4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP TEORI
1. Tindakan Pemasangan Infus Sesuai Standart Operating Procedure
Kemampuan untuk mendapat akses ke sistem vena guna
memberikan cairan dan obat merupakan ketrampilan keperawatan yang
diharapkan dalam berbagai lingkungan. Tanggung jawab ini termasuk
memilih tempat pungsi vena yang sesuai dan jenis kanula, dan mahir
dalam teknik penusukan vena. Sebelum melanjutkan dengan pungsi vena,
penting artinya untuk memilih tempat yang paling sesuai dan jenis kanula
yang paling sesuai untuk pasien tertentu. Faktor-faktor yang
mempengaruhi pilihan-pilihan ini termasuk jenis larutan yang akan
diberikan, lamanya terapi intravena yang diharapkan, keadaan umum
pasien, dan vena yang digunakan. Ketrampilan orang yang melakukan
pemasangan infus juga merupakan pertimbangan penting (Smeltzer &
Bare, 2002)
Tujuan umum pungsi vena adalah untuk mendapatkan darah,
memasukkan obat, memulai infus intravena atau menyuntikkan bahan
radiopaque untuk pemeriksaan sinar-x dari bagian/sistem tubuh. (Perry &
Potter, 2000)
Pemberian terapi intravena banyak dilakukan di rumah sakit,
bahkan sekarang makin berkembang dengan dilakukan pula dirumah untuk
penggantian cairan, pemberian obat, dan penyediaan nutrient jika tidak ada
pemberian dengan cara lain (Smeltzer & Bare, 2002).
a. Pemilihan tempat
Banyak tempat dapat digunakan untuk terapi intravena, tetapi
kemudahan akses dan potensi berbeda di antara tempat-tempat ini.
Vena di ekstremitas dipilih sebagai lokasi perifer dan pada mulanya
5
merupakan tempat satu-satunya yang digunakan oleh perawat. Karena
vena ini relative aman dan mudah dimasuki, vena-vena diekstremitas
atas paling sering digunakan. Vena-vena kaki sebaiknya sangat jarang,
kalaupun pernah digunakan karena resiko tinggi terjadi tromboemboli;
vena ini merupakan cara terakhir dan dapat dilakukan hanya sesuai
dengan program medic dokter. Tempat-tempat tambahan untuk
dihindari termasuk vena di bawah infiltrasi vena sebelumnya atau di
bawah area yang flebitis; vena yang sklerotik atau bertrombus; lengan
dengan pirai arteriovena atau fistula; atau lengan yang mengalami
edema, infeksi, bekuan darah; atau kerusakan kulit. Selain itu, lengan
pada sisi yang mengalami mastektomi dihindari karena aliran balik
vena yang terganggu (Smeltzer & Bare, 2002)
Vena sentral yang sering digunakan oleh dokter termasuk vena
subklavikula dan vena jugularis interna. Adalah memungkinkan untuk
mengakses (atau mengkanulasi) pembuluh darah yang lebih besar ini
bahkan ketika vena perifer sudah kolaps, dan vena ini memungkinkan
pemberian larutan dengan osmolar tinggi. Meskipun demikian,
bahayanya jauh lebih besar dan mungkin termasuk penusukan yang
kurang hati-hati masuk kedalam arteri atau rongga pleura. Idealnya,
kedua lengan dan tangan harus diinspeksi dengan cermat sebelum
tempat pungsi vena spesifik dipilih. Lokasi harus dipilih yang tidak
mengganggu mobilisasi. Untuk alasan ini, fosa antekubital dihindari,
kecuali sebagai upaya terakhir. Tempat yang paling distal dari lengan
atau tangan umumnya digunakan pertama kali sehingga intravena
yang berikutnya dapat dilakukan ke arah yang atas. Hal-hal berikut
menjadi pertimbangan ketika memilih tempat penusukan vena:
1) Kondisi vena,
2) Jenis cairan atau obat yang akan diinfuskan,
3) Lamanya terapi, Usia dan ukuran pasien,
4) Riwayat kesehatan dan status kesehatan pasien sekarang,
5) Ketrampilan tenaga kesehatan
6
(Smeltzer & Bare, 2002)
Vena harus dikaji dengan palpasi dan inspeksi. Vena harus
teraba kuat, elastis, besar, dan bulat; tidak keras, datar, atau
bergelombang. Karena arteri terletak dekat vena dalam fosa
antekubital, pembuluh darah harus dipalpasi terhadap pulsar arteri
(bahkan dengan terpasangnya tourniket) dan dihindari pemasangan
kanul pada pembuluh darah yang berpulsasi. Pedoman umum untuk
memilih kanul termasuk :
1) Panjang kanul 1,8 3 cm,
2) Kateter dengan diameter yang kecil untuk memenuhi ruang
minimal dalam vena,
3) Ukuran 20-22 untuk kebanyakan cairan IV; ukuran yang lebih
besar untuk larutan yang mengiritasi atau kental; ukuran 18 untuk
pemberian darah.
Vena tangan adalah vena yang paling mudah dilakukan
pemasangan kanula. Ujung kateter seharusnya tidak berada di area
fleksi, misal : pada fossa antekubital, karena hal ini akan menghambat
aliran intravena. (Smeltzer & Bare, 2002)
b. Perlengkapan pungsi vena
Jenis utama kanula yang tersedia termasuk jarum vena dengan
lapis baja, kateter plastik indwelling dimasukkan membungkus jarum
baja. Scalp vein atau karum kupu-kupu merupakan jarum baja pendek
dengan pemegang berbentuk sayap dari plastik. Jarum ini mudah
dimasukkan, tetapi karena kecil dan tidak dapat dibengkokkan, mudah
menyebabkan infiltrasi. Penggunaan jarum-jarum ini seharusnya
dibatasi untuk injeksi bolus atau infus yang hanya berlangsung
beberapa jam, karena jarum ini meningkatkan resiko cedera vena dan
infiltrasi. Pemasukan kateter over-the-needle membutuhkan langkah
tambahan untuk mendorong kateter ke dalam vena setelah pungsi
vena. Karena kateter ini kurang menyebabkan infiltrasi, peralatan ini
sering dipilih dibandingkan dengan jarum scalp vein. Kateter plastik
7
yang dimasukkan melalui jarum berongga biasanya disebut
intrakateter. Kateter ini tersedia dalam ukuran panjang dan sangat
sesuai untuk penempatan di lokasi sentral. Karena insersi memerlukan
pemasukan kateter melalui vena untuk jarak yang cukup jauh, kateter
ini sulit ditempatkan. (Weinstein, 2001).
Selain itu menurut Steven, Bordui, & Weyde, (1999), untuk
pemasangan infus kita perlu persiapkan alat-alat berikut ini, dan harus
berada dalam jangkauan tangan :
1) Cairan infus. Ini disajikan dalam bentuk botol kaca atau kantung
plastik. Keuntungan dari pemakaian kantung plastik adalah tidak
diperlukan selang udara;
2) Standard infus yang dapat berjalan;
3) Sistem infuseyang berbentuk satu unit kesatuan (unit infus yang
tergantung pada standard infus). Ini akan sesuai dengan unit sistem
hipo dan memiliki selang, ruang tetesan, dan pengatur tetesan. Di
dalam selang terdapat suatu bagian di tengah-tengah yang terbuat
dari karet yang memungkinkan kita untuk menyuntikkan obat-
obatan ke dalamnya.
4) Jarum infus. Ini dengan jelas bentuknya berbeda jika kita
bandingkan dengan jarum hipo. Saat ini disamping dipakai jarum
infus orang juga memakai kanula intravena, suatu selang sintetis
dapat ditekuk yang akan dimasukkan ke pembuluh darah;
5) Kain penopang (penahan);
6) Desinfektan untuk kulit;
7) Gunting dan plester jahit dalam berbagai ukuran yang perlu untuk
pemasangan jarum;
8) Kain kassa;
9) Baskom kecil;
10) Bidai (jika diperlukan);
11) Tabung untuk pembuangan darah (jika diperlukan);
12) Daftar infus
8
c. Mempersiapkan pasien
Yang diartikan dengan mempersiapkan pasien adalah :
1) Memberi penjelasan yang baik pada pasien tentang apa yang akan
terjadi dan mengapa itu penting dilakukan;
2) Memberi kesempatan pada pasien untuk mengambil sikap tubuh
yang nyaman di tempat tidur;
3) Pasien memakai pakaian yang sesuai, dimana tangan yang nanti
terlibat harus bebas;
4) Melepas cincin pada tangan yang terlibat, agar tidak terjadi
kemungkinan terjepit/ligasi.
Infus biasanya dipasang pada pembuluh darah bagian atas
lengan bawah. Jika ternyata infus dimasukkan di tempat lekukan siku
maka tangan tersebut harus diberi bidai. Dalam hal ini sikap yang
mudah dan baik sangat perlu diperhatikan. (Steven, Bordui, & Weyde,
1999)
Pasien harus disiapkan sebelumnya untuk infus intravena,
Kecuali pada situasi kedaruratan. Uraian singkat tentang proses pungsi
vena, informasi tentang lamanya infus yang diperkirakan, dan
pembatasan aktivitas merupakan topik-topik penting. Kesempatan
harus diberikan pada pasien yang mengungkapkan kekhawatirannya.
Sebagai contoh, beberapa pasien percaya bahwa mereka akan mati
jika gelembung-gelembung kecil dalam selang memasuki vena
mereka. Setelah mengetahui ketakutan ini, perawat dapat menjelaskan
bahwa biasanya yang berbahaya hanya jumlah udara yang relatif besar
yang diberikan dengan cepat. (Smeltzer & Bare, 2002)
Pertimbangan pada anak-anak perlu dipasang restrain untuk
membantu mengimobilisasi ekstremitas dan mencegah gerakan yang
tiba-tiba yang dapat mengakibatkan cedera serius pada pembuluh
darah. Sedangkan pertimbangan untuk lansia perawat harus cermat
mengkaji klien dikarenakan pembuluh darah lansia sudah rapuh
9
sehingga dapat menghindari penusukan berulang (Perry & Potter,
2000)
d. Persiapan letak infus
Karena infeksi dapat menjadi komplikasi utama dari terapi
intravena, peralatan intravena harus steril, juga wadah dan selang
parenteral. Tempat insersi harus dibersihkan dengan kapas povidone-
iodine selama 2-3 menit, mulai dari tengah ke arah tepi. Tindakan ini
diikuti dengan alcohol 70%. (Hanya alcohol yang digunakan jika
pasien alergi pada iodine). Perawat harus menggunakan sarung tangan
sekali pakai tidak steril selama prosedur pungsi vena karena tingginya
kemungkinan kontak dengan darah pasien (Asmadi, 2008)
e. Memasang infus intravena
1) Peralatan :
a) Seperangkat infus set steril
b) Cairan yang diperlukan
c) Kain kasa steril dalam tempatnya
d) Kapas alkohol dalam tempatnya
e) Plester
f) Gunting verband
g) Bengkok (neirbekken)
h) Infus set lengkap dengan gantungan botol (kolf)
i) Perlak kecil dan alas
j) Tali pembendung (tourniquet)
k) Spalk dalam keadaan siap pakai, bila perlu terutama pada anak-
anak.
(Asmadi, 2008)
2) Persiapan :
a) Pastikan program medis untuk terapi intravena, periksa label
larutan, dan identifikasi pasien. Kesalahan yang serius dapat
dihindari dengan pemeriksaan yang teliti.
10
b) Jelaskan prosedur pada pasien. Pengetahuan meningkatkan
kenyamanan dan kerjasama pasien.
c) Cuci tangan dan kenakan sarung tangan sekali pakai. Asepsis
penting untuk mencegah infeksi. Mencegah pajanan perawat
terhadap darah pasien.
d) Pasang tourniket dan identifikasi vena yang sesuai. Tourniket
akan melebarkan vena dan membuatnya terlihat jelas.
e) Pilih letak insersi. Pemilihan tempat yang teliti akan
meningkatkan kemungkinan pungsi vena yang berhasil dan
pemeliharaan vena.
f) Pilih kanula intravena. Panjang dan diameter kanula harus
sesuai baik untuk letak maupun tujuan infuse.
g) Hubungkan kantong infus dan selang, dan alirkan larutan
sepanjang selang untuk mengeluarkan udara, tutup ujung
selang. Mencegah penundaan; peralatan harus dihubungkan
dengan segera setelah pungsi vena yang berhasil untuk
mencegah pembekuan darah.
h) Tinggikan tempat tidur sampai ketinggian kerja dan posisi
pasien yang nyaman; alur pencahayaan. Posisikan lengan
pasien dibawah ketinggian jantung untuk meningkatkan
pengisian kapiler. Letakkan bantalan pelindung di atas tempat
tidur di bawah lengan pasien. Posisi yang sesuai akan
meningkatkan kemungkinan keberhasilan dan memberikan
kenyamanan bagi pasien.
(Smeltzer & Bare, 2002)
3) Prosedur
a) Tergantung pada kebijakan dan prosedur rumah sakit, lidokain
1% (tanpa epinefrin) 0,1-0,2 cc mungkin disuntikkan secara
local ke tempat intravena. (Menurunkan nyeri setempat akibat
prosedur).
11
b) Pasang tourniket baru untuk setiap pasien atau manset tekanan
darah 15 sampai 20 cm (6-8 inci) di atas tempat penusukan.
Palpasi nadi di distal tourniket. Minta pasien untuk membuka
dan menutup kepalan tangan beberapa kali atau menggantung
lengan pasien untuk melebarkan vena. (Tourniket melebarkan
vena dan memudahkan pemasukan; tourniket tidak boleh ketat
sehingga menghambat aliran darah arteri. Jika nadi tidak teraba
di sebelah distal tourniket, maka tourniket tersebut terlalu
ketat. Telapak tangan yang terkepal menyebabkan vena
menjadi bulat dan kencang).
c) Pastikan apakah pasien alergi terhadap yodium. Siapkan
tempat dengan membersihkan menggunakan tiga swab
betadine selama 2-3 menit dalam gerakan memutar, bergerak
keluar dari tempat penusukan. Biarkan kering, kemudian
bersihkan dengan alcohol 70% untuk melihat dengan jelas
vena profunda.
(1). Jika tempat yang dipilih sangat berambut, gunting rambut.
(periksa kebijakan dan prosedur lembaga tentang hal ini)
(2). Jika pasien alergi dengan povidone-yodium, maka dapat
digunakan alcohol 70% saja. (Asepsis ketat dan persiapan
tempat yang teliti merupakan hal yang penting untuk
mencegah infeksi).
d) Dengan tangan yang tidak memegang peralatan akses vena,
pegang tangan pasien dan gunakan jari atau ibu jari untuk
menegangkan kulit di atas pembuluh darah. (Menerapkan
traksi pada vena membantu vena untuk menstabilkannya).
e) Pegang jarum dengan bagian bevel keatas dan pada sudut 25-
45 derajat, tergantung pada kedalaman vena, tusuk kulit tetapi
tidak menusuk vena. (Posisi bevel ke atas biasanya
menyebabkan trauma yang lebih sedikit ke kulit atau vena).
12
f) Turunkan sudut jarum menjadi 10-20 derajat atau hamper
sejajar dengan kulit, kemudian masuki vena baik langsung dari
atas atau dari samping dengan satu gerakan cepat. (Prosedur
dua tahap menurunkan kemungkinan menembusnya jarum
melalui dinding posterior vena ketika kulit ditusuk).
g) Jika tampak aliran darah balik, luruskan sudut dan dorong
jarum, langkah-langkah tambahan untuk pemasangan kateter
yang membungkus jarum.
(1). Dorong jarum 0,6 cm setelah pungsi vena yang berhasil.
(2). Tahan hub jarum, dan dorong kateter yang membungkus
jarum ke dalam vena. Jangan pernah memasukkan kembali
jarum ke dalam kateter plastic atau menarik kateter kembali
ke jarum.
(3). Lepaskan jarum, sambil menekan perlahan kulit di atas
ujung kateter; tahan hub kateter di tempatnya.
(Aliran balik mungkin tidak terjadi jika vena kecil; posisi
ini menurukan kemungkinan tembusnya dinding posterior
vena).
h) Lepaskan tourniket dan sambungkan selang infus ; buka klem
sehingga memungkinkan tetesan. (Infus harus disambungkan
dengan cepat untuk mencegah terjadinya bekuan darah dalam
kanula. Setelah 2 kali usaha untuk melakukan penusukan vena
tidak berhasil dianjurkan meminta bantuan dari perawat lain).
i) Sisipkan bantalan kasa steril berukuran 2x2 inchi dibawah
ujung kateter. (Kasa berfungsi sebagai bidang steril).
j) Rekatkan jarum dengan kuat di tempatnya dengan plester.
(Jarum yang stabil lebih sedikit kemungkinannya untuk
terlepas atau mengiritasi vena).
k) Tempat penusukan kemudian ditutup dengan band-aid atau
kasa steril; rekatkan dengan plester nonalergenik tetapi jangan
13
melingkari ekstremitas. (Plester yang melingkari ekstremitas
dapat berfungsi sebagai tourniket).
l) Plesterkan sedikit lengkungan selang intravena ke atas balutan.
(Lengkungan selang menurunkan kemungkinan pergeseran
kanul yang tidak sengaja jika selang tertarik).
m)Tutup tempat penusukan dengan balutan sesuai dengan
kebijakan dan prosedur rumah sakit. Balutan kasa atau
transparan mungkin digunakan. (Balutan yang transparan
memungkinkan pengkajian terhadap flebitis, infiltrasi, dan
infeksi pada tempat penusukan tanpa melepaskan balutan).
n) Beri label balutan dengan jenis dan panjang kanula, tanggal,
dan inisial. (Pemasangan label memfasilitasi pengkajian dan
penghentian yang aman).
o) Hitung kecepatan infus dan atur aliran infus. (Infus harus
diatur dengan cermat untuk mencegah terjadinya infus yang
berlebihan atau kekurangan).
p) Dokumentasikan tempat, jenis dan ukuran kanula, waktu,
larutan, kecepatan intravena, dan respons pasien terhadap
prosedur. (Pendokumentasian penting untuk memfasilitasi
perawatan dan untuk tujuan legal).
(Smeltzer & Bare, 2002).
f. Pemantauan terapi intravena
Mempertahankan suatu infus intravena yang sudah terpasang
merupakan tanggung jawab keperawatan yang menuntut pengetahuan
tentang larutan yang sedang diberikan dan prinsip-prinsip aliran
tersebut. Selain itu, pasien harus dikaji dengan teliti baik terhadap
komplikasi local ataupun sistemik. (Weinstein, 2001)
Tugas yang penting dari seseorang perawat adalah untuk
mengobservasi selama pemberian cairan infus. Pertama adalah reaksi
pasien terhadap bahan-bahan yang diberikan atau terhadap darah yang
diberikan (pucat, keringat dingin, denyut juantung lemah) hal-hal
14
semacam ini harus dilaporkan pada dokter. (Steven, Bordui, &
Weyde, 1999)
g. Factor-faktor yang mempengaruhi aliran gravitasi intravena
Aliran dari infus intravena tunduk pada prinsip-prinsip yang
sama yang mengatur perpindahan cairan secara umum.
1) Aliran berbanding langsung dengan ketinggian bejana cairan.
Menaikkan ketinggian wadah infus dapat memperbaiki aliran
yang tersendat-sendat.
2) Aliran berbanding langsung dengan diameter selang. Klem pada
selang intravena mengatur aliran dengan mengubah diameter
selang. Selain itu, aliran akan lebih cepat melalui kanula dengan
diameter besar, berlawanan dengan kanul yang kecil.
3) Aliran berbanding terbalik dengan panjang selang. Menambah
panjang selang pada jalur intravena akan menurunkan aliran.
4) Aliran berbanding terbalik dengan viskositas cairan. Larutan
intravena yang kental, seperti darah, membutuhkan kanula yang
lebih besar dibandingkan dengan air atau larutan salin.
(Smeltzer & Bare, 2002)
2. Tingkat Pendidikan
Menurut international council of nursing (1965), perawat adalah
seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan keperawatan,
berwenang di Negara bersangkutan untuk memberikan pelayanan, dan
bertanggung jawab dalam peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit
serta pelayanan terhadap pasien. Sedangkan Undang-undang RI no.23
tahun 1992 tentang tenaga kesehatan, perawat adalah mereka yang
memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan tindakan keperawatan
berdasarkan ilmu yang dimilikinya, yang diperoleh melalui pendidikan
perawatan. (Ali, 2001)
Didalam Draf Standar Kompetensi Perawat tahun 2011 pendidikan
keperawatan di Indonesia mengacu kepada Undang-undang No.20 tahun
15
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dengan demikian jenis
pendidikan keperawatan di Indonesia mencakup pendidikan vokasi,
akademik dan profesi;
a. Pendidikan vokasi adalah jenis pendidikan diploma sesuai jenjangnya
untuk memiliki keahlian ilmu terapan keperawatan yang diakui oleh
pemerintah Rebuplik Indonesia.
b. Pendidikan akademik merupakan pendidikan tinggi program sarjana
dan pasca sarjana yang diarahkan terutama pada penguasaan disiplin
ilmu pengetahuan tertentu.
c. Pendidikan profesi merupakan pendidikan tinggi setelah program pasca
sarjana yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan
dengan persyaratan keahlian khusus.
Sedangkan jenjang pendidikan keperawatan mencakup program
pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis dan doktor.
Penggolongan jenjang pendidikan perawat menurut (Nursalam,
2008), yaitu :
S3 Doktor
Keperawatan
2 thn
2-2,5 thn
1 thn
S2 MagisterSpesialis
S1 PSIK/FIK
S.KepDiploma IV
SST
2-2,5 thn
5 thnDiploma III
Amd kep. 3 thn
16
a. Program pendidikan D-III keperawatan
Program pendidikan D-III keperawatan yang menghasilkan
perawat generalis sebagai perawat vokasional (ahli madya
keperawatan) dikembangkan dengan landasan keilmuan yang cukup
dan landasan keprofesian yang kokoh.
Sebagai perawat vokasional diharapkan memiliki tingkah laku
dan kemampuan professional, serta akuntabel dalam melaksanakan
asuhan/praktik keperawatan dasar secara mendiri di bawah supervisi.
Di samping itu, mereka diharapkan mempunyai kemampuan
mengelola praktik keperawatan yang dilakukan sesuai dengan tuntutan
kebutuhan klien serta memiliki kemampuan meningkatkan mutu
asuhan keperawatan dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan
teknologi keperawatan yang maju dan tepat guna.
b. Program pendidikan S1/ Ners
Program pendidikan Ners menghasilkan perawat keilmuan
(sarjana keperawatan) dan professional (Ners = first professional
degree) dengan sikap, tingkah laku, dan kemampuan professional,
serta akuntabel untuk melaksanakan asuhan /praktik keperawatan
dasar (sampai dengan tingkat kerumitan tertentu) secara mendiri.
Sebagai perawat professional, yang dilakukan sesuai dengan
kebutuhan objektif klien dan melakukan supervisi praktik
keperawatan yang dilakukan oleh perawat professional pemula. Selain
itu, mereka dituntut untuk memiliki kemampuan dalam meningkatkan
mutu pelayanan/asuhan keperawatan dengan memanfaatkan ilmu
pengetahuan dan teknologi keperawatan yang maju secara tepat guna,
2-2,5 thn
SMUSPK
17
serta kemampuan melaksanakan riset keperawatan dasar dan
penerapan yang sederhana.
Program pendidikan Ners memiliki landasan keilmuan yang
kokoh dan landasan keprofesian yang mantap sesuai dengan sifatnya
sebagai pendidikan profesi.
c. Program Magister keperawatan
Program magister keperawatan menghasilkan perawat ilmuan
(scientist) dengan sikap, tingkah laku dan kemampuan sebagai
ilmuwan keperawatan. Sebagai perawat ilmuwan diharapkan
mempunyai kemampuan berikut ini :
1) Meningkatkan pelayanan profesi dengan jalan penelitian dan
pengembangan
2) Berpartisipasi dalam pengembangan bidang ilmunya
3) Mengembangkan penampilannya dalam spectrum yang lebih luas
dengan mengaitkan ilmu/profesi yang serupa.
4) Merumuskan pendekatan penyelesaian berbagai masalah
masyarakat dengan cara penalaran ilmiah (Keputusan Mendikbud
No.056/U/1994- Pasal 2 ayat 3).
d. Program pendidikan Ners Spesialis
Program pendidikan ners spesialis menghasilkan perawat
ilmuwan (magister) dan professional (ners spesialis, second
professional degree) dengan sikap, tingkah laku, dan ketrampilan
professional serta akuntabel untuk melaksanakan asuhan/praktik
keperawatan spesialistik. Ners spesialis merupakan ilmuwan dalam
bidang ilmu keperawatan klinik dengan kemampuan dan tanggung
jawab sebagai ilmuwan keperawatan klinik (SK Mendikbud
No.056/U/1994).
Peran dan fungsi perawat akan berdampak juga dirakan
manfaatnya oleh masyarakat berupa pelayanan keperawatan yang bermutu
dan kepuasan kerja bagi perawat sendiri karena adanya otonomi.
Mengingat saat ini keperawatan sebagai profesi masih terus dalam proses
18
transisi, sehingga diperlukan pengembangan berbagai model praktik
keperawatan professional yang teruji dalam system pelayanan kesehatan
yang selanjutnya diakui sebagai model praktik keperawatan dalam lingkup
kewenangan keperawatan. (Nursalam & Efendi, 2008)
Perawat mempunyai Standar Kompetensi yang dikelompokkan
menjadi 3 ranah utama, yaitu :
a. Praktik Professional, Etis, Legal dan Peka Budaya
1) Bertanggung gugat terhadap praktik professional,
2) Melaksanakan praktik keperawatan dengan prinsip etis dan peka
budaya,
3) Melaksanakan praktik secara legal.
b. Pemberian Asuhan dan Manajemen Asuhan Keperawatan
1) Menerapkan prinsip-prinsip pokok dalam pemberian dan
manajemen asuhan keperawatan,
2) Melaksanakan upaya promosi kesehatan dalam pelayanan
keperawatan,
3) Melakukan pengkajian keperawatan,
4) Menyusun rencana keperawatan,
5) Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai rencana,
6) Mengevaluasi asuhan tindakan keperawatan,
7) Menggunakan komunikasi terapeutik dan hubungan interpersonal
dalam pemberian pelayanan,
8) Menciptakan dan mempertahankan lingkungan yang aman,
9) Menggunakan hubungan interprofesional dalam pelayanan
keperawatan/ pelayanan kesehatan,
10) Menggunakan delegasi den supervise dalam pelayanan asuhan
keperawatan.
c. Pengembangan Profesional
1) Melaksanakan peningkatan professional dalam praktik
keperawatan,
19
2) Melaksanakan peningkatan mutu pelayanan keperawatan dan
asuhan keperawatan,
3) Mengikuti pendidikan berkelanjutan sebagai wujud tanggung
jawab profesi.
(PPNI-APNI, 2011)
3. Masa kerja perawat
Pengalaman perawat biasanya dapat dilihat dari lama kerja dimana
pengalaman kerja itu adalah suatu ukuran tentang lama waktu atau masa
kerja yang telah ditempuh seseorang dapat memahami tugas-tugas suatu
pekerjaan dan telah melaksanakan dengan baik. (Ranupandojo, 1984)
Pengalaman kerja adalah pengetahuan atau ketrampilan yang telah
diketahui dan dikuasai seseorang yang akibat dari perbuatan atau
pekerjaan yang telah dilakukan selama beberapa waktu tertentu (Trijoko,
1980).
Notoatmojo (1996) berpendapat bahwa pada umumnya semakin
tinggi pendidikan maka akan semakin baik pula tingkat pengetahuannya.
Pengetahuan itu sendiri merupakan kemampuan seseorang untuk
mengingat fakta, simbol, prosedur teknik dan teori. Pendapat
Kuncoroningrat yang dikutip Nursalam dan Siti Pariani (2001) bahwa
tingkat pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi sehingga
semakin banyak pula pengetahuan yang dimiliki, sebaliknya pendidikan
yang kurang akan menghambat perkambangan sikap seseorang terhadap
nilai-nilai yang baru diperkenalkan.
a. Pengukuran Pengalaman kerja
Pengukuran pengalaman kerja menurut Asri, (1986), adalah sebagai
sarana untuk menganalisa dan mendorong efisiensi dalam pelaksanaan
tugas pekerjaan. Beberapa hal yang digunakan untuk mengukur
pengalaman kerja seseorang adalah:
1) Gerakannya mantap dan lancer
20
Setiap karyawan yang berpengalaman akan melakukan gerakan
yang mantap dalam bekerja tanpa disertai keraguan.
2) Gerakannya berirama
Artinya tercipta dari kebiasaan dalam melakukan pekerjaan sehari-
hari.
3) Lebih cepat menanggapi tanda-tanda
Seperti tanda-tanda akan terjadinya kecelakaan kerja.
4) Dapat menduga akan timbulnya kesulitan sehingga lebih siap
menghadapinya
Karena didukung oleh pengalaman kerja yang dimilikinya maka
seorang pegawai yang berpengalaman dapat menduga akan adanya
kesulitan dan siap menghadapinya.
5) Bekerja dengan tenang
Seorang pegawai yang berpengalaman akan memiliki rasa percaya
diri yang cukup besar.
b. Faktor yang mempengaruhi pengalaman kerja karyawan
Beberapa faktor lain mungkin juga berpengaruh dalam kondisi
kondisi tertentu, tetapi adalah tidak mungkin untuk menyatakan secara
tepat semua faktor yang dicari dalam diri karyawan potensial .
menurut Handoko, (1984) ada beberapa faktor tersebut adalah :
1) Latar belakang pribadi, mencakup pendidikan, kursus, latihan,
bekerja. Untuk menunjukkan apa yang telah dilakukan seseorang
di waktu yang lalu.
2) Bakat dan minat, untuk memperkirakan minat dan kapasitas atau
kemampuan seseorang.
3) Sikap dan kebutuhan (attitudes and needs) untuk meramalkan
tanggung jawab dan wewenang seseorang.
4) Kemampuan kemampuan analitis dan manipulatif untuk
mempelajari kemampuan penilaian dan penganalisaan.
5) Keterampilan dan kemampuan tehnik, untuk menilai kemampuan
dalam pelaksanaan aspek aspek tehnik pekerjaan.
21
c. Indikator pengalaman kerja
Ada beberapa hal yang dapat menentukan berpangalaman tidaknya
seorang karyawan yang sekaligus sebagai indicator pengalaman kerja,
yaitu:
1) Masa kerja
Ukuran tentang lama waktu atau masa kerja telah ditempuh
seseorang dapat memahami tugas-tugas suatu pekerjaan dan telah
melaksanakan dengan baik.
2) Tingkat pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki
Pengetahuan merujuk pada konsep, prisip, prosedur, kebijakan
atau informasi lain yang dibutuhkan oleh karyawan. Pengetahuan
juga mencakup kemampuan untuk memahami dan menerapkan
informasi pada tanggung jawab pekerjaan. Sedangkan ketrampilan
merujuk pada kemampuan fisik yang dibutuhkan untuk mencapai
atau menjalankan suatu tugas atau pekerjaan.
3) Penguasaan terhadap pekerjaan dan peralatan
Tingkat penguasaan seseorang dalam pelaksanaan aspek-aspek
teknik peralatan dan teknik pekerjaan.
(Foster, 2001)
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Roffey Park Management
Institute menyebutkan bahwa employability terbentuk dari gabungan
antara : Pengalaman, Track record, Kemampuan utama, yang termasuk
didalamnya fleksibilitas, kreativitas, change management, teamwork, serta
keinginan untuk terus belajar. Beberapa manajer membentuk
employability-nya melalui peningkatan pelatihan, networking, dan
mengerjakan tugas yang sulit.
Pendapat diatas menunjukkan bahwa lama bekerja merupakan
pengalaman individu yang akan menentukan pertumbuhan dalam
pekerjaan dan jabatan. Seperti diungkapkan oleh Andi Mapiare,
pertumbuhan jabatan dalam pekerjaan dapat dialami oleh seorang hanya
apabila dijalani proses belajar dan berpengalaman, dan diharapkan orang
22
yang bersangkutan memiliki sikap kerja yang bertambah maju kearah
positif, memiliki kecakapan (pengetahuan) kerja yang bertambah baik
serta memiliki ketrampilan kerja yang bertambah dalam kualitas dan
kuantitas (Rakhmat dalam (Harsiwi, 2001)
24
B. KERANGKA TEORI
( (Smeltzer & Bare, 2002), (Weinstein, 2001), (Nursalam & Efendi, Pendidikan dalam Keperawatan, 2008))
Tingkat Pendidikan :- Program DIII
keperawatan- Program
S1/Ners- Program S2- Program
spesialis
Ketrampilan
pemasangan infus
Intensitas
praktik
Motivasi kerjaTuntutan
Lembaga
Frekuensi melakukan
tindakan
Masa kerja
Ketersediaan
sarana
Pengalaman
memasang infus
25
C. KERANGKA KONSEP
D. VARIABEL PENELITIAN
Variable adalah karakteristik yang memberikan nilai beda terhadap
sesuatu (Nursalam, 2008). Variable yang digunakan dalam penelitian ini
adalah :
1. Variable bebas : tingkat pendidikan dan lama kerja perawat
2. Variable terikat : ketrampilan pemasangan infus
E. HIPOTESIS
Berdasarkan kerangka teori diatas, hipotesa penelitian ini adalah :
1. Ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan ketrampilan pemasangan
infus.
2. Ada hubungan antara lama kerja perawat dengan ketrampilan pemasangan
infus.
Tingkat Pendidikan
Masa Kerja perawat
Pemasangan infuse
sesuai SOP
Variable bebas Variable terikat
Top Related