TëROBOSAN, Edisi 348, 15 Oktober 2012
Media ini dikelola oleh Pelajar dan Mahasiswa Indonesia sebagai media informasi, opini dan komunikasi
mahasiswa Indonesia di Mesir. Redaksi menerima tulisan dari pelbagai pihak dan berhak mengeditnya tanpa
menghilangkan makna dan tujuan.
TëROBOSAN
AD
VER
SITI
NG
Sekapur Sirih, Kaderisasi dan Disorientasi, Halaman 2
Sikap, Dari PPMI Sumatera Barat ke OPPM Kairo , Halaman 3
Laporan Khusus, Tindak Kriminal dan Kondisi Sosial Mesir Pascarevolusi Halaman 4-5
Laporan Utama, Kelanjutan Pembangunan Asrama, Halaman 6-7
Kometar Peristiwa, Haji Umroh Masisir Terganjal Hukum, Halaman 8
Opini, Haji Umroh Masisir dalam Pandangan Fikih, Halaman 9
Sastra, Cerita Terakhir, Halaman 10
Sastra, Janji Kelabu, Halaman 11
Bahasa, Pena Bulu De Sade, Halaman 12
Seputar Kita, Back to Campus Show, Awali Tahun Ajaran Baru, Halaman 13
Dinamika, Layakkah Menjadi Alumni Al-Azhar?, Halaman 14
Dinamika, Silahkan Pilih!, Halaman 15
Edisi 348 15 Oktober 2012
Selamat Membaca!
Santai dan penting dibaca
Tajam tanpa melukai
Kritis tanpa menelanjangi
Kelanjutan Pembangunan
Asrama Menjawab kesimpangsiuran mega proyek yang tersendat Simak Laporan Utama hal 6-7
Pak Sangidu: Mudah-mudahan (asrama) dalam 18 bulan bisa selesai!
TëROBOSAN, Edisi 348, 15 Oktober 2012
Sekapur Sirih
Kaderisasi dan Disorientasi
Pendiri: Syarifuddin Abdullah, Tabrani Sabirin Pimpinan Umum: Faznir Syam Harefa. Pimpinan Redaksi: Tsabit Qodami. Pimpinan Perusahaan: Reni Dwi Jayanti. Sekretaris: Sirojul Khikam,. Dewan
Redaksi: Kadarisman, Abdul Majid, Ahmad Farros El-Halimy, Muslihun Maksum, Habib Rahman Haqiqi, Ulfiya Nur Faiqoh. Redaktur Pelaksa-na: Siti Rahma. Reportase: Mohamad Bakri, Memen Maimanah Mukhtar, Nurul Ulfa, Beri Prima, Reni Dwi Jayanti, Shally Fandhu Femilianda, Sun Fan Ulum Fiy, Tata Letak: Fahmi Hasan, Lukman Hakim. Editor: Zulfahani Hasyim, Ahmad Maimun. Pembantu Umum: Keluarga TëROBO-
SAN. Alamat Redaksi: Indonesian Hostel-302 Floor 04, 08 el-Wahran St. Rabea el-Adawea, Nasr City Cairo-Egypt. Telepon: 22609228 E-mail: [email protected]. Facebook : Terobosan Masisir. Untuk pemasangan Iklan dan Layanan Pelanggan silakan menghubungi nomor tel-pon : 0109427876 (Tsabit) atau 01122217176 (Fahmi)
Kami ucapkan selamat datang kepada
para pelajar dan mahasiswa Indonesia
yang baru datang dari tanah air. Niat dan
semangat anda sekalian semoga selalu
dipelihara oleh Allah sebagaimana janji-
Nya bahwa para penuntut ilmu akan
selalu didoakan oleh seluruh makhluk
sampai para ikan di laut.
Seperti biasa, setiap awal tahun aja-
ran para mahasiswa baru menjadi salah
satu topik pembicaraan hangat di ka-
langan Masisir, selain baru yang bisa jadi
pasangan hidup, mahasiswa baru pun
menjadi tumpuan harapan berbagai
macam organisasi agar dapat terus
bernafas mengisi dinamika
keorganisasian di masing-masing tem-
pat.
Mahasiswa baru pastinya masih
memiliki semangat yang tinggi untuk
menuntut ilmu (tidak seperti para
seniornya yang sudah mulai bosan), na-
mun semangat itu akan terbentur
dengan kata yang tertulis di atas, Kade-
risasi. Setiap organisasi saat ini sedang
gencarnya mengadakan orientasi bagi
pelajar baru, yang jika anda amati
ternyata akan mendisorientasi para ma-
hasiswa baru dari tujuan mereka semula,
dari niat untuk belajar kemudian ikut
sibuk dalam organisasi.
Para mahasiswa baru biasanya masih
mencari jati diri, dan akan mencoba
segala hal yang dihadapkan kepadanya.
Layaknya kanvas kosong yang
menunggu untuk diberi warna, tak
heran biasanya mereka tidak bisa
menolak untuk disibukkan di
berbagai acara. Dan hampir di setiap
organisasi mereka akan sibuk dalam
kepanitiaan acara yang semakin
menenggelamkan mereka dalam
kesibukan organisasi.
Kaderisasi memang sebuah per-
masalahan yang cukup serius. Be-
berapa organisasi, kecil maupun be-
sar mengalami permasalahan yang
sama, kurangnya sumber daya manu-
sia. Beberapa organisasi bahkan sem-
pat mati suri karena ketiadaan
generasi penerus. Bahkan untuk lem-
baga sepenting DKKM pun tidak ada
kaderisasi di dalamnya.
Kata kaderisasi layaknya buah
simalakama. Para senior berusaha
keras agar organisasi yang ia urus
berjalan dengan lancar, namun itu
berarti mengorbankan semangat pa-
ra mahasiswa baru dalam menuntut
ilmu untuk ikut andil di dalamnya.
Atau membiarkan para mahasiswa
baru untuk berkarya tanpa terganggu
organisasi, yang berarti organisasi
yang mereka urus akan kekurangan
SDM yang memadai.
Beberapa waktu yang lalu PPMI
mengadakan acara Coffee Break yang
bertempat di Limas. Sebuah acara
yang merupakan bincang-bincang
antara PPMI bersama para ketua
senat dan ketua kekeluargaan. Salah
satu keputusan yang disepakati da-
lam acara itu adalah tidak boleh bagi
sebuah organisasi untuk melibatkan
para mahasiswa baru dalam dewan
pengurus ataupun dalam kepanitiaan
acara keorganisasian. Semoga saja
kesepakatan ini benar-benar bisa
berjalan agar semangat para maha-
siswa itu tidak cepat luntur karena
organisasi, dan organisasi bisa men-
cari jalan lain agar bisa dijadikan so-
lusi.
Tidak dipungkiri, kami pun
mendapatkan masalah yang sama,
kurangnya sumber daya manusia
yang membuat kinerja kami akhir-
akhir ini berkurang. Namun meski
begitu, kami tetap selalu berusaha
untuk menghadirkan ulasan berita
yang tajam namun tidak melukai
kepada para pembaca.
Untuk Laporan Utama kami
mengangkat berita tentang perkem-
bangan pembangunan asrama yang
telah dimulai sejak Februari kemarin.
Menjelaskan seluk beluk pem-
bangunan asrama itu dan kondisi
terakhir asrama saat ini.
Untuk Laporan Khusus kami
mencoba menghadirkan ulasan ten-
tang keamanan Mesir pascarevolusi,
ditambah dengan beberapa tindak
kejahatan yang menimpa beberapa
rekan Masisir selama bulan Rama-
dhan kemarin. Sekaligus memberikan
harapan Masisir kepada DKKM yang
baru saja mendapatkan SK baru dari
Presiden PPMI.
Kamipun sedikit mengangkat ten-
tang birokrasi visa haji dan umroh
untuk Masisir, menjelaskan proses
sekaligus kendala yang dihadapi oleh
Masisir yang menyebabkan sulitnya
birokrasi umroh pada tahun ini.
Kami selalu menerima saran mau-
pun kritik dari para pembaca sekal-
ian, yang hal itu menandakan bahwa
keberadaan media-media mahasiswa
seperti kami masih dibutuhkan di
kalangan masisir, bukan sebagai alas
makan, atau pemenuh ruangan, na-
mun benar-benar sebagai media
penyalur aspirasi, smart power yang
membawa perubahan ke arah yang
lebih baik. Selamat membaca! [ë]
02
TëROBOSAN, Edisi 348, 15 Oktober 2012
Dari PPMI Sumatera Barat ke OPPM Cairo
S i k a p
PPMI adalah organisasi induk yang
membawahi seluruh pelajar dan mahasiswa
Indonesia di Mesir, dan di sanalah pusat
pergerakan roda keorganisasian Masisir
secara keseluruhan. Sudah semestinya
PPMI dapat mengayomi seluruh elemen
Masisir tanpa memandang ras, suku, partai
politik ataupun golongan.
Bulan lalu para anggota kabinet PPMI
Bersinergi dan Berprestasi (B&B) baru saja
pulang dari liburan mereka, setelah
melaksanakan tugas yang melelahkan sela-
ma satu tahun ajaran. Liburan mereka kali
ini terasa lebih meriah karena Sidang
Umum II MPA telah menerima hasil laporan
kerja mereka dengan predikat Mumtaz,
sebuah nilai yang belum didapat oleh
kepengurusan PPMI pada tahun-tahun
sebelumnya. Kabinet yang dinahkodai oleh
Abu Nashar Bukhari dan Muhammad
Syukron sekilas bisa dipandang sempurna,
selain dari 91% program kerja telah ter-
penuhi, peraihan predikat Mumtaz di ujung
kepengurusan mereka memberikan kesan
akhir yang bahagia. Namun seperti kata
pepatah; Tiada gading yang tak retak.
Terdapat sekitar 41 orang yang pernah
berkecimpung dalam kabinet B&B dengan
beberapa kali reshuflle, yang jika kita per-
hatikan maka kita akan merasakan suasana
kedaerahan yang sangat kental dalam
tubuh PPMI. Tercatat dari keseluruhan
yang berjumlah 41 orang terdapat
setidaknya 15 orang anggota kabinet yang
berasal dari daerah Sumatera Barat, terma-
suk di dalamnya Wakil Presiden
Muhammad Syukron, atau jika dipersenkan
akan mencapai angka 37%, sebuah per-
senan yang terlalu besar untuk sebuah or-
ganisasi yang membawahi masyarakat yang
majemuk.
Mari kita lirik sejenak motto mereka,
Bersinergi dan Berprestasi. Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sinergi
bermakna kegiatan atau operasi gabungan,
sedangkan bersinergi adalah melakukan
kegiatan atau operasi gabungan. Maka su-
dah seharusnya kabinet B&B selalu
berusaha untuk bergabung, menyatu
dengan seluruh elemen masyarakat yang
ada tanpa memandang ras atau suku. Kata
“Bersinergi” tidak kemudian dipraktekkan
dengan usaha untuk menjadikan anggota
KMM yang bersinergi dengan PPMI ataupun
sebaliknya. PPMI adalah milik Masisir ber-
sama.
Terlepas dari unsur nepotisme atau
tidak, sejatinya hal ini sah-sah saja
dilakukan mengingat penunjukkan anggota
kabinet merupakan hak prerogatif presiden
sesuai dengan AD/ART PPMI bab IV pasal
32 tentang kabinet DPP. Presiden dan wakil
presiden berhak untuk mengangkat siapa
saja untuk menjadi anggota kabinet, karena
hal ini akan berpengaruh kuat pada kinerja
organisasi ke depannya. Akan sangat berisi-
ko jika seorang pemimpin memilih oknum
yang tidak memiliki ide atau maksud yang
sama dengan sang pemimpin.
Kritikan keras pernah mengalir deras
kepada khalifah ketiga Islam, Utsman bin
Affan yang disebutkan mengangkat para
pejabat dan gubernur dari kalangan kerabat
dekatnya, yang hal ini lah yang menjadi
salah satu penyebab terjadinya pemberon-
takan yang berujung pada aksi penge-
pungan dan pembunuhan terhadap dirinya.
Dalam dunia perpolitikan praktis kita me-
mang sudah biasa mendengar kata koalisi
dan oposisi, namun apakah organisasi in-
duk kita pun butuh hal semacam ini?
Yang memang disayangkan, kurang ada
sosialisasi dari kabinet B&B tentang
keanggotaan kabinet yang menjadikan DPP
PPMI kemarin terasa ekslusif dan tertutup.
Masisir jarang yang tahu akan; berapa
jumlah pengurus DPP yang menjabat? Siapa
saja mereka? Berapa kali reshuffle terjadi?
Siapa yang mengundurkan diri dan siapa
yang menjadi pengurus baru? Maka
bagaimana Masisir akan mengenal PPMI
jika para anggota kabinetnya pun masih
mubham. Meski pemilihan kabinet adalah
hak prerogatif pemimpin, namun sosialisasi
ke masyarakat sangatlah diperlukan agar
PPMI benar-benar bisa bersinergi dan ber-
masyarakat.
Tapi yang lalu biarlah berlalu, terasa
kurang etis jika kita membicarakan masa
lalu yang kita pun tak lagi bisa memperbai-
kinya, paling saat ini kita hanya bisa
mengambil pelajaran dari apa yang telah
terjadi agar tidak terulang di kemudian
hari. Maka mari kita arahkan pandangan
kita ke hari ini. Kepengurusan perangkat
PPMI lama telah usai digantikan dengan
perangkat PPMI yang seluruhnya baru. MPA
baru, BPA baru, hingga Presiden yang baru,
semestinya membawa semangat baru kepa-
da Masisir untuk berdinamika kembali.
Jika kita perhatikan, sepertinya meru-
pakan sebuah kebetulan bahwa saat ini
dunia dinamika Masisir sedang diwarnai
oleh organisasi almamater IKPM. Dimulai
dari Wihdah yang telah memilih Nurul Cha-
sanah sebagai pemimpin pada pertengahan
tahun lalu, kemudian Jamil Abdul Latif yang
terpilih sebagai presiden PPMI pada pemilu
raya, dan diakhiri oleh Amrizal Batu Bara
yang terpilih sebagai pimpinan MPA pada
Sidang Umum I PPMI. Memang tidak ada
skenario terencana yang mengatur semua
ini, ketiganya terpilih dalam waktu yang
berbeda dan di tempat yang berbeda pula,
maka bisa kita sebut bahwa hal ini tidak
lain merupakan suratan takdir dari Sang
Penyusun Skenario yang menjadikan tiga
orang pemimpin kita saat ini berasal dari
almamater yang sama.
Namun belum berhenti di situ. Awal
bulan lalu kabinet DPP PPMI baru saja di-
lantik, dan tidak seperti tahun sebelumnya,
PPMI sekarang telah mempublikasikan
acara pelantikan beserta nama-nama kabi-
net pengurus DPP PPMI untuk tahun ajaran
ini. Dari 26 orang pengurus DPP PPMI yang
dilantik, terdapat sekitar 13 orang berasal
dari IKPM termasuk di dalamnya sang
Presiden Jamil Abdul Latif, dan jika diper-
senkan akan mencapai angka 50%, angka
yang lebih tinggi dari pada yang sebe-
lumnya. Kabinet Bersama dan Bersatu, apa-
kan juga kelak ditafsirkan dengan bersama
bersatu di bawah naungan IKPM?
Namun kembali ke atas bahwa penun-
jukan anggota kabinet adalah hak pre-
rogatif pemimpin, maka sang presiden dan
wakilnya berhak untuk memilih siapa saja
demi kelancaran perputaran roda organ-
isasi, terlepas dari siapa, dari mana, suku
apa, atau golongan apa.
Perlu diingat bahwa PPMI berbeda
dengan majlis pemerintahan seperti di In-
donesia yang terdiri dari koalisi beserta
oposisi. “Persatuan” Pelajar dan Mahasiswa
Indonesia merupakan wadah bersatunya
seluruh aspirasi pelajar dan mahasiswa,
maka seyogyanya PPMI bisa merangkul
seluruh masyarakat tanpa harus ada istilah
golongan koalisi atau oposisi. Persatuan,
singkatan huruf pertama dari kata PPMI,
setidaknya itulah harapan besar Masisir
dari PPMI di setiap pergantian kepenguru-
san setiap tahunnya, menyatukan Masisir di
bawah naungan Persatuan Pelajar dan Ma-
hasiswa Indonesia. Semoga saja kita
melihat harapan ini terkabul pada kepengu-
rusan PPMI tahun ini. Selamat berjuang,
Jamil dan Delfa! [ë](Fahmi)
03
TëROBOSAN, Edisi 348, 15 Oktober 2012
Tindak Kriminal dan Kondisi Sosial Mesir Pascarevolusi
Laporan Khusus
04
Berbicara soal keamanan di Mesir tak
ubahnya seperti membicarakan sepakbola,
artis, dan tren terbaru. Pembicaraan yang
sudah menjadi sangat biasa meski merupa-
kan kejadian yang luar biasa bagi korban.
Apalagi di saat Mesir memasuki masa pas-
carevolusi dan transisi pemerintahan dari
pihak militer yang memegang pemerinta-
han sementara ke pemerintahan baru yang
dipegang Ikhwanul Muslimin dan Muham-
mad Mursi sebagai presiden. Semua bisa
terjadi di sini, di Negeri Seribu Menara ini,
di masa ini, masa di mana kondisi politik,
ekonomi, dan keamanan sedang tidak sta-
bil.
Tumbangnya Rezim Mubarak dari tam-
puk kekuasaan tertinggi di Mesir mem-
berikan konsekuensi yang bermacam-
macam, salah satunya adalah keamanan.
Keamanan Mesir jatuh pada masa paling
buruk dalam beberapa dekade terakhir.
Setiap diri di Negeri Para Nabi ini benar-
benar tidak memiliki jaminan keamanan
apapun. Semua masuk pada masa yang
sama di mana pengangguran naik secara
drastis. Kesenjangan sosial pun naik secara
signifikan. Jurang antara orang kaya dan
miskin semakin naik.
Tradingeconomics.com dalam laman
resminya memuat grafik pengangguran di
Mesir menumbus angka tertinggi dalam
sejarah Mesir yaitu menembus angka 12,6
persen per Maret 2012. Ini adalah angka
pengangguran tertinggi yang pernah di
alami Mesir. Sedang pada 2008 angka
pengangguran hanya mencapai 9,1 persen
dan 2010 hanya mencapai 9,4. Sementara
lonjakan paling pesat dimulai sejak
keruntuhan rezim Mubarak yaitu naik
sebanyak 3 persen yaitu dari angka 8,9
persen ke angka 11,9 persen. Statistika ini
menunjukan angka kesejahteraan
penduduk Mesir semakin menurun. Se-
mentara buruknya sistem ekonomi di Me-
sir memaksa Mesir mengalami krisis
ekonomi yang belum juga membaik. Kondi-
si rakyat miskin semakin terlindas oleh
roda kehidupan yang memaksa mereka
melakukan apa saja untuk bertahan hidup
di sini.
Dari segi kesejahteraan, Mesir pasca
Revolusi 25 Januari justru masuk pada
masa terburuk. nationsencyclopedia.com
merilis soal kemiskinan di Mesir yang su-
dah mencapai angka antara 20-30 persen.
Artinya sedikitnya 16 juta penduduk Mesir
hidup dalam kondisi kemiskinan. Ini ada-
lah angka terburuk yang ada dalam statisti-
ka Mesir. Ini tidak lepas dari sistem yang
dipakai selama Rezim Mubarak. Prof. Reem
Saad seorang pakar antropology dari
American University in Cairo memaparkan
pada egyptindependent.com bahwa selama
Mubarak berkuasa dia banyak mempriori-
taskan pembangunan di kota-kota besar
saja, itupun hanya pada wilayah urban
seperti Zamalek, Ma’adi, dan Garden City.
Selebihnya wilayah pinggiran dan
pedesaan tidak tersentuh program pem-
bangunan. Bahkan nationsencyclope-
dia.com merilis bahwa 20 persen orang
terkaya di Mesir mengendalikan 39 persen
kekayaan Mesir. Data ini sudah cukup bagi
kita untuk memahami kondisi
kesejahteraan Mesir yang sebenarnya.
Setelah data pengangguran dan
kemiskinan di Mesir kita pelajari pada
uraian di atas kita sekarang menengok,
bagaimana keadaan keamanan di Mesir
sebenarnya? Telah sama-sama kita ketahui
24 ribu narapidana melarikan diri dari
penjara pada Revolusi 25 Januari dan
hanya 8.400 narapidana yang tertangkap
kembali. Sementara itu 6.600 senjata
hilang dari gudang senjata di beberapa
kantor polisi dan tidak ditemukan kembali
hingga sekarang. Dengan data ini tentu
mudah bagi kita membayangkan kondisi
Mesir sebenarnya bukan?
Dari sedikit gambaran Mesir di atas
menyoal kondisi sosial, ekonomi, dan kea-
manan kita sekarang menengok ke dalam
komunitas kita−Masisir−yang notabene
tinggal di Mesir, baik Kairo maupun daerah
-daerah lain di Mesir. Masisir menjadi salah
satu komunitas warga asing terbesar di
Mesir. Jumlahnya yang mencapai ribuan
sudah cukup untuk membuat sebuah keca-
matan di Mesir. Dengan latar budaya dan
sosial yang berbeda dan tinggal di kawasan
pinggiran, Masisir memberi warna lain dari
sosio-kultur masyarakat Mesir. Mereka
kadang ada yang menyatu dengan
masyarakat Mesir dan kadang ada yang
memilih untuk nampak ekslusif. Tentu hal
ini tidak sertamerta lepas dari perhatian
orang Mesir, apalagi yang merupakan
penduduk yang hidup dalam kondisi pas-
pasan. Masisir sedikit banyak juga mem-
beri kesenjangan berbeda antara warga
asing dan penduduk pribumi. Terlepas dari
hubungan baik antara Indonesia dan Mesir,
kita harus melihat secara obyektif kondisi
Masisir yang sama-sama hidup dalam an-
caman kriminalitas di Mesir.
Bulan Ramadhan tahun ini rasanya
memang membawa berkah bagi para pen-
jahat Mesir dengan beberapa kasus yang
sukses melibas harta benda dari Masisir.
Kondisi Ramadhan di musim panas mem-
buat Masisir lebih senang menghabiskan
malam dengan begadang dan menghabis-
kan siang untuk tidur. Ternyata kebiasaan
Masisir ini dibaca dengan sangat cerdas
oleh para penjahat. Mereka menjalankan
aksinya di beberapa tempat di kawasan
Hay Al-‘Ashir.
Tercatat beberapa kasus kriminal
menimpa kawan-kawan kita di sekitar
bulan Ramadhan. TëROBOSAN setidaknya
mencatat enam kasus besar selama bulan
Ramadhan yang terjadi selama bulan puasa
tersebut.
Kasus pertama adalah yang menimpa
rekan kita yang juga ketua KPMJB, Jajang
Hermawan, di daerah Suq Sayarat pada
tanggal 16 Juli 2012. Dia ditondong seka-
wanan orang Mesir pada sekitar pukul
sebelas malam. Meski tidak mengalami
luka-luka, namun korban harus menderita
kerugian sekitar 1000 LE.
Berselang sebelas hari kemudian masih
di tempat yang sama di kawasan Suq
Sayarat, Maulana Noviansyah dari KPMJB
juga mengalami penodongan oleh seka-
wanan penjahat Mesir. Ia tidak mengalami
kerugian materi namun mengalami luka
tusuk karena berusaha membela diri.
Peristiwa ini pun terjadi pada jam yang
sama yaitu sekitar pukul 11 malam.
Pada tanggal 3 Agustus 2012, kasus
pencurian yang berujung pada perkelahian
menimpa Rumah Budaya Akar di kawasan
Bawabah. Padahal satu hari sebelumnya
rumah Atase Pendidikan yang tidak jauh
dari Rumah Budaya Akar juga menderita
kerugian akibat pencurian yang dilakukan
oleh penjahat Mesir. Kejadian di Rumah
Budaya Akar sendiri menarik perhatian
karena pencurian yang awalnya hanya
kasus pencurian biasa berujung pada
perkelahian antara penghuni rumah dan
kawanan preman yang diduga kawan dari
si pencuri.
Para pencuri yang telah berhasil mem-
bawa kabur beberapa barang berharga
ternyata kembali lagi hendak melakukan
aksi untuk kedua kalinya di tempat yang
sama, karena mereka berfikir para
penghuni rumah masih terlelap. Namun
dugaan mereka salah, para penghuni ru-
TëROBOSAN, Edisi 348, 15 Oktober 2012
Laporan Khusus
05
mah yang sudah terjaga mengetahui gela-
gat dari pencuri itu lalu mengejar mereka.
Dari dua orang pencuri, hanya satu orang
yang dapat tertangkap. Beberapa hand-
phone yang sempat diambil pun didapat-
kan dan dijadikan barang bukti. Namun
kejadian tidak berhenti sampai di situ. Ka-
wanan preman yang diduga sebagai kawan
-kawan si pencuri datang dengan memba-
wa sejumlah senjata dan bom molotov.
Kericuhan tidak dapat dihindarkan
sampai akhirnya para penghuni rumah
memutuskan untuk melepas pencuri yang
tertangkap setelah bernegosiasi dengan
kawanan preman yang bersedia mengem-
balikan beberapa barang meski tidak sepe-
nuhnya. Beberapa rekan Rumah Budaya
Akar sempat mengubungi pihak KBRI,
DKKM, dan polisi, namun seperti tidak ada
respon dan hanya Pak Samsir yang datang
ke TKP. Dan dari kejadian ini Rumah Bu-
daya Akar mengalami kerugian materil
sekitar 1500 LE dan rekan Coh’an yang
luka di bagian pelipisnya.
Kejadian kriminal selanjutnya terjadi di
kawasan Tub Ramli tepat di rumah rekan
Ahmad Hujaj Nurrohim pada tanggal 15
Agustus 2012. Hujaj menuturkan tentang
kejadian yang menimpa rumahnya, “Jadi
saat itu jam 3 sore habis dzuhur sebelum
ashar tiba-tiba ada orang mengetuk pintu
"tok tok tok tok". Terus saya lihat saya kira
dia itu tukang listrik karena memang sudah
masanya bayar listrik kan. Nah setelah saya
buka, dia langsung masuk dan menusukkan
sebilah pisau, pisau dapur itu yang agak
panjang. Untung kebiasaan saya adalah
membukakan pintu dari belakang pintu.
Jadi, saya otomatis nggak kena.”
Dalam percobaan perampokan ini
pelaku berusaha masuk namun mendapat
perlawanan dari Hujaj. Hujaj pun me-
manggil kawan-kawannya yang kebetulan
sedang istirahat siang. Karena melihat
banyak orang datang pelaku percobaan
perampokan ini pun kabur tanpa mening-
galkan kerugian fisik dan materi.
“Saya melawannya dan saya berhasil
memegang tangannnya. Saya dorong-
dorongan dan akhirnya pisau mengarah
kepada perutnya. Kita sama kuatnya saat
itu tapi saya balikkan arah pisau ke perut-
nya. Belum kena perutnya, dia lari.” Papar
Hujaj kepada reporter TëROBOSAN.
Tiga hari berselang kejadian lebih be-
sar lagi terjadi di kawasan Mutsallas. Kali
ini kasus perampokan menimpa dua
rekanita kita bernama Rina dan Novita.
Saat itu pukul 07.00 pagi Rina dan Novita
sedang terlelap tidur di rumah mereka
yang berlokasi di musallas. Mereka disekap
dan diikat kedua tangan dan kakinya, kare-
na melakukan beberapa perlawanan. Salah
satu di antara mereka pun sedikit mengala-
mi luka goresan pada wajahnya. Dan
mengalami kerugian 3 handphone, 2 lap-
top, 1 hardisk internal.
Pada akhir Ramadhan, sekitar jam
setengah satu malam terjadi penusukan di
Gami’, korban adalah salah satu warga
fosgama yang sedang bejalan bersama
seorang teman dan ternyata di tengah jalan
dijegal oleh orang Mesir dan akhirnya
mendapatkan tusukan di leher dan goresan
di tangan, karena pada saat itu handphone
korban berdering dan pelaku berniat untuk
mengambil handphone tersebut.
Dari beberapa kasus yang tercatat di
atas, kawasan Hay Al-‘Ashir menjadi red
zone dalam hal terjadinya tidak kriminali-
tas. Kawasan yang banyak dihuni warga
asing di Mesir ini adalah kawasan paling
rawan di Kairo. Dengan kondisi lingkungan
berstatus suburban ditambah penduduk
asing yang banyak kawasan ini menjadi
target operasi bagi banyak kawanan penja-
hat di Mesir. Dan warga asing dari Asia
Tenggara menjadi target utama dalam
tidak kriminal ini karena dianggap
memiliki kondisi ekonomi yang relatif lebih
baik dibanding penduduk suburban yang
berasal dari pribumi maupun penduduk
kulit hitam.
Di Hay Al-‘Ashir sendiri Syuq Sayarat
dan Bawabah 3 menjadi zona paling baha-
ya pada jeda waktu antara jam 10 malam
sampai jam 8 pagi. Pada jam-jam ini Syuq
Sayarat dan Bawabah 3 memang relatif
sepi. Dan modus operandi yang paling
sering terjadi di kawasan ini adalah pe-
nodongan (untuk pejalan kaki) dan pencu-
rian (untuk rumah). Wilayah Tub Ramli
dan Musallas menjadi kawasan paling ba-
haya nomor dua dengan modus operandi
perampokan, pembobolan rumah, dan pen-
curian. Sementara kawasan Gamik berada
di nomor urut tiga dengan mencatat hanya
ada satu kasus dalam satu bulannya
dengan modus operandi penodongan.
TëROBOSAN mencoba memberi sedikit
analisa tentang fenomena keamanan ini.
Setidaknya ada 3 faktor yang
melatarbelakangi fenomena
ini. 3 faktor tersebut adalah:
1. Kondisi Mesir pasca
Revolusi.
Kondisi Mesir pasca Revolusi
memang sangatlah memprihatinkan
mulai dari lawless akibat pe-
gurangan jumlah personil
polisi dan perangkat hukum yang diyakini
sebagai bagian dari rezim yang terguling-
kan hingga buruknya kondisi
kesejahteraan rakyat Mesir yang mendesak
mereka melakukan apa saja untuk ber-
tahan hidup. Dari kondisi yang kompleks
seperti ini wajar rasanya kondisi kea-
manan memburuk.
2. Kesenjangan sosial yang terjadi di
antara penduduk kawasan suburban
seperti Hay Al-‘Asyir.
Kawasan Hay Al-‘Asyir dihuni oleh
berbagai macam etnis, mulai dari pribumi,
kulit hitam, Asia Tenggara, Cina, Rusia, dan
beberapa etnis lainnya. Mereka datang dari
budaya dan kondisi sosial yang berbeda-
beda, termasuk kondisi ekonomi. Dari
sinilah gesekan-gesekan sosial terjadi
tanpa bisa dielakkan, termasuk tindak
kriminalitas.
3. Kurangnya pengawasan,
pertolongan pertama pada kejadian,
dan tindakana preventif yang mungkin
dilakukan oleh Masisir, KBRI, DKKM,
dan pihak keamanan Mesir.
Ini adalah faktor penting dari muncul-
nya fenomena tindak kriminal yang men-
impa WNI. Bagaimana tidak? Kita yang
mempunyai populasi yang cukup besar di
Hay Al-‘Ashir seharusnya mempunyai sis-
tem keamanan yang mandiri yang tidak
bergantung pada sistem keamanan Mesir
yang sedang limbung. Kita juga harus pedu-
li pada setiap kejadian dan korban.
Kurangnya pengawasan itu juga
ditandai dengan tidak adanya data yang
falid untuk setiap kejadian dari pihak
DKKM. Memang DKKM tidak memiliki
wewenang penuh atas keamanan Masisir
layaknya polisi atau keamanan lingkungan,
namun setidaknya DKKM memiliki data
yang falid dari setiap kejadian agar dapat
diolah dan dipelajari kemungkinan keja-
hatan terbesar menurut waktu, tempat,
kerugian dan modus operandi. Setelah kita
mempelajari peta persentase tindak krimi-
nal dan modus operandinya, maka kita bisa
melakukan usaha-usaha pencegahan untuk
menghindari ter-
jadinya tindak kriminal
yang lain. [ë]
(Bakrie,
Memen,
Zulfa) Image: m
erdek
a.com
TëROBOSAN, Edisi 348, 15 Oktober 2012
Laporan Utama
06
Kabar kejelasan tentang asrama maha-
siswa yang merupakan program yang di-
canangkan sejak Lokakarya tahun 2008
masih simpang siur di kalangan mahasiswa.
Sebagian mahasiswa pun bertanya-tanya
sejauh mana kelanjutan proses pem-
bangunan asrama yang telah dimulai
dengan peletakan batu pertama 15 Febru-
ari lalu, dan lagi-lagi pihak KBRI menjadi
pihak yang dilirik dalam masalah ini.
Dalam website resminya, Atase Pen-
didikan dan Kebudayaan KBRI Cairo merilis
sebuah berita pada Rabu (12/9), bahwa
Duta Besar Republik Indonesia untuk Me-
sir, Nurfaizi Suwandi mengadakan per-
temuan dengan ketua tim pembangunan
asrama, Abdurrahman Musa pada hari
Selasa (11/9). Dalam pertemuan itu dijelas-
kan bahwa pembangunan asrama maha-
siswa yang sedang berlangsung ini
dilaksanakan sesuai dengan aturan perun-
dang-undangan yang berlaku di negeri ini.
Proses pembangunan asrama saat ini telah
disetujui oleh Kementrian Keuangan dan
Sekretariat Negara Republik Arab Mesir.
Selanjutnya dikatakan bahwa proses
pembangunan asrama ini dilakukan oleh
perusahaan property Arab Contractor,
setelah memenangkan kontrak dari
perusahaan property Wadi el-Nile. Atase
Pendidikan KBRI Cairo, Sangidu, M.Hum.
menambahkan bahwa pembangunan tahap
pertama akan dimulai pada awal bulan ini,
dengan membangun empat buah gedung
asrama dan satu buah dapur umum yang
memakan biaya sekitar 44 milyar Rupiah,
dan diharapkan akan selesai dalam waktu
18 bulan ke depan.
Pihak yang bertanggung jawab penuh
dalam birokrasi dan pembangunan asrama
ini adalah tim khusus yang telah dipilih
oleh Syaikhul Azhar, sedangkan pihak KBRI
sendiri hanya memantau jalannya proses
pembangunan tersebut. Dana yang tersedia
saat ini berjumlah 19 milyar Rupiah, yang
terdiri dari 14 milyar anggaran dari Ke-
mentrian Agama RI, dan 5 milyar dari
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Uang
itu seluruhnya telah diberikan kepada Al-
Azhar sebagai pihak yang bertanggung
jawab dalam proses pembangunan asrama
tersebut.
Lebih
jauh
dikatakan
bahwa pem-
bangunan
tahap per-
tama ini
masih mem-
butuhkan
dana sebesar
25 milyar,
dan KBRI
akan
mengajukan
proposal
kepada Ke-
mentrian Perumahan Rakyat untuk
menambahi kekurangan itu. Dan pihaknya
pun akan menagih proposal dari beberapa
pemerintah daerah yang pernah menjan-
jikan bantuan untuk menambahi biaya
pembangunan ini. Di antaranya adalah
Provinsi Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Ten-
gah, Kalimantan Timur dan NTB, dan
bahkan dikatakan bahwa DPR pusat pun
siap untuk membantu.
Proses keuangan untuk pembangunan
asrama ini memang sulit, karena merupa-
kan hibah dari pemerintah daerah kepada
sebuah lembaga yang berada di luar negeri.
Tidak seperti Malaysia yang mudah, Indo-
nesia memiliki sistem birokrasi keuangan
yang rumit. Pemerintah Daerah tidak bisa
sembarangan mengirimkan bantuan lang-
sung ke luar negeri, namun harus melalui
beberapa tahap sesuai dengan peraturan
keuangan yang berkaku, itu pun masih di-
awasi dengan ketat oleh Komisi
Pemberantas Korupsi (KPK). Maka dari itu,
pihak KBRI saat ini pun tidak lagi menyim-
pan uang pembangunan tersebut, karena
seluruhnya telah dikirimkan ke Grand
Syaikh.
Selain kendala keuangan, terdapat be-
berapa kendala yang menghambat proses
pembangunan asrama ini. Di antaranya
adalah terjadinya revolusi pada awal tahun
2011 lalu. Pihak KBRI pun selalu meminta
kejelasan kepada pihak Al-Azhar tentang
kelanjutan proses pembangunan asrama
itu, salah satunya adalah berlangsungnya
proses peletakan batu pertama yang meru-
pakan usaha dari KBRI untuk mendorong
pihak Al-Azhar dalam hal ini Grand Syaikh
Ahmad Thayyib.
Bapak Sangidu mengakui bahwa setelah
peletakan batu pertama yang terkesan
dipaksakan itu memang tidak ada lagi ke-
jelasan tentang kelanjutan pembangunan
ini, maka pihaknya menghadap ke Grand
Syaikh guna meminta kejelasan proses
pembangunan tersebut, dan barulah
diketahui bahwa pihak Al-Azhar selama ini
masih dalam proses birokrasi dengan be-
berapa lembaga terkait sekaligus mengada-
kan lelang tender yang akhirnya di-
menangkan oleh Arab Contractor, sebuah
perusahaan kontraktor besar yang telah
sukses membangun berbagai bangunan dan
jalan di negeri ini.
Ketika diwawancarai TëROBOSAN,
beliau sempat menunjukkan beberapa lem-
bar rancangan bangunan yang rencananya
akan ditunjukkan ke Kemenpera.
Rancangan ini dibuat oleh tim pembangun
yang konsepnya merupakan konsep yang
diajukan oleh KBRI. Rancangan bangunan
itu kelak menjadi bukti sebagai penguat
proposal pembangunan asrama kepada
Mentri Perumahan Negara untuk menam-
bahi kekurangan biaya sebesar 25 milyar
Rupiah.
Asrama ini adalah asrama internasional
milik Al-Azhar yang bukan hanya dihuni
Kelanjutan Pembangunan Asrama Mahasiswa
Do
c. TëROBOSAN
Kondisi terakhir lahan pembangunan asrama. Jum`at (12/10)
TëROBOSAN, Edisi 348, 15 Oktober 2012
Laporan Utama
07
oleh mahasiswa Indonesia, namun juga
diisi oleh mahasiswa yang berasal dari
negara lain sebagaimana asrama Bu`uts di
Abbasiyah. Namun karena Indonesia turut
membantu dalam pemberian dana maka
Indonesia berhak untuk meminta jatah
khusus bagi para mahasiswa Indonesia.
Asrama ini masih diperuntukkan bagi para
mahasiswa terlebih dahulu, akan dibangun
secara bertahap dan kemudian rencananya
akan dibangun juga asrama untuk maha-
siswi. Pihaknya lebih jauh menuturkan
bahwa karena Sumatera Utara adalah
provinsi yang pertama kali memberikan
dana bantuan, maka akan diberikan jatah
khusus bagi para mahasiswa yang berasal
dari sana, dan sisanya barulah dipilih
sesuai dengan kriteria yang akan disusun
nanti.
Salah seorang mahasiswa yang diwa-
wancarai oleh TëROBOSAN, M. Yusuf Hasi-
buan, Lc. menyebutkan bahwa pihak KBRI
pernah menjanjikan jatah 50% asrama
kepada mahasiswa yang berasal dari Su-
matera Utara, hal itu karena pemerintah
daerah Sumatera Utara adalah satu-satunya
Pemda yang telah mengucurkan
bantuannya. Namun di pihak lain Bapak
Sangidu tidak menyebutkan bahwa jatah
penghuni asrama itu diberikan 50% kepada
mahasiswa Sumatera Utara, dalam artian
dari seluruh gedung yang dibangun ter-
dapat jatah setengahnya untuk mahasiswa
Sumatera Utara. Pihaknya memberikan
perhitungan jika misalkan satu buah ge-
dung menghabiskan dana sebesar 7 milyar,
dan Pemda SUMUT memberikan dana sebe-
sar 5 milyar, maka bisa diperkirakan jatah
yang akan didapatkan oleh para mahasiswa
Sumatera Utara tersebut tidak akan lebih
dari satu bangunan tersebut.
Bahkan pihaknya mengatakan bahwa
bisa saja tidak disediakan jatah bagi para
mahasiswa yang berasal dari daerah yang
mana pemerintah daerahnya tidak ikut
berpartisipasi dalam pembangunan ini.
Keadaan terakhir yang dipantau TëRO-
BOSAN, Jum`at (12/10), lahan yang telah
direncanakan sebagai tempat pem-
bangunan asrama masihlah berupa lahan
kosong, dan belum terlihat adanya alat
berat ataupun bahan bangunan. Kami han-
ya menemukan tumpukan-tumpukan batu
yang tersusun membentuk pola denah
bangunan dan dihubungkan dengan garis-
garis putih. Beberapa jejak alat berat me-
nandakan bahwa proses pembangunan saat
ini baru memasuki tahap pengukuran dan
perataan tanah.
Lokasi yang direncanakan itu relatif
strategis, mengingat jarak yang tidak terla-
lu jauh dari jalan raya, terletak di dekat
lapangan bola, dan berada dalam komplek
kampus Al-Azhar yang bisa ditempuh
dengan jalan kaki. Beberapa Negara lain
juga diberitakan ingin membangun asrama
di tempat itu, namun pihak Indonesia telah
terlebih dahulu memberikan dana dan
memilih tempat itu.
Beberapa mahasiswa menaruh harapan
besar pada proyek pembangunan asrama
ini, salah seorang mahasiswi lain yang kami
temui, Ima Hikmawati menuturkan bahwa
pembangunan asrama ini sangatlah
penting, ter-
lebih lagi
untuk para
mahasiswi,
melihat
berbagai
macam
kegiatan yang
terkadang
diadakan
hingga mal-
am hari, dan
keamanan
Mesir yang
sampai saat
ini belum
stabil.
Seorang mahasiswa lain, sebut saja
Sofwan mengeluhkan ketidak jelasan berita
tentang proyek pembangunan asrama ini.
Ia telah mendengar rencana pembangunan
asrama ini sejak pertama kali ia tiba di
negeri ini pada empat tahun yang lalu, na-
mun hingga tahun ini ketika ia telah jadi
mahasiswa tingkat akhir, proses pem-
bangunan asrama ini belum juga selesai.
Para mahasiswa mengharapkan
keterbukaan pihak KBRI dalam masalah ini
agar tidak ada simpang siur dan saling curi-
ga antara pihak mahasiswa dan para staff
KBRI. [ë] (Faznir, Hikam)
Do
c. TëROBOSAN
Tumpukan batu dan garis putih sebagai patokan bangunan.
44 Milyar
Jumlah anggaran yang dibutuhkan
19 Milyar Jumlah dana tersedia, berasal dari
anggaran Kementrian Agama dan
Pemerintah Daerah Sumatera Utara
25 Milyar Kekurangan anggaran yang akan diajukan
ke Kementrian Perumahan Rakyat
18 Bulan Rencana lama proses pembangunan
4 Gedung, 1 Dapur Pembangunan Asrama tahap awal.
Pembangunan Asrama
Dalam Angka
TëROBOSAN, Edisi 348, 15 Oktober 2012
Komentar Peristiwa
08
Mengunjungi tanah suci Mekkah dan
Madinah adalah impian setiap muslim di
seluruh dunia, tak heran bahwa penguru-
san Haji dan Umroh telah menjadi ladang
bisnis yang menggiurkan dan
menguntungkan sekaligus berpahala jika
berhasil mengantarkan jemaah untuk ber-
ibadah ke tanah suci. Itu adalah salah satu
hal yang mendasari banyaknya biro travel
di kalangan Masisir, ditambah dengan min-
at untuk menunaikan Haji atau Umroh di
kalangan Masisir yang tidak pernah surut.
Dalam acara Warung Kopi yang diada-
kan oleh komunitas Rumah Budaya Akar,
12/9/2012, Ali Andika Wardana selaku
perwakilan dari KBRI menjelaskan bahwa
haji dan umroh erat kaitannya dengan
surat izin untuk memasuki suatu negara,
yang kita kenal dengan sebutan visa. Visa
merupakan syarat yang harus dipenuhi
untuk memasuki suatu wilayah dari nega-
ra lain dan birokrasinya merupakan hak
penuh negara yang bersangkutan. Haji
bagi WNI di negara manapun awalnya bisa
dilakukan langsung dari negara tempat ia
berada tanpa harus ikut kuota yang dise-
diakan untuk Indonesia, namun sejak
keluarnya keputusan pihak Kementrian
Haji dan Umroh Kerajaan Arab Saudi ta-
hun 2010, seluruh warga negara yang hen-
dak pergi haji haruslah mengikuti kuota
yang telah disediakan untuk setiap negara.
Hal itu berimbas pada gagalnya pember-
angkatan haji beberapa orang Masisir pada
tahun 2010 yang menandai berhentinya
pemberangkatan haji WNI langsung dari
Mesir.
Lanjutan dari peraturan itu, pihak ke-
mentrian Haji dan Umroh Kerajaan Arab
Saudi mengeluarkan peraturan baru pada
akhir tahun 2011 bahwa Umroh pun harus
mengikuti kuota yang telah disediakan
bagi setiap negara. Itulah salah satu
penyebab tersendatnya birokrasi umroh
pada tahun ini, dan itu jugalah yang men-
jadi alasan dijalaninya proses pengurusan
visa untuk Masisir melalui kedutaan besar
Kerajaan Arab Saudi di Indonesia.
Namun pengurusan visa melalui kedu-
taan Arab Saudi di Indonesia ternyata ter-
lalu beresiko. Sudah menjadi informasi
umum bahwa pengurusan visa untuk Um-
roh beberapa tahun terakhir dilakukan
dengan cara mengirimkan paspor kepada
biro travel yang ada di Indonesia untuk
selanjutnya diteruskan ke pihak kedutaan
Arab Saudi. Dan jika pengurusan visa ber-
hasil, paspor itu kembali dikirimkan kepa-
da biro travel Masisir di Mesir.
Perpindahan tangan paspor dari calon
jemaah ke biro travel dan kemudian
dikirimkan ke Indonesia sebenarnya
merupakan tidakan yang bertentangan
dengan hukum. Karena paspor adalah buk-
ti identitas seorang warga negara yang
berada di wilayah negara lain, di dalamnya
terdapat identitas diri beserta izin
menetap yang diberikan oleh negara kepa-
da yang bersangkutan. Jika saja terjadi
suatu hal yang tidak diduga, calon jemaah
bisa terjerat dengan undang-undang keim-
igrasian Mesir yang bisa saja berujung
pada pemulangan secara paksa sebagaima-
na yang terjadi kepada dua orang Masisir
tahun lalu, terlebih lagi karena paspor
yang bersangkutan berada di negara lain—
Indonesia. Pengiriman dokumen pribadi
berbentuk paspor ke negara lain pun bisa
saja tersandung undang-undang yang ber-
laku karena merupakan penyelundupan
dokumen milik negara sebagaimana yang
tertulis pada halaman terakhir paspor.
Proses birokrasi seperti itu pun tidak
memiliki landasan hukum yang kuat yang
bisa dijadikan pegangan jika tersandung
dengan undang-undang lain yang berlaku.
Untuk masalah ini, beberapa travel
telah mengambil inisiatif untuk meminta
surat perjalanan laksana paspor (SPLP)
dari pihak konsuler KBRI sebagai pegan-
gan selama paspor berada di tangan travel,
namun itupun bisa saja bermasalah karena
SPLP hanya bisa dikeluarkan untuk kasus
kehilangan paspor bagi WNI yang berkun-
jung sementara dan tidak menetap di Me-
sir. SPLP sebenarnya tidak bisa dikeluar-
kan untuk WNI yang menetap di Mesir,
karena jika ada kasus kehilangan paspor
bagi WNI yang menetap, konsuler akan
langsung membuatkan paspor baru bagi
yang bersangkutan. Lain halnya dengan
WNI yang tidak menetap, konsuler akan
memberikan surat SPLP sebagai pegangan
sementara.
Resiko lain yang dihadapi oleh biro
visa khususnya untuk umroh bulan Rama-
dhan adalah kemungkinan bagi para
jemaah untuk melanggar peraturan keim-
igrasian dengan cara bersembunyi hingga
musim haji tiba, biasa dikenal dengan
istilah tahkalluf atau overstay. Hal itu ada-
lah pelanggaran hukum yang bukan saja
merugikan pihak jemaah yang bersangku-
tan, namun lebih lanjut bisa merugikan
pihak biro travel dan pihak-pihak lain yang
berkaitan. Sebagaimana yang dilaporkan
oleh Informatika edisi 164 bahwa ada satu
biro travel yang tidak lagi mendapatkan
kepercayaan untuk mengurusi umroh.
Bahkan dampak yang lebih jauh lagi akan
terasa, yaitu hilangnya kepercayaan pihak
travel di Indonesia kepada Masisir secara
keseluruhan, dikarenakan seringnya ter-
jadi kasus overstay yang dilakukan oleh
beberapa orang mahasiswa Indonesia di
Mesir.
Kendala utama memang terdapat pada
tidak adanya landasan atau undang-
undang yang mengatur urusan Haji Umroh
bagi WNI yang berada di Luar Negeri. Satu
-satunya peraturan yang ada hanyalah UU
no. 13 tahun 2008, tentang penyeleng-
garaan ibadah haji, bab VI pasal 27. Itupun
hanya berbunyi: “Ketentuan lebih lanjut
mengenai Warga Negara di luar negeri
yang akan menunaikan ibadah haji diatur
dengan peraturan pemerintah”, namun
hingga saat ini belum ada peraturan
pemerintah yang mengatur hal itu.
Ali Andika Wardana menambahkan
bahwa pihak KBRI bisa mengirimkan nota
diplomat kepada pihak-pihak yang terkait
agar dapat mengusahakan dikeluarkannya
peraturan pemerintah yang mengatur
proses birokrasi Haji Umroh bagi WNI
yang berada di luar negeri. Senada dengan
di atas, Presiden PPMI, Jamil Abdul Latif
pun mendukung rencana itu dan ia pun
berencana untuk membuat tim yang
terdiri dari pihak-pihak yang mengerti
hukum fikih dan perundang-undangan
untuk membuat surat permohonan atau
pernyataan sikap berkenaan dengan masa-
lah haji dan umroh, dan mengirimkannya
ke beberapa lembaga yang terkait dalam
masalah ini. Semoga solusi yang mereka
tawarkan bisa terlaksana dan bukan hanya
sebuah rencana tanpa aksi. [ë] (Fahmi)
Haji Umroh Masisir Terganjal Hukum
TëROBOSAN, Edisi 348, 15 Oktober 2012
O p i n i
09
Haji Umroh Masisir dalam tinjauan fikih Oleh: Adhi Maftuhin*
Siapapun muslim tahu bahwa haji
merupakan pilar agama yang ke lima dan
dihukumi wajib 'ain. Sedang hukum umroh
tidak semua ulama bersepakat akan
kewajibannya, sebagian ulama (Hanafiyah
dan Malikiyah) mengatakan bahwa umroh
cuma sunnah muakkad, dan perlu diingat
bahwa kewajiban (sunah muakkad)
melaksanakan haji/umroh diberi qoyyid
"bagi yang mampu menjalankannya', tidak
diperuntukan bagi selain yang mampu.
Yang menjadi pertanyaan, apakah
hukum wajib dari haji dan umroh bersifat
absolute, tidak dapat diganggu gugat se-
hingga berbagai jalan—kalau tidak mau
mengatakan menghalalkan berbagai
macam cara—dan langkah ditempuh agar
dapat melaksanakannya. Dan dalam ruang
lingkup negara masisir yang kita diami ini
apakah rakyatnya sudah dibebani
kewajiban melaksanakannya?
Setelah pertanyaan pertama dijawab,
selanjutnya adalah ketika haji dan umroh
tidak selamanya wajib,—mungkin juga
berubah hukumnya menjadi haram—dan
si calon haji/umroh bersikeras
melaksanakannya tanpa mempedulikan
rambu-rambu pelaksanaan yang telah
diatur oleh pihak yang punya wewenang,
apakah haji dan umroh warga masisir sah
dan mabrur?.
Dari berbagai kejadian yang terjadi
dalam komunitas masisir dan telah
dikupas tuntas dalam acara warung kopi di
rumah budaya akar pada rabu malam
12/9/12 penulis memetik banyak sekali
tashowur permasalahan yang terjadi da-
lam masyarakat masisir, akan tetapi kare-
na keterbatasan tempat maka yang akan
dibahas dalam tulisan ini hanya beberapa
poin problematika haji/umroh masisir
menurut sudut pandang fukaha.
Pertama, kita akan membahas apakah
hukum haji dan umroh bersifat absolute
dan tidak dapat diganggu gugat.
Sebagaimana perintah-perintah Alloh
lain selain haji yang tidak bersifat paten,
haji dan umroh juga tidak selamanya di-
hukumi wajib. Pada satu waktu hukum
wajib dari umroh dan haji dapat berubah
menjadi haram, misal saja Ibadah haji
dengan menggunakan harta haram, dapat
pula berubah menjadi makruh, sepeti haji
yang dilaksanakan tanpa meminta izin dari
orang yang wajib dimintai izin, contoh
mudah adalah si calon haji sangat dibutuh-
kan oleh kedua orang tuanya dalam
berbagai hal.
Setelah kita tau bahwa ibadah haji/
umroh yang hukum aslinya adalah wajib
dan dapat berubah menjadi sunah,
makruh, haram dan seterusnya, label apa
yang akan kita sematkan pada pelaksa-
naan haji masisir? Lebih tepatnya apakah
masisir sudah (masih) berkewajiban untuk
melaksanakan ibadah haji dan umroh,
padahal kita ketahui bersama bah-
wa pintu haji dan umroh (bulan rama-
dhan) seolah sudah tertutup, dan untuk
membukanya kadang dengan cara paksa
atau masuk dari pintu belakang.
Baiklah, untuk dapat mengetahui
apakah komunitas masisir berkewajiban
haji/umroh atau tidak maka kita harus
memperbincangkan dulu masalah
syarat. Melihat Obyek penerima taklif
(mukallaf), syarat di bagi menjadi dua
yaitu syarat umum dan syarat khusus.
syarat umum adalah syarat yang
dikenakan kepada pria dan wanita, se-
dangkan syarat khusus adalah syarat yang
hanya ditujukan untuk kaum hawa saja.
Kita ketahui bersama bahwa konsekwensi
dari tidak terpenuhinya syarat adalah
mukallaf tidak berkewajiban
melaksanakan ibadah haji. Sedangkan
apabila si calon haji tetap bersikeras
melaksanakan haji maka sah atau tidaknya
ibadah yang dilakukan tergantung pada
amaliyah ibadah haji yang dilakukan.
Walhasil antara kewajiban dan keabsahan
ibadahnya tidak saling terkait satu dengan
yang lain.
Kembali ke masalah syarat. Yang
tercakup dalam Syarat umum adalah
syarat sah, syarat wajib dan syarat ijza".
Dari ketiga macam syarat tersebut ada
syarat yang tercakup dalam syarat wujub
dan sah yaitu berupa islam dan berakalnya
si calon haji. Maksudnya adalah selain
muslim tidak berkewajiban untuk
melaksanakan haji, toh andaikan ia
menunaikannya maka hajinya tidak sah.
Kedua adalah syarat yang termasuk dalam
syarat wujub dan ijza' yaitu baligh dan
merdeka. Maksudnya, jika seorang muslim
belum baligh atau statusnya adalah budak
maka ia tidak berkewajiban melaksanakan
ibadah haji, andai saja ia melaksanakan
haji maka apabila nanti ia dewasa/
merdeka dan mampu melaksanakannya
maka ia harus mengulang hajinya. Dan
yang terahir adalah syarat yang termasuk
dalam syarat wujub yaitu mampu
(Istitho'ah) melaksanakan ibadah haji. Dan
Syarat yang terahir inilah yang akan kita
ulas bersama.
Istitho'ah adalah uji kelayakan bagi
calon haji agar masuk dalam ranah wajib,
yakni standar minimum bagi calon haji
agar dirinya masuk pada lingkaran orang-
orang yang berkewajiban melaksanakann-
ya. Berkenaan dengan istitho'ah, Rasul
menjelaskan bahwa orang yang termasuk
dalam kalangan istithoah adalah orang
yang punya kemampuan untuk berziarah
ke Mekah. Hanya saja, dalam menafsiri
kata "mampu" para fuqoha berbeda pen-
dapat.
Ulama hanafiyah mengatakan bahwa
kata "istitho'ah" mencakup tiga aspek,
yaitu kemampuan fisik dari calon haji
(istithoah badaniyah), kemapanan finan-
cial (istithoah maliyah), yaitu adanya biaya
untuk pulang pergi dari tanah air ke
mekah dan adanya alat transportasi yang
layak dan terahir adalah istithoah amniyah
yaitu adanya stabilitas keamanan di perjal-
anan dan di tanah haram.
Ulama Malikiyah berpendapat bahwa
"istithoah" adalah kemampuan untuk sam-
pai ke tanah haram sesuai dengan cara
orang kebanyakan, baik dengan cara ber-
jalan atau menggunakan alat transportasi,
yakni kemampuan untuk berziarah ke
tanah haram saja, tidak memperhatikan
apakah nantinya dapat pulang ke tanah
kelahirannya atau tidak. Dari devinisi kata
"istithoah'' menurut cara pandang ulama
Malikiyah maka seorang muslim yang ber-
madzhab maliki berkewajiban untuk
melaksanakan ibadah haji bila : pertama,
mempunyai kekuatan fisik menuju tanah
haram, maka orang yang mampu berjalan
menuju mekah ataupun orang buta yang
mempunyai seorang penunjuk jalan wajib
melaksanakan haji. Kedua, Punya kemam-
puan financial, untuk masalah mampu
dalam bidang financial ulama malikiyah
cenderung tasyadud, sehingga orang yang
tidak punya kecukupan dalam finansialnya
akan tetapi mampu bekerja ditengah-
tengah perjalanan menuju mekah masuk
dalam kategori wajib haji. Begitu ju-
Bersambung ke hal. 13...
TëROBOSAN, Edisi 348, 15 Oktober 2012
Cerita Terakhir
Oleh: Imron Rosyidi Muhammad*
S a s t r a
10
Entah dari mana aku harus memu-
lainya. Tapi, baiklah. Akan aku coba perla-
han-lahan menceritakan apa yang hendak
ingin ku sampaikan. Aku harap kau tidak
mual kemudian muntah-muntah lantaran
ceritaku yang berada ditanganmu ini
sangat buruk.
Sebelum aku bercerita, satu hal yang
aku minta. Setelah kau mendapatkan
ceritaku ini, kau bebas menganggapku
cerita murahan tak bermutu. Namun, aku
tidak akan rela kau memaki dan mencaci
lalu membuang ceritaku ini ke tong sam-
pah sebelum kau tuntas membacanya.
Karena, seburuk apapun ceritaku ini,
menurutku, kau tak berhak untuk membu-
angku ke tempat sampah tanpa mem-
bacanya terlebih dahulu. Meskipun
sebenarnya, di sanalah kuburanku.
Maaf, terlalu banyak meminta, mem-
buatku lupa mengenalkan siapa diriku
sebenarnya. Okay, aku adalah media infor-
masi Masisir. Kau pasti tahu apa itu
MASISIR. Ya! Sebuah komunitas masyara-
kat Indonesia yang ada di Mesir. Dan ko-
non, maknanya sudah dipersempit lagi
menjadi komunitas pelajar saja. Entahlah,
aku tak mau ambil pusing masalah definisi
“MASISIR” tersebut.
Agar kau dan aku lebih akrab, kau
boleh menyebutku buletin.
Perlu kau ketahui, tepat sekarang ini,
aku bercerita dalam keadaan sekarat. Aku
hampir mati. Mati secara majasi dan mati
dalam makna sebenarnya. Hilang dalam
kehidupan.
Kala aku mengingat bagaimana aku
diciptakan dan berjaya, kesedihanku se-
makin dalam menikam. Pedihnya me-
raung-raung. Dan itu sangat menakutkan.
Seperti kesedihan seorang ibu melihat
anak balitanya tertabrak truck tronton.
Mengenaskan bukan?
Ibarat seorang pedagang, aku pernah
sampai pada puncak kekayaanku. Namun
dalam kurun waktu yang sebentar
semuanya habis tanpa bekas. Begitulah
nasibku. Dulu kehadiranku pernah di-
tunggu-tunggu dan dinanti-nanti. Itu ada-
lah masa indahku. Namun sayang. Semua
hanyalah masa lalu. Dan tak ada pada za-
man sekarang ini. Zaman di mana Iphone
dan BlackBerry menjadi raja.
Awal kematianku dimulai sejak Face-
book menjadi candu bagi MASISIR. Tak
perlu heran. Semua sudah tahu, hampir
mayoritas masisir terbius racun internet.
Hari-harinya hanya diisi dengan ber-
fatamorgana dalam dunia maya. Chating
adalah kesehariannya. Browsing kesana-
kemari tak jelas, sudah menjadi tradisi tak
terelakan. Sudah menjadi rahasia umum
dan dianggap lumrah.
Tahukah engkau, dulu ketika aku
masih berjaya, aku tersenyum melihat
aktivis-aktivis yang berjuang suka rela
untuk membuatku tetap hidup. Mereka
mengadakan rapat untuk menentukan
tema besar yang akan dimuat dalam diri-
ku ini. Kemudian, bermodalkan buku tulis,
ballpoint dan alat perekam suara, mereka
bergerilya mencari sumber-sumber infor-
masi. Seperti seekor singa yang berburu di
tengah kelaparanya. Lapar akan informasi.
Uang? Mereka tak mengharapkannya.
Seperser pun mereka tak mendapatkann-
ya. Sekali lagi, mereka suka rela memper-
tahankan hidupku.
Aku harap kau tak bertanya kemana
mereka sekarang. Itu membuatku sedih
semakin dalam lagi. Aku sendiri tidak tahu
pasti kemana mereka pergi. Ada yang
bilang sebagian dari mereka sudah ter-
jangkit virus Facebook.
Sebagian lagi, aku dengar sudah mati
tenggelam dalam lautan asmara. Ahh,
sebenarnya, aku merasa sedikit mual keti-
ka mendengar kata “asmara”.
Dan yang paling membuatku terkejut,
aku mendengar kabar bahwa para
“ksatria” yang mempertahankanku untuk
hidup dulu itu, kini sudah mulai sibuk
mencari uang.
Seharusnya, aku tak perlu terkejut.
Toh, memang benar kata orang-orang,
uang nyaris dapat membeli apapu.
Jangankan idealisme, kesetiaan, wanita,
bahkan harga diri bisa dibeli dengan mu-
dah. Hidup memang keras.
Aku tak menyalahkan mereka yang
meninggalkanku demi mencari uang. Ka-
rena memang begitulah hidup. Harus ada
yang ditinggalkan demi sesuatu yang lebih
berharga. Uang.
Sedang aku? Aku tak menjanjikan apa-
pun kepada mereka. Aku hanya mena-
warkan sebuah pengalaman untuk mere-
ka. Memang aku tak dapat memberi mere-
ka kebutuhan materi. Namun, dalam bi-
dang wawasan, ilmu, pengalaman dan hal-
hal yang bersiifat jurnalistik, aku memiliki
peran tersendiri dalam hal tersebut.
Sekali lagi. Aku tidak menyalahkan
mereka yang meninggalkanku, atau mere-
ka yang mencampakkanku di jalan-jalan
kotor berdebu sampai pemungut sampah
datang memungutku. Aku tidak menya-
lahkan mereka. Sama sekali tidak. Aku
hanya prihatin pada nasibku yang selalu
berakhir di tempat sampah. Melebur ber-
sama sisa-sia makanan yang membusuk
dan pembalut wanita yang menjijikkan.
Terkadang dalam sakitku yang parah
ini, aku teringat pada “konsumen informa-
si” yang dengan setia menunggu jadwal
terbitku. Membeliku dan membaca menu
berita yang aku sajikan. Mulai dari berita
keamanan MASISIR sebagai menu hangat
musim dingin, perjalanan kepengurusan
PPMI sebagai menu tetap, bahkan gosip-
gosip lembaga tertinggi Indonesia di Mesir
KBRI, Sebagai menu sepesial yang aku
hidangkan di setiap terbit. Tidak lupa kar-
ya-karya MASISIR yang menjadi tambahan
suplemen.
Dan kini, pelanggan setiaku itu satu
demi satu hilang. Bulan demi bulan, mere-
ka semakin sedikit. Sepertinya mereka
sudah mulai bosan menyantapku. Mereka
beralih mengkonsumsi berita cepat saji.
Bolehlah kita menyebutnya “fastfood”.
Sebagaimana fastfood sebenarnya.
Menarik dilihat. Lebih enak. Namun sedi-
kit gizinya. Pun begitu dengan “Fastfood”
yang aku maksud tadi. Dibuat secara cepat
tanpa bumbu informasi yang mendalam.
Tak ada daftar sumber berita. Semua han-
ya gosip dari mulut ke mulut.
Kau tahu di mana tempat menjual
“fastfood” tersebut itu? Facebook. Ya lagi-
lagi Facebook. Oh.. Tidak. Jangan menu-
duhku anti-Facebook. Seperti orang-orang
yang menyebut diri mereka beriman
TëROBOSAN, Edisi 348, 15 Oktober 2012
S a s t r a
Janji Kelabu Oleh: Wahyuni Nch
11
Aku dipangku pewayangan mesra
Membutakanku dengan paradigma kea-
badian
Beremang cahaya lilin mengandung karsa
kasih sayang
Sesaat ia meredup, merangkulku dengan
dawai cinta
Dan kau menggelandangku ke dunia asing
berpawai asmara
Ku akui ..
Dunia itu menyilaukanku dengan
keglamoran
Tertutup jujur oleh gelap bayang
Pancabuta berdinding emas, syurga
terpampang
Janggal ku dapat..
Satu rumah kecil putih kusam tak ber atap
Dipintunya berdiri puluhan orang terengap
-engap
Dikepalanya gagak hitam menghinggap.
Sungguh wajah2 pucat kian muram, penuh
ketakutan
Ku tanyaimu, "apa gerangan ?"
"Itu sebuah pemula keabadian" jawabmu
berbalik dan tersenyum membelakangiku.
Menggelagak kesal sejenak berhambur
heran
Kudapati linangan air mata darah, berisak
sesenggukan
Gelisahku bercampur haru
Disambar gugup disambi pilu
Aku mendengar api bergumam
Menari-nari mengitari mereka hingga ter-
bakar lantas menghilang
Kutelan ludah sembari mengelus dada
Baku bercangkang api pun tergenggam
"Apa ini? Inikah janjimu?"
Dan kaupun mentertawakanku, "keparat!!!"
Teriakku.
Angin mulai berhembus kencang, bumi
tergoncang dan langitpun bergoyang
Aku terkoyak,,, aku terkoyak,,,
Tertatih aku dibelantara mayat-mayat bisu
Teresot aku tagih solekan janji kelabu
Lunglai rantas terinjak
Aku terkoyak,,,
Terkapar sakit yang mendesak memuncak
Barah bernanah darah dikacak
Lantas gagak hitam terdengar bersiuul...
Kaupun terbahak,
menuduh Ozzy Osbourne sebagai anti-
Christ. Aku tak membenci jejaring sosial
yang ditemukan Mark Zuckerberk yang kini
telah menjadi milyoner muda itu. Demi
tinta di tubuhku aku tak membencinya.
Dulu, hampir setiap 2 minggu sekali
aku terbit dan menyebar di rumah-rumah
MASISIR. Berbagai perlakuan berbeda aku
terima. Seperti ceritaku tadi, ada yang
membacaku sungguh-sungguh. Ada yang
membeliku hanya lantaran kasihan kepada
aktivis yang menjualku door to door layak-
nya gerilyawan komunis menyebarkan
ajarannya.
Dan tak sedikit pula yang menolak un-
tuk menukarkan uang Le 1-nya dengan
diriku. Aku tidak menghakimi mereka se-
bagai orang pelit. Menurutku mereka hanya
berpikir tak ada gunaya membeliku. Berita
murahan.
Oh ya, aku lupa satu hal. Aku sedikit
membenci anak kecil. Mungkin kau akan
bertanya, “mengapa ada anak kecil dalam
ceritaku?” aku kira kau pasti tahu bahwa
dari sekian ribu MASISIR banyak yang
memiliki balita.
Bagiku, anak kecil itu adalah pembunuh
sadis. Datang menghampariku dengan ball-
point tergenggam ditangan. Bagai pem-
bunuh berdarah dingin memegang pisau
dan kemudian menancapkannya tepat di
dadaku mencorat-coret ke kanan dan ke
kiri hingga tulisanku tak tampak lagi.
Bahkan kadang sampai aku terkoyak sobek
tak beraturan. Ironisnya, bapak-ibunya
yang MASISIR dan yang “pelajar” itu tak
merasa risih sedikitpun. Padahal mereka
belum juga membacaku. Jangankan risih,
mereka malah tertawa melihat kelucuan
anaknya. Lucu? Bagiku itu bukan sesuatu
yang lucu. Itu adalah pembunuhan terga-
nas. Dalam keadaan seperti itu, aku merasa
amat tak berguna. Lebih baik aku tak
pernah diciptakan kalau begitu halnya.
Baiklah. Sekarang, kau boleh menjadi-
kanku sebagai alas panci agar tak menodai
karpetmu. Atau, kau boleh membuangku.
Satu hal saja yang tak boleh kau lakukan;
menyerahkanku kepada anak kecil. Aku tak
mau seperti tumpukan ikan asin di depan
kucing yang kelaparan.
Dan sekarang aku benar-benar selesai.
Aku harap ini bukan cerita terakhirku. Aku
masih ingin bercerita lagi. Semoga!
Suatu hari To dan Ing sedang ngobrol sambil ngashab.
Mereka berdua tengah terlihat begitu serius berbincang-bincang.
To : Akhir-akhir ini ane pusing ni Ing. Masisir bikin puyeng aktifitas kita ni Ing.
Ing : Wah ente pusing kenapa bro? Perasaan hidup ente enjoy-enjoy aja.
To : Payah ah ente. Sebagai aktifis kita perlu pusing dong ngelihat sengkarut
yang ada di Masisir ini.
Ing : Busyett...Gaya ente aktifis ya sekarang? Okelah kalo gitu. Gini-gini ane juga
aktifis bro. Trus ente mau ngapain kalo lihat Masisir udah kacau kaya gini?
To : Ya ane mau berjuang membangun komunitas yang progresif pastinya. Jangan
sampe dah
aktifitasnya mencerminkan kegiatan yang nggak bermutu.
Ing : Haishhh... Udah kaya calon yang maju debat kandidat ketua PPMI aja bahasa
ente.
Trus yang progresif tu yang kaya apa?
To : Ya yang mencerminkan kegiatan mahasiswa. Kaya belajar bareng, diskusi dan
ya begitu-begitu.
Ing : Wah kamu benar-benar hidup bervisi tajam. Kaya pisau dapur. Akakakak.
To : Udah malam ni, kita balik yuk? Eh Ing besok pinjem baju ya? Ane belum nyuci
sebulan ni. Hahaha,
Ing : Hayah, bilangnya aktifis sejati. Nyuci aja males. klowor luuu!!! Kalo mau
minjem, boleh deh. Asal lu bayarin empat manggo gue.
To : Kamprettttttt!!!!! [ë]
TO ING Të Bë ëS
TëROBOSAN, Edisi 348, 15 Oktober 2012
Pena Bulu De Sade
Oleh: Ach. Nurcholis majid
B a h a s a
12
Sebenarnya tidak ada orang gila yang
menulis. Tetapi Marquis De Sade tidak
bisa mengelak dari putusan hukuman.
Sebab, novel “Justine et Juliette” yang
ditulisnya lahir seperti api.
Dan hanya karena novel yang seperti
api itu, kaisar Napoleon memerintahkan
seorang ahli jiwa, Dr. Royer, untuk
menghentikan aktivitas menulis De Sade.
Sayangnya, De Sade adalah penulis yang
merasa terlampau bebas. Tidak cukup
penjara yang dingin untuk memadamkan
gairahnya.
Itu sebabnya, walaupun berulang kali
ia dijebloskan ke dalam penjara,
gairahnya tetap sama. Bahkan sekalipun
penjara yang ditempatinya adalah rumah
sakit jiwa. Berkumpul dengan orang-
orang gila.
Bagi sebagian orang, barangkali
penjara adalah sebuah keterpurukan. Tapi
sekali lagi, De Sade adalah seorang
penulis. Penikmat keterpurukan dan
pemburu kesedihan. Keduanya; rasa
terpuruk dan sedih, ditampung untuk
ditulis dengan suka cita. Pantas, jika di
dalam penjara, ia malah merayakan
kegembiraannya dengan produktivitas.
Produktivitas menulis dengan
mendedahkan suatu kebenaran dalam
sebuah prosa. Di atas kertas ia ungkapkan
semua kebenaran itu seperti mengangkat
sebuah cermin. Sikap dan kondisi tertentu
dipantulkan apa adanya. Sayangnya,
beberapa orang tidak menyukai apa yang
dilihatnya dalam cermin.
Padahal cermin adalah wajah itu
sendiri, yang dipantulkan dengan sedikit
kebohongan saja: posisi kanan dan kiri
yang terbalik. Itulah alasannya dokter
baru di rumah sakit jiwa itu, Dr. Royel
begitu tak menyukai De Sade, karena
sebuah naskah drama yang dipentaskan di
depan umum dan disaksikan dirinya,
seperti memantulkan bayangan dirinya
yang buruk.
Dan setelah itu juga, Dr. Royel
menghukum De Sade lebih keras, bahkan
lebih keras dari melatih seekor anjing.
“Tidakkah kau lihat munafiq. Semakin
lama kau menyiksaku, semakin dalam
prinsipku tertanam,” ucap De Sade dalam
penyiksaan itu.
Sebenarnya naskah drama yang ditulis
De Sade sangat biasa, sebuah cerita yang
terinspirasi dari kemunafikan Dr. Royel,
karena menikahi wanita muda yang lebih
pantas menjadi anaknya, dengan iming-
iming kekayaan dan kehidupan mewah
melimpah.
Tetapi kebenaran yang ditulis
memang jauh lebih melukai dan abadi,
terkadang merisaukan, bahkan
membunuh. Andai diteliti, hal yang paling
menakutkan bagi kejahatan, barangkali
adalah goresan pena seorang penulis.
Karenanya, penulis selalu terbiasa
dipandang dengan kecurigaan. Dibui dan
diasingkan.
Persis seperti kehidupan De Sade,
yang kemudian menginspirasi kata
“sadis”, karena kehidupan dan prosa-
prosa yang ditulisnya. Tentunya,
kesadisan yang tidak sebanding dengan
Hitler.
Sadis, karena memang setiap penulis
berusaha merekam kengerian-kengerian,
merekam kebahagiaan-kebahagiaan.
Termasuk juga mimpi buruk. Tugas itu
yang selama ini juga dilakukan De Sade.
Hingga pena bulu (Quills) dan buku-buku
miliknya, harus dibuang dan dijauhkan.
Memang ada beberapa tulisan yang
menakutkan, tetapi setiap tulisan
dipikirkan dari sesuatu yang matang,
sekalipun itu tentang kejahatan dan
dengan tujuan kejahatan. Kecuali tulisan
yang lahir dari penulis yang menghasilkan
tulisan jauh lebih banyak dari apa yang ia
baca. Karena penulis seperti ini adalah
penulis amatir.
Tetapi bukan berarti, seorang penulis
yang membaca beratus-ratus buku,
kemudian menulis satu tulisan adalah
penulis berkualitas. Sebab, kualitas
penulis tergantung seberapa jujur ia
dalam tulisannya. Seberapa ikhlas ia
menulis dan tanpa pretensi.
Sementara kondisi buruk, hanyalah
kebahagiaan yang dibuat tak menarik.
“Dalam kondisi terpuruk, penulis tumbuh
seperti musim semi.” Ucap De Sade, ketika
kebebasan menulisnya semakin terpuruk.
Saya tidak tahu seberapa relevannya
cerita De Sade dengan kondisi penulis
sekarang. Hanya yang saya tahu, De Sade
memberi contoh semangat yang baik. Ia
tidak mengharap ketenaran dan
kedudukan, ia hanya membiarkan orang-
orang berhutang pada buku-buku, pada
tulisannya.
Dua puluh sembilan tahun, bahkan
lebih, De Sade dipenjara. Diasingkan,
ditinggalkan istri dan orang-orang
tercintanya. Hanya karena kesenangannya
menulis. Sadisnya, bahkan ketika semua
itu ia tulis dengan tujuan yang tulus, nama
De Sade, harus menjadi inspirasi kata
“sadis”.
Sebagai pembelaan, ia mengatakan,
“dengan mendedahkan kejahatan secara
berlebihan, begitu telanjang dan
provokatif, saya ingin pembaca muak,
mual, dan jijik, dan lalu berpikir
menyimpang, kembali ke arah kebaikan.”
Sayang orang-orang sok suci, selalu
melihat kebaikan dari sisi yang sama.
Sehingga kebaikan dari sisi yang berbeda,
selalu tampak lebih buruk.
Dan sebagai penulis, tidak ada yang
lebih menakutkan bagi De Sade, kecuali
tulisan yang tak terbaca, dan kebohongan-
kebohongan yang sukses ditulis dengan
kata-kata. Sementara penjara dan
keterpurukan, tidak ada artinya,
dibanding rasa gembira karena tulisan-
tulisan yang hidup dan menginspirasi.
Masalah De Sade adalah penulis yang
“sadis” dan “porno”, saya tidak bisa
menilai lebih jauh. Saya hanya ingin
mengutip sebuah petikan pada film
“Quills”: St. Agustinus memberitahu kita
bahwa, malaikat dan setan berjalan di
antara kita di bumi. Kadang-kadang
mereka bersama-sama menghuni jiwa
seseorang secara bersamaan. Lalu
bagaimana kita benar-benar tahu siapa
yang benar-benar baik dan jahat?”
Ach. Nurcholis Majid, esais, berumah
maya di [email protected]
“Dalam kondisi terpuruk, penulis tumbuh seperti musim semi”
TëROBOSAN, Edisi 348, 15 Oktober 2012
Seputar Kita
13
Beberapa hari lalu Wihdah baru
saja mengadakan dua rangkaian
kegiatan Back to Campus Show (B2C
Show) di halaman kampus putri Al-
Azhar, Hay Sadis. Dua rangkaian
kegiatan ini dilaksanakan dalam dua
hari berturut-turut yaitu Musabaqat
Wuddiyah pada hari ahad (7/10) dan
Hamlah Azhar pada keesokan
harinya, ahad (8/10)
Rentetan kegiatan ini dibuka oleh
Dekan Fakultas Dirasat Islamiyah wa
al-Arabiyah, Dr. Muhghah Ghalib
dengan pengguntingan pita yang
menandakan dimulainya rentetan
kegiatan ini. Pada hari pertama dil-
aksanakan kegiatan Musabaqat Wuddiyah
yang menyajikan berbagai macam perlom-
baan antar mahasiswi, di antaranya ada-
lah Tarik Tambang, Estafet Kelereng, Men-
cari Koin, Volley Sarung dan Menginjak
Balon.
Rentetan kegiatan pada hari selanjut-
nya adalah Hamalah Azhar, yaitu pem-
bersihan seluruh komplek kampus. Para
mahasiswi dari berbagai negara terlihat
bersama-sama membersihkan kampus
setelah sebelumnya ditinggalkan kurang
lebih selama tiga bulan.
Ketika diwawancarai oleh TëROBO-
SAN, Nurul Chasanah selaku ketua
Wihdah menuturkan bahwa kegiatan ini
merupakan kerjasama antar keputrian
tadhamun Asean, yang terdiri dari Indone-
sia, Malaysia, Thailand dan Singapura.
Rentetan kegiatan ini membutuhkan ang-
garan sebesar 9.254 LE. yang berasal dari
iuran tiap negara masing-masing sebesar
200 LE., proposal ke tiap kedutaan negara
yang terlibat, dan juga proposal dari
Râbithah al-`Âlamiyah li Khirrîj al-
Azhar.
Ia pun melanjutkan bahwa
sebenarnya masih ada satu rentetan
acara yaitu pagelaran seni, yang
direncanakan akan menampilkan
berbagai macam kebudayaan dari
berbagai bangsa. Salah satu penam-
pilan yang telah disiapkan oleh wakil
dari Indonesia adalah Tari Nusanta-
ra dan Orkestra yang terdiri dari
berbagai macam alat musik dan
membawakan beberapa lagu daerah
dari Indonesia. Namun keputusan
terkait masalah pelaksanaan kegiatan ini
masih berada di pihak dekan kuliah.
“Diharapkan dengan adanya
kegiatan tersebut semakin memotivasi
mahasiswi dalam menuntut ilmu demi
bekal masa depan kelak, mengenal budaya
antar bangsa, menambah kecintaan maha-
siswi terhadap kampus, serta mempunyai
makna yang berarti dan amalan ibadah
yang senantiasa mendapat ridho Allah
Swt. Amin!.” tutur mahasiswi Jurusan Fil-
safat tingkat 4 ini. [ë]
Back to Campus Show Awali Tahun Ajaran Baru
ga orang yang hanya punya tanah sepetak
dan hasil dari tanah tersebut untuk makan
anak istri dan jikalau dijual dapat
mencukupi untuk biaya ke mekah maka
wajib menjual tanahnya, karena ia terma-
suk dalam kategori orang yang
berkewajiban haji. Dan ketiga adalah
adanya keamanan bagi jiwa dan hartanya
dalam perjalanan.
Istitho'ah dalam madzhab Syafi'I
dibagi menjadi dua, yaitu Istithoah bi nafsi
dan istithoah Bi Al ghoir. Ulama Syafi’iyah
memberikan tujuh batasan agar si calon
haji masuk dalam kategori wajib haji, yai-
tu: 1. Mampu secara fisik, 2. Mampu dalam
bidang financial 3. Adanya alat trans-
portasi 4. Jaminan keselamatan dalam
perjalanan 5. Jaminan logistic 6. Adanya
mahrom bagi kaum hawa, dan 7. Cukup
waktu untuk melaksanakannya setelah
semua sarat diatas terpenuhi
Terahir adalah Istitho’ah menurut
Hanabilah. Mereka berpendapat bahwa
istithoah adalah tercukupinya biaya untuk
haji/umroh dan adanya alat transportasi.
Setelah mengetahui konsep istitho’ah
menurut empat madzhab sudah barang
tentu kita dapat meraba apakah war-
ga masisir masuk dalam lingkaran wajib
haji atau masih berada diluarnya. Penting
untuk digaris bawahi bahwa kemampuan
dalam bidang financial diatas adalah si
calon haji/umroh punya kemampuan
sendiri untuk membiayai perjalanan pu-
lang pergi dari dan menuju mekah, dengan
kata lain si calon haji membiayainya dari
kocek sendiri tanpa meminta kepada
orang lain. Bagi yang punya utang harus
melunasi utang-utangnya dulu. Bagi yang
sudah ngebet banget nikah maka ia wajib
mendahulukan nikahnya, dan masih ban-
yak lagi furu’ fikih yang lahir dari pemba-
hasan syarat-syarat diatas. Dan yang harus
diperhatikan sekali adalah kewajiban un-
tuk taat kepada aturan pihak yang ber-
wenang dan tidak menempuh jalur
belakang atau jalan yang berliku, apalagi
sampai memberikan pungli pada preman
untuk sekedar mendapatkan visa. Karena
hal-hal semacam ini akan menghambat
diterima atau tidaknya ibadah haji/umroh
kita.
Hal terahir yang akan kita bahas ada-
lah tentang status sah dan tidaknya ibadah
haji/umroh masisir beserta kemabru-
rannya. Telah disinggung diatas bahwa
antara kewajiban melaksanakan ibadah
haji/umroh dan status sah tidaknya iba-
dah yang dilakukan tidak ada talazum
diantara keduanya. Walhasil, orang yang
tidak berkewajiban haji akan tetapi ber-
sikeras melaksanakannya akan mendapat-
kan status haji/umroh yang sah asalkan
manasiknya telah dijalankan dengan sem-
purna. Hal ini sama persis dengan sholat
yang dilakukan dengan sempurna akan
tetapi si musholi memakai pakaian yang
dighosob dari temannya. Sholat orang
tersebut sah akan tetapi di satu sisi
mendatangkan dosa. Hal ini juga berlaku
dalam ibadah haji. Contoh mudah dari
kasus ini adalah haji takholuf alias haji
mbonek. Jika si calon haji melaksanakan
ritual ibadah haji dengan sempurna maka
hajinya sah, akan tetapi dilihat dari sudut
pandang hukum taklify si calon haji me-
langgar perjanjian dengan pihak travel dan
melanggar aturan hukum Negara. Lantas
haji yang semacam itu apakah masih kita
hukumi haji yang mabrur?
*Penulis adalah anggota Lembaga
Bahtsul Masa’il (LBM) PCI NU Mesir,
Lanjutan dari hal. 9...
Image: facebook.com/nurul.chasanah.
TëROBOSAN, Edisi 348, 15 Oktober 2012
Layakkah Menjadi Alumni Al-Azhar? Oleh: Ahmad Satriawan Hariadi*
Dinamika
14
Perubahan adalah tabiat kehidupan.
Dengan kata lain, alam semesta beserta isinya
ini tidak mengenal kata diam. Tapi terus
melakukan pergerakan-pergerakan yang
sesuai dengan tabiat masing-masing. Rotasi
bumi, metamorfosis kupu-kupu, pertumbuhan
manusia, dan lain-lain—merupakan hal yang
bisa dirasakan atau dilihat secara langsung
oleh indera manusia.
Artinya, jika anda mendapati seseorang
yang terus menerus stagnan alias tidak mau
bergerak—baik untuk menuntut ilmu ataupun
bekerja, maka pastikan bahwa orang tersebut
telah menyimpang dari lintasan kehidupan
yang semestinya ia tempuh. Orang semacam
ini harus sesegera mungkin disingkirkan dari
kafilah kehidupan.
Dunia akademis merupakan miniatur dari
dunia yang sesungguhnya. Jika pada awal
tahun akademik para mahasiswa baru mulai
merasakan dunia perkuliahan, maka saat itu
juga para mahasiswa tingkat akhir mulai
beranjak meninggalkan dunia lamanya. Inilah
yang sedang dirasakan oleh para mahasiswa
maupun alumni baru al-Azhar saat ini.
Setiap tahun, ratusan wisudawan dan
wisudawati Indonesia lahir dari rahim al-
Azhar. Ibu Pertiwi patut berbangga dengan
hal ini. Bagaimana tidak, pendidik-pendidik
bangsa yang baru telah lahir dan siap ikut
serta membangun dan memajukan bangsa
dan negara. Karena mendidik—sebagaimana
kata Anies Baswedan—adalah pekerjaan
orang yang terdidik.
Sebagai lulusan al-Azhar, disamping ke-
matangan akal dan pikiran, kapasitas
keilmuan dan wawasan juga harus berbading
lurus dengan penampilan. Artinya, jangan
sampai alumni al-Azhar disibukkan oleh pen-
ampilan luarnya saja, sementara pemahaman
ilmu dan perbendaharaan wawasan masih
dibawah standar.
Hal ini bukan hanya mencoreng harga diri
alumni dan nama besar Universitas al-Azhar
yang berada di pundaknya, tapi nama baik
agama yang kita peluk dan banggakan ini.
Karena stabilisas agama Islam—sebagaimana
kata Syeikh Muhammad al-Ghazali di dalam
Khuluq al-Muslim—hanya akan tetap terjaga
pada pengetahuan yang matang dan pikiran
yang bijak.
Adapun dampaknya adalah tidak ter-
laksananya misi alumni al-Azhar sebagai
penyebar Islam yang moderat, santun,
menghargai perbedaan, dan penuh kasih sa-
yang—sesuai risalah al-Azhar. Namun yang
dikhawatirkan adalah sebaliknya, yaitu men-
jadi penyebar fanatisme buta, liberalis,
eksesif, ekstremis, dan jauh dari nilai-nilai
fitrah—akibat ketidakmatangan pengetahuan
dan kurangnya wawasan alumni.
Membaca Diri dan Mengukur Kemam-
puan
Inilah betapa pentingnya kita—
mahasiswa maupun alumni—kembali mem-
baca diri, mengukur kemampuan, dan akhirn-
ya sadar diri. Dengan membaca diri, kita akan
mengetahui kapasitas keilmuan kita, bahwa
kematangan ilmu kita bukan pada hafalan
diktat kuliah saat ujian—sehingga mendapat-
kan predikat Imtiyaz.
Tapi kematangan ilmu—sebagaimana
kata Prof. Dr. Muhammad Hasan Utsman di
salah satu majelisnya (11/10)—diukur dari
kematangan pemahaman kita terhadap
berbagai disiplin ilmu yang pernah kita pela-
jari untuk kemudian kita ajarkan dan amalkan
kelak. Dalam hal ini, timbullah pertanyaan
kepada diri kita sendiri, “Layakkah aku men-
jadi alumni al-Azhar?”. Jika kita tidak bisa
menjawab, maka kita perlu menelaah kembali
apa yang sudah kita pelajari.
Tahap selanjutnya adalah mengukur ke-
mampuan. Jika kapabilitas kita tidak memadai
sebagai seorang alumni al-Azhar, alangkah
baiknya kita berpikir ulang untuk kembali ke
tanah air. Karena, jika kemampuan kita sebe-
lum tiba di negeri Kinanah ini sama, dengan
saat kita menggondol gelar License, maka
tentu hal ini sangat memilukan.
Contoh yang paling konkret mengenai
kemampuan ini adalah kemampuan kita da-
lam membaca, berbicara, dan menulis bahasa
Arab. Namun yang paling memilukan dari
ketiganya adalah kemampuan berbicara, yang
selanjutnya diiringi oleh kemampuan menulis.
Inilah yang patut disayangkan, kemampuan
kita memahami bahasa Arab ternyata ber-
banding terbalik dengan kemampuan kita
berbicara yang ternyata masih terbata-bata
dan kemampuan menulis yang masih kaku.
Kesadaran Diri = Kematangan Akal dan
Pikiran
Tahap akhir dari upaya ini adalah
kesadaran diri. Jika proses pembacaan diri
dan pengukuran kemampuan telah rampung,
maka tahap ini merupakan titik balik menuju
perbaikan diri. Pada titik ini, kematangan akal
dan pikiran menjadi tolak ukur sikap, rutini-
tas, dan upaya untuk menggapai cita-cita kita.
Sehingga apa yang ada dalam genggaman
kita saat ini, begitu halnya dengan kejadian-
kejadian yang menimpa dan kita saksikan,
harus kita pikirkan seraya memetik pelajaran.
Dalam hal ini kita jangan sampai terlena lalu
lupa, supaya kita tidak terperosok pada
lubang kesalahan yang sama.
Contoh yang paling konkret dari kesala-
han yang biasa kita lakukan adalah kebiasaan
menunda. Kesempatan-kesempatan berharga
dalam kehidupan—semacam kesempatan
untuk menuntut ilmu dan mendulang harta
sebanyak-banyaknya—seringkali berlalu sia-
sia kerena kebiasan tersebut. Akibatnya, kita
seakan rela dengan dengan kekalahan dan
kerugian kita dalam kompetisi kehidupan ini.
Akal yang dikaruniakan Allah kepada kita
selaku manusia bukan semata-mata sebagai
“Manath al-Taklif” atau pusat pembebanan
syariat. Namun akal harus kita fungsikan
menurut fitrah asalnya, yaitu menjadikan
hidup kita lebih baik dan lebih terarah dari
hari ke hari, dan tidak terjebak pada kesala-
han serupa.
Dengan memfungsikan akal menurut
fitrahnya, kita tidak akan berleha-leha lagi
dalam perantauan kita menuntut ilmu. Kita
akan menyadari bahwa kewajiaban kita akan
selalu bertambah setiap hari, sementara
persediaan waktu yang kita miliki tentu saja
semakin menipis. Artinya, kewajiban kita
berbanding terbalik dengan waktu yang dise-
diakan. Karena itu, dengan kesadaran diri ini,
terbuktilah perkataan bijak bestari bahwa
penuntut ilmu adalah makhluk Allah yang
paling menjaga waktunya.
Dengan demikian, ketika kita mau ber-
pikir dan memakai akal kita, ketika itu pula,
setiap detik dalam hidup kita selalu berujung
pada dua titik kulminasi kehidupan, yaitu kita
semakin dekat dengan Allah dan semakin
bermanfaat bagi sesama. Bukan terjatuh pada
kesalahan yang sama dan terjebak pada
penyesalan yang sama pula.
Sosok Alumni Ideal
Dari pemaparan di atas, setidaknya bisa
kita simpulkan sosok ideal alumni al-Azhar.
Selain kematangan akal dan pikiran, Kematan-
gan ilmu pengetahuan dan keluasan wawasan
merupakan ciri utama seorang duta al-Azhar
di tanah air kelak. Sebab upaya men-
dakwahkan Islam sesuai dengan pemahaman
yang benar tidak akan pernah terwuduj jika
seorang alumni tidak memiliki keempat hal
tersebut, atau masih setengah-setengah.
Kita tidak akan bisa mengumpulkan
keempat hal tersebut dalam diri kita kecuali
jika dipersiapkan mulai dari sekarang. Tidak
pantas rasanya kita disibukkan oleh hal-hal
yang tidak berguna dan membuang-buang
waktu. Oleh karena itu, kita harus berbenah
dari sekarang mumpung masih ada kesem-
patan untuk memperbaiki diri dan me-
matangkan ilmu kita. Sehingga sosok alumni
sekaligus duta al-Azhar ideal benar-benar
terwujud dalam diri kita.
*Penulis adalah Pimpinan Redaksi Jurnal
Himmah tahun 2011-2012
TëROBOSAN, Edisi 348, 15 Oktober 2012
Dinamika
15
Sungguh nikmat hidup di Mesir, kau
dan aku diperkenalkan dengan manusia-
manusia yang beraneka ragam isi kepalan-
ya. Sungguh nikmat hidup di Mesir, semua
kecenderungan bisa terpuaskan sampai
kepada batas yang kau dan aku tentukan
sendiri, tak peduli kecenderungan itu
semulia Yusuf atau sebusuk Fir’aun.
Sungguh nikmat hidup di Mesir, buku-buku
bermutu bisa didapat dengan harga murah.
Hidup di Mesir nikmat tiada tara, tak ada
yang mengatur: tidak itu orangtua, tidak itu
pengurus asrama, tidak itu senior, tidak itu
dosen. Apa kubilang, nikmat bukan hidup di
Mesir?
Di Mesir kau dan aku bisa hadir di
kuliah-kuliah yang dipaparkan oleh sarjana
-sarjana terbaik di dunia Islam, tak usah
lagi kau tanya keilmuan mereka. Kalau kau
dan aku serius jadi anak kampus, kuberita-
hu: akan banyak yang menaruh segan pada
kau dan aku, karena orang-orang kira kau
dan aku benar-benar menang atas malas
yang menjangkiti banyak orang-orang di
sini (iya, orang-orang itu. Ah, tak usahlah
kau tunjuk-tunjuk). Agak konyol, padahal
dulu di pesantren tiap hari kita berangkat
sekolah, mengaji dan diskusi. Sesampai di
sini, tiba-tiba itu semua jadi kegiatan orang
-orang “antik”.
Tapi kau juga tak perlu heran, ada pula
yang akan memandang kau dan aku sinis
sambil berbisik-bisik menyebut kita
“sarjana muqarrar” dan lain sebagainya
(iya, masih mereka yang tadi kubicarakan.
Ah, sudah kubilang tak usah kau tunjuk-
tunjuk). Tapi, ah, tak usah kau pedulikan,
kalau niatmu kuliah ya sudah, kau pura-
pura tuli saja pada ocehan mereka.
Kau suka ilmu tapi tak suka kuliah? tak
jadi soal, kau dan aku bisa duduk bersama
para pecinta ilmu di serambi masjid tua al-
Azhar, di sana kau dan aku bisa mereguk
pengetahuan dari para pesohor itu. Bukan
main, Mufti Negara mengajar di situ. Atau
barangkali kau tahu ulama muda Usamah
Sayyid al-Azhari? Ia juga mengajar di situ.
Pernah kau dengar pakar Nahwu dan
Balaghah Syaikh Fathi Hijazi? Betul, beliau
yang men-tahqiq tafsir al-Kassyaf dan
Bughyah al-Idhah, kau bisa timba ilmunya
tiap sabtu siang di ruang utama masjid itu.
Atau barangkali kau pecinta Hadis? Biar
kutemani kau berkenalan dengan bapak tua
berjas itu. Ya, yang itu, Dr. Yusri, ia juga
mengajar di Azhar Sabtu pagi. Bukan main
bukan?
Atau kau suka diskusi? Biar kuantar kau
ke kelompok-kelompok kajian. Kau mau
diskusi apa? Fikih? Pemikiran? Falak? Sas-
tra? Bahasa Arab? Politik? Kau sebut saja
yang kau mau, nanti kucarikan yang cocok.
Tapi kalau kau dan aku sudah tak lagi
bernafsu dengan ilmu ini ilmu itu, tak lagi
suka dangan syaikh ini atau dosen anu,
kajian ini kajian itu, tak jadi soal, masih
banyak yang ditawarkan Mesir buat kita.
Percayalah, tak akan bosan kau di sini.
Misalnya, kau dan aku bisa bergabung or-
ganisasi. Bukan, ia bukan organisasi OSIS
pesantren yang dulu kau ikuti, di sini mere-
ka punya trias politika yang –alamak– ru-
mitnya jangan kau tanya. Tapi tak apalah,
kalaulah hobimu memang hal-hal seperti
AD-ART, program kerja, rapat-rapat, kepa-
nitiaan ini itu, atau sekedar biar bisa sering
ketemu mbak-mbak cantik itu, apa boleh
buat, bisalah kau kuantar, kau sebut saja
organisasi macam apa: kau mau sayap or-
mas, almamater, kedaerahan, atau senat
mahasiswa? Biar nanti kukenalkan dengan
orang-orangnya. Tapi kuberitahu, karena
kau masih baru, kau tak boleh jadi pegurus
atau panitia, kau cuma boleh jadi anggota,
karena semua organisasi sepakat buat tidak
menjadikan mahasiswa baru macam kau ini
terlalu sibuk dengan yang selain kuliah.
Paling tidak itu yang kudengar dari presi-
den (ya, presiden!) orang-orang negeri kita
di sini.
Kau tahu, organisasi-organisasi punya
acara-acara yang menarik, tidak cuma
kajian, mereka juga mengadakan silatu-
rahim bulanan, makan-makan bareng bu-
lanan, jalan-jalan bareng tahunan,
olahraga bareng semester-
an, dan masih banyak yang
lainnya (sepanjang masih bisa
dilakukan bareng). Atau kau mau
klub olahraaga? Sepakbola, basket, voli,
pencak silat, nunchaku.. ah, lelah aku
menyebutnya, begini saja: selama itu
masih olahraga, aku dan kau bisa cari
perkumpulannya di sini. Kalau tak ada? Ah,
kau dan aku buat saja sendiri, siapa pula
yang mau peduli? Uang-uang kita, waktu-
waktu kita.
Kalau kelak kau dan aku juga bosan
dengan itu, kau dan aku bisa mencari uang.
Kudengar orang-orang itu bisa menganton-
gi ribuan pound dalam sebulan. Kau tahu,
kau dan aku bisa bergaya bak selebriti
dengan uang sebanyak itu, barang apapun
(sepanjang ia masih dijual) bisa kita beli.
Berguna atau tidak? Yang kuperhatikan hal
semacam itu tak perlu diambil pusing, yang
penting keren.
Kalau kau benar-benar tak tertarik
dengan semua yang kusebut, apa boleh
buat, begini saja, kau habiskan waktumu di
depan komputermu. Biar kutunjukkan situs
-situs pengunduhan film-film aneka jenis
(ya, kau mau jenis apa?), atau kau suka
game? Kuberi tahu kau rahasia ini: dari
dulu aku curiga gamer-gamer terbaik dunia
itu sebenarnya ada di antara kawan-kawan
kita senegara, karena coba kau bayangkan:
tiap dua-tiga bulan ada saja yang mengada-
kan lomba video game (biasanya
bebarengan dengan lomba gaple, scrabble,
poker, catur Tekken dan Zuma.. ah, tunggu,
Tekken dan Zuma itu juga game). Tidak-
tidak, aku tak bercanda, kau tunggu saja
beberapa minggu lagi.
Sebenarnya tak enak aku, kutunjukkan
kau pada semua ini. Ah, tapi setelah kupikir
-pikir, cepat atau lambat kau akan bertemu
juga dengan semua yang kubilang. Kau dan
aku boleh memilih, tapi pada akhirnya kau
dan aku yang bertanggung jawab dengan
pilihan itu. Ah, maksudku kau ya kau, aku
ya aku. Kita seperti akrab memang, tapi tak
bisa aku menanggung buah pilihanmu.
*Penulis adalah Ketua Senat Mahasiswa
Fakultas Bahasa Arab tahun 2012-2013
Silahkan Pilih Oleh: Romal Mujaddedi Ahda*
Image: figadvertising.com
TëROBOSAN, Edisi 348, 15 Oktober 2012
16
Top Related