Bab IV - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016 - 2021 IV- 1
BAB IV
ANALISIS ISU STRATEGIS
Bab ini menguraikan isu-isu strategis yang dihadapi oleh Kabupaten Wonosobo.
Isu-isu strategis ini berkaitan dengan permasalahan-permasalahan pokok yang dihadapi,
pemanfaatan potensi dan masalah keberlangsungan (sustainability) pembangunan yang
menjadi dasar utama visi dan misi pembangunan jangka menengah. Analisis isu-isu
strategis Kabupaten Wonosobo untuk perencanaan jangka menengah daerah kurun
waktu 2016-2021 diidentifikasi melalui serangkaian proses, dimulai dari identifikasi
permasalahan menurut urusan pemerintahan, analisis lingkungan strategis, kemudian
diperoleh daftar calon isu strategis. Selanjutnya dilakukan pembobotan melalui
konsultasi publik, dihasilkan daftar isu strategis sebagai basis analisis/perumusan
rencana pembangunan selama 5 tahun.
A. PERMASALAHAN PEMBANGUNAN
Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan
nasional yang tidak bisa terlepas dari segala perubahan tata kehidupan nasional
dalam berbagai aspek. Tiap aspek di dalam tata kehidupan nasional maupun skala
daerah relatif berubah menurut waktu, ruang dan lingkungan terutama pada aspek-
aspek dinamis. Respon yang efektif terhadap dinamika perubahan terutama untuk
menghadapi tantangan potensial dan menangkap peluang sangat penting agar
cita-cita dan harapan bersama untuk mewujudkan masa depan lebih baik bagi
Kabupaten Wonosobo dalam kurun waktu lima tahun kedepan dapat terwujud.
Tantangan dan ancaman sebagai permasalahan dalam pelaksanaan pembangunan
daerah pada umumnya timbul dari kekuatan yang belum didayagunakan secara
optimal, kelemahan yang tidak diatasi, peluang yang tidak dimanfaatkan dan
ancaman yang tidak diantisipasi. Oleh karena itu tahap identifikasi masalah sangat
berperan penting dalam proses perencanaan sebelum melakukan rangkaian
tindakan atau kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan dan disepakati
bersama dalam rangka penyelesaian masalah tersebut.
Tujuan dari perumusan permasalahan pembangunan daerah adalah untuk
mengidentifikasi berbagai faktor internal maupun eksternal yang mempengaruhi
keberhasilan/kegagalan kinerja pembangunan daerah di masa lalu. Berikut disajikan
permasalahan pembangunan yang dihadapi Kabupaten Wonosobo :
1. Ketimpangan Regional
Pembangunan daerah yang hanya dilaksanakan dan dinikmati oleh sebagian
wilayah dan golongan masyarakat tertentu akan menimbulkan gejala
ketimpangan. Ketimpangan wilayah Kabupaten Wonosobo menurut Indek
Williamson pada tahun 2010-2014 cenderung meningkat yaitu 0,17 pada tahun
2010 meningkat menjadi 0,22 pada tahun 2011, di tahun 2012 meningkat lagi
menjadi 0,29, meningkat lagi menjadi 0,28 di tahun 2013 dan meningkat lagi
Bab IV - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016 - 2021 IV- 2
menjadi 0,35 di tahun 2014. Dari analisis trend dari tahun ke tahun,
kecenderungan kesenjangan semakin melebar. Meskipun nilai indeks masih
kurang atau sama dengan 0,35. Kondisi ini mengindikasikan bahwa antar wilayah
di Kabupaten Wonosobo kondisinya semakin terjadi kesenjangan antar wilayah
kecamatan. Kesenjangan antar wilayah yang tampak tersebut mengindikasikan
bahwa beberapa wilayah relatif berada di bawah kondisi secara umum rata-rata
wilayah yang lainnya. Adanya heterogenitas dan beragam karakteristik suatu
wilayah juga menyebabkan kecenderungan terjadinya konsentrasi aktivitas
ekonomi secara parsial dan memunculkan kondisi ketimpangan antar wilayah.
2. Angka Kemiskinan Masih Tinggi
Salah satu permasalahan pembangunan terbesar di Kabupaten Wonosobo
adalah tingginya persentase penduduk miskin yang pada tahun 2014 masih
menduduki posisi tertinggi di wilayah Provinsi Jawa Tengah. Jumlah penduduk
miskin pada tahun 2014 sebesar 165.800 jiwa atau 21,42. % dari total penduduk.
Meskipun dalam kurun waktu 2010-2014 mengalami penurunan, namun selama
periode ini persentase penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan di
Kabupaten Wonosobo selalu berada di atas rata-rata Jawa Tengah.
Perkembangan inflasi Kabupaten Wonosobo dalam tahun 2010-2015
menunjukkan trend yang meningkat sampai tahun 2014 dengan angka inflasi
pada tahun 2013 dan 2014 meningkat cukup tinggi dibandingkan tahun 2011
dan 2012 yaitu sebesar 6,42% di tahun 2013 dan 8,44% di tahun 2014. Sementara
pada tahun 2015 menurun secara signifikan menjadi 2,71. Beberapa komoditas
yang memberikan sumbangan terbesar terjadinya inflasi selama tahun 2013
adalah bahan makanan sebesar 16,33% diikuti transport sebesar 11,89% dan
makanan jadi sebesar 10,10%. Sedangkan inflasi pada tahun 2014 sumbangan
terbesar dari transport sebesar 12,82% diikuti bahan makanan sebesar 11,63%
dan perumahan sebesar 9,91%. Inflasi berpengaruh terhadap naik turunnya garis
kemiskinan karena pergerakan inflasi memberikan imbas pula terhadap harga
komoditas pangan dan non pangan.
Berdasarkan Pemutahiran Basis Data Terpadu tahun 2015, jumlah rumah
tangga miskin sebanyak 88.062 yang tersebar di 15 kecamatan yang ada di
Wilayah Kabupaten Wonosobo. Permasalahan kemiskinan mikro yang ada di
Kabupaten Wonosobo meliputi kepemilikan jamban, rumah tidak layak huni,
tingkat partisipasi pendidikan, serta masih adanya rumah tangga miskin yang
belum mendapatkan akses atas jaminan kesehatan, raskin dan KUR . Masih ada
6.424 rumah tangga miskin yang tidak memilki jamban, 60.151 rumah tangga
miskin dengan rumah tidak layak huni, Berdasarkan data PBDT 2015, sejumlah
20.794 rumah tangga miskin belum terakses BPJS kesehatan, dan hanya 1,6 %
rumah tangga miskin yang telah terakses Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Bab IV - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016 - 2021 IV- 3
3. Pertumbuhan Ekonomi Rendah
Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Wonosobo pada tahun 2010 sampai
2015 menunjukkan nilai yang berfluktuatif dari tahun ke tahun. Pada tahun 2010
pertumbuhan ekonomi yang ditunjukkan oleh laju pertumbuhan Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) sebesar 4,52 mengalami peningkatan pada
tahun 2011 sebesar 5,37 kemudian pada tahun 2012 menurun menjadi 4,70% dan
meningkat pada tahun 2013 sebesar 5,25%. Pada tahun 2014 mengalami
penurunan kembali menjadi 4,16% dan pada tahun 2015 meningkat menjadi
5,70%. Meskipun ada kecenderungan meningkat pertumbuhan ekonomi tersebut
masih lebih rendah apabila dibandingkan Provinsi Jawa Tengah dan Kabupaten
lain di wilayah Kedu. Beberapa lapangan usaha masih tumbuh di bawah rata-rata
pertumbuhan ekonomi secara umum. Pemerintah Kabupaten Wonosobo harus
memacu program-program yang bisa meningkatkan investasi, mengintensifkan
perbaikan dan pembangunan infrastruktur, meningkatkan konsumsi masyarakat
akan produk/jasa lokal serta mengolah sumber daya alam secara berkelanjutan
dengan memanfaatkan teknologi
4. Pendidikan
Angka Partisipasi Sekolah baik tingkat pendidikan dasar maupun menengah
yang belum mencapai 100 %. Pada tahun 2015 Angka Partisipasi Sekolah
penduduk usia 7-12 tahun baru mencapai 95,69. Angka partisipasi sekolah
penduduk usia 13-15 tahun masih mencapai angka 90 dan angka partisipasi
sekolah penduduk usia 16-18 baru mencapai 47,55 yang menunjukkan bahwa
penduduk dengan usia sekolah masih ada yang tidak sekolah dengan berbagai
penyebab. Angka melanjutkan lulusan SD dan SMP ke jenjeng SMP dan juga SMA
Kabupaten Wonosobo masih rendah, sehingga perlu ada penuntasan wajib
belajar 9 tahun dan mengembangkan wajib belajar 12 tahun terutama bagi
masyarakat berpenghasilan rendah. Kurangnya partsisipasi ini berkaitan dengan
belum meratanya akses pendidikan yang berkualitas baik sarana prasarana
maupun layanan pendidikan itu sendiri.
Pemanfatan dana BOS yang belum optimal juga menghambat efektifitas
peningkatan kualitas pendidikan. Hal tersebut berimplikasi pada tantangan
penyediaan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai serta pembebasan
biaya pendidikan khususnya pendidikan dasar. Selain itu, mutu, relevansi dan
daya saing pendidikan yang masih relatif rendah akan menghambat
pembangunan kualitas sumber daya manusia yang berdaya saing dan komptensi
tinggi. Disamping itu, lokasi sarana pendidikan yang memiliki kualitas baik
sebagian besar berada di ibukota kabupaten atau kecamatan, sehingga
masyarakat pinggiran tidak mampu mengakses pendidikan dengan kualitas baik.
Kualitas layanan ini terkait dengan ketersediaan sarana prasarana penunjang
belajar maupun kesenjangan ketersediaan guru berkompetensi juga masih
menjadi masalah.
Bab IV - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016 - 2021 IV- 4
5. Kesehatan
Pembangunan urusan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan derajat
kesehatan dan gizi masyarakat melalui upaya preventif, kuratif, rehabilitatif dan
promotif. Dari segi pelayanan, permasalahan kesehatan yang dihadapi adalah
belum meratanya akses dan kualitas layanan kesehatan di tingkat dasar. Sampai
dengan tahun 2015 jumlah Puskesmas yang memiliki lima tenaga kesehatan
hanya ada empat Puskesmas, bahkan dokter dan dokter spesialis di Kabupaten
Wonosobo belum memenuhi kebutuhan sesuai rasio jumlah penduduk di
Kabupaten Wonosobo.
Selain permasalahan layanan kesehatan, angka kematian ibu dan bayi juga
masih dijumpai dalam perjalanan pembangunan yang telah dilaksanakan dalam
kurun lima tahun ini. Angka kematian ibu yang terjadi pada tahun 2015 sebesar
84,33 banyak disebabkan karena penyakit bawaan yang diderita ibu hamil serta
kasus pre eklamsia. Sedangkan kematian bayi sebesar 7,5 disebabkan karena
berat badan bayi lahir yang rendah. Rendahnya berat badan bayi ini terkait
dengan status gizi ibu hamil yang rendah yang disebabkan karena kesadaran diri
yang kurang untuk memeriksakan kandungan dan rendahnya PHBS.
Penderita HIV setiap tahun terus mengalami peningkatan yang pada tahun
2015 ini temuan kasus HIV/AIDS sudah mencapai 288 kasus.
Kesehatan sebagai salah satu hak dasar merupakan investasi berharga bagi
seseorang dan sebuah bangsa untuk pembangunan. Pemerintah berkewajiban
untuk menjamin warga negaranya mendapatkan akses yang sama dalam
pelayanan kesehatan dengan salah satu upayanya melalui sistem jaminan
kesehatan khususnya bagi masyarakat miskin. Sampai dengan tahun 2015 jumlah
peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) baik yang didanai dari APBN, APBD I
maupun APBD II sejumlah 378.802 jiwa. Sedangkan jumlah kepesertaan jaminan
kesehatan baik PBI maupun Non PBI sejumlah 463.110 atau 59,83 % dari jumlah
penduduk Wonosobo.
Semenjak diberlakukannya program JKN yang dikelola BPJS oleh
pemerintah, maka peran kuratif dari Puskesmas semakin besar dan terasa.
Puskesmas sebagai salah satu fasilitas kesehatan tingkat pertama yang
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan berfungsi menyelenggarakan pelayanan
kesehatan bagi peserta JKN yang artinya Puskesmas terdistribusi lebih besar
dibandingkan dengan fasilitas kesehatan tingkat lanjutan sehingga akses
masyarakat terhadap pelayanan kesehatan lebih tinggi. Hal ini menjadikan peran
puskesmas sangat krusial yaitu sebagai kontak pertama kepada masyarakat untuk
memberikan pelayanan kesehatan dasar. Dengan peran yang lebih besar ini tentu
jumlah masyarakat yang berkunjung ke Puskesmas akan lebih besar, mau tidak
mau tentu puskesmas harus berbenah diri mulai dari kualitas pelayanan, kualitas
SDM, kualitas sarana dan prasarana.
Bab IV - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016 - 2021 IV- 5
6. Infrastruktur dan Penataan ruang
Pembangunan infrastruktur mempunyai peran vital dalam mewujudkan
pemenuhan hak dasar rakyat seperti pangan, sandang, papan, rasa aman,
pendidikan, kesehatan dan lain-lain. Dengan demikian, dapat dikatakan
infrastruktur adalah modal esensial masyarakat yang memegang peranan penting
dalam mendukung ekonomi, sosial-budaya dan kesatuan dan persatuan yang
mengikat dan menghubungkan antar daerah. Pembangunan infrastruktur tidak
dapat terlepas dari pengaruh penyebaran penduduk serta luas wilayah dan
kondisi geografis kawasan. Ruang wilayah yang tetap dan terbatas, sementara
kebutuhan ruang yang meningkat menjadikan alih fungsi pemanfaatan ruang
dalam pembangunan menjadi tidak terkendali. Hal itu dapat berdampak pada
terjadinya bencana ekologis karena alih fungsi kawasan lindung menjadi kawasan
budidaya ataupun kerawanan pangan karena banyak lahan pertanian yang
beralih fungsi.
Beberapa permasalahan terkait dengan infrastruktur dan penatan ruang
antara lain berupa dokumen rencara tata ruang yang merupakan acuan dalam
perencanaan belum dimanfaatkan secara optimal termasuk penegakan peraturan
di bidang tata ruang. Akibatnya penggunaan lahan masih belum sesuai tata
ruang wilayah. Sebagai contoh adalah penggunaan lahan di kawasan Dieng yang
sebagian besar dimanfaatkan untuk pertanian, meskipun seharusnya merupakan
kawasan konservasi.
Bidang transportasi sebagai pendukung perkembangan kota dan wilayah
berfungsi sebagai sarana penghubung maupun titik simpul distribusi. Dalam
perkembangannya, sistem transportasi wilayah yang memperhitungkan
keterkaitan dan keterpaduan antar moda dan antar wilayah belum tertata dengan
baik, belum tersebar secara merata sehingga pelayanan transportasi yang aman,
nyaman, efisien dan terpadu yang mendukung mobilitas penduduk dan barang
belum optimal. Kondisi jaringan jalan sebagai prasarana transportasi mengalami
kerusakan sedang dan berat yang tersebar hampir seluruh wilayah. Data tahun
2015 hanya 56% jalan yang kondisinya baik. Sementara itu, kondisi baik dan
sedang sesuai standar pelayanan minimal telah mencapai 63,17%. Selain itu,
kondisi jaringan pedestrian juga kurang memadai serta tempat parkir yang belum
tersedia secara layak.
Salah satu indikator dalam SPM bidang perumahan adalah tersedianya
lingkungan permukiman yang sehat dan aman yang didukung oleh prasarana,
sarana dan utilitas umum (PSU) yang memadai dimana PSU yang cukup penting
adalah ketersediaan sanitasi dasar yang layak bagi kesehatan. Sampai tahun 2015,
jumlah rumah tangga bersanitasi masih kecil. Tahun 2015 hanya mencapai
45,95%, sementara yang mengakses sanitasi layak baru 21,01%. Permasalahan
persampahan juga masih menjadi masalah terkait dengan rendahnya cakupan
penanganan volume sampah yang hanya 0,6% pada tahun 2015.
Bab IV - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016 - 2021 IV- 6
7. Penanganan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS)
Persoalan mendasar bagi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial
adalah kurangnya pemenuhan pelayanan sosial dasar seperti kesehatan,
pendidikan, sandang, pangan, papan serta belum terintegrasinya perlindungan
dan jaminan sosial. Integrasi ini juga menyangkut basis data PMKS yang terpadu
dan update untuk memperbaiki penetapan sasaran dan ketepatan penanganan.
Pada tahun 2015 Persentase PMKS yang mendapatkan bantuan sosial
untuk memenuhi kebutuhan dasar baru mencapai 42,84%. Hal ini berarti ada
57,16% Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) yang tidak
mendapatkan bantuan. Keterbatasan kemampuan pemerintah dalam penanganan
masalah kesejahteraan sosial telah mendorong bergesernya paradigma
pembangunan kesejahteraan sosial dengan lebih mengedepankan peran aktif
masyarakat baik secara perorangan maupun berkelompok melalui
pengembangan nilai-nilai sosial budaya, seperti kesetiakawanan sosial dan
gotong royong yang dirumuskan sebagai modal sosial dalam membangun
ketahanan sosial masyarakat sekaligus sebagai perekat persatuan bangsa.
Kebutuhan pengembangan potensi yang tumbuh dan berkembang di
masyarakat, seperti kesetiakawanan sosial, kegotong royongan, keswadayaan
masyarakatdan kelembagaan-kelembagaan sosial/organisasi sosial, perlu
diperkuat dan difasilitasi oleh pemerintah agar ketahanan sosial masyarakat tetap
terpelihara.
8. Ketenagakerjaan
Permasalahan pengangguran merupakan salah satu masalah
pembangunan yang selalu ada baik tingkat daerah maupun nasional. Meskipun
tingkat pengangguran terbuka di Kabupaten Wonosobo tergolong rendah yaitu
5,34, namun tetap menjadi perhatian bagi pemerintah daerah mengingat
pengangguran akan berkorelasi dengan tingkat kemiskinan. Selain itu, masalah
ketenagakerjaan di Kabupaten Wonosobo menyangkut pada rendahnya tingkat
pendidikan yang didominasi oleh penduduk dengan latar belakang penddikan
SD. Data Sakernas tahun 2015, dari 428.556 angkatan kerja di Kabupaten
Wonosobo ada 299.806 atau 69 % angkatan kerja berlatar belakang pendidikan
SD yang artinya dengan rendahnya pendidikan ini maka peluang dan kapasitas
tenaga kerja sangat rendah.
9. Gender dan Perlindungan Anak
Permasalahan dalam pembangunan pemberdayaan perempuan dan anak
yang terjadi selama ini adalah rendahnya partisipasi perempuan dan anak dalam
pembangunan di samping masih adanya berbagai bentuk praktek diskriminasi
terhadap perempuan dan anak. Dalam konteks sosial, kesenjangan ini
mencerminkan masih terbatasnya akses sebagian besar perempuan terhadap
layanan kesehatan yang lebih baik, pendidikan yang lebih tinggi dan keterlibatan
dalam kegiatan publik yang lebih luas. Kasus kekerasan terhadap perempuan dan
anak juga menjadi permasalahan serius yang harus segera ditangani menyangkut
Bab IV - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016 - 2021 IV- 7
perlindungan hukum terhadap korban kekerasan, upaya preventif dan rehabilitasi
korban. Dalam kurun waktu 2010 – 2015 jumlah kasus kekerasan terhadap
perempuan mencapai 878 kasus sedangkan kasus kekerasan terhadap anak
mencapai 480 kasus. Permasalahan lainnya mencakup kesenjangan partisipasi
politik kaum perempuan yang sampai pada tahun 2015 partisipasi perempuan
dalam parlemen di Kabupaten Wonosobo hanya 4,4,% bersumber dari
ketimpangan struktur sosio kultural masyarakat.
10. Ketahanan Pangan
Pangan merupakan salah satu urusan wajib yang harus dilaksanakan
pemerintah daerah untuk memastikan ketersediaan pangan di daerah,
memastikan kemampuan akses fisik dan ekonomi dari masyarakat terhadap
sumber pangan secara sosial dan demografis sepanjang waktu dan di mana saja.
Ketiga, memastikan bahwa pangan yang dikonsumsi masyarakat itu sudah
memenuhi standar gizi dan kesehatan. Permasalahan pembangunan yang terkait
dengan ketahanan pangan adalah sebagai berikut: (a) belum optimalnya
pemantauan distribusi, harga dan akses pangan masyarakat; (b) ketergantungan
bahan pangan dari luar daerah yang masih besar; (c) keamanan dan
keanekaragaman konsumsi pangan melalui pengembangan pangan lokal masih
kurang; (d) masih rendahnya konsumsi pangan berbasis lokal yang sehat dan
aman bagi anak-anak sekolah serta rendahnya konsumsi protein hewani; (e)
sering terjadi fluktuasi harga dari berbagai komoditas.
11. Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
Permasalahan pembangunan yang terkait dengan Koperasi dan UMKM
adalah sebagai berikut: (a) jumlah koperasi aktif masih belum maksimal hanya
61% koperasi yang masih aktif, kurangnya SDM koperasi sesuai dengan standar
keahlian teknis; (b) masih rendahnya aplikasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
(IPTEK) dalam sistem produksi Usaha Kecil Menengah (UMKM) sehingga kurang
mendukung daya saingnya; (c) belum tersedianya kebijakan yang mendukung
bagi perkembangan dan keberlanjutan UMKM; (e) masih kurangnya kualitas SDM
dan daya saing pemasaran (promosi) produk UMKM, baik pada bidang sandang,
pangan, kerajinan, dan jasa; (f) masih rendahnya ketersediaan dan aksesibilitas
UMKM terhadap permodalan lembaga keuangan/pembiayaan mikro; (g) belum
optimalnya kemitraan usaha antara koperasi dan UMKM dengan pelaku usaha
lainnya; (h) rendahnya daya saing koperasi dan UMKM dalam mengakses pasar;
(i) masih kurangnya kemampuan koperasi dan UMKM dalam penguasaan
teknologi informasi.
12. Investasi /Penanaman Modal
Permasalahan pembangunan yang terkait dengan Penanaman Modal
adalah sebagai berikut: (a) belum adanya regulasi untuk menghadapi kebebasan
arus investasi dalam rangka menghadapi MEA; (b) pencapaian investasi masih
Bab IV - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016 - 2021 IV- 8
belum optimal; (c) keterbatasan dan kekurangan SDM yang kompeten mengelola
investasi daerah menghadapi MEA; (d) ketersediaan fasilitas dan infrastruktur
daerah untuk penunjang peningkatan daya tarik investasi dan mendukung
operasional investasi di daerah masih terbatas; (f) sistem keamanan termasuk
premanisme yang menjamin investor yang masih bermasalah; (g) belum adanya
informasi kebutuhan investasi; dan (h) mekanisme monev perijinan belum
optimal.
13. Pariwisata
Kabupaten Wonosobo merupakan salah satu destinasi wisata unggulan
Provinsi Jawa Tengah bahkan nasional. Kawasan Dieng termasuk kawasan
strategis pariwisata nasional meskipun kawasan pariwisata Dieng diampu 2 (dua)
kabupaten. Perkembangan pariwisata Kabupaten Wonosobo ditopang oleh
kondisi geografis dan budaya seperti wisata alam, sejarah, budaya, heritage,
kuliner dan lainnya. Kabupaten Wonosobo saat ini didominasi oleh kegiatan
wisata alam, khususnya wisata Dieng. Meskipun kontribusi PDRB mengalami
peningkatan dan jumlah wisatawan nusantara meningkat, wisatawan manca
negara justru menurun signifikan setelah meningkat pada tahun 2012. Tahun
berikutnya justru menurun drastis, dari 19.089 menjadi 7.294 pada tahun 2014
atau mengalami penurunan 63%. Hal ini harus menjadi perhatian bagi
pemerintah. Selain penurunan jumlah wisatawan manca negara, permasalahan
dalam pembangunan pariwisata adalah perawatan objek wisata karena sebagian
wisata di Wonosobo merupakan objek wisata alam. Oleh karena itu
pengelolaanya harus bersifat holistik dengan mempertimbangkan kelestarian
alam melalui intervensi fisik dan juga mempertimbangkan sosial masyarakat.
Salah satu obyek wisata yang perlu diperhatikan adalah Telaga Warna yang saat
ini hanya memiliki warna hijau akibat matinya alga merah dan biru dampak
peptisida dari pertanian warga.
14. Belum Optimalnya Produksi dan Produktivitas Daerah
Sebagai daerah yang berbasis pertanian, Kabupaten Wonosobo mempunyai
kemampuan produksi yang mampu memenuhi kebutuhan pangan
masyarakatnya. Sektor pertanian selama tahun 2011 hingga 2015 menempati
posisi tertinggi dalam memberikan kontribusi kepada PDRB dengan rata-rata
34,2%. Meskipun sektor pertanian memberikan kontribusi terbesar bagi
perekonomian di Kabupaten Wonosobo, setiap tahunnya kontribusi sektor
pertanian terhadap PDRB mengalami penurunan rata rata 0,38%. Hal ini dapat
disebabkan oleh berkurangnya lahan pertanian menjadi permukiman akibat
dampak dari peningkatan jumlah penduduk, sehingga kebutuhan ruang untuk
permukiman semakin berkurang atau dapat disebabkan oleh berkurangnya
jumlah petani yang beralih ke sektor lain yang lebih menguntungkan seperti
sektor bangunan dan jasa. Produk pertanian kurang bersaing di pasar nasional
dan internasional. Selain berkurangnya lahan pertanian akibat alih fungsi lahan.
Bab IV - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016 - 2021 IV- 9
Permasalahan lain yang mempengaruhi turunnya produktivitas pertanian adalah
infrastruktur yang diperlukan untuk peningkatan produksi pertanian khususnya
produksi beras. Jaringan irigasi diperlukan untuk pengaturan air, mulai dari
penyediaan, pengambilan, pembagian, pemberian dan penggunaannya. Rasio
jaringan irigasi pada tahun 2013 dalam keadaan baik sebesar 70,80%, sedangkan
pada tahun 2015, kondisi jaringan irigasi dalam keadaan baik sebanyak 70,49%.
Dalam sektor industri, meskipun pertumbuhan industri meningkat dalam
kurun waktu lima tahun, namun kontribusi terhadap PDRB mengalami penurunan
0,07% pada tahun 2015 karena beberapa faktor. Lemahnya struktur industri dan
daya saing industri lokal menyebabkan produk tidak kompetitif, ketersediaan
tenaga kerja yang berkualitas sesuai kebutuhan dunia usaha industri masih
rendah; kurangnya akses permodalan; kurang luasnya jaringan pemasaran serta
kualitas kuantitas kontinuitas hasil industri belum stabil.
Terkait dengan perdagangan dari berbagai sumber adalah sebagai berikut:
(a) masih banyaknya peredaran barang dan jasa yang belum terstandarisasi dan
ada yang belum aman; (b) masih kurangnya pasar yang memenuhi syarat
kesehatan, kebersihan dan kenyamanan; (c) terbatasnya kemampuan sumber
daya manusia pelaku usaha UMKM; (d) masih rendahnya kualitas sarana dan
prasarana perdagangan; (e) sistem distribusi barang kepokmas belum efektif dan
efisien; (f) masih minimnya ragam komoditas ekspor non migas dengan nilai
tambah yang rendah; (g) masih rendahnya kesadaran pemakaian produk dalam
negeri.
Sektor perdagangan mempunyai peran strategis dalam pembangunan
ekonomi daerah, terutama dalam mendukung kelancaran penyaluran arus barang
dan jasa, memenuhi kebutuhan pokok rakyat, serta mendorong pembentukan
harga yang wajar. Dalam pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat, pemerintah
berkewajiban untuk memastikan bahwa peredaran barang yang menjadi
konsumsi masyarakat terjamin kualitas dan keamanannya, terlebih lagi dengan
masuknya pasar global, maka peredaran barang menjadi kurang terkendali dari
segi mutu dan standar kesehatan. Dari segi kuantitas, stok barang yang menjadi
kebutuhan masyarakat juga harus diperhatikan terutama dalam sistem
distribusinya agar tidak terjadi kelangkaan produk yang menyebabkan tingginya
harga barang.
Pasar tradisional sebagai tempat di mana orang berinteraksi dan berbelanja
suatu barang atau jasa baik yang berada di ibu kota kabupaten, kecamatan
maupun desa perlu direvitalisasi agar dapat menciptakan suatu pasar yang
memberikan kenyamanan dan memperlancar arus distribusi barang dan jasa
sehingga mempermudah masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan pokok.
Dengan berfungsinya pasar- pasar tradisional yang ada di kecamatan maupun
desa diharapkan dapat mengurangi biaya pemasaran dan harga beli.
Bab IV - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016 - 2021 IV- 10
15. Energi dan Sumber Daya Mineral
Secara kewenangan, pertambangan sudah tidak menjadi kewenangan
pemerintah daerah, namun merupakan kewenangan pemerintah provinsi dan
pemerintah pusat. Kewenangan pemerintah daerah terkait ESDM hanya pada
pemanfaatan energi terbarukan yang dalam hal ini bisa pada pemanfaatan
langsung energi panas bumi. Pemanfaatan langsung pada energi panas bumi
selama ini belum dilakukan secara teknis oleh pemerintah daerah. Permasalahan
pembangunan yang terkait dengan energi dan sumber daya mineral dari
berbagai sumber adalah kontribusi sektor pertambangan terhadap PDRB terus
mengalami penurunan.
16. Reformasi Birokasi dan Tata Kelola Pemerintahan
Perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah yang telah dicabut dan diganti dengan Undang-Undang baru yakni
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 membawa perubahan krusial tentang
pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah pusat, pemerintahan daerah
propinsi, dan pemerintahan daerah kabupaten/kota. Dari sisi hukum, perubahan
tersebut dapat dikelompokan ke dalam dua aspek yakni perubahan formal dan
perubahan materiil. Dengan pemberlakuan undang- undang baru ini, perubahan
struktur organisasi perangkat daerah pada pemerintahan daerah kabupaten
merupakan hal yang tidak terelakan karena berdampak pada perubahan tugas
dan fungsi organisasi perangkat daerah. Berkaitan dengan semangat reformasi
birokrasi ini, pemerintah Kabupaten Wonosobo dituntut untuk dapat menyusun
struktur organisasi baru yang tepat fungsi dan tepat ukuran serta mampu
mengurangi tumpang tindih tugas dan fungsi antar organisasi perangkat daerah.
Dalam bidang pelayanan publik, dalam UU No 23 Tahun 2014 ini memberikan
dorongan kepada daerah untuk memaksimalkan peranannya dalam
melaksanakan kewenangan yang berorientasi kepada pelayanan publik yang
pada akhirnya akan mampu mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Beberapa permasalahan terkait dengan tata kelola dan pelayanan publik
adalah: penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) di masing-masing
Organisasi Perangkat Daerah (OPD) khususnya OPD pelayanan belum
dilaksanakan secara optimal, capaian Standar Pelayanan Minimal pada OPD
pelaksana urusan wajib belum sesuai target yang diharapkan, penempatan
aparatur secara porposional berdasarkan kebutuhan organisasi masih
bermasalah, birokrasi dalam manajemen pembangunan dan pengelolaan
keuangan pemerintah Kabupaten Wonosobo relatif masih rendah, sistem
remunerasi berbasis kinerja yang masih belum terimplementasi dengan baik,
kelurahan dan kecamatan belum berperan optimal dalam pelayanan dan
pelaksanaan pembangunan skala lingkungan atau di tingkat masyarakat,
pelibatan masyarakat dan kelembagaan forum warga dalam perencanaan dan
pengawasan pembangunan belum dimanfaatkan secara optimal, penanganan
tindak lanjut aduan masyarakat sebagai wujud monitoring evaluasi pelayanan
publik berbasis partisipasi masyarakat belum optimal.
Bab IV - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016 - 2021 IV- 11
B. LINGKUNGAN STRATEGIS
1. Lingkungan Internal
Pembahasan mengenai lingkungan internal yang akan dikaji dalam
bagian ini, mencakup: (i) posisi geografis dan geo-ekonomi kabupaten
wonosobo, (ii) kondisi demografi, dan (iii) lingkungan sosial budaya. Penjelasan
selengkapnya akan dipaparkan pada bagian berikut.
a. Posisi Geografis dan Geo-Ekonomi
Meskipun memiliki kendala limitasi wilayah, Kabupaten Wonosobo
yang merupakan wilayah jalur transit dan penghubung antar Pusat Kegiatan
Nasional (PKN) Cilacap dan PKN Semarang. Dilalui jalur penghubung PKN
Cilacap-PKN Semarang dan PKN Yogyakarta serta koridor KSPN Borobudur-
Dieng. Kondisi ini juga menunjukkan adanya letak strategis ekonomi yang
harus ditangkap peluangnya sebagai jalur yang dilalui tersebut.
Posisi geo-ekonomi Kabupaten Wonosobo berada di tengah wilayah
Jawa Tengah, pada jalur utama yang menghubungkan Cilacap -
Banjarnegara - Temanggung - Semarang dari Purwokerto - Yogyakarta
lewat Secang, Magelang. Karena letaknya di persimpangan jalur tersebut,
Kabupaten Wonosobo merupakan jalur ekonomi dan jalur pariwisata di
Jawa Tengah-DIY. Selain itu, karena berada diantara pusat-pusat
pengembangan industri yaitu Wonosobo, Surakarta dan Cilacap, Kabupaten
Wonosobo merupakan hinterland, yang dapat diterjemahkan sebagai
potensi ekonomi yang dapat menjadi sumber pertumbuhan ekonomi
daerah dan kesejahteraan masyarakat.
Kondisi geomorfologis Kabupaten Wonosobo berada pada bentang
lahan vulkanis muda, sehingga potensi wisata tinggi dan kondisi tanah yang
subur. Kesuburan tanah menjadikan Kabupaten Wonosobo memiliki
sumber daya alam yang potensial untuk diberdayakan. Kekayaan alam yang
dimiliki oleh Wonosobo menjanjikan harapan besar pada peningkatan
ekonomi daerah hingga berpengaruh pada ekonomi berskala nasional.
Terdapat satu produk unggulan Kabupaten Wonosobo yaitu buah carica,
buah yang hanya tumbuh di tiga tempat di dunia. Produk-produk tersebut
merupakan produk lokal yang sangat berpotensi untuk dikembangkan.
Implikasi tantangannya: (1) harus mengembangkan industri kreatif,
sektor jasa dan perdagangan; (2) harus menciptakan iklim yang kondusif
dan ramah investasi; (3) menata Kabupaten Wonosobo yang berorientasi
ekonomi perdagangan yang kompetitif, memberi kenyamanan bagi pelaku
usaha atau investor untuk menambah lama tinggal (length of stay) di
Kabupaten Wonosobo (4) banyak area rawan bencana seperti longsor,
gunung api, gas beracun dan lain sebagainya.
b. Kondisi Demografi
Jumlah Penduduk Kabupaten Wonosobo cenderung meningkat
dengan rata-rata pertumbuhan 0,50% dengan kemiskinan tertinggi di Jawa
Tengah. Implikasi tantangannya adalah bagaimana pemerintah
Bab IV - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016 - 2021 IV- 12
memanfaatkan data kependudukan untuk perencanaan persebaran
penduduk, tata ruang dan tata guna lahan/tanah serta perencanaan dan
penganggaran pembangunan, mengantisipasi dampak pada penurunan
daya dukung dan daya tampung lingkungan yang dapat beresiko pada
kesehatan lingkungan, persaingan akses fasilitas hidup dan menurunkan
kemiskinan.
c. Lingkungan Sosial Budaya
Tumbuhnya komunitas di Kabupaten Wonosobo menjadi salah kekuatan
modal sosial pembangunan. Berdasarkan data inventarisasi komunitas pada
tahun 2016, tercatat ada 48 komunitas aktif yang berasal dari bidang hobi,
lingkungan, dan sosial telah mewarnai dinamika kehidupan masyarakat
Wonosobo. Inisiasi kegiatan yang dilakukan komunitas dalam rangka
membangun kabupatennya akan menjadi kekuatan baru dalam membantu
sinergi pembangunan dengan Pemerintah Kabupaten Wonosobo.
2. Lingkungan Eksternal
a. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
dan UU No 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
Tantangan yang dihadapi dari kehadiran Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 bagi pembangunan daerah Kabupaten Wonosobo adalah: (1)
mengelola penataan organisasi pemerintah daerah yang efisien dan efektif;
(2) mengelola aparatur supaya profesional, kompetitif dan akuntabel; (3)
pengelolaan keuangan daerah yang memprioritaskan pemenuhan
pelayanan dasar secara efisien dan akuntabel; (4) tata kelola pemerintahan
yang kolaboratif dengan multi pemangku kepentingan dan akuntabel.
b. Tantangan Acuan Kebijakan Nasional dan Provinsi Jawa Tengah
Kebijakan pengurangan subsidi energi BBM dan tarif dasar listrik
dari pemerintah berdampak pada resiko inflasi, kerentanan kelompok
hampir miskin, penentuan standar satuan harga belanja barang dan jasa
serta kenaikan belanja rutin. Efisiensi belanja rutin dan prioritas alokasi
anggaran untuk penyelenggaraan pelayanan wajib dasar menjadi tantangan
perencanaan pagu anggaran tahun 2015-2019.
Kebijakan moratorium PNS menantang pemerintah Kabupaten
Wonosobo untuk menyediakan lapangan pekerjaan bagi angkatan pencari
kerja selama 5 tahun di luar formasi PNS.. Kreativitas pemerintah mendidik
wirausaha muda menjadi tantangan berat. Diperlukan program terobosan
pemerintah untuk memfasilitasi angkatan pencari kerja dengan pihak
swasta pemilik usaha.
RPJMN 2015-2019 menantang: (1) menjalankan reformasi birokrasi
publik; (2) membuka partisipasi publik; (3) membangun politik legislasi yang
kuat: pemberantasan korupsi, penegakan HAM, perlindungan lingkungan
hidup. RPJMN 2015-2019 dan RPJMD Provinsi jawa Tengah 2013-2018,
Bab IV - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016 - 2021 IV- 13
secara umum menantang pemerintah Kabupaten Wonosobo membuat
perencanaan pembangunan 2016-2021 dengan memprioritaskan penataan
kebijakan dan kelembagaan perangkat daerah yang bersih, demokratis,
partisipatif dan akuntabel untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat
yang berkeadilan dan berkelanjutan.
Kebijakan nasional yang tertuang dalam RPJMN, yang terkait
langsung dengan kewilayahan Kabupaten Wonosobo yaitu rencana
pembangunan Bendung Bener, dengan wilayah genangan terluas di
Kabupaten Wonosobo. Bendung tersebut akan mengairi persawahan di
kabupaten tetangga yaitu Kabupaten Purworejo dan juga dapat berfungsi
sebagai pengendali banjir di Kabupaten Purworejo. Hal ini semakin
menunjukkan peran Kabupaten Wonosobo sebagai daerah hulu daerah
aliran sungai (DAS). Dalam konteks kewenangan urusan, meskipun daerah
aliran sungai bukan lagi menjadi wewenang pemerintah daerah, namun
manajemen pengelolaan lahan di wilayah daerah aliran sungai yang
menjadi tanggungjawab pengarahan oleh pemerintah daerah melalui
aturan tata ruang hendaknya diperhatikan secara optimal. Hal ini nantinya
akan membantu mewujudkan ruang wilayah yang aman, nyaman, produktif
dan berkelanjutan. Terkait penyediaan air minum, Kabupaten Wonosobo
juga mendukung sistem penyediaan air minum (SPAM) regional
Wononegara- Wonosobo-Banjarnegara. SPAM ini menggunakan sumber
yang ada di Kabupaten Wonosobo sementara pengguna manfaat ada di
Kabupaten Banjarnegara. Hal ini juga mencerminkan kerjasama antar
daerah.
c. Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
Tantangan dari pemberlakuan MEA pada tahun 2015 adalah
kesiapan pemerintah Kabupaten Wonosobo mempersiapkan mental dan
ketrampilan hidup penduduk Kabupaten Wonosobo menghadapi MEA
yaitu: memiliki wawasan kebangsaan yang tinggi untuk mencintai dan
mendukung produk dalam negeri; mengupayakan standarisasi dan
sertifikasi ketrampilan yang dipersyaratkan untuk kompetisi pasar tenaga
kerja; standarisasi dan sertifikasi untuk meningkatkan mutu produk,
meningkatkan arus investasi, mencetak eksportir ke ASEAN, pengiriman
tenaga terampil ke ASEAN dan peningkatan kunjungan wisata.
d. Sustainable Development Goals (SDGs)
Kesepakatan global Sustainable Development Goals (SDGs) dan
perubahan iklim menantang pemerintah Kabupaten Wonosobo menyusun
perencanaan daerah tahun 2016-2021 memprioritaskan: mengakhiri
kemiskinan; mengupayakan kualitas sumberdaya manusia (pendidikan,
kesehatan, pangan dan gizi) dan kesejahteraannya (pekerjaan dan
pendapatan); menjaga keberlanjutan lingkungan hidup; mengatur tata
kelola yang baik; dan kondisi masyarakat stabil dan kolaboratif.
Bab IV - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016 - 2021 IV- 14
e. Universal Access
Akses universal (universal acces) 100-0-100 merupakan program
nasional bidang keciptakaryaan untuk mewujudkan permukiman
berkelanjutan dengan mencapai akses pelayanan air besih hingga 100 %,
pengurangan kawasan kumuh hingga 0% dan peningkatan pelayanan akses
sanitasi hingga 100%. Sasaran yang ingin dicapai program 100-0-100 yaitu:
Terpenuhinya penyediaan air minum untuk memenuhi kebutuhan dasar
masyarakat.
Pemenuhan kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan
sarana pendukung, menuju kota tanpa kumuh yang didukung dengan
tata bangunan dan lingkungan yang berkualitas, layak huni, produktif
dan berjati diri.
Terpenuhinya penyediaan sanitasi untuk memenuhi kebutuhan dasar
masyarakat (persampahan, limbah, dan drainase lingkungan).
C. ISU STRATEGIS
Isu strategis adalah kondisi atau hal yang harus diperhatikan atau
dikedepankan dalam perencanaan pembangunan karena dampaknya yang signifikan
bagi entitas (daerah/masyarakat) di masa datang. Suatu kondisi/kejadian yang
menjadi isu strategis adalah keadaan yang apabila tidak diantisipasi akan
menimbulkan kerugian yang lebih besar atau sebaliknya, dalam hal tidak
dimanfaatkan, akan menghilangkan peluang untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dalam jangka panjang. Karakteristik suatu isu strategis adalah kondisi
atau hal yang bersifat penting, mendasar, berjangka panjang, mendesak, bersifat
kelembangaan/keorganisasian dan menentukan tujuan di masa yang akan datang.
Isu strategis yang telah diidentifikasi meliputi :
1. Pemerataan Pembangunan Wilayah
Pembangunan harus dilaksanakan merata dan tersebar ke seluruh
wilayah, terutama wilayah yang masih memiliki tingkat kemiskinan yang cukup
tinggi supaya tidak menimbulkan ketimpangan antar wilayah. Untuk
mengurangi kesenjangan antarpelaku usaha, pertumbuhan ekonomi yang
tercipta harus dapat memberikan kesempatan kerja seluas-luasnya dan lebih
merata ke sektor-sektor pembangunan yang banyak menyediakan lapangan
kerja. Pertumbuhan ekonomi melalui investasi diharapkan dapat menyerap
tenaga kerja dalam jumlah besar. Usaha mikro, kecil dan menengah diharapkan
juga dapat tumbuh dan berkembang dengan sehat agar dapat meningkatkan
produktivitas dan daya saing yang lebih baik. Pola kemitraan dengan swasta
dalam mengelola sumber daya yang ada di daerah juga dapat menciptakan
lapangan kerja baru yang dapat merangsang perkembangan kegiatan ekonomi
di daerah, sehingga dapat mengubah kesejahteraan masyarakat di wilayah
tersebut menjadi lebih baik. Selain itu, wacana adanya pagu wilayah kecamatan
Bab IV - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016 - 2021 IV- 15
pada setiap APBD Kabupaten akan menjadi upaya mengatasi kesenjangan
wilayah. Pemeratan pembangunan wilayah ini juga terkait dengan isu
mendekatkan layanan administrasi kependudukan seperti KTP, KK, akte
kelahiran serta layanan perijinan untuk memudahkan dan mengurangi ongkos
kepengurusan. Upaya mendekatkan layanan perlu ditunjang dengan
ketersediaan sarana dan parasana di wilayah utamanya adalah terbangunnya
sistem informasi terpadu.
2. Penanggulangan Kemiskinan
Isu kemiskinan di Kabupaten Wonosobo hingga saat ini masih belum
ditangani secara optimal. Meskipun pada tahun 2015 angka kemiskinan di
Kabupaten Wonosobo memgalami penurunan, tetapi masih menempati
peringkat teratas sebagai kabupeten termiskin di Jawa Tengah. Kecenderungan
kemiskinan di Kabupaten Wonosobo mempunyai empat dimensi pokok yaitu:
kurangnya kesempatan, rendahnya kemampuan, kurangnya jaminan dan
ketidakberdayaan.
Label sebagai kabupaten termiskin di Jawa Tengah menjadi tantangan
bagi pemerintah Kabupaten Wonosobo bagaimana program pembangunan
2015-2019 harus benar-benar difokuskan kepada rumah tangga miskin. Belajar
pengalaman program kesejahteraan sebelumnya, banyak OPD yang tidak
memanfaatkan data terpadu, sehingga banyak sasaran program yang kurang
tepat. Periode 2015-2019, seluruh OPD di Kabupaten Wonosobo harus didesak
untuk memanfaatkan basis data terpadu sebagai referensi sasaran program .
Pada umumnya kondisi ekonomi dan pendidikan orang tua keluarga
miskin terlahir dari keluarga miskin sebelumnya. Tingkat pendidikan keluarga
miskin juga tidak berbeda dengan tingkat pendidikan orangtua mereka.
Keluarga miskin cenderung tidak mampu menyekolahkan anggota keluarganya
pada jenjang yang lebih tinggi. Kemiskinan secara alamiah menyebabkan
keturunannya terhambat pada berbagai akses kehidupan. Kepala keluarga
miskin umumnya tingkat pendidikannya rendah, demikian juga dengan anak-
anak mereka. Artinya keluarga miskin sekarang ini juga berpeluang untuk
melahirkan keluarga miskin berikutnya bila tidak ada perubahan mendasar yang
mengubah kehidupannya. Keluarga miskin tersebut umumnya terlahir, tumbuh,
berkembang, bersekolah, bermain dan bahkan berumah tangga tangga pada
lingkungan yang sama hingga sekarang ini yang kondisinya tidak lebih baik.
Tantangan bagi Pemerintah Kabupaten Wonosobo untuk
penanggulangan kemiskinan adalah meningkatkan jaminan sosial untuk
mengurangi beban masyarakat miskin, pemberdayaan masyarakat,
meningkatkan akses permodalan bagi usaha mikro kecil dan menengah
(UMKM), serta mengurangi kesenjangan.
Bab IV - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016 - 2021 IV- 16
3. Pendidikan
Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 tahun atau Wajar Dikdas
sebagai upaya pemerintah untuk memenuhi hak pendidikan dasar warganya
telah dicanangkan sejak tahun 2008 melalui Peraturan Pemerintah No 47 Tahun
2008. Namun pada kenyataannya, sampai dengan tahun 2015 partisipasi
sekolah sampai jenjang pendidikan setingkat SMP di Kabupaten Wonosobo
baru mencapai 90%. Ini artinya masih ada sebagian anak- anak usia sekolah
yang belum memperoleh hak atas pendidikan dasar. Beberapa penyebab
rendahnya partisipasi sekolah adalah: pertama dari segi layanan, masih ada
kesenjangan antar kecamatan dalam penyediaan sekolah tingkat SMP yang
ditunjukkan dengan rasio ketersediaan sekolah per kecamatan per 1.000
penduduk. Di beberapa kecamatan dalam setiap 1000 penduduk memiliki 5-6
sekolah setingkat SMP sedangkan di kecamatan lain dalam setiap 1000
penduduk hanya memiliki 1-2 sekolah SMP. Kedua, dengan kondisi geografis di
Wonosobo, ada beberapa desa dimana anak-anaknya kesulitan untuk
mengakses sekolah SMP sehingga karena faktor ekonomi orang tua enggan
menyekolahkan anaknya ke jenjang yang lebih tinggi. Ketiga, sebaran guru yang
kurang merata dari segi kualitas maupun kuantitas. Guru dengan kompetensi
sesuai standar sebagian besar menumpuk di sekolah sekolah yang berlokasi di
ibukota kabupaten sehingga ada ketimpangan mutu. Pada setiap tahun ajaran
baru, sekolah dengan label favorit banyak diminati calon siswa. Dengan kondisi
ini maka perlu ada kebijakan pemerataan mutu baik dari kualitas dan kuantitas
tenaga pendidik maupun sarana dan prasarana penunjang kegiatan belajar.
Selain meningkatkan pemerataan mutu pendidikan formal, upaya lain untuk
meningkatkan partisipasi sekolah adalah dengan mengembalikan kembali anak-
anak putus sekolah melalui pendidikan non formal.
Rata- rata lama sekolah penduduk usia 15 tahun keatas di Kabupaten
Wonosobo yang rendah yaitu 6,14 tahun menjadi isu prioritas yang harus
segera ditangani meskipun upaya untuk meningkatkan rata-rata usia sekolah
tidak bisa secara instan dilakukan tapi merupakana upaya bertahap jangka
panjang. Rendahnya rata-rata lama sekolah ini juga signifikan dengan angka
rata-rata melek huruf penduduk usia 15 tahun ke atas yang belum bisa
mencapai 100%. Isu penting dalam meningkatkan rata-rata melek huruf adalah
bagaimana mengupayakan agar masyarakat yang telah difasilitasi pembelajaran
baca tulis tidak lagi menjadi buta huruf.
Pada Pendidikan Usia Dini, meskipun di masing- masing desa telah
menyelenggarakan PAUD namun mutu tenaga pendidiknya masih rendah.
Pendidik PAUD yang ada di desa kebanyakan hanya lulusan SMA yang tidak
memiliki kompetensi pendidik. Selain itu, karena pendidikan PAUD tidak
memiliki dana BOS maka biaya operasional dibebankan kepada orang tua yang
tentunya bagi sebagian besar orang tua dirasakan memberatkan. Mereka lebih
memilih menyekolahkan anak-anaknya yang masih berusia dini ke sekolah dasar
agar tidak terbebani biaya sekolah yang tinggi ataupun membiarkan anaknya
tidak bersekolah sampai usianya cukup untuk masuk SD. Pendidikan PAUD
Bab IV - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016 - 2021 IV- 17
masih perlu diperluas cakupannya untuk membantu kualitas pendidikan usia
dini. Kualitas tenaga pendidik dengan kualifikasi yang tersertifikasi perlu
dioptimalkan substansi impelemntasinya supaya benar-benar berkontribusi
pada peningkatan kualitas pendidikan anak didik.
Akses layanan pendidikan yang merata dan berkeadilan bagi semua
lapisan masyarakat harus lebih ditingkatkan lagi dalam rangka meningkatkan
capaian target indeks pendidikan. Upaya mengurangi ketimpangan kualitas
sekolah antar kecamatan dengan peningkatan sarana dan prasarana pendidikan,
peningkatan infrastruktur sekolah, meningkatkan kapasitas tenaga pendidik,
memberlakukan standar manajemen yang sama, serta menjalankan rotasi dan
mutasi guru/kepala sekolah secara berkala sehingga setiap sekolah dapat
memberikan kualitas pelayanan secara merata bagi setiap lapisan masyarakat.
Di samping itu, dengan adanya rotasi dan mutasi secara berkala diharapkan
akan terjadi transfer informasi manajemen sekolah yang dibutuhkan dalam
rangka mengurangi disparitas kualitas pendidikan sekolah di Kabupaten
Wonosobo. Diharapkan dengan berkurangnya ketimpangan kualitas pendidikan
antar sekolah dan antar kecamatan, maka para siswa dapat mengakses
pendidikan yang berkualitas. Selain akses layanan pendidikan yang belum
merata dan berkeadilan, rendahnya mutu pelayanan pendidikan, belum
optimalnya tata kelola lembaga pelayanan pendidikan juga rendahnya kualitas
materi dan metode pembelajaran, masih menjadi persoalan penting untuk
pencapaian target urusan pendidikan.
4. Kesehatan
Tantangan bagi pemerintah Kabupaten Wonosobo dengan semakin
meluasnya cakupan jaminan kesehatan adalah peningkatan pelayanan
kesehatan di tingkat dasar maupun rujukan. Salah satu permasalahan yang
terjadi adalah belum terpenuhinya jumlah tenaga kesehatan yang ada di
Puskesmas. Masih ada 3 Puskesmas yang tidak memiliki dokter umum. Rasio
jumlah dokter terhadap jumlah penduduk pada tahun 2015 adalah 1,6 : 10.000
penduduk sedangkan rasio ideal menurut WHO adalah 1 : 2500 penduduk.
Jumlah Puskesmas yang memiliki minimal 5 tenaga kesehatan hanya ada 4 dari
23 Puskesmas. Kondisi ini perlu disikapi dengan pemenuhan jumlah dan jenis
tenaga kesehatan.
Meskipun jaminan kesehatan sudah semakin meluas cakupannya,
masyarakat perlu diberikan edukasi melalui penanganan kesehatan secara
promotif dan preventif. Pemberdayaan masyarakat agar mampu mandiri untuk
mendeteksi faktor resiko penyakit dan meningkatkan kualitas kesehatan
lingkungan merupakan aspek penting dalam menjaga kesehatan masyarakat.
Upaya peningkatan kualitas kesehatan lingkungan menjadi penting mengingat
bahwa beberapa penyakit yang berjangkit luas pada warga masyarakat berawal
dari rendahnya kualitas kesehatan lingkungan. Untuk itu diperlukan peningkatan
layanan kesehatan promotif dalam bentuk peningkatan higienitas dan sanitasi
lingkungan yang ruang lingkupnya meliputi penyediaan air bersih rumah
Bab IV - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016 - 2021 IV- 18
tangga, metode pengelolaan dan pembuangan sampah, penanganan kotoran
dan air limbah rumah tangga sehingga dapat dipahami bahwa kesehatan
lingkungan adalah upaya promotif yang harus dijalankan lintas sektoral.
Isu kesehatan yang krusial adalah (1) pengurangan Angka Kematian Ibu
(AKI), Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Balita (AKABA), (2)
pencegahan dan penanggulangan penyakit menular (demam berdarah, TB paru
dan HIV/AIDS), (3) peningkatan mutu dan standar pelayanan kesehatan dasar
dan pelayanan kesehatan rujukan yang dapat dijangkau masyarakat tidak
mampu; (4) meningkatkan cakupan jaminan kesehatan masyarakat serta
meningkatkan upaya preventif melalui promosi perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS) masyarakat.
5. Infrastruktur dan Penataan Ruang
a. Pemenuhan Kualitas Infrastruktur Jalan yang Belum Optimal
Infrastruktur fisik merupakan komponen dasar perekonomian dan
aspek utama dalam pemerataan pembangunan dan kesejahteraan
masyarakat. Infrastruktur juga merupakan roda penggerak pertumbuhan
ekonomi sehingga penyediaan infrastruktur yang memadai menjadi
kebutuhan yang harus disediakan oleh pemerintah. Penyediaan
infrastruktur yang utama dan mendesak ditangani yaitu infastruktur jalan,
jembatan, drainase jalan. Isu yang sangat mendesak yaitu kualitas jalan
kabupaten yang belum optimal dan cepat rusak. Pada kondisi 2015,
panjang jalan kabupaten dalam kondisi baik yaitu baru mencapai 57,19%.
Selanjutnya berdasarkan SPM bidang pekerjaan umum dan penataan ruang,
terkait jalan, hal yang menjadi SPM telah diubah menjadi panjang jalan
dalam kondisi baik dan sedang. Pada tahun 2015, panjang jalan dalam
kondisi baik dan sedang mencapai 63,7%. Oleh karena itu, dalam periode 5
(lima) tahun mendatang, perlu adanya peningkatan kualitas infrastruktur
jalan dan lainnya. Selanjutnya terkait dengan kewenangan, maka perlu ada
penetapan keputusan bupati tentang jalan yang menjadi kewenangan
kabupaten. Untuk jalan yang menjadi kewenangan desa, pemerintah
kabupaten akan mencoba memberikan pendampingan teknis terkait
standar pembangunan jalan.
Di samping itu, penerapan strategi perencanaan dan teknologi tepat
guna dalam penanganan infrastruktur di Kabupaten Wonosobo dimasa
yang akan datang adalah suatu keharusan mengingat tantangan yang akan
dihadapi kedepan adalah sumberdaya yang semakin mahal dan menipis
namun kebutuhan yang akan terus berkembang. Hal ini terutama harus
diterapkan pada saat pemilihan teknologi untuk pembangunan jalan
kabupaten. Jika tidak dilakukan penerapan teknologi ini maka kualitas
infrastruktur jalan akan cepat rusak. Pada jalan-jalan kabupaten yang
berada pada kawasan rentan gerakan tanah seperti di wilayah Kaliwiro,
Wadaslintang, Kalibawang, Sukoharjo, Watumalang dan Kejajar, maka
Bab IV - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016 - 2021 IV- 19
teknologi penanganan jalannya haruslah lebih spesifik, misal dengan beton
dansandaran yang kuat.
b. Kualitas Infrastruktur Wilayah Lainnya yang Belum Optimal
Infrastruktur wilayah non jalan yang juga harus mendapatkan
perhatian terkait pemenuhan layanan infrastruktur seperti jaringan irigasi,
drainase permukiman. Sektor pertanian masih mendominasi sebagai
penyumbang PDRB terbesar. Pertanian juga masih merupakan
matapencaharian utama penduduk Kabupaten Wonosobo. Dukungan
penanganan jaringan irigasi untuk mendukung tumbuhnya sektor pertanian
juga mutlak diperlukan. Meskipun secara fisik wilayah Kabupaten
Wonosobo bukan merupakan lumbung pangan padi, namun dukungan
penyediaan pangan padi juga bisa dibilang tidaklah kecil. Oleh karena itu,
dalam rangka mendukung kebijakan nasional kedaulatan pangan,
penanganan jaringan irigasi harus dilakukan dengan baik. Berdasarkan data
hasil interpretasi citra satelit tahun 2015, tutupan lahan berupa sawah
seluas 14.854 hektar dengan klasifikasi sawah padi diselingi tanaman
lain/bera seluas 11.695 hektar dan sawah dengan padi terus menerus hanya
seluas 3.159 hektar. Sementara itu, jaringan irigasi dalam kondisi baik
sebanyak 70,49%.
c. Belum Optimalnya Penegakan Peraturan Perundangan di Bidang Tata
Ruang
Ruang wilayah yang terbatas, sementara jumlah dan aktivitas
penduduk bertambah menjadikan ruang wilayah harus ditata melalui aturan
tata ruang untuk mewujudkan ruang yang aman, nyaman, produktif dan
berkelanjutan. Aturan tata ruang tingkat kabupaten telah ditetapkan
melalui Perda No 2 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Wonosobo Tahun 2011-2031. Untuk penegakan perda-nya
masih tergolong lemah. Banyak masyarakat yang mengajukan izin saat
sudah membangun. Masih ditemuinya bangunan yang melanggar aturan
tata ruang.
d. Ketidakteraturan Bangunan Permukiman dan Kepadatan Tinggi di Kawasan
Permukiman
Pada kawasan permukiman masih banyak terdapat ketidakteraturan
bangunan dalam hal dimensi, orientasi dan bentuk.
e. Terbatasnya RTH Milik Publik
Ruang terbuka hijau (RTH) milik publik masih pada angka 14%.
Persentase ini masih dibawah standar 20% RTH milik publik. Jika dilihat dari
indikator persentase tersedianya luasan RTH publik sebesar 20% dari luas
wilayah perkotaan, maka angka 14% menunjukkan 70% dari capain target
20%. Berdasarkan data pada masterplan RTH Wonosobo, pada tahun 2013
terdapat 12,82% RTH milik publik, kemudian bertambah menjadi 14% pada
tahun 2015. Penambahan luasan RTH publik secara signifikan pasca
Bab IV - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016 - 2021 IV- 20
keikutsertaan dalam Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH). Taman-
taman publik yang dibangun yaitu Taman Kartini, Taman Selomanik, Taman
Ainun Habibie, Taman Fatmawati. Selain itu, RTH publik yang juga berperan
sebagai tempat rekreasi dan fungsi ekologis masih terbatas di pusat kota.
Untuk perkotaan ibukota kecamatan masih terbatas RTH milik publik.
f. Kendala Limitasi dan Keterisolasian Wilayah
Secara fisik Kabupaten Wonosobo dengan topografi bergelombang
hingga bergunung dan terbatasnya wilayah datar menjadikan wilayah ini
memiliki limitasi pengembangan wilayah. Namun demikian, terkait dengan
arahan pengembangan wilayah dengan melihat analisis kemampuan lahan,
hanya diarahkan pada kawasan budidaya. Selain itu, secara posisi geografis
yang terletak di tengah Pulau Jawa dan juga dengan kendala topografis
menjadikan perkembangan wilayah Wonosobo tidak secepat yang berada
di jalur Pantura maupun jalur lintas selatan. Namun demikian, perlu
perhatian khusus dalam mengatasi kendala keterisolasian wilayah.
6. Perumahan dan Kawasan Permukiman
a. Masih Rendahnya Cakupan Pelayanan Sanitasi
Persentase penduduk yang mendapatkan layanan sanitasi masih
rendah yaitu hanya sekitar 47,95%. Akses sanitasi ini menjadi isu strategis
karena termasuk layanan dasar yang juga harus diterima penduduk dan
merupakan kebijakan nasional dalam program 100-0-100.
b. Isu Lingkungan Permukiman Kumuh
Kawasan permukiman kumuh yang telah diidentifikasi baru di
kawasan perkotaan Wonosobo. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa
luasan kawasan kumuh perkotaan seluas 65,069 hektar. Karakteristik kumuh
khas di perkotaan Wonosobo yaitu pada keteraturan bangunan yang belum
baik dan kondisi sanitasi yang belum baik. Sementara itu, dari gambaran
awal, untuk di luar perkotaan Wonosobo, permukiman kumuhnya terletak
pada sisi sanitasi (drainase permukiman dan jamban) serta jalan lingkungan
yang belum optimal. Karakteristik kumuh lainnya yang ada di Kabupaten
Wonosobo tidak membentuk delineasi blok penuh namun hanya pada spot-
spot tertentu.Berdasarkan SK Bupati Wonosobo No. 653/247/2014 tanggal
11 Agustus 2014 lokasi Kawasan Kumuh Perkotaan Kabupaten Wonosobo
tersebar di 5 (lima) kelurahan Kecamatan Wonosobo yakni Kelurahan
Mlipak, Kelurahan Jaraksari, Kelurahan Sambek, Kelurahan Wonosobo Barat
dan Kelurahan Wonosobo Timur. Yang berada di 7 (tujuh) lokasi/kawasan
yakni Mlipak, Jaraksari, Sambek, Longkrang, Sumberan Barat, Puntuk dan
Kliwonan. Persentase kawasan kumuh perkotaan terhadap kawasan
permukiman di Kabupaten Wonosobo pada tahun 2015 pada angka 0,79%.
Selanjutnya dalam perkembangannya akan diidentifikasi kawasan kumuh
perdesaan.
Bab IV - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016 - 2021 IV- 21
c. Belum Optimalnya Pengelolaan Drainase Lingkungan.
Pada beberapa lingkungan permukiman masih terbatas sarana
drainase lingkungan atau jika sudah ada, namun berfungsi ganda sekaligus
sebagai saluran air limbah domestik. Di samping itu, pada drainase
lingkungan permukiman yang terhubung drainase perkotaan terhambat
oleh ketidakmampuan mengalirkan limpasan air hujan, sehingga
menyebabkan limpasan pada jalan terutama yang tegak lurus dengan
kontur.
7. Peningkatan Kualitas Ketenagakerjaan
Di Bidang ketenagakerjaan, angka pengangguran terbuka sebanyak 5,34
% di tahun 2015, memberikan tantangan untuk menciptakan lapangan kerja,
mata pencaharian berkelanjutan dan pertumbuhan berkeadilan melalui
penciptaan wirausaha baru. Rendahnya kompetensi dan tingkat pendidikan
pada sebagian besar angkatan kerja di Kabupaten Wonosobo juga memerlukan
perhatian khusus, sehingga isu strategis bidang ketenagakerjaan selanjutnya
adalah peningkatan kualitas pendidikan vokasi, pendidikan non formal serta
revitalisasi lembaga pelatihan ketrampilan dalam rangka membekali angkatan
kerja dengan keahlian di bidangnya guna menekan angka pengangguran
terbuka di masa mendatang. Isu ketenagakerjaan lainnya dalam rangka
meningkatkan kompetensi tenaga kerja adalah sertifikasi keahlian.
8. Kesetaraan Gender dan Perlindungan Anak
Kesetaraan gender merupakan bagian yang sangat penting dalam upaya
pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas. Dalam kaitan itu,
pembangunan nasional harus memenuhi prinsip pemenuhan hak asasi manusia
dan selayaknya memberikan akses dan manfaat yang memadai bagi orang
dewasa dan anak-anak, baik perempuan maupun laki-laki, untuk berpartisipasi
dalam pembangunan, untuk mendapatkan akses dan memanfaatkan hasil-hasil
pembangunan, serta memberikan penguasaan/kontrol terhadap sumberdaya
pembangunan. Dengan demikian, PUG dalam pembangunan merupakan
strategi yang digunakan untuk mengintegrasikan isu-isu gender yang
disebabkan oleh kesenjangan antara penduduk laki-laki dan perempuan
Indonesia dalam mengakses dan mendapatkan manfaat pembangunan, serta
dalam berpartisipasi dan dalam penguasaan sumberdaya pembangunan.
Penerapan pengarusutamaan gender ini diharapkan dapat menghasilkan
kebijakan publik yang lebih efektif untuk mewujudkan pembangunan yang lebih
adil dan merata bagi seluruh penduduk, baik laki-laki maupun
perempuan.Selama kurun waktu 2010-2015 persentase pekerja perempuan
dengan tingkat pendidikan SD masih tinggi. Pada tahun 2015, sejumlah 75,44%
pekerja perempuan berpendidikan SD dan hanya 3,32 % pekerja perempuan
Bab IV - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016 - 2021 IV- 22
dengan tingkat pendidikan diploma dan sarjana. Jumlah pekerja perempuan
yang bekerja di sektor formal pada tahun 2015 sebesar 8.835 atau hanya 5,14 %
dari total pekerja perempuan.Selain itu partisipasi perempuan di lembaga
legeslatif juga rendah hanya 4,4 % pada tahun 2015.
Permasalahan besar yang dihadapi dalam pembangunan kesetaraan
gender dan pelindungan anak yaitu masih terdapatnya kesenjangan gender di
berbagai bidang. Hal ini tercermin pada masih rendahnya kualitas hidup dan
peran perempuan, termasuk meningkatnya kasus kekerasan terhadap
perempuan dan anak yang disebabkan oleh: (i) terjadinya kesenjangan gender
dalam hal akses, manfaat dan partisipasi dalam pembangunan, serta
penguasaan terhadap sumber daya, (ii) rendahnya peran dan partisipasi
perempuan di bidang politik dan jabatan-jabatan publik
9. Ketahanan Pangan
Tantangan isu ketahanan pangan adalah bagaimana meningkatkan
produktivitas sumber pangan untuk masyarakat Kabupaten Wonosobo. Isu
produktivitas hasil pertanian, peternakan, perikanan darat, ditekankan pada
diversifikasi pengolahan hasil pertanian, peternakan, perikanan darat berbasis
tehnologi tepat. Aspek yang dipenuhi (1) ketersediaan, kecukupan, stabilitas,
aksesibilitas, kualitas, kuantitas, keterjangkauan serta keamanan pangan secara
berkesinambungan; (2) mengamankan stok cadangan pangan dan
pengendalian harga daerah. Indikasi ketahanan pangan mencakup produksi
dalam negeri dari hasil tanaman padi, jagung, kedelai, gula, daging sapi dan
produksi perikanan.
10. Lingkungan Hidup dan Kebencanaan
a. Belum Optimalnya Pengelolaan Persampahan.
Cakupan penanganan persampahan masih rendah. Pada kondisi
2015, penanganan sampah masih tergolong rendah 0,6%. Secara
kewilayahan, layanan persampahan hanya meliputi Kota Wonosobo dan
sekitarnya. Untuk yang di luar kota hanya di Pasar Kertek, Pasar Sapuran,
dan Wisata Dieng. Sementara itu, di luar wilayah tersebut masih terbuang
sembarangan. Jikapun sudah ada penanganan, hanya sampai pada tahap
pengumpulan sampah tidak diolah lebih lanjut. Kesadaran masyarakat
dalam mengelola sampah juga perlu ditingkatkan, meskipun inisiasi
beberapa kelompok masyarakat mulai tumbuh dalam hal pembentukan
bank sampah yang difasilitasi Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Tantangan yang mendesak diselesaikan antara lain: (1) pemenuhan rasio
ketersediaan tempat pembuangan sampah (TPS) berdasarkan satuan
jumlah penduduk; (2) penanganan Tempat Pembuangan Akhir yang
overdumping menjadi minimal controlled landfill; (3) pengelolaan sampah
Bab IV - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016 - 2021 IV- 23
berbasis 3R (reduce, reuse dan recycle) belum maksimal dilakukan di
kawasan-kawasan permukiman.
b. Alih Fungsi dan Pengelolaan Lahan Pertanian Belum Ramah Lingkungan
Secara biogeografis, wilayah Kabupaten merupakan hulu dari 5 DAS
yaitu DAS Serayu sebagai DAS utama, DAS Bogowonto, DAS Jalicokroyasan,
DAS Lukulo menjadikan peran Wonosobo sebagai kawasan strategis daya
dukung lingkungan hidup sangatlah tinggi. Tata kelola pengunaan lahan
yang tidak sesuai rencana tata ruang dapat menyebabkan kerusakan di
kawasan bawahnya dalam hal ini bisa di hilir DAS. Mengingat daerah aliran
sungai (DAS) sudah tidak menjadi kewenangan pemerintah daerah, maka
yang perlu ditekankan pemerintah darah yaitu pada manajemen
pengelolaan lahan yang baik.
c. Masih Tingginya Indeks Risiko Bencana
Secara fisik, wilayah Kabupaten Wonosobo memang berada di
kawasan rawan bencana. alam Pada level nasional, Kabupaten Wonosobo
berada pada ranking 20 dan pada level provinsi berada pada level 5.
Namun demikian, dengan menyadari potensi rawan bencana yang tinggi,
yang diperlukan adalah upaya untuk mengurangi risiko bencana. Hal ini
karena indeks risiko bencana Kabupaten Wonosobo masih tergolong tinggi.
d. Terbatasnya Pengamanan Kebakaran
Masih ditemuinya ketidaktersediaan sistem pengamanan secara aktif
dan pasif, ketidaktersediaan pasokan air untuk pemadaman yang memadai
dan ketidaktersediaan akses untuk mobil pemadam kebakaran. Selain itu,
masih ditemuinya risiko kebakaran pasar. Pasar Induk Wonosobo yang
merupakan pasar terbesar dikota Wonosobo ini telah terbakar beberapa
kali dalam kurun waktu 20 tahun terakhir yang kebetulan selisihnya setiap
10 tahun sekali.
11. Belum Optimalnya Layanan Transportasi, Sirkulasi Lalu Lintas dan Sarana-
Prasarana Perhubungan.
Layanan angkutan umum belum nyaman dan rute trayek angkutan
belum optimal, baik angkutan perkotaan dan perdesaan. Selain itu, hampir
sebagian besar trayek angkutan menuju pusat Kota Wonosobo. Jadi, beban
Kota Wonosobo menjadi sangat tinggi. Hal ini juga terkait dengan penyebaran
fasilitas layanan publik yang secara hirarki masih banyak di pusat Kota
Wonosobo. Di samping itu, pada jalur nasional ruas buntu Pringsurat yang
terdapat di wilayah Kabupaten Wonosobo ada yang termasuk jalur maut rawan
kecelakaan lalu lintas. Oleh karena itu, perlu adanya penanganan black spot
utamanya di simpang pasar Kertek dan turunan Candimulyo-Pasar Kertek.
Terkait penataan transportasi, yaitu pada periode tertentu, di Simpang Pasar
Kertek terjadi kemacetan. Demikian pula di kawasan Kota Wonosobo juga
Bab IV - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016 - 2021 IV- 24
terjadi kemacetan. Penanganan kemacetan dapat dilakukan dengan pengalihan
jalur dan penyebaran pusat pertumbuhan dan layanan publik yang tidak hanya
di pusat kota. Selain itu, ada beberapa terminal yang belum optimal fungsinya.
Masih ditemuinya areal pangkal kendaraan ilegal atau terminal bayangan. Hal
ini ditambah dengan kondisi sebagian besar badan jalan digunakan sebagai
parkir on street. Hal utama juga yang perlu diperhatikan nantinya yaitu penataan
parkir, penyediaan gedung parkir dan kantong-kantong parkir, penataan trayek
angkutan, pengaturan sirkulasi lalu lintas. Di samping itu, umumnya pada jalan
di luar perkotaan yang pada kondisi topografi berbukit seperti di Kecamatan
Watumalang, Sukoharjo, Kepil, Kalibawang, Kaliwiro membutuhkan tambahan
pengaman berupa guard rail.
12. Peningkatan Produksi dan Produktivitas Daerah
Industri kreatif untuk mendukung pariwisata sangat potensial
dikembangkan di Kabupaten Wonosobo mengingat posisi geoekonominya
meskipun ketergantungan bahan baku impor yang tinggi perlu dipecahkan
alternatifnya. Perencanaan dan pengendalian kebijakan kemitraan Stakeholders
(pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan perbankan) untuk
pengembangan industri kreatif di Kabupaten Wonosobo perlu dioptimalkan,
untuk mendongkrak perluasan pemasaran sektor industri. Hal yang mendesak
dilakukan untuk peningkatan daya saing produk dan jasa adalah penerapan
Standar Nasional Indonesia (SNI) dalam rangka penerapan Pasar Bebas
Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) kepada pelaku usaha dalam distribusi dan
peredaran produk barang dan jasa. Dari sisi ketersediaan tenaga kerja juga perlu
ditingkatkan kompetensinya sesuai kebutuhan dunia usaha industri.
Peningkatan Usaha Mikro Kecil Menengah dan Koperasi (UMKMK),
sebagai ujung tombak daya saing perkembangan kontribusi sektor industri
Kabupaten Wonosobo juga menjadi isu strategis yang menjadi perhatian dalam
perencanaan lima tahun kedepan. Upaya peningkatan UMKM ini juga
menyangkut bagaimana menumbuhkan jumlah dan kualitas wirausaha di
kalangan muda secara berkelanjutan, yang nantinya akan berkorelasi dengan
upaya menciptaan lapangan pekerjaan baru. Isu strategis selanjutnya adalah
penguatan koperasi sebagai lembaga penguat tumbuhnya usaha mikro para
wirausahawan pemula. Oleh karena itu peningkatan kuantitas dan kualitas
koperasi aktif harus dikondisikan. Pertumbuhan usaha memerlukan penguatan
kelembagaan, melalui partumbuhan klaster UMKM. Pertumbuhan usaha mikro
akan lebih cepat jika didukung oleh kemitraan/bapak angkat pengusaha besar
dengan pengusaha kecil dan menengah. Kemitraan dengan BUMN dan BUMD
melalui program CSR (Corporate Social Responsibility) perlu dioptimalkan supaya
tepat sasaran dan berkelanjutan menumbuhkembangkan UMKM, termasuk
aksesibilitas UMKM terhadap lembaga keuangan/pembiayaan mikro.
Investasi adalah motor penggerak bagi pertumbuhan ekonomi
mengingat keterbatasan dari pihak pemerintah, maka dalam hal ini diperlukan
Bab IV - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016 - 2021 IV- 25
peran serta swasta, dimana salah satu aspeknya adalah di bidang investasi. Isu
strategis untuk peningkatan investasi di Kabupaten Wonosobo adalah
menciptakan iklim invetasi yang ramah bagi investor yang pada akhirnya juga
akan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui penyediaan
infrastruktur, kepastian hukum, kebijakan investasi, serta jaminan kepastian
keamanan. Ramah investasi berimplikasi pada ketersediaan sistem informasi
layanan investasi yang terintegrasi dan ramah pasar berbasis pada keunggulan
daerah (core competence) juga urgen untuk penguatan daya saing daerah.
Pasar dan komoditas adalah penopang daya saing daerah. Oleh karena
itu revitalisasi dan rehabilitasi pasar tradisional, ketersediaan stok komoditas
pangan, dan terjaganya pengendalian harga merupakan isu strategis. Hal
penting dan strategis untuk segera ditangani adalah pemutusan rantai distribusi
yang terlalu panjang pada beberapa komoditas khususnya bahan pokok untuk
menekan harga sehingga dapat terjangkau oleh masyarakat berpenghasilan
rendah. Revitalisasi dan rehabilitasi pasar tradisional juga menjadi penting untuk
menumbuhkan sentra- sentra perekonomian sampai ke tingkat desa.
13. Pariwisata
Walaupun Kabupaten Wonosobo sudah menjadi destinasi wisata unggulan,
namun terdapat beberapa permasalahan yang dirasakan mengganggu bagi
wisatawan sehingga mengurangi kepuasan kunjungan di Kabupaten Wonosobo.
Isu-isu strategis yang harus segera ditangani dalam pembangunan
kepariwisataan adalah peningkatan kualitas infrastruktur, sarana dan prasarana
obyek wisata, mengintegrasikan konsep wisata alam dengan konservasi serta
meningkatkan even-even wisata di destinasi wisata,
14. Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola
Penyempurnaan kebijakan di bidang aparatur akan mendorong
terciptanya kelembagaan yang sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan tugas
pokok dan fungsi masing-masing Organisasi Perangkat Daerah (OPD),
manajemen pemerintahan dan manajemen SDM aparatur yang efektif serta
sistem pengawasan dan akuntabilitas yang mampu mewujudkan pemerintahan
yang berintegritas tinggi. Implementasi hal-hal tersebut pada masing-masing
OPD akan mendorong perubahan mind set dan culture set pada setiap birokrat
ke arah budaya yang lebih profesional, produktif dan akuntabel. Setiap
perubahan diharapkan dapat memberikan dampak pada penurunan praktek
korupsi, kolusi dan nepotisme, pelaksanaan anggaran yang lebih baik, manfaat
program-program pembangunan bagi masyarakat meningkat, kualitas
pengelolaan kebijakan dan pelayanan publik meningkat, produktivitas aparatur
meningkat, kesejahteraan pegawai meningkat dan hasil-hasil pembangunan
secara nyata dirasakan seluruh masyarakat. Secara bertahap, upaya tersebut
diharapkan akan terus meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada
pemerintah.
Bab IV - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016 - 2021 IV- 26
Pemerintah daerah di masa depan harus mampu menyusun kerangka
regulasi yang memperhatikan aspek budaya partisipasi baik oleh pemerintah,
swasta dan masyarakat itu sendiri. Ketersediaan regulasi/kebijakan daerah
yang tepat adalah berbasis akurasi data dan diimplementasikan berbasis sanksi
yang jelas atas segala bentuk pelanggaran/ pengabaian.
Penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) merupakan isu strategis
dalam kerangka reformasi birokrasi untuk memberikan kejelasan proses kerja di
lingkungan organisasi. Disamping itu, SOP berguna untuk menilai pelaksanaan
mekanisme kerja internal pada unit kerja pelayanan publik.
Isu Refomasi bidang keuangan daerah ditujukan pada pembenahan
mekanisme penganggaran yang tepat sasaran dan langsung menyentuh pada
kepentingan masyarakat luas. Mekanisme ini tertuju pada proses kerja
pemerintahan yang menentukan siapa berbuat apa, tenggang waktu serta
target yang tepat. Selain itu pemerintah juga perlu upaya meningkatkan
transparansi, partisipasi dan akuntabilitas anggaran.
Pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik dan pembangunan
daerah menjadi isu strategis mendorong upaya penurunan resiko korupsi dan
peningkatan kualitas pelayanan publik. Transparansi informasi dengan
mengoptimalkan penggunaan teknologi informasi (TI) diharapkan
meningkatkan akuntabilitas publik berbasis akurasi data. Transparansi informasi
mencakup informasi penyelenggaraan layanan publik, kinerja penyelenggaraan
pemerintahan dan pengelolaan keuangan daerah.
Isu hubungan antara pemerintah dan DPRD yang efektif sangat penting
dalam membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, transparan,
kolaboratif, demokratis dan akuntabel akan semakin kuat. Optimalisasi peran
DPRD menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat
menjadi jembatan di antara fungsi regulasi, fungsi anggaran dan fungsi
pengawasan. Namun harus ada pengawasan apakah peran DPRD benar-benar
untuk kepentingan kesejahteraan bersama bukan untuk kelompok tertentu saja.
15. Isu Kerjasama Antar Daerah (KAD) dan Dunia Private Bersifat Strategis
Kerjasama Antar Daerah merupakan sarana untuk menyerasikan dan
mensinergikan potensi antar daerah, meningkatkan pertukaran pengetahuan,
teknologi dan kapasitas fiskal. Kerjasama antar daerah juga diperlukan untuk
memecahkan masalah lingkungan dan sumber daya publik, seperti
persampahan dan air. Kerjasama dengan dunia usaha (private) menjadi isu
penting karena adanya kebutuhan transfer ketrampilan, teknologi dan modal
dari dunia usaha. Selama ini bentuk kemitraan dengan dunia usaha melalui CSR
(Corporate Social Responsibility).
Bab IV - RPJMD Kabupaten Wonosobo 2016 - 2021 IV- 27
16. Pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi
Pada saat ini pengembangan TIK masih belum optimal. Aplikasi yang
dikembangkan masih parsial dalam rangka efektivitas kinerja birokrasi belum
mengembangkan yang untuk pelayanan masyarakat. Di samping itu, komando
pimpinan birokrasi belum menerapkan aplikasi sebagaimana yang tertuang
dalam konsep smart city/regency. Pengembangan teknologi informasi dalam
ranah pemerintahan akan disesuaikan dengan peta jalan (roadmap) e-
government 2016-2019 dengan harapan dapat mewujudkan aplikasi yang dapat
memberikan infromasi real time status penyerapan anggaran, pelaksanaan
program prioritas dan status pelayanan publik. Penerapan e-gov di Wonosobo
diharapkan dapat mengikuti nasional yang disusun dalam model citizen-centric
application agar masyarakat bisa langsung merasakan manfaatnyanya secara
masif. Selanjutnya, pengembangan TIK e-gov juga akan mewujudkan penerapan
smart regency.
17. Pemberdayaan Masyarakat dan Ketahanan Keluarga
Pemberdayaan masyarakat adalah proses pembangunan sosial, budaya
dan ekonomi agar tercipta masyarakat yang berinisiatif untuk memulai proses
kegiatan sosial agar mampu memperbaiki situasi dan kondisi diri sendiri.
Berdasarkan pemahaman mengenai pengertian pemberdayaan masyarakat,
upaya pemerintah untuk mengoptimalkan keterlibatan masyarakat dalam
proses pembangunan di Kabupaten Wonosobo memerlukan penguatan agar
potensi masyarakat yang dimiliki dapat dimanfaatkan secara optimal untuk
pembangunan. LPM, PKK, RW, dan karang taruna sebagai institusi lembaga
kemasyarakatan belum berperan optimal dalam pemberdayaan masyarakat
serta dalam penyelenggaraan pembangunan mulai dari perencanaan sampai
dengan evaluasinya.
Keberhasilan pemberdayaan mayarakat akan sangat ditentukan oleh
keluarga sebagai unit sosial terkecil pembentuk institusi masyarakat, ketahanan
keluarga menjadi faktor yang tidak dapat dipisahkan dalam melakukan
pemberdayaan masyarakat serta upaya mereduksi permasalahan sosial. Oleh
karena itu, pemerintah seharusnya bertanggung jawab dan berpihak kepada
ketahanan keluarga yaitu dengan menyediakan lingkungan dan sarana yang
nyaman.
Top Related