LAPORAN KEGIATAN
PELATIHAN CAPACITY BUILDING TOKOH MASYARAKAT DAN APARATUR PEMERINTAHAN DESA LINGGAMUKTI KECAMATAN
DARANGDAN KABUPATEN PURWAKARTA
SURYA CENTER FOR COMMUNITY DEVELOPMENT
SURYA UNIVERSITYTANGERANG-BANTEN
i
DAFTAR ISI
Daftar isi................................................................................................................ ii
I. PENDAHULAN......................................................................................1
I.1. Latar belakang.............................................................................1
I.2. Tujuan Kegiatan...........................................................................3
II. TINJAUAN TEORITIS...........................................................................4
II.1. Definisi dan Konsep Tentang Desa..............................................4
II.2. Pemerintahan Desa.....................................................................5
II.3. Konsep Capacity Building............................................................7
II.4. Participatory Rural Appraisal (PRA).............................................8
III. PELAKSANAAN KEGIATAN.................................................................11
III.1. Waktu dan Tempat Kegiatan........................................................11
III.2. Peserta Kegiatan..........................................................................11
III.3. Metode dan Materi Pelatihan ......................................................11
III.4. Pendekatan Masalah...................................................................12
III.5. Evaluasi........................................................................................12
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN..................................................................13
IV.1. Rumusan Perencanaan Pembangunan Desa..............................13
IV.2. Strategi Pembangunan Ekonomi Desa........................................16
V. KESIMPULAN.......................................................................................19
DOKUMENTASI....................................................................................................20
ii
I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Permasalahan di pedesaan yang yang sering kali mengemuka adalah
tingginya jumlah kaum miskin. Banyak masyarakat hidup di bawah garis kemiskinan
sehingga daya belinya menurun. Jumlah orang miskin dan penganggur terselubung
kian meningkat. Kemiskinan di pedesaan disebabkan oleh berbagai faktor yang
saling berkaitan seperti rendanhnya kualitas sumberdaya manusia akibat kurang
menguasai akses-akses dalam menambah ilmu, keterampilan, modal, dan
pengalaman untuk menggali sumber penghidupan yang dapat membebaskannya
dari belenggu kemiskinan. Pemerintah Pusat dan daerah telah banyak menggulirkan
program-program pro poor yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat desa. Namun sebagian besar program yang digulirkan tersebut pada
tataran impelentasinya tidak sesuai dengan konsep awal atau tidak sesuai dengan
kondisi masyarakat.
Upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat desa tidak dapat dipisahkan dari
masalah pengembangan sumber daya manusia (SDM) yang mengisyaratkan perlu
adanya perubahan paradigma dan orientasi, pengetahuan, keterampilan, dan
perilaku masyarakat pedesaan. Dengan demikian, pemberdayaan masyarakat
pedesaan merupakan konsep pola pengembangan SDM sampai pada tingkat
kemandirian, yang ditandai dengan adanya produktivitas, efisiensi, dan partisipasi
masyarakat. Upaya tersebut dapat diawali dengan pengembangan kapasitas dari
para pemangku kebijakan di desa seperti kepala desa, tokoh masyarakat dan tokoh
agama di pedesaan. Pengembangan kapasitas tersebut dimulai dari proses
perencanaan pembangunan hingga pada proses akhir, yaitu evaluasi pembangunan
tersebut.
Pengembangan kapasitas yang pada proses perencanaan pembangunan
tersebut merupakan aktivitas interaksi antara elemen-elemen pemerintahan desa
dan masyarakat desa dalam menginventarisasi, mengkategori dan mengelola
sumber daya yang dimiliki oleh desa untuk pencapaian tujuan pembangunan.
Demikian pentingnya perencanaan pembangunan desa tersebut menjadikan
peningkatan seluruh kapasitas sumber daya yang dimiliki desa untuk menunjangnya
menjadikan peningkatan kapasitas dari masing-masing sumber daya tersebut
menjadi kebutuhan yang harus diperhatikan.
1
Elemen yang paling penting dari antaranya adalah sumber daya manusia
(SDM), yang dalam hal ini adalah aparatur pemerintah desa dan tokoh masyarakat
yang menjadi pelaksanaan aktif di dalam proses perencanaan pembangunan desa
tersebut. Keberhasilan atau kegagalan Peningkatan Pembangunan di desa sangat
ditentukan oleh kinerja kepala desa, tokoh masyarakat serta pastisipasi masyarakat.
Kepala desa dan tokoh masyarakat berperan penting dalam merencanakan,
menggerakan, memotivasi, mengarahkan, komunikasi, pengorganisasian, sampai
pada pelaksanaan. Kepala desa dalam kaitannya dalam manajemen bertugas untuk
menjalankan kepemimpinan fungsi manajemen atau sebagai manajer dalam
menjalankan fungsi manajemen.
Berkaitan dengan proses pembangunan desa, terdapat dua unsur utama
proses pembangunan desa yaitu swadaya masyarakat dan pembinaan yaitu
masyarakat dan pemerintah. Agar pembangunan bisa terlaksana tentunya harus ada
kerjasama yang baik antara pemimpin dan masyarakat yang dipimpinya. Kepala
Desa dalam hal ini sangat berperan dalam pembangunan desa di mana kepala desa
yang merupakan pemimpin formal di desa serta memliki tugas dan kewajiban dalam
menyelenggrakan tugas urusan pembangunan PP 72 Th 2005. Pemimpin formal itu
perlu melakukan komunikasi dan pembinaan serta penyuluhan kepada masyarakat
yang berada di desa. Agar program pemerintah efektif maka perlu adanya
Kepemimpinan kepala Desa dalam mengarahkan dan melibatkan masyarakat untuk
berpartisipasi baik dalam hal Perencanaan, Pelakasanaan Pembangunan Desa.
Dengan semakin meningkatnya kapasitas aparatur pemerintah desa dalam
proses perencanaan pembangunan tersebut maka akan ada implikasi positif
terhadap aktivitas dan substansi yang dihasilkan dari proses yang lebih baik itu.
Sebagai sebuah entry point dari pembenahan kapasitas sumberdaya aparatur
pemerintah desa, arus informasi dan pengetahuan tentang pengelolaan desa,
khususnya perencanaan pembangunan desa akan sangat menentukan. Tersedianya
informasi dan pengetahuan yang memadai akan menjadi titik awal bagi masing-
masing aparatur desa untuk belajar dan mengembangkan kemampuannya. Karena
itu diperlukan adanya tindakan nyata baik dalam terhadap masalah perencanaan
pembangunan desa yang berfokus pada kapasitas sumber daya aparatur peme-
rintah desa dengan cara memberikan informasi dan pengetahuan yang relevan.
I.2. Tujuan Kegiatan
2
Hal pokok yang menjadi pertimbangan diselenggarakannya pelatihan
Capacity Building adalah mengupayakan agar wilayah dapat tumbuh dan
berkembang secara mandiri berdasarkan potensi sosial ekonomi dan karakteristik
spesifik yang dimilikinya. Artinya dalam konteks pengembangan sosial ekonomi
jangka panjang, arah yang dituju dalam pengembangan suatu wilayah adalah
wilayah tersebut harus mandiri dan berdaya saing sehingga mampu berintegrasi ke
dalam sistem perekonomian regional, nasional, maupun global. Untuk itu, Tujuan
utama pelatihan capacity building adalah :
1. Memingkatkan kualitas sumberdaya manusia di pedesaan agar lebih terampil,
berdaya saing tinggi dan mampu menggali potensi ekonomi daerah
2. Peningkatan pemahaman dan perspektif aparatur pemerintahan desa dan tokoh
masyarakat mengenai konsep pembanguan pedesaan yang berkelanjutan.
3. Membuat rencana pembangunan desa untuk jangka mengengah dan jangka
panjang secra berkelanjutan dengan melibatkan pelibatan stakeholder secara
optimal dalam suatu kemitraan strategis.
4. merumuskan kelembagaan-kelembagaan pembangunan di daerah, penguatan
kapasitas kelembagaan yang ada dan peningkatan kualitas sumberdaya
manusia.
II. TINJAUAN TEORITIS
II.1. Definisi Dan Konsep Tentang Desa
3
Dalam artian umum, Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki
kewenangan mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat yang diakui dalam sistem
pemerintahan nasional dan berada di daerah Kabupaten (Wijaya, 2002:65).
Rumusan defenisi Desa secara lengkap terdapat dalam UU No.22/1999 adalah
sebagai berikut: “Desa atau yang disebut dengan nama lain sebagai satu kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal-usul yang
bersifat istimewa sebagaimana yang dimaksud dalam penjelasan pasal 18 UUD
1945. Landasan pemikiran dalam pengaturan Pemerintahan Desa adalah
keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan
masyarakat” (UU Otonomi Daerah, 1999:47).
Dengan adanya pengaturan desa dalam bab XI tersebut diharapkan
Pemerintah Desa bersama masyarakat secara bersama-sama menciptakan
kemandirian desa. Kemandirian tersebut dapat dilihat dari kewenangan yang
diberikan yang tertuang dalam pasal 206, yang menyebutkan bahwa desa
merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat. Kewenangan Desa
mencakup: keberadaan lembaga perwakilan desa atau badan Perwakilan Desa
(BPD) sebagai bentuk miniatur DPRD di tingkat Kota maupun Kabupaten.
Kewenangan ini berdampak pada mekanisme penyelenggaraan pemerintah desa
yang selama ini tidak memiliki “ lawan “ atau yang mengontrol jalannya Pemerintah
Desa. Selain itu keberadaan lembaga ini akan membawa perubahan suasana
dalam proses Pemerintahan di desa.
Keberadaan BPD secera otomatis akan mempengaruhi kinerja dari
Pemerintahan Desa, begitu pula kewenangan yang dimiliki oleh Pemerintahan
Desa dalam hal ini kepala Desa juga akan berbeda dari sebelumnya. Namun yang
tidak kalah pentingnya adalah masalah keuangan Desa (pasal 212) yang mengatur
tentang sumber pendapatan desa, yaitu berdasarkan pendapatan asli desa (hasil
usaha desa, hasil kekayaan desa, hasil swadaya dan partisipasi, hasil gotong
royong, dan lain-lain pendapatan asli desa yang sah), kemudian bantuan dari
Pemerintah Kabupaten berupa bagian yang diperoleh dari pajak dan retribusi serta
bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh
Pemerintah Kabupaten, selain itu bantuan dari Pemerintah dan Pemerintah
4
Propinsi, sumbangan pihak ketiga dan pinjaman desa. Beberapa hal yang dimuat
dalam keuangan desa ini merupakan hal yang baru bagi Pemerintah Desa karena
selama ini mereka belum terbiasa untuk berkreasi mencari pendapatan asli desa.
2.2. Pemerintahan Desa
Pada masa reformasi Pemerintahan Desa diatur dalam UU No. 22/1999 yang
diperbarui menjadi 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, khususnya pada Bab XI
pasal 200 s/d 216. Undang-undang ini berusaha mengembalikan konsep, dan
bentuk Desa seperti asal-usulnya yang tidak diakui dalam undang-undang
sebelumnya yaitu UU No. 5/1979. Menurut undang-undang ini, Desa atau disebut
dengan nama lain, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memilik kewenangan
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan
asal-usul dan adat-istiadat setempat yg diakui dalam sistem pemerintahan nasional
dan berada di Daerah Kabupaten. Desa dapat dibentuk, dihapus, dan/atau
digabung dengan memperhatikan asal-usulnya atas prakarsa masyarakt dengan
persetujuan Pemerintah Kabupaten dan DPRD.
Pada bagian pertama bab XI tentang Desa, UU No. 32/2004 memuat tentang
pembentukan, penghapusan dan/atau penggabungan desa. Desa dapat dibentuk,
dihapus, dan/atau digabung dengan memperhatikan asal-usulnya atas prakarsa
masyarakat desa dengan persetujuan pemerintah Kabupaten dan DPRD. Adapun
yang dimaksud dengan istilah desa dalam hal ini disesuaikan dengan kondisi sosial,
budaya masyarakat setempat seperti Nagari, Kampung, Huta, Bori dan Marga.
Sedangkan yang dimaksud dengan asal-usul adalah sebagaimana yang dimaksud
dalam pasal 18 UUD 1945 beserta penjelasannya.
Dalam pembentukan, penghapusan dan/atau penggabungan Desa tersebut
ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Sebagai pertimbangan dalam pembentukan,
penghapusan dan/atau penggabungan Desa hendaknya memperhatikan luas
wilayah, jumlah penduduk, sosial budaya, potensi Desa dan lain-lain. Sesuai
dengan definisi Desa yang memperhatikan asal-usul desa maka Pemerintahan
Desa memiliki kewenangan dalam pengaturan hak ulayat atau hak wilayah.
Adapun pengaturannya adalah Pemerintah Kabupaten dan/atau pihak ketiga yg
merencanakan pembangunan bagian wilayah Desa menjadi wilayah pemukiman
industri dan jasa wajib mengikutsertakan Pemerintah Desa dan badan Perwakilan
5
Desa dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasannya. Secara substantif
undang-undang ini menyiratkan adanya upaya pemberdayaan aparatur Pemerintah
Desa dan juga masyarakat desa.
Pemerintahan Desa atau dalam bentuk nama lain seperti halnya
Pemerintahan Marga, keberadaannya adalah berhadapan langsung dengan
masyarakat, sebagai ujung tombak pemerintahan yang terdepan. Pelaksaaan
otonomisasi desa yang bercirikan pelayanan yang baik adalah dapat memberikan
kepuasan bagi masyarakat yang memerlukan karena cepat, mudah, tepat dan
dengan biaya yang terjangkau, oleh karena itu pelaksanaan di lapangan harus
didukung oleh faktor-faktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan tentang
Desa tersebut.
Posisi Pemerintahan Desa yang paling dekat dengan masyarakat adalah
Pemerintah Desa selaku pembina, pengayom, dan pelayanan masyarakat sangat
berperan dalam mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan
Desa. Penyelenggaraaan Pemerintahan Desa merupakan sub sistem dalam
penyelenggaraan sistem Pemerintahan Nasional, sehingga Desa memiliki
kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya. Adapun
landasan pemikiran dalam pengaturan mengenai pemerintahan Desa adalah
keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli dan pemberdayaan masyarakat.
Di sisi lain, dalam pelaksanaan kebijakan tentang Desa ini perlu diperhatikan
berbagai permasalahan seperti halnya :
a. sumber Pendapatan Asli Desa (keuangan desa);
b. penduduk, keahlian dan ketrampilan yang tidak seimbang (sumber daya
manusia desa yang masih rendah) yang berakibat terhadap lembaga-lembaga
Desa lainnya selain Pemerintahan Desa seperti halnya Badan Perwakilan Desa
(BPD), lembaga musyawarah Desa dan beberapa lembaga adat lainnya;
c. potensi desa seperti halnya potensi pertambangan, potensi perikanan, wisata,
industi kerajinan, hutan larangan atau suaka alam, hutan lindung, hutan industri,
perkebunan, hutan produksi, hutan konservasi, dan hutan tujuan khusus
(Wijaya, 2003:73).
Beberapa permasalahan di atas perlu kiranya untuk dicermati dalam pelaksanaan di
lapangan, karena seringkali ketiga hal tersebut merupakan batu sandungan dalam
6
pelaksanaan otonomisasi desa, sehingga tujuan yang ingin dicapai hanya berjalan di
tempat.
2.3. Konsep Capacity Building
UNDP dan Canadian International Development Agency (CIDA) memberikan
pengertian peningkatan kapasitas sebagai: proses dimana individu, kelompok,
organisasi, institusi, dan masyarakat meningkatkan kemampuan mereka untuk (a)
menghasilkan kinerja pelaksanaan tugas pokok dan fungsi (core functions),
memecahkan permasalahan, merumuskan dan mewujudkan pencapaian tujuan
yang telah ditetapkan, dan (b) memahami dan memenuhi kebutuhan pembangunan
dalam konteks yang lebih luas dalam cara yang berkelanjutan.
pada dasarnya mengandung kesamaan dalam tiga aspek sebagai berikut:
(a) bahwa pengembangan kapasitas merupakan suatu proses,
(b) bahwa proses tersebut harus dilaksanakan pada tiga level/tingkatan, yaitu
individu, kelompok dan institusi/organisasi, dan
(c) bahwa proses tersebut dimaksudkan untuk menjamin kesinambungan organisasi
melalui pencapaian tujuan dan sasaran organisasi yang bersangkutan.
Pengembangan kapasitas (capacity building) merupakan upaya yang
dimaksudkan untuk mengembangkan suatu ragam strategi meningkatkan efisiensi,
efektivitas dan responsivitas kinerja pemerintah. Yakni efisiensi, dalam hal waktu
(time) dan sumber daya (resources) yang dibutuhkan guna mencapai suatu
outcomes; efekfivitas berupa kepantasan usaha yang dilakukan demi hasil yang
diinginkan; dan responsivitas merujuk kepada bagaimana mensikronkan antara
kebutuhan dan kemampuan untuk maksud tersebut.
Dalam pengembangan kapasitas memiliki dimensi, fokus dan tipe kegiatan.
Dimensi, fokus dan tipe kegiatan tersebut adalah: (1) dimensi pengembangan SDM,
dengan fokus: personil yang profesional dan kemampuan teknis serta tipe kegiatan
seperti: training, praktek langsung, kondisi iklim kerja, dan rekruitmen, (2) dimensi
penguatan organisasi, dengan fokus: tata manajemen untuk meningkatkan
keberhasilan peran dan fungsi, serta tipe kegiatan seperti: sistem insentif,
perlengkapan personil, kepemimpinan, budaya organisasi, komunikasi, struktur
manajerial, dan (3) reformasi kelembagaan, dengan fokus: kelembagaan dan sistem
7
serta makro struktur, dengan tipe kegiatan: aturan main ekonomi dan politik,
perubahan kebijakan dan regulasi, dan reformasi konstitusi.
Capacity building tersebut harus memusatkan perhatian kepada dimensi: (1)
pengembangan sumber daya manusia, (2) penguatan organisasi, dan (3) reformasi
kelembagaan. Dalam konteks pengembangan sumber daya manusia, perhatian
diberikan kepada pengadaan atau penyediaan personel yang profesional dan teknis.
Kegiatan yang dilakukan antara lain pendidikan dan latihan (training), pemberian
gaji/upah, pengaturan kondisi dan lingkungan kerja dan sistim rekruitmen yang tepat.
Dalam kaitannya dengan penguatan organisasi, pusat perhatian ditujukan kepada
sistim manajemen untuk memperbaiki kinerja dari fungsi-fungsi dan tugas-tugas
yang ada dan pengaturan struktur mikro.Aktivitas yang harus dilakukan adalah
menata sistim insentif, pemanfaatan personel yang ada, kepemimpinan, komunikasi
dan struktur manajerial. Dan berkenaan dengan reformasi kelembagaan, perlu diberi
perhatian terhadap perubahan sistim dan institusi-institusi yang ada, serta pengaruh
struktur makro. Dalam konteks ini aktivitas yang perlu dilakukan adalah melakukan
perubahan aturan main dari sistim ekonomi dan politik yang ada, perubahan
kebijakan dan aturan hukum, serta reformasi sistim kelembagaan yang dapat
mendorong pasar dan berkembangnya masyarakat.
2.4. Participatory Rural Appraisal (PRA)
Participatory Rural Appraisal (PRA) adalah sebuah metode pemahaman
lokasi dengan cara belajar dari, untuk dan bersama dengan masyarakat untuk
mengetahui, menganalisa dan mengevaluasi hambatan dan kesempatan melalui
multi-disiplin dan keahlian untuk menyusun informasi dan pengambilan keputusan
sesuai dengan kebutuhan. PRA mempunyai sejumlah teknik untuk mengumpulkan
dan membahas data. Teknik ini berguna untuk menumbuhkan partisipasi
masyarakat. Teknik-teknik PRA antara lain :
1. Secondary Data Review (SDR) – Review Data Sekunder. Merupakan cara
mengumpulkan sumber-sumber informasi yang telah diterbitkan maupun yang
belum disebarkan. Tujuan dari usaha ini adalah untuk mengetahui data
manakah yang telah ada sehingga tidak perlu lagi dikumpulkan.
2. Direct Observation – Observasi Langsung. Direct Observation adalah
kegiatan observasi langsung pada obyek-obyek tertentu, kejadian, proses,
8
hubungan-hubungan masyarakat dan mencatatnya. Tujuan dari teknik ini
adalah untuk melakukan cross-check terhadap jawaban-jawaban masyarakat.
3. Semi-Structured Interviewing (SSI) – Wawancara Semi Terstruktur. Teknik ini
adalah wawancara yang mempergunakan panduan pertanyaan sistematis
yang hanya merupakan panduan terbuka dan masih mungkin untuk
berkembang selama interview dilaksanakan. SSI dapat dilakukan bersama
individu yang dianggap mewakili informasi, misalnya wanita, pria, anak-anak,
pemuda, petani, pejabat lokal.
4. Focus Group Discussion – Diskusi Kelompok Terfokus. Teknik ini berupa
diskusi antara beberapa orang untuk membicarakan hal-hal bersifat khusus
secara mendalam. Tujuannya untuk memperoleh gambaran terhadap suatu
masalah tertentu dengan lebih rinci.
5. Preference Ranking and Scoring. Adalah teknik untuk menentukan secara
tepat problem-problem utama dan pilihan-pilihan masyarakat. Tujuan dari
teknik ini adalah untuk memahami prioritas-prioritas kehidupan masyarakat
sehingga mudah untuk diperbandingkan.
6. Direct Matrix Ranking. Adalah sebuah bentuk ranking yang mengidentifikasi
daftar criteria obyek tertentu. Tujuannya untuk memahami alasan terhadap
pilihan-pilihan masyarakat, misalnya mengapa mereka lebih suka menanam
pohon rambutan dibandingkan dengan pohon yang lain. Kriteria ini mungkin
berbeda dari satu orang dengan orang lain, misalnya menurut wanita dan pria
tentang tanaman sayur.
7. Peringkat Kesejahteraan. Rangking Kesejahteraan Masyarakat di suatu
tempat tertentu. Tujuannya untuk memperoleh gambaran profil kondisi sosio-
ekonomis dengan cara menggali persepsi perbedaan-perbedaan
kesejahteraan antara satu keluarga dan keluarga yang lainnya dan ketidak
seimbangan di masyarakat, menemukan indicator-indikator lokal mengenai
kesejahteraan.
8. Pemetaan Sosial. Teknik ini adalah suatu cara untuk membuat gambaran
kondisi sosial-ekonomi masyarakat, misalnya gambar posisi pemukiman,
sumber-sumber mata pencaharian, peternakan, jalan, dan sarana-sarana
9
umum. Hasil gambaran ini merupakan peta umum sebuah lokasi yang
menggambarkan keadaan masyarakat maupun lingkungan fisik.
9. Transek (Penelusuran). Transek merupakan teknik penggalian informasi dan
media pemahaman daerah melalui penelusuran dengan berjalan mengikuti
garis yang membujur dari suatu sudut ke sudut lain di wilayah tertentu.
10. Kalender Musim. Adalah penelusuran kegiatan musiman tentang keadaan-
keadaan dan permasalahan yang berulang-ulang dalam kurun waktu tertentu
(musiman) di masyarakat. Tujuan teknik ini untuk memfasilitasi kegiatan
penggalian informasi dalam memahami pola kehidupan masyarakat, kegiatan,
masalah-masalah, fokus masyarakat terhadap suatu tema tertentu, mengkaji
pola pemanfaatan waktu, sehingga diketahui kapan saat-saat sibuk dan saat-
saat waktu luang.
11. Alur Sejarah. Alur sejarah adalah suatu teknik yang digunakan untuk
mengetahui kejadian-kejadian dari suatu waktu sampai keadaan sekarang
dengan persepsi orang setempat. Tujuan dari teknik ini adalah untuk
memperoleh gambaran mengenai topik-topik penting di masyarakat.
12. Analisa Mata Pencaharian. Masyarakat akan terpandu untuk mendiskusikan
kehidupan mereka dari aspek mata pencaharian. Tujuan dari teknik ini yaitu
memfasilitasi pengenalan dan analisa terhadap jenis pekerjaan, pembagian
kerja pria dan wanita, potensi dan kesempatan, hambatan.
13. Diagram Venn. Teknik ini adalah untuk mengetahui hubungan institusional
dengan masyarakat. Tujuannya untuk mengetahui pengaruh masing-masing
institusi dalam kehidupan masyarakat serta untuk mengetahui harapan-
harapan apa dari masyarakat terhadap institusi-institusi tersebut.
14. Kecenderungan dan Perubahan. Adalah teknik untuk mengungkapkan
kecenderungan dan perubahan yang terjadi di masyarakat dan daerahnya
dalam jangka waktu tertentu. Tujuannya untuk memahami perkembangan
bidang-bidang tertentu dan perubahan-perubahan apa yang terjadi di
masyarakat dan daerahnya.
10
II. PELAKSANAAN KEGIATAN
2.1. Waktu dan Tempat Kegiatan
Kegiatan pelatihan Capacity building di Desa Desa Linggamukti dilaksanakan
pada:
Hari : Jumat
Tanggal : 5 September 2014
Waktu : 08.00 sampai dengan 17.00 WIB
Tempat : Balai pertemuan Desa Linggamukti Kecamatan Darangdan
Purwakarta
2.2. Peserta Kegiatan
Kegiatan pelatihan dibagi menjadi dua Sesi. Sesi pagi diikuti oleh kader
PKK, tokoh perempuan, pelaku bisnis UMKM, kader posyandu serta guru-guru TK
dan PAUD yang ada di lingkungan Desa Linggamukti. Sedangkan pada sesi siang
peserta yang terlibat adalah aparatur pemerintahan Desa Linggamukti mulai dari
Kepala Desa sampai pada tingkatan RT, Tokoh agama, tokoh Pemuda, dan tokoh
adat Desa Linggamukti. Secara keselurah kegiatan pelatihan Capacity Building
diikuti lebih dari 70 peserta.
2.3. Materi dan Metode Pelatihan
Berdasarkan pada pendekatan sebagaimana yang tercantum pada bagan 1.
serta identifikasi masalah yang mendesak di Desa Linggamukti, maka materi yang
disampaikan pada kegiatan pelatihan Capacity Building ini meliputi :
Leadership Community : Oleh Dr. Leo Alexander Tambunan
Konsep Pembangunan Desa berkelanjutan : Oleh Dr. Syam Surya Syamsi dengan
asisten ahli Niki Prastomo, Ph.D
Entrepreneurship dan Ekonomi Desa : Oleh Dr. Ade Iva Murti
Pelatihan ini dilakanakan menggunakan berbagai metode meliputi :
1. Focuss Group Discussion (FGD), untuk menggali informasi secara mendalam
dari peserta pelatihan.
11
2. Oral Presentation, untuk memberikan pemahaman secara mendalam
mengenai topik yang disampaikan.
3. Simulasi, untuk memberikan gambaran mengenai teknik-teknik penyampaian
gagasan, ide dan pendapat yang bersifat konstruktif dalam rangka rencana
pembangunan pedesaan.
2.4. Pendekatan Masalah
Gambar 1. Alur pendekatan masalah untuk pelatihan Capacity Building
2.5. Evaluasi
Evaluasi dilakukan untuk mengukur tingkat keberhasilan suatu kegiatan yang
telah dilakukan. Hasil evaluasi ini dapat dijadikan sebagai masukan dalam
menentukan tindakan selanjutnya. Dalam kegiatan ini evaluasi dilakukan dua kali
yakni di awal kegiatan penyuluhan (pre-test) dan di akhir kegiatan penyuluhan (post-
test) berupa test awal dan test akhir dengan materi pertanyaan yang sama. Hasil
12
evaluasi pretest dan post-test akan dibandingkan sehingga diketahui selisihnya
sebagai parameter akhir keberhasilan pelaksanaan pelatihan.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
2.5. Rumusan Perencanaan Pembangunan Desa
Pembangunan desa sebagai suatu proses dengan upaya masyarakat desa
yang bersangkutan dipadukan dengan wewenang pemerintah untuk meningkatkan
kondisi ekonomi, sosial, dan kebudayaan masyarakat dan kemukinan mereka diberi
sumbangan penuh kepada kemajuan nasional (Taliziduhu, 1987). Berdasarkan
Peraturan Pemerintah No 72 Tahun 2005, pemerintahan desa wajib memiliki
Rencana Pembangunan Menengah Desa (RPJMDes) dan Rencana Kerja
Pembangunan Desa (RKP). RPJM-Desa merupakan langkah-langkah yang perlu
dilakukan oleh pemerintah desaselama 5 (lima) tahun. RPJM-Desa tersebut memuat
arah kebijakan pembangunan desa, arah kebijakan keuangan desa, kebijakan
umum, dan program, dan program Satuan KerjaPerangkat Desa (SKPD), lintas
SKPD dan program prioritas kewilayahan dengan disertairencana kerja atau
program indikatif.
Hasil assesment yang dilakukan oleh tim Surya center for Community
Development (SCCD) Surya University menunjukkan bahwa sebagain besar peserta
pelatihan belum mengetahui mengenai RPJM Desa Linggamukti. Hampir 70 %
reponden menjawab belum tahu mengenai RPJM Desa, hanya 33 % saja yang
menyatakan mengetahui. Berdasarkan analisis kami, hal tersebut disebabkan oleh
dua faktor: Pertama, pihak aparatur desa belum mensosialisasikan secara masif
mengenai rencana pembangunan desanya pepada warga sehingga hanya diketahui
oleh tokoh – tokoh tertentu saja. Kedua, RPJM Desa memang belum disiapkan
secara matang oleh pihak desa.
13
32%
68%
TahuTidak Tahu
Gambar 2. Tingkat pengetahuan masyarakat Desa Linggamukti terhadap rencana Pembangunan desa
Tim SCCD juga menemukan adanya bias dari rencana pembangunan desa
dalam waktu lima tahun ke Depan. Berdasarkan metode FGD yang SCCD lakukan,
hampir 70 persen responden menginginkan bahwa pondasi dan prioritas
pembangunan desa dalam lima tahun kedepan adalah sektor pertanian dan UMKM.
Hal ini tentu menjadi koreksi dan perbaikan bagi para merumus kebijakan ditingkat
desa agar sektor pertanian dan UMKM menjadi fokus utama pembangunan Desa.
Sektor lain yang perlu dikembangkan berdasarkan survey respondeon adalah aspek
budaya, pendidikan dan lingkungan yang secara berturut-turut dipilih oleh, 12%, 5
%, dan 5 % responden.
69%
13%
8%8% 3%
Sektor Utama Prioritas Pembangunan Desa
pertaniansosial budayapendidikanlingkunganlain-lain
Gambar 3. Persepsi masyarakat Desa Linggamukti terhadap prioritas utama pembangunan desa
14
Pada FGD yang diselenggarakan di sore hari dimana pesertanya adalah kaum laki-
laki, terungkap juga permasalahan dan hambatan utama yang sering dihadapi oleh
masyarakat yaitu keterbatasan sumber air bersih serta infrastrukur irigasi/pengairan
untuk lahan pesawahan yang merupakan tulang punggung masyarakat. Hampir 85
% responden setuju bahwa sistem irigasi dan saranan air bersih merupakan
masalah utama yang harus segera diselesaikan. Sedangkan sisanya memilih aspek
manajemen, kelembagaan serta kualitas SDM yang harus segera dibenahi.
18%
16%
55%
11%
Manajemen dan kelem-bagaanKualitas SDM dan Perilaku negatifIrigasi, air bersih dan hamalain-lain
Gambar 4. Persepsi masyarakat mengenai masalah utama yang harus diatasi oleh pihak Desa Linggamukti
Pelatihan capacity building yang telah diselenggarakan terbukti efektif untuk
meningkatkan kualiatas SDM, mengembangkan kapasitas berfikir kritis, ide dan
gagasan di masyarakat semakin terbuka serta partisipasi masyarakat yang semakin
meningkat. Berdasarkan pengamatan tim peneliti SCCD dalam beberapa kali
pertemuan tokoh masyarakat yang diselenggarakan oleh pihak Desa, pembicaraan
hanya didominasi oleh beberapa tokoh saja, sedangkan yang lain hanya menyetujui
pendapat yang telah dikemukakan. Mereka terlihat khawatir dan tidak percaya diri
untuk berbicara dan menyampaikan aspirasi di depan umum. Melalui teknik closed
answer yang SCCD terapkan, terlihat bahwa sebetulnya masyarakat memiliki
kemampuan dan aspirasi yang begitu beragam. Hal ini sekaligus menjadi croscheck
bagi kebijakan-kebijakan yang sebelumnya telah diambil oleh para pemangku
15
kebijakan apakah kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan telah mengakomodir
sebagian besar keinginan masyarakat dalam upaya pembangunan desa.
Dalam pembangunan desa terdapat dua elemen dasar yaitu pemerintah dan
masyarakat dalam usaha untuk memperbaiki taraf hidup mereka berdasarkan
prakarsa sendiri, pemerintah dalam hal ini Kepala desa wajib membangkitkan dan
mendorong masyarakat desa kearah yang lebih baik yang dinyatakan dalam perilaku
sehari-hari, program yang dicanangkan dalam berbagai proses pelaksanaan
pembangunan umum masyarakat setempat. Pembangunan melalui partisipasi
masyarakat merupakan salah satu upaya untuk memberdayakan potensi
masyarakat dalam merencanakan pembangunan yang berkaitan dengan potensi
sumber daya lokal berdasarkan kajian musyawarah, yaitu peningkatan aspirasi
berupa keinginan dan kebutuhan nyata yang ada dalam masyarakat, peningkatan
motivasi dan peran-serta kelompok masyarakat dalam proses pembangunan, dan
peningkatan rasa-memiliki pada kelompok masyarakat terhadap program kegiatan
yang telah disusun.
Prinsip kerja dari pembangunan melalui partisipasi masyarakat adalah sebagai
berikut : (1) program kerja disampaikan secara terbuka kepada masyarakat dengan
melakukan komunikasi partisipatif agar mendapat dukungan masyarakat, (2)
program kerja dilaksanakan melalui kerjasama dan kerja bersama kelompok antara
masyarakat, pejabat desa dan segenap warga dalam rangka memperkecil hambatan
dalam program, (3) program kerja tidak mengarah pada golongan tertentu di
masyarakat atau kelompok agar tidak menimbulkan perpecahan, (4) selama
program berjalan, koordinasi selalu dilakukan secara vertikal maupun horizontal, (5)
tidak perlu bersikap superior atau “merasa paling tahu” dalam setiap kesempatan
pelaksanaan program kerja, (6) tidak perlu memberikan janji kepada siapapun tetapi
kesungguhan kerja dalam konteks program kerja yang sudah ditentukan.
2.6. Strategi Pembangunan Ekonomi Desa
Pengembangan Ekonomi Lokal dan Daerah adalah suatu konsep atau
strategi pengembangan wilayah yang bertumpu pada sumberdaya lokal. Konsep ini
dikembangkan sebagai alternatif atas berbagai kelemahan konsep pengembangan
wilayah sebelumnya seperti konsep pembangunan dari atas (development from
above) dan konsep pembangunan dari bawah (development from below). Salah satu
16
strategi yang dapat diterapkan untuk meningkatkan dan mempecepat pertumbuhan
ekonomi di pedesaan adalah melalui rintisan model Desa Wirausaha. Dalam model
ini, terlibatan dan keterampilan masyarakat menjadi kunci dalam upaya pemberian
nilai tambah terhadap kekayaan sumberdaya alam pedesaan yang dimiliki.
Masyarakat harus didorong untuk meningkatkan produktivitas dan keterampilan
dimana keberadaan perguruan tinggi dalam menjadi katalisator dan penyedia jasa
untuk pengingkatanh SDM di pedesaan. Sektor swasta dan pemerintah daerah
berperan untuk membantu mengembangkan dan mempromosikan produk yang
dihasilkan oleh masyarakat. Dalam konsep Desa Wirausaha, aspek berkelanjutan
yang tidak hanya dalam bentuk solusi, tetapi juga menekankan aspek peningkatan
capacity building, leadership, pembangunan organisasi, pelestarian budaya lokal,
pelatihan keterampilan usaha masyarakat serta pelindungan sumberdaya alam lokal.
Program Desa Wirausaha merupakan model yang dikembangkan SCCD
berdasarkan pada pengalaman dan kajian secara mendalam mengenai konsep
pembangunan desa berkelanjutan. Model ini akan mengintegrasikan seluruh potensi
desa dalam suatu jaringan usaha yang dikelola secara langsung oleh masyarakat.
Keterlibatan masyarakat dan dukungan stakeholder terkait menjadi kunci
keberhasilan program ini.Melalui konsep desa wirausaha, pengembangan wilayah
dilihat sebagai upaya Pemerintah bersama masyarakat dalam membangun
kegiatan-kegiatan ekonomi yang cocok dengan Sumber Daya Manusia (SDM) di
suatu wilayah, serta mengoptimalkan pemanfaatan Sumber Daya Alam (SDA) dan
kelembagaan di tingkat lokal, sehingga wilayah dapat tumbuh dan berkembang
secara mandiri dengan memanfaatkan sumber daya lokal.
Hal pokok yang menjadi pertimbangan model ini adalah mengupayakan agar
wilayah dapat tumbuh dan berkembang secara mandiri berdasarkan potensi sosial
ekonomi dan karakteristik spesifik yang dimilikinya. Artinya dalam konteks
pengembangan sosial ekonomi jangka panjang, arah yang dituju dalam
pengembangan suatu wilayah adalah wilayah tersebut harus mandiri dan berdaya
saing sehingga mampu berintegrasi ke dalam sistem perekonomian regional,
nasional, maupun global.
Langkah pertama untuk mengembangkan program Desa Wirausaha di lokasi
adalah dengan melakukan suatu kajian terhadap komoditas-komoditas apa yang
dinilai strategis untuk kembangkan lebih lanjut secara berkelanjutan sehingga ke
17
depan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar. Studi dititikberatkan
pada mencari komoditas lokal yang memiliki potensi pengembangan. Model yang
dikembangkan adalah sustainable livelihood approach yaitu pengembangan
komoditas ekonomi lokal berkelanjutan berbasis sumberdaya alam dan
sumberdaya manusia lokal. Pendekatan ini mensyaratkan empat hal penting, yaitu
(1) kapasitas pasar yang akan menjadi penyerap produk ekonomi lokal; (2)
kapasitas sumberdaya alam yang dapat menopang skala ekonomi layak pasar dari
komoditas strategis; (3) kapasitas sumberdaya manusia dalam pengembangan
komoditas strategis; dan (4) kapasitas kelembagaan dan manajemen kelompok
usaha lokal. Keempat prasyarat inilah yang akan dijadikan basis bagi
engembangan ekonomi lokal berkelanjutan.
18
KESIMPULAN
Kegiatan pelatihan Capacity Building telah berhasil membuka wawasan dan
perspektif masyarakat mengenai pentingnya menyusun Rencana pembangunan
jangka Menengah desa. Kegaiatan ini setidaknya telah membantu masyarakat untuk
menyiapkan rencana dan membangun pondasi pembangunan desa dalam rangka
menyongsong implementasi Undang-undang No. 6 tahun 2014 tentang Desa.
Masyarakat telah memilih bahwa sektor pertanian dan usaha kecil dan
menengah harus menjadi prioritas utama pembangunan desa dalam waktu lima
tahun kedepan. Masalah yang harus segara dicari solusi secara bersama sama
adalah irigasi atau pengairan pesawahan serta ketersediaan air bersih. Dibidang
umkm, strategi yang dapat ditempuh untum memercepat pertumbuhan pusat industri
rumahan di pedesaan adalah melalui rintisan desa Wirausaha yang melibatkan
seperti pelaku bisnis UMKM, pemerintah daerah, perusahaan swasta, dan
perguruan tinggi.
19
DOKUMENTASI KEGIATAN
20
21
22
23
24
25
26
TABULASI DATA HASIL FGD
27
Top Related