13
BAB II
VALUE PROPOSITION
2.1 ANALISIS INDUSTRI (INDUSTRY ANALYSIS)
2.1.1 Industri kosmetik di Indonesia
Jumlah populasi Indonesia yang mencapai 245 juta jiwa memiliki
potensi pasar yang besar untuk produk-produk kecantikan. Menurut data
dari lembaga riset pemasaran EuroMonitor International, nilai industry
kosmetik Indonesia mencapai lebih dari USD 5 miliar dengan rata-rata
pertumbuhan 12% per tahun. Meskipun terjadi krisis keuangan pada
tahun 2009, namun industry kecantikan di Indonesia tidak terkena
dampaknya. Bahkan Indonesia diprediksi menjadi Negara dengan potensi
pertumbuhan terbesar di Industri kecantikan. (OKEZONE, 2013) Selain
itu Indonesia menempati urutan ke-16 sebagai negara dengan
perekonomian terbesar di dunia (McKinsey Global Institute, 2012).
Persatuan perusahaan kosmetik Indonesia (Perkosmi)
memperkirakan bahwa penjualan kosmetik dapat tumbuh hingga
mencapai 11,22 triliun rupiah, yang mana naik 15% dari tahun 2012.
Sedangkan dari sisi ekspor, pertumbuhan industry kosmetik diperkirakan
tumbuh 20% atau naik sebesar USD 406 juta. Apa saja yang menjadi
penyebab naiknya volume penjualan kosmetik di Indonesia? Ketua umum
perkosmi, Nuning S. Barwa menilai bahwa hal ini dikarenakan
14
meningkatnya permintaan dari pasar kelas menengah. Selain itu,
pertumbuhan kosmetik ini juga didorong oleh tren penggunaan kosmetik
oleh kaum pria.
Pemerintah Indonesia pun juga tidak tinggal diam. Melihat kondisi
yang sangat kondusif saat ini, pemerintah memberikan insentif lebih
untuk mendorong perkembangan Industri kosmetik di Indonesia. Hal ini
dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing, khususnya dalam
menghadapi persaingan dengan produk ekspor. Insentif yang diberikan
pemerintah kepada pemain dengan memberikan pembebasan bea masuk
atas impor mesin.
Industry kosmetik dalam negeri juga menghadapi tantangan,
khususnya dalam pasar premium, dimana brand-brand impor ini
mengalami peningkatan sebesar 30% atau sebesar 500 miliar. Perkosmi
juga memprediksikan peningkatan sebesar 30% menjadi 3,17 triliun pada
tahun depan. Sejalan dengan tantangan yang dihadapi, peluang besar juga
menanti di depan mata. Adanya pasar bebas ASEAN dan China (AC-
FTA) pada tahun 2015 ditambah factor kesamaan iklim, social budaya,
daya beli, berpotensi membuat konsumen ASEAN memiliki preferensi
yang sama dengan konsumen Indonesia. (kemenperim.go.id – Indonesia
finance today)
2.1.2 Perkembangan pengguna internet di Indonesia
Penggunaan teknologi informasi saat ini sangat berkembang
dengan pesat. Menurut lembaga riset pasar e-marketer, populasi pengguna
i
A
d
t
I
a
s
2
p
2.1.3 P
m
b
internet (net
Angka terse
dalam jumla
Se
tahun 2017,
Indonesia ak
akan mengal
Tabel 2.1
Melih
signifikan se
2019 atau ta
posisi ke 4 s
Perkemban
Menu
masyarakat
berkembang
tter) tanah a
but berhasil
ah pengguna
ementara it
, e-markete
kan bertamb
lahkan Jepan
1: 25 negara
hat pertumb
epanjang tah
ahun 2020 In
etelah Cina,
ngan trend n
urut Yasraf
Indonesia sa
gnya budaya
air mencapa
l menempatk
internet.
u untuk pr
r memperki
bah hingga m
ng yang bera
a terbesar b
buhan pengg
hun 2014 sam
ndonesia dap
Amerika, d
nge-mall di I
Amir Pilia
aat ini, yang
konsumsi y
ai 83,7 juta
kan Indonesi
royeksi ke
irakan juml
mencapai tot
ada di pering
erdasar pen
guna internet
mpai 2018, b
pat menggu
dan India.
Indonesia
ang, fenome
g menyertai k
yang ditanda
a orang pada
ia di peringk
depannya, t
lah penggun
tal 112 juta
gkat ke 5.
ngguna inte
t di Indonesi
bukan musta
sur keduduk
na yang me
kemajuan ek
ai dengan be
a tahun 201
kat ke 6 dun
tepatnya pa
na internet
orang, dima
rnet
ia yang sang
ahil bila tah
kan Brazil d
enonjol dala
konomi adal
erkembangn
15
14.
nia
ada
di
ana
gat
hun
ari
am
lah
nya
16
gaya hidup. Berbagai gaya hidup modern yang terlahir dari kegiatan
konsumsi semakin beragam di daerah perkotaan. Sebut saja contohnya
clubbing, nge-mall dan berolahraga di fitness center. Berkembangnya
gaya hidup masyarakat perkotaan tersebut, menjadi pertanda bahwa
kesejahteraan hidup masyarakat kota mengalami peningkatan. Yang mana
peningkatan kegiatan konsumsi tersebut dipandang sebagai efek dari
naiknya penghasilan dan taraf hidup masyarakat.
Sudah menjadi kegiatan umum bahwa masyarakat Indonesia
khususnya Jakarta memilih mal sebagai tempat untuk menghabiskan
waktunya terutama di akhir pekan. Fungsi mal sebagai tempat belanja
sangat cepat berganti menjadi one stop entertainment center dengan
berbagai restoran, bioskop serta layanan lainnya.
Berdasarkan artikel dari Kompas.com, 3 mall yang paling banyak
dikunjungi masyarakat di kawasan ibu kota adalah Mall Kelapa Gading,
Pondok Indah Mall serta Central Park Mall. Tercatat bahwa lebih dari
100.000 orang berkunjung ke mal mal tersebut saat weekday maupun
weekend. Angka tersebut dapat melonjak berkali lipat apabila musim
libur panjang tiba.
Consumer Survey Indonesia (CSI) telah membuat sebuah
penelitian dengan metode cluster selama sebulan lamanya. Jumlah
respondent yang terlibat sebanyak 512 orang. Secara mengejutkan hasil
penelitian tersebut menunjukan beberapa temuan menarik. Pertama, rata-
rata frekuensi kunjungan orang ke mal adalah 6,5 hari sekali dengan
17
variasi wanita tiap 6,1 hari sekali dan pria 7,1 hari sekali. Ini
mengindikasikan wanita lebih senang pergi ke mal dan akhir pekan
menjadi waktu yang pas. Temuan kedua mengenai durasi di dalam mal.
Hasil riset menunjukkan rata-rata tiap orang menghabiskan 3,5 jam sekali
kunjungan. Angka ini kalau dikonversikan ke satu tahun menghasilkan
lama kunjungan 197 jam. Artinya, selama setahun orang mengisi
hidupnya selama 197 jam di mal.
Temuan berikutnya yang menarik adalah uang yang dibelanjakan.
Dalam sekali kunjungan, orang menghabiskan rata-rata Rp 194.500. Ini
berarti uang yang diraup mal di Jakarta dari saku seorang pengunjung
adalah Rp 10.921.000 per tahun. Kalau angka ini dikalikan dengan
jumlah pengunjung mal, akan menghasilkan ukuran pasar yang fantastis.
(Oei, 2010)
Dapat disimpulkan dari keterangan di atas bahwa mall di kota
besar, khususnya Jakarta dapat menjadi pertimbangan untuk dijadikan
channel usaha melihat fantastisnya perputaran uang yang terjadi serta
prospeknya ternilai cukup baik untuk membuat sebuah brand dapat
dikenali oleh masyarakat.
2.1.4 A
d
b
p
d
a
Analisa 5 ke
Gambar 2.
Mode
digunakan u
bisnis, serta
pada suatu b
dapat dilihat
a. Persaing
P
perusaha
Dalam h
lain ada
konsume
sebab itu
ekuatan Por
.1: The Five
el lima keku
untuk melak
a mengetahu
bisnis. Menu
t sebagai kom
gan antar p
Persaingan
aan berlomb
hal ini objek
alah para ko
en secara l
u berbagai c
rter
e Force That
uatan porter
kukan anali
ui dan mema
urut Porter, h
mbinasi atas
perusahaan
konvension
ba untuk me
k yang diper
onsumen. P
langsung ak
cara dilakuka
t Shape Indu
r adalah seb
isis industri
ahami letak
hakikat pers
5 kekuatan,
sejenis (Riv
nal yang
erebut pang
rebutkan per
Perusahaan y
kan memena
an seperti, p
ustry Compe
buah kerang
i, pengemba
kelemahan
saingan dari
, yaitu:
valry)
terjadi di
sa pasar pe
rusahaan-per
yang dapat
angkan pers
pemberian fa
etition
gka kerja ya
angan strate
dan kekuat
suatu indus
imana seti
rusahaan la
rusahaan tid
memikat h
saingan. Ol
asilitas khusu
18
ang
egi
tan
stri
iap
in.
dak
hati
leh
us,
19
pembayaran sistim kredit, harga murah, hingga potongan harga
tertentu. Mengenai persaingan pada industri kosmetik secara umum,
tingkat persaingan memang sangat tinggi. Bahkan untuk kategori
parfum, konsumen Indonesia cenderung memiliki keinginan untuk
membeli brand negara barat (69%) dibandingkan dengan brand asli
Indonesia (10%).
Tabel 2.2: Purchase Intention for Perfumes, Western vs
Domestic
Dalam kategori parfum wewangian natural untuk konsumen
kelas menengah ke atas, pasar Indonesia dikuasai oleh kompetitor-
kompetitor kuat yang berasal dari luar negeri. Sebut saja contohnya
adalah TheBodyshop, L’occitane, dan Yves Rocher. Kompetisi
dengan brand global semacam mereka terlihat sulit, namun bukan
berarti mustahil untuk dilakukan. Penulis masih optimis untuk
menghadapi persaingan karena terdapat celah yang belum
20
diimplementasikan kompetitor yakni dengan menggunakan bahan
dasar asli Indonesia seperti sereh dan bunga kenanga untuk
pembuatan produknya. Sifat alami produk pun tetap dipertahankan
dengan tidak menggunakan bahan kimia. Oleh karena itu, kami
menentukan bahwa persaingan dari perusahaan sejenis adalah
medium.
b. Kemungkinan masuknya pemain baru (Barriers of entry)
Para pendatang baru dalam sebuah industri membawa
kapasitas yang baru, yakni keinginan untuk merebut pasar dan
seringkali juga untuk merebut sumber-sumber penghasilan yang
penting. Seriusnya ancaman masuknya pendatang baru (entry)
bergantung pada kekuatan hambatan (barrier) yang ada dan reaksi dari
para pesaing yang diperkirakan terjadi oleh pesaing baru tersebut. Jika
garis hambatan terhadap masuknya pendatang baru itu tinggi, dan
pendatang baru bisa memperkirakan munculnya feedback yang tajam
dari para pesaing yang ada, jelas pendatang baru tersebut tidak
melakukan sebuah ancaman yang serius.
Dalam industri kosmetik, khususnya parfum, pemain baru
akan relatif mudah untuk masuk atau bahkan menduplikasi produk
ciptaan penulis. Pada dasarnya pembuatan parfum sendiri tidak
membutuhkan modal yang berlimpah. Terlebih bahan baku yang
dipakai adalah asli dari Indonesia, sehingga akan memudahkan bagi
calon kompetitor lokal untuk menggunakan bahan baku sejenis.
21
Namun apabila kita berbicara mengenai parfum, maka yang pertama
kali terlintas adalah aroma. Aroma yang tercipta ini terbentuk akibat
formula tertentu yang dikreasikan masing masing perusahaan parfum
sehingga sulit bagi mereka untuk saling meniru. Hal ini membuat
tingkat diferensiasi produk sangat kuat. Maka dari itu penulis
memberikan level medium untuk masuknya pendatang baru.
c. Potensi pengembangan produk substitusi (Threat of Substitutes)
Produk pengganti secara fungsional mempunyai manfaat yang
sama dengan produk utama dan biasanya mempunyai sesuatu yang
lebih rendah dari produk utama. Misalkan dari segi harga atau
kualitasnya.
Ancaman dari produk-produk pengganti yang dimaksud ini
adalah seberapa mudah konsumen kita beralih ke produk pengganti.
Dalam hal ini, potensi pengembangan produk substitusi ada dalam
level high karena banyak sekali jenis kosmetik yang dapat digunakan
untuk menggantikan sebuah parfum. Contohnya adalah body mist,
cologne, deodorant dan lotion. Meski tidak persis sama namun
semuanya bisa berperan untuk memberi wewangian pada tubuh.
d. Kekuatan tawar menawar antara penjual dan pemasok (Supplier
Power)
Kekuatan tawar dari pihak pemasok dapat menggambarkan
seberapa kuat posisi dari seorang penjual, seberapa besar pemasok
memiliki peranan terhadap peningkatan harga pasokan.
22
Para pemasok akan lebih kuat apabila:
Pemasukan dari pemasok tidak tergantung dari industri kita saja
Produk dari pemasok memiliki nilai switching cost yang tinggi
Menjadi bahan satu-satunya dalam sebuah industry
Pemasok terorganisir dengan baik
Segmen pasar ini menjadi kurang menarik apabila para
pemasok memiliki kontrol yang tinggi terhadap pasokan dan
harganya. Supaya tidak terjebak dalam situasi ini, maka kita harus
memiliki banyak sumber pasokan , sehingga secara otomatis akan
mengurangi ketergantungan terhadap satu pemasok saja.
Dalam industri kosmetik, khususnya parfum, pihak pemasok
memiliki kekuatan tawar low. Hal ini dikarenakan sudah banyak
sekali pemasok yang menawarkan produk serupa, ditambah untuk
kategori parfum dimana bahan pembuatannya sangat umum dijumpai.
e. Kekuatan tawar menawar pembeli dan konsumen (Buyer Power)
Seorang pembeli akan selalu berusaha untuk mendapatkan
barang dengan kualitas yang baik dengan mengharapkan harga yang
murah. Sikap dari pembeli ini akan menentukan bagi sebuah
perusahaan. Misalnya, jika harga yang ditetapkan oleh sebuah
perusahaan dinilai oleh pembeli terlalu tinggi (pembeli biasanya
membandingkan harga dan kualitas barang sesuai asumsi mereka),
maka besar kemungkinan pembeli tidak akan mau membeli barang
tersebut.
23
Kekuatan tawar menawar pihak pembeli adalah saat pembeli
bisa mengontrol harga dari sebuah produk (menjadi lebih murah).
Adapun pembeli memiliki kontrol yang besar saat:
Banyaknya barang yang tersedia lebih besar dari jumlah pembeli
yang ada
Pembelian dalam skala besar
Switching cost dari pembeli adalah rendah
Pembeli sensitif terhadap harga
Untuk industri kosmetik, khususnya parfum kekuatan tawar
menawar pembeli dan konsumen ada dalam tahap high. Parfum
sendiri memiliki kelas. Pembeli akan cenderung membeli parfum
dengan kelas yang sama seperti kondisi perekonomiannya. Misalkan
konsumen menengah ke bawah mayoritas membeli parfum sekelas
FMCG atau memilih versi racikan. Namun untuk kelas menengah ke
atas, mereka akan cenderung memilih branded perfume yang lebih
mahal tapi cenderung terjamin mutunya. Maka dari itu meski
segmentasi pembeli berada dalam area yang cukup luas, namun
konsumen juga memiliki berbagai macam pilihan.
2.2 ANALISA KONSUMEN (CONSUMER ANALYSIS)
Consume Analysis dapat diartikan sebagai bagian dari riset pemasaran yang
berpusat pada informasi mengenai profil target market dan consumer behavior
dengan tujuan mendirikan segmen pasar. (Businessdictionary.com)
24
2.2.1 Market Segmentation (Segmen Pasar)
Market Segmentation membagi pasar menjadi grup berisikan
konsumen yang homogen yang memiliki kebutuhan dan perilaku yang
sama sehingga membutuhkan bauran pemasaran yang serupa. Semakin
baik tersegmen, akan semakin mudah bagi sebuah perusahaan untuk
menjalankan kegiatan pemasarannya yang memang cocok dengan segmen
konsumen yang ditargetnya. (Keller, 2013)
a. Segmentasi geografis
Segmentasi geografis membagi pasar berdasarkan unit
geografis seperti negara, kota, desa, dan wilayah (Kotler dan
Keller, 2012) Secara geografis, pada mulanya Lalita akan
memfokuskan kota Jakarta untuk penjualan, baru selanjutnya
untuk pengembangan akan dibuka lebih banyak outlet di kota
besar lainnya seperti Bandung dan Surabaya.
b. Segmentasi demografis
Segmentasi demografis membagi pasar berdasarkan
variabel seperti umur, fase hidup, jenis kelamin, pekerjaan,
pendidikan, pendapatan, SES, agama, ras dan generasi. (Kotler
dan Keller, 2012) Dari sisi demografis, Lalita menargetkan
konsumen dengan ciri ciri sebagai berikut:
Umur: 20-30 tahun. Pada usia tersebut, penampilan sudah
menjadi hal yang penting dan harus diperhatikan.
25
Gender: Wanita. Penulis lebih menargetkan konsumen
perempuan karena wanita pada dasarnya lebih peka
terhadap produk kosmetik atau perawatan tubuh
dikarenakan memiliki keinginan selalu tampil cantik dan
menarik. Wanita juga cenderung memiliki pendekatan
personal akan sebuah produk daripada pria.
SES (Social Economic Status): B-A. Target SES dari Solid
Perfume ini adalah A dan B dimana penulis
mempertimbangkan bahwa segmen ini cenderung
mengadaptasi gaya hidup modern, serta memiliki
penghasilan yang cukup mendukung kemampuan untuk
membeli (daya beli) yang kuat bagi sebuah produk
fragrance.
Pendidikan/Pekerjaan: Mahasiswi dan karyawan muda.
Kami lebih menargetkan mahasiswi dan pekerja muda
yang berada di kalangan yang produktif dengan alasan
mereka cenderung padat akan aktivitas dan memiliki
mobilitas yang tinggi sehingga membutuhkan daily use
fragrance yang praktis untuk dapat menjaga agar tubuh
mereka tetap harum meskipun sudah belajar/bekerja
seharian.
Generasi: millenial. Generasi ini memiliki pemahaman
teknologi yang cukup baik dan up to date serta cukup aktif
26
dan paham cara menggunakan media online dan
mengakses internet sehingga lebih dapat dijangkau oleh
Lalita yang mempunyai strategi sistim online dalam
penjualan dan pemasaran produknya.
c. Segmentasi psikografis
Segmentasi psikografis membagi pasar berdasarkan
ciri ciri psikologis/sifat, gaya hidup dan nilai. Orang yang
berada dalam segmen demografis yang sama bisa jadi profil
psikografisnya jauh berbeda. (Kotler dan Keller, 2012)
Dengan menggunakan metode etnography, penulis mencoba
merancang tipe psikografis konsumen untuk Lalita dengan ciri
ciri sebagai berikut:
Perfume Lover
Orang-orang yang sangat menyukai parfum dimana
mereka mempunyai anggapan bahwa aroma parfum yang
mereka pakai diesesuaikan dengan setiap occasion yang
ada. Biasanya mereka memiliki berbagai macam koleksi
parfum dengan berbagai merek dan aroma.
Sensitive Skin Woman
Orang-orang yang lebih memilih untuk membeli produk
kecantikan natural karena mereka menyadari atau
mempunyai pengetahuan bahwa produk natural tidak
27
membahayakan kesehatan kulit mereka, apalagi yang
memiliki kulit cenderung sensitif.
Busiest Lady Ever
Orang-orang yang mempunyai mobilitas tinggi dimana
mereka membutuhkan parfum yang mudah dibawa dan
praktis dipakai. Hal ini sesuai dengan proporsi nilai
fleksibilitas yang ditawarkan solid perfume.
Curious Alice
Produk berjenis solid perfume sendiri belum terlalu
terkenal di Indonesia. Oleh karena itu kami lebih
menargetkan orang-orang yang mudah penasaran dan
suka mencoba hal-hal yang baru.
d. Segmentasi tingkah laku
Segmentasi tingkah laku membagi pasar berdasarkan
pengetahuan, perilaku, penggunaan maupun respon akan
sebuah produk. (Kotler dan Keller, 2012) Lalita menggunakan
dua variabel dari segmentasi ini yaitu:
Occasion: Konsumen berkemungkinan untuk memilih
sebuah parfum berdasarkan penyesuaian dengan suatu jenis
acara, misalkan wangi yang glamor dan tahan lama untuk
pesta di malam hari. Dalam hal ini Lalita yang memiliki
aroma yang lembut dan personal lebih menargetkan
28
konsumen yang memerlukan fragrance untuk digunakan
dalam daily basis.
User status: Melihat bahwa solid perfume masih belum
dikenal luas di Indonesia dan belum pernah menjadi
sebuah euphoria, Lalita cenderung menargetkan first-time
user dan potential user. Setelah tren solid perfume perlahan
dikenal, barulah Lalita juga menjangkau regular user.
2.2.2 Consumption Pattern melalui Consumer Insights
Dapat dikatakan bahwa kegiatan konsumsi menitik beratkan pada
sebuah proses. (Arnould, Price dan Zinkhan, 2002) Proses yang terdiri
dari kegiatan sebelum, saat dan setelah konsumsi dapat dikaitkan menjadi
sebuah rangkaian consumption pattern. Salah satu cara untuk menggali
data guna menentukan consumption pattern adalah dengan mencari
consumer insights. Consumer insights dapat diartikan menjadi proses
mencari tahu secara lebih mendalam dan holistik, tentang latar belakang
perbuatan, pemikiran dan perilaku seorang konsumen yang berhubungan
dengan produk dan komunikasi iklannya. Consumer insights merupakan
kumpulan data bersifat kualitatif yang dapat dicari melalui metode
ethnography. Ethnography mencari insights sampai ke akarnya, mencari
tahu ‘why do people do what they do’, tidak hanya bersumber dari
perkataan responden melainkan diperkaya pula dengan hasil pengamatan,
baik itu dalam bentuk aktivitas maupun foto, gambar dan simbol yang
berhubungan dengan responden serta produk yang digunakannya.
29
(Maulana, 2009) Dalam hal ini penulis mengadaptasi tiga jenis teknik
ethnography yakni non-participatory observation, contextual in-depth
interview dan netnography.
Non-participatory observation merupakan sebuah pengamatan
pasif dimana pada dasarnya hanya memperhatikan dan mencatat apa yang
terjadi di hadapannya. Oleh karena itu bisa dibilang tidak ada interaksi
langsung antara responden dengan sang etnografer. Tujuannya adalah
mencari the telling moment, yaitu hal hal mendasar yang menjelaskan
aspek keseharian produk di lingkungan naturalnya. Untuk menjalankan
metode ini penulis mengamati perilaku konsumen sewaktu mereka
memilih dan membeli sebuah parfum di departement store dan toko
pesaing.
Contextual in-depth interview adalah sebuah wawancara dimana
pertanyaan yang diajukan bersifat sangat terbuka dan dilakukan pada
setting aslinya yaitu pada saat responden sedang berada di dalam
kesehariannya. (Maulana, 2009) Dengan teknik tersebut penulis berhasil
mewawancarai beberapa pelajar, mahasiswi dan karyawan muda dalam
aktivitas mereka di kampus dan mall.
Netnografi yang dilakukan dengan bantuan pemanfaatan internet
dan teknologi merupakan metode terakhir yang dipakai oleh menulis
mengingat betapa praktisnya untuk menjangkau para konsumen di jaman
ini lewat perangkat digital. Metode yang dipopulerkan oleh Robert
Kozinets di tahun 1997 tersebut memungkinkan penulis untuk
30
mengambil informasi secara cepat melalui online observational dari
catatan-catatan diskusi di e-forum kecantikan dan online chatting via
LINE dan media sosial lainnya.
Berdasarkan hasil penelitian, penulis mencoba membuat tabel
consumption pattern untuk produk parfum pada umumnya dengan
melibatkan dua jenis status pengguna, yaitu konsumen yang memiliki
interest akan produk produk kosmetik (makeup, fragrance, body care dsb)
dalam intensitas heavy dan light.
Tabel 2.3: Consumption Pattern akan fragrance
31
2.2.3 Consumer Behavior (Perilaku Konsumen)
Perilaku konsumen dapat didefinisikan sebagai studi mengenai
individu, grup maupun organisasi dan proses mengenai bagaimana
mereka memilih, menyimpan, menggunakan dan membuang sebuah
produk atau jasa untuk memuaskan kebutuhan mereka sekaligus dampak
perilaku mereka tersebut terhadap orang lain dan lingkungannya.
(Hawkins dan Mothersbaugh, 2010) Penulis melakukan pembelajaran
tersebut setelah melihat fakta bahwa penting sekali untuk mengerti
perilaku konsumsi dalam generasi millenial (generasi yang menjadi target
konsumen Lalita, lihat 4.3.1 Segmen Pasar) karena mereka sedang berada
di waktu krusial dalam membuat identitas diri dan grup. Mereka adalah
subyek terbaik untuk keperluan eksplorasi mengenai hubungan antara
identitas dengan konsumsi simbolik. (Wattanasuwan dan Elliot (1999)
dirujuk oleh Willis (1990)
a. Perilaku Dan Preferensi Konsumen Akan Parfum/Fragrance
Saat ini parfum sudah menjadi bagian dan komoditas harian
bagi banyak wanita. Fungsi parfum dalam memberikan aroma dan
kesegaran dapat menunjang penampilan para perempuan dalam
kegiatannya sehari hari. Biasanya seorang perempuan akan mulai
memakai parfum begitu menginjak usia remaja. Pada umumnya
parfum dipakai apabila seorang wanita hendak berpergian, hendak
berjumpa dengan banyak orang atau hadir di acara cara penting
(meeting dengan client, pergi ke pesta pernikahan, dsb) dan sehabis
32
berolahraga. Ada yang lebih suka mengaplikasikan langsung ke
badan namun ada juga yang lebih suka menyemprotkannya ke
pakaian. Dalam pembelian parfum, mereka cenderung menjadi brand
switcher yang tidak loyal terhadap suatu brand fragrance tertentu.
Faktor utama yang mendasari orang membeli sebuah parfum adalah
apabila mereka menyukai aromanya, baru kemudian faktor lainnya
seperti brand atau design kemasan.
Secara umum, dengan bantuan hierarki buatan psikolog
Abraham Maslow, fragrance merupakan jenis produk personal
grooming berada di level 3 piramida yaitu produk yang mendukung
akan kebutuhan yang lebih bersifat membuat relationship dengan
manusia yang lain. (setelah sebelumnya di level 1 dan 2 adalah
kebutuhan fisikologi dan keamanan yang lebih bersifat individual)
(Hawkins dan Mothersbaugh, 2010) Motivasi seseorang untuk
memakai parfum adalah untuk merefleksikan keinginan akan cinta,
persahabatan dan kondisi diterimanya seseorang dalam sebuah grup.
Diyakini bahwa bau yang harum secara tidak sadar akan membuat
seseorang merasa percaya diri dan dapat diterima dalam sebuah
pergaulan.
Gam
M
2008, k
parfum,
untuk m
dengan
H
pendek,
aroma b
jenis va
akan k
pembua
mbar 2.2: M
Menurut seb
konsumen p
untuk mem
mencocokan
acara yang a
Hal ini men
bersamaan
baru. Konsu
ariasi. Sebag
kebutuhan d
at parfum d
Maslow’s Hi
buah riset ya
pada umum
menuhi kebut
dengan dail
akan mereka
nyebabkan s
dengan pen
umen menjad
gian peneliti
dan permint
idorong unt
ierarchy of N
ang dilakuka
mnya memili
tuhan merek
ly mood, den
a hadiri.
shelf-life dar
ningkatan taj
di semakin
berkata bah
taan konsu
tuk terus m
Needs
an oleh Mart
iki dua ata
ka yang berb
ngan pakaia
ri sebuah a
am akan lau
gencar dala
hwa akibat d
umen berlan
meluncurkan
tell pada tah
au lebih jen
beda. Misaln
an atau bahk
aroma menja
unching arom
am perminta
dari perganti
ngsung cep
varian wan
33
hun
nis
nya
kan
adi
ma
aan
ian
pat,
ngi
34
baru hanya dalam waktu yang relatif singkat untuk dapat bertahan di
pasar fragrance.
b. Perilaku Dan Preferensi Konsumen Akan Solid Perfume
Dalam penggunaannya, peran solid perfume lebih dianggap
sebagai parfum penunjang maupun parfum darurat. Mereka
cenderung menggunakannya di sela sela aktivitas dan biasanya
mengusapkannya langsung ke leher atau pergelangan tangan.
Dikarenakan keberadaan solid perfume masih sangat minim di
Indonesia, penulis mencoba melakukan penelitian dengan metode
survey. Sebanyak 50 orang wanita dari segmen pasar Lalita terlibat
menjadi responden. Hasil survey tersebut digunakan untuk
menganalisa proses pengambilan keputusan untuk membeli solid
perfume. Ditinjau berdasarkan pendekatan AIDA, hasilnya adalah
sebagai berikut:
Awareness: Pada tahap ini konsumen “tahu dan sadar” akan
adanya produk tersebut. Hasil kuisioner menunjukan bahwa 30
wanita familiar (60%) dan 20 wanita tidak familiar (40%) akan
solid perfume. Alasan konsumen belum familiar dengan solid
perfume adalah karena parfum yang umumnya mereka gunakan
dan banyak beredar di pasaran adalah dalam bentuk cair. Dari 30
wanita tersebut, 17 wanita (57%) mengetahui dari digital media
(website, socmed, blog), 8 wanita (27%) mengetahui dari
keluarga atau teman yang pernah memakai, 4 wanita (13%)
35
mengetahui dari melihat langsung di toko untuk yang pertama
kalinya, dan hanya 1 wanita (3%) yang mengetahui dari printed
media (majalah, brosur).
Gambar 2.3: Hasil survey tentang kefamiliaran responden
dengan produk solid perfume
Interest: Selanjutnya pada tahap ini konsumen dinilai apakah
memiliki ketertarikan akan produk solid perfume. Dari 30 wanita
yang familiar dengan solid perfume, ada 17 wanita (57%) yang
60%
40%
Apakah anda familiar (pernah melihat/mendengar tentang solid
perfume?
Ya
Tidak
57%
3%
27%
13%
Darimana anda mengetahui tentang solid perfume?
Digital media (web, blog, socmed)
Printed media (majalah, brosur)
Keluarga/teman
Lihat langsung di toko
36
pernah menggunakan solid perfume. Berdasarkan pendapat dari
hasil wawancara kami dengan Tia, seorang pengusaha beauty
products, dikatakan dalam pengalamannya ia melihat bahwa rasa
ketertarikan yang didorong oleh rasa penasaran konsumen untuk
mencoba produk solid perfume sangat tinggi. Hal ini
menunjukan bahwa konsumen muda di Indonesia cukup terbuka
akan inovasi baru.
Gambar 2.4: Hasil survey tentang ketertarikan responden dengan
produk solid perfume
Desire: Setelah memiliki ketertarikan, pada tahap ini konsumen
akan memiliki keinginan untuk mendapatkan produk tersebut.
Proses pemilihan biasanya tidak akan memakan waktu yang
lama, secara spontan akan didasari apakah mereka menyukai
aroma yang ditawarkan serta didukung dengan tampilan lewat
kemasan yang dipakai.
57%
33%
Apakah anda pernah menggunakan solid perfume?
Ya
Tidak
37
Urutan dari 1 (paling penting) sampai 6 (paling tidak penting)
faktor yang perlu ada dari sebuah solid perfume
o Aman untuk kulit
o Aromanya sesuai selera
o Mudah didapat
o Design dan packaging yang menarik
o Brand sudah terkenal
o Harga terjangkau
Hal tersebut didukung oleh insight dari depth interview seorang
responden sebagai berikut:
“Kulit gue sensitif... jadi agak pilih pilih kalau buat produk
kosmetik” –Natasha (21), mahasiswi
Action: Tahap terakhir ini merupakan tahap dimana konsumen
memutuskan untuk membeli produk tersebut. Proses ini juga
memakan waktu yang relatif singkat, hanya berupa pertimbangan
harga dengan cara mencocokan apakah value yang didapat sesuai
dengan biaya yang mereka keluarkan.
Selain menganalisa proses pengambilan keputusan dalam
pembelian solid perfume, penulis juga ingin melihat preferensi konsumen
akan produk ini. Berikut adalah preferensi untuk sebuah solid perfume
yang ideal di mata penggunanya:
38
Tabel 2.4: Preferensi ideal sebuah solid perfume
Di bawah ini adalah contoh insight yang mendasari hasil tersebut:
“Gue ga suka kalau teksturnya tuh sticky yang berasa gitu...
kayaknya aneh aja lengket lengket trus lo mesti usapin ke kulit” –Helen
(20), mahasiswi
“Yang gue kadang suka sesalin dari solid perfume tuh wanginya ga
gitu kecium sama orang. Padahal kalau gue cium pergelangan tangan gw
wanginya sih kecium... mungkin emang cuma buat individual pleasure aja
kali ya, hahaha” –Siska (27), akuntan
2.3 VALUE PROPOSITION AND VALUE GENERATION
2.3.1 Manfaat utama
Seperti yang kita ketahui bersama, manfaat utama dari parfum adalah
untuk menunjang penampilan dan menambah rasa percaya diri dari
penggunanya. Namun kenyataannya, hal tersebut tidak berhenti sampai di
sana saja. Menurut psikolog dan pengamat gaya hidup, Tara Adhisti,
penggunaan parfum juga bermanfaat untuk meningkatkan kinerja otak
dan menimbulkan energi positif.
39
Adapun nilai yang penulis tawarkan kepada konsumen adalah
sebagai berikut:
a. Originalitas
Produk dibuat dengan menggunakan bahan-bahan alami
dengan mutu terbaik. Bahan yang dipakai oleh produk ini didapat
langsung dari negeri kita sendiri, untuk menonjolkan wewangian
alami khas indonesia. Selain itu dengan menggunakan bahan asli
Indonesia, penulis melihat adanya kecocokan dengan kultur
masyarakat Indonesia yang merupakan pangsa pasar penulis. Hal ini
diharapkan untuk menciptakan sebuah emotional benefit dimana
aroma bernuansa lokal yang dipakai akan merangsang seorang
individu untuk mengingat jati dirinya sebagai wanita dari Indonesia.
Selain alami, bahan dasar yang digunakan juga sangat terjamin
kualitasnya. Produk dibuat tidak menggunakan bahan-bahan yang
berbahaya untuk kulit seperti parabens,alkohol, dan bahan kimia
lainnya. Hal ini membuat produk menjadi aman dan dapat dipakai
oleh siapa saja termasuk yang memiliki kulit sensitif. Dan yang
terpenting produk ini tidak bersifat karsinogen walaupun dipakai
dalam jangka panjang.
Dikutip dari situs Dewan Atsiri Indonesia (2010), minyak
atsiri atau yang lebih dikenal dengan nama essential oil ini merupakan
bahan baku yang biasanya digunakan dalam berbagai industri seperti
industri parfume., kosmetik, essence, industri farmasi, dan flavoring
40
agent. Minyak atsiri dapat digunakan sebagai zat pengikat bau
(fixative) dalam perfume, misalnya minyak nilam, minyak akar
wangi, dan minyak cendana. Berikut adalah beberapa daftar minyak
atsiri yang digunakan untuk industri parfum dan berkembang di
Indonesia.
Tabel 2.5: Daftar minyak atsiri yang berkembang di Indonesia
b. Fleksibilitas
Nilai yang ditawarkan ini didasari dari keluhan umum
konsumen mengenai sisi kepraktisan yang dialami dari produk yang
biasanya mereka pakai. Berbeda dengan liquid perfume dimana
banyak konsumen merasa kesulitan untuk membawanya sewaktu
berpergian (mudah pecah, dapat bocor dan tumpah), solid perfume
membuktikan dapat menjadi sebuah solusi. Hal ini dikarenakan
dengan wujud kecil dan padat, solid perfume dapat memberikan
41
sensasi modern dan dinamis untuk tampil cantik tanpa harus khawatir
dengan hal-hal tersebut.
Oleh sebab itu penulis telah mengadakan survey dan deep
interview. Dari deep interview tersebut didapati bahwa 7 dari 10
wanita yang membawa parfum mengeluhkan masalah kepraktisannya.
Adapun komentar mereka sebagai berikut:
“suka repot ya kalo bawa parfum, guwe takut tumpah sih, soalnya
pernah kejadian begitu. Akhirnya tas guwe jadi wangi-wangian
berjalan” – Hellen (19), Mahasiswi
“ga pernah sih kalo ngalamin tumpah. Cuma ya asli guwe harus
hati-hati waktu bawa tasnya, takut kesenggol.” – Jesslyn (27),
Karyawan
“Ya kalau mau dibilang repot ya emang repot. tapi daripada ga
bawa parfum? Yahh emang kodratnya cewe ya buat rempong
hahaha” – Dinda (23), Karyawan
“ga masalah sih buat guwe, biasa tinggal masukin ke pouch
bareng make up, terus tinggal cemplungin ke tas deh.” – Putri
(26), Designer grafis
c. Kustomisasi
Pelanggan memiliki kesempatan untuk melakukan kreasi
melalui kustomisasi solid perfume yang merupakan produk utama
bisnis ini. Dengan berbagai pilihan yang tersedia, pelanggan bebas
memilih sendiri tipe (balm, stick, pendant), fragrant (sweet, fresh,
42
elegant, calm), dan motif design kemasan yang diinginkan.
Kustomisasi hanya dapat dilakukan melalui pembelian online,
mengingat proses pembuatannya akan membutuhkan waktu.
Berdasar hasil survey yang penulis lakukan terhadap 85 orang
respondent, didapati bahwa 60% responden tertarik dengan produk
yang kami tawarkan, dimana produk yang penulis buat ini
menawarkan kustomisasi packaging dan bahan pembuatan. Berikut
lampiran data yang penulis dapatkan:
Gambar 2.5: Hasil survey tentang ketertarikan responden dengan
produk solid perfume
Gambar 2.6: Respon responden mengenai Solid Perfume
60%
12%
28%
Apakah Anda Tertarik dengan Produk Kami?
Ya
Biasa Saja
Tidak
43
Dirangkum dari hasil survey beserta alasannya, penulis merasa point
yang terkuat adalah pada bagian kustomisasi. Kustomisasi yang
ditawarkan tidak dapat ditiru oleh para kompetitor mengingat mereka
membuat produk solid perfume secara mass-produced. Hal tersebut yang
mendasari mengapa target konsumen akan membeli produk ini
dibandingkan pesaing.
d. Ramah Lingkungan
Dewasa ini, penulis menyadari bahwa semakin banyak limbah
industri yang berpengaruh buruk bagi lingkungan sekitar. Kondisi
lingkungan yang buruk dapat mempengaruhi ekosistem bagi
tumbuhan, hewan dan juga manusia sendiri. Dengan tingginya
kesadaran akan lingkungan di kalangan masyarakat membuat “ramah
lingkungan” menjadi sebuah trend di Indonesia. Hasil studi yang
berjudul Environmental Friendly Product Buying Behavior oleh
Oliandes Sondakh (2013) menemukan bahwa konsumen yang
mempunyai pengetahuan dan kesadaran tinggi akan lingkungan akan
berpartisipasi aktif dalam upaya pelestarian lingkungan apabila
terdapat kerusakan-kerusakan yang disebabkan oleh suatu perusahaan.
Menurut Krauer (1990), perusahaan sebaiknya memasukkan
aktivitas lingkungan sebagai bagian dari strategi keseluruhan
perusahaannya. Oleh sebab itu langkah “ramah lingkungan” yang
penulis ambil dalam bisnis solid perfume ini adalah dengan
menghindari penggunaan mesin dimana proses pembuatannya
44
dilakukan secara handmade. Selain itu penggunaan kemasan
(packaging) yang digunakan merupakan bahan-bahan yang dapat
didaur ulang. Hal ini dilakukan oleh penulis dalam upaya untuk
mengurangi pencemaran lingkungan. Penulis juga memastikan bahwa
kemasan yang digunakan adalah bahan yang ramah lingkungan.
Bahkan mungkin, kemasan tersebut dapat didaur ulang atau
dimanfaatkan kembali menjadi sebuah produk baru.
2.3.2 Point of Different (POD)
Point of different adalah segala atribut yang diasosiasikan dengan
kuat oleh konsumen terhadap suatu brand dari sebuah perusahaan, dimana
konsumen percaya bahwa ada sesuatu hal yang mereka tidak temukan
dari brand-brand lain. Oleh sebab itu point of different harus bersifat
favorit, unik, dan kuat
Seperti yang dijelaskan sebelumnya pada bagian value
proposition, nilai yang penulis tawarkan adalah originalitas, fleksibilitas,
kustomisasi, dan ramah lingkungan. Keempat hal tersebut yang
menjadikan produk ini berbeda dari produk kompetitor seperti Body
Shop, L’occitane, Yves Rocher yang secara keseluruhan memberikan
sensasi penggunaan solid perfume yang hampir sama antara satu dengan
yang lainnya..
2.3.3 Point of Parity (POP)
Point of parity adalah asosiasi terhadap merk yang tidak bersifat
penting atau bahkan unik, namun sama-sama dimiliki oleh kompetitor-
45
kompetitor sebuah produk. Point of parity biasanya tidak menjadi alas an
seorang konsumen dalam pemilihan sebuah merk, namun dengan tidak
adanya point of parity dapat menjadikan alasan yang kuat untuk
menurunkan nilai sebuah merk. Pada umumnya, kategor-kategori point of
parity ini dapat berubah sesuai dengan kemajuan teknologi, peraturan
pemerintah, atau bahkan trend dari konsumen.
Dalam produk solid perfume yang dibuat oleh penulis, penulis
juga mengandalkan bahan alami. Selain itu, dari segi wujud solid parfum
yang penulis tawarkan juga berbentuk balm seperti pada umumnya, hanya
saja strategi pengemasannya berbeda.
2
2.4 TEORI
THEOR
Gam
Bis
mengem
menjela
Mo
ditampi
bisnis. E
2.4.1 C
m
I BISNIS
RY)
mbar 2.7: T
nis model
mbangkan d
askan propos
odel ini me
lkan dalam
Elemen-elem
Costumer Se
Pene
menjalankan
MODEL
The Nine Bu
canvas ada
dan mendok
sisi nilai peru
enggunakan
1 lembar ka
men penting
egment
tapan segm
n roda bisn
CANVAS
uilding Block
alah suatu t
kumentasika
usahaan, infr
pendekatan
anvas yang b
tersebut anta
mentasi haru
nisnya. Pen
(BUSINE
ks of Busine
template ma
an model b
frastruktur, p
n kanvas, d
berisi 9 elem
ara lain:
us dilakukan
empatan se
ESS MODE
ess Model Ca
anajemen st
bisnis yang
pelanggan da
dimana mod
men penting
n oleh peru
egmentasi in
EL CANVA
Canvas
trategis unt
g ada deng
an keuangan.
del bisnis
dalam sebu
usahaan dala
ni yang ak
46
AS
tuk
gan
.
ini
uah
am
kan
47
menentukan komponen-komponen lain dalam model bisnis. Menurut
Osterwalder & Pigneur (2010), segmentasi pelanggan mempunyai
beberapa tipe, yaitu:
a. Mass market
Model bisnis yang difokuskan untuk pasar dalam skala besar,
dan model ini tidak membedakan segmentasi pelanggan. Baik
proposisi nilai, hubungan pelanggan dan distribusi terfokus pada
sekelompok besar pelanggan dengan masalah dan kebutuhan yang
hampir sama.
b. Niche market
Model bisnis yang difokuskan untuk pasar dan segmen
pelanggan tertentu. Baik proposisi nilai, hubungan pelanggan, dan
distribusi disesuaikan dengan target pasar tertentu.
c. Segmented
Model bisnis yang membedakan segmen pasar menurut
kebutuhan dan maslaah yang berbeda-beda.
d. Diversified
Model bisnis yang melayani 2 segmen pelanggan yang tidak
berhubungn dengan masalah dan kebutuhan yang berbeda.
e. Multi-sided platforms
Model bisnis yang melayani 2 segmen pelanggan dengan
masalah dan kebutuhan yang sama.
48
2.4.2 Value Proposition
Sebagaimana telah dijelaskan oleh Osterwalder & Pigneur (2010,
p 22), value proposition adalah Manfaat yang ditawarkan oleh sebuah
perusahaan untuk segmen pasar mereka. Value proposition inilah alasan
yang membuat pelanggan beralih dari sebuah perusahaan ke perusahaan
yang lain. Setiap proposisi nilai berisi tentang gabungan produk dan/ atau
jasa tertentu yang melayani kebutuhan pelanggan spesifik. Value
proposition merupakan suatu gabungan dari manfaat-manfaat yang
ditawarkan perusahaan kepada pelanggan.
Menurut (Osterwalder & Pigneur) value ini dapat diklasifikasikan
menjadi:
a. Sifat baru
Beberapa proposisi nilai memenuhi berbagai kebutuhan
pelanggan yang belum pernah mereka terima sebelumnya.
b. Kinerja
Meningkatkan kinerja produk atau layanan merupakan cara
yang paling umum untuk menciptakan value. Hal ini termasuk
dengan proses delivery dalam semua bisnis.
c. Penyesuaian
Menyesuaikan produk atau jasa untuk memenuhi kebutuhan
spesifik pelanggan individu atau segmen pelanggan juga menciptakan
nilai. Ketersediaan teknologi saat ini juga memungkinkan untuk
49
menyesuaikan produk dan jasa sambil tetap meraih keunggulan
dalam skala ekonomi.
d. Menyelesaikan pekerjaan
Value dapat diciptakan karena membantu pelanggan
menyelesaikan pekerjaannya.
e. Desain
Sebuah desain itu penting tetapi sulit untuk diukur. Sebuah
produk terlihat menonjol karena desainnya yang superior.
f. Merk dan Status
Pelanggan dapat menemukan value dalam tindakan yang
sederhana karena memasang atau menggunakan sebuah merk
tertentu.
g. Harga
Penawaran value yang sama dengan harga yang lebih murah
sering dilakukan untuk memuaskan segmen pelanggan yang sensitif
terhadap harga. Tetapi dengan penurunan harga tersebut akan
memberi sebuah akibat pada bisnis modelnya.
h. Pengurangan biaya
Membantu pelanggan mengurangi biaya adalah cara penting
untuk menciptakan sebuah value.
i. Pengurangan resiko
50
Pelanggan menghargai pengurangan resiko ketika membeli
sebuah barang atau jasa, dimana hal itu juga menciptakan sebuah
value untuk pelanggan.
j. Kemampuan dalam mengakses
Menyediakan produk atau jasa bagi pelanggan yang
sebelumnya sulit mengakses produk atau jasa tersebut.
k. Kenyamanan dan kegunaan
Menjadikan segala sesuatu lebih nyaman dan lebih mudah
untuk digunakan.
2.4.3 Channels
Menurut Osterwalder & Pigneur (2010, p 26) channel pada
building blocks menggambarkan bagaimana sebuah perusahaan
mengkomunikasikan dan menjangkau konsumen segemen untuk
memberitahukan value yang perusahaan tawarkan. Channel tersebut
adalah sebuah touch point pelanggan yang sangat berperan dalam setiap
kejadian yang mereka alami. Fase ini akan menjelaskan lewat apa saja
seorang konsumen dapat dijangkau.
Osterwalder & Pigneur mengklasifikasi bahwa ada 2 tipe channel
owned atau partner channel dan direct atau indirect channel. Untuk
owned channel bisa direct dan indirect selama masih dimiliki oleh
perusahaan itu sendiri. Sedangkan untuk partner channel hanya bisa
menggunakan metode indirect bila menggandeng pihak ketiga.
51
Setiap channel di atas dapat meliputi satu atau semua channel
phases. Masing-masing channel phases tersebut antara lain:
a. Awareness
Meningkatkan kesadaran konsumen tentang produk atau jasa
dari sebuah perusahaan.
b. Evaluation
Membantu konsumen untuk mengevaluasi value proposition
dari perusahaan.
c. Purchase
Memperbolehkan konsumen untuk membeli produk atau jasa
dari perusahaan.
d. Delivery
Meneruskan value proposition perusahaan kepada konsumen.
e. After sales
Menyediakan layanan pelanggan setelah transaksi pembelian.
2.4.4 Costumer Relationship
Menurut Osterwalder & Pigneur, 2010, p 28 blok bangunan
hubungan pelanggan (customer relationship) yang menggambarkan
berbagai jenis hubungan yang dibangun oleh sebuah perusahaan dengan
segmen pelanggannya dengan tujuan untuk menjaga hubungan baik
dengan customer dan dapat juga untuk meningkatkan penjualan.
52
Osterwalder & Pigneur membagi hubungan dengan konsumen
menjadi beberapa kategori berbeda sesuai dengan segmentasi setiap
konsumen, yaitu:
a. Bantuan personal (personal assistance)
Hubungan ini didasarkan pada interaksi antar manusia.
Dimana pelanggan dapat berkomunikasi dengan petugas pelayanan
pelanggan untuk mendapatkan bantuan selama proses penjualan atau
setelah selesai dalam proses pembelian. Komunikasi ini dapat
dilakukan melalui call center, email, atau saluran lainnya.
b. Bantuan personal yang khusus (dedicated personal assistance)
Petugas menugaskan petugas pelayanan pelanggan yang
khusus ditujukan untuk setiap client secara personal. Hubungan ini
adalah hubungan yang paling intim dan biasanya dikembangkan
dalam jangka waktu yang panjang.
c. Swalayan (self service)
Untuk tahap ini perusahaan tidak melakukan hubungan
langsung dengan pelanggan, tetapi dengan cara menyediakan semua
sarana yang diperlukan oleh pelanggan agar dapat membantu dirinya
sendiri.
d. Layanan otomatis (automated services)
Hubungan jenis ini memadukan bentuk layanan mandiri
dengan layanan yang lebih canggih, dengan proses otomatis.
e. Komunitas (Communities)
53
Perusahaan memanfaatkan komunitas pengguna agar
lebih terlibat dengan pelanggan dan dapat memfasilitasi hubungan
antar anggota komunitas dimana memungkinkan pengguna bertukar
pengetahuan dan saling membantu dalam memecahkan suatu
masalah. Komunitas juga dapat membantu perusahaan untuk lebih
memahami konsumennya.
f. Kokreasi (Co-creation)
Perubahan hubungan lama antara konsumen – vendor untuk
menciptakan sebuah nilai. Hal ini dapat dilakukan dengan cara
membuat konsumen lebih terlibat dalam testimony di sebuah media
social.
2.4.5 Revenue Stream
Pada blok arus pendapatan (revenue stream) ini menggambarkan
uang yang dihasilkan perusahaan dari masing-masing segmen pelanggan
(biaya harus mengurangi pendapatan untuk menghasilkan pemasukan).
Ada 2 tipe arus pendapatan dalam bisnis model:
a. Transaction revenues - Berasal dari pembayaran satu customer
b. Recurring revenues - Kompensasi yang diterima setelah pekerjaan
telah diselesaikan
Lebih jauh, Osterwalder & Pigneur menjelaskan bahwa arus
pendapatan dapat berasal dari: penjualan aset, biaya penggunaan, biaya
berlangganan, pinjaman dan penjualan lisensi.
54
2.4.6 Key Resources
Sumber daya utama (key resources) menggambarkan aset-aset
yang paling penting, yang diperlukan agar sebuah model bisnis dapat
berfungsi. Dengan adanya sumber daya ini memungkinkan sebuah
perusahaan untuk menciptakan dan menawarkan proposisi nilai (value
proposition), menjangkau pasar, mempertahankan hubungan dengan
segmen pelanggan, dan memperoleh pendapatan.
Menurut Osterwalder & Pigneur (p. 36), sumber daya utama
dibagi menjadi 4 kategori, yaitu:
a. Fisik
Kategori ini meliputi bentuk aset fisik seperti fasilitas pabrik,
banguna, kendaraan, mesin.
b. Intelektual
Sumber daya intelektual seperti merk, pengetahuan yang
dilindungi, paten dan hak cipta merupakan komponen-komponen
yang semakin penting dalam model bisnis yang kuat. Sumber daya
intelektual ini sangat sulit untuk dikembangkan, tetapi jika berhasil
untuk dikembangkan akan memberikan suatu nilai yang sangat
berarti.
c. Manusia
Setiap perusahaan memang memerlukan sumber daya
manusia, tetapi yang dimaksud disini adalah orang-orang yang
menonjol dalam bidangnya masing-masing dimana keahlian
55
merekalah yang menjadi komoditinya. Misalnya dalam industri
kreatif, sumber daya manusia merupakan bagian yang sangat penting.
d. Finansial
Beberapa model bisnis membutuhkan sumber daya finansial
atau jaminan finansial, seperti uang tunai, kredit, bahkan saham.
2.4.7 Key Activities
Key activities adalah tindakan-tindakan paling penting yang
diambil oleh perusahaan agar dapat beroperasi dengan sukses. Sama
seperti sumber daya utama (key resources), aktivitas-aktivitas kunci (key
activities) ini juga diperlukan untuk menciptakan dan memberikan
proposisi nilai (value proposition), menjangkau pasar, mempertahankan
hubungan yang baik dengan pelanggan, dan memperoleh pendapatan.
Aktivitas-aktivitas kunci juga berbeda-beda, tergantung dari model
bisnisnya. Adapun aktivitas-aktivitas kunci tersebut dibagi menjadi 3
kategori, yaitu:
a. Produksi
Aktivitas ini terkait dengan perancangan, pembuatan, dan
penyampaian produk dalam jumlah besar dan/atau dalam kualitas
unggul. Aktivitas produksi ini biasanya banyak dilakukan oleh
perusahaan pabrikan.
b. Pemecahan masalah
Aktivitas-aktivitas kunci ini berhubungan dengan pemberian
solusi untuk pelanggan individu. Model bisnis organisasi ini
56
membutuhkan aktivitas-aktivitas lain seperti manajemen pengetahuan
dan pelatihan berkelanjutan.
c. Platform/jaringan
Model bisnis yang dirancang dengan platform seagai sumber
daya utamanya. Sebagai contoh adalah ebay atau amazon.
2.4.8 Key Partnership
Seperti yang dijelaskan oleh Thomson, Arthur, & III (2010, p
166), kemitraan (partnership) adalah perjanjian tertulis antara dua atau
lebih perusahaan yang bekerja sama untuk mengembangkan dan menjaga
posisi bisnis mereka.
2.4.9 Cost Structure
Struktur biaya yang menggambarkan semua biaya yang
dikeluarkan untuk mengoperasikan model bisnis tersebut. Blok bangunan
ini menjelaskan biaya terpenting yang muncul ketika mengoperasikan
model bisnis tertentu.
Struktur biaya dibagi menjadi beberapa segment (Osterwalder
& Pigneur, 2010, P. 41), yaitu:
a. Biaya tetap (fixed cost)
Pengeluaran yang tetap sama, walaupun jumlah barang atau
jasa yang dihasilkan berbeda-beda.
b. Biaya variabel (Variabel cost)
Biaya yang bervariasi, tergantung dari banyaknya jumlah
barang atau jasa yang diproduksi atau dihasilkan.
57
c. Skala ekonomi (economies of scale)
Keuntungan yang dapat dinikmati sebuah perusahaan akibat
dari bertambah besarnya perusahaan tersebut. Misalnya: sebuah
perusahaan dapat membeli bahan baku dengan harga lebih murah
karena perusahaannya telah berkembang dan dapat membeli bahan
baku langsung dalam jumlah yang banyak.
d. Lingkup ekonomi (economies of scoop)
Keuntungan yang dapat dinikmati sebuah perusahaan akibat
dari bertambah besarnya lingkup operasional dari perusahaan
tersebut. Misalnya: aktivitas pemasaran dan distribusi yang sama
dapat mendukung beberapa produk sekaligus.
Top Related