera mencari
pertolongan medis. Biasanya, jika terbukti tidak terdapat kerusakan yang lebih
berat, maka tidak diperlukan pengobatan. Setiap orang yang mengalami cedera
kepala diberitahu mengenai pertanda memburuknya fungsi otak. Selama
gejalanya tidak semakin parah, biasanya untuk meredakan nyeri diberikan
asetaminofen. Jika cederanya tidak parah, aspirin bisa digunakan setelah 3-4
hari pertama.
18
b. Kontusio serebri (Memar otak )
Merupakan perdarahan kecil / petechie pada jaringan otak akibat
pecahnya pembuluh darah kapiler. Kontusio yang berat di daerah frontal dan
temporal sering kali disertai adanya perdarahan subdural dan intra serebral
yang akut. Sebagai kelanjutan dari kontusio akan terjadi edema otak.
Penyebab utamanya adalah vasogenik, yaitu akibat kerusakan B.B.B. (blood
brain barrier). Disini dinding kapiler mengalami kerusakan ataupun
peregangan pada sel-sel endotelnya. Cairan akan keluar dari pembuluh darah
ke dalam jaringan otak karena beda tekanan intra vaskuler dan interstisial yang
disebut ekanan perfusi. Bila tekanan arterial meningkat akan mempercepat
terjadinya edema dan sebaliknya bila turun akan memperlambat. Edema
jaringan menyebabkan penekanan pada pembuluh-pembuluh darah yang
mengakibatkan aliran darah berkurang. Akibatnya terjadi iskemia dan
hipoksia. Asidosis yang terjadi akibat hipoksia ini selanjutnya menimbulkan
vasodilatasi dan hilangnya auto regulasi aliran darah, sehingga edema semakin
hebat. Hipoksia karena sebab-sebab lain juga memberikan akibat yang sama.
Jika otak membengkak, maka bisa terjadi kerusakan lebih lanjut pada jaringan
otak; pembengkakan yang sangat hebat bisa menyebabkan herniasi otak.
Gejala dari kontusio adalah pusing, kesulitan dalam berkonsentrasi,
menjadi pelupa, depresi, emosi atau perasaannya berkurang dan kecemasan.
Biasanya gejala berlangsung selama beberapa hari sampai beberapa minggu.
Sindroma pasca konkusio yaitu kesulitan dalam bekerja, belajar dan
bersosialisasi. Kontusio serebri dan robekan otak lebih serius daripada
konkusio. MRI menunjukkan kerusakan fisik pada otak yang bisa ringan atau
19
bisa menyebabkan kelemahan pada satu sisi tubuh yang diserati dengan
kebingungan atau bahkan koma.
c. Perdarahan intrakranial
Merupakan penimbunan darah di dalam otak atau diantara otak dengan tulang
tengkorak. Hematoma intrakranial bisa terjadi karena cedera atau stroke.
Perdarahan karena cedera biasanya terbentuk di dalam pembungkus otak
sebelah luar (hematoma subdural) atau diantara pembungkus otak sebelah luar
dengan tulang tengkorak (hematoma epidural). Kedua jenis perdarahan diatas
biasanya bisa terlihat pada CT scan atau MRI. Sebagian besar perdarahan
terjadi dengan cepat dan menimbulkan gejala dalam beberapa menit.
Perdarahan menahun (hematoma kronis) lebih sering terjadi pada usia lanjut
dan membesar secara perlahan serta menimbulkan gejala setelah beberapa jam
atau hari. Hematoma yang luas akan menekan otak, menyebabkan
pembengkakan dan pada akhirnya menghancurkan jaringan otak. Hematoma
yang luas juga akan menyebabkan otak bagian atas atau batang otak
mengalami herniasi. Pada perdarahan intrakranial bisa terjadi penurunan
kesadaran sampai koma, kelumpuhan pada salah satu atau kedua sisi tubuh,
gangguan pernafasan atau gangguan jantung, atau bahkan kematian. Bisa juga
terjadi kebingungan dan hilang ingatan, terutama pada usia lanjut.
o Hematoma epidural
Hematoma epidural berasal dari perdarahan di arteri yang terletak
diantara meningens dan tulang tengkorak, yaitu arteri meningea media. Hal
ini terjadi karena patah tulang tengkorak telah merobek arteri. Darah di
dalam arteri memiliki tekanan lebih tinggi sehingga lebih cepat memancar.
Gejala berupa sakit kepala hebat bisa segera timbul tetapi bisa juga baru
muncul beberapa jam kemudian. Sakit kepala kadang menghilang, tetapi
beberapa jam kemudian muncul lagi dan lebih parah dari sebelumnya.
Selanjutnya bisa terjadi peningkatan kebingungan, rasa ngantuk,
kelumpuhan, pingsan dan koma. Diagnosis dini sangat penting dan
biasanya tergantung kepada CT scan darurat. Hematoma epidural diatasi
sesegera mungkin dengan membuat lubang di dalam tulang tengkorak
20
untuk mengalirkan kelebihan darah, juga dilakukan pencarian dan
penyumbatan sumber perdarahan.
o Hematoma subdural
Hematoma subdural berasal dari perdarahan pada vena di sekeliling
otak. Perdarahan bisa terjadi segera setelah terjadinya cedera kepala berat
atau beberapa saat kemudian setelah terjadinya cedera kepala yang lebih
ringan. Hematoma subdural yang bertambah luas secara perlahan paling
sering terjadi pada usia lanjut (karena venanya rapuh) dan pada alkoholik.
Pada kedua keadaan ini, cedera tampaknya ringan; selama beberapa
minggu gejalanya tidak dihiraukan. Hasil pemeriksaan CT scan dan MRI
bisa menunjukkan adanya genangan darah. Hematoma subdural pada bayi
bisa menyebabkan kepala bertambah besar karena tulang tengkoraknya
masih lembut dan lunak. Hematoma subdural yang kecil pada dewasa
seringkali diserap secara spontan. Hematoma subdural yang besar, yang
menyebabkan gejala-gejala neurologis biasanya dikeluarkan melalui
pembedahan. Petunjuk dilakukannya pengaliran perdarahan ini adalah:
1). Sakit kepala yang menetap
2). Rasa mengantuk yang hilang-timbul
3). Linglung
4). Perubahan ingatan
5). Kelumpuhan ringan pada sisi tubuh yang berlawanan.
EPIDURAL HEMATOM SUBDURAL HEMATOM
Robek Robeknya A. Meningia media Robeknya “Bridging vein”
Gejala
klinik
Interval lucid, hemiparese/plegia
yang terjadi kemudian, pupil
anisokor, serangan kejang fokal,
TIK meningkat, refleks babinski
yang terjadi kemudian.
Sefalgia kronik progresif, penurunan
kesadaran yang semakin memburuk
hemiparesis, hemihipestesia, epilepsi
fokal, papil edema, Hiperrefleks,
Babinski +, TIK meningkat
Letak lesi Letaknya diantara os. Kranii-
duramater
Letaknya antara arachnoid-duramater.
21
Gambaran
Ct-Scan
Hiperdens Biconveks Hiperdens Lesi bulan sabit.
Kriteria cedera kepala yang digunakan untuk diagnosis, bergantung berat-
ringannya cedera otak yang terjadi, oleh sebab itu terbagai menjadi :
1. minimal = simple head injury
- GCS = 15 (normal)
- Kesadaran baik
- Tidak ada amnesia
- Dapat disertai gejala : mual,muntah, sakit kepala, vertigo.
- Defisit neurologis (-)
- CT-Scan normal
2. cedera kepala ringan
- GCS = 13 - 15
- Penurunan kesadaran ≤ 10 menit
- Amnesia pasca cedera kepala kurang dari 1 jam
- Dapat disertai gejala : mual,muntah, sakit kepala, vertigo.
- Defisit neurologis (-)
- CT-Scan normal
3. cedera kepala sedang
- GCS = 9 – 12
- Penurunan kesadaran >10 menit tetapi ≤ 6 jam
- Dapat/tidak disertai oleh defisit neurologis
- Amnesia pasca cedera selama 1 – 24 jam
- CT-Scan abnormal
4. cedera kepala berat
- GCS = 5 – 8
- Penurunan kesadaran > 6 jam
- Terdapat defisit neurologi
- Amnesia pasca cedera > 24 hari
- CT-Scan abnormal
22
Tatalaksana cedera kepala, berdasarkan kriteria untuk diagnosis, sebagai berikut:
1. minimal
- tirah baring, kepala ditinggikan 300
- istirahat dirumah
- kontrol ke rumah sakit bila ada tanda-tanda perdarahan
epidural
2. cedera otak ringan
- tirah baring, kepala ditinggikan 300
- observasi di rumah sakit selama 2 hari
- beri obat simptomatis
- antibiotik (dengan indikasi)
3. cedera otak sedang dan berat
- terapi umum : ABC, terapi cairan, jaga keseimbangan gas
darah
- terapi khusus: medikamentosa, atasi peningkatan TIK,
simptomatis,antibiotik, antiepilepsi, operasi (dengan indikasi)
- rehabilitasi
Prognosis
Cedera kepala bisa menyebabkan kematian atau penderita bisa mengalami
penyembuhan total. Jenis dan beratnya kelainan tergantung kepada lokasi dan
beratnya kerusakan otak yang terjadi. Berbagai fungsi otak dapat dijalankan oleh
beberapa area, sehingga area yang tidak mengalami kerusakan bisa menggantikan
fungsi dari area lainnya yang mengalami kerusakan. Tetapi semakin tua umur
penderita, maka kemampuan otak untuk menggantikan fungsi satu sama lainnya,
semakin berkurang. Kemampuan berbahasa pada anak kecil dijalankan oleh beberapa
area di otak, sedangkan pada dewasa sudah dipusatkan pada satu area. Jika hemisfer
kiri mengalami kerusakan hebat sebelum usia 8 tahun, maka hemisfer kanan bisa
mengambil alih fungsi bahasa.
Kerusakan area bahasa pada masa dewasa lebih cenderung menyebabkan
kelainan yang menetap. Beberapa fungsi (misalnya penglihatan serta pergerakan
lengan dan tungkai) dikendalikan oleh area khusus pada salah satu sisi otak.
Kerusakan pada area ini biasanya menyebabkan kelainan yang menetap. Dampak dari
kerusakan ini bisa diminimalkan dengan menjalani terapi rehabilitasi. Penderita
23
cedera kepala berat kadang mengalami amnesia dan tidak dapat mengingat peristiwa
sesaat sebelum dan sesudah terjadinya penurunan kesadaran. Jika kesadaran telah
kembali pada minggu pertama, maka biasanya ingatan penderita akan pulih kembali.
DAFTAR PUSTAKA
1. Lenzlinger PM, Saatman K, Raghupati R. Overview of basic mechanism
underlying neuropathological consequences of head trauma. In: Miller LP, Hayer
RL, editors. Head trauma basic, preclinical and clinical directions. New York:
Wiley-Liss; 2001. p. 3-23.
2. Mardjono mahar, Sidharta priguna. Neurologi Klinis Dasar.Cetakan ke 9. Dian
Rakyat.2003.Bab.VIII Mekanisme trauma susunan saraf. Hal 248-63.
3. Buku Pedoman SPM dan SPO NEUROLOGI. PERDOSSI. Bab. IX.
Neurotrauma. Hal.147-58.
4. Proceeding Updates In Neuroemergencies II. Hotel Aston Atrium. 28 Februari.
FKUI. Penatalaksanaan kedaruratan cedera kranio serebral. Hal 51-72.
5. Penatalaksanaan fase akut cedera kepala, Cermin Dunia Kedokteran No. 77, 1992
24
Top Related