ABSTRAKALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN MENJADI PEMUKIMAN PERUMAHAN
BERDASARKAN PERDA RT RW KOTA MATARAM
Nama : Huliatul LailiNim : D1A 010 204Fakultas Hukum
Universitas Mataram
Pembangunan perumahan dan permukiman selalu menghadapi permasalahanpertanahan. Terlebih di daerah perkotaan terkait ketersediaan lahan yang terbatas.Akibatnya sebagian pengembang melakukan pembebasan tanah-tanah pertanian tersebutuntuk lahan pembangunan perumahan melalui proses alih fungsi tanah dari tanahpertanian ke non pertanian menjadi perumahan. Pelaksanaan alih fungsi lahan pertanianmenjadi perumahan di Kota Mataram tidak dilaksanakan sesuai dengan aturan yangberlaku, Pemerintah Daerah mengeluarkan izin Perubahan Penggunaan Tanah Pertanianmenjadi Perumahan tidak disertai dengan Pertimbangan Tekhnis Pertanahan yangdikeluarkan oleh Kantor Pertanahan. Terkendala dua hambatan dalam pelaksanaan alihfungsi tanah antara lain kendala Koordinasi Kebijakan dan Kendala PelaksanaanKebijakan serta Kendala Konsistensi Perencanaan.
Kata Kunci: alih fungsi, tanah, pertanian, perumahan, izin
ABSTRACTTHE TRANSFER OF LAND FARM FUNCTION TO BECOME HOUSING
SETTLEMENT BASED ON LOCAL REGULATION OF RT RW OF MATARAMCITY
The construction of housing and settlements always face problems of land.Especially in urban areas related to land availability is limited. As a result, somedevelopers are acquiring agricultural lands for residential development land through theprocess of conversion of land from agricultural to non-agricultural land into housing.Implementation of the conversion of agricultural land into housing in city of Mataramwas not conducted in accordance with the applicable rules, the local government issuedpermits Agricultural Land Use Change into housing is not accompanied by the LandTechnical Advisory issued by the Land Office. Constrained by two obstacles in theimplementation of the conversion of land among other constraints Constraints PolicyCoordination and Implementation of Policy and Planning Consistency Constraints.
Key Word: conversion , land, agriculture , housing , permits
lll. PENUTUP
Kesimpulan
1. Pelaksanaan alih fungsi lahan pertanian menjadi pemukiman perumahan di Kota
Mataram tidak dilaksanakan sesuai dengan prosedur dan aturan yang berlaku,
Pemerintah Daerah mengeluarkan izin Perubahan Penggunaan Tanah Pertanian
menjadi Pemukiman Perumahan tidak disertai dengan Pertimbangan Tekhnis
Pertanahan yang dikeluarkan oleh Kantor Pertanahan sebelumnya. Seharusnya, pada
saat permohonan masuk ke Kantor Pertanahan Kota Mataram dan Petugas
Pertimbangan Tekhnis Pertanahan melakukan rapat koordinasi untuk memberikan
pertimbangan-pertimbangan tekhnis kondisi tanah yang dimohonkan, kemudian
Pertimbangan Tekhnis Pertanahan tersebutlah yang akan menjadi rujukan apakah
disetujui atau tidaknya Izin Perubahan Penggunaan Tanah tersebut. Pertimbangan
Teknis Pertanahan tersebut merupakan syarat apakah izin dapat diberikan atau tidak
oleh Pemerintah Daerah/Walikota Kota Mataram, seperti yang dinyatakan dalam
Peraturan Daerah Kota Mataram Nomor 12 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Mataram Tahun 2011-2031 Pasal 84 Ayat (3) mengenai Ketentuan
Perizinan; 2. hambatan-hambatan yang timbul dalam pelaksanaan alih fungsi lahan
pertanian menjadi pemukiman perumahan di kota mataram, terdapat dua faktor
mendasar yang dapat penulis simpulkan dan menjadi alasan mengapa peraturan
pelaksanaan alih fungsi lahan sulit berjalan sesuai aturan, yaitu : a. Kendala
Koordinasi Kebijakan dan Kendala Pelaksanaan Kebijakan. b. Kendala Konsistensi
Perencanaan.
Saran
1. Peningkatan kesadaran dan pengetahuan masyarakat serta pejabat instansi terkait
terhadap prosedur permohonan alih fungsi tanah pertanian menjadi kawasan
pemukiman perumahan yang seharusnya sesuai dengan Undang-undang yang
berlaku. 2. Agar dalam pemberian izin perubahan penggunaan tanah tidak hanya
tanah pertananian, tetapi lahan-lahan lainnya benar-benar dapat disesuaikan
berdasarkan aspek Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Tata Guna Tanah
sehingga nantinya penggunaan dan pemanfaatannya dilakukan secara optimal
tanpa menggangu pemanfaatan tanah di sekitarnya. 3. Masyarakat hendaknya
menyadari dan berperan aktif, apabila ditemukan penyimpangan terkait
penggunaan fungsi tanah yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah
untuk segera melaporkan kepada pihak terkait mengenai masalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
I. Buku
Idham, H. Konsolidasi Tanah Perkotaan dalam Perspektif Otonomi Daerah, Alumni,Bandung, 2004.
Maria S. W. Sumardjono, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi dan ImplementasiEdisi Revisi, Jakarta, Penerbit Buku Kompas, 2005,
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang PokokAgraria Isi dan Pelaksanaannya, (Jakarta : Penerbit Djambatan, 2005), hal. 276
Kantor Pertanahan Kota Mataram, Badan Pertanahan Nasional Provinsi Nusa TenggaraBarat-Mataram.
II. Perundang-Undangan
Undang- Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian PanganBerkelanjutan
Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan Dan Permukiman
Peraturan Daerah Kota Mataram Nomor 12 Tahun 2011 tentang Rencana Tata RuangWilayah Kota Mataram Tahun 2011-2031
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2011tentang Pedoman Pertimbangan Teknis Pertanahan Dalam Penerbitan Izin Lokasi
Kepala Kantor Pertanaha Kota Mataram, Risalah Pertimbangan Teknis Pertanahan DalamPenerbitan Izin Perubahan Penggunaan Tanah Nomor: 92/460.3/PTP/IX/2013Tanggal 18 September 2013.
III.Internet
Profil PT. Varindo Lombok Inti, Sumber: http://varindolombo kinti.com/corporate/.Diakses pada tanggal 1 februari pukul 21.17 Wita.
Irawan, dalam: http://planthospital.blogspot.co.id/2011/09/alih-fungsi-lahan.html diaksespada tanggal 30-01-2016
1
JURNAL
ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN MENJADI PEMUKIMAN
PERUMAHAN BERDASARKAN PERDA RT RW KOTA MATARAM
Oleh:
HULIATUL LAILI
D1A 010 204
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM
2016
i
1. PENDAHULUAN
Dewasa ini pembangunan ekonomi secara fisik dan penggalakan
investasi telah menjadi prioritas utama dalam berbagai kebijakan dan
implementasi pembangunan tersebut, termasuk di bidang pertanahan. Fungsi
dan peranan tanah dalam berbagai sektor kehidupan manusia memiliki tiga
aspek yang sangat strategis yaitu aspek ekonomi, politik, dan hukum. Perwujudan
kebijakan hukum pertanahan tersebut, yang harus dapat diaktualisasikan oleh
pemerintah daerah dalam kaitannya dengan pelaksanaan otonomi daerah, salah
satu diantaranya tentang pelaksanaan konsolidasi tanah perkotaan.1 Penataan
ruang terkait dengan pertanahan terutama dalam penatagunaan tanah yang
merupakan subsistem dari penataan ruang berdasarkan Undang-Undang Penataan
Ruang yaitu Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Pembangunan perumahan dan permukiman selalu menghadapi
permasalahan pertanahan. Terlebih di daerah perkotaan terkait ketersediaan lahan
yang terbatas. Bahkan di beberapa kota, kondisi tersebut sangat kritis.
Kecenderungan pengembangan pertumbuhan penduduk mengarah pada wilayah
pinggiran kota sebagai akibat perluasan aktivitas kota. Untuk memenuhi
kebutuhan akan perumahan digunakanlah tanah pertanian untuk pembangunan
1 H. Idham, Konsolidasi Tanah Perkotaan dalam Perspektif Otonomi Daerah,Alumni, Bandung, 2004, hal 1
ii
perumahan. Pembangunan perumahan baik yang diusahakan oleh pihak swasta
maupun oleh perseorangan untuk pemenuhan akan kebutuhan rumah tinggal.
Tata guna lahan, sistem transportasi, dan sistem jaringan utilitas merupakan
tiga faktor utama dalam menata ruang kota. Dalam perkembangan selanjutnya,
konsep ruang kota selain dikaitkan dengan permasalahan utama perkotaan yang
akan dicari solusinya juga dikaitkan dengan pencapaian tujuan akhir dari suatu
penataan ruang yaitu untuk kesejahteraan, kenyamanan, serta kesehatan warga dan
kotanya.
Berdasarkan uraian pada latar belakang penelitian di atas, maka
permasalahan yang dapat dirinci sebagai berikut: 1. Bagaimana pelaksanaan alih
fungsi lahan pertanian menjadi pemukiman perumahan berdasarkan Perda RTRW
Kota Mataram? 2. Hambatan-hambatan apa saja yang timbul dalam pelaksanaan
alih fungsi lahan pertanian menjadi pemukiman perumahan di kota Mataram?
Penelitian ini bertujuan: a. Untuk mengetahui pelaksanaan alih fungsi
tanah pertanian untuk pembangunan perumahan di Kota Mataram. b. Untuk
mengetahui hambatan-hambatan yang timbul dari pelaksanaan alih fungsi tanah
pertanian untuk pembangunan perumahan di kota Mataram.
Manfaat Penelitian. A. Manfaat Secara Teoritis: Hasil penelitian ini
bermanfaat untuk: 1. Diharapkan bermanfaat bagi perkembangan ilmu hukum,
khususnya yang terkait dengan alih fungsi lahan pertanian menjadi pemukiman. 2.
Pengembangan ilmu pengetahuan dibidang Hukum khususnya dikalangan praktisi
Hukum Perdata. B. Manfaat Secara Praktis Hasil penelitian ini bermanfaat untuk:
iii
1. Memberikan sumbangan pemikiran dibidang hukum pada umumnya dan
khususnya tentang alih fungsi lahan pertanian menjadi pemukiman perumahan. 2.
Sebagai bahan kajian bagi penyusun berikutnya, jika melakukan penelitian
terhadap masalah yang relavan dengan hasil penelitian yang telah penyusun
sajikan.
Jenis Penelitian Sesuai dengan judul dan rumusan masalah, maka jenis
penelitian yang dipergunakan adalah penelitian hukum normatif – empiris yaitu
penelitian yang mengkaji hukum sebagai norma dalam perundang-undangan dan
gejala-gejala sosial. Dalam melakukan penelitian hukum normatif – empiris atau
yang disebut juga penelitian non doctrinal menggunakan peraturan perundangan,
teori hukum, dan pendapat para ahli hukum serta mengunpulkan data-data dalam
kehidupan sosial. Dalam penelitian ini metode pendekatan yang digunakan adalah:
a. Pendekatan Perundang-undangan (Statute Approach), yaitu suatu pendekatan
dengan menelaah semua perundang-undangan dan berbagai peraturan-peraturan
yang berhubungan dengan persoalan yang akan dibahas. b. Pendekatan Konsep
(conceptual approach), yakni pendekatan yang dilakukan untuk memahami
konsep-konsep, asas-asas hukum, prinsip-prinsip hukum serta pandangan dan
doktrin/pendapat para ahli yang terkait dengan masalah yang dihadapi. c.
Pendekatan Sosiologis, yaitu suatu pendekatan yang dilakukan untuk menemukan
kebenaran dengan menggunakan metode berpikir induktif dan kriterium kebenaran
koresponden serta fakta yang digunakan untuk melakukan proses induksi dan
pengujian kebenaran secara koresponden adalah fakta yang mutakhir.
iv
ll. PEMBAHASAN
ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN MENJADI PEMUKIMANPERUMAHAN BERDASARKAN PERDA RT RW KOTA MATARAM
Gambaran Umum Tata Wilayah Kota Mataram
Keberadaan kota Mataram sebagai Ibukota Provinsi Nusa Tenggara Barat
memiliki posisi strategis sebagai pintu masuk utama yang berseberangan dengan
pulau Bali di bagian Barat. Secara geografis Kota Mataram terletak di bagian
sebelah barat dari Pulau Lombok, letaknya diapit antara kabupaten Lombok Barat
dan Selat Lombok. Secara geografis letaknya antara 08o 33’ dan 08o 38’ Lintang
Selatan dan antara 116 o 04’ - 116 o 10’ Bujur Timur.
Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) Kota Mataram yang berwawasan
ramah lingkungan harus dijadikan pedoman perencanaan terpadu pembangunan
agar tatanan lingkungan hidup dan pemanfaatan sumberdaya alam (SDA), sumber
daya manusia (SDM) dan sumber daya buatan (SDB) dapat dilakukan secara tepat
guna, berdaya-guna serta berhasil-guna secara berkelanjutan.
Pelaksanaan Alih Fungsi Lahan Pertanian Menjadi Pemukiman Perumahan
Berdasarkan Perta RT RW Kota Mataram
Tanah itu merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa (Pasal 1 Undang-
undang Pokok Agraria No 5 Tahun 1960). Dengan demikian selain memiliki
nilai fisik, tanah juga mempunyai nilai kerohanian. Sebagai titipan Tuhan,
perolehan dan pemanfaatannya harus sedemikian rupa sehingga dirasakan adil
v
bagi semua pihak.2 Pasal 33 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945
menyebutkan, bahwa :
“Bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnyadikuasasi oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnyakemakmuran rakyat”.
Pasal 33 Ayat (3) tersebut di atas merupakan landasan adanya
hubungan hukum antara tanah dan subyek tanah, dimana Negara bertindak
sebagai subyek yang mempunyai kewenangan tertinggi terhadap segala
kepentingan atas tanah yang bertujuan untuk kemakmuran rakyat.
Selanjutnya, lebih jauh dijelaskan mengenai Hak-Hak Atas Tanah
dalam tatanan hukum nasional terdiri atas:3 1. Hak Primer (tetap) yaitu semua
hak yang langsung diperoleh dari Negara yang meliputi Hak Milik, Hak Guna
Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai dan Hak Pengelolaan. 2. Hak
Sekunder (sementara) yaitu semua hak yang berasal dari pemegang hak atas
tanah lain berdasarkan atas adanya perikatan (perjanjian) yang meliputi Hak
Guna Bangunan dan Hak Pakai, Hak Gadai, Hak Guna Usaha Bagi-Hasil, Hak
Menumpang, Hak Sewa dan lain-lainnya (Pasal 37, 41 dan 53).
Persamaan kedua kategori hak tersebut terletak pada hak
pemegangnya untuk menggunakan tanah yang dikuasainya untuk dirinya
sendiri atau untuk mendapatkan keuntungan dari orang lain melalui perjanjian
2 Maria S.W. Sumardjono, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi dan ImplementasiEdisi Revisi,(Jakarta : Penerbit Buku Kompas, 2005), hal. 42
3 Rahayu. Op.Cit. hal 16
vi
dimana satu pihak memberikan hak-hak sekundernya pada pihak lain. Para
pihak tersebut dapat di klasifikasikan sebagai perusahaan pembangunan
perumahan berdasarkan pemilikan dan sasaran pembangunan perumahan,
dapat berupa:4 1. Perusahaan Pembangunan Perumahan Milik Negara
Merupakan perusahaan pembangunan perumahan yang identik dengan perum
perumnas, selain bertujuan menjaring keuntungan namun juga menjalankan
misi sosial bagi kelompok masyarakat penghasilan menengah ke bawah. 2.
Perusahaan Pembangunan Milik Swasta Perusahaan pembangunan perumahan
milik swasta bertujuan mendapat keuntungan dengan sasaran pembangunan
perumahan untuk seluruh masyarakat, baik menengah ke atas maupun ke
bawah.
Sebagai pemegang hak atas tanah, suatu badan hukum yang didirikan
menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia berdasarkan Pasal
30, 36, 45 UUPA, yakni Undang-Undang No 5 Tahun 1960 dapat memiliki
tanah HGU, HGB, Hak Pakai Atas Tanah dan Hak Sewa. Berdasarkan Pasal
12 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1987, hak atas tanah
yang dapat dimiliki oleh perusahaan pembangunan perumahan antara lain
dibedakan :5 1. Untuk perusahaan pembangunan perumahan yang seluruh
modalnya dari pemerintah dan atau pemerintah daerah, maka dapat diberikan :
4 Ibid. hal. 275 Ibid.
vii
a. Hak Pengelolaan, b. Hak Guna Bangunan, c. Hak Pakai. 2. Untuk
perusahaan pembangunan perumahan yang modalnya swasta maka dapat
diberikan : a, Hak Guna Bangunan, b. Hak Pakai
Jadi perusahaan pembangunan perumahan hanya dapat memperoleh
hak atas tanah berupa:
Hak Guna Bangunan (HGB)
Pasal 35 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA), menyebutkan:
Ayat (1) Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan danmempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri,dengan jangka waktu paling lama 30 tahun.Ayat (2) Atas permintaan pemegang hak dan dengan mengingat keperluanserta keadaan bangunan-bangunan jangka waktu tersebut dalam Ayat (1)dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 20 tahunAyat (3) Hak Guna Bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihaklain.
Hak Pakai (HP)
Berdasarkan Pasal 41 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA), disebutkan bahwa :
“Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari
tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain,
yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam
keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya
atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian
viii
sewa menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak
bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan Undang-Undang ini”.
Hak Pengelolaan (HPL)
Hak Pengelolaan dalam Hukum Tanah Nasional tidak disebutkan
dalam UUPA, namun tersirat dalam pernyataan dalam Penjelasan Umum,
bahwa:6
“Dengan berpedoman pada tujuan yang disebutkan di atas, Negara dapatmemberikan tanah yang demikian (yang dimaksudkan adalah tanah yangtidak dipunyai dengan sesuatu hak oleh seseorang atau pihak lain) kepadaseseorang atau badan-badan dengan sesuatu hak menurut peruntukan dankeperluannya, misalnya dengan hak milik, hak guna usaha, hak gunabangunan, atau hak pakai atau memberikannya dalam pengelolaan kepadasesuatu Badan Penguasa (Departemen, Jawatan atau Daerah Swatantra)untuk dipergunakan bagi pelaksanaan tugasnya masing-masing (Pasal 2Ayat (4))”.
Selanjutnya, dalam pelaksanaan perolehan hak atas tanah diatas bagi
perusahaan harus mendapat ijin lokasi terlebih dahulu untuk mendapatkan
tanah yang dibutuhkan. Seperti yang penyusun akan fokuskan dalam
pembahasan berikut mengenai pengajuan permohonan tanah pertanian untuk
Pertimbangan Teknis Pertanahan oleh PT. Varindo kepada Kantor Pertanahan
Kota Mataram yakni Badan Pertanahan Nasional Provinsi Nusa Tenggara
Barat (BPN Prov. NTB) untuk keperluan pembangunan perumahan.
Setiap proyek PT.Varindo Lombok Inti menjadi wujud komitmen
untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik bagi masyarakat. Tidak semata-
6 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-UndangPokok Agraria Isi dan Pelaksanaannya, (Jakarta : Penerbit Djambatan, 2005), hal. 276
ix
mata mempersembahkan produk pembangunan, di setiap proyeknya
PT.Varindo Lombok Inti selalu mementingkan unsur lingkungan hijau
sebagai bagian yang tidak dapat di pisahkan dari proyek pembangunan
sebagai upaya untuk menciptakan lingkungan yang asri ,nyaman dan bebas
polusi.7 Berdasarkan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib
Daftar Perusahaan dan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas, PT. Varindo Lombok Inti mengantongi izin, berupa: 1.
Nomor Tanda Daftar Perusahan (TDP) 23.07.1.70.00388, 2. Surat Ijin
Usaha Perdagangan (SIUP) Menengah 23-07/2011-06/0843, 3. Nomor
Pokok Wajib Pajak (NPWP) 01.658.637.2-911.000
Maksud dari pernyataan Bapak Supar di atas, yaitu pelaksanaan alih
fungsi lahan pertanian menjadi kawasan non pertanian tersebut pada saat
pemohon mengajukan permohonan alih fungsi lahan tidak sesuai dengan urutan
prosedur yang di uraikan di atas. Seharusnya, pada saat permohonan masuk ke
Kantor Pertanahan Kota Mataram dan Petugas Pertimbangan Tekhnis Pertanahan
melakukan rapat koordinasi untuk memberikan pertimbangan-pertimbangan
tekhnis kondisi tanah yang dimohonkan.
Hal tersebut semakin ditegaskan juga oleh Bapak Supar yang menyatakan,
bahwa Pemerintah Daerah dalam hal ini Walikota Kota Mataram dalam
melakukan pertimbangan dan mengeluarkan Surat Keputusan terkait izin
7 Profil PT. Varindo Lombok Inti, Sumber: http://varindolombokinti.com/corporate/.Diakses pada tanggal 1 februari pukul 21.17 Wita.
x
perubahan atas tanah tersebut tanpa disertai adanya Pertimbangan Tekhnis
Pertanahan dari Kantor Pertanahan Kota Mataram.8 Hal tersebut sudah jelas
termuat di dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pedoman Pertimbangan Teknis
Pertanahan Dalam Penerbitan Izin Lokasi, Penetapan Lokasi dan Izin Perubahan
Penggunaan Tanah dalam Pasal 1, yang berbunyi:
1. Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam Penerbitan Izin Lokasi adalahpertimbangan yang memuat ketentuan dan syarat penggunaan danpemanfaatan tanah, sebagai dasar penerbitan Izin Lokasi yangdiberikan kepada perusahaan untuk memperoleh tanah yangdiperlukan dalam rangka penanaman modal yang berlaku pula sebagaiizin pemindahan hak dan untuk menggunakan tanah tersebut gunakeperluan usaha penanaman modalnya.
2. Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam Penerbitan Penetapan Lokasiadalah pertimbangan yang memuat ketentuan dan syarat penggunaandan pemanfaatan tanah, sebagai dasar pemberian keputusan penetapanlokasi tanah yang akan digunakan untuk pembangunan bagikepentingan umum yang dilaksanakan oleh Pemerintah atauPemerintah Daerah.
3. Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam Penerbitan Izin PerubahanPenggunaan Tanah adalah pertimbangan yang memuat ketentuan dansyarat penggunaan dan pemanfaatan tanah, sebagai dasar pemberianizin kepada pemohon untuk melakukan perubahan penggunaan danpemanfaatan tanahnya.
Memahami makna dari dari isi pengertian Pertimbangan Tekhnis
Pertanahan di atas sudah jelas makna yang terkandung, bahwa Pertimbangan
Tekhnis Pertanahan baik itu Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam Penerbitan
Izin Lokasi, Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam Penerbitan Izin Perubahan
Penggunaan Tanah, dan Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam Penerbitan Izin
8 Supar. Ibid.
xi
Perubahan Penggunaan Tanah merupakan hal yang menjadi persyaratan dalam
penerbitan izin lokasi, penetapan lokasi atau Izin Perubahan Penggunaan Tanah
yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah / alikota. Berangkat dari pedoman
Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam Penerbitan Izin Lokasi, Penetapan Lokasi
dan Izin Perubahan Penggunaan Tanah, harus diselenggarakan dengan ketentuan:
a. tidak boleh mengorbankan kepentingan umum; b. tidak boleh saling
mengganggu penggunaan tanah sekitarnya; c. memenuhi azas keberlanjutan; d.
memperhatikan azas keadilan; dan e. memenuhi ketentuan peraturan
perundangan.
Memaknai pedoman Pertimbangan teknis tersebut di atas, bahwa
penerbitan izin alih fungsi lahan yang terjadi di Kota Mataram sangat lah
menyalahi aturan yang berlaku secara nasional di Indonesia. Hal ini tidak akan
berdampak pada tidak terlaksananya aturan hukum secara nasional saja, akan
tetapi berdampak pada kepentingan umum yang dilanggar, hak-hak setiap warga
negara, asas keberlanjutan terhadapa lingkungan, serta asas keadilan.
Selanjutnya, untuk memaknai lebih dalam pokok permasalah di atas,
penyusun akan memberikan sebuah analisis kasus dimana PT. Varindo Lombok
Inti mengajukan permohonan pengalihan fungsi lahan pertanan yang dibebankan
Hak Guna Bangunan di atasnya, hingga sampai terbitnya Izin Perubahan
Penggunaan Tanah yang sebelumnya penyusun telah narasikan pada awal
penulisan skripsi ini.
xii
Jadi hak yang berdiri di atas tanah yang dimohonkan oleh PT. Varindo
diatas merupakan Hak Guna Bangunan (HGB). Berdasarkan ketentuan Pasal 35
ayat (1) UUPA, pengertian Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan
dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri
dengan jangka waktu paling lama 30 tahun. Pengertian “bukan miliknya sendiri”
berarti Hak Guna Bangunan dapat lahir dari: 1. Pemberian atau permohonan hak
(HGB sebagai Hak atas Tanah Primer); 2. Perjanjian pembebanan Hak Guna
Bangunan di atas tanah Hak Milik kepunyaan orang lain (HGB sebagai Hak atas
Tanah Sekunder).
Namun, sebelum mengajukan permohonan Pertimbangan Teknis
Pertanahan kepada Kantor Pertanahan Kota Mataram, pihak PT. Varindo telah
memperoleh Surat Kepetusan Izin Perubahan Penggunaan Tanah dari Pemerintah
Daerah / Walikota Mataram. Padahal seharusnya sebelum dikeluarkannya Surat
Keputusan Izin Perubahan Penggunaan Tanah tersebut, PT. Varindo diharuskan
melakukan uji Pertimbangan Tekhnis Pertanahan terlebih dahulu yang dilakukan
oleh Kantor Pertanahan Kota Mataram, yang dimana hasil dari Pertimbangan
Tekhnis Pertanahan tersebut menjadi syarat pertimbangan apakah dapat atau
tidaknya Izin Perubahan Penggunaan Tanah yang dikeluarkan oleh Walikota Kota
Mataram.
Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Supar, bahwa Pertimbangan
Tekhnis Pertanahan yang kami lakukan terhadap permohonan PT. Varindo
Lombok Inti, semata-mata kami laksanakan setelah izin mereka terbit dari
xiii
Pemerintah Daerah/Walikota, prosedur yang seharusnya pemohon mengajukan
konsultasi terlebih dahulu ke Kantor Pertanahan, setelah itu mengajukan
Pertimbangan Tekhnis Pertanahan dengan prosedur-prosedur yang sudah saya
paparkan sebelumnya, nah baru mengirimkan permohonan izin dengan
melampirkan kelengkapan berkas yang sudah ada dan hasil dari Pertimbangan
Tekhnis Pertanahan yang kami lakukan kepada Pemerintah Daerah / Walikota
Kota Mataram untuk disetujui atau tidaknya Izin Perubahan Penggunanan Tanah
yang dimohonkan oleh PT. VArindo Tersebut.9
Itu artinya bahwa dengan pelimpahan kewenangan berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 28 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah Antara
Pemerintah Daerah Provinsi dengan Pemerintah Daerah Kabupaten / Kota, Izin
Lokasi telah diserahkan kepada Pemerintah Kota Mataram jika terus dijalankan
seperti ini maka pemberian izin tanpa memerhatikan Pertimbangan Teknis
Pertanahan terlebih dahulu akan berdampak negatif terhadap tatanan hukum yang
berlaku serta Pola Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Mataram. Dampak
terhadap peraturan yang berlaku serta dampak terhadap Pola Tata Ruang Wilayah
Kota Mataram sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Mataram Nomor 12 Tahun
2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Mataram Tahun 2011-2031
Pasal 84 Ketentuan Perizinan, menyatakan bahwa:
(1) Ketentuan perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (2)huruf b merupakan acuan bagi pejabat yang berwenang dalam
9 Supar. Ibid.
xiv
pemberian izin pemanfaatan ruang berdasarkan rencana tata ruangyang ditetapkan dalam Peraturan Daerah ini.
(2) Ketentuan perizinan ini bertujuan untuk:a. menjamin pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang,
peraturan zonasi, dan standar pelayanan minimal bidang penataanruang;
b. mencegah dampak negatif pemanfaatan ruang; danc. melindungi kepentingan umum.
(3) Pemberian izin pemanfaatan ruang disertai dengan persyaratan teknisdan persyaratan administratif sesuai dengan ketentuan peraturanperundang-undangan.
(4) Pemerintah Daerah melimpahkan kewenangan dalam penerbitan izinkepada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kota yangmembidangi perizinan.
Jelas sudah, bahwa Peraturan Daerah Kota Mataram Nomor 12 Tahun
2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Mataram Tahun 2011-2031
Pasal 84 di atas tidak hanya mengatur mengenai prosedur maupun ketentuan
administratif, tetapi juga menjelaskan bahwa tujuan perizinan adalah menjamin
pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang, peraturan zonasi, dan
standar pelayanan minimal bidang penataan ruang, mencegah dampak negatif
pemanfaatan ruang dan melindungi kepentingan umum. Jadi bagamana mungkin
suatu izin yang di keluarkan oleh Pemerintah Daerah / Walikota Mataram dapat
dikatakan tidak memberikan dampak negatif terhadap lingkungan apabila
pemberian izin tersebut kepada PT. Varindo Lombok Inti tidak memerhatikan
hasil Pertimbangan Teknis Pertanahan dari Kantor Pertanahan Kota Mataram
terlebih dahulu.
Pentingnya Pertimbang Tekhnis Pertanahan ini akan memberikan dampak
yang sangat berpengaruh sesuai dengan Asas Keberlanjutan di masa yang akan
xv
datang. Walaupun Izin yang diberikan oleh Pemerintah Daerah / Walikota Kota
Maratam kepada PT. Varindo Lombok Inti tidak menimbulkan masalah atau
dampak negatif maupun di tolaknya permohonan tersebut terhadap hasil-hasil
Pertimbangan Teknis Pertanaha yang dilakukan Kantor Pertanahan Kota
Mataram.
Yang menyatakan hasil Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam Risalah
Pertimbangan Teknis Pertanahan Dalam Penerbitan Izin Perubahan Penggunaan
Tanah Nomor: 92/460.3/PTP/IX/2013 Tanggal 18 September 2013,
menyimpulkan hal sebagai berikut:10 1. Permohonan Pertimbangan Teknis
Pertanahan dalam penerbitan Izin Perubahan Tanah dapat disetujui seluas 2.170
M2 dengan rincian sebagai berikut: a. Untuk Kegiatan Perumahan Seluas 1.173
M2 (54%) b. Untuk Kegiatan Jalan Seluas 997 M2 (46%). 2. Ketentuan dan
syarat penggunaan tanah adalah sebagai berikut: a. Kesesuaian Penggunaan
Tanah dengan RUTRK/RTRW, terhadap tanah yang perencanaan penggunaan
sesuai Tata Ruang Wajib direalisasikan dan dipertahankan, terhadap yang tidak
sesuai tidak boleh diperluas/dikembangkan dan tidak ditingkatkan pemanfaatan
yang selanjutnya di programkan untuk disesuaikan dengan RTRW, b. Ketentuan
pada Azaz LOSS / ATLAS / syarat-syarat dipergunakan tanah (Pasal 13,14,15 PP
No. 16 Tahun 2004 dan lain-lain), c. KDB maksimum 20%, d. Apabila hendak
membangun, pemohon wajib mendapatkan ijin membangun dari Walikota
10Kepala Kantor Pertanaha Kota Mataram, Risalah Pertimbangan Teknis PertanahanDalam Penerbitan Izin Perubahan Penggunaan Tanah Nomor: 92/460.3/PTP/IX/2013 Tanggal 18September 2013. Data dari hasil wawancara pada hari selasa 26 januari 2016.
xvi
Mataram, e. Menanam pohon sebagai realisasi dari RTH Privat. 3. Permohonan
Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam penerbitan Izin Perubahan Penggunaan
Tanah ditolak seluas 0 M2 dengan alasan sebagai berikut: a. –, b. –, c. –. 4.
Keterangan lebih rinci mengenai ketentuan dan syarat-syarat penggunaan tanah,
letak dan luas tanah yang disetujui dapat dilihat pada Peta Pertibangan Teknis
Pertanahan dalam Penerbitan Izin Perubahan Penggunaan Tanah sebagaimana
terlampir, yang merupakan bagian yang tidak terpisah dari Pertimbangan Teknis
Pertanahan dalam penerbitan Izin Perubahan Penggunaan Tanah Ini.
Senyatanya, pelaksanaan alih fungsi kawasan ini hingga sampai kepada
keluarnya Surat Keputusan Pemberian Izin Perubahan Penggunaan Tanah tersebut
harus dilakukan sesuai dengan prosedur baik itu secara tekhnis maupun
administratif dilaksanakan sesuai dengan tatanan hukum yang berlaku agar tidak
timbulnya masalah yang tidak diinginkan dikemudian hari yang merugikan semua
pihak termasuk dampak terhadap lingkungan berkepanjangan.
Hambatan-hambatan Yang Timbul Dalam Pelaksanaan Alih Fungsi Lahan
Pertanian Menjadi Pemukiman Perumahan di Kota Mataram.
Pesatnya proyek pembangunan perumahan pemukiman dan industri di
Kota Mataram, di satu sisi menambah terbukanya lapangan kerja di sektor
nonpertanian seperti jasa konstruksi, dan industri, akan tetapi juga menimbulkan
dampak negatif yang kurang menguntungkan. Beberapa dampak negatif tersebut
dapat penyusun uraikan, antara lain : 1. Berkurangnya luas sawah yang
mengakibatkan turunnya produksi padi, yang mengganggu tercapainya
xvii
swasembada pangan. 2. Berkurangnya luas sawah yang mengakibatkan
bergesernya lapangan kerja dari sektor pertanian ke nonpertanian, yang apabila
tenaga kerja lokal yang ada tidak terserap seluruhnya justru akan meningkatkan
angka pengangguran. 3. Kegagalan investor dalam melaksanakan pembangunan
perumahan maupun industri, sebagai dampak krisis ekonomi, atau karena
kesalahan perhitungan mengakibatkan tidak termanfaatkannya tanah secara
maksimal. 4. Berkurangnya ekosistem sawah terutama di jalur pantai Ampenan
Selatan hingga ke Jalan lingkar Selatan yang dahulunya produktif kini hanya
tinngal beberapa persen yang tersisa sedangkan untuk membuka lahan pertanian
yang baru sudah tidak tersedia lagi serta dampak-dampak lain yang akan timbul
baik secara langsung maupun tidak langsung di masa mendatang.
Adanya keinginan Pemerintah Daerah Kota Mataram menjalankan
pemberian izin lokasi tanpa disertai Pertimbangan Tekhnis Pertanahan oleh
Kantor Pertanahan akan sangat menimbulkan dampak yang sangat negatif dari
segala sisi. Menurut Bapak Supar, di Kabupaten Kota Mataram prosedur
pemberian izin tidak sepenuhnya berjalan, secara lahiriah harusnya Pertimbangan
Teknis Pertanahan dilakukan terlebih dahulu, baru kita mohonkan dan mengirim
hasil serta kelengkapan berkas kepada Walikota untuk disetujui. Namun
kenyataannya terbalik, Izin telah dikirim dan di berikan oleh Walikota, kemudian
baru kita mengeluarkan Pertimbangan Teknhis Pertanahannya. Pemohon terlebih
dalu ke Kantor Pertanahan bukan ke Walikota. Disini kita menjadi serba salah,
xviii
pemohon tidak mengajukan Pertimbangan Teknis Pertanahan terlebih dahulu kita
yang salah, kalau tidak melakukan Pertimbangan Pertanahan setelah keluarnya
izin dar Walikota juga kita yang akan disalahkan nantinya.11
Dari pernyataan di atas, dapat penulis tarik makna, bahwa Pemerintah
Daerah hanya mementingkan pemasukan dari hasil izin yang diterbitkan sesuai
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010 tentang Jenis dan Tarif atas
Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Badan Pertanahan
Nasional tanpa menjalankan prosedur pelaksanaan perbitan izin perubahan
penggunaan tanah serta peraturan-peraturan yang mencangkup izin dan Tata
Ruang Wilayah Kota Mataram. Maka dari beberapa pernyataan tersebut penulis
dapat tarik sebuah argument, bahwa faktor-faktor pelaksanaan hukum yang
memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap faktor pendorong perolehan Izin
Perubahan Penggunaan Tanah Pertanian menjadi Perumahan Pemukiman di
Wilayah Kota Mataram, antara Lain: 1. Faktor Administratif, 2. Faktor Ekonomi
dan Pendapatan Daerah
Maka dari hasil pemaparan diatas terdapat dua hambatan mendasar yang
dapat penulis simpulkan dan menjadi alasan mengapa peraturan pelaksanaan alih
fungsi lahan sulit berjalan sesuai aturan, yaitu : 1. Kendala Koordinasi Kebijakan
dan Kendala Pelaksanaan Kebijakan. Di satu sisi pemerintah dengan aturannya
berupaya melarang terjadinya alih fungsi lahan yang tidak terkendali, tetapi di sisi
11 Supar. Op.Cit.
xix
lain justru mendorong terjadinya alih fungsi lahan tersebut melalui kebijakan
yang mementingkan pemasukan daerah bukan pajak. 2. Kendala Konsistensi
Perencanaan. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Mataram sesuai dengan
Peraturan Daerah Kota Mataram Nomor 12 Tahun 2011 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kota Mataram Tahun 2011-2031, yang kemudian dilanjutkan
dengan mekanisme pemberian izin lokasi, merupakan instrumen utama dalam
pengendalian untuk mencegah terjadinya alih fungsi lahan pertanian. Namun
dalam kenyataannya, banyak Rencana Tata Ruang Wilayah yang justru
merencanakan untuk mengalih fungsikan lahan pertanian tanpa melihat
Pertimbangan Teknis Pertanahan oleh Kantor Pertanahan Kota Mataram yang
justru disepelekan.
Top Related