7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kebiasaan Makan
Kebiasaan makan adalah cara individu atau kelompok individu memilih pangan
apa yang dikonsumsi sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologis, psikologi dan sosial
budaya. Kebiasaan makan bukanlah bawaan sejak lahir tetapi merupakan hasil belajar
(Suhardjo, 1989). Perubahan kebiasaan makan dapat disebabkan oleh faktor pendidikan
gizi dan kesehatan serta aktivitas pemasaran atau distribusi pangan. Dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor lingkungan seperti lingkungan budaya (cultural environmental),
lingkungan alam (natural environmental) serta populasi (Hartog, Staveren & Brouwer,
1995). Kebiasaan makan remaja dipengaruhi oleh banyak faktor. Pertumbuhan remaja,
meningkatkan partisipasi dalam kehidupan sosial dan aktivitas remaja sehingga dapat
menimbulkan dampak terhadap apa yang dimakan remaja tersebut. Remaja mulai dapat
membeli dan mempersiapkan makanan untuk mereka sendiri, dan biasanya remaja lebih
suka makanan serba instant yang berasal dari luar rumah seperti fast food (Worthingthon-
Robert, 2000).
2.2 Fast Food Dan Junk Food
Dalam masyarakat Indonesia, makanan cepat saji disebut juga dengan sebutan fast
food dan junk food. Padahal, ada perbedaan antara fast food dan junk food. Junk food
adalah kata lain untuk makanan yang jumlah kandungan nutrisinya terbatas. Menurut
8
Oetoro, S (2013) seorang Dokter Spesialis Gizi mengatakan, Junk food kerap
dikenal sebagai makanan yang tidak sehat (makanan sampah). Junk food mengandung
jumlah lemak yang besar, rendah serat, banyak mengandung garam, gula, zat aditif dan
kalori tinggi tetapi rendah nutrisi, rendah vitamin, dan rendah mineral. Seorang ahli
kesehatan Parengkuan (2013) mengatakan Junk food atau makanan sampah ini
dideskripsikan sebagai makanan yang tidak sehat atau minim kandungan nutrisi.
Yang termasuk dalam jenis junk food adalah keripik, permen, semua dessert
manis, makanan fast food yang digoreng, dan minuman soda atau minuman berkarbonasi
dan lain sebagainya. Junk food juga mengandung banyak sodium, lemak jenuh, dan
kolesterol. Bila jumlah ini terlalu banyak didalam tubuh, maka akan menimbulkan banyak
penyakit, seperti obesitas, jantung dan kanker.
Sementara tidak semua fast food adalah junk food. Fast food didefinisikan sebagai
makanan yang disajikan di restoran. Bertram (1975) mendefinisikan fast food sebagai
makanan yang dapat disiapkan dan dikonsumsi dalam waktu yang singkat. Oxford
dictionaries mendefinisikan fast food sebagai makanan yang dapat diolah dan disajikan
dalam waktu yang singkat dan mudah dalam hitungan menit, terutama di restoran dan
toko-toko.
Pendapat lain mendefinisikan fast food adalah makanan yang tersedia dalam
waktu cepat dan siap disantap, seperti fried chiken, hamburger dan pizza. Mudahnya
memperoleh makanan tersebut di pasaran yang menyediakan variasi makanan sesuai
9
selera dan daya beli masyarakat dan penyajiannya lebih cepat, sangat membantu bagi
mereka yang selalu sibuk dengan pekerjaannya (Sulistijani, 2002).
Bahan penyusun fast food termasuk golongan pangan bergizi. Tetapi kebanyakan
fast food tinggi kalori dan rendah gizi, ada juga beberapa fast food yang relatif rendah
kalori dan tinggi gizi. Masalahnya sebagian besar konsumen terutama remaja dan anak-
anak jarang memesan makanan yang tergolong sehat pada saat di restoran makanan cepat
saji. Masalah lain adalah bahwa banyak makanan yang disebut sehat tetapi mengandung
kalori, lemak dan garam tinggi yang berdampak buruk bagi kesehatan. Penting dilakukan
adalah bagaimana mengatur frekuensi mengkonsumsi fast food agar tidak berlebihan.
Kesimpulannya, fast food dan junk food adalah makanan dan minuman yang
sudah diolah dan siap untuk langsung disajikan di tempat usaha atau di luar tempat usaha
atas dasar pesanan, yang dimaksud adalah jenis makanan yang dikemas, mudah disajikan,
praktis, atau diolah dengan cara sederhana. Makanan tersebut umumnya diproduksi oleh
industri pengolahan pangan dengan teknologi tinggi dan memberikan berbagai zat aditif
untuk mengawetkan dan memberikan cita rasa bagi produk tersebut. Fast food dan junk
food merupakan makanan dengan tujuan komersial dan tidak memperdulikan kesehatan
untuk masyarakat yang mengkonsumsinya.
Dalam hal ini para pakar dan dokter menyebutkan makanan seperti fast food dan
junk food menjadi ancaman utama bagi kesehatan. Hal tersebut dikarenakan makanan-
makanan yang disediakan banyak mengandung lemak jenuh, lemak trans, dan natrium.
Selain itu, fast food dan junk food mengandung kalori yang tinggi dan rendah gizi.
10
2.3 Beberapa Golongan Yang Termasuk Fast Food Dan Junk Food
World Health Organization (WHO) secara serius membahas mengenai dampak
buruk makanan fast food dan junk food. WHO menyebutkan 10 golongan yang termasuk
dalam makanan fast food dan junk food, yaitu:
a. Makanan asinan mengandung kadar garam sangat tinggi dapat memberatkan kerja
ginjal, mengiritasi lambung dan usus.
b. Makanan kalengan, yaitu makanan yang dikemas dalam kaleng, bisa berupa buah-
buahan atau daging. Makanan kaleng tidak sehat karena biasanya mengandung
bahan pengawet, mengakitbatkan menurunnya kandungan gizi dan nutrisi.
c. Makanan gorengan mengandung kalori, lemak dan minyak yang banyak,
mengakibatkan kegemukan dan jantung koroner. Pada proses menggoreng
muncul zat karsiogenik yang memicu kanker.
d. Makanan daging yang diproses seperti sosis, ham, dan lain-lain, mengandung
bahan pewarna dan pengawet yang membahayakan organ hati. Selain itu, kadar
natrium yang tinggi menyebabkan hipertensi dan gangguan ginjal, hingga bisa
memicu kanker.
e. Mie instant mengandung bahan pengawet serta kadar garam di dalam mie instant
menyebabkan kerja ginjal menjadi berat. Mie instant juga mengandung trans lipid
yang berisiko buruk pada pembuluh darah jantung.
f. Makanan yang dibakar atau dipanggang dapat mengakibatkan makanan menjadi
gosong sehingga muncul zat yang memicu penyakit kanker.
g. Keju olahan dapat meningkatkan berat badan dan meningkatkan gula darah.
11
h. Makanan asinan kering mengandung garam nitrat yang memicu munculnya zat
karsiogenik di dalam tubuh, mengakibatkan tingginya risiko gangguan pada
fungsi hati, serta memberatkan kerja ginjal.
i. Makanan manisan beku seperti ice cream, cake beku, dan lain-lain, umumnya
mengandung mentega tinggi yang dapat mengakibatkan obesitas dan kadar gula
tinggi.
j. Makanan daging berlemak dan jeroan mengandung lemak jenuh dan kolesterol
yang meningkatkan risiko penyakit jantung koroner, kanker usus besar, dan
kanker payudara.
Fast food dan junk food memang lebih banyak efek negatifnya dari pada
manfaantya, tetapi bukan berarti tidak boleh mengkonsumsinya sama sekali, hanya perlu
dibatasi seperti maksimalnya 4 kali dalam sebulan.
2.4 Beberapa Zat Yang Terdapat Di Dalam Fast Food Dan Junk Food
Beberapa zat-zat yang terkandung di dalam fast food dan junk food, sebagai berikut.
a. Antibiotik, seperti tetrasiklin, penisilin, dan eritromisin, merupakan antibiotik
untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri. Selain itu juga
menggunakan mercury untuk mengawetkan daging ikan yang sudah mati agar
terlihat segar.
b. Zat aditif, zat ini diperuntukkan agar mutu dan kestabilan makanan tetap terjaga.
Zat yang sangat sering di gunakan di dalam makanan-makanan tersebut adalah
penyedap rasa (mono sodium glutamate), pengawet seperti BHA, K-nitrit dan
12
lain-lain, anti kempal, pemutif dan pematang tepung (aseton peroksida) dan
sekustran (asam fosfat).
c. Natrium, Hasil penelitian Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga
IPB Bogor menunjukkan satu porsi fried chicken bagian dada dari Kentucky Fried
Chicken (KFC) mengandung 2.520 mg natrium, California Fried Chicken (CFC)
1.469 mg, dan Texas Fried Chicken (Texas) 2.460 mg. Satu porsi kentang goreng,
KFC 1.530 mg natrium, CFC 650 mg, Texas 1.080 mg, dan McDonald’s 1.220
mg. Setidaknya telah menyantap 2.275 mg natrium. Padahal konsumsi natrium
yang disarankan dikonsumsi dalam sehari tidak lebih dari 2000 mg.
d. Kalori, kalori adalah karbohidrat, lemak dan protein yang terkandung dalam
makanan diubah menjadi energi di dalam tubuh. Satuan kalori adalah kkal. Kkal
dibaca kilokalori, tapi umumnya dibaca kalori saja. Per 1gram karbohidrat dan
protein dapat menghasilkan 4kkal, lalu per 1gram lemak dapat menghasilkan
9kkal. Agar dapat beraktifitas, manusia memerlukan kalori dalam jumlah tertentu.
Kecukupan kalori untuk anak 6-8 tahun: 1.500-1.600kkal, umur 9-11 tahun:
1.700-1.900kkal, umur 12-14 tahun: 2.000-2.400kkal. Kalori di bagi 3 zat yang
terkandung di dalam makanan, Berikut penjelasan beberapa macam zat kalori
tersebut.
1) Karbohidrat, istilah karbohidrat berasal dari kata hidrat karbon (hidrates
of carbon) atau yang populer dikenal dengan sebutan hidrat arang atau
sakarida (dari Bahasa yunani sakcharon yang berarti gula). Karbohidrat
13
adalah zat gizi berupa senyawa organik yang terdiri dari atom karbon,
hidrogen, dan oksigen yang digunakan sebagai bahan pembentuk energi.
2) Lemak, lemak (lipid) adalah zat organik hidrofobik yang bersifat sukar
larut dalam air. Namun, dapat larut pada pelarut non polar seperti eter,
alkohol, kloroform, dan benzena. Lemak adalah zat yang kaya akan energi
dan berfungsi sebagai sumber energi yang memiliki peranan penting
dalam proses metabolisme lemak.
3) Protein, merupakan salah satu zat gizi makro yang penting bagi kehidupan
manusia selain karbohidrat dan lemak. Protein dikaitkan dengan berbagai
bentuk kehidupan, salah satunya adalah enzim yang dibuat dari protein.
Tidak adanya kehidupan tanpa adanya enzim yang terdapat dalam
berbagai jenis dan fungsi yang berbeda di dalam tubuh manusia. Pada
tubuh manusia, protein juga dapat ditemukan pada rambut, kuku, otot,
tulang, dan hampir di seluruh bagian dan jaringan tubuh. Misalnya, ketika
bernafas darah mengalir ke seluruh tubuh, menggerakkan tangan dan
melemaskannya, dalam hal tersebut, tubuh menggunakan beberapa jenis
protein, yaitu hemoglobin, kolagen, dan miosin.
e. Vitamin, katavitamin berasal dari Bahasa latin, yaitu gabungan dari kata “vital”
artinya “hidup” amina (amin) yang mengacu pada suatu gugus organik yang
memiliki atom nitrogen (N). Pengertian ini didasarkan pada konsep penemual
awal vitamin, yaitu semua vitamin dianggap sebagai atom N. akan tetapi, pada
14
akhirnya diketahui bahwa banyak vitamin yang sama sekali tidak memiliki atom
N (Bender, 2003).
Sampai saat ini terdapat 13 jenis vitamin yang telah diakui sebagai vitamin
dan esensialnya bagi kesehatan manusia, yaitu 4 jenis vitamin larut lemak
(vitamin A, D, E, dan K), serta 9 jenis vitamin larut air, yaitu vitamin C, B1, B2,
B6 (phyridoxin), B12, asam folat.
f. Mineral, adalah unsur kimia yang diperlukan tubuh dan berada dalam bentuk
elektrolit anion atau bermuatan negatif dan kation bermuatan positif. Mineral
kalsium (Ca), fosfor (P), sulfur (S), kalium (K), natrium (Na), klor (CI), dan
magnesium (Mg) adalah mineral makro. Mineral besi (Fe), zink (Zn), tembaga
(Cu), mangan (Mn), fluor (F), selenium (Se), silikon (Si), kromium (Cr),
vanadium (V), yodium (I), timah hitam (Pb), kadmium (Cd), arsen (As),
molybdenum (Mo), kobalt (Co), bromium (Br), dan stronsium (Sr) adalah mineral
mikro. WHO (1996) mengelompokkan mineral mikro berdasarkan esensialnya,
yaitu mineral mikro esensial (mis., I, Zn, Se, Cu, Mo, Cr); mineral mikro yang
kemungkinan esensial (mis., Mn. Si, Ni, B dan V); dan mineral mikro yang
berpotensi beracun, tetapi kemungkinan fungsi esensial (mis., F, Cd, As, Pb, Al,
dan Li).
15
2.5 Status Gizi
2.5.1 Pengertian status gizi
Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan
antara asupan zat gizi dengan kebutuhan. Jika keseimbangan tadi terganggu, misalnya
pengeluaran energi dan protein lebih banyak dibandingkan pemasukkan maka akan
terjadi kekurangan energi protein, dan jika berlangsung lama akan timbul masalah
yang dikenal dengan KEP berat atau gizi buruk. (Depkes RI, 2000).
Status gizi dipengaruhi oleh konsumsi makanan dan penggunaan zat – zat gizi
di dalam tubuh. Bila tubuh memperoleh cukup zat – zat gizi dan digunakan secara
efisien akan tercapai status gizi optimal yang memungkinkan pertumbuhan fisik,
perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat
setinggi mungkin (Almatsier, 2001).
Status gizi yaitu keadaan kesehatan individu-individu atau kelompok yang
ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik akan energi dan zat-zat gizi lain yang
diperoleh dari pangan dan makanan yang dampak fisiknya diukur secara antropometri
(Suhardjo, 2003).
Menurut Almatsier (2004), status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat
konsumsi makanan dan penggunaan zat – zat gizi. Penelitian status gizi merupakan
pengukuran yang didasarkan pada data antropometri. Status gizi merupakan ekspresi
satu aspek atau lebih dari nutriture seorang individu dalam suatu variabel (Hadi,
2002).
16
2.5.2 Konsep pengertian status gizi
Dalam pembahasan masalah gizi ada 3 konsep yang satu sama dengan lainnya
saling berkaitan yang perlu dipahami ke tiga konsep tersebut adalah :
1. Proses dari organisme dalam menggunakan bahan makanan melalui proses
pencernaan, penyempurnaan transportasi, penyimpanagan metabolisme proses ini
disebut nutrition
2. Keadaan yang diakibatkan oleh keseimbangan antara pemasukkan gizi di suatu
pihak dan pengeluaran oleh organisme dilain pihak disebut nutriture
3. Ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau
perwujudan dari nutriture disebut nutrition status.
2.5.3 Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi
2.5.3.1 Faktor Langsung
1) Asupan makanan
Penyebab gizi kurang tidak hanya disebabkan makanan yang kurang tetapi
juga karena penyakit. Anak yang mendapat makanan yang baik tetapi karena
sering sakit diare atau demam dapat menderita kurang gizi. Demikian pada anak
yang makannya tidak cukup baik maka daya tahan tubuh akan melemah dan
mudah terserang penyakit. Kenyataannya baik makanan maupun penyakit secara
bersama – sama merupakan penyebab kurang gizi (Soekirman, 2000). Konsumsi
makanan dalam keluarga dipengaruhi jumlah dan jenis pangan yang dibeli,
pemasakan, distribusi dalam keluarga dan kebiasaan makan secara perorangan.
17
Konsumsi juga tergantung pada pendapatan, agama, adat istiadat, dan pendidikan
keluarga yang bersangkutan (Almatsier, 2001).
2) Penyakit infeksi
Penyakit infeksi dapat menyebabkan gizi kurang dan sebaliknya yaitu gizi
kurang akan semakin memperberat sistem pertahanan tubuh yang selanjutnya
dapat menyebabkan seorang anak lebih rentan terkena penyakit infeksi. Penyakit
infeksi yang paling sering menyebabkan gangguan gizi dan sebaliknya adalah
infeksi saluran nafas akut (ISPA) terutama tuberculosis dan diare. Sehingga disini
terlihat interaksi antara konsumsi makanan yang kurang dan infeksi merupakan
dua hal yang saling mempengaruhi.
2.5.3.2 Faktor Tidak Langsung
1) Ketahanan pangan
Kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh
anggota keluarga dalam jumlah yang cukup dan baik mutunya.
2) Pola pengasuhan
Kemampuan keluarga untuk menyediakan waktunya, perhatian dan
dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh dan berkembang secara optimal baik
fisik, mental, dan sosial.
3) Pelayanan kesehatan dan sanitasi lingkungan
Tersedianya air bersih dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang
terjangkau oleh seluruh keluarga. Sistem pelayanan kesehatan yang ada
diharapkan dapat menjamin penyediaan air bersih dan sarana pelayanan kesehatan
18
dasar yang terjangkau oleh setiap keluarga yang membutuhkan. Faktor – faktor
tersebut sangat terkait dengan tingkat pendidikan, pengetahuan, dan ketrampilan
keluarga. Makin tinggi pendidikan, pengetahuan, dan ketrampilan keluarga
terdapat kemungkinan makin baik tingkat ketahanan pangan keluarga, makin baik
pola pengasuhan anak dan keluarga makin banyak memanfaatkan pelayanan yang
ada. Ketahanan pangan keluarga juga terkait dengan ketersediaan pangan, harga
pangan, dan daya beli keluarga, serta pengetahuan tentang gizi dan kesehatan.
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), ada 3 faktor penyebab gizi buruk,
yaitu :
1) Keluarga miskin
2) Ketidaktahuan orangtua atas pemberian gizi yang baik bagi anak
3) Faktor penyakit bawaan pada anak, seperti : jantung, TBC, HIV / AIDS,
saluran pernafasan, dan diare.
2.5.3.3 Penilaian Status Gizi
Salah satunya dengan pengukuran tubuh manusia yang dikenal
antropometri. Antropometri telah dikenal sebagai indicator untuk penilaian status
gizi perseorangan maupun masyarakat. Pengukuran antropometri dapat dilakukan
oleh siapa saja dengan hanya memerlukan latihan sederhana. Di Indonesia jenis
antropometri :
1. Indeks BB/U
Adalah pengukuran total berat badan, termasuk air, lemak, tulang, dan
otot, dan diantara beberapa macam indeks antropometri, indeks BB/U merupakan
19
indikator yang paling umum digunakan. Kelebihan indeks ini, yaitu : Indikator
yang baik untuk KEP akut dan kronis dan untuk memonitor program yang sedang
berjalan, sensitif terhadap perubahan keadaan gizi yang kecil, pengukuran
obyektif dan bila diulang memberikan hasil yang sama, peralatan dapat dibawa
kemana – mana dan relatif mudah, pengukuran mudah dilaksanakan dan teliti,
pengukuran tidak memerlukan waktu yang lama. Kelemahan indeks ini : Tidak
sensitif terhadap anak yang terlalu tinggi tetapi gizi kurang, data umur kadang –
kadang kurang dapat dipercaya, umur anak kurang 2 tahun biasanya teliti dan bila
ada kesalahan mudah dikoreksi, sebaliknya sulit memperkirakan umur anak lebih
dari 2 tahun.
2. Indeks TB/U atau PB/U
Tinggi badan kurang peka dipengaruhi oleh pangan dibandingkan dengan
berat badan. Oleh karena itu tinggi badan menurut umur yang rendah biasanya
akibat dari keadaan kurang gizi yang kronis, tetapi belum pasti memberikan
petunjuk bahwa konsumsi zat gizi pada waktu ini tidak cukup. TB/U lebih
menggambarkan status gizi masa lalu. Indeks TB/U disamping dapat memberikan
gambaran tentang status gizi masa lampau juga lebih erat kaitannya dengan
masalah sosial ekonomi. Oleh karena itu indeks TB/U selain digunakan sebagai
indikator status gizi dapat pula digunakan sebagai indikator perkembangan
keadaan sosial ekonomi masyarakat.
20
3. Indeks BB/TB atau BB/PB
Ukuran antropometri yang terbaik adalah menggunakan BB/TB atau
BB/PB karena dapat menggambarkan status gizi saat ini dengan lebih sensitif dan
spesifik. Berat badan memiliki hubungan linier dengan berat badan dalam
keadaan normal akan searah dengan pertambahan tinggi badan dengan kecepatan
tertentu. Penggunaan indeks BB/TB untuk identifikasi status gizi, indeks BB/TB
merupakan indikator yang baik untuk menanyakan status gizi saat ini, terlebih bila
data umur akurat sulit diperoleh, oleh karena itu indeks BB/TB disebut pula
indikator status gizi yang independen terhadap umur.
21
Tabel 2.1
Klasifikasi Status Gizi
BB / TB BB / U TB / U STATUS GIZI
Normal Rendah Rendah Baik, pernah kurang
gizi
Normal Normal Rendah Baik
Normal Tinggi Tinggi Jangkung, baik
Rendah Rendah Tinggi Baik
Rendah Rendah Normal Buruk / kurang
Rendah Normal Tinggi Kurang
Tinggi Tinggi Rendah Lebih, kemungkinan
obes
Tinggi Normal Rendah Lebih, pernah
kurang gizi
Tinggi Tinggi Normal Lebih, tetapi tidak
obes
Sumber : Arisman, 2007
Bentuk indikator gabungan diatas dimaksudkan untuk mempertajam dan
memperjelas interprestasi status gizi agar penanggulangannya dapat lebih baik dalam
menentukan prioritas maupun jenis perlakuan atau intervensi.
2.6 Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Balita
2.6.1 Tingkat Pendidikan Ibu
Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang pernah dialami seseorang
dan berijazah. Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang dalam kesehatan terutama
pada pola asuh anak, alokasi sumber zat gizi serta utilisasi informasi lainnya.
Rendahnya tingkat pendidikan ibu menyebabkan berbagai keterbatasan dalam
menangani masalah gizi dan keluarga serta anak balitanya. Pendidikan ibu merupakan
modal utama dalam menunjang ekonomi keluarga juga berperan dalam penyusunan
22
makan keluarga, serta pengasuhan dan perawatan anak. Bagi keluarga dengan tingkat
pendidikan yang tinggi akan lebih mudah menerima informasi kesehatan khususnya
di bidang gizi, sehingga dapat menambah pengetahuannya dan mampu menerapkan
dalam kehidupan sehari- hari.
Pendidikan adalah suatu proses yang berjalan berkesinambungan. Mulai dari
usia anak – anak sampai dewasa karena itu memerlukan beraneka cara dan sumber.
Tingkat pendidikan merupakan salah satu indikator sosial dalam masyarakat karena
melalui pendidikan sikap tingkah laku manusia dapat meningkat dan berubah citra
sosialnya. Disamping itu, tingkat pendidikan dapat juga dijadikan sebagai cermin
keadaan sosial ekonomi didalam masyarakat.
Tujuan akhir dari suatu pendidikan pada dasarnya adalah untuk
menghilangkan faktor-faktor perilaku dan sosial budaya yang merupakan hambatan
bagi perbaikan kesehatan, menumbuhkan perilaku dan sosial budaya yang positif
sehingga baik individu maupun masyarakat itu dapat meningkatkan sendiri taraf
kesehatan masyarakat. Tingkat pendidikan turut menentukan mudah tidaknya
seseorang menyerap atau memahami pengetahuan gizi yang mereka peroleh.
Peningkatan tingkat pendidikan akan meningkatkan pengetahuan kesehatan dan gizi
yang selanjutnya menimbulkan sikap dan perilaku yang positif. Keadaan ini dapat
mencegah timbulnya masalah gizi yang tidak diinginkan. Sebagian besar kejadian gizi
buruk dapat dihindari apabila ibu mempunyai cukup pengetahuan tentang cara
memelihara gizi dan mengatur makanan anak, tetapi pandangan yang semata – mata
menghubungkan kejadian gizi buruk dengan tingkat penghasilan keluarga
23
menyebabkan pendidikan ibu seakan – akan tidak bermanfaat. Meningkatkan
pengetahuan sedimikian penting orang tua yang buta huruf dengan kemampuan yang
terbatas akan memberikan makanan yang salah, sehingga akan dapat menimbulkan
masalah malnutrisi.
2.6.2 Tingkat Pengetahuan Ibu
Ibu adalah seorang yang paling dekat dengan anak haruslah memiliki
pengetahuan tentang gizi. Pengetahuan minimal yang harus diketahui seorang ibu
adalah tentang kebutuhan gizi, cara pemberian makan, jadwal pemberian makan pada
balita, sehingga akan menjamin anak dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal.
Kurangnya pengetahuan gizi dan kesehatan orang tua khususnya ibu,
merupakan salah satu penyebab terjadinya kekurangan gizi pada balita. Masa
peralihan antara saat disapih dan mengikuti pola makan orang dewasa, merupakan
masa rawan karena ibu anak mengikuti kebiasaan yang keliru. Penyuluhan gizi
dengan bukti – bukti perbaikan gizi pada anak dapat memperbaiki sikap ibu yang
kurang menguntungkan pertumbuhan anak. Pengetahuan gizi dipengaruhi oleh
beberapa faktor, disamping pendidikan yang pernah dijalani, faktor lingkungan sosial
dan frekuensi kontak dengan media massa juga mempengaruhi pengetahuan gizi.
Salah satu penyebab terjadinya gangguan gizi adalah kurangnya pengetahuan gizi
atau kemampuan untuk menerapkan informasi tentang gizi dalam kehidupan sehari-
hari. (Suhardjo, 2003).
24
Tingkat pengetahuan gizi ibu sebagai pengelola rumah tangga akan
berpengaruh pada macam bahan makanan yang dikonsumsinya. Adapun tingkat
pengetahuan ibu dalam pemberian makanan adalah sebagai berikut:
1) Ketidaktahuan akan hubungan makanan dan kesehatan.
Kehidupan sehari-hari terlihat keluarga yang berpenghasilan cukup akan
tetapi makanan yang disajikan seadanya saja. Dengan demikian, kejadian
gangguan gizi tidak hanya ditemukan pada keluarga yang berpenghasilan kurang
akan tetapi juga pada keluarga yang berpenghasilan relatif baik (cukup). Keadaan
ini menunjukkan bahwa ketidaktahuan akan faedah makanan bagi kesehatan
tubuh merupakan sebab buruknya mutu gizi makanan keluarga, khususnya
makanan balita (Moehji, 2002).
2) Kesukaan terhadap jenis pangan tertentu.
Mengembangkan kebiasaan pangan, mempelajari cara berhubungan
dengan konsumsi pangan dan menerima atau menolak bentuk atau jenis pangan
tertentu, dimulai dari permulaan hidupnya dan menjadi bagian dari perilaku yang
berakar diantara kelompok penduduk. Dimulai sejak dilahirkan sampai beberapa
tahun makanan anak-anak tergantung pada orang lain. Anak balita akan menyukai
makanan dari makanan yang dikonsumsi orang tuanya. Dimana makanan yang
disukai orang tuanya akan diberikan kepada anak balitanya (Suhardjo, 2003).
Kebiasaan makan inilah akan menyebabkan kesukaan terhadap makanan.
Tetapi kesukaan yang berlebihan terhadap suatu jenis makanan tertentu atau
disebut sebagai faddisme makanan akan mengakibatkan kurang bervariasinya
25
makanan dan akan mengakibatkan tubuh tidak memperoleh semua zat gizi yang
diperlukan (Sjahmien Moehji, 2002).
Pengetahuan gizi yang baik akan menyebabkan seseorang mampu
menyusun menu yang baik untuk dikonsumsi. Semakin banyak pengetahuan gizi
seseorang, maka ia akan semakin memperhitungkan jenis dan jumlah makanan
yang diperolehnya untuk dikonsumsi (Sediaoetama, 2000).
Semakin bertambah pengetahuan ibu maka seorang ibu akan semakin
mengerti jenis dan jumlah makanan untuk dikonsumsi seluruh anggota
keluarganya termasuk pada anak balitanya. Hal ini dapat meningkatkan
kesejahteraan anggota keluarga, sehingga dapat mengurangi atau mencegah
gangguan gizi pada keluarga. Kurangnya pengetahuan dan salah konsepsi tentang
kebutuhan pangan dan nilai pangan adalah umum dijumpai setiap negara di dunia.
Kemiskinan dan kekurangan persediaan pangan yang bergizi merupakan faktor
penting dalam masalah kurang gizi, penyebab lain yang penting dari gangguan
gizi adalah kurangnya pengetahuan tentang dan mengetahui kemampuan untuk
menerapkan informasi tersebut dalam kehidupan sehari-hari (Suhardjo, 2003).
2.6.3 Tingkat Pendapatan
Anak-anak yang tumbuh dalam suatu keluarga miskin paling rentan terhadap
kurang gizi diantara seluruh anggota keluarga dan anak yang paling kecil biasanya
paling terpengaruh oleh kekurangan pangan. Jumlah keluarga juga mempengaruhi
keadaan gizi. (Suhardjo, 2003).
26
Kemiskinan sebagai penyebab kurang gizi menduduki posisi pertama pada
kondisi yang umum. Hal ini harus mendapat perhatian yang serius karena keadaan
ekonomi ini relatif mudah diukur dan berpengaruh besar pada konsumsi pangan.
Golongan miskin menggunakan bagian terbesar dari pendapatan untuk memenuhi
kebutuhan makanan. Pendapatan keluarga merupakan penghasilan dalam jumlah
keluarga yang akan dibelanjakan oleh keluarga dalam bentuk makanan.
Ketidakstabilan ekonomi dapat berakibat pada rendahnya tingkat kesejahteraan rakyat
yang antara lain tercermin pada maraknya masalah gizi kurang dan gizi buruk di
masyarakat. Masalah kurang gizi memperlambat pertumbuhan ekonomi dan
mendorong proses kemiskinan melalui tiga cara. Pertama, kurang gizi secara langsung
menyebabkan hilangnya produktivitas karena kelemahan fisik. Kedua, kurang gizi
secara tidak langsung menurunkan kemampuan fungsi kognitif dan berakibat pada
rendahnya tingkat pendidikan. Ketiga, kurang gizi dapat menurunkan tingkat
ekonomi keluarga karena meningkatnya pengeluaran untuk berobat.
Tingkat dan kualitas konsumsi makanan anggota rumah tangga miskin tidak
memenuhi kecukupan gizi sesuai kebutuhan. Asupan makanan yang tidak mencukupi,
anggota rumah tangga, termasuk anak balitanya menjadi lebih rentan terhadap infeksi
sehingga sering menderita sakit.
Umumnya, jika pendapatan naik, jumlah dan jenis makanan cenderung ikut
membaik juga. Akan tetapi, mutu makanan tidak selalu membaik kalau diterapkan
tanaman perdagangan. Tanaman perdagangan menggantikan produksi pangan untuk
rumah tangga dan pendapatan yang diperoleh dari tanaman perdagangan itu atau
27
upaya peningkatan pendapatan yang lain tidak dicanangkan untuk membeli pangan
atau bahan-bahan pangan berkualitas gizi tinggi (Suhardjo, 2003).
Tingkat penghasilan ikut menentukan jenis pangan apa yang akan dibeli
dengan adanya tambahan uang. Semakin tinggi penghasilan, semakin besar pula
persentase dari penghasilan tersebut dipergunakan untuk membeli buah, sayur mayur
dan berbagai jenis bahan pangan lainnya. Jadi penghasilan merupakan faktor penting
bagi kuantitas dan kualitas. Antara penghasilan dan gizi, jelas ada hubungan yang
menguntungkan. Pengaruh peningkatan penghasilan terhadap perbaikan kesehatan
dan kondisi keluarga lain yang mengadakan interaksi dengan status gizi yang
berlawanan hampir universal.
Ahli ekonomi berpendapat bahwa dengan perbaikan taraf ekonomi maka
tingkat gizi pendukung akan meningkat. Namun ahli gizi dapat menerima dengan
catatan, bila hanya factor ekonomi saja yang merupakan penentu status gizi.
Kenyataannya masalah gizi bersifat multikompleks karena tidak hanya faktor
ekonomi yang berperan tetapi faktor-faktor lain ikut menentukan. Oleh karena itu
perbaikan gizi dapat dianggap sebagai alat maupun sebagai sasaran daripada
pembangunan (Suhardjo, 2003).
2.6.4 Jumlah Anggota Keluarga
Anak – anak yang sedang tumbuh dari suatu keluarga miskin, adalah yang
paling rawan terhadap gizi kurang diantara semua anggota keluarga. Anak yang
paling kecil biasanya yang paling terpengaruh oleh kekurangan pangan. Situasi
semacam ini sering terjadi sebab seandainya besar keluarga bertambah, maka pangan
28
untuk setiap anak berkurang dan banyak orang tua yang tidak menyadari bahwa anak-
anak yang sedang tumbuh memerlukan pangan relative lebih tinggi daripada golongan
yang lebih tua. Semua keluarga tanpa memandang pendapatannya, harus mengetahui
batas tertinggi persediaan pangan yang tersedia dihubungkan dengan pertumbuhan
penduduk, terutama di negara – negara sedang berkembang yang laju kelahirannya
paling tinggi. Banyak sumber daya yang diperlukan untuk pengembangan dan
pemeliharaan manusia sangat terbatas, yang salah satu pokok diantaranya adalah
pangan.
Anak-anak, wanita yang sedang hamil dan menyusui merupakan kelompok
yang rawan akan kekurangan gizi. Apabila mereka hidup dalam keluarga dengan
jumlah yang besar dan kesulitan dalam persediaan pangan tentunya masalah gizi atau
gangguan gizi akan timbul (Suhardjo, 2003).
Pembagian pangan yang tepat kepada setiap anggota keluarga sangat penting
untuk mencapai gizi yang baik. Pangan harus dibagikan untuk memenuhi kebutuhan
gizi setiap orang dalam keluarga. Anak, wanita hamil dan menyusui harus
memperoleh sebagian besar pangan yang kaya akan protein. Semua anggota keluarga
sesuai dengan kebutuhan perorangan, harus mendapat bagian energi, protein dan zat-
zat gizi lain yang cukup setiap harinya untuk memenuhi kebutuhan tubuh (Suhardjo,
2003).
Semua keluarga tanpa memandang pendapatannya, harus mengetahui batas
tertinggi persediaan pangan yang tersedia dihubungkan dengan pertumbuhan
penduduk. Banyak sumber daya yang diperlukan untuk pengembangan dan
29
pemeliharaan manusia, salah satunya adalah pangan, sangat terbatas. Oleh karena itu,
semua program masyarakat terutama dalam pertanian, perlu menekankan pentingnya
keluarga berencana dan pembatasan penduduk, sehingga petani dapat menanam
cukup pangan guna menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan dan
kesehatan keluarganya. Selain itu juga menyediakan kebutuhan keluarga dan
pendapatan melalui tanaman perdagangan yang dihasilkan (Suhardjo, 2003).
2.7 Makanan Sehat Dan Makanan Tidak Sehat
2.7.1 Pengertian Makanan Sehat Dan Makanan Tidak Sehat
Pengertian makanan sehat adalah makanan yang mengandung zat-zat yang
dibutuhkan oleh tubuh. Makanan sehat mengandung gizi yang seimbang, yaitu
makanan yang sarat gizi dan baik dikonsumsi oleh tubuh. Mengetahui hubungan
antara makanan yang dikonsumsi dan dampaknya bagi kesehatan penting untuk
dipahami, agar para pekerja kantoran dapat memilih makanan sehat yang dibutuhkan
oleh tubuh. Makanan, dibutuhkan tubuh sebagai sumber energi utama bagi tubuh.
Setiap aktivitas yang remaja lakukan dapat terjadi karena energi yang ada dalam tubuh
mereka. Makanan yang remaja konsumsi sehari-hari memberi energi bagi tubuh untuk
beraktivitas, baik berjalan, berlari, berpikir, dan aktivitas apapun yang mereka
lakukan tiap hari. Makanan yang sehat merupakan makanan yang tepat untuk
menambah nutrisi bagi tubuh kita, yang didalamnya terkandung zat-zat gizi. Zat-zat
gizi tersebut yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan air
(Hardani,2012).
30
Sedangkan makanan tidak sehat adalah makanan yang tidak mengandung gizi
seimbang, hanya memiliki sedikit serat dan sedikit zat yang dibutuhkan untuk
perkembangan tubuh. Bila diberikan pada bayi, balita dan anak-anak, makanan tidak
sehat tidak mendukung pertumbuhan dan perkembangan tubuh.
Bila dilihat dari kandungan gizinya, makanan tidak sehat adalah makanan
yang kurang memiliki kadar karbohidrat, protein, mineral, vitamin, dan lemak tak
jenuh. Dikarenakan kurang memiliki kandungan-kandungan gizi tersebut, maka
makanan tidak sehat sangat jauh dari sebutan makanan empat sehat lima sempurna.
Makanan tidak sehat bila dikonsumsi dapat menimbulkan berbagai
permasalahan. Alih-alih untuk menyehatkan dan memenuhi asupan nutrisi, makanan
tidak sehat justru menimbulkan berbagai dampak negatif seperti timbulnya penyakit,
menghambat perkembangan tubuh, mengurangi kecerdasan otak, mengurangi fungsi
gerak anggota badan, bahkan dapat menimbulkan kematian.
2.8 Fungsi Makanan Bagi Tubuh
Fungsi makanan bukan hanya sekedar untuk menghilangkan rasa lapar, tetapi
lebih utama adalah untuk mendapatkan tenaga, mendapatkan zat-zat pembangun bagi sel-
sel tubuh, mempertinggi daya tahan tubuh terhadap penyakit, serta untuk menjamin
kelancaran segala macam proses yang terjadi di dalam tubuh. Untuk itu, makanan yang
dikonsumsi setiap hari hendaknya mengandung unsur-unsur penghasil tenaga,
pembangun sel-sel, dan mengatur segala macam proses dalam tubuh. Sesuai dengan
kegunaannya, maka makanan yang masuk ke dalam tubuh dapat dikelompokkan sebagai
berikut :
31
a. Makanan sebagai sumber tenaga terutama yang mengandung hidrat arang.
b. Makanan sebagai sumber zat pembangun, digunakan sebagai pembentukan sel-
sel jaringan tubuh yang baru, pembentukan sel darah merah, sel darah putih, dan
zat kekebalan atau antibody.
c. Makanan sebagai sumber zat pengatur, mutlak diperlukan walaupun sangat
sedikit.
2.9 Ciri-ciri Makanan Sehat dan Makanan tidak sehat
a. Ciri-ciri makanan sehat
1. Tidak banyak mengandung lemak-lemak hewani.
2. Rendah garam dan MSG, penggunaan penyedap rasa yang banyak beredar
di pasaran membuat makanan terasa lebih gurih dan nikmat, tapi bukan
berarti menjadi lebih sehat.
3. Banyak mengandung sayuran atau serat.
4. Tidak/sedikit menggunakan bahan pengawet. Setiap bahan makanan yang
dikemasa umumnya mengandung bahan pengawer, seperti bumbu kaldu,
makanan kaleng dsb.
5. Menggunakan sedikit minyak goreng.
6. Tidak bersantan.
7. Tidak terlalu pedas.
8. Dimasak matang, jadi tidak setengah matang atau terlalu lama matang.
b. Ciri-ciri makanan tidak sehat
1. Mengandung Formalin
32
Formalin adalah larutan formaldehida dalam air dan dilarang digunakan
dalam pangan sebagai pengawet. Formalin ini digunakan pada industri plastik,
anti busa, bahan konstruksi, kertas, karpet, textile, cat, mebel, dan pengawet.
Formalin dapat menyebabkan kanker. Sekitar 2 sendok makan formalin dapat
menyebabkan kematian.
33
2.10 Daftar Makanan Sehat Yang Sering Di Konsumsi Anak Pra Sekolah
Tabel 2.4
Daftar Makanan Sehat
Kelompok makanan Disarankan porsi
makanan
Disarankan melayani
makanan
Sayur-sayuran berdaun
hijau gelap, kuning,
kacang kering dan kacang
polong, dan sayur-sayuran
lainnya
3-5 porsi. Sertakan semua
jenis secara teratur. Sering
sajikan sayuran hijau tua.
Sajikan kacang kering dan
kacang polong yang
dimasak dalam beberapa
kali seminggu
¼ cangkir sayuran yang
dimasak
¼ cangkir sayuran mentah
cincang
½ cangkir sayuran mentah
berdaun seperti daun
selada dan bayem
Buah-buahan
Sertakan buah-buahan atau
jus pada mereka secara
teratur
2-4 porsi ½ buah utuh seperti
pisang, apel, jeruk atau
irisan melon
½ cangkir jus
¼ cangkir dimasak atau
buah kalengan
¼ cangkir kismis
Sereal, nasi dan pasta 6-11 porsi
Termasuk beberapa porsi
produk gandum harian
½ potong roti
½ roll biskuit atau muffin
4 kerupuk, biskuit asin
¼ cangkir dimasak sereal,
nasi atau pasta
1/3 cangkir siap untuk
makan sereal kering
¼ dari cangkir untuk
dimasak sereal panas
Susu, yogurt dan keju 4 porsi ½ cangkir susu atau yogurt
¾ ons keju alami
½ ons keju diproses
Daging ungags, ikan,
kacang kering dan kacang
polong, telur dan kacang-
kacangan
3-5 porsi 1 ons daging untuk
dimasak
Unggas atau ikan
½ telur
½ cangkir kacang masak
2 sendok makan selai
kacang
Sumber : Judiono, 2003
Top Related