BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Dalam bab ini akan dibahas lebih spesifik mengenai variabel data dari objek
yang akan digunakan pada penelitian, yaitu employment level, foreign direct
investment (FDI), gross domestic regional product (PDRB), untuk mengetauhi
bagaimana variabel-variabel tersebut dapat mempengaruhi angka tenaga kerja di
Indonesia. Serta akan membahasan metode apa yang akan digunakan untuk menguji
dan menganalisis data.
3.1 Model Penelitian
Model penelitian yang akan digunakan pada penelitian ini ialah adaptasi
model yang telah dilakukan oleh Elissa Braunstein dan Gerald Epstein (2002). Untuk
itu persamaan model yang akan diterapkan ialah sebagai berikut :
𝑰𝒏𝒆𝒎𝒑𝒊𝒕 = 𝜶𝒊 + 𝑰𝒏 𝑷𝑫𝑹𝑩 𝒊𝒕 + 𝑰𝒏𝑭𝑫𝑰𝒊𝒕 + 𝛆𝒊𝒕
dimana :
𝑰𝒏𝒆𝒎𝒑𝒊𝒕 = Employment level
𝜶𝒊 = Koefisien regresi
𝑰𝒏 𝑷𝑫𝑹𝑩 𝒊𝒕 = Produk domestic regional bruto
𝑰𝒏𝑭𝑫𝑰𝒊𝒕 = Foreign direct investment
𝛆𝒊𝒕 = error term
3.2 Operasional Penelitian
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
33
Pada sub bab ini akan dijelaskan lebih lanjut variable-variabel yang digunakan
serta bagaimana data tersebut dapat diperoleh, berikut keterangannya :
1. Variabel dependent
• Employment (Y), varibel tenaga kerja pada penelitian ini adalah laki-laki dan
wanita yang berumur 15+ tahun dari tahun 2002 hingga 2011 pada 33 provinsi
di Indonesia. Data diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS).
2. Variabel independent
• Foreign direct investment (FDI), atau yang disebut juga dengan investasi asing
langsung. Variabel ini adalah jumlah arus masuk penanaman modal yang
berasal dari pihak asing atau negara lain yang dalam penanamannya langsung
dalam bentuk pendirian pabrik atau perusahaan di negara tersebut.
• Produk domestik regional bruto (PDRB), Variabel ini adalah total nilai tambah
yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha, atau jumlah nilai barang dan jasa
akhir yang di produksi oleh seluruh unit ekonomi di suatu daerah dalam kurun
waktu satu tahun.
3.3 Data dan Sumber Data
Pada penelitian ini digunakan data arus masuk FDI, Angka tenga kerja dan
PDB riil pada tingkat provinsi tahun 2002 hingga tahun 2011.
• Data Employment : Jumlah provinsi yang digunakan ialah 33 provinsi
walaupun adanya ketidak lengkapan data karena adanya pemekaran wilayah
menjadi provinsi baru. Data di peroleh dari Badan Pusat Statistik (BPS).
• Data FDI : Jumlah provinsi yang digunakan ialah 33 provinsi namun
adanya ketidak lengkapan data di beberapa daerah karena adanya provinsi
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
34
baru serta belum tersentuhnya daerah tersebut dengan penanaman modal asing
langsung. Data di peroleh dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)
• Data PDRB : Jumlah provinsi yang digunakan ialah 33 provinsi walaupun
adanya ketidak lengkapan data karena adanya pemekaran wilayah menjadi
provinsi baru. Data di peroleh dari Badan Pusat Statistik (BPS).
3.4 Metode Penelitian
Dalam penelitian ini akan digunakan analisis kualitatif dan analisis kuantitatif.
Analisis kualitatif (grafis) dilakukan dengan menggunakan tabel sedangkan analisis
kuantitatif dilakukan dengan dua pendekatan dari model regresi data panel, yakni
pendekatan fixed effect dan pendekatan random effect.
Pada dasarnya penggunaan metode panel memiliki beberapa keunggulan
(Gujarati, 2003) :
1. Panel data mampu mengontrol heterogenitas individu, pada gilirannya
menjadikan data panel dapat digunakan untuk menguji dan membangun model
perilaku yang lebih kompleks.
2. Menggabungkan informasi dari data time series dan cross section dapat
mengatasi masalah yang timbul ketika ada masalah penghilangan
variabel/masalah omitted variables secara substansial.
3. Data panel mendasarkan diri pada observasi cross section yang berulang-ulang
(time series), sehingga metode data panel cocok untuk digunakan sebagai
study of dynamic adjustment.
Tingginya jumlah observasi memiliki implikasi pada data yang lebih
informatif, lebih variatif, kolinearitas antar variabel yang semakin berkurang, dan
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
35
peningkatan derajat kebebasan, sehingga dapat diperoleh hasil estimasi yang lebih
efisien.
Penentuan penggunaan FEM atau REM dapat diperoleh dari hasil pengujian
Hausman atau dapat juga digunakan rule of thumb yang dibuat oleh Judge et al
(Gujarati, 2003: 650). Beberapa pertimbangan atau kriteria yang dapat dijadikan
panduan untuk memilih antara fixed effect atau random effect sebagai berikut;
1. Jika T (jumlah data time series) besar dan N (jumlah data cross section) kecil,
kemungkinan terdapat perbedaan kecil pada nilai dari parameter yang di
estimasi dengan FEM dan REM. Dalam kasus ini FEM menjadi pilihan yang
lebih baik.
2. Ketika N besar dan T kecil, estimasi yang dihasilkan oleh kedua metode ini
dapat berbeda secara signifikan. Jika kita yakin bahwa secara individu atau
secara cross section, satuan pada sampel penelitian tidak memberikan
gambaran random dari sampel yang lebih besar, maka metode FEM lebih
sesuai dalam kasus ini. Jika satuan cross section dianggap memberi gambaran
random, maka metode REM akan lebih sesuai. Pada kasus ini asumsi secara
statistik menjadi tidak bersyarat.
3. Jika komponen kesalahan individu dan satu atau lebih dari regressor
terhubung maka estimator REM menjadi bias, dimana yang diperoleh dari
FEM tidak akan bias.
4. Jika N besar dan T kecil berdasarkan asumsi REM (data diteliti secara
random) maka estimator REM lebih efisien dari estimator FEM.
Untuk memastikan penentuan penggunaan metode dalam regresi panel data
apakah menggunakan Fixed Effect Model atau Random Effect Model, dilakukan
melalui uji formal dengan pengujian yang disebut uji Hausman.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
36
Statistik uji Hausman ini mengikuti distribusi statistik Chi Square dengan
degree of freedom sebanyak k (jumlah variabel bebas). Jika nilai statistik Hausman
lebih besar dari nilai kritisnya maka model yang tepat adalah model Fixed Effect,
sedangkan sebaliknya bila nilai statistik Hausman lebih kecil dari nilai kritisnya maka
model yang tepat adalah model Random Effect.
Untuk menentukan apakah model Fixed Effect atau model Random Effect
yang digunakan, maka digunakan kriteria dalam pengujian hausman, yaitu :
-‐ H0 : Tidak ada kesalahan pengukuran eror (kovarians eror) atau efek
individual tidak berhubungan dengan regressor yang lain. Berarti model
Random Effect yang dipilih.
-‐ H1 : Ada kesalahan pengukuran eror (kovarians eror) atau efek individual
berhubungan dengan regressor yang lain. Berarti model Fixed Effect yang
dipilih.
Rumus untuk nilai w,
W = transpose (βfem – βrem) x inverse (Vfem – Vrem) x (βfem – βrem)
Uji Hausman dilakukan dengan membandingkan nilai w dengan χ2 (df =
jumlah variabel independen). Kriteria pengujian adalah H0 ditolak jika nilai w (nilai
statistik hausman) lebih besar dari χ2, berarti model yang dipilih adalah fixed effect
dan sebaliknya H0 tidak ditolak jika w (nilai statistik hausman) lebih kecil dari χ2
maka model yang dipilih adalah random effect.
3.4.1. Uji Hausman Pengujian ini dilakukan untuk menguji metode yang paling baik digunakan,
apakah fixed effect atau random effect. Uji menggunakan indikator statistik Chi hitung
yang untuk selanjutnya dibandingkan dengan chi square tabel untuk mengetahui
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
37
apakah hipotesis null ditolak atau tidak ditolak. Dimana hipotesis null dari uji ini
adalah tidak adanya hubungan antara error yang ada dalam model dengan variabel
independent. Hasil uji Hausman adalah sebagai berikut :
Tabel 3.1 Hasil Uji Hausman
Chi-Square
Hitung
Chi-Square
Tabel
Ho
tidak ditolak/ditolak
Kesimpulan
4.356230 9.48773 Chi-Square Hitung < Chi-Square
Tabel maka Ho tidak ditolak
Menggunakan
Random Effect
Sumber: Hasil Pengolahan Data Eviews5
Hasil uji Hausman ini adalah Chi-Square Hitung < Chi-Square, maka
hipotesis null tidak ditolak, maka metode yang tepat untuk digunakan dalam
mengestimasi persamaan dalam penelitian ini adalah random effect. Random effect
mengasumsikan komponen eror individual tidak berkorelasi dengan variabel
independent.
Hal ini juga diperkuat didalam buku Gujarati (2006) yang menyatakan bahwa
jika panel data memiliki jumlah observasi (i.t) lebih besar dari jumlah waktu (t), maka
berdasarkan rule of thumb maka Random Effect Model lebih disarankan untuk
digunakan.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa pada penelitian ini jumlah
cross section sebanyak 33 provinsi sementara periode waktu sebanyak 10 tahun,
mengacu pada hal ini, maka Random Effect Model lebih tepat untuk digunakan.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
38
3.4.2. Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi merupakan suatu bilangan yang dinyatakan dalam
bentuk persen, yang menunjukkan besarnya pengaruh kemampuan variabel
independen menjelaskan variabel dependen.
Koefisien determinasi R2 ini digunakan untuk mengukur kebenaran hubungan
dari model yang dipakai yaitu angka yang menunjukkan besarnya kemampuan
varians/penyebaran dari variabel bebas (independen) yang menerangkan variabel
tidak bebas (dependen). Besarnya R2 adalah 0 < R2 < 1, dimana semakin mendekati 1
berarti model tersebut dapat dikatakan baik karena semakin dekat hubungan antar
variabel bebas dengan variabel tidak bebas, demikian sebaliknya.
3.3.3. Uji t-statistik Uji ini digunakan untuk pengujian signifikansi variabel independen terhadap
variabel dependen secara parsial. Kriteria yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pengujian dua arah dalam tingkat signifikansi = α dan derajat kebebasan (degree of
freedom, df) = n-k, dimana n menunjukkan jumlah observasi dan k menunjukkan
jumlah parameter termasuk konstanta.
Hipotesis yang digunakan adalah:
H0 : β = 0, variabel bebas tidak mempengaruhi variabel tidak bebasnya
H0 : β ≠ 0, variabel bebas mempengaruhi variabel tidak bebasnya.
Hasil pengujian akan menghasilkan dua kesimpulan menurut hipotesis diatas, yaitu :
• H0 diterima jika -t-tabel < t-stat < t-tabel, hal ini berarti variabel bebas tidak
mempengaruhi variabel tak bebasnya secara signifikan.
• H0 ditolak jika t-tabel > t-stat atau t-tabel < t-stat, hal ini berarti variabel bebas
mempengaruhi variabel tak bebasnya secara signifikan.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
39
3.4.4. Uji f-statistik Uji F digunakan untuk menguji signifikansi dari semua variabel bebas sebagai
suatu kesatuan, atau mengukur pengaruh variabel bebas secara bersama-sama.
Hipotesis yang digunakan adalah:
H0 : βi = 0, i = 1,2,3,…,n, semua variabel bebas secara bersama-sama tidak
berpengaruh terhadap variabel tidak bebasnya.
H0 : βi ≠ 0, i = 1,2,3,…,n, semua variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh
terhadap variabel tidak bebasnya.
Dengan tingkat keyakinan = α dan df = (k-1, N-k)
Keterangan: k = banyaknya parameter
N = jumlah total observasi
Hasil pengujian akan menghasilkan dua kesimpulan, yaitu:
• Apabila nilai F-hitung > F-tabel berarti H0 ditolak, sehingga variabel bebas
secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel tidak bebasnya.
• Apabila nilai F-hitung < F-tabel berarti H0 diterima, sehingga variabel bebas
secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap variabel tidak bebasnya.
3.4.5. Uji Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas terjadi ketika varian dari error terms tidak konstan
dilambangkan dengan menggunakan lambang :
E u!! = σ!!
Oleh karena itu konsekuensi daripada adanya heteroskedastisitas dalam sistem
persamaan adalah bahwa penaksiran tidak lagi efisien karena mempunyai varians
yang tidak lagi minimum. Untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas dalam sistem
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
40
persamaan maka dilakukan pengujian White Heteroskedasticity (White
Heteroskedasticity Test) melalui bantuan program Eviews 6.0, dimana :
H0 : σi2 = σ2 (tidak terdapat heteroskedastisitas)
H0 : σi2 ≠ σ2 (terdapat heteroskedastisitas)
Apabila nR2 atau obs*R2 lebih besar daripada λ2 pada tingkat signifikansi (α)
maka kesimpulannya hipotesis nol ditolak (reject the null hypothesis) yang
menyatakan adanya heteroskedastisitas di dalam model dan sebaliknya. Alternatif lain
jika p-value (prob) dari nR2 lebih kecil dari α (tingkat signifikansi), maka
kesimpulannya hipotesis nol ditolak (reject the null hypothesis) yang menyatakan
adanya heteroskedastisitas di dalam model dan juga sebaliknya.
3.4.6. Uji autokolerasi Istilah autokorelasi dapat diartikan sebagai adanya korelasi antara anggota
serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu (data time series) atau ruang
(data cross section), yang dilambangkan dengan:
E u!u! ≠ 0 i ≠ j
Oleh karena itu, konsekuensi apabila terjadi autokorelasi dalam sistem
persamaan adalah, pertama, penaksir tidak lagi efisien maka selang keyakinan
menjadi lebar secara tak perlu sehingga pengujian arti (significant) kurang kuat.
Kedua, pengujian t tidak lagi sah, dan jika diterapkan akan memberikan kesimpulan
yang menyesatkan secara serius mengenai arti statistik dari koefisien regresi yang
ditaksir.
Untuk menguji ada tidaknya autokorelasi dalam sistem persamaan maka
dilakukan pengujian:
Durbin-Watson
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
41
Uji ini digunakan apabila model regresi mencakup unsure intersep, nilai regresi tidak
mengandung nilai yang terlambat (lagged) dari variabel tak bebas (dependen) sebagai
satu dari variabel yang menjelaskan.
Hipotesa yang digunakan:
H0 : ρ = 0 (tidak terdapat autokorelasi)
H0 : ρ > 0 (terdapat autokorelasi)
Ketentuan yang berlaku untuk melihat apakah suatu model mempunyai
masalah korelasi berdasarkan pada bagan daerah kritis dibawah ini:
Tabel 3.2 Daerah Kritis Penerimaan Uji Durbin-Watson
Ho ditolak ragu-ragu Ho tidak ditolak ragu-ragu Ho ditolak Autokorelasi tidak ada autokorelasi Autokorelasi (+) (-) 0 dL dU 2 4-dU 4-dL 4
Tabel 3.3 Batas Kritis Pada DW-stat
Hipotesa Nol Keputusan Jika
Tidak ada autokorelasi positif Tolak 0<d<dL
Tidak ada autokorelasi positif Tidak jelas dL<d<dU
Tidak ada autokorelasi negatif Tolak 4-dL≤d≤4
Tidak ada autokorelasi negatif Tidak jelas 4-dU≤d≤4-dL
Tidak ada autokorelasi positif atau negatif Terima dU≤d≤4-dU
Sumber: Gujarati (2003)
3.4.7. Uji Multikolinearitas Masalah multikolinearitas dapat diartikan sebagai hubungan linear diantara
beberapa atau semua variabel bebas dalam sebuah model regresi. Uji ini diperlukan
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
42
agar asumsi ke-10 CLRM (Classical Linear Regression Model) terpenuhi, yaitu suatu
kondisi dimana terdapat hubungan linear sempurna diantara beberapa atau semua
variabel bebas dalam sebuah model regresi.
Multikolinearitas dapat dideteksi apabila nilai R2 tinggi, tetapi tidak ada atau
hanya sedikit variabel bebas (independen) yang secara tunggal berpengaruh terhadap
variabel tidak bebas (dependen) berdasarkan uji t-statistik. Salah satu cara untuk
mengetahui variabel independen yang berhubungan dengan variabel independen
lainnya yaitu dengan melakukan pengujian Pairwise Correlation Matrix. Jika nilai
korelasi antar variabel independen lebih besar daripada 0,8 maka dapat disimpulkan
telah terjadi masalah multikolinearitas. Sebaliknya, jika nilai korelasi antar variabel
independen lebih kecil daripada 0,8 maka dapat disimpulkan tidak terjadi masalah
multikolinearitas
3.5 OBJEK PENELITIAN
3.5.1 Angka Tenaga Kerja (Employment)
Tenaga kerja merupakan penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut
UU No. 13 tahun 2003 Bab I pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa tenaga kerja adalah
setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau
jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Secara garis
besar penduduk suatu negara dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu tenaga kerja
dan bukan tenaga kerja. Penduduk tergolong tenaga kerja jika penduduk tersebut telah
memasuki usia kerja. Batas usia kerja yang berlaku di Indonesia adalah berumur 15
tahun – 64 tahun. Menurut pengertian ini, setiap orang yang mampu bekerja disebut
sebagai tenaga kerja.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
43
Di Indonesia sendiri mendekati angka 60 persen dari jumlah angkatan kerja
(labor force) terpusat di pulau jawa dan bali. Berdasarkan laporan International
Labor Organization (ILO), perkembangan penyediaan lapangan kerja di Indonesia
mengalami peningkatan dengan rata-rata 3,2 persen per tahun terhitung dari tahun
2006 hingga tahun 2010 yang juga menunjukan pergerakan lebih cepat ketimbang
tingkat ekspansi angkatan kerja yang hanya berada di angka 2,3 persen dalam periode
tahun yang sama. Namun walaupun angka pengangguran mengalami penurunan
tingkat pengangguran di Indonesia masih tergolong tinggi. Hal tersebut dikarenakan
jumlah populasi Indonesia yang besar sehingga membuat jumlah angkatan kerja pun
cukup besar dan terus kian meningkat namun hal tersebut belum di imbangi dengan
penyerapan tenaga kerja yang masih belum bisa menyaingi. Untuk itu walaupun rata-
rata penyediaan kesempatan kerja meningkat rata-rata sekitar 0.9 persen daripada
ekspansi angkatan kerja namun jumlah angkatan kerja di indonesia masih tetap
tergolong besar sehingga keunggulan 0.9 persen belum dapat memberikan dampak
yang signifikan terhadap tingkat pengangguran.
Pada grafik 3.1 menjelaskan pada tahun 2002 DKI Jakarta sebagai salah satu
provinsi pemegang angkatan kerja terbanyak mempunyai persentase penyerapan
tenaga kerja paling rendah yaitu hanya 85,61 persen dan yang tertinggi adalah
provinsi bali dengan angka 95,48 persen. Namun pada tahun berikutnya, tahun 2003,
bali mengalami penurunan namun hal tersebut tidak hanya terjadi di bali namun juga
hampir keseluruhan provinsi. Hal tersebut dikarenakan goyahnya stabilitas keamanan
di Indonesia yang di akibatkan serangan bom di bali di penghujung tahun 2002.
Turunnya penyerapan tenaga kerja terus berdampak hingga tahun 2005
walaupun pada tahun 2004 dan 2005 adanya peningkatan namun peningkatan tersebut
belum dapat melampaui tingkat tenaga kerja pada tahun 2002. DKI Jakarta selama
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
44
kurun waktu tersebutpun masih memegang tingkat penyerapan tenaga kerja yang
paling rendah.
Berbeda dengan kondisi pada provinsi-provinsi lainnya yang mengalami
peningkatan namun pada provinsi Aceh pada tahun 2005 hingga 2006 mengalami
kejatuhan 31.02 persen dari tahun sebelumnya yang berada pada angka 87,50 persen.
Hal ini dikarenakan terjadinya bencana tsunami pada desember tahun 2004 yang
menewaskan lebih dari 200 ribu jiwa.
Peningkatan penyerapan tenaga kerja terus terjadi dari tahun 2006 hingga
tahun 2011 walaupun menurut data kementrian tenaga kerja jumlah pengangguran di
Indonesia masih mengkhawatirkan. Hal tersebut dikarenakan jumlah angkatan kerja
yang terus meningkat namun penyediaan lapangan kerjaan belum mampu memadai
lonjakan tersebut. Untuk DKI Jakarta sendiri yang memegang penyerapan tenaga
kerja terendah dari tahun 2002 hingga tahun 2011 dikarenakan jumlah angkatan kerja
yang besar akibat urbanisasi yang dari desa ke kota yang terus meningkat namun tidak
diikuti dengan keterampilan yang memadai serta jumlah pengangguran yang di
dominasi oleh angkatan kerja muda.
Pada tahun 2009 Indonesia mengalami guncangan stabilitas ekonomi politik
untuk kesekian kalinya, setelah cukup bertahan dari bias krisis global pada tahun
2008, pada tahun 2009 terjadi serangan teroris untuk ketiga kalinya dalam kurun
waktu 2002 hingga tahun 2011 yaitu bertempat di J.W Marriot Jakarta. Hal tersebut
menyebabkan banyak negara kembali mengeluarkan travel warning terhadap
Indonesia, walaupun pada tahun 2010 terjadi penurunan status menjadi travel
advisory namun nampaknya hal tersebut masih memberi dampak pada kondisi di
Indonesia. Dengan tingkat pertumbuhan angkatan kerja yang sangat cepat kondisi
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
45
yang tidak stabil tersebut menjadi penghambat dalam penyediaan atau perluasan
lapangan pekerjaan.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
46
Grafik 3.1 Persentase Jumlah Tenaga kerja 15+
terhadap Total Angkatan Kerja pada 33 Provinsi di Indonesia Periode 2002-2011
sumber : Badan Pusat Statistik
80.00 90.00 100.00 110.00
NAD
SUMUT
SUMBAR
RIAU
JAMBI
SUMSEL
BENGKULU
LAMPUNG
BANGKA BELITUNG
KEP. RIAU
DKI JAK
JABAR
JATENG
D.I.Y
JATIM
BANTEN
Bali
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
NTB
NTT
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
2011
2010
2009
2008
2007
2006
2005
2004
2003
2002
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
47
3.5.2 Investasi Asing Langsung (Foreign Direct Investment)
FDI akan mendorong untuk tumbuhnya perokonomian secara langsung
dirasakan oleh masyarakat dimana FDI ini secara langsung di realisasikan kepada
masyarakat dengan menciptakan pabrik-pabrik atau investasi riil lainnya. Dengan
terciptanya investasi yang riil tersebut akan mendorong perekonomian menjadi lebih
berkembang dan pada akhirnya mampu menciptakan lapangan kerja baru dan
menyerap tenaga kerja yang ada. Menurut Brainard mengatakan bahwa, penanaman
modal asing cenderung akan memilih memasuki negara yang memiliki labor intensif
yang rendah. Hal itu disebabkan karena biaya kapital yang sangat murah. Kemudian
menurut David Kucera, penanaman modal asing akan memilih negara yang memiliki
bargaining point yang serikat buruhnya rendah, dengan rendahnya serikat buruh
tersebut akan menghasilkan tingkat labor cost yang lebih rendah.
Di Indonesia sendiri pada tahun 2002 masih mengalami penurunan dalam arus
masuk modal asing ke Indonesia. Hal tersebut dikarenakan masih berimbasnya
dampak krisis ekonomi pada akhir tahun 1998, tidak hanya itu namun juga dampak
terorisme yang terjadi di penghujung tahun 2002 di bali pun ikut memberi pengaruh
terhadap daya tarik Indonesia dimata investor. Di bali sendiri pada tahun 2002 hingga
2003 memegang penerima penanaman modal asing terendah dari seluruh provinsi di
Indonesia. Sedangkan jawa barat menjadi penerima modal asing tertinggi, hal tersebut
karena terciptanya sarana infrastruktur baru yang memadai di jawa barat.
Pada tahun 2003 DKI Jakarta masih memegang penerima investasi tertinggi di
Indonesia serta mengalami peningkatan yang signifikan pada arus masuk investasi
asing yang hampir empat kali lipat dari tahun sebelumnya, namun pada tahun 2004
angka tersebut kembali menurun mendekati posisinya pada tahun 2002, hal tersebut
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
48
dikarenakan kondisil pemerintahan yang sedang tidak stabil karena sedang terjadinya
pemilihan presiden serta terjadinya serangan teroris pada kedubes Australia di Jakarta
pada tahun 2004.
Pola kecenderungan penerimaaan modal asing di provinsi-provinsi lain
cenderung memiliki fluktuasi peningkatan dan penurunan yang nyaris bersamaan.
Disaat jumlah arus masuk investasi meningkat cenderung terjadinya peningkatan yang
merata pada provinsi lainnya dan apabila terjadi penurunan maka akan terjadi
penurunan juga pada beberapa daerah laiinya, walaupun tidak semua daerah
mengalami penurunan. Seperti antara tahun 2004 hingga tahun 2006, pada tahun 2004
dan 2006 jumlah investasi asing yang masuk ke indonesia mengalami penurunan
yang drastis, sedangkan pada tahun 2005 jumlah investasi mengalami peningkatan
yang signifikan. Kondisi tersebut juga terjadi di beberapa provinsi, seperti Jakarta
yang terkena imbas dari terorisme, lalu Aceh yang terkena bencana alam tahun 2004,
dan juga Banten yang tahun 2006 mendapat bias dari terjadinya peningkatan upah
minimum di Indonesia.
Sedangkan pada tahun 2007 hingga tahun 2011 total arus masuk investasi
asing langsung ke indonesia terus mengalami peningkatan. Namun beberapa provinsi
justru mengalami penurunan yang berkala dari tahun 2009 hingga tahun 2011 seperti
Jakarta yang walaupun masih memegang penerima investasi terbanyak namun
penurunan yang terjadi pada tahun 2009 hingga 2011 sangat signifikan, pada tahun
2011 jumlah FDI di Jakarta hanya berkisar setengah dari jumlah di tahun 2008.
Pada kurun waktu 2002 hingga 2011 penerima investasi asing terbanyak ialah
provinsi seputar pulau Jawa sedangkan terendah ialah provinsi Gorontalo, hal ini
dikarenakan provinsi Gorontalo yang baru saja terbentuk. Menurut Kepala BKPM,
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
49
realisasi investasi di luar Jawa hanya Rp 30 triliun. Sementara penanaman modal di
Jawa mendominasi 63 persen atau sebesar Rp 52 triliun. Padahal agenda pemerintah
adalah menumbuhkan industri di luar Jawa, khususnya Kalimantan, Sulawesi, dan
Papua. Namun hal tersebut akibat dari imbas buruknya infrastruktur di luar Jawayang
membuat modal yang mengalir ke Jawa mencapai hingga 176 triliun, sebesar 56
persen. Sementara luar Jawa mengalami kenaikan 2 persen, menjadi 43 persen atau
137 triliun.
Dilain hal mengapa putaran investasi asing justru banyak bergerak di pulau
jawa karena karena walaupun desentalisasi sudah tidak lagi berlaku di indonesia
namun putaran uang serta pusat bisnis dan pemerintahan yang masih belum bisa lepas
dari pola terpusat sebelumnya. Masalah sarana infrastruktur yang kurang memadai di
daerah juga memberi dampak investor asing sulit untuk menanamkan modalnya,
terlebih masalah keterampilan tenaga kerja di daerah selain pulau jawa yang
cenderung lebih rendah.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
50
Grafik 3.2 Penerimaan FDI pada 33 Provinsi di Indonesia
Tahun 2002-2011
sumber : Badan Pusat Statistik
0 4000000 8000000 12000000
NAD
SUMUT
SUMBAR
RIAU
JAMBI
SUMSEL
BENGKULU
LAMPUNG
BANGKA BELITUNG
KEP. RIAU
DKI JAK
JABAR
JATENG
D.I.Y
JATIM
BANTEN
Bali
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
2011
2010
2009
2008
2007
2006
2005
2004
2003
2002
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
51
3.5.3 Produk Domestik Regional Bruto (Gross Domestic Product)
Produk domestik bruto atau juga disebut dengan gross domestic product
(GDP) ialah jumlah nilai barang dan jasa dalam suatu negara yang di produksi oleh
faktor-faktor produksi baik dari warga domestik maupun warga asing yang berada di
negara dalam negara tersebut. Penanaman modal asing langsung memberi peran untuk
mendorong meningkatkan output dan permintaan input sehingga akan memberi
dampak terhadap meningkatnya pendapatan dan perluasan kesempatan kerja yang
akan mempengaruhi dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Namun pada
penelitian ini akan digunakan jumlah produk domestik bruto pada setiap provinsi di
Indonesia atau yang biasa disebut produk domestik regional bruto.
Dari kisaran tahun 2002 hingga tahun 2011 jakarta salah satu pemegang
tingkat PDRB paling tinggi dari provinsi-provinsi lainnya. Tidak hanya jakarta tapi
juga provinsi-provinsi laiinnya yang berada di pulau Jawa. Hal tersebut dikarenakan
putaran uang yang terjadi di pulau jawa serta angkatan kerja yang juga berpusat di
pulau tersebut. Sedangkan PDRB terendah ialah provinsi Gorontalo, hal tersebut
dikarenakan pembentukan wilayah tersebut sebagai sebuah provinsi yang masih baru.
Sedangkan total PDRB terendah dari semua provinsi di pulau jawa ialah jawa tengah.
Pada tahun 2007 provinsi banten mengalami peningkatan yang signifikan hal
tersebut didapat dari industri migas yang berada di di banten. Sehingga hal tersebut
meningkatkan pertumbuhan PDRB pada provinsi tersebut
Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2009 mengalami penurunan yang lebih
besar jika dibandingkan dengan penurunan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2008.
Pada tahun 2009 pertumbuhan ekonomi tercatat sebesar 4,63 persen, jika
dibandingkan tahun 2008 pertumbuhan ekonomi tahun 2009 mengalami penurunan
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
52
sebesar 1,39 persen. Walaupun tingkat PDRB meningkat di rata-rata provinsi di
indonesia namun hal tersebut bisa terjadi karena adanya anggaran pemerintah yang
jauh lebih besar. Hal tersebut terjadi pada provinsi Riau pada tahun 2003 serta
beberapa provinsi lainnya karena jumlah pendapatan daerah jauh lebih rendah
ketimbang anggaran belanja daerah tersebut terlebih beberapa provinsi yang
mengalami defisit tersebut sedang melakukan pemecahan atau pengembangan
wilayah menjadi provinsi baru.
Pada dasarnya erekonomian Indonesia terus berkembang dan termasuk dalam
salah satu perekonomian di dunia yang tetap tumbuh di balik ketidakpastian yang
melanda ekonomi global. Menurut World bank Rata-rata pertumbuhan PDB tahunan
lebih tinggi dari perkiraan rata-rata PDB global dan terus tumbuh dengan tren
meningkat. Pertumbuhan PDB Indonesia pulih dengan stabil setelah Krisis Finansial
Asia dan sering kali mencapai tingkat pertumbuhan di atas rata-rata pertumbuhan
global belakangan ini. Pada tahun 2011 tren terus berlanjut, dengan pertumbuhan
PDB tahun 2011 di kisaran 6,23 persen, sedikit lebih rendah dari target pertumbuhan
PDB pemerintah yaitu 6,3 persen.
Di tengah maraknya perdebatan publik, kebijakan finansial Indonesia terus
memberikan subsidi besar bagi bahan bakar dan energi pada tahun 2011. Dengan
banyaknya pengeluaran akibat subsidi dan kelemahan dalam pengumpulan
pendapatan, defisit anggaran tahun 2011 lebih tinggi dari yang diperkirakan. Sehingga
meskipun kinerja ekspor secara nominal terus meningkat (23,1 persen dari PDB),
namun kebutuhan impor barang modal dan bahan baku/antara untuk kebutuhan
produksi yang terus meningkat (23,7 persen dari PDB) telah menyebabkan neraca
perdagangan mengalami defisit (minus).
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
53
Grafik 3.3 Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto
Tahun 2002-2011
sumber : world development indicators dan bank indonesia
-‐40 -‐30 -‐20 -‐10 0 10 20 30
NAD
SUMUT
SUMBAR
RIAU
JAMBI
SUMSEL
BENGKULU
LAMPUNG
BANGKA BELITUNG
KEP. RIAU
DKI JAK
JABAR
JATENG
D.I.Y
JATIM
BANTEN
Bali
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
2011
2010
2009
2008
2007
2006
2005
2004
2003
Top Related