Benign prostatic hyperplasia
Abstrak
Gejala traktus urinarius bagian bawah pada pria (LUT) dan Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)
memberikan proporsi signifikan pada beban kerja ahli urologi, dan akan berlanjut demikian
untuk masa kedepannya dengan peningkatan populasi lansia. Ulasan ini menyediakan ulasan
pemahaman terkini seputar BPH dan LUT pada pria juga pilihan investigasi dan pengobatan.
Kata kunci
alpha-blockers, NICE, benign prostatic hyperplasia, terapi kombinasi, EAU, gejala traktus
urinarius bagian bawah, post-void residual, PSA, nilai gejala, TURP, 5-∝-reductase inhibitors
Pendahuluan
Dengan peningkatan populasi lansia dewasa ini signifikansi Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)
menjadi lebih penting bagi ahli urologi. Telah diketahui bahwa prevalensi BPH meningkat
bersama usia dengan 50% pria dalam usia 50an dan 88% pria berusia 80 an memiliki bukti
histologis.
Definisi
BPH merujuk pada proses histologis hyperplasia prostat. Istilah redundant prostatisme
digunakan secara luas untuk mencakup elemen klinis, patologis dan patofisiologis BPH dan
gejala traktus urinarius bagian bawah dan spesifisitas organ serta jenis kelamin yang salah.
Sebagai responnya, Abram dan Chapple dkk, mengajukan serangkaian definisi yang mana akan
lebih akurat dalam merefleksikan komponen klinis, patologis dan patofisiologis (tabel 1).
Etiologi
Dirasakan bahwa awalnya terdapat peningkatan jumlah periuretral stromal kecil dan nodul
glandular zona transisional sekunder akibat kemunculan kembali embrionik. Fase kedua
dikarakteristikan dengan pertambahan nodul yang lebih besar dan dalam rasio stromal-epitelial.
Penyebab molekuler yang pasti dibalik perkembangan BPH tidak sepenuhnya dipahami
meskipun interaksi kompleks androgen, estrogen, interaksi epithelial stromal, faktor
pertumbuhan (faktor pertumbuhan epidermal (EGF), faktor pertumbuhan seperti insulin (IGF),
faktor pertumbuhan keratinosit (KGF), transforming growth factor (TGF)-β) dan
neurotransmitter diimplikasikan). Faktor resiko lain diidentifikasi dalam tabel 2.
Kurang lebih 25% prostat terdiri atas otot polos dibawah kontrol sistem saraf adrenergic
(reseptor α1a) dan berkontribusi aktif serta pasif erhadap patofisiologi BPH dan merupakan
fokus dari beberapa pengobatan medis.
Potret manifestasi klinis BPH (LUTS) secara sederhana berkaitan dengan efek massa dan
tonisitas yang sederhana dan tidak tepat. Prostat sendiri tidak dapat dipertimbangkan dalam
isolasi dan perubahan pada kandung kemih harus dipertimbangkan untuk sepenuhnya
memperhatikan manifestasi klinis. Memang terdapat peningkatan tekanan uretral tetapi hal ini
mengakibatkan perubahan kompensasi fungsi kandung kemih yang mana telah dipengaruhi oleh
perubahan terkait usia dan degenerasi neurologis. Awalnya kandung kemih meningkatkan kerja
detrusornya untuk berkompensasi tetapi sewaktu waktu menjadi hipertrofi, bertrabekulasi,
membentuk pseudo-diverticuli dan kegagalannya mengakibatkan pengosongan yang tidak
sepenuhnya dan penurunan aliran.
Pemeriksaan klinis
Saling mempengaruhi antara LUTS, obstruksi outlet kandung kemih (BOO) dan BPE
diilustrasikan dengan cincin Hald. Mereka mendemonstrasikan saling mempengaruhi kompleks
antara gejala dan patologi. BPE dapat dihubungkan dengan LUTS dengan atau tanpa BOO dan
BPE dapat dihubungkan dengan BOO tanpa mengalami LUTS (lihat gambar 1). Hanya proporsi
kecil pasien yang mengokupasi zona sentral (a) yang paling sering memperoleh manfaat dari
intervensi. Dengan demikian hal ini mengikuti pemeriksaan LUTS yang seharusnya cukup luas
untuk mengidentifikasi subkelompok pasien ini.
Riwayat dan pemeriksaan LUTS dapat secara luas dikelompokan menjadi gejala penyimpanan,
gejala pengeluaran, dan gejala post mikturisi. Meskipun tipe gejala yang predominan dapat
membantu dalam diagnosis, perlu diingan bahwa kandung kemih memang merupakan “saksi
yang tidak dapat diandalkan” dan pemeriksaan lebih lanjut harus digunakan sebagai pembantu
dalam lebih mengakuratkan diagnosis dan pengobatan.
Riwayat harus mengidentifikasikan adanya hematuria, infeksi traktus urinarius, disfungsi ereksi,
diabetes, hipotensi, pingsan dan kondisi urologis sebelumnya yang lain termasuk retensi urin
akut atau intervensi.
Pengobatan seharusnya dibahas untuk mengidentifikasi pengobatan yang ada dan penggunaan
antikolinergik serta α-sympathomimetics. Pemeriksaan seharusnya mencakup pemeriksaan yang
menyeluruh pada kelamin pria, digital rectal examination (DRE), pemeriksaan ukuran prostat
dan pemeriksaan neurologis terfokus.
Nilai
Dalam upaya mengkuantifikasi keparahan LUTS telah terdapat sejumlah penilaian termasuk nilai
Boyarski, nilai Madsen Iversen dan American Urological Association Symptom Index (AUA-SI)
atau International Prostate Symptom Score (IPSS) yang dipergunakan secara luas. Hal ini terdiri
atas 7 pertanyaan yang secara luas mencakup gejala penyimpanan (tiga pertanyaan) dan gejala
tipe pengeluaran (empat pertanyaan). Setiap pertanyaan memiliki lima poin yang berkaitan
dengan rentang penilaian 0-5, dengan nol berarti tidak pernah dan lima sebagai terjadi setiap
waktu. Jumlah setiap pertanyaan kemudian memberikan total nilai 35. Pasien diklasifikasikan
menderita LUTS ringan (0-7), sedang (8-19), atau parah (20-35). IPSS juga membentuk satu
pertanyaan tunggal tentang kualitas hidup (QoL). Telah konsisten dan tervalidasi dalam rentang
bahasa yang luas.
Namun, perannya terbatas dalam kuantifikasi LUTS dan penilaian responnya terhadap
pengobatan dan bukan diagnosis. kritik telah ditemukan pada ketidakseimbangan pertanyaan,
yang membiaskan gejala kencing dan pengobatan ditujukan untuk mengurangi ukuran prostat
dan obstruksi outlet kandung kemih juga ketidak mampuannya dalam mengaitkan setiap
kontribusi pertanyan terhadap QoL.
Diagram volume frekuensi. Sederhana, murah dan efektif serta dapat memberikan informasi
yang berguna termasuk frekuensi, volume kencing total, kapasitas fungsional, kebiasaan asupan
cairan dan menunjukkan polyuria nocturnal.
Urinalisis. Urinalisis seharusnya selalu dikakukan untuk mengeksklusi infeksi traktus urinarius
(UTI) dan hematuria, yang mungkin membutuhkan investigasi tambahan.
Uroflowmetry. Uroflowmetry memeriksa kombinasi kekuatan detrusor dan bukaan aliran keluar.
Jika sendiri, tidak spesifik, dan penurunan kecepatan aliran atau jejak/catatan abnormal bisa
menjadi konsekuensi dari berbagai kondisi. Lebih lanjut lagi, nilai maximum flow rate (Qmax)
sendirinya atau dalam serangkaian data tidak berhubungan baik dengan nilai IPSS atau resistensi
outlet kandung kemih.
Idealnya lebih dari satu kecepatan aliran seharusnya dilakukan dan dapat dipertimbangkan valid
hanya jika volume kencing lebih dari 125–150 ml.. setelah penelitian Abrams tahun 1977
dirasakan bahwa Qmax < 15 ml/s mengindikasikan BPO yang membutuhkan pengobatan.
Prostate-specific antigen (PSA). PSA seharusnya digunakan dalam konteks dimana pasien pasien
mengalami DRE yang abnormal. Namun, PSA tampaknya berhubungan dengan volume prostat
juga kecenderungan progresi.. Crawford dkk menunjukkan mereka dengan PSA≥1.6 ng/ml di
awal memiliki peningkatan resiko progresi.
Volume residual. Pengukuran volume residual dapat dicapai dengan ultrasonic atau dengan
melewatkan kateter setelah kencing, yang terakhir lebih akurat tapi invasif. Pengukuran harus
diinterpretasikan dalam serangkaian pemeriksaan dibandingkan pengukuran tunggal karena
terdapat variasi yang patut dipertimbangkan. Volume residual tinggi yang persisten
menunjukkan kontraksi detrusor relatif lemah terhadap aliran kandung kemih, yang mana
mungkin sekunder terhadap disfungsi detrusor atau BOO. Apa yang mengakibatkan volume
residual signifikan tidak jelas tetapi volume >50 ml cenderung signifikan dan >200-300 ml lebih
cenderung memiliki hasil akhir yang tidak memuaskan setelah operasi.
Pemeriksaan tekanan aliran. Meskipun memakan waktu, invasif dan mahal, informasi yang dapat
diperoleh dari pemeriksaan tekanan aliran dapat sangat berguna.
LUTS dapat diakibatkan oleh ketidakstabilan detrusor, dan tekanan detrusor dapat diukur untuk
mendefinisikan apakah obstruksi ada. Nomogram (International Continence Society (ICS)
nomogram) dapat pula dilakukan mempergunakan data untuk menunjukkan apakah pasien tidak
terobstruksi. Angka Abrams-Griffiths yang dihitung sebagai Pdet (@Qmax)–2Qmax dapat juga
membantu menentukan apakah pasien terobstruksi. Nilai > 40 menunjukkan obstruksi, 20-30
equivokal dan <20 tidak terobstruksi.
Namun, banyak pedoman menyadari bahwa pemeriksaan aliran tekanan tidak penting sebagai
pemeriksaan khusus lini pertama dan seharusnya dipertahankan untuk mereka yang pemeriksaan
lainnya tidak konklusif, pada pria yang lebih muda yang menjalani pengobatan invasif atau
obstruksi bertekanan tinggi, aliran tinggi. Baik itu European Association of Urology (EAU) dan
National Institute for Health and Clinical Excellence (NICE) telah membuat pedoman yang
merasionalisasikan penggunaan investigasi dalam BPH/LUT seperti yang dijabarkan dalam tabel
3.
Perjalanan penyakit dan komplikasi
Perkembangan BPH pada pasien yang tidak ditangani hanya dapat diperhatikan karena sifat
penyakit dan ketidaklayakan penelitian longitudinal. Akibatnya, kesimpulan diperoleh dari
kelompok placebo penelitian intervensional jangka panjang dan dengan demikian merupakan
subyek terhadap bias yang melekat. Subanalisis Olmstead County Study menunjukkan
peningkatan volume prostat 1,6% per tahun rata rata dan peningkatan nilai IPSS 0,18 unit gejala
pertahun rata rata. Komplikasi BPH mencakup gagal ginjal (<2,5%), batu kandung kemih (0.3–
3.4%), infeksi (<1–12%), inkontinensia (<1%) dan retensio urin (1–2%/tahun), semuanya
memiliki dampak yang signifikan pada pasien.
Retensi urin akut
Retensi urin merupakan komplikasi signifikan BPH. Jacobsen mempergunakan data daerah
Olmsted mengidentifikasikan bahwa pasien berusia 40 hingga 70 tahun, atau nilai IPSS >7, atau
Qmax < 12 ml/detik, atau volume prostat > 30 ml, dan volume setelah kencing (post voided
volume/ PVR) > 5ml semuanya merupakan faktor resiko untuk retensi akut. Insiden tahunan
mencapai 0,7% selama penelitian dalam periode 4 tahun.
Pengobatan
Non-bedah
Terdapat sejumlah strategi konservatif yang ditujukan pada pasien yang menunjukkan LUTS
ringan hingga sedang. EAU dan NICE setuju terhadap edukasi pasien, memastikan kembali
penyakit jinak dan pengawasan periodic. Nasihat gaya hidup seharusnya juga diberikan dan
dapat menguatkan dan meredakan gejala tanpa resiko pengobatan medis atau bedah (lihat tabel
4).
Alpha-blockers (ARBs)
Mekanisme. Terdapat tiga bentuk α 1 adrenoreceptors: α1a, yang mana paling utama ditemukan
dalam prostat, α1b pada pembuluh darah dan α1d pada kandung kemih. Dari jenis α1a terdapat
setidaknya 4 subtipe yang berbeda a1-4, a1 merupakan varian dominan ditemukan dalam prostat
dan jantung. Dirasakan bahwa efek alfa bloker melalui antagonism noradrenalin pada α1a
adrenoreceptors di prostat mengakibatkan penurunan tonus prostatic dan obstruksi aliran
kandung kemih. Sayangnya ARB telah gagal menunjukkan perubahan signifikan dalam obstruksi
aliran pada pemeriksaan urodinamik juga LUTS obstruktif dan dengan demikian α1
adrenoreseptor diluar prostat diinvestigasi untuk mengetahui efeknya.
Efikasi. Bukti yang disediakan oleh Djavan dkk dalam sebuah metaanalisis menunjukkan bahwa
terdapat sedikit perbedaan dalam istilah reduksi IPSS (35-40%) dan peningkatan Qmax (15-
30%) antara ARB yang berbeda meskipun tolerabilitas bervariasi.
Perbaikan tampak dalam berminggu minggu meskipun terdapat bukti bahwa efek nya dapat
dlihat dalam kurun waktu beberapa jam dan dipertahankan selama setidaknya 4 tahun.
Efek samping. Efek samping ARB adalah asthenia, pusing, dan hipotensi ortostatik, ejakulasi
retrograde dan sindrom iris floppy intraoperative yang baru baru ini dijelaskan dalam operasi
katarak.
Mekanisme 5 alpha reductase Inhibitors (5-ARI). Efek testosterone dan dihidrotestorone (DHT)
pada prostat dan perkembangan BPH telah tercatat dengan baik. 5 alpha reductase Inhibitors (5-
ARI) secara kompetitif menghambat enzim 5 alpha reductase yang mengubah testosterone
menjadi DHT yang lebih aktif. Finasterid bagaimanapun juga tidak seperti dutasteride, tidak
mengurangi DHT hingga kadar batas pengurangan ketika hanya memblok isoform tipe 2.
Efikasi. enlarged Prostate International Comparator Study (EPICs) menunjukkan bahwa dalam
penelitian tersebut (misalnya pasien diatas 50 tahun dengan Qmax <15 ml/detik, AUA-SI >12
dan volume prostat > 30 ml) selama periode 12 bulan penggunaan 5-ARI, rata rata penurunan
volume prostat adalah 26.7 vs. 26.3% untuk finasteride dan dutasteride, secara berurutan
(p=0.65). lebih lanjut lagi terdapat penurunan AUA-SI sebesar -5,5 untuk finasteride dan -5,8
dengan dutasteride (p=0,38).
Proscar Long-term Efficacy and Safety Study (PLESS) (uji klinis terkontrol dengan placebo,
terandomisasi double blinded di eropa mempergunakan finasteride 5 mg sekali sehari pada pria
dengan Qmac < 15 ml/detik, volume residual > 150 ml, gejala sedang hingga berat dan BPE
pada DRE), ditemukan bahwa terdapat 55% dan 57% penurunan resiko relatif pada pria yang
membutuhkan operasi dan mengalami episode retensi urin akut, secara berurutan, dalam
kelompok finasteride.
Efek samping. Efek samping mencakup penurunan libido, disfungsi ereksi dan ejakulasi yang
tidak normal.
Terapi kombinasi. Telah terdapat sejumlah penelitian yang telah memeriksa manfaat dan potensi
kesulitan yang mungkin dalam mempergunakan terapi kombinasi. Penelitian jangka pendek
seperti Veterans Affairs Co-operative and the Prospective European Doxazosin and Combination
Therapy trial (PREDICT) telah menunjukkan bahwa meskipun pasien pada baik itu monoterapi
ARB dan terapi kombinasi (ARB+5ARI) menunjukkan perbaikan signifikan dalam pengukuran
hasil akhir, khususnya tingkat aliran dan nilai gejala (IPSS), tidak terdapat perbedaan yang
signifikan antara terapi monoterapi atau kombinasi. Namun data jangka panjang dari Medical
Therapy of Prostatic Symptoms trial (MTOPs) menunjukkan bahwa terapi kombinasi secara
signifikan mengurangi resiko progresi klinis ketika dibandingkan dengan placebo dan
monoterapi selama follow up rata rata 4,5 tahun.
Analisis post hoc lebih lanjut menunjukkan perbedaan dalam efek yang menjadi kurang
signifikan ketika penurunan volume prostat hingga poin dimana tidak terdapat perbedaan
statistik dalam volume prostat < 25 ml.
Combination of Avodart and Tamsulosin trial (COMBAT) bertujuan untuk
mengkarakterisasikan manfaat terapi kombinasi pada laki laki dengan prostat yang lebih besar
dan direkrut dengan prostat berukuran lebih dari 30 ml dengan IPSS setidaknya 12.
Uji klinis yang double blinded multisenter yang menerima 4844 pria ≥ 50 tahun dan dilakukan
selama 4 tahun. Disimpulkan bahwa terapi kombinasi menunjukkan perbaikan yang lebih baik
secara signifikan dalam nilai gejala juga kecepatan aliran urin puncak dari awal dibandingkan
dutasteride atau tamsulosin, juga menurunkan resiko relatif retensi urin akut (AUR) atau
pembedahan terkait BPH selama 4 tahun sebesar 66% dibandingkan dengan monoterapi
tamsulosin. Sayangnya mereka dengan terapi kombinasi mengalami banyak kejadian yang tidak
diinginkan.
Pengobatan lain
Antimuscarinics
Dalam beberapa kasus tingkat overaktivitas kandung kemih mungkin muncul bersamaan atau
menyerupai BOO dan dalam hal semacam itu tindakan pengobatan standar mungkin gagal.
Beberapa penelitian kecil telah menilik penggunaan antimuskarinik dalam kasus resisten dan
menunjukkan efek positif. Satu satunya uji klinis terandomisasi terkontrol placebo yang
membandingkan kombinasi ARB dan antimuskarinik pada terapi individu, menunjukkan bahwa
pada isolasi terapi bekerja kurang baik dibandingkan dengan placebo tetapi dalam kombinasi
menunjukkan efikasi yang baik dalam meningkatkan nilai QoL.
Kekhawatiran terhadap presipitasi episode AUR terjadi. PVR telah ditunjukkan signifikan secara
statistik meningkat pada mereka dengan baik itu ARB dan antimuskarinik dibandingkan dengan
monoterapi atau placebo, namun tidak satupun pasien dalam kelompok dual terapi mengalami
retensi klinis.
Diturunkan dari serenoa repens, saw palmetto diperkirakan sebagai bahan aktif. Terpisah dari
ulasan sistemik dan meta analisis pada tahun 1990 oleh Wilt dkk, consensus umum dari uji klinis
terandomisasi terbaru tidak mendukung efikasi saw palmetto dibandingkan placebo dan dengan
demikian dieksklusi dari pedoman
Toksin Botulinum
Terdapat penelitian kecil yang menjanjikan yang memeriksa penggunaan intraprostatik toksin
botulinum juga NX 1207 yang mana telah menunjukkan reduksi volume prostat dan nilai gejala.
Rekomendasi NICE yakni penggunaannya hanya sebagai bagian dari RCT.
Pengobatan dengan pembedahan
Reseksi transurethral prostat (TURP) terus menjadi pengobatan benchmark BOO dan BPH.
Dalam ulasan sistematik, TURP telah ditunjukan rata rata meningkatkan nilai mean AUA/IPSS
dari 18.8 hingga 7.2 (−62%) setelah 12 bulan post op juga memperbaiki Qmax sebesar 9,7
ml/detik, peningkatan rata-rata 120%.
Kurang lebih 10-15% pasien daam 10 tahun akan membutuhkan intervensi lebih lanjut.
Pemeriksaan standar sama dengan pengobatan medis. Kontensi masih ada dalam peran
pemeriksaan urodinamis dan meski tidak satupun dari pedoman saat ini yang merekomendasikan
pemeriksaan tekanan aliran terdapat pastinya pasien yang membutuhkan karakterisasi lebih lanjut
seperti pasien < 50 atau > 80 tahun, mereka dengan terapi invasif sebelumnya yang tidak
berhasil, residual post kencing yang tinggi (>300 ml) dan operasi pelvis sebelumnya. Infikasi dan
morbiditas didaftar pada tabel 5 dan 6.
Namun, selama 20 thun terakhir jumlah pilihan pengobatan pembedahan alternative telah
bertambah (tabel 7) karena dokter telah berusaha untuk mengobati pasien lansia yang lebih
kompleks. Pengenalan TURP bipolar telah meningkatkan profil keamanan dengan
menghilangkan kekhawatiran terhadap sindrom TUR. Namun, mayoritas penurunan ini sedikit
pada TURP dan hanya holmium laser enucleation of the prostate (HoLEP) memberikan hasil
akhir yang sebanding.
Kesimpulan
BPH merupakan kondisi kompleks dengan patofisiologi yang belum dipahami sepenuhnya.
Diagnosis dan pengobatan kondisi ini telah diperbaharui dan cenderung kurang invasif tetapi
merupakan pengobatan yang efektif.