BIOAVAILABILITAS OBAT
PADA PEMAKAIAN PER ORAL
Oleh :
IMAN BUDIMAN
260110080145
Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran
PENDAHULUAN
Akhir-akhir ini bidang biofarmasi
(biopharmaceutics) memainkan peranan yang
makin besar dalam ilmu kedokteran, sehingga
pembicaraan tentang hal ini akan sangat
menarik bukan hanya bagi pekerja-pekerja di
laboratorium, akan tetapi juga bagi para
klinikus.
Farmasi UNPAD
PENGERTIAN BIOAVAILIBILITAS
Istilah ' bioavailibilitas ' (=biological
availability/physiologi -eal availability)
didefinisikan sebagai : kecepatan dan jumlah/
kadar obat yang dapat di absorpsi ke dalam
sirkulasi sistemik.
Masalah ini mencakup bidang-bidang fisiologi,
kimia fisik, dan teknologi farmasi yang
merupakan bahan pertimbangan formulasi untuk
dapat memberikan suatu obat yang ' biologically
available ' .
Farmasi UNPAD
Dalam kata lain,
Bioavailabilitas adalah
fraksi obat yang
diberikan yang sampai
ke sirkulasi sistemik
dalam bentuk kimia
aslinya
AWAL PENGGUNAAN 'BIOAVAILABILITAS'
Setelah diusut lebih lanjut, ternyata bahwa memang ada
perubahan dalam kapsul phenytoin tersebut, bukan dalam
dosis obat aktifnya, melainkan penggantian bahan penambah
kalsium-sulfat dengan laktosa.
Pada tahun 1970 di Australia
terjadi kasus keracunan pada
beberapa penderita epilepsi
yang memakan kapsul
phenytoin ( nama baru untuk
diphenylhydantoin).
Pada waktu-waktu sebelumnya,
biasanya jika telah memakan obat
tersebut baik dosis, cara pemakaian
dan merek obat yang sama tidak
menimbulkan efek samping yang
berarti. Dan Kadar obat di dalam
kapsul, pada pemeriksaan ternyata
masih memenuhi sarat.
Farmasi UNPAD
AWAL PENGGUNAAN 'BIOAVAILABILITAS'
Perubahan formulasi yang semula dianggap
tidak banyak berpengaruh itu, telah
menyebabkan kenaikan kadar obat dalam darah
hingga melampaui dosis toksik. Sejak itu
peranan ' Bioavailabilitas' mulai lebih
diperhatikan.
Cara yang paling tepat untuk meyakinkan efek
terapeutik yang baik adalah dengan percobaan
'Bioavailabilitas‘ obat pada manusia atau
binatang dengan mengukur kadar obat dalam
urin dan darah.
Farmasi UNPAD
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
'BIOAVAILABILITAS' OBAT PADA PEMAKAIAN PER ORAL
Kadar obat dalam darah
(plasma) harus mencapai
kadar efektif minimal
(minimal effective
consentration= m.e.c.)
Respon Farmakologi
Bila kecepatan absorpsi
tidak cukup tinggi
Kadar obat di dalam plasma
mungkin tidak akan pernah
mencapai m.e.c.
seandainya m.e.c. tercapai
kecepatan absorpsi lambat & akan
diperlukan waktu yang lama untuk
memperoleh efek farmakologinya
Farmasi UNPAD
GAMBAR: BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EFEK OBAT
TERHADAP TUBUH
Farmasi UNPAD
Kekuatan dan lamanya daya kerja obat diatur oleh proses
farmakokinetik yaitu :
absorpsi
distribusi
eliminasi
Farmasi UNPAD
Dalam garis besarnya Bioavailabilitas
obat dipengaruhi :
(i) faktor kimia-fisik
(ii) formulasi obat
(iii) Pengaruh Bahan penambah
Obat
(iii) faktor fisiologi penderita
Farmasi UNPAD
I. FAKTOR KIMIA-FISIK BAHAN BAKU
* Sifat kimia-fisik bahan baku merupakan
pertimbangan dalam membuat preparat untuk
dapat memberikan efek terapeutik optimal.
* Faktor ini memegang peranan penting dalam
kelarutan obat. Beberapa faktor kimia-fisik yang
berperanan ialah :
1. 'Crystal solvate'
2. Bentuk garam
3. Ukuran partikel (particle size)
4. Bentuk kristal
Farmasi UNPAD
II. PENGARUH FAKTOR FORMULASI
Pengaruh formulasi terhadap 'Bioavailabilitas '
obat jelas tampak pada beberapa tahap proses
yang mempengaruhi kecepatan absorpsi obat
dari sediaan tablet/kapsul yang dapat
digambarkan sbb :
sediaan mengalami proses pemecahan
(disintegrasi) menjadi granul-granul; ini diikuti
dengan pelepasan zat aktif dari granul
(disaggregasi) dan larut ke dalam cairan usus
(dissolusi), untuk kemudian di absorpsi.
Farmasi UNPAD
PROSES YANG MEMPENGARUHI ABSORPSI OBAT
BERBENTUK TABLET PADA PEMAKAIAN PER
ORAL
Farmasi UNPAD
Bila terjadi hambatan pada salah satu tahap
dalam proses tersebut, akan terjadi hambatan
absorpsi obat.
Untuk preparat cair dan suspensi, kekentalan
(viscosity) yang tinggi dapat menghambat daya
difusi molekul obat dari permukaan partikelnya.
Ini dapat memperlambat proses absorpsi.
Farmasi UNPAD
III. PENGARUH BAHAN PENAMBAH OBAT
Zat pengisi, zat pengikat, pembantu
disintegrasi, pelincir dan pewarna, dapat
mempengaruhi kecepatan dissolusi obat.
Dengan demikian mempengaruhi '
Bioavailabilitas' obat tersebut.
Farmasi UNPAD
IV. PENGARUH FAKTOR FISIOLOGI
Obat diserap secara
optimal dalam ususEfek Terapeutik
kecepatan dissolusi obat
Kecepatan obat dari lambung ke usus
Tergantung
pada:
Jadi faktor-faktor fisiologik seperti 'gastric emptying time' , dan
'intestinal transit time ' dapat mempengaruhi absorpsi obat secara
drastis.
Farmasi UNPAD
Perubahan Fisiologi Obat,
dipengaruhi oleh:
Keadaan umum penderita
Suhu Makanan
Usia
Komposisi Diet
Kadar Lemak /
kadar serat
Farmasi UNPAD
Enzim dan zat kimia yang terkandung di dalam
cairan Usus juga mengadakan interaksi dengan
molekul-molekul obat dan dalam beberapa hal
menyebabkan peningkatan kelarutan obat
(fermentasi oleh enzim atau pengaruh
pH/ionisasi), sedangkan untuk senyawa lain
menimbulkan pengendapan, sehingga
memperlambat kelarutan obat (Lihat Gambar).
Farmasi UNPAD
BEBERAPA FAKTOR FISIOLOGIK YANG
MEMPENGARUHI KECEPATAN DAN BESARNYA
‘BIOAVAILABILITAS' SUATU OBAT
Farmasi UNPAD
Pengaruh ini tampak jelas pada obat yang
mengalami degradasi secara kuat di
dalam cairan lambung, seperti benzyl-
penicillin. Pemakaian suatu obat dapat
mempengaruhi absorpsi obat lain yang
dipergunakan bersamaan waktunya,
sebagai contoh:
Farmasi UNPAD
Desipramin menurunkan absorpsi
phenylbutazon mungkin karena obat tersebut
menghambat pergerakan usus. Pemakaian
antasida dan tetracyclin secara bersamaan akan
menurunkan absorpsi tetracyclin akibat
pembentukan 'chelate '. Selain hal-hal tersebut di
atas, perlu diperhatikan juga kecepatan
metabolisme dan exkresi obat. Obat yang
mengalami detoksikasi oleh hati akan
berkumpul secara berlebihan bila faal hati
menurun; sedang obat yang exkresinya terutama
melalui ginjal kadarnya di dalam darah
ditentukan juga oleh fungsi ginjal.
Farmasi UNPAD
DAFTAR PUSTAKA
Mufti, N.H. Bioavailability Obat Pada
Pemakaian Per Oral. Cermin Dunia Kedokteran
7 : 35 - 37 , 1976.
Top Related