Download - Ca Colorectal

Transcript
Page 1: Ca Colorectal

BAB I

PENDAHULUAN

Saat ini kanker masih merupakan salah satu masalah kesehatan di Indonesia. Masyarakat

masih berpendapat bahwa kanker merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Meskipun

organisasi kesehatan dunia WHO telah menyatakan bahwa sepertiga penyakit kanker dapat

disembuhkan dan sepertiga lainnya dapat dilakukan usaha pencegahan dan sepertiga lainnya

dapat dilakukan pengurangan penderitaan.1

Tujuan dari pengobatan kanker adalah mencapai kesembuhan. Kesembuhan sangat

ditentukan oleh jenis kanker dan stadium penyakit saat diagnosis dibuat. Banyak penderita

kanker lanjut baru dating ke dokter, sehingga kesembuhan tidak dapat dicapai. Keadaan ini

terjadi karena kewaspadaan terhadap penyakit kanker masih rendah. Pemahaman tentang

perkembangan penyakit ini belum banyak diketahui.

Kanker kolorektal adalah kanker usus besar yang tersebar diseluruh dunia. Kanker

kolorektal ini sering ditemukan dalam masyarakat dan merupakan salah satu kanker yang dapat

disembuhkan dan dicegah perkembangannya. Teknologi dan kemampuan untuk menemukannya

dalam stadium dini telah banyak dimiliki oleh Rumah Sakit di Indonesia. Sudah selayaknya kita

berusaha meningkatkan pemahaman tentang penyakit ini sehingga upaya menemukan kasus

dalam stadium dini dapat tercapai.

Tujuan dari pengobatan kanker adalah mencapai kesembuhan. Kesembuhan sangat

ditentukan oleh jenis kanker dan stadium penyakit saat diagnosis dibuat. Banyak penderita

kanker lanjut baru datang ke dokter, sehingga kesembuhan tidak dapat dicapai. Keadaan ini

terjadi karena kewaspadaan terhadap penyakit kanker masih rendah. Pemahaman tentang

perkembangan penyakit ini belum banyak diketahui.

1 Bagian Bedah Staf Pengajar FKUI, “ Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah “, Cetakan pertama : 1995.

Page 2: Ca Colorectal

Insidens kanker kolorektal di Indonesia cukup tinggi, demikian juga angka kematiannya.

Pada tahun 2002 kanker kolorektal menduduki peringkat kedua pada kasus kanker yang terdapat

pada pria, sedangkan pada wanita kanker kolorektal menduduki peringkat ketiga dari semua

kasus kanker. Meskipun belum ada data yang pasti, tetapi dari berbagai laporan di Indonesia

terdapat kenaikan jumlah kasus. Data dari Depkes didapati angka 1,8 per 100.000 penduduk di

negara barat, perbandingan insiden laki-laki : perempuan = 3 : 1, kurang dari 50 % ditemukan di

rektosigmoid, dan merupakan penyakit usia lanjut. Eropa sebagai salah satu negara maju dengan

angka insiden kanker kolorektal yang tinggi. Pada tahun 2004 terdapat 2.886.800 insiden dan

1.711.000 kematian karena kanker, kanker kolorektal menduduki peringkat kedua pada angka

insiden dan mortalitas.

2

Page 3: Ca Colorectal

BAB II

ANATOMI DAN FISIOLOGI

2.1 Anatomi

A. Anatomi Colon

Usus besar atau colon berbentuk tabung muskular berrongga dengan panjang sekitar 1,5

m (5 kaki) yang terbentang dari sekum hingga canalis analis. Diameter usus besar sekitar 6,5 cm

(2,5 inchi), tetapi makin dekat ke anus diameternya semakin kecil.2

Gambar anatomik sistem digestivus

2 Sjamsuhidayat, R, Jong, WD, „Buku Ajar Ilmu Bedah , edisi II, EGC. Jakarta : 2005.

3

Page 4: Ca Colorectal

Usus besar dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu :

Caecum

Caecum adalah bagian pertama intestinum crassum dan beralih menjadi colon

ascendens. Caecum terletak dalam kuadrn kanan bawah, yakni dalam fossa iliaca.

Biasanya hampir seluruh caecum diliputi oleh peritoneum dan dapat diangkat dengan

mudah, tetapi caecum tidak memiliki mesenterium.

Kolon

Colon ascendens melintas dari caecum ke arah kranial pada sisi kanan cavitas

abdominalis ke hepar, dan membelok ke kiri sebagai flexura coli dextra. Colon ascendens

terletak retroperitoneal sepanjang sisi kanan dinding abdomen dorsal, tetapi di sebelah

ventral dan pada sisi-sisinya tertutup oleh peritoneum. Perdarahan colon ascendens dan

flexura coli dextra melalui arteria ileocolica dan arteri colica dextra, cabang arteri

mesenterica superior.

Colon transversum adalah bagian intestinum crassum terbesar dan paling mobil.

Bagian ini melintasi abdomen dari flexura coli dextra ke flexura coli sinistra, dan disini

membelok ke arah kaudal menjadi colon descendens. Perdarahan arterial colon

transversum terutama melalui arteri colica media, cabang arteria mesenterica superior,

dan melalui arteri colica dextra dan arteri colica sinistra. Saraf-saraf berasal dari plexus

mesentericus superior dan mengikuti arteria colica dextra dan arteria colica media. Saraf

ini membawa serabut saraf simpatis dan parasimpatis (vagal).

Colon descendens melintas retroperitoneal dari flexura coli sinistra dan beralih

menjadi colon sigmoideum. Peritoneum menutupinya di sebelah ventral dan lateral, dan

menetapkannya pada dinding abdomen dorsal.

Colon sigmoideum, jerat usus berbentuk S dengan panjang yang variabel,

menghubungkan colon descendens dengan rektum. Colon sigmoideum meluas dari tepi

pelvis sampai segmen sacrum ketiga, untuk beralih menjadi rectum. Berakhirnya taenia

coli menunjukkan permulaan rectum. Peralihan rektosigmoid (rectosigmoid junction)

terletak kira-kira 15 cm dari anus.

4

Page 5: Ca Colorectal

B. Anatomi Rektum

Ke arah proksimal rectum sinambung dengan colon sigmoideum dan ke arah distal

dengan canalis analis. Rectum berawal ventral dari vertebra sacrum ke tiga, mengikuti

lengkung os sacrum dan os coccygis, dan berakhir di sebelah ventrokaudal ujung os

coccygis dengan beralih menjadi canalis analis. Bagian akhir rectum yang melebar ialah

ampulla recti yang menopang dan menyimpan massa tinja. Rectum berbentuk S dan

memiliki tiga lengkungan yang tajam.

Perdarahan arterial melalui arteria rectalis superior, lanjutan dari arteria mesenterica

inferior, memasok darah pada bagian proksimal rectum. Kedua arteria rectalis media

mengantar darah ke rectum bagian tengah dan bagian distal, dan arteria rectalis inferior

mengatur perdarahan bagian distal rectum.

5

Page 6: Ca Colorectal

Gambar perdarahan pada rektum

Darah disalurkan kembali melalui vena rectalis superior, vena rectalis media dan vena

rectalis inferior. Persarafan rectum berasal dari sistem simpatis dan sistem parasimpatis

Persarafan simpatis berasal dari truncus simphaticus bagian lumbal dan plexus hypogastricus

superior (nervus presacralis) melalui plexus-plexus sekitar cabang arteria mesenterica inferior.

Persarafan parasimpatis berasal dari nervi splancnici pelvici (nervi erigentes).

2.2 Fisiologi

Usus besar memiliki berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan proses akhir isi

usus. Fungsi usus besar yang paling penting adalah absorbsi air dan elektrolit, yang sudah hampir

selesai dalam kolon dextra. Kolon sigmoid berfungsi sebagai reservoir yang menampung massa

6

Page 7: Ca Colorectal

feses yang sudah terdehidrasi hingga berlangsungnya defekasi. Kolon mengabsorbsi sekitar 800

ml air per hari, berat akhir feses yang dikeluarkan per hari sekitar 200 gram.3

Mukosa usus besar terdiri dari kriptus dan tidak terdapat vilus. Epitel kriptus terdiri

hampir seluruhnya (paling banyak pada permukaannya ) atas sel-sel goblet yang menghasilkan

mukus pelumas. Epitel-epitel lain mempunyai batas bersilia dari mikrovilus yang merupakan

ungkapan akan faal penyerapan air yang besar.

Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan

dan membantu penyerapan zat-zat gizi, seperti mensintesis vitamin K dan beberapa vitamin B.

Pembusukan oleh bakteri dari sisa protein menjadi asam amino dan zat yang lebih sederhana

seperti peptida, indol, skatol, fenol dan asam lemak. Bila asam lemak dan HCl dinetralisasi oleh

bikarbonat, akan dihasilkan karbondioksida (CO2). Pembentukan berbagai gas seperti NH3,

CO2, H2, H2S, dan CH4 membantu dalam pembentukan gas (flatus) dalam kolon. Bakteri ini

penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan

gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar.

Fermentasi bakteri pada sisa karbohidrat juga melepaskan CO2, H2, dan CH4 yang juga

berperan dalam pembentukan flatus dalam kolon. Dalam sehari secara normal dihasilkan 1000

ml flatus. Kelebihan gas dapat terjadi pada aerofagia (menelan udara secara berlebihan), dan

pada peningkatan gas pada lumen usus.

Isi usus digerakkan secara lambat. Gerakan usus yang khas adalah pengadukan haustral.

Kantong atau haustra meregang dari waktu ke waktu otot sirkular akan berkontraksi untuk

mengosongkannya. Gerakan ini tidak progresif, tetapi menyebabkan isi usus bergerak bolak-

balik dan meremas-remas. Terdapat dua jenis peristatik propulsif, yaitu :

Kontraksi lambat dan tidak teratur, berasal dari segmen proksimal dan bergerak ke depan,

menymbat beberapa haustra

Peristaltik massa, merupakan kontraksi yang melibatkan segmen kolon. Gerakan

peristaltik ini menggerakan massa feses ke depan, dan akhirnya merangsang

3 Simadibrata. Karsinoma kolon rektum. Dalam: Suparman (ed) Ilmu Penyakit Dalam jilid II. Jakarta: Balai Penerbit

FKUI : 1458

7

Page 8: Ca Colorectal

BAB III

KARSINOMA KOLORECTAL

3.1 Definisi4

Kanker kolorectal sebagaimana sifat kanker lainnya, memiliki sifat dapat tumbuh dengan

relatif cepat, dapat menyusup atau mengakar (infiltrasi) ke jaringan disekitarnya serta

merusaknya, dapat menyebar jauh melalui kelenjar getah bening maupun pembuluh darah ke

organ yang jauh dari tempat asalnya tumbuh, seperti ke liver atau ke paru-paru, yang pada

akhirnya dapat menyebabkan kematian bila tidak ditangani dengan baik.

Gambar tumor pada kolon

4 www.dharmais.co.id, Waspada Kanker Kolorektal di akses 12 november 2012

8

Page 9: Ca Colorectal

3.2 Patofisiologi5

Jenis utama pada kanker kolorektal adalah adenokarsinoma, yang sebelumnya dicetuskan

dengan polip adenomatosa, dapat tumbuh pada mukosa colon yang normal. Penelitian yang

dilakukan oleh Bert Vogelstein, dkk lebih dari 20 tahun yang lalu berhasil mengidentifikasikan

alterasi genetic yang terpenting, dimana akan berkembang menjadi kanker kolorektal.

Pada awalnya terjadi peningkatan gen APC (adenomatosa poliposis coli), dimana bersifat

mutasi individual oleh familial adenomatosa poliposis (FAP). Protein yang mengkode target gen

APC dengan mendegradasi beta-catenin, suatu komponen protein transkripsional kompleks yang

mengaktivasi growth-promoting onkogen, seperti cyclin D1 atau c-myc. Mutasi APC dan beta-

catenin sering teridentifikasi pada kanker koloretal yang bersifat sporadic.

Gambar perubahan mukosa dengan peningkatan gen APC

Perubahan metilasi DNA dapat terjadi pada stadium polip. Kanker kolorektal dan polip

mengalami ketidakstabilan metilasi genomic DNA, dengan hipometilasi global dan regional.

Hipometilasi dapat meningkatkan aktivasi onkogen, dimana hipometilasi dapat meningkatkan

tumor supresor gen. Ras mutasi gen umumnya dapat terjadi pada polip yang besar, yang akan

mempengaruhi pertumbuhan onkogen polip.

5 Bagian Bedah Staf Pengajar FKUI, “ Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah “, Cetakan pertama : 1995.

9

Page 10: Ca Colorectal

Delesi kromosom 18q dapat dihubungkan pada pertumbuhan kanker yang bersifat lanjut.

Delesi kromosom ini meningkatkan target DPC4 (suatu gen delesi pada kanker pancreas dan

meningkatkan factor transforming-growth [TGF]-beta pada jalur penanda growth-inhibitor) dan

DCC (suatu gen delesi pada kanker kolon). Kehilangan kromosom 17p dan mutasi gen tumor

supresi p53 terjadi pada keadaan lanjut kanker kolon. Overexpresi Bc12 akan meningkatkan

inhibisi kematian sel, hal ini terjadi pada perkembangan kanker kolorektal. Delesi 18q akan

terdeteksi pada stadium kanker kolon Dukes B, dimana akan terjadi peningkatan rekurensi

pembedahan, dan pada penelitian akan lebih baik jika dilakukan kemoterapi adjuvant.

3.3 Riwayat perjalanan penyakit

Kanker kolorectal dapat ditemukan dengan skrinning dan biasanya bersifat asimptomatik.

Kira-kira 50 % pasien mengeluh nyeri abdomen, 35 % pasien mengeluh adanya perubahan

bowel-habit, 30 % pasien akan mengalami occult bleeding, sedangkan 15 % pasien akan

mengalami obstruksi usus. Pasien dengan riwayat keluarga dan mempunyai factor resiko

perkembangan kanker rectal.Kebanyakan kanker rectal tidak bergejala dan dapat diketahui

dengan pemeriksaan skrining atau dengan proktoskopi.

Karsinoma kolorektal dini adalah keganasan usus besar yang masih terbatas pada lapisan

mukosa dan submukosa dinding usus, dengan bermacam bentuk manifestasi, diantara berbagai

tipe kanker kolorkatal dini, tipe depress merupakan tipe yang paling sulit dikenali khususnya

dengan pemeriksaan endoskopi konvensional.

Perkembangan tumor secara transmural lebih cepat ditemukan pada kanker kolorektal

dini tipe deress. Pada tipe protrude invasi kearah submukosa lebih jarang disbanding type yang

lain.

10

Page 11: Ca Colorectal

3.4 Etiologi

Hingga saat ini tidak diketahui dengan pasti apa penyebab kanker kolorektal. Tidak dapat

diterangkan, mengapa pada seseorang terkena kanker ini sedangkan yang lain tidak. Namun yang

pasti adalah bahwa penyakit kanker kolorektal bukanlah penyakit menular. Terdapat beberapa

faktor resiko yang menyebabkan seseorang akan rentan terkena kanker kolorektal yaitu:

Usia, umumnya kanker kolorektal menyerang lebih sering pada usia tua. Lebih dari 90

persen penyakit ini menimpa penderita diatas usia 50 tahun. Walaupun pada usia yang

lebih muda dari 50 tahunpun dapat saja terkena. Sekitar 3 % kanker ini menyerang

penderita pada usia dibawah 40 tahun.

Polyp kolorektal, adalah pertumbuhan tumor pada dinding sebelah dalam usus besar dan

rektum. Sering terjadi pada usia diatas 50 tahun. Kebanyakan polyp ini adalah tumor

jinak, tetapi sebagian dapat berubah menjadi kanker. Menemukan dan mengangkat polyp

ini dapat menurunkan resiko terjadinya kanker kolorektal.

Riwayat kanker kolorektal pada keluarga, bila keluarga dekat yang terkena maka resiko

untuk terkena kanker ini menjadi lebih besar, terutama bila keluarga yang terkena

tersebut terserang kanker ini pada usia muda.

Kelainan genetik, perubahan pada gen tertentu akan meningkatkan resiko terkena kanker

kolorektal. Bentuk yang paling sering dari kelainan gen yang dapat menyebabkan kanker

ini adalah hereditary nonpolyposis colon cancer (HNPCC), yang disebabkan adanya

perubahan pada gen HNPCC. Sekitar tiga dari empat penderita cacat gen HNPCC akan

11

Page 12: Ca Colorectal

LOKALISASI KANKER USUS BESAR

ER CRC 1969-1981.n.2418

terkena kanker kolorektal, dimana usia yang tersering saat terdiagnosis adalah diatas usia

44 tahun.

Pernah menderita penyakit sejenis, dapat terserang kembali dengan penyakit yang sama

untuk kedua kalinya. Demikian pula wanita yang memiliki riwayat kanker indung telur,

kanker rahim, kanker payudara memiliki resiko yang tinggi untuk terkena kanker ini.

Radang usus besar, berupa colitis ulceratif atau penyakit Crohn yang menyebabkan

inflamasi atau peradangan pada usus untuk jangka waktu lama, akan meningkatkan resiko

terserang kanker kolorektal.

Diet, makanan tinggi lemak (khususnya lemak hewan) dan rendah kalsium, folat dan

rendah serat, jarang makan sayuran dan buah-buahan, sering minum alkohol, akan

meningkatkan resiko terkena kanker kolorektal.

Merokok, dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker ini karena terjadi induksi oleh 5-

lipoxygenase–associated angiogenic pathways.

wanita postmenopause yang menggunakan hormone replacement therapy

3.5 Klasifikasi kanker kolon

Berdasarkan lokasi dapat dibedakan berdasarkan letak tumor, seperti kolon kanan

ataupun kolon kiri

.

12

Page 13: Ca Colorectal

Gambar lokasi kanker pada usus besar

Gambar kanker dan polip kolon

Pola Penyebaran

Pada type depress secara histopatologi didapat 3 pola invasi kedalam lapisan submukosa

yaitu : Penetrasi, ekspansi ke samping dan penyebaran superficial.

1. Tipe Penetrasi

Invasi secara penetrasi kedalam lapisan submukosa terjadi melalui ruang perivaskuler

saat tumor masih kecil dengan diameter sama atau lebih kecil dengan diameter sama atau lebih

kecil dari 5 mm. Tumor mengalami pembelahan dalam lapisan submukosa membentuk massa

yang akan menghasilkan tonjolan kea rah luar.

2. Ekspansi Kesamping

Pada keadaan ini terjadi ekspansi kesamping mencapai jarak mendekati 10 mm, sebelum

terjadi invasi kedalam lapisan submukosa. Lapisan mukosa normal ditepi tumor akan menonjol

sebagai akibat penekanan tumor.

3. Penyebaran Superficial

Penyebaran ini terjadi karena ekstensi pada lapisan mukosa permukaan 

13

Page 14: Ca Colorectal

3.6 Gambaran Klinis

Kanker kolorektal merupakan akhir dari suatu proses perubahan menuju kanker dari

mukosa usus besar normal yang memakan waktu sdikitnya 10 tahun. Perubahan berjalan

perlahan, oleh karenanya tidaklah mengherankan pabila acapkali dijumpai penderita kanker

kolon tanpa gejala atau relatif bergejala ringan pada saat penyakit ditemukan. Gejala yang

muncul dapat berkaitan dengan saluran cerna.

Gejala yang berkaitan dengan saluran cerna

Nyeri perut adalah keluhan paling sering yang disampaikan penderita ( 22% s/d 65%)

keluhan ini lebih sering berhubungan dengan kanker kolon bukan dengan kanker rektum.

Perdarahan peranus sebagai keluhan pertama dikeluhkan oleh separuh penderita (34% - 60%).

Gejala dapat berupa perdarahan segar bercampur atau tanpa disertai dengan tinja, dalam jumlah

yang banyak atau sedikit hanya menempel pada kertas tissue. Bila darah berwarna maron

memperlihatkan sumber perdarahan berasal dari Usus besar bagian atas dari studi kolonoskopi

pada 145 penderita berusia lebih dari 40 tahun yang dikirim dokter paraktik karena riwayat

perdarahan, didapatkan penderita kanker kolon sebesar 10,3%.

Mencret dan mejen dikeluhkan oleh 22% s/d 58% penderita. Keluhan lain yang perlu

diperhatikan pula adalah perubahan bentuk tinja seperti pensil, buang air besar tidak lampias dan

rasa mual berlebihan.

Gejala Umum

Gejala umum yaitu perasaan cepat lelah, lesu dan berat badan menurun. Keadaan tersebut

disebabkan karena anemia. Dua studi kolonoskopi yang dilakukan pada penderita anemia

kekurangan zat besi ditemukan 6% dan 11% penderita kanker kolorektal.

Gejala spesifik mempunyai nilai prediksi yang tinggi, namun harus diingat bahwa 20%

s/d 40% penderita kanker kolorektal tidak memberikan gejala atau tanda spesifik.

14

Page 15: Ca Colorectal

Gejala Ekstrakolon

Gejala ini muncul setelah terjadi penyebaran setempat atau penyebaran ke organ yang

jauh. Dapat terjadi fistel pada kantong kemih, vagina atau usus. Gejala kadang-kadang dapat

muncul sebagai gejal infeksi. Jika telah terjadi metastasis ke organ lain, muncul gejala yang

susuai dengan tempat terjadinya metastasis.

3.7 Diagnosis

Pendekatan diagnosis pada penderita kanker kolorektal sangat bergantung kepada gejala

klinik yang muncul. Sebagian kecil penderita yang datang dalam kondisi gawat yang segera

memerlukan tindakan pembedahan sehingga diagnosis dapat segera dibuat, atau kadang-kadang

diagnosis dapat dibuat hanya melalui pemeriksaan colok dubur.

  Pengamatan saluran cerna dapat dilakukan dengan pemeriksaan barium enema atau

kolonoskopi dengan serat lentur. Namun demikian banyak dokter memilih pemeriksaan

kolonoskopi. Hal ini didasarkan pada pertimbangan sensitifitas dan spesifitasnya untuk

mendiagnosa keganasan, selain itu dapat pula dilakukan tindakan endoskopi terapi seperti reseksi

lesi bila diperlukan. Pertimbangan lain adalah biaya relatif murah.

Pemeriksaan kolonoskopi merupakan pilihan dan cara membuat diagnosis kanker

kolorektal yang akurat. Pengamatan kolonoskopi sebelum tindakan operasi harus dikerjakan.

Dengan pemeriksaan kolonoskopi dapat dilakukan biopsi untuk memastikan ada tidaknya suatu

kanker. Dapat pula dilakukan polipektomi pada polipsinkronos jinak, karena sinkronos polip

jinak dapat ditemukan pada 13% s/d 62% kasus. Sinkronos kanker juga dapat ditemukan pada

2% s/d 8% kasus, sehingga kemungkinan strategi operasi dapat berubah. Apabila tindakan

operasi akan dikerjakan melalui operasi laparoskopi.

3.8 Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik pada karsinoma rectum, untuk mengetahui adanya lesi metastastik

termasuk pembesaran nodus lymfatikus atau hepatomegali.

Pemeriksaan rectum digital (Digital rectal examination) atau recral toucher

15

Page 16: Ca Colorectal

o Pemeriksaan yang mudah dilakukan untuk mengetahui adanya lesi yang

abnormal, yaitu melakukan rectal toucher, batas yang dapat dicapai oleh jari

sekitar 8 cm dari linea dentate.

o Dari pemeriksaan ini dapat diketahui ukuran tumor, ulcerasi, adanya pembesaran

nodus limfatikus pararektal.

o Rectal toucher dapat pula mengetahui fungsi sphincter ani, hal ini penting untuk

mengetahui terapi pembedahan yang akan diambil.

3.9 Pemeriksaan penunjang

Laboratorium

o Pemeriksaan laboraturium rutin, termasuk hematology komplit, kimia serum, tes

fungsi liver dan ginjal dan tes carcinoembryonic antigen (CEA) serta tes cancer

antigen (CA) 19-9, yang berguna sebagai monitoring penyakit.

o Skrinning hematology komplit, untuk mengetahui adanya hiprokromik, anemia

mikrositik, dan suspek defisiensi besi.

o Tes fungsi hati biasanya dilakukan sebelum pembedahan, hasilnya biasanya

normal walaupun terdapat mikro metastase ke hati.

o Tes CEA yang dilakukan pada pasien kanker rectal untuk mengetahui prognosis

pasien. Bila CEA lebih besar dari 100 ng/mL biasanya diindikasikan adanya

metastase dari kanker rectal.

16

Page 17: Ca Colorectal

Pemeriksaan lainnya

o Rigid proctosigmoidoskopi

Rigid proctosigmoidoskopi dapat dilakukan tanpa menggunakan anestesi,

secara langsung dapat diketahui gambaran lesi, ukuran dan derajat

obstruksi.

Pemeriksaan ini dapat langsung melakukan biopsy pada lesi tersebut, dan

dapat mengetahui secara tepat jarak lesi dari linea dentate, hal ini penting

untuk mengetahui teknik pembedahan yang akan dilakukan.

o Endorectal ultrasound

Endorectal ultrasound (ERUS), merupakan pemeriksaan penunjang untuk

mengetahui dalamnya invasi kanker rectal secara tepat (tingkat accurasi

72-94 %).

Ketepatan dalam mendeteksi pembesaran nodus limphatikus, sekitar 73-86

%.

o Pemeriksaan untuk mengetahui adanya metastase

Radiogarafi thoraks : untuk mengetahui adanya metastase ke paru-paru,

maupun untuk mengetahui adanya underlying disease, seperti emfisema.

CT scan

- CT scan dapat menetahui adanya lesi pada liver, kelenjar adrenal,

ovarium, nodus limphatikus dan organ-organ lainnya. Bila CT scan

dikombinasi dengan angiografi dapat mengetahui 95 % akurat

adanya metastase pada liver.

- Apabila ditambahan dengan kontras enema, maka CT scan dapat

mengetahui dalamnya penetrasi tumor secara akurat (84 %). Dan

dapat mendeteksi pembesaran nodus lymphatikus yang lebih besar

dari 1 cm (75 % kasus).

- CT scan berguna untuk dalam pemilihan kemoterapi preoperative.

17

Page 18: Ca Colorectal

MRI

- MRI merupakan tes yang sangat sensitive untuk mengetahui

adanya metastase ke liver.

Positron emission topography : keuntungan terbesar dalam penggunaan

positron emission tomography (PET) scan dapat membedakan rekurensi

tumor dengan jaringan scar.

CEA scan : jika radiografi lain tidak dapat mendeteksi daerah metastase,

maka CEA scan dapat digunakan. Radioimmunoscintigraphy, CEA scan

dapat menggunakan antibody radiolabel, namun tes ini bukan merupakan

pemeriksaan rutin dan masih merupakan controversial.

3.10 Pemeriksaan skrining

Proses transformasi malignansi dari adenoma menjadi karsinoma membutuhkan waktu

beberapa tahun. Tujuan dari skrinning mengeradikasi kanker potensial ketika masih

dalam stadium jinak.

Skrining dilakukan pada orang dewasa berusia ≥ 50 tahun.

o Tujuan utama skrining kanker kolorektal yaitu pencegahan kanker kolon melalui

pemeriksaan struktural jika memungkinkan.

o Pemeriksaan feses kurang efektif dalam prevensi kanker kolon dibandingkan

pemeriksaan struktural. Pemeriksaan feses hanya efektif jika dilakukan secara

rutin, dan jika terdapat kelainan, perlu dilakukan kolonoskopi.

o Pemeriksaan gFOBT (guaiac-based fecal occult blood test) high sensitivity tiap

tahun merupakan pilihan skrining kanker kolorektal. Diambil 2 sampel feses dari

3 sampel yang berurutan. Hasil 3 uji klinis acak terkontrol menyebutkan bahwa

gFOBT dapat mendeteksi kanker pada stadium dini dan menurunkan mortalitas

kanker kolorektal sebesar 15 % vs 33 %. Jika hasilnya positif, dilanjutkan

pemeriksaan kolonoskopi.

o Pilihan pemeriksaan lainnya yaitu pemeriksaan FIT (fecal immunochemical test)

tiap tahun. Dua tes lebih optimal dibandingkan 1 tes. Jika hasilnya positif, maka

dilanjutkan pemeriksaan kolonoskopi.

18

Page 19: Ca Colorectal

o Pemeriksaan sDNA untuk mendeteksi perubahan DNA pada sel adenoma dan

karsinoma yang terdapat dalam feses merupakan pilihan skrining kanker

kolorektal, namun interval pemeriksaan belum diketahui. Pemeriksaan ini

membutuhkan sedikitnya 30g sampel feses. Jika hasilnya positif dilanjutkan

pemeriksaan kolonoskopi.

o Pemeriksaan FSIG (flexible sigmoidoscopy) untuk memeriksa rektum, sigmoid,

dan kolon desenden setiap 5 tahun merupakan pilihan deteksi kanker kolorektal

dan polip. Pemeriksaan tambahan yang dianjurkan yaitu gFOBT highly sensitive

atau FIT tiap tahun. Jika hasilnya positif, dilanjutkan pemeriksaan kolonoskopi.

o Pemeriksaan kolonoskopi tiap 10 tahun dapat menjadi pilihan skrining kanker

kolorektal dan polip.

o Pemeriksaan barium enema kontras ganda atau barium enema air-contrast tiap 5

tahun merupakan pilihan skrining kanker kolorektal dan polip. Adanya hasil

abnormal merupakan indikasi kolonoskopi.

o Pemeriksaan CTC (computed tomographic colonography) tiap 5 tahun merupakan

pilihan skrining untuk kanker kolorektal dan polip. Adanya polip berukuran ≥

6mm merupakan indikasi kolonoskopi.

o Setiap pilihan skrining mempunyai keunggulannya sendiri dan telah terbukti

bersifat cost-effective, berhubungan dengan risiko dan keterbatasannya masing-

masing. Pilihan skrining didasari pada pilihan pasien dan ketersediaan sarana.

3.11 Staging

a. Staging kanker colon

Dua klasifikasi yang sering digunakan yaitu TNM ([primary] tumor, [regional lymph]

node, [remote] metastasis) staging dan the Dukes classification.

19

Page 20: Ca Colorectal

A comparision of TNM and Dukes' Classification

Key for TNM StagingPrimary Tumor (T)TX – primary tumor cannot be assessedT0 – no evidence of primary tumorTis – carcinoma in situ: intraepithelial or invasion of lamina propriaT1 – tumor invades submucosaT2 – tumor invades muscularis propriaT3 – tumor invades through muscularis propria into subserosa or into nonperitonealized pericolic or perirectal tissuesT4 – tumor directly invades other organs or structures and/or perforates visceral peritoneum

Regional Lymph Nodes (N)NX – regional lymph nodes cannot be assessedN0 – no regional lymph node metastasisN1 – metastasis in one to three regional lymph nodesN2 – metastasis in four or more regional lymph nodes

Distant Metastases (M)MX – distant metastasis cannot be assessedM0 – no distant metastasisM1 – distant metastasis

20

Page 21: Ca Colorectal

TNM classification of colorectal cancer stages.

Dukes’ Classification (Astler-Coller modification)

    

Stage A tumors invade through the muscularis mucosae into the submucosa but do not reach the muscularis propria

Stage B1 tumors invade into the muscularis propriaStage B2 tumors completely penetrate the smooth muscle layer into the serosa

Stage Ctumors encompass any degree of invasion but are defined by regional lymph node involvement

Stage C1tumors invade the muscularis propria with fewer than four positive nodes

Stage C2tumors completely penetrate the smooth muscle layer into the serosa with four or more involved nodes

Stage D lesions with distant metastasesCarcinoma in situ

(may be referred to as high grade dysplasia) – intramucosal carcinoma that does not penetrate the muscularis mucosae

21

Page 22: Ca Colorectal

Gambar ekstensi tumor ke dalam lapisan mukosa

Korelasi antara stadium Dukes dan 5-year survival rate pada pasien dengan kanker kolon.

Contohnya pada stadium 1 atau Dukes stadium A, , the 5-year survival rate setelah reseksi

pembedahan meliputi 90%. Untuk stage II atau Dukes stadium B, 5-year survival rate 70-85%

setelah reseksi, dengan atau tanpa terapi adjuvant. Untuk stadium III atau Dukes stadium C, 5-

year survival rate 30-60% setelah resection and chemotherapy adjuvant. Untuk stage IV atau

Dukes stage D, 5-year survival rate sangat buruk (sekitar 5%).

b. Staging kanker rektal

Dukes classification: pada tahun 1932, Cuthbert E. Dukes, seorang ahli patologi dari St.

Mark Hospital, Inggris memperkenalkan system stadium untuk kanker rectal.

o System ini membagi dalam 3 stadium, yaitu :

Tumor yang terbatas dalam dinding rectal (Dukes A).

Tumor yang telah extensi ke dalam jaringan extra-rectal (Dukes B).

Tumor yang telah metastase ke nodus limfatikus regional. (Dukes C).

o Sistem ini telah mengalami modifikasi, sehingga menjadi :

22

Page 23: Ca Colorectal

Stadium B menjadi B1 (jika tumor telah mengalami penetrasi ke muskulus

propria) dan B2 (jika tumor telah menembus lapisa muskularis propria)

Stadium C menjadi C1 dan C2

Stadium D bila sudah bermetastase jauh.

Sistem Tumor, nodul, metastasis (TNM): system ini diperkenalkan pada tahun 1954 oleh

the American Joint Committee on Cancer (AJCC) dan the International Union Against

Cancer (IUAC).

Stadium TNM dapat memperkirakan 5-year survival rate untuk karsinoma rectal, yaitu :

o Stadium I, 72%

o Stadium II, 54%

o Stadium III, 39%

o Stadium IV, 7%

Keterangan

T      : Tumor primer

Tx    : Tumor primer tidak  dapat di nilai

T0   : Tidak terbukti adanya tumor primer

Tis  : Carcinoma in situ, terbatas pada intraepitelial atau terjadi invasi pada lamina propria

T1   : Tumor menyebar pada submukosa

T2   : Tumor menyebar pada muskularis propria

T3   : Tumor menyebar menembus muskularis propria ke dalam subserosa atau ke    

          dalam  jaringan sekitar kolon atau rektum tapi belum mengenai peritoneal.

T4 :Tumor menyebar pada organ tubuh lainnya atau menimbulkan perforasi peritoneum viseral.

N      : Kelenjar getah bening regional/node

Nx    : Penyebaran pada kelenjar getah bening tidak dapat di nilai

N0   : Tidak ada penyebaran pada kelenjar getah bening

23

Page 24: Ca Colorectal

N1    : Telah terjadi metastasis pada 1-3 kelenjar getah bening regional

N2    : Telah terjadi metastasis pada lebih dari 4 kelenjar getah bening

M     : Metastasis

Mx   : Metastasis tidak dapat di nilai

M0   : Tidak terdapat metastasis

M1   : Terdapat metastasis

Gambar stadium kanker rectum

24

Page 25: Ca Colorectal

BAB IV

PENATALAKSANAAN

4.1 Penatalaksanaan pada kanker colon

A. Kemoterapi

First-line standard therapy dari metastase kanker kolorektal, dengan kombinasi 5-FU,

leucovorin (LV), dan irinotecan (CPT11) lebih baik daripada menggunakan

5-FU/leucovorin atau CPT11 secara tunggal. Pada tahun 2004, therapi anti-VEGF dengan

bevacizumab (Avastin) menunjukan peningkatan survival-rate pada pasien yang

mendapatkan kombinasi Avastin dengan irinotecan, 5-FU, dan leucovorin. Kanker

kolorektal merupakan tipe kanker pertama yang berespons terhadap terapi

antiangiogenik, yang telah diteliti oleh Herb Hurwirtz, dkk. Standard therapy untuk

metastase pada kanker kolon, yaitu CPT11 plus 5-FU/leucovorin, atau lebih dikenal

dengan “Saltz regimen”. Pada tahun 2005, standard therapy untuk metastase pada kanker

kolon adalah IFL dengan bevacizumab (irinotecan, 5-FU, leucovorin, Avastin).

o Agents Saltz regimen diberikan secara injeksi IV seminggu sekali selama 4

minggu, dan dilanjutkan pada minggu ke-6.

o Diare merupakan efek samping dari regimen ini, kombinasi dari

5-FU/leucovorin/CPT11 mempunyai potensial toksisitas yang berat, dimana akan

meningkatkan dehidrasi dan kolaps pembuluh darah.

Kemoterapi intrahepatic pada kanker kolon dengan metastase ke liver dapat digunakan

intrahepatic (intraarterial) chemotherapy dengan floxuridine (FUDR), dapat digunakan

pda keadaan :

o Setelah reseksi primer kanker kolon dan nodus limfatikus.

25

Page 26: Ca Colorectal

o Pilihan kedua untuk pasien dengan lesi liver multiple atau pada lesi yang

berukuran besar.

o Sclerosing cholangitis

Terapi adjuvant untuk kanker colon adalah 5-FU/leucovorin

o Pada penelitian menunjukan peningkatan survival rate pada pasien dengan Dukes

C yang mendapatkan kemoterapi adjuvant. 5-FU digunakan secara infus setiap

hari untuk 5 hari setiap 4 minggu (Mayo Clinic regimen) dan setiap minggu untuk

6 minggu dengan 2 minggu berhenti (Roswell Park regimen).

o Kontroversial kemoterapi untuk stadium II (Dukes B), dimana harus menentukan

pasien yang dapat menerima kemoterapi seperti (large primary tumor [T4],

pathologic T3 level of invasion >15 mm, lokasi tumor pada bagian kiri, tumor

yang telah mengalami obstruksi atau perforasi, tumor poorly differentiated, invasi

perineural, dan telah menginvasi ke vena.

B. Tata laksana pembedahan pada tumor kolon

Kolosnoskopi Polipektomi

Kolonoskopi dan polipektomi merupakan langkah kuratif pada karsinoma insitu yang

berasal dari transformasi polip. Tampaknya pada keadaan ini tidak terdapat potensi penyebaran

(metastasis). Sedangkan karsinoma submukosa yang berasal dari transformasi polip dianjurkan

untuk dilakukan operasi reseksi usus. Hal ini didasarkan pada pendapat bahwa potensi metastasis

ke kelenjar getah bening sebesar 12% bilamana ditemukan proses metastases di kelenjar getah

bening tambahan pemberian terapi obat anti kanker merupakan pilihan yang bijaksana.

Pembedahan

Operasi merupakan terapi utama kanker kolon lanjut. Tujuan dari operasi adalah

penyembuhan dan mengurangi keluhan. Operasi pengangkatan tumor pada proses metastase

tetap diperlukan dengan tujuan menghindari terjadinya penyumbatan oleh masa tumor, atau

26

Page 27: Ca Colorectal

mencegah perdarahan karena kanker. Bilamana peluang penyembuhan kanker masih ada, banyak

pilihan teknik operasi dapat diterapkan. Namun pada dasarnya reseksi harus dapat menghasilkan

batas sayatan bebas tumor dan jaringan pericolic juga bebas tumor.

Reseksi dinyatakan kuratif apabila dicapai penurunan resiko penyebaran lokoregional dan

kekambuhan. Oleh karena itu untuk mencapai hal tersebut batas sayatan harus lebih besar 5 cm

dari batas tumor untuk kanker kolon bagian kanan, kolon transversum, fleksure lienalis, kolon

desendens dan kolon sigmoid. Untuk daerah rectum sayatan dapat lebih pendek karena jarak

dengan anus terlalu dekat. Hal tersebut terpaksa dilakukan untuk menghindari pembuatan anus

buatan.

Gambar kolektomi

Kolektomi Kanan

Tumor didaerah cecum, kolon asending, atau fleksura hepatika memerlukan

homikolektomi kanan. Hemokolektomi kanan adalah pengangkatan daerah 5 sampai 8 cm ileum

terminal, cecum, kolon asenden, fleksura hepatika dan bagian proksimal kolon transversum.

Setelah dilakukan reseksi kemudian dilakukan penyambungan (anastomesis) antara ileum dan

kolon ( side-to-side)

27

Page 28: Ca Colorectal

Kolektomi Transverse

Pengangkatan kolon transversum karena tumor didaerah colon transversum proksimal,

tengah dan distal. Operasi kolektomi transverse untuk mengangkat tumor bagian proksimal

acapkali mengalamai kesulitan. Diperlukan operasi ekstended hemikolektomi kanan. Sedangkan

bila melakukan operasi untuk pengangkatan tumor kolon transversum bagian tengah atau distal,

acap ditemukan kesulitan pada penyambungan memerlukan tarikan dan pembebasan jaringan

fasia dibelakangnya.

Kadang diperlukan tindakan kolektomi subtotal yaitu mengangkat kolon bagian kanan,

transversum, desenden dan sigmoid. Keadaan ini dimaksudkan untuk menjamin asupan darah ke

rectum. Operasi ini juga bermanfaat pada keadaan sumbatan total di daerah fleksura lienalis.

Kolektomi Kiri dan Sigmoid

Operasi ini dilakukan untuk mengatasi tumor di daerah puncak sigmoid, bagian bawah sigmoid

dan rektosigmoid.Potongan bagian proksimal kolon desendus atau bagian kolon transversum

disambung dengan bagian proksimal rectum.

28

Page 29: Ca Colorectal

Gambar hemikolektomi dan kolektomi total

4.2 Penatalaksanaan pada kanker rektum

a.Radioterapi 6

Meskipun radical reseksi rektum merupakan terapi yang sering dilakukan, namun

memiliki rekurensi yang tinggi (30-50 %). Adenokarsinoma rectum merupakan tumor

yang sensitive terhadap ionisasi radiasi. Terapi radiasi dapat dilakukan sebelum aatau

setelah operasi dengan atau tanpa kemoterapi tergantung stadium kanker rectum.

Keuntungan dilakukannya radiasi preoperative, yaitu menurunkan stadium tumor menjadi

operable, bila tumor tersebut sebelumnya inoperable. Dapat dilakukannya sphincter-

sparing procedure dan menurunkan rekurensi local.

6 www.detak.com, serat dapat mengurangi insidensi kanker kolorektal, di akses 12 November 2012

29

Page 30: Ca Colorectal

Keuntungan dilakukannya terapi radiasi postoperative yaitu dilakukannya reseksi

definitive intermediate dan dapat memberikan informasi stadium patologik secara akurat

sebelum dimulainya radiasi ionisasi. Sedangkan kerugian radiasi postoperative dapat

menunda terapi radiasi adjuvant jika terdapat komplikasi postoperative.

b.Terapi pembedahan

Eksisi transanal

o Metode eksisi transanal merupakan metode eksisi local pada kanker rectal dengan

lesi superficial. Teknik ini dilakukan pada pasien dengan stadium 0 atau stadium I

dengan lesi .

Endocavitary radiation

o Teknik ini dapat dilakukan mirip dengan metode eksisi transanal. Lesi dapat

terletak 10 cm dari anal verge dan ukuran tumor tidak lebih dari 3 cm.

o Dosis radiasi terapi adalah 3,000 cGy setiap sesi, dan totalnya 9,000-15,000 cGy.

Transanal endoscopic microsurgery

o Merupakan metode lain dari eksisi local yang menggunakan proctoskop. Metode

ini dapat digunakan pada lesi yang terletak tinggi di rectum dan bahkan pada

kolon sigmoid.

Sphincter-sparing procedures

Upper anterior resction

Pembedahan reseksi biasanya diambil sebanyak mungkin dari rektum, batas

minimal adalah 5cm disebelah distal dan proksimal dari tempat kanker. Penatalaksanaan

dari upper anterior resection adalah penderita dalam narkose, posisi supine kemudian

dilakukan Desinfeksi lapangan operasi dengan larutan antiseptik, lalu dipersempit dengan

linen steril dan kemudian Dibuat incisi mediana 2 jari diatas simfisis pubis sampai 3 jari

diatas pusat. Peritonium dibuka secara tajam.

30

Page 31: Ca Colorectal

Tumor rektum diidentifikasi dengan membuka refleksi peritoneal selanjutnya

pembukaan retroperitoneal dan identifikasi ureter kiri dan kanan sewaktu membebaskan

jaringan sampai mobilisasi bagian retroperitoneal dari rektosigmoid.

Dilanjutkan dengan melakukan reseksi tumor 5 cm proksimal tumor dan minimal

2 cm distal dari tumor tergantung dari sisa panjang rektum yang ada. Penyambungan sisa

kolon dan rektum dilakukan dengan anastomosis end to end.Refleksi peritonium ditutup

kembali.

Low anterior resection

o Penyebaran intra mural distal bagi kanker rectum biasanya terbatas dan batas 2,5

cm dari dinding normal secara makrokospik biasanya dianggap cukup. Dalam

penelitian lain telah diperlihatkan bahwa el kanker dapat ditemukan sejauh 4 cm

distal terhadap neuplasma primer dalam kasus lebih lanjut. Kebanyakan ahli

patalogis setuju bahwa 5 cm segmen rectum normal distal terhadap neuplasma

ade kuat bagi tepinya.

o Walaupun Milles melaporkan bahwa penyebaran pembuluh limpa terjadi di atas,

ke lateral dank e bawah, namun pembahasan berikutnya dari penykit yang belum

lanjut memperluhatkan bahwa sejauh ini pergeseran k eats menjadi jenis

31

Page 32: Ca Colorectal

penyebaran tersering. Metastasi kelenjar limfe distl terhadap kanker primer hanya

dalam 98 dari 1500 contoh kasus reseksi abdomino perineal.

o Pada umumnya, tumor dalam 7 – 8 cm dari pinggir anus dietarpi dengan reseksi

abdomineal perineal. Pada umumnya, sedangkan yang 12 cm atau lebih dari tepi

anus adekuat ditangani dengan reseksi anterior. Lesi antara 7 dan 11 cm dari tepi

anus memerlukan paling banyak pertimbangan serta factor seperti ukuran pelvis,

ukuran lesi dan differensiasi tumor harus dipertimbangkan. Sempitnya pelvis pada

kebanyakan pria, bisa membuat reseksi anterior yang rendah pada pasien ini

berbahaya.

o Sedikit keunggulan reseksi anterior dalam tiap kategori klasifikasi Dukes yang

dapat dihubungkan dengan ukuran tumor sedikit lbih kecil diantara yang

menjalani reseksi anterior bersama dengan presentase yang sedikit lebih besar

pada lesi stadium Dukes A dan B dalam kelompok itu. Kekambuhan local

berkisar dari 7 % untuk reseksi anterior.

Reseksi abdomino perineal

o Jika lesi mudah dipalpasi dengan jari tangan pemeriksa, maka umumnya

diindikasikan reseksi abdominoperineal. Tetapi jika neoplasma dapat dibawa ke

tingkat insisi abdominal setelah mobilisasi rectum dari levator ani, maka bisa

dilakukan reseksi yang adekuat.

o Atau disebut juga amputasi rekti (Milles Procedure). Bagian distal sigmoid,

rektosigmoid, dan rektum direseksi, kemudian dibuat end-sigmoidostomy

permanent.

o Penggunaan alat stapling melingkar, memudahkan pembentukkan anastomosis

yang terletak rendah.

o Jika prinsip ini diikuti dan pasien dipilih cermat, maka angka kelangsungan hidup

pada operasi ini umumnya sebanding.

o Dalam teknik ini tidak ada perbedaan dalam mortalitas operasi antara dua

pendekatan.

32

Page 33: Ca Colorectal

Gambar pilihan terapi pada kanker kolorektal

BAB V

PENUTUP

5.1 KESIMPULAN

Saat ini kanker masih merupakan salah satu masalah kesehatan di Indonesia. Masyarakat

masih berpendapat bahwa kanker merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan.

Meskipun organisasi kesehatan dunia WHO telah menyatakan bahwa sepertiga penyakit

kanker dapat disembuhkan dan sepertiga lainnya dapat dilakukan usaha pencegahan dan

sepertiga lainnya dapat dilakukan pengurangan penderitaan.

33

Page 34: Ca Colorectal

Usus besar atau colon berbentuk tabung muskular berrongga dengan panjang sekitar 1,5 m (5

kaki) yang terbentang dari sekum hingga canalis analis. Diameter usus besar sekitar 6,5 cm

(2,5 inchi), tetapi makin dekat ke anus diameternya semakin kecil.

Kanker kolon sebagaimana sifat kanker lainnya, memiliki sifat dapat tumbuh dengan relatif

cepat, dapat menyusup atau mengakar (infiltrasi) ke jaringan disekitarnya serta merusaknya,

dapat menyebar jauh melalui kelenjar getah bening maupun pembuluh darah ke organ yang

jauh dari tempat asalnya tumbuh, seperti ke liver atau ke paru-paru, yang pada akhirnya

dapat menyebabkan kematian bila tidak ditangani dengan baik.

Karsinoma rectum, bermanifestasi awal dari polip neoplasma (4 % kasus). Dimana terjadi

akumulasi sel pada defek molekuler, termasuk aktivasi proses onkogene dan inaktivasi gen

supresor tumor yang berubah menjadi maligna. Pada mukosa yang normal, permukaan

epithelium beregenerasi seiap 6 hari. Sel kripta bermigrasi dari dasar kripta ke permukaan,

dimana terjadi differensiasi, maturasi, dan ultimasi, sehingga kehilangan kemampuan untuk

replikasi

5.2 LAMPIRAN

34

Page 35: Ca Colorectal

DAFTAR PUSTAKA

35

Page 36: Ca Colorectal

Bagian Bedah Staf Pengajar FKUI, “ Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah “, Cetakan pertama :

1995.

Sjamsuhidayat, R, Jong, WD, „Buku Ajar Ilmu Bedah , edisi II, EGC. Jakarta : 2005.

Simadibrata. Karsinoma kolon rektum. Dalam: Suparman (ed) Ilmu Penyakit Dalam jilid

II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI : 1458

www.dharmais.co.id , Waspada Kanker Kolorektal di akses 12 november 2012

Bagian Bedah Staf Pengajar FKUI, “ Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah “, Cetakan pertama :

1995.

www.detik.com , serat dapat mengurangi insidensi kanker kolorektal, di akses 12

November 2012

www.google.com//kanker  rectum/PCC (Parkway Cancer Centre

http://bedahumum.wordpress.com/2009/04/13/

`

36